ANALISIS EKUITAS MEREK KECAP SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP STRATEGI BAURAN PEMASARAN DI KOTA TANGERANG (Studi Kasus: Kecap Merek ABC dan Bango)
DISUSUN OLEH: EFENDY A14104121
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN EFENDY. Analisis Ekuitas Merek Kecap Serta Implikasinya Terhadap Strategi Bauran Pemasaran di Kota Tangerang (Studi Kasus : Kecap Merek ABC dan Bango). Di bawah bimbingan IMAN FIRMANSYAH Kecap merupakan salah satu bumbu masakan yang berguna untuk menambah citarasa masakan. Saat ini persaingan dalam industri kecap semakin tinggi. Hal ini ditandai dengan datangnya pendatang baru dalam industri ini. Kecap ABC dan Bango adalah dua merek kecap yang memiliki pangsa pasar yang sudah besar di Indonesia. Kecap ABC sebagai market leader dalam industri kecap mendapat persaingan utama dari kecap Bango sebagai market challanger. Untuk melihat merek kecap manis apa yang memiliki ekuitas merek terkuat, penulis meneliti tentang ekuitas merek dari kecap Bango dan kecap ABC. Penelitian ini difokuskan pada analisis ekuitas merek dari kecap ABC dan Bango di wilayah Perumnas Tangerang. Penelitian dimaksudkan untuk mengetahui kekuatan merek antara kecap ABC dan Bango di wilayah tersebut. Rekomendasi yang dirumuskan pada penelitian ini mengacu pada analisis dari masing-masing elemen ekuitas merek, yaitu brand awareness, brand association, perceived quality, dan brand loyalty. Penelitian dilakukan di wilayah Perumnas I, II, III, dan IV di kota Tangerang. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Juli sampai Agustus 2008. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode non probability sampling, jenisnya adalah proportionate judgement sampling, jumlah sampel yang diambil ditetapkan 100 orang. Hasil dari analisis brand awareness menunjukkan kecap ABC unggul pada top of mind dari konsumen kecap dengan skor 53 persen dan diikuti kecap Bango dengan skor 36 persen. Pada analisis brand recall, kecap Bango unggul dari kecap ABC dengan skor 24.15 persen. Pada analisis brand recognition, kecap ABC dan Bango masing-masing memiliki seorang responden yang harus diberi bantuan untuk mengenal kedua merek tersebut. Pada analisis unaware of brand, tidak ada responden yang tidak mengenal kedua merek kecap tersebut. Pada analisis asosiasi merek, kecap ABC menghasilkan enam asosiasi yang membentuk citra merek kecap ABC, yaitu asosiasi rasa kecap yang enak, terbuat dari bahan-bahan alami, teknologi pembuatan modern, iklan kecap yang menarik, mudah didapat, dan merek kecap sudah dikenal. Untuk kecap Bango, terdapat sembilan asosiasi yang membentuk citra merek dari kecap tersebut. Asosiasi-asosiasi tersebut adalah rasa yang enak, kekentalan yang pas, mudah meresap dalam masakan, terbuat dari bahan-bahan alami, harga kecap yang terjangkau, kemasan bervariasi, teknologi pembuatan modern, mudah didapat, dan merek kecap sudah dikenal. Dalam analisis persepsi kualitas dengan menggunakan metode IPA, atribut-atribut yang dimiliki oleh kecap ABC menyebar pada kuadran kedua, ketiga, dan satu atribut pada kuadran keempat. Pada kuadran dua terdapat atributatribut seperti mudah dicari, rasa yang enak, merek sudah dikenal, kekentalan kecap pas, harga terjangkau, dan mudah meresap dalam masakan. Atribut-atribut seperti iklan kecap yang menarik, kelengkapan informasi pada kecap, dan bintang
iklan terkenal berada dalam kuadran ketiga. Pada kuadran keempat hanya terdapat satu atribut yaitu variasi ukuran kemasan. Hasil analisis IPA pada kecap Bango menunjukkan bahwa atribut-atribut yang dimiliki kecap tersebut tersebar pada kuadran kedua dan ketiga saja. Pada kuadran kedua terdapat atribut-atribut seperti mudah dicari, rasa kecap yang enak, kekentalan yang pas, merek kecap sudah dikenal, harga kecap terjangkau, dan mudah meresap ke dalam masakan. Pada kuadran ketiga terdapat atribut seperti variasi ukuran kemasan, iklan kecap yang menarik, kelengkapan informasi pada kecap, dan bintang iklan terkenal. Pada analisis loyalitas merek dengan pendekatan sikap, kecap Bango memiliki habitual buyer sebesar 48,80 persen, satisfied buyer dan liking the brand sebesar 87,81 persen, committed buyer sebesar 17,07 persen, dan tidak memiiki switcher. Kecap ABC memiliki switcher sebesar 1,89 persen, habitual buyer sebesar 67,92 persen, satisfied buyer sebesar 79,25 persen, liking the brand sebesar 77,36 persen, dan committed buyer sebesar 11,32 persen. Kecap Bango memiliki tingkat switcher yang lebih rendah dari kecap ABC, artinya kecap Bango sudah dapat memuaskan harapan konsumen terhadap produk kecap manis tersebut. Dari pendekatan perilaku, nilai PRoT dan percentage unloyal kecap Bango juga lebih rendah dibandingkan kecap ABC dan kecap merek lainnya. Hal ini juga menunjukkan bahwa loyalitas konsumen kecap Bango yang cukup tinggi. Loyalitas yang tinggi dari kecap Bango karena kualitas kecap Bango memang lebih baik dari kecap yang lain sehingga konsumennya jarang yang berpindah ke merek kecap lain. Berdasarkan hasil-hasil tersebut maka saran yang dapat diberikan adalah: 1) Kecap ABC sebaiknya memperbaiki pengelolaan asosiasi-asosiasi yang membentuk brand image-nya. 2) Produsen kecap ABC lebih memfokuskan produksi kemasan kecapnya pada jenis kemasan yang paling sering digunakan konsumen agar biaya produksi tidak terbuang percuma. 3) Promosi-promosi langsung kepada konsumen, seperti Festival Jajanan Bango, perlu ditingkatkan karena promosi jenis ini dapat menarik perhatian masyarakat dan konsumen dapat membuktikan secara langsung kualitas dari kecap.
ANALISIS EKUITAS MEREK KECAP SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP STRATEGI BAURAN PEMASARAN DI KOTA TANGERANG (Studi Kasus : Kecap Merek ABC dan Bango)
Oleh: Efendy A14104121
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Judul
: Analisis Ekuitas Merek Kecap Serta Implikasinya Terhadap Strategi Bauran Pemasaran di Kota Tangerang (Studi Kasus : Kecap Merek ABC dan Bango)
Nama
: Efendy
NRP
: A14104121
Menyetujui, Dosen Pembimbing Skripsi
Drs. Iman Firmansyah, M.Si NIP. 131 760 851
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019
Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG DENGAN JUDUL “ANALISIS EKUITAS MEREK KECAP SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP STRATEGI BAURAN PEMASARAN DI KOTA TANGERANG (STUDI KASUS : KECAP MEREK ABC DAN BANGO)” ADALAH KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN
DALAM
BENTUK
APAPUN
KEPADA
PERGURUAN
TINGGI MANAPUN. SUMBER INFORMASI YANG BERASAL ATAU DIKUTIP DARI PENULIS LAIN TELAH DISEBUTKAN DALAM TEKS DAN DICANTUMKAN DALAM DAFTAR PUSTAKA DI BAGIAN AKHIR SKRIPSI INI.
Bogor, September 2008
Efendy A14104121
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Penulis bernama lengkap Efendy. Lahir di Bogor pada tanggal 5 Oktober 1986. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara pasangan Saud Purba dan Lumongga Manihuruk. Penulis mengawali pendidikan akademis di Taman Kanak-Kanak Dewi Sartika, Tangerang pada tahun 1992. Pendidikan dilanjutkan di SD Slamet Riyadi I, Tangerang dan selesai pada tahun 1998. Kemudian pendidikan sekolah menengah pertama diselesaikan pada tahun 2001 di SLTP Slamet Riyadi, Tangerang. Pendidikan menengah umum dilanjutkan di SMU N 2, Tangerang. Tahun 2004, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor sebagai mahasiswa tingkat sarjana Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Program Studi Manajemen Agribisnis melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan berkat dan anugerah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Ekuitas Merek Kecap Serta Implikasinya Terhadap Strategi Bauran Pemasaran di Kota Tangerang (Studi Kasus : Kecap Merek ABC dan Bango)”. Kecap telah menjadi kebutuhan mendasar bagi sebagian masyarakat Indonesia. Pengguna kecap yang semakin banyak mendorong para produsen kecap bersaing untuk merebut pasar yang ada. Saat ini sudah banyak merek kecap yang beredar di pasaran dan dalam berbagai kemasan. Hal ini menyebabkan konsumen memiliki pilihan yang beragam dalam memilih merek kecap yang akan dikonsumsi. Produsen perlu meningkatkan ekuitas mereknya agar semakin dikenal oleh konsumen sehingga produk mereka dapat bertahan. Merek yang memiliki ekuitas terkuat akan memenangkan persaingan. Hal ini lah yang menjadi dasar penulis tertarik untuk meneliti elemen-elemen ekuitas merek pada kecap manis. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan semua pihak yang membutuhkan.
Bogor, September 2008
Efendy A14104121
UCAPAN TERIMA KASIH
Segala puji syukur dan terima kasih penulis sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karuniaNya dalam penulisan skripsi ini sehingga dapat terselesaikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam persiapan, pelaksanaan, dan penyusunan skripsi ini baik dalam bentuk bimbingan, saran dan masukan, terutama kepada: 1.
Bapak dan Mama untuk semua doa, kasih sayang, perhatian, bimbingan, dan pengajaran yang telah diberikan.
2.
Drs. Iman Firmansyah, MSi selaku dosen pembimbing skripsi atas semua masukan, bimbingan, dan kesabarannya kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.
3.
Dr. Ir. Suharno, MAdev selaku dosen penguji utama atas semua masukan, kritik, dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini.
4.
Arif Karyadi, SP selaku dosen penguji komisi pendidikan atas segala perbaikan dalam penulisan skripsi ini.
5.
Amzul Rifin, SP, MA selaku dosen pembimbing akademik atas semangat, kesabaran, dan masukannya kepada penulis.
6.
Seluruh dosen, pengelola, dan staf Program Studi Manajemen Agribisnis untuk semua ilmu dan bimbingan yang diberikan selama ini.
7.
Abang Erick serta adikku Erna dan Edo atas semua dukungannya agar skripsi ini dapat terselesaikan.
8.
Irna yang membantu persiapan seminar dan sidang. Jane yang sudah membantu penulisan skripsi. Terima kasih ya atas bantuannya.
9.
Teman-teman AGB’ers 41 atas kebersamaan, kekeluargaan, kekompakkan, dan dukungannya selama ini.
10.
Richard yang membantu memberitahukan jadwal pertemuan dengan Pak Iman.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI.......................................................................................................xi DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiii DAFTAR GAMBAR......................................................................................... xv DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................xvi I.
PENDAHULUAN .................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah............................................................................. 4 1.3 Tujuan Penelitian................................................................................. 7 1.4 Manfaat Penelitian............................................................................... 7 1.5 Ruang Lingkup Penelitian ................................................................... 8
II.
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 10 2.1 Gambaran Umum Kecap ................................................................... 10 2.2 Perilaku Konsumen dan Proses Keputusan Pembelian ..................... 11 2.3 Bauran Pemasaran ............................................................................. 12 2.3.1 Strategi Produk ......................................................................... 12 2.3.2 Strategi Harga........................................................................... 13 2.3.3 Strategi Distribusi..................................................................... 13 2.3.4 Strategi Promosi ....................................................................... 14 2.4 Penelitian Terdahulu.......................................................................... 14
III. KERANGKA PEMIKIRAN................................................................. 22 3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual....................................................... 22 3.1.1 Kegunaan Merek ...................................................................... 22 3.1.2 Ekuitas Merek........................................................................... 25 3.1.2.1 Kesadaran Merek................................................................ 27 3.1.2.2 Asosiasi Merek................................................................... 28 3.1.2.3 Persepsi Kualitas ................................................................ 29 3.1.2.4 Loyalitas Merek.................................................................. 30 3.1.3 Peranan Ekuitas Merek............................................................. 32 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional...................................................... 33 IV. METODE PENELITIAN...................................................................... 36 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian............................................................. 36 4.2 Jenis dan Sumber Data ...................................................................... 36 4.3 Metode Penarikan Sampel................................................................. 36 4.4 Sarana Pengolahan Data.................................................................... 38 4.5 Analisis Data ..................................................................................... 38 4.5.1 Analisis Deskriptif.................................................................... 38 4.5.2 Uji Spearman Brown ................................................................ 39 4.5.3 Uji Cochran .............................................................................. 40 4.5.4 Importance and Performance Analysis .................................... 41 4.5.5 Brand Switching Pattern Matrix .............................................. 44 xi
4.5.6 Analisis Piramida Loyalitas...................................................... 45 4.6 Definisi Operasional.......................................................................... 47 V.
GAMBARAN UMUM ........................................................................... 49 5.1 Gambaran Lokasi Penelitian ............................................................. 49 5.2 Karakteristik Umum Responden ....................................................... 50
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................................. 57 6.1 Analisis Kesadaran Merek................................................................. 57 6.2 Analisis Asosiasi Merek.................................................................... 59 6.3 Analisis Persepsi Merek .................................................................... 62 6.4 Analisis Loyalitas Konsumen............................................................ 68 VII. IMPLIKASI TERHADAP BAURAN PEMASARAN ....................... 74 7.1 Strategi Produk .................................................................................. 74 7.2 Strategi Harga.................................................................................... 75 7.3 Strategi Promosi ................................................................................ 75 7.4 Strategi Distribusi.............................................................................. 76 VIII. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 77 8.1 Kesimpulan........................................................................................ 77 8.2 Saran .................................................................................................. 79
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 80 LAMPIRAN...................................................................................................... 82
xii
DAFTAR TABEL
No.
Halaman
1.
Komposisi Kedelai per 100 gram Bahan ..................................................... 1
2.
Perbandingan Kadar Protein Antara Kedelai dengan Beberapa Bahan Makanan Lain .............................................................................................. 2
3.
Konsumsi Kecap Manis di Indonesia .......................................................... 2
4.
Ekspor dan Impor Kecap Manis Indonesia.................................................. 3
5.
Perkembangan Jumlah Perusahaan Kecap di Indonesia ............................. 3
6.
Total Penjualan Kecap Manis di Indonesia ................................................. 4
7.
Pangsa Pasar Kecap ABC dan Bango.......................................................... 5
8.
Rata-rata Indeks Loyalitas Konsumen Indonesia Jenis Industri Makanan dan Minuman ............................................................................... 6
9.
Jumlah Responden Per Wilayah Perumnas ................................................. 38
10.
Jumlah Rumah Tangga Per Wilayah Perumnas .......................................... 49
11.
Karakteristik Responden Berdasarkan Merek Kecap yang Dikonsumsi .................................................................................................. 50
12.
Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin................................. 50
13.
Karakteristik Responden Berdasarkan Sumber Informasi Merek ............... 51
14.
Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ................................................ 51
15.
Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ........................ 52
16.
Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan............................... 52
17.
Karakteristik Responden Berdasarkan Pendapatan Keluarga Per Bulan ..................................................................................................... 53
18.
Karakteristik Responden Berdasarkan Suku ............................................... 54
19.
Karakteristik Responden Berdasarkan Tempat Pembelian ......................... 55
xiii
20.
Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kemasan Kecap .................... 55
21.
Karakteristik Responden Berdasarkan Frekuensi Pembelian Kecap Per Bulan ..................................................................................................... 55
22. Top of Mind Kecap Merek ABC dan Bango ............................................... 58 23.
Brand Recall Kecap Merek ABC dan Bango .............................................. 58
24.
Brand Recognition Kecap Merek ABC dan Bango..................................... 59
25.
Uji Cochran Terhadap Kecap ABC ............................................................. 61
26.
Uji Cochran Terhadap Kecap Bango........................................................... 61
27.
Asosiasi-asosiasi Yang Membentuk Citra Merek ....................................... 62
28.
Nilai Rata-rata Importance dan Performance Kecap ABC ......................... 63
29.
Nilai Rata-rata Importance dan Performance Kecap Bango....................... 65
30.
Nilai Persentase Brand Loyalty pada Kecap ABC dan Bango .................... 68
31.
Brand Switching Pattern Matrix Pada Produk Kecap ................................ 71
32.
Probability Rate of Transition (PRoT) Pada Produk Kecap ....................... 72
xiv
DAFTAR GAMBAR No.
Halaman
1.
Konsep Brand Equity................................................................................... 26
2.
Piramida Brand Awareness ......................................................................... 27
3.
Bagan Kerangka Pemikiran Operasional..................................................... 35
4.
Diagram Importance and Performance (IPA)............................................. 42
5.
Diagram Importance and Performance Kecap ABC .................................. 63
6.
Diagram Importance and Performance Kecap Bango ................................ 66
7.
Piramida Loyalitas Kecap Merek ABC ....................................................... 70
8.
Piramida Loyalitas Kecap Merek Bango..................................................... 71
xv
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Halaman
1.
Kuisioner Penelitian .................................................................................... 83
2.
Asosiasi yang Diuji dengan Uji Rank Spearman......................................... 90
3.
Hasil Perhitungan Uji Rank Spearman........................................................ 91
4.
Perhitungan Loyalitas Responden ............................................................... 92
xvi
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang tidak hanya kaya akan ragam budaya tetapi juga kaya akan ragam kulinernya. Sebagian besar kuliner yang ada di Indonesia menggunakan kecap manis sebagai bumbu untuk menyedapkan masakan dan menambah cita rasa makanan yang dihasilkan. Selain fungsinya sebagai penyedap dan bumbu masakan, kecap manis juga meningkatkan nilai gizi makanan karena terbuat dari kedelai yang kaya akan protein. Tabel 1 berikut menunjukkan komposisi zat gizi yang terkandung di dalam kedelai. Tabel 1. Komposisi Kedelai per 100 gram Bahan KOMPONEN KADAR (%) Protein 35-45 Lemak 18-32 Karbohidrat 12-30 Air 7 Sumber: www.sentrainformasiiptek.htm diakses tanggal 19 Agustus 2008 Pada Tabel 1 di atas dapat dilihat bahwa kedelai memiliki kadar protein yang cukup besar yaitu sebesar 35 sampai 45 persen. Pada varietas kedelai yang unggul kadar protein dapat mencapai 40 sampai 53 persen. Kadar protein yang terdapat dalam kedelai juga cukup tinggi jika dibandingkan dengan bahan makanan yang lain. Kadar protein dalam kedelai yang tinggi ini menjadikan bahan makanan olahan dari kedelai, salah satunya adalah kecap manis, dapat menjadi sumber protein dalam masakan. Protein yang terdapat dalam kecap manis telah melewati proses fermentasi dalam pembuatannya sehingga lebih mudah diserap oleh tubuh.
