i
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI VOLUME IMPOR INDONESIA DARI ASEAN+6 MELALUI MODA TRANSPORTASI LAUT
ASTARI DIAH AYUWANGI
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
ii
iii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Volume Impor Indonesia dari ASEAN+6 melalui Moda Transportasi Laut adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2013 Astari Diah Ayuwangi NIM H14090063
RINGKASAN ASTARI DIAH AYUWANGI. Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Volume Impor Indonesia dari ASEAN+6 melalui Moda Transportasi Laut. Dibimbing oleh WIDYASTUTIK. Selama periode tahun 2007-2011 volume impor Indonesia didominasi impor bahan baku/penolong dari negara-negara ASEAN+6 yang diangkut melalui moda transportasi laut. Akan tetapi, transportasi laut Indonesia dalam perdagangan internasional tidak efisien karena infrastruktur dan jasa logistik di pelabuhan yang kurang mendukung yang pada akhirnya memengaruhi waktu dan biaya untuk melakukan impor. Penelitian ini akan menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi volume impor Indonesia dari ASEAN+6 melalui moda transportasi laut. Variabel-variabel dalam penelitian ini meliputi variabel ekonomi seperti GDP per kapita ASEAN+6, GDP per kapita Indonesia, jarak ekonomi, dan nilai tukar riil, serta variabel non-ekonomi seperti kualitas pelabuhan, stabilitas politik dan efektivitas pemerintahan Indonesia. Hasil estimasi dengan menggunakan pendekatan gravity model menunjukkan bahwa variabel yang secara signifikan berpengaruh positif adalah GDP per kapita Indonesia dan kualitas pelabuhan Indonesia, sedangkan variabel jarak ekonomi, nilai tukar riil, stabilitas politik dan efiktivitas pemerintahan Indonesia secara signifikan berpengaruh negatif. Kata kunci: impor, moda transportasi laut, gravity model
iv
ABSTRAK ASTARI DIAH AYUWANGI. Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Volume Impor Indonesia dari ASEAN+6 melalui Moda Transportasi Laut. Dibimbing oleh WIDYASTUTIK. Selama periode tahun 2007-2011 volume impor Indonesia didominasi impor bahan baku/penolong dari negara-negara ASEAN+6 yang diangkut melalui moda transportasi laut. Akan tetapi, transportasi laut Indonesia dalam perdagangan internasional tidak efisien karena infrastruktur dan jasa logistik di pelabuhan yang kurang mendukung yang pada akhirnya memengaruhi waktu dan biaya untuk melakukan impor. Penelitian ini akan menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi volume impor Indonesia dari ASEAN+6 melalui moda transportasi laut. Variabel-variabel dalam penelitian ini meliputi variabel ekonomi seperti GDP per kapita ASEAN+6, GDP per kapita Indonesia, jarak ekonomi, dan nilai tukar riil, serta variabel non-ekonomi seperti kualitas pelabuhan, stabilitas politik dan efektivitas pemerintahan Indonesia. Hasil estimasi dengan menggunakan pendekatan gravity model menunjukkan bahwa variabel yang secara signifikan berpengaruh positif adalah GDP per kapita Indonesia dan kualitas pelabuhan Indonesia, sedangkan variabel jarak ekonomi, nilai tukar riil, stabilitas politik dan efiktivitas pemerintahan Indonesia secara signifikan berpengaruh negatif. Kata kunci: impor, moda transportasi laut, gravity model ABSTRACT ASTARI DIAH AYUWANGI. Analyze the Factors that Influences Volumes of the Indonesian Import by Sea Transport Mode from the ASEAN+6. Supervised by WIDYASTUTIK. During period of 2007-2011, volumes of the Indonesian import were dominated by the raws material/goods from the ASEAN+6 countries carried through sea transport mode. However, Indonesia’s sea transport mode in the international trade were inefficient due to poor port infrastructure and logistics service thus it affect the time and cost to import . This research analyze the factors that influences volumes of the Indonesian import by sea transport mode from the ASEAN+6. The variables used in this research are GDP per capita of ASEAN+6, Indonesia’s GDP per capita, economic distance, real exchange rate, also noneconomic variables such as Indonesia’s quality of port, political stability and government effectiveness. The gravity model used in this research shows that the variables of Indonesia’s GDP per capita and Indonesia’s quality of port are significantly having positive influence, while the variables of economic distance, real exchange rate, political stability and government effectiveness are significantly having negative influence. Keywords: import, sea transport mode, gravity model
v
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI VOLUME IMPOR INDONESIA DARI ASEAN+6 MELALUI MODA TRANSPORTASI LAUT
ASTARI DIAH AYUWANGI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
vi
vii
Judul Skripsi : Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Volume Impor Indonesia dari ASEAN+6 melalui Moda Transportasi Laut Nama : Astari Diah Ayuwangi NIM : H14090063
Disetujui oleh
Widyastutik, M.Si Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec. Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
viii
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat, berkah, dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah perdagangan, dengan judul Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Volume Impor Indonesia dari ASEAN+6 melalui Moda Transportasi Laut. Terima kasih penulis ucapkan kepada Widyastutik, M.Si selaku pembimbing yang telah banyak memberikan saran dan kritik terhadap penelitian ini, serta Dr. Alla Asmara selaku penguji utama dan Dewi Ulfah Wardani, M.Si selaku penguji Komisi Pendidikan yang telah memberikan masukan berupa saran dan kritik sehingga skripsi ini menjadi lebih baik. Di samping itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada staf Badan Pusat Statistik yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada sahabat Ilmu Ekonomi 46 dan teman satu bimbingan (Ade, Nanda) yang telah membantu dan memberikan dukungan selama proses penulisan skripsi. Tidak lupa terima kasih juga penulis sampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2013
Astari Diah Ayuwangi
ix
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
x
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR LAMPIRAN
x
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
4
Tujuan Penelitian
5
Manfaat Penelitian
6
Ruang Lingkup Penelitian
6
TINJAUAN PUSTAKA
6
Kerangka Pemikiran
10
Hipotesis Penelitian
12
METODE PENELITIAN
12
Jenis dan Sumber Data
12
Metode Analisis dan Pengolahan Data
13
GAMBARAN UMUM
19
Perkembangan Impor Indonesia dari ASEAN+6
19
Gross Domestic Product (GDP)
24
GDP per Kapita
25
Perkembangan Kualitas Pelabuhan ASEAN+6
26
Perkembangan Stabilitas Politik ASEAN+6
27
Perkembangan Efektivitas Pemerintahan ASEAN+6
27
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Estimasi Model Data Panel
28 28
Faktor-faktor yang Memengaruhi Volume Impor Indonesia dari ASEAN+6 29 SIMPULAN DAN SARAN
33
Simpulan
33
Saran
34
x
DAFTAR ISI (lanjutan) DAFTAR PUSTAKA
35
LAMPIRAN
37
RIWAYAT HIDUP
41
xi
DAFTAR TABEL 1 Volume impor Indonesia dari negara-negara ASEAN+6 melalui moda transportasi udara (ton) 2 Volume impor Indonesia dari negara-negara ASEAN+6 melalui moda transportasi laut (ton) 3 Jenis dan sumber data dalam penelitian 4 Perkembangan impor migas dan non-migas Indonesia tahun 2007-2011 5 Volume impor komoditi menurut negara asal (ASEAN+6) dan golongan barang utama (ton) 6 Gross domestic product negara-negara ASEAN+6 tahun 2007-2011 (juta US$) 7 Kualitas pelabuhan negara-negara ASEAN+6 tahun 2007-2011 8 Stabilitas politik negara-negara ASEAN+6 tahun 2007-2011 9 Efektivitas pemerintahan negara-negara ASEAN+6 tahun 2007-2011 10 Hasil estimasi model data panel dengan pendekatan FEM
3 3 13 20 22 24 26 27 28 30
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5
Kurva perdagangan internasional Kerangka pemikiran Persentase impor-non-migas Indonesia dari negara-negara ASEAN+6 Persentase impor Indonesia menurut golongan barang GDP per kapita negara-negara ASEAN+6 tahun 2007-2011
7 11 20 21 25
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6
Statistik deskriptif variabel yang digunakan Korelasi antar variabel Hasil uji normalitas Hasil uji Chow Cross section effect Hasil estimasi
38 38 39 39 39 40
xii
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Perdagangan merupakan kegiatan ekonomi yang sangat penting sehingga setiap negara terlibat didalamnya, baik perdagangan antar regional maupun antar negara. Perdagangan internasional merupakan transaksi dagang antara subjek ekonomi satu negara dan subjek ekonomi negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Subjek ekonomi ini melibatkan penduduk yang terdiri dari warga negara biasa, perusahaan swasta, perusahaan negara, dan pemerintah. Perdagangan internasional menyebabkan perekonomian akan saling terjalin dan tercipta hubungan ekonomi yang saling memengaruhi satu sama lain sehingga lalu lintas barang dan jasa akan membentuk perdagangan antar negara. Kegiatan perdagangan internasional terdiri dari ekspor dan impor. Ekspor merupakan penjualan barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara ke negara lainnya, sedangkan impor merupakan barang dan jasa dari suatu negara yang mengalir masuk ke negara tersebut. Ekspor berperan penting dalam perekonomian suatu negara. Hal ini disebabkan ekspor merupakan sumber devisa suatu negara, dimana devisa dibutuhkan untuk membayar impor, membayar utang luar negeri dan bunganya, serta menjaga stabilitas nilai tukar. Impor pun memiliki peranan yang sangat penting dalam memenuhi permintaan dalam negeri atas barang-barang yang pasokannya tidak dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri. Barang-barang yang diimpor biasanya merupakan barang konsumsi, bahan baku, dan barang modal yang dapat digunakan untuk proses industri dalam negeri dan industri yang berorientasi ekspor. Alasan utama suatu negara melakukan perdagangan internasional karena setiap negara berbeda satu sama lain dan untuk mencapai skala ekonomi. Setiap negara berbeda satu sama lain dalam hal seperti, sumber daya alam, iklim, tenaga kerja, budaya dan jumlah penduduk yang menyebabkan adanya perbedaan hasil produksi. Di samping itu, setiap negara berbeda dalam hal kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam mengolah sumber daya ekonomi. Selanjutnya, pencapaian skala ekonomi dapat terjadi karena penghematan biaya rata-rata produksi melalui spesialisasi. Setiap negara yang melakukan perdagangan bertujuan untuk memperoleh keuntungan dan manfaat dari perdagangan tersebut. Manfaat dari perdagangan internasional adalah menjalin persahabatan antar negara, memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi di dalam negeri, memperoleh keuntungan dari spesialisasi, dan memperluas pasar. Di samping itu, perdagangan internasional memberikan manfaat dalam transfer teknologi modern sehingga memungkinkan suatu negara untuk mempelajari teknik produksi yang lebih efisien dan manajemen yang lebih modern. Perdagangan internasional mendorong terjadinya globalisasi ekonomi yang menciptakan hubungan keterkaitan antar negara-negara di dunia. Globalisasi ekonomi merupakan kehidupan ekonomi global yang bersifat terbuka dan tidak mengenal batas-batas teritorial antara suatu negara dan negara lainnya. Terjadinya globalisasi menyebabkan tidak satu negara pun dapat hidup sendiri. Era globalisasi mengakibatkan ilmu pengetahuan dan teknologi, barang serta jasa dapat dengan mudah melewati batas negara. Di samping itu, globalisasi membuat
2
pasar antar negara menjadi semakin luas. Konsekuensi dari globalisasi adalah perdagangan internasional bukan hanya bagian kecil dari ekonomi nasional suatu negara, melainkan ekonomi nasional merupakan bagian kecil dari ekonomi internasional. Oleh sebab itu, dalam menghadapi arus globalisasi dan liberalisasi perdagangan dunia, proses integrasi ekonomi penting dilakukan oleh masingmasing kawasan untuk bisa bersaing dengan kawasan lainnya. Memasuki awal abad ke-21, kerjasama antara negara-negara di kawasan ASEAN telah memasuki babak baru, khususnya dalam bidang ekonomi. Integrasi ekonomi yang diawali dalam bentuk ASEAN Free Trade Area (AFTA) pada tahun 1992, dan Comprehensive Economic Partnership in East Asia (CEPEA) pada tahun 2007. Kesepakatan CEPEA ini melibatkan negara-negara di kawasan ASEAN, Australia, India, Jepang, Korea Selatan, New Zealand, dan Cina yang tergabung dalam ASEAN+6. Kesepakatan CEPEA berdampak pada peningkatan volume impor Indonesia dari negara-negara ASEAN+6. Bahkan, volume impor Indonesia dari negara-negara ASEAN+6 melalui moda transportasi laut dan moda transportasi udara selama periode tahun 2007-2011 mencapai 45.52 persen dari total impor Indonesia (Badan Pusat Statistik 2012). Hal yang menarik dalam perdagangan impor Indonesia dari negara-negara ASEAN+6 adalah dominasi jasa pengangkutan perdagangan melalui moda transportasi laut dibandingkan dengan moda transportasi udara. Hummels (2007) menunjukkan bahwa sebagian besar pengangkutan barang dilakukan melalui moda transportasi laut, dimana selama periode tahun 1975-2004 volume barang yang diperdagangkan melalui moda transportasi laut tumbuh sebesar 4.4 persen per tahun. Menurut survei United Nations Conference on Trade and Development (2012), kontribusi moda transportasi dalam perdagangan internasional yang terbesar adalah transportasi laut sebesar 77 persen, disusul oleh transportasi darat sebesar 16 persen, perpipaan sebesar 6.7 persen, dan transportasi udara sebesar 0.3 persen. Kontribusi moda transportasi laut yang besar tersebut menunjukkan peran penting moda transportasi laut dalam mendukung kelancaran perdagangan internasional yang dilakukan setiap negara. Hal ini disebabkan moda transportasi laut memiliki keunggulan dibandingkan dengan moda transportasi lainnya, yaitu biaya per satuan lebih murah, infrastruktur laut, selat dan samudera telah tersedia, serta volume angkutan yang sangat besar (Panggabean 2013). Indonesia mengimpor barang dari negara-negara ASEAN+6 melalui moda transportasi laut dan udara, dimana volume impor Indonesia dari negara negara ASEAN+6 pada tahun 2011 mencapai 218,363 ton melalui moda transportasi udara dan 75,335,012 ton melalui moda transportasi laut (Badan Pusat Statistik 2012). Sebagai perbandingan disajikan Tabel 1 yang menunjukkan volume impor Indonesia dari negara-negara ASEAN+6 melalui moda transportasi udara dan Tabel 2 yang menunjukkan volume impor Indonesia dari negara-negara ASEAN+6 melalui moda transportasi laut.
