i
DAMPAK DAN MOTIVASI PERUBAHAN POLA MIGRASI DARI SIRKULER KE KOMUTER
M RANGGA HUSIEN
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANG AN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOG I MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
iii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Dampak dan Motivasi Perubahan Pola Migrasi dari Sirkuler ke Komuter adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2013 Muhammad Rangga Husien NIM I34090096
v
ABSTRAK MUHAMMAD RANGGA HUSIEN. Dampak dan Motivasi Perubahan Pola Migrasi dari Sirkuler ke Komuter. Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dampak sosial dan ekonomi yang diterima migran dari perubahan pola migrasi dari sirkuler ke komuter, serta mengidentifikasi pengaruh dampak perubahan pola migrasi tersebut terhadap munculnya motivasi sosial dan ekonomi migran melakukan perubahan pola migrasi sirkuler ke komuter. Metode penelitian menggunakan metode survai yang didukung oleh metode wawancara mendalam. Responden diperoleh dengan menggunakan teknik purposive sampling sebanyak 30 responden. Penelitian ini dilakukan di Desa Parakan Muncang, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penelitian dilakukan dari Bulan April hingga Juli 2013. Dampak ekonomi yang diperoleh migran setelah melakukan perpindahan berupa peningkatan pendapatan. Dampak sosial yang diperoleh setelah melakukan perpindahan berupa peningkatan prestige sosial dan kedekatan hubungan kekeluargaan. Dampak sosial dapat muncul, karena pembelian barang simbol status oleh migran dan intensitas komunikasi dengan keluarga lebih sering dengan menjadi komuter. Hasil penelitian lainnya menunjukan bahwa perubahan pola migrasi dari sirkuler ke komuter dipengaruhi oleh motivasi ekonomi. Kata kunci: migrasi, dampak, perubahan pola migrasi dan motivasi
ABSTRACT MUHAMMAD RANGGA HUSIEN. Impact and Motivation Change of Type Migration from Circular to Commuter. Supervised by LALA M. KOLOPAKING. The objective of this research was to identifies economic and social impact which is received by migrant from changing of type migration from circular to commuter and identifies the influence from that impact to social and economic motivation migrant make decision to change of type migration from circular to commuter. Methods of this research using survey methods that are supported by in-depth interviews. Respondents were obtained using purposive sampling technique by 30 respondents. The research was conducted in Parakan Muncang Village, Nanggung District, Bogor Regency, West Java. The research was conducted from April through July 2013. Economic impact of migrants obtained after transfer to increase the income. Social effects obtained after transfer of increased social prestige and closeness of family relationships. Social impacts can arise, due to the purchase of by a status symbol things and intensity of communication with migrant families to become commuter. The other result showed that the change of type migration from circular to commuters affected by economic motivations. Keywords: migration, impact, change of type migration and motivation.
vii
DAMPAK DAN MOTIVASI PERUBAHAN POLA MIGRASI DARI SIRKULER KE KOMUTER
M RANGGA HUSIEN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANG AN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOG I MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
ix Judul Skripsi : Dampak dan Motivasi Perubahan Pola Migrasi dari Sirkuler ke Komuter Nama : Muhammad Rangga Husien NIM : I34090096
Disetujui oleh
Dr Ir Lala M. Kolopaking, MS Dosen Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Soeryo Adiwibowo, MS Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
xi
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya, sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2013 ini adalah urbanisasi, transmigrasi dan migrasi internal dengan judul Dampak dan Motivasi Perubahan Pola Migrasi dari Sirkuler ke Komuter. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Lala M. Kolopaking, MS selaku pembimbing yang dengan sabar memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis. Ucapan terimakasih juga penulis ucapkan kepada Ibu Susi selaku staff administrasi yang senantiasa membantu penulis dalam hal penjadwalan bimbingan hingga sidang skripsi. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Septiana Nur Hanifah dan Sondang Fitriani Pakpahan selaku teman sebimbingan yang telah banyak memberikan saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Ahmad Yani selaku kepala Desa Parakan Muncang dan Bapak Rustam selaku perangkat desa yang setia menemani penulis dalam proses pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Mama, Papa, Mama Teteh serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya terhadap sahabat-sahabat yang telah memberikan semangat dan nasihat yang berharga, ucapan terimakasih diucapkan kepada Jajang Somantri, Muhammad Ikbal Putera, Adhi Pamungkas, Fajar Rinata, Fredy Marojaya, Relita Resa, Siti Chairunnisa, Nindya Ayu Wradsari, Intan Endawaty, Bonita A Wenas, Rizki Budi Utami, Merisa, Resty Nur Octaviana, Selvi Anggraini, Sri Wahyuni, Nur Hatinah Anggreany. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2013 Muhammad Rangga Husien
xiii
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL XV DAFTAR GAMBAR XV DAFTAR LAMPIRAN XV PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 3 TINJAUAN PUSTAKA 5 Migrasi 5 Urbanisasi Error! Bookmark not defined. Migrasi Komuter 9 Dampak Migrasi 9 Motivasi Bermigrasi 10 Hipotesis Penelitian 12 Definisi Operasional 12 METODE PENELITIAN 15 Lokasi dan Waktu Penelitian 15 Teknik Pengumpulan Data 15 Teknik Pengolahan dan Analisis Data 16 PROFIL DESA PARAKAN MUNCANG 19 Letak Geografis 19 Sarana dan Prasarana 19 Struktur Kependudukan 21 Sejarah Migrasi 22 DAMPAK PERUBAHAN POLA MIGRASI DARI SIRKULER KE KOMUTER TERHADAP DAERAH ASAL 23 MOTIVASI EKONOMI TERHADAP PERUBAHAN POLA MIGRASI DARI SIRKULER KE KOMUTER 31 SIMPULAN DAN SARAN 41 Simpulan 41 Saran 41 LAMPIRAN 45 RIWAYAT HIDUP 54
xv
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8
Dampak ekonomi perubahan pola migrasi dari sirkuler ke komuter terhadap rumah tangga migran berdasarkan skala likert (2013) Indikator-indikator peningkatan pendapatan rumah tangga migran berdasarkan skala likert (2013) Selisih perbedaan pendapatan antara sirkuler ke komuter (2013) Dampak sosial perubahan pola migrasi dari sirkuler ke komuter terhadap rumah tangga migran berdasarkan skala likert (2013) Motivasi ekonomi melakukan migrasi ke kota berdasarkan skala likert (2013) Motivasi ekonomi melakukan perubahan pola migrasi sirkuler ke komuter berdasarkan skala likert (2013) Jumlah dan persentase motivasi ekonomi dan sosial terhadap perubahan pola migrasi sirkuler ke komuter (2013) Motivasi ekonomi dan sosial terhadap dampak ekonomi dan sosial rumah tangga migran (2013)
23 25 27 28 31 33 37 38
DAFTAR GAMBAR 1
Kerangka pemikiran
11
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6
Peta Desa Parakan Muncang, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat Pengolahan data tabulasi silang Pengolahan data rank spearman Jadwal kegiatan penelitian tahun 2013 Kerangka sampling responden Desa Parakan Muncang Dokumentasi penelitian
37 38 40 41 42 53
PENDAHULUAN Latar Belakang Gerak penduduk merupakan perpindahan penduduk dari satu wilayah ke wilayah lain, baik itu merupakan gerak spasial, fisik dan geografis (Shrylock dan Siegel 1973 dalam Rusli 2010:100). Migrasi merupakan salah satu dari gerak penduduk. Migrasi sebagai suatu gerak penduduk terdiri atas tiga jenis, yaitu migrasi permanen, migrasi sirkulasi dan migrasi komutasi. Migrasi permanen adalah perpindahan tempat tinggal penduduk secara menetap pada satu wilayah ke wilayah lainnya (Lee 1966 dalam Rusli 2010). Migrasi sirkulasi adalah perpindahan penduduk nonpermanen dengan jangka waktu tertentu dari satu daerah ke daerah lain dengan masih berlakunya hubungan dengan daerah asal (Murdiyanto 2001). Migrasi komutasi dapat didefinisikan sebagai gerak penduduk harian dari satu daerah ke daerah lain karena jarak spasial yang berdekatan dengan daerah tujuan serta didukung oleh sarana transportasi yang baik (Hapsari 2011). DKI Jakarta sebagai kota metropolitan terbesar di Indonesia telah menjadi sentra pembangunan di segala bidang, baik ekonomi, sosial dan budaya. Pesatnya pembangunan di Jakarta telah menjadi magnet yang menarik para migran untuk bermigrasi ke Jakarta. Kondisi ini terjadi mengingat sejumlah peso na dan daya tarik yang ditawarkan seperti lapangan kerja dan tingkat pendapatan yang tinggi. Migrasi telah terjadi di Jakarta semenjak daerah ini ditetapkan sebagai Ibukota Negara Indonesia, baik dengan pola sirkulasi maupun komutasi. Para migran yang berasal dari penjuru negeri mayoritas datang dengan bekal pendidikan dan keterampilan yang rendah, sehingga mereka lebih banyak bekerja pada sektor informal (Ponto 1987). Akibatnya banyak bermunculan kaum pengangguran dan kantung-kantung pemukiman kumuh (slum area) di wilayah Jakarta. Migrasi telah banyak menimbulkan banyak dampak, baik dampak positif maupun dampak negatif. Kota Bodetabek sebagai kota pinggiran Jakarta berfungsi sebagai katub pengaman dalam mengatasi permasalahan yang ada di Jakarta. Semakin meningkatnya biaya hidup di Jakarta dan semakin mahalnya lahan pemukiman di Jakarta menyebabkan banyak dari kaum migran Jakarta mulai bermigrasi ke daerah pinggiran seperti Bodetabek. Dahulu migrasi yang terjadi antara daerah pusat dan daerah pinggiran lebih banyak didominasi oleh migrasi sirkuler. Kondisi ini terlihat dari gejala sirkulasi penduduk desa Kabupaten Bogor ke Jakarta yang dilakukan dengan pola menetap sementara pada daerah tujuan untuk tujuan bekerja dan kembali lagi ke daerah asal selama seminggu sekali (Hermawan 2002). Gejala sirkulasi muncul terutama pada daerah pinggiran sekitar Jakarta yang jaraknya tidak terlalu jauh ke Jakarta, namun akibat keterbatasan akses moda transportasi yang menghubungkan keduanya menyebabkan banyak penduduk melakukan migrasi dengan pola sirkulasi. Penduduk yang melakukan sirkulasi ke Jakarta biasanya mengontrak sebuah rumah atau tinggal dengan kerabat mereka untuk sementara waktu (Sinaga 2012) dan kembali ke daerah asal mereka dengan membawa remitan migran sirkuler (Murdiyanto 2001). Semenjak terjadi krisis moneter pada tahun 1996 banyak migran yang semula hidup sebagai migran sirkuler kemudian mulai merubah pola migrasi
2 menjadi komuter. Perubahan tersebut dapat terjadi karena terdapat sejumlah faktor, seperti biaya hidup sirkuler yang semakin mahal dan kemajuan moda transportasi yang mempermudah dan memperhemat perjalanan harian migran. Akibat kedua faktor inilah menyebabkan munculnya fenomena perubahan pola migrasi dari sirkuler ke komuter, baik perubahan pola migrasi dua atau tiga tahap. Perubahan pola migrasi dua tahap adalah perubahan pola migrasi langsung yang terjadi dari menetap sementara menjadi harian. Adapun bentuk perubahan pola migrasi tiga tahap, yakni pertama migran sirkuler melakukan migrasi permanen terlebih dahulu ke daerah sekitar pinggiran Jakarta dengan alasan harga sewa atau harga pemukiman yang masih murah, kemudian setelah itu melakukan komutasi dari hunian permanen tersebut menuju Jakarta untuk berkerja. Munculnya gejala perubahan pola migrasi sirkulasi ke komutasi melalui dua tahap atau tiga tahap menyebabkan terjadinya fenomena perbedaan proporsi penduduk antara penduduk siang dan malam Jakarta. Fenomena ini dapat terjadi karena banyaknya penduduk nonpermanen yang berasal dari pinggiran Jakarta yang bermigrasi hanya pada waktu pagi hari dan kembali lagi ke daerah asal mereka pada sore atau malam harinya. Penelitian ini berusaha untuk mengidentifikasi sejumlah dampak ekonomi dan sosial yang diterima dari perubahan pola migrasi sirkuler ke komuter serta melihat hubungan antara dampak tersebut dengan motivasi ekonomi dan sosial yang muncul. Penelitian ini dilakukan di salah satu desa di Kabupaten Bogor, yakni Desa Parakan Muncang, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Desa ini merupakan desa yang lokasinya cukup jauh dengan Jakarta, sehingga dahulu banyak migran yang berasal dari daerah ini memilih untuk melakukan sirkulasi daripada komutasi. Seiring dengan perkembangan zaman muncul perkembangan moda transportasi yang memudahkan dan memperhemat biaya perjalanan harian migran, seperti munculnya sepeda motor. Fenomena perubahan pola migrasi dua tahap, yakni dari sirkuler ke komuter lebih banyak terjadi dibandingkan dengan pola tiga tahap di desa ini, sehingga akibat faktor ini penulis menilai bahwa Desa Parakan Muncang layak untuk dijadikan sebagai lokasi penelitian. Perumusan Masalah Masalah penelitian yang akan diangkat adalah : 1. Apa dampak sosial-ekonomi yang diterima dari perubahan pola migrasi sirkuler ke komuter? 2. Apakah dampak sosial-ekonomi mempengaruhi munculnya motivasi sosialekonomi migran melakukan perubahan pola migrasi dari sirkuler ke komuter? Tujuan Penelitian Atas dasar rumusan pertanyaan yang sudah dikemukakan sebelumnya maka tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah : 1. Identifikasi dampak sosial-ekonomi yang diterima dari perubahan pola migrasi sirkuler ke komuter. 2. Identifikasi pengaruh dampak sosial-ekonomi terhadap motivasi sosialekonomi migran melakukan perubahan pola migrasi dari sirkuler ke komuter.
3
Manfaat Penelitian Penelitian ini memiliki kegunaan sebagai berikut: 1. Bagi akademisi, sebagai bahan rujukan untuk penelitian lebih lanjut mengenai fenomena perubahan pola migrasi dari sirkuler ke komuter. 2. Bagi pemerintah, sebagai bahan pertimbangan dalam membuat kebijakan mengenai kependudukan terutama berkaitan dengan migrasi. 3. Bagi masyarakat, sebagai bahan acuan dalam melihat akibat yang muncul dari perubahan pola migrasi tersebut.
4
5
TINJAUAN PUSTAKA Pada bagian tinjauan pustaka ini akan dijelaskan mengenai beberapa konsep dan teori yang berkaitan dengan migrasi, urbanisasi, sirkulasi, komutasi, dampak bermigrasi dan motivasi bermigrasi. Migrasi Gerak penduduk adalah mobilitas penduduk dari satu tempat ke tempat lain, dalam arti gerak spasial, fisik dan geografis (Shrylock dan Siegel 1973 dalam Rusli 2010:100). Gerak penduduk dapat berupa dimensi gerak penduduk permanen dan dimensi gerak penduduk nonpermanen, dimana berdasarkan dimensi ini gerak penduduk dapat dibedakan menjadi tiga jenis yakni migrasi, sirkulasi dan komutasi (Rusli 2010:100). Migrasi merupakan salah satu dari tipologi gerak penduduk yang cenderung bersifat permanen. Definisi migrasi adalah: “...Seseorang dapat dikatakan melakukan migrasi apabila ia melaku kan pindah tempat tinggal secara permanen dan relatif permanen (untuk jangka waktu minimal tertentu) dengan menempuh jarak minimal tertentu atau pindah dari satu unit geografis ke unit geografis lainnya. Unit geografis berart i unit ad min istratif pemerintah baik berupa negara maupun bagian -bagian dari negara...” (Rusli 2010:100).
Berdasarkan pengertian yang diberikan oleh Rusli (2010) dapat dikatakan bahwa migrasi merupakan ciri dari gerak penduduk permanen yang memiliki interval migrasi tertentu baik selama satu tahun, lima tahun dan sepuluh tahun. Migrasi dapat dibagi menjadi dua kategori, yakni migrasi internal dan migrasi internasional. Pada penelitian ini jenis migrasi yang dijadika n bahan kajian adalah migrasi sirkulasi dan komutasi dari desa ke kota di Indonesia yang merupakan salah satu jenis dari migrasi internal. Migrasi internal adalah perpindahan penduduk yang terjadi pada unit- unit geografis satu negara (Rusli 2010:100), misalnya perpindahan penduduk dari Bogor ke Jakarta atau sebaliknya. Individu yang melakukan migrasi dapat disebut sebagai migran (Rusli 2010:100). Migran yang teridentifikasi berdomisili berbeda antara tempat tinggal sekarang dengan tempat kelahirannya dapat disebut sebagai migran semasa hidup (Rusli 2010:100). Migran yang teridentifikasi berdomisili berbeda-beda berdasarkan periode tahun belakangan (lima tahun sekali) dengan tempat tinggal saat ini dapat disebut sebagai migran risen (Rusli 2010:101). Adapun pengertian dari migran kembali (return migrant) adalah sebagai “...seseorang yang tempat tinggalnya sekarang tidak berbeda dengan tempat lahir, tetapi untuk jangka waktu tertentu pernah bertempat tinggal di luar tempat kelahirannya...” (Rusli 2010:101). Adapun pengertian lainnya diberikan oleh BPS (2012) mengenai konsep migran, dimana migran merupakan “...penduduk yang melakukan perpindahan tempat tinggal melewati batas wilayah kelurahan/desa dalam kurun waktu lima tahun sebelum survey...”. Migran dapat dikategorikan menjadi migran lokal kota dan migran luar kota. Migran lokal kota adalah “...penduduk migran risen yang tempat tinggalnya saat lima tahun sebelum survei masih di wilayah kota...”. Adapun pengertian migran luar kota adalah “...penduduk migran risen yang tempat tinggalnya saat lima tahun sebelum survei berada di luar wilayah kota...”.
