ANALISIS INTEGRASI WILAYAH SECARA EKONOMI DAN SPACIAL DI KEDIRI ( Nining Purnamaningsih. Fakultas Ekonomi Universitas Kadiri ) SUMMARY This Research entitled 'The Economical and Spatial Regional Integration Analysis in City and Regency Kediri from 1999 to 2008' aims to know the role of Town Kediri as growth center to area of it's hinterland and the relation of economic growth in the City Kediri and Regency Kediri and also to know the economic integration between both City and Regency Kediri. The conducted research type is a descriptive research. Taking up the sample using Purposive Random Sampling is intended with the certain consideration. It is the matter related with the Regency Kediri covering 23 Sub-districts taken by 4 Sub-districts representing hinterland place; and the City Kediri consists of 3 sub-districts taken all. The used analysis methods are Analyses of Shift Share, Causality Granger, and Gravitation. The results of analysis indicate that the total friction of economic growth among the regions in Regency and City Kediri caused by the growth proportional component; and percentage of change of GDRP and the regional compartment growth component indicates tardy for the City Kediri; and it is going forward for Regency Kediri. Merger of both City and Regency Kediri is going forward. The Regress Analysis indicates that the economic growth indirectly and also passing lag time that will influence the economic growth of the City. But economic growth of the City does not influence the economic growth of inferential Regency so that it can be said between economic growths indirectly and after lag period will influence the economic growth of the Regency. .The resut of Analysis Gravitation among the areas indicates that there is an equal relation among the region mass having fascination, so that it happens mutual interactions of each other (interregional interacts) as an interesting strength materialization draw interregional. The growth center of City Kediri has strong fascination to its neighbor area especially for area having distance close enough to growth center. The value formed annually in each region hinterland tends to improve continually. Area Hinterland in City Kediri having strongest interest with the growth center is Sub-district Wates with highest gravitation index equal to 896,296,135.90 that happened in the year 2008, while area having the lowest interaction to growth center is Sub-district Grogol with index gravitation equal to 38,003,080.56 that happened in the year 2004 Keywords: Regional Integration, Growth Center, and Hinterland
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Profil dan pemetaan daya saing ekonomi daerah Kabupaten/Kota di Indonesia menurut laporan Word Economic Forum dalam Global Competitive tahun 2006-2007 menunjukkan bahwa posisi daya saing Indonesia berada di peringkat ke 50 dari 125 negara(Mulyana, 2008:1). Dalam pengukuran dan pemeringkatan daya saing daerah Kabupaten/Kota tersebut, yang dilakukan oleh Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan (PPSK) Bank Indonesia
bekerja sama dengan LP3EFE UNPAD menunjukan bahwa prosentase peringkat teratas daya saing Kabupaten/Kota berdasarkan subindikator sumber daya manusia dan ketenagakerjaan , untuk Kabupaten Kediri memiliki score 0,362 dan masuk pada peringkat tiga puluh enam yang memiliki keunggulan dibidang pertanian. Sedang untuk Kota Kediri berdasarkan indikator output, memiliki score 7,84 dengan peringkat ketiga, yang memiliki keunggulan dalam variabel input maupun output serta menjadi basis bagi kegiatan industri dan jasa. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional disebutkan bahwa Pusat Kegiatan Nasional adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala internasional, nasional, atau beberapa provinsi. Dan Pusat Kegiatan Wilayah adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota. Sedang Pusat Kegiatan Lokal adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten/kota atau beberapa kecamatan. Untuk pusat kegiatan tersebut dapat berupa : kawasan megapolitan; kawasan metropolitan; kawasan perkotaan besar; kawasan perkotaan sedang; kawasan perkotaan kecil. Hal ini dapat ditetapkan dengan kriteria : kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa yang melayani skala kabupaten atau beberapa kecamatan; dan/atau kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi yang melayani skala kabupaten atau beberapa kecamatan. Wilayah Kediri termasuk Kawasan Perkotaan sedang. Kota merupakan pusat kegiatan ekonomi wilayah dan pusat pelayanan input pertanian, bank, tenaga ahli, transportasi, penyimpanan dan pergudangan, pengolahan, perbengkelan dan sebagainya sehingga hubungan timbal balik antara kota dan wilayah belakangnya menentukan perkembangan suatu wilayah. Kota Kediri adalah sebuah kota di Jawa Timur yang berbasis industri khususnya rokok (gudang Garam) dan perdagangan. Secara teori basis industri rokok tersebut peranannya sangat besar dilihat dari kemampuan multipliyer nilai tambah, kesempatan kerja, out put hingga ke pendapatan. Sebaliknya Kabupaten Kediri merupakan kabupaten yang berbasis pertanian dan termasuk wilayah yang potensinya luar biasa. Secara teoritis hubungan kedua wilayah bisa bersifat fungsional sehingga merupakan satu kesatuan fungsi baik ekonomi, sosial dan budaya. Sehingga diduga kedua wilayah ada pola integrasi yang khusus. Seperti diketahui bahwa Fungsi kawasan adalah sebagai Pusat Pelayanan Sekunder jasa pemerintahan, Pendidikan, Perdagangan, jasa, pertanian, perkebunan dan pariwisata alam. Berdasarkan pemikiran ini maka konsep pembangunan dengan melalui pewilayahan pembangunan dimana setiap satuan wilayah hinterland diintegrasikan dalam satu kesatuan dengan satu kutup pertumbuhan menjadi salah satu strategi. Dalam perjalanan pembangunan wilayah di Jawa Timur upaya pewilayahan pembangunan ini telah dilakukan oleh pemerintah propinsi Jawa Timur. Pertama kali upaya konsepsional perwilayahan hingga di tingkat strategi dilakukan dengan membagi wilayah Jawa Timur menjadi sembilan satuan wilayah pembangunan (SWP).Kota Kediri Dan Kabupaten Kediri termasuk dalam Pengembangan Perwilayahan Pembangunan Di Satuan Wilayah Pembangunan VII. Dalam usahanya untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, hasil pembangunan tersebut harus dapat dinikmati oleh seluruh rakyat. Dengan demikian berarti pembangunan tersebut harus dilaksanakan secara merata oleh segenap lapisan masyarakat. Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi harus dapat mencapai kenaikan produksi barang-barang dan jasa di berbagai sektor ekonomi yang mencakup sektor produksi primer (pertanian; pertambangan dan galian), sektor produksi sekunder (industri;bangunan / konstruksi; listrik, gas dan air minum), dan sektor produksi tersier pemerintahan; perdagangan, hotel dan restoran; keuangan dan perbankan;perhubungan, pengangkutan dan komunikasi; jasa-jasa).Disamping itu perlu upaya membuat integrasi ekonomi antara dua wilayah atau lebih yang secara konseptual dan empirik mempunyai hubungan fungsional. Pola pertumbuhan ekonomi yang terpusat kepada sector komersial dan mengumpul di kawasan
pusat pertumbuhan jelas kurang mampu membuat pertumbuhan ekonomi berjalan secara berkelanjutan.Tujuan akhir dari pembangunan itu adalah suatu kesejahteraan umum. Fungsi kota dalam semangat desentralisasi adalah: sebagai pusat kegiatan yang membentuk suatu wilayah pelayanan tertentu (regional beberapa kecamatan) sesuai dengan struktur kota; sebagai simpul jasa distribusi yang mencakup kegiatan konsumsi, perdagangan dan pemasaran (sistem alokasi dan sistem distribusi); sebagai tempat fungsi tertentu berdasarkan kegiatan intensif yaitu sebagai kegiatan skunder dan tersier; penempatan fungsi kota yang mendukung pengembangan kegiatan yang ada di wilayah hinterlandnya. Kabupaten Kediri dan Kota Kediri merupakan kawasan yang spesifik yakni kota Kediri dipandang sebagai pusat pertumbuhan sedang Kabupaten Kediri adalah wilayah hinterland (belakang) berbasis pertanian yang secara ekonomi menjadi basis sumberdaya bagi pusat pertumbuhan di Kota Kediri. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka dalam penelitian ini dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut : a. Seberapa besar peranan Kota Kediri sebagai pusat pertumbuhan terhadap pertumbuhan daerah-daerah hinterlandnya.? b. Bagaimanakah hubungan kausalitas antara ketersediaan tenaga kerja, pengeluaran pemerintah dan pertumbuhan ekonomi di Kota Kediri dan Kabupaten Kediri ?. c. Apakah ada hubungan integrasi ekonomi antara Kota Kediri dan Kabupaten Kediri, dilihat dari pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja dan ketersediaan infrastruktur ? C.Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui keterkaitan wilayah pusat pertumbuhan dan wilayah hinterlandnya. b. Untuk mengetahui hubungan kausalitas antara ketersediaan tenaga kerja, pengeluaran pemerintah dan pertumbuhan ekonomi di Kota dan Kabupaten Kediri. c. Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan integrasi ekonomi antara Kota dan Kabupaten Kediri, dilihat dari pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja dan ketersediaan infrastruktur. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini antara lain sebagai berikut : a. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi Pemerintah Kota Kediri dan Kabupaten Kediri dalam menentukan kebijakan ekonomi terutama kepada pejabat-pejabat Pemerintah Daerah mengenai tata ruang kota agar dapat menimbulkan multiplier effect dan spread effect. b. Sebagai bahan informasi bagi institusi yang terkait dengan tata ruang kota yang ada di Kota Kediri dan Kabupaten Kediri. c. Sebagai referensi atau informasi bagi peneliti lain yang mengadakan penelitian dalam bidang sejenis sehingga dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu perencanaan pembangunan wilayah. TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Sebelumnya Penelitian yang dilakukan Biro Pusat Statistik Propinsi Jawa Timur tahun 2000 – 2004 , tingkat kesenjangan ekonomi antar wilayah di Jawa Timur pada kurun waktu 2000 – 2004 menunjukkan nilai yang stabil . Ini menggambarkan bahwa kesenjangan antar Kabupaten / Kota dapat dijaga dengan baik dan menunjukkan keefektifan koordinasi Pemerintahan Propinsi Jawa Timur dalam membina pembangunan antar Kabupaten / Kota Walaupun tahun 2004 terdapat kenaikkan , hal ini disebabkan tingginya pertumbuhan ekonomi Jawa Timur yang mencapai 5,43 %.