3
Tabel 1 Volume impor Indonesia dari negara-negara ASEAN+6 melalui moda transportasi udara (ton) Negara Malaysia Filipina Singapura Thailand Australia India Jepang Korea, Rep. New Zealand Cina Total
Volume impor 2007 2,063 135 8,328 39,280 2,765 1,662 6,448 1,777 174 7,631 70,262
2008 2,675 923 60,564 40,143 1,580 2,569 13,833 10,095 129 21,355 153,866
2009 5,011 1,034 45,383 40,531 1,261 3,155 8,688 10,729 126 19,901 135,819
2010 13,130 643 56,124 84,114 12,108 9,263 12,603 13,126 185 33,568 234,863
2011 6,995 3,339 54,627 68,374 9,216 4,347 17,097 12,148 119 42,065 218,363
Sumber: Badan Pusat Statistik 2012, diolah
Tabel 1 memperlihatkan bahwa volume impor Indonesia melalui moda transportasi udara dari negara-negara ASEAN+6 mengalami peningkatan yang pada tahun 2008 dan 2010. Akan tetapi, selama periode tahun 2007-2011 penurunan volume impor Indonesia dari negara-negara ASEAN+6 melalui moda transportasi udara terbesar terjadi pada tahun 2009. Tabel 2 Volume impor Indonesia dari negara-negara ASEAN+6 melalui moda transportasi laut (ton) Volume Impor
Negara 2007
2008
2009
2010
2011
Malaysia 9,915,590 Filipina 362,954 Singapura 12,063,213 Thailand 4,910,278 Australia 6,333,280 India 2,182,033 Jepang 2,366,439 Korea, Rep. 3,074,770 New 493,306 Zealand Cina 9,207,384
9,564,553 341,130 15,913,145 4,739,305 5,892,586 3,013,893 3,855,879 4,138,122 623,890
8,812,206 285,928 14,427,465 4,200,162 6,836,352 2,247,268 2,629,980 3,496,208 647,737
11,195,611 323,180 17,635,781 4,922,385 7,511,379 3,146,222 3,964,253 5,302,234 570,968
9,810,209 315,973 19,163,497 7,191,885 8,147,045 4,897,524 4,104,019 9,062,041 537,475
9,873,619
8,024,250
10,520,808
12,105,344
Total
57,956,124
51,607,554
65,092,821
75,335,012
50,909,246
Sumber: Badan Pusat Statistik 2012, diolah
4
Tabel 2 memperlihatkan bahwa selama periode tahun 2007-2011 volume impor Indonesia dari negara-negara ASEAN+6 melalui moda transportasi laut memiliki trend yang positif. Penurunan volume impor Indonesia dari negaranegara ASEAN+6 melalui moda transportasi laut terjadi pada tahun 2009. Kondisi ini tidak terlepas dari adanya krisis finansial global yang bermula dari krisis subprime mortage di Amerika Serikat pada pertengahan tahun 2007 sampai 2008 yang berimbas pada perekonomian dunia, termasuk ASEAN+6. Selain itu, berdasarkan Tabel 1 dan Tabel 2, terlihat bahwa volume perdagangan Indonesia dari negara-negara ASEAN+6 sangat didominasi melalui moda transportasi laut. Bahkan, selama periode tahun 2007-2011 volume impor Indonesia dari negaranegara ASEAN+6 melalui moda transportasi laut mencapai 370 kali lipat volume impor Indonesia dari negara-negara ASEAN+6 melalui moda transportasi udara (Badan Pusat Statistik 2012). Hal ini menunjukkan pentingnya moda transportasi laut dalam perdagangan impor Indonesia dari negara-negara ASEAN+6. Oleh sebab itu, relevan untuk dilakukan penelitian yang berjudul Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Volume Impor Indonesia dari ASEAN+6 melalui Moda Transportasi Laut mengingat posisi Indonesia yang berada pada lintasan dua samudera yang terletak pada jalur perdagangan dunia. Faktor-faktor yang memengaruhi volume impor Indonesia dengan ASEAN+6 melalui moda transportasi laut dalam penelitian ini akan dijelaskan dengan menggunakan variabel ekonomi dan variabel non-ekonomi.
Perumusan Masalah Perekonomian dunia semakin berkembang sejak akhir abad ke-20. Hal ini ditunjukkan dengan semakin terbuka dan cepatnya aliran barang dan jasa antar negara serta investasi yang berdampak pada pertumbuhan perdagangan internasional yang semakin meningkat. Menurut Salvatore (1997), perdagangan internasional dapat menjadi mesin bagi pertumbuhan ekonomi. Perdagangan internasional, baik ekspor maupun impor memiliki peranan yang penting dalam perekonomian Indonesia. Ekspor berperan penting dalam perekonomian suatu negara karena merupakan sumber devisa suatu negara. Akan tetapi, impor pun memiliki peranan yang sangat penting dalam memenuhi permintaan dalam negeri atas barang-barang yang pasokannya tidak diproduksi di dalam negeri atau tidak dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri. Di samping itu, impor penting untuk dilakukan apabila harga bahan baku di dalam negeri mahal karena hal ini akan berdampak pada tidak kompetitifnya produk suatu di pasar internasional sehingga daya saing produk ekspor negara tersebut rendah. Oleh sebab itu, impor tidak kalah penting dibandingkan dengan ekspor karena impor pun dapat merangsang perekonomian apabila didukung dengan kebijakan yang tepat dan sesuai. Menurut golongan penggunaan barang, impor Indonesia pada periode Januari-Desember 2011 didominasi bahan baku/penolong sebesar 73.79 persen dari total impor Indonesia dan barang modal sebesar 18.66 persen (Badan Pusat Statistik 2012). Bahan baku/penolong dan barang modal yang diimpor ini pada akhirnya akan digunakan untuk proses industri dalam negeri dan industri yang berorientasi ekspor. Selama periode tahun 2007-2011, volume impor Indonesia didominasi dari negara-negara ASEAN+6, dimana sebesar 67.38 persen dari
5
volume impor Indonesia dari negara-negara ASEAN+6 diangkut melalui moda transportasi laut (Badan Pusat Statistik 2012). Hal ini disebabkan Indonesia dan negara-negara ASEAN+6 merupakan mitra dagang dalam perdagangan internasional. Besarnya volume impor Indonesia dari negara-negara ASEAN+6 ini tidak terlepas dari kesepakatan CEPEA yang terbentuk pada tanggal 15 Januari 2007 di Cebu. Akan tetapi, hasil penelitian The Asia Foundation dan LPEM UI (2008) menyebutkan bahwa Indonesia memiliki masalah transportasi laut yang tidak efisien dengan rata-rata biaya transportasi laut yang mencapai US$ 0.54 per kg per kilometer, padahal moda transportasi laut ini merupakan pendukung utama perdagangan internasional. Tingginya biaya transportasi laut ini disebabkan infrastruktur dan jasa logistik di pelabuhan yang kurang mendukung sehingga biaya logistik di Indonesia dari kawasan industri ke pelabuhan pun tinggi. Dari kinerja logistik 155 negara, Indonesia berada pada peringkat 59 pada tahun 2011, sementara peringkat infrastruktur Indonesia memburuk dibandingkan dua tahun sebelumnya (Saleh 2012). Menurut World Economic Forum (2012), kualitas infrastruktur Indonesia berada pada peringkat ke-76 jauh tertinggal dari negaranegara ASEAN+6 lainnya, terutama Singapura yang berada pada peringkat ke-2. Di samping itu, walaupun kesepakatan-kesepakatan yang ditandatangani dalam suatu integrasi ekonomi telah mengurangi bahkan menghapuskan hambatan tarif dan non-tarif, namun tidak semua negara di dunia mengalami pertumbuhan dan manfaat yang sama dari perdagangan. Hal ini disebabkan, kualitas infrastruktur pelabuhan, stabilitas politik, dan efektivitas pemerintahan diduga dapat memengaruhi pola perdagangan suatu negara. Kualitas infrastruktur pelabuhan akan memengaruhi waktu untuk impor yang pada akhirnya akan memengaruhi biaya untuk impor. Sementara itu, stabilitas politik dan efektivitas pemerintahan akan memengaruhi biaya informasi dan biaya penegakan hukum serta peraturan untuk melakukan impor. Dengan demikian, diperlukan analisis mengenai variabel-variabel yang menjadi penentu utama dan signifikan berpengaruh terhadap volume impor Indonesia dari negara-negara ASEAN+6 melalui moda transportasi laut mengingat posisi Indonesia yang berada diantara dua samudera yang terletak pada jalur perdagangan dunia. Hal ini perlu dilakukan dalam rangka merumuskan kebijakan yang lebih sesuai dan tepat untuk faktor-faktor yang signifikan terhadap volume impor melalui moda transportasi laut untuk mendorong perekonomian. Analisis yang dilakukan melibatkan variabel ekonomi dan variabel non-ekonomi. Berdasarkan uraian penjabaran tersebut, perumusan masalah yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah faktor-faktor apa saja yang memengaruhi volume impor Indonesia dari negara-negara ASEAN+6 melalui moda transportasi laut.
Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi volume impor Indonesia dari negara-negara ASEAN+6 melalui moda transportasi laut.
6
Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
2.
3.
Bagi pemerintah dan lembaga atau pihak terkait, penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi dan masukan untuk perumusan kebijakan dalam perdagangan internasional sehingga diperoleh manfaat dari perdagangan internasional, khususnya impor. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan dan dapat dijadikan sebagai bahan referensi untuk melakukan penelitian-penelitian selanjutnya. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dan pemahaman mengenai permasalahan perdagangan internasional, khususnya impor Indonesia melalui jasa pengangkutan laut.
Ruang Lingkup Penelitian Fokus penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi volume impor Indonesia dari negara-negara ASEAN+6 yang diwakili oleh Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, Australia, India, Jepang, Korea Selatan, New Zealand, dan Cina selama periode tahun 2007-2011. Penelitian ini hanya membahas mengenai impor yang menunjukkan perdagangan bilateral Indonesia (negara pengimpor) dari negara-negara ASEAN+6 (negara pengekspor) melalui moda transportasi laut. Vietnam, Laos, Myanmar, Brunei Darussalam, dan Kamboja tidak dimasukkan dalam penelitian karena persentase volume perdagangan dengan negara-negara tersebut kecil dan tidak tersedia data yang lengkap.
TINJAUAN PUSTAKA Perdagangan internasional dapat didefinisikan sebagai transaksi dagang barang dan jasa antara subjek ekonomi satu negara dengan subjek ekonomi negara lain. Subjek ekonomi yang dimaksud adalah penduduk yang terdiri dari warga negara biasa, perusahaan ekspor, perusahaan impor, perusahaan industri ataupun perusahaan negara. Perdagangan internasional terjadi akibat adanya perbedaan potensi sumber daya alam, sumber daya modal, sumber daya manusia dan kemajuan teknologi antar negara (Halwani 2005). Secara umum, perdagangan internasional terdiri dari kegiatan ekspor dan impor. Ekspor merupakan penjualan barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu negara ke negara lain, sebaliknya impor merupakan barang dan jasa yang masuk ke suatu negara. Negara yang memproduksi lebih dari kebutuhan dalam negerinya dapat mengekspor kelebihan produksi tersebut ke negara lain. Akan tetapi, negara yang tidak mampu memproduksi sendiri dapat mengimpor dari negara lain. Menurut Tambunan (2001), faktor-faktor yang memengaruhi perdagangan internasional dapat dilihat dari teori penawaran dan permintaan. Dari teori penawaran dan permintaan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa perdagangan
7
internasional dapat terjadi karena adanya kelebihan produksi suatu negara dengan kelebihan permintaan negara lain. Secara teoritis, suatu negara misal negara 1 akan mengekspor komoditi X ke negara lain, misal negara 2 apabila harga domestik negara 1 sebelum terjadinya perdagangan internasional relatif lebih rendah apabila dibandingkan dengan harga domestik negara 2 (Gambar 1). Struktur harga yang terjadi di negara 1 lebih rendah karena produksi domestiknya lebih besar dibandingkan dengan konsumsi domestiknya sehingga terjadi excess supply di negara 1. Di sisi lain, di negara 2 terjadi excess demand karena konsumsi domestiknya lebih besar dibandingkan dengan produksi domestiknya sehingga harga di negara 2 lebih tinggi. Dengan demikian, negara 1 memiliki kesempatan untuk menjual kelebihan produksinya ke negara lain, sementara negara 2 berkeinginan untuk membeli komoditi X dari negara lain yang relatif lebih murah. Jika terjadi komunikasi antara negara 1 dan negara 2, maka akan terjadi perdagangan antar keduanya dengan harga yang sama di kedua negara. Px
Px
Px
Sx
P2 P1
Ekspor B
A’
S
Sx
P3
B’
E
A
Dx
D
Dx X
0
E’ Impor
E
0
Negara 1
X
X
0 Negara 2
Gambar 1 Kurva perdagangan internasional Sumber:
Salvatore (1997)
Gambar 1 memperlihatkan bahwa sebelum terjadi perdagangan internasional harga di negara 1 adalah sebesar P1, sedangkan harga di negara 2 adalah sebesar P3. Penawaran di pasar internasional terjadi jika harga internasional lebih tinggi dibandingkan dengan P1, sedangkan permintaan di pasar internasional terjadi jika harga internasional lebih rendah dibandingkan dengan P3. Dengan adanya perdagangan internasional, maka negara 1 akan mengekspor komoditi X sebesar BE, sedangkan negara 2 akan mengimpor komoditi X sebesar B’E’ pada tingkat harga internasional (P2). Salah satu alat analisis yang dapat digunakan untuk mengestimasi berapa besar barang yang keluar dan masuk di suatu wilayah adalah gravity model. Pendekatan gravity model digunakan untuk menganalisis perdagangan bilateral suatu negara dengan negara lain. Model umum perdagangan dalam penelitian ini dibentuk oleh variabel-variabel GDP per kapita riil negara pengekspor (ASEAN+6) maupun pengimpor (Indonesia), jarak ekonomi, dan nilai tukar riil. Di samping itu, terdapat pula variabel non-ekonomi yang memiliki pengaruh terhadap perekonomian, termasuk perdagangan suatu negara seperti, kualitas pelabuhan, stabilitas politik dan efektivitas pemerintahan negara pengimpor.
