Analisis, Kajian serta Strategi Pemenuhan Air Bersih untuk Kawasan Industri dan Pemukiman di Berbagai Daerah di Indonesia Setijo Bismo Departemen Teknik Gas dan Petrokimia, FTUI Kampus UI, Depok 16424 Email:
[email protected]
Abstrak Masalah ketersediaan air bersih bagi penduduk dunia dewasa ini telah meresahkan banyak fihak, termasuk juga yang tergabung dalam WHO, UNDP, IMF, OECD, UNIDO dan PBB sebagai induknya. Di sisi lain, keadaan dan kualitas hidup manusia yang terus menurun semenjak akhir milenium kedua yang lalu, dapat mengakibatkan dua per tiga penduduk dunia akan mengalami kesulitan air pada tahun 2015 yang akan datang, berdasarkan prediksi PBB pada tahun 2000 yang lalu. UNIDO juga melaporkan, bahwa biaya pengolahan dan pengelolaan air untuk penduduk di kawasan Eropa telah melonjak hampir dua kalinya pada periode 1990 sampai 1995 yang lalu. Berdasarkan fakta-fakta dan hasil penelitian di atas, maka dilakukan uji coba proyek Riset Kebutuhan Dasar Masyarakat (RKDM) ini, yang didanai oleh Kementerian Riset dan Teknologi (KRT) ini, melalui Asisten Deputi Urusan Program Riptek Unggulan dan Stategis – Kementrian Riset dan Teknologi, yaitu suatu proyek penelitiaan yang berhubungan erat dengan strategi pemenuhuhan air bersih untuk berbagai segmen pemakai, terutama di dunia industri dan di kawasan pemukiman dengan fokus proyeksi menghadapi masalah-masalah berat yang kemungkinan dapat dirasakan oleh bangsa Indonesia sampai tahun 2015 mendatang. Daerah-daerah yang dipilih tersebut terutama adalah Kotamadya Palembang (Propinsi Sumatera Selatan), selain juga dilakukan penelitian-penelitian tambahan dan pendukung yang lebih spesifik di Kabupaten Indramayu, dan Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) yang baru saja mengalami musibah gempa bumi dan badai tsunami pada 26 Desember 2004 yang lalu. Masalah-masalah yang diangkat, diambil sebagai telaahan spesifik disamping juga hal-hal lain yang berkaitan dari daerah tersebut, seperti: (a). Infrastruktur jaringan pipa, (b). Tingkat kerusakan meter air, (c). Tingkat penyambungan ilegal yang tinggi. (d) Sumberdaya manusia yang belum optimal, (e). Permasalahan kesenjangan penerapan berbagai teknologi pengolahan air yang ada, dan (f). Masalah arus kas (cash-flow). Hasil-hasil penelitian yang diperoleh dari RKDM ini dipadukan dengan hasil-hasil penelitian Riset Unggulan Terpadu (RUT) V dan VI, yaitu tentang teknologi-teknologi pengolahan air dengan teknologi membran, teknologi zeolit, dan teknologi ozon, yang sejalan dan memiliki masa depan menjanjikan untuk Perlindungan Lingkungan. Kajian-kajian yang dilakukan merupakan telaahan yang lebih bersifat aplikasi teknologi yang dapat dijadikan bahan atau masukan bagi penyusunan kebijakan Pemerintah Pusat dan atau Daerah dalam mengatasi masalah kelangkaan air bersih bagi bangsa yang besar ini di masa mendatang. Dengan melakukan kajian dan telaahan yang lebih mendalam tentang hasil-hasil penelitian tersebut, diharapkan juga akan dicapai sasaran penanganan yang spesifik, tepat serta berbasis pada sumberdaya yang tersedia di daerah tertentu.
1. Pendahuluan Pembahasan tentang sistem pemenuhan air bersih bagi industri dan masyarakat yang dapat dikaitkan dengan sistem pemerintahan daerah, merupakan sistem yang sangat kompleks untuk dijadikan landasan dalam pengambilan kebijakan, apalagi untuk diimplementasikan secara cepat, tepat dan terpadu di lapangan. Namun, sebagai penyederhanaan, untuk menggambarkan keterkaitan antar berbagai elemen dalam sistem penyediaan air bersih tersebut, pada gambar 1 berikut ini diberikan skematisi dengan sistematika yang relatif sederhana. Pada skematisasi tersebut dapat dilihat dengan jelas, bahwa sistem proses produksi penyediaan air dibuat sebagai suatu sistem yang sederhana (masukan-proses-keluaran), yaitu: mengolah air baku dari sumber air menjadi air bersih sesuai dengan standar air minum (minimal) dan kemudian mendistribusikannya ke masyarakat. Berbeda dengan sistem produksi lainnya, sistem penyediaan air terbilang unik karena sebagian konsumen secara langsung masih mengkonsumsi bahan baku proses tersebut. Faktor-faktor dominan yang mendorong sebagian masyarakat masih memanfaatkan air baku (seperti air tanah) untuk keperluan sehari-hari tersebut, adalah:
Kualitas dan kuantitas air (hasil olahan) yang masih belum memadai. Jaringan distribusi (air hasil olahan) belum menjangkau masyarakat. Biaya instalasi dan operasional yang dirasakan masih terlalu tinggi. Kurang kesadaran tentang pentingnya air bersih untuk kesehatan.