6 Berdasarkan definisi yang diberikan oleh Kamus Besar Bahasa Indonesia (2012) memberikan definisi mengenai konsep migrasi sebagai perpindahan penduduk dari satu tempat ke tempat lain dengan tujuan menetap. Menurut informasi yang diberikan oleh KBBI migrasi dapat digolongkan menjadi beberapa bagian, seperti migrasi antardesa, yakni merupakan migrasi dari satu desa ke desa lain, migrasi antarkota, yakni sebagai migrasi dari satu kota ke kota lain, migrasi berantai, yakni sebagai perpindahan penduduk dari satu tempat ke tempat lain karena ada unsur ajakan kerabat untuk pindah, migrasi bermusim, yakni sebagai migrasi yang dilakukan penduduk pada musim tertentu ke daerah tertentu dan kembali lagi ke daerah asal pada musim yang berbeda dan migrasi desa-kota sebagai migrasi dari desa ke kota. Konsep migrasi sukar untuk diukur, sebab migrasi merupakan suatu peristiwa yang mungkin berulang beberapa kali sepanjang hidup seseorang (Young 1984:94). Hampir semua definisi menggunakan kriteria ruang dan waktu, sehingga perpindahan yang termasuk dalam proses migrasi setidak-tidaknya dianggap semi permanen dan melintasi batas-batas geografis tertentu. Konsep migrasi lainnya adalah “...migrasi sebagai perpindahan yang permanen atau semi permanen...” (Lee 1969:285 dalam Young 1984:94). Definisi ini mengindikasikan kejanggalan mengenai konsep pemanen pada migrasi, sebab berdasarkan penelitian yang dilakukan pada penduduk Australia membuktikan bahwa terdapat migrasi kembali pada migran permanen setelah dalam kurun waktu yang lama menetap di daerah tujuan (Young 1984:94). Pada penelitian yang dilakukan oleh (Gusmaini 2010) konsep migrasi permanen hampir sama dengan urbanisasi, dimana migrasi merupakan perpindahan penduduk dari desa-kota dengan tujuan menetap dalam kurun waktu yang lama. Berdasarkan hasil penelitian tersebut terlihat bahwa sebagian besar migran permanen mendirikan kantung-kantung pemukiman kumuh (slum area) sebagai basis perkumpulan mereka dengan sesama migran permanen. Faktor Pendorong dan Penarik Urbanisasi adalah proses meningkatnya proporsi penduduk yang bermukim di daerah perkotaan (Rusli 2010:104). Urbanisasi dapat terjadi karena pertumbuhan penduduk (natalitas dan mortalitas), migrasi (permanen, sirkulasi dan komutasi) dan perubahan definisi administratif desa menjadi kota. Urbanisasi merupakan “...derajat dan perubahan distribusi penduduk antara daerah perkotaa n dengan daerah perdesaan...” (Goldstein dan Sly 1974 dalam Raharto et al. 1999). Urbanisasi merupakan suatu studi demografi yang menitikberatkan kepada proporsi jumlah penduduk pada daerah perkotaan (Raharto et al. 1999). Pada studi yang dilakukan oleh (BPS 1995 dalam Raharto et al 1999) suatu daerah dapat dikategorikan sebagai daerah perkotaan apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut (1) mempunyai kepadatan penduduk lebih dari lima ribu jiwa, (2) kurang dari 25% rumah tangga bekerja pada sektor primer dan (3) memiliki sekurangkurangnya delapan fasilitas modern, yakni listrik, air ledeng, rumah sakit, sekolah, pasar, bank dan kantor pos. Urbanisasi dapat terjadi karena sejumlah faktor. Faktor pemicu terjadinya urbanisasi dapat berupa faktor pendorong dan faktor penarik (Rusli 2010). Faktor pendorong merupakan faktor yang mendorong migran untuk keluar dari daerah
7 asal karena sebab-sebab tertentu. Faktor pendorong urbanisasi dapat berupa faktor pendorong ekonomi dan nonekonomi. Faktor pendorong ekonomi yang menyebabkan terjadinya urbanisasi adalah sempitnya lapangan kerja di daerah asal, tingkat upah di desa yang rendah dan sektor pertanian yang sudah lesu (Gusmaini 2010). Adapun faktor pendorong nonekonomi yang menyebabkan terjadinya urbanisasi adalah ketiadaan fasilitas pendidikan, kesehatan dan transportasi yang berkualitas di daerah asal (Ponto 1987) serta tekanan kebutuhan hidup yang semakin tinggi (Ibrahim 1989). Faktor penarik merupakan faktor yang menarik migran untuk bermigrasi ke daerah tujuan karena sebab-sebab tertentu. Adapun faktor penarik dapat dibedakan menjadi dua, yakni faktor penarik ekonomi dan nonekonomi. Faktor penarik ekonomi adalah lapangan kerja yang luas di kota, tingkat upah yang tinggi di kota serta pemukiman yang murah dan strategis (Gusmaini 2010). Adapun faktor nonekonomi, seperti keberadaan fasilitas pendidikan, kesehatan dan transportasi yang baik di kota (Sinaga 2012) serta keberadaan sanak saudara berupa ajakan migrasi (Budianto 1999). Teori mengenai faktor pendorong dan penarik yang terdapat pada konsep urbanisasi memiliki kesamaan analogi dengan teori mengenai faktor pendorong dan penarik migran melakukan perubahan pola migrasi sirkuler ke komuter yang ditemukan pada penelitian ini. Kesamaan analogi tersebut terlihat dari pola migrasi sirkuler yang dianalogikan sebagai daerah asal, sedangkan pola migrasi komuter yang dianalogikan sebagai daerah tujuan. Faktor pendorong migran melakukan perubahan pola migrasi merupakan faktor yang mendorong migran untuk keluar dari pola migrasi sirkuler. Faktor tersebut dapat berupa faktor ekonomi dan nonekonomi. Faktor pendorong ekonomi adalah pendapatan sirkuler yang rendah, sedangkan faktor pendorong nonekonomi adalah status sosial sirkuler yang rendah dan cerita sukses kerabat yang pernah melakukan perubahan. Faktor penarik migran melakukan perubahan pola migrasi adalah faktor- faktor yang menarik migran untuk masuk ke pola migrasi komuter. Faktor penarik tersebut dapat berupa faktor ekonomi dan nonekonomi. Faktor penarik ekonomi adalah pendapatan komuter yang lebih besar, sedangkan faktor penarik nonekonomi adalah status sosial komuter yang tinggi dan ikatan keluarga yang tidak dapat ditinggalkan. Penelitian lainnya menyatakan bahwa urbanisasi merupakan penyebab dari munculnya kota-kota dengan jumlah populasi yang besar seperti Mexico City, Sao Paulo dan DKI Jakarta (Todaro dan Stilkind 1981 dalam Manning dan Effendi 1985). Pertumbuhan tersebut menyebabnya munculnya kota-kota raksasa yang memicu tumbuhnya sektor-sektor tersier. Urbanisasi pada negara Dunia Ketiga telah banyak memberikan pengaruh terutama dalam munculnya sektor-sektor informal (McGee 1967 dalam Manning dan Effendi 1985). Dalam penelitian yang dilakukan oleh (Ponto 1987) mengenai urbanisasi dan sektor informal yang terdapat pada Kota Manado terlihat pada sebagian besar migran yang datang ke kota bekerja pada sektor informal seperti pedagang kaki lima, kondisi ini dapat terjadi karena sebagian besar tingkat pendidikan yang dimiliki oleh migra n masih tergolong rendah, sehingga mereka tidak mampu untuk memasuki sektor formal yang mensyaratkan pendidikan tinggi. Para urban yang datang ke kota selalu mempunyai beragam cara untuk dapat bertahan hidup. Salah satu strategi bertahan hidup yang dilakukan oleh urban terlihat pada penelitian yang dilakukan oleh Setiawati (2000) dan Sinaga (2012) pada penelitian ini urban dapat melakukan
8 strategi bertahan hidup dengan membentuk paguyuban asal daerah, sehingga mereka dapat survive, baik secara ekonomi, sosial dan budaya. Migrasi Sirkuler Definisi mengenai gerak penduduk nonpermanen dibagi menjadi sirkulasi dan komutasi, secara umum bermakna sebagai gerak penduduk yang biasanya bercirikan jangka pendek, repetitif atau siklikal, dimana mempunyai persamaan bahwa masing- masing migran tidak mempunyai niat yang nyata untuk mengubah status tempat tinggal mereka dengan tempat lahir (Zelinsky 1971 dalam Rusli 2010:101). Definisi mengenai sirkulasi adalah sebagai berikut: “...Gerak berselang antara tempat tinggal dan tempat tujuan baik untuk bekerja maupun untuk lain-lain tujuan seperti sekolah. Seorang sirkulator tinggal di tempat tujuan untuk periode waktu tertentu umpamanya seminggu, dua minggu, sebulan atau dengan pola yang kurang teratur, diselingi dengan kemb ali dan tinggal di tempat asal untuk waktu-waktu tertentu pula...” (Rusli 2010:101).
Jadi menurut pengertian yang dikemukakan oleh Rusli (2010) dapat disimpulkan bahwa migrasi sirkulasi atau yang sering disebut dengan migrasi sirkuler merupakan migrasi nonpermanen yang dicirikan menetap dalam kurun waktu tertentu pada daerah tujuan dengan berbagai motivasi seperti motivasi ekonomi dan nonekonomi. Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Hermawan 2002) pada sirkuler Bogor-Jakarta yang dimaksudkan dengan sirkulasi adalah migrasi yang dilakukan selama seminggu sekali dengan alokasi waktu Sabtu dan Minggu sebagai jadwal kepulangan. Pada penelitian tersebut terlihat bahwa tujuan utama sirkuler dalam melakukan migrasi adalah untuk mencari pekerjaan, selain itu sirkuler mayoritas berjenis kelamin laki- laki daripada perempuan. Berbeda dengan penelitian mengenai sirkulasi yang dilakukan oleh (Murdiyanto 2001) yang mengatakan bahwa sirkulasi merupakan migrasi nonpermanen yang dilakukan selama masa kerja dan sekolah dari migran yang bersangkutan. Penelitian ini mengindikasikan bahwa motivasi sirkulasi tidak hanya berupa motivasi ekonomi, namun juga merupakan motivasi pendidikan seperti kuliah di kota dan sebagainya. Pada umumnya mayoritas sirkuler adalah para pekerja asal daerah yang mengadu nasib di kota seperti Jakarta untuk mencari kerja. Mereka memutuskan untuk menjadi sirkuler, sebab terdapat beberapa alasan ekonomi dan nonekonomi yang menahan mereka. Alasan ekonomi berupa lokasi daerah asal dengan tujuan yang tidak terlalu jauh maupun pemukiman pada daerah tujuan yang strategis dan murah (Setiawati 2000). Adapun alasan nonekonomi seperti keberadaan sanak saudara yang mampu memberikan tumpangan tempat tinggal (Budianto 1999). Berdasarkan data hasil penelitian yang d ilakukan oleh Lembaga Demografi Universitas Indonesia (2011) sirkulasi merupakan suatu fenomena strategi bertahan bagi kaum migran sirkuler untuk dapat bebas dari kemiskinan, berdasarkan hasil penelitian itu pula dijelaskan mengenai peluang keberhasilan ekonomi masing- masing migran yang mengatakan bahwa tingkat keberhasilan ekonomi migran sirkuler menempati urutan kedua setelah pada peringkat pertama diduduki oleh komuter dan ketiga oleh migran permanen.
9 Migrasi Komute r Definisi bagi gerak penduduk komutasi adalah sebagai “...gerak penduduk harian yaitu gerak berulang hampir setiap hari antara tempat tinggal dan tempat tujuan...” (Rusli 2010:101). Seorang komuter pada dasarnya tidak punya rencana untuk menginap pada daerah tujuan (Rusli 2010:101). Definisi berbeda mengenai komutasi adalah gerak penduduk yang terjadi apabila seorang secara rutin berpindah ke wilayah satu kemudian kembali lagi ke wilayah asal hanya dalam waktu satu hari (Hapsari 2011). Dalam penelitian mengenai komutasi DepokJakarta yang dimaksud dengan komutasi adalah gerak penduduk yang terjadi dari daerah pinggiran (satelite) menuju daerah sentral dengan bantuan moda transportasi dalam waktu satu hari (Sitanala 2005). Seorang yang melakukan komutasi dapat disebut sebagai komuter. Dampak Migrasi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2012) pengertian dampak adalah “...pengaruh kuat yang mendatangkan akibat (baik positif maupun negatif). Dampak memiliki beragam dimensi, baik ekonomi, sosial dan politik. Definisi dampak ekonomi adalah “...pengaruh suatu penyelenggaraan kegiatan terhadap perekonomian...”. Definisi mengenai dampak ekonomi dalam konteks migrasi dapat diartikan sebagai efek ekonomi yang diperoleh individu ketika melakukan migrasi, baik permanen, sirkulasi dan komutasi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Budianto (1999), Hapsari (2011), Hermawan (2002), Murdiyanto (2001), Ponto (1987) dan Sinaga (2012) pada studi mengenai migrasi, dampak ekonomi adalah pengaruh kegiatan migrasi terhadap perekonomian migran, baik yang bersifat individual (rumah tangga) maupun terhadap daerah asal mereka. Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut terlihat bahwa dampak ekonomi yang diterima oleh individu ketika melakukan migrasi adalah lebih kepada dampak positif, seperti peningkatan pendapatan rumah tangga migran. Migrasi mampu memberikan dampak positif ekonomi yang cukup baik kepada migran, sebab dengan migran melakukan migrasi ke kota mereka dapat memperoleh pekerjaan dengan tingkat upah yang tinggi di perkotaan, sehingga memberikan cukup penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari- hari. Dampak sosial dapat didefinisikan sebagai pengaruh suatu kegiatan terhadap kehidupan sosial individu (KBBI 2012). Dampak sosial didalam konteks migrasi dapat diartikan sebagai efek sosial yang diterima oleh individu ketika melakukan migrasi, baik permanen, sirkulasi dan komutasi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh sejumlah ahli seperti Budianto (1999), Hapsari (2011), Hermawan (2002), Murdiyanto (2001), Ponto (1987) dan Sinaga (2012) pada studi mengenai migrasi dampak sosial adalah pengaruh kegiatan migrasi terhadap kehidupan sosial migran. Kehidupan sosial migran dapat didefinisikan sebagai hubungan interpersonal migran dengan keluarga dan masyarakat, dimana migran tersebut tinggal, sehingga berpengaruh terhadap interaksi sosial, pembentukan struktur sosial dan pelapisan sosial di dalam masyarakat. Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut terlihat bahwa bentuk dampak sosial yang muncul ketika migran melakukan migrasi ke kota lebih kepada dampak positif dan dampak negatif.
10 Dampak positif terlihat dari munculnya paguyuban-paguyuban asal daerah di daerah tujuan migran Setiawati (2000) dan Sinaga (2012). Paguyuban merupakan perkumpulan migran- migran seasal. Pembentukan paguyuban dilakukan sebagai katub pengaman sosial-ekonomi ketika migran sedang mengalami kesulitan sosial-ekonomi (Sinaga 2012). Selain pembentukan paguyuban dampak positif lainnya adalah membaurnya migran dengan masyarakat lokal, sehingga proses asimilasi budaya pun dapat terjadi Budianto (1999) dan Sinaga (2012) serta peningkatan status sosial (prestige sosial). Dampak negatif yang muncul adalah timbulnya sikap individualis dan rasisme migran (Setiawati 2000). Sikap ini muncul karena terdapat hambatan komunikasi antara migran yang berbeda daerah asal maupun antara migran dengan masyarakat lokal, sehingga memunculkan sikap acuh dan lebih condong berinteraksi dengan sesama migran seasal. Motivasi Bermigrasi Motivasi dan motif memiliki perbedaan definisi. Motif adalah serangkaian daya upaya yang dimiliki oleh seseorang untuk berbuat sesuatu (Sadirman 2006:73). Motivasi adalah motif yang sudah bergerak secara aktif dalam bentuk tindakan nyata (Sadirman 2006:73). Perbedaan antara motif dan motivasi terlihat dalam bentuk perilaku, dimana motif masih dalam bentuk internal karena berhubungan dengan niat yang di dalam hati, sedangkan pada motivasi sudah bersifat eksternal dan nyata karena niat sudah dimanifestasikan dalam be ntuk perilaku. Motivasi dapat muncul karena setiap manusia selalu memiliki kebutuhan (Sadirman 2006:74). Kebutuhan merupakan faktor pendorong dari setiap individu untuk berbuat sesuatu. Kebutuhan dapat didefinisikan sebagai kondisi ketidaknyaman yang dirasakan oleh individu, sehingga dibutuhkan suatu tindakan sebagai bahan pemuas dan penyeimbang ketidaknyaman tersebut (Sadirman 2006:78). Motivasi juga didefiniskan sebagai “...perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan...” (McDonald 1959 dalam Sadirman 2006:73). Berdasarkan pengertian yang diberikan oleh McDonald terdapat tiga elemen penting dalam motivasi, yakni motivasi itu mengawali terjadinya perubahan energi, ditandai dengan adanya feeling dan dirangsang dengan adanya tujuan. Tujuan dan kebutuhan merupakan faktor pendorong munculnya motivasi didalam diri individu. Menurut teori kebutuhan Maslow kebutuhan dapat dibagi menjadi empat tingkatan, yakni kebutuhan fisiologis/biologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan cinta kasih dan kebutuhan aktualisasi diri. Didalam konteks migrasi, motivasi bermigrasi dapat dipandang sebagai faktor pendorong dan faktor penarik individu untuk melakukan migrasi. Faktor pendorong merupakan alasan-alasan dari para migran untuk meninggalkan daerah asal mereka, adapun faktor penarik merupakan alasan-alasan dari para migran untuk memilih daerah tujuan (Jansen 1955 dalam Rusli 2010:108). Seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Hairul (2012), Hermawan (2002) dan Ibrahim (1989) mengenai migrasi, faktor pendorong ekonomi individu melakukan migrasi adalah sempitnya lapangan kerja, tingkat upah rendah di desa dan sektor primer yang sudah tidak menjanjikan.
