ANALISIS GANGGUAN FUNGSI PARU PADA PEKERJA DI BENGKEL BODY REPAIR X TAHUN 2013
Deviyanti Mala Grafina, Izhar M. Fihir
Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia
Abstrak Penelitian ini membahas mengenai gangguan fungsi paru yang terjadi pada pekerja bengkel yang terpajan dengan uap cat untuk mengetahui gambaran gangguan fungsi paru disana. Penelitian ini adalah penelitian semi kuantitatif dengan metode cross-sectional terhadap 25 pekerja yang diukur fungsi parunya menggunakan spirometri dan diwawancara dengan menggunakan kuesioner. Hasil keseluruhan survei terhadap 25 pekerja bengkel body repair terdapat 1 orang dari bagian color matching dan 6 orang dari bagian painting yang mengalami gangguan fungsi paru. Kata Kunci: gangguan fungsi paru, pekerja, bengkel body repair Abstract This study focused about lung function disorders in workers of X body repair workshop who exposed by car spray to find out the overview of lung function disorders. This study is a semiquatitative study with cross-sectional method to the 25 workers. The lung function is assessed by spirometry and were interviewed by using quiestionnaire. The results showed that 1 worker in color matching and 6 workers in painting suffer lung function disorders. Key word: lung function disorders, workers, body repair workshop
Pendahuluan Cat merupakan campuran bahan kimia yang sudah dikenal sejak dahulu dan banyak digunakan di berbagai tempat dan berbagai industri salah satunya adalah bengkel body repair untuk mewarnai mobil. Cat ini merupakan bahan yang mudah menguap dan biasanya yang digunakan dalam bengkel adalah cat dalam bentuk cat semprot. Cat semprot akan mengubah substansi menjadi bentuk aerosol yang mudah terisap. Bahan kimia yang berada di dalam cat dapat menyebabkan kanker terutama kanker paru. Salah satunya adalah isosianat. Isosianat memajan pekerja bagian painting setiap harinya. Pajanan isosianat dapat menyebabkan asma
Analisis gangguan..., Deviyanti Mala Grafina, FKM UI, 2013.
pada 5-15% pekerja dan merupakan penyebab paru kerja yang sering dijumpai di daerah industri. Pajanan akut dan kronik dapat mempengaruhi kesehatan paru dan bahkan dapat menyebabkan kematian. (Wahyuningsih, 2003) Hasil penelitian yang dilakukan oleh Glindmeyer et al (2004) menunjukkan bahwa pekerja yang terpapar dengan bahan kimia HDI dari aerosol cat mengalami penurunan laju aliran ekspirasi. Pada penelitian yang dilakukan Randolph et al (1997) yang juga meneliti eksposure HDI pada pekerja spray-painter menunjukkan hasil 10 orang dari 40 responden (25%) mengalami penurunan yang signifikan pada saat FEV1 dan ditemukan 2 orang yang menderita penyakit asma. Penelitian yang dilakukan oleh Numan (2012) menunjukkan bahwa pekerja dibagian spray painting yang terpapar dengan cat mobil mengalami penurunan pada fungsi paru dibandingkan dengan pekerja yang tidak terpajan dengan spray cat mobil. Hasil penelitian dari Abuelfadl et al (2010) menunjukkan bahwa terdapat penurunan gangguan fungsi paru pada pekerja bagian pengecatan mobil dengan menggunakan spray dibandingkan dengan kelompok pekerja yang tidak pernah terpapar dengan isosianat namun tidak ditemukan perbedaan antara perokok dan bukan perokok. Selain itu, berbagai faktor risiko seperti masa kerja, lama pajanan, riwayat penyakit, usia, status perokok, status gizi maupun penggunaan alat pelindung diri memiliki hubungan yang signifikan dengan gangguan fungsi paru seperti penelitian yang dilakukan oleh Riswati (2004), Budiono (2007), dan Betiandriyan (2012). Bengkel body repair x belum pernah melakukan kegiatan pengukuran pajanan uap kimia sebelumnya. Namun, dari hasil observasi ditemukan bahwa lingkungan kerja bengkel tersebut menggunakan bahan kimia berbentuk aerosol cat yang memajan pekerja sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui seberapa banyak pekerja bengkel body repair x yang mengalami gangguan fungsi paru. Beberapa penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa pekerja yang terpajan dengan bahan kimia (cat) dapat mengalami gangguan fungsi paru obstruktif yaitu salah satunya sebanyak 46,7% dari total populasi penelitian tersebut. Di bengkel body repair x, ditemukan pekerja yang terpajan oleh cat dan beberapa diantaranya mengalami keluhan gangguan fungsi paru pada saat bekerja. Oleh karena itu, survei ini dilakukan dengan menggunakan spirometri untuk melihat seberapa banyak pekerja yang mengalami gangguan fungsi paru.
Analisis gangguan..., Deviyanti Mala Grafina, FKM UI, 2013.
