Hasil Penangkapan (%)
8 0,50 0,40 0,30 0,20 0,10 0,00
41,6 24,1 16,0%
16,5 1,8
Cakalang
Tuna
Tongkol Lemuru Layang Jenis Ikan
Gambar 2.2 Komposisi ikan hasil tangkapan pukat cincin yang didaratkan di PPP Lampulo.
3 KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PERIKANAN PUKAT CINCIN DI LAMPULO Pendahuluan Usaha penangkapaan dengan pukat cincin merupakan usaha perikanan yang saat ini sangat diminati oleh para nelayan yang berbasis di PPP Lampulo. Usaha perikanan pukat cincin memiliki peluang cukup besar untuk memanfaatkan sumberdaya perikanan yang ada untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan. Usaha penangkapan oleh nelayan di Lampulo ada dua yaitu usaha pukat cincin harian dan pukat cincin mingguan. Secara umum, usaha perikanan di Lampulo membutuhkan modal dan biaya operasional yang cukup besar karena umumnya dilakukan dalam skala besar dan operasinya melibatkan banyak tenaga kerja. Biaya operasional harus tersedia setiap trip saat nelayan melakukan kegiatan penangkapan ikan. Operasi penangkapan ikan menggunakan pukat cincin diperairan utara Aceh, dilakukan sepanjang tahun baik pada musim puncak, sedang, maupun musim paceklik. Prospek investasi pada usaha perikanan pelagis yang dilakukan oleh nelayan pukat cincin harian dan mingguan di PPP Lampulo dianalisis dengan kelayakan finansial yang dilakukan untuk mengetahui perkembangannya. Analisis ini akan menentukan apakah suatu jenis usaha perikanan yang akan dikembangkan akan memberikan keuntungan secara finansial atau tidak, sehingga pola pengembangannya ke depan di Provinsi Aceh dapat ditetapkan. Analisis ini dilakukan dengan membandingkan semua penerimaan yang diperoleh akibat investasi tersebut dengan semua pengeluaran yang harus dikeluarkan selama proses investasi dilaksanakan. Dalam menjalankan suatu usaha perlu dilakukan analisis kelayakan untuk mengetahui bagaimana prospek dari kelangsungan usaha tersebut. Analisis usaha merupakan analisis jangka pendek yaitu analisis yang dilakukan untuk mengetahui besarnya keuntungan yang diperoleh dari suatu kegiatan usaha dalam waktu satu
9 tahun. Analisis usaha terdiri atas analisis keuntungan, analisis payback period (PP) dan analisis return of invesment (ROI). Analisis investasi adalah analisis yang dilakukan untuk mengetahui kelayakan usaha perikanan pukat cincin di Lampulo selama 10 tahun kedepan. Analisis investasi dilakukan dengan membandingkan semua penerimaan yang diperoleh akibat investasi tersebut dengan semua pengeluaran yang harus dikeluarkan selama proses investasi dilaksanakan. Kondisi keuangan suatu usaha dilihat dari kriteria Net Present value (NPV), Internal Rate of Return (IRR) dan Benefit-cost Ratio (B/C ratio). Usaha perikanan tangkap akan dikatakan sehat dan dapat dikembangkan lebih lanjut apabila hasil analisis keuangannya menunjukkan NPV>0, IRR lebih besar dari suku bunga (interest rate) yang berlaku dan B/C ratio>1. Tujuan dilakukan analisis kelayakan finansial ini adalah untuk membandingkan usaha nelayan pukat cincin harian dan pukat cincin mingguan. Analisis kelayakan finansial dapat mengantisipasi ketidakpastian atau resiko perubahan-perubahan yang terjadi pada masa yang akan datang. Analisis ini juga berfungsi untuk mengetahui sampai sejauh mana suatu kegiatan dapat dikembangkan dan layak atau tidak layak diusahakan jangka pendek dan jangka panjang. Berdasarkan uraian diatas, maka analisis finansial usaha terhadap pukat cincin harian dan pukat cincin mingguan penting dilakukan. Secara geografis Provinsi Aceh pantai utaranya berbatasan dengan Selat Benggala, pantai timurnya berbatasan dengan Selat Malaka, dan pantai baratnya berbatasan dengan Samudera Hindia memiliki potensi sumberdaya ikan sangat prospektif untuk dikembangkan. Potensi perikanan yang besar memungkinkan nelayan memiliki peluang untuk meningkatkan pendapatan dan juga taraf hidupnya, namun pada kenyataannya kehidupan nelayan masih belum sejahtera. Dalam usaha perikanan tangkap secara langsung maupun tidak langsung alat tangkap, armada, ketrampilan nelayan, daerah penangkapan, modal usaha, dan sistem bagi hasil yang digunakan dalam usaha penangkapan akan berpengaruh terhadap pendapatan yang diterima nelayan yang pada akhirnya berpengaruh pada kesejahteraannya. Berbagai faktor dikemukankan sebagai penyebabnya, salah satunya adalah sistem bagi hasil, yang terbangun berdasarkan atas kepemilikan sarana produksi. Hasil tangkapan yang cenderung berfluktuatif menyebabkan munculnya pola bagi hasil. Sistem bagi hasil yang berkembang merupakan salah satu cara pengupahan yang dibayarkan dan ditentukan atas dasar kesepakatan bersama antara nelayan penggarap dan nelayan pemilik. Sistem bagi hasil ini terbentuk dari kesepakatan nelayan yang masih kesepakatan tidak tertulis. Alasan sistem bagi hasil terjadi karena perilaku spekulatif dari nelayan yang menyadari bahwa hasil penangkapan ikan di laut tidak menentu. Setiap melaut pada dasarnya nelayan sedang berspekulasi. Hasil tangkapan melimpah, nelayan akan memperoleh bagian yang banyak, dan jika hasil tangkapan sedikit mereka akan memperoleh bagian yang sedikit. Alasan yang kedua adalah pertimbangan untung rugi dari pihak pemilik kapal. Memberi upah secara pasti dan tetap merupakan pengeluaran yang pasti pula bagi pemilik kapal dan hal ini akan menjadi beban untuk pemilik kapal apabila usaha penangkapan ikan yang dilakukan gagal, dan akan makin terasa apabila kegagalan itu terjadi secara berturut-turut dalam waktu yang cukup lama.
10 Hubungan antara pemilik modal dan nelayan penggarap yang berlangsung selama ini, bergerak dalam bentuk saling ketergantungan antara kedua belah pihak, meskipun dalam kenyataannya di berbagai komunitas nelayan memperlihatkan bahwa pihak anak buah kapal (ABK) berada pada posisi yang kurang menguntungkan, hal ini terjadi karena pendapatan dari ABK sangat kecil (Mulyadi 2005). Ketimpangan dalam kepemilikan faktor produksi menimbulkan kesenjangan pendapatan antar pelaku usaha perikanan, sehingga usaha peningkatan pendapatan nelayan bisa salah arah. Peningkatan pendapatan yang hanya terjadi pada pemilik faktor produksi akhirnya akan menambah kesenjangan pendapatan antar pelaku usaha perikanan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis sistem bagi hasil antara juragan dengan penggarap pada usaha perikanan pukat cincin yang berlaku di Lampulo.
