1
ANALISIS GRAMATIKAL TERJEMAHAN ALQURAN TERBITAN DEPAG DAN PT TIGA SERANGKAI PUSTAKA MANDIRI (STUDI KASUS SURAH YASIN)
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sastra (S.S.)
Oleh: ERWAN RUSTANDI NIM: 104024000834
Pembimbing,
Drs. H.D Sirojuddin AR, M.Ag.
PROGRAM STUDI TARJAMAH FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H/ 2008 M
2
PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ANALISIS GRAMATIKAL TERJEMAHAN ALQURAN TERBITAN DEPAG DAN PT TIGA SERANGKAI PUSTAKA MANDIRI (STUDI KASUS SURAH YASIN) telah diujikan dalam sidang munaqasah Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 2 April 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sastra pada Program Studi Tarjamah.
Jakarta, 2 April 2008
Sidang Munaqasah Ketua Merangkap Anggota,
Sekretaris Merangkap Anggota,
Drs. Ikhwan Azizi, M.A.
Ahmad Syaekhuddin, M.Ag
NIP: 150 262 446
NIP: 150 303 001
Anggota,
Ahmad Syaekhuddin, M.Ag
Drs. H.D Sirojuddin AR, M.Ag.
NIP: 150 303 001
NIP: 150 734 507
3
ABSTRAK ERWAN
RUSTANDI:
ANALISIS
GRAMATIKAL
TERJAMAHAN
ALQURAN VERSI DEPAG DAN PT TIGA SERANGKAI PUSTAKA MANDIRI (STUDI KASUS SURAH YASIN) Tujuan penulisan skripsi ini adalah menyempurnakan terjemahan Alquran. Lalu, Penulis menganalisis kalimat dan terjemahan ayat-ayat antara versi Departemen Agama dan PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri yang tidak sesuai dengan Kaidah Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan. Selain itu, Penulis menyempurnakan terjemahannya dengan terjemahan yang sesuai menurut Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan. Penelitian ini garis besarnya terpokus pada hasil terjemahan. Maksudnya, memperbaiki kalimat terjemahan ayat-ayat Alquran yang kurang efektif. Metode yang dipandang sesuai adalah linguistik dan metode inferensial, yaitu jenis penelitian yang mengungkapkan suatu masalah, keadaan atau peristiwa dengan memberikan penilaian secara menyeluruh, luas, dan mendalam dari sudut pandangan ilmu yang relevan. Data penelitian ini berupa konjungtor, kata depan, klausa, kalimat efektif dalam bahasa Indonesia, dan tanda baca. Dari hasil analisis terjemahan ayat Alquran kedua versi, baik Departemen Agama
maupun
PT
Tiga
Serangkai
Pustaka
Mandiri,
Penulis
dapat
menyimpulkan. Pertama, susunan redaksi kedua versi Alquran dan Terjemahnya tersebut sama. Penggunaan konjungtor 'dan' selalu di awal kalimat yang merupakan terjemahan dari
ﻭ.
Banyak susunan kalimat dari kedua versi
tersebut kurang efektif menurut Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan.
4
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN Dalam skripsi ini, data bahasa Arab diberi transliterasi Arab-Latin berdasarkan buku Pedoman Transliterasi Arab-Latin versi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Padanan Aksara Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara latin: HURUF ARAB
HURUF LATIN
ﺍ
KETERANGAN Tidak dilambangkan
ﺏ
b
be
ﺕ
t
te
ﺙ
ts
te dan es
ﺝ
j
je
ﺡ
h
h dengan garis di bawah
ﺥ
kh
k dan h
ﺩ
d
de
ﺫ
dz
de dan zet
ﺭ
r
er
5
ﺯ
z
zet
ﺱ
s
es
ﺵ
sy
es dan ye
ﺹ
s
es dengan garis di bawah
ﺽ
d
de dengan garis di bawah
ﻁ
t
te dengan garis di bawah
ﻅ
z
zet dengan garis di bawah
ﻉ
‘
koma terbalik di atas hadap kanan
ﻍ
gh
ge dan ha
ﻑ
f
ef
ﻕ
q
ki
ﻙ
k
ka
ﻝ
l
el
6
ﻡ
m
em
ﻥ
n
en
ﻭ
w
we
ﻫـ
h
ha
ﺀ
΄
apstrof
ﻱ
y
ye
Vokal Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut: TANDA VOKAL ARAB
TANDA VOKAL
KETERANGAN
LATIN
__ ◌ َ _
a
Fathah
___
i
Kasrah
u
dammah
◌ ِ __ ◌ ُ _
7
Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut: TANDA VOKAL ARAB
TANDA VOKAL
KETERANGAN
LATIN
__ ◌ َ _ﻱ
ai
a dan i
__ ◌ َ _ﻭ
au
a dan u
Vokal Panjang Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu: TANDA VOKAL ARAB
TANDA VOKAL
KETERANGAN
LATIN
ـَﺎ
â
a dengan topi di atas
ـِﻲ
î
i dengan topi di atas
ـُﻮ
û
u dengan topi di atas
Kata Sandang Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan , dialihaksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf syamsiyyah
ﺍﻝhuruf, yaitu
8
maupun huruf qamariyyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rikâl, al-dîwân bukan addîwân.
Syaddah (Tasydîd) Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan
,
dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf,
-)
dengan sebuah tanda (
yaitu dengan yang menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya, kata tidak ditulis ad-darûrah melainkan al-darûrah, demikian seterusnya.ﺓﹸﺭﻭﺮﺍﻟﻀ
Ta Marbûtah Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/ (lihat contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûtah tersebut diikuti oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2). Namun, jika huruf ta marbûtah tersebut diikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat contoh 3). NO 1.
KATA ARAB
ALIH AKSARA
ﻃﺮﻳﻘﺔ
tarîqah
9
2.
ﺍﳉﺎﻣﻌﺔ ﺍﻻﺳﻼﻣﻴﺔ
al-jâmi’ah al-islâmiyyah
3.
ﻭﺣﺪﺓ ﺍﻟﻮﺟﻮﺩ
wahdat al-wujûd
Huruf Kapital Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam alih aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan dengan mengikuti ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, antara lain untuk menuliskan permulaan kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama diri, dan lain-lain. Penting diperhatikan, jika nama diri didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya. (Contoh: Abû Hâmid al-Ghazâlî bukan Abû Hâmid Al-Ghazâlî dan al-Kindi bukan Al-Kindi). Beberapa ketentuan lain dalam Ejaan Yang Disempurnakan sebetulnya juga dapat diterapkan dalam alih aksara ini. Contoh, ketentuan mengenai huruf catak miring (italic) atau cetak tebal (bold). Jika menurut EYD, judl buku itu ditulis dengan cetak miring, begitu juga dalam alih aksaranya. Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang berasal dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meskipun akar katanya berasal dari bahasa Arab. Contoh, Abdussamad al-Palimbani, tidak ditulis ‘Abd al-Samad al-Palimbânî; Nuruddin al-Raniri, tidak ditulis Nûr al-Dîn alRânîrî.
Cara Penulisan Kata
10
Setiap kata, baik kata kerja (fi’l), kata benda (ism), maupun huruf (harf) ditulis secara terpisah. Berikut ini adalah beberapa contoh alih aksara atas kalimat-kalimat dalam bahasa Arab, dengan berpedoman pada ketentuanketentuan di atas:
KATA ARAB
ﺎﺫﹸﺘ ﺍﻟﹾﺄﹸﺳﺐﺫﹶﻫ ﺮ ﺍﻟﹾﺄﹶﺟﺖﺛﹶﺒ ﺔﹸﺮﹺﻳﺼﻛﹶﺔﹸ ﺍﹾﻟﻌﺮﺍﻟﹾﺠ ﺇﹺﻟﹼﺎﹶ ﺍﷲ ﺃﹶﻥﹾ ﻟﹶﺎ ﺇﹺﻟﻪﺪﻬﺃﹶﺷ ﺢﺎﻟ ﺍﻟﺼﻚﻠﺎ ﻣﻟﹶﺎﻧﻮﻣ ﺍﷲﻛﹸﻢﱢﺛﺮﺆﻳ
ALIH AKSARA dzahaba al-ustâdzu
tsabata al-ajru al-harakah al-‘asriyyah
asyhadu an lâ ilâha illâ Allâh
Maulânâ Malik al-Sâlih
yu’atstsirukum Allâh
ﺔﹸﻴﻘﹾﻠ ﺍﻟﹾﻌﻫﺮ ﻈﹶﺎﺍﻟﹾﻤ
al-mazâhir al-‘aqliyyah
ﺔﹸﻧﹺﻴﺕ ﺍﹾﻟﻜﹶﻮ ﺎﺍﻵﻳ
al-âyât al-kauniyyah
ﺍﺕﺭﻈﹸﻮﺤ ﺍﻟﹾﻤﺢﺒﹺﻴﺓﹸ ﺗﺭﻭﺮﺍﻟﻀ
al-darûrat tubîhu al-mahzûrât
11
KATA PENGANTAR Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada Penulis, sehingga skripsi yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana sastra Jurusan Tarjamah Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta ini dapat Penulis selesaikan. Salawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad Saw.,
keluarganya, dan para sahabatnya. Semoga kita semua mendapatkan
syafaatnya di hari akhir. Amin! Dalam kata pengantar ini, Penulis akan mengucapkan terima kasih kepada Dr. H. Abd. Chair, MA., Dekan Fakultas Adab dan Humaniora; Drs. Ikhwan Azizi, MA., Ketua Jurusan Tarjamah dan Ahmad Syaekhuddin, M.ag., Sekretaris Jurusan Tarjamah. Terima kasih banyak juga Penulis ucapkan kepada pembimbing saya Drs. H.D Sirojuddin AR, M.Ag. yang telah meluangkan waktu di tengah kesibukannya serta kesabarannya dalam bimbingan; Dr. Sukron Kamil, MA, selaku pembimbing Akademik yang telah mengarahkan, mengajarkan, dan mendidik Penulis selama menjadi mahasiswa. Ucapan terima kasih kepada seluruh dosen Jurusan Tarjamah yang telah mendidik dan mengajarkan Penulis berbagai ilmu pengetahuan bahasa, budaya, dan terjemahan khususnya Moch. Syarif Hidyatullah, M.Hum, yang mengajarkan seluk beluk dunia terjemah. Semoga amal mereka diterima Allah Swt. Amin! Terima kasih banyak Penulis ucapkan kepada Lajnah Pentashih Mushaf Alquran Departemen Agama Republik Indoneisa dan PT Tiga Serangkai Pustaka
12
Mandiri yang telah meberikan ijin kepada Penulis untuk menganalisis Alquran dan Terjemahnya. Ucapan terima kasih setulus-tulusnya kepada kedua orang tua, Udin Herdiana dan Dede Herlina yang selalu mendoakan Penulis, sehingga penysusunan skripsi ini terasa lebih ringan. Begitu juga, kepada kakak,
Ai
Nurleni dan adik-adik tercinta Diana Rizki dan Riswan Arif Nurilham yang menjadi penyemangat dalam menapaki dunia ini. Kepada teman-teman Jurusan Tarjamah Semester VIII, Abdur Rahman, Hafiz, Heri, Luki, Nurikhwan, Amir, Zaki, Anna. Fina, Muna, Munay, Silvi, Nunung, dan Puput atas segala dukungan dan bantuan mereka, khususnya saudara Tatam yang memberi pinjaman buku-buku, sehingga skripsi ini dapat Penulis selesaikan. Semoga skripsi
yang sederhana ini bermanfaat bagi peminat
penerjemahan khususnya penerjemahan Alquran. Kurangnya ada, lebihnya pun ada. Semoga masukan dan saran-saran dari semua pihak dapat melengkapi skripsi ini. Amin!
Jakarta,
Februari 2008
13
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL……………………………………………….................…i LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING……………….............…………..ii LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN..…………….............………….iii KATA PENGANTAR……………………………………………….............….iv ABSTRAK...........................................................................................................vi PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN.................................................vii DAFTAR ISI…………………………………………………………................viii BAB I PENDAHULUAN………………………………………….............…..1 A. Latar Belakang Masalah………………………………….............….1 B. Batasan dan Rumusan Masalah……………………………...............6 C. Tujuan Penelitian……………………………………….............……6 D. Manfaat Penelitian…….…………………………………............…..7 E. Tinjauan Pustaka………………………………………….............….7 F. Metodologi Penelitian………………………………….............…….10 G. Sistematika Penulisan…………………………………….............….11 BAB II KERANGKA TEORI………………………………...........................12 A. Huruf Arab dan Padanannya Dalam Bahasa Indonesia...…………...12 B. Kaidah-kaidah Bahasa Arab Dalam Menerjemahkan Alquran...........14 C. Proses Penerjemahan Nas Keagamaan................................................18 D. Penggunaan Kata Penghubung 'dan'....................................................20 E. Huruf dan Tanda Baca Bahasa Indonesia............................................24 F. Penulisan Kata.....................................................................................29 G. Diksi Dalam Bahasa Indonesia...........................................................34 BAB III SETTING PENELITIAN...………………………............................46 A. Alquran dan Terjemahnya Departemen Agama RI............................46 B. Alquran dan Terjemahnya Terbitan PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri................................................................................................47 C.Sekitar Surah Yasin.............................................................................47 BAB IV ANALISI GRAMATIKAL TERJEMAHAN ALQURAN TERBITAN DEPAG DAN PT TIGA SERANGKAI PUSTAKA MANDIRI (STUDI KASUS SURAH YASIN)................................51 A. Terjemahan 'waw' di Awal Kalimat...................................................51 B. Terjemahan Innamâ, Laqod, dan Inna................................................66 C. Evaluasi Alquran dan Terjemahnya Depag dan PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri..................................................................................74 D. Alternatif Terjemahan.........................................................................76 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN................................………………….77 A. Kesimpulan..........................................................................……...….77 B. Saran-saran………..............................................................................80 DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….....82
14
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Alquran yang disampaikan kepada Nabi Muhammad Saw. melalui Jibril merupakan surah kiriman Allah Swt. kepada seluruh umat manusia. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam firman-Nya sebagai berikut:1
ﺮﺍﹰﻳﺬ ﻧﻦﺎﳌﹶِﻴﻠﹾﻌﻥﹶ ﻟﻜﹸﻮﻴ ﻟﻩﺪﺒﻠﹶﻰ ﻋﻗﺎﹶﻥﹶ ﻋﻝﹶ ﺍﻟﹾﻔﹸﺮﺰﻯ ﻧ ﺍﻟﱠﺬﻙﺎﺭﺒﺗ "Mahasuci Allah yang telah menurunkan Alfurqan (Alquran) kepada hamba-Nya agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam,” (Q.S al-Furqan [125]: 1) Dalam penelitian ini Penulis membahas surah Yasin, karena surah inilah yang sering kali dijadikan surah istimewa dan bacaan (tahlil) setiap malam Jumat oleh masyarakat. Karena itu, setelah meneliti dan menelaah bahasa terjemahan versi Indonesia yang terdapat di dalamnya, banyak sekali Penulis temukan tata bahasa Indonesia dalam terjemahan tersebut yang kurang tepat menurut Kaidah Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan. Mengapa, Penulis mengkritik Alquran dan
Terjemahnya
yang
bersertifikat
berbahasa
Arab
nomor:P.VI/1/TL.02.1/171/2007 terbitan PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri dan Alquran
dan
Terjemahnya
yang
bersertifikat
berbahasa
Arab
nomor:P.VI/1/TL.02.1/285/2007 terbitan Lajnah Pentashih Mushaf Alquran Departemen Agama RI ? Pertama, kedua Alquran dan Terjemahnya edisi tersebut 1
Ismail Lubis, Falsifikasi Terjemahan Alquran Departemen Agama Edisi 1990, (Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya, 2001), h. 1
15
baru. Kedua, tanda pengesahan Alquran dan Terjemahnya terbitan PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri adalah 13 Agustus 2007 sedangkan terbitan Lajnah Pentashih Mushaf Alquran yang merupakan pusat penyempurnaan Alquran 9 November 2007. Ini berarti ada perbedaan waktu tiga bulan dalam pengeluaran Mushaf Alquran dan Terjemahnya. Oleh karena itu, apakah Lajnah Pentashih Mushaf Alquran menyontek secara redaksi dari Alquran dan Terjemahnya PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri atau sebaliknya. Bahkan, mungkin Alquran dan Terjemahnya PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri ilegal (tidak melalui Pentashih Mushaf Alquran Depag)? Kita kembali ke masalah surah Yasin. Menurut Dr. Asep Usman Ismail, MA surah Yasin merupakan salah satu surah yang sangat istimewa. Ia disebut sebagai jantung Alquran. Disebut demikian karena surah ini mencakup hampir seluruh isi Alquran. Selain itu, surah ini termasuk surah Makkiyyah2, terdiri dari 83 ayat yang bercerita tentang dua hal. Pertama, menjelaskan manusia, khususnya akhir perjalanan menjelang kematian. Sehingga tak salah, jika surah Yasin diidentikkan dengan kematian. Kedua, berbicara kerasulan atau tugas rasul dalam menghadapi manusia yang memiliki karakter yang berbeda-beda. Ada yang berkarakter membuka diri, ragu, hingga apriori.3 Kata Nabi, sebaik-baik manusia adalah yang belajar Alquran dan mengajarkannya. Alquran sebagai kitab suci telah memberi banyak hal kepada manusia. Alquran telah memberi petunjuk tentang hidup, mengisi ruang kosong di otak dengan ilmu, mengisi ruang hampa dalam kalbu dengan keyakinan yang teguh, dan menawarkan solusi atas problematika kehidupan. 2 3
maksudnya: diturunkan di Mekah. Asep Usman Ismail, "Kajian Yasin Ulul Albab," Tempo, 11 Januari 2008, h. 8
16
Namun, untuk memberi makna bagi hidup dan kehidupan, seseorang tidak cukup dengan membaca Alquran atau menamatkannya berkali-kali. Alquran harus dipahami isinya, pesannya, kandungannya, dan isyarat-isyaratnya. Apabila seseorang salah memahami Alquran dari segala makna yang terdapat di dalamnya maka Alquran sering disalahgunakan untuk berbagai kepentingan.4 Indonesia adalah sebuah negara yang mempunyai masyarakat Islam terbanyak antara negara-negara di dunia. Sekitar 178 juta penduduk, hampir 90% adalah pemeluk agama Islam. Oleh karena itu, kita melihat perhatian pemerintah banyak diarahkan kepada upaya-upaya pembangunan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan ruhani keagamaan di samping kesejahteraan lahiriah. Meskipun warga Negara Indonesia mayoritas memeluk Islam. Namun, tidak seluruhnya mereka mampu membaca tulisan Arab. Oleh karena itu, dalam hal ini mereka selalu menggunakan Alquran dan Terjemahnya dalam memahami isi dan kandungannya. Kita melihat di toko-toko buku sekarang ini berbagai macam bentuk terjemahan Alquran yang diterbitkan guna membantu orang yang belum bisa membaca Alquran. Orang yang bisa membaca Alquran pun belum tentu mampu memahami isi dan kandungannya. Oleh sebab itu, mereka juga selalu menggunakan Alquran dan Terjemahnya. Namun, ironisnya banyak penerbit-penerbit yang liar yang menerbitkan Alquran dan Terjemahnya tidak melalui Pentashih Mushaf Alquran5 Departemen Agama sehingga banyak hasil terjemahan yang kurang tepat dalam kaidah penulisan bahasa Indonesia yang disempurnakan. Penulis menemukan Pentashih 4
Didin Saefuddin Buchari, Pedoman Memahami Kandungan Alquran, (Bogor: Granada Sarana Pustaka, 2005), h. 13 5 Badan yang berwenang dalam menerbitkan dan memeriksa hasil terjemahan Alquran
17
Mushaf Alquran pun banyak yang kurang tepat dalam bahasa sasaran (Bahasa Indonesia)
yang disempurnakan khususnya pemakaian
kata depan, kata
sambung, dan tanda baca serta redaksi yang berlebihan. Bagi mereka yang awam dalam bahasa Arab, adanya terjemahan jelas sangat membantu sekali dalam memahami makna dan maksud Alquran. Namun, pertanyaan yang kemudian muncul, "Apakah banyaknya terjemahan Alquran dengan berbagai penerbit sudah baik atau masih janggal dalam pengalihannya ke bahasa sasaran sehingga pembaca (hasil wawancara bersama mahsiswa UIN) Alquran bukannya mengerti akan kandungan dan makna Alquran itu sendiri. Akan tetapi, malah membingungkan? Kalimat terjemahan ayat-ayat Alquran di bawah ini pun kurang efektif karena adanya perbedaan-perbedaan dalam bahasa sasaran. Penulis akan sebutkan beberapa contoh kalimat terjemahan yang kurang tepat dalam bahasa sasaran, di antaranya: terjemahan 'waw' (dan) yang tidak sesuai dengan Tata Bahasa Baku bahasa Indonesia
ﻥﹶﻭﺮﺼﺒ ﻟﹶﺎ ﻳﻢ ﻓﹶﻬﻢﺎﻫﻨﻴﺍ ﻓﹶﺄﹶﻏﹾﺸﺪ ﺳﻬﹺﻢﻠﹾﻔ ﺧﻦﻣﺍ ﻭﺪ ﺳﻬﹺﻢﻳﺪ ﺃﹶﻳﻦﻴ ﺑﻦﺎ ﻣﻠﹾﻨﻌﺟﻭ Dan Kami jadikan di hadapan mereka sekat (dinding) dan di belakang mereka juga sekat, dan Kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat. (PT Tiga Serangkai) Dan Kami jadikan di hadapan mereka sekat (dinding) dan di belakang mereka juga sekat, dan Kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat. (Depag RI)
18
Dari contoh ayat di atas baik PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri maupun Departemen Agama sama-sama meletakan konjungtor 'dan' dari terjemahan
ﻭdi
awal kalimat, padahal dalam Tata Baku Bahasa Indonesia konjungtor 'dan' tidak boleh di awal kalimat. Apabila penerjemah membuang kata-kata dalam bahasa sumber (Bsu) tidak mengurangi makna ketika dialihkan ke dalam bahasa sasaran (Bsa) maka itu boleh. Oleh karena itu, penerjemah dituntut untuk memahami kaidah-kaidah penulisan
bahasa
sumber
dan
bahasa
sasaran.
