ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI TOTAL ASET BMT STUDI KASUS PADA BMT ANGGOTA INKOPSYAH
HANIF FURQON ABDURRAHMAN
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Faktor-Faktor yang Memengaruhi Total Aset Baitul Maal wat Tamwil (BMT) Studi Kasus Pada BMT Anggota Inkopsyah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari skripsi saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2015
Hanif Furqon Abdurrahman NIM H54100039
ABSTRAK HANIF FURQON ABDURRAHMAN. Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Total Aset BMT Studi Kasus Pada BMT Anggota Inkopsyah. Dibimbing oleh IRFAN SYAUQI BEIK. Baitul Maal wat Tamwil atau BMT merupakan salah satu lembaga keuangan mikro yang paling tepat dalam menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapi UMKM. Penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi total aset BMT sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan BMT. Sebanyak 37 BMT anggota Inkopsyah diteliti dengan menggunakan kriteria yang telah ditentukan dengan menggunakan variabel non performing financing, return on assets, capital to assets, financing deposit ratio, dan dana pihak ketiga. Metode analisis yang digunakan adalah Regresi Linier Berganda. Berdasarkan hasil penelitian, disimpulkan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi total aset BMT adalah non performing financing, return to assets, financing to deposit ratio, dan dana pihak ketiga. Kata kunci: Aset, BMT, Regresi Linier Berganda
ABSTRACT HANIF FURQON ABDURRAHMAN. Analysis of Factors Affecting Total Assets of BMT. Supervised by IRFAN SYAUQI BEIK. Baitul Maal wat Tamwil or BMT is one of the best microfinance institutions to solve the various problems faced by SMEs. This study aimed to analyze the factors affecting total assets of BMT that can enhance the growth of BMT. 37 BMT member of Inkopsyah was observed using criteria variables comprising nonperforming financing, return on assets, capital to assets, financing deposit ratio, and third-party funds. Analytical method used is Multiple Linear Regression. It can be concluded the factors affecting the total assets of BMT are non-performing financing, returns to assets, financing to deposit ratio, and third-party funds. Keywords: Assets, BMT, Multiple Linear Regression
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI TOTAL ASET BMT STUDI KASUS PADA BMT ANGGOTA INDUK KOPERASI SYARIAH (INKOPSYAH)
HANIF FURQON ABDURRAHMAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2014 ini ialah Pertumbuhan BMT, dengan judul Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Total Aset BMT. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Irfan Syauqi Beik, M.Ec, M.Si atas bimbingan dan motivasinya. Terima kasih penulis sampaikan pula kepada Ibu Ranti Wiliasih, S.P., M.Si selaku penguji utama serta Bapak Salahuddin El Ayyubi, Lc, MA selaku penguji dari komisi akademik yang telah memberikan berbagai masukkan dalam penelitian ini. Terima kasih penulis berikan juga kepada umi (Rita Amelia), Ayah (Tahirman), dan keempat saudaraku atas doa dan dukungannya. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada pengurus Inkopsyah khususnya kepada Bapak Aswin Fitri Paldi atas dukungannya dalam penyediaan data penelitian. Terima kasih penulis haturkan kepada seluruh dosen dan staf departemen Ilmu Ekonomi, khusunya dosen Program Studi Ilmu Ekonomi Syariah, teman-teman eksyar 47, khususnya Zulfi, Puka, Idan, dan Wito. Terima kasih penulis ucapkan juga kepada Irfan Purnawan selaku Pembahas Seminar, serta kepada seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu.
Bogor, Juli 2015
Hanif Furqon Abdurrahman
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
Latar Belakang
1
Rumusan Masalah
4
Tujuan Penelitian
5
Manfaat Penelitian
5
TINJAUAN PUSTAKA
6
Etika Islami dalam Praktik Bisnis
6
Sejarah BMT
8
Konsep Baitul Mal wat Tamwil (BMT)
10
Komparasi BMT dengan LKM lainnya
18
Penelitian Terdahulu
21
Kerangka Pemikiran
24
Hipotesis Penelitian
26
METODE PENELITIAN
27
Jenis dan Sumber Data
27
Metode Pengumpulan Data
27
Metode Analisis dan Pengolahan Data
27
Model Penelitian
29
Pengujian Model
30
HASIL DAN PEMBAHASAN
33
Gambaran Umum Inkopsyah
33
Gambaran Data BMT Anggota
37
Uji Validasi Model
42
Pengujian Statistik Model
44
Faktor-faktor yang Memengaruhi Total Aset BMT
45
SIMPULAN DAN SARAN
49
Simpulan
49
Saran
49
DAFTAR PUSTAKA
50
LAMPIRAN
53
RIWAYAT HIDUP
58
DAFTAR TABEL 1 Data Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) dan Usaha Besar Tahun 20112012 1 2 Ringkasan perbedaan BMT dengan BPRS 20 3 Rangkuman Hasil Penelitian 23 4 Jumlah anggota Inkopsyah tahun 2012 34 5 Jumlah aset BMT-BMT anggota periode Des 2013 37 6 Persentase Return On Assets BMT periode Des 2013 38 7 Persentase Capital to Ratio (CAP) BMT periode Des 2013 39 8 Persentase Non Performing Financing (NPF) BMT periode Des 2013 40 41 9 Persentase Financing to Deposit Ratio (FDR) BMT periode Des 2013 10 Jumlah Dana Pihak Ketiga (DPK) BMT anggota periode Des 2013 42 11 Uji Multikolineritas 43 12 Pengujian Statistik Model 44
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5
Perkembangan Total Aset BMT dalam bentuk KJKS/UJKS 2012-2014 2 Perkembangan Total Aset Inkopsyah tahun 2010-2013 3 Pertumbuhan aset Inkopsyah tahun 2010-2013 5 Bagan Kerangka Pemikiran 26 Perkembangan Aset, Simpanan, Pembiayaan, Modal, dan Pinjaman Inkopsyah 2009-2013 36 6 Normal Probability Plot of Regression, Response is log TA 43 7 Diagram scatter Uji Asumsi Heteroskedastisitas 44
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5
Hasil Estimasi dengan Regresi Berganda Aset, NPF, ROA, CAP, FDR, DPK Statistik data BMT anggota Data setelah ditransformasi menjadi semi logaritma Surat Kerangan Validitas Data
53 54 55 55 57
PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) memiliki peran penting bagi Indonesia. Berdasarkan Tabel 1 ditunjukkan bahwa jumlah UMKM pada tahun 2012 sebanyak 56 534 592 atau 99.90% dari pangsa unit usaha sektor UMKM mampu menyerap tenaga kerja sebesar 97.16%. Selain itu, sebagian besar dari jumlah UMKM tersebut merupakan usaha mikro sebanyak 55 856 176 unit atau 98.79%. Oleh karena itu, UMKM khususnya usaha mikro memiliki peran yang besar bagi perekonomian Indonesia (Kemenkop dan UKM 2013). Tabel 1 Data Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) dan Usaha Besar Tahun 2011-2012 No.
Indikator
1
Unit Usaha a. UMKM b. Usaha Besar Tenaga Kerja (Orang) a. UMKM b. Usaha Besar Kontribusi terhadap PDB (Rp miliar) a. UMKM b. Usaha Besar
2
3
Tahun 2011 Jumlah Pangsa (%) 55 211 396 55 206 444 99.99 4 952 0.01 104 613 681 101 722 458 97.24 2 891 224 2.76 2 377 110 1 369 326 1 007 784
57.60 42.40
Tahun 2012 Jumlah Pangsa (%) 56 539 560 56 534 592 99.99 4 968 0.01 110 808 54 107 657 509 97.16 3 150 645 2.84 2 525 120.4 1 451 460.2 1 073 660.1
57.48 42.52
Sumber: Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (2013)
Tabel 1 menunjukkan bahwa UMKM memiliki kontribusi terhadap PDB lebih tinggi 14.96% dibanding UB (Usaha Besar). Namun UMKM memiliki persentase jumlah unit usaha lebih besar 99.98% dibandingkan UB, sehingga dapat dinyatakan bahwa kontribusi UMKM terhadap PDB masih rendah walaupun jumlah unit usahanya besar. Hal tersebut memperlihatkan bahwa UMKM memiliki berbagai masalah yang menghambat UMKM dapat memberikan kontribusi jauh lebih besar dibandingkan UB karena jumlahnya jauh berbeda dengan UB. Sebagian besar permasalahan tersebut adalah modal usaha yaitu susahnya prosedur untuk mendapat kredit dari bank-bank besar, tingginya tingkat bunga dan kendala lainnya. Oleh sebab itu, dalam pemecahan masalah tersebut diperlukan penyediaan keuangan agar dapat memperbesar kapasitas bisnis UMKM. Baitul Maal wat Tamwil merupakan salah satu alternatif lembaga keuangan mikro yang dapat menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapi UMKM (Imaniyati 2004). BMT menghadirkan alternatif pembiayaan yang sederhana dan lebih mudah dibandingkan dengan bank-bank komersial sehingga dapat menjadi alternatif financial inclusion (penyertaan) ketika masyarakat tidak mampu mengakses keuangan karena keterbatasan dan beberapa prasyarat yang harus dipenuhi dalam sistem perbankan (Republika 2015). BMT tumbuh signifikan di Indonesia. BMT Bina Insan Kamil tahun 1992, memotori pertama kali pertumbuhan BMT dan mampu memberi warna bagi
2 perekonomian kalangan akar rumput atau bawah yakni pengusaha mikro di Indonesia (Buchori 2012). Menurut Amin Aziz (2004) BMT merupakan lembaga keuangan mikro bukan bank. Pengertian BMT menurut konsep bahasa terdiri dari dua kata yaitu Baitul Maal yang berarti rumah harta dan Baitul Tamwil yang berarti niaga. Dalam arti yang lebih luas BMT adalah lembaga yang melakukan kegiatannya untuk tujuan sosial dan niaga dalam rangka mensejahterakan umat, yang dilakukan dengan baik menghimpun dana dari umat/masyarakat dan melakukan penyaluran/pembiayaan dalam sektor usaha riil. Menurut PINBUK, BMT dapat pula dikategorikan sebagai koperasi syariah, yakni lembaga ekonomi yang berfungsi untuk menarik, mengelola, dan menyalurkan dana dari, oleh dan untuk masyarakat. Menurut Djazuli (2002), BMT adalah balai usaha mandiri terpadu yang isinya berintikan bayt al-maal wa at-tamwil dengan kegiatan mengembangkan usahausaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha mikro dan kecil dengan mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya. Selain itu, BMT juga dapat menerima titipan zakat, infak, dan sedekah, serta menyalurkan sesuai dengan peraturan dan amanatnya. BMT merupakan lembaga ekonomi atau lembaga keuangan syariah non perbankan yang bersifat informal karena lembaga ini didirikan oleh Kelompok Swadaya Masyarakat (Janwari 2000). Sebagai contoh Kospin Jasa Syariah adalah koperasi Islam terbesar di Indonesia berdasarkan Kementerian Koperasi dan UKM. Menurut Kospin Financial Report 2010 (Beik dan Purnamasari, 2011). Hanya dengan lima tahun, total aset yang awalnya sebesar Rp 12.76 miliar berkembang lima kali lipat menjadi Rp 66.05 miliar.
Rp Milyar
6000 5000 4000 3000 2000 1000 0
2012
2013
2014
Aset
2420,01
5070,41
5431,32
pembiyaan
1638,14
3902,2
4042,24
Sumber : Kementrian UKM dan Koperasi, 2013-2015
Gambar 1 Perkembangan Total Aset BMT dalam bentuk KJKS/UJKS 2012-2014 Jumlah aset BMT di seluruh Indonesia dalam bentuk KJKS/UJKS meningkat setiap tahunnya. Hal ini terlihat pada Gambar 1 yaitu pada tahun 2012 BMT memiliki aset sebesar Rp 2 420 miliar berhasil membiayai UKM sebesar Rp 1 638 miliar. Aset dan pembiayaan terus meningkat pada tahun 2013 hingga tahun 2014, jumlah aset yang dimiliki BMT sebesar Rp 5 431 miliar berhasil membiayai UKM sebesar Rp 4 042 miliar. Tampak pada Gambar 1, perkembangan aset dan pembiayaan BMT mengalami ketidakstabilan, hal ini terlihat pada perkembangan
3 2012 ke 2013 terlihat jauh lebih signifikan dibandingkan perkembangan aset pada tahun 2013 ke 2014 (Kemenkop dan UKM 2013-2015). Oleh karena itu, BMT memiliki kemampuan menghimpun dana yang baik mengingat mayoritas nasabahnya merupakan pelaku usaha mikro sehingga BMT merupakan salah satu alternatif dalam membantu para pelaku usaha mikro. Untuk mengembangkan BMT-BMT tersebut, salah satunya dengan bergabung dengan beberapa asosiasi yang tujuannya membantu mengembangkan BMT-BMT dibawahnya. Salah satu asosiasi tersebut merupakan Induk Koperasi Syariah atau disingkat Inkopsyah (Republika, 2015). Dilihat dari sudut pandang pembiayaan, BMT juga memiliki perkembangan yang signifikan, rata-rata BMT di Indonesia memiliki rasio FDR mendekati atau lebih dari 100%. Hal ini menunjukkan bahwa dana yang dihimpun dari anggota dan nasabah dapat disalurkan sepenuhnya, sehingga banyak BMT yang memerlukan tambahan dana dari sumber lain, seperti perbankan syariah dan bantuan pemerintah, yang berkaitan dengan program-program tertentu (Permodalan BMT, 2009).
Total Aset Inkopsyah (Milyar Rupiah) 250,00 200,00 150,00 100,00
Total Aset
50,00 Des 2010
Jun
Des 2011
Jun
Des 2012
Jun 2013
Sumber : Inkopsyah (diolah)
Gambar 2 Perkembangan Total Aset Inkopsyah tahun 2010-2013 Pada skala nasional, Inkopsyah adalah perwakilan resmi BMT dengan anggota yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia. Inkopsyah sendiri merupakan gerakan koperasi sekunder yang didirikan oleh primer koperasi syariah yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. Inkopsyah berdiri pada 7 Juli 1998, dengan anggota 24 BMT, namun perkembangannya hingga saat ini mencapai 418 BMT anggota. Gambar 2 menunjukkan total aset Inkopsyah mengalami peningkatan yang sangat signifikan dari Desember 2010 sebesar Rp 71.67 miliar hingga sebesar Rp 203.77 miliar pada Juni 2013. Hanya dalam lima tahun total aset Inkopsyah meningkat 184.32%. Hal ini secara tidak langsung mencerminkan bahwa pertumbuhan aset BMT-BMT yang menjadi anggota Inkopsyah juga mengalami peningkatan pada tiap tahunnya. Hal ini dikarenakan perubahan total aset Inkopsyah tersebut merupakan hasil dari kegiatan usahanya terhadap BMT anggotanya. Peningkatan aset tersebut juga mengindikasikan bahwa BMT memiliki arti penting bagi masyarakat Indonesia.
4 Pada pertengahan tahun 1900-an jumlah BMT di Indonesia mencapai 3 000 unit. Namun pada bulan Desember 2005, jumlah BMT yang aktif diperkirakan mencapai 2 017 unit. Menurut Pusat Inkubasi Usaha Kecil (PINBUK), sampai dengan pertengahan tahun 2006, jumlah BMT mengalami peningkatan kembali terjadi hingga mencapai sekitar 3 200 unit. Dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan BMT di Indonesia belum merata, tak semua BMT di Indonesia memiliki nasib yang bagus (Republika 2015), masih banyak BMT yang mengalami kegagalan meskipun BMT memiliki prospek yang cemerlang (Imaniyati 2004). Suatu lembaga keuangan dikatakan mengalami pertumbuhan apabila indikator pertumbuhannya mengalami kenaikan. Indikator tersebut meliputi aset, Dana Pihak Ketiga (DPK), dan kredit (pembiayaan) (Banoon dan Malik 2007). Oleh karena itu, naik turun perkembangan suatu BMT dapat dilihat melalui total asetnya. Aset merupakan salah satu parameter paling umum yang dijadikan sebagai landasan pengukuran pertumbuhan perbankan atau lembaga keuangan sehingga penambahan aset perbankan merupakan indikasi utama pertumbuhan perbankan. Hal ini disebabkan aset merupakan indikator besar atau ukuran suatu perbankan dan indikator keuangan untuk mengukur pangsa pasar perbankan syariah. Dengan kata lain, kenaikkan total aset perbankan syariah akan meningkatkan pangsa pasar perbankan syariah tersebut (Hidayah 2008). Penelitian ini berupaya menganalisis faktor–faktor yang memengaruhi total aset sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan suatu BMT. Penelitian ini menggunakan BMT anggota Inkopsyah sebagai objek penelitian. Hal tersebut dikarenakan Induk Koperasi Syariah (Inkopsyah) merupakan salah satu asosiasi BMT di Indonesia berskala nasional. Inkopsyah juga merupakan gerakan koperasi sekunder yang didirikan oleh koperasi primer syariah yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. Rumusan Masalah Total aset Inkopsyah meningkat setiap tahunnya. Hal ini secara tidak langsung mencerminkan bahwa aset BMT-BMT yang menjadi anggota Inkopsyah juga meningkat setiap tahun. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, BMT memiliki kemampuan menghimpun dana yang baik mengingat mayoritas nasabahnya merupakan pelaku usaha mikro sehingga BMT merupakan salah satu alternatif dalam membantu para pelaku usaha mikro. Dengan demikian peran BMT sangat penting dalam membantu pengusaha mikro mengingat usaha mikro memiliki proporsi jumlah yang sangat besar dibandingkan usaha lainnya. Walaupun begitu, masih banyak BMT yang mengalami kemunduran bahkan pailit (Imaniyati 2004). Kemunduran atau pailit atau pertumbuhan yang tidak fluktuatif yang dialami BMT menimbulkan pertanyaan mengapa hal tersebut dapat terjadi mengingat jumlah proporsi UMKM dan peran BMT dalam membangun UMKM begitu besar. Pada Gambar 3, pertumbuhan aset Inkopsyah terlihat mengalami fluktuatif dari periode Juni 2010 sampai Desember 2013. Rata-rata pertumbuhan aset BMT pada Inkopsyah sebesar 0.315%. Pertumbuhan total aset Inkopsyah yang fluktuatif mungkin dapat mencerminkan peningkatan aset BMT tidak terjadi pada semua BMT anggotanya.
