Analisis dan Audit atas Penerapan PSAK 30 Serta Dampaknya Terhadap Laporan Keuangan Perusahaan Jasa Angkutan Udara: Studi Kasus Pada PT EEA Bima Andriansyah Harimurti, Kurnia Irwansyah Rais Departemen Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok 16424, Indonesia E-mail:
[email protected]
Abstrak Skripsi ini tentang Analisis dan Audit atas Penerapan PSAK 30 serta dampaknya terhadap Laporan Keuangan Perusahaan Jasa Angkutan Udara: Studi Kasus pada PT EEA. PT EEA merupakan perusahaan jasa angkutan udara, bergerak di bidang jasa charter pesawat terbang dan penerbangan reguler. PT EEA memperoleh aset utamanya, yaitu pesawat, dengan cara sewa. Isu utama yang terdapat dalam pencatatan dan pengakuan sewa adalah mengenai klasifikasi perjanjian sewa, yang dari sisi PT EEA sebagai lessee, dapat dibagi menjadi sewa pembiayaan dan sewa operasi yang masing-masing memiliki perbedaan pencatatan yang signifikan terhadap laporan keuangan. Kesimpulannya adalah di dalam perusahaan jasa angkutan udara ini, klasifikasi sewa yang tepat dan konsisten berdasarkan substansi perjanjian sewa pesawat dan semua kriteria-kriteria dalam PSAK 30 adalah sewa operasi.
Analysis and Audit of the Application of PSAK 30 and It’s Impact on Air Transportation Services Company Financial Statement’s: A Case Study in PT EEA Abstract This thesis contains the Analysis and Audit of the Application of PSAK 30 and Its Impact on Air Transportation Services Company Financial Statement’s: A Case Study in PT EEA. PT EEA is an air transportation service company engaged in aircraft charter services and regular flights. PT EEA acquire its main asset, the aircraft used in its business, by lease. The main issues contained in the lease recording and recognition is the classification of lease agreement, by which PT EEA in this case act as lessee, that can be divided into finance leases and operating leases, each of which has the significant distinction of recording in the financial statements. The conclusion is, in this air transportation service company, the correct and consistent classification of aircraft leases based on the substance of the lease agreement and the criteria’s in PSAK 30 is an operating lease. Keywords : Aircraft, Lease Accounting, Operating Lease, and PSAK 30.
Pendahuluan Industri jasa angkutan udara merupakan salah satu industri yang sedang berkembang pesat di Indonesia. Menurut Data Kementerian Perhubungan per tahun 2013, terdapat 22 maskapai penerbangan komersial besar yang aktif saat ini. Walaupun masih banyak pemain baru yang berminat masuk ke lahan bisnis ini, banyak juga perusahaan yang berguguran karena tidak mempunyai manajemen yang kuat. Salah satu contohnya ialah PT Metro Batavia (Batavia Air) yang dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat (PN Jakpus), setelah
Analisis dan..., Bima Andriansyah Harimurti, FE UI, 2013
mengabulkan permohonan pailit yang diajukan International Lease Finance Corporation (ILFC). Dengan adanya putusan pailit dari pengadilan, seluruh aktivitas operasional maskapai penerbangan Batavia Air berhenti beroperasi sejak 31 Januari 2013. Adapun data utang Batavia Air mencapai Rp 1,25 triliun, antara lain Rp 95 miliar utang pada penumpang dan agen pemegang tiket, Rp 230 miliar utang bank, Rp 60 miliar utang pajak, Rp 140 miliar utang karyawan, dan Rp 500 miliar utang sewa pesawat. Dari beberapa jenis utang yang menyebabkan Batavia Air dinyatakan pailit dalam paragraf di atas, dapat terlihat bahwa utang terbesar terdapat pada utang sewa pesawat. Oleh karena itu, wajar jika nilai transaksi yang paling signifikan pada laporan keuangan suatu maskapai adalah pada transaksi yang terkait dengan aset pesawat. Dalam industri angkutan udara juga merupakan hal yang umum bagi maskapai untuk membeli pesawat melalui sewa pembiayaan atau menggunakan pesawat secara sewa operasi biasa dikarenakan nilainya yang besar dan kebutuhan alokasi dana untuk kegiatan operasional lainnya. Signifikannya nilai sewa pesawat membuat penulis memandang perlunya diberikan perhatian khusus dalam penentuan perlakuan akuntansi atas pencatatan sewa pesawat. Oleh karena itu, penulis mengangkat tema “Analisis dan Audit atas Penerapan PSAK 30 (revisi 2011) serta Dampaknya terhadap Laporan Keuangan Perusahaan Jasa Angkutan Udara: Studi Kasus pada PT EEA”. Tinjauan Teoritis Sewa Menurut PSAK 30 (revisi 2011), sewa merupakan suatu perjanjian dimana lessor memberikan lessee hak untuk menggunakan suatu aset selama periode waktu yang disepakati dan sebagai imbalannya, lessee melakukan pembayaran atau serangkaian pembayaran kepada lessor. Setiap transaksi leasing sekurang-kurangnya melibatkan 2 (dua) pihak yang berkepentingan, yaitu lessor, sebagai entitas pembiayaan atau pihak yang memberikan jasa pembiayaan kepada pihak lessee dalam bentuk barang modal, dan lessee, sebagai entitas atau pihak yang memperoleh sewa atau pembiayaan dalam bentuk barang modal dari lessor. Menurut PSAK 30 (revisi 2011) paragraf 10, sebagaimana diperjelas dalam ISAK 24 (2011), klasifikasi sewa sebagai sewa pembiayaan atau sewa operasi didasarkan pada substansi transaksi dan bukan pada bentuk kontraknya. Contoh dari situasi yang secara individual atau gabungan pada umumnya mengarah pada sewa diklasifikasikan sebagai sewa pembiayaan adalah: 1. Sewa mengalihkan kepemilikan aset kepada lessee pada akhir masa sewa;
Analisis dan..., Bima Andriansyah Harimurti, FE UI, 2013