Air
Kelangsungan Sumber Air
Sumber
IPolEkSosBud
Pengolahan Air Jaringan Distribusi
Sumber Air Baru
MASYARAKAT PEMAKAI AIR
Pendidikan
Ekonomi
Moral/Etika
Masyarakat
Budaya
Efisiensi Sistem Operasi
Kondisi
SDM
Layanan Teknis dan Administrasi
Kualitas dan Kapasitas Sumber Air
Kebijakan
Kinerja Perusahaan Air Minum (PAM, PDAM atau sejenisnya)
Pemerintah Pusat / Pemerintah Daerah
Kualitas dan Kuantitas Produksi Air Bersih
Gangguan Terhadap Sumber Air
1. 2. 3. 4.
Gambar 1. Sistem penyediaan air bersih dan keterkaitan berbagai elemen. Sistem di atas juga menggambarkan secara eksplisit peran masyarakat yang ambivalen, yaitu: di satu sisi, mendorong terwujudnya pemenuhan air bersih, namun di sisi lain, dapat juga memberikan dampak negatif pada proses. Seperti juga telah di jelaskan pada uraian-uraian sebelumnya, pada skema di atas juga ditunjukkan kembali adanya dampak-dampak negatif tidak langsung dari masyarakat terhadap sumber daya air atau secara global gangguan terhadap siklus hidrogeologi seperti: konversi atau penggundulan hutan secara membabi-buta dan penggunaan senyawa freon (CFC) secara massal yang mengganggu lapisan ozon di statosfer. Belum lagi diperparah dengan aktivitas manusia yang secara langsung mengganggu kualitas air dengan membuang limbah cair dan padat ke dalam perairan sungai. Secara parsial, dalam setiap kelompok memang dapat digunakan pendekatan kausalistis (sebab–akibat) untuk mereduksi ganguan terhadap sistem penyediaan air bersih, akan tetapi pengaruh faktor-faktor makro dapat juga sangat berperan pada penyelesaian berbagai masalah secara mendasar, misalnya: pengambilan kebijakan yang tidak berhubungan dengan keberlanjutan dan ketahanan (sustainability) sistem, konsistensi pada penerapan kebijakan pelestarian lingkungan, dan lain-lain. Dari uraian-uraian di atas, dapatlah dikatakan bahwa partisipasi masyarakat tidaklah dapat diharapkan ‘seragam’ akan tetapi ‘beragam’, sesuai dengan perannya pada sistem penyediaan air serta adanya keterpaduan antar kelompok. Secara parsial, dalam setiap kelompok memang dapat digunakan pendekatan kausalistis (sebab–akibat) untuk mereduksi ganguan terhadap penyediaan air bersih, akan tetapi pengaruh faktor-faktor makro (ternyata) akan sangat berperan besar pada penyelesaian berbagai masalah secara mendasar, misalnya: pengambilan kebijakan yang tidak berhubungan dengan keberlanjutan dan ketahanan (sustainability) sistem, konsistensi pada penerapan kebijakan pelestarian lingkungan, dan lain-lain. Jika dikaji dalam cakupan dunia industri, banyaknya air yang diperlukan untuk industri proses dan manufaktur sangat bervariasi, umumnya bergantung pada proses industri yang diterapkan dan ukuran daur ulangnya. Sebagai contoh, untu proses produksi satu ton baja dapat saja menghabiskan sampai 190.000 liter air atau hanya 4.750 liter, dan satu ton kertas dapat menghabiskan sampai 340.000 liter atau hanya 57.000 liter. Pengaturan yang tepat untuk penyedotan air dan pengenaan biaya yang benar untuk air tersebut akan dapat mendorong orang untuk menggunakannya secara lebih efisien tanpa harus mempengaruhi biaya produksi secara mencolok. Otonomi Daerah di Kabupaten/Kota dan Pembangunan Berkelanjutan. Dengan diberlakukannya Undang-Undang nomor 32 dan 33 tahun 2004, berhubungan dengan otonomi daerah, maka setiap Pemerintah Daerah (Kabupaten dan Kota) dituntut untuk siap memerima delegasi kewenangan dari