Penelitian Diah Kumalasari (2002) yang berjudul “Peranan Pusat Pertumbuhan Dan Kesenjangan Pendapatan Antar Wilayah Dalam Kaitan Pengembangan Perwilayahan Pembangunan Di Satuan Wilayah Pembangunan VII Kediri Tahun 1995—2000” , bertujuan untuk mencari pengaruh yang ditimbulkan oleh keberadaan kota sebagai pusat pertumbuhan dalam pengembangan suatu wilayah, ada tidaknya hubungan timbal balik antara pusat pertumbuhan dengan daerah hinterlandnya, kontribusi pusat pertumbuhan terhadap pertumbuhan daerah hinterlanya, serta kesenjangan yang terjadi antar SWP di SWP VII Kediri. Dalam penelitian ini didapatkan hasil yang signifikan pada hipotesa yang diajukan. Adapun hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pada analisis regresi yang digunakan suatu ditemukan pengaruh laju pertumbuhan dari pusat pertumbuhan (kota) terhadap wilayah hinterland. Adapun pengaruh pusat pertumbuhan tersebut terhadap masingmasing daerah penyangganya adalah sebesar 93% terhadap laju pertumbuhan kota Blitar; 96,5% terhadap laju pertumbuhan Kabupaten Kediri; 88% terhadap laju pertumbuhan Kabupaten Trenggalek; 57,1% terhadap laju pertumbuhan Kabupaten Tulungagung; 97,1% terhadap laju pertumbuhan Kabupaten Nganjuk; 84,6% terhadap laju pertumbuhan Kabupaten Jombang. Sedangkan dari analisis indeks williamson diketahui bahwa nilai indeks williamson pusat pertumbuhan terhadap wilayah hinterland SWP VII berkisar antara 0,021—0,398 yang menunjukkan bahwa kesenjangan pendapatan di SWP VII relatif kecil karena nilai indeks tersebut kurang dari 1. Adapun kabupaten yang memiliki indeks terkecil adalah Kota dan Kabupaten Kediri yaitu sebesar 0,021 dan yang terbesar adalah Kabupaten Jombang yaitu sebesar 0,398. Sedangkan pada analisis sift share menunjukkan sumbangan Kota Kediri terhadap masing-masing daerah hinterlandnya pada SWP VII adalah 11,5% pada Kota Kediri; -12,35% pada Kota Blitar; -3,65% pada Kabupaten Kediri; -3,05% pada Kabupaten Blitar; 13,13% pada Kabupaten Trenggalek; -4,21% pada Kabupaten Tulungagung; -7,99% pada Kabupaten Nganjuk; 22,22% pada Kabupaten Jombang. Pada analisis kausalitas engle grenger menunjukkan adanya hubungan timbal balik antara Kota Kediri dengan daerah-daerah penyangganya, hubungan yang nyata terjadi pada Kabupaten Kediri, Kota Blitar dan Kabupaten Nganjuk,sedangkan pada Kabupaten lainnya tidak berpengaruh secara nyata. Penelitian Ratna Sari Dewi (2007) yang berjudul “ Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah Dan Kesenjangan Antar Wilayah Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Timur”, mempunyai tujuan untuk mengetahui pertumbuhan antar sektor Kabupaten di wilayah Propinsi Jawa Timur dan untuk mengetahui pertumbuhan sektor primer dan sektor lainnya serta kesenjangan wilayah antar Kota/Kabupaten. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa : a). terdapat perbedaan pertumbuhan sektor antar Kota/Kabupaten di wilayah Propinsi Jawa Timur dilihat dari komponen pertumbuhan proporsional dan komponen pertumbuhan pangsa wilayah. b).Tidak terdapat perbedaan pertumbuhan sektor primer/pertanian . dan sektor lainnya di wilayah propinsi Jawa Timur . Seluruh Kota/Kabupaten sewilayah Propinsi Jawa Timur pertumbuhan sektor primer/pertanian memiliki pertumbuhan sektor yang terendah pada semua Kota/Kabupaten dengan nilai kurang lebih sama yaitu -11 %. Dengan demikian sektor pertanian masih membutuhkan perhatian yang lebih besar dalam prioritas pembangunan di propinsi Jawa Timur. c). Tidak terdapat kesenjangan wilayah antar kabupaten/kota di wilayah Propinsi Jawa Timur yang terlalu fluktuatif antara kurun waktu 2000 – 20004 dan perbedaan Indeks Williamson pada tahun 2000 dan 2004 sangat kecil. Hal ini menunjukkan masingmasing Kabupaten/Kota pertumbuhan ekonomi sama-sama berjalan lamban. B. Tinjauan Teori Dalam tinjauan teori akan diuraikan beberapa teori yang mendukung dalam penelitian ini, antara lain : 1. Teori Pembangunan Ekonomi Proses pembangunan pada dasarnya bukanlah sekedar fenomena ekonomi semata. Pembangunan tidak sekedar ditunjukkan oleh prestasi pertumbuhan ekonomi yang dicapai oleh suatu Negara, namun lebih dari itu pembangunan memiliki perspektif yang luas. Dimensi
social yang sering terabaikan dalam pendekatan pertumbuhan ekonomi justru mendapat tempat strategis dalam proses pembangunan. Pembangunan selalu menimbulkan dampak positif maupun negatif. Menurut Meier difinisi pembangunan ekonomi adalah suatu proses dimana pendapatan percapita suatu negara meningkat selama kurun waktu yang panjang dengan catatan bahwa jumlah penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan absolute tidak meningkat dan distribusi pendapatan tidak semakin timpang(Meier,1995:7 dalam Mudrajad:2006:12). Menurut Lincolyn Arsyad (2004: 11) pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil perkapita penduduk suatu Negara dalam jangka waktu yang panjang dan disertai oleh perbaikan system kelembagaan. Dari definisi tersebut maka pembangunan ekonomi mempunyai pengertian: (i) suatu proses yang berarti perubahan secara terus-menerus, (ii)suatu usaha untuk meningkatkan pendapatan perkapita, (iii) pendapatan perkapita itu terus-menerus meningkat dalam jangka waktu yang panjang,dan (iv) Perbaikan sistem kelembagaan di segala bidang. 2.Teori Pertumbuhan Ekonomi a).Teori Tempat Sentral Dirumuskan oleh Walter Cristaller (1933) yang melakukan studi persebaran pemukiman, desa dan dikenal sebagai teori pertumbuhan perkotaan yang tergantung pada spesialisasinya dan pada dasarnya fungsi suatu pusat kota adalah sebagai pusat pelayanan bagi daerah-daerah belakangnya, menyuplai barang dan jasa , seperti jasa perdagangan, perbankan, fasilitas pendidikan, hiburan serta jasa-jasa dari pemerintah kota/daerah. Tingkat permintaan akan pelayanan perkotaan oleh daerah sekitarnya dengan memperhatikan demand threshold dan demand range akan menentukan kecepatan pertumbuhan kota (tempat pemusatan) tersebut. Terdapat empat faktor yang menyebabkan timbulnya pusat-pusat pelayanan : 1) faktor sosial ekonomi, 2) faktor ketersediaan sumber daya, 3) kekuatan aglomerasi, dan 4) faktor investasi pemerintah. b). Teori Kutub Pertumbuhan Francois Perroux dalam Sihotang ( 2001 : 98 ): Kutub Pertumbuhan Regional adalah seperangkat industri sedang berkembang yang berlokasi di daerah perkotaan dan mendorong perkembangan lanjutan dari kegiatan ekonomi di daerah pengaruhnya,yang terdiri dari satu kumpulan industri-industri yang mengalami kemajuan dan saling berhubungan, serta cenderung menimbulkan aglomerasi yang disebabkan faktor ekonomi eksternal. Konsep dasar ekonomi dari pada kutub pertumbuhan : 1) Konsep Industri utama dan industri pendorong 2) Konsep Polarisasi, pertumbuhan daripada industri utama dan perusahaan pendorong akan menimbulkan polarisasi unit-unit ekonomi lain ke pusat pertumbuhan. 3) Terjadinya Aglomerasi, yang ditandai : Scale Economies, Localization, Urbanization Economies. c)Teori Titik Pertumbuhan : Francois Perroux ( Sjafrizal, 2008:127) : perkembangan modern teori titik pertumbuhan berasal dari teori kutub pertumbuhan yang diperkenalkan pertama kali Francois Perroux seorang Ekonom Perancis sebagai reaksi atas pandangan ekonom Casel dan Schumpeter berpendapat bahwa transfer pertumbuhan antar wilayah umumnya berjalan lancar, sehingga perkembangan penduduk, produksi dan kapital tidaklah selalu proporsional antar waktu. Dari beberapa karakteristik pusat pertumbuhan dapat digambarkan sebagai berikut :
GAMBAR 1 : STRUKTUR EKONOMI PUSAT PERTUMBUHAN
Usaha
Usaha
Terkait
Terkait Usaha Utama
Usaha
Usaha
Terkait
Terkait
Sumber: Sjafrizal,2008: 130)
