ANALISIS DETERMINAN KERAGAMAN KONSUMSI PANGAN PADA KELUARGA NELAYAN
DEWI MEITASARI A54104035
PROGAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
Analyze Determinant of Food Diversity on Fisherman Family Dewi Meitasari ABSTRACT The objective of this study was to analyze determinant of food diversity on fisherman family. Design of this study is cross sectional study. Criteria of the sample are family who have mean of livelihood as fisherman and have prosperity according to BKKBN (Pra KS and KS I). Amount of the samples are 65 family. Type data was using primary data and secondary data. Primary data (characteristic family, mother’s knowlegde of nutrition, and dietary of family) was collected by structural questionare interview. Secondary data was about the location of this study has obtained from village office. Result of this study explain that education (p = 0.043) and expanditure (p = 0.019) corelate positive with food diversity. The corelation was analyze by Spearman’s corelation. Factors which determinant of food diversity are education (OR = 6.090) and expanditure (OR = 7.806). It means increasing of education and expanditure was equal with increasing of food diversity. Keyword: determinant, food diversity, dietary.
DEWI MEITASARI. A54104035. Analisis Determinan Keragaman Konsumsi Pangan pada Keluarga Nelayan. Dibawah bimbingan Yekti H. Effendi dan Ikeu Tanziha Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menganalisis determinan keragaman konsumsi pangan pada keluarga nelayan. Tujuan khusus penelitian ini adalah : (1) Mengetahui karakteristik keluarga dan pengetahuan gizi ibu pada keluarga nelayan; (2) Menganalisis konsumsi zat gizi (energi, protein, kalsium, fosfor, besi, vitamin A, C) pangan keluarga nelayan; (3) Menganalisis tingkat kecukupan energi dan protein keluarga nelayan; (4) Menganalisis keragaman konsumsi pangan keluarga nelayan; (5) Menganalisis hubungan antara karakteristik keluarga, pengetahuan gizi ibu, dan tingkat kecukupan energi serta protein dengan keragaman konsumsi pangan; (6) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keragaman konsumsi pangan keluarga nelayan Desain penelitian ini adalah cross sectional study. Penelitian ini dilakukan di Desa Grogol, Kecamatan Gunung Jati, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat. Penentuan tempat dilakukan secara purposive (disengaja) dengan pertimbangan kesesuian wilayah dan populasi dalam penelitian ini yaitu keluarga nelayan. Pengumpulan data primer dilaksanakan selama lebih kurang satu bulan, pertengahan Juni sampai Juli 2007. Contoh dalam penelitian ini adalah keluarga nelayan yang tinggal di Desa Grogol, Kecamatan Gunung Jati, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat. Pengambilan populasi contoh dilakukan secara purposive dengan kriteria keluarga yang kepala keluarganya mempunyai mata pencaharian sebagai nelayan dan memiliki tingkat kesejahtera menurut BKKBN yaitu Keluarga Pra-Sejahtera (Pra KS) dan Keluarga Sejahtera (KS I). Adapun jumlah populasi yang memenuhi kriteria sebanyak 187 keluarga. Jumlah contoh ditentukan berdasarkan hasil perhitungan menggunakan rumus Slovin yaitu sebesar 65 keluarga dengan proporsi keluarga Pra KS 26 KK dan KS I sebanyak 39 KK. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan dengan cara tehnik wawancara terstruktur kepada contoh dengan menggunakan kuisioner. Data primer meliputi karakteristik keluarga, pengetahuan gizi ibu, dan konsumsi pangan keluarga. Data sekunder mengenai keadaan umum wilayah yang diperoleh dari kantor desa. Besar keluarga contoh memiliki proporsi terbesar (38.46%) termasuk dalam kategori sedang. Lebih dari separuh kepala keluarga (64.62%) maupun ibu (69.23%) contoh termasuk dalam kelompok usia dewasa awal. Hal tersebut menunjukkan bahwa usia baik kepala keluarga maupun ibu mayoritas tergolong dalam usia produktif. Sebesar 72.31% kepala keluarga dan 69.23% ibu berada pada tingkat pendidikan dasar. Hal tersebut dapat diterjemahkan bahwa mayoritas tingkat pendidikan baik kepala keluarga maupun ibu tergolong rendah. . Lebih dari separuh (60.00%) keluarga berada pada tingkat pengeluaran di atas garis kemiskinan. Sebagian besar ibu memiliki tingkat pengetahuan gizi rendah (81.54%). Rata-rata konsumsi energi per kapita per hari keluarga contoh (1573 Kkal) lebih kecil dibandingkan rata-rata Angka Kecukupan Energi (AKE) per kapita per hari yaitu sebesar 2037 Kkal. Sedangkan untuk rata-rata konsumsi protein per kapita per hari (44.2 gram) juga lebih rendah dibandingkan rata-rata Angka
Kecukupan Protein (AKP) per kapita per hari adalah 51.8 gram. Lebih dari separuh (53.85%) keluarga berada pada tingkat kecukupan energi yang cukup sedangkan 46.15% keluarga mengalami defisit tingkat kecukupan energi. Lebih dari separuh (55.38%) keluarga memiliki tingkat kecukupan protein yang cukup dan 44.62% mengalami defisit tingkat kecukupan protein. Hanya 21.54% keluarga mengonsumsi pangan beragam. Hal ini menunjukkan bahwa keluarga yang mengonsumsi pangan beragam baik jumlah maupun jenis masih rendah. Tidak ada hubungan yang signifikan (p > 0.05) antara besar keluarga, usia kepala keluarga dan ibu, lama pendidikan ibu dengan keragaman konsumsi pangan. Terdapat hubungan yang sangat signifikan antara tingkat pendidikan kepala keluarga (p = 0.043), pengeluaran per kapita per bulan (p = 0.019), dan pengeluaran pangan perkapita perbulan (p = 0.021) dengan keragaman konsumsi pangan. Tidak ada hubungan yang signifikan (p > 0.05) antara pengetahuan gizi ibu terhadap keragaman konsumsi pangan. Begitu juga untuk tingkat kecukupan energi dan protein dengan keragaman konsumsi pangan. Faktor yang mempengaruhi keragaman konsumsi pangan adalah tingkat pendidikan kepala keluarga (OR = 6.090) dan pengeluaran perkapita per bulan (OR = 7.806). Berarti semakin tinggi pendidikan kepala keluarga dan pengeluaran per kapita per bulan pada contoh maka semakin tinggi keragaman konsumsi pangannya.
DEWI MEITASARI. A54104035. Analisis Determinan Keragaman Konsumsi Pangan pada Keluarga Nelayan. Dibawah bimbingan Yekti H. Effendi dan Ikeu Tanziha Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menganalisis determinan keragaman konsumsi pangan pada keluarga nelayan. Tujuan khusus penelitian ini adalah : (1) Mengetahui karakteristik keluarga dan pengetahuan gizi ibu pada keluarga nelayan; (2) Menganalisis konsumsi zat gizi (energi, protein, kalsium, fosfor, besi, vitamin A, C) pangan keluarga nelayan; (3) Menganalisis tingkat kecukupan energi dan protein keluarga nelayan; (4) Menganalisis keragaman konsumsi pangan keluarga nelayan; (5) Menganalisis hubungan antara karakteristik keluarga, pengetahuan gizi ibu, dan tingkat kecukupan energi serta protein dengan keragaman konsumsi pangan; (6) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keragaman konsumsi pangan keluarga nelayan Desain penelitian ini adalah cross sectional study. Penelitian ini dilakukan di Desa Grogol, Kecamatan Gunung Jati, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat. Penentuan tempat dilakukan secara purposive (disengaja) dengan pertimbangan kesesuian wilayah dan populasi dalam penelitian ini yaitu keluarga nelayan. Pengumpulan data primer dilaksanakan selama lebih kurang satu bulan, pertengahan Juni sampai Juli 2007. Contoh dalam penelitian ini adalah keluarga nelayan yang tinggal di Desa Grogol, Kecamatan Gunung Jati, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat. Pengambilan populasi contoh dilakukan secara purposive dengan kriteria keluarga yang kepala keluarganya mempunyai mata pencaharian sebagai nelayan dan memiliki tingkat kesejahtera menurut BKKBN yaitu Keluarga Pra-Sejahtera (Pra KS) dan Keluarga Sejahtera (KS I). Adapun jumlah populasi yang memenuhi kriteria sebanyak 187 keluarga. Jumlah contoh ditentukan berdasarkan hasil perhitungan menggunakan rumus Slovin yaitu sebesar 65 keluarga dengan proporsi keluarga Pra KS 26 KK dan KS I sebanyak 39 KK. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan dengan cara tehnik wawancara terstruktur kepada contoh dengan menggunakan kuisioner. Data primer meliputi karakteristik keluarga, pengetahuan gizi ibu, dan konsumsi pangan keluarga. Data sekunder mengenai keadaan umum wilayah yang diperoleh dari kantor desa. Besar keluarga contoh memiliki proporsi terbesar (38.46%) termasuk dalam kategori sedang. Lebih dari separuh kepala keluarga (64.62%) maupun ibu (69.23%) contoh termasuk dalam kelompok usia dewasa awal. Hal tersebut menunjukkan bahwa usia baik kepala keluarga maupun ibu mayoritas tergolong dalam usia produktif. Sebesar 72.31% kepala keluarga dan 69.23% ibu berada pada tingkat pendidikan dasar. Hal tersebut dapat diterjemahkan bahwa mayoritas tingkat pendidikan baik kepala keluarga maupun ibu tergolong rendah. . Lebih dari separuh (60.00%) keluarga berada pada tingkat pengeluaran di atas garis kemiskinan. Sebagian besar ibu memiliki tingkat pengetahuan gizi rendah (81.54%). Rata-rata konsumsi energi per kapita per hari keluarga contoh (1573 Kkal) lebih kecil dibandingkan rata-rata Angka Kecukupan Energi (AKE) per kapita per hari yaitu sebesar 2037 Kkal. Sedangkan untuk rata-rata konsumsi protein per kapita per hari (44.2 gram) juga lebih rendah dibandingkan rata-rata Angka
Kecukupan Protein (AKP) per kapita per hari adalah 51.8 gram. Lebih dari separuh (53.85%) keluarga berada pada tingkat kecukupan energi yang cukup sedangkan 46.15% keluarga mengalami defisit tingkat kecukupan energi. Lebih dari separuh (55.38%) keluarga memiliki tingkat kecukupan protein yang cukup dan 44.62% mengalami defisit tingkat kecukupan protein. Hanya 21.54% keluarga mengonsumsi pangan beragam. Hal ini menunjukkan bahwa keluarga yang mengonsumsi pangan beragam baik jumlah maupun jenis masih rendah. Tidak ada hubungan yang signifikan (p > 0.05) antara besar keluarga, usia kepala keluarga dan ibu, lama pendidikan ibu dengan keragaman konsumsi pangan. Terdapat hubungan yang sangat signifikan antara tingkat pendidikan kepala keluarga (p = 0.043), pengeluaran per kapita per bulan (p = 0.019), dan pengeluaran pangan perkapita perbulan (p = 0.021) dengan keragaman konsumsi pangan. Tidak ada hubungan yang signifikan (p > 0.05) antara pengetahuan gizi ibu terhadap keragaman konsumsi pangan. Begitu juga untuk tingkat kecukupan energi dan protein dengan keragaman konsumsi pangan. Faktor yang mempengaruhi keragaman konsumsi pangan adalah tingkat pendidikan kepala keluarga (OR = 6.090) dan pengeluaran perkapita per bulan (OR = 7.806). Berarti semakin tinggi pendidikan kepala keluarga dan pengeluaran per kapita per bulan pada contoh maka semakin tinggi keragaman konsumsi pangannya.
ABSTRACT The objective of this study was to analyze determinant of food diversity on fisherman family. Design of this study is cross sectional study. Criteria of the sample are family who have mean of livelihood as fisherman and have prosperity according to BKKBN (Pra KS and KS I). Amount of the samples are 65 family. Type data was using primary data and secondary data. Primary data (characteristic family, mother’s knowlegde of nutrition, and dietary of family) was collected by structural questionare interview. Secondary data was about the location of this study has obtained from village office. Result of this study explain that education (p = 0.043) and expanditure (p = 0.019) corelate positive with food diversity. The corelation was analyze by Spearman’s corelation. Factors which determinant of food diversity are education (OR = 6.090) and expanditure (OR = 7.806). It means increasing of education and expanditure was equal with increasing of food diversity. Keyword: determinant, food diversity, dietary.
ANALISIS DETERMINAN KERAGAMAN KONSUMSI PANGAN PADA KELUARGA NELAYAN
DEWI MEITASARI A54104035
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga
PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
Judul Skripsi
: Analisis Determinan Keragaman Konsumsi Pangan pada Keluarga Nelayan
Nama
: Dewi Meitasari
NRP
: A54104035
Disetujui
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
dr. Yekti Hartati Effendi, SKed NIP. 140 092 953
Dr. Ir. Ikeu Tanziha, MS NIP. 131 628 329
Diketahui Dekan Fakultas Pertanian IPB
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr NIP. 131 124 019
Tanggal lulus :
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Analisis Determinan Keragaman Konsumsi Pangan pada Keluarga Nelayan” benar-benar merupakan hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga apapun.
Bogor, Juni 2008
Dewi Meitasari A54104035
PRAKATA
Bismillahhirrahmanirrahiim Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat-Nya, sehingga penulis berhasil menyelesaikan skripsi ini. Semoga setiap langkah selalu dihaturkan untuk senantiasa beribadah kepada-Nya. Tema yang diambil dalam penelitian ini adalah keragaman konsumsi pangan dengan judul “Analisis Determinan Keragaman Konsumsi Pangan pada Keluarga Nelayan” Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna mengingat keterbatasan-keterbatasan yang dihadapi dan dimiliki penulis selama berlangsungnya penelitian. Semoga hasil yang diperoleh dari penelitian ini dapat dimanfaatkan dengan baik oleh pihak-pihak yang membutuhkannya.
Bogor, Juni 2008
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH
Atas terselesaikannya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada: 1. dr Yekti H. Effendi, SKed dan Dr. Ir. Ikeu Tanziha, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah sabar membimbing, memberikan motivasi, kritik, saran, dan solusi atas terselesaikannya skripsi ini. 2. Dr. Ir. Drajat Martianto, MSi selaku dosen penguji, yang telah berkenan memberikan saran dan kritik demi kesempurnaan skripsi ini. 3. Ir. Retnaningsih, MSi, selaku dosen pemandu seminar. 4. Dr. Ir. Evy. Damayanthi, MS selaku dosen pembimbing akademik, yang telah berkenan memberikan bimbingan kepada penulis selama menjadi mahasiswa. 5. Seluruh staf pengajar yang telah memberikan tinta ilmu kepada penulis dan Komisi Pendidikan GMSK atas segala bantuannya. 6. Para pembahas seminar yaitu Friska Amelia, Ida Hildawati, Noni Eka, dan Yuza Anzola yang telah memberi saran dan kritik yang berarti dalam penyempurnaan skripsi ini. 7. Ibu dan Bapak, serta keluarga tercinta, yang selalu mendo’akan, memberikan semangat, dukungan, dan kasih sayang yang tanpa ujung. 8. Teman-teman GMSK 41 (Yesa, Friska, Henny, Ida, Kartika H, Lola, Noni, Ratna, Ermita, Dewi K, Ima, Rizka) dan semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini namun tak dapat disebutkan satu persatu.
Bogor, Juni 2008
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bojonegoro, Jawa Timur pada tanggal 7 Mei 1985. Penulis merupakan anak terakhir dari empat bersaudara dari pasangan Samiran dan Sulasmi’ah. Tahun 2004, penulis lulus dari SMU Negeri I Bojonegoro Jawa Timur. Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di beberapa kepanitiaan kampus dan organisasi kemahasiswaan. Organisasi yang pernah diikuti yaitu Paguyuban Angkling Darmo (PAD) tahun 2004-2008 dan Badan Konsultasi Gizi tahun 20052008.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI.................................................................................................
x
DAFTAR TABEL......................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN................................................................................
xiv
PENDAHULUAN…………………………………………...……….......... Latar Belakang………………………………………………….......... Perumusan Masalah.……………………………………………......... Tujuan Penelitian…………………………………………………….. Manfaat Penelitian……………………………………………………
1 1 2 2 3
TINJAUAN PUSTAKA…...………………………………………............ Nelayan……………………..………………………………………... Konsumsi Pangan………..……………………………………............ Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Pangan…….……........ Besar Keluarga…..…………………………………………........... Pendapatan…….…………………………………………………. Pendidikan …………….…………………………………………. Pengetahuan Gizi..………………………………………………… Survei Konsumsi Pangan...……………………………………........... Metode Recall 24 Jam…………………………………………….. Food Record………………………………………………………. Weighed Method………………………………………………….. Food Frequency Questionaire……………………………………. Tingkat Konsumsi Zat Gizi………………………………………….. Keragaman Konsumsi Pangan……………………………………….. Starchy Staple Food Ratio……..……………………………..............
4 4 6 7 7 7 8 8 9 10 10 10 11 12 13 17
KERANGKA PEMIKIRAN……………………………………………… 19 METODE PENELITIAN…………………………..……………….......... Sumber Data Desain, Tempat, dan Waktu……………………...……………......... Jumlah dan Cara Penarikan Contoh………………….………........... Jenis dan Cara Pengumpulan Data....…………….………………..... Pengolahan dan Analisis Data……………………………….……… Definisi Operasional.............................……………...…...……........
