ANALISIS HUKUM KEDUDUKAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM PADA PERSEROAN TERBATAS DILIHAT DARI ANGGARAN DASAR
TESIS
Oleh LAURA GINTING 057011044/MKn
S
C
N
PA
A
S
K O L A
H
E
A S A R JA
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
ANALISIS HUKUM KEDUDUKAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM PADA PERSEROAN TERBATAS DILIHAT DARI ANGGARAN DASAR
TESIS
Oleh LAURA GINTING 057011044/MKn
S
C
N
PA
A
S
K O L A
H
E
A S A R JA
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
ANALISIS HUKUM KEDUDUKAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM PADA PERSEROAN TERBATAS DILIHAT DARI ANGGARAN DASAR
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan dalam Program Studi Kenotariatan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh LAURA GINTING 057011044/MKn
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
Judul Tesis
Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi
: ANALISIS HUKUM KEDUDUKAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM PADA PERSEROAN TERBATAS DILIHAT DARI ANGGARAN DASAR : LAURA GINTING : 057011044 : Kenotariatan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H.,M.S.,C.N) Ketua
(Dr. T. Keizerina Devi Azwar, S.H., C.N., M.Hum) Anggota
(Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum) Anggota
Ketua Program Studi
Direktur
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H.,M.S.,C.N)
(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)
Tanggal Lulus : 30 Januari 2008
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
Telah Diuji Pada Tanggal: 30 Januari 2008
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua
:
Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H., M.S., C.N.
Anggota
:
1. Dr. T. Keizerina Devi Azwar, S.H., C.N., M.Hum. 2. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum. 3. Chairani Bustami, S.H., Sp.N., M.Kn. 4. Syafnil Gani, S.H., M.Hum.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
ABSTRAK Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) adalah organ perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam undang-undang dan/atau anggaran dasar sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 4 UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT). RUPS merupakan tempat berkumpulnya para pemegang saham untuk membahas segala sesuatu yang berhubungan dengan perseroan, yang pelaksanaannya mengacu pada anggaran dasar selama belum diatur dalam UUPT. Oleh karena itu, dilakukan penelitian tentang pengaturan RUPS di dalam anggaran dasar, dan pengaturan serta kedudukan RUPS tersebut di dalam UUPT. Penelitian ini bersifat dekriptif analitis dengan pendekatan secara yuridis normatif dari ketentuan Anggaran Dasar dan Undang-Undang Perseroan Terbatas dalam kaitannya dengan pengaturan RUPS. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa: anggaran dasar suatu perseroan adalah menetapkan hal-hal yang dianggap perlu dan yang belum diatur dalam peraturan yang ada. Oleh karena itu, dalam menyusun akta pendirian atau anggaran dasar harus dipersiapkan dengan sebaik-baiknya sehingga masalah mendasar dapat dituangkan secara jelas dan lengkap Anggaran Dasar merupakan hukum positif yang mengikat semua pemegang saham, dewan direksi dan dewan komisaris dalam pelaksanaan RUPS, dan kekuatan mengikat itu tidak dapat dikesampingkan oleh siapa pun juga, sekali pun diambil keputusan oleh RUPS dengan suara bulat. RUPS adalah organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam UUPT, dan RUPS mengangkat Direksi dan Komisaris. Kemudian keputusan-keputusan yang menyangkut struktur organisasi Perseroan, yaitu perubahan anggaran dasar, penggabungan, peleburan, pemisahan, pembubaran dan likuidasi Perseroan, hak kewajiban para pemegang saham, pengeluaran saham baru dan pembagian/ penggunaan keuntungan yang dibuat Perseroan sepenuhnya menjadi wewenang RUPS. Disarankan agar para pihak yang terikat dalam perjanjian pada perseroan wajib mengetahui status pendirian dari suatu perseroan terbatas yang termuat dalam Anggaran Dasar, sehingga dalam pelaksanaan RUPS jelas terlihat kewenangankewenangan dari Direksi dalam pengelolaan perusahaan dan kewajiban untuk melakukan RUPS. Kata kunci: Rapat Umum Pemegang Saham; Perseroan Terbatas; Anggaran Dasar.
i
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
ABSTRACT Shareholder Meeting (RUPS) is the liability limited organ of corporate having authority which do not be passed to Board of Directors or Board of Commissioner in authority which is determined in statutes and/or law as arranged in Section 1 Number 4 UU No.40 Year 2007 about Limited Liability Corporate (UUPT). RUPS represent place gather all shareholder to study everything related to corporation, which is its execution relate at statutes during not yet been arranged in UUPT. Therefore, conducted by research about arrangement of RUPS in statutes, and arrangement RUPS in UUPT. This research have the character of analytical descriptive with approach by juridical normative of the Limited Liability Corporate Laws in its bearing with arrangement of RUPS. Pursuant to result of research known that: statutes of the Limited Liability Corporate is to specify assumed things need and which not yet been arranged in existing regulation. Therefore, in compiling bill of establishment or statutes have to be drawn up as well as possible so that the problem of base can be poured clearly and complete Association of representing positive law of obligatory all stockholder, board of directors council and board of commissioner in execution of RUPS, and strength fasten that cannot be overruled by whom also, once is even also taken by decision by unanimous RUPS. RUPS have authority to decide something that concerning corporate organization chart, that is change of statutes, merger, forge, dissociation, corporate liquidation and disbandment, obligation rights all shareholders, expenditure of new share and division/usage of made by advantage the limited liability corporate. It is suggested that by the parties which tied in agreement at the limited liability corporate is obliged to know founding status from the limited liability corporate which included in statutes, so that in execution of seen clear RUPS of authority of board of directors in management of obligation and company to conduct RUPS. Keywords:
Shareholder Meeting; The Limited Liability Corporate; Statute.
ii
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
KATA PENGANTAR
Pertama dan terutama, dengan segala kerendahan hati penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan anugrah-Nya, diselesaikan tesis ini, bukan hanya karena kepintaran ataupun kemampuan saya, melainkan dengan segala keterbatasan yang dimiliki, tetapi karena limpahan karunia-Nya sehingga menambah keyakinan dan kekuatan dalam penyelesaian tesis ini. Judul tesis ini “ANALISIS HUKUM KEDUDUKAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM PADA PERSEROAN TERBATAS DILIHAT DARI ANGGARAN DASAR” yang merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan (M.Kn.) pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan. Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan, dorongan moril, masukan dan saran, sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Ucapan terima kasih penulis sampaikan secara khusus kepada yang terhormat dan amat terpelajar Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H., M.S., C.N., Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, S.H., C.N., M.Hum., dan Ibu Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum., atas kesediaannya dalam memberikan bimbingan, petunjuk serta arahan demi kesempurnaan penulisan tesis ini. Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada para dosen penguji di luar komisi pembimbing, yaitu yang terhormat dan amat terpelajar Ibu Chairani Bustami, S.H., Sp.N., M.Kn., dan Bapak Notaris/PPAT Syafnil Gani, S.H., M.Hum., yang telah berkenan memberi masukan dan arahan yang konstruktif demi penyempurnaan
iii
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
penulisan tesis ini sejak tahap kolokium, seminar hasil sampai pada tahap ujian tertutup sehingga penulisan tesis ini menjadi lebih sempurna dan terarah. Selanjutnya ucapan terima kasih penulis yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Prof. Chairudin P. Lubis, DTM&H., Sp.A (K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara. 2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc., selaku Direktris Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, dan para Asisten Direktris serta seluruh Staf atas bantuan, kesempatan dan fasilitas yang diberikan, sehingga dapat menyelesaikan studi pada Program Magister Kenotariatan (M.Kn.) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H., M.S., C.N., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan (M.Kn.) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara beserta seluruh Staf atas bantuan dalam memberikan kesempatan dan fasilitas sehingga dapat menyelesaikan studi pada Program Magister Kenotariatan (M.Kn.) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. 4. Para pegawai/karyawan pada Program Studi Magister Kenotariatan (M.Kn.) Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara yang selalu membantu dengan sepenuh hati dan memberi senyuman yang terbaik kepada penulis, terutama saran guna memperlancar manajemen administrasi yang dibutuhkan. 5. Kepada seluruh rekan-rekan mahasiswa Magister Kenotariatan (M.Kn) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan (Ridho, T.M. Ali Bahar, Edi Syahputra, Novi) dan khususnya rekan-rekan sekelas di Grup A-2005 maupun rekan-rekan seangkatan umumnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu-satu
iv
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
yang selalu memberikan bantuan semangat, dorongan, dan motivasi kepada penulis dalam rangka penyelesaian studi Program Magister Kenotariatan (M.Kn). 6. Kepada sahabat-sahabat karibku Miar Simarmata, S.H., C.N., Midah, S.H., Tuti Las Suriani, dan Rudi Hartono. yang telah memberikan dorongan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Teristimewa dengan tulus hati penulis ucapkan terima kasih kepada kepada kedua orang tua yang selalu mengasihiku, Ayahanda Almarhum Comat Ginting dan Ibunda yang tercinta Tringani Tarigan, S.H., Sp.N., yang selalu memberikan limpahan kasih sayang, cinta kasih dalam memberikan semangat bagi penulis untuk berbuat sesuatu yang terbaik demi masa depan penulis. Juga, kepada kakanda Ngobarita Ginting, Sertamin Ginting, abangda Elieser Dolson Ginting, dan adinda Frans Cory Meilando, S.H., yang memberikan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan studi ini. Ucapan terima kasih yang tulus kepada suami tercinta Harry Immanuel, S.H., dan anak-anakku tersayang Fernando
Edwin Parla dan Meika yang menjadi
motivasi penulis untuk menyelesaikan studi pada Program Magister Kenotariatan (M.Kn) ini. Akhir kata kepada semua sahabat, saudara/i, dan rekan-rekan yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih buat semua doa, kebaikan, ketulusan, dan dukungan kepada penulis selama proses penyelesaian tesis ini. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin. Medan, Maret 2008 Penulis, Laura Ginting
v
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
RIWAYAT HIDUP
I.
II.
Identitas Pribadi Nama
:
Laura Ginting
Tempat/ Tgl. Lahir
:
Medan, 29 Juni 1977
Status
:
Menikah
Alamat
:
Jl. Gatot Subroto No.38
Agama
:
Kristen Protestan
Nama Ayah
:
Alm. Comat Ginting
Nama Ibu
:
Tringani Tarigan, S.H., Sp.N.
Orang Tua
III. Pendidikan 1. SD Swasta Masehi 2. SMP Swasta Methodis I Medan 3. SMA Negeri 13 Medan 4. S-1 Fakultas Hukum Universitas Panca Budi Medan 5. S-2 Program Studi Magister Kenotariatan (M.Kn) Sekolah Pascasarjana USU Medan.
Medan,
Maret 2008
Penulis,
Laura Ginting
vi
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK ........................................................................................................ i ABSTRACT ..................................................................................................... ii KATA PENGANTAR ..................................................................................... iii RIWAYAT HIDUP .......................................................................................... vi DAFTAR ISI .................................................................................................... vii DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... ix DAFTAR ISTILAH ......................................................................................... x BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A. Latar Belakang .........................................................................
1
B. Perumusan Masalah .................................................................
7
C. Tujuan Penelitian .....................................................................
7
D. Manfaat Penelitian ...................................................................
7
E. Keaslian Penelitian ...................................................................
8
F. Kerangka Teori dan Konsepsi ..................................................
9
1. Kerangka Teori ..................................................................
9
2. Konsepsi .............................................................................
13
G. Metode Penelitian ....................................................................
14
1. Sifat Penelitian ...................................................................
14
2. Metode Penelitian ..............................................................
15
3. Teknik Pengumpulan Data .................................................
15
4. Alat Pengumpulan Data .....................................................
16
5. Analisis Data ......................................................................
17
PENGATURAN RUPS DI DALAM ANGGARAN DASAR PERSEROAN TERBATAS .........................................................
18
A. Rapat Umum Pemegang Saham ...............................................
18
vii
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
BAB III
BAB IV
1. Kekuasaan dan Kewenangan RUPS ..................................
20
2. Pemanggilan RUPS ............................................................
22
3. Hak Suara ..........................................................................
25
4. Korum RUPS ....................................................................
26
B. Anggaran Dasar Perseroan Terbatas ......................................
28
PENGATURAN RUPS DI DALAM KETENTUAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS ..................
32
A. Perseroan Terbatas ....................................................................
32
B. Pendirian Perseroan Terbatas ...................................................
39
C. Prinsip Hukum Perseroan Terbatas...........................................
45
D. Pengaturan RUPS dalam UUPT ...............................................
52
KEDUDUKAN HUKUM RUPS DI DALAM UNDANGUNDANG PERSEROAN TERBATAS ......................................
57
A. Organ Perseroan Terbatas .......................................................
57
B. Kewajiban Pelaksanaan RUPS..................................................
93
C. Keputusan RUPS....................................................................... 102 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN .................................................... 107 A. Kesimpulan .............................................................................. 107 B. Saran ......................................................................................... 108
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 109
viii
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
DAFTAR GAMBAR Nomor 1. 2. 3.
Judul
Halaman
Struktur Dewan Direktur (Board of Directors) dalam Sistem Satu Dewan Direktur (One Tier System) .................................................
65
Struktur Dewan Direktur (Board of Directors) dalam Sistem Dua Badan Terpisah (Two Tiers System) ...............................................
66
Struktur Organ Perseroan Terbatas di Indonesia ............................
67
ix
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
DAFTAR ISTILAH
Artificial person Beneficiary
: :
Best interest Business Judgment Rule Chairman Conflict of interest Constituences Corporate opportunity Decision market Derivative action Directory Disclosure Doctrinal research Dubius Due care Exclusive authorities Fiduciary duty
: : : : : : : : : : : : : : :
For cause or no cause
:
Fraud Guardian Insider trading Law as it is decided by the judge through judicial process Law as it written in the book Lawyer Legal entity Liability of Promotors Library research Limited liability Limited Liability Company Mandatory Mandatory element Naamloze Vennootschap Non executive Operational definition Personal standi in judicio
: : : :
Manusia semu Pihak yang memberikan kepercayaan yang harus dipegang untuk kepentingannya Yang terbaik bagi perseroan Peraturan Pertimbangan Bisnis Presiden komisaris Konflik kepentingan Pihak berkepentingan Kesempatan perseroan Pengambil keputusan Gugatan derivatif dalam perseroan terbatas Pedoman Keterbukaan informasi Penelitian doktrinal Penafsiran mendua Kehati-hatian Wewenang eksklusif Tugas dan kedudukan yang dipercayakan (pemegang amanah) Dengan atau tanpa menunjukkan alasan pemberhentian Penipuan Perwalian Orang dalam Hukum yang yang muncul dari proses pengadilan Hukum sebagaimana yang tertulis Penasehat hukum Badan Hukum Tanggung jawab promotor perseroan Penelitian kepustakaan Tanggung jawab terbatas Perseroan Terbatas Kewajiban Unsur wajib Perseroan Terbatas Tidak mempunyai otoritas manajemen Konsepsi Subjek hukum mandiri
: : : : : : : : : : : : :
x
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
Piercing the Corporate Veil Primary right Proper purpose Rational basis Reasonable belief Self dealing Sense of business Shadow director Stakeholder The Act of Australia Company Act Top management Ultra vires
: : : : : : : : : : : :
Penyingkapan tirai perusahaan Hak utama Tujuan yang layak Dasar-dasar yang rasional Cara yang layak dipercayai Transaksi dengan perseroan Pertimbangan bisnis Direktur bayangan Pihak yang berkepentingan Hukum Perusahaan Australia Dewan Direksi Tindakan di luar kewenangan
xi
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Perkembangan perangkat hukum untuk menciptakan dan melindungi hak manusia sebagai anggota masyarakat terus mengalami perkembangan. Misalnya dalam kegiatan ekonomi perusahaan hak seseorang sebagai pelaku ekonomi dalam menjalankan perusahaan berkembang sejalan dengan perkembangan masyarakat. Karena pada akhir-akhir ini telah muncul pemikiran-pemikiran mengenai sifat dan hakikat hukum perusahaan yang berperan menampung kebutuhan masyarakat yang berkepentingan (stakeholder) dari perusahaan. Hal yang menjadi pemikiran dalam hukum perusahaan adalah kondisi perusahaan yang berbentuk badan hukum "Perseroan Terbatas" atau Limited Liability Company . 1 Di Indonesia perangkat hukum yang mengatur perusahaan berbentuk badan hukum "Perseroan Terbatas" atau Limited Liability Company (selanjutnya disingkat PT). Pembaharuan hukum perusahaan menurut UUPT ditujukan untuk memberi jawaban atas tuntutan perkembangan pesat dari eksistensi dan peranan PT sebagai salah satu bentuk badan hukum dari pelaku ekonomi. 2 Karena itu UUPT ditujukan untuk memberi perlindungan kepentingan bagi setiap pemegang saham, kreditur dan para pihak ketiga yang berhubungan dengan aktivitas perseroan terbatas. Salah satu
1
Bismar Nasution, Diktat Hukum Perusahaan, Program Magíster Ilmu Hukum USU, 2003 ,
h 1-2 2
Perusahaan adalah bentuk yang sangat fleksible dari alat untuk melakukan kegiatan bisnis. Dalam hubungannya dengan aktivitas bisnis, bentuk perusahaan memungkinkan untuk melakukan berbagai ukuran dan jenis usaha dibandingkan dengan bentuk lainnya. Perusahaan dapat digunakan untuk untuk mengakomodasikan kegiataan usaha dari yang terkecil yaitu bisnis perorangan (oneperson business) sampai yang terbesar yaitu bisnis multinasional. Selain itu perusahaan juga dapat digunakan untuk kegiatan non profit yang bertujuan usaha tidak untuk membuat keuntungan. Lihat Paul L. Davies, Gower and Davies’ Principles of Modern Company Law, Thomson Sweet &Maxwell, 2003, h 1
1
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
2
permasalahan yang penting dalam kaitannya dengan aktivitas perusahaan terbatas tersebut adalah mengenai kedudukan hukum RUPS pada perseroan terbatas. Pasal 1 ayat (2) UUPT menjelaskan bahwa organ perseroan adalah rapat umum pemegang saham (RUPS), direksi, dan komisaris. Kemudian dalam Pasal 1 Ayat (3) dinyatakan bahwa RUPS adalah organ perseroan pemegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan dan memegang segala wewenang yang tidak diarahkan kepada direksi atau komisaris. RUPS adalah rapat yang diselenggarakan oleh direksi perseroan setiap tahun dan setiap waktu berdasarkan kepentingan perseroan, ataupun atas permintaan pemegang saham sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. 3 Salah satu pemikiran yang muncul dalam UUPT dalam hal RUPS adalah Pertama, bahwa RUPS memiliki segala wewenang yang tidak diberikan kepada direksi dan komisaris dalam batas yang ditentukan oleh UUPT dan atau anggaran dasar perseroan. Kedua, bahwa RUPS berhak memperoleh keterangan yang berkaitan dengan kepentingan perseroan dari direksi dan komisaris. RUPS merupakan tempat berkumpulnya para pemegang saham untuk membahas segala sesuatu yang berhubungan dengan perseroan. Forum ini yang memutuskan hal-hal yang penting dari suatu perusahaan, termasuk pengangkatan atau pemberhentian komisaris dan direktur, mengesahkan neraca rugi laba, memutuskan pembagian dividen, mengubah anggaran dasar, menyetujui atau tidak menyetujui merjer, akuisisi dan konsolidasi, bahkan membubarkan perusahaan. Dalam RUPS juga mempunyai hak untuk memperoleh segala keterangan dari pengurus perseroan dalam hal ini direksi dan komisaris yang berkaitan dengan kepentingan perseroan. 4
3
Ibid, h. 259 Hal ini dapat dicontohkan jika terdapat keraguan laporan tahunan, maka sebelum sampai mengambil keputusan sah tidaknya laporan tersebut, RUPS berhak menanyakan kepada direksi dan komisaris tentang kebenaran laporan itu. 4
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
3
Dapat diketahui bahwa RUPS terbagi dalam dua macam. Pertama, RUPS tahunan, yang diselenggarakan setahun sekali menurut waktu dan tempat yang ditentukan dalam anggaran dasar. Kedua, RUPS luar biasa, yang diselenggarakan sewaktu-waktu, atas permintaan pemegang saham, komisaris, direktur, bahkan juga atas perintah pengadilan. Perseroan terbatas adalah wadah kerja sama dari pada pemilik modal atau pemegang saham yang dijelmakan dalam RUPS. Artinya bahwa RUPS sebagai organ perseroan terbatas memiliki kekuasaan dan kewenangan yang tertinggi yang tidak dimiliki atau diserahkan kepada organ perseroan lainnya dalam batas yang ditentukan dalam UUPT maupun anggaran dasarnya. Inilah yang dinamakan dengan wewenang eksklusif (exclusive authorities) RUPS. 5 Wewenang eksklusif RUPS yang ditetapkan dalam UUPT tidak dapat ditiadakan selama tidak ada perubahan UUPT. Sedangkan wewenang eksklusif dalam anggaran dasar semata-mata berdasarkan kehendak RUPS yang disahkan dan disetujui oleh Menteri Kehakiman yang dapat diubah melalui perubahan anggaran dasar sepanjang tidak bertentangan dengan UUPT. 6 UUPT yang telah ada jika dibandingkan dengan peraturan yang lama isinya cukup maju, ketentuan-ketentuan dalam UUPT dapat dikatakan lengkap dan
5
Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, (Bandung : Alumni, 2004), hal. 128 Lihat juga dalam Pasal 63 UUPT yang menyatakan : 1. RUPS mempunyai segala wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini data atau anggaran dasar. 2. RUPS berhak memperoleh segala keterangan yang berkaitan dengan kepentingan perseroan dari direksi atau komisaris 6 Ibid., h. 130
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
4
terperinci. Di dalamnya dikenal perbedaan perseroan tertutup dengan perseroan terbuka, diatur tentang bagaimana perlindungan modal dan kekayaan perusahaan, juga tentang penggunaan laba, pengambilalihan perseroan, juga bagaimana jika perseroan melakukan perbuatan melanggar hukum. Namun sebagaimana diketahui bahwa sampai saat ini UUPT lebih terkonsentrasi pada pembahasan mengenai Anggaran Dasar, RUPS dan cara pendirian PT. Masalah yang paling signifikan yang tidak tergambar dalam UUPT ini adalah pertanggungjawaban pengurus apakah itu pertanggungjawab secara perdata maupun pertanggungjawaban secara pidana. Dalam UUPT terdapat pengaturan yang berkenaan dengan organ perseroan. Adapun yang menjadi organ perseroan tersebut yaitu Pertama rapat umum pemegang saham, Kedua, direksi dan Ketiga, komisaris. Rapat umum pemegang saham (selanjutnya disingkat dengan RUPS) adalah organ perseroan yang memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan dan memegang segala wewenang yang tidak diserahkan oleh direksi dan komisaris. 7 RUPS adalah rapat yang diselenggarakan oleh direksi perseroan setiap tahun dan setiap waktu berdasarkan kepentingan perseroan, ataupun atas permintaan pemegang saham sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. 8 Salah satu pemikiran yang muncul dalam UUPT dalam hal RUPS adalah Pertama, bahwa RUPS memiliki segala wewenang yang tidak diberikan kepada direksi dan komisaris dalam batas yang ditentukan oleh UUPT dan atau anggaran
7 8
I. G, Rai Widjaya, Hukum Perusahaan, (Jakarta: Megapoin Kesaint Blanc, 2002). h. 257 Ibid, h. 259
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
5
dasar perseroan. Kedua, bahwa RUPS berhak memperoleh keterangan yang berkaitan dengan kepentingan perseroan dari direksi dan komisaris. Perseroan Terbatas (United Company by “Shares, Naamloze Vennooschap”) adalah “asosiasi modal” yang oleh Undang-undang diberi status badan hukum. Hakim Agung John Marshal dari Mahkamah Agung (MA) Amerika Serikat mendefinisikan PT sebagai keberadaan semu, tidak terlihat, tidak berbentuk nyata dan hanya ada dalam pertimbangan hukum. Selanjutnya lebih jelas MA ini mendefinisikan PT sebagai “asosiasi” sejumlah individu yang bersatu untuk maksud tertentu dan oleh Undang-Undang diperbolehkan menggunakan modal bersama tersebut dan mengganti anggota yang terdapat dalam asosiasi tanpa harus membubarkan asosiasi tersebut. 9 Dalam hal ini, PT merupakan kreasi hukum dan subyek hukum mandiri. PT sebagai subyek hukum mandiri keberadaannya tidak tergantung dari keberadaan para pemegang saham. Sekalipun terjadi pergantian tersebut tidak mengubah keberadaan PT selaku “personal standi in judicio” (subyek hukum mandiri). Di sinilah letak perbedaan hakiki antara PT sebagai asosiasi modal dengan persekutuan perdata, seperti Firma dan CV sebagai asosiasi perorangan. “Keberadaan dan Kemandirian Perseroan Terbatas sebagai Badan Usaha Tunggal dan Sebagai Anggota Group” yaitu berbentuk perseroan yang berdiri untuk menjalankan suatu perusahaan dengan modal terbagi atas saham-saham, dalam hal ini para pemegang saham (pesero) hanya bertanggung-jawab untuk perikatanperikatan PT sebesar jumlah saham yang mereka miliki. Selanjutnya PT sekaligus adalah wadah yang di dalamnya diwujudkan kerjasama para pemegang saham (asosiasi saham). 10 Berdasarkan hal tersebut maka organ yang terdapat dalam PT harus dapat memiliki kewajiban masing-masing dalam menjalankan PT. Artinya dapat dicontohkan dimana dalam pemikiran UUPT ini sebagai penyelenggara RUPS adalah direksi. Direksi menyelenggarakan RUPS tahunan dan untuk kepentingan perseroan berwenang menyelenggarakan RUPS lainnya. Namun jika direksi berhalangan atau antara
direksi
dengan
perseroan
terjadi
suatu
pertentangan
maka
yang
9
Bismar Nasution, Diktat Hukum Perusahaan, Program Magister Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. h. 2-3 10 Ibid, h. 5
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
6
menyelenggarakan RUPS adalah komisaris. Kemudian juga akan timbul pertanyaan bagaimana jika komisaris juga tidak dapat menyelenggarakan RUPS, padahal RUPS tahunan wajib diselenggarakan? Untuk mengatasi tersebut, UUPT memberikan kewenangan kepada pemegang saham untuk menyelenggarakan RUPS atau dapat juga dilakukan atas satu pemegang saham atau lebih yang bersama-sama mewakili 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah yang lebih kecil sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar perseroan yang bersangkutan. 11 Tetapi prosedurnya harus meminta bantuan Pengadilan Negeri terlebih dahulu yaitu dengan cara pemegang saham mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri agar mereka diberikan izin untuk melakukan pemanggilan RUPS. 12 Berdasarkan uraian diatas maka penulis mengambil judul “analisis Hukum kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar ” sebagai judul dalam penulisan tesis ini. Hal ini dikarenakan bahwa baik RUPS maupun Anggaran Dasar memilki wewenang eklusif di dalam Perseroan Terbatas. Perlu ditegaskan di sini, bahwa penelitian ini telah selesai dilaksanakan sebelum keluarnya undang-undang baru tentang perseroan terbatas yaitu UndangUndang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Namun begitu penelitian ini telah diupayakan disesuaikan dengan undang-undang terbaru tersebut.
