ANALISIS PENGARUH ROTASI AUDIT DAN UKURAN KAP TERHADAP LOWBALLING AUDIT SERTA DAMPAKNYA PADA INDEPENDENSI AUDITOR Amanah Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh rotasi audit dan ukuran KAP terhadap lowballing audit serta dampaknya pada independensi auditor. Penelitian ini menggunakan data primer melalui kuesioner. Kuesioner disebar kepada auditor independen (patner dan manajer) di Jakarta dan Tangerang Selatan yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik (KAP) sesuai daftar di Directory KAP yang diterbitkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) tahun 2013. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling dengan judgement. Kuesioner yang disebar berjumlah 80 kuesioner. Jumlah kembali kuesioner sebanyak 55 (68.75%) kuesioner dan hanya 39 (48.75%) kuesioner yang dapat diolah. Metode analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah analisis jalur (path analysis). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh langsung rotasi audit dan ukuran KAP terhadap independensi auditor menunjukkan hasil yang signifikan. Akan tetapi pengaruh tidak langsung untuk masing-masing variabel independennya berbeda. Rotasi audit menunjukkan terdapat pengaruh tidak langsung dengan melalui lowballing audit sedangkan untuk ukuran KAP tidak terdapat pengaruh tidak langsung dengan melalui lowballing audit. Kata kunci: rotasi audit, ukuran KAP, lowballing audit, independensi auditor, analisis jalur. ABSTRACT The purpose of this research was to analyze about the influence of audit rotation, and audit firm size to audit lowballing with theirs impact on auditor independence. This reseacrh used primary data by the questionnaires. Questionnaires were distributed to the independent auditors (patners and managers) in Jakarta and South Tangerang who work in Publik Accountant Firm (KAP) listed on KAP Directory issued by Indonesian Institute of Public Accountants (IAPI) on 2013. The sampling process was done using purposive sampling with prospectors‟s judgement. Questionnaires distributed were 80 questionnaires. Total returned questionnaires were 55 (68.75%) and only 39 (48.75%) questionnaires were able to be processed. The analyzing method to examine hypotesis was path analysis. The result of this resarch showed that the direct effect of audit rotation and audit firm size to auditor independence were significantly. However the indirect effect of each of the independent variables different. Audit rotation showed significantly effect indirect through audit lowballing, whereas audit firm size weren‟t effect indirect through audit lowballing. Keyword: audit rotation, audit firm size, audit lowballing, auditor independence, path analysis I.
Pendahuluan Laporan keuangan adalah suatu media utama untuk mengkomunikasikan informasi keuangan kepada pihak-pihak di luar entitas. (Sumarwoto, 2007). Terdapatnya asymetri 1
informasi dan potensi konflik kepentingan, sehingga suatu audit laporan keuangan oleh pihak ketiga diharapkan dapat mengurangi perolehan informasi yang tidak seimbang dengan dilakukannya audit terhadap laporan keuangan oleh auditor independen (Varadita, 2010). Laporan keuangan harus dipandang sebagai laporan bersama dari perusahaan audit (KAP) dan manajemen perusahaan. Dari aspek audit, maka kualitas laporan keuangan menunjuk pada kualitas audit. Kualitas audit salah satunya dapat dilihat melalui independensi auditor (Antle dan Nalebuff, 1991 dalam Johnson, 2002). Berdasarkan PSA No.04 (SA 220), auditor harus bersikap independen, artinya tidak mudah dipengaruhi, karena auditor melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum (Siregar et. al., 2011). Oleh karena itu, sikap independensi ini mutlak harus ada pada diri auditor ketika ia melakukan audit. (Wijayani dan Indira, 2011). Pemerintah Indonesia, melalui Peraturan Menteri Keuangan 17/KMK.01/2008, mengharuskan perusahaan mengganti KAP yang telah mendapat penugasan audit lima tahun berturutturut (Ni Kadek, 2010) dengan tujuan untuk memperbaiki struktur pengawasan terhadap KAP (Blouin et al., 2007 dan Williams, 1986). Ukuran KAP dapat menjadi salah satu indikator independen atau tidaknya auditor dikarenakan perhatian utama KAP besar tidak sama dengan KAP yang lebih kecil dalam hal kemungkinan kehilangan klien, oleh karena itu KAP besar dapat menghasilkan kualitas audit yang lebih tinggi karena KAP tersebut tidak takut untuk bersikap objektif (De Angelo, 1981). Semakin besar ukuran KAP semakin tinggi kemungkinan klien akan membayar fee audit dengan lebih tinggi (Amake dan Okafor, 2012). Hal tersebut sejalan dengan Shockley (1982) terkait persamaan pandangan bahwa perusahaan yang lebih besar memiliki sedikit keterikatan dengan auditor. Tetapi, ketika menyangkut dengan perusahaan kecil, auditor mempunyai hubungan dan kedekatan personal yang lebih dengan klien mereka. Oleh karena itu ukuran KAP dan audit tenure memiliki hubungan positif namun tidak signifikan terhadap independensi auditor (Amake dan Okafor, 2012). Lowballing merupakan suatu praktik di mana KAP menawarkan fee audit yang lebih rendah dari harga pasar yang ada (De Angelo, 1981). Praktik lowballing ini, umumnya dilakukan oleh KAP kecil dan menengah, karena praktik ini salah satunya dilakukan dengan tujuan untuk menarik klien. Di tambah lagi, tidak semua klien berkemampuan cukup dalam hal arus kas masuk mereka untuk menggunakan jasa KAP besar dalam hal kewajaran laporan keuangan. Sehingga praktik lowballing ini dapat menguntungkan semua pihak, baik KAP maupun perusahaan. De Angelo (1981) menyatakan bahwa praktik lowballing audit tidak merusak independensi auditor. Namun, 2
berbeda dengan yang diungkapkan Lee dan Gu (1998) bahwa lowballing dapat meningkatkan independensi auditor dan dapat pula membahayakan independensi auditor. Fenomena lowballing juga terkait dengan rotasi audit dan fee audit, di mana pembayaran fee atas perubahan auditor secara signifikan menurunkan biaya audit pada tahun setelah perubahan auditor (Sewon dan Wang, 2012). Perubahan auditor dikarenakan mandatory dapat meningkatkan independensi auditor, namun hal tersebut seharusnya dilakukan secara sukarela (voluntary) (Onwuchekwa et. al., 2012; Said dan Khasharmeh, 2014; Febriana dan Ardiyanto, 2010). Akan tetapi, rotasi audit juga dapat meningkatkan risiko kegagalan audit pada tahun awal perikatan setelah rotasi (Mazars, 2011 dalam Ottaway, 2013). Ukuran KAP dan tenure auditor keduanya memiliki hubungan positif, namun tidak signifikan dengan independensi auditor (Amake dan Okafor, 2012). KAP Big 4 lebih independen dibanding KAP non Big 4, hal ini terlihat secara langsung dari ukuran KAPnya, disebabkan ukuran KAP yang lebih besar dapat menyediakan sumber tenaga professional yang lebih banyak (Sawan dan Alsaqqa, 2013). Ukuran KAP memiliki hubungan yang positif dengan kualitas audit, kami memperkirakan bahwa lebih besar ukuran KAP maka lebih besar pula kualitas auditnya sehingga pada akhirnya audit fee juga akan tinggi (Sundgren dan Svanström, 2013). Choi et al. (2010) terdapat hubungan positif antara ukuran KAP dan harga (fee audit yang tidak biasa) sebagai contoh adalah klien dari KAP Big 4 dan non Big 4. Mereka menyimpulkan bahwa perbedaan kualitas merupakan ditetapkan harga sebagai premium fee di pasar audit. Sehingga apabila KAP menerapkan strategi tarif diskon yang tinggi (lowballing strategy) maka memungkinkan kualitas KAP tersebut rendah. Namun Bleibtreu dan Stefani (2013) KAP yang menerapkan strategi tarif diskon yang tinggi (lowballing strategy) akan meningkatkan kualitas audit. Seiring dengan berlanjutnya perikatan, banyak auditor yang menaikkan fee nya selama periode selanjutnya dikarenakan meningkatnya usaha dalam melakukan audit dan keterbatasan sumber daya (Ettredge et. al., 2007). II. Tinjauan Pustaka A. Tinjauan Literatur 1.
