ANALISIS FAKTOR- FAKTOR YANG MEMENGARUHI NONPERFORMING LOAN BERDASARKAN JENIS PENGGUNAAN KREDIT PADA KEPEMILIKAN BANK UMUM DI INDONESIA
MELIANA PUTRI
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Analisis Faktor- Faktor yang Memengaruhi Non-Performing Loan berdasarkan Jenis Penggunaan Kredit pada Kepemilikan Bank Umum di Indonesia” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2015
Meliana Putri NIM H14110002
ABSTRAK MELIANA PUTRI. Analisis Faktor- Faktor yang Memengaruhi Non Performing Loan berdasarkan Jenis Penggunaan Kredit pada Kepemilikan Bank Umum di Indonesia. Dibimbing oleh HERMANTO SIREGAR. Perbankan memiliki peranan sebagai lembaga intermediasi sehingga dapat memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia melalui penyaluran kredit. Resiko utama yang dihadapi perbankan dalam penyaluran kredit adalah resiko kredit yang tercermin dari NPL. NPL merupakan salah satu indikator untuk mengukur kinerja perbankan, dimana NPL yang tinggi menunjukkan tingkat kesehatan bank yang rendah. Perubahan NPL dapat disebabkan oleh faktor internal berupak SDM, kebijakan manajerial. Sedangkan faktor eksternal dapat berasal dari keadaan makroekonomi seperti suku bunga, nilai tukar, impor, dll. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi NPL pada modal kerja, investasi, dan konsumsi dengan menggunakan metode panel data. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah non-performing loan (NPL), BI rate , Industrial Production Index (IPI), Indeks Harga Konsumen (IHK), Impor, nilai tukarm market power, dan ROA. Hasil estimasi menunjukkan bahwa BI rate memiliki dampak positif terhadap semua jenis NPL. Kata kunci : Indonesia, Makroekonomi, NPL, Panel Data
ABSTRACT MELIANA PUTRI. Analysis of The Factors Affecting Non-performing Loan based on the Type of Credit Use on Ownership of Comercial Bank in Indonesia. Supervised by HERMANTO SIREGAR. Banking has a role as an intermediary institution that can contribute to economic growth in Indonesia through distribution of loans. The main risks faced by banks in lending is credit risk which is reflected on the NPL. NPL is as indicator for measuring the performance of a bank, where high NPL shows a low level of bank health. NPL changes can be caused by internal factors such as human resources and managerial policies. While external factors can be derived from macroeconomic circumstances such as interest rate, exchange rate, import,etc. This study aims to determine the factors that affect the NPL on working capital, investment, and consumption by using panel data. The variables used in this study are Non-performing loan (NPL), BI rate, Industrial Production Index (IPI), Consumer Price Index (CPI), Import, Exchange rate , market power and return on asset (ROA). The estimation results show that BI rate has a positive impact on all kinds of NPL. Keywords: Indonesia, Macroeconomic, NPL, Panel Data
ANALISIS FAKTOR- FAKTOR YANG MEMENGARUHI NONPERFORMING LOAN BERDASARKAN JENIS PENGGUNAAN KREDIT PADA KEPEMILIKAN BANK UMUM DI INDONESIA
MELIANA PUTRI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia dan kemurahan hati-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Non-Performing Loan Berdasarkan Jenis Penggunaan Kredit pada Kepemilikan Bank Umum di Indonesia ” telah berhasil diselesaikan dengan baik. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan jenjang pendidikan Strata-1 dan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (SE) dari Program Sarjana Ilmu Ekonomi Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada orangtua dan keluarga penulis, yaitu Bapak Ferry, Ibu Nuryani, kakak dari penulis Selvi Anggraini dan adik penulis Tommy Nagara Putra atas doa, motivasi, dan dukungan secara moril dan juga materiil untuk penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Selain itu, penulis juga mengucapkan terimakasih kepada: 1. Prof. Hermanto Siregar, Ph.D sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan secara teoritis maupun moril dalam proses penyusunan sampai akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan. 2. Dr. Sahara, SP, M.Si selaku dosen penguji utama dan Dr. Eka Puspitawati selaku dosen penguji dari komisi pendidikan yang telah memberi saransaran yang membangun serta ilmu yang bermanfaat untuk penyempuranaan skripsi ini 3. Para dosen, staff, dan seluruh civitas akademika Departemen Ilmu Ekonomi yang memberikan ilmu dan dukungan kepada penulis selama menjalankan studi di Departemen Ilmu Ekonomi. 4. Teman- teman perkuliahan penulis Siti Khamila Dewi, Sintya Aprina, Ade Ayu Felury Amalina, Ajeng Tiara Padmaliana, Dody Sutrio Darmawan, Rian Bagus Wijaya, Ratih Ayu Anggraini, M. Sauqi Bimantara, Agung Satryo, dan lainnya. 5. Teman-teman satu bimbingan Amalina Eria Putri dan Ening Dwi Jawaty yang menjadi teman berdiskusi dan juga berbagi suka dan duka selama penyusunan skripsi ini. 6. Teman-teman PROLETAR (Agung, Yulya, Ghina, Ginawati, Fadhlan, Aulia, Idham) dan divisi CER HIPOTESA 2013/2014 yang selalu memberikan semangat dan dukungannya 7. Teman- teman Duta Promosi IPB tahun 2014 8. Teman-teman Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan 48. 9. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Semoga skripsi ini bermanfaat. . Bogor, Juni 2015 Meliana Putri
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
3
Tujuan Penelitian
5
Manfaat Penelitian
5
Ruang Lingkup Penelitian
5
TINJAUAN PUSTAKA
6
Pengertian Kredit & Penyaluran Kredit Bank
6
Risiko Kredit
6
Jenis Penggunaan Kredit
7
Non-Performing Loan
7
Faktor- Faktor Makroekonomi yang Mempengaruhi NPL
8
Penelitian Terdahulu
11
Hipotesis Penelitian
13
Kerangka Pemikiran
13
METODE PENELITIAN
15
Jenis dan Sumber Data
15
Metode Pengolahan Data
16
Metode Panel Data
16
Pengujian Model Data Panel Statis
18
Metode Evaluasi Model
19
Model Penelitian
22
GAMBARAN UMUM
23
Peraturan Bank Indonesia terkait Kebijakan NPL
23
Gambaran Umum Perkembangan BI Rate di Indonesia
24
Gambaran Umum Perkembangan Nilai Tukar USD/IDR
25
Gambaran Umum Perkembangan Indeks Harga Konsumen (IHK)
26
Gambaran Umum Perkembangan Indutrial Production Index (IPI)
27
Gambaran Umum Perkembangan Impor
28
HASIL DAN PEMBAHASAN
29
Analisis Deskriptif Perkembangan Non Performing Loan berdasarkan Jenis Penggunaan Kredit pada Kepemilikan Bank di Indonesia 29 Analisis Kuantitatif Faktor- Faktor yang Mempengaruhi NPL berdasarkan Jenis Penggunaan Kredit pada Kepemilikan Bank di Indonesia 32 Implikasi Kebijakan SIMPULAN DAN SARAN
44 45
Simpulan
45
Saran
45
DAFTAR PUSTAKA
46
LAMPIRAN
50
RIWAYAT HIDUP
62
DAFTAR TABEL 1. 2.
Jenis dan Sumber Data yang digunakan Hasil Uji Chow pada Model NPL Kredit Modal Kerja, Investasi, dan Konsumsi 3. Hasil Uji Asumsi Klasik 4. Hasil Uji Statistik 5. Hasil Estimasi Model NPL kredit modal kerja 6. Hasil Estimasi Model NPL kredit investasi 7. Hasil Estimasi Model NPL kredit konsumsi 8. Faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap NPL berdasarkan jenis penggunaan kredit 9. Keragaman Individu Model NPL Modal Kerja 10. Keragaman Individu Model NPL Kredit Investasi 11. Keragaman Individu Model NPL Kredit Konsumsi
15 32 33 34 36 38 39 42 43 43 43
DAFTAR GAMBAR 1. 2.
Perkembangan PDB dan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Perkembangan Kredit dan Laju Pertumbuhan Kredit berdasarkan Jenis penggunaannya 3. Kerangka Pemikiran 4. Perkembangan BI rate (%) di Indonesia 5. Perkembangan Nilai Tukar Indonesia (USD/IDR) 6. Perkembangan Indeks Harga Konsumen (IHK) di Indonesia 7. Pergerakan IPI dan Laju Pertumbuhan Domestik Bruto (%) 8. Perkembangan Impor di Indonesia 9. Perkembangan NPL kredit modal kerja pada 6 Bank di IndonesiaNPL kredit investasi 10. Perkembangan NPL kredit investasi pada 6 Bank di Indonesia 11. Perkembangan NPL kredit konsumsi pada 6 Bank di Indonesia
1 4 14 25 26 27 28 28 29 30 32
DAFTAR LAMPIRAN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Hasil Uji Korelasi untuk Pengujian Asumsi Klasik Multikolinieritas pada Model NPL kredit modal kerja Hasil Estimasi Panel Data dengan Menggunakan Pooled Least Square terhadap Model NPL kredit modal kerja Hasil Estimasi Panel Data dengan Menggunakan Fixed Effect Model terhadap Model NPL kredit modal kerja Hasil Uji Chow Model Perkembangan NPL kredit modal kerja Hasil Uji Korelasi untuk Pengujian Asumsi Klasik Multikolinieritas pad Model NPL kredit investasi Hasil Pengujian dengan Metode PLS (Pooled Least Square) Model NPL kredit investasi Hasil Pengujian dengan Metode Fixes Effect Model NPL kredit investasi
50 51 52 53 51 55 56
8. 9.
Hasil Uji Chow Model NPL kredit investasi Hasil Uji Korelasi untuk Pengujian Asumsi Klasik Multikolinieritas pad Model NPL kredit konsumsi 10. Hasil Pengujian dengan Metode PLS (Pooled Least Square) Model NPL kredit konsumsi 11. Hasil Pengujian dengan metode Fixed Effect Model NPL kredit konsumsi 12. Hasil Uji Chow Model NPL kredit konsumsi
57 55 59 60 61
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan ukuran kuantitatif yang menggambarkan perkembangan suatu perekonomian dalam suatu tahun tertentu apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya (Sukirno, 2006). Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan suatu keharusan demi kelangsungan pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan. Model teoritis pertumbuhan ekonomi dan hubungannya dengan perkembangan keuangan (Goldsmith, 1969; Mckinnon, 1973; Levin et al. 2005) menunjukkan bahwa sistem keuangan dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Instrumen keuangan seperti kredit dalam negeri yang diberikan oleh sektor perbankan, kewajiban likuiditas dari sistem ekonomi memiliki korelasi dengan produk domestik bruto dan perdagangan terbuka. Selain itu, DemirgüçKunt dan Maksimovic (1996) mengatakan bahwa perusahaan akan tumbuh dengan cepat pada negara yang memiliki sistem keuangan yang lebih baik dibandingkan dengan negara yang sistem keuangannya kurang baik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sistem perbankan yang baik dapat memacu pertumbuhan ekonomi yang pesat. Gambar 1 menunjukkan PDB Indonesia disertai dengan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan faktor penting dalam melihat kondisi perekonomian suatu negara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami penurunan pada tahun 2009 akibat dampak krisis keuangan global yang berasal dari Amerika Serikat. GDP Growth
500
7 6
400
5
300
4
200
3 2
100
1
0 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
GDP Growth ( dalam %)
GDP (dalam Milyar Rupiah)
GDP
0
Tahun
Sumber : Badan Pusat Statistik Indonesia, 2014 Gambar 1 Perkembangan PDB dan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia periode 2001 sampai 2013 Dalam rangka mencapai pertumbuhan ekonomi yang diinginkan maka sangat dibutuhkan sumber pembiayaan yang digunakan untuk mendorong dunia usaha. Sehingga sangat diperlukan peranan sektor perbankan untuk memenuhi kebutuhan dana dan permodalan yang tidak sedikit. Salah satu cara yang digunakan dalam pemenuhan kebutuhan tersebut adalah pemberian pinjaman dari
2 lembaga keuangan seperti sektor perbankan. Hal ini, terlihat jelas adanya perkembangan jumlah kredit perbankan sebagai sumber pembiayaan bagi dunia usaha sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi nasional. Sehubungan dengan hal tersebut maka lembaga keuangan seperti sektor perbankan memiliki fungsi sebagai lembaga intermediasi yang memiliki peranan dalam menghimpun dan menyalurkan dana dalam bentuk kredit yang sangat penting dalam kebutuhan masyarakat maupun mendorong dunia usaha. Penyaluran kredit merupakan kegiatan utama perbankan dalam menjalankan fungsi intermediasinya, sehingga perkreditan merupakan gerak pertumbuhan ekonomi Indonesia. Perkembangan kondisi perekonomian global yang berfluktuasi saat ini telah memberikan ketidakpastian yang lebih tinggi bagi pealu usaha dalam menjalankan bisnis. Fluktuasi yang besar dan terjadi secara terus menerus dalam waktu yang cukup lama dapat mengganggu kesinambungan ekonomi (Prasetyantoko 2008). Kondisi ekonomi yang mengalami ketidakpastian berdampak pada menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan mengakibatkan terjadinya penarikan besar- besaran ( bank runs) tabungan masyarakat yang ada di bank. Kredit yang diberikan oleh sektor perbankan sebagian besar terkonsentrasi pada perusahaan- perusahaan besar yang rentan terhadap dampak krisis keuangan tersebut. Untuk menstabilkan pertumbuhan ekonomi, mempertahankan tingkat inflasi rendah, dan mengurangi pengangguran maka pemerintah perlu melakukan intervensi pengaturan kebijakan fiskal dan moneter. Salah satu kebijakan moneter adalah perubahan suku bunga yang bertujuan untuk meredam laju inflasi dan memperkuat nilai tukar mata uang suatu negara. Jika inflasi di indonesia sedang tinggi maka Bank Indonesia berusaha mengendalikan laju inflasi tersebut dengan cara menaikan suku bunga BI rate, namun hal ini akan berdampak pada naiknya suku bunga dana pihak ketiga perbankan nasional. Hal ini menyebabkan peningkatan suku bunga pinjaman perbankan sehingga kemungkinan terjadinya kredit bermasalah (Non Performing Loan) semakin besar. Non-Performing Loan merupakan salah satu indikator dalam menilai kinerja fungsi bank, dimana fungsi bank adalah sebagai lembaga intermediary. Tingginya tingkat NPL menunjukkan kesehatan bank yang rendah karena banyak sekali terjadi kredit bermasalah di dalam kegiatan bank tersebut. Dengan mengetahui prosentase Non-Performing Loan yang terjadi pada suatu bank, maka masyarakat dan Bank Sentral (Bank Indonesia) dapat mengambil langkah yang bijak dalam menyikapi dan menghadapi bank tersebut.Tingginya rasio Non-Performing Loan dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti faktor eksternal dan juga faktor internal. Faktor eksternal contohnya adalah fenomena ekonomi yang terjadi baik secara global maupun nasional sementara untuk faktor internal contohnya adalah kebijakan-kebijakan kredit yang diambil oleh bank yang bersangkutan. Kebijakankebijakan kredit yang diambil meliputi penetapan suku bunga kredit, jangka waktu pembayaran/pelunasan, jenis-jenis kredit yang disediakan, dan lain-lain. NPL yang merupakan representasi dari resiko kredit memberikan dampak signifikan terhadap profitabilitas perbankan. NPL yang meningkat dapat menyebabkan inefisiensi perbankan dan dalam jangka panjang akan berdampak pada kelangsungan bank. Selain itu kinerja perbankan juga dipengaruhi oleh tingkat likuiditas pasar yang juga dipengaruhi oleh kondisi makroekonomi (Sayedi 2013)
3 Perumusan Masalah Industri perbankan di suatu negara tentu sangat berkaitan dengan perekonomian di negara tersebut. Jika perekonomian suatu negara sedang berkembang, maka industri perbankan juga dapat tumbuh berkembang. Namun apabila perekonomian suatu negara sedang mengalami krisis, maka hal ini dapat berdampak pada industri perbankan. Sebagai contoh, krisis yang terjadi di Indonesia pada tahun 1997 membawa dampak negatif pada industri perbankan, antara lain dengan terkikisnya permodalan bank dan meningkatnya Non Performing Loan (NPL). Dalam hal ini kemampuan debitur dalam membayar kredit sangat dipengaruhi oleh kondisi perekonomian. Jika perekonomian sedang mengalami krisis maka debitur akan sulit membayar hutang- hutangnya dan akan menyebabkan meningkatnya Non Performing Loan (NPL). Pemberian kredit yang disalurkan perbankan tidak terlepas dari resiko kredit yang kemungkinan debitur tidak mematuhi kewajibannya sesuai kesepakatan atau kegagalan pembayaran (Saunders 2011). Resiko bisnis perbankan yang tinggi akibat gejolak ekonomi dapat menyebabkan terjadinya instabilitas sistem keuangan. Instabilitas sistem keuangan yang tercermin dari indikator makroekonomi dapat mempengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi di suatu negara (Haghighi et al. 2012). Namun selain disebabkan faktor gejolak ekonomi, instabiltas keuangan juga dapat dipengaruhi oleh kebijakan dan regulasi terutama yang terkait dengan governance atau tata kelola perusahaan (Mohr dan Wagner 2013). Oleh karena itu, angka pertumbuhan kredit harus memperhatikan kualitas kredit yang disalurkan. Non-Performing Loan (NPL) merupakan salah satu indikator dalam menilai kinerja fungsi bank, dimana fungsi bank adalah sebagai lembaga intermediary (Makri 2013). NPL sering dikaitkan dengan terjainya krisis finansial dan kegagalan bank (Berger & DeYoung 1997). Namun setelah dilakukan perbaikan terhadap sistem perbankan sebagai akibat dari krisis finansial pada tahun 1997 di Indonesia ternyata memberikan dampak positif terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Bank Indonesia melalui peraturan Bank Indonesia nomor 15/2/PBI/2013 tentang Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank Umum Konvensional yang menetapkan batas maksimum NPL netto sebesar 5% dari total kredit. Penurunan yang cukup signifikan pada laju kredit berdasarkan jenis penggunaan terjadi pada tahun 2009. Hal ini dikarenakan sebagai dampak dari krisis global pada tahun 2008 yang menyebabkan perbankan lebih berhati- hati dalam menyalurkan kredit di tengah keadaan ekonomi yang belum menentu. Sedangkan berdasarkan Statistik Perbankan Indonesia, penyaluran kredit investasi hingga November 2014 mencapai Rp 881,51 triliun, tumbuh 13,73% dari posisi Rp 775,08 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya. Laju kredit investasi terkontraksi pada 2014, jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang tumbuh 34,95%. Selain terjadi perlambatan kredit investasi oleh industri perbankan. kredit berdasarkan penggunaan konsumsi mencatatkan pertumbuhan yang cenderung stabil. Adapun total kredit yang disalurkan hingga November 2014 mencapai Rp 1.001 triliun, tumbuh 10,81% dari posisi Rp 903,33 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya. Secara rata-rata, rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) sektor tersebut mencatatkan peningkatan dari 1,83% pada akhir 2013 menjadi 2,63% secara year on year. Pemburukan
4 kualitas kredit juga terjadi pada kredit modal kerja. Adapun NPL kredit modal kerja hingga akhir 2014 mencapai 2,68% meningkat dari posisi 2,09%. Laju kredit sektor tersebut pun mengalami perlambatan pertumbuhan dari 20,44% pada 2013 menjadi 11,59% pada akhir periode 2014. Investasi
Konsumsi
Laju MK
Laju I
Laju K
4.000.000
40
3.500.000
35
3.000.000
30
2.500.000
25
2.000.000
20
1.500.000
15
1.000.000
10
500.000
5
0
0 2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
Sumber : Statistik Perbankan Indonesia, Desember 2014 (diolah) Gambar 2 Perkembangan Kredit dan Laju Pertumbuhan Kredit berdasarkan Jenis penggunaannya periode 2007 sampai 2014 Hasil penelitian terdahulu mengatakan bahwa faktor makroekonomi dan Bank specific memberikan dampak yang berbeda pada tingkat Non Performing Loan berdasarkan jenis penggunaan pada mortgage, bussiness, and consumption (Louzis, et.al. 2010). Meskipun penyebab NPL dapat bersumber dari faktor internal bank seperti kualitas SDM, kaebijakan perusahaan ataupun prosedural proses manajemen resiko dari individual bank, namun tetap diperlukan suatu kajian untuk melihat penyebab NPL dari faktor eksternal seperti dampak dari perubahan makroekonomi. Pada penelitian ini difokuskan pada NPL jenis penggunaan kredit pada perbankan Indonesia , sehingga berdasarkan uraian di atas, maka dapat ditentukan perumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut : 1. Bagaimana perkembangan tingkat NPL berdasarkan jenis penggunaan kredit pada Bank Persero, BUSN Devisa, BUSN Non- Devisa, BPD, Bank Campuran,dan Bank Asing di Indonesia ? 2. Faktor – faktor apa saja (BI Rate, CPI,IPI, IHK, Nilai Tukar, Impor, profitabilitas dan Market Power) yang berpengaruh signifikan terhadap tingkat NPL berdasarkan jenis penggunaan kredit pada Bank Persero, BUSN Devisa, BUSN Non-Devisa, BPD, Bank Campuran, dan Bank Asing di Indonesia ?
