JEBIS Vol. 1, No. 2, Juli – Desember 2015
ANALISIS ETOS KERJA PEMULUNG DALAM MENINGKATKAN KUALITAS HIDUP DI KECAMATAN TIKUNG LAMONGAN (Study Pemulung Muslim di Desa Jatirejo Kecamatan Tikung Lamongan) Henny Mahmudah Pascasarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Brawijaya Email:
[email protected]
ABSTRACT This study aims to determine how much influence the Implementation of the Work Ethic In Improving Quality of Life Scavenger Muslim village, hamlet Jatirejo Mask District of Tikung Lamongan. Subyek research is Scavengers Muslims in the village Jatirejo Ticking subdistrict in Lamongan some 50 people. The data collection method using a questionnaire. Methods of analysis using logistic regression models. The results showed that the implementation of the work ethic of individual Muslims who mostly have a high work ethic can increase its revenue, so their quality of life can be improved. In this case can be seen from the quality of life Nagelkerke R Square of 0.551, this means 55.1% of the variable quality of life can be explained by the variable Work Ethic, while the value of R Square Negelkerke revenue of 0.552, this means that 55.2% Income variables can explained by the variable Work Ethics. There is a strong relationship between the two that the higher a person's work ethic, the higher the level of quality of life and the lower the person's work ethic the lower level of the quality of life it also affect the level of income. Keywords: work ethic, quality of life, scavengers
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pengimplementasian etos kerja dalam meningkatkan kualitas hidup pemulung Muslim di desa Jatirejo dusun Topeng Kecamatan Tikung Lamongan. Subyek penelitian adalah pemulung Muslim di Desa Jatirejo Kecamatan Tikung Lamongan sejumlah 50 orang. Metode pengambilan data menggunakan kuisioner. Metode analisis menggunakan Model Regresi Logistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengimplementasian etos kerja individu Muslim yang sebagian besar mempunyai etos kerja tinggi dapat meningkatkan pendapatannya, sehingga dengan demikian, kualitas hidup mereka dapat meningkat. Dalam hal ini dapat dilihat dari nilai Negelkerke R Square kualitas hidup sebesar 0,551. Ini dapat diartikan 55,1% variabel Kualitas Hidup dapat diterangkan oleh variabel Etos Kerja. Sedangkan nilai Negelkerke R Square pendapatan sebesar 0,552. Ini berarti 55,2% variabel Pendapatan dapat diterangkan oleh variabel Etos Kerja. Terdapat hubungan yang kuat antara 143
Analisis Etos Kerja Pemulung dalam ...
keduanya, yakni semakin tinggi etos kerja seseorang, maka semakin tinggi tingkat kualitas hidupnya dan semakin rendah etos kerja seseorang, maka akan semakin rendah tingkat kualitas hidupnya. Hal ini berpengaruh pula pada tingkat pendapatannya. Kata kunci: etos kerja, kualitas hidup, pemulung
1.
PENDAHULUAN
Salah satu sifat keuniversalan ajaran Islam yang berkaitan dengan kehidupan di dunia adalah mengajarkan kepada umatnya untuk meningkatkan kesungguhan dalam setiap aktivitas hidupnya. Salah satunya dengan cara beribadah kepada Allah SWT, seperti dalam firman Allah dalam Al-Qur’an Surat Adz-Dzariyat ayat 56 tentang kewajiban makhluk Allah yakni jin dan manusia untuk tidak melakukan suatu hal kecuali ibadah kepada-Nya. Konsep ibadah yang dimaksudkan di sini adalah konsep ibadah dalam arti luas, tidak saja meliputi ibadah mahdhoh yang telah dijelaskan rukun dan syara’nya melainkan juga segala hal yang dilakukan untuk kepentingan dirinya dalam rangka tugasnya sebagai khalifah fil ‘ardh. Sesungguhnya Allah telah menganugerahkan begitu banyak kenikmatan kepada manusia sebagai modal awal dalam menjalani kehidupan di dunia. Kenikmatan yang ada di muka bumi ini diberikan Allah SWT kepada seluruh umatnya baik yang beriman kepada-Nya maupun yang ingkar pada-Nya. Keseluruhannya adalah bentuk kasih sayang Allah yang tiada tara. Perintah yang telah diturunkan berkaitan dengan keharusan untuk memaksimalkan modal yang didapat dari Allah adalah senantiasa melaksanakan setiap urusan dengan sungguhsungguh dalam setiap aspek kehidupan manusia, termasuk di dalamnya adalah kesungguhan dalam bidang ekonomi. Dalam hal ini Islam mengajarkan kepada para pelaku ekonomi bahwa segala aktivitas ekonomi harus berdasarkan pada iman. Ini berarti bagi setiap pelaku ekonomi muslim perasaan beriman menjadi pengendali utama dalam melakukan aktivitas ekonomi. Menurut Asifudin (2004), Islam memandang bahwa materi atau kepemilikan seseorang atas benda bukan hal yang paling penting, melainkan upaya atau kerja itu sendiri. Meski sesungguhnya kepemilikan benda atau materi berjalan seiring dengan ikhtiar atau usaha yang dilakukan oleh seorang individu. Islam telah mengajarkan bahwa setiap orang muslim terutama laki-laki wajib mencari nafkah. Tidak dibenarkan seorang muslim untuk bermalas-malasan karena Islam tidak menghendaki kemiskinan. Di dalam Islam, kemiskinan harus dilawan dengan bekerja, kekurangan harta harus diatasi dengan mencari berbagai peluang yang dapat mendatangkan kecukupan materi. Namun tentu saja, kemiskinan bukan merupakan alasan seseorang untuk pasrah dan nrimo atas kondisi yang telah ditakdirkan atas dirinya. Seorang yang tidak berusaha, maka Allah juga 144
