> Tree Vegetation Structure Analysis Around Springs that Potentially to Springs Conservation<
1
Analisis Struktur Vegetasi Pohon di Daerah Tangkapan Air di Berbagai Mata Air Retno Peni Sancayaningsih 1), Alanindra Saputra 2), Fatimatuzzahra2) Laboratorium Ekologi dan Konservasi Fakultas Biologi UGM, email:
[email protected] 2) Program Studi Biologi Program Pascasarjana Fakultas Biologi , email:
[email protected] 1)
Abstract— Indonesia has abundant water resources, but the availability of water varies based on spacial and temporal conditions. Climate change, ecosystem destruction in the catchment area, poor water use system, and the increase of water consumption demands result a water crisis. The lack of maintenance, and the change of land cover or ecosystem in spring catchment area decreased water catchment capacity. This causes water-flood in the rainy season and drought in the dry season. Therefore it is necessary to conduct a water resource conservation, through an ecological study of tree structure analysis in catchment areas of some springs. This research aims to study the tree structure analysis [important value index and density] and to study the role of land cover to hold overland-flow in some spring catchment areas. The research was conducted from June to October 2013 in four spring catchment areas, these are Cokro and Umbul Nila springs in Klaten Regency, Mudal and Wonosadi springs in Gunungkidul Regency. The research procedure includes surveys, delineation of spring catchment area, analysis of vegetation index based on NDVI (Normalized Difference Vegetation Index), selection of the sampling units, ecological analysis of vegetation, and conduct study of overlandflow model. The research showed that spring catchment area from the widest are : Wonosadi, Cokro, Umbul Nila, and Mudal springs with area size of 1039.3 ha; 828.4 ha; 547.5 ha; and 39.4 ha respectively. The number of tree species in those four spring catchment areas from the highest number are 28, 16, 11, and 7 species, that belong to 14, 11, 10, and 5 families found in Wonosadi, Cokro, Umbul Nila, and Mudal springs respectively. The dominant species found in those correspond springs are: Cyathocalyx pruniferus, both Ficus benjamina and F. retusa, Samanea saman, and Gnetum gnemon. Land cover percentage based on NDVI values of high and very high categories in each spring catchment area of Wonosadi, Mudal, Cokro, and Umbul Nila springs are: 47.3 % and 51.4 %; 12.9 % and 87.1 %; 40.9 % and 40.9 %; and 44.7 % and 44.4 % respectively. Catchment area covered by grasses, herbs, and shrubs had capacity of water retention up to 81% compared to the land without vegetation with water retention of overland flow only 33 %. Keywords—vegetation analysis, overland flow, NDVI
I. INTRODUCTION
I
ndonesia memiliki kekayaan sumber air yang sangat melimpah, namun ketersediaan air akan bervariasi berdasarkan dimensi ruang dan waktu. Adanya perubahan iklim, sistem penggunaan lahan yang buruk, kerusakan ekosistem daerah tangkapan air hujan, serta kebutuhan
konsumsi air terus meningkat, mengakibatkan terjadinya krisis air. Krisis air ini akan menghambat pemenuhan kebutuhan air bagi masyarakat. Selain itu, Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Kementerian PPN/Bappenas menyampaikan bahwa ketahanan air di indonesia saat ini sangat buruk. Kapasitas tampung air tahun 2012 hanya 54 m3/tahun, jauh dibandingkan dengan kapasitas Thailand dan Amerika Serikat yang masingmasing mencapai 1,3 juta dan 1,6 juta m3/tahun (Antaranews, 2012). Fenomena krisis air juga terjadi di kabupaten Klaten, sebanyak 33 desa yang tersebar dalam 7 kecamatan terancam kekeringan di musim kemarau (Duhri, 2013). Tujuh kecamatan di Kabupaten Klaten yang terancam