11
I.G. Rai Widjaja, Loc.cit. Pasal 67 ayat (1) UUPT menentukan bahwa Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan perseroan dapat memberikan izin kepada pemohon untuk : a. Melakukan sendiri pemanggilan RUPS tahunan, atas permohonan pemegang saham apabila direksi atau komisaris tidak menyelenggarakan RUPS tahunan pada waktu yang telah ditentukan. b. Melakukan sendiri pemanggilan RUPS lainnya, atas permohonan pemegang saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2), apabila direksi atau komisaris setelah lewat waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak permintaan tidak melakukan pemanggilan RUPS lainnya. 12
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
7
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan yang akan diteliti dan dibahas dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah pengaturan RUPS di dalam Anggaran Dasar Perseroan Terbatas? 2. Bagaimanakah pengaturan serta kedudukan hukum RUPS di dalam ketentuan Undang-Undang Perseroan Terbatas?
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka tujuan ingin dicapai dari penelitian tesis ini adalah: 1. Untuk dapat mengetahui dan memahami pengaturan RUPS di dalam Anggaran Dasar Perseroan Terbatas. 2. Untuk dapat mengetahui dan memahami pengaturan serta kedudukan hukum RUPS di dalam ketentuan Undang-Undang Perseroan Terbatas.
D. Manfaat Penelitian Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi ilmu pengetahuan, khususnya hukum perusahaan di Indonesia. Penelitian ini juga diharapkan bisa memberikan masukan bagi penyempurnaan perangkat peraturan mengenai perusahaan khususnya dalam kedudukan hukum Rapat Umum Pemegang Saham pada perseroan. Secara praktis penelitian ini ditujukan kepada kalangan pelaku ekonomi yaitu praktisi yang bergerak di bidang usaha yang berbadan hukum perseroan terbatas, agar
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
8
dapat lebih mengetahui dan memahami tentang kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham pada Perseroan Terbatas.
E. Keaslian Penulisan Sepanjang yang diketahui dan berdasarkan informasi, maupun data yang ada dan penelusuran lebih lanjut pada kepustakaan pada khususnya pada Program Studi Magister Kenotariatan, Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Sumatera Utara, Medan bahwa belum ada penelitan sebelumnya dengan judul “Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar”. Namun ada penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan oleh saudari Ervina, mahasiswi Program Studi Magister Kenotariatan, Sekolah Pasca Sarjana, USU dengan judul “Tinjauan Yuridis Terhadap Sengketa Mengenai Keabsahan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Yang Diselenggarakan Berdasarkan Penetapan Izin Ketua Pengadilan Negeri” Tahun 2007 dengan rumusan masalah sebagai berikut : a. Faktor apa yang menyebabkan diajukannya gugatan oleh pemegang saham yang keberatan terhadap RUPS yang telah dilaksanakan berdasarkan Penetapan Izin Pengadilan Negeri? b. Apabila suatu RUPS yang telah dilaksanakan melalui penetapan izin Pengadilan Negeri berdasarkan permintaan pemegang saham, ternyata adanya perbuatan melawan
hukum
dalam
mengajukan
permohonan
penetapan
tersebut,
bagaimanakah akibat hukum dalam keadaan tersebut diatas?
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
9
c. Apa yang menjadi pertimbangan Pengadilan Negeri Medan dalam menolak gugatan pemegang saham yang keberatan tentang putusan – putusan yang dihasilkan dalam RUPS yang dilaksanakan berdasarkan Penetapan Izin Pengadilan Negeri Medan? Penelitian ini apabila dikonfrontatir dengan penelitian – penelitian terdahulu, maka baik judul, rumusan masalah, maupun substansi pembahasan serta pengkajian hukumnya sangat berbeda samasekali oleh karena itu judul penelitian ini belum pernah dilakukan oleh peneliti terdahulu, dengan demikian, penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan secara akademis.
F. Kerangka Teori Dan Konsepsi 1. Kerangka Teori Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi 13 , dan sutu teori harus diuji dengan menghadapkan pada fakta–fakta yang dapat menunjukkan ketidak kebenarannya 14 . Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir–butir pendapat, teori thesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis.
13
J.J.J M. Wuisman, Penelitian Ilmu – ilmu Sosial, Asas – asas. (Penyunting : M. Hisyam). (Jakarta : FE UI, 1996), h. 203 lihat M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian. (Bandung : CV Mandar Maju, 1994), h.27 menyebutkan, bahwa teori yang dimaksud disini adalah penjelasan mengenai gejala yang terdapat dalam dunia fisik tersebut tetapi merupakan suatu abstraksi intelektual dimana pendekatan secara rasional digabungkan dengan pengalaman empiris. Artinya dijelaskannya. Suatu penjelasan biar bagaimanapun meyakinkan. Tetapi harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar. 14 Ibid, h. 16
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
10
Untuk mengetahui tentang analisis hukum kedudukan rapat umum pemegang saham pada perseroan terbatas dilihat dari anggaran dasar didasarkan kepada teori yang saling berkaitan, artinya teori yang belakangan merupakan reaksi atau perbaikan dari teori sebelumnya. Dalam kaitan teori yang dipergunakan dalam penulisan ini berawal pada hak perorangan yang lahir dari perjanjian dalam mendirikan Badan Hukum yang berbentuk Perusahan Terbatas. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No.1 Tahun 1995 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, menyatakan bahwa Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut Perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan mewakili persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya. Ilmu hukum mengenal dua macam subjek hukum, yaitu subjek hukum pribadi (orang perorangan), dan subjek hukum berupa badan hukum. Undang-undang perseroan terbatas mendefenisikan perseroan terbatas sebagai badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, yang melakukan kegiatan usaha dengan modal tertentu, yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan didalam undang-undang serta peraturan pelaksanaannya 15 . Terhadap masing-masing subjek hukum tersebut berlaku ketentuan hukum yang berbeda satu dengan lainnya, meskipun dalam hal-hal tertentu terhadap 15
Ahmad Yani dan Gunawan Wijaya, seri hukum bisnis,“perseroan terbatas”, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), h. 7
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
11
keduanya dapat diterapkan suatu aturan yang berlaku umum. Salah satu ciri khas yang membedakan sujek hukum pribadi dengan subjek hukum berupa badan hukum adalah saat lahirnya subjek hukum tersebut, yang pada akhirnya menentukan saat lahirnya hak-hak dan kewajiban bagi masing-masing subjek hukum tersebut. Pada subjek hukum pribadi, status subjek hukum telah ada bahkan pada saat pribadi orang perseorangan tersebut berada dalam kandungan 16 . Sedangkan pada badan hukum, keberadaan status badan hukumnya baru diperoleh setelah ia memperoleh pengesahan dari pejabat yang berwenang yang memberikan hak-hak, kewajian dan harta kekayaan sendiri bagi badan hukum tersebut, terlepas dari hakhak, kewajiban dan harta kekayaan pendiri, pemegang saham, maupun para pengurusnya. Undang–undang perseroan terbatas secara tegas menyatakan bahwa perseroan adalah badan hukum. 17 Ini berarti
perseroan terbatas memiliki syarat keilmuan
sebagai pendukung kewajiban dan hak, antara lain memiliki harta kekayaan sendiri terpisah dari harta kekayaan pendiri atau pengurusnya. Sebagai badan hukum, perseroan memenuhi unsur-unsur badan hukum yang ditentukan dalam UUPT. Unsur-unsur tersebut adalah: a. organisasi yang teratur Oragisasi yang teratur ini dapt dilihat dari adanya organ perusahaan yang terdiri atas Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi, dan Komisaris. Keteraturan
16 17
Pasal 1 ayat 2 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1 butir 1 UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
12
organisasi perusahaan dapat diketahui melalui ketentuan UUPT, Angaran Dasar Perseroan, Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham, Keputusan Dewan Komisaris, Keputusan Direksi dan Peraturan-Peraturan Perusahaan lainnya yang dikeluarkan dari waktu ke waktu. b. harta kekayaan sendiri Harta kekayaan sendiri ini berupa modal dasar yang terdiri atas seluruh nilai nominal saham yang terdiri atas uang tunai dan harta kekayaan dalam bentuk lain 18 c. melakukan hubungan hukum sendiri Sebagai badan hukum, perseroan melakukan sendiri hubungan hukum denga pihak ketiga yang diwakili oleh pengrus yang disebut Direksi dan Komisaris. Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik didalam maupun diluar pengadilan. Dalam melaksanakan kegiatannya tersebut, direksi berada dalam pengawasan dewan komisaris, yang dalam hal-hal tertentu membantu direksi dalam menjalankan tugasnya tersebut. d. mempunyai tujuan hukum sendiri Tujuan tersebut ditentukan dalam angggaran dasar perseroan. Karena perseroan menjalankan perusahaan, maka tujuan utama perusahaan adalah memperoleh keuntungan.
18
Pasal 31 ayat (1) dan Pasal 34 ayat (1) UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
13
Perseroan terbatas dalam ketentuan Pasal 7 ayat (1) menyatakan bahwa perseroan didirikan oleh dua orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia. Hal ini berarti bahwa perseroan terbatas didirikan berdasarkan perjanjian. Perjanjian pendirian perseroan terbatas yang dilakukan oleh para pendiri dituangkan dalam suatu akta notaris yang disebut dengan akta pendirian. Akta pendirian ini pada dasarnya mengatur berbagai macam hak-hak dan kewajiban para pihak pendiri perseroan dalam mengelola dan menjalankan perseroan terbatas tersebut. Hak-hak dan kewajiban-kewajiban tersebut yang merupakan isi perjanjian selanjutnya disebut dengan anggaran dasar perseroan 19 . Pendirian perseroan sebagai suatu bentuk perjanjian wajib memiliki objek tertentu. Objek tersebut dicerminkan dalam bentuk pendirian perseroan dengan tujuan untuk menjalankan kegiatan usaha tertentu yang halal. Perseroan tidak dapat didirikan dan dijalankan jika ia tidak memiliki tujuan dan kegiatan usaha yang jelas.
2. Konsepsi Konsep adalah satu bagian terpenting dari teori. Konsepsi diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari asbtrak menjadi suatu yang konkrit, yang disebut dengan operational definition 20 . Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai 21 . Oleh karena itu untuk menjawab permasalahan Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar harus didefinisikan beberapa konsep dasar, agar secara
19
Pasal 8 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas 20 Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, (Jakarta : Institut Bankir Indonesia, 1993), h. 10 21 Tan Kamelo, Perkembangan Lembaga Jaminan Fiducia : Suatu Tinjauan Putusan Pengadilan dan Perjanjian di Sumatera Utara, (Medan : PPs – USU, 2002), h. 35
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
14
operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan : 1. Rapat umum pemegang saham (selanjutnya disingkat dengan RUPS) adalah organ perseroan yang memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan dan memegang segala wewenang yang tidak diserahkan oleh direksi dan komisaris. 2. RUPS adalah rapat yang diselenggarakan oleh direksi perseroan setiap tahun dan setiap waktu berdasarkan kepentingan perseroan, ataupun atas permintaan pemegang saham sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. 3. Direksi adalah pengurus perseroan yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. 4. Komisaris merupakan pengurus perseroan yang mempunyai tugas melakukan pengawasan dan memberi nasehat kepada direksi dalam menjalankan perseroan. Dalam menjalankan tugasnya tersebut komisaris juga dibatasi oleh anggaran dasar. Komisaris diharapkan bukan hanya dapat memberikan koreksi kepada direksi, melainkan diharapkan pula untuk memberikan jalan keluar jika terdapat kelemahan-kelemahan yang dialami direksi.
G. Metode Penelitian 1. Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat Deskriptif Analistis, artinya bahwa penelitian ini termasuk lingkup penelitian yang menggambarkan, menelaah dan menjelaskan secara
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
15
tepat serta menganalisis peraturan perundang-undang yang berkaitan dengan analisa hukum kedudukan rapat umum pemegang saham pada perseroan terbatas dilihat dari anggaran dasar. Bersifat deskriptif analistis dalam penelitian ini oleh karena penelitian ini akan menggambarkan dan melukiskan azas-azas atau peraturanperaturan yang berhubungan dengan tujuan penelitian ini.
2. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif terutama untuk mengkaji peraturan Perundang-undangan dan Putusan Pengadilan. Metode penelitian hukum normatif adalah penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan. Ronald Dworkin menyebut metode penelitian tersebut juga sebagai penelitian doktrinal (doctrinal research), yaitu suatu penelitian yang menganalisis baik hukum sebagai law as it written in the book, maupun hukum sebagai law as it is decided by the judge through judicial process. 22
3. Teknik Pengumpulan Data Sebagai Penelitian hukum normatif, teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelitian kepustakaan (library research) untuk mendapatkan konsepsi teori atau doktrin, pendapat atau pemikiran konseptual dan penelitian terdahulu yang berhubungan dengan objek telaahan penelitian ini yang 22
Bismar Nasution, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum, disampaikan pada dialog Interaktif Tentang penelitian Hukum dan Hasil Penulisan Hukum pada Majalah Akreditasi, Fakultas Hukum USU, Tanggal 18 Februari 2003, h. 2.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
16
dapat berupa peraturan perundang-undangan, buku, tulisan ilmiah dan karya-karya ilmiah lainnya. Penelitian kepustakaan (library research) dalam penelitian ini ditekankan pada pengambilan data sekunder yang dilakukan dengan menghimpun bahan-bahan berupa : a. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, Kitab UndangUndang Hukum Perdata, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, Hukum Perusahaan dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berhubungan dengan obyek penelitian adalah merupakan bahan hukum primer. b. Bahan-bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, berupa hasil penelitian para ahli, hasil karya ilmiah, buku-buku ilmiah, ceramah atau pidato yang berhubungan dengan penelitian ini adalah merupakan bahan hukum sekunder. c. Bahan hukum tertier, kamus hukum, kamus ekonomi, kamus bahasa Inggris, Indonesia, Belanda dan artikel-artikel lainnya baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri, baik yang berdasarkan civil law maupun common law yang bertujuan untuk mendukung bahan hukum primer dan sekunder.
4. Alat Pengumpulan Data Seluruh data sekunder yang dipergunakan dalam penelitian ini, dikumpulkan dengan mempergunakan studi dokumen atau studi kepustakaan sebagai alat pengumpul data. Penelitian Pustaka dimaksud merupakan penelitian bahan hukum
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
17
primer yaitu peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan hukum perusahaan, khususnya mengenai analisis hukum kedudukan rapat umum pemegang saham pada perseroan terbatas di lihat dari anggaran dasar. Pada tahap awal pengumpulan data, dilakukan inventaris seluruh data dan atau dokumen yang relevan dengan topik pembahasan. Selanjutnya dilakukan pengkategorian data-data tersebut berdasarkan rumusan permasalahan yang telah ditetapkan. Data tersebut selanjutnya dianalisis dengan metode analisis yang sudah dipilih.
5. Analisis Data Data yang telah dikumpulkan dengan studi kepustakaan tersebut selanjutnya dianalisis dengan mempergunakan metode analisis kualitatif yang didukung oleh logika berpikir secara deduktif. Dipilihnya metode analisis deduktif adalah agar gejala-gejala normatif yang diperhatikan dapat dianalisis dari berbagai aspek secara mendalam dan terintegral antara aspek yang satu dengan yang lainnya. Setelah data dikumpulkan, data tersebut kemudian diabstraksi untuk menentukan konsep-konsep yang lebih umum. Konsep yang lebih umum sebagai hasil abstraksi merupakan jawaban-jawaban dari permasalahan yang dalam pendiskripsiannya didukung oleh argumentasi-argumentasi yang diperoleh dari datadata sekunder yang sudah ada. Dengan demikian data yang dikumpulkan, termasuk kaidah-kaidah hukum merupakan data berkarakter khusus sedangkan hasil abstraksi dari data tersebut adalah konsep yang bersifat lebih umum, sesuai dengan pendekatan logika deduktif.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
BAB II PENGATURAN RUPS DI DALAM ANGGARAN DASAR PERSEROAN TERBATAS
A. Rapat Umum Pemegang Saham Secara teoritis Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) adalah organ tertinggi dalam suatu perseroan terbatas dan memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada organ perusahaan lainnya. 23
RUPS merupakan tempat
berkumpulnya para pemegang saham untuk membahas segala sesuatu yang berhubungan dengan perseroan. Forum ini yang memutuskan hal-hal yang penting dari suatu perusahaan, termasuk (tetapi tidak terbatas hanya kepada) pengangkatan atau pemberhentian komisaris dan direktur, mengesahkan neraca rugi laba, memutuskan pembagian dividen, mengubah anggaran dasar, menyetujui atau tidak menyetujui merjer, akuisisi dan konsolidasi, bahkan membubarkan perusahaan. Dalam RUPS juga mempunyai hak untuk memperoleh segala keterangan dari pengurus perseroan dalam hal ini direksi dan komisaris yang berkaitan dengan kepentingan perseroan. 24 Dapat diketahui bahwa RUPS terbagi dalam dua macam. Pertama, RUPS tahunan, yang diselenggarakan setahun sekali menurut waktu dan tempat yang ditentukan dalam anggaran dasar. Kedua, RUPS luar biasa, yang diselenggarakan 23
Misal dalam Pasal 63 ayat (2) ditetapkan, RUPS berhak memperoleh segala Keterangan yang berkaitan dengan kepentingan perseroan dari direksi dan komisaris. Artinya kewenangan RUPS tersebut tidak mungkin dilimpahkan kepada organ-organ lainnya. 24 Hal ini dapat dicontohkan jika terdapat keraguan laporan tahunan, maka sebelum sampai mengambil keputusan sah tidaknya laporan tersebut, RUPS berhak menanyakan kepada direksi dan komisaris tentang kebenaran laporan itu.
18
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
19
seaktu-waktu, atas permintaan pemegang saham, komisaris, direktur, bahkan juga atas perintah pengadilan. Oleh karena, RUPS sebagai organ yang memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan terbatas, maka RUPS sangat penting kehadiran dan kedudukannya. Dengan demikian penyelenggaraan RUPS merupakan sesuatu keharusan dan wajib dilakukan. Selain itu juga bahwa segala putusan-putusan yang dibuat oleh RUPS wajib untuk ditaati dan dilaksanakan oleh direksi atau komisaris perseroan terbatas. Setiap organ dalam perseroan terbatas diberi kebebasan bergerak untuk melakukan tindakan dengan catatan bahwa hal tersebut dilakukan dengan dasar dan tujuan untuk kepentingan perseroan terbatas. Selanjutnya, Pasal 64 UU No.1 Tahun 1995 sebagaimana telah diubah dengan Pasal 76 UU No.1 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, menentukan tempat RUPS. Ayat (1) menyebutkan, bahwa RUPS diadakan di tempat kedudukan perseroan atau tempat perseroan melakukan kegiatan usahanya, kecuali ditentukan lain dalam Anggaran Dasar. Tempat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus terletak di wilayah Negara Republik Indonesia [ayat (2)]. Jadi RUPS tidak dapat dilakukan di luar wilayah Negara Republik Indonesia, walaupun, umpamanya, perseroan terbatas yang bersangkutan 100% sahamnya dimiliki oleh investor asing. UUPT tidak mencantumkan acara rapat dalam RUPS tahunan dan RUPS lainnya yang diselenggarakan sewaktu-waktu secara spesifik. Dengan demikian boleh saja acara rapat mengenai, umpamanya, perubahan Anggaran Dasar, mengalihkan atau menjadikan jaminan harta perusahaan, atau merjer, akuisisi dan konsolidasi
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
20
diputuskan dalam rapat tahunan, asal korum dan pemungutan suara dilakukan sesuai dengan apa yang dicantumkan dalam UUPT.