11 Faktor pendorong nonekonomi individu melakukan migrasi ke kota adalah ketiadaan fasilitas pendidikan, kesehatan dan transportasi yang baik serta keberadaan sanak saudara di daerah tujuan. Faktor penarik ekonomi individu melakukan migrasi ke kota adalah lapangan kerja yang luas di sektor informal, tingkat upah yang tinggi di kota dan lokasi usaha yang strategis dan murah. Faktor penarik nonekonomi individu melakukan migrasi ke kota adalah keberadaan fasilitas pendidikan, kesehatan dan transportasi yang baik di kota, kisah sukses kerabat yang sudah mengadu nasib di kota dan keinginan untuk mendapatkan status sosial yang tinggi di desa. Kerangka Pe mikiran Penelitian ini dimulai dengan mengkaji sejumlah dimensi dampak yang mempengaruhi motivasi migran melakukan perubahan pola migrasi dari sirkuler ke komuter yang meliputi variabel dampak ekonomi dan variabel dampak sosial. Variabel dampak ekonomi yang ditemukan adalah peningkatan pendapatan. Adapun pada variabel dampak sosial peneliti menemukan dua dampak sosial, yakni berupa peningkatan prestige sosial dan kedekatan hubungan kekeluargaan. Akibat perubahan pola migrasi dari sirkuler ke komuter tersebut peneliti menganalisis bagaimana pengaruhnya dampak bermigrasi terhadap motivasi ekonomi dan sosial migran melakukan perubahan pola migrasi sirkuler ke komuter. Dimensi motivasi pada penelitian ini dibagi menjadi motivasi ekonomi dan motivasi sosial. Motivasi ekonomi yang ditemukan adalah keinginan meningkatkan pendapatan. Motivasi sosial yang ditemukan adalah keinginan meningkatkan prestige sosial dan keinginan mendapatkan kedekatan dan keharmonisan hubungan rumah tangga. Dampak Ekonomi: 1. Peningkatan pendapatan rumah tangga Sirkuler
Komuter Dampak Sosial: 1. Peningkatan kedekatan hubungan keluarga 2. Peningkatan status sosial
M otivasi Ekonomi: 1. Keinginan meningkatkan pendapatan M otivasi Sosial: 1. Keinginan mendapatkan ikatan keluarga yang harmonis 2. Keinginan mendapatkan prestige sosial di mata masyarakat desa.
Keterangan: : Hubungan pengaruh langsung Gambar 1 Kerangka pemikiran
12 Hipotesis Penelitian 1. 2.
Hipotesis penelitian ini akan disajikan sebagai berikut: Perubahan pola migrasi dari sirkuler ke komuter mengakibatkan dampak ekonomi dan sosial. Dampak ekonomi dan sosial berpengaruh terhadap motivasi ekonomi dan sosial migran melakukan perubahan pola migrasi dari sirkuler ke komuter. Definisi Konseptual
1.
2.
Sirkulasi adalah gerak penduduk yang dilakukan dengan pola menetap sementara pada daerah tujuan dengan alokasi waktu kepulangan yang bervariasi antara seminggu sekali, dua minggu sekali, tiga minggu sekali atau sebulan sekali. Individu yang melakukan sirkulasi disebut dengan sirkuler. Para sirkuler pada umumnya membawa remitan sirkuler dalam bentuk uang dan pengetahuan untuk keluarga mereka. Komutasi adalah gerak penduduk penduduk harian dengan pola tidak menetap. Individu yang melakukan komutasi disebut dengan komuter. Para komuter juga pada umumnya membawa remitan bagi keluarga mereka dalam bentuk uang maupun pengetahuan. Definisi Operasional
1. Dampak adalah efek yang diterima dari suatu perbuatan yang dilakukan. Dampak dapat berupa dampak positif dan dampak negatif. Dampak positif adalah efek menguntungkan yang diperoleh dari suatu tindakan, sedangkan dampak negatif adalah efek merugikan yang diperoleh dari suatu tindakan. Dimensi dampak dalam konteks perubahan pola migrasi dapat dibagi menjadi variabel dampak ekonomi dan variabel dampak sosial. Dimensi dampak pada penelitian ini diukur dengan menggunakan skala ordinal dan dikate gorikan menjadi dampak positif dan dampak negatif. Dampak ekonomi dan sosia l diukur dengan menggunakan pertanyaan tertutup dengan pilihan jawaban “Ya” dan “Tidak”. Jawaban “Ya” diberi skor 2 dan jawaban “Tidak” diberi skor 1. Interval selang diperoleh dengan cara mengurangi skor terbesar dengan skor terkecil kemudian membagi dua hasil pengurangan tersebut. Dampak ekonomi adalah efek ekonomi yang diterima dari suatu tindakan dapat berupa dampak positif maupun dampak negatif. Dampak ekonomi dapat dikategorikan positif apabila nilai skor berada diantara selang 22-28, sedangkan dampak ekonomi dapat dikategorikan negatif apab ila nilai skor berada diantara selang 14-21. - Dampak Positif : 22-28 - Dampak Negatif : 14-21 Dampak sosial adalah efek sosial yang diterima dari suatu tindakan dapat berupa dampak positif maupun dampak negatif. Dampak sosial dapat dikategorikan positif apabila nilai skor berada diantara selang 13-16,
13 sedangkan dampak sosial dapat dikategorikan negatif apabila nilai skor berada diantara selang 8-12. - Dampak Positif : 13-16 - Dampak Negatif : 8-12 2. Motivasi merupakan dorongan dari dalam diri individu untuk melakukan suatu
tindakan nyata demi memuaskan kebutuhan hidup. Dimensi mo tivasi pada penelitian ini diukur dengan menggunakan skala ordinal. Dimensi motivasi kemudian dikategorikan menjadi motivasi tinggi, motivasi sedang dan motivasi rendah dengan menggunakan skala likert. Adapun bentuk indikator pengukuran skala likert untuk mengukur motivasi adalah sebagai berikut: - Sangat Setuju (SS) :5 - Setuju (S) :4 - Ragu-Ragu (RG) :3 - Tidak Setuju (TS) :2 - Sangat Tidak Setuju (STS) :1 Dimensi motivasi pada penelitian ini akan dibagi menjadi dua variabel, yakni variabel motivasi ekonomi dan variabel motivasi sosial. Interval selang diperoleh dengan cara mengurangi skor terbesar dengan skor terkecil kemudian membagi dua hasil pengurangan tersebut. Motivasi ekonomi adalah tindakan nyata yang dilakukan oleh individu untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. Motivasi ekonomi dalam konteks perubahan pola migrasi dapat berupa faktor pendorong ekonomi dan faktor penarik ekonomi. Faktor pendorong ekonomi adalah alasan-alasan ekonomi yang mendorong individu untuk keluar dari pola migrasi sirkuler. Adapun faktor penarik ekonomi adalah alasan-alasan ekonomi yang menarik individu untuk masuk ke pola migrasi komuter. Motivasi ekonomi dapat dikategorikan tinggi apabila nilai skor berada diantara selang 52-70, motivasi ekonomi dapat dikategorikan sedang apabila nilai skor berada pada selang 34-52 dan motivasi ekonomi dapat dikategorikan rendah apabila nilai skor berada pada 14-33. - Motivasi Ekonomi Rendah :14-33 - Motivasi Ekonomi Sedang :34-52 - Motivasi Ekonomi Tinggi :52-70 Motivasi sosial adalah tindakan nyata yang dilakukan oleh individu untuk memenuhi kebutuhan sosial. Motivasi sosial dalam konteks perubahan pola migrasi dapat berupa faktor pendorong sosial dan faktor penarik sosial. Faktor pendorong sosial adalah alasan-alasan sosial yang mendorong individu untuk keluar dari pola migrasi sirkuler, sedangkan faktor penarik sosial adalah alasan-alasan sosial yang menarik individu untuk masuk ke pola migrasi komuter. Motivasi sosial dapat dikategorikan tinggi apabila nilai skor berada diantara selang 36-50, motivasi ekonomi dapat dikategorikan sedang apabila nilai skor berada pada selang 24-36 dan motivasi ekonomi dapat dikategorikan rendah apabila nilai skor berada pada selang 10-23. - Motivasi Sosial Rendah :10-23 - Motivasi Sosial Sedang :24-36 - Motivasi Sosial Tinggi :36-50
14
15
METODE PENELITIAN Penelitian yang dilakukan merupakan jenis penelitian penjelasan (eksplanatif), yakni merupakan penelitian yang digunakan untuk menguji hubungan kausal antar variabel. Penelitian eksplanatori juga merupakan jenis penelitian yang digunakan untuk melakukan pengujian hipotesa. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Desa Parakan Muncang, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan beberapa pertimbangan tertentu. Pertimbangan pertama adalah keberadaan migran dapat dengan mudah diperoleh di desa ini. Pertimbangan kedua adalah di desa ini terdapat fenomena perubahan pola migrasi dari sirkuler ke komuter, sehingga penulis merasa layak bahwa desa ini dapat dijadikan sebagai lokasi penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juli 2013 yang meliputi kegiatan penyusunan proposal penelitian, kolokium untuk memaparkan proposal penelitian, studi lapangan, penyusunan dan penulisan laporan, ujian skripsi, dan perbaikan laporan penelitian. Teknik Pengumpulan Data Unit analisis penelitian ini adalah rumah tangga. Responden yang dimaksud adalah kepala keluarga dan anggota keluarga pada rumah tangga yang berstatus sebagai migran yang melakukan perubahan pola migrasi sirkuler ke komuter. Responden yang diambil merupakan responden yang bekerja sektor informal. Kerangka sampling pada penelitian ini adalah semua rumah tangga migran di kelima dusun dari kesepuluh dusun di Desa Parakan Muncang, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor yang berstatus sebagai migran sirkuler yang beruba h status menjadi migran komuter. Metode pemilihan responden dilakukan dengan teknik purposive sampling atau pengambilan sampel wilayah. Pada metode purposive, sampel dipilih secara sengaja dengan beberapa pertimbangan tertentu. Desa Parakan Muncang memiliki sepuluh dusun yang masing- masing memiliki perbedaan dalam hal mata pencaharian mayoritas penduduk. Kesepuluh dusun tersebut adalah Dusun Baru, Dusun Pasir Maung, Dusun Cogreg, Dusun Pasir Saga, Dusun Blok Paris, Dusun Masiun, Dusun Parakan Muncang, Dusun Pakapuran, Dusun Pasir Ahad dan Dusun Ahad, dari kesepuluh dusun yang terdapat di Desa Parakan Muncang diambil lima dusun yang memiliki kriteria sebagai dusun dengan populasi rumah tangga migran terbanyak. Kelima dusun tersebut ialah Dusun Parakan Muncang, Dusun Pakapuran, Dusun Pasir Saga, Dusun Masiun dan Dusun Blok Paris, sedangkan kelima dusun lainnya tidak menjadi dusun sasaran pada penelitian ini, sebab di kelima dusun tersebut tidak terdapat rumah tangga migran, mayoritas penduduk berkerja sebaga i penambang emas liar. Kerangka sampling diperoleh dari hasil survei lapang. Survei lapang dilakukan dengan cara mendata secara langsung rumah tangga migran yang sesuai dengan kriteria responden, survei lapang dilakukan disebabkan oleh keterbatasan data mengenai jumlah migran pasti yang terdapat di kantor desa. Teknik bola salju (snowball) juga dilakukan kepada informan untuk mengetahui jumlah dan lokasi
16 rumah tangga yang memiliki kriteria sebagai sampel penelitian. Jumlah responden yang digunakan pada penelitian ini berjumlah 30 orang. Alasan penelitian hanya menggunakan 30 responden karena jumlah sampel yang memiliki kriteria sebagai migran yang melakukan perubahan pola migrasi dari sirkuler ke komuter sangat sedikit, sebagian besar sampel masih berstatus sebagai migran sirkuler. Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung berdasarkan pengisian panduan pertanyaan kuisioner oleh responden. Pengisian kuisioner dapat dilakukan sendiri oleh responden atau dengan bimbingan peneliti apabila responden kurang memahami isi pertanyaan. Data sekunder diperoleh berdasarkan penuturan langsung responden dan informan melalui wawancara mendalam. Wawancara mendalam dilakukan dengan menggunakan panduan pertanyaan yang dilisankan oleh peneliti kepada responden dan informan, dimana wawancara mendalam dilakukan untuk tujuan mencari informasi- informasi tambahan yang dianggap penting dan relevan oleh penulis untuk menyempurnakan data penelitian. Data sekunder kemudian didokumentasikan dalam bentuk rekaman suara agar tidak terjadi distorsi informasi. Studi literatur- literatur bahan pustaka yang terkait dengan topik penelitian juga dilakukan untuk memperkuat hasil analisis penelitian. Semua metode dilakukan untuk memperoleh data yang memiliki realibilitas dan validitas tinggi, sehingga memudahkan peneliti untuk menyelesaikan penelitian. Teknik Pengolahan dan Analisis Data Instrumen yang digunakan pada penelitian ini menggunakan kuesioner dan panduan pertanyaan (pendoman wawancara). Kuisioner yang digunakan pada penelitian dapat dibagi menjadi dua bagian. Pertama, berisikan pertanyaan mengenai dampak ekonomi dan sosial yang diterima migran ketika mengubah pola migrasi dari sirkuler ke komuter. Kedua, berisikan mengenai pertanyaan seputar motivasi ekonomi dan sosial rumah tangga migran melakukan perubahan pola migrasi dari sirkuler ke komuter setelah melihat dampak ekonomi dan sosial yang diterima. Pengolahan data dilakukan dengan beberapa langkah, yaitu Pertama, melakukan pengkodean kemudian memasukkan data ke dalam buku kode atau lembaran kode. Kedua, melakukan Uji Crosstab dengan bantuan software SPSS for Windows versi 16.0. Ketiga, mengedit yakni mengoreksi kesalahan-kesalahan yang ditemui setelah membaca tabel frekuensi atau tabel silang Singarimbun dan Effendi (2006). Data hasil kuesioner terhadap responden kemudian selanjutnya diolah secara statistik deskriptif dan diinterprestasikan dengan menggunakan software SPSS for Windows versi 16.0 dan Microsoft Excel 2007. Analisis Rank Spearman dengan nilai alpha 5% untuk data-data ordinal, yaitu hubungan korelasi antara dampak ekonomi dan sosial migran dari perubahan pola migrasi sirkuler ke komuter dengan motivasi ekonomi dan sosial migran. Data-data kualitatif yang diperoleh saat wawancara digunakan untuk memperkuat data kuantitatif yang diperoleh. Rumus korelasi Rank Spearman adalah sebagai berikut:
17 Dimana: ρ atau rs : koefisien korelasi spearman rank di : determinan n : jumlah data atau sampel Kaidah pengambilan keputusan tentang hubungan antarvariabel dalam uji korelasi Rank Spearman adalah melalui nilai signifikansi atau probabilitas atau α yang digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antar variabel yang diteliti. Apabila terdapat suatu pengujian hipotesis secara statistik ternyata H0 ditolak, maka Ha atau H1 tidak ditolak. Keputusan apakah H0 ditolak atau tidak ditolak, adalah berdasarkan pada hasil perhitungan dengan menggunakan tes statistik tertentu. Apabila hasil perhitungan statistik itu berada di daerah penolakan (daerah kritik) pada distribusi sampling penelitian yang bersangkutan, maka hipotesis nol (H0 ) ditolak, demikian pula sebaliknya. Luasnya daerah penolakan (H0 ) dinyatakan dalam α yang ditetapkan oleh peneliti sebelum pengujian hipotesis dilakukan Suyanto dan Sutinah (2005). Signifikansi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebesar α (0,05), artinya hasil penelitian mempunyai kesempatan untuk benar atau tingkat kepercayaan sebesar 95% dan tingkat kesalahan sebesar 5%. Dasar pengambilan keputusan pada penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: a. Jika angka signifikansi hasil penelitian < 0,05 maka H0 ditolak. Jadi hubungan kedua variabel signifikan. b. Jika angka signifikansi hasil penelitian > 0,05 maka H0 diterima. Jadi hubungan kedua variabel tidak signifikan. Analisis tabulasi silang digunakan untuk membandingkan kecenderungan pengaruh antara motivasi ekonomi dan sosial migran melakukan perubahan pola migrasi sirkuler ke komuter. Analisis dilakukan dengan membandingkan besarnya nilai crosstab antara kedua variabel tersebut. Analisis dilakukan dengan melihat perbedaan nilai kategori pada masing- masing variabel dan memiliki urutan yang sistematis dari “tinggi”, “sedang” dan “rendah” maka variabel yang memiliki angka kategori tinggi yang terbesar dan sistematis antara kategori “tinggi”, “sedang” dan “rendah” dapat dikategorikan sebagai motivasi yang dominan mempengaruhi.