8
Analisis gravity model pertama kali dikembangkan oleh Tinbergen dan Poyhonen untuk menjelaskan aliran perdagangan bilateral oleh mitra dagang pada Gross National Product (GNP) dan jarak geografis antar negara. Model ini disebut gravity model karena menggunakan perumusan yang sama dengan model gravitasi Newton, dimana interaksi antara dua objek adalah sebanding dengan massanya dan berbanding terbalik dengan jarak masing-masing. Areethamsirikul (2006) meneliti perdagangan intra-ASEAN menggunakan gravity model dengan memasukkan variabel ekonomi yang mencakup GDP dan GDP per kapita. Selain menggunakan variabel ekonomi, penelitian ini menggunakan variabel non-ekonomi. Variabel non-ekonomi dalam gravity model biasanya bersifat saling mengisi dan melengkapi, dan pada umumnya mencerminkan indikator sosial-politik. Hal inilah yang membedakan gravity model dengan model-model ekonomi lainnya. GDP per kapita negara pengekspor maupun pengimpor umumnya memiliki pengaruh positif terhadap permintaan impor suatu negara. Menurut Fitzsimons et al. (1999), peningkatan GDP per kapita negara pengekspor akan menyebabkan peningkatan kemampuan produksi negara tersebut, sedangkan peningkatan GDP per kapita negara pengimpor akan meningkatkan konsumsi negara tesebut sehingga permintaan untuk impor pun mengalami meningkat. Selain GDP per kapita, jarak merupakan faktor geografis yang menjadi variabel utama dalam gravity model untuk aliran perdagangan. Jarak memberikan pengaruh dalam masalah biaya transportasi dalam perdagangan. Jarak yang digunakan dalam penelitian ini merupakan jarak ekonomi. Menurut Siahaan (2008), variabel jarak ekonomi dapat berpengaruh negatif dan positif. Apabila jarak berpengaruh negatif maka faktor jarak geografis menjadi faktor yang lebih dominan dibandingkan dengan GDP dalam memengaruhi perdagangan. Hal ini disebabkan jarak dapat meningkatkan biaya transaksi pertukaran barang dan jasa internasional. Namun, jarak ekonomi dapat berpengaruh positif karena faktor GDP menjadi faktor yang lebih dominan dibandingkan dengan jarak geografis. Di samping itu, dalam penelitian Manik (2012), jarak ekonomi secara signifikan berpengaruh positif terhadap impor disebabkan adanya komisi perdagangan dari suatu transaksi. Adanya komisi transaksi yang diberikan kepada perantara (broker) akan memengaruhi transaksi perdagangan internasional. Hal ini disebabkan, semakin tinggi nilai perdagangannya, maka semakin tinggi juga komisi transaksi yang diterima oleh perantara. Variabel lain yang berpengaruh terhadap perdagangan adalah nilai tukar. Nilai tukar merupakan tingkat harga yang disepakati penduduk kedua negara untuk saling melakukan perdagangan. Menurut Mankiw (2000), nilai tukar riil diperoleh dengan mengalikan nilai tukar nominal dan rasio tingkat harga. Oleh sebab itu, nilai tukar riil dapat menunjukkan harga relatif barang di kedua negara. Jika nilai tukar negara pengekspor terhadap negara pengimpor mengalami peningkatan (depresiasi), maka hal ini akan meningkatkan ekspor negara pengekspor tersebut ke negara pengimpor. Sedangkan, jika nilai tukar negara pengimpor terhadap negara pengekspor mengalami depresiasi, maka hal ini akan menurunkan insentif untuk melakukan impor karena harga produk negara pengimpor tersebut lebih kompetitif. Selain variabel-variabel ekonomi di atas, terdapat pula variabel nonekonomi yang memiliki pengaruh terhadap perekonomian suatu negara seperti,
9
variabel kualitas pelabuhan, stabilitas politik, dan efektivitas pemerintahan di negara pengimpor. Kualitas pelabuhan merupakan salah satu faktor penting yang menentukan kelancaran pengangkutan barang dan jasa yang akan diperdagangkan. Kualitas pelabuhan disini berhubungan dengan pembangunan infrastuktur pelabuhan untuk memungkinkan volume perdagangan yang lebih besar. Kualitas pelabuhan mencakup pengembangan pergudangan, transportasi, pengiriman, penyediaan utilitas dasar, infrastruktur teknologi informasi, dan mengatur badanbadan administratif terkait dan sistem. Menurut Wilson et al. (2003) perbaikan kualitas pelabuhan secara signifikan berpengaruh positif terhadap perdagangan, baik ekspor maupun impor. Menurut Barro (1991) dalam Grindle (2007), ketidakstabilan politik dapat menurunkan investasi-investasi produktif di suatu negara yang dapat berdampak terhadap penurunan produksi yang dihasilkan suatu negara. Oleh sebab itu, diperlukan situasi politik yang stabil untuk menciptakan iklim ekonomi yang kondusif dan aman sehingga akan merangsang pertumbuhan ekonomi dan akses untuk kesempatan berusaha bagi masyarakat untuk melakukan aktivitas-aktivitas yang produktif sehingga produksi dapat ditingkatkan (Tarmidi 2009). Peningkatan produksi ini dapat berimplikasi tehadap penurunan impor dan peningkatan ekspor suatu negara. Variabel efektivitas pemerintahan berhubungan erat dengan tata kelola pemerintah yang baik dan efektif seringkali disebut good governance. Dimensidimensi dari good governance sangat luas, yakni menyangkut kepercayaan publik terhadap kompetensi pemerintah dalam mengelola pemerintahan, efisiensi birokrasi, pembuatan kebijakan, pencapaian stabilitas keamanan, penegakan hukum, serta pengelolaan sumber daya ekonomi secara efektif, transparansi dan akuntabel. Menurut Brunetti et al. (1997), efektivitas dan kredibilitas pemerintah berkontribusi positif terhadap perekonomian. Pengelolaan pemerintahan yang efektif dan berkompetensi dapat mendorong perekonomian secara optimal karena dapat berimbas pada terciptanya iklim yang kondusif bagi investasi-investasi produktif sehingga produksi suatu negara dapat meningkat sehingga impor dapat dikurangi dan ekspor dapat ditingkatkan. Retnowati (2007) dalam penelitiannya menggunakan gravity model untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi perdagangan intra-industri antara negara-negara ASEAN-5 pada periode 2001-2005. Dalam penelitiannya ditemukan bahwa variabel GDP per kapita dua negara, perbedaan GDP antar negara, fluktuasi nilai tukar, dan nilai tukar berpengaruh secara signifikan. Sedangkan, jarak antar negara dan perbedaan GDP per kapita tidak memiliki pengaruh yang signifikan. Walsh (2007) dalam penelitiannya menggunakan gravity model untuk menganalisis perdagangan impor sektor jasa yang meliputi total service imports, travel service, transport services,government service, dan commercial services di negara-negara Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). Dalam penelitiannya ditemukan bahwa variabel GDP per kapita negara pengekspor dan pengimpor serta bahasa adalah variabel yang paling berpengaruh dalam perdagangan impor antar negara. Pada penelitian ini juga, jarak ditemukan tidak berpengaruh signifikan terhadap aliran perdagangan. Zahidi (2012) dalam penelitiannya menggunakan gravity model untuk menganalisis dampak trade facilitation terhadap perdagangan di kawasan
10
ASEAN+3. Dalam penelitiannya ditemukan bahwa variabel efisiensi prosedur kepabeanan, GDP per kapita riil negara pengekspor dan pengimpor, nilai tukar riil memberikan dampak baik terhadap arus perdagangan impor, baik pada sektor pertanian barang mentah maupun sektor manufaktur. Sedangkan, jarak ekonomi berdampak negatif terhadap arus perdagangan di negara-negara kawasan ASEAN+3. Rogers (2000) dalam penelitiannya menggunakan analisis kointegrasi dan Error Correction Model (ECM) untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi perdagangan, khususnya impor di Fiji. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh secara signifikan adalah permintaan domestik, GDP, dan nilai tukar riil.
Kerangka Pemikiran Impor memiliki peranan yang sangat penting dalam memenuhi permintaan dalam negeri atas barang-barang yang pasokannya tidak diproduksi di dalam negeri atau tidak dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri. Di samping itu, impor penting untuk dilakukan apabila harga bahan baku di dalam negeri mahal karena hal ini akan berdampak pada tidak kompetitifnya produk ekspor suatu negara di pasar internasional sehingga daya saing produk negara tersebut rendah. Oleh sebab itu, impor tidak kalah penting dibandingkan dengan ekspor karena impor pun dapat merangsang perekonomian apabila didukung dengan kebijakan yang tepat dan sesuai. Impor Indonesia pada periode Januari-Desember 2011 didominasi bahan baku/penolong sebesar 73.79 persen dari total impor Indonesia dan barang modal sebesar 18.66 persen (Badan Pusat Statistik 2012). Bahan baku/penolong dan barang modal yang diimpor ini pada akhirnya akan digunakan untuk proses industri dalam negeri dan industri yang berorientasi ekspor. Kesepakatan CEPEA yang ditandatangani pada Januari 2007 berimplikasi pada volume impor Indonesia dari negara-negara ASEAN+6. Selama periode tahun 2007-2011 volume impor Indonesia dari negara-negara ASEAN+6 sangat besar. Bahkan, volume impor Indonesia dari negara-negara ASEAN+6 melalui moda transportasi laut dan udara selama periode tahun 2007-2011 mencapai 45.52 persen dari total impor Indonesia (Badan Pusat Statistik 2012). Di samping itu, volume impor Indonesia dari negara-negara ASEAN+6 di dominasi melalui moda transportasi laut. Hal tersebut menunjukkan bahwa moda transportasi laut menjadi moda transportasi andalan dalam perdagangan antara Indonesia dengan negaranegara ASEAN+6. Akan tetapi, Indonesia memiliki masalah transportasi laut yang tidak efisien, padahal transportasi laut merupakan pendukung utama perdagangan Indonesia. Tingginya biaya transportasi laut ini disebabkan infrastruktur dan jasa logistik di pelabuhan yang kurang mendukung sehingga biaya logistik di Indonesia dari kawasan industri ke pelabuhan pun tinggi. Di samping itu, walaupun kesepakatan-kesepakatan yang ditandatangani dalam suatu integrasi ekonomi telah mengurangi bahkan menghapuskan hambatan tarif dan non-tarif, namun tidak semua negara di dunia mengalami pertumbuhan dan manfaat yang sama dari perdagangan. Hal ini disebabkan, kualitas infrastruktur pelabuhan,
11
stabilitas politik, dan efektivitas pemerintahan diduga dapat memengaruhi pola perdagangan suatu negara. Kualitas infrastruktur pelabuhan akan memengaruhi waktu untuk impor yang pada akhirnya akan memengaruhi biaya untuk impor. Sementara itu, stabilitas politik dan efektivitas pemerintahan akan memengaruhi biaya informasi dan biaya penegakan hukum serta peraturan untuk melakukan impor. Berdasarkan penjabaran tersebut, maka kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 2. Adanya barang yang tidak diproduksi di dalam negeri karena keterbatasan sumber daya mendorong terjadinya impor.
Besarnya volume impor Indonesia dari ASEAN+6 selama periode tahun 2007-2011.
Harga bahan baku yang lebih mahal di dalam negeri mendorong terjadinya impor agar harga produk ekspor negara tersebut daya saingnya meningkat di pasar internasional.
Dominasi moda transportasi laut dalam perdagangan impor Indonesia dari ASEAN+6 dibandingkan dengan moda transportasi lainnya.
Transportasi laut Indonesia tidak efisien karena kondisi infrastruktur pelabuhan dan jasa logistik yang tidak mendukung sehingga memengaruhi waktu untuk impor yang pada akhirnya memengaruhi biaya untuk impor.
Faktor-faktor yang memengaruhi volume impor Indonesia dari ASEAN+6 melalui moda transportasi laut
Variabel ekonomi: GDP per kapita riil, jarak ekonomi, dan nilai tukar riil.
Variabel non-ekonomi: Kualitas pelabuhan, stabilitas politik, dan efektivitas pemerintahan.
Rekomendasi Kebijakan Gambar 2 Kerangka pemikiran
12
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi volume impor Indonesia dari negara-negara ASEAN+6 melalui moda transportasi laut. Hal ini perlu dilakukan untuk merumuskan kebijakan yang lebih sesuai dan tepat atas faktor-faktor yang signifikan terhadap volume impor Indonesia dari negara-negara ASEAN+6 melalui moda transportasi laut mengingat posisi Indonesia yang berada pada lintasan dua samudera yang terletak pada jalur perdagangan internasional sehingga moda transportasi laut merupakan pendukung utama perdagangan internasional Indonesia dengan negara-negara ASEAN+6. Berdasarkan studi literatur maka diduga variabel-variabel yang memengaruhi volume impor Indonesia dari negara-negara ASEAN+6 adalah GDP per kapita riil baik negara pengekspor maupun pengimpor, jarak ekonomi, nilai tukar riil, kualitas pelabuhan, stabilitas politik dan efektivitas pemerintahan negara pengimpor.
