ANALISIS DAMPAK MIGRASI SIRKULER TERHADAP PEMBANGUNAN EKONOMI PERDESAAN ( Studi Kasus Pada Rumahtangga Sektor Informal Perdagangan di Dua Kecamatan di Kabupaten Lamongan Jawa Timur )
MAHFUDHOH
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
ABSTRAK
MAHFUDHOH. Analisis Dampak Migrasi Sirkuler terhadap Pembangunan Ekonomi Perdesaan: Studi Kasus pada Rumahtangga Sektor Informal Perdagangan di Dua Kecamatan di Kabupaten Lamongan Jawa Timur. (SAID RUSLI sebagai Ketua dan BAMBANG JUANDA sebagai Anggota Komisi Pembimbing). Penelitian ini menganalisis dampak migrasi sirkuler terhadap pembangunan ekonomi perdesaan di dua kecamatan Kabupaten Lamongan Jawa Timur. Dengan menggunakan analisa deskriptif, Indeks Gini Ratio (IGR), Indeks Good Service Ratio (IGSR) dan data primer (survei lapangan selama 6 bulan pada tahun 2005), serta data skunder (data Susenas dan data Podes) ditemukan bahwa: (1)faktor utama yang mempengaruhi keputusan rumahtangga untuk melakukan migrasi sirkuler adalah faktor ekonomi (rendahnya upah dan pendapatan sektor pertanian), banyaknya tanggungan anggota rumahtangga, kecilnya kepemilikan lahan pertanian, mudahnya informasi tentang pekerjaan di daerah tujuan, makin berkembangnya sarana transportasi, dan orientasi pribadi, (2)karakteristik migran sektor informal adalah rumahtangga petani 100 %, sebagian besar laki-laki 75 % dengan penguasaan lahan pertanian kurang dari 1 ha., (3)tingkat dan distribusi pendapatan menjadi lebih baik setelah melakukan migrasi sirkuler, (4)namun, dibandingkan konsumsi nonpangan, konsumsi pangan menjadi lebih tinggi. Penguatan pengembangan usaha-usaha non-farm yang dimodali oleh remitansi (remittances ) perlu diarahkan untuk peningkatan pembangunan ekonomi perdesaan. Kata kunci: Migrasi sirkuler, tingkat pendapatan, remittances
ABSTRACT
MAHFUDHOH. The Analyses Impact of Circular Migration to Development Of Rural Economics: Case Study at Informal Trade Households Sector in Two District in Lamongan Regency East Java. (under the direction of SAID RUSLI and BAMBANG JUANDA). This Research analyses impact of circular migration to development of rural economics in two district in Lamongan Regency East Java. By using descriptive analysis, Index of Gini Ratio (IGR), Make An Index To Good Service Ratio (IGSR) and primary data (field survey during 6 months in the year 2005), and also data of Skunder (data of Susenas and data of Podes) please find that: (1)factor especial influencing decision of household to conduct migration of circular is economic factor (lower wages and earnings of agricultural sector), to the number of member responsibilities of household, the so small ownership of agriculture farm, easy to information him concerning work in area of target, and more expand transportation medium him, and personal orientation, (2)characteristic informal sector migrant is farmer household 100 %, most men’s 75 % with domination of agriculture farm less than 1 ha., (3)income and earning distribution become bitterly [of] migration having taken steps of circular, (4)compared to consumption of non food, food consumption become highly. Reinforcement of development is efforts non-farm capitalised by remittances require to be instructed to the make-up of rural development economics. Keyword: Circular migration, income, and remittances
ANALISIS DAMPAK MIGRASI SIRKULER TERHADAP PEMBANGUNAN KONOMI PERDESAAN (Studi Kasus Pada Rumahtangga Sektor Informal Perdagangan di Dua Kecamatan di Kabupaten Lamongan Jawa Timur)
MAHFUDHOH
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu-ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
Judul Tesis
: ANALISIS DAMPAK MIGRASI SIRKULER TERHADAP
PEMBANGUNAN EKONOMI PERDESAAN (Studi Kasus Pada Rumahtangga Sektor Informal Perdagangan di Dua Kecamatan di Kabupaten Lamongan Jawa Timur) Nama
: MAHFUDHOH
Nomor Pokok
: A155030231
Program Studi
: ILMU-ILMU PERENCANAAN PEMBANGUNAN WILAYAH DAN
PERDESAAN
Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing
Ir. Said Rusli, MA Ketua
Dr. Ir. Bambang Juanda, MS Anggota
Mengetahui, 2. Ketua Program Studi Ilmu-ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan
3. Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Prof. Ir. Isang Gonarsyah, Ph.D
Prof. Dr. Ir. Sjafrida Manuwoto, M.Sc
Tanggal Ujian : 21 April 2006
Tanggal Lulus : ……………………..
SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis yang berjudul:
ANALISIS DAMPAK MIGRASI SIRKULER TERHADAP PEMBANGUNAN EKONOMI PERDESAAN (Studi Kasus Pada Rumahtangga Sektor Informal Perdagangan di Dua Kecamatan di Kabupaten Lamongan Jawa Timur) adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum pernah dipublikasikan. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Mei 2006
Mahfudhoh_____ Nrp. A155030231
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Lamongan, tepatnya di Kelurahan Blimbing Kecamatan Paciran pada tanggal 04 April 1978, sebagai putri ke tiga dari Ibunda Musriaton dan Ayahanda Mukrim Wibowo. Masa kecil yang bercita-cita sebagai Dokter dan Psykolog akhirnya kandas dan tidak tercapai karena keterpaksaan. Walaupun demikian, menjadi wanita “cerdas” dalam kehidupannya tetap ada. Doa dan dorongan semangat belajar yang lebih baik, tetap penulis dapatkan baik dari keluarga maupun teman-teman dekat. Pendidikan sekolah dasar ditempuh di SDN IV Blimbing-Paciran, Tamat pada tahun 1989. Pendidikan sekolah menengah pertama selesai tahun 1992. Pendidikan sekolah menengah atas tamat pada tahun 1995. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Ekonomi Manejemen Muhammadiyah Lamongan tamat tahun 2001. Semasa menjadi pelajar di SLTA maupun pendidikan sarjana, penulis aktif mengikuti organisasi ekstra kampus, LSM dan doyan dalam organisasi politik. Dengan beasiswa BPPS Dikti untuk 2 tahun, pada tahun 2003 berkesempatan melanjutkan studi program magister pada program studi Ilmuilmu
Perencanaan
Pembangunan
Wilayah
dan
Perdesaan,
Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Sejak tahun 2003 sampai sekarang penulis tercatat sebagai pengajar di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Muhammadiyah Paciran, Lamongan. Selama masa studi Pascasarjana di IPB penulis juga aktif dibeberapa kegiatan penelitian nasional bidang Ekonomi Sumberdaya yang di prakarsai oleh PT. Nature Link Darmaga- Bogor.
PRAKATA
Memahami dan menafsirkan manusia moderen dengan segala latar belakang dan tujuannya merupakan tugas yang tidak mudah, dibutuhkan evaluasi dan penafsiran yang obyektif dalam mengungkap latar belakang migrasi. Suatu tanggung jawab ilmiah yang berat tentunya bagi penulis. Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya senantiasa kami panjatkan sehingga terselesaikan tugas akhir (tesis) ini, yang merupakan salah satu prasyarat dalam memperoleh gelar Magister Sains pada Program studi Ilmuilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD) di Institut Pertanian Bogor. Tulisan yang berjudul Analisis Dampak Migrasi Sirkuler Terhadap Pembangunan Ekonomi Perdesaan (Studi kasus pada rumahtangga sektor informal perdagangan di dua kecamatan di Kabupaten Lamongan Jawa Timur) mencoba memberikan gambaran riil yang terjadi di lapangan. Melalui tulisan ini diharapkan tidak hanya bermanfaat bagi bertambahnya khasanah ilmu sosial ekonomi, tetapi juga diharapkan dapat memberi kontribusi terhadap pemerintah daerah agar secara tegas melalui kebijakan yang ditetapkan mampu menekan fenomena migrasi internal di Kabupaten Lamongan sehingga tidak berdampak pada fenomena Kue Donat . Selesainya tugas ini tidak terlepas atas bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Ucapan terimakasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Ir. Said Rusli, MA. selaku ketua komisi pembimbing atas kesabaran, pinjaman referensi dan transfer ilmu membimbing penulis, sehingga penulis banyak mendapatkan pencerahan tentang etika menulis karya ilmiah, Bapak Dr. Ir. Bambang Juanda, MS. selaku anggota komisi pembimbing atas kesabaran dalam memberikan bimbingan, arahan, dorongan moral dan spiritual sehingga terselesaikan tulisan ini. Tidak lupa Juga kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Ir. Isang Gonarsyah, Ph.D selaku ketua program studi PWD atas segala kearifan, pinjaman referensi dan saran-sarannya. Ucapan terimakasih dan juga penulis sampaikan kepada Bapak Dr.Ir. Arya Hadi Dharmawan, MSc.Agr. dengan kebaikan hati dan keramahan bersedia menguji
dan memberi masukan yang membangun dalam tulisan ini. Tidak lupa juga kepada para Dosen PWD yang dengan sabar dan ketekunannya mentransferkan ilmu yang tak ternilai kepada penulis. Specially ucapkan terimakasih dan rinduku selalu kepada Ibunda tercinta, Mas dan Keluarga, adik’s yang selalu memberikan support, do’a dan segalanya ” you are my locomitive”. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman genk: teh Rikrik, Ayah Dus, Nyak Irma, Sijail Arro, kak Mimi, mas Iwan, Siwalet Hisyamdut, Bu Ijah dan keluarga, May, Pak Indra dan keluarga, Pak Bahrin, teman-teman BBC, teman-teman program Magister dan Doktoral PWD angkatan 2003, Pit2, Irwan, Elva yang sabar, serta Ibu kepala Litbang Ketransmigrasian Depnakertrans dan para APU-nya yang telah banyak memberi masukan tulisan saya, Ibu Hariyati, Ibu Diana, Bapak Linton, terimakasih atas fasilitas dan segala dukungan mental-spiritual untuk penyelesaian tugas ini, semoga memory yang terbangun diantara kita merupakan bagian yang terindah dalam hidup. Tidak ketinggalan juga temanteman di STIEM Paciran-Lamongan, mahasiswa 2002/2003 terimakasih atas bantuan pengambilan data. Akhirnya semoga tulisan ini membawa manfaat yang berguna bagi semua fihak. Kepada para pembaca, terimakasih dan sampai ketemu di kota Lamongan. Siapa tau memberi inspirasi pengetahuan. Wassalam! Dramaga – Bogor, Mei 2006 Mahfudhoh
©Hak cipta milik Mahfudhoh, tahun 2006 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotocopi, mikrofilm, dan sebagainya.
DAFTAR ISI Halaman
DAFTAR TABEL……………………………………………………………..
xiv
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………
xvi
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………….
xviii
I.
II.
III.
PENDAHULUAN ……………………………………………………..
1
1.1. Latar Belakang Permasalahan………………………………………
1
1.2. Perumusan Masalah ………………………… …..………………….
7
1.3. Ruang Lingkup dan Tujuan Penelitian ……………………………..
8
1.4. Manfaat Penelitian………………………………………………….…
9
1.5. Keterbatasan Penelitian………………………………………………
10
TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………
11
2.1. Pengertian Migrasi dan Migrasi Sirkuler……………………………
11
2.2. Migrasi Sirkuler dan Rumahtangga Migran Sirkuler………………
14
2.3. Faktor-Faktor Migrasi Sirkuler.………………………………………
15
2.4. Konsep Sektor Informal dan Sektor Formal……………………….
17
2.5. Kaitan Sektor Informal dan Materi balik…………………………….
21
2.6. Ekonomi Rumahtangga Migran Sektor Informal…………………..
22
2.7. Dampak Migrasi Sirkuler dan Pembangunan Daerah Asal………
24
2.8. Pengertian Ekonomi Desa dan Pembangunan Ekonomi Desa.…
26
2.9. Tinjauan Beberapa Studi Terdahulu……………………….……….
29
KERANGKA PEMIKIRAN …………………………………………..
35
3.1. Teori Migrasi…………………. ………………………………………
35
3.2. Hipotesis Penelitian..……………………………………………….…
41
3.3. Beberapa Batasan Operasional……………………………………..
41
IV.
V.
METODE PENELITIAN …………………………………………..….
44
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ………………………….…………….
44
4.2. Teknik Pengumpulan Data………………………………….….……
45
4.3. Metode Analisis ………….……………………………………………
48
DESKRIPSI DAERAH ASAL DAN DAERAH TUJUAN MIGRAN SEKTOR INFORMAL ………………………………………………..
53
5.1. Daerah Asal
53
Kecamatan Pucuk……………………………………………………. a. Desa Pucuk…………………………………………………….…..
55
b. Desa Kesambi………………………………………………………
56
Kecamatan Sukodadi…………………………………………………
57
a. Desa Siwalan Rejo…..……………………………………….……
58
b. Desa Sumberagung……………………………………………….
58
5.2. Daerah Tujuan
VI.
Kecamatan Brondong…………………………………………………
59
a. Kelurahan Brondong……………………………………………….
61
b. Desa Sedayulawas…………………………………………………
62
Kecamatan Paciran………………………………………….………..
63
a. Desa Paciran…………………………………………………….….
64
b. Kelurahan Blimbing…………………………..…………….………
66
HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………….
67
6.1. Faktor-faktor Mempengaruhi Keputusan Untuk Migrasi Sirkuler..
67
6.1.1. Faktor Pendorong Rumahtangga Migran Sektor Informal
67
6.1.2. Faktor Penarik Rumahtangga Migran Sektor Informal……
70
6.1.3. Faktor Pelancar Migrasi Sirkuler …………………………..
73
6.1.4. Faktor Pribadi Migran Sirkuler……….………………….…..
77
6.2. Karakteristik Rumahtangga Migran Sirkuler……………………….
81
6.3. Tingkat Pendapatan Dan Tingkat Kesejahteraan……….………...
86
Pendapatan Sebelum Menjadi Migran 6.3.1. Tingkat Sirkuler…………………………………………………………
86
6.3.2. Tingkat Pendapatan Sesudah Menjadi Migran Sirkuler…
90
6.3.3. Tingkat Kesejahteraan Migran Sirkuler…………………….
92
6.4. Dampak Terhadap Pembangunan Ekonomi Desa Asal………….
95
6.4.1. Dampak Terhadap Penciptaan Faktor Produktif di Desa Asal…………………..………………………………………..
95
6.4.2. Dampak Terhadap Keadaan Ekonomi Dan Kemakmuran Desa……………………..……………………………………. 6.5. Dampak Terhadap Ketersediaan Tenaga Kerja Pertanian.. ….….
98 104
6.6. Dampak Terhadap Sumber Daya Manusia dan Pengetahuan Baru………………………………………………………………….… 6.7. Peran Migran sirkuler dalam Perekonomian Perdesaan dan Pembangunan Wilayah………………………………………………
105 105
VII. KESIMPULAN DAN SARAN………………………………………..
111
7.1. Kesimpulan…………………………………………………………….
111
7.2. Saran ………….………..……………………………………………..
112
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….…….
114
LAMPIRAN ……………………………………………………….…………
118
DAFTAR TABEL
Nomor 1.
Halaman
Series Penduduk Kabupaten Lamongan Menurut Jenis Kelamin Berdasarkan Hasil Registrasi Penduduk Sepuluh Tahun Terakhir Dan Tingkat Pertumbuhannya ………………….……………………...
5
Jumlah Penduduk Kabupaten Lamongan Perkecamatan Pada Tahun 2000 Sampai Dengan Tahun 2004, Luas Wilayah Tahun 2002 Dan Kepadatan Penduduk Tahun 2002………………………...
6
Banyaknya Desa Menurut Empat Kabupaten Dan Sumber Penghasilan Sebagian Penduduk………………………………………
7
Hubungan Antara Tujuan Penelitian, Metode Analisis, Hasil Penelitian Dengan Sumber Data………………………………………..
47
5.
Muatan Boxplot dan Sumber Data……………………………………...
51
6.
Luas Wilayah Jarak Ke-Kota Kabupaten Serta Kepadatan Penduduk Kecamatan Asal Tahun 2003….…………………………..
54
Jumlah Penduduk Dua Desa Sampel Di Kecamatan Asal Migran Tahun 2000 Sampai Tahun 2004……………………………………….
57
Luas Desa/Kelurahan, Jumlah Penduduk, Jumlah Rumahtangga Serta Kepadatan Pemduduk Kecamatan Brondong Tahun 2004…..
59
Luas Desa/Kelurahan, Jumlah Penduduk, Jumlah Rumahtangga Serta Kepadatan Pemduduk Kecamatan Tujuan Tahun 2003………
64
10.
Distribusi Pekerjaan Penduduk Desa Paciran Tahun 2004………….
65
11.
Jumlah Tanggungan Anggota Rumahtangga di Desa Asal………….
69
12.
Banyaknya Tanggungan Anggota Keluarga Didesa Tujuan…………
69
13.
Jenis Pekerjaan sebelumnya di Desa asal…………………………….
70
14.
Alasan utama memutuskan menjadi migran sirkuler…………………
70
15.
Lama pekerjaan yang sedang dijalani migran sirkuler.………………
71
16.
Distribusi Pendapatan Migran Setiap Hari di Daerah Tujuan………..
72
2.
3. 4.
7. 8. 9.
17.
Asal Informasi Pekerjaan Yang Sedang Dijalani…………..………….
72
18.
Keinginan Kedepan Mengenai Keputusan Menjadi Migran Sirkuler..
73
19.
Jarak Migran Dari Daerah Asal Ke Daerah Tujuan…………………..
74
20.
Alat Transportasi Yang Biasa Digunakan Migran Menuju Ke Pemondokan………………………………………………………………
74
21.
Kondisi Transportasi Dari daerah Asal Ke daerah Tujuan…………...
75
22.
Waktu Ketersediaan Transportsi Di Daerah asal……………………..
75
23.
Besarnya ongkos transportasi kedaerah tujuan……………………
76
24.
Faktor pelancar migrasi sirkuler yang lain……………………….…….
76
25.
Alasan pribadi bersirkulasi………………………………………………
79
26.
Tingkat kepuasan responden terhadap pola sirkulasi………………..
79
27.
Alasan memilih pekerjaan di daerah tujuan……………………………
80
28.
Responden menurut jenis kelamin……………………………………..
81
29.
Responden menurut umur di daerah tujuan…………………………..
82
30.
Tingkat pendidikan migran sirkuler……………………………………..
82
31.
Jenis pekerjaan migran di daerah tujuan………………………………
83
32.
Responden berdasarkan desa asal dan kecamatan asal……………
84
33.
Pendapatan migran per hari sebelum memutuskan migrasi sirkuler
88
34.
Frekuensi pendapatan sesudah dan sebelum memutuskan migrasi sirkuler……………………………………………………………………..
91
35.
Distribusi besaran remittances migran kedesa asal……………….…
92
36.
Kesejahteraan lahiriyah rumahtangga migran di desa asal sebelum dan sesudah memutuskan migrasi, respoden 159 orang……………
94
Banyaknya unit usaha non-formal/kerajinan tangan rumahtangga di kecamatan asal tahun 2003 dan 2004 ……….………………………..
97
Banyaknya tenaga kerja yang diserap oleh usaha non-formal dan formal tahun 2003 di dua kecamatan asal migran………
98
37. 38.
39.
Jumlah migran per kecamatan dan total pendapatan tahun 2005
40.
Bayaknya rupiah untuk pajak dan atau iuran desa dari uang hasil migrasi sirkuler tahun 2005……………………………………………...
103
Keterkaitan utama migran sirkuler dalam pembangunan wilayah…..
107
41.
99
DAFTAR GAMBAR
Nomor 1.
Halaman
Faktor Daerah Asal Dan Daerah Tujuan Serta Penghalang Antara Dalam Migrasi……………………………………………….
15
2.
Keputusan migrasi menurut Derek Berklee Dalam Todaro 2003
34
3.
Kerangka pemikiran konseptual……………………………………
39
4.
Kerangka pendekatan operasional………………………………..
40
5.
Kurva lorentzs untuk menggambarkan ketimpangan……….…...
50
6.
Jumlah penduduk di kecamatan asal………………………..
54
7.
Penduduk kecamatan tujuan lima tahun terakhir………………..
60
8.
Peta wilayah Kecamatan Brondong……………………………….
62
9.
Peta wilayah Kecamatan Paciran…..……………………………..
65
10.
Pola migrasi penduduk desa sampel kecamatan asal…………..
85
11.
Boxplot pendapatan migran berdasarkan pekerjaan di daerah tujuan……………………………………………………………….… Besar uang kiriman migran sirkuler berdasarkan kecamatan
100
asal……………………………………………………………………
101
13.
Boxplot Kiriman Migran Berdasarkan Daerah Tujuan…………...
102
14.
Aliran yang harmoni antara spasial dan kegiatan ekonomi yang
12.
dihasilkan oleh migran sirkuler perdesaan………………………. 15.
108
Siklus pembangunan wilayah dan keterkaitan desa-kota berkualitas (virtous Cycel menurut Douglass,1998)……………..
110
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1.
Karakteristik Responden …………………………………………..
2.
Perhitungan Gini Rasio Sesudah Migrasi………………………… 112
3.
Perhitungan Gini Rasio Sebelum Migrasi………………………… 113
4.
Perhitungan Good Service Ratio………………………………….. 114
5.
Jumlah Penduduk & Pendapatan Asli Desa Dua Kecamatan Sukodadi……………………………………………………………..
6.
108
118
Jumlah Penduduk & Pendapatan Asli Desa Dua Kecamatan Pucuk ………………………………………………………………..
119
7.
Processing Summary Boxplot……………………………………..
130
8.
Daftar Quesioner……………………………………………………. 131
9.
Gambar Sketsa Daerah Kabupaten Lamongan…………………
135
I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah Indonesia terkenal dengan negara yang berbasis kuat dibidang pertanian
(Agraris). Sebagian besar penduduk Indonesia bertempat tinggal di pedesaan dan bekerja disektor pertanian. Berdasarkan Sensus Penduduk (SP) tahun 1971 penduduk Indonesia yang tinggal di perdesaan sebesar 82,6 persen, SP tahun 1990 sekitar 76,4 persen (Yudohusodo, 1998). Data Supas 1995 menunjukkan bahwa terdapat 64,1 persen penduduk Indonesia yang tinggal di perdesaan. Sedangkan SP tahun 2000 menghitung dari total jumlah penduduk 201.241.999 jiwa terdapat 115.861.372 (57,6 %) penduduk Indonesia yang tinggal di perdesaan dan kemudian menurun, berdasarkan data sebaran penduduk perdesaan dan perkotaan BPS tahun 2004 menunjukkan adanya penurunan sebesar 0,7 persen yang kemudian menjadi sebesar 56,7 persen. Walaupun data jumlah penduduk yang tinggal di perdesaan dalam kurun waktu tahun 1971an sampai dengan tahun 2004 cenderung terjadi penurunan namun, penurunan tersebut relatif kecil (6,2 % - 0,7 %) sehingga jumlah penduduk masih relatif lebih besar yang tinggal di daerah perdesaan. Rustiadi (2006), menyatakan jumlah penduduk yang tinggal diperdesaan lebih terlihat ekstrim bila di bandingkan dengan wilayah Kawasan Timur Indonesia (KTI) yang rata-rata sebesar 70 persen lebih. Sementara
masih
tingginya jumlah penduduk yang tinggal di daerah perdesaan tersebut juga diikuti dengan
adanya
masalah
disparitas
pembangunan.
Terutama
strategi
pembangunan yang masih memihak ke perkotaan (urban-bias). Strategi pembangunan masa lalu yang terlalu menekankan kepada efesiensi dan mengabaikan distribusi pemerataan ekonomi (distribution) telah menimbulkan kesenjangan pembangunan yang semakin melebar, terutama antara daerah perdesaan dan perkotaan (rural-urban). Kebijakan pembangunan masa lalu kemudian menjadi sumber krisis yang satu kepada krisis yang lain, berantai dan belum terputuskan sampai sekarang. Pendekatan pembangunan cenderung hanya memperhatikan kepada pertumbuhan ekonomi makro yang menekankan kepada kapital fisik yang telah mengakibatkan terjadinya
Bab I. Pendahuluan
2
kesenjangan pembangunan antar wilayah yang cukup besar. Kesenjangan pembangunan yang signifikan secara makro menurut Anwar (2005) misalnya antara desa-kota. Ketidak seimbangan pembangunan menghasilkan struktur hubungan antar wilayah yang membentuk suatu interaksi yang saling memperlemah antar satu dengan yang lainnya. Wilayah hinterland perdesaan menjadi melemah karena terjadi pengurasan sumber daya (backwash), rendahnya pendapatan dan pengangguran besar yang menyebabkan terjadinya aliran bersih (net-transfer). Kondisi tersebut diikuti dengan adanya konversi lahan pertanian ke nonpertanian di wilayah perdesaan, walaupun kondisi tersebut terjadi seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk di perdesaan. Banyak penduduk di pedesaan yang kehilangan atau tidak mempunyai lahan pertanian lagi, terjadilah mobilitas penduduk dan pada keadaan ini mendorong terjadinya migrasi penduduk keluar baik dalam bentuk dan pola permanen maupun non-permanen, bergerak dari desa ke kawasan perkotaan yang sedang maupun sudah tumbuh. Maka, perhatian masyarakat perdesaan mulai tertuju pada daerah lain yang mampu memberikan harapan akan pekerjaan baru dan upah yang lebih baik untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga. Fenomena migrasi desa-kota oleh beberapa peneliti dianggap penting karena pada satu pihak dianggap sebagai komponen pertumbuhan daerah perkotaan (urban growth), tetapi pada pihak lain merupakan indikasi adanya masalah-masalah sosial ekonomi terutama di daerah perdesaan. Fenomena migrasi dalam beberapa studi ditemukan dapat memperlemah perkembangan kota-kota, banyak menimbulkan biaya-biaya sosial (social costs), seperti yang terjadi pada perkembangan kota-kota besar di Indonesia yang mengalami “overurbanization”. Perkembangan mega-urban seperti Jabodetabek, Bandung dan Gerbangkertasusila (Gresik, Bangkalan, Mojokerta, Surabaya, Sidoarjo dan Lamongan), kondisi tersebut dicirikan oleh berbagai bentuk ketidak efesienan dan permasalahan, seperti banyaknya urbanit, meluasnya slum area, tingginya tingkat pencemaran, merebaknya tingkat kriminalitas serta banyaknya pedagang kakilima dadakan yang umum disebut dengan sektor informal. Todaro (2003) berpendapat bahwa penyebab mengalirnya penduduk perdesaan ke daerah lain salah satunya adalah faktor faktor ekonomi misalnya: tidak tersedianya lapangan pekerjaan, sempitnya lahan pertanian, rendahnya
Bab I. Pendahuluan
3
tingkat upah, meluasnya kemiskinan dan lambatnya pembangunan ekonomi di perdesaan. Daerah lain yang menjadi sasaran urbanit pada awalnya adalah daerah terdekat yang memberikan harapan terhadap pemecahan masalah yang dihadapi masyarakat perdesaan. Sampai saat ini, dalam beberapa studi migrasi di Indonesia menunjukkan hasil bahwa faktor ekonomi merupakan alasan utama seseorang melakukan migrasi. Naim (1979) dalam studinya terhadap pola migrasi suku Minangkabau mengungkapkan, bahwa faktor ekonomi merupakan faktor yang asasi (built-in) dalam sifat perantauan orang Minangkabau. Hasil Survai migrasi pedesaanperkotaan di Indonesia yang dilakukan LEKNAS-LIPI tahun 1973 (Suharso et al.,1976) menemukan bahwa pria bermigrasi ke perkotaan adalah untuk mendapatkan penghidupan ekonomi yang lebih baik (50,5 %) dan tidak adanya pekerjaan di desa (21,7 %). Sekitar 90 sampai 100 persen dari para migran sirkuler menyatakan bersirkulasi dari pedesaan karena tidak cukupnya kesempatan kerja di desa asal (Hugo, 1978). Sedangkan kondisi yang dapat menimbulkan mobilitas penduduk menurut Mantra (1994), adalah dimana daerah asal dan daerah tujuan terdapat perbedaan nilai kefaedahan wilayah (Place Utility), daerah tujuan harus mempunyai nilai kefaedahan wilayah yang lebih tinggi dari daerah asal. Sejalan dengan itu, konsep Resource Endowment (RE) dari suatu wilayah yang mengatakan bahwa perkembangan ekonomi wilayah dalam pembangunan, bergantung pada sumberdaya alam yang dimiliki dan permintaan terhadap komuditas yang dihasilkan dari sumberdaya itu. Secara implisit konsep RE menekankan pada pentingnya keterbukaan wilayah yang dapat meningkatkan aliran modal dan teknologi yang dibutuhkan untuk pembangunan wilayah dan peningkatan pendapatan masyarakat. Pedesaan yang kurang mendapat RE membutuhkan keterbukaan wilayah. Keterbukaan wilayah perdesaan akan menciptakan alternatif peluang pekerjaan untuk mendapatkan tambahan pendapatan bagi penduduk pedesaan, yang pada umumnya hanya mengandalkan sektor pertanian subsisten. Oleh karena itu, arah pergerakan penduduk perdesaan akan cenderung ke perkotaan yang memiliki kekuatan-kekuatan yang lebih besar. Fenomena diatas, sebenarnya sudah banyak dikupas oleh para ahli Demografi, seperti Zelinsky (dalam Sagara 2002), Hugo (1987) dan Titus (1987). Mengikuti konsep mobilitas
Bab I. Pendahuluan
4
yang dikemukakan oleh Zelinsky, terdapat hubungan antara tingkat modernisasi suatu daerah dengan perkembangan tipe mobilitas penduduk. Walaupun demikian, tingkat arus gerak penduduk juga tidak terlepas dari karakteristik sosial ekonomi dan budaya masing-masing daerah asal migran bertempat tinggal. Karakeristik sosial ekonomi dan budaya masyarakat pedesaan di pulau Jawa menjadi suatu pertimbangan tersendiri untuk menilai perkembangan tipe mobilitas penduduk. Pertimbangan lain yang juga melekat di masyarakat pedesaan pulau Jawa ialah norma sosial, seperti faktor kecintaannya terhadap keluarga dan tanah leluhur di desa, pertimbangan tersebut dalam beberapa penelitian mampu mempengaruhi keputusan seseorang untuk memilih bentuk bermigrasi misalnya jenis migrasi sirkulasi atau pulang balik (sirkuler). Migrasi sirkuler menurut Mantra (1994) adalah merupakan jenis mobilitas penduduk nonpermanen, terjadi akibat adanya gaya sentripetal yang mengikat orang-orang pedesaan kurang lebih sama kuat dengan gaya sentrifugal yang mendorong orang-orang pedesaan untuk keluar dari desa mereka. Bentuk mobilitas tersebut adalah merupakan kompromi dari adanya dua gaya yang hampir sama kuatnya serta biasanya akan dipilih penghalang antara (jarak dan transportasi) yang relatif mudah diatasi. Kabupaten Lamongan mempunyai jumlah perdesaan terbesar di Jawa Timur. Kabupaten ini mempunyai 472 desa, 12 kelurahan dan 27 kecamatan dengan tingkat pertumbuhan penduduk 1,58 persen pada tahun 2004. Secara geografis kabupaten ini terletak di pantai utara Jawa Timur dan merupakan daerah berkembangnya kota raya “Gerbangkertasusila”, wilayah tersebut juga identik dengan nuansa religi, kental dengan masyarakat yang relatif lebih maju dan civilized (Anonim, 1964). Tingkat pertumbuhan penduduk yang cenderung fluktuatif dan relatif rendah, dari sepuluh tahun terakhir rata-rata 0,62 persen, Tabel 1 menunjukkan jumlah penduduk Kabupaten Lamongan menurut jenis kelamin berdasarkan hasil registrasi penduduk sepuluh tahun terakhir dan tingkat pertumbuhannya. Fenomena migrasi sirkuler di Kabupaten Lamongan sudah lama terjadi. Kondisi geografis yang menguntungkan dan transportasi yang semakin maju ikut mendukung fenomena tersebut. Migrasi sirkuler terjadi bukan hanya dari desa ke kota-kota besar di Indonesia (Jakarta, Bogor, Surabaya, dst.) tetapi juga terjadi dari daerah pedesaan bagian selatan ke daerah pesisir Pantai Utara
Bab I. Pendahuluan
5
(migrasi lokal). Kecamatan Paciran dan Kecamatan Brondong adalah dua kecamatan yang secara geografis terletak di kawasan pesisir Pantai Utara. Dua kecamatan tersebut umumnya menjadi daerah tujuan bagi migran lokal yang mondok maupun yang pulang-balik (comutting). Kondisi tersebut menyebabkan tingkat kepadatan penduduk yang relatif lebih tinggi dibanding dua puluh lima kecamatan yang lain. Fluktuasi jumlah penduduk dari tahun 1995 sebesar 0,31 persen dan mengalami kenaikan yang tajam pada tahun 2001 sebesar 0,90. Persen. Namun kemudian, turun kembali pada tahun 2002 dan tahun 2003 hingga sebesar 0, 53 dan 0,62 persen. Pertumbuhan penduduk terbesar terjadi pada tahun 2004, sebesar 1,53 persen dari jumlah penduduk tahun sebelumnya yaitu sebesar 1.224.812 juta jiwa, hal itu disebabkan semakin bertambahnya pengetahuan masyarakat tentang kesehatan. Tabel 1 Jumlah penduduk Kabupaten Lamongan menurut jenis kelamin berdasarkan hasil registrasi penduduk sepuluh tahun terakhir dan tingkat pertumbuhannya No.
Tahun
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
571.091 602.182 1.173.273 1. 1995 575.400 605.447 1.180.847 2. 1996 577.787 607.650 1.185.847 3. 1997 579.808 609.236 1.189.044 4. 1998 582.108 611.536 1.193.644 5. 1999 585.259 614.844 1.200.103 6. 2000 591.023 619.856 1.210.879 7. 2001 594.101 623.215 1.271.316 8. 2002 598.572 626.240 1.224.812 9. 2003 611.219 632.933 1.244.152 10. 2004 Sumber: BPS Kabupaten Lamongan Tahun 1995 sampai Tahun 2004
Tingkat Pertumbuhan /Tahun 0,31 0,65 0,39 0,30 0,39 0,54 0,90 0,53 0,62 1,58
Walaupun luas wilayah relatif sama, jumlah penduduk dan tingkat kepadatan di bagian wilayah pantai utara Kabupaten Lamongan (Kecamatan Paciran dan Kecamatan Brondong) relatif lebih tinggi dibanding dibagian wilayah selatan (kecamatan Pucuk dan Kecamatan Sukodadi). Data BPS Kabupaten Lamongan mencatat bahwa kecamatan yang mempunyai kepadatan Penduduk tertinggi adalah kecamatan Paciran (1549,6 orang/km) dan Kecamatan Brondong 713,9 orang/km2, dengan luas wilayah yang relatif sama dari 25 kecamatan lainnya (lihat Tabel 2). Fenomena tersebut diyakini akan berdampak bukan hanya pada daerah tujuan tetapi juga berdampak pada rumahtangga dan
Bab I. Pendahuluan
6
pembangunan desa asal. Rumahtangga migran sektor informal secara sengaja datang ke daerah tujuan dengan motif, karakteristik dan budaya yang relatif sama. Umumnya karena keterdesakan ekonomi rumahtangga yang terus meningkat, datang dan kembali lagi yang secara administrasi sulit untuk di data. Tabel 2 Jumlah Penduduk Kabupaten Lamongan per kecamatan pada tahun 2001 sampai tahun 2004, luas wilayah tahun 2002 dan kepadatan penduduk tahun 2002
2002
2003
2004
Luas Wilayah (2002)
20.032 21.059 42.085 49.095 41.222 44.316 54.892 53.151 45.697 75.707 47.666 48.336 61.072 38.360 23.715 43.324 44.083 41.662 49.766 33.895 42.896 44.562 35.239 46.977 41.042 74.212 53.247 1.217.316
20.032 21.500 42.106 49.299 41.311 44.291 54.886 53.306 45.698 75.915 47.559 48.802 61.266 38.672 23.702 43.121 44.149 43.711 50.431 33.954 43.606 44.674 34.989 47.207 41.755 75.082 53.788 1.224.812
20.044 21.562 42.069 49.325 42.329 44.346 60.702 53.291 50.404 76.144 47.535 49.803 61.802 38.716 23.654 43.174 44.363 43.919 51.061 35.936 44.253 44.791 35.172 47.350 42.351 76.098 53.908 1.244.152
41,47 54,15 114,33 195,44 93,07 63,84 91,29 84,43 77,80 62,95 44,84 52,32 40,38 52,99 47,39 50,05 40,52 52,88 58,69 43,35 51,32 49,65 30,15 96,00 101,02 47,89 74,59 1.812,80
Jumlah Penduduk Tahun No.
Kecamatan
1. Sukorame 2. Bluluk 3. Ngimbang 4. Sambeng 5. Mantup 6. Kembangbahu 7. Sugio 8. Kedungpring 9. Modo 10 Babat 11 Pucuk 12 Sukodadi 13 Lamongan 14 Tikung 15 Sarirejo 16 Deket 17 Glagah Karangbinangun 18 19 Turi 20 Kalitengah 21 Karanggeneng 22 Sekaran 23 Maduran 24 Laren 25 Solokuro 26 Paciran 27 Brondong Total
2001 19.997 21.043 41.962 48.968 41.218 44.279 54.893 52.563 45.594 75.652 47.631 48.397 60.598 61.641 43.371 43.996 39.756 49.706 33.810 42.409 44.421 34.669 46.988 41.193 73.857 52.312 1..210.879
Kepadat an pddk orang /km2 (2002) 483,7 389 368,1 251,2 442,9 694,2 601,3 629,5 587,4 1202,7 1063 923,9 1512,5 724 500,4 865,6 1088 788 848 782 836 897,5 1168,8 489,3 406,3 1549,6 714 671,5
Sumber: BPS Kabupaten Lamongan Tahun 2001 sampai Tahun 2004
Dalam beberapa studi dilaporkan bahwa sektor informal banyak menampung migran dari daerah pedesaan (Suchamdi, 1999 dan Sukwika, 2003). Pada umumnya para migran bergerak menuju ke pusat kota. Walaupun daerah tujuan migran pada umumnya bukan daerah pusat kota tetapi daerah pantai utara. Namun dua kecamatan tujuan migran tersebut adalah merupakan daerah kota penyangga dari pusat kota kabupaten. Jarak dari daerah tujuan menuju ke pusat kota kabupaten Lamongan relatif lebih jauh (48 Km) dibandingkan apabila
Bab I. Pendahuluan
7
para migran bergerak secara langsung dari daerah asal menuju pusat kota kabupaten (17 Km). Dengan demikian, gerak penduduk sirkuler (lokal) rumahtangga sektor informal dari daerah perdesaan kabupaten Lamongan merupakan hal yang menarik untuk diteliti. 1.2.
Rumusan Masalah Fenomena migrasi diperdesaan kabupaten Lamongan adalah merupakan
bentuk adanya keterbukaan interaksi penduduk setempat dengan desa-desa, desa-kota dan kota-kota yang lain. Kondisi yang demikian, tentunya akan memudahkan dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh penduduk desa, misalnya pendapatan rumahtangga. Dari 474 desa dan Kelurahan terdapat 458 desa dengan sumber penghasilan utama penduduk disektor pertanian (Podes Propinsi Jawa Timur, 2003). Tentunya dengan tidak mengabaikan faktor budaya dan norma-norma masyarakat perdesaan setempat, telah terjadi pergeseran dalam strategi ekonomi masyarakat pedesaan yang semula hanya mengandalkan pertanian subsisten bergeser secara pasti menjadi ekonomi pasar yang selama ini dicirikan di perkotaan (sektor informal) melaui remittances migran sirkuler. Jika dibandingkan dengan kabupaten tetangga Kabupaten Lamongan memiliki jumlah desa terbanyak di Jawa Timur 96,6 % (458 desa) dengan basis utama sektor pertanian, Tabel 3 menunjukkan banyaknya desa menurut kabupaten dan lapangan usaha penduduk di tiga kabupaten sekitar yaitu Kabupaten Gresik, Kabupaten Tuban dan Kabupaten Bojonegoro yang memiliki kondisi ekologi dan demografi relatif sama. Namun, tingkat pendapatan masyarakat yang bekerja di sektor pertanian masih menjadi kendala bagi pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Tabel 3 Banyaknya desa menurut kabupaten dan lapangan usaha penduduk Kabupaten Lamongan Tuban Gresik Bojonegoro
Pertanian
Pertamban gan & Penggalian
458 309 248 1 399 Sumber: Podes Propinsi Jawa Timur, 2003.