Teori Keagenan Teori agensi merupakan pengorbanan yang timbul dari hubungan keagenan
apapun, termasuk didalam konrak kerja antara pemegang saham dan manajer
3
perusahaan. Oleh sebab itu, dalam hubungan keagenan, setiap pihak akan menanggung biaya keagenan, tidak hanya principal tetapi juga agen (Sri Sulistyanto, 2008:119). Ketika terdapat pemisahan antara pemilik (principal) dengan manajer (agen) di suatu perusahaan, maka terdapat kemungkinan bahwa keinginan pemilik diabaikan. Ketika pemilik (atau manajer) mendelegasikan otoritas pengambilan keputusan pada pihak lain, terdapat hubungan keagenan antara kedua pihak. Namun, ketika kepentingan manajer berbeda dengan kepentingan pemilik, maka keputusan yang diambil oleh manajer kemungkinan besar akan mencerminkan preferensi manajer dibandingkan dengan pemilik (Pierce Robinson, 2007:47). Sehingga terdapat asymetri informasi dan potensi konflik kepentingan antara manajemen perusahaan dan pengguna informasi keuangan dari pihak luar, oleh karena itu suatu audit laporan keuangan oleh pihak ketiga diharapkan dapat meningkatkan kualitas informasi keuangan yang dilaporkan oleh manajemen (Sumarwoto, 2007). 2.
Rotasi Audit Dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK) No. 423/KMK.06/2002 di
bagian kedua tentang Bidang Jasa dalam Pasal 6 dalam alenia terakhir menyatakan bahwa pemberian jasa audit umum atas laporan keuangan dari suatu entitas dapat dilakukan oleh KAP paling lama untuk 5 (lima) tahun buku berturut-turut dan oleh seorang Akuntan Publik paling lama untuk 3 (tiga) tahun buku berturut-turut. Namun, karena Keputusan Menteri Keuangan (KMK) No. 423/KMK.06/2002 dan KMK No. 359/KMK.06/2006 yang dianggap sudah tidak memadai. Maka, peraturan ini kemudian direvisi melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.01/2008 tanggal 5 Februari 2008 dimana rotasi AP tetap 3 tahun dan rotasi KAP menjadi 6 tahun. Bapepam-LK melalui Peraturan VIII.A.2 tanggal 12 November 2002 juga mulai memberlakukan rotasi KAP dengan masa cooling-off 3 tahun. Rotasi ini mempunyai tujuan untuk mencegah berkurangnya independensi AP dan KAP yang disebabkan jangka waktu penugasan yang panjang (Siregar et. al., 2011). Pada tahun 2011, peraturan terkait akuntan publik diperbaharui dengan ditetapkan Undang-Undang No. 5 tahun 2011 tentang “Akuntan Publik”. Dijelaskan dalam pemberian jasa audit oleh akuntan publik dan atau KAP atas informasi keuangan historis suatu klien untuk tahun buku yang berturut-turut dapat dibatasi dalam jangka waktu tertentu (pasal 4 ayat 1) Ketentuan mengenai pembatasan pemberisan jasa audit atas informasi keuangan historis diatur dalam peraturan 4
pemerintah (pasal 4 ayat 2) yang menjelaskan mengenai jumlah tahun buku berturutturut, jenis industri, perusahaan publik atau privat dan sanksi administrasi untuk menjaga independensi akuntan publik dan atau KAP. 3.
Ukuran KAP Riyatno (2007), ukuran dari KAP dibedakan berdasarkan jumlah klien dan
jumlah anggota dari KAP. Ukuran KAP dapat terbagi ke dalam KAP besar dan KAP kecil. Pembedaan tersebut dilakukan berdasarkan jumlah klien yang dilayani oleh suatu KAP, jumlah rekan/anggota yang bergabung, serta total pendapatan yang diperoleh dalam satu periode. Palmrose (1988) berpendapat bahwa dalam hal perusahaan kecil yang membutuhkan jasa audit, KAP besar kurang memiliki keterikatan karena hubungan fee audit dalam kebanyakan jasa audit hanya memberikan kontribusi yang kecil terhadap KAP yang bersangkutan. Tetapi, saat menggunakan jasa KAP kecil, mereka mempunyai hubungan personal yang lebih dekat dengan kliennya. Pearson (1980) menemukan bahwa independensi auditor memiliki hubungan secara positif dengan ukuran KAP, karena KAP kecil memiliki kesulitan dalam mempertahankan diri dari tekanan klien. 4.