Tinjauan Teoritis Cat merupakan campuran bahan kimia yang sudah dikenal sejak dahulu dan banyak digunakan di berbagai tempat dan berbagai industri contohnya bengkel body repair untuk mewarnai mobil. Cat yang digunakan untuk mewarnai mobil ini biasanya berbentuk cair yang kemudian akan dimasukkan ke dalam sebuah tabung untuk disemprotkan ke bagian mobil yang akan diwarnai. Cat semprot lebih berbahaya dibandingkan dengan cat kuas karena partikelnya yang kecil dan tersebar luas. Cat ini mudah sekali menguap karena mengubah substansi dari bentuk padat ke bentuk aerosol sehingga dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui inhalasi, kontak kulit dan oral yang berpotensi menyebabkan penyakit akibat kerja seperti penyakit paru, penyakit kulit, penyakit organ reproduksi dan lain sebagainya. (Wahyuningsih, 2003) Cat semprot berupa partikel halus yang dapat terisap ke dalam saluran napas. Lokasi deposit dari aerosol cat mobil pada paru-paru manusia ini ditentukan oleh konsentrasi, kelarutan dan ukurannya. Partikel yang memiliki ukuran 10 µm atau lebih akan mengendap di hidung dan faring, ukuran 5 µm dapat penetrasi sampai ke alveoli, dan partikel berukuran sedang (5-10 µm) akan mengendap di beberapa tempat di saluran nafas besar. Lokasi dari terdepositnya aerosol ini akan mengakibatkan penyakit yang berbeda tiap tempatnya, salah satunya termasuk adalah faktor manusia seperti kebiasaan merokok, kecepatan aliran udara pernapasan, faktor genetik dan ukuran paru. Cat semprot mobil berisi bahan kandungan cat dan bahan pewarna berupa campuran zat kimia padat dengan medium cair seperti tiner maupun air akan mengalami proses oksidasi, polimerisasi dan evaporasi. Pekerja yang menggunakan cat semprot ini dan orang disekitarnya memiliki resiko terpajan oleh bahan kimia yang terdapat di dalam cat tersebut. Spirometri merupakan alat pengukuran yang objektif untuk mengukur volume udara yang bergerak masuk ke dalam dan keluar dari paru-paru serta pengukuran kemampuan individu menginhalasi dan mengekhalasi di dalam ruang tertutup. Spirometri digunakan untuk mengukur volume paru, antara lain volume tidal, volume cadangan inspirasi, volume cadangan ekspirasi, dan volume residual serta perhitungan volume-volume tersebut untuk mendapatkan kapasitas vital. Nilai rata-rata yang dicantumkan untuk masing-masing volume adalah untuk individu pria dewasa. Nilai untuk wanita dewasa lebih kecil sekitar 20-25%. Prinsip spirometri adalah mengukur kecepatan perubahan volume udara di paru-paru selama pernafasan yang dipaksakan atau disebut forced volume capacity (FVC). Prosedur yang paling
Analisis gangguan..., Deviyanti Mala Grafina, FKM UI, 2013.
umum digunakan adalah subyek menarik nafas secara maksimal dan menghembuskannya secepat dan selengkap mungkin Nilai FVC dibandingkan terhadap nilai normal dan nilai prediksi berdasarkan usia, tinggi badan dan jenis kelamin. Pengukuran fungsi paru yang dilaporkan : a.
Forced Vital Capacity (FVC) adalah jumlah udara yang dapat dikeluarkan secara paksa setelah inspirasi secara maksimal (kapasitas vital paksa), umumnya dicapai dalam 3 detik. Normalnya adalah 4 liter.
b.
Forced Expiratory Volume in One Second (FEV1) adalah jumlah udara yang dapat dihembuskan paksa dalam waktu 1 detik. Normalnya adalah 3,2 liter. FEV1 dan FVC merupakan parameter untuk menentukan fungsi paru-paru.
c.
FEV1/FVC merupakan rasio perbandingan antara nilai FEV1 dengan FVC. Pada orang dewasa sehat dapat menghembuskan 75-80% atau lebih FVC-nya dalam satu detik, rasio FEV/FVC adalah 75 – 80%
d.
FEF 25-75% (forced expiratory flow), optional.
e.
Peak Expiratory Flow (PEF), merupakan kecepatan pergerakan udara keluar dari paruparu pada awal ekspirasi, diukur dalam liter/detik.
f.
FEF 50% dan FEF 75%, optional, merupakan rata-rata aliran (kecepatan) udara keluar dari paru-paru selama pertengahan pernafasan, sering disebut juga sebagai MMEF (maximal mid-expiratory flow)
Gambar 1 Spirogram normal yang menunjukkan FVC, FEV1 dan FEF25-75%
Hasil dari Pulmonary Function Test adalah : a.
Gangguan restriksi (restrictive lung disease) merupakan gangguan tidak dapat menarik napas. Hasil pengukuran yang menunjukkan gangguan restriksi adalah nilai vital capacity (VC) < 80% nilai prediksi dan nilai FVC < 80% nilai prediksi.
Analisis gangguan..., Deviyanti Mala Grafina, FKM UI, 2013.
Tabel 1 Nilai gangguan fungsi paru yang bersifat restriktif
No
%FEV1/FVC
%FVC
1 2
Kesimpulan
> 80 > 75
Normal
60 – 79
Restriktif ringan
3
30 – 59
Restriktif sedang
4
< 30
Restriktif berat (Pusat hiperkes, 2005)
b.
Gangguan obstruksi (obstructive lung disease) merupakan gangguan yang tidak dapat menghembuskan udara. Hasil pengukuran yang menunjukkan gangguan obstruksi adalah nilai FEV1 < 80% nilai prediksi dan nilai rasio FEV1/FVC < 75% nilai prediksi, semakin rendah rasionya maka semakin parah obstruksinya. Jika nilai FEV1 = 60-75% maka tergolong mild (ringan), FEV1 = 40-59% tergolong moderate (menengah) dan FEV1 = <40% maka tergolong severe (berat) Tabel 2 Nilai Gangguan Fungsi Paru yang Bersifat Obstruktif
No
% FVC
1 2
%FEV/FVC > 75
> 75
Kesimpulan Normal
60 – 74
Obstruktif ringan
3
30 – 59
Obstruktif sedang
4
< 30
Obstruktif berat (Pusat hiperkes, 2005)
c.
Gangguan restriksi dan obstruksi merupakan gangguan yang fungsi paru yang penderitanya mengalami kesulitan dalam menghembuskan udara dan tidak dapat menarik napas. Hasil pengukuran yang menunjukkan mixed adalah nilai FVC < 80% nilai prediksi dan rasio FEV1/FVC < 75% nilai prediksi.
