ISSN 1410-9859
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NON PERFORMING LOAN BANK PERKREDITAN RAKYAT DI Eks KARESIDENAN SEMARANG Paulus Wardoyo Endang Rusdiyanti
Fakultas Ekonomi Universitas Semarang Kampus III USM Jl. Soekarno-Hatta Semarang ABSTRACT The development of rural banks due to the ease of establisment by the Government but also because BPR become the foundation for SME entrepreneurs as a source of financing. The problem is ownership factors influence BPR, CAR,BOPO and ROA of NonPerforming Loans as a measure of a banks health. The population of Semarang residency ex BPR 76 BPR is covering an Kota Semarang, Kota Salatiga, Kabupaten Semarang, Kabupaten Kendal,Kabupaten Grobogan and Kabupaten Demak. Sampling method used was non-probability purposive sampling is based on the BPR financial report published in late 2007 when its managers as well as shareholders.Used to analyze the problem of multiple linear regression analysis with four independent variables namely ownership, CAR,ROA and BOPO and one dependent variable is Non Performing Loan. The result of the analysis shows that stock ownership by management does not affect significantly to the NPL. While CAR factors, BOPO significantly affect the direction of the NPL and CAR negative impact on NPL in a positive direction. Keyword : CAR, ROA,BOPO,NPL,BPR PENDAHULUAN Pemerintah RI melalui Kebijakan Oktober 1988 atau yang dikenal dengan sebutan PAKTO 88, telah melakukan relaksasi atas kebijakan di bidang perbankan, dimana pemerintah telah memberikan kemudahan bagi para pihak untuk mendirikan Bank. Salah satu kebijakan itu adalah kemudahan pendirian bagi Bank Perkreditan Rakyat dengan modal Rp.50 juta. Dalam perkembangannya pada tahun 1997/1998 Indonesia telah dilanda oleh Krisis Moneter yang selanjutnya berubah menjadi Krisis Moneter, sehingga mengakibatkan sekitar 83 127
bank dilikuidasi, dibekukan kegiatan operasional dan diambil alih oleh Pemerintah atau terpaksa mengikuti program rekapitulasi. Kondisi perbankan yang sedemikian telah memberikan peluang bisnis bagi perkembangan Bank Perkreditan Rakyat, hal ini dikarenakan karakteristik yang spesifik dan kemudahan-kemudahan yang dimiliki oleh BPR menyebabkan BPR menjadi tumpuan bagi para pengusaha UMKM, hingga bulan Nopember 2008, jumlah BPR di seluruh Indonesia mencapai 1770 unit, dimana 282 BPR berada di Propinsi Jateng, sedangkan perkembangan BPR di Propinsi Jawa Tengah dapat dilihat Faktor-faktor yang Mempengaruhi Non Perfoming Loan Bank Perkreditan Rakyat Di Eks Karesidenan Semarang (Paulus Wardoyo, Endang Rusdianti)
Indikator Usaha 2004 Total Asset (Rp Mil) 4.235 Dana Pihak Ketiga (Rp.Mil) 3.034 Kredit BPR (Rp.Mil) 3.294 Loan to Deposit Ratio/LDR (%) 108,57 Non Performing Loan/NPL (%) 9,26 Kredit Bank Umum (Rp.Mil) 34.644 Market Share BPR (%) 9,50 Pertb Total Asset 1.1 (%) Perkembangan27,06 TABEL BPR Pertb DPK (%) 25,37 Pertb Kredit (%) 37,99 Pertb Market Share (%) -
dalam table berikut : Sumber : Bank Indonesia-Semarang *) Figure per 30 Nop 2008 Meskipun selama tiga tahun terakhir, tingkat NPL BPR di Propinsi Jawa Tengah telah mengalami penurunan, tetapi tingkat NPL tersebut masih di atas ketentuan Bank Indonesia yaitu sebesar 5 %. Belajar dari pengalaman Krisis Ekonomi yang berkepanjangan, maka untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat akan perbankan di tanah air, Pemerintah melalui UU No 24 tahun 2004 telah membentuk Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) yang bertugas untuk menjamin simpanan masyarakat yang disimpan dalam bentuk tabungan atau Deposito di seluruh Bank yang beroperasi di Indonesia. Sesuai dengan siaran pers dari LPS, selama 3 tahun terakhir 14 BPR telah dilikuidasi oleh Bank Indonesia, dimana 4 diantaranya adalah BPR yang berlokasi di Jawa Tengah yaitu : PT BPR Mranggen Mitra Niaga-Semarang, PT BPR Anugrah Arta Niaga-Pati, PT BPR Kencana Artha Mandiri-Solo dan PT BPR Sumberhio BajaSukohardjo Merujuk pada studi yang dilakukan oleh Indira dan Dadang (1998), kesehatan suatu bank sangat tergantung kepada pemilik dan pengelola Bank yang bersangkutan. Pemilik bertanggungjawab terhadap kecukupan modal bank guna mengantisipasi kerugian yang mungkin terjadi, sedangkan pengelola bertanggungjawab atas pengelolaan dan mempertahankan agar bank tersebut tetap
di
2005 4.946 3.506 3.927 112,01 10,03 42.543 9,23 16,79 Propinsi 15,56 19,22 (2,84)
2006 2007 5.707 6.532 4.075 4.712 4.425 5.280 108,59 112,05 13,56 11.62 48.025 56.736 9,21 9,31 15,43 Jawa Tengah 14,45 16,36 15,63 12,58 19,32 (0,22) 1,08
2008*) 7.622 6.267 6.397 102,07 9.95 72.856 8,78 16,68 33,00 21,15 (0,05)