Lowballing audit Lowballing audit adalah penetapan fee audit yang lebih rendah (discount) dari
penetapan fee yang seharusnya diberikan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) kepada kliennya dengan tujuan untuk memperoleh klien lebih cepat dan lebih banyak (DeAngelo, 1981). Ghosh dan Lustgarten (2006) menemukan bahwa terdapat harga diskon pada KAP Big 4 untuk perikatan di tahun pertama pada 2001, tetapi tidak pada tahun 2003. KAP Big 4 telah menjadi KAP lebih konservatif dalam periode pasca SOX (Huang et. al., 2009). 5.
Independensi auditor Kode Etik Akuntan Publik menyebutkan bahwa independensi adalah sikap
yang diharapkan dari seorang akuntan publik untuk tidak mempunyai kepentingan pribadi dalam melaksanakan tugasnya, yang bertentangan dengan prinsip integritas dan objektivitas. Arens et. al. (2013:111) mendefinisikan independensi dalam audit berarti mengambil sudut pandang yang tidak bias.
5
Menurut Boynton, Johnson, dan Kell (2008:112) merinci aspek independensi menjadi dua, yaitu: a. Independensi dalam fakta (independence in fact), apabila pada kenyataannya auditor mampu mempertahankan sikap yang tidak memihak sepanjang pelaksanan auditnya. b. Independensi dalam penampilan (independence in appearance) merupakan pandangan pihak lain terhadap diri auditor sehubungan dengan pelaksanaan audit. Terdapat enam faktor yang mempengaruhi independensi auditor yaitu ikatan keputusan keuangan dan hubungan usaha dengan klien, persaingan antar KAP, pemberian jasa selain jasa audit, lama penugasan audit, besar KAP dan besarnya audit fee (Wati dan Subroto, 2003). Independensi auditor dapat terjamin apabila terdapat faktor lain seperti ukuran KAP, pengalaman auditor, spesialisasi, nama baik dan reputasi KAP juga dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan (Onwuchekwa et. al., 2012). B. Keterkaitan Antar Variabel dan Perumusan Hipotesis Pengaruh rotasi audit terhadap lowballing audit Dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 17/PMK.01/2008 dinyatakan bahwa perusahaan harus melakukan pergantian auditor selama 3 tahun buku berturut-turut dan 6 tahun buku untuk KAP yang melakukan penugasan. Beberapa KAP mendapatkan keuntungan atas peraturan tersebut. Sebab, peningkatan rotasi eksternal audit perusahaan akan memberikan kontribusi keuntungan jika KAP menerapkan strategi tarif diskon yang tinggi (lowballing) sehingga KAP dapat menarik kembali klien yang hilang karena rotasi audit (Bleibtreu dan Stefani, 2013). Pembayaran fee atas perubahan auditor secara signifikan menurunkan biaya audit pada tahun setelah perubahan auditor (Sewon dan Wang, 2012). Akan tetapi, praktik lowballing audit (diskon fee) merupakan alternatif yang disarankan untuk perikatan awal yang dilakukan setelah rotasi audit (Simon dan Francis, 1988). Padahal dalam melakukan rotasi audit sebenarnya hanya memberikan minimal manfaat (Jackson et. al., 2003). Sehingga akan membuat KAP besar menawarkan tingkat fee audit yang tinggi dalam hubungannya dengan rotasi audit (Sankaraguruswamy dan Whisenant, 2003; Jahmani dan Dowling, 2008). Oleh karena itu, dirumuskan sebuah hipotesis: Ha1: Rotasi Audit berpengaruh terhadap praktik lowballing audit. 6
Pengaruh ukuran KAP terhadap lowballing audit Semakin besar ukuran KAP akan menetapkan fee audit yang lebih tinggi, begitupun sebaliknya (Sundgren dan Svanstrom, 2013). Untuk KAP Big 4 fee awal yang ditetapkan KAP pada klien baru pada tahun 2001 adalah fee pada tingkat ratarata yaitu sekitar 24% lebih rendah daripada fee audit untuk audit lanjutan. Namun setelah Sarbanas Oxlay Act diterbitkan, di tahun 2005 KAP Big 4 memberikan fee premium sebesar 16% dibanding klien lanjutan (Huang et. al., 2009). KAP Big 4 memilih untuk menaikan fee auditnya dikarenakan biaya audit yang dikeluarkan KAP lebih tinggi (Ebrahim, 2010), perubahan atas risiko audit, kemungkinan kompensasi kerugian yang harus diberikan (Griffin dan Lont, 2007) serta kewajiban biaya hukum lebih tinggi dan dorongan yang lebih tinggi dalam usaha proses audit dibanding KAP kecil (Choi et. al., 2010). Peningkatan fee untuk KAP Big 4 setelah SOX sebesar US$2.24 milyar meningkat dari US$5.108 milyar menjadi US$7.35 milyar (Griffin dan Lont, 2007). Selain itu, Palmrose (1988) menyatakan bahwa fee audit untuk KAP Big 8 konsisten dengan kualitas jasa yang diberikan serta penentuan fee dimonopoli oleh perusahaan besar. Ha2: Ukuran KAP berpengaruh terhadap praktik lowballing audit Ha3: Rotasi audit dan ukuran KAP berpengaruh terhadap lowballing audit. Pengaruh rotasi audit terhadap independensi auditor Rotasi audit sudah semakin banyak dilakukan disebabkan karena, hal itu sudah menjadi sebuah keharusan. Rotasi audit mandatory cenderung akan menurunkan kualitas audit (Carcello dan Nagy, 2004), sehingga juga akan menurunkan independensi auditor. Dua dasar argumentasi rotasi audit yang bersifat mandatory umumnya dikelompokan menjadi dua hal: (1) kualitas dan kompetensi pekerjaan audit cenderung menurun secara signifikan dari waktu ke waktu, (2) independensi auditor dapat rusak oleh panjangnya hubungan dengan manajemen (Hoyle, 1978). Sehingga, dalam penerapannya diharapkan dapat meningkatkan independensi auditor baik secara tampilan maupun fakta (Giri, 2010). Auditor yang mengaudit perusahaan yang sama dari tahun ke tahun akan kurang kreatif merancang prosedur audit; 2) Peningkatan kompetisi antara KAP akan didasarkan pada kualitas jasa audit; 3) Auditor tidak akan tergantung secara ekonomi (economic independence) kepada klien, dan 4) Rotasi auditor akan memampukan KAP untuk saling mengawasi satu dengan yang lain (Hoyle 1978). Auditor akan mengikuti kebutuhan 7
