74
ANALISIS DAYA SAING EKSPOR KOMODITAS KAKAO INDONESIA ANDRI VENO UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
ABSTRAK Komoditas kakao merupakan salah satu penyumbang devisa negara. Tanaman kakao sangat cocok dengan iklim di Indonesia. Hal ini didukung dengan luas area, tenaga kerja dan ahli kakao, sehingga mempunyai potensi yang cukup besar. Dari segi kualitas, kakao Indonesia tidak kalah dengan negara penghasil kakao lainnya. Indonesia saat ini menduduki peringkat ketiga sebagai pemasok produk kakao terbesar dunia setelah Pantai Gading dan Ghana. Akan tetapi, produktivitasnya dan mutunya masih sangat rendah, sehingga pemerintah berkewajiban mendorong peningkatan nilai tambah komoditas kakao. Dengan demikian, diharapkan daya saing komoditas kakao Indonesia akan terus meningkat. Tahun 2008 sampai dengan 2013 daya saing kakao Indonesai masih cukup bagus, terbukti dengan rata Indonesia memiliki daya saing kakao yang cukup tinggi, ini terlihat dari rata-rata Indeks RCA kakao untuk 2008-2013 sebesar 9,990 yang berarti lebih besar dari pada satu, berarti kakao Indonesia memiliki pangsa pasar yang lebih besar dari pangsa pasar rata-rata dunia. Indeks AR untuk melihat perbandingan laju pertumbuhan ekspor dan impornya. Dalam kurun waktu 5 tahun, AR untuk Indonesia sebesar 32,458 dengan rata 5,40 sehingga Indonesia memiliki kemampuan merebut pangsa pasar lebih besar lagi dalam perdangangan international. Ratarata ISP untuk kakao dari tahun 2008-2013 sebesar 0,772. Hal ini berarti Indonesia memiliki daya saing yang kuat dan cenderung menjadi negara pengekspor, serta menunjukkan bahwa supply domestic kakao lebih besar dari pada demand domestic kakao Indonesia. Kata Kunci: Kakao, Revealed Comparative Advantage (RCA), Acceleration Ratio (AR), Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP). PENDAHULUAN Latar Belakang Kakao merupakan salah satu komoditi ekspor yang cukup potensial Indonesia sebagai penyedia devisa negara. Hal ini didukung oleh luas area tanam di Indonesia yang masih tersedia, tenaga kerja dan tenaga ahli kakao yang cukup memadai, sehingga tidak berlebihan bila potensi ini masih dapat ditingkatkan. Perkebunan kakao di Indonesia mengalami perkembangan pesat dalam kurun waktu 20 tahun terakhir dan pada tahun 2002 area perkebunan kakao Indonesia tercatat 914.051 ha. Dari segi kualitas, kakao Indonesia tidak kalah dengan kakao dunia, dimana bila dilakukan fermentasi dengan baik dapat mencapai cita rasa yang lebih baik. Kakao Indonesia mempunyai kelebihan tidak mudah meleleh, sehingga cocok bila dipakai blending. Sejalan dengan keunggulan tersebut, peluang kakao Indonesia cukup terbuka baik ekspor maupun kebutuhan dalam negeri, sehingga potensi untuk industri kakao sebagai salah satu pendorong pertumbuhan dan distribusi pendapatan. Dari data yang di keluarkan Internasional Cocoa Organization (ICCO) Indonesia saat ini tercatat sebagai produsen kakao terbesar ketiga didunia, setelah Pantai Gading dan Ghana dengan luas areal 1.563.423 hektar dan produksi 795.581. Produksi kakao Indonesia, terbesar berasal dari Sulawesi.Sungguhpun, Indonesia dikenal sebagai negara produsen kakao terbesar didunia, tapi produktivitasnya dan mutunya masih sangat rendah. Rata–rata produktivitasnya hanya 660 kg/ha, sedangkan Pantai Gading produktivitasnya sudah mencapai 1,5 ton/ha.
