}I
ANALISIS FAKTOR RISIKO YANG BERTITIBT]NGAN GANGGUAN FUNGSI PARU PADA PEKERJA MEUBEL DI KOTA PONTIANAK M. Iklas Arif Dermawan, Khayan dan Paulina Poltekkes Kemenkes Pontianak E-mai I :
[email protected]
Abstrak Analisis Faktor Risiko Yang Mempengaruhi Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Meubel di Kota Pontianak. Penelitian ini merupakan penelitian observasional densan pendekatan Cross Sectional untuk melihat hubungan faktor risiko yang mempengaruhi gangguan fungsi paru. Jumlah sampel 112 responden pengrajin meubel di Kota Pontianak. Masing-masing variabel yang diteliti diuji dengan menggunakan uji Chi Square dengan o= 0,05. Variabel bebas berupa kadar debu terhirup, masa kerja, lama kerja" kebiasaan olahraga, kebiasaan merokok, riwayat penyakit paru, penggunaan APD. Variabel terikat berupa gangguan fungsi paru fungsi pu*. Hasil analisis statistik menuqiukkan kadar debu terhirup p:0,018, masa kerja p=0,010, kebiasaan merokok p:0,000 dan penggunaaan APD p0,013 memiliki hubungan dengan gangguan fungsi paru, untuk lama kerja p:1,000, kebiasaan olahraga p=0,353, dan riwayat penyakit paru p:0,883, tidak memiliki hubungan dengan gangguan fungsi paru.
Kata Kunci: Debu Kuyu, Gangguan Fungsi Paru
Abstract: Analyze The Risk Factors Related To Pulmonary Function Disorder To The Meubel Workerc In Pontianak This researeh is an observational analytict cross sectional approach to research sample were 112 meubel workers in Pontianak. Each variables analyze by using chi square with a : 0,05. Independent variable were level of respirable dust, work period, working hour, exercise habit, smoking habit, use of personal protective equipment. Dependent variable was pulmonary function disorder. The result of statictic analysis show that there was significant correlation between level of respirable dust (p:0.014), smoking habit (p:0.016) and use of Personal Protective Equipment
(p:0.013) with pulmonary function disorder. Beside thaf there was no significant correlation between working hour (p:1.000), exercise habit (p:0.353) and history of pulmonary function disorder
(pa.7a\
with pulmonary function disorder.
Keywords: Wood Dust, Pulmonary Function Disorder
Industri meubel adalah industri yang memproduksi barang-barang ft*niture atau
Semakin meningkatnya jumlah industri meubel, maka potensi terjadinya berbagai kasus penyakit akibat kerj4 terutama akibat debu kayu semakin tinggi. Hal ini dikarenakan proses fisik pengolahan bahan baku untuk dijadikan meubel cenderung menghasilkan polusi seperti partikel debu kayu. Ukuran pertikel debu kayu sekitar I sampai 3 mikron yang digergaji dan dihaluskan akan berbentuk debu kayu yang beterbangan di udara (Anies, 2014). Dampak negatif dari industri pengolahan kayu adalah timbulnya pencemaran udara oleh debu yang timbul pada proses pengolahan atau
perabot rumah tangga yang berfungsi sebagai
tempat penyimpan barang, tempat duduk, tempat tidur, tempat mengerjakan sesuatu dalam
bentuk meja atau tempat menaruh barang di permukaanny'a (Bank Indonesia, 2008). Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil survei peneliti di Kota Pontianak, jumlah industri meubel pada 2015 adalah sebanyak 32 meubel dengan jumlah 155 pekerja dalam semua meubel105
M.Iklas, dkh Analisis Fqktor Risikoyang... lA6
hasil industri meubel tersebut. Debu kayu rnr akan mencemari udara dan lingkungannya sehingga pekerja industri meubel dapat terpapar
Pontianak. Populasi yang digunakan oleh peneliti adalah seluruh pekerja meubel di wilayah Kota Pontianak yang berjumlah 155
debu karena bahan baku, bahan antara ataupun produk akhir. Bahan pencemar tersebut dapat
pekerja pada 32 buah
berpengaruh terhadap kesehatan manusia
referensi kepustakaan dan hasil observasi yang dilakukan peneliti mengenai jumlah meubel di Kota Pontianak 2015. Data yang terkumpul
khususnya gangguan fungsi paru.
