66
BAB VI UPAYA IBU MENINGKATKAN KUALITAS KESEHATAN DAN PENDIDIKAN KELUARGA 6.1 Penguatan Kapasitas Rumah Tangga Penerima PKH Mutu sumberdaya manusia bukan semata-mata ditentukan oleh seberapa kadar pengetahuan, keterampilan, kejujuran, kemahiran, dan keahlian yang dikuasai melainkan juga harus disertai orientasi dan produktifitas. Dalam berbagai perbincangan tentang mutu SDM, kuat sekali kecenderungan orang untuk memulangkan permasalahannya pada upaya pendidikan, lebih khususnya apa yang dapat dan mungkin harus disajikan melalui sistem pendidikan bahkan yang lebih khusus adalah apa yang dapat dihasilkan oleh berbagai jenjang dan jenis pendidikan (Hassan, 1995). Dalam mencapai tujuan PKH untuk mengurangi kemiskinan melalui peningkatan kualitas SDM bidang kesehatan dan pendidikan, maka sebagai sasaran utamanya adalah bagaimana untuk meningkatkan kualitas dan kapasitas ibu guna mendukung tercapainya tujuan ini, hal ini disebabkan karena ibu relatif memiliki waktu lebih banyak bersama anak sehingga dapat memberikan arahan, bimbingan, dan meningkatkan potensi anak (Musbikin, 2009). Penguatan kapasitas merupakan suatu proses peningkatan atau perubahan perilaku individu, organisasi dan sistem masyarakat dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien. Dengan demikian, menurut Sumpeno (2002) dalam Riasih (2004) penguatan kapasitas berarti terjadi perubahan perilaku untuk: 1. Meningkatkan kemampuan individu dalam pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Dalam kasus yang terjadi di Desa Tegal melalui data yang didapatkan terkait peningkatan kemampuan individu (ibu) dalam pengetahuan dan sikap menunjukan bahwa masih banyak ibu yang belum mengetahui tentang pentingnya wajib sekolah 9 tahun dan juga pentingnya membawa dan memeriksakan kondisi ibu dan anak ke posyandu sehingga ini akan berpengaruh pada sikap ibu terhadap pelayanan pendidikan dan kesehatan. 2. Meningkatkan kemampuan kelembagaan dalam organisasi dan manajemen, keuangan dan budaya. Hal ini bisa dilihat, dari adanya pembagian kelompok
67
RTSM penerima PKH di setiap wilayah pendampingan, misalnya ada ketua kelompok PKH untuk setiap wilayah pendampingan yang dilakukan pertemuan rutin setiap bulan guna membantu pendamping dalam melakukan pendataan, pemutakhiran data, dan proses pencairan dana. Khusus di Desa Tegal, karena memiliki dua pendamping maka mekanisme pertemuan untuk setiap ketua kelompok PKH pun berbeda, misalnya untuk ketua kelompok bimbingan Ibu Evi melakukan pertemuan rutin setiap bulan sedangkan tidak demikian untuk ketua kelompok bimbingan Bapak Erik. Dengan adanya ketua kelompok ini, minimal dapat meningkatkan kemampuan manajemen yang dilakukan ketua kelompok terhadap anggotanya walaupun mekanisme belum diseragamkan. 3. Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam kemandirian, keswadayaan, dan mengantisipasi perubahan. Kondisi ini tidak terlalu bisa digambarkan dalam perilaku masyarakat Desa Tegal, sebagian RTSM penerima PKH masih menyampaikan bahwa mereka sangat tergantung dengan dana ini, bahkan mereka mengeluhkan jika dana PKH ini sudah selesai mereka sangat bingung dari mana memperoleh dana untuk pendidikan dan kesehatan padahal telah dituturkan juga oleh Bapak Erik bahwa pendamping bekerjasama dengan UPPKH telah memberikan bantuan pembudidayaan ikan lele kepada RTSM penerima PKH untuk dikelola secara mandiri sehingga bisa menghasilkan keuntungan bagi rumah tangganya, namun setelah beberapa bulan upaya ini tidak berhasil karena banyak penerima bantuan yang memanfaatkan untuk kepentingan pribadi dan tidak dibudidayakan. Berdasarkan pemaparan di atas, menunjukan bahwa untuk mencapai perilaku tersebut diperlukan kerjasama beberapa pihak, walaupun program ini sudah dijalankan sejak 2007 namun belum berhubungan signifikan pada perubahan perilaku yang diharapkan, misalnya ada saja RTSM yang tidak menyekolahkan anaknya walaupun usia anak masuk usia sekolah dikarenakan rendahnya motivasi belajar anak juga penuturan beberapa warga yang menyampaikan rasa was-was jika tidak ikut posyandu akan dikurangi dana PKH yang didapatkan, hal ini tentu menunjukan bahwa belum muncul kesadaran penuh dari masyarakat.