18
19
PROFIL DESA PARAKAN MUNCANG Profil Desa Parakan Muncang memuat informasi mengenai desa yang dijadikan sebagai lokasi penelitian. Adapun informasi yang terdapat pada profil desa meliputi kondisi geografis Desa Parakan Muncang yang memberikan informasi mengenai sumberdaya alam, sarana dan prasarana Desa Parakan Muncang yang memberikan informasi mengenai gambaran tingkat kesejahteraan desa, struktur kependudukan yang memberikan informasi mengenai gambaran peluang lapangan kerja dan tingkat kesejahteraan penduduk serta alur sejarah migrasi penduduk setempat. Letak Geografis Desa Parakan Muncang merupakan salah satu desa dari kesebelas desa yang terdapat pada Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Kesebelas desa tersebut ialah Desa Hambaro, Desa Kalong Liud, Desa Sukaluyu, Desa Pangkal Jaya, Desa Nanggung, Desa Parakan Muncang, Desa Curug Bitung, Desa Cisarua, Desa Bantar Karet, Desa Malasari dan Desa Batu Tulis. Desa Parakan Muncang berbatasan langsung dengan beberapa desa didalam satu kecamatan dan dengan beberapa kecamatan lain. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Leuwisadeng, sebelah timur berbatasan dengan Desa Batu Tulis, Desa Kalong Liud, Desa Hambaro, Desa Pangkal Jaya dan Desa Sukaluyu, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Nanggung dan Desa Curug Bitung dan sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Sukajaya dan Kecamatan Cigudeg. Desa Parakan Muncang memiliki ketinggian berkisar 300-1500 dpl diatas permukaan laut, memiliki suhu udara yangs sejuk dengan kisaran suhu harian rata-rata 20-30 derajat celcius. Desa Parakan Muncang memiliki topografi tanah yang tandus dan berdebu dengan curah hujan rata-rata sebesar 3000-3500 mm/tahun. Desa Parakan Muncang terbagi menjadi beberapa dusun dan setiap dusun memiliki kepala dusunnya masing- masing. Dusun-dusun yang terdapat pada Desa Parakan Muncang meliputi Dusun Baru, Dusun Pasir Maung, Dusun Cogreg, Dusun Pasir Saga, Dusun Blok Paris, Dusun Masiun, Dusun Parakan Muncang, Dusun Pakapuran, Dusun Pasir Ahad dan Dusun Ahad. Lahan yang terdapat pada Desa Parakan Muncang sebagian besar dimanfaatkan sebagai lahan pertanian dan pertambangan dengan alokasi pembagian lahan pertanian sebesar 30 persen (1.625 ha) sedangkan lahan pertambangan emas sebesar 70 persen. Sarana dan Prasarana Sarana dan prasarana yang tersedia di Desa Parakan Muncang meliputi transportasi darat, pasar, rumah peribadatan, kesehatan, pendidikan, irigasi, jembatan, komunikasi dan informasi, koperasi, parawisata, posyandu, keamanan dan paguyuban. Sarana transportasi darat yang tersedia di Desa Parakan Muncang meliputi jalan beraspal yang merupakan akses untuk masuk ke wilayah Desa Parakan Muncang. Jalan beraspal ini merupakan jalan yang menghubungkan antara Desa Parakan Muncang dengan desa dan kecamatan lainnya. Ko ndisi jalan beraspal kini sudah mulai rusak dan membutuhkan perbaikan yang cukup besar.
20 Kerusakan yang terjadi disebabkan karena sering masuknya truk-truk besar pertambangan, sehingga jalan sering mengalami erosi dan berlubang-lubang akibat aktivitas tersebut. Sarana angkutan umum yang tersedia di Desa Parakan Muncang adalah angkot jurusan Nanggung-Leuwiliang yang memiliki trayek dari Terminal Leuwiliang sampai Desa Malasari dengan tarif ongkos yang terbilang cukup murah hanya lima ribu rupiah dari terminal sampai Desa Parakan Muncang. Angkutan umum yang beroperasi hanya sampai jam 7 malam, selain itu para warga yang pulang ke desa diatas jam 7 malam dapat mengandalkan sarana angkutan altenatif berupa ojek atau taksi. Pangkal ojek yang terdapat di Desa Parakan Muncang terbagi menjadi 2 unit. Unit pertama terletak di pertigaan antara Nanggung-Jasinga dan unit kedua terletak di Desa Parakan Muncang. Masyarakat Kecamatan Nanggung mayoritas beragama Islam. Sarana peribadatan yang terdapat di Desa Parakan Muncang terintegrasi dengan Kecamatan Nanggung, hal ini terjadi karena lokasi antara Kantor Kecamatan Nanggung dengan Kantor Desa Parakan Muncang yang berdekatan. Jumlah sarana peribadatan yang terdapat di Desa Parakan Muncang terdiri dari Mesjid sebanyak 9 unit, Mushola sebanyak 14 unit, Pondok Pesantren sebanyak 4 unit dan Majelis Taalim sebanyak 22 unit. Pasar yang terdapat di Desa Parakan Muncang terdiri dari 1 unit pasar tradisional yang berlokasi di Desa Nanggung, 1 unit Pasar Milik Desa di Desa Curug Bitung dan 1 mini market yang berlokasi di Desa Parakan Muncang. Jumlah pasar yang minim membuat masyarakat di Desa Parakan Muncang sering berbelanja di pasar yang berlokasi di desa lain. Sarana kesehatan yang terdapat di Desa Parakan Muncang cukup minim dengan kondisi sarana kesehatan yang juga terpusat di Kecamatan Nanggung. Jumlah sarana kesehatan yang terdapat di Kecamatan Nanggung terdiri dari 1 unit Poned Nanggung, 1 Unit UPTD Puskemas Nanggung, 1 unit Pustu Cisarua, 1 unit Pustu Hambaro dan 1 unit Wahana Malasari. Jumlah tenaga medis yang terdapat di Kecamatan Nanggung terdiri dari tenaga dokter 3 orang, dokter gigi 1 orang, bidan koordinator 2 orang, bidan puskemas 4 orang, bidan desa 10 orang, perawat 6 orang, sanitarian 1 orang, laboratorium 1 orang da n imunisasi 2 orang. Sarana pendidikan yang terdapat di Desa Parakan Muncang terdiri dari TK, PAUD, PKBM, SD, SMP dan SMA. Jumlah sekolah dasar yang terdapat di Desa Parakan Muncang terdiri dari 3 SD, yakni SDN Parakan Muncang 01, SDN Parakan Muncang 02 dan SDN Parakan Muncang 03, sedangkan untuk fasilitas pendidikan menengah pertama di Desa Parakan Muncang terdapat 7 unit SMP, yakni SMPN 1 Nanggung, SMPN Satu Atap Nanggung, SMPS Darul Fikri, SMPS PUI Nanggung, SMPS Muhammadyah 1 Nanggung, SMPS Islam Yatabo dan SMPS Islam Terpadu Cendikia Muslim. Sarana pendidikan menengah pertama dan atas yang terdapat di Desa Parakan Muncang cukup sedikit dan terpusat di Kecamatan Nangggung, sehingga banyak murid dari desa lain yang juga bersekolah disini atau bersekolah di kecamatan lain. Jumlah sekolah menengah atas yang terdapat di Desa Parakan Muncang terdiri dari 1 unit, yakni SMAN 1 Nanggung, TK sebanyak 5 unit, PAUD sebanyak 16 unit dan PKBM sebanyak 3 unit. Jumlah tenaga kependidikan yang terdapat di Desa Parakan Muncang maupun Kecamatan Nanggung terdiri dari Guru PNS sebanyak 150 orang, Guru Non PNS 230 orang, staf tata usaha 16 orang dan staf penjaga sekolah 18 orang. Presentasi tingkat pendidikan
21 masyarakat Desa Parakan Muncang terbilang cukup tinggi untuk Tidak Tamat SD sebesar 4%, Tamat SD 40%. Tamat SMP 32%, Tamat SMA 13%, Perguruan Tinggi 1% dan Belum Sekolah 10%. Sarana irigasi yang terdapat di Desa Parakan Muncang seluas 2.228 ha dengan jumlah DAS sebanyak 54 unit dan jumlah bendungan irigasi sebanyak 8 unit. Kondisi dari setiap DAS memiliki kondisi yang beragam, yakni 8 DAS memiliki kondisi yang baik, 4 DAS rusak ringan, 19 DAS rusak sedang dan 22 DAS rusak berat. Bendungan yang terdapat di Desa Parakan Muncang semua memiliki kondisi yang baik. Desa Parakan Muncang memiliki jembatan sebanyak 37 buah dengan kondisi 27 kondisi baik, 2 rusak ringan, 7 rusak sedang dan tidak ada yang rusak berat. Sarana komunikasi dan informasi yang terdapat di Desa Parakan Muncang dapat terlihat dari menara pemancar sinyal yang terdapat di kantor desa sebanyak 1 unit dan beberapa warnet (warung internet) serta telepon umum sebanyak 1 unit. Sarana koperasi yang terdapat di desa Parakan Muncang terdiri dari 26 unit koperasi dengan perincian koperasi yang masih aktif sebanyak 18 unit sampai dengan akhir tahun 2010. Obyek parawisata yang terdapat di Kecamatan Nanggung lebih didominasi oleh ekowisata berupa Perkebunan Teh Nirmala, Curug Citamiang dan Bedeng Melani Nirmala. Posyandu yang terdapat di Desa Parakan Muncang terdiri dari 4 unit, yakni posyandu mandiri, posyandu purnama, posyandu madya dan posyandu pratama. Masing- masing posyandu masih aktif dan memiliki jumlah kader yang cukup terlatih. Sarana keamanan yang terdapat di Desa Parakan Muncang terdiri dari 1 unit Kantor Polisi yang berlokasi di Kecamatan Nanggung dan beberapa pos linmas yang berjaga di setiap titik rawan kriminal. Kegiatan paguyuban yang dilakukan oleh masyarakat desa lebih kepada kegiatan PNPM Mandiri seperti pembuatan jalan, perbaikan sekolah, pembuatan MCK, kematian dan arisan. Struktur Kependudukan Jumlah penduduk di Desa Parakan Muncang sebesar 6.368 jiwa dengan alokasi penduduk laki- laki sebesar 3.337 jiwa dan perempuan sebesar 3.031 jiwa. Mata pencaharian sebagian besar penduduk adalah sebagai pekerja tambang, baik merupakan pekerja tambang pada PT Antam (Aneka Tambang) maupun sebagai pekerja tambang lepas (Gurandil). Hal ini dapat terjadi mengingat kondisi topografi Kecamatan Nanggung yang kaya akan bahan tambang emas, sehingga banyak penduduk desa yang melakukan kegiatan penambangan emas sebagai mata pencaharian mereka. Selain itu sebagian lagi mata pencaharian penduduk Desa Parakan Muncang adalah sebagai migran ke Jakarta dengan berbagai profesi seperti sebagai tukang roti, tukang ojek, pedagang sayur, pedagang buah, tukang bangunan dan sopir angkutan umum. Para migran yang terdapat pada Desa Parakan Muncang sebagian besar berdomisili di Dusun Masiun, Dusun Parakan Muncang, Dusun Pasir Saga, Dusun Blok Paris dan Dusun Pakapuran sedangkan di dusun lain mata pencaharian penduduknya sebagai besar sebagai Gurandil. Para migran yang terdapat pada Desa Parakan Muncang sebagian besar merupakan migran sirkuler, hal ini terjadi karena lokasi desa yang cukup jauh dengan Jakarta sehingga banyak diantara migran yang memutuskan untuk menetap sementara di kota daripada harus setiap hari pulang ke desa dengan pendapatan yang tidak terlalu besar. Namun diantara para migran sirkuler yang
22 berada di desa terdapat beberapa migran yang ternyata merupakan migran komuter yang sebelumnya berstatus sebagai migran sirkuler. Kondisi ini dapat terjadi karena terdapat beberapa faktor yang mendukung mobiltas mereka seperti sepeda motor, angkutan umum langsung ke Jakarta serta kondisi perekonomian yang sudah membaik. Para migran yang bekerja di Jakarta sebagian besar merupakan migran laki- laki dibandingkan dengan perempuan. Para perempuan cenderung bekerja di rumah sebagai ibu rumah tangga atau mengurusi sawah/lahan pertanian untuk keperluan domestik atau dijual ke pasar. Usia produktif rata-rata migran yang bekerja di Jakarta cukup tinggi, dimana kisaran usia 50 tahun keatas masih produktif bekerja. Sejarah Migrasi Sejarah mengenai proses migrasi diperoleh berdasarkan penuturan Bapak Rs selaku perangkat Desa Parakan Muncang yang mengetahui seluk beluk mengenai sejarah proses migrasi yang dilakukan oleh penduduk desa. Kegiatan migrasi yang dilakukan oleh penduduk desa sebenarnya sudah dilakukan semenjak beberapa waktu silam tepatnya dimulai dari tahun 1957. Pada saat tersebut sebagian besar penduduk melakukan migrasi sirkuler dengan pola bulanan. Migrasi sirkuler dilakukan dengan alasan terbatasnya akses transportasi yang menghubungkan antara desa dengan kota. Migran pada saat itu masih berjumlah sedikit, sebab lahan pertanian yang dimiliki oleh penduduk desa masih mencukupi untuk kebutuhan hidup secara subsisten. Keputusan untuk menjadi migran juga diperkuat oleh adanya dorongan untuk mendapatkan pendapatan lebih, sebab lahan pertanian yang ada saat ini sudah tidak produktif lagi seperti dulu. Desa Parakan Muncang terbagi menjadi sepuluh dusun yang terdiri dari Dusun Baru, Dusun Pasir Maung, Dusun Cogreg, Dusun Pasir Saga, Dusun Blok Paris, Dusun Masiun, Dusun Parakan Muncang, Dusun Pakapuran, Dusun Pasir Ahad dan Dusun Ahad. Dari kesepuluh dusun tersebut hanya terdapat lima dusun yang memiliki rumah tangga migran. Konsentrasi pada kelima dusun tersebut terjadi karena terdapat faktor kekerabatan dalam hal perekrutan kerja sebagai migran yang notabene berada di satu wilayah dusun. Kelima dusun lainnya mayoritas sebagian besar berkerja sebagai gurandil yang juga proses perekrutan kerja berdasarkan pada faktor kekerabatan keluarga. Migrasi dengan kepulangan setiap hari atau komuter baru dilakukan semenjak muncul sarana transportasi baru yang mempermudah penduduk untuk melakukan perpindahan. Migrasi komuter terjadi pada tahun 1998, ketika pada saat itu terjadi gelombang krisis moneter yang mendorong migran untuk melakukan komutasi karena biaya hidup yang semakin mahal dengan menjadi sirkuler. Akibat dari biaya transportasi yang murah dan biaya hidup dengan menjadi sirkuler yang semakin mahal membuat banyak dari migran di desa yang memutuskan untuk melakukan perubahan pola migrasi dari sirkuler ke komuter agar tetap bertahan hidup.
23
DAMPAK PERUBAHAN POLA MIGRASI DARI SIRKULER KE KOMUTER TERHADAP DAERAH ASAL Berdasarkan hasil penelitian ditemukan sejumlah dampak ekonomi dan sosial yang diterima oleh rumah tangga dan daerah asal terhadap perubahan pola migrasi dari sirkuler ke komuter. Dampak ekonomi yang ditemukan adalah terjadinya peningkatan pendapatan dan dampak sosial berupa peningkatan prestige sosial dan kedekatan hubungan dengan keluarga. Dampak yang diterima oleh daerah asal adalah terjadinya peningkatan pembangunan infrastruktur desa dan degradasi budaya desa. Tabel 1 Dampak ekonomi perubahan pola migrasi dari sirkuler ke komuter terhadap rumah tangga migran berdasarkan skala likert (2013) No 1
2
Dampak Ekonomi Perubahan pola migrasi menjadi komuter menyebabkan pendapatan meningkat Pendapatan komuter sudah diatas atau sama dengan UMR Jakarta
Kategori Ya (%) Tidak (%)
Total (N/%)
100
0
30/100
90
10
30/100
Data pada Tabel 1 menunjukan bahwa terdapat dampak ekonomi yang diterima oleh rumah tangga migran setelah melakukan perubahan pola migrasi dari sirkuler ke komuter. Dampak ekonomi tersebut berupa peningkatan pendapatan migran. Peningkatan pendapatan terlihat pada indikator pertama, yakni perubahan pola migrasi menjadi komuter menyebabkan pendapatan meningkat yang memperoleh skor sebesar 100 persen pada kategori “Ya” dan 0 persen pada kategori “Tidak”. Skor tersebut memberikan indikasi bahwa terdapat sebanyak 30 responden yang menyatakan setuju bahwa setelah responden melakukan perubahan pola migrasi menjadi komuter pendapatan yang diterima semakin meningkat. Peningkatan pendapatan dapat terjadi karena beberapa faktor seperti tingkat upah yang tinggi di kota dan biaya hidup komuter jauh lebih murah. Akibat dari kedua faktor inilah yang menyebabkan terjadi perbedaan besar pendapatan antara sirkuler dan komuter. Berdasarkan data pada Tabel 1 peningkatan pendapatan responden dapat terjadi karena tingkat upah atau UMR di Jakarta yang lebih besar daripada di Bogor. Terdapat sebanyak 90 persen atau 27 orang dari 30 responden yang menyatakan “Ya” dan sebanyak 10 persen atau 3 orang dari 30 responden menyatakan “Tidak”. Kondisi ini menunjukan bahwa peningkatan pendapatan dapat terjadi karena pengaruh dari upah minimum rakyat yang berbeda antara daerah asal dengan daerah tujuan. Responden yang menyatakan setuju berpendapat bahwa upah yang dapat diperoleh dengan berkerja sebagai migran di Jakarta sudah berada diatas atau sama dengan upah minimun Jakarta yang jumlahnya jauh lebih besar daripada upah kerja di desa, perbedaan tersebut dapat muncul karena pasaran harga upah antara kota dan desa yang
24 timpang. Sebagai contoh penuturan salah satu responden yang menyatakan bahwa upah yang diterima sudah lebih besar daripada UMR Kota Jakarta yang sebesar Rp. 2.200.000,00: “....Pendapatan saya sih kalo dikalku lasiin uda lebih dek dari 2,2 juta. Upah segitu mah uda standar di Jakarta, kalo di Bogor baru deh keliatan gedenya, tapi percuma juga dek kalo saya dapat untung gede tapi mondok di Jakarta bisa abis duit saya buat biaya mondok disin i. Emang sih upah di Jakarta gede tapi kan biaya hidupnya juga gede makanya saya ambil siasat dengan pulang-pergi ajah biar bisa ngehemat biaya makan, biaya sewa kontrakan, biaya listrik kontrakan sama biaya air...” (Shr, 65 Thn).