Dari gambar diatas dapat jelaskan bahwa secara umum struktur ekonomi dari sebuah pusat pertumbuhan akan terdapat konsentrasi kegiatan ekonomi yang didalamnya terdapat sebuah kegiatan ekonomi yang berfungsi sebagai industry induk dan beberapa kegiatan ekonomi lainnya yang saling terkait satu sama lainnya dari segi input dan out put. Dalam kaitannya dengan kegiatan usaha khususnya kegiatan pertanian, pusat pertumbuhan pada dasarnya menganut konsep agribisnis yang melibatkan kegiatan produksi dan pengolahan hasil dan pemasaran produk. Analisis tentang pertumbuhan mengandung hipotesis bahwa pendapatan di daerah pertumbuhan secara keseluruhan akan mencapai maksimum apabila pembangunan dikonsentrasikan pada titik pertumbuhan dan daerah pengaruhnya adalah daerah yang penting dalam teori ini. Interaksi ini mempunyai beberapa aspek; Pertama, interaksi ini menimbulkan ketidak-seimbangan di daerah yang bersangkutan sebagai keseluruhan. Kedua, industri-industri penggerak di kutub pertumbuhan barang kali industri-industri ekspor yang melayani pasar-pasar ekstra regional. Ketiga, fungsi-fungsi tempat sentral dari titik pertumbuhan dapat memperjelas hubungan antara titik-titik pertumbuhan dan daerah pengaruhnya tersedia pelayanan sentral adalah salah satu keuntungan aglomerasi yang penting pada titik pertumbuhan(Richardson 2001: 99). Jadi peranan pusat pertumbuhan sebagai sarana dan strategi pembangunan wilayah dimana pembangunan industri adalah justru yang merupakan jalan utama untuk menciptakan kutub pertumbuhan dan pusat pertumbuhan yang mempunyai peran utama dalam pembungunan ekonomi. Perkembangan pusat pertumbuhan beserta daerah kotanya dapat mempunyai pengaruh timbal balik terhadap wilayah belakangnya (hinterland). Pengaruh ini dapat menguntungkan maupun merugikan bagi perkembangan wilayah secara keseluruhan. Pengaruh tersebut menguntungkan wilayah belakang (hinterland), jika kemajuan kota sebagai pusat pertumbuhan merembet keluar, misalnya dalam bentuk kenaikan pembelian barang-barang hasil wilayah belakang (hinterland) atau penanaman modal oleh orang-orang atau perusahaan-perusahaan kota di wilayah belakang (hinterland). Pengaruh semacam ini akan terjadi jika perekonomian kedua daerah (kota sebagai pusat pertumbuhan dan daerah belakangnya) itu adalah komplementer. Di samping komplementaritas , perekonomian kota dapat memberantas pengangguran terselubung yang terdapat banyak di daerah belakangnya, dan dengan demikian menaikkan produktivitas marginal tenaga kerja dan tingkat konsumsi masyarakat daerah belakangnya. Pengaruh yang tidak menguntungkan atau yang merugikan daerah belakang
terjadi jika aktivitas produksi di daerah itu sendiri dari industry manufaktur atau indusrtri ekspor yang semacam dengan yang terdapat dikota,tetapi dalam tingkat yang lebih rendah, baik dalam hal efisiensi kerjanyamaupun dalam kualitas produksinya. Dalam hal hubungan antara kota sebagai pusat pertumbuhan dan wilayah belakangnya dapat dibedakan antara kotakota generatif dan kota-kotaparasitif. Kota generatif adalah kota yang menjalankan beramacam-macam fungsi baik untuk dirinya sendiri, maupun untuk daerah belakangnya, yang menjamin penawaran barang-barang dan merupakan pasar bagi hasil produksinya. Makin besar kapasitas absorbsi daerah pemasaran maka makin besar pula kemungkinan untuk mengembangkan potensi-potensi daerah belakang. 3. Teori Lokasi Dan Analisa Ekonomi Spasial Teori Lokasi merupakan teori dasar yang sangat penting dalam analisa spasial dimana tataruang dan lokasi kegiatan ekonomi merupakan unsur utama. Teori lokasi memberikan kerangka analisa yang baik dan sistematis mengenai pemilihan lokasi kegiatan ekonomi dan sosial , serta analisa interaksi antar wilayah. Teori ini menjadi penting dalam analisa ekonomi karena pemilihan lokasi yang baik akan dapat memberikan penghematan yang sangat besar untuk ongkos angkut sehingga mendorong terjadinya efisiensi baik dalam bidang produksi maupun pemasaran . Sedangkan interaksi antar wilayah akan dapat pula mempengaruhi perkembangan bisnis yang pada gilirannya akan dapat pula mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah. Dari perkembangan Teori Lokasi tersebut selanjutnya mendorong timbulnya analisa ekonomi spasial yang kemudian menjadi dasar utama yang menekankan analisanya pada pengaruh aspek lokasi dan ruang terhadap pengambilan keputusan sosial ekonomi dan bisnis yang lebih konkrit dan realistis sesuai dengan kondisi geografi dan wilayah . 4.Analisis Wilayah Pelayanan (Isoline) Jenssen (1995) menyatakan bahwa untuk lebih melengkapi akurasi informasi perlu dibentuk Isoline, yaitu suatu alat yang dapat digunakan untuk menganalisis tingkat aksesibilitas suatu wilayah terhadap fungsi-fungsi pelayanan yang ada di sekitar pusat-pusat perkotaan/pelayanan.Isoline dapat digunakan untuk mengukur sampai sejauh mana fungsifungsi pelayanan dapat menjangkau pemukiman-pemukiman yang ada, dikaitkan dengan sarana dan prasarana transportasi. Selain itu, isoline diperlukan juga untuk mengetahui/membedakan antara daerah yang terintegrasi (terjangkau oleh fungsi pelayanan) dan yang tak terintegrasi (terisolir dari fungsi-fungsi pelayanan, biasanya daerah hinterland, atau daerah yang seharusnya berada dalam lingkungan target dari pusat pelayanan atau diluar lingkungan target pelayanan. Isoline adalah garis disekitar suatu pusat pelayanan) dalam jarak fisik atau waktu yang sama, diukur dari pusat perkotaan sepanjang sistem jalan. Jarak dapat dikonversikan menjadi waktu dengan menghitung kecepatan rata-rata untuk berbagai jenis jalan dan kesempatan transportasi. Jenis-jenis jalan tersebut dapat terbagi dalam jalan negara. Jalan propinsi, jalan kabupaten/kota, jalan desa, bahkan jalan setapak. Titik-titik di antara alan-jalan di mana transportasi terjadi dijalan kecil atau setapak, harus dihitung dengan hati-hati. Isoline digunakan sebagai penaksiran untuk mengetahui sampai sejauh mana daerah pelayanan yang harus dijangkau oleh suatu unit pelayanan tertentu. 5. Pendekatan Penyusunan Indikator Pembangunan Ada tiga pendekatan dalam penyusnan indikator pembangunan Indonesia : Pertama, pendekatan input yang digunakan, misalnya anggaran pembangunan Negara, kredit bagi penduduk berpendapatan rendah, jumlah s ekolah, jumlah rumahs akit dans ebagainya; Kedua, pendekatan out-put melalui pendekatan out-put akan lebih memperhatikan hasil yang telah dicapai dari suaha-usaha pembangunan tersebut, seperti kenaikan produks panngan, gizi, penurunan tingkat kematian dan sebagainya.
Ketiga, pendekatan struktural, lebih mengkhususkan pembanhasan pada perubahan struktur ekonomi, sosial, budaya,politik dalam konteks jangka panjang. Komponen-komponen pembangunan yang dapat dipergunakan selaku dasar peninjauan proses pembangunan Indonesia , ada beberapa perangkat komponen pembangunan antara lain adalah sebagai berikut: Tabel 1 : Perangkat Komponen Pembangunan Dengan Tiga Macam Pendekatan
Pendekatan Input Keuangan Negara Sumbangan masyarakat Kredit gol.pendapatan rendah Bantuan luar negeri Arena Aparatur negara
Pendekatan Output Pangan,Sandang, Perumahan Pendidikan Kesehatan Keadilan Administrasi Stabilitas nasional
Pendekatan Struktural Pembagian pendapatan Kesempatan Kerja Kesempatan berusaha Lingkungan Hidup Pertumbuhan Ekonomi, politik Hubungan Internas.
Sumber: Hendra Esmara, 1979
6. Strategi Pembangunan Ekonomi Daerah Didalam Strategi Pembangunan Daerah telah diketahui bersama bahwa kewilayahan dengan berbagai permasalahan yang dihadapi merupakan isu yang begitu komplek. Untuk mendapatkan perspektif yang lebih baik dari situasi yang dihadapi pemerintah daerah, masingmasing strategi merupakan alternative pendekatan saat ini untuk mempertemukan satu atau lebih aspek – aspek kebutuhan masyarakat. Pendekatan Strategis tersebut meliputi : a.
