ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INTRAINDUSTRY TRADE INDEX (IIT) PADA SEKTOR ELEKTRONIK INTRA ASEAN-5
OLEH WINDY DIAN APRILIANDA H14103077
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
i
RINGKASAN
WINDY DIAN APRILIANDA. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Intra-Industry Trade index (IIT) Pada Sektor Elektronik Intra ASEAN-5 (dibimbing oleh RINA OKTAVIANI). Sejak tahun 1992 Indonesia tergabung ke dalam ASEAN Free Trade Area (AFTA). AFTA merupakan wujud kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan perdagangan bebas sehingga dapat meningkatkan perdagangan antarnegara anggota ASEAN, melalui skema Common Effective Preferential Tariffs (CEPT). Lebih lanjut, dalam rangka peningkatan integrasi ekonomi di dalam kawasan ASEAN, pada 29 November 2004, ditetapkan 11 sektor prioritas dalam kerangka Agreement for The Integration of Priority Sectors, diantaranya elektronik dan ICT. Sektor elektronik merupakan salah satu sektor penggerak utama dalam perekonomian ASEAN. Karakteristik perdagangan sektor elektronik di dalam kawasan ASEAN adalah terkonsentrasi di beberapa komoditi. Tingginya konsentrasi tersebut berdampak pada spesialisasi dalam kegiatan produksi. Lebih lanjut, ASEAN-5 mengekspor dan mengimpor komoditi yang sama, ke dan dari negara yang sama. Karakteristik tersebut dikuatkan oleh relatif tingginya derajat integrasi sektor elektronik di masing-masing negara ASEAN-5, sebagaimana ditunjukkan oleh besarnya Intra-Industry Trade index (IIT) pada sektor elektronik di masing-masing negara tersebut. Besarnya IIT menggambarkan besarnya ekspor-impor komoditi dari industri yang sama (intra-industri). Sehingga, semakin besar IIT pada sektor elektronik, semakin tinggi integrasinya. Kemudian, dengan memperhatikan aliran perdagangan ASEAN-5 pada sektor elektronik di dalam kawasan ASEAN, nilai perdagangan di antara negara-negara ASEAN-5 (intra ASEAN-5) adalah yang paling besar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur dan mengidentifikasi perkembangan IIT pada sektor elektronik intra ASEAN-5. Selain itu, akan dianalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi IIT pada sektor elektronik intra ASEAN-5. Dasar pengukuran IIT adalah Grubel-Lloyd index (GL). Sedangkan metode yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi IIT pada sektor elektronik intra ASEAN-5 adalah analisis regresi dengan menggunakan gravity model. Pengujian model tersebut menggunakan metode Generalized Least Squares (GLS). Data yang dikumpulkan untuk penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri dari data nilai perdagangan pada sektor elektronik intra ASEAN-5, GDP, GDP per kapita, dan kurs masing-masing negara ASEAN-5 serta jarak antara ibu kota negara. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data panel, yakni penggabungan data di masing-masing negara ASEAN-5 (Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, dan Thailand) selama periode 2001-2005.
ii
Hasil pengukuran IIT menunjukkan bahwa telah terjadi integrasi yang cukup kuat pada sektor elektronik intra ASEAN-5. Hal ini dapat dilihat pada nilai IIT yang sebagian besar lebih dari 50 atau termasuk ke dalam klasifikasi moderately strong integration. Akan tetapi, kenyataan tersebut tidak bersamaan dengan penguatan integrasi (penambahan nilai IIT) setiap tahunnya. Di samping itu, hasil analisis menunjukkan bahwa peningkatan IIT merupakan implikasi dari peningkatan rata-rata GDP per kapita, penurunan perbedaan fluktuasi GDP, peningkatan perbedaan fluktuasi kurs, penurunan perbedaan fluktuasi GDP per kapita, dan penurunan jarak. Berdasarkan hasil penelitian, beberapa kebijakan yang dapat dilaksanakan oleh ASEAN-5 pada umumnya dan pemerintah Indonesia pada khususnya untuk meningkatkan integrasi sektor elektronik di dalam kawasan ASEAN-5 adalah mengadopsi kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan dalam kerangka Agreement for The Integration of Priority Sectors, meningkatkan daya saing ekspor sektor elektronik, meningkatkan kegiatan research and development pada sektor elektronik, menggalakkan kegiatan promosi produk-produk elektronik yang unik dan berkualitas, dan meningkatkan kerja sama perdagangan pada sektor elektronik antarnegara ASEAN-5 yang jaraknya dekat. Adapun keterbatasan penelitian ini adalah serial waktu yang digunakan hanya 5 tahun sehingga belum cukup untuk dapat menggambarkan perkembangan IIT pada sektor elektronik intra ASEAN-5. Oleh karena itu, penulis dapat mengajukan saran bagi peneliti lain selanjutnya untuk menggunakan periode yang lebih panjang dalam penelitiannya.
iii
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INTRA-INDUSTRY TRADE INDEX (IIT) PADA SEKTOR ELEKTRONIK INTRA ASEAN-5
Oleh WINDY DIAN APRILIANDA H14103077
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
iv
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh Nama Mahasiswa
: Windy Dian Aprilianda
Nomor Registrasi Pokok
: H14103077
Program Studi
: Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi
: Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Intra-Industry Trade Index (IIT) Pada Sektor Elektronik Intra ASEAN-5
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS NIP. 131 846 872
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS NIP. 131 846 872
Tanggal Kelulusan:
v
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Agustus 2007
Windy Dian Aprilianda H14103077
vi
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Windy Dian Aprilianda lahir di Bogor pada tanggal 1 April 1985. Penulis adalah anak kedua dari lima bersaudara, dari pasangan Suherman Wiharja dan Vivi Hasanah. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan, penulis menamatkan sekolah dasar di SD Negeri Bangka 3 Bogor, kemudian melanjutkan ke SMP Negeri 1 Bogor dan lulus pada tahun 2000. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMU Negeri 4 Bogor dan lulus pada tahun 2003. Selanjutnya penulis masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa, penulis turut aktif dalam kegiatan Hipotesa dan menjadi asisten dosen untuk mata kuliah Ekonomi Umum.
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Intra-Industry Trade index (IIT) Pada Sektor Elektronik Intra ASEAN-5”. Perdagangan intra-industri sangat nyata dalam perekonomian modern dewasa ini. Oleh karena itu, penulis tertarik melakukan penelitian dengan topik ini, khususnya pada sektor elektronik di kawasan ASEAN-5. Di samping itu, skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Kedua orang tua penulis. Doa, kesabaran dan dorongan mereka berarti sangat besar bagi penulis. 2. Ibu Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoritis dalam proses penyusunan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. 3. Bapak Dr. Bambang Juanda dan Bapak Syamsul Hidayat Pasaribu yang telah menguji skripsi ini. 4. Para peserta Seminar Hasil Penelitian Skripsi ini yang telah memberikan kritik dan saran yang sangat bermanfaat. 5. Erwin Ramdani. Doa, kehadiran dan dukungannya sangat berarti bagi penulis. 6. Yanti dan Ratih, teman seperjuangan penulis. 7. Sahabat-sahabat terbaik penulis (Maiva, Nadia, Kiki, Eka, Aci, Evi, Yanti, Pritta, dan Lea) yang senantiasa memberikan dukungan. 8. Kak Ade Holis yang telah memberikan bimbingan selama proses pengolahan data skripsi ini. 9. Kak Ary Priaga yang telah memberikan saran-saran yang bermanfaat.
viii
Akhirnya penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.
Bogor, Agustus 2007
Windy Dian Aprilianda H14103077
ix
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR .....................................................................................
vii
DAFTAR TABEL............................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................
xiv
I. PENDAHULUAN .....................................................................................
1
1.1. Latar Belakang ..................................................................................
1
1.2. Permasalahan ....................................................................................
6
1.3. Ruang Lingkup..................................................................................
7
1.4. Tujuan ...............................................................................................
8
1.5. Manfaat .............................................................................................
8
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ....................
10
2.1. Tinjauan Teori...................................................................................
10
2.1.1. Teori Perdagangan Internasional...........................................
10
2.1.2. Teori Heckscher-Ohlin (H-O) ...............................................
11
2.1.3. Teori Kemiripan Negara .......................................................
11
2.1.4. Teori Siklus Produk ..............................................................
12
2.1.5. Teori Economies of Scale......................................................
13
2.1.6. Teori Perdagangan Intra-Industri ..........................................
14
2.1.6.1. Fenomena Perdagangan Intra-Industri di Dunia ....
14
2.1.6.2. Alasan Terjadinya Perdagangan Intra-Industri ......
15
2.1.6.3. Intra-Industry Trade index (IIT) ............................
16
2.1.7. Tarif …..................................................................................
17
2.1.8. Gravity Model .......................................................................
18
2.1.9. Definisi Variabel ...................................................................
19
2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu ..........................................................
19
2.2.1. Tharakan (1995) ....................................................................
19
x
2.2.2. Menon (1996)........................................................................
20
2.2.3. Austria (2004) .......................................................................
20
2.2.4. Thorpe (2005) .......................................................................
21
2.2.5. Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu ...............................
21
2.3. Kerangka Pemikiran..........................................................................
22
III. METODE PENELITIAN...........................................................................
27
3.1. Jenis dan Sumber Data ......................................................................
27
3.2. Pengukuran Intra-Industry Trade index (IIT) ...................................
27
3.3. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Intra-Industry Trade index (IIT) Pada Sektor Elektronik Intra ASEAN-5 .........................
28
3.3.1. Panel Data .............................................................................
28
3.3.2. Pendekatan Efek Tetap (Fixed Effect)...................................
30
3.3.3. Pendekatan Efek Acak (Random Effect) ...............................
31
3.3.4. Hausman Test........................................................................
33
3.3.5. Perumusan Model .................................................................
33
3.3.6. Evaluasi Model......................................................................
35
3.3.6.1. F-Statistic Test........................................................
35
3.3.6.2. t-Statistic Test.........................................................
36
3.3.6.3. R-Squared ..............................................................
36
3.3.6.4. Multikolinieritas.....................................................
37
3.3.6.5. Autokorelasi ...........................................................
37
3.3.6.6. Heteroskedastisitas.................................................
38
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN..................................................................
39
4.1. Pengukuran Intra-Industry Trade index (IIT) ...................................
39
4.2. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Intra-Industry Trade index (IIT) Pada Sektor Elektronik Intra ASEAN-5 .........................
50
4.2.1. Evaluasi Model......................................................................
50
4.2.2. Interpretasi Model .................................................................
53
4.3. Implikasi Kebijakan ..........................................................................
55
V. KESIMPULAN DAN SARAN..................................................................
57
5.1. Kesimpulan …… ..............................................................................
57
xi
5.2. Saran ………….................................................................................
58
DAFTAR PUSTAKA …. ................................................................................
59
LAMPIRAN …....……… ................................................................................
61
xii
DAFTAR TABEL
Nomor 1.1.
Halaman Ekspor ASEAN-5 Pada Sektor Elektronik di Dalam Kawasan ASEAN (juta US$)*.............................................................................
1.2.
5
Impor ASEAN-5 Pada Sektor Elektronik di Dalam Kawasan ASEAN (juta US$)*.............................................................................
5
2.1.
Klasifikasi IIT ......................................................................................
17
4.1.
Hasil Estimasi Pendekatan Efek Tetap (Fixed Effect) .........................
51
xiii
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
2.1.
Kerangka Pemikiran.............................................................................
26
4.1.
Perkembangan IIT Indonesia dengan Negara-Negara ASEAN-5........
42
4.2.
Perkembangan IIT Malaysia dengan Negara-Negara ASEAN-5.........
43
4.3.
Perkembangan IIT Singapura dengan Negara-Negara ASEAN-5 .......
45
4.4.
Perkembangan IIT Filipina dengan Negara-Negara ASEAN-5...........
47
4.5.
Perkembangan IIT Thailand dengan Negara-Negara ASEAN-5 .........
49
4.6.
Residual Unit Cross Section ................................................................
53
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1.
Ringkasan Roadmap Integrasi Untuk Sektor Elektronik ..................... 61
2.
Ekspor ASEAN-5 Pada Sektor Elektronik di Dalam Kawasan ASEAN Tahun 2001 (US$) ................................................................. 62
3.
Ekspor ASEAN-5 Pada Sektor Elektronik di Dalam Kawasan ASEAN Tahun 2002 (US$) ................................................................. 62
4.
Ekspor ASEAN-5 Pada Sektor Elektronik di Dalam Kawasan ASEAN Tahun 2003 (US$) ................................................................. 62
5.
Ekspor ASEAN-5 Pada Sektor Elektronik di Dalam Kawasan ASEAN Tahun 2004 (US$) ................................................................. 63
6.
Ekspor ASEAN-5 Pada Sektor Elektronik di Dalam Kawasan ASEAN Tahun 2005 (US$) ................................................................. 63
7.
Impor ASEAN-5 Pada Sektor Elektronik di Dalam Kawasan ASEAN Tahun 2001 (US$) ................................................................. 63
8.
Impor ASEAN-5 Pada Sektor Elektronik di Dalam Kawasan ASEAN Tahun 2002 (US$) ................................................................. 63
9.
Impor ASEAN-5 Pada Sektor Elektronik di Dalam Kawasan ASEAN Tahun 2003 (US$) ................................................................. 64
10.
Impor ASEAN-5 Pada Sektor Elektronik di Dalam Kawasan ASEAN Tahun 2004 (US$) ................................................................. 64
11.
Impor ASEAN-5 Pada Sektor Elektronik di Dalam Kawasan ASEAN Tahun 2005 (US$) ................................................................. 64
12.
GDP Nominal ASEAN-5 (Juta US$)................................................... 64
13.
GDP Per Kapita Nominal ASEAN-5 (US$) ........................................ 65
14.
Kurs Nominal ASEAN-5 (US$ in national currency)......................... 65
15.
Jarak Antara Ibukota Negara (km)....................................................... 65
16.
Hasil Pengukuran IIT ........................................................................... 66
xv
17.
Hasil Estimasi Pendekatan Efek Tetap (Fixed Effect) ......................... 69
18.
