ANALISIS BIPLOT DALAM MENDESKRIPSIKAN POSISI RELATIF ANTAR KECAMATAN BERDASARKAN PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL DI KABUPATEN KONAWE
Oleh Dermawanto, Dr. Gusti Ngurah Adhi Wibawa, S.Si., M.Si, Norma Muhtar S.Si.,M.Si
Program Studi Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Halu Oleo
Biplot analysis is an attempt to present a graph demonstration of the matrix data X in a plot by overlapping vectors of the row matrix X (object picture) with vectors that represent the column matrix X (modifier picture). Biplot developed based on Singular Value Decomposition (SVD). The study utilize data of social welfare problems on 12 districts in Konawe regency in 2013 and aimed to find out the social problems that exist in 12 districts in Konawe regency. The results of Biplot analysis generate diversity degree about 99.3%. The results of the relative position in the Wonggeduku, Sampara, Pondidaha and Abuki district positioned as the districts which have relative large social problems issues about abandoned children and the mentally disabled. The result of some districts such as Soropia, Wawotobi, Bondoala, Amonggedo, Lambuya, and Uepai are defined as the districts that have major social problems about decrepit abandon and physical defects. While Routa district and Unaaha district have social problems that are not oversized. Keyword : Biplot, Singular Value Decomposition, Position Relative
1. PENDAHULUAN
P
embangunan adalah karya terstruktur yang mempunyai implikasi luas terhadap kualitas hidup manusia. Hal ini karena kontruksi pembangunan terdiri atas serangkaian aktivitas yang direncanakan untuk memajukan kondisi hidup manusia. Analogi ini menyiratkan bahwa karya terstruktur yang dilakukan melalui pembangunan dalam berbagai bidang kehidupan selama ini, ternyata telah mengantarkan bangsa Indonesia memasuki era-baru dengan berbagai konsekuensinya. Pembangunan kesejahteraan sosial sebagai bagian tak terpisahkan dari pembangunan nasional, juga mengambil peran aktif dalam meningkatkan kualitas hidup bangsa Indonesia. Terdapat indikasi bahwa belakangan ini, Indonesia ternyata berhasil menata dan meningkatkan kualitas hidup rakyat setahap lebih maju dari tatanan kehidupan yang diwarisi era sebelumnya. Seiring dengan kemajuan bidang kesejahteraan sosial yang dicapai selama ini, disadari pula bahwa keberhasilan bangsa Indonesia ternyata masih diwarnai permasalahan sosial yang belum terselesaikan. Bangsa Indonesia masih tetap dihadapkan pada permasalahan kemiskinan, keterlantaran, kecacatan, ketunaan sosial dan penyimpangan perilaku, keterpencilan, korban bencana dan tindak kekerasan, baik masalah yang bersifat primer maupun akibat dari dampak nonsosial, yang belum sepenuhnya terjangkau oleh proses pembangunan kesejahteraan sosial. Pembangunan kesejahteraan sosial merupakan wujud komitmen pemerintah untuk meningkatkan harkat
dan martabat sebagian warga masyarakat yang menyandang permasalahan sosial. Tantangan pembangunan kesejahteraan sosial yang dihadapi tercermin dari masih rendahnya daya dorong perekonomian, serta populasi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) yang masih menjadi beban sosial, baik bobot maupun kompleksitasnya. Untuk menghadapi berbagai permasalahan sosial tersebut, maka diperlukan pemahaman yang mendalam terhadap kondisi dan permasalahan sosial yang akan dihadapi. Dalam menanggapi pemahaman terhadap permasalahan sosial, maka peneliti mencoba menyajikan gambaran penyandang masalah kesejahteraan sosial pada beberapa Kecamatan di Kabupaten Konawe. Terlepas dari itu, metode biplot mampu memberikan gambaran atau kondisi mengenai PMKS di Kabupaten Konawe. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial. 2.1.1 Definisi Tuna Rungu Istilah tunarungu diambil dari kata ‘tuna’ dan ‘rungu’, tuna artinya kurang dan rungu artinya pendengaran. Orang dikatakan tunarungu apabila ia tidak mampu mendengar atau kurang mampu mendengar suara. Tunarungu satu istilah umum yang menunjukkan ketidakmampuan mendengar dari yang ringan sampai yang berat sekali yang digolongkan kepada tuli dan kurang dengar. Sedangkan yang kurang dengar biasanya menggunakan alat bantu dengar, sisa pendengarannya cukup memungkinkan untuk keberhasilan
memproses informasi bahasa melalui pendengarannya, artinya apabila orang yang kurang dengar tersebut menggunakan hearing aid ia masih dapat menangkap pembicaraan melalui pendengarannya (Pratiwi. 2014). 2.1.2 Definisi Cacat Anggota Badan(Tuna Daksa) Istilah tuna daksa maksudnya sama dengan istilah yang berkembang seperti cacat tubuh, tuna tubuh, cacat anggota badan, dll.Dengan kata lain, tuna daksa adalah suatu kegiatan yang menghambat kegiatan individu sebagai akibat kerusakan atau gangguan pada tulang, otot, atau sendi sehingga mengurangi kapasitas normal individu untuk mengikuti pendidikan dan untuk berdiri sendiri. Kondisi ini dapat disebabkan karena bawaan sejak lahir, penyakit atau kecelakaan (Ekawati, 2013). Secara etimologis, gambaran seseorang yang diidentifikasi mengalami ketunadaksaan, yaitu seseorang yang mengalami kesulitan mengoptimalkan fungsi anggota tubuh sebagai akibat dari luka, penyakit, pertumbuhan yang salah bentuk, dan akibatnya kemapuan untuk melakukan gerakan-gerakan tubuh tertentu mengalami penurunan (Fitriani, 2014). 2.1.3 Definisi Cacat Mental (Tuna Grahita) Keterbelakangan mental disebut juga dengan tunagrahita. Tunagrahita adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan intelektual dibawah rata-rata. Dalam kepustakaan bahasa asing digunakan istilah-istilah mental retardation, mental retarded, mentally deviciency, mental detective, dan lain-lain (Sugiarti, 2014). Penyandang tuna grahita adalah seorang yang mempunyai
kelainan mental, atau tingkah laku akibat kecerdasan yang terganggu, adakalanya cacat mental dibarengi dengan cacat fisik sehingga disebut cacat ganda.Misalnya cacat intelegensi yang mereka alami disertai dengan keterbelakangan penglihatan ada juga yang disertai dengan cacat pendengaran (Hidayat, 2014). 2.1.4 Definisi Jompo Terlantar Peningkatan populasi orang lanjut usia diikuti pula berbagai persoalan-persoalan bagi orang lanjut usia itu sendiri. Penurunan kondisi fisik dan psikis, menurunnya penghasilan akibat pensiun, kesepian akibat ditinggal oleh pasangan atau teman seusia dan lain-lain. Oleh karena itu diperlukan adanya suatu perhatian besar dan penanganan khusus bagi orang lanjut usia tersebut (Kadir. 2007). Menjadi tua seharusnya bukan untuk ditakuti tapi untuk dinikmati dan hal tersebut merupakan fenomena yang tidak dapat dihindarkan. Semakin baik pelayanan kesehatan sebuah bangsa makin tinggi pula harapan hidup masyarakatnya dan pada gilirannya makin tinggi pula jumlah penduduknya yang berusia lanjut. Demikian pula di Indonesia,seperti dijelaskan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata jompo adalah tua sekali dan sudah lemah fisiknya sehingga tidak mampu mencari nafkah sendiri dsb; tua renta; uzur (Malawat. 2012). 2.1.5 Definisi Anak Terlantar Anak Terlantar adalah anak karena suatu sebab orang tuanya melalaikan kewajibannya sehingga kebutuhan anak tidak dapat terpenuhi dengan wajar baik secara rohani, jasmani dan sosial yang dimaksud anak terlantar adalah anak yang tinggal
dalam keluarga miskin usia sampai dengan 18 tahun (Afiadin. 2011). 2.2 Konsep Dasar Matriks 2.2.1 Definisi Matriks Sebuah matriks adalah sebuah susunan segi empat dari bilangan-bilangan. Bilangan-bilangan di dalam susunan tersebut dinamakan entri di dalam matriks (Anton, 1997). Matriks dapat dituliskan sebagi berikut: =[
a a
a
a a
a
… … ⋱ …
a a
a
]
Susunan matriks A disebut matriks m kali � (ditulis m × �), karena memiliki m baris dan � kolom. 2.2.2
Jenis-jenis Matriks a. Matriks Bujur Sangkar Definisi :
Suatu matriks dikatakan matriks bujur sangkar jika banyaknya baris dan kolom dari matriks tersebut sama (Anton, 1997). Dalam matriks bujur sangkar elemen-elemen a ,a ,…,a disebut elemen diagonal. Sedangkan jumlah elemen dalam diagonal utama matriks bujur sangkar �disebut trace . Contoh 2.1 Diberikan matriks bujur sangkar
��
=[
]
Elemen diagonal matriks dan trace
=
+ +
= .