21 21 21 21 22 24 29
HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................... Keadaan Umum Wilayah..............................................…………....... Karakteristik Keluarga.............................................................…........ Besar Keluarga...……....................................................................
30 30 31 31
Usia.………………….…………….............................................. Pendidikan...................................................................................... Pengeluaran.…............................................................................... Pengetahuan Gizi Ibu...............................................………................ Konsumsi Pangan………………….....……….………………........... Tingkat Kecukupan Energi dan Protein.……………………….......... Keragaman Konsumsi Pangan...........................……………….......... Frekuensi Konsumsi menurut Jenis Pangan........................................ Hubungan Karakteristik Keluarga dengan Keragaman Konsumsi Pangan....……….................................................................................. Besar Keluarga…………………………………..….................... Usia………………………..…………......................................... Pendidikan..................................................................................... Pengeluaran................................................................................... Pengeluaran per kapita per bulan.................................................. Pengeluaran Pangan...................................................................... Hubungan Pengetahuan Gizi Ibu dengan Keragaman Konsumsi Pangan.................................................................................................. Hubungan TKE dan TKP dengan Keragaman Konsumsi Pangan....... Tingkat Kecukupan Energi........................................................... Tingkat Kecukupan Protein.......................................................... Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keragaman Konsumsi Pangan…………..................................................................................
31 32 32 33 34 34 35 36
KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................... Kesimpulan…………..................…….………………...………....... Saran..........................…………………..……….……………..........
55 55 55
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………...
56
38 38 39 40 42 44 45 47 49 49 50 53
LAMPIRAN……………………………………………………………….. 59
DAFTAR TABEL Nomor 1. 2. 3 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23.
24.
25.
26. 27. 28.
Halaman Contoh kuisioner keragaman konsumsi pangan ........................…… Indikator keragaman konsumsi pangan secara kualitatif ..………… Jenis data, cara pengumpulan data, bahan dan alat pengumpulan data..................................................................................................... Pengategorian karakteristik keluarga................................................. Pertanyaan tentang pengetahuan gizi ibu........................................... Pengategorian pengetahuan gizi ibu................................................... Pengategorian konsumsi zat gizi pangan............................................ Angka Kecukupan Energi dan Protein (AKE dan AKP) berdasarkan umur dan jenis kelamin.................................................. Pengategorian tingkat kecukupan energi dan protein........................ Pengategorian keragaman konsumsi pangan..................................... Sebaran keluarga berdasarkan besar keluarga................................... Sebaran keluarga berdasarkan kategori usia kepala keluarga dan ibu...................................................................................................... Sebaran keluarga berdasarkan tingkat pendidikan kepala keluarga dan ibu................................................................................................ Sebaran keluarga berdasarkan pengeluaran/kapita/bulan................... Sebaran keluarga berdasarkan pengetahuan gizi ibu.......................... Rata-rata konsumsi zat gizi pangan per kapita per hari......................
16 18
Sebaran keluarga berdasarkan tingkat kecukupan energi.................. Sebaran keluarga berdasarkan tingkat kecukupan protein................. Sebaran keluarga berdasarkan keragaman konsumsi pangan............. Sebaran keluarga berdasarkan besar keluarga pada keluarga dengan konsumsi pangan beragam dan tidak beragam ................................. Sebaran keluarga berdasarkan usia kepala keluarga dan ibu pada keluarga dengan konsumsi pangan beragam dan tidak beragam....... Sebaran keluarga berdasarkan tingkat pendidikan pada keluarga dengan konsumsi pangan beragam dan tidak beragam...................... Rata-rata dan standar deviasi pengeluaran (Rp/kap/bln) pada keluarga dengan konsumsi pangan beragam dan tidak beragam ............................................................................................................ Sebaran keluarga berdasarkan pengeluaran per kapita per bulan pada keluarga dengan konsumsi pangan beragam dan tidak beragam.............................................................................................. Sebaran keluarga berdasarkan pengeluaran pangan per kapita per bulan pada keluarga dengan konsumsi pangan beragam dan tidak beragam.............................................................................................. Rata-rata dan standar deviasi pengeluaran pangan keluarga (Rp/bulan) menurut jenis pangan ...................................................... Sebaran jawaban contoh berdasarkan pertanyaan pengetahuan gizi yang dijawab benar dan salah ............................................................ Sebaran keluarga berdasarkan pengetahuan gizi ibu pada keluarga
35 35 36
23 24 25 25 26 27 28 28 31 31 32 32 33 34
38 40 41
43
44
45 46 47
29. 30. 31. 32.
33.
dengan konsumsi pangan beragam dan tidak beragam...................... Sebaran keluarga berdasarkan tingkat kecukupan energi pada keluarga dengan konsumsi pangan beragam dan tidak beragam........ Sebaran keluarga berdasarkan tingkat kecukupan protein keluarga beragam dan tidak beragam............................................................... Sebaran keluarga berdasarkan rata-rata konsumsi pangan per kapita perhari................................................................................................. Sebaran keluarga berdasarkan rata-rata dan standar deviasi konsumsi zat gizi pangan per kapita perhari pada keluarga dengan konsumsi pangan beragam dan tidak beragam.................................. Faktor –faktor yang mempengaruhi keragaman konsumsi pangan .................................................................................................……..
48 49 50 51
52 53
DAFTAR LAMPIRAN Nomor 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Halaman
Analisis Deskriptif................................................................................ Analisis Deskriptif pada Keluarga dengan Konsumsi Pangan Beragam.................................................................... Analisis Deskriptif pada Keluarga dengan Konsumsi Pangan Tidak Beragam................................................................................................. Hasil Uji Regresi Logistik ………………………................................... Hasil Uji Corelation Spearman............................................................. Hasil Uji test pada Pengeluaran Pangan menurut Jenis Pangan ........... Hasil Uji test pada Konsumsi Zat Gizi Pangan..................................... Sebaran Jenis dan Frekuensi Konsumsi Pangan……………………...
60 60
61 61 62 63 64 65
PENDAHULUAN Latar Belakang Setiap manusia di Indonesia berhak memperoleh pangan yang cukup, aman, dan bergizi. Hak azasi manusia atas akses pangan telah dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 1996 tentang pangan. Konsumsi pangan dan gizi yang cukup dan seimbang adalah syarat bagi pertumbuhan dan perkembangan tubuh manusia mulai dari kandungan sampai dewasa, hal ini juga mempengaruhi perkembangan emosi, jiwa, dan kemampuan motoriknya. Generasi yang kokoh yaitu kuat fisik dengan intelegensia tinggi akan menjadi penerus suatu bangsa untuk membangun negara dalam semua bidang, baik ekonomi, sosial, dan politik yang dinamis serta berkelanjutan (Bimas Ketahanan Pangan 2001). Pola konsumsi pangan yang seimbang adalah konsumsi pangan yang dapat menyediakan zat tenaga, zat pembangun, dan zat pengatur dalam jumlah yang cukup sesuai umur, jenis kelamin, dan aktivitas fisik, yang terdiri dari pangan yang beragam (Riyadi 1996). Keragaman konsumsi pangan sangat penting, hal ini karena tidak ada satu jenis pangan yang mengandung zat gizi secara lengkap baik jenis maupun jumlah. Dengan mengonsumsi pangan yang beragam maka kekurangan zat gizi dalam satu jenis akan dilengkapi oleh kandungan zat gizi dari jenis pangan lainnya. Adanya prinsip saling melengkapi antar berbagai pangan tersebut akan menjamin terpenuhinya mutu gizi seimbang dalam jumlah cukup (Riyadi 1996). Keragaman konsumsi pangan mempunyai pengaruh yang besar terhadap kualitas zat-zat gizi dalam pangan. Hal ini dapat diketahui bahwa pilihan yang luas dari kelompok pangan yang berbeda menunjukkan jaminan perlindungan terhadap defisiensi zat-zat gizi esensial (Roe diacu dalam Rahmawati 2000). Masyarakat nelayan merupakan salah satu komunitas yang selalu berhadapan dengan berbagai masalah, seperti kurangnya modal, kualitas hasil tangkapan yang buruk, jumlah tangkapan sedikit, tekanan dari majikan, dan musim yang selalu berubah. Masalah-masalah tersebut yang dapat mempengaruhi keragaan ekonomi dan kehidupan rumah tangga para nelayan. Hal tersebut yang menjadi menyebab terjadinya kurangnya keragaman konsumsi terhadap pangan (Pasandaran 1990, diacu dalam Baliwati, Pranadji & Retnaningsih 1992).
Perumusan Masalah Keragaman konsumsi pangan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: (1) Ketersediaan pangan, jenis, dan jumlah pangan dalam pola makanan di suatu daerah tertentu, biasanya berkembang dari pangan setempat atau dari pangan yang telah ditanam, (2) Pola sosial budaya, pola kebudayaan mempengaruhi seseorang dalam memilih pangan. Berdasarkan hal-hal yang berkaitan dengan keragaman konsumsi pangan maka permasalahan penelitian yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah Bagaimana karakteristik dan pengetahuan gizi ibu pada keluarga nelayan?. Bagaimana konsumsi zat gizi pangan dan tingkat kecukupan energi serta protein pada keluarga nelayan ? Bagaimana keragaman konsumsi pangan pada keluarga nelayan?. Bagaimana hubungan antara karakteristik keluarga, pengetahuan gizi, dan tingkat kecukupan energi serta protein dengan keragaman konsumsi pangan?. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi keragaman konsumsi pangan pada keluarga nelayan?.
Tujuan Penelitian Tujuan Umum Menganalisis determinan keragaman konsumsi pangan pada keluarga nelayan.
Tujuan Khusus 1. Mengetahui karakteristik keluarga dan pengetahuan gizi ibu pada keluarga nelayan. 2. Menganalisis konsumsi zat gizi (energi, protein, kalsium, fosfor, besi, vitamin A, dan C) pangan dan tingkat kecukupan energi serta protein pada keluarga nelayan. 3. Menganalisis keragaman konsumsi pangan pada keluarga nelayan. 4. Menganalisis hubungan antara karakteristik keluarga, pengetahuan gizi ibu, dan tingkat kecukupan energi serta protein dengan keragaman konsumsi pangan. 5. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keragaman konsumsi pangan pada keluarga nelayan.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada seluruh pihak terutama bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Selain itu, hasil penelitian ini juga dapat memberikan gambaran tentang keragaman konsumsi pangan yang terjadi di wilayah Kabupaten Cirebon, serta dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pemerintah daerah khususnya pada Kecamatan Gunung Jati.
TINJAUAN PUSTAKA Nelayan Sebagian besar nelayan di Indonesia merupakan nelayan tradisional yang selalu berhadapan dengan berbagai masalah, seperti kurangnya modal, kualitas hasil tangkapan yang buruk, jumlah tangkapan sedikit, tekanan dari majikan, dan musim yang selalu berubah. Masalah-masalah tersebut yang dapat mempengaruhi keragaan ekonomi dan kehidupan rumah tangga para nelayan (Pasandaran 1990, diacu dalam Baliwati, Pranadji & Retnaningsih 1992). Secara sosiologis, karakteristik komunitas nelayan berbeda dari komunitas petani. Petani menghadapi situasi ekologi yang dapat dikontrol. Menurut Rogers (1969) diacu dalam Satria (2001), petani (peasant) juga memiliki banyak karakteristik, seperti mutual distrust, perceived limited goods, limited views of this world, dan limited aspiration. Sedangkan nelayan dihadapkan pada situasi ekologis yang sulit untuk mengendalikan produknya mengingat perikanan memiliki sifat open access sehingga nelayan juga harus berpindah-pindah dan ada elemen risiko yang harus dihadapi lebih besar daripada yang dihadapi petani (Pollnack 1988, diacu dalam Satria 2001). Selain itu, nelayan juga harus berhadapan dengan kehidupan laut yang keras sehingga membuat mereka umumnya bersikap keras, tegas, dan terbuka. Rumah tangga nelayan memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Deptan 1991, diacu dalam Baliwati , Pranadji & Retnaningsih 1992) : 1. Rumah dan barang yang dimiliki terbatas dan sangat sederhana. 2. Tingkat kesehatan dan pendidikan rendah. 3. Produktivitas kerja rendah. 4. Keterampilan kurang memadai. 5. Kurang
dapat
mengikuti
pembaharuan
dan
kurang
memperoleh
kesempatan berperan serta dalam pembangunan. Masyarakat nelayan terbagi menjadi dua kelompok yaitu nelayan juragan dan nelayan buruh. Pembagian ini akibat dari perbedaan kepemilikian alat tangkap, organisasi kerja penangkapan ikan, dan pendapatan dari sistem bagi hasil (Hermanto 1986, diacu dalam Baliwati et,. al 1992). Faktor pendapatan memiliki peranan dalam permasalahan gizi dan kebiasaan makanan. Pendapatan juga
mempengaruhi ketersediaan pangan, akan menjadi masalah bagi penduduk yang memiliki pendapatan rendah karena tidak dapat memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari dalam jumlah yang diperlukan sehingga terjadi ketidakcukupan konsumsi pangan (Birowo 1983, diacu dalam Baliwati et,. al 1992). Menurut Satria (2001) nelayan dibedakan menjadi dua yaitu nelayan kecil dan nelayan besar. Nelayan kecil mencakup berbagai karakteristik nelayan baik berdasarkan kapasitas teknologi (alat tangkap dan armada) maupun budaya. Nelayan kecil menangkap ikan hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup seharihari. Namun, hal tersebut tidak berarti bahwa mereka tidak menjual hasil tangkapannya. Hasil tangkapan yang dijual biasanya dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari (khususnya pangan), dan bukan diinvestasikan kembali untuk melipatgandakan keuntungan. Sedangkan nelayan besar dicirikan oleh skala usaha yang besar, baik kapasitas teknologi penangkapan maupun jumlah armadanya. Mereka berorientasi pada keuntungan (profit oriented) dan umumnya melibatkan sejumlah buruh nelayan sebagai anak buah kapal (ABK) dengan orientasi kerja yang semakin kompleks. Nelayan besar juga disebut sebagai nelayan industri (industrial fisher). Perbedaan dalam penggunaan teknologi penangkapan menyebabkan terbatasnya daerah penangkapan ikan karena nelayan hanya dapat bekerja di daerah sekitar pantai saja. Nelayan yang menggunakan teknologi penangkapan yang relatif rendah disebut nelayan skala kecil. Umumnya menggunakan kapal berukuran kecil (3-5 GT) dan mesin berkekuatan rendah (0-3 HP) (Tim Fakultas Perikanan IPB 1991, diacu dalam Baliwati et,. al 1992). Pada umumnya perempuan dalam komunitas nelayan tidak terlibat langsung dalam kegiatan produksi (penangkapan ikan), kecuali untuk beberapa jenis kegiatan, seperti pengumpulan tanaman laut (shellfish), penangkapan ikan dengan beachseine. Kaum perempuan atau istri-istri para nelayan lebih banyak berperan dalam kegiatan pengolahan (pemindangan) maupun pemasaran (Satria 2001). Menurut Goodwin (1990) diacu dalam Satria (2001) menyatakan bahwa dalam komunitas nelayan, status sosial sebagai istri nelayan dengan peran-peran ekonomi seperti itu relatif tinggi daripada kaum perempuan bukan dari keluarga
nelayan. Tentu saja, prestise yang lebih tinggi tersebut disebabkan oleh sikap mereka yang relatif lebih mandiri. Kemandirian ini merupakan konsekuensi dari peran suami yang lebih banyak memiliki waktu di laut sehingga untuk menjaga komunitas diperlukan peran aktif dari istri nelayan.
Konsumsi Pangan Konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi oleh seseorang atau sekelompok orang pada waktu tertentu. Konsumsi pangan dipengaruhi oleh beberapa faktor dalam pemilihan jenis atau banyaknya pangan yang dimakan, hal tersebut dapat berbeda antara individu baik ditingkat keluarga maupun daerah. Faktor ekonomi dan harga, serta faktor sosial budaya dan religi yang ada di suatu daerah sangat mempengaruhi konsumsi pangan (PSKPG 2002). Akan tetapi, faktor-faktor yang sangat berpengaruh adalah jenis dan banyaknya pangan yang diproduksi dan tersedia, tingkat pendapatan, dan pengetahuan gizi (Haper, Deaton & Driskel 1986). Menurut Riyadi (1996), bahwa pola konsumsi pangan dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya yang terpenting adalah: (1) Ketersediaan pangan, jenis, dan jumlah pangan dalam pola makanan di suatu daerah tertentu, biasanya berkembang dari pangan setempat atau dari pangan yang telah ditanam. Bila pangan tersedia secara kontinyu, maka dapat membentuk kebiasaan makan, (2) Pola sosial budaya, pola kebudayaan mempengaruhi seseorang dalam memilih pangan. Hal ini juga mempengaruhi jenis pangan apa yang harus diproduksi, bagaimana cara pengolahannya, penyalurannya, penyiapannya, dan penyajiannya. Pilihan pangan biasanya ditentukan oleh adanya faktor-faktor penerimaan atau penolakan terhadap pangan oleh seseorang atau sekelompok orang. Menurut Baliwati dan Roosita (2004), konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah pangan yang dimakan oleh seseorang atau kelompok dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan individu secara biologis, psikologi maupun sosial. Hal ini terkait dengan fungsi makanan yaitu gastronomik, identitas budaya, religi, dan magis, komunikasi, lambang status ekonomi serta kekuatan dan kekuasaan.