2
Tabel 2. Perbandingan Antara Kadar Protein Kedelai dengan Beberapa Bahan Makanan Lain BAHAN MAKANAN PROTEIN (% BERAT) Susu skim kering Kedelai Kacang hijau Daging Ikan segar Telur ayam Jagung Beras Tepung singkong Sumber: www.sentrainformasiiptek.htm, diakses tanggal 19 Agustus 2008
36,00 35,00 22,00 19,00 17,00 13,00 9,20 6,80 1,10
Oleh karena manfaat nilai gizi yang baik ini, kecap manis menjadi banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia selain fungsinya sebagai bumbu masakan. Saat ini jumlah penduduk di Indonesia mencapai sekitar 220 juta jiwa. Besarnya jumlah penduduk Indonesia membuat konsumsi kecap manis semakin meningkat setiap tahun. Hal ini menunjukkan bahwa permintaan kecap manis di Indonesia cukup besar dan menjadi pasar yang potensial. Tabel 3. Konsumsi Kecap Manis di Indonesia Tahun 2002 – 2005 Tahun Konsumsi Rata-rata Pertumbuhan per (000 L) Tahun (%) 2002 181.987 22.16 2003 191.757 5.09 2004 194.493 1.41 2005 294.117 33.87 Sumber: BPS, 2006 Pasar yang potensial ini mendorong bertumbuhnya industri kecap manis di Indonesia. Pertumbuhan ini ditandai dengan banyaknya perusahaan yang memproduksi kecap manis di Indonesia, baik yang berskala nasional maupun yang berskala lokal. Perkembangan industri kecap juga didukung oleh permintaan kecap di luar negeri sehingga mendorong kegiatan ekspor dan impor kecap. Sebagai contoh,
3
konsumsi kecap di Amerika Serikat diperkirakan sebesar 43.35 juta liter per tahun sedangkan produksi kecap di negara tersebut hanya mencapai 17.85 juta liter per tahun 1 . Perkembangan ekspor kecap manis Indonesia mengalami peningkatan yang tinggi setiap tahunnya. Tabel 4. Ekspor dan Impor Kecap Manis Indonesia Tahun Ekspor Impor Jumlah (kg) Nilai (US$) Jumlah (kg) Nilai (US$) 2001 2.814.870 1.909.103 80.978 30.815 2002 2.767.443 1.837.567 123.187 89.201 2003 3.517.456 2.617.091 250.469 140..277 2004 3.957.743 3.322.878 561.961 250.463 2005 4.327.777 3.292.184 602.760 302.185 Sumber: BPS, 2006 Selain tingkat konsumsi kecap manis yang tinggi, pertumbuhan industri kecap manis ini juga didorong oleh para penanaman modal yang berinvestasi dalam industri kecap manis, baik Penanam Modal Dalam Negeri (PMDN) maupun Penanam Modal Asing (PMA). Penanaman modal ini dapat mendukung perusahaan atau produsen kecap manis sehingga dapat memperluas skala usahanya karena mendapat dukungan modal dari para investor. Tabel 5. Perkembangan Jumlah Perusahaan Kecap di Indonesia Pada Tahun 2000 - 2004 Tahun Ukuran perusahaan Sumber modal Total Sedang Besar PMDN PMA Lainnya 2000 82 5 2 4 85 91 2001 85 9 6 3 85 94 2002 86 13 6 4 86 96 2003 86 14 5 4 86 95 2004 81 20 10 4 84 95 Sumber: BPS, 2005
1
Disarikan dari www2.kompas.com/kesehatan/news/0404/11/143157.htm
4
Bantuan modal dari para investor membuat jumlah perusahaan atau produsen kecap manis secara umum semakin bertambah setiap tahun dari tahun 2000 sampai tahun 2004, khususnya untuk perusahaan atau produsen yang berukuran besar yang sudah memiliki skala usaha yang luas di Indonesia. Bantuan modal ini dapat membantu perkembangan industri kecap manis di Indonesia sehingga para produsen dapat semakin memperluas usahanya. Dalam perkembangan industri kecap ini, banyak perusahaan kecap manis yang berproduksi dengan menggunakan merek-merek yang berbeda (baik yang berskala lokal maupun yang sudah berskala nasional). Hal ini menunjukkan terjadinya persaingan yang ketat di antara para perusahaan kecap manis yang ada.
1.2. Perumusan Masalah Pola konsumsi kecap di Indonesia yang setiap tahun cenderung meningkat dan adanya penanaman modal (dalam negeri maupun asing) dalam industri kecap manis mendorong semakin banyaknya perusahaan yang berproduksi dalam industri ini untuk memenuhi konsumsi kecap yang ada. Tabel 6. Total Penjualan Kecap Manis di Indonesia Berdasarkan Merek Tahun 2004 No. Merek Kecap Volume Penjualan Nilai Penjualan (L) (Rp) Kecap manis 53.802.190.332 596.578.689.050 1 ABC 24.813.308.928 300.781.035.530 2 Bango 6.744.306.560 96.307.838.960 3 Cap Panah 4.292.774.368 28.257.228.800 4 Indofood 3.889.007.424 45.736.004.608 5 Cap Cabe Gunung 2.819.738.528 13.849.767.168 6 Nasional 2.683.747.704 27.456.459.520 7 Bulan 2.380.273.536 18.074.766.592 8 Piring Lombok 1.571.578.752 16.406.068.224 9 Mikado 699.661.224 7.023.231.616 10 Merak 587.867.440 6.042.324.096 Sumber: PT. Heinz ABC dalam Khaerani, 2005
5
Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa kecap ABC dan Bango merupakan dua merek kecap yang menempati urutan paling atas. Penjualan kedua merek kecap tersebut juga sangat besar. Kecap ABC sebagai market leader dalam industri kecap manis memiliki volume dan nilai penjualan tertinggi mendapat persaingan yang ketat dari kecap Bango di posisi kedua sebagai market challenger. Pangsa pasar yang dimiliki kecap ABC mengalami penurunan beberapa tahun belakang ini karena dampak persaingan yang ketat dari kecap Bango dan merek kecap lainnya. Pada tahun 2003, PT Unilever Indonesia mengakuisisi merek kecap Bango sehingga pangsa pasar kecap Bango semakin terus mengalami peningkatan setiap tahun. Sebelum pengakuisisian oleh PT. Unilever Indonesia, kecap Bango hanya kuat berproduksi untuk skala Jawa Barat dan Jakarta dengan pemasaran yang tradisional. Kecap Bango sudah dapat didistribusikan secara luas sekarang karena telah bergabung dengan PT. Unilever Indonesia yang merupakan perusahaan yang besar di Indonesia. Tabel 7. Pangsa Pasar Kecap ABC dan Bango (dalam persen) Tabel Pangsa pasar ABC Pangsa pasar Bango 2002 69.2 20.2 2003 64.4 23.8 2004 54.7 26.3 2005 51.2 30.4 2006 49.8 36.1 Sumber: www.swa.co.id diakses tanggal 16 Oktober 2008 Banyaknya merek kecap manis yang ada membuat loyalitas konsumen kecap manis terhadap suatu merek menjadi semakin berkurang. Konsumen semakin memiliki keleluasaan yang besar dalam memilih pada saat melakukan pembelian kecap manis. Pada tahun 2005, rata-rata indeks loyalitas konsumen kecap sebesar 75.2 persen mengalami penurunan menjadi 69.1 persen pada tahun 2006.
6
Penurunan rata-rata indeks loyalitas konsumen kecap manis di Indonesia perlu mendapat perhatian dari para produsen kecap manis, terutama produsen yang memiliki pangsa pasar yang besar seperti PT. Heinz ABC dan PT. Unilever Indonesia. Tabel 8. Rata-rata Indeks Loyalitas Konsumen Indonesia Jenis Industri Makanan dan Minuman Tahun 2005 – 2006 (dalam persen) Jenis industri Rata-rata Indeks Rata-rata Indeks 2005 2006 Minyak goreng 70.1 85.5 Kopi bubuk 71.9 73.4 Mie instan 68.9 72.9 Rokok mild 74.1 71.5 Saus sambal 72.8 69.1 Kecap manis 75.2 69.0 Minuman energi cair 66.2 Rokok kretek 75.5 65.9 Minuman tidak bersoda 71.6 62.9 Sumber: www.swa.co.id diakses tanggal 18 Oktober 2008 Akibat dari penurunan loyalitas ini, para produsen kecap manis tersebut perlu semakin meningkatkan ekuitas merek mereka pada konsumen yang ada di Indonesia karena semakin kuat ekuitas merek kecap dalam industri kecap manis, semakin loyal konsumen terhadap suatu merek kecap. Hasil analisis ekuitas merek ini berguna untuk kepentingan perusahaan dan konsumen. Ekuitas merek yang kuat dapat menjamin keberlangsungan usaha perusahaan karena dapat meningkatkan profit dari penjualan produk. Bagi konsumen, ekuitas merek yang kuat dari suatu produk dapat membantu konsumen dalam memilih suatu merek dari suatu kategori produk ketika melakukan pembelian. Oleh karena itu, penelitian mengenai ekuitas merek kecap manis menjadi perlu untuk dilakukan untuk mengetahui bagaimana ekuitas merek yang dimiliki oleh kecap ABC dan kecap Bango.
7
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang akan dianalisis dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana elemen-elemen ekuitas merek dari kecap manis ABC dan kecap manis Bango? 2. Bagaimana implikasi hasil analisis ekuitas merek terhadap strategi bauran pemasaran dari kedua produsen kecap manis tersebut?
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: 1. Menganalisis elemen-elemen ekuitas merek pada kecap manis ABC dan kecap manis Bango. 2. Merekomendasikan alternatif strategi bauran pemasaran yang dapat dilakukan oleh kedua produsen kecap manis tersebut.
1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi: 1. Produsen kecap merek ABC dan Bango sebagai tambahan informasi dalam mengevaluasi dan merumuskan strategi pemasaran produknya dalam menghadapi persaingan industri kecap. 2. Peneliti lainnya, sebagai bahan rujukan yang dapat dijadikan tinjauan pustaka bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan ekuitas merek kategori produk kecap.
8
3. Bagi penulis, sebagai sarana untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai peranan ekuitas merek terhadap suatu produk serta menerapkan ilmu dan teori yang sudah didapat.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini hanya mengkaji ekuitas merek dari dua merek kecap manis yaitu kecap manis ABC dan Bango. Kedua merek kecap manis tersebut dipilih karena kedua merek tersebut sudah memiliki pangsa pasar yang besar dan merekmerek tersebut juga paling sering mengadakan iklan di media elektronik dan promosi dalam bentuk lainnya sehingga cukup dikenal oleh konsumen kecap dan sudah banyak masyarakat yang pernah mengkonsumsi kecap manis tersebut. Kriteria responden dalam penelitian ini adalah mereka yang sudah pernah mengkonsumsi kecap manis sehingga mereka dapat memberikan penilaian terhadap merek kecap yang mereka gunakan. Daerah yang dijadikan tempat penelitian adalah daerah Perumnas I, II, III, dan IV di kota Tangerang. Responden yang akan dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah konsumen rumah tangga, yakni ibu rumah tangga, karena daerah yang dijadikan lokasi penelitian merupakan daerah perumahan yang sebagian besar warganya sudah berkeluarga. Elemen-elemen ekuitas merek yang diteliti yaitu brand awareness, brand association, brand perceived quality, dan brand loyalty. Dalam brand awareness yang diteliti adalah top of mind, brand recall, brand recognition, dan unaware of brand dari merek kecap manis ABC dan kecap manis Bango. Analisis brand association dianalisis dengan uji Cochran untuk menganalisis asosiasi-asosiasi yang membentuk citra dari suatu merek kecap manis. Analisis brand perceived
9
quality dianalisis dengan Importance and Performance Analysis. Pada analisis brand loyalty dianalisis loyalitas konsumen terhadap suatu merek kecap manis dengan dua pendekatan, yaitu pendekatan sikap dan pendekatan perilaku. Pendekatan sikap dianalisis dengan model piramida loyalitas sedangkan pendekatan perilaku dianalisis dengan metode perhitungan Brand Switching Pattern Matrix.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Gambaran Umum Kecap Menurut Hermana (1985) dalam Afifa (2006), kecap merupakan sari kedelai yang telah difermentasikan , dengan atau tanpa tambahan gula dan bumbu. Kedelai yang digunakan untuk membuat kecap biasanya kedelai hitam agar kecap yang dihasilkan memiliki warna coklat kehitaman. Kecap yang dibuat dari kedelai kuning akan berwarna coklat. Di Indonesia dikenal beberapa macam kecap, yaitu kecap manis, kecap manis (asin) sedang, dan kecap asin, sesuai kadar gula yang terkandung di dalamnya. Selain kecap kedelai murni, ada kecap yang dibuat dari campuran gandum dan kedelai. Pembuatan kecap juga dapat dilakukan tanpa proses fermentasi, yaitu dengan hidrolisa asam. Namun cara ini belum digunakan dalam industri kecap di Indonesia. Secara fermentasi, pembuatan kecap dimulai dengan fermentasi kedelai dengan cendawan, dilanjutkan dengan fermentasi dalam larutan garam, dan akhirnya pemasakan. Semakin lama proses fermentasi dilakukan, maka semakin sedap aroma dan rasa kecapnya. Cendawan yang digunakan dalam fermentasi kedelai adalah cendawan jenis Apergillus oryzae atau Rhizopus oryzae. Daya urai terhadap protein dari cendawan Rhizopus oryzae tidak sebaik Aspergillus oryzae sehingga mutu kecap yang dihasilkannya pun kurang. Menurut Utomo dan Nikkuni (2000) dalam Afifa (2006), dalam proses pembuatan kecap terdapat dua cara fermentasi. Cara pertama yaitu fermentasi dengan menggunakan Aspergillus oryzae pada suhu 25-30° C selama tiga sampai tujuh hari. Hasil kedelai yang terbentuk dari proses fermentasi tersebut dicampur
11
dengan 20-30 persen larutan garam untuk dibawa pada fermentasi cara kedua yaitu dengan larutan garam di bawah 20 persen pada suhu 20-30° C selama dua minggu sampai dua bulan. Kemudian bubur yang telah terfermentasi disaring. Terdapat tiga macam kecap berdasarkan kualitasnya. Kualitas petama adalah kecap yang mengandung protein lebih dari 6 persen, kualitas kedua mengandung 4-6 persen protein, dan kualitas ketiga mengandung 2-4 persen protein, 1 persen lemak, 9 persen karbohidrat.
2.2. Perilaku Konsumen dan Proses Keputusan Pembelian Engel, et al. (1994) mendefinisikan perilaku konsumen sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan ini. Setiap hari konsumen dihadapkan pada berbagai pilihan produk dan merek yang akan mereka konsumsi. Secara umum, proses keputusan pembelian yang dilakukan oleh konsumen melalui lima tahap, yaitu: 1. Pengenalan kebutuhan Konsumen mempersepsikan perbedaan antara keadaan yang diinginkan dan situasi aktual yang memadai untuk membangkitkan dan mengaktifkan proses keputusan. 2. Pencarian informasi Konsumen mencari informasi yang disimpan di dalam ingatan (pencarian internal) atau mendapatkan informasi yang relevan dengan keputusan dari lingkungan (pencarian eksternal).
12
3. Evaluasi alternatif Konsumen mengevaluasi pilihan berkenaan dengan manfaat yang diharapkan dan menyempitkan pilihan hingga ke alternatif yang dipilih. 4. Pembelian Konsumen memperoleh alternatif yang dipilih atau pengganti yang dapat diterima bila perlu. 5. Evaluasi paska pembelian Konsumen mengevaluasi kembali apakah alternatif yang dipilih memenuhi kebutuhan dan harapan segera setelah dikenakan.
2.3. Bauran Pemasaran Menurut Stanton, et al. (1994) dalam Widyanggari (2005), jangkauan pemasaran sangat luas meliputi berbagai tahap kegiatan yang harus dilalui oleh barang dan jasa sampai ke tangan konsumen, sehingga ruang lingkup kegiatan yang luas itu disederhanakan menjadi empat kebijakan pemasaran yang biasa disebut bauran pemasaran (marketing mix) atau 4P dalam pemasaran yang terdiri dari empat komponen, yaitu produk (product), harga (price), distribusi (place), dan promosi (promotion).
2.3.1 Strategi Produk Produk adalah benda berwujud (barang) maupun tidak berwujud (jasa) yang ditawarkan ke pasar untuk dibeli dan dikonsumsi yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen.
13
Pengembangan
sebuah
produk
mengharuskan
perusahaan
menetapkan manfaat-manfaat apa yang akan diberikan oleh produk tersebut. Manfaat ini dikomunikasikan dan dipenuhi oleh atribut produk. Untuk produk barang, mutu produk menunjukkan kemampuan sebuat produk untuk menjalankan fungsinya. Ciri produk merupakan sarana kompetitif untuk membedakan produk perusahaan dengan produk pesaing. Sedangkan desain dapat menyumbangkan kegunaan atau manfaat produk serta coraknya.
2.3.2. Strategi Harga Harga adalah sejumlah nilai yang ditukarkan konsumen dengan manfaat dari memiliki dan menggunakan produk atau jasa yang nilainya ditetapkan oleh pembeli dan penjual melalui tawar-menawar atau ditetapkan oleh penjual untuk satu harga yang sama terhadap semua pembeli. Penetapan harga dan persaingan harga telah dinilai sebagai masalah utama yang dihadapi oleh perusahaan. Keputusan-keputusan mengenai harga dipengaruhi oleh berbagai faktor internal maupun eksternal perusahaan.
2.3.3. Strategi Distribusi Sebagian besar produsen menggunakan perantara pemasaran untuk memasarkan produk khususnya barang dengan cara membangun suatu saluran distribusi, yaitu sekelompok organisasi yang saling tergantung dalam keterlibatan mereka pada proses yang memungkinkan suatu produk tersedia bagi pengguna atau konsumen. Saluran distribusi yang baik menjamin ketersedian produk bagi
14
konsumen mereka sehingga dapat mencegah konsumen mereka pindah ke merek lain.
2.3.4. Strategi Promosi Pemasaran tidak hanya membicarakan tentang produk, harga, dan distribusi saja tetapi juga bagaimana mengkomunikasikan produk ini kepada masyarakat agar produk tersebut dapat dikenal, dibeli, dan digunakan oleh konsumen. Fungsi promosi dalam bauran pemasaran adalah untuk mencapai berbagai tujuan komunikasi dengan setiap konsumen.