JEBIS Vol. 1, No. 2, Juli – Desember 2015
tidak akan membukakan jalan bagi kemudahan rezekinya. Rendahnya motivasi kerja yang diakibatkan oleh kurangnya pengetahuan tentang bagaimana kerja yang sesungguhnya, terutama kerja yang dipahami dalam konteks ajaran Islam. Hal ini mengakibatkan kepada rendahnya daya tawar dan tentu saja pendapatan yang tidak memenuhi standar upah minimum. Kenyataan ini akan berakibat pada tingginya angka kemiskinan. Pada sisi lain secara faktual, dalam konteks di Indonesia, umat Islam sebagai mayoritas bangsa ini masih jauh dari keunggulan bila dibandingkan dengan sesama umat maupun sesama saudara kemanusiaan di negara-negara lain. Realitas ini menuntut bangsa ini untuk segera membenahi di segala bidang kehidupan, salah satunya adalah etos kerja yang tinggi, sistematis dan berkelanjutan sehingga mengurangi dampak kemiskinan pada saat ini. Sedangkan kesadaran bekerja akan melahirkan suatu perbaikan (improvement) untuk meraih nilai yang lebih bermakna, mampu menuangkan idenya dalam bentuk perencanaan, tindakan, serta melakukan penilaian dan analisa tentang sebab dan akibat dari aktivitas yang dilakukan (managerial aspect). Dengan cara pandang seperti ini, sadarlah bahwa setiap muslim tidaklah akan bekerja hanya sekedar untuk bekerja; asal mendapat gaji, dapat surat pengangkatan atau sekedar menjaga gengsi supaya tidak disebut sebagai penganggur. Karena, kesadaran bekerja secara produktif serta dilandasi semangat tauhid dan tanggung jawab uluhiyah merupakan salah satu ciri yang khas dari karakter atau kepribadian seorang muslim. Islam adalah agama yang menjunjung tinggi etos kerja sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surah at-Taubah ayat 105: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat hasil pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakannya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” Setiap pekerja terutama yang beragama Islam, harus dapat menumbuhkan etos kerja secara Islami, karena pekerjaan yang ditekuni bernilai ibadah. Hasil yang diperoleh dari pekerjaannya juga dapat digunakan untuk kepentingan ibadah, termasuk di dalamnya menghidupi keluarga. Oleh karena itu, seleksi memilih pekerjaan menumbuhkan etos kerja yang Islami menjadi suatu keharusan bagi semua pekerjaan. Dari data tingkat sebaran profesi/pekerjaan masyarakat di desa Jatirejo dusun Topeng dengan jumlah penduduk sebanyak 1.399 jiwa yang paling banyak digeluti adalah sebagai petani/pekebun, kemudian wiraswasta di mana sebanyak 136 KK (26,56 persennya) berprofesi sebagai pemulung, selanjutnya pedagang, pegawai negeri (TNI Polri), pelajar, sebagamana yang terlihat dalam Tabel 1.1. Berawal dari sinilah peneliti ingin mengetahui bagaimana sesungguhnya masyarakat di desa Jatirejo dusun Topeng memahami mengenai etos kerja, karena setiap pekerja, terutama yang beragama Islam harus dapat menumbuhkan etos kerja secara Islami, karena pekerjaan yang ditekuni bernilai badah, dan bagaimana etos kerja itu kemudian membentuk perilaku masyarakat terutama komunitas pemulung terhadap upaya untuk 145
Analisis Etos Kerja Pemulung dalam ...
meningkatkan kesejahteraan, apakah dengan etos kerja yang dimaknai akan mempengaruhi terhadap peningkatan kualitas hidupnya.
Tabel 1.1 Jumlah penduduk berdasarkan Tingkat Pekerjaan Dusun Topeng Desa Jatirejo Kecamatan Tikung Pekerjaan
Frekuensi Persentase Persentase Kumulatif
Petani/pekebun
618
44.17
44.17
Wiraswasta
512
36.60
80.77
15
1.07
81.84
158
11.30
93.14
96
6.86
100.00
1.399
100.00
PNS Ibu Rumah Tangga Pelajar Total
Sumber: Desa Jatirejo (2012)
Berangkat dari kondisi tersebut, peneliti berupaya mengangkat topik yang sama, yakni etos kerja bagi individu muslim namun dalam konteks Ilmu ekonomi sehingga diharapkan dari hasil penelitian tersebut dapat dilihat Ilmu Ekonomi sebagai suatu ilmu yang holistik. Selain meneliti etos kerja dari sudut pandang Ilmu Ekonomi, peneliti termotivasi untuk melakukan penelitian dengan pendekatan non-mainstream (pendekatan secara kualitatif) untuk dapat mengungkap persoalan-persoalan yang terjadi di masyarakat Lamongan khususnya komunitas pemulung muslim di Lamongan. Berdasarkan pemikiran tersebut di atas, peneliti merasa tertarik untuk meneliti bagaimana etos kerja dalam kehidupan para pemulung muslim, di kawasan Desa Jatirejo dusun Topeng Kecamatan Tikung Lamongan, dengan mengajukan judul thesis “Analisis Etos Kerja Pemulung dalam Meningkatkan Kualitas Hidup di Kecamatan Tikung Lamongan (Study Pemulung muslim di Desa Jatirejo kecamatan Tikung Lamongan).” Berpijak pada pemaparan latar belakang di atas, maka, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Apakah implementasi etos kerja berpengaruh terhadap peningkatan kualitas hidup bagi individu muslim pada komunitas pemulung di Desa Jatirejo dalam kehidupan kesehariannya?”