75
Tahun 2008 saja luas areal kakao Indonesia sudah mencapai 1,4 juta hektar. Dilihat dari luasnya areal perkebunan kakao menurut wilayah pada tahun 2008, Sulawesi adalah yang terluas mencapai 896,6 hektar, disusul Sumatera seluas 268,1 hektar selanjutnya Jawa dan Kalimantan masing-masing seluas 90,7 hektar dan 52,9 hektar. Selama tahun 2008, Indonesia mengekspor biji kakao sebanyak 380.512 ton senilai US$ 54,6 juta, secara total, volume ekspor kakao mencapai 500.561 ton senilai US$ 1,2 miliar. Sementara, tahun 2009 ekspor kakao Indonesia turun menjadi 248.000 ton hingga 406.000 ton. Melihat permasalahan tersebut, mulai tahun 2009 sampai dengan 2011 pemerintah melaksanakan Gerakan Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao Nasional di 9 Propinsi dan di 40 Kabupaten bertujuan untuk mempercepat peningkatan produktivitas dan mutu kakao nasional dengan memberdayakan/melibatkan secara optimal seluruh potensi pemangku kepentingan (stakeholder) perkakaoan nasional. Ditjen Perkebunan dalam tajuk Media Perkebunan 2009, mengharapkan dukungan dan kesungguhan Pemerintah Daerah di lokasi Gerakan Nasional (Gernas) Kakao. Harapannya melalui Gernas Kako dapat meningkatkan produktivitas kakao di lokasi dari rata–rata 650 kg/ha/tahun pada 2009 menjadi 1.500 kg/ha/tahun. Dari data Kementerian Pertanian, ekspor kakao Indonesia ke berbagai belahan dunia pada bulan Desember 2013 sebagai berikut: volume hasil kakao di bulan Desember 2013 volumenya mencapai 38,232,443.00 kg dengan nilai US$ 114,050,073.00, dimana pengimpor kakao dari Indonesia terbesar diatas 1 juta kg, diantaranya: Malaysia, Jerman, Amerika, China, India, Thailand, Spanyol, dan Korea. Hal itu berarti kakao produksi Indonesia mempunyai pangsa pasar yang cukup luas dan diminati oleh banyak negara di dunia (Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian Pertanian, 2015). Sedangkan, data yang diperoleh dari BPS menunjukkan produksi perkebunan kakao dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2013 mengalami penurunan. Jika produksi kakao tahun 2008 sebesar 62.91 juta ton, maka di tahun 2013 sebesar 54,5 juta ton, mengalami penurunan hampir sebesar 10 juta ton. Peringkat pengekspor kakao di dunia, Indonesia sangat berpotensi sebagai pengekspor terbesar di dunia. Data yang diperoleh dari Organisasi Kakao Dunia (ICCO) menunjukkan bahwa Indonesia sebagai pengekspor terbesar di Asia dan menempati urutan ke-3 seluruh dunia. Meskipun di tahun 2013 mengalami penurunan ekspor. Dengan luas area dan tenaga ahli yang dimiliki Indonesia di bidang pertanian dan perkebunan, diharapkan kakao Indonesia bisa menjadi pengekspor terbesar di dunia. Dalam pengembangan dan peningkatan daya saing produk kakao di Indonesia yang dicanangkan pemerintah, maka diharapkan Indonesia dapat meningkatkan daya saing dengan meningkatkan produk olahan kakao. Berdasarkan hal tersebut, maka penulis meneliti “Analisis Daya Saing Ekspor Komoditas Kakao Indonesia”. Rumusan Masalah Berdasarkan gambaran tersebut, beberapa permasalah yang dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana daya saing ekspor komditas kakao Indonesia? 2. Apakah ekspor komoditas kakao dapat merebut pasar di luar negeri?