utama yang semuanya tidak harus nol (Imron dan Didik, 2007). Contoh 2.2 Diberikan matriks� =[
] dan
=[
]
c. Matriks Identitas/satuan Definisi : Matriks identitas adalah matriks yang anggotanya semua nol kecuali pada diagonal utamanya semuanya bilangan satu, biasanya disimbolkan dengan � , dimana n adalah ukuran matriksnya (Imron dan Didik, 2007). Matriks identitas ini biasanya dinotasikan dengan � × atau � . Matriks identitas ini dalam aljabar matriks mempunyai peranan yang sama dengan bilangan 1 dalam aljabar biasa. Contoh 2.3 Diberikan matriks �
×
=� =[
�
×
=� =[
] dan ]
d. Matriks Transpose Definisi : = , ,
b. Matriks Dioganal Definisi :
Matriks diagonal adalah matriks yang semua anggotanya nol semua kecuali pada diagonal
Matriks transpose dari matriks A ditulis � �yang anggotanya merupakan anggota A dengan mengubah baris menjadi kolom dan kolom menjadi baris (Imron dan Didik, 2007).
Apabila diketahui suatu matriks �berukuran m × � maka matriks transpose �biasanya � dinotasikan dengan �dengan ukuran � × m . Contoh 2.4 Jika diketahui matriks =[
].
Maka
transpos
matriks 2.2.3
adalah
matriks �
A dikatakan dapat dibalik (invertible) dan B dinamakan invers (inverse) dari A. Jika � dapat dibalik, maka inversnya dinyatakan dengan simbol �− . Jadi ��− = �dan �− � = � (Kusumawati. 2009). 2.2.5
Nilai Eigen Dan Vektor Eigen Definisi : Misalkan A adalah matriks n x n. Skalar disebut sebagai suatu nilai eigen atau nilai karakteristik (Characteristic Value) dari A jika terdapat suatu vektor tak nol x, Sehingga Ax = x (2.2) Vektor x disebut vector eigen atau vektor karakteristik dari (leon. 1999). Persamaan 2.2 dapat dituliskan kembali dalam bentuk: (A- I)x = 0 (2.3) Dengan I adalah matriks identitas yang berukuran sama dengan matriks A. Jika persamaan (2.3) ditulis lengkap maka persamaannya menjadi :
untuk
�= [
].
Determinan Matriks
Misalkan � adalah matriks bujur sangkar. Fungsi determinan dinyatakan oleh det, dan kita definisikan det(�) sebagai jumlah semua hasil kali elementer bertanda dari �. Jumlah det(� kita namakan determinan � (Anton, 1987).
Jika matriks � yang berukuran × mempunyai ! hasil kali elementer. Hasil kali elementer tersebut adalah hasil kali yang berbentuk � � �…�� � , dimana � , � , … , � adalah permutasi himpunan { , , … , }. Yang di artikan dengan hasil kali elementer bertanda � adalah hasil kali elementer � � �…�� � dikalikan dengan + ���atau − . Digunakan tanda + jika � , � , … , � adalah permutasi genap dan tanda – jika � , � , … , � adalah permutasi ganjil. Contoh. 2.5 Diketahui matriks � � = [�
� � ]
det � = � �
2.2.4
−� �
(2.1)
Invers Matriks Jika A adalah matriks bujur sangkar, dan jika dapat dicari matriks B sehingga berlaku AB = BA = I, maka
−a a a
+ + +
a �−�a a
+ + +
+ + +
a a
−a
Pada persamaan 2.3 akan mempunyai penyelesaian taktrivial jika dan hanya jika A- I singular atau secara ekuivalen (leon. 1999) �det � − I = Persamaannya dapat ditulis kembali menjadi : ����������det � − I = |� − I|
= = =
=|
−� � �
� −� �
� �
|= 0
−�
Nilai eigen dari suatu matriks dapat berupa akar real atau kompleks, suatu nilai eigen yang berlainan disebut nilai eigen yang berulang k kali dinamakan bermultiplisitas k. Vektor eigen dapat diperoleh setelah nilai eigen didapat dengan memasukkan i dalam persamaan berikut : (A – iI)xi= 0, untuk i=1,2,….,n 2.3 Konsep Dasar Vektor 2.3.1 Pengantar Vektor Vektor dinyatakan sebagai segmen-segmen garis terarah diruang dimensi dua atau diruang dimensi tiga .Arah panah menentukan arah vektor dan panjang panah menyatakan besarannya. Ekor panah dinamakan titik awal (Initial Point) dari vektor, dan ujung panah dinamakan titik terminal. Jika titik awal vektor V adalah titik A dan titik terminalnya adalah titik B maka vektor tersebut dapat dituliskan (Kusumawati. 2009). (2.4) V = ⃗⃗⃗⃗⃗ �B
2.3.2 Norma Vektor Panjang suatu vektor V dinamakan norma V dan dinyatakan dengan ‖ ‖. Norma vector = , diruang dimensi dua adalah ‖ ‖=√
���
+�
(2.5)
Jika � = , dan � = , adalah dua titik diruang dimensi dua, maka jarak d diantara kedua titik tersebut adalah d=√ −� � +� (Kusumawati. 2009)
−�
�
(2.6)
2.3.3 Hasil Kali Titik Proyeksi Jika U dan V adalah vektorvektor diruang dimensi dua dan θ adalah sudut diantara U dan , maka hasil kali titik (dot product) atau hasil kali dalam euclidis (Euclidean) inner product U.V didefinisikan oleh �.
={
‖ ‖‖ ‖ c�s θ jika� ≠ �da�� ≠ ��jika� = �da�� =
Jika U dan V adalah vektor tak nol maka rumus hasil kali titik diatas dapat ditulis sebagai : c�s θ = ‖
�.