Strategi Pembangunan Daerah (dimensi pembangunan lingkungan)
b.
Strategi Pengembangan Bisnis
c.
Strategi Pengembangan Sumber Daya Manusia
d). Strategi Pembangunan Ekononomi yang menekankan pada lapangan pekerjaan masyarakatnya. Menurut Direktorat Pengembangan Kawasan Strategis, Ditjen Penataan Ruang, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (2002) prinsip-prinsip dasar dalam pengembangan wilayah adalah (www.pdf-search-engine.com) : 1. Sebagai growth center 2. Pengembangan wilayah memerlukan kerjasama pengembangan antar daerah dan menjadi persyaratan utama bagi keberhasilan pengembangan wilayah. 3. Pola pengembangan wilayah yang bersifat integral yang merupakan integrasi daerahdaerah yang tercakup dalam wilayah pendekatan keseteraan. Mekanisme pasar menjadi prasyarat bagi perencanaan pengembangan kawasan. Berikut gambar tentang sistematika pembagian dan keterkaitan berbagai konsep wilayah Menurut pandangan Ernan Rustiadi, kerangka klasifikasi konsep wilayah yang lebih mampu menjelaskan berbagai konsep Wilayah Homogen; Wilayah Nodal ; Wilayah Perencanaan.
Untuk klasifikasi konsep wilayah ini, wialayah nodal dipandang sebagai salah satu bentuk dari konsep wilayah system.Sedangkan dalam kelompok wilayah perencanaan , terdapat konsep wilayah perencanaan ; konsep wilayah administratif-politis dan wilayah perencanaan fungsional. Gambar 2 : Sistematika Konsep-Konsep Wilayah KONSEP ALAMIAH DISCRIPTIF HOMOGEN
NODAL (PUSAT HINTERLAND) SISTEM SEDERHANA
WILAYAH
SISTEM /FUNGSIONAL
DESA - KOTA
BUDIDAYA/ LINDUNG
SISTEM FUNGSION AL
SISTEM EK.:KAWASAN PRODUKSI ,IND. SISTEM EKOLOGI
SISTEM SOSPOL -------------------------------------------------------------------------------------------------------------KONSEP NON ILMIAH WIL.PERENCANAA N KHUSUS PERENCANAAN / PENGELOLAAN WIL.ADMINIS.POLITIK : PROP.,KAB., KOTA
Sumber : Ernan Rustiadi, dkk: 2009 : 28
7. Kerangka Teoritis Kerangka teoritis merupakan jaringan hubungan antar variable yang membentuk pola / alur pemikiran penelitian yang didasarkan pada rumusan permasalahan yang telah ditetapkan. Adapun Kerangka Teoritis dapat dinyatakan sebagai berikut :
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian PDRB PertumbuhanEk. Pend. Percapita Kesempatan kerja Kepadatan pddk Infrastruktur jalan
Kota Kediri
Kab.Kediri
-kinerja ek. -kinerja spacial
-kinerja ek. -kinerja spacial
PDRB PertumbuhanEk. Pend. Percapita Kesempatan kerja Kepadatan pddk Infrastruktur jalan
Hubungan Kausalitas
Hubungan Integrasi
METODE PENELITIAN 1. Lokasi penelitian ini dilakukan di Kota Kediri dan Kabupaten Kediri Propinsi Jawa Timur. 2. Jenis penelitian yang dilakukan bersifat explanatory yaitu penelitian untuk mencari besarnya pengaruh ada tidaknya, bagaimana pola hubungan dua indikator atau lebih, sehingga jenis penelitian ini bisa untuk menguji atau mengevaluasi teori yang digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini 3. Jenis data a). Data primer yaitu data yang dikumpulkan sendiri oleh peneliti dari pengamatan dan wawancara langsung kepada responden yang dianggap expert (Kepala Bappeda, Camat, Lurah, Kepala Desa, Perguruan Tinggi dan Tokoh Masyarakat) dalam menyikapi kebijakan pembangungan wilayah Kota Kediri dan Kabupaten Kediri. b).Data sekunder yaitu data yang diperoleh dalam bentuk yang sudah jadi berupa publikasi. Data ini meliputi : Data Product Domestic Regional Brutto, pertumbuhan ekonomi, pendapatan per kapita dan kinerja secara spasial baik berupa ketersediaan infrastruktur jalan, noda angkutan hingga kepadatan penduduk selama sepuluh tahun terakhir ( tahun 1999-2008)
4. Sumber Data dalam penelitian ini didapat dari instansi Badan Pusat Statistik, Perdagangan dan Perindustrian, Bappeda, Dinas Ketenagakerjaan, Dinas Pertanian dan Perkebunan, Dinas Perhubungan. 5. Metode Pengumpulan Data :untuk memperoleh data primer dengan cara wawancara langsung dengan stakeholder yang ada di Kota Kediri dan Kabupaten Kediri. Sedang data sekunder dengan cara melalui metode dokumentasi
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA 1. HASIL PENELITIAN Wilayah Kediri meliputi Kota Kediri dan Kabupaten Kediri, walaupun dua daerah tersebut secara adsministrastif mempunyai ibukota yang sama yakni kota Kediri, tetapi kedua wilayah tersebut secara administrative mempunyai wilayah administratif yang berbeda. A. KOTA KEDIRI a. Kondisi Geografis Kota Kediri Kota Kediri mempunyai ketinggian rata-rata 67 meter diatas permukaan laut serta terletak pada 111,15o hingga112,03o bujur timur dan 7,45o hingga 7,55o lintang selatan , terbelah oleh Sungai Brantas yang mengalir dari selatan ke utara menjadi dua Wilayah yaitu Wilayah Barat Sungai dan Wilayah Timur Sungai. Seluruh Wilayah Kota Kediri berbatasan dengan Wilayah Kecamatan – Kecamatan yang termasuk wilayah Pemerintah Kabupaten Kediri. Untuk batas-batas Wilayah Kota Kediri, yaitu: sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Gapengrejo; sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Wates dan Kecamatan Gurah; sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Kandat dan Kecamatan Ngadiluwih; sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Banyakan dan Kecamatan Semen. Wilayah Kota Kediri dilalui jalur Propinsi yang menghubungkan Surabaya – Mojokerto – Jombang – Kertosono - Kediri – Tulungagung – Trenggalek dan sebaliknya. Demikian juga Kota Kediri tidak memiliki laut tetapi memiliki lima sungai. Dari beberapa Sungai tersebut yang terbesar dan terkenal sampai saat ini adalah Sungai Brantas, dan menjadi legenda bagi masyarakat Kediri juga Propinsi Jawa Timur. b. Penduduk , Tenaga Kerja dan Upah Minimum Regional Secara administratif kota Kediri terdiri dari tiga kecamatan dan 46 kalurahan, luas wilayahnya sekitar 63,40 Km2. Jumlah penduduk wilayah ini sekitar 245 ribuan jiwa, tetapi perkembangan penduduknya pada decade dua tahun terakhir cukup tinggi dibandingkan periode sebelumnya yang cenderung konstan. Tabel 1: Indikator Demografis Kota Kediri 1999-2008 No
Indikator
Besaran
1.
Penduduk
245.300
2.
Pertumbuhan Penduduk 1999 -2005
0,29
3.
Pertumbuhan Penduduk 2006-2008
1,99
4.
2
Luas Wilayah (Km )
63,40
3.
Penduduk/ kalurahan
5467
4.
Kepadatan Penduduk/km2
3967
Sumber : Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Kediri
Jumlah Penduduk Kota Kediri dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2008 rata-rata 245.300 jiwa, ada dua variasi penting tahun 1999-2005 pertumbuhan penduduk hanya sekitar 0,29 persen per tahun, tetapi tahun 2006-2008 mengalami kenaikan yang signifikan yakni 1,99 persen per tahun. Salah satu factor yang menyebabkan kenaikan tersebut diduga karena migrasi penduduk yang tinggi. Luas wilayah kota Kediri sekitar 63,40 Km2, kepadatan penduduk adalah sekitar 3967 jiwa per km2. Angka ini untuk ukuran kepadatan kota termasuk tipe kota menengah. Kota Kediri terbagi dalam tiga Kecamatan dan 46 Kelurahan. Dilihat dari data penempatan dan pencari kerja , jika dihubungkan dengan pertumbuhan penduduk pada periode 2006-2007 mengalami peningkatan penempatan dan lowongan kerja. Tetapi di tahun 2008 jumlah penempatan kerja jauh di bawah jumlah lowongan yang ada,sedang pencari kerja masih cukup tinggi. Hal ini diduga terdapat ketidaksesuaian antara kebutuhan/lowongan dengan harapan pencari kerja Tabel 2. Banyaknya Pencari Kerja, Penempatan dan permintaan, Di Kota Kediri Tahun 2004 – 2008 No
Uraian
2004
2005
2006
2007
2008
1.
Pencari Kerja
3.898
8.676
4.935
4.188
4.278
2.
Penempatan
442
321
2.320
1.408
698
3.
