ANALISIS EFISIENSI UNIT PENANGKAPAN PUKAT CINCIN DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI LAMPULO BANDA ACEH
RATNA MUTIA APRILLA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Efisiensi Unit Penangkapan Pukat Cincin di Pelabuhan Perikanan Pantai Lampulo, Banda Aceh adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014
Ratna Mutia Aprilla NIM C452110011
RINGKASAN RATNA MUTIA APRILLA. Analisis Efisiensi Unit Penangkapan Pukat Cincin di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Lampulo, Banda Aceh. Dibimbing oleh MUSTARUDDIN, EKO SRI WIYONO dan NIMMI ZULBAINARNI. Produksi perikanan laut di Kota Banda Aceh yang hampir semuanya (76%) ditopang oleh produksi dari armada penangkapan pukat cincin selama lima tahun terakhir (2007-2011), peningkatan produksi ini seiring dengan bertambahnya jumlah unit penangkapan pukat cincin (DKP Provinsi Aceh 2012). Keberhasilan penangkapan sangat dipengaruhi oleh tingkat upaya penangkapan yang dilakukan oleh nelayan pukat cincin dalam penggunaan faktor-faktor produksi. Nelayan terus meningkatkan penggunaan faktor-faktor produksi tanpa memperhatikan efisiensi dari penggunaannya. Nelayan dituntut untuk lebih cermat dan bijak (efisien) dalam penggunaan faktor produksi usaha perikanan dalam melakukan operasi penangkapan ikan sehingga tetap diperoleh hasil atau pendapatan yang maksimal. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis produktivitas unit penangkapan pukat cincin, menganalis faktor-faktor produksi yang berperan terhadap produksi dan hubungannya terhadap produksi unit penangkapan pukat cincin dan menganalisis efisiensi dari penggunaan faktor produksi unit penangkapan pukat cincin yang berbasis di PPP Lampulo. Diharapkan melalui penelitian ini dapat memberikan kontribusi teori produksi dalam aplikasi di sektor perikanan, dapat memberikan masukan bagi nelayan/pemilik kapal sebagai bahan pertimbangan terhadap pengelolaan usaha perikanan pukat cincin terkait dengan penggunaan faktor produksi sehingga adanya efisiensi faktor-faktor produksi pada pengoperasian pukat cincin. Faktor produksi yang menunjang hasil tangkapan unit penangkapan pukat cincin seperti ukuran kapal, daya mesin kapal, panjang jaring, tinggi jaring, jumlah awak kapal, BBM, jumlah lampu, jumlah es, jumlah air tawar dan biaya perbekalan dianalisis menggunakan pendekatan Cobb-Douglas. Perhitungan produktivitas dengan pendekatan hasil tangkapan pukat cincin selama setahun di bagi dengan besarnya Gross Tonage dan trip penangkapan. Hasil penelitian menunjukkan produktivitas per trip tertinggi yaitu 1.86 ton/trip pada tahun 2012 dan produktivitas per GT tertinggi yaitu 9.97 ton/GT pada tahun 2011. Faktor produksi yang berpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan pukat cincin yaitu daya mesin kapal, tinggi jaring, jumlah awak kapal, jumlah lampu dan perbekalan. Analisis efisiensi teknis pada 54 kapal menunjukkan penggunaan variabel faktor produksi daya mesin kapal (-0.432), jumlah awak kapal (-1.116), dan jumlah lampu (-0.184) nilai elastisitas produksinya sudah negatif (Ep<0) yang menunjukkan penggunaan faktor produksi sudah tidak efisien, sedangkan faktor produksi dari tinggi jaring (0.467) berada pada tahap produksi rasional karena berada antara 0<Ep<1 dan faktor produksi biaya perbekalan (2.181) nilai Ep>1 yang artinya penggunaan faktor produksi belum efisien. Begitu juga secara efisiensi ekonomis penggunaan variabel faktor produksi tersebut tidak efisien karena nilai NPMxi/Pxi < 1. Kata kunci: pukat cincin, faktor produksi, produktivitas, efisiensi.
SUMMARY RATNA MUTIA APRILLA. Efficiency Analysis of Purse seine Fishing unit in Coastal Fishing Port Lampulo, Banda Aceh. Under the guidance MUSTARUDDIN, EKO SRI WIYONO and NIMMI ZULBAINARNI. The fisheries production in Banda Aceh was dominantly contributed by purse seines (76%) for the last five years (2007-2011), the increase in production was due to the increasing number of purse seine fishing unit (DKP Aceh Province 2012). Catches was strongly influenced by the fishermen in using of production factors. Each purse seine in PPP Lampulo had a diversity of production factors which would affect to production result. It has caused many of the fishermen increased the used of production factors without regard to the efficiency of its use. Therefore, fishermen should be more careful and wise (efficient) in using production factors for fishing operations to keep the obtained results or maximum revenue. The objectives of this study are to analyse of productivity and effeciency of purse seine units that based in PPP Lampulo. Hopefully, this study can contribute theory of production in the fisheries sector, to provide input for fishermen as consideration of the purse seine fishery management. There were some factors that support the production catches of purse seine fishing unit such as the size of the vessel, engine power, length of nets, net height, number of crew, fuel, number of light, the amount of ice, clean water usage and supply costs were analyzed using the Cobb-Douglas approach. Productivitiy calculation had done by using the approach of purse seine catches for the year divided by amount of Gross Tonnage and catching trip. The results showed the highest productivity per trip was 1.86 tons/trip in 2012 and the highest productivity per GT was 9.97 tons/GT in 2011. Production factors which significantly affect to catch of purse seine were engine power, net height, number of crew, number of lights and supply cost. Analysis of the technical efficiency towards 54 vessel showed that the vessel engines power production factors (-0.432), the number of crew (-1.116), and number of lights (0.148) the value of its production elasticity were inefficient (Ep <0), whereas purse seine net height (0.467) was at the rational production stage (0<Ep<1) and factor costs of production supplies (2.181) was efficient (Ep>1) which means inefficient use of production factor. Economic efficiency for the use of production factor wass inefficient because the value of NPMxi/PXI<1. Keywords : Purse seine, production factors, productivity, efficiency.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
ANALISIS EFISIENSI UNIT PENANGKAPAN PUKAT CINCIN DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI LAMPULO BANDA ACEH
RATNA MUTIA APRILLA
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Sugeng Hari Wisudo, MSi
Judul Tesis Nama NIM
: Analisis Efisiensi Unit Penangkapan Pukat Cincin di Pelabuhan Perikanan Pantai Lampulo Banda Aceh : Ratna Mutia Aprilla : C452110011
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr Mustaruddin, STP Ketua
Dr Eko Sri Wiyono, SPi MSi Anggota
Dr Nimmi Zulbainarni, SPi MSi Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof Dr Ir Mulyono S.Baskoro, MSc
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 16 Januari 2014
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari sampai Februari 2013 ialah efisiensi unit penangkapan ikan, dengan judul Analisis Efisiensi Unit Penangkapan Pukat Cincin di PPP Lampulo Banda Aceh. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Mustaruddin STP, Bapak Dr Eko Sri Wiyono SPi MSi dan Ibu Dr Nimmi Zulbainarni SPi MSi selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran. Disamping itu, ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada staf DKP Provinsi Aceh, staf UPTD PPP Lampulo yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayahanda, ibunda, abang, adik, dan seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya, serta teman-teman seperjuangan Pascasarjana (Magister) PSP 2011 atas kebersamaan dan semangatnya. Penulis sangat berharap kritik dan saran demi penyempurnaan penulisan dimasa yang akan datang. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2014
Ratna Mutia Aprilla
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR LAMPIRAN
xi
DAFTAR ISTILAH
xii
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian Kerangka Pemikiran
2
KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Geografis dan Topografis Pelabuhan perikanan Pantai (PPP) Lampulo Fasilitas di PPP Lampulo Nelayan di PPP Lampulo Alat Penangkapan Ikan Armada Penangkapan Ikan Musim dan Daerah Penangkapan Ikan Produksi dan Nilai Produksi
7 7 8 8 13 14 15 15 16
3
PODUKTIVITAS UNIT PENANGKAPAN PUKAT CINCIN DI PPP LAMPULO Pendahuluan Metode Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Jenis dan Sumber Data Teknik Pengumpulan Data Analisis Produktivitas Pukat Cincin Hasil Penelitian Unit Penangkapan Pukat Cincin Hasil Tangkapan Produktivitas Unit Penangkapan Pukat Cincin Pembahasan Kesimpulan
18 18 19 19 19 19 19 19 20 20 22 22 25 27
5 EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI UNIT PENANGKAPAN PUKAT CINCIN DI PPP LAMPULO Pendahuluan
1 1 3 4 4 5 5
28 28
Metode Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Jenis dan Sumber Data Teknik Pengumpulan Data Batasan Variabel Analisis Faktor Produksi Analisis Efisiensi Teknis dan Ekonomi Hasil Penelitian Analisis Faktor Produksi Efisiensi Teknis dan Ekonomi Pembahasan Kesimpulan
29 29 29 29 29 29 30 31 32 32 34 35 39
6 PEMBAHASAN UMUM
40
7 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran
43 43 43
DAFTAR PUSTAKA
44
LAMPIRAN
47
RIWAYAT HIDUP
57
DAFTAR TABEL 1.1 Produksi ikan menurut jenis alat tangkap di Kota Banda Aceh tahun 2007-2011 1.2 Perkembangan alat tangkap pukat cincin di Kota Banda Aceh tahun 2007-2011 2.1 Jumlah alat tangkap di PPP Lampulo tahun 2007-2011 2.2 Jumlah armada penangkapan ikan berdasarkan jenis armada di PPP Lampulo tahun 2011 2.3 Produksi ikan di PPP Lampulo pada tahun 2012 2.4 Nilai produksi ikan di PPP Lampulo tahun 2012 3.1 Hasil tangkapan pukat cincin selama bulan Januari-Februari 2013 3.2 Rata-rata produksi, trip, ukuran kapal dan produktivitas selama tahun 2010-2012 3.3 Perkembangan produktivitas per trip unit penangkapan pukat cincin per trip tahun 2012 4.1 Analisis ragam faktor produksi unit penangkapan pukat cincin di PPP Lampulo
2 2 15 15 16 17 23 23 24 33
4.2 4.3 4.4
Nilai Koefisien regresi (bi) dan uji t faktor produksi unit penangkapan pukat cincin di PPP Lampulo Efisiensi teknis unit penangkapan pukat cincin di PPP Lampulo Rasio NPM dan BKM dari produksi unit penangkapan pukat cincin di PPP Lampulo
33 34 35
DAFTAR GAMBAR 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7 2.8 2.9 2.10 2.11 2.12 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5
Peta lokasi penelitian Kondisi dermaga di PPP Lampulo Kondisi kolam pelabuhan di PPP Lampulo Tempat pelelangan ikan di PPP Lampulo Bengkel mesin kapal di PPP Lampulo Docking galangan kapal di PPP Lampulo Fasilitas SPBU di PPP Lampulo Gedung pengepakan ikan di PPP Lampulo Tangki air yang terdapat di PPP Lampulo Tsunami Warning System (WTS) di PPP Lampulo Pos jaga di komplek PPP Lampulo Kegiatan bongkar muat hasil tangkapan yang dilakukan nelayan di PPP Lampulo Kapal pukat cincin di PPP Lampulo Mesin utama (main engine) kapal pukat cincin Alat navigasi pada kapal pukat cincin di PPP Lampulo Nelayan sedang menggulung jaring pukat cincin Perkembangan produktivitas per trip unit penangkapan Pukat cincin harian di PPP Lampulo tahun 2012
8 9 9 10 10 11 11 12 12 13 13 14 20 20 21 22 22
DAFTAR LAMPIRAN 1 2
Output SPSS 16.00 dengan menggunakan metode Backwards Perhitungan rasio nilai produk marjinal (NPM) dan biaya korbanan marjinal (BKM) pukat cincin di PPP Lampulo
47 50
DAFTAR ISTILAH Daerah penangkapan
:
Efisiensi
:
Elastisitas produksi
:
Nahkoda
:
Penangkapan ikan
:
Pukat cincin
:
Produksi
:
Produktivitas
:
Sumberdaya ikan Tonase kapal
: :
Unit penangkapan
:
Upaya penangkapan
:
Suatu kawasan perairan yang mengandung satu atau beberapa jenis spesies ikan yang dijadikan sebagai target tangkapan. Kemampuan menggunakan sumberdaya yang benar dengan memanfaatkan penggunaan faktor produksi yang sekecil-kecilnya. Persentase perubahan dari output sebagai akibat dari persentase perubahan dari input. Orang yang memiliki kemampuan mengoperasikan armada penangkapan pukat cincin saat melakukan operasi penangkapan menuju daerah penangkapan. Kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan, dengan alat tangkap pukat cincin, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, menyimpan, mendinginkan, dan menangani hasil tangkapan. Alat penangkapan ikan yang dioperasikan dengan cara melingkarkan jaring pada ikan target kemudian menarik tali purse line sehingga gerombolan ikan terkurung. Hasil akhir dari proses aktivitas penangkapan ikan dengan memanfaatkan beberapa faktor produksi dalam memperoleh hasil tangkapan ikan. Nilai yang mencerminkan upaya penangkapan dari unit penangkapan pukat cincin dalam memperoleh hasil tangkapan, yang ditetapkan dengan mempertimbangkan ukuran kapal yang digunakan dan trip penangkapan yang dilakukan. Potensi semua jenis ikan yang tersedia di laut. Volume kapal yang dinyatakan dalam gross tonnage (GT). Suatu kesatuan dalam kegiatan penangkapan yang meliputi kapal, alat tangkap, nelayan, dan alat bantu penangkapan. Seluruh kemampuan yang dikerahkan unit penangkapan pukat cincin untuk memperoleh hasil tangkapan.
1
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Provinsi Aceh yang terletak di ujung barat Indonesia mempunyai potensi perikanan yang melimpah dan sangat potensial untuk dikembangkan. Perikanan merupakan salah satu bidang usaha yang diharapkan mampu menjadi penopang kesejahteraan rakyat Aceh. Secara geografis Provinsi Aceh terletak pada koordinat 2º-6º LU dan 95º-98º BT, pantai utaranya berbatasan dengan Selat Benggala, pantai timurnya berbatasan dengan Selat Malaka dan pantai baratnya berbatasan dengan Samudera Hindia. Luas wilayah perairan laut yang mengitari provinsi Aceh adalah sekitar 295370 km² dan terdiri dari perairan kepulauan seluas 56563 km² dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) 238807 km² dengan panjang garis pantai 1660 km (BPS Provinsi Aceh 2011). Letak geografis provinsi Aceh yang strategis memiliki potensi sumberdaya perikanan yang melimpah sehingga usaha penangkapan ikan sangat prospektif untuk dikembangkan. Potensi sumberdaya ikan pelagis di perairan utara Aceh terdiri atas ikan layang (Decapterus spp), tongkol (Euthynnus spp), sunglir (Elagastis bipinnulatus), teri (Stolephorus indicus), selar (Selaroides leptolepis), tembang (Sardinella fimbriata), kembung (Rastrellinger spp), dan cakalang (Katsuwonus pelamis). Perkiraan potensi maksimum lestari (MSY) sumberdaya ikan pelagis kecil di perairan utara Aceh diestimasi sebesar 15479 ton setiap tahunnya dengan upaya penangkapan optimumnya (F-opt) sebesar 4896 trip. Tingkat pemanfaatan potensi sumberdaya ikan pelagis kecil di perairan utara Aceh baru mencapai 45.6 persen. Berdasarkan perkiraan tersebut potensi perikanan di Aceh masih berpeluang untuk pengembangan (Raihanah 2011). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Chaliluddin (2005) menyatakan bahwa perkiraan potensi sumberdaya ikan cakalang di perairan utara Aceh sejauh 3 mil dari tepi pantai adalah 58171.77 ton/tahun. Kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan di Aceh umumnya dilakukan dalam skala perikanan rakyat (perikanan tradisional). Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Lampulo merupakan basis perikanan utama di Banda Aceh, hasil tangkapan yang didaratkan oleh nelayan yang berbasis di PPP Lampulo adalah sebesar 7903 ton pada tahun 2011 (DKP Provinsi Aceh 2012). Kegiatan penangkapan ikan di PPP Lampulo saat ini dilakukan dengan berbagai jenis alat tangkap, seperti pukat cincin, jaring insang hanyut, rawai tetap dan pancing ulur. Usaha penangkapan pukat cincin merupakan kegiatan perikanan utama di PPP Lampulo. Prinsip penangkapan ikan dengan pukat cincin adalah melingkarkan jaring pada kawanan ikan sehingga terkurung, umumnya jenis ikan yang ditangkap adalah jenis ikan pelagis dan bergerombol (Ayodhyoa 1981). Dari data statistik perikanan tangkap Provinsi Aceh, total produksi perikanan laut menggunakan alat tangkap pukat cincin untuk kota Banda Aceh mengalami fluktasi dari tahun 2007-2011, hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.1 produksi ikan menurut jenis alat tangkap di Kota Banda Aceh tahun 2007–2011.