2. Lessee memiliki opsi untuk membeli aset pada harga yang diperkirakan cukup rendah dibandingkan nilai wajar pada tanggal opsi mulai dapat dilaksanakan, sehingga pada awal sewa dapat dipastikan bahwa opsi tersebut dapat dilaksanakan; 3. Masa sewa adalah untuk sebagian besar umur ekonomi aset meskipun hak milik tidak dialihkan; 4. Pada awal sewa, nilai kini dari jumlah pembayaran sewa minimum secara substansial mendekati nilai wajar aset sewaan; dan 5. Aset sewaan bersifat khusus dan hanya lessee yang dapat menggunakannya tanpa perlu modifikasi secara material. Pada PSAK 30 (revisi 2011) paragraf 11 juga disebutkan bahwa indikator dari situasi yang secara individual ataupun gabungan dapat juga menunjukkan bahwa sewa diklasifikasikan sebagai sewa pembiayaan adalah: 1. Jika lessee dapat membatalkan sewa, maka rugi lessor yang terkait dengan pembatalan ditanggung oleh lessee; 2. Untung atau rugi dari fluktuasi nilai wajar residu dibebankan kepada lessee (misalnya, dalam bentuk potongan harga rental dan yang setara dengan sebagian besar hasil penjualan residu pada akhir sewa); dan 3. Lessee memiliki kemampuan untuk melanjutkan sewa untuk periode kedua dengan nilai rental yang secara substansial lebih rendah dari nilai pasar rental. Sewa dalam laporan keuangan lessee dapat dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Sewa pembiayaan (finance lease) Dalam sewa pembiayaan, lessee mengakui barang modal yang disewanya menjadi aset dan pembayaran sewanya menjadi liabilitas dalam laporan posisi keuangan lessee. Nilai yang diakui sebesar nilai wajar aset yang disewa atau sebesar nilai kini (present value) dari pembayaran sewa minimum yang telah disepakati mana yang lebih kecil. Tingkat bunga yang digunakan dalam perhitungan nilai kini dari pembayaran sewa minimum adalah tingkat suku bunga implisit dalam sewa, jika dapat ditentukan secara praktis; jika tidak, digunakan suku bunga pinjaman inkremental lessee. Biaya yang dikeluarkan lessee dalam memperoleh aset sewanya dari lessor seperti biaya untuk aktivitas negosiasi dan pemastian pengaturan sewa dimasukan dalam nilai aset yang diakui lessee dalam laporan posisi keuangannya. Jika tidak ada kepastian yang memadai apakah ada perpindahan hak kepemilikan aset sewaan kepada lessee, maka aset sewaan tersebut disusutkan secara
Analisis dan..., Bima Andriansyah Harimurti, FE UI, 2013
penuh selama jangka waktu yang lebih pendek antara periode masa sewa dan umur manfaatnya. 2. Sewa operasi (operating lease) Perlakuan akuntansi pada laporan keuangan lessee untuk sewa operasi lebih sederhana bila dibandingkan dengan sewa pembiayaan. Pembayaran sewa dalam sewa operasi diakui lessee sebagai beban sewa yang dibebankan dengan dasar garis lurus selama masa sewa kecuali terdapat dasar sistematis lain yang dapat lebih mencerminkan pola waktu dari manfaat aset yang dinikmati oleh lessee. Perbedaan PSAK 30 (revisi 2011) dengan PSAK 30 (revisi 2007) adalah sebagai berikut: Tabel 1 Perbedaan PSAK 30 (Revisi 2007) dan PSAK 30 (Revisi 2011) Perihal
PSAK 30
PSAK 30
(Revisi 2011)
(Revisi 2007)
Sewa tanah dan Elemen tanah dan bangunan dalam
Tanah yang diperoleh dengan Hak GunaUsaha,
Bangunan
perjanjian sewa dinilai klasifikasinya
Hak Guna Bangunan atau lainnya diperlakukan
secara
sesuai dengan PSAK 47: Akuntansi Tanah.
terpisah
pembiayaan
atau
sebagai sewa
sewa operasi,
dengan mempertimbangkan bahwa pada umumnya tanah memiliki umur ekonomi yang tidak terbatas. Aset dalam sewa pembiayaan yang
Perlakuan akuntansi sesuai dengan
Perlakuan akuntansi sebagai berikut:
PSAK 58 (revisi 2009): Aset Tidak
a.
disajikan sebagai aset tersedia untuk
Lancar yang Dimiliki untuk Dijual
dijual, jika jumlah tercatatnya ter-utama
dan Operasi yang Dihentikan.
dapat dipulihkan melalui transaksi pen-
diklasifikasi
jualan daripada peng-gunaan lebih lanjut;
kan sebagai
b.
dimiliki
diukur sebesar nilai yang ebih rendah antara jumlah tercatat-nya dan nilai wajar
untuk dijual
setelah dikurangi beban penjualan aset tersebut; dan c.
diungkapkan dalam laporan keuangan untuk memungkinkan evaluasi dampak keuangan dari adanya perubahan penggunaan aset
Perbedaan yang ada pada PSAK 30 (revisi 2011) dan PSAK 30 (revisi 2007) terkait dengan sewa tanah dan bangunan serta aset dalam sewa pembiayaan yang diklasifikasikan sebagai dimiliki untuk dijual.
Analisis dan..., Bima Andriansyah Harimurti, FE UI, 2013
Audit Menurut Arrens et. al. (2009), auditing adalah pengumpulan dan evaluasi bukti atas informasi untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian antara informasi dan kriteria yang telah ditetapkan. Auditing harus dilakukan oleh pihak yang independen dan kompeten. Terkait dengan audit atas sewa, informasi dapat berupa informasi yang dapat dihitung, misalnya nilai sewa, periode sewa, nilai barang yang disewakan dan sebagainya. Sedangkan informasi lainnya dapat berupa informasi subjektif, seperti bentuk perjanjian sewa dan peraturan pemerintah tentang perpajakan terkait dengan jenis sewa. Di Indonesia, kriteria yang diterapkan dalam menilai informasi diatas adalah PSAK dan ISAK yang terkait dengan sewa. Dalam hal mengumpulkan dan mengevaluasi bukti, auditor harus menentukan apakah informasi yang diaudit telah sesuai dengan kriteria yang ditetapkan. Untuk itu, auditor harus memperoleh jumlah dan kualitas bukti yang memadai, yang dicapai dengan penentuan awal atas tipe dan jumlah bukti yang diperlukan lalu kemudian dibandingkan dengan kriteria yang ditetapkan. Laporan keuangan dibuat agar dapat digunakan untuk menjadi suatu kegunaan yang penting dalam menganalisis kesehatan ekonomi suatu entitas. Menurut Keown (2011): “hasil dari menganalisis laporan keuangan adalah rasio keuangan berupa angka-angka dan rasio keuangan harus dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan”. Menurut James C., Van Horne, dan J.R. John M. Wachowicz (2005): “rasio keuangan adalah alat yang digunakan untuk menganalisis kondisi keuangan dan kinerja entitas. Kita menghitung berbagai rasio karena dengan cara ini kita bisa mendapat perbandingan yang mungkin akan berguna daripada berbagai angka mentahnya sendiri”. Keown (2011) dalam bukunya mengatakan bahwa rasio keuangan membantu kita untuk mengidentifikasi beberapa kelemahan dan kekuatan keuangan entitas. Rasio tersebut memberikan dua cara bagaimana membuat perbandingan dan data keuangan entitas yang berarti, yaitu membandingkan rasio-rasio keuangan saat ini dengan rasio-rasio keuangan sebelumnya (masa lalu), apakah ada pergerakan baik menurun ataupun meningkat selama periode tersebut; dan membandingkan rasio-rasio entitas dengan pesaing-pesaingnya untuk melihat perbedaan rasio-rasionya. Menurut Keown (2011), rasio keuangan setidaknya dapat memberikan jawaban atas lima pertanyaan tentang kesehatan entitas, yaitu: 1. Seberapa likuid entitas? Akankah entitas mampu untuk membayar tagihan-tagihan mereka pada saat jatuh tempo?