Untuk menentukan apakah penyakit paru yang terjadi berhubungan dengan pekerjaan, harus dilakukan evaluasi medis yang menyeluruh. Riwayat pekerjaan sehubungan dengan pajanan bahan harus diketahui, serta ditentukan derajat lama pajanan dan penggunaan alat pelindung. Masa antara pajanan yang didapat sampai timbul kelainan mungkin berlangsung lama, sehingga menimbulkan kesulitan dalam menentukan hubungan antara pekerjaan dengan
Analisis gangguan..., Deviyanti Mala Grafina, FKM UI, 2013.
penyakit. Beberapa prinsip yang digunakan secara umum untuk menentukan penyakit paru akibat pajanan bahan di tempat kerja atau lingkungan antara lain: (Ikhsan, 2009) 1.
Sebagian kecil penyakit paru akibat kerja dan lingkungan, mempunyai gambaran patognomosis seperti mesotelioma, tetapi sebagian besar sulit dibedakan dengan penyakit yang berasal bukan dari tempat kerja. Sebagian besar penyakit paru disebabkan atau diperberat oleh pajanan dari tempat kerja atau lingkungan. Jadi pemicu dari tempat kerja atau lingkungan, harus secara terus menerus diperhatikan dalam evaluasi dan penatalaksanaan penyakit paru.
2.
Pajanan bahan di tempat kerja atau lingkungan, dapat menyebabkan lebih dari satu penyakit klinis atau patologis. Sebagai contoh, pajanan kobalt dapat menyebabkan penyakit paru interstitial dan penyakit saluran napas. Lama pajanan akan meningkatkan risiko kanker paru (Wahyuningsih, 2003).
3.
Sebagian besar penyakit paru mungkin disebabkan oleh banyak faktor, dan faktor pekerjaan bisa berinteraksi dengan faktor lain. Sebagai contoh, risiko terjadinya kanker paru pada pekerja yang terpajan asbes sekaligus merokok adalah lebih besar daripada hanya terpajan asbes atau rokok secara sendiri-sendiri.
4.
Dosis pajanan penting, sebagai faktor penentu proporsi populasi yang terkena dan derajat keparahan penyakit. Pajanan dengan dosisi yang lebih tinggi biasanya menyebabkan lebih banyak individu yang terkena serta derajat penyakit yang lebih parah. Secara umum, dosis berhubungan dengan derajat keparahan pada pasien yang mengalami toksisiti nonimunologik langsung, seperti pneumonotos toksik kimia, asbestosis atau silikosis. Pada keganasan atau kelainan imunologi, pada umumnya dosis lebih mempengaruhi insidens daripada derajat keparahan.
5.
Individu mempunyai perbedaan kepekaan terhadap pajanan. Efek yang tidak diinginkan dapat terjadi pada beberapa individu, sedangkan pada individu lain dengan pajanan yang sama tidak sakit. Faktor pejamu yang menentukan kepekaan terhadap bahan dari lingkungan sedikit diketahui, tetapi mungkin termasuk faktor genetik, dan juga faktor lain seperti diet, ada tidaknya penyakit paru lain dan faktor pajanan. Pada penyakit akibat kerja, terutama pada proses yang melibatkan status imun seperti penyakit beriliosis kronik atau asma kerja, dapat terjadi atau berkembang pada pajanan dengan dosis rendah di bawah standar yang ditetapkan oleh pemerintah.
6.
Efek pajanan terjadi setelah interval periode laten yang dapat diperkirakan. Pada penyakit akut seperti pneumonitis toksik, efek yang terjadi biasanya singkat dan
Analisis gangguan..., Deviyanti Mala Grafina, FKM UI, 2013.
terdapat periode yang dapat diduga antara pajanan dengan penyakit. Bila terjadi keluhan dan gejala yang berulang akibat pajanan yang berulang, seperti pada asma kerja, hubungan ini dapat membantu menegakkan diagnosis. Pada penyakit kronis seperti kanker atau sebagian besar pneumokoniosis, pada umumnya terdapat periode laten yang panjang antara pajanan yang pertama dengan manifestasi klinis Selain itu beberapa faktor risiko yang dapat mempengaruhi fungsi paru pada manusia diantaranya: 1.
Umur Faal paru seseorang dipengaruhi oleh umur. Meningkatnya umur seseorang maka kerentanan terhadap penyakit akan bertambah, salah satunya fungsi paru.Faktor umur mempengaruhi kekenyalan paru sebagaimana dengan jaringan lain dalam tubuh. Walaupun tidak dapat dideteksi hubungan umur dengan pemenuhan volume paru tetapi rata-rata telah memberikan suatu perubahan yang besar terhadap volume paru. Hal ini sesuai dengan konsep organ paru yang elastis (Mengkidi, 2006)
2.
Indeks Massa Tubuh (IMT) Indeks massa tubuh yang tidak normal akan mempengaruhi penurunan fungsi paru. Pada orang yang obesitas, voleme paru yang dimiliki tidak lebih besar dari orang dengan nilai IMT yang normal, dan bernapasnya pun akan lebih cepat sehingga partikulat yang dihirup akan semakin banyak. (Bennet, 2004). Selain itu, tinggi badan seseorang mempengaruhi kapasitas paru, semakin tinggi badan seseorang maka ia memiliki volume paru yang besar dan kuas sehingga kapasitas parunya baik (Mengkidi, 2006)
3.
Riwayat Penyakit Saluran Napas Seseorang yang pernah mengalami penyakit gangguan pada fungsi paru cenderung akan mengurangi ventilasi perfusi sehingga alveolus akan terlalu sedikit mengalami pertukaran udara dan mengakibatkan menurunnya kadar oksigen dalam darah. Emfisema diketahui merupakan penyakit utama yang mempengaruhi volume paru karena dapat merusak jaringan paru sehingga mempengaruhi kekenyalan jaringan paru. (Mengkidi, 2006; Budiono, 2007)
4.