Laju Pertumbuhan Kredit (%)
Perkembangan Kreidt (Triliun Rupiah)
Modal Kerja
5 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah disusun di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk : 1. Menganalisis perkembangan tingkat NPL berdasarkan jenis penggunaan kredit pada Bank Persero, BUSN Devisa, BUSN Non- Devisa, BPD, Bank Campuran,dan Bank Asing di Indonesia. 2. Menganalisis faktor – faktor (BI Rate, CPI, IPI, IHK, Nilai Tukar, Impor, profitabilitas, dan Market Power) yang berpengaruh signifikan terhadap tingkat NPL berdasarkan jenis penggunaan kredit pada Bank Persero, BUSN Devisa, BUSN Non-Devisa, BPD, Bank Campuran, dan Bank Asing di Indonesia.
Manfaat Penelitian Penelitian yang dilaksanakan diharapkan mampu memberikan manfaat antara lain: 1. Bagi Bank Sentral, dapat digunakan sebagai referensi dalam menjaga stabilitas perbankan agar tingkat NPL tidak melebihi batas yang telah ditetapkan. 2. Bagi Industri Perbankan, dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi untuk menetapkan kebijakan dalam menyalurkan kredit dan mengantisipasi potensi peningkatan NPL di masa mendatang. 3. Bagi akademisi, memberikan kontribusi dalam melakukan penelitian lebih mendalam tentang perbankan.
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini akan mencakup analisis mengenai determinan makroekonomi maupun bank spesifik yang mempengaruhi NPL. Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap. Pada tahap pertama menganalisis tingkat perkembangan NPL berdasarkan jenis penggunaan kredit. Selanjutnya menganalisis faktor- faktor yang memengaruhi tingkat NPL jenis penggunaan kredit pada kepemilikan Bank Umum di Indonesia seperti Bank Persero, BUSN Devisa, BUSN Non-Devisa, BPD, Bank Campuran, dan Bank Asing pada periode Januari 2011 sampai Desember 2013. Penelitian ini dilakukan pada kepemilikan bank umum di Indonesia dengan tujuan untuk membandingkan kinerja perbankan dengan indikator NPL dalam melakukan penyaluran kredit berdasarkan jenis penggunaannya. Variabel dependen yang digunakan pada penelitian ini adalah non performing loan (NPL) untuk mengukur tingkat kredit bermasalah. Sedangkan variabel independen yang digunakan merupakan variabel makroekonomi seperti Industrial Production Index (IPI), BI Rate Indeks Harga Konsumen (IHK), Nilai Tukar, Impor, pofitabilitas, dan market power. Keterbatasan dalam penelitian ini adalah tidak menggunakan data yang berhubungan dengan perilaku debitur dengan pendekatan moral hazard yang merupakan salah satu penyebab terjadinya NPL. Hal ini disebabkan karena data tersebut bersifat rahasia dan tidak dipublikasikan untuk umum. Pengolahan data
6 yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan E-views 8 dan Microsoft Excel 2010.
TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Kredit dan Penyaluran Kredit Bank Menurut Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Pokok-Pokok Perbankan, pengertian kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjamanpinjaman antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan, atu pembagian hasil keungtungan. Sedangkan menurut Undang-Undang Perbankan No. 10 Tahun 1998, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Kelangsungan hidup suatu bank sangat dipengaruhi oleh besar kecilnya kredit yang disalurkan karena sebagian besar bank di Indonesia masih mengandalkan kredit untuk memenuhi kebutuhan operasional dan memperoleh keuntungan. Dalam praktik penyaluran kredit, kualitas kredit itu sendiri wajib diperhatikan. Artinya, semakin berkualitas kredit yang diberikan atau memang layak untuk disalurkan maka akan meminimalisir risiko adanya kredit bermasalah Penyaluran kredit yang dilakukan oleh bank kadang- kadang dapat menimbulkan berbagai kesalahan yang akhirnya menimbulkan kredit bermasalah. Kesalahan dalam memberikan pinjaman sering kali terjadi pada masa kontraksi daripada masa resesi (Jimenez & Saurina 2006). Terkadang, pada masa kontraksi bank memiliki rasa optimis untuk membiayi proyek- proyek investasi yang memiliki net present value (NPV) negatif dan berakhir pada pinjaman menjadi default atau pinjaman macet. Namun pada masa resesi ketika kredit bermasalah banyak terjadi, bank cenderung menjadi lebih konservatif dalam menyalurkan kreditnya sehingga pada masa resesi kesalahan dalam penyauran kredit menjadi lebih kecil. Dalam penyaluran kredit, kesalahan langkah dapat berdampak pada berbagai macam resiko. Banyaknya penyaluran kredit kepada debitur yang bermasalah dapat menyebabkan terjadinya penumpukan kredit macet. Risiko Kredit Sebagai lembaga intermediasi keuangan dalam menjalankan fungsinya bank sering dihadapkan dengan berbagai resiko-resiko yang dapat mengancam dan merugikan bank. Berdasarkan peraturan Bank Indonesia No. 11/25/PB/2009, resiko dapat diartikan sebagai potensi terjadinya suatu peristiwa yang dapat menimbulkan kerugian bagi bank. Seiring dengan semakin berkembangnya lingkungan internal dan eksternal perbankan yang dapat mengakibatkan resiko perbankan semakin komplek. Resiko diklasifikasikan menjadi delapan tipe risiko, antara lain : risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko operasional, risiko
7 hukum, risiko reputasi, risiko strategis, dan risiko kepatuhan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan maka dalam hal ini akan dibahas mengenai risiko kredit. Risiko kredit merupakan masalah yang paling sering dihadapi oleh bank. Bank yang memiliki fungsi sebagai penyalur dana, akan memiliki risiko kredit. Menurut Bessis (1999) risiko kredit adalah risiko terjadinya kerugian- kerugian akibat kegagalan bayar oleh debitur, atau dapat dikatakan sebagai kemerosotan kualitas kemampuan membayar utang pihak debitur. Basel Commitee (1999) menjelaskan bahwa bagi sebagian besar bank, pemberian kredit merupakan sumber utama dari risiko kredit. Namun, hal tersebut bukan mejadi faktor utama karena risiko kredit juga dapat disebabkan oleh berbagai aktivitas dan instrumen keuangan bank seperti transaksi antar bank, trade financing, transaksi mata uang asing, swaps, maupun bonds. Untuk mengantisipasi risiko kredit yang menjadi sumber utama masalah bagi industri perbankan maka Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan harus dapat mengambil langkah- langkah untuk mengantisipasi dan mengatasi hal ini. Selain itu, bank diharuskan memiliki permodalan yang memadai sehingga dapat mengantisipasi potensi terajdinya kerugian yang ditimbulkan oleh risiko kredit. Beberapa penelitian terdahulu mengenai resiko kredit yang tercermin dari NPL telah banyak dilakukan. Shingjergji (2013) menunjukkan bahwa tingkat NPL yang tinggi dapat merusak sistem perbankan dan keuangan suatu negara. Hasil penelitian mengenai NPL juga dilakukan oleh Messai dan Jouini (2013) menunjukkan bahwa resiko kredit yang tercermin dari NPL berpengaruh kuat terhadap profibilitas perbankan. Jenis Penggunaan Kredit Menurut Kasmir (2003) jenis kredit berdasarkan tujuan penggunaannya dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, diantaranya : 1. Kredit Modal Kerja (KMK), yaitu kredit untuk modal kerja perusahaan dalam rangka pembiayaan aktiva lancar perusahaan, seperti pembelian bahan baku, piutang, dan lain-lain. 2. Kredit investasi, yaitu kredit (berjangka menengah atau panjang) yang diberikan kepada usaha-usaha guna merehabilitas, modernisasi, perluasan ataupun pendirian proyek baru, misalnya untuk pembelian mesin, bangunan dan tanah untuk pabrik. 3. Kredit konsumtif, yaitu kredit yang diberikan bank kepada pihak ketiga/perorangan (termasuk karyawan bank sendiri) untuk keperluan konsumsi berupa barang dan jasa dengan cara membeli, menyewa atau dengan cara lain. Non-Performing Loan Tingkat kredit macet atau Non-Performing Loan merupakan salah satu bentuk permasalahan kredit yang sering dialami perbankan. Keeton & Morris (1987) menyatakan bahwa pengukuran dari permasalahan kredit pada bank diukur melalui persentase kredit dan charge off. Apabila kredit tidak tertagih yang menyebabkan kredit macet, maka kredit tersebut dihapuskan dalam Balance Sheet dan dimasukkan ke dalam cadangan kerugian pinjaman bank sehinga kredit
8 tersebut dapat dihapus bukukan. Selain itu pengukuran juga dapat dilakukan melalui Non Performing Loan, dalam hal ini merupakan kredit yang tidak di charge off dan tidak tertagih. Non Performing Loan / Kredit bermasalah ialah kredit yang tidak lancar atau kredit dimana debiturnya tidak memenuhi persyaratan yang diperjanjikan (Kuncoro dan Suhardjono 2002), misalnya persyaratan pembayaran bunga, pengambilan pokok pinjaman bunga, peningkatan margin deposit, pengikatan dan peningkatan agunan, dan sebagainya.Rasio NonPerforming Loan (NPL) atau tingkat kolektibilitas yang dicapai mencerminkan keefektifan dan keefisienan dari penerapan strategi pemberian kredit. Potensi terjadinya NPL dimulai dari tahap awal persetujuan kredit, terutama pemberian kredit yang tidak sehat. Supaya NPL tidak membengkak, bank-bank hendaknya lebih berhati-hati dalam penyaluran kredit. Misalnya menyalurkan kredit ke sektor yang ber-NPL rendah dan berprospek bisnis tinggi (Infobank 2003). Berdasarkan Statistik Perbankan Bank Indonesia, pengukuran tingkat NPL dapat dilakukan melalui persentase kredit dengan kualitas kurang lancar, diragukan, dan macet terhadap total kredit yang diberikan. Berbagai penelitian menyatakan bahwa tingkat NPL yang tinggi merupakan penyebab utama kegagalan bank. Keeton & Moris (1987) berpendapat bahwa tingkat NPL dapat menurunkan profitabilitas dari industri perbankan, sehingga dalam hal ini NPL merupakan parameter penting dalam mengukur kesehatan bank ( Berger & DeYoung 1997). Status NPL pada prinsipnya didasarkan pada ketepatan waktu bagi nasabah untuk membayarkan kewajiban, baik berupa pembayaran bunga maupun pengembalian pokok pinjaman. Proses pemberian dan pengelolaan kredit yang baik diharapkan dapat menekan NPL sekecil mungkin. Dengan kata lain,tingginya NPL sangat dipengaruhi oleh kemampuan Bank dalam menjalankan proses pemberian kredit dengan baik maupun dalam hal pengelolaan kredit, termasuk tindakan pemantauan (monitoring) setelah kredit disalurkan dan tindakan pengendalian bila terdapat indikasi penyimpangan kredit maupun indikasi gagal bayar (Djohanputro dan Kountur 2007). Bank Indonesia melalui peraturan Bank Indonesia nomor 15/2/PBI/2013 tentang Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank Umum Konvensional yang menetapkan batas maksimum NPL netto sebesar 5% dari total kredit. Faktor- Faktor Makroekonomi yang Memengaruhi NPL Industrial Production Index (IPI) Berdasarkan teori pertumbuhan ekonomi dengan model Harrord Domar, maka pertumbuhan ekonomi pada suatu daerah tertentu merupakan tingkat produktivitas modal yang dimiliki wilayah tersebut dikalikan dengan tingkat investasi. Jika diasumsikan produktivitas modal bersifat konstan, maka dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh langsung terhadap investasi. Pembiayaan perbankan merupakan salah satu sumber dana yang digunakan pelaku usaha dalam menjalankan bisnisnya. Penggunaan data IPI dilakukan karena ketersedian data PDB dalam bentuk bulanan. Industrial Production Index (IPI) merupakan suatu ukuran perubahan bulanan secara rill atas total produksi dari industri besar dan menengah yang
9 dihitung secara nasional dan mengukur volume aktual dari output dalam produksi barang tanpa dipengaruhi harga. Semakin tinggi IPI suatu negara menunjukkan bahwa produksi barang dan jasa yang ada di negara tersebut semakin meningkat, sehingga hal ini juga mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi negara tersebut meningkat. Kondisi penurunan IPI yang juga merupakan indikasi penurunan ekonomi menunujukan bahwa terjadi penurunan output produksi barang yang dihasilkan. Penurunan tersebut dapat terjadi akibat permintaan produksi dan penawaran yang menurun. Kedua indikator dari permintaan dan penawaran menunjukkan adanya penurunan dari tingkat pendapatan baik dari sisi produsen maupun konsumen. Penurunan pendapatan terutama bagi pelaku usaha dan selaku debitur, dapat memengaruhi tingkat kemampuan dalam membayar kewajibannya kepada bank dan dapat menyebabkan terjadinya NPL. Tingkat Inflasi Inflasi merupakan suatu nilai dimana tingkat harga barang dan jasa secara umum mengalami kenaikan dan berari terjadinya penurunan nilai uang.Inflasi dan suku bunga memiliki hubungan timbal balik. Suku bunga yang tinggi dapat menyebabkan kenaikan pada suku bunga kredit bank yang berujung pada harga jual produk yang meningkat. Menurut Martono dan Agus Harjito (2008), inflasi akan mempengaruhi kegiatan ekonomi baik secara makro maupun mikro termasuk kegiatan investasi. Inflasi juga menyebabkan penurunan daya beli masyarakat yang berakibat pada penurunan penjualan. Penurunan penjualan yang terjadi dapat menurunkan return perusahaan. Penurunan return yang terjadi akan mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam membayar angsuran kredit. Pembayaran angsuran yang semakin tidak tepat menimbulkan kualitas kredit semakin buruk bahkan terjadi kredit macet sehingga meningkatkan angka Non-Performing Loan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dari Fofack (2005) yang membuktikan bahwa tingkat inflasi suatu negara memiliki hubungan yang positif terhadap NPL. Dampak yang diberikan oleh inflasi akan mengakibatkan ketidakstabilan ekonomi sehingga meningkatkan resiko kredit (Fofack 2005). Penelitian yang dilakukan oleh Fofack, 2005 di Afrika juga menghasilkan kesimpulan bahwa inflasi merupakan salah satu penyebab dari kegagalan bank umum. Namun menurut Castro (2013) dan Skarica (2013), inflasi dapat berpengaruh positif dan negatif terhadap NPL. Hal ini disebabkan karena tingkat inflasi yang tinggi dapat menyebabkan debt service ratio yang lebih kecil dengan mengurangi nilai kredit rill yang diberikan dan dapat menurunkan tingkat NPL sehingga dalam hal ini inflasi memberukn pengaruh negatif terhadap tingkat NPL. Suku Bunga (BI rate) Bi rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap kebijakan moneter yan ditetapkan oleh Bank Indonesia dan diumumkan kepada publik. Pergerakan BI rate secara tidak langsung merupakan represntasi dari pergerakan suku bunga SBI ataupun term deposit sebagai alat untuk pengelolaan likuiditas dan pada akhirnya representasi dari perubahan suku bunga kredit perbankan. Peningkatan suku bunga SBI mengakibatkan perbankan akan menaikkan pula suku bunga depositonya. Dengan naiknya suku bunga deposito maka biaya
10 yang dikeluarkan perbankan untuk menghimpun dana pihak ketiga tersebut juga meningkat, sehingga biaya dana (cost of fund) perbankan akan meningkat. Jika ini terjadi maka suku bunga pinjaman perbankan juga akan meningkat sehingga kemungkinan terjadinya pinjaman bermasalah (non performing loan) semakin besar (Wikutama, 2010) . Berdasarkan penelitian Beck (2013) suku bunga pinjaman berpengaruh positif dan signifikan terhadap Non-Performing Loan. Nilai Tukar Menurut Moosa (2003) nilai tukar merupakan harga relatif dari suatu mata uang terhadap mata uang lainnya. Kurs umumnya digunakan sebagai indikator utama dalam melihat kekuatan maupun stabilitas perekonomian suatu negara. Nilai tukar merupakan salah satu variabel terpenting dalam suatu negara yang menganut sistem perekonomian terbuka. Jika kurs mata uang tidak stabil, maka dapat dinyatakan bahwa perekonomian suatu negara tersebut tidak baik atau sedang mengalami krisis ekonomi. Apresiasi nilai tukar domestik terhadap mata uang asing dapat juga menyebabkan terganggunya dunia usaha terutama dalam melakukan ekspor. Beberapa penelitian terdahulu telah menganalisis perubahan NPL perbankan dengan menggunakan variabel nilai tukar, seperti yang dilakukan oleh Khemraj dan Pasha (2009). Hasil dari penelitian tersebut menandakan bahwa nilai mata uang yang meningkat terhadap mata uang dunia dan berdampak pada semakin meningkatkanya NPL perbankan. Hal ini disebabkan karena terjadi penurunan kapasitas pembayaran kredit yang ditandai dengan depresiasi mata uang lokal terhadap mata uang asing. Impor Impor adalah proses transportasi barang atau komoditas dari suatu negara ke negara lain yang merupakan bagian dari proses perdagangan internasional. Kenaikan impor yang berasal dari barang konsumsi akan menyebabkan semakin ketatnya persaingan penjualan antara barang impor dan lokal. Penelitian yang dilakukan Amediku (2006) yang dilakukan di Ghana, menunjukkan bahwa nilai impor yang menurun dapat menyebabkan peningkatan NPL pada perbankan. Hal ini disebabkan bahwa penurunan impor menunjukkan adanya penurunan permintaan baran konsumsi ataupun produksi yang diimpor. Dengan adanya penurunan barang konsumsi mengindikasikan turunnya tingkat konsumsi masyarakat dan berdampak pada penurunan pendapatan pada pelaku usaha. Sedangkan penurunan produksi tersebut menandakan adanya penurunan ekonomi dan berdampak pada pendapatan pelaku usaha dan dapat menyebabkan penurunan kemampuan membayar debitur terhadap kreditur. Jumlah Uang Beredar (M2) Berdasarkan penelitian Baboucek et al.(2005) menunjukan bahwa nilai agregat uang beredar luas (M2) secara tidak langsung dapat memengaruhi NPL perbankan melalui pengaruhnya terhadap perubahan GDP. Transmisi dari perubahan M2 dapat memengaruhi perubahan GDP, dan berujung pada perubahan NPL perbankan. Pertumbuhan uang beredar luas (M2) berpengaruh positif secara signifikan terhadap NPL perbankan untuk jangka waktu panjang. Semakin tinggi M2, pada jangka panjang dapat menyebabkan kenaikan inflasi dan berujung pada
11 kenaikan harga. Transmisi kenaikan harga dapat menyebabkan penurunan pendapatan melalui penurunak konsumsi masyarakat dan adanya kenaikan beban usaha. Kondisi demikian dapat menyebabkan penundaan pembayaran kewajiban dari para debitu terhadap kreditur dan berdampak terhadap NPL.
Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai analisis faktor- faktor yang memengaruhi NonPerforming Loans (NPL) pada sektor perbankan telah banyak dilakukan di berbagai negara. Mehmod et.al (2013) melakukan penelitian mengenai determinan Macro-financial yang menyebabkan perubahan pada NPL. Penelitian dilakukan pada 13 bank komersial di Pakistan dan metode yang digunakan adalah Generalized Method of Moments (GMM). Variabel yang digunakan terbagi atas makro ekonomi dan Bank Specific. Variabel makroekonomi terdiri dari Interest Rate, GDP, dan Inflasi. Sementara Variabel Bank Specific yang digunakan market share of the bank, ROA, ROE, Statuary liquidity requrements. Hasil estimasi yang dilakukan oleh Mehmod et.al menunjukkan bahwa market share, Statuary liquidity requrements, ROE, GDP, Inflasi, dan Interest Rate signifikan terhadap NPL dan tidak untuk variabel lainnya. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Shingjergji (2013) . Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menganalisis dampak dari variabel makroekonomi terhadap NPL pada sistem perbankan di Albania selama periode 2005- 2012 menggunakan data kuartalan dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) model regresi dalam penelitiannya.. Hasil estimasi menunjukkan bahwa pertumbuhan GDP, tingkat suku bunga, dan foreign exchange rate ( Euro/ ALL) berpengaruh positif terhadap NPL, sedangkan tingkat inflasi berpengaruh negatif terhadap NPL. Misra dan Dahl (2010) dalam jurnal internasionalnya melakukan penelitian pada perbankan di negara India yang berjudul “Pro-cyclical Management of Banks’ Non-Performing Loans by the Indian Public Sector Banks”. Variabel yang digunakan adalah Gross Non-Performing Loan, Loan Interest, Cost Burder of Bank, Collateral, Loan Maturity, Credit Orientation, Policy Rate, Regulation Capital Requirement, Business Cycle, Loan Default, Bank Size, Loan Deposit Ratio, Non-Interst Income dan Gross Domestic Product. Penelitian ini mengunakan menggunakan model regresi berganda dengan periode penelitian 1996-2008. Hasil penelitiannya adalah loan interest, cost burden of bank, credit orientation, policy rate, loan default, bank size, credit deposit ratio, non-interest income dan gross domestic product berpengaruh positif terhadap gross nonperforming loan. Sedangkan collateral dan loan maturity berpengaruh negatif terhadap gross non-performin loan. Penelitian selanjutnya dilakukan di Barbados dengan menggunakan model ARDL (Autoregressive Distributive Lag) dan periode penelitian 1996-2002. Kevi Greenidge dan Grosvenor (2010) dalam jurnal internasional dengan judul “Forecasting Non-Performing Loans in Barbados”. Dependent Variable adalah Non-Peforming Loan, Independent Variable adalah Gross Domestic Product, Inflasi, Weighted Average Lending Rate, Bank Size dan Total Loan Growth. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gross domestic product dan total loan growth
12 berpengaruh negatif terhadap non performing loan, sedangkan inflasi, weighted average lending rate dan bank size berpengaruh positif terhadap non-performing loan. Chang (2006) dalam penelitiannya yang berjudul Role of Non-Performing Loans (NPLs) and Capital Adequacy in Banking Structure and Competition”. Dalam penelitian ini variabel yang digunakan antara laian Non-Performing Loan dan Capital Adequacy sebagai variabel dependen, sedangkan market concentration dan market size sebagai variabel independennya . Metode penelitian yang digunakan adalah Vector Regretion (VAR) dengan periode penelitian 19962003. Hasil penelitiannya yaitu Market Concentration mempunyai pengaruh positif terhadap Non-Performing Loans begitu juga terhadap Capital Adequacy, Market size mempunyai pengaruh negatif terhadap Non-Performing Loans, sedangkan mempunyai pengaruh positif terhadap Capital Adequacy. Khemraj dan Pasha (2009) melakukan penelitian untuk memastikan determinan NPL pada sektor bank di Guyana dengan menggunakan data panel dan fixed effect model periode 1994- 2004. Variabel Makroekonomi yang digunakan pada penelitian ini adalah real effective exchange rate, growth in real GDP dan inflasi, sedangkan variabel bank specific antara lain : real interest rate, bank size, annual growth in loan, and ratio of loans to total asets. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor makroekonomi seperti real effective exchange rate dan growth in real GDP berdampak signifikan dengan NPL di level. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa hanya dua variabel dari empat varable bank specific yang memiliki hubungan positif dengan NPL yaitu real interest rate dan ratio of loans to total assets. Salas dan Saurina (2002) menggunakan model panel dinamis dan data yang digunakan selama periode 1985-1997 . Tujuan penelitian ini untuk menyelidiki faktor- faktor penentu kredit bermasalah pada Bank Komersial di Spanyol. Salas dan Saurina (2002) mengungkapkan bahwa pertumbuhan riil PDB, pertumbuhan kredit yang cepat, ukuran bank, rasio modal dan kekuatan pasar mempengaruhi variasi NPL. Selanjutnya, Jimenez dan Saurina (2005) meneliti sektor perbankan Spanyol 1984-2003. Mereka memberikan bukti bahwa NPL ditentukan oleh pertumbuhan PDB, suku bunga riil yang tinggi dan persyaratan kredit lunak. Ranjan dan Dhal (2003) melakukan penelitian untuk mengetahui faktorfaktor yang memengaruhi NPL dan syarat kredit dengan judul “Non-Performing Loan and Terms of Credit of Public Sector Banks in India : An Emperical Assessment”. Dependen Variable adalah Non Performing Loan, Indepen Variable yaitu Bank Size, Maturity, Cost Condition, Credit Orientation, Expected Macroeconomic Environment, Exposure Priority Sector, Expected Asset Return dan Loan Deposit Ratio. Dengan menggunakan model Panel Regression. Hasil estimasi menunjukan bahwa bank size, maturity, expected asset return dan credit deposit ratio berpengaruh negatif terhadap non performing loan. Sedangkan cost condition, credit orientation, expected macroeconomic environment dan exposure to priority sector berpengaruh positif terhadap dependen variable. Syeda Zabeen Ahmed (2006) dalam jurnal internasional yang berjudul An Investigation of The Relationship between Non-Performing Loans, Macroeconomic Factors, and Financial factors in Context of Private Commercial Bank in Bangladesh”. Variabel yang digunakan adalah Non-Performing Loan,
13 Gross Domestic Product, Economic Condition, Bank Lending Rate, Horizon of Maturity of Credit, Collateral Value Againts Loan, Bank Size, Banks’ Credit Culture dan Bank’s Credit to Priority Sector. Periode penelitian dilakukan selama 10 tahun dengan menggunakan model korelasi dan regresi. Hasil dari penelitian tersebut adalah bank lending rate, collateral value against loan, bank size dan banks’ credit culture berpengaruh negatif terhadap non performing loan. Sedangkan gross domestic product, horizon of maturity of credit dan bank’s credit to priority sector berpengaruh positif terhadap non performing loan. Quagliarello (2007) memberikan penyelidikan komprehensif tentang isu-isu pinjaman bermasalah, penelitian menggunakan dataset pada Bank Italia selama periode 1985-2002. Penelitian secara khusus, memperkirakan menggunakan model statis dan dinamis, selain itu penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki hubungan antara ketentuan kerugian pinjaman, kredit bermasalah dan pengembalian aset. Hubungan yang diperkirakan kemudian digunakan untuk melakukan stress test sederhana yang bertujuan menilai efek guncangan ekonomi makro pada neraca bank. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siklus bisnis mempengaruhi rasio NPL..
Hipotesis Penelitian Berdasarkan beberpa penelitian yang telah dilakukan mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi tingkat NPL, maka hipotesis yang diperoleh sebagai berikut : 1. Industrial Production Index (IPI) memiliki hubungan negatif terhadap NPL 2. BI Rate memiliki hubungan positif terhadap NPL. 3. CPI memiliki hubungan dua arah yaitu dapat berpengaruh positif dan negatif terhadap NPL. 4. Nilai Tukar (USD?IDR) memiliki hubungan negatif terhadap NPL 5. Impor memiliki hubungan negatif terhadap NPL. 6. ROA memiliki hubungan negatif terhadap NPL. 7. Market Power memiliki hubungan negatif terhadap NPL.
Kerangka Pemikiran Keterkaitan antara perumusan masalah dan tujuan penelitian dapat dilihat dari kerangka pemikiran penelitian, sebagaimana disajikan pada Gambar 3. NonPerforming Loan (NPL) merupakan salah satu indikator dalam menilai kinerja fungsi bank, dimana fungsi bank adalah sebagai lembaga intermediary (Makri, 2013). NPL sering dikaitkan dengan terjadinya krisis finansial dan kegagalan bank (Berger & DeYoung, 1997). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktorfaktor yang mempengaruhi Non-Performing Loan berdasarkan type of use pada kepemilikan bank umum di Indonesia.
14 Kegagalan Bank
NPL Jenis Penggunaan Kredit
Modal Kerja
Industrial Production Index
Indeks Harga Konsumen
Investasi
BI Rate
Nilai Tukar
Konsumsi
Impor
ROA
Market Power
Kemampuan Bayar Debitur
Beban Debitur
Analisis Deskriptif
Pengolahan Panel Data
Implikasi Kebijakan
Gambar 3 Kerangka Pemikiran
15
METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Menurut Juanda (2010) data sekunder merupakan data yang pada saat pengumpulannya tidak harus/ bukan memenuhi kebutuhan yang dihadapi. Data terdiri dari data cross section dan time series, data cross section meliputi 6 kelompok bank umum di Indonesia berdasarkan jenis kepemilikannya. Sedangkan data time series yang digunakan dalam penelitian ini adalah data bulanan dari Januari 2011 sampai dengan Desember 2013. Data tersebut didapatkan dari berbagai sumber antara lain OECD, Statistik Perbankan Indonesia yang dipublikasikan oleh Otoritas Jasa Keuangan (SPI –OJK) dalam Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan, Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia (SEKI-BI), serta Badan Pusat Statistik (BPS). Tabel 1 Jenis dan Sumber Data yang digunakan No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Jenis Data Industrial Production Index Indeks Harga Konsumen BI Rate Nilai Tukar (USD/ IDR) Impor ROA Market Power Non-Performing Loan
Proksi IPI IHK BIRate Kurs IMP ROA MPOW NPL
Sumber Data OECD Bank Indonesia Bank Indonesia SEKI- BI BPS SPI- OJK SPI- OJK SPI- OJK
Definisi Operasional Berikut ini definisi mengenai data yang digunakan dalam penelitian ini 1. Indeks Produksi Industri adalah data yang digunakan dalam penelitian ini sebagai variabel untuk menghitung tingkat output barang dan jasa yang dihasilkan di Indonesia atas harga tahun dasar 2000. Data IPI merupakan data bulanan yang dinyatakan dalam bentuk indeks. 2. Indeks Harga Konsumen merupakan suatu indeks yang menghitung ratarata perubahan harga dalam suatu periode, dari suatu kumpulan harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh penduduk/ rumah tangga dalam periode tertentu. Data IHK yang digunakan dalam penelitian ini dalam bentuk bulanan atas harga tahun dasar 2007. 3. BI Rate adalah suku bunga kebijakan yang di tetapkan oleh BI dan menjadi acuan untuk suku bunga deposito dan suku bunga kredit. 4. Nilai Tukar (USD/IDR) merupakan harga relatif dari suatu mata uang terhadap mata uang lainnya. Nilai tukar yang digunakan dalam penelitian
16 ini merupakan kurs tengah yaitu penjumlahan antara kurs jual dan kurs beli dan dibagi dua 5. Return on Assets dihitung dari total pendapatan bersih sebelum pajak dibagi total aset. ROA mengukur efisiensi manajemen dalam kemampuannya mengubah aset menjadi profit. 6. Market Power merupakan ukuran dari suatu bank yang didapatkan berdasarkan jumlah kredit suatu bank yang disalurkan terhadap total kredit seluruh perbankan. 7. Non-Performing Loan (NPL) adalah rasio perbandingan antara jumlah kredit bermasalah (kolektibiltas 3, 4, dan 5) terhadap total kredit yang diberikan. Kolektibilitas 3 merupakan kualitas kredit kurang lancar. Sedangkan koletibilitas 4 merupakan kualitas kredit yang diragukan dan koletktibilitas 5 merupakan kualitias kredit macet. Metode Pengolahan Data Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini bersifat deskriptif dan kuantitatif. Secara kuantitatif alat analisis yang digunakan untuk mengukur faktor- faktor yang memengaruhi Non Performing Loan pada kelompok bank adalah analisis data panel. Analisis data panel merupakan subjek dari salah satu pendekatan yag cukup aktif dan inovatif dalam literature ekonometrik. Hal ini dikarenakan data panel memiliki jumlah observasi yang lebih besar karena merupakan gabungan dari data deret waktu (time series) dan data kerat lintang (cross section), sehingga dapat memberikan data yang informatif, mengurangi kolinearitas antar peubah serta meningkatkan derajat kebebasan yang artinya meningkatkan efisiensi (Firdaus 2011). Data yang telah diperoleh kemudian dikelompokkan menggunakan software Microsoft Excel 2010, sedangkan pengolah data menggunakan program E-Views 8. Metode Panel Data Metode panel data merupakan suatu merupakan suatu metode dengan meregresikan suatu data panel. Metode data panel ialah suatu model ekonometrika yang mengkombinasikan data time series dengan data cross section (Nachrowi 2006). Data panel yang merupakan satu set observasi yang terdiri dari beberapa individu pada suatu periode tertentu. Yit = α + βjXjit + εit Persamaan di atas menunjukkan bahwa Yit merupakan variabel terikat dengan Xit sebagai variabel bebas dimana i menunjukkan individu, t menunjukkan waktu, dan j menunjukkan variabel bebas. Beberapa keuntungan menggunakan panel data diantaranya mampu mengontrol heterogenitas individu, selain itu hasil estimasi dari model data panel lebih efisien karena jumlah observasi lebih banyak, lebih bervariasi, mengurangi kolinearitas antar variabel, meningkatkan derajat bebas dan lebih efisien. Jika menggunakan data cross section, walaupun terlihat stabil namun sebenarnya dalam data tersebut tersimpan banyak perubahan kebijakan pemerintah. Dengan
17 menggunakan panel data maka penyesuaian- penyasuaian yang dinamis tersebut dapat dengan lebih mudah dipelajari. Selain itu panel data juga mampu mengidentifikasi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak dapat diperoleh dari data cross section murni atau data time series murni dan keuntungan lainnya panel data dapat digunakan untuk menguji dan membangun model perilaku yang lebih kompleks (Baltagi 2005). Metode estimasi regresi data panel dengan menggunakan data panel dapat dilakukan melalui tiga pendekatan, antara lain : Pooled Least Square Model Pendekatan PLS menggunakan metode OLS biasa dan merupakan metode paling sederhana pada regresi model panel. Dalam estimasinya diasumsikan bahwa setiap unit individu memiliki intersep dan slope yang konstan antar time series dan cross section, sehingga regresi panel yang dihasilkan akan berlaku sama untuk semua individu. Persamaan PLS dapat dituliskan sebagai berikut: Yit = αi + βjXj it + εit Dimana : Yit = nilai variabel dependen untuk setiap unit cross section pada periode waktu ke- t Xit = nilai variabel independen ke-j untuk setiap unit cross section pada periode waktu ke-t α = intercept yang konstan antar waktu dan antar cross section βj = Slope untuk variabel independent ke- j yang konstan antar waktu dan cross section. Εit = komponen error untuk setiap unit cross section ke- i pada periode waktu ke- t Pendekatan ini memiliki kelemahan yaitu dugaan parameter β akan bias. Hal ini terjadi karena PLS tidak dapat membedakan observasi yang berbeda pada waktu yang sama, atau tidak dapat membedakan observasi yang sama pada waktu yang berbeda. Efek Tetap (Fixed Effect) Metode pooled least square memiliki kekurangan, yaitu tidak terlihatnya perbedaan antar individu, sehingga asumsi intersep dan slope dari persamaan regresi yang dianggap konstan. Sedangkan untuk generalisasi secara umum, dapat dilakukan dengan memasukkan variabel dummy untuk menghasilkan nilai parameter yang berbeda-beda pada setiap unit cross section. Metode dengan memasukkan variabel dummy disebut dengan metode Fixed Effect atau Least Square Dummy Variable. Metode fixed effect akan menghasilkan intersep yang berbeda-beda antar unit cross section. Kelemahan pada metode ini adalah semakin berkurangnya degree of freedom akibat adanya penambahan variabel dummy pada persamaan, dan tentunya akan memengaruhi koefisien parameter yang diduga. Keputusan untuk memasukkan variabel dummy harus didasarkan pada perimbangan statistik. Penambahan variabel dummy dapat menimbulkan cumber sum, karena terdapat banyak dummy akan mengurangi derajat kebebadan, sehingga berefek pada kurang efisiennya penduga parameter model. Kelebihan
18 pendekatan model ini adalah dapat menghasilkan dugaan parameter β yang tidak bias dan efisien Pendugaan metode ini dinyatakan dalam persamaan Yit = ∑ αi Di + βjXj it + εit Dimana : Yit = nilai variabel dependen untuk setiap unit cross section pada periode waktu ke- t Xit = nilai variabel independen ke-j untuk setiap unit cross section pada periode waktu ke-t α = intercept yang berbeda antar waktu dan antar cross section βj = Slope untuk variabel independent ke- j yang konstan antar waktu dan cross section. D = Peubah dummy εit = komponen error untuk setiap unit cross section ke- i pada periode waktu ke- t Efek Acak (Random Effect) Metode REM, konstanta (α0) tidak lagi diaggap konstan, namun dianggap sebagai peubah random. Pada metode ini, parameter yang berbeda antar unit cross section maupun antar time series dimasukkan kedalam komponen error. Persamaan pada estimasi menggunakan REM dapat dituliskan sebagai berikut: Yit = αi + βjXj it + εit εit = uit + vit = wit ui ~ N (0, δu2) vit ~ N (0, δv2) wit ~ N (0, δw2)
= komponen cross section error = komponen time serries error = komponen error kombinasi
Pengujian Model Data Panel Statis Terdapat beberapa macam model ekonometrika metode data panel yaitu Pooled Least Square (PLS), Fixed Effect Model (FEM), dan Random Effect Model (REM). Dalam menentukkan apakah model kita PLS, FEM, ataupun REM, maka terdapat beberapa uji yang harus dilakukan yaitu uji Chow Test untuk menentukan apakah FEM atau PLS dan Uji Hausman untuk menentukan apakah FEM atau REM dan uji LM untuk menetukan apakah PLS atau REM. Chow Test Chow Test adalah pengujian untuk memilih model yang akan digunakan antara model Pooled Least Square atau Fixed Effect. Dalam pengujian ini hipotesis yang digunakan sebagai berikut: H0 : Model Pooled Least Square H1 : Model Fixed Effect
19 Dasar penolakan terhadap hipotesa nol (H0) adalah dengan menggunakan FStatistik seperti yang dirumuskan oleh Chow: Chow test =
(
)( (
) )
~ Fα (N-1, NT –N – K)
Dimana : RRSS = Restricted Residual Sum Square (Sum Square Residual PLS) URSS = Unrestricted Residual Sum Square (Sum Square Residual PLS) T = Jumlah data cross section K = jumlah variabel independen Apabila output Eviews menunjukkan F-stat (Chow Statistic) maupun chisquare signifikan (p- value lebih kecil dari taraf nyata 1%, 5%, dan/ atau 10%)., maka cukup bukti untuk melakukan penolakan Ho. Sehingga model yang digunakan adalah Fix Effect Model, begitu juga sebaliknya. Hausman Test Uji Hausman digunakan untuk memilih model yang akan digunakan apakah Random Effect Model atau Fix Effect Model. Dalam uji ini dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H0: Model Random Effect H1: Model Fix Effect Sebagai dasar penolakan H0 maka digunakan statistik Hausman dan membandingkannya dengan Chi-square. Statistik Hausman dapat dirumuskan dengan: M = m = βFEM – bREM (Mo-M1) - β - b ― χ2 Dimana β adalah vektor untuk variabel fixed effect, b adalah vektor statistik variabel random effect, M0 adalah matriks kovarians untuk dugaan random effect model. Jika nilai m hasil pengujian lebih besar dari chi- square maupun F- stat , maka sudah cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap hipotesa nol sehingga model yang digunakan adalah fixed effect model, dan begitu juga sebaliknya.
