ANALISIS LOYALITAS KONSUMEN DAN SENSITIVITAS HARGA BEBERAPA MEREK KECAP MANIS DI KOTA DEPOK (Kasus Kecap Merek Bango, ABC, dan Nasional)
Oleh : BERTHA ELIZABET A14104131
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN BERTHA ELIZABET. Analisis Loyalitas Konsumen dan Sensitivitas Harga Beberapa Merek Kecap Manis di Kota Depok (Kasus Kecap Merek Bango, ABC, dan Nasional). Dibawah bimbingan IMAN FIRMANSYAH. Kecap Manis merupakan salah satu produk makanan tradisional yang bernilai gizi tinggi, sehingga selama ini kecap manis turut berperan dalam memenuhi kebutuhan gizi masyarakat Indonesia. Kecap manis sangat disukai masyarakat Indonesia dan peningkatan konsumsinya terjadi dari tahun ke tahun. Peningkatan konsumsi kecap manis diikuti dengan peningkatan jumlah produsen kecap manis terutama produsen skala besar. Peningkatan jumlah produsen kecap manis di Indonesia menyebabkan merek kecap manis yang beredar menjadi lebih beragam, sehingga konsumen menjadi lebih leluasa dalam memilih. Tingginya keleluasaan konsumen dalam memilih merek kecap menyebabkan setiap produsen perlu bersaing untuk dapat mempertahankan atau meningkatkan pangsa pasarnya. Persaingan diantara produsen kecap ini ditunjukkan dengan adanya perubahan pangsa pasar merek kecap, terutama pangsa pasar kecap merek Bango dan Nasional yang terus meningkat dan pangsa pasar kecap ABC yang terus menurun selama tahun 2001-2005. Persaingan ini berlangsung semakin ketat ketika rata-rata indeks loyalitas konsumen kecap menurun sebesar lima persen dari tahun 2005 ke tahun 2006. Dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat, loyalitas konsumen merupakan salah satu aset yang penting untuk dipertahankan. Karena itu, informasi mengenai kondisi loyalitas konsumen sangat penting untuk diperoleh terutama bagi kecap manis merek Bango, ABC, dan Nasional yang merupakan pemimpin pasar dalam industri kecap manis. Informasi mengenai loyalitas salah satunya dapat dilihat dari tingkat sensitivitas konsumen terhadap perubahan harga. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis loyalitas konsumen, sensitivitas konsumen kecap manis merek Bango, ABC, dan Nasional di Kota Depok terhadap perubahan harga, dan menganalisis implikasi dari sensitivitas harga dan loyalitas konsumen kecap manis merek Bango, ABC, dan Nasional terhadap bauran pemasarannya di Kota Depok. Penelitian ini dilaksanakan di Kota Depok pada enam kecamatan dari bulan Mei 2008 sampai Juni 2008. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian survey dengan mengambil sampel dari satu populasi menggunakan kuesioner. Pengambilan sampel responden dalam penelitian ini digunakan teknik purposive sampling, yaitu dengan menentukan proporsi jumlah sampel tiap kecamatan. Penelitian ini menggunakan analisis loyalitas merek dengan menggunakan metode piramida loyalitas, brand switching pattern matrix dan analisis sensitivitas harga dengan menggunakan metode Huisman. Berdasarkan metode Huisman, ukuran sampel yang disarankan untuk analisis sensitivitas harga adalah minimal 100 orang. Kota Depok merupakan salah satu kota yang perkembangan jumlah penduduknya berlangsung relatif cepat. Keadaan Kota Depok yang masih mencirikan kombinasi perkotaan dan pedesaan menyebabkan beragamnya kondisi
sosial ekonomi penduduk Kota Depok. Karakteristik responden kecap manis di Kota Depok berusia 33-38 tahun, pendidikan terakhir Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA), pengeluaran rumah tangga per bulan sekitar Rp. 500.000 sampai Rp. 1.000.000, pendapatan per bulan Rp. 1.000.000 sampai Rp. 2.500.000, jumlah anggota rumah tangga responden sebanyak empat sampai tujuh orang. Responden merasakan manfaat kecap sebagai penambah cita rasa masakan dan motivasi terbesar yang mendasari responden dalam mengkonsumsi kecap manis adalah rasa yang disukai responden. Berdasarkan hasil analisis loyalitas merek, didapatkan piramida loyalitas kecap Bango dan ABC berbentuk segitiga terbalik yang menandakan bahwa loyalitas konsumen kecap Bango dan ABC sudah baik. Namun, nilai committed buyer konsumen kecap Bango lebih tinggi dari pada nilai loyalitas konsumen kecap ABC dan nilai price buyer kecap Bango lebih rendah dari kecap ABC. Sehingga dapat diartikan bahwa loyalitas konsumen kecap Bango lebih tinggi dari pada loyalitas konsumen kecap ABC. Sementara itu piramida loyalitas kecap Nasional berbentuk segitiga yang menandakan loyalitas konsumen kecap Nasional masih kurang baik. Loyalitas konsumen juga dapat dilihat dari nilai brand switching pattern matrix yang menunjukkan tingkat perpindahan merek konsumen kecap Nasional lebih tinggi dari tingkat perpindahan merek konsumen kecap Bango dan ABC. Sementara itu tingkat perpindahan merek konsumen kecap Bango lebih rendah dari tingkat perpindahan merek konsumen kecap ABC. Hasil analisis sensitivitas konsumen kecap merek Bango, ABC, dan Nasional menunjukkan bahwa konsumen kecap merek Bango merupakan konsumen yang paling tidak sensitif terhadap perubahan harga dengan nilai sensitivitas sebesar 0,15008. Nilai sensitivitas konsumen kecap ABC berada diantara nilai sensitivitas konsumen kecap Bango dan Nasional, yaitu sebesar 0,14758. Dan nilai sensitivitas kecap Bango merupakan yang paling kecil, yaitu sebesar 0,11775. Dengan demikian, konsumen kecap Nasional merupakan konsumen yang paling sensitif terhadap perubahan harga. Hasil analisis sensitivitas harga ini mendukung hasil analisis loyalitas konsumen. Implikasi dari hasil analisis loyalitas konsumen dan analisis sensitivitas harga terhadap strategi pemasaran dapat dilihat dari bauran pemasarannya. Kecap Bango perlu mempertahankan tingkat loyalitas konsumennya yang tinggi dengan mempertahankan atau meningkatkan mutu produk. Kecap Nasional perlu memperluas ketersediaan produk kecap Nasional agar dapat membantu pihak pemasaran dalam menginformasikan keunggulan atribut harga kecap Nasional yang memiliki harga bersaing. Sementara itu, bauran pemasaran dari segi promosi dan iklan perlu diperhatikan oleh produsen kecap ABC agar konsumennya tetap mengkonsumsi kecap ABC dan tidak berpindah merek. Saran yang dapat diberikan kepada kecap Bango adalah kecap Bango diharapkan dapat mempertahankan tingkat loyalitas konsumennya dengan menjaga mutu produk dan ciri khas, seperti kualitas warna, kadar kemanisan, dan kadar kekentalan sesuai dengan mutu yang telah disukai konsumen selama ini. Kecap Nasional perlu meningkatkan dan memperluas ketersediaan produk kecap Nasional, salah satunya adalah dengan menambah jalur distribusi terutama ke pasar modern. Produsen kecap ABC perlu meningkatkan intensitas promosi dan iklan agar merek kecap ABC tetap tertanam dalam benak konsumennya sehingga konsumen kecap ABC tidak berpindah merek.
ANALISIS LOYALITAS KONSUMEN DAN SENSITIVITAS HARGA BEBERAPA MEREK KECAP MANIS DI KOTA DEPOK (Kasus Kecap Merek Bango, ABC, dan Nasional)
Oleh : BERTHA ELIZABET A14104131
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Judul : Analisis Loyalitas Konsumen dan Sensitivitas Harga Beberapa Merek Kecap Manis di Kota Depok (Kasus Kecap Merek Bango, ABC, dan Nasional) Nama : Bertha Elizabet NRP : A14104131
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Drs. Iman Firmansyah, M.Si NIP. 131 760 851
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr NIP. 131 124 019
Tanggal Lulus :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANALISIS LOYALITAS KONSUMEN DAN SENSITIVITAS HARGA BEBERAPA MEREK KECAP MANIS DI KOTA DEPOK (KASUS KECAP MEREK BANGO, ABC, DAN NASIONAL)” BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI TULISAN KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Juli 2008
Bertha Elizabet A14104131
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Depok pada tanggal 18 Mei 1986 sebagai anak kedua dari pasangan Arlin Aritonang dan Maryati Simanjuntak. Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar (SD) Cipayung Depok pada tahun 1998. Tahun 1998, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 3 Depok dan lulus pada tahun 2001. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Umum Negeri (SMUN) 1 Depok dan lulus pada tahun 2004. Penulis diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2004 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) pada program studi Manajemen Agribisnis, Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian. Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis pernah mendapatkan beasiswa dari BNI (Bank Negara Indonesia) selama periode 2007/2008.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan atas berkat dan kasihNya sehingga penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi dengan judul ”Analisis Loyalitas Konsumen dan Sensitivitas Harga Beberapa Merek Kecap Manis di Kota Depok (Kasus Kecap Merek Bango, ABC, dan Nasional)” ini diajukan untuk memenuhi syarat dalam menyelesaikan pendidikan Program Sarjana Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB). Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis tingkat sensitivitas konsumen beberapa merek kecap terhadap perubahan harga. Penelitian ini juga menganalisis tingkat loyalitas konsumen yang dihubungkan dengan analisis sensitivitas harga. Pada akhirnya akan dilihat bagaimana implikasi dari hasil analisis sensitivitas harga dan loyalitas konsumen terhadap bauran pemasaran untuk produk kecap yang menjadi objek dalam penelitian ini.
Bogor, Juli 2008
Bertha Elizabet A14104131
UCAPAN TERIMAKASIH
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada semua pihak yang telah membantu dalam persiapan, pelaksanaan, dan penyusunan skripsi ini, terutama kepada : 1. Drs. Iman Firmansyah, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi, atas semua dorongan, bimbingan, saran, dan perhatiannya. 2. Ir. Burhanuddin, MM selaku dosen penguji utama, atas kesediaannya menguji serta saran dan kritik dalam penyempurnaan skripsi ini. 3. Faroby Falatehan, SP, ME selaku dosen penguji komisi pendidikan, atas saran dan perbaikan dalam penyempurnaan skripsi ini. 4. Dra. Yusalina, M.Si selaku dosen pembimbing akademik atas dukungan dan bimbingannya selama penulis menjalani pendidikan. 5. Dosen Pengajar dan Pengelola Manajemen Agribisnis atas semua bantuan dan pengetahuan yang diberikan. 6. Bapak dan Ibu, Arlin Aritonang dan Maryati Simanjuntak, atas segenap kasih sayang, dorongan, kesabaran, dan doa yang tidak pernah berhenti untuk keberhasilan penulis. Kakak dan adik saya, Reinhard Januar, Ester Magdalena, dan Piter Cahyadi, semoga Tuhan Yesus selalu menyertai setiap langkah kalian dalam meraih cita-cita dan impian. 7. I Gusti Ngurah Agung, thank you for all supports you’ve given to me. Everything we’ve done and passed through all along is a beautiful time.
8. Yessica Wisandhini, terima kasih untuk persahabatan dan waktu yang telah dilewati bersama dalam susah dan senang. 9. Lika Fransisca, Reny Dwi Ariyanti, terima kasih untuk waktu, kenangan, dan kegembiraan bersama kalian. 10. Teman-teman yang telah menjadikan empat tahun ini menjadi lebih menyenangkan dari yang penulis bayangkan., Agung Budi Santoso, Aries, Sri Suci, Beckhem, Maswah, Arisman, Nova Reski, Sri Rezeki, Mario, Richard dan Gokma. 11. Jane Langking, Ornella Vonti dan Yuli untuk masa-masa yang menyenangkan di asrama. 12. Teman-teman seperjuangan pada masa KKP di Jalan Cagak, Subang: Mega, Putri, Uni dan Eko. 13. Teman-teman Manajemen Agribisnis angkatan 41. 14. Teman-teman lainnya di IPB yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL………………………………………………………………..x DAFTAR GAMBAR………….…………………………………………………xi DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................xii I.
PENDAHULUAN………………………………………………………... 1 1.1 Latar Belakang………………………………………………………... 1 1.2 Perumusan Masalah…………………………………………………... 4 1.3 Tujuan Penelitian……………………………………………………... 9 1.4 Kegunaan Penelitian………………………………………………….. 9 1.5 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian…………………………......... 10
II.
TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………. 11 2.1 Sejarah Kecap………………………………………………………… 11 2.2 Karakteristik Produk Kecap……………………………………........... 11 2.3 Pengolahan Kecap……………………………………………………. 12 2.4 Penelitian Terdahulu………………………………………………….. 13
III. KERANGKA PEMIKIRAN……………………………………………..17 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis……………………………………......... 17 3.1.1 Perilaku Konsumen……………………………………………... 17 3.1.2 Proses Keputusan Pembelian…………………………................ 18 3.1.3 Preferensi Konsumen…………………………………………… 18 3.1.4 Loyalitas Merek………………………………………………… 19 3.1.5 Sensitivitas Konsumen……………………………………..........25 3.1.6 Pemasaran………………………………………………………. 26 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional…………………………………….. 30 IV. METODE PENELITIAN……………………………………………….. 34 4.1 Waktu dan Lokasi Penelitian…………………………………………. 34 4.2 Jenis dan Sumber Data………………………………………………... 34 4.3 Metode Penarikan Sampel………………………………………......... 34 4.4 Metode Analisis………………………………………………………. 36 4.4.1 Analisis Sensitivitas Harga………………………………........... 36 4.4.2 Pemetaan Loyalitas Konsumen…………………………............. 42 4.5 Definisi Operasional………………………………………………….. 50 V.
GAMBARAN UMUM……………………………………………………51 5.1 Gambaran Umum Kota Depok……………………………………….. 51 5.1.1 Letak dan Kondisi Geografis……………………………............ 51 5.1.2 Kondisi Demografis…………………………………………….. 52 5.1.3 Kondisi Ekonomi……………………...…………………........... 53 5.2 Gambaran Umum Karakteristik Responden………………………….. 55
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................. 61 6.1 Loyalitas Merek…...………………………………………………….. 61 6.1.1 Analisis Price Buyer…………..…………………………........... 61 6.1.2 Analisis Habitual Buyer…………………………………............ 64 6.1.3 Analisis Satisfied Buyer………………………………………… 66 6.1.4 Analisis Liking The Brand………………………………............ 69 6.1.5 Analisis Brand Switching Matrix……………………………….. 71 6.1.6 Analisis Committed Buyer……………………………….............73 6.2 Sensitivitas Harga…………………………………………………….. 79 6.3 Hubungan Loyalitas Konsumen dengan Sensitivitas Harga………………………………………………………………….. 83 6.4 Implikasi Loyalitas Konsumen Dan Sensitivitas Harga Terhadap Bauran Pemasaran…………………………………………. 85 VII. KESIMPULAN DAN SARAN………………………………………….. 89 7.1 Kesimpulan…………………………………………………………… 89 7.2 Saran………………………………………………………………….. 91 DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….. 92 LAMPIRAN………………………………………………………………......... 94
DAFTAR TABEL
No.
Halaman
1.
Komposisi Zat Gizi Kecap Manis dalam 100 gram………………………. 1
2.
Konsumsi Kecap Manis di Indonesia Tahun 2002-2005.. ……………….. 2
3.
Perkembangan Jumlah Produsen Kecap Manis di Indonesia Menurut Skala Industri Tahun 2000-2004………………………………... 3
4.
Pangsa Pasar Pemimpin Pasar Produksi Kecap Manis di Indonesia Tahun 2001-2005…………………………………………..... 4
5.
Anggaran Iklan dan Promosi Merek Kecap Bango, ABC, dan Nasional 2003-2006………………………………………………….. 5
6.
Rata-rata Indeks Loyalitas Konsumen Indonesia Jenis Industri Makanan dan Minuman Tahun 2005-2006………......................... 7
7.
Jumlah Penduduk, Rumah Tangga, Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk Kota Depok 2006……………………………… 36
8.
Rata-rata Harga Dasar Kecap Merek ABC, Bango dan Nasional…………………………………………………………………… 40
9.
Contoh Data Sensitivitas Responden……………………………………... 40
10.
Pemberian Skor Pada Pilihan Responden…………………....................... 41
11.
Contoh Perhitungan Price Buyer Merek Bango…....................................... 43
12.
Contoh Perhitungan Habitual Buyer Merek Bango ………........................ 44
13.
Contoh Perhitungan Satisfied Buyer Merek Bango……………………….. 45
14.
Perhitungan Brand Switching Pattern Matrix..............................................46
15.
Matrix Probabilitas Transisi………………………………………………. 46
16.
Contoh Perhitungan Liking the Brand Merek Bango……………………... 48
17.
Contoh Perhitungan Commited Buyer Merek Bango……………………... 49
18.
Jumlah Penduduk, Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk Kota Depok 2006………………………………………….........52
19.
Pengelompokkan Usia Responden Kecap Manis di Kota Depok (2008)………………………………………………….….. 55
20.
Pengelompokkan Pendidikan Responden Kecap Manis di Kota Depok (2008)………………………………………………… ….. 56
21.
Pengelompokkan Pengeluaran Rumah Tangga per Bulan Responden Kecap Manis di Kota Depok (2008)…………………………..57
22.
Pengelompokkan Pendapatan per Bulan Responden Kecap Manis di Kota Depok (2008) ..................................................... 57
23.
Pengelompokkan Jumlah Anggota Rumah Tangga Responden Kecap Manis di Kota Depok (2008) ................................... 58
24.
Manfaat Mengkonsumsi Kecap Manis ................................................... 59
25.
Motivasi Mengkonsumsi Kecap Manis ……………………………. .... 60
26.
Perhitungan Price Buyer Merek Bango…………..... ............................. 62
27.
Perhitungan Price Buyer Merek ABC……………... ............................. 63
28.
Perhitungan Price Buyer Merek Nasional…………. ............................. 63
29.
Perhitungan Habitual Buyer Merek Bango…………………................. 65
30.
Perhitungan Habitual Buyer Merek ABC……………………............... 65
31.
Perhitungan Habitual Buyer Merek Nasional……………..................... 66
32.
Perhitungan Satisfied Buyer Merek Bango………………….. ............... 67
33.
Perhitungan Satisfied Buyer Merek ABC……………………. .............. 67
34.
Perhitungan Satisfied Buyer Merek Nasional……………….. ............... 68
35.
Perhitungan Liking The Brand Merek Bango……………….. ............... 69
36.
Perhitungan Liking The Brand Merek ABC………………… ............... 70
37.
Perhitungan Liking The Brand Merek Nasional……………. ................ 70
38.
Perhitungan Brand Switching Matrix………………………… ............. 71
39.
Matriks Probabilitas Transisi, Percentage of Unloyal dan Price Buyer………………………………………....... 72
40.
Perhitungan Committed Buyer Merek Bango……………… ................. 73
41.
Perhitungan Committed Buyer Merek ABC………………… ............... 74
42.
Perhitungan Committed Buyer Merek Nasional……………... .............. 74
43.
Preferensi dan Sensitivitas Harga Kecap Manis Merek Bango…… ...... 79
44.
Preferensi dan Sensitivitas Harga Kecap Manis Merek ABC……….. .. 80
45.
Preferensi dan Harga Kecap Manis Merek ABC…. ............................... 80
DAFTAR GAMBAR
No.
Halaman
1.
Piramida Loyalitas Merek yang Rendah………………………………... 25
2.
Piramida Loyalitas Merek yang Tinggi………………………………….25
3.
Kerangka Pemikiran Operasional………………………………………..33
4.
Piramida Loyalitas Merek Bango………………………………………..76
5.
Piramida Loyalitas Merek ABC………………………………………… 77
6.
Piramida Loyalitas Merek Nasional…………………………………….. 78
7.
Kurva Sensitivitas Harga Merek Bango, ABC dan Nasional……………82
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Halaman
1. Hasil Pengisian Kuesioner Konsumen Kecap Bango.................... ...... 94 2. Matriks Rancangan Atribut Merek dan Harga .............................. ...... 96 3. Contoh Output SAS dengan Transreg Procedure......................... ...... 97 4. Nilai Penduga Regresi Monotonik ................................................ ...... 98 5. Nilai Utilitas Merek ke-j Pada Tingkat Harga ke-k ...................... ...... 99 6. Nilai Transformasi Utilitas Responden Pada Tiap Kategori ......... ...... 100 7. Nilai Pangsa Preferensi Merek Bango, ABC, dan Nasional Pada Masing-masing Tingkat Harga ............................................. ...... 101 8. Nilai Sensitivitas Harga Kecap Bango, ABC, dan Nasional......... ...... 102
I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Kecap manis merupakan salah satu produk turunan kedelai yang
mengandung nilai gizi yang tinggi. Gizi yang tinggi ini merupakan sumber karbohidrat dan protein yang diperoleh dari kedelai. Komposisi gizi yang terkandung dalam kecap manis sangat banyak jenisnya. Penjabaran mengenai komposisi gizi dalam kecap manis dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Zat Gizi Kecap Manis dalam 100 gram No Zat Gizi Kandungan Gizi No. Zat Gizi Kandungan Gizi 21,4 gr 1 Energi 86,0 kalori 7 Abu 57,0 gr 8 85,0 mg 2 Air Kalsium 3 Protein 5,5 gr 9 Besi 4,4 mg 4 Lemak 0,6 gr 10 Vitamin B1 0,04 mg 15,1 gr 11 0,17 mg 5 Karbohidrat Vitamin B2 6 Serat 0,6 gr Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, 1994. Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa dalam 100 gram kecap manis terdapat 57,4 gram air, 15,1 gram karbohidrat, dan 5,5 gram protein. Komposisi gizi ini lebih tinggi dibandingkan dengan kedelai yang belum diolah (Departemen Perindustrian, 2005). Dengan demikian, proses pengolahan kecap manis mampu memberikan nilai tambah. Kecap memberikan kemudahan dalam fortifikasi (pengkayaan) beberapa zat gizi. Zat gizi mikro yang ditambahkan diantaranya mineral iodium, zat besi, dan vitamin A (Departemen Perindustrian, 2005). Hal ini memberikan kontribusi dalam peningkatan gizi makanan.