Analisis dan..., Bima Andriansyah Harimurti, FE UI, 2013
Pertanyaan ini dijawab dengan dua jawaban, yaitu pertama, kita dapat mengamati aset-aset entitas yang relatif likuid sifatnya dan membandingkan aset-aset tersebut dengan sejumlah liabilitas yang jatuh tempo. Kedua, kita dapat meilhat apakah aset entitas yang likuid dapat diubah menjadi kas, seperti piutang usaha dan persediaan. Jawaban pertama dari pertanyaan bagaimana likuiditas entitas juga dapat dilihat melalui sebuah perhitungan, yaitu dengan menghitung dan melihat dari rasio:
(2.1) (2.2) Jawaban kedua dapat dihitung dan dilihat melalui beberapa rasio yaitu: (2.3)
(2.4)
(2.5) 2. Bagaimana entitas mendanai aset-asetnya? Untuk menjawab pertanyaan kedua ini, Keown (2011) menekankan pada bagaimana cara entitas mendanai aset-asetnya dengan menggunakan sebuah kombinasi dari utang dan ekuitas dimana hal ini disebut dengan struktur modal (capital structure), untuk melihat permasalahan ini, maka Keown (2011) menggunakan dua tipe rasio struktur modal (capital structure ratio), yaitu: (2.6)
(2.7) 3. Seberapa efisien manajemen entitas dalam menggunakan aset-asetnya untuk mendapatkan penjualan? Dalam rasio efisiensi aset manajemen ini menggunakan dua tipe rasio, yaitu: (2.8)
(2.9)
Analisis dan..., Bima Andriansyah Harimurti, FE UI, 2013
4. Sudahkan entitas memperoleh pengembalian yang cukup atas investasi mereka? Untuk menjawab pertanyaan keempat ini, Keown (2011) melihat bahwa para analis kembali ke dua pengukuran - margin keuntungan entitas, yang memprediksi kemampuan entitas untuk mengendalikan beban-bebannya dan tingkat pengembalian investasi entitas. Menurut Keown (2011), untuk mengukur dasar-dasar untuk profitabilitas entitas dan pengembalian dalam investasi yang telah dijelaskan pada paragraf sebelumnya menggunakan beberapa rasio, diantaranya: (2.10)
(2.11)
(2.12)
(2.13)
(2.14) 5. Apakah manajer entitas memberikan nilai tambah bagi para pemegang saham? Market value ratio merupakan rasio yang digunakan untuk menjawab pertanyaa kegunaan rasio keuangan yang kelima ini menurut Keown (2011). Rasio-rasio yang digunakan adalah: (2.15)
(2.16) Metode Penelitian Jenis penelitian yang penulis lakukan ini adalah penelitian yang berbentuk deskriptif, yaitu penulis mengumpulkan data-data penelitian yang diperoleh dari objek penelitian dan literatur-literatur lainnya yang kemudian menguraikan secara rinci untuk mengetahui permasalahan penelitian. Jenis data yang disediakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer didapatkan penulis dari pihak yang terkait dengan penelitian, antara lain dengan
Analisis dan..., Bima Andriansyah Harimurti, FE UI, 2013
manajer perusahaan dan auditor. Data primer tersebut merupakan cross sectional data, yaitu data yang menggambarkan suatu periode tertentu untuk menjawab pertanyaan penelitian (Sekaran, 2010). Data yang diperoleh adalah berupa laporan keuangan perusahaan yang dibuat pihak manajemen serta dokumen-dokumen pendukung yang terkait dengan penelitian ini dengan periode tahun buku 31 Desember 2011. Sebagian besar data yang digunakan oleh penulis dalam melakukan penelitian ini berupa data kuantitatif, tetapi tidak sedikit juga data yang bersifat kualitatif yang berbentuk perjanjian sewa dan informasi lainnya. Berikut adalah langkah-langkah yang dilakukan penulis dalam pengambilan data kuantitatif dan kualitatif: 1. Penelitian Studi Pustaka (library research) Metode ini dilakukan untuk memperoleh data sekunder. Data sekunder mengacu pada informasi yang dikumpulkan dari sumber yang telah ada (Sekaran, 2006). Data sekunder diperoleh melalui studi kepustakaan untuk mendapatkan teori-teori pendukung sebagai acuan dalam pembahasan dan penulisan, koran, dan situs internet. 2. Penelitian Lapangan (field research) Penelitian lapangan ini dilakukan untuk mendapatkan data primer. Data primer mengacu pada informasi yang diperoleh dari tangan pertama oleh peneliti yang berkaitan dengan variabel minat untuk tujuan spesifik studi atau data yang dikumpulkan untuk penelitian dari tempat aktual terjadinya peristiwa (Sekaran, 2006). Data primer diperoleh melalui analisis laporan keuangan dan dokumen pendukung lainnya yang terkait dengan topik penulisan penelitian ini. Pembahasan Untuk lebih memahami bentuk transaksi PT EEA dalam rangka penerapan PSAK 30 (revisi 2011), kita perlu membahas mengenai pokok-pokok klausul dalam perjanjian sewa antara PT EEA dengan OH Ltd., antara lain: 1. OH Ltd merupakan pihak pertama “Lessor” dalam perjanjian dan PT EEA sebagai “Lessee/Operator”. 2. Barang yang menjadi objek sewa adalah dua buah pesawat terbang jenis P-750 XSTOL dengan replacement value masing-masing US$ 1,855,000. 3. Masa sewa adalah 3 (tiga) tahun sejak 1 Juli 2011 hingga 30 Juni 2014. 4. Sewa ini merupakan dry basis, yang berarti operator menyediakan sendiri bahan bakar, minyak, pilot, dan peralatan pendukung operasional. 5. Tarif sewa per pesawat per jam adalah US$ 550 dengan rincian US$ 200 untuk
Analisis dan..., Bima Andriansyah Harimurti, FE UI, 2013