Berdasarkan hasil wawancara dengan responden terlihat bahwa perbedaan tingkat upah antara desa dan kota cukup berpengaruh terhadap besarnya peningkatan pendapatan yang diterima oleh responden, namun besarnya peningkatan pendapatan tersebut tidak akan nampak apabila responden masih berstatus sebagai migran sirkuler. Responden yang menyatakan “Tidak” berpendapat bahwa tingkat upah di Jakarta tidak berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan, kondisi ini dapat terjadi karena responden memiliki jumlah tanggungan anak yang cukup banyak, sehingga pendapatan yang diterima habis tanpa sisa. Sebagaimana penuturan salah responden adalah sebagai berikut: “...Yahh dek tiap gajian yah pasti uang saya abis buat makan keluarga, maklu m anak saya ada 8 orang dan semuanya masih kecil-kecil belo m ada yang kerja. Jadi saya kerja keras banget dek buat bisa kasih makan mereka...” (Sra, 40 Thn).
Faktor kedua yang berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan responden adalah biaya hidup komuter yang murah daripada sirkuler. Biaya hidup yang lebih murah terjadi karena responden tidak perlu membayar biaya makan, biaya sewa pemukiman, biaya listrik dan air pada saat menjadi sirkuler. Komuter hanya dibebani oleh biaya transportasi yang murah karena responden menggunakan sepeda motor untuk melakukan komutasi, sehingga akibat kondisi tersebut menyebabkan pendapatan komuter jauh lebih besar daripada sirkuler. Salah satu responden bernama Bapak As (40 Thn) berpendapatan sebagai berikut: “...Alhamdulilah yah dek setelah saya kerja ku rang lebih lima tahun saya uda bisa dek nyicil-nyicil buat ngebangun rumah sama buat bayar cicilan motor. Duit lebih kerasa adanya pas uda bolak-balik dek. Ada sisa buat ditabung, biaya hidup jadi mig ran pulang-pergi emang lebih murah sih...” (As, 40 Thn).
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak As (40 Thn) terlihat bahwa peningkatan pendapatan ternyata berdampak terhadap peningkatan kesejahteraan ekonomi rumah tangga migran. Berdasarkan hasil temuan pada penelitian ini bentuk peningkatan pendapatan responden dapat diukur dengan beberapa indikator seperti kondisi pemukiman migran, kemampuan migran membeli alat komunikasi, seperti telepon genggam, kemampuan responden membeli kendaraan pribadi seperti motor dan mobil. Tabel 2 menunjukan data mengenai sejumlah indikator peningkatan pendapatan tersebut
25
Tabel 2 Indikator- indikator peningkatan pendapatan rumah tangga migran berdasarkan skala likert (2013) No 1 2
3
Dampak Ekonomi Pendapatan komuter sudah mampu digunakan untuk merenovasi rumah Pendapatan komuter sudah mampu digunakan untuk membeli alat komunikasi Pendapatan komuter sudah mampu digunakan untuk membeli kendaraan pribadi/sepeda motor/mobil
Kategori Ya (%) Tidak (%)
Total (N/%)
60
40
30/100
73.3
26.7
30/100
56.7
43.3
30/100
Berdasarkan data pada Tabel 2 terdapat sejumlah indikator peningkatan pendapatan yang diterima responden sebagai akibat dari perubahan pola migrasi dari sirkuler ke komuter. Pada indikator pertama peningkatan pendapatan terlihat dari sisi kemampuan responden untuk merenovasi rumah dengan menggunakan pendapatan komuter. Sebanyak 60 persen atau 18 orang dari 30 responden yang menyatakan “Ya” dan sebanyak 40 persen atau 11 orang dari 30 responden menyatakan “Tidak”. Kondisi ini menunjukan bahwa responden mampu menggunakan pendapatan untuk merenovasi rumah. Responden yang mampu menggunakan pendapatannya untuk merenovasi rumah terlihat kondisi rumah yang cukup layak huni, berlantaikan keramik, beratapkan genteng, berdinding tembok dan memiliki kamar mandi sehat. Kesadaran responden terhadap hunian bersih dan sehat cukup baik, disamping itu terdapat juga motif sosial dari kegiatan renovasi rumah adalah keinginan responden dianggap hidup sejahtera oleh warga asal dengan memiliki rumah bagus. Seperti penuturan salah satu responden dibawah ini: “...Saya mah dulu cita-cita banget mas buat benerin rumah orang tua saya soalnya rumahnya uda jelek bgt, ku muh bgt. Yah setelah kerja sih lu mayan saya bisa nabung sedikit-sedikit buat bikin kamar mandi sama bikin teras. Kan enak mas kalo diliat warga sini jad i gak keliatan susah banget. Malu saya...” (Ahd, 24 Thn).
Sebanyak 11 responden yang menyatakan “Tidak” memiliki anggapan yang berbeda. Kesebelas responden tersebut lebih menyukai menggunakan pendapatannya untuk mengangsur kendaraan pribadi daripada me renovasi rumah. Alasan dari kesebelas responden tersebut ialah bahwa rumah sudah dalam kondisi baik, sehingga tidak memerlukan perawatan lagi. Indikator kedua dari peningkatan pendapatan responden adalah kemampuan responden untuk membeli alat komunikasi seperti handphone. Berdasarkan hasil survey terdapat sebanyak 73.3 persen atau 22 orang dari 30 responden yang menyatakan “Ya” dan sebanyak
26 26.7 persen atau 8 orang dari 30 responden yang menyatakan “Tidak” mampu untuk menggunakan pendapatan komuter untuk membeli sebuah alat komunikasi. Responden yang menyatakan mampu untuk membeli alat komunikasi mengaku bahwa pembelian alat komunikasi sangat penting untuk kegiatan usaha dan hubungan dengan keluarga. Melalui telepon genggam responden dapat berhubungan dengan klien usaha dan dengan keluarga dari jarak jauh. Pembelian alat komunikasi juga berhubungan dengan motif prestige sosial di mata masyarakat. Salah satu responden memberikan penuturan sebagai berikut: “...Hape tuh ibarat nyawa kedua saya mas. Kalo gak ada hape saya bingung nanti pelanggan roti saya pada nghubungin saya gimana, soalnya kalo jualan di ko mplek gtu mas. Uda ada langganannya masing-masing jadi saya gak bisa sembarangan masuk ko mplek laen, soalnya pasti uda ada pedagang roti dari pabrik laen. Pake hp juga enak mas bisa buat gaya di depan keluarga atau cewecewe desa hahahaha” (Ahd, 24 Thn).
Sebanyak 8 responden yang menyatakan “Tidak” berpendapat bahwa pendapatan komuter belum mampu untuk dibelikan sebuah telepon genggam, selain itu juga terdapat beberapa responden yang buta huruf dan tidak mengerti mengenai penggunaan telepon genggam. Indikator ketiga dari peningkatan pendapatan responden terlihat dari kemampuan responden untuk membeli kendaraan pribadi berupa mobil atau sepeda motor. Sebanyak 56.7 persen atau 17 orang dari 30 responden yang menyatakan “Ya” dan sebanyak 43.3 persen atau 14 orang dari 30 responden yang menyatakan “ Tidak” menggunakan pendapatan komuter untuk membeli atau mengangsur kendaraan pribadi. Kendaraan pribadi yang dimiliki oleh sebagian besar responden adalah sepeda motor. Kendaraan ini memiliki peranan penting dalam mempermudah dan memperhemat perjalanan komuter migran. Dengan menggunakan sepeda motor responden mampu merubah pola migrasi dari sirkuler ke komuter, sebab menggunakan sepeda motor jauh lebih hemat daripada harus menginap di kota selama beberapa minggu. Penggunaan sepeda motor inilah yang menyebabkan biaya hidup komuter menjadi lebih murah, sehingga pendapatan responden semakin meningkat. Salah satu responden berpendapat sebagai berikut: “...Saya mah leb ih penting punya motor deh dek daripada punya emas atau tanah, soalnya lebih kepake ajah buat kerja. Pake motor ngebuat saya jadi bisa pp terus, gausah nginep-nginep di pasar deh ampe berminggu-minggu. Lagian orang yang punya motor juga dipandang lebih maju dek di kampung sini...” (Rsa, 27 Thn).
Berdasarkan penuturan Bapak Rsa (27 Thn) terlihat juga terdapat motif sosial berupa prestige sosial dengan memiliki sebuah sepeda motor. Sebanyak 14 responden menyatakan belum mampu untuk membeli atau mengangsur sebuah sepeda motor karena sebagian responden mengaku takut untuk mengangsur sepeda motor dan sebagian lagi memilih untuk menabung terlebih dahulu daripada mengangsur. Seperti kesaksian responden dibawah ini: “...Saya mah takut dek kalo mau ngeredit motor. Takut gak kebayar. Nanti b isa ditagih-tagih debt collector. Lag ian sayang juga nanti uda lama -lama ngeredit terus gak kebayar angus deh uang yang sebelumnya...” (Ep , 37 Thn).
27 Tabel 3 Selisih perbedaan pendapatan antara sirkuler ke komuter (2013) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Nama Mhn Asp Acm Ahd Adh Spa Mhs In Sra Udn Isa Pdn Mmn Slm Kri Rhm Ung Dra Sha Kna Adr Ep Hmn Rsn Isl Bsi Rsa Slmn Meb Shi
Pendapaan Sirkuler Rp. 5.000.000,00 Rp. 5.000.000,00 Rp. 5.000.000,00 Rp. 2.000.000,00 Rp. 1.500.000,00 Rp. 3.000.000,00 Rp. 3.000.000,00 Rp. 2.000.000,00 Rp. 1.000.000,00 Rp. 1.000.000,00 Rp. 1.000.000,00 Rp. 3.000.000,00 Rp. 2.500.000,00 Rp. 2.500.000,00 Rp. 2.400.000,00 Rp. 2.500.000,00 Rp. 2.400.000,00 Rp. 3.000.000,00 Rp. 2.400.000,00 Rp. 3.000.000,00 Rp. 2.400.000,00 Rp. 2.000.000,00 Rp. 2.800.000,00 Rp. 2.500.000,00 Rp. 2.400.000,00 Rp. 3.000.000,00 Rp. 2.200.000,00 Rp. 2.000.000,00 Rp. 3.000.000,00 Rp. 6.000.000,00
Pendapatan Komuter Rp. 10.000.000,00 Rp. 10.000.000,00 Rp. 10.000.000,00 Rp. 3.000.000,00 Rp. 2.400.000,00 Rp. 4.000.000,00 Rp. 3.800.000,00 Rp. 2.800.000,00 Rp. 1.500.000,00 Rp. 1.500.000,00 Rp. 1.500.000,00 Rp. 4.500.000,00 Rp. 4.500.000,00 Rp. 2.800.000,00 Rp. 2.700.000,00 Rp. 2.800.000,00 Rp. 2.700.000,00 Rp. 4.000.000,00 Rp. 2.800.000,00 Rp. 3.500.000,00 Rp. 2.800.000,00 Rp. 2.400.000,00 Rp. 3.000.000,00 Rp. 3.000.000,00 Rp. 2.700.000,00 Rp. 3.500.000,00 Rp. 3.500.000,00 Rp. 3.000.000,00 Rp. 4.000.000,00 Rp. 7.500.000,00
Rataan selisih perbedaan pendapatan sirkuler ke komuter
Selisih Sirkuler ke Komuter Rp. 5.000.000,00 Rp. 5.000.000,00 Rp. 5.000.000,00 Rp. 1.000.000,00 Rp. 900.000,00 Rp. 1.000.000,00 Rp. 800.000,00 Rp. 800.000,00 Rp. 500.000,00 Rp. 500.000,00 Rp. 500.000,00 Rp. 1.500.000,00 Rp. 1.000.000,00 Rp. 300.000,00 Rp. 300.000,00 Rp. 300.000,00 Rp. 300.000,00 Rp. 1.000.000,00 Rp. 400.000,00 Rp. 500.000,00 Rp. 400.000,00 Rp. 400.000,00 Rp. 200.000,00 Rp. 500.000,00 Rp. 300.000,00 Rp. 500.000,00 Rp. 1.300.000,00 Rp. 1.000.000,00 Rp. 1.000.000,00 Rp. 1.500.000,00 Rp. 11.233.333,00
Berdasarkan data pada tabel 3 ditemukan bahwa terdapat rataan pendapatan migran saat melakukan perubahan pola migrasi sirkuler ke komuter. Data pada tabel menunjukan bahwa rataan selisih perbedaan pendapatan sirkuler ke komuter sebesar Rp. 11.233.33,00. Data rataan selisih pendapatan ini mengindikasikan bahwa setiap terjadinya fenomena perubahan pola migrasi sirkuler ke komuter yang dilakukan oleh migran terdapat arus keuangan yang masuk sebesar Rp. 11.233.33,00. Rataan selisih pendapatan yang diterima oleh migran memungkinkan migran memiliki daya beli yang cukup untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. Selisih perbedaan pendapatan yang diterima oleh migran digunakan untuk membeli/mengangsur sebuah sepeda motor, membeli alat komunikasi dan merenovasi rumah. Dampak sosial yang diterima oleh migran setelah melakukan perubahan pola migrasi dari sirkuler ke komuter adalah
28 terjadinya peningkatan prestige sosial di mata masyarakat desa melalui kepemilikan barang simbol status dan kedekatan hubungan kekeluargaan melalui intensitas komunikasi yang rutin. Tabel 4 Dampak sosial perubahan pola migrasi dari sirkuler ke komuter terhadap rumah tangga migran berdasarkan skala likert (2013) No 1
2
Dampak Sosial Setelah menjadi komuter hubungan dengan keluarga menjadi lebih harmonis Setelah menjadi komuter lebih dipandang terhormat oleh warga asal
Ya (%)
Kategori Tidak (%)
Total (N/%)
90
10
30/100
60
40
30/100
Berdasarkan data pada Tabel 4 terdapat dua dampak sosial yang diterima oleh migran setelah melakukan perubahan pola migrasi dari sirkuler ke komuter. Dampak sosial tersebut adalah kedekatan hubungan keluarga yang lebih harmonis dan peningkatan prestige sosial di mata masyarakat desa. Dampak sosial berupa kedekatan hubungan keluarga yang harmonis memiliki angka persentase sebesar 90 persen. Angka ini menunjukan bahwa terdapat sebanyak 27 responden yang menyatakan setuju bahwa perubahan pola migrasi dari sirkuler ke komuter berdampak terhadap peningkatan kedekatan hubungan keluarga. Kedekatan hubungan tersebut terlihat dari intensitas komunikasi yang rutin antara responden dengan anak- istri, sehingga kedekatan emosional dapat terbentuk dengan baik. Kedekatan hubungan keluarga juga dipengaruhi oleh status responden sebagai migran komuter, sehingga dengan waktu kepulangan setiap hari membuat responden menjadi lebih sering berkumpul dengan keluarga. Kedekatan hubungan keluarga yang harmonis juga dipengaruhi oleh faktor ekonomi berupa kesejahteraan ekonomi. Keluarga yang tercukupi kebutuhan hidupnya jauh lebih harmonis dibandingkan dengan yang tidak. Kondisi ini terlihat dari penuturan salah satu responden bernama Bapak Slm (55 Thn): “...Yahhh kalo dibilang harmonis sih harmonis dek, tapi tetep ajah hidup kan perlu duit, jadi kalo mau keluarga harmon is damai sejahtera yahhh kudu ada duit buat beli in i itu, apalagi anak jaman sekarang uda banyak maunya beda sama jaman saya dulu belon ada ps sama hape sih dulu mah...” (Slm, 55 Thn).
Berdasarkan hasil wawancara dengan responden terlihat bahwa dampak sosial berupa kedekatan hubungan keluarga juga dipengaruhi oleh besarnya pendapatan yang dimiliki oleh responden. Terdapat sebanyak 10 persen responden atau 3 responden yang menyatakan tidak setuju bahwa perubahan pola migrasi berdampak terhadap peningkatan kedekatan hubungan keluarga. Kondisi tersebut tidak dirasakan oleh responden, sebab ketiga responden tersebut masih berstatus lajang sehingga tidak merasa terikat oleh ikatan rumah tangga. Dampak sos ial yang kedua adalah terjadi peningkatan prestige sosial di mata masyarakat.
29 Terdapat sebanyak 60 persen atau 18 responden yang menyatakan “Ya” dan sebanyak 40 persen atau 12 responden yang menyatakan “Tidak”. Angka ini menunjukan bahwa terdapat peningkatan prestige sosial setelah responden melakukan perubahan pola migrasi menjadi komuter. Peningkatan prestige sosial tersebut terlihat dari kepemilikan barang simbol status sosial. Indikator seorang responden memiliki prestige sosial tinggi atau rendah terlihat dari sikap hormat warga asal terhadap responden, intensitas undangan rapat desa yang diterima oleh responden dan sumbangsih materi dan pengetahuan migran untuk pembangunan desa. Peningkatan prestige sosial berhubungan dengan peningkatan pendapatan yang diperoleh responden setelah melakukan perpindahan. Pendapatan yang semakin besar membuat responden menjadi mampu untuk membeli barang-barang yang dianggap berkelas oleh warga desa, seperti sepeda motor, telepon genggam rumah dan perhiasaan. Sepeda motor dan telepon genggam merupakan barang yang paling sering digunakan oleh responden untuk menaikan gengsi di mata masyarakat. Warga desa memiliki persepsi bahwa sepeda motor dan telepon genggam merupakan barang mewah, sebab hanya orang-orang tertentu saja yang dapat memiliki barang tersebut. Akibat persepsi yang timbul d i masyarakat ini membuat responden akhirnya termotivasi untuk dapat memiliki barang tersebut agar status sosial dapat meningkat di mata masyarakat. Salah responden memberikan penuturan sebagai berikut: “...Hidup disini mah yah dek gitu pada saingan punya motor, hape sama emas, apalagi migran kalo sampe merantau gak punya apa-apa mah malu atuhhh. Tapi mah yah dek Alhamdulilah deh setelah saya jadi migran hidup saya jadi mendingan bisa punya motor, tanah, emas buat istri. Kalo enggak gtu mah mana bisa saya jadi tetua di desa sini. Migran kalo hidupnya sukses pasti bakal didatengin warga dek. Entah ada yang minta kerjaan, sumbangan atau pendapat buat usaha. Saya juga sering dek diundang sama kades buat rapat bulanan biasanya mah nanti ujung-ujungnya minta sumbangan buat pembangunan desa, tapi mah saya iklas ajah, sekalian b iar tersohor gitu sekampung..” ( Shr, 65 Thn).