Pemerintah Pusat ataupun Pemerintah Propinsi (yang berada dalam hierarkhi di atasnya), tidak hanya dalam hal-hal yang terkait dengan penyelenggaraan pemerintahannya, akan tetapi juga yang berhubungan dengan pemecahan masalah-masalah serta pendanaan kegiatan pembagunannya. Hal ini membawa akibat tentang diperlukannya pelaksanaan manajemen pembangunan daerah yang lebih profesional, mengakar (bottom-up), dan mandiri. Yang berarti pula bahwa, pemerintah daerah dituntut untuk dapat melaksanakan fungsi-fungsi manajemen yang lebih komprehensif dan terpadu sehingga dapat mewujudkan keterkaitan proses antara perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kegiatan pembangunan yang berkelanjutan (sustainability development) dan berwawasan lingkungan di daerah, yaitu: (a). Menggali dan memanfaatkan sumberdaya (manusia, alam, uang, sentra industri, dan ekonomi) untuk optimalisasi pembangunan (sektor dan wilayah), dan (b). Mengembangkan dan mengoptimalkan lembaga (institusi) untuk kegiatan pembangunan. Sumberdaya Air dan Infrastruktur Masyarakat Modern. Sumberdaya air merupakan elemen yang paling melimpah di atas Bumi, yang meliputi 70% permukaannya dan berjumlah kira-kira 1,4 ribu juta kilometer kubik. Apabila dituang secara merata di seluruh permukaan bumi, maka akan terbentuk lapisan dengan kedalaman rata-rata 3 kilometer. Namun hanya sebagian kecil saja dari jumlah ini yang benarbenar dapat dimanfaatkan, yaitu hanya sekitar 0,003% saja. Sebagian besar air, sekitar 97%, ada dalam samudera atau laut, dan kadar garamnya terlalu tinggi untuk kebanyakan keperluan (brackish atau salty). Dari 3% sisanya yang ada, hampir semuanya, sektar 87 persennya, tersimpan dalam lapisan kutub atau sangat dalam di bawah tanah. Namun, sumberdaya air serta ketersediaannya, semakin lama dirasakan semakin mengecil dan kritis, terutama sekali akibat aktivitas kehidupan manusia itu sendiri, seperti: penebangan hutan, konversi yang tidak berwawasan kebijakan lingkungan dari lahan-lahan pertanian dan perkebunan yang produktif (menjadi area industri, gedung, perumahan, dan lain-lain), industrialisasi yang lahap air namun boros pencemaran, dan penataan area perkotaan yang kurang memperhatikan lingkungan serta seringkali saling tumpang-tindih dengan infrastruktur sektor-sektor lainnya. Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) PBB memperkirakan bahwa, karena terjadinya penggaraman atau jeleknya drainase, seluas 45 juta hektar lahan pertanian beririgasi di negara-negara berkembang memerlukan reklamasi hampir separo dari 92 juta hektar tanah beririgasi di kawasan dunia berkembang. Sumberdaya Air dan Pemanfaatannya. Sumberdya air merupakan bagian dari sumberdaya alam yang mempunyai sifat yang sangat berbeda dengan sumberdaya alam lainnya. Air termasuk dalam golongan sumberdaya yang terbaharukan, namun bersifat dinamis dalam mengikuti siklus hidrologi yang secara alamiah berpindah-pindah serta mengalami perubahan bentuk dan sifat-sifat (terutama sifat fisikanya). Bergantung pada waktu dan lokasi keberadaannya, air dapat berwujud zat padat (es dan atau salju) atau dapat pula berwujud cairan yang dapat mengalir sebagai air permukaan (sungai), berada didalam tanah sebagai air tanah, berada di udara sebagai air hujan, berada di laut sebagai air laut, dan lain sebagainya. Sejarah kehidupan manusia, terutama semenjak jaman revolusi industri atau renaisance di Inggris, Eropa daratan, dan Amerika Utara, telah banyak mencatat aktivitas umat manusia yang langsung ataupun tidak langsung berpengaruh terhadap siklus hidrologi air. Telah hampir lebih dari seabad ini, umat manusia banyak terganggu lingkungan dan kualitas hidupnya karena aktivitas kehidupan manusia sendiri. Para ahli dan peneliti masalah air di berbagai belahan dunia, semuanya telah sepakat dan berkesimpulan bahwa aktivitas kehidupan manusia, terutama industrialisasinya, telah banyak mengganggu siklus keberadaan air. Lebih jauh lagi, mereka berpendapat bahwa sudah lebih dari seabad ini umat manusia telah terjerumus pada suatu pola kehidupan sosial yang semakin tidak harmonis dengan sistem alam yang sehat. Secara statistik, proses penggunaan dan pemanfaatan potensi sumberdaya air yang termanfaatkan di berbagai daerah, dapat diperkirakan berdasarkan rentang segmentasi pemanfaatan potensi sumberdaya air yang dapat dilihat dalam diagram pada gambar 2. di bawah ini. Pola Umum Pemanfaatan Sumberdaya Air
10 - 19 % 12 - 14 %
55 - 72 %
Industri Domestik Pertanian
Gambar 2. Perkiraan pola umum pemanfaatan sumberdaya air di daerah.