Industri
Perdagangan Besar/Eceran
Jasa
Lain nya
Jumlah
1 1 68 3
12 13 19 13
3 1 16 12
4 4 3
474 328 356 430
Bab I. Pendahuluan
8
Rata-rata jumlah anggota keluarga di perdesaan kabupaten Lamongan adalah 5 orang. Upah bekerja sektor pertanian rata-rata menurut survey angkatan kerja nasional BPS tahun 2004 adalah Rp. 7500 – Rp. 8000 perhari selama 4 sampai 6 jam. Bila dibandingkan dengan standart nasional kebutuhan hidup minimum (KHM) perdesaan yang rata-rata antara Rp 300.000,- sampai dengan Rp. 450.000,- per kepala rumahtangga perbulan, tentunya upah sektor pertanin tidak akan mencukupi dalam memenuhi kebutuhan hidup rumahtangga petani di desa. Sehingga, keputusan sebagian masyarakat desa di kabupaten Lamongan untuk menjadi migran sirkuler adalah merupakan suatu yang menarik dan penting untuk diteliti. Selain faktor ekonomi tentunya terdapat beberapa faktor lain yang ikut berperan dalam fenomena migrasi internal pada rumahtangga migran sirkuler sektor informal di perdesaan kabupaten Lamongan, sehingga fokus masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: 1. Faktor apa saja yang mempengaruhi keputusan rumahtangga migran sektor informal di Kabupaten Lamongan? 2. Bagaimana karakteristik rumahtangga migran sirkuler sektor informal di Kabupaten Lamongan? 3. Apakah keputusan rumahtangga migran sektor informal untuk bermigrasi sirkuler mampu meningkatkan pendapatan sehingga dapat meningkatkan tingkat kesejahteraan keluarganya? 4. Bagaimana dampak yang ditimbulkan akibat pergerakan penduduk (Migrasi sirkuler) rumahtangga migran sirkuler sektor informal terhadap pembangunan ekonomi perdesaan di Kabupaten Lamongan? 1.3.
Ruang Lingkup dan Tujuan Penelitian Ruang lingkup dalam penelitian ini ditujukan pada rumahtangga migran
sektor informal (pedagang kaki lima dan keliling), selama ini sebagai sektor yang mampu
menyerap
keberadaannya
tenaga
masih
kerja
paling
banyak
dari
dianggap
kurang
memberikan
pedesaan, kontribusi
dan yang
menguntungkan serta mengganggu keindahan “kota”. Rumahtangga yang dimaksud adalah rumahtangga yang berasal dari desa Wanar, desa Kesambi, desa Siwalanrejo dan desa Sumberagung. Dua desa yang pertama terdapat di kecamatan Pucuk serta sisanya berada di kecamatan Sukodadi. Empat desa
Bab I. Pendahuluan
9
asal tersebut secara visual merupakan komunitas rumahtangga sektor informal yang berada di daerah tujuan (daerah penelitian) di Kelurahan Blimbing, Desa Paciran, Kelurahan Brondong serta Desa Sedayulawas. Empat lokasi penelitian tersebut ada di dua kecamatan yaitu Kecamatan Paciran dan Kecamatan Brondong. Adapun tujuan penelitian dalam hal ini adalah : 1.
Menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya migrasi sirkuler pada rumah tangga sektor informal di daerah Kabupaten Lamongan, Jawa Timur.
2.
Menguraikan karakteristik rumahtangga migran sirkuler sektor informal di Kabupaten Lamongan.
3.
Menganalisis dan mengukur tingkat kesejahteraan setelah dan sebelum memutuskan untuk migrasi sirkuler pada rumahtangga sektor informal yang berasal dari dua kecamatan asal (daerah pedesaan) Kabupaten Lamongan.
4.
Menganalisis pengaruh atau dampak yang ditimbulkan oleh rumahtangga migran sirkuler sektor informal terhadap pembangunan ekonomi perdesaan di Kabupaten Lamongan.
1.4.
Manfaat Penelitian Secara umum, penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi bagi
pemecahan masalah gerak penduduk lokal akibat adanya perbedaan dan ketidak seimbangan pembangunan wilayah, perdesaan dan perkotaan (rural-urban), di Kabupaten Lamongan. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan informasi dan kontribusi terhadap pemerintah setempat tentang kondisi ekonomi
rumahtangga
di
wilayah
perdesaan
serta
kebijakan
yang
memungkinkan untuk dilkukan oleh pemerintah dalam mengatasi pengangguran terselebung di wilayah perdesaan, tingkat kesejahteraan rumahtangga penduduk desa, pembangunan ekonomi desa, yang akan berdampak pada penerimaan keuangan desa. Pertimbangan itu penting untuk keberlanjutan pembangunan perdesaan karena hampir 82 persen wilayah Kabupaten Lamongan adalah perdesaan yang berbasis padi dan sawah (pertanian). Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberi kontribusi dan informasi terhadap pengembangan pengetahuan, terutama ilmu perencanaan pembangunan wilayah dan perdesaan (PWD), utamanya yang memfokuskan bagi masalah pembangunan dan pengembangan wilayah perdesaan di Indonesia.
Bab I. Pendahuluan
1.5.
10
Keterbatasan Penelitian Fokus penilitian ini hanya terbatas pada rumah tangga sektor informal
yang begerak di sektor perdagangan kakilima dan keliling yang berasal dari dua kecamatan asal yaitu Kecamatan Pucuk: Desa Wanar, Desa Kesambi. Kecamatan Sukodadi yaitu Desa Siwalanrejo dan Desa Sumberagung. Dua kecamatan secara sengaja dipilih untuk mewakili fenomena migrasi sirkuler yaitu penduduk perdesaan yang berasal dari daerah selatan Kabupaten Lamongan. Para migran tersebut secara visual banyak terdapat di dua kecamatan tujuan yaitu Kecamatan Paciran dan Kecamatan Brondong (wilayah utara/pesisir Kabupaten Lamongan). Jenis migrasi yang menjadi sasaran penelitian ini hanya terbatas pada migrasi sirkuler, yaitu rumahtangga migran yang nginap (mondok) pada daerah tujuan selama lebih dari satu hari dan kurang dari 3 bulan di daerah tujuan, kemudian kembali kedaerah asal atau desa asal. Daerah tujuan atau tempat tujuan adalah Kelurahan Blimbing, Desa Paciran, Kelurahan Brondong dan Desa Sedayulawas.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Pengertian Migrasi dan Migrasi Sirkuler Terdapat tiga komponen yang dapat
mengubah kuantitas penduduk,
yaitu fertilitas, mortalitas dan migrasi. Dari ketiga komponen tersebut, yang paling sulit diukur dan dirumuskan adalah migrasi. Menurut Lee (1976), migrasi adalah perubahan tempat tinggal secara permanen atau semi permanen dimana tidak ada pembatasan dan sifat tindakan tersebut sukarela atau terpaksa. Migrasi secara umum mengandung pengertian yaitu proses perpindahan individu atau bisa juga kelompok dari suatu tempat atau pun daerah ke tempat atau daerah lain dengan harapan mendapatkan sesuatu dari daerah yang dituju (Mantra, 1994). Suharso (1986) memberi pengertian migrasi sebagai suatu mobilitas penduduk secara geometris dari suatu tempat atau lokasi geografis ke tempat atau lokasi geografis lainnya melewati batas administrasi sesuatu daerah atau wilayah dengan maksud untuk mempertahankan hidup dan atau memperbaiki kehidupan, baik untuk keluarga maupun diri sendiri. Sedangkan Rusli (1986), berpendapat bahwa migrasi adalah gerak penduduk dari satu tempat ke tempat lain disertai dengan perpindahan tempat tinggal secara permanen. Arti permanen mengandung pertimbangan tentang waktu dan untuk membedakan perpindahan yang bersifat sementara (nonpermanen). Badan Pusat Statistik (BPS) menetapkan definisi migrasi lebih didasarkan pada dimensi wilayah dan waktu, yaitu perpindahan penduduk yang melmpaui batas propinnsi dengan jangka waktu lima tahun lalu (migrasi risen/mutakhir). Berdasarkan beberapa pengertian diatas, migrasi dapat disimpulkan sebagai bentuk gerak penduduk, spasial ataupun teritorial antara unit-unit geografis yang melibatkan perubahan teritorial atau tempat tinggal yaitu dari tempat asal ke tempat tujuan. Tempat asal dalam hal ini bisa meliputi daerah perdesaan atau pun perkotaan dan tempat tujuan meliputi daerah perkotaan atau pun perdesaan. Selanjutnya secara teritorial biasa dikelompokkan kedalam mobilitas desa-kota, desa-desa, kota-kota dan kota-desa. Menurut Mantra (1994) mobilitas penduduk terbagi menjadi dua, yaitu mobilitas penduduk vertikal dan mobilitas penduduk horizontal atau geografis. Mobilitas penduduk vertikal adalah
Bab II. Tinjauan Pustaka
12
perubahan setatus seseorang (aktivitas pekerjaannya) dari waktu ke waktu yang lain atau pada waktu yang sama. Sedangkan yang dimaksud migrasi horizontal adalah gerak penduduk dari satu wilayah menuju kewilayah yang lain dalam jangka waktu tertentu. Terdapat dua hal yang perlu diperhatikan dalam mobilitas horizontal yaitu wilayah/ruang (space) dan waktu (time), hal tersebut sesuai dengan paradigma geografi yang didasarkan atas konsep ruang dan waktu (space and time concept). Namun sampai saat ini, para ahli belum ada kesepakatan tentang konsep ruang dan waktu untuk mendefinisikan mobilitas penduduk. Biro Pusat Statistik menggunakan propinsi sebagai batasan ruang dan enam bulan sebagai batasan waktu untuk mengatakan seseorang sebagai migran. Peneliti lain: Singanetra-Renald, Mukherji, Chapman (dalam Mantra,1994) menggunakan batasan ruang dan waktu yang lebih sempit, sehingga pada akhirnya sepakat bahwa makin sempit batasan ruang dan waktu yang digunakan makin banyak terjadi gerak penduduk di antara wilayah tersebut. Mobilitas penduduk horizontal terdiri dari mobilitas penduduk permanen dan
nonpermanen
(mobilitas
penduduk
sirkuler).
Mobilitas
penduduk
nonpermanen terbagi menjadi dua yaitu sirkulasi dan komutasi. Mobilitas penduduk jenis sirkulasi dalam penelitian ini disebut dengan migrasi sirkuler adalah gerak penduduk melintasi batas-batas administratif suatu wilayah untuk bekerja lebih dari satu hari, atau kurang dari satu tahun, serta tidak ada “niat” menetap didaerah tujuan. Sedangkan gerak perpindahan penduduk melintasi batas-batas administratif suatu wilayah untuk bekerja sedikitnya enam jam atau sedikitnya kurang dari satu hari serta kembali pada hari itu juga, dan tidak ada “niat” nginap di daerah tujuan disebut komutasi. Lebih jelas, Mantra berpendapat bahwa mobilitas penduduk sirkuler adalah gerak penduduk dari satu wilayah menuju wilayah lain dengan tidak ada “niatan” menetap untuk selamanya di daerah tujuan. Seseorang dikatakan melakukan migrasi apabila melakukan pindah tempat tinggal secara permanen (untuk jangka waktu minimal tertentu) dengan menempuh jarak minimal tertentu atau pindah dari satu unit geografis lain. Unit geografis sering juga disebut unit administratif pemerintahan baik berupa negara maupun bagian dari negara-negara diatur menurut tata aturan administratif yang disepkati secara nasional maupun internasional.
12
Bab II. Tinjauan Pustaka
13
Sedangkan orang yang melakukan migrasi disebut migran. Standing (1991 dalam Sri Wahyuni, 2003) menyatakan bahwa, banyak sensus menetapkan bahwa migran adalah mereka yang berpindah dalam masa antarsensus dan dalam masa sensus kedua tinggal di wilayah yang tidak sama dengan wilayah tempat tinggal pada waktu sensus pertama. Oleh karena itu seseorang disebut sebagai migran ada kemungkinan telah melakukan migrasi lebih dari satu kali (Rusli, 1984). Menurut Alatas dan Edi (1992) secara umum menyebutkan beberapa jenis migran, migran kembali, migran semasa hidup (life time migran), migran total dan migran risen. Migran semasa hidup ialah orangorang yang pada saat pencacahan tidak bertempat tinggal ditanah atau tempat kelahirannya. Migran kembali adalah orang yang kembali ketempat kelahirannya setelah sebelumnya pernah berpindah ketempat lain atau dengan kata lain bisa disebut dengan migran sirkuler. Sedangkan migran total yaitu orang yang pernah bertempat tinggal ditempat lain (selain tempat kelahirannya), sehingga migrasi total meliputi migran semasa hidup dan migran kembali. Jumlah migran total dikurangi
migran
kembali
merupakan
migran
semasa
hidup.
Migran
risen/mutakhir adalah orang-orang yang akhir-akhir ini melakukan perpindahan, akhir-akhir ini dapat diartikan dalam waktu satu tahun terakhir ini atau lima tahun terakhir ini dan seterusnya. Dalam kemungkinan bila lima tahun terakhir, maka migran risen/mutakhir adalah orang/mereka yang pada saat pencacahan propinsi tempat tinggal sekarang berbeda dengan propinsi tempat tinggal lima tahun yang lalu. Lebih lanjut, terdapat migrasi yang dilakukan atas keinginan sendiri dan atas keinginan diluar pribadi yang sering disebut transmigrasi. Sedangkan pada umumnya jenis migrasi digolongkan menjadi dua yaitu migrasi internal dan migrasi internasional. Seorang melakukan migrasi dikatakan sebagai migran masuk bila dilihat dari daerah tujuan, dan dikatakan migran keluar bila dilihat dari daerah asal. Apabila dalam suatu daerah pada suatu wilayah negara jumlah migrasi masuk lebih banyak dari dari migrasi keluar berarti dalam daerah yang bersangkutan terdapat migrasi masuk net. Dan sebaliknya bila migrasi keluar neto bila di daerah tersebut jumlah migrasi keluar lebih banyak dari migrasi masuk ( Rusli, 1984).
13
Bab II. Tinjauan Pustaka
2.2.
14
Migrasi Sirkuler dan Rumahtangga Migran Sirkuler Pengertian migrasi sirkuler sebagaimana yang dikatakan Alatas dan Edi
(1992), adalah jenis mobilitas penduduk yang dipilih seseorang atau kelompok dengan maksud untuk tidak menetap di daerah tujuan dan pada waktu tertentu tetap kembali ke daerah asal. Migrasi sirkuler menurut Mantra (1994) adalah gerak penduduk dari sutu wilayah menuju ke wilayah lain dengan tidak ada niatan menetap di daerah tujuan. Dari kedua pengertian tersebut terlihat tidak ada batasan waktu dan jarak untuk keluar dari daerah asal, tetapi kedua pengertian tersebut sepakat menekankan pada kata “niatan” yang membedakan dari pengertian migrasi permanen. Dengan demikian dapat disimpulkan pengertian
migrasi
sirkuler
adalah
gerak
penduduk
nonpermanen
seseorang/mereka dalam waktu lebih dalam sehari tetapi kurang dari enam bulan. Lebih lanjut, Mantra juga berpendapat bahwa seseorang cenderung melakukan mobilitas apabila kebutuhannya di daerah asal kurang dapat terpenuhi. Dengan demikian keputusan untuk memilih migrasi adalah merupakan pertimbangan ekonomi yang rasional (Todaro, 2003). Tujuan utama para migran pada umumnya adalah pemenuhan kebutuhan rumahtangga di daerah asal, akan tetapi adanya ikatan kekerabatan antar keluarga yang kuat di sebagian masyarakat seringkali mempengaruhi proses keputusan mobilitas penduduk. Sehingga, migran dapat dengan arif memutuskan pada jenis mana mereka memilih bentuk mobilitas, tentunya migran akan mempertimbangkan bentuk mobilitas yang optimal yang dapat mencukupi kebutuhan keluarganya. Mencukupi kebutuhan dalam hal ini meliputi kebutuhan lahiriyah (makanan, pakaian dan tempat tinggal) dan kebutuhan batiniyah (pendidikan, kasihsayang keluarga, dst.). Atas dasar dua pertimbangan tersebut akan menentukan memilih jenis mobilitas, termasuk keputusan memilih jenis mobilitas sirkuler. Sebagian masyarakat terutama masyarakat perdesaan di Pulau Jawa memilih jenis migrasi nonpermanen (sirkulasi) dianggap lebih efektif dalam memenuhi dua kebutuhan yang manusiawi tersebut. Dengan demikian, penyertaan keluarga ke daerah tujuan tentunya juga diputuskan dengan pertimbangan yang matang, pada umumnya keluarga diajak menjadi migran
14
Bab II. Tinjauan Pustaka
15
sirkuler bertahap dalam prosesnya. Ketika tingkat pendapatan migran didaerah tujuan sudah mencukupi, secara bertahap migran yang sendirian akan mengikut sertakan keluarganya kedaerah tujuan, sebagai tanda di daerah tujuan mengalami tingkat perbaikan dari kondisi awal. Dengan demikian, rumahtangga migran sirkuler atau migran kembali adalah sanak saudara atau “kaum kerabat” yang kembali ketempat kelahirannya (daerah asal) setelah sebelumnya pernah berpindah ketempat lain (daerah tujuan). 2.3.
Faktor-Faktor Migrasi Sirkuler Menurut
Lee
(1991)
mengemukakan
bahwa
faktor-faktor
yang
mempengaruhi orang dalam mengambil keputusan untuk bermigrasi dan mempengaruhi proses migrasi adalah: (1) Faktor-faktor dari daerah asal (Faktor daya dorong/push factors, faktor daya tarik /pull factors dan faktor netral/neutral factors), (2) Faktor-faktor yang ada di daerah tujuan (Faktor daya dorong/push factors, faktor daya tarik /pull factors dan faktor netral/neutral factors), (3) Faktorfaktor rintangan dan (4) Faktor-faktor pribadi. Faktor-faktor tersebut diatas terlihat dalam Gambar 1. Sebagai tanda + (positif), berarti menarik atau juga biasa disebut faktor yang mengikat seseorang untuk menetap di daerah tujuan. Tanda negatif (-) berarti mendorong seseorang untuk pindah dari daerah asal, dan tanda 0 berarti netral, faktor yang bersifat netral secara relatif pada dasarnya tidak berpengaruh terhadap pengambilan keputusan untuk bermigrasi. Kendati demikian terdapat faktor-faktor yang mempunyai pengaruh sama atau berbeda terhadap seseorang. Kondisi tersebut disebabkan adanya perbedaan sikap dari calon migran terhadap faktor-faktor tersebut. Namun demikian terlihat beberapa faktor yang menimbulkan reaksi yang sama pada beberapa pribadi calon migran terhadap faktor-faktor tersebut, baik kondisinya didaerah asal maupun didaerah tujuan.
Daerah Asal
+ –+0 –+ 0– + –0–+ 0– +0 +
Penghalang Antara
+ –0+ 0– +0 + + 0– + 0 – + 0–
Daerah Tujuan
Gambar 1 Faktor daerah asal dan daerah tujuan serta penghalang antara dalam migrasi
15
Bab II. Tinjauan Pustaka
16
Simbol (+, – , 0) adalah merupakan simbol faktor penarik, pendorong dan netral yang berasal di daerah asal dan daerah tujuan. Maksud pengertian ini tergantung pada persepsi masing-masing individu terhadap faktor-faktor tersebut. Selain faktor penarik, pendorong dan netral, masih ada faktor penghalang atau perintang antara. Faktor penghalang antara dalam kondisi tertentu relatif mudah diatasi, namun terkadang juga relatif sulit diatasi. Faktor-faktor pribadi antara lain; persepsi seseorang tentang daerah asal dan tujuan, kepekaan pribadi atau individu yang sangat mempengaruhi penilaian tentang keadaan daerah asal dan tujuan. Demikian juga dengan informasi yang tersedia, membawa pengaruh dalam pengambilan keputusan untuk melakukan migrasi. Pengambilan keputusan bermigrasi, salah satunya dipengaruhi oleh faktor lemahnya kualitas sumberdaya manusia yang ada, disamping rasa keterikatan dengan keluarga didesa asal dan kemauan keras dalam mencoba sesuatu yang baru atau yang termasuk dalamm motivasi diri dalam mencoba hal baru. Dengan demikian, ketika pengambilan keputusan bermigrasi sudah terlaksana di daerah tujuan sebagian besar para migran mengenal dan mempunyai ikatan sosial yang kuat antar sesama migran. Mulder (1978) mengatakan bahwa diantara sesama migran sebenarnya terdapat ikatan sosial yang kuat didaerah tujuan. Kadangkadang migran membentuk kongsi-kongsi atau persatuan antar sesama migran berdasarkan kesamaan daerah, asal daerah maupun idiologinya. Ketika para migran mengambil keputusan untuk melakukan migrasi dalam benak mereka sudah tersusun rencana bahwa nantinya didaerah tujuan akan mendapat pekerjaan dan penghasilan sesuai yang diinginkan mereka. Kebanyakan mereka tidak mengetahui bahwa lapangan pekerjaan dan jenis pekerjaan di daerah tujuan (Kota) kebanyakan masuk ke sektor moderen. Mobilitas tenaga kerja pedesaan ke daerah perkotaan antara lain adalah karena kebijakan pembangunan yang berkembang cenderung urban-bias, tidak berpihak atau bahkan mengabaikan daerah pedesaan, serta penerapan mekanisasi pertanian sebelum waktunya dan menyempitnya lahan pertanian akibat pertumbuhan penduduk dan konversi lahan pertanian. Todaro (2003), berpendapat bahwa keputusan untuk melakukan migrasi merupakan suatu keputusan yang telah dirumuskan secara rasional, para migran tetap saja pergi meskipun mereka mengetahui tingginya tingkat pengangguran di daerah-daerah
16
Bab II. Tinjauan Pustaka
17
tujuan, kerangka sistimatis dari pendapat ini dapat ditunjukkan dalam Gambar 2 yang menunjukkan skema analisis keputusan bermigrasi menurut Derek Byerlee dalam Todaro (2003). Keinginan mereka untuk pindah kekota adalah untuk mencari pekerjaan dengan harapan besar bahwa tingkat upah atau penghasilan yang akan didapat di perkotaan akan lebih besar. Walaupun potensi dan daya dukung perkotaan sudah tidak mampu menghasilkan upah atau penghasilan yang seimbang dengan kebutuhan migran, karena kapasitas dan daya dukung perkotaan yang cenderung melemah akibat overpopulation. Namun migran yang datang tetap saja tertarik, dengan segala daya dan upaya mereka menggunakan informasi dan jaringan sosial dari kaum kerabat yang sudah terlebih dahulu bermigrasi. Jaringan sosial yang digunakan migran dalam studi ilmu sosial sering disebut modal sosial (social capital) dalam hal ini dapat diartikan sebagai modal yang memperlancar keputusan untuk menjadi migran sirkuler. Modal sosial merupakan jaringan antar orang-orang yang saling berinteraksi
dalam
satu
kepentingan
yang
didalamnya
terdapat
unsur
kepercayaan yang mampu megurangi biaya transaksi. Dalam kenyataannya ikatan kekerabatan yang kuat akan mampu menciptakan ikatan sosial, ikatan batin antar sesama migran maupun ikatan yang kuat terhadap daerah asal. Begitu pula dengan keputusan bidang pekerjaan yang ditekuni oleh para migran tidak akan terlepas dari unsur kekerabatan yang ada. Seorang migran yang datang dari desa tidak akan begitu mudah untuk mendapatkan sebuah pekerjaan ketika mereka tiba di daerah tujuan, sebagian besar tidak sendirian, kebanyakan dari mereka diajak oleh ”kerabat” mereka yang telah berhasil di daerah tujuan untuk mendapatkan pekerjaan yang cocok dan menghasilkan pendapatan. 2.4.
Konsep Sektor Informal dan Sektor Formal Konsep sektor informal berasal dari makalah Hart tentang lapangan kerja
perkotaan di Ghana. Hart pertama kali memperkenalkan pembagian kegiatan ekonomi kedalam sektor “informal” dan sektor “formal”. Istilah sektor informal sendiri adalah merupakan satu bentuk pengembangan dari konsep tradisional, sedangkan istilah sektor formal kurang lebih sama dengan istilah moderen Konsep sektor informal menurut Hart adalah merupakan unit usaha dengan ciri-
17
Bab II. Tinjauan Pustaka
18
ciri padat karya, pengelolaan usaha bersifat kekeluargaan, tingkat pendidikan formal yang rendah, mudah dimasuki pendatang baru, sifatnya yang selalu berubah ubah dan tidak stabil (Tjiptoherijanto, 1989). Dualisme informal dan formal ini semakin menarik peneliti studi pembangunan dalam kaitan proses industrialisasi dan urbanisasi di negaranegara berkembang, terutama seiring meluasnya kegiatan berusaha di pasarpasar yang tidak terorganisasi di daerah perkotaan, selanjutnya lebih dikenal dengan sektor informal perkotaan. Namun, pada dasarnya sektor informal akan lebih jelas dpat dibedakan dari sektor formal jika dilihat dari aspek legalitas. Menurut ILO, pembedaan dua sektor (informal dan formal) tersebut dapat didasarkan pada aktivitas, sifat alami pasar dan perusahaan. Berkaitan dengan sektor informal, beberapa ciri yang di tulis oleh Soetjipto (1985) antara lain: 1. Pola kegiatan tidak teratur, baik dalam arti waktu, permodalan, maupun penerimaannya. 2. Tidak tersentuh oleh peraturan atau ketentuan yang ditetapkan pemerintah. 3. Modal, peralatan dan perlengkapan maupun omzetnya biasanya kecil dan diusahakan atas dasar hitungan hari. 4. Umumnya tidak mempunyai tempat usaha yang permanen dan terpisah dari tempat tinggalnya. 5. Tidak mempunyai keterikatan dengan usaha lain yang besar. 6. Umumnya dilakukan oleh dan melayani golongan masyarakat yang berpendapatan rendah. 7. Tidak membutuhkan keahlian dan ketrampilan khusus, sehingga secara luwes dapat menyerap bermacam-macam tingkat pendidikan tenaga kerja. 8. Umumnya tiap-tiap satuan usaha memperkerjakan tenaga yang sedikit dan dari lingkungan hubungan keluarga, kenalan atau berasal dari daerah yang sama. 9. Tidak mengenal sistem administrasi bank, pembukuan, perkreditan dan lainya. Berbeda dengan sektor informal, pasaran tenaga kerja pada sektor formal terdiri dari tenaga kerja bergaji yang melakukan tugas secara permanen,
18
Bab II. Tinjauan Pustaka
19
diorganisasi dengan resmi, dilindungi dan tercatat dalam statistik ekonomi. Mereka yang bekerja disektor formal berada dibawah pengawasan Departemen ketenagakerjaan yang ditunjuk pemerintah dan tunduk terhadap ketentuan tentang upah, jam kerja, hak cuti, keamanan, pemutusan hubungan kerja (PHK), asuransi dan masih banyak lagi perundang-undangan lainnya. Dalam memahami karakteristik sektor informal, akan lebih jelas jika difokuskan pada pengelolaan usaha dan hubungannya dengan pemerintah. Pembedaan tersebut diantaranya adalah: a. Sektor Formal Sektor formal termasuk dalam aktivitas pemerintah, dan juga berusaha disektor swasta yang secara resmi dikenli, dipelihara dan diatur oleh negara. Sektor formal dicirikan secara jelas dengan skala operasi yang relatif besar, teknik padat modal, tingkat upah dan gaji yang tinggi. b. Sektor Informal Dalam sektor informal, perusahaan dan individu beraktivitas diluar sistem peraturan dan kepentingan pemerintah, sehingga tidak memiliki akses terhadap institusi kridit formal dan kecukupan modal sumber daya untuk mentransfer teknologi dari luar negeri. Sehingga, banyak ditemukan pelaku ekonomi sektor ini beroperasi secara ilegal. Walaupun pengaruhnya terhadap aktivitas ekonomi relatif sama, keilegalan tidak selau merupakan konsekwensi alamiah dari keterbatasan sumber daya dan akses terhadap sektor formal. Sampai saat ini dalam perkembangan penelitian tentang sektor informal dan sektor formal yang umumnya berkembang di perkotan, para ahli masih belum sepakat dalam mendefinisikan istilah sektor informal. Ketidak jelasan batas formal-informal juga banyak disebabkan oleh banyaknya interaksi dan keterkaitan antara kegiatan informal dan formal. Konsep “ends-means” dari Hermando de Soto dalam Sarosa (2006) mengatakan bahwa kegiatan informal pada dasarnya dicirikan pada tujuan (ends) yang legitimate, karena untuk memenuhi kebutuhan pokok, tetapi dengan caracara (means) yang tidak legitimate, karena tidak memenuhi tata-aturan formal. Tetapi pada intinya terdapat kesamaan cara pandang yang perlu difahami bersama bahwa sektor informal adalah mereka yang bekerja sendiri tanpa ada
19
Bab II. Tinjauan Pustaka
20
yang mempekerjakannya, bekerja sendiri dengan keluarga atau pekerja paruh waktu, dan pekerja keluarga (SEMERU). Terlepas dari ketidak samaan dan inti dari kesamaan dualisme formalinformal yang umumnya bersifat akademik konseptual, permasalahan sangat nyata dirasakan di kota-kota negara berkembang pada umumnya dan melanda negara-negara maju pada kasus tertentu. Di Indonesia, sektor informal menjadi tumpuan kehidupan sejak terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1997. Data Sakernas 1998 misalnya, menunjukkan terjadinya peningkatan pangsa pasar informal dari 62 persen tahun1997 menjadi 65,4 persen pada tahun 1998. Pada tahun sebelumnya 1985,
sektor
informal
memberi
kontribusi
terhadap
kesempatan kerja 74 persen, pada tahun 1990 menjadi 71 persen. Walaupun terjadi penurunan dari tahun ke tahun. Namun, artinya sektor informal tetap menjadi penampung angkatan kerja domian bila di banding sektor formal. Catatan tentang sektor informal dalam subsektor dalam perdagangan, misalnya perdagangan kaki lima (PKL), Priyambadha dan Soegijoko menemukan permasalahan dan potensi dari PKL di Yogyakarta yang dapat memberikan gambaran secara nyata bahwa sikap yang banyak diambil oleh pemerintahan kota dalam menghadapi fenomena sektor informal lebih menekankan pada penegakan hukum yang tidak konsisten, kurang pembinaan dan tidk manusiawi. Pada catatan studi ini ditemukan juga bahwa sistem sub-kontrak terkait sektor informal dengan sektor formal, dapat memberikan manfaat yang lebih luas bagi dua kebelah fihak dan dapat menimbulkan multiplier-effects yang positif bagi pertumbuhan ekonomi lokal. Panennungi (2004) sepakat bahwa tingginya pertumbuhan sektor informal terkait erat dengan fenomena pengangguran
di
wilayah
perdesaan
sehingga
mempengaruhi ke arah ketimpangan pendapatan antarsektor (perkotaan yang berbasis industri dan perdesaan yang berbasis pertanian) yang menimbulkan fenomena migrasi internal sampai kearah migrasi internasional. Simanjuntak (2006) berpendapat semakin meningginya persoalan migrasi, misalnya migrasi internasional (pengiriman TKW ke Timur Tengah dan Malaysia) disebabkan keterbatasan kesempatan kerja dalam negeri terutama sejak terjadinya krisis moneter tahun 1997. Keterkaitan sektor informal, sektor formal dan keterbatasan kesempatan kerja akan mempengaruhi perekonomian nasional, jika tidak diselesaikan dengan pengakuan sungguh-sungguh dan penuh perhatian.
20
Bab II. Tinjauan Pustaka
2.5.
21
Kaitan Sektor Informal dan Materi Balik Pada kenyataan yang terjadi, sebenarnya persoalan yang dihadapi
migran di daerah tujuan lebih ditekankan pada penentuan bidang pekerjaan atau jenis usaha yang akan dijalani dan untuk mendapatkan bidang pekerjaan tersebut tidak akan terlepas dari hubungan orang-orang yang berhasil di daerah yang di tuju. Jenis dan bidang pekerjaan yang ditekuni migran lebih banyak tertampung ke sektor-sektor informal. Wirahadikusumah (1990) mengatakan bahwa kegagalan migran untuk memasuki bidang pekerjaan di perusahaan swasta atau negeri (sektor formal/modern) secara umum disebabkan oleh rendahnya kualitas migran yang bersangkutan. Hal itu karena potensi sumberdaya manusia yang dimiliki migran umumnya sangat lemah (pendidikan/ketrampilan). Squire (1991) mengemukakan bahwa seiring dengan berkembangnya struktur perekonomian yang beragam dan industrialisasi perkotaan, secara alamiah kondisi tersebut akan menyeleksi dengan ketat “ hanya orang-orang yang berkualitas saja yang dapat memasuki sektor-sektor modern/formal di perkotaan”. Sementara kenyataan yang terjadi, jumlah migran yang menuju ke daerah perkotaan setiap tahunnya cenderung meningkat. Peningkatan jumlah pengangguran yang tidak mampu diserap oleh sektor formal akan bergerak menuju sektor informal. Karena secara psikologis migran akan “malu” apabila pulang ke daerah asal tanpa mendapatkan pekerjaan dan tidak membawa hasil. Mereka akan memutuskan untuk bekerja pada sektorsektor informal yang banyak dijumpai dikota-kota besar seperti sektor perdagangan kakilima dan pedagang keliling (Manning dan Effendi, 1989). Keterlibatan migran terhadap keluarga (terutama orang Jawa) dapat dipakai sebagai penguat hubungan yang melatarbelakangi timbulnya materi balik (remittances). Salah satu peran materi balik bagi keluarga migran di desa asal untuk menjaga keselarasan masyarakat dan menjamin kehidupan yang lebih baik bagi individu melalui hubungan sosial dan tolong menolong. Tata sosial Jawa adalah salah satu ciri utamanya, yaitu memiliki rasa setia yang kuat terhadap tanah leluhur dan keluarganya (Mulder,1987). Geertz
(1973)
mengemukakan
bahwa
masyarakat
Jawa
adalah
merupakan satu kesatuan ekonomi yang dipertahankan dengan cara membagi-
21
Bab II. Tinjauan Pustaka
22
bagi rejeki (shared poverty) yang diperolehnya dengan keluarga atau kerabatnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa adanya ikatan yang kuat antara migran dengan keluarganya didaerah asalnya diwujudkan dalam bentuk “materi balik” yang merupakan bentuk budaya pedesaan yang erat dan mengikat secara struktural. Terkait dengan materi balik, Caldwell (1982) menyatakan bahwa dilihat dari segi ekonomi, aspek penting dengan adanya pergerakan keluar penduduk (imigrasi) adalah timbulnya materi balik (remittances) berupa uang dan barang. Secara tidak langsung pernyataan tersebut bermakna bahwa para migran diperkotaan pada tahap-tahap awal yang dilakukan adalah adaptasi serta mencari pekerjaan yang sesuai, selanjutnya sampai pada tingkat optimum yaitu stabilitas ekonomi mulai mapan, maka migran tersebut akan mengirim hasil selama bermigrasi berupa uang atau barang ke daerah asalnya. Kondisi migran sebagaimana hasil studi terdahulu (Ponto, 987; Sukwika, 2004; Leuwol, 1988) tentang Kronologis tahapan migran sampai mendapat pekerjaan di sektor informal terkait erat dengan materi balik yang dikirim kedaerah
asalnya.
Keberhasilan
migran
dalam
menyisihkan
sebagian
penghasilan di sektor ini akan mempengaruhi seberapa banyak materi balik yang dikirimnya. Walaupun sektor Informal identik dengan upah yang sangat murah, dalam kondisi ini sangat jelas bahwa sektor informal terkait erat dengan materi balik (remittances) yang dikirim oleh migran ke daerah asal. 2.6.
Ekonomi Rumahtangga Migran Sektor Informal Setiap Individu maupun rumahtangga pasti melakukan tindakan ekonomi,
baik berupa konsumsi, produksi maupun distribusi. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (needs) rumahtangga tersebut pasti melakukan tindakan konsumsi. Baik rumahtngga ataupun individu membagi bebannya menjadi dua, yaitu konsumsi akan barang dan konsumsi akan waktu luang, dengan konsumsi tersebut diharapkan akan mendapatkan kepuasan/utilitas. Atika (1999) meneliti tentang rumahtangga sektor informal dan faktor-faktor yang mempengaruhi curahan kerja serta pendapatannya, menyimpulkan bahwa peluang sektor informal untuk migrasi kembali dipengaruhi oleh pendapatan, omzet usaha serta
22
Bab II. Tinjauan Pustaka
23
pendidikan kepala rumahtangga. Sedangkan tingginya keinginan untuk migrasi dipengaruhi oleh faktor sosial-budaya asal migran. Perilaku ekonomi rumahtangga migran sektor informal dalam memenuhi kebutuhannya sangat bergantung pada tingkat pendapatannya. Model dasar ekonomi rumahtangga yang dikemukakan oleh Sing, et al. (dalam Atika, 1999), mempelajari prilaku rumahtangga petani, dimana dalam setiap siklus produksi rumahtangga diasumsikan memaksimalkan fungsi kepuasan sebagai berikut : U = U ( Xa, Xm, Xi ) …………………………………….…….( 3.01) Dimana : Xa
= Barang-barang (pertanian) yang dikonsumsi/kebutuhan
pokok
Xm = Barang-barang pasar Xi
= Waktu senggang/leisure
Fungsi kepuasan rumahtangga diatas menghadapi kendala pendapatan tunai yang ditunjukkan oleh persamaan berikut: Pm. Xm = Pa . (Q – Xa) – W. (L – F) ………………………….(3.02) Dimana : Pa = Harga barang pertanian kebutuhan pokok Pm = Harga barang-barang pasar Q
= Produksi rumahtangga untuk barang-barang kebutuhan pokok, sehingga Q – Xa merupakan surplus pasar.
W = Upah tenaga kerja yang merupakan upah pasar L
= Total input tenaga kerja
F
= Total input tenaga kerja keluarga
Dalam keteranggan lebih lanjut, bila ( L – F ) positif, rumahtangga akan menyewa tenaga kerja tambahan dan apabila bernilai negatif maka tenaga kerja yang digunakan hanya berasal dari tenaga kerja keluarga. Rumahtangga juga menghadapi kendala waktu, dimana mereka tidak dapat mengalokasikan lebih banyak waktunya untuk nganggur atau bersantai, kegiatan produksi usaha tani atau kegiatan diluar usaha tani melebihi total waktu yang tersedia dalam rumahtangga: T = Xi + F ………………………….…………………………..(3.03) Dimana : T
= Total waktu yang tersedia dalam rumahtangga
23
Bab II. Tinjauan Pustaka
24
F = Total input tenaga kerja keluarga Xi = Waktu senggang/leisure Disamping menghadapi kendala diatas, rumahtangga tersebut juga menghadapi kendala produksi yang menghubungkan antra input dan output sebagai berikut: Q = Q ( L, A ) …………………………………….…….……..(3.04) Dimana:
A = Luas lahan yang diusahakan oleh petani
Dengan melihat model dasar ekonomi rumahtangga diatas, maka dapat dipertimbangkan bahwa kepuasan (utility) untuk memenuhi kebutuhan konsumsi rumahtangganya dengan kendala pendapatan tunai bisa dijadikan dasar pijakan dalam menguraikan faktor-faktor yang mendorongnya untuk migrasi sirkuler. 2.7.
Dampak Migrasi Sirkuler dan Pembangunan Daerah Asal Pelaku migrasi sirkuler (migran sirkuler) dalam fokus penelitian ini adalah
rumahtangga sektor informal di pedesaan. Menurut Nasution (dalam Sukamdi, 2003) peran sektor ini dapat memberi sumbangan yang sangat penting diantaranya : 1.
Menyediakan lapangan kerja baru, memberikan penghidupan murah bagi si miskin serta menampung pengangguran.
2.
Sektor ini mampu menjadi produktif potensial untuk produksi walaupun tidak mendapatkan proteksi, subsidi dan lain-lain.
3.
Dapat memanfaatkan berbagai barang bekas dan rongsokan, melakukan proses daurulang dengan cara memperbaiki, menambah, remodelling, sehingga memberi nilai tambah marginal.
4.
Sektor informal sebagai penyalur efektif bagi sektor formal, dan merupakan bagian integratif dari seluruh kegiatan ekonomi.
5.
Mendukung dan membantu sektor formal, karena sektor formal sering kali tidak efesien, karena upah yang rendah, sementara itu buruh bisa hidup dengan upah yang rendah dikarenakan adanya sektor informal yang mampu menyediakan kebutuhan hidup secara murah. Yang berarti secara tidak langsung sektor informal telah mensubsidi sektor formal.