Berdasarkan hasil wawancara peningkatan prestige sosial juga dapat diukur dari intensitas undangan rapat desa. Rapat desa merupakan momen, dimana pegawai pemerintahan dan perwakilan desa berdiskusi mengenai rencana pembangunan. Perwakilan desa yang diundang dalam rapat desa, biasanya merupakan orang-orang tertentu dengan berbagai pertimbangan tertentu untuk ikut dalam acara bulanan tersebut. Pertimbangan-pertimbangan yang biasanya dijadikan sebagai ukuran adalah seorang tetua desa dan warga desa yang sukses secara finansial. Perwakilan desa yang biasanya diundang rapat merupakan orang yang memiliki status sosial tinggi di mata masyarakat. Oleh kare na itu tidak mengherankan banyak dari migran komuter yang berusaha untuk meningkatkan citra sukses agar dapat diundang dalam rapat desa tersebut. Keuntungan yang dapat diambil migran dengan mengikuti rapat tersebut, selain dapat meningkatkan prestige sosial juga dapat mengusulkan dan mengikuti program pembangunan. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Kna berikut ini: “...Sebenernya ada enak dan enggaknya sih kalau saya diundang di rapat desa, kerugiannya paling kalo ada sumbangan saya bisa kena nyumbang pak. Sumbangan biasanya sih buat mesjid atau kematian. Tapi keuntungannya kalo ada proyek dari pemerintah saya bisa ikutan nimbrung, yahh lumayan juga sih kecipratan duitnya. Orang desa juga hormat sama kita pak kalo kita suka
30 diundang sama desa, mereka b ilang kita hebat, pinter dan sukses lahh, makanya saya suka ikut ajah kalo desa ngundang...” (Kna, 60 Thn).
Selain dampak secara rumah tangga yang dirasakan oleh migran, terdapat pula dampak ekonomi yang diterima oleh daerah asal akibat dari aktifitas migrasi di Desa Parakan Muncang. Dampak tersebut terlihat dari pembangunan desa yang semakin maju dengan sumbangan materi dan pengetahuan yang diberikan oleh migran kepada desanya. Para migran biasanya menyumbangkan sebagian uang untuk pembangunan sarana dan prasarana desa, seperti pembangunan jalan, pengaspalan jalan, pembangunan mesjid, pembangunan TPA, pembangunan jembatan, saluran air bersih dan kematian. Semua program pembangunan yang dilakukan di Desa Parakan Muncang juga diperoleh dari informasi- informasi kekotaan yang dimiliki oleh migran. Migran dipercaya memiliki informasiinformasi pembangunan kota yang dapat diterapkan di desa, sehingga perkembangan desa tidak tertinggal. Seperti pada penuturan responden dibawah ini: “...Iya dek biasanya mereka (perangkat desa) suka cari tau tentang perkembangan kota tuh kyk apa ke saya, ada apa ajah di kota terus juga suka minta saran kalo mau bangun rumah atau mesjid tuh model yang modern kyk gimana...” (Rh m, 55 Thn).
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Rhm (55 Thn) terlihat bahwa bentuk remitan yang diberikan migran terhadap daerah asal berupa uang dan pengetahuan. Uang diberikan oleh migran dalam bentuk sumbangan pembangunan, sedangkan pengetahuan diberikan oleh migran dalam bentuk informasi- informasi kekotaan, seperti design pembangunan, pola konsumsi dan gaya hidup. Design pembangunan terlihat dalam bentuk design pemba ngunan rumah, sekolah, kantor desa, puskemas, mini market, pasar dan jalan yang mengikuti design yang berada di kota. Perubahan pola konsumsi terlihat dari kebiasaan masyarakat desa yang mulai menyukai makanan- makanan instan yang mencirikan makanan kekotaan. Migran beranggapan bahwa dengan mengonsumsi makanan tersebut berarti dirinya sudah merasa modern, meskipun kandungan gizi antara makanan instan dan makanan tradisional jauh lebih tinggi makanan tradisional. Gaya hidup terlihat dari cara berpakaian masya rakat desa yang mengikuti trend kekotaan dan budaya pedesaan yang mulai luntur dan dilupakan oleh generasi muda. Pengaruh-pengaruh tersebut juga ditambah dengan kemudahan akses informasi berupa televisi dan internet yang turut memberikan pengaruh tambahan. Kesimpulan yang ditemukan dalam penelitian ini adalah dampak ekonomi dari perubahan pola migrasi sirkuler ke komuter yang diterima oleh rumah tangga migran adalah peningkatan pendapatan, sedangkan dampak ekonomi yang diterima oleh daerah adalah pembanguna n infrastruktur desa yang membaik. Adapun dampak sosial dari perubahan pola migrasi sirkuler ke komuter yang diterima oleh rumah tangga migran adalah peningkatan prestige sosial dan kedekatan hubungan keluarga, sedangkan dampak sosial yang diterima oleh daerah asal adalah degradasi budaya pedesaan yang berubah menjadi budaya perkotaan.
31
MOTIVASI EKONOMI TERHADAP PERUBAHAN POLA MIGRASI DARI SIRKULER KE KOMUTER Hasil penelitian menunjukan bahwa ditemukan motivasi yang mempengaruhi keputusan migran untuk melakukan migrasi dan perubahan pola migrasi dari sirkuler ke komuter. Motivasi ekonomi merupakan motivasi utama dari migran untuk melakukan migrasi dan perubahan migrasi dari sirkuler ke komuter. Motivasi ekonomi yang mempengaruhi migran untuk melakukan migrasi adalah sebagai berikut: Tabel 5 Motivasi ekonomi melakukan migrasi ke kota berdasarkan skala likert (2013)
No 1
2
Motivasi Ekonomi Keputusan migran bermigrasi karena tidak ada pekerjaan di desa Keputusan migran bermigrasi karena tingkat upah tinggi di kota
Kategori RG TS (%) (%)
STS (%)
Total (N/%)
SS (%)
S (%)
6.7
73.3
0
0
0
30/100
43.3
50
3.3
3.3
0
30/100
Keterangan: SS: Sangat Setuju, S: Setuju, RG: Ragu-Ragu, TS: Tidak Setuju, STS: Sangat Tidak Setuju.
Berdasarkan data pada Tabel 5 ditemukan bahwa terdapat motivasi ekonomi utama yang mendorong dan menarik migran untuk melakukan migrasi ke daerah tujuan. Kedua motivasi ekonomi tersebut adalah kesempatan kerja yang sempit di daerah asal dan peluang kerja dengan tingkat upah tinggi di daerah tujuan. Sebanyak 73.3 persen atau 22 orang dari 30 responden menyatakan setuju bahwa keputusan migran melakukan migrasi ke daerah tujuan dipengaruhi oleh sempitnya lapangan kerja di daerah asal. Angka persentase pada kategori setuju lebih besar daripada kategori sangat setuju, ragu-ragu, tidak setuju dan sangat tidak setuju. Kesempatan kerja yang sempit di Desa Parakan Muncang merupakan salah satu dari faktor pendorong ekonomi untuk melakukan migrasi ke daerah tujuan. Desa Parakan Muncang merupakan desa yang terbagi atas sepuluh dusun. Kesepuluh dusun tersebut memiliki kondisi dan sumberdaya alam yang cukup berbeda. Kelima dusun pada bagian depan, yakni Dusun Baru, Dusun Pasir Maung, Dusun Cogreg, Dusun Pasir Ahad dan Dusun Ahad merupakan dusun yang memiliki kekayaan alam tambang berupa emas, sehingga sebagian besar masyarakat di kelima dusun tersebut berkerja sebagai penambang emas pada perusahaan tambang atau sebagai penambang emas liar (gurandil). Kelima dusun lainnya yang dijadikan sebagai lokasi penelitian, yakni Dusun Blok Paris, Dusun Parakan Muncang, Dusun Pasir Saga, Dusun Pakapuran dan Dusun Masiun merupakan dusun dengan mata pencaharian sebagai migran. Penduduk pada
32 kelima dusun tersebut memutuskan untuk melakukan migrasi ke kota karena sektor pertanian di desa yang semula dapat menghidupi keluarga sekarang sudah tidak produktif lagi. Lahan pertanian yang kurang produktif, disebabkan karena luas lahan yang dimiliki oleh migran semakin lama semakin sempit dengan tingkat kesuburan yang semakin menurun. Hasil pertanian yang tidak produktif ditambah dengan semakin tingginya biaya hidup pada zaman sekarang membuat penduduk akhirnya terdesak untuk dapat memperoleh penghasilan tambahan demi mencukupi kebutuhan hidup. Akhirnya banyak dari penduduk dusun tersebut yang memutuskan untuk mencari pekerjaan di kota dengan tidak meninggalkan sektor pertanian di desa. Sektor pertanian biasanya ditangani oleh istri dan anak selama migran melakukan migrasi. Penuturan salah salah responden bernama Bapak Ad (50 Thn) adalah sebagai berikut: “...Dulu mah waktu lahan saya masih banyak belom dijualin saya masih bisa dek kasih makan anak sama istri dari hasil tani. Tap i semenjak lahan dijual terus harga sayur murah saya angkat tangan deh, gak cukup, barang-barang sembako ajah uda pada naek kan kalo ngandelin dari tani ajah mah b isa keteteran saya dek. Makanya sekarang saya jualan rot i yah buat tambah -tambah sembari lahan ditanemin sama istri saya...” (Ad, 50 Thn).
Kesempatan kerja yang sempit di daerah asal ditambah dengan tingkat pendidikan yang masih rendah membuat migran berkerja pada sektor informal yang tidak menyaratkan pendidikan tinggi. Pekerjaan yang dilakukan oleh migran terdiri dari tujuh jenis, yakni pedagang sayur, pedagang buah, tukang bangunan, supir angkutan, tukang ojek, tukang roti dan pesuruh. Responden mengaku bahwa pekerjaan yang terdapat di desa sebagian besar merupakan pekerjaan yang mensyaratkan pendidikan dan keterampilan yang tinggi, disamping dengan jumlah yang cukup terbatas. Sebagai contoh responden yang ingin berkerja di perusahaan tambang minimal harus tamat SMA agar dapat berkerja pada perusahaan tersebut atau responden yang ingin menjadi seorang penambang emas liar juga harus memiliki keterampilan menambang dan modal uang untuk membeli sebuah lubang galian. Akibat keterbatasan tersebut membuat responden akhirnya lebih memilih Jakarta sebagai pelarian agar dapat tetap bertahan hidup. Penuturan salah satu responden bernama Bapak In (60 Thn) adalah sebagai berikut: “...Kalo mau kerja di desa paling adanya jadi pegawai pemerintah, pegawai PT Antam atau jadi gurandil. Tapi itu kan butuh modal sekolah tinggi dulu dek. Bapak kan cu man tamatan SD jadi mana b isa kerja begituan, kalo mau jualan buah disini juga kurang laku dek, soalnya tempatnya sepi mending jualan di Jakarta saya bisa dapet uang banyak...” (In, 60 Thn).
Motivasi ekonomi kedua migran melakukan migrasi adalah tingkat upah yang tinggi di kota. Angka pada Tabel 5 menunjukan bahwa terdapat sebanyak 50 persen atau 15 dari 30 responden yang setuju bahwa keputusan untuk melakukan migrasi dipengaruhi oleh tingkat upah tinggi di daerah tujuan. Tingkat upah yang tinggi di kota merupakan faktor penarik ekonomi yang menarik migran untuk bermigrasi ke kota. Keinginan untuk mendapatkan penghasilan yang besar muncul setelah migran mendapatkan cerita sukses dari kerabat yang sebelumnya pernah melakukan migrasi. Cerita sukses yang diberikan mampu memotivasi migran untuk mendapatkan kesuksesan finansial dengan berkerja sebagai migran. Salah
33 satu responden bernama Bapak Mhn (34 Thn) yang sehari-hari berprofesi sebagai pedagang sayur berpendapat sebagai berikut: “...Saya mutusin jadi migran dulu soalnya saya ngeliat sepupu saya yang sukses jadi punya ini itu setelah dia kerja di Jakarta dek. Kata dia kerja di Jakarta itu duitnya gede, dia bisa dapet penghasilan sebulan sampe 3 juta lebih dek. Sepupu saya padahal cuman jadi tukang sayur tapi bisa kebeli tanah sama motor, yah pas ditawarin buat kerja juga yang saya terima lahh daripada disini nganggur gak ada gawean...” (Mhn, 34 Thn).
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Mhn terlihat bahwa tingkat upah yang tinggi di kota memicu responden untuk bermigrasi. Peluang kerja yang luas di kota juga dipengaruhi oleh keberadaan sanak saudara dan kerabat yang mengajak responden untuk bermigrasi. Sebagian besar pekerjaan yang dilakukan oleh responden bersumber dari ajakan kerabat yang terlebih dahulu melakukan migrasi. Dampak ekonomi yang dialami oleh migran sebelumnya sangat memberikan pengaruh yang cukup signifikan dengan motivasi migran melakukan migrasi. Tingkat upah yang tinggi di kota juga dipengaruhi oleh perbedaan angka upah minimun rakyat (UMR) antara Kota Bogor dengan Kota Jakarta. Upah minimum Bogor sebesar Rp. 1.800.000,00 berbeda dengan Jakarta yang sebesar Rp. 2.200.000,00. Perbedaan tingkat upah inilah yang juga mempengaruhi keputusan responden untuk melakukan migrasi ke Jakarta. Tabel 6 Motivasi ekonomi melakukan perubahan pola migrasi sirkuler ke komuter berdasarkan skala likert (2013)
No 1
2
3
4
Motivasi Ekonomi Pendapatan sirkuler sudah memenuhi kebutuhan hidup sehari- hari Keberadaan sarana transportasi memicu perubahan pola migrasi (sepeda motor) Biaya hidup sirkuler jauh lebih tinggi daripada komuter Pendapatan sebagai komuter lebih besar daripada sirkuler
Kategori RG TS (%) (%)
STS (%)
Total (N/%)
SS (%)
S (%)
10
6.7
16.7
60
6.7
30/100
56.7
43.3
0
0
0
30/100
50
46.7
3.3
0
0
30/100
63.3
33.3
3.3
0
0
30/100
Keterangan: SS: Sangat Setuju, S: Setuju, RG: Ragu-Ragu, TS: Tidak Setuju, STS: Sangat Tidak Setuju.
Berdasarkan data pada Tabel 6 ditemukan empat motivasi ekonomi yang memicu migran untuk melakukan perubahan pola migrasi dari sirkuler menjadi komuter. Motivasi ekonomi tersebut adalah pendapatan migran sirkuler yang
34 mencukupi kebutuhan hidup, keberadaan sarana transportasi yang menghemat biaya transportasi komuter, biaya hidup sirkuler yang mahal dan pendapatan komuter yang lebih besar dari sirkuler. Masing- masing motivasi ekonomi memiliki angka persentase yang berbeda-beda. Pada motivasi ekonomi berupa pendapatan sirkuler yang mencukupi kebutuhan hidup memiliki angka persentase sebesar 60 persen atau sebanyak 18 orang dari 30 responden yang tidak setuju, angka ini menjadi lebih besar dibandingkan dengan responden yang menyatakan sangat tidak setuju, sangat setuju, setuju dan ragu-ragu. Kondisi ini mengindikasikan bahwa pendapatan migrasi sirkuler yang selama ini diterima oleh migran ternyata tidak mencukupi kebutuhan hidup responden. Akibat dari pendapatan sirkuler yang tidak mencukupi kebutuhan hidup menyebabkan migran melakukan perubahan pola migrasi menjadi komuter agar pendapatan yang diterima jauh lebih besar daripada sirkuler. Pendapatan migran sirkuler menjadi tidak mampu lagi untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarga ketika terjadi krisis moneter, dimana harga barang-barang kebutuhan hidup melonjak naik, sehingga berdampak terhadap daya beli migran. Salah satu responden bernama Bapak As (40 Thn) berpendapat sebagai berikut: “...Semenjak kris mon tuh dek saya putusin buat buat pulang -pergi Jakarta ajah, soalnya gak kuat dek kalo musti hidup disana, sewa kontrakan naek trus bbm naek trus sembako juga naek, belom lagi buat bayar listrik sama aer, kalo du lu saya bertahan buat mondok yah gmn saya bisa kirim uang buat keluarga di desa, mending pp deh ongkosnya gk terlalu mahal soalnya pake motor saya, yah korban cape ajah sih...” (As, 40 Thn).