Metode Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian terletak di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Lampulo Kota Banda Aceh. Penelitian ini dilaksanakan dari Januari sampai dengan Februari 2013. Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Lampulo berada pada posisi 05o30’45”- 05o36’16” LU dan 95o16’15”- 95o22’35” BT. Pengumpulan data Data yang digunakan untuk membandingkan kelayakan finansial usaha perikanan pukat cincin di Lampulo terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung terhadap nelayan pemilik yang menjadi responden dengan menggunakan daftar pertanyaan (questioner). Jumlah responden sebanyak 10 orang pemilik kapal pukat cincin harian dan 10 orang pemilik kapal pukat cincin mingguan. Data yang digunakan untuk menganalisis sistem bagi hasil usaha pukat cincin di Lampulo terdiri dari data primer yang diperoleh melalui wawancara langsung terhadap nelayan yang menjadi responden, yaitu dengan menggunakan daftar pertanyaan (questioner). Menurut Gay yang diacu dalam Sevilla (1993) mengatakan bahwa ukuran minimum yang dapat diterima dalam penelitian deskriftif adalah 10 % dari populasi. Populasi yang sangat kecil (<30) diperlukan minimum 20% dari jumlah populasi. Menurut Djarwanto (1998) populasi dikatakan besar apabila N sama atau lebih besar dari 30. Responden dipilih secara purposive sampling, dengan jumlah sebanyak 40 orang yang terdiri dari pemilik kapal pukat cincin harian (10 orang), pemilik kapal pukat cincin mingguan (10 orang), dan nelayan ABK (20 orang). Data sekunder diperoleh dari lembaga/instansi yang terkait dalam penelitian yaitu UPTD Lampulo dan Dinas Kelautan dan perikanan Provinsi Aceh. Jenis data yang digunakan terdapat pada Tabel 3.1.
11 Tabel 3.1. Jenis data keterangan dan sumber data Jenis Data Teknis alat tangkap Produksi Ikan Teknis kapal Jenis ikan Biaya tidak tetap Harga jual ikan Modal investasi Sistem bagi hasil
Keterangan Data primer dan sekunder Data primer dan sekunder Data primer dan sekunder Data primer dan sekunder Data primer Data primer Data primer Data primer
Sumber data Nelayan, UPTD Nelayan, UPTD Nelayan, UPTD Nelayan, UPTD Nelayan, UPTD Nelayan, UPTD Nelayan Nelayan
Analisis Data Analisis usaha Analisis usaha adalah suatu analisis terhadap biaya dan manfaat didalam suatu usaha yang dilihat dari sudut badan atau orang-orang yang menanam modalnya atau yang berkepentingan langsung dalam usaha tersebut. Analisis usaha terdiri atas analisis keuntungan, analisis payback period (PP) dan analisis return of invesment (ROI) (Kadariah et al. 1999). Analisis keuntungan Analisis keuntungan bertujuan untuk mengetahui besarnya pendapatan yang diperoleh dari suatu kegiatan usaha yang dilakukan. Keuntungan usaha penangkapan ikan didapatkan dari pengurangan antara total penerimaan dengan biaya total. Keuntungan usaha menggunakan rumus Djamin 1984: π = TR - TC Keterangan : π = keuntungan TR = Total revenue (total penerimaan) TC = Total cost (total biaya) Dengan kriteria usaha : TR > TC : Usaha menguntungkan TR < TC : Usaha mengalami kerugian TR = TC : Usaha pada titik keseimbangan (titik impas) Analisis payback period (PP) Menurut Umar (2003) Payback period (PP) adalah suatu periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi dengan menggunakan aliran kas. Payback period (PP) sebagai rasio antara pengeluaran investasi dengan keuntungannya yang hasilnya dengan satuan waktu. Perhitungan PP dilakukan dengan rumus:
12
Analisis return of investment (ROI) Return of investment (ROI) adalah kemampuan dari suatu usaha menghasilka keuntungan yang diperoleh dibandingkan dengan besar investasi yang ditanamkan. Rumus yang digunakan untuk menghitung ROI (Djamin 1984):
Analisis investasi Analisis investasi digunakan untuk mencari suatu ukuran menyeluruh tentang baik tidaknya suatu usaha. Analisis investasi yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu analisis Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), dan Net Benefit Cost Ratio (Net B/C). Analisis investasi tersebut dilakukan dengan menggunakan persamaan Kadariah et al. 1999. 1) Net present value (NPV) Net present value digunakan untuk menilai manfaat investasi yaitu berapa nilai kini (present value) dari manfaat bersih proyek yang dinyatakan dalam rupiah. Proyek dinyatakan layak untuk dilanjutkan apabila NPV>0, sedangkan apabila NPV<0, maka investasi dinyatakan tidak menguntungkan yang berarti proyek tersebut tidak layak untuk dilaksanakan. Pada keadaan nilai NPV=0 maka berarti pada proyek tersebut hanya kembali modal atau tidak untung dan juga tidak rugi (Kadariah et al. 1999). Rumus yang digunakan untuk menghitung NPV adalah :
Keterangan : Bt ct i t
= keuntungan dari suatu proyek pada tahun ke-t = biaya dari proyek pada tahun ke-t = tingkat suku bunga yang berlaku = umur teknik proyek
2) Net benefit-cost ratio (Net B/C) Menurut Kadariah et al. (1999). Net benefit-cost ratio (Net B/C) adalah perbandingan antara jumlah kini (present value total) dari keuntungan bersih pada tahun-tahun dimana keuntungan bersih bernilai positif dengan keuntungan bersih yang bernilai negatif. Rumus yang digunakan adalah :
13
Dengan kriteria kelayakan : B/C >1 berarti usaha layak dijalankan B/C < 1 berarti usaha tidak layak dijalankan B/C = 1 maka keputusan pelaksanaan tergantung pada investor 3) Internal rate of return (IRR) Internal rate of return adalah nilai tingkat suku bunga i yang membuat NPV dari proyek sama dengan nol. IRR dapat diartikan sebagai tingkat suku bunga dimana nilai kini dari biaya total sama dengan nilai kini dari penerimaan total. IRR juga dianggap sebagai tingkat keuntungan bersih atas investasi, dimana benefit bersih yang positif ditanam kembali pada tahun berikutnya dan mendapatkan tingkat keuntungan yang sama dan diberi bunga selama sisa umur proyek. IRR dapat dirumuskan sebagai berikut : IRR = i1 +
NPV1 (i2-i1) NPV1 NPV 2
Keterangan: NPV1 = NPV yang masih positif NPV2 = NPV yang negatif I1 = discount rate yang masih memberi NPV positif I2 = discount rate yang memberikan NPV negatif Kriterianya adalah: Jika IRR > tingkat bunga berlaku, maka proyek dinyatakan layak Jika IRR < tingkat bunga berlaku, maka proyek dinyatakan tidak layak Analisis sensitivitas Analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat apa yang akan terjadi dengan hasil analisa kegiatan usaha jika ada sesuatu kesalahan atau perubahan dalam dasar-dasar perhitungan biaya atau pendapatan (Kadariah et al. 1999). Analisis ini perlu dilakukan agar dapat mengantisipasi ketidakpastian atau resiko perubahanperubahan yang terjadi pada masa yang akan datang. Analisis ini juga berfungsi untuk mengetahui sampai sejauhmana suatu kegiatan dapat dikembangkan dan layak atau tidak layak diusahakan. Analisis sensivitas dilakukan dengan menggunakan metode switching value yaitu menggunakan nilai variabel yang sensitif sampai usaha tidak layak untuk dijalankan (Gittinger 1986). Nilai variabel yang digunakan adalah harga solar karena harga solar merupakan variabel utama yang mempengaruhi usaha penangkapan pukat cincin.