146
JEBIS Vol. 1, No. 2, Juli – Desember 2015
2.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Etos Kerja Islami
Dalam kehidupan pada saat sekarang, setiap manusia dituntut untuk bekerja guna memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Dengan bekerja seseorang akan menghasilkan uang. Akan tetapi dengan bekerja saja tidak cukup, perlu adanya peningkatan, motivasi dan niat. Pandangan Islam mengenai etos kerja, dimulai dari usaha mengungkap sedalamdalamnya sebagaimana sabda Nabi yang mengatakan bahwa nilai setiap bentuk kerja itu tergantung pada niat-niat yang dipunyai pelakunya. Jika tujuannya tinggi (mencari keridhaan Allah), maka ia pun akan mendapatkan nilai kerja yang tinggi, dan jika tujuannya rendah (seperti misalnya hanya bertujuan memperoleh simpati sesama manusia belaka) maka setingkat itu pula nilai kerjanya. Di dalam Islam setiap pekerja, terutama yang beragama Islam, harus dapat menumbuhkan etos kerja secara Islami, karena pekerjaan yang ditekuni bernilai ibadah. Hasil yang diperoleh dari pekerjaannya juga dapat digunakan untuk kepentingan ibadah, termasuk di dalamnya menghidupi ekonomi keluarga. Adapun etos kerja yang Islami tersebut adalah: niat ikhlas karena Allah semata, kerja keras dan memiliki cita-cita yang tinggi, dengan demikian etos kerja Islami adalah akhlak dalam bekerja sesuai dengan nilai-nilai Islam sehingga dalam melaksanakannya tidak perlu lagi dipikir-pikir karena jiwanya sudah meyakini sebagai sesuatu yang baik dan benar. Etika kerja Islam menekankan bekerja dengan keseriusan sebagai sumber kebahagiaan dan prestasi. Kerja keras dianggap sebagai kebajikan dan orang yang bekerja dengan sungguh-sungguh lebih besar kemungkinan hidupnya maju, demikian sebaliknya. Ali (1988) mengungkapkan bahwa keadilan dan kebaikan di tempat kerja adalah kondisikondisi yang dibutuhkan untuk kemakmuran diri dan masyarakat. Tinggi rendahnya nilai kerja itu diperoleh seseorang tergantung dari tinggi rendahnya niat. Sebelum masuk ke dalam hubungan “internal” ajaran Islam terhadap etos kerja muslim dalam bidang ekonomi, terlebih dahulu ditelusuri salah satu penelitian yang monumental sekaligus kontroversi dari seorang sosiolog sekaligus ahli hukum yang bernama Max Weber. Teori Weber disebut monumental disebabkan atas dasar hasil penelitian yang serius terhadap “kinerja” agama-agama yang “katanya” menghasilkan manusia-manusia produktif. Selain itu, teori Weber juga memiliki kontroversi disebabkan cara pandang dan penggunaan parameter-parameter yang berbeda. Teori Weber ini dikenal dengan sebutan etika protestan (protestant etic, die protestantiche Ethic) dan hubungannya dengan “semangat kapitalisme”. Dalam Tesis yang diperkenalkannya sejak tahun 1905 mengatakan bahwa ada hubungan antara ajaran agama dengan perilaku ekonomi. Hasil penelitiannya mengatakan bahwa orang-orang beragama (dalam hal ini agama Protestan) simetris dengan kedudukannya dalam bidang ekonomi. Tesis ini disinyalir berdasarkan pengamatan Weber terhadap fakta sosiologis yang ditemukannya di Jerman, bahwa sebagian besar pengusaha dan pemilik modal tingkat atas adalah orang-orang Protestan. 147
Analisis Etos Kerja Pemulung dalam ...
Rokan (2012), Agama pada dasarnya dapat menjadi dinamisator bagi masyarakat dalam menjalankan berbagai aktivitas baik secara individu maupun kelompok. Ada beberapa contoh perilaku masyarakat yang kurang produktif akibat dari pemahaman yang kurang tepat terhadap ajaran agama. Seperti adanya suatu kecenderungan di sebagian umat Islam yang bersikap pasrah atau menyerah kepada nasib. Lebih lanjut menurut Rokan, padahal jika ajaran-ajaran tersebut dipahami dengan benar akan menghasilkan sikap yang positif. Dalam Islam ada ajaran tawakkal. Ajaran ini ketika dipahami dengan benar, maka akan melahirkan sikap mental yang luar biasa, karena tawakkal berarti orang harus berusaha sekuat tenaga dengan mencari setiap peluang dan kesempatan yang ada. Sedang kepercayaan kepada akhirat dapat menimbulkan sikap tertentu, yaitu sikap bertanggung jawab. Orang yang tidak percaya kepada akhirat, maka tidak percaya juga dengan pahala dan dosa, lalu tidak ada motivasi untuk berbuat baik, karena berbuat benar atau salah sama saja. Menurut Dr. Musa Asy’arie (1997) etos kerja islami adalah rajutan nilai-nilai khalifah dan ‘abd yang membentuk kepribadian muslim dalam bekerja. Nilai-nilai khalifah adalah bermuatan kreatif, produktif, inovatif, berdasarkan pengetahuan konseptual, sedangkan nilai-nilai ‘abd bermuatan moral, taat, dan patuh pada hukum agama dan masyarakat. Toto Tasmara (2002) mengatakan bahwa semangat kerja dalam Islam kaitannya dengan niat semata-mata bahwa bekerja merupakan kewajiban agama dalam rangka menggapai ridha Allah, sebab itulah dinamakan jihad fisabilillah. Jika seseorang duduk di masjid menyibukkan diri dalam urusan agama, menuntut ilmu agama atau beribadah, namun menelantarkan orang yang menjadi tanggungannya, ia adalah seorang pendosa. Ia tidak paham bahwa bekerja untuk menjaga iffah (kehormatan) dirinya, istri, dan anak-anaknya adalah ibadah. Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa jika terjadi sinergi antara aspek keagamaan dengan ekonomi akan menghasilkan sebuah karakter yang berujung pada perilaku positif seseorang di mana perilaku perilaku tersebut dapat mendorong meningkatnya output seseorang. Menurut Jansen H. Sinamon (1993:14-21), ciri-ciri orang yang memiliki semangat kerja, atau etos yang tinggi, dapat dilihat dari sikap dan tingkah lakunya, di antaranya: 1. Orientasi ke masa depan. Artinya semua kegiatan harus direncanakan dan diperhitungkan untuk menciptakan masa depan yang maju, lebih sejahtera, dan lebih bahagia daripada keadaan sekarang, lebih-lebih keadaan di masa lalu. Untuk itu hendaklah manusia selalu menghitung dirinya untuk mempersiapkan hari esok. 2. Kerja keras dan teliti serta menghargai waktu. Kerja keras berarti berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Dalam salah satu hadis Rasulullah pernah bersabda: 148