Kebiasaan Berolahraga Kebiasaan olahraga akan mempengaruhi kapasitas vital paru. Latihan fisik sangat berpengaruh terhadap sistem kembang pernapasan. Kebiasaan olahraga akan memberikan manfaat dalam meningkatkan kerja organ khususunya paru-paru, jantung
Analisis gangguan..., Deviyanti Mala Grafina, FKM UI, 2013.
dan pembuluh darah ditandai dengan denyut nadi istirahat menurun, isi sekuncup bertambah, kapasitas vital paru bertambah, penumpukan asam laktat berkurang, meningkatkan HDL kolesterol dan mengurangi aterosklerosis. Secara umum semua cabang olahraga, permainan dan aktivitas fisik membantu meningkatkan kebugaran fisik, namun tergantung dari jenis olahraga yang dilakukan. (Mengkidi, 2006) 5.
Kebiasaan Merokok Merokok diketahui mengganggu efektifitas sebagian mekanisme pertahanan respirasi. Produk asap rokok diketahui merangsang produksi mucus dan menurunkan pergerakan silia. Dengan demkian terjadi akumulasi ukus yang kental dan terperangkapnya partikel atau mikroorganisme di jalan napas, yang dapat menurunkan pergerakan udara dan meningkatkan risiko pertumbuhan mikroorganisme. Batuk-batuk yang terjadi pada para perokok (smoker’s cough) adalah usaha untuk mengeluarkan ukus kental yang sulit didrorong keluar dari saluran napas. Infesksi saluran napas bawah lebih sering terjadi pada perokok aktif dan pasif (Corwin, 2009). The International Agency for Research on Cancer (IARC) menentukan bahwa cat dapat menyebabkan kanker terutama kanker paru di samping kanker esofagus, abdomen dan kandung kencing. Kebiasaan merokok meningkatkan risiko kanker paru 4-14 kali dibanding pekerja yang tidak merokok (Wahyuningsih, 2003). Status merokok belum cukup detail untuk menggolongkan apakah dia berisiko atau tidak, oleh karena itu dilakukan penggolongan berdasarkan Indeks Brinkmann (IB). Indeks brinkmann merupakan hasil perkalian antara durasi merokok dalam tahun dengan jumlah batang rokok per hari yang dikonsumsi. Sebagai contoh apabila seseorang merokok selama 10 tahun dengan jumlah rokok 12 batang per hari maka nilai indeks brinkmann-nya adalah 10 X 12 = 120, yang dikategorikan sebagai perokok ringan. (Setiawan, 2012) Tabel 3 Kategori indeks Brinkmann
No
Kategori Indeks Brinkmann
Nilai
1
Bukan perokok
-
2
Perokok ringan
1 – 200
3
Perokok sedang
201 – 600
4
Perokok berat
> 600
Analisis gangguan..., Deviyanti Mala Grafina, FKM UI, 2013.
Beberapa hal lain yang mempengaruhi kebiasaan merokok dengan fungsi paru diantaranya: (Setiawan, 2012) a.
Durasi merokok (dalam tahun) tidak sama kontribusinya dengan jumlah batang per hari, akan lebih berat risiko yang diderita oleh seseorang jika merokok dalam usia yang lama dibanding dengan banyaknya jumlah rokok yang dihisap setiap harinya. sebagai contoh, akan lebih berisiko orang yang merokok dengan usia lama walaupun per harinya hanya menghisap rokok yang sedikit dibanding orang yang baru saja merokok dengan jumlah batang rokok yang dikonsumsi per harinya banyak.
b.
Seseorang yang memulai untuk merokok dari remaja lebih berisiko dibanding orang yang baru merokok ketika sudah tua. Semakin muda memulai rokok atau terpajan asap rokok, maka akan meningkatkan risiko penyakit pada paru. Di indonesia terjadi peningkatan pada perokok remaja, pada tahun 1995 diketahui terdapat 7% perokok yang berusia remaja, kemudian terjadi peningkatan menjadi 19% pada tahun 2010.
c.
Seberapa dalam menghisap rokok dan jenis rokok yang digunakan (kretek atau filter) merupakan subfaktor lain terkait rokok sebagai faktor risiko gangguan fungsi paru. Ketika menghisap rokok dalam-dalam atau menghisap secara biasa saja sebenarnya tidak terlau jauh berbeda sebagai faktor penyumbang dalam gangguan fungsi paru. Namun kedalaman hisap rokok ini berhubungan dengan jenis kanker paru yang diderita. Menghisap lebih dalam berhubungan dengan kanker paru jenis adenokarsinoma sedangkan menghisap secara biasa saja hubungannya dengan karsinoma sel skuamosa.
6.
Masa Kerja Gejala pertama asma kerja yang diakibatkan isosianat dari pajanan cat umumnya terjadi pada periode laten dari satu bulan pertama bekerja hingga satu tahun ekspose. Ketika asma tersebut mulai berkembang, sedikit saja pajanan yang diterima sudah terlihat gejalanya. (Pronk, 2007)
7.
Pemakaian Alat Pelindung Diri Berdasarkan hasil penelitian-penelitian sebelumnya mengenai gangguan fungsi paru, banyak rekomendasi yang dianjurkan untuk menggunakan alat pelindung diri khususnya masker pada saat bekerja. Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.08/MEN/VII/2010, alat pelindung diri merupakan suatu alat yang
Analisis gangguan..., Deviyanti Mala Grafina, FKM UI, 2013.
mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya di tempat kerja. Jenis alat pelindung diri yang digunakan untuk melindungi sistem pernapasan terdiri dari masker, respirator, katrit, kanister, Re-breather, Airline respirator, Continues Air Supply Machine=Air Hose Mask Respirator, tangki selam dan regulator (Self-Contained Underwater Breathing Apparatus /SCUBA), Self-Contained Breathing Apparatus (SCBA), dan emergency breathing apparatus Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan disain studi cross-sectional dengan metode semi kuantitatif yang dianalisis secara deskriptif. Penelitian dilakukan di bengkel body repair X yang berlokasi di Jakarta pada bulan April 2013. Subjek penelitian adalah seluruh pekerja bengkel body repair X bagian color matching dan painting. Data yang digunakan pada penelitian ini merupakan data primer yang bersumber dari kuesioner wawancara dan observasi langsung serta data sekunder yang diperoleh dari bengkel tersebut. Data-data yang diperoleh kemudian dianalisis univariat dengan menggunakan software SPSS. 17 Hasil Penelitian Subjek survei ini terdiri atas 25 orang yang bekerja di dua lokasi yang berbeda yaitu 7 orang di bagian color matching dan 18 orang di bagian painting. Dalam survei ini pajanan dan dosisnya dianggap sama pada setiap pekerja di masing-masing bagian. Namun, pekerja bagian color matching diasumsikan mendapat pajanan dan dosis yang lebih sedikit dibanding dengan pekerja bagian painting. Karena dilihat dari lokasi tempat kerjanya, pekerja painting bekerja di dalam booth painting yang tertutup. Selain itu, juga mendapat pajanan debu dari hasil pendempulan yang lokasi kerjanya tepat di belakang serta asap mobil kendaraan, sedangkan pekerja color matching memiliki ruangan sendiri yang memiliki banyak jendela besar dan mengarah keluar gedung. Pekerja di kedua lokasi tersebut sama-sama tidak menggunakan alat pelindung diri yang sesuai dengan standar yang seharusnya. Hasil pengukuran spirometri pada pekerja bagian color matching adalah 1 orang yang menderita gangguan fungsi paru dan 6 orang yang memiliki fungsi paru yang normal, sedangkan pada pekerja bagian painting terdapat 6 orang yang mengalami gangguan fungsi paru dan 12 orang yang memiliki fungsi paru normal. Ketujuh orang yang mengalami gangguan fungsi paru masih berada dalam tahap ringan.
Analisis gangguan..., Deviyanti Mala Grafina, FKM UI, 2013.
Pembahasan/Diskusi Gangguan Paru Variabel
Bagian
Color matching Umur Painting Color matching Status Merokok Painting
Kategori
%
n
%
≥ 32
1
50
1
50
< 32
-
-
5
100
≥ 30
4
44,4
5
55,6
< 30
2
22,2
7
77,8
Ya
1
16,7
5
83,3
Tidak
-
-
1
100
Ya
6
42,9
8
57,1
Tidak
-
-
4
100
1
14,3
6
85,7
-
-
1
100
2
100
-
-
Seimbang
4
26,7
11
73,3
Tidak
-
-
3
100
Ya
1
25
3
75
Tidak
1
50
1
50
Ya
5
33,3
11
68,8
Ada
-
-
1
100
Tidak
1
16,7
5
83,3
Ada
3
75
1
25
Tidak
3
21,4
11
78,6
≥ 4,29
1
25
3
75
< 4,29
-
-
3
100
≥ 6,67
2
28,6
5
71,4
< 6,67
4
36,4
7
63,6
Kadang-
1
14,3
6
85,7
Tidak Painting
Kebiasaan Olahraga
Riwayat Penyakit Saluran Napas
Color matching Painting Color matching Painting Color matching
Masa Kerja Painting Penggunaan APD
Seimbang Seimbang
Status Gizi
Color matching
Tidak
N
Tidak Color matching
Ya
Seimbang
kadang
Analisis gangguan..., Deviyanti Mala Grafina, FKM UI, 2013.
Painting
Ya
-
-
-
-
Kadang-
-
-
1
100
6
35,3
12
66,7
kadang Ya
Hasil survei menunjukkan bahwa rata-rata umur pada pekerja color matching adalah 32 tahun (95% CI: 23,63 – 40,37, standar deviasi 9,055). Umur responden termuda adalah 21 tahun dan umur tertua adalah 49 tahun. Pekerja yang berusia kurang dari 32 tahun ada sebanyak 5 orang (71,5%) dan pekerja yang berusia diatas sama dengan 32 tahun ada sebanyak 2 orang (28,5%). Dari tabel diatas, diketahui bahwa pekerja yang mengalami gangguan fungsi paru berada pada kategori diatas sama dengan 32 tahun. Umur responden pada pekerja bagian painting termuda adalah 27 tahun dan umur tertua adalah 48 tahun. Rata-rata umur pada pekerja painting adalah 36,5 tahun (95% CI: 32,97 – 40,03, standar deviasi 7.090). Dari pekerja bagian painting dengan umur diatas sama dengan 36,5 tahun diketahui ada sebanyak 4 orang (44,4%) yang mengalami gangguan fungsi paru, sedangkan pekerja dengan umur dibawah 36,5 tahun ada sebanyak 2 orang (22,2%). Pada survei ini diketahui bahwa pekerja yang mengalami gangguan fungsi paru baik di bagian color matching maupun painting, keduanya berada diatas kategori survei. Hal ini menunjukkan bahwa sesuai dengan teori bahwa jika semakin tua seseorang maka fungsi parunya akan mengalami penurunan. Hasil survei menunjukkan bahwa responden bagian color matching yang merokok ada sebanyak 6 orang (85,7%) sedangkan responden yang tidak merokok yaitu 1 orang (14,3%). Dari hasil pengukuran dengan menggunakan spirometri ditemukan bahwa pada pekerja yang berstatus perokok terdapat 1 orang (16,7%) yang mengalami gangguan fungsi paru dan 5 orang (83,3%) yang memiliki fungsi paru yang normal. Dari hasil ini diketahui bahwa responden yang mengalami gangguan fungsi paru masuk ke dalam kategori perokok. Hasil wawancara yang dilakukan oleh surveyor diketahui bahwa pada seluruh pekerja bagian color matching yang merokok menghabiskan rata-rata sebanyak kurang lebih 1 bungkus setiap harinya. Selain itu, terdapat 4 orang yang menghisap sampai ke dada dan 2 orang lainnya tidak. Hasil perhitungan Indeks Brinkmann menunjukkan seluruh pekerja yang merokok berada dalam kategori perokok ringan. Berdasarkan hasil wawancara dan pengukuran spirometri juga diketahui bahwa pekerja bagian color matching yang mengalami gangguan fungsi paru merupakan bagian dari kategori perokok. Pekerja ini menghabiskan rata-rata
Analisis gangguan..., Deviyanti Mala Grafina, FKM UI, 2013.