Tujuan Penelitian
76
1. Untuk mengetahui daya saing ekspor komoditas kakao Indonesia 2. Untuk mengetahui ekspor komoditas kakao dalam merebut pasar di luar negeri. TINJAUAN PUSTAKA Daya Saing Ekspor Daya saing (competitiveness) merupakan kemampuan perusahaan, industri, daerah, negara, atau antardaerah untuk menghasilkan faktor pendapatan dan faktor pekerjaan yang relatif tinggi dan berkesinambungan untuk menghadapi persaingan internasional. Menurut Suprihatin (2010), daya saing adalah kemampuan produsen untuk memproduksi suatu komoditi dengan mutu yang cukup baik dan biaya produksi yang cukup rendah, sehingga pada harga-harga yang terjadi pada pasar internasional dapat diproduksi dan dipasarkan oleh produsen dengan memperoleh laba yang mencukupi dan dapat mempertahankan kelanjutan kegiatan produksinya. Dalam persaingan internasional khususnya didalam daya saing produk ekspor, ada tiga aspek yang perlu diperhatikan, yaitu (Amir, 2003): 1. Harga, dalam menawarkan sesuatu produk harga haruslah sama atau lebih rendah dari harga yang ditawarkan pesaing, atau biaya produksinya lebih rendah dari biaya produksi di negara tujuan. Dalam hal ini, negara pengekspor memiliki keunggulan komparatif. 2. Mutu produk, mutu yang ditawarkan harus memenuhi atau sesuai dengan selera konsumen. 3. Waktu penyerahan, harus sesuai dengan situasi dan kondisi pasaran di negara tujuan. Keterlambatan pengapalan dan penyerahan barang dapat berakibat fatal karena memungkinkan produk tersebut tidak lagi dipasarkan yang akhirnya dapat mengurangi selera dan permintaan akan produk tersebut. Menurut Porter (1990), daya saing identik dengan produktivitas dimana tingkat output yang dihasilkan untuk setiap unit yang digunakan. Pendekatan yang sering digunakan untuk mengukur daya saing suatu komoditi yaitu keunggulan komparatif yang menunjukkan kompetitif. Salah satu indikator yang dapat menunjukkan nilai keunggulan komparatif disebut Revealed Comparative Advantage (RCA) (Tambunan, 2001). RCA didefinisikan sebagai rasio antara perbandingan ekspor suatu industry (atau komoditas) di suatu negara terhadap total ekspor negara tersebut dengan perbandingan nilai ekspor dunia industri tersebut terhadap total ekspor dunia. Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai analisis daya saing ekspor suatu komoditas dengan telah banyak dilakukan. Pada umumnya penelitian tersebut menggunakan analisis RCA (untuk mengukur daya saing) dan ISP. Disamping itu, ada pula penelitian yang menggabungkannya dengan metode analisis lain, seperti Input-Output pengganda ekspor. Secara lengkap penelitian terdahulu disajikan pada tabel berikut ini.
Tabel 1
77
No Peneliti 1 Martha Turukay (2010).
2
Widyastutik dan Ahmad Zaenal Ashiqin (2011).
Penelitian Terdahulu Alat Analisis - Analisis RCA (Revealed Comparative Advantage). - Analisis Acceleration Ratio (AR). - Analisis Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP).
Analisis RCA (Revealed Comparative Advantage).
-
-
-
3
Ragimun (2012).
- Analisis RCA (Revealed Comparative Advantage. - Analisis Specialization Index (ISP). - Analisis Indeks Konsentrasi Pasar (IKP).