Hasil Estimasi Pendekatan Efek Acak (Random Effect)...................... 70
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Globalisasi ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses di mana semakin banyak negara yang terlibat langsung dalam kegiatan ekonomi global (Tambunan, 2004). Dengan demikian, hubungan suatu negara dengan negara lainnya menjadi semakin terbuka. Hal ini telah meningkatkan hubungan saling ketergantungan ekonomi sekaligus persaingan antarnegara, baik dalam perdagangan, investasi, maupun keuangan. Terdapat beberapa faktor pendorong globalisasi ekonomi, yakni kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, kenaikan pendapatan rata-rata masyarakat dunia, dan peningkatan kepadatan penduduk dunia. Di samping itu, yang merupakan faktor pendorong utama adalah liberalisasi perdagangan dan keuangan dunia (Tambunan, 2004). Liberalisasi perdagangan dunia ditandai dengan semakin cepatnya aliran barang dan jasa antarnegara. Dalam kerangka tersebut, beberapa kawasan telah mencanangkan perdagangan bebas dengan menghapuskan hambatan-hambatan perdagangan, baik hambatan tarif maupun non tariff barriers (NTBs). Dengan demikian, diharapkan setiap negara dapat mengandalkan komoditas yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif untuk meningkatkan perdagangan di dalam kawasan, yang pada akhirnya meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan penduduknya.
2
Oleh karena itu, sebagai suatu negara terbuka, Indonesia berkomitmen untuk turut serta dalam perdagangan bebas di berbagai kawasan. Di dalam kawasan ASEAN, sejak tahun 1992 Indonesia tergabung ke dalam ASEAN Free Trade Area (AFTA). AFTA merupakan wujud kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan perdagangan bebas dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN, dengan menciptakan pasar regional bagi penduduknya dan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia, sehingga dapat menarik investasi dan meningkatkan perdagangan antarnegara anggota ASEAN, melalui skema Common Effective Preferential Tariffs (CEPT) (Deperindag, 2002). CEPT adalah program penurunan tarif secara bertahap hingga menjadi 0-5 persen dan penghapusan NTBs. Namun, tidak semua komoditi yang beredar di dalam kawasan ASEAN dapat memperoleh konsensi CEPT. Komoditi yang dapat memperoleh konsensi CEPT harus mempunyai kandungan lokal ASEAN minimal 40 persen. Di samping itu, dalam skema CEPT, terdapat pembagian program penurunan tarif ke dalam jalur cepat (fast track) dan jalur normal (normal track). Jalur cepat diterapkan pada 15 grup komoditas, diantaranya tekstil, karet, pupuk, elektronik, dan furniture. Untuk komoditi yang sebelumnya memiliki tarif sama dengan atau di bawah 20 persen, akan diturunkan tarifnya hingga menjadi 0-5 persen mulai 1 Januari 1998. Sedangkan, untuk komoditi yang sebelumnya memiliki tarif di atas 20 persen, akan diturunkan tarifnya hingga menjadi 0-5 persen mulai 1 Januari 2000 (Anggraeni, 2004). Pada KTT ASEAN di Hanoi tahun 1998, telah disepakati implementasi penuh AFTA pada 1 Januari 2002,
3
dengan fleksibilitas. Fleksibilitas di sini berarti bahwa, untuk beberapa komoditi yang dirasakan masih belum siap, dapat ditunda pelaksanaannya sampai 1 Januari 2003 bagi negara-negara ASEAN-6, sedangkan bagi Vietnam, Laos, Myanmar, dan Kamboja berturut-turut pada tahun 2006, 2008, 2008, dan 2010 (Deperindag, 2002). Lebih lanjut, dalam rangka peningkatan integrasi ekonomi di dalam kawasan ASEAN, pada ASEAN Bali Concord II bulan November 2003, telah disepakati ASEAN Economic Community (AEC) tahun 2020, sebagai realisasi dari sasaran akhir proses integrasi ekonomi di dalam kawasan ASEAN. Tujuannya adalah untuk menciptakan kestabilan, kemakmuran, dan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN, di mana terdapat kebebasan dalam aliran barang, jasa, investasi, dan kapital antarnegara. Selain itu, AEC juga ditujukan untuk pembangunan ekonomi dan pengurangan angka kemiskinan (Sekretariat ASEAN, 2004). Untuk itu, pada 29 November 2004, ditetapkan 11 sektor prioritas dalam kerangka Agreement for The Integration of Priority Sectors, diantaranya elektronik, ICT, otomotif, tekstil, dan pariwisata. Masing-masing sektor memiliki peta jalan (roadmap) yang ditetapkan dalam ASEAN Sectoral Integration Protocol yang menunjukkan bagaimana proses integrasinya (Sekretariat ASEAN, 2004). Sektor elektronik merupakan salah satu sektor penggerak utama dalam perekonomian ASEAN. Hal ini ditunjukkan oleh besarnya rata-rata ekspor elektronik intra-ASEAN dari total ekspor ekstra-ASEAN selama periode 1997-
4
2001, yakni 8.1 persen per tahun.1 Di samping itu, pangsa pasar ekspor ASEAN dari pasar ekspor dunia selama periode 1997-2001 didominasi oleh sektor elektronik dan ICT, yakni 16-18 persen per tahun (Austria, 2004).2 Karakteristik perdagangan sektor elektronik di dalam kawasan ASEAN adalah terkonsentrasi di beberapa komoditi. Tingginya konsentrasi tersebut berdampak pada spesialisasi dalam kegiatan produksi. Lebih lanjut, ASEAN-5 mengekspor dan mengimpor komoditi yang sama, ke dan dari negara yang sama (Austria, 2004). Karakteristik tersebut dikuatkan oleh relatif tingginya derajat integrasi sektor elektronik di masing-masing negara ASEAN-5, sebagaimana ditunjukkan oleh besarnya Intra-Industry Trade index (IIT) pada sektor elektronik di masingmasing negara tersebut. Besarnya IIT menggambarkan besarnya ekspor impor komoditi dari industri yang sama (intra-industri). Sehingga, semakin besar IIT pada sektor elektronik, semakin tinggi integrasinya.3 Kemudian, dengan memperhatikan aliran perdagangan intra ASEAN-5 pada sektor elektronik di dalam kawasan ASEAN, nilai perdagangan sektor ini adalah yang paling besar. Hal ini sebagaimana yang terlihat pada Tabel 1.1 dan 1.2.
1
Artikel “How Integrated Is The Electronics Sector in ASEAN?”. ASEANONE. November 2004. Ringkasan Roadmap Integrasi Untuk Sektor Elektronik dapat dilihat pada Lampiran 1. 3 Artikel “How Integrated Is The Electronics Sector in ASEAN?”. ASEANONE. November 2004. 2
Tabel 1.1. Ekspor ASEAN-5 Pada Sektor Elektronik di Dalam Kawasan ASEAN (juta US$)* Partner
Indonesia
Reporter
2004
2005
Indonesia
-
-
Malaysia Singapura Filipina Thailand
97.4 639.5 3.5 107.7
108.1 697 1.4 150.1
Malaysia 2004
Singapura
Filipina
Thailand
2005
2004
2005
2004
2005
2004
2005
39.8
50.5
281.7
370.7
29.6
29.7
62.9
81.2
774.3 80.3 379.8
823.2 348.7 546.5
540.6 172.1 486
650.4 74.7 545.9
75.7 192.1 48.5
69.2 176.1 62.3
225.1 310.5 11.3 -
331.6 404.4 10.6 -
Brunei 2004
Laos
Kamboja
2005
2004
2005
0.0065
0.65
0.0067
N/A
9.3 22.7 0.28 0.97
21 24.2 0.41 1.5
0.65 0.23 N/A 29.5
0.73 0.41 0.052 32.4
2004
Myanmar
Vietnam
2005
2004
2005
2004
2005
0.058
0.026
0.085
0.031
9.4
10.2
1.5 22.6 N/A 9.3
2.1 13.2 0.0016 11.7
1.1 13.9 0.0003 8.8
0.85 15.7 0.0001 11.3
34.9 184.1 487.2 60.2
39.1 192.4 94.8 80.1
Sumber: COMTRADE, 2007 * Klasifikasi HS 4 digit
Tabel 1.2. Impor ASEAN-5 Pada Sektor Elektronik di Dalam Kawasan ASEAN (juta US$)* Partner
Indonesia
Malaysia
Singapura
Filipina
Thailand
Brunei
Laos
Kamboja
Myanmar
Vietnam
Reporter
2004
2005
2004
2005
2004
2005
2004
2005
2004
2005
2004
2005
2004
2005
2004
2005
2004
2005
2004
2005
Indonesia Malaysia Singapura Filipina Thailand
35.9 741.5 18.6 80.4
49.5 766.2 9.3 83.9
90 1274 40.2 269.5
96.2 1254.6 37.4 438.6
88.2 329.7 61.1 180.9
117.2 335.6 80.7 199.5
5.8 88.1 276.1 30.3
6.3 82.5 219.7 28.7
95 481.6 636.3 35.1 -
121.7 559.7 690.4 42.2 -
N/A 0.063 0.027 N/A 0.0014
0.0064 0.054 0.026 N/A 0.0087
N/A 0.0099 0.12 N/A 0.0025
N/A 0.0038 N/A N/A 0.0025
N/A 0.059 N/A N/A 0.051
N/A 0.013 0.021 N/A 0.01
N/A 0.002 0.037 N/A 0.006
N/A 0.0082 0.00006 0.004 0.014
1.3 9.4 26.3 0.39 9.3
5.4 12.2 34.3 0.95 17.9
Sumber: COMTRADE, 2007 * Klasifikasi HS 4 digit
5
6
Hubungan perdagangan intra ASEAN-5 berkaitan dengan kedekatan hubungan, baik dalam ekonomi, sosial, maupun politik. Selain itu, jarak yang dekat dan sistem komunikasi yang baik juga sangat berpengaruh. Adalah menarik jika karakteristik dan nilai perdagangan sektor elektronik intra ASEAN-5 tersebut dikaitkan dengan derajat integrasinya, yang didekati dengan IIT, serta dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang ikut berpengaruh terhadap IIT pada sektor elektronik intra ASEAN-5. Berdasarkan hal itu, penelitian ini diberi judul “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Intra-Industry Trade index (IIT) Pada Sektor Elektronik Intra ASEAN-5”.
1.2. Permasalahan Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, derajat integrasi pada sektor elektronik di masing-masing negara ASEAN-5 adalah relatif tinggi. Hal ini ditunjukkan oleh besarnya IIT pada sektor elektronik di masing-masing negara tersebut. Besarnya IIT menggambarkan besarnya perdagangan intra-industri. Perdagangan intra-industri merefleksikan gangguan yang relatif kecil di pasar tenaga kerja, di mana perpindahan tenaga kerja cenderung terjadi di dalam suatu industri yang sama, dibandingkan di dalam industri yang berbeda. Sehingga biaya-biaya penyesuaian (adjustment costs) akan lebih sedikit (Thorpe, 2005). Dalam teori perdagangan intra-industri disebutkan bahwa perdagangan intraindustri lebih banyak terjadi antarnegara dengan ketersediaan faktor produksi
7
yang relatif sama. Lebih lanjut, IIT pada sektor manufaktur lebih tinggi di antara negara-negara yang memiliki tingkat pendapatan yang setara (Tharakan, 1995). Di samping itu, sebelumnya juga telah ditunjukkan bahwa, nilai perdagangan intra ASEAN-5 relatif lebih besar dibandingkan dengan nilai perdagangan ASEAN-5 dengan negara-negara anggota ASEAN lainnya pada sektor elektronik di dalam kawasan ASEAN. Oleh karena itu, yang akan menjadi perhatian di dalam penelitian ini adalah kaitan antara nilai perdagangan intra ASEAN-5 pada sektor elektronik tersebut dengan derajat integrasinya, yang didekati dengan IIT. Sehingga, permasalahan yang diangkat pada penelitian ini adalah mengenai pengukuran seberapa besar IIT pada sektor elektronik intra ASEAN-5. Kemudian, akan dilakukan analisis ekonometrika mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi IIT tersebut. Permasalahan ini dapat dirumuskan sebagai berikut. 1. Bagaimana perkembangan IIT pada sektor elektronik intra ASEAN-5? 2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi IIT pada sektor elektronik intra ASEAN-5?
1.3. Ruang Lingkup Ruang lingkup penelitian ini adalah sektor elektronik di masing-masing negara ASEAN-5, yakni Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, dan Thailand. Sektor elektronik yang dimaksud adalah klasifikasi Harmonized System (HS) 4 digit. Pada klasifikasi HS terdapat pengelompokkan produk menjadi 2 digit, 4 digit, dan 6 digit. Klasifikasi 4 digit dipilih untuk menghindari penghitungan yang
8
over estimate (jika menggunakan klasifikasi 2 digit) dan penghitungan yang under estimate (jika menggunakan klasifikasi 6 digit) (Austria, 2004). Adapun periode yang digunakan adalah tahun 2001-2005. Periode tersebut merupakan periode terkini terkait dengan ketersediaan data. Awal periode, yakni tahun 2001, dipilih karena CEPT jalur cepat dianggap efektif setelah tahun 2000. Sedangkan akhir periode, yakni tahun 2005, dipilih karena merupakan awal penerapan kerangka Agreement for The Integration of Priority Sectors. Dengan kedua kondisi tersebut diharapkan dapat menggambarkan perdagangan intra-industri pada sektor elektronik yang semakin signifikan.
1.4. Tujuan Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Mengukur dan mengidentifikasi perkembangan IIT pada sektor elektronik intra ASEAN-5. 2. Menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi IIT pada sektor elektronik intra ASEAN-5.
1.5. Manfaat Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Bagi penulis, penelitian ini dapat menambah wawasan mengenai perdagangan intra-industri pada sektor elektronik intra ASEAN-5. Selain itu, hasil
9
penelitian ini digunakan untuk memenuhi syarat demi memperoleh gelar Sarjana Ekonomi. 2. Bagi pemerintah Indonesia, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai tambahan informasi dalam pengambilan kebijakan guna meningkatkan partisipasi sektor elektronik Indonesia di dalam perdagangan intra-industri di kawasan ASEAN-5. 3. Bagi ASEAN-5, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai tambahan informasi dalam pengambilan kebijakan guna meningkatkan integrasi di sektor elektronik. 4. Bagi para peneliti lainnya, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan rujukan dalam mengadakan penelitian mengenai perdagangan intraindustri selanjutnya.
