perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN MADIUN TAHUN 1991-2010
TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Magister Ekonomi dan Studi Pembangunan Konsentrasi: Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Keuangan Daerah
Oleh:
ALI CHAKIM S4210002
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN SURAKARTA 2011 commit to user
i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO :
Barangsiapa berbuat kebaikan seberat benda terkecil pun, maka dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang berbuat keburukan seberat benda terkecil pun, maka dia akan melihatnya. (QS. AZ-Zalzalah: 7,8).
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan untuk : ü Anak-anakku tersayang Naqiya dan Alya yang telah memberikan dorongan semangat ü Istriku tercinta Dewi Wahyuningsih yang telah memberikan bantuan moril dan materiil
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAKSI
PAD sebagai salah satu penerimaan daerah mencerminan tingkat kemandirian daerah. Semakin besar PAD maka menunjukkan bahwa daerah itu mampu melaksanakan desentralisasi fiskal dan ketergantungan terhadap pemerintah pusat berkurang. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi PAD di Kabupaten Madiun tahun 1991-2010. Faktor-faktor tersebut adalah jumlah penduduk, PDRB, pengeluaran pemerintah. Data yang diamati dalam penelitian ini adalah data runtut waktu periode 1991-2010. Model estimasi yang digunakan adalah regresi berganda yang ditransformasikan ke bentuk logaritma. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semua variabel independen secara parsial dan simultan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap PAD. Hipotesis penelitian dibuktikan bahwa variabel jumlah penduduk, PDRB dan pengeluaran pemerintah berpengaruh positif dan signifikan secara statistic terhadap PAD. Kata kunci: PAD, penduduk, PDRB, pengeluaran pemerintah
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT
PAD as one of local revenue reflects the local independence. The greater the PAD indicates that the local was able to implement fiscal decentralization and reduced dependence on central government. The purpose of this research is to analyze the factors that influence PAD in Madiun district in 1991-2010. These factors are population, PDRB, government expenditure. The data observed in this research is time series data from 1991 to 2010 period. Estimation model used was multiple regression are transformed into logarithmic model. The results showed that all independent variables partially and simultaneously have a significant effect on PAD. The research hypothesis prove that the variable number of population, PDRB and government expenditure has positive effect and statistically significant to PAD Keywords: PAD, population, PDRB, government expenditure
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Bismillaahir Rahmaanir Rahiim. Assalamu’alaikum Wr. Wb. Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian tesis dengan judul “ANALISIS FAKTORFAKTOR
YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN ASLI DAERAH
KABUPATEN MADIUN TAHUN 1991-2010”, guna memenuhi salah satu persyaratan dalam penyelesaian derajat sarjana S-2 Program Studi Magister Ekonomi dan Studi Pembangunan (MESP) Universitas Sebelas Maret Surakarta. Rasa terimakasih penulis sampaikan antara lain kepada: 1. Dr. JJ. Sarungu, MS selaku Ketua Program Studi Magister Ekonomi dan Studi Pembangunan Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Dr. Evi Gravitiani, M.Si selaku pembimbing I dalam penyusunan tesis yang banyak memberikan bimbingan, masukan dan arahan selama penelitian. 3. Malik Cahyadin, SE, M.Si selaku pembimbing II dalam penyusunan tesis yang banyak memberikan bimbingan, masukan dan arahan selama penelitian. 4. Pimpinan dan staf Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan, Bappeda, Badan Pusat Statistik dan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Madiun yang telah mendukung selama penelitian. 5. Segenap staf UNS. 6. Teman-teman, khususnya teman seangkatan. 7. Semua pihak yang turut membantu kelancaran penulisan tesis ini. Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih banyak kekurangannya, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga tesis ini bermanfaat bagi pembaca dan pihak yang berkepentingan.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Surakarta, commit to user
April 2011
Ali Chakim
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………………….........………………………..………….i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING…………………...……………...ii HALAMAN PERSETUJUAN PENGUJI..............................................................iii HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TESIS...............................................iv MOTTO....................................................................................................................v PERSEMBAHAN...................................................................................................vi ABSTRAKSI.........................................................................................................vii ABSTRACT..........................................................................................................viii KATA PENGANTAR........................................................................................... ix DAFTAR ISI. …………………….....………………………………….……...….x DAFTAR TABEL ................................................................................................xiii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................xv DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................xvi BAB I
PENDAHULUAN ...........…………...........…………………......………1 1.1
Latar Belakang Masalah………………….........……………….….1
1.2
Perumusan Masalah………..............................……………….....12
1.3
Tujuan penelitian……..................………………………….…….13
1.4
Manfaat Penelitian…............................…...……….…………….13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA………………………………………..........…14 2.1
2.2
Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia………………...........14 2.1.1
Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah………......……...14
2.1.2
Pengertian Dan Sumber Keuangan Daerah……………....17
2.1.3
Pengelolaan Keuangan Pemerintah Daerah………...……18
Pendapatan Asli Daerah (PAD)… ……….......................……….23 2.2.1
Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah……...……...….24 2.2.1.1 Pajak Daerah……………...…………….…...…26 2.2.1.2 Retribusi Daerah………...……………………..29 2.2.1.3 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang commit to user Dipisahkan……………………………………...33
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2.2.1.4 Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah…..35 2.2.2 2.3
Prinsip Pengenaan Pajak…………..........................……..35
Landasan Teori Pendukung Hipotesis………...........……………40 2.3.1
Pengaruh Jumlah Penduduk Terhadap PAD …….…........40
2.3.2
Pengaruh PDRB Terhadap PAD………...……….....……41
2.3.3
Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap PAD............45
2.4
Penelitian Terdahulu……...……………..…….............................49
2.5
Kerangka Pemikiran………………...………................................53
2.6
Hipotesis Penelitian…………………....…………........................54
BAB III METODOLOGI PENELITIAN………………................…………….55 3.1
Waktu dan Lokasi Penelitian………….……….....…….………..55
3.2
Variabel Penelitian…………………...…………………………..56
3.3
Jenis dan Sumber Data………………………...…...…………….57
3.4
Definisi Operasional…………………………….………………..57
3.5
Teknik Analisis Data………….………………………………….57 3.6.1
Analisis Regresi Linier Berganda......................................57
3.6.2
Uji Statistik.........................................................................58 3.6.2.1 Uji F (Metode Pengujian Simultan)....................58 3.6.2.2 Uji t (Metode Pengujian Parsial).........................60 3.6.2.3 Analisis Determinasi (R2)...................................62
3.6.3. Pengujian Asumsi Klasik...................................................63 3.6.3.1 Uji Normalitas.....................................................63 3.6.3.2 Uji Multikolinearitas...........................................63 3.6.3.3 Uji Heteroskedastisitas........................................64 3.6.3.4 Uji Autokorelasi..................................................64
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN............................................66 4.1
Gambaran Umum Kabupaten Madiun...........................................66
4.2
Kondisi Perekonomian Kabupaten Madiun...................................67 commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id
4.3
digilib.uns.ac.id
4.2.1
Gambaran Umum Kondisi Perekonomian.........................67
4.2.2
Produk Domestik regional Bruto Tahun 2007-2010 .......69
4.2.3
Struktur Ekonomi Kabupaten Madiun ..............................72
4.2.4
Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Madiun.......................75
4.2.5
PDRB Per Kapita Dan Pendapatan Regional Per Kapita...77
Deskripsi Variabel-variabel Penelitian..........................................78 4.3.1
Variabel Pendapatan Asli Daerah......................................78
4.3.2
Variabel Jumlah Penduduk................................................86
4.3.3
Variabel Produk Domestik Regional Bruto.......................89
4.3.4
Variabel Pengeluaran Pemerintah......................................91
4.4
Hasil Estimasi Regresi Linier Berganda........................................93
4.5
Pengujian Hipotesis........................................................................94 4.5.1
Uji Secara Individual (Uji t)..............................................94 4.5.1.1 Pengujian Variabel Jumlah Penduduk................95 4.5.1.2 Pengujian Variabel PDRB...................................95 4.5.1.3 Pengujian Variabel Pengeluaran Pemerintah......96
4.5.2
Uji Secara Bersama-sama (Uji F)................................97
4.5.3
Analisis Determinasi (R2)..................................................99
4.5.4
Pengujian Asumsi Klasik ................................................100 4.5.4.1 Uji Normalitas...................................................100 4.5.4.2 Uji Multikolinearitas.........................................101 4.5.4.3 Uji Heteroskedastisitas......................................102 4.5.4.4 Uji Autokorelasi................................................103
4.6
Pembahasan Hasil Penelitian/ Interpretasi Ekonomi...................104
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN............................................................109 5.1
Kesimpulan .................................................................................109
5.2
Saran............................................................................................110
DAFTAR PUSTAKA
112
LAMPIRAN-LAMPIRAN commit to user
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1.
Sumber Penerimaan APBD Kabupaten Madiun Tahun 2005-2010 (Rp)....................................................................................................4
Tabel 1.2.
Kontribusi Sumber Penerimaan APBD Kabupaten Madiun Tahun 2005-2010 (%)…................................................................................5
Tebel 1.3.
Komposisi PAD Kabupaten Madiun Tahun 2006-2010.....................6
Tabel 4.1.
Produk Domestik Regional Bruto (ADHB) Kabupaten Madiun Tahun 2007-2010 (Juta Rupiah)........................................................71
Tabel 4.2.
Struktur Ekonomi Kabupaten Madiun Tahun 2007-2010.................73
Tabel 4.3.
PAD Kabupaten Madiun Tahun 1991-2010.....................................79
Tabel 4.4.
Kontribusi Sumber-sumber PAD di Kabupaten Madiun 19912010...................................................................................................82
Tabel 4.5.
Jumlah dan Perkembangan Penduduk Kabupaten Madiun Tahun 1991-2010.........................................................................................87
Tabel 4.6.
Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan Di Kabupaten Madiun Tahun 2010........................................................................................89
Tabel 4.7.
Jumlah dan Pertumbuhan PDRB Kabupaten Madiun Tahun 19912010...................................................................................................90
Tabel 4.8.
Jumlah dan Pertumbuhan Pengeluaran Pemerintah..........................92
Tabel 4.9.
Hasil Uji Regresi Linier Berganda....................................................93
Tabel 4.10. Anova (Uji F)....................................................................................97 Tabel 4.11. Koefisien Determinasi (R2)...............................................................99 commit to user
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.12. Hasil Uji Normalitas.......................................................................101 Tabel 4.13. Hasil Uji Multikolinearitas..............................................................101 Tabel 4.14. Hasil Uji Heteroskedastisitas..........................................................103
commit to user
xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1.
Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah......................15
Gambar 2.2.
Kurva Perkembangan Pengeluaran Pemerintah.............................48
Gambar 2.3.
Kerangka Pemikiran.......................................................................53
Gambar 3.1.
Daerah Kritis Uji F.........................................................................59
Gambar 3.2.
Daerah Kritis Uji t..........................................................................61
Gambar 3.3.
Gambar Uji Durbin Watson...........................................................65
Gambar 4.1.
Grafik Pertumbuhan PAD Kabupaten Madiun..............................80
Gambar 4.2.
Grafik Pertumbuhan Penduduk......................................................88
Gambar 4.3.
Grafik Pertumbuhan PDRB............................................................91
Gambar 4.4.
Grafik Pertumbuhan Pengeluaran Pemerintah...............................93
Gambar 4.5.
Daerah Kritis Uji t Variabel Jumlah Penduduk..............................95
Gambar 4.6.
Daerah Kritis Uji t Variabel PDRB................................................96
Gambar 4.7.
Daerah Kritis Uji t Variabel Pengeluaran Pemerintah...................96
Gambar 4.8.
Daerah Kritis Nilai F Test pada Uji F ...........................................98
Gambar 4.9.
Daerah Nilai DW Test pada Uji Durbin Watson.........................104
commit to user
xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Data Penelitian
Lampiran 2.
Data Logaritma Natural (ln)
Lampiran 3.
Hasil Print Out SPSS 17.0
Lampiran 4.
Tabel t
Lampiran 5.
Tabel Distribusi F, α = 5%
Lampiran 6.
Tabel Durbin Watson (DW), α = 5%
commit to user
xvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pelaksanaan otonomi daerah sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 yang kemudian diperbaharui dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, mensyaratkan adanya dukungan personil, peralatan dan pembiayaan (keuangan) yang cukup memadai. Dengan dipenuhinya tiga syarat di atas, maka pemerintah daerah diharapkan dapat melaksanakan tugas dan kewajiban yang telah dilimpahkan, sekaligus dapat mewujudkan tujuan penyelenggaraan otonomi daerah berupa peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, perkembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah. Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah tersebut, pemerintah pusat telah membagi berbagai sumber pembiayaan kepada daerah untuk melaksanakan tugas dan kewajiban yang dilimpahkan, sebagaimana yang diatur dalam Undangundang Nomor 25 Tahun 1999 yang kemudian diperbaharui dengan Undangundang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah serta peraturan pemerintah pendukungnya. Menurut ketentuan yang ada dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004, pendapatan
daerah
dalam
pelaksanaan
desentralisasi
bersumber
dari:
(a) Pendapatan Asli Daerah; (b) Dana Perimbangan; dan (c) Lain-lain Pendapatan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan salah satu indikator dalam mengukur tingkat kemandirian suatu daerah otonom dalam penyelenggaraan administrasi pemerintahan dan pembangunan. Sejalan dengan hal tersebut, daerah otonom harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumbersumber keuangannya sendiri, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerahnya (Koswara, 2000). Ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin, sehingga PAD harus menjadi bagian sumber keuangan terbesar, yang didukung kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah sebagai prasyarat mendasar dalam sistem pemerintahan negara. Pada prinsipnya semakin besar kontribusi PAD dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) maka semakin kecil tingkat ketergantungan daerah kepada pemerintah pusat, baik dalam bentuk block grant maupun specific grant. Sebaliknya semakin rendah kontribusi PAD dalam APBD maka semakin besar ketergantungan daerah kepada pemerintah pusat, sehingga peran pemerintah pusat dalam mengalokasikan anggaran ke daerah dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah cenderung dominan. Kondisi ideal dimana PAD mampu membiayai total pengeluaran dalam APBD, ternyata belum dapat dicapai oleh sebagian besar pemerintah daerah di Indonesia. Banyak kabupaten/kota di Indonesia yang kontribusi PAD terhadap total APBD masih rendah. Secara historis, PAD di Indonesia mempunyai peran yang relatif kecil dalam keseluruhan anggaran daerah (Simanjuntak, 2002). commit to user
2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kewenangan meningkatkan PAD tersebut dibatasi bahwa pemerintah daerah dilarang menetapkan peraturan daerah tentang pendapatan yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi dan yang menghambat mobilitas penduduk, lalu lintas barang dan jasa antar daerah, dan kegiatan impor/ekspor sebagaimana tercantum dalam Pasal 7 UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Isyarat bahwa PAD harus menjadi bagian sumber keuangan terbesar bagi pelaksanaan otonomi daerah menunjukkan bahwa PAD merupakan tolok ukur terpenting bagi kemampuan daerah dalam menyelenggarakan dan mewujudkan otonomi daerah. PAD juga mencerminkan kemandirian suatu daerah. Santoso (2002) mengemukakan bahwa PAD merupakan sumber penerimaan yang murni dari daerah, yang merupakan modal utama bagi daerah sebagai biaya penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah. Proporsi PAD terhadap total penerimaan daerah merupakan indikasi derajat kemandirian keuangan suatu pemerintah daerah, meskipun PAD tidak seluruhnya dapat membiayai total pengeluaran daerah . Pendapatan Asli Daerah meskipun diharapkan dapat menjadi modal utama bagi penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, pada saat ini kondisinya masih kurang memadai, artinya bahwa proporsi yang dapat disumbangkan PAD terhadap Total Penerimaan Daerah (TPD) masih relatif rendah. Proporsi PAD terhadap Total Penerimaan Daerah Kabupaten Madiun seperti terdapat dalam APBD Kabupaten Madiun dapat dilihat pada Tabel 1.1. commit to user
3
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 1.1. Sumber Penerimaan APBD Kabupaten Madiun Tahun 2005-2010 (Rp) Lain-lain Pendapatan Pendapatan Pendapatan Total Tahun Asli Daerah Transfer Daerah yang Penerimaan Sah 2005
14,615,450,924
289,912,874,299
2006
21,792,536,902
461,331,811,837
-
483,124,348,739
2007
26,413,339,754
521,257,454,517
-
547,670,794,271
2008
28,693,204,342
611,261,294,600
11,318,000,000
651,272,498,942
2009
31,590,306,400
635,402,447,400
17,663,905,000
684,656,658,800
46,790,380,000
815,316,909,616
2010 37,321,534,950 731,655,094,666 Sumber: APBD Kabupaten Madiun, 2005-2010
12,712,000,000
317,240,325,223
Berdasarkan informasi pada Tabel 1.1 tersebut, dapat diketahui bahwa dalam enam tahun terakhir yaitu tahun 2005-2010 Total Pendapatan Daerah masih didominasi oleh pendapatan transfer (dana perimbangan), meskipun PAD nilainya terus meningkat. Dilihat dari kontribuasinya terhadap pembentukan APBD, maka peran PAD dapat dilihat pada Tabel 1.2. Tabel 1.2 memperlihatkan bahwa nilai kontribusi dari PAD terhadap pembentukan APBD selama tahun 2005-2010 dalam setiap tahunnya rata-rata kurang dari 5%, sedangkan Pendapatan Transfer memiliki kontribusi rata-rata sekitar 90% terhadap Total Penerimaan Daerah, sehingga terbukti bahwa PAD di Kabupaten Madiun belum dapat memberikan kontribusi secara signifikan terhadap APBD. Dengan demikian, maka perlu dicari potensi-potensi daerah untuk meningkatkan PAD dari pajak, retribusi, laba BUMD maupun lain-lain PAD yang sah. commit to user
4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 1.2. Kontribusi Sumber Penerimaan APBD Kabupaten Madiun Tahun 2005-2010 (%) Tahun
Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan Transfer
Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah
2005
4.61
91.39
4.01
2006
4.51
95.49
0.00
2007
4.82
95.18
0.00
2008
4.41
93.86
1.74
2009
4.61
92.81
2.58
2010
4.58
89.74
5.74
Sumber: APBD Kabupaten Madiun Tahun 2005-2010, data diolah.
Apabila diamati lebih jauh, maka dapat dilihat dimana sebenarnya letak kecilnya nilai PAD suatu daerah. Mengetahui hal ini perlu diketahui terlebih dahulu unsur-unsur yang termasuk dalam kelompok PAD. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Bab V Pasal 6 ayat 1 menyatakan bahwa PAD terdiri dari : a. Pajak daerah; b. Retribusi daerah; c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; d. Lain-lain PAD yang sah. Dari keempat komponen PAD tersebut, pajak dan retribusi daerah merupakan penyumbang terbesar, sehingga muncul anggapan bahwasanya Pendapatan Asli Daerah (PAD) identik dengan pajak daerah dan retribusi daerah. Hal tersebut diperkuat dengan komposisi PAD dalam APBD selama lima tahun terakhir pada Tabel 1.3.
commit to user
5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 1.3. Komposisi PAD Kabupaten Madiun Tahun 2006-2010 (Rp) Tahun Pajak Daerah Retribusi Daerah Hasil Lain-lain PAD Pengelolaan yang Sah Kekayaan Daerah yang Dipisahkan 2006
5,498,548,927
13,053,863,125
330,843,275
2,909,281,575
2007
5,961,760,000
14,835,019,000
836,776,054
4,779,784,700
2008
6,436,260,000
14,829,838,800
923,648,317
6,503,457,225
2009
7,038,260,000
15,824,726,400
1,125,000,000
7,602,320,000
2010
8,492,092,000
7,473,171,450
1,872,000,000 19,484,261,500
Sumber: APBD Kabupaten Madiun, 2006-2010.