2.4. Penelitian Terdahulu Mulyadin (2006) dalam penelitiannya menganalisis tentang Analisis Efektifitas Iklan Televisi Kecap Cap Bango dan Brand Equity Produk Kecap (Studi Kasus di Kota Bogor). Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui efektifitas iklan televisi kecap merek Cap Bango dan mengetahui elemen-elemen brand equity (brand awareness, brand perceived quality, brnad association, dan brand loyalty). Alat analisis yang digunakan, yaitu Consumer Respons Index (CRI), uji Rank Spearman, uji Alpha, analisis Biplot, skala Likert, dan analisis deskriptif. Pengukuran efektifitas iklan dengan Consumer Respons Index (CRI) memperoleh besarnya nilai CRI untuk merek Cap Bango adalah sebesar 62.25 persen yang diperoleh dari hasil kali antara aware x comprehend x interested x intentions x action yaitu 100% x 87.75% x 82056% x 100% x 85.92%. Responden
15
yang sampai pada tahap membeli kecap merek Cap Bango sebesar 62.25 persen, artinya masih ada peluang sebesar 37.75 persen CRI yang masih belum diperoleh. Pada analisis Top of Mind, kecap Bango menempati posisi tertinggi dengan persentase jumlah responden yang ingat sebesar 49 persen, kemudian diikuti oleh kecap merek ABC, Zebra, Indofood, dan Nasional. Pada analisis brand recall, kecap merek Zebra mampu meraih angka tertinggi dengan persentase sebesar 24,29 persen. Pada analisis asosiasi merek kecap dengan menggunakan analisis Biplot yang dilakukan terhadap kecap merek ABC dihasilkan lima butir asosiasi yang juga merupakan brand image kecap merek ABC, yaitu “merek yang dapat diandalkan”, “ukuran berat yang bervariasi”, “mudah diperoleh”, “terbuat dari bahan-bahan alami”, “ dan “harganya yang terjangkau”.Analisis Biplot juga menghasilkan lima asosiasi pembentuk brand image kecap merek Bango, yaitu “iklan di televeisi yang gencar”, “iklan di televisi yang menarik”, “kualitas yang diperoleh sudah sesuai harga”, “informasi produk yang lengkap”. Dan “terbuat dai bahan-bahan alami”. Kecap merek Nasional dan Indofood membentuk kelompok tersendiri namun kurang memiliki brand image yang kokoh di benak responden. Pada ukuran persepsi kualitas, atribut “mudah diperoleh” menjadi keunggulan mutlak kecap merek ABC dibanding kecap merek Bango, Zebra, Indofood, dan Nasional dengan nilai rata-rata 4.22 (sangat baik), hal ini diduga karena telah lamanya kecap merek ABC berada di pasaran dan luasnya jaringan distribusi produk. Pada tingkatan loyalitas merek, untuk merek ABC didominasi oleh konsumen yang membeli karena kebiasaan dan sungguh-sungguh menyukai
16
merek. Untuk merek Bango didominasi oleh kosumen yang benar-benar menyukai merek tersebut. Switcher pada kecap merek ABC lebih besar daripada kecap merek Bango. Indriasari (2006) meneliti tentang Analisis Ekuitas Merek (Brand Equity) pada produk kopi instan (Cappucino) (Studi Kasus di Dua Universitas di Bogor). Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui dan membandingkan elemen-elemen terkuat ekuitas merek terkuat pada produk kopi instan cappucino. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu metode analisis deskriptif, skala Likert, rata-rata dan standar deviasi, serta matrix perpindahan merek. Hasil penelitian mengenai ekuitas merek pada produk kopi instan cappucino menunjukkan bahwa merek kopi instan cappucino yang terkuat adalah merek Torabika yang bersaing ketat dengan merek Nescafe. Merek Torabika lebih baik pada elemen kesadaran merek dan loyalitas merek. Merek Nescafe lebih baik pada elemen asosiasi merek dan persepsi kualitas. Merek kopi instan cappucino Torabika secara umum menempati posisi teratas pada elemen kesadaran merek (top of mind). Pada elemen brand association merek Nescafe unggul karena seluruh asosiasi menggambarkan brand image. Asosiasi-asosiasi tersebut adalah harga yang terjangkau, kemudahan dalam mendapat, kualitas produk yang tinggi, kemasan yang bagus, rasa dan aroma yang khas, serta merek sudah dikenal. Sedangkan asosiasi-asosiasi pembentuk brand image pada merek Torabika adalah harga yang terjangkau, kemudahan dalam mendapat, rasa dan aroma yang khas, serta merek yang sudah dikenal. Merek Nescafe secara keseluruhan mendapat nilai rata-rata tertinggi pada setiap atribut
17
pengukuran brand perceived quality. Atribut-atribut yang dimiliki merek Nescafe adalah kemudahan dalam mendapat, rasa dan aroma yang khas, kualitas produk yang tinggi, kemasan yang bagus, merek sudah dikenal, dan iklan yang menarik. Merek Torabika memiliki kondisi lebih baik pada elemen loyalitas merek dan konsumen merek Nescafe dan merek Indocafe lebih loyal dibandingkan dua merek lainnya. Afifa (2006) dalam penelitiannya tentang Analisis Permintaan Kedelai Pada Industri Kecap di Indonesia bertunjuan untuk menguraikan keragaan perekonomian kedelai dan industri kecap di Indonesia dan menganalisa faktorfaktor yang mempengaruhi permintaan kedelai pada indutri kecap. Penelitian dilakukan sejak bulan Mei hingga Juni 2004 dengan dengan mengmpulkan data-data sekunder dari berbagai instansi. Data sekunder yang digunakan berupa data time series sejak tahun 1990 hingga tahun 2002. Penelitian ini menggunakan alat analisis tekni Kuadra Terkecil Biasa (OLS/ Ordinary Least Square). Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah nila R2 sebesar 0.731, artinya 71.3 persen keragaman permintaan penelitian kedelai pada industri kecap dijelaskan oleh keragaman variabel-variabel dalam model, sementara sisanya yaitu 28.7 persen dijelaskan oleh variabel di luar model yang diduga disebabkan oleh kondisi-kondisi di luar model yang sesuai dengan kondisi kedelai di Indonesia saat ini, seperti menurunnya produksi dalam negeri sehingga impor kedelai selalu meningkat setiap tahunnya, ketidakstabilan ekonomi di Indonesia, kurangnya penggunaan teknologi untuk menghasilkan benih kedelai yang bermutu dan belum berkembangnya varietas-varietas baru yang diminati oleh petani kedelai yang sesuai dalam penggunaannya pada industri kecap serta
18
mampu mensubstitusi kedelai impor. Pada model permintaan kedelai pada industri kecap, peubah yang paling berpengaruh nyata secara positif adalah harga kecap, nilai tukar rupiah, dan perusahaan kecap. Sementara sisanya yaitu produksi kecap, harga kedelai, permintaan kedelai tahun sebelumnya dan variabel dummy tidak berpengaruh nyata terhadap model. Mahasin (2007) menganalisis tentang Analisis Brand Equity (Ekuitas Merek) Minuman Sirup dan Implikasinya Dalam Kegiatan Pemasaran (Kasus Merek ABC di Giant Hypermarket Margo city Depok). Tujuan penelitian ini adalah mengabalisis bersarnya pengaruh masing-masing elemen penyusun brand equity terhadap nilai brand equity (brand equity value) sirup ABC berdasarkan model Costumer-Based Brand Equity, menganalisis besarnya brand equity value sirup ABC dalam mengukur kekuatan mereknya dibandingkan pesaing utama, mengetahui elemen mana yang paling berpengaruh terhadap brand equity value sirup ABC, dan merumuskan alternatif strategi bauran pemasaran sirup ABC berdasarkan hasil analisis brand equity value yang telah diketahui. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala Likert digunakan untuk mengukur citra merek (brand image), pengembangan program pemasaran (developing marketing program), pemilihan elemen merek (choosing brand element), dan penggunaan daya ungkit dari asosiasi sekunder (leverage of secondary association). Jumlah skala Likert yang digunakan adalah 4 skala dengan menghilangkan unsur keragu-raguan dalam setiap pertanyaannya. Analisis deskriptif dalam penelitian ini digunakan untuk menganalisis elemen kesadaran merek (brand awareness). Teknik Structural Equation Modelling (SEM) digunakan untuk mengetahui pengaruh (kontribusi) dari masing-masing elemen
19
brand equity terhadap brand equity dan untuk mengukur brand equity value secara keseluruhan berdasarkan nilai elemen-elemen brand equity yang telah diketahui. Dari hasil analisis, elemen brand equity ABC mencakup komponen dari brand knowledge, yaitu brand awareness dan brand image yang memberikan pengaruh cukup besar terhadap brand equity ABC. Pengaruh langsung dari elemen brand awareness dan brand image yaitu sebesar 69 dan 100 persen. Brand knowledge ABC diukur oleh komponen-komponen brand-building tools and objectives, yaitu elemen choosing brand element, elemen developing marketing program, dan elemen leverage of secondary association. Ketiga elemen tersebut memiliki pengaruh langsung terhadap elemen brand awareness ABC, yaitu masing-masing sebesar 75 persen, 63 persen, dan 92 persen. Strategi produk yang perlu dijalankan adalah dengan melakukan repositioning sebagai sirup yang memiliki kadar manfaat yang tinggi dibandingkan pesaing. Strategi saluran distribusi yang perlu dijalankan adalah mempertahankan push strategy dan menjaga kontinyuitas produk di pasar.Strategi promosi yang perlu dijalankan adalah membedakan tampilan iklan sesuai repositioning. Prastyadi (2007) dalam penelitiannya tentang Analisis Brand Equity Produk Minuman Isotonik Merek Mizone ingin meneliti tentang elemen-elemen brand equity pada produk minuman isotonis merek Mizone, merumuskan strategi distribusi. Uji Cohran, Importance and Performance Analysis, dan Brand Switching Pattern Matrix menjadi metode analisis data dalam penelitian tersebut. Pada elemen kesadaran merek, merek Mizone secara umum sudah cukup memiliki kesadaran merek yang kuat. Pada persepsi kualitas dengan
20
menggunakan diagram Cartesius Importance and Performance Analysis maka atribut yang harus diprioritaskan perbaikan kinerjanya adalah atribut efek cepat berasa, memulihkan stamina, dan harga. Atribut yang harus dipertahankan kinerjanya pada saat ini adalah atribut kemasannya menarik, rasa, dan volume/isi. Atribut yang menjadi prioritas rendah perusahaan adalah manfaat. Pada loyalitas merek, merek Mizone belum memiliki loyalitas merek yang kuat. Tingkat switcher sebesar 41 persen dibandingkan dengan tingkat committed buyer yang memiliki nilai sebesar 22 persen. Strategi distribusi yang dibangun Mizone sudah cukup kuat sehingga Mizone hanya perlu mempertahankan jalur distribusi yang ada dan terus memperluas jalur distribusi dengan membuka jalur distribusi lain. Manuhutu (2003) menganalisis Ekuitas Merek atas Merek-Merek Teh Dalam Botol (Studi Kasus Mahasiswa di Bogor). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesadaran merek, asosiasi merek, kesetiaan merek setiap merek teh dalam botol, dan mengetahui ekuitas merek dari merek-merek yang bersaing di pasar. Alat analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif, uji Cohran, analisis multiatribut, skala Liker, dan ProT (Probability Rate of Transition). Merek-merek teh botol yang diteliti ada tujuh, yaitu Teh Botol Sosro, Tekita, Fruit Tea, Frestea, S-tee, Teh 2 Tang, dan Teh Giju. Hasil tabulasi menunjukkan bahwa Teh Botol Sosro memiliki tingkat kesadaran merek yang tinggi. Sementara hasil uji Cohran menunjukkan bahwa atribut-atribut yang berasosiasi dengan Teh Botol Sosro dan Frestea ada tujuh atribut, selanjutnya diikuti ole Fruit Tea dengan empat atribut, Tekita, Teh Giju, dan Teh 2 Tang masing-masing tiga atribut, dan S-tee hanya satu atribut. Teh 2
21
Tang dikesankan paling berkualitas oleh konsumennya. Pada elemen kesetiaan merek, diperoleh dua hasil yang berbeda, dari pendekatan sikap diperoleh merek Frestea yang memiliki loyalitas tertinggi. Sedangkan pendekatan perilaku diperoleh merek Fruit Tea. Secara umum hasil penelitian menunjukkan Teh Botol Sosro memiliki ekuitas merek yang paling kuat, diikuti oleh Tekita, Fruit Tea, Frestea, Teh 2 Tang, Teh Giju, dan S-tee. Penelitian ini mengambil lokasi di wilayah Perumnas I, II, III, dan IV Kota Tangerang yang berbeda dengan penelitian-penelitian kecap terdahulu. Perbedaan lain penelitian ini adalah alat analisis persepsi kualitas. Alat analisis digunakan dalam penelitian ini adalah diagram Importance and Performance Analysis dari kedua penelitian terdahulu karena diagram tersebut mampu memberikan gambaran yang cukup jelas mengenai persepsi konsumen terhadap kualitas dari kecap dan membantu dalam membuat strategi bauran pemasaran. Jumlah macam merek yang diteliti juga berbeda dari penelitian sebelumnya. Penelitian ini meneliti dua merek kecap manis yang memiliki pangsa pasar yang luas, yaitu kecap ABC dan Bango. Persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah sama-sama meneliti tentang ekuitas merek pada suatu produk.
BAB III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1. Kegunaan Merek Fenomena persaingan perusahaan yang terjadi dalam era globalisasi sekarang membuat pemasar perlu melakukan suatu upaya untuk mengembangkan produk mereka untuk merebut market share (pangsa pasar) yang ada. Agar dapat melakukan hal tersebut, pemasar memerlukan suatu elemen penting dalam produk mereka, yakni suatu merek. Menurut Durianto et al. (2004), merek merupakan nama, istilah, tanda, simbol desain, ataupun kombinasinya yang mengidentifikasikan suatu produk (barang atau jasa) yang dihasilkan oleh suatu perusahaan. Identifikasi tersebut juga berfungsi untuk membedakannya dengan produk yang ditawarkan oleh perusahaan pesaing. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 19 Tahun 1992 tentang Merek, yang dimaksud dengan merek adalah tanda yang berupa gambar, hurufhuruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Merek merupakan janji penjual untuk secara konstan memberikan feature, manfaat, dan jasa tertentu kepada pembeli. Merek lebih dari sekedar simbol karena merek dapat memiliki enam tingkat pengertian, yaitu: (1) Atribut: merek mengingatkan pada atribut-atribut tertentu; (2) Manfaat: merek memberikan
23
jaminan kualitas dan manfaat; (3) Nilai: merek menyatakan nilai tentang produsen; (4) Budaya; (5) Kepribadian; (6) Pemakai: merek menunjukkan jenis konsumen yang membeli produk tersebut. (Rangkuti, 2004) Menurut Durianto et al. (2004), merek memegang peranan sangat penting, salah satunya adalah menjembatani harapan konsumen pada saat kita menjanjikan sesuatu kepada konsumen. Dengan demikian dapat diketahui adanya ikatan emosional yang tercipta antara konsumen dengan perusahaan penghasil produk melalui merek. Pesaing bisa saja menawarkan produk yang mirip, tetapi mereka tidak mungkin menawarkan janji emosional yang sama. Merek menjadi sangat penting saat ini karena beberapa faktor, seperti: 1. Merek mampu membuat janji emosi yang konsisten dan stabil. Emosi konsumen terkadang naik-turun. 2. Merek mampu menembus setiap pagar budaya dan pasar. Hal ini bisa dilihat bahwa suatu merek yang kuat bisa diterima di seluruh dunia dan budaya. 3. Merek mampu menciptakan komunikasi interaksi dengan konsumen. Semakin kuat suatu merek, semakin kuat pula interaksinya dengan konsumen dan makin banyak brand association (asosiasi merek) yang terbentuk dalam merek tersebut. Potensi ini akan meningkatkan brand image (citra merek). 4. Merek sangat berpengaruh dalam membentuk perilaku konsumen. Merek yang kuat akan sanggup merubah perilaku konsumen. 5. Merek memudahkan proses pengambilan keputusan pembelian oleh konsumen. Dengan adanya merek, konsumen dapat dengan mudah membedakan produk yang akan dibelinya dengan produk lain sehubungan dengan kualitas, kepuasan, kebanggaan, ataupun atribut lain yang melekat pada merek tersebut.
24
6. Merek berkembang menjadi sumber aset terbesar bagi perusahaan. Menurut Kertajaya (2004), merek bukan hanya sekedar sebuah nama, bukan juga sekedar sebuah logo atau simbol. Merek adalah “payung” yang mempresentasikan produk dan layanan. Merek merupakan cerminan value yang diberikan kepada pelanggan. Merek memiliki peranan yang sangat besar bagi keberlangsungan daur hidup produk, terutama dalam tahap introducing dan growth. Pada tahap ini, pesaing-pesaing dengan produk yang sejenis banyak bermunculan sehingga produk-produk sejenis ini memerlukan sebuah merek untuk mendiferensiasikan dirinya dengan produk lain yang sejenis. Menurut Simamora (2002), merek mempunyai tiga manfaat bagi masyarakat, yakni: 1. Pemberian merek memungkinkan mutu produk lebih terjamin dan lebih konsisten. 2. Merek dapat meningkatkan efisiensi pembelian karena merek dapat menyediakan informasi tentang produk dan tempat membelinya. 3. Merek dapat meningkatkan inovasi-inovasi produk baru karena produsen terdorong menciptakan keunikan-keunikan baru guna mencegah peniruan dari pesaing. Merek juga bermanfaat bagi penjual, yaitu memudahkan penjual mengolah pesanan dan menelusuri masalah-masalah yang timbul, memberikan perlindungan hukum atas keistimewaan atau ciri khas produk, memungkinkan untuk menarik sekelompok pembeli yang setia dan menguntungkan, serta membantu penjual melakukan segmentasi pasar.
25
3.1.2. Ekuitas Merek Ekuitas merek (brand equity) adalah seperangkat aset dan liabilitas merek yang terkait dengan suatu merek, nama, simbol, yang mampu menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh suatu produk atau jasa baik pada perusahaan maupun pada pelanggan (Durianto, 2004) Kotler (2005) mendefinisikan ekuitas merek (brand equity) sebagai efek diferensial positif yang ditimbulkan oleh pengetahuan nama merek terhadap tanggapan pelanggan atas suatu produk atau jasa. Ekuitas merek mengakibatkan pelanggan memperlihatkan preferensi terhadap suatu produk dibandingkan dengan yang lain kalau keduanya pada dasarnya identik. Pelanggan akan membayar lebih mahal untuk merek yang kuat. Sejauh mana pelanggan bersedia membayar lebih tinggi untuk merek tertentu tersebut merupakan ukuran ekuitas merek. David A. Aaker dalam Durianto et al. (2004) menulis dalam bukunya yang berjudul Managing Brand Equity, ekuitas merek dapat dikelompokkan ke dalam lima kategori, yaitu: 1. Kesadaran merek (brand awareness), menunjukkan kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali dan mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori produk tertentu. 2. Asosiasi merek (brand association), mencerminkan pencitraan suatu merek terhadap suatu kesan tertentu dalam kaitannya dengan kebiasaan, gaya hidup, manfaat, atribut produk, geografis, harga, pesaing, selebritis, dan lain-lain.
26
3. Persepsi kualitas (perceived quality), mencerminkan persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas/keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkenaan dengan maksud yang diharapkan. 4. Loyalitas merek (brand loyalty), mencerminkan tingkat keterikatan konsumen dengan suatu merek produk. 5. Aset-aset merek lainnya (other proprietary brand assets).
Brand Awareness
Perceived Quality Brand Association
Brand Loyalty Brand Equity (nama, simbol)
Other proprietary brand assets
Memberikan nilai kepada pelanggan dengan memperkuat
Memberikan nilai kepada perusahaan dengan memperkuat
•
•
• •
Interpretasi/proses informasi Rasa percaya diri dalam pembelian Pencapaian kepuasan dari pelanggan
• • • • •
Efisiensi dan efektivitas program pemasaran Brand loyalty Harga/laba Perluasan merek Peningkatan perdagangan Keuntungan kompetitif
Gambar 1. Konsep Brand Equity menurut David A. Aaker (1991).