-
Judul dan Hasil Penelitian Judul: Analisis daya saing kakao Indonesia di pasar dunia. Hasil: Indonesia memiliki keunggulan komparatif dan terspesialisasi pada produk tersebut. Selain itu, Indonesia memiliki kemampuan merebut pangsa pasar lebih besar lagi dalam perdagangan internasional. Judul: Analisis daya saing dan faktor-faktor yang mempengaruhi CPO Indonesia ke China, Malaysia, dan Singapura dalam skema ASEAN-China Free Trade Agreement Hasil: Variabel dependent (produksi domestik CPO), harga internasional CPO, harga domestik CPO, harga minyak kedelai, harga minyak fosil, nilai tukar, lag ekspor, dan dummy ACFTA) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap ekspor CPO ke China, Malaysia dan Singapura. Judul: Analisis daya saing komoditas kakao Indonesia Hasil: Daya saing kakao Indonesia masih cukup bagus dengan nilai rata-rata RCA diatas 4. Sedangkan, nilai ISP rata-rata mendekati 1, berarti Indonesia spesilisasi negara pengekspor.
78
No Peneliti 4 Rashid Anggit YAD, Ni Made Suyastiri YP dan Antik Suprihatin (2012).
5
Budi Ramanda Bustami Paidi Hidayat (2013).
Alat Analisis - Regresi Sederhana. - Analisis RCA (Revealed Comparative Advantage). - Analisis Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP).
- Analisis RCA (Revealed Comparative Advantage). - Analisis Revealed Trade Comparative Advantage (RCTA) and Trade. - Analisis Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP).
Judul dan Hasil Penelitian - Judul: Analisis daya saing Crude Palm Oil (CPO) Indonesia di pasar internasional. - Hasil: Adanya trend kenaikan volume ekspor Crude Palm Oil (CPO) 3 tahun kedepan antara tahun 2013-2015. Sedangkan, daya saing komparatif Crude Palm Oil (CPO) Indonesia di pasar internasional memiliki keunggulan yang kompetitif dengan ISP mendekati 1 yakni 0,95. Namun, memiliki keunggulan komparatif yang rendah di pasar international dengan indeks RCA sebesar 0,85. - Judul: Analisis daya saing produk ekspor Provinsi Sumatera Utara. - Hasil: Provinsi Sumatera Utara memiliki 10 produk unggulan dengan daya saing yang berbeda. Meskipun ada beberapa produk unggulan yang tidak kompetitif atau memiliki posisi kompetitif yang lemah, namun Provinsi Sumatera Utara tetap mengekspor produk unggulan tersebut.
Sumber: studi literatur. METODE PENELITIAN Beberapa hal yang berkaitan dengan metode penelitian, antara lain: ruang lingkup penelitian, jenis penelitian, definisi operasional variabel, jenis dan sumber data, metode pengolahan dan analisis data. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini akan mengidentifikasi dan menganalisis ekspor komoditas unggulan di Jawa Timur. Jenis penelitian yang dipakai adalah penelitian kuantitatif, yaitu penelitian yang menekankan pada pengujian teori–teori melalui pengukuran variabel–variabel dengan angka dan melakukan analisis data dengan prosedur statistik (Indriantoro & Supomo, 1999). Metode kuantitatif lebih cocok digunakan pada penelitian ini karena untuk mengidentifikasi dan menganalisis daya saing ekspor kakao di Indonesia dilakukan dengan cara mengukur variabel–variabel yang terkait berdasarkan data ekspor kakao di Indonesia. Hasil identifikasi
79
dan analisis tersebut kemudian akan diinterpretasikan dan dideskripsikan untuk arah kebijakan pengembangan ekspor kakao di Jawa Timur. Definisi Operasional Variabel Variabel penelitian meliputi faktor–faktor yang berperan dalam peristiwa atau gejala yang akan diteliti (Achmadi & Narbuko, 2002). Dalam penelitian ini, variabel–variabel yang menjadi obyek penelitian antara lain: a. Ekspor Kegiatan ekspor adalah sistem perdagangan dengan cara mengeluarkan barang-barang dari dalam negeri keluar negeri dengan memenuhi ketentuan yang berlaku. Ekspor merupakan total barang dan jasa yang dijual oleh sebuah negara ke negara lain, termasuk diantaranya: barang-barang, asuransi, dan jasa-jasa pada suatu tahun tertentu. Dalam penelitian ini ekpor yang diteliti adalah ekspor non-migas komoditas unggulan di Jawa Timur. b. Impor Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean. Perusahaan