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Tinjauan Teori Sebagai dasar pembuatan hipotesis digunakan beberapa teori yang relevan, yakni teori perdagangan internasional, teori Heckscher-Ohlin, teori kemiripan negara, teori siklus produk, teori economies of scale, teori perdagangan intraindustri, gravity model, dan teori ekonomi makro. Berikut ini adalah uraian tentang teori-teori tersebut. 2.1.1. Teori Perdagangan Internasional Perdagangan internasional dalam arti luas merupakan salah satu penentu pertumbuhan ekonomi suatu negara. Sedangkan perdagangan internasional dalam arti sempit adalah pertukaran komoditi antarnegara. Pada dasarnya beberapa faktor yang mendorong timbulnya perdagangan internasional adalah perbedaan permintaan dan penawaran antarnegara, perbedaan biaya relatif
untuk
menghasilkan komoditi tertentu, serta keinginan untuk memperluas pangsa ekspor dan meningkatkan penerimaan devisa. Suatu negara akan turut serta dalam perdagangan internasional apabila memperoleh keuntungan dari perdagangan tersebut (gains from trade). Keuntungan tersebut dapat diperoleh melalui spesialisasi produksi dan ekspor komoditi tertentu yang keunggulan komparatifnya dimiliki oleh negara tersebut. Dengan demikian setiap negara yang terlibat dalam perdagangan internasional akan terfokus pada keunggulannya dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya.
11
2.1.2. Teori Heckscher-Ohlin (H-O) Teori H-O seringkali disebut teori ketersediaan faktor produksi. Asumsiasumsi yang digunakan dalam teori H-O antara lain faktor-faktor produksi tidak dapat bergerak antarnegara, negara-negara mempunyai kualitas dari faktor-faktor produksi serta cita rasa dan preferensi yang sama, menggunakan teknologi yang sama, menghadapi skala tambahan hasil yang konstan (constant return to scale), tetapi sangat berbeda dalam ketersediaan faktor produksi (perbedaan kondisi penawaran). Perbedaan ketersediaan faktor produksi antarnegara mengakibatkan perbedaan dalam harga relatif dari faktor-faktor produksi antarnegara. Kemudian, perbedaan tersebut mengakibatkan perbedaan dalam biaya relatif untuk menghasilkan komoditi tertentu. Hal inilah yang menjadi alasan terjadinya perdagangan internasional. Sehingga, menurut teori H-O, tiap negara akan berspesialisasi produksi dan mengekspor komoditi yang faktor produksi utamanya berlimpah di negara tersebut serta mengimpor komoditi yang faktor produksi utamanya langka. 2.1.3. Teori Kemiripan Negara Teori kemiripan negara dikemukakan oleh Staffan Linder (1961). Berbeda dengan teori H-O yang fokus pada sisi penawaran, teori kemiripan negara fokus pada sisi permintaan. Selain itu, teori ini dikaitkan dengan perdagangan produkproduk sektor manufaktur, di mana sebagian besar produk yang diperdagangkan serupa.
12
Menurut teori kemiripan negara, suatu negara akan mengekspor produkproduk sektor manufaktur yang didukung oleh pasar domestik yang besar. Dengan kata lain, sebelum menjadi andalan ekspor, produk tersebut terlebih dahulu harus diminati oleh sebagian besar penduduk domestik. Pasar domestik yang besar akan memacu para produsen di negara tersebut untuk meningkatkan efisiensi sehingga dapat meningkatkan produksi sampai dengan melampaui kebutuhan pasar domestik. Kelebihan produksi tersebut yang selanjutnya diekspor ke negaranegara lain. Di sisi lain, negara itu akan mengimpor produk-produk sektor manufaktur yang permintaan domestiknya sedikit. Lebih lanjut, menurut teori ini, perdagangan pada sektor manufaktur cenderung terjadi antarnegara yang selera dan tingkat pendapatannya setara. 2.1.4. Teori Siklus Produk Teori siklus produk dikemukakan oleh Vernon (1966). Vernon berpendapat bahwa banyak produk manufaktur yang melalui suatu siklus produk yang terdiri dari empat tahap, yakni penciptaan (inovasi), pertumbuhan, kedewasaan, dan penurunan. Lebih lanjut, menurut Vernon, keunggulan komparatif dari suatu produk berubah mengikuti perubahan waktu dan berubah dari suatu negara ke negara lain. Pada tahap penciptaan (inovasi) diperlukan modal yang sangat besar dan tenaga ahli. Oleh karena itu, biasanya yang dapat melakukannya adalah industriindustri di negara maju. Di samping itu, pendapatan dan selera masyarakat di negara maju (pencipta) merupakan salah satu pendorong untuk melakukan inovasi.
13
Kemudian, pada tahap pertumbuhan, permintaan dari dalam maupun luar negeri meningkat. Tahap ini juga merupakan awal dari standarisasi produk dan proses pembuatannya (produksi dapat dilakukan secara massal dengan menggunakan mesin-mesin otomatis sehingga tidak dibutuhkan tenaga ahli). Apabila perusahaan pencipta adalah perusahaan multinasional, maka produksi pun dilakukan di perusahaan-perusahaan cabang di luar negeri. Selain itu, jika tidak ada cabang di luar negeri, maka dapat memberikan lisensi pada perusahaanperusahaan di luar negeri untuk memproduksinya. Dengan demikian negara berkembang (pengikut) dapat mulai secara bersama membuat produk tersebut untuk konsumsi domestik. Lama kelamaan, negara pengikut dapat menjual produk tersebut dengan harga yang lebih murah dibandingkan perusahaan pencipta karena upah tenaga kerjanya lebih murah dan mulai dapat menjual produk tersebut ke pasar internasional dengan harga yang lebih murah. Kini, persaingan merk digantikan oleh persaingan harga. Tahap selanjutnya adalah kedewasaan. Pada tahap ini terjadi perpindahan keunggulan komparatif dari negara pencipta ke negara pengikut. Akhirnya, pada tahap penurunan, produksi di negara pencipta menurun, karena persaingan yang semakin kuat dari negara pengikut. Pada tahap ini, negara-negara pencipta berubah menjadi pengimpor produk yang merupakan hasil inovasi mereka dan negara pengikut berubah menjadi pengekspor produk tersebut. 2.1.5. Teori Economies of Scale Salah satu asumsi yang digunakan pada teori H-O adalah skala tambahan hasil yang konstan. Pada teori economies of scale, asumsi tersebut ditinggalkan
14
dan digunakan asumsi skala tambahan hasil yang meningkat (increasing return to scale). Adanya economies of scale berarti terjadi penambahan yang lebih besar pada output sebagai akibat dari penambahan input. Sehingga semakin besar skala produksinya, akan semakin besar produktivitasnya. Dengan economies of scale, negara yang miskin sumber daya alam seperti Jepang tetap dapat menghasilkan produk yang menggunakan bahan baku impor dengan harga yang lebih murah. 2.1.6. Teori Perdagangan Intra-Industri Perdagangan intra-industri dapat diartikan sebagai perdagangan di dalam industri yang sama. Teori perdagangan intra-industri termasuk ke dalam teori perdagangan baru (new trade theory). Salah satu tokoh ekonomi yang menjadi pionir dari teori ini adalah Paul Krugman (Koo, 2005). Berbeda dengan teori perdagangan neoklasik yang menyatakan bahwa penyebab timbulnya perdagangan adalah spesialisasi berdasarkan perbedaan ketersediaan faktor produksi dan teknologi (keunggulan komparatif), teori perdagangan intra-industri menyatakan bahwa perdagangan tetap terjadi antarnegara yang memiliki keunggulan komparatif yang relatif sama. Perdagangan intra-industri lebih didasarkan pada diferensiasi produk dan economies of scale serta mencakup perdagangan dua arah di dalam industri yang sama. 2.1.6.1. Fenomena Perdagangan Intra-Industri di Dunia Perdagangan intra-industri berbeda dengan perdagangan inter-industri. Pada perdagangan inter-industri diperdagangkan produk dari industri yang berbeda. Hal ini mendorong tiap negara untuk fokus pada produksi komoditi
15
tertentu yang memiliki keunggulan komparatif. Sehingga, akan ada kontraksi pada kegiatan produksi lainnya. Walaupun perdagangan inter-industri masih terjadi, negara-negara industri maju melakukan perdagangan intra-industri. Perdagangan intra-industri semakin signifikan ketika tarif dan hambatan non tarif dihapuskan pada arus perdagangan antarnegara Uni Eropa. Pada perdagangan intra-industri tidak ada kontraksi yang ditimbulkan pada kegiatan produksi industri-industri tertentu. Perdagangan intra-industri memberikan keuntungan (gain) yang lebih besar. Contohnya, konsumen mempunyai lebih banyak pilihan produk karena adanya diferensiasi produk dan harga produk menjadi lebih murah berkat meningkatnya economies of scale. 2.1.6.2. Alasan Terjadinya Perdagangan Intra-Industri Dua alasan yang menyebabkan terjadinya perdagangan intra-industri adalah sebagai berikut. 1. Diferensiasi produk Sebagian besar produk yang dihasilkan oleh perekonomian modern adalah produk yang terdiferensiasi. Produk yang terdiferensiasi adalah produk yang jenisnya sama atau dihasilkan dalam industri yang sama tetapi berbeda secara kualitas dan atau preferensi. Dengan demikian terdapat perdagangan produkproduk yang terdiferensiasi dalam perdagangan internasional. Atau dengan kata lain sebagian besar perdagangan internasional merupakan perdagangan intraindustri.
16
2. Economies of scale Pada dasarnya perdagangan intra-industri terjadi dengan motif untuk memperoleh keuntungan dari economies of scale. Maksudnya, persaingan internasional memaksa setiap perusahaan untuk membatasi model atau tipe produknya agar dapat berkonsentrasi memanfaatkan sumber dayanya dalam rangka menekan biaya produksi per unit, sehingga dapat menghasilkan beberapa jenis produk saja namun dengan kualitas terbaik dan harga yang bersaing. Sementara itu kebutuhan konsumen atas model atau tipe yang lain akan diimpor dari negara lain. 2.1.6.3. Intra-Industry Trade index (IIT) Untuk mengukur besarnya perdagangan intra-industri pada suatu komoditi, digunakan Intra-Industry Trade index (IIT). Dasar pengukuran IIT ini adalah Grubel-Lloyd index (GL). GL mengukur proporsi perdagangan intra-industri sebagai persentase dari total perdagangan. Rumus penghitungan GL adalah sebagai berikut. ⎛ Xp − Mp GLp = ⎜⎜1 − Xp + Mp ⎝
⎞ ⎟ x100 ⎟ ⎠
(2.1)
di mana: GLp
= GL index komoditi p,
Xp
= nilai ekspor komoditi p,
Mp
= nilai impor komoditi p.
Tanda mutlak pada rumus di atas berarti bahwa tanda dari ketidakseimbangan perdagangan diabaikan. GL berkisar antara 0 (nol) sampai dengan 100 (seratus).
17
Semakin dekat GL ke angka 100, semakin besar perdagangan intra-industri. Sedangkan semakin dekat GL ke angka nol, semakin besar perdagangan interindustri. Tabel 2.1 berikut ini menunjukkan klasifikasi dari nilai IIT (Austria, 2004). Tabel 2.1. Klasifikasi IIT IIT * 0.00 >0.00-24.99 25.00-49.99 50.00-74.99 75.00-99.99
Klasifikasi No intra-ASEAN trade reported No integration (one-way trade) Weak integration Mild integration Moderately strong integration Strong integration
2.1.7. Tarif Tarif adalah pajak atau cukai yang dikenakan pada komoditi yang terlibat dalam perdagangan internasional. Ditinjau dari asal komoditi, ada dua macam tarif, yakni tarif impor dan tarif ekspor. Tarif impor dikenakan pada komoditi yang diimpor dari negara lain. Sedangkan tarif ekspor dikenakan pada komoditi yang diekspor ke negara lain. Apabila ditinjau dari mekanisme perhitungannya, ada tiga macam tarif, yakni tarif spesifik, advalorem, dan gabungan. Tarif spesifik dihitung sebagai beban tetap unit komoditi yang diimpor. Sedangkan tarif advalorem dihitung berdasarkan angka persentase tertentu dari nilai barang yang diimpor, dan tarif gabungan adalah gabungan dari tarif spesifik dan tarif advalorem. 2.1.8. Gravity Model Gravity model pada dasarnya menggunakan perumusan yang sama dengan model gravitasi Newton, di mana interaksi antara dua objek berbanding lurus
18
dengan massanya dan berbanding terbalik dengan jaraknya. Model ini pertama kali dikembangkan oleh Tinberger (1962) untuk menjelaskan aliran perdagangan bilateral. Aliran perdagangan bilateral pada gravity model ditentukan oleh tiga kelompok variabel, yaitu: 1. Variabel-variabel yang mewakili total permintaan potensial negara pengimpor. 2. Variabel-variabel yang mewakili total penawaran potensial negara pengekspor. 3. Variabel-variabel pendukung atau penghambat aliran perdagangan antara negara pengekspor dan negara pengimpor. Berikut ini adalah standar gravity model dalam bentuk logaritma yang dikemukakan oleh Linnemann. LogXij = β 0 + β 1LogYi + β 2 LogYj + β 3 LogNi + β 4 LogNj + β 5 LogDij + β 6 Pij + uij
di mana: Xij
= aliran perdagangan bilateral negara i ke negara j,
Yi
= GDP negara i,
Yj
= GDP negara j,
Ni
= populasi negara i,
Nj
= populasi negara j,
Dij
= jarak antara negara i dan negara j,
Pij
= dummy integrasi ekonomi,
uij
= standar error.
(2.2)
19
2.1.9. Definisi Variabel Berikut ini adalah variabel-variabel yang digunakan pada penelitian ini beserta masing-masing definisinya. 1. Gross Domestic Product (GDP) adalah total output akhir yang dihasilkan oleh suatu negara (Lipsey, et al., 1995). 2. GDP per kapita adalah nilai GDP dibagi dengan jumlah penduduk di suatu negara. 3. Jarak adalah jarak antara ibukota dua negara. 4. Kurs adalah nilai suatu mata uang dibandingkan mata uang lainnya.