Tabel 1.3 memperlihatkan komposisi nilai PAD Kabupaten Madiun dalam 5 tahun terakhir. Tabel 1.3 tersebut memperlihatkan bahwa pajak daerah dan retribusi daerah merupakan elemen dominan penyumbang PAD di Kabupaten Madiun. Pada tahun 2010 terjadi pergeseran dalam penentuan target PAD dimana pendapatan retribusi berkurang karena dengan berdirinya BLUD RSUD Caruban, maka pendapatan retribusi kesehatan berubah menjadi lain-lain PAD yang sah sehingga terdapat peningkatan pendapatan yang tinggi dari pos lain-lain PAD yang sah. Widayat (1994) dalam Syaharuddin (2009) berpendapat bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi rendahnya penerimaan PAD antara lain: 1) Banyak sumber pendapatan di kabupaten/kota yang besar, tetapi digali oleh instansi yang lebih tinggi, misalnya pajak kendaraan bermotor (PKB); 2) Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) belum banyak memberikan keuntungan kepada Pemerintah Daerah;
commit to user
6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3) Kurangnya kesadaran masyarakat dalam membayar pajak, retribusi, dan pungutan lainnya; 4) Adanya kebocoran-kebocoran; 5) Biaya pungut yang masih tinggi; 6) Banyak Peraturan Daerah yang perlu disesuaikan dan disempurnakan; 7) Kemampuan masyarakat untuk membayar pajak yang masih rendah. Jaya (1996) dalam Syaharuddin (2009) menyebutkan beberapa hal yang dianggap menjadi penyebab utama rendahnya PAD sehingga menyebabkan tingginya ketergantungan daerah terhadap pusat, adalah: 1) Kurang berperannya Perusahaan Daerah sebagai sumber pendapatan daerah; 2) Tingginya derajat sentralisasi dalam bidang perpajakan, karena semua jenis pajak utama yang paling produktif baik pajak langsung maupun tidak langsung ditarik oleh pusat; 3) Pajak daerah cukup beragam, tetapi hanya sedikit yang bisa diandalkan sebagai sumber penerimaan; 4) Alasan politis di mana banyak orang khawatir apabila daerah mempunyai sumber keuangan yang tinggi akan mendorong terjadinya disintegrasi dan separatisme; 5) Kelemahan dalam pemberian subsidi Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah yang hanya memberikan kewenangan yang lebih kecil kepada Pemerintah Daerah merencanakan pembangunan di daerahnya. Secara umum dari kedua pendapat di atas diketahui bahwa masalah rendahnya PAD disebabkan lebih banyak pada unsur perpajakan. Lebih jauh commit to user
7
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mengenai perpajakan dan permasalahannya perlu dikemukakan pendapat Reksohadiprodjo (1996), yaitu bahwa beberapa masalah yang sering dihadapi sistem pajak di daerah secara keseluruhan, diantaranya adalah adanya kemampuan menghimpun dana yang berbeda antara daerah yang satu dengan daerah lainnya, yang disebabkan karena perbedaan dalam resources endowment, tingkat pembangunan, dan derajat urbanisasi. Masalah lainnya adalah terlalu banyaknya jenis pajak daerah dan sering tumpang tindih satu dengan yang lainnya. Tidak ada perbedaan yang jelas antara pajak dengan pungutan lainnya, dan masalah biaya administrasi pajak yang tinggi. Pada akhirnya keberhasilan otonomi daerah tidak hanya ditentukan oleh besarnya PAD atau keuangan yang dimiliki oleh daerah tetapi ada beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi keberhasilannya. Sebagaimana pendapat yang dikemukakan oleh Kaho (1997) menyatakan bahwa keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : 1) Faktor manusia pelaksana yang baik; 2) Faktor keuangan daerah yang cukup dan baik; 3) Faktor peralatan yang cukup dan baik; 4) Faktor organisasi dan manajemen yang baik. Salah satu ukuran kemampuan daerah untuk melaksanakan otonomi adalah dengan melihat besarnya nilai PAD yang dapat dicapai oleh daerah tersebut. Dengan PAD yang relatif kecil akan sulit bagi daerah tersebut untuk melaksanakan proses penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan secara mandiri, tanpa didukung oleh pihak lain (dalam hal ini Pemerintah Pusat dan commit to user
8
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Propinsi). Padahal dalam pelaksanaan otonomi ini, daerah dituntut untuk mampu membiayai dirinya sendiri. Seiring
dengan
besarnya
melaksanakan
otonomi
daerah,
tuntutan maka
kepada
tidak
ada
daerah
untuk
upaya
lain
dapat kecuali
mengoptimalkan peran PAD di dalamnya. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan dapat mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi PAD di
Kabupaten Madiun. Faktor penduduk merupakan salah satu unsur penting dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Pembangunan yang dilakukan pemerintah ditujukan untuk kemakmuran masyarakat yang berarti posisi penduduk dalam hal ini adalah sebagai obyek pembangunan yang menikmati hasil pembangunan tersebut. Pada sisi lain, penduduk juga dapat dipotensikan sebagai penggerak pembangunan yang berarti peran penduduk sebagai subyek pembangunan yang tidak hanya menikmati tetapi juga berperan aktif. Oleh karena itu, penduduk dalam pembangunan suatu wilayah berada pada posisi sentral. Pada saat ini, penduduk justru dipandang sebagai pemacu pembangunan. Berlangsungnya kegiatan produksi adalah berkat adanya orang yang membeli dan mengkonsumsi barang-barang yang dihasilkan. Konsumsi dari penduduk inilah yang menimbulkan permintaan agregat. Pada gilirannya, peningkatan konsumsi agregat memungkinkan usaha-usaha produktif berkembang, begitu pula perekonomian secara keseluruhan. Jadi perkembangan ekonomi turut ditentukan oleh permintaan yang datang dari penduduk. commit to user
9
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Jumlah penduduk yang bertambah akan memperbesar jumlah tenaga kerja. Peningkatan jumlah tenaga kerja memungkinkan suatu negara untuk menambah produksi. Disamping itu, sebagai akibat pendidikan, latihan dan pengalaman kerja, maka kemampuan penduduk akan bertambah tinggi sehingga produktivitas akan bertambah dan ini selanjutnya menimbulkan pertambahan produksi yang lebih cepat daripada pertambahan tenaga kerja. Para pengusaha yang merupakan penduduk, ikut berperan di dalam menentukan luasnya kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh suatu negara. Apabila tersedianya pengusaha dalam sejumlah penduduk tertentu lebih banyak, maka lebih banyak pula kegiatan ekonomi yang akan dijalankan. Dorongan lain yang timbul dari perkembangan penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi adalah perkembangan pasar barang dan jasa. Besarnya luas pasar dari barang dan jasa yang dihasilkan dalam suatu ekonomi tergantung kepada pendapatan penduduk dan jumlah penduduk. Apabila jumlah penduduk bertambah, maka luas pasar akan bertambah pula. Ini berarti perkembangan penduduk akan menimbulkan dorongan kepada pertambahan dalam produksi dan tingkat kegiatan ekonomi. Kegiatan ekonomi suatu daerah secara umum dapat digambarkan melalui kemampuan daerah tersebut menghasilkan barang dan jasa yang diperlukan bagi kebutuhan hidup masyarakat yang diindikasikan dengan PDRB. PDRB merupakan salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi suatu wilayah dalam suatu periode tertentu. PDRB didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu wilayah, atau commit to user
10
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. Penyajian PDRB dihitung berdasarkan harga berlaku dan harga konstan. PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun berjalan. Nilai PDRB harga berlaku nominal menunjukkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah dan pergeseran struktur perekonomian daerah, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan dapat mencerminkan perkembangan riil ekonomi secara keseluruhan dari tahun ke tahun yang digambarkan melalui laju pertumbuhan ekonomi. Penghitungan nilai PDRB akan diperoleh Pendapatan Regional suatu wilayah. Jika pendapatan regional ini dibagi dengan jumlah penduduk akan mencerminkan tingkat pendapatan per kapita yang digunakan sebagai indikator untuk membandingkan tingkat kemakmuran materiil suatu daerah terhadap daerah lain. PDRB dalam hal ini berfungsi sebagai: (a) Indikator tingkat pertumbuhan ekonomi, (b) Indikator pertumbuhan regional income per kapita, (c) Indikator tingkat kemakmuran,
(d) Indikator tingkat inflasi, (e) Indikator struktur
perekonomian, dan (f) Indikator hubungan antar sektor (PDRB Kab. Madiun, 2009). Salah satu komponen dalam permintaan agregat (aggregate demand) adalah pengeluaran pemerintah. Secara teori dinyatakan bahwa jika pengeluaran pemerintah meningkat maka permintaan agregat akan meningkat. Selain itu, peranan pengeluaran pemerintah di negara sedang berkembang masih besar, mengingat kemampuan sektor swasta dalam mendorong pertumbuhan ekonomi commit to user
11
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
relatif terbatas sehingga diperlukan peranan pemerintah. Peningkatan permintaan agregat berarti terjadi pertumbuhan ekonomi, karena pertumbuhan ekonomi diukur dari Produk Domestik Bruto (PDB). Peningkatan PDB berarti peningkatan pendapatan. Peningkatan pendapatan berarti peningkatan kemampuan masyarakat untuk membayar pajak. Berdasarkan uraian dan fenomena, mendorong dilakukannya penelitian tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi PAD Kabupaten Madiun. Faktor-faktor yang mempengaruhi PAD di Kabupaten Madiun banyak. Penelitian ini akan dibatasi pada beberapa faktor terpenting saja yang dianggap berpengaruh cukup besar terhadap PAD, yaitu Jumlah Penduduk, PDRB dan Pengeluaran Pemerintah. Periode penelitian ini adalah tahun 1991-2010.
1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah. 1) Apakah Jumlah Penduduk berpengaruh terhadap PAD di Kabupaten Madiun tahun 1991-2010? 2) Apakah PDRB berpengaruh terhadap PAD di Kabupaten Madiun tahun 19912010? 3) Apakah Pengeluaran Pemerintah berpengaruh terhadap PAD di Kabupaten Madiun tahun 1991-2010?
commit to user
12
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka penelitian ini ditujukan untuk mengetahui, 1) Pengaruh Jumlah Penduduk terhadap PAD di Kabupaten Madiun tahun 19912010. 2) Pengaruh PDRB terhadap PAD di Kabupaten Madiun tahun 1991-2010. 3) Pengaruh Pengeluaran Pemerintah terhadap PAD di Kabupaten Madiun tahun 1991-2010.
1.4. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain: 1) Manfaat Teoritis a. Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi tentang PAD. b. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi bagi peneliti lain baik sebagai pembanding maupun penelaahan lebih lanjut tentang PAD. 2) Manfaat Praktis a. Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat memberikan masukan dalam rangka menyusun kebijakan tentang peningkatan PAD di Kabupaten Madiun b. Dengan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan PAD, diharapkan dapat mengurangi hambatan dalam upaya peningkatan PAD yang akan datang. commit to user
13
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia 2.1.1. Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah Hubungan keuangan pusat dan daerah erat kaitannya dengan azas penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Darumurti (2000) menyebutkan, hubungan keuangan antara pusat dan daerah timbul karena adanya pelaksanaan tugas-tugas pemerintah yang disusun secara bertingkat (multiplicity of government units). Yani (2002) menyatakan hubungan keuangan pusat dan daerah erat kaitannya dengan azas penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Latar belakang timbulnya
hubungan
keuangan
pusat-daerah,
yaitu:
(a)
desentralisasi,
(b) dekonsentrasi, dan (c) tugas pembantuan. Ketiga azas tersebut adalah merupakan landasan pokok dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Hubungan keuangan pusat dan daerah, sebenarnya terjadi sebagai akibat dari penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan ketiga azas tersebut, dimana dalam rangka pelaksanaan azas desentralisasi, dibentuk dan disusun daerah propinsi, daerah kabupaten dan daerah kota yang berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. Oleh sebab itu corak hubungan keuangan pusat-daerah diwarnai pula oleh hubungan fungsi pusat dan daerah berdasarkan ketiga azas tersebut. Kerangka hubungan fungsi pusat dan daerah dapat dilihat pada Gambar 2.1.
commit to user
14
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 2.1. Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah Sumber: Sakti, 2007.
Samudra (2000) menyebutkan persoalan pokok hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah adalah pembagian sumber-sumber pendapatan dan kewenangan pengelolaan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Hubungan ini menyangkut tanggung-jawab untuk melaksanakan kegiatankegiatan tertentu antara tingkat-tingkat pemerintah dan pembagian sumber penerimaan untuk menutup pengeluarannya. commit to user Tujuan utama hubungan ini adalah
15
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mencapai perimbangan antara berbagai pembagian sumber penerimaan, agar potensi dan sumberdaya masing-masing daerah yang sekalipun berbeda-beda dapat diseimbangkan terutama alokasinya. Yani (2002) menyatakan hubungan keuangan pusat dan daerah diperlukan untuk; (a) mengatasi ketimpangan fiskal vertikal (ketimpangan fiskal antara pemerintah pusat dengan daerah), (b) mengatasi ketimpangan fiskal horizontal (ketimpangan fiskal antar daerah), (c) menjaga tercapainya standar pelayanan publik minimum di setiap daerah, (d) menjalankan fungsi stabilisasi antara pusat dan daerah dan/atau antar daerah, dan, (e) mengatasi persoalan-persoalan yang timbul dari melimpahnya dan/atau menyebarnya efek pelayanan publik. Pengertian tersebut menunjukkan ada tugas dan wewenang tertentu tetap dilaksanakan oleh pusat, dan ada pula tugas dan wewenang tertentu dilaksanakan daerah, sebagai akibat dari pelimpahan tugas dan wewenang dari pusat kepada daerah yang bersangkutan. Konsekwensi dari pelimpahan tugas dan wewenang tersebut adalah pusat menyerahkan pula sebagian sumber-sumber keuangan untuk membiayai pelaksanaan tugas dan wewenang tersebut kepada daerah. Hal inilah yang menjadi latar belakang timbulnya masalah hubungan keuangan pusat dengan daerah. Hubungan keuangan pusat dan daerah, secara praktisnya memberikan pengertian bagaimana Pemerintah Pusat memberikan dana transfer kepada Pemerintah Daerah. Sidik (2002) menyebutkan dana transfer dari pusat ke daerah dibedakan dalam 2 (dua) golongan, yaitu: (a) bagi hasil pendapatan (revenue sharing), dan (b) bantuan (grant). Prinsip tujuan umum dari transfer dana commit to user
16
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah adalah untuk; (a) meniadakan dan meminimumkan ketimpangan fiskal vertikal, (b) meniadakan dan meminimumkan ketimpangan fiskal horizontal, (c) menginternalisasi atau memperhitungkan sebagian atau seluruh limpahan manfaat yang menimbulkan biaya.
2.1.2. Pengertian dan Sumber Keuangan Daerah Pengertian Keuangan Daerah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut. Sumber pendapatan daerah untuk penyelenggaraan tugas Pemerintah Daerah, sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah adalah: a. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang bersumber pada: 1) Pajak Daerah; 2) Retribusi Daerah; 3) Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan 4) Lain-lain PAD yang sah. b. Dana Perimbangan, terdiri atas: 1) Dana Bagi Hasil Pajak/ Bagi Hasil Bukan Pajak; 2) Dana Alokasi Umum;
commit to user
17
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3) Dana Alokasi Khusus. c. Lain-lain Pendapatan yang terdiri atas pendapatan hibah, pendapatan dana darurat, dana bagi hasil pajak dari propinsi dan pemerintah daerah lainnya, dan bantuan keuangan dari propinsi atau pemerintah daerah lainnya.
2.1.3. Pengelolaan Keuangan Pemerintah Daerah Pengelolaan dan pertangungjawaban keuangan daerah dalam tahun anggaran tertentu didasarkan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), ini berarti bahwa seluruh sumber penerimaan daerah dan pengeluaran daerah dalam rangka pelaksanaan tugas Pemerintah Daerah dicatat dan dikelola dalam APBD. APBD pada hakekatnya adalah suatu rencana keuangan tahunan daerah, yang merupakan pedoman bagi Pemerintah Daerah dalam melakukan pengelolaan keuangan daerahnya. Secara garis besar APBD terdiri dari dua komponen pokok yaitu pendapatan dan belanja (pengeluaran) daerah. Komponen pendapatan terdiri atas Pendapatan Asli daerah (PAD), Dana Perimbangan dan lain-lain pendapatan yang sah. Komponen pengeluaran pemerintah menurut Kunarjo (1993) sebagai berikut. a) Pengeluaran
rutin
menyelenggarakan
adalah tugas-tugas
pengeluaran umum
yang
pemerintahan
disediakan dan
untuk
pelaksanaan
pembangunan, pengeluaran rutin ini digunakan untuk belanja pegawai, belanja barang, subsidi daerah otonom, bunga dan cicilan hutang serta pengeluaran rutin lainnya. commit to user
18
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b) Pengeluaran pembangunan adalah pengeluaran yang bertujuan untuk meningkatkan
kapasitas
produksi.
Kategori
penggunaan
pengeluaran
pembangunan dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu. 1) Pengeluaran pakai habis, yaitu pengeluaran yang dipergunakan untuk membiayai proyek-proyek pembangunan yang sifatnya secara langsung tidak menghasilkan return kepada pemerintah tetapi secara tidak langsung mempunyai dampak luas kepada pertumbuhan kemajuan perekonomian negara serta pemerataan pendapatan masyarakat. 2) Pengeluaran transfer adalah pengeluaran dari dana APBN yang dipergunakan untuk bantuan pembangunan daerah, penyertaan modal pemerintah dan subsidi. Komponen pengeluaran pemerintah menurut Permendagri No. 13 Tahun 2006, belanja dikelompokkan sebagai berikut. a) Belanja tidak langsung, merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok belanja tidak langsung ini adalah belanja pegawai dalam bentuk gaji dan tunjangan, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, belanja bagi hasil, bantuan keuangan dan belanja tidak terduga. b) Belanja langsung, merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok belanja langsung ini adalah belanja pegawai dalam bentuk honorarium/upah kegiatan, belanja barang dan jasa dan belanja modal. commit to user
19
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pasal 4 Peraturan Pemerintah No. 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah, menyatakan bahwa “Keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat”. Tujuan utama pengelolaan keuangan Pemerintah Daerah menurut Binder (1989) dalam Nuryanti (2003) adalah: a. Pertanggungjawaban (accountability) Pemerintah Daerah harus mempertanggungjawabkan tugas keuangannya kepada lembaga atau orang yang berkepentingan yang sah. Lembaga atau orang itu termasuk Pemerintah Pusat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Kepala Daerah (orang yang membawahi semua satuan tata usaha), dan masyarakat umum. b. Mampu memenuhi kewajiban keuangan Keuangan daerah harus ditata sedemikian rupa sehingga mampu melunasi semua ikatan keuangan jangka pendek dan jangka panjang (termasuk pinjaman jangka panjang). c. Kejujuran Urusan keuangan harus diserahkan pada pegawai yang jujur, dan kesempatan untuk berbuat curang diperkecil. d. Hasil Guna (Effectiveness) dan Daya Guna (Efficiency) kegiatan daerah. Tata cara mengurus keuangan daerah harus sedemikian rupa sehingga memungkinkan program dapat direncanakan dan dilaksanakan untuk commit to user
20
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mencapai tujuan Pemerintah Daerah dengan biaya serendah-rendahnya dan dalam waktu secepat-cepatnya. e. Pengendalian. Petugas keuangan Pemerintah Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan petugas pengawas harus melakukan pengendalian agar semua tujuan tersebut di atas tercapai, mereka harus mengusahakan agar selalu mendapat informasi yang diperlukan untuk memantau pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran dan untuk membandingkan penerimaan dan pengeluaran dengan rencana dan sasaran. Binder (1989) menjelaskan bahwa pengelolaan keuangan yang baik memiliki ciri-ciri utama sebagai berikut. a. Sederhana Sistem yang sederhana lebih mudah dipahami dan dipelajari oleh mereka yang bertugas menjalankannya, dan lebih besar kemungkinan diikuti tanpa salah; dapat lebih cepat memberikan hasil; dan mudah diperiksa dari luar dan dari dalam. b. Lengkap Secara keseluruhan, pengelolaan keuangan hendaknya dapat digunakan untuk mencapai tujuan utama pengelolaan keuangan daerah, dan harus mencakup segi keuangan setiap kegiatan daerah. Jadi, misalnya kegiatan menyususn anggaran harus menegakkan keabsahan penerimaan dan pengeluaran; menjaga agar daerah selalu dapat melunasi kewajiban keuangannya; menjalankan pengawasan dari dalam; berusaha mencapai hasil guna dan daya guna commit to user
21
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
setinggi-tingginya dalam semua kegiatan; dan menjaga jangan sampai ada penerimaan dan pengeluaran yang tidak masuk rencana atau tidak dimasukkan dalam anggaran. c. Berhasil Guna Pengelolaan keuangan harus dalam kenyataan mencapai tujuan-tujuan bersangkutan. Hal ini kadang-kadang dapat diwujudkan melalui peraturan, misalnya peraturan mengharuskan Pemerintah Daerah menyelesaikan rencana anggarannya pada tanggal tertentu sebelum tahun anggaran. d. Berdaya Guna Pengertian berdaya guna memiliki dua segi. Pertama, daya guna melekat pengelolaan keuangan bersangkutan harus dinaikkan setinggi-tingginya; artinya, hasil yang ditetapkan harus dapat dicapai dengan biaya serendahrendahnya, dari sudut jumlah petugas dan dana yang dibutuhkan; atau hasil harus dicapai sebesar-besarnya, dengan menggunakan petugas dan dana pada tingkat tertentu. Kedua, pengelolaan keuangan yang bersangkutan harus dirancang sedemikian rupa sehingga memperbesar daya guna yang menjadi alat bagi Pemerintah Daerah untuk menjalankan kegiatan-kegiatannya dan tidak menghambatnya. e. Mudah Disesuaikan Pengelolaan keuangan jangan dibuat sedemikian kaku sehingga sulit menerapkannya, atau menyesuaikannya pada keadaan yang berbeda-beda.
commit to user
22
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2.2. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Salah satu faktor yang mendukung keberhasilan penyelenggaran tugas Pemerintah Daerah, sebagai perwujudan dari otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung-jawab adalah tersedianya sumber pembiayaan (keuangan) yang memadai. Kemampuan keuangan daerah merupakan salah satu faktor penting dalam
mengukur
kemampuan
daerah
untuk
melaksanakan
otonominya.