Konsumsi pangan dan gizi cukup serta seimbang merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tingkat kesehatan dan intelegensia manusia, sebab tingkat kecukupan gizi seseorang sangat mempengaruhi keseimbangan perkembangan jasmani dan rohani yang bersangkutan. Pola konsumsi pangan dan gizi rumah tangga dipengaruhi oleh kondisi ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat (Bimas Ketahanan Pangan 2001).
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Pangan Besar keluarga Hubungan antara laju kelahiran yang tinggi dan kurang gizi sangat nyata pada masing-masing keluarga. Sumber pangan keluarga, terutama mereka yang sangat miskin akan lebih mudah memenuhi kebutuhan pangannya jika yang harus diberi makan jumlahnya lebih sedikit. Pangan yang tersedia untuk satu keluarga yang besar mungkin cukup untuk keluarga yang besarnya setengah dari keluarga tersebut, tetapi tidak cukup untuk mencegah gangguan gizi pada keluarga yang besar tersebut (Suhardjo 1989).
Pendapatan Kenaikan tingkat pendapatan perorang, akan menyebabkan perubahan dalam susunan pangan yang dikonsumsi. Akan tetapi, pengeluaran untuk pangan yang lebih banyak tidak menjamin lebih beragamnya konsumsi pangan. Kadangkadang, perubahan utama yang terjadi dalam kebiasaan makanan adalah pangan yang dimakan itu lebih mahal (Suhardjo 1989). Terdapat kecenderungan dengan semakin tingginya pendapatan terjadi perubahan dalam pola konsumsi pangan, yaitu pangan yang dikonsumsi akan lebih
beragam.
Namun
kadang-kadang
peningkatan
pendapatan
tidak
menyebabkan jenis pangan yang dikonsumsi menjadi beragam, tetapi justru yang sering terjadi adalah pangan yang dibeli harganya lebih mahal (PSKPG 2002). Tingkat pendapatan juga menentukan pola konsumsi pangan atau jenis pangan yang akan dibeli. Orang miskin biasanya akan membelanjakan sebagian pendapatan tambahannya untuk pangan, sedangkan pada orang kaya porsi pendapatan untuk pembelian pangan lebih rendah. Porsi pendapatan yang dibeli
untuk jenis pangan padi-padian akan menurun tetapi untuk pangan yang berasal dari susu akan bertambah jika pendapatan keluarga meningkat. Semakin tinggi pendapatan, semakin besar pula persentase pertambahan pembelanjaannya termasuk untuk buah-buahan, sayur, dan jenis pangan lainnya (Berg 1986).
Pendidikan Tingkat pendidikan seseorang dapat dilihat berdasarkan lamanya atau jenis pendidikan yang dialami baik formal maupun informal. Menurut Suhardjo (1996), tingkat pendidikan seseorang umumnya dapat mempengaruhi sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan menurut Syarief (1988) diacu dalam Hardinsyah (2007) menyatakan bahwa tingkat pendidikan formal umumnya mencerminkan kemampuan seseorang untuk memahami berbagai aspek pengetahuan, termasuk pengetahuan gizi.
Pengetahuan gizi Pengetahuan gizi didasarkan pada tiga kenyataan yaitu, status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan, setiap orang hanya akan cukup gizi jika pangan yang akan dikonsumsinya mampu menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang optimal, pemeliharaan, dan energi serta ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat belajar menggunakan pangan dengan baik untuk kesejahteraan gizi (Suhardjo 1996). Haper, Deaton, dan Driskel (1986) menyatakan bahwa pengetahuan gizi mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembentukan kebiasaan makan seseorang. Pengetahuan gizi akan mempengaruhi seseorang dalam memilih jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsinya. Pengetahuan, sikap, dan perilaku tentang gizi dan kesehatan merupakan faktor yang menentukan dalam penyediaan pangan dalam keluarga. Ibu-ibu yang berpengetahuan gizi baik akan mengupayakan kemampuan menerapkan pengetahuannya di dalam pemilihan dan pengolahan pangan, sehingga konsumsi pangan yang mencukupi kebutuhan lebih terjamin (Khumaidi 1989). Pengetahuan memiliki hubungan yang erat dengan baik buruknya kualitas gizi dari pangan yang dikonsumsi. Dengan pengetahuan yang benar mengenai
gizi, maka orang akan tahu dan berupaya untuk mengatur pola konsumsi pangannya sedemikian rupa sehingga seimbang, tidak kekurangan, dan tidak kelebihan. Pengetahuan gizi, sikap terhadap gizi, dan keterampilan gizi secara bersama-sama akan menentukan perilaku gizi (Pranadji 1988).
Survei Konsumsi Pangan Survei konsumsi pangan adalah alat untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam menyusun suatu kegiatan atau program. Dampak dari perbaikan konsumsi pangan dan gizi akan mendukung keberhasilan peningkatan kualitas hidup manusia. Survei konsumsi pangan dimaksudkan untuk mengetahui dan menelusuri konsumsi pangan baik dilihat dari jenis-jenis pangan, sumbersumbernya maupun jumlah yang dikonsumsi, termasuk kebiasaan makan serta faktor-faktor
yang mempengaruhi
konsumsi pangan tersebut (Suhardjo,
Hardinsyah & Riyadi 1988). Survei konsumsi pangan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui konsumsi pangan seseorang atau kelompok orang (baik berupa keluarga, rumah tangga, penghuni asrama, penduduk desa atau wilayah), baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Survei konsumsi pangan secara kuantitatif dimaksudkan untuk mengetahui jumlah pangan yang dikonsumsi. Sedangkan survei konsumsi pangan secara kualitatif digunakan untuk mengetahui frekuensi makan, frekuensi konsumsi menurut jenis pangan yang dikonsumsi, dan menggali informasi tentang kebiasaan makan (food habit) serta cara memperoleh pangan (Suhardjo, Hardinsyah, dan Riyadi 1988). Metode pengumpulan data yang dapat dilakukan secara kuantitatif adalah metode mengingat-ingat (method recall), penimbangan (weighed method), dan food record method. Sedangkan metode pengumpulan data secara kualitatif menggunakan riwayat makan (dietary history ) dan frekuensi pangan (food frequency) (Riyadi 2004). Pemilihan metode dapat didasarkan pada beberapa pertimbangan yaitu tujuan survei, ketelitian yang diinginkan, ketersediaan biaya, waktu, dan tingkat keahlian tenaga pengumpul data (enumerator) (Kusharto dan Sa’diyyah 2006).
Metode recall 24 jam Metode ini digunakan untuk memperkirakan jumlah pangan yang dikonsumsi oleh seseorang selama 24 jam yang lalu atau sehari sebelum wawancara dilakukan. Pengukuran konsumsi menggunakan ukuran rumah tangga (URT) untuk mengetahui porsi pangan, kemudian dikonversi keukuran metrik (gram) (Riyadi 2004). Metode recall memiliki keunggulan yaitu murah dan tidak memakan waktu banyak. Kekurangannya adalah data yang dihasilkan kurang akurat karena mengandalkan ingatan seseorang yang terbatas dan tergantung dari keahlian tenaga pencatatan dalam mengkonversikan URT menjadi satuan berat (gram) (Kusharto dan Sa’diyyah 2006).
Food record Metode ini umumnya dilakukan selama 7 hari, dimana responden melakukan pencatatan semua pangan dan minuman yang dikonsumsi. Pencatatan dilakukan oleh responden dengan menggunakan URT atau menimbang langsung berat pangan yang dikonsumsi (Riyadi 2004). Metode food record merupakan metode yang akurat untuk survei konsumsi pangan di tingkat keluarga. Tetapi metode ini juga memiliki kekurangan seperti biaya mahal, perlu partisipasi yang tinggi dari responden, pola konsumsi pangan rumah tangga yang dapat berubah (Kusharto dan Sa’diyyah 2006).
Weighed method Metode penimbangan mengukur secara langsung berat setiap jenis pangan yang dikonsumsi oleh seseorang pada saat wawancara (Riyadi 2004). Pengukuran penggunaan pangan untuk konsumsi dilakukan dengan cara menimbang bahan pangan dalam keadaan mentah (proses persiapan), setelah masak (penyajian), dan setalah pangan tersebut dikonsumsi (mengamati sisa yang tidak dimakan) (Kusharto dan Sa’diyyah 2006). Metode penimbangan ini juga akurat untuk digunakan karena dilakukan penimbangan secara cermat dan tepat terhadap makan yang dikonsumsi. Tetapi metode ini mahal, memerlukan waktu lama, adanya rasa segan atau malu pada
responden, dan adanya kemungkinan perubahan pola konsumsi pangan dari kebiasaan sehari-hari dengan adanya kehadiran kita (Kusharto dan Sa’diyyah 2006).
Food Frequency Questionaire (FFQ) FFQ merupakan kuesioner yang menggambarkan frekuensi responden dalam mengonsumsi beberapa jenis makanan dan minuman. Frekuensi konsumsi makanan dilihat dalam satu hari atau minggu atau bulan atau tahun. Kuesioner terdiri dari daftar jenis makanan dan minuman. Kelebihan FFQ adalah relatif murah, dapat digunakan untuk melihat hubungan
antara
diet,
penyakit,
dan
lebih
representatif.
Sedangkan
keterbatasannya yaitu adanya kemungkinan tidak menggambarkan porsi yang dipilih oleh responden,
tergantung pada kemampuan responden untuk
mendiskripsikan dietnya. Beberapa jenis FFQ adalah sebagai berikut : 1. Simple or nonquantitative FFQ, tidak memberikan pilihan tentang porsi yang biasa dikonsumsi, sehingga menggunakan standar porsi. 2. Semi quntitative FFQ, memberikan porsi yang dikonsumsi, misalnya sepotong roti, secangkir kopi. 3. Quntitative FFQ, memberikan pilihan porsi yang biasa dikonsumsi responden, seperti kecil, sedang atau besar. (Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia 2007). Penggunaan metode FFQ pangan bertujuan untuk memperoleh data konsumsi secara kualitatif dan informasi deskriptif tentang pola konsumsi. Metode ini umumnya tidak digunakan untuk memperoleh data kuantitatif pangan ataupun intik konsumsi zat gizi. Metode frekuensi pangan dapat juga digunakan untuk menilai konsumsi pangan secara kuantitatif. Hal ini tergantung dari tujuan studi, apakah hanya ingin menggali frekuensi pangan saja atau juga sekaligus dengan konsumsi zat gizinya. Dengan metode ini, kita dapat menilai frekuensi penggunaan pangan atau kelompok pangan tertentu (misalnya: sumber energi, protein, lemak, dan vitamin) selama kurun waktu yang spesifik (misal: perhari,
minggu, bulan atau tahun) dan sekaligus mengestimasi konsumsi zat gizinya. Kuisioner mempunyai dua komponen utama yaitu daftar pangan dan frekuensi penggunaan pangan (Gibson 1993). Biasanya metode ini digunakan untuk mengukur konsumsi pangan suatu keluarga. Keuntungan menggunakan metode ini antara lain lebih cepat mengumpulkan data, relatif lebih murah, dapat mengetahui pangan yang biasa dikonsumsi keluarga, dapat diambil oleh enumerator yang tidak berpengalaman, dan hasilnya dapat distandarisasi secara umum (Howarth 1990 dalam Gibson 1993).
Tingkat Konsumsi Zat Gizi Manusia memerlukan energi untuk mempertahankan hidup, menunjang pertumbuhan, dan melakukan aktivitas fisiknya yang dibutuhkan secara sosial dan ekonomi. Energi diperoleh dari karbohidrat, lemak, dan protein yang terdapat pada bahan makanan. Kandungan karbohidrat, lemak, dan protein suatu bahan makanan menentukan nilai energinya (Almatsier 2002). Konsumsi energi penduduk dikatakan mencukupi bila memenuhi kebutuhan untuk metabolisme basal dan aktivitas fisik sehari-hari. Jumlah kebutuhan ini disebut kecukupan gizi, yaitu jumlah zat gizi yang sebaiknya dikonsumsi oleh setiap individu agar dapat hidup sehat (PSKPG 1994). Agar hidup sehat dan dapat mempertahankan kesehatannya, manusia memerlukan sejumlah zat gizi. Oleh karena itu, jumlah zat gizi yang diperoleh melalui konsumsi pangan harus mencukupi kebutuhan tubuh untuk melakukan kegiatan baik internal maupun eksternal, pemeliharaan tubuh, dan pertumbuhan bagi yang masih dalam taraf pertumbuhan (bayi, anak-anak, dan remaja) atau untuk aktivitas pemeliharaan tubuh bagi orang dewasa dan usia lanjut (Hardinsyah & Martianto 1992). Muhilal (1985) dalam Hardinsyah dan Martianto (1992) membedakan istilah kebutuhan gizi dan kecukupan gizi. Kebutuhan gizi (Nutrient Requierment) adalah banyaknya zat gizi minimal yang diperlukan seseorang agar hidup sehat. Sedangkan kecukupan gizi (Recommended Dietary Allowances) adalah jumlah masing-masing zat gizi yang sebaiknya dipenuhi seseorang agar hampir semua
orang (sekitar 97.5 % populasi) hidup sehat. Kebutuhan dan kecukupan gizi biasanya disusun berdasarkan kelompok umur dan berat badan tertentu menurut jenis kelamin (Hardinsyah & Martianto 1992). Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan atau Recommended Dietary Allowances (RDA) adalah tingkat konsumsi zat-zat gizi esensial yang dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi hampir semua orang sehat di suatu negara. AKG untuk Indonesia berdasarkan patokan berat badan untuk masingmasing kelompok umur, gender, dan aktivitas fisik yang ditetapkan secara berkala melalui survei penduduk. AKG juga disusun untuk kondisi khusus, yaitu bagi ibu hamil, dan menyusui. AKG digunakan sebagai standar untuk mencapai status gizi optimal bagi penduduk dalam hal penyedian pangan secara nasional dan regional serta penilaian kecukupan gizi penduduk golongan masyarakat tertentu yang diperoleh dari konsumsi pangan (Almatsier 2005). Menilai tingkat konsumsi pangan (untuk energi dan zat gizi) diperlukan suatu standar kecukupan yang dianjurkan atau Recommended Dietry Allowances (RDA) untuk populasi yang diteliti. AKG yang digunakan untuk Indonesia adalah hasil Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII tahun 2004. Penyajian Angka Kecukupan Gizi (AKG) tersebut berdasarkan kepada kelompok umur, jenis kelamin, tinggi badan, berat badan, aktivitas, dan kondisi fisiologis khusus (hamil atau menyusui). Tingkat kecukupan energi dan protein keluarga menurut Latief, Atmarita, Minarto, Basuni, dan
Tilden (2000) dalam WNPG (2000) dibagi
menjadi dua yaitu defisit (< 70%) dan cukup (> 70%).
Keragaman Konsumsi Pangan Household Dietary Diversity (keragaman konsumsi pangan rumah tangga) merupakan jumlah jenis makanan yang berbeda yang dikonsumsi selama periode tertentu yang ditetapkan. Keragaman konsumsi pangan adalah indikator yang baik untuk alasan sebagai berikut (Swindale & Bilinsky 2006):
Konsumsi pangan yang lebih beragam berhubungan dengan peningkatan hasil pada berat kelahiran, status anthropometrik anak, dan peningkatan konsentrasi hemoglobin.
