ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI TUKAR (KURS) DI INDONESIA PERIODE 1984-2013 Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ekonometrika II Dosen Pembimbing : Drs. Agus Tri Basuki, SE, M.Si
Disusun oleh : KUMALA LATIFAH SARI 20130430306
FAKULTAS EKONOMI EKONOMI KEUANGAN DAN PERBANKAN ISLAM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
KATA PENGANTAR
Puji syukur Kehadirat Allah SWT terucap atas atas segala karunia-Nya yang telah diberikan sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “ Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Suku Bunga (KURS) di Indonesia Tahun 1983-2013”. Penelitian ini berisi tentang analisis faktor – faktor apa saja yang dapat memepengaruhi nilai tukar (KURS) di Indonesia. Berbagai temuan akan dijelaskan dalam analisis. Saya menyadari bahwa masih jauh dari kesempurnaan sehingga memerlukan beberapa perbaikan berupa kritik dan saran. Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung dalam bentuk dukurngan moril, semangat, serta membantu dalam menyelesaikan penelitian ini.
Yogyakarta, 7 Januari 2016
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perbedaan nilai tukar mata uang suatu negara (kurs) pada prinsipnya ditentukan oleh besarnya permintaan dan penawaran mata uang tersebut (Levi, 1996:129). Kurs merupakansalah satu harga yang lebih penting dalam perekonomian terbuka, karena ditentukan oleh adanya kseimbangan antara permintaan dan penawaran yang terjadi di pasar, mengingat yang besar bagi neraca transaksi berjalan maupun bagi variabelvariabel makro ekonomi lainnya. Kurs dapat dijadikan alat untuk mengukur kondisi perekonomian suatu negara. Pertumbuhan nilai mata uang yang stabil menunjukkan bahwa negara tersebut memiliki kondisi ekonomi yang relatif baik atau stabil (Salvator, 1997:10). Ketidakstabilan nilai tukar ini mempengaruhi arus modal atau investasi dan pedagangan Internasional. Indonesia sebagai negara yang banyak mengimpor bahan baku industri mengalami dampak dan ketidakstabilan kurs ini, yang dapat dilihat dari rnelonjaknya biaya produksi sehingga menyebabkan harga barangbarang milik Indonesia mengalami peningkatan. Dengan melemahnya rupiah menyebabkan perekonomian Indonesia menjadi goyah dan dilanda krisis ekonomi dan kepercayaan terhadap mata uang dalam negeri. Sistem devisa bebas dan ditambah dengan penerapan sistem floating exchange rate di Indonesia sejak tahun 1997, menyebabkan pergerakan nilai tukar di pasar menjadi sangat rentan oleh pengaruh faktor-faktor ekonomi maupun non ekonomi. Sebagai contoh pertumbuhan nilai mata uang rupiah terhadap dolar AS pada era sebelum krisis melanda Indonesia dan kawasan Asia lainya masih relatif stabil. Jika dibandingkan dengan masa sebelum krisis, semenjak krisis ini terjadi lonjakan kurs dolar AS berada diantara Rp6.700 - Rp9.530 sedangkan periode 1981- 1996 di bawah Rp2.500 (Bank Indonesia, 2000). Melalui mekanisme transmisi, inflasi serta suku bunga domestik bisa turun ke tingkat yang rendah. Sebaliknya, dengan menguatnya dolar AS belakangan, nilai Rupiah merosot dan berpotensi mendongkrak inflasi. Pergerakan nilai tukar yang fluktuatif ini mempengaruhi perilaku masyarakat dalam memegang uang, selain faktor-faktor yang lain seperti tingkat suku bunga dan inflasi. Kondisi ini didukung oleb laju inflasi yang meningkat tajam dan menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan nasional. Tingkat suku bunga yang tinggi, akan menyerap jumlah uang yang beredar di masyarakat. Sebaliknya jika tingkat suku bunga terlalu rendah maka jumlah uang yang beredar di masyarakat akan bertambah karena orang lebih suka memutarkan uang pada sektor-sektor produktif dari pada menabung. Dalam hal ini tingkat suku bunga merupakan instrumen konvensional untuk mengendalikan inflasi (Khalawaty, 200:144).
1.2 Identifikasi Masalah 1. Fator makro ekonomi (inflasi, tingkat suku bunga, dan ekspor) dapat berpengaruh atas pergerakan nilai tukar mata uang rupiah terhadap dollar AS. 2. Faktor penentuan fluktuasi nilai tikar rupiah merupakan sesuatu yang komplek 1.3 Batasan Masalah Mengingat begitu banyaknya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap nilai tukar (kurs), maka dalam penelitian ini penulis membatasi permasalahan hanya dalam hal menganalisis seberapa besar pengaruh pengaruh dari inflasi, tingkat suku bunga, dan ekspor terhadap nilai tukar rupiah. 1.4 Rumusan Masalah Berdasarkan pada permasalahan yang diuraikan pada latar belakang masalah diatas maka penulis tertarik mengangkat judul “ Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Nilai Tukar (KURS) di Indonesia tahun 1984-2013” dengan menggunakan Inflasi, Tingkat Suku Bunga, dan Ekspor sebagai indikatornya. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah: 1. Seberapa besar pengaruh Tingkat Suku Bunga terhadap KURS di Indonesia ? 2. Seberapa besar pengaruh tingkat Inflasi terhadap KURS di Indonesia ? 3. Seberapa besar pengaruh Ekspor terhadap KURS di Indonesia ? 1.5 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah maka tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Mengetahui seberapa besar pengaruh tingkat Inflasi terhadap KURS di Indonesia 2. Mengetahui seberapa besar pengaruh tingkat Suku Bunga terhadap KURS di Indonesia 3. Mengetahui seberapa besar pengaruh Ekspor terhadap KURS di Indonesia
1.6 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat, antara lain: 1. Bagi instansi terkait, dapat memberikan informasi yang lebih banyak terutama mengenai hal-hal yang berkaitan denagan KURS di Indonesia. 2. Sebagai bahan informasi bagi peneliti selanjutnya yang ada kaitannya dibidang yang sama dimasa yang akan datang. 3. Bagi pemerintah dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam hal membuat kebijakan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Teori digunakan untuk menjelaskan observasi yang sudah ada. Teori menjelaskan keterkaitan antar sesuatu femomena yang akan diteliti. Eksistensi suatu teori ekonomi sangat ditentukan oleh kemampuannya dalam menjelaskan fenomena perekonomian yang aktual. Karena itu, analisis teoritis dan pembuktian empiris menjadi dua hal yang akan selalu dilakukan secara bersama-sama dalam setiap bidang ilmu, termasuk ilmu ekonomi. Bab ini akan menyajikan penelaahan menenai teori tentang KURS,Inflasi, Tingkat Suku Bunga, dan Ekspor. Untuk mendapatkan justifikasi dan pembuktian empiris mengenai bentuk keterkaitan antara besarnya Tingkat Suku Bunga, Inflasi, dan Ekspor dengan KURS di Indonesia, selanjutnya dilakukan tinjauan berbagai studi empiris sebelumnya yang relevan. 2.1.1 KURS 2.1.1.1 Definisi Kurs Menurut Fabozzi dan Franco (1996:724) an exchange rate is defined as theamount of one currency that can be exchange per unit of another currency, or the price of one currency in items of another currency. Sedangkan menurut Adiningsih, dkk (1998:155), nilai tukar rupiah adalah harga rupiah terhadap mata uang negara lain. Jadi, nilai tukar rupiah merupakan nilai dari satu mata rupiah yang ditranslasikan ke dalam mata uang negara lain. Misalnya nilai tukar rupiah terhadap Dolar AS, nilai tukar rupiah terhadap Yen, dan lain sebagainya. Kurs inilah sebagai salah satu indikator yang mempengaruhi aktivitas di pasar saham maupun pasar uang karena investor cenderung akan berhati-hati untuk melakukan investasi. Menurunnya kurs Rupiah terhadap mata uang asing khususnya Dolar AS memiliki pengaruh negatif terhadap ekonomi dan pasar modal (Sitinjak dan Kurniasari, 2003). Kurs (Exchange Rate) adalah pertukaran antara dua mata uang yang berbeda, yaitu merupakan perbandingan nilai atau harga antara kedua mata uang tersebut. Perbandingan nilai inilah sering disebut dengan kurs (exchange rate). Nilai tukar biasanya berubah-ubah, perubahan kurs dapat berupa depresiasi dan apresiasi. Depresiasi mata uang rupiah terhadap dolar AS
artinya suatu penurunan harga dollarAS terhadap rupiah. Depresiasi mata uang negara membuat harga barang-barang domestik menjadi lebih murah bagi fihak luar negeri. Sedang apresiasi rupiah terhadap dollar AS adalah kenaikan rupiah terhadap dollar AS. Apresiasi mata uang suatu negara membuat harga barangbarang domestik menjadi lebih mahal bagi fihak luar negeri (Sukirno, 1981:297). Kurs rupiah terhadap dollar AS memainkan peranan sentrel dalam perdagangan
internasional,
karena
kurs
rupiah
terhadap
dollar
AS
memungkinkan kita untuk membandingkan harga semua barang dan jasa yang dihasilkan berbagai negara. Kurs valuta asing dapat diklasifikasikan kedalam kurs jual dan kurs beli. Selisih dari penjualan dan pembelian merupakan pendapatan bagi pedagang valuta asing. Sedang bila ditinjau dari waktu yang dibutuhkan dalam menyerahkan valuta asing setelah transaksi kurs dapat diklasifikasikan dalam kurs spot dan kurs berjalan (forwardexchange). 2.1.1.2 Penentuan Nilai Kurs Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pergerakan nilai tukar, yaitu (Madura, 1993): 1.
Faktor Fundamental Faktor fundamental berkaitan dengan indikatorindikator ekonomi seperti inflasi, suku bunga, perbedaan relatif pendapatan antar-negara, ekspektasi pasar dan intervensi Bank Sentral. 2. Faktor Teknis Faktor teknis berkaitan dengan kondisi penawaran dan permintaan devisa pada saat-saat tertentu. Apabila ada kelebihan permintaan, sementara penawaran tetap, maka harga valas akan naik dan sebaliknya. 3. Sentimen Pasar Sentimen pasar lebih banyak disebabkan oleh rumor atau berita-berita politik yang bersifat insidentil, yang dapat mendorong harga valas naik atau turun secara tajam dalam jangka pendek. Apabila rumor atau berita-berita sudah berlalu, maka nilai tukar akan kembali normal.
