ANALISIS EKONOMI KELEMBAGAAN PEMASARAN CPO PRODUKSI P.T. PERKEBUNAN NUSANTARA (PTPN) (Kasus Kantor Pemasaran Bersama (KPB) PTPN Jakarta)
OLEH HENGKY GAMES JS H14053064
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
RINGKASAN
HENGKY GAMES JONATAN SIAHAAN. Analisis Ekonomi Kelembagaan Pemasaran CPO Produksi P.T. Perkebunan Nusantara (PTPN), Kasus Kantor Pemasaran Bersama (KPB) Jakarta. (dibimbing oleh WIWIEK RINDAYATI).
Di zaman globalisasi, pembangunan ekonomi jangka panjang tidak selalu harus diarahkan pada sektor industri, tetapi dapat juga diarahkan pada sektor lain, seperti sektor pertanian. Salah satu sub sektor pertanian tersebut adalah perkebunan. Kelapa sawit sebagai tanaman penghasil minyak sawit (CPO) merupakan salah satu primadona tanaman perkebunan yang menjadi sumber penghasil devisa non migas bagi Indonesia. Di Indonesia sendiri terdapat 3 jenis pengusahaan perkebunan kelapa sawit yang nantinya diolah menjadi CPO, yaitu perkebunan rakyat, swasta dan negara (PTPN). Dalam pemasaran CPO, PTPN seluruh Indonesia yang terdiri dari PTPN I hingga PTPN XIV melakukan penjualan melalui suatu lembaga pemasaran gabungan yang bernama Kantor Pemasaran Bersama (KPB) PTPN yang berpusat di Jakarta. KPB PTPN berfungsi sebagai pelaksana teknis pemasaran komoditi perkebunan (termasuk CPO) hasil produksi P.T. Perkebunan Nusantara (PTPN). Pembentukan Kantor Pemasaran Bersama (KPB) ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dalam kegiatan penjualan, promosi, dan pengangkutan. Keberadaan Kantor Pemasaran Bersama (KPB) PTPN diharapkan dapat menggabungkan kekuatan dari seluruh perkebunan besar negara yang ada sehingga memudahkan melakukan penetrasi pasar, memperluas pasar serta memperkuat posisi tawar produsen dalam negosiasi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa keberadaan Kantor Pemasaran Bersama (KPB) PTPN Jakarta ini terkait dengan bagaimana struktur kelembagaan dan saluran tataniaga pemasarannya, bagaimana fungsi (fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas) dan kinerjanya, bagaimana struktur pasar yang terbentuk (monopoli, persaingan sempurna, dll) dan perilakunya (praktek jual beli, sistem pembayaran, dll), bagaimana analisis fleksibilitas transmisi harga serta analisis keterpaduan pasarnya terhadap pasar internasional (luar negeri) yang pada akhirnya menunjukkan seberapa efisien kinerja Kantor Pemasaran Bersama (KPB) P.T. Perkebunan Nusantara (PTPN) Jakarta ini. Lokasi penelitian dipilih secara sengaja (purposive) dan dilakukan di Kantor Pemasaran Bersama (KPB) PTPN yang terletak di Jalan Taman Cut Mutiah nomor 11, Menteng, Jakarta Pusat 10330. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer dan sekunder yang diperoleh dari hasil survei akan diestimasi melalui metode analisis deskriptif secara kualitatif dan kuantitatif melalui pendekatan studi kasus. Analisis kualitatif yang digunakan antara lain analisis lembaga dan saluran tataniaga pemasaran (dalam hal ini adalah KPB), analisis fungsi – fungsi tataniaga, analisis stuktur pasar dan perilaku pasar. Sedangkan analisis kuantitatif yang akan
digunakan antara lain adalah analisis fleksibilitas transmisi harga dan analisis keterpaduan pasar (Indeks of Market Connection) dengan menggunakan data harga CPO time series. Dari hasil analisis di atas maka diperoleh hasil bahwa fungsi-fungsi tataniaga yang dilaksanakan cukup merata pada setiap lembaga tataniaga, dengan kegiatan tataniaga yang menyebar pada masing-masing lembaga tataniaga. Hal ini dapat dilihat dari beragamnya fungsi-fungsi tataniaga karena semakin banyak fungsi-fungsi yang dilaksanakan oleh sebuah lembaga tataniaga maka biaya yang dikeluarkan semakin besar. Di samping itu, pola saluran yang terbentuk yaitu Produsen (PTPN) KPB PTPN Pembeli (Processor) juga menjadi salah satu indikator. Struktur dan perilaku pasar yang dihadapi tidak membuat pelakupelaku pasar melakukan suatu upaya rekayasa untuk mempengaruhi harga pasar. Struktur pasar pada setiap tingkat lembaga tataniaga terlihat cukup beragam dan secara umum struktur pasar yang terbentuk pada sistem tataniaga CPO cenderung mendekati kepada struktur pasar persaingan sempurna. Selain itu, volume penjualan pada setiap transaksi saluran tataniaga CPO dimana volume penjualan CPO yang dilakukan relatif cukup besar. Sedangkan melalui analisis fleksibilitas transmisi harga diperoleh angka fleksibilitas sebesar 1,0024 yang menunjukkan perubahan harga pada tingkat konsumen sebesar 1 persen, maka akan mengakibatkan perubahan harga di tingkat produsen PTPN (KPB) sebesar 1,0024 persen, ceteris paribus, baik dalam keadaan harga naik maupun harga turun. Perubahan harga CPO pada tingkat produsen PTPN (KPB) terjadi secara proporsional dengan perubahan harga CPO yang terjadi pada tingkat konsumen. Dari hasil analisis keterpaduan pasar (IMC) antara KPB PTPN Jakarta dengan pasar MDEX Malaysia dan pasar fisik Rotterdam diperoleh IMC sebesar 1,7326 dan 2,0038 (IMC > 1) sehingga tidak terjadi keterpaduan pasar jangka panjang namun terjadi keterpaduan pasar jangka pendek, dimana perubahan harga CPO di tingkat pasar acuan baik di MDEX Malaysia maupun di pasar fisik Rotterdam tidak memiliki pengaruh dominan terhadap pembentukan harga CPO di tingkat pasar pengikut dalam jangka panjang melainkan lebih dipengaruhi oleh kondisi dan faktor di pasar pengikut itu sendiri. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa KPB PTPN Jakarta telah menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik dan efisien. Berdasarkan hasil penelitian ini pula dapat dirumuskan strategi kebijakan bagi pemerintah untuk berani untuk menjadikan pasar CPO Indonesia sebagai pasar acuan internasional sehingga harga CPO Indonesia dapat menjadi harga acuan mengingat Indonesia merupakan produsen CPO terbesar di dunia seperti yang sedang diusahakan saat ini melalui pendirian BBJ (Bursa Berjangka Jakarta). Selain itu, dapat disarankan juga agar perlu dilakukan penelitian tambahan terkait dengan marjin tataniaga, bagian harga yang diterima petani (farmer’s share), rasio keuntungan dan biaya (benefit-cost ratio) serta perbandingannya secara relatif terhadap pihak swasta untuk lebih mengetahui lebih dalam lagi efisiensi dari KPB PTPN Jakarta.
ANALISIS EKONOMI KELEMBAGAAN PEMASARAN CPO PRODUKSI P.T. PERKEBUNAN NUSANTARA (PTPN) (Kasus Kantor Pemasaran Bersama (KPB) PTPN Jakarta)
Oleh HENGKY GAMES JS H14053064
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
Judul Skripsi
: Analisis Ekonomi Kelembagaan Pemasaran CPO Produksi P.T. Perkebunan Nusantara (PTPN), Kasus Kantor Pemasaran Bersama (KPB) PTPN Jakarta
Nama Mahasiswa
: Hengky Games Jonatan Siahaan
Nomor Registrasi Pokok
: H14053064
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Dr. Ir. Wiwiek Rindayati NIP. 19620816 198701 2 001
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Dr. Dedi Budiman Hakim NIP. 19641022 198903 1 003
Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor,
Februari 2010
Hengky Games JS H14053064
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jambi pada tanggal 10 September 1987. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak E. Siahaan dan Ibu D. Simanungkalit, S.Pd. Penulis memulai pendidikan di TK Xaverius I Jambi pada tahun 1992 dan lulus pada tahun 1993. Penulis melanjutkan pendidikan dasar di SD Xaverius I Jambi pada tahun 1993 dan lulus pada tahun 1999. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan menengah pertama di SLTP Xaverius I Jambi pada tahun 1999 dan lulus pada tahun 2002. Kemudian pada tahun 2002 penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas di SMU Negeri 2 Jambi dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun yang sama, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis merupakan mahasiswa angkatan pertama yang diterima IPB dengan program baru IPB, yaitu program kurikulum mayor-minor. Sesuai dengan sistem mayor-minor bahwa pada tahun pertama penulis belum memiliki jurusan. Pada tahun kedua, penulis baru diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Ekonomi dengan mayor Ilmu Ekonomi dan minor Ekonomi Pertanian, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam organisasi dan kepanitiaan. Penulis menjadi anggota Keluarga Mahasiswa Katolik IPB (20052009) dan anggota Himpunan Profesi dan Peminat Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan (HIPOTESA). Penulis juga aktif di berbagai kepanitiaaan, yaitu seksi logistik dan transportasi (Logstran), dalam acara HIPOTESA Exhibition and Revolution 2007 (HIPOTEX-R 2007) serta seksi publikasi dan dokumentasi (PDD) dalam acara Natal Civitas Akademika (NATAL CIVA) IPB tahun 2008. Penulis juga aktif sebagai staf pengajar ekonomi dalam Asoy Club HIPOTESA tahun 2007.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan anugerah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah ”Analisis Ekonomi Kelembagaan Pemasaran CPO Produksi P.T. Perkebunan Nusantara (PTPN), Kasus Kantor Pemasaran Bersama (KPB) Jakarta”. Ekonomi Kelembagaan Pemasaran adalah topik yang sangat menarik karena merupakan hal baru bagi penulis karena tidak dipelajari secara spesifik di dalam perkuliahan. Penelitian ini penting dilakukan mengingat Kantor Pemasaran Bersama (KPB) PTPN Jakarta merupakan lembaga pemasaran CPO produksi PTPN seluruh Indonesia yang menjadi salah satu produsen terbesar CPO nasional. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis struktur kelembagaan, saluran tataniaga, struktur pasar, fungsi-fungsi pemasaran, perilaku pemasaran serta keragaan pasar terkait dengan efisiensi pemasarannya. Disamping hal tersebut, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Keterbatasan penulis dan berbagai kendala yang dihadapi merupakan penyebab tidak sempurnanya skripsi ini. Harapan penulis, semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.
Bogor,
Februari 2010
Hengky Games JS H14053064
ii
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis ucapkan pertama kali kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat, anugerah, dan penyertaan-Nya kepada penulis. Berbagai jalan yang panjang penulis hadapi dalam penyelesaian skripsi ini. Tetapi karena kasih dan rancangan-Nya yang selalu indah, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Kedua orangtuaku tercinta, Bapak E. Siahaan dan Ibu D. Simanungkalit, S.Pd atas segala doa, dukungan, perhatian, dan nasehatnya yang tiada hentinya diberikan kepada penulis. Doa dan dukungan Papa dan Mama selama penyelesaian skripsi ini sangat berarti bagi penulis. Semoga dengan tulisan ini dapat memberikan kebanggaan bagi Papa dan Mama. 2. Adikku tercinta, Heber Rifandi Siahaan yang telah memberikan dukungan, semangat dan doa selama penulis melakukan perkuliahan sampai penulis menyelesaikan skripsi ini. 3. Dr. Ir. Wiwiek Rindayati, M.Si selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah memberikan masukan, arahan dan selalu menyediakan waktu bagi penulis. 4. Idqan Fahmi, M.Ec selaku Dosen Penguji Utama yang telah memberikan banyak masukan dan saran kepada penulis untuk perbaikan skripsi ini. 5. Dr. Muhammad Findi selaku Dosen Penguji Komisi Pendidikan yang telah memberikan banyak masukan dan saran kepada penulis untuk perbaikan skripsi ini. 6. Dr. Sri Mulatsih, M.Sc selaku Dosen Pembimbing Akademik atas bimbingan dan masukan yang berharga selama penulis melakukan perkuliahan. 7. Seluruh Pimpinan, staf dan karyawan Kantor Pemasaran Bersama (KPB) PTPN Jakarta, Pak Tobing selaku Kepala Bagian Analisis Informasi Pasar (AIP), Ibu Mujiwati selaku Kepala Urusan Informasi Pasar, Pak Tri selaku
iii
Kepala Urusan Analisa Pasar Sawit serta Ibu Emmy dan Pak Hendy selaku staf AIP atas pengetahuan dan bimbingannya selama penulis melakukan magang dan penelitian di KPB PTPN Jakarta. 8. Seluruh dosen, staf pengajar, dan staf
Tata Usaha Departemen Ilmu
Ekonomi yang telah memberikan pengetahuan dan bantuan selama penulis melakukan perkuliahan di IPB. 9. Prof. Dr. E. K. S. Harini atas doa, bimbingan, dan dukungannya selama penulis melakukan perkuliahan di IPB. 10. Pembina dan pengurus Yayasan Bhumiksara serta teman-teman penerima beasiswa Bhumiksara atas dukungan dan bantuannya selama penulis melakukan perkuliahan di IPB. 11. Agus Naufal, Rian Novati Sandi dan Septi Khairunnisa yang menjadi rekan satu bimbingan dan telah memberikan semangat dan dukungan bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 12. Semua anak-anak Ilmu Ekonomi 42, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB atas kebersamaan dan pengalaman berharga sehingga penulis termotivasi dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga kita semua dapat menjadi orang-orang sukses. 13. Semua teman-teman di KEMAKI, HIMAJA, panitia Natal CIVA IPB 2008 dan teman-teman di IPB yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, terima kasih untuk semuanya. Saya bersyukur memiliki keluarga seperti kalian. 14. Semua pihak yang telah membantu dalam kelancaran proses penyusunan skripsi ini. Terima kasih banyak, semoga Tuhan memberkati anda semua.
Bogor,
Februari 2010
Hengky Games JS H14053064
iv
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................................... vi DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... viii I.
II.
III.
PENDAHULUAN ..................................................................................
1
1.1. Latar Belakang ...............................................................................
1
1.2. Perumusan Masalah .......................................................................
4
1.3. Tujuan Penelitian ...........................................................................
7
1.4. Manfaat Penelitian .........................................................................
8
1.5. Ruang Lingkup Penelitian ..............................................................
8
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN.................. 10 2.1.
Tinjauan Teoritis Kelembagaan .................................................... 10
2.2.
Konsep Pemasaran ........................................................................ 16
2.3.
Pendekatan Analisis Pemasaran .................................................... 17
2.4.
Kinerja Kelembagaan Pemasaran ................................................. 19
2.5.
Analisis Efisiensi Sistem Pemasaran ............................................ 21
2.6.
Penelitian Terdahulu ..................................................................... 24
2.7.
Kerangka Pemikiran ...................................................................... 30
METODOLOGI PENELITIAN .............................................................. 31 3.1.
Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................ 31
3.2.
Jenis dan Sumber Data .................................................................. 31
3.3.
Metode Pengumpulan Data dan Pengambilan Contoh.................. 32
3.4.
Metode Pengolahan dan Analisis Data ......................................... 32
3.4.1. Metode Analisis Data .............................................................. 33 3.4.2.1. Analisis Lembaga dan Saluran Tataniaga Pemasaran ... 33 3.4.2.2. Analisis Fungsi-Fungsi Tataniaga ................................. 33 3.4.2.3. Analisis Struktur Pasar .................................................. 34 3.4.2.4. Analisis Perilaku Pasar .................................................. 34
v
3.4.2.5. Analisis Fleksibilitas Transmisi Harga ......................... 35 3.4.2.6. Analisis Indeks Keterpaduan Pasar ............................... 36 3.4.2.7. Pengujian Hipotesis ....................................................... 38 IV.
GAMBARAN UMUM KPB PTPN JAKARTA .................................... 40 4.1.
Sejarah dan Perkembangan KPB PTPN ........................................ 40
4.1.1. Periodisasi Sejarah dan Perkembangan KPB PTPN ............... 40 4.2.
Organisasi KPB PTPN Jakarta ...................................................... 44
4.2.1. Landasan Pembetukan Organisasi........................................... 45 4.2.1. Lokasi KPB PTPN Jakarta ...................................................... 46 4.2.3. Usaha Pemasaran KPB PTPN Jakarta .................................... 49 4.2.4. Struktur Organisasi KPB PTPN Jakarta.................................. 49 V.
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 53 5.1.
Analisis Lembaga dan Saluran Tataniaga CPO KPB PTPN ......... 53
5.1.1. Analisis Struktur Kelembagaan............................................... 53 5.1.2. Analisis Saluran Tataniaga CPO KPB PTPN ......................... 59 5.2.
Analisis Fungsi-Fungsi Tataniaga ................................................. 61
5.3.
Analisis Struktur Pasar CPO ......................................................... 67
5.4.
Analisis Perilaku Pasar.................................................................. 70
5.4.1. Praktek Penjualan dan Pembelian ........................................... 70 5.4.2. Sistem Penentuan Harga ......................................................... 73 5.4.3. Sistem Pembayaran ................................................................. 74 5.5.
Keragaan Pasar .............................................................................. 75
5.5.1. Fleksibilitas Transmisi Harga ................................................. 76 5.5.2. Keterpaduan Pasar................................................................... 78 VI.
KESIMPULAN DAN SARAN............................................................... 84 6.1.
Kesimpulan ................................................................................... 84
6.2.
Saran.............................................................................................. 86
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 87 LAMPIRAN ........................................................................................................ 90
vi
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.
Luas Areal Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia Tahun 1994-2008 ......... 2
2.
Produksi dan Produktivitas CPO di Indonesia Tahun 2004-2007 ............ 3
3.
Ringkasan Definisi Kelembagaan dari Berbagai Sudut Pandang ............. 12
4.
Data Karyawan Menurut Pendidikan Formal ........................................... 50
5.
Data Karyawan Menurut Kelompok Usia ................................................. 51
6.
Data Karyawan Menurut Golongan .......................................................... 52
7.
Kriteria Uji ................................................................................................ 55
8.
Persyaratan Peserta Tender KPB PTPN Jakarta ....................................... 58
9.
Fungsi – Fungsi Tataniaga ........................................................................ 61
10.
Koefisien Regresi dan Fleksibilitas Transmisi Harga antara Harga di Tingkat Konsumen (PR) dan Harga di Tingkat Produsen (PF) ............ 76
11.
Koefisien Regresi Keterpaduan Pasar antara Pasar CPO di KPB PTPN dengan Pasar CPO Internasional di MDEX Malaysia .............................. 79
12.
Koefisien Regresi Keterpaduan Pasar antara Pasar CPO di KPB PTPN dengan Pasar CPO Internasional di Pasar Fisik Rotterdam ...................... 80
vii
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Saluran Pemasaran CPO Indonesia ........................................................... 6 2. Konsep Pemasaran .................................................................................... 17 3. Kerangka Pemikiran .................................................................................. 30 4. Saluran Tataniaga CPO Hasil Produksi PTPN ......................................... 59
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1.
Data Harga CPO Fob MDEX Malaysia Tahun 2004-2009 ........................ 91
2.
Data Harga CPO Cif Rotterdam Tahun 2004-2009 .................................... 91
3.
Data Harga CPO di Tingkat Produsen (Pf) dan Konsumen (Pr) Tahun 2007-2009 ........................................................................................ 92
4.
Data Harga CPO Lokal yang terjual di KPB PTPN Jakarta Tahun 2004-2009 ........................................................................................ 93
5.
Data Kurs Rp/USD Bank Indonesia Tahun 2004-2009 .............................. 94
6.
Tampilan Hasil Olahan Eviews 6.1 Fleksibilitas Transmisi Harga............ 95
7.
Perhitungan Analisis Fleksibilitas Transmisi Harga................................... 95
8.
Tampilan Hasil Olahan Eviews 6.1 dari Data Harga MDEX Malaysia...... 96
9.
