i
ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PROGRAM KELUARGA HARAPAN TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS KESEHATAN DAN PENDIDIKAN KELUARGA (Kasus Desa Tegal Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat)
Oleh: SRI LINDAWATI I34070054
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
ii
ABSTRACT SRI LINDAWATI. ANALYSIS THE IMPLEMENTATION OF PROGRAM KELUARGA HARAPAN POLICY ON THE IMPROVEMENT OF HEALTH QUALITY AND FAMILY EDUCATION. Study Case in Tegal Village Kemang Sub-District Bogor Regency West Java Province. (Supervised by SAHARUDDIN)
Poverty is a situation where a person or household is facing difficulties to fulfill its basic needs, while its supportive environment is lack in contribute the opportunity to improve the welfare continually or even out of the vulnerability. In order to handle the problems in poverty, government issued “Program Keluarga Harapan” that aims to eliminate the poverty by health quality and “RTSM” education improvement with the recipient’s criteria who has kid about 0-15 years and/or pregnant women/childbed and present on the choosen location. This research is maintained in Tegal Village Kemang Sub-District Bogor Regency. The background of site selection because this area has the most number of RTSM in Kemang Sub-District about 611 RTSM. The objective of this research is willing to observe the result of PKH, covering about target accuracy, role of village government in the process of RTSM selection, funding allocation form and observe how well that the mothers improve health and family education quality. The research is maintained using quantitative and qualitative approach with sampling frame about 90 respondent in amount that were classified based on PKH fund received. The result of this reasearch shows that PKH fund is distributed on low RTSM about 76% and 34% for medium RTSM, while for the allocation of fund PKH is olny about 42 RTSM using this fund accurately, but about 48 another RTSM use fund not accurately for needs outside health and family education. The result of the analysis also shows that there is significant relation between PKH fund with mother’s effort to improve family health quality, and there is also significant relation between mentoring PKH with mother’s effort to improve family education.
Keyword: Poverty, PKH, policy, RTSM
iii
RINGKASAN SRI LINDAWATI. Analisis Implementasi Kebijakan Program Keluarga Harapan terhadap Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pendidikan Keluarga (Kasus Desa Tegal Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat). Dibawah Bimbingan SAHARUDDIN. Kemiskinan adalah suatu situasi dimana seseorang atau rumah tangga mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuah dasar, sementara lingkungan pendukungnya kurang memberikan peluang untuk meningkatkan kesejahteraan secata berkesinambungan atau keluar dari kerentanan (Cahyat dkk, 2007). Program Keluarga Harapan (PKH) adalah program yang memberikan bantuan tunai kepada RTSM yang memiliki anggota keluarga yang terdiri dari anak usia 015 tahun dan/atau ibu hamil/nifas dan berada pada lokasi terpilih, dimana penerima bantuannya adalah ibu. Kolaborasi antara Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Departemen Sosial, Departemen Kesehatan, Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Agama, Departemen Komunikasi dan lnformatika, dan Badan Pusat Statistik. Tujuan utama dari PKH adalah untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kualitas kesehatan dan pendidikan RTSM. Masing-masing aktor memiliki peran masing-masing, dalam hal ini pemerintah desa memang secara struktural tidak tercantum dalam struktur organisasi PKH sehingga kelemahannya kurang begitu terlibat pelaksanaan PKH secara keseluruhan sedangkan pemerintah desa adalah insitusi yang paling dekat dengan masyarakat sehingga minimal mereka memiliki informasi tentang kondisi masyarakat di desanya. Hasil analisis berdasarkan “empat tepat kebijakan” menjelaskan bahwa secara tepat kebijakan menunjukkan bahwa program ini dibuat untuk mengurangi kemiskinan melalui peningkatan kondisi kesehatan dan pendidikan keluarga. Secara tepat pelaksana, program ini belum mampu melibatkan keterlibatan aktor di luar pemerintah, misalnya swasta dan masyarakat sendiri. Tepat target, guna melihat ketepatan sasaran/target PKH, dilakukan klasifikasi terhadap RTSM penerima PKH menjadi 5 indikator kemiskinan, yaitu
iv
pendapatan rumah tangga, pengeluaran rumah tangga, tanggungan keluarga, kepemilikan aset, dan status rumah. Lima indikator ini diambil dari hasil penyederhanaan terhadap 14 indikator kemiskinan menurut BPS. Proses pemilihan RTSM penerima PKH dilakukan dari analisis data yang didapatkan dari 90 responden di Desa Tegal Kecamatan Kemang yang menunjukkan bahwa dana PKH disalurkan kepada RTSM rendah sebesar 76% dan 34% untuk RTSM sedang. Sementara tepat lingkungan, berkaitan penerimaan publik dari penerima program ini, yaitu pemerintah desa dan individu. Disinilah PKH memiliki kelemahan karena kurang bisa melibatkan pemerintah desa dan para tokoh sebagai opinion leader guna menunjang keberhasilan program ini. Dalam hal pengalokasian dana PKH, umumnya dana PKH yang didapatkan masyarakat banyak digunakan untuk keperluan sandang dan pangan keluarga sehingga tercatat sebanyak 48 RTSM menggunakan dana PKH secara tidak tepat dan sebanyak 42 RTSM menggunakan dana PKH untuk keperluan kesehatan dan pendidikan keluarga. Di sisi lain, untuk mengukur upaya ibu meningkatkan kualitas kesehatan dan pendidikan keluarga, maka dilakukan uji statistika yang menunjukkan adanya perbedaan hubungan antara PKH dengan upaya ibu meningkatkan kualitas kesehatan dan pendidikan keluarga. Ternyata yang berhubungan dan bernilai signifikan adalah dana PKH dengan upaya ibu meningkatkan kualitas kesehatan keluarga dan partisipasi pendampingan PKH dengan upaya ibu meningkatkan kualitas pendidikan keluarga. Sementara, tidak ada hubungan antara dana PKH dengan upaya ibu meningkatkan kualitas pendidikan keluarga dan tidak ada hubungan partisipasi pendampingan PKH dengan upaya ibu meningkatkan kualitas kesehatan keluarga. Melihat hal ini, maka diperlukan adanya bentuk pemberdayaan terhadap RTSM penerima bantuan dengan melihat karakteristik rumah tangga, karena setiap rumah tangga pasti memiliki ciri dan kebutuhan yang berbeda sehingga disinilah peran institusi lokal yang perlu dilibatkan, misalnya peran pemerintah desa dan para opinion leader yang mampu menggerakan masyarakat melalui pemberdayaan.
v
ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PROGRAM KELUARGA HARAPAN TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS KESEHATAN DAN PENDIDIKAN KELUARGA (Kasus Desa Tegal Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat)
Oleh: Sri Lindawati I34070054
SKRIPSI Sebagai Syarat untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
vi
LEMBAR PENGESAHAN DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang ditulis oleh: Nama : Sri Lindawati NIM
: I34070054
Judul : Analisis Implementasi Kebijakan Program Keluarga Harapan terhadap Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pendidikan Keluarga (Kasus Desa Tegal Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat) Dapat diterima sebagai syarat kelulusan KPM 499 pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Saharuddin, MS NIP. 19641203 199303 1 001
Mengetahui, Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS NIP. 19550630 198103 1 003 Tanggal Pengesahan: ___________________
vii
LEMBAR PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PROGRAM KELUARGA HARAPAN TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS KESEHATAN DAN PENDIDIKAN KELUARGA (KASUS DESA TEGAL KECAMATAN KEMANG KABUPATEN BOGOR PROVINSI JAWA BARAT)”. INI BENAR-BENAR HASIL KARYA YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA
MANAPUN
UNTUK
TUJUAN
MEMPEROLEH
GELAR
AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK RUJUKAN
YANG
LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN
DINYATAKAN
DALAM
NASKAH.
DEMIKIAN
PERNYATAAN INI SAYA BUAT DENGAN SESUNGGUHNYA DAN SAYA BERSEDIA BERTANGGUNGJAWAB ATAS PERNYATAAN INI.
Bogor, Desember 2011
Sri Lindawati NIM. I34070054
viii
RIWAYAT HIDUP Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara pasangan H.Royadi dan Hj. Siti Saodah, dilahirkan di Tangerang pada tanggal 1 September 1989. Sejak kecil tinggal di Tangerang tepatnya di Desa Balaraja dan menimba ilmu di sana hingga Sekolah Menengah Atas. Riwayat pendidikan penulis, yaitu TK Islam Nurul Huda, SDN Kadaung II Balaraja, SMPN I Balaraja, dan SMAN I Balaraja. Penulis kemudian melanjutkan studinya di Institut Pertanian Bogor dengan mayor Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama mengikuti studi dari tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), penulis sempat menjabat sebagai Ketua OSIS dan aktif di beberapa organisasi ekstrakulikuler sekolah, misalnya PMR dan PASKIBRA. Saat di perguruan tinggi, penulis aktif di kegiatan organisasi diantaranya pada Tingkat Persiapan Bersama (TPB) penulis menjabat Dewan Pengurus Asrama A1 Asrama Putri TPB IPB dan pengurus Ikatan Keluarga Muslim TPB (IKMT) tahun 2007-2008. Pengalaman organisasi yang pernah diikuti selama 2008-2010 adalah anggota Multimedia LDK Al- Hurriyyah, anggota Politik, Advokasi, dan Kajian Strategi BEM FEMA, Kepala Departemen Sosial dan Lingkungan BEM FEMA, terakhir sebagai Sekretaris Kementerian Kebijakan Kampus BEM KM IPB 2010/2011dan tergabung dalam Forum Perempuan BEM seluruh Indonesia (FP BEM SI). Penulis juga aktif di beberapa kepanitiaan skala kampus dan nasional, misalnya pernah menjadi Ketua Divisi Acara Masa Perkenalan Fakultas Ekologi Manusia tahun 2009, Ketua Divisi Acara Conference of Human Ecology Student of Indonesia (COHESI) tahun 2009 dan sebagai Ketua Divisi Acara Indonesian Ecology Expo (INDEX) 2010. Penulis juga pernah mendapatkan Juara 2 Kompetisi Pemberdayaan Masyarakat se Bogor dan 5 besar dalam karya tulis dengan judul “Kajian Pangan Transgenik dalam Perspektif Islam”. Saat ini, penulis juga aktif sebagai asisten Pendidikan Agama Islam (2009-2011), pernah menjadi asisten mata kuliah Sosiologi Pedesaan (2010-2011) dan Dasar-Dasar Komunikasi (2010-2011).
ix
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT atas segala nikmatNya memberi kelapangan, kemudahan, dan kesabaran kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Implementasi Kebijakan Program Keluarga Harapan terhadap Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pendidikan Keluarga (Kasus Desa Tegal Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat)”. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh tingginya angka kemiskinan di Indonesia, khususnya rendahnya akses dan kualitas pelayanan kesehatan dan pendidikan. Dalam mengatasi permasalahan ini, pemerintah mengeluarkan Program Keluarga Harapan (PKH) yang ditujukkan bagi Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) yang memenuhi persyaratan. Skripsi ini akan memaparkan bagaimana hasil pelaksanaan PKH yang meliputi peran dan hubungan diantara aktor yang terlibat juga keterkaitannya dengan peningkatan kualitas ibu dalam bidang kesehatan dan pendidikan serta dijelaskan implementasi PKH sebagai sebuah kebijakan penanggulangan kemiskinan. Pemilihan lokasi penelitian di Desa Tegal Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor yang merupakan desa dengan RTSM terbanyak penerima PKH di Kecamatan Kemang sehingga dirasa cukup representatif untuk mencermikan implementasi kebijakan PKH ini. Dalam penulisan skripsi ini, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga hasil goresan ilmiah ini dapat bermanfaat bagi beberapa pihak, khususnya terkait pelaksanaan PKH sehingga mampu mencapai tujuan yang diharapkan.
Bogor, Desember 2011
Penulis
x
UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT atas segala nikmatNya memberi kelapangan, kemudahan, dan kesabaran kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul “Implementasi Kebijakan Program Keluarga Harapan terhadap Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pendidikan Keluarga (Kasus Desa Tegal Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat)”. Shalawat dan salam juga penulis sampaikan kepada teladan terbaik di muka bumi, Rasulullah SAW beserta keluarga dan para sahabat. Penulis juga akan menyampaikan ucapan terima kasih kepada beberapa pihak yang telah membantu penulis dari mulai tahap pembuatan proposal penelitian, penelitian di lapangan, pengolahan data hingga penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih kepada: 1.
Dr. Ir. Saharuddin M.S sebagai dosen pembimbing yang selalu membimbing dan memberikan arahan dengan sabar kepada penulis mulai dari studi pustaka hingga skripsi ini.
2.
Ibu Ekawati S Wahyuni dan Bapak Iman K. Nawiredja sebagai dosen penguji yang telah memberi saran dan kritik membangun kepada penulis dalam perbaikan skripsi.
3.
Keluarga tercinta, Bapak H. Royadi dan Ibu Hj. Siti Saodah sebagai motivasi terbesar penulis dalam mengerjakan skripsi ini, selalu memahami, mendoakan agar penulis sukses menjadi sarjana yang membanggakan kedua orang tua serta kepada kedua kakak penulis Ida Farida dan Anugerah Eka Pria.
4.
Dr. Pudji Muljono sebagai dosen pembimbing akademik penulis yang selalu siap menerima kehadiran penulis terkait urusan akademik dan beasiswa selama kuliah di IPB.
5.
Mba Evi dan Bapak Erik sebagai pendamping PKH di Desa Tegal yang telah mengantarkan penulis berkeliling desa untuk menemui responden juga Ibu Nunung dan Bapak Kosim sebagai ketua kelompok PKH Desa Tegal yang juga
bersedia
menemani
dan
menerima
penulis
repotkan
mengumpulkan ketua kelompok dalam melakukan pendataan.
untuk
xi
6.
Dinas Sosial Kabupaten Bogor dan UPPKH Kabupaten Bogor, Bapak Dian Mulyadianta beserta pengurus UPPKH Kabupaten Bogor yang telah memberikan informasi dan arahan bagi penulis dalam menentukan lokasi penelitian.
7.
Teman-teman yang telah membantu penulis dalam proses penelitian juga penyusunan skripsi ini, Aminia Novriani, Dedek Apriani, Diah Irma Ayuningtyas, Sitta Azmi Farchany, Risma Junita, Siti Halimatusadiah, Sekarsari Hutami Wijaya, Filda Nuria, Retno Kartikawati dan Mery Purnamasarie.
8.
“The Cyrcle Sky” yang selalu ada mendengarkan cerita penulis setiap pekan, Sri Handayani, Rodiah Rumata, Latifah Hanum, Nida, Ade Kiki Zakia, dan Maslichah Azzuhro juga Mba Lubnah sebagai guru terbaik penulis disaat sedang membutuhkan motivasi dan semangat.
9.
Rekan-rekan seperjuangan
di
BEM KM
IPB 2010/2011
terutama
Kementerian Kebijakan Kampus BEM KM IPB juga Sahabat Al Fatih, Al Banna yang tetap ikhlas berjuang menyelasaikan amanahnya walaupun sudah tingkat akhir. 10. Sahabat-sahabat SKPM 44, serta teman-teman di luar Departemen SKPM lainnya (al-iffah) yang telah memberikan pengalaman baru dan semangat kepada penulis. 11. Segala pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.
Bogor, Desember 2011
Sri Lindawati NIM. I34070054
xii
DAFTAR ISI Halaman
DAFTAR TABEL……………………………………………..
xv
DAFTAR GAMBAR………………………………………..... xvi DAFTAR LAMPIRAN………………………………………. xvii BAB I PENDAHULUAN……………………………………..
1
1.1 Latar Belakang…………………………………………………….. 1.2 Rumusan Masalah………………………………………………..... 1.3 Tujuan Penelitian…………………………………………………... 1.4 Kegunaan Penelitian………………………………………………..
1 4 6
BAB II PENDEKATAN TEORITIS……………………….. 2.1 Tinjauan Pustaka…………………………………..………………. 2.1.1 Konteks dan Ruang Lingkup Kebijakan Publik…………........ 2.1.2 Implementasi Kebijakan Publik……………..………………... 2.1.3 Kemiskinan Rumah Tangga………………………………….. 2.1.4 Program Penanggulangan Masalah Kemiskinan……….…….. 2.1.5 Program Keluarga Harapan sebagai Program Penanggulang Kemiskinan…………………………………………………… 2.1.5.1 Latar Belakang Program Keluarga Harapan………..... 2.1.5.2 Fokus Program Keluarga Harapan…………………... 2.1.5.3 Stakeholders Program Keluarga Harapan…………..... 2.1.6 Kualitas Sumberdaya Manusia: Kesehatan dan Pendidikan…. 2.2 Kerangka Pemikiran……………………………………………….. 2.3 Hipotesis Penelitian………………………………………………... 2.4 Definisi Operasional………………………………………………..
6 8 8 8 9 11 14 15 15 17 19 19 21 24 24
BAB III PENDEKATAN LAPANG………………………..
30
3.1 Lokasi dan Waktu………………………………………………… 3.2 Pendekatan Penelitian…………………………………………….. 3.3 Teknik Pemilihan Informan dan Responden…………………....... 3.4 Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data……………………….. 3.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data…………………………….
30 30 31 31
BAB IV GAMBARAN UMUM……………………………..
35
4.1 Kondisi Geografis…………………………………………………
35
33
xiii
4.2 Kondisi Ekonomi…………………………………………………. 4.3 Kondisi Sosial………………………………………..…................
36 38
BAB V HASIL PROGRAM KELUARGA HARAPAN 5.1 Proses Pemilihan RTSM Penerima PKH…………………………… 5.1.1 Program Keluarga Harapan sebagai Kebijakan Publik……….. 5.1.2 Keterlibatan Aktor dalam Pemilihan RTSM Penerima PKH…. 5.1.2.1 Pendamping PKH Desa Tegal Kecamatan Kemang…. 5.1.2.2 Badan Pusat Statistika Kabupaten Bogor…………….. 5.1.2.3 Dinas Sosial Kabupaten Bogor………………………. 5.1.2.4 UPPKH Kabupaten Bogor…………………………… 5.1.2.5 Hubungan antara Aktor………………………………. 5.1.3 Keterlibatan Pemerintah Desa dalam Pelaksanaan Program Keluarga Harapan…………………………………………….. 5.1.4 Implementasi Kebijakan Program Keluarga Harapan………… 5.1.5 Klasifikasi RTSM Penerima PKH……………………………. 5.2 Alokasi Dana PKH………………………………………………….. 5.2.1 Program Keluarga Harapan sebagai Program Penanggulangan Kemiskinan…………………………………………………… 5.2.2 Pengunaan Dana PKH oleh RTSM……………………………
BAB VI UPAYA IBU MENINGKATKAN KUALITAS KESEHATAN DAN PENDIDIKAN KELUARGA 6.1 Penguatan Kapasitas Rumah Tangga Penerima PKH………………. 6.2 Hubungan PKH dengan Upaya Ibu Meningkatkan Kualitas Kesehatan Keluarga………………………………………………… 6.2.1 Hubungan Dana PKH dengan Upaya Ibu Meningkatkan Kualitas Kesehatan Keluarga…………………………………. 6.2.2 Hubungan Partisipasi Pendampingan PKH dengan Upaya Ibu Meningkatkan Kualitas Kesehatan Keluarga…………………. 6.3 Hubungan PKH dengan Upaya Ibu Meningkatkan Kualitas Kesehatan Keluarga………………………………………………… 6.3.1 Hubungan Dana PKH dengan Upaya Ibu Meningkatkan Kualitas Pendidikan Keluarga………………………………… 6.3.2 Hubungan Partisipasi Pendampingan PKH dengan Upaya Ibu Meningkatkan Kualitas Pendidikan Keluarga…………………
42 42 43 44 47 49 50 51 52 54 57 63 63 64 66 66 68 69 70 71 72 73
BAB VII PENUTUP…………………………………………
76
7.1 Kesimpulan………………………………………………………. 7.2 Saran……………………………………………………………...
76 77
xiv
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………….
78
LAMPIRAN…………………………………………………………..
81
xv
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
Tabel 1
Karakteristik Rumah Tangga Miskin menurut BPS, Tahun 2011………………………………………………………….
14
Tabel 2
Jumlah Bantuan per RTSM per Tahun (Rp) menurut Pedoman Umum PKH, Tahun 2008………………………..
18
Tabel 3
Jumlah dan Persentase Luas Wilayah menurut Penggunaan Lahan di Desa Tegal Kecamatan Kemang, Tahun 2011…….
36
Tabel 4
Jumlah dan Persentase Kondisi Ekonomi menurut Pekerjaan Penduduk Desa Tegal Kecamatan Kemang, Tahun 2011……
37
Tabel 5
Distribusi Penduduk menurut Usia dan Jenis Kelamin di Desa Tegal Kecamatan Kemang, Tahun 2011..........................
39
Tabel 6
Tugas Pendamping PKH...........................................................
44
Tabel 7
Jumlah Rumah Tangga Layak PPLS 2008 Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat………………………………………….
59
Tabel 8
Klasifikasi RTSM Penerima PKH di Desa Tegal, Tahun 2011………………………………………………………….
61
Tabel 9
Alokasi Dana PKH di Desa Tegal, Tahun 2011…………….. Koefisien Korelasi, Signifikan, dan N dalam Hubungan Dana PKH dengan Upaya Ibu Meningkatkan Kualitas Kesehatan Keluarga menurut Analisis Spearman, Tahun 2011………….
Tabel 10
Tabel 11
Tabel 12
Tabel 13
Koefisien Korelasi, Signifikan, dan N dalam Hubungan Partisipasi Pendampingan dengan Upaya Ibu Meningkatkan Kualitas Kesehatan Keluarga menurut Analisis Spearman, Tahun 2011…………………………………………………... Koefisien Korelasi, Signifikan, dan N dalam Hubungan Dana PKH dengan Upaya Ibu Meningkatkan Kualitas Pendidikan Keluarga menurut Analisis Spearman, Tahun 2011…………. Koefisien Korelasi, Signifikan, dan N dalam Hubungan Partisipasi Pendampingan dengan Upaya Ibu Meningkatkan Kualitas Pendidikan Keluarga menurut Analisis Spearman, Tahun 2011…………………………………………………...
65 69
70
72
73
1
DAFTAR GAMBAR Nomor Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3
Gambar 4 Gambar 5 Gambar 6 Gambar 7 Gambar 8 Gambar 9 Gambar 10 Gambar 11
Halaman Model Implementasi Kebijakan menurut Grindle (1980) dalam Dwijowijoto (2003)……..…………………………… Skema Penanggulangan Kemiskinan menurut Wynandin Imawan (2008) dalam Hasbi (2008)………………………. Kerangka Berpikir Analisis Implementasi Kebijakan Program Keluarga Harapan terhadap Peningkatkan Kualitas Kesehatan dan Pendidikan Keluarga ……………………….. Kondisi Ekonomi menurut Klasifikasi Rumah Tangga Desa Tegal Kecamatan Kemang, Tahun 2011………................... Distribusi Penduduk menurut Agama yang dianut Penduduk Desa Tegal Kecamatan Kemang, Tahun 2011……….……. Kondisi Fasilitas menurut Jumlah Sarana Kesehatan di Desa Tegal Kecamatan Kemang, Tahun 2011…………………. Kondisi Fasilitas menurut Jumlah Sarana Pendidikan di Desa Tegal Kecamatan Kemang, Tahun 2011…............................. Struktur Organisasi PKH menurut Kementerian Sosial RI, Tahun 2008…………………………………………………. Struktur Kepengurusan UPPKH Kabupaten Bogor, Tahun 2011…………………………………………………………. Klasifikasi RTSM Penerima PKH di Desa Tegal, Tahun 2011…………………………………………………………. Alokasi Dana PKH di Desa Tegal, Tahun 2011……………..
10 15 23 38 38 40 40 43 51 62 65
1
DAFTAR LAMPIRAN Nomor Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5
Halaman Denah Lokasi Penelitian……………………………… Jadwal Pelaksanaan Penelitian………………………... Kerangka Sampling Penelitian………………………... Kuesioner Penelitian………………………………….. Dokumentasi Penelitian……………………………….