pembayaran sewa (lease payment), US$ 250 untuk pembayaran kapital (capital payment) dan US$ 100 untuk provisi pemeliharaan pesawat (maintenance provision). 6. Pembayaran bulanan minimum yang wajib dibayar operator kepada lessor sebesar US$ 38,500, yang merupakan hasil dari tarif sewa per pesawat per jam sebesar US$ 550 dikali dengan jam penggunaan minimum per pesawat per bulan sebanyak 70 jam. 7. Pada awal masa sewa, operator membayar kepada lessor deposit sebesar US$ 250,000 ditambah dengan pembayaran minimum bulan pertama. 8. Pesawar dapat diregistrasikan pada New Zealand Civil Aviation Authority atau Air Safety Regulator negara lainnya dengan atas nama operator atau entitas lain yang merupakan sub kontraktor operator. Operator harus selalu bertanggung jawab atas semua kewajiban lessor dalam perjanjian ini. 9. Dalam jangka waktu enam bulan pertama setelah perjanjian dimulai, saat masih dalam periode perjanjian, operator dapat menggunakan haknya untuk membeli pesawat sesuai total replacement value. Jika operator menggunakan hak membeli pesawat, lessor akan mengkredit accrued capital payment dan deposit yang masih ada yang diterima lessor selama perjanjian. 10. Jika operator menggunakan haknya sebelum atau saat enam bulan pertama, operator dapat memilih antara membayar US$ 10,000 beserta pajak atau memperbaharui sewa atas pesawat sejenis yg berbeda. 11. Operator membayar pajak kepada pemerintah secara langsung terkait dengan penggunaan pesawat. 12. Operator bertanggung jawab dalam mengatur dan membayar biaya asuransi pesawat untuk kepentingan lessor. Hasil klaim yang didapatkan akan menjadi milik lessor. 13. Dalam hal pesawat hilang, tercuri, disita, rusak, atau hancur, operator harus memberitahu lessor secara tertulis. Jika menurut lessor pesawat tidak bisa digunakan lagi, lessor akan mengganti pesawat hingga perjanjian berakhir. Jika ternyata kerugian tidak diasuransikan, operator wajib mengganti kerugian tersebut 14. Setelah pesawat diantarkan kepada operator, operator bertanggung jawab atas perawatan dan pemeliharaan penuh termasuk perbaikan dan penggantian komponen setelah periode sewa 15. Biaya perawatan merupakan tanggung jawab lessor. Jika operator harus menalangi perawatan terjadwal, operator harus memiliki catatan atas biaya, dan lessor akan mengganti biaya tersebut. Penggantian yang diberikan lessor menggunakan dana dari accrued maintenance provision.
Analisis dan..., Bima Andriansyah Harimurti, FE UI, 2013
PT EEA mencatat perjanjian sewa pesawat ini sebagai sewa pembiayaan sehingga pencatatan akuntansi yang dilakukan PT EEA sebagai operator/lessee adalah sebagai berikut: 1. Pada saat PT EEA mulai mencatat sewa dua buah pesawat (BSA & BSB) sebagai sewa pembiayaan dengan jurnal sebagai berikut: D. Pesawat - BSA & BSB K. Utang Leasing - Pesawat
Rp
36.051.449.194 Rp Rp
K. Bank
29.114.700.000 6.936.749.194
PT EEA mencatat penambahan dua unit pesawat dalam daftar aset tetapnya dengan dikategorikan sebagai pesawat sebesar yang terdiri dari: -
Harga sewa pembiayaan dua buah pesawat
Rp 29.114.700.000
-
Biaya perizinan
Rp
815.000.000
-
Biaya pengambilan pesawat dari lokasi lessor
Rp
321.480.198
-
Biaya modifikasi mesin
Rp
800.268.996
-
Biaya ijin terbang
Rp 5.000.000.000
Jumlah
Rp 36.051.449.194
-
PT EEA berpendapat bahwa biaya-biaya tersebut merupakan biaya utama yang digunakan untuk mendapatkan pesawat sehingga biaya tersebut dikapitalisasi menjadi penambah nilai aset tetap pesawat. 2. Selama tahun 2011, PT EEA melakukan pembayaran sewa dengan jurnal: D. Utang Leasing - Pesawat
Rp
1.807.758.600
K. Bank
Rp
1.807.758.600
Jumlah di atas merupakan pembayaran sewa BSA dan BSB untuk bulan Juli, Agustus, dan September, masing-masing sejumlah US$ 38.500 per bulan. Pembayaran sewa tersebut tidak pernah melewati jam terbang minimum sehingga pembayaran yang dilakukan sesuai pembayaran minimum per bulan. PT EEA sampai dengan akhir tahun 2011 belum membayar sewa untuk bulan Oktober, November, dan Desember. 3. Sesuai dengan syarat dalam perjanjian leasing, PT EEA membayar deposit senilai US$ 250,000 di awal perjanjian, yang dijurnal sebagai berikut: D. Aset lain-lain - Deposit Pesawat K. Bank
Rp
4.535.000.000 Rp
4.535.000.000
Jumlah tersebut didapat dari pembayaran deposit dua buah pesawat yang masingmasing senilai US$ 250,000 dengan kurs spot Rp 9.070. Kurs ini merupakan kurs yang dikenakan kepada PT EEA pada saat melakukan transaksi pembayaran deposit. 4. Atas dua buah pesawat tersebut, PT EEA mengenakan penyusutan dari awal masa sewa pembiayaan pesawat hingga dengan jurnal sebagai berikut:
Analisis dan..., Bima Andriansyah Harimurti, FE UI, 2013
D. Beban penyusutan – Pesawat BSA & BSB Rp K. Akumulasi penyusutan - Pesawat BSA & BSB
570.629.903 Rp
570.629.903
PT EEA menghitung penyusutan pesawat dengan masa manfaat 10 tahun atau 120 bulan dan menggunakan metode garis lurus. Pesawat BSA dan BSB mulai disusutkan pada Bulan Juli 2011 dengan pertimbangan pesawat baru diterima dan dapat dioperasikan pada bulan tersebut. Audit pada PT EEA Dalam memulai proses pelaksanaan audit, auditor memerlukan beberapa data dari PT EEA. PT EEA menyerahkan statement of financial position (neraca), income statement, trial balance, ledger, sub ledger, dokumen pendukung, rincian aset tetap beserta perhitungan penyusutan pada tahun 2011. Adapun prosedur-prosedur audit yang dilakukan auditor pada pos-pos yang terkait sewa adalah: 1. Menentukan klasifikasi sewa sesuai standar akuntansi keuangan yang berlaku. 2. Konfirmasi atas utang sewa dan membuat ikhtisar atas konfirmasi-konfirmasi yang dilakukan. 3. Fotokopi perjanjian dan perpanjangannya serta bukti pendukung terkait. 4. Pisahkan utang sewa dalam valas. 5. Cek jaminan dan jangka waktunya. 6. Pengujian substantif atas penerimaan dan pelunasan utang sewa. 7. Pelajari klausul dalam sewa kemudian tentukan beban-beban yang merupakan beban tahun berjalan namun belum di-accrued. 8. Evaluasi subsequent payment atas saldo neraca tahun berjalan dan saldo awal tahun. Evaluasi Perjanjian Sewa PT EEA Berdasarkan PSAK 30 (Revisi 2011) Pada saat penelitian dilakukan oleh penulis, PT EEA mencatat sewa pesawat sebagai sewa pembiayaan. Untuk perjanjian sewa ini, penulis menggunakan PSAK 30 (revisi 2011), mengingat PSAK ini tidak memiliki perbedaan yang signifikan dengan PSAK 30 (revisi 2007) yang mempengaruhi pengklasifikasian sewa walaupun baru mulai berlaku efektif pada 1 Januari 2012. Pada PSAK 30 (revisi 2011), dijelaskan bahwa terdapat lima kriteria pada paragraf sepuluh dan tiga kriteria pada paragraf sebelas yang perlu diujikan kepada perjanjian sewa yang dilakukan antara PT EEA dan OH Ltd.. Adapun kriteria dan pengujian terhadap perjanjian adalah sebagai berikut:
Analisis dan..., Bima Andriansyah Harimurti, FE UI, 2013
1. Kriteria pertama menurut PSAK 30 (revisi 2011) adalah jika suatu sewa mengalihkan kepemilikan aset kepada lessee pada akhir masa sewa, maka perjanjian sewa guna usaha tersebut masuk ke dalam kriteria sewa pembiayaan (finance lease). Jika kita menelaah klausul yang ada pada perjanjian sewa, setelah 3 tahun masa sewa, OH Ltd. masih merupakan pemilik atas pesawat. Oleh karena itu, menurut kriteria ini, sewa pesawat dikategorikan sebagai sewa operasi 2. Kriteria kedua menurut PSAK 30 (revisi 2011) adalah lessee memiliki opsi untuk membeli aset dengan harga yang diperkirakan cukup rendah dibandingkan nilai wajar pada tanggal opsi mulai dilaksanakan, sehingga pada awal sewa dapat dipastikan bahwa opsi tersebut akan dilaksanakan. Pada klausul perjanjian sewa antara PT EEA dengan OH Ltd., disebutkan bahwa nilai yang perlu dibayar oleh PT EEA kepada OH Ltd. pada akhir masa sewa untuk memiliki satu buah pesawat yang disewakan adalah sebagai berikut: Harga satu buah pesawat
US$
1,855,000
sebagai cicilan (US$250 x 70 jam x 36 bulan)
US$
630,000
Nilai opsi di akhir masa sewa
US$
1.225.000
Bagian pembayaran sewa yang dapat diperhitungkan
Sedangkan jika kita menghitung nilai wajar aset tetap dengan mengurangi nilai pesawat pada awal perjanjian dengan akumulasi penyusutan sebanyak tiga tahun sejak awal periode sewa dan masa manfaat 10 tahun tanpa nilai residu, kita akan mendapatkan perhitungan sebagai berikut: Harga satu buah pesawat
US$
1,855,000
Penyusutan selama 36 bulan
US$
695.625
Estimasi nilai wajar pesawat pada akhir masa sewa
US$
1.159.375
Dari hasil kedua perhitungan di atas diperoleh bahwa estimasi nilai opsi adalah sebesar US$ 1.225.000 dan estimasi nilai wajar pesawat pada akhir masa sewa US$ 1.159.375. Terdapat selisih harga yang cukup signifikan, yaitu lebih besar estimasi nilai opsi daripada estimasi nilai wajar sebesar US$ 62.625. Oleh karena itu, menurut kriteria ini, sewa pesawat dikategorikan sebagai sewa operasi. 3. Kriteria ketiga menurut PSAK 30 (revisi 2011) adalah masa sewa dalam perjanjian sewa guna usaha yaitu selama sebagian umur ekonomi aset meskipun hak milik tidak dialihkan.
Analisis dan..., Bima Andriansyah Harimurti, FE UI, 2013
Pada klausul perjanjian sewa antara PT EEA dengan OH Ltd., disebutkan bahwa masa sewa yang disebutkan dalam perjanjian adalah tiga tahun sedangkan umur ekonomi yang diestimasi atas pesawat adalah sepuluh tahun. Oleh karena itu, menurut kriteria ini, sewa antara PT EEA dengan OH Ltd.ini dikategorikan sebagai sewa operasi karena masa sewa aset hanya 30% dari umur ekonomi dari aset itu sendiri. 4. Kriteria keempat menurut PSAK 30 (revisi 2011) adalah pada awal sewa, nilai kini (present value) dari jumlah pembayaran sewa minimum, secara substansial mendekati nilai wajar aset sewaan tersebut. Pada perjanjian sewa, PT EEA tidak memiliki kewajiban untuk memperpanjang masa sewa, oleh karena itu pembayaran sewa yang dapat diperhitungkan adalah sebesar masa sewa dalam perjanjian, yaitu 36 bulan. Jumlah pembayaran sewa ini, setelah diperhitungkan secara present value, masih sangat kecil dibandingkan nilai wajar aset pesawat. Oleh karena itu, kriteria keempat menurut PSAK 30 (revisi 2011) ini tidak terpenuhi dan perjanjian sewa antara PT EEA dan OH Ltd. merupakan sewa operasi. 5. Kriteria kelima dari sewa pembiayaan menurut PSAK 30 (revisi 2011) adalah aset sewaan bersifat khusus dan hanya lessee yang dapat menggunakannya tanpa perlu modifikasi secara material. Pesawat yang disewakan oleh OH Ltd. merupakan pesawat umum yang dapat disewa oleh perusahaan jasa angkutan udara manapun dan tidak memiliki karakteristik eksklusif yang membatasi pengguna maupun penggunaannya. Oleh karena itu, kriteria kelima menurut PSAK 30 (revisi 2011) ini juga tidak terpenuhi dan perjanjian sewa antara PT EEA dan OH Ltd. merupakan sewa operasi. 6. Kriteria keenam dari sewa pembiayaan menurut PSAK 30 (revisi 2011) adalah jika lessee dapat membatalkan sewa, maka rugi lessor yang terkait dengan pembatalan ditanggung oleh lessee. Pada perjanjian yang ada, tidak terdapat klausul yang mengatur atas hal ini. Oleh karena itu, menurut kriteria ini, sewa pesawat dikategorikan sebagai sewa operasi. 7. Kriteria ketujuh dari sewa pembiayaan menurut PSAK 30 (revisi 2011) adalah untung atau rugi dari fluktuasi nilai wajar residu dibebankan kepada lessee . Pada perjanjian yang ada, tidak terdapat klausul yang mengatur atas hal ini. Beban yang berhubungan dengan pesawat yang diemban lessee hanya berupa beban operasional dan biaya sewa. Oleh karena itu, menurut kriteria ini, sewa pesawat dikategorikan sebagai sewa operasi.
