ANALISIS FRAMING (PEMBINGKAIAN) DALAM GERAKAN LINGKUNGAN HIDUP (Studi Kasus Gerakan Anti Batubara oleh LSM Greenpeace Asia Tenggara Indonesia, Jakarta)
IKHSAN PRATAMA WICAKSONO
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
1
ABSTRACT This research shows that social movement frame in GPSEA Indonesia consist of : (1)aggregate frame, through this frame GPSEA want to make the people of Southeast Asia realize that climate change is a big problem, especially in Indonesia, this problem caused by two sector, forest and energy (coal);(2)consensus frame, through this frame GPSEA want to make people of Southeast Asia realize that, the climate change can make people suffers, and carry on external costs of coal as a burden;(3)collective action frame, through this frame we can see the injustice condition that caused by the chain of custody (coal’s journey from the ground to the waste heap) on injustice frame, agency frame in GPSEA define that the supporter and the anti-coal coalition as the source of organization power and the government as a party who has no commitment and good will to solve all problem especially energy on ageny frame, and last, the identity frame, GPSEA see them self as independent global campaigning organization that acts to change attitudes, to protect and conserve the environment and to promote peace that use creative confrontation. The collective identity attached to the members of the Greenpeace campaigners, DDC members, volunteers, student members of the GPU and new media division is a result of the interaction as well as their interpretation of the frames of social movements in the form of a book of communication media, actions, and attributes of clothes contains values of the organization's culture NGO Greenpeace Southeast Asia. Interpretation and interaction of the communication media that contains the frames of social movements of anti-coal allows them to put an event in the minds of each member, felt the same anxiety, identifying the background with the emergence of agitation against the use of coal to the appropriate solution, and label the related parties in it, so that formed a collective identity among its members. The difference between a collective identity with others also due to the activist history of each member and the intensity of interaction with members of the organization's communications media. Although there are differences between a collective identity with other members, coal framing in this organization can be said to succeed, because there is a change some or all members of the collective identity of the respondents of this research. In addition, Greenpeace as a NGOs has succeed to framing their members, it is based on the ideas or arguments they put on the environmental conditions of Indonesia, especially in the context of coal issues, despite the arguments that they express are not always be the same that these NGOs want to build. Key Words : new social movement, framing, collective identity
2
RINGKASAN IKHSAN
PRATAMA
ANALISIS FRAMING GERAKAN LINGKUNGAN
WICAKSONO.
(PEMBINGKAIAN) DALAM HIDUP.(Di bawah bimbingan Sarwititi Sarwoprasodjo)
Dimasa yang akan datang batubara akan dijadikan bagian dari usaha diversifikasi energi oleh Pemerintah, sehingga mendorong perusahaan nasional maupun asing untuk melakukan eksploitasi batubara. Kegiatan eksploitasi batubara tersebut, sangat potensial menimbulkan dampak negatif terhadap kondisi lingkungan. Kalangan aktivis dari berbagai LSM yang bergerak di bidang lingkungan giat menentang kegiatan penambangan batubara di Indonesia melalui aksi-aksi yang mereka lakukan, maupun diskusi langsung dengan pihak-pihak yang terkait. Salah satu LSM yang giat menentang batubara adalah LSM Greenpeace Asia Tenggara Indonesia. Namun dalam perjalanannya LSM sebagai bagian dari gerakan sosial memiliki tantangan yaitu kemampuan LSM tersebut dalam membangun kekuatan internal, termasuk dalam hal menggalang dana dan membangun komitmen anggotanya. Dalam mengatasi keterbatasan maupun membangun kekuatan internal, LSM perlu membangun identitas kolektif anggotanya yang berguna dalam meningkatkan komitmen anggotanya demi mencapai visi dan misi dari LSM tersebut. Pembentukan identitas kolektif ini merupakan hasil dari framing anggota pada LSM tersebut. Framing berguna dalam menkonstruksi gagasan seorang individu, sehingga mereka dapat menempatkan, merasakan, mengidentifikasi, dan melabeli sesuatu sesuai dengan pandangan yang organisasi tersebut pegang Oleh karena itu, penelitian ini ingin melihat framing pada anggota organisasi LSM Greenpeace dalam membentuk identitas kolektif guna mempertahankan partisipasi ataupun komitmen anggotanya sebagai aktivis lingkungan hidup. Beberapa penelitian sebelumnya mengenai LSM dan kaitannya dengan gerakan sosial sudah dilakukan yaitu Sari (2004), Assa’di (2004), dan Assa’di (2009). Ketiga penelitian tersebut lebih fokus kepada aktifitas maupun keberhasilan LSM dalam menjalankan salah satu fungsinya sebagai organisasi gerakan sosial, namun belum ada yang mengungkapkan bagaimana LSM sebagai organisasi gerakan sosial membangun identitas kolektif pada anggotanya. Untuk menjawab rumusan masalah penelitian, penulis menggunakan metode kualitatif. Fokus penelitian ini adalah mengidentifikasi frame gerakan sosial berupa content yang terdapat pada media komunikasi LSM Greenpeace Asia Tenggara Indonesia berupa aksi, buku, booklet dan movement document yang terdapat pada situs resmi LSM tesebut dan identitas kolektif yang melekat pada anggota LSM tersebut. Penelitian ini mengungkapkan bahwa frame gerakan sosial anti-batubara LSM Greenpeace Southeast Asia Indonesia terdiri dari tiga jenis yaitu frame aggregate frame, consensus frame, dan collective action frame dapat diidentifikasi melalui media komunikasi organisasi. Ketiga jenis frame ini dapat ditemukan melalui identifikasi elemen-elemen dari frame yang terdapat di dalam tujuan maupun isi dari buku “Biaya Sebenarnya Batubara” yang diterbitkan oleh LSM Greenpeace , aksi damai langsung Cilacap maupun Bali, baju anti-batubara,
3
dan booklet yang diberikan oleh LSM in sebagai souvenir kepada supporter serta profil LSM ini yang terdapat pada situs resmi Greenpeace Asia Tenggara Indonesia. Pertama, Aggregate frame pada LSM ini, memandang perubahan iklim sebagai tantangan terbesar masyarakat dunia karena dampak-dampaknya bersifat irreversible dan di Indonesia penyebab dari perubahan iklim berasal dari dua sektor yaitu sektor hutan dan sektor energi khusunya batubara. Kedua, Consensus frame yang terlihat adalah seruan bagi masyarakat untuk bersama-sama mendesak pemerintah maupun perusahaan untuk mengembangkan energi terbarukan dan menghentikan penggunaan batubara karena apabila terus menerus digunakan laju perubahan iklim global akan semakin cepat dan masyarakat yang bermukim dekat dengan PLTU akan terus menanggung beban ekonomi, kesehatan dan semakin rusaknya kondisi lingkungan. Terakhir, collective action frame, frame ini dikonstruksi oleh injustice frame, agency frame, dan identity frame. injustice frame pada gerakan anti-batubara Greenpeace berasal dari dampak-dampak yang ditimbulkan sepanjang rantai aliran produksi batubara. Dalam agency frame gerakan anti-batubara, masyarakat dipandang Greenpeace sebagai sumber kekuatan sedangkan pemerintah dianggap sebagai ’lawan’, serta melabeli pejabat pemerintah yang berusaha di bidang batubara sebagai mafia batubara. Identitas kolektif anti-batubara yang melekat pada anggota Greenpeace Asia Tenggara Indonesia merupakan hasil interaksi anggota dengan media komunikasi dan pemaknaan mereka terhadap frame gerakan sosial pada media komunikasi LSM Greenpeace Asia Tenggara di Indonesia. Identitas kolektif pada subjek penelitian dapat dilihat melalui tiga jenis identitas yang melekat yaitu identitas aktivis, identitas organisasi, dan identitas taktik. Identitas aktivis yang melekat pada kelima subjek penelitian adalah aktivis lingkungan. Sebagai aktivis lingkungan, mereka memiliki aggregate frame maupun consensus frame yang sama dengan Greenpeace. Perbedaan terdapat pada identitas organisasi maupun taktik. Hal ini tidak terlepas dari sejarah keaktivisan mereka sebelum bergabung dan berinteraksi secara langsung dengan LSM Greenpeace sehingga mempengaruhi dan membentuk collective action frame mereka, dan interaksi mereka dengan media komunikasi juga turut mempengaruhi pembentukan collective action frame mereka. Berdasarkan hal tersebut terdapat lima tipe identitas kolektif, yaitu (1) identitas kolektif juru kampanye terdiri dari identitas aktivis lingkungan, identitas Greenpeace dan identitas aksi langsung, dimana identitas ini adalah hasil interaksi juru kampanye dengan buku, aksi-aksi Greenpeace, maupun situs resmi Greenpeace dan dipengaruhi oleh sejarah keaktivisan juru kampanye sebagai seorang peneliti pada Yayasan Pelangi Indonesia; (2) identitas kolektif anggota divisi new media terdiri dari identitas aktivis lingkungan, identitas Greenpeace dan identitas independen, dimana identitas ini adalah hasil interaksi anggota divisi tersebut dengan buku maupun aksi-aksi Greenpeace; (3) identitas kolektif siswi GPU terdiri dari identitas aktivis lingkungan, identitas Education Care Unit dan identitas aksi langsung maupun independen, dimana identitas ini adalah hasil interaksi siswi GPU dengan aksi-aksi Greenpeace maupun situs resmi Greenpeace dan dipengaruhi oleh sejarah keaktivisan siswi tersebut sebagai seorang aktivis di LSM Education Care Unit ; (4) identitas kolektif anggota DDC terdiri dari identitas aktivis lingkungan, identitas Greenpeace dan identitas aksi
4
langsung dan independen, dimana identitas ini adalah hasil interaksi anggota DDC tersebut dengan buku, aksi-aksi Greenpeace, maupun situs resmi Greenpeace dan dipengaruhi juga oleh interaksi dia dengan pegawai Taman Nasional dan guide Taman Nasional; (5) identitas kolektif volunter terdiri dari identitas aktivis lingkungan, identitas MAPALA Titas Karya Bakti dan identitas aksi langsung, dimana identitas ini adalah hasil interaksi juru kampanye dengan aksi-aksi Greenpeace dan dipengaruhi oleh sejarah keaktivisan volunter sebagai seorang anggota MAPALA Titas Karya Bakti. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa Greenpeace Asia Tenggara sebagai organisasi gerakan sosial menyebarkan maupun mengkontruksi gagasan anggotanya dengan cara menyebarkanluaskan frame gerakan sosial melalui media komunikasi organisasi, hal ini mempengaruhi ataupun membentuk identitas kolektif anggotanya. identitas kolektif yang melekat pada anggota Greenpeace yaitu juru kampanye, anggota DDC, volunteer, siswi GPU dan anggota divisi new media merupakan hasil dari interaksi maupun pemaknaan mereka terhadap frame gerakan sosial pada media komunikasi berupa buku, aksi-aksi, dan atribut berupa baju yang memuat nilai-nilai dari budaya organisasi LSM Greenpeace Asia Tenggara. Pemaknaan maupun interaksi anggota terhadap media komunikasi yang mengandung frame gerakan sosial anti-batubara membuat mereka dapat menempelkan suatu peristiwa dalam benak masing-masing anggota, merasakan keresahan yang sama, mengidentifikasi latar belakang munculnya keresahan bersama terhadap digunakannya batubara hingga solusi yang sesuai, dan melabeli pihak-pihak yang terkait di dalamnya, sehingga terbentuk suatu identitas kolektif di antara anggotanya. Perbedaan identitas kolektif antara satu dengan yang lain juga diakibatkan oleh sejarah keaktivisan masing-masing anggota dan intensitas interaksi anggota dengan media komunikasi organisasi. Walaupun terdapat perbedaan identitas kolektif antara satu anggota dengan yang lain, framing batubara pada organisasi ini dapat dikatakan berhasil, sebab terjadi perubahan sebagian ataupun seluruh identitas kolektif anggota yang menjadi responden penelitian ini. Selain itu, selarasnya frame gerakan sosial yang melekat anggota LSM Greenpeace, termasuk ke dalam suatu keberhasilan, hal ini yang didasari oleh gagasan atau argumen yang mereka kemukakan mengenai kondisi lingkungan Indonesia, khususnya dalam konteks isu batubara, walaupun argumenargumen yang mereka utarakan tidak selalu sama dengan gagasan-gagasan yang LSM ini ingin bangun.
5
ANALISIS FRAMING (PEMBINGKAIAN) DALAM GERAKAN LINGKUNGAN HIDUP (Studi Kasus Gerakan Anti Batubara oleh LSM Greenpeace Asia Tenggara Indonesia, Jakarta)
Oleh: Ikhsan Pratama Wicaksono I34052619
SKRIPSI Sebagai Syarat untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
6
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang disusun oleh : Nama
:
Ikhsan Pratama Wicaksono
NRP
:
I34052619
Judul Skripsi
:
Analisis Framing (Pembingkaian) dalam Gerakan Lingkungan Hidup
Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Sarwititi Sarwoprasodjo, MS NIP. 19630904 199002 2 001
Mengetahui, Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS NIP. 19550630 198103 1 003
Tanggal Lulus: __________________
7
PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANALISIS FRAMING (PEMBINGKAIAN) DALAM GERAKAN LINGKUNGAN HIDUP” BENAR-BENAR MERUPAKAN HASIL KARYA YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN TINGGI MANAPUN DAN JUGA BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI. TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK MANAPUN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH SAYA. DEMIKIAN PERNYATAAN INI SAYA BUAT DENGAN SESUNGGUHNYA DAN SAYA BERSEDIA MEMPERTANGGUNG JAWABKAN PERNYATAAN INI.
Bogor, Januari 2010
Ikhsan Pratama Wicaksono I34052619
8
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung, 30 Juli 1987. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara, yang merupakan anak dari pasangan suami istri Dedi Bambang Isdarmawan dan Sri Yuliani Ekawasti. Pada tingkat sekolah dasar penulis bersekolah di SD Polisi 1 Bogor, kemudian melanjutkan pendidikannya di SLTP Negeri 4 Bogor dan SMU Negeri 5 Bogor. Penulis memiliki hobi berolah raga, terutama berenang dan bermain musik. Pada saat Sekolah Menengah Pertama hingga Sekolah Menengah Atas, penulis aktif dalam Organisasi Intra Sekolah (OSIS) dan ekstrakulikuler PRAMUKA. Setelah lulus dari SMU Negeri 5 Bogor, penulis melanjutkan pendidikannya di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB.
Penulis
mengambil jurusan Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia. Selama berada di IPB penulis aktif mengikuti berbagai keorganisasian seperti
Himasiera sebagai anggota Divisi Public Relation,
Commnex 2008, dan berbagai kegiatan kemahasiswaan seperti AIDS, Masa Pekenalan Departemen, Malam Keakraban KPM, dan juga penulis aktif dalam UKM MAX!! di IPB selama tiga tahun.
9
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan
hidayah-Nya,
sehingga
skripsi
dengan
judul
“Analisis
Framing
(Pembingkaian) dalam Gerakan Lingkungan Hidup” ini berhasil diselesaikan. Selesainya penyusunan skripsi ini atas masukan, arahan dan bimbingan dari Ibu Dr. Ir. Sarwititi Sarwoprasodjo, MS. sebagai dosen pembimbing, untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih. Juga kepada seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya, teman-teman atas dukungannya, dan pihak-pihak lain yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini. Penulis sadar bahwa penyusunan skripsi ini belum dapat disusun secara sempurna. Untuk itu saran dan kritik yang membangun dari pembaca senantiasa mahasiswa harapkan, semoga penyusunan skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.
Bogor, Januari 2010
Ikhsan Pratama Wicaksono
10
UCAPAN TERIMA KASIH
Dalam penulisan skripsi ini penulis telah memperoleh bantuan, dorongan, semangat dan dukungan dari beberapa pihak baik secara langsung atau secara tidak langsung sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul ”Analisis Framing (Pembingkaian) dalam Gerakan Lingkungan Hidup” dengan baik, karena tanpa bantuan dan dukungan dari mereka, mungkin penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan. Selanjutnya pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Dr. Ir. Sarwititi Sarwoprasodjo, MS, atas kesabarannya membimbing, berdiskusi, dan memotivasi penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Arya Hadi Dharmawan, MS, selaku dosen penguji utama ujian skripsi penulis. 3. Ir. Hadiyanto .Msi, selaku dosen penguji wakil departemen. 4. Keluarga tersayang. Ayah dan mamah, Dedi Bambang dan Sri Yuliani. Satusatunya adik: Iman Dwi Putro. Keluarga besar Ayah dan Mamah. Terima kasih atas segala dukungan materi dan moral yang senantiasa selalu diberikan kepada penulis. 5. Greenpeace Asia Tenggara Indonesia. Jajaran Pengurus : Mas Arif, Mba Dini, Mba Ari, Ibu Tini, Mas Hikmat, dan Mba Findi. Tim DDC : Dita, Frandi, Zein, Apay, dan Awang. Terima kasih untuk kerja sama selama penulis melakukan penelitian. Seluruh jajaran pengurus Greenpeace Asia Tenggara, volunter. Salam Hijau! 6. Nita sebagai teman sebimbingan, yang telah memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis. Akhirnya kita lulus juga! 7. Anindyo Ardina Riswari. Terima kasih atas segala dukungan moral yang senantiasa selalu diberikan kepada penulis. 8. Tim KKP Ceria: Rizal, Bowo, Eca, Noval SKPM. Perjuangan kita harus kita lanjutkan, semangat!
11
9. Teman-teman KPM: Liko, Dito, Palupi, Wina, Fichu, Mora, Bibob, Edu, Tamimi, Qnyong, Uday, Idham, Ghea dan Nadia. 10. Seluruh teman-teman satu angkatan, senior dan junior di KPM. Selamat dan sukses selalu untuk kita semua!
12
DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi ............................................................................................................ xi Daftar Matriks .................................................................................................... xiv Daftar Gambar .................................................................................................... xv BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1.2 Perumusan Masalah ............................................................................... 1.3 Tujuan Penulisan .................................................................................... 1.4 Manfaat Penulisan ..................................................................................
1 4 5 6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gerakan Sosial Baru dan Lembaga Swadaya Masyarakat ..................... 2.2 Budaya Organisasi ................................................................................. 2.2.1 Konsep Budaya Organisasi ........................................................... 2.2.2 Fungsi dan Manfaat Budaya Organisasi ....................................... 2.3 Framing .................................................................................................. 2.3.1 Konsep Framing ........................................................................... 2.3.2 Frame Gerakan Sosial ................................................................... 2.4 Identitas Kolektif .................................................................................... 2.5 Kerangka Pemikiran Konseptual ........................................................... 2.6 Definisi Konseptual ................................................................................
6 9 9 10 11 11 14 14 16 19
BAB III. METODOLOGI 3.1 Metode Penelitian .................................................................................. 3.2 Penentuan Subjek Penelitian dan Sumber Data ..................................... 3.2 Teknik Pengumpulan Data ..................................................................... 3.4 Teknik Analisis Data ..............................................................................
23 23 25 26
BAB IV. PROFIL LSM GREENPEACE ASIA TENGGARA INDONESIA 4.1 Sejarah LSM Greenpeace ....................................................................... 28 4.2 Greenpeace Asia Tenggara..................................................................... 29 4.3 Greenpeace Asia Tenggara Indonesia .................................................... 31 4.4 Prinsip Utama ......................................................................................... 32 4.5 Fokus Isu yang Diangkat ........................................................................ 34 4.6 Jaringan Mitra Kerja ............................................................................... 36 4.7 Strategi Kampanye Greenpeace Asia Tenggara di Indonesia ................ 37 4.8 Struktur Organisasi Greenpeace Asia Tenggara di Indoensia ................ 40
13
BAB V. FRAME GERAKAN SOSIAL ANTI-BATUBARA PADA LSM GREENPEACE ASIA TENGGARA DI INDONESIA 5.1 Agregate Frame Batubara pada Budaya Organisasi LSM Greenpeace Asia Tenggara Indonesia ................................................... 43 5.2 Consensus Frame Batubara pada Budaya Organisasi LSM Greenpeace Asia Tenggara Indonesia ................................................... 45 5.3 Collective Action Frame Batubara pada Budaya Organisasi LSM Greenpeace Asia Tenggara Indonesia ................................................... 47 5.4 Ikhtisar Frame Gerakan sosial LSM Greenpeace Asia Tenggara di Indonesia ···························································································· 49 BAB VI. FRAMING BATUBARA PADA LSM GREENPEACE ASIA TENGGARA INDONESIA 6.1 Buku ”Biaya Batubara Sebenarnya” ...................................................... 6.2 Aksi Langsung Damai Cilacap .............................................................. 6.3 Aksi Langsung Damai Bali .................................................................... 6.4 Baju Anti Batubara ................................................................................. 6.5 Kegiatan Direct Dialogue Campain dan Booklet .................................. 6.6 Ikhtisar Framing Batubara Pada LSM Greenpeace Asia Tenggara di Indonesia ............................................................................................ BAB VII.IDENTITAS KOLEKTIF ANGGOTA GREENPEACE ASIA TENGGARA INDONESIA TERKAIT ISU BATUBARA 7.1 AF : Juru Kampanye Iklim dan Energi, Khususnya Isu Batubara ......... 7.2 AR : New Media Campaigner Greenpeace Asia Tenggara Indonesia .. 7.3 LH : Siswi Greenpeace University Indonesia ........................................ 7.4 FA : Direct Dialogue Campaigner Greenpeace Asia Tenggara Indonesia ............................................................................................... 7.5 MU : Volunter Greenpeace Asia Tenggara ........................................... 7.6 Analisis Identitas Kolektif yang Melekat Pada Anggota Greenpeace Asia Tenggara Indonesia terkait Isu Batubara .......................................
51 59 62 65 67 74
76 79 82 84 87 87
BAB VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan ............................................................................................. 96 8.2 Saran........................................................................................................ 99 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 101 LAMPIRAN .................................................................................................. 103
14
15
DAFTAR MATRIKS No.
Teks
Halaman 1. Frame Gerakan Soial Anti-Batubara ...................................................... 50 2. Framing Batubara pada LSM Greenpeace Asia Tenggara di Indonesia ............................................................................................ 75 3. Identitas Kolektif yang Melekat pada AF, Juru Kampanye Iklim dan Energi, Khususnya Isu Batubara ........................................... 79 4. Identitas Kolektif yang Melekat pada AR, New Media Campaigner Greenpeace Asia Tenggara Indonesia .............................. 81 5. Identitas Kolektif yang Melekat pada LH, Siswi Greenpeace University Indonesia .............................................................................. 83 6. Identitas Kolektif yang Melekat pada FA, Direct Dialogue Campaigner Greenpeace Asia Tenggara Indonesia ............................ 87 7. Identitas Kolektif yang Melekat pada MU, Volunter Greenpeace Asia Tenggara.................................................................... 90 8. Profil Responden ..................................................................................... 90 9. Framing Batubara pada Subjek Penelitian............................................... 93
16
DAFTAR GAMBAR No.
Teks
Halaman 1. Kerangka Pemikiran Pembentukan Identitas Koletif pada LSM Greenpeace Asia Tenggara...................................................................... 19 2. Struktur Organisasi LSM Greenpeace Asia Tenggara Indonesia............ 40 3. Halaman Muka Buku ”Biaya Batubara Sebenarnya” .............................. 52 4. Halaman Pada ”Biaya Batubara Sebenarnya” sebagai Simbol Pencemaran Udara .................................................................................. 57 5. Gerakan Massa pada Buku ”Biaya Batubara Sebenarnya” sebagai Simbol Solusi dari Masalah Energi ......................................................... 58 6. Aksi Langsung Damai Cilacap, 12 Februari 2009................................... 60 7. Aksi Langsung Damai Bali, 26 Juni 2009 ............................................... 63 8. Atribut Pakaian Anti-Batubara ................................................................ 66 9. Kegiatan DDC Greenpeace Asia Tenggara di Indonesia ....................... 68 10. Poster Nelayan Cilacap pada Stand DDC di Pondok Indah Mall ......... 69 11. Tampak Depan Booklet Greenpeace Asia Tenggara Indonesia ............ 70 12. Tampak Belakang Booklet Greenpeace Asia Tenggara Indonesia ....... 71 13. Simbol dari Elemen Diagnosis dalam booklet ...................................... 73 14. Simbol dari Elemen Prognosis dalam booklet ...................................... 73
17
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar belakang Pengembangan pemanfaatan sumberdaya energi non minyak saat ini
sangat diperlukan, mengingat semakin tipisnya cadangan minyak bumi kita. Salah satu langkah yang ditempuh pemerintah adalah mengembangkan sumberdaya batubara sebagai salah satu sumber energi alternatif untuk industri dan kebutuhan pasar dalam dan luar negeri. Selain harganya relatif murah, cadangan sumberdaya energi batubara tersedia dalam jumlah cukup banyak di sebagian besar wilayah Indonesia. Batubara di masa yang akan datang, sebagai bagian dari usaha diversifikasi energi, diharapkan dapat menggantikan minyak bumi sebagai sumber energi bagi industri dalam dan luar negeri dan untuk memenuhi kebutuhan pasar luar negeri. Industri-industri yang saat ini telah memanfaatkan batubara sebagai sumber energi antara lain industri semen dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Selain itu, pemerintah juga telah menganjurkan penggunaan briket batubara sebagai energi alternatif pengganti bahan bakar minyak tanah untuk keperluan rumah tangga. Hal ini mendorong perusahaan swasta nasional maupun asing untuk melakukan eksploitasi batubara (Busyairi, 2008). Eksploitasi
sumberdaya
alam,
termasuk
diantaranya
kegiatan
penambangan batubara, sangat potensial menimbulkan dampak lingkungan. Dampak terhadap lingkungan ini dapat bersifat negatif. Dampak negatif yang diperkirakan akan muncul dari kegiatan penambangan batubara ini antara lain perubahan bentang lahan, penurunan kualitas udara, tanah dan air, serta perubahan-perubahan tatanan sosial budaya. Dampak negatif tersebut menimbulkan keresahan di kalangan aktivis lingkungan, terutama yang bergabung dalam LSM yang bergerak di bidang lingkungan. Mereka giat menentang kegiatan penambangan batubara di Indonesia melalui aksi-aksi yang mereka lakukan maupun diskusi langsung dengan pihakpihak yang terkait. Terkadang kegiatan yang mereka lakukan ditanggapi dengan aksi kekerasan, seperti yang terjadi di daerah Kabupaten Tanah Bumbu,
18
Kalimantan Selatan. Usai melakukan kegiatan dengar pendapat dengan anggota DPRD, lima orang aktivis LSM dikejar oleh 600 orang yang mengaku massa pendukung kegiatan tambang masuk menyerbu Gedung DPRD Tanah Bumbu karena mengkritisi Perusda batubara1. Kehadiran aktivis LSM ataupun LSM itu sendiri diperlukan sebagai bagian dari masyarakat, karena pandangan atau aspirasinya, dan program yang dilaksanakannya membuat lembaga masyarakat ini tampil sebagai salah satu organisasi yang menyuarakan hati nurani masyarakat. Selain itu, LSM sebagai salah satu wadah bagi masyarakat untuk menyalurkan aspirasi, merupakan bagian dari gerakan sosial masyarakat di suatu negara, termasuk di dalamnya gerakangerakan sosial baru yang mengkampanyekan isu-isu lingkungan hidup, salah satu contohnya adalah LSM Greenpeace. Menurut Tindall (2002), LSM sebagai bagian dari gerakan sosial memerlukan partisipasi dari anggotanya untuk berbagai alasan. Pertama, LSM memerlukan sumberdaya yang banyak dalam menjalankan aktifitas maupun menjaga eksistensinya. Kedua, agar aspirasi LSM dapat didengarkan dan diperhitungkan dalam sistem politik yang demokratis, maka pemerintah maupun aktor lain yang dituju harus diyakinkan bahwa aspirasi tersebut didukung dan disetujui oleh sebagian besar masyarakat. Menurut Shobirin dikutip Dharmawan (2004), keleluasaan LSM dalam menyuarakan hati nurani masyarakat dan menjalankan aktivitasnya tidak sendirinya meringankan tantangan yang dihadapi oleh LSM. Tantangan tersebut berasal dari keterbatasan dirinya serta rendahnya kesadaran dan kemampuan fund raising dari sumber-sumber dalam negeri atau usaha sendiri, kelemahan faktor internal tersebut menyebabkan banyak LSM yang sulit mempertahankan keberlangsungan hidupnya. Tantangan tersebut diperkuat oleh pendapat Maria dikutip Dharmawan (2004) yang mengatakan bahwa salah satu isu serius yang akan dihadapi LSM di Indonesia ke depannya yaitu kemampuan LSM dalam
1
Berdasarkan artikel yang dimuat di koran Kompas yang terbit pada tanggal 9 Mei 2005. Artikel ini dapat diakses di http://www.djmbp.esdm.go.id/modules/news/index.php?_act=detail&sub=news_minerbapabum& news_id=1872
19
membangun kekuatan internal, termasuk di dalamnya adalah kemampuan LSM dalam menggalang dana dan membangun komitmen anggotanya. Dalam mengatasi keterbatasan maupun membangun kekuatan internal, LSM membutuhkan budaya organisasi yang kuat untuk meningkatkan komitmen anggotanya demi mencapai visi dan misi dari LSM tersebut. Maksud budaya organisasi disini adalah pola berbagai asumsi dasar dan nilai yang dipegang diyakini valid sebagai acuan dan cara yang “benar” untuk mempersepsikan, merasakan, memikirkan dan memecahkan berbagai masalah. Pendapat ini diperkuat oleh pendapat Robbins (2002), yang menyatakan bahwa salah satu fungsi budaya organisasi adalah membantu menciptakan rasa memiliki jati diri bagi anggota serta membantu stabilisasi organisasi sebagai suatu sistem sosial. Menjaga komitmen dalam diri anggota sangat penting, karena dengan komitmen yang tinggi anggota dapat memberikan kontribusinya yang maksimal bagi tercapainya tujuan organisasi. Anggota sebagai salah satu masukan (input) dalam organisasi terkadang tidak memberikan kontribusinya secara maksimal yang dapat menyebabkan menurunnya partisipasi anggota dalam programprogram yang terdapat dalam organisasi. Partisipasi sendiri merupakan hasil pemikiran rasional yang dibangun oleh individu-individu yang berbagi identitas kolektif antara satu dengan yang lain (Polletta dan James, 2001). Identitas kolektif mampu memberikan kepuasan tersendiri dan menunjukan kewajiban yang mampu mendorong individu untuk bergerak sesuai dengan keinginan organisasi. Dalam organisasi gerakan sosial baru, identitas kolektif merupakan pemaknaan bersama yang terdapat di dalam suatu kelompok sebagai hasil dari konstruksi atau framing suatu budaya organisasi. Sehingga dalam mengkontruksi (framing) identitas kolektif, suatu budaya memerlukan media komunikasi dalam menyebarluaskan frame- frame tersebut guna membangkitkan kesepahaman anggotanya dalam menghadapi suatu permasalahan. Beberapa penelitian sebelumnya mengenai LSM dan kaitannya dengan gerakan sosial sudah dilakukan. Sari (2004) menggambarkan pencapaian IPGI (The Indonesian Partnership on Local Governance Initiatives) sebagai LSM yang bergerak dalam penelitian pastisipatif, pelatihan dan konsultan, advokasi dan
20
pelancaran pengaruh dalam mewujudkan situasi yang kondusif bagi terciptanya civil society pada dua komunitas yang berbeda. Assa’di (2004) menganalisa kedalaman jangkauan (outreach) LSM LKTS (Lembaga Kajian untuk Transformasi Sosial) pada komunitas pedesaan. Kedalaman jangkauan LSM tersebut dianalisa melalui kedalaman jangkauan LSM tersebut, strategi penetrasi LKTS pada pengembangan komunitas, dan pengaruhnya pada pengembangan komunitas pedesaan. Pada penelitian lainnya yaitu Assa’di (2009) meneliti pengaruh donor dalam aspek finnsial, aksi dan orientasi ideologi terhadap independensi LSM pada dua lembaga yaitu LKTS (Lembaga Kajian untuk Transformasi Sosial) dan LPS DD ( Lembaga Pertanian Dompet Dhuafa), hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa perbedaan independensi LSM pada aspek finansial dan aksi muncul dari karakteristik donor serta pergeseran ideologi LSM tidak disebabkan langsung oleh donor, tetapi karena meningkatnya kebutuhan finansial yang semakin besar. Selain itu, faktor independensi LSM dipengaruhi oleh faktor internal, dimana militansi ideologi LSM, kemapanan kinerja LSM menjadi variabel kekuatan dalam negosiasi. Hampir semua penelitan terdahulu mengenai LSM dan gerakan sosial lebih fokus kepada aktifitas maupun keberhasilan LSM dalam menjalankan salah satu fungsinya sebagai organisasi gerakan sosial, namun belum ada yang mengungkapkan bagaimana LSM sebagai organisasi gerakan sosial membangun identitas kolektif pada anggotanya. Dalam organsisasi gerakan sosial, identitas kolektif berguna dalam menjawab tantangan yang akan dihadapi organisasi tersebut kedepannya, seperti tantangan dalam membangun kekuatan internal organisasi dan komitmen anggotanya.
1.2
Perumusan permasalahan Berdasarkan uraian diatas, maka dirumuskan suatu permasalahan yang
akan diteliti, yaitu : Bagaimana framing pada anggota organisasi gerakan sosial dalam membentuk identitas kolektif guna mempertahankan partisipasi anggotanya sebagai aktivis lingkungan hidup ?
21
1.3
Tujuan penelitian Berdasarkan perumusan masalah tersebut maka tujuan penelitian disusun
sebagai berikut : 1. Mengidentifikasi frame gerakan sosial yang terdapat pada cerita, ritual, bahasa, dan lambang materi yang terdapat pada budaya organisasi gerakan sosial, 2. Mengidentifikasi elemen dari frame yang terdapat pada cerita, ritual, bahasa, dan lambang materi yang terdapat pada budaya organisasi gerakan sosial, 3. Menganalisa identitas kolektif yang melekat pada anggota organisasi gerakan sosial.
1.4
Manfaat penelitian Manfaat penelitian ini antara lain : 1. Bagi LSM Greenpeace sebagai masukan sebagai bahan evaluasi dan analisis identitas kolektif yang melekat pada diri anggota organisasi yang bersayana untuk perkembangan LSM tersebut dalam rangka membangun dan memperkokoh kekuatan internal organisasi. 2. Bagi akademisi dan peminat ilmu komunikasi dan sosiologi,
dapat
digunakan sebagai referensi serta acuan untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan pembentukan identitas kolektif anggota dari organisasi gerakan sosial.