rokok setiap harinya sebanyak 1 bungkus atau 12 batang, mulai merokok dari tahun 1993 dan memiliki kebiasaan merokok menghisap hingga ke dalam dada. Hasil survei pada pekerja bagian painting diketahui bahwa responden yang merokok ada sebanyak 14 orang (77,8%) sedangkan responden yang tidak merokok yaitu 4 orang (22,2%). Berdasarkan hasil pengukuran dengan menggunakan spirometri diketahui bahwa pada pekerja yang berstatus perokok terdapat 6 orang (42,9%) yang mengalami gangguan fungsi paru. Berdasarkan hasil wawancara terhadap pekerja bagian painting, diketahui bahwa pada pekerja bagian painting yang merokok, terdapat 12 orang yang menghabiskan rata-rata 1 bungkus rokok setiap harinya dan 2 orang yang menghabiskan lebih dari 1 bungkus rokok. Hasil perhitungan indeks Brinkmann menemukan bahwa seluruh pekerja painting yang merokok masih termasuk dalam kaetgori ringan. Dari keenam pekerja yang merokok dan mengalami gangguan fungsi paru diketahui bahwa 2 orang yang menghabiskan rokok lebih dari dua bungkus dan 4 orang lainnya menghabiskan rata-rata 1 bungkus setiap harinya. Kemudian dari kedua orang tersebut, keduanya sudah merokok selama 21 tahun dan 11 tahun dengan kebiasaan merokoknya tidak menghisap sampai ke dalam dada. Sementara itu pada keempat pekerja lainnya sudah mulai merokok selama 27 tahun dengan kebiasaan tidak menghisap hingga ke dalam dada, 11 tahun dengan kebiasaan tidak menghisap hingga ke dalam dada, 37 tahun dengan kebiasaan menghisap hingga ke dalam dada, dan 26 tahun dengan kebiasaan tidak menghisap sampai ke dalam dada. Hasil survei pada kedua lokasi kerja menunjukkan bahwa seluruh pekerja yang mengalami gangguan fungsi paru adalah perokok, yang semuanya dalam kategori Indeks Brinkmann masih dalam tahap ringan. Dari ketujuh responden tersebut diketahui bahwa 5 orang menghabiskan kurang lebih 1 bungkus rokok perharinya dan 2 orang menghabiskan lebih dari 1 bungkus (dalam hal ini surveyor mengasumsikan 1 bungkus rokok adalah 16 batang). Sesuai dengan teori bahwa rokok berpengaruh dengan kejadian gangguan fungsi paru. Hasil survei menunjukkan bahwa seluruh pekerja bagian color matching memiliki status gizi yang seimbang, yaitu 7 orang (100%). Pekerja yang mengalami gangguan fungsi paru masuk ke dalam kategori status gizi yang seimbang. Hasil survei menunjukkan bahwa pada pekerja painting terdapat 1 orang (5,56%) yang memiliki nilai IMT kurang dari 18, 2 orang (11,1%) yang nilai IMT-nya lebih dari 25 dan 15 orang (83,3%) yang memiliki nilai IMT 18-25. Pada survei ini ditemukan pekerja yang mengalami gangguan fungsi paru pada pekerja dengan nilai IMT lebih dari 25 yaitu 2 orang
Analisis gangguan..., Deviyanti Mala Grafina, FKM UI, 2013.
dan pada pekerja dengan nilai IMT 18-25 yaitu 4 orang. Pekerja yang mengalami gangguan fungsi paru lebih banyak pada pekerja yang memiliki gizi seimbang. Terdapat ketidaksesuaian dengan teori bahwa orang yang memiliki nilai IMT yang seimbang justru mengalami gangguan fungsi paru. Hasil survei menunjukkan bahwa pada pekerja bagian color matching, yang melakukan kegiatan olahraga adalah sebanyak 4 orang (57,1%) dan 3 (42,9%) orang lainnya tidak melakukan kegiatan olahraga. Pekerja yang mengalami gangguan fungsi paru berada dalam kategori melakukan kegiatan olahraga. Kegiatan olahraganya berupa berupa jogging selama seminggu sekali dengan durasi kurang lebih 1 jam. Hasil survei menunjukkan bahwa pada pekerja bagian painting, yang melakukan kegiatan olahraga adalah sebanyak 16 orang (88,9%) dan 2 (11,1%) orang lainnya tidak melakukan kegiatan olahraga. Pekerja yang mengalami gangguan fungsi paru yang melakukan kegiatan olahraga ada sebanyak 5 orang (83,3%) dan 1 orang tidak melakukan kegiatan olahraga. Pada kelima pekerja bagian painting yang mengalami gangguan fungsi paru diketahui masingmasing melakukan kegiatan olahraga tenis meja selama 1 jam setiap hari, bulutangkis selama 2 jam setiap 2 kali seminggu, tenis meja dan sepeda selama 2 jam setiap hari, joging selama 30 menit setiap 1 kali seminggu dan futsal selama 1 jam setiap 1 kali seminggu. Pada survei ini diketahui pekerja yang mengalami gangguan fungsi paru justru ditemukan pada pekerja yang melakukan kegiatan olahraga. Hasil survei menunjukkan bahwa pada pekerja bagian color matching, yang memiliki riwayat penyakit saluran napas ada 1 orang (14,3%) dan 6 orang (85,7%) lainnya tidak memiliki riwayat penyakit saluran napas. Pekerja yang mengalami gangguan fungsi paru tidak memiliki riwayat penyakit saluran napas sebelumnya. Hasil survei menunjukkan bahwa pada pekerja bagian painting, yang memiliki riwayat penyakit saluran napas ada 4 orang (22,2%) dan 14 orang (77,8%) lainnya tidak memiliki riwayat penyakit saluran napas. Pada kategori memiliki riwayat penyakit saluran napas, pekerja yang mengalami gangguan fungsi paru ada sebanyak 3 orang (50%) dan pada kategori tidak juga 3 orang yang mengalami gangguan fungsi paru. Rata-rata masa kerja pada pekerja color matching adalah 4,29 tahun (95% CI: 2,46 – 6,11, standar deviasi 1,976). Masa kerja minimal responden adalah 2 tahun dan maksimal adalah 7 tahun. Pekerja yang memiliki masa kerja lebih dari sama dengan 4,29 tahun ada sebanyak 4 orang (57,2%) sedangkan pekerja dengan masa kerja kurang dari 4,29 tahun ada sebanyak 3 orang (42,8%). Dari tabel diatas, diketahui bahwa pekerja yang mengalami
Analisis gangguan..., Deviyanti Mala Grafina, FKM UI, 2013.