82 83 84 92 97
1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan adalah suatu situasi dimana seseorang atau rumah tangga mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuah dasar, sementara lingkungan pendukungnya kurang memberikan peluang untuk meningkatkan kesejahteraan secara berkesinambungan atau keluar dari kerentanan (Cahyat dkk, 2007). Data Badan Pusat Statistik tahun 2011 menyatakan bahwa di daerah Jawa Barat terdapat 4.773.700 penduduk miskin. Hal ini menunjukan bahwa permasalahan kemiskinan masih menjadi permasalahan klasik bangsa Indonesia. Secara umum kemiskinan jika dilihat dari penyebabnya dapat dikategorikan menjadi kemiskinan struktural dan kultural. Kemiskinan kultural terjadi diakibatkan ketidakmampuan memanfaatkan potensi diri, menyiakan sumberdaya yang ada, dan menjauhkan diri dari kegiatan kemasyarakatan serta budaya kemiskinan melalui garis keturunan keluarga. Kemiskinan struktural sebagai akibat faktor eksternal yang memberikan tekanan hebat yang membuat seseorang atau kelompok menjadi tidak berdaya, misalnya akibat sistem dan struktur sosial dalam masyarakat (Susanto, 2006). Disadari bahwa salah satu aspek penting untuk mendukung strategi penanggulangan kemiskinan adalah tersedianya data kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Pengukuran kemiskinan yang dapat dipercaya dapat menjadi instrumen tangguh bagi pengambil kebijakan dalam memfokuskan perhatiannya. Salah satu konsep perhitungan kemiskinan yang banyak diaplikasikan di negara termasuk Indonesia adalah konsep kebutuhan dasar yang dilakukan oleh BPS. BPS melakukan pendataan rumah tangga miskin dengan menggunakan 14 variabel kemiskinan dimana variabel ini memiliki hubungan sangat erat dengan kemampuan memenuhi kebutuhan kalori dan kebutuhan dasar non makanan (basic needs approach). Untuk mengukur tingkat kemiskinan di Indonesia, BPS selama ini menggunakan dua cara. Pertama, untuk mengestimasi jumlah dan persentase penduduk miskin BPS menggunakan Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) dengan menggunakan ketidakmampuan memenuhi kebutuhan
2
dasar. Penduduk miskin didefinisikan sebagai penduduk yang mempunya rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Data kemiskinan yang bersifat makro ini hanya menunjukkan jumlah agregat dan pesentase penduduk miskin, tetapi tidak menunjukan siapa si miskin dan dimana alamat mereka sehingga kurang operasional di lapangan. Meskipun demikian, data ini sangat bermanfaat untuk mengevaluasi penambahan/pengurangan
jumlah
penduduk miskin dari waktu ke waktu. Selain itu, banyak informasi penting lainnya yang bisa digali dan sangat bermanfaat untuk program pengentasan kemiskinan. Kedua, dengan melakukan Pendataan Sosial Ekonomi Penduduk (PSE) tahun 2005 yang kemudian digunakan untuk menentukan SDM penerima BLT yang memuat informasi nama kepala rumah tangga yang berhak menerima bantuan dan lokasi tempat tinggalnya (Suhariyanto, 2006) Upaya pengentasan kemiskinan biasanya ditunjukan kepada sasaran penduduk miskin tanpa mengambil sasaran keluarganya secara utuh, padahal keluarga justru memiliki anak yang mungkin saja sekolah atau tidak sekolah dikarenakan kekurangan dana sehingga munculah program dan kegiatan untuk pengentasan kemiskinan yang ditunjukan langsung kepada rumah tangga dan penduduk miskin melalui peningkatan kualitas sumberdaya manusia sebagai sumberdaya utama pembangunan. Menurut UNDP (1995) untuk menjamin tercapainya pembangunan manusia terdapat empat pokok yang perlu diperhatikan, yaitu produktifitas, pemerataan, kesinambungan, dan pemberdayaan. Kondisi ini ternyata belum sepenuhnya dimiliki oleh bangsa Indonesia, misalnya masih terjadi permasalahan kemiskinan yang berkaitan erat dengan dunia kesehatan dan pendidikan yang tercermin melalui lingkaran perangkap kemiskinan. Rendahnya penghasilan keluarga menyebabkan keluarga tersebut sulit memenuhi kebutuhan kesehatan dan pendidikan bahkan tingkat minimum sekalipun (Depsos, 2008). Guna meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, pemerintah akhirnya mengeluarkan beberapa kebijakan publik dan program yang bertujuan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia melalui kesehatan dan pendidikan. Dalam mengimplementasikan kebijakan publik, maka ada dua pilihan langkah yang ada, yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program- program atau melalui formulasi kebijakan turunan dari kebijakan publik tersebut.
3
Kebijakan publik yang terbaik adalah kebijakan publik yang mendorong semua warga masyarakat untuk membangun daya saingnya masing-masing, bukan semakin menjerumuskan pada pola ketergantungan, dimana pada prinsipnya ada “empat tepat” yang harus dipenuhi dalam keefektifan implementasi kebijakan atau program, yaitu tepat secara kebijakan, tepat secara pelaksanaan, tepat target, dan tepat lingkungan (Dwijowijoto, 2003). Menjawab permasalahan kemiskinan melalui peningkatan kualitas sumberdaya manusia khususnya dalam hal kesehatan dan pendidikan, hadirlah Program Keluarga Harapan (PKH) yang merupakan salah satu program penanggulangan kemiskinan yang berada pada kategori I berupa Program Bantuan dan Perlindungan Sosial karena program ini langsung menyentuh Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) yang berada di pedesaan dan perkotaan khususnya melalui peningkatan kualitas RTSM dalam bidang kesehatan dan pendidikan khususnya ibu yang menjadi sasaran penerima program ini. Program Keluarga Harapan (PKH) adalah suatu program yang memberikan bantuan tunai kepada RTSM jika mereka memenuhi persyaratan yang terkait dengan upaya peningkatan kualitas SDM yaitu kesehatan dan pendidikan. Tujuan utama PKH adalah membantu mengurangi kemiskinan dengan cara meningkatkan kualitas SDM pada RTSM sebagai penerimanya. Sasaran penerima PKH adalah RTSM yang memiliki anggota keluarga yang terdiri dari anak usia 0-15 tahun dan/atau ibu hamil/nifas dan berada pada lokasi terpilih. Penerima bantuan PKH adalah ibu atau wanita yang mengurus anak pada rumah tangga yang bersangkutan (jika tidak ada ibu maka nenek, tante/ bibi, atau kakak perempuan dapat menjadi penerima bantuan). Program ini juga merupakan program kolaborasi dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Departemen Sosial, Departemen Kesehatan, Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Agama, Departemen Komunikasi dan lnformatika, dan Badan Pusat Statistik (Depsos, 2008). Data Badan Pusat Statistik tahun 2006 melalui hasil Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) BPS tahun 2006 jumlah rumah tangga miskin di Kabupaten Bogor sebanyak 1.105.156 jiwa sedangkan hasil pendataan rumah tangga miskin tahun 2008 jumlahnya sebanyak 256.782 rumah tangga. Jumlah
4
tertinggi di Jawa Barat dibandingkan kabupaten/kota lainnya. Data ini ditambah dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor yang mencatat sepajang 2010 jumlah penderita gizi buruk yang ditangani sebanyak 143 kasus, SDM yang masih rendah karena pendidikan minim, ekonomi lemah sehingga berdampak perilaku hidup sehat yang kurang terjaga. Kondisi ini mendorong berbagai upaya pemerintah untuk memberikan berbagai macam kebijakan dan program penanganan kemiskinan, salah satu yang tercatat adalah Program Keluarga Harapan (PKH). Berdasarkan Data Unit Pelaksana PKH (UPPKH) Pusat mencatat Kabupaten Bogor berada di peringkat 22 dari 80 kota dan kabupaten seluruh Indonesia. Saat verifikasi Juni 2010, Kabupaten Bogor mendapat persentase rata-rata 94.73% sehingga berada di peringkat 22 namun hasil tersebut dinilai cukup baik 1. 1.2 Rumusan Masalah Persoalan kemiskinan bukan merupakan gejala baru yang terjadi di Indonesia, melainkan sudah lama menghinggapi masyarakat khususnya di Pulau Jawa. Dalam buku tentang sejarah ekonomi sosial Indonesia, Prof. Burger menggambarkan bahwa lebih dari 100 tahun yang lalu pemerintah Belanda mulai meresahkan kemiskinan yang terjadi di Pulau Jawa akibat penambahan jumlah penduduk dan sistem tanam paksa (Soedjatmoko, 1983). Disamping itu, masalah kemiskinan bukan hanya berkaitan dengan masalah material namun juga non material, yang menyangkut kesempatan memperoleh pendidikan, kesehatan, transportasi, pekerjaan, dan lainnya (Susanto, 2006). Hal ini menunjukan bahwa pengentasan masalah kemiskinan diperlukan adanya keterlibatan beberapa pihak yang dilakukan secara menyeluruh dan berkelanjutan. Menurut Dian Mulyadianta, Ketua UPPKH Kabupaten Bogor tahun 2010, sejak 2007 hingga triwulan kedua 2010, bantuan bersyarat PKH berjumlah Rp 69.467.969.000,00 untuk 14.930 RTSM yang tersebar di 16 kecamatan di 155 desa.
Adapun 16 kecamatan yang warga ikut program pemerintah pusat ini
adalah Cariu, Megamendung, Ciawi, Ciomas, Dramaga, Ciampea, Gunung 1
Radar Bogor Edisi 22 September 2010. Kabupaten Bogor Peringkat 22. http:// www.radarbogor.co.id [diunduh 3 Maret 2011].
5
Sindur, Ciseeng, Cigombong, Tenjolaya, Leuwisadeng, Kemang, Ranca Bungur, Bojong Gede, Tajur Halang dan Cibinong2. Adanya program PKH yang digulirkan kepada rumah tangga miskin di daerah Kabupaten Bogor akan berdampak pada kehidupan masyarakat itu sendiri. Sebagai penerima PKH, setiap RTSM pastilah memiliki karakteristik yang berbeda-beda, walaupun BPS telah memilih berdasarkan 14 indikator kemiskinan. Namun yang terjadi di lapangan adalah bahwa melalui 14 indikator yang digunakan
dalam
pemilihan
RTSM
penerima
PKH
belum
mampu
menggambarkan kebutuhan masing-masing RTSM. Temuan yang didapatkan adalah pada kelompok RTSM penerima memiliki perbedaan terkait aset atau kondisi rumah tangganya. Misalnya ada diantara mereka yang kepemilikan asetnya tinggi namun juga ada yang sedikit atau ada yang kondisi rumahnya baik dengan lantai keramik dan dinding tembok namun ada pula yang berdinding bilik, sehingga dirasakan perlu untuk mengklasifikasikan dimana posisi RTSM itu berdasarkan kategori yang lebih bervariasi, sederhana namun mampu melihat dimana posisi RTSM berada. Hal ini juga ditunjang dengan kondisi bahwa ada beberapa rumah tangga yang tidak masuk dalam penerima PKH namun secara kondisi fisik rumah lebih membutuhkan dibandingkan penerima PKH yang terdaftar sehingga dikhawatirkan terjadi ketidaktepatan sasaran. Disamping itu, jika melihat struktur organisasi PKH, banyak melibatkan beberapa aktor tingkat pusat hingga kecamatan, mulai dari Departemen Sosial, PT Pos, UPPKH, dan pendamping. Namun kelemahannya adalah tidak tercantum peran pemerintah desa dalam struktur tersebut, padahal menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2005, pemerintah desa adalah penyelenggara
urusan
pemerintahan
oleh
pemerintah
desa
dan
badan
permusyawarahan desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan kata lain, pemerintah desa memiliki peran strategis dalam menentukan RTSM 2
Barus Petrus. 2010. 3 dari 100 Warga Kabupaten Bogor Hidup Sangat. http://www.bogorkita.com/pemerintahan/layanan-publik/774-3-dari-100-warga-kabupaten-bogor-hidup-sangatmiskin.html [diunduh 3 Maret 2011].
6
penerima PKH dikarenakan pemerintah desa merupakan institusi yang mengetahui asal usul dan kondisi masyarakatnya. Selain itu, pemerintah desa juga berperan dalam proses pelaksanaan dan pengawasan program. Berdasarkan hal tersebut maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimanan proses pemilihan Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) penerima PKH dan sejauhmana keterlibatan pemerintah desa dalam pemilihan RTSM tersebut? 2. Bagaimana bentuk alokasi dana oleh Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) penerima PKH? 3. Bagaimana upaya ibu penerima PKH meningkatkan kualitas kesehatan dan pendidikan keluarga? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah: 1. Menganalisis proses pemilihan Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) penerima PKH dan mengetahui keterlibatan pemerintah desa dalam pemilihan RTSM tersebut. 2. Mengetahui alokasi penggunaan dana oleh Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) penerima PKH 3. Mengetahui upaya ibu penerima PKH meningkatkan kualitas kesehatan dan pendidikan keluarga. 1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat, khususnya bagi: 1. Peneliti dapat memperoleh pengalaman dalam menerapkan berbagai konsep dan teori berkenaan dengan konsep kebijakan publik, kemiskinan, kapasitas dan kualitas sumberdaya manusia (ibu). 2. Pemerintah dapat memperoleh evaluasi, rekomendasi, acuan, dan arahan terkait implementasi dan hasil dari kebijakan penanganan kemiskinan, khususnya Program Keluarga Harapan (PKH). 3. Kalangan akademis dapat memberikan kontribusi dan acuan dalam studi-studi implementasi kebijakan atau program pemerintah khususnya dalam menangani masalah kemiskinan.
7
8
BAB II PENDEKATAN TEORITIS 3.1
Tinjauan Pustaka
2.1.1 Konteks dan Ruang Lingkup Kebijakan Publik Menurut Thomas R Dye (1976) dalam Wahab (2008), kebijakan publik adalah segala sesuatu yang dikerjakan pemerintah, mengapa mereka melakukan, dan hasil yang membuat kehidupan bersama tampil berbeda. Ia juga berpandangan bahwa semua definisi kebijakan pada akhirnya bermuara pada hal yang sama, yaitu pendeskripsian dan penjelasan mengenai sebab-sebab dan akibat-akibat tindakan pemerintah. Definisi lainnya dinyatakan oleh Carl I Fredrick (1968) dalam Dwijowijoto (2003), kebijakan publik sebagai serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dengan ancaman dan peluang yang ada, kebijakan yang diusulkan tersebut ditunjukkan untuk memanfaatkan potensi sekaligus mengatasi hambatan yang ada dalam mencapai tujuan. Adapun Young dan Quinn (2002) dalam Suharto (2005), memahami kebijakan publik dengan dilihat konsep kunci sebagai berikut: a. Tindakan pemerintah yang berwenang. Kebijakan publik adalah tindakan yang dibuat dan diimplementasikan oleh pemerintah yang memiliki kewenangan hukum, politis, finansial untuk melakukannya. b. Sebuah reaksi terhadap kebutuhan dan masalah dunia nyata. Kebijakan publik berupaya merespon masalah atau kebutuhan konkret yang berkembang di masyarakat. c. Seperangkat tindakan yang berorientasi pada tujuan. Kebijakan publik biasanya bukanlah sebuah keputusan tunggal, melainkan terdiri dari beberapa pilihan tindakan atau strategi yang dibuat untuk mencapai tujuan tertentu demi kepentingan orang banyak. d. Sebuah keputusan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Kebijakan publik pada umumnya merupakan tindakan kolektif untuk memecahkan masalah sosial namun kebijakan publik juga dirumuskan berdasarkan
9
keyakinan bahwa masalah sosial akan dapat terselesaikan oleh kerangka kebijakan yang sudah ada dan karenanya tidak memerlukan tindakan tertentu. e. Sebuah justifikasi yang dibuat oleh seseorang atau beberapa orang aktor yang berisi sebuah justifikasi terhadap langkah-langkah atau rencana tindakan yang telah dirumuskan. 2.1.2 Implementasi Kebijakan Publik Kebijakan publik yang terbaik adalah kebijakan publik yang mendorong semua warga masyarakat untuk membangun daya saingnya masing-masing, bukan semakin menjerumuskan pada pola ketergantungan. Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuan. Dalam mengimplementasikan kebijakan publik maka ada dua pilihan langkah yang ada, yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program- program atau melalui formulasi kebijakan turunan dari kebijakan publik tersebut (Dwijowijoto, 2003). Dengan demikian, kebijakan publik yang umumnya masih abstrak berupa pernyataan-pernyataan umum berisikan tujuan, sasaran, dan berbagai macam sarana akan lebih diterjemahkan dalam program-program yang lebih operasional yang dimaksudkan mewujudkan tujuan ataupun sasaran dalam kebijakan tersebut (Wahab, 2008). Pada prinsipnya ada “empat tepat” yang harus dipenuhi dalam keefektifan implementasi kebijakan atau program, yaitu tepat secara kebijakan, tepat secara pelaksanaan, tepat target, dan tepat lingkungan. Tepat kebijakan dapat ditinjau dari apakah kebijakan yang ada telah bermuatan hal-hal untuk memecahkan masalah, apakah kebijakan sudah dirumuskan sesuai karakter masalah yang akan dipecahkan, dan dibuat oleh lembaga yang mempunyai wewenang terhadap masalah yang akan dipecahkan. Tepat pelaksana maksudnya aktor yang terlibat tidaklah hanya pemerintah melainkan kerjasama antara masyarakat dan swasta. Definisi ketepatan target bukan hanya sekedar tepat secara sasaran namun yang hendak dijelaskan adalah apakah target sesuai dengan yang direncanakan dan tidak tumpang tindih dengan kebijakan lain. Kedua, kesiapan target secara fisik dan psikologis, dan apakah kebijakan ini bersifat baru atau memperbaharui kebijakan sebelumnya. Tepat lingkungan adalah ada dua lingkungan yang paling
10
menentukan, yaitu lingkungan kebijakan dan lingkungan eksternal kebijakan. Lingkungan kebijakan adalah interaksi diantara lembaga perumus kebijakan dan pelaksana dengan lembaga lain yang terkait (Dwijowijoto, 2003). Menurut menyangkut
Grindle
banyak
(1980)
kepentingan
dalam yang
(Dwijowijoto, saling
2003)
berbeda
kebijakan
lebih
sulit
diimplementasikan sehingga konten kebijakan harus diperhatikan dalam merumuskan suatu kebijakan, dan konteks kebijakan mempengaruhi proses implementasinya.
.
Gambar 1. Model Implementasi Kebijakan menurut Grindle (1980) dalam Dwijowijoto (2003) Yang dimaksud dengan konten bahwa kebijakan yang akan diambil menurut Grindel (1980) dalam (Dwijowijoto, 2003) dipengaruhi oleh: a. Kepentingan yang dipengaruhi, bahwa setiap kebijakan yang akan diambil akan mempertimbangkan dampak terhadap aktivitas politik yang distimulasi oleh proses pengambilan keputusan. b. Tipe manfaat, bahwa program yang memberikan manfaat secara kolektif akan mendapatkan dukungan dalam implementasi dan sebaliknya. c. Derajat perubahan yang diharapkan, bahwa program yang ditetapkan yang mengharapkan akan adanya sedikit perubahan perilaku di masyarakat akan
11
mudah untuk diimplementasikan tetapi untuk pogram yang mengharapkan adanya perubahan yang mendasar di masyarakat dalam jangka panjang akan sulit untuk diimplementasikan. d. Letak
pengambilan
keputusan,
bahwa
setiap
keputusan
akan
mempertimbangkan dimana keputusan tersebut akan diambil. e. Pelaksana program, bahwa keputusan yang dibuat dalam tahapan formulasi kebijakan akan mengindikasikan siapa yang akan ditugaskan untuk melaksanakan berbagai macam program, dan keputusan itu juga akan mempengaruhi bagaimana kebijakan tersebut dicapai. f. Sumberdaya yang dilibatkan, bahwa setiap keputusan yang diambil akan berakibat
pada
pemenuhan
sumberdaya
yang
dibutuhkan
untuk
mengimplementasikan program yang telah ditetapkan. Yang dimaksud dengan konteks adalah bahwa pelaksanaan implementasi kebijakan dipengaruhi oleh: a. Kekuasaan, kepentingan, dan strategi aktor yang terlibat, bahwa mereka yang akan mengimplementasikan program mungkin akan mencakup partisipan tingkat pemerintahan pusat, dan pemerintah daerah, baik kalangan birokrat, pengusaha, maupun masyarakat umum. b. Karakteristik lembaga dan penguasa, bahwa apa yang diimplementasikan mungkin merupakan hasil dari perhitungan politik kepentingan dan persaingan antar kelompok untuk mendapatkan sumberdaya yang terbatas. c. Ketaatan dan daya tanggap, bahwa dalam upayanya untuk mencapai tujuan, birokrat berhadapan dengan dua masalah yang timbul dari interaksi antara lingkungan program dan administrasi program. 2.1.3 Kemiskinan Rumah Tangga Kemiskinan adalah suatu situasi dimana seseorang atau rumah tangga mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuah dasar, sementara lingkungan pendukungnya kurang memberikan peluang untuk meningkatkan kesejahteraan secata berkesinambungan atau keluar dari kerentanan (Cahyat dkk, 2007). Kebutuhan dasar yang tidak dapat dipenuhi tersebut meliputi kebutuhan yang sangat penting guna kelangsungan hidup manusia, misalnya kebutuhan konsumsi
12
individu (makan, perumahan, dan pakaian) maupun keperluan pelayanan sosial (air minum, sanitasi, kesehatan, dan pendidikan)3. Secara
umum
kemiskinan
jika
dilihat
dari
penyebabnya
dapat
dikategorikan menjadi kemiskinan kultural dan struktural. Kemiskinan kultural terjadi diakibatkan ketidakmampuan memanfaatkan potensi diri, menyiakan sumberdaya yang ada, dan menjauhkan diri dari kegiatan kemasyarakatan serta budaya kemiskinan melalui garis keturunan keluarga. Kemiskinan struktural sebagai akibat faktor eksternal yang memberikan tekanan hebat yang membuat seseorang atau kelompok menjadi tidak berdaya, misalnya akibat sistem dan struktur sosial dalam masyarakat (Susanto, 2006). Menurut Gunawan (2008) pengertian kemiskinan dalam arti yang lebih luas adalah suatu kondisi ketidakmampuan baik secara individu, keluarga, maupun kelompok, sehingga menyebabkan kondisi ini rentan terhadap timbulnya permasalahan sosial lain. Setidaknya terdapat tiga bentuk potensi yang dapat diamati dalam rangka memahami potensi keluarga miskin, yaitu kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar, kemampuan dalam peranan sosial. Disadari bahwa salah satu aspek penting untuk mendukung strategi penanggulangan kemiskinan adalah tersedianya data kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Pengukuran kemiskinan yang dapat dipercaya dapat menjadi instrumen tangguh bagi pengambil kebijakan dalam memfokuskan perhatiannya. Salah satu konsep perhitungan kemiskinan yang banyak diaplikasikan di negara termasuk Indonesia adalah konsep kebutuhan dasar yang dilakukan oleh BPS. Untuk mengukur tingkat kemiskinan di Indonesia, BPS selama ini menggunakan dua cara. Pertama, untuk mengestimasi jumlah dan persentase penduduk miskin BPS menggunakan Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) dengan menggunakan ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar. Penduduk miskin didefinisikan sebagai penduduk yang mempunya rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Data kemiskinan yang bersifat makro ini hanya menunjukkan jumlah agregat dan pesentase penduduk miskin, tetapi tidak menunjukan siapa si miskin dan dimana alamat mereka sehingga kurang 3
Butar-Butar Dinar. 2008. Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Pedesaan. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17954/1/wah-agu20084%20%282%29.pdf [diunduh 4 November 2011].
13
operasional di lapangan. Meskipun demikian, data ini sangat bermanfaat untuk mengevaluasi penambahan/pengurangan jumlah penduduk miskin dari waktu ke waktu. Selain itu, banyak informasi penting lainnya yang bisa digali dan sangat bermanfaat untuk program pengentasan kemiskinan. Kedua, dengan melakukan Pendataan Sosial Ekonomi Penduduk (PSE) tahun 2005 yang kemudian digunakan untuk menentukan SDM penerima BLT yang memuat informasi nama kepala rumah tangga yang berhak menerima bantuan dan lokasi tempat tinggalnya (Suhariyanto, 2006). Dalam menentukan rumah tangga penerima PKH, BPS juga menggunakan data PSE 2005 yang menjadi bahan pendataan berikutnya yaitu Survei Pelayanan Dasar Kesehatan dan Pendidikan (SPDKP) pada tahun 2007 yang merupakan data awal PKH yang disesuaikan dengan kriteria penerima PKH, , yaitu ibu hamil, ibu balita, dan ibu dengan anak usia SD dan SMP hingga munculah data yang disebut SPDKP untuk kepentingan PKH. Dalam pengukuran itu, BPS melakukan pendataan rumah tangga miskin dengan menggunakan 14 variabel kemiskinan dimana varibel ini memiliki hubungan sangat erat dengan kemampuan memenuhi kebutuhan kalori dan kebutuhan dasar non makanan (basic needs approach).
14
Tabel 1. Karakteristik Rumah Tangga Miskin menurut BPS, Tahun 2011 No 1 2
Variabel Kemiskinan Luas lantai bangunan tempat tinggal Jenis lantai bangunan tempat tinggal
3
Jenis dinding bangunan tempat tinggal
4 5
Fasilitas tempat buang air besar Sumber penerangan rumah tangga
6
Sumber air minum
7
Bahan bakar untuk memasak Konsumsi daging/ayam/susu/ per minggu Pembelian pakaian baru setiap anggota rumah tangga setiap tahun Frekuensi makan dalam sehari Kemampuan membayar untuk berobat ke puskesmas atau dokter
8 9 10 11
12
Lapangan pekerjaan utama kepala rumah tangga
13
Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga
14
Pemilikan asset/ harta bergerak maupun tidak bergerak
Karakteristik Kemiskinan Kurang dari 8 meter persegi per orang Tanah/bambu/ kayu murahan Bambu/ rumbai/ kayu kualitas rendah/ tembok tanpa plester Tidak ada, menumpang rumah lain Bukan listrik Sumur, mata air tak terlindungi/ sungai/ air hujan Kayu bakar/arang/ minyak tanah Satu kali atau dua kali seminggu Tidak pernah membeli/ satu stel Satu kali atau dua kali sehari Tidak mampu membayar Petani dengan luas lahan kurang dari 0.5 Ha/ buruh tani/ buruh bangunan/ pekerjaan lainnya dengan pendapatan rumah tangga di bawah Rp 600.000,00 perbulan Tidak sekolah/ tidak tamapt SD/ hanya tamatan SD Tidak punya tabungan/barang. Rp 500.000,00 seperti sepeda motor, emas, perhiasan, dan modal lainnya
*Sumber : BPS Tahun 2005
2.1.4 Program Penanggulangan Masalah Kemiskinan Kemiskinan merupakan permasalahan yang harus segera tuntas karena keadaan kemiskinan membuat masyarakat menjadi lemah dan tidak bermartabat. Pemerintah baik pusat maupun daerah telah berupaya dalam melaksanakan berbagai kebijakan dan program yang dilaksanakan belum menampakan hasil yang optimal. Masih terjadi kesenjangan antara rencana dengan pencapaian tujuan karena kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan lebih berorientasi pada program sektoral (Purwanti, tanpa tahun). Menurut Wynandin Imawan (2008) dalam Hasbi (2008) Program Penanganan Masalah Kemiskinan terbagi menjadi tiga kategori. Kategori I yaitu Program Bantuan dan Perlindungan Sosial. Termasuk dalam kategori I adalah Program Beras Miskin (Raskin), Program Keluarga Harapan (PKH), Program
15
Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), dan Program Beasiswa. Kategori II yaitu Program Pemberdayaan Masyarakat (PNPM). Termasuk dalam kategori II ini adalah PNPM Pedesaan (PPK), PNPM Perkotaan (P2KP), PNPM Infrastruktur Pedesaan (PPIP), PNPM Kelautan (PEMP), dan PNPM Agribisnis (PUAP). Pelaksanaan kategori III yaitu Program Pemberdayaan Usaha Menengah Kecil (UMK), termasuk di dalamnya Program Kredit UMKM, dan Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang dijelaskan dalam gambar berikut ini:
Gambar 2. Skema Penanggulangan Kemiskinan menurut Wynandin Imawan (2008) dalam Hasbi (2008) 2.1.5 Program Keluarga Harapan sebagai Program Penanggulangan Kemiskinan 2.1.5.1 Latar Belakang Program Keluarga Harapan Program Keluarga Harapan mulai dilaksanakan di Indonesia pada tahun 2007 dan diharapkan dapat dilaksanakan secara berkesinambungan, setidaknya hingga tahun 2015. Tahun 2007 merupakan tahap awal pengembangan program atau tahap uji coba. Tujuan uji coba adalah untuk menguji berbagai instrumen yang diperlukan dalam pelaksanaan PKH, seperti antara lain metode penentuan sasaran, verifikasi persyaratan, mekanisme pembayaran, dan pengaduan masyarakat.