kekeringan tersebut 5 diantaranya terdapat di lereng merapi, yaitu Kemalang, Manisrenggo, Karangnongko, Jatinom dan Tulung (Duhri, 2013). Artinya air di musim hujan langsung mengalir banjir, kalau musim kering, kekeringan. Fenomena ini juga terjadi di Yogyakarta, hingga Kab. Klaten Jawa Tengah. Berdasarkan permasalahan tersebut, diperlukan adanya suatu tindakan untuk meningkatkan dan melestarikan sumber air, khususnya mata-air. Upaya konservasi ekosistem vegetasi mata-air sangat diperlukan untuk menjamin keberlanjutan pendayagunaan mata-air serta mencegah dan menanggulangi dampak negatif eksplorasi air. Upaya konservasi mata-air antara lain adalah konservasi vegetasi pada ekosistem di daerah resapan air hujan. Vegetasi mempunyai peranan penting karena berfungsi sebagai pengatur hidrologi, pencegah banjir, serta mengatasi kekeringan (Marsono, 2008). Vegetasi berperan dalam pengaturan air tanah. Peranan ini sangat ditentukan oleh struktur dan komposisi tumbuhan penyusun komunitas tumbuhan di daerah tersebut. Beberapa faktor penting pada vegetasi yang mempengaruhi kelestarian mata-air adalah jenis vegetasi, arsitektur atau morfologi vegetasi, tingkat pertumbuhan dan umur vegetasi, kerapatan dan nilai penting vegetasi, tinggi vegetasi, serta vegetasi lantai. Pengaruh jenis tumbuhan dalam mempengaruhi tata air dapat dilihat dari karakter morfologi dan fisiologinya (Pudjiharta, 2008). Karakter fisiologis yang dapat berpengaruh dalam tata air adalah proses evapotranspirasi, transportasi batang, dan daya serap akar. Evapotranspirasi berpengaruh terhadap besarnya cadangan air tanah terutama di kawasan dengan intensitas hujan rendah, lapisan/tebal tanah dangkal, dan sifat batuan yang tidak dapat menyimpan air (Asdak,2002). Proses evapotranspirasi ini akan mempengaruhi daya serap akar dan transport batang untuk pemenuhan kebutuhan air di dalam tumbuhan. Analisis vegetasi merupakan salah satu cara pengenalan karakter komunitas vegetasi di wilayah resapan air, yang pada
> Tree Vegetation Structure Analysis Around Springs that Potentially to Springs Conservation< dasarnya adalah memahami pendekatan ekologi yang penting untuk konservasi debit mata-air. Kajian ekologi memegang peranan penting dalam komunitas vegetasi yang ada, meliputi analisis jenis spesies penyusun, kerapatan populasi, pola distribusi, serta keragaman spesies penyusunnya (Whittaker, 1976). Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari struktur vegetasi pohon [indeks nilai penting (INP) dan kerapatan] di DTA mata air dan mempelajari peranan vegetasi pohon dalam menahan limpasan air hujan.
II. PROCEDURE Penelitian ini dilakukan menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif untuk menganalisis struktur vegetasi pohon di sekitar mata-air, terutama berkaitan dengan potensi vegetasi pohon untuk menjaga keberlangsungan mata-air tersebut. Pelaksanaan penelitian dimulai bulan Juli 2013 – Oktober 2013. Lokasi penelitian menggunakan empat mata-air di daerah yang berbeda. Mata-air tersebut antara lain: mata-air Cokro dan Umbul Nila Kec. Tulung, Kab. Klaten, Jawa Tengah; mata-air Wonosadi Kec. Ngawen, Kab. Gunung Kidul, Yogyakarta; dan mata-air Mudal, Kec. Purwosari, Kab. Gunung Kidul, Yogyakarta.Prosedur penelitian terdiri dari survei, penentuan daerah tangkapan mata air, penentuan densitas vegetasi, serta penentuan struktur vegetasi. A. Pra penelitian (survei) Survei lapangan dilakukan sebagai penelitian pendahuluan untuk mengetahui lokasi penelitian, jenis tanah, kemiringan lereng (slope), informasi curah hujan serta informasi terkait mata-air dari masyarakat setempat. Pencarian peta lokasi penelitian juga dilakukan pada tahap ini meliputi peta tematik cetak maupun peta dalam bentuk citra satelit .. B. Penentuan