2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu Di samping teori-teori yang telah dijelaskan di atas, dalam membuat hipotesis juga perlu ditinjau beberapa penelitian terdahulu. Berikut ini adalah beberapa penelitian terdahulu yang dinilai relevan dengan penelitian ini. 2.2.1. Tharakan (1995) Dalam penelitiannya, Tharakan ingin membuktikan eksistensi dari perdagangan intra-industri horisontal antara negara-negara yang berpendapatan tinggi dengan negara-negara yang berpendapatan rendah, khususnya pada industri mainan pada tahun 1986 dan 1987. Adapun perdagangan intra-industri horisontal didefinisikan sebagai perdagangan antarnegara yang memiliki ketersediaan faktor produksi yang relatif sama (termasuk tingkat pendapatan yang setara) dan dipengaruhi oleh diferensiasi produk horisontal dan economies of scale.
20
Untuk itu, ia menggunakan regresi logit dalam analisis ekonometrikanya. Hasil penelitiannya membuktikan bahwa perdagangan intra-industri bilateral antara negara-negara yang berpendapatan tinggi dengan negara-negara yang berpendapatan rendah adalah perdagangan intra-industri horisontal yang dipengaruhi oleh diferensiasi produk horisontal dan economies of scale. 2.2.2. Menon (1996) Penelitian Menon bertujuan untuk mengukur besarnya kontribusi pertumbuhan perdagangan intra-industri dan pertumbuhan perdagangan neto (net trade) terhadap pertumbuhan total perdagangan ASEAN selama periode 1981-
1986 dan 1986-1991, khususnya pada sektor manufaktur. Data yang digunakan adalah nilai perdagangan intra-ASEAN dan ekstraASEAN di masing-masing negara ASEAN-5, selama periode yang diteliti. Kemudian metode yang digunakan adalah Grubel-Lloyd index (GL) untuk mengukur Intra-Industry Trade index (IIT). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kontribusi pertumbuhan perdagangan intra-industri terhadap pertumbuhan total perdagangan ASEAN adalah lebih besar dibandingkan kontribusi yang diberikan oleh perdagangan neto di sebagian besar negara ASEAN-5. 2.2.3. Austria (2004) Penelitian Austria ditujukan untuk menganalisis karakteristik perdagangan pada 11 sektor prioritas ASEAN selama periode 1997-2001. Di samping itu, penelitiannya juga bertujuan untuk mengukur integrasi pada 11 sektor tersebut, yang didekati dengan IIT pada tahun 1997 dan 2001.
21
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa IIT relatif tinggi hanya pada beberapa sektor. Di antara sektor-sektor tersebut, IIT relatif lebih besar pada sektor ICT dan elektronik, di sebagian besar negara ASEAN-5. 2.2.4. Thorpe (2005) Dalam
penelitiannya,
diukur
dan
dianalisis
faktor-faktor
yang
mempengaruhi IIT pada sektor manufaktur di Asia Timur selama periode 19701996. Lebih lanjut, Thorpe memisahkan IIT menjadi Horizontal IIT (HIIT) dan Vertical IIT (VIIT). Adapun HIIT timbul sebagai akibat dari adanya economies of scale dan diferensiasi produk (dengan kualitas yang sama). Sedangkan VIIT
ditemui pada perdagangan komoditi yang sama, dengan kualitas yang berbeda. Untuk itu, ia pun membangun model gravitasi (gravity model) dan menggunakan metode OLS dalam pendekatan ekonometrikanya. Hasilnya menunjukkan bahwa faktor-faktor yang signifikan mempengaruhi IIT pada sektor manufaktur di Asia Timur adalah GDP, perbedaan GDP, GDP per kapita, perbedaan GDP per kapita, jarak, kurs, ketidakseimbangan perdagangan, dan economies of scale.
2.2.5. Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu Terdapat perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian terdahulu, yakni sektor yang diteliti pada penelitian ini adalah sektor elektronik dan periode yang digunakan adalah tahun 2001-2005.
22
2.3. Kerangka Pemikiran Derajat integrasi pada sektor elektronik intra ASEAN-5 diukur dengan Intra-Industry Trade index (IIT). Pengukuran IIT tersebut mengacu pada besarnya
perdagangan pada sektor elektronik intra ASEAN-5. Berdasarkan teori-teori yang telah diuraikan dan mengacu pada penelitian terdahulu, faktor-faktor yang mempengaruhi IIT pada sektor elektronik intra ASEAN-5 adalah sebagai berikut. 1. Rata-rata GDP kedua negara (GDP). IIT antara dua negara akan meningkat apabila terdapat kenaikan GDP di kedua negara tersebut. Adanya kenaikan GDP suatu negara (peningkatan ukuran pasar) akan mendorong peningkatan economies of scale yang pada akhirnya akan menambah jumlah produk yang
terdiferensiasi di negara tersebut. Selain itu, kenaikan GDP akan meningkatkan impor produk yang terdiferensiasi. Akibatnya, IIT antara dua negara tersebut akan meningkat. 2. Rata-rata GDP per kapita kedua negara (PIN). Jika GDP per kapita (yang merefleksikan standar hidup) di kedua negara meningkat, maka IIT antara dua negara tersebut juga akan meningkat. GDP per kapita yang lebih tinggi akan mendorong peningkatan produksi dan karakteristik permintaan yang lebih beragam, seperti produksi dan permintaan terhadap produk terdiferensiasi yang berkualitas. Hal ini akan meningkatkan IIT. 3. Perbedaan fluktuasi GDP kedua negara (GDPD). Semakin menurun perbedaan fluktuasi GDP kedua negara, semakin bertambah besar IIT dalam
23
perdagangan intra-industri antarkedua negara tersebut. Rumus penghitungan perbedaan fluktuasi GDP (GDPD) adalah sebagai berikut. GDPDijt = ΔGDPit − ΔGDPjt
(2.3)
di mana: i
= negara reporter,
j
= negara partner,
t
= tahun,
Δ = first-difference operator. 4. Perbedaan fluktuasi kurs kedua negara (EXCHD). Pengaruh langsung dari adanya perbedaan fluktuasi kurs terhadap IIT tidak disebutkan dengan jelas dalam teori. Sehingga, pengaruh yang ditimbulkan oleh perbedaan fluktuasi kurs pada IIT adalah positif atau negatif. Rumus penghitungan perbedaan fluktuasi kurs (EXCHD) adalah sebagai berikut. EXCHDijt = ΔEXCHit − ΔEXCHjt
(2.4)
di mana: i
= negara reporter,
j
= negara partner,
t
= tahun,
Δ = first-difference operator. 5. Perbedaan fluktuasi GDP per kapita kedua negara (PIND). Semakin menurun perbedaan fluktuasi GDP per kapita kedua negara, semakin bertambah besar IIT dalam perdagangan intra-industri bilateral antarkedua negara tersebut.
24
Rumus penghitungan perbedaan fluktuasi GDP per kapita (PIND) adalah sebagai berikut. PINDijt = ΔPINit − ΔPINjt
(2.5)
di mana: i
= negara reporter,
j
= negara partner,
t
= tahun,
Δ = first-difference operator. 6. Jarak kedua negara (DIST). Semakin dekat jarak kedua negara, semakin besar IIT antara dua negara tersebut. Jarak kedua negara yang semakin dekat merefleksikan biaya transportasi yang lebih sedikit, sehingga IIT pun meningkat. Berdasarkan uraian di atas, diperoleh hipotesis sebagai berikut. 1.
GDP berpengaruh positif terhadap IIT pada sektor elektronik intra ASEAN-5.
2.
PIN berpengaruh positif terhadap IIT pada sektor elektronik intra ASEAN-5.
3.
GDPD berpengaruh negatif terhadap IIT pada sektor elektronik intra ASEAN-5.
4.
EXCHD berpengaruh positif atau negatif terhadap IIT pada sektor elektronik intra ASEAN-5.
5.
PIND berpengaruh negatif terhadap IIT pada sektor elektronik intra ASEAN5.
6.
DIST berpengaruh negatif terhadap IIT pada sektor elektronik intra ASEAN5.
25
Hipotesis tersebut diuji dengan analisis regresi yang menggunakan gravity model dan metode GLS. Lebih
lanjut,
hasil
pengukuran
dan
analisis
faktor-faktor
yang
mempengaruhi derajat integrasi (yang didekati dengan IIT) tersebut berimplikasi pada beberapa kebijakan yang dapat dilaksanakan oleh ASEAN-5 pada umumnya dan pemerintah Indonesia pada khususnya. Kebijakan-kebijakan tersebut pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan integrasi ekonomi di dalam kawasan ASEAN-5.
26
Kerangka pemikiran di atas dapat digambarkan sebagai berikut.
IIT
Nilai Perdagangan Sektor Elektronik Intra ASEAN-5
Derajat Integrasi
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya: 1. GDP 2. PIN 3. GDPD 4. EXCHD 5. PIND 6. DIST
Gravity Model
Implikasi Kebijakan
Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran
III. METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Sumber Data Data yang dikumpulkan untuk penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari publikasi di internet, yakni dari Commodity and Trade Database (COMTRADE) dan Sekretariat ASEAN. Data tersebut terdiri dari data nilai perdagangan pada sektor elektronik intra ASEAN-5, GDP, GDP per kapita, dan kurs masing-masing negara ASEAN-5 serta jarak antara ibu kota negara. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data panel, yakni penggabungan data di masing-masing negara ASEAN-5 (Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, dan Thailand) selama periode 2001-2005.
3.2. Pengukuran Intra-Industry Trade index (IIT) Untuk mengukur Intra-Industry Trade index (IIT) pada sektor elektronik intra ASEAN-5, digunakan rumus penghitungan sebagai berikut. n n ⎛ ⎞ ⎜ X Mijkt ⎟ ijkt − ∑ ∑ ⎜ ⎟ k =1 IITijt = ⎜1 − k n=1 x100 n ⎛ ⎞⎟ ⎜⎜ ⎜ ∑ Xijkt + ∑ Mijkt ⎟ ⎟⎟ k =1 ⎠⎠ ⎝ ⎝ k =1
di mana: i
= negara reporter,
j
= negara partner,
k
= klasifikasi HS 4 digit,
t
= tahun,
(3.1)
28
X
= ekspor,
M
= impor.
3.3. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Intra-Industry Trade index (IIT) Pada Sektor Elektronik Intra ASEAN-5 Pendekatan yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi IIT pada sektor elektronik intra ASEAN-5 adalah analisis regresi dengan menggunakan gravity model. Pengujian model tersebut menggunakan metode Generalized Least Squares (GLS). Metode GLS dipilih karena relatif efisien dalam analisis model data panel. Di sisi lain, pendekatan ini dapat menghasilkan nilai dugaan di luar kisaran IIT. Namun, hal tersebut dapat dikesampingkan, karena fokus pada penelitian ini adalah uji hipotesis, bukan peramalan (Thorpe, 2005). Dalam proses pengujian model persamaan pada penelitian ini digunakan program Eviews 4.1. 3.3.1. Panel Data Panel data adalah penggabungan dari observasi cross section yang sama dalam beberapa periode (time series). Data panel dapat digunakan untuk mengatasi masalah ketersediaan data yang mewakili variabel yang digunakan dalam penelitian. Misalnya, data yang tersedia dalam bentuk series yang terlalu pendek atau data yang ada dalam bentuk unit cross section yang terbatas, sehingga proses pengolahan data tidak dapat dilakukan. Dengan data panel, jumlah observasi ditingkatkan dan berimplikasi pada peningkatan derajat bebas (degree of freedom), sehingga dapat diperoleh hasil estimasi yang lebih baik (efisien). Di
29
samping itu, penggunaan data panel memungkinkan untuk melihat karakteristik antarindividu dan antarwaktu yang berbeda-beda. Selain itu, manfaat penggunaan data panel antara lain: 1. Data panel lebih baik untuk studi dynamics of adjustment. Salah satu kekurangan apabila menggunakan data cross section adalah tidak dapat menggambarkan adanya perubahan-perubahan yang terjadi. Penelitian tentang kondisi perekonomian seperti pengangguran dan kemiskinan lebih baik jika menggunakan data panel. Jika data-data yang berkaitan dengan pengangguran dan kemiskinan tersedia dalam rentang waktu yang relatif panjang, maka dapat diperoleh informasi kecepatan penyesuaian terhadap perubahan kebijakan ekonomi. Dengan data panel, dapat diketahui apakah kondisi pengangguran dan kemiskinan merupakan kondisi yang temporer atau permanen (InterCAFE, 2006). 2. Lebih baik dalam mengidentifikasi dan mengukur efek. Contohnya, kita memperoleh informasi bahwa tingkat konsumsi rata-rata mengalami peningkatan sebesar 2 persen setiap tahunnya. Dengan data panel, kita dapat mengidentifikasi apakah peningkatan tersebut terjadi pada semua individu atau apakah peningkatan tersebut adalah akibat dari peningkatan sebesar 4 persen pada sebagian individu dan 0 persen (tidak ada perubahan) pada sebagian individu lainnya (Verbeek, 2000). Di sisi lain, pada panel data kerapkali ditemui data yang hilang (missing observations).
Adapun persamaan umum untuk regresi data panel adalah sebagai berikut.
Yit = α + βX ' it + uit
i = 1, …, N;
t = 1, …, T
(3.2)
30
di mana: i
= individu (cross section),
t
= waktu (time series),
Xit
= K variabel penjelas (explanatory variable). Dalam analisis model data panel terdapat empat macam pendekatan, yakni
pendekatan kuadrat terkecil (pooled least square), pendekatan efek tetap (fixed effect), pendekatan efek acak (random effect), dan Maximum Likelihood Estimation. Penelitian ini lebih ditekankan pada pendekatan efek tetap (fixed effect) dan pendekatan efek acak (random effect). Hal ini dikarenakan dua alasan
sebagai berikut. 1. Asumsi bahwa intersep berbeda untuk setiap individu. Pada pendekatan kuadrat terkecil (pooled least square) digunakan asumsi bahwa intersep dan slope dari persamaan regresi konstan baik antarindividu maupun antarwaktu. 2. Pendekatan Maximum Likelihood Estimation tidak banyak dikembangkan dalam program Eviews yang digunakan. 3.3.2. Pendekatan Efek Tetap (Fixed Effect) Pendekatan efek tetap (fixed effect) dilakukan dengan memasukkan variabel dummy (dummy variable) untuk menghasilkan intersep yang berbedabeda antar unit cross section. Pendekatan tersebut dapat dituliskan dalam persamaan sebagai berikut.