22
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Gerakan Sosial Baru dan Lembaga Swadaya Masyarakat Gerakan sosial baru merupakan sebuah struktur jejaring banyak pemikiran
yang merupakan produk transformasi mendalam gerakan sosial di era post— industry atau dapat dikatakan gerakan transasional. Gerakan ini menyuarakan, mengarah dan berjuang bagi isu-isu kemanusiaan dan isu-isu yang berhubungan dengan kondisi mendasar keberadaan manusia serta keberadaan yang layak di masa depan (Melucci dalam Singh, 2002). Gerakan sosial baru berusaha mencari jawaban atas pertanyaan yang terkait dengan perdamaian, perlucutan senjata, polusi nuklir, perang nuklir; yang berhubungan dengan ketahanan planet, ekologi, lingkungan; dan hak-hak manusia. Karenanya sejumlah tujuan dan targetnya berlokasi di wilayah lintas masyarakat kemanusiaan global. Kebanyakan gerakan sosial baru memberi perhatian konsepsi ideologis mereka pada asumsi bahwa masyarakat sipil tengah meluruh dimana ruang sosialnya mengalami penciutan dan yang ’sosial’ dari masyarakat sipil tengah digerogoti oleh kemampuan kontrol negara. Ekspansi negara dalam panggung kontemporer ini, bersesuain dengan ekspansi pasar. Negara dan pasar dilihat sebagai dua institusi yang sedang menerobos masuk ke dalam nyaris seluruh aspek kehidupan warga. Sehingga gerakan sosial ini berusaha menyerukan sebuah kondisi yang adil dan bermartabat bagi konsepsi kelahiran, kedewasaan, dan reproduksi makhluk manusia yang kreatif dan berseiring dengan alam (Singh, 2002). Gerakan sosial baru secara radikal mengubah paradigma Marxis yang menjelaskan konflik kontradiksi dalam istilah ’kelas’ dan konflik kelas. Pikiran akademisi kiri menyajikan gugatan pada sistem paparan marxis materialis tentang gerakan dan perubahan dalam masyarakat (Martin, 2001). Gugatan ini muncul akibat dari disingkirkannya isu-isu gender, ekologi, ras, kesukuan, dsb. Latar belakang kelas tidak menentukan aktor ataupun penopang aksi kolektif, hal ini sesuai dengan pendapat Melucci dikutip Martin (2001) dimana
23
gerakan sosial baru lebih didasarkan kepada identitas yang melekat bukan sistem kelas. gerakan sosial baru pada umumnya mengabaikan model organisasi serikat buruh dan model politik kepartaian. Berdasarkan hal tersebut, menurut Taurine dikutip Sztompka (2004) ciri-ciri gerakan sosial baru adalah : 1. Terfokus pada isu, kepentingan, dan bidang-bidang pertentangan sosial baru, sebagai reaksi invasi politik, ekonomi, ekologi, teknologi, dan birokrasi dalam seluruh sektor kehidupan manusia. Konsentrasi gerakan ini terfokus pada kualitas, identitas kelompok, dll. 2. Keanggotaanya tidak dikaitkan dengan kelas khusus tertentu tetapi lebih saling berpotongan dengan pembagian kelas tradisional, mengungkap masalah penting yang dihadapi anggota berbagai kelas yang berlainan. 3. Organisasi gerakannya terdesentralisir dengan jaringan kerja yang meluas dan longgar, tidak kaku, dan hierarkis. Pada tahap tertentu gerakan sosial baru, dimana gerakan tersebut memiliki rentang yang luas dalam jumlah anggota hingga jutaan (yang tentunya memiliki derajat pengorganisasian yang relatif tinggi membentuk suatu institusi yang mampu mengakomodir proses gerakan sosial itu sendiri. Menurut Tindall (2002), organisasi gerakan sosial baru (new social movement organization) adalah organisasi yang didirikan dalam rangka membangun gerakan sosial dan berbedabeda derajat formalitasnya dan bentuk institusinya. Organisasi ini merupakan aktor utama dalam gerakan sosial kontemporer (”organization which are dedicated to fostering social change, and which may vary in the degree to which they are formalized and institutionalized-are key actors in contemporary social movement”). LSM sebagai lembaga yang menyuarakan hati nurani maupun aspirasi dari masyarakat dapat dikatakan sebagai wujud dari organisasi gerakan sosial baru apabila LSM tersebut mengangkat dan memperjuangkan isu-isu kontemporer, karena LSM bukan bagian dari organisasi pemerintah serta didirikan bukan sebagai hasil dari persetujuan pemerintah namun lahir dari individu-individu yang
24
memiliki kesepahaman atas cita-cita yang ingin mereka capai. LSM difahami sebagai organisasi gerakan sosial yang menjadi pelopor terciptanya gerakan sosial baru untuk perubahan sosial. Pada tahun 1978 Dr. Sarino Mangunpranoto pada pertemuan antar organisasi non-pemerintahan yang bergerak di bidang pembangunan pedesaan di Ungaran mengusulkan untuk mengganti istilah NGO (Non Goverment Organization) atau ORNOP (Organisasi Non-Pemerintah) menjadi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat). Istilah LSM kemudian berubah menjadi Lembaga Pengembangan Swadaya Masyarakat (LPSM) dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) (Widjanarko,2002). Namun pada tingkat internasional, istilah NGO masih dipakai dan lebih dipahami ( Saragih dikutip Sari, 2004). Morris dikutip oleh Jallal (2001) mengungkapkan lima karakteristik LSM sebagai berikut : 1. Terorganisasi, sampai derajat tertentu memiliki bentuk organisasional, 2. Privat, secara kelembagaan terpisah dari pemerintah, 3. Nonprofit, keuntungan yang diperoleh dikembalikan untuk mencapai misi yang telah ditentukan, 4. Memerintah diri sendiri, memiliki aparat internal sendiri, dan 5. Voluntari, melibatkan diri dalam partisipasi sukarela yang berarti. Undang-undang RI No.4 tahun 1982 menegaskan keberadaan LSM di Indonesia, isi dari undang-undang ini menyebutkan bahwa LSM sebagai organisasi yang tumbuh secara swadaya, atas kehendak dan keinginan sendiri, di tengah masyarakat, dan berminat, serta bergerak dalam bidang lingkungan hidup. Dan Inmendagri No. 8/1990, menyebutkan LSM sebagai organisasi.lembaga yang dibentuk masyarakat secara sukarela atas kehendak sendiri dan bergerak di bidang kegiatan tertentu yang ditetapkan oleh organisasi/lembaga sebagai wujud partisipasi masyarakat (Paramitha,2001).
25
2.2
Budaya Organisasi
2.2.1
Konsep Budaya Organisasi Budaya telah menjadi konsep penting dalam memahami masyarakat dan
kelompok manusia untuk waktu yang lama. Budaya adalah suatu pola semua susunan, baik material maupun perilaku yang sudah diadopsi masyarakat sebagai suatu cara yang telah terorganisasi, mengandung unsur kepercayaan, norma, nilainilai budaya implisit, yang berguna dalam memecahkan masalah-masalah para anggotanya serta ketentuan-ketentuan yang mendasar dan mengandung suatu perintah (Koentjaraningrat, 2002). Organisasi sebagai struktur koordinasi formal yang melibatkan dua orang atau lebih dalam rangka mencapai tujuan bersama memiliki suatu budaya yaitu budaya organisasi. Karena dalam mencapai tujuan bersama, setiap organisasi memiliki suatu sistem yang mengandung unsur norma dan nilai yang berguna dalam mengatur setiap kegiatan yang dilakukan anggotanya agar berjalan sesuai dengan visi maupun misi organisasi. Sistem tersebut dipelajari, dimiliki bersama, diikuti oleh setiap sub-organisasi dan para anggota organisasi itu sendiri, dan mereka yang berada dalam hirarkhi organisasi serta diwariskan dari generasi ke generasi. Oleh karena itu, budaya organisasi dapat dikatakan sebagai suatu budaya. Dalam beberapa literatur (Moeljono dan Robbins) pemakaian istilah corporate culture biasa diganti dengan istilah organization culture. Kedua istilah ini memiliki pengertian yang sama. Karena itu dalam penelitian ini kedua istilah tersebut digunakan secara bersama-sama, dan keduanya memiliki satu pengertian yang sama. Sebagaimana definisi budaya organisasi yang dikemukakan oleh Moeljono (2003), ia menyatakan bahwa budaya organisasi atau budaya manajemen atau juga dikenal dengan istilah budaya kerja merupakan nilai-nilai dominan yang disebar luaskan didalam organisasi dan diacu sebagai filosofi kerja karyawan.
26
Robbins(2002) mendefinisikan budaya organisasi (organizational culture) sebagai suatu sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi tersebut dengan organisasi yang lain. Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa sistem pemaknaan bersama ini merupakan seperangkat karakter kunci dari nilai-nilai organisasi ("a system of shared meaning held by members that distinguishes the organization from other organization. This system of shared meaning is, on closer examination, a set of key characteristics that the organization values"). Sedangkan menurut Ardana dkk (2008), budaya organisasi adalah sistem makna dan keyakinan bersama yang dianut oleh para anggota organisasi yang menentukan cara mereka bertindak. Menurut Robbins dan Coulter (dikutip Ardana dkk, 2008) yang paling efektif dalam meneruskan budaya organisasi adalah melalui : 1. Cerita, cerita-cerita ini khususnya berisi dongeng suatu peristiwa mengenai pendiri organisasi, pelanggaran peraturan dan mengatasi masalah organisasi 2. Ritual, merupakan deretan berulang kegiatan yang mengekspresikan dan memperkuat nilai-nilai utama organisasi itu serta menunjukan tujuan organisasi. 3. Lambang materi, merupakan atribut fisik pada suatu budaya organisasi yang dapat diamati, seperti pakaian seragam. 4. Bahasa, merupakan cara untuk mengadakan identifikasi anggota suatu budaya atau
anak
budaya
menggambarkan
dengan
sesuatu.
munculnya
Dengan
istilah-istilah
mempelajari
bahasa
khas ini,
untuk anggota
membuktikan penerimaan mereka akan budaya itu.
2.2.2
Fungsi dan Manfaat Budaya Organisasi Budaya organisasi sebagai suatu sistem makna bersama yang dianut oleh
anggota-anggota yang membedakan organisasi tersebut dengan organisasi yang lain, memiliki fungsi dan manfaat yang nyata bagi kehidupan suatu organisasi. Pertama, budaya mempunyai peran pembeda. Hal itu berarti bahwa budaya organisasi menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dengan
27
organisasi lain karena sifat budaya itu unik. Kedua, menumbuhkan komitmen terhadap organisasi pada diri setiap individu yang tergabung dalam organisasi. Ketiga, membantu individu dalam membentuk identitas diri. Keempat, budaya organisasi berfungsi sebagai perekat sosial dalam mempersatukan unsur-unsur yang terdapat didalamnya sekaligus berfungsi pula sebagai kontrol atas perilaku para anggota. Menurut Susanto (1997) manfaat dan fungsi budaya organisasi adalah menekan tingkat “turn over” anggotanya. Ini dapat dicapai karena budaya organisasi mendorong anggotanya memutuskan untuk tetap berkembang bersama organisasi dan sebagai cara bagi untuk menunjukan ciri khas yang dimiliki oleh organisasi kepada pihak eksternal, tentang keberadaan organisasi ditengah-tengah organisasi yang ada di masyarakat. Selain itu, menurut Robbins (2002), terdapat sejumlah peranan penting yang dimainkan oleh budaya organisasi, yaitu : a) Membantu menciptakan rasa memiliki jati diri bagi anggota; b) Mengembangkan keikatan pribadi dengan organisasi; c) Membantu stabilisasi organisasi sebagai suatu sistem sosial; d) Menyajikan pedoman perilaku, sebagai hasil dari norma-norma perilaku yang sudah terbentuk.
2.3
Framing
2.3.1
Konsep Framing Frame adalah sebuah skema interpretasi, dimana gambaran dunia yang
dimasuki seseorang diorganisasikan sehingga pengalaman tersebut menjadi punya arti dan bermakna (Goffman dikutip Yanto,2002). Menurut Pan dan Kosicki (dikutip Yanto,2002), terdapat dua konsepsi dari framing yang sailng berkaitan. Pertama, dalam konsepsi psikologi. Framing dalam konsepsi ini lebih menekankan pada bagaimana seseorang memproses informasi dalam dirinya. Framing berkaitan dengan struktur dan proses kognitif, bagaimana seseorang mengolah sejumlah informasi dan ditunjukan dalam skema tertentu. Skema adalah
28
teori yang berasal dari bidang keilmuan psikologi yang menjelaskan mengenai bagaimana seseorang menggunakan struktur kognitifnya dalam memandang dunia : seseorang, lingkungan dan peristiwa dalam pandangan atau perspektif tertentu. Skema dapat menimbulkan efek yang kuat pada tiga proses dasar: perhatian atau atensi (attention), pengodean (encoding), dan mengingat kembali (retrival) (Baron dan Donn,2003). Frame menawarkan penafsiran atas berbagai realitas sosial yang berlangsung setiap hari. Kedua dalam perspektif sosiologis, frame berfungsi membuat realitas menjadi teridentifikasi, dipahami dan dimengerti dengan label tertentu. Menurut Goffman dikutip Yanto (2002), frame secara aktif mengklasifikasikan, mengorganisasikan, dan menginterpretasikan pengalaman hidup seseorang agar orang tersebut dapat memahaminya. Menurut Snow dikutip Klandermans dan Suzanne (2002), frame merupakan interpretative schemata yang membuat partsipan dalam menempatkan, menerima dan melabeli suatu hal. Oleh karena itu Klandermans dan Suzanne (2002) berpendapat bahwa frame memiliki elemen-elemen yang terdiri dari : a. Frame memiliki content. b. Frame merupakan struktur kognitif atau skema. c. Frame terdapat pada diri individu maupun lingkungan sosialnya. Frame merupakan skema kognitif seorang individu, skema ini berguna dalam membangun aksi kolektif apabila individu tersebut berbagi skema yang ia miliki kepada individu lain yang memiliki skema yang sama dalam suatu aksi yang memiliki suatu pola. d. Frame merupakan struktur kognitif seseorang dan hasil pengembangan proses kognitif. Berdasarkan hal ini, penelitian mengenai framing dapat dibagai menjadi dua tipe yaitu : (1) memandang framing sebagai suatu kegiatan penting dalam mengembang pergerakan dengan menyebarkannya melalui frame aligment processes, dan (2) memandang frame sebagai content dan struktur, yang mengungkapkan intrepertasi partisipan ataupun pemimpinnya mengenai suatu hal dalam suatu waktu.
29
e. Frame are based on text, frame dalam konteks ini dapat ditemukan dalam dokumen tertulis, komunikasi verbal yang terdiri dari percakapan, pidato, slogan, lagu, representasi secara visual yang terdiri dari gambar, ilustrasi kartun dan gabungan dari ketiganya. Sehingga frame biasanya dapat ditemukan melalui wawancara partisipan, analisa dokumen, pidato, slogan, dan lagu.
Menurut Charlotte dikutip oleh Klandermans dan Suzanne (2002) elemenelemen frame di dalam suatu media komuniasi terdiri dari : a. Isu utama, b. Solusi yang ditawarkan dalam frame atau diagnosis dan prognosis, c. Simbol-simbol yang digunakan seperti gambar-gambar, metamorfosa, contoh sejarah, steriotip, dan catch phrase, d. Argumen pendukung,
Menurut Robert N. Entman (dikutip Yanto, 2002), framing merupakan proses seleksi bagi berbagai realitas sehingga bagian tertentu dari peristiwa itu menonjol dibandingkan aspek lain. Sedangkan menurut William A. Gamson (dikutip Yanto, 2002), framing merupakan suatu cara menyampaikan gugusan ideide yang terorganisir sedemikian rupa dan menghadirkan konstruksi makna peristiwa-peristiwa. Cara menyampaikan gugusan ide tersebut terbentuk dalam sebuah kemasan (package), kemasan tersebut merupakan skema atau struktur pemahaman yang digunakan oleh seorang individu untuk mengkonstruksi makna pesan-pesan yang ingin disampaikan, serta menafsirkan makna pesan-pesan yang ia terima.
30
2.3.2
Frame Gerakan sosial Menurut Gamson dikutip Yanto (2002), gerakan sosial membutuhkan tiga
frame atau bingkai yaitu : 1. Agregate frame adalah proses pendefinisian isu sebagai masalah sosial. Bagaimana individu yang mendengar frame atas peristiwa tersebut sadar bahwa isu tersebut adalah masalah bersama yang berpengaruh bagi setiap individu. 2. Consensus frame adalah proses pendefinisian yang berkaitan dengan masalah sosial hanya dapat diselesaikan oleh tindakan kolektif. Frame konsensus ini mengkonstruksi perasaan dan identifikasi dari individu untuk bertindak secara kolektif. 3. Collective action frame adalah proses pendefinisian yang berkaitan dengan kenapa dibutuhkan tindakan kolektif, dan tindakan kolektif apa yang seharusnya dilakukan. Frame ini dikonstruksi oleh tiga elemen. (1) injustice frame, frame ini menyediakan alasan mengapa kelompok tersebut harus bertindak sesegera mungkin, sedangkan menurut Taylor (2000) the injustice element refers to the moral outrage activists expound through their political consciousness. This moral indignation is more than a straightforward cognitive or intellectual judgment about equity or justice, it is emotionally charged, (2) agency frame, frame ini berhubungan dengan pembentukan konstruksi siapa kawan siapa lawan, siapa pihak kita dan siapa pihak mereka, dan menurut Taylor (2002) Agency refers to individual and group efficacy, that is, the sense of empowerment activist feel. Empowered activist or those exercising agency feel they can alter condition and policies, dan (3) Identity frame, frame ini tidak hanya memperjelas siapa kita dan siapa mereka, melainkan juga mengidentifikasi bahwa kita berbeda dengan mereka.
2.4
Identitas Kolektif Menurut Scott A. Hunt (dalam Larana dkk,1994) terdapat tiga pendekatan
dalam menganalisis proses pembentukan identitas yaitu : (1) pendekatan yang
31
mengatakan bahwa identitas merupakan produk biologi, psikologi dan struktur sosial, (2) pendekatan perubahan sosial, perubahan sosial dapat berpengaruh terhadap pembentukan identitas seseorang, dan (3) pendekatan interaksional, dalam pendekatan ini melihat bahwa identitas merupakan hasil proses interaksi. Dalam gerakan sosial terdapat perkembangan pemaknaan bersama mengenai nilai-nilai yang dipahami maupun disepakati oleh setiap individu yang berpastisipasi dalam gerakan sosial tersebut. Alberto Melucci (dalam Larana dkk, 1994) memperkenalkan konsep identitas kolektif (collective identity) merujuk kepada konsep pemaknaan bersama. Menurutnya identitas kolektif merupakan hasil proses interaksi dan pemaknaan bersama antara beberapa individu atau dalam suatu kelompok mengenai peluang maupun hambatan yang dihadapi dalam menuju aksi kolektif (“ an interactive and shared definition produced by several individuals (or groups at a more complex level) and concerned with the orientations of action and the field of opportunities and constrain offered to collective action”) . Pemaknaan bersama ini berkembang melaui proses interaksi antara individu. Menurut Melucci, identitas kolektif memberikan aktor yang turut serta dalam gerakan sosial suatu cognitive frameworks yang membantu aktor tersebut dalam menilai kondisi lingkungannya dan memperhitungkan keuntungan maupun kerugian dari setiap tindakan yang mereka akan lakukan. Blumer dalam Larana (1994) mengaitkan esprit de corps, moral, solidaritas, dan ideologi dalam hal konstruksi identitas. Verta Taylor dan Nancy Whittier (dalam Larana dkk, 1994) memberikan pandangan yang berbeda mengenai identitas kolektif, menurut mereka identitas kolektif merupakan pemaknaan bersama yang terdapat di dalam suatu kelompok (group) yang berasal dari ketertarikan yang sama akan suatu hal dan solidaritas yang dibangun bersama. Mereka berpendapat bahwa terdapat tiga faktor yang berpengaruh dalam proses pembentukan identitas kolektif yaitu : 1. the creation of socially constructed boundries that insulate and differentiate a category of persons from the dominant society, 2. the development of consciousness that presumes the existence of socially constituted criteria that account for a group’s structural position,
32
3. The valorization of a group’s essential differences through the politicization of everyday.
Menurut Jasper dikutip oleh Polletta dan James (2002) identitas kolektif yang melekat pada seseorang yang turut serta dalam suatu gerakan sosial dapat dilihat melalui tiga jenis identitas yang melekat pada dirinya. Pertama identitas aktivis, indentitas ini dapat dilihat dari sejarah aktifitas politiknya atau sejarah orang tersebut sebelum ia bergabung dengan suatu organisasi gerakan sosial yang lebih luas dari suatu gerakan itu sendiri, misalnya ketika orang tersebut menyebut dirinya sebagai aktivis lingkungan. Kedua identitas organisasi, identitas yang melekat pada seseorang ketika ia bergabung dengan suatu organisasi. Dan yang terakhir identitas taktis, identitas ini menunjukan gaya aksi tertentu yang ia percaya dan anut. Ketiga jenis identitas ini dapat terbentuk sebelum maupun sesudah ia bergabung dengan suatu gerakan sosial.
2.5
Kerangka Pemikiran Konseptual Budaya organisasi menurut George C. Homans (Hersey dan Kenneth,
1982), merupakan hasil dari penyatuan pandangan dari individu atau anggota di dalam organisasi itu. Karena suatu organisasi agar dapat bertahan memerlukan tiga unsur sosial yaitu aktivitas, interaksi, dan sentimen dari anggotanya. Aktivitas adalah tugas-tugas yang dilaksanakan oleh anggotanya, interaksi adalah perilaku yang terjadi di antara orang-orang dalam melaksanakan tugas-tugasnya, dan sentimen adalah sikap yang terbentuk di antara orang-orang dan dalam kelompok. Ketiga unsur ini saling berkaitan satu dengan yang lain. Beragamnya karakteristik individu serta saling terkaitnya tiga unsur sosial dalam suatu organisasi, sehingga organisasi membutuhkan wadah yang mampu meyatukan pandangan yang akan berguna untuk mencapai misi dan tujuan organisasi tersebut agar tidak berjalan sendiri-sendiri.
33
Dalam penelitian gerakan sosial baru, budaya organisasi diasumsikan sebagai budaya yang mampu mengkonstruksi identitas kolektif pada individu yang bergabung dengan organisasi gerakan sosial baru. Melalui budaya ini, individu mampu mengkonstruksi kemudian memaknai suatu fakta atau peristiwa yang berlaku sesuai konteks tertentu. Identitas kolektif merupakan suatu daya nalar individu, moral, hubungan emosional antara individu dengan organisasi, kategori, komunitas atau practice. Identitas ini terbentuk akibat interaksi individu dengan budaya suatu pergerakan sosial. Identitas kolektif yang melekat pada anggota dari organisasi gerakan sosial baru dapat dilihat dari tiga identitas yang melekat pada anggota tersebut, yang terdiri dari identitas aktivis, identitas organisasi dan identitas taktik. Budaya organisasi sebagai suatu hasil penyatuan pandangan, dapat dikatakan sebagai konsensus yang dibentuk oleh anggotanya. Menurut Stuart Hall (dikutip Yanto, 2002), konsensus merupakan hasil share pengetahuan individuindividu yang berada dalam suatu komunitas sehingga menghasilkan suatu peta pemaknaan (maps of meaning) yang dimaknai bersama oleh anggota komunitas tersebut, peta maknaan ini dapat berupa misi dari organisasi itu sendiri. Proses penyebarluasan peta pemaknaan (maps of meaning) dapat dilakukan melalui suatu media komunikasi berupa cerita, ritual, lambang materi dan bahasa yang terdapat pada suatu organisasi. Media komunikasi tersebut memuat nilai-nilai maupun skema-skema yang memperlihatkan pandangan organisasi akan suatu fakta maupun peristiwa. Skema tersebut digunakan oleh organisasi dalam membingkai suatu realitas dan menyajikannya dalam proses pemikiran individu. Sebuah realitas dapat dibingkai dan dimaknai secara berbeda oleh setiap individu. Dalam gerakan sosial, skema tersebut dapat dikatakan sebagai sebuah frame, karena dalam perspektif frame ini berperan dalam mengorganisasikan pengalaman dan petunjuk tindakan, baik secara individu maupun kolektif (Goffman dikutip Yanto,2002). Dalam pemahaman ini, frame tentu saja berperan dan menjadi faktor yang menentukan dalam partisipasi gerakan sosial. Aspek
utama
yang
diperhatikan
dalam
framing
adalah
proses
pembentukan identitas pada individu yang terlibat dalam ’gerakan’ agar individu
34
tersebut dapat berperilaku sejalan dan tidak melenceng dari tema ’gerakan’. Dalam konteks gerakan sosial, pembentukan karakter atau identitas merupakan bagian dari collective action frame (Gamson dikutip Yanto, 2002) menghasilkan suatu identitas kolektif yang tidak hanya memperjelas siapa kita dan siapa mereka, melainkan juga mengidentifikasi bahwa kita berbeda dengan mereka serta memberikan energi positif pada anggota lain (Polletta dan James, 2001). Menurut mereka identitas kolektif dapat ditunjukan oleh cultural materials, seperti nama, narasi, simbol, gaya bahasa, ritual, baju,dll. Pada tingkat individu identitas kolektif dapat dilihat tiga jenis identitas yang melekat pada dirinya, yang terdiri dari identitas aktivis, identitas organisasional dan identitas taktis Framing menyediakan alat bagaimana suatu peristiwa dibentuk dan dikemas dalam kategori tertentu, sehingga dapat dikatakan framing menolong individu dalam memproses informasi ke dalam kategori yang dikenal dan citra tertentu (Hanson dikutip Yanto,2002). Pada dasarnya dalam suatu media komunikasi, frame dapat dilihat sebagai sebuah content terdiri dari elemen-elemen frame, elemen-elemen tersebut terdiri dari frame yaitu isu utama, diagnosis, prognosis, dan argumen pendukung. Menurut Gamson (dikutip Yanto,2002), gerakan sosial membutuhkan tiga frame atau bingkai yaitu agregate frame, consensus frame, dan collective action frame. Sehingga dapat dikatakan bahwa media komunikasi dalam organisasi sebagai suatu framing seperti aksi-aksi yang mereka lakukan, buku yang diterbitkan, maupun aktifitas lainnya, karena media komunikasi tersebut memuat frame gerakan sosial yang mempengaruhi cara pandang seorang individu dalam mengkontruksi suatu fakta atau peristiwa, dan membentuk suatu identitas kolektif.
35
Identitas Kolektif § §
. Budaya organisasi gerakan sosial baru
§
Identitas aktivis Identitas organisasional Identitas taktis
Media Komunikasi o o o o
Cerita Ritual Lambang materi Bahasa
Frame Gerakan Soial Agregate frame Consensus frame Collective Action frame
o o o
Elemen frame o o o o o
Isu utama Diagnosis Prognosis Argumen pendukung Simbol-simbol
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Pembentukan Identitas Kolektif pada LSM Greenpeace Asia Tenggara Indonesia.
2.6
Definisi Konseptual Definisi konseptual yang digunakan dalam peneltian ini adalah sebagai
berikut : 1. Budaya organisasi LSM Greenpeace merupakan suatu nilai maupun norma yang menjadi pedoman anggota organisasi dalam mencapai tujuan organisasi maupun menghadapi permasalahan serta cara bagaimana anggota baru memahami organisasi yang terdapat pada LSM Greenpeace, seperti misi dari organisasi maupun prinsip utama yang di pegang teguh oleh LSM ini . 2. Media komunikasi organisasi merupakan media yang digunakan oleh organisasi dalam menyampaikan gugusan ide-ide yang terorganisir sedemikian rupa dan menghadirkan konstruksi makna peristiwa-peristiwa yang terdiri dari cerita, ritual, lambang materi, dan bahasa. 3. Cerita merupakan pemaparan secara tertulis ataupun tidak tertulis tentang suatu peristiwa mengenai organisasi, dan pemaparan tentang suatu peristiwa
36
ataupun fakta yang berfungsi dalam menyampaikan informasi, moral, nilainilai yang mampu memberi semangat anggota dan bersifat meyakinkan. 4. Ritual adalah deretan berulang kegiatan yang mengungkapkan dan memperkuat nilai-nilai utama organisasi itu, tujuan apakah yang paling penting, serta berguna dalam menciptakan aturan, kejelasan, memprediksi, terutama mengenai masalah-masalah penting, serta ritual dapat dikatakan sebagai suatu aktifitas yang bermafaat dalam proses sosialisasi, stabilisasi, mengurangi kecemasan dan kerasayan, dan menyampaikan pesan-pesan kepada anggotanya. 5. Lambang materi adalah simbol-simbol bermakna yang terdapat dalam organisasi, seperti pakaian Greenpeace dan pakaian Greenpeace yang bertema anti-batubara. 6. Bahasa adalah cara untuk mengadakan identifikasi anggota suatu budaya atau anak budaya. Dengan mempelajari bahasa ini, anggota membuktikan penerimaan mereka akan budaya itu. Dalam organisasi bahasa dapat dilihat melalui bahasa ataupun istilah-istilah yang digunakan oleh anggota organisasi dalam aktifitas keorganisasiannya. Istilah-istilah tersebut dapat dikatakan sebagai suatu metafora yang mampu menekan isu yang kompleks menjadi gambaran
yang
memudahkan
anggotanya
dalam
memahami
dan
mempengaruhi tingkah laku, penilaian dan tindakan. 7. Frame adalah sebuah skema interpretasi yang membuat realitas menjadi teridentifikasi, dipahami dan dimengerti dengan label tertentu, yang dapat dipandang sebagai suatu content dan struktur. 8. Isu utama adalah hal utama yang menjadi fokus pembahasan pada suatu frame ataupun media komunikasi yang terdapat pada budaya organisasi LSM Greenpeace. 9. Diagnosis frame merupakan frame
yang berisi identifikasi dari suatu
peristiwa atau kondisi yang dianggap sebagai suatu permasalahan dan perlu diperbaiki serta menunjukan pihak-pihak yang dianggap sebagai penyebab
37
timbulnya permasalahan tersebut. (Snow dan Benford dalam Larana dkk, 1994) 10. Prognosis frame menunjukan rencana yang ditawarkan untuk menyelesaikan permasalahan yang terdapat pada diagnostic frame, kemudian menentukan langkah-langkah yang harus dilakukan oleh pihak-pihak yang mereka anggap terkait, serta target atau capaian, strategi, dan taktik yang digunakan. (Snow dan Benford dalam Larana dkk, 1994) 11. Argumen pendukung adalah pendapat-pendapat yang dapat mendukung suatu pernyataan, terutama latar belakang munculnya permasalahan, akibat yang akan timbul apabila hal-hal yang terdapat pada frame berjalan serta agumen ini memiliki daya tarik dan hubungan dengan nilai-nilai budaya yang lebih luas. (Ryan dalam Klandermans dan Suzanne, 2002) 12. frame gerakan sosial merupakan frame yang berperan dalam memobilisasi individu agar aktif dan masuk kedalam kelompok. Frame tersebut terdiri dari aggregate frame, consensus frame, dan collective action frame. 13. Agregate frame adalah proses pendefinisian isu sebagai masalah sosial. Bagaimana individu yang mendengar frame atas peristiwa tersebut sadar bahwa isu tersebut adalah masalah bersama yang berpengaruh bagi setiap individu. 14. Consensus frame adalah proses pendefinisian yang berkaitan dengan masalah sosial hanya dapat diselesaikan oleh tindakan kolektif. Frame konsensus ini mengkonstruksi perasaan dan identifikasi dari individu untuk bertindak secara kolektif. 15. Collective action frame adalah proses pendefinisian yang berkaitan dengan kenapa dibutuhkan tindakan kolektif, dan tindakan kolektif apa yang seharusnya dilakukan. Frame ini dikonstruksi oleh tiga elemen. (1) injustice frame, frame ini menyediakan alasan mengapa kolompok tersebut harus bertindak sesegera mungkin karena frame ini menyentuh sisi moral aktivis sehingga memacu mereka untuk segera bertindak , (2) agency frame, frame ini berhubungan dengan pembentukan konstruksi siapa kawan siapa lawan,
38
siapa pihak kita dan siapa pihak mereka, dan (3) Identity frame, frame ini tidak hanya memperjelas
siapa kita dan
siapa mereka, melainkan
juga
mengidentifikasi bahwa kita berbeda dengan mereka. 16. Identitas kolektif adalah merupakan pemaknaan bersama yang terdapat di dalam suatu kelompok (group) yang berasal dari ketertarikan yang sama akan suatu hal dan solidaritas yang dibangun bersama. Identitas ini dapat ditunjukan melalui cultural materials, seperti narasi, simbol, ritual, baju. 17. Identitas aktivis adalah identitas yang terbentuk dari sejarah aktivitas politiknya atau sejarah orang tersebut sebelum ia bergabung dengan suatu organisasi gerakan sosial yang lebih luas dari suatu gerakan itu sendiri, misalnya ketika orang tersebut menyebut dirinya sebagai aktivis lingkungan. 18. Identitas organisasional adalah identitas yang melekat pada seseorang ketika ia bergabung dengan suatu organisasi 19. Identitas taktis adalah identitas ini menunjukan gaya aksi tertentu yang ia percaya dan anut
39
BAB III METODOLOGI
3.1
Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan pendekatan kualitatif. Bagi
peneliti kualitatif, realitas sosial adalah wujud bentukan (konstruksi) para subyek penelitian yaitu tineliti (orang dalam) dan peneliti (Sitorus, 1998). Pendekatan kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini dimaksudkan untuk menghasilkan data deskriptif yang berupa kata kata lisan atau tulisan dari manusia atau tentang perilaku manusia yang dapat diamati (Taylor dan Bogdan dikutip Sitorus, 1998). Data yang dihasilkan merupakan hasil pengamatan penulis terhadap frame gerakan sosial yang terdapat pada LSM Greenpeace Asia Tenggara di Indonesia serta proses pembentukan identitas kolektif pada LSM tersebut. Strategi penelitian ini adalah studi kasus. Studi kasus adalah suatu penelitian multi-metode pada aras mikro, lazimnya memadukan teknik pengamatan, wawancara, dan analisis dokumen (Sitorus,1998). Kasus yang diangkat pada penelitian ini adalah gerakan anti-batubara pada LSM Greenpeace Asia Tenggara di Indonesia dalam membentuk identitas koletif sebagai aktifis lingkungan. metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode triangulasi, yang menggunakan sejumlah metode dalam suatu penelitian.
3.2
Penentuan Subyek Penelitian dan Sumber Data Penelitian dilaksanakan di LSM Greenpeace Asia Tenggara. LSM ini
berlokasi di Jalan Cimandiri No. 24, Cikini, Jakarta Pusat. LSM ini dipilih secara purposive (sengaja). LSM ini dipilih sebagai objek penelitian karena Greenpeace merupakan salah satu LSM di Indonesia yang menentang digunakannya batubara sebagai bahan baku penghasil energi alternatif dan murah. Menurut LSM ini anggapan batubara sebagai bahan baku energi yang murah adalah salah, karena tidak sebanding dengan dampak negatif yang ditimbulkannya. Sejak tahun 2009, Greenpeace bersama dengan LSM lingkungan lain gencar menyuarakan aspirasinya melalui aksi yang selalu menarik perhatian
40
publik dalam menentang batubara, dan kemandirian mereka dalam menggalang dana untuk modal mereka dalam menyalurkan aspirasi sehingga diasumsikan bahwa LSM ini tidak mendapat pengaruh dari pihak-pihak luar serta memiliki tantangan tersendiri dalam memenuhi dana operasional mereka. Selain itu di Indonesia LSM ini memiliki voulenteer yang cukup besar, hingga tahun 2008 terhitung sekitar 17000 orang yang bergabung menjadi voulenteer Greenpeace yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Berdasarkan hal tersebut terlihat bahwa LSM Greenpeace memiliki tantangan organisasi yang cukup besar dalam membangun kekuatan internal organisasi, memperkuat identitas kolektif anggotanya dan menjaga keberlangsungan organisasinya di Indonesia. Waktu penelitian ini dimulai dari akhir bulan Juli 2009 sampai dengan pertengahan bulan september 2009. Selama itu pula peneliti melakukan magang di kantor LSM Greenpeace Indonesia sebagai asisten Juru Kampanye Iklim dan Energi yang fokus pada isu batubara, untuk mempermudah peneliti dalam membina hubungan yang baik dengan subjek penelitian. Kurun waktu penelitian yang dimaksud adalah waktu yang digunakan peneliti untuk mengumpulkan data di lapangan. Subjek dalam penelitian ini adalah frame anti-batubara berupa content (cerita, ritual, bahasa, dan lambang materi) yang terdapat pada media komunikasi LSM Greenpeace Asia Tenggara, dan informan. Untuk mendukung data-data penelitian, peneliti juga mengumpulkan data dari informan. Informan adalah pihak yang memberikan informasi mengenai pihak lain dan lingkungannya (Sitorus, 1998). Penentuan informan dilakukan secara purposive berdasarkan hasil pengamatan langsung, wawancara dengan pihak LSM tersebut dan kemudahan akses. Informan penelitian ini adalah divisi Organization Support dan Arie, divisi new media. Sedangkan responden dalam penelitian ini terdiri dari lima orang yang berasal dari divisi yang berbeda yaitu Juru Kampanye, divisi New Media, divisi DDC (Direct Dialogue Campaigner), volunter, dan siswa GPU (Greenpeace University), yang diambil secara purposive, karena faktor kemudahan akses dan kesediaan responden untuk diwawancara. Wawancara ini bertujuan untuk mengetahui frame batubara dan
41
identitas kolektif yang melekat anggota Greenpaace pada empat anggota divisi yang berbeda dan seorang siswa dari program Greenpeace University. Framing yang diamati dalam penelitian ini difokuskan pada satu isu tertentu saja yaitu isu batubara karena isu tersebut baru satu tahun dikampanyekan Greenpeace Indonesia sehingga peneliti dapat melihat perbedaan dalam identitas kolektif yang melekat pada diri responden dan kemudahan akses untuk mendapatkan data-data terkait dengan isu batubara.
3.3
Teknik Pengumpulan Data Metode yang dalam penelitian ini adalah metode triangulasi metodologi,
yang menggunakan sejumlah metode dalam suatu penelitian. Metode yang digunakan adalah pengamatan berperanserta-terbatas, wawancara semi-terstruktur, dan analisis dokumen. Sehingga menghasilkan data kualitatif yang terdiri dari (Patton dikutip Sitorus, 1998) : 1. Hasil
pengamatan
:
uraian
(deskripsi)
rinci
mengenai
situasi,
kejadian/peristiwa, orang-orang, dan perilaku yang diamati secara langsung di lapangan. Hasil pengamatan akan disajikan dalam bentuk catatan lapang penulis selama penelitian, dengan menggunakan digital recorder dan digital camera. Kegiatan yang diamati adalah kegiatan divisi DDC yang dilaksanakan di pusat perbelanjaan Pondok Indah pada tanggal 15 September 2009, karena kegiatan
ini
termasuk
salah
satu
ritual
LSM
Greenpeace
dalam
mensosialisasikan isu-isu yang mereka kampanyekan. Pada kegiatan ini, peneliti berusaha mengakrabkan diri dengan subjek penelitian untuk membina hubungan yang baik. Situasi ini membantu peneliti untuk mendapatkan kepercayaan dan keterbukaan subjek penelitian dalam memperoleh data yang diperlukan untuk menjawab perumusan masalah penelitian. 2. Hasil pembicaraan : kutipan langsung dari pernyataan orang-orang tentang pengalaman, sikap, keyakinan dan pandangan mereka dalam wawancara semiterstruktur. Hasil pembicaraan yang dimaksud berupa tanggapan dan pemaknaan mereka terhadap isu batubara, hal ini menunjukan frame batubara dan identitas kolektif yang melekat pada subjek penelitian.
42
3. Bahan tertulis : petikan keseluruhan bagian dari dokumen berupa buku “Biaya Sebenarnya Batubara”, booklet yang dibagikan pada supporter Greenpeace dan movement document yang terdapat pada website resmi Greenpeace Asia Tenggara Indonesia, dan transkrip rekaman.
Seluruh data yang dikumpulkan dari penelitian, akan dituangkan ke dalam catatan harian yang berisi data kualitatif hasil pengamatan dan wawancara di lapangan dalam bentuk uraian rinci maupun kutipan langsung (Sitorus, 1998). Sedangkan dokumentasi dilakukan dengan mengumpulkan arsip-arsip mengenai LSM Greenpeace maupun kegiatannya (movement document, slogan, dan booklet) yang terdapat pada di kantor. Wawancara semi terstruktur dilakukan baik kepada informan maupun responden yang mengacu pada panduan pertanyaan yang akan menjawab perumusan masalah penelitian. Penelitian ini memfokuskan diri untuk mengidentifikasi frame gerakan sosial anti-batubara yang terdiri dari aggregate frame, consensus frame, dan collective action yang terdapat pada LSM Greenpeace Asia Tenggara di Indonesia. Kemudian melihat framing yang terdapat pada ritual dan lambang materi dalam organisasi berupa buku “Biaya Sebenarnya Batubara”, Aksi langsung dan damai Cilacap maupun Bali, kegiatan DDC, booklet, dan atribut pakaian anti-batubara, kemudian mengidentifikasi elemen frame berupa isu utama, diagnosis, prognosis, argumen pendukung dan simbol-simbol yang terdapat didalamnya. Terakhir, menganalisa identitas koletif yang melekat pada diri subjek penelitian.