JEBIS Vol. 1, No. 2, Juli – Desember 2015
“Tidak ada satu makanan pun yang dimakan seseorang yang lebih baik daripada makanan hasil usahanya sendiri.” (H.R al-Bukhari dan Nasa’i) . Kerja santai, tanpa rencana, malas, pemborosan tenaga, dan waktu adalah bertentangan dengan nilai Islam. Islam mengajarkan agar setiap detik dari waktu harus diisi dengan 3 (tiga) hal yaitu, untuk meningkatkan keimanan, beramal sholeh (membangun), dan membina komunikasi sosial. 3. Bertanggung jawab. Tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Apabila dikaji, tanggung jawab itu adalah kewajiban yang harus dipikul sebagai akibat dari perbuatannya. Tanggung jawab adalah ciri manusia yang beradab, manusia merasa bertanggung jawab karena ia menyadari akibat baik atau buruk perbuatannya itu, dan menyadari pula bahwa pihak lain memerlukan pengadilan atau pengorbanan Dari uraian di atas, maka tanggung jawab bisa dikelompokkan menjadi 2 hal: Pertama yaitu tanggung jawab kepada diri sendiri. Baik buruknya sesuatu kejadian yang terjadi pada diri kita dipertanggungjawabkan oleh diri kita, bukan oleh orang lain. Kedua adalah tanggung jawab kepada orang lain dan lingkungan sekitar. Manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam hidupnya untuk pengembangan dirinya. Dengan kata lain, ia mempunyai kewajiban-kewajiban moral terhadap lingkungan sosialnya. 4. Hemat dan sederhana. Hidup secara sederhana dan hemat akan menjadikan seseorang terjauhkan dari berbagai godaan yang ujung-ujungnya akan dapat menyengsarakan dirinya sendiri. Hidup sederhana juga akan semakin mendekatkan diri kita kepada Tuhan dan sekaligus kepada masyarakat umum, karena kita dapat merasakan tentang penderitaan mereka 5. Adanya iklim kompetisi atau bersaing secara jujur dan sehat. Menumbuhkan semangat berkompetisi bukanlah hal yang sulit, karena pada hakikatnya manusia memiliki sifat distinksi, yaitu nafsu yang mendorong manusia untuk berbeda dengan pihak lain. Dalam perbedaan itu mereka ingin menjadi lebih dari yang lain, sehingga baik dengan atau tanpa disadari manusia saling berkompetisi antar sesamanya. Selain itu perlu ditanamkan pula rasa saling menghargai antar sesama. Dengan rasa saling menghargai, maka yang timbul adalah sikap positif, menerima dengan lapang dada, dan menjadikan hal tersebut sebagai motivasi untuk menjadikan diri lebih baik seperti mereka, bukan malah menjadi iri atau benci dan berniat menjatuhkan mereka. 149
Analisis Etos Kerja Pemulung dalam ...
2.2.
Peningkatan Kualitas Hidup
Kata ‘Kualitas’ itu berasal dari bahasa Inggris ‘Quality’ yang berarti kecakapan, jenis, dan mutu. Dalam bahasa Belanda ‘Kualiteit’ yang berarti jenis dan dalam bahasa Arab dengan kata ‘Shifatun’ yang sepadan dengan pengertian di atas. Kualitas hidup adalah keadaan yang dipersepsikan terhadap keadaan seseorang sesuai konteks budaya dan sistem nilai yang dianutnya, termasuk tujuan hidup, harapan, dan niatnya. Pembangunan Sosial bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat (people’s well-being). Pakar ilmu sosial mendefinisikan kesejahteraan sosial sebagai tinggi rendahnya tingkat hidup pada suatu masyarakat. Oleh karenanya kemudian diciptakan suatu metode untuk dapat mengetahui indikator kesejahteraan sosial, di antaranya adalah indeks kualitas hidup secara fisik atau PQLI (Physical Quality of Life Index) yang diperkenalkan oleh D.M. Morris (1979), kemudian indeks kemajuan sosial (The Index of Social Progress) yang diciptakan oleh Richard Estes (1985), dan yang terbaru adalah indeks pembangunan manusia (Human Development Index) yang dikembangkan oleh United Nations Development Programme (UNDP) pada tahun 1990 (Midgley, 2005:20). Model terakhir inilah yang menjadi populer di berbagai negara termasuk di Indonesia sebagai suatu tools untuk mengukur pembangunan manusia. Cella & Tulsky dalam Dimsdale (1995) menyebutkan bahwa beberapa pendekatan fenomenologi dari kualitas hidup menekankan tentang pentingnya persepsi subjektif seseorang dalam memfungsikan kemampuan mereka sendiri dan membandingkannya dengan standar kemampuan internal yang mereka miliki agar dapat mewujudkan sesuatu menjadi lebih ideal dan sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Adapun menurut Cohen & Lazarus dalam Sarafino (1994) kualitas hidup adalah tingkatan yang menggambarkan keunggulan seorang individu yang dapat dinilai dari kehidupan mereka. Keunggulan individu tersebut biasanya dapat dinilai dari tujuan hidupnya, kontrol pribadinya, hubungan interpersonal, perkembangan pribadi, intelektual, dan kondisi materi. Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kualitas hidup adalah penilaian individu terhadap posisi mereka di dalam kehidupan, dalam konteks budaya dan sistem nilai di mana mereka hidup dalam kaitannya dengan tujuan individu, harapan, standar, serta apa yang menjadi perhatian individu (Larasati, n.d.). Kemudian Stiglitz, Sen & Fitoussi (2011:77-98) menyebutkan ada beberapa bidang yang terkait dengan kualitas hidup, di antaranya yaitu: kesehatan, pendidikan, aktivitas personal, hak suara politik dan tata kelola pemerintahan, koneksi sosial, kondisi lingkungan, serta ketidakamanan pribadi. Dikutip dari kualitas hidup menurut Jennifer J. Clinch, Deborah Dudgeeon dan Harvey Schipper (1999), kualitas hidup mencakup: a. Gejala fisik b. Kemampuan fungsional (aktivitas) 150
JEBIS Vol. 1, No. 2, Juli – Desember 2015
c. Kesejahteraan keluarga d. Spiritual e. Fungsi sosial f. Kepuasan terhadap pengobatan (termasuk masalah keuangan) g. Orientasi masa depan h. Kehidupan seksual, termasuk gambaran terhadap diri sendiri i.