Hipotesis Dari tinjauan pustaka, dapat ditarik hipotesis faktor-faktor yang memengaruhi volume perdagangan suatu negara dari negara lain dan pengaruhnya adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5.
6. 7.
GDP per kapita riil negara pengekspor (ASEAN+6) diduga berpengaruh positif terhadap volume impor Indonesia dari negara-negara ASEAN+6. GDP per kapita riil negara pengimpor (Indonesia) diduga berpengaruh positif terhadap volume impor Indonesia dari negara-negara ASEAN+6. Jarak ekonomi diduga berpengaruh negatif terhadap volume impor Indonesia dari negara-negara ASEAN+6. Kualitas pelabuhan negara pengimpor diduga berpengaruh positif terhadap volume impor Indonesia dari negara-negara ASEAN+6. Nilai tukar riil negara pengimpor terhadap negara pengekspor diduga berpengaruh negatif terhadap volume impor Indonesia dari negara-negara ASEAN+6. Stabilitas politik negara pengimpor diduga berpengaruh negatif terhadap volume impor Indonesia dari negara-negara ASEAN+6. Efektivitas pemerintahan negara pengimpor diduga berpengaruh negatif terhadap volume impor Indonesia dari negara-negara ASEAN+6.
METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang terdiri dari data volume impor, GDP per kapita riil, jarak ekonomi, nilai tukar, kualitas pelabuhan, stabilitas politik, dan efektivitas pemerintahan dalam bentuk data panel yang berasal dari beberapa sumber, yakni Badan Pusat Statistik (BPS),
13
World Bank, Centre d’Etudes Prospectives et d’Informations Internationales (CEPII). Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data panel yang menggabungkan antara time series 2007-2011 serta crosss section negara-negara ASEAN+6, dimana terdiri dari Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, Australia, India, Jepang, Korea Selatan, New Zealand, dan Cina. Jenis dan sumber data untuk bahan kajian secara ringkas disajikan dalam Tabel 3. Tabel 3 Jenis dan sumber data dalam penelitian Data
Sumber
Impor
Badan Pusat Statistik
GDP per kapita riil
World Bank
Jarak
CEPII
Nilai tukar
World Bank
Kualitas pelabuhan
World Bank
Stabilitas politik
World Bank
Efektivitas pemerintahan
World Bank
Metode Analisis dan Pengolahan Data Metode analisis yang digunakan adalah metode kuantitatif. Analisis regresi data panel dengan gravity model digunakan untuk menganalisis faktorfaktor yang memengaruhi volume impor Indonesia dari ASEAN+6 melalui moda transportasi laut. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan software Microsoft Office Excel dan E-Views 6.
Spesifikasi Model Dalam ukuran ekonomi, gravity model menduga perdagangan berdasarkan jarak antarnegara dan interaksi antar negara. Model ini pertama kali diterapkan oleh Tinbergen untuk meneliti aliran perdagangan internasional. Dalam penelitian ini akan digunakan gravity model yang dimodifikasi, dimana volume impor negara i (Indonesia) dari negara j (ASEAN+6) diterangkan oleh GDP per kapita riil baik negara pengekspor maupun pengimpor, jarak ekonomi, nilai tukar riil, kualitas pelabuhan, stabilitas politik, dan efektivitas pemerintahan negara pengimpor. Persamaan gravity model yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Mijt = α0 + β1GDPPCjt + β2GDPPCINDit + β3JREKijt + β4XRATEijt + β5QOPINDit + β6POLSTABINDit + β7GOVEFFINDit + ԑijt dimana:
14
α0 β 1 - β7 Mijt GDPPCjt GDPPCINDit JREKijt XRATEijt QOPINDit POLSTABINDit GOVEFFINDit ԑ
= intersep = koefisien variabel-variabel independen = volume impor Indonesia dari ASEAN+6 melalui moda transportasi laut (kg) = GDP per kapita riil negara-negara ASEAN+6 (US$) = GDP per kapita riil Indonesia (US$) = jarak ekonomi Indonesia dengan ASEAN+6 = nilai tukar riil Indonesia terhadap ASEAN+6 (Rp/Local Currency Unit) = kualitas pelabuhan Indonesia = stabilitas politik Indonesia = efektivitas pemerintahan Indonesia = error
Model yang dirumuskan menggunakan beberapa variabel yang merupakan hasil kalkulasi dari beberapa data. Penjelasan variabel-variabel tersebut adalah sebagai berikut: 1. Jarak Ekonomi (JREK) Penggunaan jarak ekonomi dalam perumusan model disebabkan jarak geografis antar negara tidak berubah atau konstan. Oleh sebab itu, kondisi ini tidak dapat digunakan dalam melihat faktor jarak terhadap aliran perdagangan, baik ekspor maupun impor jika hanya menggunakan jarak geografis saja, akan tetapi dapat dilihat dari share GDP yang menunjukkan pertumbuhan ekonomi negara. Menurut Li et al. (2008) variabel jarak ekonomi dibentuk dari persamaan berikut: JREKIndonesia,j = jarak geografis * 2. Nilai Tukar Riil (XRATE) Nilai tukar merupakan tingkat harga yang disepakati penduduk kedua negara untuk saling melakukan perdagangan. Nilai tukar riil diperoleh dengan mengalikan nilai tukar nominal (NER) dan rasio tingkat harga, dimana tingkat harga disini merupakan tingkat harga di dalam negeri dengan tingkat harga di luar negeri. Oleh sebab itu, nilai tukar riil dapat menunjukkan harga relatif barang di kedua negara yang dapat dirumuskan sebagai berikut: XRATE = NER * rasio tingkat harga Interpretasi hasil estimasi dilakukan dengan menggunakan elastisitas. Elastisitas menunjukkan kepekaan atau respon dari jumlah barang yang diminta atau ditawarkan akibat perubahan faktor yang memengaruhinya. Secara matematis, elastisitas dituliskan sebagai berikut:
Elastisitas =
*
15
Analisis Data Panel Data panel menggunakan kombinasi data cross section dan time series. Implikasi yang diperoleh dari kombinasi tersebut adalah model data panel lebih efisien karena jumlah observasi lebih banyak. Di samping itu, penggunaan model data panel dapat mengurangi efek bias. Terdapat beberapa keunggulan dari data panel, yaitu mampu mengontrol heterogenitas individu, memberikan lebih banyak informasi dan variasi, mengurangi kolinearitas antar variabel, meningkatkan degree of freedom sehingga lebih efisien, lebih baik untuk study of dynamic adjustments, mampu mengidentifikasi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak dapat diperoleh dari data cross section dan time series murni, dan dapat menguji dan membangun model perilaku yang lebih kompleks. Dalam analisis data panel terdapat tiga macam pendekatan, yaitu Pooled Least Square (PLS), Fixed Effect Model (FEM) dan Random Effect Model (REM). 1. Metode Pooled Least Square Metode PLS merupakan pendekatan yang paling sederhana dalam pengolahan data panel. Pendekatan ini biasa diterapkan dalam bentuk gabungan dari seluruh data (pooled) seperti persamaan berikut ini: Yit = α + βXit + ԑit dimana: Yit = variabel endogen Xit = variabel eksogen α = intersep β = slope i = individu ke-i; t = periode waktu ke-t ԑ = error Pada metode PLS, asumsi yang digunakan menjadi terbatas karena asumsi intersep dan koefisien dari setiap variabel sama untuk setiap individu yang di observasi. Oleh sebab itu, penggunaannya kurang sesuai untuk panel data. 2. Fixed Effect Model FEM digunakan ketika efek individu dan variabel penjelas memiliki korelasi dengan variabel Xit atau memiliki pola yang sifatnya tidak acak. FEM adalah model yang diperoleh dengan mempertimbangkan bahwa peubah-peubah yang dihilangkan dapat mengakibatkan perubahan dalam intersep-intersep cross section dan time series. Secara umum pendekatan FEM dapat dituliskan sebagai berikut: Yit = ΣαiDi + βXit + ԑit dimana: Yit = variabel endogen Xit = variabel eksogen α = intersep β = slope D = variabel dummy i = individu ke-i; t = periode waktu ke-t ԑ = error
16
Efek yang ditimbulkan oleh pendekatan ini adalah dapat mengurangi banyaknya derajat kebebasan yang pada akhirnya akan mengurangi efisiensi dari variabel yang akan diestimasi. Estimasi FEM dapat dilakukan dengan tanpa pembobot atau dengan pembobot yang disebut General Least Square (GLS). Menurut Gujarati (2006), pembobotan ini dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi heterogenitas antar unit cross section. 3. Random Effect Model REM sering disebut error component model karena dalam model ini variabel yang berbeda antar individu dan antar waktu dimasukkan ke dalam error. Bentuk REM dapat ditulis dalam persamaan sebagai berikut: Yit = α + ΣβXit + ԑit ԑit = ui + vt + wit dimana: ui ~ N(0, ) = komponen cross section error ui ~ N(0, ) = komponen time series error ui ~ N(0, ) = komponen error kombinasi Asumsi yang digunakan dalam model ini adalah error secara individual tidak saling berkorelasi, begitu pula error kombinasinya.
Pemilihan Model dalam Pengolahan Data Panel Dalam pemilihan model yang akan digunakan dalam sebuah penelitian perlu dilakukan pertimbangan statistik agar memperoleh dugaan yang efisien. Pemilihan metode estimasi untuk menentukan model pendekatan terbaik dalam pengolahan data panel dapat dilakukan melalui Uji Chow, Uji Hausman, dan Uji LM. 1. Uji Chow Uji Chow atau Uji F-statistic adalah pengujian untuk memilih apakah model yang digunakan menggunakan model PLS atau FEM. Dalam pengujian ini dilakukan hipotesis sebagai berikut: H0 : PLS H1 : FEM Dasar penolakan terhadap hipotesis nol adalah dengan menggunakan nilai F-statistic. Jika nilai F-statistic lebih dari F-Tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap hipotesis nol sehingga model yang digunakan adalah FEM, begitu pula sebaliknya. Nilai F-statistic didapat dari persamaan berikut: F-statistic = dimana:
~ Fα (N-1, NT-N-K)
17
RRSS = Residual Sum Square hasil pendugaan model PLS URSS = Residual Sum Square hasil pendugaan FEM N = jumlah data cross section T = jumlah data time series K = jumlah variabel penjelas 2. Uji Hausman Uji Hausman adalah pengujian statistik sebagai dasar pertimbangan dalam memilih untuk menggunakan FEM atau REM. Pengujian ini dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut: H0 : Random Effect Model H1 : Fixed Effect Model Sebagai dasar penolakan H0 maka digunakan statistik Hausman dan membandingkannya dengan nilai Chi Square. Berikut ini merupakan persamaan dari statistik Hausman: M = (β – b) (M0 – M1)-1 ~ X2 (k) dimana: β = vektor untuk statistik variabel random effect b = vektor statistik variabel fixed effect M0 = matriks kovarian untuk dugaan FEM M1 = matriks kovarian untuk dugaan REM X2 = Chi Square k = derajat bebas Jika nilai M hasil pengujian lebih dari X2-Tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap hipotesis nol sehingga model yang digunakan adalah FEM, dan begitu pula sebaliknya. 3. Uji LM (Breusch-Pagan) Uji LM adalah pengujian statistik sebagai dasar pertimbangan dalam memilih model PLS atau REM. Pengujian ini dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut: H0 : PLS H1 : REM Dasar penolakan hipotesis nol adalah dengan membandingkan nilai statistik LM dengan nilai Chi Square. Jika nilai statistik LM lebih dari X2Tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap hipotesis nol sehingga model yang digunakan adalah REM, begitu pula sebaliknya.
Pengujian Asumsi Klasik Uji ekonometrika dilakukan untuk memastikan model estimasi regresi linear yang dihasilkan bersifat Best Linear Unbiased Estimator (BLUE). Pengujian terhadap pelanggaran asumsi-asumsi klasik seperti, uji multikolinearitas, heteroskedastisitas, autokorelasi dan normalitas diperlukan untuk menghasilkan model yang efisien dan konsisten.