5
Pertumbuhan Total Aset Inkopsyah (%) 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1
pertumbuhan aset
0 -0,1
Des
-0,2
2010
Jun
Des
2011
Jun
Des
2012
Jun 2013
-0,3 -0,4 Sumber : Inkopsyah (diolah)
Gambar 3 Pertumbuhan aset Inkopsyah tahun 2010-2013 Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui faktor-faktor penyebab peningkatan total aset BMT yang tidak terjadi pada semua BMT di Indonesia yakni masih banyak BMT yang mengalami kemunduran bahkan pailit. Hal ini tercermin dari total aset BMT dalam bentuk KJKS/UJKS yang mengalami fluktuatif dalam pertumbuhannya. Begitu juga dengan pertumbuhan total aset Inkopsyah yang mengalami fluktuatif sehingga penelitian ini akan menggunakan anggota Inkopsyah sebagai objek penelitian agar dapat memaksimalkan pertumbuhan aset BMT Inkopsyah. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka permasalahan yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah faktor-faktor apa saja yang memengaruhi pertumbuhan total aset BMT anggota yang tergabung dalam Inkopsyah? Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian ini yaitu menganalisa pengaruh faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan total aset BMT anggota yang tergabung dalam Inkopsyah. Manfaat Penelitian Penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat untuk : 1. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan para akademisi serta menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya. 2. Bagi peneliti, untuk menambah pengetahuan di bidang keuangan, operasional serta solusi terkait khususnya dalam pengelolaan BMT. 3. Bagi praktisi, penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi pihak BMT, baik BMT yang baru berdiri maupun BMT yang sudah sangat besar, dalam menerapkan kebijakan yang paling tepat guna menjadikan pertumbuhan aset yang tidak fluktuatif melainkan memiliki trend yang positif.
6 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini fokus pada pembahasan mengenai faktor-faktor yang memengaruhi total aset BMT yang menjadi anggota Inkopsyah pada tahun 2013. BMT yang dibahas dalam penelitian ini berjumlah 37 BMT yang diambil dari populasi 418 BMT yang ada melalui beberapa kriteria pengambilan sampel, yaitu informasi aset (> Rp 500 juta), pembiayaan yang diberikan, jumlah persentase pembiayaan bermasalah (< 15%), modal, keuntungan BMT, serta jumlah dana pihak ketiga. Faktor-faktor yang diduga memengaruhi aset BMT yang menjadi variabel independen pada penelitian ini yaitu Non Performing Financing, Return On Assets, Capital On Assets, Financing to Deposit Ratio, dan Dana Pihak Ketiga.
TINJAUAN PUSTAKA
Etika Islami dalam Praktik Bisnis Menurut pandangan dan etika Islam, ketika seorang pelaku bisnis atau wirausaha berdagang, tidak hanya bertujuan mencari keuntungan sebesar-besarnya, tetapi juga mencari dan mencapai keberkahan. Keberkahan usaha adalah kemantapan dari usaha itu dengan memperoleh keuntungan yang wajar dan diridhai Allah SWT (Ridwan 2013). Untuk memperoleh keberkahan dalam jual beli, Islam mengajarkan prinsipprinsip etis sebagai berikut (Ridwan 2013): 1. Jujur dalam takaran timbangan. 2. Menjual barang yang halal, 3. Menjual barang yang bermutu baik, 4. Jangan menyembunyikan kecacatan suatu barang, 5. Jangan main sumpah demi melancarkan transaksi, 6. Longgar dan bermurah hati, 7. Jangan menyaingi kawan, 8. Mencatat utang piutang, 9. Larangan riba, serta 10. Anjuran mengeluarkan zakat bagi yang telah mencapai nisab. Berkenaan dengan hal itu, Islam sebagai ajaran yang universal memberikan pedoman tentang kegiatan ekonomi berupa prinsip-prinsip dan asas-asas muamalah. Menurut Pradja (2000 dalam Ridwan 2013) menyebutkan beberapa prinsip hukum ekonomi Islam antara lain: 1. Prinsip la yakun dawlatan bayn al-agniya, yakni prinsip hukum ekonomi yang menghendaki pemerataan dalam pendistribusian harta kekayaan; 2. Prinsip antaradin, pemindahan hak kepemilikan atas harta yang dilakukan secara sukarela; 3. Prinsip tabdul al-manafi’, yakni pemindahan hak atas harta yang didasarkan pada asas manfaat;
7 4. Prinsip takaful al-ijtima’, yakni pemindahan hak atas harta yang didasarkan atas kepentingan solidaritas sosial; 5. Prinsip haq al-lah wa hal al-adami, yakni hak pengelolaan harta kekayaan yang didasarkan pada kepentingan milik bersama, sehingga individu dan kelompok dapat saling berbagi keuntungan serta diatur dalam suatu mekanisme ketatanegaraan di bidang kebijakan ekonomi. Disamping prinsip-prinsip tersebut, dalam sistem ekonomi Islam dijelaskan pula berbagai ketentuan terangkum dalam asas-asas muamalah dalam hukum ekonomi Islam. Asas muamalah dalam hukum ekonomi Islam, yaitu (Basyir 1994): 1. Asas kehormataan manusia (Q.S. Al-Israa’ [17]: 70), Artinya:“Dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baikbaik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” 2. Asas kekeluargaan dan kemanusiaan (Q.S. Al-Hujuraat [49]: 13) Artinya:“Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” 3. Asas gotong royong dalam kebaikan (Q.S. Al-Maidah [5]: 2) Artinya:“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.” 4. Asas keadilan, kelayakan, dan kebaikan (Q.S. An-Nahl [16]: 90) Artinya:“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” 5. Asas menarik manfaat dan menghindari mudharat (Q.S. Al-Baqarah [2]: 282) Artinya:“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya...” 6. Asas kebebasan dan kehendak (Q.S. Al-Baqarah [2]: 30) Artinya: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu
8 orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."” 7. Asas kesukarelaan (Q.S. An-Nisaa’ [4]: 39). Artinya:“Apakah kemudharatannya bagi mereka, kalau mereka beriman kepada Allah dan hari kemudian dan menafkahkan sebahagian rezki yang telah diberikan Allah kepada mereka? dan adalah Allah Maha mengetahui keadaan mereka.” Berdasarkan prinsip-prinsip di atas maka pelaksanaan akan prinsip tersebut terbentuklah menjadi berbagai bentuk lembaga keuangan syariah, salah satunya merupakan BMT. Hal tersebut dikarenakan BMT merupakan lembaga keuangan syariah sehingga BMT tidak bisa terlepas dari hukum-hukum Islam yang telah dijelaskan diatas. Sejarah BMT Baitul Maal wat Tamwil atau BMT merupakan suatu lembaga dengan dua fungsi inti yaitu sebagai baitul maal dan baitul tamwil. Lembaga Baitul maal merupakan lembaga bisnis dan sosial pertama yang dibangun oleh Nabi Muhammad SAW. Hal yang dilaksanakan Rasul tersebut merupakan proses penerimaan pendapatan (revenue collection) dan pembelanjaan (expenditure) secara transparan dan bertujuan seperti yang disebut sekarang sebagai welfare oriented (Muhammad 2003). Pendirian BMT ini dirasakan asing pada masa itu, karena pajak yang dikumpulkan oleh penguasa di kerajaan-kerajaan tetangga di jazirah Arabia seperti Romawi dan Persia, dikumpulkan oleh menteri dan dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan kaisar dan raja. Kehadiran lembaga ini membawa pembaharuan pada masa itu, dana-dana umat, baik yang bersumber dari dana sosial dan tidak wajib seperti sedekah, denda (dam), dan juga dana-dana yang wajib seperti zakat, jizyah dll, dikumpulkan melalui lembaga baitul maal dan disalurkan untuk kepentingan masyarakat (Ridwan 2005). Baitul maal yang didirikan pada masa itu masih belum memiliki bentuk yang formal dan keadaan ini bertahan sampai pada masa pemerintahan khalifah Abu Bakar ra. Pada masa pemerintahan Umar Ibn Khattab ra, barulah baitul maal memiliki bentuk yang formal dan perubahan pengelolaan baitul maal yang signifikan yakni dengan adanya sistem administrasi dan pembukuan yang mampu menangani perkembagan luas wilayah yang bertambah besar, volume dana yang semakin tinggi, dan keragaman kegiatan baitul maal. Sejak jaman Rasulullah saw baitul maal bukanlah sekedar lembaga sejenis BAZIS yang dikenal sekarang ini. Baitul maal merupakan lembaga pengelola keuangan negara, maka baitul māl memainkan fungsi kebijakan fiskal sebagaimana yang dikenal dalam ekonomi sekarang. Kebijakan fiskal yang dilakukan oleh baitul maal sejak jaman Rasulullah SAW memberikan dampak langsung pada tingkat investasi dan secara tidak langsung memberikan dampak pada tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi (Ridwan 2005). BMT dapat dikategorikan sebagai koperasi syariah.
9 Pengkategorian ini diperoleh dari fungsi BMT sebagai baitul tamwil yakni sebagai kegiatan pengembagan harta. Awal koperasi syariah berserta awal gerakan ekonomi Islam dimulai pada tahun 1980-an setelah lama vakum dari tahun 1905. Awal Koperasi Syariah ini dimulai dengan dibentuknya Baituttamwil Teknosa di Bandung, kemudian disusul dengan Baituttamwil Ridho Gusti di Jakarta akan tetapi keberadaan keduanya pun tidak dapat bertahan, hingga muncullah kembali gerakan ekonomi Islam pada tahun 1992 dengan sebutan Baitul Maal wat Tamwil. Koperasi Syariah awal pertama kali dimotori oleh BMT Bina Insan Kamil tahun 1992 di Jakarta yang mampu memberi pencerahan serta kesejahteraan bagi perekonomian masyarakat kalangan bawah yakni para pengusaha mikro. Pada tahun yang sama juga merupakan awal kali pendirian Bank Muamalat Indonesia (BMI) sehingga pada tahun ini dapat disebut sebagai salah satu upaya pembangunan ekonomi berwawasan syariah. Bahkan, ketika terjadi krisis ekonomi ekonomi pada akhir tahun 1997 sampai sekarang, kondisi stabilitas finansial perbankan syariah relatif aman dan stabil karena menerapkan prinsip bagi hasil. Adapun pada bank-bank umum yang menggunakan sistem bunga terkena dampak negatif kritis moneter berupa terjadinya likuidasi atau dibekukan izin operasional lembaga bank konvensional (Ridwan 2013). Pada awalnya koperasi syariah hanya merupakan KSM Syariah (Kelompok Swadaya Masyarakat berlandaskan Syariah) namun memiliki kinerja seperti layaknya bank. Sesuai dengan Undang-Undang nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan menyebutkan bahwa segala kegiatan dalam bentuk penghimpunan dana masyarakat dalam bentuk tabungan dan menyalurkan dalam bentuk kredit harus berbentuk bank. Maka untuk menghindari hal ini, muncullah beberapa Lembaga Pengembagan Swadaya Masyarakat (LPSM) yang memayungi KSM BMT. LPSM tersebut antara lain adalah Pengembangan Usaha Kecil (P3UK) sebagai penggagas awal, Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK) yang dimotori oleh Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan Forum Ekonomi Syariah Dompet Dhuafa Republika. Beberapa LPSM ini membantu dengan memfasilitasi bantuan dana pembiayaan, bantuan peningkatan kemampuan SDM (Sumber Daya Manusia), serta jaringan Sofware BMT. Turunnya lembaga-lembaga pengembagan ini juga didukung oleh Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa perekonomian indonesia disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan, maka hal ini tidak heran mengapa banyak sekali lembagalembaga yang muncul turut membantu dalam membangun perekonomian Indonesia (Buchori 2012). Keberadaan BMT memicu Pelatihan Masyarakat Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (Pelmas ICMI) untuk melakukan pembinaan BMT secara profesional dengan mendirikan Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK) dibawah Yayasan Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (YINBUK) yang beranggotakan para menteri kabinet pembangunan di era Soeharto. Peran Mantan Presiden Soeharto sangat berpengaruh saat itu karena di tahun 1995, beliau mencanangkan Balai Usaha Mandiri Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) sebagai gerakan ekonomi kerakyatan yang dapat menopang pendanaan bagi para usaha kecil mikro dan masyarakat kecil (Buchori 2012). Pada tahun 1994 didirikan sebuah forum komunikasi (FORKOM) BMT seJabodetabek yang beranggotakan BMT-BMT di Jakarta. FORKOM BMT ini berupaya menggagas sebuah payung hukum bagi anggotanya, maka tercetuslah ide
10 pendiririan BMT dengan badan hukum koperasi syariah sesuai degan harapan Departemen Koperasi pada waktu itu agar seluruh BMT yang ada mulai berbadan hukum koperasi. Pada tahun 1998 terjadi sebuah kesepakatan di FORKOM BMT ini yaitu untuk mendirikan sebuah koperasi sekunder yakni Koperasi Syariah Indonesia (KOSINDO) yang dikuti oleh Inkopsyah yang diprakarsai oleh PINBUK, ICMI dan KOFESMID (Koperasi Forum Ekonomi Syariah Mitra Dompet Dhuafa) yang didirikan oleh Dompet Dhuafa Republika (Buchori 2012). Konsep Baitul Mal wat Tamwil (BMT) Pengertian BMT Baitul Mal Wa Tamwil (BMT) adalah balai usaha mandiri terpadu yang isinya berintikan bayt al-mal wa tamwil dengan kegiatan mengembangkan usahausaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha kecil bawah dan kecil dengan mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya. BMT juga dapat menerima titipan zakat, infak, dan sedekah, serta menyalurkannya sesuai dengan peraturan dan amanatnya (PINBUK). BMT merupakan lembaga ekonomi atau lembaga keuangan syariah nonperbankan yang bersifat informal karena lembaga ini didirikan oleh kelompok Swadaya Masyarakat (Djazuli, dkk 2002). Menurut “Pedoman Cara Pembentukan BMT” yang disusun oleh PINBUK, Pengertian Baitul Maal Wat Tamwil atau BMT dalam artian bahasa adalah rumah harta (sosial) dan niaga. Sedangkan dalam arti istilah BMT terbagi menjadi dua yaitu baitul maal dan baitul tamwil. Baitul maal berfungsi sebagai penerima dan penyalur amal zakat, sedangkan baitul tamwil berfungsi sebagai rumah pengembagan harta yang berfungsi untuk melakukan pengembangan usaha-usaha produktif dalam rangka meningkatkan kualitas ekonomi masyarakat khususnya pengusaha mikro dan kecil terutama dengan mendorong dan menunjang pembiayaan dan kegiatan ekonominya. Dari pengertian tersebut dapat ditarik sebuah pengertian yang luas bahwa BMT merupakan organisasi bisnis yang juga berperan sosial. Peran sosial dapat terlihat dari definisi baitul maal, sedangkan peran bisnis BMT terlihat dari definisi baitul tamwil. Sebagai lembaga bisnis BMT lebih mengembangkan usahanya pada sektor keuangan yaitu simpan-pinjam. Usahanya meliputi usaha layaknya sebuah perbankan yakni menghimpun dana anggota dan calon anggota (nasabah) serta menyalurkannya kepada sektor ekonomi yang halal dan menguntungkan. Sementara sebagai lembaga sosial, BMT memiliki fungsi yang sama layaknya Lembaga Amil Zakat (Aziz 1998). Menurut Soemitra (2009), balai usaha mandiri terpadu yang isinya berintikan bayt al-mal wa al-tamwil dengan kegiatan mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha mikro dan kecil dengan mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya. Selain itu, BMT juga dapat menerima titipan zakat, infak, dan sedekah, serta menyalurkan sesuai peraturan dan amanatnya. Kedudukan BMT Dari sisi Yuridis menurut Undang-Undang RI Nomor 25 tahun 1992 dan UU nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan, lembaga-lembaga yang dapat
11 menghimpun dan menyalurkan dana dalam skala luas hanyalah Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat, baik dilaksanakan dengan sistem konvensional maupun syariah. Hal ini mengakibatkan BMT tidak dapat termasuk sebagai lembaga keuangan yang formal dan diakui oleh pemerintah. Agar BMT dapat dikategorikan sebagai lembaga keuangan yang formal, hal ini disiasati dengan dua pola pilihan yakni pengembagan berbentuk koperasi syariah maupun sebagai Kelompok Swadaya Masyarakat (Perwataatmadja 1996). Oleh karena itu, dalam tatanan hukum di Indonesia, badan hukum yang paling mungkin untuk BMT adalah koperasi. Hal ini disebabkan, berdasarkan bidang usaha yang dijalankan, BMT termasuk sebagai Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) atau bisa juga sebagai Koperasi Simpan Pinjam Syariah (KSPS) (Ridwan 2013). Selain itu menurut definisi operasional PINBUK, BMT adalah lembaga usaha ekonomi rakyat kecil, yang beranggotakan seorang atau badan hukum berdasarkan prinsip syariat dan prinsip koperasi. Oleh karena itu BMT dapat didirikan dalam tiga bentuk yaitu sebagai berikut (Ridwan 2013): a. KSM adalah kelompok swadaya masyarakat dengan mendapatkan Surat Keterangan Operasional dan PINBUK (Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil) b. Koperasi serba usaha atau koperasi syariah. c. Koperasi simpan pinjam syariah. Hal ini mengakibatkan BMT sudah pasti tergolong dalam koperasi syariah sedangkan koperasi syariah belum tentu tergolong ke dalam BMT karena koperasi syariah belum tentu memiliki fungsi lembaga sosial di dalamnya. Indonesia merupakan negara mayoritas muslim akan tetapi dilihat dari segi ekonomi, umat Islam masih tertinggal dari umat minoritas. Hal ini sangat disayangkan karena pada dasarnya umat Islam memiliki potensi yang besar, baik dari segi religi, kuantitas maupun aset, tetapi pengelolaan belum optimal. Oleh sebab itu terciptalah beberapa langkah sebagai formula solusi, yaitu sebagai berikut (Ridwan 2013): 1. Optimalisasi penggalangan aset umat, baik komersial maupun non komersial. 2. Optimalisasi pengelolaan dan pemberdayaan aset umat dalam kegiatankegiatan ekonomi produktif. 3. Aktualisasi dan sosialisasi etos kerja nasional, kerja sama, mental kewirausahaan, ekonomi produktif dan etika bisnis yang bersumber pada nilainilai normatif yurisprudensi Islam. Beberapa langkah formula solusi diatas menghendaki adanya suatu wahana yang mampu memosisikan diri sebagai fasilitator, inovator, dan katalisator untuk pengerahan dana umat, baik komersial maupun non komersial dan untuk meningkatkan sikap mental ekonomis produktif yang dijiwai dan dilandasi oleh nilai-nilai moral normatif Islami. Kegiatan utama BMT antara lain adalah menyumbangkan usaha-usaha produktif dan investasi-investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha mikro dan kecil dengan mendorong kegiatan menabung dan menunjang kegiatan ekonominya. Adapun kegiatan baitul maal, BMT dapat menerima titipan BAZIZ dari dana zakat, infak, dan sedekah dan menjalankan sesuai dengan
12 peraturan serta amanahnya. Dengan demikian fungsi BMT tidak hanya profit oriented, tetapi juga social oriented (Ridwan 2013). Dari berbagai alternatif yang ada, Baitul Mal wat Tamwil diyakini sebagai salah satu wahana yang solutif sebagai wahana pemberdayaan umat. Mengingat kelemahan umat islam di Indonesia sebagai pelaku ekonomi disebabkan oleh ketidakmampuan mereka dalam mengakses lembaga keuangan yang ada. Menurut Imaniyati (2004), cara paling efektif untuk mengembangkan UMK adalah melalui lembaga keuangan mikro yaitu melalui lembaga keuangan mikro dengan sistem syariah seperti BMT. Visi dan Misi BMT Sebagai wahana pemberdayaan umat, BMT memiliki titik perumusan visi yaitu mewujudkan BMT sebagai Lembaga Keuangan Mikro Syariah yang profesional dan dapat meningkatkan kualitas ibadah. Maksud dari kualitas ibadah ialah ibadah dalam arti luas yaitu mencakup segala aspek kehidupan (Aziz 2005). Dalam mencapai visinya, BMT memiliki misi utama yaitu membangun dan mengembangkan tatanan perekonomian dan struktur masyarakat madani yang adil berkemakmuran-berkemajuan, serta makmur-maju berkeadilan berlandaskan syariah dan ridha Allah. Hal ini menjadikan BMT lebih mengorientasikan kepada pendistribusian laba yang merata dan adil tidak hanya mementingkan keuntungan semata layaknya lembaga keuangan lainnya (Soemitra 2009). Menurut Ridwan (2013), dalam penjabarannya BMT memiliki misi-misi penting yaitu : 1. Menciptakan sistem, lembaga dan kondisi kehidupan ekonomi rakyat banyak dilandasi oleh nilai-nilai dasar salam (keselamatan) berintikan keadilan, kedamaian dan kesejahteraan, melandasi tumbuh dan berkembangnya usaha mikro dan kecil di Indonesia; 2. Membangun masyarakat dan kelompok-kelompok usaha mikro yang mandiri, berkelanjutan dan mengakar di masyarakat; 3. Menciptakan akses yang lebih mudah sehingga masyarakat miskin terutama pengusaha mikro mampu menjangkau peluang, informasi, dan sumber daya untuk pengembangan usaha; 4. Mengembangkan sumber daya manusia dan sumber daya ekonomi masyarakat miskin dan usaha mikro serta lembaga-lembaga pendukung pengembangannya; 5. Mendorong terwujudnya kebijakan publik yang mendukung pada peningkatan akses masyarakat miskin dan usaha mikro kepada sumber daya ekonomi melalui pengembangan LKM syariah; 6. Mengembangkan pemberdayaan sosial masyarakat yang terpadu dalam aspek usaha ekonomi produktif (UEP) dan usaha kesejahteraan sosial (UKS) pada berbagai kelompok masyarakat. Sesuai dengan misinya BMT memiliki tujuan terciptanya sistem, lembaga dan kondisi kehidupan ekonomi rakyat banyak dilandasi oleh nilai-nilai dasar salam (keselamatan) berintikan keadilan, kedamaian dan kesejahteraan, melandasi tumbuh dan berkembangnya usaha mikro dan kecil di Indonesia (Ridwan 2013).