Pentingnya keuangan daerah ini, Gie (1968:33) mengemukakan sebagai berikut. “Pada prinsipnya setiap daerah harus dapat membiayai sendiri semua kebutuhannya sehari-hari yang rutin. Apabila untuk kebutuhan daerah itu masih mengandalkan bantuan keuangan dari pemerintah pusat, maka sesungguhnya daerah itu tidak otonomi. Otonomi yang diselenggarakan tidak akan ada artinya, karena akan mengikuti irama datangnya dan banyaknya bantuan pusat itu. Dengan demikian daerah itu tidak dapat dikatakan memiliki kehidupan sendiri”.
Pendapat lain dikemukakan Syamsi (1983:180) yang menyatakan bahwa, “Keuangan Daerah adalah merupakan salah satu indikator untuk mengetahui kemampuan daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangga daerah sendiri”. Dari kedua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah, dimana daerah diberi kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri, harus didukung dengan kemampuan keuangan daerah. Berdasarkan uraian di atas, maka Pemerintah Daerah dituntut untuk meningkatkan penerimaan daerah dengan menggali semua sumber-sumber keuangan sendiri berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sumber penerimaan daerah yang penting dan strategis dalam pelaksanaan otonomi commit to user
23
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
daerah bagi sebagian besar Pemerintah Daerah adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD). Kontribusi PAD dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu indikator untuk mengukur tingkat kemandirian suatu daerah otonom. Kemandirian daerah otonom diukur melalui seberapa besar peranan PAD dalam membiayai pengeluaran daerah, khususnya belanja rutin daerah. Semakin besar kontibusi PAD dalam APBD maka dapat dikatakan semakin tinggi tingkat kemandirian daerah, sehingga ketergantungan dana dari pemerintah pusat semakin kecil. Sebaliknya, semakin rendah kontribusi PAD dalam APBD, semakin besar ketergantungan daerah terhadap bantuan pemerintah pusat.
2.2.1. Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan salah satu sumber penerimaan daerah dalam membiayai pengeluaran daerah. Sumber Pendapatan Asli Daerah menurut Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 Bab V Pasal 6, terdiri dari: 1) Pajak Daerah; 2) Retribusi Daerah; 3) Hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang di pisahkan; dan 4) Lain-lain PAD yang sah. Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah di atas memberikan kontribusi yang berbeda-beda terhadap penerimaan PAD secara keseluruhan. Namun demikian kontribusi terbesar dalam menyumbang penerimaan PAD berasal dari pajak daerah dan retribusi daerah. Sebagai sumber utama PAD, pemerintah commit to user
24
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
senantiasa mendorong peningkatan penerimaan daerah yang bersumber dari pajak daerah dan retribusi daerah tersebut melalui penyempurnaan peraturan perundangundangan di bidang perpajakan daerah dan retribusi daerah sesuai dengan perkembangan keadaan. Saat ini ketentuan peraturan perundangan yang mengatur tentang PDRD adalah Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 sebagai pengganti dari Undang-undang Nomor 18 tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000. Sidik (2001) menyatakan, pajak daerah (regional tax) dan retribusi daerah, merupakan salah satu komponen yang sangat penting di dalam penggalian PAD, karena selalu menjadi sumber penerimaan utama daerah. Secara langsung pajak daerah dan retribusi daerah secara bersama-sama merupakan komponen pembentuk pendapatan asli daerah yang terkait dengan kemampuan pendanaan dan pelaksanaan pembangunan daerah, sebagaimana anggarannya ditentukan oleh APBD yang ditetapkan. Susilih (2002) menyatakan, pajak daerah dan retribusi daerah adalah sumber pendapatan pemerintah, termasuk di dalamnya pemerintah daerah, untuk menggalang dana pembangunan. Peran pajak dan retribusi dalam APBD suatu daerah sangatlah penting. Penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah yang tinggi akan dapat meningkatkan dana bagi pembangunan daerah yang bersangkutan. Pajak daerah dan retribusi daerah merupakan unsur dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang sangat berpengaruh bagi optimalisasi pembangunan daerah. commit to user
25
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2.2.1.1. Pajak Daerah Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang bersumber dari pajak daerah memiliki peran strategis bagi daerah, karena pajak daerah memberikan kontribusi terbesar dalam pembentukan PAD, kemudian disusul retribusi daerah. Pajak daerah yang identik
dengan pajak memiliki
beberapa pengertian yang
dikemukakan oleh para ahli. Pengertian pajak menurut Djajadiningrat yang dikutip oleh
Munawir
(1992) adalah suatu kewajiban menyerahkan sebagian daripada kekayaan kepada negara disebabkan suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan-peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa balik dari Negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan umum. Pendapat senada dengan pengertian sebelumnya, menyatakan bahwa Pajak adalah pembayaran yang dilakukan oleh masyarakat dalam keseluruhannya untuk jasa-jasa pemerintah. Akan tetapi, jumlah yang dibayarkan oleh orang tidak perlu mempunyai hubungan dengan jumlah-jumlah kegiatan pemerataan yang diterimanya, yang seringkali tidak dapat dihitung atau diukur sedangkan menurut sifatnya merupakan paksaan (Due, 1985). Mangkoesoebroto (1994) menyatakan, definisi pajak (termasuk pajak daerah/regional tax) adalah suatu pungutan yang merupakan hak prerogratif pemerintah, dimana pungutan tersebut dapat dipaksakan kepada subyek pajak dan tidak ada balas jasa yang langsung dapat ditunjukkan penggunaannya. Definisi pajak menurut Suparmoko (1985) adalah pembayaran iuran oleh rakyat kepada commit to user
26
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pemerintah yang dapat dipaksakan dengan tanpa balas jasa secara langsung dapat ditunjuk, misalnya pajak kendaraan bermotor, pajak penjualan dan lain sebagainya. Beberapa definisi pajak di atas merupakan pengertian mendasar, sehingga hampir tidak ada perbedaan dengan pengertian pajak daerah. Pengertian pajak daerah menurut Davey (1988) dapat diartikan sebagai: (1) Pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dengan pengaturan dari daerah sendiri; (2) Pajak yang dipungut berdasarkan peraturan nasional tetapi penetapan tarifnya dilakukan oleh Pemerintah Daerah; (3) Pajak yang ditetapkan dan atau dipungut oleh Pemerintah Daerah; (4) Pajak yang dipungut dan diadministrasikan oleh Pemerintah Pusat tetapi hasil pungutannya diberikan kepada, dibagihasilkan dengan, atau dibebani pungutan tambahan (opsen) oleh Pemerintah Daerah. Pasal 1 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah , memberikan definisi, “Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Berdasarkan beberapa pengertian pajak diatas, disimpulkan bahwa pengertian pajak daerah adalah pajak asli daerah, maupun pajak yang diserahkan ke daerah, dimana kewenangan pemungutan dilakukan oleh daerah dalam wilayah kekuasaannya berdasarkan peraturan yang berlaku dan digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran daerah dalam rangka penyelenggaraan tugas commit to user
27
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pemerintah Daerah. Unsur-unsur penting yang terdapat di dalam pengertian pajak daerah adalah: a) Pajak; merupakan sumber-sumber penerimaan daerah yang berasal dari pendapatan asli daerah, pajak pemerintah pusat yang diserahkan maupun pajak pemerintah pusat yang dibagihasilkan ke daerah. b) Daerah; merupakan kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam Ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. c) Dalam wilayah kekuasaannya; maksudnya pemungutan pajak hanya dapat dilakukan oleh daerah di wilayah administrasi yang dikuasai. Pajak daerah mempunyai fungsi ganda (Makmun, 2009), yaitu: Pertama, sebagai sumber pendapatan daerah (budgetary) untuk mengisi kas daerah guna membiayai pengeluaran-pengeluaran daerah dalam pelaksanaan tugas pemerintah daerah. Kedua, berfungsi sebagai alat pengatur (regulatory) dalam artian untuk mengatur perekonomian guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat, mengadakan redistribusi pendapatan dan stabilisasi ekonomi. Jenis pajak daerah sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009, adalah: a). Jenis Pajak provinsi terdiri atas: 1) Pajak Kendaraan Bermotor; 2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor; 3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; commit to user
28
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4) Pajak Air Permukaan; dan 5) Pajak Rokok akan dilaksanakan sepenuhnya oleh daerah pada tanggal 1 Januari 2014. b). Jenis Pajak kabupaten/kota terdiri atas: 1) Pajak Hotel; 2) Pajak Restoran; 3) Pajak Hiburan; 4) Pajak Reklame; 5) Pajak Penerangan Jalan; 6) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan; 7) Pajak Parkir; 8) Pajak Air Tanah; 9) Pajak Sarang Burung Walet; 10) Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan akan dilaksanakan sepenuhnya oleh daerah pada tanggal 1 Januari 2014; dan 11) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB akan dilaksanakan sepenuhnya oleh daerah pada tanggal 1 Januari 2011).
2.2.1.2. Retribusi Daerah Disamping pajak daerah, sumber pendapatan yang cukup besar peranannya dalam menyumbang terbentuknya PAD adalah Retribusi Daerah. Menurut Munawir (1992), retribusi adalah iuran kepada pemerintah yang dapat dipaksakan dan jasa balik secara langsung dapat ditunjuk. commit to userPaksaan disini bersifat ekonomis
29
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
karena siapa saja yang tidak merasakan jasa balik dari pemerintah, tidak dikenakan iuran itu, misalnya retribusi pasar, parkir, uang kuliah, uang ujian dan sebagainya. Definisi retribusi yang lain dikemukakan oleh Mangkoesoebroto (1994) dimana retribusi adalah pungutan pemerintah kepada masyarakat karena masyarakat (pembayar retribusi) menerima jasa tertentu dari pemerintah. Pungutan parkir, pembayaran listrik, pembayaran air bersih dan sebagainya merupakan bentuk-bentuk retribusi. Pendapat tersebut sesuai dengan pendapat yang dinyatakan oleh Usman dan Subroto (1989) menyebutkan, retribusi daerah adalah pungutan yang dilakukan sehubungan dengan sesuatu jasa atau fasilitas yang diberikan oleh Pemerintah Daerah secara langsung dan nyata kepada masyarakat tersebut. Pengertian retribusi menurut Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan. Ciri-ciri pokok retribusi daerah, berdasarkan beberapa pengertian diatas yaitu: a. Retribusi dipungut oleh pemerintah, dalam hal ini Pemerintah Daerah; b. Terdapat jasa balik atau kontra prestasi langsung yang dapat ditunjuk; c. Retribusi dikenakan kepada siapa saja baik orang pribadi maupun badan yang merasakan atau memperoleh manfaat yang disediakan oleh daerah. Pada Pasal 108 ayat 1 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009, retribusi dikelompokkan menjadi tiga macam sesuai dengan objeknya. Objek retribusi commit to user
30
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
adalah berbagai jenis pelayanan atau jasa tertentu yang disediakan oleh Pemerintah Daerah. Jasa-jasa pelayanan tersebut dibagi atas tiga golongan yang berlaku pada Kabupaten/Kota, yang meliputi (a) Jasa Umum; (b) Jasa Usaha; dan (c) Perizinan Tertentu. Rincian retribusi daerah tersebut meliputi : a). Jenis Retribusi Jasa Umum, merupakan retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Yang termasuk Retribusi Jasa Umum adalah: 1) Retribusi Pelayanan Kesehatan; 2) Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan; 3) Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan Sipil; 4) Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat; 5) Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum; 6) Retribusi Pelayanan Pasar; 7) Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor; 8) Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran; 9) Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta; 10) Retribusi Penyediaan dan/atau Penyedotan Kakus; 11) Retribusi Pengolahan Limbah Cair; 12) Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang; 13) Retribusi Pelayanan Pendidikan; dan 14) Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi. commit to user
31
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b). Jenis Retribusi Jasa Usaha, dapat dikenakan atas jasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip-prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta. Yang termasuk dalam Retribusi Jasa Usaha adalah: 1) Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah; 2) Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan; 3) Retribusi Tempat Pelelangan; 4) Retribusi Terminal; 5) Retribusi Tempat Khusus Parkir; 6) Retribusi Tempat Penginapan/Pesanggrahan/Villa; 7) Retribusi Rumah Potong Hewan; 8) Retribusi Pelayanan Kepelabuhanan; 9) Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga; 10) Retribusi Penyeberangan di Air; dan 11) Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah. c). Jenis Retribusi Perizinan Tertentu merupakan retribusi atas jasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau Badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, serta penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Jenis Retribusi Perijinan Tertentu adalah: 1) Retribusi Izin Mendirikan Bangunan; commit to user
32
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2) Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol; 3) Retribusi Izin Gangguan; 4) Retribusi Izin Trayek; dan 5) Retribusi Izin Usaha Perikanan.
2.2.1.3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Keberadaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah. Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan Perusahaan Daerah adalah semua perusahaan yang didirikan berdasarkan Undang-Undang ini yang seluruh atau sebagian modalnya merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan, kecuali jika ditentukan lain dengan atau berdasarkan Undang-Undang. Tujuan dibentuknya BUMD tersebut adalah untuk melaksanakan pembangunan daerah melalui pelayanan jasa kepada masyarakat, penyelenggaraan kemanfaatan umum dan peningkatan penghasilan Pemerintah Daerah. Kamaludin (2001) mengatakan peran dan fungsi yang dibebankan kepada BUMD adalah: a) Melaksanakan kebijakan pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan daerah; b) Pemupukan dana bagi pembiayaan pembangunan daerah; c) Mendorong peran serta masyarakat dalam bidang usaha; d) Memenuhi kebutuhan barang dan jasa bagi kepentingan publik; e) Menjadi perintis kegiatan dan usaha yang kurang diminati swasta. commit to user
33
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Peran BUMD hingga saat ini dalam menunjang pendapatan daerah masih kecil. Menurut Sunarsip (2009) salah satu penyebabnya karena stakeholder BUMD terlihat kurang responsif dalam mengikuti dinamika yang ada, khususnya dinamika pengelolaan di BUMN. Padahal, banyak hal yang berlaku di BUMN dapat menjadi role model bagi pengelolaan BUMD. Menurut hasil studi Biro Analisis Kinerja BUMN non PDAM (1997), dikemukakan berbagai permasalahan yang dihadapi BUMD dalam kegiatan operasionalnya, sebagai berikut, a) Lemahnya kemampuan manajemen perusahaan; b) Lemahnya kemampuan modal usaha; c) Kondisi mesin dan peralatan yang sudah tua atau ketinggalan dibandingkan usaha lain yang sejenis; d) Lemahnya kemampuan pelayanan dan pemasaran sehingga sulit bersaing; e) Kurang adanya koordinasi antar BUMD khususnya dalam kaitannya dengan industri hulu maupun hilir; f) Kurangnya perhatian dan kemampuan atas pemeliharaan asset yang dimiliki, sehingga rendahnya produktivitas serta mutu dan ketepatan hasil produksi; g) Besarnya beban administrasi, diakibatkan relatif besarnya jumlah pegawai dengan kualitas yang rendah; h) Masih dipertahankannya BUMD yang merugi dengan alasan menghindarkan PHK dan kewajiban pemberian pelayanan umum bagi masyarakat.
commit to user
34
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2.2.1.4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah Lain-lain PAD yang sah menurut Soelarno (1990) adalah hasil daerah yang diperoleh dari hasil usaha perangkat pemerintah daerah dan bukan hasil kegiatan dan pelaksanaan tugas, juga bukan merupakan hasil pelaksanaan kewenangan perangkat pemerintah daerah yang bersangkutan. Lebih jelasnya sumber ini bukan hasil pajak daerah, bukan hasil retribusi daerah dan juga bukan hasil perusahaan daerah. Lain-lain PAD yang sah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004, meliputi: a) Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan; b) Jasa giro; c) Pendapatan bunga; d) Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing; dan e) Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah.
2.2.2. Prinsip Pengenaan Pajak Pemerintah Daerah dituntut untuk meningkatkan penerimaan daerah, sehingga mampu membiayai pengeluaran-pengeluaran daerah dalam pelaksanaan fungsi pemerintahan dan pembangunan daerah. Upaya peningkatan penerimaan daerah dimaksud dapat dilakukan dengan menggali dan mengembangkan potensi, kapasitas dan kemampuan yang dimiliki daerah dalam koridor peraturan perundang-undangan yang berlaku. commit to user
35
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) merupakan komponen utama Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sebagai sumber utama PAD, Pemerintah senantiasa mendorong peningkatan penerimaan daerah yang bersumber dari PDRD tersebut melalui penyempurnaan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan daerah dan retribusi daerah sesuai dengan perkembangan keadaan. Ketentuan peraturan perundangan yang mengatur tentang PDRD adalah Undangundang Nomor 28 Tahun. Undang-undang PDRD ini mempunyai tujuan sebagai berikut. 1) Memberikan kewenangan yang lebih besar kepada daerah dalam perpajakan dan retribusi sejalan dengan semakin besarnya tanggung jawab Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat. 2) Meningkatkan
akuntabilitas
daerah
dalam
penyediaan
layanan
dan
penyelenggaraan pemerintahan dan sekaligus memperkuat otonomi daerah. 3) Memberikan kepastian bagi dunia usaha mengenai jenis-jenis pungutan daerah dan sekaligus memperkuat dasar hukum pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah. Ada beberapa prinsip pengaturan pajak daerah dan retribusi daerah yang dipergunakan dalam penyusunan undang-undang ini seperti dinyatakan dalan Nota Keuangan RAPBN 2011 yaitu: 1) Pemberian kewenangan pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah tidak terlalu membebani rakyat. commit to user
36
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2) Jenis pajak dan retribusi yang dapat dipungut oleh daerah hanya yang ditetapkan dalam undang-undang (Closed-List). Namun demikian, khusus untuk retribusi daerah masih dimungkinkan untuk ditambah jenisnya yang akan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. 3) Meningkatkan kewenangan perpajakan daerah dan retribusi daerah. Pemberian kewenangan
dengan
memperluas
basis
pungutan
dan
memberikan
kewenangan kepada daerah untuk menetapkan tarif pajak daerah dalam batas tarif minimum dan maksimum yang ditetapkan dalam undang-undang. 4) Pemerintah daerah dapat tidak memungut jenis pajak dan retribusi yang tercantum dalam undang-undang sesuai kebijakan pemerintahan daerah. 5) Pengawasan pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah dilakukan secara preventif. Rancangan Peraturan Daerah yang mengatur pajak dan retribusi harus mendapat persetujuan Pemerintah sebelum ditetapkan menjadi Perda. Pelanggaran terhadap aturan tersebut dikenakan sanksi berupa penundaan dan/atau pemotongan DAU dan/atau DBH. Sebagai sumber pendapatan bagi Pemerintah Daerah, prinsip pengenaan pajak harus memenuhi Smith’s Canons (Suparmoko, 2002), yang meliputi: a. Unsur keadilan (equity) Pajak harus adil baik secara vertikal maupun secara horizontal. Adil secara vertikal artinya pajak harus dikenakan sedemikian rupa sehingga dirasakan adil di antara berbagai tingkat atau golongan yang berbeda. Sedangkan adil secara horisontal artinya pajak dikenakan sedemikian rupa sehingga dirasakan commit to user
37
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
adil diantara berbagai sektor yang berbeda pada tingkat atau golongan pendapatan yang sama. b. Unsur kepastian (certainty) Pajak hendaknya dikenakan secara jelas, pasti dan tegas kepada setiap wajib pajak. Hal ini akan mendorong pemerintah dalam membuat perkiraan mengenai rencana pendapatan daerah yang akan datang dan juga akan ada keikhlasan dan usaha yang sungguh-sungguh bagi wajib pajak dalam membayar pajak. c. Unsur kelayakan (convenience) Dalam memungut pajak daerah, wajib pajak harus dengan senang hati membayar pajak kepada pemerintah karena pajak yang dibayarnya layak dan tidak memberatkan para wajib pajak. Oleh karena itu, pemerintah daerah harus menggunakan uang pajak untuk menyediakan pelayanan kepada masyarakat secara optimal dan masyarakat tahu bahwa uang tersebut tidak diselewengkan penggunaannya. d. Unsur efisien (economy) Pajak yang dipungut pemerintah daerah jangan sampai menciptakan biaya pemungutan yang lebih tinggi daripada pendapatan pajak yang diterima pemerintah daerah. e. Unsur ketepatan (adequacy) Pajak tersebut di pungut tepat pada waktunya dan jangan sampai memperberat anggaran pendapatan dan belanja pemerintah yang bersangkutan. commit to user
38
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Davey (1988) memberikan beberapa kriteria umum tentang perpajakan terutama di daerah sebagai berikut. a. Kecukupan dan elastisitas Hasil pemungutan pajak harus menghasilkan pendapatan yang besar dalam kaitannya dengan seluruh atau sebagian biaya pelayanan yang akan dikeluarkan. Selain itu harus diperhatikan pula apakah biaya pemungutan pajak
sebanding
dengan
besarnya
hasil
pajak,
kemudahan
untuk
memperkirakan besarnya hasil pajak yang sangat tergantung pada elastisitas pajak terhadap inflasi, pertumbuhan penduduk dan sebagainya. b. Keadilan Prinsipnya adalah beban pengeluaran pemerintah daerah harus dipikul untuk semua golongan dalam masyarakat sesuai dengan kekayaan dan kesanggupan masing-masing golongan. Terdapat tiga dimensi keadilan, yaitu (a) adil secara vertikal, artinya golongan masyarakat yang memiliki pendapatan yang lebih besar wajib membayar pajak lebih besar dibandingkan dengan golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah; (b) adil secara horizontal, artinya pajak dirasakan sama bebannya bagi berbagai golongan yang berbeda tetapi dengan tingkat penghasilan sama; (c) adil secara geografis, artinya pembebanan pajak harus adil antar penduduk di berbagai daerah. c. Kemampuan administratif Pajak harus dapat dilaksanakan oleh pemerintah daerah, baik secara politik maupun secara administrasi. commit to user
39
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
d. Kesepakatan politis Keputusan pembebanan pajak sangat tergantung pada kepekaan masyarakat, pandangan masyarakat secara umum tentang pajak dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat pada suatu daerah. Sehingga sangat dibutuhkan suatu kesepakatan bersama bila dirasakan perlu dalam pengambilan keputusan perpajakan. e. Kecocokan suatu pajak sebagai pajak daerah daripada sebagai pajak pusat. Jelas bagi daerah, bahwa penetapan suatu pajak daerah harus memperhatikan letak objek pajak daerah, mobilitas basis pajak daerah, subjek pajak daerah, hasil pemungutan pajak yang memadai serta sederhana dalam proses administrasi.