27
3.1.2.1. Kesadaran merek Kesadaran merek (brand awareness) adalah kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali, mengingat kembali suatu merek sebagai bagian dari kategori produk tertentu. Ada empat tingkatan dalam kesadaran merek, yaitu: 1. Top of mind atau puncak pikiran, menggambarkan merek yang pertama kali muncul dalam ingatan responden atau pertama kali disebut ketika responden ditanya tentang suatu kategori produk. 2. Brand recall atau pengingatan kembali merek, mencerminkan merekmerek lain yang diingat responden setelah merek yang pertama kali disebut. 3. Brand recognition atau pengenalan brand awareness, di mana responden diberikan bantuan dalam mengingat/mengenali suatu merek. 4. Unaware of brand, tingkatan yang paling rendah di mana responden sama sekali tidak menyadari keberadaan merek dari kategori produk tertentu.
Top of Mind
Brand Recall
Brand Recognition
Unaware of Brand
Gambar 2. Piramida Brand Awareness (Durianto, 2004).
28
3.1.2.2. Asosiasi merek Asosiasi merek adalah segala kesan yang muncul di benak seseorang terkait dengan ingatannya mengenai suatu merek. Suatu merek yang telah mapan akan memiliki posisi yang menonjol dalam persaingan bila didukung oleh berbagai asosiasi yang kuat. Berbagai asosiasi merek yang berhubungan akan menimbulkan suatu rangkaian yang disebut brand image. Semakin banyak asosiasi yang saling behubungan, semakin kuat brand image yang dimiliki oleh merek tersebut. Pada umumnya asosiasi merek menjadi pijakan konsumen dalam keputusan pembelian dan loyalitasnya pada merek tertentu (Durianto, 2004). Menurut Rangkuti (2002), asosiasi merek dapat menciptakan suatu nilai bagi perusahaan dan para pelanggan karena dapat membantu proses penyusunan informasi yang membedakan merek yang satu dari yang lain. Ada lima manfaat asosiasi merek, yaitu: 1) Membantu proses penyusunan informasi Asosiasi-asosiasi yang terdapat pada suatu merek dapat membantu mengikhtisarkan sekumpulan fakta dan spesifikasi yang dapat dengan mudah dikenal oleh pelanggan. 2) Membedakan Suatu asosiasi dapat memberikan landasan yang sangat penting bagi usaha pembedaan. Asosiasi-asosiasi merek dapat memainkan peran yang sangat penting dalam membedakan suatu merek dari merek yang lain.
29
3) Alasan untuk membeli Asosiasi merek sangat membantu para konsumen untuk mengambil keputusan membeli produk tersebut atau tidak. 4) Menciptakan sikap/perasaan positif Asosiasi merek dapat menimbulkan perasaan positif yang pada gilirannya
akan
berdampak
positif
terhadap
produk
yang
bersangkutan. 5) Landasan untuk perluasan merek Asosiasi merek dapat menciptakan rasa kesesuaian antara suatu merek dan sebuah produk baru.
3.1.2.3. Persepsi kualitas Persepsi kualitas (perceived quality) didefinisikan sebagai persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan dengan apa yang diharapkan oleh pelanggan. Persepsi kualitas bersifat subjektif dari sudut pelanggan karena pelanggan memiliki kepentingan yang berbeda-beda terhadap suatu produk atau jasa. Membahas persepsi kualitas berarti akan membahas keterlibatan dan kepentingan pelanggan. Untuk memahami persepsi kualitas suatu merek diperlukan pengukuran terhadap dimensi yang terkait dengan karakteristik produk David A. Garvin dalam Durianto menyebutkan ada tujuh dimensi persepsi kualitas untuk produk barang, yakni: • Kinerja: melibatkan berbagai karakteristik operasional utama.
30
•
Pelayanan: mencerminkan kemampuan memberikan pelayanan pada produk tersebut.
•
Ketahanan: mencerminkan umur ekonomis dari produk tersebut.
•
Keandalan: konsistensi dari kinerja yang dihasilkan suatu produk dari satu pembelian ke pembelian berikutnya.
•
Karakteristik produk: bagian-bagian tambahan dari produk (features).
•
Kesesuaian dengan spesifikasi: merupakan pandangan mengenai kualitas proses manufaktur sesuasi dengan spesifikasi yang telah ditentukan dan teruji.
•
Hasil: mengarah kepada kualitas yang dirasakan yang melibatkan enam dimensi sebelumnya.
Pada umumnya untuk produk jasa, dimensi yang digunakan meliputi Kompetensi, Keandalan, Tanggung jawab, dan Empati (Duarianto, 2004).
3.1.2.4. Loyalitas merek (Brand loyalty) Loyalitas merek (brand loyalty) adalah ukuran dari kesetiaan konsumen terhadap suatu merek. Loyalitas merek merupakan inti dari brand equity yang menjadi gagasan sentral dalam pemasaran (Rangkuti, 2002). Ada lima tingkatan dalam loyalitas merek, yaitu: 1. Switcher (berpindah-pindah) Merupakan tingkatan loyalitas merek yang paling rendah di mana pembeli sama sekali tidak loyal terhadap merek apapun yang ditawarkan.
31
Ciri-ciri pembeli jenis ini adalah mereka yang membeli suatu produk karena harganya murah. 2. Habitual buyer (membeli karena kebiasaan) Merupakan
pembeli
yang
puas
dengan
merek
produk
yang
dikonsumsinya atau setidaknya mereka tidak mengalami ketidakpuasan dalam mengkonsumsi merek produk tersebut. Pada dasarnya mereka tidak mendapati alasan yang cukup untuk beralih ke produk lain, terutama jika peralihan tersebut memerlukan usaha, biaya, maupun berbagai pengorbanan lain. Pembeli ini membeli suatu merek didasarkan atas kebiasaan mereka selama ini. 3. Satisfied buyer (pembeli yang puas dengan biaya peralihan) Pada tingkatan ini, pembeli merek termasuk ke dalam kategori puas bila mereka mengkonsumsi merek tersebut. Meskipun demikian mungkin saja mereka memindahkan pembeliannya ke merek lain dengan menanggung switching cost (biaya peralihan) yang terkait dengan waktu, uang, atau risiko kinerja yang melekat dengan tindakan mereka beralih merek. 4. Liking the brand (pembeli yang menyukai merek) Pembeli pada tingkatan ini merupakan pembeli yang sungguh-sungguh menyukai merek tersebut. Pada tingkatan ini dijumpai perasaan emosional yang terkait pada merek. Meskipun demikian seringkali rasa suka ini merupakan suatu perasaan yang sulit diidentifikasi dan ditelusuri dengan cermat untuk dikategorikan ke dalam sesuatu yang spesifik.
32
5. Committed buyer (pembeli yang komit) Pembeli pada tingkatan ini merupakan pelanggan yang setia. Mereka memiliki suatu kebanggaan sebagai pengguna suatu merek dan bahkan merek tersebut menjadi sangat penting bagi mereka, dipandang dari segi fungsinya maupun sebagai suatu ekspresi mengenai siapa sebenarnya mereka. Pada tingkatan ini, salah satu aktualisasi loyalitas pembeli ditunjukkan oleh tindakan merekomendasikan dan mempromosikan merek tersebut kepada pihak lain.
3.1.3. Peranan Ekuitas Merek Durianto (2004), ekuitas merek (brand equity) dapat mempengaruhi rasa percaya diri konsumen dalam pengambilan keputusan pembelian atas dasar pengalaman masa lalu dalam penggunaan atau kedekatan, asosiasi dengan berbagai karakteristik merek. Dalam kenyataannya, perceived quality dan brand association dapat mempertinggi tingkat kepuasan konsumen. Disamping memberikan nilai bagi konsumen, ekuitas merek juga memberikan nilai bagi perusahaan dalam bentuk: 1. Ekuitas merek yang kuat dapat mempertinggi keberhasilan program memikat konsumen baru atau merangkul kembali konsumen lama dan menghilangkan keraguan konsumen terhadap kualitas merek. 2. Empat dimensi ekuitas merek: kesadaran merek, persepsi kualitas, asosiasi merek, dan aset merek lainnya dapat mempengaruhi alasan pembelian konsumen.
33
3. Loyalitas merek yang telah diperkuat merupakan hal yang penting dalam merespon inovasi yang dilakukan pesaing. Loyalitas merek ini sangat dipengaruhi oleh elemen-elemen ekuitas merek yang lainnya. 4. Asosiasi merek sangat penting sebagai dasar startegi positioning maupun strategi perluasan produk. 5. Ekuitas merek yang kuat memungkinkan perusahaan memperoleh laba yang lebih
tinggi
dengan
menerapkan
premium
price
dan
mengurangi
ketergantungan pada promosi. 6. Ekuitas merek yang kuat dapat digunakan sebagai dasar untuk pertumbuhan dan perluasan merek kepada produk lainnya atau bidang bisnis baru. 7. Ekuitas merek yang kuat dapat meningkatkan penjualan karena mampu menciptakan loyalitas saluran distribusi. 8. Aset-aset ekuitas merek lainnya dapat memberikan keuntungan kompetitif bagi perusahaan dengan memanfaatkan celah-celah yang tidak dimiliki oleh pesaing.
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional Kecap sering kali digunakan dalam proses memasak karena kecap termasuk bumbu masakan yang memberikan warna dan aroma yang khas dan menambah kandungan gizi pada masakan. pada masakan. Sebagian besar masyarakat Indonesia menggunakan kecap dalam memasak. Hal ini membuat permintaan kecap di Indonesia cukup tinggi. Penanaman modal dalam industri kecap manis oleh para investor dalam negeri maupun asing semakin semakin meningkat. Hal ini mendorong perkembangan industri kecap manis yang dapat
34
dilihat dari banyaknya produsen kecap yang ada di Indonesia, baik yang berskala naisonal maupun yang berskala lokal. Beragam merek kecap ini membuat kondisi persaingan dalam industri kecap semakin ketat dan pilihan konsumen saat akan memutuskan untuk membeli kecap semakin banyak. Oleh karena itu, perusahaan kecap perlu meningkatkan ekuitas merek mereka di benak konsumen. Ada enam macam merek produk kecap yang menempati urutan teratas, yaitu kecap merek ABC, Cap Bango, Piring Lombok, Indofood, Jeruk, dan Angsa 2 . Namun, penelitian ini hanya akan meneliti dua merek produk kecap, yakni kecap ABC dan Bango karena kedua merek kecap ini sudah dikenal luas dan pangsa pasarnya juga sudah besar di Indonesia. Kedua merek kecap tersebut gencar mempromosikan produk mereka sehingga konsumen sudah mengenal produk kecap tersebut sehingga konsumen untuk kedua merek kecap ini cukup banyak yang akan dijadikan responden. Adapun elemen-elemen ekuitas merek yang dianalisis dalam penelitian ini adalah kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas, dan loyalitas merek. Kesadaran merek dianalisis dengan analisis deskriptif, asosiasi merek dengan Uji Cohran, persepsi kualitas dengan diagram Importance and Performance Analysis, dan loyalitas merek dengan Brand Switching Pattern Matrix. Hasil dari analisis ekuitas merek yang dilakukan kemudian akan digunakan untuk membuat strategi bauran pemasaran untuk kedua merek kecap yang diteliti.
2
Majalah SWA 20/XX/21 SEPTEMBER – 4 OKTOBER 2006
35
Permintaan kecap di Indonesia cukup tinggi Dukungan modal oleh para investor
Semakin banyak perusahaan atau produsen dengan merek mereka masing-masing
Beragamnya merek yang ada untuk kategori produk kecap dan munculnya merek baru dalam pasar kecap membuat persaingan semakin ketat
Kecap merek Cap Bango
Kecap merek ABC
Perilaku pembelian konsumen
Merek yang memiliki ekuitas merek terkuat dan konsumen yang loyal akan tetap bertahan
Ekuitas merek kecap
Brand awareness
Analisis Deskriptif
Brand association
Uji Cohran
Perceived quality
Importance and Performance Analysis
Hasil analisis ekuitas merek
Brand loyalty
Brand Swtiching Pattern Matrix
Strategi bauran pemasaran
Gambar 3. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional.
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di wilayah Perumnas I, II, III, dan IV, Kota Tangerang pada bulan Juli-Agustus 2008. Pemilihan lokasi untuk tempat penelitian ini didasarkan karena keempat daerah perumahan ini merupakan daerah yang cukup banyak penduduknya dan sebagian besar berupa rumah tangga, yang merupakan segmen pasar dari kecap manis, sehingga akan memudahkan dalam pencarian responden.
4.2. Jenis dan Sumber Data Data yang dipergunakan dalam skripsi ini berupa data primer dan sekunder. Data primer adalah informasi penelitian yang dikumpulkan melalui survei dan observasi. Data primer diperoleh melalui pengisian kuisioner dan wawancara langsung dengan responden produk kecap sehingga data primer berbentuk kuisioner yang telah diisi responden. Data sekunder diperoleh melalui Badan Pusat Statistik Jakarta, majalah SWA, penelusuran literatur di internet, dan penelusuran literatur dari buku-buku dan skripsi-skripsi yang terkait dengan topik ini di Perpustakaan IPB Darmaga.
4.3. Metode Penarikan Sampel Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah responden ibu rumah tangga karena pengambil keputusan dalam pembelian bahan makanan untuk
37
konsumsi untuk keluarga umumnya diputuskan dan dilakukan oleh ibu rumah tangga (Widyanggari, 2005). Metode penarikan sampel yang digunakan adalah proportionate judgement sampling, yakni memilih ibu rumah tangga yang bersedia untuk dijadikan responden, menanyakan beberapa pertanyaan screening, selanjutnya jika orang tersebut memenuhi kriteria untuk menjadi responden maka responden tersebut akan diwawancarai atau menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada di dalam kuisioner penelitian (Maholtra, 2004). Berdasarkan perhitungan rumus Slovin (Umar, 2003), jumlah sampel atau responden yang dibutuhkan untuk penelitian ini minimal 100 orang, jumlah tersebut diharapkan dapat mewakili populasi konsumen kecap manis yang ada di wilayah Perumnas. Menurut Nasution (2007), tidak ada aturan yang tegas tentang jumlah sampel yang dipersyaratkan untuk suatu penelitian dari populasi yang tersedia, juga tidak ada batasan yang jelas apa yang dimaksud dengan sampel yang besar dan sampel yang kecil. Banyaknya jumlah sampel yang diambil bergantung pada faktor-faktor lain, seperti biaya, fasilitas, waktu yang tersedia, dan populasi yang ada atau bersedia dijadikan sampel. Adapun cara perhitungan rumus Slovin sebagai berikut:
n=
N 1 + N .e 2
Keterangan: n = ukuran sampel N = ukuran populasi e = galat/eror, sebesar 10 persen
38
Total populasi rumah tangga yang ada di keempat wilayah perumahan ini diambil dari data kependudukan yang terdapat di kecamatan Cibodas tempat penelitian dilakukan. Tabel 9. Jumlah Responden Per Wilayah Perumnas Wilayah Jumlah rumah tangga Persentase Perumnas I 6987 Perumnas II 5446 Perumnas III 3259 Perumnas IV 1553 17245 Total Sumber: Kecamatan Cibodas, 2008
40.51% 31.58% 18.90% 9.01% 100%
Jumlah responden 40 30 20 10 100
4.4. Sarana Pengolahan Data Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan program piranti lunak (software) komputer, yakni Microsoft Excel 2003, SPSS 13.0 for Windows, dan Minitab 14.0. Program komputer ini dipilih karena program tersebut dapat digunakan untuk mengolah data yang diperoleh dalam penelitian ini dan pengoperasian ketiga program ini tidak sulit.
4.5. Analisis Data Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deksriptif, Uji Spearman- Brown, Cochran Test, Importance and Performance Analysis, dan Brand Switching Pattern Matrix.
4.5.1. Analisis Deskriptif Menurut Nazir (1998), analisis deskriptif merupakan suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang.
39
Tujuannya adalah untuk membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat, mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Analisis deksriptif yang dipakai dalam penelitian ini digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik responden pada saat penelitian dilakukan dan tingkat kesadaran merek responden terhadap produk kecap. Data tersebut hasilnya akan dikelompokkan dan ditabulasikan kemudian dianalisis berdasarkan faktor-faktor dominan dari variabel-variabel yang diamati.
4.5.2. Uji Spearman-Brown Uji Spearman-Brown digunakan dalam menguji reliabilitas instrumen yang terdapat dalam asosiasi merek. Dalam menguji reliabilitas dengan teknik ini, skor yang diperoleh dikelompokkan menjadi dua belahan, umumnya pembelahan
ganjil-genap.Dengan
teknik
belah
ganjil-genap,
peneliti
mengelompokkan skor butir bernomor ganjil sebagai belahan pertama dan skor butir genap sebagai belahan kedua. Langkah selanjutnya adalah mengkorelasikan skor belahan pertama dengan skor belahan kedua sehingga diperoleh nilai r XY (Durianto, 2001).
rXY =
N ∑ XY − ∑ X ∑ Y N ∑ X 2 − (∑ X )
2
Keterangan: ∑ X = total skor ya belahan ganjil.
N ∑ Y 2 − (∑ Y )
∑ Y = total skor ya belahan genap. ∑ XY = total skor hasil kali belahan ganjil dan genap.
2
40
Selanjutnya nilai tersebut dimasukkan dalam rumus Spearman-Brown berikut: r11 =
2rXY (1 + rXY )
Keterangan: r11 = reliabilitas instrumen. rXY = korelasi antara dua belahan instrumen. Nilai reliabilitas yang diperoleh kemudian dibndingkan dengan nilai tabel r product moment. Jika r11 < r product moment dapat disimpulkan bahwa instrumen yang digunakan tidak reliabel. Sebaliknya, jika r11 > r product moment dapat disimpulkan bahwa instrumen yang digunakan reliabel dan penelitian dengan menggunakan instrumen yang sama dapat dilanjutkan.
4.5.3. Uji Cochran (Cochran Test) Uji Cochran digunakan pada data dengan skala pengukuran nominal atau untuk informasi dalam bentuk terpisah dua (dikotomi), misalnya informasi “ya” dan “tidak”. Pengujian uji Cochran ini adalah untuk mengetahui keberadaan hubungan antara beberapa variabel (Durianto, 2004). Langkah-langkah dalam Uji Cochran: 1. Hipotesis Pengujian Ho: kemungkinan jawaban “ya” adalah sama untuk semua variabel. Ha: kemungkinan jawaban “tidak” adalah sama untuk semua variabel.
41
2. Hitung statistik Q dengan rumus Q=
C (C − 1)∑ C 2j − (C − 1)N 2 CN − ∑ Ri2
Keterangan: C= banyaknya variabeli asosiasi. Ri= jumlah baris jawaban “ya”. Cj= jumlah kolom jawaban “ya”. N= total besar. 3. Tolak Ho bila Q > X (2α ,v )
V= C-1
Jika diperoleh nilai Q < X (2α ,v ) , maka Ho diterima yang berarti semua asosiasi yang diuji saling berhubungan membentuk brand image dari suatu merek. Jika diperoleh Q > X (2α ,v ) , dapat disimpulkan tidak semua asosiasi adalah sama dan pengujian dilanjutkan ke tahap kedua untuk mengetahui asosiasi mana yang tidak sama dan dapat dikeluarkan dari asosiasi-asosiasi penyusun brand image suatu merek. Untuk masuk ke tahap dua dicari asosiasi yang memiliki jumlah kolom terkecil yang selanjutnya akan dicoba dikeluarkan dari komponen asosiasi-asosiasi pembentuk brand image.