1. Kekuasan dan Kewenangan RUPS Berdasarkan uraian diatas bahwa perseroan terbatas merupakan kumpulan atau asosiasi modal, yang oleh UUPT diberi status sebagai badan hukum. Dengan demikian pada hakikatnya perseroan terbatas itu adalah wadah kerja sama dari pada pemilik modal atau pemegang saham yang dijelmakan dalam RUPS. Artinya bahwa RUPS sebagai organ perseroan terbatas memiliki kekuasaan dan kewenangan yang tertinggi yang tidak dimiliki atau diserahkan kepada organ perseroan lainnya dalam batas yang ditentukan dalam UUPT maupun anggaran dasarnya. Inilah yang dinamakan dengan wewenang eksklusif (exclusive authorities) RUPS. 25 Wewenang eksklusif RUPS yang ditetapkan dalam UUPT tidak dapat ditiadakan selama tidak ada perubahan UUPT. Sedangkan wewenang eksklusif dalam anggaran dasar semata-mata berdasarkan kehendak RUPS yang disahkan dan disetujui oleh Menteri Kehakiman yang dapat diubah melalui perubahan anggaran dasar sepanjang tidak bertentangan dengan UUPT. 26 Adapun kewenangan RUPS yang dinyatakan dalam UUPT dapat dilihat dalam Pasal-Pasal yang mengatur tentang, yaitu : 25
Racmadi Usman, Op.Cit, h. 128 Lihat juga dalam Pasal 63 UUPT yang menyatakan : 1. RUPS mempunyai segala wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini data atau anggaran dasar. 2. RUPS berhak memperoleh segala keterangan yang berkaitan dengan kepentingan perseroan dari direksi atau komisaris 26 Ibid., hal. 130
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
21
a. Penetapan perubahan anggaran dasar. 27 b. Pembelian kembali saham yang telah dikeluarkan perseroan terbatas atau pengalihannya. 28 c. Penetapan dan penambahan dan pengurangan modal perseroan terbatas. 29 d. Persetujuan laporan dan pengesahan perhitungan tahunan. 30 e. Penetapan penggunaan laba bersih termasuk penentuan jumlah penyisihan untuk cadangan perseroan terbatas. 31 f. Pengangkatan, pemberhentian dan pembagian tugas wewenang Direksi dan Komisaris perseroan terbatas. 32 g. Persetujuan atas penggabungan, peleburan dan pengambilalihan perseroan terbatas. 33 h. Penetapan pembubaran perseroan terbatas. 34 Wewenang RUPS tersebut terwujud dalam bentuk jumlah suara yang dikeluarkan dalam setiap rapat. Hak suara dalam RUPS dapat digunakan untuk berbagai maksud dan tujuan diantaranya ialah menyutujui atau menolak, yaitu : 35
27
Pasal 14 UU No.1 Tahun 1995 sebagaimana telah diubah dengan Pasal 19 UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas 28 Pasal 31 UU No.1 Tahun 1995 sebagaimana telah diubah dengan Pasal 38 UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 29 Pasal 34 dan Pasal 37 UU No.1 Tahun 1995 sebagaimana telah diubah dengan Pasal 41 dan Pasal 44 UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 30 Pasal 60 UU No.1 Tahun 1995 sebagaimana telah diubah dengan Pasal 66 UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 31 Pasal 61 dan Pasal 62 UU No.1 Tahun 1995 sebagaimana telah diubah dengan Pasal 70 dan Pasal 71 UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 32 Pasal 81, 91, 92, 95 dan Pasal 101 UU No.1 Tahun 1995 sebagaimana telah diubah dengan Pasal 94, 105, 111, 113 dan 118 UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 33 Pasal 103 UU No.1 Tahun 1995 sebagaimana telah diubah dengan Pasal 122 UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 34 Pasal 114 UU No.1 Tahun 1995 sebagaimana telah diubah dengan Pasal 127 UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 35 Rachmadi Usman, Op. Cit, hal. 131
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
22
a. Rencana perubahan anggaran dasar. b. Rencana penjualan aset dan pemberian jaminan hutang c. Pengangkatan dan pemberhentian anggota direksi dan/atau komisaris d. Laporan Keuangan yang disampaikan oleh direksi e. Pertanggungjawaban direksi f. Rencana penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan g. Rencana pembubaran perseroan
2. Pemanggilan RUPS Pada dasarnya, penyelenggaraan RUPS dilaksanakan oleh direksi, baik RUPS tahunan maupun RUPS lainnya untuk kepentingan perseroan terbatas. Baik RUPS tahunan maupun RUPS lainnya dapat dipanggil oleh direksi, komisaris, pemegang saham, termasuk pemegang saham minoritas yang mewakili 1/10 bagian dari jumlah seluruh saham, atau pun Ketua Pengadilan Negeri. Kewajiban pelaksanaan RUPS oleh direksi tidak hanya dianut oleh UUPT Indonesia namun sebahagian besar UUPT di berbagai negara juga mengatur hal yang sama dengan UUPT di Indonesia. Hal ini dapat dillihat dalam The Act of Australia Company Law 1992. Dimana dalam UUPT Australia tersebut juga menyebutkan mengenai kewajiban pelaksanaan RUPS oleh direksi. Pengaturan hal ini dinyatakan dalam dalam Pasal 245 Ayat (1). Section 245 (1) The Act of Asutralia Corporation Law menytakan bahwa : 36
36
Phillip Lipton, Understanding Company Law (Sydney: The Law Book Company Limited, 1993), h. 419
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
23
All companies must hold an annual general meeting at least once in every calender year and within five months after the end of the company’s finacial year. In the case of an exempt proprietary company, it must be held within six months after the end of the financial year : s.245(1). The first annual general meeting, however, may be held at any time within 18 months after incorporation, as long as it is within five months (or in the case of an exemptproprietary company, within six months) after the end of the company’s financial year UUPT Australia juga mengatur tentang adanya permohonan dari pemegang saham untuk pelaksanaan RUPS sendiri dengan melalui mekanisme Penetapan Pengadilan. Hal tersebut diatur dalam Pasal 1311 UUPT Australia. The meaning of Section 1311 are default in holdingan annual general meeting is an offence by the company and any defaulting under s.1311. The court may also order that a general meeting be convened on the application of any member 37 Penyelenggaraan RUPS secara tahunan dan secara sewaktu-waktu pada prinsipnya yang berwenang menyelenggarakan adalah direksi, kecuali direksi berhalangan atau ada pertentangan kepentingan antara direksi dan perseroan, maka pemanggilan dilakukan oleh komisaris. Penyelenggaraan RUPS tersebut menurut Pasal 79 ayat (2) UUPT No. 40 Tahun 2007 dapat dilakukan atas permintaan 1 (satu) orang atau lebih pemegang saham yang bersama-sama mewakili 1/10 (satu persepuluh) atau lebih dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, kecuali anggaran dasar menentukan suatu jumlah yang lebih kecil, atau Dewan Komisaris. Jadi prakarsa menyelenggarakan RUPS di sini datang dari pemegang saham. Bahkan menurut Pasal 80 ayat (2) UUPT No. 40 Tahun 2007 bahwa dalam hal Direksi atau Dewan Komisaris tidak melakukan pemanggilan RUPS dalam jangka waktu yang 37
Ibid, h 420
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
24
ditentukan maka pemegang saham yang meminta penyelenggaraan RUPS dapat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan untuk menetapkan pemberian izin kepada pemohon melakukan sendiri pemanggilan RUPS tersebut. Ketentuan ini merupakan kontrol dari pemegang saham yang diberikan oleh undang-undang atas pengurusan dan pengawasan yang dilakukan oleh direksi dan komisaris melalui ketua pengadilan negeri yang berwenang memberi izin. Ketua pengadilan negeri dapat memerintahkan direksi dan atau komisaris untuk hadir dalam RUPS tersebut bahkan dapat juga menentukan bentuk, isi, dan jangka waktu pemanggilan RUPS serta menunjuk ketua rapat tanpa terikat pada ketentuan Undangundang perseroan terbatas dan anggaran dasar. 38 Selanjutnya dengan mengacu pada Pasal 82 UUPT No.40 Tahun 2007, guna kepentingan penyelenggaraan RUPS, direksi melakukan pemanggilan kepada para pemegang saham, dengan ketentuan sebagai berikut: (1) Pemanggilan RUPS dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum tanggal RUPS diadakan, dengan tidak memperhitungkan tanggal pemanggilan dan tanggal RUPS. (2) Pemanggilan RUPS dilakukan dengan Surat Tercatat dan/atau dengan iklan dalam Surat Kabar. (3) Dalam pemanggilan RUPS dicantumkan tanggal, waktu, tempat, dan mata acara rapat disertai pemberitahuan bahwa bahan yang akan dibicarakan dalam RUPS tersedia di kantor Perseroan sejak tanggal dilakukan pemanggilan RUPS sampai dengan tanggal RUPS diadakan. (4) Perseroan wajib memberikan salinan bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada pemegang saham secara cuma-cuma jika diminta. (5) Dalam hal pemanggilan tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dan panggilan tidak sesuai dengan ketentuan 38
Agus Budiarto, op. cit., h. 59.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
25
ayat (3), keputusan RUPS tetap sah jika semua pemegang saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan tersebut disetujui dengan suara bulat. Bagi perseroan terbuka, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 83 UUPT No.40 Tahun 2007, sebelum pemanggilan RUPS dilakukan wajib didahului dengan pengumuman mengenai akan diadakan pemanggilan RUPS dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal, dan pengumuman tersebut dilakukan
dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum
pemanggilan RUPS.
3. Hak Suara Pasal 84 UUPT No.40 Tahun 2007 menyatakan setiap saham yang dikeluarkan mempunyai satu hak suara, kecuali anggaran dasar menentukan lain. Hak suara sebagaimana dimaksud tidak berlaku untuk: a. saham Perseroan yang dikuasai sendiri oleh Perseroan; b. sahan Induk Perseroan yang dikuasai oleh anak perusahaannya secara langsung atau tidak langsung; atau c. saham Perseroan yang dikuasai oleh Perseroan lain yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung telah dimiliki oleh Perseroan. Pemegang saham baik sendiri maupun diwakili berdasarkan surat kuasa berhak menghadiri RUPS dan menggunakan hak suaranya sesuai dengan jumlah saham yang dimilikinya, tetapi tidak berlaku bagi pemegang saham dari saham tanpa hak suara. Dalam pemungutan suara, suara yang dikeluarkan oleh pemegang saham berlaku untuk seluruh saham yang dimilikinya dan pemegang saham tidak berhak memberikan kuasa kepada lebih dari seorang kuasa untuk sebagian dari jumlah saham yang dimilikinya dengan suara yang berbeda (Pasal 85 ayat (1), (2) dan (3)).
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
26
Dalam pemungutan suara, anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan karyawan Perseroan yang bersangkutan dilarang bertindak sebagai kuasa dari pemegang saham. Dalam hal pemegang saham hadir sendiri dalam RUPS, surat kuasa yang telah diberikan tidak berlaku untuk rapat tersebut. Ketua rapat berhak menentukan siapa yang berhak hadir dalam RUPS dengan memperhatikan ketentuan UUPT dan Anggaran Dasar Perseroan (Pasal 85 ayat (4), (5), dan (6)).
4. Kuorum RUPS Korum yang harus dicapai bagi sahnya suatu RUPS berdasarkan UUPT ini berbeda-beda, tergantung kepada materi atau masalah yang akan diputuskan. Begitu juga besarnya pemegang saham yang harus memberikan persetujuan agar putusan rapat menjadi sah berbeda-beda menurut materi atau masalah yang diputuskan. Secara umum menurut Pasal 86 UUPT No.40 Tahun 2007 dan Anggaran Dasar PT dapat menetapkan bahwa: (1) RUPS dapat dilangsungkan jika dalam RUPS lebih dari ½ (satu suara) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili, kecuali Undang-Undang dan/atau anggaran dasar menentukan jumlah kuorum yang lebih besar. (2) Dalam hal kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, dapat diadakan pemanggilan RUPS kedua. (3) Dalam pemanggilan RUPS kedua harus disebutkan bahwa RUPS pertama telah dilangsungkan dan tidak mencapai kuorum. (4) RUPS kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sah dan berhak mengambil keputusan jika dalam RUPS paling sedikit 1/3 (satu pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili, kecuali anggaran dasar menentukan jumlah kuorum yang lebih besar. (5) Dalam hal kuorum RUPS kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak tercapai, Perseroan dapat memohon kepada ketua pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan atas permohonan Perseroan agar ditetapkan kuorum untuk RUPS ketiga.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
27
(6) Pemanggilan RUPS ketiga harus menyebutkan bahwa RUPS kedua telah dilangsungkan dan tidak mencapai kuorum dan RUPS ketiga akan dilangsungkan dengan kuorum yang telah ditetapkan oleh ketua pengadilan negeri. (7) Penetapan ketua pengadilan negeri mengenai kuorum RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (5) bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap. (8) Pemanggilan RUPS kedua dan ketiga dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum RUPS kedua atau ketiga dilangsungkan. (9) RUPS kedua dan ketiga dilangsungkan dalam jangka waktu paling cepat 10 (sepuluh) hari dan paling lambat 21 (dua puluh satu) hari setelah RUPS yang mendahuluinya dilangsungkan. Selanjutnya keputusan RUPS diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat. Dalam hal keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, keputusan adalah sah jika disetujui lebih dari ½ (satu per dua) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali UUPT dan Anggaran Dasar menentukan bahwa keputusan adalah sah jika disetujui oleh jumlah suara setuju yang lebih besar (Pasal 87). RUPS untuk mengubah anggaran dasar dapat dilangsungkan jika dalam rapat paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar. Dalam hal kuorum tidak tercapai, maka dapat dilaksanakan RUPS kedua bahkan RUPS ketiga yang dilakukan dengan permohonan kepada ketua pengadilan negeri (Pasal 88). Selanjutnya
RUPS
untuk
menyetujui
penggabungan,
peleburan,
pengambilalihan, atau pemisahan, pengajuan permohonan agar Perseroan dinyatakan pailit, perpanjangan jangka waktu berdirinya, dan pembubaran Perseroan dapat
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
28
dilangsungkan jika dalam rapat paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar (Pasal 89). Dalam hal setiap kuorum tidak tercapai, maka dapat dilakukan RUPS kedua bahkan RUPS ketiga dengan permohonan kepada Pengadilan Negeri sebagaimana berlaku ketentuan-ketentuan dalam Pasal 86 ayat (5), (6), (7), (8) dan ayat (9) pada setiap jenis RUPS secara mutatis mutandis. Pada dasarnya Keputusan RUPS diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat. Dalam hal keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, keputusan adalah sah jika disetujui lebih dari ½ (satu per dua) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali undang-undang dan/atau anggaran dasar menentukan bahwa keputusan adalah sah jika disetujui oleh jumlah suara setuju yang lebih besar (Pasal 87 UUPT No.40 Tahun 2007).
B. Anggaran Dasar Perseroan Terbatas Anggaran Dasar suatu PT merupakan hukum positif bagi PT, dan apabila di langgar akan mengakibatkan transaksi yang dibuat menjadi batal. Dalam hal pengaturan mengenai perseroan terbatas dalam perundang-undangan masih belum sempurna maka hal-hal lain yang belum cukup diatur dalam peraturan perundang-
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
29
undangan, dibenarkan kepada PT untuk mengatur sendiri Anggaran Dasarnya hal-hal yang masih dianggap perlu namun tidak hal-hal yang diatur tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan kata lain bahwa hal-hal yang diatur dalam Anggaran Dasar PT terdapat suatu keleluasan bagi PT untuk menetapkan hal-hal yang dianggap perlu dan yang belum diatur dalam peraturan yang ada. Oleh karena itu, dalam menyusun akta pendirian atau anggaran dasar PT, harus benar-benar dipersiapkan dengan sebaik-baiknya sehingga masalahmasalah yang perlu dan dianggap mendasar dapat dituangkan secara jelas dan lengkap dalam anggaran dasar PT. Dalam prateknya apabila hendak mendirikan sebuah PT para pendiri cukup mengutarakan keinginannya kepada notaris, dan selanjutnya notarislah yang akan merumuskan atau memformulasikan semua keinginannya dan kemudian dituangkan dalam akta. Sehubungan dengan hal ini, biasanya notaris telah menyiapkan suatu konsep yang sebahagian sudah baku dan kemudian ditambah serta diubah sesuai dengan kebutuhan yang dihadapi, baik mengenai hal-hal khusus yang merupakan kehendak para pendiri yang juga ingin dimasukkan di dalam anggaran dasar perseroan. Hal-hal yang dikehendaki oleh para pendiri yang masih dimungkinkan atau sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku kemudian dirumuskan oleh notaris menjadi suatu naskah yang secara hukum adalah benar dan sah. Dalam Proses Pendidrian Perseroan hal yang subtansi untuk dijadikan perhatian adalah anggaran dasar perseroan, dimana anggaran dasar pada awalnya
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
30
merupakan suatu akte pendirian yang disepakati oleh para pendiri, untuk itu maka dapat disimpulkan bahwa: a. Anggaran dasar merupakan bagian dari akta pendirian perseroan terbatas; b. Sebagai bagian dari akta pendirian, yang menentukan setiap hak dan kewajiban dari pihak-pihak dalam anggaran dasar, baik perseroan itu sendiri, pemegang saham, pengurus (Direksi maupun Komisaris) perseroan; c. Anggaran dasar perseroan baru berlaku bagi pihak ketiga setelah akta pendirian perseroan disetujui oleh menteri kehakiman. Kenyataan bahwa anggaran dasar merupakan aturan main dalam perseroan diperkuat oleh ketentuan pasal 4 Undang-Undang Perseroan Terbatas yang menyatakan:”terbadap perseroan berlaku undang-undang ini, anggaran dasar perseroan, dan peraturan perundang-undangan lainnya”, termasuk didalamnya asas itikad baik, asas kepantasan, dan asas kepatutan dalam menjalankan perseroan. Selanjutnya Anggaran Dasar sebagai Undang-undang dalam perseroan, sebagaimana dijelaskan berikut ini: Sebelum akta pendirian perseroan memperoleh pengesahan dari menteri kehakiman, anggaran dasar perseroan tidak berlaku bagi pihak ketiga, dan hanya mengikat para pendiri yang mengadakan perjanjian untuk mendirikan perseroan terbatas tersebut. Dengan diperolehnya pengesahan dari menteri kehakiman yang berarti berlakunya anggaran dasar perseroan secara menyeluruh terhadap semua pihak, baik pihak pendiri maupun pihak ketiga lainnya yang berkepentingan dengan perseoan
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
31
maka praktis anggaran dasar perseroan telah menjadi “Undang-undang” bagi semua pihak, dan bukan hanya menjadi “undang-undang” bagi para pembuatnya. Walaupun demikian secara hirarkis anggaran dasar tidak dapat menyimpang dari ketentuan peraturan perundang-undangan lebih tinggi yang membentuknya. Demikian lah rumus Pasal 25 ayat (1) undang-undang perseroan terbatas (akta pendirian perseoan yang telah disahkan oleh atau anggaran dasar yang perubahannya telah disetujui sebelum undang-undang ini berlaku, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang lain) yang secara implisit membatalkan setiap ketentuan dalam anggaran dasar yang bertentangan dengan undang-undang perseroan terbatas Ini berarti anggaran dasar merupakan aturan main perseroan, yang tidak hanya mengikat para pihak yang mengadakannya, tapi juga pihak ketiga lainnya yang berhubungan hukum dengan perseroan, termasuk didalamnya para pemegang saham, pengurus (direksi dan komisaris) perseroan.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
BAB III PENGATURAN RUPS DI DALAM KETENTUAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS A. Perseroan Terbatas Perseroan terbatas (PT) adalah suatu badan hukum yang terpisah dengan individu yang memilikinya (pemegang saham) atau pengurusnya (komisaris dan direksi). Sebagai badan hukum perseroan terbatas memiliki hak dan kewajiban sendiri. Perseroan Terbatas sebagai suatu badan hukum dinyatakan telah berdiri setelah persyaratan yang ditetapkan oleh undang-undang dipenuhi. Proses pendirian dimulai dengan membuat akta pendirian PT yang dilakukan dengan akta otentik. Setelah akta pendirian PT selesai dibuat maka selanjutnya adalah mengajukan permohonan ke Menteri Hukum dan HAM untuk memperoleh pengesahan, agar PT memperoleh status badan hukum. Dalam akta pendirian pada umumnya memuat anggaran dasar, yang mengatur hal-hal antara lain, Pertama, nama perusahaan. Kedua, tujuan perusahaan. Ketiga, kegiatan usaha. Keempat, lokasi kantor pusat. Kelima, jumlah direksi dan komisaris. Dan Keenam, struktur permodalan. Perseroan terbatas atau Naamloze Vennootschap adalah sesuatu perseroan yang modalnya terbagi atas suatu jumlah surat andil atau sero, yang lazimnya disediakan untuk orang yang hentak turut. Perkataan “terbatas” ditujukan pada tanggung jawab atau resiko dari para pesero atau pemegang andil, yang hanya terbatas pada harga surat andil atau sero yang mereka ambil. 39
39
Subekti, Pokok Pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta, 1987, h. 202 – 203.