2
Tabel 1.1 Produksi ikan menurut jenis alat tangkap di Kota Banda Aceh tahun 2007-2011 Tahun RataShare Jenis rata (%) 2007 2008 2009 2010 2011 Produksi Ikan (Ton) Pukat cincin 3717.50 3594.30 6064.70 7094.90 7320.10 5578.30 76.38 JIH 1021.00 1189.30 975.80 205.80 203.20 699.02 9.57 Rawai tetap 910.10 996.40 813.60 147.30 149.80 603.44 8.26 Pancing ulur 202.40 766.40 489.20 139.20 154.90 350.42 4.80 lainnya 68.50 70.03 73.98 72.70 75.00 1242.14 17.01 Jumlah 5919.00 6616.43 8417.3 7659.90 790300 7303.12 100 Sumber: DKP Provinsi Aceh (2008-2012)
Berdasarkan data yang tercantum pada Tabel 1.1 dapat dinyatakan ratarata produksi ikan di Kota Banda Aceh selama lima tahun terakhir sebesar 7303.12 ton, dimana hampir seluruhnya yaitu sebesar 5578.30 ton dihasilkan oleh alat tangkap pukat cincin. Hal ini terlihat dari kontribusi produksi pukat cincin sebesar 76.38 persen selama lima tahun terakhir dari total produksi. Hasil tangkapan pukat cincin yang terus meningkat setiap tahunnya seiring dengan bertambahnya jumlah unit penangkapan pukat cincin (Tabel 1.2). Perkembangan alat tangkap pukat cincin di Kota Banda Aceh mengalami peningkatan selama lima tahun terakhir, namun pada tahun 2008 terdapat penurunan sebesar 0.07 persen. Berdasarkan survei awal ke lapangan penurunan jumlah unit pukat cincin dikarenakan pada tahun tersebut banyak kapal pukat cincin yang mengalami kerusakan sehingga tidak dapat beroperasi. Hal ini juga berpengaruh terhadap hasil tangkapan, dimana pada tahun 2008 terjadi penurunan produksi pukat cincin sebesar 0.03 persen. Tabel 1.2 Perkembangan alat tangkap pukat cincin di Kota Banda Aceh tahun 2007-2011 Tahun 2007 2008 2009 2010 2011
Jumlah unit 97 90 101 110 115
Growth (%) 0.08 -0.07 0.04 0.13 0.19
Sumber: DKP Provinsi Aceh (2008-2012)
Selama ini produksi perikanan pukat cincin terus meningkat akan tetapi belum diketahui faktor apa saja yang mempengaruhinya. Hal ini sangat bergantung pada tingkat upaya penangkapan yang dilakukan oleh nelayan pukat cincin dalam penggunaan faktor-faktor produksi, dimana para nelayan terus meningkatkan penggunaan faktor-faktor produksi tersebut tanpa memperhatikan tingkat efisiensi dari faktor tersebut. Penggunaan faktor produksi yang tidak sesuai dapat menjadikan faktor tersebut infisiensi. Usaha penangkapan ikan memiliki tujuan untuk memaksimumkan keutungan usaha,
3
perolehan keuntungan maksimum berkaitan erat dengan efisiensi dalam berproduksi. Pengkajian efisiensi teknis pada hakikatnya menunjukkan pada seberapa besar keluaran (output) dapat dihasilkan per unit masukan (input) tertentu. Jika faktor harga diasumsikan given, efisiensi teknis pada akhirnya menentukan pendapatan yang diterima para nelayan (Effendi dan Oktariza 2006). Pencapaian keuntungan maksimum pada usaha perikanan pukat cincin tidak terlepas dari penggunaan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi hasil tangkapan dan tingkat produktivitasnya. Faktor-faktor produksi tersebut merupakan suatu kesatuan yang diperlukan untuk melakukan kegiatan usaha penangkapan, dengan melihat pengaruh dari faktor-faktor produksi yang berperan maka dapat diketahui penggunaan faktor produksi seefisien mungkin. Berdasarkan hal tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Analisis Efisiensi Unit Penangkapan Pukat Cincin yang berbasis di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Lampulo Banda Aceh.
Perumusan Masalah Perikanan pukat cincin merupakan usaha perikanan yang saat ini sangat diminati oleh para nelayan yang berbasis di PPP Lampulo dikarenakan para nelayan beranggapan bahwa usaha perikanan ini memiliki peluang cukup besar untuk memanfaatkan sumberdaya perikanan yang ada dalam mencapai keuntungan maksimum. Hal ini terlihat dari meningkatnya unit penangkapan pukat cincin yang berbasis di PPP Lampulo, namun ada beberapa permasalahan yang dihadapi oleh nelayan pukat cincin yang berbasis di Lampulo dalam menjaga produktivitas penangkapan dan meningkatkan efisiensi dari penggunaan faktor produksi usaha perikanan. Permasalahan yang dihadapi antara lain daerah operasi penangkapan bergerak semakin jauh dari pantai, yang tentu saja meningkatkan biaya operasional penangkapan. Nelayan sangat bergantung pada faktor-faktor produksi dalam melaksanakan kegiatannya, yang pada beberapa tahun terakhir faktor produksi mengalami kenaikan harga sehingga dengan hasil tangkapan yang cenderung tidak pasti, diduga menyebabkan pendapatan para nelayan cenderung tidak pasti. Pendapatan nelayan di sini sangat ditentukan oleh besar kecilnya produksi yang dihasilkan mengingat pemberian intensif bagi tenaga kerja (ABK) tidak berdasarkan pada sistem penggajian melainkan dengan sistem bagi hasil yang diterapkan. Kenyataan dilapangan menunjukkan nelayan dalam mendapatkan hasil jualnya relatif sedikit dikarenakan biaya operasional yang harus dikeluarkan sangat besar sehingga mengurangi pendapatan. Penggunaan alat tangkap perikanan yang sembarangan dan tidak memperhatikan aspek biologis ikut berperan dalam penurunan hasil tangkapan merupakan suatu cerminan permasalahan yang dihadapi nelayan pukat cincin dalam menjaga produktivitas penangkapan. Perubahan upaya penangkapan yang dilakukan nelayan pukat cincin seperti memperbesar ukuran kapal berpengaruh terhadap penanganan dan daya tampung dari kapal. Produktiviitas merupakan suatu indeks terhadap perubahan kelimpahan dalam perikanan, baik itu terhadap distribusi, karakteristik gerombolan maupun densitas yang berubah sebagai akibat
4
dari berbagai kelimpahan total. Oleh karena itu produktivitas harus dihitung sebagai hasil tangkapan per trip atau per ukuran kapal yang digunakan dalam suatu daerah penangkapan mengingat banyaknya para nelayan pukat cincin di PPP Lampulo memperbesar ukuran kapal guna meningkatkan produksi ikan. Pengoptimalkan penggunaan faktor-faktor produksi dan pemanfaatan sumber daya ikan yang dalam jangka panjang memberikan hasil tangkapan yang optimum maka perlu diketahui tingkat produktivitas dari alat tangkap pukat cincin dan di dalam kegiatan pengoperasian pukat cincin perlu di analisis bagaimana peran dari komponen faktor produksi tersebut terhadap hasil tangkapan serta penggunaan kombinasi faktor-faktor produksi yang serasi akan dapat meningkatkan efisiensi. Setiap armada pukat cincin di PPP Lampulo memiliki keragaman faktor produksi yang tentunya akan berpengaruh terhadap produksi yang dihasilkan. Permasalahan-permasalahan dalam usaha perikanan pukat cincin di PPP Lampulo dapat diuraikan menjadi beberapa pertanyaan yang menjadi pokok permasalahan, yaitu: 1. Bagaimanakah produktivitas unit penangkapan pukat cincin yang berbasis di PPP Lampulo?; 2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi produksi unit penangkapan pukat cincin yang berbasis di PPP Lampulo?; 3. Bagaimanakah tingkat efisiensi dari penggunaan faktor produksi unit penangkapan pukat cincin di PPP Lampulo?
Tujuan Penelitian
1. 2.
3.
Adapun tujuan penelitian ini adalah: Menganalisis produktivitas unit penangkapan pukat cincin yang berbasis di PPP Lampulo; Menganalisis faktor-faktor produksi yang berperan terhadap produksi dan hubungannya terhadap produksi unit penangkapan pukat cincin yang berbasis di PPP Lampulo; Menganalisis efisiensi dari penggunaan faktor produksi unit penangkapan pukat cincin yang berbasis di PPP Lampulo.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan manfaat antara lain sebagai berikut: 1. Memberikan kontribusi teori produksi dalam aplikasi di sektor perikanan terhadap pengembangan ilmu dan teknologi perikanan tangkap; 2. Memberikan masukan bagi nelayan/pemilik kapal dalam menggunakan faktor-faktor produksi yang lebih baik. 3. Memberikan masukan bagi pemerintah daerah setempat sebagai salah satu alternatif dalam pengelolaan perikanan pukat cincin di Kota Banda Aceh, Aceh.
5
Ruang Lingkup Penelitian Operasi penangkapan ikan menggunakan armada pukat cincin merupakan suatu sistem yang terdiri atas komponen-komponen yang tidak terpisahkan, dimana kegiatan penangkapan tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor produksi. Penggunaan komponen faktor produksi secara tepat dapat menghasilkan hasil tangkapan yang optimum, dengan demikian maka proses dari sistem pengoperasian pukat cincin untuk memperoleh hasil terbaik dapat diterapkan. Usaha penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap pukat cincin dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain (1) ukuran kapal, (2) daya mesin kapal, (3) panjang jaring pukat cincin, (4) tinggi jaring pukat cincin, (5) jumlah awak kapal, (6) BBM, (7) jumlah lampu, (8) jumlah es, (9) air tawar dan (10) perbekalan. Kombinasi dari keseluruhan faktor produksi tersebut akan digunakan sebagai dasar untuk mengestimasi efisiensi dari penggunaan faktor-faktor tersebut terhadap produksi ikan per trip. Alokasi penggunaan faktor-faktor produksi yang efektif dan efisien diharapkan akan dapat meningkatkan produksi perikanan pukat cincin di PPP Lampulo. Hubungan antara faktor produksi dengan nilai produksi diukur dengan fungsi produksi Cobb-Douglas dan pendugaan (mengestimasi) nilai optimal dari faktor-faktor produksi yang berperan pada unit penangkapan pukat cincin dianalisis menggunakan efisiensi teknis dan ekonomis berdasarkan nilai elastisitas produksi yang dihasilkan dari persamaan fungsi produksi Cobb-Douglas. Produktivitas kapal pukat cincin sendiri dapat dihitung dengan melihat produksi kapal pukat cincin dalam satu tahun dibagi besarnya Gross Tonage kapal yang bersangkutan dan jumlah trip penangkapannya.
Kerangka Pemikiran Memperoleh hasil tangkapan yang banyak dan pendapatan yang tinggi merupakan tujuan nelayan dalam melakukan penangkapan ikan. Pencapaian tersebut tidak terlepas dari berbagai macam upaya yang dilakukan nelayan dan kendala yang dihadapi. Upaya pencarian tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis di perairan Utara Aceh dalam jangka panjang untuk memberikan hasil tangkapan optimum sangat diperlukan dan memungkinkan penggunaan faktorfaktor produksi yang mempengaruhi hasil tangkapan. Permasalahan-permasalahan yang dihadapi nelayan pukat cincin di PPP Lampulo seperti yang telah dijelaskan pada subbab-subbab sebelumnya dapat diselesaikan dengan pendekatan analisis produktivitas dalam mengetahui seberapa besar produksi ikan yang diperoleh secara proporsional dari upaya penangkapan dan ketersediaan ikan. Penggunaan faktor produksi dalam menghasilkan produksi memerlukan kerjasama yang baik antara setiap faktor produksi tersebut, hal ini menunjukkan bagaimana usaha nelayan menggabungkan faktor-faktor produksi untuk menndapatkan hasil yang sebesar-besarnya. Faktor-faktor produksi yang digunakan dalam kegiatan perikanan pukat cincin di PPP Lampulo diidentifikasi dan kemudian di analisis hubungannya terhadap produksi dan tingkat efisiensi dari penggunaan faktor produksi tersebut baik secara teknis maupun ekonomis
6
dengan pendekatan fungsi produksi Cobb-Douglas. Untuk lebih jelasnya, maka kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.1. Permasalahan dalam usaha perikanan pukat cincin di PPP Lampulo, antara lain: 1. Upaya penangkapan meningkat dan tidak memperhatikan keberlangsungan SDI; 2. Daerah operasi penangkapan bergerak semakin jauh dari pantai, sehingga meningkatkan biaya operasional; 3. Faktor produksi yang pada beberapa tahun terakhir mengalami kenaikan harga; 4. Pendapatan nelayan ditentukan oleh besar kecilnya produksi yang dihasilkan.
Solusi? Diketahuinya: 1. Nilai produktivitas penangkapan pukat cincin; 2. Faktor produksi yang berperan terhadap produksi penangkapan pukat cincin; 3. Efisiensi dari penggunaan faktor produksi unit penangkapan pukat cincin
Faktor Produksi usaha perikanan pukat cincin Produktivitas Penangkapan Fungsi Produksi Cobb-Douglas
Analisis Produktivitas Produktivitas per trip Produktivitas per GT
Efisiensi teknis dan ekonomis
Nilai Elastisitas Produksi (Ep) Dari Fungsi Produksi CobbDouglas
Efisiensi unit penangkapan pukat cincin di PPP Lampulo Banda Aceh Gambar 1.1 Diagram kerangka pemikiran penelitian.
7
2 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Geografis dan Topografis Kota Banda Aceh terletak di ujung barat Pulau Sumatera. Perairan Kota Banda Aceh secara umum dipengaruhi oleh persimpangan dan gerakan arus dari Samudera Hindia, Selat Malaka dan Laut Cina Selatan yang berinteraksi dengan Pulau Sumatera, Semenanjung Malaka, Kepulauan Andaman dan Nicobar. Posisi tersebut membuat wilayah ini memiliki potensi kekayaan laut yang beranekaragam (DKP Provinsi Aceh 2011). Dengan demikian Kota Banda Aceh sebagai ibukota dan pusat pemerintahan Provinsi Aceh memiliki posisi strategis dalam pemanfaatan sektor perikanan laut. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) ProvinsiAceh (2011), secara geografis Kota Banda Aceh terletak antara 05016’15”-05036’16” LU dan 95016’15”95022’35” BT dengan batas-batas wilayah Kota Banda Aceh sebagai berikut: Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka, Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Aceh Besar, Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Aceh Besar, Sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Indonesia. Kota Banda Aceh merupakan daerah dataran rendah dengan topografi landai yang beriklim panas dengan tekanan udara berkisar antara 1008 atm sampai dengan 1011.3 atm dan suhu udara sekitar 26.8 0C. Sedangkan kecepatan angin bertiup antara 4.3 m/s sampai dengan 5.4 m/s. Kota banda aceh merupakan dataran rawan banjir dari luapan sungai Krueng Aceh dan 70 persen wilayahnya berada pada ketinggian kurang dari 10 m dari permukaan laut. Ke arah hulu dataran ini menyempit dan bergelombang dengan ketinggian hingga 50 m di atas permukaan laut dengan tingkat penyebaran salinitas sekitar 34 ppt menjadikan perairan laut di wilayah ini cukup potensial dalam pengembangan perikanan tangkap khususnya di Provinsi Aceh. Wilayah Kota Banda Aceh memiliki lahan yang cukup luas. Menurut BPS Provinsi Aceh (2011) total luas wilayah Kota Banda Aceh adalah 61.36 km2 yang terdiri dari 9 kecamatan, 20 kelurahan, dan 70 desa. Kecamatan yang berada di Kota Banda Aceh adalah Kecamatan Meuraxa, Jaya Baru, Banda Raya, Baiturrahman, Lueng Bata, Kuta Alam, Kuta Raja, Syiah Kuala, dan Ulee Kareng. Namun, kecamatan yang memiliki wilayah pantai hanya terdiri dari 2 kecamatan yaitu Kecamatan Kuta Alam dan Syiah Kuala yang masing-masing memiliki luas wilayah sebesar 10.05 km2 dan 14.24 km2. Berdasarkan total luas wilayah tersebut, penggunaan lahan dari keseluruhan luas wilayah di kota ini dibagi untuk berbagai keperluan seperti 6262 ha untuk bangunan dan halamannya, 389 ha untuk perkebunan, 403 ha untuk tambak, dan 114 ha dijadikan rawa-rawa (BPS Provinsi Aceh 2011). Namun, setelah tsunami banyak lahan di Kota Banda Aceh yang dialihkan fungsinya untuk digunakan sebagai wilayah perumahan. Ini dikarenakan seluruh wilayah yang berjarak 500 meter dari garis pantai yang dulunya merupakan daerah perumahan penduduk telah dijadikan daerah rawa-rawa yang berfungsi sebagai pelindung atau penahan dari gelombang pasang.
8
Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Lampulo Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Lampulo merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) di bawah Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh yang terletak di Kota Banda Aceh, membentang ± 258 m memanjang disisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Krueng Aceh pada ordinat 5034"45" LU dan 95019"30" BT. Perairan sungai berjarak sekitar 1 km kemuara laut yang dipengaruhi oleh perubahan pasang surut air laut rata-rata 1.5 m dengan kedalaman perairan pelabuhan pada surut terendah (LWS) di pinggir dermaga mempunyai kemiringan 300 dan kedalaman ditengah perairan rata-rata 3.5 m, sehingga aman untuk kapal yang berbobot di bawah 100 GT.
Gambar 2.1 Peta lokasi penelitian Fasilitas di PPP Lampulo PPP Lampulo sebagaimana fungsi suatu pelabuhan perikanan, merupakan tempat berlabuhnya kapal, bongkar muat ikan serta pasar dan industri perikanan harus memiliki aspek sarana dan prasarana yang mendukung sebagai suatu pelabuhan perikanan. Menurut Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 3/PERMEN-KP/2013 pelabuhan perikanan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan perairan disekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang digunakan sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh, dan/atau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan (KKP 2013). Berikut beberapa fasilitas yang terdapat di PPP Lampulo; 1. Fasilitas pokok a. Dermaga Dermaga yang terdapat di PPP Lampulo adalah dermaga untuk bertambat, membongkar muatan, dan untuk mengisi bahan perbekalan. Namun, tata letak dermaga yang terdapat di PPP Lampulo masih kurang baik karena aktivitas tambat, membongkar muatan/hasil tangkapan, dan untuk mengisi bahan perbekalan melaut berada dalam satu dermaga yang sama. Hal ini tentunya
9
mengakibatkan ketidakteraturan kapal-kapal yang akan melakukan aktivitas tersebut. Dermaga dengan panjang 180 m2 ini dapat menampung 10-13 kapal yang bertambat dalam waktu yang sama (UPTD PPP Lampulo 2011), namun panjang dermaga ini terlihat masih kurang untuk menampung kapal-kapal yang akan bertambat dan membongkar muatan di PPP Lampulo. Hal ini terlihat dari adanya antrian saat banyak kapal yang melakukan pendaratan.
Gambar 2.2 Kondisi dermaga di PPP Lampulo b.
Kolam pelabuhan Kolam pelabuhan adalah fasilitas utama yang harus tersedia di suatu pelabuhan perikanan karena fasilitas ini digunakan sebagai alur pelayaran kapal yang keluar masuk suatu pelabuhan perikanan dan juga sebagai tempat kapalkapal untuk tambat labuh. Kolam pelabuhan PPP Lampulo berada di muara sungai Aceh dengan luas kolam sekitar 76050 m2 (UPTD PPP Lampulo 2011). Kolam pelabuhan ini dapat menampung kapal yang berukuran kurang dari 5 GT hingga yang berukuran 60 GT. Sebagian besar kapal yang bertambat dan berlabuh di kolam pelabuhan PPP Lampulo adalah kapal yang berukuran 20-60 GT dengan jumlah kapal yang bertambat setiap harinya sebanyak 20 unit (UPTD PPP Lampulo 2011).