Pendapatan sirkuler yang semakin tidak mencukupi kebutuhan hidup juga dipengaruhi oleh beban biaya hidup ganda yang harus diterima migran. Beban biaya hidup ganda adalah biaya hidup migran saat di daerah tujuan dan biaya hidup keluarga di daerah asal. Sebelum terjadi krisis moneter beban biaya hidup ganda tidak terlalu berdampak signifikan terhadap pendapatan migran, sebab pada saat itu biaya makan dan biaya sewa pemukiman di daerah tujuan masih terbilang murah, migran masih dapat menyisihkan sebagian pendapatannya untuk dikirimkan ke keluarga di daerah asal. Setelah terjadi krisis moneter harga sembako dan sewa pemukiman naik, kondisi inilah yang menyebabkan banyak migran yang pada akhirnya memutuskan untuk merubah pola migrasi menjadi seorang komuter demi menghemat pengeluaran. Motivasi ekonomi kedua adalah keberadaan sarana transportasi yang memicu terjadinya perubahan pola migrasi. Angka pada Tabel 6 menunjukan terdapat 56.7 persen atau 17 orang dari 30 responden yang menyatakan sangat setuju, angka ini lebih besar dibandingkan dengan kategori setuju, ragu-ragu, tidak setuju dan sangat tidak setuju. Kondisi ini menunjukan bahwa keputusan migran untuk melakukan perubahan pola migrasi dari sirkuler ke komuter dipengaruhi oleh faktor keberadaan sarana transportasi yang memudahkan dan menghemat perjalanan harian migra n. Sebagian besar responden pada penelitian mempunyai sepeda motor sebagai kendaraan untuk melakukan komutasi. Para responden berpendapat bahwa dengan menggunakan sepeda motor dapat memperhemat biaya perjalanan harian yang ditanggung. Salah satu responden bernama Bapak Slm (40 Thn) berpendapat sebagai berikut: “...Kalo diitung-itung yah dek. Lebih untung saya pake motor deh cuman modal bensin 3 liter sekitar 15 rebuan saya bisa bolak-balik Jakarta-Bogor. Daripada
35 saya nginep di kontrakan biayanya gede, dobel lagi. Lagian kalo diru mah kan saya bisa makan diru mah, ketemu anak terus bisa liat perkembangan sawah juga...” (Slm, 40 thn).
Motivasi ekonomi ketiga, yakni adalah biaya hidup sirkuler yang jauh lebih besar dibandingkan dengan komuter. Terdapat sebesar 50 persen atau 15 orang dari 30 responden yang menyatakan sangat setuju, angka ini lebih besar dibandingkan dengan kategori setuju, ragu-ragu, tidak setuju dan sangat tidak setuju. Kondisi ini menunjukan bahwa keputusan migran melakukan perubahan pola migrasi dari sirkuler ke komuter dipengaruhi oleh besarnya biaya hidup ketika masih berstatus sebagai migran sirkuler. Seperti pada pembahasan mengenai motivasi ekonomi berupa pendapatan migrasi sirkuler yang tidak mencukupi kebutuhan hidup. Biaya hidup sirkuler yang tinggi dapat terlihat pada saat terjadi krisis moneter yang menyebabkan harga barang kebutuhan hid up seperti sembako, listrik, bahan bakar, air dan sewa pemukiman menjadi naik. Harga yang semakin naik menyebabkan biaya hidup migran sirkuler menjadi tinggi, akibat tingginya biaya hidup tersebut pada akhirnya membuat migran memutuskan untuk melakukan komutasi demi memperhemat pengeluaran. Motivasi ekonomi terakhir adalah pendapatan komuter yang jauh lebih besar dibandingkan dengan sirkuler. Angka pada Tabel 6 menunjukan bahwa terdapat sebesar 63.3 persen atau 19 orang dari 30 responden yang menyatakan sangat setuju, angka ini lebih besar dibandingkan dengan kategori setuju, ragu-ragu, tidak setuju dan sangat tidak setuju. Kondisi ini menunjukkan bahwa keputusan migran melakukan perubahan pola migrasi dari sirkuler ke komuter dipengaruhi oleh pendapatan komuter yang lebih besar. Pendapatan komuter dapat lebih besar dibandingkan dengan sirkuler, sebab migran komuter tidak dibebani oleh biaya hidup ganda pada saat menjadi sirkuler. Selain itu pengaruh dari cerita migran sebelumnya yang memperoleh pendapatan lebih besar setelah melakukan perubahan juga memberikan pengaruh terhadap motivasi migran melakukan perubahan. Salah satu responden bernama Bapak Hmn (36 Thn) berpendapat sebagai berikut: “...Selisih beda pendapatan antara sirkuler sama ko muter kalo diitung -itung sih bisa beda ampe lima ratus ribu dek, lu mayan kan lima ratus bisa saya tabungin buat biaya sekolah anak sama kalo ada yang sakit nanti...” (Hmn, 36 Thn).
Kesimpulan yang dapat diambil dari penjabaran keempat motivasi ekonomi diatas adalah bahwa terdapat motivasi ekonomi utama dari migran untuk melakukan perubahan pola migrasi dari sirkuler ke komuter. Motivasi ekonomi tersebut adalah keinginan untuk meningkatkan pendapatan. Motivasi ekonomi dapat muncul karena dipengaruhi oleh dampak ekonomi yang diterima setelah melakukan perubahan pola migrasi sirkuler ke komuter. Pada bagian selanjutnya akan dijabarkan mengenai hasil tabulasi silang antara motivasi ekonomi dan sosial terhadap perubahan pola migrasi dari sirkuler ke komuter.
36
Tabel 7 Jumlah dan persentase motivasi ekonomi dan sosial terhadap perubahan pola migrasi sirkuler ke komuter (2013) Motivasi Sirkuler-Komuter
Kategori
Rendah Sedang Tinggi Total
Ekonomi N % 0 0 11 36.6 19 63.3 30 100
Sosial N 0 17 13 30
% 0 56.6 43.3 100
Angka pada Tabel 7 menunjukan bahwa terdapat persentase yang tinggi pada kolom motivasi ekonomi tinggi, yakni sebesar 63.3 persen, sedangkan pada kolom motivasi sosial tinggi hanya sebesar 43.3 persen. Angka tersebut mengindikasikan bahwa perubahan pola migrasi dari sirkuler ke komuter lebih dipengaruhi oleh motivasi ekonomi dibandingkan dengan motivasi sosial. Motivasi sosial mengikuti motivasi ekonomi dalam mempengaruhi keputusan migran melakukan perubahan pola migrasi. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi motivasi ekonomi migran, maka cenderung semakin tinggi keinginan migran untuk melakukan migrasi komuter. Motivasi ekonomi yang mempengaruhi migran untuk melakukan migrasi komuter adala h keinginan untuk meningkatkan pendapatan. Keinginan untuk meningkatkan pendapatan dipengaruhi oleh biaya hidup ganda pada saat menjadi sirkuler dan biaya transportasi pulang-pergi yang murah. Biaya hidup ganda yang dimaksudkan pada penelitian ini adalah besarnya biaya sehari- hari yang ditanggung oleh responden pada saat menjadi sirkuler, biaya hidup tersebut berupa biaya sewa pemukiman, biaya makan di daerah tujuan dan biaya hidup keluarga di daerah asal. Pada saat responden masih berstatus sebagai sirkuler dan sebelum terjadi krisis moneter biaya hidup dirasakan cukup murah, responden masih dapat mengirimkan remitan kepada keluarga dan sekaligus mempunyai sisa pendapatan untuk biaya hidup sendiri di daerah tujuan. Setelah terjadi krisis dan semua harga kebutuhan hidup, seperti biaya makan dan biaya sewa pemukiman naik para responden mulai berpikir untuk menanggulangi kondisi perekonomian yang kritis pada saat itu. Beberapa responden kemudian memutuskan untuk melakukan migrasi komuter, sebab biaya transportasi ketika melakukan perjalanan harian jauh lebih murah daripada dengan biaya makan dan biaya sewa pemukiman saat di daerah tujuan. Keputusan para migran tersebut kemudian membuah hasil, dimana kondisi perekonomian semakin lama semakin membaik. Salah satu responden yang bernama Bapak Acm (65 Thn) memberikan kesaksian sebagai berikut: “...Waktu dulu mah sebelum harga sembako naek saya masih bisa dek nginep di Jakarta terus baru pulang bulan depan, saya biasanya ngumpulin keuntungan selama sebulan baru pulang ke kampung buat ngasih anak istri. Tapi semenjak harga sembako naek saya lebih enak pulang harian soalnya sekarang ongkos lebih murah trus saya juga pan pake motor, cuman ngebensinin bisa pp tiap hari, biayanya lebih murah lagi jadi penghasilan saya lebih gede sekarang dek soalnya
37 gk kepotong buat nyewa kontrakan sama biaya makan di Jakarta. Jakarta serba mahal trus kalo saya nginep jadi dobel pengeluaran...” (Acm, 65 Thn).
Berdasarkan hasil wawancara dengan responden terlihat bahwa, selain faktor biaya hidup ganda yang menjadi motivasi ekonomi responden, kemudahan akses transportasi juga memainkan peranan penting terhadap keputusan migran untuk melakukan perpindahan. Kemudahan sarana transportasi pada penelitian ini adalah biaya transportasi yang murah untuk melakukan perjalanan harian dari kota ke desa atau sebaliknya. Murahnya biaya transportasi muncul karena sebagian besar responden memiliki sepeda motor sebagai alat transportasi untuk berkomutasi ke daerah tujuan. Kemudahan dalam akses pengangsuran sepeda motor di Desa Parakan Muncang memicu responden untuk lebih menggunakan sisa pendapatan untuk membayar angsuran daripada habis untuk biaya hidup di daerah tujuan pada saat menjadi sirkuler. Keterangan salah satu responden bernama Bapak Ad (50 thn): “...Kalau dip ikir-p ikir lag i dek mending saya pp terus ada sisa duit bwt bayar motor deh jadi saya punya barang daripada saya maksain mondok di mess sebulan tapi duit pas-pasan buat makan anak b ini. Lagian kalo pake motor enak saya kan tukang roti jadi sekalian buat jualan juga gitu...” (Ad, 50 Thn).
Pendapatan komuter yang lebih besar menjadi motivasi ekonomi terakhir dari responden untuk melakukan perubahan migrasi sirkuler ke komuter. Keinginan untuk mendapatkan pendapatan yang lebih besar muncul setelah responden membandingkan beda sisa pendapatan antara sebelum dan sesudah melakukan perpindahan. Pendapatan saat menjadi komuter lebih besar dibandingkan dengan sirkuler, sebab pendapatan komuter tidak terpotong oleh biaya hidup responden saat di daerah tujuan. Pendapatan komuter hanya terpakai untuk biaya transportasi yang lebih murah daripada biaya makan dan biaya sewa pemukiman di kota. Keinginan untuk meningkatkan pendapatan juga dipengaruhi oleh motivasi sosial. Motivasi sosial pada penelitian ini adalah keinginan untuk mendapatkan prestige sosial dan ikatan hubungan harmonis dengan keluarga asal. Motivasi sosial mengikuti motivasi ekonomi dalam mempengaruhi keputusan responden untuk melakukan migrasi komuter. Ke inginan untuk mendapatkan status sosial yang tinggi di masyarakat berhubungan dengan peningkatan pendapatan yang diinginkan oleh responden. Pendapatan yang semakin meningkat menyebabkan responden mampu untuk membeli barang-barang simbol status, seperti, emas, rumah, tanah dan kendaraan pribadi untuk meningkatkan harga diri di mata masyarakat desa. Desa Parakan Muncang merupakan desa dengan budaya pelapisan sosial yang cukup nyata. Berdasarkan penuturan dengan Bapak Asp (40 Thn): “...Di kampung sini mah emang begitu dek. Kalo kita gak kaya-kaya amat yah gak akan b isa dipandang sama warga. Orang sini mah kebanyakan liat orang laen tuh dari emas yang dipake istri kita sama liat ru mah sama punya mobil atau motor. Kalo kita punya itu semua pasti warga desa pada hormat sama kita...” (Asp. 40 Thn).
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Asp (40 Thn) terlihat bahwa prestige sosial juga berkontribusi terhadap keputusan responden melakukan
38 perubahan pola migrasi menjadi komuter. Dengan menjadi komuter pendapatan akan semakin meningkat, sehingga kemungkinan responden untuk membeli barang simbol status dapat terpenuhi. Motivasi sosial lainnya yang turut memberikan andil bagi perubahan pola migrasi adalah keinginan untuk mendapatkan kedekatan dan keharmonisan dengan keluarga atau ikatan keluarga yang tidak dapat ditinggal. Ikatan keluarga yang dimaksud pada penelitian ini adalah kedekatan responden secara emosional dengan anak dan istri, kedekatan hubungan tersebut terlihat dari kasih sayang secara materil dan nonmateril yang cukup diberikan kepada keluarga. Berdasarkan wawancara dengan responden Bapak Ep (37 Thn): “...Menurut saya salah satu alasan saya untuk jadi pekerja harian adalah kenginan saya untuk lebih deket dengan keluarga pak. Saya masih punya anak kecil u mur TK pak jadi saya masih harus nganter sama ngurusin anak saya sama istri. Tapi menurut saya yang terpenting sih keluarga gak kekurangan apa-apa secara ekonomi, soalnya kalo serba kekurangan mana bisa keluarga saya bisa harmonis..” (Ep, 37 Thn).
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Ep (37 Thn) ikatan keluarga juga dipengaruhi oleh motivasi ekonomi, dimana kedekatan dan keharmonisan keluarga hanya akan tercipta apabila keluarga sejahtera secara ekonomi. Berdasarkan hasil penelitian ini terlihat bahwa motivas i ekonomi berupa keinginan memperoleh pendapatan tinggi sangat mempengaruhi responden untuk melakukan perubahan pola migrasi dari sirkuler ke komuter. Perubahan tersebut juga diikuti oleh motivasi sosial berupa keinginan mendapatkan prestige sosial dan ikatan keluarga. Tabel 8 Motivasi ekonomi dan sosial terhadap dampak ekonomi dan sosial rumah tangga migran (2013) Motivasi Dampak Ekonomi Dampak Sosial N
Ekonomi 0.030* 0.015* 30
Sosial 0.00* 0.724 30
Keterangan:* Berhubungan signifikan pada α<0.05
Berdasarkan data pada Tabel 8 ditemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara variabel motivasi ekonomi dengan dampak ekonomi dan sosial serta motivasi sosial dengan dampak ekonomi, namun pada variabel motivasi sosial dengan dampak sosial tidak memiliki hubungan yang signifikan. Kondis i ini dapat terjadi mengingat karena pada variabel motivasi ekonomi dengan dampak ekonomi berhubungan signifikan dengan nilai signifikansi sebesar 0.030. Hubungan ini dapat muncul, sebab motivasi ekonomi berupa keinginan untuk meningkatan pendapatan berhubungan dengan dampak ekonomi yang diterima oleh migran, yakni peningkatan pendapatan. Hubungan tersebut terlihat dari peningkatan kinerja usaha responden untuk meningkatkan pendapatan, sehingga pada akhirnya dampak ekonomi berupa peningkatan pendapatan dapat diperoleh oleh migran. Salah satu responden memberikan penuturan sebagai berikut:
39 “...Kalo saya sih dek selama saya masih sehat dan masih bisa kerja yah saya mah semangat banget buat nyari uang. Soalnya menurut saya semakin kita semangat kerja, rejeki yang kita terima juga pasti gede dek. Bu ktinya kalo seharian saya keliling ajah pasti keuntungannya lebih gede daripada saya keliling setengah hari...” (Adr, 40 Thn).
Berdasarkan hasil wawancara dengan responden terlihat bahwa semangat kerja memiliki pengaruh yang cukup signifikan dengan peningkatan pendapatan yang diterima oleh responden. Semangat kerja dapat tumbuh karena responden menginginkan untuk mendapatkan pendapatan lebih agar kebutuhan ekonomi rumah tangga dapat terpenuhi. Semangat kerja tersebut termanifestasi dalam bentuk penambahan jam kerja responden untuk berkerja. Pada variabel motivasi sosial dengan dampak ekonomi berhubungan signifikan dengan nilai signifikansi sebesar 0.00. Hubungan ini dapat muncul karena motivasi sosial responden, yakni keinginan mendapatkan prestige sosial dan ikatan keluarga yang harmonis berhubungan dengan dampak ekonomi berupa peningkatan pendapatan. Hubungan tersebut terlihat dari keinginan responden untuk dapat membeli barang simbol status yang turut memberikan pengaruh terhadap peningkatan kinerja juga, sehingga pendapatan yang meningkat dapat digunakan untuk membeli barang simbol status tersebut. Penuturan salah satu responden adalah sebagai berikut: “...Sebenernya sih dek selain bapak pengen dapet pemasukan gede, bapak juga kepengen sukses dek. Bisa beli mobil, motor trus rumah bagus supaya bisa dipandang sama orang kampung sini...” (Acm, 65 Thn).
Berdasarkan hasil wawancara dengan responden terlihat bahwa pembelian barang status untuk meningkatkan status sosial hanya dapat terjadi apabila responden memiliki peningkatan pendapatan yang cukup berarti. Motivasi sosial yang dimiliki oleh migran dipengaruhi oleh motivasi ekonomi, sebab ke inginan migran untuk mendapatkan prestige sosial serta kedekatan hubungan keluarga hanya dapat diwujudkan dengan peningkatan pendapatan untuk membeli barang simbol status dan kesejahteraan ekonomi untuk mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga, sehingga hubungan dengan keluarga dapat harmonis. Pada variabel motivasi ekonomi dengan dampak sosial berhubungan signifikan dengan nilai signifikasi sebesar 0.015. Hubungan ini dapat muncul, karena motivasi ekonomi, yakni berupa keinginan meningkatkan pendapatan berdampak nyata secara sosial. Dampak sosial tersebut dapat muncul karena dengan motivasi ekonomi yang dimiliki oleh migran maka kemungkinan untuk mendapatkan pendapatan besar melalui peningkatan kinerja akan diterima, sehingga pendapatan migran yang semakin meningkat dapat digunakan untuk membeli barang simbol status dan mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga. Pada variabel motivasi sosial dengan dampak sosial tidak memiliki hubungan signifikan, sebab angka signifikansi menunjukan sebesar 0.724 yang lebih besar dari 0.05. Hubungan tersebut dapat muncul, sebab dampak sosial hanya dapat terwujud apabila didalamnya mendapatkan pengaruh dari motivasi ekonomi bukan motivasi sosial, sehingga bentuk pengaruh langsung antara motivasi sosial dengan dampak sosial tidak nyata.