Penyakit gangguan fungsi paru akibat debu industri meubel mempunyai gejala dan tanda yang mirip dengan penyakit pary lain yang tidak disebabkan oleh debu di tempat kerja. Penegakkan diagnosis perlu dilakukan dengan tepat karena penyakit biasanya penyakit gangguan ftngsi paru, baru timbul setelah paparan debu dalam waktu yang cukup lama. Oleh sebab itrq pemeriksaan faal paru sebagai sarana membantu diagnosis dini penyakit gangguan fungsi paru tidak dapat ditinggalkan (Mengkidi, 2010). menurut Khumaidah (2009), beberapa faktor yang dapat mempenagruhi terjadinya gangguan fungsi paru pada pekerja meubel adalah umur, masa kerjq lama kerjq status gizi, kebiasaan merokolg kebiasaan olahrag4 dan penggunnaan alat pelindung diri (APD). Dalam penelitian tersebut belum di teliti pengaruh dari variabel riwayat penyakiq kadar debu total, dan kadar debu terhirup terhadap gangguan fungsi paru pada pekerja meubel Di Kota Pontianak. Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan terhadap 9 orang pekerja di 3 meubel di Kota Pontianak, didapatkan hasil bahwa sebanyak 33 % pekerja mengalami gejala batuk
meube l-
Data sekunder diperoleh dari berbagai
selanjutnya diolah dengan
tabel dan narasi.
Instrumen
yang digunakan
penelitian ini yaitu: (a) Spirometet (b) Personal
Amplop. (h) Oven.
IIASIL Hasil Uji Univariat menunjukan bahwa masa kerja sebagaian besar responden pekerja Meubel Di Kota Pontianak telah bekerja selama responden.
Lama kerja sebagaian besar responden pekerja Meubel Di Kota Pontianak bekerja selama < 8 jam sehari, yaitu sebesar 90,2Yo dari 1
12 responden.
Riwayat penyakit sebagaian besar Di Kota Pontianak
responden pekerja Meubel
tidak ada memiliki riwayat penyakit, yaitu sebesar 85,7Ya dari 112 responden.
APD
Penggunaan
67 % mengalami batuk disertai sesak napas. Pekerja yang menggunakan masker sebagai APD hanya satu pekerja sementara yang lain tidak pernah menggunakan masker ketika
responden pekerja Meubel
Merujuk pada hasil penelitian tersebut
dan hasil observasi yang telah dilakukan, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan gangguan fungsi paru pada pekerja meubel di Kota Pontianak.
dalam
Dust Sampler. (c) Timbangan analitik. (d) Desicatar. (e) Kertas filter. (f) Kuisioner. (g)
pada saat bekerja, 33 Yo mengalami sesak napas,
bekerja.
menggunakan
program komputer. Selanjutrrya data yang telah diotah disajikan dalam bentuk deskripsi berupa
sebagaian
besar
Di Kota Pontianak
menggunakan APD ti&k memenuhi syarat, yaitu sebesar 76,8oh dari 112 responden. Kebiasaan merokok sebagaian besar responden pekerja Meubel Di Kota Pontianak masih banyak yang merokok, yaitu sebesar 58,9oh dari 112 responden.
Kegiatan olahraga sebagaian besar Di Kota Pontianak
responden pekerja Meubel
masih banyak yang tidak melakukan kegiatan
olahraga,
yaitu sebesar 83,9ya dari ll2
responden.
Kadar debu terhirup sebagaian besar Di Kota Pontianak
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah analisis observasional dengan pendekatan cross sectional dimana data yang menyangkut variabel
bebas dan terikat diambil secara bersamaan (Notoatmodjo, 2005). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan juli-juni 2015 di seluruh meubel yang berada di wilayah kota
responden pekerja l.{eubel
masih kadar debu terhirup yang diatas NAB, yaitu sebesar 58,0yo dari ll2 responden. Pekerja yang mengalami gangguan fungsi paru sebagaian besar responden pekerja Meubel Di Kota Pontianak Sudah Normal, yaitu sebesar 78,6Yo
dari 112 responden.