13 Fungsi dan Peran BMT Baitul Maal wat Tamwil memiliki beberapa fungsi yaitu (Heykal dan Huda 2010) : 1. Penghimpun dan penyalur dana, dengan menyimpan uang di BMT, uang tersebut dapat ditingkatkan kegunaannya, sehingga timbul unit surplus (pihak yang memiliki kelebihan dana) dan unit defisit (pihak yang kekurangan dana). 2. Pencipta dan pemberi likuiditas, dapat menciptakan alat pembayaran yang sah dan mampu memberikan kemampuan untuk memenuhi kewajiban suatu lembaga/perorangan. 3. Sumber pendapatan, BMT dapat menciptakan lapangan kerja dan memberi pendapatan kepada para pegawainya. 4. Pemberi informasi, memberi informasi kepada masyarakat mengenai risiko keuntungan dan peluang yang ada pada lembaga tersebut. 5. Sebagai satu lembaga keuangan mikro Islam yang dapat memberikan pembiayaan bagi UMKM dan juga koperasi dengan kelebihan tidak meminta jaminan yang memberatkan bagi UMKM tersebut.
1.
2.
3.
4.
BMT juga memiliki peran diantaranya adalah (Heykal dan Huda 2010): Menjauhkan masyarakat dari praktik ekonomi yang bersifat non Islam. Aktif melakukan sosialisasi di tengah masyarakat tentang arti penting sistem ekonomi Islami. Hal ini bisa dilakukan dengan pelatihan-pelatihan mengenai cara-cara bertransaksi yang Islami, misalnya pengadaan bukti dalam transaksi, dilarang curang dalam menimbang barang, jujur terhadap konsumen, dan lain sebagainya. Melakukan pembinaan dan pendanaan usaha kecil. BMT harus bersikap aktif menjalankan fungsi sebagai lembaga keuangan mikro, misalnya dengan jalan pendampingan, pembinaan, penyuluhan, dan pengawasan terhadap usaha-usaha nasabah. Melepaskan ketergantungan pada rentenir, masyarakat yang masih tergantung rentenir disebabkan rentenir mampu memenuhi keinginan masyarakat dalam memenuhi dana dengan segera. Maka BMT harus mampu melayani masyarakat lebih baik, misalnya selalu tersedia dana setiap saat, birokrasi yang sederhana, dan lain sebagainya. Menjaga keadilan ekonomi masyarakat dengan distribusi yang merata. Fungsi BMT langsung berhadapan dengan masyarakat yang kompleks dituntut harus pandai bersikap, oleh karena itu langkah-langkah untuk melakukan evaluasi dalam rangka pemetaan skala prioritas yang harus diperhatikan, misalnya dalam masalah pembiayaan, BMT harus memerhatikan kelayakan nasabah dalam hal golongan nasabah dan juga jenis pembiayaan yang dilakukan.
Ciri-ciri Utama dan Khusus BMT Sebagai lembaga usaha yang mandiri, BMT memiliki ciri-ciri utama sebagai berikut (Ridwan 2013): 1. Berorientasi bisnis, yaitu memiliki tujuan untuk mencari laba bersama dan meningkatkan pemanfaatan segala potensi ekonomi yang sebanyak-banyaknya bagi para anggota dan lingkungannya. 2. Bukan merupakan lembaga sosial, tetapi dapat dimanfaatkan untuk mengelola dana sosial umat, seperti zakat, infak, sedekah dan wakaf.
14 3. Lembaga ekonomi umat yang dibangun dari bawah secara swadaya yang melibatkan peran serta masyarakat sekitarnya. 4. Lembaga ekonomi milik bersama antara kalangan masyarakat bawah dan kecil serta bukan milik perorangan atau kelompok tertentu di luar masyarakat BMT. Disamping ciri-ciri utama di atas BMT juga memiliki ciri-ciri khusus, yaitu (PINBUK): 1. Staf karyawan BMT bertindak aktif, dinamis, berpandangan produktif, tidak menunggu tetapi menjemput nasabah, baik sebagai penyetor dana maupun sebagai penerima pembiayaan perusahaan; 2. Kantor dibuka dalam waktu tertentu dan dijaga oleh sejumlah staf yang terbatas, karena sebagian besar staf harus bergerak di lapangan untuk mendapatkan nasabah penyetor dana, memonitor, dan mensupervisi usaha nasabah; 3. BMT mengadakan pengajian rutin secara berkala yang waktu dan tempatnya ditentukan sesuai dengan kegiatan nasabah dan anggota BMT; 4. Manajemen BMT dilaksanakan secara profesional dan Islami, yaitu administrasi yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam, aktif dalam setiap kegiatan BMT, serta berpikir, bersikap, berperilaku ahsanu amala (service excellence). Jenis Usaha atau Produk-produk BMT Menurut PINBUK, jenis-jenis usaha BMT dimodifikasi dari produk-produk perbankan syariah. Usaha BMT dapat dibagi menjadi dua bagian utama yaitu memobilisasi simpanan dari anggota dan usaha pembiayaan. Bentuk usaha memobilisasi simpanan dari anggota itu diantaranya berupa simpanan mudharabah (biasa, pendidikan, haji, umrah, Qurban, Idul Fitri, walimah, aqiqah, perumahan, dan kunjungan wisata), dan titipan zakat, infak, dan shadaqah (ZIS), serta produk simpanan lainnya yang dikembangkan sesuai dengan lingkungan tempat BMT itu berada. Sementara bentuk usaha pembiayaan lebih diarahkan pada pembiayaan usaha mikro, kecil dan menengah, yaitu pembiayaan mudharabah, musyarakah, murabahah, al-bai’ bithaman ajil dan al-qordul hasan. Adapun pengertian simpanan menurut Undang-Undang no. 7 tahun 1992 dalam pasal 1 (5) yakni : “Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. Simpanan ini bisa berbentuk tabungan wadiah, simpanan mudharabah jangka pendek, dan jangka panjang. Dalam PINBUK simpanan tersebut dapat digolongkan : a. Simpanan Pokok Khusus, adalah simpanan pendiri kehormatan yaitu anggota yang membayar simpoksus minimal 20% dari jumlah modal BMT. b. Simpanan pokok, adalah simpanan yang harus dibayar oleh anggota pendiri dan anggota biasa ketika ia menjadi anggota. Besarnya telah ditentukan pada setiap Anggaran Dasar BMT. c. Simpanan Wajib adalah simpanan yang harus dibayar oleh anggota pendiri dan anggota biasa secara berkala. Besar dan waktu pembayaran diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga BMT. d. Simpanan Sukarela
15 1) Simpanan sukarela adalah simpanan anggota selain simpanan pokok khusus, simpanan pokok, dan simpanan wajib. 2) Simpanan sukarela dapat disetor dan ditarik sesuai akad yang telah disepakati dalam Anggaran Rumah Tangga dan aturan khusus BMT. 3) Simpanan sukarela terdiri dari dua macam akad: a) Simpanan sukarela dengan akad dhomanah yang simpanannya berupa titipan (wadi’ah) anggota pada BMT. b) Akad mudharabah yaitu simpanan bagi hasil di mana si penyimpan mendapat bagi hasil dari keuntungan yang diperoleh BMT sesuai kesepakatan nisbah bagi hasil dan ikut menanggung kerugian apabila BMT mengalami kerugian. 4) Simpanan sukarela dibedakan menjadi: a) Simpanan sukarela biasa yaitu simpanan yang bisa ditarik sewaktuwaktu sesuai aturan yang ditetapkan. b) Simpanan sukarela berjangka yaitu simpanan yang hanya bisa ditarik pada waktu yang telah disepakati. Sebenarnya Produk-produk BMT tersebut dapat dikembangkan lebih lagi sesuai dengan kondisi lingkungan yang terjadi. Namun produk tersebut harus memenuhi syarat, diantaranya: (a) sesuai dengan syariat dan disetujui oleh Dewan Syariah; (b) dapat ditangani oleh sistem operasi BMT yang bersangkutan, (c) membawa kemaslahatan bagi umat (Sudarsono 2007). Pada dasarnya simpanan pokok khusus, pokok, dan wajib merupakan komponen dari modal pribadi BMT, sedangkan sisanya yaitu simpanan sukarela seperti wadi’ah dan mudharabah menjadi bagian dari dana pihak ketiga. Produk Pembiayaan Syariah yang merupakan akad dari pembiayaan syariah terdiri dari beberapa jenis yaitu (Antonio 2001): 1. Produk Bagi Hasil a. Al-Musyarakah Al-Musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu yang masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan (Antonio 2001). b. Al-Mudharabah Al-mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak, yakni pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian pengelola (Antonio 2001). c. Al-Muzara’ah Al-Muzara’ah adalah kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dan penggarap, yakni pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian bagian tertentu dari hasil panen (Antonio 2001).
16 d. Al-Musaqah Al-Musaqah adalah kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dan penggarap yakni penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan. Sebagai imbalan, penggarap berhak atas nisbah tertentu dari hasil panen (Antonio 2001). 2. Produk Jual Beli (Sale and Purchase) a. Bai’ Al-Murabahah Bai’ Al-Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam hal ini, penjual harus memberi tahu harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya (Antonio 2001). b. Bai’ As-Salam Bai’ as-salam adalah pembelian barang yang diserahkan di kemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan di muka. Bai’ as-salam biasanya dipergunakan pada pembiayaan bagi petani dengan jangka waktu yang relatif pendek, yaitu 2-6 bulan (Antonio 2001). c. Bai’ Al-Ishtishna Bai’ Al-Istishna adalah kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang. Dalam kontrak ini, pembuat barang menerima pesanan dari pembeli. Pembuat barang lalu berusaha melalui orang lain untuk membuat atau membeli barang menurut spesifikasi yang telah disepakati dan menjualnya kepada pembeli akhir (Antonio 2001). 3. Produk Sewa (Operational Lease and Financial Lease) a. Al-Ijarah Al-Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri (Antonio 2001). b. Al-Ijarah al-Muntahia bit-Tamlik Al-Ijarah al-Muntahia bit-Tamlik adalah perpaduan antara kontrak jual beli dan sewa atau lebih tepatnya akad sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barang di tangan penyewa (Antonio 2001). 4. Produk Jasa (Fee-Based Services) a. Al-Wakalah Wakalah atau wikalah berarti penyerahan, pendelegasian, atau pemberian mandat. Dalam hal ini, al-wakalah berarti pelimpahan kekuasaan oleh seseorang kepada yang lain dalam hal-hal yang diwakilkan (Antonio 2001). b. Al-Kafalah Al-Kafalah merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. Dalam pengertian lain, kafalah juga berarti mengalihkan
17 tanggung jawab seseorang yang dijamin dengan berpegang pada tanggung jawab orang lain sebagai penjamin (Antonio 2001). c. Al-Hawalah Al-hawalah adalah pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya. Dalam istilah para ulama, hal ini merupakan pemindahan beban utang dari muhil (orang yang berhutang) menjadi tanggungan muhal ‘alaih atau orang yang berkewajiban membayar utang (Antonio 2001). d. Ar-Rahn Ar-Rahn adalah menahan salah satu harta milik peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis. Pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya (Antonio 2001). e. Al-Qardh Al-Qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan (Antonio 2001). Struktur organisasi BMT yang paling sederhana diantaranya harus terdiri, diantaranya, (a) Badan pendiri yaitu sekelompok orang yang mendirikan BMT dan memiliki hak prerogatif dalam menentukan arah serta kebijakan BMT; (b) Badan Pengawas adalah badan yang berwenang dalam menetapkan kebijakan operasional BMT; (c) Anggota BMT; (d) Badan Pengelola yaitu badan yang dipilih oleh badan pengawas yang ditujukan untuk mengelola organisasi BMT. Manfaat dan Keunggulan BMT Menurut Ridwan (2013), Sebagai lembaga pengelola dana masyarakat dalam skala kecil dan menengah, BMT menawarkan jasa dalam bemtuk kredit dan pembiayaan kepada masyarakat. Berikut ini merupakan manfaat yang diperoleh dari pelayanan BMT, antara lain: 1. Meraih keuntungan bagi hasil dan investasi dengan cara syariah 2. Pengelolaan dana berdasarkan nilai-nilai keadilan sehingga menjadikan setiap pinjaman dan simpanan aman baik secara syar’i maupun ekonomi; 3. Komitmen kepada ekonomi kerakyatan sehingga bermanfaat bagi perekonomian umat Islam. 4. BMT dan masyarakat dapat berperan membangun citra perekonomian umat Islam; 5. Membantu usaha kecil dan menengah sehingga meningkatkan gairah dalam berwirausaha dan membebaskan dari jeratan rentenir; 6. Partisipasi positif bagi kemajuan lembaga-lembaga keuangan syariah Berbeda dengan lembaga keuangan lainnya, BMT memiliki beberapa keunggulan (Ridwan 2013), yaitu: 1. Adanya jaminan pelayanan jasa keuangan berdasarkan prinsip syariah sehingga terhindar praktik riba;
18 2. Masyarakat dapat memperoleh layanan langsung yang lebih mudah berdasarkan prinsip bagi hasil; 3. BMT dan nasabah dapat berbagi resiko karena masing-masing memiliki hak dan kewajiban yang sama sesuai dengan proporsinya; 4. Terhindar dari praktik-praktik manipulasi keuangan 5. Adanya pemerataan dan keseimbangan dalam perolehan keuntungan bersama. Manfaat dan keunggulan dari BMT tersebut merupakan penjabaran dari sistem ekonomi Islam. Sebagai lembaga keuangan syariah, BMT juga lebih cenderung memberikan perhatian pada pengembagan usaha kecil dan menengah di Indonesia untuk pemberdayaan masyarakat miskin. Hal ini mengakibatkan BMT jauh berbeda dengan lembaga keuangan konvensional lainnya seperti koperasi konvensional yang jelas berbeda pada dasarnya. Komparasi BMT dengan LKM lainnya Dilihat dari fungsinya sebagai Baitul Tamwil, BMT sama dengan bank syariah ataupun BPRS yaitu sebagai lembaga keuangan syari’ah. Perbedaannya dengan bank syariah dan BPRS hanya terletak pada skala dan status kelembagaanya. Bila bank syariah untuk pengusaha atas, BPRS untuk menengah ke bawah, maka BMT untuk pengusaha bawah sekali atau usaha mikro (Sumiyanto 2008). Beberapa Pakar mengatakan bahwa BMT bukanlah bank, ia semacam LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang beroperasi seperti koperasi, dengan pengecualian ukuran yang kecil dan tidak mempunyai akses ke pasar uang. Hal ini mengakibatkan BMT memfokuskan target pasarnya pada bisnis skala kecil seperti para pelaku usaha mikro yang kurang menarik bagi bank untuk dijadikan nasabah. (Arifin 1999). Perbedaan BMT dengan Koperasi Konvensional Menurut Widiayati (2012) perbedaan koperasi konvensional dengan BMT sebagai koperasi syariah terletak , antara lain : 1. Sama-sama mencari keuntungan hanya saja pada koperasi konvensional memakai sistem bunga (riba) yang di dalam Islam jelas haram dan sangat menzalimi bagi para pelaku transaksi. Berbeda dengan koperasi konvensional, koperasi syariah (BMT) tidak hanya mencari keuntungan semata tapi juga menjunjung social oriented yaitu menunjang kehidupan sosial anggota maupun bersama (masyarakat). 2. Koperasi konvensional hanya mementingkan uang pinjaman kembali dengan bunga yang tidak didasarkan hasil kondisi usaha. Hal ini berbeda dengan BMT, yang memakai sistem bagi hasil, pada BMT keuntungan dan kerugian dibagi bersama sesuai kesepakatan akad sehingga sesuai dengan hasil kondisi usaha. Hal ini dikarenakan koperasi konvensional tidak tahu menahu apakah uang (barang) yang digunakan para nasabah untuk melakukan usaha mengalami rugi atau tidak, nasabah harus tetap mengembalikan uang sebesar yang dipinjam ditambah bunga yang telah ditetapkan pada RAT. Koperasi syariah tidak mengkreditkan barang-barangnya, melainkan menjualnya secara tunai maka transaksi jual beli atau yang dikenal dengan murabahah terjadi pada koperasi syariah, uang/barang yang dipinjamkan kepada para nasabah pun tidak
19 dikenakan bunga, melainkan bagi hasil, artinya jika nasabah mengalami kerugian, koperasipun mendapatkan pengurangan pengembalian uang, dan sebaliknya. Ini merupakan salah satu bagi hasil yang diterapkan pada koperasi syariah. 3. Adil. Hal ini terjadi jika ada anggota yang meminjam untuk kebutuhan seharihari (seperti untuk makan-minum), maka pihak koperasi konvensional memberlakukannya sama dengan peminjam lainnya yang penggunaanya untuk usaha produktif dengan mematok bunga sebagai jasa koperasi. Pada BMT hal ini tidak dibenarkan, karena setiap transaksi didasarkan atas penggunaan yang efektif apakah untuk pembiayaan atau komsumsi kebutuhan sehari-hari. Kedua hal tersebut diperlakukan secara berbeda. Untuk usaha produktif menggunakan prinsip bagi hasil sedangkan konsumsi kebutuhan sehari-hari seperti pembelian transportasi dapat menggunakan prinsip jual beli. 4. Operasional BMT dijalankan sesuai dengan prinsip-prinsip Hukum Islam. Oleh karena itu, BMT memiliki konsep ta’awun (tolong menolong) yang lebih kental yang sesuai dengan ajaran Islam dibandingkan dengan koperasi konvensional. 5. Koperasi konvesional tidak menjadikan usahanya sebagai penerima dan penyalur zakat, sedangkan koperasi syariah, zakat dianjurkan bagi para nasabahnya, karena koperasi syariah (BMT) juga berfungsi sebagai institusi Ziswaf (penyalur zakat). Perbedaan BMT dengan BPRS Perbedaan BMT dengan BPRS dapat dilihat dari beberapa aspek berikut ini (Zainuddin 2008) : 1. Legalitas. BMT berada di bawah tanggung jawab Departemen Koperasi, sedangkan BPRS dibawah tanggung jawab atau bahkan diakui oleh BI. Oleh sebab itu BI tidak memiliki kewajiban untuk mengaudit keuangan BMT, sedangkan BPRS wajib diaudit oleh BI. 2. BMT tidak terlalu bankable sedangkan BPRS, karena mengacu kepada BI, terlihat bankable. 3. Dilihat dari kualitas SDM dan pendukung kerja, BMT masih memiliki kualitas cukup sederhana, sedangkan BPRS, rata-rata telah memiliki kualitas yang layak dan sudah terstandarisasi oleh BI. 4. Permodalan BMT berasal dari masyarakat umum yakni anggota maupun calon anggota, sedangkan modal BPRS berasal dari pemegang saham tertentu (komisaris). Modal BMT rata-rata di bawah Rp 100 juta (ketetapan Menkop Rp 15-20 juta untuk tingkat DKI, Rp 50-100 juta untuk tingkat nasional), sedangkan modal BPRS Rp 2 miliar. 5. Pendekatan BMT kepada nasabah lebih kekeluargaan karena lebih kepada pola binaan dan keterbukaan, sedangkan BPRS masih bersifat prosedural. Perbedaan BMT dengan bank umum syari’ah (BUS) atau juga bank perkreditan rakyat syari’ah (BPRS) adalah dalam bidang pendampingan dan dukungan. Berkaitan dengan dukungan, BUS dan BPRS terikat dengan peraturan pemerintah di bawah Departemen Keuangan atau juga peraturan Bank Indonesia (BI). Sedangkan BMT dengan badan hukum koperasi, secara otomatis di bawah pembinaan Departemen Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah.