sehat, mempertahankan nilai bank dengan memastikan bahwa portfolio asset yang sehat dan dapat menghasilkan laba yang memadai serta menilai struktur kewajiban dalam mengelola likuiditas bank. Pada kenyataanya, banyak pemilik yang menjadikan bank sebagai sumber pembiayaan (cash cow) bagi kepentingan usahanya dan bahkan kredit yang dikucurkan melampaui batas maksimum pemberian kredit (BMPK). Apabila motivasi memiliki bank didasarkan pada keinginan untuk memanfaatkan bank bagi kepentingan sendiri, maka internal government secanggih apapun tidak dapat menjamin kesehatan bank. Menurut Bank Indonesia, salah satu penyebab krisis perbankan adalah lemahnya sumber daya manusia, dalam hal ini kompetensi dan integritas pengurus serta pemegang saham. Tujuan utama perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaan melalui peningkatan kemakmuran pemilik atau para pemegang saham (Bringham Gapensi, 1996). Namun pihak manajemen atau manajer perusahaan sering mempunyai tujuan lain yang bertentangan dengan tujuan utama tersebut, sehingga timbul konflik kepentingan antara manajer dan pemegang saham. Konflik kepentingan antara manajer dengan pemegang saham dapat diminimumkan dengan suatu mekanisme pengawasan yang dapat mensejajarkan kepentingan-kepentingan yang terkait tersebut, tetapi hal ini akan memunculkan biaya yang disebut agency cost. Jensen & Mecling (1976), mengatakan bahwa perusahaan yang memisahkan fungsi-pengelolaan dengan fungsi kepemilikan akan rentan terhadap konflik keagenan.. Untuk mengurangi
J. DINAMIKA SOSBUD Volume 11 Nomor 2, Desember 2009 : 127-139
128
agency cost antara lain dengan meningkatkan kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen dan selain itu, manajer merasakan langsung manfaat dari keputusan yang diambil dan juga apabila ada kerugian yang timbul sebagai konskwensi dari pengambilan keputusan yang salah. Kepemilikan ini akan mensejajarkan kepentingan manajemen dengan pemegang saham (Jensen & Meckling,1976). Dengan demikian, maka kepemilikan saham oleh manajemen merupakan insentif bagi para manajer untuk meningkatkan kinerja perusahaan dan manajer akan menggunakan hutang secara optimal sehingga akan meminimumkan biaya keagenan. Merujuk pada fenomena bisnis Bank Perkreditan Rakyat, serta studi yang dilakukan oleh Indira & Dadang (1998) serta Jensen & Meckling (1976), maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Bagaimana pengaruh faktor kepemilikan saham BPR (Direksi dan atau Komisaris) , CAR, BOPO dan ROA terhadap Non Performing Loan BPR. 1. Untuk menganalisis apakah komposisi pengurus BPR (Direksi dan Komisaris ) berpengaruh terhadap Non Performing Loan BPR 2. Untuk menganalisis apakah rasio kecukupan modal terhadap total asset (CAR) berpengaruh terhadap Non Performing Loan BPR 3. Untuk menganalisis apakah Return On Asset (ROA) berpengaruh terhadap Non Performing Loan BPR 4. Untuk menganalisis apakah rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) berpengaruh terhadap Non Performing Loan BPR Teori Agency Sebagaimana dijelaskan oleh Jensen (1976), teori agency adalah merupakan pertentangan kepentingan antara manager 129
dengan pihak pemegang saham. Pertentangan ini berkaitan dengan asumsi bahwa pemegang saham dan manager masing-masing menginginkan return yang tinggi terhadap proyek-proyek investasi tetapi berbeda dalam hal resiko (Jessen 1986). Untuk menjelaskan tentang hubungan, teori agency dalam penjelasannya biasanya dilakukan dengan memakai metode kontrak dimana satu pihak mendelegasikan pekerjaan kepada pihak yang lain (Jensen & Mckling, 1976). Menurut Fama (1980), pertentangan kepentingan ini muncul sehubungan dengan anggapan bahwa : 1) manajer bertindak sesuai dengan kepentingannya, 2) manajer merasa lebih mengerti tentang situasi bisnis dari pada pemilik/ karena adanya asimetri informasi, 3) dibanding dengan pemilik, manajer biasanya berusaha untuk menghindari resiko/risk averse. Menurut Amihud dan Lev (1981) dalam hal perbedaan resiko, sebenarnya pemegang saham lebih menaruh kepentingan terhadap resiko yang sistematis, sedangkan manajer lebih berkepentingan dengan resiko yang tidak sistematis. Menurut Eisenhardt (1989), teori agency berhubungan dengan pemecahan dua persoalan yang sering terjadi dalam hubungan agency. Masalah pertama yang muncul karena : (a) adanya perbedaan keinginan dan tujuan yang terjadi antara prinsipal dengan agen, dan (b) adanya kesulitan atau mahalnya biaya yang harus dikeluarkan oleh pihak prinsipal guna melakukan memverifikasi hal-hal apa yang sesungguhnya telah dikerjakan oleh pihak agen. Dengan demikian, yang menjadi masalah pokok adalah ketidak mampuan dari prinsipal untuk melakukan pengawasan secara pasti, atas hal-hal apa Faktor-faktor yang Mempengaruhi Non Perfoming Loan Bank Perkreditan Rakyat Di Eks Karesidenan Semarang (Paulus Wardoyo, Endang Rusdianti)