2.3. Landasan Teori Pendukung Hipotesis 2.3.1. Pengaruh Jumlah Penduduk Terhadap PAD Di negara sedang berkembang yang mengalami ledakan jumlah penduduk termasuk Indonesia akan selalu mengkaitkan antara kependudukan dengan pembangunan ekonomi. Hubungan antara keduanya tergantung pada sifat dan masalah kependudukan yang dihadapi oleh setiap negara, dengan demikian tiap negara atau daerah akan mempunyai masalah kependudukan yang khas dan potensi serta tantangan yang khas pula (Wirosardjono,1998). Jumlah penduduk yang besar bagi Indonesia oleh para perencana pembangunan dipandang sebagai aset modal dasar pembangunan tetapi sekaligus juga sebagai beban pembangunan. Sebagai aset apabila dapat meningkatkan commit to user
40
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kualitas maupun keahlian atau ketrampilannya sehingga akan meningkatkan produksi nasional. Jumlah penduduk yang besar akan menjadi beban jika struktur, persebaran dan mutunya sedemikian rupa sehingga hanya menuntut pelayanan sosial dan tingkat produksinya rendah sehingga menjadi tanggungan penduduk yang bekerja secara efektif (Widarjono, 1999 dalam Budihardjo, 2003) Adam Smith dalam Santosa dan Rahayu (2005) berpendapat bahwa dengan didukung bukti empiris bahwa pertumbuhan penduduk tinggi akan dapat menaikkan output melalui penambahan tingkat dan ekspansi pasar baik pasar dalam negeri maupun luar negeri. Penambahan penduduk tinggi yang diiringi dengan perubahan teknologi akan mendorong tabungan dan juga penggunaan skala ekonomi di dalam produksi. Penambahan penduduk merupakan suatu hal yang dibutuhkan dan bukan suatu masalah, melainkan sebagai unsur panting yang dapat memacu pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Besarnya penduduk dapat mempengaruhi pendapatan. Jika jumlah penduduk meningkat maka pendapatan yang dapat ditarik juga meningkat.
2.3.2. Pengaruh PDRB Terhadap PAD Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan data statistik yang merangkum perolehan nilai tambah dari seluruh kegiatan ekonomi di suatu wilayah pada satu periode tertentu. PDRB dihitung berdasarkan dua cara, yaitu atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan. Perhitungan PDRB atas dasar harga berlaku menggunakan harga barang dan jasa tahun berjalan, sedangkan pada PDRB atas dasar harga konstan menggunakan harga pada suatu commit to user
41
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tahun tertentu (tahun dasar). Penghitungan PDRB saat ini menggunakan tahun 2000 sebagai tahun dasar. Penggunaan tahun dasar ini ditetapkan secara nasional. PDRB dapat didefinisikan berdasarkan tiga pendekatan, yaitu: a. Pendekatan Produksi (Production Approach) PDRB adalah jumlah nilai tambah bruto (NTB) yang tercipta sebagai hasil proses produksi barang dan jasa yang dilakukan oleh berbagai unit produksi dalam suatu wilayah/region pada suatu jangka waktu tertentu, biasanya setahun. PDRB = NTB sektor 1 + …..........… + NTB Sektor 9 b. Pendekatan Pendapatan (Income Approach) PDRB adalah jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut di dalam proses produksi di suatu wilayah/region pada jangka waktu tertentu (biasanya setahun). Balas jasa faktor produksi tersebut adalah upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal, dan keuntungan. Komponen penyusun PDRB lainnya adalah penyusutan barang modal tetap dan pajak tidak langsung neto. Jumlah semua komponen pendapatan ini per sektor disebut sebagai nilai tambah bruto sektoral. PDRB merupakan jumlah dari nilai tambah bruto seluruh sektor (lapangan usaha). PDRB = Sewa tanah + Bunga &/Deviden + Upah/Gaji + Keuntungan + Pajak Tidak Langsung Netto c. Pendekatan Pengeluaran (Expenditure Approach) PDRB adalah jumlah semua pengeluaran untuk konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak mencari untung, konsumsi pemerintah, commit to user
42
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pembentukan modal tetap domestik bruto, perubahan inventori, dan ekspor neto di suatu wilayah/region pada suatu periode (biasanya setahun). Ekspor netto adalah ekspor dikurangi impor. PDRB = Konsumsi (Rmhtg + Pemerintah) + Investasi (PMTB) + ∆ Inventori + Ekspor –Impor Beberapa penelitian menyatakan, pada dasarnya ada fenomena hubungan yang dapat diterangkan antara perkembangan penerimaan pendapatan negara (revenue) dengan perkembangan Gross Domestic Bruto (GDB), atau Produk Domestik Bruto (PDB). Wilford dan Wilford (1978) dalam Siregar (2004) menyatakan, perkembangan perekonomian suatu negara yang tercermin dari perkembangan PDBnya, akan menyebabkan mobilitas sumberdaya yang dimiliki guna meningkatkan produksi sektor-sektor perekonomian di dalam perekonomian nasionalnya. Perkembangan produksi sektor-sektor ekonomi tersebut, akan dapat menciptakan potensi bagi penerimaan pendapatan negara yang bersangkutan. Prest (1978) dalam Iskandar (2004) menyatakan, penerimaan pendapatan Negara tersebut adalah untuk membiayai sektor-sektor public (public sector). Secara
esensial
perkembangan
PDB
hendaknya
proporsional
dengan
perkembangan penerimaan pendapatan negara untuk membiayai aktivitas sektor publik, sehingga perkembangan perekonomian negara yang tercermin dari perkembangan PDB-nya, tidak menimbulkan kesenjangan kemakmuran. Sesuai dengan fungsinya, penerimaan pendapatan negara adalah merupakan sarana bagi commit to user
43
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pemerintah untuk menjalankan fungsi distribusi (distribution) kemakmuran yang tercipta dari perkembangan ekonomi yang terjadi. Gillani
(1995)
dalam
Siregar
(2004)
menyatakan,
peningkatan
perkembangan Produk Domestik Bruto (PDB) suatu negara dapat meningkatkan kapasitas potensi penerimaan pajak, dan juga memungkinkan hal tersebut dapat dipergunakan untuk mengoptimalkan penerimaan negara dalam bentuk pajak. Banyak negara mengandalkan penerimaan negara pada sistem perpajakannya, guna mendapatkan penerimaan keuangan yang cukup memadai, yang akan dipergunakan untuk mengimbangi pengeluaran negara yang ada. Akan tetapi juga sering dijumpai kasus di beberapa negara, di mana kondisi fiskalnya tidak seimbang (inbalance), karena penerimaan pajaknya lebih rendah dari pengeluaran. Sumber penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) juga dibentuk dari komponen penerimaan dari pajak dan non pajak, sebagaimana yang terjadi dalam pembentukan penerimaan bagi pendapatan negara. PAD adalah merupakan komponen utama penerimaan daerah yang akan dipergunakan untuk membiayai pembangunan sektor-sektor publik (public sector) dan pelayanan publik (public service) di suatu daerah. Sumber PAD ini terdiri dari ; (a) Pajak daerah, (b) Retribusi daerah, (c) Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan (d) Lain-lain PAD yang sah. Komponen pembentuk PAD yang paling besar (dominan) adalah berasal dari pajak daerah dan retribusi daerah. Hubungan antara PAD dengan PDRB merupakan hubungan secara fungsional, karena PAD merupakan fungsi dari PDRB. Dengan meningkatnya commit to user
44
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PDRB maka akan menambah penerimaan pemerintah daerah untuk membiayai program-program pembangunan. Selanjutnya akan mendorong peningkatan pelayanan pemerintah daerah kepada masyarakat yang diharapkan akan dapat meningkatkan produktivitasnya. Analisis keterkaitan antara perkembangan penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan perkembangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di suatu daerah tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut (Siregar, 2004). Ln PAD = ao + a1 Ln PDRB + e Dimana : PAD
= Nilai PAD suatu daerah
PDRB
= Nilai PDRB suatu daerah
ao
= Intercept / konstanta
a1
= Koefisien elastisitas perkembangan penerimaan PAD terhadap perkembangan PDRB
e
= Error term
2.3.3. Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap PAD Pengeluaran Pemerintah mencerminkan kebijakan pemerintah. Apabila pemerintah telah menetapkan suatu kebijakan untuk membeli barang dan jasa, maka biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah untuk melaksanakan kebijakan tersebut merupakan pengeluaran pemerintah. Teori makro mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah dikelompokkan ke dalam tiga golongan, yaitu (Mangkusubroto, 1994):
commit to user
45
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
a. Model Pembangunan Tentang Perkembangan Pengeluaran Pemerintah Teori ini dikembangkan oleh Rostow dan Musgrave (Assery, 2009) yang menghubungkan perkembangan pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap pembangunan ekonomi yang dibedakan antara tahap awal, tahap menengah dan tahap lanjut. Musgrave dan Rostow menyatakan perkembangan pengeluaran negara sejalan dengan tahap perkembangan ekonomi dari suatu negara. Pada tahap awal perkembangan ekonomi diperlukan pengeluaran negara yang besar untuk investasi pemerintah, utamanya untuk menyediakan infrastruktur seperti sarana jalan, kesehatan, pendidikan, dan lain-lain. Pada tahap menengah pembangunan ekonomi, investasi tetap diperlukan untuk pertumbuhan ekonomi, namun diharapkan investasi sektor swasta sudah mulai berkembang. Pada tahap lanjut pembangunan ekonomi, pengeluaran pemerintah tetap diperlukan, utamanya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, misalnya peningkatan pendidikan, pelayanan kesehatan masyarakat, jaminan sosial, dan sebagainya. b. Hukum Wagner Wagner mengemukakan suatu teori mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah yang semakin besar dalam prosentase terhadap PDB. Wagner mengemukakan pendapatnya bahwa dalam
suatu perekonomian apabila
pendapatan per kapita meningkat maka secara relatif pengeluaran pemerintah pun akan meningkat. Hukum Wagner dikenal dengan “The Law of Expanding State Expenditure”. Dasar dari hukum tersebut adalah pengamatan empiris dari negaranegara maju (Amerika Serikat, Jerman, Jepang). commit to user
46
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Wagner menerangkan mengapa peran pemerintah menjadi semakin besar, yang terutama disebabkan karena pemerintah harus mengatur hubungan yang timbul dalam masyarakat, hukum, pendidikan, rekreasi, kebudayaan dan sebagainya. Wagner mendasarkan pandangannya dengan suatu teori yang disebut teori organis mengenai pemerintah (organic theory of the state) yang menganggap pemerintah sebagai individu yang bebas bertindak, terlepas dari anggota masyarakat lainnya. Formulasi hukum Wagner ialah sebagai berikut (Alfirman dan Sutriono, 2002) : PkPP1 < PPKI
PkPP2 PPK2
< …......< PkPPn PPKn
Dimana: PkPP = Pengeluaran Pemerintah per kapita PPK = Pendapatan per kapita, yaitu GDP per jumlah penduduk 1,2,...,n = Jangka waktu (tahun) c. Teori Peacock dan Wiseman Teori Peacock dan Wiseman didasarkan pada suatu pandangan bahwa pemerintah senantiasa berusaha memperbesar pengeluaran. Masyarakat dilain pihak, tidak suka membayar pajak yang semakin besar untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang semakin besar tersebut. Peacock dan Wiseman mendasarkan teori mereka pada suatu teori bahwa masyarakat mempunyai suatu tingkat toleransi pajak, yaitu suatu tingkat dimana masyarakat dapat memahami besarnya pungutan pajak yang dibutuhkan oleh pemerintah untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Jadi masyarakat menyadari user membiayai aktivitas pemerintah bahwa pemerintah membutuhkancommit dana to untuk
47
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sehingga mereka mempunyai tingkat kesediaan masyarakat untuk membayar pajak. Tingkat toleransi ini
merupakan kendala bagi pemerintah untuk
menaikkan pemungutan pajak secara semena-mena. Teori Peacock dan Wiseman adalah pertumbuhan ekonomi (PDB) menyebabkan pemungutan pajak semakin meningkat walaupun tarif pajak tidak berubah dan meningkatnya penerimaan pajak menyebabkan pengeluaran pemerintah juga semakin meningkat. Peacock dan Wiseman menjelaskan bahwa perkembangan pengeluaran pemerintah tidak berbentuk garis tetapi berbentuk seperti tangga seperti ditunjukkan oleh Gambar 2.2. Pengeluaran Pemerintah
Wagner, Solow & Musgrave Peacock & Wiseman
0
Tahun
Gambar 2.2. Kurva Perkembangan Pengeluaran Pemerintah Sumber: Santosa dan Rahayu, 2005.
Pelaksanaan pembangunan daerah merupakan program yang memerlukan keterlibatan semua unsur masyarakat. Peran pemerintah dalam pembangunan adalah sebagai katalisator dan fasilitator tentu membutuhkan berbagai sarana dan fasilitas pendukung, termasuk anggaran belanja dalam rangka terlaksananya commit to user
48
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pembangunan yang berkesinambungan. Pengeluaran tersebut sebagian digunakan untuk administrasi pembangunan dan sebagian lain untuk kegiatan pembangunan di berbagai jenis infrastruktur yang penting. Pengeluaran-pengeluaran tersebut akan meningkatkan pengeluaran agregat dan mempertinggi tingkat kegiatan ekonomi (Sukirno, 1994). Dengan meningkatnya kegiatan ekonomi, maka aliran penerimaan pemerintah melalui PAD juga meningkat.
2.4. Penelitian Terdahulu Dalam melakukan penelitian ini, menggunakan referensi penelitian yang telah dilakukan oleh para peneliti terdahulu yang berkaitan dengan Pendapatan Asli Daerah. Penelitian yang dilakukan oleh Santosa dan Rahayu (2005) dalam penelitian dengan judul “Analisis Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Faktorfaktor Yang Mempengaruhinya dalam Upaya Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Kediri”. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi PAD yang meliputi pengeluaran pembangunan, penduduk dan PDRB. Kesimpulan yang dihasikan dari penelitian tersebut adalah pengeluaran pembangunan, penduduk dan PDRB sangat kuat mempengaruhi persentase perubahan PAD di Kabupaten Kediri. Hal ini didukung dengan
koefisien
determinasi
(R2)
sebesar
0.971.
Ketiga
variabel
independen/bebas tersebut, yang mempunyai pengaruh paling besar yaitu variabel penduduk. commit to user
49
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Penelitian yang dilakukan oleh Pakaila (2007) dengan judul “Upaya-upaya Pengelolaan PAD (Pendapatan Asli Daerah) Terhadap Peningkatan Pendapatan Daerah Kota Sorong”. Kota Sorong dalam upaya meningkatkan PAD mengusahakan penerimaan dari sumber-sumber penerimaan dari pajak daerah dan retribusi daerah dengan mengacu pada Perda yang sudah ditetapkan. Perda disosialisasikan kepada masyarakat sehingga masyarakat wajib pajak daerah dan retribusi daerah dapat memperoleh pengetahuan dan kepercayaan masyarakat tentang arti pentingnya PAD sebagai sumber pembiayaan dalam penyelenggaraan pembangunan daerah, sehingga akan timbul kesadaran dengan hati ikhlas untuk menunaikan kewajibannya dalam membayar pajak dan retribusi. Keberhasilan pelaksanaan dalam meningkatkan penerimaan PAD juga melibatkan Dispenda dan instansi yang terkait dalam mensosialisasikan Perda kepada masyarakat dengan melihat pada potensi masyarakat yang ada. Kegiatan penyuluhan secara terusmenerus dan berkesinambungan, diharapkan upaya-upaya peningkatan PAD Kota Sorong akan menunjukkan peningkatan yang signifikan. Penelitian yang dilakukan oleh Setyawan dan Adi (2008) dengan judul “Pengaruh Fiscal Stress Terhadap Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Modal”. Fiscal stress diukur berdasarkan realisasi penerimaan dibandingkan dengan nilai potensi pendapatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fiscal stresss mempunyai pengaruh yang positip terhadap pertumbuhan PAD. Hasil penelitian ini mendukung Purnaninthesa (2006) yang menyatakan bahwa dalam kondisi fiscal stress yang tinggi daerah semakin termotivasi untuk meningkatkan PAD dan juga mendukung temuan Dongori (2006) yang commit to user
50
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
memberikan fakta empirik bahwa fiscal stress mempunyai pengaruh yang negatif terhadap tingkat ketergantungan daerah. Temuan lain dalam penelitian ini adalah fiscal stress mempunyai pengaruh yang positif terhadap tingkat pertumbuhan belanja pembangunan/modal. Fiscal stress yang tinggi menunjukkan semakin tingginya upaya daerah untuk meningkatkan PADnya. Hasil penelitian ini memperkuat penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Andayani (2004) yang menunjukkan adanya peningkatan belanja yang semakin tinggi pada saat fiscal stress semakin tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh Purnama, dkk (2003) dengan judul “Prospek Kewenangan Daerah dalam Rangka Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD)”. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk menggambarkan kewenangan daerah dalam pelaksanaan UU No. 22 Tahun 2009 dan UU No. 25 Tahun 2009, dan kondisi PAD atas kewenangan yang dimiliki, dan kendala-kendala yang dihadapi serta mengetahui prospek pelaksanaan kewenangan daerah dalam rangka peningkatan PAD di Kabupaten Jombang. Dengan mengaplikasikan pendekatan dan analisis kualitatif hasil penelitian menyimpulkan bahwa kewenangan Pemerintah Pusat yang dilimpahkan kepada Pemerintah Daerah belum menampakkan Pemerintah Daerah yang otonom, sebab secara teknis dan operasionalnya Pemerintah Daerah masih mengalami kesulitan dalam menjalankan kewenangan. Hal ini disebabkan kebijakan Pemerintah Pusat dalam otonomi daerah di beberapa bidang kewenangan masih setengah hati, disamping pengelolaan kewenangan daerah belum optimal karena sebagian aparatur masih belum memahami visi dan misi daerah, serta masih tumpang commit to user
51
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tindihnya tugas pokok dan fungsi antar unit kerja. Kewenangan daerah secara signifikan belum menunjukkan kenaikan PAD dan kebijakan desentralisasi fiskal yang diimplementasikan melalui Dana Alokasi Umum (DAU) menunjukkan peranan dominan dalam APBD. Penelitian yang dilakukan oleh Riduansyah (2003) dengan judul “Kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Guna Mendukung Pelaksanaan Otonomi Daerah”. Lokasi penelitian yang dilakukan adalah studi kasus Pemerintah Daerah Kota Bogor. Dalam Penelitian tersebut dikatakan bahwa jumlah penerimaan komponen pajak daerah dan retribusi daerah sangat dipengaruhi oleh banyaknya jenis pajak daerah dan retribusi daerah yang diterapkan serta disesuaikan dengan peraturan yang berlaku yang terkait dengan penerimaan kedua komponen tersebut. Kontribusi penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap perolehan PAD kurun waktu Tahun Anggaran 19932000 cukup signifikan dengan rata-ata sebesar 27,78% per tahun. Kontribusi penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap perolehan penerimaan Pemda Bogor tercermin dalam APBD-nya, dikaitkan dengan kemampuannya untuk melaksanakan otonomi daerah cukup baik. Upaya meningkatkan kontribusi pajak daerah dan retribusi daerah terhadap total penerimaan PAD dan sekaligus memperbesar kontribusinya terhadap APBD Pemda Bogor, dilakukan beberapa langkah yaitu peningkatan intensifikasi pemungutan jenis-jenis pajak dan retribusi daerah, kemudian dilakukan ekstensifikasi dengan jalan memberlakukan jenis pajak dan retribusi baru sesuai dengan kondisi dan potensi yang ada. commit to user
52
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2.5. Kerangka Pemikiran Penelitian ini akan memfokuskan pada faktor-faktor yang sekaligus merupakan variabel-variabel penelitian, yaitu:
Pendapatan Asli Daerah (Y),
Jumlah Penduduk (X1), PDRB (X2), dan Pengeluaran Pemerintah (X3). Kerangka pemikiran tentang pengaruh Jumlah Penduduk, PDRB dan Pengeluaran Pemerintah terhadap Pendapatan Asli Daerah terlihat pada Gambar 2.3. Gambar 2.3 menjelaskan bahwa variabel Jumlah Penduduk, PDRB dan Pengeluaran Pemerintah secara bersama-sama berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang digambarkan dengan garis putus-putus. Selanjutnya variabel Jumlah Penduduk, PDRB dan Pengeluaran Pemerintah secara parsial dapat berpengaruh terhadap PAD yang digambarkan dengan garis tidak terputusputus.