Fungsi dalam bekerja
Untuk mengetahui kualitas hidup, harus diketahui terlebih dahulu indikatornya. Menurut OECD (1982), indikator kualitas hidup adalah pendapatan, perumahan, lingkungan, stabilitas sosial, kesehatan, pendidikan, dan kesempatan kerja. Indikator yang diajukan OECD bisa dikatakan sangat memadai, dalam arti sudah mencakup banyak hal sebagai cerminan kualitas hidup. Menurut Calman yang dikutip oleh Hermann (1993) mengungkapkan, bahwa konsep dari kualitas hidup adalah bagaimana perbedaan antara keinginan yang ada dibandingkan perasaan yang ada sekarang. Definisi ini dikenal dengan sebutan “Calman’s Gap”. Calman mengungkapkan pentingnya mengetahui perbedaan antara perasaan yang ada dengan keinginan yang sebenarnya. Menurut Skevington (2008) secara umum terdapat 4 bidang (domains) yang dipakai untuk mengukur kualitas hidup berdasarkan kuesioner yang dikembangkan oleh WHO (World Health Organization), yaitu WHOQOL-BREF. Bidang tersebut adalah kesehatan fisik, kesehatan psikologik, hubungan sosial, dan lingkungan. Sedangkan secara rinci bidang-bidang yang termasuk kualitas hidup adalah sbb.: 1. Kesehatan fisik (physical health): kesehatan umum, nyeri, energi dan vitalitas, aktivitas seksual, tidur dan istirahat. 2. Kesehatan psikologis (psychological health): cara berpikir, belajar, memori dan konsentrasi. 3. Hubungan sosial (social relationship): hubungan sosial, dukungan sosial. 4. Lingkungan (environment): keamanan, lingkungan rumah, kepuasan kerja. Untuk itulah muncul metode pengukuran tingkat kualitas hidup masyarakat bernama Quality of Life (QOL). Metode ini terdiri dari berbagai parameter, seperti hubungan internasional, fasilitas kesehatan, iklim politik, dan pekerjaan. 2.3.
Pemulung
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian Pemulung adalah orang yang memungut barang-barang bekas atau sampah tertentu yang dianggap berguna.
151
Analisis Etos Kerja Pemulung dalam ...
3.
METODE PENELITIAN
3.1.
Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu obyek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Menurut Husen Umar (2002) metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat. Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan, serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena. Dalam metode deskriptif, peneliti bisa saja membandingkan fenomenafenomena tertentu sehingga merupakan suatu studi komparatif. Adakalanya peneliti mengadakan klasifikasi serta penelitian-penelitian terhadap fenomena-fenomena tertentu sehingga banyak ahli menamakan metode deskriptif dengan nama normative survey. Dalam metode deskriptif ini juga diselidiki kedudukan (status) fenomena atau faktor dan melihat hubungan antar satu faktor dengan faktor yang lain. Karenanya, metode deskriptif juga dinamakan dengan studi kasus (case study). 3.2.
Metode Analisis Data
3.2.1. Penggunaan Descrete Dependent Variable Model Penelitian ini memilih menggunakan Model Regresi Logistik di mana model ini dapat digunakan untuk menggambarkan hubungan antara variabel respon biner dengan satu atau beberapa buah variabel prediktor. Menurut Agresti (1996), dalam model regresi logistik dapat menggunakan variabel independen yang berupa kualitatif (berskala pengukuran nominal atau ordinal) atau kuantitatif (berskala pengukuran interval atau rasio) atau gabungan (campuran) dari keduanya. Dalam regresi logistik digunakan link function logit. Variabel dependen dalam regresi logistik pada umumnya berbentuk dikotomus, di mana variabel dependen dapat mengambil nilai 0 dengan suatu kemungkinan sukses π(x), atau nilai 1 dengan kemungkinan kegagalan 1-π(x). Variabel jenis ini disebut variabel biner. Hubungan antara variabel prediksi dan variabel respon bukanlah suatu fungsi linier dalam regresi logistic. Sebagai alternatif, fungsi regresi logistik yang digunakan merupakan transformasi logit dari π(x):
..........................................................(1)
152
JEBIS Vol. 1, No. 2, Juli – Desember 2015
dimana α = konstanta, β = koefisien regresi, dan i = banyaknya variabel independen. Namun terdapat suatu bentuk alternatif dari persamaan regresi logistik, yaitu:
.........................................(2)
Untuk menaksir parameter dalam model regresi logistik digunakan metode penaksiran maximum likelihood melalui iterasi. Dengan cara ini, regresi logistik menaksir peluang terjadinya suatu peristiwa tertentu. Perhatikan bahwa regresi logistik menghitung perubahan dalam log odds variabel dependen, bukan perubahan dalam variabel dependen itu sendiri seperti halnya pada regresi linier biasa. Odds dapat diartikan sebagai rasio antara dua peluang, seperti rasio antara peluang peristiwa sukses dengan peluang peristiwa gagal. Nilai odds yang tinggi dapat disamakan dengan nilai peluang yang tinggi. Begitu pula sebaliknya, nilai odds yang rendah sesuai dengan nilai peluang yang rendah. Odds yang dinotasikan oleh θ dapat dirumuskan sebagai berikut:
........................................................................................................ (3)
Untuk menghitung asosiasi X dan Y dapat diperlihatkan melalui rasio dua buah odds yang disebut Odds Ratio, yang mana dinotasikan oleh ψ dengan perumusan sebagai berikut:
...............................................................................................................(4)
Regresi logistik memiliki banyak kesamaan dengan regresi linier biasa: koefisien logit dapat disamakan dengan koefisien β dalam persamaan regresi linier biasa, koefisien logit yang distandarisasi dapat disamakan dengan β yang diboboti, dan R2 untuk meringkas kekuatan hubungan. Walau bagaimanapun tidak seperti regresi linier biasa, regresi logistik tidak mengasumsikan hubungan linier antara variabel independen dan variabel dependen, tidak memerlukan variabel yang berdistribusi normal, tidak mengasumsikan homokedastisitas, dan biasanya memiliki syarat yang lebih sedikit. Akan tetapi, regresi logistik memiliki syarat bahwa pengamatan bersifat independen. Uji kecocokan model dapat dilakukan dengan menggunakan chi-square sebagai indikator kecocokan model, dan statistik Wald untuk menguji signifikans variabel independen secara individual.
153
Analisis Etos Kerja Pemulung dalam ...