32
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
33
H.M.N. Purwosutjipto berpendapat bahwa perseroan terbatas adalah persekutuan yang berbentuk badan hukum. Badan hukum ini tidak disebut “persekutuan” tetapi “perseroan”, sebab modal badan hukum itu terdiri dari sero – sero atau saham – saham. Istilah “terbatas” tertuju pada tanggung jawab persero atau pemegang saham yang luasnya terbatas pada nilai nominal semua saham yang dimilikinya. 40 Ali Rido berpendapat bahwa perseroan terbatas adalah suatu bentuk perusahaan yang berbentuk badan hukum yang menjalankan perusahaan, didirikan dengan suatu perbuatan hukum bersama oleh beberapa orang dengan modal tertentu yang terbagi atas saham – saham di mana para anggota dapat memiliki satu atau lebih saham dan bertanggung jawab terbatas samapai bagian saham yang dimiliki. 41 Agus Budiarto berpendapat bahwa perseroan terbatas adalah suatu badan usaha yang mempunyai unsur – unsur : a. adanya kekayaan yang terpisah; b. adanya pemegang saham; c. adanya pengurus. 42 I.G. Rai Widjaya berpendapat bahwa Perseroan Terbatas merupakan badan hukum (legal intity), yaitu badan hukum “mandiri” (persona standi in judicio) yang 40
H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Jilid 2, Djambatan, Jakarta, 1991, h. 90. 41 Ali Rido, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf, PT. Alumni, Bandung, 1983, h.214. 42 Agus Budiarto, Kedudukan Hukum & Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2002, h. 26.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
34
memiliki sifat dan cirri khusus yang berbeda dari bentuk usaha yang lain, yang dikenal sebagai karakteristik suatu PT yaitu sebagai berikut : 1. Sebagai asosiasi modal; 2. Kekayaan dan utang PT adalah terpisah dari kekayaan dan utang Pemegang Saham; 3. Pemegang Saham : a. bertanggung jawab hanya pada apa yang disetorkan, atau tanggung jawab terbatas (limited liability; b. tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan (PT) melebihi nilai saham yang telah diambilnya; c. tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan; 4. Adanya pemisahan fungsi antara Pemegang Saham dan Pengurus atau Direksi; 5. Memiliki Komisaris yang berfungsi sebagai pengawas; 6. Kekuasaan tertinggi berada pada Rapat Umum Pemegang Saham atau RUPS. 43 Disamping itu, ada juga yang memberikan arti pereroan terbatas sebagai suatu asosiasi pemegang saham (atau bahkan seorang pemegang saham jika dimungkinkan untuk itu oleh hukum di Negara tertentu) yang diciptakan oleh hukum dan diberlakukan sebagai manusia semu (artificial person) oleh pengadilan, yang merupakan badan hukum karenanya sama sekali terpisah dengan orang–orang yang mendirikannya, dengan mempunyai kapasitas untuk bereksistensi yang terus menerus, dan sebagai suatu badan hukum, perseroan terbatas bewenang untuk menerima, memegang atau mengalihkan harta kekayaan, menggugat atau digugat, dan melaksanakan kewenangan – kewenangan lainya yang diberikan oleh hukum yang berlaku. 44 Pengertian Perseroan Terbatas menurut Pasal 1 UU No.40 Tahun 2007 adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham 43
I.G. Rai Widjaya, Hukum Perusahaan Undang – undang dan Peraturan Pelaksanaan di Bidang Usaha, Kesaint Blane,,Jakrta, 2003, h. 142 – 143. 44 Munir Fuady, Perseroan Terbatas Paradigma Baru, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, Inc, New York, USA, 1984, h. 100.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
35
dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang – undang ini serta peraturan pelaksanaannya. Berdasarkan rumusan–rumusan dapatlah disimpulkan bahwa unsur–unsur perseroan terbatas adalah sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Perseroan terbatas adalah badan hukum; Selalu menjalankan perusahaan; Didirikan dengan suatu perbuatan hukum oleh beberapa orang; Modal terdiri atas/dibagi dalam saham – saham; Para pesero bertanggung jawab terbatas; Adanya pengurus. 45
Anggaran dasar juga dapat mengatur hal-hal berikut:46 a. Preemptive rights, pemegang saham memiliki hak untuk membeli terlebih dahulu atas saham yang dikeluarkan perusahaan berikutnya. b. Hak untuk menilai, komisaris dapat menilai tambahan dana yang disetor pemegang saham c. Aturan lainnya yang tidak bertentangan dengan peraturan perundangan. Berdasarkan uraian-uraian diatas maka timbul pertanyaan apakah secara hukum perusahaan telah berdiri ? dan apabila belum konsekuensi hukum apa yang terjadi?. Apabila salah satu persyaratan formal pendirian tidak dipenuhi atau tidak 45
Bandingkan dengan Munir Fuady, Ibid.., h. 3 – 4, dikatakan “Setidak – tidaknya ada 15 (lima belas) elemen yuridis dari suatu perseroan terbatas. Ke -15 elemem yuridis dari perseroan terbatas tersebut adalah sebagai berikut: 1. Dasarnya adalah perjanjian; 2. Adanya para pendiri; 3. Pendiri/pemegang saham bernaung di bawah suatu nama bersama; 4. Merupakan asosiasi dari pemegang saham atau hanya seorang pemegang saham; 5. Merupakan badan hukum atau manusia semu atau badan intelektual; 6. Diciptakan oleh hukum; 7. Mempunyai kegiatan usaha; 8. Berwenang melakukan kegiatan usaha; 9. Kegiatannya termasuk dalam ruang lingkup yang ditentukan oleh perundang – undangan yang berlaku; 10. Adanya modal dasar (dan juga modal ditempatkan dan modal setor); 11. Modal perseroan dibagi ke dalam saham – saham; 12. Eksistensinya terus berlangsung, meskipun pemegang sahamnya silih berganti; 13. Berwenang menerima, mengalihkan dan memegang aset – asetnya; 14. Dapat menggugat dan digugat di pengadilan; 15. Mempunyai oran perusahaan.” 46 Pasal 12 Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
36
lengkap akibat apa yang ditimbulkannya?. Pertanyaan ini muncul ketika pihak di luar perusahaan (misalnya kreditur) ingin menembus tirai perusahaan (corporate shield) dan meminta tanggungjawab pribadi pemegang saham atas kewajiban perseroan. Terdapat dua konsep berkenaan dengan masalah ini yaitu: 47 a. Perseroan de jure. Suatu perseroan yang telah melengkapi seluruh ketentuan formal untuk pendirian secara hukum telah menjadi badan hukum. Hal-hal apa saja yang dikategorikan sebagai kewajiban (mandatory) dan hal yang bagaimana dikategorikan sebagai pedoman (directory) tergantung aturan yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan. b. Perseroan de facto. Teori ini mengajarkan bahwa meskipun suatu perseroan belum memenuhi seluruh kewajiban untuk mendapatkan status de jure, perseroan tersebut dapat dianggap telah cukup untuk mendapatkan status sebagai badan hukum apabila berhadapan dengan pihak ketiga (kecuali pemerintah). Untuk mendapatkan status de facto suatu perseroan harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Pertama, iktikad baik untuk memenuhi persyaratan perundangundangan. Kedua, iktikad baik dalam menjalankan perseroan seakan-akan perseroan telah berdiri. Misalnya suatu perseroan belum memenuhi seal sebagaimana yang ditentukan oleh undang-undang atau tidak memberikan alamat yang benar. Apabila suatu perseroan telah mendapatkan status de facto maka semua pihak harus memperlakukannya sebagai badan hukum. Hanya saja pemerintah tetap berwenang menyatakan perseroan tersebut tidak sah. 47
I.G. Rai Widjaja, Log.Cit
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
37
Perseroan sebagai badan hukum memiliki hak dan tanggung jawab terpisah dengan pemegang sahamnya. Sebagai badan hukum memiliki utang dan kewajiban lainnya atas namanya sendiri dan bukan tanggung jawab pemegang saham. Sebaliknya perseroan tidak bertanggung jawab terhadap utang dan kewajiban para pemegang saham. Ketentuan ini dapat dikecualikan apabila telah terjadi suatu situasi yang dikenal dengan piercing the corporate veil. Situasi tersebut adalah. 48 Pertama, terdapatnya fraud atau ketidakadilan bagi pihak ketiga (misalnya kreditur) dalam pengelolaan perusahaan. Kedua, pemegang saham tidak memperlakukan perusahaan sebagai badan yang terpisah akan tetapi menggunakannya untuk tujuan pribadi. Misalnya tidak melaksanakan pembukuan dengan baik, tidak melaksanakan Rapat Umum Pemegang saham sebagaimana telah ditentukan dan pengelolaan keuangan secara sembrono. Ketiga, perseroan kekurangan modal dibandingkan dengan utang dan kewajiban lainnya sehingga secara rasional risiko menjadi tinggi.Keempat, situasi lainnya yang menimbulkan ketidakadilan (fair) apabila perseroan tetap diakui sebagai badan hukum. Di dalam beberapa teori hukum dan teori-teori bisnis yang berkenaan dengan perseroan sepakat bahwa suatu perseroan haruslah memiliki tujuan. Akan tetapi tidak tercapai kesepakatan tentang bagaimana persisnya tujuan tersebut. Teori bisnis cenderung menjelaskan tujuan sebagai strategi. Strategi adalah penentuan tujuan dasar jangka panjang dari perseroan, langkah tindakan dan alokasi sumber daya yang diperlukan untuk mencapai tujuan. Strategi menyangkut hal-hal berikut: 49
48 49
Ibid, hal. 45 Ibid, hal. 51
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
38
a. Pemilihan target pasar, definisi produk-produk dasar untuk menjawab permintaan pasar dan penentuan sistem ditribusi. b. Pencocokan sumber daya dan kemampuan perusahaan dengan sumber daya dan kemampuan yang diinginkan sesuai dengan kesempatan pasar. Setelah dilakukan pilihan pasar disusun perencanaan alokasi sumber daya dan kemampuan. c. Pemilihan keinginan dan nilai yang dibutuhkan dan d. Penentuan segmen sesuai dengan pandangan pengurus. Sementara itu teori hukum lebih tertarik pada tujuan apa yang sesuai dengan ketentuan dalam anggaran dasar perseroan dan peratutan perundang-undangan yang berlaku. Alasannya adalah anggaran dasar adalah kontrak antara pendiri dengan pemerintah. Pada awalnya masalahnya adalah apakah perusahaan telah melampaui kewenangan yang ditentukan dalam anggaran dasar. Masalahnya kemudian berkembang menjadi apakah perseroan masih dalam batas tujuan sebagaimana yang telah ditetapkan. Terkait erat dan masalah tujuan adalah masalah kewenangan. Dalam hukum perusahaan seringkali ditetapkan tindakan-tindakan yang dapat dilakukan oelh suatu perseroan. Jika perusahaan melakukan kegiatan tidak sesuai dengan tujuan atau kewenangan maka secara hukum perusahaan telah ultra vires (diluar kewenangan perseroan). Dalam kaitannya dengan tujuan terdapat dua konsep. 50 Pertama, kewenangan yang secara tegas ditentukan. Perseroan memiliki kewenangan sesuai dengan yang telah ditentukan oleh hukum perusahaan dan anggaran dasar. Kewenangan umum menentukan misalnya perusahaan dapat bertindak di dalam dan diluar pengadilan, mimiliki kekayaan serta berutang dan meminjamkan uang. Kedua, kewenangan terbatas menyangkut pengalihan aset perusahaan yang umumnya harus dengan persetujuan RUPS. Disamping kedua kewenangan tersebut perusahaan juga memiliki kewenangan yang tersirat (implied power). Perusahaan dapat melakukan segala tindakan yang dianggap perlu untuk kepentingan perusahaan kecuali hukum secara tegas melarang perbuatan tersebut. 50
Ibid
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
39
Setiap tindakan di luar kewenangan perusahaan adalah ultra vires. Suatu perbuatan atau tindakan dikatakan ultra vires apabila melampaui kewenangan perusahaan, baik kewenangan yang secara tegas maupun implisit atau dilakukan tanpa ijin RUPS. Oleh karena itu, terdapat tiga konsekwensi hukum apabila terjadi ultra vires. Pertama, ganti rugi, Kedua, pidana dan ketiga perjanjian. Umumnya ultra vires tidak dapat digunakan sebagai pembelaan atas tuntutan ganti rugi terhadap perusahaan akibat tindakan salah seorang karyawannya yang bertindak dalam cakupan pekerjaannya. Demikian pula halnya dalam hal terjadi dakwaan pidana. Sementara itu, dalam situasi tertentu tradisi common law membolehkan diajukannya gugatan ultra vires atas dasar kontrak yang dilakukan perusahaan. Meskipun hal ini tidak begitu diinginkan karena dapat mengganggu transaksi komersial. Penggunaan alasan ultra vires dibatasi. Gugatan ultra vires misalnya tidak dapat dilakukan apabila kontrak sudah dijalankan. Namun demikian perusahaan atau pemegang saham melalui gugatan derivatif dapat menggugat direksi dengan dasar direksi telah bertindak melampaui kewenangan. Sedangkan tindakan illegal bukan merupakan ultra vires dan perusahaan bertanggung jawab atas tindakan tersebut.
B. Pendirian Perseroan Terbatas Undang-undang memungkinkan perseroan untuk mengambil alih kegiatan dan pertanggung jawaban dari: 1. Perseroan dalam rencana (atas segala kegiatan dan pertanggung jawaban dari badan usaha lainnya,baik itu orang-orang perorangan, persekutuan perdata,
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
40
persekutuan dengan firma, persekutuan komanditer dan bentuk2 usaha lainnya, baik yang telah berbadan hukum maupun yang belum/tidak berbadan hukum, yang hendak mengubah bentuk usahanya manjadi perseroan terbatas); 2. Perseroan dalam masa pendirian (perseroan terbatas yang telah didirikan namun belum memperoleh pengesahan sebagai badan hukum yang oleh menteri kehakiman). Seperti yang diketahui bahwa suatu perseroan terbatas baru dapat dikatakan ada demi hukum, dengan pengertian telah memiliki hak-hak, kewajiban-kewajiban dan harta kekayaan tersendiri, dan karenanya berhak dan berwewenang untuk bertindak dalam hukum, jika perseoan tersebut telah memperoleh pengesahan dari menteri kehakiman. Sebelum pengesahan diperoleh perseroan hanyalah merupakan suatu persekutuan di antara para pendiri (dengan firma) dengan para pengurus. Dalam hal ini setiap perbuatan hukum yang dilakukan dengan mengatas namakan perseroan belum mengikat perseroan secara hukum, melainkan hanya mengikat pengurus dan atau pendiri perseroan yang melakukan perbuatan hukum tersebut. Undang-undang mewajibkan diadakannya pengukuhan oleh perseroan atas setiap dan seluruh perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pengurus dan atau pendiri perseroan sebelum perseroan memperoleh pengesahan, segera setelah perseroan memperoleh pengesahan. Perbuatan hukum yang tidak dikukuhkan akan menjadi tanggung jawab pribadi sepenuhnnya dari masing-masing pengurus dan atau pendiri yang melakukannya.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
41
Pasal 12 ayat (1) UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menyatakan bahwa: “Perbuatan hukum yang berkaitan dengan kepemilikan saham dan penyetorannya yang dilakukan oleh calon pendiri sebelum Perseroan didirikan, harus dicantumkan dalam akta pendirian” Ketentuan ini pada prinsipnya mengakomodasikan kepentingan para pendiri mengenai besarnya penyertaan dari semua pihak dalam perseroan. Perbuatan hukum ini biasanya disertai atau diikuti dengan dokumen tertulis berupa perjannjian kerja sama usaha, atau yang lebih popular dengan nama “joint venture Agreement”, yang antara lain memuat keterangan mengenai kesepakatan atau persetujuan dari para pendiri untuk melakukan penyetoran saham selain dengan/dalam bentuk uang tunai (seperti dijelaskan dalam penjelasan Pasal 12 ayat (1) tersebut) Selanjutnya ketentuan Pasal 12 ayat (2) UU No.40 Tahun 2007 mensyaratkan bahwa “Dalam hal perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dinyatakan dengan akta yang bukan akta otentik, akta tersebut dilekatkan pada akta pendirian”. Dengan pengertian bahwa dokumen yang memuat perbuatan hukum yang terkait dengan pendirian tersebut harus ditempatkan sebagai satu kesatuan dengan akta pendirian. Ketentuan ini memperjelas akan hak dan kewajiban serta komitmen dari masing-masing pendiri terhadap perseroan, segera setelah perseroan tersebut didirikan dan disahkan oleh pejabat yang berwenang. Dalam hal ketentuan dalam kedua ayat (1) dan (2 ) Pasal 12 tersebut tidak dipenuhi, maka perbuatan hukum tersebut tidak menerbitkan hak dan kewajiban bagi
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
42
perseroan (Pasal 12 ayat (3) UU No.40 Tahun 2007). Ini berarti, selama perbuatan hukum tersebut tidak dicantumkan dalam akta pendirian dan dokumen pendukung tidak dilampirkan, maka perbuatan hukum tersebut tidak mengikat perseroan, kecuali jika perbuatan hukum tersebut kemudian dikukuhkan menurut ketentuan dalam Pasal 13 UU No. 40 Tahun 2007 tersebut. Artinya pengurus perseroan berhak untuk tidak menerima segala macam penyetoran saham dari pemegang saham selain dengan uang tunai jika menurut penilaiaannya hal tersebut dapat merugikan perseroan, kecuali jika penyertaan yang demikian telah disebutkan secara tegas dalam dokumen yang menyertai akta pendirian/anggaran dasar perseroan. Pasal 13 UU No.40 Tahun 2007, memungkinkan memungkinkan setiap perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pendiri untuk kepentingan perseroan sebelum perseroan disahkan, mengikat perseroan setelah perseroan tersebut disahkan menjadikan badan hukum apabila : a. perseroan secara tegas menyatakan menerima semua perjanjian yang dibuat oleh pendiri atau orang lain yang di tugaskan pendiri dengan pihak ketiga. b. Perseroan secara tegas menyatakan mengambil alih semua hak dan kewajiban yang timbul dari perjanjian yang dibuat pendiri atau orang lain yang ditugaskan pendiri, walaupun perjanjian tidak dilakukan atas nama perseroan; atau c. Perseroan mengukuhkan secara tertulis semua perbuatan hukum yang dilakukan atas nama perseroan
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
43
Seperti yang telah disebut terdahulu dalam bagian Pendahuluan ketentua ini mempertegas kembali tata cara yang harus ditempuh oleh para pengurus maupun pendiri
perseroan untuk mengalihkan kepada perseroan, segala hak dan atau
tanggung jawab yang terbit dari perbuatan hukum para pengurus maupun pendiri perseroan yang dilakukan setelah perseroan didirikan namun belum disahkan menjadi badan hukum; yaitu dengan cara mewajibkan perseroan melakukan pengukuhan secara tegas atas pengambilalihan hak serta tanggung jawab tersebut (penjelasan Pasal 13 ayat (1) UU No.40 Tahun 2007). Dalam hal perbuatan hukum sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 13 tidak diterima, tidak diambil alih, atau tidak dikukuhkan oleh perseroan, maka masing-masing pengurus atau pendiri yang melakukan perbuatan hukum tersebut bertanggung jawab secara pribadi atas segala akibat yang timbul dari perbuatan hukum tersebut. Pada dasarnya pengukuhan hanya dapat dilakukan dalam suatu rapat umum pemegang saham perseroan, namun dengan mengingat bahwa pada umumnya Rapat Umum Pemegang Saham sulit atau tidah dapat dilselenggarakan segera setelah perseroan
disahkan,
maka
undang-undang
membuka
kemungkinan
bahwa
pengukuhan tersebut dapat dilakukan oleh seluruh pendiri, pemegang saham dan pengurus perseroan secara bersama-sama tanpa melalui suatu rapat umum pemegang saham. Sebelum pengukuhan dilakukan, baik karena perseroan tidak jadi didirikan atau disahkan ataupun karena perseroan tidak berkehendak untuk melakukan pengukuhan, maka perseroan sama sekali tidak terikat pada perbuatan-perbuatan hukum yang tidak dikukuhkan tersebut.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
44
3. Perbuatan Hukum Lainnya Yang Dilakukan Oleh Pendiri Sebelum Perseroan Terbatas Di Dirikan. Jika di lihat kedua ketentuan dalam Pasal 12 dan 13 UU No. 40 Tahun 2007 memang tidak secara tegas ditemui adanya ketentuan yang mengatur mengenai pengambil alihan oleh perseroan atas perbuatan hukum lainnya (selain yang disebut dalam Pasal 12) yang dilakukan oleh pendiri perseroan sebelum perseroan didirikan, pada saat didirikan maupun pada saat perseroan memperoleh pengesahan dari pihak yang berwenang. Walaupun demikian jika di simak ketentuan yang termuat dalam : a. Pasal 12 ayat (3) Undang-Undang Perseroan Terbatas b. Pasal 13 ayat (1) huruf b Undang-Undang Perseroan Terbatas c. Pasal 122 ayat (3) Undang-Undang Perseroan Terbatas mengenai sifat pengalihan demi hukum atasa semua aktiva dan pasiva, yang meliputi perbuatan-perbuatan hukum, haka-hak, kewajiban-kewajiban, dan harta kekayaan, dari perseroan yang menggabungkan
diri
maupunmeleburkan
diri
kepada
perseroan
hasil
penggabungang maupun peleburan; Maka dapat di tarik suatu kesimpulan bahwa pada prinsipnya Undang-Undang Perseroan Terbatas tidak melarang atau katakanlah memungkinkan dilakukannya pengalihan secara hukum dari semua perbuatan hukum para pendiri perseroan kepada perseroan pada saat perseroan tersebut didirikan atau sebelum perseroan memperoleh pengesahan dari pejabat yang berwenang. Tentunya pengalihan tersebut baru dapat dilangsungkan jika tidak terdapat keberatan-keberatan dari pihak ketiga yang
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
45
berkepentingan, seperti halnya yang dipersyaratkan dalam ketentuan-ketentuan mengenai penggabungan dan peleburan yang diatur dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas dan bahwa pengalihan tersebut juga secara tegas telah diterima dan dikukuhkan oleh perseroan sebagaimana diwajibkan dalam Pasal 12 dan Pasal 13 UU No.40 Tahun 2007 tersebut.
C. Prinsip Hukum Perseroan Terbatas Dalam hukum perseroan terdapat beberapa prinsip yang harus dipedomani sebagi doktrin. Beberapa doktrin dalam hukum perseroan adalah sebagai berikut: 1. Doktrin Penyingkapan Tirai Perusahaan (Piercing The Corporate Veil) Secara
harafiah,
istilah
mengoyak/menyingkapi
“Piercing
tirai/kerudung
The
Corporate
perusahaan.
Dalam
Veil”
berarti
ilmu
hukum
perusahaan, istilah Piercing The Corporate Veil merupakan suatu doktrin atau teori yang diartikan sebagai suatu proses untuk membebani tanggung jawab ke pundak orang atau perusahaan lain, atas perbuatan hukum yang dilakukan oleh suatu perusahaan pelaku (badan hukum), tanpa melihat kepada fakta bahwa perbuatan tersebut sebenarnya dilakukan oleh perseoan pelaku tersebut. Dalam hal seperti ini pengadilan akan mengabaikan status badan hukum dari perusahaan tersebut dan membebankan tanggung jawab kepada pihak “organizers” dan “Managers” dari perseroan tersebut dengan mengabaikan prinsip tanggung jawab terbatas dari perseroan sebagai badan hukum yang biasanya dinikmati mereka. Dalam melakukan hal tersebut, biasanya dikatakan bahwa pengadilan telah
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
46
mengoyak/menyingkapi tirai/kerudung perusahaan (to Pierce The Corporate Veil). 51 Secara sederhana dapat dikatakan bahwa tanggung jawab terbatas pemegang saham (juga pengurus/direksi dan komisaris) dapat menjadi tidak terbatas dalam hal – hal tertentu. 52 2. Doktrin Fiduciary Duty terhadap Direksi Prinsip Fiduciary Duty berlaku bagi direksi dalam menjalankan tugasnya, baik dalam menjalankan fungsinya sebgai manajemen maupun sebagai reprensasi dari perseroan. Istilah Fiduciary Duty berasal dari kara “Fiduciary” dan “ Duty”. Istilah “Duty” banyak dipakai di mana – mana yang berarti “tugas”. Istilah “Fiduciary” (bahasa Inggris) berasal dari bahasa latin “Fiduciarius” dengan akar kata “Fiducia” yang berarti “kepercayaan” (“trust”) atau dengan kata kerja “Fidere” yang berarti “mempercayai” (“to trust”). Sehingga dengan istilah “Fiduciary” diartikan sebagai “memegang suatu dalam kepercayaan” atau “seseorang yang memgang sesuatu dalam kepercayaan untuk kepentingan orang lain”. Dengan demikian, dalam bahasa Inggris, orang yang memegang sesuatu
51
Munir Fuady, Doktrin – doktrin Modern Dalam Corporate Law dan Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia, Indoneisa, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, h.8., dikutip dari Jack P. Friedman, Dictionary of Business Terms, Baron’s Educational Sevices Inc., New York, USA, 1987, h.432. 52 Chatammarrasjid Ais, Penerobosan Cadar Perusahaan dan Soal – soal Aktual Hukum Perusahaan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004, h.8. Selanjutnya lihat Henry Campbell Black, Black’s Law Dictionary, west Publishing Co, St.Paul, 1990, h.8.1147, dikatakan, “Piercing corporate veil: Judicial process whereby court will disregard usual immunity of corporate officers or entities from liability of wrongful corporate activities; e.g. when incorporation exists for sole purpose of perpetrating fraud. The doctrine which holds that the corporate structure with its attendant limited liability of stockholders may be disregarded and personal liability imposed on stockholders, officers and directors in the case of fraud or other wrongful acts done in name of corporation. The court, however, may look beyond the corporate from only for the fraud or wrong or the remedying of injustice.”
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
47
secara kepercayaan untuk kepentingan orang lain tersebut disebut dengan istilah “trustee” sementara pihak yang dipegang untuk kepentingannya tersebut disebut dengan istilah “beneficiary”. 53 Dengan demikian, yang dimaksud dengan Fiduciary Duty adalah suatu tugas dari seseorang yang disebut dengan “trustee” yang terbit dari suatu hubungan hukum antara trustee tersebut dengan pihak lain yang disebut dengan beneficiary, dimana pihak beneficiary memiliki kepercayaan yang tinggi kepada pihak trustee, dan sebaliknya pihak trustee juga mempunyai kewajiban yang tinggi untuk melaksanakan tugasnya dengan sebaik mungkin dengan itikad baik yang tinggi, fair dan penuh tanggung jawab dalam menjalankan tugasnya atau untuk mengelola harta/asset milik beneficiary dan untuk kepentingan beneficiary, baik yang terbit dari hubungan hukum atau jabatannya selaku trustee (secara teknikal), atau dari jabatan – jabatan lain seperti lawyer (dengan kliennya), perwalian (guardian), executor, broker, kurator, pejabat public, atau direktur dari suatu perusahaan. Beberapa pedoman dasar bagi direksi dalam menjalankan fiduaciary duty terhadap perseroan yang dipimpinnya adalah sebagai berikut: 54 a. Fiduaciary duty merupakan unsure wajib (mandatory element) dalam hukum perseroan. b. Dalam menjalankan tugasnya, seorang direksi tidak hanya harus memenuhi unsure itikad baik, tetapi juga harus memenuhi unsur “tujuan yang layak” (proper purpose).
53
Munir Fuady, Doktrin – doktrin Modern Dalam Corporate Law dan Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia, op.cit., h.33, dikutip dari Noah Webster, Webster’s New Universal Unabridged Dictionary, Simon & Schuster, New York, USA, 1979, h.681. 54 Ibid., h.61 – 62.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
48
c. Pada prisipnya direktur dibebani prinsip fiduaciary duty terhadap perseroan, bukan terhadap pemegang saham. Karena itu, hanya perusahaanlah yang dapat memaksakan direksi untuk melaksanakan tugas fiduaciary duty. d. Akan tetapi, dalam menjalankan fungsinya sebagai direktur, secara umum dia juga harus memperhatikan kepentingan stake holders, seperti pihak pemegang saham dan buruh perusahaan. e. Sungguhpun menyandang tugas sebagai direktur, direktur tetap bebas dalam memberikan suara dan pendapat sesuai dengan ketakinan dan kepentingannya dalam setiap rapat yang dihadirinya. f. Direksi tetap bebas dalam mengambil keputusan sesuai pertimbangan bisnis dan “sense of business” yang dimilikinya. Bahkan, pihak pengadilan tidak boleh ikut campur mempertimbangkan sense of business dari pihak direksi. g. Dalam hal – hal dimana terdapat conflict of interest, seorang direksi dilarang atau setidak – tidaknya dibatasi atau diawasi dalam menjalankan tugasnya. Pengawasan tersebut misalnya dengan memberlakukan prinsip keterbukaan informasi (disclosure) terhadap setiap transaksi yang ada conflict of interest. Disamping itu, teori fiduaciary duty dari direksi perseroan akan sangat terasa eksistensinya takkala direksi melakukan hal – hal sebagai berikut: a. Transaksi dengan perseroan (self dealing) b. Transaksi kesempatan perseroan (corporate opportunity) c. Transaksi yang mengandung benturan kepentingan (conflict of interest) d. Transaksi orang dalam (insider trading). 55 3. Doktrin Gugatan Derivatif Dalam Perseroan Terbatas (Derivative Action) Derivative Action merupakan suatu gugatan yang berdasarkan atas hak utama (primary right) dari perseroan, tetapi dilaksanakan oleh pemegang saham atas nama perseroan, gugatan mana dilakukan karena adanya suatu kegagalan dalam perseroan, atau dengan perkataan lain, derivative action merupakan suatu gugatan yang dilakukan oleh para pemegang saham untuk dan atas nama perseroan. 55
Ibid., h. 62.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
49
Dikatakan derivative (turunan) karena gugatan tersebut diajukan oleh pemegang saham untuk dan atas nama perseroan, gugatan mana sebenarnya berasal (diturunkan dari) gugatan yang seharusnya dilakukan oleh perseroan. Dengan bahasa sederhana, dapat dikatakan bahwa gugatan derivative adalah suatu gugatan perdata yang diajukan oleh 1 (satu) atau lebih pemegang saham yang bertindak untuk dan atas nama perseroan (jadi bukan untuk kepentingan pribadi pemegang saham), gugatan mana diajukan terhadap pihak lain (misalnya direksi) karena telah melakukan tindakan yang merugikan perseroan, sungguhpun untuk kepentingan procedural, pihak perseroan kadang – kadang menjadi pihak tergugat. 4. Doktrin Pelampauan Kewenangan Perseroan (Ultra Vires Doctrine) Terminologi pelampauan kewenangan perseroan (ultra vires) dipakai khususnya terhadap tindakan perseroan yang melebihi kekuasaanya sebagaimana diberikan oleh anggaran dasarnya atau oleh peraturan yang melandasi pembentukan perseroan tersebut. Berbagai pihak yang berkepentingan agar tindakan ultra vires dilarang oleh hukum adalah sebagai berikut: a. Pihak Pemegang Saham b. Pihak Kreditur c. Pihak Pekerja d. Pihak Constituences (berkepentingan) lainya. 56
56
Ibid., h. 112.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
50
5. Doktrin Tanggung Jawab Promotor Perseroan (Liability of Promotors) Yang dimaskud dengan promotor adalah orang yang mendirikan, mengorganisir dan membiayai suatu perseroan, tidak termasuk pihak profesional yang membantu pembentukan perseroan seperti lawyer atau notaries. Secara umum dapat dikatakan promotor adalah setiap mereka yang melakukan formalitas yang diperlukan terhadap registrasi perseroan, mendapatkan direksi (dan komisaris) serta pemegang saham untuk perseroan baru, mendapatkan aset bisnis untuk digunakan oleh perseroan, melakukan negosiasi kontrak untuk dan atas nama perseroan baru, dan melakukan pekerjaan – pekerjaan lain yang serupa dengan itu. Adapun yang merupakan ruang lingkup tugas dari promotor adalah: a. Kewajiban Pengurus Pendirian Perseroan b. Kewajiban Pendanaan c. Kewajiban Pengaturan Binis d. Kewajiban tentang Pendirian Perseroan 57 6. Doktrin Putusan Bisnis (Business Judgement Rule) Doktrin Putusan Bisnis (Business Judgement Rule) merupakan suatu doktrin yang mengajarkan bahwa suatu putusan direksi mengenai aktivitas perseroan tidak boleh diganggu gugat oleh siapapun, meskipun putusan tersebut kemudian ternyata salah atau merugikan perseroan, sepanjang putusan tersebut memenuhi syarat sebagai berikut: 57
Ibid., h. 156.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
51
a. Putusan sesuai hukum yang berlaku b. Dilakukan dengan itikad baik c. Dilakukan dengan tujuan yang benar (proper purpose) d. Putusan tersebut mempunyai dasar – dasar yang rasional (rational basis) e. Dilakukan dengan kehati – hatian (due care) seperti dilakukan oleh orang yang cukup hati – hati pada posisi yang serupa. f. Dilakukan dengan cara yang secara layak dipercayainya (reasonable belief) sebagai yang terbaik (best interest) bagi perseroan. 58 7. Doktrin Transaksi Untuk Diri Sendiri (self Dealing) Transaksi utnuk diri sendiri (self dealing transaction) merupakan perwujudan dari transaksi yang melekat kepentingan (interested transaction) oleh direksi suatu perseroan yang merupakan suatu transaksi yang dilakukan oleh direksi (langsung atau tidak langsung) dengan perseroan itu sendiri. Terhadap transaksi self dealing, direksi diwajibkan untuk melakukan keterbukaan serta dapat membuktikan bahwa transaksi tersebut berjalan fair dan businesslike. 8. Doktrin Oportunitas Perseroan (Corporate Opportunity) Pada prinsipnya oportunitas perseroan (Corporate Opportunity) merupakan suatu doktrin yang mengajarkan bahwa seorang direktur, komisaris atau pegawai perseroan lainya ataupun pemegang saham utama, tidak diperkenankan mengambil keuntungan pribadi manakala tindakan yang dilakukannya tersebut
58
Ibid., h. 198.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
52
sebenarnya merupakan perbuatan yang semestinya dilakukan oleh perusahaan dalam menjalankan bisnisnya itu. 59 Jadi sebenarnya yang hendak dicegah oleh doktrin oportunitas perseroan adalah jangan sampai pihak direksi atau pejabat lainya dalam perusahaan mangambil keuntungan atau manfaat pribadi dari bisnis perseroan atau bisnis yang seharusnya menjadi hak perseroan.