24
Bab II. Tinjauan Pustaka
6.
Sektor
informal
berfungsi
sebagai
peredam
dalam
25
pancaroba
pembangunan bagi pendatang dari berbagai suku, golongan dan pendidikan dan lain-lain. Selain manfaat yang diperoleh dengan adanya sektor informal. Sektor ini juga dapat membawa dampak negatif, Sukamdi (2003) menyebut antara lain : 1.
Dapat mengurangi keindahan kota.
2.
Menimbulkan kemacetan.
3.
Menimbulkan penipuan.
4.
Mengurangi keamanan dan mengganggu kenyamanan pejalan kaki serta konsumen belanja. Migran sirkuer rumahtangga sektor informal di pedesaan adalah
merupakan satu kesatuan ekonomi, karena itu juga materi balik merupakan bagian dari kehidupan ekonomi rumahtangga migran sektor informal di pedesaan. Mantra (1994) membagi materi balik kedalam tiga jenis, uang, barang dan ide-ide. Dari penelitian sejumlah kota di Jawa, tentang prilaku migran sirkuler terbukti suku jawa yang paling tinggi dalam mengirim materi balik ke daerah asalnya. Menurut Mantra, prilaku migran sirkuler seperti semut, yaitu membawa hasil yang diperoleh dari daerah tujuan ke daerah asal sebanyak mungkin. Remittances merupakan
sumbangan
fisik,
ekonomi
dan
budaya
bagi
pembangunan daerah asal. Memang pada kenyataannya, hubungan antara materi balik dan pembangunan di desa asal relatif sulit diukur dengan statistik, tetapi kenyataan yang ada terjadi mehasilkan banyak perubahan kemajuan fisik desa, seperti pembangunan fisik (jalan, rumah ibadah, beberapa usaha produktif sektor pertanian dan perdagangan penduduk) yang dibangun desa, rumah-rumah penduduk dan alat-alat elektronik yang dimiliki migran di desa. Perubahan nonfisik di desa sering ditandai dengan munculnya ide-ide baru untuk pembangunan desa asal mereka relatif mengalami perkembangan dengan cepat. Melihat hal demikian, betapapun kecilnya materi balik tetap berarti bagi pembangunan daerah asal.
25
Bab II. Tinjauan Pustaka
2.8.
26
Pengertian Ekonomi Desa dan Pembangunan Ekonomi Perdesaan Pengertian ekonomi desa menurut Scott (1981), adalah desa yang
umumnya mempunyai kegiatan ekonomi yang bertumpu pada petani padi dan sawah. Meski demikian, masyarakat yang mempunyai kegiatan yang serupa juga dapat digolongkan petani, misalnya masyarakat dengan kegiatan ekonomi memelihara ikan di tambak atau masyarakat yang melakukan kegiatan ekonomi seperti tambak yang diatasnya diberi ternak serta pematang sawahnya ditanami pohon pisang (tamyamsang) dapat disebut sebagai petani. Lebih lanjut, menurut Scott, para petani tradisional di Asia Tenggara selalu mendasarkan tindakan ekonominya berdasarkan moral. Keputusankeputusan strategis tentang ekonomi dan sosial mereka cenderung didasarkan pada prinsip moral subsisten. Prinsip moral subsisten masih banyak tercermin dalam kehidupan ekonomi sebagian masyarakat petani di Indonesia. Kondisi ekonomi petani tersebut relatif banyak ditemukan didaerah pedesaan Pulau Jawa. Kondisi ekonomi perdesaan di Indonesia menurut Boeke (1953), mengatakan bahwa petani tradisional di Indonesia tidak mempunyai rasionalitas dalam prilaku ekonominya. Rasionalitas mereka lebih didasarkan pada kepentingan-kepentingan sosial yang lebih dominan dan paling menonjol diantara sekian banyak kepentingan. Pengakuan sosial dan hubungan kekerabatan yang lebih erat mengalahkan hubungan-hubungan lain yang bersifat rasional. Ekonomi masyarakat petani tradisional yang banyak berada di daerah perdesaan Indonesia terperangkap pada keseimbangan yang sangat rendah. Proses involusi terjadi bukan hanya pada methode produksinya yang tradisional, tetapi juga karena cara/norma bagaimana hasil produksi dibagikan. Yang lebih tragis lagi dengan mengatakan bahwa bentuk perbaikan macam apapun (benih unggul, pemakaian pupuk dan pestisida, yang di sarankan Boeke) tidak mungkin akan berhasil dilakukan. Dengan menambahkan pernyataan bahwa pertanian di Jawa cenderung tumbuh seiring dengan bertambahnya penduduk yang mengakibatkan keadaan stagnasi dari sektor pertanian dan berhentinya pertumbuhan output pertenagakerja (Geertz, 1970). Melihat analisis diatas, salah satu masalah pokok dalam pembangunan ekonomi pedesaan adalah bagaimana mewujudkan keterpaduan tujuan
26
Bab II. Tinjauan Pustaka
27
pembangunan nasional yang tidak lagi urban-bias dapat diatasi melalui upayaupaya: (1) Meningkatkan pendapatan riil rumah tangga di pedesaan baik pada sektor pertanian maupun nonpertanian, melalui penciptaan lapangan kerja, industrialisasi pedesaan, pembenahan pendidikan, kesehatan dan gizi serta penyediaan layanan sosial lainnya, (2) penanggulangan masalah ketimpangan distribusi pendapatan di daerah pedesaan, serta ketidakseimbangan pendapatan dan kesempatan ekonomi antara daerah pedesaan dengan perkotaan, (3) pengembangan kapasitas sektor pedesaan dalam rangka menopang langkahlangkah perbaikan masa mendatang. Untuk pencapaian ketiga asumsi tersebut sangat peting bagi keberhasilan pembangunan nasional, hal tersebut tidak saja disebabkan sebagian besar penduduk di negara-negara berkembang berada di pedesaan. Oleh karena itu, sinergisitas pembangunan nasional sangat di butuhkan untuk memenuhi keseimbangan ekonomi masyarakat pedesaan agar dapat mengurangi kesenjangan pembangunan antardaerah pedesaan dan antardaerah perkotaan. Pembangunan ekonomi di desa bukan hanya merupakan tanggung jawab penduduk tetapi juga merupakan tanggung jawab bersama. Podes 2003 memuat tentang komposisi keuangan desa yang dapat digunakan untuk usaha pembangunan sosial dan ekonomi bagi kesejahteraan penduduk desa, keuangan yang dapat menunjang kearah tersebut adalah: (1) keuangan yang terdiri dari sisa anggaran tahun lalu (2) penerimaan daerah (3) pengeluaran anggaran rutin (4) pengeluaran anggaran pembangunan dan (5) sumber pendapatan asli desa. Sedangkan yang dimaksud pendapatan asli desa adalah penerimaan yang diperoleh pemerintahan desa yang terdiri dari penerimaan yang diperoleh dari usaha produktif tanah khas desa, pungutan desa, swadaya masyarakat, hasil gotong royong dan sumber lain dari usaha desa (Podes Propinsi Jawa Timur, 2003). Pembangunan ekonomi perdesaan di era otonomi adalah suatu self governing community yang dinamikanya disesuaikan dengan kebutuhan desa serta adat istiadat masyarakat setempat (Sumodiningrat, 2005). Seiring dengan pendapat tersebut, diperlukan strategi dan kebijakan pembangunan di pedesaan yang kontekstual dan obyektif. Pembangunan ekonomi perdesaan, sebagai bagian dari pembangunan ekonomi daerah adalah merupakan bagian dari terbentuknya beberapa elemen
27
Bab II. Tinjauan Pustaka
28
perubahan dalam masyarakat desa, baik dalam bentuk meningkatnya taraf hidup sebagian masyarakat, terrealisasinya berbagai sarana dan prasarana yang memperluas
pelayanan
dasar
kepada
masyarakat
desa.
Meningkatnya
kesejahteraan masyarakat tersebut biasanya ditandai dengan meningkatnya konsumsi sebagai akibat dari meningkatnya pendapatan pendapatan
diakibatkan
pula
oleh
meningkatnya
dan meningkatnya produksi.
Menurut
Sumodiningrat bahwa proses pembangunan tersebut akan dapat terpenuhi apabila terpenuhi asumsi-asumsi pembangunan yaitu kesempatan kerja sudah dimanfaatkan secara penuh (full employment), semua orang mempunyai kemampuan yang sama (equal productivity), dan setiap pelaku ekonomi bertindak rasional (rational-efficient). Penduduk pedesaan adalah bagian dari pelaku ekonomi. Tidak semua pelaku ekonomi ikut serta dalam proses pembangunan dan tidak semua penduduk pedesaan menikmati peningkatan pendapatan sebagai hasil dari proses pembangunan. Pelaku pembangunan yang tidak memiliki akses dan sumberdaya dalam pembangunan akan menganggur. Karena menganggur, akan menyebabkan
berbagai
kerawanan
sosial,
ketimpangan
antargolongan
penduduk, antarsektor kegiatan ekonomi daerah dan pada akhirnya masalah kemiskinan penduduk. Inti dari masalah tersebut adalah adanya disparitas pembangunan antardaerah dan antarsektor. Disparitas pembangunan menurut Anwar (2005) akan menghasilkan struktur hubungan antar wilayah yang membentuk interaksi yang saling memperlemah satu dengan lainnya. Hal itu disebabkan adanya pengurasan sumberdaya
yang
berlebihan
(backwash),
pengangguran
besar
yang
mengakibatkan terjadinya aliran bersih (net-transfer) dan akumulasi nilai tambah dipusat-pusat secara berlebihan. Sehubungan dengan kondisi tersebut, daerah pedesaan perlu pendekatan yang lebih partisipatif. Pembangunan partisipatif mengandung makna bahwa pembangunan itu harus mengandung prinsip pemberdayaan masyarakat, aparat (birokrasi) serta
usaha nasional melalui
keterpaduan peran pemerintah dan masyarakat melalui mekanisme musyawarah berdasarkan mekanisme yang disetujui bersama. Menurut Sumodiningrat dengan pembangunan partisipatif pembangunan nasional yang dilaksanakan di perdesaan akan terlaksana secara optimal, memungkinkan rakyat memperoleh
28
Bab II. Tinjauan Pustaka
29
pemerataan dan keadilan serta akan memperluas basis pembangunan yaitu keluarga dan masyarakat. Melihat kenyataan pembangunan yang ada di daerah perdesaan, masih banyak kekurangan atas kesiapan sumberdaya-sumberdaya termasuk pranata misalnya;
rendahnya
mutu
sum berdaya
manusia,
lemahnya
lembaga
pemerintahan desa dan lembaga masyarakat desa dalam menampung dan menyampaikan aspirasi masyarakat, utamanya masih terbatasnya jangkauan pelayanan lembaga perekonomian dalam mendukung usaha ekonomi desa, serta belum meratanya prasarana dan sarana sosial ekonomi dalam melayani kebutuhan masyarakat desa. Dengan demikin, tantangan yang dihadapi dalam pembangunan desa menurut Sumodiningrat adalah meningkatkan fungsi lembaga pemerintahan dan lembaga kemasyarakatan desa untuk menciptakan kesejahteraan kemakmuran masyarakat desa, meningkatkan kemampuan masyarakat untuk dapat berpartisipatif aktif dalam pembangunan, mengurangi kesenjangan antardesa dan antara desa dengan kota. Lebih lanjut, perlu adanya keberpihakan dan komitmen pemberdayaan masyarakat melalui pembangunan ekonomian rakyat. Keberpihakan terhadap perekonomian rakyat berarti memberikan perhatian khusus kepada upaya peningkatan ekonomi rakyat, termasuk upaya mencari penghasilan melalui migrasi sirkuler dalam mengisi waktu luang disela waktu tanam dan waktu panen. Seharusnya perhatian khusus ini diwujudkan dalam langkah-langkah strategis yang diarahkan secara langsung pada perluasan akses rakyat pada sumberdaya pembangunan disertai penciptaan peluang yang seluas-luasnya bagi masyarakat di lapisan bawah untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan sehingga mampu mengatasi kondisi keterbelakangan dan memperkuat posisi daya saing ekonominya. 2.9.
Tinjauan Beberapa Studi Terdahulu Banyak penelitian tentang migrasi telah dilakukan di Indonesia.
Penelitian yang dilakukan Naim (1979) tentang pola migrasi suku Minangkabau (Merantau) menunjukkan bahwa pola migrasi suku Minangkabau adalah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari orang Minangkabau, pola ini semula didorong oleh kebutuhan perluasan wilayah karena potensi sumberdaya
29
Bab II. Tinjauan Pustaka
30
yang ada tidak lagi memadai dalam menunjang kehidupan mereka. Sehingga, penduduk Minangkabau membutuhkan tanah/lahan garapan baru untuk pertanian persawahan. Menurut Naim, merantau adalah suatu kebutuhan yang terkait dengan kebutuhan sosial, merantau bagi orang Minang tidak bisa disamakan dengan migrasi, sekurangnya dalam konteks sosial budaya. Kendati demikian pada masa tersebut menurutnya, sukubangsa yang mempunyai intensitas migrasi relatif tinggi adalah Minangkabau, Batak, Bugis, Banjar, Manado dan Ambon. Sedangkan enam sukubangsa yang memiliki intensitas migrasi yang relatif rendah terdiri dari sukubangsa Sunda, Madura, Aceh, Jawa, Melayu dan Bali. Adapun salah satu faktor yang akhinya ikut mendominasi dalam menentukan pola migrasi adalah faktor ekonomi. Sjahrir (1984) dalam penelitiannya di desa Jebed, Jawa Tengah menunjukkan adanya migrasi sirkulasi para tukang bangunan. Hal tersebut berlangsung akibat tekanan ekonomi yang terbentuk akibat penerapan program TRI (Tebu Rakyat Intensifikasi) pada tahun 1975 yaitu sejak dikeluarkannya Inpres no 9/1975. Menurut Sjahrir kondisi tersebut diperburuk karena adanya pemusatan kekuasaan pada tangan lurah dan aparatnya yang sangat menentukan dalam pengalokasian sumber-sumber ekonomi, ditentukan secara sepihak dari sana. Migrasi sirkulasi ke kota bagi penduduk desa Jebed merupakan jawaban terhadap kesulitan dan tekanan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Rahmawati (1991) meneliti tentang faktor-faktor sosial ekonomi terhadap migrasi sirkuler desa – kota menyimpulkan bahwa setatus sosial ekonomi yang diukur melalui kepemilikan lahan pertanian mempunyai nilai bervariasi, tetapi lebih besar prosentasenya pada golongan ekonomi rendah. Terdapat tiga jenis lapangan usaha dalam sektor informal yang dimasuki oleh migran yaitu perdagangan, buruh dan jasa angkutan. Lebih lanjut, penelitian ini juga menyimpulkan bahwa kelancaran sistim transportasi dan informasi sebagai hasil dari pembangunan pedesaan juga ikut mempercepat terjadinya migrasi sirkuler desa – kota. Berbeda dengan penelitaan yang dilakukan Naim, Hugo (1982) dalam studinya tentang migrasi sirkuler di Indonesia menulis bahwa terdapat beberapa suku terbesar di Indonesia yang memiliki tingkat curahan untuk migrasi nonpermanen jenis sirkulasi yang tinggi antara lain suku Jawa, pola tersebut
30
Bab II. Tinjauan Pustaka
31
sudah lama terjadi di Indonesia. Analisa ekonomi yang ditemukan, alasan utama mereka melakukan migrasi nonpermanen adalah karena di desa tempat tinggal asalnya tidak bisa mendapat pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan. Sehingga pola migrasi nonpermanen (sirkulasi) dilakukan untuk memaksimalkan pendapatan rumahtangganya, dan kebanyakan mereka bekerja pada sektor jasa. Selanjutnya terkait dengan migran sektor informal penelitian yang dilakukan oleh Ponto (1987) melihat karakteristik migran sektor informal di Kodya Manado. Studi ini berkesimpulan semakin besar arus migrasi dari desa ke kota, semakin banyak pekerjaan disektor informal. Menurut Ponto bahwa tingkat ekonomi pekerja atau rumahtangga di sektor informal tidaklah lebih jelek dari rumahtangga sektor formal, dan pada umumnya pekerja migran sektor informal sudah merasa puas dengan tingkat kehidupan yang dijalani karena kegiatan mereka sudah dianggap sesuai dengan tingkat pendidikan dan ketrampilan yang mereka miliki. Penelitian Leuwol (1988) tentang migran sirkuler dan latar belakangnya menunjukkan kesimpulan bahwa para migran terdorong melakukan mobilitas dalam bentuk sirkuler dari Jawa Tengah ke Jakarta karena potensi sumberdaya alam yang ada tidak seimbang dengan potensi sumberdaya manusianya. Lahan pertanian yang merupakan tumpuhan terakhir bagi penduduk pedesaan semakin sempit. Menurut Leuwol, kondisi tersebut nampak dari semakin menyempitnya areal persawahan yang dimiliki petani dan semakin bertambahnya jumlah petani penggarap. Daerah tujuan (Jakarta) yang menjanjikan lapangan pekerjaan disektor informal merupakan daya tarik yang cukup kuat bagi para migran pedesaan. Besarnya jumlah tanggungan di desa dan latarbelakang kulturalhistoris pada masyarakat disepanjang pantai utara Jawa Tengah turut mempengaruhi intensitas penduduk untuk bermobilitas ke kota. Menurutnya, bagi mereka keputusan untuk bermigrasi sirkuler adalah keputusan yang sangat bijaksana. Selanjutnya penelitian Sutarno (1989) tentang dampak gerak penduduk desa-kota berkesimpulan bahwa, gerak penduduk ke luar desa (ke kota) menimbulkan dampak positif terhadap tingkat pendapatan dan kesejahteraan rumahtangga, kemakmuran desa, minat terhadap pendidikan, dan minat melakukan gerak penduduk. Salah satu dampak negatif menurut penelitian
31
Bab II. Tinjauan Pustaka
32
Sutarno adalah kurangnya peranserta “movers” dalam kegiatan-kegiatan umum di desanya dibanding mereka yang tetap tinggal di desa (“stayers”). Akan tetapi, kekurangan tersebut dapat mereka tutup ketika mereka tidak lagi bekerja keluar desa. Para mantan movers menujukkan bahwa dengan pengetahuan dan pengalaman yang mereka peroleh dari luar desa mereka mempunyai peran yang cukup penting dalam menggerakkan kegiatan-kegiatan pembangunan di desa. Mantra (1994), meneliti tentang mobilitas sirkuler perdesaan ke perkotaan yang semakin meningkat. Dorongan ekonomi merupakan alasan untuk bersirkulasi kekota. Dalam studi ini Mantra berpendapat adanya hubungan yang erat antara kesempatan kerja dengan mobilitas desa-kota, semakin tinggi perbedaan kesempatan kerja yang ada diperkotaan dengan yang ada diperdesaan maka akan semakin deras arus mobilitas penduduk perdesaan ke perkotaan. Lebih lanjut, fenomena tersebut yang kemudian akan mempengaruhi kondisi fisik, sosial, ekonomi dan budaya daerah asal migran. Sayangnya Mantra dalam studi ini belum melihat bagaimana dampak pertumbuhan tenaga kerja perkotaan akibat arus urbanisasi. Sehingga saran yang diajukan dalam studi ini adalah mobilitas jenis sirkuler perlu ditingkatkan untuk memecahkan masalah tenaga kerja diperdesaan. Penelitian Desiar (2003) tentang dampak migrasi terhadap pengangguran di DKI. Penelitian ini berkesimpulan bahwa dampak dari masuknya migran ke DKI antara lain adalah besarnya aktivitas (sektor) informal, tingginya tingkat pengangguran dan berkembangnya permukiman kumuh. Dengan menggunakan model log-log penelitian ini menunjukkan bahwa apabila angkatan kerja migran meningkat 10 persen, jumlah pengangguran total akan meningkat 3,06 persen. Sedangkan dampak positif yang menarik dari kesimpulan penelitian ini adalah fenomena migrasi masuk di DKI memberikan kontribusi terhadap berkembang ekonomi informal yang cukup banyak menyerap tenaga kerja, termasuk juga menyediakan tenaga pembantu rumahtangga yang sangat dibutuhkan di DKI Jakarta tetapi tidak bisa disediakan oleh penduduk non migran. Penelitian
mengenai
analisis
dampak
migrasi
sirkuler
terhadap
pembangunan ekonomi perdesaan pada rumahtangga sektor informal dilakukan untuk mengetahui karakteristik rumahtangga perdesaan yang memutuskan untuk migari sirkuler ke daerah tujuan yang relatif masih berdekatan dengan daerah asal, dengan mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya migrasi
32
Bab II. Tinjauan Pustaka
33
sirkuler. Penelitian ini juga bertujuan menganalisa dampak yang ditimbulkan akibat fenomena migrasi sirkuler melalui analiisa diskriptif untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan, analisa Good service ratio untuk mengetahui tingkat kesejahteraan para migran dan Gini ratio untuk mengetahui distribusi pendapatan antar migran sirkuler. Fokus dalam kerangka teori penelitian ini menekankan pada adanya perbedaan upah sektor pertanian di perdesaan dengan sektor industri di perkotaan yang mendorong para penduduk perdesaan untuk melakukan migrasi. Sektor ekonomi informal yang terkenal dengan upah yang rendah masih saja tetap menarik bagi para migran yang berasal dari pedesaan sebagai alternatif kurang optimalnya bekerja di sektor perdesaan (pertanian). Kondisi yang demikian akan terus berlanjut manakala upah disektor pedesaan (pertanian) belum juga menunjukkan keseimbangan dengan sektor industri di perkotaan. Terlebih lagi tingkat kesejahteraan pada saat mereka melakukan migrasi jauh lebih baik dari pada sebelumnya, begitu juga semakin bertambahnya faktor produksi yang mereka miliki di desa asal. Fenomena ini yang akan membuktikan alasan para migran untuk memilih bentuk sirkulasi dari pada migrasi menetap.
33
Bab II. Tinjauan Pustaka
Faktor-faktor Komplementer (misal:ketersedi aan lahan di desa)
Kebijakankebijakan dari Pemerintah(misal:d ibidang perpajakan)
Sistem-sistem sosial (misal, unit keputusan/jumlah orang yg akan membuat keputusan bermigrasi)
Besar-kecilnya pendapatan di desa
34
Pengaruh Psikis (gebyar hidup di kota)
Hubungan desa- kota
Tingkat Penddkan
Pengiriman uang dari kota ke desa
Manfaatmanfaat migrasi
Jarak
Pendidikan , media, dan sebagainya
Tingkat upah di kota Pendapatanbila berwiraswasta
Arus-arus Informasi
Besar-kecilnya pendapatan di kota
Peluang Untuk mendapatkan pekerjaan
Nilai sekarang dari manfaat-manfaat migrasi yang akan muncul nanti
Perkiraan nilai total migrasi
Biaya oportunitas Keputusan migrasi
Biaya hidup Sehari-hari Biaya transportasi Biaya-biaya psikis (resiko,adaptasi sosial)
Biaya-biaya migrasi
Gambar 2 Skema analisis keputusan bermigrasi menurut Derek Byerlee dalam Todaro 2003
34
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Teori Migrasi Dalam memahami fenomena migrasi secara umum (desa–desa, kota-kota, kota-desa, desa-kota) dari segi faktor penyebab dan dampak yang ditimbulkan, maka bukan suatu studi yang mudah bagi penulis. Tulisan ini mencoba mengkaji dan memahami sebagian fenomena migrasi yang berbeda dari kasus yang sudah diteliti oleh sejumlah peneliti sebelumnya (Hugo, Mantra, Leuwol) yaitu adanya keterpaduan antara fenomena migrasi desa-kota dan desa-desa. Dalam segi sebab-sebab dan dampak yang ditimbulkan terdapat sesuatu yang “unik” dan berbeda dengan feneomena migrasi pada umumnya. Masyarakat pedesaan yang mencoba bekerja diluar sektor pertanian dengan cara menjadi migran mengalami kemudahan dalam memperoleh pendapatan, kondisi tersebut dialami oleh sebagian masyarakat pedesaan dan sebagian yang lain akan cenderung meikuti. Kerangka teoritis dalam penelitian ini didasarkan pada teori migrasi yang diterapkan pada negara-negara berkembang oleh Haris-Todaro (1970). Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa migrasi merupakan fenomena ekonomi dan bagi migran merupakan tindakan rasional. Ketika upah disektor formal (Wo) dikalikan peluang untuk mendapatkan pekerjaan disektor formal (P) dan upah disektor informal (Wi) dikalikan satu dikurangi peluang untuk mendapatkan pekerjaan disektor informal (1 – P) menunjukkan hasil atau upah yang lebih besar sama dengan upah yang diperoleh masyarakat perdesaan (WA/upah sektor pertanian) maka masyarakat perdesaan yang bekerja disektor pertanian menurut HarisTodaro akan cenderung untuk memutuskan bermigrasi. Upah disektor pertanian disini meliputi upah: mencangkul, menanam, merambet dan pekerjaan pertanian lain pada umumnya. Masih menurut Haris-Todaro, migrasi desa ke kota akan terus berlangsung walaupun pekerjaan formal di perkotaan terbatas. Karena upah minimumnya yang tinggi, bahkan dibandingkan dengan pendapatan di desa, dengan kata lain bahwa nilai harapan dari upah yang diperoleh lebih tinggi dari tingkat upah di pedesaan. Selain upah minimum yang mendasari migran keluar dari daerah asal,
Bab III. Kerangka Pemikiran
36
Gilbert dan Gugler (1969 dalam anshori at,al., 1996) menambahkan bahwa model
migrasi
Haris-Todaro
pada
tahun
1976
dimodifikasi
dengan
menambahkan faktor keamanan kerja di daerah tujuan yang menjadikan para migran potensial memilih daerah tujuan. Dalam konteks perbedaan upah, berikut rumusan teori yang mendasari penelitian fenomena migrasi Haris-Todaro.
Wo . p + Wi . ( 1 – p ) ≥ WA Dimana : Wo
= Upah disektor formal
P
= Probabilitas untuk mendapatkan pekerjaan disektor formal
Wi
= Upah disektor informal
WA
= Upah disektor pertanian
Upah yang diharapkan diatas adalah bagian dari pendapatan yang didapat dari bekerja baik disektor formal maupun informal. Faktor lain yang juga ikut mendukung fenomena migrasi adalah dayatarik sektor pertanian di pedesaan yang belum juga menunjukkan arah yang lebih baik, semakin banyaknya petani liliput ( kepemelikan lahan kurang dari 1 hektar) yang tersebar di pulau Jawa, serta optimalisasi lahan pertanian di perdesaan yang semakin menurun. Memahami migrasi sebagai suatu proses, selain beberapa faktor diatas yang dapat dikelompokkan sebagai faktor pendorong dan faktor penarik, terdapat faktor penghalang antara, meliputi; jarak antara daerah asal ke daerah tujuan, kondisi jalan raya, keberadaan transportasi serta biaya transportasi. Sedangkan faktor pribadi menyangkut persepsi individu terhadap faktor-faktor terdapat didaerah asal dan tujuan, dalam hal ini kepekaan pribadi akan sangat mempengaruhi penilaian tentang keadaan di daerah asal dan tujuan. Setiap individu mempunyai tingkat kebutuhan tidak sama yang harus dipenuhi,
terutama
kebutuhan
ekonomi.
Pengambilan
keputusan
untuk
melakukan migrasi antar seseorang pada dasarnya sepenuhnya bersifat rasional, meskipun pada kenyataan yang sebenarnya banyak ditemukan pengecualian dari generalisasi sifat-sifat yang rasional. Jika sebagian besar dari kebutuhan seseorang yang bersifat rasional tidak terpenuhi, maka seseorang akan mengalami tekanan. Tekanan yang dialami menyebabkan seseorang akan melakukan keputusan migrasi atau tidak, sangat tergantung pada kekuatan
Bab III. Kerangka Pemikiran
37
tekanan, baik secara individu, keluarga maupun kelompok. Tekanan yang dialami seseorang dan keluarganya mempengaruhi jenis atau pola migrasi yang diputuskan oleh seseorang atau kelompok orang. Migrasi sirkuler pada dasarnya dipilih seseorang atau sekelompok orang (dalam rumahtangga) karena adanya dua kombinasi kekuatan, yaitu kekuatan sentrifugal dan kekuatan sentripetal. Kekuatan sentrifugal adalah kekuatan yang mendorong individu maupun kelompok untuk pindah dari daerah asal. Kekuatan sentripetal, adalah kekuatan seseorang atau kelompok orang untuk tetap tinggal di daerah asal. Dua kekuatan dari daerah asal dan daerah tujuan tersebut menurut pendapat Mantra (1978) terdiri dari tingkat pendapatan, kesempatan kerja, luas kepemilikan tanah, transportasi, informasi mengenahi daerah tujuan serta sumberdaya pribadi yang dimiliki oleh para migran. Beberapa hasil studi tentang migrasi menunjukkan bahwa motif utama seseorang melakukan migrasi adalah karena alasan ekonomi. Todaro (2003) mengatakan paling tidak ada dua harapan seseorang meninggalkan daerah asal: pertama, ingin mendapat pekerjaan dan penghasilan lebih besar, dibandingkan dengan di daerah asal; Pendapat yang kedua, karena ingin mencari pengalaman serta pekerjaan yang lebih baik. Seiring dengan berkembangnya industri perkotaan sehingga terbentuk sektor-sektor formal yang memberikan harapan untuk menerima tenaga kerja dari sektor perdesaan, seseorang atau kelompok orang yang memutuskan menjadi migran pada dasarnya mempunyai harapan untuk diterima di sektor tersebut. Namun kenyataan yang terjadi, kondisi tersebut terkait erat dengan fenomena urbanisasi, sektor formal perkotaan secara ketat dapat menyeleksi tenaga kerja yang dibutuhkan dan hanya tenaga kerja yang terdidik dan mempunyai ketrampilan yang dapat terseleksi didalamnya. Studi tentang sektor informal, mengatakan bahwa akibat tingginya migrasi desa kota sektor formal perkotaan tidak mampu lagi menampung migran dari pedesaan, sehingga para migran banyak yang bekerja disektor informal perkotaan. Sektor informal semakin besar jumlahnya karena arus tenaga kerja yang relatif besar tidak disertai dengan pendidikan dan ketrampilan (skill) yang cukup untuk bekerja disektor perkotaan. Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan hidup dari hari ke hari semakin bertambah dan mendesak. Walaupun sektor informal terkenal dengan upah yang murah, namun tetap saja menarik bagi penduduk pedesaan. Dalam kenyataannya, sektor informal tidak menuntut
Bab III. Kerangka Pemikiran
38
persyaratan yang ketat seperti di sektor formal, sifatnya yang dinamis dan fleksibel menjadi suatu alternatif bagi migran, terutama masyarakat perdesaan. Perilaku migran sirkuler yang seperti Semut, membawa materi balik (remittances) ke daerah asal akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan rumahtangga migran sektor informal di daerah perdesaan. Ketika migran memutuskan untuk mondok atau menginap di daerah tujuan hal itu akan memungkinkan untuk mengurangi biaya-biaya trasportasi (faktor antara), sehingga pendapatan yang di dapat untuk dikirim kedaerah tujuan akan semakin besar. Pendapatan yang dikirim ke daerah asal tersebut kebanyakan oleh para migran sirkuler dan rumahtangganya diwujudkan dalam bentuk faktor produktif, misalnya; perluasan lahan pertanian, ternak, usaha kelontong rumahtangga, dan fisik bangunan rumah di desa asal. Namun, pada sebagian rumahtangga migran sirkuler aliran materi balik hasil migrasi sirkuler tersebut digunakan untuk biaya pendidikan anak dan keluarganya di desa asal. Wujud fisik aliran materi balik di perdesaan tersebut akan membawa dampak pada tingkat kesejahteraan bagi rumahtangga keluarga migran sirkulerdi desa asal. Kriteria dari rumahtangga sejahtera apabila rumahtangga memenuhi berbagai macam bidang, yaitu bidang pangan, bidang perumahan, bidang pendidikan dan bidang kesehatan. Indikator dari kriteria ini merujuk ke BKKBN. Kondisi tingkat kesejahteraan dan investasi faktor produktif didesa asal oleh rumahtangga migran sektor informal akan membawa dampak kemajuan dalam pembangunan ekonomi perdesaan. Pembangunan ekonomi perdesaan, sebagai bagian dari pembangunan ekonomi daerah yang ditandai dengan meningkatnya sarana dan prasarana perdesaan yang memperluas pelayanan dasar bagi masyarakat perdesaan. Meningkatnya kesejahteraan masyarakat biasanya ditandai dengan meningkatnya konsumsi baik fisik maupun non fisik sebagai akibat dari peningkatan pendapatan, baik yang didapat melalui proses migrasi yang diinvestasikan kedalam faktor-produktif rumahtaangga, sehingga mampu meningkatkan produktifitas pembangunan ekonomi desa asal. Gambar 3 menunjukkan tahapan kerangka pemikiran penelitian.
Bab III. Kerangka Pemikiran
39
PEMBANGUNAN EKONOMI PERDESAAN
PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RUMAHTANGGA MIGRAN
PENINGKATAN PENDAPATAN RUMAHTANGGA
PENGGUNAAN USAHA PRODUKTIF
MATERIBALIK (REMITTANCES)
MONDOK / NGINAP
ULANG ALIK / KOMUTTING
MIGRASI SIRKULER
KEPUTUSAN UNTUK MIGRASI RUMAHTANGGA MIGRAN SEKTOR INFORMAL
FAKTOR PENDORONG
FAKTOR PENARIK
Keterangan Gambar :
FAKTOR PRIBADI
F. PENGHALANG/ PELANCAR ANTARA
=? yang tidak diteliti =? yang diteliti
Gambar 3 Kerangka pemikiran konseptual analisis dampak migrasi sirkuler terhadap pembangunan ekonomi perdesaan Dalam mengetahui tingkat kesejahteraan penduduk yang tinggal di perdesaan akan terkait dengan ketersediaan lapangan pekerjaan di perdesaan. Tidak atau kurangnya lapangan pekerjaan yang tersedia di desa akan memunculkan keputusan untuk migrasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan migrasi di jelaskan secara diskriptif, tingkat pendapatan sebelum memutuskan migrasi di dekati dengan Indeks Gini Ratio (IGR). Variabel remittances dan tingkat kesejahteraan migran didekati dengan Indeks Good Service
Ratio
(IGSR),
variabel
tersebut
diyakini
dalam
penelitian
ini
Bab III. Kerangka Pemikiran
40
mempengaruhi pembangunan ekonomi perdesaan dan tingkat kesejahteraan penduduk yang tinggal di perdesaan. Gambar 4 menunjukkan kerangka pendekatan operasional.
Penduduk yang tinggal di perdesaan Analisa Diskriptif Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan ruta migran dari perdesaan
Ketersediaan Lapangan Pekerjaan di Perdesaan
Migrasi Sirkuler
(mondok/nginap)
Remittances Gini Rasio
Peningkatan pendapatan rumahtangga migran perdesaan
Analisa Diskriptif
1.
2.
PEMBANGUNAN EKONOMI PERDESAAN
Peningkatan Jml.Faktor Produktif di perdesaan Peneingkatan pembangunan fisik perdesaan
IIndeks GSR
1.
Ketersediaan Tenaga Kerja Pertanian
2.
Sumbangan Ide-ide pembangunan di desa
1.
2.
Asupan Gizi keluarga Migran di desa Peningkat an Skill / pengetahu an
Peningkatan Kesejahteraan Ruta Migran sirkuler perdesaan q Kenaikan Pendapatan Ruta q Tingkat Asupan Gizi Ruta migran
Gambar 4 Kerangka pendekatan operasional
Bab III. Kerangka Pemikiran
41
3.2. Hipotesis Penelitian Sebagaimana uraian diatas hipotesis dari penilitian ini adalah : 1. Terdapat beberapa faktor yang dominan atas terjadinya fenomena migrasi sirkuler dari daerah perdesaan menuju daerah pesisir Pantai Utara Kabupaten Lamongan. 2. Diduga karakteristik rumahtangga migran sirkuler yang datang ke daerah Pantai Utara adalah rumahtangga pertanian dengan penguasaan lahan pertanian kurang dari 250 M2. 3. Diduga keputusan rumahtangga dari perdesaan untuk bermigrasi sirkuler mampu meningkatkan pendapatan dan tingkat kesejahteraan rumahtangganya. 4. Diduga keputusan migrasi sirkuler oleh rumahtangga dari daerah perdesaan berdampak pada pembentukan faktor produktif dan kemajuan ekonomi di desa asal migran. 3.3.
Beberapa Batasan Operasional Beberapa batasan operasional yang penting untuk dijelaskan dalam
penelitian ini adalah: 1.
Migrasi Permanen. Yang dimaksud migrasi permanen adalah gerak penduduk yang melintasi suatu wilayah dengan maksud menetap di tempat tujuan, atau berada di tempat tujuan lebih dari enam bulan. Yang dimaksud wilayah dalam penelitian ini adalah desa.
2.
Migrasi nonpermanen atau migrasi sementara. Yang dimaksud dengan migrasi sementara adalah gerak penduduk yang melintasi suatu wilayah dalam penelitian penelitian ini adalah desa, dengan tidak mempunyai maksud untuk menetap di tempat tujuan kurang dari enam bulan. Migrasi nonpermanen terbagi ke dalam komutasi/nglaju dan gerak penduduk sirkuler atau dalam penelitian ini disebut migrasi sirkuler.
Bab III. Kerangka Pemikiran
3.
42
Migrasi sirkuler. Yang dimaksud migrasi sirkuler atau sirkulasi adalah gerak penduduk nonpermanen adalah perginya seseorang atau sejumlah orang dari satu wilayah (dalam penelitian ini wilayah perdesaan) ke wilayah lain dalam waktu lebih dari satu hari, tetapi kurang dari enam bulan.
4.
Komutasi atau nglaju. Yang dimaksud dengan komutasi atau nglaju adalah perginya individu atau sejumlah individu dari satu wilayah (dalam penelitian ini wilayah perdesaan) ke wilayah lain dan kembali ke wilayah yang sama dalam hari yang sama.
5.
Materi Balik atau Remittances. Yang dimaksud dengan materi balik adalah uang, barang dan ide pengetahun yang dikirim oleh migran ke desa asal, diperoleh selama menjadi migran.
6.
Rumahtangga.
Yang
dimaksud
dengan
rumahtangga
adalah
seseorang atau kelompok orang yang tergabung dalam kesatuan pengeluaran dan pendapatan. 7.
Rumahtangga migran. Yang dimaksud dengan rumahtangga migran adalah rumahtangga dimana seseorang atau kelompok orang yang tergabung dalam kesatuan pengeluaran dan pendapatan, yang sedang menetap sementara di daerah tujuan selama lebih dari satu hari, tetapi kurang dari enam bulan.
8.
Rumahtangga migran sektor informal. Yang dimaksud dengan rumahtangga migran sektor informal adalah rumahtangga yang sedang menetap di daerah tujuan dan bekerja pada sektor tidak formal (dalam penelitian ini; pedagang kakilima dan pedagang keliling) selama lebih dari satu hari, tetapi kurang dari 6 bulan di daerah tujuan.
9.
Pendapatan Rumahtangga. Yang dimaksud dengan pendapatan rumahtangga adalah jumlah seluruh penghasilan rumahtangga baik barang maupun uang yang dihitung dengan rupiah dalam setahun.
Bab III. Kerangka Pemikiran
43
10. Faktor Produktif. Yang dimaksud dengan faktor produktif adalah sesuatu (modal, tanah, tenaga kerja) yang dapat memberi hasil atau manfaat bagi kesejahteraan rumahtangga di daerah asal. 11. Kesejahteraan Rumahtangga. Yang dimaksud dengan kesejahteraan rumahtangga adalah kesejahteraan yang dinikmati atau dimiliki rumahtangga yang dapat diukur dengan luas dan kualitas rumah, kepemilikan barang-barang rumahtangga dan frekwensi makan telur dalam seminggu. 12. Pembangunan. Yang dimaksud dengan pembangunan adalah proses perubahan yang terencana (terorganisasi) kearah tersedianya alternatif yang lebih banyak bagi pemenuhan tuntutan hidup yang paling manusiawi sesuai dengan tata nilai yang berkembang di dalam masyarakat. 13. Perdesaan. Yang dimaksud dengan perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian termasuk pengolahan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. 14. Ekonomi Perdesaan. Yang dimaksud dengan ekonomi perdesaan adalah ekonomi yang berbasis pada sektor pertanian (pertanian atau padi dan sawah), berlaku umum pada masyarakat perdesaan di Indonesia.