2.1.1.3 Sistem Kurs Mata Uang Menurut Kuncoro (2001: 26-31), ada beberapa sistem kurs mata uang yang berlaku di perekonomian internasional, yaitu: 1) Sistem kurs mengambang (floating exchange rate), sistem kurs ini ditentukan oleh mekanisme pasar dengan atau tanpa upaya stabilisasi oleh otoritas moneter. Di dalam sistem kurs mengambang dikenal dua macam kurs mengambang, yaitu : a. Mengambang bebas (murni) dimana kurs mata uang ditentukan sepenuhnya oleh mekanisme pasar tanpa ada campur tangan pemerintah. Sistem ini sering disebut clean floating exchange rate, di dalam sistem ini cadangan devisa tidak diperlukan karena otoritas moneter tidak berupaya untuk menetapkan atau memanipulasi kurs. b. Mengambang terkendali (managed or dirty floating exchange rate) dimana otoritas moneter berperan aktif dalam menstabilkan kurs pada tingkat tertentu. Oleh karena itu, cadangan devisa biasanya dibutuhkan karena otoritas moneter perlu membeli atau menjual valas untuk mempengaruhi pergerakan kurs. 2) Sistem kurs tertambat (peged exchange rate). Dalam sistem ini, suatu Negara mengkaitkan nilai mata uangnya dengan suatu mata uang negara lain atau sekelompok mata uang, yang biasanya merupakan mata uang negara partner dagang yang utama “Menambatkan“ ke suatu mata uang berarti nilai mata uang tersebut bergerak mengikuti mata uang yang menjadi tambatannya. Jadi sebenarnya mata uang yang ditambatkan tidak mengalami fluktuasi tetapi hanya berfluktuasi terhadap mata uang lain mengikuti mata uang yang menjadi tambatannya. 3) Sistem kurs tertambat merangkak (crawling pegs). Dalam sistem ini, suatu negara melakukan sedikit perubahan dalam nilai mata uangnya secara periodic dengan tujuan untuk bergerak menuju nilai tertentu pada rentang waktu tertentu. Keuntungan utama sistem ini adalah suatu negara dapat mengatur penyesuaian kursnya dalam periode yang lebih lama dibanding sistem kurs tertambat. Oleh karena itu, sistem ini dapat menghindari kejutan-kejutan terhadap perekonomian akibat revaluasi atau devaluasi yang tiba-tiba dan tajam. 4) Sistem sekeranjang mata uang (basket of currencies). Banyak negara terutama negara sedang berkembang menetapkan nilai mata uangnya berdasarkan sekeranjang mata uang. Keuntungan dari sistem ini adalah menawarkan stabilitas mata uang suatu negara karena pergerakan mata uang disebar dalam sekeranjang mata uang. Seleksi mata uang yang dimasukkan dalam “keranjang“ umumnya ditentukan oleh peranannya
dalam membiayai perdagangan negara tertentu. Mata uang yang berlainan diberi bobot yang berbeda tergantung peran relatifnya terhadap negara tersebut. Jadi sekeranjang mata uang bagi suatu negara dapat terdiri dari beberapa mata uang yang berbeda dengan bobot yang berbeda. 5) Sistem kurs tetap (fixed exchange rate). Dalam sistem ini, suatu Negara mengumumkan suatu kurs tertentu atas nama uangnya dan menjaga kurs ini dengan menyetujui untuk menjual atau membeli valas dalam jumlah tidak terbatas pada kurs tersebut. Kurs biasanya tetap atau diperbolehkan berfluktuasi dalam batas yang sangat sempit. 2.1.1.4 Sejarah Perkembangan Kebijakan Nilai Tukar di Indonesia Sejak tahun 1970, negara Indonesia telah menerapkan tiga sistem nilai tukar, yaitu: 1. Sistem kurs tetap (1970- 1978) Sesuai dengan Undang-Undang No.32 Tahun 1964, Indonesia menganut sistem nilai tukar tetap kurs resmi Rp. 250/US$, sementara kurs uang lainnya dihitung berdasarkan nilai tukar rupiah terhadap US$. Untuk menjaga kestabilan nilai tukar pada tingkat yang ditetapkan, Bank Indonesia melakukan intervensi aktif di pasar valuta asing. 2. Sistem mengambang terkendali (1978-Juli 1997) Pada masa ini, nilai tukar rupiah didasarkan pada sistem sekeranjang mata uang (basket of currencies). Kebijakan ini diterapkan bersama dengan dilakukannya devaluasi rupiah pada tahun 1978. Dengan sistem ini, pemerintah menetapkan kurs indikasi (pembatas) dan membiarkan kurs bergerak di pasar dengan spread tertentu. Pemerintah hanya melakukan intervensi bila kurs bergejolak melebihi batas atas atau bawah dari spread. 3. Sistem kurs mengambang (14 Agustus 1997-sekarang) Sejak pertengahan Juli 1997, nilai tukar rupiah terhadap US$ semakin melemah. Sehubungan dengan hal tersebut dan dalam rangka mengamankan cadangan devisa yang terus berkurang maka pemerintah memutuskan untukmenghapus rentang intervensi (sistem nilai tukar mengambang terkendali) dan mulai menganut sistem nilai tukar mengambang bebas (free floating exchange rate) pada tanggal 14 Agustus 1997. Penghapusan rentang intervensi ini juga dimaksudkan untuk mengurangi kegiatan intervensi pemerintah terhadap rupiah dan memantapkan pelaksanaan kebijakan moneter dalam negeri.
2.1.2 Inflasi 2.1.2.1 Definisi Inflasi Pengertian umum inflasi adalah proses kenaikan harga barang-barang secara umum yang berlangsung terus menerus, bukan hanya satu barang dan bukan dalam waktu yang bersamaan. Kenaikan harga dari satu atau dua barang tidak dapat disebut inflasi Kamerschen menyatakan : inflation represent a persstent rise in the average level of prices which is not match by a proportionate increase in the level of the quality of good and services consumed. Jadi inflasi menggambarkan kenaikan tingkat harga rata-rata yang tidak diimbangi dengan kenaikan yang proporsional dari kualitas barang dan jasa yang dikonsumsi (Sukendar, 2000). 2.1.2.2 Teori – Teori Inflasi a. Teori Kuantitas Inti dari teori kuantitas adalah, pertama, bahwa inflasi itu hanya bias terjadi kalau ada penambahan volume uang beredar, baik uang kartal maupun uang giral. Bila terjadi kegagalan panen misalnya, yang menyebabkan harga beras naik, tetapi apabila jumlah uang beredar tidak ditambah, maka kenaikan harga beras akan berhenti dengan sendirinya. Inti yang kedua adalah laju inflasi ditentukan oleh laju pertambahan jumlah uang beredar dan psikologi atau harapan masyarakat mengenai kenaikan harga-harga di masa yang akan datang.
b. Teori Keynes Proses inflasi menurut Keynes adalah proses perebutan pendapatan di antara kelompok-kelompok sosial yang menginginkan bagian yang lebih besar daripada yang dapat disediakan oleh masyarakat. Kelompok-kelompok sosial ini misalnya orang-orang pemerintah sendiri, pihak swasta atau bias juga serikat buruh yang berusaha mendapatkan kenaikan gaji atau upah, hal ini akan berdampak terhadap permintaan barang dan jasa yang pada akibatnya akan menaikkan harga.
c. Teori Strukturalis. Teori ini biasa disebut juga dengan teori inflasi jangka panjang, karena karena menyoroti sebab-sebab inflasi yang berasal dari kekakuan struktur ekonomi, khususnya penawaran bahan makanan dan barang-barang ekspor. Karena sebab-sebab struktural ini, pertambahan produksi barang lebih lambat dibandingkan peningkatan kebutuhan masyarakat. Akibatnya penawaran (supply) barang kurang dari yang dibutuhkan masyarakat, sehingga harga barang dan jasa meningkat.
2.1.2.3 Indikator Inflasi Ada beberapa indikator yang dapat menggambarkan terjadinya inflasi, antara lain Indeks Biaya Hidup (cost of living), Indeks Harga Konsumen (consumer price index), Indeks Implisit Produk Domestik Brutto (GDP Deflator) atau Indeks Harga Perdagangan Besar (whole sale prices index). Masing-masing pengukuran tersebut memiliki kelemahan dan kelebihannya Jika pengukuran dimaksudkan untuk menetapkan upah buruh riil maka lebih tepat digunakan Indeks Biaya Hidup (IBH) atau Indeks Harga Konsumen. Sementara itu GDP deflator yang cakupannya lebih luas dibandingkan dengan indek yang lain lebih mencerminkan perkembangan tingkat harga umum. 2.1.2.4 Jenis-jenis Inflasi Dalam teori ekonomi inflasi dapat dibedakan menjadi dua jenis inflasi (Boediono, dalam setiyawan :2006). 1. Demand Pull Inflation, yaitu inflasi yang disebabkan oleh terlalu kuatnya peningatan permintaan agregat dari masyarakat terhadap komoditi-komoditi hasil produksi dipasar barang. 2. Cosh
Push
Inflation,
yaitu
inflasi
yang
disebabkan
karena
meningkatnya harga-harga barang produksi dipasar faktor produksi sehingga menaikkan harga komoditi dipasar komoditi. 2.1.3
Suku Bunga 2.1.3.1 Suku Bunga Menurut Wardane (2003) dalam Prawoto dan Avonti (2004), suku bunga adalah pembayaran yang dilakukan untuk penggunaan uang. Suku bunga adalah jumlah bunga yang harus dibayar per unit waktu. Dengan kata lain, masyarakat harus membayar peluang untuk meminjam uang. Menurut Samuelson dan Nordhaus (1995:197) dalam Wardane, suku bunga adalah biaya untuk meminjam uang, diukur dalam Dolar per tahun untuk setiap Dolar yang dipinjam. Menurut Keynes, dalam Wardane (2003), tingkat bunga ditentukan oleh permintaan dan penawaran akan uang (ditentukan dalam pasar uang). Perubahan tingkat suku bunga selanjutnya akan mempengaruhi keinginan untuk mengadakan investasi, misalnya pada surat berharga, dimana harga dapat naik atau turun tergantung pada tingkat bunga (bila tingkat bunga naik
maka surat berharga turun dan sebaliknya), sehingga ada kemungkinan pemegang surat berharga akan menderita capital loss atau gain. Suku bunga dibedakan menjadi dua, yaitu: 1.
Suku bunga nominal adalah suku bunga dalam nilai uang. Suku bunga
ini merupakan nilai yang dapat dibaca secara umum. Suku bunga ini menunjukkan sejumlah rupiah untuk setiap satu rupiah yang diinvestasikan. 2.
Suku bunga riil adalah suku bunga yang telah mengalami koreksi
akibat inflasi dan didefinisikan sebagai suku bunga nominal dikurangi laju inflasi. Dalam Kamus Akuntansi (1996:69), disebutkan bahwa Interest (bunga, kepentingan, hak) merupakan: [1] beban atas penggunaan uang dalam suatu periode, dan [2] suatu pemilikan atau bagian kenyataan dalam suatu perusahaan, usaha dagang, atau sumber daya. 2.1.3
Ekspor
2.1.3.1 Pengertian Ekspor Ekspor dalam suatu negara sering dianggap sebagai variabel eksogen. Eksogenitas ekspor dalam hal ini diartikan bahwa volume ekspor suatu negara bukan dipengaruhi oleh variabel-variabel domestik perekonomian negara tersebut, melainkan dipengaruhi oleh variabel ekonomi negara pengimpor. Menurut Mankiw (2000:67) ekspor adalah berbagai barang yang diproduksi didalam negeri dan dijual ke luar negeri. Ekspor mengakibatkan masuknya aliran valuta asing dari luar negeri kedalam negeri. Dengan demikian penawaran dollar dimasyarakat akan meningkat dan mengakibatkan kurs rupiah menguat. Penurunan nilai tukar mata uang akan mengakibatkan berbagai komoditas ekspor menjadi lebih murah bagi para importir atau pihak asing sehingga barang ekspor akan dapat lebih kompetitif dipasaran internasional karena harga-harga dapat bersaing. Dengan demikian, hubungan antara ekspor dengan nilai tukar rupiah adalah positif.