I Nomor l, April 2016, hlm.I05 -
lO7 Sanitarian, Volume
Tatrel
l. Distribusi Frekuensi karakteritik
Masa Kerja >5 tahun <5 Tahun
Lama Kerja >5 Jam <5 Jam
o/
25 87
)1
"t
77-7
11
9,8
101
90,2
pada
pekerja Meubel di Kota Pontianak 2015. Analisis hubungan antara variabel didapat OR:3,470 (95% Cl: 1,190-10,1l8) artinya kadar debu terhirup di atas NAB berisiko 3,470 kali lebih besar sebagai penyebab gangguan fungsi paru dibandingkan dengan Di bawahNAB-
Kerja dengan
Tabel3. Itrubungan Masa
Gangguan Fungsi Paru
RiwayatPenyakit TBC Asma Tidak Ada Pengunaan APD
l1
4,5 9,8
96
85.7
5
N o
Gangguan Funssi Paru
Masa
Kerja
Ada Glngguan o/o a
1 -'i to ,ro 15 60 lanun
TidakMemenuhi Syarat Memenuhi
n
I
terhirup dengan gangguarl fungsi paru
responden
Variabel
II
86
Syarat
76,8
26
r55
232
Kebiasaan Merokok
Merokok Tidak Merokok
t4
lanun Jumlah
24
16,1 21.4
25
73 83,9 87 E8 78$ tt?
100 100 100
OR=3,476
p = 0'010
(9s% CI:IJ{X}-9495\
66
58,9
46
4t-1
Tidak Olahraga
94
83,9
Olahraea Kadar DebuTerhirup
18
L6,l
mengalami gangguan fungsi paru 4A% dibandingkan dengan masa keda <5 Tahun
Di AtBs NAB DI BawahNAB Gangguan Fungsi Paru Ada Gangguan Normal
65
58,0
16,lYo.
47
42,0
Berdasarkan tabel 3, terlihat bahwa responden dengan masa kerja >5 Tahun lebih banyak
Kebiasaan Olahraga
Hasil penelitian menur{ukkan nilai (< a) sehingga dapat disimpulkan
p:0,010 24
21,4
88
78,6
bahwa ada hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan gangguan fungsi paru pada pekerja Meubel di Kata Pontianak 20 I 5. Analisis hubungan arrtaru variabel didapat
Tabel2. Ilubungan Kadar Debri Terhirup dengan Gangguan Fungsi Paru
N o -I -,
Kadar Debu
Terhirup Di atas NAB Di bawah NAB Jumlah
Gangguan Fungsi
Ada
^ uangguan n
19
Paru
ISAA-9,295). Artinya
3,476 kali lebih besar sebagai penyebab gangguan fungsi paru dibandingkan dengan
Normal
o/o
29,2
CI:
pekerja yang masa kedanya >5 tahun berisiko
Jumlah
pekerja yang masa kerjanya
46 'f' 6s
to,6 42 *;' 47 11 24 21,4 88 78, 62
p = 0,018
OR:3,476 (95%
5=5
tahun.
loo
Tabel4. Hubungan Lama Kerja dengan Gangguan Fungsi Paru Lam Gangguan Fungsi Paru Jumlah a Ada
loo r00
Kerj
OR=3,470 (95% CI=1,190-
Gangguan
aNo/n
8J'
r:82lu..zs Jam
10.118)
Berdasarkan tabel 2, terlihat bahwa responden dengan kadar debu terhirup di atas NAB lebih
,S8)) .Iam
banyak mengalami gangguan fungsi paru (29,2Yo) dibandingkan dengan kadar debu terhirup di bawah NAB (70,6o/a)- Hasil penelitian menuqiukkan nilai p:0,018 (< et) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kadar debu
,Iumlah P
,
7s '? T 24 27,4 88 T' ',;
= f'000
21.8
100
loo
OR=0,798 (95Yo
Cl:0,161-39661
Berdasarkan tabel 4, terlihat bahwa responden dengan lama kerja >8 jam lebih sedikit LO7
M. IHas, dkh Analisis Fahor Risiko
mengalami gangguan fungsi
paru
l8,2yo
dibandingkan dengan lama kerja <8 jam 21,8o/o.