atau perorangan yang melakukan kegiatan impor tersebut disebut dengan importir. Impor yang diteliti dalam penelitian ini adalah impor komoditas unggulan di Jawa Timur. c. Neraca Perdagangan Neraca perdagangan atau neraca ekspor-impor adalah perbedaan antara nilai ekspor dan impor suatu negara pada periode tertentu, diukur menggunakan mata uang yang berlaku. Neraca perdagangan menggambarkan potret perdagangan atau kinerja perdagangan di suatu negara. Neraca positif artinya terjadi surplus perdagangan jika nilai ekspor lebih tinggi dari impor, dan sebaliknya untuk neraca negatif. Neraca pedagangan seringkali dibagi berdasarkan sektor barang dan sektor jasa. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menitikberatkan pada pengkajian daya saing produk kakao, dimana produk yang diteliti berdasarkan negara pengekspor kakao. Jenis penelitian ini adalah analisis deskriptif kuantitatif dengan mengunakan data sekunder (time series) mulai tahun 2008 sampai dengan 2013 negara-negara pengekspor kakao di dunia. Sumber yang diambil diantaranya: dokumentasi Badan Pusat Statistik (BPS), http://comtrade.un.org/pb/, ICCO Quarterly Bulletin of Cocoa Statistics Vol. XLI (1) Cocoa Year 2014/15, serta Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian Pertanian tahun 2015. Metode Pengolahan dan Analisis Data Metode analisis yang digunakan dalam mengetahui kekuatan daya saing produk ekspor kakao di Indonesia menggunakan analisis Revealed Comparative Advantage (RCA), Acceleration Ratio (AR) dan Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) dengan bantuan Microsoft Excel 2007. 1. Keunggulan Komparasi (Revealed Comparative Advantage) Daya saing suatu komoditas ekspor suatu negara atau industri dapat dianalisis dengan berbagai macam metode atau diukur dengan sejumlah indikator. Salah satu diantaranya adalah Revealed Comparative Advantage (RCA). Guna melihat lebih rinci komoditas kakao Indonesia yang bersaing dengan negara-negara lain di pasar dunia dapat diukur dari Revealed Comparative Advantage (RCA) masing-masing produk ekspor. Nilai RCA yang lebih besar dari 1 menunjukkan daya saing yang kuat. Semakin tinggi nilai RCA komoditi, maka semakin tangguh daya saing produk tersebut, sehingga disarankan untuk terus
80
dikembangkan dengan melakukan spesialisasi pada komoditi tersebut.Salah satu indikator yang dapat menunjukkan perubahan keunggulan komparatif adalah RCA index. Indeks ini menunjukkan perbandingan antara pangsa ekspor komoditas atau sekelompok komoditas suatu negara terhadap pangsa ekspor komoditas tersebut dari seluruh dunia. Dengan kata lain, indeks RCA menunjukkan keunggulan komparatif atau daya saing ekspor dari suatu negara dalam suatu komoditas terhadap dunia. Adapun cara menghitung RCA sebagai berikut (Tambunan, 2004). Xij / Xit RCA = Wj / Wt Dimana: Xij = Nilai export komiditas i dari negara j Xit = Total nilai eksport dari negara j Wj = Nilai export dunia komoditas i Wt = Total nilai eksport dunia Guna mengetahui apakah tiap produk kakao memiliki keunggulan komparatif atas ekspornya, dinilai berdasarkan RCA antara 0 dan lebih besar dari 0. Nilai 1 dianggap garis pemisah antara keunggulan dan ketidakunggulan komparatif. RCA ≥ 1 berarti daya saing dari negara bersangkutan untuk produk yang diukur diatas rata-rata (dunia), sedangkan bila RCA ≤ 1 berarti daya saingnya berada dibawah rata-rata (Tambunan, 2004). 2. Acceleration Ratio (AR) Acceleration Ratio (AR) menunjukkan apakah suatu negara dapat merebut pasar di luar negeri (dalam arti dapat mengalahkan negara-negara pesaingnya) atau posisinya semakin lemah di pasar ekspor atau pasar domestik. Acceleration Ratio yaitu rasio akselerasi atau rasio peningkatan kecepatan. Pemakaian indeks rasio akselerasi atau rasio peningkatan kecepatan AR adalah untuk menunjukan apakah suatu negara dapat merebut pasar ekspor (dalam arti dapat mengalahkan negara-negara pesaingnya), atau posisinya semakin lemah di pasar ekspor atau dipasar domestik. Secara matematis indeks AR dapat dihitung sebagai berikut ini (Tambunan, 2004).