20 Secara lebih ringkas tentang perbedaan antara BMT dan BPRS dapat kita lihat di Tabel 2 berikut. Tabel 2 Ringkasan perbedaan BMT dengan BPRS BMT Di bawah naungan Departemen KEMENKOP Modalnya kurang dari 100 juta
Modalnya min. 2 miliar
Lebih bersifat kekeluargaan
Masih bersifat prosedural
Modal berasal dari masyarakat umum
Modal berasal dari pemegang saham tertentu
Para pendukung kerja cukup sederhana
Para pendukung kerja sudah layak dan sudah memenuhi standarisasi
Tidak terlalu bankable
Terlihat bankable
Sumber: Zainuddin (2008)
BPRS Di bawah naungan Bank Indonesia
21 Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan Indirani (2006) menganalisis faktor faktor yang memengaruhi total aset bank syariah di Indonesia. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berasal dari Bank Indonesia. Metode yang digunakan adalah metode regresi linier berganda. Faktor-faktor yang digunakan dalam penelitian ini adalah Return On Asset (ROA), Jumlah Kantor Bank (JKB), Gross Domestic Product (GDP), tingkat suku bunga (I_riil), Modal atau Capital (CAP), Non Performing Financings (NPF), serta variabel dummy berupa fatwa majelis Ulama Indonesia (MUI). Faktor-faktor tersebut didapatnya melalui studi literatur yang telah dilakukan sebelumnya. Penelitian dilakukan dengan menganalisis data sekunder yang telah dikumpulkan dan dianalisis dengan menggunakan regresi berganda yang dioperasikan dengan program eviews 4.1. Hasil pengujian menunjukkan pertumbuhan total aset industri perbankan dipengaruhi dua faktor makro dan mikro. Faktor lingkungan luar (makro) antara lain pertumbuhan ekonomi (GDP), tingkat suku bunga riil bank konvensional serta inflasi, sedangkan faktor lingkungan industri (mikro) antara lain ROA, NPF, dan jumlah kantor bank. Namun pada penelitiannya, variabel CAP tidak signifikan diduga disebabkan oleh relatif kecilnya rasio modal terhadap aset. Variabel yang paling memengaruhi dengan koefisien regresi terbesar dalam penelitiannya adalah variabel jumlah kantor cabang (JKB). Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan Antonio dalam Latti Indirani (2006) yang menyatakan bahwa luasnya jumlah jaringan kantor akan meningkatkan efisiensi usaha dan meningkatkan kompetisi ke arah peningkatan kualitas pelayanan dan mendorong inovasi produk dan jasa perbankan syariah. Dari penelitian ini didapatkan bahwa ada beberapa faktor yang memengaruhi total aset perbankan syariah. Sesuai dengan bab pembahasan bahwa dilihat dari fungsinya, BMT sama dengan BPRS yaitu sebagai lembaga keuangan syari’ah (Sumiyanto 2008). Oleh karena itu, BMT dengan bank dapat disetarakan, sehingga faktor-faktor yang memengaruhi total aset BMT diduga antara lain efisiensi operasional, mutu pembiayaan, dan permodalan. Penelitian kedua dilakukan oleh Sa’roni (2010) dengan judul Determinant Factors of the Succesful of Baitul Maal wat Tamwil (BMT). Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi kesuksesan suatu BMT. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan deskripsi keuangan dan analisis karakteristik. Hasil pengujian statistik menunjukkan bahwa faktor utama yang memengaruhi kesuksesan BMT antara lain kemampuan manajemen keuangan, karakteristik pembiayaan nasabah, kemampuan manajemen risiko, keakraban dengan pelanggan dan tim manajerial BMT, Informasi Teknologi (IT), dan jaringan. Menurut penelitian ini kredit macet membuat kerugian finansial, waktu serta kehilangan energi, sehingga kredit macet akan memengaruhi pertumbuhan BMT atau total aset BMT. Dalam rentability atau kemampuan BMT dalam memperoleh keuntungan memiliki ROA (Return On Assets) dan ROE (Return On Equity) sebagai faktor penentu kesuksesan BMT. Penelitian yang ketiga dilakukan oleh Cleopatra (2008) dengan judul “FaktorFaktor yang Memengaruhi Pertumbuhan Proporsi Aset Perbankan Syariah di Indonesia”. Penelitian ini bertujuan meningkatkan proporsi aset perbankan syariah
22 terhadap keseluruhan aset perbankan nasional. Faktor-faktor yang diteliti adalah jumlah kantor bank syariah, jumlah bank syariah yang beroperasi, porsi deposito dari keseluruhan dana pihak ketiga (DPK) bank, porsi pembiayaan bagi hasil, Financing to Deposit Ratio (FDR) bank syariah, non performing financing (NPF) bank syariah, kebijakan office channeling (OC), tingkat inflasi, suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI), tingkat suku bunga bank konvensional, deposito bank konvensional, faktor-faktor tersebut diperolehnya melalui serangkaian studi literatur dan penelaahan terhadap beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Penelitian tersebut menggunakan dua tahap yaitu analisis faktor sebagai metode untuk mengetahui variabel-variabel yang layak dalam menentukan variabel terikat proporsi aset dan analisis Multi Linear Regression sebagai metode untuk mendapatkan faktor-faktor yang signifikan memengaruhi proporsi aset perbankan syariah terhadap keseluruhan aset perbankan nasional. Hasil analisis statistik, diperoleh variabel yang signifikan memengaruhi proporsi aset bank syariah terhadap aset bank umum antara lain jumlah bank syariah, NPF bank syariah, porsi pembiayaan bagi hasil, FDR bank syariah, dan tingkat suku bunga kredit bank umum konvensional. Penelitian keempat yang dilakukan oleh Hidayah (2008) yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pertumbuhan Aset Perbankan Syariah”. Sesuai judul, penelitiannya bertujuan mencari faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan aset perbankan syariah. Faktor-faktor yang diteliti pada penelitiannya adalah non performing financing, dana pihak ketiga, tingkat suku bunga sertifikat bank indonesia dan return on assets. Faktor-faktor tersebut diperoleh melalui rangkaian studi literatur dan penelaahan terhadap beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Penelitian ini menggunakan Metode Analisis Regresi Linier Berganda untuk mendapatkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan aset perbankan syariah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dana pihak ketiga dan SBI berpengaruh terhadap pertumbuhan aset perbankan syariah, Sedangkan non performing financing (NPF) dan return on assets (ROA) tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan aset perbankan syariah. Terakhir Ginanjar (2003) dengan judul “Faktor Dominan yang Memengaruhi Pertumbuhan Aset Lembaga Keuangan Mikro Syariah (Studi Kasus Program Peningkatan Kemandirian Ekonomi Rakyat KP2KER di Yogyakarta Thn 19972002)”, meneliti faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan total aset Baitul Mal wat Tamwil (BMT). Faktor-faktor yang diteliti tersebut bersifat kuantitatif dengan dilihat dari peforma Baitul Mal wat Tamwil dari sudut financing-nya. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi kinerja Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) di Indonesia, mengetahui efektifitas pemanfaatan dana Program Peningkatan Kemandirian Ekonomi Rakyat (P2KER) dan dana simpanan nasabah sebagai sumber pembiayaan LKMS, mengetahui efektifitas pembiayaan LKMS terhadap bagi hasil Program Peningkatan Kemandirian Ekonomi Rakyat (P2KER). Faktor-faktor yang diteliti, yaitu pembiayaan, tabungan, modal, dan sisa hasil usaha. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode Analisis Regresi Linier Berganda. Berdasarkan hasil penelitian, faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap perubahan persentase aset adalah pembiayaan dan
23 tabungan, sementara variabel modal dan sisa hasil usaha tidak berpengaruh signifikan terhadap perubahan persentase aset. Tabel 3 Rangkuman Hasil Penelitian Peneliti
Judul Penelitian
Latti Indirani
Analisis FaktorFaktor yang Memengaruhi Total Aset Bank Syariah di Indonesia Determinant factors of the succesful of Baitul Maal wat Tamwil (BMT)
Lia Syukriyah Sa’roni
Metode Penelitian Analisis Kuantitatif
Analisis deskripsi keuangan dan analisis karakterist ik
Yuria Pratiwi Cleopatra
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pertumbuhan Proporsi Aset Perbankan Syariah di Indonesia
Analisis refrensi terhadap data statistik sekunder
Ellyn Herlia Nur Hidayah
Analisis FaktorFaktor yang Memengaruhi Pertumbuhan Aset Perbankan Syariah
Analisis kuantitatif OLS
Ginanjar
Faktor Dominan yang Memengaruhi Pertumbuhan Aset Lembaga Keuangan Mikro Syariah (Studi Kasus Program Peningkatan Kemandirian Ekonomi Rakyat KP2KER di Yogyakarta Thn 1997-2002)
Analisis Regresi Linier Berganda
Hasil Penelitian
Tahun
Faktor Internal/Mikro: NPF, ROA, JKB, CAP (tidak signifikan), Faktor Eksternal/Makro: Iriil, GDP, Inflasi Kemampuan manajemen keuangan, karakteristik pembiayaan nasabah, kemampuan manajemen risiko, keakraban dengan pelanggan dan tim manajerial BMT, Informasi Teknologi (IT) dan jaringan Faktor Internal NPF, FDR, PBH (porsi pembiayaan bagi hasil) Faktor Eksternal Tingkat suku bunga SBI, Tingkat suku bunga kredit bank konvensional, Inf (tingkat inflasi) Dana pihak ketiga dan SBI berpengaruh terhadap pertumbuhan aset perbankan syariah
2006
Pembiayaan dan tabungan
2003
2012
2008
2008
24 Kerangka Pemikiran Sebagaimana telah dibahas pada bab-bab sebelumnya bahwa BMT mengalami pertumbuhan yang signifikan terlihat dari pertumbuhan total aset BMT pada beberapa contoh di subbab latar belakang. Suatu lembaga keuangan dikatakan mengalami pertumbuhan apabila indikator pertumbuhannya mengalami peningkatan. Indikator tersebut meliputi Aset, Dana Pihak Ketiga (DPK), dan Kredit (pembiayaan) (Banoon dan Malik 2007). Oleh karena itu, naik turun perkembangan suatu BMT dapat dilihat melalui total asetnya. Aset merupakan salah satu parameter paling umum yang dijadikan sebagai landasan pengukuran pertumbuhan perbankan atau lembaga keuangan sehingga penambahan aset perbankan merupakan indikasi utama pertumbuhan perbankan. Hal ini disebabkan aset merupakan indikator besar atau ukuran suatu perbankan dan merupakan indikator keuangan untuk mengukur pangsa pasar perbankan syariah. Dengan kata lain, peningkatan pada total aset perbankan syariah akan meningkatkan pangsa pasar perbankan syariah tersebut (Hidayah 2008). Seperti yang telah di bahas di pembahasan bahwa koperasi adalah suatu badan yang memiliki kemiripan layaknya sebuah Bank, sehingga tiga indikator tersebut dapat dipakai pada penelitian terhadap BMT ini. Sebagaimana telah dijelaskan pada bab latar belakang, bahwa penelitian ini ingin mengungkapkan alasan mengapa pertumbuhan BMT tidak terjadi pada semua BMT di Indonesia, walaupun BMT memiliki prospek yang bagus baik fakta maupun opini. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor apa yang memengaruhi total aset dan seberapa besar pengaruhnya agar dapat mencegah serta menanggulangi dari berbagai masalah sehingga aset atau pertumbuhan BMT dapat ditingkatkan secara optimal. Untuk itu penulis menggunakan total aset sebagai variabel dependent (variabel terikat) atau variabel yang ingin diteliti faktor-faktor yang memengaruhinya. Faktor-faktor yang memengaruhi aset diambil melalui studi pada penelitian terdahulu, yaitu efisiensi operasional, mutu pembiayaan, dan permodalan yang diambil dari penelitian yang dilakukan Indirani (2006), dan pembiayaan, tabungan, modal, dan sisa hasil usaha yang diambil dari penelitian yang dilakukan Ginanjar (2003). Oleh sebab itu, faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan total aset yang sesuai dengan studi literatur, yaitu : 1. Return On Asset (ROA) ROA yang digunakan dalam penelitian ini adalah persentase SHU berjalan terhadap total aset pada BMT yang dijadikan dalam sampel penelitian ini. ROA merupakan salah satu rasio profitabilitas dari suatu perusahaan termasuk BMT yang menunjukkan kemampuan suatu perusahaan tersebut dalam menghasilkan laba. ROA ini mewakili SHU dan efisiensi operasional. Semakin besar ROA suatu BMT, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai BMT tersebut dan semakin baik pula posisi BMT tersebut dari penggunaan aset. Hal ini menyebabkan ROA dan total aset memiliki hubungan yang postif. Artinya, ketika terjadi peningkatan pada ROA maka total aset akan ikut meningkat dengan persentase tertentu.
25 2. Capital (CAP) Merupakan rasio kapital terhadap aset (capital to asset), sehingga semakin besar modal maka dapat meningkatkan juga total asetnya. Modal disini adalah penjumlahan dari modal pribadi, modal penyertaan ditambah hibah. Oleh karena itu variabel CAP mewakili faktor permodalan dalam penelitian terdahulu. 3. Non Performing Finance (NPF) NPF merupakan istilah yang digunakan dalam menggambarkan persentase pembiayaan bermasalah pada suatu lembaga keuangan. Variabel ini diambil agar mewakili faktor pembiayaan dalam penelitian terdahulu. NPF merupakan merupakan permasalahan nomor satu pada lembaga keuangan syariah, keberadaanya memengaruhi rentabilitas dan menurunkan tingkat kualitas aktiva produktif. NPF sendiri memiliki definisi yang sama dengan NPL yaitu Non Performing Loan. Sesuai definisi NPF dengan total aset memiliki hubungan yang negatif. Artinya ketika NPF meningkat maka total aset akan menurun. 4. Financing to Depost Rasio (FDR) Dalam dunia perbankan syariah, aktiva yang paling dominan adalah pembiayaan. BMT memiliki fungsi yang sama layaknya bank syariah yaitu sebagai lembaga intermediasi. Hal ini dikarenakan salah satu peran koperasi adalah menjadi agen atau penghubung antara sohibul maal (pemilik modal) dengan mudharib (penerima modal). Sebutan FDR mirip LDR dalam perbankan, namun LDR merupakan rasio antara seluruh jumlah kredit yang diberikan bank dengan dana yang diterima oleh bank sedangkan FDR menyebut kredit sebagai pembiayaan. Dapat dikatakan bahwa FDR merupakan persentase seberapa jauh kemampuan BMT dalam melakukan pembiayaan terhadap dana yang diterima BMT. Dengan kata lain FDR adalah persentase seberapa banyak pembiayaan yang dapat disalurkan kepada para anggota dari total dana yang diterima. Secara logis, penambahan jumlah pembiayaan akan menambah jumlah aset. Variabel ini diambil unutk mewakili faktor pembiayaan dalam penelitian terdahulu. Dengan demikian, faktor-faktor yang memengaruhi jumlah pembiayaan, juga merupakan faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan aset (Cleopatra 2008). Semakin tinggi pembiayaan yang dapat disalurkan maka makin tinggi persentase FDR dan juga akan meningkatkan total aset suatu BMT. 5. Dana Pihak Ketiga (DPK) Dana pihak ketiga pada penelitian kali ini adalah dana yang disetorkan oleh para anggota koperasi yaitu merupakan simpanan sukarela yang wadi’ah maupun mudharabah. Variabel DPK tersebut diambil agar mewakili faktor tabungan pada penelitian terdahulu. DPK memiliki andil yang besar dalam peningkatan kesuksesan suatu BMT. Berbeda dengan lembaga bisnis lainnya yang merupakan organisasi berbasis modal (capital based organization), BMT memiliki partisipasi anggota sebagai kunci keberhasilannya karena BMT merupakan member based organization. DPK dengan total aset memiliki hubungan yang positif. Artinya, ketika DPK meningkat maka total aset pun akan ikut meningkat.