Metode Evaluasi Model Setelah hasil pengolahan data dengan metode analisis data panel selesai dilakukan, harus dilakukan evaluasi terhadap model estimasi yang dihasilkan. Metode estimasi yang dihasilkan melalui metode analisis data panel tersebut harus dievaluasi berdasarkan tiga kriteria sebagai yaitu kriteria ekonometrika, kriteria statistik, kriteria ekonomi. Kriteria Statistika Evaluasi model berdasarkan kriteria statistik dilakukan dengan beberapa pengujian, yaitu:
20 a. Koefisien Determinasi (R2) Nilai R2 digunakan untuk mengukur seberapa besar tingkat keragaman variabel independen yang digunakan dalam penelitian dapat menjelaskan keragaman variabel dependen. Nilai tersebut menunjukkan seberapa dekat garis regresi yang kita estimasi dengan data yang sesungguhnya. Nilai R2 terletak antara nol hingga satu (0 < R2 < 1), dimana semakin mendekati satu maka model akan semakin baik. b. Uji F-statistik Uji F-statistik digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen yang digunakan dalam penelitian secara bersama-sama mampu menjelaskan variabel dependen. Hipotesis pengujian yang digunakan adalah sebagai berikut: H0 : β1 = β2 = … = βk = 0 H1 : minimal ada salah satu βj yang tidak sama dengan nol (j=1,2,...,k) Pengujian ini dapat dilihat dari probabilitas F-statistiknya. Jika (p-value) menunjukkan besaran yang lebih kecil dari taraf nyata maka sudah cukup bukti untuk menolak H0. Jika tolak H0 berarti minimal ada satu parameter dugaan yang tidak sama dengan nol (terdapat paling sedikit satu variabel independen yang berpengaruh terhadap variabel dependen). c. Uji t-statistik Uji t-statistik digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Hipotesis pengujian yang digunakan adalah sebagai berikut: H0 : βj = 0 H1 : βj ≠ 0 Pengujian parsial ini dapat dilihat dari probabilitas t-statistiknya. Apabila (p-value) lebih kecil dari taraf nyata maka dapat ditarik kesimpulan tolak H0. Jika tolak H0 berarti variabel independen yang diuji dalam model berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Kriteria Ekonometrika Juanda (2009) menegaskan bahwa model estimasi regresi linier yang ideal, optimal dan efisien harus menghasilkan estimator yang memenuhi kriteria Best Linear Unbiased Estimator (BLUE). Kriteria tersebut antara lain: a. Estimator linier artinya adalah estimator yang merupakan fungsi linier atas sebuah variabel dependen yang stokastik. b. Estimator yang dihasilkan tidak bias, artinya nilai yang diestimasi sesuai dengan nilai yang sebenarnya. c. Estimator harus mempunyai varians yang minimum. Estimator yang tidak bias dan memiliki varians minimum disebut estimator yang efisien. Terdapat beberapa pelanggaran yang dapat menyebabkan sebuah estimator tidak memenuhi asumsi kriteria BLUE antara lain sebagai berikut:
21
1. Normalitas Pengujian asumsi normalitas dapat dilakukan dengan Jarque Bera Test atau dengan melihat plot dari sisaan. Pengujian asumsi ini dilakukan untuk melihat apakah error term mengikuti distribusi normal atau tidak. Hipotesis dalam pengujian asumsi normalitas yaitu: H0 : Residual terdistribusi normal H1 : Residual tidak terdistribusi normal. Dasar penolakan H0 dilakukan dengan membandingkan nilai probabilitas Jarque Bera Test dengan taraf nyata α, jika lebih besar menandakan tidak cukup bukti untuk menolak H0 sehingga residual terdistribusi normal. 2. Multikolinearitas Multikolinearitas muncul jika ada dua atau lebih variabel (atau kombinasi variabel) independen berkorelasi tinggi antara variabel yang satu dengan yang lainnya (Juanda,2009). Secara sederhana multikolinearitas dapat dideteksi dengan melihat nilai R-squared yang tinggi tetapi sedikit rasio yang signifikan. Cara mengatasi masalah multikol antara lain dilakukan dengan menambah jumlah data atau mengurangi jumlah data observasinya, menambah atau mengurangi jumlah variabel independennya yang memiliki hubungan linier dengan variabel lainnya, mengkombinasikan data time series dan cross section, mengganti data, dan mentransformasi variabel. 3. Heteroskedastisitas Salah satu asumsi dari model regresi linier bahwa ragam sisaan ( t) sama atau homogen yang disebut asumsi homoskedastisitas (Juanda,2009). Jika ragam sisaan tidak sama maka dapat dikatakan terdapat masalah heteroskedastisitas. Gujarati (2003) menyatakan heteroskedastisitas memiliki beberapa konsekuensi, diantaranya yaitu: a. Estimator OLS masih linier dan masih tidak bias, tetapi varians tidak minimum sehingga hanya memenuhi karakteristik Linier Unbiased Estimator (LUE). b. Perhitungan standar error tidak lagi dapat dipercaya kebenarannya karena varians tidak minimum sehingga dapat menghasilkan estimasi regresi yang tidak efisien. c. Uji hipotesis yang didasarkan pada uji F-statistik dan t-statistik tidak dipercaya. Cara mendeteksi adanya pelanggaran asumsi ini dalam panel dengan membandingkan Sum Squared Residual pada Weighted Statistics dengan Sum Squared Residual pada Unweighted Statistics. Jika Sum Squared Residual pada Weighted Statistics nilainya lebih kecil dari Sum Squared Residual pada Unweighted Statistics, maka ada kemungkinan terjadi heteroskedastisitas. Salah satu cara untuk mengatasi masalah ini adalah dengan menggunakan metode Generalized Least Square (GLS) (Juanda,2009).
22 4. Autokorelasi Autokolerasi dapat dikatakan sebagai hubungan atau korelasi antara observasi. Gujarati (2006) menyatakan autokorelasi adalah korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu seperti dalam data time series atau diurutkan menurut ruang seperti dalam data cross section. Untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi dapat dilakukan uji Durbin Watson (DW), yaitu dengan membandingkan nilai Durbin Watson dari model dengan DW-tabel. Dengan hipotesis sebagai berikut : H0 : Tidak terdapat autokorelasi H1 : Terdapat autokorelasi Maka aturan pengujiannya adalah sebagai berikut (Juanda, 2009): 0 < DW < DL : tolak H0, ada autokorelasi positif : daerah ragu-ragu, tidak ada keputusan DL ≤ W ≤ U DU < DW < 4-DU : terima H0, tidak ada autokorelasi 4-DU ≤ W ≤ 4-DL : daerah ragu-ragu, tidak ada keputusan 4-DL < DW < 4 : tolak H0, ada autokorelasi negative Kriteria Ekonomi Evaluasi model estimasi pada model regresi panel dilakukan dengan membandingkan kesesuaian tanda dan nilai estimator denga teori ekonomi atau fakta yang terjadi serta kesesuaian dengan logika.
Model Penelitian Model regresi yang digunakan dalam penelitian ini diadaptasi dari penelitian yang dilakukan oleh Louziz et.al (2010) dalam penelitian yang berjudul “Macroeconomic and bank spesific determinants of non perfroming loans in Greece : a comparative study of mortgage, business and consumer loans portofolios”. Namun terdapat beberapa perbedaan yakni metode analisis yang digunakan berupa panel statis, dan variabel yang digunakan adalah Industrial Product Index (IPI), BI Rate, Indeks Harga Konsumen (IHK), Nilai tukar, Impor, ROA , dan market power. Peneliti menyajikan data yang diperoleh dari variabelvariabel dalam bentuk satuan persentase dan indeks, hal ini dimaksudkan untuk mempermudah peneliti dalam mengolah dan interpretasi hasil akhir. Sehingga hasil regresi dari model yang diperoleh diharapkan akan lebih efisien dan mudah untuk di interpretasikan. Pada penelitian ini yang mempengaruhi perkembangan non performing loan adalah Industrial Product Index (IPI), BI Rate, Indeks Harga Konsumen (IHK), Nilai tukar, Impor, ROA , dan market power. Secara matematis model yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : NPL
h
i,t
= β0 + β1IPIt + β2BIRt + β3CPIt+ β4LnKurst+ β5LnIMP t+ β5MPOWi,t + β6ROAhi,t + εit
23 Dimana : NPL hi,t IPIt BIRt CPIt Kurst IMPt MPOW i,t ROAi,t
= Non Performing Loan yang diberikan bank i pada periode t (%) = Industrial Product Index di Indonesia (Indeks) = Tingkat suku bunga Bank Indonesia (%) = Indeks Harga Konsumen (Indeks) = Nilai Tukar USD/IDR = Jumlah Impor (Milyar Rupiah) = Market Power (%) = Return on Assets bank i pada periode t (%)
Dengan i = 1,2,3.....,N, t = 1,2,3.....,T, dimana i sebagai individu bank dan t sebagai periode dalam bulan dan h sebagai jenis penggunaan kredit (modal kerja, investasi, konsumsi).
GAMBARAN UMUM Peraturan Bank Indonesia terkait Kebijakan NPL Sistem perbankan yang sehat merupakan salah satu prasyarat untuk mendukung terciptanya stabilitas sistem keuangan, pertumbuhan perekonomian nasional serta terpeliharanya kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan. Oleh karena itu setiap permasalahan bank perlu diselesaikan dengan cepat agar tidak mengganggu stabilitas sistem keuangan serta menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat. Melalui peraturan yang dibuat oleh Bank Indonesia dalam PBI tentang Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank Umum Konvensional sebagai bagian dari harmonisasi dengan PBI mengenai tingkat kesehatan bank yang semula menggunakan CAMELS rating menjadi Risk Based Bank Rating (RBBR). Prinsip- prinsip pokok dalam PBI antara lain mengenai penetapan status pengawasan bank yaitu bank dalam pengawasan normal, pengawasan intensif, dan pengawasan khusus, beserta kriteria dari tindakan pengawasan yang diterapkan dari masing- masing status pengawasan tersebut. Berdasarkan Peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia nomor 15/2/PBI/2013 tentang Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank Umum Konvensional yang menetapkan batas maksimum NPL netto sebesar 5% dari total kredit. Kredit bermasalah jika memiliki kualitas kurang lancar, diragukan, dan macet sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai penilaian kualitas aset bank umum. Perhitungan rasio kredit bermasalah secara neto mengacu pada ketentuan Bank Indonesia mengenai penilaian tingkat kesehatan bank umum. Penyelesaian bersifat kompleks merupakan penyelesaian kredit bermasalah (non performing loan) untuk kredit sindikasi dan/atau kredit yang direstrukturisasi secara menyeluruh yang mencakup kegiatan usaha dari hulu sampai dengan hilir Bank ditetapkan dalam pengawasan intensif jika memenuhi satu atau lebih kriteria yang telah ditentukan, dimana salah satunya merupakan rasio NPL secara netto lebih dari 5% dari total kredit. Penanganan terhadap permasalahan bank dilakukan bukan hanya pada saat bank ditetapkan dalam pengawasan intensif,
24 namun pada saat bank dalam pengawasan normal pun perlu ditingkatkan langkahlangkah pengawasan apabila memiliki permasalahan signifikan dan berpotensi ditetapkan menjadi bank dalam pengawasan intensif. Hal tersebut merupakan langkah preventif yang bertujuan untuk mengatasi permasalahan sedini mungkin sehingga tidak akan mengganggu kelangsungan usaha bank. Untuk meningkatkan efektifitas upaya penyehatan perbankan maka Bank Indonesia memperluas cakupan kriteria Bank dalam pengawasan intensif yang dapat diperpanjang jangka waktunya. Perluasan cakupan kriteria tersebut bukan hanya kriteria kuantitatif melainkan permasalahan Non Performing Loan (NPL) yang bersifat kompleks namun juga kriteria kualitatif yaitu tingkat kesehatan Bank dengan peringkat komposit 4 (empat) atau 5 (lima) atau tingkat kesehatan Bank dengan peringkat komposit 3 (tiga) dan Good Corporate Governance (GCG) dengan peringkat 4 (empat). Agar Direksi dan/atau pengurus Bank berkomitmen untuk menyelesaikan permasalahannya khususnya apabila memenuhi kriteria kualitatif, maka dalam hal ini bank diberikan perpanjangan jangka waktu, bank akan dikenakan peningkatan tindakan pengawasan baik peningkatan jumlah tindakan pengawasan maupun peningkatan tindakan pengawasan yang berdampak lebih berat bagi bank dari tindakan pengawasan yang ditetapkan sebelumnya. Sebagai contoh apabila bank tidak dapat menyelesaikan permasalahannya setelah diberikan perpanjangan jangka waktu, Bank Indonesia akan memerintahkan agar bank dijual kepada pihak lain. Sejak Desember 2013 pengawasan perbankan resmi dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), namun untuk peraturan terkait tentang kebijakan NPL masih mengacu pada Bank Indonesia dalam PBI No.15/2/PBI/2013. Peraturan yang dikeluarkan OJK terkait dengan perbankan berupa Peraturan tentang Penerapan Tata Kelola bagi perbankan syariah yang tertuang dalam POJK nomor 4/POJK.03/2015 dan Peratutan tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum dan dan Pemenuhan Modal Inti BPR yang tertuang dalam POJK nomor 4/POJK.03/2015. Gambaran Umum Perkembangan BI Rate di Indonesia Data BI Rate pada kurun waktu Januari 2011 sampai dengan Desember 2013 menunjukkan pergerakan yang relatif stabil namun berfluktuasi (Gambar 4). Bank Indonesia menetapkan BI rate sebagai acuan kebijakan moneter yang diimplementasikan pada operasi moneter melalui pengelolaan likuiditas di pasar uang sedangkan BI rate digunakan oleh perbankan sebagai acuan awal dalam pemberian suku bunga simpanan dan kredit. Perubahan BI rate akan memberikan dampak atas perubahan suku bunga simpanan dan kredit perbankan. Pada tahun 2011 Bank Indonesia menaikkan BI rate pada bulan Februari sebesar 25 bps menjadi 6,75% . Hal ini dilakukan sebagai langkah untuk mengendalikan naiknya ekpestasi inflasi yang dipicu oleh inflasi harga pangan, menyusul kenaikan harga komoditas internasional, serta rencana pemerintah di bidang harga komoditas strategis. Sehingga ekspektasi inflasi yang terlalu tinggi tersebut mendorong Bank Indonesia mempertahankan BI rate pada level 6.75% sampai September 2011. Bank Indonesia mulai melongarkan kebijakan suku bunga pada Oktober dan November 2011, melalui penurunan BI rate, masingmasing sebesar 25 bps dan 50 bps sehingga pada akhir 2011 menjadi 6,0%.