40
41
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan kesimpulan mengenai penelitian yang berjudul dampak dan motivasi perubahan pola migrasi dari sirkuler ke komuter di Desa Parakan Muncang, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor. Kesimpulan yang diambil adalah jawaban dari permasalahan dan tujuan yang diangkat pada bagian awal karya ilmiah ini. Bagian ini disertai pula dengan saran yang membangun terhadap penelitian serupa agar tercipta kebermanfaatan dan juga keberlanjutan untuk penelitian yang lebih baik lagi.
Simpulan Permasalahan yang diangkat pada penelitian ini adalah berusaha untuk mengidentifikasi dampak sosial dan ekonomi dari perubahan pola migrasi sirkuler ke komuter dan berusaha untuk mengidentifikasi pengaruh dari dampak perubahan pola migrasi tersebut terhadap motivasi sosial dan ekonomi yang muncul. Dampak ekonomi yang diterima oleh rumah tangga migran setelah melakukan perubahan pola migrasi adalah terjadi peningkatan pendapatan yang terjadi melalui selisih beda pendapatan antara sirkuler dan komuter. Dampak sosial yang diterima rumah tangga migran setelah melakukan perpindahan adalah terjadi peningkatan prestige sosial yang terjadi melalui pembelian barang simbol status serta keharmonisan rumah tangga yang terjadi melalui intensitas komunikasi yang rutin dan kecukupan kebutuhan ekonomi keluarga. Perubahan pola migrasi dari sirkuler ke komuter ternyata juga berdampak terhadap daerah asal baik dalam aspek ekonomi maupun sosial. Dampak ekonomi yang diterima oleh daerah asal adalah pembangunan infrastruktur desa yang membaik. Dampak sosial yang diterima oleh daerah asal adalah perubahan budaya desa menjadi kota. Berdasarkan hasil penelitian selanjutnya teruji bahwa perubahan pola migrasi dari sirkuler ke komuter dipengaruhi oleh motivasi ekonomi dan diikuti oleh motivasi sosial. Motivasi ekonomi migran melakukan perpindahan adalah keinginan untuk meningkatkan pendapatan. Motivasi sosial migran melakukan perpindahan adalah keinginan untuk mendapatkan prestige sosial dan kedekatan hubungan dengan keluarga. Kedua motivasi tersebut pada akhirnya menyebabka n responden melakukan perpindahan migrasi yang dipengaruhi oleh dampak secara ekonomi dan sosial. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah perubahan pola migrasi dari sirkuler ke komuter berdampak positif terhadap kehidupan ekonomi dan sosial rumah tangga serta daerah asal serta didorong oleh motivasi ekonomi. Saran Perkembangan kemajuan teknologi dan informasi ke pedesaan membuat banyak dari masyarakat desa terpicu untuk melakukan migrasi ke kota demi mendapatkan pekerjaan yang layak. Kemajuan moda transportasi juga mendukung aktifitas tersebut. Mengingat jumlah migran yang semakin lama semakin banyak maka saran yang dikira dapat diberikan antara lain:
42 1. Dibutuhkan penelitian mengenai migrasi yang cukup banyak dan mampu membuka fenomena- fenomena baru seputar dunia migrasi. Terutama penelitian mengenai fenomena perubahan pola migrasi. 2. Diperlukan pendataan oleh pemerintah desa mengenai jumlah dan persentasi migran sehingga besarnya migran yang melakukan perubahan pola migrasi dapat diketahui dengan pasti. 3. Diperlukan peningkatan pendidikan dan keterampilan bagi para migran agar mendapat pekerjaan dengan tingkat upah yang layak. 4. Diperlukan pembentukan koperasi sebagai katub pengaman ekonomi migran, sehingga arus keuangan dapat terjaga dengan baik dan ma mpu dimanfaatkan untuk pembangunan desa.
43
DAFTAR PUSTAKA Budianto H. 1999. Strategi hidup kaum urban pedagang bakso di Kotamadya Bogor. [Skripsi]. [Internet]. Bogor (ID): IPB. [diunduh 2013 Jan 16]. Tersedia pada: http://repository.ipb.ac.id. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Definisi Migrasi. [Internet]. [diunduh 2013 Feb 3]. Tersedia pada: http://bps.go.id/menutab.php?tab=6&ist=1&var=M. Gusmaini. 2010. Identifikasi karakteristik pemukiman kumuh : studi kasus Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur. [Skripsi]. [Internet]. Bogor (ID): IPB. [diunduh 2012 Sep 21]. Tersedia pada: http://repository.ipb.ac..id. Hairul. 2012. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi migrasi ke Provinsi DKI Jakarta sebagai bagian dari investasi sumberdaya manusia (SDM). [Skripsi]. [Internet]. Bogor (ID): IPB. [diunduh 2012 Okt 14]. Tersedia pada:http://repository.ipb.ac.id. Hapsari HA. 2011. Gejala deurbanisasi dan lahirnya megapolitan. [Skripsi]. [Internet]. Bogor (ID): IPB. [diunduh 2012 Nov 16]. Tersedia pada:http://repository.ipb.ac.id. Hermawan A. 2002. Faktor-faktor penyebab migrasi sirkulasi dan pengaruh migrasi sirkulasi terhadap daerah asal : studi kasus Desa Pangradin, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. [Skripsi]. [Internet]. Bogor (ID): IPB. [diunduh 2012 Nov 18]. Tersedia pada: http://repository.ipb.ac.id. Ibrahim A. 1989. Faktor yang mempengaruhi tentang migrasi dari Gorontalo ke Kotamadya Manado. [Tesis]. [Internet]. Bogor (ID): IPB. [diunduh 2012Nov 19].Tersedia pada: http://repository.ipb.ac.id. [KBBI] Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2012. Definisi Dampak. [Internet]. [diunduh 2013 Feb 3]. Tersedia pada: http://www.kbbi.we.id. [KBBI] Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2012. Definisi Migrasi. [Internet]. [diunduh 2012 Feb 3]. Tersedia pada: http://www.kbbi.we.id. [LDFEUI] Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. 2011. Mobilitas Non Permanen sebagai Strategi dalam Menanggulangi Kemiskinan. [Internet]. Depok (ID): UI. Hlm 1-3 [diunduh 2012 Jan 28]. Tersedia pada: http:// www.ld-feui.org/page.php?lang=id&menu=news_view&news_id=212. Manning C dan Effendi TN. 1985. Urbanisasi, Pengangguran dan Sektor Informal di Kota. Ala AB, Usman AG, penerjemah. Jakarta (ID): PT Gramedia. Terjemahan dari: Urbanization, Underemployment and Informal Sector. Murdiyanto E. 2001. Remitan migran sirkuler dan gejala perubahan struktur sosial di Pedesaan Jawa : studi kasus di Dusun Trukan, Desa Nglegi, Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Jogjakarta. [Tesis]. [Internet]. Bogor (ID): IPB [diunduh 2012 Okt 7]. Tersedia pada: http://repository.ipb.ac.id.
44 Ponto M. 1987. Urbanisasi dan sektor informal : studi kasus Kotamadya Manado, Provinsi Sulawesi Utara. [Tesis]. [Internet]. Bogor (ID): IPB. [diunduh 2012 Okt 4]. Tersedia pada: http://repository.ipb.ac.id. Raharto A, Huga G, Romdiati H, Bandiyono S. 1999. Migrasi dan Pembangunan di Kawasan Timur Indonesia: Isu Ketenagakerjaan. Raharto A, editor. Jakarta (ID): PPT-LIPI, ANU-Canberra dan AusAID. Rusli S. 2010. Pengantar Ilmu Kependudukan. Bogor (ID): IPB Pr. Sadirman AM. 2006. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. 1(1). Jakarta (ID): PT RajaGrafindo Persada. Setiawati E. 2000. Orientasi nilai budaya penghuni pemukiman kumuh : studi kasus di Kampung Melayu Kecil, Kelurahan Bukit Duri, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan. [Skripsi]. [Internet]. Bogor (ID): IPB [diunduh 2012 Sep 27]. Tersedia pada: http://repository.ipb.ac.id. Sinaga MS. 2012. Migrasi dan proses interaksi sosial migran batak : studi kasus migran parsadaan pomparan toga sinaga dohot baru cabang Bogor. [Skripsi]. [Internet]. Bogor (ID): IPB. [diunduh 2012 Okt 24]. Tersedia pada: http://repository.ipb.ac.id.
Singarimbun M, Effendi S. 2006. Metode Penelitian Survei. Jakarta [ID]: Pustaka LP3ES. 346 hal. Sitanala F. 2005. Pergerakan Penduduk Kota Depok Menuju ke Tempat Bekerja Tahun 2001. [Internet]. Depok (ID): UI. [diunduh 2013 Feb 1]: 9(1): 41-44. Tersedia pada: http://repository.ui.ac.id/konteks/edisi/2/35868881a.
Suyanto B, Sutinah. 2005. Metode Penelitian Sosial Berbagai Alternatif Pendekatan. Jakarta [ID]: Kencana Prenada Media Group. 305 hal. Young E. 1984. Pengantar Kependudukan. Saladi R, Sumanto NB, penerjemah. [Yogyakarta (ID)]: UGM Pr. Terjemahan dari: Demography Introduction.
45
LAMPIRAN Lampiran 1 Peta Desa Parakan Muncang, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat
Lampiran 2 Pengolahan Data Tabulasi Silang Motivasi Ekonomi * Dampak Ekonomi Crosstabulation Dampak Ekonomi
Moti vasi Ekonomi
Sedang
Tinggi
Negatif
Positif
Total
8
3
11
% within Motivasi Ekonomi
72.7%
27.3%
100.0%
% within Dampak Ekonomi
57.1%
18.8%
36.7%
% of Total
26.7%
10.0%
36.7%
6
13
19
% within Motivasi Ekonomi
31.6%
68.4%
100.0%
% within Dampak Ekonomi
42.9%
81.2%
63.3%
20.0%
43.3%
63.3%
14
16
30
Count
Count
% of Total Total
Count % within Motivasi Ekonomi
46.7%
53.3%
100.0%
% within Dampak Ekonomi
100.0%
100.0%
100.0%
% of Total
46.7%
53.3%
100.0%
46
Motivasi Ekonomi * Dampak Sosial Crosstabulation Dampak Sosial
Moti vasi Ekonomi
Sedang
Tinggi
Total
Negatif
Positif
Total
3
8
11
% within Motivasi Ekonomi
27.3%
72.7%
100.0%
% within Dampak Sosial
100.0%
29.6%
36.7%
% of Total
10.0%
26.7%
36.7%
0
19
19
% within Motivasi Ekonomi
.0%
100.0%
100.0%
% within Dampak Sosial
.0%
70.4%
63.3%
% of Total
.0%
63.3%
63.3%
3
27
30
Count
Count
Count % within Motivasi Ekonomi
10.0%
90.0%
100.0%
% within Dampak Sosial
100.0%
100.0%
100.0%
% of Total
10.0%
90.0%
100.0%
Motivasi Sosial * Dampak Ekonomi Crosstabulation Dampak Ekonomi
Moti vasi Sosial
Sedang
Tinggi
Total
Negatif
Positif
Total
13
4
17
% within Motivasi Sosial
76.5%
23.5%
100.0%
% within Dampak Ekonomi
92.9%
25.0%
56.7%
% of Total
43.3%
13.3%
56.7%
Count
Count
1
12
13
% within Motivasi Sosial
7.7%
92.3%
100.0%
% within Dampak Ekonomi
7.1%
75.0%
43.3%
% of Total
3.3%
40.0%
43.3%
Count
14
16
30
% within Motivasi Sosial
46.7%
53.3%
100.0%
% within Dampak Ekonomi
100.0%
100.0%
100.0%
% of Total
46.7%
53.3%
100.0%
Motivasi Sosial * Dampak Sosial Cr osstabulation Dampak Sosial
Moti vasi Sosial
Sedang
Negatif
Positif
Total
2
15
17
% within Motivasi Sosial
11.8%
88.2%
100.0%
% within Dampak Sosial
66.7%
55.6%
56.7%
6.7%
50.0%
56.7%
Count
% of Total
47 Tinggi
Count
1
12
13
% within Motivasi Sosial
7.7%
92.3%
100.0%
% within Dampak Sosial
33.3%
44.4%
43.3%
3.3%
40.0%
43.3%
% of Total Total
Count
3
27
30
% within Motivasi Sosial
10.0%
90.0%
100.0%
% within Dampak Sosial
100.0%
100.0%
100.0%
% of Total
10.0%
90.0%
100.0%
Lampiran 3 Pengolahan Data Rank Spearman Correlations Moti vasi Ekonomi Dampak Ekonomi Spearman's rho
Moti vasi Ekonomi
1.000
.397 *
.
.030
30
30
Correlation Coefficient
.397
*
1.000
Sig. (2-tailed)
.030
.
30
30
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Dampak Ekonomi
N *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). Correlations
Moti vasi Ekonomi Spearman's rho
Moti vasi Ekonomi
Correlation Coefficient
1.000
.438 *
.
.015
Sig. (2-tailed) N Dampak Sosial
Dampak Sosial
30
30
Correlation Coefficient
.438 *
1.000
Sig. (2-tailed)
.015
.
30
30
N *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed) Correlations
Moti vasi Sosial Spearman's rho
Moti vasi Sosial
Correlation Coefficient
1.000
.683 **
.
.000
30
30
**
1.000
.000
.
30
30
Sig. (2-tailed) N Dampak Ekonomi
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Dampak Ekonomi
.683
48 Correlations Moti vasi Sosial Spearman's rho
Moti vasi Sosial
Correlation Coefficient
1.000
.067
.
.724
30
30
Correlation Coefficient
.067
1.000
Sig. (2-tailed)
.724
.
30
30
Sig. (2-tailed) N Dampak Sosial
Dampak Sosial
N
Lampiran 4 Jadwal kegiatan penelitian tahun 2013
Kegiatan 1 Kolokium Perbaikan proposal Pengambilan data lapang Pengolahan dananalisis data Penulisan draft skripsi Sidang skripsi Perbaikan skripsi
Maret 1 2 2 3
3 4
4 1
April 1 2 2 3
3 4
4 1
Mei 1 2 2 3
3 4
4 1
Juni 1 2 2 3
3 4
4 1
Juli 1 2 2 3
3 4
4
49
Lampiran 5 Kerangka sampling responden Desa Parakan Muncang No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46
Nama Dudi Risman Karto H Awi Wawan Emad Rhm Husen Sarjo Pdn Soni Jejeng Adi Iyan Andre Rsn Fajar Nata Hmn Jaya Raya Bsi Muhidin Mmn Yusuf Sanusi H Eman Shr Darmo Rahman Dra Kri Rendi Kayam Retno Slmn Sunandar Iban Hakim Ad Suhedar Yosep Hasman Kartika Lies Tata
No 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95
Nama Tarmuji Ayas M Supri Buje Aday Kna Dedi Usep Slm Sazimi Pepeng Ryan Spa Meb Somad Didin Odang Slamet Dani Ikbal Ung Sarso Cecep Andi Asp Jawawi Imron Ep Siti Bambang Rini Kardun Tane Hendrik Sra Syamsul Joko Rsa In Asep Suryana Ridwan Doni Komang Bariah Tengku
No 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144
Nama Nono Sapri Rustam Boat Oding Tirta Dedet Sha Sajimi Warso Saeful Annas Mhs Sidik Ilyas H Sarja Muner Okta Isl Putra Rafli Rekto Iman Sutarno Indra Acm Jaelani Toni Adr Darmaji Lisna Rudi Cici Udn Rasut Benu Wewe Irman Sarjito Isa Lian Sofyan Farid Alit Parno Rosada
No 148 149 150 151 152 153 154 155 156 157 158 159 160 161 162 163 164 165 166 167 168 169 170 171 172 173 174 175 176 177 178 179 180 181 182 183 184 185 186 187 188 189 190 191 192 193
Nama Inu Tedjo Lando Ahmad Mardi Rosid Firman Diman Erwin Uje Fahmi Budiman Syarif Hidayat Yunus Engkos Akim Panji Patih Rama Muhammad Supendi Daday Yana Mhn Ahd Samsul Zaenal Titin Utin Barja Isa Romli Yanto Urip Ika Yuli Irfan Gugun Rukmana Deri Fajri Uta Rani Bahar Herianto
50 47 48 49
Prana Priatna Oji
96 97 98
Apam Dian Ranti
145 146 147
Apis Adul Bayu
194 195
Lampiran 6 Dokumentasi penelitian
Kantor Desa Parakan Muncang
Ikfansyah Supri
51
Pembangunan Pendopo Sumbangan Migran
Pembangunan Jembatan Sumbangan Migran
Pembangunan Sekolah Dasar Hasil Sumbangan Migran
52
Pembangunan Jalan Hasil Sumbangan Migran
Pembangunan Poskamling Hasil Sumbangan Migran
53
Wawancara Responden
54
RIWAYAT HIDUP Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Ayah penulis bernama Dedet Firman, dan Ibu penulis bernama Titin Sukristina. Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 15 Maret 1991. Penulis menamatkan sekolah menengah di SMAN 7 Bogor pada tahun 2006-2009. Pada tahun 2009 penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor angkatan 46 melalui jalur Ujian Talenta Mandiri (UTM). Selama menjadi mahasiswa IPB, penulis aktif di beberapa kepanitiaan seperti Communication Days (Comday) ditahun 2011, Pekan Ekologi Manusia (PEM) ditahun 2011, Program Kreatifitas Mahasiswa (PKMM) ditahun 2011 dan SSM (Singer Street Management) ditahun 2012. Penulis juga aktif sebagai pengajar bimbel di lembaga privat BKB Expert dan Dr Edu pada tahun 2012 dan penulis juga aktif dibeberapa kegiatan-kegitan luar kampus.