klien terkait manajemen laba di perikatan awal apabila auditor memiliki tenure yang panjang dengan klien, oleh karena itu auditor menetapkan fee yang rendah untuk mengantisipasi kehilangan independensinya akibat tenure yang panjang (Evans dan Schwartz, 2013). Sehingga penerapan rotasi audit, dapat menjadi solusi permasalahan kurangnya independensi auditor (Mohamed dan Hussein, 2010). Oleh karena itu, dirumuskan hipotesis: Ha4: Rotasi audit berpengaruh terhadap independensi auditor. Pengaruh ukuran KAP terhadap independensi auditor KAP Big 4 lebih powerful, efektif dan independen daripada KAP non Big 4. Perusahaan yang diaudit oleh KAP Big 4 memiliki kepercayaan diri yang lebih, karena terdapat banyak tenaga ahli dan terdapat sedikit kecenderungan atas permasalahan independensi sedangkan dengan KAP kecil, mereka mungkin akan lebih memiliki ketergantungan pada satu audit (Sawan dan Alsaqqa, 2012). Selain itu, KAP yang lebih besar mempunyai beberapa klien berbeda dan tidak bergantung pada pendapatan dari hanya satu dan dua klien sehingga dapat meningkatkan independensi auditor. (Arrunada, 1999 dalam Sawan dan Alsaqqa, 2012). Sedangkan KAP kecil disisi lain memiliki klien terbatas (Pearson, 1980). Oleh karena itu, KAP kecil dirasa memiliki risiko yang tinggi atas penurunan independensi (Shockley, 1981). Selain itu, KAP yang memberikan jasa konsultasi kepada klien yang diauditnya juga dapat meningkatkan rusaknya independensi (Wati dan Subroto, 2003). Dikarenakan KAP kecil mungkin dengan mudah merundingkan dengan klien dalam rangka untuk mempertahankan klien tersebut. Sehingga terdapat peluang yang lebih besar untuk mempengaruhi KAP kecil daripada KAP besar. Sehingga dirumuskan hipotesis: Ha5: Ukuran KAP berpengaruh terhadap independensi auditor. Pengaruh lowballing audit terhadap independensi auditor Para regulator dan profesi mengklaim bahwa lowballing audit dapat menurunkan independensi auditor, namun De Angelo (1981) dari hasil penelitiannya menyatakan
bahwa
lowballing
tidak
menurunkan
independensi
auditor.
Independensi auditor digambarkan sebagai ketiadaan kolusi antara auditor dan manajer dari auditee. Hal tersebut sering menjadi dugaan bahwa kompetisi atau kontrak audit dapat memungkinkan manager untuk membujuk auditor untuk
8
menyembunyikan informasi yang tidak menguntungkan atau bahkan salah penyampaian informasi kepada pemilik dan publik. Sehingga dalam praktiknya, apabila tidak diawasi hubungan auditor dengan manajer maka akan berpotensi untuk mengurangi independensi auditor (Lee dan Gu, 1998; Aswadi dan Zain, 2013). Sehingga, pemilihan auditor menggunakan skema lowballing memerlukan alur penilaian yang lebih oleh manajer atas independensi auditor tersebut (Fatemi, 2012). Lowballing audit dapat memperbaiki kualitas audit yang kemudian akan meningkatkan independensi auditor (Blebitreu dan Stefani, 2013). Fee audit di bawah standar (lowballing audit) lebih sering terjadi di awal perikatan daripada perikatan lanjutan (Lynn, 1998) dan independensi auditor relatif tinggi di awal masa penugasan (St Piere dan Anderson, 1984 dalam Wibowo dan Rossieta, 2009). Sehingga, dirumuskan hipotesis: Ha6: Lowballing audit berpengaruh terhadap independensi auditor. Ha7: Rotasi audit dan ukuran KAP berpengaruh terhadap lowballing audit serta berdampak pada independensi auditor. III. Metode Penelitian A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kausalitas, yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel independen, rotasi audit dan ukuran KAP terhadap variabel dependen, yaitu lowballing audit dan independensi auditor. Populasi penelitian adalah akuntan publik yang bekerja pada KAP yang berada di wilayah Jakarta dan Tangerang Selatan. Metode penentuan sampel berdasarkan purposive sampling berdasarkan teknik judgement sampling. B. Metode Analisis Analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis penelitian ini adalah dengan menggunakan analisis jalur dengan model persamaan struktural sebagai berikut: Y1 = ρX1Y1X1 + ρX2Y1X2 + ρε1Y1 Y2 = ρX1Y2X1 + ρX2Y2X2 + ρY1Y2Y1 + ρε2Y2
9
Di mana: ρX1Y1 ρX2Y1 ρX1Y2 ρX2Y2 ρY1Y2 ε1 ε2 X1 X2 Y1 Y2
: Standardized coefficients, koefisien jalur pengaruh langsung X1 terhadap Y1. : Standardized coefficients, koefisien jalur pengaruh langsung X2 terhadap Y1. : Standardized coefficients, koefisien jalur pengaruh langsung X1 terhadap Y2. : Standardized coefficients, koefisien jalur pengaruh langsung X2 terhadap Y2. : Standardized coefficients, koefisien jalur pengaruh langsung Y1 terhadap Y2. : Besarnya pengaruh variabel lain. : Besarnya pengaruh variabel lain. : Rotasi Audit : Ukuran KAP : Lowballing Audit : Independensi Auditor Gambar 1 Pengujian hipotesis
ε1 ρX1Y2
Rotasi Audit (X1)
ε2
ρX1Y1 Lowballing Audit (Y1)
r12
ρY1Y2
Independensi Auditor (Y2)
ρX2Y1 Ukuran KAP (X2)
ρX2Y2
C. Operasionalisasi Variabel
No 1.
Variabel Rotasi Audit (Said dan Khasarmeh, 2014; Bleibtreu dan Stefani, 2013)
1. 2. 3. 4. 5. 6.
2.
Ukuran KAP (Sawan dan Alsaqqa, 2013); Sundgren dan Svanström, 2013).
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Tabel 1 Operasionalisasi Variabel Indikator No. Butir Pernyataan Audit tenure 1 Meningkatkan 2,3 independensi Penanganan secara wajar 4 Aturan rotasi audit 5 Tidak tergantung secara 6 ekonomi Mencegah adanya 7 hubungan klien-auditor Kejujuran KAP 8 Risiko KAP 9 Pengujian yang lebih 10 Kualitas audit 11,12 Daya tarik KAP 13 Perencanaan proses audit 14 Independensi 15
Skala Pengukuran Interval
Interval
10
No 3.