2.2 Studi Empiris Peneliti
Judul
Variabel
Hasil
Triyono
Analisis Perubahan
Kurs, Inflasi, Impor,
Kurs terhadap dollar
tingkat suku bunga,
Inflasi tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kurs, Hasil analisis jangka pendek variabel JUB mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kurs, Hasil analisis jangka pendek variabel SBI tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kurs, dari perhitungan jangka panjang variabel impor berpengaruh signifikan terhadap kurs. Hubungan antara inflasi dengan nilai tukar adalah negative, hubungan antara tingkat suku bunga dengan kurs adalah positif.
Amerika
Yeniwati
Analisis Perubahan
Kurs, Inflasi, tingkat
Kurs terhadap dollar
suku bunga
Amerika
2.3 Kerangka Berpikir Dalam penelitian ini, dilakukan terhadap 3 variabel makroekonomi yang diduga berpengaruh terhadap Nilai Tukar Rupiah. Adapun variabel makroekonomi yang diprediksikan berpengaruh terhadap Nilai Tukar Rupiah adalah Inflasi, Tingkat Suku Bunga, dan Ekspor. Berdasarkan uraian di atas, hubungan masing-masing variabel independen (variabel makroekonomi) terhadap nilai tukar rupiah dapat dijelaskan sebagai berikut :
a.
Hubungan Inflasi dengan Kurs Nilai tukar dibedakan menjadi dua yaitu nilai tukar nominal dan nilai tukar
riil. Nilai tukar nominal menunjukkan harga relatif mata uang dan dua negara, sedangkan nilai tukar riil menunjukkan tingkat ukuran (rate) suatu barang dapat diperdagangkan antar negara. Jika nilai tukar riil tinggi berarti harga produk luar negeri relatif murah dan harga produk domestik mahal. Persentase perubahan nilai tukar nominal sama dengan persentase perubahan nilai tukar riil ditambah perbedaan inflasi antara inflasi luar negeri dengan inflasi domestik (persentase perubahan harga inflasi). Jika suatu negara luar negeri lebih tinggi inflasinya dibandingkan domestik (Indonesia) maka Rupiah akan ditukarkan dengan lebih banyak valas. Jika inflasi meningkat untuk membeli valuta asing yang sama jumlahnya harus ditukar dengan Rupiah yang makin banyak atau depresiasi Rupiah (Herlambang, dkk, 2001 : 282) b.
Hubungan Suku Bunga dengan Kurs Kebijakan yang dapat digunakan untuk mencapai sasaran stabilitas harga atau
pertumbuhan ekonomi adalah kebijakan moneter dengan menggunakan instrumen moneter (suku bunga atau agregat moneter). Salah satu jalur yang digunakan adalah jalur nilai tukar, berpendapat bahwa pengetatan moneter yang mendorong peningkatan suku bunga akan mengakibatkan apresiasi nilai tukar karena adanya pemasukan modal dan luar negeri (Arifin, 1998: 4). c.
Hubugan Ekspor dengan Kurs Transaksi ekspor merupakan transaksi penjualan barang dan jasa dari
Indonesia ke luar negeri yang berakibat pada adanya pembayaran dari pembeli di luar negeri. Hal ini berarti akan terdapat uang masuk ke Indonesia dalam mata uang asing. Pada saat eksporti menerima pembayaran tersebut maka langkah selanjutnya yang dilakukan oleh eksportir adalah menukarkan uang asing yang diperolehnya menjadi rupiah agar dapat digunakan lagi menjadi modal membeli bahan baku, dan lain-lain. Pada saat nilai tukar rupiah melemah maka jumlah rupiah yang akan diterima eksportir menjadi lebih banyak dibandingkan menggunakan nilai tukar sebelumnya. Secara makro dapat dikatakan bahwa kegiatan ekspor akan menjadi lebih menarik dan menguntungkan bagi perekonomian karena akan menambah jumlah transaksi ekonomi di dalam negeri dan menambah minat dunia usaha untuk meningkatkan ekspor ke luar negeri. Jadi dapat disimpulkan bahwa melemahnya nilai tukar rupiah dapat meningkatkan ekspor dan perekonomian dalam negeri. Namun sebaliknya, jika
nilai tukar rupiah menguat maka akan menurunkan ekspor dan perekonomian dalam negeri. 2.4 Hipotesis Menurut Hasan (200) Hipotesis adalah suatu pernyataan yang masih lemah kebenarannya danperlu dibuktikan atau dugaan yang sifatnya masih sementara. Setelah ditentukan hipotesis maka diadakan pengujian tentang kebenarannya dengan menggunakan data empiris dari hasil penelitian. Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka penulis membuat suatu hipotesis dalam penelitian ini adalah: a. Diduga inflasi mempunyai pengaruh positif terhadap perubahan nilai tukar. b. Diduga tingkat suku bunga mempunyai pengaruh positif terhadap perubahan nilai tukar. c. Diduga ekspor mempunyai pengaruh yang positif terhadap perubahan nilai tukar.
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Pada penelitian ini data yang digunakan adalah data sekunder yang merupakan data time series dalam bentuk tahunan data dengan periode tahun 1983-2013. Data ini diperoleh dari buku tahunan Badan Pusat statistik (BPS) dan Bank Indonesia. Dimana data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data mengenai Kurs, Inflasi, Tingkat Suku Bunga dan Ekspor. 3.2 Metode Pengumpulan Data 1. Data Sekuder Penelitian yang dilakukan bersifat kuantitaif yaitu untuk meneliti hubungan antara inflasi, tingkat suku bunga, dan ekspor terhadap nilai tukar. Pengumpulan data untuk penelitian ini didapat dengan cara mendatangi lembaga-lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga lainnya yang dianggap dapat memberikan informasi atau data yang dibutuhkan. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data sekunder time series dengan kurun waktu 1983 - 2013. Sumber data berasal dari instansi yang terkait dengan kurs, tingkat suku bunga dan ekspor yaitu BPS dan Bank Indonesia. 2. Studi Kepustakaan Studi kepustakaan merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan menghimpun
dan
menganalisis
dokumen-dokumen,
baik
dokumen
tertulis,
gambar maupun elektronik. Pencarian data-data yang relevan dari sumber-sumber yang sudah ada sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini. Data ini diperoleh dari Bank Indonesia (BI) dan BPS. 3.3 Metode Analisis 3.3.1 VAR (Vector Auto Regression) Vector Autoregression atau VAR merupakan salah satu metode time series yang sering digunakan dalam penelitian, terutama dalam bidang ekonomi. Menurut Gujarati (2004) ada beberapa keuntungan menggunakan VAR dibandingkan metode lainnya: 1. Lebih sederhana karena tidak perlu memisahkan variabel bebas dan terikat. 2. Estimasi sederhana karena menggunakan metode OLS (Ordinary Least Square) biasa. 3. Hasil estimasinya lebih baik dibandingkan metode lain yang lebih rumit.
Alasan dipilihnya metode VAR adalah dengan pertimbangan sebagai berikut : 1. Metode regresi linier yang menyatakan bahwa variabel pertumbuhan diregresikan atas variabel ekspor atau variabel impor telah banyak dikritik dan merupakan metode yang sangat lemah sehingga hasil penggunaannya dapat menyesatkan. Dua kritik utama terhadap metode regresi linier adalah : Pertama, meregresikan variabel pendapatan nasional tahun berjalan atas ekspor tahun berjalan merupakan sebagian pendapatan nasional tahun berjalan yang bermakna bahwa kita meregresikan suatu variabel atas dirinya sendiri. Kedua, metode regresi linier tidak mendeteksi kausalitas antara variabel-variabel yang digunakan secara dinamis. Dapat terjadi kumulatif ekspor yang tidak mempunyai dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi ( Halwani, 2002). 2. Data yang digunakan merupakan data time series yang menggambarkan fluktuasi ekonomi. 3. Dampak kebijakan moneter terhadap perkembangan isektor riil melalui suatu mekanisme yang pada umumnya tidak berdampak se etika, biasanya membutuhkan tenggang waktu tertentu (lag). Ketiga persoaln ini dapat dijawab oleh model VAR sebagai salah satu bentuk model makro-ekonometrika yang paling sering digunakan untuk melihat permasalahan fluktuasi ekonomi. Di samping itu, Analisis VAR memiliki beberapa keunggulan antara lain: (1) Metode ini sederhana, kita tidak perlu khawatir untuk membedakan mana variabel endogen, mana variabel eksogen; (2) Estimasinya sederhana, dimana metode OLS biasa dapat diaplikasikan pada tiap-tiap persamaan secara terpisah; (3) Hasil perkiraan (forecast) yang diperoleh dengan menggunakan metode ini dalam banyak kasus lebih bagus dibandingkan dengan hasil yang didapat dengan menggunakan model persamaan simultan yang kompleks sekalipun. Selain itu, VAR juga merupakan alat analisis yang sangat berguna, baik dalam memahami adanya hubungan timbal balik antara variabel-variabel ekonomi, maupun di dalam pembentukan model ekonomi berstruktur (Enders, 2004). Model ekonometrika yang dibangun berdasarkan hubungan antar variabel yang mengacu pada model dan digunakan untuk melihat hubungan kausalitas antar variabel. Model umum, VAR dengan lag 1:
Kelebihan dari model VAR adalah: 1. Model VAR adalah model yang sederhana dan tidak erlu membedakan mana variabel yang endogen dan eksogen. Semua variabel pada model VAR dapat dianggap sebagai variabel endogen. 2. Cara estimasi model VAR sangat mudah yaitu dengan menggunakan OLS pada setiap persamaan secara terpisah. 3. Peramalan menggunakan model VAR pada beberpa hal lebih baik dibanding menggunakan model dengan persamaan simulatan yang lebih kompleks. Kelemahan model VAR adalah: 1. Model VAR lebih bersifat a teoritik karena tidak memanfaatkan informasi atau teori terdahulu dan sering disebut sebagai model yang tidak struktural. 2. Model VAR kurang cocok untuk analisis kebijakan. 3. Pemilihan banyaknya lag yang digunakan dalam persamaan juga dapat menimbulkan permasalahan. 4. Semua variabel dalam VAR harus stasioner. Jika tidak stasioner, maka harus ditransfomasikan terlebih dahulu. 5. Interpretasi koefisien yang didapat berdasarkan model VAR tidak mudah. Pola pemodelan VAR: Apakah data stationer pada Level? Jika Data stationer pada level, maka model VAR dapat dilakukan. Jika Data stationer pada First Difference, maka pemodelan VAR dilakukan dengan menggunakan data First Difference, atau dapat menggunakan model VECM jika terdapat kointegrasi. 3.3.2
Tahapan Uji VAR Langkah 1 : Salah satu prosedur yang harus dilakukan dalam estimasi model ekonomi dengan data runtut waktu adalah menguji apakah data runtut waktu tersebut stasioner atau tidak. Data stasioner merupakan data runtut waktu yang tidak mengandung akar-akar unit (unit roots), sebaliknya data yang tidak stasioner jika mean, variance dan covariance data tersebut konstan sepanjang waktu (Thomas, 1997:374).