14 Analisis bagi hasil Analisis data yang digunakan untuk sistem bagi hasil adalah analisis deskriptif. Analisis deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan hasil pengamatan sesuai dengan kenyataan di lapangan mengenai sesuatu yang diteliti. Analisis deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan sistem bagi hasil, hubungan sosial nelayan pemilik dan penggarap, dan pendapatan yang diperoleh oleh nelayan. Tingkat kemiskinan nelayan dianalisis terhadap pendapatan yang diperoleh dengan tingkat Upah Minimum Regional (UMR) untuk provinsi Aceh. UMR untuk Provinsi Aceh tahun 2013 Rp 1.550.000.
Hasil Penelitian
Armada penangkapan (kapal) Kapal pukat cincin baik harian dan kapal pukat cincin mingguan yang beroperasi di Lampulo dibuat di galangan kapal tradisional dengan menggunakan jenis kayu Meranti Batu, Alban, Bungor dan dari jenis kayu Serkoi. Jenis-jenis kayu tersebut bersifat lebih tahan terhadap pembusukan dalam air. Panjang pukat cincin bergantung pada dimensi kapal dan waktu operasi kapal. Dimensi kapal. semakin besar dimensi kapal maka kemampuan kapal tersebut untuk membawa jaring dan alat bantu penangkapan ikan tersebut semakin besar, dengan demikian jarak fishing ground akan semakin luas. Konstruksi kapal pukat cincin memiliki palka dan rumah kapal. Nelayan pukat cincin menggunakan palka sebagai tempat penyimpanan ikan. Jumlah palka yang dimiliki masing-masing kapal bervariasi yaitu 2-5 buah yang bervolume 6-10 m3 dengan volume palka lebih dari 15 ton, selain palka juga memiliki cool box 3-10 buah. Rumah kapal sebagai tempat berlindung dari hujan dan panas sekaligus sebagai ruang kemudi, navigasi dan komunikasi memiliki bentuk seperti kubus yang berada di antara buritan dan anjungan. Spesikasi kapal pukat cincin harian dan pukat cincin mingguan yang dioperasikan di Lampulo dapat dilihat pada Tabel 3.2 Tabel 3.2 Spesikasi kapal pukat cincin Spesifikasi Kapal pukat cincin harian Dimensi a. Panjang (L) 14.60 – 21.50 m b.Lebar (B) 2.50 – 4.60 m c.Dalam (D) 1.28 – 1.50 m Tonage 20 – 27 GT Mesin 120 – 160 PK Sumber : UPTD Lampulo (2013)
Kapal pukat cincin mingguan 19.50 – 22.90 m 4.20 – 5.60 m 1.35 – 2.20 m 30 – 60 GT 140 – 320 PK
15
Gambar 3.1 Armada penangkapan pukat cincin
Alat tangkap pukat cincin Pukat cincin Aceh mempunyai Panjang pukat cincin Aceh antara 600 - 1400 m dan lebar rata-rata 60 - 72 m. Spesifikasi pukat cincin yang digunakan nelayan Lampulo terdiri dari lima bagian, setiap bagian memiliki ukuran mata (mesh size) yang berbeda setiap bagian. Srampad (selvage) yang dipasang pada bagian atas, samping kiri/kanan dan bawah dari badan pukat cincin bertujuan untuk memperkuat pukat cincin pada waktu dioperasikan (terutama pada waktu hauling). Selvage ini dibuat dari bahan polyethylene ukuran mata 2 inci. Bentuk tali kang (tali ring) adalah kaki tunggal yang berfungsi mengggantungkan cincin pada tali ris bawah, terbuat dari bahan polyethylene. Gambar 3.2 menampilkan alat tangkap pukat cincin yang digunakan nelayan di PPP Lampulo.
Gambar 3.2 Alat tangkap pukat cincin Tali kolor (purse line) untuk mengerutkan pukat cincin bagian bawah pada waktu hauling setelah pukat cincin selesai dilingkarkan. Pelampung terbuat dari polyvinyl chloride berwarna putih atau coklat. Pemberat terbuat dari timah dan cincin yang digantung dengan tali kang yang berfungsi sebagai tempat lewatnya
16 tali kolor sewaktu di hauling agar pukat cincin bagian bawah terkumpul. Perbedaan alat tangkap pukat cincin harian dengan mingguan adalah dari segi ukuran yang bervariasi. Ukuran panjang Pukat cincin harian yang digunakan bervariasi antara 1000 m sampai 1.200 m dengan lebar berkisar 70 m sampai 72 m. Ukuran pukat cincin mingguan berkisar antara 1.000 m sampai 1.400 m dengan lebar berkisar 70 m sampai 76 m. Bahan jaring yang digunakan terdiri dari bahan Polymide (PA) dan bahan polyethylene (PE). Pengadaan pukat cincin dilakukan dengan cara membeli bahan-bahan yang diperlukan dan pembuatan alat tangkap dilakukan oleh nelayan di Lampulo.
Nelayan
Nelayan pukat cincin di Lampulo dibedakan antara pemilik kapal dan nelayan penggarap. Perbedaan antara nelayan harian dan nelayan mingguan adalah jumlah nelayan yang ikut pada operasi penangkapan pukat cincin harian berjumlah 15-20 orang, pukat cincin mingguan berjumlah 30-35 orang. Nelayan di Lampulo pada umumnya hanya mengandalkan kemampuan fisik dan tingkat pendidikan bukan merupakan keharusan bagi nelayan, namun yang penting adalah ketrampilan, keuletan, fisik yang baik, dan semangat kerja. Nelayan ABK berusia antara 22-50 tahun, sehingga terlihat bahwa nelayan Lampulo umumnya berada pada kondisi usia produktif. Kondisi ini menunjang kelancaran usaha penangkapan. Nelayan pukat cincin di Lampulo sudah mendapat tugas masingmasing yang dikoordinir oleh nakhoda (pawang). Berikut ini adalah pembagian tugas nelayan tersebut. 1. Pawang bertugas sebagai penanggungjawab dalam mengoperasikan kapal dan kelancaran kegiatan penangkapan ikan. 2. Juru mesin bertugas mengatasi segala masalah yang terjadi dengan mesin. 3. Juru lampu bertugas mengoperasikan dan merawat instalasi listrik. 4. Juru pelampung bertugas mengatur dan merapikan pelampung sebelum dan sesudah melakukan kegiatan penangkapan ikan. 5. Juru pemberat bertugas mengatur dan merapikan pemberat sebelum dan sesudah melakukan kegiatan penangkapan ikan. 6. Juru masak bertugas menyiapkan makanan bagi seluruh awak kapal. 7. Nelayan biasa yang bertugas menarik, merapikan dan memperbaiki jaring pukat cincin jika ada kerusakan. Daerah penangkapan dan musim ikan Data yang diperoleh selama wawancara daerah penangkapan untuk kapal pukat cincin harian yaitu Pulo Beras, Sabang, Pulo Nasi, Lhok Nga, dan Peukan Bada. Jarak tempuh dari (fishing base) yaitu Pelabuhan Perikanan Pantai Lampulo ke daerah penangkapan (fishing ground) berkisar antara 3-50 mil. Daerah penangkapan kapal pukat cincin mingguan meliputi Samudra Hindia, Selat Malaka, dan perbatasan Nikobar. Jarak tempuh berkisar antara 15-200 mil. Penentuan daerah penangkapan oleh nelayan di Lampulo ditentukan oleh kondisi musim ikan dan keadaan cuaca laut dengan berdasarkan pengalaman nelayan yang diwarisi secara turun temurun. Indonesia dikenal dua musim oleh nelayan yaitu
17 musim Timur dan musim Barat. Musim Timur mulai dari bulan April sampai bulan September, pada musim ini dimana arah angin bertiup dari Timur ke arah Barat dan pada saat tersebut kondisi gelombang, angin, cuaca lebih baik, sehingga aktifitas nelayan dalam melakukan operasi penangkapan lebih maksimal. Musim Barat arah angin bertiup dari arah Barat ke arah Timur. Waktu tempuh dari (fishing base) ke daerah penangkapan (fishing ground) berkisar antara 1-24 jam. Nelayan di Lampulo melakukan operasi penangkapan sepanjang tahun, namun karena fenomena dan kondisi alam tertentu, maka kelimpahan hasil tangkapan antara satu musim dengan musim lainnya sangat berbeda. Provinsi Aceh terdapat 2 (dua) musim yaitu musim kemarau yang berlangsung dari bulan April sampai September dan musim penghujan dari bulan Oktober sampai Maret dimana keadaan ini selalu bergeser setiap tahunnya. Periode ini juga berpengaruh terhadap penangkapan ikan yang dikenal dengan nama musim barat (April-September) dan musim timur (Oktober-Maret). Nelayan di Lampulo mengenal 3 musim penangkapan yaitu musim puncak penangkapan ikan di Lampulo yang terjadi pada bulan Maret sampai Agustus. Musim sedang terjadi pada bulan September sampai November, sedangkan musim paceklik berlangsung antara Desember sampai Februari. Peta daerah penangkapan ikan di Lampulo dapat dilihat di Gambar 3.3.