IV. METODE PENELITIAN
4.1.
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kelurahan Blimbing, desa Paciran,
kelurahan Brondong dan desa Sedayulawas. Empat desa penilitian tersebut berada di dua kecamtan, yaitu kecamatan Paciran dan kecamatan Brondong, kabupaten Lamongan. Kecamatan Paciran dan kecamatan Brondong dalam penelitian selanjutnya disebut daerah tujuan. Daerah tujuan tersebut berada di pantai utara pulau Jawa, tepatnya Jawa Timur. Kecamatan Brondong mempunyai posisi strategis, di kecamatan ini terdapat pelabuhan kapal ikan besar yaitu pelabuhan Nusantara yang disitu didirikan tugu, merupakan simbol romantik roman yang ditulis Hamka (Tenggelamnya kapal Van Derwich). Sedangkan di kecamatan Paciran terdapat dua objek wisata terkenal yaitu Goa Maharani dan WBL (Wisata Bahari Lamongan yang dulu terkenal dengan objek wisata Tajung Kodok). Posisi strategis di dua kecamatan tersebut pada lima tahun terakhir ini semakin ramai dan padat, disertai dengan timbulnya rumah-rumah pemondokan migran dengan membawa keluarga yang tidak terkendali. Daerah tujuan sengaja dipilih secara purposive mewakili fenomena migran sirkuler di kabupaten Lamongan, dan diharapkan mampu memenuhi tujuan penelitian. Kebanyakan migran yang datang ke daerah tujuan bekerja disektor informal. Umumnya mereka yang datang adalah penduduk dari desa di wilayah Selatan kabupaten Lamongan. Desa-desa wilayah selatan yang menjadi fokus lokasi penelitian yaitu desa Pucuk, desa Kesambi, desa Siwalanrejo dan desa Sumberagung. Empat desa tersebut terletak di dua kecamtan yaitu kecamatan Pucuk dan kecamatan Sukodadi. Untuk selanjutnya, dalam pembahasan dalam penelitian ini disebut desa asal atau daerah asal migran. Lebih lanjut, dalam menganalisis dampak pembangunan ekonomi desa dipilih daerah asal (desa Wanar dan desa Kesambi; berada di kecamatan Pucuk, desa Siwalanrejo dan desa Sumberagung; berada dikecamatan Sukodadi). Dua kecamatan asal migran sektor informal ini sengaja dipilih secara purposive sebagai pengirim migran yang berada di daerah tujuan penelitian, mewakili
Bab IV. Metode Penelitian
45
fenomena migrasi sirkuler rumahtangga migran sektor informal. Pemilihan dua kecamatan asal didasarkan atas beberapa pertimbangan, antara lain: 1.
Kebanyakan migran sektor informal yang mondok di daerah penelitian berasal dari empat desa di dua kecamatan daerah asal (desa Wanar dan desa Kesambi; berada di kecamatan Pucuk, desa Siwalanrejo dan desa Sumberagung; berada dikecamatan Sukodadi).
2.
Kondisi desa-desa di dua kecamatan asal tersebut kendati penduduknya sama-sama melakukan migrasi namun terdapat perbedaan yang nyata, misalnya dalam kondisi fisik desa, dua desa yang terdapat di kecamatan Sukodadi terlihat perkembangan ekonomi (bangunan pertokoan, toko kelontong, fasilitas rumah, dst.) lebih lengkap dan cepat dibanding dua desa yang
berada
di
kecamatan
Pucuk.
Namun,
tidak
bermaksud
memperbandingkan atau mengkomparasikan dua kecamatan asal migran tersebut. 4.2.
Teknik Pengumpulan dan Jenis Data Responden yang dimaksud dalam penelitian ini adalah rumahtangga
sektor informal yang bergerak dalam bidang perdagangan, yaitu para pedagang kakilima dan pedagang keliling yang berada di empat desa tujuan (Brondong, Sedayulawas, Blimbing, Paciran), desa-desa tersebut ada di dua kecamatan yaitu kecamatan Brondong dan kecamatan Paciran. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive stratified random sampling, dimana contoh ditarik secara sengaja dari rumahtangga sektor informal, yaitu rumahtangga yang bergerak dibidang perdagangan (kelompok pedagang kaki lima dan pedagang keliling). Contoh ditarik berdasarkan kuota sampling yang tidak melebihi 50 persen dari jumlah total migran. Responden masing-masing sektor usaha di ambil dalam tiap-tiap klaster pemondokan berdasarkan daerah asal, setiap pemondokan yang ditempati 10 atau lebih dari 10 rumahtangga diambil dua sampel, dan pemondokan yanng ditempati kurang dari sepuluh rumahtangga migran diambil satu sampel. Teknik ini lebih mengandalkan logika atas kaidah-kaidah yang berlaku, dimana pemilihan responden dengan sengaja dan juga dengan pertimbangan responden mampu berkomunikasi dengan baik serta jujur dalam pengisian
Bab IV. Metode Penelitian
46
kuesioner sehingga dapat memberikan informasi yang akurat sesuai dengan tujuan penelitian. Hasil survei lapangan di empat desa tujuan, diketahui terdapat 31 blok pemondokan yang dihuni oleh rumahtangga migran antara 10 sampai dengan 13 rumahtangga, sisanya terdapat 97 blok rumahtangga migran yang dihuni oleh 3 sampai 6 rumahtangga migran. Dari 128 blok (jumlah dari 31 orang responden dan 97 orang responden) diperoleh total responden sebanyak 159 orang kepala rumahtangga. Selain menggunakan metode pengisian kuesioner yang diperoleh dari pengelompokan tempat tinggal atau blok migran, teknik yang juga mendukung studi ini antara lain: 1.
Observasi: cara ini dipakai untuk melihat dan mengamati gerak penduduk yang berasal dari dua kecamatan asal (Pucuk dan Sukodadi) dengan cara mengamati pergerakan pada titik-titik tertentu, misalnya: terminal yang menuju daerah tujuan yang masih beroprasi secara kontinyu, kehidupan di desa asal, keluarga responden, harga-harga di pasar atau toko kelontong, adat istiadat yang mencakup pelaksanaannya, dan lain-lain yang ada hubungannya dengan pokok penelitian. Teknik ini juga diharapkan akan mendapatkan
gambaran
tentang
keadaan
masyarakat
kehidupan
responden dan sebagainya secara visual. 2.
Wawancara: teknik ini dipakai untuk mengetahui data-data tentang sejarah perkembangan kecamatan-kecamatan yang terkait dengan objek penelitian tentang fenomena migrasi sirkuler terhadap pembangunan ekonomi, khususnya
pengaruh
responden
terhadap
pembangunan
ekonomi
rumahtangga, pola pengeluaran dan pendidikan. Melalui tokoh kunci (key Informant), ketua perkumpulan/paguyuban dan tokoh masyarakat desa yang terkait dengan objek yang diteliti. 3.
Dokumentasi: teknik ini diharapkan akan mampu mendapatkan data-data atau catatan-catatan berbagai hal yang erat hubungannya dengan pokok penelitian yang terdapat di kantor desa atau kelurahan, kantor kecamatan, kantor kabupaten maupun kantor-kantor lain.
Bab IV. Metode Penelitian
47
Agar memudahkan mengaitkan hubungan antara tujuan penelitian dengan metode analisis dan hasil penelitian dengan sumber datanya berikut Tabel 4 menjelaskan hubungan antara tujuan penelitian, metode analisis, hasil penelitian dengan sumber data. . Tabel 4 Hubungan antara tujuan penelitian, metode analisis, hasil penelitian dengan sumber data No
Tujuan Penelitian
1.
Menganalisis dan menguraikan faktorfaktor yang menyebabkan terjadinya migrasi sirkuler pada rumah tangga migran sektor informal di kabupaten Lamongan Jawa Timur.
2.
Menguraikan karakteristik rumahtangga migran sirkuler sektor informal di kabupaten Lamongan. Menganalisis dan mengukur tingkat kesejahteraan setelah dan sebelum memutuskan untuk migrasi sirkuler ruta migran sektor informal yang berasal dari dua kecamatan asal (daerah pedesaan (kecamatan Pucuk dan Sukodadi)kabupaten Lamongan. Menganalisis pengaruh atau dampak yang ditimbulkan oleh ruta migran sirkuler sektor informal terhadap pembangunan ekonomi perdesaan di kabupaten Lamongan.
3.
4.
Metode Analisis Analisis Diskriptif
Hasil Penelitian yang Diharapkan Mengetahui faktor-faktor yang dominan mempengaruhi rumahtangga migran sirkuler, baik faktor pendorong, faktor penarik, faktor antara/pelancar maupun faktor pribadi yang menyebabkan terjadinya keputusan migrasi sirkuler. Klasifikasi karakteristik ruta dan jenis pekerjaan yang dimasuki migran sirkuler.
Sumber Data Data Survei Lapangan Tahun 2005
Indeks Good Service Ratio (IGSR )
Diketahui tingkat kesejahteraan rumah tangga migran sirkuler sebelum dan sesudah memutuskan untuk migrasi sirkuler.
Data Survei Lapangan Tahun 2005
-Indeks Gini Rasio (IGR) -Analisis Diskriptif dengan Boxplot dan Scatterplot
Adanya keterkaitan antara migran sirkuler dan pembangunan ekonomi perdesaan, bangunan fisik desa, kepemilikan faktor produktif dan kebutuhan akan pengetahuan baru di desa asal akibat mengalirnya remittance migran dari daerah tujuan.
Data Skunder tentang pembentu kan faktor produktif Survei Lapangan tahun 2005.
Analisis Diskriptif
Data Survei Lapangan 2005
Bab IV. Metode Penelitian
48
Dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari: 1.
Data primer (cross section) yang diperoleh langsung melalui wawancara dengan responden utama (rumahtangga sektor informal perdagangan) di daerah tujuan dan pilihandengan menggunakan daftar pertanyaan atau kuesioner yang terstruktur sesuai dengan tujuan penelitian.
2. Data sekunder yang diperoleh dari publikasi resmi seperti kantor BPS Pusat, kantor BPS daerah, kantor desa, kantor kecamatan, kantor pemerintahan daerah, Bapeda dan hasil penelitian lain yang ada kaitannya dengan penelitian ini serta informan kunci lain yang mampu menjelaskan fenomena yang ada dalam tujuan penelitian ini. 4.3.
Metode Analisis Indeks kesejahteraan Untuk mengetahui tingkat kesejahteraan masyarakat sebelum dan
setelah memutuskan untuk migrasi sirkuler adalah dengan menggunakan pendekatan analisis Good Service Ratio (GSR). Analisis ini merupakan perbandingan antara jumlah konsumsi pangan dengan jumlah konsumsi nonpangan, dinotasikan sebagai berikut :
GSR = Cp / Cj Dimana : Cp
= Besarnya konsumsi pangan.
Cj
= Besarnya konsumsi non pangan
Dengan asumsi bahwa apabila kebutuhan sekunder semakin terpenuhi setelah kebutuhan primer maka dikatakan tingkat kesejahteraan mereka lebih sejahtera, begitu pula sebaliknya. Model ini mencerminkan tingkat pengeluaran dengan nilai antara 0 ≤ X ≤ 1, model diatas tidak tergatung pada situasi krisis moneter, tingkat inflasi, suku bunga dan constrain lainnya. Analisis Distribusi Pendapatan Analisis distribusi pendapatan digunakan untuk mengetahui seberapa besar distribusi pendapatan migran sirkuler yang diukur dengan menggunakan koefisien gini (Gini Coefficient). Hal ini untuk melihat ketimpangan atau
Bab IV. Metode Penelitian
49
pemeratan yang terjadi antara para migran sirkuler yang bekerja dalam sektor informal. Ukuran yang membandingkan pendapatan para migran sebelum bermigrasi sirkuler dengan tingkat pendapatan setelah bermigrasi dapat dilihat dengan menggunakan indikator rasio Gini atau lebih terkenal dengan koefisien atau Indeks Gini (IG). IG diperoleh dengan menggunakan rumusan sebagai berikut:
G = 1 - ∑ Pi (Øi+Ø(i+1)) Dimana : G
= Indeks Gini
Pi
= % komulatif jumlah migran kelompok ke-i
Øi
= %
komulatif jumlah pendapatan yang diterima migran
sampai
Ø i+ 1
= %
ke-i
komulatif jumlah pendapatan yang diterima setelah ber
migrasi sampai ke-i . Indeks Gini mempunyai selang nilai antara 0 dan 1. Bila indeks Gini bernilai 0 berarti distribusi pendapatan berada pada tingkat yang sagat merata, sedangkan bila bernilai 1 berarti distribusi pendapatan berada pada tingkat yan sangat timpang. Biasanya indeks Gini tidak pernah bernilai 0 ataupun 1. Oleh karena itu Todaro (2003) menyatakan bahwa : 1. Bila koefisien Gini berada diatara 0,2 sampai 0,35 maka distribusi pendapatan disebut dengan merata. 2. Bila koefisien Gini berada diatara 0,35 sampai 0,5 maka distribusi pendapatan disebut dengan tidak merata. 3. Bila koefisien Gini berada diatara 0,5 sampai 0,7 maka distribusi pendapatan disebut dengan sangat tidak merata.
Bab IV. Metode Penelitian
50
Selanjutnya, pola ketimpangan pendapatan sebelum dan sesudah migrasi digunakan kurva Lorenz.
Prosentase Kumulatif pendapatan (Qi)
Garis pemerataan
Kurva Lorenz
Persentase kumulatif jumlah Migran (Pi)
Selain untuk menggambarkan seberapa besar ketimpangan pendapatan migran sebelum dan sesudah migrasi sirkuler, Kurva Lorenz juga digunakan untuk menjelaskan adanya perbedaan antara masing-masing wilayah kecamatan yang dianalisa. Menurut World Bank (WB dalam Todaro, 2003) bahwa untuk menganalisa ketimpangan pendapatan digunakan metode membagi penduduk melalui tiga bagian, antara lain: 1. 40 % penduduk berpendapatan rendah 2. 40 % penduduk berpendapatan menengah, dan 3. 20 % penduduk berpendapatan tinggi. Jika 40 persen penduduk berpendapatan rendah menerima kurang dari 12 persen dari total pendapatan maka ketidak merataan pendapatan yang terjadi tinggi. Bila 12 persen sampai 17 persen total pendapatan maka ketidak merataan pendapatan disebut sedang dan menerima lebih dari 17 persen dari total pendapatan, maka ketidak merataan pendapatan disebut rendah. Analisis Diskriptif Melihat dampak migrasi terhadap desa asal digunakan analisis diskriptif dengan Boxplot dan Scatterplot. Analisis ini mendiskripsikan data pendapatan
Bab IV. Metode Penelitian
51
migran, besarnya pendapatan yang diperoleh berdasarkan tempat tujuan, jenis pekerjaan yang dipilih, jumlah kiriman migran dari kecamatan asal berdasarkan tempat tujuan sirkulasi digambarkan dalam Boxplot. Sedangkan Scatterplot menggambarkan besarnya uang yang dikirim (remittances) dengan pendapatan yang diperoleh berdasarkan kecamatan asal migran sirkuler. Tabel 5 menjelaskan data, pembanding dan sumber data yang digunakan dalam Boxplot dan Scaterplot. Tabel 5 Muatan Gambar Boxplot, Scaterplot dan sumber data Sumber Data
Muatan Gambar Boxplot: ⇒ Pendapatan migran didaerah tujuan dan jenis pekerjaan yang dijalani di daerah tujuan. ⇒ Besar Uang Kiriman migran ke kecamatan asal berdasarkan tempat tujuan bermigrasi sirkuler. Scatterplot: 1. besarnya uang yang dikirim (remittances) dengan pendapatan yang diperoleh berdasarkan kecamatan asal migran sirkuler Selanjutnya, analisis deskriptif
Survei Lapangan 2005
Survei Lapangan 2005
juga digunakan untuk mendiskripsikan
dampak migran sektor informal yang lain melalui data-data skunder (BPS Kabupaten Lamongan dan Kantor dinas terkait) seperti: pebangunan ekonomi daerah asalnya, jumlah faktor produktif didesa asal, serta sejauh mana responden membangun harapan untuk pembangunan desa asal dengan remittances yang mereka kirim dari daerah tujuan. Adakalanya fenomena migrasi tersebut mempunyai dampak yang tidak tampak bagi pembangunan ekonomi daerah asalnya, namun ada juga tampak nyata hasil yang mereka lakukan melalui beberapa indikator lainnya, misalnya: pembangunan fisik desa asal (jalan, sarana ibadah, dst.), sosial ekonomi. Dalam analisis ini yang berperan mendiskripsikan adalah analisa tingkat normatif dan analisa tingkat psiko-sosial. Analisis ini juga berdasarkan hasil wawancara informan kunci, data-data, literatur dan pengamatan langsung terhadap daerah asal migran sirkuler yang menguraikan dampak dari penggunaan remittances berupa uang yang dikirim migran kedaerah asal. Seberapa besar remittances digunakan untuk penciptaan faktor produktif di desa asal, bagaimana dampak terhadap ketersediaan tenaga
Bab IV. Metode Penelitian
52
kerja pertanian serta bagaimana dampak mengalirnya pengetahuan baru yang dibawa migran kedesa asal. Analisa diskriptif dipilih agar secara jelas mampu menerangkan tujuan yang ingiin dicapai dalam penelitian ini. Walaupun pada kenyataannya aspek yang perlu dijelaskan dalam penelitian migrasi amat banyak. Namun analisa ini dipandang mampu menjelaskan secara jelas fenomena migrasi dan dampak yang telah ditimbulkan.
V. DESKRIPSI DAERAH ASAL DAN DAERAH TUJUAN MIGRAN SEKTOR INFORMAL
Bab ini dibahas tentang kondisi umum daerah penelitian, meliputi daerah asal (perdesaan) dan daerah tujuan. Aspek-aspek yang dibahas adalah: (1) kondisi alam dan kependudukan daerah asal migran, (2) kegiatan perekonomian secara umum, (3) kondisi perekonomian sektor perdagangan dan prasarana penunjang diwilayah lokasi penelitian. 5.1.
Daerah Asal Kecamatan Pucuk Kecamatan Pucuk terdiri dari 16 desa dan 1 kelurahan dengan luas
wilayah 44,84 Km². Kepadatan penduduk 1063,9 Orang/Km², Gambar 6 di bawah menjelaskan distribusi jumlah penduduk dua kecamatan asal migran sirkuler. Jumlah penduduk Kecamatan Pucuk relatif lebih stabil tingkat pertumbuhannya dibandingkan dengan kecamatan tetangganya yaitu Kecamatan Sukodadi. Walaupun luas wilayah relatif tidak terjadi perbedaan yang besar yaitu 44,84 M2 untuk Kecamatan Pucuk dan sebesar 52,32 M2 untuk Kecamatan Sukodadi. Sensus penduduk Tahun 2000 mencatat jumlah penduduk kecamatan Pucuk sebesar 47.171 orang, tahun 2001 mengalami kenaikan sebesar 460 orang. Pada tahun 2002 mengalami kenaikan lagi menjadi 47666 orang, tetapi pada tahun 2003 mengalami penurunan sebesar 0,2 persen (47559 orang). Pada tahun 2004 sebesar 47.535 orang, terjadi penurunan 24 orang dari jumlah penduduk pada tahun sebelumnya. Lebih dari 80 persen penduduk perdesaan di Kecamatan Pucuk bekerja disektor pertanian dengan jenis tanaman utama adalah tanaman pangan berupa Padi dan Palawija. Sistim irigasi yang digunakan oleh penduduk perdesaan kecamatan Pucuk adalah tadah hujan, dan sebagian lainnya mengandalkan aliran sungai Bengawan Solo. Kondisi tersebut memungkinkan banyak penduduk perdesaan yang masih bertahan dengan sektorpertanian. Gambar 6 menunjukkan Grafik jumlah penduduk di dua kecamatan asal (Pucuk dan Sukodadi).
Bab V. Diskripsi Daerah Asal dan Daerah Tujuan Migran
54
Gambar 6: Penduduk Di Kecamatan Asal 50000 49803
49000 48802
48000
48334
48397
47631
Value
47000
48336
47666
47559
47535
47171 K_PUCUK
46000
K_SKDADI 2000
2001
2002
2003
2004
TAHUN
Secara Geografis kecamatan Pucuk berada di tengah-tengah wilayah kabupaten Lamongan Selatan dan wilayah kabupaten Lamongan Utara. Jarak kota kecamatan ke kota kabupaten 17 Km, dengan kondisi sarana transportasi yang relatif bagus. Jarak menuju ke kota kabupaten berkisar antara 11 sampai 17 km. Tabel 6 Luas Wilayah, Jarak ke-Kota Kabupaten Serta Kepadatan Penduduk Kecamatan Asal Tahun 2003 Kecamatan
Luas Wilayah Jarak ke-Kota (Km2) Kabupaten (Km) 44,84 17 Pucuk 52,32 11 Sukodadi Sumber: BPS Kabupaten Lamongan Tahun 2000-2004
Penduduk/Km2 (2003) 1063,9 923,9
Kondisi lahan pertanian kecamatan Pucuk adalah tanah pertanian untuk padi dan tanaman palawija pada umumnya. Lahan pertanian tersebut hampir menyerupai lahan Gambut dan pada musim kemarau cenderung pecahpecah dengan tingkat keasaman (PH) tanah yang tinggi. Sehingga masyarakat pedesaan di kecamatan Pucuk pada umumnya mengusahakan tanahnya sebagai lahan pertanian (Sawah padi), ternak Bandeng dan ternak Lele (Ikan Tawar).
Bab V. Diskripsi Daerah Asal dan Daerah Tujuan Migran
55
Letak ketinggian daratan ± 8 meter dari permukaan air laut dengan batas-batas Wilayah kecamatan sebagai berikut: - Sebelah Utara
: Kecamatan Sekaran.
- Sebelah Timur
: Kecamatan Sukodadi.
- Sebelah Selatan
: Kecamatan Babat.
- Sebelah Barat
: Kecamatan Montong kabupaten Tuban.
Aktifitas perekonomian utama penduduk di kecamatan Pucuk adalah bekerja disektor Pertanian. Menurut keterangan tokoh kunci, penduduk asli kecamatan ini banyak yang keluar untuk urusan ekonomi maupun nonekonomi seperti melanjutkan pendidikan. Dalam urusan ekonomi banyak yang memilih menjadi migran sirkuler kedaerah terdekat sampai ke luar negeri seperti: Malaysia, Madinah atau Makah. a. Desa Pucuk Desa Pucuk adalah salah satu desa di kecamatan Pucuk yang sekaligus sebagai kota kecamatan. Dalam etimologi bahasa Jawa, Pucuk berarti ujung. Desa ini relatif lebih sepi dari desa-desa lain kendati sebagai kota kecamatan. Hal ini disebabkan aktifitas penduduk ini banyak keluar desa. Adapun batasbatas desa pucuk adalah; sebelah Utara: desa Kesambi, sebelah Selatan: desa Wanar, Sebelah Barat: desa Paji, sebelah Timur: desa Warukulon. Luas wilayah Desa Pucuk ± 12,4 Km2 dengan kondisi alam yang umumnya difungsikan sebagai lahan pertanian Sawah padi dan perairan tawar. Letak ketinggian daratan dari permukaan laut ± 8 meter, tetapi pada sebagian dataran banyak terdapat cekungan-cekungan dengan kedalaman yang berbeda, kondisi tersebut karena pada musim-musim tertentu sebagian daratan digunakan sebagai penampun air hujan atau tadah hujan untuk aktifitas pertanian. Kegiatan utama perekonomian desa Pucuk adalah pertanian Padi dan Palawija, serta ternak ikan air tawar. Tingkat pertumbuhan penduduk di desa Pucuk dari tahun 2000 sampai dengan bulan Agustus 2005 berkurang rata-rata sebesar 0,17 persen, dari 3.126 orang pada tahun 2000 menjadi 3.095 orang, pada bulan Agustus tahun 2005. Letak Geologis desa Pucuk adalah berupa lahan pertanian atau Sawah dengan rawa-rawa, namun dalam hal sumber daya manusia (SDM) tidak berbeda dengan SDM masyarakat diperkotaan. Hasil wawancara informan kunci menyebutkan bahwa masyarakat desa Pucuk selain
Bab V. Diskripsi Daerah Asal dan Daerah Tujuan Migran
56
keluar untuk mencari kebutuhan hidup (keperluan ekonomi) banyak juga untuk keperluan pendidikan. Pendidikan yang ditempuh pada umumnya banyak kekotakota besar seperti Surabaya, Malang, Yogyakarta dan Jakarta. b. Desa Kesambi Desa Kesambi mempunyai luas wilayah 15,9 Km2, dengan ± 50 persen pemukiman penduduk dan sisanya merupakan Lahan pertanian dan rawa-rawa. Kondisi Topografi desa adalah dataran tanah Gambut yang banyak ditanami padi oleh pemiliknya. Batas wilayah desa meliputi; sebelah Selatan: Desa Pading, sebelah Utara: Desa Bulutengger, sebelah Timur: Desa Pucuk, sebelah Barat: desa Warukulon. Kondisi kependudukan desa ini cenderung mengalami fluktuasi dengan rata-rata tingkat pertumbuhan penduduk sekitar 0,32 persen per tahun. Potensi sumber daya manusia desa lebih maju bila dibandingkan dengan desa-desa di kecamatan Pucuk lainnya. Dalam hal pendidikan, masyarakat desa Kesambi relatif lebih maju dari pada desa Pucuk. Masyarakat desa kesambi banyak yang keluar kabupaten bahkan ke negara tetangga untuk bersekolah seperti ke Malaysia, mesir atau Arab Saudi. Kegiatan ekonomi relatif tidak berbeda dengan masyarakat perdesaan lainya yaitu sektor pertanian dan perikanan air tawar. Jumlah penduduk desa Kesambi pada dua tahun terakhir mengalami kenaikan setelah dua tahun sebelumnya terjadi stagnasi pertumbuhan (pada tahun 2002 dan tahun 2003). Tahun 2004 terjadi kenaikan sebesar 5 orang dan akhirnya pada tahun 2005 menurun lagi hingga berjumlah 1872 jiwa, Tabel 7 menunjukkan jumlah Penduduk dua desa sampel di kecamatan asal migran tahun 2000 sampai tahun 2004. Jumlah penduduk Desa Kesambi relatif sedikit bila dibandingkan dengan jumlah penduduk desa Pucuk, yaitu hampir 50 persen dari total jumlah penduduk desa Pucuk. Desa Kesambi dan Desa Pucuk relatif banyak kesamaan baik dalam ekologi maupun pola masyarakatnya. Walaupun perada diwilayah perdesaan tingkat pendidikan masyarakat di desa ini relatif lebih maju dari pada desa-desa lain dalam kecamatan yang sama (Pucuk).
Bab V. Diskripsi Daerah Asal dan Daerah Tujuan Migran
57
Tabel 7 Jumlah Penduduk Dua Desa Sampel di Kecamatan Asal Migran Tahun 2000 Sampai Tahun 2004 Nama Desa 2000 2001 3126 3119 Pucuk 1867 1868 Kesambi 4993 4987 Jumlah Sumber: Data Kecamatan Pucuk 2004
Jumlah Penduduk 2002 2003 3116 3106 1870 1870 4986 4976
2004 3101 1875 4976
2005 3095 1872 4967
Kecamatan Sukodadi Kecamatan Sukodadi terdiri dari 19 desa dan 1 kelurahan, dengan luas wilayah 52,32 Km2 dan tingkat pertumbuhan penduduk sebesar 0,74 persen per tahun serta rata-rata jumlah anggota rumahtangga 5 orang. Berbeda dari aktifitas perekonomian penduduk di kecamatan Pucuk, kecamatan Sukodadi kegiatan ekonomi selain sektor pertanian yang menonjol adalah sektor perdagangan, tampak terlihat banyak bangunan bertingkat yang menjual barang-barang kebutuhan utama baik untuk pertanian maupun untuk kebutuhan sehari-hari. Letak ketinggian kota kecamatan 6 meter dari ketinggian air laut dan jarak ke kota kabupaten 11 Km. Kondisi infrastruktur transportasi kecamatan Sukodadi relatif baik. Posisi strategis kota kecamatan selalu ramai orang menuju ke kota kabupaten (comutting) dan ke kota surabaya membuat aktifitas ekonomi kota kecamata ini relatif maju dari kota kecamatan di bagian selatan lainnya. Adapun batas-batas wilayah kecamatan Sukodadi adalah: - Sebelah Utara
: Desa Drajat kecamatan Paciran
- Sebelah Timur
: Kecamatan Glagah
- Sebelah Selatan
: Kecamatan Sugio
- Sebelah Barat
: Desa Pucuk kecamatan Pucuk.
Jumlah penduduk kecamatan Sukodadi pada lima tahun terakhir relatif mengalami kenikan. Walaupun pada tiga tahun pertama sedikit berfluktuasi terutama pada tahun 2001 ke tahun 2002, tetapi pada tahun 2003 sampai dengan tahun 2004 terjadi lonjakan jumlah penduduk yang relatif tajam, yaitu 48.802 jiwa ke 49.809 jiwa (2,06 %, lihat Gambar 6). Kondisi bangunan fisik di kecamatan Sukodadi relatif lebih maju dibandinkan dengan di kecamatan bagian selatan yang lain. Hal tersebut nampak
Bab V. Diskripsi Daerah Asal dan Daerah Tujuan Migran
58
terlihat banyak rumah-rumah dan pertokoan yang bertingkat ditepi jalan sepanjang kota kecamatan. a. Desa Siwalanrejo Desa Siwalanrejo adalah salah satu desa yang berada di bagian utara kecamatan Sukodadi. Pemandangan alam desa ini sangat indah hamparan padi dan rawa-rawa yang penuh ikan tawar dan pohon pisang yang ditanam menjadi ciri utama desa ini. Kegiatan ekonomi utama desa ini adalah pertanian dan peternakan air tawar. Letak dataran desa ini cenderung cekung dan terjadi kemiringan pada sebelah utara, serta berada ± 5 meter dari permukaan air laut. Tingkat pertumbuhan penduduk desa Siwalanrejo pada tahun 2001 berjumlah 1.066 orang. Walaupun pada tahun 2002 pertumbuhan penduduk nol persen tetapi pada tahun 2003 dan tahun 2004 bertambah sebesar 18 orang sehingga jumlah penduduk sebesar 1.084 orang dan pada tahun 2005 data desa mencatat berjumlah 1.127 orang, terjadi kenaikan sebesar 5,6 % dari tahun sebelumnya. Jumlah penduduk desa ini paling sedikit bila dibanding 19 desa lainnya di kecamatan Sukodadi. Adapun batas-batas wilayah desa adalah: - Sebelah Utara
: Desa Banjarrejo
- Sebelah Timur
: Desa Ngimbang kecamatan Panceng Gresik
- Sebelah Selatan
: Desa Baturono
- Sebelah Barat
: Desa Dadapan Kecamatan Paciran
Kegiatan ekonomi utama penduduk desa adalah pertanian dan hasil dagang di daerah sekitar (Migrasi non permanen), dengan kondisi
tingkat
pendidikan masyarakat yang relatif rendah. b. Desa Sumberagung Sumber Informan kunci meceritakan bahwa dahulu desa Sumberagung adalah daerah yang sulit mendapat sumber air, tetapi kemudian mudah mendapatkan air, banyak (Agung) sumber air yang bermunculan di desa. Harapan itu diabadikan menjadi nama desa, dengan tujuan selalu mudah mendapat air yang banyak. Letak desa Sumberagung berada di deretan desa yang paling utara di kecamatan Sukodadi. Letak daratan berada ± 3,5 meter dari permukaan air Laut. Tingkat pertumbuhan penduduknya rata-rata mencapai 14,8
Bab V. Diskripsi Daerah Asal dan Daerah Tujuan Migran
59
persen per tahun dari jumlah awal penduduk 1.755 jiwa pada taun 2000. Adapun batas-batas wilayah adalah sebagai berikut: Sebelah Utara; desa Drajad kecamatan Paciran, sebelah Selatan; desa Gedangan, sebelah Timur; desa Panceng kecamatan Panceng, dan sebelah Barat; desa Dadapan kecamatan Paciran. Kegiatan ekonomi utama penduduk desa adalah Pertanian dan berdagang dengan cara migrasi sirkuler, yang menjadikan desa ini meskipun sepi tetapi pada saat-saat tertentu ramai. Tingkat pendidikan masyarakat desa ini juga relatif rendah dengan persentasi terbanyak adalah setingkat SLTP yaitu sebesar 42 persen. 5.2.
Daerah Tujuan Kecamatan Brondong Kecamatan Brondong adalah merupakan wilayah kabupaten Lamongan
yang berada dibagian utara, jarak ke kota kabupaten ± 57 km, letak sumbu koordinat 6° - 7° Lintang Selatan dan 32° Bujur Timur. Sedangkan letak ketinggian daratan dari permukaan air laut 0,5 – 5 meter. Kecamatan Brodong terdiri dari 1 kelurahan, 9 desa, 23 dusun, 2 lingkungan. Tabel 8 menunjukkan luas desa atau kelurahan, jumlah penduduk, jumlah rumahtangga serta kepadatan penduduk pada tahun 2004. Tabel 8 No.
Luas Desa/Kelurahan, Jumlah Penduduk, Rumahtangga Serta Kepadatan Penduduk Kecamatan Brondong Tahun 2004
Nama Desa
Luas (Km2)
Jumlah Penduduk
1. Lembor 2. Tlogoretno 3. Sidomukti 4. Lohgung 5. Labuhan 6. Brengkok 7. Sendangharjo 8. Sedayulawas 9. Sumberagung 10. Brondong Kec.Brondong
16,07 3,48 6,09 2,91 6,43 10,57 7,44 10,64 4,16 2,34 70,13
2.317 1.211 3.693 2.530 6.598 9.131 4.981 11.226 2.358 9.863 53.908
Jumlah Rumahtangga
Sumber: Registrasi Kecamatan Brondong Tahun 2004
572 329 918 674 1.660 2.269 1.147 2.749 602 2.656 13.576
Kepadatan Penduduk /Km2 144 348 606 869 1.026 864 669 1.055 567 4.215 769
Bab V. Diskripsi Daerah Asal dan Daerah Tujuan Migran
60
Adapun batas wilayah kecamatan Brondong adalah sebagai berikut: - Sebelah Utara
: Laut Jawa
- Sebelah Timur
: Kecamatan Paciran
- Sebelah Selatan
: Kecamatan Laren
- Sebelah Barat
: Kecamatan Palang kabupaten Tuban
Luas wilayah kecamatan Brondong mencapai 8.015 Ha (80,15 Km), terdiri dari; Sawah: 1.035 Ha, Tegalan: 2.589,9 Ha, Pekarangan: 319,4 Ha, Hutan: 2.446,8 Ha, lainnya1.632,9 Ha. Kecamatan Brondong terdiri dari 9 desa, 1 kelurahan dan 5 lingkungan, dengan rata-rata tingkat pertumbuhan penduduk sebesar 1,37 persen per tahun. Data BPS kabupaten Lamongan mencatat jumlah penduduk kecamatan Brondong pada tahun 2001 sebesar 52.321 jiwa, jumlah tersebut mengalami penurunan sebesar 3.415 jiwa dari tahun sebelumnya (tahun 2000) sebesar 55.727 jiwa, Gambar 7 menunjukkan distribusi penduduk dua kecamatan tujuan pada lima tahun terakhir.
Gambar 7. Penduduk Kecamatan Tujuan Lima Tahun Terakhir 90000
80000
81622
73857
74212
75082
76098
70000
V a L u e
60000 55727 52312
50000
53247
53788
53908 Kecamatan Paciran
40000 2000
2001
2002
2003
2004
Kecamatan Brondong
Tahun
Sedangkan tingkat kepadatan penduduk sebesar 713,9 per Km² pada tahun 2002, sampai dengan tahun 2004 angka tersebut mengalami kenaikan sebesar 10,1 persen per tahun. Aktifitas ekonomi utama penduduk di kecamatan Brondong adalah Nelayan dan sektor perdagangan. Namun demikian, Industri
Bab V. Diskripsi Daerah Asal dan Daerah Tujuan Migran
61
Pariwisata dan Industri Makanan juga tumbuh subur, sebagai penunjang aktifitas perekonomian masyarakatnya. a. Kelurahan Brondong Kelurahan Brondong adalah kelurahan yang ditempati kota kecamatan. Letak daratan Kelurahan Brondong berada 0,5 – 1,0 meter diatas permukaan air laut, dengan luas wilayah terkecil se kecamatan Brondong, yaitu 2,34 Km². Sedangkan batas-batas wilayah kelurahan adalah; - Sebelah Barat
: Desa Sedayulawas
- Sebelah Utara
: Laut Jawa
- Sebelah selatan
: Desa Sumberagung
- Sebelah Timur
: Kelurahan Blimbing kecamatan Paciran
Kelurahan Brodong berada diatas ketinggian 0,5 m dari ketinggian air laut. Sedangkan luas wilayah kelurahan ini adalah 233, 64 Ha, yang terdiri dari 228,605 Ha dataran rendah dan 5,035 Ha. berupa perbukitan. Kelurahan Brondong hampir seluruh daratan difungsikan sebagai Pemukiman dan lahan usaha, dari seluruh luas daratan dan perbukitan hanya 12,130 Ha untuk pertanian Sawah dan 161,172 Ha untuk Tegalan atau Ladang. Gambar 8 adalah Peta wilayah Kelurahan Brondong yang menjadi daerah tujuan bagi masyarakat perdesaan bagian selatan Kabupaten Lamongan.