Tampilan Hasil Olahan Eviews 6.1 dari Data Harga Bursa Rotterdam...... 96
10. Struktur Organisasi KPB PTPN .................................................................. 97
I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Di zaman globalisasi, pembangunan ekonomi jangka panjang tidak selalu
harus diarahkan pada sektor industri, tetapi dapat juga diarahkan pada sektor lain, seperti sektor pertanian. Salah satu konsepnya adalah agribisnis yang berorientasi ekspor yaitu sebagai salah satu penopang pembangunan nasional. Pengembangan agribisnis merupakan upaya pemerintah untuk masuk ke sektor industri tanpa memerlukan transformasi tenaga kerja yang crusial dari sektor pertanian ke sektor agroindustri. Transisi ini semakin penting karena kegiatan agribisnis dapat menyerap sebagian tenaga kerja di sektor pertanian tanpa memerlukan pelatihan yang sifatnya khusus (Pahan, 2008). Salah satu subsektor pertanian yang memiliki peranan penting dalam perekonomian Indonesia khususnya dari sektor non migas adalah perkebunan. Kelapa sawit sebagai tanaman penghasil minyak sawit (CPO = Crude Palm Oil) dan inti sawit (PK = Palm Kernel) merupakan salah satu primadona tanaman perkebunan yang menjadi sumber penghasil devisa non migas bagi Indonesia karena menjadi salah satu sumber minyak nabati dan dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif (biofuel). Peluang untuk pengembangan agribisnis kelapa sawit masih cukup terbuka bagi Indonesia, terutama karena didukung ketersediaan sumber daya lahan, tenaga kerja, teknologi, dan para ahli. Saat ini, di Indonesia, perkebunan kelapa sawit dikelola oleh tiga jenis pengusahaan, yaitu Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Swasta (PBS),
2
dan Perkebunan Besar Negara (PBN). Pengelolaan perkebunan kelapa sawit di Indonesia saat ini masih didominasi oleh pihak swasta dikarenakan kepemilikan modal investasi yang besar sehingga mampu mengembangkan potensi perkebunan kelapa sawit yang dimilikinya. Namun secara umum, dari tahun ke tahun, terjadi peningkatan luas areal perkebunan kelapa sawit dari masing-masing pengusahaan. Perkembangan luas areal perkebunan kelapa sawit dapat dilihat dari tabel berikut. Tabel 1. Luas Areal Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia Tahun 1994 – 2008 Tahun 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007* 2008**
P. Rakyat (PR) 572.544 658.536 738.887 813.175 890.506 1.041.046 1.166.758 1.561.031 1.808.424 1.854.394 2.220.338 2.356.895 2.549.572 2.565.135 2.565.172
Luas Areal (Ha) P. Negara (PBN) P. Swasta (PBS) 386.309 845.296 404.732 961.718 426.804 1.083.823 517.064 1.592.057 556.641 2.113.050 576.999 2.283.757 588.125 2.403.194 609.947 2.542.457 631.566 2.627.068 662.803 2.766.360 605.865 2.458.520 529.854 2.567.068 687.428 3.357.914 687.847 3.358.632 687.847 3.358.792
Total 1.804.149 2.024.986 2.249.514 2.922.296 3.560.197 3.901.802 4.158.077 4.713.435 5.067.058 5.283.557 5.284.723 5.453.817 6.594.914 6.611.614 6.611.811
Sumber: Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Perkebunan, 2007. Keterangan : (*) Angka Sementara (**) Angka Estimasi
Sementara itu, produksi CPO (Crude Palm Oil) Indonesia dari tahun 2004 hingga tahun 2007 mengalami peningkatan yang signifikan. Besarnya peningkatan produksi CPO dikarenakan para pengusaha melakukan peningkatan terhadap luas areal penanaman kelapa sawit. Produksi CPO Indonesia hingga tahun 2007 sebesar 17,37 juta ton dengan kontribusi terbesar oleh perkebunan
3
milik swasta sebesar 9,25 juta ton. Produksi CPO yang diusahakan oleh negara mempunyai kontribusi yang paling rendah dengan produksi 2,31 juta ton. Produktivitas CPO jika dilihat dari tahun 2004 hingga tahun 2007 menurut pengusahaan, perkebunan rakyat mempunyai produktivitas 1,80 ton per hektar, sedangkan perkebunan negara mempunyai produktivitas 3,03 ton per hektar dan perkebunan swasta sebesar 2,05 ton per hektar. Dengan demikian rata-rata produktivitas kelapa sawit Indonesia adalah sebesar 2,37 ton per hektar maka dapat disimpulkan perkebunan milik negara mempunyai produktivitas tertinggi selanjutnya
diikuti
perkebunan
swasta
dan perkebunan
rakyat
dengan
produktivitas terkecil. Perkebunan milik negara memiliki produktivitas tertinggi dikarenakan jenis tanaman yang diusahakan merupakan klon-klon, selain itu penguasaan budidaya juga baik. Kondisi yang berbeda ditemukan pada perkebunan milik rakyat, dimana penggunaan teknik budidaya tanaman kelapa sawit belum dilakukan dengan bibit yang berkualitas dan penggunaan teknologi yang masih bersifat sederhana. Tabel 2. Produksi dan Produktivitas CPO di Indonesia Tahun 2004 - 2007 Produksi (Ton)
Produktivitas (Ton/Ha)
Tahun PR
PBN
PBS
Jumlah
PR
PBN
PBS
Rata
2004
4.475.000
2.096.000
6.395.000
12.966.000
1,52
2,67
2,18
2,04
2005
5.149.000
2.295.000
7.176.000
14.620.000
1,90
2,73
2,30
2,17
2006
5.783.088
2.313.729
9.254.031
17.350.848
2,26
3,36
2,75
2,63
2007*
5.805.125
2.313.976
9.254.101
17.373.202
1,52
3,36
2,75
2,62
Rata
5.303.053
2.254.676
8.019.783
15.577.513
1,80
3,03
2,50
2,37
Sumber: Ditjen Perkebunan, 2007. Ket : (*) angka sementara
4
Hingga saat ini kelapa sawit merupakan salah satu komoditas perkebunan yang mampu memberikan kontribusi nyata terhadap pendapatan negara dan pendapatan masyarakat petani kelapa sawit serta mampu mengurangi tingkat pengangguran dan kemiskinan di Indonesia. Pengolahan kelapa sawit di Indonesia sampai saat ini masih didominasi oleh produksi CPO dikarenakan permintaan masyarakat domestik dan internasional meningkat untuk penggunaan bahan baku dari bahan pangan seperti minyak goreng dan bahan bakar alternatif nabati yaitu biofuel. 1.2
Rumusan Permasalahan Produksi minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia dihasilkan oleh
Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Negara (PBN) dan Perkebunan Besar Swasta (PBS). Perkebunan Besar Negara (PBN) di Indonesia tergabung dalam P.T. Perkebunan Nusantara (PTPN) yang memiliki status sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN). P.T. Perkebunan Nusantara ini terdiri dari P.T. Perkebunan Nusantara I-XIV dimana sebagian besar di antaranya mengusahakan komoditi kelapa sawit yang nantinya diolah menjadi minyak kelapa sawit (CPO). Dalam pemasaran produk perkebunannya, baik pemasaran CPO lokal maupun ekspor, P.T. Perkebunan Nusantara I-XIV membentuk suatu lembaga yang dikenal dengan nama Kantor Pemasaran Bersama (KPB) yang kantor pusatnya berlokasi di Jalan Taman Cut Mutiah nomor 11, Jakarta Pusat. Kantor Pemasaran Bersama (KPB) P.T. Perkebunan Nusantara (PTPN) berfungsi sebagai pelaksana teknis pemasaran komoditi perkebunan (termasuk CPO) hasil produksi P.T. Perkebunan Nusantara (PTPN) dimana dalam
5
pelaksanaannya masih harus bersaing dengan perusahaan-perusahaan penghasil CPO lainnya baik dari dalam maupun luar negeri. Penetapan strategi pemasaran yang tepat perlu dilakukan untuk mempertahankan pangsa pasar yang ada maupun meningkatkan pangsa pasar tersebut karena kegiatan pemasaran merupakan ujung tombak keberhasilan dan kesuksesan suatu perusahaan. Berhasil atau tidaknya kegiatan pemasaran sangat ditentukan oleh strategi pemasaran yang dijalankan dengan sebelumnya menganalisa posisi produk pada perusahaan tersebut dibandingkan perusahaan pesaingnya. Pelaksanaan strategi yang tepat dalam suatu kegiatan pemasaran akan membawa perusahaan pada posisi persaingan yang semakin kuat. Pembentukan Kantor Pemasaran Bersama (KPB) ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dalam kegiatan penjualan, promosi, dan pengangkutan. Keberadaan Kantor Pemasaran Bersama (KPB) PTPN diharapkan dapat menggabungkan kekuatan dari seluruh perkebunan besar negara yang ada, sehingga memudahkan melakukan penetrasi pasar, memperluas pasar serta memperkuat posisi tawar produsen dalam negosiasi. Oleh sebab itu sesuai kebijakan yang ada maka P.T. Perkebunan Nusantara (PTPN) seluruh Indonesia akan memasarkan hasil komoditi perkebunannya khususnya minyak kelapa sawit (CPO) melalui Kantor Pemasaran Bersama (KPB). Sementara itu, setiap perusahaan perkebunan swasta bebas melakukan penjualan produknya sendirisendiri tanpa melalui Kantor Pemasaran Bersama (KPB). Saluran distribusi perusahaan perekebunan swasta menjadi lebih pendek dan kesepakatan harga ditetapkan melalui mekanisme pasar dengan mengacu pada harga CPO
6
internasional di bursa berjangka Kuala Lumpur (MDEX). Berikut saluran tataniaga pemasaran CPO di Indonesia baik CPO hasil produksi perusahaan swasta maupun PTPN yang melalui Kantor Pemasaran Bersama P.T. Perkebunan Nusantara (KPB PTPN). PBN/PTPN
Perusahaan Swasta
Kantor Pemasaran Bersama
Broker
Badan Pemasaran Luar Negeri
Importir Luar Negeri
Konsumen Dalam Negeri
Konsumen Luar Negeri Keterangan:
Saluran pemasaran PBN/PTPN Saluran pemasaran perusahaan swasta Gambar 1. Saluran Pemasaran CPO Indonesia Sumber: Pahan, 2008.
Namun, keberadaan Kantor Pemasaran Bersama (KPB) PTPN Jakarta ini masih
perlu
untuk
dianalisa
lagi
tujuan
sebenarnya
dari
kebijakan
pembentukannya, bagaimana struktur kelembagaan dan saluran tataniaga pemasarannya, bagaimana fungsi (fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi
7
fasilitas) dan kinerjanya, bagaimana struktur pasar yang terbentuk (monopoli, persaingan sempurna, dll) dan perilakunya (praktek jual beli, sistem pembayaran, dll), bagaimana analisis fleksibilitas transmisi harga serta analisis keterpaduan pasarnya terhadap pasar internasional (luar negeri) yang pada akhirnya menunjukkan seberapa efisien kinerja Kantor Pemasaran Bersama (KPB) P.T. Perkebunan Nusantara (PTPN) Jakarta ini. Berdasarkan penjelasan di atas, maka permasalahan yang menjadi fokus pada penelitian ini adalah : 1. Bagaimana struktur kelembagaan dan saluran pemasaran CPO hasil produksi P.T. Perkebunan Nusantara (PTPN) melalui KPB PTPN Jakarta? 2. Bagaimana fungsi-fungsi tataniaga, struktur pasar dan perilaku pemasaran CPO melalui KPB PTPN Jakarta? 3. Bagaimana fleksibilitas transmisi harga CPO dan keterpaduan pasar CPO melalui KPB PTPN Jakarta? 1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah : 1. Menganalisis struktur kelembagaan dan saluran pemasaran CPO hasil produksi P.T. Perkebunan Nusantara (PTPN) melalui KPB PTPN Jakarta. 2. Menganalisis fungsi-fungsi tataniaga, struktur pasar dan perilaku pemasaran CPO melalui KPB PTPN Jakarta. 3. Menganalisis fleksibilitas transmisi harga CPO dan keterpaduan pasar CPO melalui KPB PTPN Jakarta
8
1.4
Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini, selain dapat dipergunakan untuk kepentingan
penulis sendiri, tetapi juga dapat dipergunakan oleh pihak lain yang terkait khususnya pemerintah dimana penelitian ini dapat digunakan dan dijadikan dasar pertimbangan, evaluasi, dan arah kebijakan tataniaga pemasaran produk-produk pertanian khususnya CPO (Crude Palm Oil) di Indonesia. Bagi penulis, penelitian ini dapat digunakan sebagai proses pembelajaran yang dapat memberikan pengetahuan dan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi maupun orang lain. Sedangkan bagi pihak lain yang berkepentingan penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi dan bahan pertimbangan untuk penelitian-penelitian selanjutnya. 1.5
Ruang Lingkup Penelitian Mengacu pada latar belakang, perumusan masalah, dan tujuan penelitian
yang sudah diuraikan sebelumnya, maka ruang lingkup penelitian ini difokuskan untuk menganalisis sistem kelembagaan tataniaga CPO hasil produksi PTPN melalui Kantor Pemasaran Bersama (KPB) Jakarta sehingga dapat diketahui efisiensi sistem tataniaga CPO hasil produksi PTPN melalui Kantor Pemasaran Bersama (KPB). Penelitian ini hanya dibatasi pada CPO hasil produksi P.T. Perkebunan Nusantara (PTPN) yang dipasarkan melalui Kantor Pemasaran Bersama (KPB) Jakarta. Permasalahan-permasalahan tersebut akan dikaji dengan analisis deskriptif baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Analisis kualitatif yang digunakan antara lain analisis lembaga dan saluran tataniaga pemasaran (dalam hal ini adalah
9
KPB), analisis fungsi dan kinerja kelembagaan KPB, analisis stuktur pasar CPO dan perilaku pasar CPO di KPB. Sedangkan analisis kuantitatif yang akan digunakan antara lain adalah analisis fleksibilitas transmisi harga dan analisis keterpaduan pasar.
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Tinjauan Teoritis Kelembagaan Menurut Mubyarto (1989), lembaga (institution) adalah organisasi atau kaidah-kaidah, baik formal maupun informal, yang mengatur perilaku dan tindakan anggota masyarakat tertentu, baik dalam kegiatan rutin sehari-hari maupun dalam usahanya untuk mencapai tujuan tertentu. Lembaga-lembaga dalam masyarakat ada yang berasal dari adat kebiasaan yang turun-temurun, tetapi ada pula yang baru diciptakan, baik dari dalam maupun mengadopsi dari luar masyarakat tersebut. Kelembagaan dapat diartikan sebagai organisasi atau sebagai aturan main. Kelembagaan ditinjau dari sudut organisasi merupakan sistem organisasi dan kontrol terhadap sumber daya. Kelembagaan sebagai organisasi biasanya menunjuk pada lembaga-lembaga formal. Dari sudut pandang ekonomi, lembaga dalam artian organisasi biasanya menggambarkan aktivitas ekonomi yang dikoordinasikan bukan oleh mekanisme pasar tetapi melalui mekanisme administrasi atau komando. Pasar dapat menjadi batas eksternal dari suatu organisasi, akan tetap secara internal aktivitas ekonomi dikoordinasikan secara administratif (Pakpahan, 1990a). Campbell
dan
Clevenger
(1975)
menyatakan
bahwa
ekonomi
kelembagaan memfokuskan pada transaksi dan sistem transaksi. Kelembagaan merupakan mekanisme organisasi suatu kelompok masyarakat. Menurut Commons (1934), dalam Campbell dan Clevenger (1975), kelembagaan
11
didefinisikan sebagai aksi kolektif dalam mengontrol aksi individu. Konsep aksi kolektif ini memiliki arti kontrol terhadap aktivitas individu yang terorganisir. Kelembagaan sebagai aturan main dapat diartikan sebagai himpunan aturan mengenai tata hubungan antar orang-orang, dimana ditentukan oleh hakhak mereka, perlindungan atas hak-haknya, hak-hak istimewa dan tanggung jawabnya (Schmid, 1987). Dari sudut pandang individu, kelembagaan merupakan himpunan
kesempatan
bagi
individu
dalam
membuat
keputusan
dan
melaksanakan aktivitasnya. Kelembagaan dicirikan oleh tiga hal, yaitu: hak-hak kepemilikan, baik berupa hak atas benda materi maupun bukan materi, batas-batas juridiksi dan aturan representasi (Pakpahan, 1989). Perubahan kelembagaan dicirikan oleh perubahan satu atau lebih dari unsur-unsur kelembagaan tersebut. Batas juridiksi menentukan siapa dan apa yang tercakup dalam kelembagaan suatu masyarakat. Konsep batas juridiksi dapat berarti batas wilayah kekuasaan dan/atau batas otoritas yang dimiliki oleh suatu kelembagaan. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja kelembagaan apabila terjadi perubahan batas juridiksi antara lain: perasaan sebagai satu masyarakat, eksternalitas, homogenitas, dan skala ekonomi. Perasaan sebagai satu masyarakat menentukan siapa yang termasuk kita dan siapa yang termasuk mereka. Hal ini erat kaitannya dengan konsep jarak sosial yang akan menentukan kadar komitmen yang dimiliki oleh suatu masyarakat terhadap suatu kebijaksanaan (Pakpahan, 1990a). Satuan analisis dalam mempelajari institusi adalah transaksi yang mencakup transaksi melalui mekanisme pasar, administrasi atau hibah. Dalam
12
setiap transaksi selalu terjadi transfer sesuatu yang dapat berupa manfaat, biaya, informasi, hak-hak istimewa, kewajiban dan lain-lain. Perhitungan siapa yang memperoleh apa dan berapa banyak ditentukan oleh batas juridiksi karena batas inilah yang menentukan apakah sesuatu itu internal atau eksternal bagi pihakpihak yang bertransaksi. Perubahan batas juridiksi akan mengubah struktur eksternalitas yang pada akhirnya mengubah siapa yang menanggung apa. Tabel 3. Ringkasan Definisi Kelembagaan dari Berbagai Sudut Pandang Sudut Pandang
Definisi Kelembagaan
Organisasi
Biasanya menunjuk pada lembaga-lembaga formal. Dari sudut pandang ekonomi, lembaga biasanya menggambarkan aktivitas ekonomi yang dikoordinasikan bukan oleh mekanisme pasar tetapi melalui mekanisme administrasi atau komando. Pasar dapat menjadi batas eksternal dari suatu organisasi, akan tetapi secara internal aktivitas ekonomi dikoordinasikan secara administratif (Pakpahan, 1990a).
Fungsi
Kelembagaan dicirikan oleh tiga hal, yaitu: hak-hak kepemilikan, batas juridiksi, dan aturan representasi. Hak kepemilikan menerangkan hak atas benda materi maupun bukan materi. Batas juridiksi menentukan siapa dan apa yang tercakup dalam kelembagaan.
Sedangkan
aturan
representasi
mengatur
permasalahan siapa yang berhak berpartisipasi terhadap apa dalam proses pengambilan keputusan (Pakpahan, 1989). Aturan main
Himpunan aturan mengenai tatahubungan antarorang - orang, dimana ditentukan oleh hak-hak mereka, perlindungan atas hakhaknya, hak-hak istimewa dan tanggung jawabnya (Schmid, 1987).
Individu
Himpunan kesempatan bagi individu dalam membuat keputusan dan melaksanakan aktivitasnya (Schmid, 1987).
13
Homogenitas preferensi dan kepekaan politik ekonomi terhadap perbedaan preferensi merupakan hal yang penting dalam penentuan batas juridiksi. Konsep ini penting dalam menentukan batas juridiksi untuk merefleksikan permintaan terhadap barang dan jasa. Apabila barang dan jasa harus dikonsumsi secara kolektif, maka isu batas juridiksi menjadi penting dalam merefleksikan preferensi konsumen dalam aturan pengambilan keputusan. Dalam hal ini permasalahannya menjadi preferensi yang memutuskan. Homogenitas preferensi dan distribusi individu masyarakat yang memiliki preferensi yang berbeda akan mempengaruhi jawaban atas pertanyaan siapa yang memutuskan. Konsep skala ekonomi memegang peranan penting dalam menelaah permasalahan batas juridiksi. Dalam pengertian ekonomi, skala ekonomi menunjuk suatu situasi dimana biaya per satuan terus menurun apabila output ditingkatkan (decreasing return to scale). Batas juridiksi yang sesuai akan menghasilkan biaya per satuan yang lebih rendah dibanding dengan alternatif batas juridiksi yang lainnya. Konsep property right muncul dari konsep hak dan kewajiban yang didefinisikan atau diatur oleh hukum, adat dan tradisi atau konsensus yang mengatur hubungan antar anggota masyarakat dalam hal ini kepentingannya terhadap sumber daya, situasi dan kondisi. Dalam bentuk formal, property right merupakan produk dari sistem hukum formal. Dalam bentuk lain, property right merupakan produk dari tradisi atau adat kebiasaan dalam suatu masyarakat. Oleh karena itu tidak seorang pun yang dapat menyatakan hak milik tanpa pengesahan dari masyarakat dimana dia berada. Implikasi dari hal ini adalah: (1) hak
14
seseorang adalah kewajiban orang lain, dan (2) hak seperti dicerminkan oleh kepemilikan adalah sumber kekuatan untuk akses dan kontrol terhadap hak miliknya. Hak tersebut dapat diperoleh melalui berbagai cara seperti melalui pembelian, apabila barang dan jasa dimaksud boleh diperjualbelikan, melalui pemberian atau hadiah dan melalui pengaturan administrasi, seperti halnya pemerintah memberikan subsidi terhadap sekelompok masyarakat tertentu. Kepemilikan menguraikan hubungan orang dengan orang terhadap sesuatu. Hal inilah yang merupakan instrumen masyarakat dalam mengendalikan hubungan dengan orang tehadap sesuatu dan mengatur siapa memperoleh apa melalui penggunaan dengan persetujuan bersama. Kepemilikan merupakan bagian integral dari sistem sosial-ekonomi. Perubahan dalam sistem ekonomi dapat merubah kepemilikan dan perubahan dalam konsep kepemilikan yang diterima masyarakat juga dapat merubah kinerja ekonomi. Memiliki hak milik artinya memiliki kekuasaan untuk berpartisipasi
dalam
pengambilan keputusan
penggunaan sumber daya dan menciptakan biaya bagi orang lain apabila ia menginginkan sumber daya yang dimiliki tersebut (Pakpahan, 1991b). Setiap bentuk aturan representasi harus berhadapan dengan dua jenis biaya, yaitu biaya pengambilan keputusan sebagai akibat partisipasi dan biaya eksternal yang ditanggung oleh seseorang atau suatu lembaga sebagai akibat keputusan orang lain atau lembaga lain. Biaya representasi yang tinggi, baik dalam artian nilai uang maupun bukan uang, akan menentukan apakah output akan dihasilkan atau tidak. Jenis output apa yang dihasilkan oleh masyarakat juga ditentukan oleh aturan representasi dari kepentingan masyarakat.
15
Sumber daya alam, sumber daya manusia, teknologi dan kelembagaan merupakan faktor-faktor penggerak dalam pembangunan dan merupakan syarat kecukupan untuk mencapai keragaan pembangunan yang dikehendaki. Apabila satu atau lebih dari faktor-faktor tersebut tidak tersedia atau tidak sesuai dengan persyaratan yang diperlukan, maka tujuan untuk mencapai keragaan tertentu yang dikehendaki tidak akan dapat dicapai (Pakpahan, 1989). Kontribusi utama kelembagaan dalam proses pembangunan adalah mengkoordinasikan para pemilik faktor produksi (tenaga kerja, kapital, manajemen, dan lain-lain) ke dalam proses transformasi faktor produksi menjadi output. Pada saat yang bersamaan juga mengkoordinasikan distribusi output kepada para pemilik faktor produksi. Pemilik faktor produksi tersebut dapat berupa individu, organisasi, pemerintah dan lain-lain bergantung pada satuan analisis yang digunakan. Kemampuan suatu kelembagaan mengkoordinasikan, mengendalikan atau mengontrol ketergantungan antar pihak-pihak yang terlibat sangat ditentukan oleh kemampuan intuisi tersebut mengendalikan sumber ketergantungan tersebut yang merupakan karakteristik dari komoditi yang dianalisis, misalnya biaya eksklusi (exclusion cost), joint impact, biaya transaksi (transaction cost), risiko (risk), dan ketidakpastian (uncertainty) (Pakpahan, 1990a). Veblen dalam Djojohadikusumo (1991) menekankan bahwa perilaku manusia di bidang ekonomi dipengaruhi oleh iklim keadaan sekitar, pada tahap tertentu dan di zaman tertentu. Iklim keadaan yang dimaksud mempengaruhi kompleks citarasa dan pikiran, naluri dan nalar, persepsi dan perspektif di sekitar
16
permasalahan ekonomi. Veblen mengkombinasikan teori pertentangan di antara ketidakselarasan kepentingan. Pilihan orang-orang ditentukan oleh budaya lingkungan dan kekuatan kebiasaan setempat. 2.2 Konsep Pemasaran Menurut Kotler (1997), pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial yang di dalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Manajemen pemasaran adalah proses perencanaan dan pelaksanaan pemikiran, penetapan harga, promosi, serta penyaluran gagasan, barang dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang memuaskan tujuan-tujuan individu dan organisasi. Evans dan Berman (1995) menyatakan bahwa konsep pemasaran adalah suatu antisipasi, manajemen, dan pemenuhan kebutuhan melalui suatu proses perubahan pada produk, jasa, organisasi, sumber daya manusia, tempat, dan gagasan. Di dalamnya terdapat tiga elemen penting untuk kesuksesan suatu produk atau jasa yang dipasarkan, yaitu pemasaran yang berorientasi kepada konsumen, pemasaran yang berorientasi pada keuntungan atau bukan mencari keuntungan, dan memfokuskan kegiatan bisnis secara integrasi. Konsep pemasaran berpangkal tolak dari pasar yang ditetapkan dengan baik, berfokus pada kebutuhan pelanggan, mengkoordinasikan semua kegiatan pemasaran yang mempengaruhi pelanggan dan menghasilkan laba dengan menciptakan kepuasan pelanggan. Menurut konsep pemasaran, perusahaan memproduksi apa yang diinginkan pelanggan dan dengan cara ini perusahaan dapat memuaskan
17
pelanggan dan menghasilkan keuntungan. Konsep pemasaran mengambil perspektif dari luar dan dalam seperti terlihat dalam gambar berikut ini.