Pada umumnya, kecap dipergunakan sebagai penyedap makanan. Masyarakat menjadikan kecap sebagai bagian dari menu harian karena kecap dapat memberikan rasa dan aroma yang khas pada makanan atau masakan sehingga dapat meningkatkan selera makan. Karena itu, kecap sangat disukai masyarakat, sehingga peningkatan jumlah konsumsi kecap terutama kecap manis terjadi setiap tahun.1 Peningkatan konsumsi produk kecap manis di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Konsumsi Kecap Manis di Indonesia Tahun 2002-2005 Rata-rata pertumbuhan / tahun (%) Tahun Konsumsi (000 liter) 2002 181.987 22,16 2003 191.757 5,09 2004 194.493 1,41 2005 294.117 33,87 Sumber : BPS, 2006 Berdasarkan Tabel 2, konsumsi kecap manis di Indonesia selama tahun 2002 hingga tahun 2005 terus meningkat. Jumlah konsumsi yang terbesar terjadi pada tahun 2005 sebesar 294.990.000 liter. Rata-rata pertumbuhan konsumsi kecap manis memang sempat mengalami penurunan dari tahun 2002 hingga 2004, yaitu dari 22,16 persen menjadi 1,14 persen. Namun pada tahun 2005, rata-rata pertumbuhan konsumsi kecap manis meningkat menjadi 33,87 persen. Peningkatan jumlah konsumsi kecap manis di Indonesia didukung oleh peningkatan jumlah produsen kecap manis di Indonesia terutama produsen skala besar. Produksi kecap manis, yang semula diusahakan secara tradisional, saat ini banyak diusahakan oleh produsen skala besar (Tabel 3). Produksi kecap manis menjadi salah satu usaha yang mampu mengundang Penanaman Modal Asing 1
Yan Suhendar, “Bisnis Kecap Segurih Rasanya”, www.agrina-online.com, (Akses 12 April 2008/12:20 WIB).
(PMA). Pada akhirnya, PMA ini akan turut mengembangkan usaha produksi kecap manis di Indonesia. Hal ini dapat dilihat pada perkembangan jumlah produsen kecap manis di Indonesia dalam Tabel 3. Tabel 3. Perkembangan Jumlah Produsen Kecap Manis di Indonesia Menurut Skala Industri Pada Tahun 2000-2004 Tahun Sedang Besar PDMN PMA Lainnya Total 2000 82 5 2 4 85 87 2001 85 9 6 3 85 94 2002 86 13 6 4 86 99 2003 86 14 5 4 86 100 2004 81 20 10 4 184 101 Keterangan : Sumber : BPS, 2004 Catatan : Produsen sedang terdiri dari 20 hingga 99 pekerja Produsen besar terdiri lebih dari 100 pekerja Berdasarkan Tabel 3 selama tahun 2000 hingga 2004, secara umum terjadi peningkatan jumlah produsen kecap manis. Perkembangan jumlah produsen kecap manis skala sedang berfluktuasi, namun jumlah produsen kecap manis skala besar terus meningkat. Hal ini memberikan indikasi bahwa usaha produksi kecap manis mampu menarik pengusaha besar untuk turut mengembangkan industri kecap manis di Indonesia. Perkembangan industri kecap manis juga dapat dilihat dari ratusan merek kecap yang beredar di pasaran2. Merek yang beredar tersebut adalah merek kecap manis baik produksi nasional maupun produksi lokal. Merek kecap manis produksi nasional merupakan merek kecap manis yang beredar di seluruh Indonesia, sedangkan merek kecap manis produksi lokal terbatas hanya beredar di beberapa wilayah saja.
2
Peni SP, “Produksi Kedele Masih Memble”, www.Agrina-online.com. (Akses 12 April 2008/12:15 WIB)
Jumlah merek kecap manis yang banyak beredar di pasaran menyebabkan konsumen lebih leluasa dalam memilih. Harga merupakan salah satu indikator yang mempengaruhi pilihan konsumen. Masing-masing produsen kecap manis perlu mengetahui seberapa sensitif tingkat harga mempengaruhi loyalitas konsumen. Hal ini dilakukan karena tingkat sensitivitas konsumen terhadap harga memiliki dampak yang besar terutama bagi produsen kecap manis skala besar seperti ABC, Bango, dan Nasional sebagai tiga produsen pemegang pangsa terbesar dalam industri kecap manis.
1.2
Perumusan Masalah Peningkatan jumlah produsen kecap manis di Indonesia, terutama
produsen skala besar, membawa produsen kecap manis berada pada posisi persaingan produsen kecap manis yang semakin meningkat. Menurut Durianto (2004), fenomena persaingan di era globalisasi akan semakin mengarahkan sistem perekonomian negara mana pun kepada mekanisme pasar yang akhirnya memposisikan pemasar untuk selalu mengembangkan dan merebut pangsa pasar. Kondisi perebutan pangsa pasar ini terjadi pada industri kecap terutama pada beberapa merek kecap produksi nasional seperti kecap Bango, ABC, dan Nasional yang disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Pangsa Pasar Pemimpin Pasar Produksi Kecap Manis di Indonesia Tahun 2001-2005 (dalam persen) Merek 2001 2002 2003 2004 2005 Bango 20 23 25 28 32 ABC 40 40 37 35 33 Nasional 22 28 28 30 30 Sumber : www.agrina-online.com (Akses 14 April 2008/11:15 WIB)
Berdasarkan Tabel 4 pangsa pasar kecap Bango meningkat dari 20 persen pada tahun 2001 menjadi 32 persen pada tahun 2005. Pangsa pasar kecap Nasional meningkat dari 22 persen pada tahun 2001 menjadi 30 persen pada tahun 2005, sedangkan pangsa pasar kecap ABC menurun dari 40 persen pada tahun 2001 menjadi 33 persen pada tahun 2005. Perubahan pangsa pasar industri kecap manis ini diduga bahwa beberapa konsumen telah beralih menggunakan kecap merek lain. Persaingan antar produsen kecap manis juga terlihat dari sisi promosi terutama pada ketiga merek pemimpin pasar yaitu Bango, ABC, dan Nasional. Produsen yang memproduksi ketiga merek kecap ini terus meningkatkan anggaran iklan dan promosi untuk dapat mempertahankan loyalitas konsumen dan bahkan berupaya memperluas pangsa pasar. Peningkatan anggaran iklan dan promosi ini dapat dilihat melalui Tabel 5. Tabel 5. Anggaran Iklan dan Promosi Merek Kecap Bango, ABC, dan Nasional 2003-2006 (dalam miliyar rupiah) Merek 2003 2004 2005 2006 Bango 19 29 36,7 39 ABC 18,7 13,9 17 22 Nasional 7 9 9,3 10,4 Sumber : www.tempointeraktif.com (Akses 14 April 10:45 WIB) Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa peningkatan anggaran iklan dan promosi terbesar dilakukan oleh kecap Bango. Anggaran iklan dan promosi yang besar ini dilakukan sejak merek Bango diakuisisi oleh produsen multinasional Unilever pada tahun 2001. Akuisisi ini menyebabkan Bango memiliki pendanaan yang lebih besar.
Anggaran iklan dan promosi kecap ABC juga mengalami peningkatan, yaitu dari 18,7 milyar pada tahun 2003 menjadi 22 milyar pada tahun 2006. Namun demikian, anggaran iklan dan promosi kecap ABC tersebut tidak sebesar anggaran iklan dan promosi kecap Bango. Anggaran iklan dan promosi kecap Nasional berada di tingkat yang paling rendah dibandingkan dengan anggaran yang disediakan produsen kecap Bango dan ABC setiap tahunnya. Hal ini dikarenakan sumber daya produsen kecap Nasional, PD Sari Sedap Indonesia lebih terbatas dibandingkan sumber daya produsen kecap Bango, PT Unilever Indonesia, dan produsen kecap ABC, PT Heinz ABC Indonesia3. Persaingan dalam industri kecap manis dapat dilihat dari banyaknya jumlah merek kecap manis yang beredar di pasaran. Merek kecap manis tingkat nasional yang beredar diantaranya adalah Kecap Indofood (PT Indofood Sukses Makmur), Bango (PT Unilever Indonesia), ABC (PT Heinz ABC Indonesia), dan Nasional (PD Sari Sedap Indonesia). Merek kecap lokal yang beredar di pasaran diantaranya Kecap Korma (Jakarta), Zebra (Bogor), Kunci (Karawang), Benteng (Tangerang), Maja Menjangan (Majalengka), Kenarie (Surabaya), dan Kecap Jamburi (Blitar). Banyaknya merek kecap manis yang beredar di pasaran menyebabkan indeks loyalitas konsumen Indonesia menurun pada jenis industri kecap. Rata-rata indeks loyalitas konsumen dapat dilihat pada Tabel 6.
3
Taufik Hidayat, “Langkah Kecap Nasional Menasional”, www.swa.co.id, (Akses 12 April 2008/11:55 WIB)
Tabel 6. Rata-rata Indeks Loyalitas Konsumen Indonesia Jenis Industri Makanan dan Minuman Tahun 2005-2006 (persen) Industri Rata-rata Tahun Rata-rata Tahun 2005 2006 Minyak Goreng 70,1 85,5 Kopi Bubuk 71,9 73,4 Mie Instan 68,9 72,9 Rokok Mild 74,1 71,5 Saus Sambal 72,8 69,1 Kecap 75,2 69,0 Minuman Energi Cair 66,2 Rokok Kretek 75,5 65,9 Minuman Tidak Bersoda 71,6 62,9 Sumber : www.swa.co.id (Akses 14 April 2008/12:10 WIB). Berdasarkan Tabel 6 terjadi penurunan indeks loyalitas pada industri kecap sebesar enam persen, yaitu dari 75,2 persen pada tahun 2005 menjadi 69,2 persen pada tahun 2006. Penurunan indeks loyalitas ini mengindikasikan semakin banyak merek yang tersedia di pasaran menyebabkan konsumen lebih leluasa dalam menentukan pilihannya (Durianto, 2004). Keleluasaan konsumen dalam menentukan pilihannya merupakan tantangan bagi produsen kecap manis untuk mempertahankan loyalitas konsumennya. Penurunan indeks loyalitas dalam industri kecap manis ini menjadi salah satu variabel penting bagi setiap produsen kecap manis di Indonesia. Produsen kecap manis Bango, ABC, dan Nasional sebagai tiga pemegang pangsa pasar terbesar, seharusnya memperhatikan hal tersebut. Sebagai tiga pemegang pangsa pasar terbesar, terdapat kemungkinan besar bahwa ketiga merek tersebut menerima dampak dari penurunan indeks loyalitas konsumen. Menurut Durianto (2004), loyalitas pada merek muncul karena konsumen mempersepsikan merek tersebut dapat menghasilkan produk yang memiliki sejumlah manfaat dan kualitas dengan harga yang sesuai. Jika pada produk
tertentu terjadi kenaikan harga tanpa disertai perubahan kualitas dan manfaat, maka konsumen akan segera menanggapi hal tersebut dengan beralih ke merek lain. Karena itu, loyalitas konsumen terhadap kecap manis dapat diukur dari sensitivitas konsumen terhadap harga. Konsumen yang sensitif terhadap perubahan harga kecap yang dikonsumsinya akan segera berpindah kepada kecap merek lain yang memiliki harga lebih murah. Sedangkan konsumen yang tidak sensitif terhadap perubahan harga akan tetap mengkonsumsi kecap tersebut. Artinya, konsumen yang loyal akan bersedia menanggung harga yang lebih mahal untuk mendapatkan kecap manis yang disukai. Dengan mengetahui keadaan loyalitas konsumen terhadap masing-masing merek kecap manis dan sensitivitas konsumen terhadap harga, maka produsen dapat merumuskan strategi yang tepat dalam bidang pemasaran. Keadaan loyalitas konsumen berbeda-beda pada setiap daerah, mengingat penduduk Indonesia terdiri dari latar belakang ekonomi, sosial, dan budaya yang beranekaragam. Kota Depok dapat menjadi salah satu daerah yang dapat mewakili keanekaragaman penduduk Indonesia tersebut.4 Hal ini dikarenakan bahwa Kota Depok memiliki keanekaragaman penduduk baik dari segi ekonomi, sosial, dan budaya. Karena itu, dilakukan penelitian mengenai sensitivitas harga dan loyalitas konsumen kecap manis merek ABC, Bango, dan Nasional di kota Depok. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan menjadi beberapa bagian, yaitu: 1. Bagaimanakah loyalitas konsumen kecap manis merek Bango, ABC, dan Nasional di Kota Depok?
4
http://www.pemkot_depok.go.id, “Data Kota Depok” (Akses 11 April 2008/10:15 WIB)
2. Bagaimanakah sensitivitas konsumen kecap manis merek Bango, ABC, dan Nasional di Kota Depok terhadap perubahan harga? 3. Bagaimanakah implikasi dari sensitivitas harga dan loyalitas konsumen kecap manis merek Bango, ABC, dan Nasional terhadap bauran pemasarannya di Kota Depok?
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang dikemukakan di atas, penelitian ini
bertujuan untuk: 1. Menganalisis loyalitas konsumen kecap manis merek Bango, ABC, dan Nasional di Kota Depok 2. Menganalisis sensitivitas konsumen kecap manis merek Bango, ABC, dan Nasional di Kota Depok terhadap perubahan harga 3. Menganalisis implikasi dari sensitivitas harga dan loyalitas konsumen kecap manis merek Bango, ABC, dan Nasional terhadap bauran pemasarannya di Kota Depok
1.4
Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk :
1. bagi penulis, sebagai sarana untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai loyalitas konsumen dan sensitivitas konsumen terhadap perubahan harga suatu produk serta menerapkan ilmu dan teori yang telah didapat. 2. bagi produsen kecap manis, memberikan informasi ilmiah sebagai bahan pertimbangan dalam menghadapi persaingan usaha.
3. bagi pembaca, penelitian ini dapat menjadi masukan dan pertimbangan dalam pembuatan karya ilmiah serta sebagai bahan rujukan bagi penelitian selanjutnya. dapat berguna bagi penelitian selanjutnya sebagai bahan masukan untuk memahami penggunaan teori perilaku konsumen.
1.5
Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian Produk yang diteliti adalah tiga pemimpin pasar merek kecap manis, yaitu
kecap manis merek Bango, ABC, dan Nasional. 1. Penelitian ini dibatasi hanya dengan menganalisis konsumen rumah tangga yang ada di Kota Depok, dengan menetapkan ibu rumah tangga sebagai responden penelitian. 2. Penelitian ini tidak meneliti strategi yang diterapkan oleh masing-masing perusahaan karena peneliti tidak secara langsung meneliti di tiap perusahaan (peneliti hanya menganalisis responden saja). 3. Penelitian ini dibatasi hanya untuk meneliti sensitivitas harga saja (tidak termasuk sensitivitas place dan merek).
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Sejarah Kecap Produk kecap diduga berasal dari daratan Cina, ditemukan lebih dari 3000
tahun yang lalu. Selanjutnya masuk ke Jepang dan negara lain di Asia, termasuk Indonesia. Namun sulit diketahui sejak kapan pertama kalinya nenek moyang bangsa Indonesia membuat kecap kedelai ini (Santoso, 1994). Karena rasanya yang khas dan sangat disukai, kecap cepat dikenal di berbagai negara, terutama di negara belahan timur dengan berbagai nama dan modifikasi dari segi penampakan, cita rasa, dan komposisinya. Kecap (soy sauce) dikenal di berbagai negara dengan nama yang berbeda. Kecap yang dikenal sebagai shoyu di Jepang dan Chiang-yu di Cina, adalah produk pangan fermentasian yang terpenting di kedua negara tersebut. Sementara itu kecap dikenal dengan nama kanjang di Korea, toyo di Filipina dan see-ieu di Thailand. Menurut Achmadi (1989), industri kecap terbesar terdapat di Jepang, yaitu di Kikkoman, dengan jenis kecap yang dihasilkan adalah shoyu dan tamari. Di Jepang , shoyu dibuat dari campuran kedelai dan gandum dengan nisbah 45:55. Di Cina, chiang-yu diolah dari kedelai saja atau dari campuran kedelai dengan bebijian lain dengan proporsi kedelai lebih tinggi.
2.2
Karakteristik Produk Kecap Menurut Standar Industri Indonesia (SII) 0032-74 yang dikeluarkan
Departemen Perindustrian, kecap didefinisikan sebagai cairan kental yang mengandung protein yang diperoleh dari perebusan kedelai yang telah diragikan,
ditambahkan gula, garam, dan rempah-rempah. Kecap dikemas dalam botol gelas, botol plastik, atau sachet plastik. Kemasan merupakan pemisah antara makanan dengan lingkungan, mencegah terjadinya perubahan mutu makanan yang diakibatkan suhu kamar, kelembaban, serangga, dan jasad renik yang merugikan. Balai penelitian dan pengembangan industri pangan menyatakan pada umumnya bahan baku untuk pembuatan kecap adalah kedelai atau campuran dengan bahan-bahan lain yang mengandung pati seperti tepung gandum atau terigu. Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, kecap juga dapat dibuat dengan menggunakan bahan-bahan lain seperti ikan, ampas tahu, secara hidrolisis atau dengan mengisolasi protein dengan ampas kecap (Departemen Perindustrian, 2005).
2.3
Pengolahan Kecap Proses produksi kecap sebagian besar termasuk dalam kategori industri
pengolahan kedelai tradisional. Meskipun dikatakan tradisional, bukan berarti industri yang termasuk dalam golongan ini mengolah secara manual. Istilah tradisional di sini digunakan untuk menunjukkan bahwa tipe dan metode pengolahannya sudah dipraktekkan berabad-abad lamanya dan diwariskan turuntemurun. Di Indonesia, pada umumnya kecap diproduksi dengan cara fermentasi tradisional dalam skala industri kecil dan menggunakan peralatan sederhana, tetapi dengan semakin berkembangnya teknologi telah banyak terdapat industri yang mengolah kecap dalam skala industri besar yang menggunakan peralatan modern (Wulan, 2004).
Dalam proses pembuatannya, kecap dibuat melalui tiga cara pembuatan yaitu fermentasi, hidrolisis asam, dan kombinasi keduanya. Pada umumnya kecap yang diproses melalui fermentasi memiliki rasa dan aroma yang lebih baik dibandingkan dengan cara hidrolisis sehingga tak heran jika sebagian besar produsen kecap membuat kecap dengan cara ini (Santoso, 2004). Proses pengolahan kecap secara fermentasi, pada umumnya terdiri dari dua tahap, yaitu fermentas kapang (Solid Stage Fermentation) dan fermentasi dalam larutan garam (Brine Fermentation) (Hardiansyah dan Suharjo, 1990). Selama fermentasi kapang berlangsung, mikroba yang berperan adalah Aspergillus flavus, Aspergillus niger, atau Rhizopus Oligosporus, sedangkan selama fermentasi garam mikroba yang berperan adalah beberapa jenis khamir dan bakteri antara lain Zygosacharamyces, Hansenula (khamir), dan Lactobacillus (bakteri) (Koswara, 1992). Proses produksi ini memakan waktu antara dua hingga tiga bulan, tetapi semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk fermentasi garam, maka protein yang berlarut dalam kecap akan semakin tinggi pula (Koswara, 1992).
2.4
Penelitian Terdahulu Elsa Wiyanti (2007) melakukan penelitian dengan judul analisis faktor-
faktor yang mempengaruhi proses keputusan pembelian kecap manis. Penelitian mengenai perilaku konsumen kecap manis ini dilakukan di Hero Supermarket, Jakarta Utara. Jumlah responden yang digunakan adalah sebanyak 100 orang yang dipilih dengan metode accidental sampling.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi terbesar konsumen dalam proses keputusan pembelian produk kecap manis adalah rasa yang sesuai dengan selera, sehingga dapat bermanfaat sebagai penambah cita rasa masakan. Sementara dengan menggunakan analisis faktor, diperoleh sebanyak 21 variabel yang mempengaruhi keputusan pembelian kecap manis. Kemudian dengan menggunakan metode ekstraksi Principal Component Analisys (PCA) dihasilkan reduksi data variabel sehingga didapat lima faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian kecap manis. Penelitian Novianty (2007) yang berjudul Analisis Sensitivitas Harga dan Loyalitas Konsumen Teh Hijau Celup di Kota Bogor menggunakan alat analisis Piramida Loyalitas untuk melihat tingkat loyalitas konsumen dan menggunakan metode Huisman untuk mengukur tingkat sensitivitas konsumen dalam menanggapi kenaikan harga teh hijau celup. Penelitian ini mengambil sampel sebanyak 100 orang yang ditentukan secara purposive sampling pada enam Kecamatan di Kota Bogor. Adapun merek teh celup hijau yang digunakan dalam penelitian ini adalah teh hijau celup merek Sariwangi, Sosro, dan 2 Tang. Penelitian ini menunjukkan bahwa teh celup Sosro memiliki nilai sensitivitas paling kecil. Merek selanjutnya yang memiliki nilai sesnitivitas terkecil adalah teh celup merek Sariwangi. Merek yang memiliki sensitivitas paling besar adalah merek 2 Tang. Hal ini menunjukkan bahwa konsumen teh celup Sosro kurang memperhatikan harga dalam melakukan pembelian teh celup. Konsumen teh celup Sariwangi cukup memperhatikan faktor harga dalam melakukan pembeliannya. Konsumen teh celup 2 Tang sangat memperhatikan faktor harga dalam melakukan pembeliannya, hal ini terbukti dengan besarnya
nilai sensitivitas. Konsumen teh celup Sariwangi, Sosro, dan 2 Tang paling sensitif ketika harganya meningkat sebesar Rp. 150. Nilai sensitivitas yang besar menunjukkan bahwa konsumen semakin memperhatikan faktor harga dalam melakukan pembeliannya. Konsumen yang tidak loyal merek 2 Tang sangat tinggi yaitu sebesar 80 persen, sedangkan untuk konsumen Sariwangi yang tidak loyal hanya sebesar 34,18 persen. Konsumen Sosro yang tidak loyal sebesar 62,5 persen. Nilai sensitivitas dan loyalitas berbeda. Hal ini disebabkan karena pada tahap pengujian loyalitas tidak disebutkan besarnya kenaikan harga. Faktor lain yang menyebabkan perbedaan hasil loyalitas dan sensitivitas harga adalah karena faktor perbedaan ketersediaan produk di pasar. Widyanggari (2005), meneliti mengenai ekuitas merek kecap manis di Jakarta Pusat. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa yang menjadi top of mind merek kecap manis di Jakarta Pusat adalah kecap Bango dengan persentase sebesar 69 persen, kecap manis ABC di urutan kedua. Asosiasi keseluruhan yang terbentuk dari produk kecap manis adalah merek terkenal, mudah diperoleh, dan harga terjangkau. Kecap Bango memiliki asosiasi berbeda dengan merek kecap lain dalam hal keaslian bahan, iklan dan promosi yang menarik, sedangkan asosiasi yang menonjol dari kecap ABC adalah rasanya yang enak. Kecap Indofood diasosiasikan dengan kemasan yang menarik, kecap Maya identik dengan merek terkenal dengan harga terjangkau, dan kecap Piring Lombok diasosiasikan dengan rasa yang enak dan kemasan yang menarik. Merek yang memiliki persepsi kualitas tertinggi adalah kecap Bango, disusul dengan kecap Indofood, ABC dan Kecap Maya.