3.2.2. Definisi Operasional Variabel dan Penyesuaianya Pada Metode Analisis A.
Variabel Terikat: Kualitas Hidup
Dalam pemodelan ini variabel terikatnya adalah tingkat kualitas hidup Variabel Kualitas Hidup yang terdiri dari Peningkatan non materi (Kesehatan, Tingkat Aktivitas, Lingkungan dan Kepuasan Kerja) serta peningkatan materi (Peningkatan Pendapatan) dapat dikategorikan:
Rendah jika skor antara 5 - 10
Tinggi jika skor antara 11 - 16
B.
Variabel Bebas
B.1.
Etos Kerja
Variabel etos kerja dapat dikelompokkan menjadi 2 kategori:
Etos Kerja Rendah yaitu antara 5 – 10
Etos Kerja Tinggi yaitu antara 11 – 16
B.2.
Ln(
Ln(
Model Ekonometrika Penelitian
p 1 p
p 1 p
) = 2,481 – 3,584 Etos (1) ....................1)
) = 0,811 – 3,946 Etos (1).....................2)
1). Hasil dari variabel Etos Kerja secara parsial berpengaruh terhadap Kualitas Hidup 2). Hasil dari variabel Etos Kerja secara parsial berpengaruh terhadap Pendapatan
4.
PEMBAHASAN
4.1.
Uji Hipotesis Pengimplementasian Etos Kerja Dapat Meningkatkan Kualitas Hidup
Berdasarkan hasil olah data bahwa nilai Negelkerke R Square sebesar 0,551. Hal ini berarti 55,1% variabel Kualitas Hidup dapat diterangkan oleh variabel Etos Kerja, sedangkan sisanya 44,9% dijelaskan oleh variabel lainnya yang tidak dimasukkan dalam model. Demikian juga diketahui bahwa nilai Negelkerke R Square sebesar 0,552, hal ini berarti 55,2% variabel Pendapatan dapat diterangkan oleh variabel Etos Kerja, sedangkan sisanya 44,8% dijelaskan oleh variabel lainnya yang tidak dimasukkan dalam model. Dalam hal ini berarti terdapat hubungan yang signifikan antara etos kerja terhadap kualitas hidup dan pendapatan pada komunitas pemulung muslim di Desa Jatirejo Dusun Topeng Kecamatan Tikung Lamongan. 154
JEBIS Vol. 1, No. 2, Juli – Desember 2015
Dari hasil pengujian dapat dijelaskan dengan teori yang menyatakan bahwa etos kerja berpengaruh terhadap peningkatan kualitas hidup. Beberapa ahli mengungkapkan adanya hubungan yang kuat antara keduanya yakni semakin tinggi etos kerja seseorang maka semakin tinggi tingkat kualitas hidup seseorang tersebut dan semakin rendah etos kerja seseorang maka akan semakin rendah tingkat kualitas hidup seseorang tersebut (Jansen H Sinamon, 1993). Dengan adanya motivasi, etos kerja seorang muslim dalam bekerja dapat meningkat yang selanjutnya turut meningkatkan produkitivitas usahanya (Mursi, 2001). Demikian juga berdasarkan pengamatan di lapangan bisa dilihat dalam kehidupan kesehariannya di mana mereka yang mempunyai etos kerja tinggi akan terlihat perbedaannya dibandingkan dengan mereka yang mempunyai etos kerja rendah terutama di tingkat pendapatan dan tempat tnggal. Mereka yang mempunyai penghasilan lebih tinggi dikarenakan mereka tidak mau menyia-nyiakan waktu yang ada hanya mengharapkan dari kerja sebagai pemulung saja tetapi dengan kemampuan yang dimilikinya mereka mendapatkan penghasilan lain seperti menjadi buruh tani pada waktu musim tanam dan musim panen. 4.2.
Perbandingan antara Pemulung Muslim Etos Kerja Tinggi dengan Etos Kerja Rendah
Di dalam pembuktian uji hipotesis yaitu pengimplementasian etos kerja pemulung dapat meningkatkan kualitas hidupnya secara statistik sudah dapat dibuktikan. Demikian juga dengan pembuktian secara teori yang menyatakan bahwa adanya hubungan yang kuat antara keduanya yakni semakin tinggi etos kerja seseorang maka semakin tinggi tingkat kualitas hidup seseorang tersebut dan semakin rendah etos kerja seseorang maka akan semakin rendah tingkat kualitas hidup seseorang tersebut (Jansen H. Sinamon, 1993). Dengan adanya motivasi, etos kerja seorang muslim dalam bekerja dapat meningkat yang selanjutnya turut meningkatkan produktivitas usahanya (Mursi, 2001). Pendapat tersebut di atas dapat ditunjang dengan hasil wawancara dengan para responden, yaitu dengan pak Minu yang tamatan SLTP dengan dua orang anak. Demikian pernyataannya : “Sing penting saget damel nedo, syukur-syukur saget damel keperluan anak sekolah, menopo maleh anak pun sekolah SMA dadi nggeh kedah saget muter otak, sing biasane mumet nek pas wonten keperluan mendadak kados tumbas buku, iuran ngoten-ngoten niku.“(1) Lebih lanjut pak Minu mengatakan, “Pokok’e nek purun kerja keras nggeh angsale kathah saget damel celengan.” (1) Pernyataan pak Minu di atas sesuai dengan yang diajarkan oleh agama Islam yang mengajarkan seseorang agar hidup selalu mempunyai arah tujuan dan ditanamkan secara mendalam bahwa keinginan itu wajib diwujudkan dengan dorongan jihad. Pak Minu selalu bekerja keras. Pekerjaan merupakan kunci sukses bagi kehidupan Pak Minu. Maka dari itu beliau tetap bertahan menjalani profesi ini walaupun terlalu berat untuk mengganti profesi lain karena membutuhkan biaya yang tidak sedikit menurutnya. 155
Analisis Etos Kerja Pemulung dalam ...