Menerjemahkan
bukan
memindahkan atau mengganti kata demi kata, melainkan memindahkan pesan, pikiran atau amanat.
6
Az-Zarqaniy mendefinisikan penerjemahan sebagai
"memindahkan kalimat bahasa sumber ke bahasa penerima"7 Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa yang menjadi dasar dalam melakukan penelitian ini ialah penerjemahan dalam pengertian pemindahan makna dari bahasa sumber (BSu) ke bahasa sasaran (BSa) sebagai cara yang dapat diandalkan, bukan penerjemahan kata demi kata. Untuk memindahkan makna tersebut dibutuhkan kalimat-kalimat terjemahan efektif
dalam bahasa
sasaran. Berdasarkan pemikiran di atas, Penulis membahas skripsi ini dengan judul: Analisis Gramatikal Terjemahan Alquran Terbitan Depag dan PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri (Studi Kasus Surah Yasin)
6 7
Ismail Lubis, Op.cit., hal 27 Op.cit., h. 27
19
B. BATASAN DAN RUMUSAN MASALAH Agar penelitian dapat terfokus pada hal-hal yang berkaitan dengan hasil terjemahan Alquran maka Penulis dalam
membandingkan hasil terjemahan
Alquran terbitan Depag RI dan PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri hanya sebatas pada hasil terjemahannya (bahasa Indonesia) saja bukan teks Arabnya, karena menurut Penulis dalam kedua penerbit tersebut ada kaidah-kaidah bahasa sasaran yang kurang tepat penggunaannya. Dengan demikian, Penulis merumuskan masalah ini dengan bentuk pertanyaan yang akan dijawab setelah melalui telaah mendalam. Bentuk pertanyaanya adalah: 1. Dilihat dari sisi gramatikal kedua Alquran dan Terjemahnya tersebut, manakah yang paling sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang disempurnakan? 2. Kalau kedua Alquran dan Terjemahnya tersebut tidak ada yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang disempurnakan, perlukah Alquran dan Terjemahnya yang sekarang direvisi bahasa sasarannya? C. TUJUAN PENELITIAN Tanpa ada tujuan yang jelas, penelitian akan sia-sia. Untuk itu, tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengetahui 'Alquran dan Terjemahnya' terbitan manakah yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang disempurnakan. 2. Mengetahui seberapa besar kalangan masyarakat memandang Alquran dan Terjemahnya 2007, sehingga apabila kedua Alquran dan Terjemahnya tersebut tidak ada yang sesuai maka perlu direvisi kembali?
20
D. MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini bertujuan: 1. Memperbaiki penerjemahan yang salah menurut Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia yang terdapat dalam Alquran dan Terjemahnya terbitan Lajnah Pentashih Mushaf Alquran dan PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri; 2. Untuk menggugah para penerjemah Alquran akan pentingnya penguasaan bahasa Indonesia dalam kegiatan penerjemahan Alquran ke bahasa Indonesia; 3. Agar dapat dijadikan suatu gambaran sebagai bahan penerjemahan yang menyangkut keahlian dalam memilih kata yang tepat dan cocok dari segi maksud; 4. Untuk disadari bahwa dalam menerjemahkan susunan kalimat bahasa sasaran (BSa) tidak harus sama dengan susunan kalimat bahasa sumber (BSu). Sebisa mungkin bahasa sasaran lebih sempurna dibandingkan dengan bahasa sumber sehingga akan terasa bukan lagi sebagai hasil terjemahan. Sekiranya pendapat ini bisa diterima sebagai suatu hal yang harus diterapkan dalam karya terjemahan. Selain itu, Penulis mengharapkan agar pendapat ini dapat dipertimbangkan dan menjadi kerangka teori penerjemahan Alquran. E. TINJAUAN PUSTAKA Setelah Penulis menelaah dan meneliti karya-karya
ilmiah di Perpustakaan
Fakultas Adab dan Humaniora maupun Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sedikit sekali yang membahas tentang gramatikal terjemah Alquran versi Indoneisa. Akan tetapi, banyak dari mereka yang meneliti tentang ayat-ayat hukum, metafora, hal dan sebagainya yang tidak perlu Penulis sebutkan satu persatu.
21
Adapun sumber-sumber buku yang Penulis gunakan adalah sebagai berikut: 1) Sumber primer, meliputi: a) Buku-buku yang khusus membahas penerjemahan Alquran dan penafsirannya, seperti Pedoman Memahami Alquran oleh Didin Saefuddin Buchari, Alquran dari Masa ke Masa oleh H. Munawar Chalil, Alquran Kitab Sastra Terbesar oleh Dr. phil. M. Nur Kholis Setiwan, The History of The Quranic Text From Revelation To Compilation oleh Prof. Dr. M.M. Al-A'zami. b) Buku-buku khusus tentang penerjemahan, seperti Pedoman Bagi Penerjemah oleh Rochayah Machali, Learn The Language of The Holy Qur'an oleh Dr. Abdullah Abbas Nadwi, Panduan Terjemahan oleh Drs. Moh. Mansyur dan Kustiawan S.Ag., Menjadi Penerjemah, (metode dan wawasan menerjemah teks Arab) oleh Ibnu Burdah, Bimbingan Tarjamah Arab-Indonesia 1 dan 2 oleh Dr. H. Rofi'i, Diktat Teori dan Permasalahan Penerjemahan oleh Moch. Syarif Hidayatullah, M. Hum. c) Buku-buku tata bahasa arab, seperti Mulakhkhas Qawâid al-Lugah alArabiah oleh Fuad Ni'mah, Jâmi'u ad-Durus al-Arabiah oleh Mustafa al-Galayeiniy, Jadwal as-Shrof oleh Hasyim Ismai, Jadwal al-Huruf oleh Hasyim Ismai, an-Nahwu al-Asasi oleh Dr. Muhammad Hamasah Abdul Latif, dkk, al-Balâghah al-Wâdhihah oleh Ali Al-Jarim dan Musthafa Usman, Ilmu al-Dilâlah Dr. Ahmad Mukhtar Umar. d) Buku-buku tata bahasa Indonesia, seperti Pesona Bahasa (langkah awal memahami linguistik) Penyunting Kushartanti, dkk, Komposisi
22
oleh Prof. Dr. Gorys Keraf, Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan penerbit CV. Pustaka Setia, Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia oleh Abdul Chaer, Menulis Secara Populer oleh Ismail Marahimin, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, penyunting Anton M. Moeliono, Diksi dan Gaya Bahasa oleh Gorys Keraf, Seni Memilih Kata oleh Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum., Kajian Wacana oleh Mulyana, M.Hum., Dimensi-dimensi Kebahasaan (aneka masalah bahasa Indonesia terkini) oleh Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum, Pengajaran Gaya Bahasa oleh Prof. Dr. Henry Guntur Tarigan, Agrumentasi dan Narasi oleh Goyrs Keraf. e) Buku-buku kamus, seperti Mu'jam al-Musthalahât al-Ilmiah oleh Mahmud Abdul ar-Rahman al-Bari, dkk, Al-Maurid: A Modern English-Arabic
oleh
Ba'albakiy,
Kamus
al-Munawwir
(Arab-
Indonesia) oleh Ahmad Warson Almunawwir, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia oleh Atabik Ali dan A. Zuhdi Muhdlor, A Dictionary of Modern Written Arabic oleh Hans Wehr, Kamus Mufrad-Jama' (Arab-Indonesia) oleh Romdoni Muslim, S.Ag., Kamus Besar Bahasa Indonesia oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Tesaurus Bahasa Indonesia oleh Eko Endarmoko, Kamus Linguistik oleh Harimurti Kridaklasana. 2) Sumber sekunder, meliputi: a) Buku-buku terjemahan Alquran serta buku-buku yang membahas terjemahan Alquran dalam bahasa Indonesia, seperti Alquran dan
23
Terjemahnya 2007 penerbit PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, Alquran dan Terjemahnya 2007 Lajnah Pentashih Mushaf Alquran Buku-buku teknik penulisan ilmiah, seperti Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (skripsi, Tesis, dan Disertasi) oleh Hamid Nasuhi, dkk, Pengantar Metodologi Penelitian, Buku Panduan Mahasiswa oleh Drs. Hermawan Wasito. F. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini garis besarnya terfokus pada hasil terjemahan. Maksudnya, memperbaiki kalimat terjemahan ayat-ayat Alquran yang kurang efektif. Metode yang dipandang sesuai adalah linguistik dan metode inferensial, yaitu jenis penelitian yang mengungkapkan suatu maslah, keadaan atau peristiwa dengan memberikan penilaian secara menyeluruh, luas, dan mendalam dari sudut pandang ilmu yang relevan.8 Penetapan unsur-unsur kalimat terjemahan efektif didasarkan atas buku "Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia", kaidah bahasa Indonesia yang disempurnakan, dan telaah bahasa secara ilmiah. Sedangkan dalam pencarian data, Penulis melakukannya dengan membaca dan menelaah surah Yasin, baik Alquran dan Terjemahnya terbitan Lajnah Pentashih Mushaf Alquran maupun PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri. Selain itu, Penulis menggunakan sumber-sumber sekunder, yaitu wawancara dengan pakar, majalah, surat kabar, internet, dan lain-lain. Penulis menggunakan kajian pustaka (library reseach). Secara teknis penulisan ini didasarkan pada buku Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, dan Desertasi, UIN Syarif Hidayatullah
8
Hermawan Wasito, Pengantar Metodologi Penelitian, buku panduan mahasiswa (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1993), h. 10
24
Jakarta, 2007. Sedangkan dalam penulisan kata serapan, Penulis merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia Terbitan Balai Pustaka edisi III. G. SISTEMATIKA PENULISAN Agar penulisan dapat terarah dan sistematis, langkah-langkah yang Penulis tempuh adalah sebagai berikut: Bab I: Pendahuluan. Dalam bab ini dibahas latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian, serta sistematika penulisan. Bab II: Kerangka Teori. Bab ini membahas Huruf Arab dan Padanannya Dalam Bahasa Indonesia, Kaidah-kaidah Bahasa Arab Dalam Menerjemahkan Alquran, Proses Penerjemahan Nas Alquran, Penggunaan Kata Penghubung 'dan', Huruf dan Tanda Baca Bahasa Indonesia, Penulisan Kata, dan Diksi Dalam Bahasa Indonesia. Bab III: Setting Penelitian. Dalam bab ini Penulis menerangkan Alquran dan Terjemahnya Departemen Agama RI, Alquran dan Terjemahnya Terbitan PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, dan Sekitar Surah Yasin. Bab IV: Kritik Gramatikal Terjemahan Alquran Terbitan Depag dan PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri (Studi Kasus Surah Yasin), Terjemahan 'waw' di Awal Kalimat, Evaluasi Alquran dan Terjemahnya Depag dan PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, dan Alternatif Terjemahan. Bab V: Penutup yang berisi kesimpulan dan saran.
25
BAB II KERANGKA TEORI A. HURUF ARAB DAN PADANANYA DALAM BAHASA INDONESIA Sebagai landasan untuk melangkah ke bab VI, yaitu Kritik Gramatikal Alquran dan Terjemahnya versi Depag dan PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri studi kasus surah Yasin Penulis akan menguraikan tabel yang memuat huruf-huruf Arab dan padananya dalam bahasa Indonesia. Antara lain: / kata sambung)ﻋﻄﻒ
HURUF ARAB
FUNGSI
ﻭ
kata sambung
ﺣﺮﻑTabel: 1( PADANANNYA DALAM BAHASA INDONESIA dengan, dan, sedangkan, tak ada padanannya.
ﰒ
kata sambung
kemudian
ﻑ
kata sambung
lalu, kemudian, selanjutnya.
ﺃﻭ
kata sambung
atau
ﺃﻡ
idem
atau, padahal
idem,
sedangkan, tapi, tidak
pengingkaran
(negatif)
ﺑﻞ
kata sambung,
ﻟﻜﻦ
pengingkaran, kata penghubung
namun
26
ﻻ
kata sambung tidak, bukan negatif
Sumber: Diktat Teori dan Permasalahan Terjemahan, karya: Moch. Syarif Hidayatullah, M.Hum
)ﺍﳉﺮ HURUF ARAB
ﺏ
ﺣﺮﻭﻑTabel: 2 (
PADANANNYA DALAM BAHASA INDONESIA di, dengan, bersama, sebagian, di atas, kata penguat demi (sumpah) dari (kata pembatas tempat, waktu) sebagian, di antara,
ﻣﻦ
karena dari (keterangan tambahan), kata penguat berarti ada, menggantikan, di, sebab, karena, tentang.
ﺇﱃ
(kata pembatas tujuan) sampai, bersama, bagi atau untuk
ﺣﱴ ﻋﻦ
pembatas tujuan: sampai, hingga dari, sesudah, di atas, sebab atau alasan (kata pengganti)
ﻋﻠﻰ
di atas, di saat, alasan atau sebab, bersamaan, dari, namun, dengan
ﰱ
di (tempat, waktu) karena, bersama dengan, sampai
ﻙ
seperti (perumpamaan), sebab, di atas (kata penguat)
ﻝ
memiliki, kepunyaan, milik, hanya unutk, bagiku/mu, alasan, atau sebab, kata penguat, sampai, di atas,
27
menjadikan, waktu yang lewat, di, bersama, unutk membuat kalimat perintah, kalimat jawab
ﺕ+ﻭ
kata-kata sumpah, demi
ﻣﺬ+ﻣﻨﺬ
dari, sejak
ﺭﺏ
sering kali, jarang sekali, boleh jadi
ﻛﻰ
alasan, sebab
Sumber: Diktat Teori dan Permasalahan Terjemahan, karya: Moch. Syarif Hidayatullah, M.Hum
Dalam dua tabel di atas ada beberapa huruf dalam bahasa Arab, ketika dipadankan dalam bahasa Indonesia menjadi banyak ragamnya. Oleh karena itu, seorang penerjemah harus pintar dalam menentukan istilah yang dipilih yang sesuai dengan konteks dan melihat kata sebelum dan sesudahnya. Misalnya, huruf bisa berarti 'dari' bisa juga karena dan lain-lain.
ﻣﻦ
B. KAIDAH-KAIDAH BAHASA ARAB DALAM MENERJEMAHKAN ALQURAN Seorang penerjemah khusunya penerjamah Alquran harus pintar, pandai, dan cermat menguasai kaidah-kaidah bahasa sumber dan bahasa sasaran dalam menerjamahkan teks suci. Oleh karena itu, ada beberapa kaidah yang harus diperhatikan dan dikuasai oleh seorang penerjemah.
: 'Amm) ﻋﺎﻡ8.1. Redaksi yang bersifat umum (
28
adalah lafadz yang mencakup semua anggotanya tanpa ada pembatasan.
ﻋﺎم
Makna umum sendiri mempunyai bentuk kata tertentu sebagai berikut: (setiap makhuk hidup akan
( ﻛﻞ ﺗﻔﺲ ﺫﺍﺋﻘﺔ ﺍﳌﻮﺕsetiap). Contoh, ﻛﻞ8.1.1 merasakan kematian).