D. Pengaturan RUPS dalam UUPT 1. Hakikat dan Wewenang Di atas telah dikemukakan bahwa Perseroan adalah hakikatnya adalah dan hukum hukum/subjek hukum mandiri dan wadah perwujudan kerjasama para pemegang saham (persekutuan modal). Kenyataan tersebut berakibat bahwa demi kelangsungan keberadaannya Perseroan mutlak membutuhkan organ, yang terdiri dari RUPS, Direksi dan Komisaris (Pasal 1 angka 4 UUPT). Kemudian dengan RUPS para pemilik modal sebagai pihak yang berkepentingan berwenang sepenuhnya untuk menentukan Direksi yang akan dipercayakan dalam pengurusan Perseroan, sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 1 angka 5 kemudian dalam Pasal 92 dan Pasal 97 UUPT bahwa Direksi ditugaskan mengurus dan mewakili Perseroan, kemudian dalam Pasal 1 angka 6 dan Pasal 108 UUPT menetukan Dewan Komisaris ditugaskan untuk melakukan pengawasan serta memberi nasihat kepada Direksi. Memperhatikan keadaan tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa keputusankeputusan yang menyangkut struktur organisasi Perseroan (misalnya perubahan 59
Ibid., h. 224.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
53
anggaran dasar, penggabungan, peleburan, pemisahan, pembubaran dan likuidasi Perseroan), hak kewajiban para pemegang saham, pengeluaran saham baru dan pembagian/penggunaan keuntungan yang dibuat Perseroan sepenuhnya termasuk wewenang RUPS. Sebaliknya, apa saja yang tercakup dalam kegiatan perseroan. Perseroan yang dibuat untuk mencapai maksud dan tujuan perseroan sepenuhnya menjadi wewenang Direksi dan Dewan Komisaris. Oleh karena itu pengangkatan dan pemberhentian karyawan Perseroan, membuka cabang dan melakukan aktivitas lain berkenaan dengan organisasi Perseroan selaku badan usaha berada dalam wewenang Direksi dan Dewan Komisaris. Pemisahan jelas antara fungsi pemegang saham dan fungsi Direksi (artinya antara pemilikan modal (ownership) dan pengurusnya (power), sesungguhnya merupakan ciri khas Perseroan dan membedakannya secara hakiki dan Persekutuan Perdata, Firma dan CV. RUPS selaku wadah di mana para pemegang saham berwenang menjalankan hak-hak mereka dapat disebut sebagai pengejawantahan pluralitas (para pemegang saham) dan oleh karena itu adalah pembela kepentingan para pemegang saham. 60 Sering dikatakan bahwa RUPS mempunyai kekuasaan tertinggi dalam Perseroan, maka menilai benar tidaknya pernyataan tersebut perlu dibedakan antara di satu pihak kewenangan yang oleh UUPT yang secara de jure diberikan kepada
60
Fred B.G. Tumbuan, “Tugas dan Wewenang Organ Perseroan Terbatas Menurut UndangUndang Tentang Perseroan Terbatas”, disampaikan pada Acara “Sosioalisasi Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas” yang diselenggarakan oleh Ikatan Notaris Indonesia (INI) pada tanggal 22 Agustus 2007 di Jakarta, h. 8
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
54
pemegang saham dan di lain pihak kekuasaan yang secara de facto dijalankan oleh RUPS dalam Perseroan. Dengan lain kata, perlu dibedakan antara kewenangan RUPS yang secara eksklusip diberikan oleh UUPT dengan yang diatur dalam anggaran dasar Perseroan. Pasal 69 UUPT No.40 Tahun 2007, menentukan bahwa persetujuan laporan keuangan termasuk pengesahan laporan keuangan serta laporan tugas pengawasan Dewan Komisaris dilakukan oleh RUPS. Keputusan atas pengesahan laporan keuangan dan persetujuan laporan tahunan ditetapkan berdasarkan ketentuan dalam UUPT dan atau anggaran dasar. Dalam hal laporan keuangan yang disediakan ternyata tidak benar dan/atau menyesatkan, anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris secara tanggung jawab renteng bertanggung jawab terhadap pihak yang dirugikan. Anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris dibebaskan dari tanggung jawab dimaksud apabila terbukti bahwa keadaan tersebut bukan karena kesalahannya. Kemudian RUPS juga mengangkat anggota Direksi, serta menentukan pembatasan-pembatasan tertentu bagi Direksi yang memerlukan persetujuan RUPS sebagaimana diatur dalam Pasal 94, 102 dan Pasal 104. Dari ketentuan pasal-pasal tersebut terlihat kewenangan dan kekuasaan RUPS dalam perseroan, sekalipun demikian kewenangan yang dimiliki RUPS, dalam kegiatan-kegiatan perseroan yang tercakup dalam bidang pengurusan dan perwakilan perseroan di dalam maupun di luar pengadilan tidak termasuk wewenang RUPS.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
55
2. Pengaturan oligarkis dan hak suara Pengaturan oligarkis adalah pembagian saham dalam saham prioritas dan saham biasa. Yang dimaksud dengan saham prioritas adalah jenis saham yang lazimnya memberi kepada pemegangnya kekuasaan tertentu berkenaan dengan hal ihwal Perseroan, seperti misalnya membuat pencalonan yang mengikat dalam hal pengangkatan anggota Direksi dan Dewan Komisaris. Perlu diperhatikan bahwa saham preferen tidak sama dengan saham prioritas. Saham preferen adalah saham yang memberi kepada pemiliknya hak untuk didahulukan berkenaan dengan pembagian laba dan atau suplus likuidasi (Pasal 53) Berkaitan dengan pengaturan oligarkis tersebut perlu diperhatikan bahwa UUPT tidak membenarkan adanya ketentuan dalam anggaran dasar Perseroan yang mensyaratkan bahwa anggota Direksi dan atau Dewan Komisaris hanya dapat diberhentikan apabila hal itu disetujui oleh jenis saham tertentu (saham prioritas). Pengaturan demikian memberikan hak veto kepada jenis saham tertentu, hal mana bertentangan dengan hak RUPS untuk sewaktu-waktu memberhentikan mereka (Pasal 105 dan Pasal 119). Pengaturan hak suara melalui suatu perjanjian antara para pemegang saham (voting agreement) pada dasarnya dapat dibenarkan. Mengingat bahwa hak suara diberikan kepada pemegang saham oleh UUPT agar pemegang saham dapat menjaga kepentingannya sebagaimana yang kehendaki, sehingga pemegang saham pada dasarnya bebas mengikat dirinya berkenaan dengan cara pelaksanaan hak suara yang dimiliki dalam suatu perjanjian hak suara.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
56
Sekalipun kelihatannya perjanjian semacam ini membatasi kebebasan pemegang saham, akan tetapi sesungguhnya kebebasan itu tetap ada. Pemegang saham yang telah membuat perjanjian hak suara tetap bebas mengeluarkan suaranya sebagaimana yang dikehendaki. Juga apabila dalam mengeluarkan suaranya tidak sesuai dengan perjanjian hak suara, suaranya tetap sah sekalipun pemegang saham telah melanggar perjanjian yang bersangkutan dan oleh karena itu cidera janji. Ini penting diperhatikan, teristimewa dalam hal pemberian kuasa. Tidak jarang dalam hal gadai saham, kepada pemegang gadai diberikan kuasa mutlak untuk mengeluarkan suara atas saham-saham yang digadainya. Seyogianya diketahui bahwa kuasa dimaksud tidak mempunyai “privatieve werking” artinya tidak dapat meniadakan hak suara pemberi gadai (Pasal 60 ayat (4). Oleh karena itu pemberi gadai senantiasa dapat hadir sendiri pada RUPS dan kehadirannya tersebut dengan sendirinya karena hukum akan membatalkan hak pemegang gadai untuk mengeluarkan suara. Kenyataan ini bersumber pada ketentuan bahwa hanya pemegang saham mempunyai hak suara dan oleh karena itu hak suara tidak dapat dialihkan terlepas dari pemilikan saham, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 60 ayat (1), Pasal 52 ayat (1)a, dan Pasal 85 ayat (5). 61
61
Ibid., h. 9-10.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
BAB IV KEDUDUKAN HUKUM RUPS DI DALAM UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS A. Organ Perseroan Terbatas Perseroan Tebatas sebagai salah satu bentuk usaha ekonomi memiliki organorgan spesifik. Organ pertama disebut Rapat Umum Pemegang (RUPS), yang secara umum bertugas untuk menentukan segala kebijaksanaan umum perseroan. Organ kedua adalah Direksi yang bertugas menjalankan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang telah ditetapkan RUPS. Organ ketiga adalah Komisaris yang bertugas sebagai pengawas untuk dan atas nama pemegang saham. 62 Menurut Pasal 1 angka 3 UU No.1 Tahun 1995 sebagaimana telah diubah dengan Pasal 1 angka 4 UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dinyatakan: Rapat Umum Pemegang Saham yang selanjutnya disebut RUPS, adalah Organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar. Selanjutnya Pasal 1 angka 4 UUPT mengatur bahwa yang dimaksud dengan Direksi adalah organ perseroan yang bertanggung jawab penuh untuk pengurusan
62
Anisitus Amanat, Pembahasan Undang – undang Perseroan Terbatas 1995 dan Penerapannya dalam Akta Notaris, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996, h.103, dikutip dari Erman Rajagukguk, Indonesianisasi Saham, Bina Aksara, Jakarta, 1985, h.35-36.
57
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
58
perseroan 63 untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar. Adapun beberapa karakteristik pokok dari direksi perseroan adalah sebagai berikut: 1. Direksi haruslah orang perorangan. 2. Direksi bertugas untuk mewakili perseroan dan melaksanakan, mengurus dan mengarahkan kegiatan dari perseroan. 3. Direksi bertanggung jawab untuk melaksanakan pengontrolan terhadap pegawai perseroan 4. Direksi diangkat atau dipilih berdasarkan hukum yang berlaku. Dalam hal ini Direksi diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), tetapi untuk pertama kalinya Direksi diangkat oleh pendiri dan disebutkan dalam akta pendirian perusahaan. 5. Direksi merupakan organ perseroan, di samping organ perseroan lainya berupa Komisaris dan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). 6. Kepengurusan dilaksanakan untuk kepentingan dan tujuan perseroan. 7. Direksi mewakili dan bertindak untuk dan atas nama perseroan. 8. Direksi mewakili dan bertindak di dalam maupun di luar pengadilan. 9. Direksi melaksanakan tugasnya sesuai dengan perundang – undagan yang berlaku dan ketentuan dalam anggaran dasar dari perseroan tersebut. 64 Menurut sifatnya, Direktur perseroan dapat diklasifikasikan atas 4 (empat), yaitu sebagai berikut : 1. Direktur biasa, yakni Direktur yang dipilih oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) atau oleh anggaran dasar. Inilah Direktur yang paling lazim dan banyak sekali terdapat dalam praktek. 2. Direktur de facto, yaitu Direktur yang tidak dipilih oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) atau anggaran dasar.
63
Lihat Munir Fuady, Perseroan Terbatas Paradigma Baru, op.cit., h.51, dikatakan, “Karena direksi merupakan organ yang mengurus kegiatan perseroan (karena itu disebut juga dengan istilah “pengurus”), maka setiap perseroan terbatas “wajib” memiliki direksi, minimal 1 (satu) orang. Akan tetapi, beberapa jenis perseroan wajib memiliki minimal 2 (dua) orang direksi yakni perseroan – perseroan sebagai berikut: Perseroan yang bidang usahanya mengerahkan dana masyarakat; Perseroan yang menerbitkan surat pengakuan hutang; Perseroan terbuka.” 64 Ibid., h. 50 – 51.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
59
3. Direktur substitusi atau Direktur alternative, yaitu Direktur penggangti yang sifatnya sementara atau yang ditugaskan khusus untuk perbuatan tertentu. 4. Direktur bayangan (shadow director), yaitu Direktur yang bertugas hanya menjadi pajangan belaka, dimana setiap pekerjaan dilakukan atas suruhan pihak lain, atau bahkan pihak lain yang melakukan tugas – tugas Direksi. Misalnya Direksi yang diangkat dengan perjanjian trustee, yang dalam hal ini lebih tepat disebut sebagai “Direktur boneka”. 65 Keempat jenis direktur pambagian direktur tersebut di atas tidaklah dapat diidentifikasi secara yuridis namun seringkali ditemukan dalam kenyataannya. Secara yuridis yang diketahui dan diakui hanyalah satu jenis direktur saja yakni direktur biasa sebagaimana dijelaskan diatas. Sedangkan Pasal 1 angka 5 UU No.1 Tahun 1995 sebagaimana telah diubah dengan Pasal 1 angka 6 UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas memberikan pengertian Komisaris sebagai organ yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan atau khusus serta memberikan nasihat kepada Direksi dalam menjalankan perseroan. 66 Berdasarkan Pasal 96 UU No.1 Tahun 1995 sebagaimana telah diubah dengan Pasal 110 ayat (1) UU No.40 Tahun 2007, menyatakan yang dapat diangkat menjadi anggota Dewan Komisaris adalah orang perserorangan yang cakap melakukan perbuatan hukum, kecuali dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatannya pernah: 1. dinyatakan pailit; 65
Ibid., h. 51 – 52. Selanjutnya lihat juga Ibid., h. 106, dikatakan, “Setiap perusahaan wajib memiliki seorang komisaris. Bahkan terhadap perusahaan terbatas tertentu wajib memiliki sedikit – dikitnya 2 (dua) orang komisaris, yang dalam hal ini akan menjadi suatu majelis (dewan), yaitu terhadap perusahaan terbatas sebagi berikut: (1) Perusahaan yang mengerahkan dana masyarkat; (2) Perusahaan yang menerbitkan surat hutang; (3) Perusahaan terbuka.” 66
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
60
2. menjadi anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu Perseroan dinyatakan pailit, atau 3. dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan. Ketentuan persyaratan tersebut tidak mengurangi kemungkinan instansi teknis yang berwenang menetapkan persyaratan tambahan berdasarkan peraturan perundanganundangan (ayat 2). Pemenuhan persyaratan dimaksud dibuktikan dengan surat yang disimpan oleh perseroan (ayat 3). Beberapa prinsip yuridis yang berlaku untuk komisaris adalah sebagai berikut: 67 1.. Komisaris Merupakan Badan Pengawas Komisaris dimaksudkan sebagai badan pengawas (badan supervisi), baik mengawasi tindakan direksi. Yang mempunyai konsekuensi juga sebagai pengawas perseroan secara umu. 2. Komisaris Merupakan Badan Independen 68 Sama dengan direksi dan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), pada prinsipnya komisaris merupakan badan yang independent, tidak tunduk pada kekuasaan siapapun, dan harus melihat semata-mata kepentingan peseroan,
67
Munir Fuady, Perseroan Terbatas Paradigma Baru, op,cit., h. 110 – 112 Selanjutnya lihat juga Ibid., h.107, dikatakan, “Meskipun kedudukan komisaris adalah mandiri dan terlepas dari kekuasaan direksi dan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), tetapi tidak ada larangan jika yang menduduki jabatan komisaris adalah pihak pemegang saham itu sendiri. Hanya untuk perusahaan terbuka, perundang – undangan di bidang pasar modal mengharuskan perusahaan untuk memiliki yang namanya “komisaris independent” yakni yang tidak terafiliasi dengan pihak direksi maupun pemegang saham.” 68
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
61
meskipun sebagai pemegang kekuasaan tertinggi, Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dapat mengangkat dan memberhentikan komisaris. 3. Komisaris tidak mempunyai Otoritas Manajemen (Non – executive) Meskipun ada ditemukan yang namanya komisaris “pengambil keputusan” (decision maker), tetapi pada prinsipnya badan komisaris tidak memiliki otoritas manajemen (non executive). Yang diberikan tugas manajemen.eksekutif adalah direksi. 4. Komisaris Tidak Biasa Memberikan Instruksi kepada Direksi Meskipun tugas utama dari komisaris adalah untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas – tugas direksi, tetapi komisaris tidak berwenang untuk memberikan instruksi – instruksi langsung kepada direksi. Sebab, jika kewenangan ini diberikan kepada komisaris, posisinya akan berubah wajah, dari badan pengawas menjadi badan eksekutif. Karena itu, fungsi pengawasan dari komisaris dilakukan dengan jalan sebagi berikut : a. Menyetujui tindakan – tindakan tertentu yang diambil direksi. b. Memberhentikan direksi untuk sementara. c. Memberi nasehat kepada direksi, diminta atau tidak, dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan. 5. Komisaris Tidak Bisa Diinstruksikan oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Sebagai konsekuensi dari kedudukan komisaris yang independen, maka komisaris tidak bisa diinstruksikan oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), meskipun
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
62
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) memiliki kekuasaan tertinggi dalam suatu perseroan. Dan, sebagai pemegang kekuasaan tertinggi, Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dapat memberhentikan komisaris, dengan atau tanpa menunjukkan alasan pemberhentian (for cause or no cause). Meskipun komisaris pada prinsipnya menjalankan fungsi pengawasan terhadap direksi dan jalannya perseroan, tetapi tingkat pengawasan yang dilakukannya berbeda – beda. Dilihat dari level pengawasan sebagai berikut: 69 1. Komisaris Minimum Yang dimaksud dengan komisaris minimum adalah bahwa komisaris tersebut dipergunakan karena disyaratkan oleh undang–undang dan anggaran dasar dari perseroan, padahal dia tidak melakukan apa–apa untuk perseroan. Jadi, keberadaan komisaris seperti ini hanya untuk memenuhi syarat yuridis formal. 2. Komisaris Kosmetik Yang dimaksud dengan komisaris kosmetik adalah komisaris yang hanya bertugas untuk melegitimasi segala putusan dari direksi. Jadi, fungsinya hanya sekedar stempel saja. 3. Komisaris Pajangan Yang dimaksud dengan komisaris pajangan adalah memasang orang – orang yang seram/ditakuti, disegani sebagai komisaris untuk menakut – nakuti jika ada pihakpihak tertentu yang ingin memprotes kebijaksanaan perseroan. Pihak komisaris seperti ini sama sekali tidak bekerja dan sama sekali tidak mengawasi jalannya perseroan. 69
Ibid., h. 115 – 116.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
63
4. Komisaris Oversight Yang dimaksud dengan komisaris Oversight adalah komisaris yang berfungsi semata–mata mengawasi kegiatan dan kebijaksanaan dari direksi dan perseroan. Sebetulnya, inilah fungsi yang sebenarnya dari komisaris menurut Undang – undang Perseroan Terbatas. 5. Komisaris Independen Yang dimaksud dengan komisaris independent adalah komisaris yang tidak ada hubungan keluarga atau hubungan bisnis dengan direksi maupun pemegang saham. Karena tidak ada hubungan seperti itu, maka komisaris independent ini diharapkan dapat bertindak objektif dan dapat melihat persoalan perseroan secara lebih jernih. Beberapa jenis perseroan mensyaratkan adanya komisaris independent ini, misalnya untuk perseroan terbatas terbuka. 6. Komisaris Pengambil Keputusan Yang dimaksud dengan komisaris pengambil keputusan (decision maker) adalah konsep komosaris di mana di samping dia mengawasi hal – hal tertentu, terutama dalam hal – hal penting, diajak pula untuk mengambil keputusan (misalnya dengan format surat persetujuan komisaris) untuk kegiatan–kegiatan tertentu dari perseroan. Kegiatan– kegiatan penting tersebut misalnya: a. Mengambil loan dari bank b. Meminjamkan aset perseroan c. Menjual aset – aset penting dari perseroan
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
64
d. Merger, akuisisi atau konsolidasi e. Go public f. Likuidasi g. Mengeluarkan dana melebihi jumlah tertentu h. Memberhentikan direksi untuk sementara waktu i. Mengubah anggaran dasar Dari uraian–uraian di atas dapat disimpulkan bahwa suatu perseroan terbatas memiliki tiga organ yakni Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi dan Komisaris. Namun sebenarnya, hal ini adalah sangat dipengaruhi oleh struktur kepengurusan (board structure) yang dianut oleh suatu negara. Secara global, board structure dapat dibagi atas dua bagian besar yakni One Tier Board System dan Two Tiers Board System. One Tier Board System banyak dianut oleh negara yang cendrung mengikuti hukum Anglo – Saxon (common law) dan Two Tiers Board System banyak diterapkan oleh negara – negara Eropa (Continental Europe) dan negara – negara lain yang menganut Civil Law termasuk Indonesia. Struktur kepengurusan (board structure) yang dianut oleh suatu negara sangat dipengaruhi oleh beragam faktor. Selain model system yang dianut oleh suatu negara, faktor budaya nasional serta sosial politik juga menjadi suatu kekuatan yang menentukan bagaimana bentuk dan proses struktur kepengurusan secara menyeluruh dapat diterapkan. Sebagai contoh, meskipun Inggris dan Amerika Serikat menganut system hukum common law dengan basis yang sama yaitu one tier board system, namun posisi Chairman dan CEO (Chief Executive Officer) di perusahaan – perusahaan Inggris hampir selalu terpisah, sedangkan di Amerika Serikat mayoritas menganut CEO duality (CEO dan Chairman oleh individu yang sama). 70 Dalam One Tier Board System perusahaan hanya memiliki satu Dewan Direksi yang pada umumnya merupakan kombinasi antara manajer atau pengurus senior (Direktur Eksekutif) dan Direktur Independen yang bekerja dengan prinsip 70
Antonius Alijoyo dan Subarto Zaini, op.cit., h.10.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
65
paruh waktu (non Direktur Eksekutif) yang umumnya diangkat karena kebijakannya, pengalaman dan relasinya.