3.4
Teknik Analisis Data Selama mengumpulkan data di lapangan, peneliti juga melakukan analisis
data. Semua data yang berhasil dikumpulkan kemudian diolah melalui tiga jalur analisis data kualitatif, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan (Miles dan Huberman dikutip Sitorus, 1998). Teori yang digunakan untuk menganalisis data yang terkumpul selama penelitian ini difokuskan kepada frame gerakan sosial yang terdapat pada media komunikasi organisasi berupa buku, booklet, dan movement document, serta mengetahui identitas kolektif
43
anggota LSM Greenpeace. Peneliti telah menentukan sikap terhadap cara menganalisis hasil temuan di lapangan untuk membatasi agar tidak terjadi kerancuan analisis. Secara rinci, tahapan analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a) Reduksi data, merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data ”kasar” yang muncul dari beberapa catatan tertulis di lapangan. Reduksi dalam proses pengumpulan data mencakup kegiatan meringkas data yang ada di dalam catatan lapangan kemudian dikaitkan dengan pertanyaan penelitian, membuat gugus-gugus pembahasan dalam matriks kasar untuk mempermudah analisis. Reduksi ditujukan untuk menajamkan, menggolongkan, mengeliminasi yang tidak diperlukan serta mengorganisir data untuk memperoleh kesimpulan akhir. b) Penyajian data, data yang telah direduksi kemudian disajikan dengan penyusunan sekumpulan informasi berupa kategori sehingga memungkinkan untuk penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data dilakukan dalam bentuk: gambar, serta berbagai kutipan penjelasan dari subjek penelitian. c) Penarikan kesimpulan, dalam hal ini juga meliputi verifikasi atas kesimpulan tersebut. Artinya, selama penelitian berlangsung dan sebelum merumuskan kesimpulan akhir, peneliti melakukan proses lain yang berupaya meninjau kembali berbagai data yang telah diperoleh, baik berupa tinjauan pada catatan lapang berupa hasil wawancara maupun konfirmasi beragam temuan yang telah disusun oleh peneliti. Setelah tahap ini selesai dilakukan, peneliti mulai menyusun data akhir ke dalam bentuk skripsi.
Selama proses analisis dan penyajian data, penulis juga melakukan penyempurnaan atau bahkan merevisi kerangka pemikiran yang disesuaikan dengan keadaan saat penelitian dilakukan. Tujuannya adalah untuk membantu penulis dalam menarik suatu kesimpulan yang mengarahkan pada kesimpulan akhir.
44
BAB IV PROFIL LSM GREENPEACE ASIA TENGGARA DI INDONESIA 4.1
Sejarah LSM Greenpeace Greenpeace merupakan LSM Internasional yang resmi berdiri 4 Mei 1972,
namun pergerakannya sudah dimulai sejak awal tahun 1970. LSM ini termasuk kedalam gerakan sosial baru, karena isu-isu lingkungan yang mereka kampanyekan dan jaringan kerja yang luas dan tersebar di seluruh dunia merupakan ciri-ciri dari gerakan sosial baru. Pergerakan LSM Greenpeace bermula dari sekelompok orang yang memutuskan untuk bersama-sama memprotes pengujian nuklir di Amchitka, dimana Amchitka adalah tempat berlindungnya sekitar 3000 berang-berang dan rumah elang kepala botak serta hewan liar lainnya yang berada di lepas pantai bagian Barat Alaska. Gerakan ini dimulai dengan pembentukan formasi Don't Make A Wave Comitte oleh sekelompok aktivis Kanada dan Amerika di Vancouver pada 1970. Nama komite ini diambil dari sebuah slogan yang digunakan selama protes terhadap uji coba nuklir Amerika Serikat, sasaran dari komite tersebut adalah menghentikan ujicoba pemboman nuklir bawah tanah tahap ke-dua dengan kode Canikkin, oleh militer AS di bawah pulau Amchitika, Alaska. Komite tersebut terdiri dari Paul Cote (Mahasiswa hukum Universitas British Columbia), Jim Bohlem (mantan nakoda kapal selam dan operator radar di Angkatan Laut AS), Irving Stowe (seorang Quaker dan Yale-educated Lawyer), Patrick Moore (Mahasiswa Ekologi di Universitas British Columbia), Bill Darnell (seorang Pekerja Sosial). Komite tersebut melanjutkan gerakannya dengan membentuk LSM baru bernama Greenpeace dan menyebut diri mereka Rainbow Warrior, dengan Metcalfe sebagai pemimpinnya. Pada awalnya nama Greenpeace merupakan nama kapal yang mereka pergunakan dalam melakukan aksi protes uji coba nuklir di daerah Amchitka. Kata Greenpeace sendiri terdiri dari dua suku kata, yaitu green yang berarti hijau, dan peace yang berarti damai, nama tersebut pertama kali dilontarkan oleh Bill Darnell tanpa sengaja. Kedua hal tersebut
45
memperlihatkan komitmen Greenpeace dalam melindungi lingkungan dan menjaga kedamaian bagi seluruh spesies makhluk hidup di muka bumi. Tahun 1978, nama organisasi Greenpeace mulai dikenal di beberapa negara karena aksi yang mereka lakukan. Memasuki tahun 1979, Greenpeace sudah memiliki perwakilan di beberapa negara yaitu Kanada, Amerika Serikat, Perancis, Jerman, Denmark, Inggris, Australia, Selandia Baru, dan Belanda. Demi terjaganya koordinasi antara satu dengan yang lainnya maka mereka memutuskan untuk mendirikan Greenpeace International. Kekhawatiran sempat dirasakan karena belum menemukan sosok yang tepat untuk memimpin Greenpeace International, namun rasa khawatir tersebut mulai hilang ketika seorang anggota komite mengusulkan nama McTaggart, ia merupakan pelaut yang memiliki kemampuan berpolitik yang baik, integritas dalam berkampanye, dan bisnis yang mapan. Akhirnya pada 14 oktober 1979, Greenpeace International secara legal berdiri dan McTaggart terpilih sebagai Executive Director dari Greenpeace International yang pertama. Selain itu perwakilan dari masing-masing negara menyetujui bahwa kantor pusat Greenpeace International berada di Amsterdam Belanda, karena saat itu perwakilan Greenpeace yang berada di Eropa sudah terkoordinir dengan baik, dan organisasinya pun sudah tersusun dengan rapih.
4.2
Greenpeace Asia Tenggara (GPSEA) Greenpeace Asia tenggara merupakan kantor regional yang memiliki tiga
kantor di kawasan asia tenggara yaitu Thailand, Philipina dan Indonesia. Wilayah Asia Tenggara dimata Greenpeace memiliki arti yang sangat penting karena Asia Tenggara memegang posisi kunci dalam menentukan keamanan lingkungan global, dan kurangnya kesadaran masyarakat Asia mengenai kerusakan lingkungan dan lemahnya mekanisme demokrasi untuk memperkuat masyarakat dalam mempengaruhi pengambilan keputusan. Melihat pentingnya potensi pembangunan dan ancaman di wilayah ini, dan dalam rangka konsolidasi serta pengembangan kampanyenya di Asia Tenggara, Greenpeace meningkatkan kegiatannya di wilayah ini. Berdirinya GPSEA didahului oleh suatu proses penjajakan ke negara Thailand, Filipina maupun Indonesia, hingga secara resmi didirikan pada tanggal 1 Maret tahun 2000, dengan kantor pusat di Thailand.
46
GPSEA sendiri terdiri dari tiga bagian yaitu GPSEA Indonesia, GPSEA Thailand, dan GPSEA Filipina. Sejak hadirnya Greenpeace di Asia Tenggara, LSM Internasional ini telah menampakkan hasilnya dalam memperjuangkan kelestarian lingkungan di kawasan ini. Menyangkut perjuangan mereka dalam mengkampanyekan sumbersumber energi yang terbarukan, pada tahun 2002 atas desakan Greenpeace bersama-sama dengan komunitas lokal berhasil menunda rencana Pemerintahan Filipina untuk membangun pembangkit listrik batu bara berdaya 50 megawatt di Pulupandan, Propinsi Negro. Empat tahun kemudian tepatnya tanggal 12 Juli tahun 2006 Greenpeace bersama dengan komunitas lokal Isabela yang berada di Filipina, kembali berhasil menghentikan rencana Perusahaan Minyak Nasional Filipina (PNOC) untuk membuka tambang batu bara dan pembangkit listriknya. Pada tahun 2004 tepatnya tanggal 20 Februari dalam Convention on Biological Diversity (CBD) yang diselenggarakan di Kuala Lumpur, Malaysia, 180 pemerintahan setuju untuk membangun kerjasama dalam melindungi kondisi lingkungan, laut maupun darat. Pada tahun yang sama di Filipina, atas masukan Greenpeace bersama dengan komunitas lokal berhasil meyakinkan Control Pollution Department untuk mencabut izin dari 1300 lahan Rai yang diperuntukan program Klong Dan Waste Water Treatment Project karena mengambil hak masyarakat untuk mempergunakan sumberdaya air yang berada di lokasi tersebut. Menyangkut isu limbah beracun, pada tahun 2005 tepatnya 20 April Setelah tekanan bertubi-tubi yang datang secara online dari pendukung Greenpeace kepada perusahaan Sony Ericsson, membuat perusahaan tersebut menyatakan bahwa mereka tidak akan mempergunakan bahan-bahan kimia berbahaya dalam setiap produknya. Langkah ini pun diikuti oleh perusahaan Samsung dan Nokia. Satu tahun kemudian tepatnya tanggal 26 Juni 2006, Greenpeace berhasil menekan dua perusahaan besar yang bergerak pada bidang industri teknologi yaitu Dell dan HP untuk tidak mempergunakan bahan-bahan beracun dan membuatnya lebih ramah lingkungan dalam setiap produk yang mereka jual.
47
4.3
Greenpeace Asia Tenggara di Indonesia (GPSEA Indonesia) GPSEA di Indonesia secara resmi berdiri pada bulan Maret tahun 2008.
Misi Greenpeace hadir di Indonesia adalah untuk
melindungi hak-hak
lingkungan, mengekspos dan menghentikan kejahatan lingkungan, serta mengedepankan pembangunan bersih. Dalam menjalankan aktifitasnya, LSM ini menolak donasi dari pemerintah, organisasi atau partai-partai politik dan lembaga lainnya sehingga LSM ini bebas menyuarakan dan mengekspos kejahatankejahatan lingkungan. Awalnya Greenpeace mulai menjajaki wilayah Indonesia sekitar tahun 1990, dengan mengusung toxic waste sebagai isu utama hingga pada akhirnya mereka bersama dengan LSM lokal, berhasil menghentikan masuknya limbah sampah berbahaya di pelabuhan Tanjung Priok dan mengembalikannya ke nagara asal yaitu Jerman. Pada tahun 2004 Greenpeace datang kembali ke Indonesia, tepatnya ke Kalimantan untuk meneliti keadaan hutannya dan mengkontrak salah satu apartemen di daerah Kuningan yang dijadikan kantor atau tempat mengurus masalah administrasi, namun saat itu Greenpeace hadir di Indonesia hanya saat ada program-program tertentu saja. Greenpeace memulai program dengan memiliki kantor operasional di daerah Sempur Bogor. Greenpeace mulai aktif kembali berkampanye di wilayah Indonesia dengan isu deforestasi hutan alam Indonesia sebagai masalah utama di daerah Kalimantan dan Papua dengan nama kampanye Paradise Forest. Saat itu Greenpeace di Indonesia belum memiliki struktur yang lengkap dan belum secara legal berdiri di Indonesia, hanya terdiri dari administrator, koordinator aksi, juru kampanye media, dan bantuan beberapa staff dari Greenpeace internasional dan Greenpeace Asia Pasifik. Hal ini mendapatkan respon positif dari masyarakat Indonesia, terlihat dari cukup besarnya jumlah volunter yang sudah bergabung dengan Greenpeace yaitu sekitar 100 orang. Pada pertengahan tahun 2006, kantor GPSEA Indonesia pindah ke Jakarta di daerah Cikini dan melegalkan kehadirannya di Indonesia pada tanggal 1 maret 2006 maka struktur kepengurusan pun mulai lengkap tersusun. Hadirnya Greenpeace di Indonesia bukan tanpa hasil, saat bencana tsunami
mengguncang
rakyat
Aceh
pada
tahun
2005,
Greenpeace
48
mendistribusikan energi listrik yang bersih bagi korban Aceh yang berhasil selamat dengan memasang sistem energi solar PV pada suatu desa agar kebutuhan energinya terpenuhi Pada tahun 2006 di bawah tekanan Greenpeace, Asian Development Bank (ADB) meningkatkan bantuan dana untuk energi terbarukan serta memberikan dana energi bersih senilali 1 milyar dollar AS. Selain itu, Greenpeace mencetuskan program manajemen hutan berbasis masyarakat sebagai solusi atas penghancuran hutan Papua yang berkelanjutan. Setahun kemudian saat pemerintah Indonesia berencana membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir, komunitas dan kelompok-kelompok lokal di Jepara berhasil mendorong perubahan nyata setelah dikeluarkannya fatwa oleh para pemuka agama setempat yang menentang rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir di wilayah yang berdekatan dengan gunung Muria, yang merupakan gunung berapi yang masih aktif. Selain itu, Greenpeace berhasil menunjukan dampak deforestasi dan peran lahan gambut pada iklim melalui Kamp Pembela Hutan di Riau, Sumatra.
4.4
Prinsip Utama Selama lebih dari 30 tahun, Greenpeace secara konsisten memegang teguh
dan menerapkan nilai-nilai maupun prinsip utama yang terdapat pada budaya organisasi Greenpeace. Nilai-nilai dan prinsip utama ini menyumbangkan suatu proses intrepertasi dalam suatu organisasi. Nilai tersebut memberikan sudut pandang normatif bagi aspek-aspek yang organisasi harus capai, seperti yang terlihat pada misi Greenpeace dan secara eksplisit memberikan petunjuk moral dalam mencapainya. Dalam organisasi gerakan sosial baru, nilai maupun prinsip utama ini dipandang, dipertahankan secara kolektif, dan digunakan oleh organisasi dalam mencapai tujuannya. Oleh karena itu, nilai maupun prinsip tersebut mempengaruhi sudut pandang organisasi akan suatu isu tertentu. Nilai-nilai dan prinsip yang dipegang oleh Greenpeace adalah sebagai berikut : Pertama, Greenpeace tidak meminta atau menerima dana dari pemerintah, perusahaan atau partai politik. Greenpeace mendapatkan dana dari sumbangan
49
individual sebagai pendukung (supporter) dan dana hibah dari yayasan-yayasan yang sudah teruji komitmennya. Greenpeace mendapatkan dana paling besar dari individu yang bersimpati pada Greenpeace dan memiliki kepedulian yang sama dengan Greenpeace. Nilai ini membantu Greenpeace lebih independen ketika harus berhadapan dengan pemerintah dan perusahaan. Masih terkait dengan sumber dana, Greenpeace tidak mencari atau menerima sumbangan yang akan mengkompromikan kemandirian, tujuan, atau integritasnya. Sikap ini penting untuk menunjukkan independensi Greenpeace dari pemberi dana. Kedua, Greenpeace memegang teguh prinsip-prinsip: tanpa kekerasan (non-violence). Greenpeace menyebut setiap aksinya, seperti mengikatkan tubuh pada rel kereta (protes transportasi limbah nuklir) atau pada pohon, menghadang kapal laut penangkap ikan paus dan aksi serupa, sebagai non-violence direct action atau aksi langsung tanpa kekerasan. Direct action adalah aksi protes di mana aktivis atau pemrotes melawan melalui aksi yang dirancang bukan hanya untuk mengubah kebijakan pemerintah atau mengubah opini publik melalui media, tetapi juga mengubah kondisi lingkungan di sekeliling mereka secara langsung. Direct action sendiri didasari oleh dua pemikiran. Pertama, (mengikuti satyagraha atau truth-force-nya Mahatma Gandhi), aktivis mencoba mempengaruhi lawan agar mengubah rencananya dengan menunjukkan perspektif mereka memiliki moral yang lebih tinggi (moral superiority) melalui kepasrahannya menjalani pengorbanan diri atau keadaan tidak menyenangkan, seperti mengikat diri pada rel kereta. Pemikiran logis kedua adalah menjadi saksi (bearing witness). Logika bearing witness ini membawa pesan yang jernih pada lawan bahwa para aktivis yakin apa yang dilakukan pemerintah atau perusahaan salah, contohnya dengan menjadi saksi langsung dari pengrusakan hutan alam. Kedua hal ini memberikan tekanan moral pada lawan yaitu pemerintah atau perusahaan. Greenpeace sudah memulai bearing witness dan direct action sejak awal, ketika tahun 1971 para pendiri Greenpace menggunakan kapal ikan tua berlayar “Phyllis Cormack” dari Vancouver, Kanada, menuju Pulau Amchitka, pulau kecil
50
di Tepi Barat Alaska. Meskipun hanya kapal kecil tua, Phyllis Cormack dicegah oleh tentara Amerika Serikat sebelum tiba di pulau itu. Ketiga, independen dari politik (political independence). Greenpeace berusaha mempertahankan independensinya dari politik (political independence). Greenpeace tidak dipengaruhi oleh paham politik mana pun dan dari negara atau partai apa pun. Prinsip ini berkaitan dengan prinsip “no permanent allies or enemies.”. Keempat, Greenpeace tidak memiliki sekutu atau musuh permanen (no permanent allies or enemies). Greenpeace sebagai organisasi terbuka tidak lepas dari pengaruh lingkungannya. Situasi politik, ekonomi, sosial, terkait dengan isu lingkungan tertentu mendorong Greenpeace mengambil strategi bersekutu dengan pemerintah atau organisasi non-pemerintah lainnya untuk mencapai tujuan. Persekutuan ini tidak permanen. Untuk satu isu lingkungan tertentu mungkin saja Greenpeace bersekutu dengan pemerintah, tetapi untuk isu yang berbeda Greenpeace memposisikan pemerintah sebagai lawan. Misalnya untuk isu perdagangan limbah B3, Greenpeace memposisikan negara berkembang (termasuk Indonesia) sebagai sekutu dan pemerintah negara maju sebagai “lawan”. Tetapi untuk isu kehutanan, Greenpeace memposisikan Pemerintah Indonesia (Departemen Kehutanan) sebagai “lawan.”. Kelima, Greenpeace sebagai organisasi non-pemerintah, memegang teguh prinsip transparan dan akuntabilitas. Dua prinsip ini menjadi penting karena Greenpeace harus mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangannya kepada para supporter individu dan foundation yang memberikan dana. Setiap tahun keuangan Greenpeace diaudit dan laporan audit terbuka untuk diperiksa oleh para supporter.
4.5
Fokus Isu yang Diangkat LSM Greenpeace sebagai bagian dari gerakan sosial baru mengangkat
lingkungan sebagai tema utama dalam setiap kampanyenya. Isu-isu yang diangkat oleh LSM ini adalah kampanye iklim dan energi, kampanye hutan, kampanye
51
kelestarian laut, kampanye menentang rekayasa genetika, menentang limbah beracun dan polusi, kampanye pengelolaan limbah ramah lingkungan, dan kampanye perdamaian. GPSEA di Indonesia sebagai salah satu bagian dari NRO, mengusung isu perubahan iklim sebagai fokus utama, hal ini dikarenakan kondisi lingkungan Indonesia dan ketersediaan dana. Dalam pandangan Greenpeace perubahan iklim merupakan malapetaka yang akan segera dihadapi manusia yang terus menerus menggunakan bahan bakar yang berasal dari fosil seperti batu bara, minyak bumi dan gas bumi. Akibat pemanasan global ini adalah mencairnya tudung es di kutub, meningkatnya suhu lautan, kekeringan yang berkepanjangan, penyebaran wabah penyakit berbahaya, banjir besar-besaran, coral bleaching dan gelombang badai besar. Greenpeace melihat bahwa negara pesisir pantai, negara kepulauan, dan daerah negara yang kurang berkembang seperti Asia Tenggara akan terkena dampak paling besar. Perubahan iklim juga telah menyebabkan meningkatnya selimut alami dunia, yang mengarah pada meningkatnya suhu iklim dunia, dan perubahan iklim yang tidak dapat diprediksi juga mematikan. Greenpeace percaya bahwa hanya dengan langkah pengurangan emisi gas rumah kaca yang sistematis dan radikal dapat mencegah perubahan iklim yang dapat mengakibatkan kerusakan yang lebih parah kepada ekosistem dunia dan penduduk yang tinggal di dalamnya melalui suatu revolusi energi yang mengedepankan pengembangan sumber-sumber energi yang terbarukan dan ramah lingkungan. Greenpeace menambahkan penggundulan hutan atau deforestasi yang terjadi di Indonesia melepas gas rumah kaca (GRK) dalam jumlah sangat besar, menyumbang terjadinya perubahan iklim yang berbahaya. Hutan tropis menyimpan karbon di tanah dan pepohonan. Seperti spons/busa, hutan tropis menyerap karbondioksida yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fossil sebagai sumber energi. Menurut LSM ini seharusnya semua pihak bahu-membahu menjaga hutan karena dengan luasan besar hutan dapat meredam dan melawan dan menjaga bumi, namun yang terjadi kini adalah sebaliknya. Pengrusakan hutan menyumbang 20% dari emisi GRK setiap tahun.
52
Di Indonesia, hutan rawa gambut lenyap akibat pembalakan, pengeringan dan dibakar untuk perluasan kelapa sawit. Lahan gambut ini (kadang-kadang hingga kedalaman 12 meter) menyimpan karbon yang sangat besar. Lahan gambut yang dikeringkan dan dibakar akan menjadi sebuah bom karbon, kemudian melepaskan hampir dua milliyar ton karbondioksida berbahaya setiap tahun. Oleh karena itu, isu-isu yang diperjuangkan Greenpeace di Indonesia terbagi menjadi empat bagian yang terdiri dari : 1. Revolusi energi, 2. Zero Deforestation dan Paradise Forest, untuk menghentikan emisi gas rumah kaca, 3. Penolakan batubara, lebih menyarankan pada penggunaan energi yang terbarukan, terdesentralisasi dan efisiensi energi, 4. Penolakan nuklir sebagai sumber energi.
4.6
Jaringan Mitra Kerja Greenpeace merupakan LSM Lingkungan berskala internasional yang
memiliki jaringan kerja yang luas. LSM Greenpeace sendiri terdiri dari Greenpeace Internasional, 28 National and Regional Offices (NRO) di seluruh dunia. NRO tersebut terdiri dari Greenpeace Afrika, Greenpeace Argentina, Greenpeace
Australia-Pasifik,
Greenpeace
Belgia,
Greenpeace
Brazil,
Greenpeace Kanada, Greenpeace Central and Eastern Europe, Greenpeace Chili, Greenpeace Cina, Greenpeace Republik Ceko, Greenpeace Perancis, Greenpeace Jerman, Greenpeace Yunani, Greenpeace India, Greenpeace Itali, Greenpeace Japan, Greenpeace Luxembourg, Greenpeace Mediterania, Greenpeace Meksiko, Greenpeace
Belanda,
Greenpeace
Russia,
Greenpeace Greenpeace
Selandia Asia
Baru,
Tenggara,
Greenpeace Greenpeace
Nordic, Spanyol,
Greenpeace Swiss, Greenpeace Inggris dan Greenpeace Amerika Serikat. Masing-masing NRO membawa isu kampanye global yang disesuaikan dengan kondisi lokal tempat dimana mereka berada dan berusaha mencari dukungan finansial dari masyarakat untuk membiayai dana operasional mereka.
53
GPSEA di Indonesia sebagai salah satu bagian dari NRO GPSEA, memiliki jejaring kemitraan yang cukup luas di wilayah Indonesia. Di Indonesia LSM ini bergabung dengan komunitas Organisasi Non-Pemerintah (ORNOP) yang terdiri dari 44 anggota yaitu : KIARA (Koalisi Rakyat untuk Keadilan dan Perikanan),
YLKI
(Yayasan
Lembaga
Konsumen
Indonesia),
CAPPA
(Community Alliance for Pulp and Paper Advocacy), DPN (Dewan Perubahan Nasional), ICW (Indonesia Corruption Watch), KP (Karang Puang), Imparsial, SHK (Sistem Hutan Kerakyatan), PADI (Partai Aliansi Demokrat Indonesia), Kemitraan, PHBI (Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia), ICEL (Indonesian Center for Enviromental Law), KPA (Konsorsium Pembaruan Agraria), KAU (Koalisi Anti Utang), AMAN (Asosiasi Masyarakat Anti Narkoba), SPI (Serikat Petani Indonesia), SP (Sahabat Peternak), Wanacala Sumatra Selatan, PILAR (PEDULI ALAM RIAU), Yayasan Kanopi Indonesia, YMD (Yayasan Mitra Desa), KNTI (Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia), SBIB (Sekretariat Bersama Indonesia Berseru), Uplink (Urban Poor Linkage Indonesia), IGJ (Institute for Global Justice), STI (Solidaritas Tani Indonesia), EKNAS WALHI (Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia), JKPP (Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif), YAPPIKA (Yayasan Pensayatan Partisipasi, Inisiatif dan Kemitraan Masyarakat Indonesia), LIMA (Lingkar Madani untuk Indonesia), Sarekat Hijau, CSF (Center for Social Forestry), WALHI Jakarta (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Jakarta), dan HUMA (Perkumpulan untuk Pembaharuan Hukum Berbasis Masyarakat dan Ekologis) Khusus untuk isu batu bara, GPSEA Indonesia bersama tiga LSM lain membentuk suatu Koalisi Anti-Batu Bara atas dasar kesamaan misi dan tujuan untuk jangka panjang, koalisi ini terdiri dari GPSEA Indonesia, WALHI NASIONAL, JATAM (Jaringan Advokasi Tambang), SDE (Sekolah Demokrasi Ekonomika), dan IENR.
4.7
Strategi Kampanye Greenpeace Asia Tenggara di Indonesia Program
Greenpeace
secara
global
adalah
menjabarkan
dan
menggambarkan masalah lingkungan global yang mereka ingin selesaikan, secara adil bagi negara-negara maju maupun negara berkembang, adil bagi generasi saat
54
ini dan masa depan, dan adil bagi manusia dan lingkungannya. Sehingga hampir sebagian besar kegiatan GPSEA adalah berkampanye dengan tema utama lingkungan. Dalam menjabarkan dan menggambarkan masalah lingkungan setiap LSM ini memerlukan strategi kampanye maupun strategi komunikasi dalam melaksanakannya. Strategi kampanye yang dipakai oleh LSM Greenpeace adalah sebagai berikut : 1. Direct action (aksi langsung), merupakan strategi organisasi dalam berkampanye yang ditujukan kepada pihak-pihak yang diduga sebagai sumber permasalahan dengan cara konfrontasi. Selain itu tujuan dari strategi ini adalah untuk menarik perhatian media. 2. Direct communication (komunikasi langsung), merupakan strategi yang organisasi gunakan dalam membangun dan mempromosikan isu-isu yang menjadi fokus kegiatan kampanye kepada para karyawan, konsumen, politisi dan pihak-pihak yang terkait. Selain itu strategi ini berguna dalam menarik perhatin media. Hal ini dicerminkan oleh kegiatan divisi Direct Dialogue Campaign (DDC) yang berusaha mempromosikan isu-isu yang diangkat oleh Greenpeace. 3. Photo OP, merupakan strategi yang organisasi gunakan dalam menarik dan memfokuskan perhatian dari publik pada isu-isu yang Greenpeace sedang perjuangkan. Bentuk dari Strategi photo op adalah kegiatan pameran foto, maupun foto-foto yang diunduh pada website resmi LSM ini dan dapat dilihat pada stand-stand yang didirikan Greenpeace di pusat-pusat perbelanjaan. 4. Protest (aksi protes), merupakan strategi yang digunakan organisasi dengan cara memobilisasi massa, sebagai bentuk ketidakpuasan dan ketidaksetujuan terhadap kondisi yang ada. Agar pesan dapat tersampaikan secara optimal, maka strategi ini membutuhkan atensi dari media massa.
55
Dalam mengkampanyekan isu-isu dan pesan-pesan yang menjadi fokus perjuangan, Greenpeace memiliki strategi komunikasi tersendiri agar pesan dapat sampai dengan efektif kepada publik. Strategi komunikasi yang dipergunakan oleh Greenpeace adalah sebagai berikut : 1. Know your audience (kenali target komunikasi), dalam mengenali target audience terdapat beberapa hal yang organisasi ini perhitungkan. Hal-hal tersebut adalah a. Memilah-milah audience yang ada, misalnya berdasarkan pekerjaan, gender, umur, ras, ketertarikan (interest), dll. b. Menentukan kelompok audience yang menjadi prioritas. c. Memerhatikan dan menangkap apa yang mereka lakukan, rasakan dan pikirkan saat ini. d. Kemudian memperhitungkan apa yang seharusnya mereka lakukan, rasakan dan pikirkan kelak. e. Setelah itu merumuskan hal-hal yang dapat memotivasi mereka untuk berubah. f. Memperhitungkan siapa yang mereka percaya (apakah akademisi, birokrat, atlit, selebriti). g. Apakah mereka percaya kepada organisasi 2. Do things in the right order (lakukan dengan cara yang benar), setelah mengetahui target audience mereka menyusun langkah-langkah selanjutnya sesuai dengan tujuan awal. Langkah-langkah tersebut adalah mengidentifikasi masalah (identify problem), mengidentifikasi lawan (identify opponents), mengidentifikasi solusi (identify solution), dan menyusun suatu seruan untuk perubahan (call for action). 3. Create events and stories (ciptakan cerita dan peristiwa), dalam tahap ini organisasi menyusun suatu kegiatan maupun aktifitas yang sesuai dengan isu yang mereka angkat kemudian buat cerita mengenainya, setelah itu memperkuatnya dengan dokumentasi kegiatan tersebut dengan gambar. 4. Maximize people’s motivation not knowledge (tingkatkan motivasi bukan pengetahuan), meningkatkan motivasi individu memiliki prioritas lebih tinggi
56
apabila dibandingkan dengan meningkatkan pengetahuan individu. Menurut pandangan mereka, selain karena pengetahuan maupun ketertarikan pribadi akan suatu isu, seseorang akan lebih termotivasi apabila ia dapat melihatnya secara nyata dan tersentuh secara emosional. 5. Keep It Simple and Stupid (usahakan tetap sederhana dan terlihat bodoh), dalam menyampaikan pesan kepada target audience, organisasi ini berusaha mengemas pesan tersebut dalam suatu media yang sederhana dan berbeda agar mudah diingat dan dimengerti.
4.8
Struktur Organisasi Greenpeace Asia Tenggara di Indonesia Sejak resmi berdiri pada tanggal 1 maret 2006, struktur Greenpeace
Indonesia menjadi lengkap sesuai dengan standar struktur organisasi yang ditetapkan oleh Greenpeace Internasional. Berikut adalah struktur organisasi Greenpeace Indonesia.
Ecxecutive directur
Ass. Ecxecutive directur
Indonesia Country
Organizatio n support
Campaign Departeme
Communication
Fund
departeme
Raising
n Juru kampany e Hutan
Juru kampanye Iklim dan Energi
Juru kampanye Nuklir
Koordinato r Solar generation
Koordinato r Aksi dan
Manager dan HRD
Media
New Media
Manajer fundraisin g
ICT
logistik
Senior finance and account
Assisten Media
Database and supporter service
Assistent Finance and Account
Assisten fundraisin g
Assistent DDC
Satt.office bandung
Satt office yogya
Satt office surabaya
Satt office semarang
Gambar 2. Struktur Organisasi LSM Greenpeace Asia Tenggara di Indonesia
57
Greenpeace Asia Tenggara sebagai salah satu dari National and Regional Offices (NRO) dipimpin oleh seorang Ecxecutive Director (Von Hernandez) yang dibantu oleh seorang Assistent Ecxecutive Director (Anna Kristina Abad). Ecxecutive Director ini memiliki tugas untuk mengkoordinasikan perwakilan Greenpeace Asia Tenggara yang terdapat pada tiga negara, yaitu Filipina, Thailand dan Indonesia. Kantor perwakilan Greenpeace Asia Tenggara di Indonesia dipimpin oleh seorang Indonesia Country Representative (Nur Hidayati). Organization support (Sri Agustiniati) yang dibantu oleh Senior Account (Irene Melinda) dan Assisten Finance & Administration (Dini Andriani) memiliki tugas untuk menjaga keberlangsungan organisasi yang bersifat administratif seperti surat-menyurat dan memenuhi kebutuhan organisasi serta menjaga akuntabilitas LSM tersebut dengan cara menyusun laporan keuangan secara rinci dan berkala. Greenpeace Asia Tenggara Indonesia memiliki tiga juru kampanye utama dengan isu yang spesifik, yaitu
Forest Campaigner (Annette Cotter, Bustar
Maitar, Joko Arif, dan Yuyun Indradi) yang fokus pada isu hutan, Climate and Energy Campaigner (Arif Fiyanto) dan Solar Generation Coordinator (Didit HaryoWicaksono) yang fokus pada isu iklim dan energi bersih yang terbarukan, serta Nuclear Campaigner (Tessa Mariede Ryck Van Der Gracht) yang fokus pada isu nuklir. Untuk mendukung kegiatan juru kampanye dalam berkampanye maupun melakukan penelitian, GreenpeaceAsia Tenggara Indonesia memiliki Action Coordinator (Eji Anugrah Romadhon) dan Logistic Coordinator (Richi Raimba). Media Coordinator (Hikmat Soeriatanuwijaya) yang dibantu oleh seorang Assistent
Media
Coordinator
(Findi
Kenandarti)
bertugas
untuk
mengkomunikasikan segala aktifitas maupun temuan-temuan Greenpeace pada masyarakat Indonesia melalui press release dan press conference, selain itu ia juga bertugas untuk memantau berita-berita yang berkembang di surat kabar nasional dan memantau segala pemberitaan terkait dengan LSM Greenpeace di Indonesia, sedangkan untuk mengkomunikasikan segala aktifitas maupun temuantemuan Greenpeace pada masyarakat Indonesia melalui jaringan dunia maya merupakan tugas seorang New Media Coordinator (Arie Rostik Utami). Untuk
58
mendukung dan menjaga akses akan informasi serta kelancaran berkomunikasi melalui dunia maya, LSM ini didukung oleh seorang Information & Communication Technology Unit (HaryoYuswo PranotoYudho). Greenpeace sebagai LSM yang independen dari sisi keuangan tentu membutuhkan orang-orang yang rela membantu Greenpeace dalam menggalang dana dan merekrut suporter, orang-orang tersebut dipimpin oleh seorang Direct Dialogue Coordinator (Iola Milatantri Ayukemala). Selain menggalang dana, divisi DDC bertugas untuk berkampanye secara langsung pada setiap orang yang ia temui tanpa melihat status sosialnya. Data-data orang yang bergabung dengan Greenpeace sebagai Suporter akan dikelola oleh divisi Database and supporter service. Dalam struktur organisasi, kedua divisi ini dipimpin oleh seorang Manager Fund Raising (Budi Santosa).
59
BAB V FRAME GERAKAN SOSIAL ANTI-BATUBARA PADA LSM GREENPEACE ASIA TENGGARA di INDONESIA Media komunikasi dalam organisasi dapat dikatakan sebagai suatu framing, seperti aksi penentangan batubara yang Greenpeace lakukan di Indonesia, buku yang diterbitkan, maupun aktifitas lainnya, karena media komunikasi tersebut memuat frame gerakan sosial yang mempengaruhi cara pandang seorang individu dalam mengkontruksi suatu fakta atau peristiwa, dan membentuk suatu identitas kolektif. Frame gerakan sosial anti-batubara merupakan frame yang dibentuk oleh LSM Greenpeace Asia Tenggara di Indonesia, frame ini berperan memobilisasi seorang individu agar masuk kedalam kelompok dan secara aktif menentang penggunaan batubara. Frame gerakan sosial ini terdiri dari agregate frame, consensus frame, dan collective action frame. Melalui frame ini seorang individu dapat merasakan dan sadar akan bahwa masalah lingkungan khususnya batubara merupakan masalah sosial karena di dalamnya terdapat unsur ketidakadilan, dan melabeli maupun mengkontruksi pihak-pihak yang terkait dan bertanggung jawab atas masalah lingkungan, terkait dengan batubara, serta mengkontruksi identitas seorang individu. 5.1
Agregate Frame Batubara pada Budaya Organisasi LSM Greenpeace Asia Tenggara di Indonesia Greenpeace memandang perubahan iklim tantangan terbesar masyarakat
dunia kedepannya, akibat dari meningkatnya suhu iklim dunia atau pemanasan global karena meningkatnya selimut alami dunia. Tantangan tersebut mereka jabarkan ke dalam dampak-dampak bersifat irreversible (tidak dapat diputar balik) yang akan timbul apabila perubahan iklim terjadi. Dampak-dampak tersebut adalah meningkatnya suhu lautan, kekeringan yang berkepanjangan, penyebaran wabah penyakit berbahaya, banjir besar-besaran, coral bleaching dan gelombang badai besar, dimana dampak-dampak tersebut akan merusak ekosistem dunia dan mengancam penduduk yang tinggal di dalamnya, terlebih lagi bagi penduduk yang berada di kawasan Asia Tenggara, karena banyak negara yang berada di kawasan
60
ini merupakan negara kepulauan ataupun pesisir, sehingga rentan terhadap dampak-dampak yang akan timbul akibat dari perubahan iklim dunia. Menurut LSM ini, di Indonesia penyebab dari perubahan iklim berasal dari dua sektor yaitu sektor hutan dan sektor energi. Dalam pandangan Greenpace, posisi hutan sangat penting sebagai pengatur iklim global dan pola cuaca, yang merupakan sistem-sistem penting dari lingkungan hidup yang mendukung kehidupan di atas bumi, karena hutan dan tanahnya adalah penyimpan karbon yang besar, lebih besar dari ekosistem daratan lainnya. Hampir separuh wilayah hutan yang hilang dalam 10.000 tahun terakhir punah kurang dari 80 tahun yang lalu dan sebagian besar pengrusakan hutan ini terjadi dalam 30 tahun terakhir. Hal ini mengakibatkan penyusutan dan kepunahan keanekaragaman hayati terbesar di atas bumi dan dengan demikian menghancurkan kehidupan jutaan orang yang bergantung pada hutan.