Hasil penelitian menunjukkan nilai p:1,000 (< a) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara jam kerja dengan gangguan fungsi paru pada pekerja Meubel di Kota Pontianak 2015.
Tabel5. Ilubungan Kebiasaan Olahraga dengan Gangguan Fungsi Paru Gan88uanTun8si Jumlah N o
Kebiasaen Ada Olahrega Ganggu Normal an tAnY"
I
Tidak
2
Olahraga
Olahraga
Jumlah
,r,, 23, 7 76, o^ 4 2 6 -'.
,':':
24
'l'
T',8
8 78, ll 8620
merokok
bahwa ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan gangguan fungsi paru pada pekerja Meubel di Kota Pontianak 201.5.
lrBCt20+8f'5loo
"'
cId,52l-11,466)
gangguan fungsi paru 23,4yo dibandingkan dengan responden yang berolahraga 1 l,|Yo. Hasil penelitian menunjukkan nilai p=0,353 (< a) sehinsga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubt'ngan yang signifikan antara kehiasaan olahraga dengan gangguan fungsi paru pada pekerja Meubel di Kota Pontianak 2015. Analisis hubungan antara variabel didapat
OR:2,444 {95% Cl:
0,521-11,466). Artinya pekerja yang tidak berolahraga berisiko 2,444 kali lebih besar sebagai penyebab gangguan fungsi paru dibandingkan dengan pekerja yang
o
Penyakit
2 Asma 3 'zl' r '?' ll
, Xf
Hasil penelitian menunjukkan nilai p:0,883 (< a) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antarariwayat penyakit dengan gangguan fungsi paru pada pekerja Meubel di Kota Pontianak
N o
n
I a
lvlerokok
Tidak Merokok
Jumlah P
= 0'fi)0
Ifubungan Penggunaan AIat Pelindung Diri (APD) Dengan Gangguan Fungsi Paru
Jumlah
n"/rnYo 24 16 42 6i 66 ,4,60 0046104610 00 24 2t 88 78 11 ,4,620
10
I
1
idak
Memenuhi Svarat
Cohort Gangguan Fungsi Paru Normal = 0,636 (95%
cFz,ss2-sl93n
Penggunaa n APD
Gangguan Fungsi Paru Ada _ Normal
Cangguan
n
10
100
yang mengalami TBC (2O%) dan tidak ada riwayat penyakit (20,8%).
Paru Ganggua
62
dibandingkan dengan responden
dengan Gangguan Fungsi Paru Normal
88
roo
mengalami gangguan fungsi paru Q7,3%)
TabelS.
Ada
s6 '? 78, lt
76
Berdasarkan tabel 7, terlihat bahwa responden dengan ada riwayat penyakit asma lebih banyak
Tabel6.Hubungan Kebiasaan Merokok
Fungsi
?'
loo
p:0.883
2015.
Gengguan
zo
24 'l
berolahraga.
Merokok
Penyakit
dengan Gangguan Fungsi Paru GangguanFungsiParu Jumlah
lo
tabel 5, terlihat batrwa responden dengan kebiasaan tidak lebih banyak mengalami
Kebiasaan
Ilubungan Riwayat
N Riwavat - Ada canSeua
Berdasar{
N o
0olo.
Hasil penelitian menunjukkan nilai p:0,000 (< o) sehingga dapat disimpulkan
0
01=2$44(9t5oh
p = 0Js3
6, terlihat bahwa responden dengan kebiasaan merokok lebih banyak mengalami gangguan fungsi paru 36,4% lebih dibandingkan dengart responden yang tidak
Yo
l0
108
Berdasarkan tabel
Tabet 7. N
yang...
,o
Memenuhi Syarat
Jumlah N
o/"
\ ot,e s6 roo t s,6 ! sa,z 26 loo roo 24 2tA $ zao '; 23
P:0,013
18,4
oR4,t71(95y" CI=|,169-712541
r 109 Sanitarian, Volume
I
Nomor I, April2016, hlm.l05
-
Berdasarkan tabel 8 terlihat bahwa responden dengan penggunaan APD tidak memenuhi syarat lebih banyak mengalami gangguan fungsi paru l8,4yo dibandingkan dengan responden dengan APD memenuhi syarat 5,60lo.