Gambar 8 Peta wilayah Kecamatan Brondong
Bab V. Diskripsi Daerah Asal dan Daerah Tujuan Migran
62
b. Desa Sedayulawas Secara administratif pemerintahan, desa Sedayulawas masuk dalam kategori perdesaan. Namun dalam hal gaya hidup (life style) desa ini tidak jauh beda dari pola hidum masyarakat perkotaan. Konon, dahulu desa ini pernah di tempati sebuah kerajaan kecil yang bernama “Kerajaan Sugaluh”. Desa Sedayulawas berada diatas ketinggian yang berbeda, bagian utara cenderung rendah diatas ketinggian 0,15 m dari permukaan air laut dan pada bagian selatan agak tinggi, yaitu antara 2 – 3,5 m dari permukaan laut, serta memiliki perbukitan yang indah. Adapun batas-batas wilayah desa Sedayulawas adalah: - Sebelah Utara
: Laut Jawa
- Sebelah Barat
: Desa Sendangharjo
- Sebelah Selatan
: Desa Sumberagung
- Sebelah Timur
: Kelurahan Brondong
Sedangkan luas wilayah desa Sedayulawas 10,64 Km², yang terdiri dari; 493,682 Ha. dataran dan perbukitan 570,101 Ha. Rincian dataran dan perbukitan desa Sedayulawas terkomposisi dalam: 24,453 Ha Pemukiman penduduk, Pertanian/sawah 67,000 Ha dan Tegalan 370,101 Ha, Hutan Mangrove 20,000 Ha, Tambak 37,400 Ha dan lahan tandus/kritis 3,050 Ha. Kecamatan Paciran Kecamatan Paciran adalah kecamatan yang terletak dipesisir pantai utara kabupaten Lamongan. Merupakan satu-satunya kecamatan yang memiliki lembaga pendidikan formal dan non formal terbesar di kabupaten Lamongan. Potensi tersebut menjadi keunggulan comparative (sumber daya manusia) bagi masyarakatnya. Masyarakat kecamatan Paciran jauh lebih memiliki gaya hidup (life style) sederhana dan berorientasi lebih pada bidang pendidikan, walaupun letak geografis dan sumberdaya alam yang relatif sama dengan kecamatan tetangga (Brondong), namun gaya hidup jauh lebih sederhana dan tidak konsumtif jauh lebih disukai oleh masyarakatnya. Tingkat pertumbuhan penduduk kecamatan Paciran tahun 2000 sampai dengan tahun 2004 rata-rata sebesar 1,11 %. Angka ini relatif lebih rendah dibanding tingkat pertumbuhan di kecamatan Brondong (1,37 %). Namun untuk jumlah penduduk dan
tingkat
kepadatan penduduk pada tahun 2000 sampai dengan tahun 2004 di kecamatan
Bab V. Diskripsi Daerah Asal dan Daerah Tujuan Migran
63
ini jauh lebih tinggi dibanding kecamatan Brondong, Gambar 7 menunjukkan jumlah penduduk dua kecamatan tujuan (kecamatan Brondong dan kecamatan Paciran). Data jumlah kepadatan penduduk dari sumber BPS daerah pada tahun 2002 sebesar 1549,6 (Orang/Km²) di kecamatan Paciran. Jarak ke kota kabupaten dari kota kecamatan ± 42,2 Km, sedangkan letak ketinggian daratan dari permukaan air laut 2 – 5 meter. Suhu maksimum 36 °C dengan bentuk wilayah 66 persen Dataran, Lereng 19 persen dan 15 persen Perbukitan. Kecamatan Paciran mempunyai 16 desa 1 kelurahan, 34 dusun, 88 Rukun Warga dan 351 Rukun Tetangga (lihat Tabel 9). Adapun batas-batas wilayah kecamatan Paciran adalah sebagai berikut: - Sebelah Utara
: Laut Jawa
- Sebelah Timur
: Kecamatan Panceng Kabupaten Gresik
- Sebelah Selatan
: Kecamatan Solokuro
- Sebelah Barat
: Kecamatan Brondong
Luas wilayah kecamatan Paciran 61,303 Km² yang terdiri dari; 4,310.3 Ha Tegalan, 770.0 Ha. Hutan rakyat, 455,0 Ha. Pemukiman penduduk dan 34,0 Ha. digunakan sebagai bangunan Industri serta lahan yang tidak diusahakan sebesar 248 ha. Tabel 9 Luas Wilayah, Jarak ke-Kota Kabupaten Serta Kepadatan Penduduk Kecamatan Tujuan Tahun 2003 Kecamatan
Luas Wilayah Jarak ke-Kota (Km2) Kabupaten (Km) 47,89 Paciran 42,2 74,59 46,5 Brondong Sumber: BPS Kabupaten Lamongan Tahun 2000-2004
Penduduk/km2 (2003) 1549,6 713,9
Selain sebagai Nelayan, masyarakat di sebagian besar Kecamatan Paciran masih mengusahakan usaha pertanian (berkebun) sebagai pekerjaan penunjang. Walaupun semakin ramai dengan dibangunnya dua objek wisata (Goa Maharani dan Wisata Bahari Lamongan) di Kecamatan Paciran. a. Desa Paciran Desa Paciran adalah desa yang masuk dalam tipologi desa Pesisir/ Pantai yang sekaligus ditempati kota kecamatan. Luas wilayah desa 488,100 Ha yang terdiri dari Dataran 300 Ha, Perbukitan 113,100 Ha dan Pegunungan 75
Bab V. Diskripsi Daerah Asal dan Daerah Tujuan Migran
64
Ha. Tingkat kesuburan tanah 12 Ha kategori subur dan 476,100 dikelompokkan dalam tanah tidak subur. Jumlah dan kepadatan penduduk dalam dua tahun terakhir sebesar 13.671 orang untuk tahun 2003, pada tahun 2004 sebesar 13.888 orang dengan tingkat kepadatan sebesar 3.173 orang/km2 pada tahun 2003 dan tahun 2004 sebesar 3.341 orang/km2. Aktifitas utama ekonomi masyarakat selain sektor perikanan adalah sektor pertanian sebanyak 4.652 orang, pertukangan 1086 orang pada tahun 2004. Tabel 10 menunjukkan tentang aktifitas ekonomi penduduk desa Paciran tahun 2004. Tabel 10 Distribusi Pekerjaan Penduduk Desa Paciran tahun 2004 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Jenis Pekerjaan Pertanian Nelayan Buruh/Swasta Pegawai Negeri TNI/Polri Pengusaha Penjahit Pertukangan Pengrajin Pedagang Peternak
Jumlah (2004)
Persentase
4.652 1.253 621 207 11 13 19 1086 172 276 193
54,7 14,7 7,3 2,43 0,13 0,15 0,22 12,8 2,02 3,24 2,3
Sumber: Podes Tahun 2004, diolah
Karakter sosial masyarakat Desa Paciran terkenal dengan nilai-nilai keagamaan yang memungkinkan tumbuhnya solidaritas yang tinggi. Normanorma sosial yang kuat dan tradisi kebersamaan yang tinggi di kalangan penduduk asli menjadi modal sosial untuk terciptanya kesejahteraan dan antisipasi menghadapi tekanan ekonomi masyarakat pendatang.
Bab V. Diskripsi Daerah Asal dan Daerah Tujuan Migran
65
Gambar 9 Peta wilayah Kecamatan Paciran b. Kelurahan Blimbing Kelurahan Blimbing adalah kelurahan yang berada dibagian paling Barat dari jumlah keseluruhan desa di kecamatan Paciran. Bagian Utara adalah laut Jawa, bagian Selatan desa Sumberagung, bagian Barat kelurahan Brondong dan pada bagian Timur adalah desa Kandangsemangkon. Data Podes 2004, jumlah penduduk kelurahan ini pada tahun 2003 sebesar 14.799 orang dan pada tahun 2004 sebesar 15.066 orang. Luas daerah 2.503 Km dengan tingkat kepadatan penduduk sebesar 5.827 jiwa/Km2 pada tahun 2002, pada tahun 2003 sebesar 5.913 jiwa/km2 dan mengalami kenaikan sebesar 1,8 persen pada tahun 2004 (6.019 jiwa/Km2). Secara Geografis kelurahan Blimbing mempunyai daratan yang berbeda, bagian selatan Perbukitan yang masih terdapat Hutan masyarakat. Bagian selatan adalah dataran rendah yang hampir rata dengan permukaan laut. Aktifitas perekonomian utama masyarakat adalah Nelayan (± 65 %) dan sisanya bekerja disektor Perdagangan. Karena aktifitas ekonomi yang ramai dan bayak dikunjungi migran maka daya beli masyarakat relatif tinggi bila dibandingkan dengan masyarakat kelurahan lainnya.
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1.
Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Migrasi Sirkuler Memahami penyebab munculnya keputusan migrasi dibutuhkan analisa
faktor-faktor pada tingkat objektif. Menurut Germani (dalam Rusli, 1982) tingkat objektif menganalisa semua faktor-faktor “pendorong-penarik” dan berbagai kondisi komunikasi, aksessibilitas serta hubungan antara daerah asal dan daerah tujuan. Pada umumnya analisa sepasial memang relatif agak rumit, hal tersebut tergantung pemahaman daerah atau wilyah penelitian. Tiga faktor penting yang akan dibahas dalam analisa tingkat obyektif untuk melihat faktor-faktor yang menyebabkan keputusan migrasi sirkuler rumahtangga migran sektor informal adalah; faktor pendorong dari desa asal, titik berat faktor pendorong meliputi: Potensi sumberdaya manusia memuat rangkaian penjelasan tentang banyaknya tanggungan anggota rumah tangga di desa asal, jenis pekerjan sebelumnya di desa asal dan pendapatan harian di desa. Kedua adalah potensi sumberdaya alam desa asal, menjelaskan tentang kepemilikan lahan pertanian di desa asal dan jenis pekerjaan di desa sebelum memutuskan menjadi migran sirkuler. Faktor penarik dari daerah tujuan membahas tentang: jenis dan lama pekerjaan yang masih dijalani, asal informasi pekerjaan, pendapatan harian yang diperoleh, dan alasan utama bekerja pada sektor yang di jalani sekarang. Faktor penghambat dan pelancar meliputi: jarak yang ditempuh oleh migran dari daerah asal ke pemondokan, alat dan kondisi transportasi, ketersediaan transportasi dan ongkos yang dikeluarkan sampai ke daerah tujuan serta faktor pribadi yang membahas tentang alasan dalam memilih bentuk sirkulasi, karakteristik dan motivasi pribadi/persepsi terhadap daerah tujuan. 6.1.1. Faktor Pendorong Rumahtangga Migran Sektor Informal Sebagai suatu ekosistem, desa memiliki asset pendukung yang penting antara lain berupa sumberdaya manusia dan sumberdaya alam. Dua sumberdaya ini saling berinteraksi dan saling berinterdependensi. Masyarakat perdesaan akan mampu bertahan hidup secara layak jika mampu melihat
Bab VI. Hasil dan Pembahasan
68
peluang yang bisa dikembangkan dari daya dukung sumber daya alam yang dimiliki. Potensi sumber daya alam dalam suatu desa, merupakan faktor penting dan berpengaruh besar terhadap sikap setiap warga desa dalam memilih jenis pekerjaan serta bentuk pekerjaan yang sesuai dengan apa yang disediakan oleh alamnya. Masyarakat yang mendiami daerah pantai cenderung menjadi nelayan. Penduduk yang tinggal di daerah pegunungan cenderung menjadi petani sayursayuran dan tanaman perkebunan. Penduduk yang mendiami daerah rawa-rawa akan cenderung mengusahakan tanaman rawa dan perikanan air tawar. Sebagaimana lingkungan pedesaan pada umumnya, desa-desa tempat penelitian merupakan areal desa yang terdiri dari bentang sawah yang luas, ditanami dengan padi dan tanaman palawija. Kondisi geologis perdesaan daerah asal, tempat penelitian memiliki struktur tanah yang kurang subur dan dengan posisi ± 0,5 m lebih rendah dari posisi jalan raya. Kondisi tersebut mempegaruhi jenis pekerjaan yang dipilih oleh masyarakat. Jenis pekerjaan mempengaruhi tingkat pendapatan. Tingkat pendapatan seseorang dapat mempengaruhi tingkat kesejahteraan keluarga. Pada umumnya jenis lapangan pekerjaan yang tersedia di desa-desa tersebut hanya sekitar sektor pertanian padi dan sawah, lebih meningkat lagi peternakan Unggas. Bila dibandingkan di daerah perkotaan, daerah perdesaan di pulau Jawa jauh dari ketersediaan lapangan pekerjaan, masyarakat daerah perdesaan sering tidak memiliki alternatif lain selain bertani dan berternak di ladang/sawah. Survei
di
dua
kecamatan
asal
migran
Kabupaten
Lamongan,
menunjukkan bahwa rata-rata tanggungan anggota rumahtangga di perdesaan adalah 5 orang. Sebelum mendapatkan pekerjaan yang cocok pada umumnya migran enggan untuk mengajak anggota keluarganya. Namun kemudian, berangsur akan mengajak kalau telah menemukan pekerjaan yang cocok dan penghasilan yang cukup. Anggota keluarga migran yang biasanya ditinggalkan di desa asal adalah anak-anak dan orang tua mereka (ibu atau bapak kadung, mertua, nenek atau kakek). Tabel 11 menunjukkan jumlah tanggungan anggota rumahtangga migran di desa asal, sebesar 34,6 persen berjumlah 3 orang, sebesar 28,3 persen mempunyai tanggungan sebanyak 4 orang, sebesar 26,4 persen berjumlah 2 orang dan jumlah 5–6 orang berjumlah 10,7 persen.
68
Bab VI. Hasil dan Pembahasan
69
Tabel 11 Jumlah tanggungan anggota rumahtangga didesa asal Jumlah Tanggungan (orang) 2 3 4 5 6 Total
Frekuensi
Persentase
42 55 45 7 10 159
26.4 34.6 28.3 4.4 6.3 100
Sumber: Survei Lapangan, Juli 2005
Migran datang kedaerah tujuan pada umumnya secara bertahap. Anggota rumahtangga yang dibawa migran ke daerah tujuan tergantung pada jenis pekerjaan dan banyaknya penghasilan di daerah tujuan. Sama hal nya jumlah tanggungan anggota keluarga di daerah asal, jumlah tanggungan anggota keluarga didaerah tujuan sebagian besar (49 %) adalah satu orang berjumlah 78 responden. Sedangkan yang membawa anggota keluarga ke daerah tujuan dua orang (satu anak dan istri) berjumlah 28,9 persen (46 orang), sisanya sebesar 6,9 persen mempunyai tanggungan anggota rumahtangga berjumlah 4–6 orang. Tabel 12 menunjukkan banyaknya tanggungan anggota rumahtangga di daerah tujuan, yaitu berada di Kecamatan Brondong dan Kecamatan Paciran. Tabel 12 Banyaknya tanggungan anggota rumahtangga di desa tujuan Tanggungan (Orang) 1 2 4 Lebih dari 5 Tidak Jawab Total
Frekuensi
Persentase
78 46 24 5 6 159
49 28.9 15.1 3.1 3.8 100
Sumber: Survei Lapangan, Juli 2005
Mengenai jenis pekerjaan migran di desa asal, dari 159 responden yang diambil sampelnya, sejumlah 59,1 persen berlatar belakang sebagai keluarga petani yang tidak memiliki lahan cukup atau buruh tani, sebesar 10,1 persen berasal dari petani pemilik lahan dan sisanya (49 orang) sebesar 30,8 persen berlatar belakang pekerjaan wiraswasta. Tabel 13 menyebutkan jenis pekerjaan sebelumnya di desa asal migran.
69
Bab VI. Hasil dan Pembahasan
70
Tabe 13 Jenis pekerjaan sebelumnya di desa asal Jenis Pekerjaan Petani Pemilik Petani Buruh Wiraswasta Total
Frekuensi 16 94 49 159
Persentase 10.1 59.1 30.8 100
Sumber: Survei Lapangan, Juli 2005
Sedangkan alasan utama para migran memilih menjadi migran sirkuler sebagian besar didasarkan pada alasan ekonomi sebesar 62,3 persen. Alasan ekonomi pada umumnya didasarkan pada rendahnya tingkat pendapatan. Hal itu terkait dengan kepemilikan lahan dan upah buruh (mencangkul, membajak, menanam, menyiangi) sektor pertanian yang didapat oleh rumahtangga migran di desa asal. Sedangkan alasan nonekonomi rumahtangga migran yang memutuskan untuk bersirkulasi banyak didasarkan pada tingginya tingkat pengaruh pihak lain (kaum kerabat dan tetangga) yang sudah terlebih dahulu memutuskan bersirkulasi. Dari 159 responden alasan non ekonomi diketahui sebesar 34,6 persen. Berikut Tabel 14 menunjukkan alasan utama keluar dari desa asal. Tabel 14 Alasan utama memutuskan menjadi migran sirkuler Keterangan Ekonomi Nonekonomi Tidak Jawab/Tau Total
Frekuensi 99 55 5 159
Persentase 62.3 34.6 3.1 100
Sumber: Survei Lapangan, Juli 2005
Alasan non-ekonomi lebih didasarkan pada keinginan seseorang atau individu untuk berbuat sesuatu terhadap masa depan dan keluar dari rasa bosan untuk mencoba hal yang baru. Umumnya responden yang menginginkannya adalah mereka yang berusia antara 16 sampai 22 tahun. 6.1.2. Faktor Penarik Rumahtangga Migran Sektor Informal Kabupaten Lamongan terdiri dari 27 kecamatan, hanya terdapat dua kecamatan yang berada di pesisir pantai utara Pulau Jawa. Kecamatan Paciran
70
Bab VI. Hasil dan Pembahasan
71
dan kecamatan Brondong adalah dua kecamatan yang berada di deretan pesisir pantai utara pulau Jawa. Dahulu merupakan pusat-pusat perkembangan agama islam di pulau Jawa, dimana Islam tersebar melalui jalur Pantai utara dengan sistem perdagangan. Sehingga, dikalangan masyarakat di dua kecamatan tersebut perdagangan adalah merupakan pekerjaan yang sangat ditekuni dan merupakan pilar utama perekonomian rakyat setemat. Secara fisik pembangunan yang berlangsung di dua kecamatan tujuan migran berkembang sangat pesat. Pada tahun 2003 telah dibuka Sour Base serta pada tahun 2004 dibuka pusat Wisata Bahari Lamongan terbesar di Jawa Timur. Sebagai
berkembangnya
kota
industri
(Gerbangkertasusila),
dua
kecamatan tujuan tersebut merupakan daerah subur bagi berkembangnya perdagangan formal maupun informal. Masyarakat banyak berdatangan untuk megadu nasib melalui usaha perdagangan. Masyarakat yang datang selain berasal dari luar kabupaten juga datang dari penduduk tetangga desa. Masyarakat lokal yang datang umumnya bekerja pada sektor informal, dengan pengalaman kerja rata-rata lebih dari satu tahun. Hasil survei dari 159 responden diketahui sebesar 79,2 persen sudah bekerja menjadi migran sirkuler selama lebih dari satu tahun, sebesar 8,3 persen migran sirkuler sudah bekerja di daerah tujuan antara 1 sampai 6 bulan dan sisanya sebesar 6,9 serta 5,6 persen responden bekerja kurang dari satu bulan. Tabel 15 menunjukkan Lama pekerjaan yang sedang dijalani migran sirkuler di daerah tujuan, yitu di Kecamatan Brondong dan Kecamatan Paciran. Tabel 15 Lama pekerjaan yang sedang dijalani migran sirkuler Waktu Kurang dari 1 Bulan Antara 1 - 6 Bulan Setahun Lebih Lainnya/Tidak terhitung Total
Frekuensi 11 13 126 9 159
Persentase 6.9 8.3 79.2 5.6 100
Sumber: Survei Lapangan, Juli 2005
Sejalan dengan lama kerja yang sudah dijalani oleh migran sirkuler didesa tujuan, umumnya migran bekerja pada perdagangan di sektor informal. Hasil wawancara langsung ke responden diperoleh keterangan bahwa sektor ini yang dirasa cocok dan cepat menghasilkan pendapatan dengan modal yang
71
Bab VI. Hasil dan Pembahasan
72
relatif terjangkau. Pada dasarnya migran mengetahui bahwa jenis pekerjaan, modal dan curahan kerja mempengaruhi tingkat pendapatan yang diperoleh. Namun, setidaknya usaha yang dilakukan masyarakat perdesaan untuk memenuhi kebutuhan hidup telah dilakukan. Terdapat 56 orang responden yang mengatakan bahwa keuntungannya bekerja disektor informal lebih dari Rp. 50.000,- perhari. Sedangkan yang mendapatkan penghasilan antara Rp. 31.000 sampai Rp. 50.000,- sebesar 29,5 persen. Sisanya 28,3 persen berpenghasilan kurang dari Rp. 20.000,- serta antara 20.000-30.000 rupiah. Tabel 16 Distribusi pendapatan migran setiap hari di daerah tujuan Jumlah (Rp. 000) Kurang Dari 20 Antara 20-30 Antara 31-50 Lebih Dari 50 Tidak Menjawab Total
Frekuensi
Persentase
11 34 47 56 11 159
6.9 21.4 29.5 35.2 6.9 100
Sumber: Survei Lapangan, Juli 2005
Mengenai asal informasi pekerjan yang didapat migran sirkuler dari 159 responden, sebesar 48,4 persen yang mengatakan mendapatkan pekerjaan didesa asal pada awalnya diajak oleh teman atau keluarga yang terlebih dahulu memutuskan menjadi migran. Mendapatkan informasi pekerjaan melalui inisiatif sendiri sebesar 45,3 persen dan migran yang tidak mengetahui dari mana asal informasi pekerjaan di daerah tujuan sebesar 6,3 persen. Tabel 17 menunjukkan sumber informasi pekerjaan yang didapat migran di daerah tujuan. Tabel 17 Sumber informasi pekerjaan yang dapat migran sirkuler Sumber Informasi Pekerjaan Mencari Sendiri Ajakan teman/keluarga Tidak Jawab Total
Frekuensi 72 77 10 159
Persentase 45.3 48.4 6.3 100
Sumber: Survei Lapangan, Juli 2005
Tentang motivasi dan cita-cita menjadi migran sirkuler, penduduk pedesaan yang bersirkulasi ke daerah tujuan memiliki keinginan yang sama
72
Bab VI. Hasil dan Pembahasan
73
antara yang berkeinginan untuk tetap menjadi migran dan yang berkeinginan tidak menjadi migran hampir sama. Sebesar 49,7 persen yang tidak berkeinginan untuk terus bersirkulasi dan 48,4 persen yang berkeinginan menjadi migran sirkuler di daerah tujuan, sisanya tidak menjawab/tidak mengetahui. Alasan utama migran memilih untuk terus menjadi migran sirkuler lebih didasarkan pada faktor ekonomi, yaitu mudah mencari uang dan hasil bekerja didaerah tujuan relatif dapat memenuhi kebutuhan rumahtangga. Migran yang tidak berkeinginan lebih lama menjadi migran sirkuler lebih didasarkan pada kondisi fisik yaitu capek ingin istirahat. Tabel 18 menunjukkan keinginan lebih lanjut mengenai kuputusan menjadi migran sirkuler. Sedangkan faktor penarik lain yang dominan menarik rumahtangga migran pergi kedaerah tujuan adalah karena fasilitan dan faktor keamanan yang terdapat didaerah tujuan sebesar 95 responden yang menjawab (59,7 %) dan sisanya tidak mengetahui. Tabel 18 Keinginan kedepan mengenai keputusan menjadi migran sirkuler Uraian Non-Respon Ya, setuju menjadi migran sirkuler Tidak Tau Total
Frekuensi 79 77 3 159
Persentase 49.7 48.4 1.8 100
Sumber: Survei Lapangan, Juli 2005
6.1.3. Faktor Pelancar Migrasi Sirkuler Jika daerah tujuan dilihat sebagai suatu ekosistem akan terlihat bahwa dua kecamatan tujuan merupakan tempat usaha yang ideal, karena memilikai faritasi atau keaneka ragaman dalam sektor usaha. Desa atau kelurahan tujuan migran mememiliki aneka ragam kegiatan ekonomi yang tidak dimiliki oleh kecamatan yang lain. Membahas tentang keaneka ragaman kegiatan ekonomi didaerah tujuan tidak akan terlepas dari fasilitas yang menyebabkan kelancaran dan penghambat migran sirkuler. Faktor–faktor penghambat dan pelancar migran sirkuler antara lain adalah: Jarak, alat Transportasi, kondisi Transportasi, kondisi Transportasi, waktu ketersediaan Transportasi dan biaya Transportasi dari daerah asal ke daerah tujuan.
73
Bab VI. Hasil dan Pembahasan
74
Faktor jarak, jarak bagi migran sirkuler dari perdesaan bagian Selatan kabupten Lamongan ternyata tidak menjadi penghalang untuk bersirkulasi dan nginap atau mondok di daerah tujuan. Ternyata migran yang memutuskan sirkulasi ke daerah tujuan dengan cara mondok/nginap untuk beberapa bulan adalah berasal dari desa yang berjarak lebih dari 16 Km dari daerah asal menuju daerah tujuan (perdesaan dari kecamatan Sukodadi dan Kecamatan Pucuk) berjumlah 117 orang (73,6 %), migran yang berasal dari jarak antara 10 sampai 15 Km sebesar 25,8 persen (41 orang). Tabel 19 menunjukkan jarak migran dari daerah asal ke tempat pemondokan di daerah tujuan. Tabel 19 Jarak migran dari daerah asal ke daerah tujuan Jarak Antara 10 -15 Km Lebih Dari 16 Km Tidak Jawab Total
Frekuensi 41 117 1 159
Persentase 25.8 73.6 0.6 100
Sumber: Survei Lapangan, Juli 2005
Hasil pengamatan kondisi transportasi di daerah asal juga berperan besar dalam memperlancar migran sirkuler. Jalan raya menuju daerah asal relatif bagus dan beraspal, walaupun sedikit agak berbahaya pada musim penghujan. Alat transportasi yang banyak digunakan migran menuju daerah tujuan adalah mobil L300 sebanyak 60,4 persen ( 96 orang), sisanya sering menggunakan Ojek Motor dan Truk/Pickup yang biasa melintas dengan membawa hasil pertanian sebanyak 57 Orang (35,8 %). Tabel 20 mencatat tentang alat transportasi yang biasa digunakan migran menuju ke pemondokan. Tabel 20 Alat transportasi yang biasa digunakan migran menuju ke pemondokan Jenis Kendaraan Mobil L 300 Truck/PickUp Ojek Sepeda Motor Tidak Jawab Total
Frekuensi 96 55 2 6 159
Persentase 60.4 34.6 1.2 3.7 100
Sumber: Survei Lapangan, Juli 2005
74
Bab VI. Hasil dan Pembahasan
75
Mengenai kondisi Transpotasi yang memperlancar proses migrasi sirkuler penduduk perdesaan ke daerah tujuan, berdasarkan hasil pengamatan lapangan menunjukkan bahwa kondisi tersebut pada umumnya lancar dan relatif tidak mempunyai masalah, misalnya keadaan fisik mobil dan kondisi jalan raya yang rawan. Faktor kelancaran yang dimaksud disini adalah dalam kondisi tertib dan relatif terjadi keseimbangan antara jumlah penumpang dan jumlah kendaraan yang tersedia. Kondisi tersebut dijawab oleh 124 orang responden (77,9%), dan responden yang mengatakan bahwa kondisi transportasi masih jarang dan antri sebanyak 16 orang. Tabel 21 menunjukkan pendapat migran mengenai kondisi transportasi dari daerah asal menuju daerah tujuan. Tabel 21 Kondisi transportasi dari daerah asal ke daerah tujuan Kondisi ransportasi Lancar dan Bagus Masih Jarang dan Antri Biasa Total
Frekuensi 124 16 19 159
Persentase 77.9 10.1 11.9 100
Sumber: Survei Lapangan, Juli 2005
Hasil pengamatan lapangan menunjukkan bahwa Terminal yang tersedia di daerah asal pada umumnya hanya beroperasi selama 12 Jam, yaitu mulai jam 06.00 sampai dengan jam 18.00 WIB. Pengamatan tersebut ternyata berbeda dari jawaban responden melalui kuesioner. Responden yang mengatakan bahwa ketersediaan alat Transportasi di Terminal yang ada di desa asal adalah 24 jam dijawab oleh 78 orang dan sisanya kuarang dari 12 jam dan hanya 12 jam dijawab oleh 81 orang responden
berikut Tabel 22 menunjukkan waktu
ketersediaan transportasi di desa asal migran sirkuler. Tabel 22 Waktu ketersediaan transportasi di desa asal Waktu Ketersediaan Transportasi (jam) 24 12 Kurang 12 Total
Frekuensi
Persentase
78 36 45 159
49 22.6 28.3 100
Sumber: Survei Lapangan, Juli 2005
75
Bab VI. Hasil dan Pembahasan
76
Ongkos transportasi menuju daerah tujuan sebelum terjadi kenaikan harga BBM per bulan September 2005 sebesar kurang dari Rp 5000, dijawab oleh 111 responden, lebih dari Rp. 11000 dijawab oleh 47 responden. Perbedaan yang mencapai kelipatan 100 persen lebih tersebut pada kenyataanya karena alat transportasi yang digunakan. Migran yang membayar lebih mahal disebabkan naik ojek dan yang lebih murah biasanya mengendarai mobil L 300 serta menggunakan kendaraan Truck atau Pickup. Tabel 23 mengenai besarnya ongkos transportasi migran ke daerah tujuan. Tabel 23 Besarnya ongkos transportasi ke daerah tujuan Keterangan (Rp) Kurang dari 5000 Antara 6000 - 10000 Lebih dari 11000 Tidak Jawab Total
Frekuensi
Persentase
111 0 47 1 159
69.8 0 29.5 0.6 100
Sumber: Survei Lapangan, Juli 2005
Faktor pelancar migran sirkuler lainnya adalah banyak didasarkan pada faktor ekonomi, yaitu keinginan kuat migran mendapatkan pekerjaan selain sektor pertanian. Hal tersebut terbukti dengan jumlah responden yang mengatakan bahwa bersirkulasi karena faktor pekerjaan sebanyak 148 orang (93,1 %), karena motivasi ingin maju dan ingin mendapatkan pengetahuan baru masing masing sebesar 5 orang (3,1 %) dan sebesar 6 orang (3,7 %). Tabel 24 menunjukkan uraian alasan faktor penarik lain terhadap terjadinya migrasi sirkuler. Tabel 24 Faktor pelancar migrasi sirkuler lain Faktor Penarik Lain Mendapat Pekerjaan Ingin Maju Pengetahuan Baru Total
Frekuensi 148 5 6 159
Persentase 93.1 3.1 3.7 100
Sumber: Survei Lapangan, Juli 2005
76
Bab VI. Hasil dan Pembahasan
77
6.1.4. Faktor Pribadi Migran Sirkuler Pada dasarnya tidak ada aturan atau norma yang mendorong masyarakat perdesaan di Kabupaten Lamongan untuk bersirkulasi kedaerah pesisir pantai utara. Namun ada semacam tradisi yang sudah sekian lama mendasari cara hidup masyarakat perdesaan di kabupaten Lamongan. Tradisi tersebut masih berlanjut sampai sekarang. Walaupun hal tersebut hanya sebatas anjuran atau pendapat dari seorang pemuka agama (Alim Ulama). Peran birokrasi formal seperti kepala desa tidak mampu mengatasi dan mencegah penduduknya dari proses sirkulasi. Hingga tahun 2003 kepala desa adalah penduduk asli yang dipilih melalui pemilihan kepala desa. Terpilih menjadi kepala desa adalah mereka yang direstui/distujui oleh pimpinan ulama/kaum agama yang berpengaruh didesa. Tidak jarang pada kemudian hari dualisme kepemimpinan didesa terjadi, kepala desa sering kali menempati posisi yang kedua dalam pengambilan keputusan. Keputusan yang ditentukan oleh pemuka agama seringkali menjadi ”petuah” bagi penduduk desa. Fanatisme sosok pemuka agama di perdesaan Kabupaten Lamongan masih sangat besar. Alim Ulama lebih memiliki karisma dalam menyerukan kebijakan atau pun perintah bila dibandingkan kepala desa, karena pada sebagian besar Alim Ulama di pedesaan mempunyai fasilitas dan dukungan massa yang besar, fasilitas tersebut berupa pesantren dengan akses yang berlebih bila dibandingkan dengan lembaga formal yang dimiliki oleh desa. Data departemen agama Kabupaten Lamongan menyebutkan bahwa lebih dari 300 Pondok Pesantren yang ada di kabupaten Lamongan, dan lebih dari 85 persen berlokasi di wilayah pedesaan. Kekuatan tersebut seringkali mengantarkan dengan mudah seorang menjadi kepala desa atau turun dari jabatan kepala desa menjadi warga biasa. Alim Ulama adalah kelompok elit desa dan kepala desa adalah kepanjangan tangan dari Alim Ulama. Dominasi politik yang kuat kalangan pemuka agama di perdesaan kabupaten Lamongan mampu melemahkan peran birokrasi formal, karena sering kali orientasi pembangunan yang ditetapkan oleh pemerintah diatas birokrasi formal desa terhalang oleh kepentingan pemuka agama yang berbeda. Artinya hanya kalangan elit yang selama ini berperan utama dalam mengendalikan birokrasi formal di desa, termasuk yang menikmati akses sumberdaya desa.
77
Bab VI. Hasil dan Pembahasan
78
Tarik-ulur kekuatan politik agama, budaya dan birokrasi formal sering kali di menangkan kaum pemuka agama. Penduduk desa dalam kuantitas yang seharusnya merupakan pemilik kekayaan sumberdaya desa seringkali tidak dilibatkan.
Sehingga,
untuk
bisa
menikmati
akses
terhadap
kekayaan
sumberdaya desa terlebih dahulu seseorang/mereka harus masuk dalam lingkaran elite desa. Migrasi sirkuler penduduk desa diyakini dan disamakan dengan anjuran "lelana (mengembara)” dalam kisah-kisah pengembara tempo dulu. Seseorang laki-laki dewasa dapat dikatakan kesatria apabila semasa hidupnya pernah menjalani anjuran lelana yang diperintahkan oleh seorang ulama di desa. Lelana dapat disama artikan dengan pengembaraan untuk mencari sesuatu yang baru, yang belum dimiliki oleh seseorang selama hidup didesa. Setelah dalam tahapan lelana, seseorang biasanya kembali ke desa dengan berbekal pengalaman yang didapat di daerah yang pernah di singgahi untuk memperoleh ilmu baru. Seseorang yang berbekal ilmu baru, kemudian diuji untuk menentukan pantas atau tidak masuk dalam kelompok elit desa dalam sebuah pesantren atau jamaah penajian agama. Namun, kondisi sekarang masyarakat perdesaan yang mengembara atau lelana tidak lagi karena keinginan masuk dalam lingkaran elit desa, dalam pengembaraan juga tidak lagi seorang pemuda dewasa yang masih berstatus sendiri. Tetapi, terdapat pergeseran nilai-nilai yang semula dianjurkan, yaitu faktor ekonomi yang membawa seseorang/mereka (kepala rumahtangga) untuk mengembara mencarai sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan hidup, yang selama ini hanya dirasakan oleh kelompok elit desa. Data survei menemukan bahwa anjuran lelana sekarang telah bergeser menjadi alasan ekonomi (33,3 %) yang mendasari pola sirkulasi penduduk perdesan. Sebesar 25,1 persen beralasan karena ingin melatih kemandirian berumahtangga dan sebesar 25,1 persen mengatakan untuk masa depan ingin mencari yang lebih baik dari yang sudah ada di desa serta 16,4 persen responden tidak mengetahui alasan secara pribadi mengapa memilih bersirkulasi ke daerah tujuan. Berikut Tabel 25 menunjukkan Alasan pribadi 159 responden mengapa memilih bentuk mobilitas sirkuler.
78
Bab VI. Hasil dan Pembahasan
79
Tabel 25 Alasan pribadi bersirkulasi Alasan Pribadi Melatih Kemandirian Ekonomi Masa Depan Tidak Mengetahui Total
Frekuensi 40 53 40 26 159
Persentase 25.1 33.3 25.1 16.4 100
Sumber: Survei Lapangan, Juli 2005
Akses sumber daya yang dinikmati dan dikuasai oleh sekelompok elit desa terjadi akibat lemahnya birokrasi formal desa, kepala desa yang seharusnya
menjadi
decision
maker
pembangunan
tidak
mampu
lagi
membagikan sumber daya desa kepada yang berhak, yaitu penduduk desa yang merupakan aset bagi kemajuan pembangunan desa. Biasanya kebijakan yang dikeluarkan oleh lembaga formal desa (kepala desa) sering ditentang oleh elit desa melalui peran tokoh utama desa yang berada dalam lembaga musyawarah desa (LMD/BPD). Masyarakat desa yang sudah memilih bersirkulasi ke daerah tujuan masih memiliki
bentuk
mobilitas
yang
lebih
cocok
untuk
memaksimalkan
pendapatannya. Hal ini terlihat dengan pendapat meraka tentang pola yang dipilih sekarang (sirkulasi denga nginap/mondok). Sebanyak 68 responden yang mengatakan ”biasa” terhadap sirkulasi. Ketika ditanyakan lebih lajut tentang jawaban biasa, menyatakan bahwa tidak terlalu cocok atau menyenangi, tetapi kalau ada pola yang lebih baik untuk menambah pendapatan mereka akan merubah keputusannya untuk bersirkulasi. Sebesar 24 responden mengatakan Sangat senang dan puas denga pendapatan yang diperoleh, serta 23 responden yang mengatakan tidak senang karena belum terpenuhi harapan, sisanya responden tidak mengetahui mengapa mereka harus memilih pola sirkulasi. Tabel 26 Tingkat kepuasan responden terhadap pola sirkulasi Tingkat Kepuasan Sangat senang/Puas Biasa Tdak senang/Tidak Puas Tidak Menjawab Total
Frekuensi 24 68 23 44 159
Persentase 15.1 42.7 14.4 27.6 100
Sumber: Survei Lapangan, Juli 2005
79
Bab VI. Hasil dan Pembahasan
80
Alasan memilih pekerjaan sebagai pedagang di daerah tujuan, lebih banyak didasarkan pada bahan baku dan ramainya pembeli (daya beli masyarakat daerah tujuan) yang disertai dengan tingkat kebutuhan masyarakat tinggi sebesar 66 responden. Responden yang mengatakan bahwa barang dagangannya paling dibutuhkan sebesar 58 orang dan yang beralasan memilih berjualan karena modal yang dibutuhkan sedikit sebesar 33 orang responden, dan yang tidak mengetahui alasan 2 orang responden. Tabel 27 menujukkan alasan responden memilih jenis pekerjaan didaerah tujuan Tabel 27 Alasan memilih jenis pekerjaan didaerah tujuan Alasan Memilih Pekerjaan Bahan baku mudah didapat Paling dibutuhkan Modalnya sedikit Lainnya Total
Frekuensi 66 58 33 2 159
Persentase 41.5 36.4 20.7 1.2 100
Sumber: Survei Lapangan, Juli 2005
Umumnya migran sirkuler pulang kedesa asal dalam 4 sampai 6 bulan sekali (91 orang responden) pada saat pulang biasanya selama 7 hari di desa asal kemudian kembali ke desa tujuan untuk bekerja lagi. Responden yang kembali ke desa antara 1 sampai 3 bulan sekali sebesar 34 orang (21,3 %) dan tidak tentu sebesar 27 responden (16,9 %). Pada umumnya responden kembali kedesa selain untuk mengobati kerinduan teradap keluarga mereka juga kembali untuk merawat dan menanami tanah pertanian yang mereka miliki didesa, sebagai infestasi sektor pertanian yang pada awalnya menjadi tumpuan harapan ekonomi keluarga di desa. Namun rasa kecintaan masyarakat desa untuk mempertahankan apa yang mereka miliki masih dianggap rendah oleh kaum elit di desa. Peran elit desa menciptakan kelemahan dalam kinerja lembaga formal desa yang dibarengi dengan penguasaan aset dan akses sumberdaya desa. Disamping itu, anjuran lelana yang dulu sering disarankan oleh elit desa, bukan lagi perupa pengembaraan mencari ilmu untuk bisa kembali dan masuk dalam kelompok elit desa. Dasar pengembaraan/lelana merupakan warisan turun temurun pendududk desa di kabupaten Lamongan yang sekarang menjelma menjadi pengembaraan dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarga di desa.
80
Bab VI. Hasil dan Pembahasan
6.2.
81
Karakteristik Rumahtangga Migran Sirkuler Karakteristik migran sirkuler yang terdapat di daerah asal mencakup, jenis
kelamin, Umur, status pernikahan, pekerjaan, pendidikan dan desa asal (lihat Lampiran 1). Seperti halnya hasil studi tentang migrasi pada umumnya, penelitian tentang dampak migrasi sirkuler menunjukkan bahwa masih didominasi oleh kaum laki-laki (kepala rumahtangga) terdapat 122 (76,7 %) responden dan sisanya 23,2 persen adalah jenis kelamin perempuan. Hasil pengamatan di lapangan, hampir 100 persen kaum perempuan yang bersirkulasi adalah para janda yang masih mempunyai tanggungan keluarga di desa asal. Alasan memilih bermigrasi jenis sirkulasi karena pada jenis ini dianggap lebih efektif dalam memperoleh uang dan mampu meringankan beban yang dialami. Tabel 28 Responden menurut jenis kelamin Jenis Kelamin Responden Laki-laki Perempuan Total
Frekuensi 122 37 159
Persentase 76.7 23.3 100
Sumber: Survei Lapangan, Juli 2005
Umur memegang peranan yang sangat penting bagi aktivitas seseorang terutama
untuk
mendapatkan
pendapatan,
karena
hal
tersebut
akan
mempengaruhi produktivitas kerja seseorang. Seseorang migran yang berusia produktif (16 sampai 35 tahun) akan berbeda potensi dan curahan kerjanya bila dibandingkan dengan mereka yang berusia non produktif. Begitu pula sebaliknya seseorang yang berada pada usia non produktif (45 tahun keatas) biasa mempunyai tingkat curahan kerja dan produktivitas yang menurun. Karena secara alamiah semakin bertambah umur seseorang maka kondisi fisik juga akan menurun. Mengenai umur, migran sirkuler yang bekerja di sektor informal sebagian besar responden adalah tenaga kerja produktif (Usia 16–35 tahun) berjumlah 59,8 persen, usia matang (36-45 tahun) 28,9 persen dan sisanya umur 46 hingga 51 tahun sebesar 11,3 persen. Tabel 29 menunjukkan responden menurut umur di daerah tujuan.
81
Bab VI. Hasil dan Pembahasan
82
Tabel 29 Responden menurut umur di daerah tujuan Umur (Tahun) Usia 16 – 35 Usia 36 – 45 Usia 46 lebih Total
Kategori
Frekuensi
Persentase
Produktif Matang Tua
95 46 18 159
59,8 28,9 11,3 100
Sumber: Survei Lapangan, Juli 2005
Faktor pendidikan, migran sirkuler yang mengikuti pendidikan setingkat Sekolah Dasar 39 persen, sebesar 32 persen berhasil menamatkan pendidikannya sisanya sebesar 6,9 persen putus sekolah, sebesar 48 persen menyelesaikan pendidikan setingkat SLTP serta migran yang berpendidikan SLTA sebesar 12,6 persen. Tabel 30 menunjukkan tingkat pendidikan migran sirkuler yang bermigrasi sebagai pedagang di daerah tujuan. Tabel 30 Tingkat pendidikan migran sirkuler Tingkat Pendidikan Tidak tamat SD SD/Setara SLTP/Setara SLTA/Diploma I/II Total
Frekuensi 11 51 77 20 159
Persentase 6.9 32.1 48.4 12.6 100
Sumber: Survei Lapangan, Juli 2005
Kondisi yang menarik untuk diketahui dari keadaan keluarga responden adalah berapa banyak anggota keluarga yang juga bermobilitas sirkuler. Ternyata hanya 32 persen responden mempunyai anggota keluarga yang bersirkulasi ditempat yang sama dan sisanya tidak memiliki anggota keluarga untuk menjadi migran yang sama. Dari data ini menunjukkan bahwa keputusan migrasi bisa diambil oleh migran meskipun tanpa pengetahuan dan informasi yang lengkap tentang daerah yang dituju, pada umumnya migran memutuskan ke daerah yang terdekat. Penelitian terdahulu yang menyebutkan bila salah seorang anggota keluarga di desa telah bekerja dikota akan terjadi kecendrungan bahwa anggota keluarga yang lainnya akan ikut bermigrasi, dalam kasus migran sirkuler Lamongan tidak terbuktikan.