26 Berdasarkan penjelasan diatas jelas sekali bahwa faktor-faktor yang diteliti pada penelitian ini bersifat kuantitatif. Berbeda dengan penelitian pada Indirani (2006) dengan judul “Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Pertumbuhan Total Aset Bank Syariah di Indonesia”, variabel-variabel yang digunakan tidak menggunakan variabel-variabel makro seperti Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan Tingkat Inflasi (INF). Hal ini dikarenakan faktor-faktor tersebut diambil melalui pertimbangan yaitu dilihat dari sudut financing suatu BMT. Selain itu, data pada penelitian kali ini berbentuk cross section sehingga data PDRB dan INF tidak bisa dipenuhi. Pada penelitian ini juga tidak menggunakan variabel JKB karena tidak memenuhi kriteria pemilihan sampel. Namun pada penelitian ini terdapat variabel tambahan yaitu variabel FDR dan DPK sehingga penelitian ini berbeda dengan penelitian Latti Indirani. Namun penelitian ini hampir sejalan dengan penelitian Ginanjar (2003) hanya saja pada penelitiannya, faktor yang digunakan sifatnya masih umum sedangkan pada penelitian kali ini dipilih faktorfaktor turunan penelitian Ginanjar yang sifatnya lebih khusus. Secara ringkas kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperti bagan (Gambar 4). Prospek BMT yang tinggi (Tercermin dari aset Inkopsyah yang terus meningkat)
pertumbuhan BMT yang tidak merata
Pertumbuhan total aset Inkopsyah yang fluktuatif
Faktor-faktor yang memengaruhi total aset
Pengaruh faktor-faktor terhadap total aset BMT
Implikasi upaya Gambar 4 Bagan Kerangka Pemikiran
Hipotesis Penelitian Berdasarkan teori dan konsep yang telah diuraikan di atas, hipotesis dari penelitian ini adalah : 1. ROA, CAP, FDR, DPK memberikan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap total asset 2. NPF memberikan pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap total aset
27
METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder terdiri dari dua bagian, sebagian diolah dari laporan keuangan setiap BMT yang dijadikan objek penelitian dan sebagian lagi berupa tabel data yang diberikan secara langsung oleh pihak Inkopsyah. Data-data ini diolah menjadi data sesuai variabel-variabel yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Data diambil dari laporan keuangan yang diperoleh dari Inkopsyah yang berlokasi di Jl. Pondok Gede Raya. Sumber data lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah data Kemenkop dan UKM. Metode Pengumpulan Data Pengambilan sampel dalam analisis adalah dengan menggunakan data sekunder dan dilakukan dengan metode purposive sampling (pengambilan sampel secara sengaja), yaitu dengan mengambil sampel dari populasi berdasarkan suatu kriteria tertentu. Kriteria BMT yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah : 1. BMT merupakan anggota dari Induk Koperasi Syariah (Inkopsyah); 2. BMT beroperasi di Indonesia yang diambil pada satu periode yaitu pada perode tahun 2013; 3. Menyajikan laporan keuangan tahunan yang lengkap berdasarkan variabel yang diteliti dan telah diperiksa oleh pihak Inkopsyah, serta BMT yang memberikan informasi aset (diatas Rp 500 Juta), jumlah pembiayaan, Jumlah pembiayaan yang bermasalah (kurang dari 15%), modal, keuntungan, serta jumlah dana pihak ketiga; Dari ketiga kriteria di atas maka dipilih 37 BMT sebagai obyek penelitian ini. Metode Analisis dan Pengolahan Data Metode analisis data yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif dengan bentuk data kerat lintang (cross section). Proses pengolahan data penelitian dilakukan dengan menggunakan bantuan software Minitab 17. Analisis Regresi Berganda Analisis regresi berganda merupakan suatu alat analisis untuk mengukur hubungan lebih dari dua peubah bebas (independent variable) dengan peubah tak bebas/terikat (dependent variable). Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode kuadrat terkecil atau metode Ordinary Least Square (OLS). Metode ini mempunyai beberapa sifat yang sangat menarik karena menggunakan asumsiasumsi tertentu yang mengakibatkan metode OLS merupakan penduga linear yang tidak bias terbaik atau Best Linear Unbiased Estimator (BLUE). Selain itu, Gujarati (2006) juga merinci 10 asumsi yang menjadi syarat penerapan OLS, yaitu: Asumsi 1: Linear regression Model. Model regresi merupakan hubungan linear dalam parameter. Y = a + bX +e Untuk model regresi Y = a + bX + cX2+ e
28 Walaupun variabel X dikuadratkan, ini tetap merupakan regresi yang linear dalam parameter sehingga OLS masih dapat diterapkan. Asumsi 2: Nilai X adalah tetap dalam sampling yang diulang-ulang (X fixed in repeated sampling) Tepatnya bahwa nilai X adalah nonstochastic (tidak random). Asumsi 3: Variabel pengganggu e memiliki rata-rata nol (zero mean of disturbance). Artinya, garis regresi pada nilai X tertentu berada tepat di tengah. Bisa saja terdapat error yang berada di atas garis regresi atau di bawah garis regresi, tetapi setelah keduanya dirata-rata harus bernilai nol. Asumsi 4: Homoskedastisitas, atau variabel pengganggu eror (e) memiliki varians yang sama sepanjang observasi dari berbagai nilai X. Hal ini berarti data Y pada setiap X memiliki rentangan yang sama. Jika rentangannya tidak sama, maka disebut heteroskedastisitas. Asumsi 5: Tidak ada otokorelasi antara variabel e pada setiap nilai xi dan j (No autocorrelation between the disturbance). Asumsi 6: Variabel X dan disturbance e tidak berkorelasi. Hal ini berarti kita dapat memisahkan pengaruh X atas Y dan pengaruh e atas Y. Jika X dan e (eror) berkorelasi maka pengaruh keduanya akan tumpang tindih (sulit dipisahkan pengaruh masing-masing atas Y). Asumsi ini pasti terpenuhi jika X adalah variabel non random atau non stochastic. Asumsi 7: Jumlah observasi atau besar sampel (n) harus lebih besar dari jumlah parameter yang diestimasi. Bahkan untuk memenuhi asumsi yang lain, sebaiknya jumlah n harus cukup besar. Jika jumlah parameter sama atau bahkan lebih besar dari jumlah observasi, maka persamaan regresi tidak akan bisa diestimasi. Asumsi 8: Variabel X harus memiliki variabilitas. Jika nilai X selalu sama sepanjang observasi maka tidak bisa dilakukan regresi. Asumsi 9: Model regresi secara benar telah terspesifikasi. Artinya, tidak ada spesifikasi yang bias, karena semuanya telah terekomendasi atau sesuai dengan teori. Asumsi 10: Tidak ada multikolinearitas antara variabel penjelas. Jelasnya kolinear antara variabel penjelas tidak boleh sempurna atau tinggi. Penyimpangan masing-masing asumsi tidak mempunyai dampak yang sama terhadap regresi. Sebagai contoh, adanya penyimpangan atau tidak terpenuhinya asumsi multikolinearitas (asumsi 10) tidak berarti mengganggu, sepanjang uji t sudah signifikan. Hal ini disebabkan oleh membesarnya standar error pada kasus multikolinearitas, sehingga nilai t, b, S, menjadi cenderung kecil. Jika nilai t masih signifikan, maka multikolinearitas tidak perlu diatasi. Akan tetapi, jika terjadi penyimpangan pada asumsi heteroskedastisitas atau pada autokorelasi, penyimpangan tersebut dapat menyebabkan bias pada Sb, sehingga t menjadi tidak menentu. Dengan demikian, meskipun nilai t sudah signifikan ataupun tidak signifikan, keduanya tidak dapat memberi informasi yang sesungguhnya. Untuk memenuhi asumsi-asumsi di atas, maka estimasi regresi hendaknya dilengkapi dengan Uji Asumsi Klasik yaitu uji normalitas, autokorelasi, heteroskedastisitas, multikolinearitas dan linearitas. Secara teoretis model OLS akan menghasilkan estimasi nilai parameter model penduga yang benar apabila
29 dipenuhi asumsi tidak ada Autokorelasi, tidak ada Multikolinearitas, dan tidak ada Heteroskedastisitas. Apabila seluruh asumsi klasik tersebut telah terpenuhi maka akan menghasilkan hasil regresi yang best, linear, unbias, efficient of estimation (BLUE) (Gujarati 2006). Model Penelitian Spesifikasi Model yang dibahas pada penelitian ini yaitu : TAi = βi + β1 NPFi + β2 ROAi + β3 CAPi + β4 FDRi + β5 DPKi + ε ....................................(1) Dimana : TAi = Total aset pada periode (Juta Rupiah) ROAi = Return On Assets ke-i (%) FDRi = Financing to Deposit Ratio ke-i (%) CAPi = Capital (Capital to Asset) ke-i (%) NPFi = Non Performing Financings ke-i (%) DPKi = Dana Pihak Ketiga ke-i (Rupiah) β = Koefisien Regresi ε = Random Disturbance (error) i = BMT ke i Pengertian dari masing-masing faktor : 1. TA (Total aset) merupakan variabel endogen atau variabel terikat atau variabel tak bebas atau variabel yang dipengaruhi. Besarnya total aset adalah dalam Rupiah, sehingga untuk memperkecil keragaman maka variabel ini dilogkan sehingga akan memiliki satuan yang sama yaitu dalam %. 2. ROA (Return On Assets) merupakan salah satu rasio profitabilitas yang digunakan untuk menunjukkan kemampuan BMT untuk menghasilkan laba dengan membagi SHU tahun berjalan dengan aktiva. Hubungan tersebut dapat dituliskan : ROA =
𝑆𝐻𝑈 𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎
3. FDR (Financing to Deposit Ratio) adalah perbandingan jumlah pembiayaan yang disalurkan BMT terhadap total dana yang berhasil dikumpulkan BMT. 4. CAP (Capital) merupakan rasio capital terhadap aset (capital to asset), dimana semakin besar modal maka akan mendukung meningkatnya total aset. Modal sendiri terdiri dari modal pribadi (simpanan wajib, pokok, dan pokok khusus), modal penyertaan, dan dana hibah seta dana cadangan yang dapat mengurangi resiko yang terjadi seperti kerugian. 5. NPF (Non Performing Financing) istilah yang digunakan pada BMT yang memiliki definisi yang sama dengan NPF pada bank syariah dan NPL (Net Performing Loan) pada bank konvensional. Pembiayaan yang disalurkan BMT dibagi menjadi empat kategori, yaitu lancar, kurang lancar, diragukan dan macet. Pengkategorian tersebut berdasarkan pada tingkat pengembalian dan besarnya nominal pengembalian dari anggota peminjam yang memiliki kategori yang berbeda-beda tergantung kebijakan masing-masing BMT. Walaupun pengkategorian ini berbeda-beda pada semua BMT namun hal ini tidak menjadi masalah karena NPF merupakan persentase penjumlahan dari pembiayaan
30 kurang lancar, diragukan, dan macet terhadap keseluruhan total pembiayaan yang disalurkan. 6. DPK (Dana Pihak Ketiga) adalah penjumlahan dari simpanan berjangka dan non berjangka. Semakin kuat dana pihak ketiga maka total aset juga akan meningkat. Namun agar memperkecil keragaman, variabel DPK dilogkan seperti yang telah dilakukan layaknya variabel total aset. Model (1) yang berbentuk regresi linear berganda ditransformasikan menjadi model dalam bentuk log menjadi model (2) persamaan regresi berganda semi translog dengan bentuk alternatif model yaitu Model log linier (Indirani 2006). Model tersebut dapat ditulis sebagai berikut : LogTAi = βi + β1 NPFi + β2 ROAi + β3 CAPi + β4 FDRi + β5 LogDPKi + ε ................................(2) Pengujian Model Pada saat melakukan pengujian model terdapat tiga kriteria yang harus dipenuhi, yaitu : Kriteria Ekonometrika Uji Normalitas Pengujian asumsi normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah error term terdistribusi normal. Jika asumsi ini tidak terpenuhi, maka hasil yang diestimasi menjadi tidak sah. Pengujian dilakukan dengan uji AndersonDarling yaitu dengan membandingkan nilai probabilitas Anderson-Darling dengan taraf nyata (α). Jika nilai probabilitas lebih dari taraf nyatanya maka dapat dinyatakan eror term berdistribusi normal (Gujarati 2004). Dibandingkan dengan uji lainnya, Anderson-Darling cocok untuk sampel kurang dari 50 (Hidayat 2014). Uji Multikolineritas Uji Multikolineritas bertujuan menguji apakah ada dua hubungan fungsional antara dua atau lebih variabel bebas yang begitu kuat sehingga secara signifikan berpengaruh terhadap koefisien-koefisien hasil estimasi, atau koefisien-koefisien hasil regresi dari variabel bebas. Secara sederhana multikolineritas (Setiawan dan Kusrini 2010) adalah adanya hubungan linear yang sempurna atau pasti di antara beberapa atau semua variabel penjelas bebas dari model regresi berganda. Konsekuensi adanya multikolineritas (Gujarati 2006) adalah (a) meskipun penaksir OLS mungkin diperoleh, kesalahan standarnya cenderung semakin besar dengan meningkatnya tingkat korelasi antar variabel; (b) karena besarnya kesalahan standar, selang keyakinan untuk parameter populasi yang relevan cenderung lebih besar; (c) dalam kasus multikolineritas yang tinggi, kecendrungan untuk menerima probabilitas yang salah sangat tinggi; (d) selama multikolineritas tidak sempurna, penaksiran koefisien regresi adalah mungkin, tetapi taksiran dan kesalahan standarnya semakin menjadi sensitif terhadap sedikit perubahan dalam data; (e) jika multikolineritas tinggi, R2 yang tinggi akan diperoleh, tetapi tidak satupun atau sangat sedikit koefisien yang penting secara signifikan.
31 Suatu model dikatakan memiliki gejala multikolineritas apabila korelasi atau hubungan antara dua variabel bebas adalah sebesar 0.80 (Sarwoko 2005). Suatu model juga dikatakan memiliki gejala multikolineritas apabila nilai Variance Inflation Factors (VIF) kurang dari 10. Uji Heteroskedastisitas Layaknya pada time series yang memiliki masalah yang spesial yaitu asumsi stationeritas, data cross section juga harus memenuhi asumsi heteroskedastisitas dimana merupakan Uji asumsi regresi linear kedua yang harus dipenuhi. Homoskedastisitas adalah variansi dari eror bersifat konstan (tetap) atau disebut juga identik. Kebalikannya adalah heteroskedastisitas yaitu jika kondisi variansi eror-nya (atau Y) tidak Identik (Setiawan dan kusrini, 2010). Suatu model regresi dikatakan baik apabila tidak melanggar asumsi homoskedastisitas, yaitu semua gangguan (disturbance) µi yang muncul dalam fungsi regresi populasi mempunyai varian yang sama (Gujarati 2004). Konsekuensi adanya heteroskedastisitas adalah koefisien-koefisien hasil estimasi, β0, β1,..., dan βι dalam persamaan tetap tidak bias, akan tetapi nilai-nilai koefisien tersebut berfluktuasi lebih tajam daripada nilai-nilai normalnya. Ini berarti apabila sampel data ditambah maka koefisienkoefisien hasil estimasi akan ikut berubah dan berfluktuasi di sekitar nilai tengah. Ada beberapa cara untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas, dua diantarnya yaitu (a) Dengan menggunakan uji White Heteroscedasticity dimana dengan kriteria uji apabila nilai probability Obs*R-Square < taraf nyata maka model terdapat gejala heteroskedastisitas maupun sebaliknya; (b) Dapat dilihat dari diagram scatter antara variabel Y prediksi (Fits) dengan variabel residual yaitu apabila plot menyebar merata di atas dan di bawah sumbu 0 tanpa membentuk sebuah pola tertentu (Gujarati 2004). Uji Autokorelasi Autokorelasi dalam konsep regresi linear berarti komponen error berkolerasi berdasarkan urutan waktu (pada data berkala) atau urutan ruang (pada data tanpang lintang), atau korelasi pada dirinya sendiri (Setiawan dan kusrini 2010). Uji Autokorelasi digunakan untuk melihat apakah terjadi korelasi antara suatu periode t dengan periode sebelumnya (t -1). Secara sederhana Autokorelasi digunakan untuk melihat pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel terikat, jadi tidak boleh ada korelasi antara observasi dengan data observasi sebelumnya. Oleh sebab itu, uji autokorelasi tidak perlu dilakukan karena pada penelitian kali ini menggunakan data cross section (Gujarati 2012). Sedikit pembahasan, autokorelasi (autocorrelation) merupakan pelanggaran asumsi klasik yang menyatakan bahwa dalam pengamatanpengamatan yang berbeda tidak terdapat korelasi antar error term. Uji yang sering digunakan untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi adalah uji Durbin Watson (DW) yaitu membandingkan nilai DW statistik (DWstat) dengan DW tabel. Tabel DW terdiri atas dua nilai yaitu batas bawah (dL) dan batas atas (dU). Nilai-nilai ini dapat digunakan sebagai pembanding uji DW dengan aturan sebagai berikut :
32 - Jika DWstat < dL, berarti terdapat autokorelasi positif; - Jika dL ≤ DWstat ≤ dU, berarti tidak bisa disimpulkan apakah terdapat autokorelasi positif pada model atau tidak; - Jika dU < DWstat < 4 – dU, berarti model terbebas dari autokorelasi positif dan autokorelasi negatif; - Jika 4 – dU ≤ DWstat ≤ 4 – dL, berarti tidak dapat disimpulkan apakah terdapat autokorelasi negatif pada model atau tidak; - Jika DWstat > 4 – dL, berarti terdapat autokorelasi positif Kriteria Statistik Uji F Uji F dilakukan untuk menguji nyata atau tidaknya pengaruh yang diberikan variabel bebas (Independent) terhadap variabel terikat (dependent) secara simultan. Hipotesis yang terbentuk dalam uji F adalah sebagai berikut : H0 : β1 = β2 = … = 0 (tidak ada variabel bebas yang memengaruhi variabel terikat) H1 : β1 ≠ β2 ≠ … ≠ 0 (sekurang-kurangnya satu variabel bebas memengaruhi variabel terikat) Kriteria pengambilan keputusan dalam uji F adalah jika probabilitas Fstatistik > taraf nyata (α) yang digunakan maka tidak tolak H0. Sedangkan jika probabilitas F-statistik < taraf nyata (α) maka tolak H0, artinya ada satu variabel bebas yang memengaruhi variabel terikat. Selain itu juga bisa diuji dengan membandingkan F-statistik (Fhitung) dengan Ftabel yaitu jika (Fhitung) > Ftabel maka tolah H0. Uji t Setelah dilakukan uji F dimana uji F merupakan uji koefisien regresi secara simultan, maka selanjutnya dilakukan uji t yaitu pengujian koefisien regresi secara parsial. Hipotesis dalam uji t adalah sebagai berikut : H0 : βi = 0 (variabel bebas ke-i tidak memengaruhi variabel terikat) H1 : βi ≠ 0 (variabel bebas ke-i memengaruhi variabel terikat) Kriteria pengambilan keputusan hampir sama dengan uji F yaitu membandingkan probabilitas t-statistik dengan taraf nyata (α) yang digunakan. Jika probabilitas t-statistik > taraf nyata (α) yang digunakan maka tidak tolak H0. Sedangkan jika probabilitas t-statistik < taraf nyata (α) yang digunakan maka tolak H0, artinya ada variabel bebas ke-i yang memengaruhi variabel terikat. Selain itu juga bisa menguji dengan membandingkan T-statistik (Thitung) dengan (Ttabel) yaitu jika (Thitung) > (Ttabel) maka tolak H0. Uji Tingkat Kesesuaian Uji tingkat kesesuaian ini dapat dijelaskan oleh koefisien determinasi (R2) yang mengukur sejauh mana variabel bebas mampu menjelaskan
33 keragaman variabel teriketnya. Nilai R2 berkisar antara 0 sampai dengan 1, semakin mendekati 1 berati semakin baik. Nilai R2 juga bisa dilihat berdasarkan persentase, bila mendekati 100% maka akan semakin baik. Kriteria Ekonomi Pengujian kriteria ini merupakan pengujian terakhir dengan melihat tanda positif (+) atau negatif (-) dan besar nilai pada koefisien penduga. Setelah itu dibandingkan dengan teori ekonomi yang berlaku sehingga dapat terlihat apakah hasilnya sesuai dengan hipotesa penelitian yang dibuat sesuai teori ekononomi yang berlaku.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Inkopsyah Induk Koperasi Syariah merupakan asosiasi sekaligus koperasi sekunder yang didirikan oleh primer koperasi syariah yaitu BMT anggota yang berasaskan syariah, kekeluargaan dan gotong royong dalam setiap kegiatannya. Inkopsyah berdiri pada tanggal 7 juli 1998 dalam rangka partisipasi dalam pengembangan ekonomi negara dalam arti yang seluas-luasnya. Pendirian Inkopsyah didirikan diawali karena pada saat itu masih terjadi krisis kepercayaan lembaga dana (kreditur), sehingga dibentuklah Inkopsyah yang didirikan oleh PINBUK sebagai wadah yang dapat menjadi mediator sekaligus peminjam bagi kegiatan usaha BMT. Pengesahan oleh menteri Koperasi dan UKM sebagai koperasi sekunder tingkat nasional tepat dilakukan pada tanggal 7 Juli 1998. Pada saat itu Inkopsyah memiliki 24 BMT dari 9 provinsi di Indonesia dan beroperasi dengan modal awal sebesar Rp 12 juta yang berasal dari setoran simpanan pokok 6 BMT (anggota pendiri). Inkopsyah berhasil menjaring keanggotaan baru sebanyak 112 BMT sehingga terjadi peningkatan modal yang signifikan menjadi sebesar Rp320 juta. Pada tahun 2002, Inkopsyah menjalin kerja sama dengan PT. PNM (Persero) yang mengakibatkan masuknya modal tambahan di unit simpan pinjam sebesar Rp 2 miliar dan pembiayaan modal kerja sebesar Rp 5 miliar, hingga pada tahun 2011 Inkopsyah telah membukukan aset sebesar Rp 100 miliar dan anggota yang tergabung 344 BMT yang tersebar di 24 provinsi. Untuk meningkatkan pelayanan kepada para anggota serta meningkatkan kesejahteraannya Inkopsyah memiliki visi: 1. Menjadi Motor Penggerak Perekonomian Masyarakat, Khususnya Masyarakat Lapisan Menengah dan Bawah. 2. Sebagai Pelaksana Sistim Ekonomi Syariah. 3. Penghubung Antara Pemilik Dana (Shahibul Maal) dengan Anggota. 4. Sebagai Mudharib yang secara berkesinambungan meningkatkan nilai tambah bagi usaha anggotanya. Untuk mewujudkan visi perusahaan tersebut di atas Induk Koperasi Syariah (Inkopsyah) menjabarkan kedalam misi utamanya sebagai berikut : 1. Memperluas pangsa pasar usaha anggota dan masyarakat lapisan bawah.