ﺍﻝ ﻟﻠﻌﻬﺪyang bukan ﺍﻝ8.1.2. Lafaz-lafaz yang dima'rifahkan dengan 'al' '(ﺇﻥ ﺍﻹﻧﺴﺎﻥ ﻟﻔﻰal' untuk menunjukkan bahwa hal tersebut telah disebut). Contoh, (Sungguh, manusia berada dalam kerugian)
ﺧﺴﺮ
ﻓـﻼ8.1.3. Isim nakirah dalam konteks, nafyi, nahyi, dan syarat. Contoh, ﻓﻼ ﺗﻘﻞ ﳍﻤﺎ ﺃﻑ/ﺭﻓﺚ ﻭﻻ ﻓﺴﻮﻕ ﻭﻻ ﺟﺪﺍﻝ ﰱ ﺍﳊﺞ ﻭﺍﻟﺬﻯ ﻗﺎﻝ ﻟﻮﺍﻟﺪﻳﻪ ﺃﻑ ﻟﻜﻤﺎ8.1.4. Isim maushul, seperti ﻤﺎ ﻓﻤﻦ ﺣﺞ ﺍﻟﺒﻴﺖ ﺃﻭ ﺍﻋﺘﻤﺮ ﻓﻼ ﺟﻨﺎﺡ ﻋﻠﻴﻪ ﺃﻥ ﻳﻄﻮﻑ
8.1.5. Isim syarat, seperti
ﻓﻠﻴﺤﺬﺭ ﺍﻟـﺬﻳﻦ8.1.6. Isim jenis yang diidhafatkan ke isim ma'rifah, seperti ﳜﺎﻟﻔﻮﻥ ﻋﻦ ﺃﻣﺮﻩ
29
8.2. Macam-macam 'Amm Tiga Macam 'Amm 'Amm yang tetap dalam keumumannya ) ﻗﺪﻳﺮ
'Amm khusus
'Amm yang dikhususkan
)ﺍﻟﺬﻳﻦ ﻗﺎﻝ ﳍﻢ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺇﻥ (ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻗﺪ ﲨﻌﻮﺍ ﻟﻜﻢ
(ﻭﺍﷲ ﻋﻠﻰ ﻛﻞ ﺷﻲﺀ
)ﻭﷲ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺣﺞ ﺍﻟﺒﻴﺖ ﻣﻦ (ﺍﺳﺘﻄﺎﻉ ﺇﻟﻴﻪ ﺳﺒﻴﻼ
8.3. Khas dan Mukhasshish ) adalah lawan kata 'Amm, karena ia tidak mungkin menghabiskan
ﺧﺎﺹKhas (
semua yang pantas baginya tanpa pembatasan.9 Sedangkan, mukhasshis adalah yang mengkhususkan sesuatu yang umum. Mukhasshis terbagi menjadi dua, (1) muttasil dan munfasil. Mukhasshis muttasil dibagi menjadi empat macam: ;
;
ﻭﺃﻭﻟﺌﻚ ﻫﻢ ﺍﻟﻔﺎﺳﻘﻮﻥ
), ﺍﺳﺘﺜﻨﺎﺀ8.3.1. Istisna (
ﻦ ﻭﺭﺑﺎﺋﺒﻜﻢ ﺍﻟﻼﺗﻰ ﰱ ﺣﺠﻮﺭﻛﻢ ﻣﻦ ﻧﺴﺎﺋﻜﻢ ﺍﻟﻼﺗﻰ ﺩﺧﻠﺘﻢ ;
) ﻭﻻ ﺗﻘﺮﺑﻮﻫﻦ ﺣﱴ ﻳﻄﻬﺮﻥ, /batasa akhir, ﻏﺎﻳﺔ8.3.3. Ghayah (
), / kata yang menunjukkan
;
9
), ﺻﻔﺔ8.3.2. Sifat (
ﺑﺪﻝ ﺑﻌﺾ ﻣﻦ ﻛـﻞ8.3.4. Badal ba'di min kul (
ﻭﷲ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺣﺞ ﺍﻟﺒﻴﺖ ﻣﻦ ﺍﺳﺘﻄﺎﻉ ﺇﻟﻴﻪ ﺳﺒﻴﻼ
sebagiannya,
al-Qattan, 2004: 319 dalam Diktat Teori dan Permasalahan Penerjemahan, karya Moch. Syarif Hidyatullah
30
Adapun Mukhasshis Munfasil adalah Mukhasshis yang terdapat pada
ﻭﺍﳌﻄﻠﻘﺎﺕ ﻳﺘﺮﺑﺼﻦtempat lain baik berupa ayat, hadis, ijma, dan qias. Contoh, ayat . ﻭﺃﻭﻻﺕ ﺍﻷﲪﺎﻝ ﺃﺟﻠﻬﻦ ﺃﻥ ﻳﻀﻌﻦ ﲪﻠﻬﻦditakhshis oleh ayat ﺑﺄﻧﻔﺴﻬﻦ 8.4. Dhamir (kata ganti) Dhamir memiliki kaidah-kaidah kebahasaan tersendiri yang disimpulkan oleh ahli bahasa Alquran, hadis nabawi, sumber-sumber asli bahasa Arab, dan perkataan orang Arab yang dapat dijadikan landasan, baik berupa puisi atau prosa. Pada dasarnya dhamir bertujuan untuk memperisngkat perkataan. Menurut Al-Qattan, dhamir berfungsi untuk menggantikan penyebutan kata-kata yang banyak serta menempati kata-kata itu dengan sempurna tanpa berubah makna yang dimaksud. Kata ganti orang ke tiga memerlukan penjelas, yaitu kata-kata yang digantikannya. Oleh karena itu, referen harus mendahuluinya agar apa yang dimaksud dapat diketahui lebih dulu. Marji' dhamir adalah lafadz yang telah
ﻭﻧﺎﺩﻯ ﻧﻮﺡ ﺍﺑﻨﻪdisebutkan sebelumnya dan harus sesuai dengannya, seperti Selain itu, bisa juga yang mendahuluinya mengandung apa yang dimaksud . Marji' dhamir kadang-kadang ﻟﻠﺘﻘـﻮﻯ
ﺍﻋﺪﻟﻮﺍ ﻫـﻮ ﺍﻗـﺮﺏoleh dhamir. Contoh, terletak pada:
8.4.1. Sesudah dhamir itu sendiri dalam pengucapannya bukan
ﻓﺄﻭﺟﺲ ﰱ ﻧﻔﺴﻪ ﺧﻴﻔﺔ ﻣﻮﺳﻰkeududukannya. Contoh,
31
8.4.2. Sesudah dhamir dalam pengucapannya maupun kedudukannya,
ﻗـﻞseperti dalam dhamir sya'n, dhamir qishah, dhamir ni'ma dan bi'sa. Contoh, .
.ﻫﻮ ﺍﷲ ﺃﺣﺪ
.ﻛﻞ ﻣﻦ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﻓﺎﻥ8.4.3. Marji' bisa dipahami dari konteks kalimat, seperti ﻭﻣﺎ8.4.4. Dhamir terkadang kembali kepada lafazd bukan makna, seperti ﻳﻌﻤﺮ ﻣﻦ ﻣﻌﻤﺮ ﻭﻻ ﻳﻨﻘﺺ ﻣﻦ ﻋﻤﺮﻩ ﺇﻻ ﰱ ﻛﺘﺎﺏ ﻦ ﳓﻠﺔ ﻓﺈﻥ ﻃﱭ ﻟﻜﻢ ﻋﻦﺀﺍﺗﻮﺍﺍﻟﻨﺴﺎﺀ ﺻﺪﻗﺎ8.4.5. Kembali ke maknanya, seperti ﺷﻲﺀ ﻣﻨﻪ ﻧﻔﺴﺎ ﻓﻜﻠﻮﻩ ﻫﻨﻴﺌﺎ ﻣﺮﻳﺌﺎ C. PROSES PENERJEMAHAN NAS KEAGAMAAN Proses penerjemahan merupakan rangkaian tindakan oleh penerjemah berdasarkan kualifikasinya dalam mengalihkan makna dan maksud nas sumber ke nas penerima untuk memperoleh terjemahan yang berkualitas. Pada umumnya proses penerjemahan dilakukan melalui empat tahap, yaitu:10 Pertama, analisis dan pemahaman. Struktur dan pesan dalam nas sumber dianalisis menurut hubungan struktural dan hubungan semantis antara unsurunsur sintaksis.
10
Syihabuddin, Penerkemahan Arab-Indonesia (teori dan praktik), (Bandung: Humaniora, 2005), h. 167-168
32
Kedua, transfer. Bahan yang sudah dianalisis dan dipahami diolah secara mentalistik, lalu dialihkan ke bahasa penerima. Ketiga, restrukturisasi. Bahan yang sudah diolah disusun kembali agar makna atau pesan yang dihasilkan benar-benar sesuai dengan gaya bahasa penerima. Keempat, evaluasi dan revisi. Semua hasil terjemahan dievaluasi. Jika terdapat kesalahan atau kekeliruan maka perlu dilakukan revisi. Selain itu, R.H. Bathgate(Yunus, 1989: 287-303) mengemukakan tujuh langkah proses penerjemahan, yaitu: Pertama, pengakraban. Penerjemah menelusuri hal-hal yang berkaitan dengan identitas nas yang akan diterjemahkan, seperti pengarang, penerbit, tahun terbit, dan masalah yang dibicarakan di dalamnya. Kedua, analisis. Penerjemah menganalisis unit-unit yang berbentuk kalimat, klausa, frase, dan kata. Ketiga, pemahaman. Penerjemah memahami unit-unit terjemahan dengan lebih tuntas, menyeluruh, dan rinci. Keempat, perumusan istilah. Penerjemah mencari istilah-istilah yang sesuai dengan bahasa penerima, sehingga hasil terjemahan seperti bukan terjemahan. Kelima, restrukturisasi. Inilah tahap penerjemahan yang paling penting dan sangat menentukan kualitas terjemahan. Di sini dilakukan pengalihan bentuk dan isi nas sumber ke dalam nas penerima.
33
Keenam,
pengecekan.
Penerjemah
memeriksa
kembali
hasil
terjemahannya. Pengecekan ini terkait dengan isi, struktur bahasa, tanda baca, dan ejaan. Ketujuh, pembahasan. Sebelum dipublikasikan, sebaiknya penerjemah mendiskusikan terlebih dahulu hasil terjemahannya dengan pakar dalam masalah yang diterjemahkan dan pakar bahasa penerima. D. PENGGUNAAN KATA PENGHUBUNG ‘DAN’ Penulis akan menguraikan dengan jelas dan ringkas penggunaan kata penghubung 'dan' yang sesuai dengan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Masyarakat Indonesia yang terpelajar sering melihat dan mendengar seseorang menuliskan atau mengucapkan kata dan, serta, dan atau. Bentuk dan termasuk kelompok kata hubung atau konjungtor.11 Selain itu, bentuk dan dipakai untuk menyatakan hubungan yang bersifat kesetaraan. Oleh karena itu, bentuk dan disebut konjungtor koordinatif.12 Konjungtor dan digunakan untuk menyatakan hubungan penambahan. Kata-kata yang digunakan untuk menghubungkan kata dengan kata, klausa dengan klausa, atau kalimat dengan kalimat disebut kata penghubung.
13
Contoh,
kata dan, karena, dan ketika dalam kalimat: - Ibu dan ayah pergi ke Jakarta. - Dia tidak datang karena tidak diundang. - Negara Republik Indonesia diproklamasikan ketika ayah masih kecil. Dilihat dari fungsinya ada dua macam kata penghubung, yaitu:
11
Suroso, dkk., Pernik-pernik Bahasa Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka, 2006), h. 47 ibid., 13 Abdul Chaer, Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia (edisi revisi), ( Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000), h. 140 12
34
D.1. Kata penghubung yang menghubungkan kata, klausa, atau kalimat yang kedudukannya sederajat atau setara. Kata penghubung setara ini dapat dibedakan lagi menjadi kata penghubung yang: D.1.1. menggabungkan biasa, yaitu kata penghubung dan, dengan, serta. D.1.2. menggabungkan pemilihan, yaitu kata penghubung atau. D.1.3.
menggabungkan
pertentangan,
yaitu
tetapi,
namun,
sedangkan, sebaliknya. D.1.4. menggabungkan pembetulan, yaitu kata penghubung melinkan, hanya. D.1.5. menggabungkan penegasan, yaitu kata penghubung bahwa, malah (malahan), lagipula, apalagi, jangankan. D.1.6. menggabungkan pembatasan, kata penghubung kecuali, hanya. D.1.7. menggabungkan pengurutan, yaitu kata penghubung lalu, kemudian, selanjutnya. D.1.8. menggabungkan penyamaan, yaitu kata penghubung yaitu, yakni, bahwa, adalah, ialah. D.1.9. menggabungkan penyimpulan, yaitu kata penghubung jadi, karena itu, oleh sebab itu. D.2. Kata penghubung yang menghubungkan klausa dengan klausa yang kedudukannya tidak sederajat, meliankan bertingkat. Kata penghubung ini dapat dibedakan lagi menjadi kata penghubung yang menggabungkan:
35
D.2.1. menyatakan sebab, yaitu kata penghubung sebab dan karena. D.2.2. menyatakan syarat, yaitu kata penghubung kalau, jikalau, jika, bila, apabila, dan asal. D.2.3. menyatakan tujuan, yaitu kata penghubung agar, dan supaya. D.2.4. menyatakan waktu, yaitu kata penghubung ketika, sewaktu, sebelum, sesudah, tatkala. D.2.5. menyatakan akibat, yaitu kata penghubung sampai, hingga, dan sehingga. D.2.6. menyatakan sasaran, yaitu kata penghubung untuk dan guna. D.2.7. menyatakan perbandingan, yaitu kata penghubung seperti, sebagai, dan laksana. D.2.8. menyatakan tempat, yaitu kata penghubung tempat. (Rumah tempat mereka berjudi digerebek polisi)
HURUF ARAB
FUNGSI
، ﻻ، ﺇﻥ، ﻣـﺎ، ﻟﻦ، ﳌﺎ،ﱂ
PADANANNYA DALAM BAHASA INDONESIA Belum, tidak akan,
Negatif
ﻻﺕ
tidak
، ﺟﲑ، ﺃﺟﻞ، ﺃﻯ، ﺑﻠﻰ،ﻧﻌﻢ
Ya, benar, tidak, tidak Harus jawab
ﻛﻼ، ﻻ،ﺇﻥ
sama sekali,
36
ﺃﻥ،ﺃﻱ
Huruf penjelas kata Adapun, bahwa sebelumnya
، ﻟﻮﻣﺎ، ﻟﻮﻻ، ﻟﻮ، ﺇﺫﻣﺎ،ﺇﻥ
Kalau, jika, andai, kalau tidak, adapun,
ﳌﺎ،ﺇﻣﺎ
Huruf syarat sedangkan, ketika, saat.
ﺃﻻ، ﻟﻮﻻ، ﻟﻮﻣﺎ، ﺇﻻ،ﻫﻼ
Mengapa kamu tidak, Anjuran dan penyesalan apakah kamu tidak
ﻟﻮ، ﺃﻣﺎ،ﺃﻻ
Alangkah baiknya, Permohonan halus
sebaiknya, coba (…mampir)
ﻥ، ﻝ ﺗﻮﻛﻴـــﺪ، ﺃﻥ،ﺇﻥ
Sungguh, benar-benar, Kata penguat
ﻗﺪ،ﺗﻮﻛﻴﺪ ﻫﻞ+ ﺀ
niscaya, pasti, tentu, sangat, sekali Apakah; apa;
Introgatif sudahkan
ﻫﻞ، ﻟﻮ،ﻟﻴﺖ
Andaikan, jika saja, Pengandaian kalau saja,
ﻋﺴﻰ،ﻟﻌﻞ
Semoga, mudahHarapan mudahan, mungkin
ﻛﺎﻥ،ﻙ
Seperti, bagaikan, Perumpamaan laksana, mirip
37
ﻫﻴﺄ ﻭ، ﺍﻳﺎ، ﺍ، ﻳﺄ، ﺃﻯ،ﺃﻳﺎ Kata seru/panggil
Hai, wahai, ay
ﻭﺍ Sumber: Diktat Teori dan Permasalahan Terjemahan, karya: Moch. Syarif Hidayatullah, M.Hum
E. HURUF DAN TANDA BACA BAHASA INDONESIA Dalam hal kesalahan berbahasa ilmiah, kesalahan huruf dan tanda baca sering muncul. Bukan hanya semata-mata salah ketik, kesahan itu, antara lain salah tulis huruf atau salah tulis kata14. Oleh karena itu, Kamus Besar Bahasa Indonesia menjadi sumber yang tidak kering-keringnya untuk dapat memastikan huruf atau kata yang benar. Contoh, hakikat bukan hakekat, mengubah bukan merubah, risiko bukan resiko, diskriminasi bukan deskriminasi, jadwal bukan jadual, jumat bukan jum'at, dan masih banyak lagi contoh-contoh lain. Sebelum Penulis menguraikan lebih dalam tentang huruf dan tanda baca dalam bahasa Indonesia, terlebih dahulu Penulis membawa pembaca memahami definisi huruf dan tanda baca. Huruf adalah tanda aksara dl tata tulis yang merupakan anggota abjad yang melambangkan bunyi bahasa; aksara15. Pengertian huruf sering disamakan dengan pengertian fonem, padahal keduanya berbeda. Huruf adalah gambar atau lambang bunyi (bahasa), sedangkan fonem adalah satuan bunyi bahasa terkecil yang membedakan makna16.
14
Sugihastuti, Editor Bahasa, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), h. 28 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), h. 413 16 Sugihastuti., ibid., 15
38
E.1. Penulisan Huruf Dalam Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, penulisan huruf menyangkut dua masalah, yaitu, (1) penulisan huruf besar atau huruf kapital dan (2) penulisan huruf miring. e.1.1. Penulisan Huruf Besar atau Huruf Kapital Penulisan huruf kapital yang kita jumpai dalam tulisan-tulisan resmi kadangkadang menyimpang dari kaidah-kaidah yang berleku. Kaidah penulisan huruf capital itu adalah sebagai berikut.17 e.1.1.1. sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat. Contoh, Dia mengantuk, Apa maksudnya? e.1.1.2. sebagai huruf pertama petikan langsung. Contoh, Adik bertanya, "Kapan kita pulang?" e.1.1.3. sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan dan kitab suci, termasuk kata ganti untuk Tuhan. Misanya, Allah, Yang Mahakuasa, Yang Maha Pengasih. Quran, Alkitab, Weda, Islam, dan Kristen. e.1.1.4. sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang. Contoh, Mahaputra Yamin, Sultan Hasanudin, Haji Agus Salim, Imam Syafi'I, Nabi Ibrahim. e.1.1.5. sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu, nama instansi, atau nama tempat. Contoh, Wakil Presiden Yusuf Kala, Profesor Supomo, Gubernur Jakarta. 17
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan & Pedoman Umum Pembentukan Istilah, (Bandung: Pustaka Setia, 1996), h.13-18
39
e.1.1.6. sebagau huruf pertama unsur-unsur nama orang. Contoh, Amir Hamzah, Dewi Sartika, Wage Rudolf Supratman. e.1.1.7. sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa. Contoh, bangsa Indonesia, suku Sunda, bahasa Arab. e.1.1.8. sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa sejarah. Contoh, tahun Hijriah, tarikh Masehi, bulan Juli, bulan Maulid, hari Jumat, hari Galungan, hari Lebaran, Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. e.1.1.9. sebagai huruf pertama nama geografi. Contoh, Asia Tenggara, Banyuwangi, Jakarta, Danau Toba, Gunung Semeru, Jalan Diponegoro. e.1.1.10. sebagai huruf pertama semua unsur nama negara, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi kecuali kata seperti dan. Contoh, Republik Indonesia, Majelis Permusyawaratan Rakyat, Departemen Agama, Ibu dan Anak, Nomor 57, Tahun 2008. e.1.1.11. sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama badan, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen resmi. Contoh, Perserikatan Bangsa-Bangsa, Yayasan Ilmu-Ilmu social, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia. e.1.1.12. sebagau huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur kata ulang sempurna) di dalam nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan kecuali kata seperti di, ke, dari, dan, yang, untuk, yang tidak terletak pada posisi awal. Contoh, Buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan diterbitkan oleh Balai Pustaka
40
e.1.1.13. sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan sapaan. Contoh, Dr.
doctor, M.A
master of arts, S.S.
sarjana sastra, Tn. tuan
e.1.1.14. sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan seperti bapak, ibu, saudara, kakak, asik, dan paman yang dipakai dalam penyapaan dan pengacuan. Contoh, "Kapan Bapak berangkat?" tanya Harto. e.1.1.15. sebagai huruf pertama kata ganti Anda. Contoh, Sudahkah Anda tahu? Surat Anda telah kami terima. E.2. Pemakain Tanda Baca
ﺭﲟﺎ ﻻ ﻳﻜﻮﻥ ﺳﺘﺎﻟﲔ ﻣﺘﺮﻫﺎ ﻋﻦ ﺍﻷﺧﻄﺎﺀ (1) Memang Stalin tidak luput dari kesalahan
ﺎﻣﻪ ﺑﺎﻟﺘﻌﺼﺐﺍﺣﺘﺞ ﻋﺮﰊ ﻟﺪﻯ ﻣﺎ ﺟﺮﳚﻮﺭﻯ ﻣﺮﺍﺳﻞ ﺟﺮﻳﺪﺓ ﺍﻟﺘﻴﻤﺲ ﻋﻠﻰ ﺍ (2) Orang Arab itu berdalih di depan M. Gregory, koresponden surat kabar Times, yang menuduhnya fanatik.