Hasil penelitian Widyanggari (2005) diperoleh dengan menggunakan Cochran test untuk melihat signifikansi hubungan setiap asosiasi dalam suatu merek. Brand Switching pattern matrix digunakan untuk mengukur tingkat loyalitas konsumen terhadap suatu merek melalui kemungkinan perpindahan konsumen ke merek lain. Faktor-faktor tersebut berturut-turut adalah faktor rasa, pemilihan tempat pembelian, sumber informasi, promosi, dan harga. Sementara berdasarkan hasil perhitungan nilai sikap konsumen secara keseluruhan untuk merek kecap yang diteliti, nilai sikap konsumen terhadap kecap manis merek Bango (16,40) lebih tinggi dibandingkan merek ABC (14,82) dan Indofood (10,49). Dengan demikian, secara keseluruhan konsumen lebih menyukai kecap manis Bango dibandingkan kecap manis ABC dan Indofood karena responden menilai beberapa atribut kecap manis Bango dari segi rasa, tanggal kadaluarsa, dan lainnya, lebih baik dari kedua merek kecap lainnya. Penelitian terdahulu digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini dan melengkapi hasil penelitian yang tidak dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Dibandingkan dengan hasil penelitian Elsa (2007) dan Widyanggari (2005) yang meneliti tentang produk kecap, penelitian ini meneliti produk kecap dengan permasalahan dan lokasi penelitian yang berbeda, yaitu menganalisis sensitivitas dan loyalitas konsumen produk kecap dengan mengamati atribut merek dan harga. Sementara dalam hal analisis, penelitian ini menggunakan penelitian Novianty (2007) sebagai perbandingan.
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1
Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1
Perilaku Konsumen Di Indonesia menurut Saragih (1998), pada awal Orde Baru, kegiatan
ekonomi berbasis sumber daya hayati praktis hanya dalam bentuk pertanian primer (on farm agribusiness), sedangkan sekarang ini sedang terjadi industrialisasi yang salah satunya ditandai dengan berubahnya orientasi peningkatan produksi ke orientasi pasar. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di berbagai bidang menyadarkan para pemasar untuk lebih banyak menemukan gagasan atau ide-ide yang dapat membuat perusahaan lebih kompetitif termasuk didalamnya memahami perubahan yang terjadi pada perilaku konsumen (consumer behaviour). Menurut Engel (1994), perilaku konsumen merupakan tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan ini. Kesuksesan suatu produk sebagian besar tergantung pada cara konsumen menerima
produk
dan
rangsangan
pemasaran
yang
dirancang
untuk
mempengaruhi perilaku konsumen (Assael, 1992). Untuk itu, para pemasar harus mempelajari keinginan, persepsi, preferensi dan bagaimana perilaku pembelian yang dilakukan oleh konsumen.
3.1.2
Proses Keputusan Pembelian Keputusan konsumen dalam bentuk tindakan membeli tidak muncul begitu
saja tetapi melalui suatu tahapan tertentu, berdasarkan model Engel (1994) terdapat lima tahap proses pengambilan keputusan tersebut. Proses pengambilan keputusan konsumen terdiri atas tahap : pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, pembelian dan hasil. Proses keputusan pembelian konsumen dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu pengaruh lingkungan, perbedaan individu, dan proses psikologi. Pengaruh lingkungan berasal dari perbedaan budaya, kelas sosial, pengaruh pribadi, keluarga dan situasi. Sedangkan perbedaan individu didasarkan atas perbedaan sumber daya konsumen, motivasi dan keterlibatan pengetahuan, sikap, kepribadian, gaya hidup dan demografi. Proses psikologi berbeda tiap orang, proses psikologi ini terdiri atas tahap : pengolahan informasi, pembelajaran, perubahan, sikap dan perilaku. Proses keputusan dari konsumen tersebut nantinya akan sangat mempengaruhi pemasaran yang akan ditetapkan tiap perusahaan (Engel, 1994).
3.1.3
Preferensi Konsumen Assael (1992) mendefinisikan preferensi adalah kesukaan, pilihan atau
sesuatu yang lebih disukai konsumen dan preferensi konsumen terbentuk dari persepsi terhadap suatu produk. Persepsi yang membentuk preferensi dibatasi sebagai perhatian kepada kesan yang mengarahkan kepada pemahaman dan ingatan. Persepsi yang sudah mengendap akan menjadi preferensi.
Nilai, sikap dan kepercayaan dalam suatu lingkungan dapat mempengaruhi seseorang begitu juga dengan tingkat pengetahuan yang berubah dapat merubah persepsi orang tentang objek atau peristiwa yang menimbulkan persepsi tersebut. Setiap konsumen mempunyai kriteria yang berbeda-beda dalam memilih setiap produk yang akan dibelinya. Menurut Engel (1994), produk yang ideal adalah produk yang dapat memberikan manfaat dan kepuasan seperti yang diharapkan konsumen. Adanya berbagai pilihan yang baik menurut konsumen akan menimbulkan preferensi.
3.1.4
Loyalitas Merek Merek (brand) didefinisikan sebagai suatu nama, istilah, tanda, lambang
atau desain, atau gabungan semua yang diharapkan mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang penjual atau sekelompok penjual dan diharapkan akan membedakan barang atau jasa tersebut dari produk-produk milik pesaing (Kotler, 1995). Merek juga dapat menambah nilai suatu produk sehingga merupakan aspek yang hakiki dalam suatu strategi produk, sekaligus mempermudah konsumen dalam mengidentifikasi barang atau jasa serta menyakinkan konsumen akan memperoleh kualitas barang yang sama jika melakukan pembelian ulang (Stanton, 1993). Menurut Sutisna (2001), loyalitas konsumen dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu loyalitas merek (brand loyalty) dan loyalitas toko (store loyalty). Loyalitas merek bisa didefinisikan sebagai sikap menyenangi terhadap suatu merek yang direpresentasikan dalam pembelian yang konsisten terhadap merek itu sepanjang waktu.
Terdapat dua pendekatan yang bisa dipakai untuk mempelajari loyalitas merek. Pertama adalah pendekatan instrumental conditioning, yang memandang pembelian yang konsisten
sepanjang waktu sebagai loyalitas merek. Jadi
pengukuran bahwa seseorang konsumen loyal atau tidaknya dilihat dari frekuensi dan konsistensi perilaku pembeliannya terhadap satu merek. Pengukuran loyalitas konsumen dengan pendekatan ini menekankan pada perilaku masa lalu. Sedangkan pendekatan yang kedua adalah pendekatan kognitif. Pendekatan ini menyatakan bahwa loyalitas merupakan komitmen terhadap merek yang mungkin tidak hanya direfleksikan oleh perilaku pembelian yang terus menerus. Konsumen mungkin seringkali membeli merek tertentu karena harganya murah, dan ketika harganya naik, konsumen beralih ke merek lain. Pendekatan behavioral menekankan bahwa loyalitas dibentuk oleh perilaku, dan karena itu perilaku pembelian berulang adalah loyalitas, sementara itu pendekatan kognitif memandang bahwa loyalitas merek merupakan fungsi dari proses psikologi (decision making). Menurut Sutisna (2001), ada lima macam cara mengukur loyalitas konsumen, yaitu: 1. Pengukuran perilaku Pengukuran ini termasuk pendekatan instrumental conditioning yang memandang bahwa pembelian konsisten sepanjang waktu dapat menunjukkan loyalitas merek. Loyalitas konsumen diukur berdasarkan pembelian yang dilakukan oleh konsumen.
2. Pengukuran switching cost Pengukuran ini merupakan indikasi loyalitas pelanggan terhadap suatu merek, sebab pada umumnya biaya untuk beralih merek sangat mahal dan beresiko besar, sehingga tingkat perpindahan konsumen akan rendah. 3. Pengukuran kepuasan Walaupun kepuasan pelanggan tidak menjamin loyalitas, tetapi ada kaitan penting antara kepuasan dan loyalitas. Bila ketidakpuasan pelanggan terhadap suatu merek rendah, maka pada umumnya tidak cukup alasan konsumen beralih mengkonsumsi merek lain kecuali ada faktor-faktor penarik yang sangat kuat. 4. Pengukuran kesukaan terhadap suatu merek Pengukuran ini dilakukan dengan melihat kesukaan terhadap merek, kepercayaan, perasaan hormat atau bersahabat dengan merek yang membangkitkan kehangatan dalam perasaan pelanggan. Hal tersebut dapat menyulitkan pesaing dalam menarik pelanggan yang sudah mencintai merek pada tahap ini. Ukuran rasa kesukaan dapat tercermin melalui kemauan untuk membayar dengan harga lebih mahal untuk memperoleh merek tersebut. Pelanggan yang sangat loyal terhadap suatu merek tidak akan dengan mudah memindahkan pembeliannya ke merek lain, apapun yang terjadi dengan merek itu. Bila loyalitas pelanggan terhadap merek meningkat, kerentanan kelompok pelanggan tersebut dari ancaman dan serangan merek merek produk pesaing dapat dikurangi. Pelanggan yang loyal pada umumnya akan melanjutkan pembelian merek tersebut, walaupun dihadapkan pada banyak alternatif merek
produk pesaing yang menawarkan karakteristik produk lebih unggul dari berbagai sudut atributnya (Durianto, 2004). Menurut Durianto (2004), pengelolaan dan pemanfaatan yang benar loyalitas merek dapat menjadi aset strategis bagi perusahaan. Berikut adalah beberapa potensi yang dapat diberikan oleh loyalitas merek kepada perusahaan: 1. Reduced marketing cost (mengurangi biaya pemasaran) : dalam kaitannya dengan biaya pemasaran, akan lebih murah mempertahankan pelanggan dibandingkan
dengan
upaya
untuk
mendapatkan
pelanggan
baru.
Kesimpulannya biaya promosi akan menurun jika loyalitas merek meningkat. 2. Trade Leverage (meningkatkan perdagangan): loyalitas yang kuat terhadap suatu merek akan menghasilkan peningkatan perdagangan dan memperkuat keyakinan perantara pemasaran. 3.
Attracting New customers (menarik minat pelanggan baru) : banyaknya pelanggan suatu merek yang merasa puas dan suka pada merek tersebut akan menimbulkan perasaan yakin bagi calon pelanggan untuk mengkonsumsi merek tersebut, terutama jika pembelian yang mereka lakukan mengandung resiko yang tinggi. Pelanggan yang merasa puas pada umumnya juga akan merekomendasikan merek tersebut kepada orang yang dekat dengannya sehingga akan menarik pelanggan baru.
4. Provide time to respond competitive threads (memberi waktu untuk merespon ancaman pesaing) : Loyalitas merek akan memberikan waktu pada sebuah perusahaan untuk merespon gerakan pesaing. Jika salah satu pesaing mengembangkan
produk yang unggul,
pelanggan yang loyal akan
memberikan waktu kepada perusahaan tersebut untuk memperbaharui produknya dengan cara menyesuaikannya atau menetralisasikannya. Menurut Durianto (2004) Loyalitas merek memiliki beberapa tingkatan. Masing-masing tingkatannya menunjukkan tantangan pemasar yang harus dihadapi sekaligus aset yang dapat dimanfaatkan. 1. Price Buyer (berpindah-pindah) : pelanggan yang berada pada tingkatan ini dikatakan sebagai pelanggan yang berada pada tingkatan yang paling dasar. Semakin tinggi frekuensi pelanggan untuk memindahkan pembeliannya dari suatu merek ke merek yang lain mengidentifikasikan mereka sebagai pembeli yang sama sekali tidak loyal atau tidak tertarik pada merek tersebut. Ciri yang paling tampak pada pelanggan ini adalah mereka membeli suatu produk karena harganya murah. 2. Habitual buyer (pembeli yang bersifat kebiasaan) : pembeli yang berada dalam tingkatan loyalitas ini dapat dikategorikan sebagai pembeli yang puas dengan merek produk yang dikonsumsinya atau setidaknya mereka tidak mengalami ketidakpuasan dalam mengkonsumsi merek produk tersebut. Kesimpulannya konsumen pada tingkatan ini membeli produk hanya berdasarkan kebiasaan selama ini. 3. Satisfied buyer (pembeli yang puas dengan biaya peralihan) : pada tingkatan ini, pembeli merek masuk dalam kategori puas bila mereka mengkonsumsi merek tersebut, meskipun demikian mungkin saja mereka memindahkan pembeliannya ke merek lain dengan menanggung switching cost (biaya peralihan) yang terkait dengan waktu, uang, dan resiko kinerja yang melekat dengan tindakan mereka berganti merek. Untuk dapat menarik minat pembeli
yang masuk dalam tingkatan loyalitas ini, maka para pesaing perlu mengatasi biaya peralihan yang harus ditanggung pembeli yang masuk dalam kategori ini dengan menawarkan berbagai manfaat yang cukup besar. 4. Liking the brand (menyukai merek) : pembeli yang masuk dalan kategori loyalitas ini merupakan pembeli yang sungguh-sungguh menyukai merek tersebut. Pada tingkatan ini dijumpai perasaan yang emosional terhadap merek. Rasa suka pembeli ini bisa saja didasari oleh asosiasi yang terkait dengan simbol rangkaian pengalaman dalam penggunaan sebelumnya. Baik yang dialami pribadi mapun oleh kerabatnya maupun disebabkan oleh perceived quality yang tinggi. 5. Commited buyer (Pembeli yang komit) : pelanggan pada tahapan ini merupakan pelanggan yang setia. Mereka memiliki suatu kebanggaan sebagai pengguna merek dan merek tersebut bahkan menjadi sangat penting bagi mereka dipandang dari segi fungsinya maupun sebagai suatu ekspresi mengenai siapa mereka sebenarnya. Pada tingkatan ini, salah satu aktualisasi loyalitas pembeli ditunjukkan oleh tindakan merekomendasikan dan mempromosikan merek tersebut kepada pihak lain. Durianto (2004) menyatakan bahwa tiap tingakatan brand loyalty mewakili tantangan pemasar yang berbeda dan juga menwakili tipe aset yang berbeda dalam pengelolaan dan eksploitasinya. Berikut akan disajikan gambar piramida brand loyalty.
A = persen commited buyer
A
B = persen liking the brand
B
C = persen satisfied buyer
C
D = persen habitual buyer
D
E = persen switcher/price buyer
E
Gambar 1. Piramida Loyalitas Merek yang Rendah Sumber : Durianto (2004) Piramida brand loyalty pada gambar diatas mengartikan bahwa loyalitas merek tersebut masih sangat rendah, karena semakin tinggi kualitas brand loyaltynya, luasan yang berarti kuantitas konsumennya semakin kecil. Produk yang brand loyaltynya baik, gambar piramidanya akan berbentuk terbalik. Keterangan: A = persen commited buyer
A
B = persen liking the brand
B
C = persen satisfied buyer
C
D = persen habitual buyer
D
E = persen switcher/price buyer
E
Gambar 2. Piramida Loyalitas Merek yang Tinggi. Sumber : Durianto (2004) 3.1.5
Sensitivitas Harga Sensitivitas merupakan tingkat kepekaan terhadap perubahan sesuatu.
Sedangkan sensitivitas konsumen merupakan tingkat kepekaan konsumen atas
perubahan suatu barang atau jasa. Konsumen yang sensitif terhadap harga merupakan konsumen yang peka terhadap perubahan harga yang ada. Konsumen yang sensitif akan cenderung berperilaku tidak loyal terhadap suatu merek. Konsumen yang sensitif terhadap perubahan harga akan segera berpindah atau mengkonsumsi merek yang lain yang memiliki harga yang lebih murah. Sedangkan konsumen yang tidak sensitif terhadap perubahan harga akan tetap setia mengkonsumsi suatu merek tertentu. Konsumen yang tidak sensitif terhadap perubahan harga disebut konsumen yang loyal (Erwanto, 2005). Menurut Kotler (2000), kurva permintaan menunjukkan jumlah pembelian pasar yang mungkin pada berbagai harga. Kurva tersebut menjumlahkan reaksi berbagai individu yang memiliki kepekaan pasar yang beragam diantaranya kepekaan terhadap harga. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kepekaan harga antara lain: pengaruh nilai unik, pengaruh kesadaran atas produk pengganti, pengaruh perbandingan yang sulit, pengaruh pengeluaran total, pengaruh manfaat akhir, pengaruh biaya bersama, pengaruh investasi tertanam, pengaruh mutu harga, dan pengaruh persediaan.
3.1.6
Pemasaran Setiap perusahaan berusaha memproduksi dan memasarkan barang dan
jasa yang dihasilkannya untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Setiap perusahaan juga berusaha meningkatkan pendapatan usaha melalui peningkatan penjualan usaha yang diwujudkan melalui pemasaran. Karena itu kegiatan pemasaran mempunyai peranan yang penting dalam dunia usaha. Sehingga jika kita
membicarakan
pemasaran
berarti
membicarakan
bagaimana
cara
memenangkan pasar (market share), memenangkan pasar pikiran (mind share) dan memenangkan pangsa hati dan pikiran konsumen (heart share). Kotler (1995) mendefinisikan pemasaran sebagai suatu proses sosial dan manajerial yang didalamnya individu mupun kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dengan menciptakan, menawarkan dan mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Dalam konsep pemasaran dibicarakan mengenai brand yang merupakan peningkat atau pembangkit nilai (value enhancher) dan juga dibicarakan mengenai segmentasi, targeting, positioning, diferensiasi dan penjualan. Selain itu, pemasaran juga termasuk salah satu kegiatan perekonomian dan membantu dalam penciptaan nilai ekonomi. Dimana nilai ekonomi itu sendiri dan menentukan harga barang dan jasa bagi individu. Para pemasar menggunakan sejumlah alat untuk mendapatkan tanggapan yang diinginkan dari pasar sasaran. Alat-alat tersebut membentuk suatu bauran pemasaran. Dalam pemasaran, bauran pemasaran (marketing mix) mempunyai peranan yang sangat penting. Kotler (1995) mendefinisikan bauran pemasaran sebagai perangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk terusmenerus mencapai tujuan pemasaran. Perangkat alat pemasaran tersebut digunakan oleh perusahaan untuk mempengaruhi konsumen yang berhubungan dengan 4-P, yaitu product (produk), price (harga), place (distribusi), dan promotion (promosi). a.
Bauran Produk Produk adalah kombinasi barang dan jasa yang ditawarkan perusahaan
kepada pasar sasaran atau konsumen. Produk adalah fokus dari bauran pemasaran. Produk bukan saja sekedar barang dan jasa yang dirancang, dibuat dan ditawarkan
untuk dijual tetapi juga mencakup seluruh perencanaan yang mendahului produksi actual. Produk mencakup riset dan pengembangan serta semua layanan yang menyertai produk seperti instalasi dan pemeliharaan (Kotler, 1995). Swastha dan Sukotjo (1995) mendefinisikan produk sebagai suatu sifat yang kompleks baik dapat diraba maupun tidak dapat diraba, termasuk bungkus, warna, harga, prestise perusahaan dan pengecer, pelayanan perusahaan dan pengecer, yang diterima oleh pembeli untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam hal ini konsumen membeli sekumpulan sifat fisik dan kimia sebagai alat pemuas kebutuhan. Setiap kombinasi dari sifat-sifat tersebut akan memberikan kepuasan yang berbeda-beda. Istilah produk meliputi barang fisik, jasa, orang, tempat, organisasi, dan gagasan. Pemasaran mendefinisikan produk berdasarkan karakteristik produknya (Kotler, 2000). Alasan pengklasifikasian tersebut adalah bahwa tiap jenis produk memiliki strategi bauran pemasaran masing – masing. Produk diklasifikasikan menjadi tiga kelompok menurut daya tahan atau wujudnya, yaitu barang yang habis terpakai (nondurable goods), barang tahan lama (durable goods), dan jasa (service). b.
Bauran Harga Dalam memasarkan produk, setiap perusahaan harus menetapkan harga
produknya dengan tepat. Harga merupakan satu-satunya unsur bauran yang memberikan pemasukan atau pendapatan bagi perusahaan, sedangkan ketiga unsur lainnya (produk, tempat, promosi) menyebabkan timbulnya biaya (pengeluaran). Harga merupakan unsur bauran yang fleksibel, artinya dapat diubah dengan cepat. Berbeda halnya dengan karakteristik produk atau komitmen
terhadap saluran distribusi. Kedua hal terakhir tidak dapat disesuaikan dengan mudah dan cepat, Karena biasanya menyangkut keputusan jangka panjang. Kebijakan penetapan harga merupakan salah satu kebijakan yang sangat berpengaruh besar terhadap keberhasilan pemasaran suatu produk. Harga menjadi patokan konsumen atas kemampuan daya belinya terhadap suatu produk. Karena itu, produsen tidak biasa menetapkan harga tanpa memperhatikan daya beli konsumennya. Harga juga memiliki pengaruh terhadap pihak-pihak lain. Karena itu, pihak manajemen juga harus mempertimbangkan reaksi pihak-pihak lain atas harga yang ditetapkan tersebut. Bagaimana pendapat distributor dan penyalur tentang harga tersebut, apakah wiraniaga perusahaan bersedia menjual pada harga tersebut ataukah mereka mengeluh harga tersebut terlalu tinggi, dan bagaimana reaksi pesaing atas harga itu. apakah pemasok akan menaikkan harga jika mereka melihat harga perusahaan, apakah pemerintah akan ikut campur atau mencegah pengenaan harga tersebut (Kotler, 2000). Dalam pemasaran dikenal beberapa strategi penetapan harga mulai dari penetapan harga mark-up, penetapan harga standar berdasarkan sasaran pengembalian, penetapan harga berdasarkan nilai yang dipersepsikan, penetapan harga nilai, penetapan harga sesuai harga berlaku, dan penetapan harga penawaran tertutup. Kebijakan harga diskriminasi mungkin pula ditetapkan dalam penentuan harga akhir dan adaptasi harga. c.
Bauran Distribusi Semua perusahaan perlu melaksanakan fungsi distribusi dan hal ini sangat
penting
bagi
pembangunan
perekonomian
masyarakat
karena
bertugas
menyampaikan barang dan jasa yang diperlukan oleh konsumen (Swastha dan Sukotjo, 1995). Lembaga-lembaga yang ikut ambil bagian dalam penyaluran barang ini adalah produsen, perantara, dan konsumen akhir atau pemakai industri. d.
Bauran Promosi Promosi merupakan kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan untuk
menonjolkan keunggulan-keunggulan yang membedakannya dengan perusahaan lain agar konsumen tertarik dan kemudian membeli produk tersebut (Kotler, 2002). Menurut Swashta (1990), promosi merupakan arus informasi satu arah yang dibuat untuk mengarahkan seseorang kepada tindakan yang menciptakan pertukaran dalam pemasaran.