Analisis dan..., Bima Andriansyah Harimurti, FE UI, 2013
8. Kriteria kedelapan dari sewa pembiayaan menurut PSAK 30 (revisi 2011) adalah lessee memiliki kemampuan untuk melanjutkan sewa untuk periode kedua dengan nilai rental yang secara substansial lebih rendah dari nilai pasar rental. Pada perjanjian yang ada, tidak terdapat klausul yang menyebutkan adanya perpanjangan masa sewa dan fasilitas yang diperoleh lessee terkait perpanjangan tersebut. Oleh karena itu, menurut kriteria ini, sewa pesawat dikategorikan sebagai sewa operasi. Dari kedelapan kriteria yang diberikan oleh PSAK 30 (revisi 2011) untuk mengklasifikasikan suatu perjanjian sewa merupakan sewa pembiayaan, hasil analisis yang diperoleh adalah tidak ada satu pun kriteria sewa pembiayaan di atas yang dipenuhi pada perjanjian sewa pesawat yang dilakukan PT EEA dengan OH Ltd. sehingga dapat disimpulkan bahwa sewa antara PT EEA dengan OH Ltd, merupakan sewa operasi. Penyesuaian yang Dilakukan terkait dengan Perjanjian Sewa Pesawat pada PT EEA Perubahan status sewa pesawat pada laporan keuangan PT EEA dari yang sebelumnya merupakan sewa pembiayan, dan setelah dibandingkan dengan kriteria sewa pembiayaan yang terdapat pada PSAK 30 (revisi 2011) menjadi sewa operasi, membuat perlunya dilakukan penyesuaian atas saldo dan reklasifikasi akun yang terkait dengan sewa tersebut, yang antara lain dilakukan dengan jurnal sebagai berikut: 1. Penyesuaian atas pencatatan sewa pesawat (BSA & BSB) menjadi sewa operasi: D. Utang Leasing - Pesawat D. Biaya dibayar di muka - Ijin Terbang D. Beban Ijin Terbang D. Beban perizinan D. Beban pengambilan pesawat D. Aset tetap - mesin K. Pesawat - BSA & BSB
Rp 29.114.700.000 Rp 3.541.666.667 Rp 1.458.333.333 Rp 815.000.000 Rp 321.480.198 Rp 800.268.996 Rp
36.051.449.194
Dasar dilakukannya penyesuaian yang memunculkan aset tetap - mesin adalah karena mesin merupakan bagian terpisah dari pesawat yang disewa, dimana penambahan mesin dilakukan dari pihak PT EEA dan tidak termasuk fasilitas yang disebutkan dalam perjanjian sewa. Penyesuaian yang memunculkan biaya dibayar di muka - ijin terbang (AOC - Air Operator's Certificate) dilakukan karena biaya tersebut memiliki masa manfaat selama dua tahun dan oleh karena itu dapat dibebankan secara bertahap. Ijin diperoleh pada bulan Juni 2011 dan berlaku hingga hingga bulan Mei 2013. Beban ijin terbang di 2011 = Rp 5.000.000.000 x 7/24 = Rp 1.458.333.333
Analisis dan..., Bima Andriansyah Harimurti, FE UI, 2013
2. Penyesuaian penyusutan mesin adalah sebagai berikut: D. HPP - Beban Penyusutan Mesin K. Akumulasi Penyusutan Mesin
Rp
58.352.948 Rp
58.352.948
Penyusutan mesin dilakukan dengan metode garis lurus dan masa penyusutan sesuai dengan tahun penyusutan fiskal, yaitu selama delapan tahun, agar tidak terdapat beda temporer dalam penghitungan pajak. Penyusutan dimulai sejak bulan Juni 2011. Penyusutan mesin di 2011 = Rp 800.268.996 x 7/96 = Rp 58.352.948. 3. Penyesuaian pencatatan atas pembayaran sewa adalah sebagai berikut: D. HPP - Beban Sewa K. Utang Leasing - Pesawat
4. Penyesuaian
kurs
per
31
Rp
1.807.758.600 Rp
Desember
2011
atas
1.807.758.600
deposit
yang
dibayar
PT EEA senilai US$ 250,000 di awal perjanjian: D. Rugi selisih kurs K. Aset lain-lain - Deposit Pesawat
Rp
1.000.000 Rp
1.000.000
Jumlah tersebut didapat dari selisih kurs saat pembayaran deposit (Rp 9.070) dengan kurs per 31 Desember 2011 (Rp 9.068). 5. Membalik penyusutan selama tahun 2011 atas dua buah pesawat yang sebelumnya dicatat PT EEA sebagai aset: D. Akumulasi penyusutan - Pesawat BSA & BSB Rp K. Beban penyusutan - Pesawat BSA & BSB
570.629.903 Rp
570.629.903
6. Mencatat utang kepada OH Ltd. atas tunggakan biaya sewa yang belum dicatat untuk Bulan Oktober sampai dengan Desember 2011: D. Beban sewa K. Utang Leasing - Pesawat
Rp
D. Rugi selisih kurs K. Utang Leasing - Pesawat
Rp
2.079.770.000 Rp
2.079.770.000
Rp
14.938.000
14.938.000
(Untuk mencatat biaya sewa terutang yang masih belum dicatat serta dampak selisih kurs terhadap utang tersebut) Rincian atas perhitungan diatas adalah sebagai berikut: -
Sewa Oktober (kurs 20/10/2011 Rp 8.840)
Rp
340.340.000
-
Sewa November (kurs 20/11/2011 Rp 9.055)
Rp
348.617.500
-
Sewa Desember (kurs 20/12/2011 Rp 9.115)
Rp
350.927.500
Jumlah sewa terutang Oktober - Desember 2011
Rp 1.039.885.000
Jumlah sewa terutang untuk BSA dan BSB
Rp 2.079.770.000
-
Analisis dan..., Bima Andriansyah Harimurti, FE UI, 2013
-
Selisih kurs 20/10/2011 Rp 8.840 dengan 31/12/11 Rp
8.778.000
-
Selisih kurs 20/11/2011 Rp 9.055 dengan 31/12/11 Rp
500.500
-
Selisih kurs 20/12/2011 Rp 9.115 dengan 31/12/11 Rp
(1.809.500 )
-
Jumlah selisih kurs Oktober - Desember 2011
Rp
7.469.000
Jumlah beban selisih kurs untuk BSA dan BSB
Rp
14.938.000
Kurs pada 31 Desember 2011 adalah Rp 9.068. Penggunaan kurs tengah tanggal 20 setiap bulan dalam pengakuan utang yang belum dicatat mengacu pada klausul perjanjian sewa yang menyebutkan sewa dibayarkan paling lambat tanggal 20 setiap bulannya. 7. Mencatatat reklas dari utang leasing - pesawat ke utang usaha OH Ltd.: D. Utang Leasing - Pesawat K. Utang Usaha - OH Ltd.