16
Pada tahun 2007 ini akan dilakukan uji coba di 7 provinsi dengan jumlah sasaran program sebanyak 500.000 RTSM. Ketujuh provinsi tersebut adalah Sumatera Barat, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Sulawesi Utara, Gorontalo, dan Nusa Tenggara Timur. Apabila tahap uji coba ini berhasil, maka PKH akan dilaksanakan setidaknya sampai dengan tahun 2015. Hal ini sejalan dengan komitmen pencapaian Millenium Development Goals (MDGs), mengingat sebagian indikatornya juga diupayakan melalui PKH. Selama periode tersebut, target peserta secara bertahap akan ditingkatkan hingga mencakup seluruh RTSM dengan anak usia pendidikan dasar dan ibu hamil/nifas. Kedudukan
PKH
merupakan
bagian
dari
program-program
penanggulangan kemiskinan lainnya. PKH berada di bawah koordinasi Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK), baik di pusat maupun di daerah. Oleh sebab itu akan segera dibentuk Tim Pengendali PKH dalam TKPK agar terjadi koordinasi dan sinergi yang baik. PKH merupakan program lintas kementerian dan lembaga, karena aktor utamanya adalah dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Departemen Sosial, Departemen Kesehatan, Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Agama, Departemen Komunikasi dan lnformatika, dan Badan Pusat Statistik. Guna menyukseskan program tersebut, maka dibantu oleh Tim Tenaga ahli PKH dan konsultan World Bank. Program Keluarga Harapan (PKH) adalah suatu program yang memberikan bantuan tunai kepada Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM), jika mereka memenuhi persyaratan yang terkait dengan upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia, yaitu pendidikan dan kesehatan. Tujuan utama dari PKH adalah untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia terutama pada kelompok masyarakat miskin. Tujuan tersebut sekaligus sebagai upaya mempercepat pencapaian target MDGs. a. Meningkatkan kondisi sosial ekonomi RTSM. b. Meningkatkan taraf pendidikan anak-anak RTSM. c. Meningkatkan status kesehatan dan gizi ibu hamil, ibu nifas, dan anak di bawah 6 tahun dari RTSM. d. Meningkatkan akses dan kualitas pelayanan pendidikan dan kesehatan, khususnya bagi RTSM.
17
Tujuan utama PKH adalah membantu mengurangi kemiskinan dengan cara meningkatkan kualitas sumberdaya manusia pada kelompok masyarakat sangat miskin. Dalam jangka pendek, bantuan ini membantu mengurangi beban pengeluaran RTSM, sedangkan untuk jangka panjang dengan mensyaratkan keluarga penerima untuk menyekolahkan anaknya, melakukan imunisasi balita, memeriksakan kandungan bagi ibu hamil, dan perbaikan gizi, diharapkan akan memutus rantai kemiskinan antargenerasi. Sasaran atau penerima bantuan PKH adalah Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) yang memiliki anggota keluarga yang terdiri dari anak usia 0-15 tahun dan/atau ibu hamil/nifas dan berada pada lokasi terpilih. Penerima bantuan adalah ibu atau wanita dewasa yang mengurus anak pada rumah tangga yang bersangkutan (jika tidak ada ibu maka: nenek, tante/ bibi, atau kakak perempuan dapat menjadi penerima bantuan). Jadi, pada kartu kepesertaan PKH pun akan tercantum nama ibu/wanita yang mengurus anak, bukan kepala rumah tangga sehingga orang yang harus dan berhak mengambil pembayaran adalah orang yang namanya tercantum di Kartu PKH. Calon Penerima terpilih harus menandatangani persetujuan bahwa selama mereka menerima bantuan, mereka akan: (1) Menyekolahkan anak 7-15 tahun serta anak usia 16-18 tahun namun belum selesai pendidikan dasar 9 tahun wajib belajar; (2) Membawa anak usia 0-6 tahun ke fasilitas kesehatan sesuai dengan prosedur kesehatan PKH bagi anak; dan (3) Untuk ibu hamil, harus memeriksakan kesehatan diri dan janinnya ke fasilitats kesehatan sesuai dengan prosedur kesehatan PKH bagi ibu hamil 2.1.5.2 Fokus Program Keluarga Harapan Dalam pengertian PKH jelas disebutkan bahwa komponen yang menjadi fokus utama adalah bidang kesehatan dan pendidikan. Tujuan utama PKH dalam hal kesehatan adalah meningkatkan status kesehatan ibu dan anak di Indonesia, khususnya bagi kelompok masyarakat sangat miskin, melalui pemberian insentif untuk melakukan kunjungan kesehatan yang bersifat preventif (pencegahan, dan bukan pengobatan). Seluruh peserta PKH merupakan penerima jasa kesehatan gratis yang disediakan oleh program Askeskin dan program lain yang
18
diperuntukkan bagi orang tidak mampu sehingga kartu PKH bisa digunakan sebagai alat identitas untuk memperoleh pelayanan tersebut. Komponen pendidikan dalam PKH dikembangkan untuk meningkatkan angka partisipasi pendidikan dasar wajib 9 tahun serta upaya mengurangi angka pekerja anak pada keluarga yang sangat miskin. Anak penerima PKH yang berusia 7-18 tahun dan belum menyelesaikan program pendidikan dasar 9 tahun harus mendaftarkan diri di sekolah formal atau non formal serta hadir sekurangkurangnya 85% waktu tatap muka. Setiap anak peserta PKH berhak menerima bantuan selain PKH, baik itu program nasional maupun lokal. Bantuan PKH bukanlah pengganti program-program lainnya karenanya tidak cukup membantu pengeluaran lainnya seperti seragam, buku dan sebagainya. PKH merupakan bantuan agar orang tua dapat mengirim anak-anak ke sekolah. Besaran bantuan tunai untuk peserta PKH bervariasi tergantung jumlah anggota keluarga yang diperhitungkan dalam penerimaan bantuan, baik komponen kesehatan maupun pendidikan. Besaran bantuan ini di kemudian hari bisa berubah sesuai dengan kondisi keluarga saat itu atau bila peserta tidak dapat memenuhi syarat yang ditentukan. Tabel 2. Jumlah Bantuan per RTSM per Tahun (Rp) menurut Pedoman Umum PKH, Tahun 2008 Skenario Bantuan Bantuan tetap Bantuan bagi RTSM yang memiliki a. Anak usia di bawah 6 tahun b. Ibu hamil/ menyusui c. Anak usia SD/ MI d. Anak usia SMP/ MTS Rata-rata bantuan per RTSM Bantuan minimum per RTSM Bantuan maksimum per RTSM
Bantuan per RTSM per Tahun (Rp) 200.000,00 800.000,00 800.000,00 400.000,00 800.000,00 1.390.000,00 600.000,00 2.200.000
*Sumber: Departemen Sosial RI Tahun 2008
Catatan: Bantuan terkait kesehatan berlaku bagi RTSM dengan anak di bawah 6 tahun dan/atau ibu hamil/nifas. Besar bantuan ini tidak dihitung berdasarkan jumlah anak. Besar bantuan adalah 16% rata-rata pendapatan RTSM per tahun. Batas minimum dan maksimum adalah antara 15-25% pendapatan rata-rata RTSM per tahun.
19
2.1.5.3 Stakeholders Dalam Program Keluarga Harapan (PKH) Program Keluarga Harapan dilaksanakan oleh UPPKH Pusat, UPPKH Kabupaten/Kota dan Pendamping PKH. Masing-masing pelaksana memegang peran penting dalam menjamin keberhasilan PKH. Mereka adalah: a. UPPKH Pusat merupakan badan yang merancang dan mengelola persiapan dan pelaksanaan
program.
UPPKH
Pusat
juga
melakukan
pengawasan
perkembangan yang terjadi di tingkat daerah serta menyediakan bantuan yang dibutuhkan. b. UPPKH Kabupaten/Kota melaksanakan program dan memastikan bahwa alur informasi yang diterima dari kecamatan ke pusat dapat berjalan dengan baik dan lancar. UPPKH Kabupaten/Kota juga berperan dalam mengelola dan mengawasi kinerja pendamping serta memberi bantuan jika diperlukan. c. Pendamping merupakan pihak kunci yang menjembatani penerima manfaat dengan pihak lain yang terlibat di tingkat kecamatan maupun dengan program di tingkat kabupaten/kota. Tugas pendamping termasuk didalamnya melakukan sosialisasi, pengawasan dan mendampingi para penerima manfaat dalam memenuhi komitmennya. Dalam pelaksanaan PKH terdapat Tim Koordinasi yang membantu kelancaran program di tingkat provinsi dan PT Pos yang bertugas menyampaikan informasi berupa undangan pertemuan, perubahan data, pengaduan dan seterusnya serta menyampaikan bantuan ke tangan penerima manfaat langsung4. 2.1.6 Kualitas Ibu: Kesehatan dan Pendidikan Akhir-akhir ini disadari oleh pemerintah maupun ilmuwan bahwa pembangunan nasional akan berhasil bila upaya ini beriringan dengan peningkatan kualitas sumberdaya manusia sebagai aktor utama pembangunan. Menurut UNDP (1995) untuk menjamin tercapainya pembangunan manusia terdapat empat pokok yang perlu diperhatikan, yaitu produktifitas, pemerataan, kesinambungan, dan pemberdayaan. Sumberdaya manusia adalah seluruh 4
Kementerian Sosial Republik Indonesia. 2010. Mari Kita Mengenal Program PKH.
http://www.depsos.go.id [diunduh 3 Maret 2011].
20
kemampuan atau potensi penduduk yang berada di dalam suatu wilayah tertentu beserta karakteristik atau ciri demografis, sosial, maupun ekonominya yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembangunan. Jadi dalam membahas sumberdaya manusia berarti membahas penduduk dengan segala potensi atau kemampuannya. Potensi manusia menyangkut dua aspek yaitu aspek kuantitas dan kualitas. Sumodiningrat (1999) dalam Aly dkk (2005) mengemukakan bahwa kita memerlukan suatu strategi baru dari kebijaksanaan pembangunan yang memadukan pertumbuhan dan pemerataan. Mutu sumberdaya manusia bukan semata-mata ditentukan oleh seberapa kadar pengetahuan, keterampilan, kejujuran, kemahiran, dan keahlian yang dikuasai melainkan juga harus disertai orientasi dan produktifitas. Dalam berbagai perbincangan tentang mutu SDM, kuat sekali kecenderungan orang untuk memulangkan permasalahannya pada upaya pendidikan, lebih khususnya apa yang dapat dan mungkin harus disajikan melalui sistem pendidikan bahkan yang lebih khusus adalah apa yang dapat dihasilkan oleh berbagai jenjang dan jenis pendidikan (Hassan, 1995). Dalam menunjang mutunya sebagai subjek pembangunan, maka diperlukan upaya pengembangan SDM sejak dini, salah satunya melalui pendidikan dengan meningkatkan tingkat pendidikan penduduk secara massal, misalnya wajib belajar 9 tahun atau mengarahkan orientasi pendidikan kepada kebutuhan daerah masing-masing. Disamping itu, derajat kesehatan penduduk juga perlu ditingkatkan terutama kesehatan balita, ibu, dan anak. Kesadaran akan pentingnya kesehatan, menjaga lingkungan agar tetap sehat dan pemberian makanan tambahan kepada siswa merupakan upaya yang harus sungguh- sungguh diperhatikan (Alkadri dkk, 2001). Kualitas ibu dalam hal membangun SDM yang bermutu teramat penting, hal ini disebabkan karena ibu relatif memiliki waktu lebih banyak bersama anak sehingga dapat memberikan arahan, bimbingan, dan meningkatkan potensi anak (Musbikin, 2009). Penelitian Rahmaulina (2007) dalam Hastuti (2009) terdapat hubungan positif antara tingkat pendidikan ibu dan pengetahuan ibu tentang gizi dengan tumbung kembang anak. Guna mencapai kualitas ibu yang optimal dalam menunjang kesehatan dan pendidikan anak, maka diperlukan penguatan kapasitas ibu. Penguatan kapasitas
21
merupakan suatu proses peningkatan atau perubahan perilaku individu, organisasi dan sistem masyarakat dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien. Dengan demikian, menurut Sumpeno (2002) dalam Riasih (2004) penguatan kapasitas berarti terjadi perubahan perilaku untuk: a. Meningkatkan kemampuan individu dalam pengetahuan, keterampilan, dan sikap. b. Meningkatkan kemampuan kelembagaan dalam organisasi dan manajemen, keuangan dan budaya. c. Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam kemandirian, keswadayaan, dan mengantisipasi perubahan. Pengembangan kapasitas sumberdaya manusia atau individu menurut Rubin dan Rubin (1992) dalam Riasih (2004) merupakan pengembangan personal yang bertujuan untuk menemukan hal-hal apa saja yang kurang pada dirinya tetapi ada upaya untuk meningkatkan kekurangan tersebut. Sumpeno (2002) dalam Riasih (2004) mengemukakan bahwa dengan pengembangan kapasitas akan dapat meningkatkan kemampuan individu dalam pengetahuan, keterampilan, dan sikap di samping dapat meningkatkan kemampuan kelembagaan dan kemampuan masyarakat. 2.2
Kerangka Pemikiran Penelitian berawal ingin melihat tentang bagaimana hasil dari Program
Keluarga Harapan (PKH) yang meliputi proses pemilihan RTSM dan bentuk alokasi dana yang dilakukan oleh RTSM penerima PKH juga menganalisis sejauhmana upaya ibu dalam meningkatkan kualitas kesehatan dan pendidikan keluarga. namun penelitian ini diawali dengan menganalisis kondisi-kondisi yang mempengaruhi implementasi sebuah kebijakan atau program, yaitu kepentingan yang dipengaruhi, tipe manfaat, derajat perubahan yang diharapkan, letak pengambilan keputusan, pelaksana program, dan sumberdaya yang dilibatkan. Kondisi- kondisi ini akan mempengaruhi ketepatan suatu program yang dapat diukur dari tepat kebijakan, tepat pelaksana, tepat target, dan tepat lingkungan. Ketepatan program juga dipengaruhi oleh aktor yang terlibat didalamnya, karena PKH ini merupakan program lintas bahkan multi departemen mulai di
22
tingkat pusat hingga kecamatan, dari awal proses pemilihan RTSM hingga pelaksanaan programnya. Para aktor yang terlibat dalam Program Keluarga Harapan meliputi Dinas Sosial, Unit Pelaksana PKH, BPS, POS Indonesia, Dinas Pendidikan dan Kesehatan hingga para pendamping di lapangan. Masing-masing aktor yang terlibat memiliki peran dan keterlibatannya masing-masing atau bahkan saling beririsan dan punya hubungan dalam menentukan keberhasilan PKH. Adanya aktor ini tentu akan behubungan dengan pelaksanaan PKH di lapangan yang dijabarkan dalam 2 variabel, yaitu besar bantuan (dana) dan pendamping PKH. Pelaksanan program ini akan bersentuhan langsung dengan desa meliputi keterlibatan pemerintah desa dalam pelaksanaan PKH dan rumah tangga sangat miskin sebagai penerimanya. Dalam melihat
posisi
RTSM
penerima
PKH, maka dilakukan
penyederhanaan 14 variabel kemiskinan menurut BPS menjadi 5 variabel, yaitu adalah pendapatan rumah tangga, pengeluaran rumah tangga, jumlah tanggungan, kepemilikan aset dan kondisi rumah. Pemerintah desa dan karakteristik RTSM sebagai objek dalam pelaksanaan PKH maka akan menentukan sejauhmana program ini mampu berkontribusi terhadap upaya ibu meningkatkan kualitas kesehatan dan pendidikan keluarga. Guna mencapai perbaikan kualitas, maka terlebih dahulu dijelaskan sebuah proses penguatan kemampuan individu yang meliputi kemampuan individu dalam pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Kedua, kemampuan kelembagaan dalam organisasi dan manajemen, keuangan dan budaya serta kemampuan masyarakat dalam kemandirian, keswadayaan, dan mengantisipasi perubahan. Segala proses ini kemudian akan menumbulkan perubahan pada upaya ibu meningkatkan kualitas kesehatan keluarga yang dilihat dari sikap ibu terhadap pelayanan kesehatan dan perilaku kesehatan ibu. Sementara untuk melihat upaya ibu meningkatkan kualitas pendidikan keluarga dengan mengukur sikap ibu terhadap pelayanan pendidikan dan perilaku peduli pendidikan bagi anak.
23
Isi Kebijakan Kepentingan yang dipengaruhi Tipe manfaat Derajat perubahan yang diharapkan Letak pengambilan keputusan Pelaksana program Sumberdaya yang dilibatkan
Ketepatan Program Tepat kebijakan Tepat pelaksana Tepat target Tepat lingkungan
Aktor PKH Dinas Sosial BPS UPPKH Pendamping
Input PKH Dana PKH Pendampingan
Klasifikasi RTSM Pendapatan rumah tangga Pengeluaran rumah tangga Besar tanggungan keluarga Kepemilikan aset Kondisi rumah
Upaya ibu (kesehatan) Sikap ibu terhadap pelayanan :kesehatan Keterangan Perilaku kesehatan ibu
Desa Pemerintah Desa
Penguatan Kapasitas Pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Kelembagaan dalam organisasi, manajemen, keuangan, budaya Kemandirian, keswadayaan
Upaya ibu (pendidikan) Sikap ibu terhadap pelayanan pendidikan Perilaku peduli pendidikan bagi anak
Gambar 3. Kerangka Berpikir Analisis Implementasi Kebijakan Program Keluarga Harapan terhadap Peningkatkan Kualitas Kesehatan dan Pendidikan Keluarga Keterangan: : Pendekatan kuantitatif : berhubungan (menghasilkan)
: Pendekatan kualitatif
24
2.3 Hipotesis Penelitian Pada penelitian ini, hipotesis uji yang digunakan adalah hipotesis untuk melihat hubungan, kekuatan hubungan dan signifikansi antara Program Keluarga Harapan (PKH) dengan upaya ibu meningkatkan kualitas kesehatan dan pendidikan keluarga sehingga hipotesis yang digunakan adalah: 1. Ada hubungan antara besar dana PKH dengan upaya ibu meningkatkan kualitas kesehatan keluarga. 2. Ada hubungan antara partisipasi pendampingan PKH dengan upaya ibu meningkatkan kualitas kesehatan keluarga. 3. Ada hubungan antara besar dana PKH dengan upaya ibu meningkatkan kualitas pendidikan keluarga. 4. Ada hubungan antara partisipasi pendampingan PKH dengan upaya ibu meningkatkan kualitas pendidikan keluarga. 2.4 Definisi Operasional 1. Isi kebijakan adalah hal-hal yang mempengaruhi implementasi kebijakan, yaitu: a. Kepentingan yang dipengaruhi, bahwa setiap kebijakan yang akan diambil akan mempertimbangkan dampak terhadap
aktivitas
politik
yang
distimulasi oleh proses pengambilan keputusan. b. Tipe manfaat, bahwa program yang memberikan manfaat secara kolektif akan mendapatkan dukungan dalam implementasi dan sebaliknya. c. Derajat perubahan yang diharapkan, bahwa program yang ditetapkan yang mengharapkan akan adanya sedikit perubahan perilaku di masyarakat akan mudah untuk diimplementasikan tetapi untuk pogram yang mengharapkan adanya perubahan yang mendasar di masyarakat dalam jangka panjang akan sulit untuk diimplementasikan. d. Letak
pengambilan
keputusan,
bahwa
setiap
keputusan
akan
mempertimbangkan dimana keputusan tersebut akan diambil, misalnya di tingkat departemen atau di tingkat dinas dan akan berdampak pada tingkat implementasi kebijakan tersebut.
25
e. Pelaksana program, bahwa keputusan yang dibuat dalam tahapan formulasi kebijakan akan mengindikasikan siapa yang akan ditugaskan untuk melaksanakan berbagai macam program, dan keputusan itu juga akan mempengaruhi bagaimana kebijakan tersebut dicapai. f. Sumberdaya yang dilibatkan, bahwa setiap keputusan yang diambil akan berakibat
pada
pemenuhan
sumberdaya
yang
dibutuhkan
untuk
mengimplementasikan program yang telah ditetapkan 2. Aktor PKH adalah pihak-pihak yang terlibat dalam Program Keluarga Harapan meliputi tugas dan kewenangan mereka dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program dibatasi di tingkat kabupaten, seperi Dinas Sosial, UPPKH, pendamping, dan BPS. 3. Ketepatan program adalah penilaian ketepatan dari implementasi Program Keluarga Harapan yang meliputi: a. Tepat kebijakan dapat ditinjau dari apakah kebijakan yang ada telah bermuatan hal-hal untuk memecahkan masalah, apakah kebijakan sudah dirumuskan sesuai karakter masalah yang akan dipecahkan, dan dibuat oleh lembaga yang mempunyai wewenang terhadap masalah yang akan dipecahkan. b. Tepat pelaksana maksudnya aktor yang terlibat tidaklah hanya pemerintah melainkan kerjasama antara masyarakat dan swasta. c. Tepat sasaran. Definisi ketepatan target bukan hanya sekedar tepat secara sasaran namun yang hendak dijelaskan adalah apakah target sesuai dengan yang direncanakan dan tidak tumpang tindih dengan kebijakan lain. Kedua, kesiapan target secara fisik dan psikologis, dan apakah kebijakan ini bersifat baru atau memperbaharui kebijakan sebelumnya. d. Tepat lingkungan adalah ada dua lingkungan yang paling menentukan, yaitu
lingkungan
kebijakan
dan
lingkungan
eksternal
kebijakan.
Lingkungan kebijakan adalah interaksi diantara lembaga perumus kebijakan dan pelaksana dengan lembaga lain yang terkait. 4. Input adalah bentuk bantuan, masukan yang diberikan dalam menunjang Program Keluarga Harapan (PKH) yang dikategorikan dalam bentuk dana dan pendampingan yang disiapkan tim pelaksana PKH.