Unit Sampling Pada tahap ini, dilakukan penentuan unit sampling dan penentuan luas vegetasi pada recharge area mata-air. Tahap ini dilakukan dengan bantuan citra satelit sehingga dapat diketahui seberapa luasan vegetasi yang menyangga setiap mata-air yang diteliti sehingga dapat ditentukan wilayahwilayah mana saja yang akan disampling. Penentuan wilayah tangkapan air hujan di lokasi penelitian dengan menginterpretasi visual citra dengan pertimbangan slope dan igir-igir. C. Penentuan Densitas Vegetasi Penentuan densitas vegetasi dilakukan dengan model indeks vegetasi NDVI (Normalized Difference Vegetation Index). Tujuan penentuan densitas menggunakan analisis citra digital adalah untuk menspasialkan nilai densitas vegetasi agar nilai densitas vegetasi pada seluruh lokasi di recharge area masing-masing mata-air dapat dketahui. Analisis citra digital dilakukan dengan model NDVI dengan menggunakan software ArcGIS 10.3. Model NDVI digunakan untuk menginterpretasi karakteristik vegetasi pada area tangkapan air di lokasi penelitian pada citra digital berdasarkan nilai spektralnya, yang terkait dengan kerapatan/densitas tajuk vegetasi. Data masukan untuk model indeks vegetasi adalah
2
raster (piksel) berupa citra pengindraan jauh. Citra yang digunakan adalah Citra Landsat 8 Path 120 Row 065 Perekaman 17/5/13 Kombinasi 562, yang memiliki resolusi spasial atau pemisahan objek terkecilnya adalah 30 meter. Citra NDVI tersebut diperoleh persamaan menurut Danoedoro (1996) sebagai berikut:
Citra NDVI menampilkan nilai indeks vegetasi yaitu -1 hingga 1. Apabila nilai NDVI berkisar antara 1 hingga 0, maka objek tersebut bukan merupakan vegetasi. Sedangkan jika nilai berkisar antara 0 sampai 1, maka objek tersebut adalah vegetasi. Penentuan densitas vegetasi dengan model NDVI dilakukan dengan analisis regresi. Analisis ini mengubah nilai NDVI dengan nilai densitas vegetasi sebenarnya di lapangan pada lokasi yang sama. Analisis regresi dibuat berdasarkan nilai NDVI, sebagai variabel terikat (Y) dan rata-rata nilai densitas vegetasi di lapangan, sebagai variabel bebas (X). Analisis regresi diawali dengan analisis korelasi untuk mengetahui hubungan antara nilai NDVI dengan densitas vegetasi di lapangan, menggunakan Microsoft Excel. Analisis korelasi ditentukan berdasarkan koefisien korelasi (r) yang menunjukkan kuat lemahnya dua variabel tersebut. Koefisien korelasi memiliki nilai -1 hingga 1, dimana nilai positif menunjukkan searah. Sedangkan nilai negatif menunjukkan hubungan berlawanan. Semakin mendekati nilai 1 maka semakin kuat hubungan kedua variabel tersebut. Persamaan regresi yang digunakan adalah persamaan regresi linear sederhana Y=aX +b, nilai a dan b merupakan koefisien regresi. D. Analisis struktur vegetasi Analisis Struktur vegetasi pohon dilakukan untuk mengetahui indeks nilai penting (INP) dari vegetasi pohon penyangga mata-air terutama berkaitan dengan dominansi jenis/penutupan lahan oleh kanopi pohon. Kanopi pohon berhubungan dengan luasan akar yang nantinya dapat dihubungkan dengan luasan vegetasi yang disangga oleh perakaran vegetasi tersebut dengan cara pengukuran kanopi pohon. Selain itu juga dihitung luas basal area (LBA) dengan mengukur diameter/keliling batang pohon. Analisis struktur vegetasi menggunakan metode point center quarter (PCQ) dan penentuan titik dengan menggunakan metode transek. Hasil pengumpulan data vegetasi selanjutnya dianalisis untuk mengetahui kerapatan jenis, kerapatan relatif, frekuensi jenis, frekuensi relatif, Luas Basal Area (LBA), LBA relatif, Luas Kanopi pohon, Luas kanopi relatif, serta Indeks Nilai Penting (INP). Cara analisis data menurut Widoretno (2011) dan Mitchell (2007). E. Model Limpasan Air Hujan Model limpasan air hujan dengan cara mengaliri petakan tanah berukuran 0,5m X 0,5m. Petakan tanah yang digunakan adalah tanah terbuka, tidak terdapat tumbuhan dan tanah yang ditumbuhi semak. Model ini digunakan unruk mengetahui seberapa besar (volume) air yang dialirkan akan melimpas dan meresap kedalam tanah dan juga waktu yang dibutuhkan hingga melimpas. Sebagai simulasi hujan, digunakan gembor 5 liter dan dibutuhkan air sebanyak 30 liter. Air disiramkan pada petakan tanah, kemudian dihitung waktu yang diperlukan