Gambar 2.3 Kondisi kolam pelabuhan di PPP Lampulo 2. Fasilitas fungsional a. Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Gedung TPI di PPP Lampulo memiliki luas 480 m2 dan terletak di sebelah timur kompleks PPP Lampulo (UPTD PPP Lampulo 2011). Awalnya, TPI ini dibangun
10
sebagai tempat untuk melaksanakan aktivitas lelang, namun kenyataannya menunjukkan bahwa gedung TPI ini dialihkan fungsinya sebagai tempat pemasaran hasil tangkapan yang didaratkan, sementara itu aktivitas lelang tidak terjadi di PPP Lampulo. Selain itu, gedung TPI di PPP Lampulo ini menjadi tempat penyimpanan cool box yang berukuran besar sehingga hampir setengah dari luas gedung TPI dipenuhi oleh cool box tersebut.
Gambar 2.4 Tempat pelelangan ikan di PPP Lampulo b.
Bengkel Fasilitas lainnya yang tersedia di PPP Lampulo adalah fasilitas untuk pemeliharaan dan perbaikan armada seperti bengkel. Bangunan untuk bengkel dibangun pada tahun 2005 dengan bantuan dari pihak Jepang dimana bangunan ini difungsikan untuk memperbaiki mesin kapal. Bengkel ini terletak di bagian belakang kompleks PPP Lampulo dengan luas bangunan 180 m2 (UPTD PPP Lampulo 2011). Peralatan bengkel yang tersedia cukup lengkap. Namun diperlukan pemeliharaan yang baik terhadap alat-alat tersebut agar tidak cepat rusak sehingga bisa digunakan dalam jangka waktu yang lebih lama.
Gambar 2.5 Bengkel mesin kapal di PPP Lampulo c.
Docking Docking adalah tempat untuk memperbaiki kapal akibat benturan atau segala kerusakan yang terjadi di badan kapal. Fasilitas docking terletak di dekat pintu masuk menuju kolam pelabuhan PPP Lampulo dimana fasilitas ini hanya
11
tersedia 1 unit. Fasilitas ini hanya dapat memperbaiki kapal dengan ukuran maksimal 10 GT dengan jumlah kapal yang melakukan perbaikan sekitar 1-4 kapal per bulan (UPTD PPP Lampulo 2011).
Gambar 2.6 Docking galangan kapal di PPP Lampulo SPBU Pertamina Pada awalnya fasilitas SPBU yang tersedia di PPP Lampulo ini dibangun 3 bulan sebelum tsunami dan memiliki kapasitas 10 ton. Pasca tsunami, SPBU dibangun kembali dan biasanya menjual sekitar 5000 liter solar/hari (UPTD PPP Lampulo 2011). Penjualan solar hanya kepada nelayan saja. Pelaksana penyaluran BBM solar adalah pihak investor swasta y ang menyalurkan BBM solar langsung kepada para nelayan dengan sistem pembayaran tunai. Hal ini dilakukan untuk menghindari adanya peningkatan harga jual BBM solar jika penyalurannya melalui pedagang eceran. Saat ini hanya tersedia 1 tangki pengisian solar untuk seluruh kapal yang akan mengisi perbekalan melaut.
d.
Gambar 2.7 Fasilitas SPBU di PPP Lampulo e.
Gedung Pengepakan Terdapat 12 unit gedung pengepakan dengan luas total 540 m2, dimana luas setiap gedung sebesar 5x9 meter (UPTD PPP Lampulo 2011). Gedung pengepakan ini dikelola oleh PERUM PPS cabang Lampulo yang disewa oleh pedagang ikan besar (toke). Besarnya sewa yang ditetapkan oleh pihak PERUM yaitu Rp5 400 000/tahun. Fungsi gedung pengepakan ini adalah untuk
12
mempersiapkan dan mengemas ikan hasil tangkapan untuk dikirimkan ke konsumen dalam bentuk segar. Pengepakan ikan segar ini menggunakan cool box. Permintaan ikan segar biasanya berasal dari konsumen lokal, luar kota, bahkan luar Provinsi Aceh seperti Medan. Jenis hasil tangkapan yang biasanya dikirim adalah jenis tuna atau cakalang.
Gambar 2.8 Gedung pengepakan ikan di PPP Lampulo f.
Tangki air Sumber air bersih diperoleh dari tangki air yang terdapat di PPP Lampulo. Tangki air ini terdiri dari 2 unit dimana 1 unit terletak disamping gedung pengepakan dan 1 unit lainnya terletak disamping gedung TPI. Tangki air ini mampu menampung 2000 liter air/hari. Air bersih ini diperlukan untuk kebutuhan pembersihan dermaga bongkar dan tempat pelelangan ikan serta untuk toilet.
Gambar 2.9 Tangki air yang terdapat di PPP Lampulo g.
Tsunami Warning System (TWS) Bencana tsunami yang terjadi tahun 2004 silam menjadikan pemerintah menambah fasilitas Tsunami Warning System (TWS) di setiap daerah yang rawan tsunami salah satunya adalah di wilayah pelabuhan perikanan. Tsunami Warning System (TWS) adalah sebuah perangkat yang dapat mendeteksi besar gelombang sehingga dapat memberikan informasi mengenai gelombang yang berpotensi menjadi gelombang tsunami. Sistem kerja alat ini adalah ketika terjadi sebuah gelombang besar dan berpotensi menjadi gelombang tsunami maka alat ini akan
13
berbunyi seperti bunyi sirene (UPTD PPP Lampulo 2011). Dengan adanya alat ini diharapkan masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah rawan tsunami dapat lebih waspada, jika alat ini sudah berbunyi maka masyarakat diharapkan dapat mengambil tindakan penyelamatan dengan menghindari daerah dekat pantai dan melalui jalur penyelamatan yang telah ditetapkan.
Gambar 2.10 Tsunami Warning System (TWS) di PPP Lampulo h.
Pos jaga Terdapat dua unit pos jaga di PPP Lampulo yang dibangun pasca tsunami, satu unit terletak di pintu masuk pelabuhan dan satu unit di pintu keluar PPP Lampulo. Fungsi pos jaga ini adalah sebagai tempat petugas keamanan berjaga, yaitu untuk mengawasi orang dan kendaraan yang keluar masuk lingkungan PPP Lampulo.
Gambar 2.11 Pos jaga di komplek PPP Lampulo Nelayan di PPP Lampulo Dalam menjalankan suatu usaha penangkapan ikan terdapat 3 unsur yang harus dipenuhi yaitu kapal, alat tangkap, dan nelayan. Nelayan adalah seseorang yang bekerja setengah hari atau sehari penuh untuk menangkap ikan. Berdasarkan waktu tersebut nelayan dibagi atas beberapa kategori yaitu:
14
1) Nelayan penuh adalah nelayan yang seluruh waktunya digunakan untuk bekerja menangkap ikan; 2) Nelayan sambilan utama adalah nelayan yang pekerjaan utamanya digunakan untuk menangkap ikan, namun hanya setengah hari, sebagian waktu lainnya digunakan untuk bekerja yang lain; dan 3) Nelayan sambilan tambahan adalah nelayan yang pekerjaan sampingannya digunakan untuk menangkap ikan, namun hanya setengah hari, sebagian waktu lainnya digunakan untuk melakukan pekerjaan utama. Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa latar belakang pendidikan nelayan yang terdapat di PPP Lampulo pada umumnya adalah lulusan SD atau SLTP dimana menjadi nelayan adalah pekerjaan yang biasanya merupakan turunan atau warisan dari orangtua atau keluarga. Jumlah nelayan yang terdapat di PPP Lampulo sekitar 1493 orang yang terdiri atas nelayan penuh sebanyak 1146 orang, nelayan sambilan utama sebanyak 231 orang, dan nelayan sambilan tambahan sebanyak 116 orang. Sebagian besar nelayan atau sekitar 80 persen nelayan di PPP Lampulo termasuk kategori nelayan penuh karena sebagian besar nelayan adalah penduduk yang bertempat tinggal di wilayah sekitar PPP Lampulo sehingga menjadi nelayan adalah pekerjaan yang dipilih sebagai pekerjaan utama. Nelayan yang termasuk nelayan sambilan utama atau sambilan tambahan biasanya mempunyai pekerjaan lain sebagai tukang becak atau pedagang ikan.
Gambar 2.12 Kegiatan bongkar muat hasil tangkapan yang dilakukan nelayan di PPP Lampulo Alat Penangkapan Ikan Alat penangkapan ikan merupakan salah satu komponen penting bagi nelayan karena menjadi alat utama untuk menghasilkan produksi perikanan, baik berupa ikan maupun non ikan. Jenis alat tangkap yang terdapat di PPP Lampulo hanya ada tiga jenis yaitu pukat cincin, pancing ulur dan pancing rawai. Namun, yang paling dominan adalah pukat cincin yang terus mengalami peningkatan tiap tahunnya. Alat tangkap pancing rawai mulai digunakan sejak tahun 2009, sehingga saat ini jumlahnya belum terlalu banyak. Jumlah alat tangkap menurut jenisnya di PPP Lampulo tahun 2007–2011 dapat dilihat pada Tabel 3.1 jumlah alat tangkap di PPP lampulo 2007-2011.
15
Tabel 2.1 Jumlah alat tangkap di PPP Lampulo tahun 2007–2011 Tahun
Pukat Cincin
Pancing Ulur
2007 2008 2009 2010 2011
97 90 101 110 115
31 35 47 57 55
Rawai 0 0 6 20 40
Jumlah 130 125 154 187 210
Sumber: UPTD PPP Lampulo (2012)
Armada Penangkapan Ikan Armada penangkapan ikan yang terdapat di PPP Lampulo adalah perahu tanpa motor, motor tempel dan kapal motor, namun yang paling dominan adalah jenis kapal motor. Ukuran kapal motor bervariasi antara 5 GT sampai 60 GT. Tabel 2.2 Jumlah armada penangkapan ikan berdasarkan jenis armada di PPP Lampulo tahun 2011 Jenis Armada Ukuran Jumlah Perahu Tanpa Motor Perahu papan kecil 3 Motor Tempel 12 Kapal Motor 5-10 GT 40 11-20 GT 55 21-30 GT 47 31-60 GT 53 Jumlah 210 Sumber: UPTD PPP Lampulo (2012)
Kapal yang memiliki ukuran <10 GT merupakan kapal yang digunakan untuk mengoperasikan pancing ulur, sedangkan kapal dengan ukuran 10 hingga 30 GT kebanyakan digunakan untuk mengoperasikan pancing rawai dan pukat cincin trip harian. Kapal dengan ukuran >30 GT digunakan untuk mengoperasikan pukat cincin trip mingguan. Armada penangkapan ikan yang berlabuh atau bertambat di PPP Lampulo tidak semuanya berasal dari Banda Aceh, ada yang berasal dari Aceh Barat dan Aceh Timur. Namun, armada penangkapan yang paling dominan mendaratkan hasil tangkapannya di PPP lampulo adalah yang berasal dari Banda Aceh. Musim dan Daerah Penangkapan Ikan (DPI) Provinsi Aceh terdapat 2 (dua) musim yaitu musim kemarau yang berlangsung dari bulan April sampai September dan musim penghujan dari bulan Oktober sampai Maret dimana keadaan ini selalu bergeser setiap tahunnya. Periode ini juga berpengaruh terhadap penangkapan ikan yang dikenal dengan nama Musim Barat (April-September) dan Musim Timur (Oktober-Maret) dimana Musim puncak terjadi pada bulan Maret-Agustus, musim biasa/sedang terjadi pada bulan September-Oktober, dan musim paceklik terjadi pada bulan Desember-Februari. Khusus untuk ikan tuna dan cakalang musim puncak terjadi 2 kali dalam setahun yaitu bulan April dan Oktober, musim sedang pada bulan Mei-September, musim Paceklik pada bulan Desember-januari.
16
Daerah penangkapan ikan bagi nelayan yang berbasis di PPP Lampulo adalah di perairan Utara Aceh yaitu di sekitar perairan Sabang dan Meulaboh dengan jarak penangkapan sekitar 3-100 mil serta perairan Samudra Hindia dan Selat Malaka dengan jarak tempuh sekitar 15-150 mil. Penangkapan ikan dilakukan sepanjang tahun, dengan sistem penangkapan trip harian dan trip mingguan, dimana trip harian perjalanan melaut dilakukan selama sehari, yaitu pada malam atau pagi hari. Sedangkan untuk trip mingguan bisa mencapai lebih dari tiga hari melaut. Pencarian DPI oleh nelayan Lampulo didasarkan pada pengalaman melaut yang telah dilakukan sebelumnya. Setelah tsunami nelayan di Lampulo mendapat bantuan dari Livelihood Service Center yang dibawahi oleh NGO (Non-government Organization) OISCA dari Jepang yaitu berupa 2 unit fish finder yang diberikan kepada nelayan secara gratis untuk nelayan yang mengoperasikan alat tangkap dengan menggunakan kapal yang berukuran 20-30 GT. Adanya bantuan fish finder tersebut diharapkan nelayan dapat menemukan DPI dengan lebih mudah dan juga dapat memperkirakan jumlah ikan yang menjadi target penangkapan. Produksi dan Nilai Produksi Jenis ikan yang didaratkan di PPP Lampulo diantaranya kelompok pelagis kecil, pelagis besar, dan demersal. Jumlah produksi tiap bulan dan tiap tahunnya pun selalu berubah-ubah bergantung pada musim ikan, jumlah armada penangkapan yang melakukan operasi penangkapan dan jumlah trip penangkapan dilakukan nelayan. Jenis ikan yang dominan didaratkan di PPP Lampulo selama 5 tahun terakhir (2007-2011) adalah ikan cakalang, tongkol, layang, dan tuna. Pada Tahun 2012, produksi ikan cakalang merupakan yang tertinggi, yaitu mencapai 1856250 kg, lalu disusul dengan ikan tongkol dengan total produksi 829000 kg, sedangkan produksi yang paling sedikit adalah produksi ikan salam dengan jumlah produksi sebesar 38800 kg (UPTD PPP Lampulo 2012). Berikut Tabel yang menyajikan produksi ikan per alat tangkap setiap bulannya pada tahun 2012. Tabel 2.3 Produksi ikan di PPP Lampulo pada tahun 2012 Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah
Pukat Cincin 452868 377093 496001 589727 465361 600936 352594 396144 678119 704917 797082 585401 6496243
Sumber: UPTD PPP Lampulo (2012)
Pancing Ulur (Kg)
Rawai
2733 6669 10852 19055 11983 22718 28487 27159 38781 63677 53883 27932 313929
2515 1890 1350 1035 1350 935 2061 1850 12986
Total 455601 386277 508743 610132 477344 624689 382431 424238 716900 768594 853026 615183 6823158
17
Nilai produksi mencerminkan harga jual hasil tangkapan yang diperoleh nelayan, nilai produksi terbesar diperoleh dari alat tangkap pukat cincin, hal ini dikarenakan hasil tangkapan pukat cincin lebih banyak daripada alat tangkap lainnya yang terdapat di PPP Lampulo (Tabel 2.3). Beberapa hal yang mempengaruhi harga jual ikan yaitu kualitas ikan yang didaratkan oleh nelayan dan jenis ikan yang bernilai ekonomis tinggi. Tabel 2.4 Nilai produksi ikan di PPP Lampulo Tahun 2012 Bulan
Pukat Cincin
Pancing Ulur (Rupiah)
Januari 8 417 550 000 65 230 000 Februari 8 808 460 000 153 025 000 Maret 8 186 880 000 272 015 000 April 5 437 980 000 448 175 000 Mei 7 070 605 000 301 810 000 Juni 9 786 415 000 553 125 000 Juli 5 832 190 000 672 540 000 Agustus 6 199 160 000 678 980 550 September 10 903 495 000 955 745 000 Oktober 9 352 990 000 1 594 100 000 November 10 330 373 500 1 476 294 000 Desember 8 189 490 000 701 640 000 Jumlah
Rawai
98 515 588 500 7 872 679 550
Sumber: UPTD PPP Lampulo (2012)
Total
21 677 500 17 437 500 9 450 000 9 315 000 12 150 000 8 415 000 20 610 000 17 575 000
8 482 780 000 8 983 162 500 8 476 332 500 5 895 605 000 7 372 415 000 10 348 855 000 6 516 880 000 6 886 555 550 11 859 240 000 10 947 090 000 11 827 277 500 8 908 705 000
116 630 000
106 504 898 050
18
2 PRODUKTIVITAS UNIT PENANGKAPAN PUKAT CINCIN DI PPP LAMPULO Pendahuluan Kegiatan perikanan pukat cincin di Banda Aceh telah cukup lama berkembang, hal ini terlihat dari jumlah armada pukat cincin di PPP Lampulo yang terus meningkat setiap tahunnya dan lebih dominan digunakan oleh para nelayan yaitu sebesar 76.38 persen selama lima tahun terakhir dibandingkan alat tangkap lainnya (DKP Aceh 2012). Alat tangkap pukat cincin mampu menangkap ikan-ikan pelagis dalam jumlah yang besar, sehingga para nelayan lebih dominan menggunakan alat tangkap pukat cincin dan terus meningkatkan upaya dalam memperoleh hasil tangkapan yang tinggi. Salah satu upaya yang dilakukan oleh para nelayan yaitu dengan memperbesar ukuran kapal yang digunakan. Perubahan peningkatan upaya penangkapan dengan memperbesar ukuran kapal yang dilakukan oleh para nelayan perlu diperhatikan, yang diperkirakan akan berpengaruh terhadap stok ikan-ikan pelagis yang ada. Upaya penangkapan merupakan salah satu faktor utama untuk menilai kegiatan penangkapan ikan dalam suatu kawasan perairan. McCluskey dan Lewison (2008) menyatakan bahwa upaya penangkapan merupakan ukuran untuk menghasilkan sejumlah hasil tangkapan atau ukuran produktivitas dari unit penangkapan ikan. Menurut Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.60/MEN/2010 produktivitas kapal penangkap ikan merupakan tingkat kemampuan memperoleh hasil tangkapan ikan yang ditetapkan dengan mempertimbangkan ukuran kapal, jenis bahan, kekuatan mesin kapal, jenis alat penangkapan ikan yang digunakan, jumlah trip operasi penangkapan pertahun, kemampuan tangkap rata-rata per trip dan wilayah penangkapan ikan. Produktivitas kapal penangkap ikan ditetapkan per Gross Tonnage (GT) per tahun berdasarkan perhitungan jumlah hasil tangkapan ikan per kapal dalam 1 (satu) tahun dibagi besarnya GT kapal yang bersangkutan (KKP 2010). Choliq et al. (1994) dalam Setyorini et al. (2009) menyatakan bahwa pengukuran produktivitas alat tangkap dapat mencakup produktivitas per unit alat tangkap, produktivitas per ABK dan produktivitas per trip penangkapan. Melihat potensi sumberdaya ikan pelagis yang cukup potensial di perairan Utara Aceh dan terus berkembangnya usaha penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap pukat cincin maka perlu dilakukan penelitian tentang produktivitas penangkapan pukat cincin baik itu ditinjau dari trip penangkapan yang dilakukan dan ukuran kapal yang digunakan. Tujuan dari penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui gambaran perikanan pukat cincin harian di PPP Lampulo mencakup deskripsi armada, komposisi hasil tangkapan dan produktivitas penangkapan pukat cincin di PPP Lampulo berdasarkan trip penangkapan dan ukuran kapal, seberapa besar pengaruh upaya penangkapan dan ukuran kapal terhadap produktivitas penangkapan. Informasi tentang produktivitas unit penangkapan pukat cincin di PPP Lampulo sangat diperlukan untuk memperoleh informasi upaya penangkapan optimum yang berkelanjutan. Metode Penelitian
19
Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian terletak di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Lampulo Kota Banda Aceh. Penelitian ini dilaksanakan dari Januari sampai dengan Februari 2013. Bahan dan Alat Penelitian Objek penelitian ini adalah unit penangkapan pukat cincin harian yang berbasis di PPP Lampulo. Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah buku identifikasi untuk mengidentifikasi jenis ikan yang tertangkap, alat dokumentasi berupa kamera, alat tulis dan kuisioner. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang dipakai dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer berupa komposisi hasil tangkapan dan kondisi perikanan pukat cincin di PPP Lampulo yang diperoleh berdasarkan observasi dan wawancara langsung terhadap nelayan dan pelaku usaha perikanan pukat cincin yang terkait, sedangkan data sekunder berupa data hasil tangkapan dan upaya penangkapan pukat cincin selama tiga tahun terakhir, upaya disini berupa trip penangkapan dan ukuran kapal yang digunakan. Data sekunder diperoleh dari lembaga/instansi yang terkait dalam penelitian yaitu UPTD Lampulo dan Dinas Kelautan dan perikanan Provinsi Aceh. Teknik Pengumpulan Data Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan sensus yaitu seluruh populasi dijadikan sampel (Sugiyono 2007). Sampel yang diambil 54 unit pukat cincin harian di PPP Lampulo. Metode pengumpulan data adalah dengan sensus, artinya mengumpulkan data dengan cara mencatat seluruh elemen yang menjadi objek penelitian. Analisis Produktivitas Pukat Cincin Analisis produktivitas pukat cincin dapat dilakukan melalui pendekatan produksi kapal pukat cincin setiap tripnya dan produksi per ukuran kapal yang digunakan dalam kurun waktu setahun. Dalam penelitian ini jumlah produksi, trip penangkapan dan ukuran kapal yang digunakan selama setahun dihitung rataratanya, serta pada penelitian ini juga dilihat perkembangan produktivitas per trip setiap bulannya selama setahun terakhir. Produktivitas dalam trip = Produktivitas dalam GT =
𝑟𝑎𝑡𝑎 −𝑟𝑎𝑡𝑎 produksi rata −rata trip penangkapan
(ton/trip/th)
𝑟𝑎𝑡𝑎 −𝑟𝑎𝑡𝑎 produksi rata −rata ukuran kapal penangkapan
(ton/GT/th)
20
Hasil Penelitian Unit Penangkapan Pukat Cincin Unit penangkapan pukat cincin merupakan kesatuan dari kapal, alat tangkap, dan nelayan pukat cincin. Dalam analisis produktivitas digunakan data ukuran kapal, trip penangkapan, dan produksi pukat cincin harian sebagai sampel. 1. Kapal pukat cincin Kapal pukat cincin di PPP Lampulo merupakan kapal dengan mesin inboard (kapal motor). Gross Tonnage berkisar antara 13-30 GT, dengan panjang kapal berkisar antara 13.00-21.06 m, lebar 2.00-4.85 m dan dalamnya 1.00-1.60 m. Kapal-kapal pukat cincin di Lampulo dibuat di galangan kapal tradisional dengan jenis kayu yang digunakan adalah kayu Meranti Batu, Alban, Bungor, dan Serkoi. Jenis kayu tersebut bersifat lebih tahan terhadap pembusukan.