34 2. Meningkatkan efisiensi usaha kecil dan menengah dan lembaga pendukung lainnya. 3. Menegorganisir dana, sehingga berkembang dan bisa dijangkau oleh masyarakat lapisan bawah dan menengah, guna mengembangkan kesempatan kerja. 4. Mempertinggi kualitas SDM anggota menjadi lebih professional maju dan islami dalam bisnis. 5. Meningkatkan kesejahteraan anggota. Dalam mencapai visi misinya, maka kegiatan usaha yang dapat dilakukan Inkopsyah adalah sebagai berikut : 1. Memberikan pelayanan Simpanan, Pembiayaan atau Perkuatan Permodalan anggota atau calon anggota berdasarkan prinsip syariah. 2. Memberikan peningkatan pelayanan jasa manajemen untuk kepentingan anggota dan masyarakat seperti pelatihan, pendidikan, advokasi, dan sistem manajemen informasi, sistem pembayaran atau bentuk lainnya. 3. Mengayomi anggota untuk menjadi lembaga yang jujur, amanah, dan profesional. Pada perkembangannya Inkopsyah yang awalnya hanya memiliki 24 BMT anggota hingga menjadi 382 BMT (tercatat tahun 2012) lihat (tabel 4) Tabel 4 Jumlah anggota Inkopsyah tahun 2012 Provinsi BMT Anggota Provinsi NAD 5 DI Yogyakarta Sumatera Utara 15 Jawa Timur Sumatera Barat 6 NTB Jambi 2 Kalimantan Timur Riau 3 Kalimantan Selatan Sumatera Selatan 2 Kalimantan Tengah Kepulauan Riau 1 Sulawesi Utara Lampung 23 Sulawesi Tenggara Banten 8 Sulawesi Selatan DKI Jakarta 29 Sulawesi Barat Jawa Barat 80 Maluku Utara Jawa Tengah 99 Papua Barat
BMT Anggota 19 33 3 7 6 1 1 4 28 1 1 5
Sumber : Inkopsyah
Dalam menjalankan tugasnya, Inkopsyah juga mengeluarkan beberapa produk terkait pembiayaan, simpanan serta beberapa jasa dalam membantu mengembangkan BMT-BMT anggota. Adapun produk terkait pembiayaan adalah sebagai berikut : 1. Pembiayaan Modal Kerja (PMK) dengan plafon sebesar Rp 50 juta s/d Rp 2.5 miliar dengan tenor maksimal 36 bulan atau disesuaikan. Syarat yang diberlakukan untuk menggunakan produk ini antara lain, telah menjadi anggota Inkopsyah, telah berbadan hukum dan beroperasi minimal dua tahun, memilki aset minimal Rp 100 juta serta memilki profit yang positif selama dua tahun terakhir.
35 2. Pembiayaan Likuiditas Anggota (PLA) dengan plafon tergantung dari slot pembiayaan Inkopsyah yang berjalan minimal enam kali angsuran pokok (plafon minimal Rp 50 juta) dan tenor maksimal tiga bulan. Syarat untuk menggunakan pembiayaan ini hanya mengajukan surat permohonan dan melampirkan laporan keuangan tiga bulan terakhir. 3. Pembiayaan dari LPDB (lembaga Pengelola Dana Bergulir) dengan plafond maksimal sebesar Rp 1 miliar dan tenor maksimal tiga tahun. 4. Pembiayaan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) untuk meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat. Inkopsyah juga meluncurkan produk pembiayaan TKI informal ke beberapa negara tujuan penempatan. Pembiayaan TKI melalui lembaga keuangan di Indonesia adalah skim baru yang telah ditetapkan pemerintah Indonesia dibidang ketenagakerjaan yang dimulai pada tanggal 1 Mei 2012, dengan passport TKI yang dikeluarkan Imigrasi Indonesia pada tanggal 1 Mei 2012 dan/atau di atas tanggal 1 Mei 2012 dan seterusnya. Inkopsyah juga memberikan jasa pelayanannya terkait simpanan yaitu : 1. Simpanan Berjangka Amanah dengan ketentuan antara lain minimal simpanan sebesar Rp 10 juta dan jangka waktu selama 12 bulan. Nisbah bagi hasil antara Inkopsyah sebagai mudharib banding BMT Anggota (penabung) sebagai shahibul maal yaitu 40 : 60 yang akan dibayarkan setiap enam bulan. 2. Tabungan Ta’awun dengan syarat telah tergabung dalam program Apex BMT. Keuntungan yang ditawarkan dalam produk ini antara lain yaitu (1) produk tabungan ini bersifat bersifat online dan dapat ditransaksikan antar BMT anggota Apex, (2) Tabungan Ta’awun ini yang disyaratkan sebagai sarana Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri mengirimkan uang kepada keluarga di tanah air, (3) Tabungan Ta’awun ini pula disyaratkan bagi Tenaga Kerja Indonesia yang akan berangkat ke luar negeri yang mendapatkan Pembiayaan Pemberangkatan TKI. Di Bidang jasa, Inkopsyah juga menawarkan produk kepada masyarakat dan BMT anggota. Adapun produk yang ditawarkan adalah sebagai berikut : 1. Jasa Manajemen bagi UKM dan BMT yang meliputi : Jasa Pendirian BMT; Jasa Implementasi IT & SOP UKM dan BMT; Jasa Pelatihan Bagi Pengelola UKM dan BMT; Jasa Pendampingan UKM dan BMT ; Jasa Pengembangan Physical Evidence UKM dan BMT; Jasa Pendampingan Implementasi ISO BMT 2. Remittance yaitu jasa pengiriman uang TKI yang berada di luar negeri kepada keluarga yang berada di tanah air. Produk ini bekerjasama dengan Taishin Bank Taiwan dan CIMB Niaga. BMT anggota yang tergabung dalam program Apex BMT dapat menerima transaksi ini secara online dan sistem kliring yang difasilitasi dan dijamin Inkopsyah yang disebut dengan settlement. Keuntungan dalam Remittance ini salah satunya pendapatan dari jasa pengiriman uang.
36
Milyar Rupiah
250,00 200,00 150,00 100,00 50,00 Aset
Des 2009 43,34
Des 2010 71,67
Des 2011 102,42
Des 2012 159,02
Des 2013 229,18
Simpanan
3,65
6,05
11,71
18,18
20,75
Pembiayaan
38,58
60,21
88,39
133,36
190,06
Modal
5,87
8,40
14,36
18,90
21,47
Pinjaman
36,46
61,77
85,99
137,91
205,61
Sumber : Laporan Keuangan Inkopsyah, diolah
Gambar 5 Perkembangan Aset, Simpanan, Pembiayaan, Modal, dan Pinjaman Inkopsyah 2009-2013 Berdasarkan Gambar 5, terlihat bahwa aset, simpanan dan pembiayaan dari Desember 2009 menuju Desember 2013 memiliki trend yang meningkat dan cukup signifikan. Jumlah aset yang dicapai pada periode Desember 2009 sebesar Rp 43.34 miliar menjadi Rp 229.18 miliar pada periode Desember 2013, begitu pula dengan simpanan dari Rp 3.65 miliar menjadi Rp 20.75 miliar dan pembiayaan dari Rp 38.58 miliar menjadi Rp 190.06 miliar. Jumlah Modal juga berkembang dari Rp 5.87 miliar menjadi Rp 21.47 miliar. Hal serupa juga terjadi bahwa Inkopsyah memiliki pinjaman yang terus meningkat dari Rp 36.46 miliar menjadi Rp 205.61 miliar.
37 Gambaran Data BMT Anggota Pertumbuhan Inkopsyah yang sangat signifikan secara tidak langsung dapat mengartikan bahwa terjadi pertumbuhan aset pada BMT-BMT anggota Inkopsyah. Inkopsyah memilki anggota BMT dengan total aset yang beragam. Dari seluruh anggota BMT dipilih BMT yang sesuai kriteria pengambilan sampel. Tabel 5 Jumlah aset BMT-BMT anggota periode Des 2013 Total Nama BMT Aset Nama BMT (Juta) Sinergi Karya Makassar Koperasi Kartini Bina Usaha Sejahtera Tapos Bina Umat Mulia Lumbung Artho Smemi Artha Amanah Mustama Mitra Amanah Barokah Mitrass Insan Amanah Bina Swadaya Ar Rahmah Al Ishlah Amanah Bangunrejo Sanama Al Amin MASS Babun Najah
Mean Min Max
1 167 1 490 1 532 3 657 3 771 3 774 4 291 5 510 6 016 6 275 7 389 7 500 8 194 8 762 8 804 8 905 9 706 10 691 10 937 11 026
As Salam Istiqomah Mitra Usaha Mulia Mentari Bumi Al Hidayah Mitra Sejahtera Al Hikmah Harapan Bersama MADE Hudatama Melati L-Risma Al-Amanah (Sumedang) Al Falah Baskara Muhammadiyah Surya Abadi Amanah Ray
Total Aset (Juta) 11 925 13 231 13 656 17 967 18 675 19 364 19 914 21 543 24 461 26 519 30 046 30 358 30 470 37 061 41 682 54 985 59 379
16 233 1 167 59 379
Sumber : Inkopsyah (diolah)
Berdasarkan Tabel 5, BMT anggota Inkopsyah yang menjadi sampel (per periode Desember 2013), memiliki total aset diatas 1 miliar dengan rata-rata Rp 16 233 juta atau Rp 16 miliar.
38 Tabel 6 Persentase Return On Assets BMT periode Des 2013 Nama BMT Bina Umat Mulia Harapan Bersama Istiqomah Mitra Usaha Mulia Hudatama Al-Amanah (Sumedang) Babun Najah Melati MADE Mustama Artha Amanah Al Hikmah Al Amin Surya Abadi L-Risma Mitra Sejahtera Al Ishlah Bina Usaha Sejahtera Tapos Al Hidayah As Salam
Mean Min Max
ROA (%) 0.07 0.51 0.55 0.55 0.56 0.58 0.58 0.67 0.79 0.81 0.82 0.85 0.96 1.08 1.17 1.20 1.33 1.33 1.44 1.52
Nama BMT Al Falah Ar Rahmah MASS Baskara Muhammadiyah Smemi Mentari Bumi Amanah Bangunrejo Koperasi Kartini Sinergi Karya Makassar Mitra Amanah Barokah Mitrass Insan Amanah Lumbung Artho Sanama Amanah Ray Bina Swadaya
ROA (%) 1.61 1.73 1.82 1.83 2.06 2.06 2.07 2.20 2.38 2.41 2.47 2.51 2.56 2.87 3.45 3.53 4.26
1.60 0.07 4.26
Sumber : Inkopsyah (diolah)
Return On Assets (ROA) yang digunakan dalam penelitian ini merupakan persentase laba rugi dilihat dari rasio SHU terhadap total aset pada BMT. Di periode 2013, BMT dengan keuntungan tertinggi yaitu dengan nilai ROA terbesar adalah BMT Bina Swadaya dengan profitability sebesar 4.26%. Sedangkan BMT Bina Umat Mulia memiliki keuntungan terendah sebesar 0.07%. Dari 37 BMT anggota, nilai rata-rata dari ROA sebesar 1.60%. Adapun data ROA dapat dilihat pada Tabel 6. CAP atau Capital To Ratio merupakan rasio kapital (modal) terhadap aset. Data menunjukkan bahwa rata-rata CAP dari 37 BMT yang dipilih menjadi sampel bernilai sebesar 11.48%. BMT dengan rasio tertinggi adalah BMT Sinergi Karya Makassar dengan nilai 68.64%. Rasio CAP terkecil terdapat pada BMT Istiqomah yaitu 2.49%. Adapun data CAP dapat dilihat pada Tabel 7.
39 Tabel 7 Persentase Capital to Ratio (CAP) BMT periode Des 2013 Nama BMT Istiqomah Mentari Bumi Lumbung Artho Smemi Babun Najah Artha Amanah Al Amin Surya Abadi Mitra Usaha Mulia Mustama Bina Swadaya Harapan Bersama As Salam Al Ishlah Amanah Ray MASS Melati Bina Umat Mulia Baskara Muhammadiyah Al-Amanah (Sumedang)
Mean Min Max
CAP (%) 2.49 3.31 3.70 3.85 3.92 4.72 5.01 5.20 5.61 5.80 5.96 6.04 6.16 6.39 6.44 6.72 6.81 6.83 6.99 7.14
Nama BMT Ar Rahmah MADE Mitra Sejahtera Al Falah Insan Amanah Al Hikmah Sanama Mitrass Hudatama Barokah Al Hidayah L-Risma Amanah Bangunrejo Bina Usaha Sejahtera Tapos Koperasi Kartini Mitra Amanah Sinergi Karya Makassar
CAP (%) 7.22 9.42 9.68 10.61 10.68 11.26 11.77 12.10 12.27 12.81 15.12 15.24 20.10 25.79 30.37 32.43 68.64
11.48 2.49 68.64
Sumber : Inkopsyah (diolah)
NPF atau Net Performing Finance merupakan istilah yang digunakan dalam menggambarkan persentase pembiayaan bermasalah pada suatu lembaga keuangan. NPF merupakan nama lain dari pembiayaan bermasalah yang merupakan permasalahan nomor satu pada lembaga keuangan syariah. BMT Al Amin memiliki nilai NPF tertinggi sebesar 13.55% sedangkan pada BMT As Salam memilki NPF terendah dengan nilai 1.96%. Rata-rata nilai NPF pada penelitian ini adalah 4.60%. Adapun data NPF dapat dilihat pada Tabel 8.
40 Tabel 8 Persentase Non Performing Financing (NPF) BMT periode Des 2013 Nama BMT As Salam Sanama Insan Amanah Surya Abadi Sinergi Karya Makassar L-Risma Melati Harapan Bersama Amanah Bangunrejo Smemi Mustama Artha Amanah Babun Najah MADE Al Hikmah Amanah Ray Al Ishlah Mitrass Bina Umat Mulia Barokah
Max Min Mean
NPF (%) 1.96 1.98 2.00 2.04 2.04 2.18 2.20 2.25 2.26 2.27 2.29 2.30 2.32 2.50 2.73 2.77 2.83 3.27 3.61 3.63
Nama BMT Mitra Sejahtera Al-Amanah (Sumedang) Ar Rahmah Mentari Bumi Mitra Usaha Mulia Koperasi Kartini Istiqomah Hudatama Baskara Muhammadiyah Bina Usaha Sejahtera Tapos Mitra Amanah Al Falah Al Hidayah Lumbung Artho MASS Bina Swadaya Al Amin
NPF (%) 3.63 4.20 4.27 4.40 4.44 4.90 5.01 5.29 6.03 7.26 7.81 8.25 8.90 10.71 10.92 11.23 13.55
13.55 1.96 4.60
Sumber : Inkopsyah (diolah)
FDR atau Financing Deposit Ratio merupakan perbandingan jumlah pembiayaan yang disalurkan BMT terhadap total dana pihak ketiga yang berhasil dikumpulkan BMT. BMT dengan FDR terendah adalah BMT Sinergi Karya Makassar dengan nilai sebesar 25.50% sedangkan BMT dengan nilai FDR tertinggi adalah BMT Smemi yaitu sebesar 162.69%. Adapun data FDR dapat dilihat pada Tabel 9.