ﻟﻘﺪ ﻭﻫﺐ ﺍﷲ ﺗﻌﺎﱃ ﺟﺰﺭ ﺍﻟﻘﻤﺮ ﺍﻟﻜﺜﲑ ﻣﻦ ﺍﳌﻈﺎﻫﺮ ﺍﻟﻄﺒﻴﻌﻴﺔ (3) Sungguh, Allah Swt. menganugrahkan fenomena alam yang melimpah kepada kepulauan Komoro Selain itu, yang perlu diperhatikan oleh penerjemah adalah tanda baca, seperti pemakaian huruf kapital, tanda koma, huruf miring, tanda tanya, tanda petik, dan seterusnya. Tulisan Arab tidak mengenal huruf kapital. Huruf pertama kata yang menunjukkan nama orang, nama suku, bahasa, agama, georafi, kata yang
41
mengawali kalimat, dan sebagainya ditulis dengan huruf yang ukurannya sama dengan huruf lainnya. Pada terjemahan nomor satu, dua, dan tiga tampak bahwa huruf kapital digunakan pada huruf pertama kata yang mengawali kalimat, nama orang, judul surat kabar, nama Tuhan, dan nama geografi. Dalam contoh nomor satu terlihat bahwa tanda koma digunakan untuk mengapit keterangan tambahan atau aposisi. Tanda ini pun digunakan untuk merinci suatu pernyataan. Dalam bahasa Arab, rincian ini dirangkaikan dengan huruf wawu. Huruf ini cukup dipadanankan dengan tanda koma saja, jangan digunakan kata dan secara terus menerus. Wawu atau fa’isti’naf juga tidak perlu diterjemahkan karena keduanya tidak bermakna. Kedua huruf ini digunakan hanya littaladzudz (kenikmatan) dalam bertutur dan menulis. Begitu juag dengan susunan gramatikal Alquran. Sementara itu, pemakaian huruf miring terlihat pada nomor dua. Huruf ini digunakan untuk mengutip judul buku, majalah, dan surat kabar serta menunjukkan istilah, kata asing, dan kata yang diperkatakan. Pada terjemahan Alquran, hal ini sering diabaikan. Istilah-istilah agama yang belum dikenal ditulis dengan huruf biasa, tidak dibedakan dengan huruf lain. Begitu juag tanda petik digunakan pada petikan langsung. Namun, sebelumnya perlu diberi tanda koma, bukan tanda titik dua (:) seperti yang tampak pada terjemahan Alquran. Nas bahasa Arab klasik jarang sekali menggunakan tanda baca, sehingga pembaca pemula sulit membedakan antara kata-kata sebagai uraian dan kata-kata sebagai judul buku, nama orang, dan nama geografi. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika ada mahasiswa pemula yang membaca ungkapan wa ja’a fî
42
lisânil ‘arab
yang diterjemahkan dengan
dan pada tuturan orang Arab
dikemukakan…, padahal lisânil ‘arab merupakan judl kamus sehingga tidak perlu diterjemahkan, tetapi dialihkan. Kelangkaan tanda baca dan tidak adanya perbedaan huruf membuat penerjemahan bahasa Arab lebih sulit daripada penerjemahan bahasa lain yang ditulis dengan huruf latin. Dari uraian di atas dapat Penulis simpulkan bahwa masalah penerjemahan Arab-Indonesia yang lazim dijumpai adalah berkenaan dengan adanya gejala interferensi pada terjemahan, kenisbian dan keterbatasan teori penerjemahan, kesulitan dalam mencari padanan makna bagi kosa kata agama dan kebudayaan, keragaman pedoman transliterasi Arab-Indonesia, dan perbedaan grafologis antara bahasa Arab dan bahasa Indonesia. Akan tetapi, masalah tersebut dapat dipecahkan dengan menggali teori, menguasai bahasa Indonesia, berdiskusi dengan pakar terjemah, dan berlatih menerjemahkan nas dengan berbagai topik dan jenis secara sungguh-sungguh. F. PENULISAN KATA Kita mengenal bentuk kata dasar, kata turunan atau kata berimbuhan, kata ulang, dan gabungan kata. Kata dasar ditulis sebagai satu satuan yang berdiri sendiri, sedangkan pada kata turunan, imbuhan (awalan, sisipan, atau akhiran) dituliskan serangkai dengan kata dasarnya. Kalau gabungan kata, hanya mendapat awalan atau akhiran, awalan atau akhiran itu dituliskan serangkai dengan kata yang bersangkutan saja.18 Contohnya, 18
E. Zaenal Arifin dan S. Amran Tasai, Cermat Bebahasa Indonesia (Jakarta: CV Akademika Pressindo, 2006), h. 209
43
BENTUK TIDAK BAKU
BENTUK BAKU
di didik
didik
ke sampingkan
kesampingkan
bertandatangan
bertanda tangan
Kalau gabungan kata sekaligus mendapat awalan dan akhiran, bentuk kata turunannya harus dituliskan serangkai. Contohnya, BENTUK TIDAK BAKU
BENTUK BAKU
menghancur leburkan
menghancurleburkan
dianak-tirikan
dianaktirikan
kesimpang siuran
kesimpangsiuran
Kata ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung. Oleh karena itu, kata ulang tidak hanya berupa pengulangan kata dasar dan sebagian lagi kata turunan, mungkin pula pengulangan kata itu sekaligus mendapat awalan dan akhiran. Kemungkinan yang lain, salah satu bagiannya adalah bentuk yang dianggap berasal dari kata dasar yang sama dengan ubahan bunyi. Mungkin pula, bagian itu sudah agak jauh berbeda dari bentuk dasar. Namun,
apabila
ditinjau
dari
maknanya,
keseluruhan
itu
menyatakan perulangan.19
19
Ibid.,
44
Contoh, BENTUK TIDAK BAKU
BENTUK BAKU
jalan2
jalan-jalan
di-besar2-kan
dibesar-besarkan
berkejar kejaran
berkejar-kejaran
Gabungan kata termasuk yang lazim disebut kata majemuk bagianbagiannya dituliskan terpisah. Contohnya, BENTUK TIDAK BAKU
BENTUK BAKU
tatabahasa
tata bahasa
kerjasama
kerja sama
rumahsakit umum
rumah sakit umum
keretaapicepat
kereta api cepat
orangtua
orang tua
Gabungan kata yang sudah dianggap sebagai satu kata dituliskan serangkai. Contohnya, BENTUK TIDAK BAKU
BENTUK BAKU
mana kala
manakala
barang kali
barangkali
halal bihalal
halalbihalal
duka cita
dukacita
45
sapu tanagn
saputangan
Namun, kalau salah satu unsurnya tidak dapat berdiri sendiri sebagai satu kata yang mengandung arti penuh, hanya muncul dalam kombinasi, unsur itu harus dituliskan serangkai dengan unsur lainnya. Contohnya, BENTUK TIDAK BAKU
BENTUK BAKU
a moral
amoral
ekstra kurikuler
ekstrakurikuler
antar warga
antar warga
non migas
nonmigas
semi final
semifinal Catatan:20
Bila bentuk tersebut diikuti oleh kata yang huruf awalnya huruf besar, di antara kedua unsur itu dituliskan tanda hubung (-). Misalnya, non-RRC pan-Islamisme Unsur maha dan peri dalam gabungan kata ditulis serangkai dengan unsur berikutnya, yang berupa kata dasar. Akan tetapi, jika diikuti kata berimbuhan, kata maha dan peri itu ditulis terpisah. Sementara itu, ada ketentuan khusus, yaitu kata maha yang diikuti oleh esa ditulis terpisah walaupun diikuti kata dasar. Misalnya,
20
Ibid.,
46
Semoga Yang Mahakuasa merahmati kita semua. Jika Tuhan Yang Maha Esa mengizinkan, saya akan ujian sarjana bulan depan. Segala tindakan kita harus berdasarkan perikemanusiaan dan peri keadilan. Kata ganti ku dan kau - yang ada hubungannya denagn aku dan engkau – ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya; kata ganti ku, mu, dan nya yang ada hubungannya dengan aku, kamu, dan dia – ditulis serangkai dengan yang mendahulinya. Misalnya, Pikiranmu dan kata-katamu berguna unutk memajukan negeri ini. Apa yang kulakukan boleh kaukritik. Kata depan, di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya, kecuali jika berupa gabungan kata yang sudah diangkap padu benar, seperti kepada dan daripada. Misalnya, Saya pergi ke perpustakaan untuk membaca buku. Semoga perekonomian kita pada masa yang akan datang lebih cerah daripada keadaan tahun-tahun yang lalu. Partikel pun dipisahkan dari kata yang mendahuluinya karena pun sudah hampir seperti kata lepas. Misalnya, Jika saya pergi, dia pun ingin pergi. Akan tetapi, kelompok kata yang berikut, yang sudah dianggap padu benar, ditulis serangkai. Jumlah kata seperti itu terbatas, hanya ada dua belas kata, yaitu adapun, andaipun, ataupun, bagaimanapun, biarpun, kalaupun, kendatipun,
47
maupun, meskipun, sekalipun, (yang berarti walaupun), sungguhpun, dan walaupun. Partikel per yang berarti 'mulai', 'demi', dan 'tiap' ditulis terpisah dari bagian-bagian kalimat yang mendampinginya. Misalnya, Harga kain itu Rp 10.000,- per meter. Semua orang yang diduga mengetahui peristiwa itu dipanggil satu per satu. G. DIKSI DALAM BAHASA INDONESIA Kata menjungjung dalam butir ketiga Sumpah Pemuda yang telah Penulis paparkan dalam sejarah bahasa Indonesia merupakan pengakuan yang tidak mainmain. Berbeda dengan butir kedua Sumpah Pemuda yang memakai kata mengakui, pemakaian kata menjungjung memiliki makna menghargai bahasa Indonesia setinggi-tinggi. Tentunya, sikap penghargaan itu tidak lahir secara tibatiba dan tanpa alasan. Pada saat itu, tentunya, semua pihak mengakui dan memadang betapa penting arti dan sumbangan bahasa Indonesia dalam menggalang kesatuan nasional. Oleh karena itu, dari peristiwa dan penelitian Penulis, peranan bahasa Indonesia terhadap terciptanya kesatuan dan persatuan Indonesia ketika itu tidak dapat dipungkiri. Hingga saat ini pun, bahasa Indonesia dipandang sebagai elemen penting dalam menjaga dan memelihara kesatuan dan persatuan Indonesia. Jadi, pemakain dan penempatan bahasa Indonesia yang benar dan baik akan membawa dampak yang baik bagi nusa dan bangsa. Oleh karena itu, Penulis akan menguraikan beberapa kata yang baik dan benar dalam bahasa Indonesia, antara lain,
48
G.1. Pemakain bahkan, jadi, dan selanjutnya Kata bahkan tergolong dalam kelompok konjungtor atau kata hubung. selain itu, kata bahkan tergolong kata hubung antarkalimat, bukan kata hubung intrakalimat. Oleh sebab itu, sebagai kata hubung antarkalimat, kata bahkan berposisi di awal kalimat kedua. Sementara itu, kata bahkan menyatakan penguatan atas keadaan yang telah dinyatakan sebelumnya (pada kalimat sebelumnya). Begitu juga, kata jadi dan selanjutnya berposisi sebagai kata hubung antarkalimat. Oleh karena itu, kata jadi dan selanjutnya, berposisi pada awal kalimat yang memiliki kaitan dengan informasi dalam kalimat berikutnya. Kata jadi menyatakan kesimpulan dari informasi yang dinyatakan pada kalimat sebelumnya. Sementara itu, kata selanjutnya menyatakan langkah-langkah lanjutan dari keadaan atau situasi yang dinyatakan dalam kalimat-kalimat sebelumnya. Namun, yang tidak boleh dilupakan adalah status kedua kata itu—yakni kata jadi dan selanjutnya—selaku kata hubung antarkalimat21. Jadi, ketiga kata tersebut merupakan kata hubung antarkalimat, kata bahkan, jadi, dan selanjutnya haruslah diikuti dengan tanda koma. Selama Penulis meneliti dan memperhatikan kesalahan besar yang dilakukan oleh pamakai bahasa Indonesia adalah kekurangcermatan dalam menggunakan tanda baca koma dalam kaitan pemakaian kata hubung antarkalimat tersebut. Misalnya, Ia bersikukuh tidak melakukan pelanggaran. Bahkan, dia bersedia disumpah pocong.
21
Suroso, dkk., Pernik-pernik Bahasa Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka, 2006), h. 42
49
Bahkan, hal itu telah disetujui oleh pimpinan sehingga tinggal dilaksanakan saja. Jadi, kami masih percaya soal anggaran karena pasti akan diusahakan Selanjutnya, sekitar pertengahan Desember 2007, Erwan pulang ke Indonesia. G.2. Pemakain kata bahwa Dalam berbahasa lisan maupun tulis, kita sering memakai kata bahwa. Tidak terkecuali, kita sering mendengarkan ucapan dan melihat tulisan dari orang lain yang memanfaatkan kata bahwa. Akan tetapi, pemakaian kata bahwa tersebut sering kurang tepat sesuai dengan makna kata bahwa yang semestinya. Maksudnya, kata bahwa yang seharusnya digunakan dalam kaitan kalimat yang menyatakan penegasan atau penjelasan itu belum dimanfaatkan semestinya. Oleh Karena itu, dari pengamatan yang dilakukan, Penulis menyimpulkan adanya simpang siur dan tumpang tindih antara pemakaian kata bahwa dengan agar atau supaya. Padahal, kedua kata tersebut memiliki muatan makna yang berbeda. Kata bahwa digunakan dalam konstruksi kalimat yang menyatakan penegasan atau penjelasan. Sementara itu, kata agar atau supaya seharusnya dipakai dalam konstruksi kalimat yang menyatakan harapan atau tujuan, bukan penegasan. Penulis akan menyebutkan beberapa contoh, baik yang benar maupun yang salah sebagai berikut: Dia meminta bahwa warga kampungnya tidak suka sengketa. (kurang tepat) Ketua PKK meminta agar seluruh warga waspada terhadap demam berdarah. ( tepat)
50
Kalimat (1) tidak mewakili makna penegasan atau penjelasan. Jadi, antara klausa induk yang berbunyi Dia meminta tidak mengharapkan adanya ketegasan dari klausa anak yang berbunyi warga kampungnya tidak suka sengketa. Oleh sebab itu, kata bahwa dalam kalimat (1) kurang tepat. Sebenarnya, kalimat (1) mewakili adanya hubungan harapan. Atau, setidaknya, klausa anak itu sebagai keterangan dari semua komunitas yang bernama warga kampungnya dari si subjek. Dengan demikian, konjungtor yang tapt digunakan adalah kata agar atau supaya, bukan konjungtor bahwa22. Kalimat (2) merupakan kalimat baik. Pemakaian konjungtor agar dalam kalimat tersebut benar. Konjungtor agar digunakan secara benar untuk menyatakan hubungan harapan antara klausa induk dengan klausa anak. Oleh karena itu, contoh kalimat tersebut dapat diterima karena klausa induk yang berupa Ketua PKK meminta diikuti dengan harapan yang menyatakan seluruh warga untuk waspada terhadap demam berdarah. Jadi, dari korelasi makna antar klausa induk dengan klausa anak tersebut memuncukan spesifikasi pemakaian kata kerja yang menyatakan tindakan dari subjek dalam klausa induk. Secara mudah dapat dipahami bahwa kata menganjurkan, mengharapkan, dan menghimbau, dapat digabungkan dengan pemakaian konjungtor agar atau supaya. Oleh karena itu, kita dapat menyusun kalimat yang menyatakan makna A menghimbau agar B, dan seterusnya. Sementara itu, konjungtor bahwa yang memiliki makna dalam korelasi penegasan lebih dekat dengan pemakaian kata kerja meminta, mengatakan, menyatakan,
22
Suroso, dkk, Ibid., h. 44
51
mengutarakan, memutuskan, dan sejenis. Kata kerja itu menuntut hadirnya situasi gambaran keadaan yang bersifat tegas. Misalnya, Saya menganjurkan agar kamu tidak menempuh jalan cerai. Wartawan itu melaporkan bahwa kecelakaan itu disebabkan oleh kelalaian pengemudi. G.3. Pemakain kata dan, serta dan atau Bentuk dan termasuk kelompok kata hubung atau konjungtor yang dipakai untuk menyatakan hubungan yang bersifat kesetaraan. Oleh karena itu, bentuk dan disebut sebagai konjungtor koordinatif. Selain itu, konjungtor dan digunakan untuk menyatakan hubungan penambahan atau penjumlahan. Sementara itu, bentuk atau tergolong juga kelompok
kata
konjungtor yang menyatakan
hubungan kepemilihan. Akan tetapi, di samping menyatakan hubungan pemilihan, konjungtor atau digunakan untuk menyatakan hubungan penambahan. Kadang-kadang kedua konjungtor tersebut—yakni bentuk dan serta atau—digunakan secara bersama-sama sehingga ditulis dan atau. Pada dasarnya, kedua bentuk itu dapat digunakan untuk mengungkapkan dua hubungan sekaligus23. Hal itu, karena ada korelasi makna antara hubungan yang dinyatakan oleh bentuk dan dengan atau, yakni hubungan penambahan. Jadi, bentuk konjungtor dan itu dapat digunakan untuk menyatakan hubungan penambahan. Sementara itu, konjungtor atau juga ada yang menyatakan hubungan penambahan. Dengan demikian, keduanya memiliki persamaan dalam mengungkapkan hubungan makna penambahan. Contohnya,
23
Suroso, dkk, Op cit., h. 48
52
Ayah dan anak gadisnya itu nekat meninggalkan kampung halamannya karena rumahnya tergenang air. Erwan atau Tatam yang akan kamu izinkan menggantikan kedudukan ketua itu? Para Gubernur dan atau Bupati se-Indonesia mengikuti rapat koordinasi di Depdagri. Kalimat (1) mengandung makna adanya ayah dan anak gadisnya pergi meninggalkan kampungnya karena rumahnya terendam air. Kalimat (2) mengandung pertanyaan yang meminta jawaban siapa yang akan mengganti kedudukan ketua. Jadi, jawaban dari pertanyaan itu hanya ada dua, Erwan atau Tatam. Hal ini, karena untuk menyatakan pemilihan, tidak mungkin konjungtor atau menuntut jawaban yang menggantikan ketua itu Erwan dan Tatam. Sementara itu, kalimat (3) menyatakan bahwa yang mengikuti rapat koordinasi itu gubernur dan bupati se-Indonesia. jadi, tidak bermakna yang hadir dalam rapat koordinasi itu hanya gubernur atau bupati saja, melainkan gubernur dan bupati seluruh Indonesia. Jadi, Penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa setelah memahami makna bentuk-bentuk konjungtor—atau kata hubung—dalam bahasa Indonesia, kita dapat lebih cermat lagi dalam berbahasa, baik secara lisan maupun tertulis. Oleh karena itu, berdasarkan muatan makna bentu dan serta atau di atas, kita dapat menulis dan mengucapkan dan atau seperti pada contoh-contoh di atas. G.4. Pemakain dari atau daripada Kata dari dan daripada memiliki fungsi yang berbeda.
Karena fungsinya
berbeda, pemakaian keduanya pun berbeda. Bahkan, kedua kata itu tidak dapat
53
saling dipertukarkan satu dengan yang lainnya24. Oleh karena itu, Penulis akan menjelaskan terlebih dahulu muatan makna kata dari dan daripada tersebut. Hal ini penting agar seseorang dapat memfungsikan kedua kata itu secara cermat dalam kalimat yang disusun atau diucapkannya. Pertama, kata dari memiliki makna untuk menyatakan milik atau arah. Oleh karena itu, kata dari tidak berfungsi sebagai kata hubung yang menyatakan perbandingan atau perlawanan. Karena fungsinya unutk menyatakan milik dan arah, kata dari haruslah diposisikan dalam kerangka mengungkapkan makna milik atau arah. Kedua, berbeda dengan kata dari, kata daripada memiliki posisi dan fungsi yang berbeda dengan kata dari. Oleh sebab itu, kata daripada memiliki makna dalam kaitannya dengan hubungan perbandingan. Dengan demikian, kata daripada tidak tepat digunakan dalam kalimat yang menyatakan hubungan arah. Marilah kita mencermati contoh-contoh di bawah ini. Jarak daripada Jakarta-Garut dapat ditempuh dalam waktu 4 jam dengan kecepatan 100/jam. (kurang tepat) Masalah daripada penduduk di Indonesia ini harus dipandang sebagai masalah bangsa. (kurang tepat) Apabila dicermati, kalimat (1) semestinya ditulis Jarak dari Jakarta-Garut dapat ditempuh dalam waktu 4 jam dengan kecepatan 100/jam. Sedangkan, kalimat (2) dimaksudkan untuk menyatakan bahwa masalah penduduk itu menjadi masalah bangsa. Oleh sebab itu, seharusnya tidak digunakan memakai kata daripada. Bahkan, seharusnya ditulis tanpa memakai kata dari.