Permintaan/Lowongan
629
850
1.783
1.653
2.794
Sumber : Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Kediri
Jumlah pencari kerja mengalami kenaikan, kecuali untuk tahun 2006 dan 2007 mengalami penurunan. Untuk jumlah pencari kerja pada tahun 2008 mengalami peningkatan sebanyak 90 orang (2,15 persen ) dari 4.188 orang pada tahun 2007. Jumlah pencari kerja pada tahun 2008 sebanyak 4.278 orang dengan dengan persentase perempuan adalah 58,77 persen dan 41,23 persen adalah laki-laki. Peningkatan jumlah pencari kerja yang mencapai 2,15 persen pada tahun 2008 juga diikuti dengan peningkatan jumlah permintaan/lowongan tenaga kerja yang mencapai 2.974 orang ( 69,02 persen) dari 1.653 orang pada tahun 2007, sedangkan penempatan tenaga kerja atau yang diterima bekerja mengalami penurunan menjadi 698 orang (- 50,43 persen) pada tahun 2008. Bila dilihat dari persentase penempatan terhadap lowongan yang ada hanya sebesar 24,9 persen tahun 2008, jauh lebih kecil dari tahun 2007 yang mencapai 85,2 persen. Hal inilah yang seharusnya menjadi perhatian bagi Pemerintah Kota Kediri agar penempatan tenaga kerja proporsional terhadap lowongan yang ada, sehingga masalah pengangguran dapat teratasi. Besarnya Kebutuhan Hidup Layak (KLH) dan Upah Minimum Regional tahun 2005 – 2008 dapat diuraikan pada tabel 3, berikut Tabel 3. Besarnya Kebutuhan Hidup Layak ( KHL) Dan Upah Minimum Regional ( UMR ) Di Kota Kediri , Tahun 2005 – 2008 No. 1.
Uraian KHL Januari
2005
2006
2007
2008
463.039
642.452
637.859
763.147
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember UMR
463.563 469.721 473.344 480.189 489.682 494.979 505.451 538.091 566.076 693.801 697.285 501.000
642.374 642.143 642.938 642.429 644.304 644.497 644.778 642.391 644.404 648.369 651.687 602.000
644.052 646.092 650.180 647.896 661.791 614.717 719.662 717.112 714.643 716.438 762.242 717.000
768.331 775.022 793.875 829.872 833.979 843.895 887.181 890.680 880.947 883.164 889.205 856.000
Sumber : Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Kediri
Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwa kaitannya dengan besarnya Upah Minimum Kota (UMK) Kota Kediri terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun yaitu sebesar 602.000 rupiah pada tahun 2006 atau meningkat sebesar 20,15 persen dibanding tahun 2005, pada tahun 2007 mencapai 717.000 rupiah atau meningkat sebesar 19,10 persen dibandingkan dengan tahun 2006 dan pada tahun 2008 mencapai 856.000 rupiah atau meningkat sebesar 19,39 persen dibandingkan dengan tahun 2007
c. Sarana dan Prasarana Pendidikan Jumlah infrastruktur pendidikan secara teoritis mencerminkan indikator kwalitas sumberdaya manusia. Semakin baik sarana dan prasarana pendidikan akan mendukung pencapaian kwalitas sumberdaya manusia. Secara kuantitas di kota Kediri terjadi peningkatan yang cukup berarti, walaupun angka absolutnya cenderung konstan Tabel 4. Banyaknya Sarana Pendidikan Di Kota Kediri Tahun 2004 – 2008 No
Tingkat Pendidikan
2004
2005
2006
2007
2008
1
TK
95
98
98
105
130
2
SD
143
138
138
144
144
3
SMP
29
30
30
30
36
4
SMA
20
21
21
21
21
5
PERGURUAN TINGGI
9
10
12
14
14
Sumber : BPS Kota Kediri
Pada tahun 2008 jumlah Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kota Kediri mengalami kenaikkan, sedangkan jumlah Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Umum dan Perguruan Tinggi tidak mengalami perubahan, yaitu berturut-turut 144 unit , 21 unit dan 14 unit d. Aktivitas Ekonomi Kota Berukut merupakan data indikator ekonomi kota Kediri :
Tabel 5 : Indikator Ekonomi Kota Kediri 2004-2008 No
Indikator
Besaran
Pertumbuhan
1
PT Persero
26
14,52
2
PT/NV
230
1,09
3
Firma
7
-27,78
4
CV
392
-19,16
5
Koperasi
107
13,28
6
Perusahaan Asing
2
0,00
7
Perusahaan Perseorangan
2863
-37,49
8
Jumlah Total Perusahaan
4481
3,93
Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Kediri
Aktivitas ekonomi secara riil di suatu wilayah dapat dilihat dari indicator kelembagaan ekonomi yang ada. Secara kwantitatif kinerja kelembagaan cukup mencerminkan dinamika ekonomi, dimana dinamika ekonomi tersebut cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah kelembagaan ekonomi, sebaliknya jika jumlah kelembagaan ekonomi menurun hal ini mencerminkan kinerja ekonomi secara riil juga menurun. Berdasarkan data tersebut bisa dilihat bahwa aktivitas ekonomi perorangan di Kota Kediri cenderung menurun bahkan cukup signifikan yakni sekitar 37,49 persen per tahun, selama lima tahun terakhir
B. KABUPATEN KEDIRI a. Kondisi Geografis Kabupaten Kediri Posisi Geografis Kabupaten Kediri terletak antara 111,47o hingga 112,18o bujur timur dan 7,36 o hingga 8,03o lintang selatan. Wilayah Kabupaten Kediri diapit oleh 5 Kabupaten yaitu Kabupaten Tulungagung di sebelah Barat-Selatan, Kabupaten Nganjuk di sebelah Barat-Utara, Kabupaten Jombang di sebelah Utara-Timur, Kabupaten Malang di sebelah Timur dan Kabupaten Blitar disebelah Selatan. Kondisi Topografi terdiri dari dataran rendah dan pegunungan yang dilalui aliran sungai Brantas yang membelah dari Selatan ke Utara. Pada tahun 2008 curah hujan rata-rata : 2.031 mm. Secara keseluruhan luas wilayah Kabupaten Kediri seluas 138.605 hektar terdiri dari lahan sawah: 47.320 hektar, lahan non sawah 91.285 ha. Kabupaten Kediri memiliki beragam potensi daerah dan jika dikembangkan dan dikelola dengan tepat akan mampu meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat. Beragamnya potensi daerah baik itu potensi wisata, produk unggulan maupun maupun peluang investasi dan terobosan untuk menggali dan memasarkan potensi yang ada, bisa dipastikan perkembangan Kabupaten Kediri ke depannya akan mencapai titik optimal yang dapat meningkatkan ekonomi masyarakat secara riil. Ditinjau dari kondisi yang ada saat ini kabupaten Kediri memiliki luas wilayah 138.605 Ha dan memiliki kondisi yang beranekaragam baik sumber daya alam, sumber daya manusia, maupun perkembangan wilayah. Oleh karena itu perlu adanya strategi dalam pengembangan wilayah Kabupaten Kediri yang bertujuan untuk pengembangan wilayah yang
baik b. Kondisi Demografis
dan
terarah.
Data mengenai jumlah dan pertumbuhan penduduk sangat penting dalam kegiatan perencanaan pendapatan dan belanja daerah, terutama dalam kaitanya dengan penyediaan sarana dan prasarana bagi tenaga kerja seperti sarana pendidikan, kesehatan, perumahan dan pemukiman, transportasi dan sebagainya.Berikut merupakan data penduduk Kabupaten Kediri Tabel 6. Jumlah Penduduk per Kecamatan Tahun 2004 - 2008 di Kabupaten Kediri Propinsi Jawa Timur No Kecamatan Rataan Standart Deviasi 1 Mojo 61242.67 584.53 2 Semen 43593.83 871.21 3 Ngadiluwih 68903.83 3886.64 4 Kras 55772.83 465.77 5 Ringinrejo 47421.67 169.99 6 Kandat 52082.67 579.20 7 Wates 82030.67 523.66 8 Ngancar 44271.67 236.09 9 Plosoklaten 64723.83 1841.93 10 Gurah 70929.17 1373.77 11 Puncu 54642.50 1435.62 12 Kepung 74496.33 1671.34 13 Kandangan 46179.00 1064.11 14 Pare 145377.00 3964.64 15 Kunjang 34111.33 81.51 16 Plemahan 52792.67 784.64 17 Purwoasri 58343.33 1141.14 18 Papar 49078.83 648.12 19 Pagu 78493.00 682.26 20 Gampengrejo 80746.00 1487.08 21 Banyakan 52749.50 870.64 22 Grogol 41873.67 1096.48 23 Tarokan 50039.17 314.69 jumlah 1409895.17 21479.47 Sumber : BPS Statistik Tahun 2008 Pada tahun 2004 penduduk Kabupaten Kediri sebanyak 1375812 jiwa, terdiri dari 533278 jiwa penduduk perempuan dan 540259 jiwa penduduk laki-laki. Jumlah penduduk Kabupaten Kediri pada tahun 2008 sebesar 1.415.500 jiwa dan pada tahun 2004 mencapai 1.375.812 jiwa. Sehingga dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2008 terdapat peningkatan jumlah penduduk sebesar 39688 jiwa dengan pertumbuhan sebesar 2,88%. Menurut sensus 2000 yang dimakasud angkatan kerja adalah seluruh penduduk yang berumur 15 tahun sampai dengan 64 tahun. Angkata kerja di Kabupaten Kediri pada tahun 2004 mencapai 745.085 jiwa. Dimana 704.460 jiwa diantaranya telah bekerja (BPS Kabupaten Kediri, 2005).