41 Tabel 9 Persentase Financing to Deposit Ratio (FDR) BMT periode Des 2013 Nama BMT Sinergi Karya Makassar Lumbung Artho Ar Rahmah Sanama Bina Swadaya insan amanah Al Ishlah Mustama Surya Abadi Al Hikmah Mitra Usaha Mulia Barokah Bina Umat Mulia Koperasi Kartini Al Falah Amanah Bangunrejo L-Risma Baskara Muhammadiyah Amanah Ray Bina Usaha Sejahtera Tapos
Max Min Mean
FDR (%) 25.50 46.60 48.62 52.94 55.20 57.01 59.35 60.58 61.11 61.50 62.03 62.26 63.05 65.33 65.72 66.51 66.57 69.25 69.34 69.77
Nama BMT Artha Amanah Bina Umat Subah MADE Melati Mitrass Hudatama Al Amin Al-Amanah (Sumedang) Babun Najah MASS Istiqomah Harapan Bersama As Salam Mentari Bumi Al Hidayah Mitra Amanah Smemi
FDR (%) 69.85 70.89 72.62 74.23 75.21 76.08 77.92 78.44 81.61 84.13 87.22 95.63 96.33 103.55 116.20 132.49 162.69
162.69 25.50 74.14
Sumber : Inkopsyah (diolah)
DPK atau Dana Pihak Ketiga merupakan dana yang disetorkan oleh para anggota koperasi bersifat sukarela. BMT Sinergi Karya Makassar memiliki dana pihak ketiga dengan nilai terendah yaitu sekitar Rp 0.27 miliar dan BMT Amanah Ray memiliki nilai DPK tertinggi dengan nilai sekitar Rp 37.03 miliar. Rata-rata dana pihak ketiga adalah sebesar Rp 8.69 miliar. Adapun data DPK dapat dilihat pada Tabel 10.
42 Tabel 10 Jumlah Dana Pihak Ketiga (DPK) BMT anggota periode Des 2013 Nama BMT Sinergi Karya Makassar Koperasi Kartini Smemi Mitra Amanah Bina Usaha Sejahtera Tapos Mustama Barokah insan amanah Bina Umat Mulia Sanama Mitrass Lumbung Artho Artha Amanah Amanah Bangunrejo Babun Najah Mentari Bumi Bina Swadaya Istiqomah As Salam Al Ishlah Sumber : Inkopsyah (diolah)
DPK (Miliar) 0.27 0.35 0.44 0.65 0.75 0.93 1.05 1.08 1.46 1.92 2.46 2.68 2.99 3.16 3.66 5.35 5.67 5.82 5.98 6.23
Nama BMT Ar Rahmah Al Hidayah MASS Al Amin Mitra Usaha Mulia Al Hikmah Hudatama Bina Umat Subah Al-Amanah (Sumedang) Harapan Bersama L-Risma Melati Baskara Muhammadiyah MADE Al Falah Surya Abadi Amanah Ray Max Min Mean
DPK (Miliar) 6.89 8.24 8.62 9.00 9.93 10.39 12.04 12.10 13.59 14.25 15.11 15.69 18.22 18.48 27.60 31.31 37.03 37.03 0.27 8.69
Uji Validasi Model Penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda yang dilakukan untuk mengedintifikasi seberapa besar faktor-faktor yang memengaruhi total aset BMT. Faktor-faktor tersebut terdiri dari NPF, ROA, CAP, FDR, dan DPK. Sebelumnya dilakukan terlebih dahulu uji untuk validasi model pengaruh total aset BMT. Asumsi Normalitas Pengujian Asumsi pertama adalah uji Normalitas. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah error term terdistribusi normal. Hipotesis null yang diajukan dalam Anderson-Darling test adalah eror term telah terdistribusi normal dengan kriteria penolakan hipotesis null jika probabilitas Anderson-Darling lebih kecil dari taraf nyata 0.05 (α= 5%). Nilai Anderson-Darling yang diperoleh adalah 0.337 dengan nilai probabilitas 0.488 atau lebih dari α = 5%. Berdasarkan hasil tersebut maka keputusan yang diambil error term telah terdistribusi normal. Masalah normalitas juga dapat dilihat melalui scatter plot. Apabila pada scatter plot data membentuk plot, maka data lolos dari asumsi normalitas. Adapun scatter plot dapat dilihat pada Gambar 6.
43
Sumber : Data anggota Inkopsyah, diolah
Gambar 6 Normal Probability Plot of Regression, Response is log TA Berdasarkan grafik tersebut terlihat scatter plot membentuk sebuah plot garis lurus maka keputusan yang diambil adalah tidak tolak hipotesis null, artinya error term telah terdistribusi normal. Uji Multikolineritas Suatu model juga dikatakan terhindar dari gejala multikolineritas apabila nilai Variance Inflation Factors (VIF) kurang dari 10. Nilai VIF pada setiap variabel (LogNPF, ROA, CAP, FDR, LogDPK) berturut-turut adalah 1.09; 1.19; 1.55; 1.13; 1.58 (Tabel 11). Tabel 11 Uji Multikolineritas Predictor NPF ROA CAP FDR LogDPK
VIF 1.09 1.19 1.55 1.13 1.58
Sumber : Data anggota Inkopsyah, diolah
Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan tidak ada multikolineritas antar variabel. Uji Heteroskedastisitas Pengujian dilakukan dengan melihat diagram scatter antara variabel Y prediksi (Fits) dengan variabel residual yaitu apabila plot menyebar merata di atas dan di bawah sumbu 0 tanpa membentuk sebuah pola tertentu maka terhindar dari gejala heteroskedastisitas (Gujarati, 2004). Pada diagram scatter hasil estimasi
44 model terlihat plot menyebar merata di atas dan di bawah sumbu 0 tanpa membentuk sebuah pola tertentu (Gambar 7). Berdasarkan hasil tersebut dapat dinyatakan bahwa tidak terjadi masalah heteroskedastisitas pada model.
Sumber : Data anggota Inkopsyah, diolah
Gambar 7 Diagram scatter Uji Asumsi Heteroskedastisitas Asumsi Autokorelasi Masalah autokorelasi dapat terdeteksi melalui nilai Durbin Watson (DW). Namun uji asumsi autokorelasi tidak perlu dilakukan pada data cross section (Gujarati 2006). Pengujian Statistik Model Tabel 12 Pengujian Statistik Model Predictor Coef Constant 2.737 NPF -0.02697 ROA 0.0554 CAP 0.00083 FDR 0.003419 LogDPK 0.7322 R-Squared Prob (F-Statistik) Keterangan : *signifikan pada taraf nyata 5%
Probabilitas 0.000 0.001* 0.039* 0.732 0.002* 0.000* 90.85% 0.000
Uji F Uji F dilakukan untuk menguji nyata atau tidaknya pengaruh yang diberikan variabel bebas (Independent) terhadap variabel terikat (dependent) secara simultan. Jika probabilitas F-statistik < taraf nyata (α) maka tolak H0, artinya ada satu variabel
45 bebas yang memengaruhi variabel terikat. Hasil estimasi pada Tabel 12 menunjukkan nilai probabilitas Fstatistik adalah 0.000 atau kurang dari taraf nyata (0.05). Dari hasil berikut dapat disimpulkan setidaknya ada satu variabel yang memengaruhi variabel terikatnya atau adanya pengaruh yang signifikan antara variabel independen terhadap variabel dependen secara simultan atau bersamasama. Uji t Setelah dilakukan uji F dimana uji F merupakan uji koefisien regresi secara simultan, maka selanjutnya dilakukan uji t yaitu pengujian koefisien regresi secara parsial. Jika probabilitas t-statistik < taraf nyata (α) yang digunakan maka tolak H0, artinya ada variabel bebas ke-i yang memengaruhi variabel terikat. Berdasarkan hasil uji t yang telah dilakukan yang tertera pada hasil estimasi Tabel 12, dari lima variabel independen ada satu variabel yang tidak signifikan terhadap total aset. Variabel indenpenden tersebut adalah variabel CAP (Capital On Assets). Nilai probabilitas tstatistik pada variabel CAP (0.732) lebih dari taraf nyata (0.05) sedangkan variabel independen selain CAP kurang dari taraf nyata (0.05) sehingga dapat disimpulkan bahwa secara parsial, variabel NPF, ROA, FDR, dan logDPK signifikan memengaruhi total aset BMT. Uji Koefisien Determinasi (R2) Sesuai dengan yang telah dijelaskan sebelumnya uji tingkat kesesuaian ini dapat dijelaskan oleh koefisien determinasi (R2) yang mengukur sejauh mana variabel bebas mampu menjelaskan keragaman variabel teriketnya. Nilai R2 berkisar antara 0 sampai dengan 1, semakin mendekati 1 berati semakin baik. Nilai R2 juga bisa dilihat berdasarkan persentase, apabila nilai R2 mendekati 100% maka akan semakin baik variabel bebas mampu menjelaskan keragaman variabel terikatnya. Berdasarkan hasil estimasi pada Tabel 12, diperoleh nilai R2 sebesar 90.85% yang menunjukkan bahwa variabel-variabel bebas yang terdiri dari NPF, ROA, CAP, FDR dan DPK mampu menjelaskan keragaman variabel tak bebasnya yaitu log TA sebesar 90.85%, sedangkan sisanya sebesar 9.15% diterangkan variabel lain diluar model. Faktor-faktor yang Memengaruhi Total Aset BMT Menurut Gujarati (2006), elastisitas dari fungsi log-linier model merupakan perkalian antara nilai koefisien dari masing-masing variabel bebas dengan angka 100. Setelah uji validasi model dan statistik model akan terbentuk suatu model yang terbentuk dari setiap koefisien yang dimiliki setiap variabel. Nilai koefisien dapat dilihat pada Tabel 12 sehingga terbentuklah model sebagai berikut: LogTA = 2.737 - 0.02697 NPF + 0.0554 ROA + 0.00083 CAP + 0.003419 FDR + 0.7322 LogDPK NPF NPF atau Non performing financing adalah gambaran pembiayaan yang bermasalah pada suatu BMT. Berdasarkan hasil estimasi pada model total aset BMT menggunakan analisis regresi berganda, dapat terlihat bahwa NPF
46 berpengaruh secara signifikan dan berpengaruh negatif terhadap total aset BMT. Hal ini dibuktikan pada saat uji t sebelumnya, bahwa probabilitas variabel NPF (0.001) kurang dari taraf nyata (0.05) dengan nilai koefisien regresi (-0.02697). Dapat disimpulkan bahwa ketika terjadi peningkatan NPF sebesar 1% akan menurunkan jumlah aset BMT sebesar 2.6%. Hasil ini sesuai yang telah diprediksi pada hipotesis yang digunakan yang menyatakan bahwa peningkatan NPF akan menurunkan total aset. Hubungan ini juga sesuai dengan penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh Indirani (2006). Hal ini disebabkan NPF merupakan simbol atau gambaran dalam persentase seberapa besar pembiayaan yang macet sehingga menghambat pertumbuhan total aset. ROA ROA atau Return On Assets merupakan gambaran proftability atau keuntungan suatu lembaga keuangan syariah. Berdasarkan hasil estimasi dapat ditunjukan bahwa ROA dapat mendukung peningkatan total aset. Hal ini dibuktikan pada saat uji t sebelumnya, bahwa probabilitas variabel ROA (0.039) kurang dari taraf nyata (0.05) dengan nilai koefisien regresi (0.055). Dapat disimpulkan bahwa ketika terjadi peningkatan NPF sebesar 1% akan menurunkan jumlah aset BMT sebesar 5.54%. Hasil ini sejalan dengan yang telah diprediksi, dan sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Indirani (2008). Hubungan yang positif ini dikarenakan keuntungan yang diperoleh akan menambahkan total aset yang dimiliki. Hal ini juga dikarenakan keuntungan merupakan poin atraktif bagi para anggota atau umat untuk menyimpan dananya di BMT sehingga meningkatkan total aset (Widiayati 2012). CAP CAP atau Capital To Assets merupakan rasio capital (modal) terhadap aset. Nilai probabilitas dari variabel CAP (0.732) lebih besar dari taraf nyata 5% dengan koefisien regresi (0.00083). Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa CAP memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap total aset. Hasil dalam penelitian ini sejalan dengan apa yang diteliti oleh Latti Indirani (2006), menurut penelitiannya CAP memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap pertumbuhan aset. Hal ini diduga disebabkan modal yang diberikan terhadap BMT oleh para pelaku pasar sudah mencukupi. FDR FDR atau Financing to Deposit Ratio memilki hasil estimasi dengan nilai probabilitas (0.002). Seperti yang telah dibahas sebelumnya FDR merupakan gambaran besarnya bagian yang dapat disalurkan kepada para anggota dari total keseluruhan dana yang diterima oleh suatu BMT. Variabel FDR dalam penelitian ini memiliki koefisien regresi sebesar (0.003419). Sehingga ketika terjadi peningkatan FDR sebesar 1% maka akan meningkatkan total aset BMT sebesar 0.34%. DPK Variabel independen terakhir pada penelitian ini adalah Dana Pihak Ketiga (DPK). Hasil menunjukkan DPK memberikan dampak positif juga signifikan terhadap total aset dengan nilai probabilitas sebesar (0.000). Nilai elastisitas DPK adalah sebesar
47 0.73 yang artinya peningkatan 1% DPK akan meningkatkan 0.73% total aset. Hasil ini sesuai dengan hipotesis awal penelitian yang menyatakan peningkatan dana pihak ketiga akan meningkatkan total aset. Hasil ini juga sejalan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Hidayah (2008). Penelitian tersebut menyatakan DPK berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan aset perbankan syariah. DPK menunjukkan ukuran berapa besar mayarakat yang mau menyimpan dananya di BMT. DPK juga menunjukkan tingkat kepercayaan anggota atau masyarakat pada BMT. Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan diatas, untuk meningkatkan total aset BMT yang tergabung dalam Inkopsyah maka pelaku pasar perlu. 1. Meningkatkan ROA. Berdasarkan analisa yang sudah dilakukan menunjukkan bahwa, ROA memiliki pengaruh yang positif terhadap total aset BMT, degan besar elastisitas sebesar 0.0554 yang berarti setiap peningkatan ROA sebesar 1% maka akan meningkatkan total aset BMT sebesar 5.54%. Hal ini dapat dilakukan dengan memperlihatkan kinerja yang bagus. Keuntungan yang bagus juga akan memiliki efek samping yang bagus yaitu meningkatkan dana pihak ketiga dikarenakan meningkatkan poin lebih agar umat/anggota mau menyimpan dananya di BMT (Widiayati 2012). 2. Meningkatkan jumlah dana pihak ketiga. Tanpa dana yang cukup suatu lembaga keuangan tidak dapat berbuat apa-apa atau BMT dapat kehilangan fungsi sebagai penyalur modal dari masyarakat. Berdasarkan hasil analisa yang sudah dilakukan menunjukkan bahwa, DPK memiliki pengaruh yang positif terhadap total aset BMT, dengan besar elastisitas sebesar 0.73 yang berarti setiap peningkatan dana pihak ketiga sebesar 1% maka akan meningkatkan total aset BMT sebesar 0.73%. Hal yang dapat dilakukan BMT adalah dengan meningkatkan pelayanan kepada para anggota sehingga memberi nilai lebih (plus) agar dapat menarik nasabah atau anggota untuk menyimpan dana di BMT (Widiayati 2012). Faktor paling dominan memengaruhi besar DPK adalah suku bunga bank Konvensional atau nisbah bagi hasil pada lembaga keuangan lainnya sehingga dengan memiliki nisbah bagi hasil yang kompetitif (dapat menyaingi LKM lainnya) akan meningkatkan jumlah DPK dan berdampak pada meningkatnya total aset yang dimiliki suatu BMT (Hidayah 2008). 3. Meningkatkan pembiayaan dengan meningkatkan pengawasan terhadap pembiayaan yang diberikan. Hal ini dicerminkan oleh variabel FDR yaitu rasio pembiayaan terhadap total dana yang dimiliki BMT. Hasil analisa yang didapatkan, menyatakan bahwa FDR, dengan elastisitas sebesar 0.3419, artinya ketika terjadi peningkatan FDR sebesar 1% maka akan meningkatkan total aset BMT sebesar 0.34%. Secara logis peningkatan jumlah pembiayaan akan meningkatkan total aset BMT. Hal ini dikarenakan pembiayaan merupakan salah satu fungsi utama BMT selain sebagai rumah harta. Pemantauan kepatuhan anggota pembiayaan harus dapat dikontrol sehingga dapat terhindar dari resiko pembiayaan. BMT juga harus dapat meningkatkan dana yang diterima yakni dengan mendapatkan modal dari sumber eksternal (Buchori 2012). 4. Menurunkan jumlah kredit bermasalah atau pembiayaan macet yang dicerminkan oleh variabel NPF, dengan elastisitas sebesar 2.69 artinya ketika terjadi penurunan jumlah pembiayaan yang macet atau NPF sebesar 1% akan meningkatkan total aset yang dimiliki suatu BMT sebesar 2.69%. Penurunan
48 jumlah kredit atau pembiayaan macet dapat dilakukan dengan menyeleksi calon penerima pembiayaan dengan lebih hati-hati sehingga hanya memberikan kepada mereka yang benar memiliki kejelasan tentang kemampuan mereka untuk mengembalikan jumlah kredit yang telah diterima. Penyeleksian ini dilakukan agar terhindar dari peminjam dana yang tidak bankable yang biasanya telah ditolak oleh lembaga keuangan lainnya (Buchori 2012).
49
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan uraian dan pembahasan melalui penelitian yang berjudul Faktor-Faktor yang Memengaruhi Total Aset BMT Studi Kasus pada BMT Anggota Induk Koperasi Syariah maka diperoleh beberapa kesimpulan, yaitu : 1. Faktor-faktor yang memengaruhi total aset pada BMT antara lain adalah NPF, ROA, FDR dan DPK. Faktor NPF berpengaruh signifikan dan negatif terhadap total aset, sedangkan faktor-faktor selain NPF seperti ROA, FDR dan DPK berpengaruh signifikan dan positif terhadap total aset. 2. Upaya-upaya yang harus dilakukan untuk meningkatkan total aset BMT yaitu dapat dilakukan oleh pelaku pasar khususnya BMT adalah menurunkan jumlah pembiayaan yang macet, meningkatkan keuntungan, meningkatkan FDR khususnya pembiayaan serta meningkatkan dana pihak ketiga. Saran 1. Untuk meningkatkan total aset BMT, Koperasi syariah atau BMT harus meningkatkan jumlah dana pihak ketiganya, memerhatikan pembiayaan yang disalurkan agar dapat menurunkan jumlah pembiayaan yang macet, meningkatkan keuntungan agar menambah poin lebih bagi BMT agar masyarakat ingin menyimpan dananya di BMT tersebut. 2. Perlunya peningkatan menajemen yang lebih baik pada Induk Koperasi Syariah agar dapat meneliti BMT anggota secara keseluruhan. Hal ini sesuai dengan niatan Inkopsyah menuju Apex BMT (Induk BMT) yang secara bertahap dari tahun 2009. Hal ini dikarenakan peningkatan manajerial BMT anggota yang lebih baik adalah salah satu syarat Inkopsyah menuju Apex BMT. Fungsi Apex BMT adalah menjadikan Inkopsyah sebagai lembaga resmi dalam menangani sistem likuiditas para anggotanya (BMT) dan mempermudah segala urusan transaksi antar lembaga BMT maupun antar anggota BMT yang berlainan, serta membantu setiap anggota agar memiliki tingkat kepastian dan kenyamanan bagi setiap pengguna (Inkopsyah 2009).