4.5.4. Importance and Performance Analysis (IPA) Untuk
menganalisis
persepsi
kualitas,
performance dan importance. Performance
digunakan
pembanding
di sini berhubungan dengan
kinerja dari atribut-atribut yang melekat pada produk sedangkan importance adalah harapan/persepsi responden terkait dengan atribut yang diteliti. Perbandingan antara performance dan importance dirangkum dalam diagram cartesius yang terbagi menjadi empat kuadran.
42
Tinggi
Kuadran I underact
Kuadran II maintain
Kuadran III low priority
Kuadran IV overact
Importance
Rendah
Rendah
Tinggi Performance
Gambar 4 . Diagram Importance and Performance (IPA).
Untuk menilai tingkat kepentingan, setiap atribut diberikan penilaian dengan skala Likert seperti berikut: “sangat tidak penting” diberi nilai 1, “tidak penting” diberi nilai 2, “cukup penting” diberi nilai 3, “penting” diberi nilai 4, dan “sangat penting diberi nilai 5. Skala dengan nilai 1 untuk atribut yang memiliki kinerja yang “sangat buruk”, nilai 2 untuk atribut yang memiliki kinerja yang “buruk, nilai 3 untuk atribut yang memiliki kinerja yang “biasa saja”, nilai 4 untuk atribut yang memiliki kinerja yang “baik”, dan nilai 5 untuk atribut yang memiliki kinerja yang “sangat baik”. Total nilai/skor jawaban dari responden dijumlahkan lalu dihitung nilai rata-rata setiap atribut menurut tingkat kinerja ( X ) dan tingkat kepentingan ( Y ) dari masing-masing merek. Adapun rumus untuk mencari nilai rata-rata importance dan performance adalah sebagai berikut:
43
n
∑X X=
i =1
n
∑Y
i
Y=
n
i =1
i
n
Keterangan: n = jumlah responden. Xi = nilai/skor atribut berdasarkan tingkat kepentingan. Yi = nilai/skor atribut berdasarkan tingkat kinerja. Selanjutnya untuk menentukan garis potong yang membagi diagram cartesius menjadi empat kuadran dengan pusat di titik ( X , Y ) diperoleh dengan merata-ratakan total nilai/skor rata-rata dari semua atribut yang ada.
K
∑X X=
i =1
K
∑Y
i
K
Y=
i =1
i
K
Keterangan: K = jumlah atribut. X = skor rata-rata importance. Y = skor rata-rata performance.
Pada analisis IPA, keempat kuadran ini menggambarkan posisi setiap atribut berdasarkan kinerja yang dilakukan perusahaan untuk atribut tersebut (performance) dengan persepsi konsumen akan atribut tersebut (importance). Berikut adalah penjelasan dari setiap kuadran:
Kuadran I, atribut-atribut dalam kuadran ini memiliki tingkat kepentingan yang tinggi di mata konsumen namun prioritas perusahaan untuk atribut di kuadran ini masih rendah. Perusahaan harus lebih meningkatkan prioritas mereka terhadap atribut di kuadran ini.
44
Kuadran II, menunjukkan kinerja perusahaan terhadap atribut-atribut tinggi dan tingkat kepentingan konsumen terhadap atribut-atribut dianggap penting sehingga perusahaan cukup menjaga agar kinerja dari atributatribut dalam kuadran ini tidak sampai turun.
Kuadran III, menunjukkan atribut-atribut yang tidak dianggap penting oleh konsumen dan kinerja perusahaan untuk atribut ini juga rendah. Atributatribut dalam kuadran ketiga ini tidak mempengaruhi konsumen dalam proses keputusan pembelian sehingga tidak terlalu diprioritaskan oleh perusahaan.
Kuadran IV, menunjukkan atribut-atribut yang dianggap tidak penting oleh konsumen namun kinerja perusahaan untuk atribut ini tinggi. Tindakan perusahaan untuk atribut-atribut yang berada dalam kuadran keempat dinilai belebihan dan hanya memboroskan sumberdaya perusahaan.
4.5.5. Brand Switching Pattern Matrix (Model Markov) Analisis ini digunakan untuk menghitung kemungkinan perpindahan merek (Probability Rate of Transition) dari merek-merek yang diteliti. Semakin kecil nilai PRoT, semakin tinggi loyalitas konsumen terhadap merek tersebut karena kemungkinan konsumen berpindah ke merek yang lain semakin kecil. 1 KL x ProT = − Ln x 100% KTx t
Keterangan: t = banyaknya pengamatan (dalam contoh ini t dianggap 1). KLx = konsumen yang setia terhadap merek x yang bersangkutan. KTx = konsumen yang tidak setia terhadap merek x yang bersangkutan.
45
4.5.6. Analisis Piramida Loyalitas Analisis piramida loyalitas digunakan untuk menganalisis loyalitas konsumen dengan pendekatan sikap. Analisis ini terdiri dari perhitungan persentase switcher, habitual buyer, satisfied buyer, liking the brand, dan commited buyer pada suatu merek. Semakin kecil nilai persentase switcher atau semakin besar persentase commited buyer maka semakin bagus bentuk piramida loyalitasnya (piramida terbalik), artinya semakin tinggi loyalitas konsumen terhadap merek tersebut. Adapun cara perhitungan nilai rata-rata dan persentase switcher, habitual buyer, satisfied buyer, liking the brand, dan committed buyer adalah sebagai berikut: •
Analisis switcher dianalisis dengan menggunakan pertanyaan “Apakah Anda pernah berpindah-pindah merek kecap hanya karena faktor harga?”. Jawaban “tidak pernah” diberi bobot 1, “jarang” diberi bobot 2, “kadangkadang” diberi bobot 3, “sering” diberi bobot 4, dan “selalu” diberi bobot 5. Lalu setiap bobot dikalikan dengan jumlah frekuensi jawaban. Nilai rata-rata diperoleh dari total setiap bobot dikali frekuensi jawaban kemudian dibagi dengan jumlah total responden yang menjawab. Persentase switcher dihitung dengan menjumlahkan frekuensi jawaban “sering” dan “selalu” lalu dibagi dengan jumlah total responden yang menjawab.
•
Analisis habitual buyer dianalisis dengan menggunakan pertanyaan “Apakah Anda membeli merek kecap yang Anda konsumsi sekarang hanya karena kebiasaan?”. Jawaban “sangat tidak setuju” diberi bobot 1,
46
“tidak setuju” diberi bobot 2, “ragu-ragu” diberi bobot 3, “setuju” diberi bobot 4, dan “sangat setuju” diberi bobot 5. Setiap bobot kemudian dikalikan dengan jumlah frekuensi jawaban. Nilai rata-rata diperoleh dari total setiap bobot dikali frekuensi jawaban, lalu dibagi dengan jumlah total responden yang menjawab. Persentase habitual buyer dihitung dengan menjumlahkan frekuensi jawaban “setuju” dan “sangat setuju” lalu dibagi dengan jumlah total responden yang menjawab. •
Analisis satisfied buyer dianalisis dengan menggunakan pertanyaan “Apakah Anda menemukan kepuasan pada merek kecap yang Anda pakai sekarang?”. Jawaban “sangat tidak puas” diberi bobot 1, “tidak puas” diberi bobot 2, “biasa saja” diberi bobot 3, “puas” diberi bobot 4, dan “sangat puas” diberi bobot 5. Setiap bobot kemudian dikalikan dengan jumlah frekuensi jawaban. Nilai rata-rata diperoleh dari total setiap bobot dikali frekuensi jawaban, lalu dibagi dengan jumlah total responden yang menjawab. Persentase satisfied buyer dihitung dengan menjumlahkan frekuensi jawaban “puas” dan “sangat puas” lalu dibagi dengan jumlah total responden yang menjawab.
•
Analisis liking the brand dianalisis dengan menggunakan pertanyaan “Apakah Anda benar-benar menyukai merek kecap yang Anda pakai sekarang?”. Jawaban “sangat tidak suka” diberi bobot 1, “tidak suka” diberi bobot 2, “biasa saja” diberi bobot 3, “suka” diberi bobot 4, dan “sangat suka” diberi bobot 5. Setiap bobot kemudian dikalikan dengan jumlah frekuensi jawaban. Nilai rata-rata diperoleh dari total setiap bobot dikali frekuensi jawaban, lalu dibagi dengan jumlah total responden yang
47
menjawab. Persentase liking the brand dihitung dengan menjumlahkan frekuensi jawaban “suka” dan “sangat suka” lalu dibagi dengan jumlah total responden yang menjawab. •
Analisis committed buyer dianalisis dengan menggunakan pertanyaan “Apakah Anda pernah mempromosikan merek kecap yang Anda pakai sekarang kepada orang lain?”. Jawaban “tidak pernah” diberi bobot 1, “jarang” diberi bobot 2, “terkadang” diberi bobot 3, “sering” diberi bobot 4, dan “selalu” diberi bobot 5. Setiap bobot kemudian dikalikan dengan jumlah frekuensi jawaban. Nilai rata-rata diperoleh dari total setiap bobot dikali frekuensi jawaban, lalu dibagi dengan jumlah total responden yang menjawab. Persentase liking the brand dihitung dengan menjumlahkan frekuensi jawaban “sering” dan “selalu” lalu dibagi dengan jumlah total responden yang menjawab.
4.6. Definisi Operasional 1. Atribut adalah segala sesuatu yang melekat pada produk kecap manis yang akan dinilai kinerja dan tingkat kepentingannya dalam analisis perceived value. 2. Ketersediaan produk yaitu sejauh mana produk-produk kecap mudah dicari dan didapatkan oleh responden (tersedia dimana-mana). 3. Rasa adalah pendapat konsumen mengenai cita rasa dan tingkat kemanisan kecap yang mereka konsumsi. 4. Kekentalan yaitu tingkat kecairan kecap yang diinginkan oleh selera konsumen.
48
5. Variasi ukuran kemasan yaitu variasi pengemasan dan isi produk kecap yang sesuai dengan kebutuhan konsumen (sachet, botol plastik, botol kaca, kemasan isi ulang). 6. Merek kecap terkenal maksudnya adalah kepercayaan konsumen terhadap suatu merek kecap dibandingkan merek-merek lain yang ada di pasaran. 7. Harga yaitu kemampuan atau daya beli konsumen terhadap suatu merek kecap. 8. Iklan adalah promosi yang dilakukan perusahaan agar merek mereka dikenal oleh konsumen. 9. Mudah meresap dalam masakan yaitu penilaian responden terhadap kecap yang mereka konsumsi dalam hal kemudahan kecap tersebut meresap dalam masakan. 10. Informasi pada kecap yaitu informasi yang diberikan oleh produsen mengenai produk mereka, seperti tanggal kadaluarsa, komposisi produk, berat kemasan, label kehalalan, dan lain-lain. 11. Bintang iklan adalah orang-orang yang dipakai dalam promosi yang dilakukan oleh produsen kecap agar promosi tersebut dapat menarik perhatian konsumen. 12. Rumah tangga adalah kelompok terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak. 13. Loyalitas adalah kesetiaan konsumen terhadap suatu merek yang mereka konsumsi.
BAB V GAMBARAN UMUM
5.1. Gambaran Lokasi Penelitian Wilayah Perumnas I, II, III, dan IV adalah wilayah perumahaan yang terletak di Kota Tangerang. Kota Tangerang memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut: Utara berbatasan dengan Serang, Timur berbatasan dengan Kalideres, Selatan berbatasan dengan Serpong, dan sebelah Barat berbatasan dengan Balaraja. Perumnas I adalah perumahan yang memiliki luas daerah yang paling besar dibandingkan perumahaan yang lain karena pada awal dibangunnya perumahan tersebut lahan yang tersedia masih luas. Oleh karena itu, jumlah rumah tangga yang ada di wilayah Perumnas I lebih banyak dari wilayah Perumnas yang lain. Jumlah rumah tangga di wilayah Perumnas I sebanyak 6987 kepala keluarga, di wilayah Perumnas II sebanyak 5446 kepala keluarga, di wilayah Perumnas III sebanyak 3259 kepala keluarga, dan di wilayah Perumnas IV sebanyak 1553 kepala keluarga. Jumlah total rumah tangga keseluruhan untuk keempat wilayah perumahan ini sebanyak 17245 kepala keluarga. Untuk rincian yang lebih jelas terdapat pada Tabel 10 di bawah ini. Tabel 10. Jumlah Rumah Tangga Per Wilayah Perumnas Wilayah Jumlah rumah tangga (kepala keluarga) Perumnas I 6987 Perumnas II 5446 Perumnas III 3259 Perumnas IV 1553 17245 Total Sumber: Kecamatan Cibodas, 2008
50
5.2. Karakteristik Umum Responden Penelitian ini mengambil responden sebanyak 100 rumah tangga yang berada di wilayah Perumnas I, II, III, dan IV. Jumlah responden ditentukan berdasarkan proporsi rumah tangga yang ada per wilayah. Responden dipilih secara purposive berdasarkan kesediaan mereka untuk mengisi kuisoner dan wawancara. Dari hasil kuisioner yang sudah diperoleh, maka responden kecap yang ada di keempat wilayah ini dapat dikelompokkan ke dalam beberapa karakteristik yang menggambarkan kondisi responden kecap manis. Tabel 11. Karakteristik Responden Berdasarkan Merek Kecap Yang Dikonsumsi Merek kecap Jumlah responden Persentase Kecap ABC 53 53% Kecap Cap Bango 41 41% Kecap lainnya 6 6% 100 100% Total
Merek kecap yang paling banyak dikonsumsi adalah kecap ABC sebesar 53 persen, diikuti kecap Bango sebesar 41 persen, dan merek kecap lain sebesar 6 persen. Hal ini menunjukkan bahwa kecap ABC masih merupakan market leader kecap manis di Indonesia karena masih banyak masyarakat yang menggunakan kecap manis merek ABC. Tabel 12. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis kelamin Jumlah Persentase Laki-laki 0 0% Perempuan 100 100% 100 100% Total
Dari Tabel 12 terlihat bahwa semua yang menjadi responden kecap manis berjenis kelamin perempuan. Hal ini didasarkan bahwa perempuan, dalam hal ini
51
ibu rumah tangga, adalah orang yang biasanya menentukan dalam pembelian bahan-bahan konsumsi untuk keluarga. Tabel 13. Karakteristik Responden Berdasarkan Sumber Informasi Merek Sumber Informasi Jumlah Persentase Iklan di televisi 94 60.25% Iklan di surat kabar 4 2.56% Iklan di majalah 5 3.21% Iklan di radio 0 0% Teman/keluarga 15 9.62% Melihat di 38 24.36% warung/toko,dll 156 100% Total
Sebagian besar responden kecap memperoleh informasi tentang merek kecap dari iklan di televisi dengan persentase sebesar 60.25 persen. Besarnya persentase ini karena
sebagian besar masyarakat Indonesia sering menonton
televisi sehingga pemasaran dengan menggunakan media televisi menjadi cara yang ampuh. Sebanyak 24.36 persen mengetahui merek tersebut langsung di tempat mereka membeli kecap sehingga penempatan produk di tempat pembelian (warung, toko, supermarket, dan lain-lain) menjadi penting agar produk semakin mudah dikenal konsumen. Tabel 14. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Usia Jumlah responden ABC Bango 20 – 25 tahun 1 26 – 30 tahun 2 31 – 35 tahun 11 36 – 40 tahun 16 > 40 tahun 23 53 Total
Total 2 1 7 10 21 41
3 3 18 26 44 94
Dari Tabel 14 di atas dapat dilihat bahwa konsumen kecap manis berjumlah cukup banyak pada tentang usia 31 tahun sampai lebih dari 40 tahun
52
karena di wilayah Perumnas ini umumnya keluarga yang sudah memiliki anak sehingga ibu rumah tangga sering memasak di rumah untuk keluarganya. Tabel 15. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan Jumlah responden Total ABC Bango SD 5 6 SLTP 11 5 SLTA 26 16 Diploma 9 11 S1 2 3 53 41 Total
11 16 42 20 5 94
Sebagian besar responden pendidikan terakhirnya sampai pada tingkat SLTA sebanyak 42 responden. Tingkat pendidikan diploma sebanyak 20 responden, SLTP sebanyak 16 responden, SD sebanyak 11 responden, dan yang mencapai sarjana hanya 5 responden. Tingkat pendidikan ini berpengaruh kepada jenis pekerjaan responden dan akhirnya mempengaruhi pendapatan keluarga dari responden. Tabel 16. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan Pekerjaan Jumlah reponden Total ABC Bango Ibu rumah tangga 35 27 Pegawai negeri 7 9 Pegawai swasta 2 2 Wiraswasta 8 1 Mahasiswa 1 2 53 41 Total
62 16 4 9 3 94
Sebagian besar ibu rumah tangga yang menjadi responden dalam kuisioner kecap yang diajukan memilih menjadi ibu rumah tangga disebabkan karena pendidikan mereka yang tidak cukup tinggi untuk memperoleh pekerjaan di luar rumah. Terdapat 62 responden yang bekerja menjadi ibu rumah tangga dengan
53
jumlah responden yang memilih kecap ABC sebanyak 35 orang dan kecap Bango sebanyak 27 orang. Ibu rumah tangga yang mencapai pendidikan terakhir sampai tingkat diploma ke atas memilih bekerja di luar rumah untuk membantu pendapatan keluarga dengan menjadi pegawai negeri, pegawai swasta, dan wiraswasta. Namun, jumlah mereka yang memilih bekerja di luar rumah lebih sedikit dibandingkan yang bekerja sebagai ibu rumah tangga. Tabel 17. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendapatan Keluarga per Bulan Pendapatan Jumlah responden Total ABC Bango < Rp 500.000 3 3 6 Rp 500.001 – Rp 1.000.000 12 6 18 Rp 1.000.001 – Rp 1.500.000 19 13 32 Rp 1.500.001 – Rp 2.000.000 13 11 24 Rp 2.000.001 – Rp 2.500.000 3 6 9 > Rp 2.500.000 3 2 5 53 41 94 Total
Kecap ABC secara umum memiliki responden dengan rentang pendapatan antara Rp 500.000,00 sampai Rp 2.000.000,00 sehingga dapat disimpulkan responden kecap ABC termasuk keluarga menengah ke bawah. Harga kecap ABC yang lebih murah menjadikan kecap ABC lebih mudah dibeli oleh konsumen dari golongan ekonomi manapun. Responden kecap Bango sebagian besar memiliki pendapatan cukup tinggi antara Rp 1.000.000,00 sampai Rp 2.000.000,00 dan termasuk keluarga menengah. Harga kecap Bango yang cukup tinggi membuat tidak semua golongan ekonomi tidak dapat membeli kecap ini. Responden yang memiliki pendapatan di atas Rp 2.000.000,00 ke atas sedikit untuk setiap merek. Hal ini karena pengaruh dari jenis pekerjaan yang dimiliki oleh responden. Responden yang memiliki pekerjaan sebagai pegawai negeri, pegawai swasta, dan
54
wiraswasta memiliki pendapatan sendiri untuk membantu kondisi ekonomi keluarga. Pada Tabel 18, responden dikarakteristikkan berdasarkan suku mereka. Suku Jawa merupakan suku yang terbanyak dengan jumlah 39 orang. Responden yang bersuku Sunda sebanyak 21 orang. Kedua suku ini merupakan suku yang sering menggunakan kecap di dalam masakannya karena kedua suku ini menyukai makanan yang terasa manis. Responden yang bersuku Batak sebanyak 22 orang, Padang sebanyak 9 orang, Lampung sebanyak 3 orang. Ketiga suku ini mengkonsumsi kecap karena sudah lama tinggal di pulau Jawa sehingga sudah mendapat pengaruh dari rasa makanan khas dari daerah tersebut. Tabel 18. Karakteristik Responden Berdasarkan Suku Suku Jumlah responden ABC Bango Jawa 23 16 Sunda 12 9 Batak 13 9 Padang 4 5 Lampung 1 2 53 41 Total
Total 39 21 22 9 3 94
Responden kecap manis membeli kecap yang mereka konsumsi di warung atau toko yang dekat dengan tempat mereka tinggal dengan alasan agar lebih cepat. Namun, jika mereka ingin sekaligus membeli keperluan lain selain kecap maka mereka akan membeli kecap di swalayan atau minimarket yang menawarkan variasi produk lebih beragam dan memberi keleluasaan dalam memilih produk. Karakteristik responden berdasarkan tempat pembelian terdapat pada Tabel 19 berikut.