Keterangan: Xij = nilai Ekspor komoditas i negara j Mij = nilai Impor komoditas i negara j Jika nilainya mendekati atau lebih besar dari 1 artinya Indonesia dapat merebut pasar ekspor untuk komoditas kakao; lebih kecil dari 1 atau mendekati 0 posisi Indonesia lemah; dan jika lebih kecil dari 0 atau mendekati -1 berarti ada negara lain yang merebut pangsa pasar ekspor kakao Indonesia. 3. Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) digunakan untuk mengetahui apakah untuk komoditas kakao Indonesia cenderung menjadi negara eksportir atau importer. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut (Tambunan, 2004). ISP = (Xij – Mij ) / (Xij – Mij )
81
Keterangan: Xij = nilai Ekspor komoditas i negara j Mij = nilai Impor komoditas i negara j Nilai ISP antara -1 dan +1. Jika nilainya positif (diatas 0 sampai dengan 1), maka komoditas kakao dikatakan mempuyai daya saing yang kuat atau Indonesia cenderung pengekspor kakao. Sebaliknya, jika nilai indeks negatif (dibawah 0 sehingga -1), berarti daya saing kakao Indonesia rendah atau Indonesia cenderung sebagai negara pengimpor. Posisi daya saing dapat dibagi dalam lima tahap sesuai dengan teori siklus produk sebagai berikut: Tahap pengenalan : -1 < ISP < -0,5 Tahap subtitusi impor : -0,5 < ISP < 0 Tahap perluasan ekspor : 0 < ISP < + 0,8 Tahap mengimpor kembali : 0,8 > ISP < 0 HASIL PENELITAN DAN PEMBAHASAN Analisis Revealed Comparative Advantage (RCA) Rata-rata indeks RCA kakao Indonesia secara keseluruhan dari tahun 2008-2013 sebesar 9,990 yang berarti lebih besar dari pada satu. Nilai indeks RCA lebih besar dari satu menunjukkan posisi pangsa pasar ekspor produk kakao Indonesia lebih besar dibandingkan dengan pangsa pasar rata-rata kakao dunia. Hal ini menandakan bahwa Indonesia mempunyai keunggulan komparatif. Namun demikian, secara kompetitif Indonesia di tahun 2008 memiliki nilai share dunia kakao sebesar 9,6 % menempati urutan ke-3 dunia, sedangkan Pantai Gading sebagai urutan ke-1 dunia pengekspor kakao yang memiliki nilai share dunia sebesar 20,3 %, namun di tahun 2013 mengalami penurunan nilai share dunia kakao sebesar 6,4 % menempati urutan ke-4 dunia, dimana Ghana yang sebelumnya nilai share-nya dibawah Indonesia di tahun 2013 mengungguli Indonesia. Sedangkan, Pantai Gading masih menempati urutan ke-1 dunia pengekspor kakao memiliki nilai share dunia sebesar 18,1 %. Dari kuantitas, Indonesia masih menjadi negara pengekspor terbesar didunia, akan tetapi jika di kawasan Asia Indonesia masih peringkat ke-1. Analisis Acceleration Ratio (AR) Indeks AR untuk periode tahun 2008-2013, untuk kakao sebesar 32,458 dan lebih dari satu, rata-rata sebesar 5,40. Hal ini berarti kakao Indonesia memiliki pangsa pasar ekspor yang kuat (AR = 32,458) dan Indonesia memiliki kemampuan merebut pasar ekspor kakao dunia, bila dibandingkan dengan negara eksportir lainya yang ada di dunia untuk produk yang sama. Analisis Acceleration Ratio (AR) juga digunakan untuk melihat laju pertumbuhan ekspor maupun impor suatu negara. Nilai AR kakao yang lebih besar dari satu dan positif mengambarkan perbedaan dalam laju pertumbuhan ekspor dan impor produk kakao Indonesia di pasar dunia, yaitu laju pertumbuhan ekspor kakao Indonesia lebih besar, jika dibandingkan dengan laju pertumbuhan impornya.