Sumber: Hasil wawancara 2013
Gambar 3.3 Peta daerah penangkapan ikan di Lampulo Metode Penangkapan Pukat Cincin di Lampulo Tahapan pengoperasian pukat cincin terdiri atas tahap persiapan hunting (mencari ikan), setting, hauling (penarikan jaring) dan handling (penanganan). Tahap persiapan dengan memeriksa alat tangkap, mesin, pembekalan, bahan bakar, dan keadaan kapal. Hunting adalah tahap mencari ikan, biasanya dilakukan oleh pawang dan juga nelayan. Setting segera dilakukan setelah menemukan gerombolan ikan maka dengan cara nelayan melemparkan pelampung terlebih dahulu kemudian menurunkan satu sisi jaring dan pemberat secara perlahan,
18 setting kapal terus bergerak membentuk lingkaran. Tahap selanjutnya hauling, kapal berhenti dan mesin dimatikan, kemudian jaring pukat cincin ditarik kekapal. Dalam kegiatan operasi penangkapan, setiap kapal pukat cincin melakukan operasi penangkapan ikan pada rumpon milik mereka masing-masing. Komponen material rumpon yang digunakan terdiri atas pelampung rakit yang terbuat dari bahan besi tebal 4 mm berbentuk torpedo, panjang badan 240 cm, diameter badan 75 cm, panjang moncong 50 cm, lunas kanal U (60 x 5 mm) x 240 cm. Pada bagian bawah rakit dipasang alat pengumpul ikan (attractor) yang terbuat dari daun kelapa. Rakit diikat dengan tali utama yang terbuat dari polyethylene. Tali utama dilengkapi dengan tali pemberat dari polyethylene, tali kawat dan swivel serta pemberat atau jangkar yang terbuat dari drum dan dicor dengan semen. Satu unit rumpon dapat bertahan sampai tiga tahun atau lebih. Khusus daun kelapa, nipah harus diganti setiap satu bulan sekali, untuk pemikat agar ikan berkumpul disekitar kapal, maka pada kapal pukat cincin juga dipasang lampu. Lampu-lampu dipasang pada posisi di sekeliling sebelah atas ruang kemudi dengan jumlah 10-24 buah dengan kekuatan 1000-1.500 watt/lampu. Desain rumpon, secara garis besar terdiri atas empat komponen utama yaitu pelampung (float), tali (rope), pemikat (atractor) dan pemberat (sinker). Rumpon berfungsi untuk memberikan daya tarik terhadap ikan pelagis agar terkonsentrasi disekitar areal rumpon. Penggunaan rumpon sangat mendukung kesuksesan pengoperasian alat tangkap pukat cincin, karena alat ini dapat menangkap lebih dari satu jenis ikan pelagis (multispecies) dengan densitas ikan yang lebih tinggi. Setiap rumpon biasanya di pasang pada perairan sekitar 5080 mil laut dari garis pantai. Rumpon yang dipasang pada kedalaman lebih dari 600 meter dengan jarak antar rumpon 5-10 mil. Gambar rumpon yang dioperasikan di Lampulo dapat dilihat pada Gambar 3.4.
Gambar 3.4 Posisi rumpon di laut Biaya investasi usaha perikanan pukat cincin Biaya investasi merupakan biaya awal yang dikeluarkan oleh nelayan pemilik untuk memulai usaha. Rincian biaya investasi kapal pukat cincin harian dan kapal pukat cincin mingguan yang dioperasikan di Lampulo dapat dilihat pada Tabel 3.3.
19 Tabel 3.3 Komponen investasi untuk usaha perikanan pukat cincin di Lampulo Kapal mingguan Jenis investasi Kapal harian Kapal Rp 650.000.000 Rp 800.000.000 Alat tangkap Rp 240.000.000 Rp 300.000.000 Mesin Rp 100.000.000 Rp 115.000.000 Alat navigasi Rp 20.000.000 Rp 20.000.000 Rumpon Rp 50.000.000 Rp 50.000.000 Total investasi Rp 1.060.000.000 Rp 1.285.000.000 Biaya tetap (fixed cost) usaha perikanan pukat cincin Biaya tetap adalah biaya yang tetap harus dikeluarkan, walaupun tidak melakukan operasi penangkapan. Komponen biaya tetap untuk usaha perikanan pukat cincin terdiri dari biaya perawatan serta penyusutan untuk kapal (10 tahun) , alat tangkap (4 tahun), mesin (5 tahun), alat komunikasi (6 tahun), dan rumpon (3 tahun). Rincian dari komponen biaya tetap tersebut untuk jangka waktu satu tahun ditunjukkan pada Tabel 3.4. Tabel 3.4 Komponen biaya tetap untuk usaha perikanan pukat cincin di Lampulo Jenis biaya tetap Kapal harian (Rp) Kapal mingguan (Rp) Perawatan kapal 30.000.000 32.000.000 Perawatan alat tangkap 24.000.000 30.000.000 Perawatan mesin 12.000.000 13.000.000 Perawatan rumpon 12.000.000 16.800.000 Penyusutan kapal 65.000.000 80.000.000 Penyusutan alat tangkap 60.000.000 75.000.000 Penyusutan mesin 20.000.000 23.000.000 Penyusutan alat navigasi 3.300.000 3.300.000 Penyusutan rumpon 16.600.000 16.600.000 Total biaya 242.900.000 289.700.000
Biaya tidak tetap (variable cost) usaha pukat cincin Biaya tidak tetap (variable cost) adalah biaya yang hanya dikeluarkan pada saat melakukan kegiatan penangkapan ikan. Biaya tidak tetap (variable cost) yang dikeluarkan pada saat kegiatan operasi berlangsung meliputi biaya bahan bakar, Pelumas, es, pembekalan makanan, air bersih dan retribusi. Rincian dari komponen biaya tidak tetap untuk jangka waktu satu tahun ditunjukkan pada Tabel 3.5.