gangguan fungsi paru berada di kategori ≥ 4,29 tahun. Pekerja ini juga pernah bekerja sebelumnya ditempat lain yang juga menggunakan bahan kimia dengan masa kerja 3 tahun. Rata-rata masa kerja pada pekerja painting adalah 6,67 tahun (95% CI: 3,98 – 9,35, standar deviasi 5,402). Masa kerja minimal responden adalah 1 tahun dan maksimal adalah 17 tahun. Pekerja yang memiliki masa kerja lebih dari sama dengan 6,67 tahun ada sebanyak 7 orang (38,8%) sedangkan pekerja dengan masa kerja kurang dari 6,67 tahun ada sebanyak 11 orang (61,2%). Dari tabel diatas, diketahui bahwa pekerja yang mengalami gangguan fungsi paru sebanyak 2 orang (33,3%) berada di kategori ≥ 6,67 dan 4 orang (66,7%) berada di kategori < 6,67 tahun. Dari keenam pekerja yang memiliki gangguan fungsi paru, diketahui seluruhnya pernah bekerja sebelumnya ditempat lain dan menggunakan bahan kimia. Dari 2 orang yang mengalami gangguan fungsi paru dan masa kerjanya diatas kategori, diketahui masa kerja sebelumnya adalah 13 tahun dan 10 tahun, sedangkan pada 4 orang yang mengalami gangguan fungsi paru dan masa kerjanya dibawah kategori, masa kerja sebelumnya masing-masing adalah 8 tahun, 14 tahun, 21 tahun, dan 4 tahun. Dari hasil survei ini diketahui bahwa seluruh pekerja bagian color matching menggunakan alat pelindung diri dengan kategori kadang-kadang, yaitu sebanyak 7 orang (100%). Pekerja yang mengalami gangguan fungsi paru berada pada kategori kadang-kadang menggunakan alat pelindung diri. Dari hasil survei ini diketahui bahwa pekerja dengan kategori kadang-kadang menggunakan APD ada sebanyak 1 orang (5,6%) sedangkan 17 orang (94,4) lainnya menggunakan APD. Pekerja yang mengalami gangguan fungsi paru ditemukan pada pekerja yang menggunakan APD selama bekerja. Tidak ditemukan kesesuaian dengan teori pada kategori pemakaian alat pelindung diri ini dikarenakan pekerja yang mengalami gangguan fungsi paru justru adalah pekerja yang menggunakan APD. Hal ini dapat dijelaskan bahwa APD yang tersedia tidak sesuai dengan standar. Kesimpulan Berdasarkan uraian hasil survei dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1.
Hasil keseluruhan survei terhadap 25 pekerja bengkel body repair terdapat 1 orang dari bagian color matching dan 6 orang dari bagian painting yang mengalami gangguan fungsi paru.
Analisis gangguan..., Deviyanti Mala Grafina, FKM UI, 2013.
2.
Hasil analisis faktor risiko menunjukkan tidak ditemukannya hubungan baik faktor internal maupun eksternal dengan gangguan fungsi paru pada pekerja bengkel body repair x.
3.
Pada pekerja bagian color matching, pekerja dengan gangguan fungsi paru ditemukan berjumlah 1 orang dan diketahui bahwa pekerja ini memiliki umur diatas kategori; berperilaku merokok; memiliki nilai IMT yang sesuai; melakukan kegiatan olahraga; tidak memiliki riwayat penyakit saluran napas; dan masa kerja diatas kategori.
4.
Pada pekerja bagian painting diketahui bahwa terdapat 6 orang yang mengalami gangguan fungsi paru. Dari keenam pekerja tersebut diketahui 4 orang umurnya berada diatas kategori dan 2 orang lainnya dibawah kategori; seluruhnya berperilaku merokok; 4 orang memiliki nilai IMT yang sesuai dan 2 orang lainnya memiliki nilai IMT lebih dari 25; 5 orang melakukan kegiatan olahraga dan 1 orang tidak; pada pekerja yang memiliki riwayat penyakit ada 3 orang dan yang tidak juga 3 orang; 4 orang di masa kerja dibawah kategori dan 2 orang diatas kategori; dan seluruhnya menggunakan APD.
Saran 1.
Dilakukan pemantauan lingkungan dan pengendalian pajanan secara berkala baik untuk bahan kimia maupun debu agar dapat diketahui kualitas udara di bengkel body repair x. Pemantauan lingkungan ini dapat bekerja sama dengan pihak akademisi maupun institusi terkait. Pengukuran terkait isosianat dapat menggunakan metode NIOSH 5522
2.