Variabel Lowballing Audit (DeAngelo, 1981); Bleibtreu dan Stefani, 2013)
Indikator 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 1. 2. 3.
Penurunan fee audit Tawar-menawar fee audit Persaingan fee audit Manfaat masa depan Negosiasi fee audit Cepat dalam hal perikatan Perikatan audit yang lama 4. Independensi Audit tenure Auditor Awal masa perikatan (Said dan Hubungan bisnis jangka Khasharmeh, panjang 2014); Amake 4. Tidak melakukan rotasi dan Okafor, audit 2012; dan 5. Melakukan rotasi audit Onwuchekwa et. 6. Mempertahankan reputasi al., 2012). auditor 7. Fungsi independensi 8. Mandatory rotasi audit Sumber: data diolah dari berbagai referensi
No. Butir Pernyataan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Skala Pengukuran Interval
Interval
11 12 13 14 15
D. Hasil Penelitian dan Pembahasan Tabel 2 Data Sampel Penelitian No. 1. 2. 3. 4. 5.
Keterangan Jumlah kuesioner yang disebar Jumlah kuesioner yang kembali Jumlah kuesioner yang tidak kembali Jumlah kuesioner yang tidak dapat diolah Jumlah kuesioner yang dapat diolah
Auditor 80 55 25 16 39
Persentase 100% 68.75% 31.25% 20% 48.75%
Sumber: data diolah Tabel 3 Hasil Uji Statistik Deskriptif
Rotasi Audit Ukuran KAP Lowballing Audit Independensi Auditor Valid N (listwise)
N
Minimum
Maximum
Mean
39 39 39 39
16 19 18 18
29 36 32 35
22.59 24.74 23.79 26.41
Std. Deviation 3.851 5.566 3.342 5.046
Sumber: data diolah Tujuan dari hasil uji statistik deskriptif ini adalah untuk melihat kualitas data penelitian ditunjukkan dengan kriteria apabila nilai mean lebih besar daripada standar deviasi maka kualitas data adalah baik. Berdasarkan data yang diperoleh menunjukkan bahwa seluruh variabel memiliki kualiatas data yang baik. 11
Uji hipotesis Y = 0.488 X1 + 0.128 X2 + 0.860 ε1
Persamaan Analisis Jalur Model 1
Hasil koefisien determinasi untuk persamaan analisis jalur model 1 adalah sebesar 26% variabel lowballing audit dapat dijelaskan oleh variabel rotasi audit dan ukuran KAP. Sedangkan jumlah varians variabel lowballing audit yang tidak dapat dijelaskan oleh variabel rotasi audit dan ukuran KAP atau dengan kata lain dipengaruhi variabel lain adalah sebesar 86%. Dikarenakan praktik lowballing audit akan terkait dengan fee, maka faktor atau variabel lain yang berpengaruh terhadap lowballing akan secara tidak langsung berpengaruh juga terhadap fee audit, diantaranya faktor ukuran perusahaan klien, kompleksitas jasa audit yang diberikan dan risiko penugasan audit (Halim, 2005). Hasil uji statistik F untuk persamaan analisis jalur model 1 adalah dengan nilai F sebesar 7.664 dan nilai probabilitas (sig) sebesar 0.002 karena nilai sig. < 0.05, maka keputusannya adalah H03 ditolak dan menerima Ha3, artinya koefisien analisis jalur adalah signifikan, sehingga dapat dilakukan uji individual (t). Tabel 4 Hasil Uji Persamaan Model 1 Model
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
B 1
(Constant)
1
Std. Error
12.325
3.018
RA
.424
.129
UKAP
.077
.090
T
Sig.
Beta 4.085
.000
.488
3.273
.002
.128
.858
.397
a. Dependent Variable: LB
Sumber: Data primer yang diolah Dari tabel 4 di atas, diketahui hasil pengujian persamaan analsisi jalur model 1 yang menunjukkan pengaruh variabel rotasi audit dan ukuran KAP secara individual. Variabel rotasi audit memiliki signifikansi sebesar 0.002 lebih kecil dari nilai probabilitas sig. atau (0.002<0.05), maka H01 ditolak dan menerima Ha1, artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara rotasi audit terhadap lowballing audit. Koefisien lintasan parsial (path coefficient) menunjukkan hubungan positif sebesar 48.8%. Hasil penelitian ini konsisten dengan (Ottaway, 2013) bahwa dengan adanya rotasi audit, maka praktik lowballing audit akan menjadi umum dan periode tenure akan semakin singkat. Rotasi audit akan menurunkan kontribusi keuntungan KAP untuk klien yang membutuhkan audit spesialis sedangkan klien yang tidak 12
membutuhkan auditor spesialis, rotasi audit akan meningkatkan kontribusi keuntungan KAP, karena KAP dapat meminta fee kompetitif yang cukup tinggi dikarenakan klien kehilangan KAP atas aturan rotasi audit. Sehingga KAP lainnya akan menggunakan strategi lowballing (Bleibtreu dan Stefani, 2013). Variabel Ukuran KAP memiliki nilai sig. 0.397 lebih besar dari nilai probabilitas sig. atau (0.397>0.05), maka H02 diterima dan menolak Ha2, artinya tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara ukuran KAP terhadap lowballing audit. Koefisien lintasan parsial (path coefficient) menunjukkan hubungan positif sebesar 12.8%. Hasil penelitian sejalan dengan Palmrose (1986) yaitu tidak terdapat hubungan yang signifikan antara ukuran KAP dengan fee audit berdasarkan paradigma Big 8 dan non Big 8 tetapi hal itu tidak berlaku apabila berdasarkan kategori industri spesialis, di mana praktik lowballing terjadi dikarenakan penurunan fee audit di awal perikatan. Persamaan Analisis Jalur Model 2 Y2 = 0.367 X1 + 0.529 X2 + 0.142 Y1 + 0.596
ε2
Hasil koefisien determinasi untuk persamaan analisis jalur model 2 adalah sebesar 64.4% variabel indpendensi auditor dapat dijelaskan oleh variabel rotasi audit, ukuran KAP dan lowballing audit. Sedangkan jumlah varians variabel independensi auditor yang tidak dapat dijelaskan oleh variabel rotasi audit, ukuran KAP dan lowballing audit atau dengan kata lain dipengaruhi variabel lain adalah sebesar 59.6%. seperti lamanya hubungan audit, besarnya audit fee, ikatan kepentingan keuangan dan hubungan usaha klien (Putri et. al., 2013). Hasil uji statistik F sebesar 23.951 dengan nilai probabilitas (sig) sebesar 0.000 karena nilai sig. < 0.05, maka keputusannya dalah H07 ditolak dan menerima Ha7, artinya koefisien analisis jalur adalah signifikan, sehingga dapat dilakukan uji individual (t). Tabel 5 Hasil Uji Persamaan Model 2 Model
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
B 1 1
(Constant)
Std. Error
-1.435
3.820
RA
.481
.154
UKAP
.479
LB
.215
T
Sig.