‖‖ ‖
(2.7)
Jika = , dan = , adalah dua vektor diruang dimensi dua, maka rumus yang bersesuaian adalah �.
=
+�
Teorema.
(2.8)
Jika U dan V adalah vektor diruang dimensi dua atau ruang dimensi tiga dan jika V≠0, maka Komponen vektor U sepanjang V adalah sebagai berikut : �����r�y
=‖
�.
‖
(2.9)
Sedangkan untuk menentukan panjang komponen vektor u sepanjang a dapat ditulis :
��r�y
=‖
�.
‖
(Kusumawati. 2009)
(2.10)
2.4 Biplot Analisis biplot adalah teknik statistika deskriptif yang dapat disajikan secara visual guna menyajikan secara simultan n objek pengamatan dan p variabel dalam ruang bidang datar, sehingga ciri-ciri
variabel dan objek pengamatan serta posisi relatif antar objek pengamtan dengan variabel dapat dianalisis.Analisis biplot pertama kali diperkenalkan oleh Gabriel pada tahun 1971. Analisis Biplot merupakan upaya untuk memberikan peragaan secara grafik dari matriks data X dalam suatu plot dengan menumpang tindihkan vektor-vektor baris matriks X (gambaran objek) dengan vektor-vektor yang mewakili kolom matriks X (gambaran peubah). penghitungan dalam analisis biplot didasarkan pada Penguraian Nilai Singular (PNS) suatu matriks (Siswadi dan Suharjo, 1998). Menurut Mattijk (2004) ada empat hal penting yang dapat dilihat pada tampilan objek. Hal tersebut adalah : 1. Kedekatan antar objek, informasi ini bisa dijadikan panduan objek mana yang memiliki kemiripan karateristik dengan objek tertentu. Dalam biplot, dua objek dengan karateristik sama akan digambarkan sebagai dua titik yang posisinya berdekatan. 2. Keragaman variabel, informasi ini digunakan untuk melihat apakah ada variabel tertentu yang nilainya hampir sama setiap objek ada yang sama besar dan ada juga yang sangat kecil. Dengan informasi ini, bisa diperkirakan pada variabel mana strategi tertentu harus ditingkatkan, serta sebaliknya. Dalam biplot, variabel dengan keragaman kecil digambarkan dengan vektor pendek, sedangkan variabel yang ragamnya besar digambarkan sebagai vektor yang panjang. 3. Hubungan (korelasi) antar variabel, dengan menggunakan biplot variabel akan digambarkan
sebagai garis berarah. Dua variabel yang memiliki korelasi positif tinggi akan digambarkan sebagai dua buah garis dengan arah yang sama, atau membentuk sudut yang sempit. Apabila dua variabel yang memiliki korelasi negatif tinggi akan digambarkan dalam bentuk dua garis yang arahnya berlawanan, atau membentuk sudut yang lebar (tumpul). Sedangkan dua buah variabel yang tidak berkorelasi akan digambarkan dalam bentuk dua garis yang mendekati 900 (siku-siku). 4. Nilai variabel pada suatu objek, informasi ini digunakan untuk melihat keunggulan dari setiap objek. Objek yang terletak searah dengan arah dari suatu variabel dikatakan bahwa pada objek tersebut nilainya diatas rata-rata. Sebaliknya jika objek lain terletak berlawanan dengan arah dari variabel tersebut maka objek tersebut memiliki nilai dekat dengan rata-rata. 2.4.1 Penguraian Nilai Singular Perhitungan pada analisis biplot didasarkan pada penguraian nilai singular. Landasan analisis ini adalah bahwa setiap matriks X yang berpangkat r dimana r <min({n,p}, dapat digambarkan secara pasti dalam ruang berdimensi r. Bagi matriks yang berpangkat r dan ingin digambarkan dengan baik dalam ruang berdimensi k dimana k≤r dilakukan suatu pendekatan yang optimum dengan suatu matriks berpangkat k berdasarkan kuadrat norma perbedaan terkecil antara keduanya. Dari matriks hasil pendekatan terbaik tersebut digambarkanlah konfigurasi objek dan variabel dalam ruang berdimensi k. untuk memudahkan pemahaman masalah ini, misalkan saja k=2 sehingga pendekatan tersebut dapat
digambarkan dalam suatu salib sumbu atau bidang ( Siswadi & Suharjo, 1998). Matriks X adalah matriks yang memuat variabel-variabel yang akan diteliti sebanyak p dan objek penelitian sebanyak n. pendekatan langsung untuk mendapatkan nilai singularnya, dengan persamaan yang digunakan adalah matriks X berukuran n x p yang berisi n objek dan p variabel yang dikoreksi terhadap rata-ratanya dan mempunyai rank r, dapat dituliskan menjadi : nXp
= nUr rLrrApt
(2.11)
dimana matriks U dan A adalah matriks dengan kolom orthonormal (UtU=AtA=I) dan L adalah matriks diagonal berukuran (r x r) dengan unsure-unsur diagonalnya adalah akar dari nilai eigen- nilai eigen XtX, yaitu .Unsur√ � ≥ √ � � ≥ ≥ √ �� unsur diagonal matriks L ini disebut nilai singular matriks X dan kolomkolom matriks A adalah vektor eigen dari XtX. Kolom-kolom untuk matriks U diperoleh dari : ���������
=
√��
Xa i,
(2.12)
dimana� adalah kolom mariks U,�� �adalah kolom matriks A dan �adalah nilai eigen ke-i (Mattjik & Sumertajaya, 2011). Dengan penguraian nilai singular diperoleh X seperti pada persamaan 2.11 yang juga dapat dituliskan sebagai berikut : nXp
=nUrrLαrrL1-rrαAtp
α ≤ 1 persamaan diatas menjadi μ (Jollife, 1986) nXp
=nUrrLαrrL1-rrαAtp =nGrrHtp
(2.14)
Hal ini berarti unsur Ke-(i,j) matriks X dapat dituliskan sebagai berikut : Xij =git hj
(2.15)
Dengan git, i =1,2,..., n dan hj ,j=1,2, ...,p masing–masing merupakan baris matriks G dan kolom matriks H. Pada git dan hj mempunyai r dimensi. Jika X mempunyai rank dua, vektor baris git dan vektor hj dapat digambarkan dalam ruang berdimensi dua. Jika X mempunyai rank lebih dua maka persamaan (2.15) diatas menjadi : ������
=∑
�
�
=
(2.16)