Gambar 3.1 Kapal pukat cincin di PPP Lampulo Kapal pukat cincin menggunakan mesin utama (main engine) dan mesin pembantu (auxiliary engine). Mesin utama adalah mesin yang digunakan kapal untuk melakukan olah gerak atau manuver, sedangkan mesin pembantu digunakan sebagai sumber tenaga lampu dan mesin penggulung jaring (gardan). Jenis mesin yang digunakan sebagai mesin utama adalah mesin darat, yaitu mesin truk yang telah dimodifikasi. Merek mesin yang paling banyak ditemukan adalah mitsubishi, nissan dan isuzu dengan kapasitas berkisar antara 100-180 HP. Mesin pembantu berupa generator, sebanyak 1-2 unit generator. Mesin pembantu digunakan sebagai pembangkit listrik untuk menyalakan lampu pemikat ikan, mesin pembantu merupakan generator dengan tenaga 15-20 HP (Durand 1994).
Gambar 3.2 Mesin utama (main engine) kapal pukat cincin
21
Kapal pukat cincin di PPP Lampulo sudah dilengkapi dengan alat navigasi berupa GPS (Global Positioning System) dan fish finder. Penggunaan GPS dan fish finder ini dapat menentukan kedalaman dan bentuk topografi perairan, dan mempercepat pengambilan keputusan untuk mengoperasikan pukat cincin, sehingga dapat menghindari dan mengurangi resiko tersangkutnya pukat cincin pada karang dan batu. Hal ini secara tidak langsung dapat meminimalisir biaya kerusakan dan perawatan terhadap pukat cincin yang secara tidak langsung dapat menigkatkan pendapatan kapal tersebut. Disamping itu, dengan adanya GPS dan fish finder dapat menentukan daerah penagkapan, sehingga memudahkan komunikasi antar sesama nelayan dalam memberikan informasi daerah-daerah yang banyak muncul ikan. Dalam hal navigasi, alat ini sangat membantu kapal sewaktu memasuki suatu wilayah, kejadian yang sering terjadi nelayan tidak bisa masuk dan tidak tahu jalan menuju ke tempat pendaratan kapal pada saat listrik mati. Dengan adanya informasi GPS maka akan terlihat pada peta jalan masuk menuju tempat pendaratan kapal yang dituju.
Gambar 3.3 Alat navigasi pada kapal pukat cincin di PPP Lampulo 2.
Alat tangkap pukat cincin Secara umum jaring pukat cincin terdiri dari kantong, badan jaring, dan sayap jaring. Jaring pukat cincin apabila dibentangkan membentuk trapesium. Tali temali yang ada pada jaring pukat cincin mencakup tali selambar, tali ris atas, tali ris bawah, tali pelampung, tali pemberat dan tali penarik (purse line). Spesifikasi alat tangkap pukat cincin harian di PPP Lampulo sebagai berikut: a. Bahan jaring : umumnya nilon twine dan polyethilen b. Dimensi utama jaring : Panjang : 700-1300 m Tinggi : 45-72 m c. Ukuran mata jaring : Kantong jaring : 1 inci Badan jaring : 1.5 inci Sayap jaring : 2 inci d. Bahan dan jumlah pemberat : Timah hitam 700 buah e. Bahan dan jumlah pelampung : Sintesis rubber 12 cm ± 2000 buah f. Bahan dan jumlah cincin : Kuningan ± 150 buah Ciri khas dari jaring pukat cincin adalah terdapatnya tali penarik (purse line) dan cincin dengan diameter 12 cm digantungkan pada tali pemberat dengan seutas tali yang panjangnya 1 m dengan jarak 3 m setiap cincin. Kedalam cincin ini dimasukkan tali penarik (purse line), hal inilah yang memungkinkan bagian
22
bawah jaring dikerutkan pada saat operasi sehingga membentuk mangkuk dan mencegah ikan meloloskan diri.
Gambar 3.4 Nelayan sedang menggulung jaring pukat cincin 3.
Nelayan pukat cincin Jumlah nelayan yang ikut dalam sekali trip operasi penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap pukat cincin di setiap kapal berbeda-beda. Jumlah awak kapal yang ikut dalam sekali trip melaut sangat bervariasi, yaitu berkisar antara 10-21 orang, dengan sistem pembagian kerja sebagai berikut: a. Nahkoda: 1 orang, biasanya orang yang dipercaya oleh pemilik kapal yang bertugas bertugas sebagai penanggung jawab dalam mengoperasikan kapal dan kelancaran kegiatan penangkapan ikan. b. Wakil nahkoda: 1 orang, berfungsi menggantikan nahkoda disaat nahkoda harus melakukan hal lain. Wakil nahkoda juga dapat berfungsi sebagai fishing master. c. Juru mesin: terdiri dari 2-3 orang yang paling berpengalaman dalam memperbaiki kerusakan kapal, biasanya juru mesin pada kapal pukat cincin tidak memiliki pendidikan formal pada bidangnya, hanya mengandalkan pengalaman. d. Juru lampu: terdiri dari 1-2 orang, bertugas mengoperasikan dan merawat instalasi listrik. e. Juru pelampung: terdiri dari 3-4 orang yang bertugas mengatur dan merapikan pelampung sebelum dan sesudah melakukan kegiatan penangkapan ikan, f. Juru pemberat: terdiri dari 3-4 orang yang bertugas mengatur dan merapikan pemberat sebelum dan sesudah melakukan kegiatan penangkapan ikan, g. Nelayan biasa: terdiri 3-4 orang yang bertugas menarik, merapikan dan memperbaiki jaring pukat cincin jika ada kerusakan, h. Juru masak: terdiri dari 1 orang yang bertugas menyiapkan makanan dan minuman bagi seluruh awak kapal. Hasil Tangkapan Target utama pukat cincin adalah kelompok ikan pelagis besar dan pelagis kecil. Hasil tangkapan yang diperoleh alat tangkap pukat cincin selama bulan Januari-Februari 2013 dapat dilihat pada Tabel 4.1, dimana selama bulan penelitian ada sembilan spesies yang tertangkap oleh armada penangkapan pukat cincin harian.
23
Tabel 3.1 Hasil tangkapan pukat cincin selama bulan Januari-Februari 2013 Komposisi No Nama Lokal ( Kg ) (%) Cakalang 235725 49.18 1 2 Layang 96725 20.18 3 Tongkol komo 20150 4.20 4 Tongkol krai 41775 8.71 5 Tuna (Yellowfin tuna) 29555 6.17 6 Salam 4800 1.00 7 Lemuru 28525 5.95 8 Kembung 3650 0.76 9 Selar 16775 3.50 10 Campuran 1675 0.35 Jumlah 479355 100 Jenis hasil tangkapan pukat cincin yang mendominasi selama bulan penelitian di PPP Lampulo yaitu ikan cakalang sebesar 49.18 persen, layang sebesar 20.18 persen, tongkol krai sebesar 8.71 persen dan tuna sebesar 6.17 persen . Produktivitas Unit Penangkapan Pukat Cincin Produktivitas unit penangkapan pukat cincin di PPP Lampulo dilakukan dengan pendekatan rata-rata produksi yang dihasilkan unit penangkapan pukat cincin per upaya penangkapan, dimana upaya disini berupa rata-rata trip yang dilakukan dalam setahun dan rata-rata ukuran kapal yang digunakan dalam setahun. Produktivitas pukat cincin dapat dilihat pada Tabel 4.2 rata-rata produksi, trip, ukuran kapal dan produktivitas selama tahun 2010-2013. Tabel 3.2 Rata-rata produksi, trip, ukuran kapal dan produktivitas selama tahun 2010-2012. Tahun
Unit
Produksi (ton)
Trip
2010 2011 2012
57 58 54
239.02 241.47 238.86
155 132 128
Ukuran Kapal Produktivitas Produktivitas (GT) (ton/trip/th) (ton/GT/th) 24 24 24
1.54 1.83 1.86
9.95 9.97 9.92
Sumber: UPTD PPP Lampulo (2012)
Produksi unit penangkapan pukat cincin selama tiga tahun terakhir tidak terlalu jauh berbeda. Sebagaimana disajikan pada Tabel 4.2, nilai produksi tertinggi terdapat pada tahun 2011 yaitu sebesar 241.479 ton dengan jumlah unit pukat cincin 58 unit. Perkembangan produktivitas selama tiga tahun cenderung meningkat, dimana nilai produktivitas per trip tertinggi sebesar 1.86 ton/trip/tahun terjadi pada tahun 2012 dan produktivitas per GT tertinggi terjadi pada tahun 2011 dengan nilai 9.97 ton/GT/tahun.
24
Untuk melihat perkembangan produktivitas setiap bulannya maka dalam penelitian ini akan dihitung berdasarkan produksi yang dihasilkan kapal pukat cincin setiap bulannya di bagi dengan jumlah trip penangkapan yang dilakukan dalam bulan tersebut. Tabel 3.3 Perkembangan produktivitas per trip unit penangkapan pukat cincin tahun 2012 Produksi Produktivitas Bulan Trip (ton) (ton/trip/bln) Januari 147.29 100 1.37 Februari 148.70 105 1.42 Maret 237.12 136 1.74 April 295.80 147 2.01 Mei 228.77 117 1.96 Juni 243.70 115 2.12 Juli 215.37 116 1.86 Agustus 235.37 133 1.77 September 286.87 159 1.80 Oktober 274.55 157 1.75 November 220.05 128 1.72 Desember 172.78 112 1.54 Sumber: UPTD PPP Lampulo (2012)
Produktivitas per trip unit penangkapan pukat cincin dari waktu ke waktu cenderung meningkat. Sebagaimana disajikan pada Tabel 4.2 dan Gambar 4.1 perkembangan produktivitas per trip unit penangkapan pukat cincin pada tahun 2012, nilai produktivitas tertinggi yaitu 2.12 ton/trip/bulan terdapat bulan juni dan nilai produktivitas terendah yaitu 1.37 ton/trip/bulan pada bulan januari.
Produktivitas(ton/trip)
2.4 2.2 2.0 2.01 1.96
1.8 1.6
2.12 1.86
1.74
1.77 1.80 1.75 1.72
1.4 1.2
1.54 1.37 1.42
1.0 Jan
Feb Mar Apr Mei
Jun
Jul Agust Sep
Okt Nop Des
Bulan
Gambar 3.5 Perkembangan produktivitas per trip unit penangkapan pukat cincin harian di PPP Lampulo tahun 2012.