25 Kebijakan dilakukan dengan mempertimbangkan tekanan inflasi ke depan yang semakin rendah sekaligus mengurangi dampak negatif prospek ekonomi global terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia (BI, 2011).
BI rate BI rate (dalam persen)
BIRate 8 6 4 2 0
Sumber : Bank Indonesia, 2011- 2013 Gambar 4 Perkembangan BI rate (%) di Indonesia periode Januari 2011 sampai Desember 2013 Bank Indonesia melakukan kebijakan penurunan BI rate sebesar 25 bps sejak Februari 2012 menjadi 5,75% yang diikuti dengan penyesuaian suku bunga penempatan dana. Kebijakan penetapan suku bunga dilakukan sebagai dampak dari kondisi perekonomian global yang menyebabkan aliran keluar dana asing terkait pelepasan aset keuangan domestik dan masih tingginya ekses likuiditas di sektor perbankan (BI, 2012). Pada November 2013, BI rate meningkat sebesar 25 bps dari 7,25% pada Oktober menjadi 7,5%. Hal ini dotempuh dengan mempertimbangkan masih besarnya defisit transaksi berjalan di tengah resiko ketidakpastian global yang masih tinggi. Sehingga keputusan untuk meningkatkan suku bunga diambil untuk menurunkan defisit transaski berjalan ke tingkat yang lebih sehat dan inflasi yang lebih terkendali menuju sasaran yang telah ditargetkan agar dapat mendukung kesinambungan pertumbuhan ekonomi (BI, 2013). Gambaran Umum Perkembangan Nilai Tukar USD/IDR Perkembangan nilai tukar USD/IDR yang mengacu pada kurs tengah Bank Indonesia sejak Januari 2011 sampai dengam Desember 2013 menunjukkan pergerakan yang tidak terlalu berfluktuasi (Gambar 5). Pada Semester I-2011, Bank Indonesia memberikan ruang yang lebih besar bagi penguatan nilai tukar rupiah seiring derasnya aliran masuk modal asing. Di tengah ekspektasi inflasi yang meningkat, penguatan nilai tukar rupiah dapat meredam tekanan inflasi, khususnya terhadap barang-barang impor (imported inflation). Penguatan nilai tukar rupiah tersebut sejalan dengan penguatan mata uang regional sehingga tidak mengganggu daya saing produk domestik di pasar global. Memasuki Semester II-2011, Bank Indonesia menempuh upaya stabilisasi nilai tukar rupiah sebagai respons atas meningkatnya tekanan depresiasi rupiah. Gejolak pasar keuangan global telah mendorong investor mengalihkan
26 investasinya dari aset negara-negara berkembang (emerging markets) ke instrumen keuangan yang dianggap lebih aman (safe haven). Menghadapi kondisi tersebut, Bank Indonesia melakukan operasi moneter melalui dua langkah sekaligus (Operation Twin) yakni menjual valas di pasar dengan rupiah dan membeli Surat Berharga Negara (SBN) di pasar dengan rupiah hasil penjualan valas. Langkah tersebut berhasil menjaga nilai tukar rupiah, menyediakan likuiditas rupiah yang cukup di pasar dan menstabilkan harga SBN.
Nilai Tukar (USD/IDR) Nilai Tukar (USD/IDR) 14000 12000 10000 8000 6000 4000 2000 0
Sumber : Bank Indonesia, 2011- 2013 Gambar 5 Perkembangan Nilai Tukar Indonesia (USD/IDR) periode Januari 2011 sampai Desember 2013 Nominal nilai tukar USD/IDR pada Desember 2013 menunjukkan angka tertinggi yang mencapai Rp 12.170 per USD. Perubahan nilai tukar USD/IDR baik berupa apresiasi maupun depresiasi dapat disebabkan oleh beberapa hal yakni seperti masalah pemintaan dan penawaran dollar, kebijakan moneter yang dilakukan oleh The Fed, serta masalah politik dan kenaikan harga komoditas utama dunia. Gambaran Umum Perkembangan Indeks Harga Konsumen (IHK) Data Indeks Harga Konsumen di Indonesia pada Januari 2011 sampai dengan Desember 2013 menunjukkan pergerakan yang positif. Hal tersebut disebabkan oleh kenaikan harga barang yang terus terjadi di Indonesia (Gambar 6). Pada Januari 2013 inflasi di Indonesia meningkat, namun diperkirakan akan tetap terkendali pada kisaran sasarannya. Inflasi IHK pada Januari 2013 mencapai 1,41 atau 4,57% yang diakibatkan karena tingginya curah hujan yang menimbulkan gangguan distribusi dan produksi sehingga mendorong inflasi bahan pangan (volatile food) meningkat dibandingkan periode sebelumnya. Selain itu outlook inflasi Indonesia sangat dipengaruhi oleh keputusan pengurangan subsidi BBM . Bank Dunia memperkirakan kenaikan harga BBM sebanyak Rp 2,000 dapat menambahkan sekitar tiga poin persentase pada tingkat inflasi umum dan dapat menambahkan sekitar satu poin persentase pada inflasi
27 inti. Kenaikan harga listrik diperkirakan akan menyebabkan efek yang lebih kecil (< 1 persen) terhadap laju inflasi. Sebagai gambaran, Bank Indonesia menargetkan tingkat inflasi sebanyak 4,5 persen pada tahun 2013. Namun setelah kenaikan harga BBM dan listrik, inflasi naik menjadi 8,37 persen di akhir tahun namun relatif terkendali saat memasuki tahun 2014 (yoy) (Trading Economics, 2013).
IHK Indeks Harga Konsumen
IHK 125 120 115 110 105 100 95
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2011- 2013 Gambar 6 Perkembangan Indeks Harga Konsumen (IHK) di Indonesia periode Januari 2011 sampai Desember 2013 Gambaran Umum Perkembangan Indutrial Production Index (IPI) Industrial Production Index (IPI) merupakan suatu ukuran perubahan bulanan secara rill atas total produksi dari industri besar dan menengah yang dihitung secara nasional dan mengukur volume aktual dari output dalam produksi barang tanpa dipengaruhi harga. Semakin tingi IPI suatu negara menunjukkan bahwa produksi barang dan jasa yang ada di negara tersebut semakin meningkat, sehingga hal ini juga mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi negara tersebut meningkat. Data IPI di Indonesia pada tahun 2011- 2013 mengalami pergerakan yang positif dan menunjukkan adanya fluktuasi output produksi dari tahun ke tahun (Gambar 7). Penggunaan IPI sebagai pendekatan untuk esimasi pertumbuhan ekonomi (GDP) dapat digunakan. Hal ini tampak bahwa pergerakan IPI sebanding dengan laju GDP kuartalan. Saat terjadi kenaikan produksi industri, maka laju pertumbuhan GDP akan meningkat meskipun ada beberapa waktu terdapat sedikit perbedaan antara arah IPI dan laju GDP yang disebabkan karena indeks produksi industri yang disajikan pada IPI merupakan indeks produksi dari industi menegah dan besar di luar produksi yang kecil, sehingga belum menangkap keseluruhan output produksi industri di Indonesia secara agregat (Abadi, 2014).
28 GDP
120
6,6 6,5 6,4 6,3 6,2 6,1 6 5,9 5,8 5,7 5,6 5,5
115 110 105 100 95
Sumber : OECD dan Trading Economics, 2011- 2013 Gambar 7 Pergerakan Industrial Production Index dan Laju Pertumbuhan Domestik Bruto (%) periode Januari 2011 sampai Desember 2013 Gambaran Umum Perkembangan Impor
Impor impor (dalam Juta USD)
Impor 20000 15000 10000 5000 0
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2011-2013 Gambar 8 Perkembangan Impor di Indonesia periode Januari 2011 sampai Desember 2013 Data perkembangan impor bulanan di Indonesia dari tahun 2011 sampa dengan 2013 menunjukkan fluktuasi dari tahun ke tahun. Aktivitas impor di Indonesia sangat dipengaruhi oleh faktor musiman. Hal ini terkait dengan aktivitas produksi dan perdagangan yang terjadi di pasar domestik. Saat terjadi kenaikan permintaan di pasar domestik, maka produksi dari aktivitas industri perdagangan akan meningkat. Kenaikan produksi menyebabkan permintaan bahan baku yang berbasis impor meningkat. Komposisi aktivitas impor di Indonesia terdiri dari barang konsumsi, bahan baku/penolong, dan barang modal. Berdasarkan data
GDP Growth (%)
Industrial Production Index
IPI
29 pada BPS menunjukkan bahwa dalam 3 tahun terkahir impor atas bahan baku/penolong memiliki porsi terbesar yang mencapai rata- rata 74,3 % dari total impor yang dilakukan. Barang konsumsi memiliki rata- rata kontribusi sebesar 7,3% sedangkan barang modal memiliki rata- rata kontribusi sebesar 18,7% dari total impor. Secara keseluruhan pda tahun 2013 impor mengalami penurunan sebesar 2,7% dibandingkan tahun sebelumnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Deskriptif Perkembangan Non-Performing Loan berdasarkan Jenis Penggunaan Kredit pada Kepemilikan Bank di Indonesia NPL Kredit Modal Kerja Kredit modal kerja merupakan salah satu jenis kredit yang diberikan bank kepada nasabahnya untuk membiayai operasional perusahaan yang berhubungan dengan pengadaan barang maupun proses produksi sampai barang tersebut terjual. Prinsip dari modal kerja ini adalah penggunaan modal yang akan habis dalam satu siklus usaha yaitu dimulai dari perolehan uang tunai dari kredit bank kemudian digunakan untuk membeli barang dagangan atau bahan-bahan baku kemudian diproses menjadi barang jadi lalu dijual baik secara tunai atau kredit selanjutnya memperoleh uang tunai kembali.
Non Performing Loan (%)
Modal Kerja Persero
BUSN Devisa
BUSN Non Devisa
BPD
Bank Campuran
Bank Asing
10 8 6 4 2 0
Sumber : Statistik Perbankan Indonesia (2013) (diolah) Gambar 9 Perkembangan NPL kredit modal kerja pada 6 kelompok Bank di Indonesia periode Januari 2011 sampai dengan Desember 2013 Pada Gambar dapat dilihat bahwa NPL kredit modal kerja pada kepemilikan jenis perbankan terutama pada bank Persero, BUSN Devisa, BUSN Non-Devisa, Bank Campuran, serta Bank Asing memiliki tingkat NPL dikisaran 0% - 4% . Hal ini masih didalam batas aman, karena rasio NPL yang ditetapkan oleh Bank Indonesia adalah sebesar 5%. Tingkat NPL kredit modal kerja paling tinggi dikuasai oleh Bank Pembangunan Daerah (BPD) dengan rasio diantara 6%- 8%. Rasio NPL kredit modal kerja yang tertinggi pada BPD mencapai puncaknya pada akhir Desember 2013 yaitu sebesar 8,4%. Hal ini disebabkan karena salah satu
30 tujuan dari BPD adalah untuk mengembangkan pelaksanaan usaha di daerah dengan melakukan pengembangan kredit usaha secara terus- menerus, salah satunya dilakukan melalui kredit modal kerja. Kredit Usaha Rakyat (KUR) merupakan skema kredit/pembiayaan modal kerja dan atau investasi yang khusus diperuntukkan bagi Usaha Mikro Kecil Menengah dan Koperasi (UMKMK) sehinga kredit macet yang dialami oleh BPD dalam menyalurkan KUR sebagian ditanggung oleh pemerintah melalui perusahaan asuransi BUMN yaitu PT. Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) dan Perum Jamkrindo yang menjamin kredit macet hingga 70 persen dan 30 persen ditanggung oleh bank pelaksana. Oleh karena itu, persentase NPL bank yang tinggi tidak membuat bank mengurangi jumlah penyaluran KUR. Sebab KUR merupakan program pemerintah dengan subsidi bunga dan persyaratan ringan yang diperuntukkan kepada UMKM yang usahanya layak dibiayai namun belum bisa memenuhi persyaratan kredit dari bank, salah satunya adalah pemenuhan agunan. NPL Kredit Investasi Kredit investasi adalah kredit jangka menengah/panjang yang diberikan kepada (calon) debitur untuk membiayai barang-barang modal dalam rangka rehabilitasi,modernisasi, perluasan ataupun pendirian proyek baru, misalnya untuk pembelian mesin-mesin, bangunan dan tanah untuk pabrik, yang pelunasannya dari hasil usaha dengan barang-barang modal yang dibiayai.
Non Performing Loan (dalam %)
Investasi Persero
BUSN Devisa
BUSN Non Devisa
BPD
Bank Campuran
Bank Asing
8 7 6 5 4 3 2 1 0
Sumber : Statistik Perbankan Indonesia (2013) (diolah) Gambar 10 Perkembangan NPL kredit investasi pada 6 kelompok Bank di Indonesia periode Januari 2011 sampai dengan Desember 2013 Dapat dilihat pada Gambar 10 dimana tingkat perkembangan NPL kredit investasi pada kepemilikan Bank di Indonesia mengalami fluktuasi. Pada Bank Persero, BUSN Devisa, Bank Campuran, dan Bank Asing NPL kredit investasi secara rata- rata mengalami penurunan pada tahun 2011- 2013 dengan kisaran rasio nilai NPL sebesar 1%- 2,5%. Namun NPL kredit investasi yang sangat berfluktuatif dan tinggi masih dikuasai oleh Bank Pembangunan Daerah (BPD) diikuti dengan BUSN Non Devisa dengan rasio nilai NPL 2%- 4%, namun rasio ini masih tergolong aman mengingat rasio NPL yang ditetapkan oleh Bank
31 Indonesia sebesar 5%. Untuk BPD rasio NPL pada kredit investasi mencapai 7%. Hal ini disebabkan karena kredit investasi termasuk ke dalam kredit jangka panjang dan jangka menengah. Tingginya tingkat NPL pada BPD diakibatkan adanya dorongan untuk meningkatkan porsi kredit produktif terutama jenis kredit investasi oleh pemegang saham dan regulator namun tidak diikuti dengan pengelolaan manajemen yang baik sehingga berdampak pada meningkatnya NPL Selain itu BPD dinilai belum berpengalaman dalam mengelola kredit produktif seperti kredit investasi dan berdampak pada kurang efektifnya kegiatan monitoring dan controlling di lapangan. NPL Kredit Konsumsi Pengertian kredit konsumer/ konsumsi adalah fasilitas kredit yang di berikan oleh pihak bank yang di peruntukan untuk konsumsi secara pribadi atau lebih tepatnya kredit konsumer yaitu kredit konsumtif yang berbeda dengan kredit lainnya seperti kredit modal kerja kredit investasi yang di mana peruntukannya sendiri untuk penambahan modal usaha atau pembelian barang barang pabrik pemilik usaha. Kredit konsumer hanya di berikan kepada perorangan yang ingin mendapatkan bantuan uang yang akan di belikan barang bergerak atau tidak bergerak yang akan di konsumsi atau di pakai sendiri, yang di maksud barang tidak bergerak seperti rumah dan barang bergerak yaitu kendaraan mobil atau motor. Pada Gambar 11 dapat dilihat bahwa perkembangan NPL kredit konsumsi relatif stabil berada dikisaran 1%- 4% pada Bank Persero, BUSN Devisa, BUSN Non-Devisa, Bank Campuran, dan BPD. Hal ini terlihat berbeda apabila dibandingkan dengan NPL kredit modal kerja dan NPL kredit investasi. Jika dilihat perkembangan NPL kredit konsumsi pada BPD trendnya cenderung statis atau konstan yaitu selalu dibawah 1%, oleh karenanya BPD sangat merespon tingkat NPL dari kredit konsumsi ini. Perubahan rasio NPL sedikit saja akan langsung berdampak besar pada profitabilitas bank karena kredit konsumsi merupakan prioritas utama pendapatan BPD dari penyaluran kredit. NPL kredit investasi tertinggi dikuasai oleh Bank Asing dengan tingkat NPL paling tinggi sebesar 11,4% di akhir 2011. Walaupun NPL kredit konsumsi Bank Asing menunjukkan penurunan pada setiap tahunnya, namun rasio NPL untuk kredit investasi Bank Asing masih tergolong tinggi. Hal ini disebabkan karena terjadi perubahan orientasi penyaluran kredit sebelum krisis dan sesudah krisis pada Bank Asing. Sebelum krisis, bank asing cenderung menyalurkan kredit jangka panjang untuk kegiatan investasi, namun karena krisis dan besarnya portofolio kredit investasi tersebut mengakibatkan kondisi kualitas kredit bank asing menjadi lebih buruk dibanding industri perbankan keseluruhan. Hal tersebut mengakibatkan bank-bank asing paska krisis merubah perilaku penyaluran kreditnya pada penempatan dana jangka pendek dan yang memiliki risiko kecil yaitu pada jenis konsumsi terutama terkait dengan kegiatan fee based income, khususnya pada kartu kredit.