20 Tabel 3.5 Komponen biaya tidak tetap usaha perikanan pukat cincin di Lampulo Komponen biaya tidak tetap Kapal harian (Rp) Kapal mingguan (Rp) 518.400.000 Bahan bakar 432.000.000 11.616.000 Pelumas 10.560.000 158.400.000 Es 105.600.000 Perbekalan makanan 120.000.000 144.000.000 Air bersih 12.000.000 12.240.000 960.000 Restribusi + tambat labuh 4.800.000 845.616.000 Total biaya 684.960.000 Penerimaan usaha perikanan pukat cincin Penerimaan yang diterima oleh nelayan atau para pengusaha perikanan berbeda-beda berdasarkan musim penangkapan. Umumnya musim penangkapan terdiri dari musim puncak, musim sedang, dan musim paceklik. Jumlah penerimaan per tahun usaha perikanan pukat cincin yang menangkap ikan multispesies (cakalang, tuna, tongkol, dencis, dll) terlihat pada Tabel 3.6. Tabel 3.6 Penerimaan usaha perikanan pukat cincin di Lampulo Usaha perikanan Kapal harian kapal mingguan
Paceklik (desember-februari)
Penerimaaan(Rp/tahun) Sedang (februari-september)
Puncak (maret-agustus)
246.000.000
697.200.000
1.939.200.000
1.209.840.000
949.440.000
2.133.600.000
Kelayakan finansial usaha perikanan pukat cincin Perbandingan antara usaha perikanan pukat cincin harian dan usaha perikanan pukat cincin mingguan dapat dilihat dari hasil analisis usaha dan analisis investasi dilakukan. Hasil analisis usaha dan analisis investasi pada usaha perikanan pukat cincin harian dan usaha perikanan pukat cincin mingguan di Lampulo dapat dilihat pada Tabel 3.7. Tabel 3.7 Hasil analisis usaha dan analisis investasi di Lampulo Usaha perikanan pukat cincin Analisis kelayakan finansial Harian Mingguan Analisis usaha 1Keuntungan Rp 792.400.000 Rp 1.260.520.000 13 bulan 3PP 17 bulan 98.09 4ROI 74.75 Analisis investasi 1NPV Rp 294.909.091 Rp 2.703.945.455 12.14% 2IRR 12.10% 13.86 10.47 3Net B/C
21 Analisis sensivitas Analisis sensivitas dilakukan untuk melihat pengaruh yang akan terjadi akibat perubahan nilai yang akan berdampak pada perhitungan karena harga bahan bakar minyak akan dihapuskan subsidinya oleh pemerintah. Dalam penelitian ini faktor yang dianalisis adalah perubahan harga bahan bakar minyak sebagai komponen biaya variabel terbesar dari total biaya variabel. Komponen tersebut merupakan komponen yang dianggap peka terhadap kelayakan suatu usaha penangkapan pukat cincin. Hasil analisis menunjukkan bahwa usaha penangkapan pukat cincin dengan kenaikan harga bahan bakar minyak solar sebesar 22% (Rp 5.500) untuk usaha perikanan pukat cincin di Lampulo sudah tidak layak dilakukan. Kenaikan harga bahan bakar minyak solar untuk usaha perikanan pukat cincin mingguan berdampak terhadap nilai NPV yang menjadi negatif. Usaha yang harus dilakukan nelayan jika terjadi kenaikan harga BBM adalah dengan meningkatkan harga jual ikan hasil tangkapannya. Hasil analisis usaha dan analisis investasi pada usaha perikanan pukat cincin harian dan usaha perikanan pukat cincin mingguan di Lampulo dapat dilihat pada Tabel 3.8. Tabel 3.8 Hasil analisis usaha dan analisis investasi usaha perikanan pukat cincin di Lampulo akibat kenaikan harga bahan bakar sebesar 22 %. N Analisis finansial
Analisis usaha 1Keuntungan 3PP 4ROI Analisis investasi 1NPV 2IRR 3Net B/C
Usaha perikanan pukat cincin Harian Mingguan Rp 729.040.000 17 bulan 68.78%
Rp 1.183.720.000 13 bulan 92.12%
Rp (1.159.636.364) 12.08% 8.37
Rp 949.127.273 12.13% 11.09
Secara garis besar nelayan pukat cincin dibedakan antara pemilik dan penggarap (pawang, juru mesin, toke bangku, dan nelayan biasa). Pemilik mendanai segala aktivitas kebutuhan usaha penangkapan, pawang (nahkoda) bertanggungjawab terhadap kegiatan di kapal sehingga mendapat bagian 10 % dari hasil penjualan kotor. Tugas dari pawang adalah memegang kemudi, mengatur tugas ABK, dan menentukan lokasi penangkapan. Juru mesin bertugas melakukan perbaikan jika terjadi kerusakan terhadap mesin pada waktu aktivitas penangkapan di laut sehingga mendapatkan bagian 5 %. Toke bangku atau disebut sebagai pedagang yang menjual ikan kepada pembeli mendapatkan bagian sebesar 10%. Sistem pembagian hasil yang berlaku dalam usaha perikanan pukat cincin di Lampulo antara pukat cincin harian dan mingguan sama. Sistem bagi hasil perikanan pukat cincin di Lampulo dapat dilihat di Gambar 3.4.
22
Nilai penjualan 10 % perawatan Bagian 35%
10 % toke 10 % pawang
Biaya operasional
5 % juru mesin
Sisa penjualan
2 bagian pemilik
1 bagian ABK 10 % pawang
Gambar 3.4 Sistem bagi hasil di Lampulo 10 % pawang Berdasarkan sistem pembagian hasil di Lampulo terlihat bahwa bagian pendapatan yang diperoleh nelayan pemilik lebih besar dari pada bagian yang diperoleh oleh nelayan ABK. Terjadinya ketimpangan yang mencolok dalam pendapatan nelayan tidak hanya disebabkan besarnya bagian yang diperoleh juragan (2 bagian), tetapi juga pembagian diantara ABK itu sendiri. Nakhoda (pawang), dan toke bangku akan memperoleh bagian masing-masing 10 % dari pendapatan kotor, dan juru mesin memperoleh bagian 5%. Pendapatan yang didapat ABK dengan pemilik, pawang, toke bangku dan juru mesin jauh berbeda, tetapi pendapatan yang diperoleh seluruh nelayan (ABK) pukat cincin di Lampulo lebih besar jika dibandingkan dengan Upah Minimum Regional (UMR) untuk Provinsi Aceh tahun 2013 yaitu sebesar Rp 1.550.000 perbulan. Pendapatan nelayan pukat cincin harian perbulan Rp 1.650.833 dan pendapatan nelayan mingguan Rp 1.750.722 berada di atas UMR atau layak. Pendapatan usaha perikanan pukat cincin di Lampulo berdasarkan sistem bagi hasil yang berlaku di Lampulo dapat dilihat di Tabel 3.9.