Untuk memperkuat argumen tersebut Greenpeace
mengutip pernyataan para ahli lingkungan yang berpendapat bahwa bumi sedang berada pada tahap kepunahan besar keenam dan laju kepunahan akan meningkat sepuluh kali lipat pada tahun 2050. Menurut perkiraan Greenpeace Asia Tenggara, Indonesia adalah penghasil emisi ketiga terbesar gas rumah kaca dunia setelah Cina dan Amerika Serikat. Tingkat emisi yang tinggi ini merupakan konsekuensi dari sangat tingginya laju penggundulan hutan, yang mencapai hampir dua juta hektar per tahun, terutama pengrusakan hutan gambut yang kaya karbon. LSM ini memperkirakan dua milyar ton karbondioksida (CO2) dilepas hanya dari pengeringan dan pembakaran hutan gambut di Asia Tenggara, dimana 90 persen emisi CO2 hutan gambut di wilayah ini berasal dari Indonesia. Pada sektor energi, batubara merupakan salah satu penyebab meningkat laju perubahan iklim dunia, hal ini dilihat sebagai suatu bentuk ketidakadilan, tidak adil bagi lingkungan maupun manusia yang menempatinya. Permasalahan ini mulai dikampanyekan oleh Greenpeace Internasional akhir tahun 2008 ketika mereka menemukan fakta-fakta bahwa biaya eksternalitas dari batubara itu sangat besar berbanding terbalik dengan anggapan yang mengatakan bahwa batubara adalah energi yang murah.
61
Fakta-fakta yang ditemukan Greenpeace bersama Institut Penelitian CE Delft melalui studi kasus di lima negara pengguna batubara, yaitu India, China, Filipina, Indonesia, dan Thailand dimana masing-masing negara mewakili salah satu tahap dari rantai aliran produksi batubara. Rantai produksi ini terdiri dari proses penambangan yang diwakili oleh negara India, proses pembakaran diwakili oleh negara Indonesia, Cina, sedangkan aksi penentangan penggunaan batubara diwakili oleh negara Thailand. Dampak yang ditimbulkan pada tiap negara dapat dikatakan serupa, mulai dari masalah kesehatan, masalah ekonomi, dan masalah kerusakan lingkungan. Menanggapi berbagai permasalahan tersebut, mereka melihat bahwa pemerintah India, China, Filipina, Indonesia dan Thailand tidak menanggapi dan tidak memperhitungkan ‘biaya’ yang akan ditanggung masyarakat. Khususnya di Indonesia, mereka memandang bahwa proyeksi Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) untuk membenarkan pembangunan PLTU baru adalah keliru karena tidak mengindahkan dampak yang akan ditimbulkan seperti penyakit pernafasan, kecelakaan tambang, hujan asam, polusi asap dan penurunan hasil pertanian serta perubahan iklim. Menurut juru kampanye, berdasarkan letak geografis Indonesia merupakan salah satu Negara di Asia Tenggara yang sangat rentan terhadap perubahan. Menurut Greenpeace, akibat yang ditimbulkan tersebut merupakan “biaya” yang harus dibayar oleh masyarakat. Selain itu, mereka memandang bahwa pihak-pihak yang memiliki kepentingan terhadap batu batubara atau “mafia batubara” telah mensayasai depatemen energi sehingga menghambat proses pengembangan potensi sumber energi bersih dan terbarukan yang terdapat di Indonesia. 5.2
Consensus frame Batubara pada Budaya Organisasi LSM Greenpeace Indonesia Melihat aksi-aksi yang dilakukan oleh Greenpeace selama ini menyangkut
isu batubara seperti aksi damai langsung Cilacap dan Bali, LSM ini berusaha mengajak masyarakat untuk bersama-sama mendesak pemerintah maupun perusahaan untuk mengembangkan energi yang terbaharukan dan menghentikan
62
penggunaan batubara. Karena apabila batubara terus menerus digunakan laju perubahan iklim global akan semakin cepat dan biaya yang harus dikeluarkan untuk menanggulanginya semakin besar serta emisi gas rumah kaca harus mencapai puncaknya paling lambat pada tahun 2015. Langkah ini diperlukan karena mereka melihat pemerintah maupun pihak perusahaan sebagai pengelola tidak memiliki komitmen untuk menanggulangi perubahan iklim. Pendapat ini diperkuat oleh pernyataan Algore yang dikutip oleh juru kampanye Greenpeace : ”Saya bingung kenapa pemuda-pemuda di dunia sekarang, tidak melakukan aksi mereka untuk menghentikan..ee..bulldozer yang sedang membangun Pembangkit listrik tenaga uap..tenaga batubara..karena bulldozer-bulldozer inilah yang pada akhirnya meruntuhkan kehidupan umat manusia dengan mereka membangun Pembangkit Listrik Tenaga Uap..” (Af, 28 tahun)
Melalui buku yang telah diterbitkan, Greenpeace berusaha menyadarkan dan mengajak masyarakat luas untuk turut mendukung dan mempromosikan penggunaan sumber-sumber energi yang terbarukan dan ramah lingkungan seperti yang terlihat pada salah satu halaman buku ”Biaya Batubara Sebenarnya” yang berjudul ”Meninggalkan Batubara”. Karena dengan mengembangkan energi terbarukan masyarakat yang bermukim dekat dengan PLTU tidak akan lagi menerima beban maupun masalah ekonomi, kesehatan dan kerusakan lingkungan. Berdasarkan data-data yang ditemukan pada aksi damai langsung Cilacap dan Bali serta buku ” Biaya Sebenarnya Batubara” dan pendapat yang didampaikan oleh juru kampanyenya, terlihat agregate frame dari LSM ini yang berusaha mendefinisikan dan menegaskan bahwa masalah lingkungan sebagai masalah sosial karena dampak yang ditimbulkan akibat dari pengrusakan hutan dan penggunaan sumber energi yang kotor akan berpengaruh terhadap kehidupan setiap manusia yang hidup di bumi.
63
5.3
Collective action frame Batubara pada Budaya Organisasi LSM Greenpeace Indonesia Sesuai dengan teori frame gerakan sosial, collective action frame yang
terdapat pada budaya organisasi Greenpeace dikonstruksi oleh tiga frame yaitu injustice frame, agency frame, dan identity frame. Berdasarkan agregate frame yang telah teridentifikasi sebelumnya maka dapat dikatakan bahwa dampakdampak yang ditimbulkan pada rantai aliran produksi merupakan injustice frame pada LSM Greenpeace terkait dengan isu batubara yang sedang mereka kampanyekan, karena dampak-dampak tersebut memberikan alasan kepada Greenpeace untuk bertindak sesegera mungkin. Pendapat tersebut diperkuat oleh pernyataan juru kampanye Greenpeace berikut ini, ”..sekarang batubara kontribusinya terhadap gas rumah kaca secara global sekitar 60%, artinya apabila kita terus tergantung, terus memanfaatkan batubara, dampak..laju perubahan iklim akan semakin cepat, dampak-dampak akan luar biasa parah dan itu sudah terjadi sekarang. Indonesia sendiri sudah mengalami dampak-dampak perubahan iklim yang dasyat, contoh sepanjang tahun kemarin aja itu..ee..tidak ada satu bulanpun sepanjang tahun 2008 bebas dari bencana yang diduga akibat dari perubahan iklim, bayangkan ketika kita masih terus menggunakan batubara ini sebagai sumber energi kita maka dampak perubahan iklimnya akan semakin dasyat dan laju kerusakannya semakin cepat..” (AF, 28 tahun)
Dampak-dampak tersebut direpresentasikan kedalam suatu perhitungan ’biaya’, menurut Greenpeace biaya-biaya ini harus ditanggung oleh masyarakat yang berada disekitar PLTU maupun masyarakat dunia selama pemerintah dan perusahaan masih menggunakan batubara sebagai sumber energi. Melihat aksi yang telah mereka lakukan dan buku yang mereka rujuk terkait dengan isu batubara, mereka memandang bahwa tanggung jawab terletak pada pihak pemerintah maupun perusahaan-perusahan yang bergerak di bidang batubara. Pemerintah sebagai pemegang kebijakan seharusnya memperhitungkan dan mengiventasikan modalnya untuk membangun pembangkit listrik yang menggunakan energi yang terbarukan, walaupun hal tersebut membutuhkan waktu
64
dan membutuhkan modal yang tidak sedikit, seperti yang juru kampanye Greenpeace utarakan berikut ini,
”...katakanlah untuk membangun instalasi pembangkit listriknya memang dia (Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi) pertama lebih mahal, tapi setelah dia beroperasi..dia justru akan jadi lebih murah karena tidak membutuhkan batubara, ga ada transportasinya..kalo batubara itu..mungkin bangunnya lebih murah , tapi sepanjang sampe PLTUnya ini mati..ga beroprasi lagi..terus membutuhkan biaya..kenapa ga itu (maksudnya Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi)...”(AF, 28 tahun)
Dalam konteks batubara, agency frame yang terdapat pada Greenpeace fokus kepada masyarakat sebagai sumber dukungan dan kekuatan Greenpeace dalam mengkampanyekan isu batubara dan pemerintah sebagai pemegang keputusan. Greenpeace menganggap pemerintah sebagai ’lawan’ atau pihak yang tidak memiliki komitmen politik dan niat baik untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada terkait dengan bidang energi. Tidak adanya komitmen ini disebabkan oleh masih beredarnya ’mafia batubara’ yang terdapat pada jajaran pemerintahan saat ini. Dalam hal ini, Greenpeace melabeli pejabat pemerintah yang merangkap pengusaha dan pengusaha batubara yang memiliki hubungan dengan pemerintahan seperti pengusaha yang menjadi donatur kampanye SBY sebagai ’mafia batubara’. Menanggapi isu batubara, koalisi batubara yang Greenpeace prakarsai memposisikan diri mereka sebagai pihak penentang. Berdasarkan prinsip dasar yang mereka pegang selama ini, koalisi yang terdiri dari Greenpaece, KAM Cilacap, JATAM, Walhi, dan Sekolah Demokrasi Ekonomi sifatnya tidak mengikat antara satu dengan yang lain sesuai dengan prinsip kemandirian politik Greenpeace yaitu “no permanent allies or enemies”. Terakhir adalah identity frame, berdasarkan prinsip dasar yang ada Greenpeace memandang ataupun melabeli diri mereka sendiri sebagai organisasi yang mandiri dan independen bebas dari segala tekanan politik maupun
65
kepentingan, sebagaimana quote yang terdapat pada setiap press release, buku, booklet, dan setiap halaman website GPSEA Indonesia berikut ini, ”Greenpeace adalah organisasi kampanye yang independen, yang menggunakan konfrontasi kreatif dan tanpa kekerasan untuk mengungkap masalah lingkungan hidup, dan mendorong solusi yang diperlukan untuk masa depan yang hijau dan damai.”
”Greenpeace adalah organisasi kampanye independen global yang beraksi untuk mengubah sikap dan perilaku, untuk melindungi hutan dan menjaga lingkungan, dan mempromosikan perdamaian.”
Nilai-nilai dasar yang terdapat pada kedua quote tersebut seperti independen dan konfrontasi kreatif, Greenpeace terapkan pada setiap aksi protes yang dilakukan seperti halnya aksi protes PLTU di Cilacap, mereka melakukan aksi teatrikal dengan dengan cara tidur di depan PLTU Cilacap dan menggunakan masker maupun baju berwarna putih, melambangkan permasalahan yang sedang dipertentangkan. Selain melalui aksi-aksi teatrikal seperti aksi damai langsung Cilacap, nilai-nilai ini direpresentasikan oleh Greenpeace dalam menjalin hubungan dengan mitra kerjanya maupun baju keseharian berupa baju antibatubara ataupun baju Greenpeace sebagai simbol identitas diri.
5.4
Ikhtisar Frame Gerakan Sosial LSM Greenpeace Asia Tenggara di Indonesia Dari uraian penjelasan di atas, disajikan dengan Matriks 3. dalam matriks
tersebut dapat dilihat ikhtisar frame gerakan sosial anti-batubara pada LSM Greenpeace Asia Tenggara di Indonesia. Frame gerakan sosial tersebut merupakan skema maupun frame LSM Greenpeace terhadap batubara. Frame ini digunakan Greenpeace untuk membentuk frame anti-batubara pada anggota organisasi, dan masyarakat umum serta saat mereka berhadapan dengan pihak pemerintah ataupun pihak perusahaan. Frame gerakan sosial ini dapat diidentifikasi, salah satu caranya dengan mengidentifikasi elemen dari frame yang terdapat isi ataupun pesan-pesan dari media komunikasi organisasi, seperti buku, booklet, movement document, dan
66
atribut seperti pakaian. Frame gerakan sosial di dalam media komunikasi tersebut dipaparkan dalam Matriks 1.
Matriks 1. Frame Gerakan soisal Anti-Batubara.
Frame gerakan sosial
Agregate frame
Consensus frame
Collective action frame
Injustice frame
Agency frame
Isi frame o Perubahan iklim merupakan tantangan terbesar masyarakat dunia o Penyebab perubahan iklim di Indonesia berasal dari dua sektor, yaitu : Ø Sektor hutan →Pengatur iklim global dan pola cuaca → hutan gundul 2 juta Ha/tahun Ø Sektor energi →Biaya eksternalitas dari rantai produksi batubara o Mendesak pemerintah maupun perusahaan untuk mengembangkan energi terbarukan dan menghentikan penggunaan batubara, o Batubara mempercepat laju perubahan iklim global, dan o Masyarakat yang bermukim dekat dengan PLTU akan terus menanggung beban ekonomi, kesehatan dan semakin rusaknya kondisi lingkungan
Masyarakat yang berada disekitar PLTU maupun masyarakat dunia harus menanggung biaya ekternalitas dari seluruh rantai produksi batubara Masyarakat (suporter) dan koalisi anti-batubara dipandang sebagai sumber kekuatan Pemerintah dianggap sebagai ’lawan’, Pejabat pemerintah yang berusaha di bidang batubara sebagai mafia batubara
Sumber data o Wawancara o Movement document pada situs resmi GPSEA indonesia o Booklet o Buku “Biaya Sebenarnya Batubara”
o Movement document pada situs resmi GPSEA indonesia o Booklet o Buku “Biaya Sebenarnya Batubara”
o Movement document pada situs resmi GPSEA indonesia o Buku “Biaya Sebenarnya Batubara” o Movement document pada situs resmi GPSEA indonesia o Buku “Biaya Sebenarnya Batubara” o Wawancara
67
Identity frame
Mandiri dan independen bebas dari segala tekanan politik maupun kepentingan,
o Movement document pada situs resmi GPSEA indonesia o Booklet o Buku “Biaya Sebenarnya Batubara”
68
BAB VI FRAMING BATUBARA PADA LSM GREENPEACE ASIA TENGGARA DI INDONESIA Sejak Greenpeace hadir dan berupaya mempertahankan kelestarian hutan di Indonesia, isu-isu LSM ini di Indonesia mulai mengalami perkembangan sesuai dengan tantangan yang mereka hadapi kini. Perubahan iklim merupakan isu utama yang mereka perjuangkan dan permasalahkan di Indonesia. Hal ini merupakan keresahaan utama (grievances) dari LSM ini, karena Indonesia sebagai salah satu negara tropis yang berada di garis khatulistiwa dianggap tidak siap dengan dampak yang akan muncul akibat dari perubahan iklim. Perubahan iklim ini diakibatkan oleh meningkatnya emisi gas rumah kaca. Emisi gas rumah kaca ini ditimbulkan oleh berbagai hal, salah satunya timbul dari hasil pembakaran baru bara yang digunakan oleh Pembangkit Listri Tenaga Uap untuk menghasilkan energi listrik. Hampir 40% energi listrik yang ada di Indonesia berasal dari PLTU yang menggunakan batubara. Oleh karena itu Greenpeace di Indonesia mulai mengkampanyekan penentangan mereka terhadap penggunaan batubara dan pembangunan PLTU baru di Indonesia. Terkait dengan isu batubara, Greenpeace Asia Tenggara mengkampanyekan dengan beberapa cara, antara lain melalui aksi protes langsung, penerbitan terbatas buku mengenai batu bara, Direct Dialogue Campaign (DDC), dan pembuatan baju anti-batubara, dimana dalam cara yang Greenpeace ambil tidak terlepas dari frame gerakan sosial yang terdiri dari agregate frame, consensus frame, dan collective action frame.
6.1
Buku “Biaya Batubara Sebernarnya” “Biaya Batubara Sebenarnya” merupakan buku setebal 60 halaman yang
diterbitkan oleh Greenpeace Asia Tenggara pada bulan Februari tahun 2009. Buku ini memiliki dua versi bahasa, bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Untuk versi bahasa Inggris sudah diterbitkan terlebih dahulu oleh Greenpeace International pada bulan Desember tahun 2008. Buku ini ditulis oleh beberapa aktivis Greenpeace dari beberapa negara, mereka adalah Mareike Britten, Iris
69
Cheng, Jayashree Nandi, Emily Rochon, Nabiha Shahab, dan Mang Wei serta bekerja sama dengan institut penelitian Belanda CE Delft. Konsisten dengan isu yang mereka kampanyekan, maka seluruh bagian dari buku dicetak di atas kertas hasil daur ulang dan menggunakan tinta yang berasal dari kacang kedelai. Secara garis besar isi buku ini berusaha menggambarkan permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat dunia apabila terus menerus menggunakan batu bara sebagai sumber bahan baku pembangkit energi.
Gambar 3. Halaman Muka Buku “Biaya Batubara Sebenarnya”
Buku setebal 60 halaman ini dapat dikatakan sebagai bahan acuan atau dapat dikatakan sebagai ‘senjata’ bagi juru kampanye, anggota DDC dan anggota Greenpeace yang lain ketika mereka berbicara dan berkampanye mengenai batu bara. Buku ini tidak untuk diperjualbelikan secara bebas, namun diberikan kepada kalangan akademisi, politisi, serta supporter yang tertarik dan antusias dengan isu batubara. Walaupun begitu masyarakat dapat mengakses maupun mengunduhnya di situs resmi Greenpeace Asia Tenggara di Indonesia sejak bulan Februari dalam format PDF. Kemudahan masyarakat ataupun pihak-pihak lainnya dalam mengakses buku ini, berguna dalam membangun sudut pandang serta wacana publik ketika mereka berdiskusi membahas batubara. Buku ini secara garis besar memuat informasi mengenai rantai produksi batubara, jenis-jenis batubara, dampakdampak yang ditimbulkan oleh batubara, dan solusi yang Greenpeace
70
perjuangkan serta kisah-kisah masyarakat yang terkena dampak batubara hingga pergerakannya. Berdasarkan strategi kampanye Greenpeace, penerbitan buku ini secara tidak langsung termasuk kedalam strategi direct communication maupun photo op. Karena melalui buku ini semua pihak dapat melihat jelas alasan Greenpeace dalam menentang batubara, sehingga dapat dikatakan bahwa buku ini berperan dalam membangun komunikasi interpersonal, kelompok, hingga publik. Elemen frame yang terdapat pada buku “Biaya Batubara Sebenarnya” adalah sebagai berikut : Isu utama, isu utama yang dibicarakan dalam buku ini adalah masalah permasalahan lingkungan yang terkait dengan batubara, hal ini terlihat dari cover buku dan isi dari buku itu sendiri. Diagnosis, dalam buku ini mereka mencoba membentuk persepsi pembaca akan batu bara dengan menggambarkan dan mengidentifikasi permasalahan yang ditimbulkan, mulai dari proses penambangan hingga proses penggunaan batu bara atau disebut dengan rantai aliran produksi. Menurut mereka, pandangan terhadap batu bara sebagai bahan baku energi yang murah adalah salah, karena nilai ekonomik dihitung termasuk serangkaian faktor, dari penambangan dan biaya penjualan, namun tidak memperhitungkan pajak dan biaya-biaya terbesar dari penggunaan batubara : kerugian pada kemanusiaan dan kerusakan lingkungan sangat besar akibatnya. Pandangan ini diperkuat oleh 2 studi kasus yang berbeda pada 4 negara yaitu : India (memperlihatkan akibat dari proses penambangan), Indonesia, Cina, dan Thailand (memperlihatkan akibat dari proses pembakaran). Di India tepatnya di daerah Jharia, kegiatan tambang batubara bermula ketika daerah tersebut dinasionalisasikan dan diambil alih oleh perusahaan publik Bharat Coking Coal Limited (BCCL). Perusahaan ini membuka tambang secara besar-besaran untuk mengambil batubara yang dengan lapisan permukaan tanah, namun setelah itu mereka membiarkan lahan tersebut begitu saja, hal ini menyebabkan lapisan batubara tersebut menyala dan mengeluarkan gas beracun. Lahan terbuka ini mengundang pendatang miskin tanpa keterampilan untuk ikut mengumpulkan batubara secara ilegal, setelah menetap di daerah tersebut mereka menderita penyakit paru-paru dan kulit karena menghirup gas beracun.
71
Di Indonesia sejak mulai beroprasinya PLTU bertenaga 600MW di Cilacap, ‘memaksa’ masyarakat yang berdomisili dekat dengan PLTU kerap mendengarkan dengungan keras yang menggangu dan merasakan polusi udara pindah dari tempat tinggalnya. Sedangkan bagi mereka yang tetap bertahan, kesehatan menjadi permasalahan tersendiri karena anak-anak yang tinggal disekitar PLTU terus-menerus batuk, dimana menurut peneliti Greenpeace hal ini sangat mungkin disebabkan oleh pencamaran udara dari PLTU. Selain kesehatan, sejak hadirnya PLTU di cilacap berdamapak pada sumber nafkah warga. Hampir 12 hektar sawah produktif dari dua desa hancur sehingga tidak dapat dipergunakan setelah dibanjiri air asin dan air panas yang keluar dari PLTU . Selain itu warga yang berprofesi sebagai nelayan, merasakan penurunan produktifitas hasil tangkapannya. Menurut Greenpeace semua permasalahan ini bertentangan dengan tujuan dari pembangunan PLTU dan proyeksi pemerintah yaitu mendorong pertumbuhan ekonomi setempat. Di Cina batubara mengubah kondisi kota-kota yang berada di propinsi Shanxi. Datong salah satu kota yang memiliki cadangan batubara yang masif dan berkualitas tinggi, oleh karena itu pemerintah setempat melakukan ekspoitasi besar-besaran terhadapnya sehingga menimbulkan pencemaran udara. Hal ini mengancam warisan budaya setempat yang sudah UNESCO tetapkan sebagai situs warisan dunia. Sedangkan didaerah Xiaoyi sebagai salah satu penghasil batubara terbesar di propinsi Shanxi, kegiatan penambangan, pemrosesan dan pembakaran batubara berakibat buruk terhadap kesehatan dan kesejahteraan penduduknya serta lingkungannya, seperti buruknya kualitas air dan menurunnya jumlah air bersih yang tersedia. Dan yang terakhir kota Linfen, menurut Badan Perlindungan Lingkungan Negara Cina kota ini memiliki tingkat pencemaran udara terburuk di Negara tersebut. Padahal pada tahun 1980an, Linfen dikenal sebagai kota bungan dan buah. Burukny kondisi lingkungan mengakibatkan menurunnya produktifitas produk pertanian setempat dan munculnya penyakitpenyakit pernapasan. Di Thailand tepatnya di daerah Mae Moh, sejak dioperasikannya 11 unit Pembangkit Listrik Tenaga Uap, SO2 mulai menyelimuti daerah tersebut dan ketika bercampur dengan udara menghasilkan suatu hujan asam yang beracun. Hal
72
ini mengakibatkan warga di 40 desa yang berada di radius tujuh kilometer dari PLTU jatuh sakit, diperkirakan 300 orang meninggal secara langsung dan diperkirakan lebih dari 30.000 warga kehilangan tempat tinggal . Selain itu hujan asam ini mengakibatkan rusaknya lahan pertanian penduduk beserta dengan hasil panennya. Tingkat permintaan energi yang berlipat mengakibatkan laju penggunaan batu bara semakin meningkat hingga pada tahap yang mengkhawatirkan. Batu bara dilihat sebagai ancaman terbesar terhadap kondisi iklim bumi, karena batu bara merupakan sumber energi yang paling mencemari dan sumber dominan emisi karbon dioksida (CO2) dunia. Terkait masalah batu bara, buku ini juga mencoba mengulas dan mengkritisi kebijakan Penangkapan dan Penyimpangan Karbon atau Carbon Capture and Storage (CSS), secara garis besar kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi dampak iklim dari pembakaran bahan bakar fosil dengan menangkap CO2 dari cerobong asap pembangkit listrik tenaga uap dan menguburnya dalam tanah. Dimana CSS telah dijadikan justifikasi pembangunan baru pembangkit listrik tenaga uap berbasis batubara dan ‘tindakan tanpa perubahan’. Dalam pandangan mereka CSS, tidak memenuhi tuntutan tepat waktu untuk menghindari dampak buruk perubahan iklim. Mereka memandang pihak yang mendukung kebijakan tersebut sebagai pihak-pihak yang berjualan ‘obat’ teknologi. Selain itu buku ini mencoba menyoroti rencana pemerintah Indonesia dalam mengurangi penggunaan bahan bakar minyak menjadi batubara dan gas. Rencana tersebut juga akan
mengembalikan rencana pemerintah untuk
membangun PLTU bertenaga batubara berkapisatas 10.000 megawatt pada tahun 2009 atau 2010. Pemerintah juga telah menetapkan target konsumsi batu bara menjadi lebih dari 33%. Greenpeace Indonesia memandang hal ini dapat mempercepat laju perubahan iklim dunia. Prognosis, Setelah menggambarkan permasalahan yang akan masyarakat dunia hadapi apabila tetap mempergunakan batu bara, isi dari buku ini juga menunjukan jalan keluar yang seharusnya dilaksanakan, Greenpeace menggagas suatu cetak biru ‘Energy [R]evolution’. Cetak biru tersebut menunjukan bahwa Pemerintah Indonesia memiliki pilihan sumberdaya energi terbarukan yang
73
potensial dan secara teknis tersedia seperti tenaga matahari, angin, geothermal, biogas dan ombak. Sehingga Indonesia tidak perlu bergantung pada batu bara untuk menggerakan rencana persediaan energinya untuk memenuhi permintaan energi. Tuntutan
akan
pengembangan
energi
yang
berkelanjutan
telah
diperlihatkan oleh warga Iloilo dan LSM lokal, Filipina. Di Negara tersebut, Greenpeace bersama dengan LSM lokal memperlihatkan aksi massa yang menentang batubara dan menyerukan undang-undang energi terbarukan. Salah satu tokoh penggeraknya adalah Aurora Alerta Lim, mantan asisten presiden Universitas Filipina Tengan (Central Philippine University) urusan lingkungan. Menurutnya tantangan terbesar yang dihadapi adalah sikap ‘masa bodoh’ pemerintah nasional dan kota terhadap pemanasan global dan kebohongan yang disebarkan oleh pendukung batubara yang menyatakan bahwa batubara energi yang murah dan ‘teknologi energi bersih’. Simbol-simbol yang digunakan, visualisasi batu bara pada buku ini, memposisikan pembaca sebagai saksi dari proses (bearing witness) perubahan iklim yang diakibatkan oleh batu bara mulai dari proses penambangan hingga pembakaran terlihat dari hampir setengah dari jumlah halaman yang terdapat pada buku ini berisikan gambar-gambar yang berkaitan dengan batu bara yang dapat menunjukan elemen diagnosis buku ini, hingga solusi yang ditawarkan. Berikut ini adalah salah satu contoh visualisasi batu bara yang dapat menunjukan elemen diagnosis maupun prognosis dengan argumen pensayat pada gambarnya pada buku tersebut :
74
Gambar 4. Halaman Pada Buku “Biaya Batubara Sebenarnya” sebagai simbol pencemaran udara.
Halaman ini (gambar 3) memperlihatkan asap yang ditimbulkan dari proses pembakaran batu bara yang diambil dari PLTU bertenaga batubara. Gambar tersebut berusaha mempertegas isi buku ini, diperkuat dengan cathphrases yaitu ‘Saat ini terdapat hampir 40% lebih banyak karbon dioksida di atmosfir dibandingkan sebelum Revolusi Industri. Tingkat CO2 saat ini lebih tinggi dibandingkan saat manapun dalam 650.000 tahun terakhir’. Katakata tersebut dikutip dari Badan Administrasi Atmosfir dan Lautan Amerika atau
National
Oceanic
Atmospheric
Administratio
(www.esrl.noaa.gov/gmd/ccgg/trends.aa).
75
Gambar 5. Gerakan Massa pada Buku “Biaya Batubara Sebenarnya” Sebagai Simbol Solusi dari Masalah Energi.
Halaman ini (gambar 4) memperlihatkan gerakan massa yang menuntut pemerintah untuk meninggalkan batubara dan menggunakan energi-energi yang terbarukan. Gambar tersebut menunjukan prognosis yang terdapat pada isi buku ini, diperkuat dengan cathphrases yaitu ‘It’s time renewable energy’. Argumen pendukung, Argumen yang terdapat pada buku ini diperkuat dengan fakta-fakta yang mereka dapatkan langsung dari lapangan maupun hasil kutipan berbagai sumber. Fakta-fakta tersebut antara lain adalah : o Di seluruh dunia, 11 milyar ton3 CO2 berasal dari PLTU bertenaga tiap tahunnya, (International Energy Agency, 2008. Emisi CO2 dari pembakaran bahan bakar.OECD/IEA 2008), o Halaman Apendiks 1 yang mengupas informasi dasar tentang baru, mulai dari jenis batubara hingga jenis penambangan batubara, o Halaman Apendiks 2 yang mengulas perhitungan biaya sesungguhnya dari batubara, Selain itu buku ini berusaha memperlihatkan alasan mengapa mereka menentang penggunaan batubara sebagai sumber energi dengan menunjukan dampak yang sudah terjadi pada beberapa negara, yaitu India, Indonesia, Cina, Thailand, dan Filipina.
76
6.2
Aksi Langsung Damai Cilacap Pada tanggal 12 Februari 2009, Greenpeace melakukan aksi langsung di
depan pagar PLTU Cilapap. Aksi ini tergolong ke dalam tipe direct action dan direct communication, yang berpegang kepada prinsip dasar mereka yaitu nonviolent maka aksi ini dapat berjalan dengan damai. Melalui aksi ini Greenpeace berusaha melakukan suatu komunikasi publik, yang berusaha menyoroti dampakdampak yang ditimbulkan oleh batubara di lokasi pembangkit listrik bertenaga batubara di Cilacap. Greenpeace membantah proyeksi keliru yang digunakan oleh Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) untuk membenarkan pembangunan PLTU baru dengan tidak mengindahkan “biaya-biaya eksternal” seperti penyakit pernafasan, kecelakaan tambang, hujan asam, polusi asap dan penurunan hasil pertanian serta perubahan iklim. Seperti yang dikutip dari juru kampanye Greenpeace:
"Indonesia mungkin saja memiliki sumberdaya batubara yang sangat besar, tetapi juga memiliki sumberdaya panas bumi dan energi surya yang sangat besar dan belum banyak dimanfaatkan. Sayangnya, pengembangan potensi energi terbarukan negeri ini telah dikalahkan oleh mafia batubara yang mensayasai departemen energi," (AF, 12 Februari 2009)
Aksi ini diikuti oleh 40 orang aktivis Greenpeace dan beberapa perwakilan warga setempat yang merasa dirinya dirugikan oleh hadir PLTU di wilayah tempat tinggal mereka . Dalam aksi protesnya mereka tidur di jalanan yang berada tepat di depan PLTU dengan menggunakan baju dan masker berwarna putih dan yang lainnya merantai diri mereka sendiri ke pagar PLTU Cilacap. Baju dan masker yang mereka gunakan melambangkan kesehatan masyarakat dan penentangan terhadap batubara.
77
Gambar 6. Aksi Langsung Damai Cilacap, 12 Februari 2009
Bersamaan dengan dilaksanakannya aksi langsung damai ini, koalisi anti batubara yang terdiri dari Greenpaece, KAM Cilacap, JATAM, Walhi, dan Sekolah Demokrasi Ekonomi melayangkan surat protes kepada jajaran Direksi PT. Sumber Segara Primadaya dan Bupati Cilacap. Isi surat tersebut menggambarkan dampak-dampak yang ditimbulkan dari PLTU dan menolak anggapan bahwa batubara adalah sumber energi yang murah apabila dibandingkan dengan eksternalitas yang ditimbulkan. Tuntutan yang terdapat pada surat protes tersebut adalah sebagai berikut :
1. Mendesak pemerintah menghentikan ekspor batubara dan penggunaan batubara sebagai sumber energi, dan perluasan PLTU bertenaga batubara baru di wilayah Cilacap dan wilayah-wilayah lain di Indonesia. Karena semestinya, pemerintah segera mengembangkan sumber-sumber energi bersih dan terbarukan di Indonesia. 2. Mengingat dalam kasus PLTU Cilacap, upaya-upaya mediasi yang dilakukan selama ini tak menunjukkan kemajuan berarti. Kami menuntut dilakukannya. sebuah pertemuan yang setara antara jajaran direksi PLTU, Pemerintah Daerah Cilacap dan KAM menyelesaikan masalah-masalah yang ditimbulkan PLTU Cilacap selambatnya, akhir Februari 2009.
78
Elemen frame yang terdapat pada aksi damai di Cilacap adalah sebagai berikut : Isu utama, penentangan batubara merupakan isu utama yang terdapat pada aksi langsung dan damai di Cilacap, hal ini dapat dilihat dari spandukspanduk yang dibentangkan aktivis selama aksi tersebut berlangsung. Diagnosis, proyeksi keliru yang digunakan oleh Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) untuk membenarkan pembangunan PLTU baru dengan tidak mengindahkan “biaya-biaya eksternal” seperti penyakit pernafasan, kecelakaan tambang, hujan asam, polusi asap dan penurunan hasil pertanian serta perubahan iklim menjadi penyebab dilakukannya aksi ini. Selain itu, mereka memandang bahwa pihak-pihak yang memiliki kepentingan terhadap batu batubara atau “mafia batubara” telah mensayasai depatemen energi sehingga menghambat proses pengembangan potensi sumber-sumber energi bersih dan terbarukan yang terdapat di Indonesia. Prognosis, dalam aksi damai ini Greenpeace beserta LSM lainnya menyatakan bahwa Pemerintah seharusnya mengedepankan pembangunan pembangkit listrik yang menggunakan sumber-sumber energi bersih dan terbarukan, serta mendesak penghentian kegiatan ekspor batubara serta perluasan PLTU bertenaga batubara baru di wilayah Cilacap dan wilayah-wilayah lain di Indonesia. Mereka menuntut dilakukannya. sebuah pertemuan yang setara antara pihak-pihak yang terkait yaitu jajaran direksi PLTU, Pemerintah Daerah Cilacap dan KAM dalam rangka menyelesaikan masalah-masalah yang ditimbulkan PLTU Cilacap selambatnya, akhir Februari tahun 2009, agar hal tersebut dapat terlaksana. Simbol-simbol yang digunakan, Pada aksi ini mereka merantai diri mereka sendiri di pagar PLTU Cilacap dan menggunakan baju putih, masker wajah berwarna. Hal ini melambangkan bentuk protes warga setempat yang menentang kehadiran PLTU Cilacap karena eksternalitas buah hasil proses pembakaran batubara menghasilkan dampak yang negatif bagi warga sekitar dan kondisi iklim dunia secara global. Dua sepanduk berwarna kuning yang mereka pergunakan memperkuat tujuan dari aksi ini, kata-kata yang terdapat pada spanduk itu adalah “BATUBARA MEMATIKAN”. Keseluruhan simbol-simbol
79
dalam aksi yang dilakukan Greenpeace ini memperlihatkan elemen diagnosis aksi tersebut. Argumen pendukung, pada aksi ini tidak ditemukan argumen pendukung yang memperkuat alasan dari dilaksanakannya aksi tersebut.
