ANALISIS DAMPAK IMPLEMENTASI ARSITEKTUR PERBANKAN INDONESIA (API) TERHADAP STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PERBANKAN INDONESIA
OLEH MARIZKA LUTFIAH H14104094
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN
MARIZKA LUTFIAH. Analisis Dampak Implementasi Arsitektur Perbankan Indonesia (API) Terhadap Struktur, Perilaku, dan Kinerja Industri Perbankan Indonesia (dibimbing oleh IDQAN FAHMI).
Adanya krisis moneter yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 membawa dampak terhadap struktur perekonomian terutama struktur keuangan dan perbankan. Hal ini menimbulkan krisis kepercayaan masyarakat terhadap perbankan nasional. Untuk menanggulangi menurunnya kepercayaan terhadap perbankan, maka pemerintah bersama Bank Indonesia mengeluarkan beberapa kebijakan dibidang perbankan, antara lain pemberian dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), pendirian Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dan restrukturisasi perbankan. Secara keseluruhan, berbagai kebijakan tersebut dirangkai dalam suatu kerangka dasar pengaturan perbankan Indonesia yang lebih dikenal dengan Arsitektur Perbankan Indonesia (API). Dari kacamata persaingan usaha, implementasi berbagai program dalam grand design API cenderung menimbulkan polemik. Salah satu upaya untuk menyehatkan atau memulihkan kondisi industri perbankan versi API, secara tidak langsung sama dengan mendorong bank (terutama bank menengah-kecil) untuk melakukan merger atau akuisisi. Gelombang merger tersebut di satu sisi dapat meningkatkan efisiensi sekaligus penguatan konsolidasi perbankan, namun di sisi lain dapat mengakibatkan terjadinya pemusatan konsentrasi pangsa pasar pada sekelompok bank tertentu. Mengetahui akan hal ini, maka KPPU sebagai lembaga independen yang melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat menduga bahwa industri perbankan berpotensi melakukan pelanggaran. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa bagaimana struktur, perilaku, dan kinerja industri perbankan sebagai dampak pelaksanan API. menganalisa hubungan struktur dan faktor lainnya dengan kinerja industri perbankan Indonesia, serta menganalisa sejauhmana potensi konflik antara dampak implementasi API dengan UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Data yang digunakan adalah data sekunder yang merupakan deret waktu bulanan dari tahun 2002 hingga 2007 mengenai indikator perbankan nasional sekunder yang diperoleh dari publikasi Bank Indonesia. Penelitian ini menggunakan data dari tahun 2002 hingga tahun 2007 agar analisis yang dilakukan mencakup sebelum dan sesudah API yang mulai diimplementasikan tahun 2004. Sedangkan bank yang menjadi sumber penelitian ini adalah bank umum konvensional. Penelitian ini menggunakan pendekatan SCP (StructureConduct-Performance) dengan metode Ordinary Least Square (OLS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada periode sebelum implementasi API yaitu tahun 2002 dan 2003, rata-rata konsentrasi rasio industri perbankan sebesar 53,01 persen, sedangkan dalam kurun waktu empat tahun terakhir yaitu setelah adanya API, rata-rata konsentrasi rasio empat bank besar mencapai
44,86 persen. Berdasarkan konsentrasi rasio, maka struktur pasar industri perbankan dapat dikategorikan sebagai oligopoli longgar. Sedangkan perilaku perbankan ditandai dengan adanya strategi harga, produk, promosi dan strategi integrasi. Dari komponen-komponen tersebut, strategi integrasi dan promosi merupakan faktor yang paling mencerminkan perilaku perbankan. Selain itu, terkuaknya beberapa kasus pembobolan bank diduga membuat perbankan semakin prudent atau lebih hati-hati dalam melaksanakan kegiatannya. Kemudian untuk mengukur kinerja perbankan digunakan NIM sebagai indikator kinerja. Selama periode penelitian NIM cenderung meningkat, yang berarti kinerja perbankan semakin membaik. Dari hasil analisis hubungan antara struktur pasar dan faktor lainnya dengan kinerja, dapat diketahui bahwa terdapat hubungan negatif antara struktur dengan kinerja. Faktor-faktor lainnya seperti CAR dan NPL memiliki hubungan negatif terhadap kinerja, sedangkan BOPO dan dummy memiliki hubungan positif. Kemudian dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa potensi konflik antara dampak implementasi API dan UU No. 5 tahun 1999 hingga saat ini masih dalam batas kewajaran, namun demikian tidak menutup kemungkinan bahwa potensi pelanggaran akan semakin tinggi jika program API telah terealisasi penuh yaitu pada tahun 2013 karena pada saat itu berbagai kegiatan API yang saat ini masih dalam tahap penjajakan akan terjadi. Pada saat itulah baru dapat dilihat dampak keseluruhan dari implementasi API terhadap persaingan usaha. Oleh karena itu, Bank Indonesia perlu melakukan koordinasi dengan KPPU guna menyeimbangkan antara aspek efisiensi dan iklim kompetisi. Kemudian dari sisi KPPU tetap mengawasi adanya indikasi pelanggaran yang terjadi pada industri perbankan dan memberi peringatan kepada bank-bank agar tetap berhati-hati dalam langkah kedepan untuk mewujudkan visi API tersebut. Penelitian selanjutnya dapat menganalisa faktor-faktor lain yang belum dijelaskan pada penelitian ini, diantaranya faktor pengawasan dan faktor manajemen perbankan. Selain itu juga dapat digunakan metode lain untuk mendapatkan analisis yang lebih dalam.
ANALISIS DAMPAK IMPLEMENTASI ARSITEKTUR PERBANKAN INDONESIA (API) TERHADAP STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PERBANKAN INDONESIA
Oleh MARIZKA LUTFIAH H14104094
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa
: Marizka Lutfiah
Nomor Registrasi Pokok
: H14104094
Program Studi
: Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi
: Analisis Dampak Implementasi Arsitektur Perbankan Indonesia (API) Terhadap Struktur, Perilaku, dan Kinerja Industri Perbankan Indonesia
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Ir. Idqan Fahmi, M.Ec NIP. 131 803 657
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Rina Oktaviani, Ph.D NIP. 131 846 872 Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Agustus 2008
Marizka Lutfiah H14104094
RIWAYAT HIDUP
Marizka Lutfiah. Dilahirkan pada tanggal 10 Maret 1987 di Jakarta. Penulis anak pertama dari lima bersaudara, dari pasangan H. U. Malik Hidayat dan Hj. Yeyen Mulyani. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan, penulis menamatkan sekolah dasar di SD Negeri Panaragan I Bogor, kemudian melanjutkan ke SLTP Insan Kamil Bogor dan lulus pada tahun 2001. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMUN 5 Bogor dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun 2004 penulis melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi. Melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (IPB), penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan harapan besar agar dapat memperoleh ilmu dan mengembangkan pola pikir sehingga menjadi manusia yang berguna bagi pembangunan Indonesia tercinta. Selama menjadi mahasiswa IPB, penulis aktif di beberapa organisasi seperti menjadi Bendahara Divisi Pengembangan Ekonomi dan Kewirausahaan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FEM pada tahun 2005-2006, Staff Divisi Minat dan Bakat Klub ASOY pada tahun yang 2005-2006, Ketua Divisi LABLE pada tahun 2007, kemudian menjadi anggota biasa HMI komisariat FEM.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT Sang Maha Tak Terhingga yang berkat rahman dan rahim-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Dampak Implementasi Arsitektur Perbankan Indonesia Terhadap Struktur, Perilaku, dan Kinerja Industri Perbankan Indonesia”. Shalawat serta salam tercurah kepada manusia paling tawazun di muka bumi ini Rasulullah Muhammad SAW yang berkat jasanya lah kita dapat merasakan nikmatnya Islam. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya untuk : 1.
Orang tua tercinta atas doa, pengorbanan, kasih sayang, dan dorongan yang sangat besar dalam proses penyelesaian skripsi ini. Semua yang Mama dan Papa berikan tiada taranya dan tidak dapat dinilai dengan apapun, hanya Allah SWT yang mampu membalasnya.
2.
Ir. Idqan Fahmi, M.Ec selaku dosen pembimbing yang senantiasa memberi arahan dan masukan dengan sabar kepada penulis baik secara teoritis maupun teknis dalam proses pembuatan skripsi ini.
3.
Dr. Sri Mulatsih, M.Sc sebagai penguji utama sidang dan Tony Irawan, M.App sebagai penguji dari komisi pendidikan yang telah memberikan kritik dan saran yang bermanfaat bagi penulisan skripsi, dan kepada seluruh civitas Departemen Ilmu Ekonomi atas bantuan dan kerjasamanya selama ini.
4.
Seluruh keluarga besar penulis, Ummi, bapak Ngkong, Lala, Luthfi, Laila and si Fadhly lucu, terimakasih atas doa dan kasih sayang yang tiada henti.
5.
Rijal Nasirul Hudaya dan keluarga besar, terimakasih untuk semua waktu,perhatian, dukungan, semangat, doa, tempat bertukar pikiran, berbagi keluh kesah, terimakasih atas paket lengkapnya. Semoga segala apa yang telah kita rangkai dan niatan baik kita tercapai ya, amiin.
6.
Sahabat-sahabatku Andra, Dodol (Yuli), Icha, Taufan, teh Anis, Ade EPS, terimakasih sudah menjadi tempat untuk berbagi cerita dimana aja.
7.
Buat temen-temen seperjuangan yang telah mewarnai perjalanan selama 4 tahun di Ilmu Ekonomi, Fitsol, Alin (semangat ya!!), imeh, qee2, dado, irwan, teh nda, momoth, ririn, ratih, agita, pansus, uunk, boim, tatu, meda, yeye, titis, risti, adit, ela, indra mene, temen-temen LaBLE (chai, lia, lina, rani, mei, eza, agung). Untuk Ka Irfan yang canggih! Ka Andina, thanks for always helping me. Dan semua temen-temen yang tidak disebutkan satu persatu, bukan berarti terlupakan tapi kalian semua pasti ada di hati.
Sumbangsih penulis terhadap ilmu pengetahuan akan semakin lengkap dengan adanya saran dan kritik yang membangun dalam skripsi ini. Akhirnya semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.
Penulis, 2008
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI .......................................................................................................... i DAFTAR TABEL ................................................................................................ iii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... iv DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... v I. PENDAHULUAN ............................................................................................. 1 1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah .................................................................................... 5 1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................................ 6 1.4 Manfaat Penulisan ...................................................................................... 6 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN .......................... 7 2.1 Arsitektur Perbankan Indonesia .................................................................. 7 2.2 Pendekatan Structure-Conduct-Performance .............................................12 2.2.1 Struktur Pasar ................................................................................... 16 2.2.2 Perilaku Pasar ................................................................................... 19 2.2.3 Kinerja Pasar .................................................................................... 22 2.3 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 ............................................................... 23 2.4 Penelitian Terdahulu ........................................................................................ 26 2.5 Kerangka Pemikiran ......................................................................................... 28 III. METODE PENULISAN ................................................................................. 30 3.1 Sumber dan Jenis Data .............................................................................. 30 3.2 Metode Analisis ......................................................................................... 30 3.2.1 Asumsi Penggunaan Variabel ......................................................... 31 3.2.2 Struktur Pasar Perbankan ...................................................................... 32 3.2.3 Perilaku Pasar Perbankan ...................................................................... 34 3.2.4 Kinerja Perbankan ................................................................................. 35 3.2.5 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Industri Perbankan ................................................................................ 35 3.2.6 Uji Validitas Model ............................................................................... 36 3.2.7 Analisis Potensi Konflik Dampak Implementasi API Terhadap UU No. 5 Tahun 1999 .......................................................................... 41
ii
IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI PERBANKAN ..................................... 42 4.1 Klasifikasi Perbankan di Indonesia ................................................................ 42 4.2 Perkembangan Aset Perbankan Indonesia .................................................... 43 4.3 Perkembangan Kredit Perbankan Indonesia ................................................. 44 4.4 Perkembangan Rasio Kecukupan Modal Perbankan Indonesia ................. 45 4.5 Perkembangan ROA dan BOPO Perbankan Indonesia ............................... 46 V. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................... 48 5.1 Analisis Struktur Industri Perbankan ............................................................. 48 5.2 Analisis Perilaku Industri Perbankan ........................................................ 52 5.2.1 Strategi Produk ....................................................................................... 53 5.2.2 Strategi Harga ........................................................................................ 55 5.2.3 Strategi Promosi ..................................................................................... 57 5.2.4 Strategi Integrasi ..................................................................................... 59 5.2.5 Fungsi Pengawasan Perbankan Indonesia ........................................... 61 5.2.6 Intervensi Pihak Asing Terhadap Perbankan di Indonesia ............... 62 5.3 Kinerja Industri Perbankan .............................................................................. 63 5.4 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Perbankan ............... 64 5.4.1 Uji Validitas Model ............................................................................... 65 5.4.2 Hubungan Antara Struktur dan Faktor Lainnya Terhadap Kinerja Industri Perbankan ................................................................... 68 5.5 Analisis Potensi Konfik Dampak Pelaksanaan API Terhadap UU No.5 Tahun 1999 ....................................................................................... 71 VI. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 75 6.1 Kesimpulan ........................................................................................................ 75 6.2 Saran .......................................................................................................... 77 DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................78 LAMPIRAN ..........................................................................................................80
iii
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
2.1. Program-program Pelaksanaan API ................................................................... 10 2.2. Pengukuran-pengukuran Konsentrasi Perusahaan ........................................... 17 3.1. Durbin Watson Statistik ....................................................................................... 40 5.1. Ikhtisar Hasil Regresi Berganda Kinerja Perbankan ....................................... 65 5.2. Korelasi Matriks Antar Variabel ........................................................................ 67
iv
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.1. Perkembangan Jumlah Bank di Indonesia ...................................................... 2 1.2. Pangsa Pasar 10 Bank, 2007 ................................................................................. 3 2.1. Visi Perbankan Ke Depan ..................................................................................... 8 2.2. Enam Pilar Arsitektur Perbankan Indonesia ....................................................... 9 2.3. Pola Pendekatan Struktur-Perilaku-Kinerja Pasar ............................................ 15 2.4. Kerangka Pemikiran Penelitian .......................................................................... 29 4.1. Perkembangan Aset Perbankan Indonesia ........................................................ 43 4.2. Perkembangan Kredit Perbankan Indonesia ..................................................... 44 4.3. Perkembangan Kredit Macet Perbankan Indonesia ......................................... 45 4.4. Perkembangan Rasio Kecukupan Modal Perbankan Indonesia ..................... 46 4.5. Perkembangan Return on Asset Perbankan Indonesia ..................................... 46 4.6. Perkembangan Rasio BOPO Perbankan Indonesia .......................................... 47 5.1. Perkembangan Konsentrasi Rasio Aset Empat Bank Besar ........................... 48 5.2. Rata-rata Pangsa Pasar Kredit Empat Bank Besar ........................................... 50 5.3. Grafik Fluktuasi Konsentrasi Rasio Kredit ....................................................... 51 5.4. Grafik Perkembangan Modal Perbankan Indonesia ......................................... 51 5.5. Fluktuasi Suku Bunga Tabungan dan Deposito (6bulan) ................................ 55 5.6. Trend Suku Bunga Kredit Investasi, Modal Kerja, dan Konsumsi ..................... 56
5.7. Perkembangan DPK Industri Perbankan ........................................................... 58 5.8. Fluktuasi NIM Perbankan Indonesia .................................................................. 64
v
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1.
UU No. 5 Tahun 1999 .......................................................................................... 80
2.
Data-data Indikator Perbankan Indonesia ................................................... 100
3.
Daftar Bank Umum Konvensional di Indonesia ......................................... 103
4.
Hasil Estimasi Regresi Berganda ................................................................ 108
5.
Uji Autokolerasi ...........................................................................................109
6.
Uji Heteroskedastisitas .................................................................................110
I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Salah satu persoalan struktur perekonomian yang menghambat kegiatan
pembangunan yang berkesinambungan adalah struktur keuangan dan perbankan yang masih belum memadai dan belum efisien serta belum mampu menghimpun dan sekaligus menyalurkan dana secara seimbang untuk tujuan pertumbuhan ekonomi yang ditopang oleh kekuatan dari dalam negeri. Hal ini disebabkan oleh adanya krisis moneter yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 yang pada gilirannya menimbulkan krisis kepercayaan masyarakat terhadap perbankan nasional. Untuk menanggulangi menurunnya kepercayaan terhadap perbankan, maka pemerintah bersama Bank Indonesia mengeluarkan beberapa kebijakan dibidang perbankan, antara lain pemberian dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), pendirian Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dan restrukturisasi perbankan yang salah satu programnya mengatur tentang peningkatan kualitas manajemen dan operasional perbankan melalui peningkatan Good Corporate Governance (GCG). Secara keseluruhan, berbagai kebijakan tersebut dirangkai dalam suatu kerangka dasar pengaturan perbankan Indonesia yang lebih dikenal dengan Arsitektur Perbankan Indonesia (API). API merupakan suatu blueprint mengenai arah dan tatanan perbankan nasional kedepan. API tersebut merupakan policy direction dan policy recommendation untuk industri perbankan nasional dalam jangka panjang yaitu untuk jangka waktu sepuluh tahun ke depan. Sebagai suatu banking architecture, API tidak hanya diperlukan bagi industri perbankan saja
2
melainkann sektor keuuangan secaara keseluru uhan guna melihat m gam mbaran atau u peta perbankann di masa depan. Struuktur perbaankan yangg sehat merupakan saasaran utama baggi industri perbankan.. Dengan adanya a strukktur perbannkan yang sehat diharapkann perbankann Indonesiaa dapat mem miliki fundam mental yangg lebih kuatt. Addapun strukktur pasar pada industrri perbankann menunjukkkan kompo onenkomponenn dari pasarr yang dapaat mempeng garuhi prosees dan intennsitas persaingan dalam inddustri perbaankan. Salaah satu kom mponennya adalah jum mlah bank yang perkembanngannya daapat dilihat pada p Gambaar 1.1. 150,00
jumlah bank (unit)
145,00
145
140,00 135,00 130
130,00 125,00
Januari April Juli Oktober Januari April Juli Oktober Januari April Juli Oktober Januari April Juli Oktober Januari April Juli Oktober Januari April Juli Oktober
120,00
200 02
2003
2004 2005 periode
2006
2007 7
Gambar 1.1. Perkem mbangan Jumlah J Ban nk di Indon nesia Sumbeer : Statistikk Perbankan n Indonesia 2008, diolaah
Selain itu, koomponen-koomponen daalam struktuur pasar inddustri perbaankan m adannya hambattan atau pen nghalang baagi bank unntuk masuk pasar lainnya meliputi (entry barrrier) dan konsumen k m mempunyai informasi yang cukupp baik men ngenai produk attau jasa yaang ditawaarkan bank.. Demikiann pula denngan konsen ntrasi kegiatan yang y dilakukkan oleh seebagian bank k di Indoneesia. Bank yyang mempu unyai keunggulaan dalam aset, danaa dan jang gkauan peelayanan m memiliki tin ngkat konsentrassi kegiatan yang y tinggii.
3
Terppusatnya koonsentrasi aset a oleh seekelompok bank menuunjukkan bahwa b bank sebaagai salah saatu pelaku dalam pasaar menghadaapi tingkat persaingan yang tinggi. Gambar 1.2 menunjukkkan peroleehan pangssa pasar seepuluh ban nk di Indonesia pada tahunn 2007. Citibank NA 4%
B BII 4% 4
Bank Niagaa 4%
Pan Indo onesia Bank Permata Bankk 4% 4% Bank Man ndiri 23%
Bank Danam mon 8% BRI 16% BN NI 16% %
BCA 17%
Gambar 1.2.. Pangsa Pa G asar 10 Ban nk, 2007 Sumbeer : Statistikk Perbankan n Indonesia 2008, diolaah
Bagi a Bank Peersero, Bankk Mandiri menguasai m 15 persen paangsa pasarr pada tahun 20001, namun kemudian mengalami m penurunann pada tahuun 2007 meenjadi 14,15 perssen. Pada taahun 2006, pangsa passar Bank Raakyat Indonnesia (BRI) lebih besar dibaandingkan Bank B Negaraa Indonesiaa (BNI). Keddua bank inni bersaing cukup c ketat sehinngga pada tahun 2007 BNI memim mpin dengaan pangsa paasar sebesarr 9,93 persen sedangkan paangsa pasaar BRI han nya berselissih 0,38 peersen yaitu 9,55 persen. Unntuk Bank Swasta S Nasiional, Bank k Central Assia (BCA) m masih menem mpati posisi teraatas dalam pangsa passar yaitu seebesar 10,555 persen. P Posisi ini diisusul secara konnsisten olehh Bank Dannamon, BIII, Citibank NA, Bank Niaga, dan n Pan Indonesia Bank. Bannk Permataa yang meru upakan hassil merger Bank Univ versal, ma Expresss, dan Bankk Bali term masuk Bank Artaamedia, Baank Patriot,, Bank Prim kedalam 10 1 besar bannk berdasarkkan pangsa pasar.
4
Dari kacamata persaingan usaha, implementasi berbagai program dalam grand design API cenderung menimbulkan polemik. Salah satu upaya untuk menyehatkan atau memulihkan kondisi industri perbankan versi API, secara tidak langsung sama dengan mendorong bank (terutama bank menengah-kecil) untuk melakukan merger atau akuisisi. Gelombang merger atau akuisisi tersebut di satu sisi dapat meningkatkan efisiensi sekaligus penguatan konsolidasi perbankan, namun di sisi lain dapat mengakibatkan terjadinya pemusatan konsentrasi pangsa pasar pada sekelompok bank tertentu. Mengetahui akan hal ini, maka KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) sebagai lembaga independen yang melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat menduga bahwa industri perbankan berpotensi melakukan pelanggaran. Hal ini didukung oleh salah satu pasal yaitu pasal 28 UndangUndang No. 5 tahun 1999 yang menyatakan : 1.
Pelaku usaha dilarang melakukan pengambilalihan saham perusahan lain apabila tindakan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
2.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penggabungan atau peleburan badan usaha yang dilarang sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ketentuan mengenai pengambilalihan saham perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), diatur dalam Peraturan Pemerintah.
1.2
Perumusan Masalah
5
Selama empat tahun Bank Indonesia telah berupaya untuk menggerakkan industri perbankan Indonesia ke arah yang lebih baik melalui implementasi program-program API demi terwujudnya sistem perbankan yang sehat, kuat dan efisien. Salah satunya adalah dengan mensyaratkan modal minimum sebesar Rp. 100 Milyar. Banyaknya jumlah bank yang belum memenuhi persyaratan tersebut mendorong bank-bank tersebut untuk berkonsolidasi dengan melakukan merger atau akusisi sehingga akan meningkatkan aset bank hasil merger dan penguasaan pangsa pasar bank tersebut. Kondisi ini akan berdampak pada perubahan struktur perbankan yang sebelumnya begitu menjamur hingga menjadi lebih terpusat karena bank-bank mengalami penyusutan akibat adanya merger atau akuisisi. Hal ini akan berdampak pada persaingan usaha dalam industri perbankan Indonesia sehingga dapat dirumuskan bahwa permasalahan mendasar dari penelitian ini adalah : 1.
Bagaimana dampak implementasi API terhadap industri perbankan Indonesia dilihat dari struktur, perilaku dan kinerja industri perbankan Indonesia?
2.
Bagaimana hubungan struktur dan faktor lainnya dengan kinerja industri perbankan Indonesia?