Konsumsi pangan yang lebih beragam berkaitan erat dengan faktor seperti: kecukupan energi dan protein, persentase protein hewani (protein kualitas tinggi), dan pendapatan rumah tangga. Bahkan pada rumah tangga yang sangat miskin, peningkatan pengeluaran untuk makanan yang dihasilkan dari penghasilan tambahan berhubungan dengan peningkatan kualitas dan kuantitas konsumsi pangan. Menurut FAO (2007) keragaman konsumsi pangan adalah jumlah pangan
atau kelompok pangan yang berbeda yang dikonsumsi selama periode tertentu yang ditetapkan yaitu dapat bertindak sebagai indikator alternatif dari keamanan makanan pada berbagai keadaan, termasuk negara dengan pendapatan sedang atau menengah, daerah pedesaan dan urban, serta untuk berbagai musim. Pola konsumsi pangan yang seimbang adalah konsumsi pangan yang dapat menyediakan zat tenaga, zat pembangun, dan zat pengatur dalam jumlah yang cukup sesuai umur, jenis kelamin, dan aktivitas fisik, yang terdiri dari pangan yang beragam (Riyadi 1996). Keragaman konsumsi pangan sangat penting, hal ini karena tidak ada satu jenis pangan yang mengandung zat gizi dalam jenis dan jumlah yang lengkap. Dengan mengonsumsi pangan yang beragam maka kekurangan zat gizi dalam satu jenis akan dilengkapi oleh kandungan zat gizi dari pangan lainnya. Adanya prinsip saling melengkapi antar berbagai pangan tersebut akan menjamin terpenuhinya mutu gizi seimbang dalam jumlah cukup (Riyadi 1996). Setiap bahan pangan mempunyai susunan kimia yang berbeda-beda dan mengandung zat gizi yang bervariasi baik jenis maupun jumlahnya. Diantara beragam jenis bahan pangan yang tersedia di alam ada yang kaya akan satu jenis zat gizi, ada pula yang lebih dari satu jenis zat gizi, sebaliknya ada yang miskin akan zat gizi (Suhardjo & Kusharto 1992). Kuisioner keragaman konsumsi pangan adalah alat yang menyediakan pendekatan yang lebih cepat, mudah digunakan, dan hemat biaya untuk mengukur perubahan pada kualitas konsumsi pangan rumah tangga maupun individu. Keragaman konsumsi pangan adalah ukuran kualitatif dari konsumsi pangan yang mercerminkan akses rumah tangga terhadap variasi pangan yang beragam dan juga mewakili kecukupan gizi pada konsumsi pangan individu. Skor keragaman
konsumsi pangan dibuat dengan menjumlahkan baik pangan atau kelompok pangan yang berbeda yang dikonsumsi selama periode referensi tertentu. Skor keragaman konsumsi pangan yang disebutkan terdiri dari perhitungan kelompok makanan yang sederhana yang dikonsumsi individu atau rumah tangga yang dikonsumsi selama 24 jam (FAO 2007). Jumlah kelompok pangan yang beragam yang dikonsumsi dihitung untuk menggambarkan kualitas konsumsi secara lebih baik, bukan hanya jumlah ragam pangan yang dikonsumsi. Dengan mengetahui konsumsi rumah tangga tersebut, sebagai contoh, rata-rata dari 4 kelompok pangan yang berbeda menandakan bahwa konsumsi pangan mereka menawarkan keragaman baik dalam zat gizi makro maupun mikro. Ini adalah indikator yang lebih berarti daripada mengetahui rumah tangga mengonsumsi empat pangan yang berbeda, yang mungkin saja semuanya dari kelompok pangan padi-padian (Swindale dan Bilinsky 2006). Untuk mengetahui keragaman konsumsi pangan dapat digunakan suatu kuisioner yang berisikan tabel daftar konsumsi pangan yang dimakan baik dalam rumah maupun luar rumah. Contoh kuisioner keragaman konsumsi pangan sebagai berikut:
Tabel 1 Contoh kuisioner keragaman konsumsi pangan No. Kelompok Pangan
Contoh
Ya = 1 Tidak =0
1.
Padi-padian
Roti, mie, biskuit, cookies atau makanan lainnya yang terbuat dari millet, sorgum, jagung, beras, dan gandum.
2.
Sayuran
dan
umbi- Labu kuning, wortel, dan ubi jalar
umbian kaya vitamin A 3.
Umbi-umbian
Kentang, ubi kayu atau makanan dari batang
4.
Sayuran daun hijau tua
Daun ubi kayu dan lain-lain
5.
Sayuran lainnya
Tomat, bawang putih,
6.
Buah kaya vitamin A
Aprikot, mangga, dan semangka
7.
Buah-buahan lainnya
Buah liar
8.
Jeroan (kaya zat besi)
Hati, ginjal, dan jantung
9.
Daging
Daging sapi, babi, kambing, domba, kelinci, ayam, bebek atau burung
10.
Telur
11.
Ikan
Ikan segar atau ikan asin
12.
Kacang-kacangan
Kacang, biji-bijian
13.
Susu
dan
produk Susu, yogurt, atau olahannya
olahan susu 14.
Minyak dan lemak
Minyak, lemak, dan mentega
15.
Gula
Gula, madu, dan gula buah
16.
Bumbu dan minuman
Lada, garam, kopi, teh, dan alkohol
Sumber : FAO (2007).
Starchy Staple Food Ratio The Food Policy Support Activity (FPSA) membuat Starchy Staple Ratio (SSR) baik sebagai indikator kemajuan FPSA, maupun sebagai ukuran penting pada perubahan kualitas konsumsi pangan. SSR merupakan ukuran jumlah padipadian dan umbi pada total konsumsi pangan rumah tangga, yaitu menurun saat pendapatan meningkat dan konsumsi pangan menjadi lebih beragam (FAO 2007). SSR sebagai indikator meningkatkan ukuran kesejahteraan gizi. Jarak ukuran suatu alat biasanya digunakan untuk mengawasi keamanan pangan dan kecukupan konsumsi pangan. Tetapi apakah kita menggunakan ukuran berdasarkan belanja
atau
konsumsi pangan
rumah tangga,
atau
hasil
anthropometrik individu, semua ukuran yang ada memiliki batasan tertentu. Kegiatan FPSA meneliti jumlah ukuran yang berhubungan langsung dengan kualitas pangan yang dikonsumsi rumah tangga dan menghindar dari beberapa batasan tersebut. Salah satu ukuran tersebut adalah Starchy Staple Ratio (SSR) yang diubah menjadi ukuran yang sangat sensitif pada peningkatan konsumsi pangan, dan juga indikator yang sangat kuat dari pola sejarah peningkatan (FAO 2007). SSR didefinisikan sebagai proporsi energi yang dikonsumsi dari “sesuatu yang mengandung tepung” (padi-padian dan umbi-umbian). Seperti banyak ukuran hasil gizi, di sini ada hubungan yang kuat dan dapat dihubungkan antara konsumsi rumah tangga per kapita dan SSR. Tetapi tidak seperti ukuran yang berdasarkan belanja rumah tangga (seperti garis kemiskinan), ukuran ini tidak membutuhkan keputusan yang seenaknya tentang target biaya pengeluaran konsumsi. Dan tidak seperti hasil anthropometrik, SSR tidak dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan kesehatan yang dapat mempengaruhi perkembangan gizi (FAO 2007). SSR merupakan sumbangan karbohidrat pangan terhadap total konsumsi energi. Nilai SSR ini dapat digunakan sebagai gambaran kualitas keragaman konsumsi pangan, semakin kecil nilai SSR, maka porsi makanan berpati semakin kecil sehingga menu makanan semakin beragam dan berkualitas. (FAO 2003 dalam Tanziha 2005).
Tabel 2 Indikator keragaman konsumsi pangan secara kualitatif Keragaman
Konsumsi Keragaman Konsumsi Keragaman
Konsumsi
Pangan Rendah
Pangan Sedang
Pangan Tinggi
( 3 kelompok pangan )
(4-5 kelompok pangan)
( 6 kelompok pangan)
Padi-padian
Padi-padian
Padi-padian
Sayuran hijau
Sayuran hijau
Sayuran hijau
Buah-buahan
Buah-buahan
Buah-buahan
Minyak
Minyak Sayuran lainnya Ikan Kacang-kacangan
Sumber : FAO (2007).
KERANGKA PEMIKIRAN Keragaman konsumsi pangan sangat penting, hal ini karena tidak ada satu jenis pangan yang mengandung zat gizi dalam jenis dan jumlah yang lengkap. Dengan mengonsumsi pangan yang beragam maka kekurangan zat gizi dalam satu jenis akan dilengkapi oleh kandungan zat gizi dari pangan lainnya. Adanya prinsip saling melengkapi antar berbagai pangan tersebut akan menjamin terpenuhinya mutu gizi seimbang dalam jumlah cukup (Riyadi 1996). Keragaman konsumsi pangan keluarga dapat dilihat dari banyaknya jenis kelompok pangan yang dimakan, yang diukur menggunakan Starchy Staple Food Ratio (SSR). Konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi (dimakan) oleh seseorang atau sekelompok orang pada waktu tertentu. Konsumsi dipengaruhi oleh beberapa faktor dalam pemilihan jenis atau banyaknya pangan yang dimakan, hal tersebut dapat berbeda antara individu baik di tingkat keluarga maupun daerah. Faktor ekonomi dan harga, serta faktor sosial budaya dan religi yang ada di suatu daerah sangat mempengaruhi konsumsi pangan (PSKPG 2002). Akan tetapi, faktor-faktor yang sangat berpengaruh di mana saja adalah jenis dan banyaknya pangan yang diproduksi dan tersedia, tingkat pendapatan, dan pengetahuan gizi (Harper et., al 1986). Hubungan keragaman konsumsi pangan dengan konsumsi pangan yaitu dengan adanya peningkatan skor keragaman konsumsi pangan individu maupun keluarga maka akan terjadi meningkatnya kecukupan gizi konsumsi. Skor keragaman konsumsi pangan berkaitan secara positif dengan meningkatnya kecukupan kepadatan gizi pada makanan tambahan (FAO 2007).
Karakteristik keluarga: usia, jumlah anggota, pendidikan, dan pengeluaran
Pengetahuan gizi ibu
Daya beli
Ketersediaan pangan keluarga
Konsumsi pangan
Tingkat kecukupan energi dan protein
AKG
KERAGAMAN KONSUMSI PANGAN
Gambar 1. Kerangka konsep pemikiran keragaman konsumsi pangan
Variabel yang diteliti
Variabel yang tidak diteliti
Garis yang menunjukkan hubungan antar variabel
METODE PENELITIAN Sumber Data Data yang digunakan merupakan data dari penelitian payung yaitu penelitian
Analisis
Determinan
dan
Indikator
Kelaparan
serta
Upaya
Penanggulangannya pada Keluarga Nelayan tahun 2007.
Desain, Tempat, dan Waktu Desain penelitian ini adalah cross sectional study. Penelitian ini dilakukan di Desa Grogol, Kecamatan Gunung Jati, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat yang paling banyak memiliki jumlah keluarga nelayan. Penentuan tempat dilakukan berdasarkan penelitian Analisis Determinan dan Indikator Kelaparan serta Upaya Penanggulangannya pada Keluarga Nelayan tahun 2007 . Penelitian ini berlangsung selama tujuh bulan (Februari 2008 sampai Juni 2008) dan satu bulan diantaranya untuk mengumpulkan data di lapangan.
Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Contoh dalam penelitian ini adalah keluarga nelayan yang tinggal di Desa Grogol, Kecamatan Cirebon Utara, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat. Pengambilan populasi contoh dilakukan secara purposive dengan kriteria keluarga yang kepala keluarganya mempunyai mata pencaharian sebagai nelayan dan memiliki tingkat kesejahtera menurut BKKBN yaitu keluarga Pra-Sejahtera dan Keluarga Sejahtera. Adapun jumlah populasi yang memenuhi kriteria sebanyak 187 keluarga. Jumlah contoh ditentukan berdasarkan hasil perhitungan menggunakan rumus Slovin (1973) diacu dalam Umar (1999). Perhitungan sebagai berikut: n=
N 1 Ne 2
keterangan: n = jumlah sampel N = jumlah populasi e = nilai kritis (batas ketelitian) yang digunakan yaitu persen kelonggaran penelitian karena kesalahan pengambilan sampel populasi (margin error/standar 0,1)
n=
187 = 65 keluarga 1 187(10%) 2
Dengan proporsi antara Keluarga Pra Sejahtera (74 keluarga) dan Keluarga Sejahtera (113 keluarga) sebagai berikut: n1 =
Ni n T
Keterangan: T Ni n n1 n2
n1 =
= total jumlah keluarga nelayan hasil survei = banyak keluarga jenis-i yang terpilih = banyaknya keluarga yang digunakan sebagai penelitian = jumlah keluarga Pra-Sejahtera yang diambil sebagai sampel = jumlah keluarga Sejahtera 1 yang diambil sebagai sampel
74 x 65 = 25, 72 keluarga 26 keluarga 187
maka n2 = (65 - 26) keluarga = 39 keluarga
Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer meliputi karakteristik keluarga, pengetahuan gizi ibu, dan data konsumsi pangan keluarga. Data sekunder mengenai keadaan umum wilayah meliputi data geografis, jumlah penduduk, jenis budidaya yang dikembangkan, sebaran mata pencaharian, dan status keluarga. Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara wawancara terstruktur kepada contoh dengan menggunakan kuisioner. Data karakteristik keluarga meliputi usia, jumlah anggota keluarga, lama pendidikan serta pengeluaran keluarga. Data pengetahuan gizi ibu berupa sepuluh pertanyaan tentang gizi dan pangan seperti empat sehat lima sempurna, fungsi makanan, contoh makanan sumber karbohidrat dan protein, fungsi sayur dan buah, dan lain-lain. Data konsumsi pangan keluarga meliputi jenis pangan, frekuensi konsumsi pangan, berat konsumsi, URT, dan persen konsumsi/non konsumsi dengan menggunakan metode FFQ. Data sekunder dikumpulkan dari kantor desa. Jenis data, cara pengumpulan, bahan dan alat pengumpulan data disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Jenis data, cara pengumpulan data, bahan dan alat pengumpulan data No.
Data
A 1.
Data Primer Karakteristik keluarga
2.
3.
Kategori Pengumpulan
Usia kk dan ibu Jenis kelamin Jumlah anggota keluarga Pendidikan KK dan ibu Pengeluaran
Wawancara ibu rumah tangga
Lembar kuisioner
Pengetahuan gizi ibu
Pertanyaan tentang pengetahuan gizi
Wawancara ibu rumah tangga
Lembar kuisioner
Konsumsi zat gizi pangan keluarga
Jenis pangan Frekuensi konsumsi pangan perhari/ perminggu /perbulan/pertahun Berat konsumsi URT % konsumsi dan % non konsumsi
Wawancara ibu rumah tangga dengan metode FFQ selama satu tahun
Lembar kuisioner
Konsumsi zat gizi (energi dan protein) pangan keluarga Umur anggota keluarga AKG
Wawancara ibu RT dengan metode FFQ selama satu tahun
Lembar kuisioner
Konsumsi pangan total (padi-padian, umbiumbian, pangan hewani, minyak dan lemak, buah/biji berminyak, kacang-kacangan, gula, buah-buah dan sayuran serta lain-lain) keluarga Konsumsi padi-padian dan umbi-umbian keluarga
Wawancara ibu RT dengan metode FFQ selama satu tahun
Lembar kuisioner
Tingkat kecukupan energi dan protein
5. Keragaman konsumsi pangan
B 1.
Bahan dan Alat
4.
Cara Pengumpulan
Data Sekunder Data desa
Buku potensi desa
Pengolahan dan Analisis Data Data yang terkumpul dianalisis secara deskriptif dan statistika inferensia. Program komputer yang digunakan adalah Microsoft Excel dan SPSS versi 13.0 for Windows . Proses pengolahan meliputi editing, coding, entry, dan analisis data. Pengolahan data karakteristik keluarga yang terdiri dari umur kepala keluarga dan ibu, jumlah anggota keluarga, pendidikan kepala keluarga dan ibu, serta pengeluaran dilakukan dengan analisis secara deskriptif. Analisis secara inferensia menggunakan uji Corelation Spearman untuk mengetahui hubungan antara karakteristik keluarga, pengetahuan gizi ibu, tingkat kecukupan energi dan protein dengan keragaman konsumsi pangan. Uji beda t untuk mengetahui perbedaan setiap variabel karakteristik keluarga, pengetahuan gizi, dan tingkat kecukupan energi serta protein antara keluarga dengan konsumsi pangan beragam dan tidak beragam. Uji Regresi Logistik digunakan untuk menganalisis karakteristik keluarga dan pengetahuan gizi ibu sebagai faktor-faktor yang diduga mempengaruhi keragaman konsumsi pangan keluarga.
Tabel 4 Pengategorian karakteristik keluarga No. 1.
Variabel Umur (Papalia & Olds 1981)
2.
Jumlah anggota keluarga (BKKBN 1998 diacu dalam Rahmaulina 2007) Pendidikan KK dan ibu (BPS 2007)
3.
5.
6.
Pengeluaran/kap/bulan berdasarkan garis kemiskinan (BPS 2007) Pengeluaran pangan/kap/bulan (BPS 2000)
Kategori Dewasa awal: 18 – 40 th Dewasa menengah: 41 – 65 th Dewasa akhir: > 65 th Keluarga kecil: 4 orang Keluarga sedang: 5-6 orang Keluarga besar: 7 orang Dasar: < 6 tahun Menengah: 9 tahun Atas: 12 tahun Di bawah GK: < Rp 168 272.00 Di atas GK: > Rp 168 272.00
Rendah: < Rp 80 000.00 Sedang: Rp 80 000- Rp 199 999 Tinggi: > Rp 200 000.00
Pengetahuan gizi ibu diukur dengan menilai jawaban contoh terhadap 10 pertanyaan tentang pangan dan gizi. Jawaban yang salah diberi skor 0, sedangkan
jawaban yang benar diberi skor 1 dengan total skor yaitu terendah adalah 0 dan tertinggi adalah 10. Pertanyaan tentang pengetahuan gizi ibu sebagai berikut:
Tabel 5 Pertanyaan tentang pengetahuan gizi ibu No.
Pertanyaan
Jika Benar = 1, Salah= 0
1.
Empat sehat lima sempurna terdiri dari
2.
Makanan berguna bagi tubuh sebagai
3.
Contoh makanan sumber karbohidrat (tenaga)
4.
Contoh makanan sumber protein adalah
5.
Sayur dan buah-buahan merupakan sumber
6.
Buah yang paling banyak mengandung vitamin C
7.
Sayuran yang banyak mengandung vitamin A
8.
Sebagai sumber protein, daging dapat diganti dengan
9.
Agar anak tidak mengalami kurang gizi, maka sebaiknya diberi makan
10.
Akibat utama kekurangan makan sumber protein pada anak adalah
Dasar penilaian terhadap pertanyaan yang diajukan terhadap tingkat pengetahuan gizi ibu dikelompokkan berdasarkan persentase skor yang diperoleh dibandingkan skor total (Khomsan 2000). Pengategorian tingkat pengetahuan gizi ibu disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Pengategorian pengetahuan gizi ibu No. 1.