Dimana uik adalah elemen ke-(i,k) dari matriks U, ajk adalah elemen keadalah (j,k) dari matriks A dan elemen diagonal ke-k dari matriks L (Siswadi & Suharjo, 1998). Himpunan data asal yang terdiri dari n objek dan p variabel tereduksi menjadi himpunan data yang terdiri dari n objek dengan m unsur pertama. Jika ada sebanyak m elemen unsur yang dipertahankan, persamaan diatas dapat didekati dengan : (Mattjik & Sumertajaya, 2011) �
=∑
�
=
�� ����; ����
<�
Persamaan diatas kemudian dapat dituliskan kembali sebagai
(2.13)
Misalkan nGr=nUrLrα dan t 1-α t rH p = rL rrA p dengan α besarnya 0 ≤
(2.17)
�
=∑ =
�
��
�
=∑ =
�
�
�
−�
���
��
= git hj
Y − X = [Y − Y −
(2.18)
Jika m = 2 maka hal itu disebut biplot, sehingga persamaan yang terakhir dapat dinyatakan sebagai : (Gabriel, 1971) = git hj
�
(2.19)
Dengan 2xij merupakan unsur pendekatan matriks X pada dimensi dua, sedangkan gi dan hj masingmasing mengandung dua unsur pertama vektor gi dan hj. Dari pendekatan matriks X pada dimensi dua diperoleh matriks G dan H sebagai berikut : G=[
�
�
�
�
]dan�H = [
ℎ
ℎ
ℎ�
ℎ�
]
Matriks G adalah titik-titik koordinat dari n objek dan matriks H adalah titik-titik koordinat dari p variabel (Mattjik & Sumertajaya, 2011). 2.4.2 Ilustrasi Penguraian Nilai Singular Analisis biplot dimulai dengan pembentukan terlebih dahulu matriks data asal. Matriks tersebut didasarkan pada objek pengamatan, untuk itu peneliti mengilustrasikan perhitungan PNS sebagai berikut : Misalkan matriks Y = [
maka diperoleh nilai berikut : =�
�+� �+
=
�+� �+�
=
Sehingga diperoleh matriks X :
= ∑� ℎ =
=�
],
sebagai
− ������= [ − � − = [⎯
⎯
Y − Y − Y −
]
− − ] −
]
Setelah pembentukan matriks X, berikutnya pembentukan matriks XtX, dimana matriks tersebut digunakan dalam PNS sebagai berikut : ⎯ Xt X = [ ⎯ + + Xt X = [ ⎯ + + Xt X = [ ⎯
] [⎯
⎯
]
⎯ + + ] + + ⎯ ]
Dalam PNS yang pertama kali dilakukan adalah mencari akar ciri dan vektor ciri dari matriks XtX. Maka penyelesaiannya sebagai berikut : det(XtX – I) =0 ⎯ det [ ]−[ ][ ] = ⎯ ⎯ det [ ]−[ ] = ⎯ ⎯ ⎯ det [ ] = ⎯ ⎯
sehingga diperoleh persamaannya sebagai berikut : −
− + − = − + = − − = = �atau� =
Jadi nilai eigen dari matriks XtX adalah =3 dan =1 Untuk vektor eigen diperoleh sebagai berikut : Jika =3 (XtX – iI)xi =0
[
⎯
[
⎯ ⎯
]−[ ][
⎯
− [ ⎯
]−[
x ] [x ] =
x ] [x ] =
x ⎯ ] [x ] = −
Matriks L adalah matriks diagonal dengan diagonal utamanya merupakan akar ciri atau nilai eigen dari matriks XtX. Maka diperoleh matriks L dari Ilustrasi diatas sebagai berikut :
maka persamaannya sebagai berikut : −x −x = ��pers� − − = pers 2
L=[
untuk = 1
L=[
[
⎯
[
⎯
[
]−[ ][
⎯ ⎯
]−[ ⎯
A=
x ] [x ] =
x ] [x ] =
x ] [x ] =
maka persamaannya sebagai berikut : x −x = ��pers� − + = pers 2
A=
Jadi semua kelipatan taknol dari (-1 , 1)T adalah vektor eigen miliki 1 dan semua kelipatan taknol dari (1 , 1)T merupakan vektor eigen milik 2.
]
1,732 0 ] 0 1
1 −1 [ √2 1
1 −1 [ 1,414 1
A = 0,7071 [
A=[
−1 1
1 ] 1
−1 ] −1
−1 ] −1
−0,7071 −0,7071 ] 0,7071 −0,7071
Untuk matriks U diperoleh sebagai berikut :
Penyelesaiannya :
x = x ��pers� = pers 2 Sehingga : x = x ,x T
√
]
Untuk matriks A diperoleh dari vektor ciri atau vektor eigen XtX yang telah dinormalisasikan menjadi himpunan orthonormal sebagai berikut :
(XtX – iI)xi =0 ⎯
√
L = [√
Penyelesaiannya :
−x = x ��pers� − = pers 2 Sehingga : x = −x , x T
√
u1 =
u1 = u1 =
1 √
1 [⎯1 √3 0 1
1
Xa1
⎯1 −0,7071 ] 0 ][ 0,7071 1
1 −0,7071 − 0,7071 0,7071 [ ] 1,732 0,7071
−1,4142 u1 = 0,5774 [ 0,7071 ] 0,7071
−0,8165 u1 = [ 0,4083 ] 0,4083 u2 =
u2 =
1
√
1 [⎯1 √1 0 1
2
XtX = (GHt) t (GHt) = HGtGHt = HHt
Xa2
⎯1 0,7071 ] 0 ][ 0,7071 1
0 u2 = 1 [−0,7071] 0,7071 0 u2 = [−0,7071] 0,7071
Jadi Matriks U adalah : −0,8165 0 U = [ 0,4083 −0,7071] 0,4083 0,7071
2.4.3 Keterandalan Biplot Ukuran pendekatan matriks X dalam biplot dijabarkan sebagai berikut (Gabriel, 1971) 2
ρ =
21 +22 ∑rk 2k
(2.20)
dengan1 adalah nilai eigen terbesar ke-1,2 adalah nilai eigen terbesar ke2 dan ,k =1,2….r adalah nilai eigen ke-k. Apabila ρ2 mendekati nilai satu, maka biplot memberikan penyajian yang semakin baik mengenai informasi data yang sebenarnya. Untuk mendeskripsikan biplot perlu mengambil nilai α dalam mendefinisikan G dan H. Pemilihan nilai α pada G = ULα dan Ht = L 1-αAt bersifat sembarang dengan syarat 0 ≤ α ≤1. Pengambilan nilai ekstrim α = 0 dan α = 1 berguna dalam mempermudah interpretasi biplot. Jika α = 0 maka G= U dan Ht = LAt ini berarti
(2.21)
U adalah orthonormal, dan XXt = HHt=(n-1)S,dengan n adalah banyaknya objek pengamatan dan S adalah matriks kovarian dari matriks X maka HHt=(n-1)S
(2.22)
Diagonal utama pada matriks HHt menggambarkan variansi dari variabel. Nilai cosinus sudut antara dua vektor variabel menggambarkan korelasi kedua variabel.Semakin sempit sudut yang dibuat antara dua variabel maka semakin tinggi korelasinya. Korelasi variabel ke-j dan ke-k sama dengan nilai cosinus sudut vector hj dan hk. �
= � � �da���
sehingga�c�s�θ =
�
|� ||� |
�=
(2.23)
�
��
=�
Fakta yang diperoleh jika nilai α = 1, adalah bahwa G = UL dan Ht = At sehingga diperoleh hubungan: XXt
= (GHt)(GHt) t = GHtHGt =GGt
(2.24)
Pada keadaan ini, vektor baris ke-I sama dengan akar komponen utama untuk responden ke-i dari hasil analisis komponen utama. Untuk G=UL maka unsur ke-k dari gi adalah uik√ . Hasil tersebut sama dengan Zjk yang merupakan skor komponen utama ke-k dari objek ke-i. sedangkan H=A diperoleh vektor pengaruh kolom hj sama dengan aj.