18
1. Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas dilakukan untuk memastikan tidak terdapat hubungan linear antar variabel bebas. Suatu data dapat dikatakan mengandung multikolinearitas apabila R-squared tinggi, variabel bebas banyak yang tidak signifikan, tanda tidak sesuai dengan yang diharapkan, korelasi sederhana antar variabel individu tinggi (Rij tinggi), dan Rsquared lebih kecil dari Rij. Masalah multikolinearitas ini dapat diatasi dengan cara menghilangkan variabel yang tidak signifikan, mentransformasikan data, dan menambah variabel. Suatu data dikatakan tidak mengandung multikolinearitas apabila nilai korelasi parsial antar peubah kurang dari R-squared. 2. Uji Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas merupakan salah satu pelanggaran dalam asumsi klasik statistika yang terjadi jika ragam sisaan tidak konstan (Var(ԑi) = E( ) = ). Suatu data dapat dikatakan homoskedastisitas apabila nilai dari sum squared resid weighted kurang dari nilai sum squared resid unweighted. 3. Uji Autokorelasi Uji asumsi autokorelasi dilakukan untuk memastikan tidak terjadi korelasi antar error dari periode waktu yang berbeda. Pendeteksian adanya autokorelasi dapat dilakukan dengan uji Durbin-Watson (DW). Menurut Juanda (2009), suatu data dikatakan tidak terdapat autokorelasi jika nilai DW mendekati dua. Berikut ini merupakan kerangka identifikasi autokorelasi: : terdapat autokorelasi negatif 4-dL
Pengujian Hipotesis Menurut Juanda (2009), kriteria-kriteria yang ditentukan untuk dapat menguji model sudah baik atau tidak baik, yaitu:
19
1. Uji-F Uji-F dilakukan untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen dalam model secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Pengujian ini dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut: H0 : β1 = β2 = ... = βk = 0 H1 : minimal terdapat satu βk ≠ 0 Jika F-statistic lebih dari Fα(k-1, NT-N-K) atau probabilitas (pvalue) kurang dari taraf nyata (α), maka cukup bukti untuk menolak hipotesis nol yang berarti bahwa secara bersama-sama variabel-variabel independen dalam model berpengaruh nyata terhadap variabel dependen pada taraf nyata α persen, begitu pula sebaliknya. 2. Uji-t Uji-t dilakukan untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen secara parsial berpengaruh signifikan atau tidak terhadap variabel dependen. Jika nilai t-statistic lebih dari tα/2(NT-K-1), maka cukup bukti untuk menolak hipotesis nol yang berarti bahwa variabel independen ke-k secara parsial memengaruhi variabel dependen pada taraf nyata α persen, begitu pula sebaliknya. Pengujian ini dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut: H0 : βk = 0 H1 : βk ≠ 0 3. Koefisien Determinasi Koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengetahui seberapa besar keragaman yang dapat dijelaskan oleh variabel independen terhadap variabel dependen dalam model. Nilai R2 berada pada kisaran 0 dan 1, dimana apabila semakin mendekati 1, maka model semakin baik. Koefisien determinasi dirumuskan sebagai berikut: R2 = dimana: RSS TSS
= jumlah kuadrat regresi = jumlah kuadrat total
GAMBARAN UMUM Perkembangan Impor Indonesia dari ASEAN+6 Impor Indonesia selama tahun 2007-2011 memiliki trend yang positif. Nilai impor migas Indonesia mencapai US$ 40,701.5 juta dan memberikan peranan sebesar 22.94 persen dari total impor Indonesia pada tahun 2011, sedangkan nilai impor non-migas Indonesia mencapai US$ 136,734.1 juta dan memberikan peranan sebesar 77.06 persen terhadap total impor Indonesia pada tahun 2011. Perkembangan impor migas dan non-migas Indonesia periode tahun 2007-2011 selengkapnya disajikan pada Tabel 4.
20
Tabel 4 Perkembangan impor migas dan non-migas Indonesia tahun 2007-2011 Nilai (juta US$)
Tahun 2007 2008 2009 2010 2011
Persentase (persen)
Migas
Non-Migas
Migas
Non-Migas
21,932.8 30,552.9 18,980.7 27,412.7 40,701.5
52,540.6 98,644.4 77,848.5 108,250.6 136,734.1
29.45 23.65 19.60 20.21 22.94
70.55 76.35 80.40 79.79 77.06
Sumber: Badan Pusat Statitik 2012
Tabel 4 memperlihatkan bahwa selama periode tahun 2007-2011 impor migas memberikan kontribusi yang lebih kecil dibandingkan dengan impor nonmigas. Rata-rata impor migas Indonesia selama tahun 2007-2011 adalah sebesar 23.17 persen, sedangkan impor non-migas sebesar 76.83 persen. Dilihat dari nilainya, selama periode tahun 2007-2011 impor Indonesia didominasi oleh impor non-migas sehingga dapat disimpulkan bahwa perekonomian Indonesia selama ini masih bertumpu pada impor sektor non-migas. Impor sektor non-migas Indonesia pada tahun 2007-2011 sebagian besar berasal dari ASEAN+6. Gambar 3 menyajikan distribusi persentase impor non-migas Indonesia dari ASEAN+6.
Malaysia 1% 7% 27%
Filipina Singapura
16%
Thailand Australia
7%
1% 8%
6%
India Jepang Korea, Rep.
23%
4%
New Zealand Cina
Gambar 3 Persentase impor non-migas Indonesia dari negara-negara ASEAN+6 Sumber:
Badan Pusat Statistik 2012, diolah
Impor non-migas Indonesia dari ASEAN+6 selama periode tahun 20072011 persentase impor non-migas yang paling besar adalah dari Cina dengan persentase sebesar 27 persen dari total impor non-migas yang berasal dari ASEAN+6, disusul Jepang sebesar 23 persen, dan Singapura sebesar 16 persen. Sedangkan, persentase impor non-migas terkecil berasal dari New Zealand dan Filipina sebesar satu persen. Barang-barang yang diimpor Indonesia umumnya merupakan bahan baku/penolong untuk keperluan industri, barang-barang modal termasuk barang-
21
barang yang bernilai tinggi seperti otomotif dan elektronik, maupun barang konsumsi. Persentase impor Indonesia menurut golongan barang selengkapnya disajikan pada Gambar 4.
7% 19%
Barang konsumsi
Bahan baku/penolong
Barang modal 74%
Gambar 4 Persentase impor Indonesia menurut golongan barang Sumber:
Badan Pusat Statistik 2012, diolah
Gambar 4 memperlihatkan bahwa persentase impor Indonesia selama periode tahun 2007-2011 adalah sebesar 7 persen untuk barang konsumsi, 19 persen untuk barang modal, dan 74 persen untuk bahan baku/penolong. Hal ini menunjukkan bahwa impor Indonesia didominasi oleh impor untuk bahan baku/penolong. Bahan baku/penolong yang diimpor Indonesia ini digunakan untuk proses industri dalam negeri dan industri yang berorientasi ekspor. Menurut golongan barang SITC (Standard International Trade calassification) satu digit, kelompok barang utama impor pada tahun 2011 adalah kelompok mesin dan alat angkutan dengan persentase sebesar 32.57 persen dari total impor Indonesia, diikuti minyak dan bahan bakar mineral sebesar 23.01 persen, barang-barang buatan pabrik sebesar 14.58 persen, serta bahan kimia dan produknya sebesar 12.53 persen. Sedangkan, golongan barang SITC yang memberikan persentase terkecil adalah minyak nabati dan hewani sebesar 0.10 persen karena Indonesia merupakan salah satu produsen minyak nabati dan hewani. Impor Indonesia selama periode tahun 2007-2011 sebagian besar berasal dari negara-negara ASEAN+6, dimana impor Indonesia dari negara-negara ASEAN+6 memiliki golongan barang utama yang berbeda satu sama lain. Impor komoditi menurut negara asal (ASEAN+6) dan golongan barang utama selengkapnya disajikan pada Tabel 5.
22
Tabel 5 Volume impor komoditi menurut negara asal (ASEAN+6) dan golongan barang utama (ton) Negara Asal/ Golongan Barang Malaysia 334 Petroleum products, refined 333 Petroleum oil, crude
2007
2008
4,489,358
3,760,404
2009
2010
2011
2,201,752
2,393,499
3,452,891
1,918,865
1,649,865
2,539,746
4,016,487
1,598,052
575 Other plastics in primary forms
42,823
66,024
85,001
119,258
138,712
511 Hydrocarbon and their halogenated, nitrated derivatives
123,595
223,302
200,569
193,484
173,019
12
227
384
228
269
748 Transmission shafts and cranks
2,065
2,616
1,897
2,912
3,546
593 Explosive and pyrotechnic products
1,930
2,321
1,223
1,675
5,190
8,997,702
11,675,330
10,666,798
13,390,908
15,087,890
1,939
18,018
12,630
15,468
15,590
149,167
309,098
480,716
397,269
284,760
665,526
514,920
485,837
647,444
450,005
1,775
9,804
3,987
5,570
6,105
44,046
67,421
41,953
84,560
87,786
1,348,934
885,514
655,752
857,986
1,165,877
35,820
100,701
37,742
79,830
92,673
Filipina 776 Thermionic, cold cathode, and photo cathode valves/tubes
Singapura 334 Petroleum products,refined 772 Electrical apparatus for making and breaking electrical circuits 793 Ships, boats, and floating structures 511 Hydrocarbon and their halogenated, nitrated derivatives 776 Thermionic, cold cathode, and photo cathode valves/tubes Thailand 781 Passenger motor cars 061 Sugar, molasses, and honey 784 Parts and accessories of the motor vehicles
23
(Lanjutan Tabel 5) Negara Asal/ Golongan Barang
2007
2008
2009
2010
2011
1,505,042
1,758,404
2,655,519
3,299,579
3,737,762
75,513
87,744
86,908
80,614
123,393
001 Live animal other than fish
144,750
202,402
234,144
210,573
122,460
India 511 Hydrocarbon and their halogenated, nitrated derivatives
238,098
255,983
213,180
260,527
325,252
4,675
386,420
191,463
789,746
323,344
461
1,595
2,754
2,727
1,737
55,222
172,371
154,278
165,226
180,996
96,282
154,070
68,194
157,382
183,495
507,584
864,834
444,552
877,413
990,793
713 Internal combustion piston engines and parts
36,796
57,066
35,677
50,468
58,743
784 Parts and accessories of the motor vehicles
36,196
146,174
42,674
63,720
66,984
1,811,982
2,245,406
1,492,265
3,140,388
5,604,475
159,002
29,207
281,686
383,782
824,367
655 Knitted or crochetted fabrics
1,361
315,728
25,495
37,293
46,550
764 Telecomunication equipments and parts
2,072
8,376
4,081
8,265
7,683
New Zealand 022 Milk, cream, and milk products other than butter or cheese
57,980
55,351
79,275
53,924
59,012
251 Pulp and waste paper
90,145
136,446
182,263
169,881
189,577
011 Meat of bovine animals fresh, chiled or frozen
16,291
18,872
20,077
35,374
21,117
Australia 041 Wheat and meslin, unmilled 684 Alumunium
334 Petroleum products, refined 764 Telecomunication equipments and parts Jepang 782 Motor vehicle for the transportation of goods 723 Civil engineering and contractor plants and equipments/parts 673 Flat rolled products, not clad
Korea, Rep. 334 Petroleum products, refined 673 Flat rolled products, not clad
24
(Lanjutan Tabel 5) Negara Asal/ Golongan Barang Cina 764 Telecomunication equipments and parts 752 Automatic data processing machines and their units
2007
2008
2009
2010
2011
45,993
63,195
48,945
74,060
90,534
18,986
20,659
17,691
26,341
29,051
Sumber: Badan Pusat Statistik 2012, diolah
Tabel 5 memperlihatkan bahwa impor Indonesia dari negara-negara ASEAN+6 menurut golongan barang SITC 1 digit, kelompok barang utama impor selama periode tahun 2007-2011 adalah mesin dan alat angkutan (kode SITC 7). Di samping itu, Indonesia pun mengimpor kelompok barang utama impor lain dari negara-negara ASEAN+6 yang merupakan bahan kimia dan produknya (kode SITC 5), barang-barang buatan pabrik (kode SITC 6) serta minyak dan bahan bakar mineral (kode SITC 3).
Gross Domestic Product (GDP) Selama kurun waktu tahun 2007-2011, GDP negara-negara ASEAN+6 menunjukkan trend yang meningkat. Jepang merupakan negara yang memiliki GDP terbesar dibandingkan negara-negara lain di kawasan ASEAN+6. Sedangkan, New Zealand merupakan negara yang memiliki GDP terendah dibandingkan negara-negara lain di kawasan ASEAN+6. Pada Tabel 6 disajikan data GDP negara-negara ASEAN+6 periode tahun 2007-2011. Tabel 6 Gross domestic product negara-negara ASEAN+6 tahun 2007-2011 (juta US$) Negara
2007
Indonesia Malaysia Filipina Singapura Thailand Australia India Jepang Korea,Rep. New Zealand Cina
432,217 193,551 149,360 168,434 246,977 850,326 1,238,700 4,356,329 1,049,236 134,015 3,494,056
Sumber: World Bank 2012, diolah
2008 510,245 230,988 173,603 166,792 272,578 1,052,818 1,224,095 4,849,208 931,402 130,677 4,521,827
2009 539,580 202,252 168,334 175,935 263,711 921,972 1,361,057 5,035,142 834,060 117,376 4,991,256
2010 708,027 246,821 199,589 213,155 318,908 1,139,201 1,684,315 5,488,416 1,014,890 141,548 5,930,529
2011 846,832 287,937 224,754 239,700 345,672 1,379,382 1,847,977 5,867,154 1,116,247 159,706 7,318,499
25
Pada tahun 2008 dan 2009 terjadi penurunan GDP di beberapa negara ASEAN+6. Pada tahun 2008 penurunan GDP terjadi di Singapura, India, Korea Selatan, dan New Zealand. Penurunan GDP terbesar pada tahun 2008 dialami oleh Korea Selatan dengan penurunan GDP sebesar 117,834 juta US$, sedangkan pada tahun 2009, penurunan GDP terjadi di Malaysia, Filipina, Thailand, Australia, Korea Selatan, dan New Zealand. Penurunan GDP terbesar pada tahun 2009 dialami oleh Australia dengan penurunan GDP sebesar 130,846 juta US$. Penurunan GDP pada beberapa negara ASEAN+6 ini merupakan dampak dari krisis finansial global yang berawal dari kasus subprime mortage di Amerika Serikat yang menyebabkan tekanan terhadap perekonomian dunia termasuk di beberapa kawasan ASEAN+6. Akan tetapi, pada tahun 2010 GDP negara-negara ASEAN+6 mengalami peningkatan dan tumbuh positif.