Pasar
Kebutuhan pelanggan
Laba melalui Kepuasan Pelanggan
Pemasaran Terpadu
Gambar 2. Konsep Pemasaran Sumber: Kotler dan Amstrong, 1995. 2.3 Pendekatan Analisis Pemasaran Purcell (1979) mengemukakan bahwa ada empat pendekatan yang dapat digunakan untuk mempelajari dan menganalisis masalah pemasaran, yaitu: 1. Pendekatan komoditi yang diperdagangkan (the commodity approach) 2. Pendekatan kelembagaan (the institutional approach) 3. Pendekatan fungsional (the functional approach) 4. Pendekatan sistem (the system approach) Pendekatan komoditi difokuskan pada apa yang dilakukan terhadap suatu komoditi setelah meninggalkan titik produksi. Pendekatan ini mengikuti pergerakan komoditi mulai dari produsen sampai ke konsumen, dianalisis dengan menggambarkan apa yang dilakukan dan bagaimana komoditi dapat ditangani lebih efisien. Kesederhanaan dari pendekatan ini merupakan keunggulan utamanya. Fokus pada komoditi menyederhanakan kompleksitas dari situasi dan memperjelas gambaran yang pasti terhadap apa yang terjadi. Masalah yang berhubungan
dengan
kerusakan
fisik
komoditi,
kesalahan
penanganan
(mishandling), lemahnya kontrol kualitas, penanganan yang tidak perlu, dan
18
tingginya biaya transportasi dapat diamati melalui jaringan pemasaran suatu komoditi. Meskipun demikian, pendekatan ini juga mempunyai kelemahan. Perhatian yang difokuskan pada komoditi membatasi perhatian mengenai dimensi perilaku dari aktivitas-aktivitas dalam sistem pemasaran. Pendekatan ini juga sedikit atau tidak memberikan perhatian pada konsep koordinasi antar tahap pemasaran dan pentingnya beberapa koordinasi untuk efisiensi sistem pemasaran total. Pada pendekatan kelembagaan, perhatian difokuskan pada penanganan komoditi dan penyediaan jasa-jasa pemasaran. Kelembagaan merupakan dasar perilaku pengambilan keputusan dan merupakan pusat perubahan. Tidak akan ada perubahan dan penyesuaian tanpa aksi dari kelembagaan. Tetapi penekanan pada institusi saja tidak cukup. Pada analisis akhir akan ada interaksi kelembagaan sepanjang jaringan pemasaran dari produsen ke konsumen yang menentukan tingkat koordinasi dan efisiensi sistem total yang dicapai. Untuk mencapai efisiensi dalam pemasaran perlu memperluas fokus perhatian pada aksi dan interaksi antar tahap pemasaran tersebut. Melalui pendekatan ini, permasalahan penelitian dapat dipahami dengan menganalisis kegiatan lembaga-lembaga perantara, misalnya aktivitas pedagang desa dalam memperoleh modal, risikorisiko yang dihadapi, tingkat keuntungan dan kesulitan-kesulitan yang dihadapi. Efisiensi pada sejumlah fungsi ekonomi yang dilakukan adalah penting. Berkaitan dengan bagaimana sistem pemasaran diorganisir, fungsi-fungsi ekonomi yang berkaitan dengan kegunaan bentuk, waktu dan tempat harus dilakukan. Pendekatan fungsional menyediakan kerangka pemikiran untuk suatu
19
pendekatan yang lebih luas untuk mempelajari pemasaran. Kohls (1972) menambahkan bahwa dalam mempelajari pemasaran suatu komoditi dapat dianalisis berdasarkan fungsi-fungsi pemasarannya, yaitu: 1. Fungsi pertukaran (exchange function), terdiri dari pembelian dan penjualan. 2. Fungsi
fisik (physical function), terdiri
dari pengangkutan dan
penyimpanan. 3. Fungsi fasilitas (facility function), standardisasi dan grading, pembiayaan, penanggungan risiko, dan informasi pasar. Pendekatan fungsional berkembang karena pendekatan ini menawarkan satu keunggulan dalam mempelajari dan menganalisis pemasaran, yaitu memfokuskan pada spesialisasi. Meskipun demikian, perhatian yang difokuskan pada spesialisasi menjadi kelemahan dari pendekatan ini. Jika pendekatan digunakan terlalu jauh, spesialisasi dapat memperlakukan fungsi tertentu seolaholah fungsi tersebut tidak tergantung satu sama lain dengan fungsi lainnya yang secara teknis berhubungan. Suatu pendekatan sistem pemasaran dapat dimulai dari yang sederhana sampai kompleks. Dimana persepsi dan orientasi merupakan hal yang penting, pendekatan sistem tidak membutuhkan perhatian yang lebih kompleks dibanding perhatian terhadap sistem total dan kesadaran akan pentingnya koordinasi antar tahap untuk efisiensi sistem total. 2.4 Kinerja Kelembagaan Pemasaran Kelembagaan dipandang penting mengingat kelembagaan inilah yang mendasari keputusan untuk produksi, investasi dan kegiatan ekonomi lainnya yang dibuat oleh seorang individu atau sebuah organisasi dalam konteks sosial
20
atau interaksi dengan pihak lain. Perubahan dalam kelembagaan akan merubah gugus kesempatan yang dihadapi para pelaku ekonomi sehingga keragaan ekonomi seperti produksi, kesempatan kerja, kemiskinan, kerusakan lingkungan, distribusi pendapatan, dan lain-lain dapat berubah (Pakpahan, 1991b). Jiwa analisis kelembagaan adalah ketergantungan antarpihak terhadap sesuatu, kondisi atau situasi dengan menggunakan transaksi sebagai aktivitas ekonomi. Kelembagaan pemasaran menguraikan bentuk-bentuk aturan main, fungsi pihak-pihak yang terlibat dan sistem pemberian penghargaan (merit system). Aturan main disusun berdasarkan bentuk-bentuk ketergantungan antar pihak yang terlibat. Dalam aturan main ini juga akan diuraikan fungsi masingmasing pihak dalam kelembagaan tersebut. Sedangkan fungsi dari masing-masing pihak yang terlibat mencerminkan gambaran kerja (tugas dan tanggung jawab) tiap pihak. Pemberian penghargaan diberikan kepada masing-masing pihak berdasarkan apa yang telah dilakukannya (jasa) pada kelembagaan pemasaran. Hal-hal yang terkait dengan kelembagaan pemasaran ini dibentuk berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak yang melakukan transaksi. Sedangkan besarnya manfaat yang diterima dan biaya yang dikeluarkan oleh masing-masing pihak akan tergantung pada kekuatan posisi tawar antara pihak yang satu dengan pihak yang lain. Peserta yang terlibat dalam kelembagaan pemasaran ini ditentukan oleh aturan representasi. Setiap bentuk aturan representasi harus berhadapan dengan dua jenis biaya, yaitu biaya pengambilan keputusan sebagai akibat partisipasi dan biaya eksternal yang ditanggung oleh seseorang atau lembaga sebagai akibat
21
keputusan orang lain atau lembaga lain. Biaya representasi yang tinggi baik dalam artian nilai uang atau bukan uang, akan menentukan apakah output akan dihasilkan atau tidak. Jenis output apa yang dihasilkan oleh masyarakat juga ditentukan oleh aturan representasi dari kepentingan masyarakat. Setiap transaksi (transaction relationship) memasukkan tiga komponen ekonomi dasar, yaitu: alokasi nilai atau distribusi pendapatan dari perdagangan, alokasi ketidakpastian dan hal yang berhubungan dengan resiko keuangan, dan alokasi property right untuk memutuskan masuk dalam kelembagaan. Ketiga komponen ini saling mempengaruhi satu sama lain. Misalnya pada kontrak dengan harga tertentu (fixed price contract), menghilangkan risiko ketidakpastian harga nominal tetapi di sisi lain dapat menghasilkan risiko finansial jika harga pasar relatif berubah. Kontrak ini juga dapat mempengaruhi insentif dari masingmasing pihak dan cara mereka dalam mengambil keputusan, khususnya berkaitan dengan kualitas produk (Syukuta dan Cook, 2001). Salah satu pendekatan yang dikembangkan oleh ekonomi kelembagaan adalah bahwa kelembagaan memandang perilaku sebagai bagian dari rangkaian Struktur-Perilaku-Kinerja (Structure-Conduct-Performance). Struktur dianggap akan menentukan pola perilaku dan pola perilaku akan mempengaruhi kinerja serta pada akhirnya kinerja akan mempengaruhi kondisi struktur kelembagaan ekonomi yang bersangkutan (Schmid, 1987). 2.5 Analisis Efisiensi Sistem Pemasaran Pemasaran adalah semua usaha yang mencakup kegiatan arus barang dan jasa, mulai dari titik produksi sampai ke tangan konsumen akhir. Kegiatan distribusi adalah suatu kegiatan ekonomi yang berperanan menghubungkan
22
kepentingan produsen dengan konsumen, baik untuk produksi primer, setengah jadi maupun produk jadi. Melalui kegiatan tersebut produsen memperoleh imbalan sesuai dengan volume dan harga produk per unit yang berlaku pada saat terjadinya transaksi. Hasil pemasaran tersebut diharapkan dapat memberikan keuntungan yang proporsional bagi petani atau produsen komoditas yang bersangkutan sesuai dengan biaya, risiko dan pengorbanan yang sudah dikeluarkan. Di lain pihak, para pelaku pemasaran diharapkan memperoleh imbalan jasa pemasaran proporsional dengan pelayanan dan risiko yang ditanggungnya (Dillon, 1998). Tujuan dari penelitian pasar adalah untuk mengetahui siapa menginginkan apa, mengapa dia menginginkan produk tersebut, pada harga berapa dia menawarkan, dalam bentuk apa (standar kualitas) produk tersebut diinginkan, dimana barang tersebut sebaiknya diperoleh atau dibeli, dan berapa banyak jumlah barang yang diinginkan. Penelitian pasar juga harus menjawab pertanyaan tentang bagaimana administrasi dan transportasi (termasuk asuransi) seharusnya atau dapat diatur. Sebuah perusahaan yang ingin memasarkan produknya seharusnya juga dapat memberikan informasi dari pihaknya sendiri kepada klien potensialnya. Dalam pertukaran informasi ini, baik penjual dan pembeli sebenarnya membutuhkan tipe informasi yang sama. Tetapi dalam pasar terbuka, penjual tidak akan bersedia menginformasikan biaya produksi dan efisiensi (keuntungan) yang diperoleh perusahaannya, sedangkan pembeli tidak akan bersedia menunjukkan harga jual berikutnya dan rahasia dagangnya. Hubungan bisnis yang baik dan kepercayaan yang saling menguntungkan antara penjual dan pembeli
23
menentukan seberapa besar penjual bersedia menurunkan harga penawaran dan seberapa tinggi pembeli bersedia menaikkan tawarannya. Pemahaman yang baik antara penjual dan pembeli merupakan satu faktor penentu harga dalam suatu transaksi (Wassink dan Wiselius, 1980). Analisis efisiensi sistem pemasaran juga dapat dilihat dari bentuk kelembagaan pasar yang dipilih. Salah satunya adalah kelembagaan pemasaran dengan sistem patron-klien. Menurut Scott (1993), hubungan patron-klien adalah sebuah pertukaran hubungan antara dua peran yang dapat dinyatakan sebagai kasus khusus ikatan antara dua orang yang terutama melibatkan persahabatan instrumental, dimana seseorang dengan status sosial-ekonomi yang lebih tinggi (patron) menggunakan pengaruhnya dan/atau keuntungan-keuntungan untuk seseorang yang status sosial-ekonominya lebih rendah (klien). Selanjutnya, klien akan menawarkan dukungan umum dan bantuan, termasuk jasa pribadi kepada patron. Jaringan patron-klien ini berfungsi untuk menyatukan individu-individu yang tidak mempunyai hubungan keluarga. Sedangkan barang dan jasa yang dipertukarkan oleh patron dan klien mencerminkan kebutuhan yang timbul serta sumber daya masing-masing. Dalam hubungan ini juga dilihat apakah hubungan ketergantungan yang terjalin oleh klien dilihat lebih bersifat kolaboratif dan sah atau terutama lebih bersifat eksploratif. Klien akan membandingkan antara jasa yang diterimanya dengan yang diberikan kepada patron. Makin besar nilai yang diterima dari patron dibanding biaya yang harus ia kembalikan, maka makin besar kemungkinannya ia melihat hubungan ini sebagai ikatan yang sah dan kolaboratif (saling
24
menguntungkan). Tujuan utama dari suatu transaksi adalah mencari untung sehingga ada kecenderungan untuk berusaha membeli semurah-murahnya dan berusaha
menjual
semahal-mahalnya. Kecenderungan untuk memperoleh
keuntungan yang sebesar-besarnya inilah yang membedakan praktek dan cara berpikir pedagang perantara dan produsen (Mubyarto, 1987 dalam Sukmadinata, 1995). Sebagaimana halnya kegiatan ekonomi, pemasaran juga mensyaratkan efisiensi, yaitu pengorbanan yang sekecil mungkin dari berbagai sumber ekonomi sehingga dapat memberikan kepuasan maksimal terhadap barang dan jasa yang diminta konsumen (Saefudin, 1983 dalam Tumbel, 1996). Pemasaran yang efisien dicirikan oleh tercapainya kepuasan bagi semua pihak, yaitu: produsen, lembaga pemasaran, dan konsumen. Efisiensi dalam pemasaran akan mengurangi biayabiaya pemasaran dan memperkecil margin pemasaran. Menurut Kohls (1972), margin pemasaran adalah perbedaan harga yang diterima produsen dibandingkan dengan harga yang dibayar konsumen akhir. Efisiensi sistem pemasaran dapat dilihat dari distribusi margin pemasaran yang merata antar tiap-tiap pelaku pemasaran. 2.6 Penelitian Terdahulu Berdasarkan penelitian yang dilakukan Arief Hariadi (2001) yang berjudul Kajian metode penjualan Kelapa Sawit di Divisi Penjualan Kelapa Sawit Kantor Pemasaran Bersama (KPB) PT Perkebunan Nusantara Jakarta dengan menitikberatkan pada faktor-faktor yang dipertimbangkan pada penjualan minyak kelapa sawit di Kantor Pemasaran Bersama (KPB) dan kemungkinan-
25
kemungkinan alternatif metode penjualan yang lain yang dapat diterapkan di Kantor Pemasaran Bersama (KPB). Menurut penelitian ini, hal-hal yang mempengaruhi fluktuasi harga pada penjualan minyak kelapa sawit terutama mempertimbangkan harga, supplydemand, kondisi politik dan keamanan, serta perubahan teknologi yang berlangsung. Derivatif lain yang juga dipertimbangkan berkaitan dengan kondisi di atas adalah kurs, substitusi, produksi, kebijaksanaan atau peraturan pemerintah, dan cadangan minyak kelapa sawit. Dari penelitian selain teridentifikasi faktorfaktor eksternal dan internal yang mempengaruhi nilai penjualan CPO, dan untuk mengantisipasi faktor-faktor tersebut pihak KPB khususnya divisi penjualan kelapa sawit menggunakan mekanisme penjualan dengan tender, penjualan bebas dan long term kontrak. Alternatif lain dari metode penjualan yang ada tersebut yaitu bursa berjangka dan e-commerce belum dapat diadakan. Penelitian lain dilakukan oleh Yarnis Alisyahbana (2001) dengan judul Analisis Proses Tender Minyak Sawit (CPO) di Kantor Pemasaran Bersama (KPB) PT Perkebunan Nusantara Jakarta
yang menitikberatkan pada
menganalisis sistem tender CPO yang dilaksanakan oleh KPB Jakarta, keterkaitan antara
fluktuasi
harga
CPO
dalam
tender
dengan
faktor-faktor
yang
mempengaruhinya, keterkaitan antara volume tender dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya, dan memberikan alternatif kebijakan pemasaran CPO di KPB Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tender CPO domestik dilaksanakan setiap hari Selasa pukul 15.00 WIB sampai dengan selesai, dihadiri oleh Direktur
26
Pelaksana KPB dan Staf PT Perkebunan Nusantara, peserta tender, serta peninjau atas izin panitia tender. Bentuk pasar tender di KPB adalah tender atau lelang Inggris, dimana penawaran oleh peserta tender terhadap produk CPO akan meningkatkan harga patokan (price idea) sampai tercapainya harga tertinggi. Analisis kualitatif menunjukkan bahwa sebagian besar peserta tender telah merasa puas terhadap pelaksanaan tender yang ada. Para peserta tender juga mengharapkan antara lain: pengurusan faktur pajak setelah transaksi mohon dipercepat; tender diharapkan dapat dilakukan dua kali seminggu; serta informasi tender mohon lebih dipercepat. Sruktur pasar pada pelaksanaan tender cenderung mendekati pasar bersaing (kompetitif). Hal ini dicirikan dengan terdapatnya penjual dan banyak pembeli dengan produk yang standar, adanya informasi antara penjual dan pembeli, setiap pembeli dan penjual adalah penerima harga dan produk yang dijual mempunyai kualitas yang seragam. Kesimpulan penelitian menunjukkan bahwa secara umum pelaksanaan dan sistem tender di KPB Jakarta sudah dilakukan dengan baik dan transparan, mulai dari pengumuman produk CPO yang akan ditenderkan sampai dengan penentuan pemenang tender. Hasil analisis regresi menggunakan minitab for windows dengan menggunakan harga tender sebagai variabel dependen dan variabel harga internasional, harga domestik, kurs mata uang rupiah terhadap dollar, supply, demand, jumlah peserta, harga tender bulan sebelumnya dan ekspor Indonesia sebagai variabel independen menunjukkan nilai R-square 99,2 % dan nilai R-square (adj) 98,6 %, yang berarti bahwa 98,6 % variasi dalam variabel dependen (Y) dapat dijelaskan oleh variasi dalam variabel independen (X) yang
27
dimasukkan dalam model pada persamaan regresi harga tender. Variabel independen harga domestik, demand jumlah peserta tender dan harga trender pada bulan sebelumnya berpengaruh secara signifikan terhadap harga tender. Hasil analisis regresi dengan menggunakan volume tender sebagai variabel dependen dan harga tender bulan sebelumnya, jumlah CPO yang ditawarkan, harga internasional, kurs mata uang rupiah terhadap dollar dan dummy sifat musiman (seasonality) sebagai variabel independen menunjukkan nilai R-square 67,6 % dan nilai R-square (adj) 58,6 %. Variabel independen jumlah yang ditawarkan berpengaruh secara signifikan terhadap volume tender. Untuk meningkatkan daya saing KPB Jakarta dalam memasarkan CPO melalui tender, disarankan agar KPB Jakarta melakukan pendataan kembali processor yang ada di Indonesia, processor yang terdaftar di KPB dan processor yang mengikuti tender; mempercepat informasi mengenai pelaksanaan tender kepada para peserta; serta meningkatkan kualitas CPO yang ditawarkan. Penelitian yang dilakukan oleh Cicilia Nancy (1988) dengan judul Usaha untuk Meningkatkan Daya Saing Karet Alam Indonesia di Pasar Internasional melalui Efisiensi Pemasaran yang melakukan analisis fleksibilitas transmisi harga terhadap karet alam mendapatkan hasil bahwa sistem pemasaran petani peserta proyek yang menghasilkan sleb giling (Bokar = Bahan olah karet rakyat) adalah yang paling efisien dimana nilai fleksibilitas transmisi harga antara petani dan pedagang lebih besar dari satu. Hal ini berarti bila harga di tingkat pedagang berubah 1 persen, maka harga di tingkat petani akan berubah lebih dari 1 persen, ceteris paribus. Hal ini antara lain disebabkan terjadinya persaingan yang efektif
28
pada tingkat pedagang dalam mendapatkan bokar dari petani proyek. Di samping itu, petani proyek sendiri berada pada posisi tawar menawar yang lebih kuat, karena telah mempunyai standar KKK dan harga bokar serta hanya menjual produknya kepada pedagang yang memberikan harga tertinggi. Penelitian juga dilakukan oleh Fadhilah Wulandari (2008) yang berjudul Efisiensi Sistem Tataniaga Sayuran untuk Pasar Tradisional dan Pasar Modern melalui Sub Terminal Agribisnis Cigombong Kabupaten Cianjur – Jawa Barat yang menggunakan analisis keterpaduan pasar (IMC = Indeks of Market Connection) mendapatkan hasil pada pasar tradisional untuk sayuran brokoli dimana untuk IMC lebih besar dari satu yaitu sebesar 2,07 sehingga tidak terjadi keterpaduan pasar jangka panjang antara pasar pengikut dan pasar acuan serta untuk koefisien b2 sebesar 0,52 yang artinya terjadi keterpaduan pasar jangka pendek, dikarenakan nilai b2 kurang dari satu. Selain itu juga untuk sayuran bawang daun didapat nilai perhitungan IMC sebesar 1,52 dan nilai b2 sebesar 1,11 dimana keduanya lebih besar dari satu yang artinya antara pasar acuan dan pasar pengikut tidak terjadi keterpaduan pasar jangka panjang maupun keterpaduan pasar jangka pendek. Sedangkan pada pasar modern untuk sayuran brokoli didapat IMC sebesar 0,03 yang artinya terjadi keterpaduan pasar jangka panjang dan koefisien b 2 sebesar 1,36 yang artinya tidak terjadi keterpaduan pasar jangka pendek. Oleh karena itu penelitian ini menyimpulkan bahwa pola sayuran yang paling efisien adalah pola saluran 1 dari pasar modern sebab pola saluran yang terbentuk pendek dan terjadi keterpaduan pasar jangka panjang.
29
Penelitian lain yang cukup terkait dilakukan oleh Reni Kustiari (2007) dalam disertasi yang berjudul Analisis Ekonomi tentang Posisi dan Prospek Kopi Indonesia di Pasar Internasional yang menggunakan analisis kekuatan pasar dengan menggunakan model Pricing To Market (PTM) untuk menguji apakah negara pengekspor menerapkan diskriminasi harga terhadap mitra dagangnya, model pemimpin harga melalui model triopoli serta analisis integrasi harga dengan uji kointegrasi untuk melihat keterpaduan dan keterkaitan harga kopi biji antara pasar domestik dan pasar dunia. Dari hasil analisis model PTM harga FOB Indonesia menunjukkan bahwa koefisien nilai tukar bertanda negatif dan tidak berpengaruh nyata secara statistik dimana Indonesia tidak melakukan praktek diskriminasi harga antar pasar tujuan ekspor, begitu pula dengan Jerman. Berbeda dengan Amerika Serikat yang diketahui melakukan diskriminasi harga. Dari model pemimpin harga didapat fleksibilitas harga sebesar 0,4 yang menunjukkan bahwa peningkatan permintaan Uni Eropa sebesar 1 persen akan meningkatkan harga kopi dunia sebesar 0,4 persen. Sedangkan untuk keterpaduan pasar diperoleh bahwa pasar kopi robusta Indonesia terintegrasi dengan pasar dunia dalam jangka panjang, sementara signal harga ditransmisikan dalam jangka pendek. Dengan kata lain, harga kopi robusta di tingkat petani Indonesia sangat dipengaruhi oleh tingkat harga di pasar Internasional. Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa Brasilia sebagai pengekspor utama kopi dapat melakukan kekuatan jual di pasar kopi dunia. Demikian pula, Uni Eropa yang merupakan pengimpor utama berkemampuan melakukan kekuatan pasar.