3.
Sejauhmana implementasi API berpotensi melanggar UU No. 5 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat?
1.3
Tujuan Penelitian
6
Tujuan penelitian ini adalah untuk : 1. Menganalisa struktur, perilaku, dan kinerja industri perbankan sebagai dampak pelaksanan API. 2. Menganalisa hubungan struktur dan faktor lainnya dengan kinerja industri perbankan Indonesia. 3. Menganalisa potensi konflik antara dampak implementasi API dengan UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
1.4
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai suatu bahan
pertimbangan dalam menentukan dan melaksanakan kebijakan moneter, terutama kebijakan dalam sektor perbankan. Secara khusus penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi mengenai perubahan struktur, perilaku dan kinerja industri perbankan Indonesia dengan adanya implementasi API, dan akhirnya semoga tulisan ini dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan dan bermanfaat bagi para pembacanya, baik bagi yang akan meneruskan penelitian ini maupun bagi kalangan umum lainnya.
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1
Arsitektur Perbankan Indonesia Industri perbankan nasional saat ini telah memiliki Arsitektur Perbankan
Indonesia yang merupakan policy direction dan policy recommendations untuk industri perbankan nasional dalam jangka panjang yaitu untuk jangka waktu sepuluh tahun ke depan. Dengan adanya API tersebut memungkinkan kita untuk memiliki industri perbankan yang kuat dalam jangka panjang sehingga internal maupun external shocks yang datang secara tiba-tiba seperti misalnya krisis moneter tahun 1998 dapat dicegah ataupun diatasi dengan baik. Bank-bank diharapkan akan memiliki fundamental yang kuat dalam jangka panjang sehingga perbankan nasional kita tidak hanya mampu beroperasi di pasar domestik saja, melainkan juga mampu melakukan penetrasi sampai di pasar internasional. Arah ke depan perbankan nasional tersebut telah tertuang dalam “Visi API ke Depan” sehingga setiap bank akan melihat kemampuan dan sumber daya masing-masing. Visi perbankan ke depan dapat dilihat pada Gambar 2.1. Dengan kejelasan visi tersebut, maka bank-bank akan mempersiapkan diri sebaik mungkin sehingga dalam jangka panjang nanti mereka sudah memiliki tujuan yang jelas apakah ingin menjadi bank internasional, bank nasional, atau menjadi bank dengan fokus kegiatan tertentu. Dengan adanya persyaratan modal minimum Rp. 100 Milyar, maka diharapkan 10 hingga 15 tahun ke depan perbankan Indonesia akan terdiri dari : •
2-3 bank internasional (modal lebih dari Rp. 50 Triliun),
•
3-5 bank nasional (modal Rp. 10 Triliun sampai Rp. 50 Triliun),
8
•
30-50 bank segmen usaha tertentu (modal Rp. 100 Milyar sampai Rp. 10 Triliun), dan
•
Bank Perkreditan Rakyat
Rp triliun Bank Internasional
50 Bank Nasional
10 Bank dengan fokus:
Korporasi
Daerah
Ritel
lainnya
0,1
BPR
Bank dengan kegiatan usaha terbatas
Gambar 2.1 Visi Perbankan Ke Depan Sumber : Bank Indonesia Untuk mencapai visi tersebut diperlukan kerja keras dan berbagai program dan kegiatan pendukung. Oleh sebab itu pencapaiannya harus dilakukan secara bertahap dan dalam jangka waktu yang cukup panjang. Program kegiatan untuk mencapai visi dimaksud dilakukan secara komprehensif dan menyeluruh. Program implementasi ini terdiri atas enam pilar dan dilaksanakan dengan 19 insiatif yang pelaksanaan seluruhnya dimulai tahun 2004. Adapun enam pilar API dapat dilihat pada Gambar 2.2.
9
Strruktur perbbankan yangg sehat meerupakan saasaran utam ma bagi ind dustri perbankann. Dengan adanya strruktur perb bankan yanng sehat diiharapkan dapat memiliki fundamenta f al perbankann yang lebih h kuat.
Gambar 2.2 2 Enam Pilar P Arsiteektur Perbaankan Indoonesia Sum mber : Bank k Indonesia
Unntuk mewuj ujudkan perrbankan Ind donesia yanng lebih kookoh, perb baikan harus dilaakukan di
berbagai bidang, teerutama unntuk menjaawab tantan ngan-
tantangan yang dihhadapi perbbankan dalam beberaapa tahun belakangan n ini. Tantangann-tantangan tersebut addalah sebagaai berikut: 1. Kapasittas pertumbuhan kreditt perbankan yang masihh rendah. 2. Strukturr perbankann yang belum m optimal. 3. Pemenuuhan kebutuuhan masyaarakat terhaadap pelayaanan perbannkan yang dinilai oleh maasyarakat masih m kurangg. 4. Pengaw wasan bank yang y masihh perlu diting gkatkan. 5. Kapabillitas perbannkan yang masih m lemah h. 6. Profitabbilitas dan efisiensi e opeerasional baank yang tiddak sustainaable. 7. Perlinduungan nasabbah yang masih m harus ditingkatkan d n. 8. Perkem mbangan teknnologi dan informasi.
10
Guna mewujudkan visi API dan sasaran yang ditetapkan, serta mengacu kepada tantangan-tantangan yang dihadapi perbankan, maka keenam pilar API sebagaimana diuraikan di depan akan dilaksanakan melalui beberapa program yang dilaksanakan secara bertahap dan dimulai tahun 2004. Penjabaran programprogram tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Program-program Pelaksanaan API I. No. A.
B.
C.
A.
B.
Program Penguatan Struktur Perbankan Nasional
Kegiatan (Pilar I) Periode Pelaksanaan Memperkuat permodalan Bank 2004-2010 1. Meningkatkan persyaratan modal minimum bagi bank umum (termasuk BPD) menjadi Rp. 100 Miliar 2. Mempertahankan persyaratan modal 2004-2010 Rp. 3 Triliun untuk pendirian bank baru sampai dengan 1 Januari 2011 Memperkuat daya saing BPR 2004 1. Meningkatkan linkage program antara bank umum dengan BPR 2004 2. Mempermudah pembukaan kantor cabang BPR 2004-2005 3. Memfasilitasi pembentukan fasilitas jasa bersama untuk BPR Meningkatkan akses kredit 2004-2006 1. Memfasilitasi pembentukan skim penjaminan kredit 2004-2006 2. Mendorong penyaluran kredit untuk sektor usaha tertentu II. Program Peningkatan Kualitas Pengaturan Perbankan Memformalkan proses sindikasi dalam membuat kebijakan perbankan 1. Melibatkan pihak III dalam setiap pembuatan kebijakan perbankan 2. Membentuk panel ahli perbankan 3. Memfasilitasi pembentukan lembaga riset perbankan di daerah maupun pusat Implementasi secara bertahap 25 Basel Core Principles for Effective Banking Supervision
2004 2004 2004-2005
2004-2013
11
Tabel 2.1. Program-program Pelaksanaan API (lanjutan) III. Program Peningkatan Fungsi Pengawasan A.
Meningkatkan koordinasi antar lembaga Pengawas 2004 1. Melakukan koordinasi dan kerjasama secara regular B. Melakukan konsolidasi sektor perbankan Bank Indonesia 2004-2005 1. Mengkonsolidasi fungsi pengawasan dan pemeriksaan 2004-2005 2. Mereorganisasi sektor perbankan Bank Indonesia 2004-2005 3. Membentuk tim enforcement 2004-2005 4. Membentuk tim khusus pemeriksa spesialis C. Meningkatkan kompetensi pemeriksa bank 1. Melakukan sertifikasi pemeriksa bank 2004-2005 2. Melakukan attachment pemeriksa di lembaga 2004-2005 pengawas internasional D. Mengembangkan sistem pengawasan berbasis Risiko 2004-2005 1. Mendisain risk-based model untuk pengawasan E. Meningkatkan efektivitas enforcement 2004-2005 1. Menyempurnakan proses investigasi kejahatan perbankan 2004-2005 2. Meningkatkan transparansi pengawasan dan enforcement 2004-2005 3. Membentuk internal ombudsman untuk permasalahan pengawasan 2004 4. Meningkatkan perlindungan hukum bagi pengawas bank IV. Program Peningkatan Kualitas Manajemen dan Operasional Perbankan A.
B.
C.
Meningkatkan Good Corporate Governance 1. Menetapkan standar minimum untuk GCG 2. Mendorong bank-bank untuk go public Meningkatkan kualitas manajemen risiko perbankan 1. Mempersyaratkan sertifikasi manajer risiko Meningkatkan kemampuan operasional bank 1. Mendorong bank-bank untuk melakukan sharing penggunaan fasilitas operasional guna menekan biaya 2. Memfasilitasi kebutuhan pendidikan dalam rangka peningkatan operasional bank
2004-2005 2004-2005
2005 2004-2005
2004-2005
12
Tabel 2.1. Program-program Pelaksanaan API (lanjutan) V. Program Pengembangan Infrastruktur Perbankan A.
B.
A.
B.
C.
D.
Mengembangkan Credit Bureau Memformalkan proses sindikasi dalam membuat kebijakan perbankan 1. Melakukan inisiatif pembentukan credit 2004-2005 bureau Mengoptimalkan penggunaan credit rating agencies 1. Mempersyaratkan rating bagi obligasi yang 2004-2005 diterbitkan oleh bank VI. Program Peningkatan Perlindungan Nasabah Menyusun standar mekanisme pengaduan Nasabah 2004-2005 1. Menetapkan persyaratan minimum mekanisme pengaduan konsumen Membentuk lembaga mediasi independen 2004-2005 1. Memfasilitasi pendirian lembaga mediasi perbankan Menyusun transparansi informasi produk 1. Memfasilitasi penyusunan standar minimum 2004-2005 transparansi informasi produk bank Mempromosikan edukasi untuk konsumen 1. Mendorong bank-bank untuk melakukan 2004 edukasi kepada konsumen mengenai produkproduk financial
Sumber : Bank Indonesia, 2004
2.2
Pendekatan Structure-Conduct-Performance Menurut Gilbert (1984) pro dan kontra mengenai isu trade off antara
persaingan dan kestabilan, dapat dijelaskan secara umum melalui dua mazhab teori besar dalam Industrial Organization. Mazhab pertama disebut Structure Conduct Performance (SCP) dimana diyakini bahwa struktur pasar akan mempengaruhi kinerja suatu industri. Aliran ini didasarkan pada asumsi bahwa struktur pasar akan mempengaruhi perilaku dari perusahaan yang pada akhirnya akan mempengaruhi kinerja perusahaan dan industri secara agregat. Dari sudut pandang persaingan usaha, struktur pasar yang terkonsentrasi cenderung berpotensi untuk menimbulkan berbagai perilaku persaingan usaha yang tidak
13
sehat
dengan
tujuan
untuk
memaksimalkan
profit.
Perusahaan
bisa
memaksimalkan profit (P>MC) karena adanya market power, sesuatu yang lazim terjadi untuk perusahaan dengan pangsa pasar yang sangat dominan (dominant position). Sedangkan mazhab teori alternatifnya adalah Relative Efficiency (RE). Aliran ini mengcounter asumsi SCP, dimana diyakini bahwa efisiensi perusahaan dapat mengakibatkan marjin (kinerja) yang tinggi, sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan pangsa pasarnya. Dengan demikian, struktur pasar tidak selalu mempengaruhi kinerja. Aliran RE mengkhawatirkan bahwa pengaturan yang terlalu ketat terhadap struktur pasar (seperti yang direkomendasikan aliran SCP) justru akan mengurangi insentif perusahaan untuk meningkatkan efisiensinya. Ada beberapa pendekatan SCP yaitu SCP School dan Chicago School, serta The New Industrial Economics yang berkembang kemudian. Paradigma SCP berpendapat bahwa konsentrasi pasar yang tinggi membuat perusahaan lebih mudah untuk menguasai pasar dan menghasilkan keuntungan atau marjin yang tinggi. Dengan kata lain struktur pasar mempengaruhi profitabilitas secara positif. SCP School menekankan bahwa tingkat konsentrasi dan keuntungan yang tinggi diinterpretasikan sebagai indikator penguasaan dan penyalahgunaan penguasaan pasar. Dengan demikian masyarakat akan merasakan dampak negatifnya dan pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan untuk membatasi perilaku perusahaan (Lubis dalam Gunawan, 2004). Aliran Chicago School berargumen bahwa tingkat konsentrasi dan keuntungan yang tinggi merupakan ukuran keberhasilan perusahaan. Hanya perusahaan yang efisien dan inovatif yang mampu mendapatkan keuntungan dan
14
memperbesar pangsa pasar serta meningkatkan konsentrasi pasar. Sebaliknya perusahaan yang efisien justru menguntungkan konsumen melalui tingkat harga yang lebih rendah maupun kualitas produk yang lebih baik. Berbeda dengan pandangan klasik, pandangan ini menyatakan arah hubungan yang terbalik, dimana tingkat efisiensi perusahaan merupakan determinan posisi suatu perusahaan dalam pasar dan perilakunya. Aliran ini juga menyatakan bahwa sumber utama terjadinya kekuatan monopoli adalah pemerintah, sehingga agar tercapai kinerja pasar yang diinginkan diserahkan pada mekanisme pasar. Pandangan lainnya adalah The New Industrial Economics yang memberi perhatian lebih pada peran perilaku yaitu apresiasi terhadap dimensi strategis dari keputusan perusahaan. Perusahaan tidak hanya bereaksi dan beradaptasi terhadap kondisi eksternal, tapi juga berusaha agar lingkungan ekonomi dimana ia berada dapat memberi keuntungan kepadanya dengan pertimbangan bahwa pesaingnya juga akan melakukan hal yang sama. Dasar paradigma SCP sendiri dicetuskan oleh Edward S. Mason, seorang dosen di University of Harvard pada tahun 1930-an. Pendekatan SCP ini lalu dikembangkan oleh Bain (1959), Clark (1972) dan Caves (1972). Tahun 1979, Scherer juga turut mengembangkan pendekatan SCP menjadi lebih luas dan dengan penjelasan yang lebih logis, sehingga mempengaruhi para ekonom dunia saat itu untuk memandang SCP sebagai suatu cara yang lazim digunakan dalam menganalisis suatu industri (Shepherd, 1990). Jaya (2001) juga mengemukakan model analisis ekonomi tradisional yang menekankan saling keterkaitan antara struktur, perilaku dan kinerja dalam industri, Gambar 2.3.
seperti yang ditampilkan pada
15
Ukuran-ukuran Kondisi Permintaan Elastisitas permintaan Elastisitas silang dari permintaan
Kondisi Penawaran Skala ekonomi Ekonomi vertikal
Struktur Ukuran distribusi perusahaan Pangsa pasar Konsentrasi Rintangan masuk Elemen-elemen lain
Perilaku • • •
Kerjasama dengan pesaing Strategi melawan pesaing Advertensi
Kinerja • • • • • •
Harga-biaya dan pola keuntungan Keseimbangan dalam pendistrbusian Pengalokasian yang efisien X-efisiensi Pengaruh lain Kemajuan teknologi
Gambar 2.3. Pola Pendekatan Struktur-Perilaku-Kinerja Pasar Sumber : Jaya (2001)
16
2.2.1
Struktur Pasar Struktur pasar menggambarkan pangsa pasar dari perusahaan-perusahaan.
Untuk memperluas pangsa pasar, suatu perusahaan menghadapi sejumlah rintangan. Setiap struktur pasar berada diantara monopoli (pangsa pasar yang tinggi dan rintangan untuk masuk pasar tinggi) dan persaingan murni (pangsa pasar yang kecil dan rintangan untuk masuk rendah). Setiap perusahaan memiliki suatu struktur pada masing-masing keadaan tertentu. Struktur ini biasanya mempengaruhi perilaku dari perusahaan. Struktur dan perilaku kemudian mempengaruhi kinerja pasar. Kinerja yang baik terutama mencakup harga yang rendah, efisiensi, inovasi dan keadilan. Struktur pasar juga menggambarkan ukuran distribusi perusahaan-perusahaan yang berkompetisi di suatu pasar yang terdiri dari pangsa pasar dan tingkat konsentrasi. Selain itu, struktur pasar juga dapat dilihat dari jumlah penjual dan pembeli, diferensiasi produk, entry condition, integrasi vertikal dan elemen-elemen lainnya. 1.
Pangsa pasar Setiap perusahaan memiliki pangsa pasarnya sendiri dan besarnya berkisar
antar 0 hingga 100% dari total penjualan seluruh pasar. Pangsa pasar sendiri merupakan perbandingan hasil penjualan dalam industri dengan total penjualan di dalam industri yang bersangkutan (Jaya, 2001). Menurut literatur Neo-Klasik, landasan posisi pasar perusahaan adalah pangsa pasar yang diraihnya. Perusahaan dengan pangsa pasar yang lebih baik akan menikmati keuntungan dari penjualan produk dan kenaikan harga sahamnya. Secara umum terdapat hubungan yang positif antara pangsa pasar dan keuntungan (Jaya, 2001).
17
2.
Konsentrasi Pemusatan (concentration) merupakan kombinasi pangsa pasar dari
perusahaan-perusahaan oligopolis (terdiri dari 2 sampai 8 perusahaan) dimana mereka menyadari adanya saling ketergantungan. Kombinasi pangsa pasar oligopolis membentuk suatu tingkat pemusatan dalam pasar. Bain dalam Jaya (2001) menemukan bahwa antara tingkat konsentrasi dengan penghasilan terdapat tingkat korelasi yang rendah. Penerimaan rata-rata industri yang terkonsentrasi adalah lebih tinggi daripada penghasilan jenis industri yang kurang terkonsentrasi. Sementara itu, Weiss dalam Jaya (2001) dengan menggunakan regresi berganda mendapatkan suatu hubungan yang positif antara keuntungan dengan produk-produk konsentrasi tinggi. Untuk mengukur konsentrasi perusahaan diperlukan suatu indeks yang tidak bias. Beberapa indeks konsentrasi perusahaan terdapat dalam Tabel 2.2. Tabel 2.2. Pengukuran-pengukuran Konsentrasi Perusahaan Pengukuran Rasio Konsentrasi Indeks Hirschman-Herfindahl Indeks Rosenbluth Indeks Entrophy
Rumus CRm HHI R=
∑ ∑
2
.
pi . log
1 pi
Keterangan : n = jumlah perusahaan pi = pangsa pasar perusahaan ke-i (i=1,2,3,.......n) dalam persen m = jumlah perusahaan terbesar Sumber : Jaya, 2001
Indeks concentration ratio (CR) adalah persentase dari output industri yang dimiliki oleh beberapa perusahaan besar. Rasio konsentrasi untuk “m” perusahaan besar dalam suatu industri dapat dihitung dengan menjumlahkan total
18
pangsa pasar dari perusahaan-perusahaan besar ini. Rasio konsentrasi yang umum dipergunakan adalah four-firm concentration ratio atau CR4. CR4 merefleksikan total pangsa pasar yang dimiliki oleh empat perusahaan terbesar dalam suatu industri. Jika data pangsa pasar tidak tersedia, maka dapat dilakukan perhitungan dengan cara lain untuk memperoleh gambaran tentang porsi kontribusi suatu perusahaan dalam suatu industri. Misalnya, pangsa pasar dihitung dengan membandingkan pendapatan individual suatu perusahaan dibandingkan dengan pendapatan
total
industri.
Kelemahan
dari
rasio
konsentrasi
adalah
ketidakmampuan untuk menunjukkan tingkat dominansi dari suatu perusahaan di dalam pasar. Indeks selanjutnya yang digunakan untuk mengukur konsentrasi peerusahaan adalah Hirschman-Herfindahl Index (HHI). HHI dihitung dengan menjumlahkan kuadrat pangsa pasar setiap perusahaan dalam suatu industri. Kelebihan HHI dibandingkan CR4 adalah : 1. HHI merefleksikan distribusi dari pangsa pasar dari keempat perusahaan teratas dan komposisi dari pasar diluar keempat perusahaan tersebut. 2. HHI memberikan bobot yang lebih besar secara proporsional kepada pangsa pasar untuk perusahaan-perusahaan yang lebih besar. Hal ini mencerminkan peran yang lebih dominan bagi perusahaan yang lebih besar di dalam interaksi kompetisi. Selain itu, indeks Rosenbluth juga dapat dijadikan salah satu alat ukur konsentrasi perusahaan yang didasarkan pada peringkat setiap perusahaan dan pangsa pasarnya, sedangkan indeks Entrophy mengukur pangsa pasar semua perusahaan. Agar ukuran tersebut luas cakupannya, ukuran harus diperoleh dari
19
data pangsa pasar setiap perusahaan. Namun sekalipun seseorang dapat memperoleh data pangsa pasar yang lengkap, indeks ini tidaklah lebih unggul dari metode-metode lain yang menggunakan informasi yang sama. Indeks tersebut mengabaikan peranan rintangan pasar, ciri-ciri vertikal dan elemen-elemen lain dalam struktur pasar. Ukuran-ukuran ini mempunyai kelemahan dan kelebihan masing-masing, jadi tidak ada ukuran konsentrasi yang benar-benar sempurna. 3.
Entry Condition Segala sesuatu yang memungkinkan terjadinya penurunan, kesempatan
atau kecepatan masuknya pesaing baru merupakan hambatan untuk masuk. Ada beberapa hal umum mengenai hambatan untuk masuk pasar yang harus dipahami. Pertama, hambatan-hambatan timbul dalam kondisi pasar yang mendasar, tidak hanya dalam bentuk perangkat yang legal ataupun dalam bentuk kondisi-kondisi yang berubah dengan cepat. Kedua, hambatan dibagi dalam tingkatan mulai dari tanpa hambatan sama sekali (free entry), hambatan rendah, sedang, sampai hambatan tingkat tinggi dimana tak ada lagi jalan masuk. Ketiga, hambatan merupakan sesuatu yang kompleks. Peranan hambatan untuk masuk suatu pasar masih diperdebatkan. Misalnya, hambatan-hambatan yang besar dapat memperkuat kekuatan pasar suatu perusahaan dominan. Tetapi hambatan yang rendah pun biasanya tidak akan dapat menggeser kekuatan pasar keseluruhan, paling tidak dalam jangka pendek (Jaya, 2001). 2.2.2
Perilaku Pasar Perilaku pasar menggambarkan tindakan-tindakan perusahaan sebagai
akibat dari struktur pasar yang dihadapinya. Penetapan harga, strategi produksi,
20
strategi promosi, integrasi vertikal dan merger merupakan beberapa perilaku yang terjadi pada perusahaan. 1.
Strategi Produk Menurut Simorangkir (2000), produk perbankan adalah instrumen atau
perangkat yang dibeli dan dijual oleh bank. Beberapa perangkat yang menghubungkan bank dan nasabahnya yaitu giro, bilyet giro, cek, wesel, tabungan, deposito, travelers cheque, warkat pasar uang dan sistem otomatis kliring. Adapun beberapa produk yang bersifat jasa atau service seperti kiriman uang (transfer dalam dan luar negeri), inkaso (penagihan utang atau collection), safe deposit box (loket penyimpanan barang berharga) dan ATM (automated teller machine). 2.
Strategi Harga Menurut Dendawijaya (2001), penetapan strategi harga bagi produk-
produk perbankan ditentukan anatara lain oleh : a.