82
Bab VI. Hasil dan Pembahasan
83
Mengenai status perkawinan responden yang masih membujang 0,6 persen, sisanya adalah sudah berkeluarga. Dari yang sudah berkeluarga diperoleh keterangan sebanyak 25,8 persen mempunyai tanggungan sebanyak 3 orang, 34,6 persen memiliki tanggungan 3 orang, dan mempunyai tanggungan 4 orang sebesar 28,3 persen, serta sebesar 10,6 persen mempunyai tanggungan keluarga 5 - 6 orang. Tentang jenis pekerjaan yang dijalankan migran sirkuler didesa tujuan Jenis pekerjaan migran di daerah tujuan baling banyak didominasi oleh pedagang Bakso (27%) kemudian pedagang Ayam Goreng 11 persen dan Pedagang Nasi Goreng sebesar 10,6 persen. Tabel 31 menunjukkan jenis pekerjaan migran yang sudah dijlani di daerah tujuan. Hasil pengamatan jenis pekerjaan yang dipilih migran umumnya dipengaruhi oleh banyaknya modal yang disiapkan oleh migran dan ketrampilan usaha yang dimilikinya. Tabel 31 Jenis pekerjaan migran di daerah tujuan Jenis Pekerjaan Migran 1. Alat rumah 2. Ayam Goreng 3. Bakso 4. Bubor+ 5. Dagang 6. Es 7. Ikan 8. Jajanan 9. Gorengan 10. Jamu+ 11. Pakaian 12. Krupuk 13. Lampu 14. Mainan 15. MieAyam 16. Mrtabak Daging 17. Pecel Lele+ 18. Rujak Kliling 19. Sate 20. Sayur dpr 21. Soto 22. Teh Botol 23. Nasigoreng Total
Frekuensi 1 18 44 2 3 8 6 8 8 1 1 2 1 2 11 1 4 1 8 1 6 5 17 159
Persentase 0.6 11 27 1 2 5 3.7 5 5 0.6 0.6 1.2 0.6 1.2 6.9 0.6 2.5 0.6 5 0.6 3.7 3.1 10.7 100
Sumber: Survei Lapangan, Juli 2005
83
Bab VI. Hasil dan Pembahasan
84
Desa asal responden, diketahui bahwa desa asal para migran sektor informal yang terdapat di daerah tujuan kebanyakan beasal dari 2 kecamatan asal terdekat, yaitu berasal dari: Desa Pucuk (49,7 %), desa Sumberagung (23,3 %) desa Siwalanrejo (13,8 %), desa Kesambi (11,9 %) dan desa Warukulon 2 responden (1,2 %). Nama-nama desa asal responden tersebut berada dibagian selatan daerah tujuan melintasi aliran Bengawan Solo, untuk menuju daerah tujuan responden memerlukan 1 sampai 2 jam bila dilalui dengan kendaraan bermotor. Jika responden dikelompokkan pada tingkat kecamatan asal maka terdapat 62,9 persen responden yang berasal dari kecamatan Pucuk, terdapat 59 responden (37,1 %) responden dari kecamatan Sukodadi (lihat Tabel 32). Tabel 32 Responden berdasarkan desa asal dan kecamatan asal Kecamatan dan Desa Asal Migran Sirkuler Kecamatan: Pucuk Sukodadi Desa: Pucuk Kesambi Warukulon Siwalanrejo Sumberagung
Frekuensi
Presentase
Persentase
100 59
62,9 37,1
100
79 19 2 22 37
49,7 11,9 1,2 13,8 23,3
100
Sumber: Survei Lapangan, Juli 2005
Mengenai status perkawinan, responden yang masih membujang 0,6 persen dan sebesar 90,4 persen sudah berkeluarga. Dari yang sudah berkeluarga diperoleh keterangan sebanyak 25,8 persen mempunyai tanggungan sebanyak 2 orang, sebesar 67,3 persen mempunyai tanggungan 3 – 5 orang serta sisanya sebesar 6,3 persen bertanggungan 6 orang lebih. Hasil wawancara menemukan bahwa respoden pada awalnya memutuskan menjadi migran sirkuler dengan tidak berbekal sedikit pun informasi tentang daerah tujuan. Migran pada awalnya nekat menuju daerah tujuan karena jaraknya dekat dan sewaktu-waktu bisa pulang dengan tidak mengeluarkan biaya yang besar. Sehingga dapat dikatakan bahwa migran yang melakukan sirkulasi kedaerah tujuan terdekat adalah mereka yang masih pada tahap coba-coba (trial and error) dalam mencoba keberuntungan untuk mendapatkan tambahan pendapatan atau
84
Bab VI. Hasil dan Pembahasan
85
upah yang lebih besar. Pada sebagian masyarakat pedesaan yang sama, ditemukan penduduk yang melakukan migrasi ke jarak yang lebih jauh (Surabaya, Jakarta, Bogor, Samarinda, Deli dan kota-kota besar lainnya bahkan luar negri seperti Malaysia), walaupun dalam jumlah yang sedikit. Proses sirkulasi ke daerah terdekat adalah semacam batu loncatan (steping stone) untuk bersirkulasi ke jarak yang lebih jauh.
Kecamatan Sukodadi Kecamatan Pucuk
Daerah Tujuan
5 4
1 2
3
6 1
2
3
4
5
Keterangan: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Merupakan daerah tujuan Kecamatan Brondong. Merupakan daerah tujuan Kecamatan Paciran. Daerah kota-kota lain di Indonesia (Surabaya, Jakarta, Bogor, Samarinda, Deli dst). Menuju ke Negara Malaysia Menuju ke Negara Timur Tengah (Saudi Arabia, Kuwait, Abudabbi) Meneuju ke negara-negara Asia lainya (Hongkong, Jepang dst).
Gambar 10 Pola migrasi penduduk di dua kecamatan sampel Kabupaten Lamongan diolah dari sumber pengamatan tahun 2005 Terkait dengan jiwa wirausaha penduduk perdesaan di kabupaten Lamongan yang jumlahnya semakin banyak, tanpa tentunya mengabaikan peran pelatihan dunia wira usaha dan tekanan akan pemenuhan kebutuhan ekonomi, Clifford Geertz dalam Zainuddin (1980) mengatakan bahwa: Kota sepanjang pantai utara Pulau Jawa mulai dari Cirebon sampai Banyuwangi merupakan kota dagang. Selain kota dagang daerah pantai utara adalah merupakan daerah dimana agama Islam memperoleh akarnya dalam abad XVI. Dan sejak awalnya Islam telah diasosiasikan dengan kelas pedagang dan pengrajin yang anggotanya berjalan berkeliling dari pantai utara keseluruh daerah Pulau Jawa, untuk berdagang dan menyebarkan agama. Dengan demikian jiwa wirausaha
85
Bab VI. Hasil dan Pembahasan
86
yang ada dalam diri para migran adalah merupakan warisan bakat budaya yang sudah turun-temurun. Masyarakat di dua kecamatan asal diatas secara geografis relatif sama, akan tetapi agak sedikit berbeda jika dilihat dalam segi prilaku ekonominya. Masyarakat di kecamatan Pucuk sebagian besar mengandalkan sektor pertanian untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Sedangkan masyarakat di kecamatan Sukodadi selain sektor pertanian masih terdapat sektor perdagangan (warung kelontong/toko pertanian) sebagai sektor penunjang kebutuhan keluarga di desanya.
6.3.
Tingkat Pendapatan Dan Tingkat Kesejahteraan Tingkat pendapatan yang dijelaskan dalam penelitian ini meliputi
pendapatan yang diperoleh rumahtangga perdesaan yang memutuskan untuk menjadi migran sirkuler, yaitu pendapatan yang didapat pada saat sebelum memutuskan menjadi migran sirkuler dan pendapatan pada saat menjadi migran sirkuler di daerah tujuan. 6.3.1. Tingkat Pendapatan Sebelum Menjadi Migran Sirkuler Pelaku migran sirkuler yang terdapat di daerah tujuan pada umumnya adalah masyarakat perdesaan di bagian selatan kabupaten Lamongan. Masyarakat perdesaan di kabupaten Lamongan sebagian besar bekerja di sektor pertanian. Data Podes propinsi Jawa Timur tahun 2003 mencatat bahwa dari total 423 desa di kabupaten Lamongan terdapat 82 persen (347 desa) yang penduduknya sebagian besar bekerja disektor pertanian (Statistik potensi desa BPS Propinsi Jawa Timur, 2003). Menurut Sajogyo (2002) penyerapan tenaga kerja sektor pertanian mengalami penurunan nilai tambah lebih dari 26 persen, pada kurun waktu 1973 -1980 sebesar 32 persen. Peneurunan tersebut terkait erat dengan rendahnya tingkat upah disektor pertanian. Teknologi unggul sektor pertanian bias pada pemilik tanah dan penggarap. Sedangkan tehnologi informasi masuk ke desa-desa dan menunjukkan tingginya peluang di luar sektor pertanian yang menjanjikan pendapatan yang tinggi, mendorong penduduk desa keluar dari sektor pertanian. Data PDRB kabupaten Lamongan dalam kurun waktu 1999 – 2003 tanaman bahan makanan mengalami kenaikan sebesar 14,2 persen dari total
86
Bab VI. Hasil dan Pembahasan
87
Rp. 1.047.957,45 (BAPPEDA kabupaten Lamongan, 2003). Sistem irigasi yang didukung oleh lintasan aliran Bengawan Solo, merupakan potensi sumber daya alam yang mendukung sektor pertanian di pedesaan kabupaten Lamongan. Tanaman pangan yang berupa padi-padian dan umbi-umbian merupakan produk unggulan pertanian sejak jaman dulu, kondisi tersebut karena didukung oleh ekologi Tanah perdesaan yang dimiliki. Kondisi ekologi perdesaan adalah merupakan aset, bentuk sumbangan sumber daya alam yang mendukung sektor pertanian terhadap keperluan hidup penduduk pedesaan pada umumnya. Hal tersebut tidak terlepas dari peran serta masyarakat di pedesaan. Hasil pengamatan dan survei Lapangan menggunakan kuesioner menemukan bahwa tingkat pendapatan masyarakat perdesaan dikabupaten Lamongan masih jauh dari pemenuhan standart kelayakan sebagaimana yang sudah ditetapkan oleh pemerintah melalui upah minimum Regional (UMR) perdesaan. Hal tersebut terlihat melalui semakin bertambahnya jumlah rumahtangga miskin dipedesaan dan rumahtangga yang diduga miskin di pedesaan, serta banyaknya temuan rumahtangga petani yang melakukan strategi nafkah (livelihood Strategies) ganda diluar sektor pertanian, untuk memenuhi kebutuhan ekonomi rumahtangganya. Dari wawancara dan pengisian kuesioner di lapangan, juga terungkap bahwa upah yang diperoleh buruh tani berkisar antara Rp. 8.000,- sampai Rp. 10.000,- (4-6 jam per hari kerja) apabila pemilik lahan menyediakan makanan dan minuman, dan antara Rp. 10.000,sampai Rp. 12.000,- per hari apabila pemilik lahan tidak bersedia menyediakan makanan. Dari data kuesioner yang disebar melaui 159 responden berlatar belakang petani, lebih dari 90 persen mengatakan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dengan mengandalkan pekerjaan sebagai buruh tani di desa. Hasil wawancara dengan beberapa pemilik lahan pertanian di desaasal tentang kepantasan pemberian upah buruh tani, diperoleh jawaban bahwa apabila upah bersih buruh tani lebih dari kisaran Rp. 8.000,- sampai Rp. 15.000,- maka pengusahaan pertanian akan rugi, karena ketidak seimbangan antara hasil yang didapat dengan biaya pengusahaan pertanian. Lebih lanjut, pertanyaan kepada responden buruh tani di desa mengapa tidak mengusahakan pekerjaan lain di desa, lebih dari 90 persen responden menjawab akan susah berkembang karena kemampuan membeli (daya beli) masyarakat rendah. Kendatipun pandangan ekonom membenarkan bahwa tingkat pendapatan akan mempengaruhi daya beli
87
Bab VI. Hasil dan Pembahasan
88
masyarakat, nampak terlihat sebagian masyarakat perdesaan di kabupaten Lamongan masih tetap mempertahankan sektor pertanian, kondisi tersebut lebih didasarkan pada faktor kecintaan sebagian masyarakat perdesaan terhadap kampung halaman dan kaum kerabat di desa asal walaupun pada saat tertentu harus keluar desa untuk mendapatkan tambahan pendapatan. Tabel 33 Pendapatan migran per hari sebelum memutuskan migrasi sirkuler Klasifikasi Pendapatan Migran di Desa Asal
<< Rp. 20.000 (Rp. 8000,- - Rp.12000,-) Rp. 20.000,- - Rp. 30.000,Rp.30.000,- - Rp. 50.000,Total
Frekuensi 94 62 3 159
Prosentase 59,1 38.9 1.9 100
Sumber: Survei Lapangan, 2005
Namun, kondisi yang berbeda juga terjadi pada sebagian masyarakat perdesaan (Pucuk, Kesambi, Siwalanrejo dan Sumberagung) pada dua kecamatan di kabupaten Lamongan. Penduduk perdesaan yang awalnya masih konsisten mempertahankan sektor pertanian dan menjadikan pertanian sebagai satu-satunya sumber pendapatan utama rumahtangganya, harus memutuskan untuk menjadikan sector pertanian sebagai pekerjaan sambilan. Profesi sebagai migran sirkuler sektor informal ke daerah-daerah tujuan yang dipilih dipandang sebagai ”pahlawan” untuk
permasalah rendahnya upah pekerjaan di sektor
pertanian. Melalui keputusan tersebut, sebagian harapan untuk dapat mengatasi masalah kesulitan ekonomi akibat rendahnya pendapatan di desa dan memiliki simpanan di hari tua terwujud. Menjadi migran sirkuler dipilih sebagai solusi yang bijak dalam mengatasi masalah rendahnya upah sektor pertanian dan faktor kecintaan terhadap lahan pertanian yang dimiliki dalam menunjang penghidupan keluarga di desa asal. Berikut kutipan hasil wawancara dengan seorang pedagang Bakso (NJ) umur 39 tahun asal desa Pucuk yang memilih menjadi migran sirkuler, semula petani kecil dengan lahan sempit dan sudah dua tahun di desa tujuan Brondong bersama istrinya: “kulo awalle puyeng mikir ke pasugatan kebutuhan saben dhinten, kerjaan ngeh mentok ngoten-ngoten mawon, saklintune tani ngeh repot ten dusun niku, nate njajal buka warong ten dusun ngeh malah rugi, malah torok tenogo. Yogo kulo tigo, kebutuhan tambah dhinten tambah katah. Ngandalke tani tok ten dusun, saget ngak karuan yogo kulo. Upah maton niku roto-roto wolong ewu setengah ari, niku diparingi nyamian, kaleh wedang. Nek sedinten tet ngeh saget kaleh
88
Bab VI. Hasil dan Pembahasan
89
welas ewu nghantos tigo welas ewu dahar sepindah, niku ngeh mboten mesti wonten setinten-dhinten ne. Dah....yogo kalean estri kulo dhos pundhi.... niku. Akhir e, kulo nemokne dalan ngeh niki (dagang Bakso)ten dhusun lintu, paleng mboten saget damel nyukupi kebutuhan sak dhinten-dhinten e kedik-kedik asal saget nyekolahke anak. Syukur-syukur nek wonten luwehan, saget kangge nabong, mbejeng sepah saget di unduh. Kulo mboten saget netep ten dhuson lintu sakteruse, tendusun woten yogo setunggal dherek mbah e ugi sanak family kolo kathah ten ngriko,sekedik -kedik ngeh kadang kangen kramot saben, meniko pangan mbahe yogo kulo. Ten duson niku nyekel duwek sekedik tapi sayok wargo ne. Tanggi-tanggi engkang kaddos kulo ten riki ngeh suaten kados kulo, kadhose remen ngeten niki, ngak ngoyo tapi sekedik-kedik ngasel !, nek kangen ngeh manthok. Kangge dhinten tuwo kulo tetep remen ten dusun asal. ( saya awalnya sakit kepala memikirkan kebutuhan sehari-hari, melihat pekerjaan hanya begitu saja, selain bertani semuanya repot di desa, pernah mencoba buka warung/berdagang tapi terus rugi, capek tenaga. Anak saya tiga, kebutuhan hidup semakin hari semakin bertambah. Mengandalkan bertani saja di desa, bisa tidak terwujud anak saya. Upah buruh tani/nyabut rumput delapan ribu/ serenga hari, itu diberi jajanan dan minum. Kalo kerja sehari upah bisa duabelas ribu sampai tiga belas ribu, makan sekali, itu pun belum tentu ada setiap harinya. Dah.... anak dan istri saya gimana... itu. Akhirnya, saya menemukan jalan yaitu berdagang Bakso di desa lain, paling tidak bisa untuk mencukupi kebutuhansehari-harinya, sedikit-sedikit asal bisa menyekolahkan anak. Bersyukur kalau ada lebihnya, ya ditabung, besok hari tua bisa dinikmati. Saya tidak bisa menetap di desa lain untuk seterusnya/migrasi tetap, di desa masih ada satu anak saya ikut orang tua saya dan juga sanak famili saya banyak disana, sedikit-sedikit kadang juga kangen merawat sawah, itu sumber makan untuk nenek anak saya. Di desa asal itu megang uang sedikit tapi kompak masyarakatnya. Para tetangga yang sama sepeti saya disini ya sependapat dengan saya, sepertinya suka seperti ini, ngak terlalu kejar target tetapi sedikitsedikit dapat hasil !, kalau kangen (kampung halaman/keluarga) saya pulang. Untuk hari tua saya tetap suka di desa.
Hasil perhitungan distribusi pendapatan menunjukkan bahwa besarnya koefisien Gini pendapatan sebelum migrasi sebesar 0,32 (lihat Lampiran 3) Kondisi tersebut menunjukkan bahwa tingkat ketimpangan pendapatan dalam kategori ketimpangan relatif sedang. Sedangkan distribusi pendapatan migran setelah migrasi adalah sebesar 0,15 (lihat Lampiran 2). Hal ini menunjukkan bahwa ketimpangan pendapatan rumahtangga migran sirkuler setelah migrasi adalah rendah dan bisa dikatakan distribusi pendapatan migran sangat merata. Distribusi pendapatan migran yang sangat merata tersebut dapat dimengerti mengingat kegigihan dalam bekerja tanpa mengenal lelah mereka. Rumahtangga migran selalu memanfaatkan waktu luang untuk mendapatkan penghasilan, kreatifitas mereka untuk mendapatkan penghasilan tambahan sangat tinggi walaupun di daerah tujuan yang relatif dekat dengan desa asal. Hal lain yang mendudukung adalah daya beli masyarakat di daerah tujuan yang sangat tinggi
89
Bab VI. Hasil dan Pembahasan
90
dengan fasilitas pembangunan yang semakin ramai, sementara pedagang kaki lima relatif belum begitu banyak. Bukan saja data primer yang mampu menjelaskan ke tidak seimbangan beban anggota keluarga dengan pendapatan di perdesaan, BPS 2004 mencatat bahwa rata-rata jumlah anggota keluarga di perdesaan yang berasal dari dua kecamatan Pucuk dan Sukodadi adalah 5 orang (BPS kabupaten Lamongan, 2004). Sementara, kebutuhan untuk hidup sehari-hari di perdesaan minimal Rp 7.500,- per hari, tiga kali makan dan minum. Kendatipun semangat kerja masyarakat perdesaan sangat tinggi, tetapi bila tidak diimbangi dengan upah yang layak dan yang sesuai dengan beban hidup keluarga, maka semangat untuk mempertahankan bekerja di sektor pertanian akan memudar dan penduduk perdesaan akan mencari alternatif pemecahan kebutuhan hidup. Dengan demikian disparitas upah sektor pertanian adalah merupakan faktor pendorong terjadinya migrasi sirkuler penduduk perdesaan ke daerah-daerah urban terdekat. 6.3.2. Tingkat Pendapatan Sesudah Menjadi Migran Sirkuler Pendapatan sesudah menjadi migran sirkuler dalam penelitian ini mengalami kenaikan rata-rata sebesar 18,4 persen. Dari Tabel 34 diketahui terjadi pergeseran yang sangat tajam. Pendapatan migran sirkuler sebelum memutuskan menjadi migran sirkuler berjumlah 119 orang berpenghasilan kurang dari 20 ribu rupiah (Rp.8.000–15.000) bergeser hanya 1 orang yang berpendapatan Rp 19.000 perhari. Pergeseran jumlah responden yang pendapatan tersebut menuju ke penghasilan antara 20 ribu sampai 30 ribu, sebesar 30 orang, menjadi berpenghasilan antara 31 ribu rupiah sampai dengan Rp. 50.000,- sebesar 97 orang responden serta bergeser ke penghasilan lebih dari Rp.50.000,- sebesar 25 orang responden. Tabel 34 menunjukkan pergeseran pendapatan responden sebelum dan sesudah memutuskan menjadi migran sirkuler.
90
Bab VI. Hasil dan Pembahasan
91
Tabel 34 Frekuensi responden berdasarkan distribusi pendapatan sesudah dan sebelum memutuskan migrasi sirkuler Sebelum (Rp.000)
(Rp.000) < 20
Sesudah (Frekuensi) (Rp.000) (Rp.000) 20 – 30 31 - 50
< 20 1 30 20 - 30 0 6 31 - 50 0 0 > 50 0 0 Jumlah 1 36 Sesudah Sumber: Survei Lapangan, 2005
69 28 0 0 97
(Rp.000) > 50
19 6 0 0 25
Jumlah Sebelum 119 40 0 0 159
Bagi rumahtangga migran sirkuler peningkatan pendapatan yang diperoleh akan berdampak pada jumlah remittances bagi rumahtangga di desa. Sehingga bagi rumahtangga migran di daerah tujuan akan memunculkan rasa kehati-hatian dalam penggunaannya. Pendapatan (uang/barang) yang dikirim oleh rumahtangga migran tidak keseluruhan habis untuk dikonsumsi. Pada umumnya anggota rumahtangga di desa asal menginvestasikan sebagian remittances yang dikirim migran selain untuk perbaikan rumah tinggal adalah untuk mewujudkan faktor produksi, baik berupa lahan pertanian, ternak, toko kelontong, maupun perkakas rumahtangga, semisal mesin jahit dan alat-alat pertanian yang dapat di sewakan. Hasil survei di daerah tujuan dari empat desa di Kabuapaten Lamongan menunjukkan bahwa rata-rata migran mengirim hasil kerjanya (remittances) tidak hanya dalam bentuk uang akan tetapi juga dalam bentuk lainnya yaitu; barangbarang elektronik rumahtangga, pakaian, ikan Laut dan makanan. Dalam kuesioner migran menjawab, antara tiga-enam bulan mereka mengirimkan uang hasil kerjanya ke-desa asal. Hasil survei lapangan menunjukkan terdapat 40 orang responden yang mengirim hasil pendapatannya ke desa sebesar Rp 900.000,-. Sedangkan yang mengirim uang kedesa asal sebesar Rp 1.200.000,- sebesar 29 orang dan sebesar Rp 1.000.000,- sebanyak 27 orang responden. Responden yang mengirim uang kedesa asal sebesar 1.500.000,- rupiah berjumlah 8 orang, sisanya responden mengirim Rp 400.000,- sampai 750.000,- rupiah. Dalam wawancara mendalam dapat diketahui bahwa besaran pendapatan yang kedesa asal tersebut adalah berkisar antara 75 persen ke atas dan sisa pendapatannya
91
Bab VI. Hasil dan Pembahasan
92
(25 %) untuk dikonsumsi di daerah tujuan/pemondokan. Tabel 35 menunjukkan distribusi besaran remittances migran sirkuler kedesa asal dengan jumlah responden sebesar 159 rumahtangga. Tabel 35 Distribusi besaran remittances migran sirkuler kedesa asal Besar Pendapatan yang di Kirim (Rp) 400.000,500.000,550.000,560.000,650.000,700.000,750.000,900.000,1.000.000,1.100.000,1.120.000,1.200.000,1.500.000,Total
Frekuensi
Persentase
1 18 1 3 6 3 11 40 27 8 4 29 8 159
0.6 11.3 0.6 1.9 3.7 1.9 6.9 25.1 16.9 5.0 2.5 18.2 5.0 100
Sumber: Survei Lapangan, 2005
Distribusi remittances migran tersebut pada umumnya dibawa/dikirim sendiri oleh migran ke desa asal, proses menggirim hasil bekerja keluar desa tersebut bagi para migran adalah merupakan usaha untuk tetap menjaga rasa kecintaannya terhadap keluarga dan desa asal. Walaupun rentang waktu saat berada di desa relatif singkat (satu minggu-an). 6.3.3. Tingkat Kesejahteraan Migran Sirkuler Secara umum tingkat kesejahteraan di klasifikasikaan kedalam dua kelompok, yaitu tingkat kesejahteraan lahiriyah dan tingkat kesejahteraan bathiniyah. Perbedaan yang nyata dari dua kelompok kesejahteraan adalah pada tingkat kepuasan. Kesejahteraan lahiriyah relatif mudah diukur dari pada tingkat kesejahteraan bathiniyah. Dalam penelitian ini tingkat kesejahteraan rumahtangga dibatasi hanya pada kesejahteraan lahiriyah. Karena dalam mengukur tingkat kesejahteraan lahiriyah relatif mudah diamati. Namun demikian bukan berarti analisa tingkat kesejahteraan bathiniyah seratus persen tidak digunakan. Misalnya data hasil
92
Bab VI. Hasil dan Pembahasan
93
wawan cara mengenai responden yang menyatakan bahwa dalam hal pengawasan pendidikan anak-anak di desa tidak bisa maksimal dilakukan sendiri. Seperti penuturan pedagang Bakso (NJ) umur 35 yang bersirkulasi di daerah kecamatan Brondong yang merasa sedidkit terganggu kesejahteraan bathiniyahnya adalah sebagai berikut: “Yogo kulo kaleh ten dusun, kulo titipke mbah e. Kulo terkadang sekedik mesakke yogo kulo. Sinau lan tilem bhoten wonten tiang sepah e. padahal yogo kulu niku manja sanget kaleh kulo. Kadang-kadang nek kulo bangsol ten dusun stunggal minggu ten dusun ngoten niku, tros kulo pamet bangsol kerjo ten Brondong, yogo kulo nanges. Tapi ngeh ngertos kulo kerjo ngeteniki kangge kiambak e. ( anak saya dua ada di desa, saya titipkan neneknya. Saya kadang merasa kasihan sama anak saya. Belajar dan tidur tidak ada orang tuanya, pada hal sebenarnya anak saya itu sangat manja sama saya. Terkadang apabila saya pulang kedesa selama seminggu, trus saya balik lagi bekerja di Brondong anak saya menangis, tapi sebenarnya dia mengerti kalau apa yang saya lakukan untuk dia)”.
Sebenarnya migran secara bathiniyah sedikit merasa terganggu dengan pola migrasi yang mereka pilih. Terutama migran yang mengajak istrinya di daerah tujuan. Kondisi tersebut sebenarnya di sadari oleh migran tetapi pada kenyataannya
migran
tidak
memperdulikannya
karena
mereka
lebih
mengutamakan pemenuhan kesejahteraan lahiriyah. Tentang kesejahteraan lahiriyah, salah satu indikator dasar untuk melihat tingkat kesejahteraan lahiriyah masyarakat adalah dengan membandingkan besarnya porsi pendapatan yang dibelanjakan untuk konsumsi pangan dengan porsi pendapatan yang dibelanjakan untuk keperluan non pangan. Masyarakat yang tingkat kesejahteraannya lahiriyah-nya relatif masih rendah akan cenderung membelanjakan sebagaian besar pendapatannya untuk keperluan konsumsi pangan. Sedangkan pada masyarakat yang sudah relatif tinggi tingkat kesejahteraanya cenderung membelanjakan sebagian besar pendapatannya untuk konsumsi non-pangan. Perbandingan antara porsi pendapatan yang dibelanjakan untuk konsumsi pangan dengan konsumsi non pangan lebih dikenal dengan Indeks Good Service Ratio. Sedangkan yang termasuk jenis konsumsi pangan antara lain terdiri dari: padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, kacang-kacangan, buahbuahan, sayur-sayuran, minyak dan lemak, bahan minuman, bumbu-bumbu, makan jadi, makanan dan minuman jadi, minuman beralkohol, tembakau dan sirih. Adapun jenis makanan non pangan terdiri dari: konsumsi untuk keperluan
93
Bab VI. Hasil dan Pembahasan
94
fisik rumah, aneka barang dan jasa, biaya pendidikan, biaya kesehatan, pakaian, alas kaki dan tutup kepala, barang-barang keperluan pesta, pajak dan asuransi serta barang tahan lama. Hasil perhitungan besarnya Indeks Kesejahteraan Masyarakat responden yang ada di dua kecamatan tujuan (Paciran dan Brondong) yang berasal dari empat desa asal adalah sebesar 2,09. Ditinjau dari sudut pandang ekonomi angka Indeks tersebut relatif besar, hal itu menggambarkan bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat migran yang ada di daerah tujuan masih relatif rendah, karena sebagian besar pendapatan yang didapatkan dari hasil bekerja di daerah tujuan sebesar 64,28 persen dibelanjakan untuk keperluan konsumsi pangan dan sisanya sebesar 35,7 persen untuk konsumsi non pangan (lihat Lampiran 4). Walaupun dalam perhitungan GSR menunjukan tingkat kesejahteraan migran di daerah tujuan relatif rendah, karena di daerah tujuan umumnya migran menahan keinginannya untuk membelanjakan pendapatannya selain kebutuhan non makanan. Akan tetapi indikator kesejahteraan lahiriyah lainnya justru terpenuhi di daerah asal, seperti kepemilikan barang/perabot rumahtangga, kondisi bangunan rumah, kepemilikan TV dan VCD dan rata-rata makan telur sehari yang dialami rumahtangga migran di desa asal. Berikut Tabel 35 menunjukkan dengan jelas terjadinya peningkatan kesejahteraan lahiriyah di daerah asal sebelum dan sesudah memutuskan migrasi. Tabel 36 Kesejahteraan lahiriyah rumahtangga migran di daerah asal sebelum dan sesudah memutuskan migrasi, responden 159 orang No 1. 2. 3. 4. 5.
Indikator Berumah Tembok Kepemilikan Barang Elektronik Kepemilikan Mesin Jahit/Perontok Padi Kepemilikan Ternak Frekuensi Makan Telur (lebih dari 30 kali/bulan)
Sebelum
Sesudah
Frekuensi
Persentase
Frekuensi
Persentase
47 35
29,6 22
128 135
80,5 84,9
15
9,4
34
21
31 32
18,5 20,1
51 87
32 54,7
Sumber: Survei Lapangan, 2005
94
Bab VI. Hasil dan Pembahasan
95
Dalam wawancara, menurut penuturan informan kunci bahwa sebagian besar masyarakat yang memutuskan menjadi migran sirkuler umumnya “berhasil”. Ketika ditanyakan lebih lanjut maksud dari kata”berhasil”, informan kunci menyatakan bahwa sebagian besar migran sirkuler mengalami perbaikan dalam hal kondisi fisik rumah dan kebutuhan sehari-hari dibanding sebelum menjadi migran sirkuler. Terjadi perbaikan kondisi fisik rumah dan terpenuhinya kebutuhan primer (sandang, pangan, papan) adalah indikator terjadinya keberhasilan dari segi ekonomi rumahtangga. 6.4.
Dampak Terhadap Pembangunan Ekonomi Desa Asal Diskripsi dampak yang dijelaskan dalam penelitian ini adalah dampak
yang timbul akibat gerak penduduk perdesaan yang memutuskan bersirkulasi di daerah tujuan. Konsentrasi dampak yang dijelaskan adalah pada penggunan remittances oleh rumahtangga migran di daerah asal migran. 6.4.1. Dampak Terhadap Penciptaan Faktor Produktif di Desa Asal Migrasi memang banyak menimbulkan dampak. Sifat dari dampak tersebut dapat positif maupun negatif. Bila ditinjau dari segi perwilyahan, migrasi bisa berdampak bagi daerah pengirim maupun bagi daerah yang dikirimi yaitu daerah tujuan migran. Bagi daerah pengirim atau daerah asal migran, dampak positif yang sering timbul adalah mengalirnya materi balik (remittances) yang dikirim oleh migran dari hasil bekerja di daerah tujuan. Dalam beberapa setudi remittances yang dikirim oleh migran sirkuler digunakan oleh keluarga migran didesa asalnya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari,
pendidikan
anak-anaknya
dan
sisanya
untuk
ditabung.
Pembentukan faktor produksi didesa asal oleh sebagian keluarga migran merupakan bentuk tabungan yang diharapkan dapat diambil hasilnya dimasa yang akan datang, yaitu masa dimana dia sudah tidak menjadi migran. Definisi faktor produktif disini akan dibatasi dalam bentuk modal dan tanah. Modal yang dimaksud yaitu berupa uang, difungsikan sebagai penunjang bagi kehidupan rumahtangga di desa asal. Sebagaimana dalam definisi operasional faktor produktif adalah sesuatu baik berupa modal, tanah dan tenaga kerja yang dapat memberikan hasil atau kesejahteraan bagi rumahtangga di desa asal. Oleh
95
Bab VI. Hasil dan Pembahasan
96
karena desa-desa tempat penelitian adalah merupakan desa yang berbasis pada sektor pertanian (padi dan sawah), sehingga pada umumnya faktor produksi yang sering menjadi prioritas untuk diadakan adalah yang dapat menunjang pendapatan di desa asal, seperti alat-alat pertanian: mesin pengering padi, bajak dan mesin penggiling padi. Pembentukan jenis faktor produktif tersebut lazim berlaku pada masyarakat perdesaan di kabupaten Lamongan. Terdapat investasi yang paling menonjol di dua desa tempat penelitian di kecamatan Pucuk ( desa Pucuk dan desa Kesambi) adalah dibidang pendidikan. Hampir 100 persen responden yang berasal dari dua desa ini mengatakan bahwa remitance digunakan untuk biaya pendidikan anak. Masyarakat di dua desa ini mempunyai perhatian yang relatif tinggi pada bidang pendidikan, bila dibanding desa-desa di kecamatan lain. Terutama di desa Pucuk data bulan Agustus, tahun 2005 menunjukkan bahwa sekitar 80 persen dari 3.095 orang penduduk di desa ini sudah mengenyam pendidikan, angka tersebut sudah termasuk pendidikan pesantren sebesar 47 Orang. Di desa Kesambi, sekitar 15 rumahtangga dari 378 rumahtangga yang mempunyai anggota masih bersekolah, walaupun biaya pendidikan relatif sebagian besar mengandalkan remittances yang dikirim. Kecamatan Sukodadi, faktor produksi sebagai tabungan dari hasil migran (remittances) relatif lebih variatif di banding dua desa di kecamatan Pucuk. Dua desa di kecamatan Sukodadi lebih mengarahkan remittances nya pada penciptaan faktor produksi dibidang perdagangan seperti: Toko bahan makanan pokok, bibit pertaniaan sampai alat-alat elektronik. Data BPS kabupaten Lamongan mencatat bahwa pertumbuhan faktor produksi di dua kecamatan asal (Sukodadi dan Pucuk) khususnya industri non formal kerajinan rumahtangga pertumbuhannya terus meningkat, unit sektor usaha tersebut kebanyakan permodalannya dari remittances migran sirkuler. Kecamatan Sukodadi dan kecamatan Pucuk, jumlah unit usaha non formal/kerajinan rumahtangga pada tahun ke tahun mengalami pertambahan 25 persen, perkembangan terakhir tentang jumlah (faktor produksi) unit usaha industri non formal atau kerajinan rumahtangga yang tercatat tahun 2003 adalah sebesar 2.617 unit, sedangkan di kecamatan pucuk sebesar 357 unit. Angka tersebut adalah 12,7 persen dari jumlah total sektor kerajinan rumahtangga non formal di kabupaten Lamongan pada tahun 2003 (23.505 Unit). Tabel 39 menunjukkan banyaknya unit usaha
96
Bab VI. Hasil dan Pembahasan
97
industri besar/sedang dan kategori perusahaan menurut sumber BPS daerah tahun 2003. Kategori industri non formal kerajinan rumahtangga meliputi: kerajinan tangan olahan hasil pertanian dan anyaman dengan bahan dasar limbah pertanian. Tabel 37 Banyaknya Unit Usaha nonformal/kerajinan tangan rumahtangga di kecamatan asal tahun 2003 dan 2004 Usaha Non-formal Kerajinan Rumahtangga Kecamatan Pucuk Sukodadi Total
2003 357 2.617 2.974
2004 361 2651 3012
Sumber: BPS Kabupaten Lamongan, 2003 dan 2004
Perbedaan penciptaan faktor produksi sebagai investasi dari sebagian remittances yang dikirim oleh migran di desa-desa asal migran memang tergolong sangat ekstrim. Perbedaan tersebut tampak terkait dengan orientasi pribadi masyarakat yang sudah berkembang, penduduk perdesaan di kecamatan Pucuk lebih mengutamakan pada investasi sumberdaya manusia, sedangkan penduduk di desa-desa di kecamatan Sukodadi lebih berorientasi ke penciptaan lapangan kerja baru yang mandiri di desa sebagai aktifitas lanjutan pemenuhan “kebutuhan” keluarga dan penduduk lainnya. Orientasi tersebut juga secara tidak langsung dapat menciptakan lapangan kerja baru/tambahan di luar sektor pertanian. Lapangan kerja baru merupakan wujud investasi dari
remittances
yang berupa usaha non formal baik berupa kerajinan rumahtangga maupun usaha-usaha makanan olahan hasil pertanian terbukti mampu menyerap tenaga kerja lebih banyak, sebesar 5.400 orang. Bila dibandingkan usaha formal, usaha formal katagori sedang dan kecil hanya mampu menyerap tenaga kerja sebayak 22,6 persen (sedang 930 orang dan usaha formal kecil 294 orang, jumlah keseluruhan dari usaha formal 1.224 orang) dari usaha non formal (BPS kabupaten Lamongan, 2003).
97
Bab VI. Hasil dan Pembahasan
98
Tabel 38 Banyaknya tenaga kerja yang diserap oleh usaha non-formal dan formal tahun 2004 di dua kecamatan asal migran Kecamatan Pucuk Sukodadi Total
Usaha Nonformal/Kerajinan Rumatangga (Orang) 712 4.688 5.400
Usaha Formal (Orang) 781 5.843 6.624
Sumber: BPS Kabupaten Lamongan, 2004
Akibat perbedaan orientasi pribadi anggota masyarakat di dua kecamatan tersebut mempengaruhi jumlah penciptaan faktor produksi. Desa-desa di kecamatan Pucuk lebih berorientasi pada investasi sumberdaya manusia, sedangkan desa-desa di kecamatan Sukodadi lebih menggandalkan investasi dibidang penciptaan lapangan kerja baru untuk mengembangkan remittances yang sudah didapat. Lebih lanjut, ramainya aktifitas perekonomian desa di dua kecamatan asal jelas menggambarkan keberhasilan sebagian besar keluarga migran mengelola sekaligus menginvestasikan remittances didesa. Walaupun terjadi perbedaan yang jelas secara kuantitatif antara masyarakat dikecamatan Pucuk dan Sukodadi. Perbedaan tersebut disebabkan adanya orientasi yang berbeda dikalangan masyarakat dua kecamatan asal tersebut. 6.4.2. Dampak Terhadap Keadaan Ekonomi dan Kemakmuran Desa Masuknya pendapatan yang berasal dari luar desa melalui remitances yang dikirim oleh migran sektor informal desa asal menambah jumlah uang yang beredar di desa. Bertambahnya uang yang beredar di masyarakat adalah salah satu keuntungan yang diperoleh masyarakat desa akibat migrasi sirkuler penduduk ke luar desa. Hasil survei lapangan menunjukkan bahwa pendapatan migran dari desa asal kecamatan Pucuk yang dikumpulkan dalam waktu sebulan oleh 100 migran sebesar Rp.122.975.000,- dan pendapatan yang diperoleh migran dari desa asal kecamatan Sukodadi sebesar Rp. 73.555.000,- (lihat Tabel 41), jumlah total pendapatan tersebut setidaknya berdampak pada bertambahnya jumlah uang yang beredar dimasyarakat perdesaan dua kecamatan asal tersebut.