24
Suroso, dkk, Op cit., h. 51
54
Untuk lebih menimbulkan kesan mendalam dalam pemahaman kata dari dan daripada, Penulis akan cantumkan beberapa kalimat yang menggunakan kata dari yang menyatakan hubungan milik atau arah dan pemakaian kata daripada untuk menyatakan hubungan perbandingan. Karena menyatakan perbandingan, kata daripada digunakan pada kalimat yang memuat dua informasi yang diperbandingkan. Misalnya, Sebaiknya kenakalan remaja dilihat dari banyak aspek. (tepat) Tanah yang menjadi sengketa itu diakui milik dari warga kampung sebelah. (tepat) Tarif pesawat Balikpapan-Yogyakarta lebih tinggi daripada tarif BalikpapanJakarta. (tepat) G.5. Pemakain kalau dan jika Kata kalau dan jika tergolong kata yang produktif. Akan tetapi, dalam bahasa tulis, kita masih sering—bahkan terlalu sering—menyaksikan pemakaian kata tersebut secara tidak tepat. Dalam Alquran dan Terjemahnya Departemen Agama RI, buku-buku teks, artikel, berita-berita di berbagai media masa, kita masih sering menemukan pemakaian kata kalau dan jika secara tidak tepat. Berdasarkan kenyataan tersebut, Penulis memandang perlu unutk membahas tata cara pemakaian kata kalau dan jika dalam kalimat bahasa Indonesia. Sewaktu bersekolah, kita mengenal kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk bertingkat. Kalimat majemuk bertingkat ada yang memiliki hubungan informasi yang bersifat koordinatif dan subordinatif. Oleh karena itu, dalam kalimat majemuk bertingkat yang menyatakan hubungan subordinatif terdapat klausa yang merupakan syarat dari klausa yang lain. Klausa subordinatif sebagai
55
syarat bagi klausa utama. Sementara itu, posisi klausa subordinatif dan klausa utama dapat saling dipertukarkan. Akan tetapi, ada kaidah tatatulis yang perlu diperhatikan sehubungan dengan penempatan klausa subordinatif dan klausa utama. Kata jika dan kalau termasuk salah satu indikasi bagi hubungan syarat dalam kalimat majemuk bertingkat. Oleh karena itu, Penulis akan memberikan contoh yang mengandung hubungan syarat dengan memakai kata kalau dan jika pada kalimat berikut ini25. Saya akan mencabut gugatan jika ada permintaan maaf dari Nurikhwan. Jika tidak ada kesepakatan, masalah itu akan dibawa ke jalur hukum. Kalau tidak repot, saya minta laporan itu selesai hari ini juga. Salah satu yang tidak boleh dilupakan adalah penalaran bahwa kata kalau dan jika dalam kalimat majemuk bertingkat menyatakan hubungan syarat. Selain itu, dalam kalimat majemuk bertingkat harus hadir dua klausa, yakni klausa subordinatif (yang berisi syarat) dan klausa utama yang berisi aksi atas dipenuhi dan tidaknya syarat sesuai yang tersebut dalam kasus subordinatif. Sekali lagi, kita harus memahami perlunya kehadiran dua klausa yang menyatakan syarat dan aksi dalam satu kalimat majemuk. Artinya, tidak dapat diterima kata kalau dan jika sebagai indikasi hubungan syarat dipakai dalam kalimat yang mengandung satu klausa saja, baik hanya klausa subordinatif maupun klausa utama. Satu hal yang tidak boleh dilupakan adalah penempatan subjek (dahulu disebut pokok kalimat). Kaidah bahasa Indonesia menghendaki subjek ditempatkan pada klausa utama (subjek pada klausa utama tidak diposisikan pada
25
Suroso, dkk, Op cit., h. 67
56
klausa subordinatif (klausa subordinatif dapat juga disebut klausa bawahan).26 Sebaiknya, kita tidak menempatkan subjek (yang sama dengan subjek pada klausa utama) dalam klausa bawahan. Di samping itu, kita jangan melupakan kaidah tatatulis
dalam kalimat majemuk bertingkat
yang menggunkan kata yang
menyatakan hubungan syarat (memakai kata kalau dan jika). Oleh karena itu, pertama,penempatan klausa bawahan di depan (sebelum klausa utama) dianjurkan untuk membubuhkan tanda baca koma setelah klausa subordinatif. Tanda koma itu sebagai pemisah antar klausa bawahan dengan klausa utama. Kedua, kita tidak dianjurkan membubuhkan tanda koma jika memilih menempatkan klausa bawahan setelah klausa utama. Baningkan beberapa contoh di bawah ini dengan contoh sebelumnya. Jika ada permintaan maaf dari Nurikhwan, saya akan mencabut gugatan. Masalah itu akan dibawa ke jalur hukum jika tidak ada kesepakatan. Saya minta laporan itu selesai hari ini juga kalau tidak repot. G.6. Pemakain karena, walau, dan walupun Kata karena termasuk salah satu konjungsi subordinatif yang menyatakan hubungan sebab. Maksudnya, dalam kalimat majemuk bertingkat, klausa atau bagian kalimat yang memuat kata karena tersebut sebagai situasi penyebab terjadinya situasi dari klausa utama. Contoh, Karena sakit, Erwan tidak bekerja atau Erwan tidak bekerja karena sakit. Keadaan sakit itulah sebagai penyebab Erwan tidak bekerja. Oleh sebab itu, kehadiran kata karena sebagai syarat yang menyatakan makna penyebab.
26
Suroso, dkk, Op cit., h. 68
57
Kata walau (walaupun) juga berposisi sebagai konjungsi. Akan tetapi, kata walau menyatakan hubungan makna yang berbeda dengan kata karena. Dalam Tata Baku Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, konjungtor walau (atau walaupun) menyatakan hubungan konsesif.27 Konjungtor walau justru mewakili hubungan makna yang berkebalikan dengan konjungtor karena. Pada umumnya, situasi yang terdapat dalam klausa subordinatif merupakan kebalikan dari situasi dalam klausa utama. Hubungan yang berlawanan itu didasarkan pada penalaran atau situasi yang umum. Contoh, Walaupun kaya raya, Erwan bergaya hidup sederhana dan suka bergaul dengan orang miskin. Dalam situasi yang umum, masyarakat beranggapan bahwa orang yang kaya raya itu pastilah bergaya hidup mewah dan tidak mau bergaul dengan orang miskin. Karena kehadiran kata walau (walaupun), situasi dalam klausa utama harus bersifat berkebalikan dengan situasi normal yang diyakini oleh masyarakat umum. Contoh pemakaian konjungsi karena dan walaupun yang kurang tapat. Karena selama ini, SBY dinilai sebagai sosok yang kurang tegas dalam pengambilan keputusan. Walaupun tanpa ada laporan keberatan dari partai kami lakukan penelusuran. Kaidah bahasa Indonesia menyatakan bahwa klausa subordinatif yang berada sebelum klausa utama harus diikuti dengan tanda koma. Oleh karena itu, keberadaan tanda koma sebagai pemisah dari kedua klausa tersebut. Sebaliknya, jika klausa subordinatif ditempatkan sesudah klausa utama, tanda koma tidak dibutuhkan lagi. Jadi, penulisan kalimat diatas yang tepat adalah sebagai berikut: 27
Maksudnya, (konjungsi atau klausa) yang menyatakan keadaan atau kondisi yang berlawanan dengan sesuatu yang dinyatakan dalam klausa utama. (KBBI edisi ketiga)
58
Karena selama ini SBY dinilai sebagai sosok yang kurang tegas dalam pengambilan keputusan,…… Walaupun tidak ada laporan keberatan dari partai, kami akan melakukan penelusuran terhadap masalah tersebut.
59
BAB III SETTING PENELITIAN A. ALQURAN DAN TERJEMAHNYA DEPARTEMEN AGAMA RI Pertama kali beredar Alquran dan Terjemahnya yang diterbitkan oleh Lembaga Penyelenggara Penterjemah Kitab Suci Alquran Departemen Agama pada tanggal 17 Agustus 1965, yang dicetak secara bertahap dalam 3 (tiga) jilid. Masingmasing terdiri dari sepuluh juz. Lalu, dalam cetakan selanjutnya pada tahun 1971 Alquran dan Terjemahnya tersebut digabungkan menjadi satu jilid oleh Yayasan Penyelenggara Penterjemah/ Pentafsir Departemen Agama yang dipimpin oleh Prof. R.H.A. Soenarjo, SH. dengan anggota terdiri dari: Prof. T.M. Hasbi Ashshiddiqi, Prof. H. Bustami A. Gani, Prof. H. Muchtar Jahya, Prof. H.M. Toha Jahya Omar, Dr. H.A. Mukti Ali, Drs Kamal Muchtar, H. Gazali Thaib, K.H.A. Musaddad, K.H. Ali Makdum, dan Drs. Busjairi Madjidi.28 Perbaikan dan penyempurnaan terjemahan Alquran Depag teleh beberapa kalu dilakukan. Pada tahun 1989 telah dilakukan penyempurnaan yang belum menyeluruh, di bawah pimpinan Ketua Lajnah Drs. H.A. Hafizh Dasuki, MA.. Akan tetapi, lebih difokuskan kepada penyempurnaan redaksional yang dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan bahasa Indonesia ketika itu. Sedangkan hal-hal yang substansial tidak banyak disentuh. Lalu, hasil perbaikan tersebut telah dicetak pada tahun berikutnya, termasuk yang dicetak oleh Pemerintah Saudi Arabia pada tahun 1990. Jika kita perhatikan, akhir-akhir ini minat masyarakat untuk memahami kitab suci Alquran semakin meningkat. Oleh karena itu, berbagai saran dan kritik
28
Kata Pengantar Ketua Lajnah Pentashih Mushaf Alquran Depag RI.hlm v
60
yang konstruktif terhadap terjemahan Departemen Agama perlu disikapi secara arif. Ada dua disertasi yang ditulis untuk memperoleh gelar Doktor , di antara di IAIN Jakarta tahun 1998 dan IAIN Yogyakarta tahun 2001 yang khusus membahas Alquran dan Terjemahnya. Sejalan dengan itu Departemen Agama melalui Lajnah Pentashih Mushaf Alquran melakukan kerja sama dengan Yayasan Imam Jama dalam upaya penyempurnaan Alquran dan Terjemahnya. B. ALQURAN
DAN
TERJEMAHNYA
TERBITAN
PT
TIGA
SERANGKAI PUSTAKA MANDIRI Alquran dan Terjemahnya yang diterbitkan oleh PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, sebenarnya wakaf dari salah seorang yang kaya raya. Oleh karena itu, Alquran ini tidak diperjualbelikan, tapi dibagikan kepada orang-orang yang membutuhkannya. Salah satunya adalah mahasiswa LIPIA. Selain itu, Penerbit PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri yang letaknya di Jl. Dr. Supomo 23 Solo 57141 bekerja sama dengan PT Sabiq yang terletak di Perumahan Jatijajar Blok C-5 No. 31 Jl. Raya Bogor Km 35,5 Cimanggis Depok 16958. Lalu, jasa pencetakan ditanggung oleh PT Pantja Simpati Tangerang. C. SEKITAR SURAH YASIN Surah Yasin terdiri dari delapan puluh tiga ayat. Selain itu, surah ini termasuk surah-surah yang diturunkan di Mekah. Surah ini diturunkan sesudah surah Jin. Dinamai surah yasin, karena ayat pertama dimulai dengan huruf ‘Yâ Sin’. Isi dalam surah Yasin ini antara lain, 1) Keimanan. Hal ini digambarkan dengan bukti-bukti adanya hari kiamat, surga dan sifat-sifatnya yang disediakan bagi orang mukmin, mensucikan Allah dari hal-hal yang tidak layak, dan pada hari kiamat anggota badan manusia menjadi saksi atas segala perbuatannya di
61
dunia; 2) Kisah. Kisah-kisah utusan Nabi Isa a.s. dengan penduduk Anthakiyah (Syam); 3) lain-lain. Tidak ada manfaatnya memperingatkan orang-orang musyrik; Allah menciptakan segala sesuatu berpasang-pasangan; semua bintang di cakrawala berjalan pada garis edar yang telah ditetapkan Allah; ajal dan hari kiamat datangnya secara tiba-tiba; Allah menghibur hati Rasulullah terhadap sikap kaum musyrik yang menyakitkan hatinya. Adapun sebab-sebab turunnya ayat 1-10 adalah ketika Rasulullah membaca surah As-Sajadah dengan nyaring orang-orang Quraisy merasa terganggu dan mereka bersiap-siap untuk menyiksa Rasul. Akan tetapi, tiba-tiba tangan mereka terbelanggu di pundaknya dan mereka menjadi buta. Lalu, mereka mengharapkan pertolongan Rasulullah Saw., dan berkata, “Kami sangat mengharapkan bantuanmu atas nama Allah dan Atas nama keluarga.” Lalu Rasul berdoa, maka seketika itu mereka sembuh seperti biasa. Namun, tidak ada seorang oun dari mereka yang beriman. Oleh karena itu, Allah menurunkan ayat ke 1-10.29 Selain itu, sebab turunnya ayat-ayat ini adalah ketika Abu Jahal berkata, “Sekiranya aku bertemu Muhammad, pasti aku akan membunuhnya.” Lalu, ketika Rasulullah Saw. berada di sisinya, Abu Jahal tetap bertanya-tanya, “Mana dia?” Sehubungan dengan ini Allah Swt. Menurunkan ayat ke 8-9 yang menjelaskan bahwa pada saat itu pandangan Abu Jahal ditutup oleh Allah, sehingga tidak dapat melihar Rasul.30 Ketika persidangan, Abu Jahal berkata, “Muhammad mengatakan bahwa apabila kalian mengikuti ajarannya, akan menjadi orang yang merdeka. Dibangkitkan setelah mati dan mendapat surga yang lebih baik daripada istana 29 30
HR. Abu Nu’aim dalam Kitab “Ad-Dalâil” dari Ibnu Abbas HR. Ibnu Parir dari Ikrimah
62
Ardan. Bila kami menyelisihi, kelak akan dimasukkan dalam neraka setelah dibangkitkan dari kubur.” Kata-kata ini diucapkan dengan nada sinis. Lalu, Rasulullah Saw. keluar menuju persidangan. Di tangan Nabi menggenggam segenggam pasir sambil membaca ayat ke 1-9, lalu pasir tersebut ditebarkan. Seluruh orang dalam persidangan tidak dapat melihat dan kepalanya berdebu. Lalu, Nabi pergi untuk sesuatu keperluan. Hal ini membaut Abu Jahal dan kawankawannya kebingungan. Kemudian, mereka meminta pertolongan kepada Nabi. Nabi berdoa kepada Allah Swt. seketika itu mereka sembuh. Oleh karena itu, Allah menurunkan ayat ke 10 yang menerangkan bahwa mereka tetap berada dalam kekufuran meskipun telah diberi peringatan. Bani Salamah yang tinggal di pinggir kota Madinah ingin pindah dekat masjid. Sehubungan dengan itu, Allah menurunkan ayat ke 12 yang menerangkan bahwa setiap ucapan dan langkah manusia pasti dicatat oleh Allah Swt. Setelah ayat ke 12 diturunkan, Rasulullah menasihati Bani Salamah, “Sesungguhnya setiap langkah menuju masjid dicatat oleh Allah sebagai amal kebajikan. Oleh karena itu, sebaiknya kamu jangan pindah dari tempat tersebut.”31 Sebagian sahabat Ansar ada yang tinggal berjauhan dengan masjid. Lalu, mereka mengadu kepada Rasulullah dan meminta ijin untuk pindah ke dekat mesjid. Sehubungan dengan itu, Allah menurunkan ayat ke 12 yang menerangkan bahwa setiap amal tidak lepas dari catatan Allah Swt. Setelah ayat ini turun, Rasulullah menasihati orang yang mau pindah agar tidak pindah, karena setiap langkah menuju masjid dicatat sebagai amal kebajikan.32
31
HR. Tirmidzi dengan sanad hasan. Hakim dengan sanad sahih dari Abi Sa’id Al-Khudhri. Imam Thabrani juga meriwayatjan dari Ibnu Abbas 32 HR. Ibnu Jarir dari Ibnu Abbas
63
Ketika Ash bin Wail menghadap Rasulullah Saw. dengan membawa tulang yang sudah rusak sambil mematah-matahkannya. Ia berkata, “Muhammad, apakah Allah akan membangkitkan tulang yang sudah hancur ini?” Jawab Rasul, “Ya, benar. Allah akan membangkitkan dan mematikan kamu, lalu menghidupkan kamu kembali, serta memasukkanmu ke neraka Jahanam.” Sehubungan dengan itu, Allah menurunkan ayat ke 77-83 yang menerangkan bahwa kekuasaan Allah untuk membangkitkan manusia di hari kiamat adalah benar-benar kuasa dan tidak perlu diragukan lagi.33 Keterangan: Baik Ubayyin bin Khalaf maupun Ash bin Wail yang melatarbelakangi turunnya ayat-ayat ini adalah orang yang mengingkari adanya hari kebnagkitan sesudah mati.
BAB IV 33
HR. Hakim dengan sanad yang kuat dari Ibnu Abbas. Ibnu Abi Hatim meriwayatkan pula dari Mujahid, Ikrimah, Urwah bin Zubair dan Suddu dengan tambahan bahwa orang yang datang kepada Rasulullah Saw. adalah Ubayyin bin Khalaf
64
ANALISIS GRAMATIKAL TERJEMAHAN ALQURAN TERBITAN DEPAG DAN PT TIGA SERANGKAI PUSTAKA MANDIRI (Studi Kasus Surah Yasin) A. Terjemahan 'waw' (dan) di Awal Kalimat
ﻥﹶﻭﺮﺼﺒ ﻟﹶﺎ ﻳﻢ ﻓﹶﻬﻢﺎﻫﻨﻴﺍ ﻓﹶﺄﹶﻏﹾﺸﺪ ﺳﻬﹺﻢﻠﹾﻔ ﺧﻦﻣﺍ ﻭﺪ ﺳﻬﹺﻢﻳﺪ ﺃﹶﻳﻦﻴ ﺑﻦﺎ ﻣﻠﹾﻨﻌﺟﻭ (1.1) Dan Kami jadikan di hadapan mereka sekat (dinding) dan di belakang mereka juga sekat, dan Kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat. (Depag) (1.2) Dan Kami jadikan di hadapan mereka sekat (dinding) dan di belakang mereka juga sekat, dan Kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat. (PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri) Hemat Penulis: Kami jadikan sekat di hadapan dan belakang mereka. Selain itu, Kami tutup mata mereka sehingga mereka tidak melihat.
ﻥﹶﻮﻨﻣﺆ ﻟﹶﺎﻳﻢﻫﺭﺬﻨ ﱂﹶ ْﺗ ﺃﹶﻡﻢﻬﺗﺬﹶﺭ ﺀَﺃﹶﻧﻬﹺﻢﻠﹶﻴﺍﺀٌ ﻋﻮﻭَﺳ (1.3) Dan sama saja bagi mereka, apakah engkau memberi peringatan kepada mereka atau engkau tidak memberi peringatan kepada mereka, mereka tidak akan beriman juga. (Depag) (1.4) Dan sama saja bagi mereka, apakah engkau memberi peringatan kepada mereka atau engkau tidak memberi peringatan kepada mereka, mereka tidak akan beriman juga. (PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri)
Hemat Penulis:
65
Kamu memberi peringatan atau tidak kepada mereka, hal itu sama saja, mereka tidak akan beriman.
ﻥﹶﻠﹸﻮﺳﺮﺎ ﺍﻟﹾﻤﺎﺀَﻫ ﺇﹺﺫﹾ ﺟﺔﻳ ﺍﻟﹾﻘﹶﺮﺎﺏﺤﺜﹶﻼﹰ ﺃﹶﺻ ْﻣ ﳍﹶﻢﺮﹺﺏﺍﺿﻭ (1.5) Dan buatlah suatu perumpamaan bagi mereka, yaitu
penduduk suatu
negeri, ketika utusan-utusan datang kepada mereka; (Depag) (1.6) Dan buatlah suatu perumpamaan bagi mereka, yaitu
penduduk suatu
negeri, ketika utusan-utusan datang kepada mereka; (PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri) Hemat Penulis: Buatlah suatu perumpamaan bagi penduduk suatu negeri disaat utusan-utusan datang kepada mereka;
ﻦﺒﹺﻴﻠﹶﺎﻍﹸ ﺍﻟﹾﻤﺎ ﺇﹺﻟﱠﺎ ﺍﹾﻟﺒﻨﻠﹶﻴﺎ ﻋﻣﻭ (1.7) Dan kewajiban kami hanyalah menyampaikan (perintah Allah) dengan jelas". (Depag) (1.8) Dan kewajiban kami hanyalah menyampaikan (perintah Allah) dengan jelas". (PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri) Hemat Penulis: Kewajiban kami hanyalah menyampaikan (perintah Allah) dengan jelas.