yang telah dilakukan oleh agen. Sedangkan masalah kedua lebih berkaitan dengan masalah pembagian resiko, yang muncul pada saat prinsipal dan agen mempunyai sikap yang berbeda mengenai resiko. Sehingga yang menjadi masalah disini yaitu adanya tindakan yang berbeda yang dilakukan oleh prinsipal dan agen, sebagai akibat adanya perbedaan sikap terhadap resiko yang harus dihadapi. Menurut Jensen & Meckling (1976), perusahaan yang memisahkan fungsi pengelolaan dengan fungsi kepemilikan akan rentan terhadap konflik keagenan. Penyebab konflik antara manajer dengan pemegang saham diantaranya adalah pembuatan keputusan yang berkaitan dengan aktivitas pencarian dana (financing decision) dan pembuatan keputusan yang berkaitan dengan bagaimana dana yang diperoleh tersebut diinvestasikan. Ada beberapa alternatif untuk mengurangi agency cost yaitu : a) meningkatkan kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen dan selain itu manajer merasakan langsung manfaat dari keputusan yang diambil dan juga apabila ada kerugian yang timbul sebagai konsekwensi dari pengambilan keputusan yang salah. Konsekwensinya, hal ini akan mensejajarkan kepentingan manajemen dengan pemegang saham, b) dapat meningkatkan devident payout ratio, dengan demikian tidak tersedia cukup banyak free cashflow dan manajemen terpaksa akan mencari pendanaan dari luar untuk membiayai investasinya, c) meningkatkan pendanaan dengan hutang, d) institutional investor sebagai monitoring agents. Corporate Governance Kaen (2003) mengemukakan Corporate Governance sebagai suatu tindakan tentang siapa yang mengontrol perusahaan dan mengapa dia mengontrol. Sementara
Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) mendefinisikan sebagai seperangkat aturan yang menetapkan hubungan antara pemegang saham, pengurus, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya sehubungan dengan hak-hak dan kewajiban mereka. Adapun prinsip-prinsip corporate governance mencakup: 1) adanya hak-hak pemegang saham yang harus diberi informasi yang benar dan tepat waktu, ikut berperan serta dalam pengambilan keputusan mengenai perubahan-perubahan mendasar dan memperoleh bagian keuntungan 2) adanya perlakuan sama terhadap para pemegang saham terutama kepada pemegang saham minoritas dan asing dengan keterbukaan informasi penting, 3) diakuinya peran pemegang saham bersama pemegang kepentingan yang lain dalam menciptakan kekayaan, lapangan kerja dan perusahaan yang sehat, 4) adanya pengungkapan yang akurat dan tepat waktu serta transparansi atau hal penting bagi kinerja perusahaan, kepemilikan serta pemegang kepentingan 5) adanya tanggungjawab pengurus dalam manajemen, pengawasan manajemen serta pertanggungjawaban kepada perusahaan dan para pemegang saham. Kepemilikan Saham Manajemen (Insider Ownership) Manajemen yang ditunjukan oleh pemegang saham sering berbeda kepentingan dengan pemegang saham. Adanya konflik dalam keputusan pendanaan karena pemegang saham hanya peduli terhadap resiko sistematik dari saham perusahaan dalam melakukan investasi pada portofolio terdiversifikasi dengan baik. Demsetz dan Lehn (1985) dalam Chaganti dan Damanpour (1991)
J. DINAMIKA SOSBUD Volume 11 Nomor 2, Desember 2009 : 127-139
130
menyajikan beberapa argumen untuk hipotesa bahwa insider ownership bervariasi di antara perusahaan-perusahaan. Umumnya, manfaat-manfaat dari insider ownership dihubungkan dengan tambahan dalam potensi kontrol dari manajer yang mengambil andil besar dalam perusahaan. Biaya dari insider ownership ditanggung oleh para insider yang harus mengalokasikan sebagian besar dari kekayaan mereka untuk perusahaan dan harus memegang suatu portofolio yang tidak terdiversifikasi. Disisi lain, manajer mempunyai kecenderungan untuk menggunakan hutang yang tinggi bukan atas dasar maksimalisasi nilai perusahaan, melainkan untuk kepentingan opportunistik mereka. Hal ini akan mengakibatkan beban bunga pinjaman karena risiko kebangkrutan perusahaan meningkat, dan agency cost of debt semakin meningkat/tinggi pula. Kontrol terhadap suatu perusahaan memberikan nilai incremental terbesar bila ternyata terjadi asymetri informasional antara insider dan outsider-nya besar. Jika outsider mengetahui usaha-usaha perusahaan dan manajerial seperti diketahui oleh insider, maka nilai incremantal yang diperoleh insider menjadi kecil. . Demsetz dan Lehn (1985) dalam Chaganti dan Damanpour (1991), berargumentasi bahwa resiko spesifik perusahaan yang tinggi akan meningkatkan nilai insider ownership, hal ini disebabkan kontribusi para manajer terhadap kinerja perusahaan sulit diukur karena adanya hambatan yang diciptakan oleh faktorfaktor eksternal, Perusahaan perusahaan dengan jumlah divisi yang besar juga akan lebih mahal untuk dimonitor bagi para outsider. Walaupun ada konsensus antara para teoritisi manajemen berkaitan dengan struktur hubungan antara CEO dan Dewan Komisaris, dimana mereka sepakat bahwa 131