111
ini dikarena pekerja pada meubel di pontianak
l0l
pekerjayang jam kerjanya memenuhi syarat yaitu s8 jam. Meskipun tidak ada hubungan yang s ign ifi kan, tindakan memperpanj ang waktu kerj a
lebih dari kemampuan lama bekerja tidak
Flasil penelitian menunjukkan nilai p:0,013 (< sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara penggunaim alat pelindung diri (APD) dengan gangguan fungsi paru pada pekerja Meubel di Kota
u)
disertai efisiensi, efektivitas dan produktivitas kerja yang optimal, bahkan dapat berdampak penurunan kualitas dan kesehatan ke{a. Dalam sehari, seseorang biasanya dapat bekerja dengan baik selama 6-8 jam. Lebih dari itu, kemungkinan besar untuk timbulnya hal-hal yang negatif bagi tenaga kerja yang bersangkutan dan pekerjanya itu sendiri. Makin panjang waktu kerja dalam seminggu makin besar kecenderungan tejadinya hal-hal yang tidak di inginkan. Upaya yang dilakukan untuk mengurangi gangguan fungsi paru terhadap pekerja yaitu dengan dilakukannya pengawasan berkala dan pemeriksaan berkala serta membuat waktu yang efektif selama bekerja yaitu cukup hanya 6-8 jam perhari.
Pontianak 2015.
Analisis hubungan antara variabel didapat OR4,l27 (95% Cl: 1,169-71,254). Artinya pekerja yang APD tidak memenuhi syarat berisiko 9217 kali lebih besar sebagai penyebab gangguan fungsi paru dibandingkan dengan pekerja yang APDnya memenuhi syarat.
PEMBAIIASAN
Hubungan antara Kadar Debu Terhirup dengan Gangguan X'ungsi Paru Berdasarkan hasil uji statistik, diperoleh nilai p:0,018 sehingga dapat dinyatakan bahwa ada hubungan yang signifrkan antara kadar debu yang terhirup dengan kejadian gangguan fungsi
Hubungan Kebiasaan Olahraga
paru pada pekerja Meubel di Kota Pontianak. Menurut Suma'mur (2014) menyatakan
nilai p0,353 @>0,05) sehingga tidak
dengan
Gangguan Fungsi Paru Hasil uji statistik chi square menunjukkan ada
hubungan yang signifikan antara kebiasaan olahraga dengan gangguan fungsi paru pada pekerja Meubel di Kota Pontianak. Secara teori, kebiasaan olahraga sangat baik untuk kesehatan paru. Sanitrasi oksigen arterial saat istirahat mendekati 100% dan kandungan oksigen tidak dapat meningkat secara segnifikan selama olah raga. Pengiriman oksigen ke otot yang begerak meningkat akibat peningkatan aliran darah otot,
bahwa masa kerja menentukan lama paparan seseorang terhadap faktor risiko yaitu debu kayu. Semakin lama masa kerji seseorang kemungkinan besar orang tersebut mempunyai risiko yang besar terkena penyakit paru. Hal ini menujukkan bahwa semakin lama kerja seseonrng akan semakin lama pula waktu terjadi paparan terhadap debu kayu tersebut. Upaya yang dilakukan untuk mengurangi gangguan fungsi paru yaitu dengan meroling atau merotasi pekerja tersebut dengan pekerja yang bagiannya kurang terkena dampak gangguan fungsi paru.
yang dimungkinkan oleh vasodilatasi metabolik.
dalam penelitian ini, tidak ada korelasi atau hubungan yang signifkan antara olahraga dengan gangguan fungsi paru. Hal ini berkaitan juga dengan paradigma dari pekerja yang menyatakan bahwa aktivitas kerja mereka sehari-hari sudah dianggap olahraga sehingga hanya l6,lyo dari 112 responden yang memiliki kebiasaan olahraga rutin.upaya yang dilakukan dalam mengurangi gangguan ffungsi paru yaitu pemilik nrcubel seharusn;,a sebelum memulai kegiatan keja mengajak para pekerja untuk melakukan senam biasa terlebih dahulu.