68
6.2 Hubungan PKH dengan Upaya Ibu Meningkatkan Kualitas Kesehatan Keluarga Program Keluarga Harapan (PKH) adalah program yang bertujuan khusus meningkatkan akses pelayanan kesehatan bagi ibu hamil/nifas dan anak usia 0-6 tahun. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas kesehatan dalam rangka mengurangi angka kemiskinan. Dilihat dari angka jumlah penduduk Desa Tegal menunjukan usia 5-9 tahun dan usia 0-4 tahun menempati urutan pertama dan kedua sebanyak 1355 jiwa dan 1269 jiwa. Hal ini menunjukkan bahwa banyak usia balita di Desa Tegal sehingga perlu dilakukan upaya pelayanan kesehatan yang optimal, mulai dari ibu hamil, melahirkan hingga pasca melahirkan. Melalui PKH, RTSM diwajibkan mengikuti beberapa pelayanan kesehatan, berupa 1. Anak usia 0-6 tahun
Anak usia 0-11 bulan harus mendapatkan imunisasi lengka dan ditimbang berat badannya secara rutin setiap bulan
Anak usia 6-11 bulan harus mendapatkan Vitamin A minimal sebanyak 2 kali dalam setahun, yaitu bulan Februari dan Agustus.
Anak usia 12-59 bulan perlu mendapatkan imunisasi tambahan dan ditimbang berat badannya secara rutin setiap 3 bulan.
Anak usia 5-6 tahun ditimbang berat badannya secara rutin setiap tiga bulan untuk dipantau tumbuh kembangnya di lokasi posyandu terdekat
2. Ibu Hamil dan Ibu Nifas
Selama kehamilan, ibu nifas harus melakukan pemeriksaan kehamilan di fasilitas kesehatan sebanyak 4 kali dan mendapatkan suplemen tablet Fe
Ibu melahirkan harus ditolong oleh tenaga kesehatan
Ibu nifas harus melakukan pemeriksaan/diperiksa kesehatannya setidaknya 2 kali sebelum bayi berusia 28 hari. Dalam melihat kualitas kesehatan keluarga , maka yang dilihat dari sisi si
ibu, karena perilaku ibu akan mempengaruhi perilaku anak yang dikuatkan oleh penelitian Rahmaulina (2009) dalam Hastuti (2009) bahwa pendidikan dan pengetahuan ibu tentang gizi berhubungan positif dengan tumbuh kembang anak. Variabel PKH yang akan dihubungkan dan dinilai signifikan terdiri dari dua variabel, yaitu variabel dana PKH dan pendampingan yang dilakukan oleh
69
pendamping PKH sebagai input PKH. Dana PKH yang diterima oleh masingmasing RTSM berbeda satu sama lain, semakin banyak memenuhi kriteria penerima PKH maka akan semakin banyak pula dana yang didapatkan (tabel 2). Indikator pertanyaan terkait kesehatan ini meliputi pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu, misalnya sejauhmana ibu memiliki pengetahuan bahwa status dan kesehatan anak itu penting untuk perkembangan anak, atau bagaimana pandangan dan sikap ibu terhadap pelayanan kesehatan juga perilakunya dengan datang ke posyandu atau layanan kesehatan lain. 6.2.1 Hubungan Dana PKH dengan Upaya Ibu Meningkatkan Kualitas Kesehatan Keluarga Mengukur usaha ibu meningkatkan kualitas kesehatan keluarga dilakukan dengan menggunakan beberapa indikator khususnya sikap, pengetahuan dan perilaku ibu terhadap pelayanan kesehatan yang dianjurkan sebagai penerima program PKH, baik pelayanan kesehatan yang langsung bersentuhan dengan si ibu atau anak. Tabel 10. Koefisien Korelasi, Signifikan, dan N dalam Hubungan Dana PKH dengan Upaya Ibu Meningkatkan Kualitas Kesehatan Keluarga menurut Analisis Spearman, Tahun 2011 Korelasi
Koefisien Korelasi Signifikan N Korelasi Spearman Koefisien Korelasi Upaya ibu Signifikan (Kesehatan) N ** Angka signifikansi (α ) berada di 0.01 Dana PKH
Dana PKH 1.000 . 90 .296** .005 90
Kualitas Kesehatan .296** .005 90 1.000 . 90