3.2
Kerangka mikiran Operasional Kerangka pemikiran penelitian ini diawali dengan melihat adanya
peningkatan jumlah produsen kecap manis dari tahun ke tahun. Peningkatan jumlah produsen kecap manis ini menyebabkan banyaknya jumlah merek kecap manis yang beredar di pasaran. Karena itu, konsumen pun semakin memiliki keleluasaan dalam menentukan keputusan pembelian produk kecap manis di pasaran. Keleluasaan konsumen dalam menentukan keputusan pembelian pada produk kecap manis menjadi tantangan bagi produsen kecap manis dalam mempertahankan
loyalitas
konsumennya,
terutama
mengingat
terjadinya
penurunan indeks loyalitas konsumen untuk produk kecap. Penurunan loyalitas ini kemungkinan besar dialami pada konsumen kecap merek Bango, ABC dan Nasional, sebab merek kecap tersebut hadir di industri kecap sebagai tiga merek
pemegang pangsa pasar terbesar. Penurunan loyalitas ini mengindikasikan adanya perubahan preferensi konsumen. Loyalitas konsumen terhadap merek terjadi dengan pertimbangan bahwa merek kecap tersebut menghasilkan produk yang bermanfaat, berkualitas, dan harga yang sesuai. Jika terjadi kenaikan harga pada merek kecap manis tertentu tanpa disertai perubahan kualitas dan manfaat, maka konsumen akan segera menanggapi hal tersebut dengan berpindah ke kecap manis merek lain. Karena itu, loyalitas konsumen terhadap kecap manis dapat dilihat dari preferensi dan sensitivitas konsumen terhadap perubahan harga produk kecap manis. Adanya persaingan yang tinggi antar beragam merek kecap manis dan permasalahan
dalam
hal
penurunan
loyalitas
konsumen
kecap
manis
menyebabkan pentingnya untuk melakukan analisis atas sensitivitas harga dan loyalitas konsumen terhadap merek kecap manis di pasaran. Namun penelitian ini difokuskan pada tiga merek kecap manis pemegang pangsa pasar terbesar, yaitu kecap merek Bango, ABC, dan Nasional. Penelitian ini dilakukan di kota Depok karena keanekaragaman penduduknya baik dari segi ekonomi, sosial, dan budaya. Responden pada penelitian ini adalah ibu rumah yang tersebar di berbagai kecamatan di Kota Depok. Responden ini dipilih dengan pertimbangan bahwa ibu rumah tangga merupakan pihak yang selayaknya mengambil keputusan dalam membeli bahan kebutuhan pokok untuk dikonsumsi keluarga. Loyalitas konsumen kecap merek Bango, ABC, dan Nasional pertamatama dianalisis tingkat loyalitasnya yang dilihat dari bentuk piramida loyalitasnya. Selain itu, loyalitas konsumen ini juga analisis melalui Brand Switching Pattern
Matrix. Matriks ini akan memperlihatkan persentase kemungkinan konsumen kecap manis merek yang satu untuk berpindah menggunakan merek yang lain. Setelah itu dilakukan analisis sensitivitas harga. Analisis ini dilakukan dengan membuat skenario kenaikan harga pada masing-masing merek kecap yang diteliti. Respon konsumen terhadap skenario kenaikan harga ini diolah dengan metode Huisman untuk mendapatkan pangsa preferensi konsumen. Kemudian nilai sensitivitas konsumen terhadap perubahan harga untuk setiap merek akan diperoleh berdasar pangsa preferensi yang dihasilkan dari metode Huisman. Dengan mengetahui keadaan loyalitas konsumen terhadap masing-masing merek kecap manis dan sensitivitas konsumen terhadap harga kecap manis, maka dapat dilihat bagaimana implikasinya terhadap bauran pemasaran bagi produsen kecap manis Bango, ABC, dan Nasional. Strategi pemasaran ini menjadi suatu instrumen yang penting bagi strategi pemasaran masing-masing produsen merek kecap dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat. Kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada gambar 3:
Perkembangan industri kecap manis Beragam merek kecap manis Pilihan Konsumen : atribut harga dan atribut merek Loyalitas Konsumen
Kecap manis merek Bango, ABC, Nasional di Kota Depok Analisis Sensitivitas dan Preferensi Konsumen
Analisis Loyalitas Merek
Metode Piramida Loyalitas dan Brand Switching Pattern Matrix
Metode Huisman
Implikasi pada Bauran Pemasaran
Gambar 3. Kerangka Pemikiran Operasional
IV. METODE PENELITIAN
4.1
Waktu dan Lokasi Penelitian mengenai analisis sensitivitas harga dan loyalitas konsumen
kecap ini dilakukan di Kota Depok. Penentuan lokasi penelitian di Kota Depok didasarkan dengan alasan beragamnya kondisi sosioekonomi di dalamnya. Penelitian ini dilakukan di enam Kecamatan di Kota Depok, antara lain: Kecamatan Sukmajaya, Pancoran Mas, Sawangan, Cimanggis, Beji dan Limo. Pengambilan sampel dilaksanakan pada bulan Mei 2008 sampai bulan Juni 2008.
4.2
Jenis dan Sumber Data Jenis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data primer
dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui
pengisian kuesioner oleh
responden. Data primer berupa data preferensi konsumen, data loyalitas dan data sensitivitas. Data sekunder diperoleh dari instansi-instansi yang terkait dengan penelitian ini, antara lain: BPS Kota Depok, BPS Jakarta, Departemen perindustrian Jakarta, Departemen Pertanian, perpustakaan, dan internet. Data sekunder berupa data tentang perkembangan dan informasi industri kecap di Indonesia.
4.3
Metode Penarikan Sampel Dalam penelitian ini, yang menjadi responden adalah ibu rumah tangga.
Pemilihan
responden didasarkan pada pertimbangan bahwa pembelian bahan
makanan untuk konsumsi keluarga umumnya diputuskan dan dilakukan oleh ibu rumah tangga (Widyanggari, 2005). Jumlah responden dalam penelitian ini adalah 100 orang. Pengambilan jumlah responden ditentukan sebanyak 100 agar memenuhi syarat responden minimal sebanyak 100 orang dalam menentukan sensitivitas harga (metode Huisman/ sensitivity meter). Jika jumlah responden yang diambil kurang dari 100 maka hasilnya akan bias. Sedangkan untuk metode loyalitasnya dikelompokkan ke dalam 3 merek yaitu Bango, ABC dan Nasional. Penentuan sampel dilakukan secara purposive sampling. Dari total populasi rumah tangga yang ada di Kota Depok sejumlah 367.563 rumah tangga (data BPS Kota Depok 2007), dihitung proporsi sampel yang didapatkan dari tiap kecamatan sampai mendapatkan 100 responden, didapatkan: -
Kecamatan Sukmajaya sejumlah 11 rumah tangga
-
Kecamatan Pancoran Mas sejumlah 18 rumah tangga
-
Kecamatan Sukmajaya sejumlah 23 rumah tangga
-
Kecamatan Cimanggis sejumlah 28 rumah tangga
-
Kecamatan Beji sejumlah 10 rumah tangga
-
Kecamatan Limo sejumlah 10 rumah tangga Adapun perhitungan penentuan jumlah sampel masing-masing kecamatan
dilakukan berdasarkan perhitungan dan data sebagai berikut:
Jumlah responden/kecamatan =
jumlah total rumah tangga/kecamatan x100 jumlah total rumah tangga di Kota Dapok
Tabel 7. Jumlah Penduduk, Rumah Tangga, Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk Kota Depok 2006 Penduduk Rumah Kecamatan Luas wilayah (jiwa) Tangga (km2) Sukmajaya 45,69 166.311 41.578 Pancoran Mas 29,83 268.204 67.051 Sawangan 34,13 341.438 85.360 Cimanggis 53,54 404.693 101.173 Beji 14,30 139.992 34.998 Limo 22,80 149.612 37.403 Total 200,29 1.470.250 367.563 Sumber : BPS Kota Depok 2007
Pengisian kuesioner dilakukan kepada setiap responden. Responden yang diteliti adalah current user dari ketiga merek kecap (Bango, ABC dan Nasional). Konsumen yang menjadi responden mendapatkan screening question, yaitu yang pernah mengkonsumsi tiga merek tersebut dalam satu tahun terakhir. Jika ada salah satu merek yang belum mereka konsumsi maka pertanyaan tidak akan dilanjutkan.
4.4
Metode Analisis Data
4.4.1
Sensitivitas Harga
Metode Huisman (sensitivity meter) digunakan untuk menganalisis sensitivitas harga. Metode ini mengajukan pilihan responden atas merek dan harga serta pertanyaan-pertanyaan bersifat deskriptif untuk memberikan gambaran tentang persepsi konsumen terhadap produk kecap yang dipih dan disajikan dalam tabulasi. Merek kecap yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: Bango, ABC dan Nasional. Pemilihan ketiga merek ini didasarkan kepada tingkatan pangsa pasar kecap di Indonesia.
Analisis yang dikemukakan Huisman pada prinsipnya adalah metode analisis Konjoin dengan menggunakan utilitas, atau dapat dikatakan bahwa metode Huisman merupakan pengembangan dari analisis Konjoin. Fungsi utilitas inilah yang dijasikan dasar untuk memprediksi reaksi konsumen terhadap produk atau individu atribut produk yang bersangkutan. Atribut yang digunakan pada pendugaan sensitivitas harga ini adalah merek dan harga. Setiap kombinasi atribut yang diajukan kepada responden diberi skor, kombinasi yang paling tidak disukai oleh responden diberi skor paling rendah, sedangkan atribut yang paling disukai oleh responden diberi skor paling tinggi (Huisman dalam Wijayanto, 1994). Tahapan metode Huisman yaitu: 1. Membuat matriks rancangan M dan Vektor respon dengan ketentuan sebagai berikut: M = │j;X;Y │ dan R = │ri│ dengan j : vektor satuan berukuran n x : matriks n x (b-1) dengan aturan: x = [xij ] Xij = 1, jika skor 1 digunakan merek ke-(j+1) Xij = 0, selainnya. Y : matriks n x (p-1) dengan aturan : Y = [Yik ] Yik = 1, jika skor ke 1 digunakan harga ke-k Yik = 0, selainnya. ri : skor pada kategori ke-i i = 1,2,…., n
j = 1,2,…., b k = 0,1,…., p-1 b = banyaknya merek p = banyaknya tingkat harga n = banyaknya kategori = b x p 2. Melakukan regresi monotonik R terhadap M sehingga diperoleh vektor penduga koefisien regresi β β = │b ; p│ b = (bj) p = (pk) j = 0,1,2,….,b-1 k = 0,1,2,…,p-1 3. Menghitung nilai utilitas Uk (utilitas merek ke-j pada harga ke-k), yaitu nilai dugaan berdasarkan persamaan regresi yang telah diperoleh dengan aturan: bo bo + bj – 1 bo + pk bo + bj-1 + pk
Ujk =
,j=1;k=0 , j = 2, 3, …., b ; k = 0 , j = 1; k = 1, 2, …,p , j = 2, 3, …., b; k = 1, 2,….,p
4. Membuat skenario pasar, yaitu keadaan yang menggambarkan tingkat harga merek yang dianalisa 5. Menduga kurva sensitivitas harga. Besar pangsa preferensi harus diperoleh lebih dahulu dengan transformasi logit: mjk =
∑ wi i
e
u jki
∑e
u rsi
rs
dengan: mjk = pangsa preferensi merek ke-j tingkat harga ke-k
wj = pembobot bagi responden ke-i ujki = utilitas merek ke-j harga ke-k dari responden ke-i r = 1, 2, …., b s
= tingkat harga yang sesuai dengan skenario pasar
Metode Huisman (sensitivity meter) tersebut diimplikasikan pada evaluasi yang dilakukan terhadap responden seperti keterangan berikut: Tahap-tahap evaluasi yang dilakukan terhadap responden adalah sebagai berikut: 1. Kepada setiap responden diperlihatkan 3 merek kecap yang akan diuji, dengan masing-masing berada pada tingkat harga ke-1 (normal), kemudian responden diminta untuk memilih kembali merek yang paling disukai. 2. Merek yang dipilih responden dinaikkan harganya pada tingkat harga ke-2 dengan merek lain tetap. Pada kondisi ini kepada responden ditanyakan kembali merek yang akan dipilih. 3. Proses tersebut diulang sampai responden sudah tidak bersedia membeli lagi, atau pada suatu merek sudah melampaui harga tertinggi. Skenario kenaikan tingkat harga yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebesar 5 persen dari harga dasar rata-rata ketiga merek kecap untuk setiap ukuran produk. Hal ini didasarkan pada pertimbangan adanya perbedaan perubahan utilitas jika terjadi kenaikan harga yang sama pada kemasan produk yang berbeda. Sebagai contoh, konsumen akan merasa lebih kecewa jika terjadi kenaikan harga sebesar Rp. 500 pada kemasan 50 ml daripada kenaikan harga sebesar Rp. 500 pada kemasan 500 ml.
Adapun harga dasar ketiga merek kecap diperoleh dengan merata-ratakan harga kecap yang tersedia di swalayan besar, swalayan kecil dan pasar tradisional. Sumber harga dasar ketiga merek kecap tersebut dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Rata-rata Harga Dasar Kecap Merek ABC, Bango dan Nasional (rupiah) Harga di Harga di Harga di Rata-rata Kemasan swalayan Pasar swalayan Harga Merek Botol kecil tradisional besar dasar (P1) Bango 140ml 3.100 3.500 3.200 3.270 275ml 5.340 7.000 6.275 6.205 620ml 13.875 14.000 14.825 14.230 ABC 135ml 3.250 3.500 3.450 3.400 300ml 6.580 7.500 7.250 7.110 620ml 13.400 14.500 15.750 14.550 Nasional 140ml 2.875 3.200 3.295 3.120 275ml 5.500 5.500 5.895 5.630 625ml 12.300 12.500 13.000 12.600 Sumber : Pengamatan Lapangan
Kategori (kombinasi merek dan harga) yang pertama kali dipilih oleh responden diberi peringkat satu, pilihan yang berikutnya diberi peringkat dua, dan seterusnya. Kategori-kategori yang tidak dipilih oleh responden diberi nilai nol. Selanjutnya tiap peringkat diberi skor. Contoh tahapan evaluasi terhadap responden dan pemberian peringkat terhadap pilihan responden diperlihatkan pada Tabel 9.
Tabel 9. Contoh Data Sensitivitas Responden Tingkat Harga/ P1 P2 P3 Merek Bango 1 2 0 Nasional 3 4 5 ABC 7 8 9
P4
P5
P6
0 6 0
0 0 0
0 0 0
Pada Tabel 9 diatas dapat dilihat contoh peringkat pilihan responden terhadap merek dan tingkat harga yang diajukan pada responden, yaitu peringkat
satu sampai sembilan, karena pilihan yang diberikan responden sebanyak sembilan kali. Tahapan selanjutnya adalah pen-skoran. Pen-skoran dalam penelitian ini menggunakan pen-skoran ((6+5+…+1)/6) pada kategori yang tidak dipilih, sehingga pada contoh kategori tersebut diberikan skor 3,5 seperti dapat dilihat di Tabel 10.
Tabel 10. Pemberian Skor Pada Pilihan Responden Tingkat Harga/ P1 P2 P3 P4 Merek Bango 15 14 3,5 3,5 Nasional 13 12 11 10 ABC 9 8 7 3,5
P5
3,5 3,5 3,5
P6
3,5 3,5 3,5
Pada tahap ini diperoleh nilai amatan untuk setiap responden yang selanjutnya dilakukan regresi monotonik, dengan nilai amatan ini sebagai peubah tak bebasnya, sedangkan peubah bebasnya adalah tingkat harga dan merek. Regresi monotonik ini menggunakan program SAS/STAT Proc. Transreg. Nilai-nilai dugaan yang dihasilkan dari persamaan regresi tersebut, yang merupakan nilai utilitas responden terhadap setiap kategori, ditransformasi untuk menghasilkan pangsa preferensi masing-masing kategori secara agregat. Skenario pasar dibuat untuk mendapatkan gambaran sensitivitas konsumen terhadap perubahan harga suatu merek pada suatu kondisi pasar tertentu. Skenario pasar pada penelitian ini adalah dengan menaikkan tingkat harga secara bertahap yaitu untuk setiap tingkat harga, sedangkan harga merek yang lain tetap berada pada tingkat yang sebenarnya. Skenario ini digunakan untuk melihat gambaran sensitivitas harga dan pangsa preferensi setiap merek serta untuk melihat pengaruh perubahan harga suatu produk terhadap produk tersebut.
4.4.2
Pemetaan Loyalitas Konsumen Kecap
Loyalitas merek adalah gagasan sentral dalam pemasaran, merupakan satu ukuran keterkaitan seorang pelanggan pada sebuah merek. Ini mencerminkan bagaimana seorang pelanggan mungkin akan beralih ke merek lain, terutama jika merek tersebut membuat suatu perubahan, baik dalam harga maupun unsur-unsur produknya. Pengukuran
loyalitas dilakukan pada responden yang pernah
mengkonsumsi salah satu merek kecap yang akan dibandingkan. Merek tersebut antara lain: Bango, ABC dan Nasional. Analisis pemetaan loyalitas konsumen dilakukan untuk melihat bagaimana struktur loyalitas konsumen terhadap beberapa merek kecap yang mereka konsumsi dan akan tertuang dalam bentuk piramida brand loyalty. Analisis ini merupakan analisis yang akan dihadapkan pada hasil analisis sensitivitas harga pada akhirnya. Dengan mengetahui struktur piramida brand loyalty suatu produk, perusahaan dapat menentukan strategi apa yang tepat untuk dilakukan pada masa mendatang, apakah strategi mempertahankan konsumen yang telah ada, atau mencari konsumen baru, karena sering terjadi kasus dimana perusahaan melupakan konsumen yang ada demi mencari konsumen yang baru. Pemetaan brand loyalty dilakukan dengan cara menggali informasi mengenai konsumen. Konsumen akan diberi lima pertanyaan yang disesuaikan dengan tingkat brand loyalty (price buyer, habitual buyer, satisfied buyer, liking the brand, serta commited buyer) dengan lima alternatif jawaban. Langkah
selanjutnya yaitu melakukan perhitungan jumlah serta persentase konsumen yang termasuk ke dalam tiap kategori, hasilnya dipetakan ke dalam piramida brand loyalty. Setelah dipetakan, akan dilakukan interpretasi dan penarikan kesimpulan.
a.
Price Buyer
Untuk mengetahui price buyer dapat diajukan pertanyaan pada pengguna merek kecap yang digunakan dalam penelitian ini. “Apakah Anda setuju bahwa alasan membeli merek kecap yang terakhir Anda konsumsi adalah karena faktor harga?”, dengan pilihan jawaban: a. Sangat tidak setuju b. Tidak setuju c. Ragu-ragu d. Setuju e. Sangat Setuju Responden yang sensitif terhadap harga akan menjawab pertanyaan ini dengan jawaban “setuju” atau “sangat setuju”, artinya faktor harga merupakan hal yang penting dalam pengambilan keputusan pembelian kecap. Responden jenis ini mungkin saja akan berpindah merek jika ada produk yang lebih murah. Langkah berikutnya adalah menghitung responden yang menjadi price buyer dan rataratanya seperti pada Tabel 11.
Tabel 11. Contoh Perhitungan Price Buyer Merek Bango Price Buyer Merek Jawaban X f f.X Sangat tidak setuju 1 Tidak setuju 2 Ragu-ragu 3 Setuju 4 Sangat setuju 5 Total Rata-rata = Standar Deviasi = Price Buyer =
X2
f.X2
%
b.
Habitual Buyer Habitual Buyer pada ketiga merek kecap tersebut diketahui melalui
pertanyaan dan alternatif jawaban sebagai berikut: “Apakah Anda setuju bahwa alasan membeli merek kecap yang terakhir anda konsumsi adalah karena kebiasaan?”, dengan pilihan jawaban: a. Sangat tidak setuju b. Tidak setuju c. Ragu-ragu d. Setuju e. Sangat Setuju Langkah berikutnya adalah menghitung responden yang menjadi habitual buyer dan rata-ratanya seperti pada Tabel 12. Responden yang menjawab “setuju”
atau “sangat setuju” termasuk ke dalam habitual buyer. Langkah demikian dilakukan hingga diperoleh data untuk ketiga merek kecap tersebut pada 100 responden. Tabel 12. Contoh Perhitungan Habitual Buyer Merek Bango Habitual Buyer Merek Jawaban X f f.X X2 Sangat tidak setuju 1 Tidak setuju 2 Ragu-ragu 3 Setuju 4 Sangat setuju 5 Total Rata-rata = Standar Deviasi = Habitual Buyer =
f.X2
%
d.
Satisfied Buyer
Kelompok satisfied buyer merek kecap tersebut dapat diketahui melalui pertanyaan dan alternatif jawaban sebagai berikut: “Apakah Anda setuju bahwa Anda menemukan kepuasan dalam mengkonsumsi kecap tersebut?” a. Sangat tidak setuju b. Tidak setuju c. Ragu-ragu d. Setuju e. Sangat Setuju Langkah berikutnya adalah menghitung responden yang menjadi satisfied buyer dan rata-ratanya seperti pada Tabel 13.
Tabel 13 Contoh Perhitungan Satisfied Buyer Merek Bango Satisfied Buyer Merek Jawaban X f f.X X2 Sangat setuju 1 Tidak setuju 2 Ragu-ragu 3 Setuju 4 Sangat setuju 5 Total Rata-rata = Standar Deviasi = Satisfied Buyer =
f.X2
%
Responden yang menjawab “setuju” atau “sangat setuju” termasuk ke dalam satisfied buyer. Langkah demikian dilakukan hingga diperoleh data untuk ketiga merek kecap tersebut pada 100 responden.
e.
Brand Switching Matrix
Untuk mengetahui perindahan merek dari merek kecap Bango ke merek kecap yang lain, diajukan pertanyaan “Selain merek kecap yang anda konsumsi saat ini, merek kecap apa yang sering/dapat menggantikan kecap yang anda konsumsi saat ini?” dengan pilihan jawaban: a. Tidak ada b. ABC c. Nasional d. Lain-lain, sebutkan….. Langkah selanjutnya adalah menghitung responden yang berganti merek atau tetap pada pilihan mereknya seperti pada Tabel 14.
Tabel 14. Perhitungan Brand Switching Matrix Ke/ Bango ABC Nasional Dari Bango ABC Nasional Total
Merek Lain
Total
%
Selanjutnya menghitung matriks probabilitas transisi, percentage of unloyal dan switcher seperti pada Tabel 15.
Tabel 15. Matrix Probabilitas Transisi Ke/ Bango ABC Nasional Merek Dari Lain Bango ABC Nasional
Total Percentage Switcher of Unloyal
Percentage of Unloyal merupakan nilai ProT (Possibility Rate of Transition) dari berbagai merek produk sejenis yang beredar di pasar. Nilai ProT
ini dihitung dari rumus:
AL X 1 x100% xt ProT = − Ln t At X Keterangan : ProT = kemungkinan tingkat perpindahan suatu merek ALx = konsumen yang tetap setia atau loyal terhadap merek X Atx = total konsumen yang diteliti dari merek X t = banyaknya penelitian Semakin besar nilai ProT yang diperoleh, diperkirakan tingkat loyalitas konsumen semakin mengecil.
e.
Liking the brand Liking the brand untuk ketiga merek kecap tersebut diketahui melalui
pertanyaan “Apakah Anda setuju bahwa Anda benar-benar menyukai merek kecap tersebut?”, dengan pilihan jawaban: a. Sangat tidak setuju b. Tidak setuju c. Ragu-ragu c. Setuju d. Sangat setuju Responden yang menjawab “setuju” atau “sangat setuju” merupakan liking the brand, yaitu membeli sebuah merek karena merasa benar-benar suka dengan
merek tersebut. Langkah selanjutnya adalah menghitung responden yang benarbenar menyukai merek yang dipilih dan rata-ratanya seperti pada Tabel 16.