Pada tahun 2004 penduduk Kabupaten Kediri sebanyak 1375812 jiwa, terdiri dari 533278 jiwa penduduk perempuan dan 540259 jiwa penduduk laki-laki. Jumlah penduduk Kabupaten Kediri pada tahun 2008 sebesar 1.415.500 jiwa dan pada tahun 2004 mencapai 1.375.812 jiwa. Sehingga dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2008 terdapat peningkatan jumlah penduduk sebesar 39688 jiwa dengan pertumbuhan sebesar 2,88%.
Menurut sensus 2000 yang dimakasud angkatan kerja adalah seluruh penduduk yang berumur 15 tahun sampai dengan 64 tahun. Angkata kerja di Kabupaten Kediri pada tahun 2004 mencapai 745.085 jiwa. Dimana 704.460 jiwa diantaranya telah bekerja (BPS Kabupaten Kediri, 2005).
Tabel 7.Komposisi Tenaga Kerja Menurut umur,Jenis Kelamin di Kabupaten Kediri Th.2008 Kelompok No.
Umur
Jumlah Tenaga Kerja Laki-laki
Perempuan
Prosentase Total
Tenaga Kerja (%)
1.
15 - 19
77358
70639
147997
13.79
2.
20 - 24
60242
56644
116886
10.89
3.
25 - 29
59005
59032
118037
11.00
4.
30 - 34
56616
59253
115869
10.79
5.
35 - 39
55644
58744
114388
10.66
6.
40 - 44
47887
46093
93980
8.75
7.
45 - 49
38725
36838
75563
7.04
8.
50 - 54
30513
31089
61602
5.74
9.
55 - 59
26683
26922
53605
4.99
10.
60 - 64
22933
27172
50105
4.67
Jumlah
540.259
533.278
1.073.537
100.00
Sumber : Kediri dalam angka, BPS 2008 Pada tabel terlihat bahwa jumlah tenaga kerja di Kabupaten Kediri pada tahun 2008 sebanyak 1.073.537 jiwa. Jumlah tenaga kerja laki-laki sejumlah 540.259 jiwa dan jumlah tenaga kerja perempuan sejumlah 533.278 jiwa. Dari total tenaga kerja yang ada proporsi tenaga kerja terbanya pada kelompok umur 15 - 19 tahun (13,79%) dan 25 – 29 (11,00%). Sedangkan proporsi tenaga kerja paling sedikit pada kelompok umur 60 – 64 (4,67%) dan kelompok umur 55 – 59 (4,99%). c. Potensi Ekonomi Aktivitas ekonomi di Kabupaten Kediri dalam hal ini pertama kali dilihat dari sisi keragaan industri. Hal ini penting untuk melihat imbas kota Kediri terhadap wilayah hinterland yakni kabupaten Kediri. Umumnya struktur ekonomi industri diyakini merupakan peralian dari struktur primer ke non primer. Dalam konteks perubahan struktur ekonomi wilayah, dinamika industri menjadi penting, yakni sebagai salah satu indikator perubahan struktural ekonomi
Tabel 8. Jumlah Pengusaha Industri Pengolahan Menurut Jenis Industri di Kabupaten Kediri, Th. 2008 No
Tipe Industri
1.
Industri Makanan, Minuman
2.
Industri Tekstil, Pakaian Jadi dan Kulit
Jumlah
%
1540
68,63
31
1,38
3. 4. 5.
6. 7. 8. 9.
Industri Kayu (termasuk Perabotan Rumahtangga dari Kayu) Industri Kertas dan Barang dari Kertas
213
9,49
29
1,29
Industri Kimia dan Barang-barang dari Bahan Kimia, Minyak Bumi, Batubara, Karet dan Plastik Industri Barang Mineral bukan Logam (Kecuali Minyak dan Batubara) Industri Logam Dasar
92
4,10
5
0,22
0
0,00
Industri Barang dari Logam, Mesin dan Peralatannya Industri Pengolahan lainnya
116
5,17
218
9,71
2.244
100,00
Jumlah Sumber : Dinas Pemasaran Kabupaten Kediri, 2008
Berdasarkan data yang ada dalam tabel 8, tampak bahwa jumlah mayoritas jenis industri di Kabupaten Kediri, seperti umumnya jenis industri di wilayah Indonesia, yakni didominasi oleh industri makanan, minuman dan tembakau, yaitu sekitar 68,63 persen. Industri lain yang cukup menonjol adalah industri kayu, industri barang dari logam serta industri kimia, masingmasing meliputi 9,49; 5,17 dan 4,10 persen. Umumnya dua kelompok besar pertama, berbasis sumberdaya local, sedang dua kelompok sisanya berbasis sumberdaya impor atau non lokal. Berdasarkan skala usaha yang tercermin dari penyerapan tenaga kerja, tampak untuk kelompok pertama lebih banyak skala kecil yakni menyerap tenaga verja kurang dari 5 orang dan skala menengah kurang dari 20 orang tanaga kerja. Hal ini mengindikasikan bahwa usaha industri di Kabupaten Kediri masih didominasi oleh skala kecil dan menengah. Indikator ekonomi berdasarkan pendekatan makro sangat diperlukan untuk mengukur atau paling tidak mengamati perkembangan kegiatan parekonomian nasional maupun Kabupaten melalui trend tertentu, dalam kajian ini digunakan lingkup Kabupaten. Dengan demikian indikator dapat mendukung kajian masalah secara empiris. Pendekatan ekonomi secara makro, berarti melibatkan bidang-bidang ekonomi struktur produksi, pendapatan daerah, keuangan daerah (anggaran), sumberdaya manusia, neraca pembayaran, pemerataan dan kemiskinan. Semua bidang saling terkait satu sama lain, sehingga kajian permasalahan hendaknya tidak menggunakan satu indikator saja. Dalam kajian ini menggunakan beberapa indikator, antara lain : PDRB (Produk Domestik Regional Bruto), Laju Pertumbuhan Ekonomi, kontribusi sektor basis NTB terhadap total PDRB, kontribusi sektor basis pertumbuhan ekonomi Kabupaten terhadap total pertumbuhan ekonomi Kabupaten, tingkat inflasi, jumlah dan laju pertumbuhan penduduk, jumlah dan struktur angkatan kerjadan tingkat pengangguran, jumlah dan sebaran penduduk dan rumah tangga miskin. Dengan ini dapat di hitung sebagai berikut
Tabel 9. PDRB Kota dan Kabupaten Kediri Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2008
No
Sektor
PDRB (Rp Triliun) Kabupaten Gabungan 13,589 13,890
1.
Pertanian
Kota 0,313
2.
Pertambangan dan penggalian
0,009
0,830
0,839
3.
Industri pengolahan
113,75
4,839
118,589
4.
Listrik, gas dan air bersih
0,352
0,142
0,694
5.
Bangunan
0,280
0,434
0,714
6.
Perdagangan hotel dan restoran
31,126
8,102
39,228
7.
Angkutan dan komunikasi
1,182
0,868
2,050
8.
Keuangan, perusahaan dan jasa perusahaan Jasa-jasa
4,597
1,818
6,415
1,613
3,361
4,974
153,231
34,256
187,487
9.
Total Sumber : BPS Propinsi Jawa Timur
2. ANALISIS DATA a. Peran Pusat Pertumbuhan Kota Kediri Terhadap Hinterland Pertumbuhan ekonomi suatu wilayah dapat diketahui dengan cara membandingkan laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah dengan laju pertumbuhan ekonomi di wilayah atasnya, dalam hal ini dilihat dari wilayah gabungan antara kota dan Kabupaten Kediri. Untuk mengetahui pola pergeseran perkembangan ekonomi di wilayah kota Kediri dan pengaruhnya terhadap wilayah gabungan tersebut digunakan analisis Shift Share. Pergeseran total pertumbuhan ekonomi (PTij) antar wilayah di Kabupaten dan kota Kediri Propinsi Jawa Timur pada tahun 1999-2008 dapat diketahui melalui penjumlahan maupun persentase perubahan PDRB yang disebabkan komponen pertumbuhan proporsional (PPij) dan persentase perubahan PDRB yang disebabkan komponen pertumbuhan pangsa wilayah (PPWij). Kriteria pertumbuhannya adalah PTij>0 maka pertumbuhan ekonomi disuatu daerah mengalami kemajuan, sedangkan apabila PTij <0 maka pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah lambat. Berdasarkan data lampiran maka tingkat pertumbuhan ekonomi masingmasing daerah di wilayah kabupaten dan kota Kediri Propinsi Jawa Timur tahun 1999-2008 dapat dilihat pada Tabel .8 Tabel 10 : Hasil Perhitungan Pergeseran Total Pertumbuhan Ekonomi Kota Kediri Terhadap wilayah Kabupaten Kediri Jawa Timur Tahun 1999—2008 Kabupaten/kota
PPij
PPWij
PTij
keterangan
-43962158330.65
-43413367400.74
-87375525731.39
Lambat
Kabupaten Kediri
21304480307.14
59712621385.30
81017101692.44
Maju
Kabupaten Kota
38068669989.86
82524612335.63 120593282325.49
Maju
Kota Kediri
Sumber: lampiran yang Diolah
Pengertian maju dan lamban dalam hal ini adalah berdasarkan perbandingan dengan satu satuan wilayah pembangunan tersebut saja. Hasil akan berbeda apabila pembandingnya juga berbeda. Dalam penelitian ini pembanding P yang digunakan adalah Gabungan kota dan Kabupaten Kediri dan Provinsi Jawa Timur itu sendiri.
