ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KURS RUPIAH SEBELUM DAN SETELAH DITERAPKANNYA FREE FLOATING EXCHANGE RATE SYSTEM
Oleh : Dede Misbahudin 104081002568
JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H / 2008
CURRICULUM VITAE
Dede Misbahudin Tlp/Hp : (0251)682602 / 08567890535
[email protected]
Identitas Nama
: Dede Misbahudin
Tempat, tgl lahir
: Bogor, 14 Desember 1985
Jenis Kelamin
: Laki-Laki
Agama
: Islam
Motto Hidup
: Mencari dan memberikan yang terbaik
Alamat
: Kalong Dagul RT. 02/04, Desa. Kalong Sawah, Kec. Jasinga, Kab. Bogor 16670
Pendidikan Formal
1992-1998 : Sekolah Dasar Negeri 03 Kalong Sawah Jasinga, Bogor
1998-2001 : Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri (SLTPN) 1 Cigudeg, Bogor
2001-2004 : Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Jasinga, Bogor
2004-2008 : Jurusan Manajemen Keuangan Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pengalaman Organisasi
Ketua 1 OSIS SMAN 1 Jasinga
Humas DKI Jaya Alumni ROHIS SMAN 1 Jasinga (Al Roja)
Ketua Dewan Pimpinan Fakultas Partai Intelektual Muslim (PIM)
Staff. Kemahasiswaan BEM FEIS
Staff. Kerohanian BEM FEIS
Kord. Bidang HUMAS BEM FEIS
Staff. Pengembangan Ekonomi KAMMI UIN Jakarta
Staff. Sosial masyarakat KAMMI UIN Jakarta
Dewan Kesejahteraan Sekretariat KAMMI UIN Jakarta
Forum Silaturahim Anbim-Alumni ORBIT (FSAA ORBIT)
Asst. Mentor MHMMD Training Center
ABSTRACT The research analyzed factors that effect the fluctuation of Rupiah exchange rate against US dollar before and after the implementation of free floating exchange rate system which include export, import, inflation, interest rate (SBI), GDP and money supply (M1) using ARCH GARCH methode. the data which used in the research a three months data started at the first three months in 1990 until the second three months in 1997 then started again at the fourth three months in 1997 until the first three months in 2005. Result of this research shows that before the implementation of free floating exchange rate system export, import, interest rate (SBI), GDP and money supply (M1) significant simultaneously for fluctuation of rupiah. Result of this research convenient was the theory from Hamdy Hady (2006). Partly only export, import, and money supply (M1) that effect significant for the fluctuation of rupiah. Result of this research difference was the theory from Adwin Surya. A (2002) that say only money supply significant simultaneously for the fluctuation of rupiah. After the implementation free floating exchange rate system export, import, inflation, interest rate (SBI), GDP and money supply significant simultaneously for the fluctuation of rupiah. Result of this research convenient was the theory Hamdy Hady (2006). Partly only export, import, GDP and money supply (M1) that significant for the fluctuation of rupiah. Result of this research difference was the theory from Adwin Surya. A (2002) that say only money supply significant simultaneously for the fluctuation of rupiah. Key word: Exchange rate, export, import, inflation, SBI, GDP, M1.
ABSTRAK Penelitian ini menganalisis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kurs rupiah terhadap dolar Amerika sebelum dan setelah diterapkannya free floating exchange rate system yaitu ekspor, impor, inflasi, suku bunga (SBI), GDP dan Jumlah uang Beredar (M1) dengan menggunakan metode ARCH GARCH. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data triwulanan yang dimulai pada triwulan pertama tahun 1990 sampai dengan triwulan ke dua tahun 1997 dan dimulai kembali pada triwulan ke empat tahun 1997 sampai dengan triwulan pertama tahun 2005. Hasil penelitian menunjukan bahwa sebelum di terapkannya free floating exchange rate system ekspor, impor, inflasi, suku bunga (SBI), GDP dan jumlah uang beredar (M1) secara simultan berpengaruh signifikan terhadap nilai tukar rupiah. Hasil ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Hamdy Hady (2006). Secara parsial hanya ekspor, impor, dan jumlah uang beredar (M1) yang berpengaruh secara signifikan terhadap nilai tukar rupiah. Hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Adwin Surya. A (2002) yang mengatakan hanya jumlah uang beredar yang mempengaruhi nilai tukar rupiah. Setelah diterapkannya free floating exchange rate system ekspor, impor, inflasi, suku bunga (SBI), GDP dan jumlah uang beredar (M1) secara simultan berpengaruh signifikan terhadap nilai tukar rupiah. Hasil ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Hamdy Hady (2006). Secara parsial hanya ekspor, impor, GDP dan jumlah uang Beredar (M1) yang berpengaruh secara signifikan terhadap nilai tukar rupiah. Hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Adwin Surya. A (2002) yang mengatakan hanya jumlah uang beredar yang mempengaruhi nilai tukar rupiah. Kata Kunci : Kurs, ekspor, impor, inflasi, SBI, GDP, M1.
KATA PENGANTAR Segala puji hanya milik Allah dan kepada-Nyalah tempat memohon pertolongan serta ampunan. Aku berlindung kepada Allah dari kejahatan jiwaku dan keburukan amal perbuatanku. Barang siapa yang diberi petunjuk Allah, maka tak seorangpun yang dapat menyesatkannya. Dan barang siapa yang di sesatkanNya maka tak seorangpun yang dapat memberinya petunjuk. Aku bersaksi bahwa tiada Illah kecuali Allah yang tiada sekutu bagi-Nya dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan rasulnya. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah padanya dan keluarganya, sahabatnya juga kepada para pengikutnya yang baik hingga akhir kelak. Skripsi ini ibarat sebuah gedung yang dirangkai dari berbagai bahan bangunan, yang dibangun oleh seseorang yang memiliki kepedulian tentang betapa penting dan berharganya sebuah ilmu. Oleh karena itu, dipenghujung sapa ini, dilembar yang terbatas ini dengan segala kerendahan hati dan kebesaran jiwa, izinkan saya selaku penulis mengugapkan terima kasih kepada orang-orang yang Allah anugerahkan kepada penulis sehingga Skripsi ini dapat terwujud. 1. Kedua orang tua yang tak kenal lelah, mendidik dan mambesarkan. Yang selalu menyisipkan do'anya dalam setiap sujudnya, yang tak pernah bosan menadahkan tangannya kelangit memohon dan meminta, tetesan keringat dan cucuran air mata adalah saksi betapa tulus dan ikhlasnya mereka menjalankan amanah. Semoga apa yang mereka goreskan menjadi sebab turunnya rahmat-Mu, menjadi sebab gugurnya dosa-dosa mereka dihadapanMu, juga untuk keluarga tersayang ( kang eman, teh santi, AA miftah/abe, dan adikku yang manis Pipin) yang selalu memberikan warna dikala malam yang sunyi. 2. Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM, Ketua Jurusan Manajemen sekaligus Dosen Pembimbing I dan Ibu Titi Dewi, SE, Msi, selaku Dosen Pembimbing II, yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis sehingga skripsi ini dapat tersusun tepat waktu. Dan semoga menjadi amal ibadah bagi ke dua-nya.
3. Keluarga besar Bpk Purn. Jend. TNI Feisal Tanjung khususnya Bunda Ida Feisal Tanjung yang telah memberikan bantuan dananya sehingga penulis bisa terus belajar di UIN Jakarta. 4. Pimpinan dan pengurus Yayasan Abadi Orang Tua Bimbingan terpadu (YAAB ORBIT) yang selalu memberikan nasihat dan bimbingan kepada penulis. 5. Keluarga Besar DPF FEIS, DPP PIM, dan KAMMI UIN Jakarta yang selalu memberikan warna dalam dunia pergerakan mahasiswa. 6. Keluarga besar BEM FEIS 2005 s/d 2007 dan LDK KOMDA FEIS. 7. Kawan-kawan kelas Manajemen e 2004 yang selalu berada dalam kebersamaan di kelas yang penuh dengan kenangan. 8. My Soulmatch ”Vanny Chelsea Widnanto” 061291-161107-311207 (Alm), yang selalu mengajarkan tentang ketabahan dan yang akan selalu ada dalam hati penulis meski sudah berada di dunia yang berbeda. 9. Adik-adiku di Fakultas Ekonomi , Oktaviani (Opi), Sari (Ai), Romi dan Deasy yang selalu menemani penulis saat-saat belajar di perpustakaan. Tak ada gading yang tak retak, bila ada langkah mambekas lara, ada kata merangkai
dusta, ada tingkah menoreh luka, mohon di maafkan segala
kekhilafan. Bila cinta karena Allah berpisah tiada gelisah, bila rindu karena yang satu bertemu selalu di tunggu, ukhuwah itu indah bila bertemu dan berpisah karena Allah semata. Terakhir penulis mohon maaf bila skripsi ini jauh dari rasa memuaskan. Namun, penulis dengan segala keterbatasan hanya bisa berharap mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya, karena sebaikbaiknya manusia adalah manusia yang dapat bermanfaat bagi manusia yang lain. Bogor,
April 2008
Dede Misbahudin
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR RIWAYAT HIDUP……………………………………..
i
ABSTRACT………………………………………………………...
ii
ABSTRAK.........................................................................................
iii
KATA PENGANTAR………………………………………………
iv
DAFTAR ISI………. ………………………………………………..
vi
DAFTAR GAMBAR………………………………………………..
viii
DAFTAR TABEL………………………………………………….....
ix
DAFTAR GRAFIK…………………………………………………..
x
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................
xi
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang …………..…………………………………..
1
B. Identifikasi Masalah…………………………………………..
6
C. Batasan Masalah…………….. ..…………………………….
7
D. Perumusan Masalah ………..……………………………….
7
E.Tujuan dan Manfaat Penelitian………………………………...
8
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori …………………………………………….
10
1.
Valuta Asing ………………………………………….
10
2.
Sistem Nilai Tukar …………………….………………
11
3.
Ekspor …………………………………………………
16
4.
Impor …………….………………. …….....................
17
5.
Inflasi………………………………………………….
19
6.
Suku Bunga …………………………………………..
23
7.
Tingkat Pendapatan Nasional (GDP)………………....
24
8.
Jumlah Uang Beredar…………………………………
24
9.
Nilai Tukar (Kurs)…………………………………….
25
10. Teori Kurs atau Nilai Tukar…………………………...
36
B. Penelitian Sebelumnya …………………………………….
28
C. Kerangka Pemikiran ………………………………………..
30
A. Hipotesis………….……………………………………….
33
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN B. Ruang Lingkup Penelitian ………………………………….
33
C. Metode Penentuan Sampel ……………………………….
34
D. Metode Pengumpulan Data………………………………..
35
E. Metode Analisis……………… …………………………..
35
1. Metode ARCH GARCH……………………………… .
35
2. Uji Asumsi Klasik……………………………………. .
39
3. Uji F (Uji Secara Simultan)……………….……………
41
4. Uji t (Uji Secara Parsial)………………………………..
42
5. Uji Koefisien Determinasi (R²)…………………………
42
F. Operasional Variabel……………………………………….
43
BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sejarah Perkembangan Kurs Rupiah………………………
47
B. Penemuan Dan Pembahasan………………………………
53
1. Deskripsi Data…………………………………………
53
2. Uji Asumsi Klasik…………………………………….
61
3. Uji F (Uji Secara Simultan)…………………………...
65
4. Uji t (Uji Secara Parsial)………………………………
68
5. Uji Koefisien Determinasi…………………………….
74
C. Interpretasi…………………………………………………
74
BAB V : KESIMPULAN DAN IMPLIKASI A. Kesimpulan……………………………………………….
77
B. Implikasi………………………………………………….
79
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………….
80
LAMPIRAN…………………………………………………………
83
DAFTAR GAMBAR Nomor
Keterangan
Halaman
2.1
Pergeseran Kurs Valas ………………….………………… 19
2.2
Inflasi dan Kurs Valas
2.3
Kerangka Berfikir ………………………………………... 32
……………………………….......
DAFTAR TABEL
22
Nomor
Keterangan
Halaman
4.1
Data variable 1 …………………………………………
53
4.2
Deskripsi Data 1…….. …… …………………………
54
4.3
Data Variabel 2 ………………………………………
57
4.4
Deskripsi Data 2 ……….. ……..……………………
58
4.5
Tabel Multikolinearitas 1……………………………
62
4.6
Hasil Output Pengujian Korelogram 1………………
62
4.7
Tabel Multikolinearitas 2……………………………
64
4.8
Hasil Output Pengujian Korelogram 2........................
65
4.9
Hasil Output Metode ARCH GARCH 1 …….……..
66
4.10
Hasil Output Metode ARCH GARCH 2…..…………
67
DAFTAR GRAFIK Nomor
Keterangan
Halaman
4.1
Fluktuasi Kurs Rupiah terhadap Dolar AS
4.2
Tingkat Inflasi
………
50
…………………….. ………...
51
4.3
Tingkat Suku Bunga ………………………………..
53
4.4
Uji Jarque-Bera 1 ...………………………………...
61
4.5
Uji Jarque-Berra 2....………………………………..
63
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Keterangan
1
Data Variabel
2
Data Variabel
3
Hasil Output Metode ARCH GARCH 1
4
Hasil Output Metode ARCH GARCH 2
Halaman
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Dengan berkembangnya ekonomi internasional yang semakin pesat, hubungan ekonomi antar negara akan menjadi saling terkait dan mengakibatkan peningkatan atas perdagangan barang maupun uang serta modal antar negara. Terjadinya perubahan indikator makro di negara lain, secara tidak langsung akan berdampak pada indikator suatu negara. Dengan diberlakukannya sistem nilai tukar mengambang bebas (free floating exchange rate system) yang dimulai sejak 14 Agustus 1997, posisi nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing khususnya dolar Amerika ditentukan oleh kekuatan pasar. Sejak diterapkanya sistem nilai tukar mengambang bebas atau floating exchange rate system di Indonesia yang di mulai sejak 14 Agustus 1997 nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika secara akumulatif telah terdepresiasi sebesar 48,7% sampai dengan Desember 2001. Kenyataan ini telah mengakibatkan perdebatan banyak ahli tentang sumber ketidakstabilan nilai tukar tersebut, apakah disebabkan oleh faktor ekonomi atau disebabkan oleh faktor non ekonomi. Pergerakan
nilai
tukar
rupiah
terhadap
dolar
Amerika
pasca
diberlakukannya sistem nilai tukar mengambang bebas terus mengalami kemerosotan. Pada bulan Agustus 1997 nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika sebesar Rp. 3.035/US$, terus mengalami tekanan sehingga pada Desember 1997
nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika tercatat sebesar Rp. 4.650/US$. Memasuki tahun 1998, nilai tukar rupiah terus melemah terhadap dolar Amerika menjadi sebesar Rp. 10.375/US$, bahkan pada bulan Juni 1998 nilai tukar rupiah sempat menembus level Rp. 14.900/US$ yang merupakan nilai terlemah sepanjang sejarah nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika. Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerka pada tahun 1999 melakukan recovery menjadi sebesar Rp. 7.810/US$, tahun 2000 kembali melemah menjadi sebesar Rp. 8.530/US$, pada tahun 2001 melemah lagi menjadi Rp. 10.265/US$, tahun 2002 kembali menguat menjadi Rp. 9.260/US$, tahun 2003 menguat menjadi Rp. 8.570/US$ dan pada tahun 2004 sebesar Rp. 8.985/US$. Pada tahun 2005, melambungnya harga minyak dunia sangat memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap meningkatnya permintaan valuta asing sebagai konsekuensi negara pengimpor minyak. Kondisi ini menyebabkan nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika dan berada pada kisaran Rp. 9.200 sampai Rp.10.200 per US$. Pada tahun 2004, asumsi nilai tukar rupiah dalam APBN ditetapkan sebesar Rp. 8.600/US$. Dalam realisasinya, rata-rata nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika selama tahun 2004 adalah sebesar Rp. 8.930, atau mengalami penyimpangan sebesar 3,5 persen. Demikian pula pada tahun 2005, dalam APBN asumsi nilai tukar rupiah ditetapkan sebesar Rp. 9.300/US$. Namun kenyataannya bisa menembus Rp.9.590/US$, atau menyimpang sebesar 3 persen. Pasar valuta asing yang sistem nilai tukarnya menggunakan sistem nilai tukar
mengambang bebas hanya dipengaruhi oleh tingkat pembelian dan
penjualan untuk mendukung perdagangan yang sebenarnya dalam barang dan jasa, akan mudah untuk memperkirakan kurs mata uang asing. Sayangnya, terdapat banyak kekuatan dan motif lain yang mempengaruhi pembelian dan penjualan mata uang. Arus modal jangka pendek dan jangka panjang serta pembelian dan penjualan. Spekulasi merupakan sumber yang besar dari penawaran dan permintaan akan mata uang asing. Nilai sebuah mata uang, yakni nilai tukarnya terhadap mata uang lain, tergantung pada daya tarik mata uang tersebut di pasar. Jika permintaan akan sebuah mata uang tinggi, maka harganya akan naik relatif terhadap mata uang lainnya. Akan tetapi, perubahan dalam kondisi politik suatu negara atau menurunnya perekonomian akibat laju inflasi yang tinggi dan defisit perdagangan, dapat juga mengakibatkan nilai sebuah mata uang yang stabil jatuh, karena para investor lebih memilih menukarkan uangnnya ke mata uang lain yang dianggap lebih stabil. Selama beberapa tahun ini Indonesia belum dapat menyelesaikan masalah perekonominya. Berbagai upaya telah dilakukan agar indonesia keluar dari krisis yang melanda sejak 1997, akibat penurunan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika. Hal tersebut sangat mempengaruhi semua aktivitas perekonomian seperti terjadinya kesenjangan antara sektor moneter dengan sektor riil yang semakin melebar, dari segi permintaan terjadi peningkatan untuk pembelian dolar dimana cadangan devisa yang digunakan untuk memasok permintaan tersebut sangat terbatas, adanya proyek-proyek yang sifatnya konsumtif, waktu jatuh
tempo utang swasta yang membengkak. Kondisi semacam ini semakin memuncak hingga rupiah terperosok pada titik yang terendah. Kenaikan laju inflasi di Indonesia mengakibatkan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika. Pada tahun 1997 laju inflasi sebesar 11,1%, diikuti pula tahun 1998 tingkat inflasi mencapai 77,36%. Inflasi terjadi akibat peningkatan para spekulasi terhadap nilai tukar serta melonjaknya permintaan pasar karena adanya ketidakpastian harga. Tahun 1999 tingkat inflasi relatif terkendali sebesar 2,01%, sedangkan pada tahun 2000 tingkat inflasi melonjak kembali melebihi angka yang telah ditargetkan sebesar 9,35%. Sementara itu tahun 2001 diperkirakan laju inflasi berada di level 4-6%, juga di tahun 2002 dan 2003 laju inflasi diperkirakan di level 7-9%. Upaya yang harus dilakukan untuk mengatasi tingkat inflasi di indonesia, pemerintah harus mempunyai suatu kebijakan yang dapat menekan tingkat inflasi dan menciptakan stabilitas moneter yang
merupakan
persoalan
struktural
dalam
perekonomian
indonesia.