Secara makro, terutama dalam pemenuhan pola kehidupan sosial yang lebih harmonis, terutama ada dua prinsip dasar yang diperlukan untuk melestarikan sumberdaya air termasuk juga mendukung pembangunan berkelanjutan di masa depan yang lebih sehat, khususnya dalam pemanfaatan sumberdaya air (termasuk juga potensi daya air), yaitu: 1. Konservasi atau hemat menggunakan air. Konservasi yang efektif biasanya meliputi suatu paket langkah pengendalian kebocoran, penggunaan peralatan untuk penghematan air, tarif yang berdaya mencegah pemborosan, dan kampanye untuk mendorong konsumen lebih sadar terhadap akibat penggunaan yang boros. 2. Ketahanan dan atau keandalan sistem. Konsep ketahanan merupakan upaya mendorong penggunaan teknologi dan sistem yang selalu siap bekerja dengan sumber-sumber daya yang dapat diperoleh dari lingkungan masyarakat yang dilayani, tanpa kebergantungan yang berlebihan terhadap masukan dari luar. Sumber–sumber daya tersebut meliputi tidak saja keuangan, melainkan juga pengelolaan sistem dan ketrampilan yang diperlukan untuk merawat dan memperbaiki peralatan yang telah dipasang. Pengelolaan Sumberdaya Air. Di negara-negara Barat yang kapitalistik, air telah dipandang sebagai barang ekonomi (economic goods), bahkan sudah sampai dianggap sebagai komoditas komesial (commercial commodity) yang harus diperdagangkan. Namun, bagi masyarakat agamis dan sosial seperti di Indonesia, air memiliki fungsi sosial keagamaan yang sangat penting karena air menyangkut hajat hidup. Oleh karena itu, memandang air sebagai komoditas komersial akan menjerumuskan ke arah bencana sosial yang mungkin tak ternilai, terutama karena masyarakat agamis berpegang pada fungsi sosial sebagai pilar utama dari kehidupan. Oleh karena itu, diperlukan manajemen pengelolaan yang baik, benar dan bijaksana, terutama karena harus memperhatikan hak setiap orang untuk mendapatkan air secara adil dan dengan biaya yang relatif terjangkau. Beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan sumberdaya air adalah sebagai berikut: (1) Air sebagai sumberdaya alam merupakan bagian dari ekosistem. Oleh karena itu, upaya pengelolaan sumberdaya air memerlukan pendekatan yang terintegrasi, komprehensif dan holistik yakni hubungan timbal balik dan harmonis antar berbagai disiplin ilmu, seperti teknik, sosial-budaya, dan ekonomi serta harus berwawasan lingkungan agar supaya dapat terjaga kelestariannya. (2) Air terkait erat dengan semua aspek kehidupan, sehingga air merupakan faktor yang mempengaruhi jalannya pembangunan di segala sektor. Oleh karena itu, pengelolaan sumberdaya air harus memiliki dasar pendekatan peranserta dari semua fihak (stakeholders), seperti MPR/DPR, Presiden dan Pemerintah, Pemerintah Daerah dan aparatnya, swasta, masyarakat, LSM, dan lain sebagainya. (3) Secara alamiah, air dapat bergerak dan berpindah dari suatu tempat ke tempat lainnya terutama kerena adanya perbedaan ketinggian (energi potensial), perbedaan tekanan (energi tekanan) ataupun temperatur (energi panas) tanpa mengenal batas-batas politik, sosial, ekonomi, bangsa ataupun batas wilayah bahkan batas negara sehingga air perlu dikelola dalam suatu sistem terintegrasi berdasarkan pendekatan “One River, One Plan and One Management System”. (4) Dalam memahami sistem aliran air secara alamiah, harus difahami bahwa apapun yang terjadi di bagian hulu (upstream) akan selalu mempengaruhi bagian hilir (downstream) dan tidak berlaku sebaliknya.
2. Kajian Berbagai Penelitian RUT untuk RKDM Dengan mengacu pada hasil-hasil penelitian yang telah diperoleh khususnya hasil penelitian Riset Unggulan Terpadu (RUT) V dan VI, teknologi pengolahan air yang memiliki masa depan menjanjikan untuk Perlindungan Lingkungan adalah teknologi membran, teknologi zeolit, dan teknologi ozon. Dalam paragraf ini akan dilakukan pembahasan dan kajian ringkas (overview) tentang teknologi-teknologi yang telah diteliti dalam RUT V dan VI tersebut, yang secara filosofis akan lebih diarahkan pada teknik-teknik dan strategi penyediaan air bersih, baik untuk kawasan pemukiman (common society) ataupun untuk kawasan industri. Secara ringkas, kajian-kajian tersebut merupakan telaahan yang lebih bersifat aplikasi teknologi berdasarkan riset-riset mendasar dari RUT, yaitu: 1.
Penelitian teknologi zeolit untuk pengolahan air yang mengacu pada penelitian-penelitian yang dilakukan oleh R.W. Soemantojo, dkk (1999) pada RUT V yang lalu, dengan judul: “Pemanfaatan Zeolit Alam Indonesia sebagai Adsorben Amonia dan Turunannya dalam Limbah Cair”. Walaupun secara spesifik penelitian ini menggunakan zeolit alam Klinoptilolit dari daerah Campang Tiga – Sidomulyo (Lampung Selatan) untuk pengolahan air limbah yang mengandung senyawa amoniak dan turunannya, namun manfaat zeolit untuk teknologi pengolahan air modern telah
banyak dikembangkan sehingga diharapkan menjadi sinergis dengan teknologi-teknologi pengolahan air lainnya. 2.
Aplikasi teknologi membran secara spesifik, yaitu teknologi membran mikrofiltrasi dari bahan polimer polysulfone, telah diteliti dan dilaporkan hasilnya oleh Tjandra Setiadi (2000) dari Departemen Teknik Kimia FTI-ITB pada RUT VI, dengan judul: “Pengembangan Sistem Kombinasi Lumpur Aktif dan Membran dengan Teknik Backflushing untuk Pengolahan Limbah Cair Industri”. Penelitian ini lebih difokuskan pada sistem pengolahan limbah yang menggunakan Bio-reaktor.