30
2.7 Kerangka Pemikiran
Produksi CPO PTPN
Pemasaran CPO PTPN
Kantor Pemasaran Bersama (KPB) PTPN Jakarta
Metode Analisis Deskriptif
Analisis Kualitatif
Analisis Kuantitatif
1. Analisis Lembaga dan Saluran Tataniaga Pemasaran 2. Analisis Fungsi – Fungsi Tataniaga 3. Analisis Struktur Pasar 4. Analisis Perilaku Pemasaran
1. Analisis Fleksibilitas Transmisi Harga 2. Analisis Keterpaduan Pasar (Indeks of Market Connection)
Efisiensi Tataniaga Pemasaran CPO Melalui Kantor Pemasaran Bersama (KPB) Jakarta Gambar 3. Kerangka Pemikiran Penelitian Analisis Ekonomi Kelembagaan Pemasaran CPO Produksi PT Perkebunan Nusantara (PTPN), Kasus Kantor Pemasaran Bersama (KPB) PTPN Jakarta
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Kantor Pemasaran Bersama (KPB) PTPN yang terletak di Jalan Taman Cut Mutiah nomor 11, Menteng, Jakarta Pusat 10330. Lokasi penelitian dipilih secara sengaja (purposive), berdasarkan pertimbangan: 1. Lokasi tersebut merupakan kantor pusat dari Kantor Pemasaran Bersama (KPB) PTPN dimana setiap PTPN memasarkan CPO hasil produksinya dengan pertimbangan adanya ketersediaan data dan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian. 2. Lokasi penelitian yang masih bisa dijangkau oleh peneliti untuk memperoleh data dan informasi karena keterbatasan pada waktu, tenaga, dan biaya. Sedangkan waktu penelitian antara bulan Juli sampai dengan bulan Agustus 2009. 3.2 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan dengan survey. Survey merupakan suatu teknik penelitian, yang mana informasi dari suatu responden dikumpulkan, biasanya dengan menggunakan kuesioner atau wawancara (Juanda, 2007). Sumber data primer utama dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan wawancara dengan panduan kuesioner yang merupakan pertanyaan terbuka. Kuesioner dengan pertanyaan terbuka dimaksudkan untuk mengetahui uraian pendapat yang panjang lebar dari responden. Wawancara akan dilakukan dengan
32
pimpinan dan staf KPB Jakarta, staf pemasaran PTPN serta peserta tender (pembeli). Data sekunder diperoleh dari informasi historis di KPB Jakarta, instansi terkait seperti Direktorat Jenderal Perkebunan, Departemen Pertanian, Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Bank Indonesia, Badan Pusat Statistik, dan PTPN I - XIV. 3.3 Metode Pengumpulan Data dan Pengambilan Contoh Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara: (1) Studi kepustakaan (eksplorasi), terutama kelembagaan pemasaran CPO khususnya KPB; (2) Pengamatan langsung dengan mempelajari berbagai dokumen, proses tender di KPB dan informasi historis yang ada; (3) Membuat daftar pertanyaan (kuesioner) dan wawancara terhadap pimpinan dan staf KPB Jakarta, staf pemasaran PT Perkebunan Nusantara (PTPN) serta peserta tender. Pengambilan contoh (sampling) adalah suatu prosedur yang hanya mengamati sebagian objek pengamatan. Sampling dilakukan dengan teknik penarikan contoh tanpa peluang (non-probability sampling) yaitu prosedur penarikan contoh yang tidak memungkinkan kita menghitung peluang terpilihnya anggota tertentu populasi ke dalam contoh. 3.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data Data primer dan sekunder yang diperoleh dari hasil survei dianalisis melalui metode analisis deskriptif. Analisis deskriptif dilakukan dengan melakukan analisis secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif yang digunakan antara lain analisis lembaga dan saluran tataniaga pemasaran (dalam hal ini adalah KPB), analisis fungsi – fungsi tataniaga, analisis stuktur pasar dan
33
perilaku pasar. Sedangkan analisis kuantitatif yang akan digunakan antara lain adalah analisis fleksibilitas transmisi harga dan analisis keterpaduan pasar (Indeks of Market Connection) dengan menggunakan data harga CPO time series. Pengolahan data akan dibantu oleh program Microsoft Excel 2007 dan software Eviews 6.1 yang disajikan dalam bentuk tabulasi dan keterangan penjelas. 3.4.1
Metode Analisis Data
3.4.1.1 Analisis Lembaga dan Saluran Tataniaga Pemasaran Analisis lembaga adalah melakukan identifikasi struktur kelembagaan dimana didalamnya dapat dijelaskan batas juridiksi, hak-hak kepemilikan dan aturan representasi. Batas juridiksi menjelaskan pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung sebagai pelaku dalam kelembagaan tersebut secara individu maupun organisasi atau perusahaan. Hak-hak kepemilikan menjelaskan hak dan kewajiban PTPN, KPB PTPN dan pembeli atau processor. Aturan representasi menjelaskan keterlibatan pihak-pihak dalam regulasi dan aturan-aturan yang mendasari kelembagaan ini. Analisis saluran tataniaga pemasaran akan menjelaskan gambaran umum sistem pemasaran serta saluran tataniaga pemasaran dari PTPN selaku produsen CPO hingga ke konsumennya yang terdiri dari perusahaan pengolah CPO (processor). Hal ini juga akan menjelaskan fungsi dan tujuan dibentuknya Kantor Pemasaran Bersama (KPB). 3.4.1.2 Analisis Fungsi – Fungsi Tataniaga Analisis fungsi - fungsi tataniaga menggambarkan kegiatan-kegiatan dari masing pihak dalam saluran tataniaga pemasaran CPO produksi PTPN dimulai dari produsen (PTPN), lembaga pemasaran (KPB PTPN Jakarta) sampai ke
34
konsumen (pembeli atau processor). Kegiatan-kegiatan tersebut disebut dengan fungsi-fungsi tataniaga dimana setiap tataniaga yang terlibat dalam penyaluran CPO dari PTPN hingga ke konsumen melakukan berbagai fungsi tataniaga secara umum yang dikelompokkan dalam tiga fungsi utama, yaitu fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. 3.4.1.3 Analisis Struktur Pasar Metode analisis ini diperlukan untuk mengetahui apakah struktur pasar yang terbentuk cenderung mendekati pasar persaingan sempurna atau pasar persaingan tidak sempurna. Hal ini dapat dilakukan dengan melihat komponen yang mengarahkan pasar ke suatu struktur pasar tertentu contohnya seperti semakin banyak penjual dan pembeli, maka struktur pasar tersebut mendekati kesempurnaan dalam persaingan. Kesepakatan antarsesama pelaku pemasaran menimbulkan struktur pasar yang cenderung tidak bersaing sempurna. Mengetahui struktur pasar komoditas CPO yang dipasarkan melalui Kantor Pemasaran Bersama (KPB) dapat dilihat mudah tidaknya memasuki pasar, differensiasi produk, dan informasi pasar. 3.4.1.4 Analisis Perilaku Pasar Perilaku pasar dapat dianalisis dengan mengamati praktek penjualan dan pembelian yang dilakukan oleh para pelaku pasar melalui sistem penentuan harga serta sistem pembayarannya. Pelaku pasar yaitu produsen (PTPN), konsumen (processor) dan lembaga pemasaran (KPB) menyesuaikan diri terhadap situasi penjualan dan pembelian yang terjadi.
35
3.4.1.5 Analisis Fleksibilitas Transmisi Harga Menurut George dan King (1972), elastisitas transmisi harga adalah rasio perubahan harga relatif pada tingkat petani atau produsen terhadap perubahan harga relatif pada tingkat pengecer atau konsumen. Elastisitas harga berarti perubahan jumlah yang diminta (Q) akibat adanya perubahan harga (P). Menurut Brandt dan French (1981), kebalikan dari elastisitas harga adalah fleksibilitas harga, yaitu rasio perubahan harga akibat perubahan jumlah yang diminta. Menurut George dan King (1972), diketahui bahwa harga tingkat petani atau produsen merupakan fungsi linier dari harga tingkat pengecer atau konsumen sehingga didapat persamaan melalui analisis regresi linier sederhana: Pf = a + b Pr
.......................... (1)
Konsep fleksibilitas transmisi harga dalam hal ini dapat dijadikan sebagai ukuran efisiensi pemasaran. Secara sederhana konsep fleksibilitas transmisi harga dapat dituliskan dalam bentuk persamaan matematis sebagai berikut (George dan King dalam Nancy, 1988): 1 𝜂
=b
Pr
Pf ........................... (2)
dimana: 1/𝜂 = Fleksibilitas transmisi harga b
= Koefisien regresi linier antara Pf dan Pr
Pf = Harga CPO di tingkat produsen PTPN (Rp/Kg) Pr = Harga CPO di tingkat konsumen (Rp/Kg) Dari bentuk persamaan ini dapat dilihat bahwa konsep ini mengukur seberapa jauh perubahan harga yang terjadi di tingkat konsumen akan ditransmisikan ke tingkat produsen, baik dalam kasus harga naik maupun harga
36
turun. Nilai fleksibilitas transmisi harga yang mendekati satu (1) menunjukkan kelembagaan tataniaga mentransmisikan harga secara baik sehingga kelembagaan tersebut dapat dikatakan efisien. 3.4.1.6 Analisis Indeks Keterpaduan Pasar Keterpaduan pasar adalah sampai seberapa jauh pembentukan harga suatu komoditas pada suatu tingkat lembaga tataniaga atau pasar dipengaruhi oleh tingkat lembaga tataniaga atau pasar lainnya. Untuk mengetahui tingkat keterpaduan pasar CPO antara tingkat atau level lembaga tataniaga ke-i dengan tingkat lembaga tataniaga lainnya, dianalisis secara statistik menggunakan model Indeks of Market Connection (IMC) dengan pendekatan model Autoregressive Distribution Lag, yang dikembangkan oleh Ravallion (1986) yang kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Heytens (1986) dalam Arifianto (2007). Analisis indeks keterpaduan pasar digunakan untuk melihat efisiensi harga tataniaga CPO. Model ekonometrika Autoregressive Distribution Lag diduga dengan menggunakan metode kuadrat terkecil biasa (Ordinary Least Square/OLS), sebagai berikut:
Pit = b1 Pit −1 + b2 Pjt − Pjt −1 + b3 Pjt −1 + et ............. (3) Dimana: Pit
= Harga CPO di pasar pengikut bulan ke-t (Rp/kg)
Pit-1 = Lag harga CPO di pasar pengikut pada bulan ke-t (Rp/kg) Pjt
= Harga CPO di pasar acuan pada bulan ke-t (Rp/kg)
Pjt-1 = Lag harga CPO di pasar acuan pada bulan ke-t (Rp/kg) bi
= Parameter estimasi (bi = 1,2,3)
et
= Random error
i
= Pasar pengikut
j
= Pasar acuan
37
Koefisien b2 mengukur bagaimana perubahan harga di pasar acuan diteruskan terhadap harga di pasar pengikut. Jika b 2 = 1, maka perubahan harga yang terjadi adalah netral dan proporsi jika dihitung dalam persentase. Jika b 2 lebih besar dari 1, maka perubahan yang terjadi di pasar acuan akan berpengaruh terhadap harga di tingkat pasar pengikut. Jika di tingkat pasar acuan sama pada setiap bulannya (b2 = 0), maka koefisien b2 tidak berpengaruh dan dapat dikeluarkan dari persamaan. Dengan demikian harga di pasar pengikut hanya dipengaruhi harga di pasar acuan, dengan koefisien
b 1 dan b3. Jika kedua
koefisien telah diketahui, maka dapat diperoleh indeks keterpaduan pasar (IMC) yang dihitung sebagai berikut: IMC =
b1 b3
........................................ (4)
Jika IMC < 1, maka terjadi keterpaduan pasar yang relatif tinggi antara harga di tingkat pasar pengikut dengan pasar acuan. Artinya harga yang terjadi di pasar acuan merupakan faktor utama (dominan) yang mempengaruhi harga yang terjadi di tingkat pasar pengikut. Hal ini menunjukkan bahwa kedua pasar terhubung dengan baik karena informasi permintaan dan penawaran di pasar acuan diteruskan ke pasar pengikut serta mempengaruhi harga yang terjadi di pasar pengikut. Hipotesis keterpaduan pasar jangka panjang yang kuat diterima, apabila nilai IMC = 0 dan b1 = 0, maka harga di tingkat pengecer atau pasar pengikut pada bulan sebelumnya tidak berpengaruh terhadap yang diterima di pasar pengikut sekarang. Jika IMC > 1, maka menunjukkan bahwa kondisi atau faktor di pasar pengikut memiliki pengaruh yang dominan terhadap pembentukan harga di pasar
38
pengikut atau dengan kata lain terjadinya perubahan harga di tingkat pasar acuan tidak memiliki pengaruh dominan terhadap pembentukan harga CPO di tingkat pasar pengikut. Keterpaduan pasar jangka pendek secara sempurna akan terjadi apabila b2 = 1, artinya perubahan harga pasar acuan akan sepenuhnya diteruskan ke pasar pengikut. Dengan kata lain, semakin mendekati satu pada nilai koefisien korelasi (b2), maka derajat asosiasinya semakin tinggi. 3.4.1.7 Pengujian Hipotesis Mengetahui apakah secara statistik peubah bebas (independent variable) yang dipilih berpengaruh nyata atau tidak terhadap peubah tak bebas (dependent variable), digunakan uji statistik t dan uji statistik F. Uji t digunakan untuk menguji koefisien regresi dari masing-masing peubah sehingga dapat diketahui apakah peubah ke-j berpengaruh nyata terhadap peubah tak bebasnya. Sedangkan uji F digunakan untuk mengetahui koefisien regresi secara serentak apakah peubah-peubah bebas secara bersama-sama menjelaskan variasi peubah tak bebasnya. Pengujian hipotesis atas masing-masing koefisien regresi dilakukan dengan uji t-student dengan hipotesis sebagai berikut: 1) Keterpaduan Pasar Jangka Pendek Hipotesis: H0 : b2 = 1 H1 : b2 ≠ 1 Selanjutnya hipotesis ini (H0 : b2 = 1) digunakan untuk menganalisis keterpaduan pasar jangka pendek dengan uji statistik sebagai berikut: t – hitung =
b 2 −1 𝑆𝐸 b 2
39
Apabila t-hitung < t-tabel, maka hipotesis nol tidak dapat ditolak secara statistik. Artinya, kedua pasar terpadu dalam jangka pendek. Sebaliknya jika thitung > t-tabel, maka hipotesis alternatif diterima secara statistik. Artinya kedua pasar tidak terpadu dalam jangka pendek. 2) Keterpaduan Pasar Jangka Panjang Hipotesis: H0 : b1/b3 = 0 H1 : b1/b3 ≠ 0 Nilai b1/b3 = 0 terjadi apabila b1 = 0, sehingga hipotesis di atas dapat dituliskan sebagai berikut: H0 : b1 = 0 H1 : b1 ≠ 0 Selanjutnya hipotesis ini (H0 : b1 = 0) digunakan untuk menganalisis keterpaduan pasar jangka panjang dengan uji statistik sebagai berikut: t – hitung =
b 1 −0 𝑆𝐸 b 1
Apabila t-hitung < t-tabel, maka hipotesis nol tidak dapat ditolak secara statistik. Artinya, kedua pasar terpadu dalam jangka panjang. Sebaliknya jika t-hitung > ttabel, maka hipotesis alternatif diterima secara statistik. Artinya kedua pasar tidak terpadu dalam jangka panjang.
IV. GAMBARAN UMUM KANTOR PEMASARAN BERSAMA (KPB) PTPN JAKARTA
4.1 Sejarah dan Perkembangan KPB PTPN Sejarah pengelolaan perkebunan dan pemasaran hasil-hasilnya sebenarnya telah dimulai sejak masa penjajahan Belanda dimana masuknya VOC (Verenigdee Oost Indische Compagnie) dengan sistem tanam paksa (cultuur stelsel) sehingga sistem usaha kebun rakyat menjadi sumber eksploitasi komoditi perdagangan untuk pasaran Eropa yang berlanjut hingga masa pemerintahan Hindia Belanda. Sejarah pengelolaan pemasaran hasil (khususnya CPO) perusahaan perkebunan milik negara (BUMN) dan berdirinya Kantor Pemasaran Bersama (KPB) PTPN dimulai sejak pengambil-alihan atau nasionalisasi perusahaan perkebunan milik Belanda pada tahun 1957 yang disahkan oleh presiden Soekarno melalui UU Nomor 86 tahun 1958 tentang Nasionalisasi Perusahaan-Perusahaan Milik Belanda. 4.1.1 Periodisasi Sejarah dan Perkembangan KPB PTPN Tahun 1958 – 1961 Pada rentang tahun 1958 sampai dengan 1961 terdapat 2 (dua) Perusahaan Perkebunan Negara (PPN) yang melaksanakan fungsi pemasaran secara sendiri oleh masing-masing Badan Pimpinan Umum Perusahaan Perkebunan Negara (BPU-PPN), kedua PPN tersebut adalah:
PPN Lama yang merupakan perusahaan perkebunan yang diambil alih oleh pemerintah Republik Indonesia dari perusahaan perkebunan milik pemerintah Belanda.
41
PPN Baru adalah perusahaan perkebunan hasil nasionalisasi oleh pemerintah Republik Indonesia terhadap perusahaan perkebunan swasta milik Belanda.
Tahun 1961 – 1963 Seiring dengan tumbuh kembangnya Perusahaan Perkebunan Negara, maka pada periode ini dibentuk Badan Pimpinan Umum Perusahaan Perkebunan Negara (BPU-PPN) yang memiliki fungsi sebagai pengelola seluruh perusahaan perkebunan yang telah diambil alih oleh pemerintah Republik Indonesia dalam hal ini PPN Lama dan PPN Baru beserta kebun-kebun yang dimiliki. Sebagai konsekuensi dari hal tersebut maka pemasaran komoditas hasil perkebunan dilaksanakan oleh direksi BPU-PPN beserta kantor-kantor yang dimiliki di beberapa wilayah di Indonesia. Tahun 1963 – 1968 Pemerintah Republik Indonesia membagi BPU-PPN menjadi 5 (lima) badan hukum. Hal ini dilakukan demi tercapainya peningkatan efektifitas dan efisiensi pada bidang produksi komoditas hasil perkebunan. Pada periode ini fungsi pemasaran dilakukan oleh masing-masing BPU-PPN yang terdiri dari: BPU-PPN Karet, BPU-PPN Aneka Tanaman, BPU-PPN Gula, BPU-PPN Tembakau, dan BPU-PPN Serat. Tahun 1968 – 1990 Pada periode ini pemerintah Republik Indonesia membubarkan seluruh BPU-PPN dan membentuk 28 Perusahaan Negara Perkebunan (PNP). Berlandaskan Peraturan Pemerintah (PP) No. 3 tahun 1983 dilakukan pembenahan status
42
perusahaan secara bertahap dari
Perusahaan Negara (PN) menjadi Perseroan
Terbatas (PT) maka pada saat itulah Perusahaan Perkebunan Negara (PNP) berubah menjadi Perseroan Terbatas Perkebunan (PTP). Dalam rangka mencegah timbulnya persaingan harga diantara PTP yang ada, pada saat itu dibentuklah Kantor Pemasaran Bersama (KPB) dengan tujuan mengelola pemasaran komoditas hasil perkebunan yang dihasilkan oleh kelompok PTP yang berada dalam 1 (satu) wilayah ditambah dengan Asosiasi Pemasaran Bersama Perkebunan (APBP). Pembagian kantor pemasaran bersama PTP dan kantor administrasi hasil gula berdasarkan wilayah regional tersebut adalah sebagai berikut: 1. KPB PTP I – PTP IX di Medan 2. KPB PTP X, XI, XII, XIII dan XVIII di Jakarta 3. KPB PTP XIX, XXIII, XXVI, XXVII, dan XXIX di Surabaya 4. KAH Gula PTP XIV, XV – XVI, XVII, XX, XXI, XXII dan XXIV – XXV Tahun 1990 Bertepatan dengan tanggal 26 Februari 1990 berdasarkan kesepakatan bersama Direksi PNP/PTP I - XXIX tanggal 26 Februari 1990 yang kemudian disetujui oleh Menteri Pertanian melalui Surat Keputusan Nomor: 166/Kpts/OT.210/3/1990 tanggal 8 Maret 1990 tentang Persetujuan Pembentukan Kantor Pemasaran Bersama (KPB) PTPN dimana KPB Jakarta, KPB Surabaya, KPB Medan, Kantor Administrasi Hasil Gula (KAH Gula) ditambah Asosiasi Pemasaran Bersama Perkebunan (APBP) dilebur menjadi satu menjadi KPB PT Perkebunan yang terpusat di Jakarta. Tujuan pembentukan KPB terpusat pada tahun 1990 ini adalah
43
untuk dapat lebih meningkatkan efisiensi dan efektifitas kegiatan pemasaran PTP secara terpadu sehingga dapat menciptakan daya tawar yang mantap untuk menghadapi pembeli maupun para spekulan. Tugas KPB PTPN berdasarkan kesepakatan bersama Direksi PN/PT Perkebunan I – XXIX tanggal 26 Februari 1990 adalah sebagai berikut: 1. Melaksanakan kebijakan pemasaran. 2. Mengelola seluruh persediaan produksi siap jual. 3. Mengumpulkan informasi, menganalisa dan melakukan pengembangan pasar. 4. Melakukan transaksi penjualan baik langsung maupun melalui kerjasama dengan perwakilan KPB di luar negeri. 5. Menyelesaikan dan melaksanakan pembayaran klaim. 6. Mengkaji dan mengevaluasi antara lain: - Data produksi dan konsumsi komoditas perkebunan dan saingannya di dalam maupun luar negeri. - Informasi harga dalam dan luar negeri serta situasi perkembangan pasar. 7. Mengadakan promosi. 8. Mengadakan pelayanan dan sarana teknis. 9. Melakukan hal-hal lain yang menunjang aktivitas dan pengembangan pemasaran. Tujuan pembentukan KPB: 1.
Memperkuat bargaining power PTP terhadap pembeli.
2.
Memperkuat daya saing pasar.
44
3.
Meningkatkan bonafiditas PTP di pasaran internasional.