Kesemuanya itu tidak mudah dan memerlukan kehati-hatian yang mendalam. Informasi mengenai faktor utama yang menyebabkan kenaikan laju inflasi sangat diperlukan sebelum pemerintah mengambil kebijakan yang tepat untuk menekan laju inflasi yang berlebihan. Peranan nilai tukar dalam perdagangan internasional sangat mempengaruhi apakah seorang investor, importir, pengusaha, maupun lembaga bisnis lainnya akan melakukan kegiatannya. Sebagai upaya untuk mengetahui bagaimana suatu nilai tukar valuta asing terbentuk, seseorang perlu memperhatikan aspek perubahan kurs, dengan demikian dapat mengestimasi arah dari perubahan kurs yang akan datang.
Menurut Hamdy Hady (2006:103), salah satu ciri era globalisasi yang menonjol saat ini yaitu adanya arus uang dan modal dalam bentuk valas atau foreign currency antara berbagai pusat keuangan di berbagai negara yang semakin besar dan cepat, seakan-akan mengalir tanpa mengenal kewarganegaraan pemiliknya dan tanpa batas wilayah (borderless). Aliran valas yang besar dan cepat untuk memenuhi tuntutan perdagangan, investasi, dan spekulasi dari suatu tempat yang surplus ke tempat yang defisit atau kondisi yang berbeda sehingga berpengaruh dan menimbulkan perbedaan kurs valas atau forex rate di masingmasing tempat. Di Indonesia, ada tiga sistem yang digunakan dalam kebijakan nilai tukar rupiah sejak periode 1971 hingga sekarang. Pada periode 1971 hingga 1978 dianut sistem tukar tetap ( fixed exchange rate) dimana nilai rupiah secara langsung dikaitkan dengan dolar Amerika Serikat ( USD). Sejak 15 November 1978 sistem nilai tukar diubah menjadi mengambang terkendali ( managed floating exchange rate) dimana nilai rupiah tidak lagi semata-mata dikaitkan dengan USD, namun terhadap sekeranjang valuta partner dagang utama. Maksud dari sistem nilai tukar tersebut adalah diarahkan ke sistem nilai tukar mengambang namun tetap menitikberatkan unsur pengendalian. Kemudian terjadi perubahan mendasar dalam kebijakan mengambang terkendali terjadi pada tanggal 14 Agustus 1997, dimana jika sebelumnya Bank Indonesia menggunakan band sebagai guidance atas pergerakan nilai tukar maka sejak saat itu tidak ada lagi band sebagai acuan nilai tukar. Namun demikian cukup sulit menjawab apakah nilai tukar rupiah sepenuhnya dilepas ke pasar ( free floating) atau masih akan dilakukan intervensi
oleh Bank Indonesia. Dengan mengamati segala dampak dari sistem free floating serta dikaitkan dengan kondisi/struktur perekonomian Indonesia selama ini nampaknya purely free floating sulit untuk dilakukan. Kemungkinannya adalah Bank Indonesia akan tetap mempertahankan managed floating dengan melakukan intervensi secara berkala, selektif, dan pada timing yang tepat. Menururt Indra Suhendra (2003), Dalam periode nilai tukar tetap (sampai tahun 1978) dan periode managed floating sampai dengan Agustus 1997 saat dimana kurs pasar dipatok dengan spread/pita intervensi (intervention band) antara batas atas dan batas bawah yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, fluktuasi nilai tukar sangat tidak berarti, karena adanya unsur intervensi dari pemerintah. Namun setelah tanggal 14 Agustus 1997 yaitu periode saat free floating ditetapkan bersamaan dengan periode krisis nilai tukar, fluktuasi nilai tukar menjadi semakin tak menentu. Berdasarkan penjelasan di atas, maka skripsi ini akan mencoba mengkaji pengaruh faktor-faktor yang di anggap mempengaruhi kurs rupiah yaitu ekspor dan impor, posisi Balance Of Payment (BOP), inflasi, tingkat bunga, tingkat pendapatan nasional (GDP) dan jumlah uang beredar terhadap dolar Amerika di pasar valuta asing sebelum dan setelah diterapkannya kebijakan sistem nilai tukar mengambang bebas di Indonesia.
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan pada latar belakang yang telah disebutkan di atas maka dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut:
1. Faktor makro ekonomi ( ekspor, impor, inflasi, SBI, Gross Domestic Product (GDP), jumlah uang beredar) dapat berpengaruh atas pergerakan nilai tukar mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. 2. Faktor penentuan fluktuasi nilai tukar merupakan suatu hal yang kompleks. 3. Krisis ekonomi dan perubahan sistem nilai tukar di Indonesia membawa dampak terhadap pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.
C. Batasan Masalah Dalam penelitian ini, penulis membatasi masalah penelitian hanya dalam hal menganalisis seberapa besar pengaruh dari ekspor, impor, inflasi, suku bunga, tingkat pendapatan nasional (GDP) dan Jumlah Uang Beredar terhadap nilai tukar rupiah di pasar valuta asing.
D. Perumusan Masalah Penelitian ini adalah merupakan penelitian yang bersifat pengujian teori tentang faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika di pasar valuta asing sebelum dan setelah diterapkannya sistem nilai tukar mengambang bebas di Indonesia. Berdasrkan penjelasan yang telah dikemukakan di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah terdapat pengaruh secara bersama-sama atau simultan dari ekspor, impor, inflasi, suku bunga, tingkat pendapatan nasional (GDP) dan jumlah uang beredar terhadap nilai tukar rupiah di pasar valuta asing? 2. Apakah terdapat pengaruh secara parsial dari ekspor dan impor, inflasi, suku bunga, tingkat pendapatan nasional (GDP) dan jumlah uang beredar terhadap nilai tukar rupiah di pasar valuta asing?
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dan manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Tujuan Penelitian a. Menganalisis pengaruh secara bersama-sama atau simultan dari ekspor, impor, inflasi, suku bunga, tingkat pendapatan nasional (GDP) dan jumlah uang beredar terhadap nilai tukar rupiah di pasar valuta asing. b. Menganalisis Pengaruh secara parsial dari ekspor, impor, inflasi, suku bunga, tingkat pendapatan nasional (GDP) dan jumlah uang beredar terhadap nilai tukar rupiah di pasar valuta asing. 2. Manfaat Penelitian a. Bagi Penulis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan berpikir dan dapat di jadikan sebagai wadah untuk mengaplikasikan teori-teori
ekonomi dan manajemen keuangan. Khususnya tentang teori nilai tukar valuta asing yang telah dipelajari dalam perkuliahan. b. Bagi Investor Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu para investor dalam pengambilan keputusan investasi yang tepat, sehingga dapat memberikan tingkat return yang maksimal dan tingkat risiko yang minimal. c. Bagi Peneliti Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan pustaka bagi pengetahuan khususnya dalam bidang nilai tukar valuta asing dan keuangan, serta mudah-mudahan dapat di gunakan sebagai bahan pertimbangan dan tambahan informasi dalam melakukan penelitian selanjutnya. d. Bagi Pemerintah Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu pemerintah dalam pengambilan kebijakan ekonomi yang tepat guna mempertahankan stabilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori 1. Valuta Asing Menurut Hamdy Hady (2006:61) valuta asing (valas) atau foreign exchange (forex) atau foreign currency diartikan sebagai mata uang asing dan alat pembayaran lainnya yang digunakan untuk melakukan atau membiayai transaksi ekonomi keuangan Internasional dan yang mempunyai catatan kurs resmi pada bank sentral. Menurut Hamdy Hady (2006:62) ada tiga prinsip pokok dalam pasar valuta asing, yaitu sebagai berikut : a. Pengertian kurs jual dan beli selalu dilihat dari kepentingan/keuntungan pihak Bank atau money changer atau pedagang valas. b. Kurs jual selalu lebih tinggi daripada kurs beli atau sebaliknya kurs beli selalu lebih rendah daripada kurs jual. c. Kurs jual/beli suatu mata uang (valas) adalah sama dengan kurs beli/jual mata uang (valas) lawannya. Dengan kata lain kurs jual/beli dolar Amerika sama dengan kurs beli/jual rupiah. Perdagangan barang dan jasa, aliran modal dan dana antar negara akan menimbulkan pertukaran mata uang antar negara yang akhirnya akan timbul permintaan atau penawaran terhadap suatu mata uang tertentu. Importir dari Indonesia dalam transaksinya akan menggunakan mata uang asing dalam
pembayaran pada saat jatuh tempo, begitupula dengan aliran modal (capital inflow) yang masuk akan dikonversi menjadi mata uang domestik yang bersangkutan. Bursa atau pasar valuta asing menurut Hamdy Hady (2006:67) dapat diartikan sebagai suatu tempat atau wadah atau sistem di mana perusahaan, perorangan dan bank dapat melakukan transaksi keuangan Internasional dangan melakukan pembelian (permintaan) dan penjualan (penawaran) atas forex (valas).
2. Sistem Nilai Tukar Meurut Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia (2000) perkembangan nilai tukar rupiah secara garis besar sejak tahun 1970 dapat dibagi menjadi 3 periode sesuai dengan pemberlakuan berbagai sistem nilai tukar pada masing-masing periode. Dalam setiap periode tersebut pada dasarnya nilai tukar yang tercipta diharapkan akan selaras dengan arah kebijakan ekonomi yang diterapkan pada saat tersebut baik dalam aspek makro maupun mikro. Adapun sistem nilai tukar tersebut adalah sebagai berikut :
a. Fixed Exchange Rate System (Sistem Nilai Tukar Tetap) Sistem ini dilatarbelakangi oleh kekacauan kondisi ekonomi dunia pasca perang dunia ke dua. Tahun 1944 terdapat empat puluh empat negara bertemu di Bretton Woods, New Hampshire, Amerika Serikat yang kemudian menyepakati beberapa hal, diantaranya adalah : mensyaratkan suatu kurs yang baku antara berbagai mata uang terhadap dolar Amerika
Serikat, dan antara dolar dengan emas pada tingkat $ 35 per ons. Semua negara peserta akan menggunakan emas atau dolar sebagai bagian terbesar cadangan Internasional mereka, dan mereka berhak menjual dolar tersebut untuk mendapatkan emas dengan harga resmi di Federal Reserve. Bank sentral bisa melakukan intervensi demi menjaga keseimbangan cadangan valuta asing yang dimilikinya.
b. Managed floating exchange rate system Pada sistem ini bank sentral dapat melakukan intervensi ke pasar guna mempengaruhi pergerakan nilai tukar valas. Intervensi ini biasanya disebabkan karena pergerakan kurs valuta dipandang tidak menguntungkan bagi perekonomian negara tersebut. Menurut Miranda S.Goeltom dan Doddy Zuverdi (1998), Pada sistem ini nilai tukar rupiah diambangkan terhadap sekeranjang mata uang (basket of currencies) negara-negara mitra dagang utama Indonesia. Kebijakan ini di implementasikan bersamaan dengan dilakukannya devaluasi Rupiah pada tahun 1978 sebesar 33,6%. Dengan sistem tersebut, pemerintah menetapkan kurs indikasi dan membiarkan kurs bergerak di pasar dengan spread tertentu. Untuk menjaga kestabilan nilai tukar rupiah, pemerintah melakukan intervensi bila kurs bergejolak melebihi batas atas atau batas bawah dari spread. Perkembangan nilai tukar rupiah selama periode managed floating dalam pelaksanaannya mempunyai esensi yang berbeda-beda sesuai
dengan karakteristik perekonomian pada saat tersebut. Karakteristik tersebut berhubungan erat dengan seberapa besar Bank Indonesia mengendalikan nilai tukar tersebut dengan melakukan penekanan pada unsur managemen atau floating-nya.
c. Free floating exchange rate system Dalam sistem ini nilai tukar dibiarkan bergerak bebas. Pergerakannya sepenuhnya tergantung dari kekuatan penawaran dan permintaan di pasar. Bank sentral tidak melakukan intervensi ke pasar guna mempengaruhi nilai tukar mata uangnya. Menurut Adwin Surya A (2001) sistem nilai tukar mengambang bebas (free floating exchange rate system) adalah sistem nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang asing yang nilai tukarnya ditentukan melalui mekanisme pasar, yaitu melalui kekuatan tarik menarik antara permintaan dan penawaran terhadap valuta asing di pasar valuta asing pada waktu tertentu. Dengan kata lain, melalui sistem ini kecendrungan suatu mata uang mengalami apresiasi ataupun depresiasi relatif terhadap mata uang lainnya akan sangat bergantung pada minat pasar untuk memegang mata uang yang bersangkutan, tanpa adanya pembatasan maupun intervensi secara langsung dari pihak-pihak tertentu, termasuk intervensi langsung dari pemegang otoritas moneter suatu negara. Sama seperti nilai tukar yang lain, sistem nilai tukar mengambang bebas ini memiliki berbagai konsekuensi yang khas, baik yang positif
maupun negatif (Sloman dan Suteliffe dalam Adwin Surya A, 2001). Adapun konsekuensi positif (kelebihan) yang akan didapat oleh perekonomian suatu negara akibat menerapkannya adalah sebagai berikut : 1. Terjadi koreksi otomatis terhadap ketimpangan neraca pembayaran nasional, sehingga seringkali disebut stabilisator otomatis (automatic stabilizier). Otoritas moneter suatu negara membiarkan kurs mata uangnya berfluktuasi secara bebas menuju tingkat keseimbangan di pasar valuta asing. 2. Cadangan valuta asing suatu negara relatif utuh, dalam arti tidak digunakan untuk melakukan intervensi di pasar valuta asing demi stabilisasi kurs. Karena nilai tukar mata uang naional secara otomatis akan segera disesuaikan dengan tingkat nilai tukar di pasar valuta asing. 3. Relatif lebih memiliki daya lindung terhadap fluktuasi perekonomian dunia. Negara yang menerapkan sistem ini tidak akan terikat secara langsung terhadap suatu kemungkinan munculnya gejolak inflasi dunia yang tinggi. 4. Pemerintah memiliki kebebasan (otonomi) yang lebih besar dalam menentukan kebijaksanaan ekonomi di dalam negerinya. Artinya, pemerintah dapat secara bebas memilih berapapun tingkat permintaan domestik yang dikehendaki, dan dengan mudah membiarkan pergerakan nilai tukar menyelesaikan berbagai permasalahan yang terdapat pada neraca pembayarannya.
Sedangkan beberapa konsekuensi negatif (kekurangan) yang mungkin muncul dari penerapan sistem nilai tukar mengambang bebas adalah sebagai berikut (Krugman dan Obstfeld, 2000) : 1. Para pembuat keputusan, dalam hal ini bank sentral dan pemerintah tidak lagi dibebani oleh kekhawatiran terhadap berkurangnya cadangan devisa untuk mempertahankan nilai tukar. Dengan demikian dapat menyebabkan diterapkannya kebijaksanaan fiskal dan moneter yang terlalu ekspansif yang bisa berakibat jatuhnya negara tersebut ke dalam perangkap inflasi. Atau dengan kata lain, dapat menyebabkan timbulnya kekurangdisiplinan pemerintah dalam menetapkan kebijaksanaan ekonominya. 2. Munculnya destabilizing speculation (spekulasi perusak stabilitas) dan gangguan terhadap pasar uang. Spekulasi perusak stabilitas ini cenderung memperbesar gejolak nilai tukar mata uang dalam jangka panjang daripada yang seharusnya terjadi sebagai akibat dari gangguan ekonomi yang tidak terduga. Hal ini akan membawa ketidakpastian pada bidang perdagangan dan investasi. Khususnya dalam segala hal yang berkaitan dengan pembayaran luar negeri. 3. Timbulnya kebijakan-kebijakan ekonomi yang tidak terkoordinasi dengan baik. Masing-masing negara akan lebih berpeluang untuk menerapkan kebijaksanaan ekonomi sepihak yang menguntungkan dirinya sendiri tanpa menghiraukan dampak negatif kebijakan tersebut terhadap negara lain.
4. Timbulnya ilusi tentang otonomi yang lebih besar. Para pembuat kebijakan ekonomi tidak dapat mengabaikan pengaruh pelaksanaan kebijakan ekonomi terhadap kondisi nilai tukar valuta asing. Sebaliknya, suatu depresiasi yang yang meningkatkan harga barang-barang impor akan mendorong kenaikan upah tenaga kerja. Hal ini akan meningkatkan harga jual komoditi yang kemudian merangsang inflasi, yang selanjutnya meningkatkan tuntutan kenaikan upah yang lebih tinggi lagi. Oleh karena itu, pada akhirnya sistem nilai tukar mengambang bebas dapat mempercepat reaksi harga terhadap kenaikan penawaran uang (sistem nilai
tukar
mengambang
bebas
tidak
benar-benar
memperkuat
pengendalian terhadap tingkat penawaran riil uang).