Cost of loanable funds yang diperhitungkan serendah mungkin,
b.
tingkat suku bunga SBI serta ketentuan Bank Indonesia yang berlaku,
c.
tingkat harga yang “dipasang” oleh pesaing,
d.
profit margin (spread) yang layak. Disamping itu Bank Indonesia menetapkan ketentuan yang melarang bank
umum untuk memasang harga simpanan depositonya lebih tinggi dari 125 persen dikalitingkat suku bunga SBI. Sebaliknya, jika bank menetapkan harga yang lebih rendah
dibanding
bank-bank
pesaingnya,
dikhawatirkan
mengalihkan dananya ke bank-bank pesaing tersebut.
para
deposan
21
3.
Strategi Promosi Dalam bisnis perbankan dikenal berbagai strategi promosi yang pilihan
penggunaannya ditentukan sesuai kondisi. Dengan demikian, dalam bisnis perbankan juga dikenal adanya promotional mix (bauran promosi) yang meliputi : a.
advertising (periklanan),
b.
sales promotion (promosi penjualan),
c.
personal selling (penjualan perseorangan),
d.
publicity (publisitas). Menurut
Dendawijaya
(2001),
segala
bentuk
promosi
tersebut
dipergunakan untuk : a.
mempromosikan banknya sebagai suatu image, misalnya memperkenalkan berdirinya Bank Mandiri, dibentuknya bank campuran antar bank swasta dan bank asing, dan sebagainya.
b.
mempromosikan salah satu produk unggulan dari bank yang bersangkutan, seperti Tabungan Mandiri (Bank Mandiri), Tabungan Palapa (Bank Duta), BRItama (Bank BRI), BNI Taplus (BNI) dan sebagainya. Menurut Jaya (2001), advertensi (periklanan) merupakan input bagi
perusahaan. Optimalisasi advertensi sama saja dengan optimalisasi input-input lain untuk menghasilkan jumlah produk dan keuntungan maksimum. Bedanya, advertensi mempengaruhi permintaan sedangkan input-input lain berkaitan dengan sisi penawaran. 4.
Strategi Integrasi Perilaku perusahaan-perusahaan juga mengenal adanya strategi integrasi
berupa merger dan peraturan-peraturan vertikal. Integrasi vertikal dapat
22
menimbulkan ekonomisasi dan berdampak anti persaingan. Merger vertikal dan peraturan vertikal dalam pasar termasuk pemeliharaan harga penjualan kembali yang merupakan isu persaingan. 2.2.3
Kinerja Pasar Caves dalam Yuniarsih (2005) mendefinisikan kinerja sebagai seberapa
jauh aktifitas-aktifitas dalam suatu industri mencapai tujuan–tujuan yang diinginkan, dimana kinerja yang baik berarti pencapaian tujuan secara optimal. Kinerja suatu pasar merupakan unsur terakhir dalam konsep teori ekonomi industri selain struktur dan perilaku. Kinerja dapat diukur melalui price cost margin dan pola profit, efisiensi, kemajuan teknologi, dan equity distribution. Kinerja dalam kaitannya dengan ekonomi memiliki banyak aspek namun para ekonom biasanya memusatkan hanya pada tiga aspek pokok yaitu efisiensi, kemajuan teknologi dan keseimbangan dalam distribusi. Menurut Dendawijaya (2001) kinerja industri perbankan dapat diukur dari rasio profitabilitas yang menggambarkan atau mengukur tingkat efisensi usaha yang dicapai oleh suatu bank. Rasio profitabilitas diantaranya ROA (return on asset), ROE (return on equity), ROR (return on revenue), NPM (net profit margin) dan NIM (net interest margin). ROA digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memeperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan. Semakin besar ROA suatu bank, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank tersebut dari segi penggunaan aset. Rasio ini dianggap terbaik dan lebih banyak digunakan untuk menilai kinerja perusahaan. Sedangkan ROE merupakan hasil bagi dari pendapatan bersih dan rata-rata total
23
aset. Bank Indonesia lebih mementingkan penilaian besarnya ROA dalam penetuan tingkat kesehatan suatu bank dan tidak memasukan unsur ROE. Hal ini dikarenakan Bank Indonesia sebagai pembina dan pengawas perbankan lebih mengutamakan nilai profitabilitas suatu bank yang diukur dengan aset. ROR (return on revenue) merupakan perbandingan laba sebelum pajak dengan seluruh pendapatan baik operasional maupun pendapatan non operasional. ROR digunakan untuk mengukur efektifitas manajemen dalam penjualan. Rasio lainnya adalah NPM (net profit margin). Sebagaimana halnya dengan perhitungan rasio sebelumnya, rasio NPM pun mengacu kepada pendapatan oprasional bank yang terutama berasal dari kegiatan pemberian kredit yang dalam prakteknya memiliki berbagai resiko, seperti resiko kredit, bunga, kurs valas dan lain-lain. NIM (net interest margin) adalah hasil pengukuran pendapatan bunga bersih terhadap rata-rata pendapatan aset. NIM sangat penting untuk mengevaluasi kemampuan bank dalam mengatur resiko interest rate. Jika tingkat bunga berubah, maka pendapatan dan pengeluaran bunga akan ikut berubah. Hal ini mengindikasikan apakah bank mendapat keuntungan atau menderita kerugian akibat dari kenaikan atau penurunan tingkat suku bunga (Koch, 2003).
2.3
Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Undang-Undang No. 5 tahun 1999 berisi tentang larangan praktek
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Undang-undang ini memiliki beberapa tujuan, diantaranya : •
menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat,
24
•
mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil,
•
mencegah praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha,
•
terciptanya efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha. Hal-hal pokok yang tercantum dalam undang-undang ini yaitu perjanjian
yang dilarang, kegiatan yang dilarang dan posisi dominan. Perjanjian yang dilarang meliputi oligopoli, penetapan harga, pembagian wilayah, pemboikotan, kartel, trust, oligopsoni, integrasi vertikal, perjanjian tertutup dan perjanjian dengan pihak luar negeri. Hal ini diatur oleh pasal 4 sampai pasal 16 dalam UU No. 5 tahun 1999. Oligopoli yang dimaksud adalah pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa apabila dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75 persen pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu. Sedangkan integrasi vertikal terjadi jika pelaku usaha membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan, baik dalam
satu
rangkaian
langsung
maupun
tidak
langsung,
yang
dapat
mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat.
25
Hal pokok yang kedua adalah mengenai kegiatan yang dilarang, yang diatur dalam pasal 17 hingga pasal 24. Kegiatan yang dilarang meliputi praktek monopoli, monopsoni, penguasaan pasar dan persekongkolan. Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang atau jasa lebih dari 50 persen pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli. Selain itu, pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan, baik sendiri maupun bersama pelaku usaha lain, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat berupa: a. menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan, b. menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya itu, c. membatasi peredaran dan atau penjualan barang dan atau jasa pada pasar bersangkutan, d. melakukan praktek diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu. Kemudian hal pokok yang ketiga adalah mengenai posisi dominan yang meliputi jabatan rangkap, pemilikan saham dan penggabungan, peleburan dan pengambilalihan. Hal ini diatur oleh pasal 25 sampai dengan pasal 29. Untuk mengawasi pelaksanaan UU No.5 tahun 1999 ini dibentuk Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). KPPU bertugas melakukan penilaian terhadap perjanjian dan kegiatan yang dilarang serta menilai ada atau tidaknya posisi dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam pasal 4 sampai dengan
26
pasal 29. Selain itu, tugas KPPU adalah mengambil tindakan, memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat, menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan UU No.5 tahun 1999 tersebut serta memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja KPPU kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat. Secara lebih lengkap, UU No.5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dapat dilihat pada Lampiran 1.
2.4
Penelitian Terdahulu Dengan menggunakan model Panzar Rose (PR), hasil kajian seorang
anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Ariyanto (2004) menemukan indikasi bahwa industri perbankan Indonesia cenderung bersifat persaingan monopolistik. Hasil perhitungan konsentrasi rasio masih berkisar antara 40 hingga 45 persen, sedangkan hasil perhitungan dengan menggunakan indeks HirschmanHerfindahl berkisar dari 600 hingga 650. Menurut Ariyanto, kondisi ini sudah menunjukkan indikasi yang mengkhawatirkan. Selain itu, hasil penelitian ini menyatakan produk dan jasa perbankan bersifat heterogen atau sangat terdiferensiasi yang nampaknya dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti aset atau modal bank. Yuniarsih (2005) dalam penelitiannya tentang analisis SCP bank umum persero menyatakan bahwa struktur bank umum persero merupakan oligopoli longgar yang ditandai dengan rata-rata rasio konsentrasi rasio sebesar 54,21 persen. Ukuran kinerja yang digunakan dalam penelitian ini adalah ROR (rate
27
return on revenue), sedangkan untuk analisis struktur bank umum persero menggunakan beberapa variabel yaitu konsentrasi rasio empat bank terbesar, pertumbuhan deposito, NPL, total aset, dan ROR pada periode sebelumnya. International Competition Network (2005) menyatakan bahwa dalam kondisi persaingan monopolistik pada industri perbankan masing-masing bank memiliki market power dalam kondisi tertentu. Dengan demikian, merger atau akusisi antara bank yang memiliki produk dan jasa dengan tingkat substitusi sangat dekat, dapat membatasi pilihan konsumen sehingga sebagian besar dapat dikategorikan sebagai kebijakan yang akan mengurang iklim persaingan atau lessening the competition. Makin sedikit jumlah bank, makin tinggi tingkat konsentrasi pangsa asetnya. Hal tersebut memang sejalan dengan mazhab klasik Structure-ConductPerformance. Secara empiris, hal tersebut didukung oleh beberapa kajian seperti studi oleh Neven dan Roller (1999) dan Bandt dan Davis (2000) yang menemukan bukti adanya market power dalam industri perbankan di kawasan Eropa (dimana jumlah bank cenderung sedikit dengan tingkat konsentrasi yang relatif tinggi). Salah satu variabel yang digunakan dalam analisis struktur dalam penelitian ini adalah jumlah bank di Inggris (491 bank), Prancis (425 bank), Jerman (330 bank), dan Belanda (176 bank). Selain itu juga digunakan variabel konsentrasi rasio untuk tiga bank besar berdasarkan pangsa aset. Konsentrasi rasio tertinggi terjadi pada perbankan Jerman yaitu sebesar 89,50 persen, sedangkan konsentrasi rasio terendah terjadi di Inggris yaitu sebesar 29,10 persen. Penelitian ini juga memasukan data populasi penduduk per bank. Sementara Shaffer, Zardkoobi dan Frase dalam Ariyanto (2004) tidak menemukan
28
adanya market power untuk industri perbankan di Amerika Serikat (yang memiliki bank dalam jumlah besar yaitu sebanyak 10971 bank). Hasil perhitungan CR3 hanya 13,30 persen.
2.5
Kerangka Pemikiran Penelitian ini akan menganalisis dampak pelaksanaan Arsitektur
Perbankan Indonesia terhadap perubahan struktur, perilaku dan kinerja industri perbankan Indonesia. Struktur akan diukur dengan melihat beberapa variabel yaitu konsentrasi rasio antar empat bank besar (CR4), CAR (Capital Adequaty Ratio), konsentrasi rasio pertumbuhan kredit pada empat bank besar (CRKRDT), rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO), rasio kredit macet (NPL), rasio pengembalian aset (ROA) dan dummy. Analisis perilaku akan dilihat dari strategi harga, strategi produk dan strategi promosi yang dilakukan oleh industri perbankan. Selain itu, dilihat pula strategi integrasi berupa gelombang merger dan multifinance yang dilakukan. Sedangkan untuk menganalisis kinerja digunakan variabel NIM (Net Interrest Margin) sebagai ukuran profitabilitas perbankan. Kerangka pemikiran penelitian terdapat pada Gambar 2.4. API yang diimplentasikan pada Januari 2004 membawa visi untuk mewujudkan struktur perbankan yang sehat, kuat dan efisien. Hal ini diduga akan membawa perubahan pada struktur, perilaku dan kinerja industri perbankan Indonesia. Jika dipandang dari kacamata persaingan usaha, adanya perubahan dalam struktur, perilaku dan kinerja industri perbankan ini diduga akan berpotensi konflik dengan Undang-undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek
29
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat jika melanggar ketentuan yang telah ditetapkan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Setelah analisis perubahan struktur, perilaku dan kinerja industri perbankan dilakukan, penelitian ini akan membahas implikasi kebijakan yang akan diterapkan pada industri perbankan Indonesia.
Industri Perbankan Indonesia (2002-2003)
Struktur Aset Kredit Modal Pendapatan
Perilaku Strategi harga Strategi produk Strategi promosi Strategi Integrasi
Kinerja Profitabilitas
Arsitektur Perbankan Indonesia (Januari 2004)
UU No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Struktur-Perilaku-Kinerja (2004-2007)
Implikasi Kebijakan
Gambar 2.4. Kerangka Pemikiran Penelitian
III.
3.1
METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
diperoleh dari publikasi Bank Indonesia. Data yang diambil adalah data mengenai indikator perbankan nasional yang merupakan data deret waktu bulanan dari tahun 2002 hingga tahun 2007. Penelitian ini menggunakan data dari tahun 2002 hingga tahun 2007 agar analisis yang dilakukan mencakup sebelum dan sesudah API yang mulai diimplementasikan tahun 2004. Sedangkan bank yang menjadi sumber penelitian ini adalah bank umum konvensional. Data indikator perbankan nasional dapat dilihat pada lampiran 2. Selain itu untuk mendukung penelitian ini sumber data juga diperoleh dari bacaan (studi pustaka) yang diperoleh dari perpustakaan Lembaga Sumberdaya Informasi Institut Pertanian Bogor (LSI-IPB), serta beberapa bahan pustaka lain dari jurnal, koran dan internet yang digunakan sebagai landasan teori dalam penelitian ini.
3.2
Metode Analisis Analisis dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif.
Analisis kualitatif dilakukan dengan menginterpretasikan data secara deskriptif, sedangkan analisis kuantitatif dilakukan dengan melihat variabel-variabel yang saling berhubungan dengan menggunakan regresi. Analisis regresi adalah analisis yang berkenaan dengan studi ketergantungan satu variabel pada satu atau lebih
31
variabel lain (Gujarati, 1978). Penelitian ini menggunakan pendekatan StructureConduct-Performance (SCP) dengan metode Ordinary Least Square (OLS). 3.2.1
Asumsi Penggunaan Variabel Untuk mengukur struktur pasar digunakan variabel konsentrasi rasio
(CR4) berdasarkan pangsa aset dan konsentrasi rasio berdasarkan pangsa kredit (CRKRDT). Variabel CR4 yang diukur dengan proxy pangsa aset digunakan dalam analisis ini karena total aset industri perbankan mendominasi sektor keuangan di Indonesia sehingga hal ini akan sangat berpengaruh terhadap struktur pasar industri perbankan. Sedangkan CRKRDT dimasukkan dalam analisis ini sesuai dengan pilar API yang salah satu programnya adalah penguatan struktur perbankan melalui peningkatkan akses kredit. Dalam regresi berganda juga ditambahkan variabel lainnya yaitu CAR, BOPO, NPL, ROA, dan DUM. Variabel CAR (capital adequaty ratio), BOPO (beban operasional terhadap pendapatan operasional), dan ROA (return on asset) dimasukkan dalam penelitian ini karena dapat mewakili tingkat kesehatan suatu bank. Struktur perbankan yang sehat merupakan sasaran utama yang ingin dicapai bagi industri perbankan. Hal ini memungkinkan bagi bank untuk dapat meningkatkan profitnya. NPL dimasukan ke dalam persamaan karena diduga dapat mempengaruhi kinerja suatu bank. Kredit bermasalah diduga akan mengurangi kinerja suatu bank oleh karena itu koefisiennya negatif. Hal ini terutama disebabkan oleh kegagalan pihak debitor dalam memenuhi kewajibannya untuk membayar angsuran pokok kredit beserta bunga yang telah disepakati kedua belah pihak dalam perjanjian
32
kredit. Sedangkan variabel DUM atau dummy API dimasukan karena diduga terjadi perubahan struktur antara sebelum dan sesudah implementasi API. Kemudian dalam mengukur kinerja industri perbankan digunakan variabel NIM (net interest margin). NIM digunakan untuk mengevaluasi kemampuan bank dalam mengatur resiko interest rate. Kenaikan atau penurunan tingkat suku bunga akan mempengaruhi tingkat profit suatu bank. Ukuran kinerja lainnya seperti ROA tidak digunakan karena terjadi autokorelasi. Sedangkan ROE dan ROR tidak digunakan karena adanya keterbatasan data yang dimiliki peneliti. 3.2.2 Struktur Pasar Perbankan Pada dasarnya untuk mengukur struktur industri perbankan dapat digunakan beberapa proxy pasar relevan, seperti pasar aset, deposito, dan kredit. (Ariyanto, 2004). Penelitian ini menggunakan proxy pasar aset dan kredit pada periode 2002-2007. Untuk mengetahui struktur industri perbankan digunakan alat analisis konsentrasi rasio. Dengan mengetahui tingkat konsentrasi, maka dapat diketahui tipe atau jenis pasar yang dihadapi oleh suatu industri. Dalam industri perbankan, rasio konsentrasi yang digunakan dapat diukur dengan menggunakan berbagai ukuran yaitu tiga perusahaan terbesar, empat perusahaan terbesar, delapan perusahaan terbesar atau 20 perusahaan terbesar. Penelitian ini menggunakan rasio konsentrasi empat perusahaan atau bank terbesar yang merupakan perbandingan jumlah aset dari empat bank terbesar terhadap total aset industri perbankan nasional. Rumus CR4 aset adalah sebagai berikut : CR4
=
S ∑S
33
dimana : CR4
= rasio konsentrasi 4 bank terbesar industri perbankan (%)
S4
= jumlah aset 4 bank terbesar (trilliun rupiah)
∑S
= total aset industri perbankan (trilliun rupiah) Selain aset, penelitian ini juga menggunakan rasio konsentrasi kredit
empat bank terbesar sebagai pengukuran struktur pasar. Rumus CR4 kredit adalah sebagai berikut : CRKRDT
=
K ∑K
dimana : CRKRDT
= konsentrasi rasio kredit 4 bank terbesar industri perbankan (%)
K4
= jumlah kredit 4 bank terbesar (trilliun rupiah)
∑K
= total kredit industri perbankan (trilliun rupiah) Selain tingkat konsentrasi, elemen struktur pasar adalah diferensiasi
produk dan entry condition. Dalam industri perbankan, diferensiasi produk dapat berupa adanya fasilitas online dalam operasional perbankan, adanya Automatic Teller Machine (ATM), pelayanan yang cepat dan ramah dan sebagainya. Apabila suatu produk (jasa) terdiferensiasi maka produk (jasa) tersebut menjadi lebih menarik bagi kelompok pembeli tertentu. Permintaan konsumen bagi produk yang terdiferensiasi juga mempengaruhi profitabilitas perusahaan. Kemudian faktor lainnya yang mempengaruhi struktur suatu industri adalah kondisi masuk pasar. Hambatan untuk masuk pasar mencerminkan kekuatan pasar. Rintangan masuk ke dalam suatu pasar dapat berupa skala ekonomi, biaya absolut, diferensiasi produk dan peraturan pemerintah.
34
3.2.3 Perilaku Pasar Perbankan Analisis secara deskriptif digunakan untuk memperoleh deskripsi secara mendalam dan obyektif mengenai perilaku industri perbankan nasional berdasarkan informasi yang diperoleh dari penelitian kepustakaan dengan menjabarkan berbagai strategi bisnis yang dilakukan oleh perbankan nasional. Elemen-elemen dalam perilaku pasar adalah strategi harga dan produk, strategi promosi dan tindakan vertikal. Produk yang ditawarkan oleh bank menentukan harga yang ditawarkan oleh bank tersebut. Bank menetapkan bunga sebagai harga jual, baik untuk produk simpanan seperti giro, tabungan dan deposito. Demikian pula harga beli untuk produk pinjaman (kredit) yang ditentukan berdasarkan tingkat suku bunga tertentu. Untuk jasa-jasa lainnya pihak bank menerapkan berbagai biaya nominal maupun persentase tertentu seperti biaya administrasi, biaya iuran dan biaya lainnya. Selain strategi harga, strategi promosi juga dilakukan seperti perilaku advertensi guna menarik nasabah. Beberapa bank juga menempuh strategi diversifikasi dengan menjual produk dan jasa seperti jasa konsultansi, investment banking, cash management, bancassurance, multifinance dan berbagai produk dan jasa non bank lainnya. Fenomena multifinance dan bancassurance dapat dijadikan contoh, dimana bank pada umumnya melalukan integrasi dengan perusahaan multifinance. Selain itu, isu merger sebagai upaya penyehatan perbankan juga menjadi salah satu strategi bisnis yang dijalankan perbankan dan secara tidak langsung hal ini didorong oleh deregulasi perbankan yang ada.
35
3.2.4 Kinerja Perbankan Indikator yang menujukkan kinerja pasar adalah keuntungan yang diperoleh suatu industri. Penelitian ini menggunakan NIM sebagai indikator kinerja. NIM merupakan rasio yang menggambarkan tingkat pendapatan bunga bersih dibanding dengan rata-rata aktiva produktif. NIM =
P R
B R
A
B P
Pendapatan bunga bersih merupakan selisih dari pendapatan bunga dan beban bunga. Dalam perhitungan NIM, pendapatan bunga bersih disetahunkan. Sedangkan aktiva produktif merupakan penanaman dana bank baik dalam rupiah maupun valas dalam bentuk kredit, surat berharga, penempatan dana antar bank, penyertaan, termasuk komitmen dan kontinjensi pada transaksi rekening administratif. 3.2.5 Analisis Faktor-faktor Perbankan
yang
Mempengaruhi
Kinerja
Industri
Model yang digunakan untuk melihat hubungan struktur dan kinerja perbankan dapat ditulis sebagai berikut : NIM
= ∀ + ∃1CR4 + ∃2CAR + ∃3CRKRDT - ∃4BOPO - ∃5NPL + ∃6ROA + ∃7DUM + ε
dimana : NIM
= pendapatan bunga bersih / rata-rata aktiva produktif
CR4
= rasio konsentrasi aset empat bank terbesar (persen)
CAR
= (modal inti + modal pelengkap)/aktiva tertimbang menurut resiko (persen)
CRKRDT = rasio konsentrasi kredit empat bank terbesar (persen)
36
BOPO
= beban operasional/pendapatan operasional (persen)
NPL
= (kredit dalam kualitas kurang lancar, diragukan dan macet) / total kredit (persen)
ROA
= laba sebelum pajak / rata-rata aktiva (persen)
DUM
= dummy API ;
ε
= error
3.2.6 1.
0 = sebelum implementasi API 1 = setelah implementasi API
Uji Validitas Model
Koefisien Determinasi (Adj R2) Uji keragaman digunakan untuk melihat sejauhmana besar keragaman
yang dapat diterangkan oleh variabel bebas terhadap variabel tak bebas. Uji ini juga digunakan untuk melihat seberapa kuat variabel yang dimasukkan ke dalam model dapat menerangkan model. Secara umum R2 (Adj) merupakan besaran yang paling sering digunakan untuk mengukur goodness of fit garis regresi. Koefisien determinasi mengukur persentase atau proporsi total varians dalam variabel dependent yang dijelaskan model regresi. Sifat dasar dari R2 (Adj) adalah besaran yang selalu bernilai positif namun lebih kecil dari satu. Nilai R2 (Adj) berkisar antara 0 hingga 1, semakin mendekati 1 berarti semakin baik kecocokan model. 2.