3.
Rekayasa dan rancang bangun berbagai alat pembangkit ozon (ozonator) telah dikembangkan oleh S. Bismo (2000) pada RUT VI yang lalu, dengan judul: “Pengolahan Limbah Cair yang Mengandung Senyawa Fenol dan Turunannya dengan Ozon dalam Kolom Sistem Injeksi Berganda”. Walaupun secara khusus, penelitian tentang teknik ozonasinya lebih diarahkan untuk pengolahan air limbah yang mengandung senyawa fenolik (fenol dan turunannya), namun secara umum sistem peralatan yang dikembangkan memiliki kemampuan yang sangat memadai untuk sistem penyediaan air bersih, bahkan untuk teknologi produksi air minum.
Sampai saat ini, pengembangan aplikasi zeolit dalam bidang industri air bersih dan atau air minum masih sangat terbatas baik sebagai adsorben, penukar kation ataupun sebagai katalis. Jika dilihat dari konstelasi pengolahan air di dunia industri pengolahan air, maka aplikasi teknologi zeolit dapat direalisasikan pada: Pengolahan primer (primary treatment) ataupun Pengolahan Sekunder (secondaray treatment), dalam hal ini dimanfaatkan baik sebagai penyaring, adsorben partikel-partikel koloid hasil proses koagulasi dan flokulasi secara kimiawi (umumnya menggunakan Al2(SO4)3, PAC, FeSO4, atau koagulan sejenisnya), maupun sebagai penukar kation dari zat-zat berbahaya (radioaktif atau material B3 lainnya). Dalam banyak hal, penggunaan zeolit sebagai penukar kation memberikan kendala pada waktu penjenuhan zeolit yang terlalu cepat, sehingga memerlukan siklus periode regenarsi yang sangat singkat. Ada juga beberapa industri yang memanfaatkan zeolit untuk bahan membran mikrofiltrasi. Teknik dan aplikasi dari zeolit alam yang paling banyak digunakan adalah dalam bentuk kolom unggun isian (packed column), baik yang memiliki unggun isian diam (fixed bed) ataupun sebagai unggun bergerak terfluidisasi (fluidized bed). Unggun diam memiliki keunggulan baik sebagai penyaring maupun sebagai penukar kation, namun memiliki kendala jatuh tekanan yang besar dan kesulitan dalam tahap regenerasinya. Unggun fluidisasi unggul dalam hal penukar kation, penggunaan energi tekanan yang rendah, dan efektifitas kontak aerasi dari air yang diolah, namun memiliki kelemahan dalam hal investasi peralatan yang mahal serta kehilangan yang relatif besar akibat terbawa arus air. Ditinjau dari energinya, pemisahan dengan membran memiliki keunggulan dibandingkan evaporasi dan distilasi: tidak ada perubahan fasa yang diperlukan (tidak ada energi dalam bentuk panas yang diperlukan, termasuk untuk panas laten). Oleh karena itulah, dalam dunia industri kimia, teknologi membran sangat tepat digunakan untuk proses-proses pemurnian, pemekatan, fraksionasi, dan produksi bahan-bahan dan atau produk-produk dengan kualitas utama dibandingkan dengan proses-proses konvensional (seperti: distilasi, evaporasi, ekstraksi, dll.). Penyaringan dengan teknologi membran secara selektif dapat memisahkan komponen-komponen dari campuran induknya dalam rentang ukuran partikel dan berat molekul yang sangat bervariasi, mulai dari material-material makromolekul, seperti kanji dan protein, sampai ion-ion monovalen seperti Na+, K+ dan lain-lain. Secara umum, membran yang akan digunakan sebaiknya dipilih berdasarkan ukuran porinya yang lebih kecil dari ukuran ukuran partikel yang terkecil (yang ada dalam aliran di umpan) yang akan disaring oleh membran. Berdasarkan ukuran pori dari membran yang digunakan, secara umum spektrum kerja membran dapat dibagi atas 4 kategori, yaitu: (a). Membran Mikrofiltrasi (MF), (b). Membran Ultrafiltrasi (UF), (c). Membran Nanofiltrasi (NF), dan (d). Osmosis Balik atau Reverse Osmosis (RO). Di sisi lain, beberapa hal yang dapat dianggap kelemahan dari penggunaan sistem membran RO ini adalah sebagai berikut:
Memerlukan investasi yang tinggi, Memerlukan biaya operasi dan perawatan yang tinggi, Pengelolaan produk pekat atau air limbah (retentat) merupakan problem tersendiri, Seringkali memerlukan proses-proses pralakuan awal yang cukup kompleks agar supaya sistem RO ini dapat beroperasi dengan baik.