26
5. Dana adalah besarnya bantuan uang langsung yang diberikan kepada penerima PKH. Skala pengukuran ordinal. Besar dana dibagi dalam tiga kategori rendah, sedang, dan tinggi yang dihitung dari: Rendah
: nilai minimum ≤x< nilai minimum+1 IK
Sedang
: nilai minimum+1 IK ≤x< nilai minimum+2 IK
Tinggi
: ≥nilai minimum+2 IK
IK
= nilai maksimum-nilai minimum kategori = Rp 550.000- Rp. 150.000
= Rp. 133.000 (setelah dibulatkan)
3 sehingga didapatkan Rendah
: Rp. 150.000 ≤x< Rp. 280.000
Sedang
: Rp. 280.000 ≤x< Rp. 410.000
Tinggi
: ≥Rp. 410.000
Kategori ini kemudian disesuaikan dengan alokasi dana PKH, dimana dana berkisar antara Rp. (150.000, 250.000, 350.000, 450.000, dan 550.000) sehingga didapatkan kategori dana PKH yang dijadikan sebagai kerangka sampling adalah: Rendah
: Rp. 150.000 ≤x< Rp. 250.000
= skor 1
Sedang
: Rp. 250.000 ≤x< Rp. 400.000
= skor 2
Tinggi
: ≥Rp. 400.000
= skor 3
6. Pendamping PKH adalah pihak yang menjembatani penerima PKH dengan pemerintah setempat juga berperan dalam melakukan sosialisasi pengawasan dan pendampingan terhadap penerima PKH. Pendampingan PKH dinilai dari sikap masyarakat terhadap pendamping dan partipasi masyarakat terhadap pendampingan dengan skala pengukuran ordinal sebagai berikut: a. Sikap terhadap pendampingan PKH (1. Tidak Setuju, 2. Kurang Setuju, 3. Setuju, 4. Sangat Setuju) b. Perilaku terhadap pendampingan PKH (1. Tidak Pernah, 2. Kadangkadang 3. Sering, 4. Selalu) 7. Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) adalah rumah tangga yang berada pada garis terbawah kemiskinan menurut klasifikasi BPS, dimana RTSM yang
27
dimaksud adalah dengan kriteria penerima PKH, yaitu Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) yang memiliki anggota keluarga yang terdiri dari anak usia 015 tahun dan/atau ibu hamil/nifas dan berada pada lokasi terpilih dengan penerima bantuan adalah ibu atau wanita dewasa yang mengurus anak pada rumah tangga yang bersangkutan (jika tidak ada lbu maka: nenek, tante/ bibi, atau kakak perempuan dapat menjadi penerima bantuan. Disamping itu, pengklasifikasian RTSM ini didasarkan pada beberapa indikator dengan skala pengukuran ordinal sebagai berikut: a. Pendapatan rumah tangga 1. < Rp. 1.100.000,00
= skor 1
2. Rp. 1.100.000,00-Rp. 3.300.000,00
= skor 2
3. > Rp. 3.300.000,00
= skor 3
b. Pengeluaran rumah tangga 1. < Rp. 1.100.000,00
= skor 1
2. Rp. 1.100.000,00-Rp. 3.300.000,00
= skor 2
3. > Rp. 3.300.000,00
= skor 3
c. Besar tanggungan keluarga didapatkan dengan rumus: Rendah
: nilai minimum ≤x< nilai minimum+1 IK
Sedang
: nilai minimum+1 IK ≤x< nilai minimum+2 IK
Tinggi
: ≥nilai minimum+2 IK
IK
= nilai maksimum-nilai minimum kategori = 12-2 = 3.3 = 3 (setelah dibulatkan) 3
sehingga didapatkan Rendah
: 2 ≤x< 5
= skor 1
Sedang
: 5 ≤x< 9
= skor 2
Tinggi
: x≥ 9
= skor 3
d. Kepemilikan aset didapatkan dari total aset 17 (1. Tidak, 2. Ya) sehingga didapatkan: Rendah
: nilai minimum ≤x< nilai minimum+1 IK
Sedang
: nilai minimum+1 IK ≤x< nilai minimum+2 IK
28
Tinggi
: ≥nilai minimum+2 IK
IK
= nilai maksimum-nilai minimum kategori = 34-17
= 5.6 = 6 (setelah dibulatkan)
3 sehingga didapatkan Rendah
: 17 ≤x< 23
= skor 1
Sedang
: 23 ≤x< 29
= skor 2
Tinggi
: x≥ 29
= skor 3
e. Kondisi rumah; dilihat dari status rumah, dinding rumah, lantai rumah, tempat buang air, dan bahan bakar yang digunakan dengan rincian: Rendah
: nilai minimum ≤x< nilai minimum+1 IK
Sedang
: nilai minimum+1 IK ≤x< nilai minimum+2 IK
Tinggi
: ≥nilai minimum+2 IK
IK
= nilai maksimum-nilai minimum kategori = 15-5 = 3.3= 3 (setelah dibulatkan) 3
sehingga didapatkan Rendah
: 5 ≤x< 8
= skor 1
Sedang
: 8 ≤x< 11
= skor 2
Tinggi
: x≥ 11
= skor 3
Kumpulan lima variabel diatas kemudian disatukan guna menentukan klasifikasi RTSM dengan rincian: Rendah
: nilai minimum ≤x< nilai minimum+1 IK
Sedang
: nilai minimum+1 IK ≤x< nilai minimum+2 IK
Tinggi
: ≥nilai minimum+2 IK
IK
= nilai maksimum-nilai minimum kategori = 15-5 = 3.3= 3 (setelah dibulatkan) 3
sehingga didapatkan
29
RTSM Rendah
: 5 ≤x< 8
= skor 1
RTSM Sedang
: 8 ≤x< 11
= skor 2
RTSM Tinggi
: x≥ 11
= skor 3
8. Pemerintah desa penyelenggara urusan pemerintahan oleh pemerintah desa dan badan permusyawarahan desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 9. Penguatan kapasitas adalah penguatan kapasitas atau kemampuan RTSM terhadap pelaksanaan PKH yang meliputi: a. Pengetahuan dan sikap adalah perubahan pengetahuan dan sikap RTSM (ibu) dalam hal kesehatan dan pendidikan yang menjadi fokus PKH. b. Kelembagaan dalam organisasi, manajemen, keuangan, budaya adalah perubahan yang dialami RTSM (ibu) terkait dengan kemampuan dalam berorganisasi dan manajemen. c. Kemandirian, keswadayaan adalah perubahan penguatan kapasitas dengan melihat sisi kemandirian RTSM (ibu) sehingga tidak bergantung kepada program dan mampu mandiri. 10. Upaya ibu meningkatkan kualitas kesehatan keluarga adalah sikap dan perilaku ibu dalam upaya peningkatan status kesehatan diri dan anaknya. Skala pengukuran ordinal sebagai berikut: a. Sikap terhadap pelayanan kesehatan (1. Tidak Setuju, 2. Kurang Setuju, 3. Setuju, 4. Sangat Setuju) b. Perilaku kesehatan (1. Tidak Pernah, 2. Kadang-kadang 3. Sering, 4. Selalu) 11. Upaya ibu meningkatkan kualitas pendidikan keluarga adalah sikap dan perilaku ibu dalam upaya peningkatan taraf pendidikan anak. Skala pengukuran ordinal sebagai berikut: a. Sikap terhadap pelayanan pendidikan (1. Tidak Setuju, 2. Kurang Setuju, 3. Setuju, 4. Sangat Setuju) b. Perilaku peduli pendidikan anak (1. Tidak Pernah, 2. Kadang-kadang 3. Sering, 4. Selalu
30
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Tegal Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi berdasarkan informasi dari Ketua Unit Pelaksana Program Keluarga Harapan Kabupaten Bogor yang menyatakan bahwa dari 16 kecamatan penerima Program Keluarga Harapan (PKH) ternyata di Kecamatan Kemang terdapat 1545 RTSM yang tersebar di 10 desa khususnya terbesar berada di wilayah Desa Tegal sebanyak 611 RTSM penerima PKH sehingga dirasa tepat untuk menggambarkan implementasi Program Keluarga Harapan. Adapun penelitian ini dilakukan pada bulan Maret hingga Juni 2011. 3.2 Pendekatan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan perpaduan dua pendekatan, yaitu pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Dalam upaya memperkaya data dan lebih memahami fenomena sosial yang diteliti, terdapat usaha untuk menambahkan informasi kualitatif pada data kuantitaif. Dalam penelitian survei penambahan data kualitatif terhadap data kuantitatif dilakukan dengan menggunkan slip, yakni sepotong kertas yang khusus disediakan untuk data kualitatif tersebut disamping penggunaan kuesioner (Singarimbun dan Efendi, 1989). Pada penelitian ini, pendekatan kualitatif selain digunakan sebagai pendekatan tunggal untuk menjawab rumusan permasalahan tertentu, juga digunakan untuk memperkaya data kuantitatif. Pendekatan kuantitatif dan kualitatif digunakan untuk saling melengkapi informasi yang diperoleh untuk mengetahui hasil pelaksanaan Program Keluarga Harapan (PKH). Dalam hal ini pendekatan kuantitatif dan kualitatif dilakukan untuk melihat bagaimana proses pemilihan RTSM penerima PKH, apakah dilakukan secara tepat secara sasaran sesuai dengan kriteria penerima PKH, yaitu Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) yang memiliki anggota keluarga yang terdiri dari anak usia 0-15 tahun dan/atau ibu hamil/nifas dan berada pada lokasi terpilih dengan penerima bantuan adalah ibu atau wanita dewasa yang mengurus
31
anak pada rumah tangga yang bersangkutan (jika tidak ada lbu maka: nenek, tante/ bibi, atau kakak perempuan, juga mengidentifikasikan sejauhmana keterlibatan pemerintah desa dan aktor lainnya dalam penentuan RTSM penerima bantuan. Di samping itu, juga menilai bagaimana bentuk alokasi dana yang digunakan oleh RTSM, apakah sudah sesuai dengan tujuan PKH, dimana dana itu digunakan untuk keperluan kesehatan dan pendidikan. Pendekatan kuantitatif juga membantu untuk melihat sejauhmana usaha ibu meningkatkan kualitas kesehatan dan pendidikan keluarga. Pendekatan penelitian ini secara kuantitatif memang diarahkan bukan untuk mengukur pengaruh, karena pengukuran pengaruh berarti mengukur sebelum dan sesudah adanya program. Namun, penelitian kuantitatif diarahkan untuk melihat sejauh mana ketepatan sasaran, bentuk alokasi dana dan melihat upaya ibu meningkatkan kualitas kesehatan dan pendidikan keluarga. 3.3 Teknik Pemilihan Informan dan Responden Pemilihan informan dalam penelitian ini dikhususkan pada aktor-aktor yang terlibat dalam pelaksanaan Program Keluarga Harapan, seperti Dinas Sosial Kabupaten Bogor, Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bogor, UPPKH Kabupaten Bogor, pendamping PKH yang bekerja di lapangan, dan pemerintah desa. Informan juga berasal dari RTSM penerima PKH, khususnya ibu yang menjadi objek utama program ini dilengkapi keterangan dari ketua kelompok PKH yang ada di Desa Tegal. Penentuan jumlah sampel atau responden dengan menggunakan batas minimum responden penelitian sosial, yaitu sebanyak 30 responden untuk masingmasing klasifikasi sehingga didapatkan total responden sebanyak 90 orang. Pemilihan responden didasarkan dari data penerima PKH yang diperoleh dari pendamping PKH Desa Tegal, yaitu Ibu Evi dan Bapak Erik untuk periode pencairan bulan Januari 2011 dengan menggunakan tabel angka acak.
3.4 Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data Jenis data dalam penelitian ini terdiri dari jenis data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari observasi lapangan, wawancara mendalam dengan pihak terkait serta melalui kuesioner yang disebarkan kepada responden. Data
32
sekunder diperoleh dari studi literatur berupa arsip atau dokumen resmi dan pribadi dari Pemda dan Dinas yang terlibat dalam Program Keluarga Harapan (PKH). Data kuantitatif diperoleh melalui survei kepada ibu-ibu penerima PKH, dimana populasi yang digunakan adalah RTSM penerima bantuan PKH dengan sampel atau responden adalah ibu-ibu. Teknik penarikan sampel dengan menggunakan teknik pengambilan sampel acak distratifikasi (stratified random sampling) yaitu populasi dibagi ke dalam subpopulasi berdasarkan klasifikasi kesejahteraan sehingga satuan elementer dalam masing-masing subpopulasi menjadi homogen, dimana pada akhirnya terdapat 3 klasifikasi sampel yang diambil dengan menggunakan rumus: Rendah
: nilai minimum ≤x< nilai minimum+1 IK
Sedang
: nilai minimum+1 IK ≤x< nilai minimum+2 IK
Tinggi
: ≥nilai minimum+2 IK
IK
= nilai maksimum-nilai minimum kategori = Rp 550.000- Rp. 150.000
= Rp. 133.000 (setelah dibulatkan)
3 sehingga didapatkan Rendah
: Rp. 150.000 ≤x< Rp. 280.000
Sedang
: Rp. 280.000 ≤x< Rp. 410.000
Tinggi
: ≥Rp. 410.000 Kategori ini kemudian disesuaikan dengan alokasi dana PKH, dimana
dana berkisar antara Rp. (150.000, 250.000, 350.000, 450.000, dan 550.000) sehingga didapatkan kategori dana PKH yang dijadikan sebagai kerangka sampling adalah: Rendah
: Rp. 150.000 ≤x< Rp. 250.000
Sedang
: Rp. 250.000 ≤x< Rp. 400.000
Tinggi
: ≥Rp. 400.000 Pengklasifikasian ini dilakukan untuk melihat sejauh mana besarnya dana
dapat berhubungan dengan upaya ibu meningkatkan kualitas kesehatan dan pendidikan keluarga.
33
3.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data Analisis data kuantitatif dilakukan terhadap data yang diambil dengan menggunakan kuesioner yang diberikan kepada ibu-ibu penerima PKH dengan bantuan program komputer SPSS 16. Pengujian dilakukan dengan menggunakan statistika non parametrik. Statistika non parametrik merupakan uji statistik yang biasa digunakan untuk penelitian-penelitian sosial karena prosedur pengujian dengan menggunakan statistik non parametrik ini tidak bergantung kepada asumsi-asumsi yang kaku, namun keshahihannya mensyaratkan hanya cukup dengan asumsi umum saja. Jenis data yang digunakan pada uji statistik non parametrik pada umumnya adalah jenis data dengan skala pengukuran nominal dan ordinal. Dilatarbelakangi penelitian ini bertujuan ingin mengetahui ketepatan alokasi dana PKH dan bentuk alokasi dana PKH yang diperoleh RTSM, maka dilakukan dengan menggunakan analisa deskriptif melalui tabel frekuensi yang disajikan dalam bentuk tabel atau diagram. Dalam menganalisis ketepatan alokasi dana, maka dilakukan analisis data terhadap 90 responden dengan menggunakan 3 kategori RTSM. RTSM penerima PKH didapatkan dari SPDKP yang disesuaikan dengan kriteria penerima PKH dengan menggunakan 14 variabel kemiskinan menurut BPS. Dari 14 variabel tersebut kemudian dilakukan proses penyederhanaan dengan menggunakan 5 indikator, yaitu: a. Pendapatan rumah tangga; hal ini didasarkan karena tingkat pendapatan masyarakat per kapita itu memang merupakan indikator kemiskinan. Jadi kemiskinan memang terhapus dengan meningkatnya pendapatan masyarakat sehingga meningkatnya pendapatan masyarakat adalah titik tolak atau modal bagi perkembangan ekonomi selanjutnya (Susanto, 2006). b. Pengeluaran rumah tangga; hal ini didasarkan karena kemiskinan di Indonesia dikur dengan melihat pada sisi pengeluaran, dimana BPS menggunakan definisi penduduk miskin sebagai penduduk yang mempunyai pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan (Susanto, 2006). c. Tanggungan; hal ini didasarkan terkait masalah kependudukan di Indonesia dengan jumlah penduduk yang banyak. Keberhasilan program KB telah memberikan kesempatan kepada keluarga Indonesia mengurangi jumlah
34
anggota keluarga yang menjadi tanggungan sehingga setiap keluarga bisa lebih longgar merancang masa depannya (Suyono, 2005) d. Kepemilikan aset; kepemilikan aset ini berkaitan dengan sejauh mana asetaset pribadi yang dimiliki. Kemiskinan tidak selamanya berasal dari kebijakan saja melainkan juga persoalan yang sifatnya struktural, artinya seseorang yang berusaha sekeras apapun menjadi tidak ada artinya karena kendala struktural yang ia hadapi. Misalnya, keterbatasan infrastruktur (aset) yang memadai berupa penunjang kebutuhan hidup mereka (Susanto, 2006) e. Kondisi rumah; kondisi rumah yang dimaksudkan adalah berupa gabungan indikator yang terdiri dari status kepemilikan rumah, kondisi dinding, lantai, tempat BAB, dan penggunaan bahan bakar. Dalam melihat sejauhmana hubungan antara Program Keluarga Harapan (PKH) dengan upaya ibu meningkatkan kualitas kesehatan dan pendidikan keluarga, maka dilakukan uji korelasi dengan menggunakan model korelasi. Korelasi bermanfaat untuk mengukur kekuatan hubungan antara dua variabel (kadang lebih dari dua variabel) dengan skala tertentu, karena skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala ordinal maka menggunakan Korelasi Spearman. Kuat lemahnya hubungan diukur diantara jarak (range) 0-1 dan korelasi akan bernilai searah jika nilai koefisien korelasi postif dan korelasi akan bernilai tidak searah jika koefisien korelasi negatif (Sarwono, 2009). Analisis data kualitatif dilakukan terhadap dokumen, arsip, dan hasil wawancara kepada responden dan informan PKH dengan mengumpulkan data yang sudah ada, karena penelitian ini juga akan melihat sejauh mana peran, keterlibatan, dan hubungan para aktor maka penjabaran peran dan keterlibatan masing-masing aktor juga diadakan analisis implementasi kebijakan PKH dan menganalisis implementasi kebijakan PKH di Desa Tegal dengan menggunkan konsep teori kebijakan publik.
35
BAB IV GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis Desa Tegal merupakan salah satu desa dari 8 desa lainnya yang terletak di Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor. Secara wilayah, Desa Tegal memiliki luas sekitar 616.45 ha dengan areal sawah sebesar 371.032 ha dan areal darat sebesar 245.013 ha. Desa ini berbatasan sebelah utara dengan Desa Babakan Kecamatan Ciseeng. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Pondok Udik Kecamatan Kemang, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Pabuaran Kecamatan Kemang, dan berbatasan sebelah barat dengan Desa Cibeteng Udik Kecamatan Ciseeng. Sepanjang perjalanan ke Desa Tegal banyak dijumpai lahan atau kebun dengan luas total sebesar 137.15 ha. Umumnya masyarakat menggunakan sepeda motor untuk beraktifitas dan menjangkau satu lokasi dengan lokasi yang lain, hal ini disebabkan tidak ada alat transportasi umum yang masuk ke daerah ini, selain kendaraan bermotor. Desa Tegal dapat dijangkau dari arah jalan Parung atau melalui jalan alternatif dari arah Ciampea, dimana disepanjang jalan menuju Desa Tegal banyak terdapat Kelapa Sawit. Waktu tempuh untuk mencapai Desa Tegal sekitar 60 menit dari pusat Kota Bogor. Banyak lahan yang berada di Desa Tegal dimanfaatkan masyarakat untuk berbagai macam aktivitas, mulai dari pertanian, perumahan, pendidikan, bahkan sarana perkantoran. Dominasi lahan di Desa Tegal banyak dimanfaatkan sebagai lahan permukiman dan pekarangan dengan luas 317.52 ha atau sekitar 51.51%, kemudian perkebunan/ladang sebesar 137.15 ha atau 22.25% dan sawah/ kolam empang 101.41 ha atau 16.45%. Kondisi lahan Desa Tegal yang banyak digunakan sebagai lahan permukiman/pekarangan mendukung desa ini untuk banyak ditempati sehingga mengakibatkan memiliki banyak penduduk. Di daerah ini juga terdapat beberapa perumahan yang berdiri berdampingan dengan permukiman warga bahkan untuk menuju desa ini juga melalui kawasan Perumahan Kahuripan Parung. Data tersebut menunjukan bahwa wilayah Desa Tegal banyak dipergunakan untuk permukiman dan pekarangan sehingga
36
memungkinkan desa ini memiliki banyak penduduk dengan total 3566 kepala keluarga (KK). Tabel 3. Jumlah dan Persentase Luas Wilayah menurut Penggunaan Lahan di Desa Tegal Kecamatan Kemang, Tahun 2011 No
Peruntukan Lahan
Luas (Ha)
1
Sawah dan kolam empang
101.41
2 3 4 5 6 7 8 9 10
Perkebunan/ ladang Jalan umum Pemakaman umum Permukiman dan pekarangan Pengembangan perumahan Perkantoran Lapangan olahraga Sarana pendidikan Sarana ibadah
137.15 16.4 6.2 317.52 30 1.7 2.5 1.37 1.2
11
Lainnya
1 616.45
Jumlah
Persentase (%) 16.45 22.25 2.66 1.01 51.51 4.87 0.27 0.42 0.21 0.19 0.16 100
*Sumber : Kantor Desa Tegal Tahun 2011
4.2. Kondisi Ekonomi Jumlah RTSM terbesar di Kecamatan Kemang terpusat di di Desa Tegal, yaitu sebesar 611 RTSM dibawah bimbingan dua pendamping, yaitu Ibu Evi dan Bapak Erik. Hal ini menunjukan bahwa di Desa Tegal secara ekonomi relatif berada di bawah garis kemiskinan berdasarkan Garis Kemiskinan Non Makanan dari BPS yang ditunjang oleh Data Jumlah Rumah Tangga Layak PPLS 2008 Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat, dimana menunjukan bahwa terdapat 1133 rumah tangga miskin di Desa Tegal, jauh megungguli desa lainya seperti Desa Kemang dan Desa Jampang. Keadaan ekonomi yang minim mendorong masyarakat untuk melakukan berbagai macam cara guna memenuhi kebutuhan hidupnya, misalnya dengan menjadi pembantu rumah tangga di sekitar wilayah perumahan Desa Tegal, Perumahan Kahuripan.
37
Tabel 4.
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Jumlah dan Persentase Kondisi Ekonomi menurut Pekerjaan Penduduk Desa Tegal Kecamatan Kemang, Tahun 2011 Pekerjaan
Petani Budidaya ikan Peternak ayam Pedagang PNS TNI/POLRI Pensiunan Pegawai swasta Wiraswasta Buruh lepas Pengrajin Supir Tukang ojeg Bidan Penjahit Lainnya Jumlah
Jumlah (orang) 1202 15 2 879 53 9 24 262 5 260 15 8 214 4 12 12 2976
Persentase (%) 40.39 0.51 0.07 29.54 1.79 0.30 0.80 8.80 0.17 8.73 0.50 0.27 7.20 0.13 0.40 0.40 100
*Sumber : Kantor Desa Tegal Tahun 2011
Tabel 4 menunjukan bahwa kebanyakan masyarakat Desa Tegal bermatapencaharian sebagai petani dengan jumlah 1202 orang, disusul oleh pedagang sebanyak 879 orang, pegawai swasta 262 orang, buruh lepas 260 orang, dan tukang ojeg 214 orang. Mayoritas masyarakat yang berpenghasilan dari bertani mengindikasikan bahwa usaha mereka bergantung dengan musim, cuaca, dan kondisi tak terduga lainnya sehingga secara pemenuhan kebutuhan finansial untuk keluarga belum bisa dipastikan. Di sisi lain, banyak diantara mereka yang berprofesi sebagai tukang ojeg, karena secara wilayah desa ini relatif jauh antara masing-masing kampung sehingga memerlukan bantuan kendaraan ojeg. Jika diklasifikasikan berdasarkan kelas keluarga pra sejahtera hingga keluarga sejahtera 3, maka dapat digambarkan terdapat 860 keluarga pra sejahtera, 1125 keluarga sejahtera 1, 760 keluarga sejahtera 2, dan 821 keluarga sejahtera 3. Data ini menunjukan umumnya Kepala Keluarga (KK) di Desa Tegal berada pada level keluarga sejahtera 1. Hal ini menjelaskan bahwa masyarakat Desa Tegl hidup dibawah garis kemiskinan sehingga sulit dalam mencukupi kebutuhan pendidikan dan kesehatan seperti terlihat dalam bagan berikut:
38
Gambar 4. Kondisi Ekonomi menurut Klasifikasi Rumah Tangga Desa Tegal Kecamatan Kemang, Tahun 2011
*Sumber : Kantor Desa Tegal Tahun 2011
4.3 Kondisi Sosial Kondisi sosial masyarakat Desa Tegal, dapat dilihat melalui karakteristik usia, jenis kelamin serta agama yang dianut. Walaupun masyarakat Desa Tegal mayoritas beragam islam, namun di beberapa kampung banyak ditemukan warga keturunan Cina yang beragama hindu atau konghucu. Hal ini disebabkan karena daerah ini memang pada banyak ditempati pendatang Cina yang kemudian menikah dengan penduduk asli dan menetap disana. Gambar 5. Distribusi Penduduk menurut Agama yang dianut Penduduk Desa Tegal Kecamatan Kemang, Tahun 2011
*Sumber : Kantor Desa Tegal Tahun 2011
Kehidupan masyarakat Desa Tegal yang beranekaragam tidak membuat mereka berkonflik satu sama lain dengan latar belakang agama, semua hidup berdampingan dan berinteraksi satu sama lain. Bahkan untuk bantuan Program Keluarga Harapan juga diberikan kepada keluarga keturunan Cina tersebut,
39
tentunya dengan beberapa persyaratan yang dipenuhi. Berdasarkan segi usia, didominasi usia anak yaitu 5-9 tahun sebanyak 1355 orang Tabel 5. Distribusi Penduduk menurut Usia dan Jenis Kelamin di Desa Tegal Kecamatan Kemang, Tahun 2011 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Usia (tahun) 0-4 5-9 10-14 15-19 20-24 25-29 30- 34 35-39 40-49 50-54 55-59 60-64 65-69 >70 Jumlah
Laki-Laki 618 691 607 616 514 488 568 461 667 301 340 269 250 206 6596
Perempuan 651 664 539 552 561 483 585 507 490 358 366 232 295 213 6496
Jumlah 1269 1355 1146 1168 1075 971 1153 968 1157 659 706 501 545 419 13098
*Sumber : Kantor Desa Tegal Tahun 2011
Berdasarkan tabel di atas menunjukan bahwa umumnya usia penduduk Desa Tegal banyak ditempati oleh usia dibawah 20 tahun, dengan urutan pertama ditempati usia 5-9 tahun sebanyak 1335 orang, kedua 0-4 tahun sebanyak 1269 orang, dan 15-19 tahun sebanyak 1168 orang sehingga menunjukan bahwa penduduk Desa Tegal menempati piramida penduduk muda. Kondisi ini pula yang kemudian
mendorong
perlu
adanya
usaha
untuk
memberikan
tingkat
kesejahteraan yang baik, khususnya pada usia anak melalui kesehatan dan pendidikan. Di sisi lain, mayoritas penduduk Desa Tegal adalah laki-laki Sebagai desa penerima bantuan Program Keluarga Harapan (PKH), salah satu kewajiban yang perlu ditunaikan adalah terkait masalah kesehatan dan pendidikan. Disebabkan penduduk Desa Tegal didominasi usia 5-9 tahun sebanyak 1335 orang dan 0-4 tahun sebanyak 1269, maka terkait masalah kesehatan perlu diadakan dan optimalisasi peran posyandu, puskemas, dan sarana kesehatan lainnya yang mampu menunjang pelayanan kesehatan.
40
Gambar 6. Kondisi Fasilitas menurut Jumlah Sarana Kesehatan di Desa Tegal Kecamatan Kemang, Tahun 2011
*Sumber : Kantor Desa Tegal Tahun 2011
Gambar di atas menunjukan bahwa untuk ukuran sebuah desa, Desa Tegal memiliki fasilitas kesehatan yang cukup, minimal adanya posyandu sebanyak 13, puskesmas walapun memang untuk fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, seperti rumah sakit dan dokter masih rendah. Fasilitas sarana kesehatan yang ada di Desa Tegal sejauh ini menang belum ada optimalisasi dari masyarakat, misalnya dengan rutin memeriksakan anak ke posyandu, sehingga disinilah PKH mencoba memberikan stimulasi kepada RTSM untuk mengakses pelayanan kesehatan dengan lebih baik. Disamping kewajiban penerima PKH dalam hal kesehatan, mereka juga memiliki kewajiban terkait sekolah anak mereka, minimal memenuhi anjurang pemerintah sekolah wajib 9 tahun (SD-SMP). Gambar 7. Kondisi Fasilitas menurut Jumlah Sarana Pendidikan di Desa Tegal Kecamatan Kemang, Tahun 2011
*Sumber : Kantor Desa Tegal Tahun 2011
41
Gambar diatas menggambarkan bahwa umumnya masyarakat Desa Tegal hanya lulusan SD atau sederajat dan disusul oleh tidak tamat SD. Rendahnya tingkat pendidikan maka akan behubungan dengan produktifitas dan kapasitas kualitas sumberdaya manusia. Tingkat pendidikan juga ditunjang oleh fasilitas atau saran yang ada. Di Desa Tegal hanya terdapat 6 SD/MI berstatus negeri dan 5 berstatus swasta, sementara untuk SMP dan SMA hanya ada 2 yang berstatus swasta. Masyarakat menuturkan bahwa walaupun ada sekolah swasta di daerah mereka namun mereka sulit mengakses pendidikan karena biaya yang mahal.