General Marketing of the Shareholders (GMoS)
Board of Directors Executive Diector
Sumber:
Non Executive Diector
Peranan Dewan Komisaris dan Komite Audit dalam Pelaksanaan Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan), Seri Tata Kelola Perusahaan (Corporate) Jilid II, FCGI (Forum for Corporate Governance in Indonesia).
Gambar 1. Struktur Dewan Direktur (Board of Directory) dalam One Tier System. Dalam Two Tiers Board System perusahaan mempunyai dua badan terpisah, yaitu Dewan Pengawas (Dewan Komisaris) dan Dewan Manajemen (Dewan Direksi) yang mengelola dan mewakili perusahaan di bawah pengaruh dan pengawasan Dewan Komisaris. Dalam sistem ini, anggota Dewan Direksi diangkat dan setiap waktu dapat diganti oleh badan pengawas (Dewan Komisaris). Dewan Direksi juga memberikan informasi kepada Dewan Komisaris dan menjawab hal – hal yang diajukan oleh Dewan Komisaris, sehingga Dewan Komisaris terutama bertanggung jawab untuk megawasi tugas – tugas manajemen. Dalam hal ini Dewan Komisaris tidak boleh melibatkan diri dalam tugas – tugas manajemen dan tidak boleh mewakili
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
66
perusahaan dalam transaksi – transaksi dengan pihak ketiga. Anggota Dewan Komisaris diangkat dan diganti dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
General Marketing of the Shareholders (GMoS)
Board of Commissioners (BoC)
Board of Directors (BoD) Sumber:
Peranan Dewan Komisaris dan Komite Audit dalam Pelaksanaan Corporate Governance (Tata kelola Perusahaan), Seri Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance) Jilid II, FCGI (Forum for Corporate Governance in Indonesia).
Gambar 2. Struktur Board of Directors dalam Two Tiers System
Akan tetapi dalam sistem hukum dewasa ini terjadi perbedaan-perbedaan yang cukup penting termasuk didalamnya hak dan kewajiban Dewan Komisaris dimana dalam keadaan umum tidak termasuk dalam kewenangan Dewan Komisaris untuk menunjuk dan memberhentikan direksi. Sebagaimana halnya Belanda yang menganut Two Tiers Board System, Indonesia seperti terlihat dalam UUPT juga pada dasarnya mengadopsi Two Tiers Board System namun dengan modifikasi dimana baik dewan komisaris maupun dewan direksi bertanggung jawab langsung kepada RUPS sehingga keberadaan
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
67
dewan komisaris di Indonesia tidak sekuat organ Supervisory Board yang terdapat dalam Two Tiers System model Eropa Kontinental atau Board of Director dalam One Tier Board System model Anglo – Saxon.
General Marketing of the Shareholders (GMoS)
Dewan Komisaris
Dewan Direksi Supervisi/ Pengawasan Sumber: Peranan Dewan Komisaris dan Komite Audit dalam Pelaksanaan Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan), Seri Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance) Jilid II, FCGI (Forum for Corporate Governance in Indonesia). Gambar 3. Struktur Organ Perseroan Terbatas di Indonesia
Dari perbandingan gambar di atas terlihat jelas bahwa sistem organ perseroan dengan adanya organ pengawas/Komisaris adalah sistem dua tingkat (Two – tier Board System). Sedangkan organ perseroan tanpa adanya organ pengawas/Komisaris adalah system satu tingkat (One Board System). 71 Sistem Two Tiers Board System memiliki beberapa kelebihan dibandingkan One Tier Board System: 71
Hardijan Rulsi, op.cit.,h.114.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
68
1. Pengaruh pemegang saham dalam two – tier board system dapat dijalankan melalui dewan komisaris sehingga tidak harus menganggu (interfence) aktifitas normal manajemen, dan memungkinkan pemegang saham meningkatkan pengaruhnya tanpa harus menunggu terjadinya skandal publik atau ketidaksepakatan publik. Dalam hal ini persepsi manajemen mengenai pangaruh pemegang saham tidak harus menunggu saat – saat krisis. Sebaliknya, two – tier board system memungkinkan tekanan terhadap manajemn untuk menghasilkan kinerja yang baik. 2. Dewan Direksi (top management) dapat mempertahankan tingkat independendi yang lebih besar pada aras operasional. Pemisahan antara para amatir dan para profesional dalam pengelolaan, atau lebih halusnya antara dewan komisaris dan dewan eksekutif, merupakan hal yang cukup penting. Ini sulit dilakukan dalam model single – board system, karena dalam model ini seseorang dapat menjalankan salah satu atau kedua peran itu sekaligus. 3. Dewan direksi, karena pengaruh pemegang saham yang kuat melalui dewan komisaris, harus memperhatikan dengan serius pandangan para pemegang saham. 4. Memungkinkan masuknya lebih banyak komisaris independent, tanpa harus menunggu kerja normal perusahaan. 5. Tidak mungkin bagi seseorang untuk berperan sebagai presiden komisaris sekaligus presiden direktur sebuah perusahaan, dan kedua dewan tersebut tidak saling mendominasi Chaiman (presiden komisaris) dan Chief Executive (CEO) mungkin dijabat oleh satu orang. 72 Perseroan terbatas mempunyai alat yang disebut organ perseroan, gunanya untuk menggerakkan perseroan agar badan hukum dapat berjalan sesuai dengan tujuannya. Organ perseroan terdiri dari tiga macam, yaitu : 1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) 2. Direksi 3. Komisaris 72
I Nyoman Tjager, et. al., Corporate Governance Tantangan dan Kesempatan bagi Komunitas Bisnis Indonesia, PT. Prenhallindo, Jakarta, 2003, h.31, dikutip dari Tricker, International Corporate Governance : Text, Readings and Cases, Prentice Hall and Simon Schuster Asia, Pte., Ltd., Singapore, 1994, h.78.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
69
Berdasarkan teori organisme dari Otto von Gireke, pengurus adalah organ atau alat perlengkapan dari badan hukum. Seperti halnya manusia mempunyai organorgan seperti kaki, tangan, panca indera dan karena setiap gerakan organ-organ itu dikehendaki atau diperintahkan oleh otak manusia, berarti setiap gerakan atau aktivitas pengurus badan hukum dikehendaki atau diperintah oleh badan hukum sendiri, sehingga pengurus adalah personafikasi dari badan hukum itu sendiri. Sebaliknya menurut Paul scholten dan Bregstein, pengurus mewakili badan hukum. Berdasarkan analog pendapat Gierke dan Paul Schoulten maupun Brengstein tersebut, direksi bertindak mewakili perseroan sebagai badan hukum. Hakikat dari perwakilan bahwa seseorang melakukan melakukan sesuatu perbuatan untuk kepentingan orang lain atas tanggung jawab dari orang itu. 73 Ketiga organ dan PT tersebut memiliki tugas dan wewenang yang berbeda satu sama lain di dalam UUPT. Namun, perbedaan dimaksud memiliki fungsi yang terkait dengan tujuan untuk menjalankan PT dengan sebaik-baiknya. Direksi kedudukannya sebagai eksekutif dalam perseroan, tindakannya dibatasi oleh anggaran dasar perseroan. Apabila dalam pengurusan perseroan bertindak melampui wewenangnya, maka berdasarkan Pasal 85 ayat (1) maka direksi yang demikian bertanggung jawab penuh secara pribadi. Sedangkan komisaris merupakan organ yang mempunyai tugas melakukan pengawasan dan memberi nasihat kepada direksi dalam menjalankan perseroan. Dalam menjalankan tugasnya tersebut komisaris juga dibatasi oleh anggaran dasar. 73
Rachmadi Usman, Op. Cit, h. 164
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
70
Komisaris yang melakukan kesalahan dapat digugat ke Pengadilan oleh pemegang saham atas nama perseroan. 74
1. Direksi a. Tugas dan Wewenang Direksi Direksi sebagai organ PT adalah mewakili kepentingan PT selaku subjek hukum mandiri. Karena keberadaan PT adalah sebab keberadaannya Direksi. 75 Karena apabila tidak ada PT, Direksi juga tidak akan pernah ada. Ini menjadi alasan bahwa Direksi harus selamanya mengabdi kepada kepentingan PT. Dengan perkataan lain, Direksi wajib mengabdi kepada kepentingan semua pemegang saham tetapi bukan mengabdi kepada kepentingan satu atau beberapa pemegang saham saja untuk keuntungan perusahaan. Artinya Direksi bukan wakil pemegang saham. Tetapi merupakan wakil PT selaku Personal Standi In Judicio. 76 Menurut Pasal 79 ayat 1 UU No.1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatasa sebagamana telah diubah dengan Pasal 92 ayat (1) UU No.40 Tahun 2007 UUPT pengurusan PT dipercayakan kepada Direksi, dengan tugas dan wewenang direksi sebagai berikut: 77
74
Gatot Supramono, Op. Cit, h 4 Direksi adalah organ/badan yang mewakili kepentingan perseroan dengan menjalankan pe.rseroan untuk memgimpin dan mengemudikan perseroan dalam melakukan usaha-usahanya sesuai dengan kehendak RUPS. 76 Bismar Nasution, Op.Cit, h. 17. 77 Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD )Pengumuman PT oleh Direksi diatur dalam Pasal 44 ayat 1 yang menyatakan bahwa tiap-tiap Perseroan Terbatas harus diurus oleh beberapa pengur.us, kawan-kawan peserta atau lain-l.ainnya yang semua itu harus diangkat oleh para pesero, dengan atau tidak dengan mendapat upah dan dengan atau tidak dengan diawasi oleh beberapa komisaris. 75
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
71
(1) Direksi menjalankan pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan. (2) Direksi berwenang menjalankan pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat, dalam batas yang ditentukan dalam undang-undang ini dan/atau anggaran dasar (3) Direksi Perseroan terdiri dari 1 (satu) orang anggota Direksi atau lebih (4) Perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat, Perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat, atau Perseroan Terbuka wajib mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang anggota Direksi. (5) Dalam hal Direksi terdiri atas 2 (dua) anggota Direksi atau lebih, pembagian tugas dan wewenang pengurusan di antara anggota Direksi ditetapkan berdasarkan keputusan RUPS. (6) Dalam hal RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak menetapkan, pembagian tugas dan wewenang anggota Direksi ditetapkan berdasarkan keputusan Direksi. Kemudian Pasal 93 UU No.40 Tahun 2007 menyatakan: (1) Yang dapat diangkat menjadi anggota Direksi adalah orang perseorangan yang cakap melakukan perbuatan hukum, kecuali dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatannya pernah: a. dinyatakan pailit; b. menjadi anggota Direksi atau anggota Deawn Komisaris yagn dinyatakan bersalah menyebabkan suatu Perseroan dinyatakan pailit; atau c. dihukum karena melakukan tindak pidana yagn merugikan keuangan negara dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan. (2) Ketentuan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengurangi kemungkinan instansi teknis yang berwenang menetapkan persyaratan tambahan berdasarkan peraturan perundang-undangan. (3) Pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)_ dibuktikan dengan surat yang disimpan oleh Perseroan. Pasal 93 di atas, menetapkan bahwa peraturan tentang pembagian tugas dan wewenang setiap anggota direksi serta besar dan jenis penghasilan direksi ditetapkan oleh RUPS. Dalam Anggaran Dasar dapat ditetapkan bahwa kewenangan RUPS dilakukan oleh komisaris atas nama RUPS. Lebih jelasnya dinyatakan, bahwa Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
72
perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Atas pengurusan Direksi ini dapat memberi kesimpulan bahwa Direksi ditugaskan dan berwenang untuk hal-hal sebagai berikut mengatur atau mengelola kegiatan-kegiatan PT, mengurus kekayaan PT, serta mewakili PT di dalam dan di luar Pengadilan. Selanjutnya Pasal 97 UU No.40 Tahun 2007, dinyatakan: (1) Direksi bertanggung jawab atas pengurusan Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1). (2) Pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilaksanakan setiap anggaota Direksi dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab. (3) Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang berasngkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (4) Dalam hal Direksi terdiri atas 2 (dua) anggota Direksi atau lebih, tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku secara tanggung jawab bagi setiap anggota Direksi. (5) Anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila dapat membuktikan: a. kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalainnya; b. telah melaukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. c. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan keugian; dan d. telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut. (6) Atas nama Perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah saham dengan hak suara dapat mengajukan gugatan melalui pengadilan negeri terhadap anggota Direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada Perseroan. (7) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak mengurangi hak anggota Direksi lain dan/atau anggota Dewan Komisaris untuk mengajukan gugatan atas nama Perseroan. Ketentuan Pasa1 97 di atas ini secara jelas memberikan hak derivatif (derivative right) kepada pemegang saham, yang selama ini tidak diatur dalam K.U.H.D. Dengan perkataan lain undang-undang perseroan terbatas memberikan hak
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
73
kepada pemegang saham minoritas untuk mewakili kepentingan perseroan mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri terhadap anggota Direksi yang merugikan Perseroan dengan memenuhi persyaratan untuk itu. Tugas Direksi dalam mengatur atau mengelola kegiatan-kegiatan usaha PT diatas tidak dapat dipisahkan karena pengurusan kekayaan PT harus menunjang terlaksananya kegiatan usaha PT tersebut. Oleh karena itu direksi mempunyai 2 (dua) tugas yaitu, pengelolaan dan perwakilan PT, Untuk pelaksanaan kedua tugas Direksi itu perlu menjadi perhatian bahwa pengelolaan PT pada hakekatnya adalah tugas dari semua anggota Direksi tanpa kecuali. Hal ini dapat diartikan dari ketentuan hukum Perseroan. Tugas dan wewenang Direksi ini dapat dilihat dari ketentuan pasal 85 UU No.1 Tahun 1995 sebagaimana telah diubah dengan Pasal 97 UU No.40 Tahun 2007 yang jelas diuraikan di muka.
b. Tanggung jawab Direksi Perlu diperhatikan bahwa terjadi perubahan yang sangat mendasar antar K.U.H.D dan UUPT mengenai tanggung jawab Direksi terhadap tugas dan wewenangnya dalam mengelola PT. Karena K.U.H.D menetapkan hahwa tanggung jawab pribadi Direksi adalah secara tanggung renteng, sebagaimana yang diatur dalam pasal 45 ayat 2 K.U.H.D 78 . Sedangkan dalam UUPT tanggung jawab tersebut adalah secara terbatas, kecuali Direksi tersebut bertindak dengan tidak beritikad baik.
78
Pasal 45 ayat 2 K.U.H.D menyatakan bahwa sementara itu, apabila mereka melanggar sesuatiu ketentuan dalam akta, atau tentang perubahan yang kemudian di dalamnya mengenai syarat syarat pendirian, maka atas kerugian yang karenanya telah diderita oleh pihak ketiga, mereka itu pun masing-masing dengan diri sendiri bertanggung jawab untuk seluruhnya.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
74
Ditelusuri lebih jauh mengenai tanggung jawab pribadi Direksi secara tanggung renteng ini adalah bersumber dari pada kenyataan, bahwa pertama, PT adalah subjek hukum mandiri. Kedua, PT sebagai. ciptaan hukum mutlak memerlukan Direksi yang ditugaskan untuk mengelola dan mewakilinya. Berarti tanggung jawab Direksi dalam mengelola PT adalah akibat dari tugas dan, wewenang yang dipercayakan padanya. Jadi selama Direksi menjalankan kewajibannya dalam batas-batas kewenangan dalam menjalankan tugasnya itu dibebankan kepada PT. Prinsip ini berlaku di berbagai negara, Seperti di Amerika Serikat dan Indonesia. Jika Direksi dalam menjalankan tugasnya berada di luar batas-batas kewenangannya (melanggar ketentuan Anggaran Dasar), maka semua anggota Direksi bertanggung jawab secara pribadi. Dalam hal. ini PT tidak ikut bertanggung jawab, oleh karena Direksi yang melanggar. Di Amerika Serikat Direksi juga akan bertanggung jawab secara pribadi jika dia mengeluarkan saham sebagai saham yang disetor penuh padahal secara faktual, saham tersebut belum disetor sama sekali. 79 Tanggung jawab Direksi secara pribadi tidaklah terjadi hanya karena kedudukannya sebagai Direksi. Tetapi untuk dibebankan tanggung jawab, Direksi tersebut harus telah melakukan hal-hal sebagai berikut ini terhadap tindakan perusahaan, yaitu: 80 1. Direksi mengizinkan perbuatan tersebut 2. Direksi meratifikasi perbuatan 3. Ikut berpartisipasi dengan cara apapun dalam perbuatan tersebut 79 80
Munir Fuady, Hukum Bisnis, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1994, hal, 58 Ibid.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
75
UUPT secara detail juga mengatur Direksi dalam melaksanakan tugas dan wewenang serta tanggung jawabnya. Pasal 66 UU No.40 Tahun 2007 menyatakan, bahwa Direksi menyampaikan laporan tahuna kepada RUPS setelah ditelaah oleh Dewan Komisaris dalam jangka waktu lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku Perseroan berakhir. Laporan tahunan harus memuat sekurang-kurangnya: a. laporan keuangan yang terdiri atas sekurang-kurangnya neraca akhir tahun buku yang baru lampau dalam perbandingan dengan tahun buku sebelumnya, laporan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan, laporan arus kas, dan laporan perubahan ekuitas, sreta catatan atas laporan keuangan tersebut; b. laporan mengenai kegiatan Perseroan; c. laporan pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan d. rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang mempengaruhi kegiatan usaha Perseroan; e. laporan mengenai tugas pengawasan yang telah dilaksanakan oleh Dewan Komisaris selama tahun buku yang baru lampau; f. nama anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris; g. gaji dan tunjangan bagi anggota Direksi dan gaji atau honorarium dan tunjangan bagi anggota Dewan Komisaris Perseroan untuk tahun yang baru lampau. Laporan keuangan sebagaimana dimaksud di atas, disusun berdasarkan standar akuntansi keuangan. Neraca dan laporan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan bagi Perseroan yang wajib diaudit, harus disampaikan kepada Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 66 ayat (3) dan ayat (4) UU No.40 Tahun 2007).
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
76
Selanjutnya dalam Pasal 67 UU No.40 Tahun 2007 dinyatakan: (1) Laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) ditandatangani oleh semua anggota Direksi dan semua anggota Dewan Komisaris yang menjabat pada tahun buku yang bersangkutan dan disediakan di kantor Perseroan sejak tanggal panggilan RUPS untuk dapat diperiksa oleh pemegang saham. (2) Dalam hal terdapat anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang tidak menandatangani laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang bersangkutan harus menyebutkan alasannya secara tertulis, atau alasan tersebut dinyatakan oleh Direksi dalam surat tersendiri yang dilekatkan dalam laporan tahunan. (3) Dalam hal terdapat anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang tidak menandatangani laporan tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tidak memberi alasan secara tertulis, yang bersangkutan dianggap telah menyetujui isi laporan tahunan. Pasal 68 UU No.40 Tahun 2007 menyatakan: (1) Direksi wajib menyerahkan laporan keuangan Perseroan kepada akuntan publik untuk diaudit apabila: a. Kegiatan usaha Perseroan adalah menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat; b. Perseroan menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat; c. Perseroan merupakan Perseroan Terbuka; d. Perseroan merupakan persero;
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
77
e. Perseroan mempunyai aset dan/atau jumlah peredaran usaha dengan jumlah nilai paling sedikit Rp. 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah); atau f. Diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan. (2) Dalanm hal kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipenuhi, laporan keuangan tidak disahkan oleh RUPS. (3) Laporan atas hasil audit akuntan publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara tertulis kepada RUPS melalui Direksi. (4) Neraca dan laporan laba rugi dari laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c setelah mendapat pengesahan RUPs diumumkan dalam 1 (satu) Surat Kabar. (5) Pengumuman neraca dan laporan laba rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah mendapat pengesahan RUPS. (6) Pengurangan besarnya jumlah nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 69 UU No.40 Tahun 2007 menyatakan: (1) Persetujuan laporan tahunan termasuk pengesaan laporan keuangan serta laporan tugas pengawasan Dewan Komisaris dilakukan oleh RUPS. (2) Keputusan atas pengesahan laporan keuangan dan persetujuan laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan ketentuan dalam Undang-undang ini dan/atau anggaran dasar (3) Dalam hal laporan keuangan yang disediakan ternyata tidak benar dan/atau menyesatkan, anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris secara tanggung renteng bertanggung jawab terhadap pihak yang dirugikan.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
78
(4) Anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris dibebaskan dari tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila terbukti bahwa keadaan tersebut bukan karena kesalahannya. Pasal 92 UU No.40 Tahun 2007 menyatakan: (1) Direksi menjalankan pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan. (2) Direksi berwenang menjalankan pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat, dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar; (3) Direksi Perseroan terdiri atas 1 (satu) orang anggota Direksi atau lebih. (4) Perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat, Perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat, atau Perseroan Terbuka wajib mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang anggota Direksi. (5) Dalam hal Direksi terdiri atas 2 (dua) anggota Direksi atau lebih, pembagian tugas dan wewenang pengurusan di antara anggota Direksi ditetapkan berdasarkan keputusan RUPS. (6) Dalam hal RUPS sebagaimana pada ayat (5) tidak menetapkan, pembagian tugas dan wewenang anggota Direksi ditetapkan berdasarkan keputusan Direksi. Selanjutnya undang-undang perseroan terbatas menegaskan, Direksi mewakili Perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Dalam hal anggota Direksi
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
79
terdiri lebih dari 1 (satu) orang, yang berwenang mewakili Perseroan adalah setiap anggota Direksi, kecuali ditentukan lain dalam anggaran dasar. Kewenangan Direksi untuk mewakili Perseroan adalah tidak terbatas dan tidak bersyarat, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang, anggaran dasar, atau keputusan RUPS. Keputusan RUPS tidak boleh bertentangan dengan ketentuan undang-undang dan atau anggaran dasar Perseroan (Pasal 98 UU No.40 Tahun 2007). Pasal 99 UU No.40 Tahun 2007 menyatakan: (1) Anggota Direksi tidak berwenang mewakili Perseroan apabila: a. terjadi perkara di pengadilan antara Perseroan dengan anggota Direksi yang bersangkutan; atau b. anggota Direksi yang bersangkutan mempunyai benturan kepentingan dengan Perseroan. (2) Dalam hal terdapat keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang berhak mewakili Perseroan adalah: a. anggota Direksi lainnya yang tidak mempunyai benturan kepentingan dengan Perseroan; b. Dewan Komisaris dalam hal seluruh anggota Direksi mempunyai benturan kepentingan dengan Perseroan; atau c. Pihak lain yang ditunjuk oleh RUPS dalam hal seluruh anggota Direksi atau Dewan Komisaris mempunyai benturan kepentingan dengan Perseroan. Selanjutnya Pasal 100 UU No.40 Tahun 2007 menyebutkan:
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
80
(1) Direksi Wajib: a. membuat daftar pemegang saham, daftar khusus, risalah RUPS, dan risalah rapat Direksi; b. membuat laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 dan dokumen keuangan Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Dokumen Perusahaan; dan c. memelihara seluruh daftar, risalah, dan dokumen keuangan Perseroan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b dan dokumen Perseroan lainnya. (2) Seluruh daftar, risalah dokumen keuangan Perseroan, dan dokumen Perseroan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disimpan di tempat kedudukan Perseroan. (3) Atas permohonan tertulis dari pemegang saham, Direksi memberi izin kepada pemegang saham untuk memeriksa daftar pemegang saham, daftar khusus, risalah RUPS sebagaiman dimaksud pada ayat (1) dan laporan tahunan, serta mendapatkan salinan risalah RUPS dan salinan laporan tahunan. (4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak menutup kemungkinan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal menentukan lain. Pasal 101 UU No.40 Tahun 2007 menyatakan, bahwa Anggota Direksi wajib melaporkan kepada perseroan mengenai kepemilikan sahamnya dan atau keluarganya pada perseroan terebut dan perseroan lain.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
81
Selanjutnya Undang-undang juga mengatur tentang kewajiban Direksi dalam hubungannya dengan peralihan dan penjamin kekayaan perseroan, sebagaimana diatur dalam Pasal 102 UU No. 40 Tahun 2007, yaitu: (1) Direksi wajib meminta persetujuan RUPS untuk: a. Mengalihkan kekayaan Perseroan, atau b. Menjadikan jaminan utang kekayaan Perseroan; yang merupakan lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah kekayaan bersih Perseroan dalam 1 (satu) transaksi atau lebih, baik yang berkaitan satu sama lain maupun tidak. (2) Transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah transaksi pengalihan kekayaan bersih Perseroan yang terjadi dalam jangka waktu 1 (satu) tahun buku atau jangka waktu yang lebih lama sebagaimana diatur dalam anggaran dasar Perseroan. (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak berlaku terhadap tindakan pengalihan atau penjaminan kekayaan Perseroan yang dilakukan oleh Direksi sebagai pelaksanaan kegiatan usaha Perseroan sesuai dengan anggaran dasarnya. (4) Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tanpa persetujuan RUPS, tetap mengikat Perseroan sepanjang pihak lain dalam perbuatan hukum tersebut beritikad baik. (5) Ketentuan kourum kehadiran dan/atau ketentuan tentang pengambilan keputusan RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 mutatis mutandis berlaku bagi keputusan RUPS untuk menyetujui tindakan Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
82
Direksi dapat memberikan kuasa tertulis kepada 1 (satu) orang karyawan perseroan atau lebih atau orang lain untuk dan atas nama porseroan melakukan perbuatan hukum tertentu (Pasal 103). Sedangkan Pasal 104 mengatur tanggung jawab Direksi sehubungan dengan kepailitan akibat kesalahan atau kelalaian Direksi, sebagai berikut: (1) Direksi tidak berwenang mengajukan permohonan pailit atas Perseroan sendiri kepada Pengadilan Niaga sebelum memperoleh persetujuan RUPS, dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-undang tentagn Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. (2) Dalam hal kepailitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi karena kesalahan atau kelalaian Direksi dan harta pailit tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban Perseroan dalam kepailitan tersebut, setiap anggota Direksi secara tanggung jawab renteng bertanggung jawab atas seluruh kewajiban yang tidak terlunasi dari harta pailit tersebut. (3) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku juga bagi anggota Direksi yang salah atau lalai yang pernah menjabat sebagai anggota Direksi dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan. (4) Anggota Direksi tidak bertanggungjawab atas kepailitan Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) apabila dapat membuktikan: a. Kepailitan tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya; b. Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik, kehati-hatian dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
83
c. Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang dilakukan; dan d. Telah mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kepailitan. (5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) berlaku juga bagi Direksi dari Perseroan yang dinyatakan pailit berdasarkan gugatan pihak ketiga. Merupakan ketentuan umum bahwa sepanjang beritikad baik anggota direksi (direktur) dari suatu perseroan yang mengalami kerugian pada dasarnya tidak dapat dimintai pertanggungjawabannya secara finansial. Hal ini berkenaan dengan asas bahwa suatu perseroan debitor adalah suatu subjek hukum yang terpisah dari pada pengurusnya. Semua utang-utang perseroan dilunasi dari hasil penjualan harta kekayaan perseroan itu sendiri, bukan dari harta kekayaan pengurusnya. Seperti halnya terhadap harta kekayaan pemegang saham, harta kekayaan pengurus tidak dapat dijangkau secara hukum oleh para Kreditor untuk dijadikan sumber pelunasan utang-utang perseroan tersebut. Namun prinsip tersebut bukan tanpa pengecualian. Dalam hal-hal tertentu anggota Direksi (Direktur) dan komisaris suatu perseroan dapat harus bertanggung jawab secara pribadi apabila karena kesalahannya perseroan mengalami kerugian. Dalam teori perseroan terbatas yang mutakhir mengenai kewajiban Pengurus perseroan, dianut pendapat bahwa Pengurus perseroan memiliki 2 (dua) macam kewajiban, yaitu kewajiban yang secara tegas ditentukan oleh undang-undang (statutory duties) dan fiduciary duties. Di samping memiliki fiduciary duties, dalam
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
84
comman law seorang Direktur juga “owes a duty of care to the company not to act negligently in managing is affairs”. 81 Beberapa kewajiban yana harus diperhatikan oleh direksi adalah : 82 1. Kewajiban untuk secara optimal memupuk keuntungan bagi perseroan dan tidak mengambil keuntungan pribadi dari transaksi yang dibuat oleh perusahaan dengan pihak lain. Direksi tidak boleh membuat apa yang dimaksud secret profits and benefits from office. Dalam kaitan ini harus dihindari terjadinya conflict of interest. 2. Direksi harus menggunakan kewenangannya untuk tujuan yang seharusnya
(
proper purpose), yaitu for the benefit of the company and not to further thier own interest. 3. Direksi suatu perseroan dalam melaksanakan fungsi-fungsinya termasuk pula memperhatikan kepentingan pegawainya. 4. Direksi suatu perseroan dalam melaksanakan fungsi-fungsinya juga harus memperhatikan kepentingan para pemegang saham. 5. Direksi suatu perseroan harus memperhatikan kepentingan para kreditor. Apakah yang dimaksudkan oleh Pasal 85 UU No.1 Tahun 1995 maupun dalam perubahannya yaitu Pasal 104 UU No.40 Tahun 2007 dengan “itikad baik dan penuh tanggung jawab” tersebut?. Oleh karena UUPT tidak memberikan jawaban lebih jauh mengenai maksud atau kandungan dari konsep “itikad baik dan 81
Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan, (Jakarta : PT. Pustaka Utama Grafiti, 2002),
82
Ibid, h. 428
h.. 425
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
85
bertanggung jawab penuh” itu, maka perlu dilakukan kajian mengenai konsep tersebut. Kajiannya dapat dilakukan dengan menggali pustaka hukum dan putusanputusan pengadilan mengenai prinsip yang serupa yang dianut di negara-negara lain. Karena yurispudensi Indonesia belum menampilkan doktrin mengenai apa yang dimaksudkan dengan “itikad baik dan penuh tanggung jawab” yang dimaksud dalam UUPT
sedangkan
pustaka
hukum
Indonesia
belum
banyak
pula
yang
mengungkapkan doktrin-doktrin mengenai asas tersebut, maka pengkajiannya harus dilakukan dengan menggali pustaka-pustaka hukum dan yurispudensi pengadilan luar negeri.