Pengujian Terhadap Model Penduga (Uji F) Uji F digunakan untuk membuktikan secara statistik bahwa seluruh
koefisien regresi juga signifikan dalam menentukan nilai dari variabel dependent. Hipotesis yang diuji untuk uji F ini adalah : H0 : ∃1 = ∃2 = ... = ∃7 = 0 (tidak ada variabel bebas yang berpengaruh terhadap NIM) H1 : ∃i ≠ 0 (minimal ada satu variabel bebas yang berpengaruh terhadap NIM)
37
Kriteria uji : Probability F-statistik < taraf nyata (∀), maka tolak H0 Probability F-statistik > taraf nyata (∀), maka terima H0 Jika tolak H0, berarti minimal ada satu variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas dan model layak digunakan. Sedangkan jika terima H0, maka tidak ada satu pun variabel bebas yang berpengaruh nyata. 3.
Pengujian Untuk Setiap Parameter Regresi (Uji t) Uji t digunakan untuk melihat apakah secara statistik koefisien regresi dari
masing-masing variabel bebas secara terpisah memiliki pengaruh yang nyata atau tidak terhadap variabel tak bebas. Hipotesis yang diuji untuk uji t ini adalah : H0 : ∃i = 0 H1 : ∃i ≠ 0 Kriteria uji : Probability t-statistik < taraf nyata (∀), maka tolak H0 Probability t-statistik > taraf nyata (∀), maka terima H0 Jika tolak H0, berarti variabel bebas berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas. Sedangkan jika terima H0, maka dapat disimpulkan bahwa variabel bebas tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas. 4.
Ordinary Least Square (OLS) Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan
OLS (Ordinary Least Square) atau metode kuadrat terkecil. Dengan asumsiasumsi tertentu, metode OLS mempunyai beberapa sifat statistik yang sangat menarik yang membuatnya menjadi satu metode analisis regresi yang paling kuat
38
(powerful) dan populer (Gujarati, 1978). Dalam regresi linear berganda ini terdapat dua variabel yaitu variabel independent (bebas) biasa ditulis dengan X dan variabel dependent (tak bebas) biasa ditulis dengan Y. Variabel independent ini akan mempengaruhi variabel dependent. Yang merupakan variabel dependent pada penelitian ini adalah NIM, sedangkan yang menjadi variabel independent adalah konsentrasi rasio aset empat bank terbesar (CR4), konsentrasi rasio kredit empat bank terbesar (CRKRDT), CAR, BOPO, kredit bermasalah (NPL), ROA dan dummy API. Dalam mengestimasi persamaan linear dengan menggunakan metode OLS maka asumsi-asumsi OLS harus dipenuhi, jika asumsi tidak terpenuhi maka tidak akan menghasilkan nilai parameter yang BLUE (Best Linear Unbiased Estimator). Beberapa asumsi BLUE (Best Linear Unbiased Estimator) yaitu : a) Nilai harapan dari rata-rata kesalahan adalah nol. b) Variansnya tetap (homoskedasticity). c) Tidak ada hubungan antara variabel bebas dan error term. d) Tidak ada korelasi serial antar error (no-autocorrelation). e) Pada regresi linear berganda tidak terjadi hubungan antar variabel bebas (multikolinearity). Pemilihan metode OLS untuk meramalkan model disebabkan oleh mudahnya penggunaan serta penafsiran hasil regresi. Disamping itu metode ini juga lebih sederhana jika dibandingkan dengan metode lain. Metode ini juga merupakan salah satu metode yang cukup sering digunakan para peneliti dibidang ekonomi untuk melihat hubungan antar variabel-variabel ekonomi.
39
Pada penelitian yang menggunakan time series terdapat kemungkinan terjadinya penyimpangan asumsi OLS, yaitu : a.
Multikolinearitas Multikolinearitas adalah adanya hubungan linear yang sempurna diantara
beberapa atau semua variabel penjelas dalam model regresi. Konsekuensi dari terjadinya multikolinear adalah koefisien regresi menjadi tidak dapat ditaksir dan nilai
standard
error
setiap
koefisien
regresi
menjadi
tak
terhingga.
Mulikolinearitas sering diduga terjadi ketika nilai R2 tinggi yaitu nilainya antara 0,7 sampai 1. Pengujian multikolinearitas dilakukan dengan meihat matriks korelasi. Jika terdapat koefisien korelasi yang sama dengan lebih besar dari ⏐0,8⏐ maka terjadi gejala multikolinearitas. b.
Heteroskedastisitas Suatu model dikatakan baik apabila memenuhi asumsi homoskedastisitas
atau dengan kata lain tidak terjadi heteroskedastisitas yang berarti memiliki ragam error yang sama. Heteroskedastisitas terjadi jika varians tidak konstan. Gejala adanya heteroskedastisitas dapat ditunjukkan oleh probability Obs*R-squared pada uji White Heteroskedasticity. Hipotesis : H0 : ( = 0 (homoskedastisitas) H1 : ( ≠ 0 (heteroskedastisitas) Kriteria uji : Probability Obs*R-squared < taraf nyata (∀), maka tolak H0 Probability Obs*R-squared > taraf nyata (∀), maka terima H0
40
Jika tolak H0, berarti terdapat gejala heteroskedastisitas pada model. Sebaliknya jika terima H0, maka tidak terdapat gejala heteroskedastisitas pada model sehingga model layak digunakan. c.
Autokorelasi Autokolerasi disebabkan oleh data yang terdapat pada suatu periode
dipengaruhi oleh data yang terjadi pada periode sebelumnya. Akibatnya varians yang diperoleh menjadi under estimated. Untuk mengetahui gejala autokolerasi, indikator yang digunakan terangkum dalam Tabel 3.1. Tabel 3.1. Durbin Watson Statistik Nilai Durbin Watson
Hasil
4-dl < DW < 4
Tolak H0, autokolerasi negatif
4-dl < DW < 4-dl
Hasil tidak dapat ditentukan
2 < DW < 4-du
Terima H0, tidak ada autokolerasi
du < DW < 2
Terima H0, tidak ada autokolerasi
dl < DW < du
Hasil tidak dapat ditentukan
0 < DW < dl
Tolak H0, autokolerasi positif
Sumber : Winarno, 2003 Selain itu juga dapat juga dilakukan pengujian dengan melihat probability Obs*R-squared pada uji Breusch-Godfrey Serial Correlation LM. Hipotesis : H0 : tidak terjadi autokolerasi H1 : terjadi autokolerasi Kriteria uji : Probability Obs*R-squared < taraf nyata (∀), maka tolak H0 Probability Obs*R-squared > taraf nyata (∀), maka terima H0
41
Jika tolak H0, berarti terjadi autokolerasi baik positif maupun negatif. Sebaliknya jika terima H0, maka tidak terjadi autokolerasi model sehingga model layak digunakan. 3.2.7 Analisis Potensi Konflik Dampak Implementasi API Terhadap UU No. 5 Tahun 1999 Analisis potensi konflik dilakukan secara deskriptif dengan mengaitkan antara hasil yang diperoleh dari analisis struktur, perilaku, dan kinerja perbankan terhadap UU No. 5 tahun 1999. Dari hasil tersebut dapat diketahui potensi konflik yang sudah atau akan terjadi antara perbankan dan KPPU. Untuk melihat sejauhmana potensi yang terjadi, maka dilakukan pengkategorian pelanggaran sesuai UU No. 5 tahun 1999 tersebut. Selain itu juga digunakan beberapa studi kepustakaan untuk diperoleh hasil analisis yang lebih mendalam.
IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI PERBANKAN
4.1
Klasifikasi Perbankan di Indonesia Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Bank menurut jenisnya dapat dibedakan dari segi fungsi (Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat), harga (Bank Konvensional dan Bank Syariah), dari segi status (Bank Devisa dan Bank Non-Devisa), dan dari segi kepemilikan (bank milik pemerintah, bank milik swasta nasional, dan bank asing). Namun secara garis besar, bank digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu Bank Umum Konvensional, Bank Perkreditan Rakyat (BPR), dan Bank Syariah. Bank yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah bank umum konvensional yang terdiri dari Bank milik pemerintah, Bank Swasta Nasional (Devisa dan Non-Devisa, Bank Campuran, dan Bank Asing), serta Bank Pembangunan Daerah (BPD). Hingga saat ini ada lima bank yang tercatat sebagai milik pemerintah, yaitu Bank Ekspor Indonesia, Bank Negara Indonesia, Bank Rakyat Indonesia, Bank Tabungan Negara, dan Bank Mandiri. Sedangkan jumlah Bank Swasta Nasional mencapai 101 bank, dan BPD mencapai 26 bank. Secara lebih lengkap, daftar bank umum konvensional dapat dilihat pada Lampiran 3.
43
4.2
Peerkembangaan Aset Perrbankan In ndonesia Hingga saat ini industri perbankan menjadi inddustri yangg dominan dalam d
sektor keuuangan kareena mampu menguasai hampir 90 persen darii total aset sektor s keuangan yaitu menncapai Rp. 1.986,50 Triliun. Gambar G 4.1 menunju ukkan perkembanngan aset perbankan Inndonesia yaang terus meengalami peeningkatan. 2500,00
198 86,50
aset (Rp Trilliun)
2000,00 1500,00 1000,00 500,00 Januari April J li Juli Oktober Januari April Juli Oktober Januari April Juli Oktober Januari April Juli Oktober Januari April Juli Oktober Januari April Juli Oktober
0,00
200 02
200 03
200 04 2005 periode
2006 6
2007 7
Gambar 4.1. Perkembangan Aset A Perbankan Indon nesia Sumbeer : Statistikk Perbankan n Indonesia 2008, diolaah
Di Indonesiaa, praktek perbankan sudah terrsebar sam mpai ke peelosok pedesaan. Lembaga keuangan k b berbentuk baank di Indoonesia beruppa Bank Um mum, Bank Perkkreditan Raakyat (BPR R), Bank Um mum Syari''ah, dan jugga BPR Sy yari'ah (BPRS). Adapun A lem mbaga keuanngan non-b bank hanya mengendallikan aset seekitar Rp. 334 triliun, t yangg sebagian besar dikellola perusahhaan pembiiayaan dan dana pensiun. Total aseet perusahhaan pemb biayaan hingga Junii 2007 seekitar Rp. 115,889 Triliun,, Perum Pegadaian P (2006) ( hannya Rp. 6,,92 Triliun n dan perusahaaan sekuritas Rp. 38,95 Triliun. T
44
4.3
Peerkembangaan Kredit Perbankan P n Indonesiaa Krredit yang disalurkan oleh perbaankan secaara keseluruuhan mengalami
peningkataan dari perriode Januaari 2002 hingga h Deseember 20077. Dalam kurun k waktu enaam tahun inni kenaikann penyaluraan kredit inni sangat signifikan. Angka A terendah dicapai d padda pertengahhan tahun 2002 2 yaitu sebesar s Rp.. 346,90 Trrilliun dan hinggga akhir Desember 2007 telaah mencappai Rp. 10045,70 Triilliun. Perkembaangan krediit tersebut menunjukk kan membaaiknya funggsi intermeediasi
1200,00 1000,00 800,00 600,00 400,00 200,00 0,00
1045 5,70
346 6,90 Januari April Juli Oktober Januari April Juli Oktober Januari April Juli Oktober Januari April Juli Oktober Januari April Juli Oktober k b Januari April Juli Oktober
kredit (Rp. trilliun)
perbankann. Gambar 4.2 4 menunjuukkan perkeembangan kredit k perbannkan Indoneesia.
200 02
200 03
2004 4
2005 5 periode
2006
2007
Gambar 4.2. Perkem mbangan Kredit K Perbankan Indoonesia Sumbeer : Statistikk Perbankan n Indonesia 2008, diolaah
m Penyaluran krredit tentu saja mengaandung resiiko terjadinnya kredit macet p g loan (NPL L). Industri perbankan pada perioode 2002 hingga atau non performing 2007 mem miliki rata-rrata nilai rasio r NPL sebesar 8,222 persen. Walaupun pada bulan Aprril tahun 20002 NPL sempat s men nunjukkan nilai n sebesaar 13,10 peersen, namun rassio ini cendderung mengalami pen nurunan hinggga akhir taahun 2004. Pada awal tahuun 2005 dann 2006, NP PL kembalii mengalam mi kenaikann yang fluk ktuatif namun tiddak sebesar tahun-tahuun sebelumn nya, hingga pada akhirrnya disepan njang tahun 20007 NPL meenurun hinggga mencap pai 4,60 perrsen. Hal inni sesuai deengan
45
nilai NPL standar Bank Indoneesia yang menetapkan m L kurang ataau sama deengan
14,0 00 12,0 00 10,0 00 8,0 00 6,0 00 4,0 00 2,0 00 0,0 00
13,10
4,60 Januari April Juli Oktober Januari April Juli Oktober Januari April Juli Oktober Januari April Juli Oktober Januari April Juli Oktober Januari April Juli Oktober
NPL (persen)
lima perseen. Fluktuassi NPL dapaat dilihat pada Gambar 4.3.
2002
2003
2004
periode
2005
2006
2007
Gam mbar 4.3. Perkemban ngan Kred dit Macet Perbankan IIndonesia Sumbeer : Statistikk Perbankan n Indonesia 2008, diolaah
4.4
Peerkembangaan Rasio Kecukupan K Modal Perrbankan In ndonesia Raasio kecukuupan modall dalam isttilah perbannkan lebih dikenal dengan e
CAR (Caapital Adeequaty Ratio). CAR merupakann salah satu rasio yang mencerminkan tingkkat ketahannan dan keesehatan perbankan. Bank Indo onesia menetapkaan CAR minimum m 100 persen kepada bank--bank di Inndonesia. Seelama periode 20002 hingga 2007, CAR R mengalam mi fluktuasii namun tiddak begitu besar. b Rasio terbbesar diraih pada bulann Februari tahun t 2003 yaitu sebessar 25,30 peersen. Sedangkann CAR tereendah pernaah mencapaai hingga 188,45 persenn pada bulan n Juli tahun 2005. Selama tahun t berjallannya API,, CAR tertinnggi pernahh dicapai seebesar 23,79 perssen yaitu pada bulan pertama p tah hun 2004. Fluktuasi F CA AR dapat dilihat d pada Gam mbar 4.4
46
30,0 00 25,30
CAR (persen)
25,0 00
23,79
20,0 00 18,4 45
15,0 00 10,0 00 5,0 00
Januari April Juli Oktober Januari April Juli Oktober Januari April Juli Oktober Januari April Juli Oktober Januari April Juli Oktober Januari April Juli Oktober
0,0 00
2002
2003
2004
2005 5
2006 6
2007 7
periode
Gambar 4.4. 4 Perkem mbangan Rasio R Kecu ukupan Modal Perban nkan Indon nesia Sumbeer : Statistikk Perbankan n Indonesia 2008, diolaah
4.5
Peerkembangaan ROA daan BOPO Perbankan P Indonesia RO OA (return on o asset) daan BOPO (b beban operaasional terhadap pendaapatan
operasionaal) merupakan rasio-rrasio perhittungan tinggkat kesehaatan bank. ROA juga meruupakan rasioo profitabiliitas yang mencermink m kan kemamppuan bank untuk u tumbuh seecara berkessinambungaan. Gambarr 4.5 memperlihatkan ppergerakan ROA
4,0 00 3,5 50 3,0 00 2,5 50 2,0 00 1,5 50 1,0 00 0,5 50 0,0 00
3,52
1,31
1,27
Januari April Juli Oktober Januari April Juli Oktober Januari April Juli Oktober Januari April Juli Oktober Januari April Juli Oktober Januari April Juli Oktober
ROA (persen)
pada perioode 2002 hinngga 2007.
2002 2
2003 3
2004 4
2005 5
2006 6
2007 7
periode
Gam mbar 4.5. Perkemban P ngan Return n on Asset Perbankan P n Indonesia Sumbeer : Statistikk Perbankan n Indonesia 2008, diolaah
47
Raasio minim mum ROA yang ditettapkan oleeh Bank Inndonesia adalah a 1,5 persenn. Pada awaal tahun 20002, ROA menunjukkan m n posisi yanng masih berada b dibawah standar s Bannk Indonesiia yaitu seb besar 1,31 persen. p Sam mpai pada tahun t 2005, ROA mengalaami tendensi yang men ningkat sehiingga angkka terbesar diraih d pada Apriil 2005 yaittu sebesar 3,52 3 persen n. Namun penurunan p ssignifikan teerjadi pada Januuari 2006, ROA R mencappai 1,27 perrsen. Kondisi ini jauh ddari standarr yang ditetapkann Bank Inndonesia. Walaupun W demikian, d ROA kem mbali mengalami peningkataan hingga akhir a tahun 2007. 2 Sedangkan BOPO B meruupakan rasiio biaya opperasional yang digun nakan untuk meengukur tinngkat efisieensi dan kemampuan k n bank daalam melak kukan kegiatan operasinya.. Perkembaangan BOP PO dapat dilihat padda Gambarr 4.6. Berdasarkkan data, raasio BOPO terendah yaitu y sebesaar 75,20 peersen yaitu pada Januari 20005, sedanggkan tertingggi yaitu pad da Januari 2006 2 sebesaar 123,26 peersen. Jika dilihaat dari rasio tersebut maka indusstri perbankkan dapat ddikatakan belum b
140,00 120,00 99,64 100,00 80,00 60,00 40,00 20,00 0,00
123,26
75,20
Januari April Juli Oktober Januari April Juli Oktober Januari April Juli Oktober Januari April Juli Oktober Januari April Juli Oktober Januari April Juli Oktober
BOPO (persen)
efisien dallam kegiataan operasionnalnya.
2002
2003 3
2004 4
2005 5 periode
2006 6
2007
o BOPO Peerbankan IIndonesia Gaambar 4.6. Perkembaangan Rasio n Indonesia 2008, diolaah Sumbeer : Statistikk Perbankan
V. HASIL L DAN PE EMBAHA ASAN
5.1
An nalisis Stru uktur Indusstri Perban nkan Koonsentrasi rasio r aset em mpat bank besar (Bannk Mandiri,, BNI, BRII, dan
BCA) dalam industrii perbankann Indonesia cenderung mengalamii penurunan n dari tahun 20002 hingga tahun t 2007. Pada periiode sebeluum implemeentasi API yaitu tahun 20002 dan 20003, rata-ratta konsentrrasi rasio industri i perrbankan seebesar 53,01 perssen, sedanggkan dalam m kurun wak ktu empat tahun t terakkhir yaitu seetelah adanya AP PI, rata-rataa konsentrassi rasio emp pat bank beesar mencappai 44,86 peersen. Berdasarkkan konsenttrasi rasio, maka stru uktur pasarr industri pperbankan dapat dikategoriikan sebagaai oligopoli longgar karrena memiliiki kisaran kkonsentrasi rasio antara 40 hingga 60 persen. p Konnsentrasi rassio tertinggii yaitu sebeesar 56,82 persen p terjadi paada Desem mber 2003. Sedangkan n penurunaan signifikan terjadi pada Septemberr 2005 yaituu sebesar 388,79 persen.. Fluktuasi konsentrasi k e rasio aset empat bank besarr dapat dilihhat pada Gaambar 5.1. 60,00
56,82
CR4 (persen)
50,00 40,00 38,79
30,00 20,00 10,00
Januari April Juli Oktober Januari April Juli Oktober Januari April Juli Oktober Januari April Juli Oktober Januari April Juli Oktober Januari April Juli Oktober
0,00
2002
2003 3
2004 4 2005 5 periode p
2006 6
2007
kembangan n Konsentrrasi Rasio Aset A Empatt Bank Bessar Gambaar 5.1. Perk Sumbeer: Statistikk Perbankan n Indonesia 2008, diolaah
49
Penurunan konsentrasi rasio empat bank besar (tiga diantaranya adalah bank persero) pada industri perbankan Indonesia diduga karena masuknya investasi asing dalam industri perbankan, khususnya pada bank-bank swasta nasional devisa yang sebagian besar sahamnya dimiliki oleh pihak asing. Dilihat dari jumlah kepemilikan aset, bank persero, bank swasta nasional, dan bank asing tergolong tiga besar dalam jumlah kepemilikan aset pada bank umum konvensional. Pada Desember 2007, bank persero menguasai 37,35 persen aset bank umum, bank swasta nasional devisa menguasai 38,70 persen aset bank umum, dan bank asing menguasi 8,87 persen dari aset bank umum, sedangkan sisanya yaitu sekitar 15,08 persen dikuasi oleh bank swasta nasional non devisa, bank pembangunan daerah (BPD), dan bank campuran (Statistik Perbankan Indonesia, 2008). Dengan jumlah kepemilikan tersebut, maka bank swasta nasional devisa dan bank asing mampu memperluas usahanya dengan meningkatkan pelayanan, seperti menambah jumlah kantor bank. Dengan semakin bertambahnya jumlah kantor bank swasta nasional devisa dan bank asing akan menyebabkan konsumen memiliki lebih banyak pilihan dalam melakukan transaksi perbankan dan menciptakan efisiensi bagi bank-bank tersebut yang artinya kekuatan aset yang besar akan meningkatkan kemampuan bank dalam menghasilkan keuntungan (Sugiarto, 2004). Jika tingkat keuntungan atau aset yang dihasilkan oleh bank swasta nasional devisa dan bank asing lebih besar dari tingkat keuntungan atau aset yang dihasilkan empat bank besar tersebut, maka konsentrasi rasio empat bank besar akan cenderung mengalami penurunan.
50
Selain itu struuktur pasarr perbankan n juga dapaat dilihat daari pangsa kredit k d oleh Bank Mandiri M denngan rata-raata 13,60 persen p yang terbeesar yaitu dipegang dari awal tahun 20022 hingga akhhir tahun 20 007. Menyuusul Bank R Rakyat Indo onesia dengan raata-rata panngsa pasar kredit seb besar 10,577 persen. K Kemudian Bank Nasional Indonesia mempunyai m i rata-rata pangsa p kreddit sebesar 8,77 persen n dan terakhir Bank B Centraal Asia denngan rata-rrata sebesarr 6,88 perssen. Gambaar 5.2 menunjukkkan rata-ratta pangsa paasar kredit empat e bank terbesar.
CR4 kredit (persen)
15,00 10,00 5,00 0,00 BNI
Mandiri
BCA
BR RI
2002‐‐2007
Gaambar 5.2. Rata-rata Pangsa Passar Kredit Empat Ban nk Besar Sumbeer : Statistikk Perbankan n Indonesia 2008, diolaah
Sedangkan rasio konsenttrasi kredit empat bankk besar (CR RKRDT) berrkisar h 42,03 persen deengan nilai rata-rata r 399,46 persen. Pada antara 36,10 persen hingga tahun 20002 hingga akhir a 2004 pangsa kreedit meninggkat, sedanggkan pada tahun t berikutnyaa cenderungg mengalam mi penurunaan. Hal ini menunjukkkan bahwa salah satu progrram API daari pilar perrtama yaitu penguatan struktur peerbankan melalui peningkataan akses krredit belum tercapai. Fluktuasi konnsentrasi raasio kredit empat e bank besarr dapat dilihhat pada Gaambar 5.3.