25
Pembahasan Jumlah kapal pukat cincin harian yang terdaftar di PPP Lampulo selama tiga tahun terakhir mengalami penurunan, dimana pada tahun 2011 jumlah kapal pukat cincin sebanyak 58 unit kemudian berkurang menjadi 54 unit pada tahun 2012. Seiring dengan penurunan jumlah kapal pukat cincin harian tersebut, jumlah trip operasi penangkapan ikan yang dilakukan oleh armada pukat cincin ikut menurun dari 132 trip pada tahun 2011 menjadi 128 trip pada tahun 2012. Faktor penyebab penurunan jumlah trip operasi penangkapan pukat cincin harian menurut para nelayan adalah fasilitas dermaga yang terdapat di PPP Lampulo masih kurang baik karena aktivitas tambat, membongkar muatan/hasil tangkapan, dan untuk mengisi bahan perbekalan melaut berada dalam satu dermaga yang sama. Hal ini tentunya mengakibatkan ketidakteraturan kapal-kapal yang akan melakukan aktivitas tersebut. Terjadinya antrian kapal yang panjang menyebabkan waktu untuk melakukan bongkar muat juga menjadi terhambat dimana ketika kapal yang baru balik dari operasi penangkapan di sore hari bisa saja waktu untuk bongkar muat kapal tersebut pada keesokan harinya. Hal ini yang menyebabkan trip penangkapan juga berkurang, dimana dalam satu bulan operasi armada pukat cincin seharusnya dapat mencapai 20 hari. Dermaga di PPP Lampulo memiliki panjang 180 m2 hanya dapat menampung 10-13 kapal yang bertambat dalam waktu yang sama (UPTD PPP Lampulo 2011). Ikan yang menjadi tujuan penangkapan pukat cincin adalah ikan pelagis yang bergerombol dan dekat dengan permukaan air laut, selama penelitian (Januari-Februari 2013) komposisi hasil tangkapan pukat cincin menunjukkan bahwa ikan cakalang yang paling banyak tertangkap, yaitu sebesar 49.18 persen dari total hasil tangkapan sebesar 479355 Kg dan diikuti oleh ikan layang sebesar 20.18 persen, tongkol krai sebesar 8.71 persen dan tuna sebesar 6.17 persen. Beberapa penelitian yang telah dilakukan terkait hasil tangkapan armada penangkapan pukat cincin di Aceh juga menunjukkan bahwa hasil tangkapan pukat cincin yang dominan yaitu ikan cakalang seperti penelitian yang telah dilakukan oleh Hariati (2011), menunjukkan bahwa jenis-jenis ikan hasil tangkapan pukat cincin di Banda Aceh terdiri atas ikan cakalang sebesar 51.5 persen, tongkol 31.5 persen, Mandidihang 13.5 persen dan diikuti beberapa jenis ikan lainnya. Begitupula dengan penelitian yang dilakukan oleh Mahdi (2005), dimana komposisi hasil tangkapan pukat cincin di perairan Banda Aceh pada tahun 2003 di dominasi oleh cakalang yaitu 24447.11 ton dari total sembilan spesies ikan yang tertangkap. Distribusi ikan di laut sangat ditentukan oleh berbagai faktor, baik faktor internal dari ikan itu sendiri maupun faktor eksternal dari lingkungan. Faktor lingkungan yaitu berupa parameter oseanografi seperti suhu, salinitas, densitas, oksigen terlarut dan kelimpahan makanan. Komponen-komponen ini akan menentukan keberadaan ikan di lokasi perairan sehingga dapat menjadi petunjuk penentuan fishing ground yang dituju. Perairan di sekitar pulau Aceh, pulau Deudab, pulau Bunta, pulau Breuh serta perairan Sabang merupakan perairan yang paling banyak dijadikan daerah penangkapan oleh nelayan pukat cincin yang berbasis di PPP Lampulo. Penentuan daerah penangkapan ditentukan oleh pawang kapal dengan melihat kondisi musim ikan dan keadaan cuaca laut pada saat
26
melaut serta berdasarkan pengalaman nelayan yang diwarisi secara turun temurun dalam melakukan penangkapan. Jarak tempuh dari pangkalan (fishing base) yaitu PPP Lampulo ke daerah penangkapan (fishing ground) berkisar antara 25 mil sampai dengan 150 mil dengan waktu tempuh 2-9 jam pelayaran. Kondisi perairan yang dapat dijadikan arahan dalam penentuan fishing ground dari ikan cakalang sebagai jenis ikan dominan yang tertangkap oleh nelayan pukat cincin yang berbasis di PPP Lampulo yaitu perairan lapisan 0
permukaan dengan suhu 20-30°C dan salinitas 31-33 /00 (Mustaruddin 2011). Ikan ini biasanya hidup bergerombol dan ada juga tertangkap bersama gerombolan ikan lain. Lingkungan perairan utara Aceh dan Pulo Aceh diduga merupakan daerah yang sesuai untuk berkembangnya ikan cakalang. Hal tersebut terlihat dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh muklis et al. (2009), yang menyatakan bahwa kondisi perairan Utara Nanggroe Aceh Darussalam berkisar antara 27.0030.10°C dan klorofilnya berkisar antara 0.26-0.33 mg/m3. Kisaran suhu dan 0
salinitas di perairan Pulo Aceh yaitu 27.83-30.16°C dan 30.20-33.75 /00 (Rizwan et al. 2010). Hasil tangkapan per unit upaya penangkapan merupakan nilai yang mencerminkan produktivitas armada pukat cincin harian yang berbasis di PPP Lampulo. Nilai produktivitas pada penelitian ini dapat diketahui dengan menghitung rata-rata hasil tangkapan kapal pukat cincin harian selama setahun dan upaya penangkapan berupa trip penangkapan dan ukuran kapal yang digunakan. Upaya penangkapan merupakan aktivitas penangkapan yang dilakukan pada suatu daerah penangkapan tertentu dalam suatu satuan waktu dengan menggunakan jenis alat tangkap tertentu, ukuran kapal, memiliki satuan hari melaut (Iriana et al. 2012). Perkembangan produktivitas dari tahun 2010-2012 dapat dilihat pada Tabel 4.2, selama tiga tahun terakhir produktivitas per trip unit penangkapan pukat cincin harian mengalami peningkatan, produktivitas tertinggi yaitu 1.86 ton/trip/tahun pada tahun 2012 dengan jumlah produksi 238.86 ton dan jumlah trip 128. Seperti yang tertera di Tabel 4.2 jumlah produksi dan jumlah trip penangkapan pada tahun 2012 merupakan yang terendah daripada dua tahun sebelumnya. Jumlah trip penangkapan tertinggi yaitu pada tahun 2010 sebesar 155 trip dan jumlah produksi tertinggi yaitu pada tahun 2011 sebesar 241.47 ton. Besarnya trip penangkapan belum tentu menunjukkan besarnya hasil tangkapan yang diperoleh pada tahun tersebut. Hal ini tergantung dari efektifitas dari alat tangkap pukat cincin dalam memperoleh hasil tangkapan, yang ditunjukkan dengan produktivitasnya. Begitupula sebaliknya, produktivitas tidak hanya diukur berdasarkan pada jumlah produksinya saja, tetapi tergantung pula pada jumlah trip penangkapannya (Iriana et al. 2012). Tingkat produktivitas unit penangkapan pukat cincin setiap bulannya pada tahun 2012 dapat dilihat pada Gambar 4.1 dimana trip penangkapan mengalami fluktuasi. Berfluktuasinya produktivitas pada tahun 2012 sangat dipengaruhi jumlah operasi penangkapan yang dilakukan oleh para nelayan dan hasil tangkapan pukat cincin setiap bulannya di PPP Lampulo. Nilai produktivitas tertinggi adalah 2.12 ton/trip pada bulan Juni dan nilai produktivitas terendah adalah 1.37 ton/trip pada bulan Januari. Atmadja dan Nugroho (2001) dalam Wiyono (2010) menyatakan bahwa nilai produktivitas yang besar
27
menggambarkan stok ikan yang tinggi di suatu perairan. Hal yang serupa juga dinyatakan oleh Sparre dan Venema (1989), dimana nilai yang mencerminkan hasil tangkapan per unit upaya penangkapan atau catch per unit effort (CPUE) merupakan indek kelimpahan stok ikan di perairan. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, musim penangkapan ikan dan biaya perbekalan pada bulan-bulan tertentu mengalami kenaikan sangat mempengaruhi nelayan tidak melaut. Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa musim ikan atau panen ikan jatuh pada bulan April sampai dengan Juli karena pada bulan tersebut rata-rata produksi per tripnya jauh di atas rata-rata produksi per trip selama satu tahun. Sedangkan untuk musim panceklik terjadi pada bulan Desember hingga Februari yang rata-rata produksi per tripnya jauh di bawah ratarata produksi per trip selama setahun. Produktivitas per GT pada penelitian ini dilakukan dengan perhitungan ratarata hasil tangkapan yang diperoleh armada pukat cincin dalam setahun dibagi dengan rata-rata ukuran kapal pukat cincin yang digunakan oleh para nelayan dalam setahun. Rata-rata ukuran kapal yang digunakan selama tahun 2010-2012 sama yaitu 24 GT. Produktivitas tertinggi terdapat pada tahun 2011 yaitu sebesar 9.97 ton/GT/tahun. Hal ini dikarenakan pada tahun tersebut armada penangkapan pukat cincinnya lebih banyak sehingga hasil tangkapan yang diperoleh lebih banyak dari pada hasil tangkapan pada tahun 2010 dan 2012 (nilai produktivitas untuk tahun 2010 yaitu 9.95 ton/GT/tahun dan tahun 2012 sebesar 9.92 ton/GT/tahun). Hal ini dapat diduga bahwa kapal pukat cincin harian pada tahun 2011 dapat memanfaatkan secara maksimal kapasitas kapal yang berukuran 24 GT. Besarnya tonnage kapal berhubungan langsung dengan produktivitas dan produksi tangkapan, maka untuk menduga produksi nelayan, disamping didasarkan atas teknologi alat tangkap dan jumlah kapal, juga ditentukan oleh tonnage kapal yang dimiliki (DJPT 2013). Peningkatan produktivitas sangat terkait dengan kemampuan armada penangkapan, jenis alat tangkap yang digunakan, daerah penangkapan, dan komponen-komponen yang mendukung operasi penangkapan.
Kesimpulan Armada penangkapan pukat cincin harian yang berbasis di PPP Lampulo memiliki Gross tonnage berkisar 13-30 GT dengan kapasitas mesin penggerak berkisar antara 100-180 HP. Jenis ikan yang paling banyak tertangkap adalah cakalang yaitu 49.18 persen dari total hasil tangkapan sebesar 479355 Kg pada bulan penelitian. Trip penangkapan tertinggi diperoleh pada tahun 2010 yaitu sebanyak 155 trip dari 57 unit penangkapan pukat cincin harian. Hasil tangkapan terbanyak terdapat pada tahun 2011 yaitu 241.47 ton dari 58 unit penangkapan pukat cincin. Produktivitas per trip tertinggi yaitu 1.86 ton/trip pada tahun 2012 dan produktivitas per GT tertinggi yaitu 9.97 ton/GT pada tahun 2011.
28
4 EFISIENSI FAKTOR PRODUKSI UNIT PENANGKAPAN PUKAT CINCIN DI PPP LAMPULO Pendahuluan Setiap bidang usaha pada dasarnya ditujukan untuk mendapatkan hasil yang optimal, para nelayan akan selalu berusaha untuk meningkatkan hasil tangkapan dengan tujuan untuk memperbesar pendapatan sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Menurut Satria (2009), nelayan sebagai usahawan harus pandai memanfaatkan segala faktor-faktor yang berhubungan dengan penangkapan ikan yang ada dan juga memilih diantara berbagai alternatif dalam kegiatan ekonomi. Usaha pengembangan penangkapan dapat ditempuh dengan program intensifikasi di bidang perikanan. Intensifikasi penangkapan secara umum dapat diartikan sebagai usaha penggunaan lebih banyak faktor yang mempengaruhi penangkapan seperti kinerja awak kapal serta optimalisasi alat tangkap dan kapasitas mesin terhadap proses penangkapan untuk mencapai hasil tangkapan yang lebih besar. Operasi penangkapan dengan menggunakan alat tangkap pukat cincin merupakan suatu sistem yang tidak terlepas dari penggunaan faktor produksi yang mempengaruhi produksi yang diperolah. Produksi adalah perubahan dari dua atau lebih input (sumber daya) menjadi satu atau lebih output (produk). Menurut Joesron dan Fathorozi (2003) produksi merupakan hasil akhir dari proses aktivitas ekonomi dengan memanfaatkan beberapa masukan atau input. Dengan pengertian ini dapat dipahami bahwa kegiatan produksi adalah mengkombinasi berbagai input atau masukan untuk menghasilkan output. Input dari usaha penangkapan pukat cincin yang berkembang di PPP Lampulo sangat dipengaruhi oleh variabelvariabel faktor produksi yang mendukung operasi penangkapan. Variabel-variabel tersebut diantaranya ukuran kapal, daya mesin kapal, panjang jaring pukat cincin, tinggi jaring pukat cincin, jumlah awak kapal, BBM, jumlah lampu, jumlah es, air tawar dan perbekalan. Penggunaan variabel faktor produksi yang efektif dan efisien diharapkan akan dapat meningkatkan produksi perikanan tangkap. Pengertian efisiensi itu sendiri dalam suatu usaha merupakan perbandingan jumlah sumberdaya yang digunakan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Apabila suatu proses produksi dengan jumlah input tertentu masih mempunyai peluang untuk memberi hasil yang lebih tinggi dengan cara yang lain, maka proses produksi tersebut tidak efisien dan sebaliknya apabila dalam suatu proses produksi tersebut tidak mempunyai peluang untuk memberikan hasil yang lebih tinggi dengan cara lain, maka proses produksi tersebut efisien secara ekonomis (Soeharjo 1982). Berdasarkan survei ke lapangan, unit penangkapan pukat cincin harian yang berbasis di PPP Lampulo memiliki variabel produksi yang berbeda satu sama lain. Hal ini terlihat dari beragamnya biaya operasional yang dikeluarkan dalam setiap trip penangkapan. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menganalisis faktor produksi yang berperan terhadap produksi dan hubungannya terhadap produksi unit penangkapan pukat cincin yang berbasis di PPP Lampulo, serta menganalisis efisiensi dari penggunaan faktor produksi unit penangkapan pukat cincin baik ditinjau dari efisiensi teknis maupun ekonomi.
29
Metode Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian terletak di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Lampulo Kota Banda Aceh. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai dengan Februari 2013. Bahan dan Alat Penelitian Objek penelitian ini adalah unit penangkapan pukat cincin harian yang berbasis di PPP Lampulo. Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat dokumentasi berupa kamera, alat tulis, kuesioner dan data sheet. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang dipakai dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer berupa faktor-faktor produksi unit penangkapan pukat cincin yaitu ukuran kapal, daya mesin kapal, panjang jaring, tinggi jaring, jumlah awak kapal, BBM, jumlah lampu, jumlah es, jumlah air tawar dan biaya perbekalan yang digunakan setiap satu trip melaut pada unit penangkapan pukat cincin harian selama bulan penelitian berlangsung. Data sekunder diperoleh dari lembaga/instansi yang terkait dalam penelitian yaitu UPTD Lampulo dan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Aceh. Teknik Pengumpulan Data Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan sampling jenuh yaitu seluruh populasi dijadikan sampel (Sugiyono 2007). Sampel yang diambil berupa data unit penangkapan pukat cincin harian sebanyak 54 unit yang berbasis di PPP Lampulo selama penelitian. Metode pengumpulan data adalah dengan sensus, artinya mengumpulkan data dengan cara mencatat seluruh elemen yang menjadi objek penelitian. Batasan Variabel Untuk menghindari salah pengertian, maka variabel-variabel yang dianalisis perlu diberikan batasan sebagai berikut : a. Hasil tangkapan (Y), adalah besarnya hasil dari usaha penangkapan yang diperoleh nelayan berupa ikan (kg). Ukuran kapal (X1), adalah bobot kapal kotor yang dinyatakan dalam Gross b. Tonage (GT). c. Daya mesin kapal (X2), adalah besarnya tenaga/kekuatan mesin (motor) kapal yang digunakan dikapal dengan fungsi sebagai penggerak kapal, dinyatakan dalam Horse Power (HP). d. Panjang jaring pukat cincin (X3), adalah panjang net (jaring), dihitung dari ujung jaring sebelah kiri sampai ujung jaring sebelah kanan, tidak termasuk panjang tali pelampung utama. Satuan pengukurannya adalah meter (m). e. Tinggi jaring pukat cincin (X4), adalah panjang jaring yang dihitung dari ujung jaring atas sampai ujung jaring bawah, dinyatakan dalam meter (m). f. Jumlah Awak Kapal (X5), adalah nelayan pekerja dengan tingkat tanggung jawab rendah dan tidak terikat dengan kontrak kerja (orang).
30
g. h.
i. j. k.
BBM (X6), adalah jumlah bahan bakar yang digunakan oleh nelayan pukat cincin untuk melaut, dinyatakan dalam (liter). Jumlah Lampu (X7), adalah jumlah lampu yang digunakan untuk mengumpulkan ikan di sekitar daerah penangkapan, dinyatakan dalam (unit). Jumlah Es (X8), adalah jumlah es yang digunakan dalam penanganan hasil tangkapan di atas kapal, dinyatakan dalam (balok). Air Tawar (X9), adalah jumlah air bersih yang digunakan oleh para nelayan dalam sekali trip melaut, dinyatakan dalam (liter). Perbekalan (X10), adalah jumlah perbekalan yang dibawa nelayan selama berada di laut (per trip) meliputi bekal untuk makan/konsumsi seperti beras, sayuran, lauk pauk dan lainnya, dinyatakan dalam (Rupiah).
Analisis Faktor Produksi Analisis faktor produksi adalah analisis yang menjelaskan hubungan antara produksi dengan faktor-faktor produksi yang mempengaruhinya. Menurut Soekartawi (1986), untuk mengamati pengaruh beberapa faktor produksi tertentu terhadap output secara keseluruhan dalam keadaan sebenarnya adalah tidak mungkin. Oleh karena itu hubungan antara faktor produksi dengan output perlu disederhanakan dalam bentuk suatu model. Hubungan kuantitatif antara faktor-faktor produksi dengan produksi dapat dihitung berdasarkan fungsi produksi Cobb-Douglas. Model CobbDouglas/Logaritma adalah sebagai berikut (Soekartawi 1994): 𝑌 = 𝑎𝑋1 𝑏1 𝑋2 𝑏2 … 𝑋𝑖 𝑏 𝑖 … … 𝑋𝑛 𝑏𝑛 𝑒 Untuk memudahkan pendugaan terhadap persamaan tersebut di atas, maka diubah menjadi bentuk linier sebagai berikut: 𝐿𝑛𝑌 = 𝐿𝑛𝑎0 + 𝑏1 𝐿𝑛𝑋1 + 𝑏2 𝐿𝑛𝑋2 + ⋯ + 𝑏𝑛 𝐿𝑛𝑋𝑛 + 𝐿𝑛 𝑒 Dimana: Y = Produksi X1 ...... Xn = Faktor Produksi a0 = Titik potong (intercept) = Koefisien regresi dari parameter penduga b1 s/d bn e = Galat Selanjutnya dilakukan pengujian secara statistik terhadap fungsi produksi Cobb-Douglas tersebut. Pengujian-pengujian yang dilakukan dalam hal ini adalah pengujian model penduga dan pengujian terhadap parameter regresi. 1. Pengujian terhadap model penduga Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah model penduga yang diajukan sudah layak untuk menduga parameter dan fungsi produksi serta untuk menguji pengaruh variabel bebas (X1, X2, X3,…, X10) secara serempak/simultan terhadap variabel terikat (Y). Uji statistik yang digunakan adalah uji F dengan rumus sebagai berikut (Sudjana 2002) : F =
Jk reg / k Jk res /( n k 1)
Dimana :
Jk reg = Jumlah kuadrat regresi
Jk res k n
= Jumlah kuadrat residual eror = Jumlah variabel bebas = Jumlah Sampel
31
Dengan kaedah keputusan : Bila Fhitung < FTabel (α = 0.05) atau Sig < (α = 0.05), maka tolak Ha Bila Fhitung > FTabel (α = 0.05) atau Sig > (α = 0.05), maka terima Ha Dimana hipotesis : H0 : ai = o ; Variabel bebas (X1, X2, X3,…, X10) berpengaruh tidak nyata terhadap variabel terikat Y Ha : ai ≠ o ; Variabel bebas (X1, X2, X3,…, X10) berpengaruh nyata terhadap variabel terikat Y Selanjutnya untuk memperhitungkan pengujian, dihitung besarnya koefisien determinasi (R2). Hal ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh keragaman produksi dapat diterangkan oleh variabel penjelas yang terpilih. Koefisien determinasi dapat dirumuskan sebagai berikut (Sudjana 2002) : R2 =
JK (reg ) Yi 2
R2 = Koefisien Determinasi JK(reg) = Jumlah Kuadrat untuk Regresi ∑Yi2 = Jumlah Kuadrat Total 2. Pengujian untuk masing-masing parameter Tujuannya adalah untuk menguji pengaruh variabel bebas (X1, X2, X3,…, X10) secara individu/parsial terhadap variabel terikat (Y). Uji statistik yang digunakan adalah Uji t dengan rumus sebagai berikut (Sudjana 2002) : a thitung = i Sa i Dimana : ai = Koefisien Regresi Variabel Xi (i = 1, 2, 3,…, 10) Sai = Standar Error Variabel Xi (i = 1, 2, 3,…, 10) Dengan kaedah keputusan sebagai berikut : Bila thitung < t Tabel atau P-value (α = 0.05), maka tolak Ha Bila thitung > t Tabel atau P-value (α = 0.05), maka terima Ha Dimana hipotesis : Ho : ai = o, Variabel bebas (X1, X2, X3,…, X10) berpengaruh tidak nyata terhadap variabel terikat Y Ha : ai ≠ o, Variabel bebas (X1, X2, X3,…, X10) berpengaruh nyata terhadap variabel terikat Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program spss 16.0 dengan metode pembuatan model regresi yaitu metode backward, penggunaan metode ini dikarenakan dalam proses pembentukan modelnya telah mempertimbangkan semua kriteria signifikansi model, meliputi: uji normalitas, multikolinearitas, autokorelasi dan heteroskedastisitas. Dimana :
Analisis Efisiensi Teknis dan Efisiensi Ekonomi Koefisien-koefisien regresi b1, b2, ...... bn dari fungsi produksi Cobb-Douglas merupakan elastisitas produksi dari variabel input. Besarnya elastisitas produksi (Ep) dapat digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi teknis dan efisiensi ekonomis dari penggunaan input variabel. Tingkat efisiensi teknis dalam penggunaan input tercapai bila Ep = 1, jika nilai Ep < 1 maka penggunaan input tersebut tidak efisien dan jika nilai Ep > 1 maka penggunaan input tersebut tidak efisien. Persamaan elastisitas produksi dapat dirumuskan sebagai berikut:
32
𝐸𝑝 =
𝛥𝑌 𝑋𝑖 × 𝛥𝑋𝑖 𝑌
Dimana :
Ep ΔY ΔXi Y Xi
= elastisitas produksi = perubahan hasil produksi = perubahan faktor produksi ke-i = hasil produksi = jumlah faktor produksi ke-i
Efisiensi ekonomi dapat tercapai jika dapat memaksimumkan keuntungan yaitu menyamakan produk marjinal setiap faktor produksi dengan harganya (Soekartawi 1994). Menurut Nicholson (1995) efisiensi ekonomi tercapai apabila perbandingan antara nilai produktivitas marginal masing-masing input dengan harga inputnya = 1. Persamaan elastisitas produksi dapat dirumuskan sebagai berikut: 𝑏 × 𝑌 × 𝑃𝑦 = Px 𝑋
b×Y×P y
NPMxi = X BKMxi = Px NPMxi / BKMxi = 1 Dimana: = Harga faktor produksi atau biaya korbanan marginal xi (BKM xi) Px Py = Harga produksi Y = Produksi X = Jumlah faktor produksi X b = elastisitas produksi Dalam banyak hal kenyataan NPMxi/ BKMxi tidak selalu sama dengan 1, yang sering terjadi adalah sebagai berikut (Soekartawi 1994): a. NPMxi/ BKMxi > 1 ; artinya penggunaan input X belum efisien, untuk mencapai efisien input X perlu ditambah. b. NPMxi/ BKMxi < 1 ; artinya penggunaan input X tidak efisien, untuk mencapai efisien, maka penggunaan input X perlu dikurangi.