Jika dari hasil uji stasioneritas berdasarkan uji Dickey–Fuller diperoleh data yang belum stasioner pada data level atau integrasi derajat nol, I(0), maka syarat stasionaritas model ekonomi runtut waktu dapat diperoleh dengan cara differencing data, yaitu mengurangi data tersebut dengan data periode sebelumnya. Dengan demikian melalui differencing pertama (first difference) diperoleh data selisih atau delta-nya (Δ). Prosedur uji Dickey–Fuller kemudian diaplikasikan untuk menguji stasionaritas data yang telah di-differencing. Jika dari hasil uji ternyata data runtut waktu belum stasioner, maka dilakukan differencing kedua (second differencing). Prosedur uji Dickey–Fuller selanjutnya diaplikasikan untuk menguji stasionaritas data second differencing tersebut.
Setelah mengetahui bahwa data tidak stasioner pada tingkat level, maka langkah selanjutnya adalah melakukan uji akar unit pada tingkat 1st Difference. Dan dari hasil uji akar unit maka seluruh variabel lolos uji akar unit pada tingkat 1st Difference atau stasioner pada 1st Difference. Langkah 2: Penentuan panjag lag Penentuan panjang lag Estimasi dengan VAR mensyaratkan data dalam kondisi stasioner. Oleh karena data variabel sudah stasioner pada pada tingkat 1st Difference maka estimasi diharapkan akan menghasilkan keluaran model yang valid. Dengan demikian kesimpulan penelitian akan mempunyai tingkat validitas yang tinggi pula. Estimasi model VAR dimulai dengan menentukan berapa panjang lag yang tepat dalam model VAR. Penentuan panjangnya lag optimal merupakan hal penting dalam pemodelan VAR. Jika lag optimal yang dimasukan terlalu pendek maka dikhawatirkan tidak dapat menjelaskan kedinamisan model secara menyeluruh. Namun, lag optimal yang terlalu panjang akan menghasilkan estimasi yang tidak efisien karena berkurangnya degree of freedom (terutama model dengan sampel kecil). Oleh karena itu perlu mengetahui lag optimal sebelum melakukan estimasi VAR. Langkah 3 : Uji kointegrasi Berdasarkan panjang lag diatas, kami melakukan uji kointegrasi untuk mengetahui apakah akan terjadi keseimbangan dalam jangka panjang, yaitu terdapat kesamaan pergerakan dan stabilitas hubungan diantara variabelvariabel di dalam penelitian ini atau tidak. Dalam penelitian ini, uji kointegrasi dilakukan dengan menggunakan metode Johansen’s Cointegration Test. Berikut ini disajikan tabel hasil uji kointegrasi dengan metode Johansen’s Cointegration Test. Langkah 4 : Uji Kausalitas Granger (Granger’s Causality Test) Uji kausalitas dilakukan untuk mengetahui apakah suatu variabel endogen dapat diperlakukan sebagai variabel eksogen. Hal ini bermula dari ketidaktahuan keterpengaruhan antar variabel. Jika ada dua variabel y dan z, maka apakah y menyebabkan z atau z menyebabkan y atau berlaku keduanya atau tidak adamhubungan keduanya. Variabel y menyebabkan variabel z artinya berapa banyak nilai z pada periode sekarang dapat dijelaskan oleh nilai z pada periode sebelumnya dan nilai y pada periode sebelumnya. Uji kausalitas dapat dilakukan dengan berbagai metode diantaranya metode Granger’s Causality dan Error Correction Model Causality. Pada penelitian ini, digunakan metode Granger’s Causality. Granger’s Causality digunakan untuk menguji adanya hubungan kausalitas antara dua variabel. Kekuatan prediksi (predictive power) dari informasi sebelumnya dapat menunjukkan adanya hubungan kausalitas antara y dan z dalam jangka waktu lama.
Langkah 5 : Lakukan regresi dengan model VAR Fungsi Impulse Response VAR Fungsi Impulse Response VAR Estimasi terhadap fungsi impulse response dilakukan untuk memeriksa respon kejutan (shock) variabel inovasi terhadap variabel-variabel lainnya. Estimasi menggunakan asumsi masing-masing variabel inovasi tidak berkorelasi satu sama lain sehingga penelurusan pengaruh suatu kejutan dapat bersifat langsung. Gambar impulse response akan menunjukkan respon suatu variabel akibat kejutan variabel lainnya sampai dengan beberapa periode setelah terjadi shock. Jika gambar impulse response menunjukkan pergerakan yang semakin mendekati titik keseimbangan (convergence) atau kembali ke keseimbangan sebelumnya bermakna respon suatu variabel akibat suatu kejutan makin lama akan menghilang sehingga kejutan tersebut tidak meninggalkan pengaruh permanen terhadap variabel tersebut. Variance decomposition Variance decomposition mendekomposisi variasi satu variabel endogen kedalam komponen kejutan variabel-variabel endogen yang lain dalam sistem VAR. Dekomposisi varian ini menjelaskan proporsi pergerakan suatu series akibat kejutan variabel itu sendiri dibandingkan dengan kejutan variabel lain. Jika kejutan εzt tidak mampu menjelaskan forecast error variance variabel yt maka dapat dikatakan bahwa variabel yt adalah eksogen (Enders, 2004: 280). Kondisi ini variabel yt akan independen terhadap kejutan εzt dan variabel zt. Sebaliknya, jika kejutan εzt mampu menjelaskan forecast error variance variabel yt berarti variabel yt merupakan variabel endogen.
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Obyek Penelitian 1. Kurs Kurs dari tahun 1984-2013 disajikan dalam tabel berikut :
TAHUN 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993
KURS 1074,25 1125,25 1641,00 1650,00 1729,00 1795,48 1901,00 1992,00 2062,00 2110,00
TAHUN 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003
Tabel 4.1 KURS 2200,00 2308,00 2383,00 4650,00 8528,00 7100,00 9595,00 10400,00 8940,00 8465,00
TAHUN 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
KURS 9290,00 9830,00 9020,00 9419,00 10950,00 9400,00 8991,00 9068,00 9670,00 12189,00
INFLASI 8,76 4,31 8,83 8,9 5,47 5,97 9,53 9,52 4,94 9,77
TAHUN 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003
Tabel 4.2 INFLASI 9,24 8,64 6,47 11,05 77,63 2,01 9,35 12,55 10,03 5,06
TAHUN 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
INFLASI 6,4 17,11 6,6 6,59 11,06 2,78 6,79 3,79 4,3 8,38
2. Inflasi TAHUN 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993
3. Tingkat Suku Bunga
TAHUN 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993
SUKU BUNGA 18,5 14 14 13,77 15,5 14,5 18,75 18,5 13,5 8,25
TAHUN 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003
Tabel 4.3 SUKU BUNGA 11,75 13,5 12,75 20 38,44 12,51 14,53 17,62 10,02 8,31
EKSPOR 21887,80 18586,70 14805,00 17135,60 19218,50 22158,90 25675,30 29142,40 33967,00 36823,00
TAHUN 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003
Tabel 4.4 EKSPOR 40053,40 45418,00 49814,80 53443,60 48847,60 48665,40 62124,00 56320,90 57158,80 61058,20
TAHUN 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
SUKU BUNGA 7,43 12,75 9,75 8 10,83 6,46 6,5 6 5,75 5,75
TAHUN 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
EKSPOR 71584,60 85660,00 100789,00 114100,90 137020,40 116510,00 157779,10 203496,60 190020,30 182551,80
4. Ekspor
TAHUN 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993
4.2 Analisis dan Pembahasan 1. Uji stasioner Uji stasioner variabel Kurs pada Uji Root First Different Tabel 4.5 hasil uji root first different variabel kurs Null Hypothesis: D(KURS) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-5.106479 -3.689194 -2.971853 -2.625121
0.0003
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Uji stasioner variabel Inflasi pada Uji Root First Different Tabel 4.6 hasil uji root first different variabel inflasi
Null Hypothesis: D(INFLASI) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic
Prob.*
-6.565958 -3.699871 -2.976263 -2.627420
0.0000
Uji Stasioner variabel Suku Bunga pada Uji Root First Different Tabel 4.7 hasil uji root first different variabel suku bunga
Null Hypothesis: D(INTEREST) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-6.045050 -3.699871 -2.976263 -2.627420
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Uji stasioner variabel Ekspor pada Uji Root First Different Tabel 4.8 hasil uji root first different variabel ekspor Null Hypothesis: D(EKSPOR) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-4.723055 -3.699871 -2.976263 -2.627420
0.0008
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Interpretasi : Dari hasil uji stasioner diatas terlihat bahwa masing-masing variabel lolos uji sakar unit pada tingkat first different atau stasioner pada tingkat first different, hal ini terlihat dari probabilitas masing- masing variabel yang kurang dari 0,05.
2. Penentuan Panjang Lag Tabel 4.9 hasil uji panjang lag VAR Lag Order Selection Criteria Endogenous variables: D(KURS) D(INFLASI) D(INTEREST) D(EKSPOR) Exogenous variables: C Date: 12/02/15 Time: 22:29 Sample: 1984 2013 Included observations: 25 Lag
LogL
LR
FPE
AIC
SC
HQ
0 1 2 3 4
-651.6902 -637.1788 -621.2020 -601.0921 -565.1503
NA* 23.21826 20.45033 19.30547 23.00278
7.10e+17 8.17e+17 9.17e+17 9.05e+17 3.86e+17*
52.45522 52.57430 52.57616 52.24737 50.65202*
52.65024* 53.54941 54.33134 54.78263 53.96736
52.50931 52.84476 53.06297 52.95054 51.57156*
* indicates lag order selected by the criterion LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level) FPE: Final prediction error AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion Interpretasi : Hasil uji panjang lag dalam VAR dengan memasukkan AIC menunjukkan bahwa panjang lag optimal adalah 4.