51
42,03
43,0 00 42,0 00 41,0 00 40,0 00 39,0 00 38,0 00 37,0 00 36,0 00 35,0 00 34,0 00 33,0 00
39 9,07
Januari April Juli Oktober Januari April Juli Oktober Januari April Juli Oktober Januari April Juli Oktober Januari April Juli Oktober Januari April Juli Oktober
CR4 kredit (persen)
2002 2
2003 3
2004 4 2005 5 periode
2006 6
2007 7
Gambar 5.3. 5 Grafik k Fluktuasi Konsentraasi Rasio K Kredit Sumbeer : Statistikk Perbankan n Indonesia 2008, diolaah
Strruktur pasaar dalam inndustri perb bankan jugaa dipengaruuhi oleh ko ondisi entry. Konndisi entry pada p industrri perbankaan dipengaruuhi oleh reggulasi perbaankan, seperti AP PI yang mennsyaratkan modal m minim mum bagi bank b umum m (termasuk Bank Pembanguunan Daerahh) menjadi Rp. R 100 Miiliar dengann rencana kuurun waktu tahun t 2004 hinggga 2010, dan d juga mempertahan m nkan persyaaratan modal Rp. 3 Triliun T untuk penndirian bankk baru dengaan limit wak ktu hingga 1 Januari 20011. Gambaar 5.4 memperlihhatkan perkkembangan modal m industri perbankkan. 25 50,00 193,,70
15 50,00 10 00,00
73,6 60
5 50,00 0,00 Januari April Juli Oktober Januari April J li Juli Oktober Januari April Juli Oktober Januari April Juli Oktober Januari April Juli Oktober Januari April Juli Oktober
modal (Rp trilliun)
20 00,00
20 002
2003
200 04 200 05 periode
2006
2007 7
Gaambar 5.4. Grafik Perrkembanga an Modal Industri I Perbankan n Indonesia 2008, diolaah Sumbeer : Statistikk Perbankan
52
Pada
periode
sebelum
API,
modal
perbankan
berkisar
antara
Rp. 73,60 Triliun hingga Rp. 110,90 Triliun yang berarti terjadi kenaikan sebesar Rp. 37,30 Triliun. Sedangkan selama periode berjalannya API (2004-2007) terjadi peningkatan modal sebesar Rp. 75,80 Triliun (dari Rp. 117,90 Triliun hingga mencapai Rp. 193,70 Triliun pada akhir tahun 2007) yang berarti terjadi peningkatan modal yang lebih besar antara sebelum dan sesudah API. Secara bertahap, konsep API mulai diimplementasikan pada akhir tahun 2007 dengan batas modal minimum sebesar Rp. 80 Miliar. Dari 130 bank umum yang ada di Indonesia belum ada yang masuk dalam kriteria bank internasional (bank bermodal di atas Rp. 50 Triliun). Sedangkan bank yang masuk dalam skala bank nasional baru mencapai lima bank, yaitu Bank Mandiri, Bank BCA, BNI, BRI, dan Bank Danamon (modal antara Rp. 10 Triliun sampai Rp. 50 Triliun), 70 bank fokus (modal antara Rp. 100 Miliar sampai Rp. 10 Triliun), dan sisanya 50 bank kegiatan usaha terbatas (modal dibawah Rp. 100 Miliar).
5.2
Analisis Perilaku Industri Perbankan Analisis terhadap perilaku industri perbankan dilakukan secara deskriptif
karena perilaku merupakan salah satu bagian yang mempengaruhi kinerja pasar atau bahkan merupakan cerminan dari sifat bersaing suatu pasar dan perilaku pasar sulit diobservasi, dengan kata lain akan sulit untuk menetukan ukuran yang objektif. Dalam penelitian ini, perilaku industri perbankan dapat dilihat dari strategi harga, strategi produk, strategi promosi dan strategi integrasi. Selain itu
53
juga dilihat dari faktor lain yaitu persaingan dan pengawasan yang terjadi pada industri perbankan. 5.2.1
Strategi Produk Karakteristik dasar produk perbankan dapat dilihat dari diversifikasi dan
diferensiasi produk bank. Bank cenderung memilih untuk melakukan diversifikasi dan diferensiasi produk tinggi. Sejak dikeluarkan deregulasi perbankan 1 Juni 1983, bisnis perbankan penuh persaingan. Puncak persaingan terjadi pada bulan Oktober 1988 (Pakto 1988) yang membawa pengaruh besar terhadap bisnis perbankan, baik dalam peningkatan jumlah bank baru, perluasan jaringan kantor, maupun peningkatan volume usaha dan jenis produk yang ditawarkan. Adapun beberapa produk yang bersifat jasa atau service yang saat ini semakin berkembang, salah satunya adalah layanan call centre. Pada industri perbankan, layanan call centre sering disebut juga sebagai phone banking karena aktivitas layanan perbankan hanya dilakukan melalui telepon. Berbagai bank mengeluarkan brand bagi layanan call centre mereka, diantaranya Call Mandiri, HaloBCA, BNI PhonePlus, Call BRI, Danamon Access Centre, Niaga Akses, PermataTell, LippoCall, MegaCall, Citiphone, dan lain sebagainya. Pada umumnya menggunakan kata-kata “phone” atau “call” yang mempertegas bahwa fokus yang dijalankan menggunakan telepon sebagai interaksi perbankan. Diantara berbagai pelayanan yang diberikan, call centre memiliki keunggulan yang menonjol yaitu sebagai media komunikasi real time berupa interaksi melalui telepon dengan agent atau operator bank. Elu (2004) melakukan penelitian tentang “HaloBCA” dengan survey terhadap 94 responden yang merupakan nasabah bank BCA. Hasil penelitian
54
menunjukkan bahwa responden nasabah Bank BCA memiliki penilaian yang positif terhadap “HaloBCA” sebagai sebuah manajemen komplain yang efektif. Layanan-layanan
informasi
umum
tentang
perbankan
yang
dapat
dikomunikasikan melalui “HaloBCA” meliputi (1) informasi tentang produkproduk BCA; (2) informasi tentang ATM, Debit, Tunai, dan Kartu Kredit BCA; (3) permintaan saran-saran; dan (4) pemblokiran kartu ATM, User ID untuk Internet Banking, Kartu Kredit BCA (BCA Card, Visa, Mastercard, JCB Card). Selain layanan call centre, aktivitas perbankan yang cukup pesat akhirakhir ini membuat jasa perbankan terus bertambah, salah satu diantaranya yang mengalami perkembangan adalah internet dan sms banking. Dengan adanya internet dan sms banking memudahkan nasabah dalam melakukan transaksi perbankan. Meskipun demikian, terdapat pula risiko yang melekat dari perbankan disamping manfaat dari penggunaan internet diantaranya risiko strategik, risiko reputasi, risiko operasional termasuk risiko keamanan dan risiko hukum, risiko kredit, risiko pasar dan risiko likuiditas. Pihak bank harus melakukan indentifikasi, melakukan pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko dengan prinsip kehati-hatian. Hal ini terkait dengan pilar keenam API tentang program peningkatan perlindungan nasabah. Dengan adanya pilar keenam ini, maka bank-bank dituntut untuk memfasilitasi mekanisme pengaduan nasabah, menyusun transparansi dan informasi produk, serta melakukan edukasi kepada konsumen mengenai produk-produk financial. Sehingga diharapkan dalam waktu dua sampai lima tahun ke depan diharapkan program-program tersebut dapat meningkatkan kepercayaan nasabah pada sistem perbankan.
55
5.2.2 Strrategi Hargga Baank menetappkan bungaa sebagai haarga jual, baik b untuk ssimpanan seeperti tabungan, giro atau deposito. d D Demikian pu ula harga beli b untuk pproduk pinjaman (kredit) yaang ditentukkan berdasaarkan tingkaat suku bungga tertentu. Paada periode sebelum API A (2002-2 2003), sukuu bunga depposito cendeerung mengalam mi penurunann sebesar 8,08 persen dari 16,33 persen p menjjadi 8,25 peersen. Sedangkann pada perriode setelaah API, su uku bunga mengalam mi fluktuasii dari 7,63 persen pada aw wal tahun 2004 dan 7,70 perseen pada akkhir tahun 2007. 2 Meskipunn demikian, perbankan masih dapaat bersaing karena adannya kepercaayaan masyarakaat dalam penyimpan p dananya serta s layanaan yang m memuaskan yang diberikan pihak bankk. Harga juual bank yaang lain addalah suku bbunga simp panan (tabungann). Penurunaan sebesar 4,14 4 persen terjadi padda periode ssebelum AP PI dan tidak terjaadi penurunan yang nyyata pada peeriode setelaah API sehiingga pada akhir tahun 20007 suku buunga tabunggan tercatatt sebesar 3,48 persen.. Fluktuasi suku
18,0 00 16,0 00 14,0 00 16,33 12,0 00 10,0 00 8,0 00 9,28 6,0 00 4,0 00 2,0 00 0,0 00
8,25
7,,70
5,14
3,48
Jan. Apr. Jul. Oct. Jan. Apr. Jul. Oct. Jan. Apr. Jul. Oct. O Jan. Apr. Jul. O t Oct. Jan. Apr. Jul. Oct. Oct Jan. Apr. Jul. Oct. Oct
persen
bunga tabuungan dan deposito d berrjangka (6 bulan) b dapaat dilihat padda Gambar 5.5.
2002
2003
suku bungga tabungan suku bungga deposito (6 6 bulan)
2004
2005
2006
2007
periode p
mbar 5.5 Flu uktuasi Suk ku Bunga Tabungan T d Deposiito (6bulan)) dan Gam Sumbeer : Statistikk Perbankan n Indonesia 2008, diolaah
56
Addapun hargaa beli yang ditawarkan industri peerbankan sepperti suku bunga b kredit moodal kerja, suku bungga investassi dan sukku bunga kkredit konsumsi. Gambar 5.6 5 menunjuukkan trendd suku bun nga kredit investasi, i m modal kerjaa, dan
25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 0,00 Jan. Apr. Jul. Oct. Oct Jan. Apr. Jul. Oct. Oct Jan. Apr. Jul. Oct. Oct Jan. Apr. Jul. Oct. Oct Jan. Apr. Jul. Oct. Oct Jan. Apr. Jul. Oct. Oct
persen
konsumsi..
2002
2003
suku bunga krediit modal kerja suku bunga krediit investasi suku bunga krediit konsumsi
2004
2005
2006
2007
periode
Gambarr 5.6 Trend Suku Bungga Kredit In nvestasi, Moodal Kerja, dan Konsu umsi Sumbeer : Statistikk Perbankan n Indonesia 2008, diolaah
S Suku bunga kredit moddal kerja, inv vestasi, dann konsumsi hhampir mem miliki trend yangg sama. Sukku bunga kredit k modall kerja dan investasi m memiliki rataa-rata yang tidakk begitu beerbeda nyata yaitu massing-masingg sebesar 15,65 persen n dan 15,60 perrsen. Sedanngkan suku bunga kredit konsum msi memilikki rata-rata yang paling bessar yaitu seebesar 18 persen. p Pad da periode sebelum A API, suku bunga b kredit moddal kerja, innvestasi, dann konsumsii mengalam mi penurunann masing-m masing sebesar 4,2 persen, 2,31 persen, dan 1,37 persen. Sedaangkan padaa periode seetelah API yaituu pada akhirr tahun 20007 suku bun nga kredit modal kerja, investasii, dan konsumsi pun menggalami pennurunan masing-masinng menjadii 13,14 peersen, 13,10 perrsen, dan 16,30 1 perseen. Penurun nan suku bunga b kreddit menyebaabkan terjadinyaa peningkataan kredit. Hal H ini sesuaai dengan saalah satu prrogram API yang ingin dicappai yaitu peeningkatan akses a kreditt di beberappa bidang tertentu.
57
Dalam industri perbankan yang sangat kompetitif, penentuan tingkat bunga kredit menjadi suatu alat persaingan yang sangat strategis. Bank-bank yang mampu mengendalikan komponen-komponen pokok dalam penentuan tingkat bunga kredit (lending rate) akan mampu menentukan tingkat bunga kredit yang lebih rendah dibandingkan dengan bank-bank lainnya. 5.2.3
Strategi Promosi Dalam pemilihan strategi promosi yang mempergunakan iklan, pihak bank
dapat memilih cara dan media yang akan dipergunakan seperti, pemasangan billboard di jalan-jalan strategis, pencetakan brosur yang disebarkan disetiap kantor cabang atau pusat perbelanjaan, pemasangan spanduk dilokasi tertentu yang strategis, iklan dikoran, majalah, televisi, dan radio. Disamping promosi lewat iklan, promosi lainnya dapat dilakukan melalui sales promotion yang berupa pemberian cenderamata, hadiah, dan undian. Strategi promosi lainnya adalah personal selling. Seperti yang dilakukan oleh customer service kelompok bank persero dengan melakukan pembinaan dengan masyarakat. Customer service bank dalam melayani nasabah selalu berusaha menarik para calon nasabah menjadi nasabah bank dengan berbagai cara. Sedangkan publisitas merupakan kegiatan promosi untuk memancing nasabah melalui kegiatan seperti pameran, bakti sosial dan kegiatan lainnya (Yuniarsih, 2005). Saat ini beberapa bank papan atas telah melakukan promosi dengan pemberian hadiah atau undian, sebagai contoh Bank Mandiri dengan “Mandiri Fiesta” dan BNI dengan “Durian Runtuh”. Promosi ini menawarkan hadiah berupa mobil, uang tunai bahkan tour keluar negeri dengan ketentuan nasabah
58
harus berllomba-lombba untuk meningkatkan m n saldonya. Salah satuu indikator yang menunjukkkan baiknyya promosi yang dilak kukan dapatt dilihat dari meningk katnya dana pihaak ketiga (DPK) yaang terdiri dari giro, tabungann dan deposito.
15 510,70
160 00,00 140 00,00 120 00,00 100 00,00 80 00,00 60 00,00 40 00,00 20 00,00 0,00
Januari April Juli Oktober Januari April Juli Oktober Januari April Juli J li Oktober Januari April Juli Oktober Januari April Juli Oktober Januari April Juli Oktober
DPK (trilliun)
Perkembaangan DPK dapat dilihaat pada Gam mbar 5.7.
20 002
20 003
200 04
200 05
200 06
2007 7
periode
Gambarr 5.7 Perkembangan DPK D Indusstri Perbankan Sumbeer : Statistikk Perbankan n Indonesia 2008, diolaah
Paada
periodde
sebeluum
API,
terjadi
peningkataan
DPK
dari
Rp. 791,990 Trilliun menjadi Rpp. 888,60 Trilliun T yanng berarti hhanya menin ngkat sebesar Rp. R 96,7 Triilliun. Nam mun dapat dilihat d kenaaikan dari aawal tahun 2004 hingga akkhir 2007 (pperiode seteelah API) meningkat m s sebesar Rp.. 624,20 Trrilliun dari Rp. 886,50 Trilliun T hinngga mencaapai Rp. 1510,70 T Trilliun. Haal ini menunjukkkan membaaiknya funggsi intermeediasi perbaankan sehinngga diharaapkan kondisi innternal perbbankan mennjadi lebih kuat sesuaai dengan yyang diharaapkan API.
59
5.2.4 Strategi Integrasi Merger merupakan salah satu strategi yang dilakukan oleh pelaku usaha untuk menghadapi persaingan usaha yang semakin ketat. Pada tahun 1998, empat bank pemerintah yaitu Bank Bumi Daya, Bank Dagang Negara, Bank Ekspor Impor, dan Bank Pembangunan Indonesia dikonsolidasi menjadi Bank Mandiri. Pada tanggal 22 November 2001, pemerintah melalui Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) telah merekomendasikan bank-bank di bawah pengelolaan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yaitu Bank Bali, Bank Universal, Bank Patriot, Bank Prima Express dan Bank Artamedia untuk dimerger. Pada tahun 2002, merger kelima bank swasta tersebut telah dilakukan dan bank yang masih dipertahankan adalah Bank Bali, dengan pertimbangan secara ekonomi, finansial, dan sumber daya lebih kuat dibanding dengan keempat bank lainnya. Dalam perkembangannya, nama bank hasil merger tersebut menjadi Bank Permata yang dimaksudkan untuk membangun image. Selain itu merger di dunia perbankan, yaitu merger antara Bank Danamon dan Bank Duta. Bank Danamon merupakan pihak yang menerima merger dan bertahan hidup (surviving firm) dan Bank Duta merupakan pihak yang dimerger (merged firm) dan bubar setelah merger. Peristiwa merger ini mengakibatkan Bank Danamon memiliki ukuran yang makin besar, karena telah mengambil alih seluruh aset dan hutang Bank Duta. Adanya API membuat isu-isu merger terus mencuat ditambah dengan dikeluarkannya single presence policy yaitu melarang satu pemegang saham mayoritas memiliki lebih dari satu bank di Indonesia. Hal ini dilakukan guna mencapai struktur perbankan yang kuat dan efisien.
60
Merger terbaru pada pertengahan tahun 2008 ini adalah merger Bank Lippo dan Bank Niaga. Bank Lippo dan Bank Niaga akhirnya menjadi satu badan hukum dan namanya menjadi PT Bank CIMB Niaga. Baik Bank Lippo dan Bank Niaga keduanya merupakan bank yang masuk dalam perawatan BPPN. Bank Niaga menjadi bank take-over karena ketidakmampuan pemegang saham menyediakan 20 persen kebutuhan dana rekapitalisasi sementara Bank Lippo tersangkut BLBI. Dengan bersatunya Bank Niaga dan Bank Lippo maka seluruh kewajiban Bank Lippo akan dialihkan kepada Bank Niaga. Penggabungan keduanya juga mengakumulasi aset keduanya sehingga menjadi Rp. 94,55 Triliun sehingga dari sisi aset bank ini masuk dalam deretan lima besar jajaran bank di Indonesia. Selain merger, fenomena multifinance dan bancassurance dapat dijadikan contoh, dimana bank pada umumnya melalukan integrasi dengan perusahaan multifinance (misalnya Bank Danamon dengan Adira Multifinance, BCA dengan BCA Finance), perusahaan sekuritas (BNI dengan BNI Sekuritas, Bank Mandiri dengan
Mandiri
Sekuritas)
serta
perusahaan
asuransi
melalui
produk
bancassurance (misalnya Bank Mandiri dengan AXA Insurance yang membentuk usaha patungan AXA Mandiri). Strategi integrasi tersebut (terutama berbentuk bank dengan anak perusahaan atau usaha patungan) kini banyak ditempuh oleh bank di Indonesia. Dari berbagai strategi yang dilakukan oleh industri perbankan, yang paling menggambarkan perilaku industri perbankan saat ini adalah strategi integrasi berupa fenomena merger dan promosi yang kian ramai dilakukan.
61
5.2.5 Fungsi Pengawasan Perbankan Indonesia Selain komponen-komponen yang telah disebutkan, perilaku industri perbankan saat ini juga diduga dipengaruhi oleh faktor lain, yaitu pengawasan dari pemegang otoritas tertinggi. Adanya pengawasan dari Bank Indonesia diduga membuat perbankan semakin prudent atau lebih hati-hati dalam melaksanakan kegiatannya. Terkuaknya kasus pembobolan bank melalui letter of credit (L/C) fiktif di BNI sebesar Rp. 1,7 Triliun pada tahun 2003 dan pembobolan yang terjadi di BRI senilai Rp. 294 Miliar, menunjukkan manajemen risiko bank yang masih rendah, di samping sistem pengawasan perbankan yang masih sangat rentan. Selain itu, terjadinya penggelapan uang nasabah yang seharusnya dikonversikan dari deposito ke investasi reksadana oleh Bank Global pada tahun 2003 membuat geram dua lembaga pengawas keuangan, yaitu Bank Indonesia dan Bapepam. Berbagai laporan keuangan yang sempat dipublikasikan oleh Bank Global, ternyata telah mengelabui banyak pihak. Kemudian kasus tindak pidana perbankan sebesar Rp. 116 Miliar oleh mantan direktur Bank CIC Internasional Tbk, Ruddy Tri Santoso yang berhasil ditangkap pada pertengahan tahun 2005. Kemudian yang cukup fenomenal adalah kasus pemeriksaan terhadap para direksi termasuk Direktur Utama Bank Mandiri terkait dengan kredit macetnya sehingga dikhawatirkan dapat menimbulkan krisis kepercayaan masyarakat terutama dari kalangan nasabah bank tersebut. Dengan terbongkarnya kasus-kasus dan penangkapan para bankers tersebut, memperlihatkan bahwa pilar ketiga API yaitu mengenai program peningkatan fungsi pengawasan telah mulai berjalan. Adanya peningkatkan
62
kompetensi pemeriksa bank, peningkatan koordinasi antar lembaga pengawas, pengembangan pengawasan berbasis risiko, peningkatkan efektivitas enforcement, dan konsolidasi organisasi sektor perbankan di Bank Indonesia merupakan indikator peningkatan fungsi pengawasan. Selain itu, Bank Indonesia sebagai otoritas pengawasan bank memperkuat prudential supervision agar bank dapat menjalankan usahanya dengan penerapan prinsip kehati-hatian yang mengacu kepada 25 Core Principal for Effective Banking Supervision (BCP). 5.2.6
Intervensi Pihak Asing Terhadap Perbankan di Indonesia Kebijakan pemerintah pasca krisis perbankan 1997 yang semakin
membuka jalan liberalisasi dalam sektor finansial berpengaruh besar bagi perkembangan sektor perbankan di Indonesia. Investasi asing menjadi salah satu sumber pembiayaan utama dalam sektor perbankan. Perusahaan asing menjadi salah satu pihak yang berperan besar dalam sektor perbankan nasional melalui kepemilikan saham perbankan. Kepemilikan pihak asing terhadap aset perbankan nasional didukung oleh peraturan pemerintah RI No. 29 tahun 1999, yang memperbolehkan pihak asing untuk menguasai saham bank umum hingga 99 persen. Dengan dikeluarkannya peraturan tersebut, semakin memberikan kemudahan bagi pihak asing untuk mendominasi perbankan di Indonesia. Partisipasi asing dalam sektor perbankan di Indonesia dapat dilakukan melalui pembukaan kantor cabang bank asing (disebut bank asing), joint venture bank asing dengan bank domestik (disebut bank campuran), maupun pembukaan kantor perwakilan. Masuknya investasi asing dalam industri perbankan, khususnya bank-bank swasta di Indonesia tentunya mempengaruhi kinerja industri perbankan di Indonesia, khususnya terhadap bank-bank swasta nasional yang
63
sebagian besar sahamnya dimiliki oleh pihak asing. Sampai dengan akhir 2002, hanya 10 bank asing yang beroperasi di Indonesia. Pada Mei 2004, dengan diaktifkannya kembali Bank of China, jumlah bank asing menjadi 11 bank dengan total aset sebesar Rp.103 Triliun atau 8,77 persen dari total aset perbankan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hadad (2004), dapat diketahui bahwa bahwa bank asing secara khusus lebih fokus menjadi bank yang melakukan aktivitas yang menghasilkan fee (fee based income), sehingga kurang berperan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Disamping itu produk fee based income yang sama juga sudah banyak ditawarkan oleh bank domestik. Selain itu diketahui walaupun dari aspek efisiensi dan kredit bermasalah bank asing memiliki perilaku yang sama dengan bank domestik atau campuran namun dari aspek pendapatan, bank asing lebih mengutamakan pendapatan yang berasal dari non-kredit (42,1 persen). Kemudian berdasarkan studi empiris per kelompok bank, bank asing lebih kurang sensitif terhadap perubahan sinyal kondisi domestik dibandingkan bank campuran dan bank domestik. Hal ini disebabkan karena dana bank asing relatif tergantung dari dana-dana yang berasal dari kantor pusat bank sehingga kurang sensitif terhadap perubahan kondisi makroekonomi Indonesia.