Bengkel body repair x juga perlu meningkatkan program analisis risiko akibat pajanan bahan kimia yang lebih spesifik.
3.
Perlu adanya peningkatan kepedulian karyawan dengan melakukan kegiatan promosi kesehatan oleh Departemen EHS beserta klinik melalui pemberian informasi kesehatan pada saat meeting pagi maupun pemasangan poster-poster mengenai kesehatan seperti imbauan untuk tidak merokok, rajin berolahraga dan menggunakan alat pelindung diri dengan benar.
4.
Adanya perhatian lebih terhadap pekerja untuk menggunakan alat pelindung diri dengan baik dan benar dengan cara melakukan pengawasan. Pihak perusahaan juga dapat menggunakan sistem reward dan punishment untuk kegiatan ini.
5.
Perlu diadakannya pemeriksaan kesehatan secara berkala meskipun sebagian besar karyawan adalah karyawan vendor/outsourcing serta pengukuran lebih spesifik terhadap kesehatan paru pekerja
Analisis gangguan..., Deviyanti Mala Grafina, FKM UI, 2013.
6.
Setiap pekerja wajib menjaga kesehatannya masing masing melalui berbagai upaya yaitu mengurangi konsumsi rokok, memperhatikan asupan makanan, menggunakan alat pelindung diri saat bekerja, dan berolahraga.
7.
Pekerja juga diharapkan dapat bekerja sama dengan perusahaan maupun berbagai pihak untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman, sehat dan selamat. Berbagai upaya telah dilakukan oleh perusahaan, namun tidak akan berarti jika pekerja tidak dapat bekerja sama maupun menjaga kesehatannya sendiri.
8.
Pekerja dapat meningkatkan kesadaran diri mengenai bahaya yang timbul akibat pajanan bahan kimia, salah satunya cat dan tiner.
9.
Survei selanjutnya disarankan untuk melakukan pengukuran terhadap pajanan bahan kimia juga serta analisis yang lebih mendetail dan mendalam.
Daftar Referensi Abuelfadl Arwa, et al. (2010). Pulmonary toxicity among car spray painters. Mansoura Journal Forensic Medical Clinic Toxicol XVIII, 1, 51-64. Betiandriyan. (2012). Skripsi: Hubungan faktor-faktor risiko terhadap kejadian gangguan fungsi paru pada pekerja bagian painting di PT.X. Mei 5, 2013. Jurnal Kesehatan Masyarakat 1, 2, 679 – 689. http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm Bennet, (2004) Budiono, Irwan (2007). Tesis: Faktor risiko gangguan fungsi paru pada pekerja pengecatan mobil (studi pada bengkel pengecatan mobil di kota Semarang). Semarang: Universitas Diponegoro. Corwin, Elizabeth J. (2009). Buku saku patofisiologi. (Yudha, et al, Penerjemah). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Glindmeyer HW, Lefante JJ, Rando RJ, Freyder L, Henizdo E dan Jonas RN. (2004). Spray painting and chronic airways obstruction. Am J Ind Med, 46, 104-111 April 23, 2013. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/ Ikhsan, Mukhtar, Yunus, Faisal, Susanto, Dwi Agus. (2009). Bunga rampai penyakit paru kerja dan lingkungan. Jakarta: Balai Penerbit FKUI Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Analisis gangguan..., Deviyanti Mala Grafina, FKM UI, 2013.
Marthaty, Sri Sarwosih Indah. Wulandari, Laksmi. (2011). Hubungan antara inhalasi cat semprot
dengan
faal
paru
pekerja
pengecatan
mobil.
February
2,
2013.
http://penelitian.unair.ac.id/artikel_dosen Mengkidi, Dorce. (2006). Tesis: Gangguan fungsi paru dan faktor-faktor yang mempengaruhinya pada karyawan PT. Semen Tonasa Pangkep Sulawesi Selatan. Semarang: Universitas Diponegoro. Numan, Ahmad Tarik. 2012. Effect of car painting vapours on pulmonary and liver function of automobile painting worker within Baghdad Governorate Area. Al-Kindy Col Med J 8, 2, 58-64. Parker DL, Waller K, Himrich B, Martinez A, and Martin F.A. (1991). A cross-sectional study of pulmonary function in auto body repair workers. Am J Public Health 81, 6, 768-771. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.08/MEN/VII/2010 Price, Sylvia Anderson. Wilson, Lorraine McCarty. (1982). Pathophysiology clinical concepts of disease processes. New York: Mc Graw-Hill, Inc. Pronk, Anjoeka. (2007). Isocyanate exposure and respiratory health effects in the spray painting industry. Thesis Utrecht University. February 6, 2013. http://igiturarchive.library.uu.nl/ Rahmah, Laila. (2008). Skripsi: Gambaran fungsi paru pada pekerja CV. Silkids Garmindo. October 18, 2012. www.lontar.ui.ac.id Randolph BW, Lalloo UG, Gouws E and Colvin MS. (1997). An evaluation of the respiratory health status of automotive spray-painters exposed to paints containing hexamethylene di-isocyanates in The Greater Durban Area. Safr Med J 87, 3, 318-23 April 23, 2013 http://www.ncbi.nlm.nih.gov/ Riswati, Yudhistira. (2004). Skripsi: Hubungan masa kerja dengan kapasitas vital paksa paru pada pekerja pengecatan mobil di kampung Ligu kota Semarang. Semarang: Universitas Diponegoro. Setiawan, Yahmin. Nurwidya, Fariz. (2012). Selamatkan keluarga perokok. June 22, 2013. http://www.lkc.or.id/
Analisis gangguan..., Deviyanti Mala Grafina, FKM UI, 2013.
Wahyuningsih, et al. (2003). Dampak inhalasi cat semprot terhadap kesehatan paru. Cermin Dunia Kedokteran, 138, 23-28.
Analisis gangguan..., Deviyanti Mala Grafina, FKM UI, 2013.