Beta -.376
.709
.367
3.116
.004
.095
.529
5.066
.000
.174
.142
1.234
.226
a. Dependent Variable: IA
Sumber: Data primer yang diolah 13
Dari tabel 5 di atas, diketahui hasil pengujian persamaan analsisi jalur model 2 yang menunjukkan pengaruh variabel rotasi audit, ukuran KAP dan lowballing audit secara individual. Variabel rotasi audit memiliki nilai sig. 0.004 lebih kecil dari nilai probabilitas sig. atau (0.004<0.05), maka H04 ditolak dan menerima Ha4, artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara rotasi audit terhadap independensi auditor. Koefisien lintasan parsial (path coefficient) menunjukkan hubungan positif sebesar 36.7%. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Said dan Khasarmeh (2014) bahwa secara statistik terdapat hubungan yang signifikan antara rotasi audit dengan independensi auditor. Sejalan dengan Mohamed dan Hussein (2013) yang menyatakan bahwa rotasi audit sebagai salah satu solusi dalam mengatasi masalah independensi auditor sebab pengaplikasian rotasi audit ditujukan untuk menjaga independensi auditor. Cameran et al. (2007); Hoyle (1978); Giri (2010) menyatakan hal yang sama yaitu rotasi audit dapat menghindari penurunan independensi auditor. Namun hal berlawanan dinyatakan oleh Barbadillo et. al. (2009) bahwa rotasi audit gagal untuk meningkatkan independensi auditor, kecenderungan mempertahankan reputasi auditor mungkin dapat menjaga independensi auditor dibanding dengan melakukan rotasi audit. Variabel ukuran KAP memiliki nilai sig. 0.000 lebih kecil dari nilai probabilitas sig. atau (0.000<0.05), maka H05 ditolak dan menerima Ha5, artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara ukuran KAP terhadap independensi auditor. Koefisien lintasan parsial (path coefficient) menunjukkan hubungan positif sebesar 52.9%. Hasil penelitian sejalan dengan Sawan dan Alsaqqa (2013) di mana auditor KAP Big 4 lebih independen daripada auditor KAP non Big 4 sebab KAP Big 4 memberikan pelaporan yang lebih kuat dan efektif dalam rangka mempertahankan reputasi dan pendapatan yang tinggi dari berbagai skandal akuntansi dan permasalahan litigasi. Sedangkan perilaku atas KAP yang berukuran kecil harus diperhatikan karena KAP tersebut memiliki ketergantungan ekonomi dengan klien tertentu (Choi et. al., 2010). Berlawanan dengan penelitian Amake dan Okafor (2012) di mana ukuran KAP dan tenure audit tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap independensi auditor. Dikarenakan karakteristik bawaan dalam praktik audit yang mungkin dapat mengakibatkan penurunan independensi auditor dan kecenderungan terhadap penggunaan jasa personal yang lebih banyak dan kedekatan hubungan dengan klien. Variabel lowballing audit memiliki nilai sig. 0.226 lebih besar dari nilai probabilitas sig. atau (0.226>0.05), maka H06 diterima dan menolak Ha6, artinya tidak 14
terdapat pengaruh yang signifikan antara lowballing audit terhadap independensi auditor. Koefisien lintasan parsial (path coefficient) menunjukkan hubungan positif sebesar 14.2%. Hasil penelitian didukung oleh penelitian De Angelo (1981) bahwa diskon fee di awal perikatan (lowballing) tidak mempengaruhi independensi auditor. Praktik lowballing merupakan praktik yang dapat diterima dalam audit (Meyer et al, 2003). Hal ini berlawanan dengan SEC dan Cohen Report berpendapat bahwa lowballing membahayakan independensi auditor, sementara Lee dan Gu (1998) menunjukkan
bahwa
lowballing
dapat
meningkatkan
independensi
auditor.
Lowballing dikatakan memiliki akibat negatif (Magee dan Tseng 1990 dalam Fatemi, 2013; Dopuch dan King, 1996) karena auditor memiliki keterikatan secara finansial terhadap klien, sehingga praktik lowballing mungkin dapat merusak kemampuan auditor untuk bersikap independen terhadap manajer (Fatemi, 2013). Akan tetapi ketika auditor memperoleh fee yang lebih tinggi (premium), auditor akan berhati-hati dari segala ancaman atas independensi penampilan mereka (Gupta et. al., 2009). Semua hal di atas terjadi apabila dilakukan pengungkapan publik atas fee audit dikarenakan pengungkapan publik atas fee audit akan menguatkan independensi auditor (Craswell dan Francis, 1999). Namun di Indonesia terkait fee audit tidak semua diungkapkan ke publik, sehingga ditemukan bahwa lowballing audit tidak berpengaruh terhadap independensi auditor. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa: (1) rotasi audit berpengaruh secara signifikan terhadap keberadaan praktik lowballing audit, hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Ottaway (2013), Bleibtreu dan Stefani (2013); (2) ukuran KAP tidak berpengaruh secara signifikan terhadap praktik lowballing audit. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Ghosh and Lustgarten (2006), Huang et. al. (2009) Choi et. al. (2010); (3) rotasi audit dan ukuran KAP secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap lowballing audit; (4) rotasi audit berpengaruh secara signifikan terhadap independensi auditor, hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Said dan Khasarmeh (2014), Mohamed dan Habib (2013), Cameran et. al. (2010); Giri (2010), Myers et. al. (2003); (5) ukuran KAP berpengaruh secara signifikan terhadap independensi auditor, hasil penelitian mendukung penelitian yang dilakukan oleh Sawan 15
dan Alsaqqa (2012), Choi et. al. (2010), Nindita dan Sylvia (2012); (6) Lowballing Audit tidak berpengaruh secara signifikan terhadap independensi auditor, hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Meyer et. al. (2003); dan (7) rotasi audit dan ukuran KAP secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap praktik lowballing audit serta berdampak terhadap independensi auditor. Saran Penelitian di masa mendatang diharapkan dapat lebih berkualitas dan bermanfaat lagi dengan menambah beberapa hal seperti: dapat memperoleh data melalui sumber lain seperti wawancara dari beberapa responden sehingga dapat lebih menggambarkan keadaan yang sesungguhnya dan menghindari pengisian kuesioner dengan tidak benar dan dapat memperluas daerah survey selain dari penambahan jumlah responden agar hasil penelitian dapat menggambarkan fenomena yang sesungguhnya terjadi.