5.3
Kinerja Industri Perbankan Indikator yang menujukkan kinerja pasar adalah keuntungan yang
diperoleh suatu industri. Kinerja perbankan dapat diukur oleh beberapa rasio diantaranya ROA (return on asset), ROE (return on equity), ROR (return on revenue), NPM (net profit margin) dan NIM (net interest margin). Penelitian ini menggunakan NIM sebagai indikator kinerja. NIM merupakan rasio yang
64
menggambbarkan tinggkat pendaapatan bung ga bersih dibanding d ddengan rataa-rata aktiva prooduktif. Flukktuasi NIM M dapat dilih hat pada Gaambar 5.8. Gambar terrsebut mencerminkan NIM yang cendeerung meniingkat, yangg berarti kiinerja perbaankan
10 0,00 9,00 9 8,00 8 7,00 7 6,00 6 5,00 5 4,00 4 3,00 3 2,00 2 1,00 1 0,00 0
8,90
3,20 Januari April Juli Oktober Januari April Juli Oktober Januari April Juli Oktober Januari April Juli Oktober Januari April Juli Oktober Januari April Juli Oktober
NIM (persen)
semakin membaik. m
200 02
2003
2004 4
2005 5
2006 6
2007 7
periode
Gaambar 5.8 Fluktuasi NIM N Pada Industri Peerbankan N Nasional Sumbeer : Statistikk Perbankan n Indonesia 2008, diolaah
terjadi padda akhir taahun 2003 yaitu Penurunan NIM N yang signifikan s 3 persen. Namun keembali men ningkat mennjadi 5,20 ppersen pada awal menjadi 3,20 tahun 20004. Hal inni disebabkkan karenaa akses maasyarakat tterhadap prroduk perbankann seperti tabbungan, deposito maupu un kredit seemakin menningkat.
5.4
An nalisis Fakttor-faktor yang y Memp pengaruhi Kinerja Peerbankan Unntuk mengaanalisis huubungan an ntara strukttur dengann faktor lainnya
terhadap kinerja k induustri perbannkan digunaakan metodee kuadrat teerkecil (ord dinary least squaare) dengaan model persamaan p kinerja yaang direpreesentasikan oleh variabel NIM N (Net Innterest Marrgin) dengaan beberapa variabel inndependent yaitu CR4 (konnsentrasi rassio aset em mpat bank besar), CAR R (Capital A Adequaty Ratio), R konsentrassi rasio perrtumbuhan kredit padaa empat bannk besar (C CRKRDT), rasio
65
beban operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO), rasio kredit macet (NPL), rasio pengembalian aset (ROA) dan dummy (DUM). Hasil regresi yang menunjukkan hubungan antara struktur dan faktor lainnya terhadap profitabilitas industri perbankan terangkum dalam Tabel 5.1. Namun hasil estimasi secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 4. Tabel 5.1. Ikhtisar Hasil Regresi Berganda Kinerja Perbankan Variable CR4 CAR CRKRDT BOPO NPL ROA DUM C R-squared Adjusted R-squared F-statistic Prob(F-statistic) Durbin-Watson stat
Coefficient -0.091972 -0.137962 -0.477071 0.032098 -0.424671 0.294546 1.410463 30.88414
Std. Error 0.035096 0.049395 0.069757 0.012291 0.056299 0.233470 0.271635 2.503679
t-Statistic Prob. -2.620624 0.0110 -2.793018 0.0069 -6.839081 0.0000 2.611544 0.0112 -7.543194 0.0000 1.261602 0.2117 5.192491 0.0000 12.33550 0.0000 0.932084 0.924656 125.4777 0.000000 1.949436
5.4.1 Uji Validitas Model 1.
Koefisien Determinasi Berdasarkan hasil estimasi, koefisien determinasi yang telah disesuaikan
(Adjusted R-squared) menunjukkan angka sebesar 0,924656 yang berarti bahwa model regresi dengan menggunakan NIM sebagai variabel dependent mampu dijelaskan 92,46 persen oleh variabel-variabel independent secara bersamaan dan model dapat diandalkan, sedangkan sisanya 7,54 persen dijelaskan oleh variabel lain diluar model.
2.
Uji F dan Uji t
66
Nilai probability F-statistic sebesar nol yang lebih kecil dari taraf nyata (lima persen) menjelaskan bahwa minimal ada satu variabel independent yang berpengaruh nyata terhadap variabel dependent sehingga model penduga yang diajukan sudah layak untuk menduga perameter yang ada pada fungsi. Selanjutnya untuk melakukan pengujian terhadap masing-masing variabel (uji t) yang mempengaruhi tingkat NIM secara signifikan, perlu dilakukan uji signifikan terhadap masing-masing variabel tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan melihat probabilitas dari masing-masing variabel tersebut. Nilai probabilitas kurang dari taraf nyata lima persen menunjukkan bahwa variabel tersebut signifikan. Dari hasil estimasi, variabel ROA merupakan satu-satunya variabel independent yang tidak signifikan atau tidak berpengaruh nyata pada taraf lima persen, sedangkan CR4 (konsentrasi rasio aset empat bank besar), CAR (Capital Adequaty Ratio), konsentrasi rasio pertumbuhan kredit pada empat bank besar (CRKRDT), rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO), rasio kredit macet (NPL) dan dummy signifikan mempengaruhi NIM. 3.
Ordinary Least Square (OLS) Berdasarkan hasil estimasi yang telah dilakukan, model yang disajikan
memenuhi syarat ekonometrika yaitu tidak terdapat gejala autokorelasi, multikolinearitas dan heteroskedastisitas. Pengujian autokorelasi pada penelitian dilakukan dengan uji Breusch-Godfrey Serial Corelaion LM. Jika nilai Probability Obs*R-squared lebih besar dari taraf nyata (∀), maka hasil regresi tidak mengandung autokorelasi. Hasil uji penelitian ini menunjukkan nilai probability sebesar 0,135212 yang lebih besar dari taraf nyata (lima persen). Jadi dapat
67
disimpulkan bahwa hasil regresi dalam penelitian ini tidak mengandung autokorelasi. Hasil uji autokolerasi dapat dilihat pada Lampiran 5. Pengujian heteroskedastisitas pada penelitian ini dilakukan dengan memperhitungkan nilai probabilitas Obs*R-squared yang terdapat pada uji White Heteroskedasticity.
Hasil
regresi
dinyatakan
homoskedastisitas
(tidak
mengandung heteroskedastisitas) selama nilai probability Obs*squared dari uji White Heteroskedasticity lebih besar dari taraf nyata. Hasil uji dalam penelitian ini menunjukkan nilai probabilitas sebesar 0,374580 yang lebih besar dari taraf nyata (lima persen) sehingga pada model yang diajukan tidak terdapat gejala heteroskedastisitas. Hasil uji heteroskedastisitas dapat dilihat pada Lampiran 6. Kemudian uji yang ketiga adalah uji multikolinearitas. Suatu model diasumsikan terdapat multikolinearitas jika terdapat hubungan kausalitas pada variabel-variabel tak bebas. Uji multikolinearitas dilakukan dengan melihat koefisien korelasi antar variabel bebas pada matriks korelasi. Jika nilai mutlak koefisien antar variabel lebih besar dari 0,8 maka pada model regresi yang dihasilkan terdapat gejala multikolinearitas. Hal ini dapat dilhat dari matriks korelasi Tabel 5.2. yang menggambarkan korelasi antar variabel. Tabel 5.2. Korelasi Matriks Antar Variabel CR4 CR4 1.000000 CAR 0.487302 CRKRDT 0.123993 BOPO 0.222269 NPL 0.441717 ROA -0.398900 DUM -0.774397
CAR 0.487302 1.000000 -0.366662 0.404815 0.438872 -0.315401 -0.534637
CRKRDT 0.123993 -0.366662 1.000000 -0.363252 -0.550457 0.468630 0.345872
BOPO 0.222269 0.404815 -0.363252 1.000000 0.635098 -0.738196 -0.389988
NPL 0.441717 0.438872 -0.550457 0.635098 1.000000 -0.794202 -0.595831
ROA -0.398900 -0.315401 0.468630 -0.738196 -0.794202 1.000000 0.642825
DUM -0.774397 -0.534637 0.345872 -0.389988 -0.595831 0.642825 1.000000
68
Berdasarkan tabel, tidak terdapat korelasi antar variabel bebas yang sama dengan lebih besar ⏐0,8⏐ yang berarti pada penelitian ini asumsi tidak adanya gejala multikolineritas dapat dipenuhi. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa model yang digunakan terbebas dari masalah-masalah autokolerasi, heteroskedastisitas dan multikolinearitas sehingga diperoleh nilai parameter yang BLUE (Best Linear Unbiased Estimator). 5.4.2 Hubungan Antara Struktur dan Faktor Lainnya Terhadap Kinerja Industri Perbankan Dari hasil estimasi yang dilakukan, pada taraf nyata 5% ternyata variabel CR4 berpengaruh nyata terhadap NIM yang diindikasikan dengan nilai sebesar -0,091972. Hal ini menunjukkan bahwa jika konsentrasi rasio mengalami penurunan satu persen maka NIM akan meningkat sebesar 0,091972 persen. Kondisi ini tidak sesuai dengan Teori kekuasaan pasar yang menyatakan bahwa konsentrasi yang tinggi menandakan kekuatan pasar yang menyebabkan keuntungan yang diraih akan semakin tinggi pula. Dalam teori ekonomi Mikro, khususnya tentang pasar, dikatakan bahwa dimana ada keuntungan lebih (abnormal profit) yang dinikmati produsen dalam suatu pasar tertentu, akan menarik bagi produsen lain untuk masuk kedalam pasar. Bertambah banyaknya perusahaan yang masuk ke pasar atau industri tertentu akan cenderung menurunkan konsentrasi industri tersebut, cateris paribus (Jaya, 2001). Dalam hal ini, pertambahan jumlah kantor bank swasta nasional dan bank asing menyebabkan penurunan konsentrasi rasio industrasi perbankan. Namun demikian, bank dengan kantor cabang yang banyak dapat menciptakan economies of scale yang artinya kekuatan aset yang lebih besar akan meningkatkan kemampuan bank dalam menghasilkan keuntungan. Selain itu, hubungan yang
69
negatif ini juga diduga karena adanya faktor-faktor lain yang belum terwakili sepenuhnya dalam penelitian ini, misalnya faktor pengawasan, faktor manajemen dan kualitas perbankan, dan lainnya yang terdapat dalam pilar-pilar API guna mencerminkan struktur perbankan secara keseluruhan. Rasio kecukupan modal (CAR) yang merupakan indikator kemampuan bank untuk menutupi penurunan aktivanya sebagai akibat dari kerugian-kerugian bank yang disebabkan oleh aktiva yang beresiko, memiliki pengaruh pada taraf nyata lima persen terhadap NIM. Nilai koefisien CAR sebesar -0,137962 menunjukkan bahwa jika rasio kecukupan modal meningkat satu persen maka NIM akan mengalami penurunan sebesar 0,137962 persen. Hal ini diduga karena aktiva yang beresiko tersebut mengalami kerugian melebihi kecukupan modal yang dimiliki oleh bank. Salah satu contoh aktiva yang mengandung atau menghasilkan resiko tersebut adalah kredit. Jika terjadi kredit macet maka akan terjadi penurunan keuntungan dari pendapatan bunga bersih. Hal yang sama terjadi pada konsentrasi rasio kredit (CRKRDT) yang merupakan indikator pertumbuhan kredit dipasar memiliki pengaruh pada taraf nyata lima persen terhadap NIM. Nilai koefisien CRKRDT sebesar -0,477071 menunjukkan bahwa jika ukuran konsentrasi rasio kredit naik satu persen maka NIM akan mengalami penurunan sebesar 0,477071 persen. Hal ini karena bank sudah memperluas cabangnya sehingga akses kredit didapat lebih mudah. Perluasan jumlah kantor bank akan menurunkan tingkat konsentrasi rasio namun akan meningkatkan pendapatan karena semakin banyak cabang yang melakukan transaksi maka pendapatan semakin meningkat.
70
Berdasarkan hasil estimasi ternyata variabel BOPO menunjukkan korelasi positif pada taraf nyata lima persen yaitu sebesar 0,032098. Hal ini berarti kenaikan satu persen rasio biaya operasional akan meningkatkan indikator kinerja (NIM) sebesar 0,032098 persen. Mengingat kegiatan utama bank pada prinsipnya adalah bertindak sebagai perantara, yaitu menghimpun dan menyalurkan dana (misalnya dana masyarakat), maka biaya dan pendapatan operasional bank didominasi oleh biaya bunga (cost of loanable funds) dan hasil bunga (bunga pinjaman atau kredit). Disamping itu, beban operasional juga digunakan untuk biaya promosi, pelayanan, inovasi teknologi dan transaksi lainnya. Dengan peningkatan promosi, inovasi serta pelayanan yang baik maka masyarakat akan menanamkan kepercayaannya terhadap bank sehingga pendapatan pun akan meningkat. Variabel NPL (Non Performing Loan) yang merupakan rasio kredit macet dibanding total kredit menunjukkan angka -0,424671 yang artinya jika terjadi kenaikan satu persen pada NPL, maka NIM akan berkurang sebesar 0,424671 persen. Salah satu implikasi bagi pihak bank sebagai akibat dari timbulnya kredit bermasalah adalah hilangnya kesempatan untuk memperoleh income dari kredit yang diberikannya, sehingga mengurangi perolehan laba dan berpengaruh buruk bagi rentabilitas bank (Dendawijaya, 2001). Variabel DUM yang merupakan dummy API berpengaruh signifikan terhadap NIM dengan nilai koefisien sebesar 1,410463 sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai NIM antara sebelum dan sesudah API akan berbeda sebesar 1,410463 persen. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa API sudah berdampak terhadap struktur, perilaku dan kinerja industri perbankan.
71
5.5
Analisis Potensi Konfik Dampak Pelaksanaan API Terhadap UU No.5 Tahun 1999 Berdasarkan hasil analisis struktur, perilaku, dan kinerja industri
perbankan sebagai dampak dari pelaksanaan API, dapat diketahui bahwa struktur industri
perbankan
berbentuk
oligopoli
longgar.
Hal
ini
dikarenakan
penggabungan empat perusahaan besar memiliki kisaran konsentrasi rasio 40 hingga 60 persen (Jaya, 2001). Sebagai rule of thumb yang ditetapkan oleh KPPU, konsentrasi rasio yang dianggap moderat dari konteks persaingan adalah kurang dari 75 persen. Dengan demikian, berdasarkan konsentrasi rasio hingga saat ini belum terdapat indikasi yang mengkhawatirkan terhadap struktur industri perbankan. Namun proses untuk mencapai visi perbankan kedepan yaitu membentuk bank berskala internasional masih berjalan melalui implementasi berbagai program API secara bertahap. Hal ini tetap perlu dikhawatirkan karena tidak menutup kemungkinan bahwa pada tahun 2013 dimana semua program API telah terealisasi akan membawa konflik terhadap kategori persaingan usaha tidak sehat. Selain tingkat konsentrasi, elemen struktur pasar adalah entry condition. Salah satu kegiatan dalam program pertama API adalah mensyaratkan modal minimum bagi bank umum (termasuk BPD) dan untuk pendirian bank baru. Bank yang ingin masuk pasar perbankan seolah semakin terhambat dengan adanya program API tersebut, karena semula hambatan yang dihadapi adalah bank-bank yang dominan dalam pasar, namun kini adanya program tersebut seolah melegalisir posisi bank yang sudah ada dalam pasar. Hal ini dapat dikategorikan sebagai praktek usaha tidak sehat berdasarkan UU No. 5 tahun 1999.
72
Dari sisi perilaku, industri perbankan menyediakan produk yang terdiferensiasi dan terdiversifikasi. Praktek diversifikasi dan diferensiasi tersebut cenderung mengarah kepada peningkatan switching cost yang dibebankan kepada konsumen. Intinya adalah dengan menawarkan variasi produk dan jasa, diharapkan demand menjadi kurang elastis sekaligus meningkatkan biaya bagi konsumen untuk beralih ke bank lain (switching cost). Secara umum, praktek diversifikasi produk dan jasa bank berpotensi untuk merugikan konsumen bila praktek tersebut masuk dalam kategori Tying (jual ikat). Secara definisi, praktek tying terjadi bila bank mensyaratkan pembelian produk dan jasa lain sebagai bagian dari produk dan jasa utama. Hal ini dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap prinsip persaingan usaha yang sehat. Selain itu, dalam strategi penetapan harga untuk produk bank yang homogen seperti kredit dan deposito, potensi terjadinya kesepakatan untuk menetapkan harga tetap signifikan. Hal tersebut disebabkan karena terdapat dua instrumen yang dijadikan bank sebagai benchmark dalam menetapkan suku bunga, yaitu SBI dan suku bunga penjaminan. Dengan adanya dua indikator yang dijadikan benchmark oleh hampir semua bank, maka otomatis pergerakan suku bunga (baik kredit maupun deposito) menjadi searah seiring dengan pergerakan kedua variable tersebut, sehingga dapat menimbulkan kesan telah terjadi kesepakatan antar bank dalam menetapkan suku bunga. Disamping itu, adanya mekanisme pertukaran informasi antar bank melalui sistem pusat informasi pasar uang (PIPU) yang difasilitasi BI juga berpotensi untuk melanggengkan praktek kesepakatan harga antar bank, yang
73
dapat saja dikategorikan sebagai pelanggaran prinsip persaingan usaha yang sehat terutama dalam bentuk kartel atau price fixing. Dari segi promosi yang dilakukan, bank-bank papan atas semakin gencar melakukan promosi lewat iklan di televisi atau dengan pemasangan billboard di tempat-tempat yang strategis. Selain itu, hadiah yang ditawarkan pun menarik. Advertensi atau iklan dapat menjadi penghalang bagi perusahaan lain untuk memasuki pasar, karena perusahaan baru harus mengeluarkan biaya yang lebih tinggi daripada perusahaan yang lebih lama berdiri dan sudah mempunyai brand image yaitu untuk biaya produksi ditambah biaya advertensi dan biaya penetrasi. Hal ini juga berpotensi melanggar prinsip persaingan usaha yang sehat. Adapun elemen perilaku yang lain yaitu tindakan vertikal dan merger. Pemerintah memilih melakukan merger dalam rangka efisiensi dan peningkatan daya saing bank dalam industri perbankan nasional. Dengan adanya merger, Bank Indonesia sebagai pemegang otoritas tertinggi kebijakan moneter akan lebih mudah dalam hal pengawasan dan bank hasil merger diharapkan akan lebih kuat. Namun, merger juga dapat menimbulkan dampak negatif yang sering terjadi pada negara transisi atau negara berkembang, yaitu menciptakan atau meningkatkan posisi dominan sehingga dapat melakukan kegiatan yang dapat mendistorsi pasar. Distorsi pasar tersebut dapat berupa mengurangi tingkat persaingan, meningkatkan hambatan masuk bagi pelaku usaha lain dalam pasar, menetapkan harga yang lebih tinggi, pengurangan output dan mutu produk yang lebih rendah sehingga pada akhirnya konsumen juga dirugikan. Hal ini akan berpotensi konflik dengan pasal 14 tentang integrasi vertikal, pasal 19 tentang penguasaan pasar, dan pasal 25 yaitu tentang posisi dominan.
74
Selain merger, integrasi yang dilakukan bank dengan perusahaan multifinance dan perusahaan asuransi, pembiayaan serta sekuritas dapat dikategorikan sebagai integrasi yang cenderung bersifat vertical. Hal tersebut berpotensi menimbulkan berbagai praktek vertical restraint (price dan non price) yang bersifat diskriminatif dan eksklusif. Dengan integrasi tersebut, bank dapat memanfaatkan strategi diversifikasi untuk menambah jumlah nasabah sekaligus mendorong porsi fee based income mereka. Sedangkan yang terakhir adalah analisis kinerja perbankan. Kinerja perbankan cenderung semakin membaik ditandai dengan meningkatnya rasio profitabilitas. Secara keseluruhan dapat ditarik kesimpulan sementara bahwa potensi konflik antara dampak pelaksanaan API terhadap UU No. 5 tahun 1999 saat ini sudah ada namun masih dalam batas kewajaran. Tetapi untuk jangka panjang potensi konflik antara dampak implementasi API dan UU No. 5 tahun 1999 diduga akan semakin lebar seiring dengan pelaksanaan program-program API yang tanpa diiringi koordinasi dengan KPPU. API pada dasarnya hanya ingin menciptakan sistem perbankan yang sehat, kuat, dan efisien guna menciptakan kestabilan sistem keuangan dalam rangka membantu pertumbuhan ekonomi nasional. Sedangkan KPPU bertugas memberi peringatan agar tetap berhati-hati dalam langkah kedepan untuk mewujudkan visi API tersebut.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1
Kesimpulan Berdasarkan hasil peneitian yang dilakukan, dapat ditarik kesimpulan
yaitu bahwa adanya API berpengaruh terhadap struktur, perilaku dan kinerja industri perbankan. Berdasarkan konsentrasi rasio, struktur pasar industri perbankan merupakan oligopoli longgar karena memiliki nilai rata-rata sebesar 48,80 persen. Selain itu, dampak API berpengaruh terhadap elemen struktur pasar lainnya, yaitu entry condition. Dengan adanya persyaratan modal minimum yang harus dipenuhi bank, membuat para pesaing yang ingin mendirikan bank baru harus mempertimbangkan persyaratan tersebut. Kemudian dari sisi perilaku, perbankan melakukan berbagai strategi diantaranya strategi penetapan harga, strategi produk, promosi dan tindakan vertikal. Strategi penetapan harga jual dan beli produk perbankan mengacu pada tingkat suku bunga yang ditetapkan Bank Indonesia. Pada periode sebelum API, suku bunga mengalami penurunan yang cukup nyata. Namun setelah adanya API, tidak terjadi penurunan suku bunga yang terlalu tajam. Strategi produk dilakukan dengan melakukan diversifikasi dan diferensiasi produk. Dengan adanya pilar keenam API mengenai program perlindungan nasabah, maka diharapkan konsumen lebih mengetahui informasi tentang produk perbankan sehingga akan meningkatkan kepercayaan terhadap masyarakat. Strategi promosi dengan menawarkan hadiah atau undian juga ditawarkan kepada nasabah, terutama dilakukan oleh bank papan atas. Adanya API membuat perbankan lebih gencar dalam melakukan promosinya yang ditandai dengan peningkatan DPK. Selain itu,
76
isu merger dan tindakan vertikal juga mewarnai perilaku perbankan terkait dengan program penguatan struktur dan konsolidasi perbankan yang tercantum pada pilar pertama API. Selain elemen-elemen dasar dari perilaku, ada faktor lain yang menggambarkan perilaku perbankan Indonesia yan ditandai dengan adanya faktor persaingan dan pengaruh bank asing dalam industri perbankan Indonesia. Kinerja perbankan pun cenderung membaik setelah API diimplementasikan. Hal ini ditandai dengan rasio profitabilitas yaitu NIM yang semakin meningkat. Dari hasil analisis hubungan antara struktur pasar dan faktor lainnya dengan kinerja, dapat diketahui bahwa terdapat hubungan negatif antara struktur pasar dengan kinerja yang berarti hal ini tidak sesuai dengan teori kekuasaan pasar yang menyatakan bahwa konsentrasi yang tinggi menandakan kekuatan pasar yang menyebabkan keuntungan yang diraih akan semakin tinggi pula. Selain itu, hubungan yang negatif ini juga menyatakan bahwa peningkatan kinerja bukan secara langsung dipengaruhi oleh struktur, namun dari faktor-faktor lain seperti faktor pengawasan. Adapun faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi kinerja seperti CAR dan NPL memiliki hubungan negatif terhadap kinerja, sedangkan BOPO dan dummy memiliki hubungan positif. Terkait dengan persaingan usaha, ternyata sudah terdapat potensi konflik antara dampak implementasi API dan UU No. 5 tahun 1999 tetapi hingga saat ini masih dalam batas kewajaran. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan bahwa potensi pelanggaran akan semakin tinggi jika program API telah terealisasi penuh yaitu pada tahun 2013 karena pada saat itu berbagai kegiatan API yang saat ini masih dalam tahap penjajakan akan terjadi. Pada saat itulah baru dapat dilihat dampak keseluruhan dari implementasi API terhadap persaingan usaha.