3. Uji kointegrasi Tabel 5.0 hasil uji kointegrasi
Date: 12/02/15 Time: 22:35 Sample (adjusted): 1987 2013 Included observations: 27 after adjustments Trend assumption: Linear deterministic trend Series: D(KURS) D(INFLASI) D(INTEREST) D(EKSPOR) Lags interval (in first differences): 1 to 1 Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized No. of CE(s) Eigenvalue
Trace Statistic
0.05 Critical Value Prob.**
None * At most 1 * At most 2 * At most 3 *
85.01042 49.28561 29.70464 12.84356
47.85613 29.79707 15.49471 3.841466
0.733702 0.515782 0.464463 0.378542
0.0000 0.0001 0.0002 0.0003
Trace test indicates 4 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue) Hypothesized No. of CE(s) Eigenvalue
Max-Eigen Statistic
0.05 Critical Value Prob.**
None * At most 1 At most 2 * At most 3 *
35.72481 19.58096 16.86108 12.84356
27.58434 21.13162 14.26460 3.841466
0.733702 0.515782 0.464463 0.378542
0.0036 0.0812 0.0190 0.0003
Max-eigenvalue test indicates 1 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Vector Autoregression Estimates Date: 12/02/15 Time: 22:42 Sample (adjusted): 1987 2013 Included observations: 27 after adjustments Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] D(KURS)
D(INTERES D(INFLASI) T) D(EKSPOR)
D(KURS(-1))
0.935326 (0.26590) [ 3.51754]
0.003933 (0.00453) [ 0.86901]
0.001192 (0.00161) [ 0.73943]
-8.747901 (3.87958) [-2.25486]
D(KURS(-2))
-1.097005 (0.29788) [-3.68277]
-0.010036 (0.00507) [-1.97968]
-0.003816 (0.00181) [-2.11212]
0.666810 (4.34606) [ 0.15343]
D(INFLASI(-1))
-62.62009 (24.1416) [-2.59387]
-1.512965 (0.41087) [-3.68232]
-0.442453 (0.14642) [-3.02183]
130.1940 (352.230) [ 0.36963]
D(INFLASI(-2))
-1.584426 (27.3683) [-0.05789]
-0.220641 (0.46579) [-0.47369]
-0.072498 (0.16599) [-0.43676]
-190.3792 (399.309) [-0.47677]
D(INTEREST(-1))
-18.52918 (71.4749) [-0.25924]
2.087163 (1.21645) [ 1.71578]
0.497469 (0.43350) [ 1.14757]
227.6452 (1042.83) [ 0.21830]
D(INTEREST(-2))
116.2601 (73.2724) [ 1.58668]
0.714061 (1.24705) [ 0.57260]
0.199478 (0.44440) [ 0.44887]
406.0496 (1069.06) [ 0.37982]
D(EKSPOR(-1))
-0.036754 (0.01555) [-2.36340]
-0.000369 (0.00026) [-1.39549]
-0.000115 (9.4E-05) [-1.21889]
0.017636 (0.22689) [ 0.07773]
D(EKSPOR(-2))
0.013474 (0.01359) [ 0.99142]
5.13E-05 (0.00023) [ 0.22189]
-1.02E-05 (8.2E-05) [-0.12391]
-0.323131 (0.19829) [-1.62963]
C
610.0290 (257.200) [ 2.37181]
4.637179 (4.37737) [ 1.05935]
1.476261 (1.55992) [ 0.94637]
11067.93 (3752.60) [ 2.94940]
R-squared Adj. R-squared Sum sq. resids S.E. equation F-statistic Log likelihood
0.638161 0.477343 14764703 905.6828 3.968231 -216.6722
0.600281 0.422629 4276.691 15.41408 3.378958 -106.6902
0.580907 0.394643 543.1115 5.492983 3.118733 -78.83129
0.377283 0.100519 3.14E+09 13214.07 1.363196 -289.0416
Akaike AIC Schwarz SC Mean dependent S.D. dependent
16.71646 17.14840 390.6667 1252.760
8.569642 9.001587 -0.016667 20.28570
6.506021 6.937967 -0.305556 7.059964
Determinant resid covariance (dof adj.) 1.88E+17 Determinant resid covariance 3.71E+16 Log likelihood -668.3019 Akaike information criterion 52.17051 Schwarz criterion 53.89829
System: UNTITLED Estimation Method: Least Squares Date: 12/02/15 Time: 22:45 Sample: 1987 2013 Included observations: 27 Total system (balanced) observations 108
C(1) C(2) C(3) C(4) C(5) C(6) C(7) C(8) C(9) C(10) C(11) C(12) C(13) C(14) C(15) C(16) C(17) C(18) C(19) C(20) C(21) C(22) C(23) C(24) C(25) C(26) C(27) C(28)
Coefficient Std. Error
t-Statistic
Prob.
0.935326 -1.097005 -62.62009 -1.584426 -18.52918 116.2601 -0.036754 0.013474 610.0290 0.003933 -0.010036 -1.512965 -0.220641 2.087163 0.714061 -0.000369 5.13E-05 4.637179 0.001192 -0.003816 -0.442453 -0.072498 0.497469 0.199478 -0.000115 -1.02E-05 1.476261 -8.747901
3.517543 -3.682765 -2.593872 -0.057893 -0.259240 1.586683 -2.363404 0.991420 2.371806 0.869013 -1.979684 -3.682324 -0.473692 1.715779 0.572602 -1.395494 0.221889 1.059354 0.739435 -2.112116 -3.021828 -0.436760 1.147573 0.448873 -1.218885 -0.123910 0.946368 -2.254860
0.0008 0.0004 0.0115 0.9540 0.7962 0.1170 0.0208 0.3248 0.0204 0.3877 0.0516 0.0004 0.6372 0.0905 0.5687 0.1672 0.8250 0.2930 0.4620 0.0381 0.0035 0.6636 0.2549 0.6549 0.2269 0.9017 0.3471 0.0272
0.265903 0.297875 24.14156 27.36833 71.47489 73.27244 0.015551 0.013590 257.2002 0.004525 0.005070 0.410872 0.465790 1.216452 1.247045 0.000265 0.000231 4.377366 0.001613 0.001807 0.146419 0.165989 0.433497 0.444399 9.43E-05 8.24E-05 1.559924 3.879576
22.07715 22.50910 6212.844 13932.88
C(29) C(30) C(31) C(32) C(33) C(34) C(35) C(36)
0.666810 130.1940 -190.3792 227.6452 406.0496 0.017636 -0.323131 11067.93
4.346056 352.2296 399.3088 1042.831 1069.058 0.226893 0.198285 3752.597
0.153429 0.369628 -0.476772 0.218295 0.379820 0.077726 -1.629626 2.949405
0.8785 0.7127 0.6350 0.8278 0.7052 0.9383 0.1075 0.0043
Determinant residual covariance 3.71E+16 Equation: D(KURS) = C(1)*D(KURS(-1)) + C(2)*D(KURS(-2)) + C(3) *D(INFLASI(-1)) + C(4)*D(INFLASI(-2)) + C(5)*D(INTEREST(-1)) + C(6) *D(INTEREST(-2)) + C(7)*D(EKSPOR(-1)) + C(8)*D(EKSPOR(-2)) + C(9) Observations: 27 R-squared 0.638161 Mean dependent var 390.6667 Adjusted Rsquared 0.477343 S.D. dependent var 1252.760 S.E. of regression 905.6828 Sum squared resid 14764703 Durbin-Watson stat 1.691983 Equation: D(INFLASI) = C(10)*D(KURS(-1)) + C(11)*D(KURS(2)) + C(12) *D(INFLASI(-1)) + C(13)*D(INFLASI(-2)) + C(14)*D(INTEREST(-1)) + C(15)*D(INTEREST(-2)) + C(16)*D(EKSPOR(-1)) + C(17)*D(EKSPOR( -2)) + C(18) Observations: 27 R-squared 0.600281 Mean dependent var -0.016667 Adjusted Rsquared 0.422629 S.D. dependent var 20.28570 S.E. of regression 15.41408 Sum squared resid 4276.691 Durbin-Watson stat 2.320342 Equation: D(INTEREST) = C(19)*D(KURS(-1)) + C(20)*D(KURS(-2)) + C(21)*D(INFLASI(-1)) + C(22)*D(INFLASI(-2)) + C(23)*D(INTEREST( -1)) + C(24)*D(INTEREST(-2)) + C(25)*D(EKSPOR(-1)) + C(26) *D(EKSPOR(-2)) + C(27) Observations: 27 R-squared 0.580907 Mean dependent var -0.305556 Adjusted R-0.394643 S.D. dependent var 7.059964
squared S.E. of regression 5.492983 Durbin-Watson stat 2.286694
Sum squared resid
543.1115
Equation: D(EKSPOR) = C(28)*D(KURS(-1)) + C(29)*D(KURS(2)) + C(30) *D(INFLASI(-1)) + C(31)*D(INFLASI(-2)) + C(32)*D(INTEREST(-1)) + C(33)*D(INTEREST(-2)) + C(34)*D(EKSPOR(-1)) + C(35)*D(EKSPOR( -2)) + C(36) Observations: 27 R-squared 0.377283 Mean dependent var 6212.844 Adjusted Rsquared 0.100519 S.D. dependent var 13932.88 S.E. of regression 13214.07 Sum squared resid 3.14E+09 Durbin-Watson stat 1.837094
4. Uji Kausalitas Granger Tabel 5.1 hasil uji kausalitas granger
Pairwise Granger Causality Tests Date: 12/02/15 Time: 22:53 Sample: 1984 2013 Lags: 2 Null Hypothesis:
Obs
F-Statistic Prob.
INFLASI does not Granger Cause KURS KURS does not Granger Cause INFLASI
28
6.35777 0.0063 4.80167 0.0181
INTEREST does not Granger Cause KURS KURS does not Granger Cause INTEREST
28
4.06843 0.0307 4.67344 0.0198
EKSPOR does not Granger Cause KURS KURS does not Granger Cause EKSPOR
28
1.22681 0.3117 4.43748 0.0235
INTEREST does not Granger Cause INFLASI 28 INFLASI does not Granger Cause INTEREST
3.25350 0.0570 7.27701 0.0036
EKSPOR does not Granger Cause INFLASI INFLASI does not Granger Cause EKSPOR
28
0.22583 0.7996 0.35292 0.7064
EKSPOR does not Granger Cause INTEREST 28 INTEREST does not Granger Cause EKSPOR
2.01596 0.1561 0.95577 0.3993
Interpretasi :
Variabel INFLASI secara statistik signifikan mempengaruhi variabel KURS (0,006) sehingga kita menolak hipotesis nol. Begitupun dengan variabel KURS secara statistik signifikan mempengaruhi variabel INFLASI (0,01) sehingga hipotesis nol ditolak. Dengan demikian disimpulkan bahwa terjadi kausalitas searah antara variabel INFLASI dengan variabel KURS yaitu sama – sama secara signifikan mempengaruhi. Variabel INTEREST secara signifikan mempengaruhi variabel KURS (0,03) sehingga kita menolak hipotesis nol. Begitupun dengan variabel KURS secara signifikan mempengaruhi variabel INTEREST (0,01) sehingga hipotesis nol ditolak. Dengan demikian disimpulkan bahwa terjadi kausalitas searah antara variabel INTERST dan KURS yaitu sama-sama secara signifikan mempengaruhi. Variabel EKSPOR secara statistik tidak signifikan mempengaruhi variabel KURS sehingga hipotesis nol diterima sedangkan variabel KURS secara signifikan mempengaruhi variabel EKSPOR (0,02) sehingga hipotesis nol ditolak. Dengan demikian disimpulkan bahwa terjadi kausalitas searah antara variabel EKSPOR dan KURS yaitu variabel KURS yang secara statistik signifikan mempengaruhi EKSPOR dan tidak berlaku sebaliknya. Variabel INTERST secara statistik tidak signifikan mempengaruhi variabel INFLASI sehingga hipotesis nol diterima sedangkan variabel INFLASI secara statistik signifikan mempengaruhi variabel INTERST (0,03) sehingga hipotesis nol ditolak. Dengan demikian disimpulkan bahwa terjadi kausalitas searah antara variabel INTEREST dan INFLASI yaitu variabel INFLASI yang secara statistik signifikan mempengaruhi INTEREST dan tidak berlaku sebaliknya. Variabel EKSPOR secara statistik tidak signifikan mempengaruhi variabel INFLASI begitu pula sebaliknya variabel INFLASI secara statistik tidak signifikan mempengaruhi variabel INFLASI yang dibuktikan dengan prob masing-masing lebih besar dari 0,05 yaitu 0,79 dan 0,70 sehingga hipotesis nol diterima. Dan disimpulkan bahwa tidak terjadi kausalitas diantara kedua variabel EKSPOR dan INFLASI.