4.
PTP akan lebih sanggup menghadapi usaha kerjasama internasional.
5.
Strategi pemasaran dapat dilakukan secara lebih terarah.
6.
Mempermudah PTP memasuki berbagai sistem perdagangan internasional.
7.
Mempermudah kerjasama berbagai industri hilir.
8.
Mendayagunakan
seoptimal
mungkin
sumberdaya
manusia
pemasaran yang ada. 9.
Mempermudah penanganan dalam meningkatkan efisiensi dan efektivitas usaha-usahanya sesuai dengan kebijakan pemerintah mengenai BUMN.
10.
Keterpaduan atas produksi dengan pemasaran secara nasional dan menyeluruh dapat ditingkatkan.
11.
Menekan biaya-biaya pemasaran yang harus dipikul oleh PTP.
Saat ini KPB PTPN menangani pemasaran/penjualan produk-produk PTPN yaitu molasses/tetes, kopi, kakao, karet, teh, dan Crude Palm Oil (CPO). 4.2 Organisasi KPB PTPN Jakarta Kantor Pemasaran Bersama
PT
Perkebunan Nusantara
dibentuk
berdasarkan Kesepakatan Bersama Direksi PN/PT Perkebunan I – XXIX pada tanggal 26 Februari 1990. Pembentukan KPB PTPN telah disetujui oleh Menteri Pertanian (sebagai Kuasa Pemegang Saham) dengan Surat Keputusan No: 166/KPTS/OT.210/3/1990 tanggal 8 Maret 1990. Dalam melaksanakan tugasnya KPB PTPN Jakarta memiliki jaringan kantor cabang yang merupakan salah satu
45
elemen penting dalam mewujudkan tujuan organisasi untuk menjadi yang terdepan dalam meningkatkan layanan kepuasan pelanggan. Dengan dukungan jaringan kantor cabang, KPB PTPN diharapkan dapat menawarkan akses layanan yang mudah serta layanan terbaik kepada para pelanggan. Sampai dengan pertengahan 2009, KPB PTPN telah mengelola jaringan layanan yang meliputi 2 kantor cabang yang terletak di lokasi strategis pada kota-kota utama di Indonesia yaitu; Kantor KPB PTPN cabang Surabaya di Jalan Veteran No. 37 Surabaya 60175 dan KPB PTPN cabang Medan di Jalan Balai Kota No. 8 Medan 20111. Selain itu baru-baru ini KPB PTPN menambah 1 (satu) kantor cabang lagi guna melayani para pelanggan di luar negeri khususnya di kawasan timur tengah yang tepatnya terletak di kota Dubai, Uni Emirat Arab. Namun kantor cabang yang berada di Dubai ini hanya mengurusi pemasaran komoditas khususnya teh mengingat para pelanggan di kawasan tersebut memiliki permintaan yang cukup tinggi untuk komoditas teh sehingga menjadi pasar yang cukup menjanjikan bagi pemasaran teh KPB PTPN. 4.2.1 Landasan Pembentukan Organisasi 1. Kesepakatan Bersama Direksi PN/PT Perkebunan I – XXIX tanggal 26 Februari 1990 jo. Surat Direktur Utama PTPN I – XIV No.05/BMD – PTPN/KPTS/1997 tanggal 22 Desember 1997 tentang Kesepakatan Mengenai Penyesuaian Nama Kantor Pemasaran Bersama PTPN I – XIV. 2. Surat Keputusan Badan Musyawarah Direksi PT Perkebunan Nusantara I – XIV No. 15/BMD – PTPN/Kpts/XII/2001 tentang Perubahan atau Penyempurnaan Struktur Organisasi Kantor Pemasaran Bersama PT Perkebunan Nusantara I – XIV.
46
3. Surat Keputusan Badan Musyawarah Direksi PT Perkebunan Nusantara No. 004/BMD – PTPN/Kpts/VII/2004 tanggal 13 Juli 2004 tentang Direktur Pelaksana Kantor Pemasaran Bersama PTPN I – XIV. 4. Surat Keputusan BMD – PTPN No. 14/BMD – PTPN/Kpts/1998 tanggal 8 Juli 1998 tentang Mekanisme Hubungan Kerja antara BMD – PTPN, Dewan Pengawas dan Kantor Pemasaran Bersama PTPN I – XIV. 4.2.2 Lokasi KPB PTPN Jakarta Kantor Pemasaran Bersama (KPB) PT Perkebunan Nusantara Jakarta beralamat di Jalan Taman Cut Mutiah No. 11, Jakarta Pusat 10330. KPB PTPN dibentuk sebagai badan pemasaran terpusat PTPN yang ada di Indonesia, yaitu: 1. PT Perkebunan Nusantara I (Persero) yang terletak di Jl. Kebun Baru No. 85, Langsa, Aceh Timur, NAD 24551, Indonesia yang mengusahakan komoditi kelapa sawit, karet, dan kakao. Telp. 0641-21701, Fax. 0641-21700 (www.ptpn1.com). 2. PT Perkebunan Nusantara II (Persero) yang terletak di Jl. Tanjung Morawa KM 15, Po.Box 104 Medan 20362, Tanjung Morawa, Sumatera Utara, Indonesia yang mengusahakan komoditi kelapa sawit, karet, kakao, dan tanaman semusim tebu dan tembakau. Telp. 061-7940055, Fax. 061-7940233. 3. PT Perkebunan Nusantara III (Persero) yang terletak di Jl. Sei Batanghari, Medan 20122, Sumatera Utara, Indonesia yang mengusahakan komoditas kelapa sawit, karet, dan kakao Telp. 061-4154666, Fax. 061-4573117 (www.ptpn3.co.id).
47
4. PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) yang terletak di Jl. Letjend Suprapto No. 2, Medan, Sumatera Utara, Indonesia yang mengusahakan komoditi kelapa sawit, kakao, dan teh. Telp. 061-4154666, Fax. 061-4573117 (www.ptpn4.co.id). 5. PT Perkebunan Nusantara V (Persero) yang terletak di Jl. Rambutan No. 43, Pekanbaru, Riau 28294, Indonesia yang mengusahakan komoditi kelapa sawit, karet, dan kakao. Telp. 0761-66565,Fax. 0761-66558 (www.ptpn5.com). 6. PT Perkebunan Nusantara VI (Persero) yang terletak di Jl. Zainir Haviz No. 1, Jambi 36128, Indonesia yang mengusahakan kelapa sawit, karet, teh, dan kakao. Telp. 0741-445603, Fax. 0741-445500 (www.ptpn6.co.id). 7. PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) yang terletak di Jl. Teuku Umar No.300, Kedaton, Bandar Lampung 35141, Indonesia yang mengusahakan komoditi kelapa sawit, karet, teh, kakao, tebu, dan hortikultura. Telp. 0721-702233, Fax. 0721-702775 (www.ptpn7.co.id). 8. PT Perkebunan Nusantara VIII (Persero) yang terletak di Jl. Sindangsirna No. 4, Bandung 40152, Jawa Barat, Indonesia yang mengusahakan komoditi kelapa sawit, teh, karet, kina, dan kakao. Telp. 022-2038966, Fax. 022-2031455 (www.ptpn8.com). 9. PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) yang terletak di Jl. Mugas Dalam (Atas), Semarang 50243, Indonesia yang mengusahakan komoditi teh, karet, kopi, kakao, dan tebu.
48
Telp. 024-8414635, Fax. 024-8448276 (www.ptpnix.co.id). 10. PT Perkebunan Nusantara X (Persero) yang terletak di Jl. Jembatan Merah No. 3-5, Surabaya 60175, Jawa Timur, Indonesia yang mengusahakan komoditi tebu, tembakau, dan tanaman serat. Telp. 031-3523143, Fax. 031-3523167 (www.ptpn10.com). 11. PT Perkebunan Nusantara XI (Persero) yang terletak di Jl. Merak No. 1, Surabaya 60175, Jawa Timur, Indonesia yang mengusahakan komoditi tebu. Telp. 6231-3524596, Fax. 6231-3532525 (www.ptpn-11.com). 12. PT Perkebunan Nusantara XII (Persero) yang terletak di Jl. Rajawali 44, Surabaya 60175, Jawa Timur, Indonesia yang mengusahakan komoditi kopi, kakao, karet, teh, dan hortikultura. Telp. 031-3524893, Fax. 031-3534389 (www.ptpn12.com). 13. PT Perkebunan Nusantara XIII (Persero) yang terletak di Jl. Sultan Abdurrachman No. 11, Pontianak 78116, Kalimantan Barat, Indonesia yang mengusahakan komoditi kelapa sawit, karet, dan tebu. Telp. 0561-749367, Fax. 0561-766026 (www.ptpn13.com). 14. PT Perkebunan Nusantara XIV (Persero) yang terletak di Jl. Urip Sumohardjo Km. 4, PO BOX 1006, Makassar 90232, Sulawesi Selatan, Indonesia yang mengusahakan komoditi kelapa sawit, karet, kakao, kelapa hibrida, kelapa nias, pala, kopi, dan tebu. Telp. 0411-444610, Fax. 0411-444810 (www.ptpnxiv.com).
49
4.2.3 Usaha Pemasaran KPB PTPN Jakarta Beberapa usaha pemasaran yang dijalankan oleh KPB PTPN Jakarta diantaranya: 1.
Jakarta Tea Auction, setiap hari Rabu pukul 10.00 WIB.
2.
Tender CPO lokal, setiap hari Senin - Jumat pukul 15.00 WIB.
3.
Tender CPO ekspor, setiap bulan sekali pada minggu pertama.
4.
Tender karet, setiap hari Selasa pukul 14.30 WIB.
5.
Tender molasses/tetes, awal musim giling (April - Oktober).
Selain melakukan pemasaran keempat komoditi di atas, KPB PTPN juga melaksanakan
fungsi
market
intelligence
dalam
upaya
mencari
dan
menyampaikan informasi pasar bagi PTPN produsen komoditi lain yaitu gula, kopi, kakao, minyak goreng, stearin, fatty acid, palm kernel, palm kernel oil, dan palm kernel meal. 4.2.4 Struktur Organisasi KPB PTPN KPB PTPN dipimpin oleh
seorang
Direktur
Pelaksana
(Managing
Director) setingkat Direktur Utama. Direktur Pelaksana dalam pelaksanaan tugas sehari-harinya dibantu oleh Wakil Direktur Pelaksana dan delapan kepala bagian yaitu Kepala Bagian SDM dan Umum; Kepala Bagian Pembiayaan; Kepala Bagian Pemasaran Teh, Kopi, dan Kakao; Kepala Bagian Pemasaran Minyak Sawit; Kepala Bagian Pemasaran Gula Pasir dan Tetes; Kepala Bagian Pemasaran Karet; Kepala Bagian Analisa dan Informasi Pasar; Kepala Bagian Satuan Pengawas Internal (SPI) serta masing-masing satu orang Kepala Kantor Cabang Medan dan Surabaya setingkat kepala bagian. Masing-masing kepala bagian dan
50
pejabat setingkat kepala bagian membawahi kepala urusan. Adapun struktur organisasi KPB PTPN secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 9. Sebagai organisasi pemasaran, per 19 Agustus 2009, KPB PTPN memiliki tenaga kerja sebanyak 204 orang dengan berbagai keahlian dan pengalaman yang tersebar di kantor pusat Jakarta dan dua kantor cabang: Surabaya dan Medan. Berdasarkan tabel di bawah ini terlihat bahwa jumlah karyawan KPB PTPN Jakarta terdiri dari 128 orang, KPB Medan terdiri dari 53 orang dan KPB Surabaya terdiri dari 23 orang dengan tingkat pendidikan masing-masing strata-2, strata-1, sarjana muda dan diploma dan lain-lain (SLTA, SLTP, SD/SR). Tabel 4. Data Karyawan Menurut Pendidikan Formal No.urut
Pendidikan Formal
Jakarta
Medan
Surabaya
Jumlah
1
S3 (Doktor)
0
0
0
0
2
S2 (Magister)
10
1
0
11
3
S1 (Sarjana)
46
15
12
73
4
Sarjana Muda
9
3
0
12
5
SLTA
46
27
8
81
6
SLTP
9
3
1
13
7
SD/SR
8
4
2
14
128
53
23
204
Jumlah Sumber: KPB PTPN Jakarta, 2009.
Jika kita melihat tabel di atas maka jumlah karyawan lulusan SLTA atau SMA merupakan jumlah yang terbanyak di masing- masing kantor pemasaran kecuali di kantor cabang Surabaya yang berjumlah 8 orang dari total 23 orang. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa diperlukan peningkatan kualitas karyawan dengan menjaring karyawan-karyawan baru yang minimal lulusan S1 (Sarjana) yang
51
kemampuannya dapat lebih dibutuhkan dan diandalkan oleh Kantor Pemasaran Bersama (KPB) dan manajemen kantor pemasaran masing-masing. Berdasarkan kelompok usia maka data karyawan KPB PTPN dapat dilihat melalui tabel berikut ini. Tabel 5. Data Karyawan Menurut Kelompok Usia No.urut
Kelompok Usia
1
Di atas umur 60
0
0
1
1
2
56 s/d 60 tahun
5
2
2
9
3
51 s/d 55 tahun
29
9
3
41
4
46 s/d 50 tahun
41
13
8
62
5
41 s/d 45 tahun
21
12
6
39
6
36 s/d 40 tahun
10
4
1
15
7
31 s/d 35 tahun
10
9
1
20
8
26 s/d 30 tahun
8
4
1
13
9
20 s/d 25 tahun
4
0
0
4
128
53
23
204
Jumlah Sumber: KPB PTPN Jakarta, 2009.
Jakarta
Medan
Surabaya
Jumlah
Jika kita melihat tabel di atas maka jumlah karyawan dengan kelompok usia di bawah 25 tahun hanya berjumlah 4 orang yang hanya terdapat di Kantor Pemasaran Bersama (KPB) PTPN Jakarta tapi untuk kelompok usia tersebut tidak ada di kantor cabang Medan dan Surabaya. Hal ini menjelaskan bahwa karyawankaryawan yang bekerja di Kantor Pemasaran Bersama merupakan orang-orang yang sudah cukup matang dan berpengalaman dalam bidang pekerjaan yang mereka geluti yang membutuhkan loyalitas dan kerja sama. Sedangkan berdasarkan pembagian golongan maka data karyawan KPB PTPN dapat dilihat melalui tabel berikut ini.
52
Tabel 6. Data Karyawan Menurut Golongan No.urut
Golongan
Jakarta
Medan
Surabaya
Jumlah
1
Dir.PEL (Direktur Pelaksana)
0
0
0
0
2
Wk.D.P (Wakil Direktur Pelaksana)
1
0
0
1
3
IV D (Pembina Utama)
3
0
1
4
4
IV C (Pembina Madya)
2
0
0
2
5
IV B (Penata Utama)
5
1
1
7
6
IV A (Penata Madya)
10
3
3
16
7
III D (Pengatur Utama)
16
1
3
20
8
III C (Pengatur Madya)
14
3
3
20
9
III B (Pengatur Muda)
9
6
1
16
10
III A (Pengatur Pratama)
3
2
1
6
11
II D (Penyelia Utama)
7
5
1
13
12
II C (Penyelia Madya)
7
6
0
13
13
II B (Penyelia Muda)
5
3
3
11
14
II A (Penyelia Pratama)
9
5
2
16
15
I D (Juru Muda)
2
3
1
6
16
I C (Jura Pratama)
1
0
0
1
17
I B (Pelaksana Muda)
4
2
0
6
18
I A (Pelaksana Pratama)
3
6
0
9
19
Hon (Honorer)
23
7
2
32
124
53
22
199
Jumlah Sumber: KPB PTPN Jakarta, 2009.
Sejak tahun 2007 hingga saat ini, KPB PTPN Jakarta dipimpin oleh seorang Direktur Pelaksana yang merupakan Pelaksana Harian (PLH) yang sebelumnya menjabat sebagai Wakil Direktur Pelaksana KPB PTPN. Hal ini disebabkan karena Direktur Pelaksana sebelumnya dipindahtugaskan menjadi Direktur Utama PTPN XII pada tahun 2006.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Analisis Lembaga dan Saluran Tataniaga CPO KPB PTPN Kantor Pemasaran Bersama PT Perkebunan Nusantara (“Perusahaan”) dibentuk berdasarkan Kesepakatan Bersama Direksi PN/PT Perkebunan I – XXIX pada tanggal 26 Februari 1990. Pembentukan KPB PTPN telah disetujui oleh Menteri Pertanian (sebagai Kuasa Pemegang Saham) dengan Surat Keputusan No: 166/KPTS/OT.210/3/1990 tanggal 8 Maret 1990. KPB PTPN bukan merupakan suatu badan hukum namun merupakan suatu badan terpisah (entitas) yang mengelola sejumlah dana yang berasal dari PTPN I – PTPN XIV. KPB PTPN mempunyai kantor pusat yang berkedudukan di Jakarta dan dua kantor cabang masing-masing di Surabaya dan Medan serta baru-baru ini menambah kantor cabang baru di Dubai (UEA) yang dikhususkan untuk menangani pemasaran komoditi teh PTPN. 5.1.1 Analisis Struktur Kelembagaan Batas Juridiksi Dalam kelembagaan tataniaga CPO, banyak pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung sebagai pelaku dalam kelembagaan tersebut secara individu maupun organisasi atau perusahaan. Pelaku langsung adalah PT Perkebunan Nusantara (PTPN) dan KPB PTPN yang mewakilinya serta para processor atau perusahaan pembeli CPO. Sedangkan pihak-pihak sebagai pelaku tidak langsung adalah pasar fisik Rotterdam, Bursa Berjangka Malaysia (MDEX), Kantor Berita Dunia (Reuters, Oil World, Market Journal, dll), asosiasi kelapa sawit (GAPKI, GAPKINDO, Kadin, dll) dan pemerintah serta aparatnya
54
(Kementerian Negara BUMN, dll). Pelaku langsung dari kelembagaan ini membuat kesepakatan yang digunakan sebagai acuan dalam transaksi CPO. Sementara pelaku tidak langsung banyak menentukan dalam perumusan kesepakatan tersebut terutama yang menyangkut hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh pelaku langsung kelembagaan ini. Organisasi atau lembaga pemasaran dalam hal ini KPB PTPN merupakan bagian dari PTPN sebagai penjual, tidak bertindak sebagai lembaga tataniaga yang mencari keuntungan dari transaksi CPO. Dengan demikian preferensi KPB PTPN sama dengan PT Perkebunan Nusantara yakni mendapatkan harga jual CPO yang setinggi-tingginya. Perilaku PTPN yang menyimpang dari kesepakatan atau aturan yang telah ditentukan dalam transaksi memiliki dampak besar terhadap kelangsungan kelembagaan ini. Heterogenitas PTPN telah dieliminir melalui penentuan harga CPO berdasarkan “Price Idea” di KPB PTPN sehingga yang dipertimbangkan adalah homogenitas preferensi perilaku transaksi terutama PTPN yang tergabung dalam KPB PTPN. Pemasaran CPO secara terorganisir seperti halnya melalui kelembagaan KPB PTPN mensyaratkan adanya pembakuan mutu. Adanya PTPN yang menghasilkan CPO yang mutunya lebih rendah dari PTPN lain akan merugikan karena menurunkan harga CPO secara keseluruhan. Oleh karena itu kejelasan mengenai hak dan kewajiban dari setiap pelaku transaksi serta usaha penegakannya merupakan syarat keberlangsungan pola tataniaga terorganisir seperti halnya melalui KPB PTPN.
55
Hak-hak Kepemilikan Berikut diuraikan hak dan kewajiban dari pelaku langsung transaksi CPO melalui kelembagaan KPB PTPN yakni meliputi hak dan kewajiban PTPN, KPB PTPN dan pembeli atau processor. Hak dan kewajiban PTPN meliputi hal-hal sebagai berikut: 1. Menghasilkan Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit dari perkebunan yang ada yang nantinya diolah menjadi minyak kelapa sawit. 2. Menghasilkan minyak sawit dalam bentuk CPO dan sisanya dalam bentuk Crude Stearin, RBD Olein, Palm Kernel Oil, Palm Kernel Fatty Acid, dll. 3. Menghasilkan CPO yang sesuai dengan kualitas yang terstandar. Kode HS
: 151110000
Nama Komoditi
: Minyak kelapa sawit mentah (CPO)
Kode Standar Mutu
: SNI.01-2901-2006
Tahun
: 2006
Tabel 7. Kriteria uji No Test
Kriteria
Satuan
Persyaratan
A
Warna
_
Jingga kemerahmerahan
B
Kadar air dan kotoran
%, fraksi masa
0,5 (maks.)
C
Asam lemak bebas (sebagai asam pelmitat)
%, fraksi masa
5 (maks.)
D
Bilangan yodium
g yodium/100g
50 - 55
Sumber: KPB PTPN, 2009.
4. Pengendalian mutu yang dilakukan dengan sangat ketat mulai dari pemanenan di kebun, kemudian diangkut ke pabrik dan langsung diproses pada hari yang sama.
56
5. Menyimpan CPO di gudang-gudang penyimpanan atau tangki timbun yang dilengkapi dengan steamer (pemanas) dengan temperatur 500 C – 550 C untuk menjaga kualitas CPO. Sementara itu sesuai dengan pokok kebijakan dan strategi pemasaran PTPN, hak dan kewajiban KPB PTPN sebagai organisasi pemasaran CPO produksi PTPN adalah sebagai berikut: 1. Melaksanakan kebijakan pemasaran. 2. Melaksanakan tender atau memasarkan CPO produksi PTPN. 3. Mengelola seluruh persediaan produksi siap jual. 4. Mengumpulkan informasi, menganalisa dan melakukan pengembangan pasar. 5. Melakukan transaksi penjualan baik langsung maupun melalui kerjasama dengan perwakilan KPB di luar negeri. 6. Menyelesaikan dan melaksanakan pembayaran klaim. 7. Sebagai unit market intelligence, menyampaikan informasi beserta analisa pasar, dan melakukan riset pasar bagi PTPN. 8. Mengembangkan database pemasaran dan sistem jaringan komputer untuk menyebarluaskan informasi pasar yang diperlukan PTPN. 9. Mengkaji dan mengevaluasi antara lain: - Data produksi dan konsumsi komoditas perkebunan dan saingannya di dalam maupun luar negeri. - Informasi harga dalam dan luar negeri serta situasi perkembangan pasar.