X1
Jumlah Penduduk
X2 PDRB
PAD
X3 Pengeluaran Pemerintah
2.6. HIPOTESIS PENELITIAN Gambar 2.3. Kerangka Pemikiran Penelitian commit to user Sumber: Tujuan Penelitian
53
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2.6. Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian adalah suatu dugaan yang masih bersifat sementara. Berangkat dari permasalahan yang telah dirumuskan dan tujuan yang hendak dicapai serta berlandaskan pada teori-teori yang tersedia dalam penelitian ini, berikut ini akan dikemukakan hipotesis yang merupakan jawaban sementara dari permasalahan. Hipotesis yang dapat dikemukakan dalam penelitian ini adalah, 1) Diduga Jumlah Penduduk mempunyai pengaruh positif dan signifikan secara statistik terhadap PAD. 2) Diduga PDRB mempunyai pengaruh positif dan signifikan secara statistik terhadap PAD. 3) Diduga Pengeluaran Pemerintah mempunyai pengaruh positif dan signifikan secara statistik terhadap PAD.
commit to user
54
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada Bulan Desember 2010 sampai dengan Bulan April 2011. Lokasi penelitian dilaksanakan di Kabupaten Madiun, karena penelitian mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi PAD belum pernah dilakukan oleh lembaga-lembaga di lingkup Pemerintah Kabupaten Madiun. Disamping itu, PAD di Kabupaten Madiun masih memberikan sumbangan yang kecil dalam pembentukan APBD pada setiap tahun anggaran.
3.2. Variabel Penelitian Variabel adalah suatu sifat yang dapat memiliki bermacam nilai atau simbol/lambang yang padanya dilekatkan bilangan atau nilai. Variabel juga dapat diartikan sebagi obyek penelitian yang menjadi titik pusat perhatian dari suatu penelitian (Arikunto, 1998). Variabel yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: a. Variabel independen (Independent Variable) Variabel independen adalah suatu variabel yang variasinya mempengaruhi variabel lain. Dapat pula dikatakan bahwa variabel independen adalah variabel yang pengaruhnya terhadap variabel lain ingin diketahui (Azwar, 2001). Penelitian ini terdapat 3 (tiga) variabel independen, yaitu Jumlah Penduduk, PDRB dan Pengeluaran Pemerintah. commit to user
55
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Variabel dependen (Dependent Variable) Variabel dependen adalah variabel penelitian yang diukur untuk mengetahui besarnya efek atau pengaruh variabel yang lain. Besarnya efek tersebut diamati dari ada tidaknya, timbul-hilangnya, membesar-mengecilnya atau berubahnya variasi yang tampak sebagai akibat perubahan pada variabel lain termaksud (Azwar, 2001). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Pendapatan Asli Daerah. Hubungan antara variabel yang diteliti adalah tiga variabel independen mempengaruhi variabel dependen. Kemudian dicari hubungan antar variabel untuk melihat kaitan pengaruh antar variabel-variabel tersebut dangan menggunakan teknik analisis yang ditentukan.
3.3. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan sehubungan dengan masalah ini adalah data sekunder yang bersifat time series dengan menggunakan satuan yang berbeda sesuai dengan permasalahan dan kebutuhan selama tahun 1991-2010. Sumber data diperoleh dari Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Pemerintah Kabupaten Madiun yang diambil dari data APBD dan Laporan Realisasi APBD, Neraca dan Catatan Atas Laporan Keuangan. Data lainnya diperoleh dari Badan Perencanaan Pembangunan, Badan Pusat Statistik, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Madiun, artikel di internet, bukubuku serta majalah, jurnal dan laporan tertulis lainnya. commit to user
56
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3.4. Definisi Operasional a. Pendapatan Asli Daerah (PAD) yaitu pendapatan yang diperoleh dari pendapatan pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah pada tahun 1991-2010, dalam satuan rupiah per tahun. b. PDRB yaitu seluruh produk barang dan jasa serta hasil kegiatan ekonomi yang diproduksi di wilayah Kabupaten Madiun. Data PDRB yang digunakan adalah PDRB atas dasar harga konstan dengan menggunakan tahun 2000 sebagai tahun dasar dari tahun 1991-2010, dalam satuan rupiah. c. Jumlah Penduduk adalah semua orang yang berdomisili di wilayah Kabupaten Madiun. Jumlah penduduk yang digunakan adalah jumlah penduduk akhir tahun dari tahun 1991-2010, dalam satuan jiwa. d. Pengeluaran Pemerintah adalah jumlah belanja APBD Kabupaten Madiun diluar belanja gaji pegawai dalam setiap tahun anggaran selama tahun 19912010, dalam satuan rupiah.
3.6. Teknik Analisis Data 3.6.1. Analisis Regresi Linier Berganda Penelitian ini menggunakan model analisis persamaan regresi linier berganda untuk menjelaskan hubungan spesifik antara variabel-variabel independen dengan variabel dependen. Model analisis regresi linier berganda yang digunakan dapat dinotasikan secara fungsional sebagai berikut: PAD = ƒ ( Penduduk, PDRB , Pengeluaran Pemerintah ) commit to user
57
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Selanjutnya fungsi regresi tersebut ditransformasikan ke dalam bentuk logaritma berganda dengan menggunakan logaritma natural (Santoso dan Rahayu, 2005) untuk mendapatkan nilai elastisitasnya sebagai berikut: Ln PAD = α0 + α1 ln Jml Penduduk
+
α2 ln PDRB + α3 ln Pengl Pem + µ
Dimana : α0 = Konstanta α1 = elastisitas Y terhadap X1 dimana X2 dan X3 konstan α2 = elastisitas Y terhadap X2 dimana X1 dan X3 konstan α3 = elastisitas Y tarhadap X3 dimana X1 dan X2 konstan µ = Variabel pengganggu
3.6.2. Uji Statistik Proses analisis yang akan dilakukan melalui pengujian variabel-variabel independen yang meliputi uji t (uji individu), uji F (uji bersama-sama), dan uji R2 (uji koefisien determinasi). 3.6.2.1. Uji F (Metode Pengujian Simultan) Uji F ini merupakan pengujian bersama-sama variabel independen yang dilakukan untuk melihat pengaruh variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen secara signifikan. Langkah-langkah pengujian adalah sebagai berikut (Gujarati, 1995). a. Menentukan Hipotesis 1) H0 : β1 = β2 = β3 = 0, berarti semua variabel independen secara bersamasama tidak berpengaruh terhadap variabel dependen. commit to user
58
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2) Ha : β1 ≠ β2 ≠ β3 ≠ 0, berarti semua variabel independen secara bersamasama berpengaruh terhadap variabel dependen. b. Melakukan penghitungan nilai F sebagai berikut: 1) Nilai F tabel = F α;K-1;N-K Keterangan: N = jumlah sampel/data K= banyaknya variabel 2). Nilai F hitung =
R 2 (K - 1) 1 - R 2 .(N - K )
(
)
Keterangan: R 2 = koefisien determinasi
N = jumlah observasi atau sampel K = banyaknya variabel c. Kriteria pengujian 1). Ho diterima bila F hitung ≤ F tabel 2). Ho ditolak bila F hitung > F tabel
Ho diterima
Ho ditolak
F (a; K-1; N-K)
Gambar 3.1. Daerah Kritis Uji F Sumber: Priyatno, 2010.
commit to user
59
perpustakaan.uns.ac.id
d.
digilib.uns.ac.id
Kesimpulan 1) Apabila nilai F
hitung
≤F
tabel,
maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya
variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap variabel dependen secara signifikan. 2) Apabila nilai F
hitung
>F
tabel,
maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya
variabel independen secara bersama-sama mampu mempengaruhi variabel dependen secara signifikan.
3.6.2.2. Uji t (Metode Pengujian Parsial) Uji t ini merupakan pengujian variabel-variabel independen secara individu, dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh masing-masing variabel independen dalam mempengaruhi perubahan variabel dependen, dengan beranggapan variabel independen lain tetap atau konstan. Langkah-langkah pengujian t test adalah sebagai berikut (Gujarati, 1995): a. Menentukan Hipotesisnya 1) Ho : βi = 0, berarti suatu variabel independen secara individu tidak berpengaruh terhadap variabel dependen. 2) Ha : βi ≠ 0, berarti suatu variabel independen secara individu berpengaruh terhadap variabel dependen.
b. Melakukan penghitungan nilai t sebagai berikut: 1) Nilai t tabel = t α/2;N – K commit to user
60
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Keterangan:
2) Nilai t hitung =
a
= derajat signifikansi
N
= jumlah sampel (banyaknya observasi)
K
= banyaknya variabel
bi Se(b i )
Keterangan: bi = koefisien regresi Se (bi)= standard error koefisien regresi c. Kriteria pengujian 1)
Ho diterima jika –t tabel ≤ t hitung ≤ +t tabel
2) Ho ditolak jika t hitung > +t tabel atau - t hitung < - t tabel
Ho diterima Ho ditolak
Ho ditolak tα 2; N - K
- tα 2; N - K Gambar 3.2. Daerah Kritis Uji t Sumber: Priyatno, 2010
d. Kesimpulan 1) Apabila nilai –t
tabel
≤t
hitung
≤ +t
tabel,
maka Ho diterima. Artinya variabel
independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen secara signifikan.
commit to user
61
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2) Apabila nilai t hitung > +t
tabel
atau - t
hitung
<-t
tabel,
maka Ho ditolak.
Artinya variabel independen mampu mempengaruhi variabel dependen secara signifikan.
3.6.2.3. Analisis Determinasi (R2) Analisis determinasi digunakan untuk mengetahui prosentase sumbangan pengaruh variabel independen (X1, X2,...Xn) secara serentak terhadap variabel dependen (Y). Nilai R2 untuk mengetahui berapa persen variasi variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel independen. Uji ini bertujuan untuk mengetahui tingkat ketepatan yang paling baik dalam analisis regresi, yang ditunjukkan oleh besarnya koefisien daterminasi (R2) antara nol dan satu (0
(R2)
mendekati
1,
artinya
variabel
independen
semakin
mempengaruhi variabel dependen, atau dengan kata lain model dikatakan lebih baik apabila koefisien determinasinya mendekati nilai 1 (Priyatno, 2010).
commit to user
62
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3.6.3. Pengujian Asumsi Klasik 3.6.3.1. Uji Normalitas Uji normalitas adalah untuk melihat apakah nilai residual terdistribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki nilai residual yang terdistribusi normal. Jadi uji normalitas bukan dilakukan pada masing-masing variabel tetapi pada nilai residualnya. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji kolmogorov-smirnov yaitu dengan melihat nilai signifikansinya. Apabila nilai signifikaninya lebih besar dari 0,05 maka data dikatakan mempunyai distribusi normal.
3.6.3.2. Uji Multikolinieritas Multikolinearitas adalah keadaan dimana terjadi hubungan linier yang sempurna atau mendekati sempurna antar variabel independen dalam model regresi. Uji multikolinearitas adalah untuk melihat ada atau tidaknya korelasi yang tinggi antara variabel-variabel independen dalam suatu model regresi linear berganda. Jika ada korelasi yang tinggi di antara variabel-variabel independennya, maka hubungan antara variabel independen terhadap variabel dependennya menjadi terganggu. Pengujian multikolinearitas dalam penelitian ini akan menggunakan nilai varian inflation factor ( VIF ) yang diperoleh dari pengujian hipotesis. Kriteria terjadinya multikolinearitas adalah apabila VIF lebih besar 10, berarti terjadi masalah yang berkaitan dengan multikolinearitas, sebaliknya apabila nilai VIF commit to user
63
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dibawah 10 maka model regresi tidak mengandung multikolinearitas (Gujarati, 1995).
3.6.3.3. Uji Heteroskedastisitas Uji Heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homokedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang memenuhi persyaratan adalah di mana terdapat kesamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap atau disebut homoskedastisitas. Heteroskedastisitas dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan Uji Spearman’s rho, yaitu mengkorelasikan nilai residual (Unstandardized residual) dengan masing-masing variabel independen. Gujarati
(2005)
mengemukakan,
kriteria
ada
tidaknya
gejala
heteroskedastisitas adalah apabila koefisien parameter beta dari persamaan regresi tidak signifikan secara statistik atau nilai signifikansinya > 0,05 maka tidak terjadi masalah heteroskedastisitas. Jika signifikasi korelasi < 0.05 maka pada model regresi linier berganda terjadi masalah heteroskedastisitas.
3.6.3.4. Uji Autokorelasi Pengujian autokorelasi dimaksudkan untuk mengetahui apakah terjadi korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu (time series) atau secara ruang (cross sectional). Pengujian ini mempunyai arti commit to user
64
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
bahwa hasil suatu tahun tertentu dipengaruhi tahun sebelumnya atau tahun berikutnya. Mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi ini dapat dilakukan dengan menggunakan uji statistik Durbin – Watson (Gujarati, 1995). Pengujian autokorelasi ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antar waktu. Metode pengujiannya sebagai berikut: 1) Jika DW < DL, Ho ditolak sehingga menyatakan terjadi autokorelasi positip. 2) Jika DW > 4 – DL, Ho ditolak sehingga menyatakan terjadi autokorelasi negatip. 3) Jika DU < DW < 4 – DU, Ho diterima sehingga menyatakan tidak terjadi autokorelasi positif atau negatif. 4) Jika DW terletak antara DL dan Du atau di antara (4-Du) dan (4-Dl) maka tidak menghasilkan kesimpulan yang pasti. Nilai Du dan DL dapat diperoleh dari tabel statistik Durbin Watson yang bergantung
banyaknya
observasi
dan
banyaknya
variabel
independen.
Memperjelas tentang deteksi autokorelasi, sebagai gambaran dari daerah diterima dan ditolaknya Ho, dapat ditunjukkan gambar uji Durbin Watson sebagai berikut:
Gambar 3.3. Nilai Kritis Uji Durbin Watson Sumber: Arif Pratisto, 2009
commit to user
65
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Kabupaten Madiun Kabupaten Madiun secara astronomis terletak pada 7012’-7048’38’’ Lintang Selatan dan 111025’45’’-111051’ Bujur Timur. Luas wilayah Kabupaten Madiun adalah 1.010,86 Km2 atau 101.086 Ha. Secara administratif Kabupaten Madiun terbagi dalam 15 kecamatan, 8 kelurahan dan 198 desa. Kabupaten Madiun di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Bojonegoro, di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Nganjuk, di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Ponorogo, dan di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Magetan dan Ngawi. Jarak antara Kabupaten Madiun dengan Ibukota Propinsi Jawa Timur (Surabaya) ± 175 Km ke arah timur, sedangkan jarak dengan ibukota negara (Jakarta) ± 775 Km ke arah barat. Secara topografis Kabupaten Madiun mempunyai bentuk permukaan lahan sebagian besar (67.576 Ha) relatif datar dengan tingkat kemiringan lereng 100150. Penggunaan lahan di wilayah kabupaten terluas adalah wilayah Hutan Negara yaitu 40.511 Ha (40,08 persen), setelah itu lahan sawah seluas 30.951 Ha (30,62 persen), selanjutnya pemukiman/pekarangan seluas 15.322,26 Ha (15,16%) kemudian berturut-turut adalah wilayah tegal seluas 7.091,54 Ha (7,02 persen), lain-lain (jalan, sungai, makam seluas 3.902,2 Ha (3,86 persen), lahan perkebunan seluas 2.472 ha (2,45 persen) dan perairan (kolam/waduk) seluas 836 Ha (0,83 persen).
commit to user
66
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4.2. Kondisi Perekonomian Kabupaten Madiun 4.2.1. Gambaran Umum Kondisi Perekonomian Percepatan ekonomi merupakan salah satu hal yang penting dalam menilai ekonomi makro suatu daerah. Pengukuran pertumbuhan ekonomi, alat yang biasa digunakan adalah PDRB atas dasar harga konstan. PDRB atas dasar harga konstan dapat
menunjukkan
pertumbuhan
riil
aktivitas
perekonomian
tanpa
mempertimbangkan perubahan harga-harga atau sudah terlepas dari pengaruh inflasi. Ekonomi Kabupaten Madiun tahun 2010 dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu ekspektasi dari kemajuan yang sudah dicapai pada tahun 2009, masalah dan tantangan yang dihadapi tahun 2010 serta langkah kebijakan yang akan di laksanakan. Pada tahun 2010 pertumbuhan ekonomi Kabupaten Madiun sebesar 5,06 persen. Kabupaten Madiun dengan jumlah penduduk sebanyak 771.443 jiwa (2010), ditambah lagi dengan kenyataan bahwa proporsi dari jumlah penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan masih cukup tinggi, pertumbuhan ekonomi sangat penting sebagai prioritas pembangunan jangka pendek. Tingkat pertumbuhan ekonomi harus lebih besar daripada laju pertumbuhan penduduk, agar peningkatan pendapatan perkapita dapat tercapai. Selain pertumbuhan, proses pembangunan ekonomi juga akan membawa dengan sendirinya suatu perubahan mendasar dalam struktur ekonomi. Perubahan struktur ekonomi dari sisi permintaan agregat terjadi terutama didorong oleh peningkatan pendapatan yang pada gilirannya membawa perubahan selera masyarakat yang terefleksi dalam perubahan pola konsumsinya. Sementara sisi penawaran agregat, faktor commit to user
67
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pendorong utama adalah perubahan atau kemajuan teknologi, peningkatan sumber daya manusia (SDM). Ada korelasi positif antara pertumbuhan dan perubahan struktur ekonomi, paling tidak dalam periode jangka panjang, pertumbuhan yang berkesinambungan membawa perubahan struktur ekonomi lewat efek dari sisi permintaan (peningkatan pendapatan masyarakat), dan pada gilirannya perubahan tersebut menjadi faktor pemicu pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan suatu keharusan
bagi
kelangsungan
pembangunan
ekonomi
dan
peningkatan
kesejahteraan. Pertumbuhan ekonomi akan dapat meningkatkan kesejahteraan jika pertumbuhan penduduk diimbangi dengan pertumbuhan kesempatan kerja (sumber pendapatan). Pertumbuhan ekonomi tanpa disertai dengan penambahan kesempatan kerja akan mengakibatkan ketimpangan dalam pembagian dari penambahan pendapatan tersebut, yang selanjutnya akan menciptakan suatu kondisi
pertumbuhan
ekonomi
dengan
peningkatan
kemiskinan.