Hubungan I'armla Kerja dengan Gangguan Fungsi Paru Hasil statistik chi square diperoleh nilai p:1,000 sehingga dapat dinyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara lama ke{a dengan gangguan fungsi paru pada pekerja Meubel di Kota Pontianak.
Hal ini bertentangan dengan teori Suma'mur Q0l4) yang menyatakan bahwa semakin lama seseorang dalam bekerja maka semakin banyak dia telah terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut. Hal
Hubungan Kebiasaan Merokok Gangguan Fungsi Paru L09
dengan
M. Iklas, dkk, Anulisis Faldor Risiko
uji statistik diperoleh nilai p:0,000 sehingga dapat dimabil kesirnpulan bahwa ada hubungan antara Berdasarkan hasil
kebiasaan merokok dengan gangguan fungsi paru pada pekerja Meubel di Kota Pontianak. Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Aditama (2011) bahwa
tenaga keda yang mempunyai
kebiasaan
merokok dapat mempunyai risiko atau pemicu timbulnya keluhan subyektif saluran pernafasan dan gangguan ventilasi paru pada tenaga kerja. Sementara menyatakan tenaga kerja yang sebagai perokok urerupakan salah satu faktor risiko penyebab penyakit saluran pemafasan.
Pada perokok akan timbul perubahan pada fungsi paru-paru dengan segala macam gejala klinisnya Sebaiknya pekerja menyadari bahaya yang disebabkan oleh rokok apalagi merokok sambil bekerja. Pada bungkus rokok sudah ada peringatan terhadap bahaya merokok supaya orang tahu betapa bahayanya merokok. Upaya tersebut harus tegas oleh pihak meubel tidak boleh merokok sewaktu bekerja demi mengurangi kejadian gangguan fungsi paru terhadap pekerj a tersebut.
Hubungan Penggunaan
yang.,
APD
110
dengan
Gangguan Fungsi Paru Berdasarkan hasil uji statistik, diperoleh nilai p:0,013 atau dapat dinyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara penggunaan APD dengan gangguan fungsi paru pada pekerja Meubel di Kota Pontianak. Menurut teori yang dikemukakan oleh Ward (2002) bahwa pemakaian masker oleh
pekerja industri yang udaranya
banyak
mengandung debu merupakan upaya untuk mengurangi masuknya partikel debu kedalam
saluran pernafasan. Penggunaan masker diharapkan pekerja terlindungi dari kemuugkinan terjadinya gangguan pernafasan akibat terpapar udara dengan kadar debu yang tinggi. Kebiasaan menggunakan masker yang baik merupakan cara "-l(Fan" bagi pekerja yang berada dilingkungaan kerja berdebu untuk melindungi kesehatan. Upaya yang Perlu dilakukan untuk pencegahan adalah dengan penyuluhan tentang pentingnya penggunaan APD oleh dinas terkait serta penyediaan fasilitas APD khususnya masker oleh indusFi meubel tersebut.
Hubungan Riwayat Penyakit
Dengan
Gangguan FungsiParu
SIMPTILA}T
Hasil uji statistik menunjukkan nilai p:0,883 atau dapat dinyatakan bahwa tidak ada hubungan yang sgnifikan antara riwayat penyakit dengan gangguan fungsi paru pada
Ada hubungan antara kadar debu terhirup dengan gangguan fungsi paru dengan nilai p: 0,018 dan hasil uji statistik diperoleh nilai Odds
di Kota Pontianak. Menurut Nugroho (2011), faktor lain yang dapat menyebabkan gangguan fungsi paru adalah adanya riwayat penyakit paru. Penyakit silicosis akan lebih buuk kalau penderita sebelumnya juga sudah menderita penyakit TBC paru-paru, bronchitis, asma dan penyakit saluran peke,q a Me ub e I
pernapasan lairurya. Beberapa penyakit infeksi
paru akan menimbulkan kerusakan pada jaringan paru dan membentuk jaringan fibrosis pada alveoli. Hal ini menimbulkan hambatan
dalam proses penyerapan udara pernafasan dalam alveoli tersebut sehingga jumlah udara yang terserap akan berkurang. Upaya yang dilakukan pemilik meubel adalah apabila ada pekerja yang ada mengalami riwayat penyakit paru sebaiknya memeriksakan pekeda tersebut ke dokter ahli paru serta mengobati pekerja tersebut. Kemudian baru mengharuskan pekerja tersebut selalu memakai APD lengkap dan
dikerjakan pada bagian yang mengandung debu.