seseorang tidak boleh merangkap sebagai CEO sekaligus juga sebagai Dewan Komisaris (Mallete dan Fowler, 1992), namun bukti empiris tentang hal ini masih terbatas. Daily dan Dalton (1992) meneliti 100 perusahaan dan menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan dualitas peran CEO dan Dewan Komisaris dengan berbagai indikator kinerja perusahaan, bahkan Rechner dan Dalton (1991), melaporkan bahwa perusahaan yang mempunyai struktur dualitas memiliki kinerja yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang tidak memiliki struktur dualitas. Beberapa hasil penelitian mengenai kinerja pengurus yang pemegang saham menunjukkan adanya hubungan antara pengurus pemegang saham dengan kebangkrutan. Lynn Pi dan Time (1992), menemukan bahwa pada Bank yang CEOnya bukan pimpinan dewan secara signifikan menunjukkan hubungan positif antara kinerja dengan kepemilikan CEO, sedangkan untuk bank yang CEO-nya pimpinan dewan, ubungan antara kinerja dan kepemilikan saham CEO tidak signifikan. Studi yang dilakukan oleh Chaganti, Mahajan dan Sharma (1985) menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara komposisi dewan direksi dengan kebangkrutan. Sementara studi Hambrick dan D’Aveni (1992) menunjukkan bahwa CEO yang dominan cenderung berkaitan erat dengan kebangkrutan sebuah perusahaan dibandingkan dengan CEO yang kurang dominan. Lorsch (1989), dalam studinya menyatakan bahwa adanya pemisahan atara CEO dan Dewan Komisaris akan dapat membantu Direktur menghindari krisis. Akhirnya studi yang dilakukan oleh Ghozali dan Sinaga (2006) menunjukkan bahwa semakin besar prosentase kepemilikan saham oleh komisaris semakin tinggi probabilitas bank bangkrut, dan semakin tinggi cash ratio Faktor-faktor yang Mempengaruhi Non Perfoming Loan Bank Perkreditan Rakyat Di Eks Karesidenan Semarang (Paulus Wardoyo, Endang Rusdianti)
semakin kecil probabilitas bank bangkrut. Sedangkan kepemilikan saham oleh direktur ternyata tidak berpengaruh terhadap kebangkrutan bank. Studi yang dilakukan oleh Wahidahwati (2002), menunjukkan bahwa managerial ownership merupakan faktor terpenting yang mempengaruhi debt ratio. Sementara hubungan antara managerial ownership dengan penggunaan hutang menunjukkan hubungan yang negatif. Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (CAR)) Pada Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 8/81/PBI/2006 tertanggal 5 Okotober 2006, sesuai dengan isi pasal 2 dari PBI tersebut, jumlah minimal dari KPMM bagi BPR adalah sebesar 8 %. KPMM dihitung dengan cara menjumlahkan modal yang terdiri dari modal inti dan modal pelengkap dibandingkan dengan aktiva tertimbang menurut resiko. Jika CAR atau KPMM suatu BPR kurang dari 8 %, maka pengurus BPR bertanggungjawab untuk berupaya memenuhi ketentuan tersebut. Return On Asset (ROA) Return On Asset adalah rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba dibandingkan dengan total aktiva perusahaan . dengan kata lain ROA merupakan perbandingan antara laba usaha dengan modal sendiri yang dipergunakan untuk menghasilkan laba tersebut. Modal yang diperhitungkan untuk menghitung ROA adalah modal yang bekerja di dalam perusahaan (operating asset). Semakin besar rasio ROA suatu bank maka akan semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank tersebut dlihat dari sisi penggunaan asset , standar rasio ROA yang aman menurut Bank Indonesia adalah berkisar antara 0,5% sampai dengan 1,25% Efisiensi Perbankan (BOPO)
Salah satu faktor kunci berdasarkan temuan penelitian yang dapat membedakan antara bank yang memiliki keuntungan rendah dan keuntungan yang tinggi adalah efisiensi operasional. Penilaian aspek efisiensi dimaksudkan untuk mengukur kemampuan bank dalam memanfaatkan dana yang dimiliki dan biaya yang dikeluarkan untuk mengoperasionalkan dana tersebut. Efisiensi dalam dunia perbankan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam rangka menciptakan perbankan yang sehat, transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Efisiensi merupakan perbandingan antara pengeluaran (beban operasional) dengan pendapatan operasional. Dalam penelitian ini efisiensi operasional diproksi dengan menggunakan rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO). Alasan digunakan rasio ini karena BOPO mempunyai dampak positif terhadap kinerja perusahaan. Biaya operasional adalah semua biaya yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha bank dan pendapatan oerasional bank adalah semua pendapatan yang merupakan hasil langsung dari kegiatan usaha bank yang benar-benar telah diterima. Standar rasio BOPO yang aman menurut Bank Indonesia adalah berkisar antara 94% sampai dengan 96%. Non Performing Loan (NPL) Merujuk pada kebijakan dari Bank Indonesia, besarnya NPL bagi perbankan (baik Bank Umum ataupun BPR) nilai maksimal adalah 5 %. NPL diperoleh dengan cara menjumlahkan kredit yang berkualifikasi Kurang Lancar, Diragukan dan Macet dibagi dengan jumlah kredit yang disalurkan. Hasil Penelitian Terdahulu Studi yang dilakukan oleh Ghozali dan Sinaga (2006) menunjukkan bahwa semakin besar prosentase kepemilikan saham oleh komisaris semakin tinggi