Hasil Penelitian Analisis Faktor Produksi Hasil tangkapan yang diperoleh nelayan pukat cincin sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor produksi usaha perikanan, pada penelitian ini ada 10 variabel yang diteliti untuk melihat signifikansi penggunaannya pada operasi penangkapan ikan. Kesepuluh variabel tersebut yaitu; ukuran kapal (X1), dimana ukuran kapal pukat cincin harian yang berbasis di PPP lampulo berkisar 13-30 GT dengan daya mesin kapal (X2) 100-180 HP, dimensi jaringnya memiliki panjang (X3) berkisar 700-1300 m dan tinggi (X4) berkisar 45-72 m, serta alat bantu penangkapan berupa lampu (X7) berkisar 7-20 unit. Jumlah awak kapal (X5) dalam sekali trip melaut berkisar 10-21 orang dengan penggunaan BBM (X6) berkisar 150-400 L, air tawar (X9) 500-800 L, jumlah es (X8) berkisar 5-16 batang, dan biaya
33
perbekalan berkisar Rp400 000-Rp780 000. Hasil pengolahan data regresi linier berganda dengan menggunakan program spss 16.0 dan metode pembuatan model regresi yaitu metode backward menghasilkan output yang hanya menyisakan prediktor yang signifikan saja, dimana dari 10 variabel hanya menyisakan 5 varibel yang signifikan saja. Nilai koefisien determinasi (R2) untuk model fungsi produksi unit penangkapan pukat cincin harian di PPP Lampulo sebesar 0.727, yang berarti bahwa persentasi sumbangan pengaruh variabel bebas dari daya mesin kapal (X2), tinggi jaring (X4), jumlah awak kapal (X5), jumlah lampu (X7), dan biaya perbekalan (X10) sebesar 72.7 persen dan sisanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak terdapat pada penelitian ini. Faktor lain tersebut misalnya faktor lingkungan atau kondisi daerah penangkapan seperti cuaca, musim penangkapan, keadaan sumberdaya dan keadaan perairan. Tabel 4.1 Analisis ragam faktor produksi unit penangkapan pukat cincin di PPP Lampulo Rata-rata Sumber Db Jumlah Kuadrat Fhit Ftabel P Kuadrat Regresi
5
2.480
0.496
Residu
48
0.930
0.019
Total
53
3.409
13.523
2.055
0.000
Berdasarkan Tabel 4.1, nilai Fhit (13.523) lebih besar dari nilai Ftab(2.055) pada tingkat kepercayaan 95 persen, hal ini menunjukkan bahwa pengaruh bersama-sama faktor produksi (yang diilustrasikan dalam model) bersifat signifikan terhadap naik turunnya hasil tangkapan pukat cincin. Selanjutnya untuk analisis secara parsial, maka uji t digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan untuk melihat pengaruh masing-masing variabel faktor produksi terhadap hasil tangkapan (Tabel 4.2). Tabel 4.2 Nilai koefisien regresi (bi) dan uji t faktor produksi unit penangkapan pukat cincin di PPP Lampulo Koefisien Standar error Sumber thit P regresi coef Variabel -18.875 3.826 -4.933 0.000 LnX2 -0.432 0.146 -2.967 0.005 LnX4
0.467
0.162
2.882
0.006
LnX5
-1.116
0.315
-3.537
0.001
LnX7
-0.148
0.064
-2.304
0.026
LnX10
2.181
0.348
6.270
0.000
Keterangan: ttabel (0.05) = 2.009
34
Uji statistik dengan uji t-student untuk mengetahui hubungan masingmasing faktor produksi dengan hasil tangkapan. Hasil pengujian secara parsial ini memperlihatkan bahwa variabel daya mesin kapal (X2), tinggi jaring pukat cincin (X4), jumlah awak kapal (X5), jumlah lampu (X7) dan biaya perbekalan (X10) yang memberikan pengaruh nyata secara langsung terhadap hasil tangkapan pukat cincin pada tingkat kepercayaan 95 persen. Berdasarkan Tabel 5.2 Nilai koefisien regresi (bi) dan uji t fungsi produksi unit penangkapan pukat cincin maka dapat disusun model pengaruh faktor produksi terhadap hasil tangkapan nelayan pukat cincin dalam bentuk persamaan sebagai berikut: LnY = -18.875 – 0.432 LnX2 + 0.467 LnX4 – 1.116 LnX5 – 0.148 LnX7 + 2.181 LnX10 (R2 = 0.727) Pada model tersebut terlihat bahwa variabel tinggi jaring (X4) dan biaya perbekalan (X10) memiliki koefisien regresi yang positif terhadap hasil tangkapan nelayan pukat cincin harian. Sedangkan tiga variabel lainnya menghasilkan koefisien regresi yang negatif, yaitu variabel daya mesin kapal (X2), jumlah awak kapal (X5) dan jumlah lampu (X7). Nilai positif pada koefisien regresi menunjukkan setiap perubahan 1 satuan dari variabel X akan menaikkan nilai Y sebesar b1, sedangkan nilai negatif berpengaruh secara berlawanan terhadap Y dimana setiap kenaikan 1 satuan dari variabel X nilai Y akan turun sebesar b1. Efisiensi Teknis dan Ekonomi Koefisien regresi ( b1, b2, ...... bn) dari fungsi produksi Cobb-Douglas merupakan elastisitas produksi (Ep) yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi teknis variabel input. Dimana tingkat efisiensi teknis dalam penggunaan
input tercapai bila Ep = 1. Tabel 4.3 Efisiensi teknis unit penangkapan pukat cincin di PPP Lampulo No
Variabel
1 2 3 4 5
Daya mesin kapal Tinggi jaring pukat cincin Jumlah Awak Kapal Jumlah Lampu Perbekalan
Rata-rata 128 HP 62 m 17 orang 14 unit 626 666 Rupiah
Ep -0.432 0.467 -1.116 -0.148 2.181
Nilai Return to Scale (RTS) = -0.432 + 0.467 – 0.116 – 0.148 + 2.181 = 0.952 Return to Scale (RTS) perlu diketahui untuk melihat apakah kegiatan dari suatu usaha yang diteliti tersebut mengikuti kaidah increasing, constant, atau decreasing retrun to scale. Nilai RTS pada usaha penangkapan pukat cincin di PPP Lampulo yaitu 0.952, hal ini menunjukkan bahwa proses produksi perikanan pukat cincin harian di PPP Lampulo pada bulan Januari-Februari 2013 berada pada keadaan decreasing return to scale yang berarti bahwa proporsi penambahan faktor produksi melebihi proporsi penambahan produksinya. Jika terjadi penambahan faktor produksi maka produksi yang diperoleh tidak akan
35
meningkat, dengan kata lain telah terjadi penggunaan faktor produksi yang berlebih pada proses penangkapan ikan oleh armada penangkapan pukat cincin harian di PPP Lampulo. Tujuan akhir dari suatu proses produksi yang diusahakan oleh nelayan tidak hanya ingin mencapai tingkat produksi yang setinggi-tingginya, namun yang lebih utama adalah memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Untuk mencapai tujuan, pelaku usaha harus mampu memenuhi syarat keharusan dan syarat kecukupan (Doll dan Orazem 1987). Pemenuhan dua syarat tersebut ditandai oleh tercapainya suatu persamaan, dimana Nilai Produk Marginal akan sama dengan Biaya Korbanan Marginal atau rasio antara NPM dan BKM sama dengan satu. Oleh karena itu BKM sama dengan harga dari masing-masing faktor produksi itu sendiri. Untuk menghitung NPM diperlukan besaran Produk Marginal, karena NPM merupakan hasil kali Harga Produk (Py) dengan Produk Marginal (PM). Biaya Korbanan Marginal adalah tambahan biaya yang dikeluarkan untuk meningkatkan penggunan faktor-faktor produksi satu saatuan. Untuk melihat tingkat efisiensi ekonomis dari penggunaan faktor-faktor produksi dapat dilihat dari rasio NPM dengan BKM per periode produksi (Tabel 4.4). Pada Tabel 4.4 dapat dilihat kondisi efiisiensi produksi unit penangkapan pukat cincin di PPP Lampulo, dimana produksi rata-rata sebesar 716 kilogram per periode produksi dan harga hasil tangkapan adalah Rp35 000,- per kilogram. Tabel 4.4 Rasio NPM dan BKM dari produksi unit penangkapan pukat cincin di PPP Lampulo Faktor Produksi Daya mesin kapal Tinggi jaring pukat cincin Jumlah Awak Kapal Jumlah Lampu Perbekalan
NPM -72869.78 183099.68 - 1207302.35 - 329.36 84.86
BKM 30 000 000 238 000 000 1 500 000 1 800 000 750 000
NPM/BKM -2.819 x 10-03 7.931 x 10-04 - 1.09 - 0.147 1.162 x 10-04
Pembahasan Berdasarkan model regresi pada persamaan fungsi produksi Cobb Douglas, besaran koefisien regresi merupakan elastisitas produksi dari variabel-variabel tersebut. Variabel yang nilai koefisiennya bernilai positif menunjukkan hubungan yang searah antara produksi dengan penggunaan faktor produksi. Koefisien regresi variabel faktor produksi (Xi) yang memiliki nilai posistif tentunya dengan penambahan 1 satuan dari variabel faktor produksi (Xi) akan meningkatkan hasil tangkapan sebesar koefisien regresi variabel faktor produksi tersebut. Secara serempak kelima variabel faktor produksi berpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan, hal ini terlihat dari nilai Fhit yang diperoleh lebih besar daripada nilai Ftab. Jumlah hasil tangkapan yang diperoleh tidak lepas dari keterkaitan seluruh variabel faktor produksi pada saat melakukan pengoperasian penangkapan.
36
Dalam penelitian ini koefisien variabel tinggi jaring (X4) dan biaya perbekalan (X10) memberikan tanda positif. Hal ini dapat diartikan bahwa penambahan faktor-faktor produksi tersebut akan mampu meningkatkan produksi yang dihasilkan. Dengan kata lain peningkatan penggunaan tinggi jaring pukat cincin dengan memperhatikan perilaku dari ikan yang menjadi target penangkapan dan kondisi perairan akan meningkatkan hasil tangkapan. Minimum lebar dari jaring dimaksudkan untuk mengikuti kedalaman renang dari gerombolan ikan tersebut (Sudirman dan Mallawa 2004). Variabel biaya perbekalan (X10) juga memberikan peningkatan produksi pukat cincin secara signifikan, dengan dijaminnya persediaan perbekalan tentunya akan memberikan dorongan yang lebih kepada nahkoda dan ABK nya untuk melakukan upaya penangkapan ikan. Berdasarkan hasil wawancara, nelayan menyatakan bahwa semakin terjaminnya semua kebutuhan yang diperlukan kinerja mereka akan lebih optimal sehingga banyak pemilik kapal yang memberikan bonus dan fasilitas yang baik agar mereka dapat bekerja dengan baik dan tidak berpindah ke pemilik kapal lainnya. Tiga variabel lainnya menghasilkan koefisien regresi yang negatif, yaitu variabel daya mesin kapal (X2), jumlah awak kapal (X5) dan jumlah lampu (X7). Hal ini diduga bahwa penggunaan dari faktor produksi tersebut dalam melakukan penangkapan ikan pada musim barat sudah berlebih, dimana penambahan faktor produksi dari ketiga variabel tersebut akan menurunkan produktivitas penangkapan. Angin kencang yang menyebabkan nelayan kesulitan dalam melakukan operasi penangkapan pada akhirnya berpengaruh terhadap hasil tangkapan yang diperoleh nelayan sehingga penambahan dari variabel-variabel itu sendiri tidak akan meningkatkan produksi. Kekuatan mesin yang digunakan harus disesuaikan dengan ukuran kapalnya, penggunaan daya mesin kapal yang tidak sesuai dengan ukuran kapal akan menghambat laju gerak dari kapal itu sendiri. Daya mesin kapal yang digunakan nelayan pukat cincin harian di PPP Lampulo rata-rata 128 HP perlu disesuaikan kembali dengan ukuran kapalnya, hal ini terlihat dari koefisien faktor produksi daya mesin kapal yang bernilai negatif pada model fungsi produksi unit penangkapan pukat cincin di PPP Lampulo. Hubungan besarnya ukuran kapal tidak hanya berkaitan terhadap daya mesin kapal yang digunakan, akan tetapi juga terhadap kapasitas awak kapal yang ikut serta dalam setiap trip operasi penangkapan. Penggunaan jumlah awak kapal setiap trip melaut pada operasi penangkapan pukat cincin di PPP Lampulo rata-rata berjumlah 17 orang. Penggunaan tenaga awak kapal diduga sudah optimal sehingga jika terjadi penambahan awak kapal pada operasi penangkapan tidak akan berpengaruh terhadap hasil tangkapan yang diperoleh. Disini yang harus diperhatikan adalah kualitas dari masing-masing tenaga kerja (Sismadi 2006). Dalam memperoleh hasil tangkapan, nelayan pukat cincin menggunakan alat bantu penangkapan berupa lampu. Rata-rata penggunaan lampu pada setiap kapal pukat cincin sebanyak 14 lampu. Penggunaan alat bantu penangkapan ini diduga sudah berlebih sehingga apabila terjadi penambahan lampu sekalipun tidak akan berpengaruh terhadap penambahan jumlah hasil tangkapan. Hal yang harus diperhatikan disini adalah intensitas daya lampu yang digunakan, hal demikian diharapkan bahwa penggunaan jumlah lampu dengan daya lampu yang sesuai dapat meningkatkan fungsi lampu sebagai alat bantu penangkapan ikan sehingga dapat berjalan dengan efektif.