55
Tabel 19. Karakteristik Responden Berdasarkan Tempat Pembelian Tempat pembelian Jumlah responden Total ABC Bango Warung/toko terdekat 34 17 Swalayan/minimarket 19 33 Hipermarket 5 5 58 55 Total
51 52 10 113
Tabel 20 berikut ini menunjukkan jenis kemasan kecap manis yang digunakan oleh responden kecap. Jenis kemasan yang dipakai dikelompokkan menjadi empat jenis, yaitu sachet, botol plastik, isi ulang, dan botol kaca. Tabel 20. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kemasan Kecap Jenis Kemasan Jumlah Responden Total ABC Bango Sachet 6 3 Botol plastik 30 23 Isi ulang 13 11 Botol kaca 5 4 53 41 Total
8 53 24 8 94
Responden lebih banyak menggunakan kecap manis dengan jenis kemasan botol plastik dengan alasan kemasan tersebut lebih praktis mereka gunakan. Ukuran kemasan botol plastik dapat mereka gunakan untuk beberapa hari atau bahkan dalam jangka waktu mingguan sehingga mereka tidak perlu melakukan pembelian yang berulang-ulang. Kemasan isi ulang, sachet, dan botol kaca menjadi pilihan responden lainnya. Tabel 21. Karakteristik Responden Berdasarkan Frekuensi Pembelian Kecap per Bulan Frekuensi pembelian Jumlah responden Total ABC Bango 1 kali 10 12 2 – 3 kali 28 23 4 – 5 kali 12 5 > 5 kali 3 1 53 41 Total
22 51 17 4 94
56
Responden biasanya membeli kecap yang mereka konsumsi di warung atau toko dekat rumah mereka dan di swalayan atau minimarket karena jaraknya yang lebih dekat dengan tempat tinggal mereka. Responden yang membeli kecap di hipermarket sangat sedikit karena tujuan mereka datang ke hipermarket bukan untuk membeli kecap dan jarak tempat tinggal mereka yang jauh dari hipermarket. Frekuensi pembelian kecap yang dilakukan responden per bulannya sebagian besar pada frekuensi 2-3 kali dalam sebulan sebesar 51 responden. Frekuensi pembelian sebanyak 1 kali dalam sebulan dilakukan 22 responden dan 4-5 kali dalam sebulan sebesar 17 responden. Frekuensi pembelian yang dilakukan oleh responden dipengaruhi oleh ukuran kemasan yang dibeli oleh responden. Menurut responden, mereka sering membeli kemasan botol plastik dengan frekuensi 2-3 kali dalam sebulan karena alasan ukuran tersebut dirasakan pas oleh konsumen untuk bertahan dalam jangka waktu dalam hitungan minggu sehingga mereka tidak perlu melakukan pembelian terlalu sering. Pembelian kecap dengan frekuensi lebih dari lima kali dilakukan oleh responden yang membeli kemasan sachet karena ukurannya yang kecil sehingga kemasan ini cepat habis ketika digunakan.
BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN
Elemen-elemen ekuitas merek yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah elemen kesadaran merek (brand awareness), elemen asosiasi merek (brand association), elemen persepsi kualitas (perceived quality), dan elemen loyalitas merek (brand loyalty). Merek-merek kecap manis yang akan dianalisis ada dua merek, yaitu kecap manis ABC dan kecap manis Bango.
6.1. Analisis Kesadaran Merek (Brand Awareness) Kesadaran merek (brand awareness) adalah kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali, mengingat kembali suatu merek sebagai bagian dari kategori produk tertentu. Ada empat tingkatan dalam brand awareness, yaitu Top of Mind, Brand Recall, Brand Recognition, dan Unaware of Brand. ¾ Top of Mind adalah suatu merek yang pertama kali diingat oleh konsumen ketika ditanya mengenai kategori produk tertentu. Kecap manis yang menduduki peringkat teratas dalam benak konsumen (top of mind) adalah kecap ABC dengan persentase responden yang menjawab merek ini sebesar 53 persen dari total responden yang diambil. Di urutan kedua adalah kecap Bango dengan persentase responden yang menjawab sebesar 36 persen dari total keseluruhan responden yang diambil. Banyaknya responden yang mengenal kecap ABC karena kecap ABC sudah lebih dulu mapan dalam industri kecap dan jaringan distribusinya yang luas sehingga banyak masyarakat di Indonesia mengenal kecap ABC dibandingkan
58
kecap Bango yang baru berproduksi secara nasional setelah diakuisisi oleh PT. Unilever Indonesia pada tahun 2003. Tabel 22. Top of Mind Kecap Merek ABC dan Bango Merek kecap Jumlah responden yang Persentase menjawab ABC 53 53% Bango 36 36% Lainnya 11 11% Total 100 100% ¾ Pada analisis Brand Recall, yaitu penggalian ingatan konsumen akan merek tanpa diberi bantuan, responden boleh menjawab lebih dari satu merek yang mereka ingat. Analisis ini menunjukkan bahwa merek kecap Bango unggul dengan persentase sebesar 24.15 persen dibandingkan kecap merek ABC dengan persentase sebesar 16.60 persen. Artinya, kecap Bango merupakan merek kedua terbanyak yang diingat responden setelah mereka menyebutkan kecap merek ABC pada Top of Mind. Kecap ABC perlu berhati-hati terhadap kecap Bango karena posisi top of mind kecap ABC tidak berarti bahwa kecap ABC lebih banyak dikonsumsi oleh masyarakat dibanding kecap Bango. Tabel 23. Brand Recall Kecap Merek ABC dan Cap Bango Merek kecap Jumlah responden yang Persentase menjawab ABC 44 16.60% Bango 64 24.15% Lainnya 157 59.25% Total 265 100% ¾ Analisis Brand Recognition, yaitu penggalian ingatan konsumen akan merek dengan memberi bantuan, menunjukkan bahwa masing-masing dari kecap ABC dan Bango memiliki 1 responden yang baru mengenal kedua
59
merek tersebut ketika ditanya, “Apakah mereka mengenal kecap ABC atau Bango?” Rincian tentang analisis Brand Recognition dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 24. Brand Recognition Kecap Merek ABC dan Bango Merek kecap Jumlah responden yang Persentase menjawab ABC 1 50% Bango 1 50% Total 2 100% ¾ Untuk analisis Unaware of Brand, semua responden menjawab bahwa mereka sudah mengenal kedua merek kecap, yaitu ABC dan Bango, sehingga responden kecap ABC dan Bango untuk analisis Unaware of Brand masing-masing sebesar nol persen. Hasil analisis brand awareness menunjukkan bahwa kecap ABC masih menempati top of mind dari benak konsumen kecap. Namun, hal tersebut tidak berarti bahwa kecap ABC lebih unggul ekuitas mereknya dari kecap Bango karena pada kenyataanya perceived quality dan brand association yang dapat mempertinggi tingkat kepuasan konsumen sehingga konsumen menjadi loyal terhadap suatu merek.
6.2. Analisis Asosiasi Merek Asosiasi merek (brand association) adalah segala kesan yang timbul di benak seseorang yang terkait dengan ingatannya mengenai suatu merek. Berbagai asosiasi merek yang saling berhubungan akan menimbulkan rangkaian yang disebut citra merek (brand image). Pada penelitian ini analisis asosiasi merek diuji dengan menggunakan Cochran Test. Pada uji asosiasi merek ini terdapat 10
60
asosiasi dari tiap merek yang akan diuji yang nantinya akan menghasilkan asosiasi-asosiasi mana saja yang akan membentuk citra merek dari masing-masing kecap manis. Semakin banyak asosiasi yang dimiliki suatu merek maka citra merek tersebut semakin bagus dan semakin mudah merek tersebut diingat oleh konsumen Kesepuluh asosiasi yang diuji dengan Cochran Test sebagai berikut: A1 = Rasa kecap enak. A2 = Kekentalan kecap pas. A3 = Mudah meresap ke dalam makanan. A4 = Terbuat dari bahan-bahan alami. A5 = Harga kecap sesuai dengan kualitas. A6 = Kemasan bervariasi. A7 = Teknologi pembuatan modern. A8 = Iklan kecap menarik. A9 = Mudah didapat. A10 = Merek kecap sudah terkenal.
Hasil uji Cochran terhadap 10 asosiasi kecap ABC menghasilkan 6 asosiasi merek yang membentuk citra merek kecap ABC dari lima tahap pengujian, yaitu rasa kecap yang enak, terbuat dari bahan-bahan alami, teknologi pembuatan yang modern, iklan kecap yang menarik, mudah didapat, dan merek kecap sudah dikenal. Asosiasi-asosiasi yang tidak membentuk citra merek dari kecap ABC, yaitu kekentalan kecap yang pas, kemudahan meresap dalam masakan, harga kecap yang terjangkau, dan kemasan kecap bervariasi. Asosiasi-asosiasi ini harus lebih diperbaiki oleh produsen kecap ABC agar citra merek kecap ABC menjadi lebih baik di benak konsumen.
61
Hasil pengujian dari kesepuluh atribut yang terdapat pada kecap ABC dapat dilihat pada Tabel 25. Tabel 25. Uji Cochran Terhadap Kecap ABC Jumlah asosiasi Asosiasi yang yang diuji χ2tabel Qhit dibuang 10 18.307 61.668 9 16.919 44.994 6 8 15.507 22.922 2, 6 7 14.067 15.238 3, 2, 6 6 12.592 8.421 5, 3, 2, 6
Hasil uji Cochran terhadap 10 atribut kecap Bango menghasilkan 9 asosiasi merek yang membentuk citra merek kecap Bango dari dua tahap pengujian, yaitu rasa kecap yang enak, kekentalan yang pas, mudah meresap dalam makanan, terbuat dari bahan-bahan alami, harga kecap yang terjangkau, kemasan yang bervariasi, teknologi pembuatan modern, mudah didapat, dan merek kecap sudah dikenal. Asosiasi yang tidak membentuk citra merek dari kesepuluh atribut tersebut adalah iklan kecap yang menarik. Hasil pengujian dari kesepuluh atribut yang terdapat pada kecap Bango dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 26. Uji Cochran Terhadap Kecap Bango Asosiasi yang Jumlah asosiasi 2 dibuang yang diuji χ tabel Qhit 10 18.307 19.766 9 16.919 12.706 8
Semakin banyak asosiasi-asosiasi yang membentuk image dari suatu merek produk, semakin baik ekuitas merek dari produk tersebut. Produk kecap yang memiliki ekuitas merek yang paling baik adalah kecap Bango karena asosiasi-asosiasi yang membentuk image dari kecap tersebut paling banyak, yakni
62
sebanyak 9 asosiasi. Kecap Bango dinilai konsumen memiliki kualitas yang baik dilihat dari kekentalan kecap yang pas dan kemudahan meresap ke dalam masakan sehingga konsumen berani membayar harga yang lebih tinggi dari kecap ABC karena kualitasnya yang baik dibandingkan dengan kecap ABC. Namun, iklan dari kecap Bango dinilai biasa saja oleh responden sehingga kurang menarik perhatian dan minat mereka dibandingkan iklan kecap ABC yang sangat persuasif. Ringkasan dari asosiasi-asosiasi yang membentuk citra merek dari masingmasing kecap manis dapat dilihat pada Tabel 27. Tabel 27. Asosiasi-asosiasi Yang Membentuk Citra Merek Asosiasi Kecap ABC Kecap Bango Rasa kecap enak
v
v
Kekentalan pas
-
v
Mudah meresap
-
v
Terbuat dari bahan alami
v
v
Harga sesuai kualitas
-
v
Kemasannya menarik
-
v
Teknologi modern
v
v
Iklan menarik
v
-
Mudah didapat
v
v
Merek terkenal
v
v
6.3. Analisis Persepsi Kualitas Persepsi kualitas (perceived quality) adalah persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas dan keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan dengan apa yang diharapkan oleh pelanggan terhadap produk atau jasa tersebut. Pada penelitian ini digunakan diagram IPA (Importance and Performance Analysis) untuk melihat persepsi kualitas dari dua merek kecap yang diteliti.
63
Tabel 28. Nilai Rata-rata Importance dan Perfomance Kecap ABC No. Atribut Skor rata-rata Importance Performance 1 Mudah dicari 4.64 4.66 2 Rasa kecap yang enak 4.70 4.60 3 Kekentalan yang pas 4.35 4.33 4 Variasi ukuran kemasan 4.02 4.30 5 Merek kecap terkenal 4.39 4.63 6 Harga kecap terjangkau 4.60 4.36 7 Iklan kecap menarik 4.19 3.98 8 Mudah meresap dalam masakan 4.34 4.21 9 Informasi pada kecap lengkap 3.62 3.81 10 Bintang iklan terkenal 3.48 3.02 4.23 4.19 Rata-rata Total
Nilai rata-rata total importance kecap ABC (4.23) lebih besar dari rata-rata total performance-nya (4.19). Hal ini berarti kinerja dari atribut pada kecap ABC belum dapat memenuhi apa yang diharapkan konsumen terhadap produk tersebut. Nilai rata-rata yang diperoleh dari hasil perhitungan masing-masing atribut kemudian dipetakan ke dalam diagram cartesius Importance and Performance seperti yang ada pada Gambar 6. Gambar 5. Diagram Importance and Performance Kecap ABC.
64
Dari diagram Importance and Performance Analysis terlihat bahwa atribut-atribut yang dimiliki oleh kecap ABC sudah cukup baik karena pada gambar tersebut tidak ada yang berada di dalam kuadran pertama. Beberapa atribut yang kinerjanya sudah bagus (berada di dalam kuadran kedua), seperti mudah dicari, rasa kecap yang enak, kekentalan kecap yang pas, merek kecap sudah dikenal, harga kecap terjangkau, dan mudah meresap ke dalam masakan, perlu dipertahankan oleh PT. Heinz ABC . Atribut-atribut kecap ABC yang kinerjanya masih kurang namun belum dirasa penting oleh konsumen kecap ABC (berada di dalam kuadran ketiga) adalah iklan kecap yang menarik, kelengkapan informasi pada kecap, dan bintang iklan yang terkenal. PT. Heinz ABC sudah berusaha untuk membuat produknya dikenal oleh konsumennya dengan melakukan promosi di televisi namun jarang menggunakan bintang iklan yang terkenal untuk menarik perhatian konsumen. Promosi di televisi dengan menggunakan juru masak memang persuasif untuk menekankan bahwa kecap ABC dapat menghasilkan masakan yang enak. Pemberian informasi pada kemasan kecap perlu dipertahankan karena konsumen sekarang mulai cermat dalam membeli suatu produk. Mereka akan melihat tanggal kadaluarsa produk dan komposisi bahan yang terkandung dalam produk agar terhindar dari mengkonsumsi produk yang membahayakan kesehatan mereka. Terdapat satu atribut yang terletak di kuadran keempat dari Gambar 5 diagram Importance and Performance kecap ABC di atas, yaitu atribut variasi ukuran kemasan. Kinerja atribut tersebut oleh produsen sudah bagus namun responden merasa atribut tersebut kurang penting untuk produk tersebut. Kecap
65
ABC sudah membuat kemasannya semakin cocok untuk konsumen dengan menyediakan berbagai ukuran kemasan agar konsumen dapat memilih kemasan yang sesuai dengan yang dibutuhkan mereka, misalnya sachet, botol plastik, botol kaca, dan kemasan anti tumpah. Sebagian besar responden kecap ABC yang diwawancarai mengaku lebih suka mengkonsumsi kecap ABC dalam kemasan botol plastik dan kemasan anti tumpah karena isi kecap dari ukuran tersebut dapat dipakai untuk jangka waktu beberapa minggu sehingga mereka tidak perlu membeli berulang-ulang. Hal ini dapat dilihat pada karakteristik responden berdasarkan frekuensi pembelian kecap per bulan. Sebagian besar responden menyatakan membeli kecap sebanyak dua sampai tiga kali sebulan dalam bentuk botol plastik dan kemasan anti tumpah. Reponden yang membeli lebih dari lima kali dalam sebulan dilakukan konsumen yang menggunakan kemasan sachet. Oleh karena itu, produsen kecap ABC perlu memfokuskan produksinya pada kemasan jenis botol plastik dan mengurangi jenis kemasan lain yang jarang digunakan konsumen. Tabel 29. Nilai Rata-rata Importance and Performance Kecap Bango No. Atribut Skor rata-rata Importance Performance 1 Mudah dicari 4.68 4.60 2 Rasa kecap yang enak 4.71 4.53 3 Kekentalan yang pas 4.38 4.53 4 Variasi ukuran kemasan 4.04 4.18 5 Merek kecap terkenal 4.39 4.60 6 Harga kecap terjangkau 4.60 4.24 7 Iklan kecap menarik 4.22 4.02 8 Mudah meresap dalam masakan 4.37 4.41 9 Informasi pada kecap lengkap 3.63 3.82 10 Bintang iklan terkenal 3.43 2.94 4.24 4.19 Rata-rata Total
66
Kecap Bango memiliki nilai rata-rata total importance (4.24) yang lebih besar dari nilai rata-rata total performance (4.19). Hal ini berarti bahwa tingkat kinerja dari kecap Bango lebih rendah dari yang diharapkan oleh konsumen. PT. Unilever Indonesia juga jarang menggunakan artis yang terkenal dalam iklan kecap Bango. Namun, mereka mengadakan suatu acara wisata kuliner dengan menjadikan kecap Bango sebagai icon-nya di salah satu stasiun televisi swasta. Kecap Bango juga sering mengadakan acara Festival Jajanan Bango dengan menjadikan kecap Bango sebagai bahan dasar dalam pembuatan masakan di festival tersebut. Kedua cara tersebut merupakan sarana promosi yang menarik perhatian masyarakat meskipun bukan berupa iklan di media massa. Gambar 6. Importance and Performance Kecap Bango.
Dari diagram Importance and Performance kecap Bango terlihat bahwa semua atribut yang dimiliki oleh kecap Bango menyebar di kuadran kedua dan kuadran ketiga. Hal ini berarti bahwa kinerja yang dilakukan PT. Unilever Indonesia selaku produsen dari kecap Bango sudah baik.