42
BAB V HASIL PROGRAM KELUARGA HARAPAN 5.1
Proses Pemilihan RTSM Penerima PKH
5.1.1
Program Keluarga Harapan sebagai Kebijakan Publik Menurut Young dan Quinn (2002) dalam Suharto (2005), memahami
kebijakan publik dengan dilihat konsep kunci sebagai berikut: a. Tindakan pemerintah yang berwenang. Dalam hal ini PKH dinamakan sebagai kebijakan publik karena PKH merupakan program dibawah Kementerian Sosial yang bekerjasama dengan Dinas Sosial, BPS, UPPKH, pendamping yang semuanya memiliki kewenangan dalam menjalankan perannya masingmasing. b. Sebuah reaksi terhadap kebutuhan dan masalah dunia nyata. PKH diadakan sebagai reaksi terhadap permasalah kemiskinan yang terjadi di Indonesia yang memfokuskan pada peningkatan kualitas RTSM di bidang kesehatan dan pendidikan. Pernyataan ini dikuatkan bahwa hasil survei The Gallup Organization Social Audit (1999) dalam Schiller (2008) menjelaskan bahwa salah satu langkah pemerintah untuk mengurangi kemiskinan adalah dengan peningkatan pendidikan. c. Seperangkat tindakan yang berorientasi pada tujuan. PKH adalah seperangkat tindakan yang berorientasi pada mengurangi kemiskinan melalui peningkatan kualitas RTSM dalam hal kesehatan dan pendidikan. d. Sebuah keputusan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. PKH adalah tindakan kolektif beberapa aktor berdasarkan keyakinan untuk mengurangi kemiskinan melalui peningkatan kualitas RTSM dalam hal kesehatan dan pendidikan. e. Sebuah justifikasi yang dibuat oleh seseorang atau beberapa orang aktor yang berisi sebuah justifikasi terhadap langkah-langkah atau rencana tindakan yang telah dirumuskan. Maksudnya bahwa PKH mempunyai landasan hukum sebagai sebuah kebijakan publik. Analisis diatas menunjukan bahwa Program Keluarga Harapan (PKH) adalah sebagai bentuk kebijakan publik yang dikeluarkan oleh pemerintah di
43
bawah koordinasi Kementerian Sosial RI dengan melibatkan elemen terkait, misalnya PT Pos, UPPKH, dan pendamping di lapangan. Bertujuan mengurangi kemiskinan melalui peningkatan kualitas kesehatan dan pendidikan keluarga. 5.1.2 Keterlibatan Aktor dalam Pemilihan RTSM Penerima PKH Program Keluarga Harapan merupakan program lintas kementerian dan lembaga, karena aktor utamanya adalah dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Departemen Sosial, Departemen Kesehatan, Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Agama, Departemen Komunikasi dan lnformatika, dan Badan Pusat Statistik. Untuk menyukseskan program tersebut, maka dibantu oleh Tim Tenaga ahli PKH dan konsultan World Bank. Depsos UPPKH Pusat
Tim Pengendali PKH/TKPK Tim Pengarah Pusat Tim Teknis Pusat
PT POS Indonesia
Pusat Tim Koordinasi Teknis Provinsi/TKPKD
Provinsi Kabupaten Dinsos
Tim Koordinasi Teknis Kabupaten/Kota/TKPKD
UPPKH Kabupaten/Kota
Kantor POS Kabupaten/Kota
Kecamatan Pendamping PKH
Kantor/Petugas POS
Gambar 8. Struktur Organisasi PKH menurut Kementerian Sosial RI, Tahun 2008 Keterangan :
: Garis Komando : Garis koordinasi
Gambar 8 menjelaskan bahwa dalam menjalankan program, aktor PKH dibagi dalam tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, dan kecamatan. Guna
44
menjalankan PKH di beberapa kabupaten dan desa, maka terbentuklah Unit Pelaksana Program Keluarga Harapan (UPPKH) yang langsung mengurusi tentang PKH, terdiri dari UPPKH Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota, dan Kecamatan. 5.1.2.1 Pendamping PKH Desa Tegal Kecamatan Kemang Pendamping PKH adalah pihak kunci yang menjembatani penerima manfaat dengan pihak-pihak lain yang terlibat di tingkat kecamatan maupun program di tingkat kabupaten/kota. Tugas pendamping termasuk didalamnya melakukan sosialisasi pengawasan dan mendamping para penerima manfaat dalam memenuhi komitmen. Peran pendamping PKH diperlukan karena sebagian besar
orang
miskin
tidak
memiliki
kekuatan
dan
kemampuan
untuk
memperjuangkan hak mereka sehingga perlu ada pendamping yang siap untuk membatu mereka mendapatkan hak dan mendampingi mereka untuk memenuhi kewajiban PKH (Depsos, 2007). Tabel 6. Tugas Pendamping PKH 1 2 3 4 5 6
1 2 3 4 5 6 7 8
Tugas Persiapan Program Menyelenggarakan pertemuan awal dengan seluruh penerima PKH Menginformasikan program kepada RTSM peserta PKH dan mendukung sosialisasi kepada masyarakat umum Mengelompokkan peserta kedalam kelompok yang terdiri atas 20-25 orang peserta PKH untuk mempermudah tugas pendamping Memfasilitasi pemilihan ketua kelompok PKH Membantu peserta PKH dalam pengisian persyaratan PKH Mengkoordinasikan pelaksanaan kunjungan awal ke puskesmas dan pendaftaran sekolah Tugas Rutin Menerima pemutakhiran data peserta PKH dan mengirimkan formulir pemutakhiran data ke UPPKH kabupaten/kota Menerima mengaduan dari ketua kelompok Kunjungan insidental kepada penerima PKH yang tidak komitmen Pertemuan dengan semua peserta PKH setiap enam bulan untuk resosialisasi Koordinasi dengan pihak setempat terkait pelayanan kesehatan dan pendidikan Pertemuan bulanan dengan ketua kelompok Pertemuan bulanan dengan pelayan kesehatan dan pendidikan setempat Pertemuan triwulan dan tiap semester kepada UPPKH daerah, pendamping, pelayan kesehatan dan pendidikan
*Sumber: Buku Kerja Pendamping Departemen Sosial RI Tahun 2007
Desa Tegal Kecamatan Kemang memiliki dua pendamping PKH, yaitu Ibu Siti Noor Havidah dan Bapak Erik. Masing-masing pendamping memiliki
45
wilayah dampingan yang berbeda. Latar belakang dipilihnya Desa Tegal menjadi lokasi penerima bantuan PKH adalah berawal dari permohonan melalui data yang diajukan oleh pemerintah desa bersama kecamatan setempat. Data tersebut kemudian diserahkan kepada BPS Kabupaten Bogor untuk melihat sejauh mana sinkronisasi data yang diajukan desa dengan data yang dimiliki oleh BPS terkait sasaran PKH. Data tersebut kemudian disatukan dan dilihat sejauh mana kecocokan data yang dimiliki masing-masing, namun dalam hal ini BPS memiliki kewenangan lebih untuk menyeleksi data tersebut. Data yang sudah dirapihkan di BPS setempat kemudian diserahkan ke UPPKH pusat yang berlokasi di Jakarta yang memiliki kewenangan untuk memvalidasi data yang ada, menyortir data sehingga sesuai dengan sasaran dan anggaran yang dialokasikan. Setelah itu, data yang sudah divalidasi langsung diserahkan ke UPPKH setempat. Khusus di Desa Tegal, diadakan temu atau kumpul semua penerima PKH di Kantor Desa untuk mengecek kebenaran data yang diterima. Setelah itu, pendamping melakukan survei ulang terhadap penerima PKH dengan melihat kondisi rumah, dan sosial ekonomi si penerima PKH. Pendamping PKH cukup memiliki peran penting dalam proses PKH secara keseluruhan, mulai proses perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring kegiatan. Salah satu pendamping PKH menyampaikan bahwa: Dalam hal ini pemilihan pendamping PKH dilakukan melalui proses pendaftaran dan penyeleksian, walaupun memang terkesan agak tertutup. Proses penyeleksian dilakukan tahun 2008 dengan adanya tes tulis dan wawancara. Walaupun tertutup, ternyata ada sekitar 683 orang yang mendaftar, namun hanya 30 orang yang lolos dan sesuai klasifikasi pendamping, yaitu minimal lulusan sarjana (S1) dan memiliki track record dalam bidang kemasyarakatan. Adapun insentif yang diberikan kepada pendamping PKH, yaitu Rp 1.700.000,00 per bulan dengan kontrak yang selalu diperbaharui setiap tahun. Untuk menunjang pelaksanaan tugas sebagai pendamping, tidak disediakan kendaraan khusus melainkan hanya disediakan seragam (baju, kemeja, tas) dan alat tulis kantor. Tidak ada batasan maksimal menjadi seorang pendamping PKH, karena sejauh ini tidak ada pemutusan secara sepihak dari UPPKH, jikalau pun ada kasus pendamping yang menyalahi aturan PKH maka biasanya akan langsung
46
diberikan surat peringatan hingga surat pemecatan. Kasus yang pernah terjadi adalah adanya tindakan penyelewengan terhadap dana PKH yang diterima. Adapun peran dan tugas dari pendamping meliputi proses perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring kegiatan. Dalam proses perencanaan, pendamping membantu meninjau para penerima PKH dengan langsung turun melihat kondisi sosial ekonomi penerima. Dalam proses pelaksanaan, pendamping berperan memberikan pendampingan bagi para penerima PKH dalam pencairan dana, berkoordinasi dengan pihak UPPKH, sekolah dan posyandu untuk mengontrol sejauh mana perilaku si penerima PKH khususnya mengontrol aktifitas kehadiran anak penerima PKH dan kehadiran ibu di setiap kegiatan posyandu. Kendala yang selama ini dialami oleh pendamping PKH adalah masalah transportasi karena sejauh ini ditanggung dari biaya sendiri, walaupun ada wacana akan ada motor inventaris bagi pendamping jika PKH akan dijadikan sebagai badan, layaknya BKKBN. Sikap dan perilaku penerima PKH terhadap pendamping sejauh ini memang membantu jalannya PKH walaupun bentuk konsultasi yang dilakukan penerima terhadap pendamping sifatnya belumlah rutin, hanya saja jika ada keperluan yang mendesak dan berkenaan dengan PKH, misalnya 1 bulan hanya 2 kali. Dalam rangka meningkatkan kemampuan pendamping, tidak ada bentuk pelatihan yang sifatnya rutin dilakukan oleh UPPKH, hanya sempat dilakukan di awal proses seleksi di tahun 2008. Namun evaluasi pendamping biasanya rutin dilakukan pertiga bulan setiap ada pencairan dana PKH. Penuturan pendamping menyampaikan bahwa: Sejauh ini setiap ada pencairan dana PKH, memang rata-rata penerima mengalokasikan uangnya untuk keperluan sandang, pangan, dan papan khususnya sandang dibandingkan untuk keperluan kesehatan dan pendidikan anak. Hal ini diluar kemampuan dan kontrol pendamping karena hal ini langsung diserahkan pada hak dan keputusan dari si penerima bantuan. Namun sebagai sebuah bentuk pengontrolan, pendamping mengecek aktivitas dan kehadiran anak penerima PKH melalui pihak sekolah serta mengecek keaktifan ibu penerima PKH dalam mengikuti kegiatan posyandu sehingga ketika pun terjadi kesalahan maka akan ada pengurangan nominal dana yang didapatkan,
47
misalnya jika anak tidak masuk sekolah berulang kali atau ketidakaktifan dalam mengikuti kegiatan posyandu. Memang secara analogi sederhana, uang yang didapatkan dari dana PKH memang belumlah cukup, karena harapannya dana ini sifatnya berupa dana pemicu dan dikhususkan untuk peningkatakan kualitas sumberdaya di bidang pendidikan dan kesehatan sehingga wajar jika PKH tentu berbeda dengan program kemiskinan lainnya. Secara umum, memang tidak semua RTSM di Desa Tegal mendapatkan bantuan PKH, sebagai bentuk penyelesaian maka pendamping banyak menerima laporan dan memberikan rekomendasi ke pusat, namun sejauh ini mekanisme ini memang cukup sulit dilakukan khususnya di pihak pengambil keputusan tertinggi di UPPKH. Karena dana PKH akan otomatis terhenti saat RTSM tidak memiliki tanggungan, misalnya anak sudah lulus SMP, maka dana pun akan terputus sehingga ternyata masih ada rumah tangga yang tidak mampu menyekolahkan anaknya ke SMA karena masalah finansial sehingga keluhan masyarakat bahwa dana yang diberikan relatif belum mencukupi. Harapan dari pendamping PKH di Desa menuturkan bahwa: Namun, harapan terhadap program PKH adalah adanya perubahan sikap dan perilaku penerima PKH khususnya peningkatan kualitas sumberdaya dalam bidang pendidikan dan kesehatan serta adanya nasib pendamping. 5.1.2.2 Badan Pusat Statistika Sosial BPS Kabupaten Bogor Badan Pusat Statistika adalah aktor yang berperan khusus dalam survei calon penerima PKH. Menurut penuturan AS (Staf Statistika Sosial BPS Kabupaten Bogor), prosedur yang BPS lakukan terkait data penerima PKH berawal dari data yang diterima Survei Pelayanan Dasar Kesehatan dan Pendidikan (SPDKP) pada tahun 2007 sebagai data awal PKH. Data SPDKP di tahun 2007 terdapat 11 kecamatan dan ditambah 5 kecamatan di tahun 2008, sehingga total penerima 16 kecamatan. Pemilihan kecamatan berasal dari BPS Pusat sehingga BPS Kabupaten sebatas tim pelaksana survei saja di lapangan. Data dasar SPDKP diperoleh dari PSE (Pendataan Sosial Ekonomi) tahun 2004 sehingga dapat dijadikan sebagai data permulaan SPDKP di 16 kecamatan, dari data PSE 2004 diverifikasi ulang dengan menggunakan kriteria sasaran penerima PKH, yaitu ibu hamil, ibu balita,
48
dan ibu dengan anak usia SD dan SMP hingga munculah data yang disebut SPDKP untuk kepentingan PKH. Mekanisme yang dilakukan BPS Kabupaten Bogor dalam melakukan SPDKP dilakukan dengan beberapa mekanismenya, dilihat dari segi input, proses, dan output yang dijelaskan sebagai berikut: 1. Input a. Persiapan SPDKP b. Perekrutan tim survei dan verifikasi; perekrutan dilakukan dari pihak desa hingga kecamatan melalui pemberian rekomendasi nama-nama. Umunya yang terlibat langsung adalah para petugas desa atau para kader. Biasanya BPS menyebut mereka sebagai mitra statistika. c. Pelatihan tim survei dan verifikasi; pelatihan dilakukan kepada mitra statistika tiap desa dan kecamatan yang telah terpilih selama 3 hari. Pelatihan dibagi dalam dua tim, yaitu tim lapangan dan tim pengolahan data. Hal ini dilakukan karena secara tugas dan fungsi juga berbeda. 2. Proses Survei dilakukan oleh tim yang telah terpilih di masing-masing desa dan kecamatan, survei dilakukan dengan kurun waktu yang telah ditentukan selama1 bulan. Mekanisme survei yang dilakukan adalah dengan mendatangi langsung rumah dari daftar nama-nama yang telah diberikan BPS Pusat, mencocokan nama dan dilihat bagaimana kondisi sosial ekonomi dan kriteria penerima PKH, yaitu ibu hamil, ibu balita, dan ibu dengan anak usia SD dan SMP hingga hasilnya diperoleh. Data yang sudah didapatkan kemudian diserahkan kembali pada tim pengolah data yang juga dibagi dalam dua tim, yaitu pencacah lapangan dan pemeriksa dan pengawas. Data tersebut dilihat sejauh mana konsistensi dari hasil survei yang dilakukan terhadap masyarakat,. Hal ini dilakukan karena menurut pemaparan Bapak Ag, masyarakat sudah cukup cerdas ketika dilakukan survei sehingga terkadang menutupi kondisi rumah tangga yang sebenarnya. 3. Output Hasil data survei yang sudah diperiksa oleh BPS Kabupaten Bogor kemudian langsung dikirimkan ke BPS Pusat, dimana BPS Kabupaten Bogor hanya sebatas mengentri data dan tidak berwenang memutuskan siapa saja
49
rumah tangga yang layak menerima PKH. Data tersebut kemudian diserahkan ke BPS Pusat untuk dilakukan verifikasi dan hasilnya diserahkan ke Kementerian Sosial RI untuk dilihat berapa kuotanya percdesa dan kecamatan. Data tersebut kemudian diserahkan ke UPPKH masing-masing daerah. Tidak semua data yang diperoleh dari SPDKP yang diserahkan ke BPS Pusat dan Kemensos yang kemudian tertampung semua oleh PKH, karena Kemensos memiliki kuota tersendiri sehingga peran BPS Kabupaten Bogor hanya sebatas tugas survei di lapangan melalui data yang diberikan BPS pusat. Di samping itu, BPS juga tidak punya kewenangan memilih siapa saja yang berhak menerima PKH, melainkan Kemensos sesuai kuota. Sejauh ini mekanisme pergantian penerima PKH karena ketidaklayakan agak sulit untuk dirubah keputusannya, karena sejauh ini pihak BPS (kabupaten dan pusat) juga sulit dengan prosedurnya dan BPS belum pernah menyepakati hal itu walaupun tertulis dalam pedoman PKH jika terdapat warga yang tidak mampu bisa diajukan. Hambatannya adalah tidak adanya petunjuk yang jelas tentang mekanisme bagi RTSM yang sudah tidak layak lagi mendapatkan bantuan dan sudah menjadi kasus nasional. BPS juga tidak ingin salah bersikap dan khawatir salah sasaran dan membutuhkan waktu yang lama. 5.1.2.3 Dinas Sosial Kabupaten Bogor Peran Dinas Sosial memiliki garis koordinasi dengan Dinas Sosial Provinsi dan Kemensos RI yang bertugas mengkoordinasikan PKH di kecamatan melalui UPPKH kecamatan. Dinas Sosial Kabupaten bertugas sebagai pemantauan, pengawasan, pelaporan dan pendampingan juga pendukung juga membantu memfasilitasi kelancaran penerimaan pelayanan pendidikan dan kesehatan bagi penerima PKH. Misalnya untuk bidang kesehatan, dimana penerima PKH mendapatkan akses kesehatan (posyandu, puskemas, dan lainnya walaupun realisasinya RTSM harus tetap memenuhi dan mengikuti persyaratan jika RTSM sedang terkena musibah, misalnya sakit parah. Penuturan DM (Bagian PKH Dinas Sosial Kabupaten Bogor) menuturkan bahwa Saat pertama kali PKH terbentuk diadakan temu dengan semua pihak terkait, juga biasanya diadakan temu rapat koordinasi dengan semua pihak elemen per pencairan (per triwulan). Hal ini dilakukan untuk mengevaluasi
50
jalannya PKH, hambatan, dan rekomendasi- rekomendasi dalam rangka memperbaiki PKH. Target minimal PKH adalah masyarakat sangat miskin menjadi masyarakat miskin melalui upaya pemberdayaan. Setiap triwulan juga diserahkan laporan pencairan kepada Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Bappeda, Bupati, Kominfo, Polres, BPKB. BPS, Depag.
Menurut penuturan Ketua UPPKH Kabupaten Bogor
mengacu pada pedoman umum PKH, PKH berakhir di tahun 2015 dengan target nasional 8% penurunan kemiskinan. Sejauh ini evaluasi pencapaian sudah ada perbaikan 21% dari rapat umum yang disampaikan oleh para ahli. 5.1.2.4 UPPKH Kabupaten Bogor UPPKH Kabupaten dibentuk di setiap kabupaten dimana PKH dilaksanakan. UPPKH Kabupaten merupakan kunci untuk menyukseskan pelaksanaan PKH dan akan menjadi saluran informasi terpenting antara UPPKH Kecamatan dengan UPPKH Pusat serta tim koordinasi provinsi dan kabupaten. Dalam pelaksanaan UPPKH Kabupaten/Kota tidak terlepas dari peran UPPKH secara keseluruhan yang meliputi Ketua UPPKH Kabupaten/Kota, Koordinator UPPKH Kabupaten/Kota, Administrasi, Data Entri/Operator komputer, dan sistem pengaduan masyarakat. UPPKH Kabupaten Bogor langsung berada dibawah koordinasi UPPKH pusat juga Dinas Sosial Kabupaten Bogor, dalam menjalankan tugasnya para pengurus UPPKH juga terlibat sebagai pendamping di desa penerima PKH. Mereka bertugas untuk menginput semua data yang diterima dari para pendamping di setiap desa, misalnya berkaitan dengan pemutakhiran data atau pencairan dana, mereka juga turut aktif berkoordinasi dengan tim kecamatan guna melakukan evaluasi pelaksanaan PKH.
51
Ketua UPPKH Kabupaten Bogor
Dian Mulyadianta
Koordinator UPPKK Kabupaten Bogor Moch. Dede Soleh
Petugas SPM -
Petugas Administrasi Galih Sekar
Petugas SIM PKH Donny Anugerah P
Petugas Data Entri Dian Anugerah, Asep Syaefudin, Iis Hanisah, Dede Haryanti, Neni Nurhaeni
Gambar 9. Struktur Kepengurusan UPPKH Kabupaten Bogor, Tahun 2011 5.1.2.5 Hubungan antar Aktor Pemaparan tentang peran aktor yang terlibat di lapangan dalam pelaksanaan PKH dapat dihubungkan dalam adanya fungsi koordinasi dan instruksi mulai dari tahap perencaan, pelaksanaan, hingga evaluasi yang dibatas pembahasannya di wilayah kabupaten. a. Proses perencaan dimulai oleh Badan Pusat Statistika Kabupaten Bogor yang melalukan survei kepada masyarakat Desa Tegal yang didampingi oleh pendamping PKH dan pemerintah setempat (fungsi koordinasi). Dalam hal ini terdapat koordinasi antara pihak BPS dengan pendamping dan pemerintah desa. BPS Kabupaten melakukan pendataan setelah mendapatkan instruksi dari BPS pusat yang telah koordinasi dengan UPPKH pusat (fungsi koordinasi dan instruksi). Data yang telah didapatkan BPS kemudian diserahkan kepada BPS pusat untuk kemudian diteruskan kembali ke Departemen Sosial dan UPPKH pusat yang menentukan kuota penerima PKH tiap wilayah (fungsi koordinasi). Pada penentuan RTSM penerima PKH, pelaksana tingkat kabupaten tidaklah memiliki kewenangan untuk menentukan karena langsung dari pusat. b. Tahap pelaksanaan PKH dibagi dalam taahap pencairan dana, ada koordinasi antara Dinasi Sosial, UPPKH, pendamping, dan kantor pos. Tahap pelaksanaan untuk mengkontrol pemanfaatan dana PKH lebih banyak
52
dilakukan pendamping dengan ketua kelompok PKH, kader posyandu, pihak sekolah/kepala sekolah juga UPPKH (garis koordinasi). Misalnya pendamping melakukan pengecekan kehadiran anak RTSM ke pihak sekolah dan kehadiran ibu ke posyandu kepada kader posyandu, dimana data ini kemudian akan digunakan untuk menilai keaktifan peserta yang berpengaruh pada dana PKH yang diterima. c. Tahap evaluasi dilakukan per pencairan dana yang dikoordinasikan oleh Dinas Sosial Kabupaten Bogor yang mengundang semua aktor yang terlibat di tataran teknis. Hubungan aktor dalam tahapan ini terlihat hanya berupa garus koordinasi pelaporan atas pelaksanaan pencairan dana, dimana akhisnya akan ada sebuah bentuk solusi atas permasalahan yang dihadapi di lapangan. 5.1.3
Keterlibatan Pemerintahan Desa Tegal dalam Pelaksanaan Program Keluarga Harapan Jika melihat stuktur organisasi PKH di tingkat pusat hingga kecamatan,
tidak tergambarkan peran pemerintah desa disana. Menurut Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia
penyelenggara
urusan
Nomor 72 Tahun 2005, pemerintah desa pemerintahan
oleh
pemerintah
desa
dan
adalah badan
permusyawarahan desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Nama lain pemerintah desa adalah Kepala Desa dan perangkat desa yang membantu di dalamnya. Menurut penuturan mantan Ketua BPD Desa Tegal, disampaikan bahwa memang desa tidak banyak terlibat dalam proses perencanaan hingga pelaksanaan dan evaluasi, hanya saja memang desa turut tergabung saat melakukan survei dengan BPS saat memilih RTSM yang layak sebagai penerima PKH. Namun pasca itu para pendamping dan Dinas terkait sifatnya hanya koordinasi dan itupun tidak sering, melainkan hanya berupa pelaporan per pencairan saja. Sejauh ini pihak pemerintah desa memang tidak terlalu dilibatkan dalam Program Keluarga Harapan (PKH), mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Pihak desa memang secara kewenangan tidak terlalu banyak
53
sehingga hanya menerima laporan PKH saja secara keseluruhan. Menurut penuturan Bapak AP (Sekretaris BPD Desa Tegal) bahwa: Banyak warga yang tergolong RTSM tapi tidak menerima bantuan, sehingga ia menilai bahwa program ini belumlah optimal. Pernyataan ini, ia kuatkan karena proses di awal pemilihan RTSM yang tidak begitu baik, karena proses survei yang dilakukan BPS hanya didamping oleh pihak warga yang sebenarnya diantara mereka memiliki kekerabatan satu sama lain. Di samping itu, alokasi dana yang dikeluarkan dari dana PKH pun banyak dikeluarkan RTSM penerima untuk memenuhi kebutuhan lain (sandang). Keterlibatan pemerintah desa, dalam hal ini pemerintah Desa Tegal jika dibagi dalam tahap perencanaan (permulaan), pelaksanaan, dan evaluasi, maka pada tahap perencanaan (permulaan) pemerintah desa terlibat dalam proses rekomendasi nama RTSM yang kemudian disurvei secara langsung oleh pihak BPS dan pendamping di desa tersebut. Kemudian di tahap pelaksanaan, pemerintah desa memang berperan hanya pada fungsi pelaporan dan koordinasi tekait pelaksanaan Program Keluarga Harapan (PKH), misalnya pelaporan bulanan per pencairan yang diberikan oleh pendamping dan fungsi koordinasi jika ada beberapa agenda atau kegiatan terkait sedangkan dalam fungsi evaluasi, pemerintah desa juga tidak turut terlibat secara langsung karena evaluasi PKH dilakukan per periode pencairan melalui rapat koordinasi di level kabupaten yang menghadirkan UPPKH kabupaten, Dinas Sosial, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, POLRI dan sebagainya. Keterlibatan pemerintah desa merupakan hal yang penting untuk sebuah program yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. Hal ini dikarenakan pemerintah desa merupakan pihak yang paling mengetahui kondisi masyarakatnya dibandingkan dengan pihak luar yang sebelumnya belum pernah terlibat langsung di daerah tersebut. Khususnya terkait proses pemilihan RTSM penerima PKH, hal ini dikarenakan ini merupakan fase permulaan program, jika PKH diberikan secara tidak tepat maka akan berpengaruh pula terhadap optimalisasi pencapaian tujuan.