ﻦﻴﻠﺳﺮﺍ ﺍﻟﹾﻤﻮﺒﹺﻌﺗﻡﹺ ﺍﺎﻗﹶﻮﻰ ﻗﹶﺎﻝﹶ ﻳﻌﺴﻞﹲ ﻳﺟ ﺭﺔﻨﻳﺪﺎ ﺍﻟﹾﻤ ﺃﹶﻗﹾﺼﻦﺎﺀَ ﻣﺟﻭ
66
(1.9) Dan datanglah dari ujung kota, seorang laki-laki34 dengan bergegas dia berkata, "Wahai kaumku! Ikutilah utusan-utusan itu". (Depag) (1.10) Dan datanglah dari ujung kota, seorang laki-laki35 dengan bergegas dia berkata, "Wahai kaumku! Ikutilah utusan-utusan itu". (PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri) Hemat Penulis: Ada seorang lelaki yang bernama Habib An Najjar, datang dengan buru-buru dan berkata, 'kaumku, ikutilah utusan itu'.
ﻥﹶﻮﻌﺟﺮ ﺗﻪﺇﹺﻟﹶﻴﻧﹺﻰ ﻭﻱ ﻓﹶﻄﹶﺮ ﺍﻟﱠﺬﺪﺒ ﻟﹶﺎ ﺃﹶﻋﻲﺎ ﻟﻣﻭ (1.11) Dan tidak ada alasan bagiku untuk tidak menyembah (Allah) yang telah menciptakanku dan yang hanya kepada-Nyalah kamu akan dikembalikan. (Depag) (1.12) Dan tidak ada alasan bagiku untuk tidak menyembah (Allah) yang telah menciptakanku dan yang hanya kepada-Nyalah kamu akan dikembalikan. (PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri) Hemat Penulis: Tidak ada alasan bagiku untuk tidak menyembah Allah yang telah menciptakanku. Selain itu, kepadanyalah kamu akan dikembalikan.
ﻦﻴﺰﹺﻟﻨﺎ ﻣﺎﻛﹸﻨﻣﺎﺀِ ﻭﻤ ﺍﻟﺴﻦ ﻣﺪﻨ ﺟﻦ ﻣﻩﺪﻌ ﺑﻦ ﻣﻪﻣﻠﹶﻰ ﻗﹶﻮﺎ ﻋﻟﹾﻨﺰﺎ ﺃﹶﻧﻣﻭ (1.13) Dan setelah dia (meninggal), Kami tidak menurunkan suatu pasukan pun dari langit kepada kaumnya, dan Kami tidak perlu menurunkannya. (Depag)
34 35
Menurut mufassir, laki-laki tersebut bernama Habib An-Najjar Ibid.,
67
(1.14) Dan setelah dia (meninggal), Kami tidak menurunkan suatu pasukan pun dari langit kepada kaumnya, dan Kami tidak perlu menurunkannya. (PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri) Hemat Penulis: Kami tidak menurunkan pasukan dari langit kepada kaumnya setelah dia meninggal. Selain itu, Kami tidak perlu menurunkannya.
ﻥﹶﻭﺮﻀﺤﺎ ﻣﻨﻳ ﻟﹶﺪﻊﻴﻤﺇﹺﻥﹾ ﻛﹸﻞﱞ ﳌﹶﺎﱠ ﺟﻭ (1.15) Dan setiap (umat), semuanya akan dihadapkan kepada Kami. (Depag) (1.16) Dan setiap (umat), semuanya akan dihadapkan kepada Kami. (PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri) Hemat Penulis: Setiap manusia akan dihadapkan kepada Kami.
ﻥﹶﺄﹾﻛﹸﻠﹸﻮ ﻳﻪﻨﺎ ﻓﹶﻤﺒﺎ ﺣﻬﻨﺎ ﻣﻨﺟﺮﺃﹶﺧﺎ ﻭﺎﻫﻨﻴﻴﺔﹸ ﺃﹶﺣﺘﻴ ﺍﻟﹾﻤﺽ ﺍﻟﹾﺄﹶﺭﻢﺔﹲ ﻟﱠﻬﺃﻳﻭ (1.17) Dan suatu tanda (kebesaran Allah) bagi mereka adalah bumi yang mati (tandus). Kami hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan darinya biji-bijian, maka dari (biji-bijian) itu mereka makan. (Depag) (1.18) Dan suatu tanda (kebesaran Allah) bagi mereka adalah bumi yang mati (tandus). Kami hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan darinya biji-bijian, maka dari (biji-bijian) itu mereka makan. (PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri) Hemat Penulis: Tanda kebesaran Allah bagi mereka adalah bumi yang tandus. Lalu, Allah tumbuhkan biji-bijian darinya. Oleh karena itu, dengan biji-bijian tersebut mereka makan.
68
ﻥﻮﻴ ﺍﹾﻟﻌﻦﺎ ﻣﻬﻴﺎ ﻓﻧﺮﻓﹶﺠﺎﺏﹴ ﻭﻨﺃﹶﻋﻞﹴ ﻭﻴﺨ ﻧﻦ ﻣﺎﺕﻨﺎ ﺟﻬﻴﺎ ﻓﻠﹾﻨﻌﺟﻭ (1.19) Dan Kami jadikan padanya di bumi itu kebun-kebun kurma dan anggur dan Kami pancarkan padanya beberapa mata air, (Depag) (1.20) Dan Kami jadikan padanya di bumi itu kebun-kebun kurma dan anggur dan Kami pancarkan padanya beberapa mata air, (PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri) Hemat Penulis: Kami jadikan di bumi itu kebun kurma, angur, serta Kami panjarkan dari bumi mata air
ﻥﹶﻮﻤﻈﹾﻠ ﻣﻢ ﻓﹶﺈﹺﺫﹶﺍﻫﺎﺭﻬ ﺍﻟﻨﻪﻨ ﻣﻠﹶﺦﺴﻞﹸ ﻧ ﺍﹾﻟﹶﻴﻢﺔﹲ ﻟﹶﻬﺀَﺍﻳﻭ (1.21) Dan suatu tanda (kebesaran Allah) bagi mereka adalah malam; Kami tanggalkan siang dari (malam) itu, maka seketika itu mereka (berada dalam) kegelapan, (Depag) (1.22) Dan suatu tanda (kebesaran Allah) bagi mereka adalah malam; Kami tanggalkan siang dari (malam) itu, maka seketika itu mereka (berada dalam) kegelapan, (PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri) Hemat Penulis: Tanda kebesaran Allah adalah malam. Kami tutupi siang oleh malam maka seketika itu mereka berada dalam kegelapan.
ﻢﹺﻴﻠﺰﹺ ﺍﻟﹾﻌﺰﹺﻳ ﺍﻟﻌﺮﻳﻘﹾﺪ ﺗﻚﺎ ﺫﹶﺍﻟ ﻟﹶﻬﻘﹶﺮﺘﺴﻤﺮﹺﻱ ﻟﺠ ﺗﺲﻤﺍﻟﺸﻭ (1.23) dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan (Allah) Yang Mahaperkasa, Maha Mengetahui. (Depag)
69
(1.24) dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan (Allah) Yang Mahaperkasa, Maha Mengetahui. (PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri) Hemat Penulis: Selain itu, matahari berjalan di tempat peredarannya. Itulah ketetapan Allah Yang Mahaperkasa dan Maha Mengetahui.
ﻢﹺﻳ ﺍﹾﻟﻘﹶﺪﻥﻮﺟﺮ ﻛﹶﺎﻟﹾﻌﺎﺩﻰ ﻋﺘﺎﺯﹺﻝﹶ ﺣﻨ ﻣﺎﻩﻧﺭ ﻗﹶﺪﺮﺍﻟﹾﻘﹶﻤﻭ (1.25) Dan telah Kami tetapkan tempat peredaran bagi bulan, sehingga (setelah ia sampai ke tempat peredaran yang terakhir) kembalilah ia seperti bentuk tandan yang tua. (Depag) (1.26) Dan telah Kami tetapkan tempat peredaran bagi bulan, sehingga (setelah ia sampai ke tempat peredaran yang terakhir) kembalilah ia seperti bentuk tandan yang tua. (PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri) Hemat Penulis: Kami tetapkan tempat peredaran bulan, sehingga (setelah bulan sampai ke tempat peredaran terakhir) kembalilah bulan seperti bentuk tandan tua.
ﻥﻮﺤﺸ ﺍﻟﹾﻤﻰ ﺍﹾﻟﻔﹸﻠﹾﻚ ﻓﻢﻬﺘﻳﺎ ﺫﹸﺭﻠﹾﻨﻤﺎ ﺣ ﺃﹶﻧﻢﺔﹲ ﻟﹶﻬﺃﻳﻭ (1.27) Dan suatu tanda (kebesaran Allah) bagi mereka adalah bahwa Kami angkut keturunan mereka dalam kapal yang penuh muatan, (Depag) (1.28) Dan suatu tanda (kebesaran Allah) bagi mereka adalah bahwa Kami angkut keturunan mereka dalam kapal yang penuh muatan (PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri)
70
Hemat Penulis: Tanda kebesaran Allah bagi mereka adalah Kami angkut keturunannya ke kapal yang penuh muatan.
ﻥﹶﻮﻛﹶﺒﺮﺎ ﻳ ﻣﻪﺜﹾﻠ ﻣﻦ ﻣﻢﺎ ﻟﹶﻬﻠﹶﻘﹾﻨﺧﻭ (1.29) dan Kami ciptakan (juga) untuk mereka (angkutan lain) seperti apa yang mereka kendarai (Depag) (1.30) dan Kami ciptakan (juga) untuk mereka (angkutan lain) seperti apa yang mereka kendarai (PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri) Hemat Penulis: Selain itu, Kami ciptakan juga angkutan seperti apa yang mereka kendarai.
ﻥﹶﻘﹶﺬﹸﻭﻨ ﻳﻢﻟﹶﺎﻫ ﻭﻢ ﻟﹶﻬﺦﺮﹺﻳ ﻓﹶﻠﹶﺎ ﺻﻢﺮﹺﻗﹾﻬﻐﺄﹾﻧﺸﺇﹺﻥﹾ ﻧﻭ (1.31) Dan jika Kami menghendaki, Kami tenggelamkan mereka. Maka tidak ada penolong bagi mereka dan tidak (pula) mereka diselamatkan, (Depag) (1.32) Dan jika Kami menghendaki, Kami tenggelamkan mereka. Maka tidak ada penolong bagi mereka dan tidak (pula) mereka diselamatkan, (PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri) Hemat Penulis: Jika Kami menghendaki, Kami akan tenggelamkan mereka sehingga tidak ada penolong bagi mereka dan mereka tidak diselamatkan.
ﻥﹶﻮﻤﺣﺮ ﺗﻠﱠﻜﹸﻢ ﻟﹶﻌﻠﹾﻔﹶﻜﹸﻢﺎ ﺧﻣ ﻭﻜﹸﻢﻳﺪ ﺃﹶﻳﻦﻴﺎﺑﺍ ﻣﻘﹸﻮ ﺍﺗﻢﻞﹶ ﻟﹶﻬﻴﺇﹺﺫﹶﺍ ﻗﻭ
71
(1.33) Dan apabila dikatakan kepada mereka, "Takutlah kamu akan siksa yang dihadapanmu (di dunia) dan azab yang akan datang (akhirat) agar kamu mendapat rahmat". (Depag) (1.34) Dan apabila dikatakan kepada mereka, "Takutlah kamu akan siksa yang dihadapanmu (di dunia) dan azab yang akan datang (akhirat) agar kamu mendapat rahmat". (PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri) Hemat Penulis: Apabila dikatakan kepada mereka, 'Takutlah kamu akan siksa dunia dan akhirat agar kamu mendapat rahmat'.
ﻦﻴﺮﹺﺿﻌﺎ ﻣﻬﻨﺍ ﻋﻮ ﺇﹺﻟﱠﺎ ﻛﹶﺎﻧﻬﹺﻢﺑ ﺭﺎﺕ ﺃﻳﻦ ﻣ ﺃﻳﺔﻦ ﻣﻬﹺﻢﻴﺄﹾﺗﺎ ﺗﻣﻭ (1.35) Dan setiap kali suatu tanda dari tanda-tanda (kebesaran) Tuhan datang kepada mereka, mereka selalu berpaling darinya. (Depag) (1.36) Dan setiap kali suatu tanda dari tanda-tanda (kebesaran) Tuhan datang kepada mereka, mereka selalu berpaling darinya. (PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri) Hemat Penulis: Setaip kali datang kepada mereka
tanda kebesaran Allah, mereka selalu
berpaling.
ﻪﻤﺎﺀُ ﺍﷲ ُﺃﹶﻃﹾﻌﺸ ﻳ ﻟﱠﻮﻦ ﻣﻢﻄﹾﻌﺍ ﺃﹶﻧﻮﻨ ﺁﻣﻦﻳﻠﱠﺬﺍ ﻟﻭ ﻛﹶﻔﹶﺮﻦﻳ ﺍﷲ ُﻗﹶﺎﻝﹶ ﺍﻟﱠﺬﻗﹶﻜﹸﻢﺯﺎ ﺭﻤﺍ ﻣﻘﹸﻮﻔ ﺃﹶﻧﻢﻞﹶ ﻟﹶﻬﻴﺇﹺﺫﹶﺍ ﻗﻭ ﻦﹴﺒﹺﻴﻠﹶﺎﻝﹴ ﻣﻰ ﺿ ﺇﹺﻟﱠﺎ ﻓﻢﺘﺇﹺﻥﹾ ﺃﹶﻧ (1.37) Dan apabila dikatakakan kepada mereka, "Infakkanlah sebagian rezeki yang diberikan Allah kepadamu", orang-orang yang kafir itu berkata kepada
72
orang-orang yang beriman, "Apakah pantas kami memberi makan kepada orangorang yang jika Allah menghendaki Dia akan memberinya makan? Kamu benarbenar dalam kesesatan yang nyata". (Depag) (1.38) Dan apabila dikatakakan kepada mereka, "Infakkanlah sebagian rezeki yang diberikan Allah kepadamu", orang-orang yang kafir itu berkata kepada orang-orang yang beriman, "Apakah pantas kami memberi makan kepada orangorang yang jika Allah menghendaki Dia akan memberinya makan? Kamu benarbenar dalam kesesatan yang nyata". (PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri) Hemat Penulis: Apabila dikatakan kepada mereka, 'Infakkanlah sebagian rezeki yang Allah berikan'. Lalu, orang kafir berkata, 'Pantaskah kami memberi makan kepada orang yang jika Allah menghendaki, Allah akan memberinya makan? Kamu benar-benar dalam kesesatan yang nyata.
ﻦﻴﻗﺎﺩ ﺻﻢﺘ ﺇﹺﻥﹾ ﻛﹸﻨﺪﻋﻲ ﻫﺬﹶﺍﺍﹾﻟﻮﺘﻥﹶ ﻣﻟﹸﻮﻘﹸﻮﻳﻭ (1.39) Dan mereka (orang-orang kafir) berkata, "Kapan janji (hari berbangkit) itu (terjadi) jika kamu orang-orang yang benar?" (Depag) (1.40) Dan mereka (orang-orang kafir) berkata, "Kapan janji (hari berbangkit) itu (terjadi) jika kamu orang-orang yang benar?" (PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri) Hemat Penulis: Mereka (orang kafir) berkata, 'Jika kamu orang yang benar, kapan hari kiamat itu terjadi?'
ﻥﹶﺴِﻠﹸﻮﻨ ﻳﻬﹺﻢﺑ ﺇﹺﻟﹶﻰ ﺭﺍﺙﺪ ﺍﻟﹾﺄﹶﺟﻦ ﻣﻢﺭﹺ ﻓﹶﺈﹺﺫﹶﺍﻫﻮﻰ ﺍﻟﺼ ﻓﺦﻔﻧﻭ
73
(1.41) Lalu ditiuplah sangkakala, maka seketika itu mereka keluar dari kuburnya (dalam keadaan hidup), menuju kepada Tuhannya. (Depag) (1.42) Lalu ditiuplah sangkakala, maka seketika itu mereka keluar dari kuburnya (dalam keadaan hidup), menuju kepada Tuhannya. (PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri) Hemat Penulis: Ketika sangkakala ditiup, mereka keluar dari kubur menuju kepada Tuhan.
ﻥﹶﻮﺮﹺﻣﺠﺎ ﺍﻟﹾﻤﻬ ﺃﹶﻳﻡﻮﺍ ﺍﹾﻟﻴﻭﺎﺯﺘﺍﻣﻭ (1.43) Dan (dikatakan kepada orang-orang kafir), "Berpisahlah kamu (dari orang-orang mukmin) pada hari ini, wahai orang-orang yang berdosa! (Depag) (1.44) Dan (dikatakan kepada orang-orang kafir), "Berpisahlah kamu (dari orang-orang mukmin) pada hari ini, wahai orang-orang yang berdosa! (PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri) Hemat Penulis: Lalu, (dikatakan kepada orang kafir), 'Hai orang yang berdosa, berpisahlah kamu sekalian dari orang mukmin.
ﻢﻴﻘﺘﺴﺍﻁﹲ ﻣﺮﻧﹺﻲ ﻫﺬﹶﺍ ﺻﻭﺪﺒ ﺍﻋﺃﹶﻥﻭ (1.45) dan hendaklah kamu menyembah-Ku. inilah jalan yang lurus". (Depag) (1.46) dan hendaklah kamu menyembah-Ku. inilah jalan yang lurus". (PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri) Hemat Penulis: Sembahlah Aku. Inilah jalan yang lurus.
74
ﻥﹶﻠﹸﻮﻘﻌﺍ ﺗﻮﻧﻜﹸﻮ ﺗﺮﺍﹰ ﺃﹶﻓﹶﻠﹶﻢﻴﺎ ﻛﹶﺜ ﺟﹺﺒﹺﻠﻜﹸﻢﻨﻞﱠ ﻣ ﺃﹶﺿﻟﹶﻘﹶﺪﻭ (1.47) Dan sungguh, ia (setan itu) telah menyesatkan sebagian besar diantara kamu. Maka apakah kamu tidak mengerti? (Depag) (1.48) Dan sungguh, ia (setan itu) telah menyesatkan sebagian besar diantara kamu. Maka apakah kamu tidak mengerti? (PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri) Hemat Penulis: Sungguh, setan itu menyesatkan sebagian besar di antara kamu. Oleh karena itu, apakah kamu tidak mengerti?
ﻥﹶﻭﺮﺼﺒﻰ ﻳﺍﻁﹶ ﻓﹶﺄﹶﻧﺮﺍ ﺍﻟﺼﻘﹸﻮﺒﺘ ﻓﹶﺎﺳﻨﹺﻬﹺﻢﻴﻠﹶﻰ ﺃﹶﻋﺎ ﻋﻨﺴﺎﺀُ ﻟﹶﻄﹶﻤﺸﻧﻟﹶﻮﻭ (1.49) Dan jika Kami menghendaki, pastilah Kami hapuskan penglihatan mata mereka; sehingga mereka berlomba-lomba (mencari) jalan. Maka bagaimana mungkin mereka dapat melihat? (Depag) (1.50) Dan jika Kami menghendaki, pastilah Kami hapuskan penglihatan mata mereka; sehingga mereka berlomba-lomba (mencari) jalan. Maka bagaimana mungkin mereka dapat melihat? (PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri) Hemat Penulis: Jika Kami menghendaki, Kami hapuskan penglihatan mereka, sehingga mereka berlomba-lomba mencari jalan. Bagaimana mereka dapat melihat?
ﻥﹶﻮﺟﹺﻌﺮﻟﹶﺎ ﻳﺎ ﻭﻴﻀﺍ ﻣﻮﻄﹶﺎﻋﺘﺎ ﺍﺳ ﻓﹶﻤﻬﹺﻢﺘﻜﹶﺎﻧﻠﹶﻰ ﻣ ﻋﻢﺎﻫﻨﺨﺴﺎﺀُ ﻟﹶﻤﺸﻧﻟﹶﻮﻭ (1.51) Dan jika Kami menghendaki, pastilah Kami ubah bentuk mereka di tempat mereka berada; sehingga mereka tidak sanggup berjalan lagi dan juga tidak sanggup kembali. (Depag)
75
(1.52) Dan jika Kami menghendaki, pastilah Kami ubah bentuk mereka di tempat mereka berada; sehingga mereka tidak sanggup berjalan lagi dan juga tidak sanggup kembali. (PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri) Hemat Penulis: Jika Kami menghendaki, Kami ubah bentuk mereka di tempat mereka berada, sehingga mereka tidak bisa berjalan dan tidak bisa kembali.