J. DINAMIKA SOSBUD Volume 11 Nomor 2, Desember 2009 : 127-139
132
probabilitas bank bangkrut, dan semakin tinggi cash ratio semakin ecil probabilitas bank bangkrut. Sedangkan kepemilikan saham oleh direktur ternyata tidak berpengaruh terhadap kebangkrutan bank. Studi yang dilakukan oleh Wahidahwati (2002), menunjukkan bahwa managerial ownership merupakan faktor terpenting yang mempengaruhi debt ratio. Sementara hubungan antara managerial ownership dengan penggunaan hutang menunjukkan hubungan yang negatif. Indira dan Dadang (1998), melakukan penelitian tentang kesehatan suatu bank yang sangat tergantung kepada pemilik dan pengelola Bank yang bersangkutan. Pemilik bertanggungjawab terhadap kecukupan modal bank guna mengantisipasi kerugian yang mungkin terjadi, sedangkan pengelola bertanggungjawab atas pengelolaan dan mempertahankan agar bank tersebut tetap sehat, mempertahankan nilai bank dengan memastikan bahwa portfolio asset yang sehat dan dapat menghasilkan laba yang memadai serta menilai struktur kewajiban dalam mengelola likuiditas bank. Menurut Jensen & Meckling (1976), perusahaan yang memisahkan fungsi pengelolaan dengan fungsi kepemilikan akan rentan terhadap konflik keagenan. Penyebab konflik antara manajer dengan pemegang saham diantaranya adalah pembuatan keputusan yang berkaitan dengan aktivitas pencarian dana (financing decision) dan pembuatan keputusan yang berkaitan dengan bagaimana dana yang diperoleh tersebut diinvestasikan Kerangka Pemikiran Teoritis SHARE (Saham Pengurus)
CAR (KPMM) NPL ROA
133
BOPO
Sumber : Dikembangkan untuk penelitian ini Berdasarkan kajian di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini berbunyi sebagai berikut : H1 : Kepemilikan saham oleh direktur dan dewan komisaris berpengaruh negatif terhadap kesehatan BPR H2. : CAR berpengaruh positif terhadap tingkat kesehatan BPR H3 : ROA berpengaruh positif terhadap tingkat kesehatan BPR H4 : BOPO berpengaruh positif terhadap tingkat kesehatan BPR METODE PENELITIAN Definisi Operasional Variabel
NO 1
VARIABEL NPL
2
SHARE
3
CAR
4
ROA
5
BOPO
DESKRIPSI Jumlah Kredit dengan kualitas kurang lancar ditambah diragukan ditambah kredit macet dibagi dengan jumlah kredit yang disalurkan Jumlah dalam percentage kepemilikan saham direktur dan dewan komisaris Rasio kecukupan modal yaitu jumlah modal bank dibagi jumlah aktiva tertimbang Perbandingan antara laba sebelum pajak dengan ratarata total asset. Kemampuan perusahaan dengan seluruh modal yang ada didalamnya untuk menghasilkan keuntungan Rasio total biaya bank dandibanding sampel dengan total pendapatan bank
FORMULA (KL+D+M) Jml Kredit
% saham direksi + % saham dewan komisaris Modal bank Jumlah aktiva tertimbang Laba sebelum pajak Rata-rata total asset
Total biaya operasi
Total pendapatan Populasi operasi Populasi dari penelitian ini adalah 76 Bank prkreditan Rakyat yang berada di eks karesidenan Semarang meliputi daerah/wilayah Kota Semarang, Kota Salatiga, Kabupaten Semarang, Kabupaten Kendal, Kabupaten Demak, dan Kabupaten
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Non Perfoming Loan Bank Perkreditan Rakyat Di Eks Karesidenan Semarang (Paulus Wardoyo, Endang Rusdianti)
Grobogan. Populasi dari penelitian tersebut adalah Bank Perkreditan berdasarkan laporan keuangan yang dipublikasikan pada akhir tahun 2007 dimana pengurusnya (Direktur dan atau Komisaris) juga sebagai pemegang saham dari Bank Prekreditan Rakyat yang bersangkutan. Adapun jumlah sampel yang diambil menurut Gay & Diehl (1992) sampel harus sebesar-besarnya dan pada umumnya semakin besar sampel maka kecenderungannya semakin representatif dan hasil dari penelitiannya dapat lebih digeneralisasikan., dan ukuran sampel yang dapat diterima tergantung pada jenis penelitian, minimum (Suhardi Sigit, 1999) , yaitu : a. penelitian deskriptif 10 % dari populasi b. penelitian korelasional - 30 subyek c. penelitian kausalitas- perbandingan 30 subyek per grup d. penelitian eksperimental - 15 subyek per grup Metode penetapan sampling menggunakan metode nonprobabilitas purposive sampling dengan menggunakan beberapa pertimbangan. Elemen populasi yang dipilih sebagai sampel dibatasi pada elemen-elemen yang dapat memberikan informasi berdasarkan pertimbangan bahwa yang menjadi pengurus adalah direktur atau dewan komisaris yang juga sebagai pemegang saham pada BPR yang bersangkutan . Adapun jumlah sampel yang memenuhi persyaratan dan berdasarkan minimum jumlah sampel yang ada maka dari populasi BPR sebanyak 31 BPR . Jenis data Jenis data yang digunakan adalah data sekunder berupa laporan keuangan yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia terakhir yaitu tahun 2007. Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kuantitatif dengan menggunakan persamaan regresi