Upaya
Pemerintah Kabupaten Madiun untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah diimbangi dengan mendorong dan memacu kemajuan pedesaan didukung strategi Tiga Satuan Wilayah Pengembangan (SWP), memberikan perhatian terhadap pengembangan kawasan yang berbatasan dengan kota/kabupaten lain. Pengembangan kawasan Caruban sebagai pusat pelayanan pemerintahan dan pusat transit lintas daerah, didukung penajaman tata ruang dan pembangunan fasilitas dasar
secara bertahap dapat memberikan ruang untuk merangsang
pertumbuhan ekonomi Kabupaten Madiun yaitu di Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR). Keputusan Bupati Madiun No. 271 Tahun 2005 Tentang commit to user
68
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Penetapan Lokasi Pengembangan Kawasan Agropolitan “Gedangsari” dengan harapan : 1. Untuk pengembangan sumber daya manusia. 2. Terbentuknya klasterisasi. 3. Terbangunnya sistem usaha dan agrobisnis. Pengembangan kawasan Dolopo sebagai kawasan kota tani utama agropolitan diharapkan dapat menarik investasi dan permodalan agrobisnis. Kecamatan Dagangan, Kebonsari dan Geger
dilakukan penambahan fasilitas
penunjang yang dapat mendorong pertumbuhan pada sektor pertanian serta keserasian tata ruang dan regulasi sistem usaha Agribisnis. Ada tiga langkah pokok yang akan berperan penting dalam pencapaian sasaran pertumbuhan ekonomi tersebut. Pertama, investasi lebih digerakkan. Kebijakan percepatan investasi masyarakat, peningkatannya akan didorong oleh pembangunan infrastruktur yang dibiayai APBD. Kedua, efektivitas APBD ditingkatkan.
Pelaksanaan
kegiatan
pembangunan
yang
dibiayai
APBD
diupayakan sedini mungkin agar memberi dorongan lebih awal pada perekonomian. Ketiga, memperkuat ketahanan ekonomi dengan mengembangkan komoditi-komoditi unggulan.
4.2.2. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Madiun Tahun 2007– 2010 Kabupaten Madiun, sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam menciptakan besarnya nilai PDRB, sementara tingkat produktivitasnya sangat commit to user
69
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tergantung pada daya dukung sumber daya alam, sedangkan daya dukung sumber daya alam sangat terbatas dan kemampuannya semakin menurun. Usaha yang dilakukan adalah peningkatan perekonomian rakyat yang berbasis agro dan menguatkan sistem ketahanan pangan. Agropolitan dan Agrobisnis merupakan kebijakan pemerintah guna meningkatkan investasi dan permodalan agrobisnis di wilayah Kabupaten Madiun. Pergerakan ekonomi tampak dari peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Madiun. Sejak tahun 2007 PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB) mencapai masing-masing Rp 4.304.724,14 juta (2007); Rp 4.940.336,21 juta (2008); Rp 5.568.241,73 (2009) dan tahun 2010 sebesar Rp 6.148.071,16. Ditinjau atas dasar harga konstan tahun 2000 (ADHK), PDRB Kabupaten Madiun meningkat masing-masing Rp 2.212.871,48 Rp 2.329.838,15 (2007); Rp 2.452.601,92 (2008), Rp 2.567.178,18 (2009) dan tahun 2010 sebesar Rp 2.707.523,66. Sektor Pertanian, dan Sektor Perdagangan, Hotel, Restoran (PHR) memberikan sumbangan terbesar pada PDRB Kabupaten Madiun tahun 2010 masing-masing sebesar Rp 2.034.043.620.000,00 dan Rp 1.731.159.070.000,00 atau mempunyai peranan sebesar 33,07 persen dan 28,15 persen. Dominasi kedua sektor ini begitu besar sehingga memantapkan bahwa Kabupaten Madiun sebagai Kabupaten Penyangga Pertanian. Lebih jelas tentang nilai PDRB atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan serta peranan sektoral dapat dilihat pada Tabel 4.1. commit to user
70
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.1. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Madiun Tahun 2007 – 2010 (Juta Rupiah)
Sumber: BPS Kabupaten Madiun, 2007-2010
Hal yang perlu dikaji bahwa PDRB sektor pertanian sejak tahun 2007 hingga 2010 peranannya turun naik jika dilihat dari nilai PDRB atas dasar harga berlaku. Ini menunjukkan bahwa sektor pertanian di Kabupaten Madiun perlu pengelolaan sumber daya alam yang selaras dengan perkembangan teknologi sehingga dapat menguatkan sistem ketahanan pangan, agropolitan dan agrobisnis. Sektor pertanian secara keseluruhan harus didorong dan diarahkan pada pengembangan teknologi pembenihan serta terjaminnya kelancaran distribusi pupuk maupun ketersediaannya, sehingga sektor pertanian khususnya tanaman commit to user bahan makanan dan tanaman perkebunan dapat ditingkatkan produktivitasnya.
71
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Luas lahan pada sektor pertanian di Kabupaten Madiun sebesar 38,45 persen dari luas seluruh wilayah Kabupaten Madiun, namun infrastruktur pendukung pertanian seperti jembatan, sistem pengairan, dan sarana produksi perlu diperbaiki. Kondisi geografis Kabupaten Madiun yang menjadi tempat transit serta berkembangnya perdagangan di Kota Madiun, menyebabkan Sektor PHR mendapatkan ruang yang cukup untuk berkembang. Apalagi sektor ini tidak memerlukan lahan yang luas sebagaimana sektor pertanian. Terjadinya pergerakan ekonomi di seluruh sektor ekonomi pada tahun 2010, ekonomi Kabupaten Madiun mampu tumbuh sebesar 5,06 persen, sedikit lebih cepat dibanding dengan tahun sebelumnya yang mencapai 4,23 persen. Dari sisi pertumbuhan sektoral, sektor pengangkutan dan komunikasi mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 13,52 persen, hal ini diindikasikan telah tumbuh pesatnya leasing di Kabupaten dan Kota Madiun yang membawa dampak pada tumbuhnya sub sektor angkutan jalan raya di Kabupaten Madiun, selain itu perkembangan teknologi informasi yang cepat juga membawa dampak yang cukup signifikan pada pertumbuhan sub sektor komunikasi.
4.2.3. Struktur Ekonomi Kabupaten Madiun Perekonomian suatu wilayah berkembang sesuai dengan nilai historis, geografis, dan kultur masyarakatnya. Kabupaten Madiun sejak dulu sektor pertaniannya berkembang cukup baik. Perkembangan ekonomi Kabupaten commit to user
72
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Madiun lebih didukung oleh nilai historis dimana memiliki lahan yang subur menjadikan struktur Kabupaten Madiun menjadi agraris. Struktur ekonomi Kabupaten Madiun dibedakan seperti berikut ini: 1) Sektor Primer, terdiri dari Sektor Pertanian, Sektor Pertambangan dan Penggalian; 2) Sektor Sekunder; terdiri dari Sektor Industri Pengolahan, Sektor Listrik Gas Air, dan Sektor Konstruksi; 3) Sektor Tersier, terdiri dari Sektor Perdagangan Hotel Restoran, Sektor Angkutan dan Komunikasi, Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan, dan Sektor Jasa-jasa. Biasanya besaran peranan PDRB dari ketiga sektor tersebut disajikan atas dasar harga berlaku (ADHB). Dengan melihat nilai ketiga sektor besar (primer, sekunder dan tersier) dalam suatu periode waktu tertentu, selain akan diketahui struktur ekonomi juga diketahui pergeserannya. Tabel 4.2. Struktur Ekonomi Kabupaten Madiun Tahun 2007-2010 SEKTOR/SUB SEKTOR
2007
2008
2009
2010
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Sektor Primer 1 2
Pertanian Pertambangan & Penggalian
Sektor Sekunder 3 4 5
Industri Pengolahan Listrik, Gas, & Air Bersih Bangunan
Sektor Tersier 6 7 8 9
Perdagangan, Hotel, & Restoran Angkutan & Komunikasi Keuangan, Persewa. & Js. Perus. Jasa-jasa
36,17 32,95 2,15 14,68 4,18 0,85 9,88 49,15 27,49 3,32 4,04 15,13
commit to user
35,42 33,06 2,36 14,85 4,08 0,87 9,90 49,73 26,67 3,17 4,25 15,65
35,10 32,67 2,01 14,92 4,27 0,85 9,81 49,98 28,41 3,46 3,90 14,62
36,66 34,80 1,86 13,38 4,60 0,93 7,85 49,97 25,72 3,37 4,48 16,40
Sumber: BPS Kabupaten Madiun, 2007-2010
73
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Data pada Tabel 4.2 menunjukkan bahwa selama tahun 2007-2009, peranan Sektor Primer semakin menurun. Pada tahun 2007 peranan Sektor Primer sebesar 36,17 persen dan terus menurun hingga menjadi 35,10 persen pada tahun 2009. Penurunan ini akibat peranan salah satu sektor pendukungnya mengalami penurunan yaitu sektor pertanian, semakin berkurangnya lahan dan minimnya balas jasa di sektor itu merupakan penyebab utama mengapa terjadi penurunan peranan. Satu-satunya usaha yang masih diharapkan eksistensinya untuk mendukung PDRB Kabupaten Madiun adalah subsektor pertanian tanaman bahan makanan. Pengembangan teknologi pertanian merupakan salah satu cara untuk meningkatkan peranan sektor primer. Selain itu, salah satu cara efektif yang bisa ditempuh untuk meningkatkan peran sektor primer adalah dengan membangun fasilitas infrastruktur pertanian seperti pembangunan irigasi, menjaga ketersediaan dan distribusi pupuk dengan melakukan pengawasan pada kios-kios maupun pengembangan kawasan agropolitan. Hal itu nampaknya mulai menampakkan hasil, dengan dibuktikannya adanya peningkatan sektor primer pada tahun 2010 yaitu mencapai kenaikan sampai pada angka 36,66 persen. Sektor Sekunder mengalami peningkatan peranan sejak tahun 2007, akibat peningkatan peranan di Sektor Industri Pengolahan. Pada tahun 2007, peranan Sektor Sekunder sebesar 14,68 persen, dan selanjutnya meningkat tiap tahun masing-masing 14,85 persen (2008) dan 14,92 persen (2009), sedangkan pada tahun 2010 mengalami penurunan menjadi 13,38 dikarenakan adanya penurunan pada kegiatan bangunan/konstruksi. commit to user
74
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sektor ketiga yang membentuk struktur ekonomi Kabupaten Madiun sektor tersier. Tabel 4.2 menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan peranan dalam pembentukan PDRB. Pada tahun 2010, peranan sektor tersier mencapai 49,97 persen, sedangkan pada tahun 2007 peranannya hanya mencapai 49,15 persen. Peningkatan peran ini dikarenakan dampak positif dari pembangunan pusat-pusat perbelanjaan di Kota Madiun yang membawa multiplier efek pada sektor tersier (perdagangan) yang semakin membaik di Kabupaten Madiun. Perkembangan teknologi informasi yang begitu cepat juga berperan besar dalam meningkatkan nilai tambah pada sektor tersier. Tabel 4.2 menunjukkan bahwa struktur ekonomi Kabupaten Madiun didominasi oleh sektor primer dan sektor tersier, dan dalam perkembangannya, peranan sektor sekunder semakin meningkat seiring kejenuhan peranan yang terjadi pada sektor primer. Ini ditandai dengan semakin meningkatnya peranan dari sub sektor industri pengolahan.
4.2.4. Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Madiun Satu hal yang penting dalam membahas masalah ekonomi adalah mengetahui percepatan kegiatan ekonomi suatu wilayah. Percepatan itu akan diketahui jika terdapat alat ukurnya. Alat ukur yang digunakan untuk menghitung percepatan kegiatan ekonomi dan yang direkomendasikan oleh PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) adalah GDP (Gross Domestic Product), yaitu PDRB atas dasar harga konstan (ADHK). Di sini yang dihitung adalah percepatan kegiatan ekonominya, dengan maksud bahwa commit to user
75
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang dihitung adalah pertumbuhan yang disebabkan oleh riil perubahan produksi tanpa terpengaruh oleh perubahan harga. Semakin banyak kegiatan ekonomi, berarti terdapat pertumbuhan ekonomi, atau sebaliknya. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Madiun tahun 2010 sebesar 5,06 persen. Sektor Pertanian dan Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR) yang mendominasi dalam pembentukan PDRB mengalami pertumbuhan masingmasing sebesar 34,80
persen dan 25,72 persen. Pada tahun 2008, kinerja
perbankan sudah baik ini terlihat turunnya suku bunga sertifikat bank Indonesia (SBI) sehingga diharapkan dapat memacu pertumbuhan pada sektor riil, selain itu berlakunya Perpres No. 54 Tahun 2010 tentang “Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah” yang merupakan penyempurnaan dari Kepres RI. No. 80
Tahun 2003, memberikan peluang bagi jasa perusahaan untuk
berkembang lebih cepat, sehingga mendorong sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan tersebut tumbuh sebesar 4,48 persen. Dampak positif dari kinerja sektor Perdagangan Hotel dan Restoran, sektor Industri Pengolahan, dan Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan memicu pertumbuhan sektor-sektor lainnya masing-masing 7,85 persen (Sektor Bangunan); 3,37 persen (Sektor Angkutan dan Komunikasi); dan 16,40 persen (Sektor Jasa-jasa). Dua sektor lainnya yang perannya sangat kecil dalam pembentukan PDRB Kabupaten Madiun yaitu sektor Listrik Gas dan Air Bersih mengalami pertumbuhan sebesar 0,93 persen, sedangkan sektor Pertambangan dan Penggalian mengalami kontraksi sebesar 1,86 persen. commit to user
76
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4.2.5. PDRB Per Kapita dan Pendapatan Regional Per Kapita Salah satu indikator yang juga dipakai untuk mengukur kemajuan ekonomi suatu daerah dan kesejahteraan rakyat dari hasil penghitungan PDRB adalah PDRB per kapita dan Pendapatan Regional per kapita. Pada umumnya indikator itu disajikan atas dasar harga berlaku (ADHB). PDRB per kapita diturunkan dari PDRB yang telah dibagi dengan jumlah penduduk pertengahan tahun, sedangkan Pendapatan Regional per kapita diperoleh dari PDRN (Produk Domestik Regional Neto) atas dasar biaya faktor yang telah dibagi oleh penduduk pertengahan tahun. Kedua indikator tersebut besarannya dipengaruhi oleh jumlah penduduk pertengahan tahun, dalam arti bahwa apabila pertumbuhan jumlah penduduk suatu wilayah lebih kecil dari pertumbuhan PDRB, maka akan semakin tinggi besaran PDRB per kapita dan Pendapatan Regional per kapita wilayah tersebut, walaupun ukuran ini tidak dapat memperlihatkan kesenjangan pendapatan antar penduduk, indikator ini cukup memadai untuk mengetahui tingkat perekonomian suatu wilayah dalam skala makro, paling tidak sebagai acuan memantau kemampuan suatu wilayah tersebut. PDRB per kapita Kabupaten Madiun pada tahun 2010 sebesar Rp.9.28 juta tertinggi dari pada empat tahun sebelumnya yang mencapai masingmasing Rp 6,70 juta (2007), Rp. 6,39 juta (2008), Rp. 8,21 juta (2009). Seiring dengan kenaikan PDRB per kapita tiap tahun, Pendapatan Regional per kapita Kabupaten Madiun juga mengalami kenaikan tiap tahun dari Rp. 4,04 juta pada tahun 2004 menjadi Rp. 5,06 juta pada tahun 2010 dalam kurun waktu tersebut. Peningkatan PDRB dan Pendapatan Regional per kapita tersebut secara makro commit to user
77
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
membuktikan bahwa keberhasilan perekonomian Kabupaten Madiun yang dirasakan masyarakat Kabupaten Madiun semakin membaik pula. Ukuran ini tidak bisa mengukur tingkat kesenjangan antar penduduk, tetapi keberhasilan perekonomian dengan pertumbuhan yang tinggi tersebut diharapkan nantinya bisa dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.
4.3. Deskripsi Variabel-variabel Penelitian 4.3.1. Variabel Pendapatan Asli Daerah Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Madiun terdiri dari pendapatan pajak daerah, pendapatan retribusi daerah, pendapatan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah. Perbandingan antara realisasi PAD dengan target PAD akan didapatkan tingkat efektivitas dari pemungutan PAD. Tabel 4.3 akan menginformasikan tentang nilai penerimaan, pertumbuhan dan efektivitas Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Madiun dari tahun 1991-2010. Tabel 4.3 dapat diketahui bahwa pertumbuhan PAD Kabupaten Madiun selama periode tahun 1991 – 2010 berfluktuasi dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 22,45% per tahun. Pertumbuhan terendah terjadi pada tahun 1998 sebesar -22,04%, disamping adanya penurunan target pada tahun tersebut juga akibat adanya krisis moneter. Pertumbuhan tertinggi dicapai pada tahun 2001 dimana PAD pada tahun tersebut meningkat sebesar 84,72% dari tahun sebelumnya karena adanya Undang-undang No. 34 Tahun 2000 tentang Pajak dan Retribusi yang memungkinkan penambahan obyek baru pajak dan retribusi. commit to user
78
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.3. PAD Kabupaten Madiun Tahun 1991– 2010
Sumber : DPPK Kabupaten Madiun, 1991-2010.
Pertumbuhan PAD yang fluktuatif tersebut disebabkan karena terjadinya perubahan peraturan perundang-undangan berkenaan dengan pajak dan retribusi sebagai komponen utama yang mempunyai kontribusi besar dalam pembentukan PAD. Pemberlakuan undang-undang yang berbeda-beda ini menyebabkan jenis pajak daerah dan retribusi daerah mengalami banyak perubahan, antara lain menyebabkan penghapusan jenis pajak daerah dan retribusi daerah dan disaat yang sama juga memberikan peluang dimungkinkannya ditarik jenis pajak daerah dan retribusi daerah yang baru. Lebih jelasnya, pertumbuhan PAD dapat dilihat commit to user pada Gambar 4.1. Gambar 4.1 menunjukkan bahwa pertumbuhan PAD selama
79
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tahun 1991–2010 sangat bervariasi, mengalami pertumbuhan negatif pada tahun 1998 pada waktu krisis moneter dan mencapai puncaknya pada tahun 2001 dimana PAD meningkat sebesar 84,72% dari tahun sebelumnya.
Gambar 4.1. Diagram Garis Pertumbuhan PAD Kabupaten Madiun Sumber: DPPK Kabupaten Madiun 1991-2010, diolah dari tabel 4.3.