2. Komisaris a. Tugas dan Wewenang Komisaris Ketentuan-ketentuan mengenai komisaris pada UU No.40 Tahun 2007 diatur dalam Pasal 108 s/d Pasal
121. Menurut undang-undang perseroan terbatas
Komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan atau khusus serta memberikan nasehat kepada Direksi dalam menjalankan perseroan. Selanjutnya UUPT menetapkan persyatan untuk dapat diangkat menjadi Komisaris yaitu orang perseorangan yang mampu melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota direksi atau komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit, atau orang yang pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatan. Komisaris diangkat dan
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
86
diberhentikan oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk jangka waktu tertentu. Tata cara pengangkatan Komisaris ditentukan dalam Anggaran Dasar perseroan. Tata cara pengangkatan tersebut tidak boleh mengurangi hak pemegang saham dalam mencalonkan Komisaris. Jumlah Komisaris yang harus dimiliki oleh perseroan tidak diatur oleh UUPT. Hanya saja untuk perusahaan yang bergerak di bidang keuangan dan perusahaan yang telah go public UUPT mensyaratkan perusahaan tersebut memiliki minimal dua Komisaris. Dengan pengaturan seperti itu maka dapat disimpulkan bahwa untuk perusahaan yang tidak bergerak di bidang keuangan dan bukan perusahaan publik, jumlah Komisaris dapat satu orang atau lebih sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Mengenai wewenang dan kewajiban komisaris, UUPT tidak mengatur secara rinci. Tugas dan wewenang Komisaris diatur dalam Anggaran Dasar Perseroan masingmasing perusahaan. Setelah krisis ekonomi melanda Indonesia pada tahun 1997, berkembang
pemikiran
untuk
mewajibkan
perusahaan
memiliki
komisaris
independen (outside director). Meskipun pada dasarnya semua Komisaris bersifat independen. Artinya dalam menjalankan tugasnya Komisaris harus melakukannya untuk kepentingan terbaik perusahaan. Dalam praktik, tidak jarang Komisaris menjalankan tugas bukan untuk kepentingan perusahaan, khususnya Komisaris yang sekaligus pemegang saham. Untuk mencegah hal tersebut dibutuhkan kehadiran Komisaris independen yang tujuannya memberikan keseimbangan antarakepentingan pemegang saham mayoritas, pemegang saham minoritas dan para stakeholder.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
87
Komisaris terdiri dari dua golongan. 83 Pertama, komisaris orang dalam. Kedua, komisaris yang berasal dari luar atau sering pula disebut dengan komisaris independen. Peranan komisaris dalam pengelolaan perusahaan dibatasi oleh hak-hak tertentu pemegang saham meskipun pemegang saham tidak memiliki kewenangan langsung terhadap pengelolaan perusahaan. Misalnya resolusi oleh pemegang saham atas masalah yang berada di bawah kewenagan komisaris adalah batal demi hukum. Pemegang saham sebagai pemilik memiliki kontrol tidak langsung terhadap perusahaan karena mereka berwenang memberhentikan dan mengganti komisaris. Apabila komisaris sekaligus juga pemegang saham sebagaimana yang umum terjadi pada perusahaan tertutup, maka komisaris dan
pemegang saham adalah mitra
(partner). Konsekwensinya adalah perjanjian yang dibuat oleh pemegang saham juga mengikat perusahaan dan tindakan yang dilakukan komisaris juga dianggap sebagai perbuatan perusahaan. Perubahan-perubahan penting yang menyangkut perusahaan harus mendapat persetujuan pemegang saham. Merger, penjualan asset perusahaan yang signifikan, pembubaran perusahaan misalnya harus disetujui oleh pemegang saham. Perubahan anggaran dasar, bahkan perubahan yang diwajibkan oleh hukum juga memerlukan persetujuan pemegang saham. Keputusan yang dikeluarkan oleh Komisaris agar mengikat perusahaan haruslah keputusan yang diambil atas nama dewan komisaris dalam suatu rapat resmi. Rapat tersebut harus memenuhi qourom sebagaimana yang telah ditentukan dalam anggaran dasar dan undang-undang.
83
Pasal 108 UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
88
Dalam hal kompensasi bagi komisaris meskipun tidak diatur dalam anggaran dasar atau undang-undang, komisaris dapat menerima penghasilan atas jasa yang mereka berikan kepada perusahaan. Komisaris juga dapat menagih kepada perusahaan biaya-biaya yang dikeluarkannya dalam rangka menjalankan tugas. Umumnya komisaris juga meminta diberikan perlindungan hukum (indemnification) atas setiap gugatan terhadap dirinya yang timbul dalam rangka menjalankan tugas. Apabila komisaris digugat oleh pihak ketiga, maka biaya-biaya perkara ditanggung oleh perusahaan. Namun demikian, apabila komisaris digugat oleh pemegang saham (gugatan derivatif), umumnya komisaris tidak mendapatkan indemnification. Untuk mengurangi risiko, perusahaan juga dapat mengasuransikan komisaris atas setiap kerugian yang diakibatkan oleh gugatan dari pihak ketiga, selain gugatan derivatif. 84 Dalam kaitannya dengan pemberian kompensasi kepada komisaris perlu diperhatikan prinsip no-profit rule. Menurut prinsip ini pemegang fiducia tidak dibenarkan mengambil keuntungan dari kedudukannya tersebut. Prinsip ini utamanya berkaitan dengan keuntungan yang didapat secara gelap.
b. Tanggung jawab Komisaris Komisaris perusahaan dan pengelola perusahaan adalah pemegang amanah (fiduciaries) yang harus berperilaku sebagaimana layaknya pemegang kepercayaan. 85 Pertanyaan yang muncul adalah kepada siapa komisaris harus melaksanakan
84
Pasal 114 ayat (6) UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, menetapkan: “atas nama perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu per sepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri terhadap komisaris yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada perseroan.” 85 Pasal 108 UU No.40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
89
kewajiban fiducianya dan kewajiban-kewajiban apa yang diembannya sebagai fiduciary ? Pada dasarnya prinsip fiduciary tidak lazim dalam suatu hubungan yang terjadi karena kontrak. Para pihak yang bertransaksi dapat bernegosiasi secara ketat dan menuliskan kesepakatan hasil negosiasi tersebut dalam suatu kontrak, terlepas dari besar kecilnya kewajiban yang harus diemban oleh salah satu pihak. Suatu kontrak yang dapat ditulis secara sangat detail, tidak memerlukan adanya prinsip fiduciary duties. Sementara itu, perusahaan dapat diperlakukan sebagai suatu kumpulan kontrak yang rumit, sehingga timbul pertanyaan mengapa ada fiduciary duties dalam perusahaan. Jawaban atas pertanyaan ini dimulai dari anggapan bahwa manusia tidak dapat melihat masa depan secara baik untuk mampu menyelesaikan hal-hal yang menjadi masalah dikemudian hari. Hak beberapa pihak tertentu mungkin dapat dibuat secara spesifik, misalnya hak para supplier, hak pekerja dan hak kreditur. Para pekerja dan kreditur harus memperhatikan hak-hak mereka yang tertuang dalam suatu kontrak. Namun demikian, kontrak suatu perusahaan menyisakan ketidakpastian kepada pemegang saham. Pemegang saham menerima sangat sedikit janji-janji yang tertulis secara eksplisit dalam kontrak. Oleh karena itu, pemegang saham memperoleh hak suara dan perlindungan berdasarkan
prinsip
fiduciary. Janji yang tertuang dalam kontrak hanya menyatakan bahwa pengelola perusahaan akan bekerja keras dan jujur. Ringkasnya, kontrak perusahaan menetapkan pengelola perusahaan sebagai agen dari pemegang saham, namun tidak secara spesifik mengatur kewajiban agen tersebut. Hal ini menyebabkan pengelola perusahaan harus bersumpah mereka akan melakukan pekerjaannya secara hati-hati dan jujur.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
90
Komisaris memiliki posisi fiducia kepada perusahaan dan manajemen dalam pengurusan perusahaan. Artinya komisaris memiliki hubungan fiducia dengan perusahaan. Prinsip-prinsp hubungan fiducia tersebut adalah: Pertama, komisaris terikat dengan aturan fairness, moralitas,kejujuran dan iktikad baik dalam berhubungan dengan pengurusan perusahaan. Kedua, komisaris dalam melakukan pengurusan harus secara reasonable care, prudence dan diligence. Ketiga, business judgement. Dalam kaitan dengan business judgement tidak terdapat ukuran yang akurat pada praktil di pengadilan tentang standard negligence (kesembronoan) yang dapat diterapkan kepada komisaris. Apakah komisaris sesungguhnya terlibat dalam kepengurusan perusahaan? Atau keterlibatan mereka sangat terbatas. Kalau demikian maka kesembronoan, yaitu kegagalan menjalankan reasonable care, merupakan kegagalan melaksanakan kehati-hatian sebagai komisaris, bukan kegagalan berhatihati sebagaimana apabila mereka bertindak untuk kepentingan pribadi. Keengganan pengadilan mewajibkan komisaris bertanggung jawab dalam pengurusan perusahaan akibat adanya ketidakpastian ukuran kehati-hatian yang dapat dipergunakan menyebabkan pengadilan menetapkan business judment rule. Prinsip ini mengatakan apabila
melibatkan
business
judment
maka
komisaris
telah
memenuhi
tanggungjawabnya menjalankan tugas secara berhati-hati dengan syarat mereka melaksanakan tugasnya dengan jujur dan membuat keputusan yang tidak bias. Untuk dapat meminta pertanggung jawaban komisaris, harus dapat dibuktikan bahwa komisaris telah gagal menjalankan reasonable care dan akibatnya perusahaan
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
91
menderita kerugian secara langsung. Dalam hal seperti ini maka Komisaris dapat diminta bertanggung jawab pribadi atau secara keseluruhan. 86 Beberapa alasan dapat digunakan sebagai bantahan oleh komisaris yang diminta bertanggung jawab atas kerugian yang diderita perusahaan. Pertama, business judgement. Kedua, telah melaksanakan reasonable care. Pengadilan menerapkan standard due care yang lebih longgar kepada komisaris dibandingkan dengan yang diterapkan kepada direksi. Standard of care yang dipergunakan untuk komisaris adalah: Pertama, percaya atas laporan eksekutif perusahaan. Komisaris tidak perlu melakukan investigasi sendiri tentang kebenaran laporan yang diberikan oleh direksi atau eksekutif perusahaan. Kedua, keputusan diambil atas dasar nasehat yang diberikan pihak yang memiliki kompetensi untuk memberikan nasehat seperti penasehat hukum, akuntan atau penasehat lainnya. Ketiga, beragam situasi lainnya juga dipertimbangkan. Misalnya usia, kesehatan. 87 Sementara itu, dua prinsip fiducia yang berkaitan dengan self dealing yaitu no-conflict rule dan no-profit rule. Masing-masing prinsip ini berhubungan dengan aspek yang berbeda dari self dealing. Prinsip no-conflict rule intinya melarang komisaris melakukan transaksi yang memiliki benturan kepentingan antara 86
Bandingkan dengan Pasal 114 ayat (5) UU No.40 Tahun 2007 “anggota dewan komisaris tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila dapat membuktikan: a. Telah melakukan pengawasan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan, b. Tidak mempunyai kepentingan pribadi baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan direksi yang mengakibatkan; dan c. Telah memberikan nasihat kepada direksi untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut. 87 Sutan Remy sjahdeini, Op.Cit, hal. 430
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
92
kepentingan pribadi dan kepentingan perusahaan. Menghindari benturan tersebut adalah suatu isi penting dari kewajiban fiducia. Prinsip no-profit rule, melarang komisaris mengambil keuntungan pribadi dari posisinya sebagai komisaris. 88 Komisaris memiliki kewajiban loyal (duty of loyalty) kepada perusahaan. Artinya komisaris harus mendahulukan kepentingan perusahaan di atas kepentingan sendiri. Permasalahan timbul apabila komisaris juga terlibat usaha lainnya. Kesulitan terjadi dalam menetapkan yang dapat menghindari terjadinya benturan kepentingan. Duty of loyalty kepada perusahaan mencegah komisaris mengambil kesempatan menguntungkan yang seharusnya dimiliki oleh perusahaan. Dalam penggunaan properti misalnya komisaris secara tegas dilarang menggunakan aset perusahaan dalam membangun usahanya pribadi. Komisaris juga tidak diperkenankan memanfaatkan properti atau keuntungan lainnya untuk kepentingan pribadi apabila perusahaan berkepentingan atau perusahaan memiliki keinginan (expectancy) atas properti tersebut. Sebagai contoh, apabila perusahaan telah menyewa suatu properti maka komisaris tidak boleh membeli properti tersebut untuk dirinya. Suatu perusahaan dikatakan memiliki ekspektasi apabila secara rasional dapat dilihat bahwa perusahaan memiliki kepentingan atas properti tersebut. Dalam hal suatu kesempatan terkait erat dengan bisnis perusahaan maka itu juga berarti suatu ekspektasi.
88
Munir Fuady, Op.Cit, hal.25
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
93
B. Kewajiban Pelaksanaan RUPS Sebagaimana yang telah diuraikan di atas bahwa
RUPS adalah organ
tertinggi dalam suatu perseroan terbatas dimana forum ini memutuskan hal-hal yang penting dari suatu perusahaan, sehingga pelaksanaannya atau penyelenggaraannya sangat penting untuk dilaksanakan. Dapat dipahami bahwa RUPS merupakan media bagi seluruh pemegang saham dan pengurus perseroan untuk mengevaluasi dan membawa perseroan tersebut berjalan dengan baik serta mewujudkan peningkatan yang berkelanjutan. Filosofi dalam perseroan terbatas juga menyatakan bahwa dengan penuh itikad yang baik maka pemegang saham dan pengurus perseroan bertindak untuk kepentingan perseroan. Pelaksanaan RUPS dalam perseroan merupakan kewajiban bagi pengurus dalam hal ini direksi. Kewajiban ini merupakan amanah yang diberikan undangundang kepada direksi untuk melaksanakan RUPS. Selain itu juga bahwa RUPS dapat dilaksanakan atas pemanggilan oleh komisaris, begitu juga dengan pemegang saham.
Hal
ini
dinyatakan
dalam
UUPT
No.40
Tahun
2007,
Direksi
menyelenggarakan RUPS tahunan dan RUPS lainnya dengan didahului pemanggilan RUPS (Pasal 79 ayat 1). Selain atas pemanggilan Direksi tersebut, penyelenggaraan RUPS dapat dilakukan atas permintaan 1 (satu) orang atau lebih pemegang saham yang bersama-sama mewakili 1/10 (satu persepuluh) atau lebih dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, kecuali anggaran dasar menentukan suatu jumlah yanag lebih kecil (ayat 2 butir a), dan juga dapat dilaksanakan atas permintaan Dewan Komisaris (ayat 2 butir b).