57
10. Mengadakan promosi dalam bentuk pameran atau mengikuti misi dagang di dalam dan di luar negeri baik atas nama PTPN maupun atas permintaan PTPN tertentu. 11. Sebagai unit pelayanan, melaksanakan pengapalan komoditi, pergudangan, dan penyelesaian dokumen-dokumen yang menyangkut pengapalan, perbankan, dan lain-lain. 12. Mengadakan pelayanan dan sarana teknis (jadwal tender, tempat pelaksanaan tender, syarat-syarat peserta tender, dll) 13. Melakukan hal-hal dan tugas-tugas lain yang ditetapkan oleh BMD-PTPN untuk menunjang aktivitas dan pengembangan pemasaran yang dilakukan oleh PTPN. Pembeli yang terdaftar sebagai peserta tender baik perusahaan atau utusan langsung dari perusahaan memiliki hak dan kewajiban sebagai berikut: 1. Hadir pada acara tender 2. Mengajukan harga penawaran pembelian CPO yang diminati. 3. Berhak mendapatkan CPO bagi pembeli yang mengajukan harga penawaran tertinggi dan berada di atas “Price Idea” yang ditetapkan KPB PTPN. Bila ada pembeli yang menetapkan harga penawaran tertinggi yang sama dan di atas “Price Idea” maka CPO yang terjual dibagi antar pembeli sama rata. 4. Membayar uang pembelian CPO dengan transfer melalui bank ke rekening yang bersangkutan setelah terjadi kesepakatan.
58
Sebelum terdaftar sebagai peserta tender CPO di KPB PTPN setiap processor yang ingin membeli CPO produksi PTPN ini harus memenuhi persyaratan tertentu seperti yang ditampilkan dalam tabel berikut ini. Tabel 8. Persyaratan Peserta Tender KPB PTPN Jakarta No Dokumen yang dibutuhkan 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Profil Perusahaan Akte Pendirian Perusahaan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Perusahaan Kena Pajak Izin Industri Dari DEPPERINDAG Referensi Bank Lisensi dari Perusahaan Induk Surat Rekomendasi Dari Kedutaan Indonesia Setempat
Lokal
Ekspor
Ya Ya Ya Ya Ya Ya
Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya
Sumber: KPB PTPN, 2009.
Aturan Representasi Aturan yang digunakan dalam kelembagaan ini lebih banyak atas dasar penetapan dari Badan Musyawarah Direksi PT Perkebunan Nusantara (BMDPTPN), Dewan Pengawas dan KPB PTPN khususnya yang menyangkut pelaksanaan teknis tender termasuk penentuan harga ancar-ancar atau “Price Idea”. Keterlibatan pemerintah juga cukup besar mengenai regulasi yang akan ditetapkan mengingat KPB PTPN merupakan salah satu lembaga pemasaran komoditi perkebunan milik pemerintah. Keterlibatan PTPN sebagai produsen dalam proses pengambilan keputusan juga sudah cukup jelas mengingat adanya keterlibatan para pimpinan PTPN dalam Badan Musyawarah Direksi PT Perkebunan Nusantara (BMD-PTPN). BMD PTPN beranggotakan para Direktur Utama PT Perkebunan Nusantara.
59
5.1.2 Analisis Saluran Tataniaga CPO KPB PTPN Saluran tataniaga merupakan serangkaian lembaga-lembaga tataniaga yang mengambil alih hak atau membantu dalam pengalihan hak atas komoditi selama komoditi tersebut berpindah dari produsen ke konsumen. Sebuah saluran tataniaga melaksanakan tugas memindahkan komoditi dari tangan produsen ke tangan konsumen. Hal ini bertujuan untuk mengatasi kesenjangan waktu, tempat dan kepemilikan yang memisahkan komoditi dari orang-orang yang membutuhkan atau menginginkannya. Kantor Pemasaran Bersama PT Perkebunan Nusantara (KPB PTPN) dibentuk sebagai badan pemasaran terpusat PTPN yang ada di Indonesia. KPB PTPN dibentuk dengan tujuan utama adalah untuk menyelenggarakan pemasaran hasil produksi PTPN dengan berpegang pada prinsip ekonomi dan tugas-tugas BUMN agar PTPN mendapat manfaat yang sebesar-besarnya. Selain itu KPB PTPN memiliki tugas-tugas pokok yang harus dilaksanakan sesuai peran dan fungsinya. Tahapan saluran tataniaga CPO adalah penjualan CPO hasil produksi PTPN oleh KPB PTPN kepada pembeli yang merupakan processor yang nantinya akan mengolah CPO tersebut menjadi produk-produk jadi yang dapat dinikmati langsung oleh masyarakat. Terdapat 2 pola saluran tataniaga untuk CPO yaitu saluran tataniaga CPO lokal dan ekspor yaitu: Saluran CPO lokal: Produsen (PTPN) Saluran CPO ekspor: Produsen (PTPN)
KPB PTPN KPB PTPN
Pembeli (Processor). Broker/Badan
Pemasaran Luar Negeri/Konsumen Luar Negeri. Gambar 4. Saluran Tataniaga CPO Hasil Produksi PTPN
60
Pola saluran tataniaga CPO hasil produksi PTPN sangat sederhana, baik untuk pemasaran CPO lokal maupun ekspor. Hal ini disebabkan karena pelaku tataniaga yang terlibat hanya sedikit, diantaranya PTPN sebagai produsen yang menghasilkan CPO, kemudian menjual atau memasarkannya melalui KPB PTPN, yang kemudian menjualnya ke pembeli/konsumen (processor), broker maupun badan pemasaran luar negeri. Pola saluran tataniaga CPO ini secara fisik saling berkaitan dan bekerjasama dalam sistem tataniaga yang terorganisir dan terintegrasi dengan tujuan saling menguntungkan. Saluran tataniaga pemasaran CPO di Indonesia baik CPO hasil produksi perusahaan swasta maupun PTPN yang melalui Kantor Pemasaran Bersama PT Perkebunan Nusantara (KPB PTPN) dapat dilihat pada Tabel 1. Dengan melihat saluran tataniaga pemasaran di atas maka kita dapat menyimpulkan bahwa keberadaan KPB PTPN sebagai ujung tombak pemasaran komoditi perkebunan PTPN, khususnya CPO. Pada dasarnya, pembentukan KPB PTPN tidaklah memperpanjang rantai tataniaga pemasaran karena KPB PTPN sendiri merupakan suatu bentuk organisasi gabungan (grup) PTPN (PTPN I – PTPN XIV) yang mengorganisir dan mengatur pemasaran CPO PTPN. Para peserta tender CPO lokal adalah para penjual, para pembeli dan peninjau, dimana dalam hal ini KPB PTPN bertindak dan untuk atas nama penjual atau produsen CPO mewakili PTPN sedangkan pembeli terdiri dari para processor industri pengolahan CPO yang telah terdaftar sebagai pembeli aktif di KPB PTPN. Begitu pula dengan peserta tender CPO ekspor yang merupakan para
61
penjual atau para pembeli yang telah memenuhi syarat sebagai rekanan terdaftar di KPB PTPN. 5.2 Analisis Fungsi – Fungsi Tataniaga Pada tataniaga terdapat kegiatan yang berhubungan dengan penyampaian produk dari produsen (PTPN) sampai ke konsumen (pembeli), termasuk juga kegiatan menghasilkan perubahan bentuk dari produk tersebut yang dilakukan untuk mempermudah penyaluran dan memberikan kepuasan kepada konsumen dengan mengusahakan agar konsumen memperoleh barang yang diinginkan pada tempat, waktu, bentuk, dan harga yang tepat. Kegiatan-kegiatan tersebut disebut dengan fungsi-fungsi tataniaga dimana setiap tataniaga yang terlibat dalam penyaluran CPO dari PTPN hingga ke konsumen melakukan berbagai fungsi tataniaga secara umum yang dikelompokkan dalam tiga fungsi utama, yaitu fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Tabel 9. Fungsi-Fungsi Tataniaga Fungsi Tataniaga Produsen (PTPN) Pertukaran a. Pembelian b. Penjualan Fisik a. Pengolahan + b. Pengemasan + c. Penyimpanan + d. Pengangkutan # Fasilitas a. Sortasi + b. Grading + c. Pembiayaan + d. Penanggung Resiko + e. Informasi Pasar # Sumber: KPB PTPN Jakarta, 2009, (hasil olahan).
Lembaga Tataniaga KPB PTPN Konsumen (Pembeli) +
+ #
-
+ + #
+ +
+ + +
Keterangan : ( - ) kegiatan tidak dilakukan ( + ) kegiatan dilakukan ( # ) kegiatan kadang-kadang dilakukan
62
Tabel 9. menjelaskan keseluruhan fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan oleh lembaga tataniaga yang terlibat dalam penyampaian komoditi CPO dari produsen (PTPN) hingga ke konsumen (pembeli). Setiap lembaga tataniaga akan melakukan fungsi-fungsi tataniaga dengan baik dan efisien sehingga dapat menekan biaya tataniaga. Fungsi pertukaran menjelaskan terjadinya pemindahan hak kepemilikan atas barang dari penjual kepada pembeli dalam proses jual beli melalui transaksi. Dalam fungsi pertukaran pihak produsen (PTPN) tidak memiliki peran yang signifikan karena fungsi penjualan dilakukan oleh pihak KPB PTPN yang mewakili pihak produsen (PTPN). Sedangkan untuk pihak pembeli (processor) melakukan fungsi pembelian dan kadang-kadang dapat pula melakukan kegiatan penjualan khususnya bagi perusahaan yang memang berperan menjual kembali CPO tersebut ke pembeli selanjutnya. Untuk CPO, transaksi pembelian dan penawaran harga dilakukan langsung pihak pembeli atau utusan khusus perusahaan pembeli. Fungsi fisik merupakan fungsi tataniaga yang dimaksudkan untuk memberikan kepuasan kepada konsumen sesuai bentuk, waktu dan tempat, yang diinginkan konsumen (pembeli) melalui pengolahan, pengemasan, penyimpanan, serta pengangkutan. Fungsi pengolahan dilakukan oleh pihak produsen (PTPN) dimana proses ini dilakukan di pabrik pengolahan kelapa sawit yang dimiliki oleh masing-masing PTPN. Kelapa sawit yang telah layak panen dipanen dalam bentuk dan ukuran Tandan Buah Segar (TBS). TBS inilah yang nantinya diproses di pabrik pengolahan untuk menghasilkan CPO. Setelah CPO diterima, pihak
63
pembeli (processor) juga akan mengolah CPO tersebut menjadi produk-produk jadi seperti minyak goreng, sabun, margarin, kosmetik, dan lain-lain. Pihak KPB PTPN sendiri tidak memiliki peran dalam fungsi pengolahan mengingat fungsinya sebagai organisasi atau lembaga pemasaran. Pengemasan menjadi tanggungjawab penuh para produsen (PTPN) namun untuk CPO yang merupakan minyak kelapa sawit mentah tidak diperlukan adanya pengemasan khusus dimana yang dibutuhkan hanyalah tangki yang digunakan untuk mengangkut dan menyimpan guna mempertahankan kualitas CPO tetap terjaga. Untuk penyimpanan, setelah produsen (PTPN) mengolah TBS menjadi CPO, maka CPO disimpan di dalam tangki timbun penyimpanan atau gudang penyimpanan dimana terdapat steamer (pemanas) dengan temperatur 500 – 550 C untuk menjaga dan mempertahankan kualitas CPO sebelum diangkut dan diserahkan kepada pembeli. Pihak pembeli (processor) pun juga menjalankan fungsi penyimpanan dengan memiliki tangki penyimpanan setelah CPO diterima pihak pembeli karena CPO yang diperjualbelikan berukuran ratusan bahkan ribuan ton sehingga tidak dapat diolah sekaligus dan saat itu juga. Untuk pengangkutan, pihak produsen (PTPN) maupun pembeli dapat bertanggungjawab dalam hal penyediaan izin, dokumen, surat-surat, kontrak, alat angkut yang berupa truk, kereta api atau kapal pengangkut, dll. Hal ini tergantung kontrak penjualan yang telah disepakati dan disetujui oleh kedua belah pihak. Bentuk kontrak pengangkutannya sendiri dapat berupa FOB (Freight On Board) atau Franco atau CIF (Cost Insurance Freight). FOB adalah transaksi pengangkutan
melalui
pelabuhan
dimana
penjual
bertanggungjawab
64
mengantarkan barang hingga ke pelabuhan yang telah disepakati. Sedangkan untuk franco ada yang berupa franco gudang pembeli dan franco pabrik penjual. Untuk franco gudang pembeli maka CPO harus diantarkan oleh penjual dalam hal ini PTPN sampai ke gudang pembeli. Penjual juga bertanggungjawab atas biaya, risiko, serta dokumen-dokumen yang diperlukan. Sementara untuk franco pabrik penjual maka pembeli sendiri yang mengambil CPO ke pabrik atau gudang PTPN. Sedangkan CIF adalah untuk aktivitas ekspor, dimana seperti FOB tetapi biaya selama pengangkutan menjadi tanggungjawab pembeli termasuk seluruh dokumen (izin, dll) termasuk asuransi. Namun pada saat ini CIF sudah jarang digunakan dimana pembeli lebih memilih untuk menyiapkan kapal pengangkut sendiri. Sedangkan untuk CPO lokal umumnya beban pengangkutan dibebankan kepada pembeli dimana pembeli dapat mengambil CPOnya sendiri atau menggunakan jasa transportasi sewaan untuk mengangkut CPO dari gudang penyimpanan atau tangki penyimpanan milik PTPN (franco pabrik/gudang penjual). Fungsi fasilitas disebut juga fungsi pelancar yang merupakan kegiatankegiatan memperlancar kegiatan pertukaran yang terjadi dan arus komoditi antar produsen dengan konsumen yang meliputi sortasi, grading, dan standardisasi, pembiayaan, penanggungan risiko dan informasi pasar. Sortasi adalah tindakan memilih suatu komoditi berdasarkan tingkat kerusakan dan kematangan, sedangkan grading adalah tindakan mengklasifikasikan hasil-hasil pertanian menurut standardisasi yang diinginkan sehingga terkumpul menurut suatu ukuran standar. Sortasi dan grading secara pasti dilakukan oleh pihak produsen (PTPN)
65
dimana terdapat standardisasi berdasarkan warna, asam lemak bebas, kadar air dan kotoran serta bilangan yodium. Secara umum hanya terdapat 1 jenis grade untuk CPO hasil produksi PTPN yang dipasarkan melalui KPB PTPN yaitu sesuai standar SNI.01-2901-2006 yang nantinya akan dijual kepada pembeli (processor). KPB PTPN dan pembeli sendiri tidak perlu lagi melakukan sortasi dan grading termasuk mempertanyakan kualitas CPO yang diproduksi PTPN mengingat sudah sesuai dengan standar nasional. Dalam hal pembiayaan, pihak produsen (PTPN) dan KPB PTPN memiliki peran masing-masing dimana sumber dana anggaran pembiayaan KPB PTPN berasal dari PTPN I – PTPN XIV yang besarnya didasarkan pada perbandingan rencana penjualan. Biaya operasi dan biaya pegawai KPB PTPN dialokasikan pada PTPN I – PTPN XIV berdasarkan perbandingan nilai rencana penjualan yang dilakukan KPB PTPN. Risiko yang ditanggung oleh lembaga tataniaga CPO dapat berupa risiko fisik, risiko organisasi, serta risiko pasar. Risiko fisik antara lain adalah kerusakan, pencurian dan penyusutan. Risiko fisik sangat rentan terjadi pada pihak produsen (PTPN). CPO yang disimpan dapat menjadi rusak bila tidak segera dipasarkan sehingga menurunkan standar kualitasnya. Pengaruh iklim, cuaca (kelembaban,dll) serta proses pengolahan yang tidak baik dapat mempengaruhi CPO yang akan dihasilkan. Meningkatnya harga jual CPO sendiri dapat merangsang oknum-oknum tertentu untuk mencuri TBS dari perkebunan. Nilai alat-alat yang digunakan pun akan mengalami penyusutan setiap tahunnya dan dapat mempengaruhi proses pengolahan TBS menjadi CPO.
66
Risiko organisasi dapat terjadi pada pihak produsen (PTPN) maupun pada pihak KPB PTPN. Hal ini terkait dengan adanya oknum-oknum tertentu yang dapat memanfaatkan kesempatan yang ada untuk memperkaya diri atau kelompok tertentu. Untuk itu diperlukan adanya sistem pengawasan internal dan kegiatan audit yang dilakukan pihak internal maupun lembaga independen. Selain risiko di yang disebutkan di atas, risiko pasar merupakan risiko yang paling signifikan mempengaruhi kondisi kegiatan tataniaga CPO mengingat harga penjualan CPO sangat dipengaruhi oleh harga CPO internasional, harga minyak nabati lainnya (substitusi), kurs/nilai tukar, krisis ekonomi, dll. Selain itu terdapat pula risikorisiko seperti risiko pengangkutan (kecelakaan mobil/kapal pengangkut, pencurian, dll) dan risiko pembayaran (adanya keterlambatan pelunasan sisa pembayaran yang dilakukan pihak pembeli). Informasi pasar sangat diperlukan oleh semua pihak yang terlibat dalam tataniaga CPO. Hal ini sangat berkaitan dengan situasi dan kondisi pasar, lokasi, mutu, waktu, perluasan pasar, penelitian terhadap produk, serta harga pasar. Dengan penguasaan terhadap informasi pasar maka kita dapat mengetahui sejauh mana posisi nilai komoditas tersebut di pasar dunia. Saat ini semua pihak dapat memperoleh informasi dengan berbagai cara antara lain melalui internet, pertukaran informasi dengan pihak lain atau lembaga tataniaga lain, buletin, majalah, dll. Informasi pasar khususnya mengenai harga internasional akan sangat berguna bagi penentuan harga produk tersebut di dalam negeri khususnya di KPB PTPN. Informasi harga ini akan menentukan harga yang akan ditawarkan pihak KPB PTPN maupun pihak pembeli mengingat pembentukan harga tender di KPB
67
PTPN berpatokan terhadap harga internasional (MDEX Malaysia, pasar fisik Rotterdam). 5.3 Analisis Struktur Pasar CPO Dalam banyak penelitian mengenai tataniaga CPO disebutkan bahwa struktur pasar CPO cenderung mendekati bentuk pasar bersaing (competitive market), dimana dalam satu wilayah pasar terdapat banyak penjual dan banyak pembeli. KPB PTPN sendiri menjual sebagian besar produk CPOnya kepada pabrikan dalam negeri untuk mengutamakan memenuhi kebutuhan dalam negeri. Sisanya baru diekspor ke negara-negara seperti: Uni Eropa, India, China, Malaysia, Singapura, dlll. Mengingat sasaran utama penjualan CPO PTPN adalah konsumen dalam negeri maka penelitian ini akan lebih difokuskan untuk membahas pemasaran CPO lokal dibanding CPO ekspor. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa struktur pasar pada pelaksanaan tender CPO domestik (lokal) dilaksanakan setiap hari senin hingga jumat pada pukul 15.00 WIB sampai dengan selesai. Pelaksanaan tender dihadiri oleh panitia tender (pihak KPB PTPN) yang terdiri dari Kepala Bagian Penjualan Sawit, Kepala Bagian Analisa dan Informasi Pasar (AIP), Kepala Urusan Penjualan Sawit, Kepala Urusan Pengapalan Sawit, Kepala Urusan Analisa Sawit serta para peserta tender (processor). Namun peserta tender biasanya hanya diwakili oleh utusan perusahaan misalnya karyawan perusahaan, dll mengingat letak perusahaan yang tidak semuanya berada di Jakarta atau berada jauh dari kantor KPB PTPN. Bentuk pemasaran CPO di KPB PTPN adalah tender, dimana diawali dengan penawaran jumlah CPO oleh KPB PTPN berdasarkan PTPN yang ada lalu
68
para peserta tender (processor) yang berminat akan melakukan penawaran harga sesuai dengan informasi yang mereka miliki hingga tercapainya harga tertinggi. KPB PTPN akan menerima penawaran harga tertinggi tersebut bila berada di atas harga ancar-ancar (Price Idea) yang telah ditetapkan di awal tender oleh KPB PTPN atau minimal sama dengan harga ancar-ancar (Price Idea) tersebut. Dengan begitu dapat dikatakan bahwa CPO telah terjual kepada pembeli tersebut. Sekedar mengingatkan bahwa tidak semua PTPN (PTPN I – PTPN XIV) merupakan penghasil CPO. PTPN yang menghasilkan CPO antara lain PTPN I - PTPN VIII, PTPN XIII dan PTPN XIV. Oleh sebab itu ada 10 (sepuluh) produsen CPO yang ada di KPB PTPN. Selain itu pembeli untuk CPO lokal yang terdaftar di KPB PTPN berjumlah sekitar 50 perusahaan dengan pelanggan utama seperti: Astra Agro Lestari, Musim Mas, Multi Nabati Asahan, PT Bukit Kapur Reksa, Permata Hijau Sawit, SMART Tbk, Wilmar Nabati Indonesia, Nagamas Palmoil Lestari, Bina Karya Prima, Darmex Oil & Fats, Pelita Agung Agrindustri, Inti Benua Perkasatama, Sinar Alam Permai, Palm Mas Asri, Tunas Baru Lampung, Pacific Palmindo Industri, Indokarya Internusa, dll. Sedangkan pelanggan utama untuk CPO ekspor antara lain Uni Eropa (Wilmar, ISISA, Safic Alcan), India (Protea), China (Wilmar), Malaysia, Singapura (Gladale Ltd, Wilmar), dll. Sementara itu, produk CPO yang digunakan sejenis (homogen) yang memiliki kualitas seragam dan telah terstandar di seluruh Indonesia (SNI) seperti yang telah tersaji seperti di Tabel 7. Selain itu, informasi beredar secara sempurna dimana pergerakan harga CPO selalu dipantau setiap saat (Real Time) baik oleh pihak KPB PTPN maupun oleh pihak pembeli. KPB sendiri mendapatkan
69
informasi secara real time dan periodik. Pengumpulan informasi pasar ini dilakukan oleh Urusan Informasi Pasar dengan cara: 1. Berlangganan, yaitu: Online / real time (sumber: kantor berita dunia Reuters, Dow Jones Newswires) On line / periodik (sumber: Oil World) Cetakan (sumber: Oil World, buletin komoditi, majalah, koran,dll) 2. Pemberian cuma-cuma dari lembaga terkait (buletin, majalah, dll) 3. Pencarian data cuma-cuma via internet (data, berita, artikel, dll) yang bersumber dari: Bursa Berjangka Malaysia (MDEX), pasar fisik Rotterdam, Market Journal, perbankan (menyangkut pergerakan kurs/nilai tukar mata uang), dll. Selain itu produsen (PTPN) dapat dengan mudah memperoleh informasi dari produsen lainnya, begitu pula dengan para pembelinya. Oleh sebab itu setiap pembeli dan penjual (PTPN) adalah penerima harga dimana pergerakan harga sangat bergantung pada harga CPO internasional (MDEX Malaysia dan pasar fisik Rotterdam), kurs/nilai tukar rupiah, serta harga-harga minyak nabati dunia sebagai substitusinya
(pasar
minyak
kedelai
USA/CBOT,
Argentina/GBRA,
Brazil/SYBV, India/NBTI, China/DCE, pasar minyak kelapa Filipina, dll). Di samping itu KPB PTPN juga menerima produsen CPO lain yang ingin bergabung untuk menjual produknya melalui tender di KPB PTPN. Dari penjelasan di atas, maka dapat saya simpulkan bahwa struktur pasar pada pelaksanaan tender CPO lokal di Kantor Pemasaran Bersama PT Perkebunan Nusantara (KPB PTPN) mengarah ke bentuk pasar bersaing (competitive market).