77
6.2
Saran Bank Indonesia perlu melakukan koordinasi dengan KPPU guna
menyeimbangkan antara aspek efisiensi dan iklim kompetisi. Kemudian dari sisi KPPU tetap mengawasi adanya indikasi pelanggaran yang terjadi pada industri perbankan dan memberi peringatan kepada bank-bank agar tetap berhati-hati dalam langkah kedepan untuk mewujudkan visi API tersebut. Penelitian selanjutnya dapat menganalisa faktor-faktor lain yang belum dijelaskan pada penelitian ini, diantaranya faktor pengawasan dan faktor manajemen perbankan untuk mewakili analisis struktur pasar perbankan. Analisis perilaku perbankan dapat lebih dijelaskan dengan variabel-variabel lain yang belum terakomodasi dalam penelitian ini. Kemudian dapat digunakan metode analisis lain untuk mendapatkan analisis yang lebih dalam.
DAFTAR PUSTAKA
Ariyanto, T. 2004. “Profil Persaingan Usaha dalam Industri Perbankan Indonesia”. Perbanas Finance and Banking Journal, 6: 95-108. Bank Indonesia. 2004. Arsitektur Perbankan Indonesia. Bank Indonesia, Jakarta ____________. 2002. Statistik Perbankan Indonesia 2002. Bank Indonesia, Jakarta. ____________. 2003. Statistik Perbankan Indonesia 2003. Bank Indonesia, Jakarta. ____________. 2004. Statistik Perbankan Indonesia 2004. Bank Indonesia, Jakarta. ____________. 2005. Statistik Perbankan Indonesia 2005. Bank Indonesia, Jakarta. ____________. 2006. Statistik Perbankan Indonesia 2006. Bank Indonesia, Jakarta. ____________. 2007. Statistik Perbankan Indonesia 2007. Bank Indonesia, Jakarta. De Bandt, O. dan E. P. Davis. 2000. “Competition, Contestability and Market Structure in The European Banking Sectors in the eve of EMU”. Journal of Banking and Finance, 24: 1045-1066. Dendawijaya, L. 2001. Managemen Perbankan. Ghalia Indonesia, Jakarta. Elu, B.W. dan D. Anggraini. 2004. “Hubungan Antara Penilaian Manajemen Komplain Jasa Dengan Tingkat Pemanfaatan Jasa Perbankan”. Perbanas Finance and Banking Journal, 6: 109–130 Gilbert, R.A. (1984). “Bank Market Structure and Competition :A Survey. Journal of Money Credit and Banking, 16: 617-660. Gujarati, Z. 1978. Ekonometrika Dasar. Sumarno Zain, penerjemah Erlangga, Jakarta. Gunawan, F. 2004. Analisis Struktur-Perilaku-Kinerja Industri Asuransi Indonesia [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. Bogor.
79
Hadad, M.D., dkk. 2004. “Fungsi Intermediasi Bank Asing Dalam Mendorong Pemulihan Sektor Riil di Indonesia”. Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan, Bank Indonesia.RBANKAN Hasibuan, N. 1993. Ekonomi Industri : Persaingan, Monopoli dan Regulasi. LP3S, Jakarta. International Competition Network. 2005. “Antitrust Enforcement in Regulated Sectors Banking Industry”. Working Group Report. Jaya, W.K. 2001. Ekonomi Industri. BPFE, Yogyakarta. Koch, T.W. dan S.S. Macdonald. 2003. Bank Management, fifth edition. Thomson South-Western. United States of America. Neven, D. dan R.H. Roller. 1999. ” An Aggregate Structural Model of Competition in The Europan Banking Industry”. International Journal of Industrial Organization, 17: 1059-1074. Redaksi. Undang-undang No. 5/1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Tempo Interaktif, Jakarta. Shepherd, W.G. 1990. The Economics of Industrial Organization. New Jersey : Prentice Hall. Silalahi, T. 2004. API Mengapa Perlu. Bank Indonesia, Jakarta Simorangkir, O.P. 2000. Pengantar Lembaga Keuangan Bank dan Nonbank. Ghalia Indonesia, Jakarta. Sugiarto, A. 2004. Arsitektur Perbankan Indonesia : Suatu Kebutuhan dan Tantangan Perbankan Ke Depan. Bank Indonesia, Jakarta. ___________. 2004. Membangun Fundamental Perbankan Yang Kuat. Bank Indonesia, Jakarta. ___________. 2004. Mencari Struktur Perbankan Yang Ideal. Bank Indonesia, Jakarta. Winarno, W.W. 2003. Analisis Ekonometrika-Statistika dengan Eviews. Sekoah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN, Yogyakarta. Yuniarsih, A. 2005. Analisis Struktur-Perilaku-Kinerja Bank Umum Persero [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor.
LAMPIRAN
80 Lampiran 1. Undang-Undang No. 5 Tahun 1999
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
Mengingat:
a. bahwa pembangunan bidang ekonomi harus diarahkan kepada terwujudnya kesejahteraan rakyat berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; b. bahwa demokrasi dalam bidang ekonomi menghendaki adanya kesempatan yang sama bagi setiap warga negara untuk berpartisipasi di dalam proses produksi dan pemasaran barang dan atau jasa, dalam iklim usaha yang sehat, efektif, dan efisien sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan bekerjanya ekonomi pasar yang wajar; c. bahwa setiap orang yang berusaha di Indonesia harus berada dalam situasi persaingan yang sehat dan wajar, sehingga tidak menimbulkan adanya pemusatan kekuatan ekonomi pada pelaku usaha tertentu, dengan tidak terlepas dari kesepakatan yang telah dilaksanakan oleh negara Republik Indonesia terhadap perjanjian-perjanjian internasional; d. bahwa untuk mewujudkan sebagaimana yang dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, atas usul inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat perlu disusun UndangUndang Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat; Pasal 5 Ayat (1), Pasal 21 Ayat (1), Pasal 27 Ayat (2), dan Pasal 33 UndangUndang Dasar 1945;
81 Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT.
BAB 1 KETENTUAN UMUM
Pasal 1 Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Monopoli adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha. 2. Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. 3. Pemusatan kekuatan ekonomi adalah penguasaan yang nyata atas suatu pasar bersangkutan satu atau lebih pelaku usaha sehingga dapat menentukan harga barang dan atau jasa. 4. Posisi dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usah mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu. 5. Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi. 6. Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha. 7. Perjanjian adalah suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apa pun, baik tertulis maupun tidak tertulis. 8. Persekongkolan atau konspirasi usaha adalah bentuk kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud untuk menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol. 9. Pasar adalah lembaga ekonomi di mana para pembeli dan penjual baik secara langsung maupun tidak langsung dapat melakukan transaksi perdagangan barang dan atau jasa.
82 10. Pasar bersangkutan adalah pasar yang berkaitan dengan jangkauan atau daerah pemasaran tertentu oleh pelaku usaha atas barang dan atau jasa yang sama atau sejenis atau substitusi dari barang dan atau jasa tersebut. 11. Struktur pasar adalah keadaan pasar yang memberikan petunjuk tentang aspek-aspek yang memiliki pengaruh penting terhadap perilaku pelaku usaha dan kinerja pasar, antara lain jumlah penjual dan pembeli, hambatan masuk dan keluar pasar, keragaman produk, sistem distribusi, dan penguasaan pangsa pasar. 12. Perilaku pasar adalah tindakan yang dilakukan oleh pelaku usaha dalam kapasitasnya sebagai pemasok atau pembeli barang dan atau jasa untuk mencapai tujuan perusahaan, antara lain pencapaian laba, pertumbuhan aset, target penjualan, dan metode persaingan yang digunakan. 13. Pangsa pasar adalah persentase nilai jual atau beli barang atau jasa tertentu yang dikuasai oleh pelaku usaha pada pasar bersangkutan dalam tahun kalender tertentu. 14. Harga pasar adalah harga yang dibayar dalam transaksi barang dan atau jasa sesuai kesepakatan antara para pihak di pasar bersangkutan. 15. Konsumen adalah setiap pemakai dan atau pengguna barang dan atau jasa baik untuk kepentingan diri sendiri maupun untuk kepentingan pihak lain. 16. Barang adalah setiap benda, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, yang dapat diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen atau pelaku usaha. 17. Jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang diperdagangkan dalam masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen atau pelaku usaha. 18. Komisi Pengawas Persaingan Usaha adalah komisi yang dibentuk untuk mengawasi pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya agar tidak melakukan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. 19. Pengadilan Negeri adalah pengadilan, sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundangundangan yang berlaku, di tempat kedudukan hukum usaha pelaku usaha.
BAB II ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2 Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.
Pasal 3 Tujuan pembentukan undang-undang ini adalah untuk: a. menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat; b. mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil;
83 c. d.
mencegah praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha; dan terciptanya efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.
BAB III PERJANJIAN YANG DILARANG
Bagian Pertama Oligopoli
Pasal 4 (1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk secara bersamasama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. (2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa, sebagaimana dimaksud ayat (1), apabila 2 (dua) atau 3 (tiga) pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
Bagian Kedua Penetapan Harga
Pasal 5 (1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalaim ayat (1) tidak berlaku bagi: a. suatu perjanjian yang dibuat dalam suatu usaha patungan; atau b. suatu perjanjian yang didasarkan undang-undang yang berlaku.
Pasal 6 Pelaku usaha dilarang membuat rperjanjian yang mengakibatkan pembeli yang satu harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama.
84 Pasal 7 Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga di bawah harga pasar, yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
Pasal 8 Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak akan menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimanya, dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang telah diperjanjikan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
Bagian Ketiga Pembagian Wilayah
Pasal 9 Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
Bagian Keempat Pemboikotan
Pasal 10 (1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha pesaingnya, yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri. (2) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya, untuk menolak menjual setiap barang dan atau jasa dari pelaku usaha lain sehingga perbuatan tersebut: a. merugikan atau dapat diduga akan merugikan pelaku usaha lain; atau b. membatasi pelaku usaha lain dalam menjual atau membeli setiap barang dan atau jasa dari pasar bersangkutan.
85 Bagian Kelima Kartel
Pasal 11 Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha pesaingnya, yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
Bagian Keenam Trust
Pasal 12 Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup masing-masing perusahaan atau perseroan anggotanya, yang bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
Bagian Ketujuh Oligopsoni
Pasal 13 (1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk secara bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan agar dapat mengendalikan harga atas barang dan atau jasa dalam pasar bersangkutan, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. (2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila 2 (dua) atau 3 (tiga) pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
86 Bagian Kedelapan Integrasi Vertikal Pasal 14 Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumiah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengolahanl atau proses lanjutan, baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung, yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat.
Bagian Kesembilan Perjanjian Tertutup Pasal 15 (1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu. (2) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa tertentu harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok. (3) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu atas barang dan atau jasa, yang memuat persyaratan bahwa pelaku usaha yang menerima barang dan atau jasa dari pelaku usaha pemasok: a. harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usalia pemasok; atau b. tidak akan membeli barang dan atau jasa yang sama atau sejenis dari peliku usaha lain yang menjadi pesaing dari pelaku usaha pemasok.
Bagian Kesepuluh Perjanjian Dengan Pihak Luar Negeri
Pasal 16 Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain di luair negeri yang memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
87 BAB IV KEGIATAN YANG DILARANG
Bagian Pertama Monopoli Pasal 17 (1) Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. (2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila: a. barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada substitusinya; atau b. mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan usaha barang dan atau jasa yang sama; atau c. satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
Bagian Kedua Monopsoni
Pasal 18 (1) Pelaku usaha dilarang menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan atau jasa dalam pasar bersangkutan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. (2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (Iima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
88 Bagian Ketiga Penguasaan Pasar Pasal 19 Pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan, baik sendiri maupun bersama pelaku usaha lain, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat berupa: a. menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan; atau b. menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya itu; atau c. membatasi peredaran dan atau penjualan barang dan atau jasa pada pasar bersangkutan; atau d. melakukan praktek diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.
Pasal 20 Pelaku usaha dilarang melakukan pemasokan barang dan atau jasa dengan cara melakukan jual beli atau menetapkan harga yang sangat rendah dengan maksud untuk menyingkirkan atau mematikan usaha pesaingnya di pasar bersangkutan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
Pasal 21 Pelaku usaha dilarang melakukan kecurangan dalani menetapkan biaya produksi dan biaya lainnya yang menjadi bagian dari komponen harga barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
Bagian Keempat Persekongkolan Pasal 22 Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain unuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Pasal 23 Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mendapatkan informasi kegiatan usaha pesaingnya yang diklasifikasikan sebagai rahasia perusahaan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
89 Pasal 24 Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk menghambat produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa pelaku usaha pesaingnya dengan maksud agar barang dan atau jasa yang ditawarkan atau dipasok di pasar bersangkutan menjadi berkurang baik dari jumlah, kualitasmaupun ketepatan waktu yang dipersyaratkan.
BAB V POSISI DOMINAN
Bagian Pertama Umum Pasal 25 (1) Pelaku usaha dilarang menggunakan posisi dominan baik secara langsung maupun tidak langsung untuk : a. menetapkan syarat-syarat perdagangan dengan tujuan untuk mencegah dan atau menghalangi konsumen memperoleh barang dan atau jasa yang bersaing, baik dari segi harga maupun kualitas; atau b. membatasi pasar dan pengembangan teknologi; atau c. menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi menjadi pesaing untuk memasuki pasar bersangkutan. (2) Pelaku usaha memiliki posisi dominan sebagaimana dimaksud ayat (1) apabila: a. satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai 50% (lima puluh persen) atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu; atau b. dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai 75% (tujuh puluh lima persen) atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
Bagian Kedua Jabatan Rangkap Pasal 26 Seseorang yang menduduki jabatan sebagai direksi atau komisaris dari suatu perusahaan, pada waktu yang bersamaan dilarang merangkap menjadi direksi atau komisaris pada perusahaan lain, apabila perusahaan-perusahaan tersebut: a. berada dalam pasar bersangkutan yang sama; atau b. memiliki keterkaitan yang erat dalam bidang dan atau jenis usaha; atau c. secara bersama dapat menguasai pangsa pasar barang dan atau jasa tertentu, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
90 Bagian Ketiga Pemilikan Saham Pasal 27 Pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis yang melakukan kegiatan usaha dalam bidang yang sama pada pasar bersangkutan yang sama, atau mendirikan beberapa perusahaam yang memiliki kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan yang sama, apabila kepemilikan tersebut mengakibatkan: a. satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu; b. dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
Bagian Keempat Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan Pasal 28 (1) Pelaku usaha dilarang melakukan penggabungan atau peleburan badan usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. (2) Pelaku usaha dilaragg melakukan pengambilalihan saham perusahaan lain apabila tindakan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggabungan atau peleburan badan usaha yang dilarang sebagaimana dimaksud ayat (1), dan ketentuan mengenai pengambilalihan saham perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 29 (1) Penggabungan atau peleburan badan usaha, atau pengambilalihan saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 yang berakibat nilai aset dan atau nilai penjualannya melebihi jumlah tertentu, wajib diberitahukan kepada Komisi, selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal penggabungan, peleburan atau pengambilalihan tersebut. (2) Ketentuan tentang penetapan nilai aset dan atau nilai penjualan serta tata cara pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur dalam Peraturan Pemerintah.
91 BAB VI KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA
Bagian Pertama Status
Pasal 30 (1) Untuk mengawasi pelaksanaan Undang-undang ini dibentuk Komisi Pengawas Persaingan Usaha yang selanjutnya disebut Komisi. (2) Komisi adalah suatu lembaga independen yang terlepas dari pengaruli dan kekuasaan Pemerintah serta pihak lain. (3) Komisi bertanggung jawab kepada Presiden.
Bagian Kedua Keanggotaan
Pasal 31 (1) Komisi terdiri atas seorang Ketua merangkap anggota, seorang Wakil Ketua merangkap anggota, dan sekurang-kurangnya 7 (tujuh) orang anggota. (2) Anggota Komisi diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. (3) Masa jabatan anggota Komisi adalah 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya. (4) Apabila karena berakhirnya masa jabatan akan terjadi kekosongan dalam keanggotaan Komisi, maka masa jabatan anggota dapat diperpanjang sampai pengangkatan anggota baru.
Pasal 32 Persyaratan keanggotaan Komisi adalah: a. warga negara Republik Indonesia, berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun dan setinggi-tingginya 60 (enam puluh) tahun pada saat pengangkatan; b. setia kepada Pancasila dan Undang-Undaing Dasar 1945; c. beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; d. jujur, adil, dan berkelakuan baik; e. bertempat tinggal di wilayah negara Republik Indonesia; f. berpengalaman dalam bidang usaha atau mempunyai pengetahuan dan keahlian di bidang hukum dan atau ekonomi; g. tidak pernah dipidana; h. tidak pernah dinyatakan pailit oleh pengadilan; dan i. tidak terafiliasi dengan suatu badan usaha.
92 Pasal 33 Keanggotaan Komisi berhenti, karena : a. meninggal dunia; b. mengundurkan diri atas pemintaan sendiri; c. bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia; d. sakit jasmani atau rohani terus menerus; e. berakhirnya masa jabatan keanggotaan Komisi; atau f. diberhentikan.
Pasal 34 (1) Pembentukan Komisi serta susunan organisasi, tugas, dan fungsinya ditetapkan dengan Keputusan Presiden. (2) Untuk kelancaran pelaksanaan tugas, Komisi dibantu oleh sekretariat. (3) Komisi dapat membentuk kelompok kerja. (4) Ketentuan mengenai susunan organisasi, tugas, dan fungsi sekretariat dan kelompok kerja diatur lebih lanjut dengan keputusan Komisi.
Bagian Ketiga Tugas
Pasal 35 Tugas Komisi meliputi: a. melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 16; b. melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yaiig dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal 24; c. melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan posisi dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 25 sampai dengan Pasal 28; d. mengambil tindakan sesuai dengan wewenang Komisi sebagaimana diatur dalam Pasal 36; e. memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat, f. menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan Undang-undang ini; g. memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja Komisi kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat.
93 Bagian Keempat Wewenang
Pasal 36 Wewenang Komisi meliputi : a. menerima laporan dari masyarakat dan atau dari pelaku usaha tentang dugaan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat; b. melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat; c. melakukan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan oleh masyarakat atau oleh pelaku usaha atau yang ditentukan oleh Komisi sebagai hasil dari penelitiannya; d. menyimpulkan hasil penyelidikan dan atau pemeriksaan tentang ada atau tidak adanya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat; e. memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini; f. memanggil dan menghasilkan saksi, saksi ahli, dan setiap oran.g yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini; g. meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi akhli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud huruf e dan huruf f, yang tidak bersedia memenuhi panggilan Komisi. h. meminta keterangan dari instansi Pemerintah dalam kaitannya dengan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini; i. mendapatkan, meneliti, dan atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan dan atau pemeriksaan; j. memutuskan ada atau tidak adanya kerugian di pihak pelaku usaha lain atau masyarakat; k. memberitahukan putusan Komisi kepada pelaku usaha yang diduga melakukan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat; 1. menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-undang ini.
Bagian Kelima Pembiayaan
Pasal 37 Biaya untuk pelaksanaani tugas Komisi dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan atau sumber-sumber lain yang diperbolehkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
94 BAB VII TATA CARA PENANGANAN PERKARA
Pasal 38 (1) Setiap orang yang mengetahui telah terjadi atau patut diduga telah terjadi pelanggaran terhadap Undang-undang ini dapat melaporkan secara tertulis kepada Komisi dengan keterangan yang jelas tentang telah terjadinya pelanggaran, dengan menyertakan identitas pelapor. (2) Pihak yang dirugikan sebagai akibat terjadinya pelanggaran terhadap Undang-undang ini dapat melaporkan secara tertulis kepada Komisi dengan keterangan yang lengkap dan jelas tentang telah terjadinya pelanggaran serta kerugian yang ditimbulkan, dengan menyertakan identitas pelapor. (3) Identitas pelapor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dirahasiakan oleh Komisi. (4) Tata cara penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Komisi.
Pasal 39 (1) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) dan ayat (2), Komisi wajib melakukan pemeriksaan pendahuluan, dan dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah menerima laporan, Komisi wajib menetapkan perlu atau tidaknya dilakukan pemeriksaan lanjutan. (2) Dalam pemeriksaan lanjutan, Komisi wajib melakukan pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang dilaporkan. (3) Komisi wajib menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh dari pelaku usaha yang dikategorikan sebagai rahasia perusahaan. (4) Apabila dipandang perlu Komisi dapat mendengar keterangan saksi, saksi ahli, dan atau pihak lain. (5) Dalam melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (4), anggota Komisi dilengkapi dengan surat tugas.
Pasal 40 (1) Komisi dapat melakukan pemeriksaan terhadap pelaku usaha apabila ada dugaan terjadi pelanggaran Undang-undang ini walaupun tanpa adanya laporan. (2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan tata cara sebagaimana diatur dalam Pasal 39.
Pasal 41 (1) Pelaku usaha dan atau pihak lain yang diperiksa wajib menyerahkan alat bukti yang diperlukan dalam penyelidikan dan atau pemeriksaan.
95 (2) Pelaku usaha dilarang menolak diperiksa, menolak memberikan informasi yang diperlukan dalam penyelidikan dan atau pemeriksaan, atau menghambat proses penyelidikan dan atau pemeriksaan. (3) Pelanggaran terhadap ketentuan ayat (2), oleh Komisi diserahkan kepada penyidik untuk dilakukan penyidikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pasal 42 Alat-alat bukti pemeriksaan Komisi berupa: a. keterangan saksi, b. keterangan ahli, c. surat dan atau dokumen, d. petunjuk, e. keterangan pelaku usaha.
Pasal 43 (1) Komisi wajib menyelesaikan pemeriksaan lanjutan selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari sejak dilakukan pemeriksaan lanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1). (2) Bilamana diperlukan, jangka waktu pemeriksaan lanjutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diperpanjang paling lama 30 (tiga puluh) hari. (3) Komisi wajib memutuskati telah terjadi atau tidak terjadi pelanggaran terhadap undang-undang ini selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak selesainya pemeriksaan lanjutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) atau ayat (2). (4) Putusan Komisi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) harus dibacakan dalam suatu sidang yang dinyatakan terbuka untuk umum dan segera diberitahukan kepada pelaku usaha.
Pasal 44 (1) Dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak pelaku usaha menerima pemberitahuan putusan Komisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (4), pelaku usaha wajib melaksanakan putusan tersebut dan menyampaikan laporan pelaksanaannya kepada Komisi. (2) Pelaku usaha dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah menerima pemberitahuan putusan tersebut. (3) Pelaku usaha yang tidak mengajukan keberatan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dianggap menerima putusan Komisi. (4) Apabila ketentuan sebagaimana dimksud dalam ayat (1) dan ayat (2) tidak dijalankan oleh pelaku usaha, Komisi menyerahkan putusan tersebut kepada penyidik untuk dilakukan penyidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (5) Putusan Komisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (4) merupakan bukti permulaan yang cukup bagi penyidik untuk melakukan penyidikan.