sedikit
Ratio (OR)= 3,470 dengan Conrtdence interval (c0 95%: 1,190-10,1 18). Ada hubungan antara masa kerja dengan gangguan fungsi paru dengan nilai p: 0,010 dan hasil uji statistik diperoleh nilai Odds Ratio (OR): 3,476 dengan Confidmce interval (Cl 95Yo: 1,300-9,295). Tidak ada hubungan antara lama kerja dengan gangguan fungsi paru dengan nilai p: 1,000 dan hasil uji statistik diperoleh nilai Odds Ratio (OR): 12,214 dengan Confidence interval (CI) 95%:0,161 - 3,966). Tidak ada hubungan antara kebiasaan olahraga dengan gangguan fungsi paru dengan nilai p: 0,353 dan hasil uji statistik diperoleh
nilai Odds Ratict (OR): 2,444
dengan
Confidence interval (CD 95%:0,521-i i,466). Ada hubungan antara kebiasaan merokok
dengan gangguan fungsi paru dengan
nilai
5
0,000 dan hasil uji statistik diperoleh nilai cahort gangguan fungsi paru norrnal: 0,636 dengan Confidence interval (CD 95%:2,55251,937).
lll
Sanitarian, f/olume
8 Nomar
l, April 2016, hlm.l05
-
Tidak ada hubungan antara riwayat penyakit dengan gangguan fungsi paru dengan
II
I
Bagi pengelola tempat meubel disarankan unuk melaksanakan upaya pencegahan dengan penyulul-ran tentang pentingnya penggunaan APD serta penyediaan fasilitas APD khususnya masker oleh industri meubel tersebut.
nilai p:0,883 Ada hubungan antara penggunaan APD dengan gangguan fungsi paru dengan nilai p: 0,013 dan hasil uji statistik diperoleh nilai Odds ftalzo (OR): 9,127 dengan Confidence interval (CI) 95o : l,169-1,254).
DAFTAR PUSTAKA
Anies, 2014. Kedokteran Opukasi Berbagai Penyakit Akibat Kerja Dan Upaya
Kec. Kartasura, Kab- Sukoharjo Jawa Tengah. Universitas Sebelas Maret:
Penanggulangan Dari Aspek Kedokteran.
Surabaya.
Ar-Ruzz Media: Yogyakarta.
Mengkidi, Dorce, 2006. Gangguan Fungsi Paru Dan Fakto-Faktor Yang Mempengaruhi
Aditama, Yoga Tjandra, 20L1. Rokok Dan
Kesehatan. Penerbit
Pada Karyawan
Universitas Indonesia: Jakarta Bank Indonesia, 2008. Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPOK) Furniture Kayu. Bank Indonesia: Jakarta. Khumaidah, 2009. Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Gangguan Fungsi Paru Pada Pekerja Mebel Pt Kota Jati
Furnindo Desa Suwawal
PT.
Semen Tonasa
Pangkep Sulawesi Selatan. Universitas Diponegoro: Semarang. Notoadmodjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Penerbit Rineka Cipta: Jakarta.
Nugroho, 2010. Hubungan Konsentrasi Debu Total Dengan Gangguan Fungsi Paru Pada Pekerja Di Ft. Ks Tahun 2010.
Kecamatan
Mlonggo Kabupaten Jepara. Lestari, Anik, 2010. Pengaruh Paparan Debu Kayu Terhadap Gangguan Fungsi Paru Tenaga Kerja Di Cv. Gion & Rahayr,
Universitas lndonesia: Jakarta.
Suma'mur, 2014. Hiegiene Perusahaan Dan Kesehatan Kerja (HIPERKES). Sagung Seto: Jakarta.
Ward, Jeremy, 20A2. At a Glance Sistem Respirasi. Penerbit Erlangga: Jakarta.
11.1.