16
DAFTAR PUSTAKA Amake, Chinwe Claire and Chinwuba Okafor. “Auditors Independence, Auditors‟ Tenure And Audit Firm Size In Nigeria”, Research Journal of Finance and Accounting Vol. 3, No. 10, 2012. Arens Alvin A, Randal J. Elder, Mark S. Beasley. “Auditing and Assurance Services An Integrated Approach”, 13th edition, Pearson Education Inc, Upper Saddle River, New Jersey, 2010. Aswadi, Effiezal bn Abdul Wahab and Mazlina Mat Zain. “Audit Fees during Initial Engagement in Malaysia”, Managerial Auditing Journal Vol.28, No.8, pp.735-754, 2013. Barbadillo, Emiliano Ruiz‐, Nieves Go´mez‐Aguilar, and Nieves Carrera. “Does Mandatory Audit Firm Rotation Enhance Auditor Independence? Evidence from Spain”, Auditing: A Journal of Practice & Theory: Vol. 28, No. 1, pp. 113-135, May 2009. Bleibtreu, Christopher and Ulrike Stefani, “The Effects of Mandatory Auditor Rotation on Low Balling Behavior and Auditor Independence”, http://www.wiwi.unikonstanz.de/econdoc/working-paper-series/,Working Paper (Preliminary Version), September 2013. Blouin, J., Grein, B.M., and Rountree, B.R. “An Analysis of Forced Auditor Change: The Case of Former Arthur Andersen Clients”, The Accounting Review, Vol. 82, No. 3, pp. 621-650, 2007. Boynton, William C, Raymond N. Johnson and Walter G. Kell, “Modern Auditing: Assurance Services and The Integrity of Financial Reporting” 8th edition, John Wiley & Sons Inc: United States of America, 2006. Cameran Mara, Prencipe Annalisa, Trombetto Marco, “Auditor Tenure and Auditor Change: Does Mandatory Auditor Rotation Really Improve Audit Quality?” the XXX EAA Annual Conference Journal, Lisbon, 2007. Chen, C-Y., Lin, C-J., and Lin, Y-C, “Audit Partner Tenure, Audit Firm Tenure and Discretionary Accruals: Does Long Auditor Tenure Impair Earnings Quality?” Working Paper, Hong Kong University of Science and Technology, 2004. Choi, Jong-Hag, Chansog (Francis) Kim, Jeong-Bon Kim, and Yoonseok Zang “Audit Office Size, Audit Quality and Audit Pricing”, Auditing: A Journal of Practice & Theory American Accounting Association Vol. 29, No. 1 Doi: 10.2308/Aud.2010.29.1.73 pp. 73–97, 2010. Craswell, Allen T. and Jere R. Francis. “Pricing Initial Audit Engagements: A Test of Competing Theories”, The Accounting Review, Vol. 74, No. 2, pp. 201-216, 1999. De Angelo Linda Elzabeth, “Auditor Independence, Low Balling, and Disclosure Regulation”, Journal of Accounting and Economics 3, 1981. Ebrahim, Ahmed. “Audit Fee Premium and Auditor Change: The Effect of Sarbanas-Oxley Act”, Managerial Auditing Journal, Vol. 25, No. 2, pp. 102-121, 2010. Ettredge, Michael L, Chan Li, and Susan Scholz. “Audit Fees and Auditor Dismissals in The Sarbanes-Oxley Era”, Accounting Horizons; 21, 4; Abi/Inform Complete pg. 371, 2007. Evans, Lawrance Jr. and Jeremy Schwartz. “Can Market Power and Sarbanes-Oxley Explain Rising Audit Fees?”, April 2013. Fatemi, Darius J., “The Influence of Lowballing and Auditor Selection on Auditor Independence and Client Productivity”, Submitted to the Faculty of the Thesis in the Kelley School of Business Indiana University, August 20012. Fatemi, Darius J. “New Evidence on an Old Question: Does Lowballing Undermine Auditors‟ Independence or Their Clients‟ Investment Decisions?”, Current Issues in Auditing 17
American Accounting Association Volume 7, Issue 1 Doi: 10.2308/Ciia-50359 pages p22–p29, 2013. Ghosh, A., and S. Lustgarten, “Pricing of Initial Audit Engagements by Large and Small Audit Firms”, Contemporary Accounting Research (Summer): 333–368, 2006. Ghozali, Imam, “Aplikasi Analisis Multivariate dengan program IBM SPSS 22”, Badan Penerbit Universitas Diponegoro: Semarang, 2013. Giri, Efraim Ferdinan. “Pengaruh Tenur Kantor Akuntan Publik (KAP) dan Reputasi KAP terhadap Kualitas Audit: Kasus Rotasi Wajib Auditor di Indonesia”, SNA XII Purwokerto, 2010. Griffin, Paul A. and David H. Lont. “An Analysis of Audit Fees Following the Passage of Sarbanes-Oxley”, Asia-Pacific Journal of Accounting & Economics 14 161–192, 2007. Gupta, Parveen P., Gopal V. Krishnan and Wei Yu. “You Get What You Pay For: an Examination of Audit Quality When Audit Fee is Low”, 2009. Halim, Yonathan. “Peranan Metode Lowballing Cost oleh Kantor Akuntan Publik di Surabaya”, Bachelor thesis, Petra Christian University, 2005. Huang, Hua-Wei, K. Raghunandan, and Dasaratha Rama, “Audit Fees for Initial Audit Engagements Before and After SOX”, Auditing: A Journal of Practice & Theory American Accounting Association Vol. 28, No. 1 DOI: 10.2308/aud.2009.28.1.171 pp. 171–190. 2009. Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo. “Metodologi Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi & Manajemen”, Edisi Pertama Cetakan Kedua, BPFE: Yogyakarta, 2002. Jackson, Andrew B., Michael Moldrich and Peter Roebuck, “Mandatory Audit Firm Rotation and Audit Quality”, Managerial Auditing Journal, Vol. 23, No. 5, pp. 420-437, 2008. Jahmani, Yousef and William A. Dowling, “The Impact of Sarbanes-Oxley Act”, Journal of Business & Economics Research, Volume 6, Number 10, October 2008. Johnson, V.E., Khurana, I.K. and Reynolds, J.K, “Audit-Firm Tenure and the Quality of Financial Reports”, Contemporary Accounting Research, 19 (4), 637-660, 2002. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 423/KMK.06/2002 Tanggal 30 September 2002 Tentang Jasa Akuntan Publik. Lee, Chi-Wen Jevons and Zhaoyang Gu. “Low Balling, Legal Liability And Auditor Independence”, The Accounting Review, Vol. 73, No. 4, pp. 533-555, 1998. Mohamed, Diana Mostafa and Magda Hussien Habib Urnal. “Auditor Independence, Audit Quality and the Mandatory Auditor Rotation in Egypt”, Education, Business and Society: Contemporary Middle Eastern Issues, Vol. 6, No. 2, pp. 116-144, 2013. Myers, James N, Linda A Myers and Thomas C. Omer. “Exploring The Term Of The Auditor-Client Relationship And The Quality Of Earnings: A Case For Mandatory Auditor Rotation?”, The Accounting Review 779-799 Vol.78, No.3, 2003. Nindita, Chairunissa dan Sylvia Veronica Siregar. “Analisis Pengaruh Ukuran Kantor Akuntan Publik terhadap Kualitas Audit di Indonesia”, Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 14, No. 2, pp. 91-104, 2012. Nagy, Albert L, “Mandatory Audit Firm Turnover, Financial Reporting Quality and Client Bargaining Power: The Case of Arthur Andersen”, Accounting Horizons Vol. 19, No. 2 June 2005 pp 51-68, 2005. Ottaway, Joanne. “Improving Auditor Independence In Australia: Is „Mandatory Audit Firm Rotation‟ The Best Option?”, 2013. Palmrose, Zoe-Vonna. “Audit Fees and Auditor Size: Further Evidence”, Journal of Accounting Research Vol. 24, No. 1, pp. 97-110, 1986. Pearson, M. A. “A Profile of the „Big Eight‟ Independence Position”, Baylor Business Studies, 11, 7-27, 1980. 18
Putri, Kirana, Hardi, Sem Paulus Silalahi. “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Independensi Akuntan Publik dalam Pelaksanaan Audit (Study Survey pada Kantor Akuntan Publik di Pekanbaru dan Batam)”, 2013. Riduwan dan Kuncoro Engkos Ahmad, “Cara Menggunakan dan Memaknai Analisis Jalur (Path Analysis)”, Alfabeta, Jakarta, 2013. Riyatno, “Pengaruh Ukuran Kantor Akuntan Publik terhadap Earnings Response Coefficients”, Jurnal Keuangan dan Bisnis Vol.5 No.2:148-162, 2007. Robinson, Pierce, “Manajemen Strategis Edisi 10 Formulasi, Implementasi dan Pengendalian)”, Salemba Empat: Jakarta, 2007. Said, Kousay and Hussein Khasharmeh. “Auditors‟ Perception on Impact of Mandatory Audit Firm Rotation on Auditor Independence-Evidence From Bahrain”, Journal of Accounting and Taxation Vol. 6(1), pp. 1018, 2014. Sankaraguruswamy, S., and J. Whisenant, “An Empirical Analysis of Voluntarily Supplied Client-Auditor Realignment Reasons”, Auditing: A Journal of Practice &Theory 23, 107-121, 2004. Sawan, Nedal and Ihab Alsaqqa. “Audit Firm Size And Quality: Does Audit Firm Size Influence Audit Quality In The Libyan Oil Industry?”, African Journal of Business Management Vol. 7(3), pp. 213-226, 2013. Sewon O, Kun Wang, “Competition and Low-Balling: Evidence from Texas Municipalities”, Texas Southern University, 2012. Shockley, R. A. “Perceptions of Auditors‟ Independence: an Empirical Analysis”, The Accounting Review, 56(4), 785-800, 1982. Simon, D., and J. Francis. “The Effects of Auditor Change on Audit Fees: Tests of Price Cutting and Price Recovery”, The Accounting Review: 255–269, 1988. Sinarwati, Ni Kadek, “Mengapa Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Melakukan Pergantian Kantor Akuntan Publik?”, SNA 13 Purwokerto, 2010. Siregar, Sylvia Veronica, Fitriany, Arie Wibowo, dan Viska Anggraita, “Rotasi dan Kualitas Audit: Evaluasi Atas Kebijakan Menteri Keuangan KMK No. 423/KMK.6/2002 Tentang Jasa Akuntan Publik”, 2011. Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), Salemba Empat: Jakarta, 2011. Sulistyanto, Sri, “Manajemen Laba, Teori dan Model Empiris”, Grasindo: Jakarta, 2008. Sumarwoto, “Pengaruh Kebijakan Rotasi KAP Terhadap Kualitas Laporan Keuangan”,Jurnal Akuntansi Politeknik Negeri Semarang, 2007. Sundgren, Stefan dan Tobias Svanström, “Audit Office Size, Audit Quality and Audit Pricing: Evidence from Small and Medium-Sized Enterprises”, Accounting and Business Research, 43(2013)1: 31-55, 2013. Tuanakotta, Theodorus M. “Setengah Abad Profesi Akuntansi”, Salemba Empat: Jakarta, 2007. Varadita Febriana, Moch. Didik Ardiyanto. “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penggantian Kantor Akuntan Publik di Perusahaan Go Public yang Terdaftar di BEI”, 2010. Wibowo, A. dan Rossieta, H. “Faktor-faktor Determinasi Kualitas Audit: Suatu Studi dengan Pendekatan Earnings Surprise Benchmark”, Simposium Nasional Akuntansi 12, Palembang, 2009. Wijayani, Evi Dwi dan Indira Januarti, “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perusahaan di Indonesia Melakukan Auditor Switching”, SNA 14 Aceh, 2011. Anonim, “Menkeu Ubah Peraturan Akuntan Publik”, http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol18583/menkeuubahperaturanakuntanpub lik di akses tanggal 18 Mei 2014 pk. 9.53, 2008.
19