3. Ekspor Ekspor dalam suatu negara sering dianggap sebagai variabel eksogen. Eksogenitas ekspor dalam hal ini diartikan bahwa volume ekspor satu negara bukan dipengaruhi oleh variabel-variabel domestik perekonomian negara tersebut, melainkan dipengaruhi oleh variabel ekonomi negara pengimpor. Menurut Mankiw (2000:67) ekspor adalah berbagai barang yang diproduksi di dalam negeri dan dijual ke luar negeri. Ekspor mengakibatkan aliran masuknya valuta asing dari luar negeri ke dalam negeri. Dengan demikian penawaran dolar di masyarakat akan meningkat yang mengakibatkan kurs rupiah menguat. Penurunan nilai tukar mata uang akan membuat berbagai komoditas ekspor menjadi lebih murah bagi para importir atau pihak asing sehingga barang
ekspor dapat lebih kompetitif di pasaran internasional karena harga-harga dapat bersaing. Dengan demikian, hubungan antara ekspor dengan nilai tukar rupiah adalah positif 4. Impor Menurut Mankiw (2000:67), impor adalah berbagai barang yang di produksi di luar negeri dan di jual ke dalam negeri. Penurunan nilai tukar mata uang akan membuat harga barang impor menjadi lebih mahal bagi penduduk domestik. Akibatnya permintaan barang impor akan turun. Hubungan antara impor dan nilai tukar adalah negatif dimana apabila tejadi peningkatan impor maka akan meningkatkan permintaan tehadap dolar yang pada akhirnya akan membuat nilai tukar melemah. Impor suatu negara merupakan variabel endogen, karena volume impor tersebut merupakan fungsi dari pendapatan nasional negara yang bersangkutan. Selain dipengaruhi oleh pendapatan nasional, impor suatu negara juga dipengaruhi oleh perubahan nilai tukar mata uang negara yang bersangkutan. Bila suatu negara mengalami defisit transaksi berjalan, biasanya ditutup dengan pinjaman luar negeri jika pendapatan ekspornya telah habis terpakai. Alternatif lainnya dengan jalan menggunakan kekayaan luar negerinya atau menggunakan cadangan devisanya. Dengan berkurangnya cadangan internasional suatu negara akan mengakibatkan mata uang negara tersebut mengalami depresiasi. Secara sederhana meningkatnya permintaan ekspor barang dapat meningkatkan permintaan terhadap mata uang suatu negara sehingga nilai tukar
mata uang negara tersebut mengalami apresiasi. Disisi lain, meningkatnya permintaan valuta asing melalui peningkatan permintaan impor barang ditambah defisit neraca jasa. Dapat mengakibatkan nilai tukar mata uang negara mengalami depresiasi. Menurut Hamdy Hady (2006:104), valas atau forex sebagai benda ekonomi mempunyai penawaran dan permintaan pada bursa valas atau forex market yang di sebabkan oleh ekspor dan impor. Sumber-sumber penawaran atau supply valas tersebut terdiri atas : 1. Ekspor barang dan jasa yang menghasilkan valas atau forex. 2. Impor modal atau capital import dan transfer valas lainnya dari luar negeri ke dalam negeri.
Sumber-sumber permintaan atau demand valas tersebut terdiri atas : 1. Impor barang dan jasa yang menggunakan valas atau forex. 2. Ekspor modal atau capital export dan transfer valas lainnya dari dalam negeri ke luar negeri. Sesuai dengan teori mekanisme pasar, setiap perubahan penawaran dan permintaan valas yang terjadi di bursa valas akan mengubah harga atau nilai valas tersebut yang di tujukan oleh kurs valas atau forex rate-nya seperti tergambar dalam grafik berikut :
S Fx
S Fx
E2
9.5000/$
Eo
9.3000/$
E1
9.1000/$
D Fx D Fx $
$
Gambar 2.1 : Pergeseran Kurs Valas Sumber: Sadono Sukirno, 2000:362
Dari grafik di atas dapat diketahui bahwa : -
Bila ekspor barang/jasa dan capital import naik, penawaran valas akan bertambah. Bila permintaan valas tetap tidak berubah
maka akan
terjadi perubahan atau penurunan valas. Dalam hal ini valas akan depresiasi (penurunan nilai), sedangkan rupiah akan apresiasi (kenaikan nilai) atau pada titik potong E1. - Bila impor barang/jasa dan capital export naik maka permintaan valas akan bertambah. Bila penawaran tetap tidak berubah maka akan terjadi perubahan atau kenaikan kurs valas. Dalam hal ini valas akan apresiasi atau pada titik potong E2.
5. Inflasi Pengertian Inflasi dalam arti luas dapat didefinisikan sebagai suatu kenaikan relatif dalam tingkat harga umum. Inflasi dapat timbul bila jumlah barang-barang serta jasa-jasa yang di tawarkan atau karena hilangnya kepercayaan
terhadap mata uang nasional dan terdapat adanya gejala yang meluas untuk menukar dengan barang-barang ( Winardi dalam Setiawan, 2006 ). Menurut Sadono Sukirno (1994:15) inflasi didefinisikan sebagai suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam suatu perekonomian. Tingkat inflasi
(presentasi kenaikan harga) berbeda dari suatu periode ke periode
lainnya, dan berbeda pula dari suatu negara ke negara lainnya. Inflasi adalah suatu kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terus menerus. Dalam teori ekonomi, inflasi dapat dibedakan menjadi dua jenis inflasi (Boediono, dalam Setiawan : 2006). 1. Demand Pull Inflation yaitu inflasi yang di sebabkan oleh terlalu kuatnya peningkatan permintaan agregat dari masyarakat terhadap komoditi-komoditi hasil produksi di pasar barang. 2. Cost Push Inflation yaitu inflasi yang di sebabkan karena meningkatnya harga-harga faktor produksi di pasar faktor produksi sehingga menaikan harga komoditi di pasar komoditi.
Dalam prakteknya, inflasi dapat kita amati dengan melihat gerak dari indeks harga. Tetapi disini harus diperhitungkan ada tidaknya “suppressed inflation” atau inflasi yang ditutupi, yang pada suatu waktu dapat timbul karena harga-harga resmi makin tidak relevan bagi kenyataan. Teori Keynes mengatakan bahwa inflasi terjadi karena masyarakat hidup diluar batas kemampuan ekonomisnya. Teori ini menyoroti bagaimana perebutan rejeki antara golongan-golongan masyrakat yang dapat menimbulkan permintaan
agregat yang lebih dari pada jumlah barang yang tersedia (yaitu apabila timbul “infaliton gap”). Selama inflanatiory gap tetap ada, selama itu pula proses inflasi akan berkelanjutan. Teori ini menarik karena menyoroti peranan system distribusi pendapatan dalam proses inflasi, dan menyarankan hubungan antara inflasi dan faktor-faktor non ekonomis. Teori Strukturalis atau lebih dikanal dengan teori “jangka panjang” karena menyoroti inflasi dari sebab-sebab yang berasal dari struktur ekonomi khususnya mengenai suplly bahan makanan dan barang ekspor mengatakan bahwa inflasi terjadi karena sebab-sebab struktural pertambahan produksi barang-barang yang terlalu lambat dibanding dengan pertumbuhan kebutuhannya, sehingga hal ini mengakibatkan kenaikan harga bahan makanan dan menyebabkan negara kekurangan devisa. Akibat selanjutnya yang menjadi penyebab inflasi menurut teori strukturalis adalah kenaikan harga-harga lain yang menyebabkan inflasi. Inflasi ini tidak bisa di obati dengan penggunaan sektor bahan makanan dan ekspor. Bagaimana tingkat inflasi dapat mempengaruhi digambarkan pada grafik di bawah ini.
kurs valas dapat
Kurs Valas Rp/$ S Fx1
S Fx
Rp 9.500/$ Rp 9.300/$ Rp 9.100/$
D Fx1 D Fx $
$
Q$
Gambar 2.2 : Inflasi dan Kurs Valas Sumber: Hamdy Hady, 2006:108
Pada keadaan semula kurs valas Rp 9.100/$, diasumsikan inflasi di Amerika meningkat cukup tinggi (misalnya mencapai 5%), sedangkan inflasi di Indonesia relatif stabil ( hanya1%) dan barang-barang yang dijual di Indonesia dan Amerika relatif sama dan dapat saling mensubsidi. Dalam keadaan demikian tentu harga barang-barang di Amerika akan lebih mahal sehingga impor Amerika dari Indonesia akan meningkat. Impor yang meningkat ini akan menyebabkan permintaan terhadap Rupiah meningkat pula. Di lain pihak, kenaikan barang di Amerika akan mengurangi impor Indonesia dari Amerika sehingga permintaan akan dolar Amerika justru turun. Permintaan dan penawaran valas, baik Rupiah maupun dolar Amerika sehingga kurs valas bergeser dari Rp 9.100/$ menjadi Rp 9.500/$ kemudian menjadi Rp 9.300/$.
6. Suku Bunga Menurut Adwin Surja. A (2002) perubahan tingkat suku bunga akan berdampak pada perubahan jumlah investasi di suatu negara, baik yang berasal dari investor domestik maupun investor asing. Khususnya pada jenis-jenis investasi portofolio yang umumya berjangka pendek. Perubahan tingkat suku bunga ini akan berpengaruh pada perubahan jumlah permintaan dan penawaran di pasar domestik. Dan apabila suatu negara menganut rezim devisa bebas maka hal tersebut akan memungkinkan terjadinya peningkatan aliran modal masuk (capital inflation) dari luar negeri. Hal ini akan menyebabkan terjadinya perubahan nilai tukar mata uang negara tersebut terhadap mata uang aisng di pasar valuta asing. Tingkat suku bunga rill pada umumnya lebih sering dibandingkan antar negara guna mengukur pergerakan nilai tukar mata uang. Secara teoritis akan terjadi korelasi yang signifikan antara perbedaan tingkat suku bunga di dua negara dengan nilai tukar mata uangnya terhadap mata uang negara lain. Dalam hal ini tingkat suku bunga nominal bukan merupakan alat ukur yang akurat karena masih mengandung unsur inflasi di dalamnya. Berdasarkan pada prinsip International Fisher’s Effect, maka dapat di rumuskan bahwa : R = [( 1 + i ): (1 + it )] - 1 Dengan R adalah kurs, i adalah tingkat suku bunga domestik, dan it adalah tingkat suku bunga yang terjadi di luar negeri (negara kedua). Apabila kedua sisi persamaan tersebut menghasilkan nilai sama, maka mengindikasikan bahwa investasi antar kedua negara akan menghasilkan return yang sama pula.
Menurut Hamdy Hady (2006:108) hampir sama dengan pengaruh tingkat inflasi, maka perkembangan atau perubahan tingkat bunga pun dapat berpengaruh terhadap kurs valas. Jika tingkat bunga yang ada di USA sangat tinggi maka akan banyak aliran modal yang masuk (rupiah) ke USA dan menyebabkan peningkatan permintaan USD dan penawaran rupiah sehingga kurs valas berubah dari Rp 9.100/$ menjadi Rp 9.300/$.
7. Tingkat Pendapatan Nasional (GDP) Menurut Hamdy Hady (2006:109) tingkat pendapatan suatu negara atau Gross domestik Product (GDP) adalah pertumbuhan tingkat pendapatan di suatu negara. Seandainya kenaikan pendapatan masyarakat di Indonesia tingggi sedangkan kenaikan jumlah barang relatif kecil maka impor barang akan meningkat. Peningkatan impor ini akan membawa efek kepada peningkatan demand valas yang pada gilirannya akan mempengaruhi kurs valas.
8. Jumlah Uang Beredar (M1) Pengertian jumlah uang beredar dalam arti sempit (M1) merupakan uang dalam bentuk uang giral dan uang kartal yang dipegang dan digunakan masyarakat sebagai alat transaksi pembayaran sehari-hari (Boediono, 2000) Perubahan reserve valuta asing
(neraca pembayaran) timbul sebagai
akibat kelebihan permintaan dan penawaran (Sadono Sukirno, 2000:370). Apabila terdapat kelebihan jumlah uang beredar maka neraca pembayaran akan defisit dan
sebaliknya apabila terdapat kelebihan permintaan uang, neraca pembayaran akan surplus kelebihan jumlah uang beredar akan mengakibatkan masyarakat membelanjakan kelebihan tersebut, misalnya untuk impor atau membeli suratsurat berharga luar negeri sehingga terjadi aliran modal keluar, yang berarti permintaan akan valas naik sedangkan permintaan mata uang sendiri turun (Nophirin, 1997:222) Jika pemerintah menambah uang beredar akan menurunkan tingkat bunga dan merangsang untuk investasi keluar negeri sehingga terjadi aliran modal keluar pada gilirannya kurs valuta asing akan naik (apresiasi). Dengan menaiknya penawaran uang atau jumlah uang beredar akan menaikkan harga barang yang diukur dengan (term of money) sekaligus akan menaikkan harga valuta asing yang diukur dengan mata uang domestik (Herlambang, dkk, 2001)
9. Kurs atau Nilai Tukar Menurut Salvatore Dominick (1997 : 140) nilai tukar atau sering disebut kurs adalah jumlah atau harga mata uang domestik dari mata uang luar negeri (asing). Nilai tukar atau kurs dipertahankan sama di semua pasar melalui arbitrase. Arbitrase valuta asing adalah pembelian mata uang asing bila harganya rendah dan menjualnya bila harganya tingggi. Suatu penurunan dalam nilai mata uang asing di sebut depresiai, sedangkan kenaikan dalam nilai mata uang dalam negeri terhadap mata uang asing di sebut apresiasi. Karena mata uang suatu negara dapat depresiasi terhadap mata uang dan apresiasi terhadap yang lain maka biasanya dapat di hitung suatu kurs efektif. Kurs efektif merupakan rata-rata
tertimbang dari nilai tukar mata uang suatu negara. Umumnya nilai tukar di tentukan oleh perpotongan kurva permintaan pasar dan kurva penawaran dari mata uang asing tersebut. Menurut Hamdy Hady (2006) nilai tukar atau kurs adalah suatu rasio atau perbandingan antara mata uang domestik (dalam negeri) dengan mata uang asing. Nilai tukar atau kurs mempunyai fungsi cukup penting dalam perekonomian suatu negara karena nilai tukar merupakan salah satu faktor yang mendukung kelancaran perdagangan internasional yang dilakukan oleh berbagai negara. Nilai tukar harga suatu mata uang jika di pertukarkan dengan mata uang lain akan dapat di artikan sebagai pembanding nilai tukar mata uang.
10. Teori Kurs atau Nilai Tukar a. Teori keseimbangan suku bunga (Theory of Interest Rate Parity) Teori IRP (Interest Rate Parity) adalah salah satu teori yang paling di kenal dalam keuangan internasional yang menerangkan bagaimana hubungan bursa valas atau forex market dengan pasar uang internasional (international money market) atau dengan kata lain teori ini menganalisis hubungan antara perubahan kurs valas dengan perubahan tingkat bunga. Teori IRP (Interest Rate Theory) menyatakan bahwa perbedaan tingkat bunga (sekuritas) pada pasar uang internasional akan cenderung sama dengan forward rate atau discount. Dengan
kata
lain,
berdasarkan
teori
IRP
akan
dapat
ditentukan/diperkirakan berapa perbahan kurs forward atau forward rate (FR atau
SI) dibandingkan dengan spot rate (SR atau SO) bila terdapat perbedaan tingkat bunga, misalnya antara home country dan foreign country. Menurut IRP, besarnya perubahan FR terhadap SR akan ditentukan oleh besarnya forward rate premium atau discount yang timbul sebagai akibat dari perbedaan tingkat bunga antara home country dan foreign country. Dengan demikian, seorang pemilik dana akan dapat menentukan dalam mata uang atau valas apa dananya akan dapat diinvestasikan. Caranya adalah dengan membandingkan besarnya tingkat bunga antara dua negara (home country dan foreign country) dengan perbedaan antara FR dan SR yang ditentukan oleh forward rate premium atau discount.
b. Teori keseimbangan daya beli (Theory of Purchasing Power Parity) Teori ini pertama kali dikemukakan oleh David Ricardo pada tahun 1817 dan kemudian dikembangkan oleh Gustav cassel pada tahun 1916. teori ini mendasarkan logika mata uang dalam standar kertas tidak mempunyai nilai intrinsik atau tidak didukung dan dikaitkan nilainya dengan suatu komoditi tertentu yang dijadikan standar. Sehingga nilai tersebut didalam negeri ditentukan oleh kemampuan daya belinya Penjelasan teori ini didasarkan pada Law of One Price (LOP), yaitu hukum yang menyatakan bahwa harga produk yang sejenis di dua negara yang berbeda akan sama pula bila di nilai dalam Law of One Price (LOP), yaitu hukum yang menyatakan bahwa harga produk yang sejenis di dua negara yang berbeda akan sama pula bila di nilai dalam currency atau mata uang yang sama.
B. Penelitian Sebelumnya Penelitian yang dilakukan oleh Adwin Surja Atmaja (2002) yang bertujuan menganalisis tentang berbagai variabel ekonomi yaitu tingkat inflasi, tingkat suku bunga, jumlah uang beredar, pendapatan nasional di Indonesia dan Amerika serta posisi neraca pembayaran Internasional Indonesia dalam mempengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika. Penelitian ini menggunakan model regresi yang mendapatkan hasil bahwa hanya variabel jumlah uang beredar yang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika. Sedangkan variabel-variabel yang lainnya tidak. Dengan determinasi sebesar 32,5% mengindikasikan bahwa 67,5% dari variabel terikatnya dipengaruhi oleh faktor-faktor selain faktor ekonomi yang dalam penelitian ini menjadi variabel bebas. Faktor-faktor lainnya tersebut bisa dikategorikan dalam faktor ekonomi lainnya maupun faktor-faktor non ekonomi. Dalam penelitian yang lain, Adwin Surja Atmaja (2001), mengemukakan bahwa sistem nilai tukar mengambang bebas akan mengakibatkan dampak yang tidak sama antara negara yang berperekonomian besar atau negara maju dengan negara yang berperekonomian kecil. Bagi negara yang berperekonomian kecil dan terbuka, kebijakan moneter yang dilakukan dalam sistem nilai tukar mengambang bebas dapat menyebabkan berubahnya tingkat pendapatan nasional sebagai akibat dari berubahnya kurs mata uang nasionalnya dan bukan akibat perubahan tingkat bunga. Selanjutnya, penerapan kebijakan fiskal di negara yang berperekonomian kecil dan terbuka tidak akan dapat mengubah tingkat pendapatan nasional negara yang bersangkutan, tetapi hanya akan menyebabkan berubahnya nilai tukar mata
uang domestik terhadap mata uang asing. Hal tersebut sebagai akibat dari tingkat suku bunga domestik yang cenderung akan tetap sama dengan tingkat suku buku bunga di pasar uang internasional dan berubahnya nilai ekspor bersih negara yang berangkutan serta mobilitas modal yang sempurna. Anggyatika Mahda Kurnia (2006) dengan menggunakan Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dengan periode 1997-2004 (data kuartalan) menemukan bahwa kurs Rupiah terhadap dolar AS dapat dijelaskan oleh jumlah uang yang beredar, inflasi, tingkat suku bunga SBI dan nilai impor secara bersama-sama mempengaruhi kurs rupiah terhadap dolar AS. Ni Made Sukartini dan Mienati Somnya Laksana (2000) dengan menggunakan analisis nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika dengan periode awal triwulan ketiga tahun 1997 sampai tahun 1999, dengan menggunakan data triwulanan dan menggunakan analisis regresi yang terdiri dari beberapa variabel bebas yaitu transaksi berjalan, cadangan devisa, pinjaman jangka pendek, pertumbuhan M1 dan tingkat suku bunga memperoleh hasil bahwa hipotesis dalam penelitian ini dapat diterima, bahwa perubahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika di pengaruhi oleh pertumbuhan M1, pinjaman jangka pendek, transaksi berjalan, cadangan devisa dan tingkat suku bunga. Variabel-variabel bebas pertumbuhan M1, pinjaman jangka pendek, den tingkat suku bunga berpengaruh secara signifikan terhadap perubahan nilai tukar rupiah. Tri Wibowo dan Hidayat Amir (2000) yang mengidentifikasi variabel yang terkait dengan nilai tukar rupiah dan menyusun model nilai tukar rupiah yang terbaik, serta memperkirakan nilai tukar rupiah pada tahun berikutnya yaitu
2006. Menemukan bahwa variabel moneter yang mempengaruhi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika adalah selisih pendapatan riil Indonesia dan Amerika, selisih inflasi Indonesia dan Amerika, selisih tingkat suku bunga Indonesia dan Amerika, serta nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika satu bulan sebelumnya (lag-1). Selisih jumlah uang beredar (M1) Indonesia dan Amerika belum menunujukan pengaruh yang signifikan terhadap nilai tukar rupiah. Elastisitas masing-masing variabel bebas terhadap nilai tukar adalah : (i) selisih logaritma PDB Indonesia dan Amerika sebesar -0,814, (ii) selisih logaritma WPI Indonesia dan Amerika sebesar 0,463, (iii) selisih logaritma suku bunga Indonesia dan Amerika sebesar -0,009 dan (iv) nilai tukar sebelumnya sebesar 0,675.