Rp
2.094.708.000 Rp
2.094.708.000
Analisis Dampak Perubahan Klasifikasi Sewa Terhadap Informasi Keuangan PT EEA a.
Tingkat Materialitas Jika dilihat dari tingkat materialitas aset untuk pengurangan dua unit pesawat yang
memiliki nilai sebesar Rp 36.051.449.194 dan dibandingan dengan total aset sebesar Rp 55.959.625.175, maka nilai aset untuk dua unit pesawat tersebut memiliki porsi 64,42%. Dampak Terhadap Laporan Keuangan PT EEA per 31 Desember 2011 Secara keseluruhan, untuk laporan posisi keuangan, PT EEA memiliki perubahan sebesar -55,75% lebih rendah atau sebesar Rp 31.198.236.576 dari sebelum dilakukan penyesuaian, baik dari sisi aset maupun liabilitas dan ekuitas. Sedangkan untuk laporan laba rugi komprehensif, dampak perubahan adalah sebesar -78,62% atau Rp 5.986.003.176 lebih rendah dibandingkan sebelum penyesuaian klasifikasi perjanjian menjadi sewa operasi. Tabel 2 Mutasi Laporan Laba Rugi Komprehensif PT EEA per 31 Desember 2011
Net revenue Cost of revenue
Before
After
Lease Adjustment
Lease Adjustment
(Finance Lease)
(Operating Lease)
% Difference
Diff
2.570.798.124 6.300.293.783
2.570.798.124 12.270.358.959
5.970.065.176
94,76%
(3.729.495.659)
(9.699.560.835)
(5.970.065.176)
160,08%
Operating expenses
5.077.500.913
5.077.500.913
-
-
OPERATING Loss Total Other Incomes (Charges) – Net
(8.806.996.572)
(14.777.061.748)
(5.970.065.176)
67,79%
1.185.307.348
1.169.369.348
(15.938.000)
-1,34%
(7.621.689.224)
(7.621.689.224)
(5.986.003.176)
78,54%
GROSS PROFIT
INCOME BEFORE TAX EXPENSE (BENEFIT)
Analisis dan..., Bima Andriansyah Harimurti, FE UI, 2013
Tabel 3 Mutasi Laporan Posisi Keuangan PT EEA 31 Desember 2011 Before
After
Lease Adjustment
Lease Adjustment
(Finance Lease)
(Operating Lease)
% Difference
Diff
ASSETS CURRENT ASSETS Cash and banks
205.128.993
205.128.993
-
-
Trade receivables
496.018.343
496.018.343
-
-
Other receivables
6.884.872.677
6.884.872.677
-
-
Prepaid tax & expenses
14.000.000
3.555.666.667
(3.541.666.667)
Inventory
63.295.021
63.295.021
-
-
Advances
1.813.600.000
1.813.600.000
-
-
Total Current Assets
9.476.915.034
13.018.581.701
(3.541.666.667)
37,37%
7.645.143
7.645.143
-
-82,47%
41.936.064.998
7.197.161.755
34.738.903.243
-82,84%
4.539.000.000 46.482.710.141
4.538.000.000 11.742.806.898
1.000.000 34.739.903.243
-0,02% -74,74%
55.959.625.175
24.761.388.599
31.198.236.576
-55,75%
NON-CURRENT ASSETS Deferred tax assets Fixed assets - net of accumulated depreciation Other Assets Total Non-Current Assets TOTAL ASSETS
25.298%
Before
After
Lease Adjustment
Lease Adjustment
Difference
(Finance Lease) 714.477.200
(Operating Lease) 2.809.185.200
2.094.708.000
293,18%
Other current liabilities
5.521.670.085
5.521.670.085
-
-
Total Current Liabilities Lease payable
6.236.147.285
8.330.855.285
2.094.708.000
33,59%
- (27.306.941.400)
-82,47%
LIABILITIES AND EQUITY Trade payables
Other non-current liabilities
30.580.571
Total Current Liabilities Total Liabilities
27.306.941.400
6.236.147.285 33.573.669.256
% Diff
30.580.571
-
-82,47%
8.330.855.285
2.094.708.000
33,59%
8.361.435.856 (25.212.233.400)
EQUITY Share capital
30.000.000.000
30.000.000.000
-
-
Retained earnings
(7.614.044.081)
(13.600.047.257)
(5.986.003.176)
78,62%
Total Equity
22.385.955.919
Total Liabilities & Equity
55.959.625.175
26,74%.54 -55,75% 24.761.388.599 (31.198.236.576) % 16.399.952.743
213,746,028
Dari penjabaran di atas, dapat disimpulkan bahwa dampak dari perubahan klasifikasi sewa pembiayaan menjadi sewa operasi terhadap laporan keuangan PT EEA adalah: 1. Bertambahnya beban di tahun berjalan pada laporan laba rugi komprehensif.