23
Tabel 3.9 Bagi hasil usaha perikanan pukat cincin di Lampulo Keterangan
Pukat cincin harian
Pukat cincin mingguan
Pendapatan pemilik pertahun
792.400.000
1.260.520.000
Pendapatan ABK pertahun
396.200.000
630.260.000
Pendapatan pawang pertahun
302.652.000
442.033.000
Pendapatan toke bangku pertahun
302.652.000
442.033.000
pendapatan juru mesin pertahun
100.884.000
185.344.000
3.301.667
26.266.833
82.542
437.681
1.261.000
9.209.000
420.000
3.069.000
1.261.000
9.209.000
Pendapatan pemilik pertrip Pendapatan ABK perorang pertrip Pendapatan pawang pertrip Pendapatan juru mesin pertrip Pendapatan toke bangku pertrip
Pembahasan Usaha perikanan pukat cincin di Lampulo memerlukan biaya yang cukup besar, baik untuk biaya investasi maupun biaya operasional. Biaya investasi yang diperlukan sangat bervariasi tergantung dari pada ukuran kapal, mesin, alat tangkap dan perlengkapan lainnya yang digunakan. Kapal, alat tangkap dan peralatan pendukung dapat diusahakan secara lengkap menunjukkan usaha perikanan tersebut telah berkembang dalam skala menengah keatas (Raihanah et al. 2011). Sultan (2004) mengatakan bahwa peralatan pendukung seperti lampu, kompas, dan lainnya dapat meningkatkan produktifitas penangkapan ikan secara signifikan. Usaha pukat cincin merupakan usaha perikanan yang sangat diandalkan di Lampulo, karena dianggap lebih efektif. Biaya tetap meliputi biaya penyusutan dan perawatan. Biaya perawatan unit penangkapan ikan sangat bervariasi tergantung pada tingkat perawatan dan perbaikan pada kapal, alat tangkap, mesin dan perlengkapan lainnya. Biaya variabel merupakan biaya yang hanya dikeluarkan jika melakukan operasi penangkapan ikan. Biaya operasi penangkapan ikan meliputi biaya pembelian solar, oli, es, air tawar, restribusi dan tambat labuh, serta pembayaran gaji ABK. Bahan bakar merupakan kebutuhan utama dari nelayan dalam melakukan usaha penangkapan. Kebutuhan solar mencapai 60% dari total biaya operasional yang dibutuhkan. Daerah penangkapan nelayan terutama untuk usaha penangkapan mingguan yang melakukan jangkauan operasi yang cukup jauh dari pelabuhan memerlukan bahan bakar yang besar. Penelitian Muklis (2009) menggambarkan bahwa perikanan cakalang dan tongkol di Perairan Utara Nanggroe Aceh Darussalam belum menggunakan peta DPI dari BPOL. Alat tangkap pukat cincin dioperasikan secara aktif atau area penangkapan selalu berpindah-pindah untuk mendapatkan hasil yang maksimal sehingga memerlukan bahan bakar yang besar. Tinungki (2005) mengatakan bahwa biaya bahan bakar merupakan biaya operasional terbesar dari usaha perikanan, meskipun area penangkapan hanya berada di kawasan teluk atau selat. Es merupakan kebutuhan
24 operasional kedua terbesar dalam usaha perikanan pukat cincin. Nelayan selalu menjaga dan mempertahankan hasil tangkapan supaya tetap segar. Menurut Rihanah (2011) hasil tangkapan yang didapat nelayan Aceh selalu berkualitas baik dan jarang ditemukan hasil tangkapan yang dijual dalam keadaan rusak. Penerimaan pada usaha perikanan, umumnya bersifat tidak pasti. Penerimaan usaha akan dipengaruhi oleh harga ikan dan jumlah produksi. Produksi ikan umumnya dipengaruhi musim. Harga selain dipengaruhi oleh jenis ikan, ukuran dan kualitas, dipengaruhi juga oleh musim ikan. Musim ikan, biasanya harga akan turun, sebaliknya saat musim paceklik, harga akan naik. Harga ikan di Lampulo dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu harga ikan pada musim puncak yaitu sebesar Rp 5.000 per kg, harga pada saat musim sedang sebesar Rp 10.000 per kg dan harga ikan pada musim paceklik sebesar Rp 20.000 per kg. Menurut Griffrin dan Ronald (1991) pengaruh musim dan harga jual merupakan komponen eksternal yang sangat mempengaruhi dalam transaksi kegiatan perikanan karena berkaitan dengan jumlah hasil tangkapan ikan dan penerimaan nelayan. Penerimaan usaha pukat cincin menunjukkan bahwa perairan pantai aceh masih tergolong subur, dimana ikan pelagis kecil dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Menurut Supriharyono (2000), perairan yang kaya nutrient dan sirkulasi arusnya baik dapat menjamin kelestarian sumberdaya ikan pelagis di perairan tersebut. Gaspersz (1992) menyatakan bahwa ada dua hal yang menjadikan pertimbangan dalam suatu alternatif usaha yaitu aspek teknik dan aspek ekonomi. Penelitian ini membandingkan usaha perikanan pukat cincin harian dan usaha perikanan pukat cincin mingguan. Hasil yang diperoleh adalah usaha perikanan pukat cincin harian dan mingguan layak untuk dikembangkan dalam jangka pendek dan jangka panjang karena keuntungan yang diperoleh dalam jangka waktu 10 tahun bernilai positif atau dengan kata lain mengalami keuntungan. Hasil analisis usaha diketahui bahwa keuntungan pemilik yang diperoleh untuk usaha perikanan pukat cincin harian dalam kurun waktu 1 tahun adalah Rp 792.400.000 dengan waktu yang dibutuhkan untuk pengembalian nilai investasi yang digunakan dengan keuntungan tersebut yaitu 17 bulan. Penerimaan yang diperoleh dari setiap rupiah investasi yang dikeluarkan pada awal usaha perikanan pukat cincin harian yaitu Rp 74.75. Hasil analisis usaha perikanan pukat cincin mingguan dalam kurun waktu 1 tahun adalah diketahui bahwa keuntungan pemilik yang diperoleh Rp 1.260.520.000, dengan waktu yang dibutuhkan untuk pengembalian nilai investasi yang digunakan dengan keuntungan tersebut yaitu 13 bulan. Penerimaan yang diperoleh dari setiap rupiah investasi yang dikeluarkan pada awal usaha perikanan pukat cincin mingguan yaitu Rp 98.09. Analisis usaha yang dilakukan tersebut diperoleh informasi bahwa usaha perikanan pukat cincin harian dan mingguan dalam jangka waktu pendek (yaitu 1 tahun) memberikan keuntungan sehingga dapat dilakukan atau diusahakan. Keuntungan yang diperoleh dari usaha perikanan pukat cincin mingguan lebih besar dari pada usaha perikanan pukat cincin harian dikarenakan produksi per trip yang dihasilkan oleh pukat cincin mingguan lebih besar dari pada produksi per trip yang dihasilkan oleh pukat cincin harian. Analisis investasi pada usaha perikanan pukat cincin harian memberikan informasi bahwa pada usaha perikanan pukat cincin harian nilai NPV atau