C. Kerangka Pemikiran Penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika di pasar valuta asing sebelum dan setelah diterapkannya sistem nilai tukar mengambang bebas di Indonesia (free flaoting exchange rate system) dan menganalisis perbedaan faktor yang mempengaruhi nilai tukar rupiah pada saat diterapkannya sistem nilai tukar mengambang bebas (free floating exchange rate system) dan pada saat sistem nilai tukar mengambang terkendali (managed floating exchange rate system) di Indonesia. faktor-faktor tersebut adalah ekspor, impor, inflasi, SBI, pemdapatan nasional (GDP) dan jumlah uang beredar (M1) yang datanya diambil dari berbagai sumber data antara lain Bank Indonesia, International Financial Statistic (IFS), dan Badan Pusat Statistik (BPS).
Untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor tersebut tersebut digunakan metode (teknis analisis) ARCH (Auto Regressive Conditional Heteroscedasticity) dan GARCH (generalized Auto Regessive Conditional Heteroscedasticity). Setelah melakukan langkah-langkah tersebut dilakukan uji signifikansi model. Yaitu dengan melakukan Uji F, Uji t, dan Uji Koefisien determinasi (R²). Uji F dilakukan untuk mengetahui seberapa besar variabel independen mampu mempengaruhi variabel dependen secara simultan (bersama-sama). Sedangkan Uji t dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial (individu). Sedangkan Uji koefisien determinasi (R²) ditujukan untuk melihat seberapa besar kemampuan variabel independen menjelaskan variabel dependennnya yang dilihat melalui adjusted R square karena variabel independen dalam penelitian ini lebih dari dua. Secara skematis alur pikir penelitian ini dapat terlihat pada gambar berikut ini :
Input Data
Variabel Independen ( Ekspor, Impor, Inflasi,SBI, GDP, M1)
Variabel Dependen ( Rupiah Per Dolar Amerika Serikat)
Uji Persyaratan analisis (Uji Asumsi Klasik)
Metode ARCH dan GARCH
Uji Signifikansi
Interpretasi
Gambar 2.3 : Kerangka Berpikir
E. Hipotesis H0: β = 0 : Tidak terdapat pengaruh secara signifikan Ekspor, Impor, inflasi, tingkat suku bunga, tingkat pendapatan nasional (GDP) dan Jumlah Uang Beredar (M1) terhadap nilai tukar rupiah di pasar valuta asing terhadap dolar Amerika. H1: β≠ 0 : Terdapat pengaruh secara signifikan ekspor, impor, inflasi, tingkat suku bunga, tingkat pendapatan nasional (GDP) dan Jumlah Uang Beredar (M1) terhadap nilai tukar rupiah di pasar valuta asing terhadap dolar Amerika.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Adapun variabel dependen (Y) adalah nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat sedangkan variabel independennya (X) adalah ekspor, Impor, inflasi, suku bunga, tingkat pendapatan nasional (GDP) dan
Jumlah Uang Beredar (M1) sebelum dan setelah
diterapkannya sistem nilai tukar mengambang bebas (free flaoting exchange rate system) di Indonesia. Nilai tukar yang di analisis dalam penelitian ini adalah nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, hal ini dilakukan karena beberapa alasan sebagai berikut : 1. Amerika Serikat adalah mitra dagang utama Indonesia. 2. Mata uang dolar Amerika termasuk hard currnecy. Yaitu mata uang yang perubahannya relatif stabil, kemungkinan gejolak yang terjadi dalam nilai tukarnya kecil. 3. Acuan nilai tukar rupiah disandarkan pada mata uang dolar Amerika. Selain itu, mata uang tersebut memegang peranan penting dalam transaksi perdagangan internasional. 4. Fluktuasi rupiah bergejolak sangat tajam terhadap dolar Amerika bila dibandingkan dengan mata uang lain yang ada.
Adapun periode yang di ambil dalam penelitian ini adalah mulai triwulan pertama tahun 1990 sampai dengan triwulan ke dua tahun 1997 dan triwulan ke empat tahun 1997 sampai dengan ke pertama tahun 2005. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data triwulanan. Alasan pemilihan tahun pada penelitian ini adalah karena pada tahun 1990 Indonesia masih menggunakan sistem nilai tukar mengambang terkendali (managed floating exchange rate system) dan pada triwulan ke tiga tahun 1997 Indonesia mulai memberlakukan sistem nilai tukar mengambang bebas. Periode dalam penelitian ini dibagi ke dalam dua periode, yaitu triwulan pertama tahun 1990 sampai dengan triwulan ke dua 1997 dan periode triwulan ke empat tahun 1997 sampai dengan triwulan ke pertama tahun 2005. Perhitungan dan pengelolaan data dalam penelitian ini menggunakan alat bantu software statistik dan ekonometrik dalam komputer yang sesuai, yaitu Eviews.
B. Metode Penentuan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh aktivitas dan kondisi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika di pasar valuta asing mulai tahun 1990 sampai dengan triwulan ke dua tahun 1997 dan periode triwulan ke empat tahun 1997 sampai dengan triwulan pertama tahun 2005 yang merupakan suatu wadah atau sistem dimana perusahaan, perorangan dan Bank dapat melakukan transaksi keuangan internasional dengan jalan melakukan pembelian atau permintaan (demand) dan penjualan atau penawaran (supply) atas valas. Sedangkan untuk variabel independen dibatasi pada Ekspor dan Impor Indonesia, Tingkat inflasi
Indonesia, Tingkat suku bunga Indonesia, Pendapatan nasional (GDP) serta Jumlah Uang Beredar yang ada di Indonesia.
C. Metode Pengumpulan Data 1. Data Sekunder Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa data runtun waktu (time series) dengan skala triwulanan yang diambil dari sumber data antara lain Bank Indonesia (BI), International Financial Statistic (IFS) yang dipublikasikan International Monetary Fund (IMF), buku statistik Indonesia yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik. 2. Kepustakaan Pengumpulan data dalam penelitian ini dilengkapi pula dengan membaca dan mempelajari serta menganalisis literatur yang bersumber dari buku, artikel dan jurnal-jurnal yang berkaitan dengan penelitian ini.
D. Metode Analisis 1. Metode ARCH dan GARCH Untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen maka menggunakan model Regresi majemuk dengan persamaan sebagai berikut :
Kurs = b0 + b1 Ekspor + b2 Impor + b3 Inflasi + b4 SBI + b5 GDP + b6 M1 + Error term
Persamaan tersebut diteliti dan dianalisis dengan menggunakan metode ARCH (Auto Regressive Conditional heteroscedasticity) dan GARCH (Generalized Auto Regressive Conditional Heteroscedasticity). Menurut Nachrowi Djalal dan Hardius Usman (2006) alasan yang mendasari untuk menggunakan metode tersebut adalah : 1.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data keuangan yang bersifat time series yaitu Ekspor, Impor, tingkat inflasi, tingkat suku bunga, tingkat pendapatan nasional (GDP) dan jumlah uang beredar (M1).
2.
Data dalam penelitian ini mempunyai varian error (et) yang tidak konstan.
3.
Dalam metode ARCH dan GARCH varian error (et) yang tidak konstan dapat dimanfaatkan untuk membuat model.
4.
Agar hasil penelitian ini dapat dijadikan pembanding dengan penelitian sebelumnya yang menggunakan teknik ananlisis lain.
Berdasarkan alasan-alasan di atas maka sangatlah tepat untuk menggunakan metode ARCH dan GARCH sebagai metode analisis dalam penelitian ini. Dalam
metode
ARCH
dan
GARCH
tidak
memandang
heteroskedastisitas sebagai permasalahan, tetapi justru dapat dimanfaatkan untuk membuat model. Bahkan dengan memanfaatkan heteroskedastisitas
dalam error dengan tepat, maka akan diperoleh estimator yang lebih efisien. Biasanya dalam sebuah model varian dari error tidak tergantung pada variabel bebas melainkan berubah-ubah seiring dengan perubahan waktu. Pada model seperti ini, ada suatu periode dimana volatilitas sangat tinggi dan ada periode lain yang volatilitasnya sangat rendah. Pola volatilitas yang seperti ini menunjukan adanya heteroskedastisitas karena terdapat varian error yang besarnya tergantung pada volatilitas error di masa lalu. Data yang mempunyai sifat heteroskedastisitas seperti ini dapat di
modelkan
dengan
heteroscedasticity)
dan
ARCH GARCH
(Auto
Regressive
(Generalized
Auto
Conditional Regressive
Conditional Heteroscedasticity) yang dikenalkan oleh Robert Engle. Pada intinya model ARCH dapat dijelaskan sebagai berikut : Dengan menggunakan model penelitian yaitu : Y =b0 + b1 X1t + b2X2t + et
σt² atau et varian heteroskedastisitas dan mengikuti persamaan berikut : σt² = αo + α1 e²t-1 ; σt² = var (et) Dapat dilihat bahwa var (et) dijelaskan oleh dua komponen : αo
: Komponen konstanta : αo
α1 e²t-1
:
Komponen variabel, disebut komponen ARCH
Pada model ini, et heteroskedastisitas, conditional pada e²t-1. dengan menambahkan informasi “conditional” ini estimator dari b0, b1, b2, b3, b4, b5 dan b6 menjadi lebih efisien.
Model ARCH di atas, dimana var (et) tergantung hanya pada volalitas satu periode lalu, seperti pada σt² = αo + α1 e²t-1, disebut model ARCH (1). Sedangkan secara umum, bila var (et) tergantung pada volalitas beberapa periode lalu seperti σt² = αo + α1 e²t-1 + α2e²t-2 + …… αp e²t–p disebut model ARCH (p). atau dituliskan dengan :
σt² = αo + ∑ α1 e²t-i i=1
Pada model ini, agar varian menjadi positif (var (e²) > 0), maka harus dapat dibuat pembatasan, yaitu : αo > 0 dan 0 < α1 < 1. Untuk mengestimasi b0, b1, b2, b3, b4, b5 dan b6 serta αo dan α1 teknik yang digunakan biasanya teknik maximum likelihood, dalam penelitian ini proses estimasi model tersebut dilakukan dengan menggunakan program EViews. Pada model ARCH (p) tersebut, dengan jumlah p yang relatif besar akan mengakibatkan banyaknya parameter yang harus diestimasi, agar parameter yang diestimasi tidak terlalu banyak, var (et) dapat dijadikan model berikut :
σt² = αo + α1 e²t-1 + λ1 σ²t-1
Model ini disebut model GARCH (1) karena σt² tergantung pada e²t-1 dan σ²t-1 yang masing-masing mempunyai lag waktu satu. Sama
halnya dengan model ARCH, agar varian menjadi positif (var (e²) > 0), maka pada model ini juga dibuat pembatasan, yaitu: αo > 0 dan λ1 ≥ 0; dan α1 + λ1 < 1.
2. Pengujian Persyaratan Analisisis (Uji Asumsi Klasik) a. Normalitas Menurut Singgih Santoso (2000: 213), normalitas bertujuan untuk menguji apakah sebuah model regresi, variable dependen, variable independen atau keduanya mempunyai distribusi normal ataukah tidak. Model regresi yang baik adalah distribusi data normal atau mendekati normal. Untuk mengetahui kenormalan suatu model, maka dapat dibuktikan dengan melekukan Uji Jarque-Bera. Menurut Nachrowi Djalal dan Hardius Usman (2006: 438), Uji Jarque-Bera digunakan untuk mengetahui apakah residual dalam model estimasi berdistribusi normal atau tidak seperti yang diisyaratkan dalam model maximum Likelihood. Residual terdistribusi normal jika kurva mengikuti bentuk lonceng dan nilai statistik Jarque-Bera memiliki probabilitas lebih besar dari 5% atau 0,05.
b. Multikoliniearitas Istilah kolinearitas ganda (multicolinearity) diciptakan oleh Ranger frish didalam bukunya “Statistical confluense Analysis by Means of
complete regression system” istilah tersebut berarti adaya hubungan linier yang sempurna atau eksak (perfect of exact) di antara variabel-variabel bebas dalam model regresi. Uji multikolinieritas digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya hubungan antara beberapa variabel independen atau semua variabel independen dalam model regresi. Multikolinieritas merupakan keadaan dimana satu atau lebih variabel independen dapat dinyatakan sebagai kondisi linier dengan variabel lainnya. Artinya bahwa jika di antara peubah-peubah bebas yang digunakan sama sekali tidak berkorelasi satu dengan
yang
lain
maka
bisa
dikatakan
bahwa
tidak
terjadi
multikolinearitas. Untuk menguji asumsi multikolinearitas dapat dideteksi dengan menghitung koefisien korelasi antar variabel independen. Menurut Nachrowi Djalal dan Hardius Usman (2006:247), korelasi tergolong kuat jika besarnya koefisien korelasi mencapai 0,8 atau lebih.
c. Autokorelasi Istilah autokorelasi (autocorrelation) menurut Maurice G. Kendal dan William R. Buckland, A Dictionari Of Statistical Term : “Correlation between member’s of series of observations ordered in time (as in timeseries) or space (as cross-sectional data)”. Jadi autokorelasi merupakan korelasi antara anggota seri observasi yang disusun menurut urutan waktu
(seperti data time series) atau menurut urutan tempat (seperti data cross section) atau korelasi pada dirinya sendiri. Autokorelasi dapat didefinisikan pula sebagai terjadinya korelasi diantara data pengamatan sebelumnya. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa munculnya suatu data dipengaruhi oleh data sebelumnya. Menurut Nachrowi Djalal dan Hardius Usman (2006:433), uji korelasi dengan menggunakan Durbin-Watson sudah tidak relevan lagi dalam model ARCH GARCH. Maka untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi dapat dilihat dengan Uji autokorelasi data yang dilakukan dengan Correlogram statistic. Korelasi antar data dapat diketahui dengan melihat nilai probabilitas dari Correlogram statistic yang secara statistik memiliki signifikansi, jika nilai probabilitas lebih besar dari 5% atau 0,05 maka data dapat dikatakan tidak mengandung masalah autokorelasi.
3. Uji F (Uji Secara Simultan) Uji F dilakukan untuk melihat kemaknaan dari hasil model regresi tersebut. Bila nilai Fhitung lebih besar dari Ftabel atau tingkat signifikannya lebih kecil dari 5% (α: 5% = 0.05) maka hal ini menunjukan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima yang berarti variabel independen secara simultan (ekspor, impor, inflasi, suku bunga (SBI), pendapatan nasional (GDP) dan jumlah uang beredar (M1) ) berpengaruh signifikan terhadap nilai tukar rupiah di pasar valuta asing terhadap dolar Amerika Serikat sebelum dan setelah diterapkannya free ploating exchange rate system di Indonesia.
4. Uji t (Uji Secara Parsial) Uji t digunakan untuk menganalisis pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial. Bila Zhitung lebih besar atau lebih kecil dari Ztabel atau nilai signifikan t (α: 5% = 0.05) maka H0 ditolak dan H1 diterima yang berarti bahwa terdapat pengaruh yang signifikan secara parsial variabel independen terhadap variabel dependen. Dalam penelitian ini berarti terdapat pengaruh signifikan secara parsial (ekspor, impor, inflasi, suku bunga (SBI), pendapatan nasional (GDP) dan jumlah uang beredar (M1) ) terhadap nilai tukar rupiah di pasar valuta asing terhadap dolar Amerika sebelum dan setelah diterapkannya free ploating exchange rate system di Indonesia.
5. Uji Koefisien Determinasi (R²) Uji koefisien determinasi ditujukan untuk melihat seberapa besar kemampuan variabel independen menjelaskan variabel dependennya yang dilihat melalui adjusted R square karena variabel independen dalam penelitian ini lebih dari dua.
E. Operasional Variabel •
Kurs atau Nilai Tukar (Y) Kurs atau nilai tukar mata uang (exchange rate) merupakan harga suatu mata uang terhadap mata uang yang lain. Data kurs yang dipakai adalah data persentase pertumbuhan kurs Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat
secara triwulanan. Adapun data kurs yang digunakan adalah nilai tengah antara mata uang Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat sebelum dan setelah di terapkannya sistem nilai tukar mengambang bebas (free ploating exchange rate system) di Indonesia. Data kurs Rupiah per dolar AS diperoleh dari data IFS.
•
Ekspor Menurut Mankiw (2000:67) ekspor adalah berbagai barang yang diproduksi
di dalam negeri dan dijual ke luar negeri. Ekspor
mengakibatkan aliran masuknya valuta asing dari luar negeri ke dalam negeri. Dengan demikian penawaran dolar di masyarakat akan meningkat yang mengakibatkan kurs rupiah menguat. Penurunan nilai tukar mata uang akan membuat berbagai komoditas ekspor menjadi lebih murah bagi para importir atau pihak asing sehingga barang ekspor dapat lebih kompetitif di pasaran internasional karena harga-harga dapat bersaing. Dengan demikian, hubungan antara ekspor dengan nilai tukar rupiah adalah positif. Adapun data ekspor yang di gunakan dalam penelitian ini adalah ekspor non migas yang menurut Siti Astiyah dan M. Setyawan Santoso (2005:383), mempunyai peranan penting dalam ekspor Indonesia karena mencakup 28 kelompok barang.