3000 2500 2000 1500 1000 500 0
A ak…
Metode analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis Biplot. Adapun langkah langkah analisisnya sebagai berikut: 1. Pemasukan data (matriks data Y). 2. Mereduksi Matriks Y menjadi matriks X dengan mengurangi nilai data Matriks dengan rataannya. 3. Mancari matriks XtX. 4. Mencari nilai eigen dan vektor eigen kemudian diurutkan dari yang terbesar 5. Mencari nilai matriks U, L dan A 6. Menghitung koefisien kebaikan dari dua nilai eigen terbesar ( ≥ 70%) 7. Membuat matriks G = U Lα dan Ht = L1-αAt. 8. Plot matriks G dan H secara tumpang tindih. Analisis Biplot dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Software
Jo po…
3.2 Metode Analisis Data
Cacat…
Penelitian ini akan dilaksanakan dari bulan September 2014 sampai dengan bulan November 2014 di mana pengambilan datanya diambil pada Badan Pusat Statistik (BPS) Sulawesi Tenggara di Kendari, dan kemudian pengolahan data dilakukan di Laboratorium Komputasi Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Halu Oleo.
Cacat Mental
3.1 Waktu dan Tempat
4. PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Data Pada data jumlah penyandang masalah kesejahteraan sosial dari 12 (dua belas) Kecamatan yang berada didaerah otonomi Kabupaten Konawe, diperoleh beberapa informasi bahwa, terdapat 7196 orang PMKS, diantaranya jompo terlantar merupakan masalah sosial dengan jumlah terbanyak yakni 2938 orang penyandang, untuk masalah sosial anak terlantar sebanyak 2762 orang penyandang. Sedangkan cacat anggota badan, cacat mental, Tuna rungu masing-masing sebanyak 753 orang, 494 orang, 251 orang penyandang yang mengalami masalah sosial. Untuk lebih jelasnya dapat terlihat pada diagram batang berikut ini : Gambar 4.1 Diagram batang jumlah penyandang masalah kesejahteraan sosial
Tuna Rungu
3. METODE PENELITIAN
Berdasarkan diagram batang terlihat bahwa penyandang jompo terlantar, dan penyandang anak terlantar merupakan masalah kesejahteraan sosial yang masih banyak terjadi di Kabupaten Konawe dibandingkan dengan penyandang masalah kesejahteraan sosial yang lain dengan jumlah sedikit. Dari 12 Kecamatan, jika dirata-ratakan maka penyandang jompo terlantar terdapat 244,8 orang setiap Kecamatan, sedangkan penyandang anak terlantar
juga terdapat 230,17 setiap Kecamatan. Jompo terlantar dan anak terlantar merupakan masalah sosial yang seharusnya menjadi perhatian pemerintah Kabupaten Konawe. Untuk data penyandang masalah sosial ada pada lampiran 1. 4.2 Pemetaan Posisi Relatif Dengan Analisis Biplot 4.2.1 Perhitungan SVD (Singular Value Decomposition) Analisis biplot dimulai dengan pembentukan terlebih dahulu matriks data asal. Matriks tersebut didasarkan pada objek pengamatan, untuk itu perhitungan Singular Value Decomposition sebagai berikut : Misalkan matriks 11 15 27 28 35 33 Y= 30 17 25 15 15 [0
63 47 7λ 75 85 6λ 83 80 82 65 25 0
22 10 50 30 45 58 λ5 25 67 22 70 0
diperoleh nilai ����������
����������
����������� �����������
=�
=�
=�
=�
=�
=
223 180 271 300 2λ0 270 267 2λ0 220 200 315 112
224 250 238 270 2λλ 275 , 284 254 225 115 230 λ8 ]
xx
1186,λ7 2382,75 2068,17 4641,83 5606,17 2382,75 7642,25 3443,5 λ614,5 11555,5 = 2068,18 3443,5 855λ,67 10823,3 10165,67 4641,83 λ614,5 10823,3 38807,67 305λ4,3 [5606,17 11555,5 10165,67 305λ4,3 43051,67]
maka
det(XtX – I) =0
det
1186,λ7 2382,75 2068,17 4641,83 5606,17 2382,75 7642,25 3443,5 λ614,5 11555,5 2068,18 3443,5 855λ,67 10823,3 10165,67 4641,83 λ614,5 10823,3 38807,67 305λ4,3 [5606,17 11555,5 10165,67 305λ4,3 43051,67]
= 62,75 ( =0
= 41,17 = 244,83 = 230,17
Sehingga diperoleh matriks X : X=[
Setelah pembentukan matriks X, berikutnya pembentukan matriks XtX, dimana matriks tersebut digunakan dalam PNS (Penguraian Nilai Singular) sehingga diperoleh matriks Xt X sebagai berikut :
Dalam PNS yang pertama kali dilakukan adalah mencari akar ciri dan vektor ciri dari matriks XtX. Maka penyelesaiannya sebagai berikut :
sebagai berikut : ,
−λ,λ2 0,25 −1λ,17 −21,83 −6,17 −5,λ2 −15,75 −31,17 −64,83 1λ,83 6,08 16,25 8,83 26,17 7,83 7,08 12,25 −11,17 55,17 3λ,83 14,08 22,25 3,83 45,17 68,83 12,08 6,25 16,83 25,17 44,83 X= λ,08 20,25 53,83 22,17 53,83 −3,λ2 17,25 −16,17 45,17 23,83 4,08 1λ,25 25,83 −24,83 −5,17 −5,λ2 2,25 −1λ,17 −44,83 −115,17 −5,λ2 −37,75 28,83 70,17 −0,17 [−20,λ2 −62,75 −41,17 −132,83 −132,17]
Y11 − 1 Y21 − 1
Y1 − 1
Y12 − 2 Y22 − 2
Y2 − 2
… Y1 − 5 … ] ⋱ … Y − 5
−
1186,λ7 2382,75 det 2068,18 4641,83 ([5606,17 0 0 0 0 0 0 − 0 0 0 0 0 0 [0 0 0 0
1186,λ7 − 2382,75 2068,18 det 4641,83 ([ 5606,17 =0
[
1 0 0 0 ] [0
0 1 0 0 0
0 0 1 0 0
0 0 0 1 0
0 0 0 0 1]
)
2382,75 2068,17 4641,83 5606,17 7642,25 3443,5 λ614,5 11555,5 3443,5 855λ,67 10823,3 10165,67 λ614,5 10823,3 38807,67 305λ4,3 11555,5 10165,67 305λ4,3 43051,67] 0 0 0 =0 0 ])
2382,75 7642,25 − 3443,5 λ614,5 11555,5
2068,17 3443,5 855λ,67 − 10823,3 10165,67
4641,83 λ614,5 10823,3 38807,67 − 305λ4,3
5606,17 11555,5 10165,67 305λ4,3 43051,67 − ])
Dengan menggunakan Sistem Persamaan Linier (SPL) atau dengan sistem metode Gauss Jordan , dan menormalisasi dari himpunan orthogonal menjadi himpunan orthonormal, maka diperoleh vektor eigen sebagai berikut :
sehingga diperoleh persamaannya sebagai berikut : + ,
(− − (−
+ , ,
, − , �x� � − �x� + , , x� �+ , − , �x� � + x� ) =0
,
,
�x�
+ �� � + �x� )− , x� = �x� + , �x� �� � + �x�
Maka nilai eigen : − 216,258�
− 4173,162� − 5226,208 − 10572,28λ − 7λ060,24λ� = 0 1 = 7λ060,24λ� 2 = 10572,28λ� 3 = 5226,208� 4 = 4173,162� 5 = 216,258�
−0,λ76λ8 0,12108 0,13718 −0,04367 0,18076 0,λ057λ 0,28873 −0,1347λ 0,0λλ32 −0,33032 0,8λ781 0,17247 0,00138 0,040λ8 −0,27472 0,71030 [ 0,05454 −0,23256 −0,12762 −0,66756
Matriks L adalah matriks diagonal dengan diagonal utamanya merupakan akar ciri atau nilai eigen dari matriks XtX. Maka diperoleh matriks L dari sebagai berikut :
Untuk vektor eigen diperoleh sebagai berikut : 1
, , , ,
([
−
, , ,
([
,
= 7λ060,24λ� , ,
,
, ,
(XtX – iI) xi = 0 , ,
,
−[
,
−
,
= , ,
,
−
,
, ,
,
, ,
,
, , ,
]
−
[ ]
, , , ,
[ ,
,
,
, , ,
,
,
,
−
, ,
,
, , ,
,
+ + +
+ −
, ,
, ,
− + , +
+ +
, ,
, , ,
0
0 √
2
0
0
0
0
0
0
0
√
0
3
0
0 √
A
=
+ +
+ − +
, ,
,
, ,
+ + + + −
,
, ,
0,10064 0,2128λ 0,21265 0,64677 0,6λ355]
Untuk matriks U diperoleh sebagai berikut : 1 √
u1 = ,
0
−0,λ76λ8 0,12108 0,13718 −0,04367 0,18076 0,λ057λ 0,28873 −0,1347λ 0,17247 = 0,0λλ32 −0,33032 0,8λ781 0,00138 0,040λ8 −0,27472 0,71030 [ 0,05454 −0,23256 −0,12762 −0,66756
u1 =
,
0 4
Setelah diperoleh matriks L, maka dibentuk pula matriks A dan U dimana matriks A adalah vektor ciri atau vektor eigen XtX sebagai berikut :
])
,
0
1
0 0 0 √ 5] [ 0 281,18� 0 0 0 0 0 102,82 0 0 0 0 0 72,2λ 0 0 L= 0 0 0 64,6 0 [ 0 0 0 0 14,71]
,
maka persamaannya sebagai berikut :
,
L=
]
−77873,33 2382,75 2068,17 4641,83 5606,17 2382,75 −71417,λλ 3443,5 λ614,5 11555,5 2068,17 3443,5 −70500,58 10823,33 10165,67 4641,83 λ614,5 10823,33 −40252,58 305λ4,33 11555,5 10165,67 305λ4,33 −36008,58]) ([ 56061,67
−
√
0
]) [ ] , ,
0,10064 0,2128λ 0,21265 0,64677 0,6λ355]
1
Xa1
1 281,176�
−λ,λ2 0,25 −1λ,17 −21,83 −6,17 −5,λ2 −15,75 −31,17 −64,83 1λ,83 6,08 16,25 8,83 26,17 7,83 7,08 12,25 −11,17 55,17 3λ,83 −0,λ76λ8 14,08 22,25 3,83 45,17 68,83 0,18076 12,08 6,25 16,83 25,17 44,83 0,0λλ32 λ,08 20,25 53,83 22,17 53,83 0,00138 −3,λ2 17,25 −16,17 45,17 23,83 [ 0,05454 ] 4,08 1λ,25 25,83 −24,83 −5,17 −5,λ2 2,25 −1λ,17 −44,83 −115,17 −5,λ2 −37,75 28,83 70,17 −0,17 [−20,λ2 −62,75 −41,17 −132,83 −132,17] 7,46342 0,83007 −1,6652 −3,56623 −5,53λ86 −6,52352 u1 = [0,003556] 3,0λλ61 6,70128 1,73λλ3 −2,05λ65 1,λ0845 [−2,38828]
0,02654 0,002λ5 −0,005λ2 −0,01268 −0,01λ7 −0,0232 u1 = 0,01102 0,02383 0,0061λ −0,00733 0,0067λ [−0,0084λ]
Jadi Matriks U adalah : 0.02654 0.05734 −0,161λλ −0,22133 −1,5λ24λ 0.002λ5 −0,1162λ −0,24λ83 −0,λ6417 −2,63525 �−0.005λ2 0,11465 0,07288 0,1λ233 1,λ248λ −0,01268 0,08402 −0,35627 0,1347λ 4,36λ25 −0,01λ7 0,0625λ −0,12λλ6 −0,2603λ 5,70672 −0,0232 −0,0761 0,08216 −0,16285 3,63787 U= 0,01102 −0,0λ678 0,5874 −0,21724 4,64757 0,02383 0,16338 −0,35302 0,17383 3,0λλ65 0,0061λ 0,0λ318 0,508λ5 −0,1λ362 −0,65568 −0,00733 0,31704 0,13341 0,64528 −7,68836 0,0067λ −0,4038 −0,07026 0,λ32λλ 2,λ0807 [ −0,0084λ −0,1λλ18 −0,06346 −0,05λ6 −13,72226]
Dalam penguraian nilai singular pada penelitian ini, dengan objek pengamatan sebanyak 12 Kecamatan dan Variabel sebanyak 5 bentuk masalah sosial. Maka diperoleh nilai singular beserta proporsi dan kumulatif yang berdasarkan perhitungan menggunakan software
matlab dan software Microsoft excel, disajikan pada tabel berikut ini: Tabel. 4.1 Nilai Eigen, Proporsi dan Proporsi kumulatif Nilai eigen
Proporsi
Kumulatif
79060,249
0,9755663
0,9755663
10572,289
0,0174453
0,9930116
5226,208
0,0042629
0,9972746
4173,162
0,0027181
0,9999927
216,258
0,0000073
1
Setelah matriks L, maka dibentuk pula matriks A dan U. dimana matriks A, L, dan U ini akan menjadi dasar dari pembentukan matriks G dan H. Matriks A diperoleh dari vektor eigen XtX sedangkan kolom-kolom untuk matriks U diperoleh dengan rumus pada persamaan (2.13), untuk matriks L, A dan U ada pada lampiran 4 dan 5 .Selanjutnya adalah pembentukan matriks G dan H dimana matriks G merupakan titik kordinat dari 12 Objek dan matriks H merupakan titik koordinat dari 5 variabel. Matriks G dan H diperoleh melalui persamaan (2.14) dengan menggunakan nilai α=1. Dengan nilai α=1 maka biplot dapat menampilkan jarak antar pasangan baris dan berguna untuk mempelajari objek. Matriks G dan H digambarkan dalam dimensi dua dengan objek dan variabel penelitian disesuaikan dengan dimensi tersebut. Hasil analisis biplot dapat dilihat pada gambar 4.2. Dan tabel 4.2 dan 4.3 menyajikan koordinat biplot (matriks G dan H) yang diperoleh berdasarkan dengan software matlab Tabel 4.2 Koordinat Biplot untuk Objek dalam Dimensi 1 dan Dimensi 2 (G)
Objek
Dimensi 1
Dimensi 2
Soropia
0.0747
0.059
Sampara
0.0083
-0.1196
Bondoala
-0.0166
0.1179
Lambuya
-0.0356
0.0864
Uepai
-0.0554
0.0644
Pondidaha
-0.0652
-0.0783
Wonggeduku
0.031
-0.0995
Amonggedo
0.067
0.168
Wawotobi
0.0174
0.0958
Unaaha
-0.0206
0.326
Abuki
0.0191
-0.4152
Routa
-0.0239
-0.2048
Tabel 4.3. Koordinat Biplot untuk Variabel (Peubah) dalam Dimensi 1 dan Dimensi 2 (H) Varibel (Peubah)
Dimensi 1
Dimensi 2
Tuna Rungu
-0.977
0.1211
Cacat Anggota Badan
0.1808
0.9058
Cacat Mental
0.0993
-0.3303
Jompo Terlantar
0.0014
0.041
Anak Terlantar
0.0545
-0.2326
Gambar 4.2. Grafik Biplot berdasarkan Matriks G dan H Keterangan : TR : Tuna Rungu CAB : Cacat Anggota Badan CM : Cacat Mental JT : Jompo Terlantar AT : Anak Terlantar Hasil analisis biplot kesejahteraan sosial pada 12 Kecamatan dan 5 variabel disajikan pada gambar 2. Hasil biplot pada gambar dijelaskan pada sub-bab berikut ini : 4.2.2
Setelah memperoleh titik koordinat objek dan titik koordinat variabel, maka matriks G dan matriks H ditumpang tindihkan dalam satu grafik yang kemudian disebut biplot. Dengan bantuan Software Microsoft Excel grafik biplot dengan koordinat diatas disajikan dalam gambar 4.2.