25 keuntungan bersih untuk usaha adalah Rp 294.909.091. NPV usaha kapal pukat cincin mingguan mencapai Rp 2.703.945.455 selama 10 tahun. Menurut Hanley dan pash (1993) nilai NPV merupakan cerminan keuntungan bersih yang didapat pelaku usaha pada kondisi terakhir saat keuntungan dihitung. Menurut Pinkerton dan Evelyn (1989) usaha perikanan dengan tingkat kelayakan yang tinggi dapat mendukung pengembangan ekonomi nelayan lokal secara mandiri. Secara jangka panjang akan memperkuat basis ekonomi daerah dan peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat. Hasil analisis kriteria investasi untuk kapal pukat cincin trip harian dan kapal pukat cincin trip mingguan memperlihatkan nilai NPV yang positif, net B/C lebih besar dari satu, dan nilai IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang digunakan yaitu sebesar 10 %. Berdasarkan hasil analisis kelayakan usaha yang dilakukan memberikan gambaran bahwa usaha perikanan pukat cincin di Lampulo untuk kapal pukat cincin trip harian dan kapal pukat cincin trip mingguan masih layak dan dapat dikembangkan dalam jangka waktu 10 tahun. Penelitian Rihanna (2011) usaha perikanan pelagis kecil di pantai utara Aceh dan analisa usaha perikanan pelagis kecil dengan menggunakan unit penangkapan jaring insang hanyut, pukat cincin, pukat pantai dan payang adalah layak untuk dikembangkan. Perbandingan kelayakan finansial pada dua jenis usaha perikanan pukat cincin yang dilakukan pada penelitian ini pada dasarnya ingin menunjukkan bahwa usaha perikanan pukat cincin harian dan usaha perikanan pukat cincin mingguan di Lampulo memberikan keuntungan dalam jangka panjang atau layak untuk dikembangkan. Berdasarkan analisis yang dilakukan terlihat bahwa keuntungan usaha perikanan pukat cincin mingguan lebih menguntungkan. Berdasarkan hasil simulasi terhadap analisis usaha dan investasi yang didapatkan pada analisis sensivitas menunjukkan bahwa usaha perikanan pukat cincin harian memiliki resiko usaha yang besar dari pada usaha mingguan. Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) paling tinggi mengalami kerugian karena bahan bakar merupakan kebutuhan utama dari usaha pukat cincin dalam melakukan usaha penangkapan. Kebutuhan solar mencapai 60% dari total biaya operasional yang dibutuhkan. Menurut Zulbainarni (2002) Perubahan (naik dan turunnya) harga bahan bakar minyak solar akan berdampak terhadap biaya rill multispesies sumber daya perikanan pelagis diperairan selat Bali karena bahan bakar minyak solar adalah komponen biaya yang paling besar dikeluarkan dalam kegiatan penangkapan. Nelayan merupakan pelaku kegiatan penangkapan ikan di laut, sedangkan pengusaha merupakan investor yang berperan dalam perkembangan ekonomi nelayan. Nelayan dan pengusaha mempunyai kepentingan terkait kelancaran aktivitas usaha perikanan yang dilakukannya sehingga menguntungkan dan memerlukan jaminan terhadap usaha perikanan yang dilakukannya. Menurut Liana et al. (2001) kekuatan masyarakat nelayan menjadi penentu utama kegiatan perikanan dan ekonomi pesisir karena mereka yang sehari-hari melakukan secara langsung kegiatan perikanan. Raihanah et al (2011) mengatakan bahwa kegiatan perikanan sangat prospektif untuk lebih berkembang di Aceh, selama potensi SDI yang ada, aspek teknologi, kelayakan usaha perikanan terutama yang berskala kecil, upaya konservasi dan keberlanjutan pengelolaan tetap diperhatikan dengan baik. Usaha perikanan merupakan usaha yang penuh resiko, musiman dan padat modal, oleh
26 karenanya masing-masing pihak, baik pemilik modal maupun nelayan buruh akan menanggung resiko dari usaha penangkapan di laut sesuai dengan kontribusinya. Pemilik akan menanggung resiko kerugian usaha (kehilangan modal) sedangkan nelayan buruh akan menanggung resiko kehilangan tenaga (bahkan jiwa). Besarnya resiko usaha penangkapan ikan dilaut berpengaruh negatif terhadap investor untuk menanam modalnya. Jaminan keamanan dalam berinvestasi akan mendukung perkembangan usaha pukat cincin di Lampulo.. Resiko usaha penangkapan ikan di laut misalnya fluktuasi harga tinggi, pencurian, ombak dan kontinuitas usaha terputus-putus. Harga dan volume produksi ikan sangat tinggi itu menjadi salah satu sebab besarnya resiko usaha penangkapan di laut. Hasil wawancara dengan nelayan di Lampulo nelayan yang tergolong berhasil mengembangkan usaha perikanannya tanpa dukungan dari kredit perbankan dan subsidi permodalan dari pemerintah. Indikasi bahwa usaha penangkapan ikan di laut beresiko besar mempengaruhi sikap lembaga perbankan sehingga menjadi sangat hati-hati atau sulit mengabulkan permintaan kredit untuk pengembangan armada penangkapan ikan. Modal usaha penangkapan ikan di Lampulo cukup besar menyebabkan beberapa nelayan pemilik melakukan kongsi atau kerja sama dengan sesama nelayan lainnya. Hasil pendapatan untuk bagian pemilik akan dibagi lagi menjadi beberapa bagian orang, tergantung berapa orang yang terlibat dalam penanaman modal. Hasil wawancara menunjukkan beberapa nelayan yang berhasil mengembangkan dirinya dari tidak punya kapal menjadi pemilik kapal dan berhasil menyekolahkan anaknya ketingkat pendidikan tinggi, ternyata anaknya tidak menjadi penerus mengembangkan armada perikanan orang tuanya. Generasi muda nelayan yang terdidik mencari alternatif pekerjaan lain di luar nelayan, menjadi pegawai negeri sipil atau militer, sektor industri, lembaga perbankan atau lainnya. Kesinambungan nelayan yang sukses kepada generasi keturunannya untuk melanjutkan penguatan armada penangkapan ikan seringkali terputus. Keberhasilan nelayan dalam usahanya disamping dipengaruhi oleh sarana penangkapan (kapal dan alat tangkap), juga dipengaruhi kondisi geografi tempat mereka melaut. Hasil penangkapan nelayan juga tergantung pada ukuran kapal dan jaring yang digunakan nelayan, semakin jauh wilayah penangkapannya, sehingga mempunyai kecenderungan makin banyak ikan yang akan diperoleh. Besarnya pendapatan yang diterima nelayan tidak nya ditentukan oleh sumberdaya yang dimiliki, teknologi kapal, alat tangkap dan pengalaman sebagai nelayan, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh harga ikan. Harga ikan berfluktuasi dimana pada musim puncak dengan produksi yang besar harganya ikan menurun, tetapi pada musim paceklik hasil produksi rendah namun harga ikan meningkat. Faktor resiko ini menyebabkan berkembangnya sistem bagi hasil di kalangan nelayan. Berlakunya sistem bagi hasil disebabkan karena pemilik tidak mampu untuk mengawasi kerja nelayan buruh di kapal selama melaut dan nelayan buruh cenderung bertindak sesuka hati tanpa melaksanakan kewajiban bila diberlakukan sistem pengupahan. Sistem pembagian hasil ini berlaku untuk usaha perikanan pukat cincin harian dan mingguan. Bagian yang akan diterima nelayan penggarap berdasarkan porsi keterlibatanya. Jumlah tenanga kerja mempengaruhi pendapatan yang akan diperoleh nelayan, semakin banyak jumlah ABK, semakin kecil pendapatan yang akan diperolehnya (Mulyadi 2005).