82
Gambar 1. Trend Indeks RCA Kakao Indonesia Tahun 2008-2013
Sumber: data diolah. Analisis Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) Sejak tahun 2008-2013 rata-rata ISP kakao sebesar 0,772 dan nilainya positif. Hal ini berarti produk kakao Indonesia cenderung sebagai negara pengekspor produk kakao. ISP kakao yang relatif menunjukkan penurunan selama 5 tahun terakhir. Hal ini disebabkan berkurangnya hasil ekspor kakao karena lebih menekankan ekspor yang hasil bumi lainnya, salah satunya minyak sawit dan kurangnya peningkatan mutu kualitas kakao yang diminati oleh pasar dunia. Gambar 2 Trend Indeks ISP Kakao Indonesia Tahun 2008-2013
Sumber: data diolah. KESIMPULAN Indonesia memiliki daya saing kakao yang cukup tinggi, ini terlihat dari rata-rata indeks RCA kakao untuk 2008-2013 sebesar 9,990 yang berarti lebih besar dari pada satu, berarti kakao Indonesia memiliki pangsa pasar yang lebih besar dari pangsa pasar rata-rata dunia. Dengan kata lain, Indonesia memiliki keunggulan komparatif dan terspesialisasi pada produk tersebut.
83
Indeks AR digunakan untuk melihat perbandingan laju pertumbuhan ekspor dan impornya. Dalam kurun waktu 5 tahun AR untuk Indonesia sebesar 32,458 dengan rata 5,40 sehingga Indonesia memiliki kemampuan merebut pangsa pasar lebih besar lagi dalam perdangangan international. Rata-rata ISP kakao dari tahun 2008-2013 sebesar 0,772. Hal ini berarti Indonesia memiliki daya saing yang kuat dan cenderung menjadi negara pengekspor, serta menunjukkan bahwa supply domestic kakao lebih besar dari pada demand domestic kakao Indonesia. DAFTAR PUSTAKA Achmadi & Narbuko. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara. Amir, M.S. 2003. Ekspor Impor Teori dan Penerapanya. Jakarta: PPM. Indriantoro, N., & Supomo, B. 1999. Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen. Edisi 1. Cetakan Pertama. Yogyakarta: BPFE. Porter, M.E, 1990. The Competitive Advantage of Nations. New York: The Free Press. Suprihatin. 2010. Pendidikan Budi Pekerti. Jurnal Penelitian Pendidikan Media Komunikasi, Penelitian, dan Pengembangan Ilmu-Ilmu Pendidikan, 2 (1). Tambunan, T. 2001. Perdagangan Internasional dan Neraca Pembayaran. Cetakan I. Jakarta: LP-FEUI. Tambunan, T. 2004. Globalisasi dan Perdagangan Internasional. Bogor Selatan: Ghalia Indonesia.