•
Impor Menurut Mankiw (2000:67), impor adalah berbagai barang yang di produksi di luar negeri dan di jual ke dalam negeri. Penurunan nilai tukar mata uang akan membuat harga barang impor menjadi lebih mahal bagi penduduk domestik. Akibatnya permintaan barang impor akan turun. Hubungan antara impor dan nilai tukar adalah negatif dimana apabila tejadi peningkatan impor maka akan meningkatkan permintaan tehadap dolar yang pada akhirnya akan membuat nilai tukar melemah. Adapun data Impor yang di gunakan dalam penelitian ini adalah impor non migas karena hampir semua impor telah dapat dicakup dalam impor non migas baik impor barang konsumsi, bahan baku, maupun barang modal (Siti Astiyah dan M. Setyawan Santoso, 2005:384)
•
Tingkat Inflasi (I) Inflasi adalah kenaikan harga barang-barang kebutuhan umum yang terjadi secara terus-menerus. Inflasi merupakan perubahan dari titik yang diukur dalam satuan persen. Parameter dari inflasi disini adalah Indeks Harga Konsumen (IHK) di Indonesia. Variabel ini mengukur tingkat persentase pertumbuhan inflasi di Indonesia dalam jangka waktu triwulanan. Data inflasi ini diperoleh dari data IFS.
•
Tingkat Suku Bunga (R) Tingkat Suku Bunga adalah angka rata-rata persentase pertumbuhan suku bunga yang ditetapkan oleh Bank Central. Suku bunga Indonesia yang dipergunakan adalah suku bunga nominal dalam satuan persen. Data suku bunga Indonesia menggunakan suku bunga bank Indonesia (SBI). Data suku bunga yang digunakan diukur dalam satuan persen. Variabel ini mengukur suku bunga Bank Indonesia secara triwulanan. Suku bunga Indonesia diperoleh dari data IFS.
•
Tingkat Pendapatan Nasional (GDP) Gross Domestic Product (GDP) adalah nilai barang-barang dan jasa-jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit produksi dalam suatu negara dalam jangka waktu tertentu. GDP yang dirinci menurut lapangan usaha atas dasar harga tetap. Variabel ini mengukur pertumbuhan PDB Indonesia. Data GDP Indonesia diperoleh dari data IFS. GDP =
•
GDPt - GDPt-1 GDPt-1
Jumlah Uang Beredar (M1) Jumlah uang beredar adalah uang dalam arti sempit (M1) yang terdiri dari uang kartal dan uang giral yang dipegang oleh masyarakat. Data jumlah uang beredar yang digunakan diukur berdasarkan pertumbuhan jumlah uang yang beredar di Indonesia secara triwulanan. Data jumlah uang beredar Indonesia diperoleh dari International Financial Statistic (IFS).
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Perkembangan Kurs Rupiah per Dolar Amerika serikat Kondisi perekonomian suatu negara bisa tercermin dari nilai mata uang negara tersebut terhadap mata uang Negara lain (hard currency). Fluktuasi kurs mata uang dipengaruhi oleh faktor-faktor ekonomi yang terjadi dalam suatu negara. Stabilitas pergerakan kurs mata uang menunjukkan fundamental ekonomi berada pada kondisi stabil. Trend pergerakan nilai tukar terkadang menguat secara tajam atau bahkan sebaliknya melemah secara tajam, ini biasanya dipengaruhi oleh faktor instabilitas ekonomi atau akibat adanya permainan para spekulan mata uang asing. Nilai tukar mata uang merupakan sinyal sangat penting dalam perekonomian, karena mempengaruhi tingkah laku semua sektor ekonomi baik dalam kegiatan produksi, konsumsi, investasi maupun berjaga-jaga. Fluktuasi berlebihan dari nilai mata uang tidak hanya mempersulit perhitungan biaya produksi tapi juga menimbulkan motif berjaga-jaga yang berlebihan. Sampai suatu tingkatan tertentu, fluktuasi akan sangat mengganggu, sehingga bagi suatu unit usaha nilai mata uang yang lebih lemah (terdepresiasi) namun relatif stabil lebih disukai ketimbang nilai lebih kuat tetapi berfluktuatif. Nilai tukar yang lazim disebut kurs, mempunyai peran penting dalam rangka tercapainya stabilitas moneter dan dalam mendukung kegiatan ekonomi. Nilai tukar yang stabil diperlukan untuk terciptanya iklim yang kondusif bagi peningkatan kegiatan dunia usaha.
Salah satu faktor yang mempengaruhi aliran barang, jasa dan modal antara Indonesia dengan luar negeri adalah nilai tukar rupiah (kurs) terhadap mata uang asing. Oleh karena itu, nilai kurs perlu dijaga agar dapat berperan secara optimal dalam mendukung perekonomian nasional. Namun perlu diingat bahwa dalam perekonomian yang terbuka dengan dunia luar, pengendalian kurs rupiah menjadi semakin sulit. Apalagi mata uang rupiah semakin mendunia karena rupiah diperjual belikan di pasar uang Internasional, seperti Singapura, Hongkong, dan New York. Diperjualbelikannya rupiah di beberapa pasar uang internasional merupakan pertanda bahwa Indonesia semakin penting dalam perekonomian internasional. Namun dipihak lain, mendunianya rupiah juga membawa konsekuensi rupiah makin dipengaruhi oleh perkembangan mata uang internasional khususnya terhadap dolar Amerika Serikat. Secara garis besar, sejak periode 1970, Indonesia telah menerapkan tiga sistem nilai tukar, yaitu sistem nilai tukar tetap (fixed rate system) mulai periode 1970 sampai 1978, sistem nilai tukar mengambang terkendali (managed floating system) sejak periode 1978, dan sistem nilai tukar mengambang bebas (free floating exchange rate system) sejak 14 Agustus 1997. Dalam Managed floating system nilai kurs rupiah terhadap valuta asing ditentukan oleh kekuatan pasar (permintaan dan penawaran) valuta asing disertai oleh pengendalian oleh otoritas moneter. Maksud pengendalian ini adalah agar rupiah tidak terlalu fluktuatif dan tetap wajar, sebab nilai tukar yang terlalu fluktuatif akan berdampak negatif terhadap aliran barang, jasa dan modal, yang pada gilirannya mempengaruhi perekonomian nasional. Managed floating system
dapat mempertahankan stabilitas nilai tukar rupiah dalam rentan waktu yang lama dan pada pihak lain memberikan ruang gerak berupa fleksibilitas guna merespon keadaan pasar dengan adanya band intervensi yang merupakan kewenangan Bank Indonesia sebagai otoritas moneter. Selain itu, diluar devaluasi rupiah yang telah dilakukan Indonesia berkali-kali, setiap tahun rata-rata nilai rupiah mengalami depresiasi sekitar 4-5% terhadap nilai dolar AS. Sejak tahun 1990 sampai dengan minggu ke dua Juli 1997 nilai tukar Rupiah cukup stabil dan wajar. Pada akhir Desember 1990 kurs antara Rupiah dengan dolar Amerika Serikat (kurs tengah) adalah Rp 1.901,00 dan kurs ini mengalami penyesuaian menjadi Rp 2.383,00 pada akhir tahun 1996. kestabilan nilai kurs Rupiah berlanjut sampai dengan 11 Juli 1997 dimana nilai kurs Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat Rp. 2.440,00. Hal ini dapat kita lihat dalam grafik 4.1 yang menunjukan bahwa nilai tukar rupiah pada tahun 1990 sampai triwulah ke dua tahun 1997 relatif stabil. Kestabilan nilai tukar rupiah tersebut diperkirakan disebabkan oleh kondisi ekonomi, politik, dan keamanan Indonesia yang relatif stabil pada tahun 1990 samapai tahun 1997 sehingga berpengaruh juga terhadap kestbilan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika. Namun dalam minggu kedua Juli 1997 gonjangan terhadap nilai tukar rupiah mulai dirasakan, yang bermula dari jatuhnya mata uang Bath Thailand. Pemerintah pada tanggal 14 Agustus 1997 melepas bata-batas kurs intervensi. Dengan pelepasan batas-batas kurs intervensi, pemerintah meninggalkan sistem nilai tukar rupiah yang mengambang terkendali menjadi sistem nilai tukar mengambang (free floating exchange rate system) murni sehingga nilai tukar kurs
rupiah ditentukan sepenuhnya oleh kekuatan pasar. Walaupun demikian, pemerintah dapat mempengaruhi nilai kurs Rupiah baik secara langsung maupun secara tidak langsung, yaitu melalui kebijaksaan fiskal dan moneter. KURS 16.000 14.000 12.000 10.000 KURS
8.000 6.000 4.000 2.000 2005Q1
2004Q1
2003Q1
2002Q1
2001Q1
2000Q1
1999Q1
1998Q1
1997Q1
1996Q1
1995Q1
1994Q1
1993Q1
1992Q1
1991Q1
Tahun
0
Grafik 4.1 : Fluktuasi Kurs Rupiah Terhadap Dolar AS Sumber : data diolah
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada Juli 1997 yang dipicu oleh terdepresiasinya mata uang Thailand (Bath) kemudian berimplikasi pula terhadap penurunan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Dalam rentan waktu 3 tahun nilai tukar rupiah berfluktuasi dari Rp 2.000 samapi Rp 16.000 per dolar Amerika Serikat. Merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat pada pertengahan tahun 1997 sampai tahun 2002 diperkirakan karena pada tahuntahun tersebut bangsa Indonesia sedang mengalami krisis ekonomi yang cukup parah yang menyebabkan kondisi ekonomi, politik, keamanan Indonesia tidak stabil. Sehingga menyebabkan perekonomian dalam negeri secara keseluruhan terganggu.
Namun demikian, sejak tahun 2002 - 2006 trend pergerakan kurs rupiah stabil pada kisaran rata-rata Rp 9.000 – Rp 11.000 per dolar Amerika Serikat. Ini mengindikasikan bahwa kinerja perekonomian Indonesia mulai menuju stabilitas makro.
19 95 Q 19 1 95 Q 19 4 96 Q 19 3 97 Q 19 2 98 Q 19 1 98 Q 19 4 99 Q 20 3 00 Q 20 2 01 Q 20 1 01 Q 20 4 02 Q 20 3 03 Q 20 2 04 Q 20 1 04 Q 20 4 05 Q 20 3 06 Q 2
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 -10
Series1
Grafik 4.2 : Tingkat Inflasi Sumber : Data diolah
Jika dilihat perkembangan tingkat inflasi yang terjadi di Indonesia sepanjang tahun 1995 – 2006 yang tergambar dari grafik 4.2 adanya kecendrungan korelasi positif antara fluktuasi nilai tukar rupiah per dolar AS dengan fluktuasi tingkat inflasi yang terjadi. Yang paling mudah teridentifikasi adalah pada saat terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1997 dimana pada saat itu terjadi depresiasi nilai tukar rupiah kemudian berakibat kepada peningkatan secara besar-besaran tingkat inflasi. Hal ini bisa dilihat dari grafik 4.2 di atas. Akibat krisis yang melanda Indonesia yang dipicu oleh melemahnya nilai rupiah bahkan hampir sampai Rp 16.000/USD berakibat pula pada gejolak tingkat inflasi sampai 80%.
rd 80 70 60 50 40 30 20 10 0 2005Q2
2004Q2
2003Q2
2002Q2
2001Q2
2000Q2
1999Q2
1998Q2
1997Q2
1996Q2
1995Q2
1994Q2
1993Q2
1992Q2
1991Q2
1990Q2
rd
Grafik 4.3 : Tingkat Suku Bunga Sumber : Data diolah
Sedangkan untuk perkembangan suku bunga juga mengalami pengaruh akibat krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1997. hal ini dapat dilihat dari grafik 4.3 yang menunjukan tingkat suku bunga yang sangat tinggi, ini diakibatkan suku bunga merupakan salah satu kebijakan yang dapat dilakukan demi meredam tingkat inflasi yang terjadi pada saat krisis. Sedangkan untuk saat ini tingkat suku bunga berada pada kisaran 12% pertahun. Dan ini berada pada tingkat pertumbuhan yang stabil. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia berdampak pada berbagai fundamental ekonomi di negeri ini. Hal ini terlihat pada penurunan Gross Domestic Product (GDP) dan neraca pembayaran (BOP) atau cadangan devisa. Namun untuk saat ini fundamental ekonomi tersebut sudah mengalami peningkatan yang diakibatkan kondisi makro ekonomi Indonesia yang sudah mengalami recovery.
B. Penemuan dan Pembahasan 1. Deskripsi Data a. Sebelum diterapkannya free floating exchange rate system Hasil olah data yang dilakukan sebelum diterapkannya free floating exchangerate system, dapat dijelaskan mengenai variabel-variabel yang terdapat pada model yang digunakan dalam penelitian ini. Variabelvariabel tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 4.1 Data Variabel 1 Tahun
KURS (Rp/$)
Ekspor (Ribu $)
Impor (Ribu $)
Inflasi
SBI
GDP (Miliar Rp)
M1 (Miliar Rp)
1990Q1
1.823
3471515
4069740
0,002375
0,03285
28004,1
22155
1990Q2
1.844
3511595
4424544
0,005
0,036075
28604,2
23204
1990Q3
1.864
3687798
5135533
0,008625
0,04405
28804,3
22982
1990Q4
1.901
4015023
5676371
0,00875
0,0462
29804,3
23819
1991Q1
1.932
3915193
5754334
0,009875
0,0517
30532,8
23571
1991Q2
1.954
4308177
5845536
0,00595
0,042075
30573,9
24610
1991Q3
1.968
4806353
5817825
0,005125
0,046425
30806,3
25805
1991Q4
1.992
4838643
5845127
0,004875
0,046225
31520,2
26341
1992Q1
2.017
5150300
5940893
0,0035
0,044975
32691,1
27318
1992Q2
2.033
5338757
6144145
0,00425
0,041675
32206,3
26880
1992Q3
2.038
5956324
6512572
0,0015
0,038225
32706,2
27650
1992Q4
2.062
5763068
6038835
0,0161
0,034975
33501,2
28779
1993Q1
2.071
5898019
5813091
0,0161
0,032475
33901,7
30593
1993Q2
2.088
6155711
6482474
0,017425
0,029225
34553,1
31342
1993Q3
2.108
5905449
6007946
0,0206
0,021125
35921
34812
1993Q4
2.110
6569126
7409426
0,024425
0,02335
35331,3
36805
1994Q1
2.144
6386643
6189602
0,009275
0,021225
36092,9
37908
1994Q2
2.180
6912536
7597023
0,011475
0,0236
36955,1
39888
1994Q3
2.181
7404940
8101306
0,01845
0,0276
44639,6
42195
1994Q4
2.200
8011396
7682909
0,0231
0,0305
52234,1
45374
1995Q1
2.219
7638675
7608288
0,0076
0,03405
67693,8
44908
1995Q2
2.246
8943845
8883385
0,00585
0,036525
67693,2
47045
1995Q3
2.276
8197125
8463630
0,003525
0,03565
75377,7
48981
1995Q4
2.308
8221378
7859063
0,004625
0,034975
83062,3
52677
1996Q1
2.336
7909855
7748519
0,00815
0,034925
98431,3
53162
1996Q2
2.342
9479212
8581226
0,001925
0,034975
100922,2
56448
1996Q3
2.340
9670200
8155121
0,002275
0,034875
107102,8
59684
1996Q4
2.383
9748670
7627986
0,003825
0,03345
107962,8
64089
1997Q1 2.419 8531736 1997Q2 2.450 11842686 Sumber : Bank Indonesia
8952638 8966223
0,0049 0,00635
0,029075 0,02655
140761,1 149380,3
63565 69950,04
Tabel 4.2 Deskripsi Data 1
Variabel
Kurs
Ekspor
Impor
Inflasi
SBI
GDP
M1
(Y)
( X1)
( X2)
( X3)
( X4)
( X5)
( X6)
Mean
2127,633
6606332
6844510 0,008860 0,034987 55925,71 38751,33
Std.