Analisis dan..., Bima Andriansyah Harimurti, FE UI, 2013
Beban ini terjadi karena beban yang semula dikapitalisasi sebagai nilai aset pesawat menjadi dibebankan ke tahun berjalan sehingga menurunkan laba tahun berjalan. 2. Berkurangnya aset tetap secara signifikan pada laporan posisi keuangan PT EEA. Pengurangan ini disebabkan pada sewa pembiayaan, pesawat yang disewa diakui sebagai aset tetap, sedangkan pada sewa operasi diperlakukan off-balance-sheet. 3. Berkurangnya utang jangka panjang secara signifikan pada laporan posisi keuangan PT EEA. Pengurangan ini disebabkan pada sewa pembiayaan, total utang hingga akhri masa sewa diakui seluruhnya sebagai sewa jangka panjang, sedangkan pada sewa operasi, utang hanya dicatat hanya sebesar tagihan yang jatuh tempo dan belum dibayar. Dari perubahan rasio atas laporan keuangan pada PT EEA, dapat diambil kesimpulan: 1. Pada kelompok rasio likuiditas, yaitu rasio aset lancar dan uji asam, menunjukkan bahwa PT EEA memiliki rasio di atas satu yang menunjukkan bahwa likuiditas perusahaan dalam keadaan baik pada pencatatan sewa pembiayaan. Namun setelah diaplikasikannya pencatatan menurut klasifikasi sewa operasi, rasio uji asam PT EEA menunjukkan angka di bawah satu sehingga dapat dikatakan bahwa kondisi keuangan PT EEA dari segi likuiditas membutuhkan perhatian lebih pada klasifikasi sewa operasi. 2. Pada kelompok rasio struktur modal, rasio yang digunakan adalah rasio utang. Rasio ini menunjukkan bahwa, pada sewa operasi, PT EEA menggunakan utang yang lebih sedikit untuk mendanai asetnya dibandingkan saat PT EEA menggunakan klasifikasi sewa pembiayaan. 3. Pada kelompok rasio efisiensi manajemen aset, yang ditunjukkan dengan rasio perputaran total aset dan rasio perputaran aset tetap, dapat dilihat bahwa kedua rasio tersebut mengalamin kenaikan setelah diaplikasikannya pencatatan menurut klasifikasi sewa operasi. Hal ini menunjukkan bahwa klasifikasi sewa operasi meningkatkan tingkat efisiensi investasi PT EEA dalam aset tetap karena PT EEA dapat menjalankan operasinya tanpa harus memiliki aset tetap yang sebelumnya dicatat dalam sewa pembiayaan, yaitu pesawat. 4. Pada rasio profitabilitas, rasio-rasio yang digunakan adalah rasio laba (rugi) kotor, laba (rugi) operasional, laba (rugi) sebelum pajak, dan rasio pengembalian ekuitas. Ketiga rasio pertama menunjukkan hasil yang berkesimpulan sama, yaitu pengaplikasian pencatatan menurut klasifikasi sewa operasi akan menurunkan laba. Hal ini dikarenakan pembayaran sewa dan pembayaran atas biaya yang sebelumnya
Analisis dan..., Bima Andriansyah Harimurti, FE UI, 2013
dikapitalisasikan pada
metode pencatatan menurut sewa pembiayaan menjadi
dibebankan seluruhnya pada laba rugi tahun berjalan perusahaan. Pada rasio pengembalian
ekuitas,
terdapat
penurunan
rasio
dibandingkan
saat
PT EEA melakukan pencatatan menurut klasifikasi pembiayaan. Hal ini menunjukkan bahwa
terdapat
penurunan
pengembalian
dari
operasi
PT EEA atas uang yang diinvestasikan pemegang saham dalam bentuk penanaman modal ekuitas. Kesimpulan Berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap PT EEA dapat disimpulkan mengenai Penerapan PSAK 30 (revisi 2011) terhadap Perusahaan. 1. Evaluasi atas perjanjian sewa pesawat antara PT EEA dengan OH Ltd. berdasarkan kriteria yang terdapat dalam PSAK 30 (revisi 2011) memberikan kesimpulan bahwa perjanjian sewa tersebut merupakan sewa operasi dan oleh karena itu perlu dilakukan penyesuaian dalam metode pencatatan yang sebelumnya dilakukan dengan perspektif sewa pembiayaan. 2. Tahapan audit yang dilakukan terhadap sewa pada PT EEA adalah pengumpulan dokumen pendukung, mengevaluasi substansi perjanjian sewa sesuai dengan PSAK 30 (revisi 2011), menyesuaikan pencatatan akuntansi atas sewa sesuai dengan perhitungan audit, menguji saldo akhir atas akun-akun yang terkait dengan sewa, memastikan jurnal terkait sewa tidak dicatat pada akun lain yang tidak berhubungan, melakukan cek fisik atas aset pesawat, mengecek kejadian setelah tanggal laporan keuangan, dan membuat analisis mengenai potensi fraud jika ditemukan kesengajaan dalam terjadinya misstatement. 3. Penerapan PSAK 30 (revisi 2011) dalam pengklasifikasian perjanjian sewa pada PT EEA menghasilkan perubahan pengakuan sewa dari sewa pembiayaan menjadi sewa operasi. Atas penyesuaian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa perubahan klasifikasi tersebut berdampak terhadap laporan posisi keuangan dan laba rugi antara lain dalam hal menurunkan jumlah aset tetap, menurunkan utang sewa pembiayaan jangka panjang, serta menurunkan laba. 4. Rasio adalah cara paling sederhana dalam membandingkan kinerja antar perusahaan dalam industri dan ukuran yang sama serta membandingkan kinerja suatu perusahaan pada periode yang satu dengan lainnya. Dampak perubahan klasifikasi sewa pada laporan posisi keuangan PT EEA secara langsung mempengaruhi rasio keuangannya.
Analisis dan..., Bima Andriansyah Harimurti, FE UI, 2013
Perubahan pencatatan akuntansi menurut sewa pembiayaan menjadi sewa operasi pada PT EEA berdampak pada berkurangnya likuiditas perusahaan, menurunnya tingkat utang dalam struktur permodalan, meningkatnya efisiensi penggunaan aset dalam memperoleh pendapatan, serta menurunnya laba dan tingkat pengembalian atas modal. Saran Saran untuk PT EEA adalah: 1. PT EEA agar memperhatikan substansi perjanjian sewa yang dilakukan untuk dibandingkan dengan PSAK dan ISAK terkini supaya tidak ada kekeliruan dalam pengklasifikasian jenis sewa, karena klasifikasi sewa dapat berubah hanya karena substansi perjanjian sewa yang tidak sejalan dengan perjanjian sewa yang tertulis secara gamblang. 2. Dalam melakukan perjanjian sewa, PT EEA juga menganalisis dampak dilakukannya perjanjian sewa terhadap laporan keuangan perusahaan dan rasio-rasio terkait agar perusahaan dapat menentukan jenis/klasifikasi sewa yang paling berdampak baik untuk diterapkan pada laporan keuangan perusahaan. Saran untuk Auditor adalah: Auditor agar selalu memperbaharui pengetahuannya mengenai perlakuan akuntansi atas sewa, baik bersumber dari standar akuntansi berupa SAK IAI (Standar Akuntansi Keuangan Institut Akuntan Indonesia), IFRS, maupun jurnal-jurnal terkait yang berhubungan dengan implementasi sewa. Daftar Referensi Buku: Dewan Standar Akuntansi Indonesia. (2007). Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 30: Sewa. Jakarta: Ikatan Akuntansi Indonesia. Dewan Standar Akuntansi Indonesia. (2011). Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 30: Sewa. Jakarta: Ikatan Akuntansi Indonesia. James C., Van Horne, dan J.R. John M. Wachowicz. (2005). Prinsip-Prinsip Manajemen Keuangan. Jakarta: Salemba Empat. Keown, Arthur J., Titman, S., & Martin, John D. (2011). Financial Management: Principles and Applications (11th ed.). Boston: Pearson Education Inc. Kieso, Donald E., Jerry J.Weygandt, Terry D. Warfield. (2011). Intermediate accounting (Vol. 2, IFRS ed.). USA: John Wiley & Sons, Inc. Sekaran, Uma dan Roger Bougie. (2010). Research Method for Business: A Skill Building Approach. Great Britain: John Wiley and Sons Ltd.
Analisis dan..., Bima Andriansyah Harimurti, FE UI, 2013