GDP per Kapita Dari sisi GDP per kapita terdapat kesenjangan diantara negara-negara ASEAN+6. GDP per kapita tertinggi terjadi di Australia yang mencapai US$ 60,979 atau lebih dari 40 kali lipat pendapatan per kapita India yang hanya US$ 1,488 pada tahun 2011. Singapura dan Jepang merupakan negara dengan GDP per kapita tertinggi kedua dan ketiga dengan nilai US$ 46,241 dan US$ 45,902 pada tahun 2011. GDP per kapita masing-masing negara ASEAN+6 selengkapnya disajikan pada Gambar 5. 70,000
Indonesia
60,000
Malaysia Filipina
US$
50,000
Singapura 40,000
Thailand Australia
30,000
India
20,000
Jepang 10,000
Korea Selatan New Zealand
2007
2008
2009 Tahun
2010
2011
Cina
Gambar 5 GDP per kapita negara-negara ASEAN+6 tahun 2007-2011 Sumber:
World Bank 2012, diolah
Selama periode tahun 2007-2011, GDP per kapita negara-negara ASEAN+6 memiliki trend yang meningkat setiap tahunnya, kecuali pada tahun 2009 terdapat beberapa negara di kawasan ASEAN+6 yang mengalami penurunan GDP per kapita. Kenaikan GDP per kapita tertinggi dimiliki oleh Australia, yakni
26
dari US$ 40,352 pada tahun 2007 menjadi US$ 60,979 pada tahun 2011 atau naik sebesar 51.12 persen.
Perkembangan Kualitas Pelabuhan ASEAN+6 Pengukuran kualitas infrastruktur pelabuhan digunakan untuk melihat kualitas terhadap fasilitas pelabuhan ekspor-impor suatu negara. Kualitas pelabuhan merupakan salah satu faktor penting yang menentukan kelancaran pengangkutan barang dan jasa yang akan diperdagangkan. Kualitas pelabuhan disini berhubungan dengan pembangunan infrastuktur pelabuhan untuk memungkinkan volume perdagangan yang lebih besar. Kualitas pelabuhan mencakup pengembangan pergudangan, transportasi, pengiriman, penyediaan utilitas dasar, infrastruktur teknologi informasi, dan mengatur badan-badan administratif terkait dan sistem. Kualitas pelabuhan negara-negara ASEAN+6 selengkapnya disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Kualitas pelabuhan negara-negara ASEAN+6 tahun 2007-2011 Negara
2007
2008
2009
2010
2011
Mean
Indonesia Malaysia Filipina Singapura Thailand Australia India Jepang Korea Selatan New Zealand Cina
2.66 5.72 2.82 6.83 4.65 5.05 3.49 5.55 5.51 5.43 3.98
3.04 5.71 3.16 6.78 4.42 4.77 3.33 5.22 5.18 5.35 4.32
3.40 5.52 3.00 6.78 4.69 4.65 3.47 5.17 5.10 5.47 4.28
3.62 5.58 2.76 6.76 5.03 4.86 3.86 5.15 5.46 5.42 4.32
3.60 5.70 3.00 6.80 4.70 5.10 3.90 5.20 5.50 5.50 4.50
3.27 5.65 2.95 6.79 4.70 4.89 3.61 5.26 5.35 5.43 4.28
Sumber: World Bank 2012, diolah
Pengukuran menggunakan indeks yang memiliki skor antara satu sampai tujuh, dimana skor satu berarti infrastruktur pelabuhan sangat buruk, sedangkan skor tujuh berarti infrastruktur pelabuhan sangat efisien sesuai dengan standar internasional. Selama periode tahun 2007-2011, kualitas pelabuhan di negaranegara ASEAN+6 menunjukkan variasi yang besar, dimana rata-rata kualitas pelabuhan terbaik dimiliki oleh Singapura dengan nilai 6.79, diikuti Malaysia dengan skor 5.65, dan New Zealand dengan skor 5.43. Akan tetapi, di antara negara-negara ASEAN+6 rata-rata kualitas pelabuhan terendah dimiliki oleh Filipina dengan nilai 2.95 yang berarti memiliki kualitas pelabuhan yang buruk.
27
Perkembangan Stabilitas Politik ASEAN+6 Stabilitas politik merupakan salah satu dimensi yang dapat mendukung perekonomian suatu negara. Stabilitas politik disini menyangkut hal yang berhubungan dengan penyalahgunaan jabatan politik, pengaturan partai politik, bahkan mencakup masalah terorisme. Situasi politik yang stabil dan kondusif merupakan salah satu prasyarat utama untuk mendorong pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Ukuran stabilitas politik memiliki skor antara nol sampai seratus, dimana nol merupakan skor terendah (stabilitas politik lemah) dan seratus merupakan skor tertinggi (stabilitas politik kuat). Singapura merupakan negara yang memiliki rata-rata skor stabilitas politik tertinggi di antara negara-negara ASEAN+6 lainnya , yakni sebesar 91.6, disusul New Zealand dengan rata-rata skor tidak berbeda jauh sebesar 91.4. Hal ini menunjukkan bahwa stabilitas politik di Singapura dan New Zealand sangat tinggi. Stabilitas politik negara-negara ASEAN+6 selengkapnya disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Stabilitas politik negara-negara ASEAN+6 tahun 2007-2011 Negara Indonesia Malaysia Filipina Singapura Thailand Australia India Jepang Korea Selatan New Zealand Cina
2007
2008
2009
2010
2011
Mean
13 49 8 92 15 80 13 80 60 94 27
16 47 9 96 12 80 14 74 55 90 28
21 43 7 90 12 73 10 82 51 85 27
20 52 8 90 12 74 11 77 50 91 24
21 52 9 90 17 74 13 79 55 97 25
18.2 48.6 8.2 91.6 13.6 76.2 12.2 78.4 54.2 91.4 26.2
Sumber: Worldwide Governance Indicators 2012, diolah
Rata-rata stabilitas politik terendah dimiliki Filipina, yakni sebesar 8.2. Berdasarkan Tabel 8 terlihat bahwa stabilitas politik di negara-negara ASEAN+6 sangat bervariasi bahkan cenderung memiliki kesenjangan. Bahkan, kesenjangan rata-rata stabilitas politik antara Singapura dan Filipina sangat besar, yakni mencapai 83.4.
Perkembangan Efektivitas Pemerintahan ASEAN+6 Efektivitas pemerintahan berkaitan erat dengan good governance. Dimensi-dimensi dari good governance sangat luas, yakni menyangkut kepercayaan publik terhadap kompetensi pemerintah dalam mengelola pemerintahan, efisiensi birokrasi, pembuatan kebijakan, dan kebebasan terhadap tekanan poltik. Efektivitas dan kredibilitas pemerintah yang baik akan
28
memberikan kontribusi positif terhadap investasi karena dapat berimbas pada terciptanya iklim yang kondusif bagi investasi-investasi produktif. Ukuran efektivitas pemerintahan memiliki skor antara nol sampai seratus, dimana nol merupakan skor terendah (efektivitas pemerintahan lemah) dan seratus merupakan skor tertinggi (efektivitas pemerintahan kuat). Efektivitas pemerintahan negaranegara ASEAN+6 selengkapnya disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Efektivitas pemerintahan negara-negara ASEAN+6 tahun 2007-2011 Negara
2007
2008
2009
2010
2011
Mean
Indonesia Malaysia Filipina Singapura Thailand Australia India Jepang Korea Selatan New Zealand Cina
46 86 55 100 66 96 57 89 86 93 63
46 83 56 100 63 95 53 88 83 94 60
46 78 51 100 61 96 55 88 82 98 60
48 82 51 100 58 96 56 89 84 97 60
47 81 56 99 60 95 55 88 86 98 61
46.6 82.0 53.8 99.8 61.6 95.6 55.2 88.4 84.2 96.0 60.8
Sumber: Worldwide Governance Indicators 2012, diolah
Tabel 9 menunjukkan bahwa rata-rata efektivitas pemerintahan tertinggi di negara-negara ASEAN+6 dimiliki oleh Singapura dengan skor rata-rata yang tinggi, yakni 99.8 persen, disusul New Zealand sebesar 96, Australia sebesar 95.6. Sedangkan, rata-rata efektivitas pemerintahan terendah dimiliki oleh Indonesia, yakni sebesar 46.6. Efektivitas pemerintahan Indonesia yang rendah ini disebabkan birokrasi Indonesia yang berbelit-belit mengakibatkan ekonomi biaya tinggi. Akibatnya para pelaku perdagangan lebih memilih jalur ilegal. Berdasarkan Tabel 7 juga terlihat bahwa terdapat kesenjangan skor yang cukup jauh antara nilai efektivitas pemerintahan tertinggi dan terendah di negara-negara ASEAN+6.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Estimasi Model Data Panel Dalam analisis data panel dilakukan pengujian model untuk memilih metode pendekatan terbaik. Berdasarkan hasil pengujian model, metode yang terbaik adalah Fixed Effect Model (FEM). Metode estimasi yang digunakan adalah FEM dengan General Least Square (GLS) weighted dengan cross section weight dan white cross section. Hal ini dilakukan untuk menghindari adanya masalah heteroskedastisitas antar unit cross-section dan autokorelasi. Pengujian
29
berbagai asumsi terhadap metode FEM sebagai model terpilih dilakukan untuk memperoleh hasil estimasi yang Best Linear Unbiased Estimator (BLUE), sehingga model persamaan terbebas dari masalah yang sering dijumpai dalam analisis regresi seperti heteroskedastisitas dan autokorelasi. Pendeteksian masalah heteroskedastisitas pada model didasarkan pada hasil uji statistik sum square residual, sedangkan pendeteksian gejala autokorelasi didasarkan pada hasil uji statistik Durbin-Watson.
Faktor-faktor yang Memengaruhi Volume Impor Indonesia dari ASEAN+6 Analisis faktor-faktor yang memengaruhi volume impor Indonesia dari ASEAN+6, estimasi dilakukan terhadap lima puluh unit observasi. Hasil estimasi memiliki nilai koefisien deterrminasi (R-squared) sebesar 0.9822. Hal ini menunjukkan bahwa sebesar 98.22 persen keragaman volume impor Indonesia dari negara-negara ASEAN+6 melalui moda transportasi laut dapat dijelaskan oleh model, sedangkan sisanya 1.78 persen dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar model. Nilai R-squared ini digunakan untuk menguji goodness of fit dari model regresi. Nilai probabilitas (F-statistic) adalah 0.000000, dimana nilai tersebut lebih kecil dari taraf nyata lima persen. Hal ini menunjukkan pada tingkat kepercayaan 95 persen, variabel GDP per kapita riil negara-negara ASEAN+6, GDP per kapita riil Indonesia, jarak ekonomi, nilai tukar riil, kualitas pelabuhan, stabilitas politik dan efektivitas pemerintahan Indonesia secara bersama-sama signifikan memengaruhi volume impor Indonesia dari negara-negara ASEAN+6 melalui moda transportasi laut. Sedangkan, hasil uji-t menunjukkan bahwa variabel GDP per kapita riil Indonesia, jarak ekonomi, nilai tukar riil, kualitas pelabuhan Indonesia, stabilitas politik dan efektivitas pemerintahan Indonesia secara parsial signifikan memengaruhi volume impor Indonesia dari negara-negara ASEAN+6 melalui moda transportasi laut dengan tingkat kepercayaan 95 persen. Variabel GDP per kapita riil negara-negara ASEAN+6 tidak signifikan memengaruhi volume impor Indonesia dari negara-negara ASEAN+6. Hasil uji normalitas menunjukkan nilai probabilitas sebesar 0.146024, dimana nilai tersebut lebih besar dari taraf nyata lima persen. Berdasarkan hal tersebut maka residual error (error term) dalam model ini dapat dikatakan terdistribusi normal. Dalam uji kriteria statistik untuk pelanggaran multikolinearitas, model ini pun disimpulkan tidak mengalami pelanggaran tersebut. Hal ini disebabkan nilai R-squared lebih tinggi dari nilai korelasi parsial antar variabel. Sedangkan, untuk masalah heteroskedastisitas, hasil estimasi menunjukkan nilai sum squared resid weighted sebesar 2.24E+19 lebih kecil dari sum squared resid unweighted yang nilainya sebesar 3.05E+19, sehingga dapat disimpulkan tidak terjadi masalah heteroskedastisitas. Nilai statistik DurbinWatson dari hasil pengolahan data adalah sebesar 1.869176. Hal ini berarti nilai statistik Durbin-Watson tersebut mendekati nilai 2.00 yang berada pada area nonautokorelasi. Hal tersebut mengindikasikan tidak terjadi masalah autokorelasi. Maka, berdasarkan hal-hal tersebut dapat dikatakan bahwa hasil estimasi model bersifat BLUE. Hasil estimasi selengkapnya disajikan pada Tabel 10.
30
Tabel 10 Hasil estimasi data panel dengan pendekatan FEM Variabel GDPPC GDPPCIND JREK XRATE QOPIND POLSTABIND GOVEFFIND C
Koefisien
Elastisitas
t-statistik
Prob.