67
Atribut-atribut yang berada di kuadran kedua, yaitu mudah dicari, rasa kecap yang enak, kekentalan kecap yang pas, merek kecap sudah dikenal, harga kecap terjangkau, dan mudah meresap ke dalam masakan. Atribut-atribut ini harus dipertahankan oleh PT. Unilever Indonesia agar kualitas dari kecap Bango tetap terjaga sehingga loyalitas konsumen kecap Bango tetap terjaga. Atribut-atribut yang berada di kuadran ketiga, yaitu variasi ukuran kemasan, iklan kecap menarik, kelengkapan informasi pada kecap, dan bintang iklan terkenal. Iklan kecap Bango yang dibuat PT. Unilever Indonesia dinilai kurang menarik oleh responden. Atribut bintang iklan terkenal terletak di paling ujung pada kuadran ketiga di dalam gambar di atas karena nilai dari importance dan performance-nya yang paling kecil dibandingkan atribut-atribut yang lain. Secara umum, hasil dari analisis IPA terhadap kedua merek kecap menunjukkan hasil yang hampir sama namun atribut variasi kemasan dari kecap ABC dinilai berlebihan oleh konsumen. Atribut iklan dari kedua merek kecap juga dianggap kurang menarik oleh konsumen. Produsen perlu memperhatikan promosi iklan yang dilakukan karena sebagian besar konsumen mengaku memperoleh infromasi tentang merek dari media televisi. Penggunaan artis yang terkenal sebagai bintang iklan akan dapat menarik perhatian konsumen karena sebagian besar masyarakat Indonesia punya kecenderungan untuk meniru apa yang dipromosikan oleh artis favorit mereka. Selain itu, atribut-atribut dalam kuadran ketiga yang terdapat pada masingmasing merek kecap, misalnya promosi iklan yang menarik, perlu ditingkatkan kinerjanya karena dalam jangka panjang atribut-atribut tersebut mungkin akan
68
menjadi penting bagi konsumen sehingga atribut-atribut tersebut tidak masuk dalam kuadran yang pertama.
6.4. Analisis Loyalitas Konsumen Loyalitas merek (brand loyalty) adalah ukuran dari kesetiaan konsumen terhadap suatu merek. Ada lima tingkatan dalam loyalitas merek, yaitu switcher, habitual buyer, satisfied buyer, liking the brand, dan committed buyer. Pada penelitian ini, loyalitas konsumen dianalisis dengan dua pendekatan, yaitu pendekatan sikap dengan menggunakan model piramida loyalitas dan pendekatan perilaku dengan menggunakan Brand Switching Pattern Matrix atau Model Markov. Loyalitas yang baik digambarkan dengan piramida loyalitas yang berbentuk segitiga terbalik dimana jumlah committed buyer semakin banyak dan jumlah switcher semakin sedikit serta nilai Probability Rate of Transition (ProT) yang semakin kecil. Dalam pengisian kuisioner, responden boleh menjawab lebih dari satu tingkatan dari brand loyalty. Pehitungan nilai persentase switcher, habitual buyer, satisfied buyer, liking the brand, dan committed buyer untuk piramida loyalitas dari masing-masing merek kecap dapat dilihat selengkapnya pada Lampiran 4. Tabel 30. Nilai Persentase Brand Loyalty pada Kecap ABC dan Bango Tingkatan Brand Loyalty Persentase Loyalitas (%) ABC Cap Bango 1.89 0 Switcher 67.92 48.80 Habitual buyer 79.25 87.81 Satisfied buyer 77.36 87.81 Liking the brand 11.32 17.07 Committed buyer Hasil analisis loyalitas merek pada Tabel 30 menunjukkan bahwa kedua merek kecap manis sudah membangun kekuatan merek yang baik di benak
69
konsumen mereka. Hal ini ditunjukkan dari tingkat switcher yang rendah, hanya sebesar 1.89 persen untuk kecap ABC dan tidak ada switcher untuk kecap Bango karena responden kecap Bango merasa cocok dengan kualitas kecap tersebut sehingga mereka enggan untuk berpindah ke merek kecap manis lain. Nilai persentase untuk tingkat habitual buyer kecap ABC lebih tinggi dari kecap Bango karena beberapa responden kecap ABC mengaku bahwa mereka menggunakan kecap ABC sudah sejak lama sehingga menjadi terbiasa dengan kecap tersebut. Untuk tingkat satisfied buyer dan liking the brand, persentase kecap Bango lebih besar dari kecap ABC. Hal ini berarti responden dari kecap Bango yang mengaku lebih puas menggunakan kecap tersebut karena kualitas kecapnya yang baik sehingga responden menyukai merek kecap tersebut. Tingkat committed buyer dari kedua merek kecap masih rendah sehingga para produsen perlu melakukan kegiatan promosi yang bertujuan agar responden mau mempromosikan kecap manis yang mereka pakai, misalnya dengan mengadakan undian berhadiah untuk konsumen kecap yang berhasil mengajak sejumlah calon konsumen baru untuk menggunakan kecap manis yang sama dengan mereka. Dari Gambar 7 dapat dilihat bahwa persentase jumlah switcher ke satisfied buyer semakin besar dan menurun sedikit pada tahap liking the brand. Dari tingkat liking the brand ke tingkat committed buyer menurun drastis. Hal ini berarti kecap ABC memiliki konsumen yang baru sampai pada tingkat loyalitas yang hanya puas dengan merek ABC dan menyukai merek tersebut. Jumlah konsumen yang suka berpindah merek memang sedikit namun jumlah konsumen yang tetap komit dengan kecap ABC tidak dapat dikatakan besar sehingga kecap ABC perlu mengupayakan agar banyak konsumen mereka yang mencapai tahap
70
commited buyer, misalnya melalui promosi acara demo memasak di tempat umum, agar konsumen dapat membuktikan secara langsung kualitas masakan yang dihasilkan kecap ABC. Kedua produsen kecap juga perlu memberikan reward kepada konsumen kecap mereka, misalnya dengan mengadakan undian berhadiah. Cara ini juga dapat menarik perhatian konsumen kecap.
Committed Buyer (11,32%) Liking The Brand (77,36%) Satisfied Buyer (79,25%) Habitual Buyer (67,92%) Switcher (1,89%)
Gambar 7. Piramida Loyalitas Kecap Merek ABC.
Dari Gambar 8 di bawah dapat dilihat bahwa kecap Bango tidak memiliki switcher sehingga dapat dikatakan bahwa kecap Bango sudah menetapkan harga yang cukup sesuai untuk konsumen mereka dan harga tersebut juga sesuai dengan kualitas kecap yang mereka berikan. Bagian terbesar dari piramida loyalitas kecap Bango ada pada tingkat satisfied buyer dan liking the brand yang memiliki nilai persentase yang sama, yakni 87,81 persen. Persentase yang cukup besar ini menunjukkan bahwa sebagian besar konsumen kecap Bango menyukai merek kecap ini dan sudah puas menggunakan kecap Bango. Hal ini dapat dilihat dari
71
nilai rata-rata satisfied buyer sebesar 3,90 dan liking the brand sebesar 3,95, artinya konsumen sudah puas dan menyukai kecap Bango. Namun, tingkat committed buyer dari kecap Bango belum sebesar tingkat satisfied buyer-nya ataupun liking the brand sehingga produsen kecap Bango perlu membuat strategi promosi yang tepat untuk meningkatkan commited buyer mereka.
Committed Buyer (17,07%) Liking The Brand (87,81%) Satisfied Buyer (87,81%) Habitual Buyer (48,80%) Switcher (0%)
Gambar 8. Piramida Loyalitas Kecap Merek Bango.
Analisis brand loyalty dengan pendekatan perilaku diukur dengan Brand Switching Pattern Matrix dari masing-masing merek kecap ke merek kecap lainnya. Tabel 31. Brand Switching Pattern Matrix Pada Produk Kecap ke ABC Bango Lain-lain Total dari ABC 30 16 7 53 Bango 14 25 2 41 Lain-lain 1 2 3 6 Total 45 43 12 100
Persentase (%) 53 41 6 100
72
Dari Tabel 31 tentang Brand Switching Pattern Matrix dapat disimpulkan bahwa kecap ABC memiliki konsumen yang tidak loyal yang cukup banyak dibanding kecap Bango. Kedua merek ini bersaing secara ketat yang dapat dilihat dari perpindahan konsumen masing-masing merek ke merek saingan mereka. Kecap ABC merebut sebanyak 15 konsumen saingannya dan kecap Bango merebut sebanyak 18 konsumen saingannya. Kedua merek ini harus berhati-hati terhadap saingan mereka agar pangsa pasar yang sudah mereka miliki tidak direbut oleh pesaing lain. Dari dua merek yang diteliti, yaitu kecap ABC dan Bango, dapat diketahui bahwa kecap ABC memiliki loyalitas yang lebih rendah dibandingkan kecap Bango. Hal ini terlihat dari nilai PRoT kecap ABC yang lebih besar dari kecap Bango. Hasil perhitungan PRoT dari masing-masing merek dapat dilihat pada Tabel 32 di bawah ini. Tabel 32. Probability Rate of Transition (ProT) Produk Kecap Merek ProT (%) Percentage Unloyal (%) Kecap ABC 56.91 43.40 Kecap Bango 49.47 39.02 Kecap lain-lain 69.32 50
Attrition Rate (%) 13.51 10.45 19.32
Kecap ABC memiliki nilai ProT sebesar 56.91 persen, artinya sebanyak 56.91 persen dari total responden yang menggunakan kecap ABC kemungkinan akan berpindah ke merek lainnya. Nilai dari responden yang tidak loyal terhadap kecap ABC sebesar 43.40 persen. Kecap Bango memiliki nilai yang lebih kecil dari kecap ABC namun tidak berbeda terlalu jauh. Sebesar 49.47 persen dari total responden yang menggunakan kecap Bango kemungkinan akan berpindah ke merek kecap lain. Sebesar 39.02 persennya tidak loyal terhadap kecap Bango.
73
Secara umum dapat disimpulkan bahwa ekuitas merek kecap Bango lebih unggul daripada kecap ABC. Kecap ABC unggul pada elemen brand awareness dengan menempati urutan pertama dalam benak konsumen (top of mind) karena kecap ABC sudah lebih dulu dikenal oleh konsumen dibandingkan kecap Bango. Namun, citra merek kecap Bango dinilai lebih baik oleh responden dibanding kecap ABC karena asosiasi yang membentuk citra kecap Bango lebih banyak daripada asosiasi yang membentuk kecap ABC. Kecap Bango juga memiliki tingkat switcher yang lebih rendah daripada kecap ABC, artinya kecap Bango sudah dapat memuaskan harapan konsumen terhadap kecap tersebut. Ekuitas merek kecap Bango yang kuat ini mungkin salah satu faktor yang menyebabkan pangsa pasar yang dimiliki kecap ABC semakin menurun dari tahun ke tahun.
BAB VII IMPLIKASI TERHADAP BAURAN PEMASARAN
Dari hasil analisis keempat elemen ekuitas merek yang telah dibahas pada bab-bab sebelumnya, perusahaan selaku produsen dari kedua merek kecap yang diteliti dapat merumuskan strategi-strategi yang tepat berdasarkan bauran pemasaran 4P (product, price, promotion, dan place) terhadap masing-masing mereknya.
7.1. Strategi Produk Strategi produk yang dapat dilakukan oleh PT. Heinz ABC selaku produsen kecap ABC adalah meningkatkan produksi varian kemasan kecap yang paling sering dipakai konsumen kecap ABC. Sebagian besar responden kecap ABC dalam penelitian ini mengaku lebih sering membeli kecap ABC dalam kemasan botol plastik dan kemasan anti tumpah dengan alasan kepraktisan. Kualitas dari kecap ABC sudah dirasakan sangat baik oleh responden sehingga PT. Heinz ABC perlu untuk menjaga agar kualitas mereka tetap terjamin. PT. Unilever Indonesia selaku produsen kecap Bango juga perlu tetap menjaga kualitas kecap yang mereka produksi karena responden kecap mereka sudah merasakan kepuasan dalam memakai kecap Bango. Kualitas dari kecap Bango sudah baik menurut konsumen kecap Bango sehingga perlu dipertahankan. Informasi yang lengkap pada kemasan kecap, seperti label halal, komposisi bahan baku, tanggal kadaluarsa, dan layanan konsumen, harus mendapat perhatian lebih dari produsen karena konsumen semakin aware
75
terhadap bahan-bahan yang membahayakan kesehatan dan adanya layanan konsumen dapat membuat konsumen menyampaikan kekurangan produk yang perlu diperbaiki sehingga produk dapat semakin lebih baik.
7.2. Strategi Harga Harga yang sudah ditetapkan oleh kedua produsen kecap, yaitu kecap ABC dan Bango, sudah dirasakan pas oleh sebagian besar responden mereka masing-masing. Menurut responden masing-masing kecap, kualitas dari masingmasing kecap sudah baik dan sudah cocok dengan harga yang ditetapkan oleh masing-masing perusahaan. Walaupun kecap Bango menetapkan harga yang lebih tinggi dibandingkan kecap ABC, konsumen kecap Bango tidak merasa keberatan karena kualitas dari kecap Bango yang memang lebih baik sehingga mereka bersedia membayar dengan harga tersebut.
7.3. Strategi Promosi Atribut iklan menarik dari masing-masing merek kecap berada pada kuadran ketiga dari hasil analisis IPA. Sebagian besar responden memperoleh informasi produk dari iklan di televisi. Oleh karena itu, atribut ini harus diperbaiki karena dalam jangka panjang bisa saja atribut ini menjadi penting bagi konsumen. Kecap ABC dan Bango perlu mempertimbangkan penggunaan artis terkenal sebagai bintang iklan dalam produk mereka karena sebagian besar masyarakat Indonesia cenderung meniru untuk menggunakan produk yang yang dipakai oleh artis-artis yang sedang terkenal.
76
Promosi di luar iklan yang dilakukan kecap Bango, seperti Festival Jajanan Bango, perlu dipertahankan dan semakin diperluas agar semakin banyak orang yang mengenal kecap Bango. Dalam acara festival ini konsumen juga dapat membuktikan secara langsung kualitas kecap. Kecap ABC juga perlu mengadakan acar semacam ini, bentuknya dapat berupa demo-demo memasak dengan menggunakan kecap ABC.
7.4. Strategi Distribusi Kecap merek ABC sangat mudah ditemukan di tempat konsumen belanja karena saluran distribusi yang dilakukan PT. Heinz ABC cukup luas dan terorganisir dengan baik. Bahkan kecap ABC sudah mencapai pasaran di luar negeri. Saluran distribusi yang sangat baik ini perlu dipertahankan agar konsumen tidak kesulitan dalam mencari kecap ABC sehingga tidak akan berpindah ke merek kecap lain. Jaringan distribusi kecap Bango belum sebaik kecap ABC yang dapat ditemukan pada toko-toko kecil. Produsen kecap Bango perlu meningkatkan jaringan distribusi sampai ke tingkat pengecer agar kecap Bango semakin mudah diperoleh konsumen.
77
BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN
8.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis ekuitas merek konsumen kecap manis maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Berdasarkan hasil analisis brand awareness, kecap ABC menempati posisi puncak dalam benak konsumen kecap (top of mind) dan diikuti oleh kecap Bango. Kedua merek kecap masing-masing memiliki seorang responden yang lupa akan merek tersebut sehingga perlu diberi bantuan (brand recognition) dan tidak ada seorang responden pun yang tidak mengenal kedua merek kecap tersebut. 2. Berdasarkan hasil analisis asosiasi merek (brand association), kecap ABC menghasilkan enam asosiasi yang membentuk citra merek kecap ABC, yaitu asosiasi rasa kecap yang enak, terbuat dari bahan-bahan alami, teknologi pembuatan modern, iklan kecap yang menarik, mudah didapat, dan merek kecap sudah dikenal. Untuk kecap Bango, terdapat sembilan asosiasi yang membentuk citra merek dari kecap tersebut. Asosiasi-asosiasi tersebut adalah rasa yang enak, kekentalan yang pas, mudah meresap dalam masakan, terbuat dari bahan-bahan alami, harga kecap yang terjangkau, kemasan bervariasi, teknologi pembuatan modern, mudah didapat, dan merek kecap sudah dikenal. 3. Berdasarkan hasil analisis persepsi kualitas dengan menggunakan diagram IPA, atribut-atribut yang dimiliki oleh kecap ABC menyebar
78
pada kuadran kedua, ketiga, dan satu atribut pada kuadran keempat. Pada kuadran dua terdapat atribut-atribut seperti mudah dicari, rasa yang enak, merek sudah dikenal, kekentalan kecap pas, harga terjangkau, dan mudah meresap dalam masakan. Atribut-atribut seperti iklan kecap yang menarik, kelengkapan informasi pada kecap, dan bintang iklan terkenal berada dalam kuadran ketiga. Pada kuadran keempat hanya terdapat satu atribut yaitu variasi ukuran kemasan. Hasil analisis IPA pada kecap Bango menunjukkan bahwa atributatribut yang dimiliki kecap tersebut tersebar pada kuadran kedua dan ketiga saja. Pada kuadran kedua terdapat atribut-atribut seperti mudah dicari, rasa kecap yang enak, kekentalan yang pas, merek kecap sudah dikenal, harga kecap terjangkau, dan mudah meresap ke dalam masakan. Pada kuadran ketiga terdapat atribut seperti variasi ukuran kemasan, iklan kecap yang menarik, kelengkapan informasi pada kecap, dan bintang iklan terkenal. 4. Berdasarkan
analisis
brand
loyalty
dengan
dua
pendekatan
menunjukkan bahwa kecap Bango memiliki responden yang lebih loyal daripada responden kecap ABC. Analisis brand loyalty dengan pendekatan sikap menunjukkan kecap Bango tidak memiliki switcher dari hasil perhitungan dan gambar piramida loyalitas. Sebagian besar responden kecap Bango berada pada tahap responden yang liking the brand dan satisfied brand. Pada pendekatan perilaku dengan menggunakan Brand Switching Pattern Matrix atau Model Markov juga menunjukkan kecap Bango memiliki responden yang lebih loyal
79
daripada kecap ABC. Nilai PRoT dari kecap Bango lebih kecil dari kecap ABC berarti responden kecap Bango yang kemungkinan berniat untuk pindah ke merek lain lebih sedikit daripada responden kecap ABC.
8.2. Saran 1.
Kecap
ABC
sebaiknya
mengelola
asosiasi-asosiasi
yang
membentuk brand image kecap ABC sebaik kecap Bango agar persepsi kualitas konsumen terhadap kecap ABC semakin baik di mata konsumen. 2.
Kecap ABC perlu mengurangi jenis kemasan yang kurang diminati konsumen dan memfokuskan produksi pada kemasan yang sering digunakan konsumen sehingga biaya produksi tidak terbuang percuma.
3.
Promosi-promosi langsung kepada konsumen, seperti Festival Jajanan yang diadakan kecap Bango, perlu semakin ditingkatkan karena dalam promosi ini dapat menarik minat masyarakat dan konsumen dapat membuktikan secara langsung kualitas dari kecap.