Mengukur seberapa besar target penerimaan PAD yang dihitung berdasarkan kapasitas penerimaan PAD mampu direalisasikan oleh aparat/dinas pemungut pajak maka dapat dilihat dari rasio efektivitasnya. Semakin besar rasio efektivitas atau perbandingan antara ralisasi penerimaan PAD dengan target penerimaan PAD maka semakin efektif pengelolaan PAD, sehingga mampu melampaui target PAD, sebaliknya semakin rendah rasio efektivitas maka semakin tidak efektif pengelolaan penerimaan PAD. Penentuan target PAD disusun dengan menggunakan beberapa variabel antara lain. 1) Kondisi potensi atau data objek pungutan dan asumsi perkembangannya pada tahun berjalan. 2) Pertumbuhan perolehan PAD dari tahun ke tahun. commit to user
80
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3) Estimasi perkembangan dan kondisi di lapangan. 4) Faktor-faktor pendukung seperti tarif, penagihan tunggakan, kegiatan pemungutan dilapangan. 5) Karakter masing-masing jenis pungutan PAD tidak sama. 6) Penerimaan bersumber dari bagi hasil pajak/ bagi hasil bukan pajak sangat erat kaitannya dengan kebijakan Pemerintah Pusat. 7) Kajian potensi dan pendataan objek pungutan untuk dijadikan bahan referensi dan evaluasi sehingga target yang ditetapkan lebih rasional. Tim peneliti Fisipol UGM bekerjasama dengan Litbang Depdagri menyebutkan tolok ukur dalam menilai efektivitas PAD (Munir, 2002) yaitu jika rasio efektivitas PAD nilainya diatas 100% (sangat efektif), 90,01%-100% (efektif), 80,01%-90% (cukup efektif), 60,01-80% (kurang efektif) dan kurang dari 60% (tidak efektif). Tabel 4.3 memperlihatkan bahwa efektivitas PAD dengan nilai terendah terjadi pada tahun 1998 dimana rasio realisasi PAD dengan target PAD sebesar 72,21% sehingga masuk kriteria kurang efektif, sedangkan pada tahun 2010 rasio realisasi PAD tehadap target PAD mempunyai nilai tertinggi yaitu sebesar 120,67 sehingga masuk kriteria sangat efektif. Selama tahun 1991-2010 rasio realisasi PAD dengan target PAD rata-rata sebesar 95,11%, hal ini menunjukkan bahwa kinerja dalam pemungutan PAD di Kabupaten Madiun adalah efektif. Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah memberikan kontribusi yang berbeda-beda terhadap penerimaan PAD secara keseluruhan. Kontribusi terbesar dalam menyumbang penerimaan PAD berasal dari pajak daerah dan retribusi commit to user
81
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
daerah. Sebagai sumber utama PAD, maka pemerintah pusat senantiasa mendorong peningkatan penerimaan daerah dari pajak dan retribusi tersebut melalui penyempurnaan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan daerah dan retribusi daerah sesuai dengan perkembangan keadaan yang akhirnya ditindaklanjuti oleh Pemerintah Kabupaten Madiun dengan menerbitkan Peraturan Daerah tentang pajak dan retribusi. Kontribusi sumber-sumber PAD di Kabupaten Madiun terlihat pada Tabel 4.4. Tabel 4.4 Kontribusi Sumber-sumber PAD di Kabupaten Madiun 1991-2010 (Rp)
Sumber: DPPK Kabupaten Madiun, 1991-2010.
commit to user
82
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Data pada Tabel 4.4. memperlihatkan bahwa selama tahun 1991-2010 Pajak Daerah dan Retribusi Daerah memberikan kontribusi yang tinggi dalam pembentukan PAD, sedangkan pendapatan yang diperoleh dari Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan mempunyai kontribusi yang sangat rendah dalam pembentukan PAD. Pendapatan dari Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan mempunyai kontribusi kurang dari 5% terhadap total penerimaan PAD dalam setiap tahunnya. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan didapatkan dari bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD. BUMD tersebut adalah BUMD Bank Jatim, BUMD PDAM, BUMD Bank Perkreditan Rakyat dan BUMD Apotik Caruban. Kecilnya persentase kontribusi dari BUMD tersebut disebabkan kurang profesionalnya pengelolaan BUMD. Keadaan ini lebih disebabkan SDM pengelola BUMD tidak memiliki kemampuan yang profesional sebagai pengelola sebuah perusahaan yang berorientasi pada keuntungan, sehingga tidak mengherankan apabila keberaaan BUMD ini ada yang mengalami kerugian dan bahkan menjadi beban pemerintah daerah, walaupun BUMD sebenarnya memiliki power yang cukup kuat dalam melakukan kegiatan usaha karena secara langsung mendapat dukungan dari pemerintah daerah Kabupaten Madiun. Pendapatan dari Lain-lain PAD yang Sah memiliki kontribusi yang cukup besar dalam PAD disamping Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pendapatan dari pos ini lebih ditentukan oleh kreativitas dari pemerintah daerah dalam upaya penggalian PAD diluar Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan, karena semua penerimaan diluar ketiga pos commit to user
83
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tersebut akan dimasukkan ke dalam pos Lain-lain PAD yang Sah. Termasuk dalam Lain-lain PAD yang Sah adalah hasil penjualan aset daerah yang tidak dipisahkan, penerimaan jasa giro, bunga deposito, sewa tanah bengkok dan lainlain. Pada tahun 2010 kontribusi penerimaan PAD dari Retribusi Daerah mengalami penurunan menjadi 17,55% dibanding tahun 2009 sebesar 53,51%. Disisi lain kontribusi Lain-lain PAD yang Sah pada tahun 2010 mengalami peningkatan menjadi 60,34% dibanding tahun 2009 sebesar 16,03%. Hal ini disebabkan karena berubahnya status RSUD Caruban menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) RSUD Caruban, sehingga pendapatan dari retribusi pelayanan kesehatan berubah menjadi pendapatan BLUD yang termasuk Lain-lain PAD yang Sah. Sebagai sumber utama PAD, Pemerintah Kabupaten Madiun senantiasa mendorong peningkatan penerimaan daerah yang bersumber dari pajak daerah dan retribusi daerah. Cara yang dilakukan adalah melalui program intensifikasi dan ekstensifikasi pajak dan retribusi. Secara intensifikasi, usaha yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Madiun dalam upaya meningkatkan PAD adalah. 1) Memberlakukan/melaksanakan sistem pungutan sesuai dengan petunjuk yang ada dalam Mapatda. 2) Diadakan penyempurnaan administrasi sarana/prasarana kerja dengan menggunakan sistem komputerisasi. commit to user
84
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3) Diadakan pendekatan kepada masyarakat/wajib pajak dan retribusi melalui penyuluhan-penyuluhan. 4) Meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dengan membentuk Tim Penagihan pajak dan retribusi melalui penyuluhan-penyuluhan. 5) Meningkatkan pelayanan bagi masyarakat yang memerlukan perijinan pada pelayanan satu atap. 6) Terus menerus/secara berkesinambungan diadakan pencairan tunggakan, 7) Peningkatan koordinasi dengan instansi terkait terutama yang berkenaan dengan perubahan data. 8) Penyampaian Surat Ketetapan Retribusi tepat pada waktunya. 9) Mengadakan monitoring terhadap pelaksanaan pemungutan di lapangan. 10) Meningkatkan kualitas aparatur dengan mengikut sertakan karyawan untuk mengikuti kursus-kursus/penataran mengenai PAD. Secara ekstensifikasi, usaha yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten madiun dalam upaya meningkatkan PAD adalah. 1) Mendata ulang obyek-obyek pajak dan retribusi yang ada dengan cara menertibkan administrasi. 2) Penggalian sumber PAD yang baru sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku sepanjang berpotensi serta tidak bertentangan dengan kepentingan masyarakat. 3) Penyesuaian tarif pajak dan retribusi melalui perubahan Peraturan Daerah sesuai dengan Undang-undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
commit to user
85
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4.3.2. Variabel Jumlah Penduduk Data penduduk merupakan data
yang sangat diperlukan dalam
perencanaan dan evaluasi pembangunan. Penduduk sebagai sumber daya manusia adalah subyek dan sekaligus obyek dari suatu pembangunan. Dinamika perubahan jumlah penduduk berasal dari faktor alami yaitu kelahiran dan kematian serta faktor perpindahan penduduk baik migrasi masuk maupun migrasi keluar. Pengukuran jumlah penduduk dinyatakan dalam jumlah jiwa per tahun. Perkembangan penduduk Kabupaten Madiun selama tahun 1991-2010 secara nominal menunjukkan kenaikan. Pada tahun 1991 penduduk Kabupaten Madiun berjumlah 520.354 jiwa dan pada tahun 2010 menjadi 771.204 jiwa dengan pertumbuhan absolute sebesar 250.850 jiwa dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 2.14 persen per tahun. Pertumbuhan jumlah penduduk ini lebih besar dari pertumbuhan penduduk nasional sebesar 1,5 persen. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam mengendalikan jumlah penduduk salah satunya adalah dengan program transmigrasi, dimana pemerintah daerah memfasilitasi penduduk yang berminat untuk transmigrasi. Bahkan, untuk meyakinkan calon transmigran bahwa pilihan bertransmigrasi bukanlah pilihan yang keliru maka aparat terkait didampingi koordinator transmigran melakukan penjajakan ke daerah tujuan dengan harapan mereka bisa mengetahui dengan jelas kondisi yang akan mereka hadapi di daerah yang baru. Tabel 4.5 menyajikan jumlah dan perkembangan penduduk Kabupaten Madiun tahun 1991 hingga tahun 2010 dimana pertumbuhan terbesar terjadi pada tahun 2008 sebesar 11,61 persen atau terjadi peningkatan jumlah penduduk commit to user
86
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sebesar 80,079 jiwa dari tahun sebelumnya. Sedangkan pertumbuhan terkecil terjadi pada tahun 1995 yaitu sebesar - 1,18 persen atau terjadi penurunan jumlah penduduk sebesar 7.750 jiwa dari tahun sebelumnya. Tabel 4.5. Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Madiun Tahun 1991 – 2010 Tahun
Penduduk (jiwa)
1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Pertumbuhan (%)
620,354 643,147 643,894 654,156 646,406 647,787 649,077 651,061 654,665 661,163 663,361 666,548 677,578 679,841 681,574 686,875 689,534 769,613 770,440 771,204
Pertumbuhan rata-rata
3.67 0.12 1.59 -1.18 0.21 0.20 0.31 0.55 0.99 0.33 0.48 1.65 0.33 0.25 0.78 0.39 11.61 0.11 0.10 1.18
Sumber: BPS Kabupaten Madiun, 1991-2010.
Gambar 4.2 menunjukkan bahwa pertumbuhan penduduk selama tahun 1991-2010 sangat bervariasi, mengalami pertumbuhan terendah sebesar -1,18 persen pada tahun 1995 dan mencapai puncak tertinggi pada tahun 2008 sebesar 11, 61 persen. commit to user
87
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pertumbuhan Penduduk 14.00 12.00 10.00 %
8.00 6.00 4.00 2.00 0.00 19 91 19 92 19 93 19 94 19 95 19 96 19 97 19 98 19 99 20 00 20 01 20 02 20 03 20 04 20 05 20 06 20 07 20 08 20 09
-2.00
Tahun
Gambar: 4.2. Grafik Pertumbuhan Penduduk Sumber: BPS Kabupaten Madiun 1991-2010, diolah dari Tabel 4.5.
Kepadatan penduduk cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Kepadatan penduduk ini diperoleh dengan membandingkan jumlah penduduk dengan luas wilayah tiap kecamatan. Tabel 4.6 menyajikan kepadatan penduduk menurut kecamatan di Kabupaten Madiun tahun 2010. Pada tahun 2010 kecamatan dengan tingkat kepadatan penduduk tertinggi adalah Kecamatan Geger yaitu sebesar 1.851 penduduk/km2 disusul kemudian Kecamatan Jiwan yang mempunyai tingkat kepadatan penduduk sebesar 1.784 penduduk/km2, sedangkan yang tingkat kepadatan penduduknya paling rendah adalah Kecamatan Kare yaitu sebesar 184 penduduk/km2 karena sebagian besar wilayah di Kecamatan Kare adalah berupa hutan dan perbukitan. Kecamatankecamatan lain yang mempunyai kepadatan penduduk yang rendah, juga disebabkan karena wilayah tersebut sebagian besar berupa hutan dan perbukitan, misalnya Kecamatan Gemarang yang mempunyai kepadatan penduduk sebesar 353 penduduk/km2 dan Kecamatan Saradan dengan kepadatan penduduk sebesar 492 penduduk/km2.
commit to user
88
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.6. Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan Di Kabupaten Madiun Tahun 2010 No
Kecamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Jumlah
Kebonsari Geger Dolopo Dagangan Wungu Kare Gemarang Saradan Pilangkenceng Mejayan Wonoasri Balerejo Madiun Sawahan Jiwan
Penduduk (jiwa) 60,887 67,750 62,862 53,664 63,168 35,192 35,966 75,225 58,665 51,381 34,949 45,112 39,958 26,182 60,243 771,204
Luas (Km2) 47.45 36.61 48.85 72.36 45.54 190.85 101.97 152.92 81.34 55.22 33.93 51.98 35.93 22.15 33.76 1,010.86
Kepadatan Penduduk/Km2 1,283 1,851 1,287 742 1,387 184 353 492 721 930 1,030 868 1,112 1,182 1,784 763
Sumber: Dispenduk dan Capil, 2010.
4.3.3. Variabel Produk Dometik Regional Bruto Variabel PDRB dalam penelitian ini berdasarkan harga konstan diartikan sebagai jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di Kabupaten Madiun dalam setiap tahun. Data sekunder PDRB diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Madiun tahun 1991-2010. Tabel 4.7 menyajikan jumlah dan pertumbuhan PDRB Kabupaten Madiun atas dasar harga konstan tahun 2000. Nilai PDRB dinyatakan dalam jumlah rupiah per tahun. Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Madiun atas dasar harga konstan dari tahun ke tahun terkecuali tahun 1998 commit toAkan user tetapi apabila dicermati tingkat tercatat selalu mengalami peningkatan.
89
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
perkembangan atau pertumbuhannya tercatat mengalami perkembangan atau pertumbuhan yang relatif fluktuatif. Jumlah dan pertumbuhan PDRB Kabupaten Madiun Tahun 1992-2010 terlihat pada Tabel 4.7. Tabel 4.7. Jumlah dan Pertumbuhan PDRB Kabupaten Madiun Tahun 1991-2010 Tahun
PDRB ADHK 2000 (Rp)
1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
1,468,558,670,000.00 1,503,864,160,000.00 1,552,287,070,000.00 1,604,362,890,000.00 1,681,230,070,000.00 1,736,733,030,000.00 1,771,920,650,000.00 1,656,812,990,000.00 1,678,308,010,000.00 1,718,795,440,000.00 1,780,967,780,000.00 1,855,358,480,000.00 1,944,805,257,000.00 2,042,086,084,000.00 2,115,603,557,000.00 2,212,871,480,000.00 2,329,838,150,000.00 2,452,601,920,000.00 2,577,178,180,000.00 2,707,523,660,000.00
Pertumbuhan rata-rata
Pertumbuhan (%)
2.40 3.22 3.35 4.79 3.30 2.03 -6.50 1.30 2.41 3.62 4.18 4.82 5.00 3.60 4.60 5.29 5.27 5.08 5.06 2.91
Sumber: BPS Kabupaten Madiun, 1991-2010
Tabel 4.7 menginformasikan tentang Jumlah dan Pertumbuhan PDRB ADHK Kabupaten Madiun dari tahun 1991-2010. Berdasarkan informasi pada tabel 4.7 tersebut dapat diketahui bahwa, nilai rata-rata tingkat pertumbuhan PDRB Kabupaten Madiun dari tahun 1991-2010 adalah sebesar 2,91%. Pada commit to user periode 1991-2010 tercatat nilai tingkat pertumbuhan PDRB tertinggi terjadi pada
90
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tahun 2007, yaitu sebesar 5,29%. Tingkat pertumbuhan terendah terjadi pada tahun 1998 yaitu saat terjadi krisis ekonomi utamanya bidang moneter dimana pertumbuhan PDRB mengalami penurunan sebesar -6,23% dari tahun sebelumnya, akan tetapi tahun berikutnya yaitu tahun 1999 PDRB sudah mengalami peningkatan kembali meskipun pertumbuhannya tidak sebesar tahuntahun sebelumnya. Gambar 4.3 dibawah ini dapat menunjukkan bahwa pertumbuhan PDRB selama tahun 1991-2010 sangat bervariasi, mengalami pertumbuhan negatif pada tahun 1998 dan mencapai puncaknya pada tahun 2007.
Gambar 4.3. Grafik Pertumbuhan PDRB Sumber: BPS Kabupaten Madiun 1991-2010, diolah dari Tabel 4.7.
4.3.4. Variabel Pengeluaran Pemerintah Besarnya pengeluaran pemerintah tercermin dalam belanja APBD Kabupaten Madiun. Belanja APBD adalah belanja yang tertuang dalam APBD yang diarahkan untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan. Perkembangan pengeluaran pemerintah selama tahun 1991-2010 dapat dilihat pada Tabel 4.8. commit to user
91
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.8. Jumlah Dan Pertumbuhan Pengeluaran Pemerintah Kabupaten Madiun Tahun 1991-2010 Pertumbuhan Tahun Pengeluaran Pemerintah (Rp) (%) 1991 12,358,654,685.50 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
14,395,921,020.42 16,453,261,117.48 19,443,970,616.66 24,232,963,275.75 27,915,297,744.12 29,961,713,258.26 39,921,900,313.35 46,702,528,552.20 81,397,341,322.31 69,684,069,987.85 105,718,423,468.28 134,332,931,426.84 266,539,383,447.68 281,396,044,125.03 251,997,205,630.33 239,652,003,646.14 308,174,334,716.00 315,967,271,347.28 281,294,078,752.98
Pertumbuhan rata-rata
16.48 14.29 18.18 24.63 15.20 7.33 33.24 16.98 74.29 -14.39 51.71 27.07 98.42 5.57 -10.45 -4.90 28.59 2.53 -10.97 22.84
Sumber: BPS Kabupaten Madiun tahun 1991-2010.
Tabel 4.8 terlihat bahwa Pengeluaran Pemerintah selama tahun 1991-2010 memiliki pertumbuhan yang bervariasi. Hal ini disebabkan oleh bertambah atau berkurangnya Pendapatan Daerah sebagai pembentuk belanja APBD yang terdiri dari PAD, Dana Perimbangan (DAU, DAK dan Bagi hasil Pajak/bukan Pajak) dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah (Bantuan Keuangan, Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus). Data sekunder yang diperoleh dari Dinas Pendapatan dan user tahun 1991-2010 menunjukkan Pengelola Keuangan Kabupaten commit Madiun toselama
92
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
bahwa nilai pertumbuhan terendah pada tahun 2001 sebesar -14,39%, sedangkan pertumbuhan tertinggi sebesar 98,42 terjadi pada tahun 2004, sedangkan pertumbuhan rata-rata sebesar 22,84%. Gambar 4.4. menunjukkan variasi naik turunnya pertumbuhan Pengeluaran Pemerintah selama tahun 1991-2010.
Gambar 4.4. Grafik Pertumbuhan Pengeluaran Pemerintah Sumber: DPPK Kabupaten Madiun, diolah dari Tabel 4.9.
4.4. Hasil Estimasi Regresi Linier Berganda Perhitungan analisis regresi linier berganda dilakukan dengan software SPSS 17.0. Hasil pengujian tersebut terdapat pada Tabel 4.9. Tabel 4.9. Hasil Uji Regresi Linier Berganda
Sumber: Data sekunder, diolah (lampiran 3).
commit to user
93
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Hasil uji regresi linier berganda pada Tabel 4.9 dapat disusun hasil persamaan regresi sebagai berikut: LnPAD =-56,009 + 3,559 ln Pddk + 1,829 ln PDRB + 0,406 ln Pengl. Pem Hasil persamaan regresi tersebut diatas menunjukkan bahwa. 1) Variabel Jumlah Penduduk mempunyai koefisien sebesar 3,559 dengan taraf signifikansi sebesar 0,025 lebih kecil dari α = 0,05, yang berarti variabel tersebut berpengaruh positif dan signifikan secara statistik terhadap PAD. 2) Variabel PDRB mempunyai koefisien sebesar 1,829 dengan taraf signifikansi sebesar 0,041 lebih kecil dari α = 0,05, yang berarti variabel tersebut berpengaruh positif dan signifikan secara statistik terhadap PAD. 3) Variabel Pengeluaran Pemerintah mempunyai koefisien sebesar 0,406 dengan taraf signifikansi sebesar 0,005 lebih kecil dari α = 0,05, yang berarti variabel tersebut berpengaruh positif dan signifikan secara statistik terhadap PAD.
4.5. Pengujian Hipotesis 4.5.1. Uji Secara Individual (Uji t) Uji t ini digunakan untuk menguji pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara individual/parsial. Pengujian ini menggunakan taraf signifikansi 5% dengan jumlah data 20. Apabila nilai t hitung lebih besar dari pada t tabel (t tabel),
hitung
>t
tabel)
atau t hitung lebih kecil daripada -t tabel (t
hitung
<-t
dan tingkat signifikansi α = 0,05, maka Ho ditolak. Artinya variabel bebas
mampu mempengaruhi variabel terikat secara signifikan. Hasil pengujian secara parsial dengan menggunakan uji t sebagai berikut: commit to user
94
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4.5.1.1. Pengujian Variabel Jumlah Penduduk Variabel Jumlah Penduduk mempunyai nilai t hitung sebesar 2,481 lebih besar dari t tabel sebesar 2,110, dengan demikian secara parsial Jumlah Penduduk berpengaruh positif dan signifikan secara statistik terhadap penerimaan PAD. Hipotesis alternatif (Ha) yang diajukan dapat diterima atau penelitian ini menolak hipotesis nol (Ho). Daerah kritis Uji t untuk Variabel Jumlah Penduduk dapat dilihat pada Gambar 4.5.