32
Non Performing Loan (dalam %)
Konsumsi Persero
BUSN Devisa
BUSN Non Devisa
BPD
Bank Campuran
Bank Asing
14 12 10 8 6 4 2 0
Sumber : Statistik Perbankan Indonesia (2013) (diolah) Gambar 11 Perkembangan NPL kredit konsumsi pada 6 kelompok Bank di Indonesia periode Januari 2011 sampai dengan Desember 2013 Analisis Kuantitatif Faktor- Faktor yang Mempengaruhi NPL berdasarkan Jenis Penggunaan Kredit pada Kepemilikan Bank di Indonesia Pemilihan Model Terbaik Pada metode data panel terdapat beberapa macam model ekonometrika yaitu Pooled Least Square (PLS), Fixed Effect Model (FEM), dan Random Effect Model (REM). Estimasi yang digunakan pada penelitian kali ini menggunakan FEM. Hal ini disebabkan karena jumlah variabel bebas yang digunakan lebih dari jumlah cross section dan keterbatasan jumlah individu yang diamati, sehingga menurut Skarica (2013) analisis yang terbatas pada individu yang diamati memungkinkan untuk menggunakan teknik estimasi tertentu, sehingga pada peneitian ini hanya dapat diestimasi menggunakan model FEM. Pada model NPL kredit modal kerja, kredit Investasi, dan kredit Konsumsi dapat dilihat bahwa nilai probabilitas dari uji Chow menunjukkan sebesar 0,0000 yang nilainya lebih kecil dari α sebesar 5% yang berarti model tersebut telah sesuai dengan hipotesis awal, sehingga model FEM dapat digunakan. Tabel 2 Hasil Uji Chow pada Model NPL Kredit Modal Kerja, Investasi, dan Konsumsi Uji Model Terbaik
Model NPL Kredit Modal Kerja 0,0000**
Probabilitas Chi-Sq Model NPL Kredit Investasi
Probabilitas Uji 0,0000** Chow Keterangan : Tanda ** menandakan signifikan pada 5%
Model NPL Kredit Konsumsi 0,0000**
33 Hasil Pengujian Asumsi Klasik Pengujian asumsi klasik harus dilakukan agar menghasilkan estimator yang memenuhi kriteria Best Linier Unbiased Estimator (BLUE). Pengujian asumsi klasik meliputi uji normalitas, uji multikolinieritas, uji Heteroskedastisitas, dan uji Autokorelasi. Tabel 3 Hasil Uji Asumsi Klasik Keterangan
Durbin- Watson Sum square (Weighted) Sum Square (Unweighted)
Model NPL Kredit Modal Kerja 0.989681
Probabilitas Chi-Sq Model NPL Model NPL Kredit Kredit Investasi Konsumsi 0.854575 0.887210
resid 200.2671
195.3396
173.1886
26.64691
112.2677
63.10079
resid
1. Uji Normalitas Pengujian model menggunakan panel data memiliki beberapa keunggulan apabila dibandingkan dengan model regresi biasa, sehingga menurut Shochrul R. Ajija (2011) mengemukakan bahwa keunggulankeunggulan pada panel data memiliki implikasi pada tidak harus dilakukan pengujian asumsi klasik termasuk uji normalitas. Namun untuk observasi yang kurang dari 100, masalah normalitas sangat penting agar estimator OLS unbiased, efficient, dan consistent (Gujarati, 2011). Sehingga dalam penelitian kali ini masalah normalitas diabaikan karena jumlah observasi yang lebih dari 100 yaitu sebesar 216 observasi. 2. Uji Multikolinearitas Pengujian masalah multikolinieritas dapat diuji dengan melihat R2 nya tinggi namun banyak variabel yang tidak signifikan. Jika dilihat pada lampiran 1, 5, 9 hampir seluruh variabel signifikan sehingga kemungkinan tidak terdapat multikolinieritas. Selain itu masalah multikolinieritas dapat dilihat dari nilai koefisien korelasi dengan menggunakan software e-views 8 yang menghasilkan output pada lampiran 1, 5, 9. Dengan melihat lampiran hasil output tersebut, tidak terdapat nilai korelasi yang melebihi 0,95 pada peubah bebas dalam model, dengan demikian persyaratan kecukupan telah terpenuhi sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi pelanggaran asumsi mutikolnieritas. 3. Uji Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas juga dapat diketahui dengan membandingkan Sum Square Resid pada Weight Statistic dengan Sum Squared Resid Unweighted Statistic. Jika Sum Square Resid pada Weight Statistic lebih kecil dari Sum Squared Resid Unweighted Statistic, maka terjadi heteroskedastisitas. Hasil uji FEM pada model NPL kredit modal kerja yang dilakukan dapat dilihat tabel 3 nilai Sum Square Resid Weighted (200.2671) lebih besar dibandingkan Sum Squared Resid Unweighted
34 (26.64691), maka model dikatakan terbebas dari masalah heteroskedastisitas. Pada model NPL kredit investasi dapat dilihat pada tabel 3 nilai Sum Square Resid Weight (195.3396) lebih besar dibandingkan Sum Squared Resid Unweighted (112.2677), maka model dikatakan tidak terdapat masalah heteroskedastisitas. Sedangkan untuk model NPL kredit konsumsi, nilai Sum Square Resid Weight (173.1886) lebih besar dibandingkan Sum Squared Resid Unweighted (63.10079), maka untuk modl NPL kredit konsumsi terbebas dari masalah heteroskedastisitas. Model dalam penelitian menggunakan GLS Cross-Section sehingga masalah heteroskedastisitas langsung dapat terkoreksi sehingga model terbebas dari masalah heteroskedastisitas. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ketiga model NPL terbebas dari masalah heteroskedastisitas. 4. Uji Autokorelasi Pengujian untuk mendeteksi permasalahan autokorelasi dapat dilakukan dengan melihat nilai Durbin-Watson Statistic pada model dan membandingkannya dengan nilai DW- Tabel. Hasil regresi dengan metode FEM pada model NPL kredit modal kerja menunjukkan nilai DurbinWatson Statistic sebesar 0.989681. Hasil regresi dengan metode FEM untuk NPL kredit investasi dan NPL kredit konsumsi memiliki nilai DWstat berturut- turut sebesar 0.854575 dan 0.887210 . Dari tabel DurbinWatson dengan taraf nyata 5 persen, n= 6, dan k= 7 maka didapatkan nilai batas bawah (DL) sebesar 1,7 dan batas atas (DU) sebesar 1,84. Model yang terbebas dari masalah autokorelasi harus mempunyai nilai statistik Durbin- Watson di anatara DU < DW < 4 – DU. Sehingga model akan terbebas dari masalah autokorelasi jika nilai DW-Stat diantara 1,840 < DW < 2,3. Berdasarkan perhitungan tersebut maka ketiga model NPL terdapat masalah autokorelasi, namun karena ketiga model tersebut menggunakan metode pembobotan GLS Cross- Section SUR maka maka masalah autokorelasi langsung dapat terkoreksi sehingga model telah terbebas dari masalah autokorelasi. Hasil Uji Statistik Terdapat beberapa pengujian secara statistik diantara koefisien determinasi (R2), Uji F statsitik dan Uji T Statistik. Hasil uji statistik dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Hasil Uji Statistik Keterangan R-squared (R2) Prob > F- Stat
NPL kredit modal kerja 0.984848 0.000000
Model NPL kredit investasi 0.697363 0.000000
NPL kredit konsumsi 0.979194 0.000000
a. Koefisien Determinasi (R2) Model NPL kredit modal kerja menggunakan model FEM yang memiliki nilai R2 0.984848. Nilai tersebut berarti bahwa 98,48%
35 keragaman variabel dependen mampu dijelaskan oleh keragaman variabel independen. Nilai R2 pada model ini mendekati nilai 1 yang berarti pada model tersebut keragaman variabel dependen telah mampu menjelaskan dengan baik keragaman variabel- variabel independennya, sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor lain di luar model. Model NPL kredit investasi juga menggunakan meodel FEM yang memiliki nilai R2 0.697363. Nilai tersebut berarti bahwa 69,73% keragaman variabel dependen mampu dijelaskan oleh keragaman variabel independen. Nilai R2 pada model ini di atas 50% yang berarti keragaman variabel dependen telah mampu menjelaskan keragaman variabel- variabel independen. Model NPL kredit konsumsi menggunakan model FEM yang memiliki nilai R2 0.979194. Nilai tersebut berarti bahwa 97,91% keragaman variabel dependen mampu dijelaskan oleh keragaman variabel independen. Nilai R2 pada model ini mendekati nilai 1 yang berarti pada model tersebut keragaman variabel dependen telah mampu menjelaskan dengan baik keragaman variabel- variabel independennya. b. Uji F- statistik Pada tabel 4 dapat dilihat bahwa nilai probabilitas F- statistik pada ketiga model NPL menunjukkan nilai kurang dari α 5%. Nilai tersebut berarti bahwa variabel independen yang digunakan pada ketiga model NPL tersebut secara bersama- sama mampu menjelaskan variabel dependen.
Faktor-Faktor yang Memengaruhi NPL pada Kepemilikan Bank di Indonesia Setelah menentukan metode estimasi terbaik yang akan digunakan dalam penelitian ini, maka tahapan selanjutnya adalah melakukan analisis parsial (uji-t) terhadap setiap variabel independen yang digunakan. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua jenis yaitu variabel yang berasal dari faktor internal (karakteristik bank) dan variabel yang berasal dari faktor eksternal (kondisi makroekonomi). Faktor internal yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari Return on Assets (ROA) dan Kekuatan pasar (Market Power). Sedangkan faktor eksternal terdiri dari variabel indeks produksi (IPI), Indeks Harga Konsumen (IHK), BI rate, Nilai Tukar, dan impor. Hasil estimasi faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat Non Performing Loan (NPL) modal kerja, investai, dan konsumsi pada periode 2011-2013 menggunakan metode Fixed Effect Model (FEM) secara lengkap disajikan dalam Tabel 5 , Tabel 6, dan Tabel 7 di bawah ini. 1. NPL Kredit Modal Kerja Pada model NPL kredit modal kerja variabel- variabel yang memiliki pengaruh terhadap NPL antara lain BI rate, CPI, Impor, kekuatan pasar dan profitabilitas yang dapat ditujukkan dalam Tabel 5.
36 Tabel 5 Hasil Estimasi Model NPL kredit modal kerja NPL kredit modal kerja Koefisien Probabilitas BI rate 0.293976*** 0.0000 CPI -0.035578*** 0.0000 IPI -0.001784 0.5812 LnIMP -0.344090* 0.0884 LnKurs -0.339539 0.3758 MPOWKM -220.8943*** 0.0000 ROA -0.050458** 0.0398 C 12.31013 0.0003 Keterangan : Tanda *, **, dan *** menandakan signifikan pada 10%, 5% dan 1% Variabel
Dari hasil estimasi menggunakan model fixed effect model pada model NPL kredit modal kerja, dapat dilihat bahwa variabel BI rate memberikan hubungan yang positif terhadap ketiga jenis NPL. Berdasarkan Tabel 5 variabel BI rate memiliki nilai 0.293976 dengan probabilitas 0.0000 < α = 1% pada modal kerja yang artinya BI rate memiliki hubungan yang positif dan signifikan terhadap tingkat NPL. Dimana jika Bank Indonesia meningkatkan suku bunga kebijakan berupa BI rate sebesar 1% maka tingkat NPL kredit modal kerja akan meningkat sebesar 0.293976%. Kenaikan BI rate menandakan bahwa semakin tingginya tingkat suku bunga berupa BI rate maka akan menyebabkan peningkatan pada NPL. Hasil yang didapatkan sesuai dengan hipotesis awal yang menunjukkan hubungan positif antara BI rate dan NPL, sesuai dengan penelitian terdahulu seperti penelitian Beck (2013) yang menyatakan bahwa suku bunga pinjaman berpengaruh positif dan signifikan terhadap Non Perorming Loan. Hal tersebut disebabkan karena kenaikan suku bunga (BI rate) akan direspon perbankan dengan menaikkan suku bunga kredit. Sehingga akan berdampak pada debitur yang harus membayar bunga kredit yang lebih tinggi dan berakhir pada meningkatknya kemungkinan debitur gagal bayar. Variabel IPI yang digunakan dalam penelitian menunjukan representasi dari pertumbuhan ekonomi. Variabel IPI menunjukkan bahwa IPI tidak signifikan pada NPL kredit modal kerja yang dapat dilihat dari nilai koefisien yang bernilai -0.001784 dengan probabiltas 0.4589 yang melebihi α. Inflasi yang ditunjukkan dengan CPI memiliki koefisien 0.035578 dengan probabilitas 0.0000 < α = 1% pada NPL kredit modal kerja. Sehingga dapat diartikan bahwa inflasi memiliki hubungan negatif dan signifikan terhadap NPL kredit modal kerja. Dimana jika inflasi naik sebesar 1% maka akan menurunkan tingkat NPL kredit modal kerja sebesar 0.035578% .Hasil yang didapatkan tidak sesuai dengan hipotesis. Namun kenaikan inflasi dapat memberikan dampak positif atau negatif pada NPL perbankan seperti penelitian yang dilakukan oleh Castro (2013) dan Skarica (2013). Hal ini disebabkan karena tingkat inflasi atau
37 perubahan IHK yang tinggi dapat menyebabkan debt service ratio yang lebih kecil dengan mengurangi nilai rill dari kredit yang diberikan. Namun pada saat yang bersamaan akan melemahkan kemampuan debitur dalam memenuhi kewajibannya dalam mengurangi pendapatan rill mereka. Nilai tukar memiliki nilai koefisien -0.339539 dengan probabilitas 0.3758 lebih besar dari α pada NPL kredit modal kerja.. Hal ini berarti bahwa tidak sejalan dengan hipotesis dan nilai tukar tidak terlalu berpengaruh pada NPL seperti penelitian yang dilakukan oleh Skarica (2013) bahwa nilai tukar pada negara di CEE tidak berpengaruh signifikan terhadap NPL. Beberapa dugaan dapat menjelaskan keaadaan tersebut bahwa pengaruh nilai tukar relatif berpengaruh terhadap pemberian kredit dalam valuta asing. Ketika terjadi depresisai nilai tukar, maka besarnya pokok kredit dalam nilai rupiah akan meningkat dan bebab bunga yang harus dibayarkan oleh debitur juga meningkat. Hal tersebut dapat membebani kinerja debiur. Namun demikian pada prakteknya, baik pelepasan kredit yang dilakukan oleh perbankan maupun debitur yang melakukan pinjaman kepada perbankan umumnya telah melakukan lindung nilai (hedging). Saat perbankan dan debitur melakukan lindung nilai atas posisi pinjaan dalam valuta asing, maka perubahan nilai tukar tidak memberikan dampak yang signifikan (Abadi, 2014). Variabel lain yang mempengaruhi NPL kredit modal kerja adalah impor. Dari hasil estimasi dapat dilihat bahwa nilai impor memiliki hubungan negatif untuk tingkat NPL kredit modal kerja. Berdasarkan Tabel 5 impor memiliki nilai koefisien -0.344090 dengan probabilitas 0.0884 < α = 10%, yang berarti bahwa apabila terjadi peningkatan impor di Indonesia sebesar 1 point maka akan menyebabkan penurunan NPL kredit modal kerja sebesar 0.344090%. Hal ini sejalan dengan hipotesis awal yang menunjukkan hubungan negatif dan sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Amediku (2006) karena penurunan impor akan menyebabkan pada penurunan permintaan bahan baku yang merupakan dasar dalam proses produksi domestik. Kondisi tersebut menyebabkan adanya penurunan keadaan ekonomi dan secara tidak langsung penurunan keadaan ekonomi tersebut akan berakibat pada meningkatnya NPL perbankan. 2. NPL Kredit Investasi Pada model NPL kredit investasi variabel- variabel yang memiliki pengaruh terhadap NPL antara lain BI rate, IPI, Impor, kekuatan pasar dan profitabilitas yang dapat ditujukkan dalam Tabel 6.