“Sakderenge dados pemulung, kulo kerjo sadeyan jagung keliling, tapi sak benere hasile nggeh sami mawon. Sekecone dados pemulung mboten resiko, nek sadeyan mboten telas lan waktune nggeh radi longgar. Nek singen sadeyan jagung berangkat sonten kadang ngantos dalu niku mawon kadang mboten telas. Tapi sak niki kulo taseh saget nyambi kerjo lintune. Biasane disuwun tiyang-tiyang nek butuhaken tenogo kulo lan saget nglampahi ibadah.” (2) Menurut Pak Minu dibanding pekerjaan dahulu pekerjaan sekarang lebih nyaman dan juga merasa betah dan tidak terlalu berat sehingga dapat memanfaatkan banyak waktu luang. Di samping itu lebih banyak waktu yang bisa digunakan untuk melakukan kegiatan keagamaan seperti sholat jama’ah di musholla dan puasa. Mereka yang mempunyai etos kerja tinggi tidak mau menyia-nyiakan waktu yang ada dengan bersantai, tetapi mereka mengisinya dengan kegiatan lain di antaranya sebagai buruh tani pada waktu tanam dan pada waktu panen. Terkadang juga sebagai tenaga kasar bagi mereka yang membutuhkannya. “Penghasilan dados pemulung luweh sae, tapi nggeh niku resikone kadang tiyang mandange nek pemulung niku penggawean hina.” (3) Peneliti melihat adanya kemandirian sosial tanpa melibatkan pihak luar maupun dalam, akan tetapi mereka sanggup berdiri sendiri tanpa merugikan orang lain seperti halnya dengan keluarga Pak Minu mengatakan bahwa: “Kersane tiyang ngomong nopo, sing penting kulo mboten ngrugeaken tiyang lintu. Malah kadang tiyang iri kale kulo polae kulo saget tumbas TV, perabot sak lintune, lan sekedik-sekedik saget ngapi’i griyo.” (4) Dengan begitu mereka beranggapan bahwa rezeki itu memang sudah diatur oleh Allah sehingga mereka yakin akan hal itu. Wawancara dengan pihak kedua, yaitu Kadir yang lulusan SLTA, masih berumur 25 tahun. Peneliti memilih Kadir untuk diwawancara karena beberapa alasan. Pertama, Kadir sudah lama menjalani profesi pemulung, dan kedua, Kadir mempunyai kehidupan yang menarik untuk peneliti kaji. Peneliti ingin menggali seberapa besar harapan Kadir hidup untuk masa depan dan bagaimana mengatasi masalah hidup yang serba terbatas. Kadir merupakan sosok yang mandiri karena di usianya sekarang ia mampu menghidupi dirinya sendiri dengan menggeluti profesi pemulung selama 5 tahun. “Temen-temen yang satu kampung sama saya mengajak saya. Daripada di kampung tidak ada pekerjaan, lebih baik ke kota nyari uang. Alasannya banyak, selain saya sering rame dengan orang tua, orang tua sering berantem, makanya saya pusing. Selain itu saya ingin merubah nasib agar lebih baik.“ (5) Walaupun Kadir telah melakukan tindakan yang penuh resiko untuk masa depannya, namun sejauh ini kehidupan Kadir lebih baik dibandingkan kehidupan di kampung halamannya bersama orang tuanya yang kerap diwarnai permasalahan keluarga. Ia mengungkap bahwa semenjak tinggal di sini dan menjadi pemulung, Kadir bisa tidur nyenyak, tidak seperti rumahnya di kampung. Kesehariannya Kadir tidak jauh berbeda 156
JEBIS Vol. 1, No. 2, Juli – Desember 2015
dengan pemulung yang lain. Hanya saja jadwal aktivitas Kadir yang berubah-ubah. Terkadang ia memulai aktivitasnya pada pagi hari, tetapi tidak jarang pula ia memulai aktivitasnya pada malam hari. Dia yakin bahwa dengan niat dan dibarengi dengan kerja keras akan menghasilkan sesuatu yang baik yang dapat digunakan untuk masa depannya. “Saya kalau berangkat dari jam 03.00 WIB sampai jam 10.00 WIB. Itu juga kalau barang yang saya cari dapet banyak. Tapi kalau gak dapet saya berangkat lagi jam 19.00 WIB sampai 01.00 WIB. Kalau jalan malam itu enak, tidak panas dan agak nyantai dan tidak rame. Biasanya kalau malam saya keliling kampung dan rumahrumah. Soalnya biasanya mereka itu bikin acara kayak acara pernikahannya kalau tidak, sunatan terus acara-acara lainnya. Jadi banyak aqua gelas sama kardus, jadi saya gak perlu capek jalan jauh-jauh dan penghasilannya lumayan biasanya rata-rata dapat 75.000 sampai 100.000. Terkadang saya mampir ke rumah orangorang yang biasanya mengumpulkan barang bekas untuk dijual lagi.” (6) Wawancara dengan pihak ketiga, yaitu Pak Atin yang lulusan SD, berumur 38 tahun. Peneliti mengamati bahwa kehidupan Pak Atin kurang begitu baik dibandingkan dengan pemulung yang lain, karena penghasilan yang diterimanya hanya cukup untuk kebutuhan kesehariannya. Karena dia sepertinya sudah putus asa sehingga bekerja hanya sebagai kebutuhan hidup tanpa memikirkan masa depan yang lebih baik. Karena pak Atin sudah beberapa kali mencoba bekerja, tetapi selalu gagal sehingga ada rasa putus asa, tidak ada motivasi pada dirinya karena dia menganggap bahwa mengumpulkan harta banyak besok kalau meninggal juga akan ditinggalkan. “Ya beginilah yang penting saya tidak diangggap sebagai pengangguran, penghasilan sekarang yang ada ya dimakan untuk besok urusan besok.” (7) “Kenapa kerja ngoyo-ngoyo wong besok mati juga gak dibawa? Pokok’e gak merugikan orang lain.” (8) Di sini peneliti menggambarkan bahwa pak Atin merupakan sosok yang kurang begitu bertanggung jawab, kurang menghargai waktu, tidak mempunyai motivasi. Waktu yang ada dipergunakan untuk bersantai tanpa adanya keinginan untuk menambah penghasilan. Dari sini dapat dimaknai bahwa dengan bekerja saja tidak cukup, perlu adanya peningkatan, motivasi dan niat.