linier berganda. Analisis kuantitatif yaitu suatu analisis yang dilakukan untuk menganalisis data yang diperoleh dari data sekunder laporan keuangan yang dipublikasikan Bank Indonesia tahun 2007., dan menggunakan software program SPSS 15. Adapun tahapan analisis dilakukan , sebagai berikut : 1. Uji Normalitas Sebelum melakukan uji statistik langkah awal yang harus dilakukan adalah screening terhadap data yang akan diolah. Salah satu asumsi penggunaan statistik parametrik adalah asumsi multivariate normality. Multivariate normality merupakan asumsi bahwa setiap variabel dan semua kombinasi linear dari variabel berdistribusi normal ( Imam Ghozali,2007). 2. Uji Multikolinieritas Uji ini dilakukan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Model regresi yang baik adalah suatu model yang terbebas dari gejala multikolinieritas.Jika perhitungan nilai VIF dibawah 10 dan tolerance pada variabel bebas diatas 0,1 maka dapat disimpulkan bahwa model regresi tersebut tidak terjadi multikolineritas (Imam Ghozali,2007). 3. Uji Heteroskedastisitas Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika nilai signifikansi lebih kecil dari 0,10 (tingkat kepercayaan 10%) atau signifikan maka dapat disimpulkan bahwa dalam data terjadi penyimpangan asumsi klasik heteroskedastisitas. 4. Analisis Regresi Linier Berganda
J. DINAMIKA SOSBUD Volume 11 Nomor 2, Desember 2009 : 127-139
134
Analisis regresi adalah study mengenai ketergantungan variabel dependen dengan satu atau lebih variabel independen dengan tujuan untuk mengestimasi dan atau memprediksi rata-rata populasi atau nilai rata-rata variabel dependen berdasarkan nilai variabel independen yang diketahui (Gujarati,2003). Hasil analisis regresi adalah berupa koefisien untuk masingmasing variabel independen..Koefisien ini diperoleh dengan cara memprediksi nilai variabel dependen dengan suatu persamaan . Dalam analisis regresi selain mengukur kekuatan hubungan antara dua variabel atau lebih juga menunjukkan arah hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen. Persamaan regresi linier berganda : Y= a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 Y= NPL a = konstanta X1= Share X2 = CAR X3 = BOPO X4 = ROA 5. Pengujian Hipotesis (uji t) Uji t menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen (Imam Ghozali,2007). Pengambilan keputusan adalah sebagai berikut : 1. Ho diterima bila t hitung dicapai pada tingkat probabilitas < 0,10 2. Ho ditolak bila t hitung dicapai pada tingkat probabilitas > 0,10 6. Menilai goodness of fit suatu model Ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual dapat diukur dari goodness of fit nya. Secara statistik dapat 135
diukur dari nilai koefisien determinasi dan nilai F. - koefisien determinasi (R2 ) mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antar nol dan satu. Nilai koefisien determinasi yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Dianjurkan untuk penelitian menggunakan R square adjusted pada saat mengevaluasi mana model regresi terbaik. - uji statistik F menunjukkan apakah semua variabel independen yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Dari data sampel yang diperoleh dan selanjutnya diolah dengan program SPSS versi 15, berdasarkan model yang disusun dan tahapan yang ada maka : 1. Uji normalitas dari data normalitas Karena data tidak normal, maka dinormalkan dengan menggunakan Zscore, sehingga ada 4 sample yaitu BPR IAS, BPR SAMK, BPR SKA, BPR GK yang dihilangkan, karena tidak memenuhi ketentuan uji normalitas. Berikut adalah data yang sudah memenuhi asas. 2. Uji multikolinieritas Dari perhitungan besaran korelasi antar variable independent, nampak bahwa hanya variabel CAR yang paling tinggi yaitu 0,467 atau sekitar 46,7%. Karena korelasi ini masih di bawah 90 % ( alpha/taraf signifikansi 10%), maka dapat dikatakan tidak terjadi multikolinieritas. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Non Perfoming Loan Bank Perkreditan Rakyat Di Eks Karesidenan Semarang (Paulus Wardoyo, Endang Rusdianti)
3.