DAFTAR PUSTAKA
Aaker, D. 1991. Managing Brand Equity. The Free Press. New York. Afifa, Rosaria D. 2006. Analisis Permintaan Kedelai Pada Industri Kecap di Indonesia. Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Badan Pusat Statistik. 2001. Statistik Indonesia 2001. BPS. Jakarta. Dinas Kependudukan Kecamatan Cibodas. 2008. Buku Data Kependudukan Kecamatan Cibodas. Dinas Kependudukan Kecamatan Cibodas. Tangerang Durianto, D. Sugiarto dan T. Sitinjak. 2004. Strategi Menaklukan Pasar Melalui Riset Ekuitas dan Perilaku Merek. Gramedia. Jakarta. Engel, James et al. 1994. Perilaku Konsumen. Jilid 1. Binarupa Aksara. Jakarta. Indriasari, R. 2006. Analisis Ekuitas Merek (Brand Equity) Pada Produk Kopi Instan (Cappucino) (Studi Kasus Dua Universitas di Kota Bogor. Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Kartajaya, Hermawan. 2006. Seri 9 Elemen Marketing Hermawan Kertajaya on Brand. Mizan. Bandung. Kartajaya, Hermawan. 2004. Hermawan Kartajaya on Marketing. Gramedia. Jakarta. Khaerani, Resmita. 2005. Analisis Perilaku Konsumen dan Product Positioning Kecap Manis ABC di Kota Bogor. Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Kotler, P. 2000. Manajemen Pemasaran. Edisi Milenium. Erlangga. Jakarta. ________. 2005. Prinsip-prinsip Pemasaran. Jilid1. Erlangga. Jakarta. Mahasin, A. 2007, Analisis Brand Equity (Ekuitas Merek) Minuman Sirup dan Implikasinya Dalam Strategi Pemasaran. Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Maholtra, Naresh K. 2004. Markerting Reasearch. Pearson Inc.. New Jersey.
81
Manuhutu, Andre D. 2003. Analisis Ekuitas Merek atas Merek-Merek Teh Dalam Botol (Studi Kasus Mahasiswa di Bogor). Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Mulyadin, D. 2006. Analisis Efektifitas Iklan Televisi Kecap Cap Bango dan Brand Equity Produk Kecap. Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Nasution, S. 2007. Metode Research. Bumi Aksara. Jakarta. Nazir, M. 2003. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Bogor. Prastyadi, Y. 2007. Analisis Brand Equity Produk Minuman Isotonik Merek Mizone. Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Rangkuti, F. 2002. The Power of Brand: Teknik Mengelola Brand Equity dan Strategi Pengembangan Merek. Gramedia. Jakarta. Simamora, B. 2002. Aura Merek: 7 Langkah Membangun Merek yang Kuat. Gramedia. Jakarta. Sumarwan, U. 2004. Perilaku Konsumen: Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran. Ghalia Indonesia. Bogor. Widyanggari, R.E.N. 2005. Analisis Ekuitas Merek Kecap Manis di Wilayah Jakarta Pusat. Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
83 Lampiran 1. Kuisioner Penelitian No. Kuisioner …………
Daftar Pertanyaan: Jawablah secara berurutan 1. Apakah Anda pernah mengkonsumsi produk kecap manis? a. Ya Æ (lanjutkan ke pertanyaan berikutnya) b. Tidak Æ STOP, terima kasih atas partisipasi Anda. 2. Kapan Anda Terakhir kali mengkonsumsi produk kecap manis? a. Dalam 6 bulan terakhir Æ (lanjutkan ke pertanyaan berikutnya) b. Lebih dari 6 bulan terakhir Æ STOP, terima kasih atas partisipasi Anda. 3. Jika Anda disuruh menyebutkan salah satu merek kecap manis, merek apa yang muncul pertama kali dalam pikiran Anda? ………………. (sebutkan 1 merek saja) 4. Selain merek yang telah disebutkan di no. 3, sebutkan merek-merek kecap manis lainnya yang Anda ketahui! (jawaban boleh lebih dari satu) a……………………………….. b……………………………….. c……………………………….. d……………………………….. e.................................................. 5. Dari mana Anda mengenal/mengetahui merek-merek kecap manis tersebut? (jawaban boleh lebih dari satu) a. Iklan di televisi
b.Iklan di surat kabar c.Iklan di majalah d. Iklan di radio
e. Teman/keluarga
f.Melihat di warung/toko/supermarket
ANDA DIMINTA UNTUK TIDAK MENGISI KEMBALI LEMBAR INI JIKA SUDAH MELANJUTKAN KE PERTANYAAN BERIKUTNYA!!
84 Sebelum melanjutkan ke pertanyaan berikutnya, Anda diminta terlebih dahulu mengisi identitas diri Anda dengan benar dan lengkap!
Identitas Responden (sangat rahasia) Nama responden
:……………………………………………..
No. Telp/HP
:……………………………………………..
Beri tanda silang (x) pada jawaban Anda! Jenis kelamin
: Laki-laki / Perempuan
Usia
: ………………… tahun
Alamat
: (Perumnas I / PerumnasII / Perumnas III / Perumnas IV)
Pendidikan terakhir
: (beri tanda “x” pada jawaban Anda)
Pekerjaan
a. SD
d.Diploma
b. SMP
e. Sarjana
c. SMU
f. Lainnya
: (beri tanda “x” pada jawaban Anda) a. Pelajar
e. Wiraswasta
b. Mahasiswa
f. Ibu rumah tangga
c. Pegawai negeri
g. Lainnya
d. Pegawai swasta Suku
: ………………………………………………
Pedapatan per bulan : (beri tanda “x” pada jawaban Anda) a. Kurang dari Rp.500.000 b. Rp 500.001 – Rp 1.000.000 c. Rp 1.000.001 – Rp 1.500.000 d. Rp 1.500.001 – Rp 2.000.000 e. Rp 2.000.001 – Rp 2.500.000 f. Lebih dari 2.500.000
85 Pertanyaan selanjutnya: (Sekali lagi diingatkan untuk menjawab pertanyaan secara berurutan. Anda tidak diperbolehkan mengisi kembali jawaban pada lembar pertama) Beri tanda silang (x) pada jawaban Anda. 6. Apakah Anda mengenal kecap merek ABC? a. Ya, dan saya sudah tuliskan pada jawaban pertanyaan no. 3 dan 4 b. Ya, tetapi saya lupa menuliskannya pada jawaban no. 3 dan 4 c. Tidak, saya tidak pernah mengetahui bahwa ada kecap merek ini. 7. Apakah Anda mengenal kecap merek Bango? a. Ya, dan saya sudah tuliskan pada jawaban pertanyaan no. 3 dan 4 b. Ya, tetapi saya lupa menuliskannya pada jawaban no. 3 dan 4 c. Tidak, saya tidak pernah mengetahui bahwa ada kecap merek ini 8. Dimana Anda biasanya membeli kecap manis? (jawaban boleh lebih dari 1) a. warung/toko terdekat b. swalayan/minimarket (contohnya Alpha, Indomaret, dll) c.hipermarket (contohnya Lippo, Ramayana, dll) 9. Kecap manis merek apa yang sering Anda gunakan atau yang saat ini Anda gunakan? Saya sering menggunakan kecap merek ………………………… dan dalam kemasan ………………………. (misalnya saset, botol plastik, botol kaca, kemasan anti tumpah, kemasan isi ulang, dll) 10. Berapa kali Anda membeli kecap manis dalam sebulan? a. satu kali
b. 2-3 kali
c. 3-5 kali
d. lebih dari 5 kali
11. Apakah Anda berencana untuk pindah ke merek lain, selain jawaban Anda di nomor 10? Ya, yaitu merek ……………………… Alasannya karena : (boleh lebih dari satu) a. Harganya lebih murah c. Rasa penasaran
e. Pengaruh teman/keluarga
b. Kemasannya menarik d. Terpengaruh iklan
f. Kecewa dengan merek lama
Tidak, alasannya …………………………………………………………… 12. Sebutkan satu merek kecap manis yang pernah Anda coba selain merek yang Anda sebutkan pada nomor 10! ……………………….. (sebutkan 1 merek saja)
86 13. Menurut penilaian Anda, apakah atribut-atribut di bawah ini menggambarkan citra/image dari kedua merek kecap yang pernah Anda gunakan? (beri tanda centang pada jawaban Anda)
Atribut
Merek jawaban Anda pada nomor 10 Ya Tidak
Merek jawaban Anda pada nomor 13 Ya Tidak
Rasanya enak Kekentalannya pas Mudah meresap dalam makanan Terbuat dari bahan-bahan alami Harganya sesuai dengan kualitas Kemasannya menarik Teknologi pembuatan modern Iklannya menarik Mudah didapat Nama mereknya terkenal 14. Apakah anda selalu merencanakan sebelum membeli kecap? a.Ya, selalu direncanakan, karena kecap kebutuhan wajib bagi saya b. Tidak, saya membeli kecap berdasarkan kebutuhan saja. 15. Apakah Anda pernah berpindah ke merek kecap lain hanya karena faktor harga? a. Tidak pernah, saya sangat menyukai kecap yang sekarang saya pakai meskipun harganya naik atau ada kecap merek lain yang lebih murah saya akan tetap membeli merek ini. b. Jarang, pernah satu atau dua kali saya berpindah ke kecap merek lain karena faktor harga. c. Terkadang saya berpindah ke kecap merek lain karena faktor harga, tetapi tidak terlalu sering d. Saya sering sekali berpindah-pindah merek kecap karena faktor harga, tetapi tidak selalu e. Saya selalu berpindah merek jika ada kecap yang lebih murah
87 16. Apakah Anda membeli merek kecap yang Anda pakai sekarang hanya karena kebiasaan? a. Sangat tidak setuju, karena faktor kebiasaan memakai merek tertentu tidak pernah mempengaruhi saya dalam memilih suatu merek kecap. b. Tidak setuju, faktor kebiasaan memang ada tetapi tidak mempengaruhi saya dalam memilih kecap merek tertentu. c. Ragu-ragu, saya tidak yakin apakah saya membeli merek kecap tertentu karena sudah biasa memakai atau karena faktor lain. d. Setuju, saya sering membeli merek tertentu karena sudah terbiasa dengan merek kecap itu. e. Sangat setuju, saya selalu membeli merek kecap yang sudah biasa saya pakai dan saya tidak menemukan alas an yang cukup untuk membuat saya berpindah ke merek lain. 17. Apakah Anda menemukan kepuasan pada merek kecap yang Anda pakai sekarang? a. Sangat tidak puas, dan tidak akan membeli kecap merek ini lagi b. Tidak puas, dan sedang mencari kecap merek lain yang lebih memuaskan c Biasa saja, tidak ada bedanya memakai kecap merek yang ini denga merek lainnya d. Saya puas dengan merek kecap yang saya pakai sekarang dan tetap akan membelinya. e. Saya sangat puas, dan merasa rugi atau tidak nyaman jika berpindah ke merek kecap lain 18. Apakah Anda benar-benar menyukai merek kecap yang Anda pakai sekarang secara keseluruhan (baik produknya, rasanya, kemasannya, dll) a. Sangat tidak suka, karena saya pernah punya pengalaman buruk dengan merek ini b. Tidak suka, dan sedang mencari kecap merek lain yang lebih baik c. Biasa saja, tidak ada perasaan apa-apa terhadap merek kecap yang ini atau merek yang lain d. Saya suka dengan merek kecap yang saya pakai sekarang e. Sangat suka, dan memiliki perasaan yang kuat terhadap merek ini karena merek ini sesuai dengan kepribadian saya.
88 19. Apakah Anda pernah menyarankan/mempromosikan kepada orang lain tentang merek kecap yang Anda pakai sekarang kepada orang lain? a. Saya tidak pernah menyarankan/mempromosikan kepada orang lain tentang merek kecap yang saya pakai sekarang b. Jarang, hanya bila ada orang lain yang menanyakan pendapat saya tentang merek tersebut c. Terkadang saya membicarakan merek kecap yang saya pakai, tetapi tidak terlalu sering d. Saya sering menyarankan kepada orang lain tentang merek kecap yang sekarang saya pakai e. Saya selalu menyarankan kepada orang lain untuk membeli merek kecap yang saya pakai dan saya bangga karena menggunakan merek tersebut. 20. Menurut Anda, apakah atribut-atribut di bawah ini merupakan hal penting yang mempengaruhi Anda dalam membeli kecap? (berilah angka antara 1 sampai 5 sesuai pada setiap atribut) KETERANGAN: 1=Sangat penting 2=Penting
4=Tidak penting 5=Sangat tidak penting
3=Cukup penting Atribut
Penilaian Anda
Mudah dicari Rasanya enak Kekentalannya pas Kemasan kecap bervariasi (saset, botol plastik, botol kaca, isi ulang, dll) Merek kecap terkenal Harga kecap terjangkau Iklan kecap menarik Mudah meresap dalam masakan Informasi kecap lengkap (Contoh: kadaluarsa, komposisi bahan kecap,dll) Bintang iklan terkenal 21. Bagaimana penilaian Anda terhadap merek kecap di bawah ini? (Isikan HANYA pada kolom merek kecap yang pernah Anda pakai dengan skor 1 sampai 5)
89 KETERANGAN:
1=Sangat baik
4=Buruk
2=Baik
5=Sangat buruk
3=Cukup Atribut Mudah dicari Rasanya enak Kekentalannya pas Kemasan kecap bervariasi (saset, botol plastik, botol kaca, isi ulang, dll) Merek kecap terkenal Harga kecap terjangkau Iklan kecap menarik Mudah meresap dalam masakan Informasi kecap lengkap (Contoh: kadaluarsa, komposisi bahan kecap,dll) Bintang iklan terkenal
Merek kecap ABC Cap Bango
90 Lampiran 2. Asosiasi Yang Diuji dengan Uji Rank Spearman
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Jumlah
A1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
A2 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1
A3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1
A4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Asosiasi A5 A6 A7 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
A8 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
A9 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
A10 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Total 10 9 9 10 10 10 10 9 10 10 5 10 8 10 10 10 10 10 10 8 8 10 7 10 10 10 7 10 10 10
Ganjil (X) 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5 2 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 4 5 5 5 4 5 5 5 143
Genap (Y) 5 4 4 5 5 5 5 5 5 5 3 5 3 5 5 5 5 5 5 3 4 5 3 5 5 5 3 5 5 5 137
91 Lampiran 3. Hasil Perhitungan Uji Rank Spearman Hasil ringkas metode Rank Spearman: Ganjil ∑X = 143 ∑X2 = 693 Genap ∑Y = 137 ∑Y2 = 649 ∑XY = 661 N = 30 Mencari nilai korelasi ganjil-genap: N ∑ XY − ∑ X ∑ Y rXY = 2 2 N ∑ X 2 − (∑ X ) N ∑ Y 2 − (∑ Y ) rXY =
30(661) − (143)(137)
30(693) − (143) 2 30(649) − (137) 2 19830 − 19591 rXY = = 0.48883 341 701
Mencari nilai r11 2rXY 2 x 0.48883 r11 = = = 0.65666 (1 + rXY ) 1 + 0.48883 rtabel(0.05) = 0.361 Dari hasil analisis didapat r11 > rtabel(0.05) sehingga dapat disimpulkan bahwa instrumen dapat diandalkan (reliable) dan dapat digunakan untuk penelitian lanjutan. Keterangan Asosiasi Merek: A1 = Rasa kecap enak. A2 = Kekentalan kecap pas. A3 = Mudah meresap ke dalam makanan. A4 = Terbuat dari bahan-bahan alami. A5 = Harga kecap sesuai dengan kualitas. A6 = Kemasan bervariasi. A7 = Teknologi pembuatan modern. A8 = Iklan kecap menarik. A9 = Mudah didapat. A10 = Merek kecap sudah terkenal.
92 Lampiran 4. Perhitungan Loyalitas Responden
Loyalitas responden untuk kecap merek ABC Perhitungan Switcher Jawaban responden Tidak pernah Jarang Kadang-kadang Sering Selalu Total Rata-rata % Switcher
f 39 6 7 0 1 53 1.45 1.89%
f.x 39 12 21 0 5 77
Persentase 73.58% 11.32% 13.21% 0% 1.89% 100%
Perhitungan Habitual buyer Jawaban responden x Sangat tidak setuju 1 Tidak setuju 2 Ragu-ragu 3 Setuju 4 Sangat setuju 5 Total Rata-rata % Habitual buyer
f 10 7 0 13 23 53 3.60 67.92%
f.x 10 14 0 52 115 191
Persentase 18.87% 13.21% 0% 24.53% 43.39% 100%
Perhitungan Satisfied buyer Jawaban responden x Sangat tidak puas 1 Tidak puas 2 Biasa saja 3 Puas 4 Sangat puas 5 Total Rata-rata % Satisfied buyer
f 2 1 8 41 1 53 3.72 79.25%
f.x 2 2 24 164 5 197
Persentase 3.77% 1.89% 15.09% 77.36% 1.89% 100%
Perhitungan Liking the brand Jawaban responden x Sangat tidak suka 1 Tidak suka 2 Ragu-ragu 3 Suka 4 Sangat suka 5 Total Rata-rata % Liking the brand
f 3 1 8 29 12 53 3.87 77.36%
f.x 3 2 24 116 60 205
Persentase 5.66% 1.89% 15.09% 54.72% 22.64% 100%
x 1 2 3 4 5
93 Perhitungan Commited buyer Jawaban responden x Sangat tidak setuju 1 Tidak setuju 2 Ragu-ragu 3 Setuju 4 Sangat setuju 5 Total Rata-rata % Commited buyer
f 20 14 13 3 3 53 2.15 11.32%
f.x 20 28 39 12 15 114
Persentase 37.73% 26.42% 24.53% 5.66% 5.66% 100%
Loyalitas responden untuk kecap merek Cap Bango
Perhitungan Switcher Jawaban responden Tidak pernah Jarang Kadang-kadang Sering Selalu Total Rata-rata % Switcher
f 26 13 2 0 0 41 1.27 0%
f.x 26 26 6 0 0 52
Persentase 63.41% 31.71% 4.88% 0% 0% 100%
Perhitungan Habitual buyer Jawaban responden x Sangat tidak setuju 1 Tidak setuju 2 Ragu-ragu 3 Setuju 4 Sangat setuju 5 Total Rata-rata % Habitual buyer
f 7 13 1 10 10 41 3.07 48.80%
f.x 7 26 3 40 50 126
Persentase 17.07% 31.70% 2.43% 24.40% 24.40% 100%
Perhitungan Satisfied buyer Jawaban responden x Sangat tidak puas 1 Tidak puas 2 Biasa saja 3 Puas 4 Sangat puas 5 Total Rata-rata % Satisfied buyer
f 2 0 3 31 5 41 3.90 87.81%
f.x 2 0 9 124 25 160
Persentase 4.88% 0% 7.31% 75.61% 12.20% 100%
x 1 2 3 4 5
94 Perhitungan Liking the brand Jawaban responden x Sangat tidak suka 1 Tidak suka 2 Ragu-ragu 3 Suka 4 Sangat suka 5 Total Rata-rata % Liking the brand
f 1 0 4 31 5 41 3.95 87.81%
f.x 1 0 12 124 25 162
Persentase 2.43% 0% 9.76% 75.61% 12.20% 100%
Perhitungan Commited buyer Jawaban responden x Sangat tidak setuju 1 Tidak setuju 2 Ragu-ragu 3 Setuju 4 Sangat setuju 5 Total Rata-rata % Commited buyer
f 14 12 8 4 3 41 2.27 17.07%
f.x 14 24 24 16 15 93
Persentase 34.15% 29.27% 19.51% 9.76% 7.31% 100%