Tabel 16. Contoh Perhitungan Liking the Brand Merek Bango Liking the Brand Merek Jawaban X f f.X X2 Sangat tidak suka 1 Tidak suka 2 Biasa saja 3 Suka 4 Sangat suka 5 Total Rata-rata = Standar Deviasi = Liking the Brand =
f.
f.X2
%
Commited Buyer Commited buyer dari ketiga merek kecap tersebut dapat diketahui melalui
pertanyaan “Apakah Anda pernah menyarankan/mempromosikan kepada orang lain untuk membeli merek kecap yang sama?” dengan pilihan jawaban: a. Tidak pernah b. Pernah c. Kadang-kadang d. Sering e. Selalu Responden yang menjawab “sering” atau “selalu” termasuk ke dalam commited buyer. Langkah selanjutnya adalah menghitung responden yang
menjadi commited buyer dan rata-ratanya seperti pada Tabel 17.
Tabel 17. Contoh Perhitungan Commited Buyer Merek Bango Commited Buyer Merek Jawaban X f f.X X2 Tidak pernah 1 Pernah 2 Kadang-kadang 3 Sering 4 Selalu 5 Total Rata-rata = Standar Deviasi = Commited Buyer =
f.X2
%
Hasil dari nilai rata-rata dan standar deviasi pada tiap perhitungan tingkat loyalitas tersebut memiliki arti yang berbeda-beda sesuai dengan rentang skalanya (Durianto, 2004). Untuk dapat menginterpretasikannya, nilai rata-rata dan standar deviasi dipetakan ke rentang skala yang mempertimbangkan informasi interval pada rumus: Interval =
nilai _ tertinggi − nilai _ terendah 5 − 1 = = 0,8 5 banyaknya _ kelas
Setelah besarnya interval diketahui, kemudian dibuat rentang skala sehingga dapat diketahui dimana letak rata-rata penilaian responden terhadap setiap unsur diferensiasinya dan sejauh mana variasinya. Rentang skala tersebut adalah: 1,00-1,80
= sangat jelek
1,80-2,60
= jelek
2,60-3,40
= cukup
3,40-4,20
= baik
4,20-5,00
= sangat baik.
4.5
Definisi Operasional
a. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik untuk kepentingan sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. b. Kecap manis adalah cairan kental yang mengandung protein yang diperoleh dari perebusan kedelai yang telah diragikan, ditambahkan gula, garam, dan rempah-rempah. c. Merek adalah nama, istilah, tanda, simbol, rancangan, atau kombinasi hal-hal tersebut untuk mengidentifikasi barang atau jasa seseorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari produk pesaing. Merek yang digunakan dalam penelitian ini adalah Bango, ABC dan Nasional. d. Loyalitas merek adalah sikap menyenangi terhadap suatu merek yang direpresentasikan dalam pembelian yang konsisten terhadap merek itu sepanjang waktu. e. Harga adalah jumlah uang yang ditukarkan pembeli untuk suatu pilihan produk dan jasa yang disediakan oleh penjual f. Sensitivitas harga adalah tingkat kepekaan konsumen terhadap perubahan harga suatu produk. g. Rumah tangga adalah semua orang, berkerabat atau tidak berkerabat yang menempati satu unit rumah.
V. GAMBARAN UMUM
5.1
Gambaran Umum Kota Depok
5.1.1
Letak dan Keadaan Geografi Secara astronomi, Kota Depok terletak pada koordinat 6o19’00” sampai
6o28’00” Lintang Selatan dan 106o43’00” sampai 106o55’30” Bujur Timur, dengan luas wilayah 200,29 kilo meter persegi. Kota Depok berbatasan dengan DKI Jakarta dan Kecamatan Ciputan Kabupaten Tangerang di sebelah utara, Kecamatan Bojong Gede dan Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor di sebelah selatan, Kecamatan Gunung Sindur dan Parung Kabupaten Bogor di sebelah barat, Kecamatan Gunung Putri Kabupaten Bogor dan Kecamatan Pondok Gede Bekasi di sebelah timur. Kondisi wilayah bagian utara umumnya berupa dataran rendah, sedangkan di wilayah bagian Selatan umumnya merupakan daerah perbukitan dengan ketinggian 40 sampai 140 meter di atas permukaan laut dengan kemiringan lereng antara dua sampai 15 persen. Wilayah dengan kemiringan lereng antara delapan sampai 15 persen tersebar dari Barat ke Timur. Wilayah dengan kemiringan lereng lebih dari 15 persen terdapat di sepanjang sungai Cikeas, Ciliwung dan bagian Selatan Sungai Angke. Kemiringan lereng antara delapan sampai 15 persen potensial untuk pengembangan perkotaan dan pertanian, sedangkan kemiringan lereng yang lebih besar dari 15 persen potensial untuk dijadikan sebagai benteng alam yang berguna untuk memperkuat pondasi. Wilayah Kota Depok termasuk dalam daerah beriklim tropis dengan perbedaan curah hujan yang cukup kecil dan dipengaruhi oleh iklim musim.
Secara umum musim kemarau antara bulan April sampai September dan musim hujan terjadi antara Oktober sampai Maret. Kondisi curah hujan di seluruh wilayah di daerah Depok relatif sama, dengan rata-rata curah hujan sebesar 327 mm per tahun.
5.1.2
Kondisi Demografi Perkembangan jumlah penduduk Kota Depok berlangsung cepat. Laju
pertumbuhan penduduk rata-rata 3,70 persen per tahun setelah ditata menjadi enam Kecamatan. Jumlah Penduduk di Kota Depok pada Tahun 2006 berdasarkan data dari BPS 2007 adalah 1.470.250 jiwa. Sehingga dengan luas wilayah yang ada yaitu 207,29 kilo meter persegi maka kepadatan penduduk rata-rata adalah 7.340 jiwa per kilo meter persegi. Kepadatan penduduk pada masing-masing kecamatan dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18. Jumlah Penduduk, Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk Kota Depok 2006. Penduduk Kepadatan Kecamatan Luas wilayah 2 (jiwa) Penduduk (km ) Sukmajaya 45,69 166.311 3.639 Pancoran Mas 29,83 268.204 8.991 Sawangan 34,13 341.438 10.004 Cimanggis 53,54 404.693 7.558 Beji 14,30 139.992 9.789 Limo 22,80 149.612 6.562 Total 200,29 1.470.250 7.340 Sumber : BPS Kota Depok 2007 Berdasarkan Tabel 18 dapat dilihat bahwa pada tahun 2006 Kecamatan Sawangan merupakan kecamatan yang memiliki kepadatan penduduk tertinggi, yaitu sebesar 10.004 jiwa per kilometer persegi. Kecamatan Cimanggis memiliki jumlah penduduk terbanyak. Hal ini didukung dengan keberadaan Kecamatan
Cimanggis yang memiliki luas wilayah terbesar, yaitu sebesar 53,54 kilometer persegi Sesuai dengan karakteristik perkotaannya yang masih mencirikan kombinasi perkotaan, wilayah Kota Depok belum seluruhnya terbangun. Kawasan yang masih kosong berupa kebun campuran/tegalan dan pesawahan masih cukup luas, yaitu sekitar 51 persen dari luas wilayahnya, sedangkan kawasan perumahan dan kampung luasnya sekitar 5.900 hektar atau 29 persen, dan kawasan yang digunakan untuk kegiatan industri, jasa dan perusahaan meliputi areal seluas 1.100 hektar (± 6 persen). Ditinjau dari penyebaran lokasi kegiatannya, kegiatan industri sebagian besar berkembang di Kecamatan Cimanggis dan Sukmajaya (wilayah kota bagian timur), yaitu sepanjang Jalan Raya Bogor, sedangkan kawasan pertanian masih banyak terdapat di Kecamatan Sawangan, Kecamatan Pancoran Mas bagian selatan dan sedikit di Kecamatan Limo (wilayah kota bagian barat). Kegiatan perkantoran, jasa, perdagangan dan kegiatan pendidikan berkembang di wilayah kota bagian tengah, terutama di sepanjang Jalan Margonda. Kawasan perumahan banyak berkembang di wilayah kota bagian utara yang berdekatan dengan Jakarta, yaitu Kecamatan Limo, Beji, Sukmajaya, dan Pancoran Mas bagian utara.
5.1.3
Kondisi Ekonomi Dari data tahun 2006, kontribusi yang cukup signifikan membangun
perekonomian Kota Depok yaitu sektor industri pengolahan (38,39 persen). Kegiatan perdagangan besar dan eceran menjadi penyumbang terbesar kedua bagi total ekonomi daerah, yaitu sekitar 24,96 persen, kemudian diikuti oleh sektor
perdagangan, hotel dan restoran (30,54 persen), sektor jasa-jasa (8,01 persen), sektor pengangkutan dan komunikasi (5,72 persen), sektor bangunan (5,81 persen). Sedangkan sektor lainnya (11,53 persen) meliputi sektor keuangan, pertanian, listrik, dan gas rata-rata tiga persen. Saat ini perkembangan kegiatan perdagangan dan jasa terkonsentrasi di poros pusat kota di Jalan Margonda Raya, poros Jalan Arief Rahman Hakim, Nusantara, dan Dewi Sartika, Jalan Akses UI, Jalan Raya Bogor-Cimanggis, Jalan Raya Parung-Sawangan, Pusat Cinere-Limo, dan pusat-pusat lingkungan. Perkembangan kegiatan perdagangan dan jasa ini diikuti dengan perkembangan pendapatan penduduk Kota Depok yang mencapai empat juta rupiah per kepala keluarga pada tahun 2006. Dilihat dari kegiatan ekonomi daerah, perputaran uang dari lapangan usaha industri membukukan nilai Rp 1,86 trtiliun atau menyumbang 38,39 persen terhadap total perekonomian daerah. Kegiatan industri yang sudah ada, khususnya kelompok industri kimia dan barang dari bahan kimia berskala menengah dan besar berlokasi di sepanjang Jalan Raya Bogor-Jakarta, kecamatan Cimanggis dan Sukmajaya. Industri kecil yang sudah berkembang adalah industri rumahan seperti garmen dan konveksi di Kecamatan Pancoran Mas.
5.2
Gambaran Umum Karakteristik Responden Responden pada penelitian ini berjumlah 100 rumah tangga yang berada
di Kota Depok. Jumlah responden ditentukan berdasarkan proporsi jumlah rumah tangga yang ada pada tiap kecamatan. Responden dipilih secara accidental pada tiap kecamatan, berdasarkan faktor ketersediaan elemen dan kemudahan untuk
mendapatkannya. Responden merupakan konsumen yang pernah mengkonsumsi kecap merek Bango, ABC dan Nasional sejak satu tahun kebelakang. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan data responden seperti pada Tabel 19-27.
Tabel 19. Pengelompokkan Usia Responden Kecap Manis di Kota Depok (2008) Pengelompokkan Jumlah Responden Total Pendidikan (%) Bango ABC Nasional Resp % Resp % Resp % <26 27-32 33-38 39-44 45-50 51-56 >57 Total
9 6 8 6 5 5 3 42
21,4 14,3 19 14,3 11,9 11,9 7,14 100
5 8 6 4 7 2 0 32
15,6 25 18,8 12,5 21,9 6,25 0 100
3 2 4 2 5 5 5 26
11,5 7,69 15,4 7,69 19,2 19,2 19,2 100
17 16 18 12 17 12 8 100
Berdasarkan Tabel 19 dapat diketahui bahwa responden yang paling banyak adalah responden dengan usia 33-38 tahun, yaitu sebanyak 18 orang. Namun jika dilihat dari proporsi terhadap jumlah masing-masing responden merek kecap, kebanyakan konsumen kecap Bango berumur kurang dari 26 tahun dengan persentase 21,4 persen. Kebanyakan konsumen kecap ABC berumur 27 sampai 32 tahun dengan persentase 25 persen, sedangkan kebanyakan konsumen kecap Nasional berumur lebih dari 45 tahun. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi konsumen
untuk
menentukan
keputusan
pembelian.
Pendidikan
turut
mempengaruhi persepsi konsumen terhadap atribut-atribut produk yang ditawarkan di pasar. Karena itu, informasi mengenai tingkat pendidikan
responden kecap manis di Kota Depok perlu diketahui. Informasi ini disajikan pada Tabel 20.
Tabel 20. Pengelompokkan Pendidikan Responden Kecap Manis di Kota Depok (2008) Pengelompokkan Total Jumlah Responden Pendidikan (%) Bango ABC Nasional Sekolah Dasar SLTP SLTA Diploma Sarjana Pasca Sarjana Total
Resp 6 5 16 6 8 1 42
% Resp % Resp % 14,3 7 21,9 5 19,2 11,9 6 18,8 7 26,9 38,1 8 25 8 30,8 14,3 6 18,8 4 15,4 19 5 15,6 2 7,69 2,38 0 0 0 0 100 32 100 26 100
18 18 32 16 15 1 100
Berdasarkan Tabel 20 dapat diketahui bahwa responden yang paling banyak adalah yang berpendidikan terakhir SLTA yaitu sebanyak 32 orang. Secara spesifik dapat terlihat pula bahwa paling banyak konsumen tiap merek kecap berpendidikan terakhir SLTA dengan persentase 38,1 persen konsumen kecap Bango, 25 persen konsumen kecap ABC dan 30,8 persen konsumen kecap Nasional. Tingkat
pembelian
kebutuhan
rumah
tangga
konsumen
dari
pendapatannya dapat diketahui salah satunya dari jumlah pengeluaran rumah tangga. Karena itu, informasi mengenai sebaran pengeluaran rumah tangga responden dalam penelitian ini perlu diketahui. Informasi mengenai pengeluaran rumah tangga responden kecap manis per bulan di Kota Depok.
Tabel 21. Pengelompokkan Pengeluaran Rumah Tangga/Bulan Responden Kecap Manis di Kota Depok (2008) Pengelompokkan Jumlah Responden Total Pengeluaran Rumah (%) Bango ABC Nasional Tangga/Bulan (Rp) Resp % Resp % Resp % 1 2,38 2 6,25 0 0 3 < 500.000 13 31 14 9 43,8 34,6 36 500.000 sampai < 1.000.000 16,7 4 12,5 3 11,5 14 7 1.000.000 sampai < 1.500.000 5 11,9 3 9,38 5 19,2 13 1.500.000 sampai < 2.000.000 16 38,1 9 28,1 9 34,6 34 > 2.000.000 Total 42 100 32 100 26 100 100
Berdasarkan Tabel 21 dapat diketahui bahwa responden rata-rata memiliki pengeluaran kebutuhan rumah tangga per bulan paling banyak berkisar antara Rp. 500.000 sampai Rp. 1.000.000, yaitu sejumlah 36 responden. Namun jika dilihat dari proporsi terhadap jumlah masing-masing responden merek kecap, kebanyakan konsumen kecap Bango memiliki pengeluaran rumah tangga per bulan lebih dari Rp. 2.000.000 dengan persentase 38,1 persen. Kebanyakan konsumen kecap ABC memiliki pengeluaran rumah tangga per bulan antara Rp.500.000 sampai Rp. 1.000.000 dengan persentase 43,8 persen, sedangkan kebanyakan konsumen kecap Nasional memiliki pengeluaran rumah tangga per bulan antara Rp.500.000 sampai Rp. 1.000.000 dan lebih dari Rp. 2.000.000 dengan persentase masing-masing 34,6 persen. Daya beli konsumen terhadap suatu kebutuhan rumah tangga dapat diketahui salah satunya dari jumlah pendapatannya. Karena itu, informasi mengenai sebaran pendapatan responden dalam penelitian ini perlu diketahui. Informasi mengenai pendapatan responden kecap manis per bulan di Kota Depok dapat diketahui dari Tabel 22.
Tabel 22. Pengelompokkan Pendapatan Rumah Tangga per Bulan Responden Kecap Manis di Kota Depok (2008) Pengelompokkan Total Jumlah Responden Pendapatan /Bulan (Rp) (%) Bango ABC Nasional Resp % Resp % Resp % 4 9,52 6 18,8 4 15,4 14 < 500.000 23,8 8 5 19,2 23 10 25 500.000 sampai < 1.000.000 12 28,6 8 8 30,8 25 28 1.000.000 sampai < 2.500.000 7 16,7 4 12,5 6 23,1 17 2.500.000 sampai < 5.000.000 6 18,8 3 11,5 18 9 21,4 > 5.000.000 Total 42 100 32 100 26 100 100
Berdasarkan Tabel 22 dapat diketahui bahwa paling banyak responden memiliki pendapatan berkisar Rp. 1.000.000 sampai kurang dari Rp. 2.500.000. Namun jika dilihat dari proporsi terhadap jumlah masing-masing responden merek kecap, kebanyakan konsumen kecap Bango memiliki Pendapatan Rumah Tangga per Bulan antara Rp 1.000.000 sampai Rp. 2.500.000 dengan persentase 28,6 persen. Kebanyakan konsumen kecap ABC memiliki Pendapatan Rumah Tangga per Bulan antara Rp 500.000 sampai Rp. 1.000.000 dan antara Rp 1.000.000 sampai Rp. 2.500.000 dengan persentase masing-masing 25 persen, sedangkan kebanyakan konsumen kecap Nasional memiliki Pendapatan Rumah Tangga per Bulan antara Rp 1.000.000 sampai Rp. 2.500.000 dengan persentase 30,8 persen. Tingkat Konsumsi responden terhadap produk kecap dipengaruhi oleh beberapa hal. Salah satu diantaranya adalah jumlah anggota rumah tangga responden. Semakin banyak jumlah anggota rumah tangga responden, maka kemungkinan besar tingkat konsumsi terhadap produk kecap akan semakin tinggi. Tabel 23 menunjukkan pengelompokkan jumlah anggota rumah tangga responden kecap manis di Kota Depok.
Tabel 23. Pengelompokkan Jumlah Anggota Rumah Tangga Responden Kecap Manis di Kota Depok (2008) Pengelompokkan Total Jumlah Responden Jumlah Anggota (%) Bango ABC Nasional Rumah Tangga (Resp) Resp % Resp % Resp % <4 12 28,6 14 43,8 11 42,3 37 4 sampai 7 28 66,7 15 46,9 13 50 56 >7 2 4,76 3 9,38 2 7,69 7 Total 42 100 32 100 26 100 100 Berdasarkan Tabel 23 dapat diketahui bahwa jumlah anggota rumah tangga digolongkan menjadi tiga bagian yaitu kurang dari empat orang, empat sampai tujuh orang, dan lebih dari tujuh orang. Secara spesifik dapat terlihat bahwa paling banyak konsumen tiap merek kecap memiliki jumlah anggota rumah tangga antara empat sampai tujuh orang dengan persentase 66,7 persen konsumen kecap Bango, 46,9 persen konsumen kecap ABC dan 50 persen konsumen kecap Nasional Proses keputusan pembelian selalu dimulai dengan pengenalan kebutuhan yaitu pada saat konsumen merasakan dan mulai mengenali kebutuhan akan suatu produk. Kesadaran akan kebutuhan yang harus dipenuhi membuat konsumen berusaha mencari produk yang dapat mengatasi masalah mereka rasakan. Dalam penelitian ini, konsumen mulai mencari kecap manis pada saat konsumen menyadari manfaat yang diperoleh bila mengkonsumsi kecap manis. Manfaat yang dirasakan konsumen dalam mengkonsumsi kecap manis dapat dilihat pada Tabel 24.
Tabel 24. Manfaat Mengkonsumsi Kecap Manis Tot Manfaat Mengkonsumsi Jumlah Responden Kecap Manis Bango ABC Nasional % Resp % Resp % Resp % 29 23 71.9 22 84,6 74 69 Menambah cita rasa masakan Memberi selingan santapan Kandungan Gizi yang tinggi Lainnya Total
9 21,4 4 9,52 0 0 42 100
6 18,8 2 6,25 1 3,13 32 100
3 11,5 18 0 0 6 1 3,85 2 26 100 100
Pada Tabel 24 dapat dilihat bahwa sebagian besar manfaat dari kecap manis yang responden pilih adalah untuk menambah cita rasa masakan dengan persentase 74 persen. Sebanyak
69 persen konsumen Bango, 71,9 persen
konsumen kecap ABC, dan 84,6 persen konsumen kecap Nasional menyatakan manfaat yang dicari dari mengkonsumsi kecap manis yaitu untuk memberikan selingan santapan. Setelah diketahui manfaat yang dicari, maka ada beberapa alasan tertentu yang mendorong konsumen dalam melakukan pembelian kecap manis. Alasanalasan ini menjadi motivasi bagi responden untuk mengkonsumsi kecap manis. Hal-hal yang menjadi motivasi responden untuk mengkonsumsi kecap manis disajikan pada Tabel 25.
Tabel 25. Motivasi Responden Mengkonsumsi Kecap Manis Motivasi Responden Jumlah Responden Persen (%) Mengkonsumsi Kecap Bango ABC Nasional Manis Resp % Resp % Resp % 32 76,2 23 71,9 15 57,7 70 Rasa sesuai selera 1 2,38 1 3,13 0 0 2 Kemasan menarik 3 7,14 4 12,5 11 42,3 18 Harga murah 4 9,52 4 12,5 0 0 8 Mudah didapat 2 4,76 0 0 0 0 2 Ingin mencoba Total 42 100 32 100 26 100 100
Berdasarkan Tabel 25 diketahui bahwa motivasi terbesar yang mendasari responden dalam mengkonsumsi kecap manis adalah rasa yang disukai responden dengan persentase 70 persen. Sebanyak 76,2 persen konsumen Bango, 71,9 persen konsumen kecap ABC, dan 57,7 persen konsumen kecap Nasional menyatakan bahwa motivasi terbesar yang mendasari responden dalam mengkonsumsi kecap manis adalah rasa yang disukai. Ini menunjukkan atribut rasa pada kecap manis dinilai penting oleh konsumen.
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1
Loyalitas Merek Loyalitas merek merupakan suatu ukuran keterkaitan pelanggan kepada
sebuah merek. Ukuran ini mampu memberikan gambaran tentang mungkin tidaknya seorang pelanggan beralih ke merek produk yang lain, terutama jika pada merek tersebut didapati adanya suatu perubahan, baik menyangkut harga maupun perubahan pada atribut yang lain. Seorang konsumen yang sangat loyal kepada suatu merek tidak akan mudah memindahkan pembeliannya ke merek yang lain. Bila loyalitas konsumen terhadap suatu merek meningkat, kerentanan kelompok responden tersebut dari ancaman dan serangan merek lain produk pesaing dapat diminimalkan. Dengan demikian, brand loyalty merupakan salah satu indikator inti dari brand equity yang jelas terkait dengan peluang penjualan, yang berarti pula jaminan perolehan laba perusahaan di masa datang. Langkah
pertama
untuk
mengetahui
loyalitas
konsumen
adalah
menggolongkan responden yang menjadi price buyer, habitual buyer, satisfied
buyer, liking the brand, dan committed buyer. Berdasarkan 100 responden diperoleh 42 responden yang sering mengkonsumsi kecap Bango, 32 responden yang sering mengkonsumsi kecap ABC, dan 26 responden yang sering mengkonsumsi kecap Nasional.