Interpretasi Output Menurut Mattjik (2004) ada empat hal penting yang dapat dilihat pada tampilan biplot. Hal tersebut adalah kedekatan antar objek, keragaman peubah (variabel), hubungan antar variabel, dan nilai variabel pada suatu objek. Berdasarkan biplot pada gambar 2 maka interpretasi yang diperoleh dijelaskan dalam subbab berikut. Kedekatan antar objek (Kecamatan) Informasi ini bisa dijadikan panduan objek mana yang memiliki kemiripan karateristik dengan objek tertentu. Dalam biplot, kedekatan objek dengan variabel ditunjukan oleh letak
objek tersebut terhadap vektor variabel. Sedangkan kedekatan objek yang satu dengan yang lain menunjukan kemiripan antar objek. Berdasarkan gambar 4.2. Diketahui bahwa Kecamatan Uepai, Kecamatan Lambuya, Kecamatan Bondoala, Kecamatan Amonggedo, Kecamatan Wawotobi dan Kecamatan Soropia. Hal ini berarti masing-masing kecamatan memiliki kemiripan karateristik permasalahan sosial yang sama. Pada gambar 4.2 juga terlihat bahwa koordinat objek yang saling berdekatan masing-masing Kecamatan Sampara, Kecamatan Pondidaha, Kecamatan Routa dan Kecamatan Wonggeduku memiliki jarak yang relatif dekat. Hal tersebut menandakan bahwa objek yang memiliki jarak kedekatan yang relatif kecil tersebut memiliki permasalahan sosial yang lebih mirip. Sedangkan untuk kecamatan Unaaha dan kecamatan Abuki merupakan objek yang memiliki jarak terjauh memungkinkan tidak mempunyai kemiripan permasalahan sosial yang sama terhadap objek lain. Keragaman Peubah (Variabel) Informasi ini digunakan untuk melihat keragaman variabel tersebut. Dimana panjang vektor variabel sebanding dengan keragaman variabel. Semakin panjang vektor variabel maka keragaman variabel tersebut semakin besar. Dalam biplot, variabel dengan keragaman kecil digambarkan dengan vektor yang pendek, sedangkan peubah yang ragamnya besar digambarkan sebagai vektor panjang. Tabel 4.4. Nilai Panjang Vektor Pada Sebuah Variabel
Variabel TR CAB CM JT AT
Panjang 0.9844 0.9236 0.3449 0.041 TR
Berdasarkan gambar 4.2 dan tabel 4.4, terlihat bahwa vektor variabel tuna rungu dan cacat anggota badan memiliki vektor yang panjang. Hal tersebut menunjukan bahwa keragaman variabel tersebut sangat besar atau dapat juga dikatakan bahwa permasalahan sosial tuna rungu dan permasalahan sosial cacat anggota badan sangat beragam di 12 Kecamatan. Untuk vektor variabel jompo terlantar memiliki vektor yang relatif lebih pendek. Hal tersebut menunjukan bahwa keragaman variabel jompo terlantar lebih kecil atau dapat juga dikatakan bahwa permasalahan sosial untuk jompo terlantar relatif hampir sama besar di 12 Kecamatan yang berada pada daerah otonomi Kabupaten Konawe. Sedangkan untuk variabel anak terlantar dan cacat mental memiliki vektor yang relatif sedang. Hubungan (Korelasi) antar variabel Dalam biplot, nilai sudut antara dua vektor variabel menggambarkan korelasi kedua variabel. Dua vektor variabel yang memiliki korelasi tinggi akan digambarkan sebagai dua buah garis vektor yang membentuk sudut sempit. Jika sudut yang dibuat tegak lurus maka keduanya tidak berkorelasi. Sedangkan jika sudutnya tumpul maka korelasinya semakin rendah dan jika berlawanan arah maka korelasinya negatif.
Tabel
Variabel TR, CAB CM, JT AT, TR CAB, AT JT, TR
4.5.
Nilai Cos -0,073
Sudut
-0,947 -0,965
161,330 110,260
-0,91
155,510
0,089
84,860
94,220
Nilai Cosinus Variabel Variab el CAB, CM JT, AT TR, CM CAB, JT AT, CM
antar
Nilai Cos -0,882
Sudut
-0,965 -0,403
164,860 113,790
0,986
9,352
0,998
3,530
151,970
Berdasarkan gambar 4.2 dan tabel 4.5 terlihat bahwa vektor variabel anak terlantar membentuk sudut yang lancip dengan vektor variabel cacat mental. Hal tersebut menandakan bahwa kedua variabel saling berkorelasi tinggi, ini ditunjukan dengan sudut yang terbentuk sebesar 3,540 kedua vektor variabel ini mempunyai tingkat keeratan yang sangat kuat. Sedangkan sudut yang dibentuk variabel anak terlantar dan cacat mental terhadap variabel yang lain adalah sudut tumpul. Untuk variabel jompo terlantar juga membentuk sudut lancip dengan variabel cacat anggota badan. Sedangkan variabel tuna rungu memiliki arah yang sama terhadap variabel jompo terlantar dengan sudut yang terbentuk sebesar 84,860. Hal ini mennjukan bahwa kedua variabel memiliki tingkat keeratan yang sedang. Nilai Peubah Pada Suatu Objek Dalam informasi ini digunakan untuk melihat keunggulan dari setiap objek. Objek yang terletak searah dengan arah vektor variabel dikatakan bahwa objek tersebut mempunyai jumlah penyandang masalah kesejahteraan sosial yang besar. Namun jika objek terletak berlawanan dengan arah dari vektor variabel tersebut, maka objek tersebut memiliki jumlah penyandang yang sedikit.