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
94
Permintaan dari pemegang saham untuk penyelenggaraan RUPS harus diajukan kepada Direksi dengan Surat Tercatat disertai alasannya, dan pemegang saham harus menyampaikan tembusannya kepada Dewan Komisaris (Pasal 79 ayat (3) dan ayat (4)). Yang dimaksud dengan alasan yang menjadi dasar permintaan diadakan RUPS, antara lain karena Direksi tidak mengadakan RUPS tahunan sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan atau masa jabatan anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris akan berakhir. Selanjutnya kewajiban mengadakan RUPS dapat terlihat dengan adanya kewajiban untuk melakukan pemanggilan RUPS, yang dinyatakan dalam Pasal 79 UUPT No.40 Tahun 2007, bahwa Direksi wajib melakukan pemanggilan RUPS dalam jangka waktu paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak tanggal permintaan penyelenggaraan RUPS diterima (ayat 5). Dalam hal Direksi tidak melakukan pemanggilan RUPS dimaksud, maka permintaan penyelenggaraan RUPS diajukan kembali kepada Dewan Komisaris; atau Dewan Komisaris melakukan pemanggilan sendiri RUPS (ayat 6) dalam jangka waktu paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak tanggal permintaan penyelenggaraan RUPS diterima (ayat 7). Dalam hal Direksi atau Dewan Komisaris tidak melakukan pemanggilan RUPS dalam jangka waktu sebagaimana disebutkan dalam Pasal 79 ayat (5) dan ayat (7) di atas, maka pemegang saham yang meminta penyelenggaraan RUPS dapat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan untuk menetapkan pemberian
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
95
izin kepada pemohon melakukan sendiri pemanggilan RUPS tersebut (Pasal 80 ayat 1). Dengan demikian bahwa pelaksanaan RUPS merupakan kewajiban bagi perseroan yang dilaksanakan oleh organ perseroan terbatas tersebut. Sehingga dalam hal tidak dilaksanakannya RUPS oleh pengurus harus mempunyai alasan hukum yang rasional bukan merupakan kesengajaan. Jika dengan sengaja RUPS tidak dilaksanakan
oleh
pengurus
maka
pengurus
tersebut
dapat
diminta
pertanggungjawabannya. Petanggungjawaban yang dimaksud adalah kapasitas pengurus dalam perseroan yang pada dasarnya dilandasi oleh dua prinsip yang penting, yaitu prinsip yang lahir karena tugas dan kedudukan yang dipercayakan oleh perseroan kepadanya (fiduciary duty) dan prinsip yang merujuk kepada kemampuan serta kehati-hatian tindakan direksi (duty of care). Kedua prinsip ini menuntut pengurus untuk bertindak secara hati-hati dan disertai dengan itikad baik semata-mata untuk kepentingan dan tujuan perseroan, yang dituangkan dalam RUPS tersebut. Hubungan kerja antara pengurus yang diwakilkan kepada direktur dan perseroan yang memberikan pekerjaan adalah hubungan yang berdasarkan kepercayaan (fiduciary duty). Direktur dalam melakukan tugasnya harus menggunakan wewenang yang dimilikinya untuk tujuan yang patut. Pengurus tidak dapat atau tidak boleh memperoleh keuntungan untuk dirinya pribadi, bila keuntungan ini diperoleh karena kedudukannya sebagai direktur perseroan tersebut. Oleh karena itu berdasarkan prinsip kepercayaan ini, maka direktur harus berbuat bonafide untuk kepentingan perseroan secara keseluruhan. Direktur tidak boleh
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
96
memperoleh keuntungan pribadi karena posisi yang dijabatnya. Di antara tindakan direktur yang dapat merugikan perseroan adalah transaksi self dealing dan ajaran corporate opportunity. Dengan demikian dari pembahasan di atas dapat dipahami bahwa RUPS merupakan suatu kewajiban untuk dilaksanakan, dengan tidak dilaksanakannya RUPS tersebut akan memberikan akibat bagi pengurusan perseroan tersebut. Sebagai contoh kasus dapat dilihat dari kasus PT. FAGUCO berikut ini. Dalam kasus ini, bahwa Penggugat adalah Direktur Utama PT. Fajar Agung dahulu bernama PT. Fadjar Agung Company (PT. FAGUCO) sekaligus pemegang 200 lembar saham sebagaimana tertuang dalam Akta Berita Acara Rapat PT. Fadjar Agung Company No.7 tanggal 18 September 2001, yang dibuat oleh Jose Rizal Firdaus, SH dengan pengganti dari Notaris Darwin Zainuddin, SH. Bahwa pada tanggal 23 Januari 2003 PT. Fadjar Agung Company telah berubah nama menjadi PT. Fajar Agung sesuai dengan Akta No.255 tanggal 23 Januari 2003 yang diperbuat oleh Ruslan, SH., sebagai pengganti dari Notaris Idham, SH., yang berkedudukan di Medan. Sesuai Akta Berita Acara Rapat PT. FAGUCO Nomor 7 tanggal 18 September 2001, modal PT. FAGUCO sebesar Rp. 600.000.000,- (enam ratus juta rupiah) yang terbagi atas 1.500 (seribu lima ratus) saham dengan nilai nominal Rp. 400.000,- (empat ratus ribu) per lembar saham yang dipegang oleh beberapa pemegang saham dengan komposisi sebagai berikut: a. Ahli waris Alm. H. Adnan Matkudin sebanyak 700 (tujuh ratus) saham;
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
97
b. Ahli waris Alm. Hj. Badi’ah sebanyak 100 (seratus) saham; c. O.K. Eddyarsyah, SE., sebanyak 300 (tiga ratus) saham; d. Ny. Hj. Elliswita sebanyak 100 (seratus) saham; e. Ny. Hj. Amnah sebanyak 100 (seratus) saham; f. H. Muhammad Natsir Adnan, SH., sebanyak 200 (dua ratus) saham; Kasus ini berawal dari Penggguat sangat berkeberatan dengan tindakan Tergugat yang telah mengajukan permohonan izin ke Pengadilan Negeri Medan untuk melaksanakan RUPSLB, dan kemudian oleh Pengadilan Negeri Medan telah mengabulkan
permohonan
Tergugat
dengan
menerbitkan
Penetapan
No.38/Pdt.P.2004/PN.Mdn tertanggal 07 April 2004. Dan pada tanggal 24 Mei 2004 bertempat di Medan Club Jalan Kartini No.36 Medan, Tergugat telah melaksanakan RUPSLB
yang
didasari
dengan
Penetapan
Pengadilan
Negeri
Medan
No.38/Pdt.P/2004/PN-Mdn tanggal 07 April 2004. Menurut Penggugat bahwa pelaksanaan RUPSLB tanggal 24 Mei 2004 tersebut telah bertentangan dengan ketentuan Akta Berita Acara No.7 tertanggal 18 September 2001 jo UU No.1 Tahun 1995, dan di samping itu penyelenggaraan RUPSLB dimaksud untuk memenuhi kuorum. Oleh karena pelaksanaan RUPSLB tanggal 24 Mei 2004 bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku, maka selayaknya Majelis Hakim untuk menyatakan tidak sah menurut hukum RUPSLB yang dilaksanakan pada tanggal 24 Mei 2004 tersebut demikian juga RUPSLB lanjutan yang akan dilaksanakan oleh Tergugat.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
98
Dalam kasus PT. FAGUCO ini diketahui bahwa direktur utama PT. Faguco antara tahun 1998 sampai dengan pertengahan tahun 2004 tidak berjalan sebagaimana suatu perseroan terbatas yang sehat dan memenuhi segala kewajiban dan tata cara yang diatur dalam anggaran dasar maupun berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini antara lain tidak dilaksanakannya RUPS tahunan sebagaimana yang diamanatkan dalam anggaran dasar maupun tentang Undang-undang perseroan terbatas. Oleh sebab itu selama kurun waktu tersebut tidak pernah ada laporan pertanggungjawaban direksi maupun komisaris atas jalannya perusahaan, sehingga tidak pernah dilakukan pembagian keuntungan kepada para pemegang saham. Di samping itu juga direksi PT. FAGUCO telah menjalankan kekuasaanya secara sewenang-wenang, seolah-olah perseroan dilakukan oleh pribadinya 100%. Salah satu bentuk kesewenangan tersebut adalah dengan memberhentikan secara sepihak salah seorang direktur tanpa memenuhi prosedur yang berlaku bagi suatu keputusan pemberhentian seorang direktur dalam perseroan terbatas. Para pemegang saham PT. FAGUCO telah bekali-kali meminta agar diselenggarakannya RUPS kepada direktur utama yang bersangkuta. Namun direktur utama tersebut tidak melakukan pemanggilan untuk RUPS. Sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undang yang berlaku maka beberapa pemegang saham mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri di Medan untuk menyelenggarakan sendiri RUPS yang dimaksud dan permohonan tersebut
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
99
dikabulkan oleh Pengadilan Negeri Medan dengan Penetapan Pengadilan Negeri Medan Nomor 38/Pdt.G/2004/PN.Mdn tanggal 7 April 2004. Berdasarkan
Penetapan
Pengadilan
Negeri
Medan
tersebut
maka
diselenggarakan RUPS Luar Biasa PT. FAGUCO dan selanjutkan dengan RUPS lainnya. Dalam acara RUPS Luar Biasa tersebut para pemegang saham sepakat dengan mufakat untuk meminta laporan pertanggungjawaban atas penyelenggaran perusahaan dan keuangan perusahan kepada direktur utama. Namun direktur utama tersebut tidak mau menghadiri RUPS Luar Biasa tersebut dan tidak melaporkan pertanggungjawabannya sebagai pengemban fiduciary duty. Bahwa kemudian dalam RUPS Luar Biasa tersebut memutuskan dengan kesepakatan dan mufakat dari pemegang saham untuk memberhentikan direktur Utama yang dimaksud dan membentuk manajemen baru PT. FAGUCO alasan pembenar untuk memberhentikan direktur utama tersebut adalah agar tidak ada RUPS yang lain atau dualisme RUPS. Dualisme RUPS dimaksud adalah apabila tidak adanya pemberhentian direktur maka direktur tersebut akan melaksanakan RUPS lainnya karena kapasitasnya sebagai direktur dapat melaksanakan RUPS. Sehingga pada akhirnya nanti akan terdapat dua RUPS yang berbeda. Dalam hal ini juga RUPS mengamanatkan untuk membuat laporan kepada pihak yang berwajib atas ketidakterlaksanakannya semua kewajiban direksi maupun komisaris untuk membuat dan menyampaikan laporan atas perjalanan perusahaan selam kurun waktu tersebut.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
100
Bahwa hasil RUPS Luar biasa tersebut telah dilaporkan dan disahkan dengan Surat Penerimaan Laporan Akta Perubahan Anggaran dasar PT. FAGUCO yang diterbitkan oleh Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI Nomor C-18966 HT.01.04.TH.2004 tertanggal 29 Juli 2004. Dalam kasus tersebut dapat dilihat bahwa Pengadilan berpendapat untuk mengizinkan pemanggilan sendiri pelaksanaan RUPS berdasarkan Penetapan yang dikeluarkan oleh Pengadilan tersebut. Kemudian implikasi dari kasus di atas maka timbul permasalahan hukum yang kongruen pada diri direktur utama tersebut yaitu dengan membuat laporan pengaduan ke pihak berwajib dan memohon kepada pihak kepolisian yang berkompetensi berkenan untuk melakukan penyidikan. Hal ini berarti pertanggungjawaban yang diminta adalah pertanggungjawaban secara hukum pidana.pertanggungjawaban pidana ini dialaskan pada dasar hukum dengan tidak mengenyampingkan asas praduga tak bersalah maka patut diduga selama menjabat menjadi direktur utama terdapat dugaan tindak pidana penggelapan dalam jabatan dan/atau penggelapan terhadap atas harta milik PT. FAGUCO. Pengadilan yang berkompetensi dalam menangani kasus tersebut berpendapat dengan menghukum direktur utama. Hal ini juga dikuatkan dengan Keputusan tingkat banding Pengadilan Tinggi. Hal yang perlu diperhatikan dalam kasus ini adalah pemberhentian direktur utama tersebut secara administratif dengan melalui mekanisme RUPS Luar biasa. Bahwa kemudian dalam kesepakatan yang dituangkan dalam RUPS luar biasa tersebut menyepakati dan mufakat untuk menempuh
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
101
mekanisme hukum pidana sebagai implikasi dari permintaan pertanggungjawaban yang tidak dapat dipertanggungjawabjan oleh direktur utama sebagai pengurus perseroan merupakan kesepakatan dan keputusan dari RUPS Luar biasa tersebut. Doktrin piercing corporate veil berdampak pada pertanggungjawaban sampai ke pribadi dari seorang direktur utama perseroan terbatas. Jika dilihat dari UUPT maka aspek pertanggungjawaban pidana seorang direktur tidak diatur. Namun indikasi yang diamanatkan dalam Pasal 85 Ayat (1) dimana direktur dituntut serta wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan. Dalam Pasal 85 ayat (2) dinyatakan bahwa direktur tersebut bertanggungjawab penuh secara pribadi apabila bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan Pasal 85 Ayat (1). Yang menjadi pertanyaan apakah yang dimaksud oleh Pasal 85 Ayat (1) dengan ”itikad baik dan penuh tanggungjawab” tersebut? UUPT tidak memberikan tolak ukur mengenai hal ini, oleh karena itu maka perlu diciptakan tolak ukur yang dapat dijadikan pegangan buat masyarakat dan hakim. Tolak ukur ini disebut ”standar kehati-hatian (standard of care). Sebagai contoh dari standar kehati-hatian tersebut adalah ”bahwa pengurus perseroan dalam hal ini direksi dengan sengaja atau karena kelalainnya telah tidak melakukan atau telah tidak cukup melakukan upaya atau tindakan yang perlu diambil untuk mencegah timbulnya kerugian bagi perseroan dan/ atau bahwa direksi dengan sengaja atau kelalaiannya telah tidak melakukan atau telah
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
102
tidak cukup melakukan upaya atau tindakan yang perlu diambil untuk meningkatkan keuntungan perseroan” 89 Dengan tolak ukur tersebut unsur perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh direktur utama pada kasus di atas adalah karena lalainya atau kesengajaannya yang berindikasi pada unsur perbuatan melawan hukum pidana yaitu penggelapan dalam jabatan dan penggelapan harta milik PT. FAGUCO.
C. Keputusan RUPS Pasal 87 UUPT No.40 Tahun 2007 menyatakan, Keputusan RUPS diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat. Dalam hal keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, maka keputusan adalah sah jika disetujui lebih dari ½ (satu per dua) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali undang-undang dan/atau anggaran dasar menentukan bahwa keputusan adalah sah jika disetujui oleh jumlah suara setuju yang lebih besar. Yang dimaksud dengan musyawarah untuk mufakat adalah hasil kesepakatan yang disetujui oleh pemegang saham yang hadir atau diwakili dalam RUPS. Sedangkan yang dimaksud dengan disetujui lebih dari ½ (satu perdua) bagian adalah bahwa usul dalam mata acara rapat harus disetujui lebih dari ½ (satu perdua) jumlah suara yang dikeluarkan. Jika terdapat 3 (tiga) usul atau calon dan tidak ada yang memperoleh suara lebih dari ½ (satu perdua) bagian, pemungutan suara atas 2 (dua) usul atau calon yang mendapatkan suara terbanyak 89
Sutan Remy Sjahdeini, Tanggung jawab direksi, komisaris, dan pemegang saham terhadap perseroan yang pailit, Makalah disajikan pad Lokakarya Hukum Kepailitan yang diselenggarakan oleh Ikatan Notaris Indonesia, sabtu, 224 Oktober 1998, di Hotel Sahid jaya, Jakarta. hal. 9-10
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
103
harus diulang sehingga salah satu usul atau calon mendapatkan suara lebih dari ½ (satu perdua) bagian. Mengenai jumlah suara yang dikeluarkan ini juga berbeda-beda berdasarkan materi keputusan rapat tersebut, misalnya RUPS untuk mengubah anggaran dasar dapat dilangsungkan jika dalam rapat paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar (Pasal 88 ayat (1)). Sedangkan RUPS untuk menyetujui penggabungan,
peleburan,
pengambilalihan,
atau
pemisahan,
pengajuan
permohonan agar Perseroan dinyatakan pailit, perpanjangan jangka waktu berdirinya, dan pembubaran Perseroan dapat dilangsungkan jika dalam rapat paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar (Pasal 89 ayat (1)). Pasal 77 ayat (4) menyatakan setiap penyelenggaraan RUPS harus dibuatkan risalah rapat yang disetujui dan ditandatangani oleh semua peserta RUPS. Kemudian dipertegas lagi dalam Pasal 90 setiap penyelenggaraan RUPS, risalah RUPS wajib dibuat dan ditandantangani oleh ketua rapat dan paling sedikit
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
104
1 (satu) orang pemegang saham yang ditunjuk dari dan oleh peserta RUPS. Penandatanganan oleh ketua rapat dan paling sedikit 1 (satu) orang pemegang saham yang ditunjuk dari dan oleh peserta RUPS dimaksudkan untuk menjamin kepastian dan kebenaran isi risalah RUPS tersebut (ayat 1). Namun, tanda tangan ini tidak disyaratkan apabila risalah RUPS tersebut dibuat dengan akta notaris (ayat 2). Dalam prakteknya risalah rapat tersebut dibuat dengan akta notaris, mengingat Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik sejauh pembuatan akta otentik tertentu tidak dikhususkan bagi pejabat umum lainnya. Pembuatan akta otentik ada yang diharuskan oleh peraturan perundangundangan dalam rangka menciptakan kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum. Selain akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris, bukan saja karena diharuskan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga karena dikehendaki oleh pihak yang berkepentingan untuk memastikan hak dan kewajiban para pihak demi kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum bagi pihak yang menyelenggarakan RUPS untuk kepentingan perseroan sekaligus bagi pihak ketiga secara keseluruhan. Pada dasarnya suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh pihak-pihak terkandung maksud tertentu yaitu mengharapkan terjadinya suatu akibat hukum yang dikehendaki. Dahulu orang dalam melakukan perbuatan hukum cukup dengan adanya kata sepakat dari kedua belah pihak secara lisan, dengan dilandasi atas saling percaya mempercayai berbeda halnya dengan zaman sekarang, di mana orang (pihak-pihak) biasanya
lebih
cenderung
melakukan
perbuatan
hukum
tersebut
dengan
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
105
merealisasikannya dalam bentuk perjanjian secara tertulis atau lebih dikenal dengan sebutan akta otentik, 90 demikian halnya dengan risalah keputusan RUPS tersebut. Selain dari penyelenggaraan RUPS di atas, dapat juga dilakukan melalui media telekonferensi, video konferensi, atau sarana media elektronik lainnya yang memungkinkan semua peserta RUPS saling melihat dan mendengar secara langsung serta berpartisipasi dalam rapat (Pasal 77 ayat 1). Penyelenggaraan RUPS tersebut juga dibuatkan risalah rapat yang disetujui dan ditandatangani oleh semua peserta RUPS (ayat 4). Yang dimaksud dengan “disetujui dan ditandangani” adalah disetujui dan ditandatangani secara fisik atau secara elektronik (penjelasan Pasal 4) Selanjutnya dalam Pasal 91 UUPT No.40 Tahun 2007 dinyatakan bahwa pemegang saham dapat juga mengambil keputusan yang mengikat di luar RUPS dengan syarat semua pemegang saham dengan hak suara menyetujui secara tertulis dengan menandantangani usul yang bersangkutan. Pengambilan keputusan di luar RUPS dalam praktek dikenal dengan usul keputusan yang diedarkan (circular resolution). Pengambilan keputusan seperti ini dilakukan tanpa diadakan RUPS secara fisik, tetapi keputusan diambil dengan cara mengirimkan secara tertulis usul yang akan diputuskan kepada semua pemegang saham dan usul tersebut disetujui secara tertulis oleh seluruh pemegang saham. Keputusan ini merupakan keputusan yang mengikat yaitu keputusan yang mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan keputusan RUPS (Pasal 91).
90
Hartono Hadisoeprapto, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan, Penerbit Liberty, Yogyakarta, 1984, hal. 42.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
106
Dengan demikian dapat dipahami UUPT menentukan bahwa keputusan RUPS diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat, namun jika tidak tercapai, maka keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak biasa dan jumlah suara yang dikeluarkan, dan hasil keputusan harus dibuatkan risalah rapat yang disetujui oleh semua peserta RUPS.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan dari bab-bab sebelumnya, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Anggaran dasar suatu perseroan adalah menetapkan hal-hal yang dianggap perlu dan yang belum diatur dalam peraturan yang ada. Oleh karena itu, dalam menyusun akta pendirian atau anggaran dasar harus dipersiapkan dengan sebaikbaiknya sehingga masalah mendasar dapat dituangkan secara jelas dan lengkap Anggaran Dasar merupakan hukum positif yang mengikat semua pemegang saham, dewan direksi dan dewan komisaris dalam pelaksanaan RUPS, dan kekuatan mengikat itu tidak dapat dikesampingkan oleh siapa pun juga, sekali pun diambil keputusan oleh RUPS dengan suara bulat. 2. RUPS adalah organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam UUPT, dan RUPS mengangkat Direksi dan Komisaris. Kemudian keputusan-keputusan yang menyangkut struktur organisasi Perseroan, yaitu perubahan anggaran dasar, penggabungan, peleburan, pemisahan, pembubaran dan likuidasi Perseroan, hak kewajiban para pemegang saham, pengeluaran saham baru dan pembagian/ penggunaan
keuntungan
yang
dibuat
Perseroan
sepenuhnya
menjadi
wewenang RUPS.
107
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
108
B. Saran Adapun hal-hal yang dapat disarankan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Para pihak yang terikat dalam perjanjian pada perseroan wajib mengetahui status pendirian dari suatu perseroan terbatas yang termuat dalam Anggaran Dasar, sehingga dalam pelaksanaan RUPS jelas terlihat kewenangan-kewenangan dari Direksi dalam pengelolaan perusahaan dan kewajiban untuk melakukan RUPS. 2. UUPT menyatakan setiap penyelenggaraan RUPS, risalah RUPS wajib dibuat dan ditandatangani oleh ketua rapat dan paling sedikit 1 (satu) orang pemegang saham yang ditunjuk dari dan oleh peserta RUPS. Tanda tangan dimaksud tidak disyaratkan apabila risalah RUPS tersebut dibuat dengan akta notaris. Dari pernyataan ini masih memberikan opsi bahwa pembuatan risalah rapat tidak harus dibuat di hadapan Notaris. Maka disarankan perlu adanya ketegasan dalam UUPT bahwa risalah rapat RUPS tersebut wajib dilaksanakan di hadapan Notaris, karena notaris adalah pejabat umum pembuat akta otentik.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
109
DAFTAR PUSTAKA Ais, Chatamarrasjid, Menyingkap Tabir Perseroan (Piercing The Corporate Veil), Kapita Selekta Hukum Perusahaan, (Bandung :Penerbit PT. Citra Aditya, Bakti, 2000). ------------------------, Pengaruh Doktrin piercing The Corporate Veil dalam Hakum Perseroan Indonesia " Jurnal Hukum Bisnis, Volume 22 No. 6 Tahun 2003. -----------------------, Penerobosan Kadar Perusahaan dan Soal – soal Aktual Huku Perusahaan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004. Amanat, Anisitus, Pembahasan Undang – Undang Perseroan Terbatas 1995 dan Penerapannya dalam Akta Notaris, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1996. Budiarto, Agus, Kedudukan Hukum & Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2002. Djaidir, Undang-Undang Perseroan Terbatas, Disajikan dalam Seminar Sehari Mengenai Undang-Undang Tentang Hak Tanggungan dan Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas Kantor Wilayah BRI Sumatera Utara, Medan, 21 Juni 1997. Fuady, Munir, Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law & Eksisten.sinya Dalam Hukum Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2002). ----------------, Hukum Bisnis, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1994). ---------------, Hukum Perusahaan dalam Paradigma Hukum Bisnis, (Bandung:PT. Citra Aditya Bakti, 1999). --------------, Perseroan Terbatas - paradigma Baru, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2003). FCGI (Forum for Corporate Governance in Indonesia), Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan), Seri Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance) Jilid I, 2001. -------, (Forum for Corporate Governance in Indonesia), Peranan Dewan Komisaris dan Komite Audit dalam Pelaksanaan Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan), Seri Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance), Jilid II, tanpa tempat, tanpa tahun.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
110
Fuady, Munir, Pasar Modal Modern (Tinjauan Hukum), PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996. ----------------, Doktrin – doktrin Modern Dalam Corporate Law dan Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. 2002. ----------------, Perseroan Terbatas Paradigma Baru, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003. ---------------, Perlindungan Pemegang Saham Minoritas, CV. Utomo, Bandung, 2005. Ismail, Chairuddin, Direksi dan Komisaris dalam Perbuatan Melawan Hukum Oleh Perseroan terbatas, (Jakarta: Merlyn Lestari, 2005) Keenan, Denis & Josephine Biscare, Smith & Keenan’s Company Law For Students, Financial Times, Pitman Publishing, 1999 Kesowo, Bambang, Kedudukan Direksi : Suatu Tinjauan Berdasarkcm Konsep Fiduciary Duties, Makalah dalam Panel Diskusi Hubungan Antara Pemegaag Saham, Direksi dan Komisaris : Hak, Wewenang dan Tanggung Jawabnya, Jakarta, 12 Juni 1995 Lipton, Philip dan Abraham Herzberg, Understanding Company Law, Brisbane, The Book Law Company Ltd, 1992. Lipton, Phillip, Understanding Company Law (Sydney: The Law Book Company Limited, 1993) Nasution, Bismar, Diktat Hukum Pasar Modal : Good Corporate Governance, Perlindungan Lingkungan Hidup dan Insider Trading, Universitas Sumatera Utara, 2002 --------------------, Diktat Hukum Perusahaan, Program Magister Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. -----------------, KeterbukaanDalam Pasar Modal, (Jakarta:Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Program Pasca Sarjana, 2001) -------------------, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum, disampaikan pada dialog Interaktif Tentang penelitian Hukum dan Hasil Penulisan Hukum pada Majalah Akreditasi, Fakultas Hukum USU, Tanggal 18 Februari 2003.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
111
------------------, Kejahatan Korporasi dan Pertanggung Jawabannya, Makalah pada Ceramah di Jajaran Kepolisian Daerah Sumatera Utara, Tanjung Morawa, tanggal 27 April 2006 Nasution, Bismar dan Zulkarnain Sitompul, Hukum Perusahaan, (Bandung: BooksTerrace & Library, 2005). Prasetya, Rudhi, Kedudukan Mandiri dan Pertcmggurtgjawaban Terbatas dari Perseroan Terbatas, (Surabaya: Airlangga University Pres, 1983). Purwosutjipto, H.M.N., Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Jilid 2, Djambatan, Jakarta, 1991. Rasjidi, Lili, Hukum Sebagai Suatu Sistem, (Bandung: Mandar Maju, 2003). Rido, Ali, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf, PT. Alumni, Bandung, 1983. Rusli, Hardijan, Pereroan Terbatas dan Aspek Hukumnya, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1997. Ryan, Christopher L., Company Directors, Liabilities, Rights and Duties, CCH Editions Limited, Third Edition, 1990. Seligman, Joel, Corporations Cases and Materials, Little Brown and Company Boston New York Toronto London, 1995. Sjahdeini, Sutan Remmy, Tanggung Jawab Pemegang Saham Perseroan Pailit, (Jakarta : Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, 2001). ------------------, Tanggung jawab direksi, komisaris, dan pemegang saham terhadap perseroan yang pailit, Makalah disajikan pad Lokakarya Hukum Kepailitan yang diselenggarakan oleh Ikatan Notaris Indonesia, sabtu, 224 Oktober 1998, di Hotel Sahid jaya, Jakarta ----------------, Tanggung Jawab Pemegang Saham Perseroan Pailit, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 14, Ju1i 2001. ------------------, Hukum Kepailitan, (Jakarta : PT. Pustaka Utama Grafiti, 2002). Subekti, Pokok – pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta, 1987. Supramono, Gatot, Hukum Perseroan Terbatas Yang Baru, (Jakarta : Djambatan, 1996).
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
112
Tjager, I Nyoman, et, al., Corporate Governance Tantangan dan Kesempatan bagi Komunitas Bisnis Indonesia, PT. Prenhallindo, Jakarta 2003. Tumbuan, Fred BG, Tanggung Jawab Direksi dan Komisaris serta RUPS Perseroan Terbatas menrurut Undang-undang No. l Tahun 1995, Makalah Kuliah S2 Fakultas Hukum Universitas Indonesia Tahun Ajaran 2001-2002. Usman, Marzuki, Djoko Koesnadi, Arys Ilyas, Hasan Zein M., I Gede Putu Ary Suta, I Nyoman Tjager, Srihandoko, ABC Pasal Modal Indonesia, Jakarta : Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia/Institut Bankir Indonesia & Ikatan Sarjana Ekonomi DKI Jaya, 1990. Usman, Rachmadi, Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, (Bandung : Alumni, 2004). Widjaya, I. G, Rai, Hukum Perusahaan, (Jakarta: Megapoin Kesaint Blanc, 2002). ---------------------, Hukum Perusahaan – Undang – undang dan Peraturan Pelaksanaan di Bidang Usaha, Kesaint Blanc, Jakarta, 2003. Winardi, Asas-asas Manajemen, (Bandung: Alumni, 1983). Yani, Ahmad & Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2003.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008