5. Regresi dengan model VAR Tabel 5.2 hasil uji VAR
Dependent Variable: D(KURS) Method: Least Squares Date: 12/09/15 Time: 13:34 Sample (adjusted): 1987 2013 Included observations: 27 after adjustments Variable
Coefficient Std. Error
t-Statistic
Prob.
C D(KURS(-1)) D(KURS(-2)) D(INFLASI(-1)) D(EKSPOR(-1))
505.9607 0.649695 -0.512084 -60.74899 -0.026667
2.117812 2.767860 -2.618741 -4.296840 -1.661410
0.0457 0.0112 0.0157 0.0003 0.1108
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.481322 0.387017 980.8265 21164454 -221.5333 5.103876 0.004601
238.9072 0.234728 0.195546 14.13806 0.016051
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
390.6667 1252.760 16.78024 17.02021 16.85160 1.196332
Representasi : Dari data diatas dapat dilihat bahwa berdasarkan hasil regresi didapat hasil bawa pada variabel kurs dan inflasi signifikan yaitu kurang dari 0,05.
6. Fungsi Impulse Response VAR Tabel 5.3 hasil impulse response VAR Response to Cholesky One S.D. Innov ations Response of D(INFLASI) to D(INFLASI)
Response of D(INFLASI) to D(KURS)
Response of D(INFLASI) to D(INT EREST )
Response of D(INFLASI) to D(EKSPOR)
20
20
20
20
10
10
10
10
0
0
0
0
-10
-10
-10
-10
-20
-20 1
2
3
4
5
6
7
8
9
-20 1
10
Response of D(KURS) to D(INFLASI)
2
3
4
5
6
7
8
9
-20 1
10
Response of D(KURS) to D(KURS)
2
3
4
5
6
7
8
9
1
10
Response of D(KURS) to D(INT EREST )
1,200
1,200
1,200
800
800
800
800
400
400
400
400
0
0
0
0
-400
-400
-400
-400
-800 1
2
3
4
5
6
7
8
9
-800 1
10
Response of D(INT EREST ) to D(INFLASI)
2
3
4
5
6
7
8
9
Response of D(INT EREST ) to D(KURS)
2
3
4
5
6
7
8
9
1
10
Response of D(INT EREST ) to D(INT EREST )
6
6
6
4
4
4
4
2
2
2
2
0
0
0
0
-2
-2
-2
-2
-4
-6
-4
-6 1
2
3
4
5
6
7
8
9
Response of D(EKSPOR) to D(INFLASI)
2
3
4
5
6
7
8
9
Response of D(EKSPOR) to D(KURS)
2
3
4
5
6
7
8
9
1
10
Response of D(EKSPOR) to D(INT EREST )
15,000
15,000
15,000
10,000
10,000
10,000
10,000
5,000
5,000
5,000
5,000
0
0
0
0
-5,000
-5,000
-5,000
-5,000
-10,000 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
-10,000 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
8
9
10
2
3
4
5
6
7
8
9
10
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Response of D(EKSPOR) to D(EKSPOR)
15,000
-10,000
7
-6 1
10
6
-4
-6 1
10
5
Response of D(INT EREST ) to D(EKSPOR)
6
-4
4
-800 1
10
3
Response of D(KURS) to D(EKSPOR)
1,200
-800
2
-10,000 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
7. Variance Decompotion Tabel 5.4 hasil variance decompotion kurs Variance Decomposition of D(KURS): Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
S.E.
D(KURS) D(INFLASI) D(INTEREST) D(EKSPOR)
905.6828 1361.510 1413.901 1483.741 1531.292 1562.366 1567.070 1599.644 1610.148 1612.263
100.0000 47.14793 43.79929 39.81551 42.40143 42.93275 43.09467 42.48347 42.73982 42.79019
0.000000 41.31377 44.37949 43.81165 41.14588 41.04423 40.88617 41.26910 40.86372 40.77256
0.000000 0.006430 1.019319 3.866912 4.515935 4.479810 4.525339 4.681996 4.814492 4.875450
0.000000 11.53187 10.80191 12.50592 11.93676 11.54321 11.49383 11.56543 11.58197 11.56180
Tabel 5.5 hasil variance decompotion inflasi Variance Decomposition of D(INFLASI): Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
S.E. 15.41408 21.76895 23.65584 24.15369 24.43940 24.52849 24.61661 24.69532 24.70469 24.74617
D(KURS) 19.89602 10.32421 12.31445 11.83232 11.64817 11.58898 12.20647 12.29377 12.31526 12.31642
D(INFLASI)
D(INTEREST)
D(EKSPOR)
80.10398 76.53686 71.29147 70.87703 71.11279 70.60395 70.09958 70.08144 70.07239 70.01688
0.000000 8.583502 11.17852 11.36132 11.28013 11.78745 11.71602 11.64608 11.63780 11.65302
0.000000 4.555431 5.215558 5.929338 5.958919 6.019624 5.977928 5.978719 5.974555 6.013683
Tabel 5.6 hasil variance decompotion suku bunga Variance Decomposition of D(INTEREST): Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
S.E. 5.492983 7.283744 8.042881 8.323150 8.500830 8.549570 8.594883 8.629519 8.639059 8.661518
D(KURS) 35.22658 21.03682 24.33447 22.88132 21.94814 21.72523 22.51330 22.48350 22.55299 22.50293
D(INFLASI)
D(INTEREST)
D(EKSPOR)
39.57855 56.07194 52.65008 53.41756 54.87794 54.25534 53.71438 53.87414 53.85331 53.86662
25.19487 18.94898 19.16680 18.45629 17.86857 18.54410 18.35416 18.23521 18.19582 18.17092
0.000000 3.942268 3.848653 5.244838 5.305343 5.475324 5.418160 5.407157 5.397890 5.459526
Tabel 5.6 hasil variance decompotion ekspor Variance Decomposition of D(EKSPOR): Period
S.E.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
D(KURS)
13214.07 14843.18 15993.75 16225.47 16825.15 17051.81 17152.28 17227.86 17453.88 17492.57
D(INFLASI)
D(INTEREST)
D(EKSPOR)
1.181963 3.905440 10.49696 12.27825 14.67757 14.30420 14.30379 14.25283 15.05830 15.04605
1.630026 1.454115 4.244366 4.193637 6.216628 6.328187 6.554916 6.626330 6.565007 6.583465
90.62968 71.84968 62.23722 60.47227 57.05006 55.70984 55.05970 54.63765 53.53158 53.35376
6.558329 22.79076 23.02144 23.05584 22.05575 23.65777 24.08159 24.48318 24.84511 25.01673
Cholesky Ordering: D(KURS) D(INFLASI) D(INTEREST) D(EKSPOR)
tabel 5.8 hasil variance decompotion Response to Cholesky One S.D. Innov ations Response of D(INFLASI) to D(INFLASI)
Response of D(INFLASI) to D(KURS)
Response of D(INFLASI) to D(INT EREST )
Response of D(INFLASI) to D(EKSPOR)
20
20
20
20
10
10
10
10
0
0
0
0
-10
-10
-10
-10
-20
-20 1
2
3
4
5
6
7
8
9
-20 1
10
Response of D(KURS) to D(INFLASI)
2
3
4
5
6
7
8
9
-20 1
10
Response of D(KURS) to D(KURS)
2
3
4
5
6
7
8
9
1
10
Response of D(KURS) to D(INT EREST )
1,200
1,200
1,200
1,200
800
800
800
800
400
400
400
400
0
0
0
0
-400
-400
-400
-400
-800
-800 1
2
3
4
5
6
7
8
9
-800 1
10
Response of D(INT EREST ) to D(INFLASI)
2
3
4
5
6
7
8
9
Response of D(INT EREST ) to D(KURS)
2
3
4
5
6
7
8
9
1
10
Response of D(INT EREST ) to D(INT EREST )
6
6
6
4
4
4
4
2
2
2
2
0
0
0
0
-2
-2
-2
-2
-4
-6
-4
-6 1
2
3
4
5
6
7
8
9
Response of D(EKSPOR) to D(INFLASI)
2
3
4
5
6
7
8
9
Response of D(EKSPOR) to D(KURS)
2
3
4
5
6
7
8
9
1
10
Response of D(EKSPOR) to D(INT EREST )
15,000
15,000
15,000
10,000
10,000
10,000
10,000
5,000
5,000
5,000
5,000
0
0
0
0
-5,000
-5,000
-5,000
-5,000
-10,000 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
-10,000 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
7
8
9
10
2
3
4
5
6
7
8
9
10
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Response of D(EKSPOR) to D(EKSPOR)
15,000
-10,000
6
-6 1
10
5
-4
-6 1
10
4
Response of D(INT EREST ) to D(EKSPOR)
6
-4
3
-800 1
10
2
Response of D(KURS) to D(EKSPOR)
-10,000 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Analisis VAR merupakan alat analisis yang cukup baik dalam hal forecasting. Apabila dua variabel diduga mempunyai hubungan timbal balik, maka dalam pembuatan perkiraan untuk variabel pertama harus mempertimbangkan perilaku variabel kedua, dan sebaliknya. Berdasarkan hasil penelitian analisis VAR mengenai analisis faktorfaktor yang mempengaruhi nilai tukar (KURS) di Indonesia tahun 1984-2013 dengan variabel kurs, inflasi, suku bunga dan ekspor maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : a. Variabel inflasi mempunyai pengaruh positif terhadap variabel kurs. Hal ini tidak sesuai dengan teori karena jika didalam teori hubungan antara inflasi dengan kurs adalah negatif atau tidak signifikan. b. Variabel tingkat suku bunga memliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel kurs. Hal ini sesuai dengan teori karena hubungan antara tingkat bunga dengan kurs adalah positif. c. Variabel ekspor mempunyai pengaruh negatif atau tidak signifikan terhadap kurs. Hal ini tidak sesuai dengan teori karena didalam teori dijelaskan bahwa hubungan antara ekspor dengan kurs adalah positif
DAFTAR PUSTAKA Agus Tri Basuki dan Nano Prawoto, 2016, Analisis Regresi dalam Penelitian ekonomi dan Bisnis (dilengkapi Aplikasi SPSS dan Eviews), Cetakan pertama, edisi pertama, PT Rajawali Pers, Jakarta Agus Tri Basuki dan Imamudin Yuliadi, 2015, Ekonometrika Teori dan Aplikasi, Mitra Pustaka Nurani Triyono, 2008, Analisis Perubahan Kurs Rupiah Terhadap Dollar Amerika, Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol 9 No. 2 Desember 2008, hal 156-167, Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Surakarta http://puslit.petra.ac.id/journals/accounting/ Yeniwati, Analisis perubahan kurs rupiah terhadap dollar Amerika, Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Padang Dede Misbahudin, Analisis Faktor yang Mempengaruhi Kurs rupiah sebelum dan sesudah diterapkannya free floating exchange rate, Fakultas Ekonomi dan ilmu sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta https://bps.go.id https://bi.go.id
LAMPIRAN Lampiran 1 Data kurs, inflasi, suku bunga dan ekspor
TAHUN KURS 1984 1074,25 1985 1125,25 1986 1641,00 1987 1650,00 1988 1729,00 1989 1795,48 1990 1901,00 1991 1992,00 1992 2062,00 1993 2110,00 1994 2200,00 1995 2308,00 1996 2383,00 1997 4650,00 1998 8528,00 1999 7100,00 2000 9595,00 2001 10400,00 2002 8940,00 2003 8465,00 2004 9290,00 2005 9830,00 2006 9020,00 2007 9419,00 2008 10950,00 2009 9400,00 2010 8991,00 2011 9068,00 2012 9670,00 2013 12189,00