6.1.1
Analisis Price Buyer
Price buyer adalah konsumen yang sering berganti merek dari satu merek kecap manis ke merek yang lainnya. Perpindahan ini menandakan bahwa konsumen tersebut sama sekali tidak loyal pada merek tersebut. Price Buyer
adalah konsumen yang sensitif terhadap perubahan harga (price buyer), sehingga pada tingkatan loyalitas ditempatkan pada urutan paling bawah. Yang termasuk
Price Buyer adalah responden yang menjawab “setuju” dan “sangat setuju” dalam pengisian kuesioner penelitian ini. Sesuai data yang didapat, berikut ini diuraikan hasilnya. Hasil perhitungan Price buyer merek Bango, ABC dan Nasional ditampilkan pada Tabel 26, Tabel 27 dan Tabel 28.
Tabel 26. Perhitungan Price Buyer Merek Bango Price Buyer Merek Jawaban X f f.X Sangat tidak setuju 1 7 7 Tidak setuju 2 29 58 Ragu-ragu 3 3 9 Setuju 4 3 12 Sangat setuju 5 0 0 Total 42 86 Rata-rata = 2,44 Standar Deviasi = 0,73 Price Buyer = 7,14
X2 1 4 9 16 25
f.X2 7 116 27 48 0 198
% 16,67 69,04 7,14 7,14 0 100
Berdasarkan Tabel 26 diperoleh bahwa nilai rata-rata dari perhitungan
price buyer adalah sebesar 2,44. Sesuai dengan rentang skala (1,80-2,60), nilai rata-rata sebesar 2,44 mengindikasikan bahwa sebagian besar konsumen kecap Bango membeli kecap Bango bukan berdasarkan faktor harga. Hal ini didukung dengan nilai price buyer merek Bango yang kecil, yaitu sebesar 7,14 persen. Artinya konsumen kecap Bango yang memperhatikan faktor harga dalam melakukan pembelian adalah sebesar 7,14 persen atau dari 42 orang responden kecap Bango hanya enam orang yang melakukan pembelian berdasarkan faktor harga.
Tabel 27. Perhitungan Price Buyer Merek ABC Price Buyer Merek Jawaban X f Sangat tidak setuju 1 6 Tidak setuju 2 15 Ragu-ragu 3 5 Setuju 4 5 Sangat setuju 5 1 Total 32 Rata-rata = 2,87 Standar Deviasi = 1,07 Price Buyer = 18,75
f.X 6 30 15 20 5 76
X2 1 4 9 16 25
f.X2 6 60 45 80 25 216
% 18,75 46,87 15,62 15,62 3,12 100
Berdasarkan Tabel 27 diperoleh bahwa nilai rata-rata dari perhitungan
price buyer adalah sebesar 2,87. Sesuai dengan rentang skala (2,60-3,40), nilai rata-rata sebesar 2,87 mengindikasikan bahwa faktor harga cukup mempengaruhi keputusan konsumen dalam membeli kecap ABC. Berdasarkan Tabel 27 dapat diketahui bahwa nilai price buyer merek ABC sebesar 18,75 persen. Artinya konsumen kecap ABC yang memperhatikan faktor harga dalam melakukan pembelian adalah sebesar 18,75 persen atau enam orang dari 32 responden.
Tabel 28. Perhitungan Price Buyer Merek Nasional Price Buyer Merek Jawaban X f f.X Sangat tidak setuju 1 1 1 Tidak setuju 2 12 24 Ragu-ragu 3 2 6 Setuju 4 8 32 Sangat setuju 5 3 15 Total 26 78 Rata-rata = 3,00 Standar Deviasi = 1,2 Price Buyer = 42,30
X2 1 4 9 16 25
f.X2 1 48 18 128 75 270
% 3,84 46,15 7,69 30,76 11,53 100
Berdasarkan Tabel 28 diperoleh bahwa nilai rata-rata dari perhitungan
price buyer adalah sebesar 3,00. Sesuai dengan rentang skala (2,60-3,40), nilai
rata-rata sebesar 3,00 mengindikasikan bahwa sebagian besar konsumen kecap Nasional membeli kecap Nasional berdasarkan faktor harga. Hal ini didukung dengan nilai price buyer merek Nasional yang cukup besar, yaitu sebesar 42,30 persen. Artinya konsumen kecap Nasional yang memperhatikan faktor harga dalam melakukan pembelian adalah sebesar 42,30 persen atau sebanyak 11 orang dari 26 responden. Konsumen kecap Bango yang setuju bahwa pembelian ditentukan karena faktor harga sebanyak 7,14 persen dengan nilai rata-rata 2,44, dan konsumen kecap ABC yang setuju karena faktor harga sebanyak 18,75 persen dengan nilai rata-rata 2,87. Sementara itu, untuk konsumen kecap Nasional yang setuju melakukan pembelian karena faktor harga sebanyak 42,30 persen dengan nilai rata-rata 3,00.
6.1.2
Analisis Habitual Buyer Tingkatan loyalitas merek yang lebih tinggi dari price buyer adalah
habitual buyer. Habitual buyer dihitung berdasarkan jawaban responden yang menjawab “setuju” dan “sangat setuju” dalam pengisian kuesioner penelitian ini. Hasil analisis habitual buyer untuk merek Bango, ABC, dan Nasional berdasar jawaban responden ditampilkan pada Tabel 29, Tabel 30, dan Tabel 31.
Tabel 29. Perhitungan Habitual Buyer Merek Bango Habitual Buyer Merek Jawaban X f f.X Sangat tidak setuju 1 0 0 Tidak setuju 2 8 16 Ragu-ragu 3 1 3 Setuju 4 27 108 Sangat setuju 5 6 30 Total 42 157 Rata-rata = 3,73 Standar Deviasi = 0,93 Habitual Buyer = 78,57
X2 1 4 9 16 25
f.X2 0 32 9 432 150 623
% 0 19,04 2,38 64,28 14,28 100
Berdasarkan Tabel 29 dapat diketahui bahwa nilai habitual buyer merek Bango sebesar 78,57 persen. Hal ini juga ditunjukkan dari nilai rata-ratanya sebesar 3,73 pada rentang skala 3,40 sampai 4,20. Artinya konsumen kecap Bango yang membeli kecap Bango karena faktor kebiasaan adalah sebesar 78,57 persen.
Tabel 30. Perhitungan Habitual Buyer Merek ABC Habitual Buyer Merek Jawaban X f f.X Sangat tidak setuju 1 0 0 Tidak setuju 2 7 14 Ragu-ragu 3 8 24 Setuju 4 12 48 25 Sangat setuju 5 5 Total 32 111 Rata-rata = 3,46 Standar Deviasi = 1,01 Habitual Buyer = 53,12
X2 1 4 9 16 25
f.X2 0 28 72 192 125 417
% 0 21,87 25 37,5 15,62 100
Berdasarkan Tabel 30 dapat diketahui bahwa nilai habitual buyer merek ABC sebesar 53,12 persen. Pada rentang skala 3,40 sampai 4,20, nilai rata-rata
habitual buyer sebesar 3,46 dapat menjelaskan konsumen kecap ABC membeli kecap ABC karena faktor kebiasaan.
Tabel 31. Perhitungan Habitual Buyer Merek Nasional Habitual Buyer Merek Jawaban X f f.X X2 Sangat tidak setuju 1 0 0 1 Tidak setuju 2 5 10 4 Ragu-ragu 3 2 6 9 Setuju 4 15 60 16 20 25 Sangat setuju 5 4 Total 26 96 Rata-rata = 3,69 Standar Deviasi = 0,97 Habitual Buyer = 73,07
f.X2 0 20 18 240 100 378
% 0 19,23 7,69 57,69 15,38 100
Berdasarkan Tabel 31 dapat diketahui bahwa nilai habitual buyer merek Nasional sebesar 73.07 persen. Pada rentang skala 3,40 sampai 4,20, nilai rata-rata
habitual buyer sebesar 3,69 dapat menjelaskan konsumen kecap Nasional membeli kecap Nasional karena faktor kebiasaan. Berturut-turut, nilai habitual buyer untuk kecap merek Bango, ABC dan Nasional adalah 78,57 persen dengan nilai rata-rata 3,73, 53,12 persen dengan nilai rata-rata 3,46 dan 73.07 persen dengan nilai rata-rata 3,69. Dengan demikian tingkatan loyalitas habitual buyer ditempati oleh konsumen merek Bango, Nasional dan ABC.
6.1.3
Analisis Satisfied Buyer Perhitungan satisfied buyer dalam penelitian ini adalah bila responden
menjawab pertanyaan pada kuesioner penelitian ini dengan jawaban “setuju” atau “sangat setuju”. Tabel perhitungan analisis satisfied buyer responden kecap manis merek Bango, ABC, dan Nasional ditampilkan pada Tabel 32, Tabel 33, dan Tabel 34.
Tabel 32. Perhitungan Satisfied Buyer Merek Bango Satisfied Buyer Merek Jawaban X f f.X Sangat tidak setuju 1 1 1 Tidak setuju 2 1 2 Ragu-ragu 3 4 12 Setuju 4 29 116 35 Sangat setuju 5 7 Total 42 166 Rata-rata = 3,95 Standar Deviasi = 0,76 Satisfied Buyer = 85,71
X2 1 4 9 16 25
f.X2 1 4 36 464 175 680
% 2,38 2,38 9,52 69,04 16,67 100
Berdasarkan Tabel 32 dapat diketahui bahwa kebanyakan konsumen kecap Bango merasa puas pada kecap merek Bango, ini terlihat pada nilai rata-ratanya yang sebesar 3,95. Nilai rata-rata responden tersebut masuk dalam rentang 3,40 sampai 4,20. Kepuasan konsumen terhadap kecap Bango juga dapat dilihat dari nilai satisfied buyer merek Bango sebesar 85,71 persen. Artinya konsumen kecap Bango yang benar-benar merasa puas dengan merek kecap ini adalah sebesar 85,71 persen. Hanya enam orang dari 42 konsumen yang merasa kurang puas dengan merek kecap ini.
Tabel 33. Perhitungan Satisfied Buyer Merek ABC Satisfied Buyer Merek Jawaban X f f.X Sangat tidak setuju 1 0 0 Tidak setuju 2 2 4 Ragu-ragu 3 4 12 Setuju 4 20 80 Sangat setuju 5 6 30 Total 32 126 Rata-rata = 3,93 Standar Deviasi = 0,75 Satisfied Buyer = 81,25
X2 1 4 9 16 25
f.X2 0 8 36 320 150 514
% 0 6,25 12,50 62,50 18,75 100
Berdasarkan Tabel 33 dapat diketahui bahwa kebanyakan konsumen kecap ABC merasa puas pada kecap merek ABC, ini terlihat pada nilai rata-ratanya sebesar 3,93. Nilai rata-rata responden tersebut masuk dalam rentang 3,40 samai 4,20. Kepuasan konsumen terhadap kecap ABC juga dapat dilihat dari nilai
satisfied buyer merek ABC sebesar 81,25 persen. Artinya konsumen kecap ABC yang benar-benar merasa puas dengan merek kecap ini adalah sebesar 81,25 persen. Hanya enam orang dari 32 konsumen yang merasa kurang puas dengan merek kecap ini.
Tabel 34. Perhitungan Satisfied Buyer Merek Nasional Satisfied Buyer Merek Jawaban X f f.X Sangat tidak setuju 1 0 0 Tidak setuju 2 3 6 Ragu-ragu 3 2 6 Setuju 4 18 72 Sangat setuju 5 3 15 Total 26 99 Rata-rata = 3,80 Standar Deviasi = 0,80 Satisfied Buyer = 80,76
X2 1 4 9 16 25
f.X2 0 12 18 288 75 393
% 0 11,53 7,69 69,23 11,53 100
Berdasarkan Tabel 34 dapat diketahui bahwa nilai satisfied buyer merek Nasional sebesar 80,76 persen. Artinya konsumen kecap Nasional yang benarbenar merasa puas dengan merek kecap ini adalah sebesar 80,76 persen. Hanya lima orang dari 26 responden yang tidak merasa puas dengan kecap merek Nasional. Kepuasan konsumen terhadap merek kecap ini juga dapat dilihat dari nilai rata-ratanya sebesar 3,80 yang tergolong baik dalam rentang skala 3,40 sampai 4,20. Berturut-turut nilai satisfied buyer untuk kecap merek Bango, ABC dan Nasional adalah 85,71 persen dengan nilai rata-rata 3,95, 81,25 persen dengan
nilai rata-rata 3,93 dan 80,76 persen dengan nilai rata-rata 3,80. Dengan demikian dapat diketahui bahwa kepuasan konsumen pengguna kecap tertinggi adalah responden kecap Bango, kemudian kecap ABC dan kecap Nasional yang nilai
satisfied buyer-nya tidak jauh berbeda. Nilai satisfied buyer yang tidak jauh berbeda pada merek Bango, ABC, dan Nasional ini mengindikasikan bahwa atribut-atribut yang ada pada ketiga kerek kecap tersebut sama-sama mampu memuaskan konsumennya.
6.1.4
Analisis Liking The Brand Komponen brand loyalty yang lain adalah liking the brand. Responden
yang termasuk dalam tingkatan liking the brand adalah yang menjawab “setuju” dan “sangat setuju”. Perhitungan liking the brand merek Bango, ABC dan Nasional ditampilkan pada Tabel 35, Tabel 36, Tabel 37.
Tabel 35. Perhitungan Liking The Brand Merek Bango Liking the brand Merek Jawaban X f f.X X2 Sangat tidak setuju 1 1 1 1 Tidak setuju 2 2 4 4 Ragu-ragu 3 4 12 9 Setuju 4 30 120 16 Sangat setuju 5 5 25 25 Total 42 162 Rata-rata = 3,85 Standar Deviasi = 0,78 Liking the brand = 83,33
f.X2 1 8 36 480 125 650
% 2,38 4,76 9,52 71,42 11,90 100
Berdasarkan Tabel 35 dapat diketahui bahwa rata-rata konsumen setuju bahwa mereka menyukai merek Bango, terbukti dari nilai rata-ratanya sebesar 3,85. Nilai rata-rata ini masuk dalam rentang skala 3,40 sampai 4,20. Hal ini didukung dengan nilai liking the brand merek Bango sebesar 83,33 persen.
Artinya konsumen kecap Bango yang benar-benar menyukai merek kecap ini adalah sebesar 83,33 persen.
Tabel 36. Perhitungan Liking The Brand Merek ABC Liking the brand Merek Jawaban X f f.X Sangat tidak setuju 1 0 0 Tidak setuju 2 1 2 Ragu-ragu 3 5 15 Setuju 4 20 80 30 Sangat setuju 5 6 Total 32 127 Rata-rata = 3,96 Standar Deviasi = 0,69 Liking the brand = 81,25
X2 1 4 9 16 25
f.X2 0 4 45 320 150 519
% 0 3,12 15,62 62,50 18,75 100
Berdasarkan Tabel 36 dapat diketahui bahwa nilai liking the brand merek ABC sebesar 81,25 persen. Artinya konsumen kecap ABC yang benar-benar menyukai merek kecap ini adalah sebesar 81,25 persen. Besarnya rasa suka konsumen terhadap kecap merek ABC juga dapat dilihat dari nilai rata-rata responden (3,96) yang masuk dalam kategori baik (rentang skala 3,40-4,20).
Tabel 37. Perhitungan Liking The Brand Merek Nasional Liking the brand Merek Jawaban X f f.X X2 Sangat tidak setuju 1 0 0 1 Tidak setuju 2 3 6 4 Ragu-ragu 3 5 15 9 Setuju 4 14 56 16 Sangat setuju 5 4 20 25 Total 26 97 Rata-rata = 3,73 Standar Deviasi = 0,87 Liking the brand = 69,23
f.X2 0 12 45 224 100 381
% 0 11,53 19,23 53,84 15,38 100
Berdasarkan Tabel 37 dapat diketahui bahwa nilai liking the brand merek Nasional sebesar 69,23 persen. Artinya konsumen kecap Nasional yang benar-
benar menyukai merek kecap ini adalah sebesar 69,23 persen. Besarnya rasa suka konsumen terhadap kecap merek Nasional juga dapat dilihat dari nilai rata-rata responden (3,73) yang masuk dalam kategori baik (rentang skala 3,40-4,20). Konsumen kecap Bango yang setuju bahwa mereka benar-benar menyukai kecap merek Bango adalah sebanyak 83,33 persen dengan nilai rata-rata 3,85 dan konsumen kecap ABC
sebanyak 81,25 persen dengan nilai rata-rata 3,96.
Sementara itu, untuk konsumen kecap Nasional yang merasa benar-benar menyukai kecap merek Nasional adalah sebesar 69,23 persen dengan nilai ratarata 3,73. Artinya, rasa suka konsumen yang terbesar terhadap merek kecap dijumpai pada kecap merek Bango, kemudian kecap merek ABC dan kecap merek Nasional yang terendah.
6.1.5
Analisis Brand Switching Pattern Matrix Informasi mengenai tingkatan loyalitas liking the brand ini dikuatkan oleh
hasil analisis brand switching matrix atau matriks perpindahan merek. Matriks perpindahan merek ini didapatkan dari tabulasi jawaban responden terhadap kuesioner penelitian ini. Analisis brand switching matrix untuk kecap manis merek Bango, ABC, dan Nasional ini dapat dilihat pada Tabel 38 dan Tabel 39.
Tabel 38. Perhitungan Brand Switching Matrix ABC Nasional Merek Ke Bango Dari Lain Bango 27 9 4 2 ABC 9 17 4 2 Nasional 1 8 16 4 37 33 24 8 Total
Total 42 32 26 100
Persentase 42 32 26 100
Berdasarkan Tabel 38, dari 42 responden kecap Bango, 27 orang akan tetap menggunakan kecap Bango, sembilan orang akan berpindah ke kecap ABC,
empat orang akan berpindah ke kecap Nasional dan dua orang akan berpindah ke merek lainnya. Sementara dari 32 responden kecap ABC, 17 orang akan tetap menggunakan kecap ABC, sembilan orang akan berpindah ke Bango, empat orang akan berpindah ke kecap Nasional dan dua orang akan berpindah ke kecap merek lain. Sedangkan dari 26 responden kecap Nasional, 16 orang akan tetap menggunakan kecap Nasional, satu orang akan berpindah ke kecap Bango, delapan orang akan berpindah ke kecap ABC dan empat orang akan berpindah ke merek kecap lain. Persentase perpindahan masing-masing responden dari merek yang satu ke merek yang lain dapat dilihat pada Tabel 39.
Tabel 39. Matriks Probabilitas Transisi, Percentage of Unloyal dan Switcher Ke Bango ABC Nasional Merek Percentage Switcher Lain 0f Unloyal (%) Dari (%) Bango 0,6428 0,2142 0,0952 0,0476 35,71 7,14 ABC 0,2812 0,5312 0,1250 0,0625 46,87 18,75 Nasional 0,0384 0,3076 0,6153 0,1538 50 42,30 Berdasarkan Tabel 39, dapat terlihat bahwa tingkat kemungkinan perpindahan pada merek Nasional paling besar, yaitu sebesar 50 persen. Pada urutan kedua ditempati oleh ABC, yaitu sebesar 46,87 persen. Pada urutan terakhir merek Bango dengan persentase ketidakloyalan konsumen sebesar 35,71 persen. Dengan demikian dapat diartikan bahwa berdasarkan brand switching
pattern matrix, konsumen kecap Bango merupakan konsumen yang paling loyal. Loyalitas konsumen kecap ABC masih lebih rendah dari loyalitas konsumen kecap Bango. Sementara itu, konsumen kecap Nasional memiliki loyalitas yang paling rendah dari loyalitas konsumen kecap Bango dan ABC.
6.1.6
Analisis Committed Buyer
Committed buyer adalah keadaan yang paling diinginkan oleh setiap pemasar. Bila konsumen sudah mencapai tingkat ini, maka tingkat perpindahan konsumen ke merek lain akan sangat kecil. Yang tergolong committed buyer berdasarkan kuesioner adalah responden yang menjawab “sering” dan “selalu”. Rincian hasil penelitian tentang committed buyer pada responden Bango, ABC dan Nasional dapat dilihat pada Tabel 40, Tabel 41, dan Tabel 42.
Tabel 40. Perhitungan Committed Buyer Merek Bango Committed Buyer Merek Jawaban X f f.X Tidak pernah 1 4 4 Pernah 2 10 20 Kadang-kadang 3 6 18 Sering 4 13 52 Selalu 5 9 45 Total 42 139 Rata-rata = 3,30 Standar Deviasi = 1,31 Committed Buyer = 52,38
X2 1 4 9 16 25
f.X2 4 40 54 208 225 531
% 9,52 23,80 14,28 30,95 21,42 100
Berdasarkan Tabel 40 dapat diketahui bahwa sebagian konsumen kadangkadang menyarankan atau mempromosikan merek Bango kepada orang lain. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata committed buyer merek Bango sebesar 3,30 yang masuk dalam kategori cukup (rentang skala 2,60-3,40). Sementara itu nilai
committed buyer merek Bango sebesar 52,38 persen. Artinya sebesar 52,38 persen konsumen kecap Bango yang mau mempromosikan merek ini kepada orang lain dan berkomitmen dalam mengkonsumsinya.
Tabel 41. Perhitungan Committed Buyer Merek ABC Committed Buyer Merek Jawaban X f f.X Sangat tidak setuju 1 2 2 Tidak setuju 2 9 18 Ragu-ragu 3 7 21 Setuju 4 11 44 Sangat setuju 5 3 15 Total 32 100 Rata-rata = 3,12 Standar Deviasi = 1,12 Committed Buyer = 43,75
X2 1 4 9 16 25
f.X2 2 36 63 176 75 352
% 6,25 28,12 21,87 34,37 9,37 100
Berdasarkan Tabel 41 dapat diketahui nilai committed buyer merek ABC sebesar 43,75 persen. Artinya sebesar 43,75 persen konsumen kecap ABC yang mau mempromosikan merek ini kepada orang lain dan berkomitmen dalam mengkonsumsinya. Selain itu, nilai rata-rata committed buyer menunjukkan bahwa sebagian konsumen kadang-kadang menyarankan atau mempromosikan merek ABC kepada orang lain. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata committed
buyer merek ABC sebesar 3,12 yang masuk dalam kategori cukup (rentang skala 2,60-3,40).