Variabel
kategori
Pengetahuan gizi ibu
Rendah: < 60%
(Khomsan 2000)
Sedang: 60 – 80%
Tinggi: > 80%
Data konsumsi pangan keluarga dengan metode Food Frequency Questionnaire (FFQ) selama satu tahun dikonversikan ke dalam kandungan gizi
yaitu energi, protein, kalsium, fosfor, besi, vitamin A, dan C, dengan menggunakan food processor yang mengacu pada Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM). Rumus umum penilaian jumlah zat gizi tertentu yang dikonsumsi dihitung sebagai berikut (Hardinsyah dan Martianto 1992): Kgij = (BJ/100) x Gij x (BDDj/100) Keterangan: Kgij
= penjumlahan zat gizi i dari bahan makanan atau pangan j dengan berat B gram.
BJ
= berat bahan makanan j yang dikonsumsi (gram).
Gij
= kandungan zat gizi i dalam 100 gram BDD bahan makanan j.
BDDij = persen bahan makanan j yang dapat dimakan (%BDD).
Konsumsi zat-zat gizi pangan keluarga disajikan dalam bentuk rata-rata setiap zat gizi pangan per keluarga.
Tabel 7 Pengategorian konsumsi zat gizi pangan No. 1.
Variabel
Kategori
Konsumsi pangan keluarga
Energi (kalori)
(DKBM 2004)
Protein (gram)
Kalsium (mg)
Fosfor (mg)
Besi (mg))
Vitamin A (RE)
Vitamin C (mg),
Rata-rata angka kecukupan zat gizi pangan (energi, protein, kalsium, fosfor, besi, vitamin A, dan C) keluarga dihitung dengan membandingkan AKG menurut jenis kelamin dan umur dengan jumlah anggota keluarga berdasarkan WNPG V (Muhilal, Husaini, Jalaj F, & Tarwotjo 1993). Rumus sebagai berikut: AKGK =
AKGI n
Keterangan : AKGK
= Angka Kecukupan Gizi rata-rata keluarga (/kap/hari)
AKGI
= Angka Kecukupan Gizi individu (/kap/hari)
n
= jumlah anggota keluarga
Angka kecukupan energi dan protein individu pada setiap anggota keluarga dibedakan menurut umur dan jenis kelamin dengan ketentuan seperti pada Tabel 8 (WNPG VIII 2004).
Tabel 8 Angka Kecukupan Energi dan Protein (AKE dan AKP) berdasarkan umur dan jenis kelamin Umur
AKE/kapita/kalori AKP/kapita/gram
Anak 0-6 bln
550
10
7-12 bln
650
16
1-3 th
1000
25
4-6 th
1550
39
7-9 th
1800
45
10-12 th
2050
50
13-15 th
2400
60
16-18 th
2600
65
19-29 th
2550
60
30-49 th
2350
60
50-64 th
2250
60
65 th+
2050
60
10-12 th
2050
50
13-15 th
2350
57
16-18 th
2200
55
19-29 th
1900
50
30-49 th
1800
50
50-64 th
1750
50
65 th+
1600
45
Pria :
Wanita :
Tingkat kecukupan energi dan protein dihitung dengan membandingkan konsumsi energi dan protein dengan kecukupan energi dan protein yang dianjurkan dengan menggunakan rumus: TKE/ TKP =
rata - rata konsumsi pangan aktual keluarga x 100% rata rata AKE / AKP kelu arg a
Tabel 9 Pengategorian tingkat kecukupan energi dan protein No. 1.
Variabel Tingkat kecukupan energi dan
Kategori Defisit: < 70%
protein keluarga (Latief, Atmarita,
Cukup: 70%
Minarto, Basuni, & Tilden 2000 dalam WNPG VII 2000).
Pengolahan
keragaman
konsumsi
pangan
menggunakan
rumus
perhitungan SSR (Starchy Staple Food Ratio). SSR adalah rasio energi pangan berpati (padi-padian dan umbi-umbian) terhadap total konsumsi energinya (FAO 2007). Nilai SSR ini dapat digunakan sebagai gambaran kualitas keragaman konsumsi pangan, semakin kecil nilai SSR, maka porsi makanan berpati semakin kecil sehingga menu makanan semakin beragam dan berkualitas. (FAO 2003 dalam
Tanziha
2005).
SSR
dapat
digunakan
sebagai
metode
untuk
mengelompokkan keluarga dengan konsumsi pangan beragam dan konsumsi pangan tidak beragam. Rumus perhitungan SSR sebagai berikut (FAO 2003 dalam Tanziha 2005): SSR =
konsumsi energi pada padi padian dan umbi umbian x100% konsumsi energi pangan total
Tabel 10 Pengategorian keragaman konsumsi pangan No. 1.
Variabel Keragaman konsumsi pangan (Skor PPH dalam Madanijah 2004)
kategori Beragam: <55% Tidak beragam: > 55%
Dengan nilai persen AKG standar berdasarkan PPH yaitu 50 persen untuk padipadian dan 5 persen untuk umbi-umbian.
Definisi Operasional Nelayan adalah orang yang melakukan kegiatan penangkapan ikan, baik yang bekerja sendiri ataupun yang bekerja sebagai buruh. Contoh adalah keluarga yang kepala keluarganya memiliki mata pencaharian utama sebagai nelayan. Konsumsi pangan adalah frekuensi, jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi keluarga nelayan yang diukur dengan metode semi FFQ selama satu tahun yang dikonversikan ke dalam bentuk energi, protein, kalsium, fosfor, besi, vitamin A, dan C.. Keragaman konsumsi pangan keluarga adalah banyaknya jenis dan jumlah kelompok
pangan
yang
dikonsumsi
keluarga
yang
dihitung
menggunakan SSR. Pengetahuan gizi adalah pengetahuan ibu tentang hal-hal yang berhubungan dengan gizi dan pangan secara umum. Pengeluaran adalah pengeluaran perkapita perbulan untuk keperluan pangan dan non pangan. Pendidikan adalah lama pendidikan terakhir yang dicapai dan tidak termasuk lama tahun saat tidak naik kelas atau tinggal kelas. Besar keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah yang terdiri dari ayah, ibu, anak, dan anggota keluarga lainnya. Tingkat Kecukupan gizi adalah proporsi konsumsi energi dan protein aktual keluarga dengan angka kecukupan energi dan protein yang dianjurkan berdasarkan usia dan jenis kelamin.
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Wilayah Kabupaten Cirebon merupakan bagian dari wilayah Provinsi Jawa Barat yang terletak dibagian timur dan merupakan batas sekaligus sebagai pintu gerbang Provinsi Jawa Tengah. Berdasarkan letak geografisnya, wilayah Kabupaten Cirebon berada pada posisi 108 o40’ – 108o48’ Bujur Timur dan 6o30’ – 7o00’ Lintang Selatan, yang dibatasi oleh (BPS 2005): sebelah Utara berbatasan dengan wilayah Kabupaten Indramayu, sebalah Barat Laut berbatasan dengan wilayah Kabupaten Majalengka, sebelah Selatan berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kuningan, dan sebelah Timur berbatasan dengan wilayah Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Brebes. Kabupaten Cirebon adalah salah satu tempat dengan mayoritas kepala keluarganya mempunyai pekerjaan utama sebagai nelayan. Desa Grogol merupakan salah satu desa di Kabupaten Cirebon yang tipologi desanya adalah desa pantai atau pesisir. Desa Grogol mempunyai luas wilayah 173 Ha dengan sebagian besar penduduknya termasuk ke dalam kelompok keluarga miskin (Keluarga Pra-Sejahtera dan Keluarga Sejahtera 1) (Pemerintah Kabupaten Cirebon 2005). Berdasarkan data Pemerintah Kabupaten Cirebon (2005), penduduk Desa Grogol berjumlah 4435 orang. Kategori kemiskinan di Desa Grogol berdasarkan kriteria kemiskinan BKKBN terdapat sebanyak 413 Keluarga Pra-Sejahtera, 349 Keluarga Sejahtera I, 209 Keluarga Sejahtera II, 156 Keluarga Sejahtera III, dan 92 Keluarga Sejahtera III+. Sebanyak 1798 orang (68.89% dari 2610 orang yang bekerja) mempunyai mata pencaharian sebagai nelayan. Jenis budidaya ikan air laut yang terdapat di Desa Grogol berupa empang atau kolam seluas 33 Ha dengan produktifitas dua ton per tahun. Sedangkan jenis budidaya ikan tawar atau payau adalah tambak sebesar 12.5 Ha yang rata-rata produksinya satu ton per tahun (Pemerintah Kabupaten Cirebon 2005). Berdasarkan data Pemerintah Kabupaten Cirebon (2005), tingkat pendidikan penduduk Desa Grogol masih tergolong rendah, sebagian besar pendidikannya adalah tamat SD atau Sederajat, yaitu sebanyak 1645 orang. Terdapat 30 orang yang tamat S1 dan hanya dua orang yang tamat S2.
Karakteristik Keluarga Besar keluarga Jumlah anggota keluarga berkisar antara 2 sampai 12 anggota keluarga. Berdasarkan Tabel 11 dapat diketahui bahwa proporsi terbesar (38.46%) contoh termasuk dalam keluarga sedang, selebihnya 36.92 persen termasuk dalam keluarga kecil dan hanya 24.62 persen contoh termasuk dalam keluarga besar.
Tabel 11 Sebaran keluarga berdasarkan besar keluarga Besar Keluarga*)
n
%
Kecil: 4
24
36.92
Sedang: 5-6
25
38.46
Besar: 7
16
24.62
Total
65
100.00
Minimum-maksimum
2 – 12 orang
Mean SD
5.49 2.12
*) BKKBN 1998 dalam Rahmaulina 2007
Usia Usia kepala keluarga contoh berkisar antara 25-70 tahun, sedangkan usia ibu berkisar antara 20-66 tahun. Tabel 12 menunjukkan lebih dari separuh (64.62%) kepala keluarga contoh termasuk dalam kelompok usia dewasa awal, sedangkan 69.23 persen usia ibu juga termasuk dalam kelompok dewasa awal. Hal tersebut menunjukkan bahwa usia baik kepala keluarga maupun ibu lebih dari separuh tergolong dalam usia produktif , yaitu dewasa awal (18-40 tahun).
Tabel 12 Sebaran keluarga berdasarkan kategori usia kepala keluarga dan ibu Usia*) Dewasa awal: 18 – 40 Dewasa madya: 41 - 65 Dewasa akhir: > 65 Total Minimum-maksimum Mean SD *) Papalia & Olds 1981
Kepala keluarga n % 42 64.62 20 30.77 3 4.61 65 100.00 25-70 tahun 40.23 11.50
Ibu n % 45 69.23 19 29.23 1 1.54 65 100.00 20-66 tahun 36.23 9.87
Pendidikan Lama pendidikan kepala keluarga berkisar antara 0 – 15 tahun sedangkan ibu berkisar antara 0 – 12 tahun. Lebih separuh (72.31%) kepala keluarga dan (69.23%) ibu berada pada tingkat pendidikan dasar. Tabel 13 dapat diterjemahkan bahwa tingkat pendidikan baik kepala keluarga maupun ibu tergolong rendah.
Tabel 13 Sebaran keluarga berdasarkan tingkat pendidikan kepala keluarga dan ibu Pendidikan*)
Kepala keluarga
Ibu
n
%
n
%
Dasar: < 6
47
72.31
45
69.23
Menengah: 6-9
17
26.15
18
27.69
Atas: 10
1
1.54
2
3.08
Total
65
100.00
65
100.00
Minimum-maksimum Mean SD
0-15 tahun
0-12 tahun
2.86 3.18
3.06 3.32
*) BPS 2007
Pengeluaran Pengeluaran per kapita per bulan contoh berkisar antara Rp 61 970.24 sampai Rp 410 075.00. Lebih dari separuh (60.00%) keluarga berada pada tingkat pengeluaran di atas garis kemiskinan dan 40.00 persen berada di bawah garis kemiskinan (Tabel 14).
Tabel 14 Sebaran keluarga berdasarkan pengeluaran/kapita/bulan Pengeluaran*)
n
%
Di bawah GK: < Rp 168 272.00
26
40.00
Di atas GK: > Rp 168 272.00
39
60.00
Total
65
100.00
Minimum-maksimum Mean SD *) BPS 2007
Rp 61 970.24 - 410 075.00 199 603.97 89 818.65
Tingkat pendapatan keluarga menentukan jumlah dan kualitas makanan yang diperoleh. Pada tingkat pendapatan rendah, sumber energi utama diperoleh dari padi-padian, umbi-umbian, dan sayuran. Kenaikan pendapatan menyebabkan kenaikan variasi konsumsi makanan baik yang berasal dari hewani, gula, lemak, minyak, dan makanan kaleng (Suhardjo 1989).
Pengetahuan Gizi Ibu Pengetahuan gizi ibu berkisaran antara 0 sampai 100%. Sebagian besar ibu memiliki tingkat pengetahuan gizi kurang (81.54%), dan hanya 4.61 persen ibu memiliki tingkat pengetahuan gizi tinggi (Tabel 15). Hal tersebut dapat diterjemahkan bahwa sebagian besar ibu memiliki tingkat pengetahuan gizi kurang.
Tabel 15 Sebaran keluarga berdasarkan pengetahuan gizi ibu Pengetahuan Gizi Ibu *)
n
%
Kurang: < 60%
53
81.54
Sedang: 60-80%
9
13.85
Baik: > 80%
3
4.61
Total
65
100.00
Minimum-maksimum Mean SD
0 - 100% 26.31 28.03
*) Khomsan 2000
Pengetahuan memiliki hubungan yang erat dengan baik buruknya kualitas gizi dari pangan yang dikonsumsi. Dengan pengetahuan yang benar mengenai gizi, maka orang akan tahu dan berupaya untuk mengatur pola konsumsi pangannya sedemikian rupa sehingga seimbang, tidak kekurangan, dan tidak kelebihan. Pengetahuan gizi, sikap terhadap gizi, dan keterampilan gizi secara bersama-sama akan menentukan perilaku gizi (Pranadji 1988).
Konsumsi Pangan Rata-rata konsumsi energi per kapita per hari keluarga contoh (1573 Kkal) lebih kecil dibandingkan rata-rata Angka Kecukupan Energi (AKE) per kapita per hari yaitu sebesar 2037 Kkal. Sedangkan untuk rata-rata konsumsi protein per kapita per hari (44.2 gram) juga lebih rendah dibandingkan rata-rata Angka Kecukupan Protein (AKP) per kapita per hari adalah 51.8 gram. Rata-rata Fosfor dan Vitamin A telah mencukupi angka kecukupan gizinya. Vitamin A dan fosfor yang telah mencukupi karena banyak mengonsumsi sayuran dan buah-buahan yang kaya vitamin A, serta beras yang kaya fosfor.
Tabel 16 Rata-rata konsumsi zat gizi pangan per kapita per hari Zat gizi
Konsumsi
AKG
Energi (Kkal)
1573
2037
Protein (gram)
44.2
51.8
Kalsium (mg)
230.6
791
Fosfor (mg)
683.0
646.2
9.4
12.8
Vitamin A (RE)
1287
574
Vitamin C (mg)
74.4
77.1
Besi (mg)
Konsumsi pangan dan gizi yang cukup serta seimbang merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tingkat kesehatan dan intelegensia manusia, sebab tingkat kecukupan gizi seseorang sangat mempengaruhi keseimbangan perkembangan jasmani dan rohani yang bersangkutan. Pola konsumsi pangan dan gizi rumah tangga dipengaruhi oleh kondisi ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat (Bimas Ketahanan Pangan 2001).
Tingkat Kecukupan Energi dan Protein Tingkat kecukupan energi keluarga contoh berkisaran antara 37.93 sampai 148.12 persen AKE. Berdasarkan Tabel 17 lebih dari separuh (53.85%) keluarga berada pada tingkat kecukupan energi yang cukup, sedangkan 46.15 persen keluarga mengalami defisit tingkat kecukupan energi.
Tabel 17 Sebaran keluarga berdasarkan tingkat kecukupan energi TKE*)
n
%
Defisit: < 70%
30
46.15
Cukup: > 70%
35
53.85
Total
65
100.00
Minimum-maksimum
37.93 – 148.12%
Mean SD
77.22 26.67
*) Lateif et al,. 2000
Konsumsi energi penduduk dikatakan mencukupi bila memenuhi kebutuhan untuk metabolisme basal dan aktivitas fisik sehari-hari. Jumlah kebutuhan ini disebut kecukupan gizi, yaitu jumlah zat gizi yang sebaiknya dikonsumsi oleh setiap individu agar dapat hidup sehat (PSKPG 1994). Tingkat kecukupan protein berkisaran antara 33.99 sampai 176.91 persen AKP. Lebih dari separuh (55.38%) keluarga memiliki tingkat kecukupan protein yang cukup dan 44.62 persen mengalami defisit tingkat kecukupan protein (Tabel 18). Berdasarkan Tabel 17 dan 18 dapat dilihat bahwa baik tingkat kecukupan energi maupun tingkat kecukupan protein lebih dari separuh berada pada tingkat cukup. Hal ini dapat diterjemahkan bahwa lebih dari separuh rata-rata TKE dan TKP keluarga cukup baik.