> Tree Vegetation Structure Analysis Around Springs that Potentially to Springs Conservation< tanah menahan air hingga jenuh dan melimpas. Limpasan ditahan dengan plastik, yang kemudian diukur volumenya. Air yang tidak melimpas merupakan air yang tertahan tanah, yang selanjutnya akan meresap (infiltrasi) kedalam tanah. Volume air yang meresap kedalam tanah dapat diketahui dengan menghitung air yang disiram dikurangi air yang melimpas.
A. Luas Daerah Tangkapan Air di Mata-Air Daerah tangkapan air merupakan daerah yang mempunyai kemampuan tinggi untuk menahan dan meresapkan air hujan sehingga merupakan tempat pengisisan akuifer yang berguna untuk sumber air tanah. Daerah tangkapan air di sekitar mataair dapat diketahui luasannya dengan cara pengukuran daerah yang telah diinterpretasi visual. Berdasarkan hasil pengukuran, diperoleh luasan daerah tangkapan air pada masing-masing mata-air yang diteliti dan disajikan dalam Tabel 1.
No 1 2 3 4
TABLE I LUAS DAERAH TANGKAPAN AIR Mata-air Luas Daerah tangkapan Air (Ha) Wonosadi Nila Cokro Mudal
Nilai densitas melalui survey lapangan tersebut akan mengisi sumbu X pada analisis regresi dengan nilai NDVI sebagai sumbu Y. Hubungan antara nilai densitas di lapangan dengan nilai NDVI disajikan dalam Tabel 3. TABLE III DENSITAS VEGETASI POHON DI DTA MATA AIR TERHADAP NDVI Springs
No
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
1039,3 547,5 828,4 39,4
3
1
Wonosadi
2
Nila
3
Mudal
4
Cokro
Point 1 2 1 2 1 2 3 4 1 2 3
Vegetation Density (%) 7,58 6,00 1,22 1,67 5,11 4,92 7,81 1,33 2,33 3,56 3,67
NDVI Value 0,3944 0,3899 0,2736 0,4940 0,4068 0,3446 0,3973 0,3824 0,3421 0,2917 0,3421
Selanjutnya data densitas vegetasi sebagai sumbu X dan nilai NDVI sebagai sumbu Y dianalisis secara regresi sehingga menghasilkan grafik dan persamaan regresi seperti pada Gambar 1. 0.6000
Berdasarkan data yang diperoleh, diketahui bahwa mata-air yang memiliki daerah tangkapan terluas adalah daerah Wonosadi, dan yang paling sempit ialah daerah tangkapan air Mata-air Mudal. Hal ini dikerenakan daerah Wonosadi masih berupa hutan dan memiliki tekstur yang tinggi (berbukit). Daerah tangkapan air hujan ini sangat perlu untuk dilindungi karena merupakan kawasan resapan air hujan sehingga dapat menyediakan air tanah yang cukup dan menanggulangi terjadinya banjir, baik pada kawasan disekitarnya maupun dikawasan yang bersangkutan (Ramdan, 2011). Oleh karena itu, semakin luas daerah tangkapan air, maka semakin baik untuk menjaga ketersediaan sumber air bagi mata-air. Daerah tangkapan air hujan juga mempengaruhi keadaan struktur vegetasi yang tumbuh di daerah tersebut. B. Densitas Vegetasi Berdasarkan NDVI Hasil perhitungan densitas seluruh vegetasi pohon melalui survey langsung dilapangan disajikan dalam Tabel 2. TABLE II DENSITAS VEGETASI BERDASARKAN SURVEI LAPANGAN Total Density Total Density Springs No (%) (per Ha) 1 2 3 4
Wonosadi Nila Cokro Mudal
679 144 479 319
6,79 1,44 4,79 3,19
Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa mata-air yang memiliki densitas vegetasi paling tinggi adalah pada daerah tangkapan mata-air Wonosadi yaitu sebesar 679/Ha atau 6,79%. Sedangkan mata-air yang memiliki densitas vegetasi paling rendah adalah pada daerah tangkapan mata-air Umbul Nila yaitu 144/Ha atau 1,44%.