Tabel 42. Perhitungan Committed Buyer Merek Nasional Committed Buyer Merek Jawaban X f f.X X2 Sangat tidak setuju 1 1 1 1 Tidak setuju 2 9 18 4 Ragu-ragu 3 6 18 9 Setuju 4 8 32 16 Sangat setuju 5 2 10 25 Total 26 79 Rata-rata = 3,03 Standar Deviasi = 1,07 Committed Buyer = 38,46
f.X2 1 36 54 128 50 269
% 3,84 34,61 23,07 30,76 7,69 100
Berdasarkan Tabel 42 dapat diketahui bahwa sebesar 38,46 persen konsumen kecap Nasional yang mau mempromosikan merek ini kepada orang lain dan berkomitmen dalam mengkonsumsinya. Hal ini dapat dilihat dari nilai ratarata committed buyer merek Nasional sebesar 3,03 yang masuk dalam kategori cukup (rentang skala 2,60-3,40). Sementara itu nilai committed buyer merek Nasional sebesar 38,46 persen. Berturut-turut, nilai Committed Buyer untuk kecap merek Bango, ABC dan Nasional adalah 52,38 persen dengan nilai rata-rata 3,30, 43,75 persen dengan nilai rata-rata 3,12 dan 38,46 persen dengan nilai rata-rata 3,03. Dengan demikian dapat diartikan bahwa jumlah tertinggi pembeli yang berkomitmen ditemui pada konsumen kecap Bango, kemudian kecap ABC. Sementara itu, jumlah terendah pembeli yang berkomitmen ditemui pada konsumen kecap Nasional. Hal ini didukung dengan besarnya peran faktor harga dalam keputusan pembelian konsumen kecap Nasional. Setelah semua elemen dari brand loyalty dihitung, maka dapat dirangkum dalam satu kesatuan berbentuk piramida brand loyalty. Piramida yang berbentuk segitiga menggambarkan struktur loyalitas konsumen yang rendah, sedangkan piramida yang berbentuk segitiga terbalik menunjukkan tingkat loyalitas yang tinggi. Rangkuman brand loyalty merek Bango, ABC dan Nasional dapat dilihat pada Gambar 4.
52,38% 83,33% 85,71% 78,57% 7,14%
Gambar 4. Piramida Loyalitas Merek Bango Gambar 4 menunjukkan piramida loyalitas konsumen kecap manis merek Bango. Berdasarkan piramida tersebut dapat diketahui bahwa tingkatan price
buyer kecap Bango memiliki nilai yang terkecil, yaitu 7,14 persen. Hal ini dapat terjadi mengingat sekitar 30 persen konsumen kecap Bango memiliki pendapatan rumah tangga per bulan lebih dari Rp.2.500.000 dan 38,1 persen konsumen kecap Bango menghabiskan pendapatannya untuk pengeluaran rumah tangga lebih dari Rp. 2.000.000 per bulan. Persentase loyalitas konsumen Bango semakin membesar sampai pada satisfied buyer, namun sedikit menurun pada saat liking
the brand. Kemudian didapat nilai committed buyer yang cukup besar, yaitu sebesar 52,38 persen. Nilai committed buyer yang tinggi ini juga dapat disebabkan oleh karakteristik konsumen kecap Bango yang terdiri 35 persen konsumen berpendidikan minimal diploma yang cenderung akan mempersepsikan kualitas produk setara dengan harga yang dibayarkan. Sehingga mereka menganggap bahwa merek Bango adalah kecap yang berkualitas paling baik.
Piramida loyalitas kecap Bango ini menginformasikan bahwa hanya terdapat 7,14 persen konsumen kecap manis Bango di Kota Depok yang merupakan price buyer atau berada pada tingkatan loyalitas terendah. Sementara itu, terdapat sejumlah 52,38 persen konsumen kecap manis Bango di Kota Depok yang berada pada tingkatan loyalitas tertinggi, yaitu committed buyer. Jumlah
committed buyer yang lebih tinggi dari price buyer ini mengindikasikan bahwa tingkat loyalitas konsumen kecap Bango sudah baik.
43.75% 81,25% 81,25% 53,12% 18,75%
Gambar 5. Piramida Loyalitas Merek ABC Gambar 5 merupakan piramida loyalitas merek ABC yang berbentuk segitiga terbalik. Berdasarkan gambar tersebut dapat diketahui bahwa merek ABC memiliki nilai price buyer sebesar 18,75 persen. Nilai price buyer yang lebih besar dari nilai price buyer konsumen kecap Bango ini terjadi karena tingkat pendapatan dan pengeluaran rumah tangga kecap ABC lebih rendah dari pendapatan dan pengeluaran konsumen kecap Bango. Akan tetapi, 43,8 persen
konsumen ABC memiliki jumlah anggota rumah tangga sebanyak kurang dari 4 orang, sehingga intensitas pembelian yang tidak terlalu sering menyebabkan nilai
price buyer konsumen ABC tidak terlalu besar. Nilai loyalitas konsumen ABC ini semakin membesar sampai tingkatan loyalitas satisfied buyer, yaitu 81,25 persen. Liking the brand untuk merek ini memiliki nilai yang sama dengan nilai satisfied buyernya, kemudian nilainya menurun pada committed buyer menjadi 43,75 persen. Jumlah committed buyer yang lebih rendah dari price buyer ini mengindikasikan bahwa tingkat loyalitas konsumen kecap ABC sudah baik. Piramida ini menginformasikan bahwa hanya terdapat 18,75 persen konsumen kecap manis ABC di Kota Depok yang merupakan price buyer atau berada pada tingkatan loyalitas terendah. Sementara itu, terdapat sejumlah 43,75 persen konsumen kecap manis ABC di Kota Depok yang berada pada tingkatan loyalitas tertinggi, yaitu committed buyer. Jumlah committed buyer yang lebih tinggi dari price buyer ini mengindikasikan bahwa tingkat loyalitas konsumen kecap manis ABC sudah baik.
38,46% 69,23% 80,77% 73,07% 42,30%
Gambar 6. Piramida Loyalitas Merek Nasional Gambar 6 merupakan piramida loyalitas konsumen kecap manis merek Nasional yang berbentuk segitiga. Berdasarkan gambar tersebut dapat diketahui bahwa merek Nasional memiliki nilai price buyer yang tinggi yaitu sebesar 42,30 persen, padahal tingkat pengeluaran dan pendapatan rumah tangga konsumen kecap Nasional tidak jauh berbeda dengan pengeluaran dan pendapatan rumah tangga konsumen ABC. Berdasarkan karakteritik konsumennya, 50 persen konsumen kecap Nasional memiliki jumlah anggota rumah tangga yang cukup banyak, yaitu antara empat sampai tujuh orang. Banyaknya anggota rumah tangga ini menyebabkan intensitas pembelian kecap menjadi lebih sering, sehingga faktor harga menjadi lebih dipertimbangkan dalam keputusan pembelian. Berdasar motivasi responden mengkonsumsi kecap Nasional, 42,3 persen konsumen kecap Nasional menyatakan harga kecap Nasional yang murah menjadi motivasi konsumen untuk mengkonsumsinya, sehingga price buyer merek Nasional menjadi lebih tinggi dari
Bango dan ABC. Selain itu 84,6 persen konsumen kecap Nasional mencari manfaat mengkonsumsi kecap Nasional untuk menambah cita rasa masakan. Hal ini menyebabkan intensitas penggunaan kecap menjadi lebih sering sehingga turut menyebabkan konsumen kecap Nasional lebih mempertimbangkan harga dalam proses pembeian. Jumlah committed buyer yang lebih rendah dari price buyer ini mengindikasikan bahwa tingkat loyalitas konsumen kecap manis merek Nasional yang kurang baik. Piramida ini menginformasikan bahwa terdapat 42,30 persen konsumen kecap manis Nasional di Kota Depok yang merupakan price buyer atau berada pada tingkatan loyalitas terendah. Sementara itu, terdapat sejumlah 38,46 persen konsumen kecap manis Nasional di Kota Depok yang berada pada tingkatan loyalitas tertinggi, yaitu committed buyer.
6.2
Sensitivitas Harga Sensitivitas harga dari tiap konsumen berbeda-beda. Jika tiap responden
diuji dengan dihadapkan kepada kenaikan harga secara bertahap pada merek yang merek pilih, maka reaksi atau kepekaan dari tiap responden berbeda-beda. Tabel 43, 44, dan 45 menunjukkan nilai sensitivitas harga konsumen kecap manis merek Bango, ABC dan Nasional pada tiap kenaikan harga.
Tabel 43. Preferensi dan Sensitivitas Harga Kecap Manis Merek Bango Tingkat Harga Kecap Manis Merek Bango Preferensi Sensitivitas P1 5,09284 0,00000 P2 5,03727 0,05557 P3 4,95198 0,08529 P4 4,71598 0,23600 P5 4,50253 0,21344 P6 4,38634 0,11620 Total 28,68693 0,70650 Rata-rata 4,78116 0,11775 Berdasarkan Tabel 43 dapat diketahui bahwa pada setiap kenaikan harga terjadi penurunan pangsa preferensi konsumen kecap manis merek Bango. Ratarata pangsa preferensi dari berbagai tingkat harga adalah sebesar 4,78116. Pangsa preferensi pada harga dasar (P1) adalah sebesar 5,09284, namun pangsa preferensi menurun menjadi 4,38634 pada tingkat harga tertinggi (P6). Nilai sensitivitas diperoleh dari selisih pangsa preferensi antar tiap tingkat harga. Rata-rata nilai sensitivitas harga untuk kecap merek Bango adalah sebesar 0,11775.
Tabel 44. Sensitivitas Harga Kecap Manis Merek ABC Kecap Manis Merek ABC Tingkat Harga Preferensi Sensitivitas P1 5,00427 0,00000 P2 4,94597 0,05830 P3 4,86080 0,08517 P4 4,60812 0,25268 P5 4,25775 0,35037 P6 4,11879 0,13896 Total 27,79570 0,88548 Rata-rata 4,63262 0,14758 Tabel 44 menunjukkan bahwa pada setiap kenaikan harga terjadi penurunan pangsa preferensi konsumen kecap manis merek ABC. Rata-rata pangsa preferensi dari berbagai tingkat harga adalah sebesar 4,63262. Pangsa
preferensi pada harga dasar (P1) adalah sebesar 5,00427, namun pangsa preferensi menurun menjadi 4,11879 pada tingkat harga tertinggi (P6). Nilai sensitivitas diperoleh dari selisih pangsa preferensi antar tiap tingkat harga. Rata-rata nilai sensitivitas harga untuk kecap merek Bango adalah sebesar 0,14758.
Tabel 45. Sensitivitas Harga Kecap Manis Merek Nasional Tingkat Harga Kecap Manis Merek Nasional Preferensi Sensitivitas P1 4,92561 0,00000 P2 4,86232 0,06329 P3 4,76437 0,09795 P4 4,49754 0,26683 P5 4,24845 0,24908 P6 4,02513 0,22333 Total 27,32342 0,90048 Rata-rata 4,55390 0,15008 Penurunan pangsa preferensi konsumen kecap manis merek Nasional pada setiap kenaikan harga diketahui berdasarkan Tabel 45. Rata-rata pangsa preferensi dari berbagai tingkat harga adalah sebesar 4,55390. Pada tingkat harga dasar (P1), pangsa preferensinya adalah sebesar 5,92561. Pangsa preferensi ini menurun menjadi 4,02513 pada tingkat harga tertinggi (P6). Nilai sensitivitas diperoleh dari selisih pangsa preferensi antar tiap tingkat harga. Rata-rata nilai sensitivitas harga untuk kecap merek Nasional adalah sebesar 0,15008. Berdasarkan Tabel 43, 44, dan 45 dapat diketahui bahwa kecap manis merek Bango memiliki pangsa preferensi terbesar, dengan nilai rata-rata pangsa preferensi sebesar 4,78116. Nilai rata-rata pangsa preferensi kecap merek ABC lebih besar dari pada nilai rata-rata pangsa preferensi kecap merek Nasional. Nilai rata-rata pangsa preferensi kecap merek ABC adalah sebesar 4,63262, sedangkan nilai rata-rata pangsa preferensi merek Nasional adalah sebesar 4,55390.
Tabel 43, 44, dan 45 juga menjelaskan adanya perbedaan nilai sensitivitas harga diantara kecap merek Bango, ABC dan Nasional. Nilai sensitivitas yang semakin besar menunjukkan bahwa konsumen semakin memperhatikan faktor harga dalam melakukan pembeliannya. Sebaliknya, semakin kecil nilai sensitivitas berarti konsumen semakin tidak memperhatikan faktor harga dalam melakukan pembeliannya. Kecap merek Bango memiliki nilai sensitivitas harga sebesar 0,11775. Sensitivitas harga kecap bango bernilai paling kecil diantara kecap merek ABC dan Nasional. Hal ini menunjukkan bahwa konsumen kecap Bango kurang memperhatikan harga dalam melakukan pembelian. Berbeda dengan kecap Nasional yang memiliki nilai sensitivitas harga terbesar dibandingkan dengan sensitivitas harga merek Bango dan ABC. Hal ini menunjukkan bahwa konsumen kecap Nasional lebih memperhatikan harga dalam melakukan pembelian dibandingkan dengan konsumen kecap Bango. Sensitivitas harga dari kecap manis merek Bango, ABC dan Nasional berbeda-beda. Pada tingkat harga dasar (P1), semua merek kecap manis tidak memiliki nilai sensitivitas karena skenario kenaikan harga belum ditunjukkan. Namun, setelah skenario harga diajukan, responden merespon dengan adanya perubahan preferensi yang berbeda-beda untuk setiap tingkat harga dan merek. Perubahan preferensi ini menjadi ukuran sensitivitas seperti yang dapat dilihat pada Gambar 7.
Tingkat Sensitivitas
Sensitivitas Harga Merek Bango, ABC, dan Nasional 0.40000 0.30000
Bango
0.20000
ABC Nasional
0.10000 0.00000 P1
P2
P3
P4
P5
P6
Tingkat Harga
Gambar 7. Kurva Sensitivitas Harga Merek Bango, ABC dan Nasional Berdasarkan Gambar 7 dapat diketahui bahwa kurva sensitivitas harga kecap merek Nasional terus meningkat seiring kenaikan harga. Pada saat harga dinaikkan 5 persen (P2), 10 persen (P3), 15 persen (P4) dan 25 persen (P6) dari harga dasar, nilai sensitivitas kecap merek Nasional selalu bernilai lebih tinggi dibandingkan dengan nilai sensitivitas harga merek lain. Hal ini berarti bahwa konsumen kecap Nasional lebih sensitif terhadap perubahan harga dibandingkan dengan konsumen kecap Bango dan ABC. Kurva sensitivitas harga kecap merek Bango, ABC, dan Nasional bersama-sama mengalami penurunan nilai sensitivitas harga pada P6. Hal ini dikarenakan kecap merek Bango, ABC, dan Nasional masih memiliki konsumen yang loyal meskipun tingkat harga sudah dinaikkan 25 persen. Sehingga meskipun tingkat harga dinaikkan hingga sebesar 25 persen dari harga dasar, nilai preferensi dari konsumen yang sangat loyal tersebut tidak berkurang jauh dibandingkan dengan penurunan nilai preferensi konsumen yang tidak loyal.
6.3
Hubungan Loyalitas Konsumen dan Sensitivitas Harga Piramida loyalitas terdiri atas beberapa tingkatan, yaitu dimulai dari price
buyer, habitual buyer, satisfied buyer, liking the brand, dan tingkatan yang tertinggi adalah committed buyer. Bila loyalitas pelanggan terhadap suatu merek meningkat, kerentanan kelompok pelanggan tersebut dari ancaman dan serangan merek produk pesaing dapat dikurangi. Berdasarkan piramida loyalitas, konsumen kecap Bango memiliki tingkat loyalitas yang paling tinggi dibandingkan dengan loyalitas konsumen kecap ABC dan Nasional. Hal ini dapat diketahui dari bentuk piramida loyalitasnya yang berbentuk segitiga terbalik dengan nilai price buyer yang rendah, yaitu sebesar 7,14 persen dan nilai committed buyer yang tinggi, yaitu sebesar 52,38 persen. Besarnya nilai committed buyer dan rendahnya nilai price buyer ini selaras dengan nilai sensitivitas harga kecap Bango yang paling rendah dibandingkan dengan nilai sensitivitas harga merek ABC ataupun Nasional. Nilai sensitivitas harga untuk produk kecap manis Bango adalah sebesar 0,11775. Hal ini mengindikasikan bahwa jika terjadi kenaikan harga kecap manis merek Bango, konsumen kecap Bango akan menjadi konsumen yang paling tidak sensitif terhadap kenaikan harga tersebut. Artinya, berdasarkan nilai sensitivitas harga, konsumen kecap Bango merupakan konsumen yang paling loyal sebab tingkat kesediaan konsumen kecap Bango untuk membeli kecap Bango pada kondisi kenaikan harga lebih tinggi dibandingkan dengan konsumen kecap ABC dan Nasional. Piramida loyalitas menggambarkan bahwa konsumen kecap ABC memiliki tingkat loyalitas tertinggi ke dua setelah tingkat loyalitas kecap Bango.
Hal ini dapat diketahui dari bentuk piramida loyalitasnya yang berbentuk segitiga terbalik dengan nilai price buyer yang rendah, yaitu sebesar 18,75 persen dan nilai
committed buyer yang tinggi, yaitu sebesar 43,75 persen. Besarnya nilai committed buyer dan rendahnya nilai price buyer ini selaras dengan nilai sensitivitas harga kecap ABC yang juga berada pada posisi kedua terendah setelah nilai sensitivitas harga kecap Bango. Nilai sensitivitas harga untuk produk kecap manis ABC adalah sebesar 0,14758. Hal ini mengindikasikan bahwa jika terjadi kenaikan harga kecap manis merek ABC, konsumen kecap ABC akan menjadi konsumen yang lebih sensitif (dibandingkan konsumen kecap Bango) terhadap kenaikan harga tersebut. Artinya, berdasarkan nilai sensitivitas harga, konsumen kecap ABC merupakan konsumen yang paling loyal kedua (setelah konsumen kecap Bango), sebab tingkat kesediaan konsumen kecap ABC untuk membeli kecap ABC pada kondisi kenaikan harga lebih rendah dibandingkan dengan konsumen kecap Bango. Namun tingkat kesediaan konsumen kecap ABC untuk membeli kecap ABC pada kondisi kenaikan harga lebih tinggi dibandingkan dengan konsumen kecap Nasional. Berdasarkan piramida loyalitasnya, konsumen kecap Nasional memiliki tingkat loyalitas yang tidak baik. Karena itu, tingkat loyalitas konsumen kecap Nasional menempati posisi terakhir dibandingkan dengan tingkat loyalitas konsumen kecap Bango dan ABC. Hal ini dapat diketahui dari bentuk piramida loyalitasnya yang berbentuk segitiga dengan nilai price buyer yang tinggi, yaitu sebesar 42,30 persen dan nilai committed buyer yang rendah, yaitu sebesar 38,46 persen.
Rendahnya tingkat loyalitas konsumen kecap Nasional selaras dengan nilai sensitivitas harga kecap Nasional yang juga berada pada posisi terendah setelah nilai sensitivitas harga kecap Bango dan ABC. Nilai sensitivitas harga untuk produk kecap manis Nasional adalah sebesar 0,15008. Hal ini mengindikasikan bahwa jika terjadi kenaikan harga kecap manis merek Nasional, konsumen kecap Nasional akan menjadi konsumen yang paling tidak sensitif terhadap kenaikan harga tersebut. Karena itu, nilai sensitivitas harga mengindikasikan bahwa konsumen kecap Nasional merupakan konsumen yang paling tidak loyal, sebab tingkat kesediaan konsumen kecap Nasional untuk membeli kecap Nasional pada kondisi kenaikan harga lebih rendah dibandingkan dengan konsumen kecap Bango dan ABC.
6.4
Implikasi Loyalitas Konsumen dan Sensitivitas Harga Terhadap Strategi Pemasaran Seorang pelanggan yang sangat loyal kepada suatu merek tidak akan
dengan mudah memindahkan pembeliannya ke merek lain. Pelanggan yang loyal pada umumnya akan melanjutkan pembelian merek tersebut walaupun dihadapkan pada banyak alternatif merek produk pesaing yang menawarkan keunggulan dari berbagai atributnya. Sebaliknya, pelanggan yang tidak loyal kepada suatu merek pada umumnya tidak didasarkan pada ketertarikan mereka pada mereknya tetapi lebih didasarkan pada karakteristik produk, harga, ataupun atribut lain yang ditawarkan oleh produk alternatif. Agar suatu merek produk dapat bertahan dalam persaingan dan memenangkan persaingan pasar, dibutuhkan konsumen yang memiliki brand
loyalty yang tinggi. Brand loyalty konsumen dapat diciptakan dengan menerapkan
strategi pemasaran yang tepat. Strategi pemasaran setiap perusahaan tidak selalu sama akan tetapi berbeda-beda, sesuai dengan kondisi yang dihadapi perusahaan dan sumberdaya yang dimiliki. Kecap Bango memiliki loyalitas konsumen yang tinggi. Loyalitas konsumen kecap Bango yang telah ada menjadi kekuatan bagi produsen kecap Bango
dalam
memimpin
pasar.
Produsen
kecap
Bango
harus
dapat
mempertahankan loyalitas ini sebagai salah satu kekuatan dalam menghadapi persaingan pasar. Karena itu, strategi pemasaran dari segi produk perlu diperhatikan oleh produsen kecap Bango. Salah satu yang dapat dilakukan oleh produsen kecap Bango adalah dengan tetap menjaga kualitas dan ciri khas yang telah melekat pada merek kecap Bango agar tingkat committed buyer konsumen tetap terjaga. Hal ini sangat penting mengingat diferensiasi untuk produk kecap tidak terlalu besar. Strategi pemasaran dari segi harga perlu diperhatikan oleh produsen kecap Nasional dan kecap Bango. Di pasaran, kecap Bango dijual dengan harga yang paling tinggi dibandingkan dengan harga kecap ABC dan Nasional. Semakin besar ukuran kemasan kecap, selisih harga kecap Bango terhadap kecap ABC dan Nasional semakin besar. Berdasarkan tingkat loyalitas konsumen dan tingkat sensitivitas harga, kecap Bango telah menetapkan strategi harga yang tepat, yaitu sebagai pemimpin harga. Hal ini disebabkan tingkat loyalitas konsumen kecap Bango yang tinggi dan tingkat sensitivitas harga yang rendah menjadikan faktor harga menjadi tidak terlalu berpengaruh bagi konsumen dalam membeli kecap Bango.
Kecap Nasional menetapkan harga jual paling rendah dibandingkan dengan harga kecap Bango dan ABC. Produsen kecap Nasional harus menetapkan strategi harga yang demikian mengingat rendahnya tingkat loyalitas konsumen kecap Nasional dan besarnya tingkat sensitivitas konsumen terhadap harga. Dengan demikian, strategi harga yang perlu dipertahankan oleh kecap Nasional adalah strategi harga bersaing agar pangsa pasar kecap Nasional dapat dipertahankan. Dalam strategi pemasaran, jalur distribusi dan penempatan produk juga harus diperhatikan. Adapun merek kecap yang perlu memperhatikan hal ini adalah kecap manis merek Nasional. Dibandingkan dengan kecap merek ABC dan Bango, jalur distribusi kecap merek Nasional masih lebih terbatas5. Karena itu, diharapkan produsen kecap Nasional dapat memperluas dan memperbesar ketersediaan produknya baik pada market modern hingga ke warung-warung kecil yang mudah dijangkau oleh konsumen. Perluasan ketersediaan produk kecap Nasional dapat membantu pihak pemasaran dalam menginformasikan keunggulan atribut harga kecap Nasional yang memiliki harga bersaing. Strategi pemasaran dari segi promosi dan iklan perlu diperhatikan oleh produsen kecap ABC. Hal ini diperlukan untuk mengantisipasi persaingan dengan kecap merek Bango yang pertumbuhan pangsa pasarnya terus meningkat. Melalui iklan, kecap ABC dapat menginformasikan keunggulannya dari segi kualitas dan segi harga yang bersaing dengan harga kecap Bango. Promosi dan iklan ini tidak hanya bertujuan agar konsumen kecap ABC tidak berpindah merek dan tetap mengkonsumsi kecap ABC, tetapi juga bertujuan untuk meningkatkan tingkat 5
Taufik Hidayat, “Langkah Kecap Nasional Menasional”, www.swa.co.id, (Akses 12 April 2008/11:55 WIB)
loyalitas konsumen pada tingkat liking the brand agar meningkat menjadi
committed buyer.