Ukuran Ion
Ukuran Molekul
Ukuran Mikrometer (µm)
0,001
Angstrom (Å)
10
1
Rentang Molekul Makro
0,01
0,1
100
1.000
10
10.000
Carbon Black
Larutan Garam
Rentang Partikel Mikro
1,0
100.000
Endotoksin/Pirogen Dye
Ion Logam
Ukuran Relatif dari Beberapa Material
Kabut
Debu Batubara Pin Point
Gelatin Gula
Silika Koloid
Jejari Atom
Pasir Pantai
Bakteria
Asap Rokok/Tembakau
10.000.000
Rambut Manusia
Sel Ragi
Virus
1.000
1.000.000
Giardia Cyst
Pigmen Cat
Partikel Makro 100
Indigo Dye
Pollen
Debu Pendingin Udara (AC)
Protein Albumin
GAC
Latex / Emulsi Tepung Gandum
Asbestos
Proses Pemisahan
Reverse Osmosis
Filtrasi Partikel
Ultra Filtrasi Mikro Filtrasi
Nano Filtrasi
Gambar 3. Spektrum kerja keempat jenis membran (MF, UF, NF, dan RO). Teknologi ozonasi pertama kali digunakan untuk disinfeksi distribusi air minum di negara Perancis pada awal 1900-an. Pada saat ini pemakaiannya telah berkembang dengan sangat pesat, yaitu hampir sekitar 1000 instalasi disinfeksi dengan ozon telah dibangun (pada umumnya untuk pengolahan air minum), terutama di Eropa dan Amerika Utara. Penggunaan ozon pada instalasi-instalasi pengolahan tersebut pada umumnya ditujukan untuk pengendalian rasa air, bau dan zat-zat yang menimbulkan warna. Ozon banyak dipakai sebagai disinfektan dan proses depolusi air dalam pengolahan air bersih dan air minum karena sifatnya sebagai oksidator yang sangat kuat, hampir 6 kali lebih kuat dari gas klor. Ozon juga dapat digunakan dalam pengolahan air bersih dan air minum untuk pengendalian bau dan dalam pengolahan lanjut untuk penyisihan zat-zat organik berbahaya yang terlarut dalam air limbah, sebagai pelengkap yang potensial dari proses pengolahan dengan adsorben karbon-aktif dan atau zeolit alam. Kemampuan ozon sebagai disinfektan juga jauh lebih baik dibandingkan dengan gas klor, sebagai ilustrasi pada tabel 1. di bawah ini diberikan data hasil penelitian tentang kemampuan ozon dalam menonaktifkan kista Giardia Lamblia, yang dinyatakan dalam orde ‘waktu kontak’ (CT, contact time dengan satuan mg*min/L) untuk bebagai jenis disinfektan yang banyak dipakai dalam industri pengolahan air, sedangkan pada tabel 2. diberikan harga-harga CT untuk inaktivasi virus oleh berbagai disinfektan. Tabel 1. Nilai CT dari berbagai disinfektan untuk menonaktifkan 99,9 % (3-logs) dari kista Giardia Lamblia. Disinfektan
pH
Harga CT pada suhu kontak dalam larutan (mg·min/L) < 1 ºC
5 ºC
10 ºC
15 ºC
20 ºC
25 ºC
6
165
116
87
58
44
29
7
236
165
124
93
62
41
8
346
243
182
122
91
61
9
500
353
265
177
132
88
O3
6–9
2,9
1,9
1,43
0,95
0,72
0,48
ClO2
6–9
63
26
23
19
15
11
NH2Cl
6–9
3.800
2.200
1.850
1.500
1.100
750
Cl2 (2 mg/L)
Sumber: Rice, R.G. dan P.K. Overbeck, GDT Corp., 1998. Tabel 2. Nilai CT dari berbagai disinfektan (germisida) untuk inaktivasi virus.
Disinfektan
pH
Harga CT untuk inaktivasi virus pada suhu 10 ºC (mg·min/L) atau (mW·s/cm2 untuk UV) 2-log
3-log
4-log
O3
6–9
0,5
0,8
1,0
Cl2 (0,2 – 0,5 mg/L)
6–9
3
4
6
ClO2
6–9
4,2
12,8
25,1
NH2Cl
8
643
1,067
1,491
UV
–
21
36
tak ada data
Sumber: AWWA, 1991.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, sampai saat ini pengembangan aplikasi teknologi ozon yang paling dominan adalah dalam bidang pengolahan air bersih dan atau air minum. Jika dilihat dari segmentasi pengolahan air di industri, maka aplikasi teknologi ozon ini dapat direalisasikan pada posisi-posisi: (a). Pengolahan primer (primary treatment), sebagai coagulant aid pada proses sedimentasi dan koagulasi, selain juga untuk membantu proses penyisihan warna. Dengan dosis ozon sekitar 0,3 – 1,0 mg/L, proses pre-ozonasi ini dapat menghemat koagulan alum sampai sekitar 30 – 50 persen (dari sekitar 25 mg/L alum menjadi 14 mg/L). Selain itu juga, pre-ozonasi ini juga dapat digunakan untuk menurunkan turbiditas dari air baku sekaligus memperbaiki performa pengendapan floc pada dosis alum yang rendah. Pada tahan ini juga, pro-ozonasi sangat membantu dalam menurunkan nilai TDS (total dissorlve solid) dari air baku yang digunakan, dan hasilnya akan lebih ekonomis lagi jika menggunakan pre-ozonasi dengan katalis (karbon aktif atau senyawa-senyawa silika-alumina seperti zeolit); (b). Pengolahan sekunder (secondary