230391.2 26467080 -2448863 -1012171 9.93E+08 -3.60E+08 -4.10E+08 1.38E+09
0.53 4.83 -0.34 -0.53 0.54 -1.09 -3.17
0.876492 20.48284 -8.316954 -3.441512 9.333500 -16.65959 -18.83566 0.406206
0.3871 0.0000** 0.0000** 0.0016** 0.0000** 0.0000** 0.0000** 0.6872
Cross-Section Effects Malaysia Filipina Singapura Thailand Australia India Japan Korea, Rep. New Zealand Cina
3.67E+09 -6.48E+09 6.99E+09 -2.08E+09 8.03E+09 -2.41E+09 -1.09E+10 -4.08E+09 4.41E+08 6.85E+09 R-squared Adjusted R-squared Prob (F-statistic) Durbin-Watson stat Sum squared resid weighted Sum squared resid unweighted Prob Jarque-Bera
0.982200 0.973569 0.000000 1.869176 2.24E+19 3.05E+19 0.146024
Keterangan: **signifikan pada taraf nyata 5%
Berdasarkan hasil estimasi, variabel GDP per kapita riil negara-negara ASEAN+6 tidak signifikan memengaruhi volume impor Indonesia dari negaranegara ASEAN+6 melalui moda transportasi laut. Sedangkan, variabel GDP per kapita riil Indonesia, jarak ekonomi, nilai tukar riil, kualitas pelabuhan Indonesia, stabilitas politik dan efektivitas pemerintahan Indonesia secara signifikan memengaruhi volume impor Indonesia dari negara-negara ASEAN+6 melalui moda transportasi laut. Variabel GDP per kapita riil negara-negara ASEAN+6 dalam hasil estimasi ditemukan tidak signifikan berpengaruh terhadap volume impor Indonesia dari negara-negara ASEAN+6. Hal ini disebabkan faktor penentu yang berpengaruh sangat kuat terhadap impor Indonesia adalah GDP per kapita
31
Indonesia sendiri sebagai negara pengimpor. Menurut Fitzsimons et al. (1999), peningkatan GDP per kapita negara pengimpor akan meningkatkan konsumsi negara tersebut sehingga permintaan untuk impor pun mengalami peningkatan. Variabel GDP per kapita riil Indonesia dalam hasil estimasi secara signifikan berpengaruh positif terhadap volume impor Indonesia dari negaranegara ASEAN+6 melalui moda transportasi laut dan menunjukkan nilai probabilitas sebesar 0.0000. Hal ini menunjukkan bahwa variabel GDP per kapita riil Indonesia berpengaruh nyata terhadap volume impor Indonesia dari negaranegara ASEAN+6 melalui moda transportasi laut. Kondisi ini menunjukkan bahwa dengan meningkatnya GDP per kapita riil Indonesia sebesar 1 persen akan meningkatkan volume impor Indonesia dari negara-negara ASEAN+6 melalui moda transportasi laut sebesar 4.83 persen, ceteris paribus. GDP per kapita riil Indonesia sebagai negara pengimpor yang signifikan secara positif menunjukkan kemampuan agregat suatu negara. Oleh sebab itu, semakin besar pendapatan agregat suatu negara, maka semakin tinggi kemampuan untuk mengimpor. Variabel jarak ekonomi dalam hasil estimasi ditemukan secara signifikan berpengaruh negatif terhadap volume impor Indonesia dari negara-negara ASEAN+6 dan menunjukkan nilai probabilitas sebesar 0.0000. Hal ini menunjukkan bahwa variabel jarak ekonomi berpengaruh nyata terhadap volume impor Indonesia dari negara-negara ASEAN+6 melalui moda transportasi laut. Artinya dengan meningkatnya jarak ekonomi sebesar 1 persen akan menurunkan volume impor Indonesia dari negara-negara ASEAN+6 melalui moda transportasi laut sebesar 0.34 persen, ceteris paribus. Hal ini berarti bahwa semakin jauh jarak geografis, maka perdagangan akan membutuhkan biaya yang lebih besar. Jarak ekonomi berhubungan erat dengan biaya transportasi. Adanya jarak antara dua negara yang saling melakukan perdagangan barang akan memengaruhi biaya transportasi. Biaya transportasi dapat dipengaruhi oleh harga minyak dunia. Jika harga minyak dunia mengalami kenaikan, maka akan meningkatkan harga barang tersebut sehingga akan memberikan dampak terhadap perdagangan internasional. Oleh sebab itu, dengan adanya biaya transportasi akan menyebabkan penurunan volume perdagangan, baik ekspor maupun impor (Salvatore 1997). Variabel nilai tukar riil (Rp/mata uang negara-negara ASEAN+6) dalam hasil estimasi ditemukan secara signifikan berpengaruh negatif terhadap volume impor Indonesia dari negara-negara ASEAN+6 dan menunjukkan nilai probabilitas sebesar 0.0016. Hal ini menunjukkan bahwa variabel nilai tukar riil berpengaruh nyata terhadap volume impor Indonesia dari negara-negara ASEAN+6 melalui moda transportasi laut. Kondisi ini berarti dengan meningkatnya nilai tukar riil sebesar 1 persen akan menurunkan volume impor Indonesia dari negara-negara ASEAN+6 melalui moda transportasi laut sebesar 0.53 persen, ceteris paribus. Adanya depresiasi rupiah terhadap mata uang negara-negara ASEAN+6 membuat harga domestik lebih kompetitif dibandingkan dengan harga barang impor di pasar nasional sehingga akan menurunkan insentif untuk melakukan impor. Variabel lainnya dalam hasil estimasi yang secara signifikan berpengaruh terhadap volume impor Indonesia dari negara-negara ASEAN+6 melalui moda transportasi laut adalah variabel kualitas pelabuhan Indonesia. Variabel kualitas pelabuhan Indonesia dalam hasil estimasi memiliki pengaruh positif terhadap volume perdagangan Indonesia dari negara-negara ASEAN+6 melalui moda
32
transportasi laut dengan nilai probabilitas sebesar 0.0000. Kondisi ini menunjukkan bahwa dengan meningkatnya kualitas pelabuhan Indonesia sebesar 1 persen akan meningkatkan volume impor Indonesia dari negara-negara ASEAN+6 melalui moda transportasi laut sebesar 0.54 persen, ceteris paribus. Wilson et al. (2005) menjadikan variabel kualitas pelabuhan sebagai proksi dari efisiensi pelabuhan yang berhubungan dengan infrastruktur sehingga memungkinkan penanganan volume perdagangan yang lebih besar. Kualitas pelabuhan disini mencakup pengembangan pergudangan, transportasi, pengiriman dan infrastruktur teknologi informasi, penyediaan utilitas dasar seperti air dan listrik, serta badan-badan administratif terkait dan sistem. Menurut Wilson et al. (2003), peningkatan kualitas pelabuhan secara signifikan berpengaruh positif terhadap perdagangan, baik ekspor maupun impor. Variabel stabilitas politik Indonesia memiliki pengaruh negatif terhadap volume impor Indonesia dari negara-negara ASEAN+6 melalui moda transportasi laut dengan nilai probabilitas sebesar 0.0000. Hal ini berarti bahwa variabel stabilitas politik Indonesia berpengaruh nyata terhadap volume impor Indonesia dari negara-negara ASEAN+6 melalui moda transportasi laut. Kondisi ini menggambarkan bahwa dengan meningkatnya stabilitas politik Indonesia sebesar 1 persen akan menurunkan volume impor Indonesia dari negara-negara ASEAN+6 melalui moda transportasi laut sebesar 1.09 persen, ceteris paribus. Situasi politik yang stabil dan kondusif merupakan salah satu prasyarat utama untuk mendorong pertumbuhan dan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Menurut Barro (1991) dalam Grindle (2007), ketidakstabilan politik dapat menurunkan investasi-investasi produktif di suatu negara dan hal ini dapat berdampak pada penurunan produksi barang dan jasa di negara yang bersangkutan. Oleh sebab itu, diperlukan situasi politik yang stabil untuk menciptakan iklim ekonomi yang kondusif dan aman yang merangsang pertumbuhan dan menyediakan akses untuk kesempatan berusaha bagi masyarakat untuk melakukan aktivitas-aktivitas yang produktif (Tarmidi 2009). Peningkatan aktivitas-aktivitas produktif tersebut akan berdampak pada peningkatan produksi barang dan jasa suatu negara sehingga dapat mengurangi impor. Berdasarkan hasil estimasi, variabel efektivitas pemerintahan Indonesia memiliki pengaruh negatif terhadap volume impor Indonesia dari negara-negara ASEAN+6 melalui moda transportasi laut dan menunjukkan nilai probabilitas sebesar 0.0000. Hal ini berarti bahwa variabel efektivitas pemerintahan Indonesia berpengaruh nyata terhadap volume impor Indonesia dari negara-negara ASEAN+6 melalui moda transportasi laut. Kondisi ini menggambarkan bahwa dengan meningkatnya efektivitas pemerintahan Indonesia sebesar 1 persen akan menurunkan volume impor Indonesia dari negara-negara ASEAN+6 melalui moda transportasi laut sebesar 3.17 persen, ceteris paribus. Tata kelola pemerintah yang baik dan efektif seringkali disebut good governance. Dimensi-dimensi dari good governance sangat luas, bukan hanya terbatas pada pemberantasan korupsi, melainkan menyangkut kepercayaan publik terhadap kompetensi pemerintah dalam mengelola pemerintahan, efisiensi birokrasi, pembuatan kebijakan, pencapaian stabilitas keamanan, penegakan hukum, serta pengelolaan sumber daya ekonomi secara efektif, transparan dan akuntabel. Menurut Brunetti et al. (1997), efektivitas dan kredibilitas pemerintah berkontribusi positif terhadap investasi-investasi produktif dan pertumbuhan
33
ekonomi melalui peningkatan produksi. Pengelolaan pemerintahan yang efektif dan berkompetensi dapat mendorong perekonomian secara optimal karena dapat berimbas pada terciptanya iklim yang kondusif bagi investasi-investasi produktif sehingga produksi suatu negara dapat meningkat. Peningkatan produksi suatu negara dapat mengurangi impor dan meningkatkan ekspor. Dari hasil estimasi pada Tabel 10 cross section effects yang memperlihatkan pembeda dari setiap cross section. Hal ini menunjukkan bahwa tanpa pengaruh dari variabel-variabel independen (GDP per kapita riil Indonesia, GDP per kapita riil negara-negara ASEAN+6, jarak ekonomi, nilai tukar riil, kualitas pelabuhan, stabilitas politik, dan efektivitas pemerintahan Indonesia), besarnya volume impor Indonesia melalui moda transportasi laut dari Malaysia adalah sebesar [(3.67E+09) + (1.38E+09)], dari Filipina sebesar [(-6.48E+09) + (1.38E+09)], dari Singapura sebesar [(6.99E+09) + (1.38E+09)], dari Thailand sebesar [(-2.08E+09) + (1.38E+09)], dari Australia sebesar [(8.03E+09) + (1.38E+09)], dari India sebesar [(-2.41E+09) + (1.38E+09)], dari Jepang sebesar [(-1.09E+10) + (1.38E+09)], dari Korea Selatan sebesar [(-4.08E+09) + (1.38E+09)], dari New Zealand sebesar [(4.41E+08) + (1.38E+09)], dan dari Cina sebesar [(6.85E+09) + (1.38E+09)]. Efek individu pada data cross section dengan nilai paling tinggi adalah Australia, disusul Singapura, Cina, dan Malaysia. Hal ini berarti volume impor Indonesia dari Australia memiliki rata-rata perubahan yang paling tinggi sebesar 8.03E+09, disusul Singapura sebesar 6.99E+09, Cina sebesar 6.85E+09, dan Malaysia sebesar 3.67E+09. Berdasarkan hasil estimasi, GDP per kapita riil Indonesia dan kualitas pelabuhan Indonesia berpengaruh positif terhadap volume impor Indonesia dari negara-negara ASEAN+6. Sedangkan, jarak ekonomi, nilai tukar riil (Rp/mata uang negara-negara ASEAN+6), stabilitas politik dan efektivitas pemerintahan Indonesia berpengaruh negatif terhadap volume impor Indonesia melalui moda transportasi laut dari negara-negara ASEAN+6. Di samping itu, hasil estimasi memperlihatkan bahwa variabel GDP per kapita riil Indonesia dan efektivitas pemerintahan Indonesia merupakan variabel yang memiliki pengaruh cukup besar terhadap volume impor Indonesia dari negara-negara ASEAN+6.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Dari penelitian yang telah dilakukan, volume impor Indonesia dari negaranegara ASEAN+6 melalui moda transportasi laut dan moda transportasi udara selama periode tahun 2007-2011 mencapai 45.52 persen dari total perdagangan impor Indonesia. Volume impor Indonesia dari negara-negara ASEAN+6 pada periode tahun 2007-2011 didominasi melalui moda transportasi laut, yakni sebesar 67.38 persen dari volume impor Indonesia dari negara-negara ASEAN+6 diangkut melalui moda transportasi laut. Perkembangan volume impor Indonesia dari negara-negara ASEAN+6 selama periode tahun 2007-2011 mengalami trend yang positif, dimana barang-barang yang diimpor Indonesia dari negara-negara ASEAN+6 sebagian besar merupakan bahan baku/penolong dan barang modal. Berdasarkan hasil estimasi, faktor-faktor yang memengaruhi volume impor
34
Indonesia dari negara-negara ASEAN+6 melalui moda transportasi laut adalah GDP per kapita riil Indonesia, jarak ekonomi, nilai tukar riil (Rp/mata uang negara-negara ASEAN+6), kualitas pelabuhan Indonesia, stabilitas politik dan efektivitas pemerintahan Indonesia. Variabel GDP per kapita riil Indonesia dan kualitas pelabuhan Indonesia secara signifikan berpengaruh positif terhadap volume impor Indonesia dari negara-negara ASEAN+6 melalui moda transportasi laut. Sedangkan, jarak ekonomi, nilai tukar riil, stabilitas politik dan efektivitas pemerintahan Indonesia secara signifikan berpengaruh negatif terhadap volume impor Indonesia dari negara-negara ASEAN+6 melalui moda transportasi laut. Variabel GDP per kapita riil negara-negara ASEAN+6 ditemukan tidak signifikan memengaruhi volume impor Indonesia dari negara-negara ASEAN+6.