ﻥﹶﻠﹸﻮﻘﻌﻠﹾﻖﹺ ﺃﹶﻓﹶﻠﹶﺎ ﻳﻰ ﺍﻟﹾﺨ ﻓﻪﻜﱢﺴﻨ ﻧﻩﺮﻤﻌ ﻧﻦﻣﻭ (1.53) Dan barangsiapa Kami panjangkan umurnya niscaya Kami kembalikan dia kepada awal kejadian(nya). Maka mengapa mereka tidak mengerti? (Depag) (1.54) Dan barangsiapa Kami panjangkan umurnya niscaya Kami kembalikan dia kepada awal kejadian(nya). Maka mengapa mereka tidak mengerti? (PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri) Hemat Penulis: Siapa saja yang Kami panjangkan umurnya niscaya Kami kembalikan dia ke awal kejadian. Mengapa mereka tidak mengerti?
ﻦﺒﹺﻴﺁﻥﹲ ﻣﻗﹸﺮ ﻭﻛﹾﺮ ﺇﹺﻟﱠﺎ ﺫﻮ ﺇﹺﻥﹾ ﻫﻰ ﻟﹶﻪﻐﺒﻨﺎ ﻳﻣ ﻭﺮﻌ ﺍﻟﺸﺎﻩﻨﻠﱠﻤﺎ ﻋﻣﻭ (1.55) Dan Kami tidak mengajarkan syair kepadanya (Muhammad) dan bersyair itu tidaklah pantas baginya. Al-Qur'an itu tidak lain hanyalah pelajaran dan Kitab yang jelas, (Depag) (1.56) Dan Kami tidak mengajarkan syair kepadanya (Muhammad) dan bersyair itu tidaklah pantas baginya. Al-Qur'an itu tidak lain hanyalah pelajaran dan Kitab yang jelas, (PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri)
76
Hemat Penulis: Kami tidak mengajarkan Muhammad Syair, karena bersyair itu tidak pantas baginya. Alquran itu hanyalah Kitab pelajaran yang jelas.
ﻥﹶﻟﻜﹸﻮﺎﺎ ﻣ ﻟﹶﻬﻢﺎ ﻓﹶﻬﺎﻣﻌﺎ ﺃﹶﻧﻨﻳﺪ ﺃﹶﻳﻠﹶﺖﻤﺎ ﻋﻤ ﻣﻢﺎ ﻟﹶﻬﻠﹶﻘﹾﻨﺎ ﺧﺍ ﺃﹶﻧﻭﺮﺃﹶﻭَﱂﹶ ْﻳ (1.57) Dan tidakkah mereka melihat bahwa Kami telah menciptakan hewan ternak untuk mereka, yaitu sebagian dari apa yang telah Kami ciptakan dengan kekuasaan Kami, lalu mereka menguasainya? (Depag) (1.58) Dan tidakkah mereka melihat bahwa Kami telah menciptakan hewan ternak untuk mereka, yaitu sebagian dari apa yang telah Kami ciptakan dengan kekuasaan Kami, lalu mereka menguasainya? (PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri) Hemat Penulis: Tidakkah mereka melihat bahwa Kami telah menciptakan hewan ternak untuk mereka, yaitu sebagian dari kekuasaan Kami. Oleh karena itu, mengapa mereka tidak menguasainya?
ﻥﹶﺄﹾﻛﹸﻠﹸﻮﺎ ﻳﻬﻨﻣ ﻭﻢﻬﺑﻛﹸﻮﺎ ﺭﻬﻨ ﻓﹶﻤﻢﺎ ﻟﹶﻬﺎﻫﺫﹶﻟﱠﻠﹾﻨﻭ (1.59) Dan Kami menundukkannya (hewan-hewan itu) untuk mereka; lalu sebagiannya untuk menjadi tunggangan mereka dan sebagian untuk mereka makan. (Depag) (1.60) Dan Kami menundukkannya (hewan-hewan itu) untuk mereka; lalu sebagiannya untuk menjadi tunggangan mereka dan sebagian untuk mereka makan. (PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri)
77
Hemat Penulis: Kami menundukkan binatang itu untuk mereka. Selain itu, sebagainnya untuk tunggangan dan makanan.
ﻥﹶﻭﻜﹸﺮﺸ ﺃﹶﻓﹶﻠﹶﺎ ﻳﺎﺭﹺﺏﺸﻣ ﻭﻊﺎﻓﻨﺎ ﻣﻬﻴ ﻓﻢﻟﹶﻬﻭ (1.61) Dan mereka memperoleh berbagai manfaat dan minuman darinya. Maka mengapa mereka tidak bersyukur? (Depag) (1.62) Dan mereka memperoleh berbagai manfaat dan minuman darinya. Maka mengapa mereka tidak bersyukur? (PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri) Hemat Penulis: Mereka memperoleh berbagai manfaat dan minuman. Akan tetapi, mengapa mereka tidak bersyukur?
ﻥﹶﻭﺮﺼﻨ ﻳﻢﻠﱠﻬﺔﹰ ﻟﹶﻌﻬ ﺍﷲِ ﺁﻟﻥﻭ ﺩﻦﺍ ﻣﺬﹸﻭﺨﻭَﺍﺗ (1.63) Dan mereka memperoleh berbagai manfaat dan minuman darinya. Maka mengapa mereka tidak bersyukur? (Depag) (1.64) Dan mereka mengambil sesembahan selain Allah agar mereka mendapat pertolongan. (PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri) Hemat Penulis: Mereka menjadikan sesembahan selain Allah agar mendapat pertolongan.
ﻦﺒﹺﻴ ﻣﻢﻴﺼ ﺧﻮ ﻓﹶﺈﹺﺫﹶﺍ ﻫﻄﹾﻔﹶﺔ ﻧﻦ ﻣﺎﻩﻠﹶﻘﹾﻨﺎ ﺧﺎﻥﹸ ﺃﹶﻧﺴﺈﻧ ﺍﹾﻟﺮﱂﹶ ْﻳﺃﹶﻭ (1.65) Dan tidakkah manusia memperhatikan bahwa Kami menciptakannya dari setetes mani, ternyata dia menjadi musuh yang nyata! (Depag)
78
(1.66) Dan tidakkah manusia memperhatikan bahwa Kami menciptakannya dari setetes mani, ternyata dia menjadi musuh yang nyata! (PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri) Hemat Penulis: Tidakkah manusia memperhatikan bahwa Kami menciptakannya dari setetes mani, tetapi dia menjadi musuh yang nyata!
ﻦﻴﻣ ﺭﻲﻫ ﻭﻈﹶﺎﻡﻲﹺ ﺍﻟﹾﻌﺤ ﻳﻦ ﻗﹶﺎﻝﹶ ﻣﻠﹾﻘﹶﻪ ﺧﺴِﻲﻧﺜﹶﻠﹰﺎ ﻭﺎ ﻣ ﻟﹶﻨﺏﺮﺿﻭ (1.67) Dan dia membuat perumpamaan bagi Kami dan melupakan asal kejadiannya; dia berkata, "Siapakah yang dapat menghidupkan tulang- belulang, yang telah hancur luluh?" (Depag) (1.68) Dan dia membuat perumpamaan bagi Kami dan melupakan asal kejadiannya; dia berkata, "Siapakah yang dapat menghidupkan tulang- belulang, yang telah hancur luluh?" (PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri) Hemat Penulis: Dia membuat perumpamaan bagi Kami dan melupakan asal kejadiannya. Dia berkata, 'Siapakah yang dapat menghidupkan tulang-belulang yang telah hancur?'
ﻢﻴﻠ ﺍﹾﻟﻌﻠﱠﺎﻕ ﺍﻟﹾﺨﻮﻫﻠﹶﻰ ﻭﻢ ﺑ ﺜﹾﻠﹶﻬ ﻣﻠﹸﻖﺨﻠﹶﻰ ﺃﹶﻥﹾ ﻳﺭﹴ ﻋ ﺑﹺﻘﹶﺎﺩﺽﺍﻟﹾﺄﹶﺭ ﻭﺍﺕﺎﻭﻤ ﺍﻟﺴﻠﹶﻖﻱ ﺧ ﺍﻟﱠﺬﺲﻟﹶﻴﺃﹶﻭ (1.69) Dan bukankah (Allah) yang menciptakan langit dan bumi, mampu menciptakan kembali yang serupa itu(jasad mereka yang sudah hancur itu)? Benar, dan Dia Maha Pencipta, Maha Mengetahui. (Depag) (1.70) Dan bukankah (Allah) yang menciptakan langit dan bumi, mampu menciptakan kembali yang serupa itu(jasad mereka yang sudah hancur itu)?
79
Benar, dan Dia Maha Pencipta, Maha Mengetahui. (PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri) Hemat Penulis: Bukankah Allah yang menciptakan langit dan bumi serta menciptakan kembali hal yang serupa? Benar, Allah Maha Pencipta dan Maha Mengetahui. Setelah Penulis telaah dan analisis kedua Aquran dan Terjemahnya baik versi Departemen Agama maupun PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, Penulis menemukan terjemahan 'waw' (dan) yang kurang tepat cara pemakaiannya atau tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang disempurnakan. Oleh karena itu, apabila diperhatikan dengan teliti, kalimat terjemahan ayat Alquran di atas dapat dilihat kata dan selalu di awal kalimat yang merupakan terjemahan dari kata
ﻭ, padahal dalam kaidah bahasa Indonesia yang
disempurnakan penggunaan konjungtor dan tidak boleh di awal kalimat. Selain itu, menurut Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, apabila suatu kalimat sudah diakhiri oleh titik (.) maka kalimat selanjutnya baru. B. TERJEMAHAN ﺇﳕﺎ, ﻟﻘﺪ,( ﺇﻥINNAMA, LAQOD,INNA) Sebagai gambaran dalam analisis kata sesungguhnya dan sungguh, Penulis akan menuliskan beberapa ayat yang memuat kata sesungguhnya dan sungguh yang merupakan terjemahan dari ﺇﳕﺎ
, ﻟﻘﺪ, ﺇﻥsebagai berikut: ﻦﻴﻠﺳﺮ ﺍﻟﹾﻤ ﳌﹶِﻦﻚﺇِﻧ
(2.1) Sungguh, engkau (Muhammad) adalah salah seorang dari rasul-rasul, (Depag)
80
(2.2) Sungguh, engkau (Muhammad) adalah salah seorang dari rasul-rasul, (PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri) Hemat penulis: Sungguh, engkau Muhammad salah seorang rasul
ﻥﹶﻮﻨﻣﺆ ﻟﹶﺎ ﻳﻢ ﻓﹶﻬﻢﻠﹶﻰ ﺃﹶﻛﹾﺜﹶﺮﹺﻫﻝﹸ ﻋ ﺍﻟﹾﻘﹶﻮﻖ ﺣﻟﹶﻘﹶﺪ (2.3) Sungguh, pasti berlaku perkataan (hukuman) terhadap kebanyakan mereka, kerena mereka tidak beriman. (Depag) (2.4) Sungguh, pasti berlaku perkataan (hukuman) terhadap kebanyakan mereka, kerena mereka tidak beriman. (PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri) Hemat penulis: Sungguh, pasti berlaku hukuman terhadap mereka, di karenakan mereka tidak beriman.
ﻥﹶﻮﺤﻘﹾﻤ ﻣﻢ ﻓﹶﻬ ﺇﹺﻟﹶﻰ ﺍﻟﹾﺄﹶﺫﹾﻗﹶﺎﻥﻲ ﺃﹶﻏﹾﻠﹶﺎﻟﹰﺎ ﻓﹶﻬﻬﹺﻢﺎﻗﻨﻰ ﺃﹶﻋﺎ ﻓﻠﹾﻨﻌﺎ ﺟﺇﹺﻧ (2.5) Sungguh, Kami telah memasang belenggu dileher mereka, lalu tangan mereka (diangkat) ke dagu, karena itu mereka tertengadah. (Depag) (2.6) Sungguh, Kami telah memasang belenggu dileher mereka, lalu tangan mereka (diangkat) ke dagu, karena itu mereka tertengadah. (PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri) Hemat penulis: Sungguh, Kami telah memasang belenggu di leher mereka, sementara tangan mereka diangkat ke dagu sehingga mereka tertengadah.
81
ﻢﹴﺮﹴ ﻛﹶﺮﹺﻳﺃﹶﺟ ﻭﺓﺮﻔﻐ ﺑﹺﻤﻢﻫﺮﺸﺐﹺ ﻓﹶﺒﻴ ﺑﹺﺎﻟﹾﻐﻤﻦﺣ ﺍﻟﺮﻲﺸﺧ ﻭ ﺍﻟﺬﱢﻛﹾﺮﻊﺒﻦﹺ ﺍﺗ ﻣﺭﺬﻨﺎ ﺗﻤﺇِﻧ (2.7) ) Sesungguhnya engkau hanya memberi peringatan kepada orang-orang yang mau mengikuti peringatan36 dan yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pengasih, walaupun mereka tidak melihat-Nya. Maka berilah mereka kabar gembira dengan ampunan dan pahala yang mulia. (Depag) (2.8) Sesungguhnya engkau hanya memberi peringatan kepada orang-orang yang mau mengikuti peringatan37 dan yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pengasih, walaupun mereka tidak melihat-Nya. Maka berilah mereka kabar gembira dengan ampunan dan pahala yang mulia. (PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri) Hemat penulis: Sebenarnya, engkau hanya memeberi peringatan kepada orang yang mau mengikuti peringatan dan yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pengasih meskipun mereka tidak melihat-Nya. Oleh karena itu, berilah mereka kabar gembira, yaitu ampunan dan pahala yang mulia.
ﻦﹴﺒﹺﻴﺎﻡﹴ ﻣﻰ ﺇﹺﻣ ﻓﻨﻪﺼﻴ ﺀٍ ﺃﹶﺣﻲﻛﹸﻞﱠ ﺷ ﻭﻢﻫﺍﺛﹶﺎﺭﺍ ﻭﻮﻣﺎ ﻗﹶﺪ ﻣﺐﻜﹾﺘﻧﻰ ﻭﺗﻮﻲﹺ ﺍﻟﹾﻤﺤ ﻧﻦﺤﺎ ﻧﺇِﻧ (2.9) Sungguh, Kami-lah yang menghidupkan orang-orang yang mati,
dan
Kami-lah yang mencatat apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka (tinggalkan). Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab yang jelas (Lauh Mahfuzh). (Depag)
36
Peringatan yang diberikan oleh Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam hanyalah berguna bagi orang yang mau mengikutinya 37 Ibid.,
82
(2.10) Sungguh, Kami-lah yang menghidupkan orang-orang yang mati, dan Kami-lah yang mencatat apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka (tinggalkan). Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab yang jelas (Lauh Mahfuzh). (PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri) Hemat penulis: Kamilah yang menghidupkan orang yang mati dan mencatat apa yang mereka kerjakan, yaitu bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Oleh sebab itu, Kami kumpulkan dalam buku yang jelas.
ﻦﹴﺒﹺﻴﻠﹶﺎﻝﹴ ﻣﻲ ﺿﻲ ﺇﹺﺫﹰﺍ ﻟﹶﻔﺇﹺﻧ (2.11) Sesungguhnya
jika aku (berbuat) begitu, pasti aku
berada dalam
kesesatan yang nyata. (Depag) (2.12) Sesungguhnya
jika aku (berbuat) begitu, pasti aku
berada dalam
kesesatan yang nyata. (PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri) Hemat penulis: Sesungguhnya, apabila aku berbuat demikian aku berada dalam kesesatan yang nyata.
ﻥﻮﻌﻤ ﻓﹶﺎﺳﻜﹸﻢﺑ ﺑﹺﺮﺖﻨﻲ ﺃﻣﺇﹺﻧ (2.13) Sesungguhnya aku telah beriman kepada Tuhanmu; maka dengarkanlah (pengakuan keimanan)ku". (Depag) (2.14) Sesungguhnya aku telah beriman kepada Tuhanmu; maka dengarkanlah (pengakuan keimanan)ku". (PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri) Hemat penulis:
83
Sungguh, aku telah beriman kepada Tuhanmu. Dengarkanlah pengakuan keimananku.
ﻥﹶﻮﻬﻞﹴ ﻓﺎﹶﻛﻐﻰ ﺷ ﻓﻡﻮ ﺍﹾﻟﻴﺔﻨ ﺍﻟﹾﺠﺎﺏﺤﺇﹺﻥﱠ ﺃﹶﺻ (2.15) Sesungguhnya penghuni surga pada hari itu bersenang-senang dalam kesibukan (mereka). (Depag) (2.16) Sesungguhnya penghuni surga pada hari itu bersenang-senang dalam kesibukan (mereka). (PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri) Hemat penulis: Ketika itu, penghuni surga sibuk dengan kesenangan./ Ketika itu, penghuni surga sedang bersenang-senang.
ﻥﹶﻜﹸﻮ ﻓﹶﻴ ﻛﹸﻦﻝﹶ ﻟﹶﻪﻘﹸﻮﺌﹰﺎ ﺃﹶﻥﹾ ﻳﻴ ﺷﺍﺩ ﺇﹺﺫﹶﺍ ﺃﹶﺭﻩﺮﺎ ﺃﹶﻣﻤﺇﹺﻧ (2.17) Sesungguhnya urusan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu Dia hanya berkata kepadanya, "Jadilah!" Maka jadilah sesuatu itu. (Depag) (2.18) Sesungguhnya urusan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu Dia hanya berkata kepadanya, "Jadilah!" Maka jadilah sesuatu itu. (PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri) Hemat penulis: Sebenarya, jika Allah menghendaki sesuatu, Dia hanya berkata, 'Jadilah'! Lalu, jadilah sesuatu itu. Apabila diperhatikan terjamahan Alquran dari kode 2.1-2.18 kedua versi terjemahan di atas dengan teliti dan cermat, kita akan menemukan bahwa terjemahan tersebut masih kurang efektif, karena adanya kata-kata yang berlebihan dan kurangnya penerjemah dalam memilih diksi.
84
Kita tahu bahwa kata
depannya di tambah
ﻣﺎ
ﺇﻥartinya sungguh atau sebenarnya. Namun, jika di
yang artinya sesuatu bisa berubah artinya menjadi
sebenarnya sesuatu atau sungguh sesuatu. Oleh karena itu, tidak berlebihan apabila Penulis menguraikan terlebih dahulu fungsi dan makna
ﻣﺎ
sebagai
berikut: Fungsi dan makna " "ﻣﺎsebagai berikut:38 1) Kata Tanya ( )ﺍﺳﺘﻔﻬﺎﻡyang berarti apa, mana, berapa, dan siapa. Contoh, Apa ini?
Siapa nama Anda?
ﺎ ﻫﺬﹶﺍ؟ﻣ ؟ﻚﻤﺎﺍﺳﻣ
Di mana alamat Anda?
؟ﻚﺍﻧﻮﻨﺎ ﻋﻣ
Fikirkan, apa pendapatmu?
ﻯ؟ﺮﺎﺫﹶﺍ ﺗ ﻣﻈﹸﺮﻓﹶﺎﻧ
Hari kiamat, apa hari kiamat itu?
ﺔﹸ؟ﺎ ﺍﹾﻟﻘﹶﺎﺭﹺﻋ ﻣ،ﺔﹸﺍﻟﻘﹶﺎﺭﹺﻋ
2) Negasi " "ﻧﻔﻰberarti tidak dan bukan. Contoh:
38
Rofi'i, Bimbingan Tarjamah Arab- Indonesia, (Jakarta: Persada Kemala), h. 86-89
85
ﺎﺏﺘﻯ ﻛﺪﻨﺎﻋﻣ ( ﺇﺳﻢ ﻣﻮﺻﻮﻝIsm al-Mausul)
3)
ﻣﺎ
Saya tidak punya buku
sebagai ism al-mausul sering diterjemahkan dengan hal,
sesuatu, dan
sebagainya.