treatment), yang digunakan secara efektif untuk menekan pertumbuhan bakteri, virus, kista, alga, lumut, warna, dan bau. Ozonasi pada tahap sekunder ini akan sangat ekonomis bila digunakan proses ozonasi katalititik, yaitu proses ozonasi dengan menggunakan katalis-katalis alumina, zeolit, dan GAC (karbon aktif dalam bentuk granul); dan (c). Pada tahap “Pengolahan lanjut”, ozon digunakan untuk proses-proses disinfeksi sterilisasi air produk menggantikan peranan gas klor. Selain itu juga, ozonasi dalam tahap ini berperan dalam memperbaiki estetika air (rasa dan bau) sedemikian rupa sehingga kualitas air minum yang dihasilkan berada dalam kondisi terbaik. Bila diperhatikan semua peranan ozon secara umum, dimulai dari proses pengolahan primer sampai ke proses tahap lanjut, maka keuntungan-keuntungan yang dapat dipeoleh dari aplikasi teknologi ozon ini adalah sebagai berikut: Memiliki daya oksidasi yang sangat besar sehingga hanya memerluka waktu kontak (CT) yang relatif sangat pendek untuk menginaktifkan semua zat-zat renik (germs), yaitu dalam orde 5 – 15 detik saja, Tidak meninggalkan bau ataupun rasa, Meningkatkan kelarutan oksigen dalam air (DO semakin besar), Hampir tidak membutuhkan bahan-bahan kimia, kecuali yang mutlak dibutuhkan dalam proses sedimentasi (koagulasi dan flokulasi), Mampu mengendapkan besi (Fe2+) dan mangan (Mn2+) terlarut melalui proses reaksi oksidasi, sedemikian rupa sehingga kualitas air (termasuk TDS) dapat meningkat secara signifikan, Mampu menghancurkan dan sekaligus menyisihkan algae dan lumut, Bereaksi dan sangat efektif dalam penyisihan senyawa-senyawa organik yang terlarut dalam air (TOC, total organic compounds), Terurai dengan cepat dalam air (dalam orde 1 – 15 menit), sehingga efek residu dari ozon relatif mudah diatasi, Mampu menyisihkan warna, rasa dan bau sebagai parameter-parameter estetika air. Disisi lain, beberapa kelemahan atau kendala dari aplikasi teknologi ozon ini di antaranya adalah sebagai berikut: Ozon merupakan gas atau senyawa kimia yang beracun (TLV dari OSHA adalah 0,1 ppm), yang tingkat peracunannya berbanding lurus dengan konsentrasi dan waktu paparan. Biaya ozonasi lebih tinggi dari klorinasi. Instalasi peralatan umumnya relatif lebih kompleks dari klorinasi. Suatu katalis perusak ozon sangat disarankan untuk dipasang pada bagian keluaran, untuk mencegah terjadinya keracunan dan kebakaran akibat ozon. Dapat menghasilkan senyawa-senyawa karbonil (aldehida dan keton) yang tidak diinginkan, terutama
bila waktu kontak terlalu pendek. Untuk sistem distribusi, masih diperlukan klorinasi atau sanitasi lanjut (post-chlorination) karena sifat ozon yang tidak meninggalkan residu. Ozon memiliki kelarutan dalam air yang jauh lebih rendah dari klor, sehingga diperlukan peralatan khusus untuk melarutkan ozon dalam air (dapat menggunakan diffuser, dengan efektivitas pelarutan maksimal sebesar 70 %; atau dapat juga menggunakan venturi injection dengan efektivitas pelarutan sampai sebesar 90 %). Cenderung tidak menyisihkan atau melumat beberapa jenis senyawa organik yang sulit diuraikan dalam air (refractory organics), sehingga perlu difikirkan menggunakan katalis dari bahan-bahan silika-aluminat ataupun GAC.
3. Kesimpulan dan Rekomendasi tentang Strategi Pemenuhan Air Bersih Dengan mengambil acuan pada pada penelitian Riset Unggulan Terpadu (RUT) V dan VI yang lalu, beberapa hal penting dapat disampaikan disini sebagai rekomendasi atau masukan-masukan yang dapat digunakan untuk memenuhi strategi pemenuhan air bersih, yaitu:
Penggunaan bahan-bahan kimia koagulan, seperti alum, PAC, dan lain sebagainya, umumnya makin dirasakan membebani biaya operasional perusahaan-perusahaan air minum, terutama PDAM yang dimiliki oleh pemerintah daerah (kabupaten atau kota). Dari hasil-hasil penelitian yang telah diuraikan di atas, penggunaan bahan kimia koagulan ini sebenarnya dapat dikendalikan jika pada tahap awal digunakan ozon (pre-ozonasi) sebagai zat pembantu koagulasi. Di samping itu juga, penggunaan ozon disini juga dapat membantu mendisinfeksi air, menghilangkan warna dan bau serta dapat memperbaiki pola flokulasi dari berbagai kualitas sumber-sumber air.