96 Pasal 45 (1) Pengadilan Negeri harus memeriksa keberatan pelaku usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2), dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak diterimanya keberatan tersebut. (2) Pengadilan Negeri harus memberikan putusan dalaim waktu 30 (tiga puluh) hari sejak dimulainya pemeriksaan keberatan tersebut. (3) Pihak yang keberatan terhadap putusan Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dalam waktu 14 (empat belas) hari dapat mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia. (4) Mahkamah Agung harus memberikan putusan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak permohonan kasasi diterima.
Pasal 46 (1) Apabila tidak terdapat keberatan, putusan Komisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (3) telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. (2) Putusan Komisi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dimintakan penetapan eksekusi kepada Pengadilan Negeri.
BAB VIII SANKSI Bagian Pertama Tindakan Administratif
Pasal 47 (1) Komisi berwenang menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-undang ini. (2) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa: a. penetapan pembatalan perjanjian sebagamana dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 13, Pasal 15, dan Pasal 16; dan atau b. perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan integrasi vertikal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14; dan atau c. perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan kegiatan yang terbukti menimbulkan praktek monopoli dan atau menyebabkan persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat; dan atau d. perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan penyalahgunaan posisi dominan; dan atau e. penetapan pembatalan atas penggabungan atau peleburan badan usaha dan pengambilalihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28; dan atau f. penetapan penibayaran ganti rugi; dan atau g. pengenaan denda serendah-rendahnya Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah).
97 Bagian Kedua Pidana Pokok
Pasal 48 (1) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14, Pasal 16 sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam pidana denda serendahrendahnya Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selamalamanya 6 (enam) bulan. (2) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15, Pasal 20 sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp 5.000.000.000,00 ( lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupialh), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan. (3) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 Undang-undang ini diancam pidana denda serendahrendahnya Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 (tiga) bulan.
Bagian Ketiga Pidana Tambahan
Pasal 49 Dengan menunjuk ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, terhadap pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa: a. pencabutan izin usaha; atau b. larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undangundang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan selama-lamanya 5 (lima) tahun; atau c. penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnva kerugian pada pihak lain.
BAB IX KETENTUAN LAIN
Pasal 50 Yang dikecualikan dari ketentuani undang-undang ini adalah: a. perbuatan dan atau perrjanjian yang bertujuan melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku; atau
98 b.
c. d.
e. f. g. h. i.
perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual seperti lisensi, paten, merek dagang, hak cipta, desain produk industri, rangkaian elektronik terpadu, dan rahasia dagang, serta perjanjian yang berkaitan dengan waralaba; atau perjanjian penetapan standar teknis produk barang dan atau jasa yang tidak mengekang dan atau menghalangi persaingan; atau perjanjian dalam rangka keagenan yang isinya tidak memuat ketentuan untuk memasok kembali barang dan atau jasa dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang telah diperjanjikan; atau perjanjian kerja sama penelitian untuk peningkatan atau perbaikan standar hidup masyarakat luas; atau perjanjian internasional yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia; atau perjanjian dan atau perbuatan yang bertujuan untuk ekspor yang tidak mengganggu kebutuhan dan atau pasokan pasar dalam negeri; atau pelaku usaha yang tergolong dalam usaha kecil; atau kegiatan usaha koperasi yang secara khusus bertujuan untuk melayani anggotanya.
Pasal 51 Monopoli dan atau pemusatan kegiatan yang berkaitan dengan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang menguasai hajat hidup orang banyak serta cabang-cabang produksi yang penting bagi negara diatur dengan undang-undang dan diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara dan atau badan atau lembaga yang dibentuk atau ditunjuk oleh Pemerintah.
BAB X KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 52 (1) Sejak berlakunya undang-undang ini, semua peraturan perundang-undangan yang mengatur atau berkaitan dengan praktek monopoli dan atau persaingan usaha dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan Undangundang ini. (2) Pelaku usaha yang telah membuat perjanjian dan atau melakukan kegiatan dan atau tindakan yang tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang ini diberi waktu 6 (enam) bulan sejak Undang-undang ini diberlakukan untuk melakukan penyesuaian.
99 BAB XI KETENTUAN PENUTUP
Pasal 53 Undang-undang ini mulai berlaku terhitung 1 (satu) tahun sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di : Jakarta pada tanggal : 5 Maret 1999
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE
Diundangkan di: Jakarta pada tanggal : 5 Maret 1999 MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA ttd AKBAR TANDJUNG
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999 NOMOR 33
Salinan sesuai dengan aslinya SEKRETARIAT KABINET RI Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan I Ttd Lambock V. Nahattands
Lampiran 2. Data-data Indikator Perbankan Indonesia
ROA Tahun Bulan 1.31 2002 Januari Februari 1.53 Maret 1.76 April 1.77 Mei 1.77 Juni 2.16 Juli 1.96 Agustus 1.81 September 1.92 Oktober 1.99 November 1.86 Desember 1.96 2003 Januari 2.13 Februari 2.14 Maret 2.18 April 2.04 Mei 2.31 Juni 2.24 Juli 2.33 Agustus 2.37 September 2.27 Oktober 2.24 November 2.21
CAR 23.42 23.38 24.20 23.18 23.43 23.25 23.48 23.17 24.04 23.03 22.77 22.44 23.90 25.30 23.44 23.77 23.07 22.86 22.28 22.80 20.44 19.01 20.39
ASET 1094.90
MODAL 73.60
NPL 12.00
NIM 3.30
DPK 791.90
KREDIT 351.60
BOPO 99.64
JB 145.00
1086.40 1064.60 1056.50 1053.40 1048.10 1072.60 1007.40 1092.50 1104.30 1095.80 1112.20 1117.80 1105.10 1100.00 1106.90 1102.90 1111.70 1113.00 1119.10 1130.00 1148.00 1141.00
76.40 78.00 74.20 79.30 82.20 86.30 87.60 94.50 96.00 95.10 93.00 95.50 99.50 98.10 99.50 98.40 99.60 100.00 104.20 106.30 107.80 105.90
12.40 12.80 13.10 12.40 11.80 12.10 11.50 10.80 10.60 10.20 8.09 8.40 8.20 8.15 8.20 8.30 8.00 8.30 7.80 7.90 7.80 8.10
3.20 3.40 3.40 3.00 3.50 3.70 3.80 3.70 3.70 3.90 4.01 3.80 3.60 3.95 4.00 3.90 4.10 4.40 4.50 4.70 4.50 4.90
789.40 783.40 785.10 787.00 791.10 808.80 811.20 815.00 821.50 815.40 835.80 824.60 832.00 833.40 837.80 838.10 846.80 852.20 858.00 863.50 879.40 875.40
351.80 350.60 350.10 346.90 355.40 369.00 377.00 387.70 394.30 402.20 410.30 402.60 411.20 420.50 426.20 428.00 434.10 441.10 447.20 454.20 463.70 475.70
97.83 96.45 96.82 97.30 93.62 95.89 97.65 96.92 95.89 96.62 94.76 94.02 93.59 93.87 93.47 91.92 91.98 91.45 90.30 90.94 90.30 91.31
145.00 145.00 145.00 145.00 145.00 145.00 145.00 145.00 144.00 141.00 141.00 141.00 140.00 139.00 138.00 137.00 137.00 137.00 137.00 138.00 138.00 138.00
CR4 52.76 52.73 52.87 53.10 53.70 53.35 51.79 55.46 51.82 53.61 52.54 52.47 51.81 52.76 52.60 52.93 53.07 52.96 52.90 53.04 52.85 52.37 52.01
CRkrdt 36.10 36.52 36.65 36.77 37.38 37.72 37.56 38.11 38.12 38.06 38.21 38.50 39.75 39.81 39.80 39.85 39.64 39.39 39.64 40.07 40.26 40.58 40.41
D 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
100
ROA Bulan Desember 2.63 2004 Januari 2.59 Februari 2.35 Maret 2.71 April 2.83 Mei 2.57 Juni 2.67 Juli 2.71 Agustus 2.80 September 2.96 Oktober 2.91 November 3.03 Desember 3.46 2005 Januari 3.42 Februari 3.35 Maret 3.41 April 3.52 Mei 3.33 Juni 2.20 Juli 2.25 Agustus 2.18 September 1.97 Oktober 2.01 November 2.15 Desember 2.55 2006 Januari 1.27
Tahun
CAR 19.43 23.79 23.32 23.49 22.46 21.68 21.08 20.70 20.72 20.78 20.44 19.77 19.42 22.35 22.09 21.75 21.21 20.03 19.51 18.45 18.94 19.43 19.44 19.69 19.30 21.66
ASET
MODAL
NPL
NIM
DPK
KREDIT
BOPO
JB
1068.40 1157.20 1152.70 1150.00 1145.20 1179.40 1185.70 1182.80 1208.20 1213.10 1218.40 1228.10 1272.30 1258.40 1262.60 1280.60 1312.80 1324.70 1344.60 1353.20 1346.60 1418.60 1420.30 1428.10 1469.80 1465.60
110.90 117.90 120.00 120.90 120.70 119.80 119.80 107.10 109.20 114.00 115.10 115.60 118.60 122.30 125.40 126.00 128.40 117.20 114.30 103.50 105.70 109.20 110.60 112.10 115.90 117.50
8.20 8.20 8.30 7.80 7.70 7.80 7.50 7.30 6.70 6.90 6.70 6.60 5.75 5.90 6.00 5.60 5.70 7.30 7.90 8.50 8.90 8.80 8.40 8.70 8.30 8.70
3.20 5.20 5.10 5.70 5.30 5.30 5.40 5.40 5.30 5.30 6.40 5.00 6.32 5.80 5.40 6.00 6.00 5.60 6.10 5.70 6.00 5.90 6.00 6.20 6.20 6.90
888.60 886.50 877.10 875.10 872.90 895.10 912.80 909.50 919.30 926.40 928.10 932.50 963.10 950.10 948.80 959.30 978.60 986.70 1011.00 1016.00 1046.80 1077.50 1071.10 1091.30 1127.90 1116.20
477.20 475.00 477.30 485.90 496.10 513.40 528.70 530.20 547.50 555.10 567.30 573.40 595.10 590.70 601.80 617.80 629.70 650.80 664.30 677.60 702.20 715.30 719.90 722.40 730.20 714.20
88.10 90.39 92.81 90.38 89.88 90.47 90.25 82.81 85.93 83.61 84.82 80.78 76.64 75.20 81.35 81.19 81.22 81.16 88.79 94.97 88.84 90.05 91.10 90.94 89.50 123.26
138.00 138.00 138.00 138.00 136.00 136.00 136.00 136.00 136.00 135.00 135.00 135.00 133.00 132.00 132.00 132.00 132.00 132.00 131.00 131.00 131.00 131.00 131.00 131.00 131.00 131.00
CR4 56.82 51.50 52.19 51.47 51.63 50.84 50.38 50.09 49.34 49.66 49.72 49.91 49.69 49.65 49.49 48.98 48.37 47.73 48.17 47.72 48.10 38.79 45.91 45.77 46.05 45.74
CRkrdt 41.26 40.56 40.90 41.44 41.03 41.25 41.27 41.44 41.39 41.29 41.40 41.52 42.03 41.69 41.80 41.51 41.31 40.88 40.80 40.39 40.12 39.98 40.07 39.87 40.03 39.79
D 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
101
ROA Bulan Februari 2.44 Maret 2.57 April 2.64 Mei 2.57 Juni 2.54 Juli 2.52 Agustus 2.53 September 2.62 Oktober 2.58 November 2.62 Desember 2.64 2007 Januari 3.34 Februari 3.03 Maret 2.96 April 2.92 Mei 2.98 Juni 2.93 Juli 2.89 Agustus 2.87 September 2.84 Oktober 2.83 November 2.78 Desember 2.78
Tahun
CAR 21.28 21.84 21.53 20.80 20.47 20.71 20.83 21.01 20.82 20.99 21.27 23.00 23.02 22.11 22.05 21.89 21.15 20.85 20.57 21.27 20.11 20.33 19.30
ASET
MODAL
NPL
NIM
DPK
KREDIT
BOPO
JB
1466.30 1465.30 1466.90 1514.90 1519.40 1517.10 1551.40 1578.20 1605.20 1635.00 1693.50 1690.50 1693.10 1704.60 1713.10 1720.90 1770.80 1801.10 1820.40 1850.50 1862.70 1895.00 1986.50
120.10 121.70 122.50 120.80 116.40 119.50 122.50 125.20 127.90 130.90 134.50 138.60 141.20 141.90 145.70 142.60 139.90 141.60 149.00 152.40 155.50 159.00 193.70
9.30 9.40 9.20 8.80 8.80 8.90 8.80 8.50 8.80 8.60 7.00 6.80 6.80 6.60 6.70 6.70 6.40 6.50 6.30 5.80 5.80 5.40 4.60
5.60 6.80 6.50 7.20 7.60 6.50 7.40 6.20 7.32 7.40 7.70 7.90 7.30 7.70 7.80 8.00 7.70 8.70 8.00 8.10 8.10 8.30 8.90
1123.70 1123.90 1123.20 1178.60 1168.30 1161.00 1188.20 1205.50 1233.60 1251.00 1287.00 1279.60 1284.10 1291.40 1299.80 1305.90 1353.70 1376.20 1392.60 1400.60 1419.40 1437.50 1510.70
714.70 722.70 733.40 747.60 757.30 758.40 769.20 787.80 796.10 808.40 832.90 817.50 826.30 843.00 855.40 865.60 904.10 915.60 936.80 956.70 980.10 1004.60 1045.70
102.67 101.11 98.05 91.70 88.77 88.14 87.88 87.09 87.74 86.79 86.98 102.53 91.93 88.07 86.61 83.86 83.60 83.10 83.21 83.59 83.19 83.86 84.05
131.00 131.00 131.00 131.00 131.00 131.00 131.00 131.00 130.00 130.00 130.00 130.00 130.00 130.00 130.00 130.00 130.00 130.00 130.00 130.00 130.00 130.00 130.00
CR4 45.87 45.53 45.62 45.37 45.01 44.65 44.30 44.53 44.72 44.58 44.50 44.54 44.56 44.15 44.11 43.87 43.99 44.00 43.56 43.60 44.17 44.34 44.86
CRkrdt 39.69 39.61 39.10 38.93 39.06 38.69 38.44 38.41 38.47 38.46 39.38 38.60 38.38 38.36 37.74 38.04 38.08 38.01 38.00 38.21 38.29 38.51 39.07
D 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
102
103
Lampiran 3. Daftar Bank Umum Konvensional 1.
2.
Bank Persero
PT Bank Ekspor Indonesia
PT Bank Negara Indonesia Tbk.
PT Bank Rakyat Indonesia Tbk.
PT Bank Tabungan Negara
PT. Bank Mandiri Tbk.
Bank Umum Swasta Nasional ¾ Bank Umum Swasta Nasional Devisa
PT Bank Agroniaga Tbk.
PT Bank Antardaerah (Surabaya)
PT Bank Arta Niaga Kencana (Surabaya)
PT Bank Artha Graha Internasional Tbk.
PT Bank UOB Buana Tbk.
PT Bank Bukopin
PT Bank Bumi Arta
PT Bank Bumiputera Indonesia Tbk.
PT Bank Central Asia Tbk.
PT Bank Century Tbk.
PT Bank Danamon Indonesia Tbk.
PT Bank Ekonomi Raharja
PT Bank Ganesha
PT Bank Haga
PT Bank Hagakita (Surabaya)
PT Bank Halim Indonesia (Surabaya)
PT Bank IFI
PT Bank Internasional Indonesia Tbk.
PT Bank Kesawan Tbk.
PT Bank Lippo Tbk (Tangerang)
PT Bank Maspion Indonesia (Surabaya)
PT Bank Mayapada International Tbk.
PT Bank Mega Tbk.
104
PT Bank Mestika Dharma (Medan)
PT Bank Metro Express
PT Bank Muamalat Indonesia
PT Bank Niaga Tbk.
PT Bank NISP Tbk (Bandung)
PT Bank Nusantara Parahyangan Tbk (Bandung)
PT Bank Permata Tbk.
PT Bank Sinarmas Indonesia
PT Bank Swadesi Tbk.
PT Bank Syariah Mandiri
PT Bank Windu Kentjana
PT Pan Indonesia Bank Tbk.
Bank Umum Swasta Nasional Non Devisa
PT Anglomas Internasional Bank (Surabaya)
PT Bank Akita
PT Bank Alfindo
PT Bank Artos Indonesia (Bandung)
PT Bank Bintang Manunggal
PT Bank Bisnis Internasional (Bandung)
PT Bank Dipo International
PT Bank Eksekutif Internasional
PT Bank Fama Internasional (Bandung)
PT Bank Harda Internasional
PT Bank Harfa
PT Bank Harmoni International
PT Bank Himpunan Saudara 1906 (Bandung)
PT Bank Ina Perdana
PT Bank Index Selindo
PT Bank Indomonex
PT Bank Jasa Arta
PT Bank Jasa Jakarta
PT Bank Kesejahteraan Ekonomi
105
PT Bank Mayora
PT Bank Mitraniaga
PT Bank Multi Arta Sentosa
PT Bank Persyarikatan Indonesia
PT Bank Purba Danarta (Semarang)
PT Bank Royal Indonesia
PT Bank Sinar Harapan Bali (Denpasar)
PT Bank Sri Partha (Denpasar)
PT Bank Swaguna
PT Bank Syariah Mega Indonesia
PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional (Bandung)
PT Bank UIB
PT Bank Victoria International Tbk
PT Bank Yudha Bhakti
PT Centratama Nasional Bank (Surabaya)
PT Liman International Bank
PT Prima Master Bank (Surabaya)
Bank Campuran
PT ANZ Panin Bank
PT Bank Commonwealth
PT Bank BNP Paribas Indonesia
PT Bank Capital Indonesia
PT Bank DBS Indonesia
PT Bank Finconesia
PT Bank KEB Indonesia
PT Bank Maybank Indocorp
PT Bank Mizuho Indonesia
PT Bank Multicor
PT Bank OCBC Indonesia
PT Bank Rabobank Internasional Indonesia
PT Bank Resona Perdania
PT Bank UOB Indonesia
106
PT Bank Woori Indonesia
PT Bank China Trust Indonesia
PT Bank Sumitomo Mitsui Indonesia
PT Bank UFJ Indonesia
Bank Asing
PT ANZ Panin Bank
ABN Amro Bank
American Express Bank Ltd.
Bank of America, N.A.
Bank of China Limited
Citibank N.A.
Deutsche Bank Ag.
JP. Morgan Chase Bank, N.A.
Standard Chartered Bank
The Bangkok Bank Comp. Ltd.
The Bank of Tokyo Mitsubishi Ufj Ltd.
The Hongkong & Shanghai B.C. 3.
Bank Pembangunan Daerah (BPD)
BPD Jambi (Jambi)
BPD Kalimantan Selatan (Banjarmasin)
BPD Kalimantan Timur (Samarinda)
BPD Sulawesi Tenggara (Kendari)
Bank BPD DIY (Yogyakarta)
BPD Sumatera Barat (Padang)
PT Bank DKI (Jakarta)
PT Bank Lampung (Bandar Lampung)
PT Bank Kalteng (Palangka Raya)
PT BPD Aceh (Banda Aceh)
PT BPD Sulawesi Selatan (Makassar)
PT BPD Jawa Barat (Bandung)
PT BPD Kalimantan Barat (Pontianak)
107
PT BPD Maluku (Ambon)
PT BPD Bengkulu (Kota Bengkulu)
PT BPD Jawa Tengah (Semarang)
PT BPD Jawa Timur (Surabaya)
PT BPD Nusa Tenggara Barat (Mataram)
PT BPD Nusa Tenggara Timur (Kupang)
PT BPD Sulawesi Tengah (Palu)
PT BPD Sulawesi Utara (Manado)
PT BPD Bali (Denpasar)
PT BPD Papua Jayapura)
PT BPD Riau (Pekanbaru)
PT BPD Sumatera Selatan (Palembang)
PT BPD Sumatera Utara (Medan)
108
Lampiran 4. Hasil Estimasi Regresi Berganda Dependent Variable: NIM Method: Least Squares Date: 05/07/08 Time: 14:20 Sample: 2002:01 2007:12 Included observations: 72 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
CR4 CAR CRKRDT BOPO NPL ROA DUM C
-0.091972 -0.137962 -0.477071 0.032098 -0.424671 0.294546 1.410463 30.88414
0.035096 0.049395 0.069757 0.012291 0.056299 0.233470 0.271635 2.503679
-2.620624 -2.793018 -6.839081 2.611544 -7.543194 1.261602 5.192491 12.33550
0.0110 0.0069 0.0000 0.0112 0.0000 0.2117 0.0000 0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.932084 0.924656 0.440595 12.42395 -38.91014 1.949436
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
5.672222 1.605149 1.303059 1.556022 125.4777 0.000000
109
Lampiran 5. Hasil Uji Autokolerasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared
1.824407 4.001819
Probability Probability
0.169867 0.135212
Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 05/07/08 Time: 14:23 Presample missing value lagged residuals set to zero. Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
CR4 CAR CRKRDT BOPO NPL ROA DUM C RESID(-1) RESID(-2)
-0.007671 0.009851 0.017943 -0.004067 0.009672 -0.054673 -0.019142 -0.107957 0.002344 0.243602
0.034899 0.049415 0.069532 0.012481 0.055859 0.237115 0.270548 2.473159 0.127885 0.127592
-0.219815 0.199358 0.258053 -0.325832 0.173143 -0.230575 -0.070753 -0.043652 0.018330 1.909221
0.8267 0.8426 0.7972 0.7456 0.8631 0.8184 0.9438 0.9653 0.9854 0.0609
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.055581 -0.081512 0.435027 11.73342 -36.85147 1.922054
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
3.30E-15 0.418312 1.301430 1.617633 0.405424 0.927566
110
Lampiran 6. Hasil Uji Heteroskedastisitas White Heteroskedasticity Test: F-statistic Obs*R-squared
1.075926 13.98955
Probability Probability
0.397203 0.374580
Test Equation: Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 05/07/08 Time: 14:23 Sample: 2002:01 2007:12 Included observations: 72 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C CR4 CR4^2 CAR CAR^2 CRKRDT CRKRDT^2 BOPO BOPO^2 NPL NPL^2 ROA ROA^2 DUM
39.78129 -0.132841 0.001053 0.727301 -0.017323 -2.409506 0.031036 0.070656 -0.000388 0.221642 -0.011784 -0.459541 0.076848 -0.119865
41.35257 0.206449 0.002195 0.539592 0.012483 2.028349 0.025776 0.077988 0.000406 0.166782 0.009513 0.855439 0.164958 0.177367
0.962003 -0.643455 0.479627 1.347873 -1.387784 -1.187915 1.204039 0.905986 -0.954289 1.328938 -1.238758 -0.537199 0.465864 -0.675804
0.3400 0.5225 0.6333 0.1829 0.1705 0.2397 0.2335 0.3687 0.3439 0.1891 0.2204 0.5932 0.6431 0.5019
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.194299 0.013711 0.222803 2.879197 13.72600 2.149246
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
0.172555 0.224347 0.007611 0.450296 1.075926 0.397203