6.3
Aksi Langsung Damai Bali Pada tanggal 26 Juni 2009, Greenpeace kembali melakukan aksi langsung
damai terkait dengan isu batubara di depan pintu masuk Hotel Padma Legian, Bali. Seperti yang LSM ini lakukan di Cilacap, aksi yang mereka lakukan ini tergolong ke dalam direct action maupun direct communication. Hari itu merupakan hari terakhir acara pertemuan ASEAN Forum On Coal (AFOC) ke tujuh yang dihadiri oleh pemimpin-pemimpin negara yang berada di kawasan ASEAN. Dalam aksi damai ini aktivis Greenpeace kembali berusaha melakukan suatu komunikasi public dengan cara membentangkan dua spanduk besar bertuliskan “COAL KILLS” dan “QUIT COALS, GO RENEWABLE!!!”. Dalam aksi ini, LSM Greenpeace Asia Tenggara menyerukan negara-negara di ASEAN untuk menghentikan penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Batubara, seperti yang juru kampanye Greenpeace katakan berikut ini,
“ASEAN terus tergantung pada batubara yang membawa kawasan menuju percepatan perubahan iklim dengan dampak seperti kekeringan, banjir dan kelaparan akibat berkurangnya hasil pertanian yang mengancam kehidupan ratusan juta orang. Daripada pertemuan itu membicarakan perluasan penggunaan batubara, ASEAN seharusnya menyepakati rencana untuk keluar dari pemanfaatan batubara dan beralih pada ekonomi yang rendah karbon,” (AF, 28 tahun)
80
Gambar 7. Aksi Langsung Damai Bali 26 Juni 2009
Pernyataan juru kampanye tersebut diperkuat oleh data yang berasal dari laporan Bank Pembangunan Asia (ADB) dan program lingkungan untuk Asia Tenggara (EEPSEA). Menurut data tersebut Asia Tenggara adalah satu di antara kawasan yang paling rentan terhadap perubahan iklim dan ADB memperkirakan setidaknya kawasan Asia Tenggara akan kehilangan enam atau tujuh persen pendapatan tahunan atas dampak perubahan iklim di akhir abad ini jika tidak ada tindakan untuk mengatasi perubahan iklim. Di samping biaya ekonomi dan iklim dari batubara, Greenpeace memperlihatkan bahwa batubara juga menimbulkan biaya kemanusiaan, seperti yang terjadi di Sawahlunto, Sumatera Barat, Indonesia dimana 31 petambang battubara meninggal saat melakukan aktifitasnya. Juru kampanye berpendapat, untuk menghindari hal tersebut satu-satunya cara adalah menggunakan sumber-sumber energi ramah lingkungan dan terperbaharui, seperti yang ia katakana berikut ini, “Satu-satunya solusi yang akan menjauhkan kita dari malapetaka iklim dan memberikan kita masa depan hanyalah dengan pemanfaatan yang lebih besar pada energi diperbaharui, mengurangi bertahap penggunaan batubara dan berhenti merencanakan nuklir, digabungkan dengan pelaksanaan program-program efisiensi energi dalam skala besar. Negara-negara ASEAN perlu menunjukkan bahwa kawasan ini serius menangani perubahan iklim, saatnya mengkritisi pembicaraan iklim di Copenhagen, Desember tahun ini,” (AF, 28 tahun) Greenpeace melihat bahwa sebenarnya negara-negara anggota ASEAN memiliki banyak sumberdaya energi terbaharui dan seharusnya mereka
81
mengembangkan sumberdaya tersebut. Sebagai contoh, Indonesia memiliki cadangan energi geothermal terbesar di dunia dan bisa menyediakan 9,5 gigawatt energi hingga tahun 2025. Tetapi saat ini kurang dari lima persen sumber panas bumi yang digunakan, oleh karena itu Greenpeace mendesak pemerintah Indonesia dan ASEAN untuk meningkatkan sasaran pada energi terperbaharui, terutama panas bumi, angin, tenaga surya dan micro-hydro serta mengembangkan produk hukum dan peraturan yang selama ini jadi hambatan terbesar dalam investasi di bidang energi terperbaharui, seperti yang telah Negara Filipina lakukan dengan membuat undang-undang energi terperbaharui di akhir tahun 2008. Apabila pemerintah Indonesia tidak menindaklanjuti langkah ini maka emisi CO2 yang berasal dari penggunaan bahan bakar fosil akan mencapai lebih dari setengah dari seluruh emisi gas rumah kaca Indonesia sekarang dan akan terus meningkat di tahun 2050. Elemen frame yang terdapat pada aksi damai di Cilacap adalah sebagai berikut : Isu utama, batubara merupakan isu utama yang terdapat pada aksi langsung dan damai di depan Hotel Padma Legian, Bali, hal ini dapat dilihat dari dua spanduk yang dibentangkan aktivis selama aksi tersebut berlangsung. Diagnosis, Greenpeace melihat bahwa ketergantungan pemerintah dari negara-negara anggota ASEAN terhadap batubara akan mempercepat laju perubahan iklim dunia. Perubahan iklim ini akan membawa dampak yang besar seperti kekeringan, banjir dan kelaparan akibat berkurangnya hasil pertanian yang mengancam kehidupan ratusan juta orang. Prognosis, untuk mencegah timbulnya dampak-dampak dari perubahan iklim, Greenpeace mendesak pemerintah dari negara-negara anggota ASEAN untuk mengedepankan sumber-sumber energi terbarukan, mengurangi bertahap penggunaan
batubara
dan
berhenti
merencanakan
nuklir,
serta
menggabungkannya dengan pelaksanaan program-program efisiensi energi dalam skala besar. Oleh karena itu LSM ini memandang bahwa pemerintah sebagai pihak yang berwenang dalam membuat kebijakan sepatutnya membuat suatu peraturan yang mampu memacu pengembangan sumber-sumber energi yang terbarukan seperti yang negara Filipina telah lakukan.
82
Simbol-simbol yang digunakan, Pada aksi ini mereka melakukannya secara sederhana, beberapa aktivis Greenpeace membentangkan dua spanduk besar bertuliskan “COAL KILLS” dan “QUIT COALS, GO RENEWABLE!!!”, dimana kata-kata “COAL KILLS” termasuk ke dalam elemen diagnosis sedangakan “QUIT COALS, GO RENEWABLE!!!” termasuk ke dalam elemen prognosis. Melalui spanduk “COAL KILLS”, Greenpeace berusaha mempertegas kepada perwakilan maupun pemimpin pemerintah dari negara-negara anggota yang hadir di acara pertemuan ASEAN Forum On Coal (AFOC) ke tujuh bahwa batubara
berbahaya
bagi
manusia
maupun
kondisi
lingkungan
karena
menimbulkan eksternalitas karena menghasilkan dampak yang negative, maka dengan slogan “QUIT COALS, GO RENEWABLE!!!” yang terpampang pada spanduk yang mereka gunakan. Greenpeace menginkan negara-negara yang hadir dalam acara tersebut untuk mengurangi ketergantungannya akan batubara dan mengedepankan potensi sumber-sumber energi terbarukan yang terdapat di wilayah ASEAN. Argumen pendukung, dalam aksi ini Greenpeace mengambil contoh kebijakan yang telah pemerintah Filipina tetapkan dengan undang-undang energi terperbaharui di akhir tahun 2008, yang akan membawa negara itu pada energi bersih di masa mendatang yang akan membawa keuntungan ekonomi selama negara memotong emisi karbonnya.
6.4
Baju anti batu bara Baju anti batubara merupakan salah satu bentuk simbol penentangan LSM
Greenpeace yang dapat membentuk identitas pribadi pada anggotanya. Baju ini dibuat pada bulan Februari bersamaan dengan aksi damai di Cilacap, baju ini diperuntukan kepada seluruh anggota Greenpeace Indonesia. Baju ini tidak diberikan ataupun diperjualbelikan pada masyarakat umum, karena di dalamnya terdapat label Greenpeace. Oleh karena itu setiap yang mengenakan baju tersebut dilarang merokok, merusak lingkungan, dan wajib menjalankan nilai maupun norma yang terdapat pada LSM ini. Selain itu, dengan baju ini mereka dapat membangun suatu komunikasi kelompok maupun interpersonal, karena baju ini secara tidak langsung dapat menunjukan posisi mereka terhadap batubara.
83
Gambar 8. Atribut Pakaian anti-batubara
Elemen frame yang terdapat pada baju anti batubara adalah sebagai berikut : Isu utama, penentangan batubara merupakan isu utama yang terdapat pada baju berwarna hitam ini, hal tersebut dapat dilihat dari kata-kata terdapat pada baju maupun simbol yang digunakan. Diagnosis, pada baju ini terdapat kata-kata “BATUBARA SUMBER ENERGI MEMATIKAN”, kata-kata ini berusaha mencerminkan permasalahan yang sedang bangsa Indonesia hadapai terkait masalah sumber energi. Prognosis, tidak terdapat prognosis pada baju ini Simbol-simbol yang digunakan, keseluruhan baju ini merupakan simbolsimbol atau bentuk penentangan Greenpeace terhadap batubara yang mereka apresiasikan ke dalam sebuah media berupa baju berwarna hitam dengan gambar tengkorak yang termasuk ke dalam elemen diagnosis. Gambar tengkorak mempertegas kata-kata yang tepat berada di bawahnya, bahwa batubara benarbenar sumber energi yang mematikan. Argumen pendukung, pada baju anti-bara tidak ditemukan argumen pendukung pada tulisan-tulisan yang melekat pada baju tersebut.
84
6.5
Kegiatan Direct Dialogue Campaign dan Booklet Pada hari Selasa tanggal 15 September 2009 LSM Greenpeace melakukan
kegiatan DDC (Direct Dialogue Campaign) di Pondok Indah Mall, Jakarta. Kegiatan ini dimulai pukul 09.00 dan berakhir pukul 20.00 WIB. DDC tidak dilakukan di Pondok Indah Mall saja, namun menyebar di pusat-pusat keramaian dan aktifitas masyarakat seperti pusat perbelanjaan, lingkungan kampus dan koridor-koridor bus Transjakarta. Tempat ini sendiri dipilih sebagai lokasi DDC oleh divisi DDC Greenpeace karena pusat perbelanjaan tersebut ramai pengunjungnya dan saat itu Greenpeace diundang oleh pengelolanya untuk mengisi salah satu stand yang masih kosong di bagian jembatan Timur selama satu minggu, sehingga berguna bagi LSM ini dalam membangun komunikasi publik. DDC dapat diibaratkan sebagai ‘ujung tombak’ Greenpeace dalam mengkampanyekan isu-isu yang sedang mereka perjuangkan secara langsung kepada masyarakat tanpa membeda-bedakan strata sosialnya, memberikan pandangan tentang lingkungan dan menggalang donasi dari masyarakat yang akan mereka gunakan untuk mendanai seluruh kegiatan. Dalam melakukan kegiatan DDC, Greenpeace Asia Tenggara Indonesia membentuk kelompok-kelompok kecil yang beranggotakan lima hingga tujuh orang terdiri dari seorang Team Leader dan anggota tim. Masing-masing kelompok bertugas selama kurang lebih enam jam, sehingga dalam satu hari terdapat dua kelompok yang bertugas dalam satu lokasi.
85
Gambar 9. Kegiatan DDC Greenpeace Asia Tenggara Indonesia
Pada hari itu kelompok pertama yang bertugas di Pondok Indah Mall adalah Kelompok Awang yang berisikan lima orang terdiri dari Awang sebagai ‘Team Leader’ dan Dita, Apay, Frandi dan Zein sebagai anggota. Saat itu mereka menggunakan atribut Greenpeace yang berbeda-beda, dimana Awang, Apay dan Zein menggunakan polo shirt berwarna hijau dan polos yang memiliki lambang Greenpeace, sedangkan Dita dan Frandi menggunakan baju anti-batubara berwarna hitam yang memiliki lambang Greenpeace. Stand berukuran kira-kira 2X2 meter yang telah didirikan oleh divisi logistik sejak minggu malam bediri dua buah stanting banner yang memuat logo Greenpeace dan revolusi energi, sebuah meja, dan dua buah foto berukuran 20X30 cm yang terdiri dari foto deforestasi hutan di Riau dan foto seorang nelayan di Cilacap yang berguna dalam menarik perhatian pengunjung. Selain itu mereka juga memajang beberapa beberapa buku yang Greenpeace telah terbitkan “Menggoreng Iklim”, “Energy [r]evolution”, dan “Biaya Batubara Sebenarnya”, pengunjung dapat membaca buku-buku tersebut dengan bebas atau aktivis DDC dapat mempergunakannya saat menjelaskan dan berdiskusi dengan pengunjung tentang hal-hal yang Greenpeace sedang perjuangkan.
86
Gambar 10. Poster Nelayan Cilacap pada Stand DDC di Pondok Indah Mall
Dalam menjalankan tugasnya aktivis DDC menggunakan pendekatan persuasif dengan tetap menjaga sopan santun, hal ini terlihat ketika saat Awang mencoba mengajak seorang pengunjung yang melintasi stand Greenpeace dengan sapaan yang santun dan senyuman, walaupun pengunjung wanita tersebut menolaknya. Saat menjelaskan misi dan isu-isu yang Greenpeace setidaknya aktivis DDC melakukannya dalam lima menit, apabila pengunjung tertarik maka akan terjadi diskusi antara mereka. Ketika pengunjung tertarik dan bersedia membantu kegiatan Greenpeace, maka aktivis DDC akan menyodorkan formulir yang berisi biodata, alamat email, besarnya donasi yang akan pengunjung sumbangkan, dan kelengkapan administrasi lainnya. Saat pengunjung sudah mengisi formulir, aktivis DDC akan memberikan sebuah Booklet kepada pengunjung tersebut. Booklet ini merupakan cinderamata atau tanda terima kasih yang diberikan oleh DDC (Direct Dialogue Campaigner) kepada pendukung Greenpeace saat pertama kali mereka bergabung. Booklet ini berisi profil singkat Greenpeace, cara Greenpeace berkampanye, isu-isu kampanye yang diusung oleh LSM ini, dan solusi alternatif yang ditawarkan oleh Greenpeace dalam mengatasi permasalahan lingkungan. Seperti buku ‘Biaya Batubara Sebenarnya’, booklet ini seluruhnya berasal dari kertas daur ulang dan menggunakan tinta yang berasal dari sari kedelai.
87
88
Gambar 11. Tampak Depan booklet Greenpeace Southeast Asia Indonesia
89
Gambar 12. Tampak Belakang booklet Greenpeace Southeast Asia Indonesia
Elemen frame yang terdapat pada booklet adalah sebagai berikut : Isu utama, masalah lingkungan merupakan isu utama yang terdapat pada booklet ini, hal tersebut dapat dilihat dari isi booklet maupun simbol-simbol yang digunakan. Diagnosis, latar belakang permasalahan terlihat pada bagian ‘Sekilas kami’, pada bagian ini mereka ingin menunjukan kepada pembaca bahwa pesatnya
pertumbuhan
industri
mengakibatkan
meningkatnya
polusi,
penggundulan hutan, perubahan iklim dan perubahan genetika di kawasan Asia Tenggara. Pemerintah maupun perusahaan dipandang sebagai penyebab timbulnya permasalahan tersebut. Prognosis, dalam booklet ini Greenpeace meyakini bahwa kekuatan massa yang memiliki keyakinan yang sama dengan hal-hal yang LSM ini perjuangkan dapat menjadi suatu kekuatan global yang besar dan dapat diperhitungkan. Demi terjadinya perubahan Greenpeace mengajak supporter menjadi bagian dari solusi dengan bersama-sama mempromosikan energi bersih dan keadilan lingkungan. Untuk langkah awal, Greenpeace mengajak supporter untuk melakukan perubahan perilakunya dalam aktifitas kesehariannya dengan cara tidak menyia-nyiakan kayu, mengurangi penggunaan kertas, menggunakan kertas daur ulang, menanam lebih banyak tanaman tradisional di kebun milik pribadi, dan hanya membeli kayu yang bersumber daru praktek panen yang sah dan berkelanjutan. Selain itu booklet ini memberikan informasi kepada pembacanya tentang bagaimana Greenpeace berkampanye yaitu tanpa kekerasan, konfrontasi kreatif yang Greenpeace ibaratkan sebagai ‘menebar benih’, independen, dan terakhir menggalang kekuatan massa. Simbol-simbol yang digunakan, simbol berupa bahan baku berkas dan tinta yang digunakan menunjukan konsistensi LSM ini saat mengajak masyarakat untuk menggunakan kertas daur ulang, visualisasi dari foto-foto yang terdapat di booklet tersebut.
90
Gambar 13. Simbol dari Elemen Diagnosis Dalam booklet
Gambar ini (gambar 13) merupakan elemen diagnosis yang terdapat pada booklet, gambar ini memperlihatkan aksi teatrikal aktivis Greenpeace yang menggambarkan batubara sebagai seekor naga yang menyemburkan api besar berupa gas CO2. Melalui foto aksi ini, Greenpeace berusaha menunjukan bahwa batubara adalah sumber energi berbahaya.
Gambar 14. Simbol dari Elemen Prognosis dalam booklet
Gambar ini (gambar 14) merupakan elemen prognosis yang terdapat pada booklet, gambar ini memperlihatkan anak yang memegang mainan kincir. Anak kecil pada foto tersebut melambangkan masa yang akan datang, sedangkan kincir angin melambangkan energi angin ataupun energi terbarukan. Melalui foto ini, Greenpeace berusaha mengkampanyekan energi terbarukan yang berkelanjutan,
91
dimana energi angin adalah salah satu contohnya. Argumen pendukung, pada booklet ini tidak ditemukan argumen pendukung.
6.6
Ikhtisar Framing Batubara Pada LSM Greenpeace Asia Tenggara di Indonesia Dari uraian penjelasan di atas, disajikan dengan Matriks XX. dalam
matriks tersebut dapat dilihat ikhtisar framing batubara pada LSM Greenpeace Asia Tenggara di Indonesia. Elemen-elemen dari frame tersebut merupakan skema maupun frame LSM Greenpeace terhadap batubara. Frame ini digunakan Greenpeace untuk membentuk frame anti-batubara pada anggota organisasi, dan masyarakat umum serta saat mereka berhadapan dengan pihak pemerintah ataupun pihak perusahaan. Elemen dari frame tersebut terdiri dari isu utama, diagnosis, prognosis, simbol, dan argumen pendukung. Frame ini diidentifikasi dari frame yang terdapat isi ataupun pesan-pesan dari media komunikasi organisasi, seperti buku, booklet, movement document, dan atribut seperti pakaian. Frame gerakan sosial di dalam media komunikasi tersebut dipaparkan dalam Matriks 2. Masing-masing media komunikasi ini memiliki peranan komunikasi yang berguna dalam mengkontruksi makna ataupun membangun gravience (keresahan).
92
Framing
Isu Diagnosis
Prognosis
Simbol
Argumen
Peranan Komunika si
Buku “ Biaya Batubara Sebenarnya”
Aksi Langsung Damai Cilacap Masalah Masalah batubara batubara Dampak aliran Biaya produksi eksternalitas batubara dan mafia batubara
Aksi Langsung Damai Bali
Baju AntiBatubara
Penolakan batubara Ketergantunga n negaranegara ASEAN terhadap batubara
Penolakan batubara Batubara sebagai sumber masalah
Tidak terdapat prognosis
Booklet
Masalah lingkungan o Penggund ulan hutan o Perubaha n iklim o Rekayasa genetika n Promosika n energi bersih n Perubaha n perilaku
Enery [r]evolution
n Bangun sumber energi terbarukan, n Stop ekspor dan n Pertemuan pihak-pihak terkait
n Utamakan energi bersih n Kurangi batubara n Hentikan nuklir n Buat kebijakan seperti Filipina
n visualisasi dari dampak aliran produksi hingga gerakan antibatubara n Bahan dasar Buku Data-data dari lokasi kejadian
Baju dan masker sebagai bentuk penolakan batubara dan dampak yang ditimbulkan
Tulisan “COAL n “Coal kills” n Bahan KILLS” dan n ”BATUBAR dasar “QUIT COAL, A SUMBER buku GO ENERGI n GambarRENEWABLE” MEMATIKAN” gambar n Gambar pada tengkorak booklet
Tidak terdapat argument pendukung
Contoh penerapan kebijakan negara Filipina
Tidak terdapat Tidak argument terdapat pendukung argument pendukung
Komunikasi interpersonal, kelompok, dan publik
Komunikasi publik
Komunikasi publik
Komunikasi Komunikasi interpersonal, publik kelompok, dan publik
Matriks 2. Framing Batubara pada LSM Greenpeace Asia Tenggara di Indonesia.
93
BAB VII IDENTITAS KOLEKTIF ANGGOTA GREENPEACE ASIA TENGGARA di INDONESIA TERKAIT ISU BATUBARA 7.1
AF : Juru Kampanye Iklim dan Energi, khususnya Isu Batubara AF lahir di Bandung 24 April 1981, saat ini AF tinggal di daerah Pondok
Cina yang dekat dengan Universitas Indonesia. Pria yang sudah tertarik dengan isu-isu lingkungan dan kegiatan outdoor sejak SMP ini, merupakan sarjana ekonomi lulusan Fakultas Ekonomi Lingkungan, Universitas Indonesia. Saat ini AF ditunjuk sebagai Juru Kampanye Iklim dan Energi dengan spesialisasi isu batubara sejak awal tahun 2008. AF sudah mengenal Greenpeace semenjak ia SMP, saat itu AF melihat aksi LSM ini di salah satu siaran televisi nasional. Dalam pandangan AF kecil Greenpeace merupakan organisasi yang terkesan radikal dan langsung menyerang sumber permasalahan. Sejak itu AF beranganangan untuk bergabung dengan Greenpeace. Setelah menyandang gelar Sarjana Ekonomi, AF bergabung dengan Yayasan Pelangi Indonesia. Yayasan PELANGI merupakan sebuah lembaga riset lingkungan yang memfokuskan diri untuk meneliti kebijakan-kebijakan yang terkait dengan lingkungan. Selama kurang lebih tiga tahun AF bergabung dengan Yayasan Pelangi Indonesia sebagai peneliti perubahan iklim sebelum dia bergabung dengan Greenpeace Indonesia. Saat bergabung dengan Yayasan Pelangi Indonesia identitas akitivis AF mulai terbentuk, ketika itu AF melihat dirinya sebagai peneliti lingkungan yang cemas dengan kondisi lingkungan Indonesia. Sebagai peneliti, taktik yang AF gunakan dalam mengungkapkan temuan-temuan penelitiannya adalah ruang-ruang diskusi maupun seminar, walaupun sebenarnya AF merasa kurang sejalan dan yakin dengan taktik yang Yayasan Pelangi Indonesia gunakan dalam menyelesaikan masalah-masalah lingkungan di Indonesia. Peluang untuk bergabung dengan Greenpeace datang, saat AF membaca salah satu surat kabar nasional yaitu KOMPAS, ketika itu Greenpeace memang sedang mencari orang yang bersedia untuk menjadi Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Asia Tenggara Indonesia. Setelah beberapa tahapan wawancara AF lalui, akhirnya dia resmi bergabung dengan Greenpeace Asia
94
Tenggara Indonesia pada akhir tahun 2008. Alasan mengapa dia berhenti dari Yayasan Pelangi dan pindah ke Greenpeace adalah perbedaan metode perjuangan atau taktik yang digunakan, walaupun visi dan misi dari kedua organsiasi tersebut tidak jauh berbeda, sebagaimana yang ia utarakan berikut ini,
“..kenapa saya memutuskan pindah ke Greenpeace..karena saya percaya dengan cara kerja Greenpeace ini kita bisa mengubah sesuatu..dibanding..kalo di lembaga seperti Pelangi..kita cuma melakukan riset..kemudian hasil risetnya kita seminarkan..atau kita diskusikan..setelah itu selesai..nah..saya pikir cara seperti masih kurang…karena sering kali hasil-hasil riset kita cuma berakhir di ruang seminar..di meja-meja rapat..dan ga jelas outputnya apa...nah..klo Greenpeacekan punya riset..punya seminar..dan aksi langsung untuk semakin membuat orang paham akan permasalahan yang dihadapi..” (AF, 28 tahun) Pernyataan tersebut memperlihatkan perubahan identitas aktivis pada diri AF, kini dia melihat dirinya sebagai seorang aktivis lingkungan hidup yang peduli dengan kondisi lingkungan Indonesia dan berjuang untuknya. AF yakin terhadap misi maupun visi dari Greenpeace sehingga AF tidak ragu menyebut dirinya sebagai Aktivis lingkungan hidup Greenpeace. Sebutan ini merupakan identitas organisasional yang melekat pada AF, sejak dirinya bergabung dengan LSM bertaraf internasional ini. Kini sebagai Aktivis Greenpeace, AF juga melihat dirinya sebagai aktivis lingkungan hidup yang independen, mandiri secara finansial. Strategi pendanaan ini bagi AF merupakan salah satu kekuatan Greenpeace dalam berkampanye dan hal yang membedakan LSM ini dengan LSM lingkungan yang lain. Karena dengan mandiri secara finansial, Greenpeace dapat dengan bebas menekan pihakpihak yang menjadi ‘lawan’ tanpa pandang bulu dalam memperjuangkan apa yang Greenpeace yakini. AF meyakini strategi kampanye Greenpeace, seperti aksi langsung maupun independent Greenpeace dapat membuat masyarakat semakin paham akan permasalahan yang ada, sehingga AF tidak ragu-ragu dalam berjuang dan berkampanye dengan Greenpeace. Dalam pandangan AF, kondisi lingkungan di Indonesia sudah ‘luar biasa parah’, akibat dari tidak jelasnya kebijakan pemerintah saat ini sehingga memungkinkan perusahaan-perusahaan untuk berlindung dibalik program-
95
program CSR (Corporate Social Responsibility) yang mereka jalankan, sementara di lain sisi operasi maupun kegiatan perusahaan tersebut terus-menerus merusak lingkungan. Menurutnya kerusakan-kerusakan ini akan mempercepat laju perubahan iklim di dunia, tentu saja dampaknya akan segera terasa di Indonesia apalagi bila dikaitkan dengan kondisi geografis Indonesia, seperti yang ia katakan berikut ini,
“..dalam konteks iklim..menurut banyak laporan yang keluar barubaru ini ataupun sebelumnya..berdasarkan bukti-bukti juga..Indonesia merupakan salah satu Negara yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim..ee..secara geografis..kenapa Indonesia itu rentan..karena Indonesia itu Negara kepulauan kan..yang terdiri 17.000 pulah..nah..ee..salah satu dampak perubahan iklim itukan kenaikan permukaan air laut..nah itu menyebabkan Negara kepulauan seperti Indonesia ini sangat rentan..dengan hilangnya pulau-pulau kecil..trus..secara dampak-dampak lainnya yaa..sudah banyak dialami di Indonesia ini..mulai dari bencana-bencana yang diduga akibat perubahan iklim semakin sering terjadi..kaya banjir, tanah, longsor, kekeringan, merebaknya penyakit tropis yang diduga..dipicu oleh perubahan iklim..karena cuaca yang tak menentu..” (AF, 28 tahun) Ditanyai mengenai batubara, sebagai juru kampanye Greenpeace Indonesia dengan fokus kajian batubara, dia menjelaskan pendapatnya dengan lugas dan jelas dengan dasar perspektif Greenpeace. Ia menyadari bahwa kini Indonesia butuh pasokan listrik yang cukup besar, namun langkah pemerintah dalam menanggulanginya tidak tepat karena sebagian besar pasokan listrik Indonesia
menggunakan
batubara
sebagai
sumber
energi,
sedangkan
pengembangan sumber-sumber energi ramah lingkungan terabaikan terlihat dari kecilnya persentase pembangkit listrik yang menggunakan sumber-sumber energi terbarukan dan ramah lingkungan seperti panas bumi. Karena langkah yang telah pemerintah ambil saat ini sudah mengorbankan kesehatan masyarakat maupun kondisi iklim di Indonesia. Berdasarkan pengamatan dan penelusuran yang selama ini ia telah lakukan, AF mendapatkan fakta bahwa sebenarnya Indonesia memiliki sumber energi terbarukan yang sangat melimpah, mulai dari energi panas bumi dimana 40% dari energi panas bumi dunia terdapat di Indonesia, energi angin yang
96
terdapat di wilayah timur Indonesia, seperti daerah Nusa Tenggara, energi matahari karena iklim tropis Indonesia.
”..masih banyak sekali di pemerintahan SBY saat ini..yang..ee..pemerintahannya,menteri-menterinya, donatur kampanyenya SBY, Jusuf Kalla itu terlibat dalam industri batubara..industri besar itu..menteri energi itu punya perusahanperusahaan batubara..tambang..dia terlibat..dia brokerlah....jadi bagaimana mungkin..ee..mereka itu mau mengurangi penggunaan batubara ini..karena inika terkait dengan kepentingan ekonomi mereka..makanya kita selalu bilang..selama pemerintah masih dijerat oleh mafia energi..maka pemerintah tidak akan punya keberanian politik untuk mengenbangkan energi terbarukan..” (AF, 26 tahun)
Berdasarkan pernyataan tersebut, AF ingin menunjukan tidak adanya komitmen pemerintah dalam mengembangkan sumber-sumber energi terbarukan, AF lihat sebagai akibat dari masih terdapatnya ‘mafia batubara’ di dalam jajaran pemerintah saat ini. Identitas kolektif yang melekat pada AF, secara ringkas ditampilkan pada matriks berikut ini.
Nama
AF
Identitas Aktivis sebelum Aktivis Lingkunga n
Sesudah Aktivis Lingkungan
Identitas Organisasional sebelum Aktivis Yayasan Pelangi Indonesia
sesudah Aktivis Greenpeace
Identitas Taktik Sebelum Seminar atau diskusi
sesudah Aksi Langsun g atau NVDA
Matriks 3. Identitas Kolektif yang Melekat pada AF.
7.2
AR : New Media Campaigner Greenpeace Indonesia AR lahir di Jakarta 25 Agustus 1983. Wanita lulusan S1 Komunikasi IISIP
ini sudah bergabung dengan Greenpeace sejak tahun 2004 sebagai voulenteer saat ia masih kuliah. Kini AR merupakan seorang New Media Campaigner Greenpeace Asia Tenggara Indonesia. Menurutnya awal mula dia mau bergabung dengan Greenpeace karena ajakan salah satu temannya di MAPALA ISIIP yang sudah bergabung terlebih dahulu, saat itu Greenpeace memang sedang membutuhkan sukarelawan dalam jumlah banyak untuk Public act dan Voluntery.
97
Saat pertama kali diajak oleh temannya untuk bergabung, dia mengaku tidak mengerti tujuan dari Greenpeace dan tidak terlalu perhatian dengan kondisi alam Indonesia, seperti ia sampaikan berikut ini, “...awalnya saya juga ga ngerti Greenpeace ngapain aja sih..pokoknya lingkungan hidup..mungkin kebanyakan orang tau kecuali saya..karena waktu dulu-dulu..ee..bodo amatlah sama lingkungan..yang penting naek gunung…pokonya alam Indonesia dipikir kita se..se..tahun 2004 tu kan..masi baguslah..saya ga ngerti lingkungan hidup..saya ga ngerti illegal logging itu apa...” (AR, 26 tahun) Pernyataan menunjukan bahwa sebelum bergabung dengan Greenpeace, tidak terdapat identitas aktivis yang melekat pada diri AR. Namun dirinya merasa termotivasi untuk bergabung dengan Greenpeace menjadi seorang aktivis lingkungan, saat salah satu temannya berkata,
“..dunia itu butuh kamu..dunia itu butuh kamu walaupun hanya sekedar mengirim fax doang..walaupun kamu cuma bisa ngangkatngangkat doang..ini tuh perjalanan untuk menggapai sesuatu..walaupun sekecil apapun yang kamu perbuat itu berguna buat kesananya..“ (AR, 26 tahun) Sejak mendengar perkataan tersebut, identitas aktivis AR pun mulai terbangun, dirinya merasa mulai tertarik untuk bergabung dengan LSM Greenpeace. Sejak bergabung dia rajin berkumpul dan membantu kegiatankegiatan Greenpeace di Indonesia. Salah satu tugas awal dia adalah membantu divisi media, seperti mengkliping koran dan mengirim fax, menurutnya tugas yang dia terima disesuaikan dengan latar pendidikan AR, saat itu identitas aktivis AR pun mulai terbangun sebagai aktivis lingkungan. Saat pertengahan tahun 2006, AR diangkat sebagai new media campaigner untuk mengisi kekosongan divisi tersebut. Seiring dengan berjalanannya waktu, AR mulai mengerti. Menurutnya dalam menjaga lingkungan tidak bisa setengah-setengah, tidak hanya menjaga lingkungan Indonesia saja namun masyarakat juga harus menjaga kelestarian lingkungan secara global dimana Indonesia merupakan salah satu bagiannya
98
karena pengaruh kondisi lingkungan dunia akan berpengaruh terhadap Indonesia juga. Apabila dibandingkan dengan LSM lingkungan lain, ia merasakan ‘aura’ yang berbeda, contohnya dari segi pendanaan. Menurutnya kemandirian dalam hal pendanaan merupakan suatu hal unik dan menarik dari Greenpeace, sebab apabila suatu LSM menerima sumbangan dana dari perusahaan terdapat kemungkinan LSM tersebut untuk diatur oleh perusahaan tersebut. Hal ini menunjukan identitas organisasi sekaligus identitas taktik pada diri AR yang memandang Greenpeace memiliki kelebihan dari LSM lingkungan lain dan melihat bahwa taktik atau strategi pendanaan Greenpeace adalah suatu hal yang tepat untuk sebuah LSM lakukan. Ditanyai
pendapatnya
mengenai
batubara
seperti
apa di
dalam
pandangannya, ia langsung mengatakan bahwa batubara adalah energi yang kotor. Karena mulai dari proses pengambilannya saja sudah mengakibatkan dampak yang cukup besar hingga bekas tambang batubara yang ditinggalkan begitu saja, menurutnya dampak-dampak tersebut merupakan ‘cost’ yang harus dibayar. Ia menyadari kebutuhan akan energi masyarakat Indonesia itu sangat besar dan tidak mungkin untuk menghentikan penggunaan batubara secara total, namun ia tidak melihat usaha pemerintah untuk membangun sumber energi yang terbarukan dan memperhitungkan biaya eksternalitas batubara. AR berpendapat bahwa penggunaan batubara seharusnya ‘stop’ pada level yang ada saat ini dan tidak menambahnya lagi dengan membuka tambangtambang batubara yang baru, serta untuk memenuhi kebutuhan akan energi yang kurang seharusnya pemerintah membangun pembangkit listrik dengan sumber energi yang terbarukan. Identitas kolektif yang melekat pada AR, secara ringkas ditampilkan pada matriks berikut ini.
Nama
AR
Identitas Aktivis sebelum NonAktivis
Sesudah Aktivis Lingkungan
Identitas Organisasional sebelum Non-Aktivis
Sesudah Aktivis Greenpeace
Identitas Taktik Sebelum Tidak ada
sesudah Indepen den
Matriks 4. Identitas Kolektif yang Melekat Pada AR.
99
7.3
LH : Siswi Greenpeace University Indonesia LH lahir di Jakarta tahun 1984, pendididkan terakhir S1 arsitektur
Universitas Indonesia. Sejak kuliah ia aktif dalam organisasi kemahasiswaan, setelah lulus dia dengan beberapa temannya bergabung membentuk kelompok lingkungan ‘kecil-kecilan’ yang bertujuan untuk memberikan siswa-siswi sekolah dasar maupun menengah mengenai alternatif cara belajar dalam mengenal lingkungan. LH berharap kelak dirinya dapat bekerja di dalam sistem pemerintahan Indonesia untuk membantu memelihara budaya dan lingkungan Indonesia bersama Greenpeace sebagai pendamping. Hal ini menunjukan bahwa identitas aktivis yang melekat pada diri LH adalah identitas aktivis lingkungan hidup dan identitas aktivis ini tidak mengalami perubahan walaupun LH mengikuti program dari Greenpeace. Pada tahun 2009, tepatnya sejak bulan Maret LH mengikuti program Greenpeace University, yang baru pertama kali diselenggarakan oleh GPSEA. Selama 6 bulan LH diberikan materi-materi yang berkenaan dengan cara menyusun program suatu kampanye maupun cara melaksanakannya dan sesekali diberikan pengetahuan mengenai kondisi lingkungan di Indonesia saat ini. Dalam program ini LH memiliki kesempatan untuk bertemu orang baru setiap harinya, hal ini telah menjadi sesuatu yang paling LH persiapkan untuk belajar langsung dari orang-orang yang telah melakukan sesuatu untuk membantu lingkungan dan memberinya banyak inspirasi. Dengan pengetahuan dan pemahaman yang dia dapatkan dari Universitas Greenpeace, LH merasa memiliki nilai-nilai Greenpeace sebagai mentor dan akan menerapkannya pada setiap langkah yang akan dia ambil kelak. Setelah beberapa lama berinteraksi dengan LSM ini, ia melihat bahwa Greenpeace adalah LSM yang ‘intelek’, melihat dari aksi-aksinya yang kreatif dalam memperjuangkan isu-isu lingkungan sehingga dirinya merasa tertarik untuk berpartisipasi dalam program yang Greenpeace Asia Tenggara Indonesia selenggarakan. LH sangat menaruh perhatian terhadap kondisi lingkungan Indonesia. Menurutnya kondisi lingkungan Indonesia sudah mencapai ‘tahap yang paling kritis’ didukung dengan moral warga Indonesia yang ‘rusak’, karena mengorbankan
lingkungan
demi
mencapai
keuntungan
semata.
Dia
100
membandingkannya dengan hutan Amazon karena memiliki kemiripan dengan kondisi hutan Indonesia yang memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah, dalam pandangannya warga yang berada dalam kawasan hutan amazon memiliki perhatian dan usaha yang sangat besar dalam menjaga keletarian hutannya, hal ini berbanding terbalik dengan warga Indonesia. Ditanyai mengenai batubara, LH menyimpan kerasayan terhadap slogan ‘no coal’ yang sedang dikampanyekan oleh Greenpeace. Menurutnya Indonesia tidak bisa lepas dari batubara sebagai sumber energinya,
“sebenenya saya masih rada-rada ragu..dengan no coal..kalo menurut saya ga bisa..bukannya engga setuju dengan no coal..cuma yang diperbaikin bukan cuma kuantitasnya…kalaupun mau renewable energy, itu (batubara) tetep dipake..” (LH, 25 tahun) Menurut LH sebenarnya permasalahan terletak pada kegiatan ekspor ‘besar-besaran’ batubara yang dilakukan oleh pemerintah saat ini, seharusnya pemerintah fokus untuk memenuhi kebutuhan batubara dalam negeri terlebih dahulu dan membatasi kegiatan ekspornya sehingga kegiatan pertambangan dapat diawasi dan dibatasi. Namun hal ini sulit untuk direalisasikan karena ‘pengusaha batubara yang berpolitik’ akan menjadi ‘lawan’ pertama yang harus dihadapi. Identitas kolektif yang melekat pada LH, secara ringkas ditampilkan pada matriks berikut ini.