Tabel 18 Sebaran keluarga berdasarkan tingkat kecukupan protein TKP*)
n
%
Defisit: < 70%
29
44.62
Cukup: > 70%
36
55.38
Total
65
100.00
Minimum-maksimum
33.99 – 176.91%
Mean SD *) Lateif et al,. 2000
85.48 36.21
Keragaman Konsumsi Pangan Keragaman konsumsi pangan keluarga berkisaran antara 41.67 sampai 91.52 persen dari nilai SSR. Tabel 19 menunjukkan hanya 21.54 persen keluarga yang mengonsumsi pangan beragam, sedangkan sebagian besar (78.46%) keluarga mengonsumsi pangan yang kurang beragam. Hal ini menunjukkan bahwa hanya sedikit keluarga mengonsumsi pangan yang beragam baik jumlah maupun jenis. Keluarga yang mengonsumsi pangan yang beragam maka energi dan protein yang diperoleh tidak hanya didominasi dari padi-padian dan umbiumbian, namun juga berasal dari jenis pangan lainnya.
Tabel 19 Sebaran keluarga berdasarkan keragaman konsumsi pangan Keragaman*) Beragam: < 55% Tidak Beragam: > 55% Total Minimum-maksimum
n
%
14
21.54
51
78.46
65 100.00 41.67– 91.52%
Mean SD
65.70 12.24
*) Skor PPH dalam Madanijah (2004)
Keragaman konsumsi pangan memberikan mutu yang lebih baik daripada pangan yang dikonsumsi secara tunggal. Hal ini terjadi karena adanya efek saling mengisi yang berarti kekurangan zat gizi suatu pangan dapat dipenuhi oleh kelebihan zat gizi yang bersangkutan dari pangan yang lainnya (Suhardjo & Kusharto 1992). Starchy Staple Food Ratio (SSR) adalah ratio energi pangan berpati (padipadian dan umbi-umbian) terhadap total konsumsi energinya (FAO 2007). SSR merupakan sumbangan karbohidrat pangan terhadap total konsumsi energi. Nilai SSR ini dapat digunakan sebagai gambaran kualitas keragaman konsumsi pangan, semakin kecil nilai SSR, maka porsi makanan berpati semakin kecil sehingga menu makanan semakin beragam dan berkualitas. (FAO 2003 dalam Tanziha 2005).
Frekuensi Konsumsi menurut Jenis Pangan Jenis pangan dalam penelitian ini terdiri dari 9 kelompok yaitu padipadian, umbi-umbian, pangan hewani, minyak dan lemak, buah/biji berminyak kacang-kacangan, gula, sayur dan buah, serta lain-lain. Jenis padi-padian yang dikonsumsi
oleh
contoh
adalah
beras
dan
seluruh
keluarga
contoh
mengonsumsinya setiap hari (100%). Pangan hewani terdiri dari daging (ayam, sapi, itik), telur, ikan segar, ikan asin, rajungan, cumi-cumi, dan susu. Keluarga contoh mengonsumsi sebanyak 1-3 kali/minggu untuk ikan segar (30.77%) dan ikan asin (16.92%). Contoh merupakan keluarga nelayan rajungan sehingga untuk konsumsi ikan segar dan ikan asin frekuensinya rendah. Keluarga contoh yang konsumsi rajungan sangat sedikit (4.62% untuk frekuensi 1-3 kali/minggu, 1.54 persen untuk frekuensi 1-3 kali/bulan, dan 6.15 persen untuk frekuensi < 1 kali/bulan). Hal tersebut dikarenakan sebagian besar contoh merupakan nelayan kecil atau nelayan buruh sehingga hasil tangkapannya sebagian besar dijual kembali atau disetorkan kepada majikan. Nelayan kecil menangkap ikan hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Namun, hal tersebut tidak berarti bahwa mereka tidak menjual hasil tangkapannya. Hasil tangkapan yang dijual biasanya dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari (khususnya pangan), dan bukan diinvestasikan kembali untuk melipatgandakan keuntungan (Satria 2001). Hampir seluruh contoh (92.31%) tidak pernah mengonsumsinya daging sapi, sedangkan untuk daging ayam masih sedikit bervariasi yaitu sebanyak 16.92 persen untu frekuensi 1-3 kali/minggu, 16.92 persen untuk frekuensi 1-3 kali/bulan, dan 24.62 persen untuk frekuensi < 1 kali/bulan. Proporsi terbesar keluarga (49.23%) mengonsumsi telur sebanyak 1-3 kali/minggu. Tahu dan tempe merupakan sumber protein nabati utama yang dikonsumsi oleh keluarga contoh. Presentase terbesar contoh mengonsumsi tahu dan tempe sebanyak 1-3 kali/minggu yaitu masing-masing 53.85 persen dan 56.92 persen. Kebiasaan mengonsumsi tahu dan tempe ini merupakan kebiasaan yang baik dan sudah lama membudaya di masyarakat Indonesia sehingga perlu untuk ditingkatkan.
Konsumsi gula pada keluarga contoh lebih dari separuh (53.85%) mengonsumsi gula batu yaitu sebanyak 1-7 kali/hari. Keluarga contoh lebih menyukai gula batu karena rasanya yang manis dan harganya yang lebih murah dibandingkan gula pasir dan gula merah. Frekuensi konsumsi sayuran dan buah-buahan pada contoh sangat bervariasi. Sayuran yang biasa dikonsumsi contoh adalah kangkung, tomat, terung, mentimun, kacang panjang, dan sawi. Sedangkan untuk buah-buahan contoh sering mengonsumsi jeruk dan mangga, untuk jenis buah lainnya dikonsumsi tergantung musimnya. Sebaran jenis dan frekuensi konsumsi pangan dapat dilihat pada Lampiran 8.
Hubungan Karakteristik Keluarga dengan Keragaman Konsumsi Pangan Besar keluarga Jumlah anggota keluarga pada keluarga dengan konsumsi pangan beragam berkisar antara 2 - 8 orang, sedangkan pada keluarga dengan konsumsi pangan tidak beragam berkisar antara 3 - 12 orang. Proporsi terbesar (50.00%) keluarga dengan konsumsi pangan beragam termasuk dalam keluarga sedang dan hanya 7.14 persen keluarga termasuk dalam keluarga besar. Keluarga dengan konsumsi pangan tidak beragam memiliki proporsi terbesar (35.29%) termasuk dalam keluarga kecil dan sedang.
Tabel 20 Sebaran keluarga berdasarkan besar keluarga pada keluarga dengan konsumsi pangan beragam dan tidak beragam Beragam Tidak Beragam Besar Keluarga n % n % Kecil Sedang Besar Total
6
42.86
18
35.29
7
50.00
18
35.29
1
7.14
15
29.41
Minimum-maksimum
14 100.00 2-8 orang
51 100.00 3-12 orang
Mean SD
4.57 1.45
5.75 2.22
Berdasarkan uji Corelation Spearman antara besar keluarga dengan keragaman konsumsi pangan tidak berhubungan (p >0.05) dengan koefisien r = 0.150 yang menunjukkan bahwa hubungan besar keluarga dan keragaman konsumsi pangan dapat diabaikan. Hal ini tidak sejalan dengan pendapat Lee dan Brown (1989) dalam Hardinsyah (2007) bahwa ukuran rumahtangga mempunyai hubungan yang berkebalikan dengan keragaman konsumsi pangan. Penambahan satu orang anggota rumahtangga pada rumahtangga yang terdiri atas dua orang akan berdampak lebih besar terhadap keragaman konsumsi pangan dibandingkan penambahan jumlah anggota yang sama pada rumahtangga yang terdiri atas empat orang. Perbedaan tersebut disebabkan karena besar keluarga dalam penelitian ini tidak mempertimbangkan komposisi keluarga (umur dan jenis kelamin). Karena variasi pada komposisi keluarga juga turut mencerminkan variasi dalam preferensi pangan dan unit konsumennya di keluarga (Hardinsyah 2007). Laju pertumbuhan penduduk yang semakin cepat menjadi salah satu terjadinya masalah gizi di negara yang sedang berkembang karena pertumbuhan tersebut tidak diimbangi dengan laju kenaikan produksi pangan khususnya bidang pertanian. Hubungan antara laju kelahiran yang tinggi dan kurang gizi sangat nyata pada masing-masing keluarga. Sumber pangan keluarga, terutama bagi mereka yang memiliki tingkat ekonomi rendah, akan lebih mudah apabila yang harus diberi makan jumlahnya sedikit (Suhardjo 1989).
Usia Usia kepala keluarga dan ibu pada keluarga dengan konsumsi pangan beragam berkisar antara 25 - 60 tahun dan 20 - 52 tahun, sedangkan pada keluarga dengan konsumsi tidak beragam berkisar antara 25 - 70 tahun dan 23 - 66 tahun. Lebih dari separuh usia kepala keluarga baik keluarga dengan konsumsi pangan beragam (71.43%) maupun tidak beragam (62.75%) berada pada kelompok usia dewasa awal. Sebagian besar (85.71%) usia ibu pada keluarga dengan konsumsi pangan beragam berada pada kelompok usia dewasa. Begitu juga usia ibu dengan
konsumsi pangan tidak beragam lebih dari separuh (64.71%) berada pada kelompok usia dewasa awal (Tabel 21).
Tabel 21
Sebaran keluarga berdasarkan usia kepala keluarga dan ibu pada keluarga dengan konsumsi pangan beragam dan tidak beragam Beragam Tidak Beragam Kepala
Usia
Kepala
Ibu
keluarga
Ibu
keluarga
n
%
n
%
n
%
n
%
Dewasa awal
10
71.43
12
85.71
32
62.75
33
64.71
Dewasa madya
4
28.57
2
14.29
16
31.37
17
33.33
Dewasa akhir
0
0.00
0
0.00
3
5.88
1
1.96
Total
14
100.00
14
100.00
51
100.00
100.00 51
Min - maks
25-60 tahun
20-52 tahun
25-70 tahun
23-66 tahun
Mean SD
36.79 10.15
32.86 7.62
41.18 11.8
37.16 10.3
Hasil uji Spearman menunjukkan bahwa belum ada hubungan antara usia baik kepala keluarga maupun ibu dengan keragaman konsumsi pangan (p > 0.05) dengan koefisien r = - 0.088 dan r = - 0.189 yang berarti hubungan tidak terlihat. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Schorr (1972) dan Caliendo (1977) yang menyatakan bahwa usia juga belum berhubungan dengan keragaman konsumsi pangan, itu dikarenakan sampel tidak mencakup seluruh rentang usia (tahapan siklus hidup) maka hubungan antara usia dan keragaman konsumsi pangan tidak dapat dianalisis dengan lebih teliti (Hardinsyah 2007). Setiap individu mengonsumsi pangan dalam jumlah dan jenis yang berbeda satu sama lain. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah usia. Konsumsi pangan biasanya terkait dengan jumlah energi yang dibutuhkan oleh individu untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya (Suhardjo 1989).
Pendidikan Lama pendidikan kepala keluarga dan ibu pada keluarga dengan konsumsi pangan beragam berkisar antara 0-6 tahun dan 0-12 tahun, sedangkan pada
keluarga dengan konsumsi pangan tidak beragam baik kepala keluarga dan ibu adalah 0-15 tahun dan 0-12 tahun. Separuh (50.00%) tingkat pendidikan kepala keluarga dan ibu dari keluarga dengan konsumsi pangan beragam hanya menempuh pendidikan tingkat dasar. Sebagian besar (78.43%) tingkat pendidikan kepala keluarga dari konsumsi pangan tidak beragam juga memiliki pendidikan tingkat dasar. Begitu juga tingkat pendidikan ibu pada keluarga dengan konsumsi tidak beragam (74.51%) hanya berpendidikan tingkat dasar (Tabel 22).
Tabel 22 Sebaran keluarga berdasarkan tingkat pendidikan pada keluarga dengan konsumsi pangan beragam dan tidak beragam Beragam Tidak Beragam Pendidikan
Kepala
Kepala
Ibu
keluarga
Ibu
keluarga
n
%
n
%
n
%
n
%
Dasar
7
50.00
7
50.00
40
78.43
38
74.51
Menengah
7
50.00
6
42.86
10
19.61
12
23.53
Atas
0
0.00
1
7.14
1
1.96
1
1.96
Total
14
100.00
14
100.00
51
100.00
51
100.00
Min - maks
0-6 tahun
0-12 tahun
0-15 tahun
0-12 tahun
Mean SD
3.71 2.70
4.21 3.73
2.63 3.29
2.75 3.17
Hasil uji Corelation Spearman menyatakan bahwa terdapat ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan kepala keluarga dengan keragaman konsumsi pangan dengan koefisien r = 0.251 (kepala keluarga p = 0.043). Hal ini dapat diartikan semakin tinggi tingkat pendidikan kepala keluarga maka semakin tinggi keragaman konsumsi pangannya. Beberapa penelitian di negara berkembang, termasuk Indonesia, tingkat pendidikan ibu dipandang sebagai determinan penting dari asupan gizi atau pengelolaan gizi di tingkat rumah tangga. Ibu dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan mampu mengelola sumberdaya yang dimiliki di rumah tangganya secara lebih efisien dibandingkan ibu yang berpendidikan rendah (World Bank 1993 dalam Hardinsyah 2007). Dengan kata lain, para ibu dengan pendidikan lebih baik dapat memilih dan mengombinasikan beragam jenis pangan
dengan harga yang tidak mahal (Hardinsyah 2007). Berbeda dalam penelitian ini tingkat pendidikan kepala keluarga yang berhubungan dengan keragaman konsumsi pangan, hal tersebut diduga karena preferensi kepala keluarga yang diutamakan oleh ibu untuk menyajikan pangan yang dikonsumsi. Sehingga pengaruh kepala keluarga dalam memilih pangan lebih dominan dari pada ibu. Tingkat pendidikan seseorang dapat dilihat berdasarkan lamanya atau jenis pendidikan yang dialami baik formal maupun nonformal. Menurut Suhardjo (1996) tingkat pendidikan seseorang umumnya dapat mempengaruhi sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan menurut Syarief (1988) diacu dalam Hardinsyah (2007) menyatakan bahwa tingkat pendidikan formal umumnya mencerminkan kemampuan seseorang untuk memahami berbagai aspek pengetahuan, termasuk pengetahuan gizi.
Pengeluaran Lebih dari separuh (57.81%) rata-rata pengeluaran per kapita per bulan pada keluarga dengan konsumsi pangan beragam digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangannya. Sebesar 50.34 persen rata-rata pengeluaran per kapita per bulan pada keluarga dengan konsumsi pangan tidak beragam digunakan untuk pengeluaran non pangan. Hal ini dapat diartikan bahwa keluarga dengan konsumsi pangan beragam cenderung lebih mementingkan kebutuhan untuk pangan daripada non pangannya. Keluarga yang berpendapatan rendah membelanjakan pendapatan yang mereka miliki sebesar 60-80 persen untuk kebutuhan pangan (Soekirman 1999). Menurut BPS (2002) dalam Martianto dan Ariani (2004) menyatakan bahwa pengeluaran pangan di negara maju umumnya < 50 persen dari total pengeluaran. Hal ini berarti alokasi pendapatan untuk pendidikan, kesehatan, perumahan, dan juga rekreasi memperoleh proporsi lebih besar dibandingkan untuk pemenuhan kebutuhan pangan. Proporsi pengeluaran untuk pangan dan non pangan juga digunakan sebagai indikator untuk menentukan tingkat ketahanan pangan. Semakin tinggi proporsi pengeluaran pangan berarti tingkat ketahanan pangan semakin besar (Martianto & Ariani 2004).
Tabel 23 Rata-rata dan standar deviasi pengeluaran (Rp/kap/bln) pada keluarga dengan konsumsi pangan beragam dan tidak beragam Jenis Beragam Tidak Beragam pengeluaran Pangan
Non Pangan
Total
Mean SD 132 881.37 47 108.51 96 976.15 57 802.23 229 857.52 84 310.56
Mean SD
% 57.81
42.19
100.00
95 002.52 41 101.23 96 296.56 70 573.02 191 299.08 93 162.57
% 49.66
50.34
100.00
Berdasarkan Tabel 23 rata-rata pengeluaran pangan per kapita per bulan pada keluarga dengan konsumsi pangan beragam cenderung lebih tinggi dibandingkan nasional. Rata-rata pengeluaran pangan per kapita per bulan untuk nasional yaitu Rp 108 112.00 (BPS 2006). Rata-rata pengeluaran non pangan per kapita per bulan baik pada keluarga dengan konsumsi pangan beragam dan tidak beragam cenderung lebih tinggi dibandingkan nasional yaitu Rp 63 324.00 (BPS 2006). Rata-rata pengeluaran per kapita per bulan baik pada keluarga dengan konsumsi pangan beragam dan tidak beragam juga cenderung lebih tinggi dibandingkan nasional (Rp 171 435.00). Apabila dibandingkan dengan data Jawa Barat (BPS 2006) untuk rata-rata pengeluaran pangan per kapita per bulan (Rp 124 701.00) cenderung lebih tinggi daripada pengeluaran pangan per kapita per bulan baik pada keluarga dengan konsumsi pangan tidak beragam. Sedangkan pengeluaran non pangan Jawa Barat cenderung lebih kecil (Rp 82 721.00) dibandingkan baik keluarga dengan konsumsi pangan beragam maupun tidak beragam. Rata-rata pengeluaran per kapita per bulan Jawa Barat (BPS 2006) yaitu Rp 207 422.00. Rata-rata pengeluaran per kapita per bulan Jawa Barat cenderung lebih rendah dibandingkan keluarga dengan konsumsi pangan beragam, tetapi lebih tinggi daripada keluarga dengan konsumsi pangan tidak beragam.