178,2986
2152359
1353665 0,006583 0,007940 35595,36 14418,64
Min
1823
3471515
4069740 0,001500 0,021125
Max
2450
11842686 8966223 0,024425 0,051700 149380,3 69950,04
N
30
Deviasi
30
30
30
30
28004,1
22155
30
Sumber: Data diolah
Tabel data deskripsi di atas memperlihatkan bahwa semua variabel yang terdapat dalam penelitian, yaitu Y (kurs) sebagai variabel dependen yang merupakan tingkat nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika. Variabel X1 (ekspor), X2 (impor), X3 (inflasi), X4 (SBI), X5 (GDP) dan X6 (M1) sebagai variabel indevenden. Isi deskripsi statistik dalam penelitian
30
ini adalah rata-rata (means), standar deviasi, data terkecil (min), data terbesar (max) dan jumlah data yang diteliti (N). Tabel 4.1 dan 4.2 berdasarkan data yang diperoleh dari pengumpulan data triwulanan yang dimulai dari triwulan pertama tahun 1990 sampai dengan triwulan ke dua tahun 1997, dapat dilihat bahwa variabel dependen yaitu nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika atau kurs memiliki nilai rata-rata sebesar 2127,633 dan standar deviasi sebesar 178,2986 dengan nilai terkecil terjadi pada triwulan ke satu tahun 1990 yaitu sebesar 1823 , sedangkan nilai terbesar dari kurs rupiah terhadap dolar Amerika terjadi pada triwulan ke dua tahun 1997 yaitu sebesar 2450 dengan jumlah data sebanyak 30. Variabel independen berdasarkan pengumpulan data triwulanan dari triwulan ke satu tahun 1990 sampai dengan triwulan ke dua tahun 1997 diketahui bahwa nilai rata-rata dari ekspor Indonesia sebesar 6606332 dengan standar deviasi sebesar 2152359, untuk nilai terendah terjadi pada triwulan ke satu tahun 1990 yaitu sebesar
3471515,
sedangkan nilai tertinggi terjadi pada triwulan ke dua tahun 1997 yaitu sebesar 11842686 dengan jumlah data sebanyak 30. Variabel impor dapat dilihat dalam tabel mempunyai rata-rata sebesar 6844510 dengan standar deviasi sebesar 135665 dan nilai terendah dari variabel impor diketahui terjadi pada triwulan ke satu tahun 1990 yaitu sebesar 4069740, sedangkan nilai tertinggi terjadi pada
triwulan ke dua tahun 1997 yaitu sebesar 8966223 dengan jumlah data sebanyak 30. Variabel inflasi mempunyai rata-rata sebesar 0,008860 dengan standar deviasi sebesar 0,006583 dan nilai terendah dari variabel inflasi diketahui terjadi pada triwulan ke tiga tahun 1992 yaitu sebesar 0,001500. Sedangkan nilai tertinggi terjadi pada triwulan ke empat tahun 1993 yaitu sebesar 0,024425 dengan jumlah data sebanyak 30. Variabel suku bunga (SBI) mempunyai rata-rata sebesar 0,034987 dengan standar deviasi sebesar 0,007940 dan nilai terendah dari variabel suku bunga diketahui terjadi pada triwulan ke tiga tahun 1993 yaitu sebesar 0,021125. Sedangkan nilai tertinggi terjadi pada triwulan ke satu tahun 1991 yaitu sebesar 0,051700 dengan jumlah data sebanyak 30. Variabel pendapatan nasional (GDP) mempunyai rata-rata sebesar 55925,71 dengan standar deviasi sebesar 35595,36 dan nilai terendah dari variabel pendapatan nasional (GDP) diketahui terjadi pada triwulan ke satu tahun 1990 yaitu sebesar 28004,10. Sedangkan nilai tertinggi terjadi pada triwulan ke dua tahun 1997 yaitu sebesar 149380,3 dengan jumlah data sebanyak 30. Variabel jumlah uang beredar (M1) mempunyai rata-rata sebesar 38751,33 dengan standar deviasi sebesar 14418,64 dan nilai terendah dari variabel jumlah uang beredar (M1) diketahui terjadi pada triwulan ke satu tahun 1990 yaitu sebesar 22155. sedangkan nilai tertinggi terjadi pada
triwulan ke dua tahun 1997 yaitu sebesar 69950 dengan jumlah data sebanyak 30.
b. Setelah diterapkannya free floating exchange rate system Hasil olah data yang dilakukan setelah diterapkannya free floating exchangerate system, dapat dijelaskan mengenai variabel-variabel yang terdapat pada model yang digunakan dalam penelitian ini. Variabelvariabel tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 4.3 Data Variabel 2 Tahun 1997Q4 1998Q1 1998Q2 1998Q3 1998Q4 1999Q1 1999Q2 1999Q3 1999Q4 2000Q1 2000Q2 2000Q3 2000Q4 2001Q1 2001Q2 2001Q3 2001Q4 2002Q1 2002Q2 2002Q3 2002Q4 2003Q1 2003Q2
KURS (Rp/$) 4.650 8.325 14.900 10.700 8.025 8.685 6.726 8.388 7.100 7.590 8.735 8.780 9.595 10.400 11.440 9.675 10.400 9.855 8.730 9.015 8.940 8.908 8.285
Ekspor (Ribu $) 11162282 10618650 8336645 11155735 8850579 8555807 9940445 11001600 9339582 10852170 12072159 13600965 11842278 11193006 11182675 11694227 6949013 9715603 11637858 12548391 11019311 11666276 11772777
Impor (Ribu $) 11089445 8080755 5727586 9289399 7400088 6596962 7819617 7229544 7320170 8087849 9478782 9355711 10740090 8390074 8602235 7375809 5494039 6677928 7790231 8990447 7750773 9276588 8022926
Inflasi
SBI
0,027625 0,062825 0,113975 0,188675 0,194075 0,0102 0,006825 0,00005 0,005025 0,0025 0,00525 0,017 0,0235 0,0265 0,030275 0,03255 0,031375 0,0352 0,0287 0,02525 0,025 0,01775 0,0165
0,050575 0,058125 0,13535 0,175025 0,1245 0,093175 0,07165 0,03435 0,032275 0,028025 0,028175 0,0339 0,03535 0,0376 0,0409 0,043675 0,044 0,0421 0,03935 0,035425 0,032575 0,030275 0,02585
GDP (Miliar Rp) 173169,7 202194,6 228982,9 240082,6 260017,4 281051,6 279711,9 277583,2 281095,3 302421 316584 333739 337940,3 354497,9 370560,6 379177 386738,7 394031,7 402435,5 409594,7 403589,7 516820,1 515704,5
M1 (Miliar Rp) 78342,86 9827,29 109479,8 102563 101197,3 105705,1 105964 118124 124633 124663 133832 135430 162186 148375 160142 164237 177731 166173 174017 181791 191939 181239 194878
2003Q3 8.389 11941333 2003Q4 8.465 11178043 2004Q1 8.587 11048752 2004Q2 9.415 13528189 2004Q3 9.170 14819046 2004Q4 9.290 14907613 2005Q1 9.480 15425863 Sumber : Bank Indonesia
8028710 8411849 7956050 8484116 8955605 9440791 9603413
0,0155 0,01275 0,01275 0,017 0,0155 0,016 0,022
0,022225 0,02105 0,01915 0,018325 0,018425 0,01855 0,018575
530011,3 524221,8 540031,9 568253 594736,5 600010,1 628183,8
207587 223799 219086 233726 240911 253818 250492
Tabel 4.4 Deskripsi Data 2
Variabel
Mean
Kurs
Ekspor
Impor
Inflasi
SBI
GDP
M1
(Y)
( X1)
( X2)
( X3)
( X4)
( X5)
( X6)
9021,433 11318562
8248919
0,034604 0,046951 387772,4 159396,3
1689,041
1917055
1274312
0,047525 0,037643 129181,3 56506,14
Min
4650
6949013
5494039
0,018325 173169,7
9827,29
Max
14900
15425863 11089445 0,194075 0,175025 628183,8
253818
N
30
Std. Deviasi
30
30
0,00005
30
30
30
Sumber: Data diolah
Tabel data deskripsi 4.4 di atas memperlihatkan bahwa semua variabel yang terdapat dalam penelitian, yaitu Y (kurs) sebagai variabel devenden yang merupakan tingkat nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika. Variabel X1 (ekspor), X2 (impor), X3 (inflasi), X4(SBI), X5(GDP) dan X6 (M1) sebagai variabel indevenden. Isi deskripsi statistik dalam penelitian ini adalah rata-rata (means), standar deviasi, data terkecil (min), data terbesar (max) dan jumlah data yang diteliti (N).
30
Tabel 4.3 dan 4.4 berdasarkan data yang diperoleh dari pengumpulan data triwulanan yang dimulai setelah diterapkannya sistem nilai tukar mengambang bebas atau free floating exchange rate system yaitu dari triwulan ke empat tahun 1997 sampai dengan triwulan ke satu tahun 2005 dapat dilihat bahwa variabel devenden yaitu pertumbuhan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika atau kurs memiliki nilai rata-rata sebesar 9021,433 dengan standar deviasi sebesar 1689,041 dan nilai terkecil terjadi pada triwulan ke empat tahun 1997 yaitu sebesar 4650. Sedangkan nilai terbesar dari kurs rupiah terhadap dolar Amerika terjadi pada triwulan ke dua tahun 1998 yaitu sebesar 14900 dengan jumlah data sebanyak 30. Variabel independen berdasarkan pengumpulan data triwulanan dari triwulan ke empat tahun 1997 sampai dengan triwulan ke satu tahun 2005 diketahui bahwa nilai rata-rata dari ekspor Indonesia sebesar 11318562 dengan standar deviasi sebesar 1917055 dan nilai terendah terjadi pada triwulan ke empat tahun 2001 yaitu sebesar 6949013. Sedangkan nilai tertinggi terjadi pada triwulan ke satu tahun 2005 yaitu sebesar 15425863 dengan jumlah data sebanyak 30. Variabel impor dapat dilihat dalam tabel mempunyai rata-rata sebesar 8248919 dengan standar deviasi sebesar 1917055 dan nilai terendah dari variabel impor diketahui terjadi pada triwulan ke empat tahun 2001 yaitu sebesar 5494039. Sedangkan nilai tertinggi terjadi pada
triwulan ke empat tahun 1997 yaitu sebesar 11089445 dengan jumlah data sebanyak 30. Variabel inflasi mempunyai rata-rata sebesar 0,034604 dengan standar deviasi sebesar 0,047525 dan nilai terendah dari variabel inflasi diketahui terjadi pada triwulan ke tiga tahun 1999 yaitu sebesar 0,00005. Sedangkan nilai tertinggi terjadi pada triwulan ke empat tahun 1998 yaitu
sebesar 0,194075 dengan jumlah data sebanyak 30. Variabel suku bunga mempunyai rata-rata sebesar 0,046951 dengan standar deviasi sebesar 0,037643 dan nilai terendah dari variabel suku bunga diketahui terjadi pada triwulan ke dua tahun 2004 yaitu sebesar 0,018325. Sedangkan nilai tertinggi terjadi pada triwulan ke tiga tahun 1998 yaitu sebesar 0,175025 dengan jumlah data sebanyak 30. Variabel pendapatan nasional (GDP) mempunyai rata-rata sebesar 387772,4 dengan standar deviasi sebesar 129181,3 dan nilai terendah dari variabel pendapatan nasional (GDP) diketahui terjadi pada triwulan ke empat tahun 1997 yaitu sebesar 173169,7. Sedangkan nilai tertinggi terjadi pada triwulan ke satu tahun 2005 yaitu sebesar 628183,8 dengan jumlah data sebanyak 30. Variabel jumlah uang beredar (M1) mempunyai rata-rata sebesar 159396,3 dengan standar deviasi sebesar 56506,14 dan nilai terendah dari variabel jumlah uang beredar (M1) diketahui terjadi pada triwulan ke satu tahun 1998 yaitu sebesar 9827,29. Sedangkan nilai tertinggi terjadi pada
triwulan ke empat tahun 2004 yaitu sebesar 253818 dengan jumlah data sebanyak 30.
2. Pengujian Persyaratan Analisis (Uji Asumsi Klasik) a. Sebelum diterapkannya free floating exchange rate system 1. Normalitas 5 Series: Standardized Residuals Sample 1990:2 1997:2 Observations 29
4
3
2
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
0.259315 0.310316 2.156625 -1.183248 0.942389 0.281394 2.161162
Jarque-Bera Probability
1.232959 0.539842
1
0 -1
0
1
2
Grafik 4.4 : Uji Jarque-Bera atau Histogram Residual 1 Sumber : Data diolah
Korelogram pada grafik 4.4 menunjukan bahwa residual berdistribusi normal. Hal ini ditunjukan oleh : •
Kurva yang mengikuti bentuk lonceng
•
Nilai statistik Jarque-Bera yang memiliki probabilitas lebih besar dari 5% atau 0,539842 > 0,05. dengan demikian model ini dapat dipakai untuk melakukan penelitian karena uji dalam grafik 4.4 menunjukan bahwa model ini terdistribusi normal.
2. Multikolinieritas Tabel 4.5 Tabel Mutikolinearitas 1 EKSPOR
IMPOR
INFLASI
SBI
GDP
M1
EKSPOR
1.000000
0.724779
0.173085
-0.184307
-0.057978
-0.276743
IMPOR
0.724779
1.000000
-0.010065
-0.139461
-0.080890
-0.279022
INFLASI
0.173085
-0.010065
1.000000
0.127666
0.151385
0.062875
SBI
-0.184307
-0.139461
0.127666
1.000000
0.314747
0.633894
GDP
-0.057978
-0.080890
0.151385
0.314747
1.000000
0.220540
M1
-0.276743
-0.279022
0.062875
0.633894
0.220540
1.000000
Sumber : Data diolah
Tabel 4.5 di atas menunjukan bahwa variabel bebas tidak ada yang berkorelasi. Menurut Nachrowi Djalal dan Hardius Usman (2006:247) korelasi tergolong kuat jika besarnya 0,8 atau lebih. 3. Autokorelasi Tabel 4.6 Hasil Output Pengujian Korelogram 1 Autocorrelation . | . | .**| . | . |* . | . |* . | . *| . | . *| . | . | . | . | . | . *| . | . | . | . | . | . *| . | Sumber : Data diolah
Partial Correlation . | . | .**| . | . |**. | . |* . | . | . | . *| . | . | . | . *| . | . *| . | . | . | . | . | . | . |
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
AC 0.042 -0.283 0.194 0.177 -0.058 -0.146 0.010 -0.029 -0.130 -0.048 -0.018 -0.066
PAC 0.042 -0.285 0.241 0.068 0.047 -0.141 -0.024 -0.130 -0.072 -0.042 -0.033 -0.048
Q-Stat 0.0557 2.7253 4.0297 5.1575 5.2818 6.1188 6.1233 6.1601 6.9147 7.0222 7.0381 7.2683
Prob 0.099 0.133 0.161 0.260 0.295 0.410 0.521 0.546 0.635 0.722 0.777
Tabel 4.6 di atas menunujukan bahwa nilai statistik Q tidak signifikan, ditandai dengan nilai probabilitas yang lebih besar dari 5% atau 0,05. sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada masalah pelanggaran asumsi adanya Autokorelasi.
b. Setelah diterapkannya free floating exchange rate system 1. Normalitas 12 Series: Standardized Residuals Sample 1997:4 2005:1 Observations 30
10 8 6 4 2 0 -2
-1
0
1
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
0.091039 -0.066657 2.125511 -1.938517 1.022283 0.278844 2.769899
Jarque-Bera Probability
0.454954 0.796541
2
Grafik 4.5 : Uji Jarque-Bera atau Histogram Residual 2 Sumber : Data diolah
Korelogram pada grafik 4.5 menunjukan bahwa residual berdistribusi normal. Hal ini ditunjukan oleh : •
Kurva yang mengikuti bentuk lonceng
•
Nilai statistik Jarque-Bera yang memiliki probabilitas lebih besar dari 5% atau 0,796541 > 0,05. dengan demikian model ini dapat dipakai untuk
melakukan penelitian karena uji dalam grafik 4.5 menunjukan bahwa model ini terdistribusi normal.
2. Multikolinieritas Tabel 4.7 Tabel Mutikolinearitas 2 EKSPOR
IMPOR
INFLASI
SBI
GDP
M1
EKSPOR
1.000000
0.696618
-0.298922
-0.499920
0.630917
0.570573
IMPOR
0.696618
1.000000
-0.124308
-0.255794
0.159564
0.137185
INFLASI
-0.298922
-0.124308
1.000000
0.560201
-0.383439
-0.374302
SBI
-0.499920
-0.255794
0.560201
1.000000
-0.612341
-0.579009
GDP
0.630917
0.159564
-0.383439
-0.612341
1.000000
0.647036
M1
0.570573
0.137185
-0.374302
-0.579009
0.647036
1.000000
Sumber : Data diolah
Tabel 4.7 di atas menunjukan bahwa variabel bebas tidak ada yang berkorelasi. Menurut Nachrowi Djalal dan Hardius Usman (2006:247) korelasi tergolong kuat jika besarnya 0,8 atau lebih.
3. Autokorelasi Tabel 4.8 Hasil Output Pengujian Korelogram 2 Autocorrelation . |*** | . |* . | . *| . | . *| . | . *| . | ***| . | .**| . | .**| . | . *| . | . *| . | . |* . | . |* . | . | . | . | . | . | . | . | . | Sumber : Data diolah
Partial Correlation . |*** | . | . | . *| . | . | . | . | . | ***| . | . | . | . *| . | . | . | . *| . | . |* . | . *| . | . *| . | . *| . | . | . | .**| . |
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
AC 0.376 0.136 -0.096 -0.122 -0.129 -0.358 -0.204 -0.233 -0.065 -0.068 0.088 0.084 -0.030 -0.026 0.006 -0.005
PAC 0.376 -0.006 -0.168 -0.037 -0.052 -0.357 0.036 -0.172 -0.041 -0.113 0.093 -0.160 -0.156 -0.114 0.018 -0.235
Q-Stat 4.6716 5.3031 5.6277 6.1770 6.8187 11.943 13.673 16.034 16.225 16.445 16.839 17.215 17.266 17.306 17.308 17.310
Prob 0.061 0.071 0.131 0.186 0.234 0.063 0.057 0.062 0.062 0.088 0.113 0.142 0.187 0.240 0.301 0.366
Tabel 4.8 di atas menunjukan bahwa nilai statistik Q tidak signifikan, ditandai dengan nilai probabilitas yang lebih besar dari 5% atau 0,05. sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada masalah pelanggaran asumsi adanya Autokorelasi.
3. Uji F (Uji Secara Simultan) Uji F dilakukan untuk melihat apakah variabel independen secara bersama-sama mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Jika nilai F hitung lebih besar dari nilai F tabel maka Ho ditolak dan H1 diterima, hal ini berarti bahwa secara bersama-sama (simultan) variabel-
variabel yang terdapat dalam model berpengaruh signifikan terhadap variabel dependennya. a. Sebelum diterapkannya free floating exchange rate system Tabel 4.9 Hasil Output Metode ARCH GARCH 1
SQR(GARCH) C EKSPOR IMPOR INFLASI SBI GDP M1
Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
2.803053 1503.351 -4.35E-05 4.00E-05 488.8287 -1460.304 0.001171 0.001839
5.650144 341.5918 2.09E-06 7.27E-07 3803.994 3170.423 0.000615 0.000379
0.496103 4.401017 -20.78430 55.07703 0.128504 -0.460602 1.903509 4.856185
0.6198 0.0000 0.0000 0.0000 0.8978 0.6451 0.0570 0.0000
0.318660 0.394622 0.331211 0.532162 -6.60E-09
0.7500 0.6931 0.7405 0.5946 1.0000
Variance Equation C ARCH(1) (RESID<0)*ARCH(1) GARCH(1) INFLASI
707.5768 0.304307 0.478971 0.296428 -0.000525
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.946707 0.900519 54.17013 44016.04 -148.0116 1.720860
Inverted AR Roots
2220.473 0.771136 1.446121 0.557027 79611.83
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
2138.138 171.7473 11.17322 11.83329 20.49699 0.000000
-.01
Estimation Command: ===================== ARCH(T,M,H,DERIV=AN) KURS C EKSPOR IMPOR INFLASI SBI GDP M1 @ INFLASI Estimation Equation: ===================== KURS = C(1)*SQR(GARCH) + C(2) + C(3)*EKSPOR + C(4)*IMPOR + C(5)*INFLASI + C(6)*SBI + C(7)*GDP + C(8)*M1 Substituted Coefficients: ===================== KURS = 2.803052529*SQR(GARCH) + 1503.351109 - 4.348114717e-05*EKSPOR + 4.003390261e-05*IMPOR + 488.8287198*INFLASI - 1460.303986*SBI + 0.001171428888*GDP + 0.001838630849*M1 GARCH = 707.5768+0.304307ARCH(1)+0.478971(RESID<0)*ARCH(1)+ 0.296428*GARCH(1) -0.000525*INFLASI
Nilai F hitung berdasarkan tabel output dengan menggunakan metode ARCH GARCH di atas menunjukan nilai F hitung adalah sebesar 20,49699. Sementara itu, dengan menggunakan α = 5% dan derajat kebebasan (6,23) diperoleh nilai F tabel sebesar 2,53 Sehingga 20,49699 > 2,53 atau dengan kata lain F hitung lebih besar dari pada F tabel sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam model tersebut variabel-variabel independen secara simultan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap nilai tukar rupiah per dolar Amerika Serikat. Hal ini sesuai dengan teori yang di kemukakan oleh Hamdy Hady (2006) bahwa ekspor, impor inflasi, SBI, GDP dan jumlah uang beredar mempengaruhi fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa selama periode triwulan pertama tahun 1990 sampai dengan triwulan ke dua tahun. 1997 atau pada saat Indonesia masih menggunakan sistem nilai tukar mengambang terkendali (managed flaoting exchange rate system) ekspor, impor inflasi, SBI, GDP dan jumlah uang beredar berpengaruh secara signifikan terhadap fluktuasi nilai tukar rupiah per dolar Amerika Serikat. Hal ini terjadi karena pada tahun 1992 Indonesia menerapkan kebijakan nilai tukar Crawling Band yang merupakan bagian dari managed flaoting exchange rate system yang lebih menitikberatkan kepada peningkatan fleksibilitas nilai tukar rupiah. Fleksibilitas nilai tukar tersebut tercermin dari semakin berkurangnya ketergantungan bank-bank kepada Bank Indonesia dalam melakukan transaksi Devisa. Menurut Miranda S.