Nam a
LH
Identitas Aktivis sebelum
Sesudah
Aktivis Lingkungan
Aktivis Lingkungan
Identitas Organisasional sebelum Aktivis Education Care Units
Sesudah Aktivis Education Care Units
Identitas Taktik Sebelum Edukasi
sesudah Aksi Langsung atau NVDA dan Independe n
Matriks 5. Identitas Kolektif yang Melekat Pada LH.
101
7.4
FA : Direct Dialogue Campaigner Greenpeace Asia Tenggara Indonesia FA lahir di Jakarta pada tahun 1984, saat ini menjadi salah satu Direct
Dialogue Campaigner Greenpeace Asia Tenggara Indonesia sejak bulan Februari tahun 2009. FA merupakan lulusan Diploma Garuda Training and Education yang terletak daerah Kosambi, Cengkareng. Setelah lulus pria berusia 25 tahun ini tidak serta merta langsung bergabung dengan Greenpeace, FA mulai mencoba untuk berwirausaha terlebih dahulu di bidang jual beli telepon seluler kemudian bekerja sebagai Superviser di beberapa perusahaan di Indonesia selama beberapa tahun, mulai dari Marketing Superviser dari sebuah perusahaan kemeja di Bali dan Kepala Pengiriman dari perusahaan Springbed di Jawa Timur. Perhatian FA terhadap lingkungan mulai terbangun sejak FA masih SMP, saat dirinya mulai bergaul dengan teman-teman kakaknya yang tergabung dalam organisasi SISPALA (Siswa Pecinta Alam) SMU 25 Jakarta dan mengikuti kegiatan-kegiatannya. FA pertama kali mengenal Greenpeace sejak tahun 1998 saat ia masih duduk dibangku Sekolah Menengah Pertama. Ketika itu dia melihat Greenpeace di dalam sebuah Cover album “Mans Atraction” dari grup musik White Lion, terutama dalam lagu “Little Fighter” yang didedikasikan untuk rainbow warrior Greenpeace. Pada tahun 2009 FA kembali ke Jakarta setelah beberapa lama merantau ke Jawa Timur dan pulau Bali, saat di Jakarta inilah FA melihat peluang untuk bergabung Greenpeace Indonesia dalam situs resminya. Kini akhirnya FA menjadi seorang DDC Greenpeace Indonesia. Persamaan prinsip merupakan alasan mengapa FA bergabung dengan Greenpeace, seperti yang FA utarakan berikut ini,
“…prinsip saya sejalan sama Greenpeace jadi kita melakukannya dengan pelestarian alam bukannya dengan reboisasi awalnya..seperti itu..jadi kita lestarikan alam yang masih ada seperti yang saat ini tanpa dirusak sedemikian rupa dengan cara apapun dan karena independennya..jadi Greenpeace bebas bergerak kesana, kesini, tapi sesuai dengan jalur hukum yang ada...” (FA, 25 tahun)
102
FA mengaku saat diwawancara dan ditanya alasannya bergabung dengan Greenpeace tidak terlepas dari sisi gaji yang diberikan oleh LSM tersebut apabila FA melakukan tugasnya.
“…yaa pas ditanya Von pas di interview alasan kenapa masuk Greenpeace..yaa karena ini separuh 60% karena idealis 40% yaa karena financial, hehehe…” (FA, 25 tahun) Walaupun begitu isentif bukanlah hal utama yang ia cari saat bergabung dengan Greenpeace, karena dengan alasan ‘Demi dunia dan akherat’ merupakan salah satu alasan FA meyakinkan diri untuk bergabung dengan Greenpeace, karena apabila dibandingkan dengan isentif yang FA dapatkan ketika masih bekerja di perusahaan jauh lebih besar dari isentif yang Greenpeace berikan, seperti yang FA tekankan ketika dia beradu pendapat dengan salah satu Public Relations dari BATAN saat FA sedang melakukan kegiatan DDC di Cilandak Town Squere.
“…kalo saya kerja di perusahaan lain, gaji saya juga bisa besar, tapi karena saya cinta dengan lingkungan..yaa..saya masuk Greenpeace..” (FA, 25 tahun) Selain itu dia memandang bahwa sisi idealisme Greenpeace dalam memandang kondisi lingkungan lebih besar daripada LSM lingkungan lainnya serta aksi-aksinya yang lebih unggul. Dalam pandangan FA kondisi lingkungan Indonesia sudah tergolong sangat parah, ia mengambil contoh kondisi lingkungan Jakarta khususnya daerah bantaran sungainya yang dipenuhi oleh sampah-sampah
yang dibuang
sembarangan serta pemborosan-pemborosan.yang dilakukan oleh masyarakat. Salah satu pemborosan yang dilakukan oleh masyarakat adalah pemborosan energi, pemborosan ini salah satu penyebab terjadinya krisis energi. Krisis energi ini memacu pemerintah untuk mengeksploitasi lebih cepat sumber-sumber energi untuk memasok pembangkit listrik, hal ini berdampak kepada rusaknya hutanhutan alam di Indonesia.
103
Menyangkut masalah energi, FA memandang Indonesia masih terpaku dan berpatokan dengan batubara dalam memenuhi kebutuhan energinya. Sulit bagi Indonesia untuk lepas dari batubara karena ada pejabat-pejabat pemerintah yang turut serta dalam industri ini. Menurut FA apabila dibuat skala antara 1 hingga 100 kebijakan pemerintah yang mendukung sumber energi terbarukan baru sampai kisaran 25. Seharusnya pemerintah lebih mengedepankan pembangunan pembangkit listrik dengan sumber-sumber energi terbarukan, seperti energi panas bumi, angin dan air, hal ini merupakan solusi terbaik menurut FA dalam mengatasi krisis energi yang sedang dihadapi oleh Indonesia. Pandangan maupun pendapat yang FA utarakan tidak datang dengan sendirinya, namun melalui proses mulai dari pelatihan awal DDC yang dia terima hingga pengalaman dan diskusi-diskusi yang terjadi saat dia sedang melakukan aktvitasnya sebagai seorang DDC. Terkadang saat FA sedang berkampanye sebagai DDC, dia bertemu dan bertukar informasi dengan orang-orang yang peduli dan memiliki pengetahuan lebih mengenai kondisi lingkungan seperti staff kehutanan dan pemandu wisata alam, hal ini menambah wawasan FA saat berkampanye. Selain itu FA menambah wawasannya akan lingkungan dengan membaca buku-buku yang terkait dengan lingkungan seperti PDB HIJAU, Kapitalisme Versus Lingkungan, dan buku-buku yang Greenpeace terbitkan. Sebelum bergabung dengan Greenpeace Asia Tenggara Indonesia FA melihat dirinya hanya sebagai ‘pecinta alam di daerah perumahan dan daerah pergaulan’, namun setelah bergabung dia memandang dirinya sebagai aktivis lingkungan Greenpeace yang independen terbebas dari segala tekanan dalam mengkampanyekan permasalahan lingkungan kepada masyarakat, hal ini memperlihatkan perubahan identitas aktivis dan identitas organisasi yang melekat pada diri FA. Menurut FA terdapat perbedaan pendapat mengenai identitas aktivis seorang DDC, beberapa orang menganggap bahwa DDC hanya sekedar karyawan yang melakukan fund raising saja bukan seorang aktivis lingkungan. Namun FA menampik anggapan tersebut dengan alasan bahwa tugas seorang DDC tidak hanya menggalang dana semata, sosialisasi kepada masyarakat ‘tanpa pandang bulu’ merupakan tugas lain dan yang utama dari seorang DDC Greenpeace.
104
Delapan bulan setelah bergabung dengan Greeanpeace Asia Tenggara, dia mengalami perubahan yang cukup signifikan, FA merasa dirinya lebih sensitif dan peduli dengan kondisi lingkungan dunia khususnya Indonesia. Oleh karena itu, FA berkomitmen untuk terus berjuang bersama Greenpeace kedepannya. Identitas kolektif yang melekat pada FA, secara ringkas ditampilkan pada matriks berikut ini.
Nam a
FA
Identitas Aktivis sebelum NonAktivis
sesudah Aktivis Lingkungan
Identitas Organisasional sebelum NonAktivis
Sesudah Aktivis Greenpeace
Identitas Taktik sebelum Tidak ada
sesudah Aksi Langsung atau NVDA
Matriks 6. Identitas Kolektif yang Melekat Pada FA.
7.5
MU : Voulenteer Greenpeace Asia Tenggara Indonesia MU adalah seorang voulenteer Greenpeace Asia Tenggara Indonesia. MU
kini berusia 29 tahun, belum menikah dan masih terhitung sebagai mahasiswa tingkat akhir jurusan ekonomi manajemen Universitas Titas Karya Bakti, Pontianak. Saat tingkat 1 hingga tingkat 3 MU aktif dalam kegiatan mahasiswa seperti BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) maupun HIMEN (Himpunan Mahasiswa Manajemen). MU memiliki jiwa petualang yang besar, hal ini terlihat saat dia menjadi tenaga sukarela LSI (Lembaga Survey Indonesia) yang selalu ditempatkan di daerah-daerah pelosok Kalimantan, dia mengaku sangat menyukai kegiatan ini karena ‘sekalian jalan-jalan’ alih-alih membayar, dia malah dibayar atas hobinya tersebut. Perhatian MU terhadap lingkungan mulai terbangun saat memasuki tingkat akhir, dia bergabung dengan organisasi MAPALA dan aktif dalam kegiatankegiatan yang diselenggarakan oleh organisasi tersebut. MU mengaku tergugah untuk menjadi seorang aktivis lingkungan ketika dulu berdiskusi dengan seniorseniornya mengenai kondisi lingkungan Indonesia, khususnya kondisi wilayah Kalimantan yang mulai mengalami kerusakan akibat dari ulah manusia yang tidak bertanggung jawab. Sejak saat itu MU aktif dalam perkumpulan MAPALA seIndonesia, terakhir dia mengikuti pertemuan tahunan MAPALA se-Indonesia
105
yang diselenggarakan di Makasar pada pertengahan tahun 2009, hal ini menunjukan bahwa identitas aktivis yang melekat pada MU saat itu adalah identitas aktivis lingkungan hidup. MU resmi menjadi seorang volunter Greenpeace sejak bulan Juni tahun 2008 ketika ia masih kuliah. Awalnya MU mengaku benar-benar tidak mengenal Greenpeace, malah dia berasumsi bahwa Greenpeace adalah sejenis makanan atau sayuran. Pada tahun 2008 saat Greenpeace berencana melakukan aksi di Kalimantan, organisasi MAPALA kampusnya menerima undangan acara Greenpeace di Matari Mall, kemudian MU hadir sebagai perwakilan MAPALA kampusnya. Berkat acara tersebut MU mulai mengenal Greenpeace dan menerima banyak pengetahuan mengenai kondisi lingkungan Indonesia. Salah satu teman kuliahnya sempat mengajak MU bergabung dengan Greenpeace dengan cara mendaftarkan diri melalui internet, namun karena website tersebut menggunakan bahasa Inggris maka dia mengurungkan niatnya untuk bergabung karena alasan bahasa, sebab dirinya mengakui tidak fasih menggunakan bahasa Inggris secara aktif maupun pasif. Kemudian untuk kedua kalinya, Greenpeace mengundang MU untuk mengikuti latihan NVDA (Non-Violent Direct Action), saat pelatihan itu MU mengaku sangat menikmati acaranya. Setelah beberapa saat mengenal Greenpeace, MU memutuskan untuk bergabung sebagai Volunter dan aktif dalam aksi-aksi Greenpeace terutama aksi yang di daerah Kalimantan. Alasannya bergabung dengan Greenpeace adalah kesamaan visi dan misi Greenpeace dengan dirinya, walaupun Muksi mengakui bahwa dirinya tidak mengetahui secara pasti visi maupun misi Greenpeace, yang ia ketahui hanyalah Greenpeace berjuang untuk melindungi lingkungan. Alasan lainnya adalah karena keunikan aksi-aksinya dan juga prinsip independen yang LSM ini pegang, seperti yang MU tuturkan berikut ini, “..saya pandang Greenpeace cukup cukup menarik bagus gerakannya..pertama dari keunikan aksinya beda dari aksi-aksi yang lain..kalo yang lain kan demonstrasi di jalan, klo Greenpeace beda ekstrim banget dan saya suka keekstriman yang ada di Greenpeace, contohnya kaya turun dari gedung..saya suka keekstriman dari Greenpeace, yang menariknya itu yaa di aksinya..karena…karena..saya ga pernah ikut aksi yang kaya gitu..yang dilaksanakan oleh Greenpeace, kita harus diam..kan…kalo
106
aksinya..aksinya mahasiswa, taulah kaya gimanakan.. artinya kalo artinya aksi mahasiswa itu selalu perlawananan, suka ada singgungan..tapi kalo Greenpeace kita harus diam..kita harus sabar, pertama kita harus melatih diri sabar jugakan.. dan kalo organisasi itu betul betul bergerak tanpa intervensi saya bakal ikut organisasi itu…” (MU, 29 tahun)
MU mengaku prinsip independen sudah meresap dalam dirinya dan melihat dirinya sebagai aktivis yang independen, karena dalam melakukan aktifitas sebagai aktivis lingkungan dia tidak dibayar sebab dalam pandangannya menjadi aktivis lingkungan merupakan salah satu kerja sosial sehingga dia tidak mengharapkan adanya balas jasa dari apa yang telah ia lakukan, berdasarkan hal tersebut, dapat terlihat bahwa identitas taktik yang melekat pada MU adalah identitas aktivis lingkungan yang independen.
“…Saya senengnya independent..kalo kita independent siapa sih yang mau bayar kita.. kalo kita siap bergerak di organisasi yang independen, kita siap ga dibayar, harus kerja sosial…” (MU, 29 tahun) Melihat kondisi lingkungan Indonesia saat ini, MU merasa dirinya sangat prihatin. Menurutnya kondisi lingkungan terutama lingkungan Indoneisa kini ‘sudah tidak bersahabat’, terlihat dari bencana seperti banjir yang muncul dimanamana. Sebagai warga dari Kabupaten Kuburaya Kalimantan Barat, ia melihat perubahan kondisi lingkungan yang sangat drastis, sebagai contoh saat MU kecil dia dapat secara bebas minum air yang berasal dari sungai kapuas,
“…di Kalimantan banyak kerusakan-kerusakan..salah satu contoh pencemaran-pencemaran air yang ada di Kalimantan..dulu di daerah saya, di daerah kabupaten, di kuburaya, jadi kalo mau ke kota pontianak pake motor klotok.itu yang ada mesinnya… klo kita mau minum aer, ya kita tinggal ambil di sungai, sekarang udah ga bisa, aernya udah kotor…” (MU, 29 tahun) Saat ditanya tentang isu batubara yang sedang Greenpeace kampanyekan, MU terlihat tidak terlalu mengerti dengan isu ini dikarenakan dirinya merasa ‘masih baru’ sehingga belum mengerti isu maupun solusi yang Greenpeace kampanyekan. Walaupun begitu MU tidak setuju dengan penggunaan batubara sebagai sumber
107
energi, karena dalam sudut pandang MU batubara sebagai bahan baku yang tidak dapat diperbarui apabila digunakan secara terus-menerus akan mengakibatkan kehancuran. MU mengaku dirinya belum mengetahui solusi revolusi energi yang Greenpeace
tawarkan
terkait
dengan
isu
batubara
serta
belum
tentu
mempercayainya walaupun solusi tersebut berasal dari Greenpeace.
“..kalo saya sih ngga selalu percaya tanpa saya liat, pikirkan dulu, saya selalu kalo percaya terhadap satu gerakan saya harus tau dulu maksud dan tujuannya..” (MU, 29 tahun) Sebagai seorang aktivis lingkungan dirinya mengaku masih berkomitmen untuk berjuang bersama LSM ini sebagai aktivis Greenpeace selama kegiatan maupun program yang Greenpeace sesuai dengan jalan pemikiran MU. Kedepannya MU belum bisa memastikan sampai kapan dirinya akan terus berjuang bersama Greenpeace, MU menjawabnya dengan sebuah ungkapan berikut ini ‘jalanin dulu,biarin seperti air yang mengalir’, sehingga dapat dikatakan bahwa untuk saat ini identitas organisasi yang melekat pada MU adalah identitas aktivis Greenpeace. Identitas kolektif yang melekat pada MU, secara ringkas ditampilkan pada matriks berikut ini.
Nam a
MU
Identitas Aktivis Sebelum Aktivis Lingkung an
Sesudah Aktivis Lingkungan
Identitas Organisasional sebelum Aktivis MAPALA
Sesudah Aktivis MAPALA
Identitas Taktik sebelum Tidak ada
sesudah Aksi Langsung atau NVDA
Matriks 7. Identitas Kolektif yang Melekat Pada MU.
7.6
Analisis Identitas Kolektif yang Melekat Pada Anggota Greenpeace Greenpeace Asia Tenggara Indonesia Terkait Isu Batubara Kelima orang yang menjadi responden penelitian ini terdiri dari empat
orang anggota Greenpeace Asia Tenggara Indonesia dan seorang siswi Greenpeace University yaitu AF, AR, , FA, MU dan LH memiliki biodata yang disajikan dalam Matriks 8.
108
Nama
AF
AR
LH
FA
MU
Usia
28 tahun
27 tahun
25 tahun
25 tahun
29 tahun
Jenis kelamin
laki-laki
perempuan
Perempuan
laki-laki
laki-laki
Keanggota an GPSEA
Juru kampanye Iklim dan Energi
New Media Campaigner
Siswa GPU
Anggota DDC
Voulenteer
Tahun Keanggotaan
2008
2004
2009
2009
2008
Latar Belakang pendidikan
Sarjana Ekonomi
Sarjana Komunikasi
Insinyur
Sarjana muda
Mahasiswa jurusan Ekonomi
Aktivis LSM Education Care Units
Nonaktivis
Anggota Mapala
o Mahasiswa jurusan Teknik o Buku Greenpeace o Website GPSEA
o Pegawai Taman Nasional o Guide Taman Nasioanl o Buku Greenpea ce o aksi-aksi Greenpea ce
o Senior MAPALA,
Sejarah Peneliti Iklim Non-Aktivis keaktivisan dan Energi
Yayasan Pelangi Indonesi Framing o Hasil penelitiaan Batubara o o o o
Yayasan Pelangi, Buku Greenpeace, aksi-aksi Greenpeace Website GPSEA Website Sierra.com
o Buku Greenpeace o aksi-aksi Greenpeace
o Website GPSEA
Matriks 8. Profil Responden
Berdasarkan teori, identitas kolektif yang melekat pada kelima subjek penelitian penelitian dapat dilihat melalui tiga jenis identitas yang melekat pada dirinya yaitu identitas aktivis, identitas organisasi, dan identitas taktik ( Jasper dikutip Polletta dan James, 2002). Identitas aktivis yang melekat pada kelima responden adalah identitas aktivis lingkungan, hal ini dapat dari kepedulian mereka terhadap kondisi lingkungan, hal-hal yang telah mereka lakukan untuk menanggapi kondisi lingkungan tersebut dan partisipasi mereka dalam organisasi yang bergerak di bidang lingkungan, seperti MAPALA ataupun LSM lingkungan.
109
Identitas aktivis pada diri responden, sudah ada yang terbentuk sebelum bergabung dengan Greenpace, seperti yang terlihat pada AF, LH dan MU, identitas aktivis mereka sudah terbentuk saat mereka belum bergabung dengan Greenpeace, sebab sebelumnya mereka sudah aktif dalam sebuah organisasi lingkungan, AF sebagai peneliti iklim dan energi pada Yayasan PELANGI, LH bersama-sama temannya mendirikan LSM lingkungan dan MU merupakan anggota aktif MAPALA kampusnya. Sedangkan Identitas aktivis pada anggota yang lain terbentuk setelah bergabung dengan Greenpace, seperti yang terlihat pada AR dan FA, sejarah keaktivisan mereka menunjukan bahwa mereka sebelumnya belum pernah bergabung dengan organisasi lingkungan, walaupun sebenarnya mereka memiliki ketertarikan dengan kondisi lingkungan. Identitas ini juga dapat menunjukan pemahaman mereka akan kondisi lingkungan Indonesia saat ini terkait dengan isu batubara yang sedang Greenpeace kampanyekan, karena sebagai seorang aktivis lingkungan mereka memilki pemikiran atas apa yang sedang terjadi, penyebabnya, hingga solusi yang seharusnya dilaksanakan. Berdasarkan hasil wawancara, identitas organisasi yang melekat pada responden adalah identitas organisasi Greenpeace. Hal ini terlihat dari lamanya keanggotaan dan komitmen mereka untuk terus berjuang bersama LSM ini kedepannya dengan caranya masing-masing langsung maupun tidak langsung, namun terdapat hal yang berbeda pada dua orang responden yaitu MU dan LH. Menurut MU, dirinya akan tetap komitmen bersama Greenpeace selama hal-hal yang dilakukan LSM ini sesuai dengan jalan pemikirannya atau dapat dikatakan identitas organisasi yang melekat pada dirinya bersifat temporer. Berbeda dengan MU, kedepannya LH berusaha menempatkan LSM Greenpeace sebagai ‘pendamping’, karena dirinya lebih fokus mengembangkan LSM lingkungan yang ia telah dirikan bersama kerabatnya. Di dalam identitas organisasi kelima responden terdapat identitas taktik yang melekat, hal ini sesuai dengan pendapat Jasper (dikutip Polletta dan James, 2001) yang menyatakan bahwa identitas organisasi dan identitas taktik terkadang serupa dan tidak terpisahkan, karena organisasilah yang menyusun dan melaksanakan suatu aksi. Identitas taktik yang melekat pada kelima responden adalah aksi langsung yang unik atau Non-violent Direct Action (NVDA) dan independen, identitas ini
110
juga merupakan prinsip utama dari LSM Greenpeace. Namun pada diri responden, salah satu dari identitas taktik terlihat lebih menonjol. Identitas taktik independen pada AR dan FA lebih menonjol dibandingkan dengan identitas taktik NVDA, karena mereka lebih meyakini taktik ini merupakan sumber kekuatan organisasi ketika berhadapan dengan ‘lawannya’. Pada diri AF, identitas taktik aksi langsung lebih menonjol dari identitas independen, karena identitas ini merupakan alasan AF untuk pindah dan berjuang bersama LSM Greenpeace. Sedangkan pada diri MU dan LH tidak ada identitas taktik yang lebih menonjol, mereka memaknai kedua nilai tersebut sama besar pengaruhnya sebagaimana yang mereka perlihatkan saat proses wawancara. Menurut Jasper (dikutip Polletta dan James, 2001) perbedaan identitas taktik pada diri responden adalah hal yang wajar, dimana identitas anggota suatu organisasi, terutama organisasi gerakan sosial belum tentu sama. Identitas kolektif yang melekat pada seluruh reponden merupakan hasil framing pada budaya organisasi LSM Greenpeace Asia Tenggara Indonesia, melalui pemaknaan dan interaksi mereka terhadap sebagaian ataupun seluruh media komunikasi yang terdapat pada organisasi tersebut yang terkait dengan isu batubara, media komunikasi pada LSM ini terdiri dari cerita, ritual, lambang, dan nilai-nilai yang mengandung frame gerakan sosial anti-batubara maupun prinsip utama yang LSM ini pegang selama lebih dari 30 tahun. Ritual mengenai batubara pada budaya organisasi LSM ini berupa aksi-aksi langsung anti-batura yang terdapat Greenpeace lakukan maupun kegiatan DDC serta buku pegangan ‘Biaya Batubara Sebenarnya’, nilai-nilai terdapat pada prinsip utama Greenpeace, dan lambang materi yang berupa atribut berupa baju Greenpeace maupun baju antibatubara.
Nama
AF
AR
Sejarah Peneliti Iklim Non-Aktivis keaktivisan dan Energi
LH
FA
MU
Aktivis LSM Matahari
Non-aktivis
Anggota Mapala
Yayasan Pelangi Indonesi
111
Framing Batubara
o Hasil penelitiaan Yayasan Pelangi, o Buku Greenpeace o aksi-aksi Greenpeace
o Website GPSEA o Website Sierra.com o Baju antibatubara
Identitas aktivis
Aktivis lingkungan
o Buku Greenpe ace o aksi-aksi Greenpe ace o Website GPSEA o Baju antibatubara
Aktivis lingkungan
o Buku Greenpeace
o Website GPSEA o Mahasiswa jurusan tekhnik
o Pegawai Taman Nasional o Guide Taman Nasioanl
o Senior MAPAL A,
o Buku Greenpeace o aksi-aksi Greenpeace
o Baju antibatubara
Aktivis lingkungan
Aktivis lingkungan
Aktivis lingkungan
Identitas Organisasi
Aktivis Greenpeace
Aktivis Greenpeace
Aktivis Education Care Unit
Aktivis Greenpeace
Aktivis MAPALA
Identitas taktik
Aksi langsung/ NVDA
Independen
Aksi langsung/ NVDA dan independen
Aksi langsung/ NVDA dan independen
Aksi langsung/ NVDA
Matriks 9. Framing Batubara pada Subjek Penelitian.
Setelah berinteraksi maupun memaknai Framing pada media komunikasi yang terdapat pada Greenpeace, pandangan mereka akan lingkungan maupun batubara berubah, sehingga mereka memiliki pandangan yang hampir sama antara yang satu dengan yang lain. Pada dasarnya seluruh responden memiliki agregate frame maupun consensus frame yang sama dengan Greenpeace, perbedaan terlihat ketika menjelaskan latar belakang permasalahan maupun dampak-dampak yang timbul, hal ini dikarenakan perbedaan latar belakang mereka sebelum bergabung dengan Greenpeace yang mempengaruhi pandangan mereka. Perbedaan terletak pada pemaknaan collective action frame yang melekat pada diri responden. Perbedaan pemaknaan frame ini terlihat pada hasil wawancara dengan LH dan MU. Terdapat perbedaan pada cara pandang LH dalam melihat latar belakang permasalahan terkait isu batubara dan cara menyelesaikan masalah batubara, perbedaan ini karena sebelumnya LH sudah memiliki pemikiran sendiri mengenai isu tersebut, pemikirannya itu lahir dari
112
hasil interaksi LH dengan teman kuliahnya di jurusan Teknik, Universitas Indonesia. Pada MU, dirinya mengaku belum pernah berinteraksi dengan semua media komunikasi yang terkait dengan isu batubara, dirinya beralasan sejak bergabung sebagai volunter di Kalimantan ia lebih fokus pada isu-isu hutan dibandingkan dengan isu batubara. Sedangkan collective action frame yang melekat pada AF, AR dan FA sama dengan collective action frame terkait dengan isu batubara, karena berinteraksi dengan media komunikasi Greenpeace, dimana AF sebagai juru kampanye tentu saja pemikirannya selaras dengan LSM ini, AR sebagai new media campaigner yang bertugas menyebarluaskan kegiatan Greenpeace melalui dunia maya, dapat dipastikan akan berinteraksi dengan semua media komunikasi Greenpeace dan yang terakhir FA, sebagai anggota dari DDC, dirinya ‘dipaksa’ untuk berinteraksi secara langsung maupun tidak langsung dengan seluruh media komunikasi LSM ini agar pengetahuannya bertambah setiap saat. Walaupun terdapat perbedaan, framing batubara pada organisasi ini dapat dikatakan berhasil dengan berubahnya sebagian ataupun seluruh identitas kolektif anggota yang menjadi responden penelitian ini. Selain itu, selarasnya frame gerakan sosial yang melekat anggota LSM Greenpeace termasuk ke dalam suatu keberhasilan, hal ini yang didasari oleh gagasan atau argumen yang mereka kemukakan mengenai kondisi lingkungan Indonesia, khususnya dalam konteks isu batubara.
113
BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN 8.1
Kesimpulan LSM Greenpeace Asia Tenggara di Indonesia merupakan organisasi
gerakan soial baru yang terlihat dari isu-isu yang diperjuangkan oleh LSM ini dan jaringan kerja yang luas. Oleh karena itu, framing pada anggota organisasi gerakan
sosial
mempertahankan
diperlukan
dalam
membentuk
partisipasi
anggotanya
sebagai
identitas aktivis
kolektif adalah
guna melalui
pemaknaan dan interaksi mereka dengan media komunikasi organisasi yang memuat frame gerakan sosial anti-batubara yang mengandung grievances dari LSM tersebut. Media komunikasi tersebut berupa buku, aksi, maupun atribut berupa baju, melalui pesan-pesan yang terdapat pada media tersebut Greenpeace berusaha membangun pemaknaan atas suatu keadaan berdasarkan sudut pandang LSM ini dan mengkonstruksi gagasan individu, yang berguna dalam membentuk identitas kolektif anggotanya. Pada LSM Greenpeace Asia Tenggara, frame gerakan sosial anti-batubara terdiri dari tiga jenis yaitu agregate frame, consensus frame, dan collective action frame, ketiga jenis frame ini dapat ditemukan pada tujuan maupun pesan-pesan yang terdapat pada buku “Biaya Sebenarnya Batubara” yang diterbitkan oleh LSM Greenpeace yang memiliki peran komunikasi organisasi maupun komunikasi publik, aksi damai langsung Cilacap maupun Bali yang memiliki peran komunikasi publik, baju anti-batubara yang memiliki peran komunikasi organisasi maupun komunikasi publik, dan booklet yang diberikan oleh LSM in sebagai souvenir kepada supporter serta profil LSM ini yang terdapat pada situs resmi Greenpeace Asia Tenggara Indonesia yang memiliki peran komunikasi organisasi maupun komunikasi publik. Frame gerakan sosial tersebut ditemukan melalui identifikasi elemen-elemen frame pada masing-masing media komunikasi. Pertama, agregate frame pada LSM ini, memandang perubahan iklim sebagai tantangan terbesar masyarakat dunia karena dampak-dampaknya bersifat irreversible (tidak dapat diputar balik), terlebih lagi bagi penduduk yang berada di
114
kawasan Asia Tenggara. Di Indonesia penyebab dari perubahan iklim berasal dari dua sektor yaitu sektor hutan dan sektor energi khusunya batubara. Kedua, consensus frame yang terlihat adalah seruan bagi masyarakat untuk bersama-sama mendesak pemerintah maupun perusahaan untuk mengembangkan energi terbarukan dan menghentikan penggunaan batubara, karena apabila batubara terus menerus digunakan laju perubahan iklim global akan semakin cepat dan masyarakat yang bermukim dekat dengan PLTU akan terus menanggung beban ekonomi, kesehatan dan kerusakan lingkungan. Ketiga, collective action frame, frame ini dikonstruksi oleh injustice frame, agency frame, dan identity frame. Injustice frame pada gerakan antibatubara Greenpeace berasal dari dampak-dampak yang ditimbulkan sepanjang rantai aliran produksi batubara, mulai dari kegiatan penambangan batubara, pembakaran batubara, dan warisan batubara. Dalam agency frame gerakan antibatubara, supporter Greenpeace dan aliansi LSM anti-batubara dipandang Greenpeace sebagai sumber kekuatan sedangkan pemerintah dianggap sebagai ’lawan’ atau pihak yang tidak memiliki komitmen politik dan niat baik untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada terkait dengan bidang energi, serta melabeli pejabat pemerintah yang berusaha di bidang batubara sebagai mafia batubara. Dalam identity frame, Greenpeace memandang diri mereka sendiri sebagai organisasi yang mandiri dan independen bebas dari segala tekanan politik maupun kepentingan, dan menggunakan konfrontasi kreatif, yang menjadi ciri dalam setiap aksi yang dilakukan oleh LSM ini. Frame gerakan sosial, khususnya gerakan anti-batubara berpengaruh dalam membangun maupun mengkontruksi identitaf kolektif anggotanya. Identitas kolektif anti-batubara yang melekat pada anggota Greenpeace Asia Tenggara Indonesia, yang terdiri dari juru kampanye, anggota divisi new media, anggota DDC, volunter, dan siswi GPU, merupakan hasil interaksi dan pemaknaan mereka terhadap frame gerakan sosial pada media komunikasi LSM Greenpeace Asia Tenggara
Indonesia. Identitas kolektif pada kelima subjek
penelitian dapat dilihat melalui tiga jenis identitas yang melekat pada dirinya yaitu identitas aktivis, identitas organisasi, dan identitas taktik. Identitas aktivis yang melekat pada kelima subjek penelitian adalah sama yaitu aktivis lingkungan.
115
Sebagai aktivis lingkungan, mereka memiliki agregate frame maupun consensus frame yang sama dengan Greenpeace. Perbedaan terdapat pada identitas organisasi maupun taktik. Hal ini tidak terlepas dari sejarah keaktivisan mereka sebelum bergabung dan berinteraksi secara langsung dengan LSM Greenpeace sehingga mempengaruhi dan membentuk collective action frame mereka, dan interaksi mereka dengan media komunikasi juga turut mempengaruhi pembentukan collective action frame mereka. Berdasarkan hal tersebut terdapat lima tipe identitas kolektif, yaitu (1) identitas kolektif juru kampanye terdiri dari identitas aktivis lingkungan, identitas Greenpeace dan identitas aksi langsung, dimana identitas ini adalah hasil interaksi juru kampanye dengan buku, aksi-aksi Greenpeace, maupun situs resmi Greenpeace dan dipengaruhi oleh sejarah keaktivisan juru kampanye sebagai seorang peneliti pada Yayasan Pelangi Indonesia; (2) identitas kolektif anggota divisi new media terdiri dari identitas aktivis lingkungan, identitas Greenpeace dan identitas independen, dimana identitas ini adalah hasil interaksi anggota divisi tersebut dengan buku maupun aksi-aksi Greenpeace; (3) identitas kolektif siswi GPU terdiri dari identitas aktivis lingkungan, identitas Education Care Unit dan identitas aksi langsung maupun independen, dimana identitas ini adalah hasil interaksi siswi GPU dengan aksi-aksi Greenpeace maupun situs resmi Greenpeace dan dipengaruhi oleh sejarah keaktivisan juru kampanye sebagai seorang peneliti pada Yayasan Pelangi Indonesia; (4) identitas kolektif anggota DDC terdiri dari identitas aktivis lingkungan, identitas Greenpeace dan identitas aksi langsung dan independen, dimana identitas ini adalah hasil interaksi anggota DDC tersebut dengan buku, aksi-aksi Greenpeace, maupun situs resmi Greenpeace dan dipengaruhi oleh interaksi dia dengan pegawai Taman Nasional dan guide Taman Nasional; (5) identitas kolektif volunter terdiri dari identitas aktivis lingkungan, identitas MAPALA Titas Karya Bakti dan identitas aksi langsung, dimana identitas ini adalah hasil interaksi juru kampanye dengan aksiaksi Greenpeace dan dipengaruhi oleh sejarah keaktivisan volunter sebagai seorang anggota MAPALA Titas Karya Bakti.
116
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa Greenpeace Asia Tenggara sebagai organisasi gerakan sosial menyebarkan maupun mengkontruksi gagasan anggotanya dengan cara menyebarluaskan frame gerakan sosial melalui media komunikasi organisasi yang ditunjukan melalui pesan-pesan yang terdapat di dalamnya, pesan-pesan yangg mengandung frame ini mempengaruhi ataupun membentuk identitas kolektif anggotanya. identitas kolektif yang melekat pada anggota Greenpeace yaitu juru kampanye, anggota DDC, volunteer, siswi GPU dan anggota divisi new media merupakan hasil dari interaksi maupun pemaknaan mereka terhadap frame gerakan sosial pada media komunikasi berupa buku, aksiaksi, dan atribut berupa baju yang memuat nilai-nilai dari budaya organisasi LSM Greenpeace Asia Tenggara. Pemaknaan maupun interaksi anggota terhadap media komunikasi yang mengandung frame gerakan sosial anti-batubara membuat mereka dapat menempelkan suatu peristiwa dalam benak masing-masing anggota, merasakan keresahan yang sama, mengidentifikasi latar belakang munculnya keresahan bersama terhadap digunakannya batubara hingga solusi yang sesuai, dan melabeli pihak-pihak yang terkait di dalamnya, sehingga terbentuk suatu identitas kolektif di antara anggotanya. Perbedaan identitas kolektif antara satu dengan yang lain juga diakibatkan oleh sejarah keaktivisan masing-masing anggota dan intensitas interaksi anggota dengan media komunikasi organisasi. Walaupun terdapat perbedaan identitas kolektif antara satu anggota dengan yang lain, framing batubara pada organisasi ini dapat dikatakan berhasil, sebab terjadi perubahan sebagian ataupun seluruh identitas kolektif anggota yang menjadi responden penelitian ini. Selain itu, selarasnya frame gerakan sosial yang melekat anggota LSM Greenpeace, termasuk ke dalam suatu keberhasilan, hal ini yang didasari oleh gagasan atau argumen yang mereka kemukakan mengenai kondisi lingkungan Indonesia, khususnya dalam konteks isu batubara, walaupun argumen-argumen yang mereka utarakan tidak selalu sama dengan gagasan-gagasan yang LSM ini ingin bangun .