Tabel 10 memperlihatkan angka koefisien korelasi 0,296 dan signifikansi sebesar 0.005, karena angka koefisien korelasi berada diantara >0.25- 0.5, maka nilai korelasi cukup dan mendekati 1 yang dinyatakan bahwa kedua variabel memiliki hubungan semakin kuat (positif). Dalam mengukur signifikansi hubungan dua variabel diukur jika nilai angka signifikansi hasil penelitian < α, maka hubungan kedua variabel signifikan, maka dari tabel diatas dapat diketahui
70
nilai signifikasinya adalah 0.005 dengan α = 0.01 sehingga 0.005< 0.01 jadi dapat disimpulkan hubungan kedua variabel signifikan. Interpretasi diatas menjelaskan bahwa terdapat hubungan antara variabel dana PKH dengan upaya ibu meningkatkan kualitas kesehatan keluarga, jadi tinggi rendahnya dana PKH yang diperoleh oleh RTSM berhubungan dengan upaya ibu meningkatkan kualitas kesehatan keluarga karena hubungannnya positif maka semakin tinggi dana PKH yang diperoleh maka semakin baik pula upaya ibu dengan hubungan yang signifikan. Adapun kekuatan hubungan dapat dilihat dari nilai koefisien korelasinya sebesar 0.296, berarti kekuatan hubungan diantara variabel dana PKH dengan upaya ibu meningkatkan kualitas kesehatan keluarga bernilai cukup kuat hubungannya. Data ini ditunjang pula oleh keterangan beberapa responden bahwa partisipasi mereka meningkat dalam pelayanan kesehatan yang ada di Desa Tegal seperti partisipasi atas pelayanan (posyandu, puskesmas, atau lainnya). 6.2.2 Hubungan Partisipasi Pendampingan PKH dengan Upaya Ibu Meningkatkan Kualitas Kesehatan Keluarga Indikator lain dalam variabel PKH adalah partisipasi pendampingan, hal ini dilatarbelakangi karena salah satu hal yang membedakan PKH dengan program bantuan lainnya adalah adanya pendamping PKH yang langsung ditugaskan di lapangan dan bertemu dengan para RTSM untuk menjadi fasilitator dan mendampingi mereka terkait PKH. Tabel 11. Koefisien Korelasi, Signifikan, dan N dalam Hubungan Partisipasi Pendampingan dengan Upaya Ibu Meningkatkan Kualitas Kesehatan Keluarga menurut Analisis Spearman, Tahun 2011 Korelasi
Partisipasi Pendampingan Korelasi Spearman Upaya ibu (Kesehatan)
Koefisien Korelasi Signifikan N Koefisien Korelasi Signifikan N
Partisipasi Pendampingan
Kualitas Kesehatan
1.000
.142
. 90
.182 90
.142
1.000
.182 90
. 90
71
Tabel 11 menunjukan angka koefisien korelasi 0.142 dan signifikansi sebesar 0.182, karena angka koefisien korelasi berada diantara >0- 0.25 maka korelasinya sangat lemah, walaupun memiliki hubungan semakin kuat (positif) karena mendekati 1. Sementara nilai signifikasinya adalah 0.182 dengan α = 0.05, karena 0.182> 0.05 jadi dapat disimpulkan hubungan kedua variabel tidak signifikan. Berbeda dengan variabel dana yang memiliki hubungan dan signifikansi dengan variabel upaya ibu meningkatkan kualitas kesehatan keluarga, maka untuk partisipasi pendampingan tidak ada hubungannya dengan nilai korelasi sangat lemah sebesar 0.142. Kondisi ini menunjukan bahwa peran pendamping dalam hal peningkatan upaya ibu meningkatkan kualitas kesehatan keluarga tidak signifikan. Pernyataan ini dikuatkan karena masing-masing pendamping (Ibu Evi dan Bapak Erik) memiliki metode tersendiri dalam mendamping para peserta PKH. Rata-rata mereka lebih sering berinteraksi dengan ketua kelompok PKH setiap bulan, namun untuk RTSM lain mereka hanya bertemu saat pencairan dana saja. Para pendamping hanya melakukan pengecekan kepada kader posyandu terkait daftar hadir dan keterlibatan peserta PKH, dan peserta PKH pun berinteraksi dengan pendamping sebatas apa yang mereka ingin sampaikan saja. Secara kekuatan hubungan diantara partisipasi pendampingan dengan upaya ibu meningkatkan kualitas kesehatan keluarga juga menunjukan angka yang kecil, yaitu 0.142 yang menunjukan kekuatan yang sangat lemah sehingga dapat dikatakan tidak berhubungan nyata. 