38 Tabel 6 Hasil Estimasi Model NPL kredit investasi NPL kredit investasi Koefisien Probabilitas BI rate 0.292384*** 0.0000 CPI 0.001195 0.9452 IPI 0.018773** 0.0115 LnIMP -1.188641** 0.0005 LnKurs -1.180784 0.1655 MPOWKM -113.5192*** 0.0000 ROA -0.164457* 0.0904 C 20.34849 0.0033 Keterangan : Tanda *, ** , dan *** menandakan signifikan pada 10%, 5%, dan 1% Variabel
Berdasarkan hasil estimasi menggunakan model fixed effect model pada model NPL kredit investasi dapat dilihat bahwa variabel BI rate memberikan hubungan yang positif terhadap jenis NPL kredit investasi. Tabel 6 menunjukkan bahwa variabel BI rate memiliki nilai 0.292384 dan probabilitas 0.0000 < α = 1% yang berarti bahwa kenaikan BI rate sebesar 1% akan meningkatkan NPL sebesar 0.292384. Hasil yang didapatkan sesuai dengan hipotesis awal yang menunjukkan hubungan positif antara BI rate dan NPL, sesuai dengan penelitian terdahulu seperti penelitian Collins dan Kenneth (2011) yang menyatakan bahwa kenaikan suku bunga (BI rate) akan direspon perbankan dengan menaikkan suku bunga kredit. Sehingga akan berdampak pada debitur yang harus membayar bunga kredit yang lebih tinggi dan berakhir pada meningkatknya kemungkinan debitur gagal bayar. Pada model NPL kredit investasi nilai variabel IPI signifikan pada α = 5% dengan probabilitas 0.0115 dan nilai koefisien 0.018773. Hal ini tidak sejalan dengan hipotesis awal yang memberikan pengaruh positif antara IPI dengan NPL kredit investasi. Namun hal tersebut bisa saja terjadi sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Adebola et.al (2011) mengenai penelitian pada Bank Syariah di Malaysia. Hal tersebut disebabkan karena IPI merupakan indikator dari output produksi atas industri besar dan menangah yang ada di Indonesia. Indikator tersebut hanya terbatas mempresentasikan kinerja industri dan pengolahan yang lebih mencerminkan aktivitas dari sektor perindustrian skala menengah dan besar. Hal tersebut terbukti pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Abadi (2014) yang menunjukkan bahwa NPL sektor perindustrian yang menunjukkan hubungan negatif dengan IPI, namun tidak untuk NPL secara agregat dan sektor lainnya. Inflasi yang ditunjukkan dengan variabel CPI pada NPL kredit investasi berdasarkan hasil estimasi pada tabel 6 inflasi memiliki nilai koefisien 0.001195 dengan probabilitas > α = 0.9542 sehingga dapat dikatakan bahwa inflasi tidak berpengaruh pada NPL kredit investasi . Nilai tukar memiliki nilai koefisien -1.180784 dengan probabilitas 0.1655 > α pada NPL kredit investasi. Hal ini berarti bahwa tidak sejalan
39 dengan hipotesis dan nilai tukar tidak terlalu berpengaruh pada NPL seperti penelitian yang dilakukan oleh Skarica (2013) bahwa nilai tukar pada negara di CEE tidak berpengaruh signifikan terhadap NPL. Hal ini juga dikarenakan bahwa nilai tukar biasanya berpengaruh terhadap pemberian kredit dalam valuta asing Variabel lain yang mempengaruhi NPL kredit investasi adalah impor. Berdasarkan tabel 6 bahwa impor memiliki nilai koefisien 1.188641 dengan probabilitas 0.0005 < α = 5%, yang berarti bahwa apabila terjadi peningkatan impor di Indonesia sebesar 1 point maka akan menyebabkan penurunan NPL kredit investasi sebesar 1.188641% . Hal ini sejalan dengan hipotesis awal yang menunjukkan hubungan negatif karena penurunan impor akan menyebabkan pada penurunan permintaan bahan baku yang merupakan dasar dalam proses produksi domestik. Kondisi tersebut menyebabkan adanya penurunan keadaan ekonomi dan secara tidak langsung penurunan keadaan ekonomi tersebut akan berakibat pada meningkatnya NPL perbankan (Amendikeu, 2006). 3. NPL Kredit Konsumsi Pada model NPL kredit konsumsi variabel- variabel yang memiliki pengaruh terhadap NPL antara lain BI rate, Inflasi, IPI, Impor, kekuatan pasar dan profitabilitas yang dapat ditujukkan dalam Tabel 7. Tabel 7 Hasil Estimasi Model NPL kredit konsumsi NPL kredit konsumsi Koefisien Probabilitas BI rate 0.166356*** 0.0000 CPI -0.059307*** 0.0000 IPI -0.013404** 0.0004 LnIMP 0.133528 0.5435 LnKurs -0.613967 0.1681 MPOWKM 297.6289*** 0.0000 ROA -0.269033*** 0.0000 C 12.57130 0.0028 Keterangan : Tanda *, **, dan *** menandakan signifikan pada 10%, 5%, dan 1% Variabel
Berdasarkan hasil estimasi pada model NPL kredit modal kerja, investasi, dan konsumsi dapat dilihat bahwa variabel BI rate memberikan hubungan yang positif terhadap ketiga jenis NPL. Hal serupa juga terjadi pada NPL kredit konsumsi yang menunjukkan bahwa variabel BI rate memiliki nilai 0.166356 dan probabilitas 0.0000 < α = 1%, dimana setiap terjadi kenaikan BI rate sebesar 1% maka akan menyebabkan kenaikan NPL sebesar 0.166356%. Hal ini mengindikasikan bahwa peningkatan NPL pada perbankan dapat disebabkan akibatnya suku bunga yang berupa BI rate meningkat. Hasil yang didapatkan sesuai dengan hipotesis awal yang menunjukkan hubungan positif antara BI rate dan NPL, sesuai dengan penelitian terdahulu seperti penelitian Beck (2013) dan Collins dan Kenneth (2011) yang menyatakan bahwa suku bunga pinjaman
40 berpengaruh positif dan signifikan terhadap Non Perorming Loan. Hal tersebut disebabkan karena kenaikan suku bunga (BI rate) akan direspon perbankan dengan menaikkan suku bunga kredit. Sehingga akan berdampak pada debitur yang harus membayar bunga kredit yang lebih tinggi dan berakhir pada meningkatknya kemungkinan debitur gagal bayar. Pada Tabel 7 menunjukkan bahwa variabel IPI memiliki nilai koefisien -0.013404 dengan probabilitas 0.0004 < = α 5%, yang berarti bahwa setiap terjadi peningkatan IPI sebesar 1 point maka akan menyebabkan penurunan NPL kredit konsumsi sebesar 0.013404. Hasil penelitian sesuai dengan hipotesis awal dan teori yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif antara IPI dengan NPL seperti penelitian yang dilakukan oleh Ahmad dan Bashir (2013) peningkatan IPI akan diikuti dengan penurunan NPL, atau dengan kata lain penurunan IPI akan menyebabkan peningkatan NPL, disebabkan karena jika output produksi di suatu negara turun, berarti terindikasi penurunan keadaan ekonomi yang akhirnya dapat berdampak pada meningkatnya kegagalan bayar debitur. Infalsi yang ditunjukkan dengan CPI memiliki nilai koefisien 0.059307 dengan probabilitas 0.0000 < α = 1% pada NPL kredit konsumsi. Sehingga dapat diartikan bahwa inflasi memiliki hubungan negatif dan signifikan terhadap NPL kredit konsumsi. Dimana jika inflasi naik sebesar 1% maka akan menurunkan tingkat NPL kredit konsumsi sebesar 0.059307%. Hasil yang didapatkan tidak sesuai dengan hipotesis. Namun hal ini bisa terjadi karena menurut Skarica (2013) inflasi dapat memberikan hubungan positif dan negatif pada NPL perbankan. Tingkat inflasi yang tinggi dapat menyebabkan nilai rill kredit yang diberikan berkurang sehingga pada saat itu kemampuan debitur dalam membayar kredit aan berkurang karena pendapatan rill yang juga berkurang pada tingkat upah yang tetap. Variabel nilai tukar pada NPL kredit konsumsi memiliki nilai koefisien 0.500576 dengan probabilitas 0.3880 > α. Hal yang sama terjadi pada NPL kredit modal kerja dan kredit investasi, dimana nilai tukar tidak memiliki pengaruh terhadap NPL perbankan dan biasanya nilai tukar akan sangat mempengaruhi penyaluran kredit yang diberikan dalam bentuk valuta asing. Variabel impor pada model NPL kredit konsumsi menunjukkan hal yang berbeda dengan NPL kredit modal kerja dan investasi. Impor memiliki nilai koefisien 0.133528 dengan nilai probabilitas 0.5435> α. Hal ini mengindikasikan bahwa impor tidak berpengaruh pada NPL kredit konsumsi. Hal ini dapat terjadi seperti penelitian yang dilakukan oleh Shajari dan Shajari (2012) yang menunjukkan bahwa adanya persaingan antara produk lokal dan produk impor sehingga tidak mempengaruhi NPL, selain itu dalam penelitian ini variabel impor yang digunakan merupakan total keseluruhan impor bukan hanya nilai dari impor barang konsumsi. Sementara untuk semua NPL berdasarkan jenis penggunaan kredit, ROA dan Market power merupakan faktor internal bank yang digunakan dalam penelitian sebagai variabel independen terhadap tingkat NPL. Dapat dilihat pada tabel 5,6, dan 7 yang menunjukkan besarnya nilai koeisien ROA pada NPL kredit modal kerja -0.050458 dengan probabilitas 0.0398
41 < α = 5%. Apabila terjadi peningkatan ROA sebesar 1% maka akan menyebabkan penurunan tingkat NPL kredit modal kerja sebesar 0.050458%. Pada NPL kredit investasi nilai koefisien ROA -0.164457 dengan probabilitas 0.0904 < α = 10%. Apabila terjadi peningkatan ROA sebesar 1% maka akan menyebabkan penurunan tingkat NPL investasi sebesar 0.164457. Hal serupa juga terjadi pada NPL kredit konsumsi yang memiliki nilai koefisien -0.269033 dengan probabilitas 0.0000 < α = 1%. Hal ini sejalan dengan hipotesis bahwa antara ROA dan NPL memiliki hubungan negatif dan sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Louziz et.al (2010) bahwa ROA dan NPL memiliki hubungan negatif dan termasuk dalam hipotesis bad management. Berger dan De Young (1997) menyatakan bahwa tingkat efisiensi yang rendah merupakan sinyal buruknya praktek manajemen pada operasional maupun pengelolaan portofolio kredit, antara lain tidak melakukan monitor dan pengendalian biaya operasional serta tidak memberikan praktek- praktek yang memadai dan berakhir pada NPL yang meningkat. Selain itu ROA menggambarkan kemampuan bank dalam memperoleh laba, apabila terjadi peningkatan laba maka akan meningkatkan jumah cadangan dana primer untuk penanganan resiko dan kemampuan bank untuk melakukan mitigasi resiko juga akan meningkat sehingga dapat menurunkan NPL. Sementara untuk variabel market power memiliki nilai koefisien 220.8943 dengan probabilitas 0.0000 < α = 1% pada NPL kredit modal kerja, yang berarti bahwa setiap terjadi peningkatan kekuatan pasar sebesar 1% maka akan menurunkan NPL pada modal kerja sebesar 220.8943%. Nilai koefisien market power pada NPL kredit investasi sebesar -113.5192 dengan probabilitas 0.0000 < α = 1% pada NPL kredit investasi, yang berarti bahwa setiap terjadi peningkatan kekuatan pasar sebesar 1% maka akan menurunkan NPL kredit investasi sebesar 113.5192%. Menurut Salas dan Saurina (2002) kekuatan pasar atau market power termasuk dalam size effect. Market Power menunjukkan besarnya volume kredit, besarnya volume kredit memberikan kesempatan bagi pihak bank untuk meningkatkan tingkat spread yang pada akhirnya akan menurunkan tingkat lending rate, sehingga bank akan lebih kompetitif dalam memberikan pelayanan kepada nasabah yang membutuhkan kredit. Tingkat bunga yang rendah juga memperlancar pembayaran kredit sehingga akan menekan angka kemacetan kredit. Namun pada NPL kredit konsumsi dimana nilai koefisien konsumsi sebesar 297.6289 dengan probabilitas 0.0000 < α = 1%. Hal tersebut tidak sesuai dengan hipotesis awal bahwa terdapat hubungan positif antara market power dan sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Louzis et.al (2010) yang menjelaskan bahwa market power termasuk dalam kriteria size effect yang menjelaskan bahwa hubungan antar kinerja perbankan dan kredit bermasalah memiliki hubungan yang ambigu. Hipotesis pertama menjelaskan bahwa kinerja bank yang buruk merupakan proksi dari rendahnya kualitas keterampilan yang berkaitan dengan kegiatan perkreditan. Hal Ini berarti terdapat hubungan negatif antara kinerja perbankan berupa laba masa lalu dan kredit bermasalah. Hipotesis yang kedua menjelaskan bahwa terdapat hubungan positif sesuai penelitian yang
42 dilakukan oleh Ranjan 1994, bahwa bank berusaha untuk meyakinkan pasar mengenai profitabiltas pinjaman dengan mengadopsi kebijakan kredit liberal. Sehingga upaya tersebut berakibat pada meningkatnya pendapatan saat ini dengan mengorbankan tingginya kredit bermasalah di masa mendatang. Akibatnya laba masa lalu memiliki hubungan positif dengan NPL. Berdasarkan hasil estimasi pada tabel 5, 6, dan 7 maka faktorfaktor yang berpengaruh signifikan terhadap NPL berdasarkan jenis penggunaan kredit disimpulkan pada tabel 8. Tabel 8 Faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap NPL berdasarkan jenis penggunaan kredit NO
Variabel
NPL Kredit Modal Kerja
NPL Kredit Investasi
NPL Kredit Konsumsi
1
BI Rate
√
√
√
2
CPI
√
-
√
3
IPI
-
√
√
4
Impor
√
√
-
5
Kurs
-
-
-
6
ROA
√
√
√
7
Market Power
√
√
√
Keterangan : √ = berpengaruh signifikan - = tidak berpengaruh signifikan
Pengaruh Efek Individu terhadap NPL Kredit Modal Kerja, Kredit Investasi, dan Kredit Konsumsi pada Kepemilikan Bank Umum di Indonesia Hasil estimasi menggunakan E-views 8 menunjukkan model NPL kredit modal kerja, kredit investasi, dan kredit konsumsi menggunakan model FEM. Dari ketiga model tersebut mampu melihat keragaman masing- masing individu dari komponen erornya. Hasil estimasi keragaman individu dapat dilihat pada tabel 9, 10, dam 11.
43 Tabel 9 Keragaman Individu Model NPL Modal Kerja Bank Bank Persero BUSN Devisa BUSN Non-Devisa BPD Bank Campuran Bank Asing
Cross Section Effect 1.690795 0.499653 -0.20577 4.183304 -1.74839 -4.4196
Pengaruh dari keragaman individu membuat nilai intersep dari masingmasing bank. Dapat dilihat pada Tabel 10 bahwa pada model NPL modal kerja bank yang memiliki intersep paling tinggi adalah Bank Pembangunan Daerah (BPD) . Dapat dilihat pada Gambar 9 bahwa rasio NPL modal kerja yang paling tinggi dikuasai oleh BPD dan kemudian diikuti oleh Bank Persero dalam periode Januari 2011 sampai dengan Desember 2013.
Tabel 10 Keragaman Individu Model NPL Kredit Investasi Bank Bank Persero BUSN Devisa BUSN Non-Devisa BPD Bank Campuran Bank Asing
Cross Section Effect 1.272603 1.456054 1.802888 2.92973 0.452796 -7.91407
Pada Tabel 11 dapat dilihat bahwa rasio NPL kredit investasi tertinggi masih dikuasai oleh BPD, hal ini sesuai dengan Gambar 10 bahwa BPD memiliki rasio NPL untuk kredit investasi yang paling tinggi dibandingkan bank lainnya. Tabel 11 Keragaman Individu Model NPL Kredit Konsumsi Bank Bank Persero BUSN Devisa BUSN Non-Devisa BPD Bank Campuran Bank Asing
Cross Section Effect -2.44669 -2.53825 -1.48957 -2.69964 1.617694 7.556449
Pada Tabel 12 dapat dilihat bahwa rasio NPL kredit konsumsi paling tertinggi dikuasai oleh Bank Asing. Hal ini dikarenakan Bank Asing menguasai penyaluran kredit konsumsi berupa kartu kredit di Indonesia.
44 Implikasi Kebijakan Perbankan merupakan lembaga keuangan yang memiliki peranan penting sebagai penyokong pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di suatu negara. Lembaga perbankan yang berfungsi sebagai lembaga intermediary, yang memiiki peranan dalam menghimpun dan menyalurkan dana dalam bentuk kredit sehingga perkreditan merupakan gerak pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dari hasil penelitian yang dilakukan maka implikasi kebijakan yang dapat dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini adalah Bank Sentral maupun sektor perbankan diantaranya : 1. Implikasi berupa rekomendasi diberikan kepada pemagku kebijakan seperti Bank Indonesia karena variabel BI rate memiliki hubungan yang positif terhadap semua jenis NPL (modal kerja, invstasi, dan konsumsi). BI rate yang tinggi akan berdampak pada meningkatnya NPL perbankan, sehingga regulator yang berperan sebagai penyusun kebijakan dan regulasi perbankan harus melakukan monitoring dan menjaga indikator moneter utama, seperti BI rate yang tingkat pergerakannya dapat mempengaruhi suku bunga kredit dan berujung pada NPL perbankan secara keseluruhan. 2. Implikasi berikutnya berupa rekomendasi diberikan kepada praktisi perbankan agar lebih ketat dalam melakukan monitoring terhadap kualitas portofolio kredit, karena apabila terjadi perubahan pada variabel makroekonomi maka dapat mempengaruhi debitur dalam melakukan pembayaran kredit. Sehingga praktisi perbankan perlu memperhatikan penyaluran kredit yang sensitif terhadap perubahan fenomena makroekonomi. 3. Rekomendasi lainnya diberikan kepada pengawasan perbankan agar melakukan pengawasan aktif terhadap perbankan yang memiliki komposisi portofolio kredit yang besar pada penyaluran kredit berdasarkan jenis penggunaannya dalam hal ini Bank Pembangunan Daerah (BPD) yang memiliki tingkat NPL paling tinggi pada kredit modal kerja dan kredit investasi, walaupun sebagian beban NPL ditanggung oleh pemerintah. Perlu adanya manajemen resiko yang lebih baik yang ditetapkan oleh BPD berupa manajemen dalam resiko kredit dengan memperhitungkan secara cermat indikator yang dapat menyebabkan resiko macetnya kredit dan menetapkan cara-caranya penyelesainnya. 4. Selain itu perlu adanya koordinasi yang intensif antara BI dan OJK dalam mengantisipasi dan melakukan penangan terhadap perubahan variabel makroekonomi, dimana dalam hal ini BI berperan dalam menjaga stabilitas dari kondisi moneter dan OJK berperan dalam menjaga kondisi perbankan agar tetap stabil. Hal ini menjadi sangat penting mengingat terdapat resiko sistemik yang berpotensi muncul saat terjadi gangguan pada sistem perbankan.
45
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil pembahasan, dapat disimpulkan bahwa perkembangan NPL selama periode Januari 2011 sampai dengan Desember 2013 mengalami fluktuasi namun relatif stabil untuk ketiga jenis NPL yaitu kredit modal kerja, kredit investasi, dan kredit konsumsi pada Bank Persero, BUSN Devisa, BUSN Non Devisa, BPD, Bank Campuran, dan Bank Asing. Pada NPL kredit modal kerja dan NPL kredit investasi Bank Pembangunan Daerah memiliki rasio yang tinggi untuk kedua jenis NPL tersebut. Sedangkan pada NPL kredit konsumsi rasio yang paling tinggi dikuasai oleh Bank Asing. Variabel makroekonomi dan bank spesifik yang berpengaruh pada NPL kredit modal kerja adalah BI rate, Impor, Inflasi, ROA, dan market power. Semua variabel berpengaruh negatif terhadap NPL kecuali BI rate yang memiliki pengaruh yang positif terhadap NPL kredit modal kerja. Pada NPL kredit investasi variabel yang berpengaruh adalah BI rate, IPI, Impor, ROA, dan market power. Hanya BI rate dan IPI yang berpengaruh positif terhadap NPL kredit investasi. Sedangkan untuk NPL kredit konsumsi variabel yang berpengaruh adalah BI rate , CPI, IPI, Impor, ROA, dan market power. Semua variabel berpengaruh negatif kecuali BI rate.
Saran Saran yang diberikan terkait penelitian ini adalah mempertimbangkan rekomendasi penyaluran kredit pada saat terjadi perubahan keadaan makroekonomi. Penggunaan kredit yang dianggap sensitif terhadap perubahan fenomena makroekonomi dapat dibatasi dan dipertimbangkan sehingga dapat mencegah adanya gagal bayar atau kredit bermasalah pada perbankan. Untuk mengantisipasi resiko kredit yang menjadi sumber utama masalah perbankan maka Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan harus mengambil langkahlangkah untuk mengantisipasi dan mengatasi masalah ini dengan melakukan koordinasi yang lebih intens mengingat gejolak ekonomi dunia maupun domestik yang sering terjadi Penelitian ini hanya terbatas pada kepemilikan Bank Umum di Indonesia yaitu Bank Persero, BUSN Devisa, BUSN Non Devisa, BPD, Bank Campuran, dan Bank Asing sehingga saran untuk penelitian selanjutnya agar dilakukan penelitian lebih spesifik dan mendalam terhadap bank- bank umum di Indonesia dengan melakukan pembandingam terhadap bank yang memiliki tingkat NPL paling tinggi berdasarkan jenis penggunaannya. Selain itu dapat dilakukan juga pembandingan antara keadaan sebelum krisis ekonomi dan setelah kriris untuk mengetahui faktor mana saja yang sangat berpengaruh terhadap kenaikan NPL di Indonesia. Penambahan rasio CAR, BOPO, dan Total Aset pada penelitian lanjutan juga diharapkan dapat memperkaya kajian mengenai dampak perubahan kondisi perbankan terhadap perubahan variabel makroekonomi.