8.2
Saran Greenpeace sebagai organisasi gerakan sosial baru, dengan jumlah
anggota yang cukup banyak dan tersebar di seluruh wilayah Indonesia, perlu
117
membentuk identitas kolektif anggotanya. Dengan terbentuknya identitas kolektif maka komitemen maupun patisipasi anggota akan terjaga. Namun dalam kenyaataanya terdapat perbedaan identitas kolektif yang melekat pada setiap anggota, perbedaan ini disebabkan karena setiap anggota belum tentu berinteraksi media komunikasi organisasi. Hal ini menyebabkan pemaknaan mereka terhadap isu batubara menjadi berbeda-beda dan konstruksi gagasan yang Greenpeace perjuangkan menjadi tidak sempurna., walaupun sejarah keaktivisan sebelum mereka menjadi anggota Greenpeace pada masing-masing individu tidak dapat dipisahkan. Oleh karena itu, sebaiknya LSM Greenpeace Asia Tenggara Indonesia, lebih gencar mensosialisasikan dan mendorong setiap anggotanya untuk berinteraksi dengan media komunikasi melalui forum-forum tertentu, misalnya dengan mengadakan suatu diskusi interaktif antara sesama anggota, terkait dengan isu-isu spesifik yang diperjuangkan oleh Greenpeace. Hal ini diperlukan untuk membangun kesepahaman diantara anggota dan membantu mengkontruksi gagasan setiap anggota, karena kesepahaman (identitas kolektif) ini berpengaruh terhadap komitmen mereka untuk terus berjuang bersama LSM Greenpeace Asia Tenggara di Indonesia. Persoalan framing anggota dari sebuah organisasi gerakan sosial baru merupakan hal yang sangat menarik untuk diteliti. Namun pada penelitian kali ini, peneliti hanya melihat framing pada anggota LSM Greenpeace Asia Tenggara Indonesia, sebagai hasil pemaknaan, kontruksi gagasan maupun interaksi anggota dengan frame gerakan sosial yang terdapat pada LSM tersebut. Frame dalam penelitian ini dipandang sebagai suatu content (isi), sehingga proses terbentuknya frame pada setiap anggota tidak dapat dijelaskan. Oleh karena itu untuk penelitian selanjutnya disarankan menggunakan teori frame aligment process, agar proses framing pada diri anggota dapat terlihat dan dijelaskan.
118
119
DAFTAR PUSTAKA
Ardana, K dkk. 2008. Perilaku Keorganisasian. Graha Ilmu : Yogyakarta Assa’di, Husain. 2004. Analisis Kedalaman Jangkauan (Outreach) Lembaga Swadaya Masyarakat pada Pengembangan Komunitas Pedesaan. Skripsi Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Assa’di, Husain. 2009. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Tengah Kepentingan Donor. Tesis Magister Institut Pertanian Bogor. Baron, Robert A. dan Donn Byrne.2003. Psikologi Sosial. Erlangga : Jakarta Busyairi, Muhammad. 2008. Selamatkan Lingkungan Kalimantan Timur dari Industri Pertambangan Batubara dengan Merevisi Perda SK Gubernur Kalimantan Timur No. 26 Tahun 2002. http://id.kawalborneo.org/index.php?option=com_docman&task=doc_downlo ad&gid=1&Itemid=58. Dharmawan, HCB. 2004. Menyuarakan nurani menggapai kesetaraan. Buku Kompas. Jakarta. Hersey, Paul dan Kenneth H. Blanchard. 1982. Manajemen Perilaku Organisasi : pendayagunaan sumber daya manusia. Erlangga. Jakarta. Jalal. 2001. Gerakan Sosial, Lembaga Swadaya Masyarakat, dan Gerakan Lingkungan: Sebuah tinjauan Kepustakaan. Jakarta : Pasca Sarjana Universitas Indonesia. Klandermans, Bert dan Suzanne S., 2002. Methods Of Social Movement Research. University of Minnesota Press. Minneapolis. Koentjaraningrat.2002. Pengantar Ilmu Antropologi. PT. Rineka Cipta. Jakarta. Larana, Enrique, Hank J. dan Joseph R. Gusfield. 1994. New Social Movement : From Ideology to Identity. Temple University Press : Philadelphia. Martin, Greg. 2001. Social movements, welfare and social policy: a critical analysis. Thousand Oaks, London, New Delhi: Sage Publications. Moeljono, Djokosantoso. 2003. Budaya Korporat dan Keunggulan Korporasi. PT. Elex Media Komputindo. Jakarta. Yanto, Eri. 2002. Analisis Framing. LKIS Yogyakarta : Yogyakarta. Paramitha, Dyah. 2001. Definisi http://mailarchive.com/
[email protected]/msg.htm
LSM.
120
Polletta, Francesca and James Jasper. 2001. “Collective Identity and Social Movements.” Annual Review of Sociology 27:283-305. Dapat diakses di http://arjournals.annualreview.org, (diakses pada tanggal 20 April 2009). Robbins, Stephen P. 2002. Perilaku Organisasi. Erlangga. Jakarta. Sari, Nanda R. Puspita. 2004. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Dan Pembentukan Masyarakat Sipil (Civil Society). Skripsi Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor. Singh, Rajendra. 2001. Menuju Gerakan Sosial Baru. Insist Press : Yogyakarta. Sitorus, MT Felix. 1998. Penelitian Kualitatif Suatu Pengantar. Bogor: Fakultas Pertanian IPB. Susanto, AB. 1997. Budaya Perusahaan : Seri Manajemen dan Persaingan Bisnis. Elex Media Komputindo. Jakarta. Sztompka, Piotr. 2004. Sosiologi Perubahan Sosial. Prenada Media. Jakarta. Taylor, Dorceta E. 2000. “The Rise of the Environmental Justice Paradigm: Injustice Framing and the Social Construction of Environmental Discourses”. American Behavioral Scientist. 43: 508. Tindall, David B. 2002. The Canadian Review of Sociology and Antropology. Academic Research Library. Widjanarko, Mohammad. 2002. Kepada Siapa LSM Harus Bertanggungjawab. http:/www.suaramerdeka.com/harian/ 0204/11/kha2.htm
121
LAMPIRAN
122
Lampiran 1. Panduan pertanyaan untuk informan Petunjuk
Subjek penelitian
: Panduan pertanyaan ini digunakan untuk memperoleh informasi mengenai sejarah organisasi, mitra kerja, dan prinsip atau nilai utama yang terdapat pada budaya organisasi LSM Greenpeace Asia Tenggara : Divisi organization support dan narasumber (Arie, anggota divisi new media campaigner)
1. Greenpeace Internasional a. Bagaimana sejarah berdirinya GP internasional b. Apa yang menjadi tujuan didirikannya GP c. Siapa saja aktor yang terlibat didalamnya d. visi dan misi GP e. Isu utama yang diperjuangkan oleh GP 2. Greenpeace Asia Tenggara Indonesia a. Bagaimana sejarah berdirinya GPSEA b. Bagaimana sejarah berdirinya GPSEA Indonesia c. Kapan GPSEA berdiri d. Siapa saja pendiri GPSEA Indonesia e. Visi dan misi GPSEA Indonesia f. Isu-isu yang diperjuangkan oleh GPSEA dan GPSEA Indonesia g. Program-program apa saja yang terdapat pada GPSEA Indonesia terkait dengan isu yang diangkat h. Prinsip utama yang dipegang oleh GPSEA Indonesia i. Bagaimana GPSEA Indonesia berkampanye (pendekatan dan media yang digunakan) j. Nilai-nilai apa saja yang wajib dipegang oleh anggota GPSEA Indonesia (do and don’t)
123
Lampiran 2. Panduan pertanyaan untuk responden Petunjuk
Subjek penelitian
: Panduan pertanyaan ini digunakan untuk menggali informasi berupa frame gerakan sosial dan identitas kolektif yang melekat pada responden penelitian. : Juru kampanye Greenpeace (khusus dibidang batubara), anggota DDC, anggota divisi new media campaigner, volunteer, dan siswi GPU.
I. PROFIL DIRI a. Nama b. Tempat tanggal lahir c. Pendidikan terakhir (dan yang sedang berjalan) d. Bagaimana anda mengenal GPSEA Indonesia e. Sudah berapa lama bergabung dengan GPSEA Indonesia f. Motivasi bergabung dengan GPSEA Indonesia g. Bagaimana anda dapat bergabung dengan GP h. Bagaimana proses anda bergabung hingga menduduki jabatan anda saat ini i. Apakah sebelumnya sudah pernah ikut LSM lingkungan II. AGREGATE FRAME a. Bagaimana anda memandang kondisi lingkungan dunia saat ini, khususnya Indonesia b. Bagaimana pendapat anda mengenai isu iklim dan energi, c. Bagaimana pendapat anda mengenai masalah energi kotor, khususnya batu bara d. Permasalahan apa saja yang kelak akan dihadapi oleh penduduk terkait dengan masih digunakannya energi kotor, batu bara e. Fakta yang mendukung? Apakah berasal dari buku Greenpeace? f. Menurut anda penyebab permasalahan tersebut g. Posisi Green Peace dalam menanggapi permasalahan tersebut III. CONSENSUS FRAME a. Menurut anda, solusi apa yang anda dapat ditawarkan dalam mengatasi energi kotor? b. Bagaimana melaksanakannya, siapa harus melakukan apa? c. Siapa narasumbernya ? d. Apakah aksi kolektif diperlukan? Mengapa? IV. COLLECTIVE ACTION FRAME a. Injustice Frame 1. Bagaimana urgentcy dari masalah tersebut 2. Menurut anda, apakah masalah tersebut memerlukan solusi sesegera mungkin, mengapa? 3. Bagaimana akibatnya apabila solusi tidak dijalankan sesegera mungkin b. Agency Frame 1. Menurut anda siapa saja pihak yang bertanggung jawab terkait dengan permasalahan tersebut
124
2. Dan apa yang harus dilakukan oleh mereka 3. Adakah aktor yang akan menghambat pelaksanaan solusi tersebut, mengapa ? 4. Dimana letak peran serta masyarakat dalam menanggapi hal tersebut 5. Siapa rekan kerja dalam menanggapi isu tersebut c. Identity Frame 1. Bagaimana anda secara pribadi dalam menanggapi isu tersebut 2. Anda sebagai Bagian dari GP, bagaimana anda dapat membedakan antara anggota GP dan non-anggota GP 3. Bagaimana cirri-ciri GP dilihat dari penampilan? 4. Nilai-nilai apa aja yang harus dipegang? 5. Apa yang tidak boleh dilakukan oleh seorang ang.GP? 6. Apakah anda sudah menganggap diri anda seorang GP sejati atau tidak, alasannya?
125
Lampiran 3. Transkrip wawancara dengan responden Responden Tanggal Setting Wawancara P M P M P M P M P M P M P M P M P M P M P M P M P M P M P M P M
P M P M P M
: MU : 7 Desember 2009 : Bagian dapur dari kantor Greenpeace Asia Tenggara, tempat yang biasa mereka gunakan untuk bersantai : Perkenalan dulu bang..nama abang siapa?? : ee…muksin.. : tempat tanggal lahir dimana bang? : ee..pontianak..kosong lima..bulan dua..sembilan belas delapan puluh… : abang disini voulenterkan yaa.. : iyaa.. : udah berapa lama bang.. : baru,,,baru,,2008,,pertengahan,,pas aksi di Kalimantan,, : sekitar bulan Juni bukan bang.. : iyaaa sekitar itu,,, : ohh,,yaa,,pendidikan terakhir abang apa bang… : di Universitas Titas Karya Bakti Pontianak.. : jurusan apa bang.. : jurusan ekonomi manajemen : berarti lulus.. : blum..blumm..lulus.. : masih on the way bang?? : Iyaa… : Ini bergabung Vol, JUni kan bang,,berarti masih kuliah?? : Iyaa,,sampe sekarang pun masih : Sebelum ikut GP, abang ikut apa?? : Saya ikut MAPALA kampus.. : Trus alasan abang masuk Voll. GP apa bang? : Sesuai dengan hati nurani aja.. : Kan LSM lingkungan banyakkan bang?? : Yaa jadi gini..kalau..kalau…kalau organisasi itu sesuai dengan apa yang ada di ini saya..yaa saya ikutin.. : Jadi sesuai prinsip abang bukan?? : Iyaa.. : Klo prinsip abang apa bang? : Yaa…menyelamatkan bumi…menyelamatkan lingkungan..kalai saya lebih cinta di lingkungan gitu.. : Kan banyak tuh LSM lingkungan laen, kenapa milih GP?? : Klo saya sih,,liatnya dari sudut pandang..kalo saya independen aja gitu ajakan..klo organisasi itu betulbetul bergerak tanpa intervensi saya bakal ikut organisasi itu..sama seperti organisasi awal saya yang ada intervensi darimana pun jadi bergeraknya,,he,,eh,,he,,eh,, : Sebelumnya berarti NGO awal baru GP?? : Iyaa,,NGO awal baru GP yang di bidang lingkungan.. : Abang cinta lingkungan dari kecil atau gimana?? : Mulai mendalami tentang lingkungan pas kuliah,,baru,,baru,,, : Gmana tuh pandangan abang saat itu? : ee…melihat kerusakan2 terutama di daerah saya lah,,di Kalimantan..jadi di Kalimantan banyak kerusakan-kerusakan..salah satu contoh pencemaran-pencemaran air yang ada di Kalimantan..dulu di daerah saya..klo kita mau minta aer..ya kita tinggal ambil di sungai..sekrang udah ga bisa,,aernya udah kotor..
126
P M P M P M
: trus klo sama GP, apakah masih coba2? : Klo saat ini saya belum bisa ini saya,,ee,,masih coba dulu saya..liat gp kedepannya.. : Kenapa abang lebih milih jadi Voll?? : Voll..perbuatannya pasti bang..karena voll. Turun di lapangan dan dia ikut aksi.. : Abang lebih suka yang langsung turun? : Iyaa,,,saya lebih suka langsung turun ketimbang maen dibelakang..langsung turun sendiri.. P : Umm,,abang kenal GP dari kapan bang? M : Saya kenal Gp sebenarnya dari TV, saya gak au GP itu jenis makanan apa..jenis apalah,,saya bener ga tau GP itu apa..pada saat itu di tahun 2008 sebelum aksi di Kalimatan, ada undangan dari GP di MATARI Mall,,saya datang..nah disitu saya baru tau kalo GP itu organisasi yang bergerak di lingkungan juga gitu..dulu saya sempat mau daftar di GP lewat internet..temen saya ngajak daftar di internet..jadi apa itulah,,intinya saya tau pas saat saya diundang di acara yang di Matari,,nah disitu saya baru tau GP..nah pas saat saya datang lagi di acara NVDA, saya udah tau nih GP itu apa..ternyata asik.. P : Kalo GP di mata abang di banding LSM lain?? M : Wahh..saya pandang GP cukup cukup menarik bagus gerakannya..pertama dari keunikan aksinya beda dari aksi-aksi yang lain..klo yang lain kan demonstrasi di jalan, klo GP beda ekstrim banget dan saya suka keekstriman yang ada di GP, contohnya kaya turun dari gedung..saya suka keekstriman dari GP.. P : Abang masih berkomitmen jadi Voll. Di GP sampe saat ini? M : Sampe saat ini masih.. P : Ga pengen nerusin kuliah bang?? M : Kalo kuliah tetaplah,,ahaha,,saya sekrang lagi nyusun. Udah bab.4..heheu P : Bang Muksinkan udah punya banyak pengalaman sama kondisi linkungan, bisa cerita ga? M : Klo menurut saya kondisi lingkungan indo sudah sangat..sangat memprihatinkan..di beberapa daerah sudah sering banjir..ee..musibah-musibah alamlah yang terjadi di indo, itu salah satu contoh alam sudah tidak bersahabat sama kita karena kita menghancurkan alam-alam itu..makanya terjadi bencana dimana-mana..khususnya di Indonesia.. P : Kalo menurut abang pihak pemerintah gimana? M : Kalo dari pemerintah..saya sangat ini dengan dinas kehutanan..karena hukumnya tidak mengikat..dalam arti kata..mereka bikin aturan tapi tidak dijalankan.. P : Kaya apa tuh bang? M : ee..perlindungan-perlindungan hutan..sekarang hutan tetap dibabat, pengalih fungsian lahan itu tetep terjadi..memang kalau..kalau..permasalahan di Kalimantan Baratkan..di daerah saya..hutannya masih tetep ada hutan..tapi sudah beralih fungsi dari hutan kayu jadi hutan sawit..seperti itu,,tetap aja kalo keliatan dari atas tetep hutan..hijau,,tapi hijaunya dari pohon kelapa sawit..dan perambahan-perambahan hutan di Kalimantan Barat sudah sangat memprihatinkan sekali.. P : klo tanggapan abang tentang batubara gimana? M : Kalau tentang batubara,,itu di Kalimantan Selatan yaa… P : Iya? M : Iyaa,,,itu..pengerukannya sudah sangat ini,,kalo pengerukan terus dilakukan bumi kita akan hancur juga.. P : Abang setuju ga sama batubara? Tidak.. P : Bukannya kita lagi krisis energi bang? M : Kita memang sedang krisis energi tapi…tapi harus diimbangin..kita selalu mengambil..dan bahan itu tidak bisa diperbaharui..suatu saat kita akan hancur kalau..kalau terus dikeruk..
127
P
: Kan GP punya solusi, ada tu yang rev.energi, abang setuju ga sama saran yang disodorkan itu? M : Kalo saran-saran yang disarankan GP..saya belum pernah denger.. P : Tapi abang kira-kira percaya ga? M : Ahh..saya liat dulu..kalo saya sih,,ngga selalu percaya tanpa saya liat ..pikirkan dulu..saya selalu kalo percaya terhadap satu gerakan saya harus tau dulu maksud dan tujuannya.. P : Tapi untuk saat ini, abang mungkin bergeraknya di bidang hutan ya bang?? Iyaa..kebetulan turun sekarang di hutan.. P : Untuk sampe saat ini solusi mengenai hutan abang masi sejalan sama GP? M : Iyaa.. P : Kira-kira abang pengen jadi voll mpe kapan?? Apa ntar beralih jadi voulenteer.. M : Saya belum punya rencana..Yaa…jalanin dulu..biarin seperti air yang mengalir.. P : Nah..tentang batubara lagi bang, klo menurut abang batubara ga baguskan, solusi dari abang gimana? M : Klo solusi dari saya..hentikan pengerukan batubara…ee…jangan diperluas lahannya…kita manfaatkan dulu yang ada.. P : Nah..balik lagi bang abang percaya ga sama solusi yang ditawarkan GP? M : Saya belum baca sihh.. P : Tapi abang masih percayca karena ada lambang GP-nya? M : Bukan..bukan….karena label GP-nya…kalo itu sesuai..kalo itu memang bagus untuk lingkungan..mengapa tidak untuk percaya.. P : Setelah 1 tahun 6 bulan gabung sama GP, ada gambaran ato pandangan abang sesudah dan sebelum masuk GP ga?apakah sesuai dengan harapan abang?? M : Kalo sampe saat ini masih sesuai dengan harapan sayalah..tapi ga tau kedepannya.. P : Ada perbedaan ga antara aktivis GP dengan aktivis lainnya, secara individual? M : Klo perbedaan aksinya..jelas..jelas,,,kalo dari pandangannya sama ajalah..kalo pandangan terhadap lingkungannya sama sajalah.. P : Ada ga yang ga boleh dilakukan oleh seorang voll.? M : Ga ada tuh..bebas..bebas aja.. P : Bang boleh diceritain ga prosesnya jadi seorag Voll. Gp? M : ee…iya pertama..saya ikut2an di Kalimantan barat..langsung nvda..turun sama aksi bersama GP..trus kemaren dateng lagi kesini untuk training climbing.. P : bang boleh diceritain ga tentang NVDA? M : Kalo nvda itu..latian aksi-aksi gitu..kita harus diam..damai..hehe P : Ada kejadian menarik ga yang bikin abang cinta di GP sampe 1 tahun 6 bulan? M : Yang menariknya itu yaa di aksinya..karena…karena..saya ga pernah ikut aksi yang kaya gitu..yang dilaksanakan oleh Gp… kita harus diam..kan…kalo aksinya..aksinya mahasiswa..taulah kaya gimanakan.. artinya kalo artinya aksi mahasiswa itu selalu perlawananan..suka ada singgungan..tapi kalo GP kita harus diam..kita harus sabar..pertama kita harus melatih diri sabar jugakan.. P : Kalo abang orangnya sabaran ga? M : Kalo saya sih orangnya emang ga sabaran..tapi kalo di GP mau ga mau saya harus jadi orang sabar.. P : Nah..perubahan..ada perubahan ga setelah masuk GP? M : Kalo sebelum masuk Gp-kan saya Cuma..Cuma menganalisis persoalan-persoalan hanya yang di Kalimantan barat..tapi setelah masuk GP..setidaknya sayakan banyak temen yang ada diluar..yang ada di seluruh Indonesia..yang ada di GP..secara otomatis mengembangkan wawasan saya juga smenjak bergabung..paling tidak sedikit-sedikit saya jadi lebih tau.. P : Kalo dari sisi perilaku gimana bang? M : Yaaa…saya jadi lebih sabar aja gitukan..ahahaha.. P : Kalo dari abang ada unek2 tentang Gp?
128
M : Kalo sampe sekarang belum ada sih,,,soalnya saya ikutnya aksi di Kalimantan teruskan..sekalian kuliah.. P :Abang bangga jadi GP? M : Bangga banget..sangat..sangat bangga..saya seneng banget bisa masuk sini.. P : Gini bang..kitakan ga bisa lepas dari ekonomi..sedangkan voll.kan kga dibayar..gimana tuh?? M : Saya senengnya independent..kalo kita independent siapa sih yang mau bayar kita.. kalo kita siap bergerak di organisasi yang independen, kita siap ga dibayar..harus kerja sosial.. P : Klo menurut abang, yang bertanggung jawab terhadap kerusakan alam Indonesia siapa bang? M :Pemerintah.. P : Kalo undang-undangnya? M : Kalo undang2nya udah bagus tapi penjalan dari undang-undang itu tidak bagus, maka sekarang itu yang dibutuhin orang-yang yang menjalankan undang-undang itu.. P : Berarti yang bikin abang komitmen sama Gp itu karena aksinya yang unik? M : Iyaa..karena aksi yang unik jadi saya pengen gabung..karena satu pemikiran sama saya.. satu visi misi sama saya.. P : Kalo visi misi GP apa bang? M : belum tau..hehe..yang saya tahu GP memperjuangkan melindungi lingkungan.. P : kalo di lingkungan keluarga, abang masi tetep kampanye ga? M : Iyaa..sama keluarga jelas,,dari sebelum masuk GP saya juga gitu..saya selalu menjelaskan gimana kita jaga lingkungan, jangan buang sampah sembarangan..kaya gitu saya di lingkungan keluarga..sebelum masuk lingkungan masyarakat..karena di mapala saya yang diikuti pertama kali…pertama kita harus dari diri sendiri, baru kepada keluarga..masyarakat..baru ke pemerintah.. P : Bang muksin ikut MAPALA berapa tahun?? M : Enam tahun.. P : Dari tingkat 1 bang? M : Bukan..sebelum ikut mapala saya ikut BEM..HIMEN..setelah 5 tahun kuliah, saya baru masuk MAPALA, karena perkuliahan saya udah selesei…jadi kuliah sayakan 9 tahun nyaris 10 tahun..gitukan..jadi artinya selama 5 tahun sekarang saya fokus di MAPALA, menfokuskan diri buat lingkungan.. P : Bikin abang jadi tergugah? M : Iya jelas..saya nerima banyak masukan dari senior..jadi pengetahuan saya tentang lingkungan nambah.. P : Ada yang bikin abang makin tertarik ga? M : Iyaa..yang bikin saya makin tertarik sesuai dengan pengalaman saya..dulu kan saya di kalimantannya di kampung..di daerah kabupaten, di kuburaya..jadi kalo mau ke kota pontianak pake motor klotok.itu yang ada mesinnya..kalo mau minum di sungai saya tinggal ambil.. P : Pas SMP? M : Bukan pas SD..tapi sekarang udah kga bisa karena udah sangat kotor..aernya jadi coklat.. P : Waw..parah juga ya bang..okelah cukup segitu aja bang.
Responden Tanggal Wawancara Setting Wawancara P
: LH : 24 Agustus 2009 : di Lobi kantor Greenpeace
: Namanya siapa mba
129
LH : LH P : Lahirnya taun berapa mba LH : Tahun 1984 P : Pendidikan terakhir LH : S1 UI, jurusan arsitektur P : ooh..kalo gi saya kan arsitektur landskep,, LH : ohh,,iyaya,, P : Skarang pengalaman organisasi terakhir.. LH : Kapan nih,, P : Pas kuliah terakhir-terakhir,, LH : pas kuliah mah banyakk,,umm..pas lulusnya mah ada, tapi saya juga ga tau itu dibilang LSM atau bukan..umm,,belum lsm lah.. P : kaya kelompok mba?? LH : Iya,,kaya gitulah.. P : Kelompok apa mba? LH : Namanya education care unit, P : Apa tuh ? LH : Kita dateng ke sekolah-sekolah terus ngasih,,jadi nyoba ngasi alternative cara belajar tapi tentang lingkungan P : Klo pengalaman NGO udah ada? LH : Blum ada.. P : Ini yang pertama? LH : Umm..iya.. P : Kalo motivasi bergabung dengan GPU apa mba sampe tertarik sama program ini? LH : Sebenernya pengen,,karena fokusnya sama hutan..itu..maksudnya kamaren komunitas itu,,yang tergantung sama sumberdaya.. P : Komunitas local yang tinggal di perbatasan? LH : Umm,,yang di dalemnya jugaa..istilahnya forest defender community, P : Ada pemikiran yang berubah engga.. LH : egga banyak berubah sii..karena maksuknya sini,,pelajarannya tentang itu semua,,mungkin malah terlalu dalem disitu,,kan liat aja ni sekarang,,lebih banyak pelajaran mengenai cara berkampanye, caa bkin proyekk,,cara strategi kampanye.. P : Blum pernah di update tentang isu GP? LH : Umm,,global sii,,yang semua orang tau,, P : Mang secara spesifik blum? LH : Belum sih,,paling cerita dari Say, pas dia di Riau P : Kamu sendiri tau ngga tentang sejarah berdirinya GP? LH :oo..yang itukan,,yang..sebenernya ngga tau orang2nya,,,umm,,yang mau ada nuklir di kanada..sebenernya gagal,,maksudnya gagal aja dapet impactnya yang penting usaha,,klo detail gw ga apal,,tapi nilai utama yang saya dapet,,intinya kalo kita tau kita bener, lakuin,,jangan takut gagal..kalo missal niatnya juga bener,, terus jangan ngarepin timbal balik.. P : Umm..kalo visi misi GP apa? LH :Walaaahh,,kalo jawaban textbook gitu saya pelupa…tapi intinya GP itu datang buat ngejaga lingkungan.. P : Kalo cerita tentang sejarah GPSEA? LH : Yang saya tau sih,,pertama di Filipina tahun 2000..itu..eee…apa namanya…masalah apaya..von pernah cerita..pokonya itu,,kalo di Indonesia tahun 2005,,apa 2006..officialnya disini taun 2005.. P : Oh,,hehe, kalo isu-isu yang diperjuangkan GPSEA Indonesia? LH :Pastinya hutan..trus energi..trus katanya mau ke arah GE..terus laut.. P : Umm,,kamu kan udah overload sama hutan, kalo menurut kamu pandangan kamu tentang kondisi lingkungan gimana??
130
LH : Lingkungan gimana nih…apakah saya ngeliatnya sama orangnya.. P : Iyaa,,semuanya certain aja, apa yang ada dipikiran kamu sekarang tentang lingkungan ? LH : Kalo saya bilang si..moral orang Indonesia rusak..gitu,,jadi yaa kelingkungan terus ke semuanya..jadi intinya masalahnya disini orang2nya masih..masih..mayoritas masih nyari uang buwat makan,,jadinya semuamuanya dikorbanin,, P : jadi lingkungannya rusak?? LH : rusak banget,,semuanya si rusakk,,maksudnya gini saya ngebandinginnya sama bukan Negara kaya amerika..inggris..bukan..negara2 yang mirip2 porsi..maksudnya porsi hutannnya sama kaya gini, jaganya jauh-jauh lebih ketat..kadangkan kita dibandinginnya sama amerika,,cina..tapikan emang dari sananya emang ga kaya..kalo mau kita dibandingin sama amazon..nah..umm..apa namanya..mereka itu usaha nyelametin hutannya gila-gilaan,,nah kita itu ga ada..makanya saya bilang parah banget,,malah saya bilang kita itu diposisi paling kritis… P : Nah,,kalo dari sisi menrut kamu energi gimana?? LH : Energi apa nih.. P : Maksudnya dari sisi fossil fuel.. LH : Umm..gimana yaa..cowo sayakan di tekhnik,,sahabat-sahabat saya juga banyak anak2 mesin..dari cerita mereka..sejujurnya saya juga masi rada2 ragu..apalagi Dadi..kalo saya ga bisa karena, saya sering mendampingi mereka..karena kalo mau ke renewable energi, itu tetep dipake..bukannya saya ga setuju untuk no coal..yang bener-bener ampe nol..bukannya saya ga setuju cuma..yang diperbaikin bukan kuantitasnya,,tapi cara orang-orang ngolahnya musti bertanggung jawab..umm,,bukan batubara aja si,,kitakan Negara penghasil..kalo buat supply Negara sendiri dulu sebelum itu dieksport, kita ga bakal ada masalah..nah ini kita eksport dulu terus kita beli ke Negara yang eksport tadi, nah jadi jumlahnya jadi bengkak..bukannya harus dipotong sama sekali,,karena kalopun mau renewable energi, pasti tetep ada,,apalagi orang belum nemuin yang bener-bener ga pake fossil fuel sama sekali,,pasti campuran.. P : Mungkin ada batas kewajarannya, batas proporsi penggunaannya? LH : Bukan penggunaannya, itunya ..mesti dari akarnya..kitakan yang punya..jadi seharusnya kita penuhin kebutuhan kita dulu..baru di ekspor.. P :Bentar saya liat contekan dulu…ahaha LH : Iyee.. P : Nahh…terus langkah-langkah untuk mengurangi dampak-dampak itu? LH : Ini rapid responnya atau jangka panjangnya.. P : Semuanya,,ceritaan aja,hehe LH : Rapid responnya,,idealnya pemerintah sini,,harus berani nyetop..apa..itu..apa namanya..ekspor-ekspor itu…jadi harus berani bikin kebijakan, kalo udah terpenuhi disini, baru itu boleh di ekspor.. P : Nah itukan baru satu stakeholder aja, nah kalo dari stake holder lain gmana?? Apa yang bisa dilakukan?? LH : Ohh…menurut gue itu yang pertama, karena itu ngaruh ke semuanya, ntar kalo udah itu pengusaha local pasti naek tuh,,terus masyarakatnya juga naek pasti..kalo misalnya..logikanya..kalo kita pake barang sendiri,,aturannya..maksudnya ga perlu jalan kemana-mana aturannya ga mahal, ga semahal kalo lewat mana-mana, terus orang kebutuhannya terpenuhi, pokonya intinya dari situ nanti impactnya banyak..itu sih mimpi saya aja, sama temen-temen saya..pokonya harus di stop dulu P : Pokonya stop untuk ekspor?? LH : Iyaa,,lebih tepatnya memenuhi kebutuhan kita sendiri dulu.. P : Ummm,kalo dari sisi masyarakatnya, apa yang bisa mereka lakukan? LH : Masyarakat apa nih? P : Kaya kita2 inilah,,
131
LH : Maksud kamu pengguna,, P : Iya,, LH : Hmm..pake produk sini,,kalo nyangkut fosil fuel..paling gampang si itu,, P : Kalo program-program yang GPSEA udah lakukan apakah sudah sejalan sama pemikiran kamu ga? LH : Hmm,,belum,,karena menurut saya seharusnya mereka banyak transfer wawasan,,mungkin banyak peniliti, orang mesin, peneliti fosil fuel,,jadi pas kita ini,,ga sepenuhnya dari oposisi, ngerti ga..mungkin di GPSEA terutama yang energi belum ngelibatain,,ehh,,belum terlalu banyak…No coal gitu,,secara ini ga mungkin,,,penelitinya aja belum nemuin caranya untuk pake 100persen renewable energy begitu,,intinya berarti ga mungkin untuk distop, makanya harus banyakbanyak transfer pemikiran sama peneliti-peneliti kaya peneliti minyak..kayanya biar keluar ininya lebih realistis.. P : Kalo menurut lw perlu aksi cepat ga? LH : Perlu,,susahnya itu musti dari pemerintah..yang mana nih,,energi? P : Iyahh, apanya yang bisa lakukan.. LH : Ya ituh,,harus keluar..pokonya intinya pertama, sebenernya saya ngomong global,ntar nyambungnya ke situ, pertama ga boleh ngutang, karena kalo ngutang kita ga bisa ngapa-ngapain sama penagih hutang..terus yang kedua, kita harus bikin kebijakan yang itu tadi,,pokonya supply apa-apa terutama yang fosil fuel, harus dinasionalisasi,,nah kalo lw sempet nyari,,cari programnya bunk.karno,, P : Apa tuh? LH : Yang itu tadi,,pertama ga boleh ngutang sampe nasionalisasi,,,mungkin nanti setelah nasionalisasi terus kita udah setel dan udah banyak perusahaan gede dari Indonesia, ekspor nanti ga terlalu perlu-perlu amat,, P :Nah,,pasti ada orang yang mendukung dan menghambat program batubara dari GPSEA, nah kalo yang menghambat ? LH : Pemerintah..ya pastinya..karena masalahnya gini karena saya ga bisa pemerintah sama pengusahanya..kaya JK yang punya pabrik batubaranya dia sendiri, kemaren dia wakil presiden, jadinya sah gitu loh..pengusaha sebenernya ngga, kalo ngga ada campur tangan, saya maksudnya pengusaha, pengusaha yang bukan berkecimpung di dunia politik..saya bilang sih ngga..mereka engga menghambat asal kita dapet ngasi jalan yang profit.. P : Kepastian hukum juga kali ya.. LH : Umm…ngga, kalo saya bilang pengusaha Cuma liat profit aja, jadi kalo kita bisa keluar solusi yang bisa bikin mereka untung, mereka pasti mau.. P : Kalo dari sisi undang-undang, ada celah ga untuk di salah pergunakan.. LH : Kayanya undang-undangnya udah ga diliat deh,, soalnya apa-apa bisa disogok, terus kayanya udah kacau,,disini tuh,,gara-gara pendataanya jelek gitu kali yaa..kalo kitakan dapet ktp aja nyogok,, P : Itukan opini kamu kan, kamu disinikan udah tiga bulan, menurut orang GP kaya gimana? Dibanding NGO laen? LH : Hmm aduh gw kurang tau NGO laen.. P : Maksudnya yang khas di GP selaen dari baju? LH : Hmm,,,orang-orang GP eksklusif dalam arti baek yaa..umm,,gmana yah,,pokonya kayanya orang ga suka koar-koar “gw GP”gitu loh, ada satu NGO, tapi jangan disebut ya entar,hehe P : Iyaa,hehe LH : Kaya orang-orang *** itukan keliatan banget kan,pokonya kemana-mana labelnya ada,kaya dibaju,banyak lah,,nah kalo orang-orang sini tuh kayanya misalnya..umm…gw si sejujurnya belum terlalu banyak interaksi sama volunteer, saya biasanya liat petinggi-petingginya maksudnya,,kaya von, mark, terus Sai,,,saya ga terlau kenal NGO luar, mungkin orang-orang NGO indonesia itu
132
pasti..apaya..kayanya nganggep itu tu kerja..karena keliatan dari cara ngomongnya ga dibawa stress..mungkin secara organisasi, saya kan sering liat GP kalo aksi, GP itu aksinya ga ekstrim aja tapi intelek,,pokonya lucu-lucu aksinya..sama kreatif, tapi baru saya liat di GP luar..
Responden Tanggal Wawancara Setting Wawancara P F P F P F
P F P F P F
P F P F P F
P F
P
: FA : 25 November 2009 : Kampus IPB Dramaga, di sekitar koridor Pinus
: Bismilah, perkenalkan diri. : nama saya frandi.nama lengkap frandi ditya saputra.lahir di jakarta. : sekolah dimana dulu ? : sekolah di sma jaya wisata 1 menteng. Kuliah di diplomanya garuda training center education di daerah kosambi cengkareng. : terus abis itu? : abis itu belajar wirausaha buka counter handphone selama 6 bulan kemudian melanjutkan usaha keluarga katering setelah itu sampai ke surabya buka disana kemudian serahin ke kakak karena pengen coba kerja, kerja di salah satu perusahaan kemeja, Jadi marketing supervisornya, kemudian dioper ke bali. Dari bali balik ke jawa timur. Saya coba cari yang lebih baik lagi, jadi kepala pengiriman dari pusat pengiriman springbed. Selama satu tahun kuranglah, kemudian balik lagi ke jakarta.dan coba cari kerja disini kemudian sudah tau mengenai greenpace dan ngeliat greenpeace saya coba-coba nanya gp(Greenpeace) akhirnya gabung dengan gp sampai sekarang. : Umurnya berapa? : umur 25 tahun. : terus prtama kali kenal gp kpan? : pertama kali knal gp wakut smp, : tahun berapa itu ya? : tahun 1998.tahun 98-97 lah.pas waktu ngeliat-ngeliat kaset aja, kaset lagunga white lion yang men atraction judul albumnya kalo ga salah albumnya disitu ada lagu little fighter dan disitu ditulisin dedikasi untuk para awak-awak kapal rainbow warrior yaitu anak-anak gp. Dari situ baru tau gp,coba-coba nyari informasi, ternyata ginigini. kaya gitu.dan ternyata pas di surabaya juga ngeliat waktu rainbow warrior mampir ke jakarta sama ke papua. : itu tau juga? : iya tau. : terus kenapa,kalo kamu sndiri ada background mapala gitu ga? : ada dari bukannya mapala sih,tapi pecinta alam, di daerah perumahan dan di daerah pergaulan.dari jakarta. : gimana tuh bisa ikut pecinta alam? : pecinta alam,waktu itu sih ikut dari jadi waktu itu ngikut-ngikut sama kakak,kan kakak dulu alumni sma 25 dan itu adanya sispala nya dan waktu saya smp juga uda mulai bergaul sama anak-anak pecinta alam dari sispala itu, akhrnya ya sering ngikut2 juga, nah darisitu juga, kenapa saya condong ke gp, karena disini tingkat idealismenya lebih besar gimana daripada di yang lainnya. : kalo yang lain kamu liatnya gimana? : kalo yang lain, saya ngeliatnya dari sisi independen dan aksi-aksinya yang dilakukannya. Seperti itu, saya ngeliat gp lebih unggul aja dari sisi itunya. lebih independen, lebih aktif. sebenernya dikarenakan itu, prinsip saya bisa berjalan. : prinsip kamu apa?