27 Pengoperasian pukat cincin membutuhkan banyak tenaga kerja. Jumlah ABK di Lampulo untuk kapal pukat cincin trip harian adalah berkisar antara 1520 orang, sedangkan untuk kapal pukat cincin trip mingguan berkisar antara 30-35 orang ABK. Nelayan buruh terdiri dari pawang, juru mesin, juru lampu, juru pemberat, juru pelampung, juru masak, dan nelayan biasa. Pembagian tugas tersebut sudah menjadi kesepakatan dalam satu unit pukat cincin. Wilayah pekalongan menggunakan nelayan sebagai tenaga kerja, termasuk tenaga nakhoda, juru mesin, juru lampu dan juru bantu. Jumlah tenaga kerja pukat cincin di wilayah perairan di wilayah pekalongan berkisar 30-45 orang tiap armada kapal pukat cincin (Sudibyo 1998). Di wilayah perairan Selat Bali jumlah tenaga kerja pukat cincin yang beroperasi berkisar 30-45 ABK (Zulbainarni 2002), seperti yang dinyatakan Tambunan (2002), usaha skala kecil dan menengah cenderung memiliki tingkat pertumbuhan yang baik dapat menyerap tenaga kerja lebih banyak serta tingkat pemerataan ekonomi yang lebih baik. Jumlah trip kapal pukat cincin harian di Lampulo melakukan operasi penangkapan harian adalah 240 trip dan 48 trip untuk kapal mingguan dalam setahun. Berdasarkan Walter (2000), setiap unit kapal pukat cincin di perairan selat bali mampu melakukan 140 trip upaya penangkapan setahun. Sementara menurut studi yang pernah di lakukan oleh Fauzi et al (2000), setiap unit pukat cincin diselat bali mampu melakukan 190-240 trip pertahun dengan lama trip 1 hari. Sistem pembagian hasil di Lampulo tidak menggunakan sistem pembagian hasil berdasarkan UUBHP No.16 tahun 1964. Berdasarkan wawancara dengan nelayan pemilik dan ABK tidak mengetahui ada UUBHP ini. Petugas penyuluh lapangan merasa sia-sia saja jika memperkenalkan UUBHP karena para nelayan lebih suka menggunakan sistem bagi hasil secara adat atau kebiasaan yang dianut yang berlaku di Lampulo secara turun temurun masih dirasa lebih adil dan seimbang dan merata dibandingkan UUBHP. Tingkat pendapatan yang didapatkan oleh nelayan sudah berada diatas UMR tetapi kehidupan nelayan masih miskin. Penyebab kemiskinan nelayan ini adalah nelayan umumnya kurang mengelola atau tidak merencanakan secara baik penggunaaan pendapatan yang mereka peroleh. Kebiasaan menabung di kalangan nelayan sangat rendah, apabila hasil tangkapan sedang baik mereka cenderung hidup boros. Sikap dan pandangan yang terbentuk diantara mereka adalah bahwa uang itu mudah didapat, sebaliknya, bila hasil tangkapan kurang baik, nelayan akan mengalami kesulitan memenuhi kebutuhan hidupnya. Cara yang paling menonjol untuk mengatasinya adalah dengan mencari hutang. Juragan tempat mereka berkerja merupakan tumpuan mereka, atau pedagang ikan setempat yang mereka kenal. Nelayan mempunyai hubungan ketertarikan yang kuat dengan pemberi hutang. Hubungan hutang piutang yang berakibat terikatnya secara ekonomi nelayan kepada pemberi hutang, dengan mudah dapat ditemukan di hampir semua masyarakat nelayan. Nelayan buruh umumnya hidup pas pasan, dan hampir sebagian besar nelayan terikat hutang kepada juragan, bahkan hutang mereka bersifat abadi. Juragan akan menarik kembali uang yang dihutangkan tersebut, dan dalam batas waktu tertentu selalu memberikan pinjaman baru bagi nelayan yang membutuhkannya. Nelayan yang meninggal, hutangnya diwariskan dan dibebankan kepada anaknya yang berkerja sebagai nelayan, dan selanjutnya akan terikat kepada juragan tersebut.
28 Ditinjau dari segi sosial, penggunaan alat tangkap pukat cincin tidak menyebabkan terjadinya konflik antar nelayan dan pemilik. Hubungan sosial antar nelayan terbina cukup baik. Nelayan di Lampulo terjalin hubungan saling berkepentingan dan saling membutuhkan antara pemodal (patron) dengan penggarap (clien) sehingga pemodal tidak hanya sebagai pemilik tetapi juga harus mampu mengatasi segala macam kesulitan yang dialami nelayan. Pemodal harus siap memberikan pinjaman uang dan segala pengeluaran untuk kebutuhan keuangan dari nelayan berserta rumah tangganya ditanggung lebih dahulu oleh pemodal sebagai bantuan. Biaya pinjaman tersebut harus dikembalikan lagi pada pemodal pada hasil tangkapan selanjutnya. Banyak pihak menilai pengembalian dianggap memberatkan nelayan, padahal jika dikaji pernyataan ini sangat keliru, malah sebaliknya dengan adanya sistem tersebut disatu sisi sangat membantu aktivitas nelayan buruh dimana secara cepat mendapatkan pinjaman tanpa adanya jaminan dan birokrasi yang panjang, tidak ada bunga pengembalian sebagaimana yang diterapkan oleh pihak perbankan. Perbedaan usaha kapal harian dan kapal mingguan terlihat dari sarana dan prasarana penangkapan seperti kapal dan peralatan tangkap. Nelayan pukat cincin mingguan memiliki jenis kapal yang cukup besar yang berbobot 30-60 GT dapat melaut selama 2-10 hari dengan biaya operasional sekitar 20-25 juta sekali melaut, serta diawaki oleh 30-35 orang ABK. Tingginya biaya melaut ini disebabkan oleh biaya operasional yang harus dikeluarkan pada setiap tripnya. Mahalnya biaya melaut terimbangi dengan hasil tangkapan ikan yang diperoleh. Kapal pukat cincin harian berkapasitas 20-30 GT dengan jumlah ABK 15-20 orang. Biaya operasional sekitar 3-4 juta untuk one day fishing. Pukat cincin harian, dalam satu bulan umumnya hanya melakukan operasi penangkapan 20 hari. Waktu senggang selama 10 hari biasanya digunakan untuk melakukan perbaikan kapal dan alat tangkap.
Simpulan Analisis kriteria usaha memperoleh keuntungan dan jangka waktu pengembalian waktu yang cepat. nilai R/C > 1 dan nilai ROI lebih besar dari modal yang dikeluarkan. Kelayakan investasi usaha perikanan pukat cincin harian dan mingguan yaitu NPV > 0, Net B/C > 1, serta nilai IRR > tingkat suku bunga 10 % sehingga dapat dikatakan bahwa usaha unit penangkapan pukat cincin harian dan mingguan di Lampulo rnemenuhi persyaratan dan masih layak untuk dilanjutkan. Hasil analisis usaha dan investasi menunjukkan usaha pukat cincin mingguan lebih memiliki prospek yang menguntungkan untuk dikembangkan. Sistem pembagian hasil di Lampulo secara adat belum mampu mensejahterakan nelayan disebabkan adanya ketimpangan dalam besarnya bagian masing-masing nelayan. Ketidakseimbangan ini selain disebabkan besarnya bagian yang diperoleh juragan (2 bagian), tetapi juga pembagian diantara ABK itu sendiri. Nakhoda (pawang), dan toke bangku akan memperoleh bagian masingmasing 10 % dari pendapatan kotor, dan juru mesin memperoleh bagian 5%.