Adanya daerah maju dan daerah yang lamban pergeseran pertumbuhan ekonominya ditentukan oleh keunggulan komparatif yang dimiliki suatu daerah, akses ke pasar, dukungan kelembagaan, prasarana sosial serta kebijakan ekonomi regional pada suatu wilayah tersebut, tetapi yang lebih utama adalah kontribusi masing-masing sektor terhadap pertumbuhan PDRB di wilayah kota dan Kabupaten Kediri B. Hasil analisis hubungan kausalitas Granger Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Kota dan Hinterlannya Data analisis variabel pertumbuhan ekonomi wilayah kota dan Kabupaten Kediri sebelumnya diolah menggunakan analisis hubungan kausalitas Granger didistribusikan pada lampiran di belakang hingga lag ke 1. Berdasarkan estimasi koefisien regresi pertama dengan variabel dependen pertumbuhan ekonomi kota dan kabupaten, diperoleh hasil sebagai berikut. Dari rumus regresi: EGTt =
EGTt 1 EGHt 1 e
EGTt = - 117,404 EGTt-1 + 1,064 EGHt-1 + e (-0,332)
(14,910)*
R2 = 0,990 atau 99,0 % F = 202,206 Dari hasil regresi diatas menunjukkan bahwa nilai R2 sebesar 0,990 atau 99,0 %, hal ini menunjukkan bahwa variabel dependen mempengaruhi variabel independen hanya 99,0 %, sedangkan 1,00 % dipengaruhi oleh variabel diluar model. Demikian pula dengan nilai dari F hitung untuk lag 1 sebesar 202,206 dengan tingkat signifikansi 0,0001 hal ini menunjukkan bahwa Ho diterima dan Ha ditolak. Hasil dari R2 dan F hitung diatas menunjukkan bahwa, antara variabel dependen dengan variabel independen tidak terdapat hubungan secara signifikan atau nyata. Pada uji regresi kedua pada lag 1, dengan dependen variabel pertumbuhan ekonomi diperoleh hasil sebagai berikut: Dari rumus regresi: EGHt = * EGHt 1 * EGTt 1 e EGHt = 0,00011 EGHt-1 + 0,056 EGTt-1 +e (1,486)
(0,144)
R2 = 0,610 atau 61,00 % F = 2,365 (ts) Dari hasil regresi kedua diatas diketahui nilai R2 sebesar 0,610 atau 61,00 %, hal ini menunjukka variabel dependen mempengaruhi variabel independen hanya 61,00 %, sedangkan 39,00 % dipengaruhi oleh variabel diluar model. Demikian pula dengan nilai dari F hitung untuk lag 1 sebesar 2,365 dengan tingkat signifikansi 0,156 hal ini menunjukkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima. Hasil dari R2 dan F hitung diatas menunjukkan bahwa, antara variabel dependen dengan variabel independen tidak terdapat hubungan secara signifikan atau nyata. Dari hasil kedua regresi tersebut diatas menunjukkan bahwa variabel pertumbuhan ekonomi secara tidak langsung serta melalui lag waktu akan mepengaruhi pertumbuhan ekonomi kota. Tetapi pertumbuhan ekonomi kota tidak mempengaruhi pertumbuhan ekonomi kabupaten pada lag ke 1. Sehingga dapat disimpulkan bahwa antara pertumbuhan ekonomi secara tidak langsung serta setelah sekian periode lag akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi
Kabupaten. Sebaliknya pertumbuhan ekonomi kota tidak mempengaruhi pertumbuhan ekonomi kabupaten C. Hasil Analisis Gravitasi Dalam analisis indeks Gravitasi hubungan antara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya dipersamakan dengan hubungan antara massa-massa wilayah yang mempunyai daya tarik sehingga terjadi saling mempengaruhi (interaksi) antar daerah sebagai perwujudan kekuatan tarik menarik antar daerah. Semakin besar fungsi suatu kabupaten/kota maka sarana yang ada akan lebih besar pula, hal ini akan mengakibatkan timbulnya aglomerasi yaitu adanya pemusatan kegiatan-kegiatan di tempat-tempat yang membutuhkan sarana, prasarana lebih lengkap serta iklim politik dan perekonomian yang lebih kondusif dengan keterbatasan sumber daya yang dimiliki. Tempat-tempat yang kondusif dan sarananya yang lebih lengkap akan memiliki daya tarik yang lebih kuat dibanding dengan daerah-daerah lain. Suatu wilayah yang mempunyai keterbatasan tertentu hanya menempatkan beberapa fasilitasnya pada tempattempat yang mudah dijangkau dimana hal ini menyebabkan tempat tersebut mempunyai daya tarik terhadap wilayah sekelilingnya. Daya tarik menarik (interaksi) antara pusat pertumbuhan dengan daerah belakangnya di Satuan Wilayah Pembangunan (SWP) VIII Propinsi Jawa Timur dapat dilihat dari hasil perhitungan analisis indeks gravitasi (lampiran) dan analisis shift share (lampiran ) Tabel 11 : Perhitungan Analisis Indeks Gravitasi di Kota dan Kawasan Hinterlandnya Tahun 2004-2008 Kab/Kota/ Kecamatan
Tahun 2004
2005
2006
2007
38,003,080.56
38,295,224.18
38,589,629.32
38,861,613.28
39,386,513.75
Ngadiluwih
841,630,324.61
845,939,099.62
850,272,614.87
854,265,645.95
865,176,840.17
Wates
887,207,808.66
888,368,614.25
889,532,742.95
890,602,741.75
896,296,135.90
Pare
666,332,980.91
670,262,944.44
674,218,170.98
677,864,271.14
686,946,845.91
Grogol
2008
Sumber data : data primer diolah
Pada Tabel 11 dapat dilihat hasil dari analisis indeks gravitasi di beberapa kota kecamatan yang cukup penting terhadap kota Kediri Propinsi Jawa Timur tahun 2004-2008, dari perhitungan tersebut dapat dijelaskan bahwa pusat pertumbuhan kota Kediri tersebut mempunyai daya tarik yang kuat terhadap daerah belakangnya terutama bagi daerah yang mempunyai jarak cukup dekat dengan pusat pertumbuhan. Jarak antar wilayah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi angka indeks gravitasi. Semakin dekat jarak tempuh antara pusat pertumbuhan dengan wilayah hinterlandnya maka semakin tinggi angka indeks gravitasi yang dihasilkan atau tingkat interaksi yang dihasilkan akan semakin kuat. Adapun untuk nilai yang terbentuk pertahunnya pada setiap wilayah hinterland cenderung mengalami peningkatan secara terus menerus. Daerah hinterland di kota Kediri Propinsi Jawa Timur yang mempunyai interaksi (daya tarik) yang paling kuat dengan pusat pertumbuhan adalah Kota Wates dengan nilai indeks gravitasi tertinggi sebesar 896,296,135.90 yang terjadi pada tahun 2008, sedangkan daerah yang mempunyai interaksi terendah terhadap pusat pertumbuhan adalah Kota Grogol dengan nilai indeks gravitasi sebesar 38,003,080.56 yang terjadi pada tahun 2004. Dari hasil perhitungan analisis indeks gravitasi tersebut diketahui bahwa masing-masing daerah memiliki nilai indeks gravitasi yang kuat (diatas enam digit) terhadap pusat pertumbuhan dengan nilai yang berbeda-beda (Tabel 11)
D. Kota Kediri terhadap wilayah Kediri sebagai wilayah hinterlandnya. Transfer pertumbuhan antar wilayah umumnya berjalan lancar, sehingga perkembangan penduduk, produksi dan kapital tidaklah selalu proporsional antar waktu. Pemikiran dasar dalam konsep titik/pusat pertumbuhan adalah kegiatan ekonomi didaerah cenderung beraglomerasi di sekitar sejumlah kecil titik lokal (pusat), arus polarisasi akan bergravitasi kearah titik-titik lokal, walaupun jarak arus tersebut berkurang, dimana disekitar titik lokal dapat ditentukan garis perbatasan di mana kepadatan arus turun sampai tingkat kritis minimum, pusat tersebut dapat dikatakan titik pertumbuhan, sedangkan daerah di dalam garis perbatasan adalah daerah pengaruhnya. Kota Kediri secara empiris merupakan pusat kota bagi wilayah Kediri. Sebagai pusat pertumbuhan, maka konsentrasi sumberdaya akan berada di wilayah ini. Hal ini secara teoritis benar adanya sebab, secara konseptual dikatakan bahwa pertumbuhan ekonomi di daerah secara keseluruhan akan maksimum bila pembangunan dikonsentrasikan pada titik-titik pertumbuhan yang tersebar diseluruh wilayah, sehingga interaksi antara masing-masing titik pertumbuhan dengan daerah pengaruhnya merupakan unsur penting dalam interaksi