133
F
P F
P F P F P F
P F P F P F
P F
: jadi kita melakukannya dengan cara pelestarian alam bukan dengan reboisasi awalnya, seperti itu, jadi kita lestarikan alam yang masih ada seperti yang saat ini, tanpa dirusak sedemikian rupa dengan cara apapun jangan sampai rusak karena kan pemanasan global udah gabisa dicegah.apalagi cuma bisa kita kurangi aja dampaknya seperti itu. : berarti lebih ke preventif? : iya lebih ke preventifnya dan juga karena independen nya seperti yang saya bilang tadi karena independennya itu gp bebas bergerak kemana aja mau kesana kesini bebas tanpa ada gimana yah apa sih namanya tanpa ada batasan dari perusahaan maupun pemerintah seperti itu, jadi kalo bisa bebas bergerak sesuai jalur hukum yang ada :dulu pas kamu kerja,gajinya kan pasti gede ya? :iy lebih gede. :dan kamu kenapa mau dsni? :lebih enak aja,lebih enjoy. :sejalan sama dunia akhirat.hehe, :iya sama dunia akhirat. hehe. ya lebih enak, lebih enjoy sama lingkungan pergaulannya kan kalo lingkungan perkantoran ngobrolnya sama yang umur 40-30 kayanya ngobrolnya juga ga enak. kalo dsni kan kerja juga enak,ngobrol juga enak, main sama temen-temen enak karena kan ada setujuan gitu kalo di kantor kan tujuannya karir gitu masih sikut-sikuttan. emang sih kalo disni ada juga seperti itu.cuman ya itu sekitar 5-10 persen lah sikut-sikutannya kalo dalam suatu organisasi.kalo dsni kan ada kesamaaan pengen ikutan organisasinya,ya itu tadi samasama ingin melestarikan alam gituu. :kamu sampai kapan mau gabung di gp? apakah ampe menjadi seorang yang gimana? :yah target sih ampe kita ga ampe selama ini jadi ddc terus yah di gp terus ya tapi entar pasti kan naek entah kemana jadi apa gimana-gimana. :harapan kamu tetep di gp? :tetep.harapannya sih jadi koordinator apa gitu, entah itu koordinator volunter atau logistik.jadi seperti itulah. :kalo menurut kamu, kondisi kehutanan di indonesita gimana? :menurut saya kseluruhan ya alam di indo sudah segitu parah. Kalo saya bilang, karena kan yang tadi itu, pencemaran lingkungan itu yang sangat banyak skali. saya liat di jakarta aja ya, di jakarta udaranya udah kotor, udah gitu kesadaran masyarakatnya yang kelas menengah ke atas dan sebagainya dan kelas menengah ke bawah itu sangat parah skali. Kesadaran tentang lingkugnanya. Kalangan menengah ke bawah itu merusak dengan membuang sampah di kali sering menyedot apa menyedot air tanah secara sering. mereka kan sering banget pake jet pam itu penyedot air tanah.ini karena saya liat sendiri si perkampungan ya, perkampungan menteng deket sekolah saya. nyedot air tanah mereka sering banget gitu .udah gitu mugnkin air juga ga kira-kira. cuci berapa kali bilas airnya dibuang ke kali. nah menengah ke atasnya, dari pemborosan energi yang mereka lakukan.seperti menyalakan ac buang sampah juga seperti itu. dan kesadaran mereka akan krisis energi juga masih kurang. Karena mereka pikir mereka punya uang, jadi ya bisa beli, ada juga pemborosan barang-barang yang mereka beli juga seperti itu.nah karena itu kita merusak alam kita kan.jadi energi kita dieksploitasi besar-besaran.terus pencemaran air sungai.dan juga dengan megnkn air tanah,ekosistem tanah yang ada dsni jadi terganggu.seperti yang kejadian dimana kemaren, umm, di plaza indonesia :hah? :yang gedung nya agak miring kan terus balik lagi.itu kan dikarenakan itu juga.itu karena salah satunya dari itu.ditambah lagi daerah-daerah di hutan-hutan msalnya.sering saya kan ddc gini kan campaign sama orang-orang ada juga orang yang dari kehutanan, yang dari guide-guide hutan, mereka tu yang sering kelilingkeliling hutan, masuk keluar hutan di indonesia. Mereka sering ngeliat hutan kita tuh
134
P F
P F
P F
P F P F
P F P
udah parah banget.dari sekian banyak yang mereka lihat, kebanyakan seperti itu dan mereka bilang gp lebih aksi lah, gerak disana sini gerak cepet malah mereka nyuruh gp untuk bergerak cepat untuk apasih,umm, lebih mengkampanyekan hutan yang lain gitu. Jadi seperti itu.ya ini sih bukan paranoid ya.bukannya apa ya.dari saya aja udah sering denger orang yang sering terjun langsung ngeliat hutan-hutan seperti yang kerjaannya survei dari dephut dan lingkungan hutan-hutan,itu yang lebih parah juga tentang hutan kita yang parah gini-gini terus ada juga yang dari guide-guide pemandu wisata hutan mereka bilang udah sangat parah.seperti itu dan yang saya bilang menurut saya ya sangat parah. :kamu dapet informasi semacem itu, dapet info langsung dari gp atau kamu update sndiri gimana? :updatenya saya lakuin dari saya baca buku kemudian update juga dari campaigner juga dari kntor kemudian baca juga dari internet. terusnya saya juga berddc gini, campaign sama orang sering ketemu orang juga yang peduli dengan lingkungan yang tau tentang lingkugnan, akhirnya sharing lah tukar informsi gini-gini dapetny dari itu. Tapi ya seringnya dari buku-buku yang saya baca. :buku-buku apa? :buku-buku tentang produk domestik hijau, kapitalisme versus lingkungan kemudian ada banyaklah gitu. Dari buku-buku wacana itu kebanyakan.yang lain dari buku-buku gp juga.dari buku-buku memasak iklim, terus bagaimana batubara itu berasal dari situ sih.baca dari buku energy revolution.ya dari situ. :nah kalo menurut kamu,energi di indo gimana? :energi indo hubungannya dengan batubara. kalo saya liat energi di indo ya terpatoknya sama batubara ya.udah gitu kan dsni juga kayanya hutan kita juga rusak dikarenakan penambangan batubara tersebut karena penambangan juga mnyebabkan kerusakan lingkungan pencemaran udara dan air juga.kemudian ya itu,terpaku sama batubara.aja energi kita, tapi sekarangkan lagi dicoba nih energi dari panas bumi.energi panas bumi itu juga masih belum tau mngetahui lebih dalam lagi mengenai energi panas bumi.itu dampak-dampaknya apa, penyebabnya nanti atau dampak lingkungan kedepannya apa. jadi saya blom tau banget tentang panas bumi.ya itu dia.smpai saat ini juga saya belom tau mngenai itu karena itu kan digali tuh tanah kita ampe dalem kan .blom tau juga energi pnas bumi itu.tapi ya dengan menggali itu sbnrnya sudah merusak sih. :jadi menurut kamu sndiri,kamu udah yakin belum sama solusi yang ditawarin gp? :Kalo saya,yang ditawarin sama gp,ya saya yakin. :Cuma masih abu-abu atau gimana? : yang investasi tenga terbarukan yang kegunaan tenaga matahri dn tangaa angin.jadi ya salah satu hambatannya ya. Cuma itu dia investasi dananya.gimana caranya supaya indo dapet investasi untuk dana tenaga terbarukan tersebut.dan juga mulai apa ya, bikin pengkajian nilai-nilai dari energi terbarukan itu seperti yang ada di jepang. disini kan belum ada, energi terbarukan.ya itu dia salah satu jalan kluar dari pemerintah, seperti itu.tadi kamu bilang yang biotermal, masih yakin ga yakin. iya karena kan panas bumi apa ya kaya ngeruk tanah gitu ampe ke dalem kan itu.ngeri juga sih.takutnya bolong.jadi ya setengah2 kalo untuk yang biotermal itu. tapi kalo untuk yang energi solar, solar pannel sama tnaga angin itu saya 100 persen yakin. tapi kalo untuk panas bumi, saya masih agak-agak gimana juga, masih karena itu kan digali ampe dalem kan.jadi ya ngerinya gitu. takutnya entar malah kluar mahluk jadijadian.hhe. : kalo dari kamu sndiri,ada hambatan-hambatannya gitu ga? : hambatan apa? : ya kaya misalnya proyek energi terbarukan panas bumi,menurut kamu,hambatannya apa?
135
F
P F P F
P F P F P F
P F P F P F P F
P F P F P F P
: ya kalo panas bumi, saya belom tau juga perkembangannya apa ya. belum terlalu ngedalemin juga. Tapi kalo masalah tenaga surya sama itu pasti ada hambatannya.tapi kalo energi panas bumi karena pasti ada hambtannya juga lah. entah itu dari pejabat-pejabat kita.kan kebanyakan mereka juga maen-maen di daerah skitar batubara.kalo misalnya dialihkan kemana, kaya energi panas bumi ataupun tenaga matahari, itu jatahnya mereka untuk memperoleh duit dari batubara akan kurang. Seperti itu.merek pasti lebih stuju sama nuklir.ckarena mereka bisa mengalihkan penambangan mereka ke nuklir. ke penambangan uranium dari btubara. karena mereka sama-sama pertambangan, masih satu jalur. kalo panas bumi kan yang mengelola ya itu energi itu, bahan dasarnya dari situ. : kalo panas bumi.ga ada turunanya yah? : ga da turunannya,ga da pemasok energinya.pemasok energinya dari panas bumi itu tersebut. : nah kalo misalny menurut kamu, untuk kbijakan pengiritan sekarang gimana?kbijakan tentang ini,krisis energi? : iya.kbijakannya ya masih kalo saya bilang dari angka 1-100,masih 25.masih blm ada apa ya, kaya sekarang aja kan krisis energinya masih ditutup2in sama pemerintah.masih blm ada transparansi ke masyarakat, ada apa dengan listrik di indo. Bilangnya ya krisis energi, krisis energi doang.ga di jelaskan ke masyarakat sebenarnya berapa sih cakupan listrik yang cukup untuk indo ini dan berapa yang diperlukan dan berapa yang tersedia dan gimana caranya untuk agar bisa dapetin yang cukup gitu.cuman ya itu dia, pemerintah masih belum transparan ke masyarakat. : berarti pemerintah blm terbuka aja gitu? : mereka masih menyembunyikan tentang krisis energi ini kalo saya bilang. : yang sedang gp perjuangkan tuh untuk menekan pemerintah untuk ngebuka semua itu atau gimana? : bukan.kalo saya bilang gp itu mendesaknya untuk melakukan revolusi energi yaitu mulai mengadakan tenaga terbarukan nah kalo misalnya yang dari hutan-hutan itu, :yang keliatan kalo ngehambat apa? :ya itu dia dari elemen pejabatnya, dari pemerintahnya dan juga dari masyarakatnya. Pasti ada juga masyarakat yang menentang untuk mugnkin energi yang terbarukan. seperti itu. :balik lagi nih,waktu dulu pas msuk ke gp pertama kali, masuknya tu darimana daftarnya? : kalo saya waktu itu dari internet.dari websitenya gp. : daftar buat jadi ddc? : iya,saya apply terus ya dipanggil. : terus? : ya mulai training sterusnya.ditanya dulu kenapa alesan masuk gp. : jawaban kamu apa? : ya karena ini.50 persen karena idealis,50 persen lg karena finansial.saya bilang gitu.terus ya saya dsni karena saya sejalan dengan gp, lsm atau organisasi yang saya suka ya emang gp.satu-satunya yang saya suka dibandingkan yang lain-lainnya.ya itu dia. terus ya mlai training mulai dikasih pelajaran gitu, visi misinya gp lah gitu , terus ya mulai selama berapa hari ya,tiga hari apa dua hari waktu itu. belajarnya tentang kmpanye-kampanye gp , tujuan-tujuan dari gp.terusnya mulai sosialisasi di jalan. : berarti kamu udah gabung berapa lama? : delapan bulan. : bareng sama dita sama yang lain? : oh dita udah 1 tahun. : kalo dari perjalanan slama 8 bulan ini udah ada kerasayan ga ? : kerasayan ya..hmm, : iya,maksudnya apakah ada yang ga sepaham dalam prosesnya?
136
F
P F
P F
P F P F
P F
P F
P F P F P F P F P F P F P F
: kalo dari saya sih,kayanya dari ini masalah pendanaan ya.harusnya dari gp asia itu seharusnya dana tuh disatukan aja. jangan negara ini buat ini-ini gitu.indo buat indo.jadi ya buat apa,disatukan aja.misalnya ada apa, aksi langsung dari turun dari sana gitu. saya masih ragu sama pendanaan. kayanya gp udah ga perlu melakukan fund driving lagi kalo saya bilang. cukup dengan sosialisasi aja ke masyarakat , tetep berjalan,tapi tidak harus dengan target yang apa ya, dengan hrus ikut dibebani target. targetlah gitu, sebulan segini atau sminggu segini. Karena menurut saya,gp tuh dengan ada uang sgni,ya udah gitu. apalagi kan udah berjalan gitu.udah ga usah ambil uang yang terlalu banyak lagi. harusnya yang sudah berjalan ini ya sudah gitu.maksudnya ya fund driving perlu,tapi ya sesekali aja gitu. :pake dukungan dari supporter aja gitu dananya? :iya,dengan dkungan suporter, suara dan finansial juga hrusnya ya finansial perlu juga, cuma ga usah digenjot abis-abissan.maksudnya dibawa dengan santai.apalagi kan dengan banyak saldo yang masih tersisa di anggaran kan seperti itu kalo saya bilang. :kalo dari divisi masing-masing,apa yang mereka perjuangkan,itu sejalan ga? :oh iya,kalo itu sejalan.kalo solusi dan visi misi gp, sampai sekarang saya masih yakin.sama gp. saya tambah yakin disana banyak kmajuan-kemajuan. tanggapan positif dari masyarakat. terus ya banyak positifnya lah disana lah. :sejak menjadi ddc,ada yang brubah ga dsni? :apa ya,lebih peduli care aj sama lingkungan gitu. :contohnya? :contohnya ya tadinya apa ya kaya buang sempah sembarangan, jadi lebih berkurang.terus coba lebih hemat energi hemat listrik karena saya tau energi kita ini kaya gimana, dapetnya darimn.ya kaya gitu. :kalo posisi kamu di rmh, kamu membawa diri kamu sebagai gp atau sebagai kamu aja gituu?identitas kamu spt apa kalo di rmh? :kalo di rumah sih ,rata-rata ya kaya di gp juga.kan saya tinggal sndiri , tinggal misah sama ortu. kalo di rumah gitu, di daerah rumah saya, banyak yang belum tau tentang gp. : terus kamu maenin peranan kamu sebagai ddc ga? : paling peranan saya ya saya lebih care sama lingkungan kaya misalnya saya sering ngeliat aer tu dibuang-buang ,pasang keran terus aernya dibiarin kluar aj gitu ksel juga sih ngliatnya begitu, kadang kalo saya ngomelin juga lebih galak mereka.hhe.nah bapak-bapak gitu yang saya bilangin.yah pada bilang aer ini saya yang bayar.yaudalah saya bilang.ya kaya gitu kebanyakan,buang sampah ke kali. tetep aja :dimarahin?kamu tinggal dimana emang? :di daerah taman sari. :rumah sendiri dari mana? :itu dari bokap, :warisan.tinggal sendiri kamu? :sama ade sama sepupu juga jadi serumah gede dibikinin kos-kosan disana. :kamu umur berapa sekarang?25 kan ya?kapan nikah?hhe. :hhe,belom-belom. :pengalaman menarik selama jadi ddc apa? :pengalaman yang menarik waktu itu ketemu sama orang batan. pertemuannya cukup lama juga,hampir sejam. :dimana itu? :itu ngomongin tentang nuklir. :di? :di citos.dan dia itu salah satu public relationnya dari batan.jadi dia itu sosialisasi ke msyrkt tentang nuklir, tentang wkt itu kan mau buat.....ternyata batal,makanya dia
137
kesel banget sama gp.nah disitu terjadi apa ya.itu kan bulan puasa,kalo ga puasa itu dia udah tambah marah-marah kali. P :terus gimana itu ngobrolnya? F :ya dia tetep juga dkung gp dan yang smpet bkin saya bingung dia ngomogn gini kalo saya banyak yang nawarin saya dengan gaji yang besar di perusahaan-perusahaan lain.tapi saya tetap memilih batan karena saya ingin memajukan indo melalui nuklir walaupun gajinya kecil.jadi dia bilang gitu.ya saya juga bls bilang,saya juga sama.kalo saya kerja di perusahaan lain,gaji saya bisa besar,.tapi karena saya udah cinta lingkungan ya saya masuk gp. nah dsitu juga dia diem juga.hhe.tapi ya akhirnya kepotong sama adzan magrib buka puasa waktu itu.mau buka puasa.coba kalo ga buka puasa,ya terus aja itu ngobrolnya. P : sekarang kan kamu ddc,kamu bisa ngebedain ga mana orang yang gp mana yang bkan? F : gp dari sisi apanya ni?aktivisnya atau anak-anaknya ya? P :anak-anaknya F : ya dsni banyak,ada yang mementingkan idealisme mereka.dan disni juga ada yang mengejar ,materi.dan juga ada yang di kedua-duanya. ada yang ngejar materi dsni,ngejar uang gaji, dan juga ada yang mngejar sisi idealisme mereka.dan saya ada di tengah-tengah itu aja.bagian yang kedua,saya liat itu dari anak-anak yang lain.kalo untuk yang volunteer, ya saya ga ngliat juga yang volunteer. P :kalo volunter itu kepisah ya? F :iya kepisah divisinya.cuman tetep sama.cuman jarang kerja bareng lah. P :kalo fungsi ddc itu apa sih? ddc itu fungsinya sosialisasi langsung ke msyrkt dan juga melakukan fund rising. P :kamu dibebankan oleh target-target pencapaian dana ya? F :ya ada juga sih terbebani,tapi ya dibawa santai aja.ga usah dipusingin. P :kalo targetnya ga kesampean,gimana? F :sampai saat ini sih belom.tapi ya paling dagdigdug sih tkut diomelin.cuman ya dsni kan ada trget bulannanya juga.yang pnting trget bulanannya tercapai. P :kalo diomelin,diomelin sama siapa? F :diomelinnya ya paling kaya mana nih kok cuma segini.tapi ya selama ini sih ga pernah di bawah target ya.ga prnah do bawah stanndard lah.lancar-lancar terus. Karena smpai saat ini masih ada terus yang mau jadi suporternya gp. Ya min 18-20 lah per bulan. P :sehari satu kali ya? F :iya,sehari satu.pasti ada.tapi ya kadang juga sehari satu ga dapet.tapi sekarang sehari ada yang dapet tiga dapet dua.kaya gitu.wah rame ya.iya hhe. P :kalo sebagai ddc,nilai apa aja yang hrus dipegang?sebagai orang ddc,apa nilai yang hrus dipegang?yaa kalo ga sebagai gp aja. F :oh kalo sebagai gp, jadi kalo msalnya mau ngerokok, karena saya kan negroko juga, jangan pake atribut gp lah.kalo jalan-jalan juga jangan pake atribut gp. mau itu kaos atau apanya lah.mau ke mall atau kemana ya jangan pake kaos gp lah kalo saya gitu.soalnya yang jelek dengan lingkungannya tu anak-anak gp nya.bukan gp nya.jadi kalo misalnya ada yang mau jalan-jalan keluar, ke mall pke tas plastik trs pke bju gp.wah itu jadi terganggu aj.karena si baju itu dan orang itu.kalo saya bilang sih ya yang tadi,seterusnya kaya gitu.nah kan kamu udah tau tuh solusi untuk energi. P :menurut kamu,apa yang hrus dilakukan oleh pemerintah?tindakan apa yang hrus pemerintah ambil? F : gini,jadi pembatasan energi yang dipakai oleh tiap masyarakat.jadi slam ini kan cuma himbauan-himbauan, tetapi lebih diperingatkan lagi lah.yang agak lebih gimana gitu.jadi per rumah itu dengan sbesar ini batas listriknya berapa.dengan aturan-aturan seperti itu jangan anak-anak orang kaya tuh seenaknya aja mentang-mentang bisa bayar kan. soalnya penggunannya berlebihan jadi yang lainnya malah ga dapet
138
P F
P F P F
P F
P F
ntar.spt itu.dan juga mlai menginvestasikan dana untuk energi yang terbarukan.walaupun sedikit-sedikit. cuma kan yang pnting ada usahanya.jadi ada keseimbangan antara batu bara dan energi terbarukan.jadi nanti lama-lama batubara itu terhapuskan dan mlai beralih ke energi terbatrukan melalui investatsi itu.ya kalo saran dari saya sih itu.sama-sama aj kaya gp sebetulnya.hhe. :nah kalo kamu liat dari gp dari dulu sampe sekarang udah ada perubahan? :kalo yang masalah energi sih saya liat blm ada. Karena pemerintah masih menolak untuk invest tenga terbarukan tersebut.masih nol lah tanggapan pemerintah.tapi kalo untuk masalah hutan sih bnyak,banyak prkembngan positifnya.kaya program ekoforestri yang berjalan di papua,dan lain-lain, kalo untuk masalah hutannya berjalan.terus kalo untuk masalah nuklirnya kan selesai.iyaya,gajadi ya. :terus kamu ada unek-unek tentang gp ga? :biasanya blm ada sih. :selama 8 bulan? :ya paling kalo saya bilang sih,bukan gp nya yang slah.top orang-orangnya yang salah.seperti manajemnennya.seperti aturan menejemennya.apa ya.lupa saya. kalo lg kesel sih inget.hhe.harusnya antara volunter sama ddc tuh digabung.bukan dipisah.akhirnya timbul juga seperti iri-irian.karena ddc digaji sementara volunter ga.mereka merasa kalo mereka bener-bener aksi sementara kita hanya sekedar fund raising.padahal mereka harusnya juga tau kalo gp tuh tiap hari aksi.soalnya ya tiap hari kena cacian dan sebagainya itu ya ddc.tapi ya saya juga menghargai volunter sih.karena sempet juga kan ada yang berjuang ampe ditangkep. Ya kita sama-sama sebagai ujung tombak dari gp lah.tapi jangan saling melecehkan. :emang ada yang kaya gitu yah? :jadi ya gini nih.volunter tuh ngeliatnya kita ddc seperti fund raising aja, karyawan, padahal kita sebagai ddc juga kan kampanye ke mal ke mal, kampus ke kampus, jalan ke jalan, di new zealand malah dari rumah ke rumah, kalo disini belom, ada anjing kali.hhe.jadi ya selama ini masih kurang penghargaan antara masing-masing ddc dengan volunteer. :Terakhir,jadi kamu masuk gp karena memang kamu ingin jadi aktivis ya. :iya
Responden Tanggal Setting Wawancara
: AF : 12 Agustus 2009 : Bagian dapur dari kantor Greenpeace Asia Tenggara, saat itu kantor masih sepi,
A : gimana, gimana P : mas AF kan khususnya tentang energi. Bagaimana perspektif mas tentang energi A : Perspektif saya tentu perspektif gp yaa..jadi, kalo dalam ,kalo kita bicara energi di indonesia tidak bisa dipisahin dari iklim dan energi, kehutanan sebenernya nyambung sama iklim, tapi luas aja.. dalam konteks iklim, menurut banyak laporan yang keluar baru-baru ini ataupun sebelumnya..berdasarkan bukti-bukti juga, Indonesia merupakan salah satu Negara yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim..ee..secara geografis..kenapa Indonesia itu rentan..karena Indonesia itu Negara kepulauan kan..yang terdiri 17.000 pulah..nah..ee..salah satu dampak perubahan iklim itukan kenaikan permukaan air laut..nah itu menyebabkan Negara kepulauan seperti Indonesia ini sangat rentan..dengan hilangnya pulau-pulau kecil..terus..secara dampak-dampak lainnya yaa..sudah banyak dialami di Indonesia ini..mulai dari bencana-bencana yang diduga akibat perubahan iklim semakin sering terjadi, kaya banjir, tanah, longsor, kekeringan, merebaknya penyakit tropis yang diduga, dipicu oleh perubahan iklim, karena perubahan pola cuaca ga jelas, sekarang bulan agustus, harusnya masuk musim kemarau, tapi daerah-daerah belum jelas, nah itu tanda-
139
tandanya, Nah, dampak-dampak luar biasa, kalo dalam konteks, korban jiwa dan finansial, dan udah terjadi di Indonesia uh,,penyebab perubahan iklim di Indonesia datang dari dua sektor, pertama dari sektor hutan, kan emisi gas rumah kaca penyebab perubahan iklim kan, indonesia di kawasan asia tenggara merupakan negara yang paling tinggi kontribusinya terhadap GRK, jadi 51% emisi gas rumah kaca di asia tenggara datang dari Indonesia, 75% GRK indonesia berasal dari hutan, nah sisanya dari energi, itu, nah, dalam konteks energi, meskipun indonesia sudah dikatakan sebagai negara yang paling rentan terhadap perubahan iklim, bencanabencana sudah terjadi, pokonya dampak perubahan iklim sudah terjadi di Indonesia, tapi saat ini belum ada langkah-langkah kongkret pemerintah untuk mengurangi emisi dari sektor energi, bukannya mengurangi, alih-alih pemerintah justru membuat kebijakan-kebijakan yang membuat emisi GRK dari sektor energi malah bertambah, misalnya kebijakan pemerintah yang sangat menggantungkan pasokan energi, listrik kita dari pembangkit listrik batubara, ini yang paling parah, kenapa, karena batubara ini adalah bahan bakar fosil yang kontribusinya terhadap GRK paling besar, secara global dia yang paling besar, di Indonesia dia yang paling besar, jadi dengan menggunakan batubara, dengan tergantung dengan batubara maka emisi GRK dari Indonesia akan semakin meningkat, bukannya mengambil kebijakan-kebijakan yang mengurangi GRK, tapi justru pemerintah itu, dengan alasan kita mengalami krisis listrik, krisis energi, jadi pemerintah bangun, ada namanya proyek pembangunan percepatan listrik tenaga uap 10.000 mw, batubara tuh, batubara dimana-mana, 10 di jawa, 25 di luar pulau Jawa, GP sadar betul Indonesia itu memerlukan listrik, tapi permasalahannya, jangan sampai upaya-upaya kita untuk memenuhi kebutuhan energi dan listrik kita, mengorbankan keselamatan rakyat kita, keselamatan iklim kita, jangan sampai upaya kita memenuhi kebutuhan energi, tapi disisi lain mengorbankan upaya kita menguragi gas rumah kaca, sebenernya solusinya itu ada, di Indonesia, bagaimana kita bisa memenuhi kebutuhan energi kita tanpa tergantung sama energi fosil, seperti batubara, minyak, gas, dalam konteks itu untuk itu Greenpeace mengadakan sebuah research untuk melihat sebuah sekenario..umm..energi di Indonesia yang berkelanjutan dan terbarukan, sementara dalam konteks batubara, kan pemerintah selalu menggunakan argumentasi bahwa batubara bahan bakar murah, berlimpah di Indonesia dan mengenyampingkan, pemerintah selalu mengenyampingkan dampak-dampak negatifnya, Greenpeace melakukan research, ada di Indonesia juga, saya yang melakukan, ( sambil menunjukan buku ”Biaya Sebenarnya Batubara”) P : Ohh,,itu yang ada di websitenya juga ya, ini bukunya yaa A : Iyaa, ini saya, nah,,umm,,itu pemerintah itu tida mempertingkan, kalo di ekonomi itu ada istilah eksternalitas, nah pemerintah itu tidak pernah memperhitungkan eksternalitas negatif dari batubara, kalo itu diperhitungkan maka biaya batubara ini akan naek drastis dan tidak punya tempat lagi di tata kelola energi nasional, alhamdulilah, beruntungnya kita itu dikarunai sumber energi terbarukan yang bersih, yang melimpah, yang ramah lingkungan, di negara yang luas ini, alhamdulilahnya kita ga seperti Jepang, kaya negara pasifik, kita punya potensi energi bersih yang melimpah, kita negara tropis sepanjang tahun kita disinari surya, nah sepanjang tahun itu kita bisa memanfaatkan energi surya sebenernya, ya kalo mau, kalo pemerintah punya political will, sejauh ini engga, itu satu, banyaknya. Nah Indonesia itu terletak di ring of fire, cincin api, kenapa disebut itu, karena kita banyak sekali gunung apinya, nah,,potensi dari gunung berapi itu adalah panas bumi, itu luar biasa berlimah, yang sekarang tercatat, potensi panas bumi Indonesia itu, sekitar 40% dari potensi panas bumi dunia P : Iyaa? Di Indonesia aja? A : 40%, itu sekitar 27.000 mw P : Gede banget
140
A : Sangat-sangat besar, sayangnya sejauh ini yang dimanfaatkan oleh pemerintah itu baru sekitar kurang dari 5% P : Di Indonesia ada? A : Ada, di Kamojang, Wayah Windu, terus Darajat, Garut Jawa Barat, padahal potensi kita besar, Justru Filipina yang sudah memanfaatkan geothermal jauh lebih banyak dari Indonesia, padahal potensinya tidak sampai 50% kaya di Indonesia P : Mereka maksimalisasi yaa? A : Iya mereka memanfaatkan panas bumi, Indonesia meskipun potensinya sangat melimbah dan itu sangat ramah lingkungan, dan no emission, namun sejauh ini yang baru dimanfaatkan dari 27.000- 33.000 mw sebenernya, yang baru dimanfaatkan baru 1.030 mw P : Itu kira-kira kenapa mas? A : Karena tidak ada komitmen politik, tidak ada niat baik dari pemerintah untuk itu, karena tidak dukungan dari pemerintah maka harga panas bumi ini jauh lebih mahal dari batubara, katakanlah untuk membangun instalasi pembangkit listriknya memang dia (Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi) pertama lebih mahal, tapi setelah dia beroperasi, dia justru akan jadi lebih murah karena tidak membutuhkan batubara, ga ada transportasinya, kalo batubara itu..mungkin bangunnya lebih murah , tapi sepanjang sampe PLTUnya ini mati..ga beroprasi lagi..terus membutuhkan biaya..kenapa ga itu (maksudnya Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi), itu kompleks tuh, tidak ada komitmen politik dari pemerintah, gampangnya ginilah, kenapa pemerintah masi keukeuh pake batubara kalo orang sunda bilang, karena masih banyak sekali di pemerintahan SBY saat ini..yang..ee..pemerintahannya,menteri-menterinya, donatur kampanyenya SBY, Jusuf Kalla itu terlibat dalam industri batubara, industri besar itu..menteri energi itu punya perusahan-perusahaan batubara..tambang..dia terlibat..dia brokerlah, jadi bagaimana mungkin..ee..mereka itu mau mengurangi penggunaan batubara ini, karena inikan terkait dengan kepentingan ekonomi mereka..makanya kita selalu bilang..selama pemerintah masih dijerat oleh mafia energi..maka pemerintah tidak akan punya keberanian politik untuk mengembangkan energi terbarukan, itu masalahnya, itu satu surya panas bumi, terus dibeberapa wilayah di Indonesia, kecepatan angin kita itu rata-rata lebih kuat dari wilayah yang lain, itu potensial untuk tenaga angin, P : Kaya Nusa Tenggara ya A : Iya, daerah-daerah timurlah, terus mikro hydro, pembangkit listrik tenaga air yang skalanya kecil, terus biomassa, terus kalo penelitiannya dilanjutkan mungkin energi gelombang, itu kan ramah lingkungan, tapi sejauh ini engga, pemerintah justru untuk membangun PLTU batubara karena ya itu, duitnya banyak disitu, padahal argumennya kalo kita punya batubara melimpah, ga bener ko, kita no. 8 di dunia, sementara Cina dan Australia yang no.1 dan no.2 justru mereka tidak mengekspornya, kalo kita mengekspor batubara, terus gimana? P : Hmmm,,kalo masalahnya seperti itu, what should be done, menurut mas? A : Yang pertama pemerintah, pemerintahan baru ini sebenernya masih sama juga orangnya, harus punya komitmen politik, keberanian politik untuk lepas dari itu, selama itu ga ada, ga akan pernah kita bisa harapkan itu, yang ada hanya retorikaretorika SBY, ‘saya akan mengurangi efek rumah kaca, bla,bla,bla..’, ya itu dari sisi energi, kalo saya bicara hutan, lebih bahaya lagi, cuma omong kosong, banyak sekali kebijakan yang keluar beda sama komitmennya, SBY tahun 2008 dalam pertemuan G8 berpidato, ‘Indonesia akan mengurangi emisi gas rumah kaca’, eh, pada saat bersamaan menterinya ngeluarin kebijakan yang, misalnya menteri energi bangun PLTU, terus menteri pertanian membolehkan lahan gambut dibuka, menteri kehutanan,,bertolak belakang semuanya, itu kalo sisi hutan nantilah, sama mas Yuyun, Bustar, atau Joko, eeee…apa yang harus dilakukan pemerintah, yang pertama
141
P A
P A
P A
P A
P A
P A P A P
komitmen politik, pertama kita harus punya undang-undang sumber energi terbarukan, karena itu paying hukun untuk mengembangkannya, kalo kita sudah punya undang-undang, kita bisa menyelesaikan masalah, misalnya, kan permasalahannya macem-macem nih, harga listrik yang terlalu rendahlah dari panas bumi, jadi ga ekonomis, jadi ga ada yang mau masuk industri, karena biaya bangun lebih mahal daipada harga listriknya, terus bagaimana kita dapat mengurangi ketergantungan kita terhadap batubara, smenetara kita buka pintu untuk investorinvestor industri energi terbarukan, kenapa saya bisa bilang seperti itu karena pilipina aja, yang potensi energi terbarukannya sangat jauhlah dari Indonesia, karena dia punya undang-undang energi terbarukan, sekarang realisasi mereka di energi terbarukan sudah jauh lebih besar dari Indonesia, karena sudah ada pijakan hukumnya, yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan terkait dengan itu, : Kalo dari sisi society, masyarakatnya, apa yang mereka bisa lakukan ? : Nah kalo dari masyarakat, sebenernya masyarakat sudah berjalan sekian lama tanpa intervensi pemerintah, sekarang di Indonesia ini yang baru mendapatkan listrik itu baru sekitar 59%, dan itu fokus di Jawa, Madura, Bali, kalo kita pergi Kalimantan, Sumatara, Papua, listrik parah, sekitar 40% masyarakat Indonesia belum mendapatkan listrik, akhirnya mereka memenuhinya dengan genset, : Microhydro, : Nah, ada juga, yang dipedalaman-pedalaman yang punya sungai kecil mereka membangun microhydro, itu insiatif-inisiatif lokal yang dibangun, dalam konteks Indonesia, negara kepulauan ini, pembangkit listrik terpusat, istilahnya itu Jamali interkoneksi, sistem intergrid seperti ini, sistem terpusat kaya gini, sementara kita punya pulau-pulau yang lain loh, seharusnya pengembangan energi listrik di negara seperti Indonesia ini, disesuaikan dengan karakteristik masing-masing pulau, karakteristik sumber energi masing-masing pulau, misal di NTT yang cocok tenaga angin, ya kembangkanlah yang tenaga angin itu. : Umm,,,kalo dari mas nih, apa yang mas sodorkan kepada masyarakat tentang energi? : Kalo kita sih, kalo saya sendiri, kalo untuk kampanye energi terbarukan, kita harus dimulai dari pemerintah, ga bisa dari masyarakat, kalo dari masyarakat sendiri, kita kampanyenya kapanye antibatubara, karena masyarakat merasakan dampaknya, kaya di Cilacap kan, : Terus dari GP, untuk kampanye batubara? : Kalo kemaren kan kita masih fokus di, istilahnya di hilirnya, di PLTUnya, kita bentuk anti-coal community, masyarakat anti batubara lah ya, tapi itu kemaren itu masih fokus di pembangkit listrik, kedepan kita juga akan melihat kehulu, ke pertambangan, karena masalahnya juga banyak di sana, jadi sepanjang rantai istilahnya itu chain of custody, sepanjang rantai pemanfaatannya batubara itu, mulai dari pertambangannya, sampei pembangkit, dampaknya luar biasa, damapak sosial ekonomi, dampak lingkungan, dampak kesehatan, : Waw,fotonya serem-serem amat (mas A,memperlihatkan isi buku) : Iyaa, cepat atau lambat hal ini akan terjadi di Indonesia, kalo kita masih berpaku sama batubara, Next step, kita berusaha mendesak pemerintah untuk merancang undang-undang energi terbarukan, jadi kita bergerak dari tingkat akar rumput, tingkat nasional , dan entar di tingkat internasional juga nanti kita akan membangun aliasnsialiansi, : Untuk ini udah kerja sama, siapa aja? : Koalisi anti-batubara, anti coal coalition, itu tuh WALHI, JATAM, SDE dan IESR, tapi yang terakhir ini ga aktif, :Makasi mas, : Sip, ini baca-baca aja dulu : Sip
142