ﻼﹶﻡﹺ؟ﺈﻋﺓﹸ ﺍﹾﻟﺍﺭ ﻭﹺﺯﻪﺘﺎ ﺃﹶﺫﹶﺍﻋ ﻣﺢﻴﺤﺃﹶﺻ Benarkah hal-hal yang disiarkan Departemen Penerangan?
ﺽﹺﻰ ﺍﻟﹾﺄﹶﺭﺎ ﻓﻣ ﻭﺍﺕﺎﻭﻤﻰ ﺍﻟﺴﺎ ﻓﻭﹺﷲِ ﻣ Segala sesuatu yang di langit dan di bumi kepunyaan Allah 4)
ﻣﺎ
yang berfungsi sebagai
ﻣﺼﺪﺭﻳﺔ, yaitu ﻣﺎ
yang dibarengi dengan fi'il
yang dibelakangnya dapat digantikan oleh masdar dan diterjemahkan sesuai dengan masdar Contoh:
(ﻢﺍ )ﺑﹺﻜﹸﻔﹾﺮﹺﻫﻭﺎ ﻛﹶﻔﹶﺮ ﺑﹺﻤﻢﺎﻫﻨﻳﺰ ﺟﻚﺫﻟ Mereka kami hukum karena kekufurannya. 5)
ﻣﺎyang berfungsi sebagai syarat.
Contoh:
ﺍﷲَ ﺳﺪﻯﺪﻤﺮﹴ ﻓﹶﺎﺣﻴ ﺧﻦﺎ ﺗﻠﻖ ﻣﻣ Apapun kebaikan yang kau dapat, pujilah Allah.
86
ﻣﺎ
6)
yang difungsikan untuk menyatakan rasa kagum.
Contoh:
ﻈﹶﺮﻨﻞﹶ ﺍﻟﹾﻤﻤﺎ ﺃﹶﺟﻣ Indah benar pemandangan itu!
ﻣﺎ
7)
yang berfungsi menunjukkan rentang waktu
Contoh:
ﺖﻄﹶﻌﺘﺎ ﺍﺳ ﻣﻬﹺﺪﺘﺟﺍ Bersungguh-sungguhlah selama Anda mampu Hampir seluruh partikel
ﺇﻥ
dan
ﺇﳕﺎditerjemahkan dengan sesungguhnya
dan sungguh. Dalam bahasa Arab ada satu kaidah yang disebut ()ﺍﻟﻘﺼﺮ, yang artinya pengkhususan cakupan sebuah kalimat atau pernyataan. Salah satu caranya dengan menggunakan
ﺇﳕﺎ. Dalam bahasa Indonesia ada yang disebut adverbial
limitatif,39 yang menggunakan adverbia hanya, sekedar, dan saja. Kata
ﻟﻘﺪ، ﻗﺪ، ﺇﳕﺎ،ﺇﻥ
(sesungguhnya, sungguh, demi) sesuai dengan
makna yang diterjemahkan oleh Departemen Agama. Namun, mengapa susunan tatabahasa sasaran dalam Alquran dan Terjemahnya Departemen Agama kurang efektif? Jawabannya, para penerjemah Departemen Agama belum ada yang ahli
39
2000)
Alwi Hasan dkk, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, edisi III, (Jakarta: Balai Pustaka,
87
dalam tatabahasa bahasa Indonesia, sehingga meskipun maknanya dapat mewakili maksud Alquran, tapi susunan redaksi dalam bahasa Indonesia kurang baik. Jadi, seorang penerjemah bukan hanya harus menguasai bahasa sumber saja. Akan tetapi, harus pula mampu menguasai bahasa sasaran. Oleh karena itu, setelah kita menelaah dan meneliti cara penggunaan kata sambung yang benar dalam bahasa Indonesia yang disempurnakan, kita bisa mempraktikkannya dalam dunia terjemahan khususnya terjemahan Alquran. C. EVALUASI ALQURAN DAN TERJEMAHNYA DEPARTEMEN AGAMA DAN PT TIGA SERANGKAI PUSTAKA MANDIRI Dengan berakhirnya usaha dalam menemukan sebab-sebab terjadinya penempatan atau penerjemahan kata, frasa, dan kalimat yang tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang disempurnakan dapat diketahui bagaimana perihal bahasanya. Dalam terjemahan surah Yasin di atas masih banyak kesalahan yang tidak sesuai menurut aturan bahasa Indonesia sebagai bahasa penerima. Tidak dipungkiri, dalam menerjemahkan seorang penerjemah sering menjumpai kesulitan, di antaranya: B.1. Banyak kata dalam bahasa sumber (BSu) yang belum ada padanannya dalam bahasa sasaran (BSa). B.2. Struktur bahasa sumber berbeda dengan struktur bahasa sasaran (bahasa Indonesia). Oleh karena itu, penerjemah harus menguasai dengan baik kaidah bahasa sumber dan bahasa sasaran, sehingga amanat yang ada dalam bahasa sumber dapat diungkapkan dalam bahasa sasaran secara baik. Hasil terjemahan dapat baik bila penerjemah menguasai bahasa sumber dan bahasa sasaran dengan baik. Selain
88
itu, penerjemah harus mengusai bidang ilmu yang diterjemahkan. Maksud dari penguasaan bahasa dalam hal ini adalah penguasaan membaca, menulis, dan berbicara. Hal itu semua bersumber dari pengetahuan mendalam atas kaidah bahasa itu sendiri. Kegiatan menerjemah berarti mempelajari leksikon, struktur gramatikal, situasi komunikasi, dan konteks budaya dari teks bahasa sumber.40 Berdasarkan pendapat ini dapat disimpulkan bahwa unsur yang
penting dalam mencari
pedoman atau acuan sebagai landasan menerjemahkan adalah pengetahuan penerjemah yang mendalam mengenai kaidah atau tata bahasa dimaksud. Hal ini menyangkut struktur, arti kata, sejarah, sosial budaya, serta nuansa-nuansa bahasa itu sendiri. Jadi, Penulis mengevaluasi bahwa Alquran dan Terjemahnya baik versi Depag maupun PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, sebagai berikut: A. Dari sudut pandang tujuan: A.1. Bukti perhatian pemerintah atas perlunya pembangunan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan rohaniah di samping kesejahteraan lahiriah. A.2. Bukti perhatian yang besar pihak PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri terhadap Alquran dari segi pemeliharaan penulisan maupun pencetakannya, serta upaya melancarkan penyebaran Alquran dan terjemahan maknanya ke dalam bahasa Indonesia. B. Dari sudut pandang bahasa terjemahan B.1. Adanya penggunaan kata penghubung dan, maka yang tidak sesuai dengan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. 40
Mildred Larson, Penerjemahan Berdasar Makna: Pedoman untuk Pemadanan antar Bahasa, terjemahan Kencanawati Taniran, (Jakarta: Arcan, 1989), h. 3
89
B.2. Adanya susunan gramatikal yang kurang tepat dalam kedua Alquran dan Terjemahnya tersebut. B.3. Susunan redaksi kedua Alquran dan Terjemahnya tersebut sama, baik susunan gramatikalnya maupun pemilihan diksinya. D. ALTERNATIF TERJEMAHAN Maksud alternatif terjemahan di sini adalah kembali kepada syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang penerjemah dan tahapan-tahapan yang harus dilalui serta dicermati oleh seorang penerjemah. Penulis memperhatikan jumlah tim Penyempurnaan Terjemahan Alquran dan Lajnah Pentashih Mushaf Alquran dapat diproyeksikan bahwa kesalahan bahasa sasaran yang terdapat dalam terjamahan Alquran akan teratasi sedikit demi sedikit, tetapi kalau kita perhatikan hal itu tidak terjadi. Jadi,
Penulis
mengucapkan
terima
kasih
banyak
kepada
tim
Penyempurnaan Terjemahan Alquran dan Lajnah Pentashih Mushaf Alquran dan PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri yang berusaha memperkaya Alquran terjemah. Hal ini sangat membantu bagi orang yang tidak mengerti bahasa Arab. Namun, di sana-sini masih banyak Penulis temukan penempatan-penempatan kata yang tidak sesuai dengan struktur bahasa penerima. Oleh karena itu, Penulis hanya berusaha memperbaiki bahasa sasaran saja dari segi gramatikal. Dalam memenuhi tahapan-tahapan terjemahan, seorang penerjemah memiliki dua alternatif.
Pertama, ia harus memenuhi syarat-syarat yang
dibutuhkan oleh seorang penerjemah. Kedua, ia harus bekerja sama dengan para ahli bahasa, terutama dalam hal pilihan padanan kata (diksi) dan pilihan bentuk kalimat yang cocok di dalam bahasa sasaran.
90
91
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan analisis yang Penulis lakukan dalam mengkritik hasil terjemahan kedua versi Alquran dan Terjemahnya, baik Departemen Agama maupun PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, Penulis menyimpulkan beberapa hal tentang tatabahasa bahasa Indonesia khususnya kata penghubung dan, maka, jika, dan sesungguhnya serta sungguh. A.1. Kekurangan Alquran dan Terjemahnya Versi Depag dan PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri A.1.1. Kalimat terjemahan yang bertentangan dengan Tata Baku Bahasa Indonesia khususnya mengenai penyalahgunaan kata penghubung dan yang diletakan di awal kalimat ditemukan sebanyak 34 kali. A.1.2.
Banyak penggunaan tanda baca yang tidak sesuai dengan kaidah
bahasa sasaran sehingga makna ayat Alquran tidak jelas. Oleh karena itu, seorang penerjemah khususnya penerjemah kitab suci harus perlu memperhatikan betul masalah-masalah yang dihadapi, terutama yang berhubungan dengan tata bahasa sumber dan tata bahasa sasaran sehingga makna yang dimaksud pengarang atau penulis dapat disampaikan dengan benar dan tepat kepada bahasa penerima sebagai bahasa tujuan. Selain itu, penerjemah harus menguasai perbedaan budaya antara kedua bahasa tersebut. A.1.3. Masih ditemukan bentuk kalimat terjemahan yang berlebihan. Hal ini terjadi karena terjemahan ayat-ayat Alquran masih menggunakan metode terjemahan kata demi kata, padahal metode terjemahan tersebut tidak selalu tepat
92
dan lazim dalam bahasa sasaran. Jadi, dalam menerjemahkan sebuah teks ke bahasa sasaran, penerjemah sebaiknya menggunakan kalimat bahasa sasaran bukan bahasa sumber. Oleh karena itu, para ahli terjemah mengatakan bahwa seorang penerjemah harus dapat berubah-ubah pikiran dalam waktu singkat dari satu budaya ke budaya lain. Artinya, waktu membaca kalimat dalam bahasa asing, penerjemah berada dalam lingkungan budaya asing. Namun, beberapa detik kemudian penerjemah harus berubah mengikuti budaya bahasa sasaran, karena hasil terjemahannya akan dibaca oleh pemilik bahasa sasaran. A.1.4. Banyak terjemahan harf taukid seperti ﻗﺪ, ﻟﻘﺪ, ﺇﳕﺎ, ﺇﻥyang tidak sesuai dengan konteks dan kaidah bahasa Indonesia yang disempurnakan. Oleh karena itu, jika terjemahan ﻗـﺪ, ﻟﻘـﺪ, ﺇﳕـﺎ, ﺇﻥtidak mempengaruhi makna untuk tidak diterjemahkan maka sebaiknya dibuang. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh pakar-pakar bahasa seperti Peter Neumark dan J.C. Catford bahwa dalam menerjemahkan teks dari satu bahasa ke bahasa lain, metode semantis dan komunikatiflah yang tepat digunakan bukan metode kata demi kata. A.1.5. Masih Penulis temukan penggunaan diksi yang spesifik dalam terjemahan. Akibatnya pembaca mempunyai pemahaman individual yang berbeda dengan pemahaman tentang kata atau rangkaian kata yang digunakan. Oleh karena itu, ada tiga penyebab utama terjadinya penggunaan diksi yang spesifik. Pertama, penerjemahan kata demi kata. Kedua, adanya anggapan bahwa kata-kata ini sudah melembaga sehingga dianggap benar. Ketiga, penerjemah kurang memperhatikan bahwa kata yang digunakannya tidak sesuai dengan kaidah yang berlaku.
93
A.1.6. Adanya penggunaan kata yang tidak baku dalam terjemahan. Meskipun maknanya dapat dipahami tetapi terasa sangat mengganggu khususnya orangorang yang biasa menggunakan bahasa Indonesia dengan benar. A.1.7. Penerjemahan yang dilakukan tim penerjemah bisa dikatakan belum sepenuhnya mencerminkan kelaziman bahasa penerima. Oleh karena itu, tim penerjemah masih diharapkan dapat menyajikan terjemahan yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang disempurnakan. Bahasa yang sesuai dan bahasa yang baik. Baik karena cocok dengan konteks. Jika kita menggunakan ragam bahasa yang tidak sesuai dengan konteks maka bahasa yang digunakan belum tentu dapat dikatakan bahasa yang baik. A.1.8. Alquarn dan Terjemahnya versi PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri tidak dilengkapi dengan sambutan-sambutan yang mencerminkan bahwa Alquran dan Terjemahnya itu mempunyai kelebihan, baik Lajnah Pantashih Mushaf Alquran Depag, Menteri Agama RI, PT Sabiq, Pewakaf Alquran, dan PT Tiga Serangkai. A.1.9. Alquran dan Terjemahnya Departemen Agama tidak dilengkapi dengan glosarium. A.2. Kelebihan Alquran dan Terjemahnya Versi Depag dan PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri A.2.1. Alquran dan Terjemahnya versi Depag dilengkapi dengan: 1) Footnote untuk kata-kata yang memerlukan penjelasan. Contoh, surah Yasin ayat 26. Ada keterangan di bawah (footnote) bahwa menurut riwayat, laki-laki itu dibunuh oleh kaumnya setelah mengucapkan kata-kata sebagai nasihat untuk kaumnya.
94
2) Sambutan Menteri Agama Republik Indonesia, Muhammad M. Basyuni. 3) Kata pengantar Ketua Lajnah Pentashih Mushaf Alquran Departmen Agama Republik Indoneisa. 4) Daftar Surah. 5) Pedoman Transliterasi Arab-Latin 6) Daftar Kepustakaan. A.2.2. Alquran dan Terjemahnya versi PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri dilengkapi dengan: 1) Indek Surah. 2) Tanda sifir. 3) Daftar ayat Sajdah. 4) Doa sujud Tilawah. 5) Transliterasi Arab-Latin B. SARAN-SARAN Melihat kekurangan dan kelebihan Alquran dan Terjemahnya kedua versi tersebut, Penulis ingin mengajukan beberapa saran yang mungkin sedikit dapat membantu mewujudkan maksud dan tujuan diterbitkannya Alquran dan Terjemahnya. Antara lain: 1. Kepada Lajnah Pentashih Mushaf Alquran untuk merevisi kembali Alquran dan Terjemahnya 2007 sebelum menyebar luas ke khalayak pembaca. 2. Agar merekrut para ahli yang memahami kaidah tata bahasa baik bahasa Indonesia mapun bahasa Arab.
95
3.Memberi sangsi kepada penerbit yang menerjemahkan Alquran tidak melalui Pentashih Musfhaf Alquran yang telah ditunjuk. 4.Kepada orang yang bergelut dalam penerbitan untuk memperhatikan redaksi terjemahan ayat-ayat Alquran yang diterbitkannya di bawah pengawasan Pentashih Mushaf Alquran 5.Kepada orang yang bergerak dalam penerbitan untuk tidak hanya mementingkan kepentingan bisnis semata, tapi untuk kesejahteraan umat. Hal ini dengan cara turut memperbaiki dan melengkapi terjemahan kitab suci di bawah pengawasan badan yang berwenang. Akhirnya Penulis mengucapkan terima kasih kepada Lajnah Pentashih Mushaf Alquran dan PT Tiga SErangkai Pustaka Mandiri yang selalu berusaha memperkaya Alquran dan Terjemahnya.
Daftar Pustaka
96
Lubis, Ismail. Falsifikasi Terjemahan Alquran. Yogyakarta: Tiara Wacana, 2001. Shihab, M. Quraish. Wawasan Alquran. Bandung: Mizan, 1996. ________________. Tafsir al-Misbâh. Vol. II. Jakarta: Lentera Hati, 2000. Chaer, Abdul. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000. Setiawan, M. Nur Kholis. Alquran Kitab Sastra Terbesar. Yogyakarta: Penerbit eLSAQ Press, 2005. Chalil, Munawar. Alquran dari Masa ke Masa. Semarang: C.V. Ramadhani, tanpa tahun. Saefuddin Buchari, Didin. Pedoman Memahami Kandungan Alquran. Bogor: Granada Sarana Pustaka, 2005. Keraf, Gorys. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2004. ____________. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2005. Mansyur, Muh. dan Kustiawan. Panduan Terjemahan. Jakarta: PT Moyo Segoro Agung, 2002. Syihab, M. Quraish. dkk. Sejarah dan 'Ulum Alquran. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001. Harardi, R. Kunjana. Seni Memilih Kata. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama, 2007. ______________. Dimensi-dimensi Kebahasaan (aneka masalah bahasa Indonesia terkini). Jakarta: Penerbit Erlangga, 2006.
97
Tarigan, Henry Guntur. Pengajaran Gaya Bahasa. Bandung: Penerbit Angkasa. Burdah, Ibnu. Menjadi Penerjemah (metode dan wawasan menerjemah teks Arab). Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2004. Nadwi, Abdullah Abbas. Belajar Mudah Bahasa Alquran. Bandung: Mizan Media Utama, 2001. Machali, Rochayah. Pedoman Bagi Penerjemah. Jakarta: PT Grasindo, 2000. Al-Azami, M.M. Sejarah Teks Alquran (dari wahyu sampai kompilasi) . Jakarta: Gema Insani, 2005. Keraf, Gorys. Komposisi. Jakarta: Penerbit Nusa Indah, 1997. Kushartanti. dkk. Pesona Bahasa (langkah awal memahami linguistik). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2005. Marahimin, Ismail. Menulis Secara Populer. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya, 2005. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan & Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Bandung: Penerbit Pustaka Setia, 1996. Al-Jarim, Ali dan Usman, Mustafa. Al-Balâghatul Wâdhihah, diterjemahkan oleh Nurkholis, Mujiono dkk. Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2000. Rofi'i. Bimbingan Tarjamah Arab-Indonesia 1. Jakarta: Persada Kemala, 2002. Rofi'i. Bimbingan Tarjamah Arab-Indonesia 2. Jakarta: Persada Kemala, 2002. Ismai, Hasyim. Jadwal al-Huruf . Surabaya: Bughul Indah. ___________.Jadwal as-Shof. Surabaya: Bughul Indah. Ni'mah, Fuad. Mulakhkhas Qawa'id al-Lugah al-Arabiah. Beirut: Dar al-Tsaqafah
98
al-Islamiyah. Ghufran Zainau al-Aalam, Muhammad. al-Balâghah fi ilmi al-Bayân wa alMaâni wa al-Badî. Gontor: Dar al-Salam. Syarif Hidayatullah, Moch. Diktat Teori dan Permasalahan Penerjemahan. Jakarta: Jurusan Tarjamah Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah. Mukhtar Umar, Ahmad dan an-nuhas Zahron, Mustafa. an-Nahwu al-Asasi. Madinah: Dar al-Fikri al-Arabi', 1997. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi III. Jakarta: Balai Pustaka, 2002. Endarmoko, Eko. Tesaurus Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2006. Ali, Atabik dan Muhdlor, A. Zuhdi. Kamus Kontemporer Arab-Indonesia. Yogjakarta: Multi Karya Grafika. Almunawwir, Warson Ahmad. Kamus Al-Munawwir (Arab-Indonesia). Kridalaksana, Harimurti. Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1993. Muslim, Romdoni. Kamus Mufrod-Jama' (Arab-Indonesia). Jakarta: PT Intimedia Cipta Nusantara. Wehr, Hans. A Dictionary of Modern Written Arabic. Reprintened by Librairie du Liban, 1980.