98
Bab VI. Hasil dan Pembahasan
99
Tabel 39 Jumlah migran per kecamatan dan total pendapatan tahun 2005 Kecamatan Pucuk Sukodadi Total
Jumlah Migran (Orang) 100 59 159
Total Pendapatan (Rp) 122.975.000,73.555.000,196.530.000,-
Jumlah Faktor Produksi Nonformal (Unit) 357 3.617 3.974
Sumber: Survei Lapangan, 2005
Besar pendapatan migran berdasarkan jenis pekerjaan yang dijalani di daerah
tujuan
umumnya
relatif
bervariatif.
Data
pembanding
Boxplot
menunjukkan bahwa migran yang berjualan makanan siap saji keliling (Nasi Goreng, Bakso, Mie, Gorengan, Pecel Lele, Soto, Bubur dst) di daerah tujuan yaitu Kelurahan Blimbing umumnya memiliki pendapatan bersih lebih besar dari pada berjualan jenis yang lain, yaitu antara Rp. 950.000,- sampai Rp. 1.700.000,per bulan. Sedangkan pendapatan terendah adalah migran yang bejualan sejenis minuman di daerah kelurahan Brondong ( berpenghasilan Rp. 750.000 – Rp. 960.000,-), hasil pengamatan lapangan menunjukkan bahwa disamping modal usaha yang dikeluarkan oleh migran sedikit, juga banyak persaingan antar sesama migran yang berjualan pada jenis pekerjaan pedagang/pejual minuman. Mengingat daerah lamongan beriklim panas dan daya beli masyarakat daerah tujuan terhadap minuman siap saji sangat tinggi maka kondisi tersebut mendorong banyaknya migran yang berjualan jenis minuman siap saji (Teh Botol, Es keliling, Es Kelapa, dst.). Berikut Gambar 9 menunjukkan Boxplot pendapatan migran berdasarkann pekerjaan yang dijalankan di empat daerah tujuan.
99
Bab VI. Hasil dan Pembahasan100
Boxplot Besar Pendapatan Migran Berdasarkan Pekerjaan di Daerah Tujuan t_tujuan Paciran Blimbing Brondong
2000000
Sedayulawas 1600000
37
A
income
1200000
800000
35 A A
30
j_pkjaan ikan, bumbu dapur, sayur, etc pakaian, mainan, lampu, etc minuman es, tehBotol, minuman lain nasgor,mie pangsit, bakso, soto, pcLele, krupuk,bubur,etc
Migran Sirkuler Di Kabupaten Lamongan
Gambar 11 Boxplot pendapatan migran berdasarkan jenis pekerjaan di daerah tujuan Sedangkan bila dilihat dari gambar boxplot dapat diketahui bahwa ratarata migran mengirim hasil pendapatannya lebih dari 75 persen dari hasil pendapatannya di daerah tujuan. Hanya terdapat 1 orang responden yang mengirim pendapatannya terkecil adalah sebesar Rp. 400.000,-. Persentase terbesar adalah 40 responden yang mengirim pendapatannya sebesar Rp. 900.000,- jumlah uang yang dikirim ke desa asal tersebut adalah mencapai 60 persen dari jumlah total pendapatan yang di dapat dan sisanya untuk dikonsumsi didaerah tujuan. Kondisi yang paling menarik adalah responden yang mengirim remittances sebesar Rp. 1.120.000, sejumlah 4 orang dengan pendapatan sebesar rata-rata Rp. 1.200.000, artinya hanya sebesar Rp. 80.000,- uang yang dikonsumsi didaerah tujuan. Bila dilihat per jumlah individu jumlah pendapatan dengan besarnya remittances yang dikirim, berikut Gambar 10 menunjukkan besarnya materi balik berupa uang yang dikirim migran ke desa asal.
100
Bab VI. Hasil dan Pembahasan101
e
1500000
ee
Kecamatan Asal
e e
e e
e
ee ee ee e e
750000
e
ee e
e
e
e
e
e
e
e
560000
e e
ee
e e e
ee
e
ee
e
Sukodadi
e
e e e
e ee ee e
Pucuk
e
e
e ee
e
ee
e e ee e
1100000
K I R I M A N 400000
ee
eee e
ee e
e
e e
e
e ee
e
e
e
ee e
Pendapatan
570000 850000 1000000 1350000 1575000 1800000 700000 950000 1200000 1450000 1700000 2100000
Gambar 12 Kiriman dan pendapatan migran sirkuler di dua kecamatan, Kabupaten Lamongan Tahun 2005
Besar kiriman migran kedesa asal juga dipengaruhi oleh kondisi perekonomian di daerah tujuan. Karena daerah tujuan yang daya beli masyarakatnya tinggi akan menguntungkan bagi sektor perdagangan di daerah tersebut.
Migran
yang
berjualan
dengan
pembeli
yang
banyak
akan
mendapatkan pendapaan yang tinggi. Dengan pendapatan yang tinggi uang yang dapat dikirim oleh migran kedesa asal juga akan besar. Sedangkan bila dilihat seberapa besar kiriman migran berdasarkan tempat bekerja di daerah tujuan adalah migran yang berasal dari kecamatan Sukodadi yang bekerja di daerah tujuan kelurahan Blimbing kecamatan Paciran, tedpat seorang responden berusia 38 tahun berpendapatan lebih dari Rp. 1.500.000,- perbulan. Tetapi apabila dilihat dari total keseluruhan pendapatan yang relatif merata adalah migran yang bekerja di daerah tujuan Brondong yang berasal dari kecamatan Sukodadi (mengirim pendapatannya sebesar Rp. 600.000,- sampai Rp. 1.100.000,- ke desa asal. Berikut Gambar 11 Boxplot kiriman migran berdasarkan daerah tujuan, yaitu migran yang bekerja di sektor informal
101
Bab VI. Hasil dan Pembahasan102
(pedangan keliling dan kaki lima) di daerah tujuan Kecamatan Brondong dan Kecamatan Paciran. Boxplot KIRIMAN MIGRAN BERDASARKAN DAERAH TUJUAN
1500000
S
A
25
38
as_kec 1=Pucuk 2= Sukodadi
1250000
kiriman
A
44
1000000
750000 A
21 A
500000
Paciran
Blimbing
Brondong
38 35
Sedayulawas
t_tujuan
MIGRAN SIRKULER DI KABUPATEN LAMONGAN
Gambar 13 Boxplot kiriman migran berdasarkan daerah tujuan Penelitian Abustam di desa Caba-Caba dan Tikala, Sulawesi Selatan (dalam Sutarno, 1987) menemukan bahwa remitances dalam bentuk uang yang dikirim para migran kedesa asalnya selain sangat diharapkan oleh keluarganya juga digunakan untuk membayar pajak dan untuk membantu pambangunan desa. Dalam pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner pada migran sektor informal tentang “Jenis materi balik yang biasanya dibawa pulang ke desa asal”, dari 159 responden yang sengaja dipilih terdapat 100 persen migran yang mengirimkan pendapatannya dalam bentuk uang, 25 persen migran mengirimkan remitancesnya disertai barang yang lain, seperti barang elektronik, ikan, makanan serta pakaian. Namun ada hal yang menarik dalam mengetahui berapa besar hasil pendapatan yang digunakan untuk membayar pajak dan atau iuran kas desa
102
Bab VI. Hasil dan Pembahasan103
semisal
pembangunan
jalan
setapak
dan
pengurusan
administrasi
kependudukan. Untuk menjawab pertanyaan tersebut sebagian besar responden merasa kesulitan, kondisi tersebut juga diakui oleh Mantra (1994) dalam menemukan hubungan antara remittances dengan pembangunan ekonomi semisal retribusi untuk pembangunan desa asal sulit untuk dapat diukur dengan statistik, tetapi secara visual tampak dengan nyata. Sehubungan dengan kesulitan dalam mengukur penggunaan pendapatan hasil migrasi di desa asal, pertanyaan “selama satu tahun terakhir, berapa pajak dan atau iuran yang sudah bapak/ibu/sdr bayar di kantor desa asal dengan menggunkan uang hasil migrasi sirkuler?” terdapat 21,4 persen responden tidak menjawab dan 27 orang menggunakan sekitar Rp. 100.000,- untuk membayar Pajak dan iuran di desa asal. Tabel 40 menunjukkan gambaran secara langsung dampak yang dirasakan oleh desa asal dari menggalirnya remittances berupa uang ke desa asal migran. Tabel 40
No.
Banyaknya rupiah untuk pajak dan atau iuran desa dari uang hasil migrasi sirkuler tahun 2005 Jumlah Rupiah
1. Rp.5.000 2. Rp.6.000 3. Rp.9.000 4. Rp.10.000 5. Rp.11.500 6. Rp.12.000 7. Rp.12.500 8. Rp.15.000 9. Rp.16.000 10. Rp.20.000 11. Rp.22.000 12. Rp.24.000 13. Rp.25.000 14. Rp.35.000 15. Rp.34.000 16. Rp.40.000 17. Rp.50.000 18. Rp.75.000 19. Rp.100.000 20. Rp.110.000 21. Rp.120.000 22. 0/Tidak Menjawab Rata-Rata Uang: Rp. 4.729,56 Sumber: Survei Lapangan, Juli 2005
Frekuensi
Persentase
16 1 1 7 1 1 1 5 1 4 1 1 2 6 1 1 25 21 27 1 1 34 N = 159
10 0.6 0.6 4.4 0.6 0.6 0.6 3.1 0.6 2.5 0.6 0.6 1.2 3.7 0.6 0.6 15.7 13.2 16.9 0.6 0.6 21,4 100
103
Bab VI. Hasil dan Pembahasan104
Walaupun jumlah rata-rata relatif sedikit (Rp. 4.729,56), setidaknya, namun besar migran merasakan bahwa pendapatan yang dibawa ke desa asal sangat berarti bagi sumbangan pembangunan baik fisik maupun non fisik di desa. Mereka juga menyimpulkan jika penduduk desa tidak bekerja keluar desa (migrasi sirkuler) maka selain tidak ada tambahan uang yang beredar di desa dan sumbangan/iuran/kelancaran membayar pajak, tidak akan ada sumbangan tambahan pendapatan dan tambahan pengetahuan atau ide-ide baru bagi rumahtangga serta desa asal mereka. Selanjutnya, jika peningkatan pendapatan dan mengalirnya remittances kedesa asal akibat keputusan migrasi sirkuler dapat dipandang sebagai peningkatan kemakmuran desa, maka secara langsung juga dapat disimpulkan bahwa migrasi sirkuler berdampak positif bagi peningkatan keadaan ekonomi dan kemakmuran desa. Walaupun sangat sulit untuk di kuantitatifkan, uang yang digunakan untuk membantu secara langsung ke desa asal, tetapi secara langsung dapat dikatakan sangat membantu bemasukan kas desa. 6.5.
Dampak Terhadap Ketersediaan Tenaga Kerja Pertanian Sebagai suatu ekosistem, desa memiliki asset pendukung yang penting
berupa sumberdaya alam (SDA) dan sumber daya alam (SDM). Dua sumber daya ini saling berinteraksi dan saling berinterdependensi. Penduduk perdesaan akan mampu bertahan hidup secara layak ketika masyarakatnya mampu melihat peluang yang bisa dikembangkan dari dua sumber daya tersebut. Peluang pekerjaan yang banyak terdapat diperdesaan adalah sektor pertanian (mencangkul, membajak, menanam, merambat, dst). Penelitian Hugo (1981) menemukan bahwa gerak penduduk keluar desa mempunyai pengaruh yang relatif kecil terhadap ketersediyaan tenaga kerja pertanian di desa, karena mereka bekerja keluar desa pada musim-musim “senggang”, yaitu selesai musim tanam yang tidak ada kesibukan pekerjaan pertanian (mencangkul, membajak, menanam, merambat, dst) di desa. Pada musim tersebut biasanya penduduk yang bekerja keluar desa akan kembali kedesa asal. Hasil wawancara responden menunjukkan bahwa sebagian besar 135 (85 %) responden mengatakan akan pulang ke desa asal pada musim -musim
104
Bab VI. Hasil dan Pembahasan105
tertentu, sisanya responden mengatakan tidak memastikan akan pulang karena tidak memiliki tanah pertanian yang cukup. Hasil wawancara dengan tokoh kunci desa asal menunjukkan bahwa pada saat mereka mempunyai garapan sawah dan membutuhkan tenaga kerja, pada umumnya mereka tidak mempunyai masalah. Selain penduduk yang bekerja di luar desa kembali kedesa asal, mereka juga banyak dibantu oleh masyarakat desa lain. Dampak masyarakat yang bekerja sebagai migran sirkuler terhadap ketersediaan tenaga kerja pertanian di desa asal tidak mempengaruhi banyak terutama pada masyarakat yang masih memiliki lahan pertanian yang relatif luas. Hal tersebut karena masyarakat yang bekerja keluar desa sebagian besar adalah pekerja musiman. Walaupun mereka pada umumnya mendapatkan pendapatan relatif lebih banyak dari pada bekerja disekor pertanian, sebagian besar mereka tidak terpengaruh. 6.6.
Dampak Terhadap Sumber Daya Manusia dan Pengetahuan Baru Sumber daya manusia merupakan salah satu sumber daya pemegang
peranan yang sangat penting. Dalam kaitan dengan kemajuan suatu desa, potensi sumber daya manusia merupakan penggerak utama dalam pertumbuhan (mecine of growth) untuk kesejahteraan suatu desa. Dalam upaya mengidentifikasi potensi sumberdaya manusia perdesaan, Guharja dkk (1992) mengkategorikan dalam dua ciri yaitu: ciri Personal dan ciri interpersonal. Ciri-ciri
personal
dalam
sumber
daya
manusia
meliputi;
pengetahuan, perasaan, keterampilan tingkat intelegensitas, bakat, minat, status kesehatan dan kepekaan. Sedangkan ciri-ciri interpersonal terdiri atas sesuatu yang terkait dengan keterbukaan atau ketertutupan dalam membentuk kerjasama antar personal untuk pengembangan. Hasil survei lapangan menunjukkan bahwa 89 persen responden memiliki keahlian dan pengetahuan baru setelah memutuskan menjadi migran sirkuler. Pengetahuan baru tersebut diperoleh melaui interaksi atau komunikasi dengan masyarakat dan sesama migran di daerah tujuan. Dengan demikian migrasi sirkuler berdampak positif terhadap peningkatan
sumber daya manusia dan
bertambahnya pengetahuan baru ke desa asal. Walaupun
mereka pergi ke
daerah tujuan dengan niat tidak belajar secara formal. Informan kunci juga
105
Bab VI. Hasil dan Pembahasan106
menjelaskan bahwa migran ketika pulang sering membawa ide-ide baru dalam pemabangunan desa. Hal tersebut tentunya sangat menguntungkan bagi berlangsungnya pembangunan di perdesaan. Walaupun pada saat tertentu aparat desa juga sering mengalami kebingungan dalam mendiskusikan masalah pembangunan di desa, karena masyarakat banyak yang bekerja keluar desa dan pada saat tertentu kembali kedesa asal. 6.7.
Peran Migran Sirkuler dalam Perekonomian Perdesaan dan Pembangunan Wilayah Migran sirkuler adalah suatu bentuk pilihan/strategi penduduk atau
kelompok yang umumnya berasal dari daerah perdesaan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka dan keluarganya. Fenomena migran sirkuler sebenarnya terkait erat dengan lapangan pekerjaan yang tersedia terutama disektor perdesaan (pertanian). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lapangan pekerjaan yang tersedia di perdesaan pada umumnya tidak mampu menopang kebutuhan hidup masyarakat perdesaan. Tidak dapat disangkal bahwa peran migran sirkuler dan pembangunan perekonomian perdesaan mempunyai hubungan yang sangat erat dalam peciptaan pembangunan wilayah yang lebih kondusif melalui pembentukan faktor produktif, pemecahan masalah kemiskinan relatif dan menumbuhkan jiwa kewirausahaan di sebagian masyarakat perdesaan. Melihat cakupan peran migran sirkuler memiliki cakrawala yang sangat luas, sehingga dalam hal ini pembahasan peran hanya dibatasi pada komponen penting ekonomi, yaitu: keterkaitan dalam pembangunan spasial dan ketenagakerjaan di perdesaan. Dari sudut pandang pembangunan, fenomena migran sirkuler jelas berperan terhadap pemecahan pengangguran dan ketenagakerjaan yang terjadi di daerah perdesaan yang menimbulkan adanya interaksi (interaction) dan keterkaitan
dengan
daerah
lain,
terutama
daerah
perkotaan
terdekat.
Inventarisasi dari keterkaitan migran sirkuler dalam pembangunan wilayah tercermin dalam Tabel 41 yang menunjukkan keterkaitan utama dalam pembangunan spasial, diacu dari sumber Rodinelli (1985) diolah dalam penelitian ini berdasarkan hasil survei lapangan.
106
Bab VI. Hasil dan Pembahasan107
Tabel 41 Keterkaitan utama migran sirkuler dalam pembangunan spasial Tipe Keterkaitan Fisik Keterkaitan Ekonomi
Pergerakan Penduduk Pelayanan Umum
Elemen-elemen Jaringan jalan Jaringan transportasi Pola-pola pasar yang terbentuk Arus bahan baku dan barang antara Arus modal, keterkaitan produksi-backward Pola konsumsi dan belanja Arus pendapatan Arus komoditi sektoral dan Interregional “Cross Linkages” Migrasi-temporer/sirkulasi dan permanen Perjalanan kerja Jaringan utilitas Jaringan pendidikan dan pelatihan Sistem diseminasi informasi dan hasil penelitian
Sumber: Rodinelli 1985 diolah, 2006
Tabel 41 sekaligus menunjukkan bahwa ciri utama linkages dicerminkan oleh perpindahan orang dan migrasi, aliran barang, aliran jasa, aliran energi, financial transfer (dapat melalui trade, taxes dan state disbursements), transfer aset (property right dan state investment) dan informasi (Preston, 1975). Sedangkan Keterkaitan ekonomi memberi gambaran adanya hubungan ekonomi yang terjalin antara rumahtangga migran sirkuler di daerah tujuan ke rumahtangga di desa asal. Hubungan ekonomi yang kemudian diwujudkan dalam bentuk aliran regional dalam bentuk remittances (uang). Keterkaitan yang terwujud dalam bentuk uang dan spasial apabila dikelola secara baik akan menumbuhkan faktor produktif yang menunjang ekonomi secara harmoni. Gambar 14 menggambarkan aliran yang harmoni antara space yang dibangun oleh rumahtangga migran sirkuler di desa asal dan dearah tujuan dengan remittances yang dihasilkan jika dikelola secara baik.
107
Bab VI. Hasil dan Pembahasan108
Barang-barang dan ide-ide baru
Peluang ekonomi global
pembayaran komoditas perdesaan
Rumahtangga di daerah tujuan
Rumahtangga di Desa asal Interaksi ekonomi Lokal perdesaan
Interaksi ekonomi moderen
Tenaga kerja produktif Upah Penciptaan Faktor produktif dan tabungan
Sektor Keuangan Lokal
Keuangan Pemerintahan Daerah
Gambar 14 Aliran harmoni antara spasial dan kegiatan ekonomi perdesaan yang dihasilan oleh migran sirkuler perdesaan Peran migrasi sirkuler yang di temukan dalam studi ini misalnya. Ditemukan sebesar 75 persen lebih pendapatan migran sirkuler untuk dikirim dan di investasikan di desa asal. Belum termasuk bentuk kiriman yang lainnya, jelas kondisi tersebut menunjukkan adanya keterkaitan dari segi ekonomi dan spasial masyarakat perdesaan contoh kasus perdesaan di Kabupaten Lamongan. Kondisi tersebut apabila di kelola dengan baik akan menhasilkan sebagaimana yang tercermin dalam Gambar 14. Fenomena migrasi sirkuler adalah bentuk respon yang rasional dari masyarakat karena adanya perbedaan ekspektasi meningkatkan kesejahteraan dirinya. Pembangunan bias perkotaan secara sistematis telah mengkondisikan mental para perencana sehingga tidak memungkinkan mereka memahami isu-isu dasar perdesaan akibat adanya: (1) insentif berkarir yang lebih baik di perkotaan, (2) rendahnya apresiasi atas peranan pertanian secara ekonomi, (3) kecenderungan
berkunjung
secara
singkat
ke
perdesaan
karena
ketidaknyamanan, (4) menghindari kunjungan saat-saat situasi terburuk, dan (5) keengganan mempertanyakan masalah-masalah kemiskinan dan kesulitan pada elit-elit desa saat berdiplomasi, dan lain-lain. Akibatnya sebagian besar perencana pada umumnya tidak dapat memahami permasalahan perdesaan secara komprehensif dan mendalam, sehingga akhirnya cenderung memandang
108
Bab VI. Hasil dan Pembahasan109
strategi urbanisasi (migrasi sirkuler) sebagai strategi pembangunan wilayah yang utama. Wilayah yang memiliki perencanaan kawasan perdesaan yang sudah tertata (rural planning) dan berimbang dengan kawasan lainnya akan cenderung tidak mengalami kasus urbanisasi yang serius. Pertanyaan kunci berikutnya adalah bagaimana kebijakan yang seharusnya diberikan oleh penentu kebijakan dan para ahli pembangunan untuk mengatasi kesenjangan dan perbaikan pembangunan antar wilayah pedesaan dan perkotaan di Kabupaten Lamongan. Sementara para ahli pembangunan sudah sepakat bahwa hanya pertumbuhan kota-kota kecil di kawasan periphery (hinterland) atau di kawasan perdesaanlah yang dapat menandingi kecenderungan aglomerasi yang berlebihan ke kotakota. Dengan demikian jalan tengah dalam pemecahan permasalah urbanisasi (migrasi sirkuler) adalah bagaimana agar mampu mencegah ketiadaan atau tidak berkembangnya (stagnasi) kota-kota skala kecil dan sedang serta tidak berkembangnya unsur-unsur urbanism positif di perdesaan pada akhirnya menyebabkan penyebaran pertumbuhan (spread effect) dari kota-kota utama cenderung hanya terperangkap secara lokal (local capture), dan daerah perdesaan akan kosong (fenomena kue Donat). Douglass dalam Rustiadi (2006) mengilustrasikan hubungan keterkaitan perkotaan dan perdesaan yang berkualitas jika terjadi keseimbangan antara ekonomi Global, pemerintahan nasional dan masyarakat perdesaan sebagai objek
pertama
dalam
keterkaitannya
dengan
perkotaan
dan
masalah
ketenagakerjaan, Gambar 15 menunjukkan Siklus pembangunan wilayah dan keterkaitan desa-kota berkualitas (Virtous Cycle menurut Douglass,1998)
109
Bab VI. Hasil dan Pembahasan110
. A
B
Ekonomi Internasional harga komoditas di pasar internasional yang stabil dan menguntungkan: lokalisasi dan Diversifikasi investasi asing Pemerintahan Nasional Kondisi infrastruktur dan layanan dasar/pendukung yang cukup dan memadai; Dukungan organisasi dan sistem insentif dari pemerintah daerah
C
D
Masyarakat Perdesaan
2
Kesempatan kerja prime dan non primer
3 Permintaan input dan sarana produksi
Pemrosesan dan pengolahan
4
Pertumbuhan perdesaan
1
Investasi Dasar/ Sektor Unggulan
Peningkatan pendapatan Rumah Tangga
E
Kota
5
6
P e r t u m b u h a n pusapusat untuk belanja konsumen 7
Pertumbuhan pasar input dan pelayanan produsen 8
F Pemulihan sumberdaya dasar/lingkungan/ ekologi
G Diversifikasi ekonomi/ peningkatan produktifitas
Perluasan pasar ekspor regional
Pertumbuhan perkotaan
Peningkatan jasa pelayanan kesehatan kesejahteraan dan rekreasi
H Perluasan basis peningkatan pendapatan dan kesejahteraan
Gambar 15 Siklus pembangunan wilayah dan keterkaitan desa-kota berkualitas (Virtous Cycle menurut Douglass,1998) Perlu kebijakan nasional yang tepat untuk merumuskan masalah urbanisasi yang kemudian diikuti dengan pemahaman yang baik tentang struktur hubungan (keterkaitan dan sistem aliran sumberdaya) perdesaan ke perkotaan. Dengan demikian masalah migrasi internal yang membawa dampak negatif akan teratasi dan menimbulkan pertumbuhan yang seimbang antara perdesaan dan perkotaan.
110
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1.
Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa:
1.
Faktor utama yang menyebabkan migrasi sirkuler penduduk pedesaan adalah faktor ekonomi antara lain: rendahnya upah yang mengarah ke rendahnya pendapatan rumahtangga sektor pertanian, tanggungan anggota keluarga, kecilnya kepemilikan lahan pertanian, mudahnya informasi tentang pekerjaan di daerah tujuan, berkembangnya sarana transpotasi dan orientasi pribadi memperoleh pengetahuan baru.
2.
Karakteristik dan kondisi sosial ekonomi migran sirkuler di dua kecamatan daerah penelitian (Brondong dan Paciran) adalah migran sirkuler yang didominasi oleh laki-laki 76,7 persen, dengan struktur penduduk usia dewasa-muda/produktif (21 –35 Tahun) sebesar 59 persen lebih dan tanggungan anggota rumahtangga rata-rata sebesar 3 – 4 orang sebesar 62,89 persen. Latar belakang responden 100 persen rumahtangga petani.
3.
Distribusi pendapatan migran sirkuler sebelum bermigrasi menunjukkan ketimpangan yang relatif sedang (IG sebesar 0,33), sedangkan distribusi pendapatan setelah migrasi menjadi lebih baik dengan IG sebesar 0,15. Hal ini karena keuletan dan kerja keras migran di daerah tujuan.
4.
Walaupun tingkat pendapatan selama menjadi migran sirkuler mengalami kenaikan, namun indikator kesejahteraan dipandang dari sisi ekonomi relatif rendah, yang ditunjukkan oleh besarnya koefesien IGSR sebesar 2,98. Sebagian besar pendapatan digunakan untuk konsumsi pangan.
5.
Migran yang berjualan makanan siap saji (Nasi Goreng, Bakso, Soto, Mie Pangsit, Gorengan, Pecel Lele, Sate, dst) diketahui berpendapatan lebih tinggi (Rp 950.000,- sampai Rp. 1.700.000,-) dari pada migran yang berjualan jenis yang lain.
Bab VII. Kes impulan dan Saran
6.
112
Daerah tujuan yang menghasilkan pendapatan tertinggi bagi migran sirkuler adalah daerah Kecamatan Paciran (kelurahan Blimbing) sebesar Rp 1.700.000,- dan Rp. 990.000,-, sedangkan pendapatan rata-rata diperoleh migran di daerah tujuan keluarahan Brondong yaitu sebesar Rp. 750.000,- sampai Rp. 960.000,- per bulan di daerah tujuan. Pendapatan yang dikirim migran kedesa asal berkisar antara 75 persen sampai 85 persen dari pendapatan yang diperoleh di daerah tujuan. Mengalirnya remittances ke desa asal dalam bentuk uang dan dalam bentuk yang lainnya (32%) berupa: pakaian, makanan dan barang-barang kebutuhan rumahtangga.
7.
Penggunaan remittances dalam bentuk uang selain digunakan untuk pembangunan fisik rumah juga digunakan untuk biaya pendidikan anak (banyak ditemukan di desa-desa kecamatan Pucuk) dan pembentukan faktor produktif semisal: toko kelontong, mesin jahit, bajak dan alat perontok padi.
8.
Dampak terhadap ketersediaan tenaga kerja pertanian tidak berpengaruh kuat, karena pada umumnya migran yang bekerja keluar desa secara sepontan akan kembali ke desa asal pada saat musim tanam berlangsung. Walaupun untuk satu atau dua miggu kemudian bekerja kembali ke daerah tujuan.
9.
Migrasi sirkuler berdampak pada peningkatan pengetahuan baru atau keahlian bagi mutu sumber daya manusia perdesaan di Kabupaten Lamongan.
10. Penggunaan remittances berpengaruh terhadap kelancaran pembayaran pajak atau iuran di desa asal.
7.2. 1.
Saran Pemerintah daerah agar memberikan kontribusi sumber daya kepada daerah-daerah pengirim migran yang utama, hal itu bertujuan untuk mengembangkan
perekonomian
daerah
dan
kegiatan
penciptaan
lapangan kerja. Langkah penting lain adalah dengan memfokuskan
Bab VII. Kes impulan dan Saran
113
pembangunan perdesaan yang berbasis pada sektor pertanian dengan lebih memperluas cakupan ekonomi produktif petani yang bukan hanya terbatas pada usaha on-farm melainkan juga lebih mendorong pada usaha-usaha off-farm, (hulu dan hilir), sehingga dapat memberikan tambahan dan alternatif pendapatan bagi masyarakat perdesaan. Dengan demikian, migrasi keluar dapat lebih terkendali. 2.
Perlu regulasi kebijakan sektor pembangunan, misalnya dengan penciptaan faktor produktif padat modal, melalui pemberian pendanaan dan fasilitasi perbankan sektor pertanian. Kebijakan tersebut tentunya dengan tidak memandang struktur penguasaan tanah bagi masyarakat perdesaan. Selain itu, pemerintah daerah juga perlu menguatkan Capacity
building/pendidikan
dan
pelatihan
tentang
pemanfaatan
sumberdaya perdesaan kepada masyarakat desa, sehingga dapat menumbuhkan pengetahuan (skill)
baru
yang
akan memberikan
tambahan pendapatan/peningkatan kesejahteraan masyarakat di desa asal. 3.
Daerah tujuan perlu kerjasama aktif baik antar pemerintah daerah asal maupun dengan lembaga sosial dalam hal pemahaman/pengetahuan akan pentingnya kesehatan dan kebesihan lingkungan di daerah tujuan. Kondisi tersebut dapat menekan pada optimalisasi tingkat produktivitas migran di daerah tujuan, mengurangi jumlah kiriman ke daerah tujuan dan meluasnya pemukiman kumuh (slum area) di daerah tujuan, serta perlu penguatan elemen sosial bagi daerah tujuan, agar arus imigrasi dapat terseleksi dan tidak mengganggu struktur pembangunan daerah tujuan yang mengarah pada pengangguran perkotaan atau pengangguran terselubung, misalnya dengan memperkuat kelembagaan daerah tujuan.
4.
Bagi dunia ilmiah, diyakini hasil penelitian ini telah menambah bukti-bukti tentang pentingnya migrasi sirkuler di Indonesia sebagaimana terjadi di Kabupaten Lamongan. Namun, berbagai aspek migrasi sirkuler serta dampaknya perlu upaya-upaya pemahaman lebih lanjut, diantaranya perlu penelitian lanjutan tentang dampak curahan kerja migran sirkuler di daerah tujuan.
118
Lampiran 1: Karakteristik Responden Sektor Informal di Kecamatan Brondong dan Kecamatan Paciran Tahun 2005 No
1 2
Jk Umur Pen Jenis Usaha (Thun) didik an 2 21 3 PecelLele+ 2 36 3 Jamu+
Status L_Usa Pendpt/bln Pendpt/bln T_Pond D_ Tg_ Jarak ha /SbMigrasi /StMigrasi okan Asal ArtDAsal (RP) (RP) (Orang) Kawin 2 600000 1650000 1B 5 2 2 Kawin 1 300000 1575000 1B 3 3 2
Kec. Asal
3
1
51
2
Ikan
Kawin
3
600000
1350000
1B
3
3
3
1
4
1
51
1
Baso
Kawin
3
600000
900000
1B
3
4
3
1
5
2
35
3
Dagang
Kawin
3
300000
750000
1B
2
3
3
2
6
1
50
2
AyamGorng
Kawin
4
300000
1500000
1B
3
4
2
1
7
1
27
3
Tahu
Kawin
3
300000
1050000
1B
3
3
3
1
8
2
50
2
Dagang
Kawin
3
600000
990000
1B
2
3
3
2
9
1
51
2
Soto+
Kawin
3
600000
2250000
1B
3
4
3
1
10
1
26
3
Ikan
Kawin
4
300000
1750000
1B
3
3
2
1
11
1
30
2
Soto
kawin
3
300000
1700000
1B
3
4
3
1
12
1
27
3
Es
Kawin
3
300000
925000
1B
3
3
3
1
13
1
27
3
Bubor+
Kawin
3
600000
1700000
1B
3
3
3
1
14
1
50
3
The&Kopi
Kawin
1
600000
975000
1B
2
4
2
2
15
2
25
3
Sate
Kawin
3
300000
1390000
1B
3
3
3
1
16
1
25
3
Cireng
Kawin
3
300000
1550000
1B
1
4
3
2
17
1
41
1
Ikan
Kawin
3
600000
1200000
1B
4
4
3
1
18
2
35
2
Ikan+
Kawin
3
300000
1770000
1B
2
3
3
2
19
1
29
2
AyamGorg+
Kawin
3
300000
1800000
1B
2
4
3
2
20
1
40
3
Kain
Kawin
3
300000
1550000
1B
2
4
2
2
21
1
50
1
Lampu
Kawin
3
300000
900000
1B
2
6
3
2
22
1
45
2
Bakso
kawin
3
300000
1500000
1B
4
6
3
1
23
1
48
2
Bakso+
Kawin
2
300000
1890000
1B
4
3
3
1
24
1
39
2
Ikan
Kawin
3
300000
1500000
1B
2
3
2
2
25
1
45
2
Nasgor+
Kawin
3
300000
1700000
1B
4
6
3
1
26
2
38
2
Bubur+
Kawin
3
300000
1600000
1B
2
3
3
2
27
2
30
3
Krupuk
Kawin
3
600000
900000
1B
2
2
3
2
28
1
39
3
Es
Kawin
3
300000
570000
1B
1
3
2
2
29
2
48
2
Nasi
Kawin
3
390000
1300000
1B
1
2
3
2
30
1
45
1
Es
Kawin
3
450000
1200000
1B
3
6
3
1
31
2
44
1
Nasibungkus+ Kawin
3
360000
1500000
1B
3
3
3
1
32
1
28
3
MieAyam
Kawin
1
420000
1400000
1B
4
4
2
1
33
1
27
2
Baso
kawin
3
690000
1200000
1B
3
3
3
1
34
2
30
3
Jajanan+
Kawin
3
300000
1700000
1B
3
4
3
1
35
1
31
2
AyamGoreng2 Kawin
3
645000
2100000
1B
3
3
3
1
36
1
33
2
AyamGoreng
Kawin
3
360000
1100000
1B
3
3
3
1
37
1
28
3
Pecel lele
Kawin
3
300000
975000
1B
3
4
3
1
38
1
27
3
Bakso
Kawin
3
300000
850000
1B
3
3
2
1
39
1
27
3
AyamGoreng
Kawin
3
300000
1300000
1B
3
3
3
1
40
1
26
3
Bakso
Kawin
3
630000
1300000
1B
3
4
3
1
41
1
24
4
TehBotol
Kawin
1
690000
1250000
1B
3
4
3
1
42
1
25
4
AyamGoreng+ Kawin
3
660000
1700000
1B
3
3
2
1
43
2
34
2
Bakso+
Kawin
3
510000
1850000
1B
3
3
3
1
44
1
28
3
EsKliling+
kawin
3
600000
1500000
1B
3
2
3
1
45
1
31
2
Bakso
Kawin
3
600000
950000
1B
3
2
3
1
1 1
119
46
1
33
2
AyamGoreng+ Kawin
3
600000
1200000
1B
3
2
2
1
47
1
34
2
AyamGoreng
Kawin
3
210000
800000
1B
3
2
3
1
48
2
45
1
Bakso
Kawin
3
240000
900000
1B
3
6
3
1
49
1
31
2
Bakso
Kawin
3
285000
800000
1B
3
4
3
1
50
1
47
1
AyamGoreng
Kawin
4
570000
1000000
1B
3
4
2
1
51
1
48
1
AyamGoreng
Kawin
3
255000
1300000
1B
3
5
3
1
52
2
33
2
Tehbotol
Kawin
3
270000
900000
1B
3
4
3
1
53
2
32
2
AyamGoreng
Kawin
3
750000
1200000
1B
3
4
3
1
54
1
32
3
AyamGoreng
Kawin
3
255000
1200000
1B
4
3
2
1
55
1
27
4
Bakso
kawin
3
600000
1300000
1B
4
2
3
1
56
1
29
2
AyamGoreng+ Kawin
3
285000
1550000
1B
3
2
3
1
57
1
27
2
PecelLele
Kawin
3
255000
900000
1B
3
4
3
1
58
2
41
2
AyamGoreng+ Kawin
3
300000
1800000
1B
4
4
2
1
59
1
40
2
Bakso
Kawin
1
300000
1400000
1B
3
4
3
1
60
1
30
3
AyamGoreng
Kawin
3
600000
1400000
1B
3
2
3
1
61
1
32
3
TehBotl
Kawin
3
600000
1500000
1B
3
4
3
1
62
1
29
2
AyamGoreng+ Kawin
3
300000
1700000
1B
3
4
3
1
63
1
23
4
GorengTahu
Kawin
3
300000
1800000
1B
4
3
3
1
64
2
25
3
Dagang+
Kawin
3
300000
1800000
1A
4
3
3
1
65
1
25
3
Es-Bakso
Kawin
4
570000
950000
1A
2
3
2
2
66
1
41
1
Mie
kawin
3
255000
1000000
1A
4
4
3
1
67
2
35
2
Sayurdpr
Kawin
3
420000
1000000
1A
1
3
3
2
68
1
29
2
Bakso
Kawin
3
300000
1000000
1A
1
4
3
2
69
1
40
3
Nasgor
Kawin
2
300000
1000000
1A
1
4
0
2
70
2
21
3
MieBumbu
Kawin
2
600000
1000000
1A
3
2
2
1
71
1
34
3
Ikan Klilling
Kawin
4
300000
1000000
1A
3
3
2
1
72
1
40
3
Krupuk
Kawin
3
300000
1400000
1A
1
4
3
2
73
1
35
2
Nasgor
Kawin
3
300000
1050000
1A
1
3
3
2
74
1
50
2
Soto
Kawin
3
600000
1200000
1A
1
2
3
2
75
1
40
3
Sate
Kawin
4
600000
1100000
1A
1
4
2
2
76
1
32
2
Nasgor
Kawin
3
600000
1200000
1A
3
3
3
1
77
1
33
2
Alatrmh
kawin
3
600000
1200000
1A
5
4
3
1
78
1
29
3
RujkKliling
Kawin
3
525000
1400000
1A
4
3
3
1
79
1
44
3
Bakso
Kawin
4
285000
1400000
1A
4
5
2
1
80
1
29
4
Bakso
Kawin
3
600000
1050000
1A
3
3
3
1
81
1
43
3
MiePangsit
Kawin
3
600000
950000
1A
2
2
3
2
82
2
37
2
Nasbung
Kawin
3
600000
750000
1A
2
2
3
2
83
1
51
2
Soto
Kawin
2
600000
1300000
1A
2
2
2
2
84
1
47
2
Sate
Kawin
3
465000
1200000
1A
1
3
3
2
85
2
27
3
Mainan
Kawin
3
600000
1200000
1A
1
2
3
2
86
2
30
3
Mainan
Kawin
3
600000
1200000
1A
2
4
3
2
87
1
33
3
Putu
Kawin
3
600000
1200000
1A
1
3
3
2
88
1
42
2
Bakwan
kawin
3
600000
700000
1A
1
2
3
2
89
1
44
1
Bakso
Kawin
2
600000
850000
1A
2
2
2
2
90
1
30
3
Bakso
Kawin
3
300000
900000
1A
2
3
3
2
91
1
37
3
Mie
Kawin
3
600000
1600000
1A
3
3
3
1
92
1
23
4
Molem
Kawin
3
300000
1200000
1A
2
3
3
2
93
1
26
4
Bakso
Kawin
4
300000
1400000
1A
2
4
2
2
94
1
39
4
Mie
Kawin
3
540000
1400000
1A
4
2
3
1
95
1
35
3
Tahu Tek
Kawin
2
300000
1400000
1A
4
2
3
1
120
96
1
30
4
Nasgor
Kawin
3
600000
1450000
1A
3
2
2
1
97
1
46
2
Nasikuning
Kawin
3
300000
1400000
1A
2
6
3
2
98
2
21
3
Jajanan
Kawin
2
300000
1400000
1A
2
4
2
2
99
1
39
4
Bakso
kawin
3
300000
1400000
1A
2
2
3
2
100
1
35
3
Bakso
Kawin
2
300000
1400000
1A
3
2
3
1
101
1
30
4
Bakso
Kawin
3
300000
1400000
1A
3
2
2
1
102
1
46
4
Bakso
Kawin
3
300000
1400000
1A
3
6
3
1
103
1
35
3
Bakso
Kawin
2
291000
900000
1A
3
4
3
1
104
1
35
3
Mie
Kawin
3
450000
700000
1A
3
2
3
1
105
1
30
3
Mie
Kawin
2
300000
670000
1A
3
2
3
1
106
1
41
1
Bakso
Kawin
3
300000
900000
1A
2
2
2
2
107
1
38
3
EsGrim
Kawin
3
300000
900000
1A
3
6
3
1
108
1
35
3
TheBotol
Kawin
2
390000
1200000
1A
3
4
2
1
109
1
39
3
Soto
Kawin
3
300000
1200000
1A
1
3
3
2
110
1
45
3
Soto
kawin
3
450000
1200000
1A
4
2
2
1
111
2
44
3
Bakso
Kawin
3
300000
1200000
1A
2
2
3
2
112
1
34
2
Bakso
Kawin
1
450000
1400000
1A
3
3
3
1
113
1
29
4
Nasgor
Kawin
3
450000
1400000
1A
1
2
3
2
114
2
30
3
Nasgor
Kawin
3
600000
1400000
1A
3
2
2
1
115
1
43
2
Sate
Kawin
3
300000
1400000
1A
2
2
3
2
116
1
29
4
Bakso
Kawin
2
300000
1400000
1A
3
2
3
1
117
1
37
3
Bakso
Kawin
3
225000
1200000
1A
3
6
3
1
118
2
40
4
Bakso
Kawin
3
390000
1200000
1B
3
2
3
1
119
1
35
3
Bakso
Kawin
3
300000
650000
1B
3
2
3
1
120
1
32
3
Bakso
Kawin
1
300000
1400000
1B
4
2
2
1
121
1
33
3
Mie
kawin
3
300000
900000
1B
3
6
3
1
122
1
34
2
Esgrim
Kawin
3
150000
900000
1B
3
4
3
1
123
1
29
3
Nasgor
Kawin
3
330000
900000
1B
2
2
3
2
124
1
36
3
Sate
Kawin
3
300000
900000
1B
3
3
3
1
125
1
37
2
Nasgor
Kawin
3
210000
900000
1B
2
4
2
2
126
1
38
2
Bakso
Kawin
3
450000
900000
1B
2
5
3
2
127
1
45
2
Bakso
Kawin
3
450000
900000
1B
3
3
3
1
128
1
40
2
Bakso
Kawin
3
300000
750000
1B
3
3
3
1
129
1
44
2
Sateayam
Kawin
1
300000
1400000
1B
3
3
3
1
130
2
45
2
MrtbakDaging
Kawin
3
300000
1300000
1B
3
2
2
1
131
2
34
3
Bakso
Kawin
3
300000
900000
1B
3
4
3
1
132
1
38
3
Sate
kawin
3
450000
750000
1B
3
3
2
1
133
1
29
3
Pecel
Kawin
3
390000
900000
1B
4
2
3
1
134
1
27
3
Es-The
Kawin
3
300000
750000
1B
4
3
3
1
135
2
38
2
Bakso
Kawin
3
300000
1300000
1B
3
4
3
1
136
1
33
3
Nasgor
Kawin
3
600000
900000
1B
3
3
3
1
137
1
32
3
Nasgor
Kawin
3
300000
750000
1B
2
2
3
2
138
2
31
3
Sate+EsDgan
Kawin
1
300000
1400000
1B
2
4
2
2
139
1
30
3
Jajanan
Kawin
3
300000
1300000
1B
3
3
3
1
140
1
36
4
Bakso
Kawin
3
300000
1300000
1B
2
4
3
2
141
1
35
3
Nasgor
Kawin
3
300000
900000
1B
2
3
3
2
142
1
44
2
Bakso
Kawin
4
300000
1300000
1B
3
5
2
1
143
1
28
3
Mieayam
kawin
2
300000
1300000
1B
3
3
3
1
144
1
25
3
AyanGor
Kawin
3
300000
1250000
1B
1
1
3
2
145
1
34
4
Bakso
Kawin
3
300000
1200000
1B
1
4
3
2
121
146
1
23
3
PecelLele
Kawin
3
300000
750000
1B
1
3
2
2
147
1
29
3
Mieayam
Kawin
1
300000
1400000
1B
2
3
3
2
148
1
48
3
Bakso
Kawin
3
300000
1300000
1B
2
5
3
2
149
1
46
3
Bakso
Kawin
3
300000
1200000
1B
2
5
3
2
150
2
34
3
Bakso
Kawin
3
300000
1200000
1B
3
4
2
1
151
1
28
3
Molem
Kawin
1
300000
1200000
1B
3
4
3
1
152
2
29
4
Pangsit+TBotl Kawin
3
300000
1700000
1B
3
4
3
1
153
1
23
4
Putu-Martabak Kawin
3
330000
1750000
1B
3
3
3
1
154
2
33
4
Bakso
kawin
3
420000
1200000
1B
2
5
3
2
155
2
44
3
Pakaian
Kawin
3
450000
1400000
1B
3
4
3
1
156
2
42
2
Jajanan
Kawin
3
300000
1400000
1B
2
3
2
2
157
2
33
3
Jajanan
Kawin
3
600000
1400000
1B
1
3
3
2
158
2
33
3
Nasgo+ES
Kawin
3
300000
1400000
1B
1
3
2
2
159
1
34
3
Bakso
Kawin
3
300000
1400000
1B
1
2
2
2
Keterangan Kode: 1. JK (Jenis Kelamin; 1 = Laki-laki, 2 = Perempuan). 2. Pendidikan ( 1=Tidak Tamat SD, 2=SD/Setara, 3=SLTP, 4=SLTA&Diploma I/II, 5=S1/DIV/Lebih). 3. Jenis Usaha Bertanda +, dilakukan 24 jam, Suami-Istri ikut berdagang. 4. L_Usaha (Lama Usaha; 1=kurang dari 1 bulan, 2=antara 1-6 bulan, 3=Setahun Lebih, 4=Lebih dari 2 tahun). 5. T_Pondokan (Tempat Pemondokan; 1A= Kecamatan Brondong, 1B=Kecamatan Paciran). 6. D_asa (Desa Asal: 1= desa siwalanrejo, 2= desa sumberagung, 3= Desa Pucuk, 4= Desa Kesambi, 5= Desa Waru Kulon). 7. Tg_ ArtDAsal(Tanggungan Anggota Rumahtangga di Desa Asal). 8. Jarak(Jarang dari Daerah Asal ke Pemondokan; 1 < dari 10 Km, 2= 10-15 Km, 3= > dari 16 Km ). 9. Kec.Asal(Kecamatan Asal; 1=Pucuk, 2 = Sukodadi).