6.3 Hubungan PKH dengan Upaya Ibu Meningkatkan Kualitas Pendidikan Keluarga Menurut UU No 20 Tahun 2003, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara (Hasbullah, 2006). Pendapat tersebut menguatkan bahwa upaya pengembangan potensi diri perlu ditunjang oleh pendidikan. Pelaksanaan Program
72
Keluarga Harapan juga bertujuan dalam meningkatkan akses pelayanan pendidikan bagi anak hingga lulus Sekolah Menengah Pertama (SMP) sesuai dengan wajib sekolah 9 tahun. Peserta PKH diwajibkan mendaftarkan anak mereka sekolah di SD/MI terdekat dan melanjutkan hingga SMP, adanya dana PKH diharapkan mampu membantu biaya operasional RTSM terkait pembayaran SPP atau peralatan penunjang sekolah (buku, baju sekolah, dan alat tulis). Umumnya masyarakat di Desa Tegal tercatat hanya lulusan SD/sederajat sebanyak 2466 orang dan memiliki 6 SD/MI berstatus negeri dan 5 berstatus swasta. Kondisi ini kemudian mencerminkan bahwa perlu ada upaya peningkatan kualitas pendidikan melalui peningkatan akses dan kemudahan masyarakat dalam menyekolahkan anak mereka demi mencapai SDM berkualitas. 6.3.1 Hubungan Dana PKH dengan Upaya Ibu Meningkatkan Kualitas Pendidikan Keluarga Besarnya dana yang diperoleh RTSM penerima PKH jika dilihat dari segi usia dan peruntukan dana untuk keperluan pendidikan, maka untuk RTSM yang memiliki anak usia SD/MI akan mendapatkan dana Rp 400.000/tahun dan bagi RTSM
yang memiliki
anak usia SMP/MTs akan mendapatkan
dana
Rp. 800.000/tahun. Tebel 12. Koefisien Korelasi, Signifikan, dan N dalam Hubungan Dana PKH dengan Upaya Ibu Meningkatkan Kualitas Pendidikan Keluarga menurut Analisis Spearman, Tahun 2011 Korelasi
Dana PKH Korelasi Spearman
Upaya ibu (Pendidikan)
Koefisien Korelasi Signifikan N Koefisien Korelasi Signifikan N
Dana PKH 1.000 . 90 .167 .116 90
Kualitas Pendidikan .167 .116 90 1.000 . 90
Tabel 12 menunjukan angka koefisien korelasi 0.167 dan signifikansi sebesar 0.116, karena angka koefisien korelasi berada diantara >0- 0.25 maka nilai korelasinya sangat lemah walaupun kedua variabel memiliki hubungan semakin kuat (positif) karena mendekati 1. Sementara nilai signifikasinya adalah 0.116
73
dengan α = 0.05, karena 0.116> 0.05 sehingga dapat disimpulkan hubungan kedua variabel tidak signifikan. Jika melihat analisis statistik melalui uji korelasi spearman diatas, menunjukan tidak ada hubungan dan tidak ada signifikansi antara dana PKH dengan upaya ibu meningkatkan kualitas pendidikan keluarga. Kondisi ini berbeda dengan dana PKH yang berhubungan dengan upaya ibu meningkatkan kualitas kesehatan keluarga dengan korelasi cukup. Perbedaan ini menunjukan bahwa untuk keperluan pendidikan, ada dan tidaknya dana PKH, pendidikan sudah menjadi hal wajib dan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi oleh orang tua, misalnya kewajiban membayar biaya sekolah, membeli alat tulis dan sebagainya sehingga ketika pun dana itu ada maka masyarakat akan lebih mengalokasikannya untuk dana kesehatan dan lainnya. Kekuatan hubungan diantara dana PKH dengan upaya ibu meningkatkan kualitas pendidikan keluarga juga menunjukan angka yang kecil, yaitu 0.167 yang berarti sangat lemah. 