Pengeluaran per kapita per bulan Kisaran pengeluaran per kapita per bulan pada keluarga dengan konsumsi pangan beragam yaitu Rp 96 036.46 - 397 175.00, sedangkan untuk keluarga dengan konsumsi pangan tidak beragam adalah Rp 61 970.24 – 410 075.00. Sebagian besar (85.71%) keluarga dengan konsumsi pangan beragam memiliki pengeluaran per kapita per bulan di atas garis kemiskinan dan sebesar 14.29 persen berada di bawah garis kemiskinan (Tabel 24). Keluarga dengan konsumsi pangan tidak beragam lebih dari separuh (52.94%) pengeluaran per kapita per bulan diatas garis kemiskinan.
Tabel 24 Sebaran keluarga berdasarkan pengeluaran per kapita per bulan pada keluarga dengan konsumsi pangan beragam dan tidak beragam Beragam Tidak Beragam Pengeluaran n % n % Di bawah GK Di atas GK Total
2
14.29
24
47.06
12
85.71
27
52.94
Minimum-maksimun
14 100.00 96 036.46 - 397 175.00
51 100.00 61 970.24 – 410 075.00
Mean SD
229 857.52 71 262.44
191 299 08 93 162.57
Pengeluaran per kapita per bulan berdasarkan garis kemiskinan terdapat hubungan yang signifikan dengan keragaman konsumsi pangan menurut uji Spearman (p = 0.019) dengan koefisien r = 0.290 yang berarti semakin tinggi pengeluaran per kapita per bulan maka semakin tinggi keragaman konsumsi pangannya. Hal ini sesuai dengan Berg (1986) yang menyatakan bahwa tingkat pendapatan juga menentukan pola konsumsi pangan atau jenis pangan yang akan dibeli. Orang miskin biasanya akan membelanjakan sebagian pendapatan tambahannya untuk pangan, sedangkan pada orang kaya porsi pendapatan untuk pembelian pangan lebih rendah. Porsi pendapatan yang dibeli untuk jenis pangan padi-padian akan menurun tetapi untuk pangan yang berasal dari susu akan bertambah jika pendapatan keluarga meningkat. Semakin tinggi pendapatan, semakin besar pula persentase pertambahan pembelanjaannya termasuk untuk buah-buahan, sayur, dan jenis pangan lainnya.
Pengeluaran dibagi menjadi dua yaitu pengeluaran pangan dan pengeluaran non pangan. Menurut BPS (2002) bahwa di negara-negara yang sedang berkembang persentase pengeluaran terbesar pada rumahtangga adalah pengeluaran pangan. Hal ini berbeda dengan negara maju yang memiliki persentase pengeluaran rumahtangga terbesar untuk pengeluaran barang dan jasa seperti perawatan kesehatan, pendidikan, rekreasi, dan lainnya.
Pengeluaran pangan Pengeluaran pangan per kapita per bulan pada keluarga dengan konsumsi pangan beragam berkisar antara Rp 62 630.21- 209 414.58, sedangkan pada keluarga dengan konsumsi pangan tidak beragam Rp 42 285.71 - Rp 242 458.33. Lebih dari separuh keluarga dengan konsumsi pangan beragam (71.43%) dan tidak beragam (50.98%) berada pada pengeluaran pangan tingkat sedang.
Tabel 25 Sebaran keluarga berdasarkan pengeluaran pangan per kapita per bulan pada keluarga dengan konsumsi pangan beragam dan tidak beragam Pengeluaran Beragam Tidak Beragam pangan*) Rendah Sedang Tinggi Total
n
%
n
%
2
14.29
23
45.10
10
71.43
26
50.98
2
14.29
2
3.92
Minimum-maksimum
14 100.00 62 630.21- 209 414.58
51 100.00 42 285.71-242 458.33
Mean SD
132 881.37 47 108.51
95 002.52 41 101.23
*) BPS 2000 dalam Rahmawati 2000
Hasil uji Spearman antara pengeluaran pangan per kapita per bulan dengan keragaman konsumsi pangan keluarga pada penelitian ini berhubungan positif (p = 0.021) dengan koefisien r = 0.286 yang berarti hubungan dapat terlihat. Hal ini dapat diterjemahkan behwa semakin tinggi pengeluaran pangan per kapita per bulan maka semakin tinggi pula keragaman konsumsi pangannya. Hal ini sejalan dengan penelitian Lee dan Brown (1989) dalam Hardinsyah (2007) yang menyatakan bahwa semakin tinggi biaya pangan suatu rumahtangga
maka akan semakin beragam konsumsi pangan rumahtangga tersebut. Hal tersebut dapat dilihat dari pengeluaran pangan menurut jenis pangan yang dikonsumsi oleh keluarga dengan konsumsi pangan beragam dan tidak beragam (Tabel 26). Pengeluaran pangan untuk jenis pangan padi-padian dan umbi-umbian pada keluarga dengan konsumsi pangan beragam cenderung lebih kecil (Rp 141 225.00 dan Rp 9 979.76) dibandingkan keluarga dengan konsumsi pangan tidak beragam (Rp 224 926.47 dan Rp 16 819.61) (Tabel 26). Hal ini dapat diterjemahkan bahwa keluarga dengan konsumsi pangan tidak beragam lebih banyak membelanjakan uangnya untuk membeli padi-padian sehingga energi yang diperoleh juga berasal dari padi-padian yang menyebabkan kurang beragamnya konsumsi pangannya.
Tabel 26
Rata-rata pengeluaran pangan keluarga (Rp/bulan) menurut jenis pangan Beragam Tidak beragam P Jenis Pangan valaue % Mean % Mean
Padi-padian
24.22
141 225.00
44.35
224 926.47
0.000 **
Umbi-umbian
1.71
9 979.76
3.32
16 819.61
0.371
Pangan hewani
19.39
113 087.50
15.22
77 200.16
0.224
Minyak
6.77
39 478.57
6.07
30 772.06
0.228
Biji/buah berminyak
3.67
21 401.79
0.83
4 199.18
0.028 **
Kacang-kacangan
8.97
52 320.83
6.55
33 212.42
0.063
Gula
4.02
23 425.60
6.15
31 188.89
0.294
Sayur dan buah
23.92
139 467.26
10.81
54 827.29
0.000 **
Lain
7.33
42 761.90
6.71
34 051.06
0.643
Total
100.00
100.00
* signifikan (p<0.05), ** signifikan (p<0.01)
Berdasarkan Tabel 26 pengeluaran pangan untuk jenis pangan pangan hewani, minyak, biji/buah berminyak, kacang-kacangan, gula, sayuran dan buah, serta lain-lainnya pada keluarga dengan konsumsi pangan beragam lebih besar dibandingkan keluarga dengan konsumsi pangan tidak beragam. Hasil uji beda t pengeluaran pangan pada jenis pangan padi-padian (p = 0.000), biji (p = 0.028)
serta sayuraan dan buah (p = 0.000) pada keluarga dengan konsumsi pangan beragam berbeda nyata dengan keluarga dengan konsumsi pangan tidak beragam.
Hubungan Pengetahuan Gizi Ibu dengan Keragaman Konsumsi Pangan Kisaran jawaban yang benar dari pertanyaan tentang pengetahuan gizi ibu adalah 0 – 10. Ibu dari keluarga dengan konsumsi pangan beragam mampu menjawab 0 sampai 10 pertanyaan dengan benar. Ibu dari keluarga dengan konsumsi pangan tidak beragam mampu menjawab 0 sampai 8 pertanyaan dengan benar. Hal ini menunjukkan bahwa antara ibu dari keluarga dengan konsumsi pangan beragam dan tidak beragam hanya selisih sedikit kemampuannya dalam menjawab pertanyaan dengan benar.
Tabel 27 Sebaran jawaban contoh berdasarkan pertanyaan pengetahuan gizi yang dijawab benar dan salah Pertanyaan 1. Empat sehat lima sempurna 2. Makanan berguna bagi tubuh sebagai 3. Contoh makanan sumber karbohidrat (tenaga) 4. Contoh makanan sumber protein adalah 5. Sayur dan buah-buahan merupakan sumber 6. Buah yang paling banyak mengndung vitamin C 7. Sayuran yang paling banyak mengandung vitamin A 8. Sebagai sumber protein, daging dapat diganti dengan 9. Agar anak tidak mengalami kurang gizi, maka sebaiknya diberi makan 10. Akibat utama kekurangan makan sumber protein pada anak adalah
Beragam Benar Salah n % n % 4 28.57 10 71.43
Tidak beragam Benar Salah n % n % 9 17.65 42 80.77
6
42.86
8
57.14
12
23.53
39
75.00
2
14.29
12
85.71
5
9.80
46
88.46
5
35.71
9
64.29
6
11.76
45
86.54
5
35.71
9
64.29
15
29.41
36
69.23
7
50.00
7
50.00
20
39.22
31
59.62
7
50.00
7
50.00
20
39.22
31
59.62
5
35.71
9
64.29
16
31.37
35
67.31
4
28.57
10
71.43
12
23.53
39
75.00
4
28.57
10
71.43
7
13.73
44
84.62
Mayoritas ibu baik pada keluarga dengan konsumsi pangan beragam maupun tidak beragam memiliki pengetahuan gizi yang kurang. Tabel 27
menunjukkan bahwa hampir seluruh pertanyaan tidak dapat dijawab dengan benar oleh ibu baik pada keluarga dengan konsumsi pangan beragam maupun tidak beragam. Hal tersebut terlihat dengan tingginya nilai persentase jawaban yang salah. Hanya tiga pertanyaan yang memiliki nilai lebih dari empat puluh persen dapat dijawab dengan benar oleh ibu dari keluarga dengan konsumsi pangan beragam. Pertanyaan tersebut adalah Makanan berguna bagi tubuh sebagai, Buah yang paling banyak mengndung vitamin C, dan Sayuran yang paling banyak mengandung vitamin A. Kisaran tingkat pengetahuan gizi ibu pada keluarga dengan konsumsi pangan beragam 0 – 100 persen, sedangkan pada keluarga dengan konsumsi pangan tidak beragam 0 – 80 persen. Lebih dari separuh (71.43%) ibu pada keluarga dengan konsumsi pangan beragam memiliki pengetahuan gizi kurang, sedangkan sebagian besar (84.31%) juga memiliki pengetahuan gizi kurang (Tabel 28). Hanya 14.29 persen ibu pada keluarga dengan konsumsi pangan beragam memiliki pengetahuan gizi baik.
Tabel 28 Sebaran keluarga berdasarkan pengetahuan gizi ibu pada keluarga dengan konsumsi pangan beragam dan tidak beragam Beragam Tidak Beragam Pengetahuan Gizi n % n % Kurang
10
71.43
43
84.31
2
14.29
7
13.73
2
14.29
1
1.96
14 100.00 0 – 100%
51
Minimum-maksimum Mean SD
35.00 33.68
23.92 26.16
Sedang Baik Total
100.00 0 – 80%
Hasil uji Spearman menyatakan bahwa tidak ada hubungan antarra pengetahuan gizi dengan keragaman konsumsi pangan (p > 0.05) dengan koefisien r = 0.154 yang berarti hubungan tidak terlihat. Hubungan antara pengetahuan gizi dan keragaman konsumsi pangan mungkin tidak terlihat jika pengetahuan gizi yang diperoleh tidak relevan atau sejalan dengan konsep keragaman konsumsi pangan (Hardinsyah 2007).
Tingkat pengetahuan gizi yang baik tidak selalu terwujud dalam perilaku makan yang baik karena adanya faktor daya beli pangan yang rendah dan keterbatasan waktu untuk mengolah makan atau mempersiapkan makanan. Masyarakat miskin bisa jadi tidak dapat mengonsumsi aneka ragam pangan yang baik meskipun mereka berada dekat pasar yang menjual aneka ragam pangan dan memiliki pengetahuan gizi baik (Lang 1992 dalam Hardinsyah 2007).
Hubungan TKE dan TKP dengan Keragaman Konsumsi Pangan Tingkat kecukupan energi Kisaran tingkat kecukupan energi pada keluarga dengan konsumsi pangan beragam 48.27– 128.88 persen, sedangkan pada keluarga dengan konsumsi pangan tidak beragam 37.93 – 148.12 persen. Lebih dari separuh (57.14%) keluarga dengan konsumsi pangan beragam memiliki TKE cukup dan 42.86 persen mengalami defisit tingkat kecukupan energi, sedangkan untuk keluarga dengan konsumsi pangan tidak beragam lebih dari separuh (52.94%) memiliki TKE cukup.
Tabel 29 Sebaran keluarga berdasarkan tingkat kecukupan energi pada keluarga dengan konsumsi pangan beragam dan tidak beragam Beragam Tidak Beragam TKE n % n % Defisit
6
42.86
24
47.06
Cukup
8
57.14
27
52.94
Total
14
100.00
51
100.00
Minimum-maksimum Mean SD
48.27– 128.88%
37.93 – 148.12%
82.95 27.94
75.65 26.38
Hasil uji Spearman menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat kecukupan energi dengan keragaman konsumsi pangan (p > 0.05) dengan koefisien r = 0.051 yang menyatakan bahwa hubungan antara TKE dan keragaman tidak terlihat. Hal ini disebabkan karena energi tertinggi yang diperoleh masih berasal oleh jenis pangan padi-padian.
Meskipun konsumsi pangan mereka beragam namun tidak menjamin energi yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup dapat dipenuhi dengan baik. Ini terlihat dengan adanya keluarga yang konsumsi pangannya beragam namun TKE masih desifit (39.02 %). Hal tersebut dikarenakan konsumsi pangan yang beragam hanya pada jenisnya tetapi tidak diimbangi dalam jumlah pangannya. Keadaan ini menggambarkan bahwa konsumsi energi tidak hanya ditentukan oleh faktor pengetahuan pangan dan gizi serta pendidikan tetapi juga pengaruh faktor daya beli (Martianto & Ariani 2004). Manusia memerlukan energi untuk mempertahankan hidup, menunjang pertumbuhan dan melakukan aktivitas fisiknya yang dibutuhkan secara sosial dan ekonomi. Energi diperoleh dari karbohidrat, lemak, dan protein yang terdapat pada bahan makanan. Kandungan karbohidrat, lemak, dan protein suatu bahan makanan menentukan nilai energinya (Almatsier 2002).
Tingkat kecukupan protein Tingkat kecukupan protein pada keluarga dengan konsumsi pangan beragam berkisar antara 48.18– 176.91 persen, sedangkan pada keluarga dengan konsumsi pangan tidak beragam berkisar antara 33.99 – 152.40 persen. Lebih dari separuh (64.29%) keluarga dengan konsumsi pangan beragam memiliki tingkat kecukupan protein pada tingkat cukup dan 35.71 persen berada pada tingkat defisit, sedangkan 52.94 persen keluarga dengan konsumsi pangan tidak beragam memiliki tingkat kecukupan protein defisit (Tabel 30).
Tabel 30
Sebaran keluarga berdasarkan tingkat kecukupan protein keluarga beragam dan tidak beragam Beragam Tidak Beragam TKP n % n %
Defisit
5
35.71
24
47.06
Cukup
9
64.29
27
52.94
Total Minimum-maksimum
14 100.00 48.18– 176.91%
51 100.00 33.99 – 152.40%
Mean SD
100.42 43.51
81.38 33.26
Hasil uji Spearman menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan (p > 0.05) antara tingkat kecukupan protein dengan keragaman konsumsi pangan dengan koefisien r = 0.126. Hal ini diduga karena sumbangan protein masih didominasi oleh pangan nabati. Rata-rata konsumsi pangan per kapita per hari menurut jenis pangan pada keluarga dengan konsumsi pangan beragam dan tidak beragam disajikan dalam Tabel 31. Data Jawa Barat menurut BPS (2006) menyatakan bahwa rata-rata konsumsi energi per kapita sehari untuk padi-padian dan umbi-umbian yaitu 1192 Kkal dan 56 Kkal. Rata-rata konsumsi jenis pangan untuk padi-padian baik keluarga dengan konsumsi pangan beragam dan tidak beragam berada di bawah rata-rata konsumsi energi Jawa Barat, sedangkan rata-rata konsumsi umbi-umbian pada keluarga dengan konsumsi pangan tidak beragam berada di atas rata-rata konsumsi energi Jawa Barat. Konsumsi rata-rata energi per kapita sehari Jawa Barat untuk pangan hewani 106 Kkal, untuk sayur dan buah 67 Kkal, dan untuk kacang-kacangan 65 Kkal (Tabel 31). Dibandingkan dengan Jawa Barat rata-rata konsumsi pada keluarga dengan konsumsi pangan beragam cenderung lebih tinggi baik untuk umbi-umbian, pangan hewani, kacang-kacangan, sayur dan buah.