Yit = αi + X ' itβ + εit di mana:
εit ~ IID (0,σ 2ε )
(3.3)
31
αi
= intersep yang berbeda-beda untuk masing-masing cross section,
Xit independen terhadap εit . Persamaan di atas dapat dituliskan dalam kerangka regresi umum dengan memasukkan variabel dummy untuk masing-masing unit i dalam model sebagai berikut. N
Yit = α + ∑ αjdij + X ' itβ + εit
(3.4)
j =2
di mana: dij
= 1 jika i = j dan 0 untuk selainnya. Dengan demikian terdapat variabel dummy sebanyak N-1 dalam model.
Parameter α ,α ,...,αN − 1 dan β dapat diestimasi dengan menggunakan pembobot
(cross section weights) atau GLS. 3.3.3. Pendekatan Efek Acak (Random Effect)
Penambahan variabel dummy pada pendekatan efek tetap (fixed effect) akan mengurangi banyaknya derajat bebas (degree of freedom) yang pada akhirnya dapat mengurangi efisisensi parameter yang diestimasi. Oleh karena itu, dalam analisis model data panel juga dikenal pendekatan efek acak (random effect). Pendekatan tersebut menggunakan asumsi bahwa αi adalah faktor acak
(random factors), yang independen dan menyebar identik antarindividu. Sehingga, pendekatan efek acak (random effect) dapat dituliskan dalam persamaan sebagai berikut. Yit = μ + X ' itβ + αi + εit di mana:
εit ~ IID(0,σ 2ε );αi ~ IID(0,σ 2α )
(3.5)
32
μ
= rata-rata dari seluruh intersep,
αi + εit = error term, αi
= komponen cross section error yang tidak berubah sepanjang waktu,
εit
= komponen sisaan yang terdiri dari komponen time series error dan komponen combination error yang diasumsikan tidak mengandung autokorelasi. Selanjutnya, pendekatan efek acak (random effect) dapat dituliskan dalam
persamaan sebagai berikut. Yit = μ + X ' itβ + ωit
(3.6)
ωit = αi + εit
(3.7)
ωit = αi + vi + wit
(3.8)
di mana:
αi ~ N (0,σ 2α ) = komponen cross section error, vi ~ N (0,σ 2 v ) = komponen time series error, wi ~ N (0,σ 2 w) = komponen combination error.
αi dan εit diasumsikan saling bebas dan independen terhadap Xit (untuk semua i dan t). Hal ini berimplikasi pada penduga OLS yang dihasilkan adalah konsisten dan tidak bias. Adanya struktur komponen sisaan mengimplikasikan bahwa αi + εit (error term) menunjukkan adanya autokorelasi (kecuali σ 2α = 0 ). Sehingga, penduga OLS menjadi tidak tepat dan akan lebih efisien jika menggunakan penduga GLS yang bisa diperoleh dengan jalan memanfaatkan struktur error covariance matrix.
33
3.3.4. Hausman Test
Keputusan untuk memilih apakah menggunakan pendekatan efek tetap (fixed effect) atau pendekatan efek acak (random effect) ditentukan oleh hasil pengujian statistik dengan menggunakan Hausman Test. Hausman Test dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut. H0
: pendekatan efek acak (random effect)
H1
: pendekatan efek tetap (fixed effect)
Statistik Hausman dirumuskan sebagai berikut. m = (β − b )' (Mo − M 1) − 1(β − b )
~ λ2 (K )
(3.9)
di mana:
β
= vektor untuk statistik variabel fixed effect,
b
= vektor untuk statistik variabel random effect,
M0
= matriks kovarians untuk dugaan fixed effect model,
M1
= matriks kovarians untuk dugaan random effect model. Kemudian nilai m dibandingkan dengan λ 2-tabel. Jika m lebih besar dari
λ 2-tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap H0, sehingga pendekatan yang digunakan adalah pendekatan efek tetap (fixed effect), demikian pula sebaliknya. 3.3.5. Perumusan Model
Pada penelitian ini digunakan regresi dengan menggunakan gravity model, di mana yang menjadi variabel dependennya adalah Intra-Industry Trade index bilateral (IITijt) sektor elektronik intra ASEAN-5. Sedangkan enam variabel independennya adalah rata-rata GDP kedua negara (GDPijt), rata-rata GDP per
34
kapita kedua negara (PINijt), perbedaan fluktuasi GDP kedua negara (GDPDijt), perbedaan fluktuasi kurs kedua negara (EXCHDijt), perbedaan fluktuasi GDP per kapita kedua negara (PINDijt), dan jarak kedua negara (DISTij). Adapun model yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
IITijt = β 0 + β 1 ln(GDPijt ) + β 2 ln( PINijt ) + β 3 ln(GDPDijt ) + β 4 ln( EXCHDijt ) + β 5 ln( PINDijt ) + β 6 ln( DISTij ) + εijt (3.10) di mana: IITijt
= Intra-Industry Trade index (IIT) sektor elektronik antara negara i (reporter) dan negara j (partner) pada tahun t dalam persen (%),
GDPijt
= rata-rata GDP negara i (reporter) dan negara j (partner) pada tahun t dalam juta US$,
PINijt
= rata-rata GDP per kapita negara i (reporter) dan negara j (partner) pada tahun t dalam US$,
GDPDijt
= perbedaan fluktuasi GDP negara i (reporter) dan negara j (partner) pada tahun t dalam juta US$,
EXCHDijt = perbedaan fluktuasi kurs negara i (reporter) dan negara j (partner) pada tahun t dalam US$, PINDijt
=
perbedaan fluktuasi GDP per kapita negara i (reporter) dan negara j (partner) pada tahun t dalam US$,
DISTij
= jarak antara ibukota negara i (reporter) dengan ibukota negara j (partner) dalam km.
35
3.3.6. Evaluasi Model
Terdapat beberapa kriteria yang digunakan sebagai dasar untuk mengevaluasi apakah model yang digunakan sudah baik atau belum, yakni Fstatistic test, t-statistic test, R-squared, dan uji asumsi klasik (multikolinieritas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas). 3.3.6.1. F-Statistic Test
F-statistic test ditujukan untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen secara bersama-sama memberikan pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependennya atau tidak. Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam F-statistic test adalah sebagai berikut. 1. Perumusan hipotesis H0
: β 1 = β 2 = ... = βk = 0
H1
: minimal ada satu nilai β yang tidak sama dengan nol
2. Penentuan taraf nyata ( α ). 3. Bandingkan F-statistic dengan F-tabel pada α
atau bandingkan
probabilitas F- statistic (prob (F-statistic)) dengan α . 4. Jika F-statistic > F-tabel pada α atau prob (F-statistic) < α , maka terima H1. Artinya, variabel-variabel independen secara serentak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependennya.
36
3.3.6.2. t-Statistic Test
Tujuan t-statistic test adalah untuk mengetahui apakah masing-masing variabel-variabel independen memberikan pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependennya atau tidak. Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam t-statistic test adalah sebagai berikut. 1. Perumusan hipotesis H0
: βi = 0
H1
: βi ≠ 0
2. Penentuan taraf nyata ( α ). 3. Bandingkan t-statistic dengan t-tabel pada
α
atau bandingkan
probabilitas t-statistic (prob (t-statistic)) dengan α . 4. Jika t-statistic > t-tabel pada α atau prob (t-statistic) < α , maka terima H1. Artinya, variabel independen berpengaruh signifikan terhadap variabel dependennya. 3.3.6.3. R-Squared
R-squared adalah proporsi variasi dalam variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel-variabel independennya. R-squared memiliki range 0 ≤ R − squared ≤ 1 . Jika R-squared bernilai 1 maka 100 persen variasi dalam variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel-variabel independennya. Sedangkan jika R-squared bernilai 0 maka variasi dalam variabel dependen tidak dapat dijelaskan oleh variabel-variabel independennya. R-squared dirumuskan sebagai berikut.
37
R − squared =
RSS TSS
(3.11)
di mana: RSS
= jumlah kuadrat regresi,
TSS
= jumlah kuadrat total.
3.3.6.4. Multikolinieritas
Multikolinieritas dapat diartikan sebagai hubungan linier yang kuat antara variabel-variabel independen dalam model persamaan regresi linier berganda. Hal ini dapat dideteksi dengan adanya nilai R-squared yang tinggi (antara 0.7 dan 1) tetapi banyak variabel independen yang tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependennya dan tanda koefisien variabel independen yang tidak sesuai dengan teori atau hipotesis. Salah satu cara untuk mengatasi multikolinieritas adalah dengan panel data. 3.3.6.5. Autokorelasi
Autokorelasi adalah adanya korelasi pada error dari periode waktu yang berbeda. Akibatnya, estimator yang diperoleh menjadi tidak efisien. Untuk mendeteksi adanya autokorelasi dapat dilakukan dengan cara Durbin Watsonstatistic test atau dengan membuat grafik residual dari masing-masing unit cross section. Pada grafik tersebut dapat dilihat nilai dan fluktuasi dari residuals selama
periode yang diteliti. Adapun autokorelasi ditunjukkan dengan nilai residuals yang besar dan fluktuasinya sistematis. 3.3.6.6. Heteroskedastisitas
Sama halnya dengan autokorelasi, adanya heteroskedastisitas dapat mengakibatkan estimator yang diperoleh menjadi tidak efisien. Pada Eviews 4.1,
38
hal ini dapat dideteksi dengan membandingkan sum squared resid pada weighted statistics dan sum squared resid pada unweighted statistics. Jika sum squared resid pada weighted statistics lebih kecil dari sum squared resid pada unweighted statistic, maka terdapat heteroskedatisitas. Untuk mentreatment pelanggaran
tersebut, dapat digunakan White Heteroskedasticity.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pengukuran Intra-Industry Trade index (IIT)
Derajat integrasi dalam tiap-tiap sektor diukur dengan Intra-Industry Trade index (IIT). Besarnya IIT menggambarkan besarnya perdagangan intra-
industri, yakni besarnya ekspor impor komoditi-komoditi dari industri yang sama. Dengan demikian, untuk mengukur derajat integrasi pada sektor elektronik intra ASEAN-5, dilakukan pengukuran IIT. Hasil pengukuran IIT disajikan secara lengkap pada Lampiran 16. Berdasarkan hasil pengukuran tersebut, dapat dikatakan bahwa secara umum telah terjadi integrasi yang cukup kuat pada sektor elektronik intra ASEAN-5. Hal ini dapat dilihat pada nilai IIT yang sebagian besar lebih dari 50 atau termasuk ke dalam klasifikasi moderately strong integration. Akan tetapi, kenyataan tersebut tidak bersamaan dengan penguatan integrasi (penambahan nilai IIT) setiap tahunnya. Hal ini dapat dikarenakan oleh belum sepenuhnya hambatan tarif dan non tarif dihapuskan. Adapun penghapusan tarif pada semua produk sektor elektronik bagi negara-negara ASEAN-6 pada 1 Januari 2007 dan penghapusan hambatan non tarif pada semua produk sektor elektronik bagi negara-negara ASEAN-5 pada 1 Januari 2010 (Sekretariat ASEAN, 2004). Di samping itu, meskipun perdagangan intra ASEAN-5 di dalam kawasan ASEAN relatif lebih besar, terdapat kecenderungan peningkatan share perdagangan yang dilakukan oleh negara-negara ASEAN-5 dengan Vietnam (COMTRADE, 2007). Selama periode yang diteliti, integrasi pada sektor elektronik yang paling kuat tercipta antara Indonesia (reporter) dengan Thailand (partner), sebagaimana
40
ditunjukkan oleh oleh nilai IIT yang terus menerus lebih dari 74.99 atau termasuk ke dalam klasifikasi strong integration. Hal ini karena total ekspor Indonesia ke Thailand hanya sedikit lebih kecil dari total impor Indonesia dari Thailand. Atau dengan kata lain, nilai ekspor dan impor antara Indonesia (reporter) dengan Thailand (partner) tidak signifikan perbedaannya. Indonesia banyak mengekspor produk-produk elektroniknya ke Thailand. Ekspor tersebut didominasi oleh kelompok produk air, vacuum pumps, compressors, ventilating fans, etc. Di samping itu, Indonesia juga banyak mengimpor dari Thailand, terutama untuk kelompok produk air conditioning equipment, machinery dan kelompok produk refreegerators, freezers and heat pumps, nes (COMTRADE, 2007). Dengan
demikian, nilai absolut dari ketidakseimbangan perdagangan (trade imbalance) menjadi lebih kecil. Selanjutnya, hal ini berimplikasi pada besarnya nilai IIT. Tingginya derajat integrasi antara Indonesia (reporter) dengan Thailand (partner) yang lebih didorong oleh besarnya impor dan bukan oleh besarnya ekspor, menggambarkan bahwa tingginya derajat integrasi tidak selalu disertai dengan tingginya daya saing ekspor. Selain itu, integrasi yang paling kuat juga terjadi antara Thailand (reporter) dengan Malaysia (partner). Sama halnya dengan yang terjadi antara Indonesia (reporter) dengan Thailand (partner), total ekspor Thailand ke Malaysia hanya sedikit lebih kecil dari total impor Thailand dari Malaysia. Thailand banyak mengekspor produk-produk elektroniknya ke Malaysia. Di samping itu, Thailand juga banyak mengimpor dari Malaysia. Ekspor dan impor tersebut didominasi oleh kelompok produk automatic data processing machines
41
(computers) (COMTRADE, 2007). Dengan demikian nilai absolut dari ketidakseimbangan perdagangan yang terjadi antara Thailand (reporter) dengan Malaysia (partner) menjadi lebih kecil, sehingga IITnya lebih besar. Di sisi lain, integrasi pada sektor elektronik yang paling lemah tercipta antara Indonesia (reporter) dengan Filipina (partner). Namun demikian, terjadi penguatan integrasi (penambahan nilai IIT) tersebut setiap tahunnya, selama periode yang diteliti. Dari tahun 2001 hingga tahun 2003, nilai IIT lebih kecil dari 24.99 atau termasuk ke dalam klasifikasi weak integration. Kemudian, di tahun 2004 dan 2005, nilai IIT berada di antara 25 dan 49.99 atau termasuk ke dalam klasifikasi mild integration. Adapun total ekspor Indonesia ke Filipina jauh lebih besar dari total impor Indonesia dari Filipina (COMTRADE, 2007). Indonesia banyak mengekspor produk-produk elektroniknya ke Filipina, terutama untuk kelompok produk automatic data processing machines (computers). Akan tetapi Indonesia hanya sedikit mengimpor dari Filipina, bahkan Indonesia tidak mengimpor dari Filipina untuk kelompok produk domestic appliances, incorporating electric motor dan shavers and hair clippers, electric. Hal ini
berimplikasi pada besarnya nilai absolut dari ketidakseimbangan perdagangan yang terjadi, yang pada akhirnya memperkecil nilai IIT. Secara khusus, pada Gambar 4.1 ditunjukkan perkembangan IIT antara Indonesia (reporter) dengan negara-negara ASEAN-5 lainnya.