6.3.2 Hubungan Partisipasi Pendampingan PKH dengan Upaya Ibu Meningkatkan Kualitas Pendidikan Keluarga Pendamping merupakan pelaksana PKH yang langsung bekerja di lapangan dan berperan mendampingi penerima PKH. Dalam hal pendidikan, pendamping melakukan koordinasi kepada pihak sekolah terkait partisipasi dan kehadiran anak RTSM peserta PKH bahkan memberikan bantuan jika peserta PKH sulit mendaftarkan anaknya sekolah. Tabel 13. Koefisien Korelasi, Signifikan, dan N dalam Hubungan Partisipasi Pendampingan dengan Upaya Ibu Meningkatkan Kualitas Pendidikan Keluarga menurut Analisis Spearman, Tahun 2011 Korelasi
Koefisien Korelasi Signifikan N Korelasi Spearman Koefisien Korelasi Upaya ibu (Pendidikan) Signifikan N ** Angka signifikansi (α ) berada di 0.01 Partisipasi Pendampingan
Partisipasi Pendampingan
Kualitas Pendidikan
1.000
.300**
. 90
.004 90
.300**
1.000
.004 90
. 90
74
Uji statistika diatas menunjukan angka koefisien korelasi 0.300 dan signifikansi sebesar 0.004, karena angka koefisien korelasi berada diantara >0.250.50 maka nilai korelasinya dan kedua variabel memiliki hubungan semakin kuat (positif) karena nilainya mendekati 1. Sementara nilai signifikasinya adalah 0.004 dengan α = 0.01, karena 0.004< 0.01 sehingga dapat disimpulkan hubungan kedua variabel signifikan. Terdapat hubungan antara variabel partisipasi pendampingan dengan variabel upaya ibu meningkatkan kualitas pendidikan keluarga dengan koefisien korelasi 0.300 dan signifikansi sebesar 0.004 yang artinya berhubungan positif dan hubungannya signifikan. Maksudnya bahwa peran pendamping terlihat lebih optimal dalam bidang pendidikan dibandingkan kesehatan yang tidak ada hubungannya. Kesimpulan atas uji korelasi spearman variabel dana dan pendampingan PKH terhadap upaya ibu meningkatkan kualitas kesehatan dan pendidikan keluarga memiliki nilai dan hubungan yang berbeda-beda. Ternyata yang berhubungan dan bernilai signifikan adalah dana PKH dengan upaya ibu meningkatkan kualitas kesehatan keluarga dan partisipasi pendampingan PKH dengan kualitas pendidikan keluarga. Sementara untuk hubungan dana PKH dengan upaya ibu meningkatkan kualitas pendidikan keluarga dan hubungan partisipasi pendampingan PKH dengan kualitas kesehatan keluarga, hasilnya adalah tidak berhubungan dan tidak signifikan. Kondisi ini menjelaskan bahwa guna mencapai tujuan PKH untuk meningkatkan kualitas kesehatan dan pendidikan tidak bisa dilepaskan dari dua faktor input PKH ini, dana juga pendampingan PKH. Dilihat dari sisi kekuatan hubungan, maka kekuatan hubungan partisipasi pendampingan PKH dengan upaya ibu terhadap peningkatan kualitas pendidikan keluarga memiliki hubungan yang cukup kuat, dan jika dibandingkan dengan variabel sebelumnya, maka hubungan partisipasi pendampingan PKH dengan usaha ibu meningkatkan kualitas pendidkan keluarga menempati angka koefisien korelasi terbesar yaitu 0.300 sehingga kita bisa menyatakan bahwa dari segi pendampingan pendidikan, para pendamping sudah mampu berjalan lebih baik dibandingkan dengan kesehatan. Dan ternyata jika kita lihat lebih mendalam
75
antara input dana PKH dan pendampingan PKH, maka koefisien yang memiliki angka tertinggi adalah pendampingan sehingga kesimpulan ini menunjukan perlu adanya peningkatan terkait pendampingan PKH di lapangan.