Tabel 31 Sebaran keluarga berdasarkan rata-rata konsumsi energi dan protein per kapita perhari menurut jenis pangan. Energi (Kkal) Protein (gram) Tidak Jenis pangan
Tidak
Beragam beragam Beragam beragam
Padi-padian
839
1027
16.22
19.86
Umbi-umbian
38
92
0.37
1.43
Pangan hewani
129
143
14.74
18.25
Minyak dan lemak
270
166
0.31
0.11
Buah/biji berminyak
55
12
1.64
0.34
Kacang-kacangan
108
49
12.26
5.60
Gula
110
87
0.02
0.01
Sayur dan buah
166
40
6.61
0.01
Lain-lain
839
1027
16.22
19.86
Rata-rata konsumsi protein per kapita per hari Jawa Barat untuk padipadian, umbi-umbian, pangan hewani, kacang-kacangan, dan sayur serta buah berturut-turut sebagai berikut 27.93 gram, 0.47 gram, 10.74 gram, 5.87 gram, 2.3 gram. Rata-rata konsumsi protein keluarga dengan konsumsi pangan beragam cenderung lebih tinggi dibandingkan konsumsi protein Jawa Barat, kecuali untuk konsumsi dari padi-padian. Tabel 32 menunjukkan rata-rata protein pada keluarga dengan konsumsi pangan beragam cenderung lebih tinggi (51.48 gram) dibandingkan tidak beragam (42.24 gram) karena protein yang diperoleh keluarga dengan konsumsi pangan beragam berasal dari pangan hewani maupun pangan nabati. Rata-rata vitamin (A dan C) dan mineral (kalsium, fosfor, dan besi) pada keluarga dengan konsumsi pangan beragam juga cenderung lebih tinggi daripada tidak beragam. Berdasarkan uji beda t terdapat perbedaan yang signifikan (p< 0.05) antara rata-rata konsumsi zat gizi pada keluarga dengan konsumsi beragam dan tidak beragam yaitu pada kalsium (p=0.006), besi (p=0.008), dan vitamin C (p=0.013). Rata-rata konsumsi zat gizi energi, protein, fosfor, dan vitamin A tidak ada perbedaan antara keluarga dengan konsumsi pangan beragam dan tidak beragam (Tabel 32).
Tabel 32 Sebaran keluarga berdasarkan rata-rata dan standar deviasi konsumsi zat gizi pangan per kapita perhari pada keluarga dengan konsumsi pangan beragam dan tidak beragam Beragam Tidak Beragam Zat Gizi P value Mean SD Mean SD Energi (Kkal)
1685
593
1542
513.14
0.403
Protein (gram)
51.48
21.734
42.24
12.17
0.092
Kalsium (mg)
419.09
275.44
178.83
69.66
0.006**
Fosfor (mg)
743.38
275.21
666.96
197.56
0.287
Besi (mg)
14.94
8.53
7.86
2.67
Vitamin A (RE)
1899
1766.51
1118.91
881.33
0.133
Vitamin C (mg)
180.50
175.66
45.29
30.94
0.013*
* signifikan (p<0.05), ** signifikan (p<0.01)
0.008**
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keragaman Konsumsi Pangan Keragaman konsumsi pangan dalam penelitian ini diduga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan ibu, pengetahuan gizi ibu, besar keluarga, umur ibu, dan pengeluaran
pangan.
Menurut
Hardinsyah
(2007)
faktor-faktor
yang
mempengaruhi keragaman konsumsi pangan yaitu pendapatan, harga, paparan media, umur ibu, pendidikan ibu, pendidikan ayah, besar rumahtangga, daerah desa, dan daerah kota. Hasil uji Regresi Logistik menunjukkan bahwa pengeluaran pangan berpengaruh positif terhadap keragaman konsumsi pangan pada < 0.05, sedangkan faktor yang lain tidak ada pengaruh. Keragaman konsumsi pangan dibagi menjadi dua kategori yaitu beragam dan tidak beragam. Pada analisis Regresi Logistik kategori keragaman konsumsi pangan diberi kode yaitu untuk beragam = 1 dan tidak beragam = 0. Faktor yang mempengaruhi keragaman konsumsi pangan disajikan dalam Tabel 33.
Tabel 33 Faktor –faktor yang mempengaruhi keragaman konsumsi pangan Variabel Pendidikan KK
Kategori Tinggi
P value
Exp B
0.013
6.090 *)
0.021
7.806 *)
(Rendah=0) Pengeluaran/kap/bln
Tinggi (Rendah=0)
*)Signifikan (p<0.05)
Tabel 33
menunjukkan bahwa pendidikan kepala
keluarga dan
pengeluaran per kapita per bulan keluarga memberikan pengaruh terhadap keragaman konsumsi pangan. Pendidikan kepala keluarga tingkat atas pada contoh mempunyai peluang 6.090 kali secara signifikan lebih tinggi keragaman konsumsi pangannya dibandingkan dengan pendidikan kepala keluarga tingkat dasar dan menengah. Hal ini sesuai penelitian Hardinsyah (2007) yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan orang tua menentukan keragaman konsumsi pangan rumah tangga. Tingkat pendidikan kepala keluarga berpengaruh pada keragaman konsumsi pangan diduga karena kepala keluarga memiliki
dominasi dalam pemilihan terhadap jenis makanan yang harus dihidangkan di keluarga. Pengeluaran per kapita per bulan di atas garis kemiskinan pada contoh mempunyai peluang 7.806 kali secara signifikan lebih tinggi keragaman konsumsi pangannya dibandingkan dengan contoh yang memiliki pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Berarti semakin tinggi pengeluaran maka semakin tinggi pula keragaman konsumsi pangannya. Ravallion (1992) dalam Hardinsyah (2007) menyatakan bahwa pendapatan rumah tangga berhubungan dengan asupan total kalori dari kelompok pangan utama. Semakin tinggi pendapatan rumah tangga maka semakin tinggi asupan kalori dari kelompok pangan hewani dan sayur serta buah-buahan. Hal tersebut mengimplikasikan bahwa semakin tinggi pendapatan maka semakin tinggi kemungkinan untuk mengonsumsi beragam jenis pangan. Umumnya pola konsumsi pangan kelompok menengah ke bawah lebih sederhana. Mereka lebih mengutamakan mengonsumsi sumber kalori yang murah sedangkan pada kelompok menengah atas pola konsumsi pangannya lebih beragam dengan lebih banyak mengandung protein dan vitamin (Bouis 1990 diacu dalam Hardinsyah 2007).
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Besar keluarga contoh termasuk dalam keluarga kecil (36.92%), sedang (38.46%), dan besar (24.62%). Usia baik kepala keluarga dan ibu lebih dari separuh termasuk dalam kelompok dewasa awal (64.62% dan 69.23%). Kepala keluarga dan ibu lebih dari separuh berpendidikan dasar (72.31% dan 69.23%). Pengeluaran per kapita per bulan pada contoh berada di atas garis kemiskinan sebesar 60.00%. Sebagian besar pengetahuan gizi ibu termasuk dalam kategori kurang (81.54%). Rata-rata konsumsi energi, protein, kalsium, besi, dan vitamin C belum memenuhi angka kecukupan gizi. Rata-rata konsumsi phospor dan vitamin A telah mencukupi angka kecukupan gizinya. Lebih dari separuh tingkat kecukupan energi dan protein pada contoh cukup (55.38% dan 55.38%). Sebesar 21.54% keluarga mengonsumsi pangan yang beragam. Keragaman konsumsi pangan berhubungan dengan pendidikan kepala keluarga (p = 0.043), pengeluaran per kapita per bulan (p = 0.019), dan pengeluaran pangan per kapita per bulan (p = 0.021) . Pada variabel yang lain belum berhubungan. Determinan yang mempengaruhi keragaman konsumsi pangan pada penelitian ini adalah variabel pendidikan kepala keluarga dan pengeluaran per kapita per bulan. Berarti semakin tinggi pendidikan kepala keluarga dan pengeluaran per kapita per bulan pada contoh maka semakin tinggi keragaman konsumsi pangannya.
Saran Perlu meningkatkan pendapatan yang diiringi dengan peningkatan pendidikan yaitu dengan cara mengalakkan pendidikan wajib belajar sembilan tahun. Peningkatan pengetahuan gizi ibu dapat dilakukan di posyandu, PKK dan organisasi masyarakat lainnya. Perlu diadakan penelitian tentang keragaman konsumsi pangan di daerah perkotaan dan masyarakat yang lebih heterogen.
DAFTAR PUSTAKA Almatsier S. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. . 2005. Penuntun Diet. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Baliwati YF, Roosita K. 2004. Sistem Pangan dan Gizi. Dalam Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penebar Swadaya. _________, Pranadji D.K, Retnaingsih. 1992. Ketersediaan Pangan Hewani Keluarga Nelayan di Kabupaten Cirebon dalam Laporan Akhir Penelitian. Bogor: IPB Press. [BPS] Badan Pusat Statistika. 2007. Data dan Informasi Kemiskinan 2005-2006 Buku 2 . Jakarta: BPS. _________. 2007. Jawa Barat dalam Angka - Jawa Barat in Figure 2007. Jakarta: BPS. _________. 2006. Konsumsi Kalori dan Protein Penduduk Indonesia dan Provinsi Tahun 2005. Jakarta: BPS _________. 2006. Pengeluaran untuk Konsumsi Penduduk Indonesia dan Provinsi Tahun 2005. Jakarta: BPS _________. 2005. Statistika Indonesia 2004. Jakarta: BPS _________. 2002. Indikator Kesejahteraan Rakyat. Jakarta: BPS. Berg A. 1986. Peranan Gizi dalam Pembangunan Nasional. Jakarta: Rajawali. Dewan Bimas Ketahanan Pangan. 2001. Kebijakan Pemantapan Ketahanan Pangan nasional. Jakarta: Sekretaris Dewan Bimas Ketahanan Pangan. Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Raja Grafindo Persada. FAO.2007. Guidelines for Measuring Household and Individual Dietary Diversity. www.fao.org [13 November 2007]. Gibson RS. 1993. Nutrional Assesment a Laboratory Manual. New York: Oxford University Press. Hardinsyah. 2007. Review Faktor Determinan Keragaman Konsumsi Pangan. Dalam jurnal Gizi dan Pangan volume 2, no 2, Juli 2007. Jakarta: PERSAGI PANGAN Indonesia.
__________, Baliwati YF, Martianto D, Rachman HS, Widodo A, Subiyakto. 2001. Pengembangan Konsumsi Pangan dan Pendekatan Pola Pangan Harapan. PSKPG-IPB dan BBKP. Bogor: Deptan. __________, Martianto D. 1992. Gizi Terapan. Bogor: IPB Press Harper LJ, Deaton BJ, Driskel. 1985. Pangan, Gizi dan Pertanian. Suhardjo, penerjemah. Jakarta: UI Press. Terjemahan dari: Food, Nutrition and Agriculture. Khomsan A. 2000. Teknik Pengukuran Gizi. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian. Bogor: IPB Press. Khumaidi M. 1989. Gizi Masyarakat. Depdikbud, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, PAU. Bogor: IPB Press. Kusharto CM, Sa’diyyah NY. 2006. Penilaian Konsumsi Pangan. Fakultas Ekologi Manusia. Bogor: IPB Press. Latief D, Atmarita, Minarto, Basuni A, Tilden R. 2000. Konsumsi Pangan Tingkat Rumahtangga Sebelum dan Selama Krisis Ekonomi. Makalah disampaikan dalam WNPG VII. Jakarta: LIPI. Madanijah S. 2004. Pola Konsumsi Pangan. Dalam Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penebar Swadaya. Martianto D, Ariani M. 2004. Analisis Perubahan Konsumsi dan Pola Konsumsi Pangan Masyarakat dalam Dekade Terakhir. Makalah disampaikan dalam WNPG VIII. Jakarta : LIPI Muhilal, Husaini, Jalal F, Tarwotjo. 1993. Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan. Makalah disampaikan dalam WNPG V. Jakarta: LIPI. Papalia DE dan Olds SW. 1981. Human Development. USA: Mc Graw-Hill, Inc. Pemerintah Kabupaten Cirebon. 2005. Potensi Daerah. Cirebon: Pemerintah Kabupaten Cirebon. Pranadji DK. 1988. Pendidikan Gizi. Diktat. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Faperta, IPB. Pusat Studi Kebijakan Pangan dan Gizi IPB-Pusat Pengembangan Konsumsi Pangan Badan Bimas Ketahanan pangan. 2002. Analisis Kebutuhan Pangan. Jakarta: Deptan. Pusat Studi Kebijakan Pangan dan Gizi dan Kantor Menteri Urusan Pangan. 1994. Peta Keanekaragaman Pangan Nasional. Bogor: IPB Press.
Rahmaulina. 2007. Hubungan Pengetahun Gizi Ibu tentang Gizi dan Tumbuh Kembang Anak serta Stimulasi Psikososial dengan Perkembangan Kognitif Anak Usia 2-5 Tahun [skripsi]. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Faperta, IPB. Rahmawati T. 2000. Keragaman Konsumsi Pangan, Aktivitas Fisik dan Status Gizi pada Wanita Menopause [skripsi]. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Faperta, IPB. Riyadi H. 2004. Penilaian Status Gizi. Dalam Pengantar Pangan dan Gizi. Bogor: Penebar Swadaya. Bogor. ________. 1996. Pola Konsumsi Pangan .Di dalam: Gizi dan Kesehatan dalam Pembangunan Pertanian. Bogor: IPB Press. Satria A. 2001. Dinamika Modernisasi Perikanan, Formasi Sosial dan Mobilitas Nelayan. Bandung: Humaniora Utama Press. Soekirman. 1999. Ilmu Gizi dan Aplikasinya. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional. Suhardjo. 1996. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Bogor: Bumi Aksara. ________ , Kusharto CM. 1992. Prinsip-prinsip Ilmu Gizi. Yogjakarta: Kanisius. ________, Hardinsyah dan Riyadi H. 1988. Survei Konsumsi Pangan. Bogor: IPB Press. ________. 1989. Sosio Budaya Gizi. Jakarta:PAU. Swindale, Bilinsky. 2006. Household Dietary Diversity Score (HDDS) for Measurement of Household Food Access: Indicator Guide . www.fantaproject.org [12 November 2007]. Tanziha I. 2005. Analisis Peubah Konsumsi Pangan dan Sosial Ekonomi Rumah Tangga untuk Menentukan Determinan dan Indikator Kelaparan [disertasi]. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Faperta, IPB. Umar H. 1999. Metodologi Penelitian. Jakarta: Gramedia.
Lampiran 1 Analisis Deskriptif Descriptive Statistics N SSR art umur kk umur ibu lamsek kk lamsek ibu pegi ibu TKE tkp pengtot/kap/bln Valid N (listwise)
65 65 65 65 65 65 65 65 65 65 65
Minimum 41,67 2 25 20 0 0 0 37,93 33,99 61970,24
Maximum 91,52 12 70 66 15 12 100 148,12 176,91 410075,00
Mean 65,6992 5,49 40,23 36,23 2,86 3,06 26,31 77,2188 85,4810 199604,0
Std. Deviation 12,24236 2,122 11,506 9,871 3,181 3,321 28,038 26,66922 36,20946 89818,65065
Lampiran 2 Analisis Deskriptif pada keluarga dengan konsumsi pangan beragam Descriptive Statistics N art umur kk umur ibu lamsek kk lamsek ibu pegi ibu TKE tkp pengtot/bln pengtot/kap/bln pengpang/bln pengpang/kap/bln pengnonpang/bln pengnonpang/kap/bln Valid N (listwise)
Minimum Maximum 14 2 8 14 25 60 14 20 52 14 0 6 14 0 12 14 0 100 14 48,27 128,88 14 48,18 176,91 14 496175,00 1985875 14 96036,46 397175,00 14 161116,67 963641,67 14 62630,21 209414,58 14 159108,33 1224417 14 33406,25 244883,33 14
Mean Std. Deviation 4,57 1,453 36,79 10,154 32,86 7,624 3,71 2,701 4,21 3,725 35,00 33,684 82,9500 27,94397 100,4220 43,50459 1007928 367982,03418 229857,5 71262,43459 583148,2 200524,89751 132881,4 47108,50862 424779,5 279129,49729 96976,15 57802,23149
Lampiran 3 Analisis Deskriptif pada keluarga dengan konsumsi pangan tidak beragam Descriptive Statistics N art umur kk umur ibu lamsek kk lamsek ibu pegi ibu TKE tkp pengtot/bln pengtot/kap/bln pengpang/bln pengpang/kap/bln pengnonpang/bln pengnonpang/kap/bln Valid N (listwise)
Minimum Maximum 51 3 12 51 25 70 51 23 66 51 0 15 51 0 12 51 0 80 51 37,93 148,12 51 33,99 152,40 51 331395,83 2435333 51 61970,24 410075,00 51 257604,17 1058054 51 42285,71 242458,33 51 59450,00 1750133 51 14029,17 297091,67 51
Mean Std. Deviation 5,75 2,217 41,18 11,766 37,16 10,273 2,63 3,286 2,75 3,168 23,92 26,159 75,6454 26,37523 81,3795 33,26388 1016250 488552,50041 191299,1 93162,56729 507197,1 208322,70847 95002,52 41101,22815 509053,1 385779,90896 96296,56 70573,02259
Lampiran 4 Hasil Uji Regresi Logistik
LamsekkkDumB PengtotDumA Constant
B
S.E.
Wald
df
Sig.
Exp(B)
1,807 2,055 -3,361
,730 ,888 ,900
6,124 5,358 13,928
1 1 1
,013 ,021 ,000
6,090 7,806 ,035