4. Persamaan Regresi Linier berganda Untuk mengintepretasikan variabel bebas digunakan unstandardized coeficients dari keempat variabel independen yang dimasukkan dalam model regresi dengan tingkat alpha 10 %, maka variabel yang signifikan adalah variabel CAR (sig 0,075), variabel BOPO (sig 0,057) dan ROA (sig 0,107).
Uji heteroskedastisitas Scatterplot
Dependent Variable: Zscore(NPL)
Regression Studentized Residual
3
2
1
0
-1
Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan ketiga variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat kesehatan (NPL) BPR, sedangkan variabel SHARE ternyata tidak berpengaruh secara signifikan (sig 0,309). Persamaan regresi yang terbentuk dapat ditulis sebagai berikut : Y = 0,068 - 0,178 X1 + 0,508 X2 + 0,613 X3 - 0,636 X4
-2 -2
-1
0
1
2
Regression Standardized Predicted Value
Dari grafik scatter plot, terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak, serta tersebar baik di atas atau di bawah angka nol pada sumbu Y. Ini dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi adanya heterokedastisitas pada persamaan regresi. a Coefficients Unstandardized Coefficients Model (Constant)
1
B
Standardized Coefficients
Std. Error
Beta
t
Sig.
.068
.167
.406
.689
ZShare
-.178
.171
-.207
-1.041
.309
ZCAR
.508
.272
.434
1.868
.075
ZROA
-.636
.378
-.360
-1.680
.107
.613
.305
.449
2.008
.057
ZBOPO
a. Dependent Variable: ZNPL
REGRESSION /DESCRIPTIVES MEAN STDDEV CORR SIG N Model Summary Std. Error of the
Model 1
R
R Square a
.508
Adjusted R Square .258
a. Predictors: (Constant), ZBOPO, ZShare, ZROA, ZCAR
J. DINAMIKA SOSBUD Volume 11 Nomor 2, Desember 2009 : 127-139
.124
Estimate .761973
136
5.
Koefisien Determinasi Dari tampilan output SPSS model summary besarnya adjusted R2 adalah 0,124 hal ini berarti 12,4% variasi NPL dapat dijelaskan oleh variasi dari keempat variabel independen sedangkan sisanya 87,6 % dijelaskan oleh sebab yang lain di luar model. Standar Error of estimate (SEE) sebesar 0.7620. b
ANOVA Model 1
Sum of Squares Regression
df
Mean Square
4.453
4
1.113
Residual
12.773
22
.581
Total
17.226
26
F
Sig. 1.917
a. Predictors: (Constant), ZBOPO, ZShare, ZROA, ZCAR b. Dependent Variable: ZNPL
Makin kecil nilai SEE akan membuat model regresi semakin tepat dalam memprediksi variabel dependen 6. Uji signifikansi simultan ( Uji F ) Dari uji Anova atau F test didapat nilai F hitung sebesar 1.917 dengan probabilitas 0.143. Karena probabilitas lebih besar dari 0,10 maka model regresi sebenarnya tidak dapat digunakan untuk memprediksi variabel dependen (NPL). Tetapi dengan koefisien determinasi model masih dapat digunakn untuk memprediksi variabel dependen (NPL)
137
a
.143
7. Uji signifikansi parameter individual (Uji t) Untuk menginterpretasikan koefisien variabel bebas dapat menggunakan unstandardized cofficient dimana dari keempat variabel independen yang dimasukkan dalam model regresi maka variabel Share tidak signifikan. Hal ini dapat dilihat dari probabilitas signifikansi dari share sebesar 0.309 yang keduanya jauh diatas 0.10. Sedangkan variabel yang lain signifikan pada 0.10. SIMPULAN Faktor-faktor yang Mempengaruhi Non Perfoming Loan Bank Perkreditan Rakyat Di Eks Karesidenan Semarang (Paulus Wardoyo, Endang Rusdianti)
Dari hasil analisis, dapat diketahui bahwa kepemilikan saham oleh pengurus (direksi dan komisaris), ternyata tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat kesehatan BPR yang diukur dari NPL (non performing loan). Hal ini menunjukkan bahwa pengurus BPR yang memiliki saham, bisa memisahkan fungsi dan peran antara pemegang saham dan pengurus. Sedangkan faktor CAR, dan BOPO , secara signifikan berpengaruh terhadap tingkat NPL dari BPR arahnya adalah positif sedangkan faktor ROA berpengaruh secara signifikan dan arahnya negatif. Ini dapat diartikan, semakin tinggi tingkat NPL, maka pendapatan bunga kredit akan semakin berkurang, sedangkan biaya operasional tetap harus dibayarkan dan tidak bisa ditunda-tunda, akhirnya akan mempengaruhi laba operasional BPR Impikasi Manajerial Hasil penelitian menunjukkan bahwa share tidak berpengaruh terhadap NPL, maka dalam penyaluran kredit perlu dilakukan analisis yang lebih mendalam dan secara hati, serta didukung dengan pengikatan legalitas yang sangat memadai dan back up jaminan tambahan yang sepadan dengan jumlah kredit yang diberikan dan saleable. Selain itu, perlu adanya keterbukaan antara pengurus (Direksi dan Komisaris) dengan Pemegang Saham, sehingga kepentingan dari masingmasing pihak bisa diakomodir dengan lebih baik., sehingga pemberian kredit terjamin atas tingkat kembaliannya. Keterbatasan Penelitian 1. Informasi dari Laporan Keuangan Publikasi BPR yang ditayangkan oleh Bank Indonesia melalui website, ternyata tidak bisa diakses lebih lanjut. 2. Peneltian ini tidak bisa membahas lebih jauh tentang perilaku Direksi dan Komisaris dalam mengelola BPR seharihari.