42
IIT Indonesia-Malaysia
IIT Indonesia-Singapura
100
60 50
80 60
40 30 20
40 20 0 2001
2002
2003
2004
10 0
2005
2001
Ta hun
2002
2003
2004
2005
Ta hun
IIT Indonesia-Filipina
IIT Indonesia-Thailand
40
100
30
80 60
20 40
10
20
0
0
2001
2002
2003 Ta hun
2004
2005
2001
2002
2003
2004
2005
Ta hun
Gambar 4.1. Perkembangan IIT Indonesia dengan Negara-Negara ASEAN-5 Berdasarkan Gambar 4.1, dapat dikatakan bahwa IIT antara Indonesia dengan Malaysia mengalami penurunan, yang berarti terjadi penurunan integrasi pada sektor elektronik antara Indonesia dengan Malaysia. Pada awalnya, terdapat integrasi yang kuat (strong integration) selama periode 2001-2003. Akan tetapi, integrasi tersebut kemudian menurun di tahun 2004 dan 2005 menjadi moderately strong integration. Sebaliknya, terdapat penambahan nilai IIT antara Indonesia
dengan Singapura pada sebagian besar periode penelitian. Namun demikian, penambahan tersebut tidak berpengaruh signifikan terhadap penguatan integrasi pada sektor elektronik antara Indonesia dengan Singapura. Selama periode yang diteliti, integrasi yang tercipta hanya merupakan mild integration. Penambahan nilai IIT terus menerus terjadi antara Indonesia dengan Filipina. Hal ini menunjukkan penguatan integrasi pada sektor elektronik antara
43
Indonesia dengan Filipina, yakni dari weak integration selama periode 2001-2003 menjadi mild integration selama periode 2004-2005. Sedangkan, IIT antara Indonesia dengan Thailand dapat dikatakan mengalami penurunan. Akan tetapi, penurunan tersebut tidak berpengaruh signifikan terhadap penurunan integrasi pada sektor elektronik antara Indonesia dengan Thailand. Terdapat integrasi yang kuat (strong integration) antara Indonesia dengan Thailand, selama periode yang diteliti. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Indonesia memiliki integrasi yang paling kuat dengan Thailand. Sedangkan, integrasi yang paling lemah terjadi antara Indonesia dengan Filipina. Perkembangan IIT antara Malaysia (reporter) dengan negara-negara ASEAN-5 lainnya dapat dilihat pada Gambar 4.2 berikut ini. IIT Malaysia-Indonesia
IIT Malaysia-Singapura
65
80
60
60
55
40
50
20
45
0
2001
2002
2003
2004
2005
2001
2002
Ta hun
100
100
80
80
60
60
40
40
20
20
0 2002
2003
2004
2005
IIT Malaysia-Thailand
IIT Malaysia-Filipina
2001
2003 Ta hun
2004
2005
0 2001
2002
2003
2004
2005
T ahun
T ahun
Gambar 4.2. Perkembangan IIT Malaysia dengan Negara-Negara ASEAN-5
44
Pada Gambar 4.2 ditunjukkan bahwa IIT antara Malaysia dengan Indonesia tidak mengalami perubahan yang berarti. Selama periode yang diteliti, integrasi pada sektor elektronik antara Malaysia dengan Indonesia adalah moderately strong integration. Sedangkan, IIT antara Malaysia dengan Singapura
dapat dikatakan mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan penurunan integrasi pada sektor elektronik antara Malaysia dengan Singapura, yakni dari strong integration di tahun 2001 menjadi moderately strong integration selama periode
2002-2003, kemudian menguat kembali menjadi strong integration di tahun 2004 sebelum akhirnya menurun kembali menjadi moderately strong integration di tahun 2005. Penguatan integrasi pada sektor elektronik yang ditandai dengan penambahan nilai IIT, terjadi antara Malaysia dengan Filipina, yakni dari moderately strong integration di tahun 2001 menjadi strong integration selama
periode 2002-2005. Sebaliknya, IIT antara Malaysia dengan Thailand mengalami penurunan, yang berarti terjadi penurunan integrasi pada sektor elektronik antara Malaysia dengan Thailand. Pada awalnya, terdapat integrasi yang kuat (strong integration) selama periode 2001-2003. Kemudian integrasi tersebut menurun
menjadi moderately strong integration di tahun 2004 dan 2005. Dapat disimpulkan bahwa integrasi yang paling kuat terjadi antara Malaysia dengan Filipina. Sedangkan, Malaysia dengan Indonesia memiliki integrasi yang paling lemah. Gambar 4.3 berikut ini menunjukkan perkembangan IIT antara Singapura (reporter) dengan negara-negara ASEAN-5 lainnya.
45
IIT Singapura-Indonesia
IIT Singapura-Malaysia
96
100 94
80
92
60
90
40
88
20 0
86 2003
2004
2001
2005
2002
Ta h un
2003
2004
2005
Ta hun
IIT Singapura-Thailand
IIT Singapura-Filipina 80 100 80
60
60
40
40
20
20
0
0 2001
2002
2003
2004
2005
Ta h u n
2001
2002
2003
2004
2005
Ta hun
Gambar 4.3. Perkembangan IIT Singapura dengan Negara-Negara ASEAN-5 Selama periode 2001-2002, tidak ada ekspor impor di sektor elektronik yang tercatat antara Singapura dengan Indonesia (no intra-ASEAN trade reported). Namun demikian, terdapat penambahan nilai IIT secara terus menerus
selama periode 2003-2005. Hal ini menunjukkan bahwa, integrasi pada sektor elektronik antara Singapura dengan Indonesia selama periode tersebut, terus meningkat. Adapun integrasi yang terjadi antara Singapura dengan Indonesia merupakan integrasi yang kuat (strong integration). Demikian halnya dengan yang terjadi antara Singapura dengan Malaysia, di mana terdapat penambahan nilai IIT yang berpengaruh signifikan pada penguatan integrasinya, yakni dari moderately strong integration selama periode 2001-2003 menjadi strong integration selama periode 2004-2005.
46
Penambahan nilai IIT yang menandai penguatan integrasi pada sektor elektronik juga terjadi antara Singapura dengan Filipina, yakni dari moderately strong integration di tahun 2001 menjadi strong integration selama periode 2002-
2005. Di samping itu, IIT antara Singapura dengan Thailand dapat dikatakan mengalami peningkatan, yang berarti terjadi penguatan integrasi pada sektor elektronik antara Singapura dengan Thailand, yakni dari mild integration di tahun 2001 menjadi moderately strong integration selama periode 2002-2005. Dengan demikian, integrasi yang paling kuat terjadi antara Singapura dengan Indonesia. Sedangkan, integrasi yang paling lemah terjadi antara Singapura dengan Thailand. Sementara itu, pada Gambar 4.4 ditunjukkan perkembangan IIT antara Filipina (reporter) dengan negara-negara ASEAN-5 lainnya.
47
IIT Filipina-Indonesia
IIT Filipina-Malaysia 80
50 40
60 IIT
30 20 10
40 20
0 2001
2002
2003
2004
2005
0
T ahun
2001
2002
2003
2004
2005
Tahun IIT Filipina-Thailand
IIT Filipina-Singapura 80
120 100
60
80
40
60 40
20
20
0
0 2001
2002
2003 Ta hun
2004
2005
2001
2002
2003
2004
2005
Ta hun
Gambar 4.4. Perkembangan IIT Filipina dengan Negara-Negara ASEAN-5 Terdapat penguatan integrasi pada sektor elektronik yang signifikan antara Filipina dengan Indonesia, yang ditandai dengan penambahan nilai IITnya, yakni dari weak integration di tahun 2001 menjadi mild integration di tahun 2002. Hal yang sama juga terjadi selama periode 2003-2005. Sedangkan, penurunan integrasi sempat terjadi antara tahun 2002 dan 2003, yakni dari mild integration menjadi weak integration. Fluktuasi IIT yang paling besar ditunjukkan oleh IIT antara Filipina dengan Malaysia. Dengan kata lain, integrasi pada sektor elektronik antara Filipina dengan Malaysia paling fluktuatif. Dari mild integration di tahun 2001 menjadi weak integration di tahun 2002. Kemudian, integrasi menguat kembali menjadi mild integration di tahun 2003. Integrasi pun menguat di tahun 2004
48
menjadi moderately strong integration, sebelum akhirnya menurun kembali menjadi weak integration di tahun 2005. Antara Filipina dengan Singapura dapat dikatakan terdapat penguatan integrasi (penambahan nilai IIT), yakni dari moderately strong integration selama periode 2001-2004 menjadi strong integration di tahun 2005. Sebaliknya, penurunan integrasi terjadi antara Filipina dengan Thailand, yakni dari moderately strong integration selama periode 2001-2003 menjadi mild integration selama
periode 2004-2005. Dapat disimpulkan bahwa integrasi yang paling kuat terjadi antara Filipina dengan Singapura. Sedangkan, integrasi yang paling lemah terjadi antara Filipina dengan Indonesia. Perkembangan IIT antara Thailand (reporter) dengan negara-negara ASEAN-5 lainnya dapat dilihat pada Gambar 4.5 berikut ini.
49
IIT Thailand-Indonesia
I I T T h a i l a n d- M a l a y si a
120
100 95 90
100 80 60 40 20 0 2001
2002
2003
2004
2005
85 80 75 2001
2002
2003
2004
2005
Ta h un
T a hun
I I T T hai l and- Fi l i pi na
IIT Thailand- Singapura
100
100 80
50
60 40
0
20
2001
0 2001
2002
2003
2004
2005
2002
2003
2004
2005
T ahun
T ahun
Gambar 4.5. Perkembangan IIT Thailand dengan Negara-Negara ASEAN-5 Berdasarkan Gambar 4.5, dapat dikatakan bahwa terjadi penurunan nilai IIT antara Thailand dengan Indonesia. Hal ini berarti bahwa terjadi penurunan integrasi pada sektor elektroniknya, yakni dari strong integration selama periode 2001-2004 menjadi moderately strong integration di tahun 2005. Sedangkan, pada IIT antara Thailand dengan Malaysia tidak terjadi perubahan yang berarti. Integrasi pada sektor elektronik antara Thailand dengan Malaysia adalah strong integration, selama periode yang diteliti.
Penurunan IIT secara terus menerus terjadi antara Thailand dengan Singapura. Hal ini menunjukkan penurunan integrasi pada sektor elektronik antara Thailand dengan Singapura, yakni dari strong integration di tahun 2001 menjadi moderately strong integration selama periode 2002-2005. Di samping itu,
penurunan integrasi juga terjadi antara Thailand dengan Filipina, yakni dari strong
50
integration di tahun 2001 menjadi moderately strong integration di tahun 2002.
Namun, integrasi tersebut sempat menguat kembali menjadi strong integration di tahun 2003 dan 2004, sebelum akhirnya menurun kembali menjadi moderately strong integration di tahun 2005.
Dengan demikian, integrasi yang paling kuat terjadi antara Thailand dengan Malaysia. Sedangkan integrasi yang paling lemah terjadi antara Thailand dengan Singapura.
4.2. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Intra-Industry Trade index (IIT) Pada Sektor Elektronik Intra ASEAN-5
Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi Intra-Industry Trade index (IIT) pada sektor elektronik intra ASEAN-5 dilakukan dengan jalan mengevaluasi dan menginterpretasi hasil regresi gravity model (dengan menggunakan data panel) sebagaimana telah disebutkan pada metode penelitian. 4.2.1. Evaluasi Model
Hasil estimasi dengan menggunakan pendekatan efek acak (random effect) dapat dilihat pada Lampiran 18. Lebih lanjut, dari hasil penghitungan statistik Hausman diperoleh nilai m sebesar 354.54. Nilai m tersebut lebih besar dari nilai
λ2 -tabel pada taraf nyata 1 persen, yakni 16.81. Sehingga, pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan efek tetap (fixed effect). Hasil estimasi dengan menggunakan pendekatan efek tetap (fixed effect) yang disajikan secara lengkap pada Lampiran 17, dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut ini.