Penggunaan gas klor dan turunannya sebagai disinfektan, yang banyak digunakan di berbagai PDAM, sebenarnya memiliki efek residu yang terlalu lama sehingga dapat berdampak destruktif (korosif) terhadap jaringan perpipaan, disamping memberikan rasa yang tidak enak sebagai air minum bagi konsumen.
Penggunaan pompa-pompa booster yang diterapkan oleh hampir semua PDAM di Indonesia, sebenarnya masih perlu dikaji ulang terutama untuk masalah kebutuhan daya listriknya. Sebagai studi banding, sebenarnya penggunaan menara-menara air (yang juga dapat berfungsi sebagai hiasan kota atau kawasan tertentu) dapat dijadikan alternatif untuk mengurangi keborosan energi akibat penggunaan pompa yang berlebihan.
Penggunaan teknologi-teknologi membran dan zeolit secara sinergis, dianggap dapat mengurangi penggunaan luas lahan yang berlebihan dari sistem pengolahan konvensional. Terlebih lagi, jika semuanya dikombinasikan secara baik, seharusnya akan diperoleh beberapa faedah dan kelebihankelebihan ekonomis dibandingkan teknologi konvensional, termasuk juga untuk penyediaan air baku di industri.
Dampak posisitf yang diharapkan dari penggunaan teknologi-teknologi pengolahan air seperti dibahas di atas, sebenarnya sangat diharapkan untuk pada akhirnya dihasilkan kualitas air hasil olahan yang dapat diminum. Walaupun langkah ke arah tersebut dirasakan amat panjang dan (mungkin) melelahkan, namun sebagai tindak lanjut dari penelitian-penelitian yang dilakukan, sangat diperlukan keberanian membuat kebijakan publik dalam penerapan hasil-hasil penelitian tersebut.
Daftar Pustaka Cahyana, Gede H., “Mendewakan Air, Mendewasakan PDAM”, Majalah Air Minum, , ISSN 0126-2785, Edisi 108, September 2004, halaman 44 – 45. Dégremont, “Water Treatment Handbook”, edisi 5, John Wiley and Sons, New York 1979. Departemen Pekerjaan Umum, Rencana Pembangunan Jangka Panjang Direktorat Jenderal Pengairan, 1986. Departemen Sosial 1987 & 1989 dalam Direktorat Sungai 1994, Teknologi Pengendalian Banjir di Indonesia. Eckenfelder Jr., W.W. : “Industrial Water Pollution Control”, , McGraw-Hill Book Co., New York, 1989. Grigg, Neil dan Fontane G. Darell, Infrastructure Systems Management and Optimization, International Seminar “Paradigm and Strategy of Infrastructure management”, Civil Engineering Department, Diponegoro University.
Jorgensen, S. E., “Industrial Waste Water Management”, Elsevier Scientific Publishing Company. Amsterdam. 388pp, 1979. Kodoatie, Robert J., Paradigma dan Strategi Pengembangan Sumberdaya Air dalam rangka menyongsong Era Otonomi Daerah, Seminar Nasional “Paradigma dan Strategi Pengembangan Sumberdaya Air pada Abad 31”, Program Pasca Sarjana Magister Teknik Sipil UNDIP, 3 Juni 2000. LaGrega, M. D., Buckingham, P. L., and Evans, J. C., “Hazardous Waste Management”, McGraw-Hill, Inc. Singapore. 1146pp, 1994. Langlais, B., D.A. Recklow, dan D.R. Brink : “Ozon in Water Treatment, Application and Engineering” (Cooperative Research Report), Lewis Publishers, 1991. Laporan Utama, “Pembangunan Sektor Air Bersih, Sebuah Peta Buta”, Majalah Air Minum, ISSN 01262785, Edisi 104, Mei 2004, halaman 5 – 7. Laporan Utama, “Pencapaian Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Millenium Development Goals: Target Baru Masalah Klasik”, Majalah Percik, Februari 2004, halaman 3 – 11. Major, D. W. and J. Fitchko, “Hazardous Waste Treatment On-Site and In Situ”, ButterworthHeinemann. London: 253pp, 1992. Metcalf & Eddy, Inc.(Tchobanoglous, G., dan F.L. Burton) : “Wastewater Engineering : Treatment, Disposal, and Reuse”, McGraw-Hill Book Co., Singapore, 1991. Nemerow, N. L. and Dasgupta, A., “Industrial and Hazardous Waste Treatment”, 2nd ed. Van Nostrand Reinhold. New York. 743pp, 1991. Nemerow, N. L., “Industrial Water Pollution Origins, Characteristics, and Treatment”, Addison-Wesley Publishing Company. Massachusetts: 738pp, 1978. Potter, C., Soeparwadi, M., Gani, A.,”Limbah Cair Berbagai Industri di Indonesia - Sumber, Pengendalian dan Baku Mutu”, Project of the Ministry of State for the Environment, Republic of Indonesia and Dalhousie University, Canada. EMDI Jakarta. 220 hal, 1994. Rice, R.G., dan M.E. Browning : “Ozone Treatment of Industrial Waste Water”, Notes Data Corroration, Park Ridyl, 1981.