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1
Kesimpulan Berdasarkan analisis loyalitas konsumen kecap manis dan analisis
sensitivitas konsumen kecap manis terhadap perubahan harga, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Berdasarkan hasil analisis piramida loyalitas. Konsumen kecap Bango merupakan konsumen yang paling loyal dibandingkan dengan konsumen kecap ABC dan Nasional, sedangkan konsumen kecap Nasional merupakan konsumen yang paling tidak loyal. Piramida loyalitas konsumen kecap Bango dan ABC sama-sama berbentuk segitiga terbalik. Namun, nilai loyalitas konsumen kecap Bango lebih tinggi dari pada nilai loyalitas konsumen kecap ABC. Sementara itu, piramida loyalitas konsumen kecap Nasional berbentuk segitiga yang tidak terbalik. Hal ini menunjukkan bahwa loyalitas konsumen kecap Nasional masih rendah. 2. Hasil analisis sensitivitas menunjukkan bahwa konsumen kecap merek Bango merupakan konsumen yang paling tidak sensitif terhadap perubahan harga. Nilai sensitivitas konsumen kecap ABC berada diantara nilai sensitivitas konsumen kecap Bango dan Nasional. Dengan demikian, konsumen kecap Nasional merupakan konsumen yang paling sensitif terhadap perubahan harga. 3. Implikasi dari hasil analisis loyalitas konsumen dan analisis sensitivitas harga terhadap strategi pemasaran dapat dilihat dari bauran pemasarannya, yaitu pada bauran harga, produk, distribusi, dan promosi. Kecap Bango perlu
mempertahankan tingkat loyalitas konsumennya yang tinggi dengan mempertahankan atau meningkatkan mutu produk. Kecap Nasional perlu memperluas ketersediaan produk kecap Nasional agar dapat membantu pihak pemasaran dalam menginformasikan keunggulan atribut harga kecap Nasional. Sementara itu, promosi dan iklan perlu diperhatikan oleh produsen kecap ABC agar konsumennya tetap mengkonsumsi kecap ABC dan tidak berpindah merek.
7.2
Saran 1. Kecap Bango sudah memiliki tingkat loyalitas yang baik, karena itu kecap Bango diharapkan mempertahankan tingkat loyalitas konsumennya dengan menjaga mutu produk dan ciri khas, seperti kualitas warna, kadar kemanisan, dan kadar kekentalan sesuai dengan mutu yang telah disukai konsumen selama ini. 2. Kecap Nasional perlu meningkatkan dan memperluas ketersediaan produk kecap Nasional. Salah satunya adalah dengan menambah jalur distribusi terutama ke pasar modern agar dapat membantu pihak pemasaran dalam menginformasikan keunggulan atribut harga kecap Nasional yang memiliki harga bersaing. 3. Produsen kecap ABC perlu meningkatkan intensitas promosi dan iklan agar merek kecap ABC tetap tertanam dalam benak konsumennya sehingga konsumen kecap ABC tetap mengkonsumsi kecap ABC dan tidak berpindah merek.
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, Suminar. 1989. Evaluasi Gizi pada Pengolahan Bahan Pangan. Bandung: Penerbit ITB. Assael, H.1992. Consumer Behaviour and Marketing Action. Boston: Kent Publishing Company. Badan Pusat Statistika. 2007. Kota Depok Dalam Angka. BPS. Provinsi Jawa Barat. Departemen Perindustrian. 2005. Industri Pengolahan Kedelai. Jakarta. Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1994. Produk Olahan Kedelai. Jakarta. Durianto, Darmadi, Sugiarto dan Tony Sitinjak. 2004. Strategi Menaklukkan Pasar Melalui Riset Ekuitas dan Perilaku Merek. Jakarta: Penerbit Gramedia Pustaka Utama. Engel, JF, Roger D. Blackwell dan Paul W. Miniard. 1994. Perilaku Konsumen. Jilid Satu Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Binarupa Aksara, Jakarta. Erwanto. 2005. Analisis Sensitivitas Harga dan Loyalitas Konsumen Terhadap Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) di Kota Bogor. Skripsi. Fakultas Pertanian-IPB. Bogor. Hardiansyah, dan Suharjo. 1990. Ekonomi Gizi. Diktat. Jurusan Gizi dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Koswara, Sutrisno. 1992. Teknologi Pengolahan Kedelai Menjadikan Makanan Bermutu. Cetakan ke1. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Kottler, Philip. 1995. Manajemen Pemasaran, Jilid Satu Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Salemba Empat. Kotler, Philip. 2000. Manajemen Pemasaran. Jilid Satu dan Dua. Edisi Milenium. Jakarta: Penerbit Prehalindo. Novianty, Desi. 2006. Analisis Sensitivitas Harga dan Loyalitas Konsumen Teh Hijau Celup di Kota Bogor. Skripsi. Fakultas Pertanian-Bogor. Puslitbang Tanaman Pangan, 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai. Departemen Pertanian.
Santoso dan Hieronymus Budi. 1994. Kecap dan Tauco Kedelai. Jogjakarta: Kanisius. Saragih, Bungaran. 1998. Agribisnis, Paradigma Baru Pembanguan Ekonomi Berbasis Pertanian. Yayasan Mulia Persada, Jakarta: PT Surveyor Indonesia dan PSP LP-IPB. Situs Majalah Agrina www.agrina-online.com Situs Majalah Tempo www.tempointeraktif.com Situs Majalah Swa www.swa.co.id Situs Pemerintah Kota Depok www.pemkot_depok.go.id Situs Badan Pusat Statistik www.bps.go.id Situs Data Statistik Indonesia www.datastatistik-indonesia.com Stanton, J. 1993. Prinsip Pemasaran. Jilid Kedua Edisi Ketujuh. Jakarta: Penerbit Erlangga. Sutisna. 2001. Perilaku Konsumen dan Komunikasi Pemasaran. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya. Swastha, B dan Sukotjo. 2000. Pengantar Bisnis Modern. Yogyakarta: Edisi Ketiga. Liberty. Widyanggari, Eravany Noura. 2005. Analisis Ekuitas Merek Kecap Manis di Wilayah Jakarta Pusat. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Wijayanto, H. 1994. Model Linear Terampat untuk Analisis Data Preferensi. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Wiyanti, Elsa. 2007. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Keputusan Pembelian Kecap Manis (Kasus di Hero Supermarket, Jakarta Pusat). Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Wulan, A. 2004. Analisis Preferensi dan Pola Konsumsi Kecap Rumah Tangga (Studi Kasus di Kota Cirebon). Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Pengisian Kuesioner Konsumen Kecap Bango Tabel pengujian preferensi pada responden 1 Merek P1 P2 P3 Bango 1 2 ABC 0 0 Nasional 0 0 0 = 3,5 Tabel pengujian preferensi pada responden 2 Merek P1 P2 P3 Bango 1 2 ABC 9 0 Nasional 6 7 0=5 Tabel pengujian preferensi pada responden 3 Merek P1 P2 P3 Bango 1 2 ABC 0 0 Nasional 5 6 0 = 5,5 Tabel pengujian preferensi pada responden 4 Merek P1 P2 P3 Bango 1 2 ABC 10 11 Nasional 6 7 0=4 Tabel pengujian preferensi pada responden 5 Merek P1 P2 P3 Bango 1 2 ABC 6 0 Nasional 4 5 0 = 6,5
3 0 0
3 0 8
3 0 7
3 0 8
3 0 0
P4
P4
P4
P4
P4
Tabel pengujian preferensi pada responden 6 Merek P1 P2 P3 P4 Bango 18 17 16 ABC 0 0 0 Nasional 0 0 0 0 = 6,5
4 0 0
4 0 0
4 0 0
4 0 9
0 0 0
15 0 0
P5
P5
P5
P5
P5
P5
5 0 0
0 0 0
0 0 0
5 0 0
0 0 0
14 0 0
P6
P6
P6
P6
P6
P6
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
13 0 0
Lanjutan Tabel pengujian preferensi pada responden 7 Merek P1 P2 P3 Bango 1 2 ABC 3 5 Nasional 0 0 0 = 6,5 Tabel pengujian preferensi pada responden 8 Merek P1 P2 P3 Bango 1 2 ABC 6 0 Nasional 0 0 0 = 6,5 Tabel pengujian preferensi pada responden 9 Merek P1 P2 P3 Bango 1 2 ABC 0 0 Nasional 5 6 0 = 5,5
4 0 0
3 0 0
3 0 7
P4
P4
P4
Tabel pengujian preferensi pada responden 10 Merek P1 P2 P3 P4 Bango 1 2 3 ABC 0 0 0 Nasional 0 0 0 0 = 6,5
6 0 0
4 0 0
4 0 0
4 0 0
P5
P5
P5
P5
7 0 0
5 0 0
8 0 0
5 0 0
P6
P6
P6
P6
0 0 0
0 0 0
0 0 0
6 0 0
Lampiran 2. Matriks Rancangan Atribut Merek dan Harga
Merek Bango Bango Bango Bango Bango Bango ABC ABC ABC ABC ABC ABC Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional
Tingkat Harga P1 P2 P3 P4 P5 P6 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P1 P2 P3 P4 P5 P6
R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 R10 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 17 17 17 17 17 17 17 17 17 17 16 16 16 16 16 16 15 16 16 16 15 15 15 15 6,5 15 13 15 15 15 14 14 5,5 14 6,5 14 12 14 11 14 13 5 5,5 4 6,5 13 6,5 6,5 5,5 13 6,5 10 5,5 9 13 6,5 16 13 5,5 6,5 6,5 5 5,5 8 6,5 6,5 14 6,5 5,5 6,5 6,5 5 5,5 4 6,5 6,5 6,5 6,5 5,5 6,5 6,5 5 5,5 4 6,5 6,5 6,5 6,5 5,5 6,5 6,5 5 5,5 4 6,5 6,5 6,5 6,5 5,5 6,5 6,5 5 5,5 4 6,5 6,5 6,5 6,5 5,5 6,5 6,5 13 14 13 15 6,5 6,5 6,5 14 6,5 6,5 12 13 12 14 6,5 6,5 6,5 13 6,5 6,5 11 12 11 6,5 6,5 6,5 6,5 12 6,5 6,5 5 5,5 10 6,5 6,5 6,5 6,5 5,5 6,5 6,5 5 5,5 4 6,5 6,5 6,5 6,5 5,5 6,5 6,5 5 5,5 4 6,5 6,5 6,5 6,5 5,5 6,5
Lampiran 3. Contoh Output SAS dengan Transreg Procedure The SAS System
10:36 Sunday, July 11, 2008
Individual Conjoint Analyses The TRANSREG Procedure The TRANSREG Procedure Hypothesis Tests for Monotone (resp1)
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
0,00001878 9,50000 0,00019768
R-Square Adj R-Sq
1,0000 1,0000
Utilities Table Based on the Usual Degrees of Freedom
Label Intercept
Utility
Standard Error
9,5000
4,43E-6
Importance (% Utility Range)
Variable Intercept
Merek Merek Merek
1 2 3
6,1599 -3,0800 -3,0800
6,26E-6 6,26E-6 6,26E-6
100,000
Class,Merek1 Class,Merek2 Class,Merek3
Harga Harga Harga Harga Harga Harga
1 2 3 4 5 6
0,0000 0,0000 0,0000 -0,0000 -0,0000 -0,0000
9,9E-6 9,9E-6 9,9E-6 9,9E-6 9,9E-6 9,9E-6
0,000
Class,Harga1 Class,Harga2 Class,Harga3 Class,Harga4 Class,Harga5 Class,Harga6
Keterangan : Merek 1 = Bango Merek 2 = ABC Merek 3 = Nasional Harga 1 = P1 Harga 2 = P2 Harga 3 = P3 Harga 4 = P4 Harga 5 = P5 Harga 6 = P6
Label b0 Bango ABC Nasional P1 P2 P3 P4 P5 P6
R1 9,50000 6,15991 -3,07995 -3,07995 0,00001 0,00001 0,00000 0,00000 -0,00001 -0,00001
R2 9,50000 4,71620 -3,43103 -1,28517 5,33830 0,88272 0,88272 -1,45106 -1,45106 -4,20161
R3 9,19444 3,65600 -3,62430 -0,03170 2,82598 2,82598 2,82588 -1,22923 -3,62430 -3,62430
Lampiran 4 Nilai Penduga Regresi Monotonik R4 9,50000 2,11772 -1,72837 -0,38934 6,79260 2,24146 -0,24997 -2,92803 -2,92803 -2,92803
R5 9,50000 2,11772 -1,72837 -0,38934 6,79260 2,24146 -0,24997 -2,92803 -2,92803 -2,92803
R6 9,50000 6,15991 -3,07995 -3,07995 0,00001 0,00001 0,00000 0,00000 -0,00001 -0,00001
R7 9,80556 4,20681 -0,99531 -3,21151 3,09876 3,09867 -0,99531 -0,99531 -0,99531 -3,21151
R8 9,50000 5,39283 -2,65170 -2,74113 0,78484 0,48907 0,48907 0,48907 0,48907 -2,74113
R9 9,50000 4,68743 -3,85075 -0,83668 2,26929 2,26929 2,26929 -1,11574 -1,84137 -3,85075
R10 9,50000 6,15991 -3,07995 -3,07995 0,00001 0,00001 0,00000 0,00000 -0,00001 -0,00001
Merek Bango Bango Bango Bango Bango Bango ABC ABC ABC ABC ABC ABC Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional
Tingkat Harga P1 P2 P3 P4 P5 P6 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P1 P2 P3 P4 P5 P6 R1 9,50001 9,50001 9,50000 9,50000 9,49999 9,49999 15,65992 15,65991 15,65991 15,65990 15,65990 15,65989 6,42006 6,42006 6,42005 6,42004 6,42004 6,42003
R2 14,83830 10,38272 10,38272 8,04894 8,04894 5,29839 19,55450 15,09892 15,09892 12,76514 12,76514 10,01459 11,40727 6,95169 6,95169 4,61791 4,61791 1,86736
R3 12,02043 12,02042 12,02032 7,96521 5,57014 5,57014 15,67643 15,67643 15,67632 11,62121 9,22615 9,22615 8,39613 8,39612 8,39602 4,34091 1,94584 1,94584
R4 16,29260 11,74146 9,25003 6,57197 6,57197 6,57197 18,41032 13,85918 11,36775 8,68968 8,68968 8,68968 14,56423 10,01309 7,52166 4,84359 4,84359 4,84359
Lampiran 5. Nilai Utilitas Merek ke-j Pada Tingkat Harga ke-k
R5 16,29260 11,74146 9,25003 6,57197 6,57197 6,57197 18,41032 13,85918 11,36775 8,68968 8,68968 8,68968 14,56423 10,01309 7,52166 4,84359 4,84359 4,84359
R6 9,50001 9,50001 9,50000 9,50000 9,49999 9,49999 15,65992 15,65991 15,65991 15,65990 15,65990 15,65989 6,42006 6,42006 6,42005 6,42004 6,42004 6,42003
R7 12,90431 12,90423 8,81025 8,81025 8,81025 6,59405 17,11113 17,11104 13,01706 13,01706 13,01706 10,80086 11,90901 11,90892 7,81494 7,81494 7,81494 5,59874
R8 10,28484 9,98907 9,98907 9,98907 9,98907 6,75887 15,67768 15,38191 15,38191 15,38191 15,38191 12,15170 7,63314 7,33737 7,33737 7,33737 7,33737 4,10717
R9 11,76929 11,76929 11,76929 8,38426 7,65863 5,64925 16,45672 16,45672 16,45672 13,07169 12,34606 10,33668 7,91853 7,91853 7,91853 4,53351 3,80788 1,79850
R10 9,50001 9,50001 9,50000 9,50000 9,49999 9,49999 15,65992 15,65991 15,65991 15,65990 15,65990 15,65989 6,42006 6,42006 6,42005 6,42004 6,42004 6,42003
Merek Bango Bango Bango Bango Bango Bango ABC ABC ABC ABC ABC ABC Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional TOTAL
Tingkat Harga P1 P2 P3 P4 P5 P6 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P1 P2 P3 P4 P5 P6 R1 R2 R3 2,25129 2,69721 2,48661 2,25129 2,34014 2,48661 2,25129 2,34014 2,48660 2,25129 2,08554 2,07508 2,25129 2,08554 1,71742 2,25129 1,66740 1,71742 2,75110 2,97321 2,75216 2,75110 2,71462 2,75216 2,75110 2,71462 2,75215 2,75110 2,54672 2,45283 2,75110 2,54672 2,22204 2,75110 2,30404 2,22204 1,85943 2,43425 2,12777 1,85943 1,93898 2,12777 1,85943 1,93898 2,12776 1,85942 1,52994 1,46808 1,85942 1,52994 0,66569 1,85942 0,62452 0,66569 48,03275 45,72140 43,79529
R4 R5 R6 R7 R8 R9 R10 2,79071 2,79071 2,25129 2,55756 2,33067 2,46549 2,25129 2,46313 2,46313 2,25129 2,55755 2,30149 2,46549 2,25129 2,22463 2,22463 2,25129 2,17592 2,30149 2,46549 2,25129 1,88281 1,88281 2,25129 2,17592 2,30149 2,12636 2,25129 1,88281 1,88281 2,25129 2,17592 2,30149 2,03583 2,25129 1,88281 1,88281 2,25129 1,88617 1,91086 1,73152 2,25129 2,91291 2,91291 2,75110 2,83973 2,75224 2,80073 2,75110 2,62895 2,62895 2,75110 2,83972 2,73319 2,80073 2,75110 2,43078 2,43078 2,75110 2,56626 2,73319 2,80073 2,75110 2,16214 2,16214 2,75110 2,56626 2,73319 2,57045 2,75110 2,16214 2,16214 2,75110 2,56626 2,73319 2,51334 2,75110 2,16214 2,16214 2,75110 2,37963 2,49747 2,33570 2,75110 2,67857 2,67857 1,85943 2,47729 2,03250 2,06921 1,85943 2,30389 2,30389 1,85943 2,47729 1,99298 2,06921 1,85943 2,01779 2,01779 1,85943 2,05604 1,99298 2,06921 1,85943 1,57766 1,57766 1,85942 2,05604 1,99298 1,51150 1,85942 1,57766 1,57766 1,85942 2,05604 1,99298 1,33707 1,85942 1,57766 1,57766 1,85942 1,72254 1,41273 0,58695 1,85942 46,07348 46,07348 48,03275 49,23093 47,92329 45,39019 48,03275
Lampiran 6. Transformasi Utilitas Responden Pada Tiap Kategori
Merek Bango Bango Bango Bango Bango Bango ABC ABC ABC ABC ABC ABC Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional
Tingkat Harga P1 P2 P3 P4 P5 P6 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P1 P2 P3 P4 P5 P6 R1 0,04687 0,04687 0,04687 0,04687 0,04687 0,04687 0,05728 0,05728 0,05728 0,05728 0,05728 0,05728 0,03871 0,03871 0,03871 0,03871 0,03871 0,03871
R2 0,05899 0,05118 0,05118 0,04561 0,04561 0,03647 0,06503 0,05937 0,05937 0,05570 0,05570 0,05039 0,05324 0,04241 0,04241 0,03346 0,03346 0,01366
R3 0,05678 0,05678 0,05678 0,04738 0,03921 0,03921 0,06284 0,06284 0,06284 0,05601 0,05074 0,05074 0,04858 0,04858 0,04858 0,03352 0,01520 0,01520
R4 0,06057 0,05346 0,04828 0,04087 0,04087 0,04087 0,06322 0,05706 0,05276 0,04693 0,04693 0,04693 0,05814 0,05000 0,04379 0,03424 0,03424 0,03424
R5 0,06057 0,05346 0,04828 0,04087 0,04087 0,04087 0,06322 0,05706 0,05276 0,04693 0,04693 0,04693 0,05814 0,05000 0,04379 0,03424 0,03424 0,03424
R6 0,04687 0,04687 0,04687 0,04687 0,04687 0,04687 0,05728 0,05728 0,05728 0,05728 0,05728 0,05728 0,03871 0,03871 0,03871 0,03871 0,03871 0,03871
R7 0,05195 0,05195 0,04420 0,04420 0,04420 0,03831 0,05768 0,05768 0,05213 0,05213 0,05213 0,04834 0,05032 0,05032 0,04176 0,04176 0,04176 0,03499
R8 0,04863 0,04802 0,04802 0,04802 0,04802 0,03987 0,05743 0,05703 0,05703 0,05703 0,05703 0,05211 0,04241 0,04159 0,04159 0,04159 0,04159 0,02948
Lampiran 7. Nilai Pangsa Preferensi Merek Bango, ABC, dan Nasional Pada Masing-masing Tingkat Harga
R9 0,05432 0,05432 0,05432 0,04685 0,04485 0,03815 0,06170 0,06170 0,06170 0,05663 0,05537 0,05146 0,04559 0,04559 0,04559 0,03330 0,02946 0,01293
R10 0,04687 0,04687 0,04687 0,04687 0,04687 0,04687 0,05728 0,05728 0,05728 0,05728 0,05728 0,05728 0,03871 0,03871 0,03871 0,03871 0,03871 0,03871
Jumlah 0,53242 0,50978 0,49168 0,45441 0,44424 0,41436 0,60296 0,58458 0,57042 0,54318 0,53665 0,51872 0,47255 0,44463 0,42365 0,36825 0,34609 0,29088
P1 P2 P3 P4 P5 P6 Total Rata-rata
Tingkat Harga Preferensi 5,09284 5,03727 4,95198 4,71598 4,50253 4,38634 28,68693 4,78116
Bango Sensitivitas 0,00000 0,05557 0,08529 0,23600 0,21344 0,11620 0,70650 0,11775
Preferensi 5,00427 4,94597 4,86080 4,60812 4,25775 4,11879 27,79570 4,63262
ABC
Lampiran 8. Nilai Sensitivitas Harga Kecap Manis Bango, ABC, dan Nasional
Sensitivitas 0,00000 0,05830 0,08517 0,25268 0,35037 0,13896 0,88548 0,14758
Nasional Preferensi Sensitivitas 4,92561 0,00000 4,86232 0,06329 4,76437 0,09795 4,49754 0,26683 4,24845 0,24908 4,02513 0,22333 27,32342 0,90048 4,55390 0,15008