Goeltom dan Doddy Zuverdi (1998), Perkembangan nilai tukar rupiah selama periode managed floating dalam pelaksanaannya mempunyai esensi yang berbeda-beda sesuai dengan karakteristik perekonomian pada saat tersebut. b. Setelah diterapkannya free floating exchange rate system Tabel 4.10 Hasil Output Metode ARCH GARCH 2
SQR(GARCH) C EKSPOR IMPOR INFLASI SBI GDP M1
Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
0.753703 8802.879 -0.000252 0.000772 3357.964 -20798.08 0.004322 0.020077
0.295445 1220.351 9.58E-07 1.11E-06 9839.797 17238.18 0.000729 0.003763
2.551081 7.213397 -263.1474 697.0505 0.341264 -1.206513 5.929058 5.334634
0.0107 0.0000 0.0000 0.0000 0.7329 0.2276 0.0000 0.0000
2.256002 0.437714 -0.900340 -0.451320 0.000000
0.0241 0.6616 0.3679 0.6518 1.0000
Variance Equation C ARCH(1) (RESID<0)*ARCH(1) GARCH(1) INFLASI R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
1613626. 0.144989 -0.422469 -0.034229 0.000000
715259.0 0.331241 0.469233 0.075842 17950167
0.620277 0.611060 1679.675 47962226 -254.2802 1.419330
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
9021.433 1689.041 17.81868 18.42586 7.027028 0.008069
Estimation Command: ===================== ARCH(T,M,H,DERIV=AN) KURS C EKSPOR IMPOR INFLASI SBI GDP M1 @ INFLASI Estimation Equation: ===================== KURS = C(1)*SQR(GARCH) + C(2) + C(3)*EKSPOR + C(4)*IMPOR + C(5)*INFLASI + C(6)*SBI + C(7)*GDP + C(8)*M1
Substituted Coefficients: ===================== KURS = 0.7537031455*SQR(GARCH) + 8802.878504 0.0002520202369*EKSPOR + 0.000771682801*IMPOR + 3357.963877*INFLASI 20798.0827*SBI + 0.004322208136*GDP + 0.02007677254*M1 GARCH = 1613626 + 0.144989* ARCH(1) -0.422469*(RESID<0)*ARCH(1) 0.034229* GARCH(1)+ 0.000000* INFLASI
Nilai F hitung setelah diterapkannya free floating exchange rate system, berdasarkan tabel output dengan menggunakan metode ARCH GARCH di dapat nilai F hitung sebesar 7,027028. Sementara itu, dengan menggunakan α = 5% dan derajat kebebasan (6,23) diperoleh nilai F tabel sebesar 2,53. Sehingga 7,027028 > 2,53 atau dengan kata lain F hitung lebih besar dari pada F tabel sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam model tersebut variabelvariabel independen secara simultan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap nilai tukar rupiah per dolar Amerika Serikat. Hal ini sesuai dengan teori yang di kemukakan oleh Hamdy Hady (2006) bahwa ekspor, impor inflasi, SBI, GDP dan jumlah uang beredar mempengaruhi fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Disamping itu, hal ini terjadi karena setelah diterapkannya free floating exchange rate system nilai tukar rupiah di serahkan kepada mekanisme pasar yang menyebabkan setiap fluktuasi nilai tukar rupiah akan lebih banyak disebabkan oleh permintaan dan penawaran valas. Menurut Adwin Suya A (2002) pada dasarnya free floating exchange rate system menghendaki tidak adanya campur tangan pemegang otoritas moneter suatu negara secara formal dalam rangka menstabilkan atau mengatur nilai tukar mata uangnya.
4. Uji t (Uji Secara Parsial) Jika nilai Prob < alpha atau t hitung > t tabel maka terdapat pengaruh yang signifikan secara parsial dari variabel independen terhadap variabel dependen. a. Sebelum diterapkannya free floating exchange rate system 1) Pengaruh variabel ekspor terhadap nilai tukar rupiah Hasil pengolahan data menunjukan bahwa nilai t hitung variabel ekspor adalah sebesar 20,78430 dan nilai t tabel dengan alpha 0,05 (5%) di dapat nilai sebesar ± 2,069, sehingga 20,78430 > ± 2,069 atau dengan kata lain t
hitung > t tabel maka H0
ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa variabel ekspor secara parsial mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap nilai tukar rupiah per dolar Amerika Serikat. Besarnya koefisisn variabel ekspor adalah -0,0000435 yang berarti bahwa setiap kenaikan ekspor 1% maka nilai tukar rupiah akan menguat terhadap dolar Amerika atau dolar Amerika akan terdepresiasi sebesar 0,0000435% dengan anggapan cateris paribus. Hasil ini sesuai dengan teori yang dikemukan Hamdy Hady (2006) bahwa ekspor mempengaruhi nilai tukar rupiah.
2) Pengaruh variabel impor terhadap nilai tukar rupiah Hasil pengolahan data dengan menggunakan metode ARCH GARCH menunjukan bahwa nilai t hitung variabel impor adalah sebesar 55,07703 dan nilai t tabel dengan alpha 0,05 (5%) di dapat nilai sebesar ± 2,069, jadi dapat disimpulakan 55,07703 > ± 2,069 atau dengan kata lain t hitung > t tabel maka H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan variabel impor secara parsial mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap nilai tukar rupiah per dolar Amerika Serikat. Besarnya koefisisn variabel impor dengan menggunakan metode ARCH GARCH adalah sebesar 0,00004 yang berarti bahwa setiap kenaikan impor 1% maka dolar Amerika akan apresiasi terhadap rupiah atau nilai tukar rupiah akan melemah terhadap dolar Amerika sebesar 0,00004% dengan anggapan cateris paribus. Hasil ini sesuai dengan teori yang dikemukan Hamdy Hady (2006) bahwa impor mempengaruhi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.
3) Pengaruh variabel inflasi terhadap nilai tukar rupiah Hasil pengolahan data yang terlihat dalam tabel 4.9 menunjukan bahwa nilai t hitung variabel inflasi adalah sebesar 0,128504 dan nilai t tabel dengan alpha 0,05 (5%) di dapat nilai sebesar ± 2,069, jadi dapat disimpulakan 0,128504 < ± 2,069 atau
dengan kata lain t hitung < t tabel maka H0 diterima dan H1 ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa variabel inflasi secara parsial tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap nilai tukar rupiah per dolar Amerika Serikat. 4) Pengaruh variabel SBI terhadap nilai tukar rupiah Hasil pengolahan data dengan menggunakan metode ARCH GARCH yang terlihat dalam tabel 4.9 menunjukan nilai t hitung variabel SBI adalah sebesar 0,460602 dan nilai t
tabel
dengan alpha 0,05 (5%) di dapat nilai sebesar ± 2,069, jadi dapat disimpulakan 0,460602 < ± 2,069 atau dengan kata lain t hitung < t tabel maka H0 diterima dan H1 ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa variabel SBI secara parsial tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap nilai tukar rupiah per dolar Amerika Serikat. 5) Pengaruh variabel GDP terhadap nilai tukar rupiah Hasil pengolahan data menunjukan bahwa nilai t hitung variabel GDP adalah sebesar 1,903509 dan nilai t tabel dengan alpha 0,05 (5%) di dapat nilai sebesar ± 2,069, jadi dapat disimpulakan 1,903509 < ± 2,069 atau dengan kata lain t hitung < t tabel maka H0 diterima dan H1 ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa variabel GDP secara parsial tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap nilai tukar rupiah per dolar Amerika Serikat.
6) Pengaruh variabel M1 terhadap nilai tukar rupiah Hasil pengolahan data yang terlihat dalam tabel 4.9 menunjukan bahwa nilai t hitung variabel M1 adalah sebesar 4,856185 dan nilai t tabel dengan alpha 0,05 (5%) di dapat nilai sebesar ± 2,069, jadi dapat disimpulakan 4,856185 > ± 2,069 atau dengan kata lain t hitung > t tabel maka H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa variabel M1 secara parsial mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap nilai tukar rupiah per dolar Amerika Serikat. Besarnya koefisisn variabel jumlah uang beredar (M1) adalah 0,001839 yang berarti bahwa setiap kenaikan jumlah uang beredar (M1) 1% maka dolar Amerika akan apresiasi terhadap nilai tukar rupiah atau nilai tukar rupiah akan melemah terhadap dolar Amerika sebesar 0,001839% dengan anggapan cateris paribus. Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Adwin Surya A (2002) dan Ni Made Sukartini dan Somnya Laksana (2000) yang mengatakan bahwa jumlah uang beredar mempengaruhi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika.
b. Setelah diterapkannya free floating exchange rate system 1) Pengaruh variabel ekspor terhadap nilai tukar rupiah Hasil pengolahan data dengan menggunakan metode ARCH GARCH menunjukan bahwa nilai t hitung variabel ekspor
adalah sebesar 263,1474 dan nilai t tabel dengan alpha 0,05 (5%) di dapat nilai sebesar ± 2,069, jadi dapat dikatakan bahwa 263,1474 > ± 2,069 atau dengan kata lain t hitung > t tabel maka H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa variabel ekspor secara parsial mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap nilai tukar rupiah per dolar Amerika Serikat. Besarnya koefisisn variabel ekspor adalah -0,000252 yang berarti bahwa setiap kenaikan ekspor 1% maka dolar Amerika akan mengalami depresiasi terhadap rupiah atau nilai tukar rupiah akan menguat terhadap dolar Amerika sebesar 0,000252% dengan anggapan cateris paribus. Hasil ini sesuai dengan teori yang dikemukan Hamdy Hady (2006) bahwa ekspor mempengaruhi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika.
2) Pengaruh variabel impor terhadap nilai tukar rupiah Hasil pengolahan data yang terlihat dalam tabel 4.10 menunjukan bahwa nilai t hitung variabel impor adalah sebesar 697,0505 dan nilai t tabel dengan alpha 0,05 (5%) di dapat nilai sebesar ± 2,069, jadi dapat disimpulakan 697,0505 > ± 2,069 atau dengan kata lain t hitung > t tabel maka H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa variabel impor secara parsial mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap nilai tukar rupiah per dolar Amerika Serikat.
Besarnya koefisisn variabel impor yang terlihat dalam tabel di atas adalah sebesar 0,000772. Hal ini berarti bahwa setiap kenaikan impor 1% maka dolar Amerika akan mengalami apresiasi terhadap rupiah atau dengan kata lain nilai tukar rupiah akan melemah terhadap dolar Amerika sebesar 0,000772% dengan anggapan cateris paribus. Hasil ini sesuai dengan teori yang dikemukan Hamdy Hady (2006) dan Anggita Mahda Kurnia bahwa impor mempengaruhi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika.
3) Pengaruh variabel inflasi terhadap nilai tukar rupiah Hasil pengolahan data menunjukan bahwa nilai t hitung variabel inflasi adalah sebesar 0,341264 dan nilai t tabel dengan alpha 0,05 (5%) di dapat nilai sebesar ± 2,069, jadi dapat disimpulakan 0,341264 < ± 2,069 atau dengan kata lain t hitung < t tabel maka H0 diterima dan H1 ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa variabel inflasi secara parsial tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap nilai tukar rupiah per dolar Amerika Serikat. 4) Pengaruh variabel SBI terhadap nilai tukar rupiah Hasil pengolahan data dengan metode ARCH GARCH menunjukan bahwa nilai t hitung variabel SBI adalah sebesar 1,206513 dan nilai t tabel dengan alpha 0,05 (5%) di dapat nilai sebesar ± 2,069, jadi dapat disimpulakan 1,206513 < ± 2,069 atau
dengan kata lain t hitung < t tabel maka H0 diterima dan H1 ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa variabel SBI secara parsial tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap nilai tukar rupiah per dolar Amerika Serikat.
5) Pengaruh variabel GDP terhadap nilai tukar rupiah Hasil pengolahan data yang terlihat dalam tabel 4.10 menunjukan bahwa nilai t hitung variabel GDP adalah sebesar 5,929058 dan nilai t tabel dengan alpha 0,05 (5%) di dapat nilai sebesar ± 2,069, jadi dapat disimpulakan 5,929058 > ± 2,069 atau dengan kata lain t hitung > t tabel maka H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa variabel GDP secara parsial mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap nilai tukar rupiah per dolar Amerika Serikat. Besarnya koefisisn variabel GDP adalah 0,004322 yang berarti bahwa setiap kenaikan GDP 1% maka dolar Amerika akan mengalami apresiasi terhadap rupiah atau nilai tukar rupiah akan melemah terhadap dolar Amerika sebesar 0,004322% dengan anggapan cateris paribus. Hasil ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Adwin Surya A (2002) yang menyatakan
bahwa
pendapatan
nasional
atau
GDP
tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap nilai tukar rupiah per dolar Amerika Serikat.
6) Pengaruh variabel M1 terhadap nilai tukar rupiah Hasil pengolahan data dengan menggunakan metode ARCH GARCH menunjukan bahwa nilai t hitung variabel M1 adalah sebesar 5,334634 dan nilai t tabel dengan alpha 0,05 (5%) di dapat nilai sebesar ± 2,069, jadi dapat disimpulakan 5,334634 > ± 2,069 atau dengan kata lain t hitung > t tabel maka H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa variabel M1 secara parsial mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap nilai tukar rupiah per dolar Amerika Serikat. Besarnya koefisisn variabel jumlah uang beredar (M1) yang terlihat dalam tabel 4.10 adalah sebesar 0,020077 yang berarti bahwa setiap kenaikan jumlah uang beredar (M1) 1% maka dolar akan mengalami apresiasi terhadap rupiah atau nilai tukar rupiah akan melemah terhadap dolar Amerika sebesar 0,020077% dengan anggapan cateris paribus. Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Adwin Surya A (2002) dan Ni Made Sukartini dan Somnya Laksana (2000) yang mengatakan bahwa
variabel
jumlah
uang
beredar
secara
signifikan
mempengaruhi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.
Berdasarkan hasil analsis sebelum dan setelah diterapkannya free floating exchange rate system dengan menggunakan metode ARCH GARCH yang ditunjukan oleh tabel 4.9 dan tabel 4.10 diatas terlihat
bahwa adanya perbedaan dari faktor yang mempengaruhi nilai tukar rupiah dari ke dua sistem tersebut. Hal ini terjadi karena pada saat managed floating exchange rate system pemerintah menerapkan batas atas dan batas bawah nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika yang menyebabkan mekanisme pasar tidak berjalan dengan baik. Sedangkan pada saat Indonesia menerapkan free floating exchange rate system nilai tukar diserahkan kepada mekanisme pasar. Sehingga semua kondisi yang mempengaruhi pasar dapat langsung mempengaruhi nilai tukar rupiah. Adanya perbedaan tersebut dikarenakan ke dua rezim sistem nilai tukar tersebut mempunyai ciri dan karakteristik yang berbeda. Selain itu, perbedaan tersebut diperkirakan karena pada saat managed floating exchange rate system kondisi ekonomi, keamanan, dan politik Indonesia relatif stabil dibandingkan pada saat diterapkannya free floating exchange rate system dimana Indonesia mengalami krisis ekonomi yang mempengaruhi hampir semua aspek kehidupan.
3. Uji Koefisien Determinasi (R²) Uji koefisien determinasi ditujukan untuk melihat seberapa besar kemampuan variabel independen menjelaskan variabel dependen. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan metode ARCH GARCH diperoleh nilai adjusted R² sebelum diterapkannya free floating exchange rate system sebesar 0,946707 yang berarti bahwa variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel independen sebesar
94,6707% dan sisanya sebesar 5,3293% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam penelitian ini. Sedangkan untuk nilai adjusted R² setelah diterapkannya free floating exchange rate system diperoleh hasil sebesar 0, 620277 yang berarti bahwa variabel dependan dapat dijelaskan oleh variabel independen sebesar 62,0277% dan sisanya sebesar 37,9723% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam penelitian ini. Terjadinya perbedaan besarnya adjusted R² diperkirakan karena pada saat sebelum diterapkannya free floating exchange rate system keaadan atau kondisi aspek-aspek kehidupan Bangsa Indonesia relatif stabil. Sehingga nilai tukar rupiah di pasar valuta asing mayoritas atau 94,6707% dipengaruhi oleh faktor-faktor ekonomi yang dalam hal ini adalah ekspor, impor, inflasi, SBI, GDP dan M1. Berbeda dengan sebelum diterapkannya free floating exchange rate system, keaadan atau kondisi aspek-aspek kehidupan Bangsa Indonesia setelah diterapkannya free floating exchange rate system relatif tidak stabil yang menyebabkan nilai tukar rupiah selain dipengaruhi oleh faktor ekonomi dalam hal ini adalah ekspor, impor inflasi, SBI, GDP dan M1 yaitu 62,0277%. Namun sekitar 37,9723% nilai tukar rupiah setelah diterapkannya free floating exchange rate system disebabkan oleh faktor diluar dari variabel ekspor, impor, inflasi, SBI, GDP dan M1.