70
Begitu pula dengan pelaksanaan tender untuk CPO ekspor yang dilaksanakan sebulan sekali pada minggu pertama. 5.4 Analisis Perilaku Pasar Perilaku pasar merupakan tingkah laku lembaga tataniaga dalam struktur pasar tertentu, sehingga struktur pasar yang terbentuk sangat mempengaruhi perilaku lembaga tataniaga yang terlibat termasuk pihak-pihak di dalamnya. Analisis perilaku pasar dapat diketahui dengan mengamati praktek penjualan dan pembelian yang dilakukan oleh masing-masing lembaga tataniaga termasuk pihak-pihak yang terlibat, sistem penentuan harga, sistem pembayaran, dan kerjasama diantara masing-masing pihak. 5.4.1 Praktek Penjualan dan Pembelian Para produsen dalam hal ini PTPN melakukan penjualan CPO melalui KPB PTPN yang dikemas dalam tanki-tanki penyimpanan dan diangkut dengan menggunakan truk, kereta api ataupun kapal laut melalui pelabuhan tertentu. Volume penjualan dan pembelian CPO dalam transaksi di KPB PTPN dapat mencapai 2 juta ton per tahun, dimana pada tahun 2008 lalu tercatat sebanyak 1.865.520 ton. Hal ini didukung oleh transaksi penjualan dan pembelian CPO di KPB PTPN yang dilaksanakan setiap hari senin hingga jumat pada pukul 15.00 WIB melalui proses tender (lelang/auction) sehingga PTPN selaku produsen CPO dapat menjual produknya dalam kuantitas (jumlah) yang lebih besar dan lebih sering. Pelaksanaan tender dihadiri oleh panitia tender (pihak KPB PTPN) yang terdiri dari Kepala Bagian Penjualan Sawit, Kepala Bagian Analisa dan Informasi
71
Pasar (AIP), Kepala Urusan Penjualan Sawit, Kepala Urusan Pengapalan Sawit, Kepala Urusan Analisa Sawit serta para peserta tender (processor). Berikut akan dijelaskan tata cara atau prosedur tender CPO lokal. 1. Volume yang akan ditender disusun berdasarkan kondisi penyerahan CIF atau FOB (FOB Pelabuhan Muat)/Franco pabrik pembeli/penjual dengan mutu sesuai standar mutu yang berlaku serta bulan penyerahan/pengapalannya ditetapkan di dalam formulir tender. 2. Pembeli peserta tender menyampaikan penawaran melalui fax/surat yang dimasukkan kedalam kotak yang telah disediakan di Kantor Pemasaran Bersama PTPN selambat-lambatnya pada jam 14.00 atau 15.00 WIB (sesuai undangan) pada hari dan tanggal tender (penawaran melalui fax ditangani oleh petugas khusus). 3. Harga penawaran diajukan dalam Rp/Kg termasuk PPN (dalam bulatan Rupiah). 4. Pembeli peserta tender menyampaikan harga penawaran dengan jumlah per lot sesuai yang ditawarkan dan berdasarkan kondisi penyerahan. 5. Penawaran dengan harga tertinggi yang mencapai atau melebihi price idea dinyatakan sebagai pemenang tender. 6. Bila terdapat dua pembeli atau lebih dengan harga penawaran yang sama untuk volume dan lot serta kondisi penyerahan yang sama, maka volume tersebut dibagi secara proporsional. 7. Bila harga penawaran dari peserta tender tidak mencapai price idea, maka ditawarkan kembali kepada penawar tertinggi pertama, apabila penawar
72
tertinggi pertama tidak bersedia atau tidak hadir, maka ditawarkan kepada penawar tertinggi kedua. Apabila penawar tertinggi kedua juga tidak bersedia atau tidak hadir, maka barang ditawarkan kepada peserta tender lainnya pada saat pelaksanaan tender, dan apabila peserta tender lainnya tidak bersedia maka barang ditarik dari tender (withdrawn). Sedangkan tata cara atau prosedur tender CPO ekspor adalah sebagai berikut. 1. Bagian Jasa Penjualan Minyak Sawit menawarkan minyak sawit kepada Calon Pembeli. 2. Calon Pembeli menerima penawaran dan mengirimkan tawaran melalui faksimili atau dimasukkan ke dalam kotak tertutup. 3. Panitia Tender CPO Ekspor membuka penawaran, penawaran sesuai dengan price idea atau harga tertinggi yang terjadi. 4. Panitia Tender CPO Ekspor melakukan counter kepada Calon Pembeli tertinggi. 5. Calon Pembeli revisi tawaran sesuai price idea atau harga tertinggi yang terjadi. 6. Apabila pembeli tidak bersedia maka CPO ditarik dari tender. Panitia Tender CPO Ekspor Withdrawn. Sistem transaksi penjualan dan pembelian CPO ini dapat dikatakan merupakan sistem jual beli bebas dan sistem kepercayaan, berlangganan dimana para pelaku tataniaga sudah bekerja sama cukup lama sehingga terjalin kepercayaan satu sama lain antar pelaku kegiatan tataniaga. Selain itu, para
73
pembeli dapat dengan bebas memilih CPO hasil produksi PTPN mana yang ingin dibeli dan dapat ditawar dengan harga yang telah mereka perkirakan sendiri. 5.4.2 Sistem Penentuan Harga Sistem penentuan harga jual beli dalam tataniaga komoditi CPO terbentuk melalui sistem lelang di dalam tender di KPB PTPN. Dalam tender ini, pembeli dengan penawar harga tertinggi memiliki peluang terbesar untuk mendapatkan CPO. Sebenarnya, sebelum tender dilaksanakan di KPB PTPN, Bagian AIP (Analisis dan Informasi Pasar), Bagian Penjualan Sawit, beserta staf-staf internal, dll melakukan rapat internal (15 – 30 menit sebelum tender) guna menentukan harga ancar-ancar atau biasa disebut “Price Idea”. “Price Idea” berlaku untuk FOB Belawan/Dumai sedangkan bila di luar Belawan dan Dumai maka “Price Idea” akan dikurangi nilai pengurang sebagai biaya angkut (asuransi, dll) bagi pembeli sehingga harganya berada di bawah “Price Idea” misalnya FOB Siak, Franco PKS Bunut, dll. Besarnya “Price Idea” sangat dipengaruhi oleh harga CPO di tingkat internasional (Bursa Berjangka Malaysia/MDEX, pasar fisik Rotterdam) serta nilai tukar mata uang rupiah (kurs) sehingga besarnya selalu berubah-ubah sesuai situasi dan kondisi pasar. Sistem ini dapat dikatakan sebagai sistem penentuan harga secara sepihak dimana dapat dikatakan bahwa harga terendah (nilai minimal) dari suatu produk telah ditentukan oleh pihak lembaga pemasaran. “Price Idea” menjadi harga patokan (counter price) bagi KPB PTPN untuk melepas CPO kepada para pembeli yang menawar. Namun, besarnya “Price Idea” ini masih dirahasiakan sampai semua harga yang ditawarkan oleh para
74
pembeli lebih rendah daripada “Price Idea” maka pihak KPB PTPN akan melakukan counter dengan “Price Idea” tadi. Disinilah terjadi sistem tawar menawar dimana harga yang terbentuk merupakan hasil kesepakatan kedua belah pihak. Harga yang telah disepakati tergantung pada kekuatan permintaan dan penawaran yang terjadi di pasar. Bila para pembeli tetap bertahan untuk tidak menaikkan harga penawarannya tadi maka CPO ditarik kembali oleh pihak KPB PTPN atau CPO tidak terjual (withdrawn) sehingga CPO dapat kembali ditawarkan KPB PTPN di tender berikutnya. Sedangkan jika harga yang ditawarkan pembeli minimal sama atau lebih tinggi dari “Price Idea” maka CPO terjual kepada penawar tersebut. 5.4.3 Sistem Pembayaran Sistem pembayaran CPO untuk tender di KPB PTPN pada umumnya berupa sistem pembayaran transfer melalui bank dalam jangka waktu 14 hari setelah kontrak tender disetujui dan ditandatangani oleh pihak pembeli dan pihak KPB PTPN. Dalam jangka waktu tersebut pembayaran terhadap CPO yang dibeli harus sudah lunas sehingga dapat diterbitkan kontrak penjualan (sales contract) dalam bentuk in-voice sementara untuk pembeli. Bila dalam jangka waktu ini pembeli tidak melunasi pembayarannya maka akan dikenakan denda. Dan bila masih belum membayar (termasuk denda) juga maka pembeli akan dinon-aktifkan sementara dari keanggotaan sebagai pembeli di KPB PTPN sehingga tidak dapat mengikuti tender untuk waktu yang tidak ditentukan hingga pembeli menyelesaikan masalah pembayaran tadi. Namun bila pembayaran telah dilunasi maka dalam jangka waktu 14 hari berikutnya CPO harus diserahkan kepada
75
pembeli dimana akan dibuat D/O (Delivery Order) yang diterbitkan oleh KPB PTPN untuk pembeli agar pembeli dapat mengambil CPO tersebut. Sebelum diangkut, CPO ditimbang terlebih dahulu untuk memastikan jumlah berat CPOnya sesuai dengan kontrak. Jumlah CPO yang ditimbang terkadang tidak sesuai (terdapat kelebihan/kekurangan) dengan yang tertera di kontrak maka diterbitkanlah in-voice tetap. Bila terjadi kelebihan atau kekurangan pada jumlah CPO tadi maka akan disesuaikan pada kontrak berikutnya (transaksi jual beli berikutnya). Sistem pembayaran transfer melalui bank ini berlangsung tergantung pada tingkat kepercayaan dan perjanjian antara kedua belah pihak dimana pembayaran harus lunas yang dilakukan di muka dengan transfer melalui bank (cth: Bank Mandiri) ke rekening PTPN yang bersangkutan dalam jangka waktu 14 hari. Setelah uang transfer masuk ke rekening milik PTPN yang bersangkutan dan telah dipastikan lewat bank serta surat tanda bukti pembayaran melalui bank maka CPO dapat diantar atau dijemput sesuai dengan kesepakatan pengangkutan yang terjadi antara kedua belah pihak. 5.5 Keragaan Pasar Keragaan pasar merupakan akibat dari struktur dan perilaku pasar yang terbentuk dalam kegiatan tataniaga yang ditunjukkan dengan harga, biaya, dan volume produksi. Deskripsi dari keragaan pasar dapat dilihat dari indikator: (1) harga dan penyebarannya di tingkat produsen dan konsumen; dan (2) marjin dan penyebarannya pada setiap pelaku pemasaran. Keragaan pasar CPO dianalisis dengan menggunakan analisis fleksibilitas transmisi harga dan analisis keterpaduan pasar (Indeks of Market Connection).
76
5.5.1 Fleksibilitas Transmisi Harga Tujuan analisis fleksibilitas transmisi harga dalam penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh perubahan relatif harga pada tingkat harga penjualan di tingkat konsumen terhadap perubahan relatif harga di tingkat PTPN yang dijual oleh KPB PTPN (“Price Idea”). Analisis ini dilakukan terhadap data antara tahun 2007 hingga tahun 2009 (tepatnya sampai dengan Juni 2009). Data harga ini selalu mengalami perubahan setiap harinya karena pelaksanaan tender di KPB PTPN yang dilaksanakan setiap hari antara hari senin hingga jumat (5 kali seminggu) apalagi mengingat harga CPO yang selalu berfluktuatif tergantung pada situasi dan kondisi pasar. Hasil analisis disajikan pada tabel berikut. Tabel 10. Koefisien Regresi dan Fleksibilitas Transmisi Harga antara Harga di Tingkat Konsumen (PR) dan Harga di Tingkat Produsen PTPN (PF) Variabel Koefisien Dugaan Konstanta 4,1368 PR 1,0017 1/𝜂 = 1,0024 R—Sq = 99,9935 % R—Sq (adj) = 99,9932 % F—Statistic = 428575,2 Prob. (F stat) = 0,0000 Sumber: KPB PTPN Jakarta, 2009, (Hasil Olahan). Keterangan: *) nyata pada taraf 5 persen
SE Koefisien 0,0015 11,4724
t-statistic 0,3605 654,6566
Probabilitas 0,7211 0,0000*
Tabel tersebut menunjukkan bahwa fleksibilitas transmisi harga antara tingkat harga di tingkat konsumen dengan harga di tingkat produsen PTPN atau KPB (Price Idea) kelembagaan KPB lebih besar dari satu. Hal ini berarti apabila terjadi perubahan harga pada tingkat konsumen sebesar 1 persen, maka akan mengakibatkan perubahan harga di tingkat produsen PTPN (KPB) lebih besar dari 1 persen, ceteris paribus. Secara lebih spesifik ini berarti bahwa pada kelembagaan lelang, jika terjadi perubahan harga pada tingkat konsumen sebesar 1 persen akan mengakibatkan perubahan harga pada tingkat PTPN sebesar 1,0024
77
persen, baik dalam keadaan harga naik maupun harga turun. Hal ini berarti bahwa perubahan harga CPO pada tingkat produsen PTPN (KPB) terjadi secara proporsional dengan perubahan harga CPO yang terjadi pada tingkat konsumen. Apabila dilihat maka tingginya fleksibilitas transmisi harga pada kelembagaan lelang KPB merupakan refleksi dari relatif kecilnya hambatan komunikasi dan informasi karena processor atau konsumen langsung berhadapan dengan produsen PTPN yang diwakili oleh KPB. Harga terbentuk secara kompetitif karena adanya persaingan yang ketat dan efektif pada tingkat pembeli atau konsumen dalam usahanya mendapatkan CPO yang ditransaksikan. Di samping itu, produsen PTPN (KPB) sendiri berada pada posisi tawar-menawar yang lebih kuat karena telah mempunyai standar CPO dan harga CPO serta hanya menjual CPOnya kepada pembeli atau konsumen yang memberikan harga tertinggi. Fleksibilitas transmisi harga dalam suatu analisis tataniaga bisa menjadi cerminan adanya perbedaan pandangan antara produsen di suatu pihak yang menginginkan harga tinggi, dan pembeli di pihak lain yang menginginkan harga yang rendah dengan keuntungan yang sebesar-besarnya. Oleh karena itu kelembagaan yang efisien harus dapat mengakomodasikan sebesar-besarnya dua kepentingan yang berbeda tadi dimana kelembagaan tataniaga tersebut harus mampu menyampaikan barang-barang yang diproduksi dari produsen hingga ke konsumen dengan biaya yang serendah mungkin dan mampu memberikan kepuasan maksimal kepada konsumen.
78
5.5.2 Keterpaduan Pasar Keterpaduan pasar menunjukkan seberapa besar pembentukan harga pada suatu pasar atau tingkat lembaga tataniaga tertentu mempengaruhi harga pada suatu pasar lain atau tingkat lembaga tataniaga lain, serta melihat seberapa efisien sistem pasar bekerja sehingga membentuk pasar yang terintegrasi atau terpadu secara sempurna. Kekuatan pembentukan harga secara ekonomi akan berbeda antara satu tingkat pasar dengan tingkat pasar lainnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa setiap pasar memiliki kurva penawaran dan permintaan yang berbeda. IMC menggambarkan secara dinamis tingkat integrasi pasar jangka pendek antara pasar pengikut dan pasar acuannya. Selain itu IMC juga menunjukkan tingkat efisiensi pembentukan harga CPO di tingkat produsen PTPN, apakah dominan dipengaruhi oleh harga CPO di pasar acuan dalam hal ini harga CPO di pasar CPO internasional di Bursa Berjangka Malaysia (MDEX) dan harga di pasar CPO internasional di pasar fisik Rotterdam atau dominan dipengaruhi oleh kondisi atau faktor-faktor lokal. Analisis keterpaduan pasar komoditi CPO adalah melihat keterpaduan pasar CPO domestik khususnya di KPB PTPN dengan pasar CPO internasional di Bursa Berjangka Malaysia (MDEX). Selain itu juga digunakan untuk melihat keterpaduan pasar CPO domestik di KPB PTPN dengan pasar CPO internasional di pasar fisik Rotterdam. Analisis indeks keterpaduan pasar antara pasar CPO di KPB PTPN dengan pasar CPO di MDEX (Bursa Berjangka Malaysia) disajikan dalam tabel berikut ini.
79
Tabel 11. Koefisien Regresi Keterpaduan Pasar antara Pasar CPO di KPB PTPN dengan Pasar CPO Internasional di MDEX (Bursa Berjangka Malaysia) Variabel Koefisien Dugaan Konstanta 307,6324 Pit-1 (b1) 0,6080 Pjt — Pjt-1 (b2) 0,8760 Pjt-1 (b3) 0,3509 R—Sq = 98,2352 % IMC = 1,7326 R—Sq (adj) = 98,1484 % F — Hitung = 1131,799 Prob. (F stat) = 0,0000 Sumber: KPB PTPN Jakarta, 2009, (Hasil Olahan). Keterangan: *) nyata pada taraf 5 persen
SE Koefisien 104,8402 0,0912 0,0691 0,0862
tstatistic 2,9342 6,6653 12,6687 4,0702
Probabilitas 0,0047* 0,0000* 0,0000* 0,0001*
Keterpaduan pasar diperoleh dari nilai b2 (untuk menentukan keterpaduan pasar jangka pendek) dan nilai IMC (Indeks of Market Connection) untuk menentukan keterpaduan pasar jangka panjang, yaitu nilai yang diperoleh dari hasil pembagian antara nilai koefisien variabel P it-1 (variabel lag harga di pasar pengikut) dengan nilai koefisien variabel Pjt-1 (variabel lag harga di pasar acuan). Dari tabel di atas terlihat antara pasar CPO di KPB PTPN dengan pasar CPO Internasional di MDEX Malaysia diperoleh nilai IMC sebesar 1,7326, yaitu nilai IMC lebih besar dari satu, artinya tidak terjadi keterpaduan pasar jangka panjang antara pasar pengikut dan pasar acuan dikarenakan t-hitung (6,66) > t-tabel (1,67), maka hipotesis alternatif (H1) diterima secara statistik (tolak H0) sehingga artinya kedua pasar tidak terpadu dalam jangka panjang. Hal ini juga menunjukkan bahwa kondisi atau faktor di pasar pengikut memiliki pengaruh yang dominan terhadap pembentukan harga di pasar pengikut atau dengan kata lain terjadinya perubahan harga CPO di tingkat pasar acuan (MDEX Malaysia) tidak memiliki pengaruh dominan terhadap pembentukan harga CPO di tingkat pasar pengikut dalam jangka panjang.
80
Berdasarkan tabel di atas juga diperoleh koefisien b2 sebesar 0,8760 yang artinya terjadi keterpaduan pasar jangka pendek, dikarenakan t-hitung (-1,79) < ttabel (1,67), maka hipotesis nol (H0) tidak dapat ditolak secara statistik sehingga kedua pasar terpadu dalam jangka pendek. Keterpaduan pasar jangka pendek ini terlihat dari b2 yang semakin mendekati satu (b2 = 0,8760) dimana derajat asosiasinya semakin tinggi yang menunjukkan perubahan harga pasar acuan akan sebagian besar diteruskan ke pasar pengikut. Sebenarnya tingginya keterpaduan (integrasi) pasar jangka pendek ini disebabkan oleh informasi pasar yang bersifat simetris yang menggambarkan perubahan harga pada suatu pasar atau suatu tingkat lembaga tataniaga dapat ditransmisikan dengan cepat ke pasar lain atau tingkat lembaga tataniaga lainnya. Hal ini juga berarti bahwa lancarnya arus informasi antara pasar acuan dan pasar pengikut baik antara produsen maupun konsumen. Selain itu juga volume CPO dalam setiap transaksi tender di KPB PTPN Jakarta juga relatif besar. Analisis indeks keterpaduan pasar antara pasar CPO di KPB PTPN dengan pasar CPO di Pasar Fisik Rotterdam disajikan dalam tabel berikut ini. Tabel 12. Koefisien Regresi Keterpaduan Pasar antara Pasar CPO di KPB PTPN dengan Pasar CPO Internasional di Pasar Fisik Rotterdam Variabel Koefisien Dugaan Konstanta 259,5784 Pit-1 (b1) 0,6246 Pjt — Pjt-1 (b2) 0,8278 Pjt-1 (b3) 0,3117 R—Sq = 98,2659 % IMC = 2,0038 R—Sq (adj) = 98,1807 % F—Hitung = 1152,258 Prob. (Fstat) = 0,0000 Sumber: KPB PTPN Jakarta, 2009, (Hasil Olahan). Keterangan: *) nyata pada taraf 5 persen
SE Koefisien 100,3794 0,0945 0,0676 0,0839
tstatistic 2,5859 6,6103 12,2414 3,7129
Probabilitas 0,0121* 0,0000* 0,0000* 0,0004*
81
Dari tabel tersebut terlihat antara pasar CPO di KPB PTPN dengan pasar CPO Internasional di Pasar Fisik Rotterdam diperoleh nilai IMC sebesar 2,0038, yaitu nilai IMC lebih besar dari satu, artinya tidak terjadi keterpaduan pasar jangka panjang antara pasar pengikut dan pasar acuan dikarenakan t-hitung (6,60) > ttabel (1,67), maka hipotesis alternatif (H1) diterima secara statistik sehingga artinya kedua pasar tidak terpadu dalam jangka panjang. Hal ini juga menunjukkan bahwa kondisi atau faktor di pasar pengikut memiliki pengaruh yang dominan terhadap pembentukan harga di pasar pengikut atau dengan kata lain terjadinya perubahan harga CPO di tingkat pasar acuan (Pasar Fisik Rotterdam) tidak memiliki pengaruh dominan terhadap pembentukan harga CPO di tingkat pasar pengikut dalam jangka panjang. Berdasarkan tabel di atas juga diperoleh koefisien b 2 sebesar 0,8278 yang artinya terjadi keterpaduan pasar jangka pendek, dikarenakan t-hitung (-2,54) < ttabel (1,67), maka hipotesis nol (H0) tidak dapat ditolak secara statistik sehingga kedua pasar terpadu dalam jangka pendek. Keterpaduan pasar jangka pendek ini terlihat dari b2 yang semakin mendekati satu (b2 = 0,8278) dimana derajat asosiasinya semakin tinggi yang menunjukkan perubahan harga pasar acuan akan sebagian besar diteruskan ke pasar pengikut. Sama seperti penjelasan sebelumnya, sebenarnya tingginya keterpaduan (integrasi) pasar jangka pendek ini disebabkan oleh informasi pasar yang bersifat simetris yang menggambarkan perubahan harga pada suatu pasar atau suatu tingkat lembaga tataniaga dapat ditransmisikan dengan cepat ke pasar lain atau tingkat lembaga tataniaga lainnya. Hal ini juga berarti bahwa lancarnya arus informasi antara pasar acuan dan pasar pengikut baik
82
antara produsen maupun konsumen. Tersedianya layanan internet yang membantu produsen dan konsumen sehingga mereka dapat mengakses informasi dan bertukar informasi secara lokal, nasional hingga global (mendunia). Selain itu juga volume CPO dalam setiap transaksi tender di KPB PTPN Jakarta juga relatif besar. Dari hasil analisis di atas baik untuk Bursa Berjangka Malaysia (MDEX) maupun pasar fisik Rotterdam diperoleh diperoleh bahwa terjadi keterpaduan pasar jangka pendek namun tidak terjadi keterpaduan pasar jangka panjang. Hal ini sedikit berbeda dengan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan Reni Kustiari dimana untuk pasar kopi terdapat keterpaduan pasar jangka panjang dimana harga kopi robusta Indonesia sangat dipengaruhi (dominan) oleh tingkat harga di pasar internasional. Hal ini didukung pula oleh Surat Direktur Jenderal Pajak tanggal 11 Juni 2001 bahwa atas ekspor kopi dikenakan PPN dengan tarif 0 persen dan pajak masukan yang telah dibayar dapat diminta kembali. Sedangkan untuk pemasaran CPO produksi PTPN yang dilakukan melalui KPB PTPN Jakarta lebih diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dibandingkan untuk pasar ekspor. Hal ini dapat terlihat dari tender untuk CPO lokal yang diadakan di KPB PTPN Jakarta yang mencapai 5 kali dalam seminggu (Senin hingga Jumat) sedangkan untuk CPO ekspor hanya 1 kali dalam sebulan. Apalagi untuk CPO masih dikenakan biaya PPN (Pajak Pertambahan Nilai) sebesar 10 persen dan untuk ekspor masih dikenakan pula pajak ekspor. Hal ini juga menunjukkan bahwa kondisi atau faktor di pasar pengikut memiliki pengaruh yang dominan terhadap pembentukan harga di pasar pengikut atau dengan kata
83
lain terjadinya perubahan harga CPO di tingkat pasar acuan (MDEX Malaysia dan pasar fisik Rotterdam) tidak memiliki pengaruh dominan terhadap pembentukan harga CPO di tingkat pasar pengikut dalam jangka panjang.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan Suatu sistem tataniaga dapat dikatakan efisien apabila sistem tataniaga tersebut dapat memberikan kepuasan bagi semua pihak yang terlibat, yaitu produsen, konsumen, dan lembaga-lembaga tataniaga lainnya. KPB PTPN Jakarta selaku lembaga pemasaran produk-produk perkebunan milik negara termasuk CPO menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik dan efisien sebagai lembaga tataniaga CPO. Hal ini dapat terlihat dari indikator - indikator yang dapat digunakan untuk mengukur efisiensi tataniaga antara lain: 1. Kemerataan fungsi-fungsi tataniaga yang dilaksanakan oleh setiap lembaga tataniaga yang terlibat. Fungsi-fungsi tataniaga yang dilaksanakan cukup merata pada setiap lembaga tataniaga, dengan kegiatan tataniaga yang menyebar pada masing-masing lembaga tataniaga. Hal ini dapat dilihat dari beragamnya fungsi-fungsi tataniaga karena semakin banyak fungsi-fungsi yang dilaksanakan oleh sebuah lembaga tataniaga maka biaya yang dikeluarkan semakin besar. 2. Pola saluran pemasaran yang terbentuk yaitu Produsen (PTPN) PTPN
KPB
Pembeli (Processor).