51
Tabel 4.1. Hasil Estimasi Pendekatan Efek Tetap (Fixed Effect) Variabel GDPijt PINijt GDPDijt EXCHDijt PINDijt DISTij
Koefisien 0.000378 7.593657 -0.125080 0.408092 -0.079155 -0.308396
R-squared Prob(F-statistic) R-squared Durbin-Watson stat
t-Statistic Standar Error 0.001732 0.218527 0.108765 69.81706 0.010936 -11.43773 0.085782 4.757323 0.008830 -8.964863 0.015450 -19.96067 Weighted Statistic 0.981775 Sum squared resid 0.000000 Durbin-Watson stat Unweight Statistics 0.822581 Sum squared resid 1.572957
Prob 0.8276 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 33.01250 1.928568 34.58051
Dengan memperhatikan probabilitas F-statistic yang lebih kecil dari α 1 persen, dapat dikatakan bahwa rata-rata GDP kedua negara (GDPijt), rata-rata GDP per kapita kedua negara (PINijt), perbedaan fluktuasi GDP kedua negara (GDPDijt), perbedaan fluktuasi kurs kedua negara (EXCHDijt), perbedaan fluktuasi GDP per kapita kedua negara (PINDijt), dan jarak kedua negara (DISTij), secara serentak berpengaruh secara nyata terhadap Intra-Industry Trade index (IIT), pada taraf nyata 1 persen. Sementara itu, dengan memperhatikan probabilitas t-statistic masingmasing variabel independen yang lebih kecil dari α 1 persen, dapat dikatakan bahwa variabel-variabel independen (rata-rata GDP per kapita kedua negara (PINijt), perbedaan fluktuasi GDP kedua negara (GDPDijt), perbedaan fluktuasi kurs kedua negara (EXCHDijt), perbedaan fluktuasi GDP per kapita kedua negara (PINDijt), dan jarak kedua negara (DISTij)) berpengaruh secara nyata terhadap variabel dependennya (Intra-Industry Trade index (IIT)), pada taraf nyata 1 persen. Sedangkan probabilitas t-statistic variabel independen rata-rata GDP
52
kedua negara (GDPijt) yang lebih besar dari α 1 persen menunjukkan bahwa ratarata GDP kedua negara (GDPijt) tidak berpengaruh terhadap variabel dependennya (Intra-Industry Trade index (IIT)), pada taraf nyata 1 persen. Hal ini berarti bahwa pada kenyataannya, GDPijt tidak mempengaruhi IITijt pada sektor elektronik intra ASEAN-5, selama periode yang diteliti. Kenyataan tersebut terjadi karena peningkatan GDP negara-negara ASEAN-5 lebih banyak dipengaruhi oleh peningkatan jumlah penduduknya, bukan oleh peningkatan produktivitasnya, sehingga tidak mempengaruhi permintaan pasarnya. Lebih lanjut, peningkatan GDP tersebut tidak mendorong peningkatan economies of scale di sektor elektronik dan tidak meningkatkan permintaan terhadap produk impor sektor elektronik yang terdiferensiasi, sehingga tidak mempengaruhi IIT pada sektor elektronik. Adapun R-squared sebesar 0.9818 menunjukkan bahwa nilai IntraIndustry Trade index (IIT) sebesar 98.18 persen dapat dijelaskan oleh variasi rata-
rata GDP kedua negara (GDPijt), rata-rata GDP per kapita kedua negara (PINijt), perbedaan fluktuasi GDP kedua negara (GDPDijt), perbedaan fluktuasi kurs kedua negara (EXCHDijt), perbedaan fluktuasi GDP per kapita kedua negara (PINDijt), dan jarak kedua negara (DISTij). Lebih lanjut, hasil estimasi pada Tabel 4.1 menunjukkan tidak terdapat masalah multikolinieritas, di mana semua koefisien variabel independennya menunjukkan kesesuaian dengan hipotesis dan hampir semua variabel independennya berpengaruh secara nyata (pada taraf nyata 1 persen). Di samping itu, grafik pada Gambar 4.6 menunjukkan bahwa tidak terdapat masalah
53
autokorelasi, di mana residual tiap individu memiliki nilai yang kecil dan berfluktuasi tidak sistematis (selama periode yang diteliti).
Gambar 4.6. Residual Unit Cross Section Sedangkan untuk mentreatment adanya heteroskedastisitas, estimasi dilakukan dengan menggunakan White Heteroskedasticity. 4.2.2. Interpretasi Model
Pada Tabel 4.1 juga ditunjukkan tanda koefisien dari masing-masing variabel independen. Variabel PINijt berpengaruh positif terhadap IITijt, cateris paribus. Hal ini sesuai dengan hipotesis yang telah dikemukakan sebelumnya.
Peningkatan GDP per kapita merefleksikan standar hidup yang lebih tinggi, di mana terdapat karakteristik permintaan yang lebih beragam dan lebih berkualitas. Hal ini akan memacu peningkatan efisiensi produksi agar dapat memenuhi kebutuhan pasar. Dengan demikian, terdapat peningkatan permintaan dan
54
produksi produk yang terdiferensiasi yang berkualitas, yang pada akhirnya meningkatkan IIT. Sementara itu, GDPDijt berpengaruh negatif terhadap IITijt, cateris paribus. Hal ini pun sesuai dengan hipotesis. Kesetaraan fluktuasi GDP
menggambarkan kesamaan dalam fluktuasi (perubahan) selera konsumen. Hal ini menyebabkan adanya ragam permintaan yang serupa yang mendorong penambahan jumlah produk yang terdiferensiasi di kedua negara. Akibatnya, perdagangan dua arah di dalam industri yang sama meningkat, yang pada akhirnya meningkatkan IIT. Di samping itu, tanda koefisien EXCHDijt adalah positif. Hal ini berarti bahwa perbedaan fluktuasi nilai mata uang (terhadap US$) negara reporter dengan negara partner berpengaruh positif terhadap IITijt, cateris paribus. Sehingga dapat dikatakan bahwa kenaikan perbedaan fluktuasi kurs kedua negara akan mendorong kenaikan IITijt. Variabel PINDijt berpengaruh negatif terhadap IITijt, cateris paribus. Hal ini sesuai dengan hipotesis. Kesetaraan fluktuasi GDP per kapita menggambarkan fluktuasi (perubahan) ketersediaan faktor produksi yang relatif sama. Atau dengan kata lain, menggambarkan fluktuasi (perubahan) keunggulan komparatif yang relatif sama. Selain itu, kesetaraan fluktuasi GDP per kapita dapat menunjukkan kesamaan dalam fluktuasi (perubahan) selera konsumen. Adanya kesamaan ragam dalam kondisi penawaran dan permintaan tersebut mendorong pasar untuk menyediakan produk yang terdiferensiasi dengan peningkatan peluang yang sama untuk memanfaatkan economies of scale, yang pada akhirnya meningkatkan IIT.
55
Terakhir, tanda koefisien DISTij adalah negatif. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa DISTij berpengaruh negatif terhadap IITijt, cateris paribus. Hal ini pun sesuai dengan hipotesis. Interaksi perdagangan dua arah antara negara reporter dan negara partner berbanding terbalik dengan jarak antara keduanya.
Jarak yang jauh mengindikasikan biaya transportasi yang besar. Hal ini akan menurukan IITijt. Gray dan Martin (1980) dalam Thorpe (2005) menyebutkan bahwa sekalipun elastisitas permintaan terhadap produk yang terdiferensiasi sangat tinggi, perdagangan intra-industri lebih responsif terhadap variasi dalam biaya transportasi dibandingkan perdagangan inter-industri.
4.3. Implikasi Kebijakan
Hasil pengukuran dan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi IIT berimplikasi pada beberapa kebijakan yang dapat dilaksanakan oleh ASEAN-5 pada umumnya dan pemerintah Indonesia pada khususnya sebagai berikut. 1. Penguatan integrasi pada sektor elektronik di kawasan ASEAN-5. Hal ini dapat dilakukan dengan cara masing-masing negara ASEAN-5 mengadopsi kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan dalam kerangka Agreement for The Integration of Priority Sectors, diantaranya penghapusan hambatan tarif dan
non tarif untuk semua produk yang termasuk ke dalam sektor elektronik. 2. Peningkatan daya saing ekspor sektor elektronik. Hal ini dapat dicapai melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia dan penguasaan teknologi agar dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas dalam proses produksi di sektor elektronik.
56
3. Peningkatan kegiatan research and development pada sektor elektronik. Hal ini ditujukan untuk meningkatkan inovasi dan efisiensi produksi dalam menghasilkan produk-produk elektronik yang unik dan berkualitas demi memenuhi kebutuhan pasar. 4. Penggalakkan kegiatan promosi produk-produk elektronik yang unik dan berkualitas. Promosi sangat penting dilakukan sebagai upaya menarik minat
pasar terhadap produk-produk tersebut. 5. Peningkatan kerja sama perdagangan pada sektor elektronik antarnegara ASEAN-5 yang jaraknya dekat.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Penelitian ini mengukur derajat integrasi perdagangan dua arah pada sektor elektronik di dalam kawasan ASEAN-5 selama periode 2001-2005, yakni periode di mana terdapat liberalisasi perdagangan yang signifikan dan ekspansi perdagangan di dalam kawasan tersebut. Pengukuran derajat integrasi dilakukan dengan menghitung Intra-Industry Trade index (IIT) selama periode yang diteliti. Hasil penghitungan IIT pada sebagian besar pengamatan memperlihatkan nilai lebih dari 50. Hal ini berarti bahwa integrasi pada sektor elektronik intra ASEAN-5 selama periode 2001-2005 adalah cukup kuat. Lebih lanjut, kenyataan tersebut menegaskan bahwa sektor elektronik merupakan salah satu sektor penggerak utama dalam perekonomian ASEAN-5 yang sudah seharusnya diprioritaskan dalam rangka integrasi ekonomi di kawasan ASEAN pada umumnya dan ASEAN-5 pada khususnya. Adapun integrasi yang paling kuat terjadi antara Indonesia (reporter) dengan Thailand (partner) serta antara Thailand (reporter) dengan Malaysia (partner). Sedangkan, integrasi yang paling lemah terjadi antara Indonesia (reporter) dengan Filipina (partner). Di
samping
itu,
penelitian
ini
menganalisis
faktor-faktor
yang
mempengaruhi IIT tersebut. Hasil analisis menunjukkan bahwa rata-rata GDP per kapita kedua negara (PINijt), perbedaan fluktuasi GDP kedua negara (GDPDijt), perbedaan fluktuasi kurs kedua negara (EXCHDijt), perbedaan fluktuasi GDP per kapita kedua negara (PINDijt), dan jarak kedua negara (DISTij) berpengaruh secara nyata terhadap IIT kedua negara (IITijt). Sedangkan variabel rata-rata GDP kedua
58
negara (GDPijt) tidak berpengaruh terhadap IITijt. Peningkatan IITijt merupakan implikasi dari peningkatan PINijt, penurunan GDPDijt, peningkatan EXCHDijt, penurunan PINDijt, dan penurunan DISTij. Dengan demikian, beberapa kebijakan yang dapat dilaksanakan oleh ASEAN-5 pada umumnya dan pemerintah Indonesia pada khususnya untuk meningkatkan integrasi sektor elektronik di dalam kawasan ASEAN-5 adalah mengadopsi kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan dalam kerangka Agreement for The Integration of Priority Sectors, meningkatkan daya saing
ekspor sektor elektronik, meningkaktan kegiatan research and development pada sektor elektronik, menggalakkan kegiatan promosi produk-produk elektronik yang unik dan berkualitas, dan meningkatkan kerja sama perdagangan pada sektor elektronik antarnegara ASEAN-5 yang jaraknya dekat.
5.2. Saran
Berdasarkan penelitian, penulis dapat mengajukan saran bagi pemerintah Indonesia untuk lebih optimal memanfatkan economies of scale pada sektor elektronik sehingga dapat meningkatkan perdagangan intra-industri pada sektor tersebut, khususnya di dalam kawasan ASEAN-5, di mana telah terjalin kerja sama ekonomi yang cukup baik dan terdapat upaya peningkatan perdagangan antarnegara anggota yang berkesinambungan. Adapun serial waktu yang digunakan hanya 5 tahun sehingga belum cukup untuk dapat menggambarkan perkembangan IIT pada sektor elektronik intra
59
ASEAN-5. Oleh karena itu, penulis dapat mengajukan saran bagi peneliti lain selanjutnya untuk menggunakan periode yang lebih panjang dalam penelitiannya.
60
DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni, P. 2004. Identifikasi Dampak AFTA Terhadap Nilai Ekspor-Impor dan Harga Komoditi Kopi Indonesia-ASEAN [skripsi]. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Austria, M.S. 2004. “The Pattern of Intra-ASEAN Trade in Priority Goods Sectors”. Final Main Report, 3/006e: 1-176. Austria, M.S. November 2004. “How Integrated Is the Electronics Sectors in ASEAN ?”. ASEANONE: 9-10. Bisnis Indonesia. 2003. “2020, Semua Elektronik dan Otomotif Made In ASEAN”. [Perpustakaan BI Online]. www.bi.go.id. [7 Oktober 2003]. Badan Pusat Statistik. 2005. “Ekspor Non Migas Indonesia ke Negara ASEAN”. [BPS Online]. www.bps.go.id. Badan Pusat Statistik. 2005. “Impor Non Migas Indonesia dari Negara ASEAN”. [BPS Online]. www.bps.go.id. COMTRADE. 2007. “Database”. [COMTRADE Online]. comtrade.un.org. Deperindag. 2002. “Implementasi AFTA Sejak 1992”. [Deperindag Online]. www.depperin.go.id. Gujarati, D. 1978. Ekonometrika Dasar. S. Zain [penerjemah]. Erlangga, Jakarta. InterCAFE. 2006. Materi Pelatihan Panel Data. InterCAFE LPPM, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Jayangsari, I. 2006. Analisis Dampak Trade Facilitation Terhadap Perdagangan Bilateral Intra-ASEAN [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Koo, W.W. 2005. International Trade and Agriculture. Blackwell Publishing, Australia. Lipsey, R.G, P.N Courant, D.D Purvis, dan P.O Steiner. 1995. Pengantar Makrokonomi. Binarupa Aksara, Jakarta. Menon, J. 1996. “Intra-Industry Trade and The ASEAN Free Trade Area”. Pacific Economic Papers, 251.
61
Nachrowi, N.D, dan H Usman. 2006. Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrika untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan. LP FEUI, Jakarta. Prihartini. 2004. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ekspor Tekstil Indonesia ke Singapura [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Salvatore, D. 1997. Ekonomi Internasional. H. Munandar [penerjemah]. Erlangga, Jakarta. Sekretariat ASEAN. 2004. “ASEAN Accelerates Integration of Priority Sectors”. [Sekretariat ASEAN Online]. www.aseansec.org. Sekretariat ASEAN. 2004. “ASEAN Sector Integration Protocol for Electronics”. [Sekretariat ASEAN Online]. www.aseansec.org. Sekretariat ASEAN. 2004. “ASEAN Statistics”. [Sekretariat ASEAN Online]. www.aseansec.org. Sekretariat ASEAN. 2004. “Declaration of ASEAN Concorde II”. [Sekretariat ASEAN Online]. www.aseansec.org. Tambunan, T. 2004. Globalisasi dan Perdagangan Internasional. Ghalia Indonesia, Bogor. Tharakan, M.P.K, dan B Kertens. 1995. “Does North-South Horizontal IntraIndustry Really Exist? An Analysis of The Toy Industry”. Weltwirtschaftliches Archiv, 131 (1): 88-105. Thorpe, M, dan Z Zhang. 2005. “Study of The Measurement and Determinants of Intra-Industry Trade in East Asia”. Asian Economic Journal, 19 (2): 231247. Verbeek, M. 2000. A Guide to Modern Econometrics. John Wiley & Sons, Ltd, England.