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penemuan dan pembahasan maka kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Hasil pengujian variabel dependen sebelum diterapkannya free floating exchange rate system yaitu nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika, berdasarkan Uji F dapat diketahui bahwa terdapat pengaruh yang signifikan secara bersama-sama (simultan) variabel independen yaitu ekspor, impor, inflasi, SBI dan jumlah uang beredar (M1) terhadap nilai tukar rupiah di pasar valuta asing terhadap dolar Amerika. Sedangkan dari hasil pengujian variabel dependen setelah diterapkannya free floating exchange rate system dapat diketahui juga bahwa terdapat pengaruh yang signifikan secara bersama-sama (simultan) variabel independen yaitu ekspor, impor, inflasi, SBI dan jumlah uang beredar (M1) terhadap nilai tukar rupiah di pasar valuta asing terhadap dolar Amerika. Kedua hasil ini sesuai dengan teori yang di kemukakan oleh Hamdy Hady (2006) bahwa ekspor, impor inflasi, SBI, GDP dan jumlah uang beredar mempengaruhi fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. 2. Berdasarkan hasil Uji t (Uji Secara Parsial), sebelum diterapkannya free floating exchange rate system dapat diketahui hanya variabel ekspor, impor dan jumlah uang beredar (M1) saja yang secara signifikan
mempengaruhi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika dan variabel inflasi, SBI, dan GDP diketahui tidak signifikan mempengaruhi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika. Sedangkan pada saat diterapkannya free floating exchange rate system dapat diketahui hanya variabel ekspor, impor, GDP dan jumlah uang beredar (M1) yang secara signifikan mempengaruhi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika dan variabel inflasi dan SBI diketahui tidak signifikan mempengaruhi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika. Namun hasil ini berbeda dengan penelitian terdahulu yang dlakukan oleh Adwin Surya. A (2002) yang mengatakan hanya jumlah uang beredar yang mempengaruhi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. 3. Berdasarkan Uji Koefisien Determinasi sebelum diterapkannya free floating exchange rate system diperoleh nilai adjusted R square sebesar 0,946707 yang berarti bahwa variabel dependen yakni nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika mampu dijelaskan oleh variabel independen yaitu ekspor, impor, inflasi, SBI, GDP dan jumlah uang beredar (M1) sebesar 94,6707% dan sisanya sebesar 5,3293% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam model ini. Sedangkan pada saat diterapkannya free floating exchange rate system diperoleh nilai adjusted R square sebesar 0,620277 yang berarti bahwa variabel dependen yakni nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika mampu dijelaskan oleh variabel independen yaitu ekspor, impor, inflasi, SBI, GDP dan jumlah uang beredar (M1) sebesar
62,0277% dan sisanya sebesar 37,9723% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam model ini.
B. Implikasi 1. Bagi Akademisi Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan pustaka bagi ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang nilai tukar valuta asing dan keuangan, serta dapat di gunakan sebagai bahan pertimbangan dan tambahan informasi dalam melakukan penelitian selanjutnya. 2. Bagi Investor Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu para investor dalam pengambilan keputusan investasi yang tepat, sehingga dapat memberikan tingkat return yang maksimal dengan tingkat risiko yang minimal. 3. Bagi Pemerintah a. Mengatur jumlah uang beredar melalui kebijakan moneter karena setiap kenaikannya akan berdampak pada apresiasi dan depresiasi nilai tukar. b. Meningkatkan pertumbuhan ekspor, investasi, dan konsumsi.
DAFTAR PUSTAKA Adios, Levi Iqbal.” Analisis Fluktuasi Kurs Rupiah Terhadap Dollar Amerika Serikat.” skripsi tidak diterbitkan, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2002. Anggita & Didit Purnomo.” Analisis Fluktuasi Kurs Rupiah (1997-1, 2004-IV).” Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol.7, No.1, Maret 2006. Arifin, Sjamsoel.”Efektifitas Kebijakan Suku Bunga Dalam Rangka Stabilisasi Rupiah Dimasa Krisis.”Buletin Ekonomi Moneter Dan Perbankan, Desember 1998. Astiyah, Siti & M. Samtoso S.”Nilai Tukar Dan Trade Flows”. Buletin Ekonomi Moneter Dan Perbankan, Desember 2005. Bank Indonesia.”Statistik Keuangan Dan Ekonomi Internasional.” Januari 1990Juli 2005. Boediono.”Seri Sinopsis Ekonomi Makro”, Edisi 2, BPEE, Yogyakarta, 2000. Direktorat Riset Ekonomi Dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia.” Dinamika Perkembangan Nilai Tukar”, Makalah disampaikan pada Sekolah Pendidikan Staff Bank Dan Pimpinan Bank, Jakarta, 7 Juni 200. Eitmen, David K., Stonehill, Arthur L & Moffet, Michael H,”Manajemen Keuangan multinasional,” Jilid 1, Edisi Kesembilan Belas, Terjemahan, Pt Indeks Kelompok Gramedia, Jakarta, 2003. Goeltom, Miranda S & Zulverdi Doddy”,Manajemen Nilai Tukar Di Indonesia Dan Permasalahannya,”Buletin Ekonomi Moneter Dan Perbankan, September 1998. Hady, Hamdy,”Valas Untuk Manajer”, Mitra Wacana Media, Jakarta,2005. Hady, Hamdi,”Manajemen Keuangan Internasional”, Mitra Wacana Media, Jakarta, 2006. Herlambang, S & Brastoro,”Ekonomi Makro Teori Analisis Dan Kebijakan,” Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001. Krugmen, R. Paul, dan Maurice, Obstfield,”Ekonomi Internasional Dan Teori Kebijakan”, Jilid Dua, Edisi Ke Empat, Terjemahan, PT. Indeks Kelompok Gramedia, Jakarta, 2000.
Madura, Jeft,”Manajemen Keuangan Internasional”, Edisi Kelima, Terjemahan, Erlangga, Jakarta,2000. Mankiw, Gregory N,”Macroeconomics,” Fourth Edition, Terjemahan, Worth Publishers Inc, New York, 2000. Nachrowi, Nachrowi D & Hardius Usman,”Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrika Untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan,” Lembaga Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta, 2006. Nophirin, PhD,”Ekonomi Moneter,” Buku 1. Edisi 4, BPEE, Yogyakarta,1992 Salvatore, Dominick,”Ekonomi Internasional,”Jilid Kelima, Terjemahan, Jakarta, 2007. Santoso, Singgih,”Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik”, Elexkom Putindo, Jakarta,2000. Setiawan, Sigit & Samosir,”Faktor-Faktor Yang Memepengaruhi Suku Bunga SBI,”Kajian ekonomi dan Keuangan Vol.10, No.1, Maret 2006. Suharyadi & Purwanto S.K,”Statistika Untuk Ekonomi Dan Keuangan Modern,”Edisi Pertama, Salemba Empat, Jakarta, 2003. Sukartini, Ni Made & Soemnya.L Mienati,”Analisa Pengaruh Fundamental Ekonomi Pada Nilai Tukar Rupiah Terhadap USD: Tianjauan Pada masa Krisis Ekonomi,”Jurnal Penelitian Dinamika Sosial Vol. 1, No. 3, Desember 2000. Sukirno, Sadono,”Pengantar Teori Mikroekonomi,” RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2002.
Edidsi
Ketiga,
PT
Surya A, Adwin,”Free Floating Exchange Rate System Dan Penerapannya Pada kebijaksanaan Ekonomi Di Negara Yang Berperekonomian Kecil Dan Terbuka,”Jurnal Akuntansi Dan Keuangan Vol.3, N0.1, Mei 2001. Surya A, Adwin,”Analisa Pergerakan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar Amerika Setelah Diterapkannya kebijakan sistem Nilai Tukar Mengambang Bebas Di Indonesia,”Jurnal Akuntansi Dan Keuangan Vol. 4, N0.1, Mei 2002. Wibowo, Tri & Amir, Hidayat,”Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Tukar Rupiah,”Kajian Ekonomi dan Keuangan Vol. 9, No. 4, Desember 2003. Winarno, Wing Wahyu,”Analisis Ekonometrika Eviews,”UPP STIM YKPN, Yogyakarta, 2007.
Dan
Statistika
Dengan
DATA VARIABEL
Tahun
KURS (Rp/$)
Ekspor (Ribu $)
Impor (Ribu $)
Inflasi
SBI
GDP (Miliar Rp)
M1 (Miliar Rp)
1990Q1
1.823
3471515
4069740
0,002375
0,03285
28004,1
22155
1990Q2
1.844
3511595
4424544
0,005
0,036075
28604,2
23204
1990Q3
1.864
3687798
5135533
0,008625
0,04405
28804,3
22982
1990Q4
1.901
4015023
5676371
0,00875
0,0462
29804,3
23819
1991Q1
1.932
3915193
5754334
0,009875
0,0517
30532,8
23571
1991Q2
1.954
4308177
5845536
0,00595
0,042075
30573,9
24610
1991Q3
1.968
4806353
5817825
0,005125
0,046425
30806,3
25805
1991Q4
1.992
4838643
5845127
0,004875
0,046225
31520,2
26341
1992Q1
2.017
5150300
5940893
0,0035
0,044975
32691,1
27318
1992Q2
2.033
5338757
6144145
0,00425
0,041675
32206,3
26880
1992Q3
2.038
5956324
6512572
0,0015
0,038225
32706,2
27650
1992Q4
2.062
5763068
6038835
0,0161
0,034975
33501,2
28779
1993Q1
2.071
5898019
5813091
0,0161
0,032475
33901,7
30593
1993Q2
2.088
6155711
6482474
0,017425
0,029225
34553,1
31342
1993Q3
2.108
5905449
6007946
0,0206
0,021125
35921
34812
1993Q4
2.110
6569126
7409426
0,024425
0,02335
35331,3
36805
1994Q1
2.144
6386643
6189602
0,009275
0,021225
36092,9
37908
1994Q2
2.180
6912536
7597023
0,011475
0,0236
36955,1
39888
1994Q3
2.181
7404940
8101306
0,01845
0,0276
44639,6
42195
1994Q4
2.200
8011396
7682909
0,0231
0,0305
52234,1
45374
1995Q1
2.219
7638675
7608288
0,0076
0,03405
67693,8
44908
1995Q2
2.246
8943845
8883385
0,00585
0,036525
67693,2
47045
1995Q3
2.276
8197125
8463630
0,003525
0,03565
75377,7
48981
1995Q4
2.308
8221378
7859063
0,004625
0,034975
83062,3
52677
1996Q1
2.336
7909855
7748519
0,00815
0,034925
98431,3
53162
1996Q2
2.342
9479212
8581226
0,001925
0,034975
100922,2
56448
1996Q3
2.340
9670200
8155121
0,002275
0,034875
107102,8
59684
1996Q4
2.383
9748670
7627986
0,003825
0,03345
107962,8
64089
1997Q1 1997Q2
2.419 2.450
8531736 11842686
8952638 8966223
0,0049 0,00635
0,029075 0,02655
140761,1 149380,3
63565 69950,04
Sumber : Bank Indonesia
DATA VARIABEL
Tahun 1997Q4 1998Q1 1998Q2 1998Q3 1998Q4 1999Q1 1999Q2 1999Q3 1999Q4 2000Q1 2000Q2 2000Q3 2000Q4 2001Q1 2001Q2 2001Q3 2001Q4 2002Q1 2002Q2 2002Q3 2002Q4 2003Q1 2003Q2 2003Q3 2003Q4 2004Q1 2004Q2 2004Q3 2004Q4 2005Q1
KURS (Rp/$) 4.650 8.325 14.900 10.700 8.025 8.685 6.726 8.388 7.100 7.590 8.735 8.780 9.595 10.400 11.440 9.675 10.400 9.855 8.730 9.015 8.940 8.908 8.285 8.389 8.465 8.587 9.415 9.170 9.290 9.480
Ekspor (Ribu $) 11162282 10618650 8336645 11155735 8850579 8555807 9940445 11001600 9339582 10852170 12072159 13600965 11842278 11193006 11182675 11694227 6949013 9715603 11637858 12548391 11019311 11666276 11772777 11941333 11178043 11048752 13528189 14819046 14907613 15425863
Sumber : Bank Indonesia
Impor (Ribu $) 11089445 8080755 5727586 9289399 7400088 6596962 7819617 7229544 7320170 8087849 9478782 9355711 10740090 8390074 8602235 7375809 5494039 6677928 7790231 8990447 7750773 9276588 8022926 8028710 8411849 7956050 8484116 8955605 9440791 9603413
Inflasi
SBI
0,027625 0,062825 0,113975 0,188675 0,194075 0,0102 0,006825 0,00005 0,005025 0,0025 0,00525 0,017 0,0235 0,0265 0,030275 0,03255 0,031375 0,0352 0,0287 0,02525 0,025 0,01775 0,0165 0,0155 0,01275 0,01275 0,017 0,0155 0,016 0,022
0,050575 0,058125 0,13535 0,175025 0,1245 0,093175 0,07165 0,03435 0,032275 0,028025 0,028175 0,0339 0,03535 0,0376 0,0409 0,043675 0,044 0,0421 0,03935 0,035425 0,032575 0,030275 0,02585 0,022225 0,02105 0,01915 0,018325 0,018425 0,01855 0,018575
GDP (Miliar Rp) 173169,7 202194,6 228982,9 240082,6 260017,4 281051,6 279711,9 277583,2 281095,3 302421 316584 333739 337940,3 354497,9 370560,6 379177 386738,7 394031,7 402435,5 409594,7 403589,7 516820,1 515704,5 530011,3 524221,8 540031,9 568253 594736,5 600010,1 628183,8
M1 (Miliar Rp) 78342,86 9827,29 109479,8 102563 101197,3 105705,1 105964 118124 124633 124663 133832 135430 162186 148375 160142 164237 177731 166173 174017 181791 191939 181239 194878 207587 223799 219086 233726 240911 253818 250492
Dependent Variable: KURS Method: ML - ARCH (Marquardt) Date: 05/27/08 Time: 10:05 Sample(adjusted): 1990:2 1997:2 Included observations: 29 after adjusting endpoints Convergence achieved after 12 iterations Variance backcast: ON SQR(GARCH) C EKSPOR IMPOR INFLASI SBI GDP M1
Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
2.803053 1503.351 -4.35E-05 4.00E-05 488.8287 -1460.304 0.001171 0.001839
5.650144 341.5918 2.09E-06 7.27E-07 3803.994 3170.423 0.000615 0.000379
0.496103 4.401017 -20.78430 55.07703 0.128504 -0.460602 1.903509 4.856185
0.6198 0.0000 0.0000 0.0000 0.8978 0.6451 0.0570 0.0000
0.318660 0.394622 0.331211 0.532162 -6.60E-09
0.7500 0.6931 0.7405 0.5946 1.0000
Variance Equation C ARCH(1) (RESID<0)*ARCH(1) GARCH(1) INFLASI
707.5768 0.304307 0.478971 0.296428 -0.000525
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.946707 0.900519 54.17013 44016.04 -148.0116 1.720860
Inverted AR Roots
2220.473 0.771136 1.446121 0.557027 79611.83
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
2138.138 171.7473 11.17322 11.83329 20.49699 0.000000
-.01
Estimation Command: ===================== ARCH(T,M,H,DERIV=AN) KURS C EKSPOR IMPOR INFLASI SBI GDP M1 @ INFLASI Estimation Equation: ===================== KURS = C(1)*SQR(GARCH) + C(2) + C(3)*EKSPOR + C(4)*IMPOR + C(5)*INFLASI + C(6)*SBI + C(7)*GDP + C(8)*M1 Substituted Coefficients: ===================== KURS = 2.803052529*SQR(GARCH) + 1503.351109 - 4.348114717e05*EKSPOR + 4.003390261e-05*IMPOR + 488.8287198*INFLASI 1460.303986*SBI + 0.001171428888*GDP + 0.001838630849*M1 GARCH = 707.5768+0.304307ARCH(1)+0.478971(RESID<0)*ARCH(1)+ 0.296428*GARCH(1) -0.000525*INFLASI
Dependent Variable: KURS Method: ML - ARCH (Marquardt) Date: 05/27/08 Time: 08:31 Sample: 1997:4 2005:1 Included observations: 30 Failure to improve Likelihood after 40 iterations WARNING: Singular covariance - coefficients are not unique Bollerslev-Wooldrige robust standard errors & covariance Variance backcast: ON SQR(GARCH) C EKSPOR IMPOR INFLASI SBI GDP M1
Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
0.753703 8802.879 -0.000252 0.000772 3357.964 -20798.08 0.004322 0.020077
0.295445 1220.351 9.58E-07 1.11E-06 9839.797 17238.18 0.000729 0.003763
2.551081 7.213397 -263.1474 697.0505 0.341264 -1.206513 5.929058 5.334634
0.0107 0.0000 0.0000 0.0000 0.7329 0.2276 0.0000 0.0000
2.256002 0.437714 -0.900340 -0.451320 0.000000
0.0241 0.6616 0.3679 0.6518 1.0000
Variance Equation C ARCH(1) (RESID<0)*ARCH(1) GARCH(1) INFLASI
1613626. 0.144989 -0.422469 -0.034229 0.000000
715259.0 0.331241 0.469233 0.075842 17950167
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.620277 0.611060 1679.675 47962226 -254.2802 1.419330
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
9021.433 1689.041 17.81868 18.42586 7.027028 0.008069
Estimation Command: ===================== ARCH(T,M,H,DERIV=AN) KURS C EKSPOR IMPOR INFLASI SBI GDP M1 @ INFLASI Estimation Equation: ===================== KURS = C(1)*SQR(GARCH) + C(2) + C(3)*EKSPOR + C(4)*IMPOR + C(5)*INFLASI + C(6)*SBI + C(7)*GDP + C(8)*M1 Substituted Coefficients: ===================== KURS = 0.7537031455*SQR(GARCH) + 8802.878504 0.0002520202369*EKSPOR + 0.000771682801*IMPOR + 3357.963877*INFLASI - 20798.0827*SBI + 0.004322208136*GDP + 0.02007677254*M1 GARCH = 1613626 + 0.144989* ARCH(1) -0.422469*(RESID<0)*ARCH(1) 0.034229* GARCH(1)+ 0.000000* INFLASI