3. Volume penjualan pada setiap transaksi saluran tataniaga CPO dimana volume penjualan CPO yang dilakukan relatif cukup besar. 4. Struktur dan perilaku pasar yang dihadapi tidak membuat pelaku-pelaku pasar melakukan suatu upaya rekayasa untuk mempengaruhi harga pasar. Struktur pasar pada setiap tingkat lembaga tataniaga terlihat cukup beragam dan secara
85
umum struktur pasar yang terbentuk pada sistem tataniaga CPO cenderung mendekati kepada struktur pasar bersaing (competitive market). 5. Keragaan pasar yang diukur dari: a. Analisis fleksibilitas transmisi harga, dimana didapat tingkat fleksibilitas transmisi harga CPO KPB PTPN Jakarta
sebesar 1,0024 yang
menunjukkan perubahan harga pada tingkat konsumen sebesar 1 persen, maka akan mengakibatkan perubahan harga di tingkat produsen PTPN (KPB) sebesar 1,0024 persen, ceteris paribus, baik dalam keadaan harga naik maupun harga turun. Perubahan harga CPO pada tingkat produsen PTPN (KPB) terjadi secara proporsional dengan perubahan harga CPO yang terjadi pada tingkat konsumen. b. Analisis keterpaduan pasar (IMC), dimana untuk keterpaduan pasar di KPB PTPN Jakarta dengan pasar MDEX Malaysia didapat IMC sebesar 1,7326 sehingga tidak terjadi keterpaduan pasar jangka panjang antara pasar pengikut dan pasar acuan dikarenakan t-hitung > t-tabel (tolak H0) dan diperoleh koefisien b2 sebesar 0,8760 yang artinya terjadi keterpaduan pasar jangka pendek, dikarenakan t-hitung < t-tabel, maka H0 tidak dapat ditolak secara statistik sehingga kedua pasar terpadu dalam jangka pendek. Sedangkan untuk keterpaduan pasar di KPB PTPN Jakarta dengan pasar fisik Rotterdam didapat IMC sebesar 2,0038 sehingga tidak terjadi keterpaduan pasar jangka panjang antara pasar pengikut dan pasar acuan dikarenakan t-hitung > t-tabel (tolak H0) dan diperoleh koefisien b2 sebesar 0,8278 yang artinya terjadi keterpaduan pasar jangka pendek.
86
6.2 Saran Saran penulis dalam penelitian ini adalah: 1. Perlu dilakukan penelitian tambahan terhadap kelembagaan pemasaran KPB PTPN Jakarta terkait marjin tataniaga, bagian harga yang diterima petani (farmer’s share), rasio keuntungan dan biaya serta perbandingannya secara relatif terhadap pihak swasta untuk lebih mengetahui lebih dalam lagi efisiensi dari KPB PTPN Jakarta. 2. Pemerintah harus berani untuk menjadikan pasar CPO Indonesia sebagai pasar acuan internasional sehingga harga CPO Indonesia dapat menjadi acuan mengingat Indonesia merupakan produsen CPO terbesar di dunia seperti yang sedang diusahakan saat ini melalui BBJ (Bursa Berjangka Jakarta). 3. Fungsi tataniaga KPB PTPN Jakarta harus memiliki batas-batas yang lebih jelas dalam menjalankan fungsi-fungsinya sehingga tidak mencampuri urusan produksi, pengangkutan, dll. 4. Melakukan pendataan kembali para processor (peserta tender) yang ada dan promosi untuk menarik minat para processor baru agar mau menjadi peserta tender KPB PTPN Jakarta. 5. Meningkatkan kuantitas dan kualitas (mutu) CPO yang ditenderkan sehingga para processor lebih banyak yang tertarik untuk ikut memberikan penawaran. 6. Memanfaatkan kantor cabang KPB PTPN di Medan dan Surabaya untuk melaksanakan tender produk perkebunan termasuk CPO agar dapat mengakomodasi para processor yang berasal dari daerah. 7. Mengembangkan teknologi informasi dalam hal penambahan aplikasi agar dapat mempermudah kinerja operasional seperti mengembangkan tender online (e-tender) serta penyediaan informasi yang akurat dan up to date. 8. Mengembangkan industri hilir pengolahan produk kelapa sawit atau yang juga
dikenal
dengan
produk
turunan
(derivative
product)
meningkatkan nilai tambah dari kelapa sawit dan CPO itu sendiri.
agar
DAFTAR PUSTAKA
Alisyahbana, Y. 2001. Analisis Proses Tender Minyak Sawit (CPO) Di Kantor Pemasaran Bersama (KPB) PT Perkebunan Nusantara Jakarta [tesis]. Program Pascasarjana Manajemen dan Bisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Arifianto, W. Y. 2007. Analisis Marjin Tataniaga dan Keterpaduan Pasar Daging Domba di Kabupaten Majalengka, Jawa Barat (Kasus Pasar Ternak Regional Pakowon Bojong Cideres, Pasar Kadipaten, dan Pasar Cigasong) [skripsi]. Program Studi Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Brandt, J. A and B. C. French. 1981. An Analysis of Economic Relationship and Projected Adjustment in the US. Processing Tomato Industry. Giannini Foundation Research Report No. 331. Division of Agricultural Sciences. University of California. Campbell, G. R and T. S. Clevenger. 1975. An Institutional Approach to Vertical Coordination in Agriculture. Department of Agricultural Economics, University of Wisconsin, Madison. Dillon, H. S. 1998. Manajemen Distribusi Produk-Produk Agroindustri. Makalah disajikan dalam NET Seminar: Sistem Distribusi Barang di Indonesia. Forum Teknologi Informasi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. Direktorat Jenderal Perkebunan (Ditjenbun). 2007. Statistik Perkebunan Indonesia: Kelapa Sawit, 1994-2008. Departemen Pertanian, Jakarta. Djojohadikusumo, S. 1991. Perkembangan Pemikiran Ekonomi. Buku I Dasar Teori dalam Ekonomi. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. Evans, J. R and Berman, B. 1995. Principles of Marketing. Edisi ke-3. PrenticeHall International, New Jersey. George, P. S and G. A. King. 1972. Consumer Demand for Food Commodities in the United States with Projections for 1980. Giannini Foundations Monograph No. 39. University of California. Hariadi, A. 2001. Kajian metode penjualan Kelapa Sawit di Divisi Penjualan Kelapa Sawit Kantor Pemasaran Bersama (KPB) PT Perkebunan Nusantara Jakarta [tesis]. Program Pascasarjana Manajemen dan Bisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. http://ditjenbun.deptan.go.id
88
Juanda, B. 2007. Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis. IPB Press, Bogor. Kohls, R. L. 1972. Marketing of Agricultural Products. Fourth Edition. The McMillan Company, New York. Kotler, P. 1997. Manajemen Pemasaran: Analisis, Perencanaan, Implementasi, dan Kontrol. Penerbit Prenhallindo, Jakarta. Kotler, P. dan G. Amstrong. 1995. Dasar-Dasar Pemasaran. Edisi ke-6 Jilid 1. Intermedia, Jakarta. Mubyarto. 1987. Politik Pertanian dan Pembangunan Pedesaan. Cetakan ke-2. Penerbit Sinar Harapan, Jakarta. ________. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. Edisi ke-4. LP3ES, Jakarta. Nancy, C. 1988. Usaha untuk Meningkatkan Daya Saing Karet Alam Indonesia di Pasar Internasional melalui Efisiensi Pemasaran [tesis]. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Pahan, I. 2008. Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Cetakan ke-4. Penebar Swadaya, Jakarta. Pakpahan, A. 1989. Perspektif Ekonomi Institusi dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam. Ekonomi dan Keuangan Indonesia, 37(4): 445-464. ___________. 1990a. Permasalahan dan Landasan Konseptual dalam Rekayasa Institusi (Koperasi). Makalah disampaikan pada Seminar Pengkajian Makalah Perkoperasian Nasional, 23 Oktober 1990. Badan Penelitian dan Pengembangan, Departemen Koperasi dan Pusat Penelitian Sosial Ekonomi, Badan Penelitian dan Pengembangan, Departemen Pertanian, Bogor. ___________. 1991b. Penanggulangan Kemiskinan: Prinsip Dasar, Metodologi dan Upaya Penanggulangannya. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional (Semiloka Nasional) Penanggulangan Kemiskinan. 20-24 Mei 1991. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Purcell, W. D. 1979. Agricultural Marketing: Systems, Coordination, Cash and Future Price. A Prentice-Hall Company, Reston. Schmid, A. A. 1987. Property, Power and Public Choice: An Inquiry into Law and Economics. Second Edition. Preager, New York. Scott, J. S. 1993. Perlawanan Kaum Tani. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. Sukmadinata, T. 1995. Kajian Kelembagaan Transaksi dalam Pemasaran Hasil Usaha Penangkapan Ikan di Jawa Timur. Disertasi Doktor. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
89
Syukuta, M. and M. L. Cook. 2001. A New Institutional Economics Approach to Contrast and Cooperatives. Working Paper No. 01-04. Contracting and Organizations Research Initiative, University of Missouri, Missouri. Tumbel, T. M. 1996. Analisis Pemasaran Kopra pada Tingkat Pedagang Pengumpul di Kabupaten Minahasa Propinsi Sulawesi Utara. Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Wassink, J. T. And S. I. Wiselius. 1980. Aspects of Marketing of Tropical Timber: A Practical Guide. Department of Agricultural Research of The Royal Tropical Institute Amsterdam, Amsterdam.
LAMPIRAN
91
LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Harga CPO Fob MDEX Malaysia (2004-2009) Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
2004 454 500 488 479 407 400 372 398 369 377 373 366
2005 335 368 384 376 371 371 367 364 388 383 370 377
Tahun 2006 2007 387 542 407 552 396 567 412 630 405 700 415 711 462 738 436 708 430 738 467 803 539 882 568 888
2008 988 1.118 1.159 1.088 1.098 1.100 1.032 795 669 478 432 445
2009 519 520 531 656 741 684
Sumber: KPB PTPN Jakarta, 2009. Lampiran 2. Data Harga CPO Cif Rotterdam (2004-2009) Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
2004 497 531 547 537 511 437 426 432 435 427 432 422
2005 400 401 429 427 417 419 415 407 421 441 441 428
Sumber: KPB PTPN Jakarta, 2009.
Tahun 2006 2007 418 594 438 603 436 617 436 707 435 772 430 803 471 813 510 840 497 836 508 879 541 943 565 950
2008 1.051 1.159 1.235 1.169 1.203 1.209 1.184 831 766 553 484 494
2009 557 568 597 703 794 723
92
Lampiran 3. Data Harga CPO di Tingkat Produsen (Pf) dan Konsumen (Pr) (2007-2009) Bulan Januari
Pf (Rp/Kg) 5295
Pr (Rp/Kg) 5305
Q yg ditawarkan (Ton) 33.500
Q yg terjual (Ton) 21.000
Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Rata/Total
5335 5596 6443 6820 6939 7084 7298 7219 7445 8067 7858 9199 9940 9682 9288 9958 9497 8740 6923 6003 4565 5156 5343 6243 6902 7199 8211 8507 7561 6428
5344 5611 6493 6842 6979 7100 7308 7244 7448 8083 7872 9233 9965 9707 9332 9967 9509 8755 6959 6013 4577 5166 5347 6249 6919 7209 8220 8510 7561 6433
27.250 35.000 31.500 23.500 49.000 58.250 123.000 150.000 147.500 132.500 69.500 68.000 98.000 133.500 118.250 167.000 236.750 198.250 154.500 234.000 175.000 184.500 98.000
21.000 21.000 21.000 21.000 21.000 21.000 21.000 21.000 21.000 21.000 21.000 21.000 21.000 21.000 21.000 21.000 21.000 21.000 21.000 21.000 21.000 21.000 21.000
2.746.250
1.678.750
Sumber: KPB PTPN Jakarta, 2009.
93
Lampiran 4. Data Harga CPO Lokal yang terjual di KPB PTPN Jakarta (2004-2009) Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September
Harga CPO lokal (Rp/Kg) 4.096 4.410 4.723 4.760 4.690 4.057 3.731 3.802 3.880 3.725 3.680 3.613 3.366 3.225 3.782 3.863 3.784 3.749 3.855 3.848 4.006 4.084 3.869 3.679 3.696 3.857 3.772 3.713 3.806 3.917 4.013 4.362 4.191
Sumber: KPB PTPN Jakarta, 2009.
Bulan Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni
Harga CPO lokal (Rp/Kg) 4.179 5.031 5.124 5.305 5.344 5.611 6.493 6.842 6.979 7.100 7.308 7.244 7.448 8.083 7.872 9.233 9.965 9.707 9.332 9.967 9.509 8.755 6.959 5.984 4.577 5.166 5.347 6.249 6.919 7.209 8.220 8.510 7.561
94
Lampiran 5. Data Kurs Rp/USD (2004-2009) Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober
Kurs Jual 8894.95 8925.17 9068.82 9108.25 9465.32 9882.38 9536.86 9735.43 9682.60 9596.24 9531.47 9723.10 9744.90 9744.94 9870.52 10039.35 9979.80 10116.45 10299.29 10486.18 10732.57 10593.38 10540.71 10357.32 9972.38 9753.15 9671.57 9436.94 9484.86 9412.50 9625.48 9594.25 9643.33 9687.18
Kurs Beli 7894.95 7925.17 8068.82 8108.25 8465.32 8882.38 8536.86 8735.43 8682.60 8596.24 8531.47 8723.10 8744.90 8744.94 8870.52 9039.35 8979.80 9116.45 9299.29 9486.18 9732.57 9593.38 9540.71 9357.32 8972.38 8753.15 8671.57 8436.94 8484.86 8412.50 8625.48 8594.25 8643.33 8687.18
Sumber: Bank Indonesia, 2009.
Bulan November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli
Kurs Jual 9634.59 9586.80 9567.96 9567.80 9663.95 9597.55 9344.33 9483.65 9567.14 9866.68 9809.90 9607.06 9764.27 9833.60 9906.35 9681.15 9684.94 9708.64 9790.80 9795.71 9663.45 9649.25 9840.65 10548.35 12211.15 11824.84 11667.21 12352.75 12349.55 11525.10 10892.65 10706.64 10611.33
Kurs Beli 8634.59 8586.80 8567.96 8567.80 8663.95 8597.55 8344.33 8483.65 8567.14 8866.68 8809.90 8607.06 8764.27 8833.60 8906.35 8681.15 8684.94 8708.64 8790.80 8795.71 8663.45 8649.25 8840.65 9548.35 11211.15 10824.84 10667.21 11352.75 11349.55 10525.10 9892.65 9706.64 9611.33
95
Lampiran 6. Tampilan Hasil Olahan Eviews 6.1 Fleksibilitas Transmisi Harga Dependent Variable: PF Method: Least Squares Date: 10/10/09 Time: 13:51 Sample: 2007M01 2009M06 Included observations: 30
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
PR C
1.001756 4.136829
0.001530 11.47245
654.6566 0.360588
0.0000 0.7211
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.999935 0.999932 12.64944 4480.230 -117.6616 428575.2 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
7360.900 1537.800 7.977443 8.070856 8.007326 1.651660
Lampiran 7. Perhitungan Analisis Fleksibilitas Transmisi Harga 1 𝜂 1 𝜂 1 𝜂
=b
Pr
Pf
= 1,0017 = 1,0024
6433
6428
96
Lampiran 8. Tampilan Hasil Olahan Eviews 6.1 dari Data Harga MDEX Malaysia Dependent Variable: PIT Method: Least Squares Date: 10/06/09 Time: 22:47 Sample (adjusted): 2 66 Included observations: 65 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C PIT_1 PJ_PJT_1 PJT_1
307.6324 0.608011 0.876044 0.350917
104.8402 0.091219 0.069150 0.086216
2.934298 6.665363 12.66879 4.070225
0.0047 0.0000 0.0000 0.0001
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.982352 0.981484 273.1480 4551200. -454.8177 1131.799 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
5548.308 2007.335 14.11747 14.25128 14.17026 1.774423
Lampiran 9. Tampilan Hasil Olahan Eviews 6.1 dari Data Harga Bursa Rotterdam Dependent Variable: PIT Method: Least Squares Date: 10/06/09 Time: 22:58 Sample (adjusted): 2 66 Included observations: 65 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C PIT_1 PJ_PJT_1 PJT_1
259.5784 0.624688 0.827881 0.311783
100.3794 0.094502 0.067629 0.083972
2.585973 6.610332 12.24147 3.712927
0.0121 0.0000 0.0000 0.0004
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.982659 0.981807 270.7547 4471793. -454.2457 1152.258 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
5548.308 2007.335 14.09987 14.23368 14.15266 1.839707
Lampiran 10. Struktur Organisasi KPB PTPN Sumber: KPB PTPN, 2007.
BMD PTPN Dewan Pengawas (Board of Supervisor) Direktur Pelaksana (Managing Director) Wakil Direktur Pelaksana (Vice of Managing Director)
Bagian Pemasaran Minyak Sawit (Marketing Department of CPO)
Urusan Pemasaran Minyak Sawit Lokal (CPO – Local Marketing Section)
Urusan Pemasaran Minyak Sawit Ekspor (CPO – Export Marketing Section)
Urusan Pengapalan (Shipment Section)
Bagian Pemasaran Teh, Kopi & Kakao (Marketing Department of Tea, Coffe & Cocoa)
Urusan Pemasaran Teh (Tea Marketing Section)
Urusan Pengapalan & Pergudangan (Shipment & Storage Section)
Urusan Pengendalian Mutu (Quality Control System)
Urusan Pemasaran Kopi & Kakao (Coffee & Cocoa Marketing Section)
Bagian Pemasaran Karet (Marketing Department of Rubber)
Urusan Pemasran Karet Wilayah Jawa (Rubber Marketing Section – Java Region)
Urusan Pemasaran Karet Wilayah Luar Jawa (Rubber Marketing Section – Outside Java Region)
Bagian Pemasaran Gula Pasir & Tetes (Marketing Department of Sugar & Molases)
Bagian Analisa & Informasi Pasar (Department of Market Analysis & Information)
Bagian SDM & Umum (Department of Market HR & General Affair)
Urusan Pemasaran Gula Pasir (White Sugar Marketing Section)
Urusan Informasi Pasar & Promosi (Market Information & Promotion Section)
Urusan Personalia / PDE (Human Resource & EDP Section)
Urusan Pemasaran Tetes (Molases Marketing Section)
Urusan Analisa Pasar Karet & Produk Karet (Rubber & Downstream Product Maket &Analysis Section)
Urusan Pengembangan SDM (HRD Section)
Urusan Verifikasi Rampung Tetes (Finished Molases Verification Section)
Urusan Analisa Pasar Minyak Sawit (CPO Maket Analysis Section)
Urusan RT / SP (General Affair Section)
Bagian Pembiayaan (Department of Purchasing)
Bagian SPI (Department of Internal Auditor)
Urusan Akuntansi (Accounting Section)
Urusan Pengawasan Finansial (Finance Audit Section)
Sekretaris Dewan Pengawas (Board of Supervisor’s Secretary)
Urusan Keuangan (Finance Section) Urusan Pengawasan Operasional (Operational Audit Section)
Kantor Administrasi Penjualan (Sales Administration Office) Pekanbaru
Urusan Analisa Pasar Makanan & Minuman (F & B Market Analysis Section)
Urusan Sekretariat & Hukum (Secretary & Legal Section)
Jambi Bandar Lampung Bandung
Kantor Cabang Medan (Medan Branch Office)
Kantor Cabang Surabaya (Surabaya Branch Office)
Urusan Tata Usaha (General Affair Section)
Urusan Tata Usaha (General Affair Section)
Urusan Karet / Lateks (Rubber / Lateks Section)
Urusan Karet / Kopi (Rubber / Coffee Section)
Urusan Sawit / Nyiur (Palm Oil / Coconut Section)
Urusan Teh / Kakao (Tea / Cocoa Section)
Urusan Teh / Kakao (Tea / Cacao Section)
Urusan Gula & Tetes (Sugar & Molases Section)
Semarang Pontianak Makassar
97