46
DAFTAR PUSTAKA Abadi, Setiawan. 2014. The Dynamics of Non-Performing Loan in Indonesian Banking Industry: A Sensitivity Analysis using VECM Approach. International Journal of Education and Research. Vol 2 Adebola SS, Yusoff WSBW, Dahalan J. 2011. An ARDL approach to the determinants of non-perfroming loans in Islamic banking system in Malaysia. Kuwait Chapter of Arabian Journal of Business and Management Review. I1(2):20-30. Ahmad F, Bashir T. 2013. Explanatory power of macroeconomic variables as determinants of corporate failures in Malaysia. International Journal of Business and Management.3(3):3-10. Ahmed, Syeda Zaben. 2006. An Investigation of The Relationship between NonPerforming Loans, Macroeconomic Factors, and Financial factors in Context of Private Commercial Bank in Bangladesh. Independent University of Bangladesh. Amendiku, S. 2006. Stress test of Ghanaian banking sector : a VAR approach. Working papper Bank of Ghana No.2 Arimurti, Trinil dan Diah Utari dan Ina Nurmalia Kurniati. 2012. Pertumbuhan Kredit Optimal. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan. Baltagi, B.H. 2005. Econometric Analysis of Panel Data. Third Edition. New York: McGraw Hill Companies Inc. Bank Indonesia. 2005. Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum. Peraturan Bank Indonesia No. 11/25/PBI/2009. Bank Indonesia. 2011. Laporan Tahunan Bank Indonesia. Mengawal Ketahanan Perekonomian Indonesia di Tengah Ketidakpastian Ekonomi Global. Bank Indonesia. 2012. Laporan Tahunan Bank Indonesia. Menjaga Keseimbangan, Mendukung Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan. Bank Indonesia. 2013. Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank Umum Konvensional. Peraturan Bank Indonesia No. 13/PBI/2013. Bank Indonesia. 2013. Kewajiban Penyediaan Modal Mnimum Bank umum No. 15/12/PBI/2013. Basel Commitee. 1999. Principles for The Managements of Credit Risk. Berger, A.N dan DeYoung, R. 1997. Problem Loans and Cost Efficiency in Commercial Banks. Journal of Banking and Finance vol.21. Bessis, Joel. 1999. Risk Management in Banking. England : John Wiley & Sons.Ltd. Castro V. 2013. Macroeconomic determinants of the credit risk in the banking systemn: the case of the GIPSI. Economic Modelling.31(1): 672-683. Chang, Yoonhee Tina. 2006. Role of Non Performing Loan and Capital Adequacy in Banking Structure and Competition. Working Paper Series University of Bats School of Management. Demirgüç- Kunt, Asli & Maksimovie, Vojislav. 1996. Financial Constrain, Uses of Funds, and Firm Growth : An International Comparison. World Bank mimeo. Djohanputro, B. dan Kountur, R. 2007. Non Performance Loan (NPL) BankPerkreditan Rakyat. Laporan Penelitian. Bank Indonesia – GTZ.
47 Firdaus M. 2011. Aplikasi Ekonometrika untuk Data Panel dan Time Series.Bogor (ID): IPB Press. Fofack, Hippolyte. 2005. Non-performing loans in sub-Saharan Africa : Causal Analysis and Macroeconomic Implications. World Bank Policy Research Working Paper No. 3769 Goldsmith, R. W. 1969. Financial structure and development. New Haven, CT: Yale University Press. Greenidge, Kevin dam Tiffany Grosvenor. 2010. Forecasting Non Performing Loan in Barbados. Central Bank of Barbados. Gujarati. 2004. Basic Econometry Fourth Edition. The McGraw-Hill. Haghighi HK, Sameti M, Ishfani RD. 2012. The effect of macroeconomic instability on economic growth in Iran. Research in Applied Economics. 4(3):39-61. Jimenez, Gabriel and Jesus Saurina. 2005. Credit cycles, credit risk, and prudential regulation.” Banco de Espana, January. Juanda B. 2009. Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis. Bogor (ID) : IPB Press. Juanda B. 2009. Ekonometrika permodelan dan pendugaan. Bogor (ID) : IPB Press. Kasmir. 2003. Manajemen Perbankan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Keeton, W.R., Morris, C.S. 1987. Why Do Banks Loan Losses Duffer?. Federal Reserve Bank of Kansas City Economic Review. Khemraj, Tarron dan Sukrishnalall Pasha. 2009. The Determinants of NonPerforming Loan : An Econometric Case Study of Guyana. MPRA Paper No.53128. Kuncoro, Mudrajad dan Suhardjono. 2002. Manajemen Perbankan : Teori dan Aplikasi, Yogyakarta : BPFE Leitão, Nuno Carlos. 2012. Bank Credit and Economic Growth. MPRA Paper. 53128 Levine, R. 2005. Finance and growth: Theory and evidence. In P. Aghion,&S. Durlauf (Eds.), Handbook of economic growth. The Netherlands: Elsevier Science. Louzis, Dimitros P dan Angelos T. Vouldis dan Vasilios. L. Metaxas. 2010. Macroeconomic and Bank Specific Determinant of Non Performing Loan in Greece : A Comparative Study of Mortgage, Business, dan Consumer Loan Portofolios. Working Paper Bank of Greece. ISSN 1109-6691. Makri, Valiski. 2013. Determinants of Non-Performing Loan : The Caze of Eurozone. Panoeconomicus pp. 193- 206. McKinnon, R. I. (1973). Money and capital in economic development.Washington, DC: Brookings Institution Mehmood, Bilal dan Haider Mahmood dan Raisa Shabbir Ahmed. 2013. MacroFinancial Covariates of Non Performing Loan (NPLs) in Pakistani Comercial Bank : A Reexamination Using GMM Estimator. International Journal of Economics and Empirical Research. Misra, B.M. dan Sarat Dhal.__. Pro-Cyclical Management of Banks Non Performing Loan by the Indian Public Sector Bank. Reserve Bank of India.
48 Mohr B, Wagner H. 2013. A structural approach to financial stability: on the beneficial role of regulatatory governance. Journal of Governance and Regulation. 2(1):7-26. Rajan, Rajiv and Sarat C. Dhal . 2003. Non-performing Loans and Terms of Credit of Public Sector Banks in India: An Empirical Assessment. Occasional Papers, 24:3, pp. 81-121, Reserve Bank of India. Salas, Vincente and Jesus Saurina . 2002. Credit Risk in Two Institutional Regimes: Spanish Commercial and Savings Banks. Journal of Financial Services Research, 22:3, pp. 203-224. Shajari P, Shajari H. 2012. Financial Soundness Indicators with Emphasis on Non-performing loans in Iran’s Banking Sytem. Money and Economy.6(3):163-189. Shingjergji, Ali. 2013. The Impact of Macroeconomic Variables on the Non Performing Loans in the Albanian Banking System During 2005- 2012. Academic Journal of Interdisciplinary Studies Vol.2 No.9 Simamora, Novita Sari. 2015. Prediksi Perbankan 2015: Kredit Investasi Masih Tertekan. [Diakses : 28 Januari 2015] http://finansial.bisnis.com/read/20150124/90/394798/prediksi-perbankan-2015kredit-investasi-masih-tertekan Sinkey, Joseph. F. and Mary B. Greenwalt . 1991. Loan-Loss Experience and Risk-Taking Behvior at Large Commercial Banks. Journal of Financial Services Research, 5, pp.43-59. Skarica, Bruna. 2013. Determinants of non-performing loans in Central an Eastern European countries. JEL : E32, E44, E52, G10. Sukirno S. 2006. Ekonomi Pembangunan Proses Masalah dan Dasar Kebijakan. Jakarta(ID): Kencana Prasentyantoko A. 2008. Bencana Finansial: Stabilitas Sebagai Barang Publik. Jakarta (ID): Gramdia Pustaka Utama. Quagliarello M. 2007. Banks’ Riskiness Over the Business Cycle: a Panel Analysis on Italian Intermediaries. Applied Financial Economics 17, 119-138.
49
LAMPIRAN
LAMPIRAN
1
0.062327
-0.14691
-0.12777
-0.08833
-0.13034
-0.22326
0.373088
RNPLM
BIRATE
CPI
IPI
LNIMP
LNKURS
MPOWKM
ROA
RNPLM
-0.10182
0.003268
0.277078
-0.33255
0.018764
0.139177
1
0.062327
BIRATE
-0.0038
0.193958
0.945954
0.20443
0.796213
1
0.139177
-0.14691
CPI
0.014343
0.166902
0.724567
0.398676
1
0.796213
0.018764
-0.12777
IPI
-0.01858
0.061873
0.114148
1
0.398676
0.20443
-0.33255
-0.08833
LNIMP
-0.01231
0.180081
1
0.114148
0.724567
0.945954
0.277078
-0.13034
LNKURS
-0.02873
1
0.180081
0.061873
0.166902
0.193958
0.003268
-0.22326
MPOWKM
ROA
1
-0.02873
-0.01231
-0.01858
0.014343
-0.0038
-0.10182
0.373088
Lampiran 1 Hasil Uji Korelasi untuk Pengujian Asumsi Klasik Multikolinieritas pada Model NPL kredit modal kerja
50 50
51 Lampiran 2 Hasil Estimasi Panel Data dengan Menggunakan Pooled Least Square terhadap Model NPL kredit modal kerja Dependent Variable: RNPLM Method: Panel EGLS (Cross-section SUR) Date: 05/19/15 Time: 00:15 Sample: 2011M01 2013M12 Periods included: 36 Cross-sections included: 6 Total panel (balanced) observations: 216 Linear estimation after one-step weighting matrix Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
BIRATE CPI IPI LNIMP LNKURS MPOWKM ROA C
0.336276 -0.029145 -0.020315 0.463833 -0.490727 -204.1187 1.420262 3.284476
0.068109 0.023525 0.009892 0.021862 1.223034 6.162727 0.046555 8.830493
4.937352 -1.238912 -2.053736 21.21677 -0.401237 -33.12148 30.50731 0.371947
0.0000 0.2168 0.0413 0.0000 0.6887 0.0000 0.0000 0.7103
Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.946498 0.944698 0.956550 525.6758 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
3.824887 6.561981 190.3175 0.950820
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.475928 543.4428
Mean dependent var Durbin-Watson stat
3.095246 0.183489
52 Lampiran 3 Hasil Estimasi Panel Data dengan Menggunakan Fixed Effect Model terhadap Model NPL kredit modal kerja Dependent Variable: RNPLM Method: Panel EGLS (Cross-section SUR) Date: 05/19/15 Time: 00:09 Sample: 2011M01 2013M12 Periods included: 36 Cross-sections included: 6 Total panel (balanced) observations: 216 Linear estimation after one-step weighting matrix Cross-section SUR (PCSE) standard errors & covariance (d.f. corrected) Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
BIRATE CPI IPI LNIMP LNKURS MPOWKM ROA C
0.293976 -0.035578 -0.001784 -0.344090 -0.339539 -220.8943 -0.050458 12.31013
0.023014 0.007954 0.003229 0.200941 0.382562 24.17479 0.024391 3.371644
12.77361 -4.472978 -0.552495 -1.712393 -0.887539 -9.137384 -2.068688 3.651078
0.0000 0.0000 0.5812 0.0884 0.3758 0.0000 0.0398 0.0003
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.984848 0.983952 0.993246 1099.532 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
12.43810 6.554639 200.2671 0.989681
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.974303 26.64691
Mean dependent var Durbin-Watson stat
3.095246 0.699469
53 Lampiran 4 Hasil Uji Chow Model Perkembangan NPL kredit modal kerja Redundant Fixed Effects Tests Equation: Untitled Test cross-section fixed effects Effects Test Cross-section F
Statistic 1109.04039
d.f.
Prob.
(5,203)
0.0000
1 0.139177 0.018764 -0.33255 0.277078 0.014684 -0.10182
0.159342
-0.04977
-0.02415
-0.14095
-0.03008
-0.38291
0.17397
BIRATE
CPI
IPI
LNIMP
LNKURS
MPOWKI
ROA
RNPLI
0.159342
BIRATE 1
RNPLI
-0.0038
0.234215
0.945954
0.20443
0.796213
1
0.139177
-0.04977
CPI
0.014343
0.202859
0.724567
0.398676
1
0.796213
0.018764
-0.02415
IPI
-0.01858
0.062694
0.114148
1
0.398676
0.20443
-0.33255
-0.14095
LNIMP
-0.01231
0.21493
1
0.114148
0.724567
0.945954
0.277078
-0.03008
LNKURS
-0.12529
1
0.21493
0.062694
0.202859
0.234215
0.014684
-0.38291
1
-0.12529
-0.01231
-0.01858
0.014343
-0.0038
-0.10182
0.17397
MPOWKI ROA
Lampiran 5 Hasil Uji Korelasi untuk Pengujian Asumsi Klasik Multikolinieritas pad Model NPL kredit investasi
51 54
55 Lampiran 6 Hasil Pengujian dengan Metode PLS (Pooled Least Square) Model NPL kredit investasi Dependent Variable: RNPLI Method: Panel EGLS (Cross-section SUR) Date: 05/19/15 Time: 00:18 Sample: 2011M01 2013M12 Periods included: 36 Cross-sections included: 6 Total panel (balanced) observations: 216 Linear estimation after one-step weighting matrix Variable
Coefficient
BIRATE CPI IPI LNIMP LNKURS MPOWKI ROA C
0.400369 0.016243 0.001274 0.168183 -1.176856 -135.9649 0.120807 7.524290
Std. Error
t-Statistic
0.054184 7.389093 0.019040 0.853084 0.007870 0.161879 0.017328 9.705937 0.971699 -1.211132 9.956805 -13.65547 0.069141 1.747240 7.009183 1.073490
Prob. 0.0000 0.3946 0.8716 0.0000 0.2272 0.0000 0.0821 0.2843
Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.642051 0.630005 0.962363 53.29832 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
4.894569 3.173049 192.6375 0.746985
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.348284 212.9294
Mean dependent var Durbin-Watson stat
2.557036 0.240319
56 Lampiran 7 Hasil Pengujian dengan Metode Fixes Effect Model NPL kredit investasi Dependent Variable: RNPLI Method: Panel EGLS (Cross-section SUR) Date: 05/19/15 Time: 00:10 Sample: 2011M01 2013M12 Periods included: 36 Cross-sections included: 6 Total panel (balanced) observations: 216 Linear estimation after one-step weighting matrix Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
BIRATE CPI IPI LNIMP LNKURS MPOWKI ROA C
0.292384 0.001195 0.018773 -1.188641 -1.180784 -113.5192 -0.164457 20.34849
0.049752 0.017379 0.007359 0.334021 0.848315 20.63968 0.096669 6.853669
5.876817 0.068762 2.550971 -3.558579 -1.391917 -5.500046 -1.701240 2.968993
0.0000 0.9452 0.0115 0.0005 0.1655 0.0000 0.0904 0.0033
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.697363 0.679473 0.980951 38.98086 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
6.852374 2.094458 195.3396 0.854575
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.656381 112.2677
Mean dependent var Durbin-Watson stat
2.557036 0.382882
57 Lampiran 8 Hasil Uji Chow Model NPL kredit investasi Redundant Fixed Effects Tests Equation: Untitled Test cross-section fixed effects Effects Test Cross-section F
Statistic 24.664244
d.f.
Prob.
(5,203)
0.0000
1
-0.00211
-0.09727
-0.09008
-0.01007
-0.09019
-0.45254
-0.01092
RNPLK
BIRATE
CPI
IPI
LNIMP
LNKURS
MPOWKK
ROA
RNPLK
-0.10182
-0.00183
0.277078
-0.33255
0.018764
0.139177
1
-0.00211
BIRATE
-0.0038
0.178027
0.945954
0.20443
0.796213
1
0.139177
-0.09727
CPI
0.014343
0.153302
0.724567
0.398676
1
0.796213
0.018764
-0.09008
IPI
-0.01858
0.056652
0.114148
1
0.398676
0.20443
-0.33255
-0.01007
LNIMP
-0.01231
0.163019
1
0.114148
0.724567
0.945954
0.277078
-0.09019
LNKURS
0.139659
1
0.163019
0.056652
0.153302
0.178027
-0.00183
-0.45254
MPOWKK
Lampiran 9 Hasil Uji Korelasi untuk Pengujian Asumsi Klasik Multikolinieritas pad Model NPL kredit konsumsi
1
0.139659
-0.01231
-0.01858
0.014343
-0.0038
-0.10182
-0.01092
ROA
55 58
59 Lampiran 10 Hasil Pengujian dengan Metode PLS (Pooled Least Square) Model NPL kredit konsumsi Dependent Variable: RNPLK Method: Panel EGLS (Cross-section SUR) Date: 05/19/15 Time: 00:19 Sample: 2011M01 2013M12 Periods included: 36 Cross-sections included: 6 Total panel (balanced) observations: 216 Linear estimation after one-step weighting matrix Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
BIRATE CPI IPI LNIMP LNKURS MPOWKK ROA C
-0.115093 -0.050043 0.003474 0.957753 0.776735 -38.52324 -0.390106 11.10170
0.053509 0.018358 0.007728 0.038461 0.955592 5.742820 0.022137 6.903357
-2.150900 -2.725933 0.449553 -24.90190 0.812831 -6.708070 -17.62262 1.608159
0.0326 0.0070 0.6535 0.0000 0.4172 0.0000 0.0000 0.1093
Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.803099 0.796473 0.955164 121.1958 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
3.885706 5.487778 189.7665 0.689784
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.853452 272.4235
Mean dependent var Durbin-Watson stat
2.897898 0.106679
60 Lampiran 11 Hasil Pengujian dengan metode Fixed Effect Model NPL kredit konsumsi Dependent Variable: RNPLK Method: Panel EGLS (Cross-section SUR) Date: 05/19/15 Time: 00:06 Sample: 2011M01 2013M12 Periods included: 36 Cross-sections included: 6 Total panel (balanced) observations: 216 Linear estimation after one-step weighting matrix White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected) Variable
Coefficient
BIRATE CPI IPI LNIMP LNKURS MPOWKK ROA C
0.166356 -0.059307 -0.013404 0.133528 -0.613967 297.6289 -0.269033 12.57130
Std. Error
t-Statistic
0.024717 6.730420 0.010832 -5.475392 0.003752 -3.572592 0.219444 0.608483 0.443845 -1.383290 28.17022 10.56537 0.047337 5.683347 4.159758 3.022123
Prob. 0.0000 0.0000 0.0004 0.5435 0.1681 0.0000 0.0000 0.0028
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.979194 0.977964 0.923659 796.1438 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
9.871352 6.898407 173.1886 0.887210
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.966055 63.10079
Mean dependent var Durbin-Watson stat
2.897898 0.291877
61 Lampiran 12 Hasil Uji Chow Model NPL kredit konsumsi Redundant Fixed Effects Tests Equation: Untitled Test cross-section fixed effects Effects Test Cross-section F
Statistic 625.546886
d.f.
Prob.
(5,203)
0.0000
62
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Meliana Putri dilahirkan di Lampung pada tanggal 21 Mei 1993 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Ferry dan Ibu Nuryani. Penulis memulai pendidikannya di Taman Kanak- Kanak (TK) Methodist Lubuklinggau pada tahun 1997- 1998. Kemudian melanjutkan ke Sekolah Dasar (SD) Xaverius Lubuklinggu pada tahun 1998- 2004, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Xaverius Lubuklinggau pada tahun 2004-2007, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) Xaverius Lubuklinggau pada tahun 20072010. Setelah lulus SMA penulis mendapatkan kesempatan melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi melalui Selekasi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) melalui jalur undangan dan diterima sebagai mahasiswi Program Studi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Penulis juga merupakan penerima beasiswa Djarum Foundation pada tahun 2014. Selama menuntut ilmu di IPB penulis aktif mengikuti berbagai kegiatan organisasi dan kepanitiaan. Penulis aktif menjadi anggota Himpunan Profesi dan Peminat Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (HIPOTESA) selama dua periode bersama divisi Corporation External Relationship (CER). Selain itu, penulis juga tergabung dalam organisasi ekstra kampus yaitu Ikatan Mahasiswa Ekonomi Pembangunan Indonesia (IMEPI). Selain itu penulis juga berpartisipasi dalam kegiatan Pekan Karya Mahasiswa di bidang kewirausahaan pada tahun 2013.