SUKU INFLASI BUNGA EKSPOR 8,76 18,5 21887,80 4,31 14 18586,70 8,83 14 14805,00 8,9 13,77 17135,60 5,47 15,5 19218,50 5,97 14,5 22158,90 9,53 18,75 25675,30 9,52 18,5 29142,40 4,94 13,5 33967,00 9,77 8,25 36823,00 9,24 11,75 40053,40 8,64 13,5 45418,00 6,47 12,75 49814,80 11,05 20 53443,60 77,63 38,44 48847,60 2,01 12,51 48665,40 9,35 14,53 62124,00 12,55 17,62 56320,90 10,03 10,02 57158,80 5,06 8,31 61058,20 6,4 7,43 71584,60 17,11 12,75 85660,00 6,6 9,75 100789,00 6,59 8 114100,90 11,06 10,83 137020,40 2,78 6,46 116510,00 6,79 6,5 157779,10 3,79 6 203496,60 4,3 5,75 190020,30 8,38 5,75 182551,80
Lampiran 2 Null Hypothesis: D(KURS) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-5.106479 -3.689194 -2.971853 -2.625121
0.0003
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Lampiran 3 Null Hypothesis: D(INFLASI) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-6.565958 -3.699871 -2.976263 -2.627420
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Lampiran 4 Null Hypothesis: D(INTEREST) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic
Prob.*
-6.045050 -3.699871 -2.976263 -2.627420
0.0000
Lampiran 5 Null Hypothesis: D(EKSPOR) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-4.723055 -3.699871 -2.976263 -2.627420
0.0008
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Lampiran 6 VAR Lag Order Selection Criteria Endogenous variables: D(KURS) D(INFLASI) D(INTEREST) D(EKSPOR) Exogenous variables: C Date: 12/02/15 Time: 22:29 Sample: 1984 2013 Included observations: 25 Lag
LogL
LR
FPE
AIC
SC
HQ
0 1 2 3 4
-651.6902 -637.1788 -621.2020 -601.0921 -565.1503
NA* 23.21826 20.45033 19.30547 23.00278
7.10e+17 8.17e+17 9.17e+17 9.05e+17 3.86e+17*
52.45522 52.57430 52.57616 52.24737 50.65202*
52.65024* 53.54941 54.33134 54.78263 53.96736
52.50931 52.84476 53.06297 52.95054 51.57156*
* indicates lag order selected by the criterion LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level) FPE: Final prediction error AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion
Lampiran 7 Date: 12/02/15 Time: 22:35 Sample (adjusted): 1987 2013 Included observations: 27 after adjustments Trend assumption: Linear deterministic trend Series: D(KURS) D(INFLASI) D(INTEREST) D(EKSPOR) Lags interval (in first differences): 1 to 1 Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized No. of CE(s) Eigenvalue
Trace Statistic
0.05 Critical Value Prob.**
None * At most 1 * At most 2 * At most 3 *
85.01042 49.28561 29.70464 12.84356
47.85613 29.79707 15.49471 3.841466
0.733702 0.515782 0.464463 0.378542
0.0000 0.0001 0.0002 0.0003
Trace test indicates 4 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue) Hypothesized No. of CE(s) Eigenvalue
Max-Eigen Statistic
0.05 Critical Value Prob.**
None * At most 1 At most 2 * At most 3 *
35.72481 19.58096 16.86108 12.84356
27.58434 21.13162 14.26460 3.841466
0.733702 0.515782 0.464463 0.378542
0.0036 0.0812 0.0190 0.0003
Max-eigenvalue test indicates 1 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values Lampiran 8 Vector Autoregression Estimates Date: 12/02/15 Time: 22:42 Sample (adjusted): 1987 2013 Included observations: 27 after adjustments Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] D(KURS)
D(INTERES D(INFLASI) T) D(EKSPOR)
D(KURS(-1))
0.935326 (0.26590) [ 3.51754]
0.003933 (0.00453) [ 0.86901]
0.001192 (0.00161) [ 0.73943]
-8.747901 (3.87958) [-2.25486]
D(KURS(-2))
-1.097005
-0.010036
-0.003816
0.666810
(0.29788) [-3.68277]
(0.00507) [-1.97968]
(0.00181) [-2.11212]
(4.34606) [ 0.15343]
D(INFLASI(-1))
-62.62009 (24.1416) [-2.59387]
-1.512965 (0.41087) [-3.68232]
-0.442453 (0.14642) [-3.02183]
130.1940 (352.230) [ 0.36963]
D(INFLASI(-2))
-1.584426 (27.3683) [-0.05789]
-0.220641 (0.46579) [-0.47369]
-0.072498 (0.16599) [-0.43676]
-190.3792 (399.309) [-0.47677]
D(INTEREST(-1))
-18.52918 (71.4749) [-0.25924]
2.087163 (1.21645) [ 1.71578]
0.497469 (0.43350) [ 1.14757]
227.6452 (1042.83) [ 0.21830]
D(INTEREST(-2))
116.2601 (73.2724) [ 1.58668]
0.714061 (1.24705) [ 0.57260]
0.199478 (0.44440) [ 0.44887]
406.0496 (1069.06) [ 0.37982]
D(EKSPOR(-1))
-0.036754 (0.01555) [-2.36340]
-0.000369 (0.00026) [-1.39549]
-0.000115 (9.4E-05) [-1.21889]
0.017636 (0.22689) [ 0.07773]
D(EKSPOR(-2))
0.013474 (0.01359) [ 0.99142]
5.13E-05 (0.00023) [ 0.22189]
-1.02E-05 (8.2E-05) [-0.12391]
-0.323131 (0.19829) [-1.62963]
C
610.0290 (257.200) [ 2.37181]
4.637179 (4.37737) [ 1.05935]
1.476261 (1.55992) [ 0.94637]
11067.93 (3752.60) [ 2.94940]
R-squared Adj. R-squared Sum sq. resids S.E. equation F-statistic Log likelihood Akaike AIC Schwarz SC Mean dependent S.D. dependent
0.638161 0.477343 14764703 905.6828 3.968231 -216.6722 16.71646 17.14840 390.6667 1252.760
0.600281 0.422629 4276.691 15.41408 3.378958 -106.6902 8.569642 9.001587 -0.016667 20.28570
0.580907 0.394643 543.1115 5.492983 3.118733 -78.83129 6.506021 6.937967 -0.305556 7.059964
0.377283 0.100519 3.14E+09 13214.07 1.363196 -289.0416 22.07715 22.50910 6212.844 13932.88
Determinant resid covariance (dof adj.) Determinant resid covariance Log likelihood Akaike information criterion Schwarz criterion
1.88E+17 3.71E+16 -668.3019 52.17051 53.89829
Lampiran 9 System: UNTITLED Estimation Method: Least Squares Date: 12/02/15 Time: 22:45 Sample: 1987 2013 Included observations: 27 Total system (balanced) observations 108
C(1) C(2) C(3) C(4) C(5) C(6) C(7) C(8) C(9) C(10) C(11) C(12) C(13) C(14) C(15) C(16) C(17) C(18) C(19) C(20) C(21) C(22) C(23) C(24) C(25) C(26) C(27) C(28) C(29) C(30) C(31) C(32) C(33) C(34) C(35) C(36)
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
0.935326 -1.097005 -62.62009 -1.584426 -18.52918 116.2601 -0.036754 0.013474 610.0290 0.003933 -0.010036 -1.512965 -0.220641 2.087163 0.714061 -0.000369 5.13E-05 4.637179 0.001192 -0.003816 -0.442453 -0.072498 0.497469 0.199478 -0.000115 -1.02E-05 1.476261 -8.747901 0.666810 130.1940 -190.3792 227.6452 406.0496 0.017636 -0.323131 11067.93
0.265903 0.297875 24.14156 27.36833 71.47489 73.27244 0.015551 0.013590 257.2002 0.004525 0.005070 0.410872 0.465790 1.216452 1.247045 0.000265 0.000231 4.377366 0.001613 0.001807 0.146419 0.165989 0.433497 0.444399 9.43E-05 8.24E-05 1.559924 3.879576 4.346056 352.2296 399.3088 1042.831 1069.058 0.226893 0.198285 3752.597
3.517543 -3.682765 -2.593872 -0.057893 -0.259240 1.586683 -2.363404 0.991420 2.371806 0.869013 -1.979684 -3.682324 -0.473692 1.715779 0.572602 -1.395494 0.221889 1.059354 0.739435 -2.112116 -3.021828 -0.436760 1.147573 0.448873 -1.218885 -0.123910 0.946368 -2.254860 0.153429 0.369628 -0.476772 0.218295 0.379820 0.077726 -1.629626 2.949405
0.0008 0.0004 0.0115 0.9540 0.7962 0.1170 0.0208 0.3248 0.0204 0.3877 0.0516 0.0004 0.6372 0.0905 0.5687 0.1672 0.8250 0.2930 0.4620 0.0381 0.0035 0.6636 0.2549 0.6549 0.2269 0.9017 0.3471 0.0272 0.8785 0.7127 0.6350 0.8278 0.7052 0.9383 0.1075 0.0043
Determinant residual covariance
3.71E+16
Equation: D(KURS) = C(1)*D(KURS(-1)) + C(2)*D(KURS(-2)) + C(3) *D(INFLASI(-1)) + C(4)*D(INFLASI(-2)) + C(5)*D(INTEREST(-1)) + C(6) *D(INTEREST(-2)) + C(7)*D(EKSPOR(-1)) + C(8)*D(EKSPOR(-2)) + C(9) Observations: 27 R-squared 0.638161 Mean dependent var 390.6667 Adjusted R-squared 0.477343 S.D. dependent var 1252.760 S.E. of regression 905.6828 Sum squared resid 14764703 Durbin-Watson stat 1.691983 Equation: D(INFLASI) = C(10)*D(KURS(-1)) + C(11)*D(KURS(-2)) + C(12) *D(INFLASI(-1)) + C(13)*D(INFLASI(-2)) + C(14)*D(INTEREST(-1)) + C(15)*D(INTEREST(-2)) + C(16)*D(EKSPOR(-1)) + C(17)*D(EKSPOR( -2)) + C(18) Observations: 27 R-squared 0.600281 Mean dependent var -0.016667 Adjusted R-squared 0.422629 S.D. dependent var 20.28570 S.E. of regression 15.41408 Sum squared resid 4276.691 Durbin-Watson stat 2.320342 Equation: D(INTEREST) = C(19)*D(KURS(-1)) + C(20)*D(KURS(-2)) + C(21)*D(INFLASI(-1)) + C(22)*D(INFLASI(-2)) + C(23)*D(INTEREST( -1)) + C(24)*D(INTEREST(-2)) + C(25)*D(EKSPOR(-1)) + C(26) *D(EKSPOR(-2)) + C(27) Observations: 27 R-squared 0.580907 Mean dependent var -0.305556 Adjusted R-squared 0.394643 S.D. dependent var 7.059964 S.E. of regression 5.492983 Sum squared resid 543.1115 Durbin-Watson stat 2.286694 Equation: D(EKSPOR) = C(28)*D(KURS(-1)) + C(29)*D(KURS(-2)) + C(30) *D(INFLASI(-1)) + C(31)*D(INFLASI(-2)) + C(32)*D(INTEREST(-1)) + C(33)*D(INTEREST(-2)) + C(34)*D(EKSPOR(-1)) + C(35)*D(EKSPOR( -2)) + C(36) Observations: 27 R-squared 0.377283 Mean dependent var 6212.844 Adjusted R-squared 0.100519 S.D. dependent var 13932.88 S.E. of regression 13214.07 Sum squared resid 3.14E+09 Durbin-Watson stat 1.837094
Lampiran 10 Pairwise Granger Causality Tests Date: 12/02/15 Time: 22:53 Sample: 1984 2013 Lags: 2 Null Hypothesis:
Obs
F-Statistic Prob.