122
Lampiran 2 : Presentase Kumulatif Pendapatan Migran Sektor Informal Sesudah Migrasi Tahun 2005 No. Pendapatan Sesudah Migrasi (Rp) (1) (2)
f
(3)
Kumul Kumulatif %Kumulatif atif Pendapatan Pendapatan Freku (Rp) ensi (4) (5) (6)
Peluang
F j+F (j-1)
Pj { F j + F (j-1)}
(7)
(8)
(7*8)
1
570000
1
1
570000
0.291843736
0.0062893
0.291843738 1.8355E-05
2
650000
1
2
1220000
0.624647995
0.0062893
0.916491731 5.7641E-05
3
670000
1
3
1890000
0.967692386
0.0062893
1.592340382 0.000100147
4
700000
2
5
1970000
1.008652911
0.0125786
1.976345297 0.000248597
5
750000
7
12
7220000
3.696687318
0.0440252
4.705340228 0.002071533
6
850000
2
14
8920000
4.567098459
0.0125786
8.263785776 0.00103947
7
850000
2
16
10620000
5.4375096
0.0125786
10.00460806 0.001258441
8
900000
21
37
29520000
15.11443346
0.1320755
20.55194306 0.027144076
9
925000
1
38
30445000
15.58803953
0.0062893
30.70247299 0.001930973
10
950000
3
41
33295000
17.0472582
0.0188679
32.63529773 0.006157603
11
975000
2
43
35245000
18.04567098
0.0125786
35.09292919 0.004414205
12
990000
1
44
36235000
18.55255747
0.0062893
36.59822846 0.002301775
13
1000000
7
51
43235000
22.13660335
0.0440252
40.68916082 0.017913467
14
1050000
3
54
46385000
23.74942399
0.0188679
45.88602734 0.008657741
15
1100000
2
56
48585000
24.87583841
0.0125786
48.6252624 0.006116385
16
1200000
25
81
78585000
40.23603502
0.1572327
65.11187343 0.102377159
17
1250000
2
83
81085000
41.51605141
0.0125786
81.75208643 0.010283281
18
1300000
13
96
97985000
50.16896216
0.081761
91.68501357 0.07496259
19
1350000
1
97
99335000
50.86017101
0.0062893
101.0291332 0.006354034
20
1390000
1
98
100725000
51.57186012
0.0062893
102.4320311 0.006442266
21
1400000
29
127
141325000
72.3593262
0.1823899
123.9311863 0.226038013
22
1450000
1
128
142775000
73.1017357
0.0062893
145.4610619 0.009148494
23
1500000
6
134
151775000
77.70979469
0.0377358
150.8115304 0.056910011
24
1550000
3
137
156425000
80.09062516
0.0188679
157.8004198 0.029773664
25
1575000
1
138
158000000
80.89703548
0.0062893
160.9876606 0.01012501
26
1600000
2
140
161200000
82.53545645
0.0125786
163.4324919 0.020557546
27
1650000
1
141
162850000
83.38026727
0.0062893
165.9157237 0.010434951
28
1700000
7
148
174750000
89.47314526
0.0440252
172.8534125 0.076098987
29
1750000
2
150
178250000
91.26516819
0.0125786
180.7383135 0.022734379
30
1770000
1
151
180020000
92.17141979
0.0062893
183.436588 0.011536892
31
1800000
4
155
187220000
95.85786698
0.0251572
188.0292868 0.047302965
32
1850000
1
156
189070000
96.80507911
0.0062893
192.6629461 0.012117166
33
1890000
1
157
190960000
97.77277149
0.0062893
194.5778506 0.012237601
34
2100000
1
158
193060000
98.84798525
0.0062893
196.6207567 0.012366085
35
2250000
1
159
195310000
100
0.0062893
198.8479853 0.012506163
IG = 1 - 0,8497= 0,1503
0.849737669
123
Lampiran 3: Presentase Kumulatif Pendapatan Migran Sektor Informal Sebelum Migrasi Tahun 2005 No.
a
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Pendapatan Sebelum Migrasi (Rp) b
150000 210000 225000 240000 255000 270000 285000 291000 300000 330000 360000 390000 420000 450000 465000 510000 525000 540000 570000 600000 630000 645000 660000 690000 750000
f
Kumulatif Kum.Penda % Peluang Frekuensi patan Kum.Pendapa tan
Øj+Ø(j-1)
Pj(Øj+Ø(j-1))
c
d
e
f
g
h
g*h
1 2 1 1 4 1 3 1 79 2 2 4 3 9 1 1 1 1 2 34 1 1 1 2 1
1 3 4 5 9 10 13 14 93 95 97 101 104 113 114 115 116 117 119 153 154 155 156 158 159
150000 360000 585000 825000 1080000 1350000 1635000 1926000 2226000 2556000 2916000 3306000 3726000 4176000 4641000 5151000 5676000 6216000 6786000 7386000 8016000 8661000 9321000 10011000 10761000
1.393922 3.345414 5.436298 7.666574 10.03624 12.5453 15.19376 17.89796 20.68581 23.75244 27.09785 30.72205 34.62503 38.8068 43.12796 47.8673 52.74603 57.76415 63.06105 68.63674 74.49122 80.48509 86.61834 93.03039 100
0.006289 0.012579 0.006289 0.006289 0.025157 0.006289 0.018868 0.006289 0.496855 0.012579 0.012579 0.025157 0.018868 0.056604 0.006289 0.006289 0.006289 0.006289 0.012579 0.213836 0.006289 0.006289 0.006289 0.012579 0.006289
1.393922 4.739336 8.781712 13.10287 17.70282 22.58154 27.73906 33.09172 38.58377 44.43825 50.85029 57.81991 65.34709 73.43184 81.93476 90.99526 100.6133 110.5102 120.8252 131.6978 143.128 154.9763 167.1034 179.6487 193.0304
8.76681E-05 0.000596143 0.000552309 0.00082408 0.004453539 0.001420223 0.005233784 0.00208124 0.191705547 0.005589717 0.006396263 0.014545888 0.012329639 0.041565191 0.00515313 0.005722972 0.006327882 0.006950326 0.015198139 0.281617932 0.009001759 0.009746937 0.01050965 0.022597325 0.012140276 0.672347558
IG = 1 - 0,6723 = 0,3277
124
Lampiran 4 :
NO.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38
Perhitungan Good Service Ratio 159 Responden Migran Sirkuler yang ada di Dua Kecamatan Tujuan (Paciran, Brondong) Kabupaten Lamongan
Pengeluaran Pengeluaran Jumlah Belanja Belanja Pangan/Bln Non Pengeluaran Konsumsi Konsumsi (Rp) Pangan/Bln Pangan&Nonpa Pangan/bln Nonpangan/ (Rp) ngan/Bulan(Rp) (%) Bulan(%) 585000 302500 887500 65.91 34.08450704 563571 208416 771987 73.00 26.99734581 715714 528500 1244214 57.52 42.47661576 795000 179667 974667 81.56 18.43368043 625714 147666 773380 80.9 19.09358918 427200 204166 631366 67.66 32.33718635 290571 200000 490571 59.23 40.76881838 367500 179166 546666 67.22 32.77430826 454285 155833 610118 74.46 25.54145264 142071 155833 297104 47.82 52.45065701 287143 133333 420476 68.29 31.71001436 453214 239166 692380 65.45 34.54259222 429214 101667 530881 80.84 19.15061944 419143 223083 642226 65.26 34.73590294 205714 192500 398214 51.65 48.34084186 325714 195833 521547 62.45 37.54848556 317142 213333 530475 59.78 40.21546727 372857 239166 612024 60.92 39.0778793 486000 195250 681250 71.33 28.66055046 584571 288000 872571 66.99 33.01 563571 272500 836071 67.47 32.59292572 450000 130000 580000 77.58 22.4137931 367285 208333 575618 63.8 36.19292656 625714 195000 820714 76.24 23.75979939 396214 283333 679547 58.3 41.69439347 441428 148333 589761 74.84 25.15137488 365357 150000 515357 70.89 29.10603717 201204 150000 351204 57.28 42.7102197 178714 258333 437047 40.89 59.10874574 291000 150000 441000 65.98 34.01360544 367285 164167 531452 69.1 30.89027796 626571 145833 772404 81.11 18.88040456 426428 212500 638928 66.74 33.25883355 287142 139167 426309 67.35 32.64463101 264285 175000 439285 60.16 39.83746315 351428 283333 634761 55.36 44.63617015 367071 191667 558738 65.69 34.30355551 252428 175000 427428 59.06 40.94256811
GSR
1.93 2.70 1.35 4.42 4.23 2.09 1.45 2.05 2.91 0.91 2.15 1.89 4.22 1.87 1.06 1.66 1.48 1.55 2.48 2.02 2.06 3.46 1.76 3.20 1.39 2.97 2.43 1.34 0.69 1.94 2.23 4.29 2.00 2.06 1.51 1.24 1.91 1.44
125
Lampiran 4 Lanjutan 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83
559285 413412 415714 367071 200142 565714 424285 204857 413571 771428 456428 771429 456428 435000 414428 475928 458571 243214 396428 248142 456214 422142 374571 427500 469071 286071 212786 419143 514714 372857 601714 685571 200357 406071 100971 381428 318642 468642 900000 501428 381428 319500 375642 425357 396428
283000 350000 191667 191667 175000 195416 211667 266667 214583 287500 195833 283333 185416 283333 222500 225833 192500 206416 195583 290833 195000 192583 287500 191666 195729 192916 358375 270000 241667 177500 290875 360000 362500 231667 272916 195417 204583 287500 227917 239583 239583 223167 267500 213983 260416
842285 763412 607381 558738 375342 761130 635952 471574 628154 1058928 652261 1054761 641845 718333 636929 701761 651071 449630 592011 538975 651214 614725 662071 619166 664800 478987 571161 689143 756381 550357 892598 1045571 562857 637738 373887 576845 523225 756142 1127917 741011 621011 542667 643142 639340 656844
66.4 54.15 68.44 65.69 53.32 74.33 66.72 43.44 65.84 72.85 69.98 73.14 71.11 60.56 65.07 67.82 70.43 54.09 66.96 46.03 70.05 68.67 56.57 69.04 70.55 59.72 37.25 60.82 68.04 67.74 67.41 65.56 35.59 63.67 27.01 66.12 60.89 61.98 79.79 67.66 61.42 58.87 58.41 66.53 60.35
33.5990787 45.84680356 31.55630486 34.30355551 46.62414545 25.67445771 33.2834868 56.54828298 34.16089048 27.15009897 30.0237175 26.86229392 28.88797139 39.44312735 34.93325002 32.1808992 29.56666784 45.90796877 33.03705505 53.96038777 29.94407368 31.32831754 43.42434573 30.95551112 29.441787 40.27583212 62.74500535 39.17909636 31.95043239 32.25179293 32.58745818 34.4309473 64.40356965 36.32635973 72.99424692 33.87686467 39.10038702 38.02195884 20.20689466 32.3319087 38.57950986 41.12411479 41.59268093 33.46935903 39.6465523
1.97 1.18 2.16 1.91 1.14 2.89 2.00 0.76 1.92 2.68 2.33 2.72 2.46 1.53 1.86 2.10 2.38 1.17 2.02 0.85 2.33 2.19 1.30 2.23 2.39 1.48 0.59 1.55 2.12 2.10 2.06 1.90 0.55 1.75 0.36 1.95 1.55 1.63 3.94 2.09 1.59 1.43 1.40 1.98 1.52
126
Lampiran 4 Lanjutan 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127
396214 439285 462214 445714 863571 514285 872142 396000 439857 395785 144857 1217142 1221428 672857 585000 531428 374,785 334285 295285 452142 395357 1290857 516428 423000 32914 213428 400714 376714 548571 863357 461142 204857 375000 147942 192964 291,000 443357 375428 381000 239071 642857 514285 234000 195428
267917 191667 270000 143333 195417 266667 145416 195417 177833 192500 565625 565750 288166 208333 360000 360000 270,417 360000 267500 288917 362500 200000 245833 283333 380000 285000 195000 287500 192500 285000 145833 162500 146333 229167 195417 120,833 195833 187500 270833 204167 212500 360000 213333 216667
664131 630952 732214 589047 1058988 780952 1017558 591417 617690 588285 710482 1782892 1509594 881190 945000 891428 645,202 694285 562785 741059 757857 1490857 762261 706333 412914 498428 595714 664214 741071 1148357 606975 367357 521333 377109 388381 411,833 639190 562928 651833 443238 855357 874285 447333 412095
59.66 69.62 63.12 75.66 81.54 65.85 85.71 66.95 71.21 67.28 20.39 68.27 80.91 76.36 61.9 59.61 58.09 48.14 52.46 61.01 52.16 86.58 67.74 59.88 7.97 42.82 67.26 56.71 74.02 75.18 75.97 55.76 71.93 39.23 49.68 70.66 69.36 66.69 58.45 53.93 75.15 58.82 52.31 47.42
40.34098694 30.37742966 36.87446566 24.33303285 18.45318361 34.1464008 14.29068417 33.04216822 28.79000793 32.72223497 79.61144688 31.73215203 19.08897359 23.6422338 38.0952381 40.38464127 41.91199035 51.8519052 47.53147294 38.98704422 47.83224276 13.41510286 32.25050212 40.11323271 92.02884862 57.17977321 32.73382865 43.28424273 25.97591864 24.81806616 24.02619548 44.23489957 28.06900772 60.76943271 50.31579815 29.34029085 30.63768207 33.30798965 41.54944595 46.06261196 24.84342795 41.17650423 47.68997592 52.57695434
1.47 2.29 1.71 3.10 4.41 1.92 5.99 2.02 2.47 2.05 0.25 2.15 4.23 3.22 1.62 1.47 1.38 0.92 1.10 1.56 1.09 6.45 2.10 1.49 0.08 0.74 2.05 1.31 2.84 3.02 3.16 1.26 2.56 0.64 0.98 2.40 2.26 2.00 1.40 1.17 3.02 1.42 1.09 0.90
127
Lampiran 4 Lanjutan 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151 152 153 154 155 156 157 158 159
368714 240000 420000 443571 387857 436714 375000 195428 232714 183214 400285 395142 465642 618642 717428 514285 333428 373714 537857 990000 400500 240000 181285 304285 621428 903857 462000 380142 200357 900000 466071 375000
195000 195000 179167 254167 167917 142083 179167 170833 195833 130000 177500 192083 170417 195000 180833 164583 130000 175125 146667 192500 177083 146667 195083 287500 195750 181250 195417 182500 155417 195000 191667 204917 Jumlah:
563714 435000 599167 697738 555774 578797 554167 366261 428547 313214 577785 587225 636059 813642 898261 678868 463428 548839 684524 1182500 577583 386667 376368 591785 817178 1085107 657417 562642 355774 1095000 657738 579917
65.4 34.59200942 55.17 44.82758621 70.09 29.90268156 63.57 36.42728359 69.78 30.21318018 75.45 24.54798487 67.66 32.33086777 53.35 46.64242166 54.3 45.69697139 58.49 41.50516899 69.27 30.72076984 67.28 32.71028992 73.2 26.79264031 76.03 23.96631442 79.87 20.131454 75.75 24.24374105 71.94 28.05182251 68.09 31.90826454 78.57 21.42612969 83.72 16.27906977 69.34 30.6593165 62.06 37.93108799 48.16 51.83304638 51.41 48.58183293 76.04 23.95438937 83.29 16.70342187 70.27 29.72496908 67.56 32.43625609 56.31 43.68419277 82.19 17.80821918 70.85 29.14032639 64.66 35.33557388 10220.7 5678.976642 Rata-rata GSR:
1.89 1.23 2.34 1.74 2.30 3.07 2.09 1.14 1.18 1.40 2.25 2.05 2.73 3.17 3.96 3.12 2.56 2.13 3.66 5.14 2.26 1.63 0.92 1.05 3.17 4.98 2.36 2.08 1.28 4.61 2.43 1.83 333.63 2.098
128
Lampiran 5: Rekapitulasi Jumlah Penduduk Tahun 2001 – 2005 dan Pendapatan Asli Desa Tahun 2002 – 2005 di Kecamatan Sukodadi No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Nama Desa DiKecamatan Sukodadi Sukodadi Sukolilo Surabayan Pajangan Sidodembul Madulegi Menongo Kebonsari Balungtawun Bandungsari Plumpang Tlogorejo Sugihrejo kadungrembug Sumberaji Baturono Siwalanrejo Banjarejo Gedangan Sumberagung TOTAL
Jumlah Penduduk
Jumlah Pendapatan Asli Desa
2001
2002
2003
2004
2005
2002
2003
4487
4489
4545
4545
4559
48200000
48200000
48200000
48200000
2815
2813
2841
2841
2699
38117000
39725000
48300000
48300000
1533
1524
1543
1543
1600
39500000
57270000
54347000
42750000
2028
2022
2042
2742
2089
40955000
66450000
49300000
41000000
2499
2499
2515
2615
2755
39500000
38515000
41625000
43638000
2940
2902
2924
2924
2981
49717000
53210000
54300000
66600000
2676
2675
2700
2700
2764
37615000
36000000
42200000
42200000
2574
2569
2587
2587
2660
31123000
47218000
59219000
58910000
2501
2500
2519
2519
2568
39157000
59210500
60910000
60910000
1681
1690
1723
1723
1770
31525000
38175000
36970000
37600000
2632
2638
2654
2654
2714
64268000
61125000
58500000
58755000
1229
1229
1269
1269
1321
67529500
70115000
69750000
90910000
1660
1661
1687
1687
1675
51467000
48134000
43845000
74500000
2359
2357
2374
2374
2430
35500000
42000000
40000000
48000000
2215
2216
2237
2237
2285
31556000
28500000
52000000
29500000
2732
2732
2748
2748
2794
66129500
78135000
87250000
87750000
1066
1066
1084
1084
1127
31713000
42317000
55270000
85820000
3054
3056
3070
3070
3126
48736000
47364000
38515000
48515000
2958
2954
2968
2968
3017
77898000
88865000
72073000
77910000
1755
1754
1769
1769
2014
50165000
52123000
58800000
65230000
48334
48397
48336
48948
920371000
1042651500
1071374000
1156998000
49803
Sumber: Data Primer Desa-desa Kecamatan Sukodadi, 2005
2004
2005
129
Lampiran 6: Rekapitulasi Jumlah Penduduk Tahun 2001 – 2005 dan Pendapatan Asli Desa Tahun 2002 – 2005 Di Kecamatan Pucuk
No
Nama Desa Di Kecamatan Pucuk
Jumlah Penduduk
2002
2003
2004
2005
1
Pucuk
3119
3116
3106
3101
3095
29460000
31250000
32457000
32478000
2
Kesambi
1868
1870
1870
1875
1872
14576000
14170000
14890000
15982000
3
Warukulon
4117
4164
4173
4170
4172
45632000
45500000
45972000
46589000
4
Waruwetan
1367
1367
1367
1370
1373
14230000
14765000
14765000
15117000
5
Plososetro
1530
1537
1535
1540
1547
23569000
25450000
26350000
25450000
6
Cungkup
3059
3025
3023
3012
3021
57256000
57549000
57779000
58422000
7
Bugoharjo
3367
3369
3369
3364
3367
27332000
36773000
36897000
37889000
8
Ngambeng
3717
3696
3368
3683
3698
65789000
66675000
66352000
67985000
9
Padanganploso
5109
5147
5147
5139
5143
80225000
81383500
82336000
81383500
10
Babatkumpul
1818
1819
1819
1823
1832
83250000
82200000
82360000
83669000
11
Paji
2288
2292
2289
2291
2284
22800000
22800000
22356000
23780000
12
Tanggungan
1386
1389
1389
1385
1388
71690000
72000000
71486000
73256000
13
Karangtinggil
2669
2668
2670
2579
2589
22983000
23750000
24590000
23600000
14
Sumberjo
2413
2420
2420
2423
2428
26560000
26600000
25769000
26987000
15
Kedali
1492
1490
1490
1494
1502
23457000
23457000
23457000
23569000
16
Wanar
5229
5227
5227
5220
5221
74560000
75000000
75663000
77458000
17
Gempolpading
3068
3070
3070
3064
3068
55231000
54275000
54336000
55721000
47601
47666
47559
47535
47600
738.600000
753.597500
757.815000
769.335500
TOTAL
2001
2002
2003
2004
Jumlah Pendapatan Asli Desa 2005
Sumber: Data Primer Desa-desa Kecamatan Pucuk, 2005
130
KIRIMAN
INCOME
400000 500000 550000 560000 650000 700000 750000 900000 1000000 1100000 1120000 1200000 1500000
Case Processing Summary Cases Valid Missing N Percent N Percent 1 100.0% 0 .0% 18 100.0% 0 .0% 1 100.0% 0 .0% 3 100.0% 0 .0% 6 100.0% 0 .0% 3 100.0% 0 .0% 11 100.0% 0 .0% 40 100.0% 0 .0% 27 100.0% 0 .0% 8 100.0% 0 .0% 4 100.0% 0 .0% 29 100.0% 0 .0% 8 100.0% 0 .0%
Total N Percent 1 100.0% 18 100.0% 1 100.0% 3 100.0% 6 100.0% 3 100.0% 11 100.0% 40 100.0% 27 100.0% 8 100.0% 4 100.0% 29 100.0% 8 100.0%
Case Processing Summary Cases
INCOME KIRIMAN
Valid N Percent 159 100.0% 159 100.0%
Missing N Percent 0 .0% 0 .0%
Total N Percent 159 100.0% 159 100.0%
131
Lampiran 9 Daftar Quesioner Lampiran 8: Daftar Quesioner QUESIONER ANALISIS DAMPAK MIGRASI SIRKULER TERHADAP PEMBANGUNAN EKONOMI PERDESAAN TESIS: MAHFUDHOH/A155030231-SPs- IPB – PWD – JUNI 2005 BLOK I. IDENTITAS RESPONDEN Nama Responden: ………………………………
8. Faktor pendorong lainnya (Jika ada) sebutkan: 1. ……………………………. 2. ……………………………. BLOK III. FAKTOR PENARIK
Jenis Kelamin Umur
: 1. Lk 2. Perempuan : ……………Tahun.
9. Lama pekerjaan yang sedang dijalani sekarang:
Pendidikan tertinggi yang anda tamatkan:
1. Kurang dari 1 bulan
1. Tidak tamat SD
4. SLTA dan Diploma I/II
2. Antara 1 – 6 bulan
2. SD/Setara 3. SLTP/Setara Alamat Desa Asal:
5. Akademi/D III 6. DIV,S1/Lebih ………………………………. ……………RT: … RW: …
3. Setahun lebih 4. Lainnya: …………… 10. Pendapatan yang diperoleh per hari 1. < Rp. 20.000,-
Alamat Tempat Mondok/Bekerja:
2. Rp. 20.000,- s/d Rp. 30.000,-
………………………………………………………
3. Rp. 31.000,- s/d Rp. 50.000,-
………………………………………RT:… RW: ….
4. > Rp. 50.000,-
BLOK II. FAKTOR PENDORONG
5. Lainnya: Rp ……………….
1. Banyaknya tanggungan Anggota rumahtangga(Art) di desa 11. Asal informasi pekerjaan yang dijalani sekarang: asal: 1. Istri/Suami 1. Keluarga yang sudah lebih dulu bermigrasi 2. Anak 3. Orang Tua
2. Tetangga/Orang lain yang tidak ada hubungan darah 3. Mencari sendiri
4. Lainnya
12. Adakah anggota keluarga yang bekerja pada sektor/pekerjaaan yang sama: 2. Banyaknya tanggungan Art di pemondokan/daerah tujuan: 1. Ada, Siapa (Masih ada hub dg kelwg) : …… 1.
Istri/Suami
2. Anak 3. Orang Tua 4. Lainnya……………………… 3. Jenis pekerjan sebelumnya di desa asal: 1. Petani (Sawah, ladang, tambak) pemilik 2. Petani (Sawah, Ladang, tambak) buruh 3. Wiraswasta (pemilik, buruh) 4. Lainnya: …………………………. 4. Pendapatan per hari di desa asal: 1. 2. 3. 4. 5.
2. Tidak. 13. Apakah selamanya berkeinginan untuk bekerja dengan cara seperti ini pada sektor yang sama: 1. Tidak, Mengapa : …………… 2. Ya, Sampai kapan: ……………….. Mengapa…………………………………….. 14. Faktor penarik lain (jika ada) sebutkan: 1. ………………… 2.
< Rp. 20.000,Rp. 20.000,- s/d Rp. 30.000,Rp. 30.000,- s/d Rp. 50.000,> Rp. 50.000,Lainnya: Rp. ………….…..
…………………
3. 4. 5.
5. Kepemilikan lahan pertanian
…………………. …………………. ………………….
BLOK IV. FAKTOR PENGHAMBAT & PELANCAR
1. < 250 M2 2. > 500 M2 3. 1 Ha
15. Jarak dari daerah asal ke pemondokan sekarang: 1.
< dari 10 km
4. Lainnya : ……………… 2. 6. Fasilitas lembaga keuangan dan perdagangan di desa asal:
10 – 15 Km 3. 4.
Lebih dari16 Km Lainnya : …………
132
1. Lembaga Perbankan 2. Kantor Post
16. Alat transportasi dari desa asal ke pemondokan: 1. Mobil
3. Pasar
2. Truk/Pick Up
7. Alasan utama keluar dari desa asal: 1. Sempitnya kepemilikan lahan pertanian 2. Kurangnya pekerjaan disektor pertanian
3. Ojek/Motor
4. Lainnya: …………
17. Kondisi Transportasi dari desa asal ke tujuan: 1. Lancar & Baik
3. Kurangnya pekerjaan disektor non-pertanian
2. Masih Jarang dan menunggu antrian
4. Rendahnya tingkat upah di desa asal 5. Lainnya: ………………………………..
3. Biasa saja 4. Lainnya: …………………….
18. Ketersediaan Transportasi di desa asal ke tujuan: 1. 24 jam
3. Kurang dari 12 jam
2. 12 jam
4. Lainnya: …………..
19. Ongkos Transportasi sampai daerah tujuan 1. Kurang dari Rp. 5.000,2. Rp. 6.000,- s/d 10.000,3. Lebih dari Rp. 11.000,4. Lainnya: ………………. 20. Kondisi Iklim dan Cuaca desa asal 1. Panas & jarang hujan 2. Lembam
3. Biasa saja
4. Lainnya: 21. Faktor Pendorong lain Jika ada:
30. Berapa pengeluaran rumahtangga setiap bulannya di desa asal: 1. Rp. ……………….Makanan 2. Rp. ……………….Non Makanan. 31. Jenis materi balik yang biasanya dibawa pulang ke desa asal : 1. Uang, Sebesar:Rp…………… 2. Barang, Berupa : …………… 3. Lainnya, Sebutkan: ………… 32. Materi balik dikirim melalui : 1. Sendiri 2. Anggota keluarga: ………… 3. Lainnya: …………
1. …………………………….
33. Materi balik di gunakan untuk:
2. …………………………….
1.Kebutuhan makanan pokok
BLOK V. FAKTOR PRIBADI
2.Pendidikan anak.
22. Seberapa jauh anda menyenangi pekerjaan sekarang: 1. Sangat senang, Mengapa: ……….
3.Bangunan fisik rumah 4.Membeli ternak 5.Merawat pertanian(sawah/ladang)
2. Biasa, Mengapa: …………………..
6.Di tabung
3. Tidak Senang, Mengapa: ………… 4. Lainnya: ……………………………. 23. Alasan Utama memilih pola Sirkuler
7.Lainnya:…………………… 34. Selama setahun terakhir apa saja yang dibeli dari hasil bekerja/berusaha di daerah tujuan: 1. ………………..
1.Tidak adanya pekerjaan di desa asal.
2. …………………
2.Mengisi waktu luang.
3. ………………….
3.Lainnya: ………………………
24. Alasan utama memilih daerah tujuaan: 1.Banyak tersedia lapangan pekerjaan. 2.Jenis pekerjaanapapun tidakdiketahui orang dari desa asal. 3.Untuk menambah pengalaman 4.Lainnya:……………………. 25. Alasan memilih jenis pekerjaan di daerah tujuan: 1. Bahanbakunya mudah didapat.
35. Usaha apa saja yang dapat dikembangkan dari hasil bekerja/berusaha di tempat tujuan(pemondokan): 1. ……………………… 2. ……………………… 3. ……………………… 4. ………………………. 36. Pengetahuan apa saja yang dapat diperoleh ditempat pemondokan/tujuan: 1. ………………. 2. ………………..
2. Paling banyak di butuhkan orang. 3. Modalnya sedikit. 4. Lainnya: ……………………… 26. Waktu kembali kedesa asal:
3. …………………
133
1. Kurang dari 1bulan sekali. CATATAN 2. 1 – 3 bulan sekali kembali kedesa asal. 3. 4 – 6 bulan sekali. 4. Setahun sekali. 5. Lainnya: ………………………. 27. Berapa lama menetapnya sebelumkembali kedaerahtujuan: 1. < 1 minggu. 4. Lebih dari satu bulan 2. > 1 minggu. 5. Lainnya: ………………
IDENTITAS PETUGAS
Nama
: _____________________
Alamat
: _____________________
3. Satu bulan. 28. Faktor Pribadi lainnya jika ada: 1. ……………….
2. ………………. CP(Telp/HP) : _____________________
BLOK VI. MATERI BALIK 29. Perapa jumlah pendapatan Art perhari(kepala rumahtangga+yg lain) baik di daerah tujuan maupun di desa asal:
Tanda Tangan: _______________________
1. Rp. …………………Penghasilan ……….. 2. Rp. …………………Penghasilan: …………… Total Penghasilan : ………………………………...
VII.
pengeluaran rumahtangga selama seminggu yang lalu di desa asal :
PENGELUARAN UNTUK MAKANAN BERASAL DARI PEMBELIAN, PRODUKSI SENDIRI, DAN PEMBERIAN (1) 1. Padi-padian (beras, jagung, terigu, tepung beras, tepung jagung, dll.) 2. Umbi-umbin (ketela pohon, ketela rambat, kentang, gaplek, talas, sagu, dll.) 3. Ikan (ikan segar, ikan diawetkan/asin, udang, dll.) 4. Daging (daging sapi/kerbau/kambing/domba/babi/ayam, jeroan, hati, limpa, abon, dendeng, dll.) 5. Telur dan susu (telur ayam/puyuh/itik, susu segar, susu kental, susu bubuk, dll.) 6. Sayur-sayuran(bayam, kangkung, ketimun, wortel, kacang panjang, buncis, bawng cabe tomat) 7. Kacang kacangan (kacang tanah/ hijau/ kedele/ merah/ tunggak/ mete, tahu, tempe, tauco, oncom, dll.) 8. Buah-buahan (jeruk, mangga, apel, durian, salak, duku, nanas, semangka, pisang, pepaya, dll.) 9. Minyak dan lemak (minyak kelapa/goreng, kelapa, mentega, dll.) 10. Bahan minuman (gula pasir, gula merah, the, kopi, coklat, sirup, dll.) 11. Bumbu-bumbuan (garam, kemiri,ketumbar, merica, terasi, kecap, vetsin, dll.) 12. Konsumsi lainnya (kerupuk, emping, mie, bihun, makaroni, dll.) 13. Makanan dan minuman jadi (roti, biskuit, kue basah, bubur,
Jumlah (Rp) (2)
134
bakso, es sirop, limun, gado-gado, nasi rames, dll.) 14. Minuman yang mengandug alkohol (bir, anggur, tuwak, arak, dan minuman keraslainnya) 15. Tembakau dan sirih (rokok kretek, rokok putih, cerutu, tembakau, sirih, pinang dan lainya) 16. Jumlah makanan (Rincian 1 s.d. 15)
PENGELUARAN BUKAN MAKANAN BERASAL DARI PEMBELIAN, PRODUKSI SENDIRI, DAN PEMBERIAN
Sebulan yang lalu (Rp)
12 bulan yang lalu (Rp)
(1) 17. Perumahan dan fasilitas rumahtangga a. Sewa, kontrak, perkiraan sewa rumah b. Rekening listrik, rekening telepon, gas, minyak tanah, air, kayu bakar, dll. c. Pemeliharaan rumah dan perbaikan ringan. 18. Aneka barang dan jasa (Sabun mandi, kecantikan, pengangkutan, bacaan, pembuatan KTp/SIM, rekreasi, kartu telepon, benda pos, dan lainnya) 19. Biaya pendidikan ( uang pendaftaran, SPP, POMG/BP3, Uang pangkal/daftar ulang, pramuka, prakarya, kursus, dll.) 20. Biaya kesehatan (rumah sakit, puskesmas, dokter praktek, dukun, obat-obatan, jamu, dll.) 21. Pakaian, alaskaki, dan tutup kepala (bahan pakaian, pakaian jadi, sepatu, topi, sabun cuci, dll.) 22. Barang tahan lama (alat rumahtangga, perkakas, alat dapur, alat hiburan/elektronik, alat olahraga, perkakas mahal/mitasi, kendaraan, payung, arloji, kamera, pasang telepon, pasang listrik, dll.) 20. Pajak dan Asuransi a. Pajak (PBB, iuran TV, pajak kendaraan) b. Asuransi ( kecelakaan, Jiwa, kesehatan, pendidikan) 24. Keperluan Pesta dan upacara (perkawinan, khitanan, ulang tahun, melahirkan, perayaan agama, perayaan kemerdekaan, parayaan adat) 25. Jumlah bukan makanan (Rincian 17 s.d. 24 ) 26. Rata-rata pengeluaran makanan sebulan ( Rincian 16 X 30/7 ) 27. Rata-rata pengeluaran bukan makanan sebulan ( rincian 25 kolom 3 : 12) 28. Rata-rata pengeluaran rumahtangga sebulan (Rincian 26 + 27 )
(2)
(3)
135
Lampiran 9 : Peta Kabupaten Lamongan