3. Data yang dianalisis hanya posisi per 31 Desember 2007 Agenda Penelitian Yang Akan Datang a) Perlunya dimasukkan variabel lain misal LDR, karena LDR menunjukkan perbandingan antara jumlah dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun dengan jumlah kredit yang disalurkan, sehingga diperkirakan bisa mempengaruhi tingkat NPL b) Wilayah penelitian sebaiknya diperluas ke seluruh wilayah Propinsi Jawa Tengah, dengan harapan agar hasil penelitian bisa digeneralisasikan. c) Jangka waktu penelitian sebaiknya lebih dari satu tahun d) Perlunya dilengkapi dengan kajian secara kualitatif tentang perilaku pengurus BPR, sehingga akan diperoleh gambaran yang lebih lengkap tentang pengaruh kepemilikan saham oleh pihak Pengurus. DAFTAR PUSTAKA Bathala Chenchuramaiah T, Moon Keneth P, Rao Ramesh P (1994), Managerial Ownership, Debt Policy and The Impact of Institutionaln Holdings : An Agency Perspective, Financial Management, Vol 23, No-3, 38-50 Chaganti
Rajeswararao, Damanpour Fariborz, 1991, Institutional Ownership Capital Structure and Firm Performance, Strategic Management Journal, VOl 12, 479491
Chaganti,R.S, Majan,V dan Sharma,S, 1985 “ COrporate Borrad Size, Composition and Corporate Failure in Retailing Industry”
J. DINAMIKA SOSBUD Volume 11 Nomor 2, Desember 2009 : 127-139
138
Journal of Management, Volum3e 22,No.4, page 400-416 Daily, C.M dan Dalton D.R, 1992 “ The Relationship Between Governance Structure and Coporate Performance in Entrepreneurial Firms”, Journal of Business Venturing, Vol 7,page 375-386 D’Aveni,RA dan Mc Millan, I,1990” Crisis and the Content of Managerial Communication : A Study od the Focus of Attention of Top Managers in Surviving and Failing Firms”Administrative Science Quarterly, No 35, page 634-657 Gozali,
Imam dan Sinaga,DS, 2006 “ Hubungan Antara Pengurus Pemilik Bank dan Kebangkrutan Bank di Indonesia” Jurnal Bisnis Strategi, Vol 15, No 1, page 101105
Ghozali Imam, 2007, Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS,BP Undip, Semarang Hambrick,DC dan D’Aveni,R.A,1992.”Top Team Deteroration as Part of the Downward Spiral of Lare Corporate Bankrupties” Management Science,Vol 38, page 1445-1466.
Lynn,P dan Timme, S.G.1992” Corporate control and Bank Efficiency” Journal of Banking and Finance, Vol 17, page 515-530 Mallete.P dan Fowler,J.L,1992 “ Effect Board Composition and Stock Ownership on the Adoption of Poison Pills” Academy of Management Journal, Vol 35, page :1010-1035 Nur Indriantoro,1999, Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi & Manajemen, BPFE UGM Rechner,PL dan Dalton, D.R. 1991” CEO Duality and Organzational Performance:A Longitudinal Análisis” Strategic Management Journal, Vol 12, page 155-160. Sigit ,Suhardi,1999, Metodologi Penelitian Social – Bisnis - Manajemen, BPFE-UGM Wahidahwati, 2002” Pengaruh Kepemilikian Manajerial dan Kepemilikan Institusional pada Kebijakan Hutang Perusahaan : Sebuah Perspektif Theory Agency” Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol 5, No 1, page 1-16
Indira dan Dadang, 1998” Memprediksi Kondisi Perbankan Melalui Pendekatan Solvency Secara Dinamis” Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September, page 169-184
139
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Non Perfoming Loan Bank Perkreditan Rakyat Di Eks Karesidenan Semarang (Paulus Wardoyo, Endang Rusdianti)