Ada beberapa karakteristik pusat pertumbuhan antara lain :adanya sekelompok kegiatan ekonomi terkonsentrasi pada lokasi tertentu, konsentrasi kegiatan ekonomi tersebut mampu mendorong pertumbuhan ekonomi secara dinamis dalam perekonomian 1) Keterkaitan input dan output yang kuat antara sesama kegiatan ekonomi pada pusat tersebut 2) Terdapat industri induk dalam kegiatan ekonomi yang mendorong perkembangan kegiatan ekonomi pada pusat tersebut. Tiga syarat ini secara empiris terpenuhi di kota Kediri, masalahnya adalah apakah bertumbuhnya aktivitas ekonomi kota Kediri mempunyai implikasi yang signifikan terhadap wilayah hinterland yakni wilayah Kediri. Berdasarkan pusat pertumbuhan dan kutub pertumbuhan dapat dijelaskan sebagai berikut : (1) konsep leading industries dan perusahaan-perusahaan propulsif,menyatakan pada pusat pertumbuhan terdapat perusahaan yang propulsif dan besar yang termasuk dalam leading industries yang mendominasi unit ekonomi lainnya; (2) kosep polarisasi menyatakan bahwa pertumbuhan yang cepat dari leading industries mendorong polarisasi dari unit-unit ekonomi lainnya ke kutub pertumbuhan; (3) konsep spread effects menyatakan bahwa pada waktu kualitas propulsive dinamik pada kutub pertumbuhan akan memancar keluar dan memasuki ruang sekitarnya. Spread effects dikenal juga dengan trickle down effects sangat menarik bagi perencanaan regional dan telah memberi sumbangan besar bagi teori pusat pertumbuhan sebagai sarana kebijaksanaan. Berdasarkan fakta empiris dan hasil analisis yang ada ternyata bahwa keberadaan leading industri yakni Pabrik rokok Gudang Garam belum mampu membuat manfaat bagi wilayah hinterland baik melalui polarisasi maupun spread effect. Ada dua korelasi umum: pertama ketimpangan regional lebih besar di negara miskin daripada di negara kaya, dan yang kedua di negara miskin ketimpangan akan semakin melebar sedangkan dinegara kaya ketimpangan menyempit.Jadi peranan pusat pertumbuhan sebagai sarana dan strategi pembangunan wilayah dimana pembangunan industri adalah belum mampu mengoptimalkan untuk menciptakan kutub pertumbuhan dan pusat pertumbuhan yang mempunyai peran utama dalam pembangunan ekonomi. Fungsi pusat pertumbuhan sebagai pusat inovasi dan pendorong; sebagai industri: sebagai penyangga proses migrasi yaitu menyediakan lapangan kerja dan sebagai pengumpul, penyimpan, fasilitas pengolahan dalam ukuran besar belum optimal di Kota Kediri terhadap wilayah Kediri sebagai wilayah hinterlandnya. Hasil pengujian yang dilakukan dengan mengunakan metode analisis linier berganda dan uji kausalitas Grenger melalui uji t, menunjukkan bahwa pertumbuhan kota tidak mempengaruhi
secara signifikan terhadap pertumbuhan di wilayah hinterlandnya. Hal ini menunjukan bahwa peran kota Kediri belum signifikan dalam mendorong pertumbuhan wilayah belakangnya. Prinsip accelerator yang menjadi dasar teori mengenai hubungan antara pertumbuhan ekonomi di pusat pertumbuhan dengan wilayah belakangnya tidak dapat berjalan dengan semestinya, hal ini disebabkan pusat pertumbuhan cenderung membuat penyedotan (pencucian) wilayah belakangnya
KESIMPULAN 1. Pergeseran total pertumbuhan ekonomi antar wilayah di Kabupaten dan Kota Kediri
Propinsi Jawa Timur pada tahun 1999-2008 melalui penjumlahan maupun persentase perubahan PDRB yang disebabkan komponen pertumbuhan proporsional dan persentase perubahan PDRB yang disebabkan komponen pertumbuhan pangsa wilayah menunjukkan bahwa Kota Kediri ( lambat ) – Kabupaten Kediri ( maju ) – Gabungan Kabupaten Kota Kediri( Maju ).Adanya daerah maju dan daerah yang lamban, pergeseran pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh keunggulan komparatif yang dimiliki suatu daerah, akses ke pasar, dukungan kelembagaan, prasarana sosial serta kebijakan ekonomi regional pada suatu wilayah tersebut, tetapi yang lebih utama adalah kontribusi masing-masing sektor terhadap pertumbuhan PDRB di wilayah kota dan Kabupaten Kediri. 2. Dari hasil regresi menunjukkan bahwa nilai R2 sebesar 0,990 atau 99,0 %, hal ini menunjukkan bahwa variabel dependen mempengaruhi variabel independen sebesar 99,0 %, sedangkan 1,00 % dipengaruhi oleh variabel diluar model. Demikian pula dengan nilai dari F hitung untuk lag 1 sebesar 202,223 dengan tingkat signifikansi 0,000 hal ini menunjukkan bahwa Ho diterima dan Ha ditolak. Hasil dari R2 dan F hitung diatas menunjukkan bahwa, antara variabel dependen dengan variabel independen tidak terdapat hubungan secara signifikan atau nyata. Pada uji regresi kedua pada lag 1, dengan dependen variabel pertumbuhan ekonomi diperoleh hasil nilai R2 sebesar 0,610 atau 61,00 %, hal ini menunjukkan bahwa variabel dependen mempengaruhi variabel independen hanya 61,00 %, sedangkan 39,00 % dipengaruhi oleh variabel diluar model. Demikian pula dengan nilai dari F hitung untuk lag 1 sebesar 2,365 dengan tingkat signifikansi 0,006 hal ini menunjukkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima. Hasil dari R2 dan F hitung diatas menunjukkan bahwa, antara variabel dependen dengan variabel independen tidak terdapat hubungan secara signifikan atau nyata. Dari hasil kedua regresi menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi secara tidak langsung serta melalui lag waktu akan mepengaruhi pertumbuhan ekonomi kota. Tetapi pertumbuhan ekonomi kota tidak mempengaruhi pertumbuhan ekonomi kabupaten pada lag ke 1. Sehingga dapat disimpulkan bahwa antara pertumbuhan ekonomi secara tidak langsung serta setelah sekian periode lag akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Kabupaten. Sebaliknya pertumbuhan ekonomi kota tidak mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Kabupaten. 3. Hasil analisis indeks gravitasi di beberapa kota kecamatan yang cukup penting terhadap kota Kediri Propinsi Jawa Timur tahun 2004-2008, dijelaskan bahwa pusat pertumbuhan kota Kediri tersebut mempunyai daya tarik yang kuat terhadap daerah belakangnya terutama bagi daerah yang mempunyai jarak cukup dekat dengan pusat pertumbuhan. Jarak antar wilayah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi angka indeks gravitasi. Semakin dekat jarak tempuh antara pusat pertumbuhan dengan
wilayah hinterlandnya maka semakin tinggi angka indeks gravitasi yang dihasilkan atau tingkat interaksi yang dihasilkan akan semakin kuat. Adapun untuk nilai yang terbentuk pertahunnya pada setiap wilayah hinterland cenderung mengalami peningkatan secara terus menerus.Daerah hinterland di kota Kediri Propinsi Jawa Timur yang mempunyai interaksi (daya tarik) yang paling kuat dengan pusat pertumbuhan adalah Kota Wates dengan nilai indeks gravitasi tertinggi sebesar 896,296,135.90 yang terjadi pada tahun 2008, sedangkan daerah yang mempunyai interaksi terendah terhadap pusat pertumbuhan adalah Kota Grogol dengan nilai indeks gravitasi sebesar 38,003,080.56 yang terjadi pada tahun 2004. Dari hasil perhitungan analisis indeks gravitasi tersebut diketahui bahwa masing-masing daerah memiliki nilai indeks gravitasi yang kuat (diatas enam digit) terhadap pusat pertumbuhan dengan nilai yang berbeda-beda DAFTAR PUSTAKA
Arsyad,Pengantar Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah.Fakultas Ekonomi UGM, Jogyakarta Budiharsono,1991.Perencanaan Pembangunan Wilayah : Teori, Model Perencanaan dan Penerapan.Jakarta:FE-UI. Gujarati, 2001. Ekonometrica Dasar Buku I dan Buku II. Erlangga Jakarta. Kristiadi, J.B. 1992. Pembangunan Regional dan Permasalahannya. Jakarta: Analisa CSIS Kuncoro, 2006.Ekonomika Pembangunan, Teori Masalah Dan Pembangunan, , UPP STIM YKPN, Jogyakarta Kuncoro, Otonomi Dan Pembangunan Daerah ,Reformasi , Perencanaan, Strategi dan Peluang.Erlangga, Jakarta. Kuncoro. Mudrajad. 2005. Aglomerasi Perkotaan Di DIY : Apa, Di Mana Dan Mengapa Syaukani,2002.Otonomi Daerah Dalam Negara kesatuan, Pusat Pengkajian Etika Politik Dan Pemerintahan .Jogyakarta Syafrizal. 2008. Ekonomi Regional Teori Dan Aplikasi. Badouse Media. Padang Sumatera Barat Rustiadi, 2009. Perencanaan Dan pengembangan Wilayah,Crespenent Press dan Yayasan Obor , Jakarata Tri widodo,2006. Perencanaan Pembangunan, UPP STIM YKPN, Jogyakarta Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang www.bakosurtanal.go.id Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional Direktorat Pengembangan Kawasan Strategis, Ditjen Penataan Ruang, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (2002) , Prinsip-Prinsip Dasar Dalam Pengembangan Wilayah (www.pdf-search-engine.com)