62
LAMPIRAN
Lampiran 1. Ringkasan Roadmap Integrasi Untuk Sektor Elektronik
I. Tujuan 1. Meningkatkan daya saing sektor elektronik. 2. Implementasi penuh integrasi sektor elektronik pada tahun 2010. II. Langkah-Langkah Pada umumnya, langkah-langkah yang diambil adalah mengombinasikan keunggulan masing-masing negara anggota ASEAN untuk menciptakan keunggulan
kawasan
ekonomi
regional
ASEAN,
memfasilitasi
dan
mempromosikan investasi di dalam kawasan ASEAN, serta membangun kawasan yang kondusif untuk kegiatan industri manufaktur dan industri lainnya, antara lain melalui: 1. Penghapusan tarif untuk semua produk yang termasuk ke dalam sektor elektronik melalui skema CEPT. 2. Penghapusan hambatan non tarif untuk semua produk yang termasuk ke dalam sektor elektronik. 3. Implementasi program-program dan kegiatan promosi investasi di dalam kawasan ASEAN. III. Ruang Lingkup Sektor elektronik antara lain mencakup peralatan elektronik dan listrik rumah tangga, perlengkapan elektronik proses data, perlengkapan kesehatan dan industri, perlengkapan komunikasi, radar, elektronik otomotif, perlengkapan
63
mesin dari produk elektronik dan listrik, dan perlengkapan lainnya untuk manufaktur.
Lampiran 2. Ekspor ASEAN-5 Pada Sektor Elektronik di Dalam Kawasan ASEAN Tahun 2001 (US$) Reporter
Indonesia Indonesia Malaysia Singapura Filipina Thailand
49104161 * 609917 30662019
Malaysia 27468044 708247253 73053130 69144538
Partner Singapura 335088791 656330171 140828755 166121925
Filipina Thailand 21866870 19375281 33453307 107287449 188310070 242273821 - 10616247 24820417 -
Lampiran 3. Ekspor ASEAN-5 Pada Sektor Elektronik di Dalam Kawasan ASEAN Tahun 2002 (US$) Reporter
Indonesia Indonesia Malaysia Singapura Filipina Thailand
61770225 * 2608361 40205552
Malaysia 32629172 551968831 127823145 145123552
Partner Singapura 244945688 490873893 72882694 276865941
Filipina Thailand 21558284 28192077 31706684 133398552 176955774 298914531 9192129 38121775 -
Lampiran 4. Ekspor ASEAN-5 Pada Sektor Elektronik di Dalam Kawasan ASEAN Tahun 2003 (US$) Reporter
Indonesia Indonesia Malaysia Singapura Filipina Thailand
71822690 599794704 1427571 67483226
Malaysia 38263404 605471887 115898438 307565732
Partner Singapura 202546485 455834575 112710566 454399087
Filipina Thailand 19974960 29294562 50549515 165763631 155590950 297876232 - 12437310 54301598 -
64
Lampiran 5. Ekspor ASEAN-5 Pada Sektor Elektronik di Dalam Kawasan ASEAN Tahun 2004 (US$) Reporter Indonesia Indonesia Malaysia Singapura Filipina Thailand
97486918 639484969 3468825 107730212
Malaysia 39789194 774346287 80355246 379827279
Partner Singapura 281671893 540602818 172127422 486035755
Filipina 29696368 75736064 192120995 48496061
Thailand 62934789 225120702 310514195 11334490 -
Lampiran 6. Ekspor ASEAN-5 Pada Sektor Elektronik di Dalam Kawasan ASEAN Tahun 2005 (US$) Reporter Indonesia Indonesia Malaysia Singapura Filipina Thailand
108102141 697045480 1367260 150149635
Malaysia 50487684 823154239 348721811 546534910
Partner Singapura 370773541 650420111 74751583 545945502
Filipina 29738397 69159516 176083143 62295484
Thailand 81265992 331652107 404416157 10662842 -
Lampiran 7. Impor ASEAN-5 Pada Sektor Elektronik di Dalam Kawasan ASEAN Tahun 2001 (US$) Reporter Indonesia Indonesia Malaysia Singapura Filipina Thailand
19588551 * 17613117 31939618
Malaysia 22548751 1479264720 16090452 76919430
Partner Singapura 62846155 396751576 66993553 183892600
Filipina Thailand 906138 22984641 70501542 123638218 393200424 812297916 - 24729783 30731520 -
Lampiran 8. Impor ASEAN-5 Pada Sektor Elektronik di Dalam Kawasan ASEAN Tahun 2002 (US$) Reporter Indonesia Indonesia Malaysia Singapura Filipina Thailand
23879261 * 9850875 37500362
Malaysia 38023167 1258234260 12563218 151258919
Partner Singapura 53021860 183067773 43092379 159035268
Filipina 1742534 46236728 156378004 63716735
Thailand 33690848 95089012 845497153 25718157 -
65
Lampiran 9. Impor ASEAN-5 Pada Sektor Elektronik di Dalam Kawasan ASEAN Tahun 2003 (US$) Reporter
Indonesia Indonesia Malaysia Singapura Filipina Thailand
28860589 742321919 21076299 64573956
Malaysia 57742400 1249100716 23913775 257015024
Partner Singapura 66286551 192652736 41704666 176090954
Filipina Thailand 1790024 48654193 43543771 107281586 209475269 546651001 - 33917445 34392925 -
Lampiran 10. Impor ASEAN-5 Pada Sektor Elektronik di Dalam Kawasan ASEAN Tahun 2004 (US$) Reporter
Indonesia Indonesia Malaysia Singapura Filipina Thailand
35941276 741546581 18671788 80392532
Malaysia 89952664 1274033590 40229836 269522951
Partner Singapura 88151241 329757173 61116374 180881220
Filipina Thailand 5863337 95033396 88099161 481661390 276102030 636289484 - 35111489 30342726 -
Lampiran 11. Impor ASEAN-5 Pada Sektor Elektronik di Dalam Kawasan ASEAN Tahun 2005 (US$) Reporter
Indonesia
Indonesia Malaysia Singapura Filipina Thailand
Malaysia 96187296 49513125 766175783 1254563925 9359964 37406904 83964036 438651192
Partner Singapura 117170500 335554504 80774615 199462010
Filipina Thailand 6276997 121700155 82504769 559663655 219677710 690405705 - 42221461 28715364 -
Lampiran 12. GDP Nominal ASEAN-5 (Juta US$) Negara Indonesia Malaysia Singapura Filipina Thailand
2000 150567.1 90161.2 91429.1 74837.3 122804.2
2001 164804.5 88001.3 85659.1 71984.6 115594.5
2002 204499.4 95266.3 88505.6 76647.9 129880.4
2003 237663.0 103991.8 92748.3 79577.7 142863.4
2004 251647.2 118461.1 107561.1 86685.5 161385.7
2005 280265.2 130860.5 116710.8 98407.5 176206.6
66
Lampiran 13. GDP Per Kapita Nominal ASEAN-5 (US$)
Negara Indonesia Malaysia Singapura Filipina Thailand
2000 731.2 3874.1 22757.3 980.1 2026.1
2001 792.6 3690.4 20734.7 916.6 1855.2
2002 970.4 3899.5 21217.8 956.2 2020.4
2003 1112.9 4154.7 22161.0 972.6 2264.8
2004 2005 1163.0 1278.6 4630.8 5008.5 25366.4 26880.7 1038.0 1154.5 2525.0 2720.8
Lampiran 14. Kurs Nominal ASEAN-5 (US$ in national currency)
Negara Indonesia Malaysia Singapura Filipina Thailand
2000 9595 3.80 1.73 50.00 43.27
2001 10400 3.80 1.85 51.40 44.22
2002 8940 3.80 1.74 53.10 43.15
2003 8465 3.80 1.70 55.57 39.59
2004 9290 3.80 1.63 56.27 39.06
Lampiran 15. Jarak Antara Ibukota Negara (km)
Negara Indonesia-Malaysia Indonesia-Singapura Indonesia-Filipina Indonesia-Thailand Malaysia-Singapura Malaysia-Filipina Malaysia-Thailand Singapura-Filipina Singapura-Thailand Filipina-Thailand
Jarak 1184.026 891.63 2791.118 2323.135 318.466 2469.847 1184.676 2397.471 1435.532 2211.313
2005 9830 3.78 1.66 53.07 41.03
67
Lampiran 16. Hasil Pengukuran IIT
Negara Indonesia-Malaysia
Indonesia-Singapura
Indonesia-Filipina
Indonesia-Thailand
Malaysia-Indonesia
Malaysia-Singapura
Malaysia-Filipina
Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 2001 2002 2003 2004 2005 2001 2002 2003 2004 2005 2001 2002 2003 2004 2005 2001 2002 2003 2004 2005 2001 2002 2003 2004 2005 2001 2002 2003 2004 2005
IIT 90.16 92.37 79.71 61.34 68.84 31.59 35.59 49.31 47.67 48.03 7.96 14.96 16.45 32.98 34.86 91.48 91.11 75.16 79.68 80.08 57.03 55.76 57.33 53.87 62.83 75.35 54.33 59.42 75.77 68.07 64.37 81.36 92.54 92.45 91.20
68
Malaysia-Thailand
Singapura-Indonesia
Singapura-Malaysia
Singapura-Filipina
Singapura-Thailand
Filipina-Indonesia
Filipina-Malaysia
Filipina-Singapura
Filipina-Thailand
Thailand-Indonesia
2001 2002 2003 2004 2005 2003 2004 2005 2001 2002 2003 2004 2005 2001 2002 2003 2004 2005 2001 2002 2003 2004 2005 2001 2002 2003 2004 2005 2001 2002 2003 2004 2005 2001 2002 2003 2004 2005 2001 2002 2003 2004 2005 2001 2002 2003 2004 2005
92.92 83.23 78.58 63.70 74.42 89.38 92.61 95.28 64.75 60.98 65.30 75.61 79.24 64.77 93.83 85.24 82.06 88.98 45.95 52.24 70.54 65.59 73.88 6.69 41.87 12.69 31.33 25.49 36.10 17.90 34.21 66.72 19.38 64.47 74.31 54.02 52.41 96.13 60.07 52.66 53.66 48.81 40.33 97.96 96.52 97.80 85.47 72.78
69
Thailand-Malaysia
Thailand-Singapura
Thailand-Filipina
2001 2002 2003 2004 2005 2001 2002 2003 2004 2005 2001 2002 2003 2004 2005
94.68 97.93 91.05 83.01 89.05 94.92 72.97 55.86 54.24 53.52 89.36 74.87 77.62 76.97 63.10
70
Lampiran 17. Hasil Estimasi Pendekatan Efek Tetap (Fixed Effect) Dependent Variable: IITijt? Method: GLS (Cross Section Weights) Date: 05/31/07 Time: 10:39 Sample: 2001 2005 Included observations: 5 Number of cross-sections used: 20 Total panel (unbalanced) observations: 98 One-step weighting matrix White Heteroskedasticity-Consistent Standard Errors & Covariance Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
GDPijt? PINijt? GDPDijt? EXCHDijt? PINDijt? DISTij? Fixed Effects _IM--C _IS--C _IP--C _IT--C _MI--C _MS--C _MP--C _MT--C _SI--C _SM--C _SP--C _ST--C _PI--C _PM--C _PS--C _PT--C _TI--C _TM--C _TS--C _TP--C
0.000378 7.593657 -0.125080 0.408092 -0.079155 -0.308396
0.001732 0.108765 0.010936 0.085782 0.008830 0.015450
0.218527 69.81706 -11.43773 4.757323 -8.964863 -19.96067
0.8276 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
-87.90577 -88.12786 -87.03883 -88.53594 -87.89778 -87.88268 -85.66868 -87.99009 -88.11543 -87.25293 -86.60441 -87.42363 -86.72770 -85.74559 -86.17296 -87.44227 -88.49322 -88.07102 -87.60150 -86.75710
Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.981775 0.975446 0.677131 155.1416 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
5.575786 4.321309 33.01250 1.928568
0.822581 0.760977 0.693026 1.572957
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid
3.030612 1.417520 34.58051
Unweighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Durbin-Watson stat
71
Lampiran 18. Hasil Estimasi Pendekatan Efek Acak (Random Effect) Dependent Variable: IITijt? Method: GLS (Variance Components) Date: 05/31/07 Time: 10:41 Sample: 2001 2005 Included observations: 5 Number of cross-sections used: 20 Total panel (unbalanced) observations: 98 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C GDPijt? PINijt? GDPDijt? EXCHDijt? PINDijt? DISTij? Random Effects _IM--C _IS--C _IP--C _IT--C _MI--C _MS--C _MP--C _MT--C _SI--C _SM--C _SP--C _ST--C _PI--C _PM--C _PS--C _PT--C _TI--C _TM--C _TS--C _TP--C
-45.44864 -0.009089 4.454855 -0.246576 -0.165698 0.146395 -0.235531
5.390400 0.003364 0.478229 0.103726 0.145037 0.082291 0.037667
-8.431405 -2.701848 9.315321 -2.377191 -1.142450 1.778998 -6.252899
0.0000 0.0082 0.0000 0.0195 0.2563 0.0786 0.0000
-0.075048 0.362223 -0.335326 0.583689 0.274213 0.982344 -1.322778 0.371895 0.208244 0.194694 -0.731157 -0.016573 -0.095189 -0.942859 -0.745182 0.217928 0.581540 0.445101 0.551637 -0.848996
GLS Transformed Regression R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Durbin-Watson stat
0.481753 0.447583 1.053568 1.541372
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid
3.030612 1.417520 101.0106
0.207135 0.154858 1.303148 1.007500
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid
3.030612 1.417520 154.5358
Unweighted Statistics including Random Effects R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Durbin-Watson stat