50
DAFTAR PUSTAKA Ali Zainuddin. 2008. Hukum Perbankan Syariah. Jakarta (ID) : Sinar Grafika. Anoraga P, Widiyanti N. 2007. Dinamika Koperasi. Cet. Ke-5. Jakarta (ID): PT. Rineka Cipta. Antonio S. 2001. Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik. Jakarta (ID): Gema Insani Press. Arifin Z. 1999. Memahami Bank Syariah, Lingkup, Peluang, Tantangan, dan Prospek. Jakarta (ID): Al fabet. Aziz A. 2004. Pedoman Pendirian BMT (Baitul Mal wat Tamwil). Jakarta (ID): PINBUK Press Banoon, Malik. 2007. Prediksi Pertumbuhan Perbankan Syariah di Indonesia Tahun 2008.Surabaya (ID): Universitas Kristen Petra. Basyir A. 1994. Refleksi atas Persoalan Keimanan. Bandung (ID): Mizan. Beiq, Purnamasari. Empirical Role Of Islamic Cooperatives in Financing Micro and Small Scale Entrepreuneurs in Indonesia:case study of KOSPIN Jasa Syariah Pekalongan. Bogor (ID): Bogor Agricultural University. Buchori, NS. 2012. Koperasi Syariah. Pamulang (ID): Shuhuf Media insani, Indonesia. Cleopatra YP. 2008. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pertumbuhan Proporsi Aset Perbankan Syariah di Indonesia. [Tesis]. Program Studi Timur Tengah dan Islam. Universitas Indonesia Dendawijaya, Lukman. 2005. Manajemen Perbankan. Bogor (ID): Ghalia. Djazuli A, dkk. 2002. Lembaga-Lembaga Perekonomian Umat. Jakarta (ID): Raja Grafindo. Ginanjar A. 2003. Faktor Dominan yang Mempengaruhi Pertumbuhan Aset Lembaga Keuangan Mikro Syariah (Studi Kasus Program Peningkatan Kemandirian Ekonomi Rakyat JP2KER di Yogyakarta Thn 1997-2002). [Tesis]. Indonesia (ID): Universitas Indonesia Gujarati D. 2004. Basic Econometrics, 4th edtion. Boston: Mc. Graw-Hill. _________. 2006. Ekonometrika Dasar. Jakarta (ID): Erlangga. _________. 2012. Dasar-Dasar Ekonometrika, buku 2 edisi 5. Jakarta (ID): Salemba. Hamzah Z. 2013. Analysis Problem of Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Operation in Pekanbaru Indonesia Using Analytical Network Process (ANP) Approach. IJARBSS. 03(08):215-228.doi: 10.6007/IJARBSS/v3-i8/138. Heykal N, Huda N. 2010. Lembaga Keuangan Islam Tinjauan Teoritis dan Praktis. Jakarta (ID): Kencana Prenada Media Group. Hidayah EHN. 2008. Faktor-Faktor yang Memengaruhi pertumbuhan aset perbankan syariah. [Tesis]. Indonesia (ID): Universitas Indonesia. Hidayat A. 2014. Pilihan Uji Normalitas Univariate. [Internet]. [diunduh pada 2014 Oktober 10]. Tersedia pada http://www.statistikian.com/2014/08/pilihan-ujinormalitas-univariate.html _________. 2013. Normalitas Pada Minitab. [Internet]. [diunduh pada 2014 Oktober 10] Tersedia pada http://www.statistikian.com/2013/03/normalitaspada-minitab.html
51 Imaniyati. 2004. Eksistensi Baitul Maal wat Tamwil Sebagai Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia. Semarang (ID): Fakultas Hukum Unisba. Indirani L. 2006. Analisis Faktor-Faktor yang Mepengaruhi Pertumbuhan Total Aset Bank Syariah di Indonesia. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Inkopsyah. 2009. Laporan Keuangan Periode Juni 2009. [Internet]. [diunduh pada 2014 April 14]. Tersedia pada http://inkopsyahbmt.co.id/images/lap_keu/neraca_periode_juni_2009.pdf _____________. 2009. Laporan Keuangan Periode Desember 2009. [Internet]. [diunduh pada 2014 April 14]. Tersedia pada http://inkopsyahbmt.co.id/images/lap_keu/neraca_periode_desember_2009.pdf _____________. 2010. Laporan Keuangan Periode Juni 2010. [Internet]. [diunduh pada 2014 April 14]. Tersedia pada http://inkopsyahbmt.co.id/images/lap_keu/neraca_periode_juni_2010.pdf _____________. 2010. Laporan Keuangan Periode Desember 2010. [Internet]. [diunduh pada 2014 April 14]. Tersedia pada http://inkopsyahbmt.co.id/images/lap_keu/neraca_periode_desember_2010.pdf _____________. 2010. Program Kerja. [Internet]. [diunduh pada 2014 April 14]. Tersedia pada http://www.inkopsyahbmt.co.id/index.php?option=com_content&view=article &id=102:programkerja&catid=81&Itemid=579 _____________. 2011. Laporan Keuangan Periode Juni 2011. [Internet]. [diunduh pada 2014 April 14]. Tersedia pada http://inkopsyahbmt.co.id/images/lap_keu/neraca_periode_juni_2011.pdf _____________. 2011. Laporan Keuangan Periode Desember 2011. [Internet]. [diunduh pada 2014 April 14]. Tersedia pada http://inkopsyahbmt.co.id/images/lap_keu/neraca_periode_desember_2011.pdf _____________. 2012. Laporan Keuangan Periode Juni 2012. [Internet]. [diunduh pada 2014 April 14]. Tersedia pada http://inkopsyahbmt.co.id/images/lap_keu/neraca_periode_juni_2012.pdf _____________. 2012. Laporan Keuangan Periode Desember 2012. [Internet]. [diunduh pada 2014 April 14]. Tersedia pada http://inkopsyahbmt.co.id/images/lap_keu/neraca_periode_desember_2012.pdf _____________. 2013. Laporan Keuangan Periode Juni 2013. [Internet]. [diunduh pada 2014 April 14]. Tersedia pada http://inkopsyahbmt.co.id/images/lap_keu/neraca_periode_juni_2013.pdf _____________. 2013. Laporan Keuangan Periode Desember 2013. [Internet]. [diunduh pada 2014 April 14]. Tersedia pada http://inkopsyahbmt.co.id/images/lap_keu/neraca_periode_desember_2013.pdf Janwari Y. 2000. Lembaga-lembaga Perekonomian Syariah. Bandung (ID): Pustaka Mulia dan Fakultas Syariah IAIN SGD Bandung. [KEMENKOP] Kementrian Koperasi dan UKM. Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) dan Usaha Besar (UB) Tahun 2011 – 2012. [Internet]. [diunduh pada 2014 Oktober 21]. Tersedia pada http://www.depkop.go.id/phocadownload/data_umkm/sandingan_data_umkm_ 2011-2012.pdf Muhammad. 2000. Lembaga-Lembaga Keuangan Umat Kontemporer. Yogyakarta (ID): UII Press. Muhammad. 2003. Manajemen Bank Syariah. Yogyakarta (ID): UPP AMP YKPN.
52 Permodalan BMT. 2009. Optimalisasi Keunggulan BMT bagi Pengembangan Ekonomi Rakyat. [Internet]. [diunduh pada 2015 April 21] Tersedia pada http://permodalanbmt.com/bmt/?p=70 PINBUK. Tanpa Tahun. Peraturan Dasar dan Contoh AD ART BMT. Jakarta (ID): wasantara.Net.id PINBUK. Tanpa Tahun. Pedoman Cara Pembentukan BMT Balai Usaha Mandiri Terpadu. Jakarta (ID): PINBUK. PINBUK Perwakilan Sumatra Utara. Tanpa Tahun. Cara Pembentukan BMT. Sumatra Utara (ID): PINBUK. Republika. 2015. Aset BMT Indonesia Capai Rp 4,7 Triliun. [Internet]. [diunduh pada 2015 April 21]. Terssedia pada: http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/syariah-ekonomi/15/03/22/nlmhlbaset-bmt-indonesia-capai-rp-47-triliun Ridwan M. 2005. Manajemen Baitul Mal wa Tamwil (BMT). Yogyakarta (ID):UII Press Ridwan AH. 2013. Manajemen Baitul Mal wa Tamwil (BMT). Bandung (ID):CV Pustaka Setia Sumiyanto A. 2008. BMT Menuju Koperasi Modern. Yogyakarta (ID): ISES Publishing Sa’roni LS. 2012. Determinant Factors of the Successful of Baitul Maal Wat Tamwil (BMT). Jakarta (ID) : Ibrahim Hosen Institute. Sarwoko. 2005. Dasar-dasar Ekonometrika. Yogyakarta (ID): Andi, Indonesia. Setiawan, Kusrini ED. 2010. Ekonometrika. Yogyakarta (ID): Andi, Indonesia Sitio A, Tamba H. 2001. Koperasi Teori dan Praktik. Jakarta (ID): Erlangga Soemitra A. 2009. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta (ID): Kencana. Sudarsono, Edilius. 2005. Koperasi dalam Teori dan Praktik. Jakarta (ID): PT. Rineka Cipta. Widiayati N. 2012. Manajemen Koperasi. Jakarta (ID): PT. Rineka Cipta
53
LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil Estimasi dengan Regresi Berganda Regression Analysis: LogTA versus NPF, ROA, CAP, FDR, LogDPK Analysis of Variance Source Regression NPF ROA CAP FDR LogDPK Error Total
DF 5 1 1 1 1 1 31 36
Adj SS 5.81264 0.23366 0.08816 0.00226 0.22319 4.00430 0.58523 6.39787
Adj MS 1.16253 0.23366 0.08816 0.00226 0.22319 4.00430 0.01888
F-Value 61.58 12.38 4.67 0.12 11.82 212.11
P-Value 0.000 0.001 0.039 0.732 0.002 0.000
Model Summary S 0.137398
R-sq 90.85%
R-sq(adj) 89.38%
R-sq(pred) 86.31%
Coefficients Term Constant NPF ROA CAP FDR LogDPK
Coef 2.737 -0.02697 0.0554 0.00083 0.003419 0.7322
SE Coef 0.532 0.00767 0.0256 0.00238 0.000994 0.0503
T-Value 5.15 -3.52 2.16 0.35 3.44 14.56
P-Value 0.000 0.001 0.039 0.732 0.002 0.000
VIF 1.09 1.19 1.55 1.13 1.58
Regression Equation LogTA = 2.737 - 0.02697 NPF + 0.0554 ROA + 0.00083 CAP + 0.003419 FDR + 0.7322 LogDPK Fits and Diagnostics for Unusual Observations Obs 11 19 21 R X
LogTA 9.6326 9.5768 9.0670
Fit 9.9006 9.6802 9.1278
Large residual Unusual X
Resid -0.2680 -0.1034 -0.0607
Std Resid -2.04 -1.09 -0.80
R X X
54 Lampiran 2 Aset, NPF, ROA, CAP, FDR, DPK Nama BMT
Aset*
NPF**
ROA**
CAP**
FDR**
DPK*
L-Risma
30,357.66
2.18
1.17
15.24
66.57
15,114.18
Sanama
9,705.94
1.98
3.45
11.77
52.94
1,919.29
Al Ishlah
8,804.42
2.83
1.33
6.39
59.35
6,230.70
Al Hidayah
18,675.10
8.90
1.44
15.12
116.20
8,241.16
Koperasi Kartini
1,490.06
4.90
2.20
30.37
65.33
353.77
Mitra Amanah
6,016.43
7.81
2.41
32.43
132.49
650.00
Baskara Muhammadiyah
41,682.01
6.03
1.83
6.99
69.25
18,223.53
Al-Amanah (Sumedang)
30,470.34
4.20
0.58
7.14
78.44
13,592.86
Al Falah
37,061.32
8.25
1.61
10.61
65.72
27,598.09
As Salam
11,924.75
1.96
1.52
6.16
96.33
5,977.36
4,291.32
2.30
0.82
4.72
69.85
2,987.33
Artha Amanah Bina Umat Mulia
3,656.73
3.61
0.07
6.83
63.05
1,460.30
Al Hikmah
19,914.01
2.73
0.85
11.26
61.50
10,392.44
Al Amin
10,690.66
13.55
0.96
5.01
77.92
9,000.48
Melati
30,045.52
2.20
0.67
6.81
74.23
15,687.42
Mitra Usaha Mulia
13,656.12
4.44
0.55
5.61
62.03
9,926.44
Istiqomah
13,230.59
5.01
0.55
2.49
87.22
5,815.93
Amanah Bangunrejo
8,904.85
2.26
2.07
20.10
66.51
3,157.44
Smemi
3,773.72
2.27
2.06
3.85
162.69
443.03
26,518.67
5.29
0.56
12.27
76.08
12,043.82
1,166.93
2.04
2.38
68.64
25.50
267.16
Amanah Ray
59,378.98
2.77
3.53
6.44
69.34
37,032.38
Babun Najah
11,025.76
2.32
0.58
3.92
81.61
3,663.70
Barokah
6,274.52
3.63
2.47
12.81
62.26
1,047.98
Ar Rahmah
8,762.39
4.27
1.73
7.22
48.62
6,891.03
Mustama
5,510.36
2.29
0.81
5.80
60.58
934.17
Surya Abadi
54,984.60
2.04
1.08
5.20
61.11
31,312.26
Mentari Bumi
17,967.00
4.40
2.06
3.31
103.55
5,350.00
insan amanah
7,500.44
2.00
2.56
10.68
57.01
1,075.00
Mitrass
7,389.43
3.27
2.51
12.10
75.21
2,461.35
MADE
24,461.18
2.50
0.79
9.42
72.62
18,476.38
Harapan Bersama
21,543.05
2.25
0.51
6.04
95.63
14,254.00
Bina Umat Subah
19,364.29
3.63
1.20
9.68
70.89
12,097.40
Bina Usaha Sejahtera Tapos
1,532.00
7.26
1.33
25.79
69.77
753.25
Lumbung Artho
3,770.66
10.71
2.87
3.70
46.60
2,684.91
8,193.58
11.23
4.26
5.96
55.20
5,669.55
10,936.85
10.92
1.82
6.72
84.13
8,621.79
Hudatama Sinergi Karya Makassar
Bina Swadaya MASS
Keterangan : *dalam juta rupiah; ** dalam %
55 Lampiran 3 Statistik data BMT anggota Descriptive Statistics: TA, NPF, ROA, CAP, FDR, DPK Variable TA NPF ROA CAP FDR DPK
Mean 16.09 4.601 1.600 11.48 74.14 8.69
StDev 14.35 3.119 0.974 11.97 24.48 8.90
Minimum 1.17 1.960 0.069 2.49 25.50 0.27
Q1 6.15 2.264 0.802 5.70 61.31 1.69
Median 10.94 3.610 1.444 6.99 69.34 5.98
Q3 23.00 5.662 2.293 12.18 80.02 12.85
Maximum 59.38 13.550 4.257 68.64 162.69 37.03
————— 1/30/2015 11:43:13 AM —————————————— —————— Lampiran 4 Data setelah ditransformasi menjadi semi logaritma Nama BMT
log TA
L-Risma
10.48
Sanama Al Ishlah Al Hidayah Koperasi Kartini Mitra Amanah
NPF
ROA
CAP
FDR
log DPK
2.18
1.17
15.24
66.57
10.18
9.99
1.98
3.45
11.77
52.94
9.28
9.94
2.83
1.33
6.39
59.35
9.79
10.27
8.90
1.44
15.12
116.20
9.92
9.17
4.90
2.20
30.37
65.33
8.55
9.78
7.81
2.41
32.43
132.49
8.81
Baskara Muhammadiyah
10.62
6.03
1.83
6.99
69.25
10.26
Al-Amanah (Sumedang)
10.48
4.20
0.58
7.14
78.44
10.13
Al Falah
10.57
8.25
1.61
10.61
65.72
10.44
As Salam
10.08
1.96
1.52
6.16
96.33
9.78
Artha Amanah
9.63
2.30
0.82
4.72
69.85
9.48
Bina Umat Mulia
9.56
3.61
0.07
6.83
63.05
9.16
Al Hikmah
10.30
2.73
0.85
11.26
61.50
10.02
Al Amin
10.03
13.55
0.96
5.01
77.92
9.95
Melati
10.48
2.20
0.67
6.81
74.23
10.20
Mitra Usaha Mulia
10.14
4.44
0.55
5.61
62.03
10.00
Istiqomah
10.12
5.01
0.55
2.49
87.22
9.76
Amanah Bangunrejo
9.95
2.26
2.07
20.10
66.51
9.50
Smemi
9.58
2.27
2.06
3.85
162.69
8.65
10.42
5.29
0.56
12.27
76.08
10.08
9.07
2.04
2.38
68.64
25.50
8.43
Amanah Ray
10.77
2.77
3.53
6.44
69.34
10.57
Babun Najah
10.04
2.32
0.58
3.92
81.61
9.56
Barokah
9.80
3.63
2.47
12.81
62.26
9.02
Ar Rahmah
9.94
4.27
1.73
7.22
48.62
9.84
Hudatama Sinergi Karya Makassar
Mustama
9.74
2.29
0.81
5.80
60.58
8.97
Surya Abadi
10.74
2.04
1.08
5.20
61.11
10.50
Mentari Bumi
10.25
4.40
2.06
3.31
103.55
9.73
insan amanah
9.88
2.00
2.56
10.68
57.01
9.03
56 Mitrass
9.87
3.27
2.51
12.10
75.21
9.39
MADE
10.39
2.50
0.79
9.42
72.62
10.27
Harapan Bersama
10.33
2.25
0.51
6.04
95.63
10.15
Bina Umat Subah
10.29
3.63
1.20
9.68
70.89
10.08
Bina Usaha Sejahtera Tapos
9.19
7.26
1.33
25.79
69.77
8.88
Lumbung Artho
9.58
10.71
2.87
3.70
46.60
9.43
Bina Swadaya
9.91
11.23
4.26
5.96
55.20
9.75
10.04
10.92
1.82
6.72
84.13
9.94
MASS
57 lampiran 5 Surat Kerangan Validitas Data
58
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Hanif Furqon Abdurrahman lahir pada tanggal 10 November 1992 di Jakarta sebagai anak pertama dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Tahirman dan Ibu Rita Amelia. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMPIT Raflesia Depok pada tahun 2007. Penulis kemudian melanjutkan jenjang pendidikan di Pondok Pesantren SMAI Yayasan Perguruan Islam Darul Hikmah Bekasi dan pindah pada awal tahun 2008 ke SMAI Nurul Fkri Boarding School Serang dan menyelesaikannya pada tahun 2010. Pada tahun yang sama, penulis mengikuti Seleksi Nasional Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan diterima pada Program Studi Ilmu Ekonomi Syariah, Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Selama menjadi mahiswa aktif di kegiatan mahasiswaan diantaranya pada Sharia Economics sebagai anggota, aktif kegiatan eksternal kampus yaitu pada Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia. Selama menjadi mahasiswa penulis juga pernah menjadi anggota pada acara sportakuler dan OMI IPB, serta pernah menjadi menjabat sebagai ketua divisi fundrising pada acara Season 9.