NDVI value
0.5000 y = 0.005x + 0.348 R² = 0.039
0.4000 0.3000
y
0.2000
Linear (y)
0.1000
0.0000 0.00
5.00 vegetation density
10.00
Fig. 1. Regression graphic between vegetation density and NDVI value
Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa densitas vegetasi memiliki hubungan dengan nilai NDVI dengan arah hubungan yang positif. Artinya, meningkatnya nilai densitas vegetasi diikuti dengan meningkatnya nilai NDVI. Nilai R2 atau koefisien determinasi menunjukkan angka 0,039 yang artinya densitas vegetasi memiliki sumbangan relatif sebesar 3,9% terhadap nilai NDVI. C. Struktur Vegetasi Pengukuran struktur vegetasi pada daerah tangkapan air, dilakukan di masing-masing mata-air. Berikut adalah pembahasan hasil pengukuran struktur vegetasi di masingmasing daerah tangkapan air mata-air.
> Tree Vegetation Structure Analysis Around Springs that Potentially to Springs Conservation< TABLE IV RESULT OF VEGETATION ANALYSIS IN EACH SPRINGS Important Value Species Family No Index WONOSADI 1 Cyathocalyx ramuliflorus 2 Cyathocalyx pruniferus 3 Eugenia microcyma 4 Syzigium samarangense 5 Parkia speciosa 6 Inocarpus fragiferus 7 Dyospiros celebica 8 Syzigium cumini 9 Tectona grandis 10 Aleurites molluccana 11 Ficus pubinervis 12 Dysoxylum ramiflorum 13 Gluta renghas 14 Anthocepalus cadamba MUDAL 1 Gnetum gnemon 2 Tectona grandis 3 Acacia auriculiformis 4 Cocos nucifera 5 Switenia mahagoni 6 Artocarpus heterophyllus 7 Cassia siamea 8 Eugenia aquea 9 Dalbergia latifolia 10 Bombax ceiba 11 Inocarpus fagifer 12 Antidesma bunius 13 Acacia leucophloea 14 Calophyllum inophyllum
Annonaceae Annonaceae Myrtaceae Myrtaceae Fabaceae Fabaceae Ebenaceae Myrtaceae Lamiaceae Euphorbiaceae Moraceae Meliaceae Anacardiaceae Rubiaceae
33,85 160,53 66,53 33,02 9,56 4,99 12,83 8,36 18,30 15,42 6,12 18,19 7,17 5,14
Gnetaceae Lamiaceae Fabaceae Arecaceae Meliaceae Moraceae Fabaceae Myrtaceae Fabaceae Malvaceae Fabaceae Phyllantaceae Fabaceae Calophyllaceae
90,66 82,02 26,26 28,14 45,95 2,24 2,95 20,14 3,90 41,37 6,21 3,30 4,03 9,20
TABLE IV RESULT OF VEGETATION ANALYSIS IN EACH SPRINGS Important Value Species Family No Index MUDAL 15 Garuga pinnata 16 Ficus benjamina NILA 1 Ficus benjamina 2 Inocarpus fagifer 3 Samanea saman 4 Switenia mahagoni 5 Tectona grandis 6 Delonix regia 7 Cocos nucifera COKRO 1 Inocarpus fragiferus 2 Polyaltia longitosa 3 Cordyline terminalis 4 Gnetum gnemon 5 Plumeria acuminata 6 Lagerstroemia speciosa 7 Stelechocarpus burahol 8 Ficus retusa 9 Ficus Benjamina 10 Dalbergia latifolia 11 Mangifera indica 12 Melaleuca leucadendron. 13 Ficus ribes 14 Calophyllum inophyllum 15 Artocarpus heterophyllus 16 Acacia auriculiformis 17 Cananga odorata 18 Ceiba pentandra 19 Cocos nucifera
Burseraceae Moraceae
22,84 10,78
Moraceae Fabaceae Fabaceae Meliaceae Lamiaceae Fabaceae Arecaceae
164,08 15,65 113,38 27,20 38,84 19,08 21,77