37
Ditinjau dari segi efisiensi, berdasarkan Tabel 4.3 efisiensi teknis unit penangkapan pukat cincin di PPP Lampulo untuk faktor produksi daya mesin kapal, jumlah awak kapal dan jumlah lampu nilai elastisitas produksinya sudah negatif (Ep<0) yang menunjukkan penggunaan faktor produksi sudah tidak efisien. Hal ini berarti bahwa telah terjadi penggunaaan faktor produksi yang berlebih oleh kapal-kapal pukat cincin di PPP Lampulo dalam operasi penangkapannya pada musim barat. Penambahan dari penggunaan faktor produksi tersebut dapat mengakibatkan produksi total menurun, untuk mencapai efisiensi dari penggunaan faktor produksi tersebut maka perlu adanya pengurangan penggunaan dari faktor produksi daya mesin kapal, jumlah awak kapal, dan jumlah lampu sehingga dapat efisen dalam memperoleh hasil tangkapan. Pengurangan penggunaan daya mesin kapal yang digunakan dapat disesuaikan dengan ukuran kapalnya, begitu juga dengan jumlah awak kapal dan penggunaan alat bantu penangkapan berupa lampu dikarenakan pada musim barat hasil tangkapan yang diperoleh nelayan pukat cincin cenderung lebih sedikit daripada musim timur sehingga berpengaruh terhadap perolehan pendapatan nelayan, mengingat pendapatan nelayan sangat bergantung pada biaya operasional penangkapan dalam sekali trip melaut dan hasil tangkapan yang diperoleh. Faktor produksi dari tinggi jaring pukat cincin berada pada tahap produksi rasional karena berada antara 0<Ep<1, yang artinya dengan penggunaan faktor produksi tinggi jaring sebesar rata-rata 62 m yang digunakan nelayan saat melakukan operasi penangkapan ikan pada musim barat sudah sesuai dan seimbang, sehingga dapat memperoleh hasil tangkapan yang maksimal tanpa harus mengurangi atau menambahkan faktor produksi tersebut. Diduga tinggi jaring yang digunakan telah sesuai dengan kondisi perairan setempat dan perilaku dari ikan target, dimana minimum lebar dari jaring dimaksudkan untuk mengikuti kedalaman renang dari gerombolan ikan tersebut (Sudirman dan Mallawa 2004). Untuk faktor produksi biaya perbekalan, nilai Ep>1 yang artinya penggunaan faktor produksi belum efisien, dimana perolehan hasil tangkapan dapat lebih ditingkatkan dengan adanya penambahan biaya perbekalan. Dengan kata lain, masih selalu ada kesempatan untuk mengatur kembali kombinasi dan penggunaaan faktor produksi dari biaya perbekalan sedemikian rupa sehingga dapat memperoleh hasil tangkapan lebih besar. Dengan adanya perbekalan yang memadai dapat mendorong kinerja awak kapal semakin optimal, berdasarkan hasil wawancara nelayan menyatakan bahwa semakin terjaminnya semua kebutuhan yang diperlukan maka kinerja mereka akan lebih optimal sehingga banyak pemilik kapal yang memberikan bonus dan fasilitas yang baik agar mereka dapat bekerja dengan baik dan tidak pindah ke pemilik kapal lainnya. Koefisien elastisitas menunjukkan produksi berada pada tahap rasional atau tidak rasional dilihat dari koefisien teknis. Tahap produksi rasional apabila elastisitas produksi antara 0<Ep<1. Sedangkan apabila elastisitas produksi masih besar dari satu, maka masih selalu ada kesempatan untuk mengatur kembali kombinasi dan penggunaaan faktor produksi sedemikian rupa sehingga dengan jumlah faktor produksi yang sama dapat menghasilkan produksi total lebih besar. Atau dapat pula dikatakan bahwa produksi yang sama dapat dihasilkan dengan faktor produksi yang lebih sedikit. Dalam keadaan yang demikian produksi memang belum efisien sehingga disebut tidak rasional. Sedangkan pada waktu produksi total mulai menurun, dan produksi marjinal sudah negatif, yang berarti
38
pula elastisitas produksi sudah negatif (Ep<0) atau tahap produksi tidak rasional karena penambahan penggunaan faktor produksi justru mengakibatkan produksi total menurun (Prayitno dan Arsyad 1987). Pada model fungsi produksi Cobb-Douglas nilai koefisien regresi selain menunjukkan elastisitas dari masing-masing variabel yang bersangkutan, jumlah dari nilai koefisien regresi variabel tersebut merupakan pendugaan terhadap keadaan skala usaha proses produksi yang sedang berlangsung. Jumlah elastisitas produksi dalam model adalah 0.952, hal ini menunjukkan bahwa tingkat skala usaha berada pada skala deacrising return to scale berarti bahwa proporsi penambahan faktor produksi melebihi proporsi penambahan produksinya. Jika terjadi penambahan faktor produksi maka produksi yang diperoleh tidak akan meningkat, dengan kata lain telah terjadi penggunaan faktor produksi yang berlebih pada proses penangkapan ikan oleh armada penangkapan pukat cincin harian di PPP Lampulo. Secara ekonomis, efisiensi akan tercapai pada kondisi dimana harga sama dengan nilai produk marginalnya. Jika harga dari setiap faktor produksi ke-i (Pxi) adalah biaya korbanan marginalnya (BKM) dan produk marginal dikalikan dengan tingkat harga hasil tangkapan (Y) adalah nilai produk marginal (NPM), maka kondisi efisiensi ekonomis tercapai pada NPMxi=BKMxi. Penelitian dilakukan selama bulan Januari-Februari 2013, dimana pada bulan tersebut merupakan musim barat. Harga ikan dipasaran pada bulan tersebut melambung tinggi dikarenakan sedikitnya ikan yang tertangkap dan dijual dipasaran. Produksi rata-rata yang diperoleh nelayan sebesar 716 kg per trip dengan harga jual hasil tangkapan Rp35 000,- per kilogram, permintaan pasar yang tinggi menyebabkan harga jual ikan di pasar juga tinggi. Harga jual ikan yang tinggi tidak menjamin efisiensi ekonomi dari penggunaan faktor produksi usaha perikanan tersebut. Berdasarkan Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa penggunaan faktor–faktor produksi unit penangkapan pukat cincin di PPP Lampulo berada dalam kondisi tidak efisien secara ekonomi, dimana nilai NPM/BKM lebih kecil dari satu. Perlu adanya peninjauan ulang dari penggunaan faktor-faktor produksi tersebut pada musim barat sehingga dapat meminimkan biaya operasional penangkapan dan tercapainya efisiensi ekonomi dari penggunaan faktor produksi tersebut. Penggunaan kelima faktor produksi tersebut pada level efisiennya tidak dapat diramalkan secara tepat, dikarenakan secara teori apabila nilai NPM negatif, maka NPMxi/Pxi negatif sehingga syarat keharusan untuk mencapai level efisien dalam penggunaan faktor produksi tidak terpenuhi. Tidak tercapainya efisiensi secara ekonomi dalam penggunaan faktor produksi tersebut menyebabkan kecenderungan para nelayan pukat cincin harian di PPP Lampulo tidak melakukan penangkapan. Berdasarkan hasil wawancara, banyak dari nelayan pukat cincin harian pada musim barat hanya melakukan perbaikan armada penangkapan dan alat tangkap pukat cincin. Nelayan tidak mau mengambil resiko melaut dikarenakan angin yang kencang dan gelombang perairan yang tidak stabil sehingga tidak dapat mencapai daerah penangkapan ikan yang dituju, mereka hanya melakukan penangkapan tidak jauh dari pantai. Sebagian dari kapal-kapal pukat cincin yang berukuran besar lebih memilih bertambat di dermaga menunggu kondisi perairan stabil kembali. Kondisi ini menuntut nelayan lebih cermat dalam penggunaan faktor produksi usaha perikanan yang berpengaruh terhadap hasil tangkapan yang di peroleh sehingga
39
tercapainya efisiensi secara ekonomi. Hal lainnya yang mempengaruhi tingkat efisiensi ekonomi disini selain karena ketersediaan sumberdaya ikan yang minim pada musim barat, juga dikarenakan nelayan tidak dapat menjangkau daerah penangkapan yang lebih jauh, nelayan hanya melakukan operasi penangkapan dekat dengan pantai, dan biaya faktor produksi penangkapan yang mengalami kenaikan harga sehingga menekan biaya operasional penangkapan. Pencapaian efisiensi secara keseluruhan dapat terjadi apabila kualitas nelayan dapat ditingkatkan terkait penguasaan teknologi yang mampu memberikan pedoman yang jelas mengenai keberadaan kelompok ikan diperairan. Kemampuan pengelolaan biaya operasional penangkapan juga sangat berpengaruh sehingga mampu mengalokasikan sumberdaya ikan yang ada secara efektif dan efisien yang akhirnya diperoleh hasil produksi yang maksimal.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian efisiensi unit penangkapan pukat cincin di PPP Lampulo, maka dapat ditarik kesimpulan yaitu; 1. Faktor produksi unit penangkapan pukat cincin harian di PPP Lampulo yang berpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan pada musim barat yaitu daya mesin kapal, tinggi jaring,jumlah awak kapal, jumlah lampu dan biaya perbekalan. 2. Analisis efisiensi teknis pada 54 kapal menunjukkan penggunaan variabel faktor produksi daya mesin kapal (-0.372), jumlah awak kapal (-1.116), dan jumlah lampu (-0.184) sudah tidak efisien, faktor produksi tinggi jaring (0.467) berada pada tahap produksi rasional. Sedangkan penggunaan faktor produksi biaya perbekalan (2.181) belum efisien. Secara efisiensi ekonomis, penggunaan variabel faktor produksi usaha perikanan pukat cincin tidak efisien dimana nilai produk marginal per biaya korbanan marginalnya lebih dari 1.
40
5 PEMBAHASAN UMUM Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Lampulo merupakan salah satu pelabuhan yang memberikan kontribusi terbesar dalam total produksi perikanan laut untuk wilayah kota Banda Aceh. Salah satu armada penangkapan utama di PPP Lampulo adalah pukat cincin yang berjumlah 115 unit dengan total produksinya 7320.10 ton pada tahun 2011 (DKP Aceh 2012). Pukat cincin merupakan alat penangkap ikan yang terbuat dari bahan jaring yang dioperasikan secara aktif dengan cara dilingkarkan di sekeliling kawanan ikan, kemudian bagian bawahnya dikerutkan dengan cara menarik purse line sehingga jaring tersebut terbentuk menjadi sebuah cekungan (Baskoro dan Effendi 2005). Unit penangkapan pukat cincin yang dioperasikan nelayan di PPP Lampulo terdiri dari beragam faktor produksi, dimana setiap armada pukat cincin memiliki ukuran kapal, ukuran alat tangkap dan penggunaan teknologi penangkapan ikan yang berbeda satu sama lainnya sehingga kemampuan untuk memperoleh hasil tangkapan juga berbeda setiap armadanya. Kemampuan produksi dari armada pukat cincin merupakan ukuran dari upaya penangkapan, dimana upaya penangkapan ditentukan oleh dimensi alat tangkap dan kapal, jumlah hari operasi, dan penggunaan teknologi penangkapan. Dalam upaya mengefektifkan usaha penangkapan pukat cincin harian di PPP Lampulo, maka perlu diimbangi dengan peningkatan produksi dan produktivitas unit penangkapan pukat cincin harian yang berbasis di PPP Lampulo. Penggunaan faktor-faktor produksi yang sesuai diharapkan mampu mempengaruhi produktivitas usaha penangkapan pukat cincin, hal ini juga harus didukung dengan ketersediaan informasi penggunaan faktorfaktor produksi yang terbaik. Peningkatkan produktivitas pukat cincin dapat dilakukan dengan penggunaan faktor produksi secara efisien sehingga tujuan peningkatan pendapatan nelayan dapat tercapai. Proses produksi dinyatakan sebagai serangkaian aktivitas yang diperlukan untuk mengolah atau merubah sekumpulan input menjadi sejumlah output yang memiliki nilai tambah (Yamit 2005). Hasil tangkapan pukat cincin harian yang mendominasi selama bulan Januari-Februari 2013 yaitu ikan cakalang sebesar 49.18 persen, layang sebesar 20.18 persen, tongkol krai sebesar 8.71 persen dan tuna sebesar 6.17 persen. Ikan yang menjadi tujuan penangkapan pukat cincin adalah ikan pelagis yang selalu bergerombol (Ayodhyoa 1981). Hal ini juga terlihat pada hasil tangkapan pukat cincin di pantai utara Jawa, dimana hasil tangkapan dominan yaitu ikan lemuru 17.69 persen, layang 12.05 persen dan kembung 8.89 persen (Prisanto dan Lilis 2006). Hal ini juga terlihat di sekitar perairan kabupaten Maluku Tenggara, dimana hasil tangkapan pukat cincin meliputi ikan pelagis kecil dan besar seperti ikan laying, selar, tongkol dan cakalang (Picaulima 2012). Produktivitas berkaitan erat dengan sistem produksi yaitu sistem dimana terdapatnya keinginan dan upaya untuk selalu meningkatkan kualitas usaha dengan penggunaaan faktor-faktor produksi yang tersedia. Produktivitas unit penangkapan pukat cincin di PPP Lampulo dilakukan dengan pendekatan rata-rata produksi yang dihasilkan unit penangkapan pukat cincin per upaya penangkapan, dimana upaya disini berupa rata-rata trip yang dilakukan dalam setahun dan ratarata ukuran kapal yang digunakan dalam setahun. Nilai produktivitas dari unit penangkapan pukat cincin berdasarkan volume produksi per trip pada tahun 2010-
41
2012 mengalami peningkatan yaitu 1.54 ton/trip/th, 1.83 ton/trip/th dan 1.86 ton/trip/th. Sedangkan berdasarkan ukuran GT produktivitasnya cendrung stabil dari tahun 2010-2012 yaitu 9.95 ton/GT/th, 9.97 ton/GT/th, dan 9.92 ton/GT/th. Peningkatan produktivitas dapat dipengaruhi oleh kemampuan armada penangkapan, jenis alat tangkap yang digunakan, daerah penangkapan dan komponen-komponen yang ada didalamnya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Zulbainarni (2011), produktivitas pukat cincin di Bali lebih tinggi daripada pukat cincin di Jawa Timur, perbedaan ini dikarenakan jarak penangkapan dari fishing base pukat cincin Bali maupun Jawa Timur berbeda dan juga faktor pendidikan nelayan Bali lebih baik daripada nelayan Jawa Timur sehingga dalam hal pengoperasian armada pukat cincin diduga lebih baik pula. Penelitian Perdana (2011), menggambarkan tingkat produktivitas pukat cincin di PPP Muncar mengalami penurunan pada tahun 2006-2010, penurunan ini dikarenakan adanya penambahan unit penangkapan pukat cincin setiap tahunnya di PPP Muncar. Analisis fungsi produksi adalah analisis yang menjelaskan hubungan antara produksi dengan faktor-faktor produksi yang mempengaruhinya. Menurut Soekartawi (1986), untuk mengamati pengaruh beberapa faktor produksi tertentu terhadap output secara keseluruhan dalam keadaan sebenarnya adalah tidak mungkin. Oleh karena itu hubungan antara faktor produksi dengan output perlu disederhanakan dalam bentuk suatu model. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor produksi dari 54 kapal pukat cincin yang dijadikan sampel yaitu; Gross Tonnage berkisar antara 13-30 GT, panjang kapal berkisar antara 13.0021.06 m, lebar 2.00-4.85 m dan dalamnya 1.00-1.60 m. Kapasitas mesin yang digunakan berkisar antara 100-180 HP, panjang dan tinggi jaring berkisar 7001300 m dan 45-72 m, jumlah awak kapal yang ikut dalam sekali trip melaut sangat bervariasi, yaitu berkisar antara 10-21 orang, penggunaan BBM berkisar 150-400 L per trip, penggunaan lampu berkisar 7-20 lampu, penggunaan es berkisar 5-16 batang per trip, penggunaan air tawar berkisar 500-800 L per trip dan biaya perbekalan berkisar Rp400 000- Rp780 000 per trip. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi unit penangkapan pukat cincin di PPP Lampulo adalah daya mesin kapal, tinggi jaring pukat cincin, jumlah awak kapal, jumlah lampu, dan biaya perbekalan. Model fungsi produksi tersebut dapat di tulis sebagai berikut; LnY = -18.875 – 0.432 LnX2 + 0.467 LnX4 – 1.116 LnX5 – 0.148 LnX7 + 2.181 LnX10. Pada umumya nelayan belum menggunakan kombinasi input yang sesuai sehingga operasi penangkapan ikan dengan alat tangkap tidak efisien yang mengakibatkan pendapatan nelayan kurang maksimal. Alokasi kombinasi faktor-faktor produksi dengan tepat dapat meningkatkan produktivitas. Penggunaan faktor produksi yang produktif dan efisien diharapkan dapat meningkatkan produktivitas perikanan yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan nelayan. Adanya efisiensi kegiatan penangkapan ikan dapat meningkatkan hasil tangkapan yang pada gilirannya pendapatan nelayan juga akan meningkat. Penelitian yang dilakukan oleh Picaulima (2012) menyatakan bahwa faktor produksi dari luas jaring, lama operasi penangkapan, biaya eksploitasi dan jumlah ABK memberikan kontribusi bersama-sama sebesar 89.70 persen, sedangkan faktor produksi yang memberikan pengaruh produktivitas pukat cincin pada tingkat kepercayaan 95 persen adalah lama operasi penangkapan dan luas jaring. Seluruh variabel bebas yang dipilih
42
merupakan variabel yang mempengaruhi produksi, oleh karena itu untuk mendapatkan hasil yang memuaskan unit penangkapan pukat cincin tersebut harus memiliki faktor produksi yang cukup dan kombinasi yang tepat. Tujuan akhir dari suatu proses produksi yang diusahakan oleh nelayan tidak hanya ingin mencapai tingkat produksi yang setinggi-tingginya, namun yang lebih utama adalah memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, Doll dan Orazem (1984) menyatakan bahwa nelayan harus mampu memenuhi syarat keharusan dan syarat kecukupan. Syarat keharusan bagi penentuan efisiensi dan tingkat produksi optimum adalah hubungan fisik antara faktor produksi dengan produksi harus diketahui. Dalam analisis fungsi produksi, syarat ini dipenuhi jika nilai elastisitas produksinya bernilai antara nol dan satu (0<Ep<1). Dari faktor-faktor produksi unit penangkapan pukat cincin di PPP Lampulo yang berpengaruh terhadap produksi hanya variabel tinggi jaring pukat cincin yang nilai elastisitas produksinya berada diantara 0 dan 1. Hal ini berarti setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi paling tinggi satu persen dan paling rendah nol. Syarat kecukupan untuk mencapai efisiensi tertinggi atau tingkat produksi optimal adalah nilai produk marginal (NPM) sama dengan biaya korbanan marginal (BKM). Untuk mencapai tingkat produksi yang optimum dimana tercapai efisiensi ekonomis, maka perlu memasukkan variabel harga yaitu harga faktor produksi dan harga produksi. Ditinjau dari segi efisiensi ekonomi penggunaan faktor produksi unit penangkapan pukat cincin di PPP Lampulo sudah tidak efisien, dimana nilai NPM dengan BKM dari faktor produksi tersebut kurang dari satu. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan faktor produksi telah melampaui batas optimal, maka setiap penambahan biaya akan lebih besar dari tambahan penerimaannya. Disini sebaiknya para nelayan mengurangi penggunaan faktor produksi sehingga tercapai kondisi yang efisien. Akan tetapi hal yang perlu diperhatikan disini proyeksi perbaikan efisiensi terhadap penggunaan faktor produksi tetap (biaya tetap) tidak dapat dilakukan dengan mudah dan langsung. Sementara pengurangan atau penambahan faktor produksi lebih mudah dilakukan pada faktor produksi tidak tetap seperti penggunaan BBM, penggunaan es, konsumsi dan jumlah ABK. Penelitian yang telah dilakukan oleh Musyafak et.al (2009) menyatakan bahwa efisiensi unit penangkapan pukat cincin di Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan menunjukkan nilai efisien yang berkisar antara 0.71-0.993 dan efisiensi secara umum dapat ditingkatkan dengan mengurangi faktor-faktor input dari GT, HP, panjang jaring, jumlah ABK dan lama hari penangkapan. Perbedaan manajemen usaha penangkapan di setiap daerah menyebabkan perbedaan tingkat efisiensi dari faktor produksi tersebut juga berbeda. Hal lainnya yang mempengaruhi tingkat efisiensi disini diduga karena keadaan lingkungan daerah penangkapan, upaya penangkapan dan faktor sumber daya itu sendiri.