54
5.1.4 Implementasi Kebijakan Program Keluarga Harapan Menurut Grindle (1980) dalam Dwijowijoto (2003) menyatakan bahwa pelaksanaan kebijakan dipengaruhi oleh isi kebijakan dan konteks kebijakan. Turunan dari kebijakan yang dimaksud dapat berupa program. Isi kebijakan meliputi kepentingan yang dipengaruhi, tipe manfaat, derajat perubahan, letak pengambilan keputusan, pelaksanaan program, dan sumberdaya yang dilibatkan. Sementara untuk konteks kebijakan mencakup kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat dan karakter lembaga dan penguasa. Jika dianalisis berdasarkan model implementasi kebijakan menurut Grindle 1980 dalam Dwijowijoto (2003), maka : a. Kepentingan yang dipengaruhi, bahwa setiap kebijakan yang akan diambil akan mempertimbangkan dampak terhadap aktivitas politik yang distimulasi oleh proses pengambilan keputusan. Maksudnya yang tercermin dalam pelaksanaan PKH di Desa Tegal bahwa masing-masing aktor khususnya yang berkaitan dengan ranah politik sebelumnya mereka akan mempertimbangkan bagaimana dampak yang ditimbulkan. b. Tipe manfaat. Bahwa program yang memberikan manfaat secara kolektif akan mendapatkan dukungan dalam implementasi dan sebaliknya. Misalnya tujuan PKH
adalah
mengurangi
kemiskinan
melalui
peningkatan
kualitas
sumberdaya (RTSM) dalam bidang kesehatan dan pendidikan juga mendapat dukungan dari berbagai pihak, yaitu Departemen Sosial, Pendidikan dan Kesehatan hingga turut mendukung program ini BPS dan Kantor Pos. c. Derajat perubahan yang diharapkan, bahwa program yang ditetapkan yang mengharapkan akan adanya sedikit perubahan perilaku di masyarakat akan mudah untuk diimplementasikan tetapi untuk pogram yang mengharapkan adanya perubahan yang mendasar di masyarakat dalam jangka panjang akan sulit untuk diimplementasikan. Hal ini tercermin dari PKH dimana perubahan yang diharapkan adalah peningkatan kualitas sumberdaya (RTSM) dalam bidang kesehatan dan pendidikan namun yang dialami oleh RTSM Desa Tegal adalah belum pada peningkatan secara signifikan. d. Letak
pengambilan
keputusan,
bahwa
setiap
keputusan
akan
mempertimbangkan dimana keputusan tersebut akan diambil, misalnya di
55
tingkat departemen atau di tingkat dinas dan akan berdampak pada tingkat implementasi kebijakan tersebut. Kondisi ini tercermin dalam implementasi dalam menentukan RTSM penerima bantuan PKH, dimana BPS Kabupaten Bogor dibantu pendamping dan pemerintah desa hanya berfungsi dalam melakukan pendataan yang kemudian data itu diajukan kepada BPS pusat dan Depertemen Sosial yang berkoordinasi dengan UPPKH pusat sehingga ada beberapa RTSM yang seharusnya layak mendapat bantuan malah terhapus karena kuota yang ditentukan oleh pihak pusat. e. Pelaksana program, bahwa keputusan yang dibuat dalam tahapan formulasi kebijakan akan mengindikasikan siapa yang akan ditugaskan untuk melaksanakan berbagai macam program, dan keputusan itu juga akan mempengaruhi bagaimana kebijakan tersebut dicapai. Berdasarkan struktur organisasi PKH tidak tercantum pemerintah desa sebagai pelaksana program sehingga kondisi ini mempengaruhi implementasi PKH di lapangan, bahkan sempat terjadi konflik akibat pencairan dana PKH di Desa Tegal. f. Sumberdaya yang dilibatkan, bahwa setiap keputusan yang diambil akan berakibat
pada
pemenuhan
sumberdaya
yang
dibutuhkan
untuk
mengimplementasikan program yang telah ditetapkan. PKH melibatkan sumberdaya manusia meliputi para aktor terkait dan alokasi dana, karena dana termasuk dalam sumberdaya yang dilibatkan maka akibat adanya keterbatasan dana PKH tiap wilayah, maka berakibat pada adanya beberapa RTSM yang tidak jadi mendapatkan bantuan walaupun mereka sempat didata oleh BPS. Pada prinsipnya ada “empat tepat” yang harus dipenuhi dalam keefektifan implementasi kebijakan atau program, yaitu tepat secara kebijakan, tepat secara pelaksanaan, tepat target, tepat lingkungan (Dwijowijoto, 2003). a. Tepat kebijakan; Tepat kebijakan dapat ditinjau dari apakah kebijakan yang ada telah bermuatan hal-hal untuk memecahkan masalah, apakah kebijakan sudah dirumuskan sesuai karakter masalah yang akan dipecahkan, dan dibuat oleh lembaga yang mempunya wewenang terhadap masalah yang akan dipecahkan. Kebijakan PKH merupakan kebijakan yang bertujuan mengurangi kemiskinan melalui peningkatan kualitas (RTSM) dalam hal kesehatan dan pendidikan yang dibuat oleh Departemen Sosial bekerjasama dengan
56
Departemen Pendidikan dan Kesehatan sehingga dilihat dari sisi ini kebijakan PKH sudah sesuai secara formulasinya. b. Tepat pelaksana; aktor yang terlibat tidaklah hanya pemerintah melainkan kerjasama antara masyarakat dan swasta. Yang terjadi dalam pelaksanaan PKH di lapangan belumlah bisa melibatkan semua stakeholders terkait, kegiatan strategis terpusat di Dinas Sosial dan UPPKH kabupaten masingmasing sementara aktor lainnya hanya berperan secara teknis. Sebagai kebijakan penanggulangan kemiskinan, PKH belum bisa memberdayakan masyarakatnya. Masyarakat diperlakukan sebatas objek dalam penerima bantuan sehingga saat dilakukan sesi wawancara kepada RTSM tersampaikan jika program ini dihentikan maka mereka mengakui akan sangat sulit untuk menyekolahkan anak mereka dan memberikan layanan kesehatan karena program ini baru bersifat bantuan tunai walaupun sudah ada pendampingan. c. Tepat target; definisi ketepatan target bukan hanya sekedar tepat secara sasaran namun yang hendak dijelaskan adalah apakah target sesuai dengan yang direncanakan dan tidak tumpang tindih dengan kebijakan lain. Kedua, kesiapan target secara fisik dan psikologis, dan apakah kebijakan ini bersifat baru atau memperbaharui kebijakan sebelumnya. Ketepatan target ini juga bisa ditunjang dengan keterlibatan pihak terkait, misalnya BPS, pendamping PKH juga pemerintah desa dalam melakukan survei atau bahkan dapat memutus dana PKH jika memang kondisi RTSM sudah mengalami peningkatan sosial ekonomi sehingga bisa digantikan dengan RTSM yang lain. Di samping itu, penuturan ketua kelompok bahwa masih ada beberapa dari mereka yang mendapatkan bantuan lain selain PKH yang juga masuk dalam kluster 1 program penanggulangan kemiskinan, yaitu Raskin dan Jamkesmas. Terlalu banyak kebijakan baru namun pada prinsipnya mengulang kebijakan lama dengan hasil yang tidak efektif dengan kebijakan sebelumnya. d. Tepat lingkungan; ada dua lingkungan yang paling menentukan, yaitu lingkungan kebijakan dan lingkungan eksternal kebijakan. Lingkungan kebijakan adalah interaksi diantara lembaga perumus kebijakan dan pelaksana dengan lembaga lain yang terkait. Perumus kebijakan PKH adalah Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Departemen Sosial, Departemen
57
Kesehatan,
Departemen
Pendidikan
Nasional,
Departemen
Agama,
Departemen Komunikasi dan lnformatika, dan Badan Pusat Statistik sementara di tingkat kabupaten dan kecamatan inilah yang langsung besentuhan dengan penerima. Menurut penuturan Ketua UPPKH Kabupaten Bogor, interaksi ini dilakukan secara rutin setiap masa pencairan membahas evaluasi pelaksanaan program mengupas kendala dan solusi dalam pemecahan masalah namun yang terjadi adalah solusi tersebut belum mampu berjalan optimal. Kedua, lingkungan eksternal adalah berkaitan penerimaan publik dari penerima program ini, yaitu pemerintah desa dan individu. Disinilah PKH memiliki kelemahan karena kurang bisa melibatkan pemerintah desa dan para tokoh sebagai opinion leader guna menunjang keberhasilan program ini. Sebuah implementasi dari pelaksanaan Program Keluarga Harapan (PKH) tidak boleh terlepas dari tujuan utamanya yaitu mengurangi kemiskinan melalui peningkatan kualitas kesehatan dan pendidikan. Guna menunjang pencapaian tujuan tersebut maka diperlukan perencanaan yang matang dalam program, khususnya dalam pemilihan sasaran. Sasaran atau penerima bantuan PKH adalah Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) yang memiliki anggota keluarga yang terdiri dari anak usia 0-15 tahun dan/atau ibu hamil/nifas dan berada pada lokasi terpilih. Penerima bantuan adalah ibu atau wanita dewasa yang mengurus anak pada rumah tangga yang bersangkutan (jika tidak ada ibu maka: nenek, tante/ bibi, atau kakak perempuan dapat menjadi penerima bantuan). Oleh karena itu, diawal diperlukan adanya keterlibatan pihak terkait yang saling bersinergi dalam penerntuan RTSM penerima PKH. 5.1.5 Klasifikasi RTSM Penerima PKH Pengukuran kemiskinan yang dapat dipercaya dapat menjadi instrumen tangguh bagi pengambil kebijakan dalam memfokuskan perhatiannya. Salah satu konsep perhitungan kemiskinan yang banyak diaplikasikan di negara termasuk Indonesia adalah konsep kebutuhan dasar yang dilakukan oleh BPS. Untuk mengukur tingkat kemiskinan di Indonesia, BPS selama ini menggunakan dua cara. Pertama, untuk mengestimasi jumlah dan persentase penduduk miskin BPS menggunakan Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) dengan
58
menggunakan ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar. Penduduk miskin didefinisikan sebagai penduduk yang mempunya rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Data kemiskinan yang bersifat makro ini hanya menunjukkan jumlah agregat dan pesentase penduduk miskin, tetapi tidak menunjukan siapa si miskin dan dimana alamat mereka sehingga kurang operasional di lapangan. Meskipun demikian, data ini sangat bermanfaat untuk mengevaluasi pertambahan/ pengurangan jumlah penduduk miskin dari waktu ke waktu. Selain itu, banyak informasi penting lainnya yang bisa digali dan sangat bermanfaat untuk program pengentasan kemiskinan. Kedua, dengan melakukan Pendataan Sosial Ekonomi Penduduk (PSE) tahun 2005 yang kemudian digunakan untuk menentukan SDM penerima BLT yang memuat informasi nama kepala rumah tangga yang berhak menerima bantuan dan lokasi tempat tinggalnya. Dalam menentukan rumah tangga penerima PKH, BPS juga menggunakan data PSE 2005 yang menjadi bahan pendataan berikutnya yaitu Survei Pelayanan Dasar Kesehatan dan Pendidikan (SPDKP) pada tahun 2007 yang merupakan data awal PKH yang disesuaikan dengan kriteria penerima PKH, , yaitu ibu hamil, ibu balita, dan ibu dengan anak usia SD dan SMP hingga munculah data yang disebut SPDKP untuk kepentingan PKH. Dalam pengukuran itu, BPS melakukan pendataan rumah tangga miskin dengan menggunakan 14 variabel kemiskinan dimana varibel ini memiliki hubungan sangat erat dengan kemampuan memenuhi kebutuhan kalori dan kebutuhan dasar non makanan (basic needs approach). (tabel 1), dimana varibel ini memiliki hubungan sangat erat dengan kemampuan memenuhi kebutuhan kalori dan kebutuhan dasar non makanan (basic needs approach),
Melalui
pendekatan
ini,
kemiskinan
dipandang
sebagai
ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengetahuan sehingga kemiskinan adalah suatu kondisi yang selalu ada di setiap masa dan di setiap tempat. Penuturan
AS
(Staf
Badan
Pusat
Statistika
Kabupaten
Bogor)
menyampaikan bahwa dimana jika posisi rumah tangga tersebut hanya memenuhi minimal 9 variabel maka dikategorikan RTSM ditambah dengan hasil estimasi permodelan dengan menggunakan faktor statistik lainnya.
59
Pemilihan RTSM di Desa Tegal relatif banyak dibandingkan daerah lain, total RTSM penerima PKH di Desa Tegal sebanyak 611 RTSM. Secara luas wilayah Desa Tegal memang memiliki luas wilayah 616.45 ha sehingga memungkinkan banyak penduduk yang tinggal disana, mulai dari lapisan atas yang tinggal di perumahan sekitar atau masyarakat asli (pribumi) yang umumnya menempati tempat sederhana yang rata-rata masih beratapkan bilik dan beralaskan tanah. Pemilihan RTSM ini juga didasarkan dari data survei hal PPLS 2008, yaitu survei peningkatan pendidikan dan kesehatan yang menunjukan bahwa rumah tangga di Desa Tegal berada pada posisi terbanyak rumah tangga yang layak menerima bantuan dengan penjabaran dalam tabel berikut: Tabel 7. Jumlah Rumah Tangga Layak PPLS 2008 Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat Kode (01)
230
Nama Kecamatan (02)
Kode (3)
Nama Desa (4)
Kemang
006 007 008 009 010 011 013 014 015
Semplak Barat Atang Senjaya Parankanjaya Bojong Kemang Pabuaran Tegal Pondok Udik Jampang Jumlah
Rumah Tangga Layak Tambahan Jumlah (5) (6) (7) 558 13 571 33 2 35 432 5 437 743 20 763 1084 14 1098 693 0 693 1124 9 1133 405 1 406 791 47 838 5863 111 5974
*Sumber : BPS Kabupaten Bogor Tahun 2011
Catatan Kolom 6 : adalah data yang disiapkan atas permintaan Menko Kesra dalam rangka optimalisasi distribusi raskin Tabel 7 menjelaskan bahwa untuk Kecamatan Kemang, terdapat 1133 rumah tangga di Desa Tegal yang layak mendapatkan bantuan pendidikan dan kesehatan sehingga tidak aneh bila dibandingkan dengan desa lain, di Desa Tegal banyak ditemukan RTSM yang layak menerima PKH dan menunjukan status ekonomi mereka yang masih rendah. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan di
60
Desa Tegal Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor telah dilakukan perhitungan skor untuk melihat karakteristik RTSM penerima PKH. Dalam menganalisis ketepatan
sasaran, maka dilakukan analisis data
terhadap 90 responden dengan menggunakan 3 kategori RTSM. RTSM penerima PKH didapatkan dari SPDKP yang disesuaikan dengan kriteria penerima PKH dengan menggunakan 14 variabel kemiskinan menurut BPS. Dari 14 variabel tersebut kemudian dilakukan proses penyederhanaan dengan menggunakan 5 indikator, yaitu: a. Pendapatan rumah tangga; hal ini didasarkan karena tingkat pendapatan masyarakat per kapita itu memang merupakan indikator kemiskinan. Jadi kemiskinan memang terhapus dengan meningkatnya pendapatan masyarakat sehingga meningkatnya pendapatan masyarakat adalah titik tolak atau modal bagi perkembangan ekonomi selanjutnya (Susanto, 2006). b. Pengeluaran rumah tangga; hal ini didasarkan karena kemiskinan di Indonesia dikur dengan melihat pada sisi pengeluaran, dimana BPS menggunakan definisi penduduk miskin sebagai penduduk yang mempunyai pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan (Susanto, 2006). c. Tanggungan; hal ini didasarkan terkait masalah kependudukan di Indonesia dengan jumlah penduduk yang banyak. Keberhasilan program KB telah memberikan kesempatan kepada keluarga Indonesia mengurangi jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungan sehingga setiap keluarga bisa lebih longgra merancang masa depannya (Suyono, 2005) d. Kepemilikan aset; kepemilikan aset ini berkaitan dengan sejauh mana asetaset pribadi yang dimiliki. Kemiskinan tidak selamanya berasal dari kebijakan saja melainkan juga persoalan yang sifatnya struktural, artinya seseorang yang berusaha sekeras apapun menjadi tidak ada artinya karena kendala struktural yang ia hadapi. Misalnya, keterbatasan infrastruktur (aset) yang memadai berupa penunjang kebutuhan hidup mereka (Susanto, 2006) e. Kondisi rumah; kondisi rumah yang dimaksudkan adalah berupa gabungan indikator yang terdiri dari status kepemilikan rumah, kondisi dinding, lantai, tempat BAB, dan penggunaan bahan bakar.
61
Pemilihan 5 variabel diatas dilakukan terhadap 14 indikator BPS (tabel 1) dengan rincian sebagai berikut: 1. Sumber penerangan rumah tangga dan sumber air minum tidak dimasukan dalam variabel dikarenakan mayoritas masyarakat Desa Tegal menggunakan listrik sebagai sumber penerangannya dan menggunakan air sumur sebagai sumber air minum sehingga tidak ada keragamanan yang bisa menjadi indikator pembeda antara RTSM yang satu dengan lainnya. 2. Bahan bakar memasak, konsumsi daging, pembelian pakaian baru, frekuensi makan, kemampuan membayar untuk berobat, lapangan pekerjaan juga disederhanakan menjadi variabel pendapatan rumah tangga. Karena variabelvariabel tersebut bisa dilihat diukur dari pendapatan yang dimiliki. Semakin tinggi pendapatan seseorang maka kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papan akan semakin mudah tercukupi. 3. Pendidikan kepala rumah tangga tidak dimasukan dalam variabel ini dikarenakan rata-rata kepala rumah tangga RTSM di Desa Tegal hanya lulusan SD, paling tinggi SMP atau bahkan tidak sekolah. Namun yang tidak sekolah malah memiliki sawah sedangkan lulusan SMP hanya bekerja sebagai buruh sehingga tidak cukup signifikan untuk menggambarkan kemiskinan RTSM. Dengan 3 klasifikasi yang dilakukan terhadap RTSM penerima PKH di Desa Tegal, maka kita akan melihat sejauhmana dana PKH disalurkan secara tepat sasaran, langsung kepada klasifikasi RTSM yang berada pada level yang paling rendah. Tabel 8. Klasifikasi RTSM Penerima PKH di Desa Tegal, Tahun 2011
Valid
Rendah Sedang Total
Kategori RTSM Frekuensi Persen Validasi Persen 68 75.6 75.6 22 24.4 24.4 90 100.0 100.0
Total Persen 75.6 100.0
62
Gambar 10. Klasifikasi RTSM Penerima PKH di Desa Tegal, Tahun 2011
Data diatas menunjukan bahwa 76% RTSM penerima PKH berada pada kategori RTSM rendah dan 24% kategori sedang. Penentuan klasifikasi RTSM dilakukan dengan menjumlahkan skor dari masing-masing 5 indikator yang diguanakan, yaitu pendapatan rumah tangga, pengeluaran rumah tangga, tanggungan, kepemilikan aset dan kondisi rumah dengan rincian sebagai berikut:
Rendah
: nilai minimum ≤x< nilai minimum+1 IK
Sedang
: nilai minimum+1 IK ≤x< nilai minimum+2 IK
Tinggi
: ≥nilai minimum+2 IK
IK
= nilai maksimum-nilai minimum kategori = 15-5 = 3.3= 3 (setelah dibulatkan) 3
sehingga didapatkan RTSM Rendah
: 5 ≤x< 8
= skor 1
RTSM Sedang
: 8 ≤x< 11
= skor 2
RTSM Tinggi
: x≥ 11
= skor 3
Maksudnya bahwa RTSM kategori rendah lebih besar dari RTSM kategori sedang yang menunjukan bahwa Program Keluarga Harapan di Desa Tegal dialokasikan tepat pada kelas Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) dengan indikator yang BPS tetapkan. Adapun definisi RTSM rendah adalah dengan indikator pendapatan dan pengeluaran rendah disertai jumlah tanggungan tinggi, status rumah rendah, dan kepemilikan asetnya pun rendah. Hasil wawancara dari
63
pihak Dinas Sosial Kabupaten Bogor, UPPKH Kabupaten Bogor, BPS Kabupaten Bogor, dan pendamping PKH menyampaikan bahwa proses awal pemilihan RTSM dilakukan dengan berbagai tahapan, mulai dari data survei BPS yang kemudian dikunjungi langsung rumah-rumah yang bersangkutan guna melihat kondisi ekonomi keluarga tersebut. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa juga terjadi beberapa RTSM yang membutuhkan malah tidak mendapatkan dana PKH, hal ini didasarkan karena kuota atau adanya pembatasan jumlah penerima di setiap daerah. 5.2
Alokasi Dana PKH
5.2.1 Program Keluarga Harapan sebagai Program Penanggulangan Kemiskinan Pelaksanaan Program Keluarga Harapan (PKH) di Desa Tegal Kecamatan Kemang ternyata sudah dilakukan sejak tahun 2007, berarti saat ini PKH sudah berjalan selama 4 tahun. Sejak awal program ini digulirkan pada masyarakat, mereka berharap bisa terbantu secara ekonomi. Program Keluarga Harapan masuk kedalam kluster I “Program Bantuan dan Perlindungan Sosial” bersama dengan Program Beras Miskin (Raskin), Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), dan Program Beasiswa. Dalam arti luas, perlindungan sosial dapat diartikan segala inisiatif baik yang dilakukan pemerintah, swasta maupun masyarakat yang bertujuan untuk menyediakan transfer pendapatan atau konsumsi pada orang miskin, melindungi kelompok rentan terhadap resiko-resiko penghidupan dan meningkatkan status dan hak sosial kelompok yang terpinggirkan di dalam suatu masyarakat5. Jika disejajarkan dengan ketiga program bantuan tersebut, maka dapat dinyatakan bahwa program ini sifatnya berupa bantuan langsung kepada penerima bantuan. Keuntungannya adalah masyarakat langsung menerima bantuan, namun kerugiannya bahwa program ini hanya sebatas pada stimulus yang kemudian belum berkelanjutan serta belum mampu memberikan optimalisasi dalam edukasi pada penerima bantuan sehingga informasi yang ditemukan di lapangan pada 5
Edi Suharto. Tanpa tahun. Perlindungan Sosial. http://www.policy.hu/suharto/Naskah%20PDF/ PerlindunganSosialTansosmas.pdf. Kebijakan Perlindungan Sosial Bagi Kelompok Rentan dan Kurang Beruntung [diunduh 8 Oktober 2011].
64
RTSM penerima PKH di Desa Tegal bahwa di sela-sela wawancara, program ini memang membantu mereka secara finansial untuk membeli perlengkapan sekolah dan biaya kesehatan mereka, namun ketika kemudian ditanyakan lebih mendalam mereka menggunakan dana-dana ini untuk kemudian membayar hutang dan tidak berpengaruh signifikan pada perubahan perilaku mereka khususnya di bidang kesehatan dan pendidikan. Walaupun mereka mengakui dapat menyekolahkan anak mereka hingga SMP. Padahal untuk kebijakan publik terbaik adalah kebijakan yang mendorong setiap warga untuk membangun daya saingnya dan bukan menjerumuskan ke dalam pola ketergantungan (Dwijowijoto, 2003). 5.2.2
Penggunaan Dana PKH oleh RTSM RTSM yang ditetapkan sebagai peserta PKH memiliki sebuah kewajiban
berkaitan dengan kesehatan dan pendidikan. Hal ini didasarkan agar penggunaan dana PKH berjalan efektif maka diarahkan untuk peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Berkaitan dengan kesehatan RTSM yang ditetapkan sebagai peserta PKH diwajibkan melakukan persyaratan berkaitan dengan kesehatan jika terdapat anggota keluarga yang terdiri dari anak usia 0-6 tahun dan/ atau ibu hamil/nifas. Apabila terdapat anak usia 6 tahun yang telah masuk sekolah dasar, maka RTSM tersebut mengikuti persyaratan berkaitan dengan pendidikan. b. Berkaitan dengan pendidikan RTSM yang ditetapkan sebagai peserta PKH diwajibkan melakukan persyaratan berkaitan dengan pendidikan jika terdapat anak yang berusia 6-15 tahun. Peserta PKH ini diwajibkan untuk mendaftarkan anaknya ke SD/MI atau SMP/MTS dan mengikuti kehadiran di kelas minimal 85% dari hari sekolah dalam sebulan selama satu tahun ajaran. PKH yang bertujuan khusus meningkatkan status kesehatan dan gizi ibu hamil/nifas dan anak di bawah usia 6 tahun serta meningkatkan taraf pendidikan anak-anak RTSM, maka secara pelaksanaan di lapangan program ini seharusnya bisa diaplikasikan guna menunjang terjadinya peningkatan kualitas kesehatan dan pendidikan bagi penerima PKH. Alokasi dana yang digunakan oleh RTSM
65
penerima PKH di Desa Tegal menunjukan keanekaragaman dalam alokasi dana yang diberikan. Setiap RTSM penerima PKH mendapatkan bantuan yang berbeda sesuai dengan jumlah tanggungan dan kriteria yang terpenuhi, semakin banyak kriterian yang terpenuhi maka akan semakin banyak pula dana PKH yang didapatkan (lihat tabel 2). Tabel 9. Alokasi Dana PKH di Desa Tegal, Tahun 2011 Alokasi Dana PKH Validasi Frekuensi Persen Persen Valid
Tidak Tepat Tepat Total
Total Persen
48
53.3
53.3
53.3
42 90
46.7 100.0
46.7 100.0
100.0
Gambar 11. Alokasi Dana PKH di Desa Tegal, Tahun 2011
Gambar 11 menunjukan bahwa penggunaan dana PKH oleh RTSM tidak tepat sebanyak 48 RTSM dan tepat sebanyak 42 RTSM, maksudnya bahwa dana PKH yang sebenarnya dialokasikan guna fungsi peningkatkan pelayanan kesehatan dan pendidikan, kemudian dialokasikan untuk kebutuhan lain. Data menunjukan kebutuhan lain dapat berupa kebutuhan pangan dan sandang. Misalnya contoh kasus, di saat dana PKH turun dan diberikan kepada RTSM penerima mereka memerlukan uang tersebut untuk membeli beras (sembako), uang jajan anak, bahkan membayar hutang disaat mereka tidak memiliki uang. Penyebab lain juga karena tidak ada bentuk penekanan khusus dari pendamping kepada RTSM terkait alokasi dana. Pendamping sebatas membantu proses pencairan dan memastikan mereka melakukan kewajiban memerikasakan kesehatan ke posyandu dan mengecek daftar hadir anak RTSM sedangkan untuk alokasi dana adalah hak dari setiap RTSM.