Fabaceae Annonaceae Asparagaceae Gnetaceae Apocynaceae Lythraceae Annonaceae Moraceae Moraceae Fabaceae Anacardiaceae Myrtaceae Moraceae Calophyllacae Moraceae Fabaceae Annonaceae Malvaceae Arecaceae
20,36 16,15 5,41 7,46 4,03 16,03 3,67 21,64 44,28 8,59 17,03 5,26 4,59 3,72 4,94 4,10 5,79 4,63 9,62
4
Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa jumlah spesies pohon di mata air Wonosadi sebanyak 14 spesies, Mudal 16 spesies, Umbul Nila 7 spesies, dan Cokro sebanyak 28 spesies. Spesies dominan yang ditemukan di lokasi yaitu: Cyathocalyx pruniferus, both Ficus benjamina and F. retusa, Samanea saman, and Gnetum gnemon. D. Peran Vegetasi dalam Hujan merupakan sumber utama air tanah. Air hujan yang jatuh di permukaan tanah sebagian akan mengalir sebagai limpasan (run off) dan sebagian akan meresap kedalam tanah melalui infiltrasi. Asdak (2002) mengatakan bahwa air hujan sebagian besar akan menjadi aliran permukaan (surface run off). Aliran permukaan sebagian akan meresap kedalam tanah melalui proses infiltrasi dan perkolasi. Air hujan yang meresap akan bergerak terus ke bawah menuju zona jenuh air menjadi airtanah. Air dalam tanah sebagian diserap oleh akar tumbuhan dan sebagian lagi membentuk mata-air. Dalam penelitian ini, digunakan model untuk mengetahui peranan tumbuhan dalam menahan air hujan dan retensi air hujan yang dapat meresap ke dalam tanah. Model dengan membuat hujan buatan pada petak tanah yang ditumbuhi vegetasi lantai (herba, semak rumput) dan petak tanah tanpa ada tumbuhan. Berdasarkan model ini dapat diketahui besarnya retensi air hujan yang dapat meresap kedalam tanah, besarnya limpasan, dan lamanya tanah menahan air hujan sampai melimpas. Persentase rata-rata retensi tumbuhan untuk menahan air hujan yang dihasilkan dalam model ini, untuk tanah (tanpa tumbuhan) 33%, runput dan herba 77%, dan semak 81%. Persentase tertinggi adalah pada tumbuhan semak, yaitu 81%. Hal ini berarti tumbuhan semak dapat menahan air sebesar 81% dari debit air yang disiramkan. Tumbuhan semak merupakan tumbuhan penutup lantai yang berkayu dan memiliki sistem perakaran yang bagus, serta penutupan tanahnya tinggi. Jika dibandingkan dengan tanah terbuka (tanpa tumbuhan) terdapat perbedaan yang jauh dalam meahan retensi air hujan. Tanah terbuka hanya mampu menahan retensi air hujan rata-rata sebesar 33%. Waktu yang diperlukan dalam menahan air hujan sebelum dilimpaskan tertinggi pada semak dan herba, kemudian semak, dan yang tercepat melimpas adalah tanah terbuka. Hal ini berarti bahwa tanah terbuka tidak bisa menahan aliran air hujan, sedangkan tanah yang terdapat tumbuhan dapat menahan limpasan dan air yang tertahan akan meresap kedalam tanah melalui proses infiltrasi. Berdasarkan model yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa vegetasi sangat berpengaruh terhadap penahanan limpasan dan air yang tertahan akan meresap kedalam tanah