Saran Dari uraian pembahasan yang telah dikemukakan, terdapat beberapa hal yang dapat disarankan: 1. Indikator-indikator dari kualitas pelabuhan mencakup pengembangan pergudangan, transportasi, pengiriman, penyediaan utilitas dasar, infrastruktur teknologi informasi, dan badan-badan administratif terkait dan sistem. Rata-rata indeks kualitas pelabuhan Indonesia masih tergolong rendah, sehingga Indonesia perlu meningkatkan dan memperbaiki kualitas pelabuhannya, khususnya yang berkaitan dengan infrastruktur serta badan administrasi-administrasi terkait dan sistem. Peningkatan kualitas pelabuhan yang berhubungan dengan infrastruktur serta badan administratif-administratif terkait dan sistem perlu dilakukan karena indikator-indikator tersebut akan memengaruhi waktu untuk impor yang pada akhirnya memengaruhi biaya untuk impor. Oleh sebab itu, pemerintah perlu mengupayakan alokasi anggaran untuk meningkatkan dan memperbaiki kualitas pelabuhan untuk mendorong kelancaran pengangkutan barang dan jasa. 2. Indikator-indikator dari stabilitas politik menyangkut hal-hal yang berhubungan dengan penyalahgunaan jabatan politik, pengaturan lembaga dan partai politik, bahkan mencakup masalah terorisme. Indonesia perlu menjaga stabilitas politiknya, khususnya yang berkaitan dengan penyalahgunaan jabatan politik. Hal ini disebabkan stabilitas politik merupakan prasyarat untuk menciptakan iklim ekonomi yang kondusif dan aman. Dengan situasi politik yang stabil negara akan menjadi aman dan teratur sehingga hal-hal yang dapat menghambat aktivitas dan kegiatan ekonomi dapat dihindari. Oleh sebab itu, diperlukan situasi politik yang stabil untuk menciptakan iklim ekonomi yang kondusif dan aman yang merangsang pertumbuhan dan menyediakan akses untuk kesempatan berusaha bagi masyarakat untuk melakukan aktivitas-aktivitas yang produktif sehingga produksi dapat meningkat dan impor dapat dikurangi. 3. Indikator-indikator efektivitas pemerintahan mencakup kepercayaan publik terhadap pemerintah dalam mengelola pemerintahan, efisiensi birokrasi, pembuatan kebijakan, dan kebebasan terhadap tekanan politik. Indonesia perlu meningkatkan efektivitas pemerintahan, khususnya yang
35
berkaitan dengan birokrasi. Hal ini disebabkan birokrasi di Indonesia masih berbelit-belit mengakibatkan ekonomi biaya tinggi. Peningkatan efektivitas pemerintahan dalam hal efisiensi birokrasi perlu dilakukan agar pelaku perdagangan tidak memilih jalur yang ilegal sehingga dapat menimbulkan kerugian. Di samping itu, efektivitas pemerintahan yang berkaitan dengan pembuatan kebijakan yang mendukung ekonomi dalam negeri dapat mendorong peningkatan produksi sehingga dapat mengurangi impor.
DAFTAR PUSTAKA Areethamsirikul S. 2006. The Impact of ASEAN Enlargement Intra-ASEAN Trade: Gravity Mode Approach. The Indonesian Quarterly. 34(2): 176-192. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Statistik Indonesia. Jakarta (ID). ______________________. 2012. Buletin Statistik Perdagangan Luar Negeri Impor, Berbagai Edisi. Jakarta (ID). Bhagwati J. 2013. Membela Globalisasi Melawan Okol dengan Akal. Cianjur (ID): Institute for Migrants Rights Press. Brunetti A, Kinsuko G, Weder B. 1997. Institutional Obstacle to Doing Business: Region by Region Result from a Worldwide Survey of the Private Sector. Working Paper No. 1759. [CEPII] Centre d’Etudes Prospectives et d’Informations Internationales. 2012. Data [Internet]. Dapat diakses di [http://cepii.fr/] Dumairy. 1996. Perekonomian Indonesia. Jakarta (ID): Erlangga. Firdaus M. 2012. Aplikasi Ekonometrika untuk Data Panel dan Time Series. Bogor (ID): IPB Press. Fitzsimons E, Hogan V, Neary P. 1999. Explaining the Volume of North-South Trade in Ireland: A Gravity Model Approach. Economic and Social Review. 30(4): 381-401. Grindle MS. 2007. Good Enough Governance Revisited. Development Policy Review. 25(5): 553-574. Gujarati D. 2006. Dasar-dasar Ekonometrika. Julius AM, penerjemah. Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari: Basic Econometrics. Hafni N. 2011. Analisis Daya Saing dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi Aliran Ekspor Pisang Indonesia [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Halwani RH. 2005. Ekonomi Internasional dan Globalisasi Ekonomi. Edisi ke-2. Bogor (ID): Ghalia Indonesia. Head K. 2003. Gravity for Beginners. Canada: University of British Columbia. Hummels D. 2007. Transportation Cost and International Trade in The Second Era of Globalization. Journal of Economics Perspective. 21: 131-154. [IPB] Institut Pertanian Bogor. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Edisi ke-3. Bogor (ID): IPB Press. Juanda B. 2009. Ekonometrika Pemodelan dan Pendugaan. Bogor (ID): IPB Press.
36
[KPPU] Komisi Pengawasan Persaingan Usaha. 2008. Ekonomi Biaya Tinggi pada Sektor Logistik di Pelabuhan Belawan Medan [Internet]. Dapat diakses di [http://kppu.go.id] Krugman P, Maurice O. 2002. International Economics: Theory and Policy. Sixth Edition. Boston: Perason Education, Inc. Li, Song, Zhau. 2008. Component Trade and China’s Global Economics Integration. United Kingdom: United Nations University. Manik L. 2012. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Aliran Perdagangan Impor Bawang Merah dan Kentang Indonesia Periode Tahun 2001-2010 [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Mankiw NG. 2000. Teori Makroekonomi. Edisi ke-5. Imam N, penerjemah. Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari: Principles of Macroeconomics. Miro F. 2012. Pengantar Sistem Transportasi. Jakarta (ID): Erlangga. Oktaviani R, Novianti T. 2009. Teori Perdagangan Internasional dan Aplikasinya di Indonesia. Bagian I. Bogor (ID): Departemen Ilmu Ekonomi IPB. Radiansyah D. 2012. Analisis Kontribusi Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi Regional di Indonesia [tesis]. Jakarta (ID): Universitas Indonesia. Retnowati JD. 2007. Analisis Faktor-Faktor Determinan Perdagangan IntraIndustri Komoditas Information and Communication Technology (ICT) antar Negara-Negara ASEAN-5 [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rogers A. 2000. An Analysis of The Determinants of Fiji’s Imports. Fiji: Economics Department Reserve Bank of Fiji. Saleh MT. 2012. Biaya Logistik Tinggi: Bank Dunia Usulkan Efisiensi Dwell Time di Indonesia [Internet]. Dapat diakses di [http://www.bisnis.com/articles] Salvatore D. 1997. Ekonomi Internasional. Haris M, penerjemah. Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari: International Economics. Siahaan MTJ. 2008. Analisis Aliran Perdagangan Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Intra-ASEAN [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Siregar AR. 2010. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Impor Indonesia [tesis]. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara. Sukirno S. 2006. Ekonomi Pembangunan, Proses, Masalah dan Dasar Kebijakan. Edisi ke-2. Jakarta (ID): Kencana Prenada Media Group. Tambunan TH. 2001. Industrialisasi di Negara Sedang Berkembang: Kasus Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia. Tarmidi D. 2009. Aspek Politik dan Pemerintahan dalam Pemulihan Ekonomi Indonesia. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. The Asia Foundation dan LPEM UI. 2008. The Cost of Moving Goods: Road Transportation, Regulation and Charges in Indonesia. Jakarta. Todaro MP, Smith SC. 2006. Pembangunan Ekonomi. Edisi ke-9 Jilid I. Haris M, penerjemah. Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari: Economic Development. [UNCTAD] United Nations Conference on Trade and Development. 2012. Review of Maritime Transport 20. UNCTAD: Geneva. Walsh K. 2006. Trade in Service: Does Gravity Hold? A Gravity Model Approach to Estimating Barriers to Services Trade. Dublin: Dublin City University.
37
[WEF]. World Economic Forum. 2012. Global Competitiveness Index Report 2007-2011. Geneva. Wilson JS, Mann C, Otsuki T. 2003. Trade Facilitation and Economic Development: A New Approach to Quantifying the Impact. The World Bank Review. 17: 367-389. Wilson JS, Mann C, Otsuki T. 2005. Assesing the Benefits of Trade Facilitation: A Global Perspective. The World Economy. 28: 841-871. [World Bank]. 2012. World Development Indicators [Internet]. Dapat diakses di [http://data.worldbank.org/data-catalog/world-development-indicators] [WGI] Worldwide Governance Indicators. 2012. Data [Internet]. Dapat diakses di [http://www.wgi.org] Zahidi A. 2012. Dampak Trade Facilitation Terhadap Arus Perdagangan di Kawasan ASEAN+3 [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
38
LAMPIRAN Lampiran 1 Statistik deskriptif variabel yang digunakan IMP
GDPPC GDPPCIND JREK
XRATE QOPIND POLSTABINDGOVEFFIND
Mean
6.02E+09 13905.77 1099.580 835.6408 3172.973 3.265514
18.20000
46.60000
Median
4.90E+09 9987.216 1089.724 876.3262 1306.583 3.396282
20.00000
46.00000
Maximum
1.92E+10 40837.27 1206.991 2276.865 12666.79 3.623208
21.00000
48.00000
Minimum
2.86E+08 673.0047 1003.364 112.7649 6.463648 2.663194
13.00000
46.00000
Std. Dev.
3.219836
0.808122
Skewness
4.77E+09 13493.61 71.73172 489.3074 3942.794 0.369333 0.822933 0.686475 0.189281 0.464246 1.157486 0.588562
-0.626962
0.843750
Kurtosis
3.146317 2.081734 1.794608 3.101533 3.154209 1.826148
1.720534
2.078125
Jarque-Bera 5.688095 5.683759 3.325580 1.817512 11.21433 5.757391
6.686159
7.703145
Probability
0.058190 0.058316 0.189609 0.403025 0.003671 0.056208
0.035328
0.021246
Sum Sum Sq. Dev.
3.01E+11 695288.4 54978.98 41782.04 158648.6 163.2757
910.0000
2330.000
1.12E+21 8.92E+09 252126.5 11731663 7.62E+08 6.683924
508.0000
32.00000
50
50
Observations
50
50
50
50
50
50
Lampiran 2 Korelasi antar variabel IMP
GDPPC GDPPCIND JREK
XRATE QOPIND POLSTABIND GOVEFFIND
IMP
1.000000 0.237668 0.174943 -0.485045 0.255439 0.136411
0.106759
0.132202
GDPPC
0.237668 1.000000 0.014068 0.144636 0.356606 0.008128
0.002791
0.016242
GDPPCIND
0.174943 0.014068 1.000000 0.229398 -0.006891 0.919596
0.847951
0.700679
JREK
-0.485045 0.144636 0.229398 1.000000 0.195340 0.183391
0.152062
0.172410
XRATE
0.255439 0.356606 -0.006891 0.195340 1.000000 -0.009096
-0.006860
-0.014700
QOPIND
0.136411 0.008128 0.919596 0.183391 -0.009096 1.000000
0.954861
0.717871
POLSTABIND 0.106759 0.002791 0.847951 0.152062 -0.006860 0.954861
1.000000
0.501965
GOVEFFIND 0.132202 0.016242 0.700679 0.172410 -0.014700 0.717871
0.501965
1.000000
39
Lampiran 3 Hasil uji normalitas 12
Series: Standardized Residuals Sample 2007 2011 Observations 50
10
8
6
4
2
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
2.86e-08 75775208 1.03e+09 -1.70e+09 6.75e+08 -0.668080 2.751598
Jarque-Bera Probability
3.847973 0.146024
0 -1.0e+09
0.00000
1.0e+09
Lampiran 4 Hasil uji Chow Redundant Fixed Effects Tests Equation: Untitled Test cross-section fixed effects Effects Test Cross-section F
Statistic
d.f.
Prob.
96.167528
(9,33)
0.0000
Lampiran 5 Cross section effects CROSSID 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Malaysia Filipina Singapura Thailand Australia India Jepang Korea, Rep. New Zealand Cina
Effect 3.67E+09 -6.48E+09 6.99E+09 -2.08E+09 8.03E+09 -2.41E+09 -1.09E+10 -4.08E+09 4.41E+08 6.85E+09
40
Lampiran 6 Hasil estimasi Dependent Variable: IMP Method: Panel EGLS (Cross-section weights) Date: 07/23/13 Time: 05:02 Sample: 2007 2011 Periods included: 5 Cross-sections included: 10 Total panel (balanced) observations: 50 Linear estimation after one-step weighting matrix White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected) WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
GDPPC GDPPCIND JREK XRATE QOPIND POLSTABIND GOVEFFIND C
230391.2 26467080 -2448863. -1012171. 9.93E+08 -3.60E+08 -4.10E+08 1.38E+09
262856.1 1292159. 294442.3 294106.5 1.06E+08 21614905 21763123 3.41E+09
0.876492 20.48284 -8.316954 -3.441512 9.333500 -16.65959 -18.83566 0.406206
0.3871 0.0000 0.0000 0.0016 0.0000 0.0000 0.0000 0.6872
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.982200 0.973569 8.23E+08 113.8069 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
7.04E+09 4.60E+09 2.24E+19 1.869176
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.972667 3.05E+19
Mean dependent var Durbin-Watson stat
6.02E+09 1.830190
41
RIWAYAT HIDUP
Penulis, Astari Diah Ayuwangi, lahir di Bogor pada tanggal 10 Juni 1991. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara, dari pasangan Supadi dan Euis Sofiah. Penulis menamatkan sekolah dasar di SD Negeri Pengadilan 1 Bogor, kemudian pada tahun 2003 penulis melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 1 Bogor. Pada tahun 2006, penulis mengikuti pendidikan menengah atas di SMA Negeri 5 Bogor dan lulus tahun 2009. Selama menjadi siswa SMA, penulis mengikuti Olimpiade Sains Tingkat Provinsi Jawa Barat pada tahun 2008. Pada tahun 2009, penulis melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi di Institut Pertanian Bogor. Penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama menjadi mahasiswa, penulis mengikuti kegiatan organisasi HIPOTESA Divisi Kewirausahaan (DISTRO) 2011, juga kepanitiaan baik yang diadakan oleh fakultas maupun departemen seperti, Sportakuler 2010 dan HIPOTEX-R 2010. Penulis juga mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) untuk kategori PKM bidang Penelitian pada tahun 2011.