43
6 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan dalam penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Produktivitas per trip tertinggi yaitu sebesar 1.86 ton/trip pada tahun 2012 dan produktivitas per GT tertinggi yaitu 9.97 ton/GT pada tahun 2011, hal ini menunjukkan efektifitas dari upaya penangkapan berupa trip penangkapan dan ukuran kapal yang dilakukan nelayanpukat cincin harian di PPP Lampulo dalam memperoleh hasil tangkapan pada tahun tersebut sangat baik. 2. Faktor produksi unit penangkapan pukat cincin harian yang berpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan pada musim barat yaitu daya mesin kapal, tinggi jaring, awak kapal, jumlah lampu dan perbekalan. 3. Analisis efisiensi teknis pada 54 kapal menunjukkan penggunaan variabel faktor produksi daya mesin kapal (-0.432), jumlah awak kapal (-1.116), dan jumlah lampu (-0.184) sudah tidak efisien, faktor produksi tinggi jaring (0.467) berada pada tahap produksi rasional dimana penggunaannya sudah sesuai. Sedangkan penggunaan faktor produksi biaya perbekalan (2.181) belum efisien. Secara efisiensi ekonomis, penggunaan variabel faktor produksi usaha perikanan pukat cincin harian pada musim barat tidak efisien (NPMxi/BKMxi<1).
Saran Dari kesimpulan di atas dapat diajukan saran supaya pengelolaan usaha perikanan pukat cincin harian di PPP Lampulo lebih optimal yaitu: 1. Kegiatan penangkapan pukat cincin harian perlu disesuaikan dengan karakteristik kapal yang digunakan agar tepat sasaran dalam memanfaatkan sumberdaya ikan yang ada. 2. Penggunaan faktor produksi daya mesin kapal, jumlah awak kapal dan jumlah lampu yang digunakan dalam setiap trip penangkapan perlu dikurangi dari kondisi saat penelitian sehingga efisiensi penangkapan akan menjadi lebih baik. 3. Perlu adanya penelitian lanjutan efisiensi unit penangkapan pukat cincin harian pada musim yang berbeda (musim timur) sehingga perbedaan tingkat efisiensi penggunaan faktor produksi dapat diketahui.
44
DAFTAR PUSTAKA Ayodhyoa. 1981. Metode Penangkapan Ikan. Bogor (ID): Yayasan Dewi Sri. Baskoro MS, Effendy A. 2005. Tingkah Laku Ikan: Hubungannya dengan Metode Pengoperasian Alat Tangkap Ikan. Bogor (ID): Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Baskoro MS, Taurusman AA, Sudirman. 2011. Tingkah Laku Ikan: Hubungannya dengan Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap. Bandung (ID): Lubuk Agung. [BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh. 2011. Aceh Dalam Angka. Kerjasama badan pusat statistik dan badan perencanaan pembangunan daerah Provinsi Aceh. Aceh (ID): BPS. Brandt AV. 1984. Fish Catching Methods of the World. England (GB): Fishing News Books Ltd. Chaliluddin. 2002. Analisis Pengembangan Perikanan Pukat Cincin Cakalang (Katsuwonus pelamis) di Perairan Utara Nangroe Aceh Darussalam. [Tesis]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. [DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan, Provinsi Aceh. 2008. Statistik Perikanan Tangkap Provinsi Aceh. Banda Aceh (ID): DKP. [DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Aceh. 2009. Statistik Perikanan Tangkap Provinsi Aceh. Banda Aceh (ID): DKP. [DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Aceh. 2010. Statistik Perikanan Tangkap Provinsi Aceh. Banda Aceh (ID): DKP. [DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Aceh. 2011. Statistik Perikanan Tangkap Provinsi Aceh. Banda Aceh (ID): DKP. [DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Aceh. 2012. Statistik Perikanan Tangkap Provinsi Aceh. Banda Aceh (ID): DKP. [DJPT] Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. 2013. Petunjuk Pelaksanaan Pengukuran Volume Palkah Kapal Perikanan. Direktorat Kapal Perikanan dan Alat Penangkap Ikan. Jakarta (ID): DJPT. Doll, Arazem. 1987. Production Economic Theory with Application. Columbus. Ohio (US): Gird Inc. Durand. 1994. A Project for Java Sea Pelagie Fishery. Infofish International. (2):53-57. Effendi I, Oktariza W. 2006. Manajemen Agribisnis Perikanan. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Hariati T, Chodriyah U, Taufik M. 2009. Perikanan Pukat Cincin di Pemangkat, Kalimantan Barat. Jurnal penelitian Perikanan Indonesia. 15(1): 79-91. Hariati T. 2011. Status dan Perkembangan Perikanan Pukat Cincin di Banda Aceh. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 17(3): 157-167. Iriana D, Kahan AM, Rostika R, Simpati S, Sunarto. Efektivitas alat tangkap ikan lemuru di kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan. Depik. 1(3): 131-135. Joesran, Fathorrozi. 2003. Teori Ekonomi Mikro. Jakarta (ID): Salemba Empat. [KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2010. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor KEP. 60/MEN/2010 Tentang Produktivitas Kapal Penangkap Ikan [Internet]. [diunduh pada 2013 April 15]. Tersedia pada http:// djpsdkp.kkp.go.id.
45
[KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2013. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 3/PERMEN-KP/2013 Tentang Kesyahbandaran di Pelabuhan Perikanan [Internet]. [diunduh pada 2013 April 15]. Tersedia pada http://infohukum.kkp.go.id.. Lipsey RG, Steiner PO. 1984. Ekonomi Mikro Bahan Kuliah. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. McCluske SM, Lewinson RL. 2008. Quantifying Fishing Effort: a synthesis of current methods and their applications. Fish and fisheries. (9): 188-200. Mahdi MR. 2005. Pengembangan Perikanan Pukat Cincin di Lampulo Kota Banda Aceh Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. [Tesis]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. Muklis, Gaol JL, Simbolon D. 2009. Pemetaan Daerah Potensial Penangkapan Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) dan Tongkol (Euthynnus affinis) di Perairan Utara Nanggroe Aceh Darussalam. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. 1(1): 24-32. Mustaruddin. 2011. Arahan Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Berdasarkan Aspek Lingkungan dan Teknis di Kawasan Konservasi Laut. - Buku II New Paradigm in Marine Fisheries: Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut Berkelanjutan. Tri WN, Domu S, Akhmad S, Shinta Y, editor. Bogor (ID): Departemen Sumber Daya Perikanan. Musyafak, Abdul R, Agus S. 2009. Kapasitas Penangkapan Kapal Pukat cincin di Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan. Jurnal Saintek perikanan. 4(2): 16-23. Nicholson W. 1995. Teori Mikro Ekonomi, Prinsip Dasar dan Perluasan. Jakarta (ID): Bina Rupa Aksara. Nomura M, Yamazaki T. 1975. Fishing Technique, Compilation of Transcript of Lecture Presented at the Training Departement SEAFDEC. Tokyo (JP): Japan Inrenational Corperation Agency. Perdana TW. 2012. Produktivitas Perikanan Lemuru di Pelabuhan Perikanan Pantai Muncar, Jawa Timur.[Tesis]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. Picaulima SM. 2012. Analisis Pengaruh Faktor Produksi Terhadap Produktivitas Perikanan pukat Cincin di Kabupaten Maluku Utara. Journal of Tropical Fisheries. 7(1): 611-616. Prayitno H, Arsyad. 1987. Petani Desa dan Kemiskinan. Yogyakarta (ID): PT Pustaka Litera Antar Nusa. Prisantoso BI, Lilis S. 2006. Produktivitas Alat Tangkap purse seine untuk Pelagis Kecil di Pantai Utara Jawa. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 12(1): 33-45. Raihanah. 2011. Strategi Pengembangan Usaha Perikanan Pelagis Kecil di Perairan Utara Nanggroe Aceh Darussalam. [Disertasi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. Rizwan, Purnawan S, Miswar E. 2010. Study of Oceanography and Fisheries in Pulo Aceh Waters. Jurnal Natural. 10(2): 35-42. Sadhori NS. 1985. Keterampilan perikanan. Teknik Penangkapan Ikan. Bandung (ID): Penerbit Angkasa. Satria A. 2009. Ekologi Politik Nelayan. Bandung (ID): PT LKiS Pelangi Aksara.
46
Setyorini, Suherman A dan Triarso. 2009. Analisis Perbandingan Produktivitas Usaha Penangkapan Ikan Rawai dasar (Bottom Set Long Line) dan Cantrang (Boat Seine) di Juwana Kabupaten Pati. Jurnal Saintek Perikanan. 5(1): 7-14. Sismadi. 2006. Analisis Efisiensi Penggunaan Input Alat Tangkap Purse Seine di Kota Pekalongan. [Tesis]. Semarang (ID). Universitas Diponegoro. Soekartawi. 1994. Teori Ekonomi Produksi. Dengan Pokok Bahasan Analisis Fungsi Cobb-Douglas. Jakarta (ID): Raja Grafindo Persada. Sparre P, Venema SC. 1999. Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis. Jakarta (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Sudirman, Mallawa A. 2004. Teknik Penangkapan Ikan. Jakarta: Rineka Cipta. Sudjana. 2002. Metode Statistik. Bandung (ID): Tarsito. Sugiyono. 2007. Statistika untuk Penelitian. Bandung (ID): CV Alfabeta. [UPTD] Unit Pelaksanaan Teknis Dinas Pelabuhan Perikanan Lampulo. 2012. Laporan Tahunan UPTD Pelabuhan Perikanan Lampulo Tahun 2011 [Laporan Tahunan]. Banda Aceh (ID): UPTD. Wiyono ES. 2010. Komposisi, Diversitas dan Produktivitas Sumberdaya Ikan Dasar di Perairan Pantai Cirebon, Jawa Barat. Jurnal Ilmu Kelautan. 15(4):214-220. Yamit Z. 2005. Manajemen Kualitas Produk dan Jasa. Jakarta (ID): Ekonisia. Zulbainarni N. 2011. Produktivitas Armada Purse seine dalam Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Multispesies di Selat Bali - Buku II New Paradigm in Marine Fisheries: Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut Berkelanjutan. Tri WN, Domu S, Akhmad S, Shinta Y, editor. Bogor (ID): Depatemen Sumber Daya Perikanan.
47
Lampiran 1 Output SPSS 16.00 dengan menggunakan metode Backwards g
Model Summary
Model
R
R Square
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
Change Statistics R Square Change
F Change
df1
df2
Sig. F Change
.871
a
.759
.703
.1383077
.759
13.523
10
43
.000
2
.870
b
.758
.708
.1370330
-.001
.193
1
43
.663
3
.868
c
.754
.710
.1364836
-.004
.640
1
44
.428
4
.866
d
.751
.713
.1359113
-.003
.615
1
45
.437
5
.860
e
.740
.707
.1373652
-.011
2.011
1
46
.163
f
.727
.699
.1391818
-.013
2.278
1
47
.138
1
6
.853
Durbin-Watson
1.882
a. Predictors: (Constant), X10, X2, X7, X6, X3, X8, X4, X9, X1, X5 b. Predictors: (Constant), X10, X2, X7, X6, X8, X4, X9, X1, X5 c. Predictors: (Constant), X10, X2, X7, X6, X4, X9, X1, X5 d. Predictors: (Constant), X10, X2, X7, X6, X4, X9, X5 e. Predictors: (Constant), X10, X2, X7, X6, X4, X5 f. Predictors: (Constant), X10, X2, X7, X4, X5 g. Dependent Variable: Y
47
48
g
ANOVA Model 1
Sum of Squares Regression
10
.259
.823
43
.019
Total
3.409
53
Regression
2.583
9
.287
.826
44
.019
Total
3.409
53
Regression
2.571
8
.321
.838
45
.019
Total
3.409
53
Regression
2.560
7
.366
.850
46
.018
Total
3.409
53
Regression
2.523
6
.420
.887
47
.019
Total
3.409
53
Regression
2.480
5
.496
.930
48
.019
3.409
53
Residual
3
Residual
4
Residual
5
Residual
6
Mean Square
2.587
Residual
2
df
Residual Total
a. Predictors: (Constant), X10, X2, X7, X6, X3, X8, X4, X9, X1, X5 b. Predictors: (Constant), X10, X2, X7, X6, X8, X4, X9, X1, X5 c. Predictors: (Constant), X10, X2, X7, X6, X4, X9, X1, X5 d. Predictors: (Constant), X10, X2, X7, X6, X4, X9, X5 e. Predictors: (Constant), X10, X2, X7, X6, X4, X5 f. Predictors: (Constant), X10, X2, X7, X4, X5 g. Dependent Variable: Y
F
Sig.
13.523
.000
a
15.285
.000
b
17.253
.000
19.796
.000
d
22.281
.000
e
25.600
.000
c
f
49
Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
2
3
B (Constant)
Std. Error
-16.738
4.039
X1
.252
.264
X2
-.372
X3
Coefficients Beta
t
Sig.
-4.144
.000
.228
.953
.346
.151
-.203
-2.469
.018
.101
.230
.055
.439
.663
X4
.457
.221
.258
2.067
.045
X5
-.820
.369
-.641
-2.223
.032
X6
-.194
.111
-.179
-1.751
.087
X7
-.184
.072
-.239
-2.546
.015
X8
-.131
.174
-.158
-.752
.456
X9
-.373
.349
-.192
-1.070
.291
X10
2.122
.355
1.497
5.985
.000
-16.711
4.001
-4.177
.000
X1
.280
.254
.254
1.100
.277
X2
-.370
.149
-.202
-2.481
.017
X4
.514
.177
.290
2.898
.006
X5
-.860
.354
-.673
-2.431
.019
X6
-.196
.110
-.181
-1.791
.080
X7
-.182
.071
-.237
-2.548
.014
X8
-.138
.172
-.166
-.800
.428
X9
-.353
.343
-.181
-1.029
.309
X10
2.148
.346
1.515
6.201
.000
-16.285
3.950
-4.123
.000
X1
.111
.141
.101
.784
.437
X2
-.367
.149
-.200
-2.469
.017
X4
.515
.177
.291
2.917
.005
X5
-.818
.349
-.640
-2.348
.023
X6
-.190
.109
-.175
-1.744
.088
X7
-.181
.071
-.237
-2.554
.014
X9
-.469
.309
-.241
-1.519
.136
(Constant)
(Constant)
50
X10 4
5
6
2.174
.343
6.330
.000
-16.505
3.923
-4.207
.000
X2
-.394
.144
-.215
-2.746
.009
X4
.562
.165
.317
3.401
.001
X5
-.808
.347
-.632
-2.331
.024
X6
-.147
.094
-.135
-1.568
.124
X7
-.159
.065
-.208
-2.453
.018
X9
-.430
.304
-.221
-1.418
.163
X10
2.169
.342
1.530
6.343
.000
-17.986
3.822
-4.706
.000
X2
-.419
.144
-.229
-2.911
.005
X4
.504
.162
.284
3.115
.003
X5
-1.014
.318
-.793
-3.184
.003
X6
-.143
.095
-.132
-1.509
.138
X7
-.137
.064
-.179
-2.153
.036
X10
2.134
.345
1.505
6.190
.000
-18.875
3.826
-4.933
.000
X2
-.432
.146
-.236
-2.967
.005
X4
.467
.162
.264
2.882
.006
X5
-1.116
.315
-.873
-3.537
.001
X7
-.148
.064
-.193
-2.304
.026
X10
2.181
.348
1.538
6.270
.000
(Constant)
(Constant)
(Constant)
1.534
a. Dependent Variable: Y
Lampiran 2 Perhitungan rasio nilai produk marjinal (NPM) dan biaya korbanan marjinal (BKM) pukat cincin di PPP Lampulo 1.
Mesin Kapal (X2) 𝑋 = 128 HP bi = -0.432 b𝑖.P𝑦 .Y
NPM = X = -0.432 x 35 000 x 716 128 = -84577.5 NPM/BKM = - 84.577,5/ 30 000 000 = -2.819 x 10-03
Px (BKM) = Rp30 000 000,-/HP Py = Rp35 000,-/kg Y = 716 kg
51
2.
Tinggi Jaring (X4) 𝑋 = 62 m bi = 0.467
Px (BKM) = Rp238 000 000,-/m Py = Rp35 000,-/kg Y = 716 kg
b𝑖.P𝑦 .Y
NPM = X = 0.467 x 35 000 x 716 62 = 188758.387 NPM/BKM = 188.758,387/ 238 000 000 = 7,931 x 10-04 3.
Jumlah Awak Kapal (X5) 𝑋 = 17 orang bi = -1.116
Px (BKM) = Rp1 500 000,-/orang Py = Rp35 000,-/kg Y = 716
b𝑖.P𝑦 .Y
NPM = X = -1.116 x 35 000 x 716 17 = - 1645115.29 NPM/BKM = - 1645115.29/ 1 500 000 = - 1.09 4.
Jumlah Lampu (X7) 𝑋 = 14 unit bi = -0.148 NPM =
Px (BKM) = Rp1 800 000 ,-/unit Py = Rp35 000,-/kg Y = 716
b𝑖.P𝑦 .Y X
= -0.148 x 35 000 x 716 14 = - 264920
5.
NPM/BKM = - 264920/ 1 800 000 = - 0.147 Perbekalan (X10) 𝑋 = 626 666.67rupiah bi = 2.181 b𝑖.P𝑦 .Y
NPM = X = 2.181 x 35 000 x 716 626 666.67 = 87.216 NPM/BKM = 87.216/ 750 000 = 1.162 x 10-04
Px (BKM) = Rp750 000 ,-/Rupiah Py = Rp35 000,-/kg Y = 716 kg
52
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Banda Aceh pada tanggal 22 April 1988 sebagai anak ke-2 dari pasangan Dr Muhammad Yunus, M Sc dan Dra Rohani. Penulis menempuh pendidikan sarjana pada Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Syiah Kuala dan lulus pada tahun 2010. Selama menempuh pendidikan sarjana, penulis aktif sebagai anggota HIMIKA (Himpunan Mahasiswa Ilmu Kelautan) Universitas Syiah Kuala. Penulis diterima di Program Studi Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap pada Program Magister, Pascasarjana IPB pada tahun 2011 dengan beasiswa pendidikan pascasarjana calon dosen yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) selama satu tahun terakhir (on going). Penulis pernah mengikuti berbagai kegiatan yang menunjang potensi akademik selama menempuh pendidikan, antara lain seminar nasional perikanan tangkap ke 50 pada tahun 2013, workshop penulisan karya ilmiah internasional, dan pelatihan naskah untuk jurnal ilmiah oleh devisi penelitian dan publikasi departemen PSP-FPIK IPB. Pada tahun 2013 penulis melakukan penelitian dengan judul “Analisis Efisiensi Unit Penangkapan Pukat Cincin di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Lampulo Banda Aceh” sebagai syarat untuk memperoleh gelar magister.