sebagai sumber air tanah. Namun, tanah memiliki karakteristik kejenuhan terhadap air sehingga apabila sudah jenuh, air sulit untuk meresap. Tetapi tumbuhan mempunyai kemampuan untuk menahan air untuk tidak melimpas, sehingga dapat tetap meresap meskipun membutuhkan waktu yang relatif lama. Hasi dari model tersebut dapat digunakan untuk mengkorelasikan dengan keadaan lingkungan yang sebenarnya. Di lokasi penelitian dapat diperkirakan debit air hujan setiap harinya dengan perhitungan curah hujan dan luas daerah tangkapan air. Misalnya di wilayah Wonosadi,
> Tree Vegetation Structure Analysis Around Springs that Potentially to Springs Conservation< tumbuhan herba dan rumput, serta semak, dapat menahan air sekitar 48200-50704 m3/hari. Hal ini sangat potensial untuk menambah jumlah air di dalam akuifer tanah sehingga sumber air untuk mata-air tetap melimpah. Tumbuhan herba, rumput, dan semak didalam hasil NDVI biasanya termasuk dalam kategori rendah-sedang. Kategori tinggi-sangat tinggi biasanya tumbuhan tinggi. Sehingga dapat diasumsikan bahwa persentase retensi air yang dapat meresap kedalam tanah akan semakin tinggi.
IV. CONCLUSION Hasil penelitian menunjukkan bahwa luas DTA dari yang terluas adalah mata air Cokro, Umbul Nila, Mudal, dan Wonosadi berturut-turut: 828,4; 547,5; 39,4; dan 1039,3 Ha; sedangkan jumlah spesies dan famili pohon penyusun DTA di keempat mata air berturut-turut adalah 28, 7, 16, dan 11 spesies serta 14,5,11, dan 10 famili. Spesies dengan nilai densitas tertinggi di keempat mata air berturut-turut: Samanea saman, Ficus benjamina, Tectona grandis, Cyathocalyx pruniferus. Persentase penutupan lahan berdasarkan nilai NDVI pada kategori rendah, sedang, tinggi, sangat tinggi pada masing-masing DTA mata air berturut-turut Wonosadi: 0; 1,34; 47,28; 51,38%, Mudal: 0; 0; 12,89; 87,11%, Cokro: 0,03; 18,06; 40,95; 40,95%, Umbul Nila: 0; 10,90; 44,66; 44,44%. Hasil model limpasan menunjukkan bahwa lahan yang ditumbuhi vegetasi (rumput, herba, dan semak) dapat menahan retensi air hingga 81% dibandingkan dengan tanah terbuka yang hanya mampu menahan 33%. REFERENCES [1] [2]
[3] [4]
[5] [6]
Asdak, C. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: UGM Press. Duhri, M. K. 2013. Solo Raya Kekeringan: 33 Desa di Klaten Krisis Air. Wed, 21/8/2013. (online) (www.solopos.com/2013/08/21/kekeringansoloraya-33-desa-di-klaten-krisis-air-440006), Diakses pada 23 Agustus 2013. Klepper, B. 1991. Root-Shoot Relationship. New York: The Hidden Half. Marcel Dekker Inc. Marsono, Dj. 2008. Keharusan Basis Ekosistem dalam Pengelolaan Hutan dan Lahan. Pidato Dies Natalis Fakultas Kehutanan UGM ke-45 tanggal 7 November 2008. Yogyakarta. Pudjiharta, A. 2008. Pengaruh Pengelolaan Hutan pada Hidrologi. Jurnal Info Hutan (2):141-150. Whittaker, R. H. 1976. The Population Structure of Vegetation. In Gessellscafts Morphologie. W. Junk. The Hague.
5