66
BAB VI UPAYA IBU MENINGKATKAN KUALITAS KESEHATAN DAN PENDIDIKAN KELUARGA 6.1 Penguatan Kapasitas Rumah Tangga Penerima PKH Mutu sumberdaya manusia bukan semata-mata ditentukan oleh seberapa kadar pengetahuan, keterampilan, kejujuran, kemahiran, dan keahlian yang dikuasai melainkan juga harus disertai orientasi dan produktifitas. Dalam berbagai perbincangan tentang mutu SDM, kuat sekali kecenderungan orang untuk memulangkan permasalahannya pada upaya pendidikan, lebih khususnya apa yang dapat dan mungkin harus disajikan melalui sistem pendidikan bahkan yang lebih khusus adalah apa yang dapat dihasilkan oleh berbagai jenjang dan jenis pendidikan (Hassan, 1995). Dalam mencapai tujuan PKH untuk mengurangi kemiskinan melalui peningkatan kualitas SDM bidang kesehatan dan pendidikan, maka sebagai sasaran utamanya adalah bagaimana untuk meningkatkan kualitas dan kapasitas ibu guna mendukung tercapainya tujuan ini, hal ini disebabkan karena ibu relatif memiliki waktu lebih banyak bersama anak sehingga dapat memberikan arahan, bimbingan, dan meningkatkan potensi anak (Musbikin, 2009). Penguatan kapasitas merupakan suatu proses peningkatan atau perubahan perilaku individu, organisasi dan sistem masyarakat dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien. Dengan demikian, menurut Sumpeno (2002) dalam Riasih (2004) penguatan kapasitas berarti terjadi perubahan perilaku untuk: 1. Meningkatkan kemampuan individu dalam pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Dalam kasus yang terjadi di Desa Tegal melalui data yang didapatkan terkait peningkatan kemampuan individu (ibu) dalam pengetahuan dan sikap menunjukan bahwa masih banyak ibu yang belum mengetahui tentang pentingnya wajib sekolah 9 tahun dan juga pentingnya membawa dan memeriksakan kondisi ibu dan anak ke posyandu sehingga ini akan berpengaruh pada sikap ibu terhadap pelayanan pendidikan dan kesehatan. 2. Meningkatkan kemampuan kelembagaan dalam organisasi dan manajemen, keuangan dan budaya. Hal ini bisa dilihat, dari adanya pembagian kelompok
67
RTSM penerima PKH di setiap wilayah pendampingan, misalnya ada ketua kelompok PKH untuk setiap wilayah pendampingan yang dilakukan pertemuan rutin setiap bulan guna membantu pendamping dalam melakukan pendataan, pemutakhiran data, dan proses pencairan dana. Khusus di Desa Tegal, karena memiliki dua pendamping maka mekanisme pertemuan untuk setiap ketua kelompok PKH pun berbeda, misalnya untuk ketua kelompok bimbingan Ibu Evi melakukan pertemuan rutin setiap bulan sedangkan tidak demikian untuk ketua kelompok bimbingan Bapak Erik. Dengan adanya ketua kelompok ini, minimal dapat meningkatkan kemampuan manajemen yang dilakukan ketua kelompok terhadap anggotanya walaupun mekanisme belum diseragamkan. 3. Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam kemandirian, keswadayaan, dan mengantisipasi perubahan. Kondisi ini tidak terlalu bisa digambarkan dalam perilaku masyarakat Desa Tegal, sebagian RTSM penerima PKH masih menyampaikan bahwa mereka sangat tergantung dengan dana ini, bahkan mereka mengeluhkan jika dana PKH ini sudah selesai mereka sangat bingung dari mana memperoleh dana untuk pendidikan dan kesehatan padahal telah dituturkan juga oleh Bapak Erik bahwa pendamping bekerjasama dengan UPPKH telah memberikan bantuan pembudidayaan ikan lele kepada RTSM penerima PKH untuk dikelola secara mandiri sehingga bisa menghasilkan keuntungan bagi rumah tangganya, namun setelah beberapa bulan upaya ini tidak berhasil karena banyak penerima bantuan yang memanfaatkan untuk kepentingan pribadi dan tidak dibudidayakan. Berdasarkan pemaparan di atas, menunjukan bahwa untuk mencapai perilaku tersebut diperlukan kerjasama beberapa pihak, walaupun program ini sudah dijalankan sejak 2007 namun belum berhubungan signifikan pada perubahan perilaku yang diharapkan, misalnya ada saja RTSM yang tidak menyekolahkan anaknya walaupun usia anak masuk usia sekolah dikarenakan rendahnya motivasi belajar anak juga penuturan beberapa warga yang menyampaikan rasa was-was jika tidak ikut posyandu akan dikurangi dana PKH yang didapatkan, hal ini tentu menunjukan bahwa belum muncul kesadaran penuh dari masyarakat.
68
6.2 Hubungan PKH dengan Upaya Ibu Meningkatkan Kualitas Kesehatan Keluarga Program Keluarga Harapan (PKH) adalah program yang bertujuan khusus meningkatkan akses pelayanan kesehatan bagi ibu hamil/nifas dan anak usia 0-6 tahun. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas kesehatan dalam rangka mengurangi angka kemiskinan. Dilihat dari angka jumlah penduduk Desa Tegal menunjukan usia 5-9 tahun dan usia 0-4 tahun menempati urutan pertama dan kedua sebanyak 1355 jiwa dan 1269 jiwa. Hal ini menunjukkan bahwa banyak usia balita di Desa Tegal sehingga perlu dilakukan upaya pelayanan kesehatan yang optimal, mulai dari ibu hamil, melahirkan hingga pasca melahirkan. Melalui PKH, RTSM diwajibkan mengikuti beberapa pelayanan kesehatan, berupa 1. Anak usia 0-6 tahun
Anak usia 0-11 bulan harus mendapatkan imunisasi lengka dan ditimbang berat badannya secara rutin setiap bulan
Anak usia 6-11 bulan harus mendapatkan Vitamin A minimal sebanyak 2 kali dalam setahun, yaitu bulan Februari dan Agustus.
Anak usia 12-59 bulan perlu mendapatkan imunisasi tambahan dan ditimbang berat badannya secara rutin setiap 3 bulan.
Anak usia 5-6 tahun ditimbang berat badannya secara rutin setiap tiga bulan untuk dipantau tumbuh kembangnya di lokasi posyandu terdekat
2. Ibu Hamil dan Ibu Nifas
Selama kehamilan, ibu nifas harus melakukan pemeriksaan kehamilan di fasilitas kesehatan sebanyak 4 kali dan mendapatkan suplemen tablet Fe
Ibu melahirkan harus ditolong oleh tenaga kesehatan
Ibu nifas harus melakukan pemeriksaan/diperiksa kesehatannya setidaknya 2 kali sebelum bayi berusia 28 hari. Dalam melihat kualitas kesehatan keluarga , maka yang dilihat dari sisi si
ibu, karena perilaku ibu akan mempengaruhi perilaku anak yang dikuatkan oleh penelitian Rahmaulina (2009) dalam Hastuti (2009) bahwa pendidikan dan pengetahuan ibu tentang gizi berhubungan positif dengan tumbuh kembang anak. Variabel PKH yang akan dihubungkan dan dinilai signifikan terdiri dari dua variabel, yaitu variabel dana PKH dan pendampingan yang dilakukan oleh
69
pendamping PKH sebagai input PKH. Dana PKH yang diterima oleh masingmasing RTSM berbeda satu sama lain, semakin banyak memenuhi kriteria penerima PKH maka akan semakin banyak pula dana yang didapatkan (tabel 2). Indikator pertanyaan terkait kesehatan ini meliputi pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu, misalnya sejauhmana ibu memiliki pengetahuan bahwa status dan kesehatan anak itu penting untuk perkembangan anak, atau bagaimana pandangan dan sikap ibu terhadap pelayanan kesehatan juga perilakunya dengan datang ke posyandu atau layanan kesehatan lain. 6.2.1 Hubungan Dana PKH dengan Upaya Ibu Meningkatkan Kualitas Kesehatan Keluarga Mengukur usaha ibu meningkatkan kualitas kesehatan keluarga dilakukan dengan menggunakan beberapa indikator khususnya sikap, pengetahuan dan perilaku ibu terhadap pelayanan kesehatan yang dianjurkan sebagai penerima program PKH, baik pelayanan kesehatan yang langsung bersentuhan dengan si ibu atau anak. Tabel 10. Koefisien Korelasi, Signifikan, dan N dalam Hubungan Dana PKH dengan Upaya Ibu Meningkatkan Kualitas Kesehatan Keluarga menurut Analisis Spearman, Tahun 2011 Korelasi
Koefisien Korelasi Signifikan N Korelasi Spearman Koefisien Korelasi Upaya ibu Signifikan (Kesehatan) N ** Angka signifikansi (α ) berada di 0.01 Dana PKH
Dana PKH 1.000 . 90 .296** .005 90
Kualitas Kesehatan .296** .005 90 1.000 . 90
Tabel 10 memperlihatkan angka koefisien korelasi 0,296 dan signifikansi sebesar 0.005, karena angka koefisien korelasi berada diantara >0.25- 0.5, maka nilai korelasi cukup dan mendekati 1 yang dinyatakan bahwa kedua variabel memiliki hubungan semakin kuat (positif). Dalam mengukur signifikansi hubungan dua variabel diukur jika nilai angka signifikansi hasil penelitian < α, maka hubungan kedua variabel signifikan, maka dari tabel diatas dapat diketahui
70
nilai signifikasinya adalah 0.005 dengan α = 0.01 sehingga 0.005< 0.01 jadi dapat disimpulkan hubungan kedua variabel signifikan. Interpretasi diatas menjelaskan bahwa terdapat hubungan antara variabel dana PKH dengan upaya ibu meningkatkan kualitas kesehatan keluarga, jadi tinggi rendahnya dana PKH yang diperoleh oleh RTSM berhubungan dengan upaya ibu meningkatkan kualitas kesehatan keluarga karena hubungannnya positif maka semakin tinggi dana PKH yang diperoleh maka semakin baik pula upaya ibu dengan hubungan yang signifikan. Adapun kekuatan hubungan dapat dilihat dari nilai koefisien korelasinya sebesar 0.296, berarti kekuatan hubungan diantara variabel dana PKH dengan upaya ibu meningkatkan kualitas kesehatan keluarga bernilai cukup kuat hubungannya. Data ini ditunjang pula oleh keterangan beberapa responden bahwa partisipasi mereka meningkat dalam pelayanan kesehatan yang ada di Desa Tegal seperti partisipasi atas pelayanan (posyandu, puskesmas, atau lainnya). 6.2.2 Hubungan Partisipasi Pendampingan PKH dengan Upaya Ibu Meningkatkan Kualitas Kesehatan Keluarga Indikator lain dalam variabel PKH adalah partisipasi pendampingan, hal ini dilatarbelakangi karena salah satu hal yang membedakan PKH dengan program bantuan lainnya adalah adanya pendamping PKH yang langsung ditugaskan di lapangan dan bertemu dengan para RTSM untuk menjadi fasilitator dan mendampingi mereka terkait PKH. Tabel 11. Koefisien Korelasi, Signifikan, dan N dalam Hubungan Partisipasi Pendampingan dengan Upaya Ibu Meningkatkan Kualitas Kesehatan Keluarga menurut Analisis Spearman, Tahun 2011 Korelasi
Partisipasi Pendampingan Korelasi Spearman Upaya ibu (Kesehatan)
Koefisien Korelasi Signifikan N Koefisien Korelasi Signifikan N
Partisipasi Pendampingan
Kualitas Kesehatan
1.000
.142
. 90
.182 90
.142
1.000
.182 90
. 90
71
Tabel 11 menunjukan angka koefisien korelasi 0.142 dan signifikansi sebesar 0.182, karena angka koefisien korelasi berada diantara >0- 0.25 maka korelasinya sangat lemah, walaupun memiliki hubungan semakin kuat (positif) karena mendekati 1. Sementara nilai signifikasinya adalah 0.182 dengan α = 0.05, karena 0.182> 0.05 jadi dapat disimpulkan hubungan kedua variabel tidak signifikan. Berbeda dengan variabel dana yang memiliki hubungan dan signifikansi dengan variabel upaya ibu meningkatkan kualitas kesehatan keluarga, maka untuk partisipasi pendampingan tidak ada hubungannya dengan nilai korelasi sangat lemah sebesar 0.142. Kondisi ini menunjukan bahwa peran pendamping dalam hal peningkatan upaya ibu meningkatkan kualitas kesehatan keluarga tidak signifikan. Pernyataan ini dikuatkan karena masing-masing pendamping (Ibu Evi dan Bapak Erik) memiliki metode tersendiri dalam mendamping para peserta PKH. Rata-rata mereka lebih sering berinteraksi dengan ketua kelompok PKH setiap bulan, namun untuk RTSM lain mereka hanya bertemu saat pencairan dana saja. Para pendamping hanya melakukan pengecekan kepada kader posyandu terkait daftar hadir dan keterlibatan peserta PKH, dan peserta PKH pun berinteraksi dengan pendamping sebatas apa yang mereka ingin sampaikan saja. Secara kekuatan hubungan diantara partisipasi pendampingan dengan upaya ibu meningkatkan kualitas kesehatan keluarga juga menunjukan angka yang kecil, yaitu 0.142 yang menunjukan kekuatan yang sangat lemah sehingga dapat dikatakan tidak berhubungan nyata. 6.3 Hubungan PKH dengan Upaya Ibu Meningkatkan Kualitas Pendidikan Keluarga Menurut UU No 20 Tahun 2003, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara (Hasbullah, 2006). Pendapat tersebut menguatkan bahwa upaya pengembangan potensi diri perlu ditunjang oleh pendidikan. Pelaksanaan Program
72
Keluarga Harapan juga bertujuan dalam meningkatkan akses pelayanan pendidikan bagi anak hingga lulus Sekolah Menengah Pertama (SMP) sesuai dengan wajib sekolah 9 tahun. Peserta PKH diwajibkan mendaftarkan anak mereka sekolah di SD/MI terdekat dan melanjutkan hingga SMP, adanya dana PKH diharapkan mampu membantu biaya operasional RTSM terkait pembayaran SPP atau peralatan penunjang sekolah (buku, baju sekolah, dan alat tulis). Umumnya masyarakat di Desa Tegal tercatat hanya lulusan SD/sederajat sebanyak 2466 orang dan memiliki 6 SD/MI berstatus negeri dan 5 berstatus swasta. Kondisi ini kemudian mencerminkan bahwa perlu ada upaya peningkatan kualitas pendidikan melalui peningkatan akses dan kemudahan masyarakat dalam menyekolahkan anak mereka demi mencapai SDM berkualitas. 6.3.1 Hubungan Dana PKH dengan Upaya Ibu Meningkatkan Kualitas Pendidikan Keluarga Besarnya dana yang diperoleh RTSM penerima PKH jika dilihat dari segi usia dan peruntukan dana untuk keperluan pendidikan, maka untuk RTSM yang memiliki anak usia SD/MI akan mendapatkan dana Rp 400.000/tahun dan bagi RTSM
yang memiliki
anak usia SMP/MTs akan mendapatkan
dana
Rp. 800.000/tahun. Tebel 12. Koefisien Korelasi, Signifikan, dan N dalam Hubungan Dana PKH dengan Upaya Ibu Meningkatkan Kualitas Pendidikan Keluarga menurut Analisis Spearman, Tahun 2011 Korelasi
Dana PKH Korelasi Spearman
Upaya ibu (Pendidikan)
Koefisien Korelasi Signifikan N Koefisien Korelasi Signifikan N
Dana PKH 1.000 . 90 .167 .116 90
Kualitas Pendidikan .167 .116 90 1.000 . 90
Tabel 12 menunjukan angka koefisien korelasi 0.167 dan signifikansi sebesar 0.116, karena angka koefisien korelasi berada diantara >0- 0.25 maka nilai korelasinya sangat lemah walaupun kedua variabel memiliki hubungan semakin kuat (positif) karena mendekati 1. Sementara nilai signifikasinya adalah 0.116
73
dengan α = 0.05, karena 0.116> 0.05 sehingga dapat disimpulkan hubungan kedua variabel tidak signifikan. Jika melihat analisis statistik melalui uji korelasi spearman diatas, menunjukan tidak ada hubungan dan tidak ada signifikansi antara dana PKH dengan upaya ibu meningkatkan kualitas pendidikan keluarga. Kondisi ini berbeda dengan dana PKH yang berhubungan dengan upaya ibu meningkatkan kualitas kesehatan keluarga dengan korelasi cukup. Perbedaan ini menunjukan bahwa untuk keperluan pendidikan, ada dan tidaknya dana PKH, pendidikan sudah menjadi hal wajib dan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi oleh orang tua, misalnya kewajiban membayar biaya sekolah, membeli alat tulis dan sebagainya sehingga ketika pun dana itu ada maka masyarakat akan lebih mengalokasikannya untuk dana kesehatan dan lainnya. Kekuatan hubungan diantara dana PKH dengan upaya ibu meningkatkan kualitas pendidikan keluarga juga menunjukan angka yang kecil, yaitu 0.167 yang berarti sangat lemah. 6.3.2 Hubungan Partisipasi Pendampingan PKH dengan Upaya Ibu Meningkatkan Kualitas Pendidikan Keluarga Pendamping merupakan pelaksana PKH yang langsung bekerja di lapangan dan berperan mendampingi penerima PKH. Dalam hal pendidikan, pendamping melakukan koordinasi kepada pihak sekolah terkait partisipasi dan kehadiran anak RTSM peserta PKH bahkan memberikan bantuan jika peserta PKH sulit mendaftarkan anaknya sekolah. Tabel 13. Koefisien Korelasi, Signifikan, dan N dalam Hubungan Partisipasi Pendampingan dengan Upaya Ibu Meningkatkan Kualitas Pendidikan Keluarga menurut Analisis Spearman, Tahun 2011 Korelasi
Koefisien Korelasi Signifikan N Korelasi Spearman Koefisien Korelasi Upaya ibu (Pendidikan) Signifikan N ** Angka signifikansi (α ) berada di 0.01 Partisipasi Pendampingan
Partisipasi Pendampingan
Kualitas Pendidikan
1.000
.300**
. 90
.004 90
.300**
1.000
.004 90
. 90
74
Uji statistika diatas menunjukan angka koefisien korelasi 0.300 dan signifikansi sebesar 0.004, karena angka koefisien korelasi berada diantara >0.250.50 maka nilai korelasinya dan kedua variabel memiliki hubungan semakin kuat (positif) karena nilainya mendekati 1. Sementara nilai signifikasinya adalah 0.004 dengan α = 0.01, karena 0.004< 0.01 sehingga dapat disimpulkan hubungan kedua variabel signifikan. Terdapat hubungan antara variabel partisipasi pendampingan dengan variabel upaya ibu meningkatkan kualitas pendidikan keluarga dengan koefisien korelasi 0.300 dan signifikansi sebesar 0.004 yang artinya berhubungan positif dan hubungannya signifikan. Maksudnya bahwa peran pendamping terlihat lebih optimal dalam bidang pendidikan dibandingkan kesehatan yang tidak ada hubungannya. Kesimpulan atas uji korelasi spearman variabel dana dan pendampingan PKH terhadap upaya ibu meningkatkan kualitas kesehatan dan pendidikan keluarga memiliki nilai dan hubungan yang berbeda-beda. Ternyata yang berhubungan dan bernilai signifikan adalah dana PKH dengan upaya ibu meningkatkan kualitas kesehatan keluarga dan partisipasi pendampingan PKH dengan kualitas pendidikan keluarga. Sementara untuk hubungan dana PKH dengan upaya ibu meningkatkan kualitas pendidikan keluarga dan hubungan partisipasi pendampingan PKH dengan kualitas kesehatan keluarga, hasilnya adalah tidak berhubungan dan tidak signifikan. Kondisi ini menjelaskan bahwa guna mencapai tujuan PKH untuk meningkatkan kualitas kesehatan dan pendidikan tidak bisa dilepaskan dari dua faktor input PKH ini, dana juga pendampingan PKH. Dilihat dari sisi kekuatan hubungan, maka kekuatan hubungan partisipasi pendampingan PKH dengan upaya ibu terhadap peningkatan kualitas pendidikan keluarga memiliki hubungan yang cukup kuat, dan jika dibandingkan dengan variabel sebelumnya, maka hubungan partisipasi pendampingan PKH dengan usaha ibu meningkatkan kualitas pendidkan keluarga menempati angka koefisien korelasi terbesar yaitu 0.300 sehingga kita bisa menyatakan bahwa dari segi pendampingan pendidikan, para pendamping sudah mampu berjalan lebih baik dibandingkan dengan kesehatan. Dan ternyata jika kita lihat lebih mendalam
75
antara input dana PKH dan pendampingan PKH, maka koefisien yang memiliki angka tertinggi adalah pendampingan sehingga kesimpulan ini menunjukan perlu adanya peningkatan terkait pendampingan PKH di lapangan.
76
BAB VII PENUTUP 7.1 Kesimpulan Program Keluarga Harapan (PKH) adalah suatu program yang memberikan bantuan tunai kepada RTSM yang memiliki anggota keluarga yang terdiri dari anak usia 0-15 tahun dan/atau ibu hamil/nifas dan berada pada lokasi terpilih. Program ini juga merupakan program kolaborasi dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Departemen Sosial, Departemen Kesehatan, Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Agama, Departemen Komunikasi dan lnformatika, dan Badan Pusat Statistik. Tujuan utama dari PKH adalah untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia terutama pada kelompok masyarakat miskin. Tujuan tersebut sekaligus sebagai upaya mempercepat pencapaian target MDGs. Secara khusus, tujuan PKH terdiri atas: (1) Meningkatkan kondisi sosial ekonomi RTSM; (2) Meningkatkan taraf pendidikan anak-anak RTSM; (3) Meningkatkan status kesehatan dan gizi ibu hamil, ibu nifas, dan anak di bawah 6 tahun dari RTSM; (4) Meningkatkan akses dan kualitas pelayanan pendidikan dan kesehatan, khususnya bagi RTSM. RTSM penerima PKH diklasifikasikan menjadi 3 kategori berdasarkan 14 indikator kemiskinan menurut BPS. Hal ini dilakukan guna melihat ketepatan sasaran penerima PKH. Analisis data yang didapatkan dari 90 responden di DesaTegal Kecamatan Kemang
menunjukkan dana PKH disalurkan kepada
RTSM rendah sebesar 76% dan 34% untuk RTSM sedang. Pengalokasian dana yang digunakan secara tepat sebanyak 42 RTSM dan digunakan tidak tepat sebanyak 48 orang. Sementara untuk melihat usaha ibu dalam meningkatkan kualitas kesehatan dan pendidikan keluarga, terjadi perbedaan hasil. Uji analisis menunjukan ada hubungan berhubungan dan bernilai signifikan antara dana PKH dengan upaya ibu dalam meningkatkan kualitas kesehatan keluarga dan partisipasi pendampingan PKH dengan upaya ibu dalam meningkatkan kualitas pendidikan keluarga. Sebuah implementasi dari pelaksanaan Program Keluarga Harapan (PKH) tidak boleh terlepas dari tujuan utamanya yaitu mengurangi kemiskinan melalui
77
peningkatan kualitas kesehatan dan pendidikan RTSM. Dalam upaya merubah perilaku RTSM dari segi kesehatan dan pendidikan memerlukan waktu yang relatif panjang karena diperlukan peningkatan kapasitas terlebih dahulu sehingga masyarakat siap terhadap perubahan tersebut. Kondisi yang terjadi di Desa Tegal, bentuk peningkatan kapasitas belumlah bisa terlihat jelas, pengetahuan, sikap dan keterampilan RTSM masih pada taraf perlu ditingkatkan dan dipicu kembali serta ada keterlibatan semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan PKH, baik di tingkat pusat dan daerah.