INFLASI does not Granger Cause KURS KURS does not Granger Cause INFLASI
28
6.35777 0.0063 4.80167 0.0181
INTEREST does not Granger Cause KURS KURS does not Granger Cause INTEREST
28
4.06843 0.0307 4.67344 0.0198
EKSPOR does not Granger Cause KURS KURS does not Granger Cause EKSPOR
28
1.22681 0.3117 4.43748 0.0235
INTEREST does not Granger Cause INFLASI 28 INFLASI does not Granger Cause INTEREST
3.25350 0.0570 7.27701 0.0036
EKSPOR does not Granger Cause INFLASI INFLASI does not Granger Cause EKSPOR
28
0.22583 0.7996 0.35292 0.7064
EKSPOR does not Granger Cause INTEREST 28 INTEREST does not Granger Cause EKSPOR
2.01596 0.1561 0.95577 0.3993
Lampiran 11 Dependent Variable: D(KURS) Method: Least Squares Date: 12/09/15 Time: 13:34 Sample (adjusted): 1987 2013 Included observations: 27 after adjustments Variable
Coefficient Std. Error
t-Statistic
Prob.
C D(KURS(-1)) D(KURS(-2)) D(INFLASI(-1)) D(EKSPOR(-1))
505.9607 0.649695 -0.512084 -60.74899 -0.026667
2.117812 2.767860 -2.618741 -4.296840 -1.661410
0.0457 0.0112 0.0157 0.0003 0.1108
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.481322 0.387017 980.8265 21164454 -221.5333 5.103876 0.004601
238.9072 0.234728 0.195546 14.13806 0.016051
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
390.6667 1252.760 16.78024 17.02021 16.85160 1.196332
Lampiran 12 Response to Cholesky One S.D. Innov ations Response of D(INFLASI) to D(INFLASI)
Response of D(INFLASI) to D(KURS)
Response of D(INFLASI) to D(INT EREST )
Response of D(INFLASI) to D(EKSPOR)
20
20
20
20
10
10
10
10
0
0
0
0
-10
-10
-10
-10
-20
-20 1
2
3
4
5
6
7
8
9
-20 1
10
2
Response of D(KURS) to D(INFLASI)
3
4
5
6
7
8
9
-20 1
10
Response of D(KURS) to D(KURS)
2
3
4
5
6
7
8
9
1
10
Response of D(KURS) to D(INT EREST )
1,200
1,200
1,200
1,200
800
800
800
800
400
400
400
400
0
0
0
0
-400
-400
-400
-400
-800
-800 1
2
3
4
5
6
7
8
9
-800 1
10
Response of D(INT EREST ) to D(INFLASI)
2
3
4
5
6
7
8
9
Response of D(INT EREST ) to D(KURS)
2
3
4
5
6
7
8
9
1
10
Response of D(INT EREST ) to D(INT EREST )
6
6
6
4
4
4
4
2
2
2
2
0
0
0
0
-2
-2
-2
-2
-4
-6
-4
-6 1
2
3
4
5
6
7
8
9
Response of D(EKSPOR) to D(INFLASI)
2
3
4
5
6
7
8
9
Response of D(EKSPOR) to D(KURS)
2
3
4
5
6
7
8
9
1
10
Response of D(EKSPOR) to D(INT EREST )
15,000
15,000
15,000
10,000
10,000
10,000
10,000
5,000
5,000
5,000
5,000
0
0
0
0
-5,000
-5,000
-5,000
-5,000
-10,000 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
-10,000 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
7
8
9
2
3
4
5
6
7
8
9
2
3
4
5
6
7
8
9
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Variance Decomposition of D(KURS):
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
S.E.
D(KURS) D(INFLASI) D(INTEREST) D(EKSPOR)
905.6828 1361.510 1413.901 1483.741 1531.292 1562.366 1567.070 1599.644 1610.148 1612.263
100.0000 47.14793 43.79929 39.81551 42.40143 42.93275 43.09467 42.48347 42.73982 42.79019
10
10
-10,000 1
Lampiran 13
Period
10
Response of D(EKSPOR) to D(EKSPOR)
15,000
-10,000
6
-6 1
10
5
-4
-6 1
10
4
Response of D(INT EREST ) to D(EKSPOR)
6
-4
3
-800 1
10
2
Response of D(KURS) to D(EKSPOR)
0.000000 41.31377 44.37949 43.81165 41.14588 41.04423 40.88617 41.26910 40.86372 40.77256
0.000000 0.006430 1.019319 3.866912 4.515935 4.479810 4.525339 4.681996 4.814492 4.875450
0.000000 11.53187 10.80191 12.50592 11.93676 11.54321 11.49383 11.56543 11.58197 11.56180
10
Lampiran 14 Variance Decomposition of D(INFLASI): Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
S.E.
D(KURS)
15.41408 21.76895 23.65584 24.15369 24.43940 24.52849 24.61661 24.69532 24.70469 24.74617
19.89602 10.32421 12.31445 11.83232 11.64817 11.58898 12.20647 12.29377 12.31526 12.31642
D(INFLASI)
D(INTEREST)
D(EKSPOR)
80.10398 76.53686 71.29147 70.87703 71.11279 70.60395 70.09958 70.08144 70.07239 70.01688
0.000000 8.583502 11.17852 11.36132 11.28013 11.78745 11.71602 11.64608 11.63780 11.65302
0.000000 4.555431 5.215558 5.929338 5.958919 6.019624 5.977928 5.978719 5.974555 6.013683
Lampiran 15 Variance Decomposition of D(INTEREST): Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
S.E.
D(KURS)
5.492983 7.283744 8.042881 8.323150 8.500830 8.549570 8.594883 8.629519 8.639059 8.661518
35.22658 21.03682 24.33447 22.88132 21.94814 21.72523 22.51330 22.48350 22.55299 22.50293
D(INFLASI)
D(INTEREST)
D(EKSPOR)
39.57855 56.07194 52.65008 53.41756 54.87794 54.25534 53.71438 53.87414 53.85331 53.86662
25.19487 18.94898 19.16680 18.45629 17.86857 18.54410 18.35416 18.23521 18.19582 18.17092
0.000000 3.942268 3.848653 5.244838 5.305343 5.475324 5.418160 5.407157 5.397890 5.459526
Lampiran 16 Variance Decomposition of D(EKSPOR): Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
S.E. 13214.07 14843.18 15993.75 16225.47 16825.15 17051.81 17152.28 17227.86 17453.88 17492.57
D(KURS) 6.558329 22.79076 23.02144 23.05584 22.05575 23.65777 24.08159 24.48318 24.84511 25.01673
D(INFLASI)
D(INTEREST)
D(EKSPOR)
1.181963 3.905440 10.49696 12.27825 14.67757 14.30420 14.30379 14.25283 15.05830 15.04605
1.630026 1.454115 4.244366 4.193637 6.216628 6.328187 6.554916 6.626330 6.565007 6.583465
90.62968 71.84968 62.23722 60.47227 57.05006 55.70984 55.05970 54.63765 53.53158 53.35376
Lampiran 17 Variance Decomposition Percent D(INFLASI) variance due to D(INFLASI)
Percent D(INFLASI) variance due to D(KURS)
Percent D(INFLASI) variance due to D(INTEREST)
Percent D(INFLASI) variance due to D(EKSPOR)
100
100
100
100
80
80
80
80
60
60
60
60
40
40
40
40
20
20
20
20
0
0
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
Percent D(KURS) variance due to D(INFLASI)
2
3
4
5
6
7
8
9
10
0 1
Percent D(KURS) variance due to D(KURS)
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
Percent D(KURS) variance due to D(INT EREST)
100
100
100
80
80
80
80
60
60
60
60
40
40
40
40
20
20
20
0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Percent D(INTEREST ) variance due to D(INFLASI)
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Percent D(INT EREST ) variance due to D(KURS)
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Percent D(INTEREST ) variance due to D(INT EREST)
1
80
80
60
60
60
60
40
40
40
40
20
20
20
20
0 2
3
4
5
6
7
8
9
10
0 1
Percent D(EKSPOR) variance due to D(INFLASI)
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Percent D(EKSPOR) variance due to D(KURS)
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Percent D(EKSPOR) variance due to D(INTEREST)
1
100
100
80
80
80
80
60
60
60
60
40
40
40
40
20
20
20
20
0
0
0
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
8
9
10
2
3
4
5
6
7
8
9
10
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Percent D(EKSPOR) variance due to D(EKSPOR)
100
2
7
0 1
100
1
6
Percent D(INT EREST ) variance due to D(EKSPOR)
80
1
5
0 1
80
0
4
20
0 1
3
Percent D(KURS) variance due to D(EKSPOR)
100
0
2
0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10