5.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan
1. Pengimplementasian etos kerja individu muslim yang sebagian besar mempunyai etos kerja tinggi dapat meningkatkan pendapatannya, sehingga dengan demikian kualitas hidup mereka dapat meningkat. Dalam hal ini dapat dilihat dari nilai Negelkerke R Square kualitas hidup sebesar 0,551. Hal ini berarti 55,1% variabel Kualitas Hidup dapat diterangkan oleh variabel Etos Kerja. Sedangkan nilai Negelkerke R Square pendapatan sebesar 0,552. Hal ini berarti 55,2% variabel 157
Analisis Etos Kerja Pemulung dalam ...
Pendapatan dapat diterangkan oleh variabel Etos Kerja. Demikian juga dari hasil pengamatan di lapangan mereka yang mempunyai penghasilan lebih tinggi dikarenakan mereka tidak hanya mengharapkan dari kerja sebagai pemulung saja, tetapi dengan kemampuan yang dimilikinya mereka mendapatkan penghasilan lain seperti menjadi buruh tani pada waktu musim tanam dan musim panen dan sebagian sebagai tenaga kasar bagi mereka yang membutuhkannya. Sehingga dapat dimaknai bahwa dengan bekerja saja tidak cukup, perlu adanya peningkatan, motivasi, dan niat. 2. Demikian sebaliknya dengan pengimplementasian etos kerja rendah akan berpengaruh juga terhadap penghasilan yang diterimanya. Hal ini sesuai dengan teori pembuktian yang menyatakan bahwa adanya hubungan yang kuat antara keduanya yakni semakin tinggi etos kerja seseorang, maka semakin tinggi tingkat kualitas hidup seseorang tersebut dan semakin rendah etos kerja seseorang, maka akan semakin rendah tingkat kualitas hidup seseorang tersebut (Jansen H. Sinamon, 1993). Dengan adanya motivasi, etos kerja seorang muslim dalam bekerja dapat meningkat yang selanjutnya turut meningkatkan produktivitas usahanya (Mursi, 2001). 5.2.
Saran
1. Seorang individu muslim seharusnya bekerja seperti apa yang seharusnya diajarkan dalam Islam, sehingga akan memiliki totalitas serta semangat kerja yang tinggi untuk menghasikan kerja-kerja yang memberi manfaat serta nilai guna yang paling tinggi baik bagi keluarga maupun orang di sekitarnya. 2. Agar memiliki tingkat kepuasan hidup tinggi seseorang diharapkan mampu menumbuhkan rasa syukur sehingga dalam kondisi pendapatan berapapun akan diterimanya dengan ikhlas.
158
JEBIS Vol. 1, No. 2, Juli – Desember 2015
DAFTAR PUSTAKA Ahmad, Muhammad Shakil. 2011. Work Ethics: An Islamic Prospective. International Journal of Human Sciences, Vol. 8 Issue 1 Amin Ahmad , Etika (Jakarta: Bulan Bintang, 1983), cet. Ke-3 Ancok, Jamaludin. 1989. "Validitas Dan Reablititas Intrumen Penelitian," In Metode Penelitian Survey, ed. M. Singarimbun and S. Effendi. Jakarta: LP3ES. Arikunto, Suharsini, 2010, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Edisi revisi, Penerbit Rineke Cipta, Jakarta Asy’arie Musa Islam. Etos Kerja dan Pemberdayaan Ekonomi Ummat, (Yogyakarta: Lesfi, 1997), cet. Ke-1 Baddu, Irwan, 2007. Pengaruh Etos Kerja Islami Terhadap Kinerja Karyawan, Skripsi, Fakultas Ilmu Adminstrasi Jurusan Administrasi Bisnis, Universitas Brawijaya, Malang. Badudu. JS, Kamus Umum Bahasa Indonesia. (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1994) cet. Ke- 1 Buchari Zainun, manajemen Sumber Daya manusia Indonesia, (Jakarta: Gunung Agung , 2001), cet. Vi, Cahyono Fajar Eko (2012), “Analisis Pengaruh Pendapatan, Pendapatan Ideal yang Diinginkan, Pendapatan Masa Lalu dan Pendapatan Komunitas terhadap Kepuasan Hidup (Penerapan Model Alois Stutzer pada komunitas Haji di Malang). Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya. D. Hendropuspito, OC, Sosiologi Agama, (Yogyakarta: Kanisius,1983) cet ke-1 Hermann BP. (1993), “Developing a model of quality of life in epilepsy : the contribution of neuropsychology. Epilepsia. 34 Irawan Elly , Pengembangan Masyarakat, (Jakarta: Karunika Universitas Terbuka, 2000) cet. 1 Jalaludin, Psikologi Agama,(Jakarta :PT, Raja Grafindo Persada Utama, 1996), cet.ke-1 Kafrawi Ridwan. MA. Metode Dakwah dalam Menghadapi Tantangan Masa Depan (Jakarta: PT. Golden Terayon Press,1987), Cet.Ke-1 Madjid Nurcholis , Islam Doktrin dan Peradaban, (Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina, 1992) Muhammad Abu Bakar , Pembinaan Manusia Islam. (Surabaya: Al-Ikhlas, 1994). Cet. 1 Mursi, Abdul Hamid, 2001. SDM yang Produktif: Pendekatan Al Qur’an dan Sains, terj. Gema Insani Pers, Jakarta
159
Analisis Etos Kerja Pemulung dalam ...
Muslikhati (2012) “Makna Kerja Bagi Individu Muslim Pada Komunitas Pemulung Dan Pengemis Di Jalan Muharto”, Fakultas Ekonomi dan Bisnis: Universitas Brawijaya Malang Purwadarminta W.J.S, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta:Balai Pustaka, 1976), cet. Ke-5 Qardahwi, Yusuf. 1997. Peran Nilai Dan Moral Dalam Ekonomi Islam. Jakarta: Gema Insani Pers Tabrani Rusyan, Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung: CV Remaja Rosdakarya, 1989), Cet. Ke-8 Tasmara Toto , Membudayakan Etos Kerja Islami, (Jakarta: Gema Insani Press, 2002), cet. Ke-1 Umar, Husein. 2002. Metode Riset Bisnis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
1) - 4). Hasil wawancara dengan responden pak Minu di TPA dan tempat tinggal 5) - 6). Hasil wawancara dengan responden Kadir di TPA dan tempat tinggal 7) - 8). Hasil wawncara dengan responden Pak Atin di TPA dan tempat tinggal
160