Ho diterima Ho ditolak
Ho ditolak
-2,110
2,110 2,481
Gambar 4.5. Daerah Kritis Uji t Variabel Jumlah Penduduk Sumber: Data sekunder, diolah (lampiran 3).
4.5.1.2. Pengujian variabel PDRB Variabel PDRB mempunyai nilai t hitung sebesar 2,217 lebih besar dari t tabel sebesar 2,110, dengan demikian secara parsial PDRB berpengaruh positif dan signifikan terhadap penerimaan PAD. Hipotesis alternatif (Ha) yang diajukan dapat diterima atau penelitian ini menolak hipotesis nol (Ho). Daerah kritis Uji t untuk variabel PDRB dapat dilihat pada Gambar 4.6.
commit to user
95
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Ho diterima Ho ditolak
Ho ditolak
-2,110
2,110
2,217
Gambar 4.6. Daerah Kritis Uji t Variabel PDRB Sumber: Data sekunder, diolah (lampiran 3).
4.5.1.3. Pengujian Variabel Pengeluaran Pemerintah Variabel Pengeluaran Pemerintah mempunyai nilai t hitung sebesar 3,294 lebih besar dari t tabel sebesar 2,110, dengan demikian secara parsial Pengeluaran Pemerintah berpengaruh positif dan signifikan terhadap penerimaan PAD. Hipotesis alternatif (Ha) yang diajukan dapat diterima atau penelitian ini menolak hipotesis nol (Ho). Daerah kritis Uji t untuk variabel PDRB dapat dilihat pada Gambar 4.7 berikut ini.
Ho diterima Ho ditolak
Ho ditolak
-2,110
2,110
3,294
Gambar 4.7. Daerah Kritis Uji t Variabel Pengeluaran Pemerintah Sumber: Data sekunder, diolah (lampiran 3)
commit to user
96
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4.5.2. Uji Koefisien Regresi Secara Bersama-sama (Uji F) Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah variabel Jumlah Penduduk, PDRB dan Pengeluaran Pemerintah secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap variabel PAD. Hasil uji F dapat dilihat pada output ANOVA dari hasil analisis regresi linier berganda pada Tabel 4.10. Tabel 4.10. Anova (Uji-F)
Sumber: Data sekunder, diolah (lampiran 3)
Tahap-tahap untuk melakukan uji F adalah: 1) Merumuskan hipotesis Ho: β1 = β2 = β3 = 0, berarti tidak ada pengaruh antara Jumlah Penduduk, PDRB dan Pengeluaran Pemerintah secara bersama-sama terhadap PAD. Ha: β1 ≠ β2 ≠ β3 ≠ 0, berarti ada pengaruh antara Penduduk, PDRB dan Pengeluaran Pemerintah secara bersama-sama terhadap PAD. 2) Menentukan tingkat signifikansi Tingkat signifikansi menggunakan 0,05 (α = 5%) 3) Menentukan F hitung Berdasarkan hasil print out Anova dari SPSS 17.0 diperoleh F hitung sebesar 170,497. commit to user
97
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4) Menentukan F tabel Dengan menggunakan tingkat keyakinan 95%, α = 5%, df1 (jumlah variabel – 1) atau 4-1=3, dan df2 (n-k-1) atau 20-3-1=16 (n adalah jumlah data dan k adalah jumlah variabel bebas), hasil diperoleh untuk F tabel sebesar 3,239 atau dengan Ms Excel adalah =finv(0.05,3,16). 5) Kriteria pengujian a. Ho diterima bila F hitung ≤ F tabel b. Ho ditolak bila F hitung > F tabel 6) Membandingkan F hitung dengan F tabel Nilai F hitung > F tabel atau 170,497 > 3,239 maka Ho ditolak 7) Kesimpulan Karena F hitung > F tabel atau 170,497 > 3,239, maka Ho ditolak, artinya Penduduk, PDRB dan Pengeluaran Pemerintah secara bersama-sama berpengaruh terhadap PAD. Daerah Uji kritis uji F dapat dilihat pada Gambar 4.8 berikut ini.
Ho diterima
Ho ditolak
3,239
170,497
Gambar 4.8. Daerah Kritis Nilai F Test Uji F. Sumber: Data sekunder, diolah (lampiran 3).
commit to user
98
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4.5.3. Analisis Determinasi (R2) Analisis determinasi digunakan untuk mengetahui prosentase sumbangan pengaruh variabel bebas (Jumlah Penduduk, PDRB dan Pengeluaran Pemerintah) secara serentak terhadap variabel dependen (PAD). Koefisien determinasi menunjukkan seberapa besar prosentase variasi variabel bebas yang digunakan dalam model mampu menjelaskan variasi variabel terikat. Nilai R2 antara 0 sampai 1. Apabila R2 sama dengan 0, maka variasi variabel bebas yang digunakan dalam model tidak menjelaskan sedikitpun variasi variabel terikat, sebaliknya R2 sama dengan 1 maka variasi variabel bebas yang digunakan dalam model menjelaskan 100% variasi variabel terikat. Adjusted R Square adalah nilai R Square yang telah disesuaikan. Santoso (2001) dalam Priyatno (2010) mengatakan bahwa untuk regresi dengan lebih dari dua variabel bebas digunakan Adjusted R2 sebagai koefisien determinasi. Hasil analisis determinasi dapat dilihat pada output Model Sumarry dari hasil analisis regresi linier. Nilai dari Adjusted R2 dari pengolahan data dengan SPSS 17.0 yang telah dilakukan pada tabel 4.11. berikut ini. Tabel 4.11. Koefisien Determinasi (R2)
Sumber: Data sekunder diolah
commit to user
99
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Berdasarkan Tabel 4.11 diperoleh angka Adjusted R2 sebesar 0,964. Hal ini menunjukkan bahwa persentase sumbangan pengaruh variabel bebas (Jumlah Penduduk, PDRB dan Pengeluaran Pemerintah) terhadap variabel terikat (PAD) sebesar 96,4%. Variasi variabel bebas yang digunakan dalam model mampu menjelaskan sebesar 96,4% variasi variabel terikat, sedangkan sisanya sebesar 3,6% dipengaruhi atau dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model penelitian ini.
4.5.4. Pengujian Asumsi Klasik 4.5.4.1. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel penganggu atau residual memiliki distribusi normal (Ghozali, 2005). Penelitian ini untuk menguji normalitas residual menggunakan uji statistik nonparametrik
Kolmogorov-Smirnov
(K-S),
yaitu
dengan
melihat
nilai
signifikansinya. Apabila nilai signifikansinya lebih besar dari 0,05 maka data dikatakan mempunyai distribusi normal. Hasil Uji Normalitas disajikan pada Tabel 4.12. Berdasarkan hasil uji pada Tabel 4.12 besarnya nilai signifikansi Kolmogorov-Smirnov adalah 0,774 lebih besar dari 0,05, dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa data residual berdistribusi normal.
commit to user
100
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.12. Hasil Uji Normalitas
Sumber: Data sekunder, diolah (lampiran 3).
4.5.4.2. Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independent variable). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antar variabel bebas. Uji multikolinearitas dalam penelitian ini dilakukan dengan cara melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF) dari masing-masing variabel bebas, dapat juga dengan melihat nilai tolerance. Nilai kritis yang umum dipakai adalah nilai VIF kurang dari 10 atau tolerance lebih besar dari 0,10 (karena VIF = 1/tolerance). Hasil Uji Multikolinearitas dapat dilihat pada Tabel 4.13. Tabel 4.13. Hasil Uji Multikolinearitas
Sumber: Data sekunder diolah (lampiran 3)
commit to user
101
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Hasil uji multikolinearitas pada Tabel 4.13 diketahui bahwa masingmasing variabel bebas mempunyai nilai VIF kurang dari 10 dan tolerance lebih dari 0,10, sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam model regresi tidak ditemukan adanya masalah multikolinearitas.
4.5.4.3. Uji Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas adalah keadaan dimana terjadi ketidaksamaan varian dari residual untuk semua pengamatan pada model regresi. Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas. Deteksi adanya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan uji korelasi Spearman’s. Model regresi dikatakan terbebas dari heteroskedastisitas apabila masing-masing variabel mempunyai signifikansi diatas 0,05. Hasil uji yang dilakukan diringkas dalam Tabel 4.14. Tabel 4.14 terlihat bahwa dengan nilai korelasi parsial antara Unstandardized Residual dengan variabel Jumlah Penduduk adalah 0,622, variabel PDRB 0,409 dan variabel Pengeluaran Pemerintah 0,925. Karena nilai signifikansi korelasi masing-masing variabel berada diatas 0,05, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada model regresi tidak ditemukan adanya masalah heteroskedastisitas. commit to user
102
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.14. Hasil Uji Heteroskedastisitas
Sumber: Data sekunder diolah (lampiran 3).
4.5.4.4. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam suatu model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi maka dinamakan ada problem autokorelasi. Prasyarat yang harus terpenuhi adalah tidak adanya autokorelasi pada model regresi. Menguji ada tidaknya problem autokorelasi ini, maka dapat dilakukan uji Durbin Watson (DW-test) yaitu dengan membandingkan nilai DW statistik dengan DW tabel. Hasil uji yang dilakukan menunjukkan bahwa DW-test sebesar 1,684 pada Tabel 4.11. Pada tabel DW dengan taraf signifikansi 5%, k=3 dan n=20 dengan dL=0,998, dU=1,676 dan 4-dU=2,324 serta 4-dL=3,002. Apabila nilai DW-test terletak antara dU dengan 4-dU maka menerima Ho artinya tidak terjadi autokorelasi. Hasil uji menunjukkan bahwa model regresi tidak terbukti commit to user
103
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
adanya autokorelasi karena nilai DW-test=1,684 berada antara 1,676 (dU) dan 2,324 (4-dU). Untuk lebih jelasnya tentang letak nilai DW statistik dapat dilihat pada Gambar 4.9. dibawah ini.
Gambar 4.9. Nilai DW Test pada Uji Durbin Watson Sumber: Data sekunder diolah (lampiran 3).
4.6. Pembahasan Hasil Penelitian Penelitian ini telah menunjukkan bahwa variabel independen yang meliputi Jumlah Penduduk, PDRB dan Pengeluaran Pemerintah baik secara simultan atau bersama-sama maupun secara parsial atau individual mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penerimaan PAD di Kabupaten Madiun. Berikut adalah pembahasan untuk setiap hipotesis dalam penelitian ini: Hipotesis 1: Jumlah Penduduk berpengaruh positif dan signifikan secara statistik terhadap PAD di Kabupaten Madiun. Variabel Jumlah Penduduk mempunyai koefisien regresi sebesar 3,559. Koefisien yang bertanda positip berarti jumlah penduduk akan dapat commitpeningkatan to user
104
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
meningkatkan penerimaan PAD. Artinya peningkatan jumlah penduduk sebanyak 10 persen akan meningkatkan penerimaan PAD sebesar 36 persen. Variabel Jumlah Penduduk mempunyai nilai t-hitung sebesar 3,295 lebih besar dari t-tabel sebesar 2,110, maka dapat disimpulkan bahwa Jumlah Penduduk berpengaruh positif dan signifikan terhadap PAD. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Santoso dan Rahayu (2005) yang membuktikan bahwa secara statistik variabel Jumlah Penduduk secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap PAD. Penduduk merupakan unsur penting yang dapat memacu pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Hal ini terjadi jika peningkatan jumlah penduduk diiringi dengan peningkatan kualitas maupun keahlian dan ketrampilannya sehingga dapat meningkatkan produksi. Peningkatan produksi akan meningkatkan pendapatan, sehingga dengan peningkatan jumlah penduduk maka pendapatan yang dapat ditarik dari masyarakat, utamanya pajak dan retribusi juga akan meningkat. Hipotesis 2: PDRB berpengaruh positip dan signifikan secara statistik terhadap PAD di Kabupaten Madiun. Variabel PDRB mempunyai koefisien regresi sebesar 1,829. Koefisien yang bertanda positip berarti peningkatan PDRB akan dapat meningkatkan penerimaan PAD. Artinya peningkatan PDRB sebanyak 10 persen akan meningkatkan penerimaan PAD sebesar Rp. 18 persen. Variabel PDRB mempunyai nilai t-hitung sebesar 2,217 lebih besar dari ttabel sebesar 2,110, maka dapat disimpulkan bahwa PDRB berpengaruh positif commit to user
105
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dan signifikan terhadap PAD. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Santoso dan Rahayu (2005) yang membuktikan bahwa secara statistik variabel PDRB secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap PAD. PDRB yang disajikan dengan harga konstan akan bisa menggambarkan tingkat
pertumbuhan ekonomi di daerah itu. Dari penghitungan PDRB akan
diperoleh pendapatan regional suatu wilayah. Jika Pendapatan regional ini dibagi dengan jumlah penduduk akan mencerminkan tingkat perkembangan pendapatan perkapita yang dapat digunakan sebagai indikator untuk membandingkan tingkat kemakmuran materiil suatu daerah. Jika pendapatan perkapita tinggi maka kesediaan masyarakat untuk membayar pajak dan retribusi sebagai komponen pembentuk PAD akan meningkat. Hipotesis 3: Pengeluaran Pemerintah berpengaruh positif dan signifikan secara statistik terhadap PAD di Kabupaten Madiun. Variabel Pengeluaran Pemerintah mempunyai koefisien regresi sebesar 0,406. Koefisien yang bertanda positip berarti peningkatan Pengeluaran Pemerintah akan dapat meningkatkan penerimaan PAD, artinya peningkatan Pengeluaran Pemerintah sebanyak 10 persen akan meningkatkan penerimaan PAD sebesar 4 persen. Variabel Pengeluaran Pemerintah mempunyai nilai t-hitung sebesar 3,294 lebih besar dari t-tabel sebesar 2,110, maka dapat disimpulkan bahwa Pengeluaran Pemerintah berpengaruh positif dan signifikan terhadap PAD. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Santoso dan Rahayu (2005) commit to user
106
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang membuktikan bahwa secara statistik variabel Pengeluaran Pemerintah secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap PAD. Pengeluaran pemerintah seperti yang tertuang dalam belanja APBD merupakan bagian penting dari kebijakan publik. Sebagai bagian dari kebijakan publik, maka sudah semestinya jika pengeluaran pemerintah digunakan semaksimal mungkin untuk kepentingan publik yaitu tercapainya kesejahteraan masyarakat. Apabila kesejahteraan masyarakat meningkat yang ditandai dengan peningkatan pendapatan perkapita maka kesediaan masyarakat untuk membayar pajak dan retribusi juga akan meningkat yang pada akhirnya akan meneingkatkan penerimaan PAD. Dalam
rangka
mencapai
kesejahtera
masyarakat
tersebut
maka
pengeluaran pemerintah digunakan untuk membiayai berbagai jenis kegiatan, yaitu: 1) Pengeluaran untuk investasi yaitu pengeluaran yang ditujukan untuk menambah kekuatan dan ketahanan ekonomi di masa datang. Misalnya, pengeluaran untuk pembangunan jalan, jembatan, saluran irigasi, peningkatan kapasitas SDM, dan lain-lain. 2) Pengeluaran untuk penciptaan menciptakan
lapangan
kerja,
lapangan kerja yaitu pengeluaran untuk serta
memicu
peningkatan
kegiatan
perekonomian masyarakat. 3) Pengeluaran untuk kesejahteraan rakyat, yaitu pengeluaran yang mempunyai pengaruh langsung terhadap kesejahteraan masyarakat, atau pengeluaran yang dan membuat masyarakat menjadi bergembira. Misalnya pengeluaran untuk commit to user
107
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pembangunan tempat rekreasi, subsidi, bantuan langsung tunai, bantuan korban bencana, dan lain-lain. 4) Pengeluaran untuk penghematan masa depan, yaitu pengeluaran yang tidak memberikan manfaat langsung bagi negara, namun bila dikeluarkan saat ini akan mengurangi pengeluaran pemerintah yang lebih besar di masa yang akan datang. Misalnya pengeluaran untuk kesehatan dan pendidikan masyarakat, pengeluaran untuk anak-anak yatim, dan lain-lain. Hipotesis 4: Penduduk, PDRB dan Pengeluaran Pemerintah berpengaruh signifikan secara statistik terhadap PAD di Kabupaten Madiun. Hasil regresi, diperoleh F hitung sebesar 170,517 lebih besar dari F tabel atau F 0,05 (3,16) sebesar 3,239 yaitu nilai F dengan tingkat signifikan 95% (α = 5%) untuk derajat kebebasan (df) = 3 dan 16. Dengan demikian hipotesis nol dapat ditolak yang berarti secara bersama-sama variabel Jumlah Penduduk, PDRB dan Pengeluaran Pemerintah mempengaruhi variabel PAD. Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Santoso dan Rahayu (2005) yang membuktikan bahwa secara statistik variabel Jumlah Penduduk, PDRB dan Pengeluaran Pemerintah secara simultan berpengaruh signifikan terhadap PAD.
commit to user
108
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan Hasil analisis data dan pengujian hipotesis menunjukkan hal-hal sebagai berikut: 1) Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Madiun dipengaruhi oleh Jumlah Penduduk, PDRB dan Pengeluaran Pemerintah. Hal ini telah dibuktikan melalui uji F dan Uji t yang menolak hipotesis nol dan menerima hipotesis alternatif, yang berarti baik secara bersama-sama maupun individual ketiga variabel bebas tersebut mempunyai pengaruh signifikan secara statistik. Nilai koefisien determinasi yang tinggi mendukung hipotesis yang dikemukakan dalam penelitian ini. 2) Variabel Jumlah Penduduk di Kabupaten Madiun berpengaruh positif dan signifikan terhadap PAD. Itu berarti dengan semakin banyaknya jumlah penduduk maka jumlah PAD akan meningkat. Hal ini tercapai jika penambahan penduduk diikuti dengan peningkatan kualitas SDM dengan pendidikan dan pelatihan ketrampilan kerja sehingga produktivitas meningkat. Peningkatan produktivitas akan dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan. 3) Variabel PDRB di Kabupaten Madiun mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap PAD. Itu berarti semakin banyak jumlah PDRB maka jumlah PAD akan
semakin meningkat, karena PDRB selain merupakan commit to user
109
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
indikator tingkat pertumbuhan ekonomi, juga indikator
pertumbuhan
pendapatan per kapita dan tingkat kemakmuran. 4) Variabel Pengeluaran Pemerintah di Kabupaten Madiun mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap PAD. Artinya dengan semakin banyaknya pengeluaran pemerintah, maka jumlah PAD akan semakin meningkat. Pengeluaran pemerintah dalam hal ini digunakan untuk kegiatan investasi pembangunan sarana & prasarana kepentingan publik, pengeluaran untuk penciptaan lapangan kerja, pengeluaran untuk kesejahteraan rakyat dan pengeluaran untuk kesehatan, dan pendidikan masyarakat.
5.2. Saran Berdasarkan kesimpulan yang telah dibuat, maka perlu diambil tindak lanjut dari berbagai pihak terkait masalah PAD di Kabupaten Madiun yaitu. 1) Pemerintah Kabupaten Madiun Pengeluaran pemerintah diutamakan untuk kepentingan publik, utamanya dalam bentuk pembangunan sarana dan prasarana misalnya jalan, jembatan dan pasar dan investasi peningkatan SDM dalam bentuk pendidikan dan pelatihan ketrampilan tenaga kerja, sehingga kegiatan pembangunan dapat dilakukan untuk menciptakan kesejahteraan rakyat. 2) Dunia usaha Meningkatnya sarana dan prasarana yang dibangun oleh Pemda (misalnya jalan, jembatan dan pasar) harus dapat dimanfaatkan oleh dunia usaha dalam commit to user
110
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kegiatan ekonomi dengan meningkatkaan produksi barang dan jasa. Peningkatan jumlah produksi barang dan jasa ini akan meningkatkan PDRB. 3) Masyarakat Pertumbuhan penduduk harus diimbangi dengan peningkatan kualitas SDM. Peningkatan kualitas SDM akan dapat meningkatkan pendapatan per kapita. 4) Penelitian selanjutnya Diharapkan penelitian selanjutnya dapat melakukan pendalaman dengan model lain yang bisa menjelaskan pengaruh Jumlah Penduduk, PDRB dan Pengeluaran Pemerintah terhadap PAD.
commit to user
111