Melihat hal ini, maka diperlukan adanya bentuk
pemberdayaan terhadap RTSM penerima bantuan dengan melihat karakteristik rumah tangga, karena setiap rumah tangga pasti memiliki ciri dan kebutuhan yang berbeda sehingga disinilah peran institusi lokal yang perlu dilibatkan, misalnya peran pemerintah desa dan para opinion leader yang mampu menggerakan masyarakat melalui pemberdayaan. 7.2 Saran Terdapat beberapa saran terkait dengan hasil penelitian yang telah dilakukan , yaitu a. Melibatkan pemerintah desa dalam pelaksanaan Program Keluarga Harapan yang meliputi pemilihan RTSM penerima, pendampingan, pengawasan serta evaluasi. Pemerintah desa yang dimaksud bukan hanya Kepala Desa melainkan juga para ketua RT dan RW. b. Mendefinisikan kembali kebutuhan setiap rumah tangga melalui fungsi pendampingan yang dilakukan pendamping PKH. c. Adanya mekanisme yang lebih fleksibel untuk pengajuan tambahan RTSM yang membutuhkan, bukan hanya kewenangan tingkat pusat melainkan juga wilayah atau kabupaten melalui mekanisme yang jelas dan tegas. d. Melibatkan masyarakat dalam upaya pemberdayaan potensi RTSM dengan membuka jaringan pada pihak pemerintah dan swasta.
e. Optimalisasi peran pendamping melalui prinsip kolaborasi dan pemberdayaan.
78
DAFTAR PUSTAKA Alkadri, Muchdie, Suhandojo. 2001. Tiga Pilar Pengembangan Wilayah: Sumberdaya Alam, Sumberdaya Manusia, dan Teknologi. Jakarta: Direktorat Kebijaksanaan Teknologi untuk Pengembangan Wilayah BPPT. Aly, Rahmad Iqbal Nurkhalis B. 2005. Pengembangan Kapasitas Petani Miskin melalui Program Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Komunitas (Kasus Proyek Peningkatan Pendapatan Petani Miskin melalui Inovasi di Desa Langaleso, Kecamatan Dolo, Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah). Tesis. Bogor: Magister Sains Pascasarjana IPB. Barus Petrus. 2010. 3 dari 100 Warga Kabupaten Bogor Hidup Sangat. http://www.bogor-kita.com/pemerintahan/layanan-publik/774-3-dari-100warga-kabupaten-bogor-hidup-sangat-miskin.html
[diunduh
3
Maret
2011]. Butar-Butar Dinar. 2008. Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Pedesaan. http://repository.usu.ac.id/bitstream/ 123456789/
17954/1/wah-agu2008-4%20%282%29.pdf
[diunduh
4
November 2011]. Cahyat Ade, Gonner Christian, Haug Michaela. 2007. Mengkaji Kemiskinan dan Kesejahteraan Keluarga. Bogor: Cifor. Departemen Sosial RI. 2008. Pedoman Umum PKH 2008. Jakarta: Tim Penyusun Pedoman Umum PKH Lintas Kementerian dan Lembaga. Departemen Sosial RI. 2007. Buku Kerja Pendamping. Jakarta: Tim Penyusun Pedoman Umum PKH Lintas Kementerian dan Lembaga. Dwijowijoto Riant Nugroho. 2003. Kebijakan Publik Formulasi, Implementasi, dan Analisis. Jakarta: Gramedia. Edi Suharto. Tanpa tahun. Perlindungan Sosial. http://www.policy.hu/suharto/ Naskah%20PDF/PerlindunganSosialTansosmas.pdf.Kebijakan Perlindungan Sosial Bagi Kelompok Rentan dan Kurang Beruntung. [diunduh 8 Oktober 2011].
79
Gunawan . 2008. Kondisi Keluarga Fakir Miskin. research/Kondisi-keluarga-fakir-miskin.html
http://www.averroes.or.id/ [diunduh
4
November
2011]. Hassan Fuad. 1995. Dimensi Budaya dan Pengembangan Sumberdaya Manusia. Jakarta: Balai Pustaka. Hasbi Iqbal. 2008. Implementasi Kebijakan Program Bantuan Langsung Tunai Tahun 2008 di Kabupaten Kudus. Tesis. Semarang: Universitas Diponegoro Semarang. Hastuti Dwi. 2009. Pengasuhan: Teori dan Prinsip serta Aplikasinya di Indonesia. Bogor: Institut Pertanian Bogor Hasbullah. 2006. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Kementrian Sosial Republik Indonesia. 2011. Mari Kita Mengenal Program PKH. http://www. Depsos.go.id [diunduh 3 Maret 2011] Musbikin Imam. 2009. Mengapa Anakku Malas Belajar. Yogyakarta: Diva Press. Purwanti Ayu Putu. Tanpa tahun. Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Masyarakat. http// ejournal.unud.ac.id [diunduh 20 November 2011]. Radar Bogor Edisi 22 September 2010. Kabupaten Bogor Peringkat 22. http:// www.radar-bogor.co.id [diunduh 3 Maret 2011]. Riasih Teta. 2004. Penguatan Kapasitas Pedagang Sayur Keliling untuk Meningkatkan Keberfungsian Mereka (Kasus di Kelurahan Cipamokolan, Kecamatan Rancasari, Kota Bandung). Tesis. Bogor: Magister Sains Pascasarjana IPB. Sarwono Jonathan. 2009. Statistika Itu Mudah. Yogyakarta: CV Andi Offset. Schiller R Bradley. 2008. The Economics of Poverty and Discrimination. New York: Pearson Education. Singarimbun Masri, Efendi Sofian. 1989. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES. Soedjatmoko. 1983. Dimensi Manusia dalam Pembangunan. Jakarta: LP3ES. Suharto Edi. 2005. Analisis Kebijakan Publik. Bandung: Alfabheta.
80
Suhariyanto. 2006. Memantau Tingkat Kemiskinan di Pedesaan dengan Indikator dari Data Sensus Pertanian 2003. http:///mdgs-dev.bps.go.id/main.php? link=buku [diunduh 20 November 2011] Suyono Haryono. 2003. Memotong Rantai Kemiskinan. Jakarta: Yayasan Dana Sejahtera Mandiri. Susanto Hari. 2006. Dinamika Penanggulangan Kemiskinan. Jakarta: Khanata Pustaka LP3ES Indonesia. Wahab Abdul Solichin. 2008. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Malang: Universitas Muhamadiyah Malang.
81
LAMPIRAN
82
Lampiran 1. Denah Lokasi Penelitian
82
83
Lampiran 2. Jadwal Pelaksanaan Penelitian 2011
Kegiatan
Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Penyusunan proposal penelitian Kolokium Perbaikan proposal penelitian Pengambilan data lapangan Pengolahan dan analisis data Penulisan draft skripsi Draft 1 Draft 2 Draft final Ujian skripsi (uji petik dan sidang) Perbaikan skripsi
83
84
Lampiran 3. Kerangka Sampling Peneliltian (Stratified Random Sampling) Klasifikasi sampel dengan Dana PKH : Rp. 150.000≤x
Nama RTSM Mursilah Ani Nara Asti Sami Rupiah
No 38 39 40 41 42 43
Nama RTSM Lia Len Nyo Nariyah Salbiah Lenawati Heni
7
Nurhayati
44
Emma S
8
Nuraida
45
Tan Un Nio
9
Atin
46
Bona
10
Siti Ratna
47
Dina
11
Wati
48
Ersih
12
Nining
49
Ceceh
13
Nurlaela
50
Esih Resmiasih
14
Raini
51
Aisah
15
Emay
52
Ranti
16
Masnah
53
Sara
17
Marlinah
54
Fitri
18
Suhaeni
55
Siti Pajar
19
Nara
56
Nyai
20
Marni
57
Yanti
21
Namah
58
Amanih
22
Ida Sari
59
Minah
23
Leha
60
Ami
24
Budianah
61
Siti Aisah
25
Rasi
62
Aini
26
Resa
63
Sopiah
27
Yanah
64
Aas
28
Atih/ Dewi Rosita
65
Asih Widiarsih
29
Lilis
66
Maymunah
30
Soraya
67
Imas
31
Neni
68
Odah
32
Sani
69
Umah
33
Nenih
70
Narsih
34
Yuli
71
Mariam
35
Elin
72
Lasmi
36
Lina
73
Entin
37
Merry
74
Darsih
85
75
Emar
114
Isah
76
Nita
115
Tarsih
77
Kartini
116
Mawi
78
Asmanah
117
Wiyah
79
Ari Nurgianti
118
Aisyah
80
Elip
119
Asni
81
Eeng
120
Sariah
82
Inas
121
Tiyah
83
Enyat
122
Sarimanah
84
Iis
123
Sati
85
Yeni
124
Siyah
86
Elih
125
Marianah
87
Sanah
126
Nurhayati
88
Tini
127
Djaani
89
Nemah
128
Wati
90
Kayah
129
Nesi
91
Yeyen
130
Patimah
92
Mini
131
Titi
93
Mini
132
Sumiyati
94
Sami
133
Nurhayati
95
Sarkamah
134
Santi
96
Menih
135
Nati
97
Titin
136
Cicih M
98
Ikah
137
Enah
99
Masitoh
138
Nawi
100
Menah
139
Suhana
101
Umay
140
St. Kori
102
Nica
141
Yuyun
103
Masih
142
Arnasih
104
Mimin
143
St. Maemunah
105
Lenih
144
Nimi
106
Ikah
145
Jumiyah
107
Memi
146
Sopiah
108
Ini
147
Uum/Ening
109
Inas
148
Yayah Maesaroh
110
Karsih
149
Koyah
111
Siti Hunah
150
Empat
112
Julaeha
151
Sawi
113
Ani
152
Uyum
86
153
Siti Holisah
173
Acih
154
Milah
174
Asti
155
Rokayah
175
Omah
156
Sadiah
176
Yani
157
Neneng Y
177
Yunah
158
Mulyati
178
Ipah
159
Patimah
179
Wati
160
Nurhayati
180
Misni
161
Ocah
181
Saenah
162
Rostini
182
Sohati
163
Sarni
183
Ana
164
Acih
184
Sopiah
165
Henih
185
Indun
166
Nunung
186
Nurasia
167
Irnas
187
Omsah
168
Yuyun
188
Sumi
169
Enceh
189
Atih
170 Ruly/Lilik M. 190 Asna 171 Jumiah 191 Misni 172 Nenih 2. Klasifikasi sampel dengan Dana PKH : Rp. 250.000≤x
Nama RTSM Nunung Maryani Murniasih Aam Naning Iyah Sani Rodiah Juju Nurhayati Anih Sri Hati Sarni Nengsih Iriyanti Iyah Fatimah
No 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
Nama RTSM Ersi Sari Totih Kartini Samot Ersi Suryani Nawiah Uum Niah Sanim An Nio Mancih Oyen Ronih Halimah Royanah Amartini
87
35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75
Titin Rohayati Muni Sanih Nurlela Aan Wati Linah Rusni Nurlelah Nana Usni Amas Siti Badriah Popon Lasnawati Sadah Disra Misni Nursiti Nani Sani Aam Suryani Ana Rinah Neneng Rohani Eti Anah Amah Ratmi Masitoh Naryanih Siti Rohmah Susilawati Renih Satiah Saiyah Nurlaela Warsih Renih
76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116
Rami Sumiyati Sarah Olis Riah Nunung Ami Sainah Uki Itoh Idah Inas Inay Nurhayati Marni Ino Siti Ramlah Samah Ikah Aas Nani Nurhayati Arsi Mira Enah Sukarni Siti Nurhayati Minah Arnati Neneng Inah Mulyanah Mimin Marni Ikah Hernih St. Amelia Onih Suah Asni Junih
88
117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151 152 153 154 155 156 157
Anah Kana Masani Mursih Nanih Otih Daliah Dedeh Ozah Una Aci Samer Santi Yuyun Atikah Siti Jenab Rita Nafsiah Holisah Arni Rita Maryati Patimah Herti Enur Dedeh Kurniasih Yanti Unay Turiyah Dede Rahmawati Yanah Nani Siti Rahayu Sri Rahayu N. Arneh Rubiyah Murniyati Warsih Imas Setiawan Nesah Ikah
158 159 160 161 162 163 164 165 166 167 168 169 170 171 172 173 174 175 176 177 178 179 180 181 182 183 184 185 186 187 188 189 190 191 192 193 194 195 196 197 198
Murniyati Nunung Epon Suti Erawati Isnawati Eni Umsah Marnati Sanih Amsiah Mariam Ajanah Eem Awen Ami Erna Neneng Daliah Neng Sopiah Eros Rukiah Aepiyah Aneh Daliah Yati Rasih Ramina Janah Nani Wiyati Rani Sanih Oom Misni Sanan Jahani Mumun Sumi Susianti Ariyah
89
199 200
Rohati Yanti
201
Asmah
3. Klasifikasi sampel dengan Dana PKH > Rp. 400.000 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
Nama RTSM Inas Rita Eti Suherman Ukay Rokiyah Nanih Robiah Marsih Sarmah Imot Mumun Sarnati Sana Adah Sarnih Ratna Sara Kurnia Sarni Naci Aas Sani Yati Sama Ini Nunuh Tinah Amelia Cicih Yan Moi Eva Susilawati Lani Yulinar Sani Tuminah
No 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68
Nama RTSM Iis Ratna Dewi Listiati Nurhasanah Hernih Iyah Een Ninih Icih Mintarsih Suhernih Nemi Ida Linda Suryanih Kokom Komariyah Enur Napsiah Embay Inah Enen Rainah Elis Maryati Nari Nyai Ecih Herawati Rinnah Mimin Mintarsih Yayih Lenah Arsih Sukarni Junih Atih Ina Kokom Komalasari
90
69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108
Aas Salamah Resah Uni Diana Didah Nenih Yanih Saneng Entih Isah Siti Juhansa Hati Siti Ningrum Nyai Nurhayati Siti Robiyatun Sami Suryati Amis Saanih Embon Mujiani Awiyah Aas Namah Jenab Sari Sumiyati Yayah Sarmah Ani Asmanah Inah Asna Maryati Juriyah Waroh Entim Sahani
110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149
Wacih Amah Atikah Rokayah Uminah Nurlela Rosidah Icah Sari Mamas Entin Miah Murnah Iyoh Onah Sopiah Inah Sani Sofiah Aminah Marwati Sumiyati Rosmi Ruminah Tukilan Ikah Napsiyah Sopiah Armi Karja Ani Siti Hasanah Ocah Sanih Aam Komariah Kasih Ipat Nati Siti Uminah Minah
91
109 151 152 153 154 155 156 157 158 159 160 161 162 163 164 165 166 167 168 169 170 171 172 173 174 175
Sani Euis Siti Hani Naning Euis Mawati Nena/Nani Samah Eli Susilawati Umah Enah Halimah Nawiah Rohati Nurlela Aam Endah H Julaeha Atikah Sumiyati Tarsiti Titin Sumiyati Ana N. Asiah Yati Ratnawulan Usmiati
150 176 177 178 179 180 181 182 183 184 185 186 187 188 189 190 191 192 193 194 195 196 197 198 199
Rita Damilanti Fatimah Sumarsih Ati Arsali Samah Atikah Minah Dedeh Awing Sri Yanti Ati Niah Sani Haeriah Aas Ara Saiyah Ecah Sarmanah Siti Patiah Ela Sawiyah
92
Lampiran 4. Kuesioner Penelitian KUESIONER PENELITIAN ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PROGRAM KELUARGA HARAPAN TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS KESEHATAN DAN PENDIDIKAN KELUARGA DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA ISNTITUT PERTANIAN BOGOR
Identitas Responden No Kuesioner Nama Responden Umur (tahun)
Alamat
Pekerjaan anda (berikan tanda silang(x) pada jawaban yang sesuai)
Pekerjaan suami (berikan tanda silang(x) pada jawaban yang sesuai)
Tingkat pendidikan terakhir anda (berikan tanda silang(x) pada jawaban yang sesuai)
Jumlah orang yang tinggal dalam satu rumah Jumlah tanggungan keluarga
…………………………………………………………… ……………………………………………………………… ……………………………………………………………… … Kecamatan ………………………………………………… Desa …………………………………………...…………… Kampung …………………………..RT…… RW ……... 1. Tidak bekerja 2. Petani 3. Pedagang 4. Buruh tani 5. Buruh non tani 6. PNS/ABRI/POLRI 7. Jasa 8. Karyawan swasta 9. Lainnya, sebutkan………… 1. Tidak bekerja 2. Petani 3. Pedagang 4. Buruh tani 5. Buruh non tani 6. PNS/ABRI/POLRI 7. Jasa 8. Karyawan swasta 9. Lainnya, sebutkan………… 1. Tidak sekolah 2. Tidak tamat SD 3. SD/sederajat 4. SMP/sederajat 5. SMA/sederajat 6. Akademi/diploma 7. S1 ………………….orang a. Suami : ……………….orang b. Ayah/Ibu :……………. orang c. Anak :………………….orang
93
d. Saudara :………………orang e. Lainnya :………………..orang Taraf Hidup Rumah Tangga Responden 1. < Rp. 1.100.000 Pendapatan total rumah tangga (pendapatan responden dan anggota 2. Rp. 1.100.000-Rp. 3.300.000 rumah tangga lainny) setiap bulan selama tahun 2011 3. > Rp. 3.300.000 a. Suami : Rp. Alokasi pendapatan total rumah tangga (pendapatan responden dan a. Anda : Rp. anggota rumah tangga lainny) setiap bulan selama tahun 2011 b. Saudara : Rp. c. Lainnya : Rp. Pengeluaran untuk kebutuhan sehari-hari termasuk biaya pendidikan, 1. < Rp. 1.100.000 kesehatan, kegiatan sosial, kegiatan keagamaan, dan rekreasi setiap 2. Rp. 1.100.000-Rp. 3.300.000 bulan selama tahun 2011 3. > Rp. 3.300.000 1. <1 kali Frekuensi makan dalam 1 hari 2. 2-3 kali 3. >3 kali 1. Sewa (kontrak) Status rumah 2. Bukan milik sendiri dan bukan sewa 3. Milik sendiri Panjang =…………m2 Luas rumah Lebar = ……………m2 Panjang =………….m2 Luas tanah Lebar = …………….m2 1. Bilik 2. Kayu Dinding rumah 3. Setengah tembok 4. SeluruhnyaTembok 1. Anyaman bambu 2. Seng Atap rumah 3. Asbes 4. Genting 1. Tanah 2. Plester semen Lantai rumah 3. Ubin 4. Keramik Jumlah ruang ………………….ruang 1. Mata air 2. Sumur Sumber air minum 3. PAM 4. Lainnya, sebutkan…………….. 1. Mata air 2. Sumur Sumber air mandi dan cuci 3. PAM 4. Lainnya, sebutkan……………. 1. Sungai Tempat mandi dan cuci 2. WC umum 3. WC sendiri 1. WC umum tanpa setic tank 2. WC umum dengan septic tank Tempat BAB 3. WC sendiri tanpa septic tank 4. WC sendiri dengan sepic tank 5. Lainnya, sebutkan…………. 1. Arang/kayu bakar Bahan bakar yang digunakan untuk masak sehari-hari di rumah 2. Minyak tanah tangga anda 3. Gas 4. Listrik
94
Jenis penerangan yang digunakan di rumah tangga anda
Tempat berobat yang paling sering anda datangi jika ada keluhan tentang kesehatan Daya listrik
1. Lampu minyak 2. Lampu listrik 3. Lainnya, sebutkan……… 1. Pengobatan alternatif/dukun 2. Mantri/perawat 3. Puskesmas 4. Rumah sakit/dokter 5. Lainnya, sebutkan………… ………………………………….. watt
Pemilikan aset Kendaraan (1. Tidak 2. Ya) Sepeda Becak Motor Tahun Motor Mobil Elektronik (1. Tidak 2. Ya) TV Ukuran TV Kulkas VCD/DVD Rice Cooker AC HP Mesin Cuci Komputer Aset Pertanian (1. Tidak 2. Ya) Sawah Ladang/kebun Tambak Kolam Empang
…………….ha
Input Dana PKH 1. Rp. 150.000≤x Rp. 400.000 a. Ibu hamil : ……………..orang b. Ibu balita :…………….. orang Tunjangan PKH c. Anak usia SD : ………..orang d. Anak usia SMP : ………orang 1. Biaya kesehatan Untuk apakah bantuan dana yang didapatkan 2. Biaya pendidikan per pencairan terakhir 3. Biaya sandang, pangan, dan papan a. Biaya kesehatan : Rp. b. Biaya pendidikan : Rp. Besar alokasi dana untuk setiap kebutuhan per c. Biaya sandang : Rp. pencairan terakhir d. Biaya pangan : Rp. e. Biaya papan : Rp. Sikap terhadap dana PKH (1. Tidak Setuju, 2. Kurang Setuju, 3. Setuju, 4. Sangat Setuju) Anda merasa terbantu dengan adanya bantuan dana PKH Anda merasa teringankan biaya kesehatan dengan adanya bantuan dana PKH Anda merasa teringankan biaya pendidikan dengan adanya bantuan dari PKH Anda merasa mudah dengan mekanisme pencairan dana PKH Apakah anda merasa cukup dengan dana PKH yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan biaya kesehatan dan Berapa besar bantuan yang didapatkan dari PKH per pencairan terakhir?
95
pendidikan ? Jelaskan …………………………………………………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………………………………………………… Bagaimana sikap anda terhadap pencairan dana PKH per tiga bulan? Jelaskan……………………………………………................................................................................................ ……………………………………………………………………………………………………………………… Perilaku terhadap dana PKH (1. Tidak Pernah, 2. Kadang-kadang 3. Sering, 4. Selalu) Anda menggunakan dana PKH untuk membayar sekolah anak Anda menggunakan dana PKH untuk membeli perlengkapan sekolah anak Anda menggunakan dana PKH untuk memeriksakan kesehatan anda dan anak anda ke tempat kesehatan Anda menggunakan dana PKH untuk membeli kebutuhan pangan) keluarga (beras, telur, daging, minyak goring Anda menggunakan dana PKH untuk membeli kebutuhan sandang keluarga (pakaian) Anda menggunakan dana PKH untuk membeli kebutuhan papan keluarga (perlengkapan rumah, sofa, lemari) Pendampingan PKH Sikap terhadap pendampingan PKH (1. Tidak Setuju, 2. Kurang Setuju, 3. Setuju, 4. Sangat Setuju) Anda merasa senang dengan adanya pendamping PKH Anda terbantu dengan adanya pendamping PKH Anda mudah berkonsultasi dengan pendamping PKH Anda tenang jika sudah menyampaikan permasalahan anda kepada pendamping PKH Anda percaya dengan saran dan solusi yang diberikan oleh pendamping PKH terhadap permasalahan yang anda sampaikan Sejauh mana peran pendamping PKH dalam mendampingi penerima bantuan PKH, jelaskan…………………………………………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………………………………………………… Perilaku terhadap pendampingan PKH (1. Tidak Pernah, 2. Kadang-kadang 3. Sering, 4. Selalu) Anda bertemu dengan pendamping PKH per tiga bulan Anda berkonsultasi tentang masalah kesehatan dengan pendamping PKH per tiga bulan Anda berkonsultas tentang masalah pendidikan dengan pendamping PKH per tiga bulan Apakah anda berkonsultasi masalah lain diluar masalah pendidikan dan kesehatan dengan pendamping PKH, jika Ya. Sebutkan dan Jelaskan! …………………………………………………………………………………………………………….. ……………………………………………………………………………………………………………….. Upaya ibu meningkatkan kualitas kesehatan keluarga Sikap terhadap pelayanan kesehatan (1. Tidak Setuju, 2. Kurang Setuju, 3. Setuju, 4. Sangat Setuju) Anda senang mengikuti setiap kegiatan layanan kesehatan di tempat anda Anda merasa aman jika memeriksakan kesehatan anda dan anak anda ke layanan kesehatan terdekat Anda mudah mengakses layanan kesehatan di tempat anda Anda percaya diri jika memeriksakan kesehatan anda dan anak anda ke layanan kesehatan terdekat Anda puas jika memeriksakan kesehatan anda dan anak anda ke layanan kesehatan terdekat Anda percaya dengan pelayanan kesehatan dari layanan kesehatan di tempat anda Perilaku kesehatan (1. Tidak Pernah, 2. Kadang-kadang 3. Sering, 4. Selalu) Anda datang dalam kegiatan layanan kesehatan di tempat anda Anda memeriksakan kandungan di layanan kesehatan di tempat anda Anda melakukan imunisasi lengkap bagi bayi anda di layanan kesehatan di tempat anda Anda menimbang berat badan anda di layanan kesehatan di tempat anda Anda menimbang berat badan anak anda di layanan kesehatan di tempat anda Anda memberikan ASI bagi anak anda Anda mengikuti saran tenaga kesehatan saat pergi ke layanan kesehatan di tempat anda Pengetahuan kesehatan (1. Tidak 2. Ya) Anda mengetahui bahwa status gizi mempengaruhi kandungan anda Anda mengetahui pentingnya memeriksakan kandungan setiap bulan ke tempat layanan kesehatan Anda mengetahui pentingnya menjaga kesehatan dan pola makan ibu saat hamil dan menyusui Anda mengetahui bahwa anak perlu diimunisasi
96
Anda mengetahui bahwa ASI mempengaruhi kecerdasan otak anak Upaya ibu meningkatkan kualitas pendidikan keluarga Sikap terhadap pelayanan pendidikan (1. Tidak Setuju, 2. Kurang Setuju, 3. Setuju, 4. Sangat Setuju) Anda senang jika anak anda lulus hingga sarjana Anda senang jika anak anda bekerja sambil bekerja Perilaku penduli pendidikan anak (1. Tidak Pernah, 2. Kadang-kadang 3. Sering, 4. Selalu) Anda menanyakan aktivitas anak anda di sekolah Anda menanyakan pekerjaan rumah kepada anak anda Anda mengizinkan anak anda mengikuti kegiatan lain di luar aktivitas sekolah (organisasi ekstrakulikuler) Anda menemani anak anda dalam mengerjakan tugas sekolahnya Anda membantu anak anda dalam mengerjakan tugas sekolahnya Anda mengantarkan anda sekolah Anda membelikan peralatan sekolah bagi anak anda Anda meminta anak anda untuk bekerja mencari uang di luar sekolah Pengetahuan pentingnya pendidikan anak (1. Tidak, 2. Ya) Anda mengetahui wajib belajar 9 tahun bagi anak Anda mengetahui bahwa anak usia sekolah dilarang bekerja Anda mengetahui bahwa pendidikan penting bagi masa depan anak
97
Lampiran 5. Dokumentasi Penelitian
RTSM penerima PKH
Kondisi rumah RTSM penerima PKH (bagian depan)
Kondisi rumah RTSM penerima PKH (bagian samping)