Sedangkan objek yang hampir relatif searah berarti objek tersebut memiliki jumlah penyandang yang hampir sama. 1. Nilai Variabel Jompo Terlantar terhadap Objek (Kecamatan) Kecamatan Uepai, Kecamatan Lambuya, Kecamatan Amonggedo, Kecamatan Unaaha, Kecamatan Bondoala, Kecamatan Soropia, dan Kecamatan Wawotobi searah terhadap vektor variabel jompo terlantar, sehingga dapat dikatakan bahwa Kecamatan-Kecamatan tersebut memiliki permasalahan yang relatif besar terhadap penyandang masalah jompo terlantar. Pada gambar 2 terlihat ketujuh kecamatan tersebut membentuk sudut lancip terhadap permasalahan sosial jompo terlantar. Sedangkan Kecamatan Pondidaha, Kecamatan Sampara, Kecamatan Wonggeduku, Kecamatan Routa dan Kecamatan Abuki terlihat tidak searah dengan vektor variabel jompo terlantar dapat dikatakan bahwa kelima Kecamatan tersebut memiliki jumlah permasalahan penyandang jompo terlantar lebih sedikit. Hal ini ditunjukan kelima kecamatan tersebut membentul sudut yang tumpul terhadap permasalahan sosial tersebut. 2. Nilai Variabel Anak terlantar terhadap Objek (Kecamatan) Kecamatan Routa, Kecamatan Sampara, Kecamatan Wonggeduku, Kecamatan Pondidaha dan Kecamatan Abuki diposisikan searah dengan vektor variabel anak terlantar dengan kata lain kelima kecamatan tersebut memiliki permasalahan sosial yang relatif besar terhadap masalah sosial anak terlantar. Hal ini dibuktikan bahwa kelima Kecamatan tersebut membentuk sudut yang lancip terhadap permasalahan sosial anak terlantar. Beberapa kecamatan seperti
Kecamatan Uepai, Kecamatan Lambuya,Kecamatan Amonggedo, Kecamatan Unaaha, Kecamatan Bondoala, Kecamatan Soropia, dan Kecamatan Wawotobi terletak tak searah dengan vektor variabel anak terlantar. Hal tersebut menandakan bahwa ketujuh objek tersebut merupakan Kecamatan dengan penyandang masalah sosial anak terlantar yang relatif lebih sedikit. 3. Nilai Variabel Tuna Rungu terhadap Objek (Kecamatan) Kecamatan Uepai, Kecamatan Pondidaha, dan Kecamatan Lambuya berada pada posisi yang searah dengan permasalahan penyandang sosial tuna rungu. Sehingga dapat dikatakan bahwa ketiga kecamatan tersebut memiliki jumlah permasalahan sosial tuna rungu yang relatif besar, ini ditunjukan dengan sudut lancip yang terbentuk. Selain ketiga Kecamatan tersebut, koordinat Kecamatan Bondoala dan Kecamatan Unaaha juga masih searah terhadap vektor variabel tuna rungu dengan tingkat keeratan yang sedang. Selain dari lima Kecamatan yang telah disebutkan, Kecamatan lain memiliki koordinat tak searah dengan vektor variabel tuna rungu, hal ini menunjukan bahwa Kecamatan lain masih memiliki penyandang masalah sosial tuna rungu yang lebih sedikit, ini ditunjukan dengan sudut yang terbentuk yakni sudut tumpul. 4. Nilai Variabel Cacat Mental terhadap Objek (Kecamatan) Kecamatan Wonggeduku, Kecamatan Sampara, Kecamatan Routa, Kecamatan Pondidaha dan Kecamatan Abuki berada pada posisi yang searah dengan permasalahan sosial cacat mental. Hal ini dikarenakan Kecamatan-Kecamatan tersebut
membentuk sudut lancip terhadap masalah sosial cacat mental. Hal ini menjadikan kelima kecamatan tersebut memiliki permasalahan sosial cacat mental yang relatif besar. Selain dari kelima Kecamatan tersebut, Kecamatan lain berada pada posisi tak searah dengan masalah sosial cacat mental, hal ini dibuktikan sudut yang terbentuk adalah sudut tumpul sehingga dapat dikatakan bahwa Kecamatan lain masih memiliki permasalahan sosial cacat mental yang lebih relatif sedikit. 5. Nilai Variabel Cacat Anggota Badan terhadap Objek (Kecamatan) Kecamatan Amonggedo, Kecamatan Unaaha, Kecamatan Bondoala, Kecamatan Lambuya, Kecamatan Wawotobi, Kecamatan Uepai dan Kecamatan Soropia berada pada posisi searah dengan masalah sosial cacat anggota badan. Hal ini dibuktikan dengan sudut yang terbentuk yakni sudut lancip antara ketujuh kecamatan tersebut dengan masalah sosial cacat anggota badan. Sehingga dapat dikatakan pula ketujuh kecamatan tersebut masih memiliki permasalah sosial cacat anggota badan yang besar. Selain dari ketujuh Kecamatan tersebut, Kecamatan lain berada pada posisi tak searah dengan masalah sosial cacat anggota badan, hal ini menunjukan bahwa kecamatan lain masih memiliki permasalahan sosial cacat anggota badan yang relatif lebih sedikit, dikarenakan sudut yang terbentuk antara kecamatan lain dengan masalah sosial cacat anggota badan yakni sudut tumpul. 4.2.3 Keterandalan Biplot Biplot yang terbentuk pada gambar 4.2 telah menyajikan data secara visual deskriptif dengan tingkat representasi yang baik. Namun dalam
penyajian tersebut sebenarnya juga terdapat beberapa kekeliruan pada pemetaan posisi relatif objek. Kekeliruan tersebut adalah Kecamatan Routa yang seharusnya diposisikan sebagai objek yang berlawanan arah dengan vektor anak terlantar. Pereduksian dimensi yang dilakukan membuat representasi data mengalami sedikit penurunan. Biplot merupakan representasi dua dimensi dari data yang semula berdimensi banyak. Oleh karena itu pereduksian dimensi ini mengakibatkan sedikit kekeliruan seperti hal yang dijelaskan di atas. Secara umum, biplot pada gambar 4.2 adalah biplot yang sangat baik. Kebaikan dari grafik biplot tersebut dapat dilihat pada sumbu pertama atau dimensi pertama sebesar 97,56% dan pada sumbu kedua atau dimensi 2 sebesar 1,74%. Sehingga, total informasi keragaman yang dapat diterangkan oleh biplot adalah 99,3% jadi pererepresentasi data yang diperoleh setelah pereduksian dimensi adalah 99,3%. Sisa 0,7% merupakan kekeliruan-kekeliruan kecil yang mungkin terjadi akibat pereduksian dimensi tersebut seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah diuraikan dari bab sebelumnya, maka secara garis besar dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Analisis biplot dalam penelitian ini mampu memberikan gambaran visualisasi yang lebih praktis dengan presentase keragaman sebesar 99,3% dari data yang berdimensi tinggi, hal ini berarti analisis biplot mampu menerangkan 99,3% keragaman data.
2. Kecamatan Wonggeduku, Kecamatan Sampara, Kecamatan Pondidaha dan Kecamatan Abuki diposisikan sebagai Kecamatan yang memiliki permasalahan sosial yang besar pada permasalahan penyandang anak terlantar dan cacat mental. Untuk Kecamatan Soropia, Kecamatan Wawotobi, Kecamatan Bondoala, Kecamatan Amonggedo, Kecamatan Lambuya, dan Kecamatan Uepai adalah Kecamatan-Kecamatan yang memiliki permasalahan sosial yang besar pada permasalahan penyandang jompo terlantar dan cacat anggota badan. Sedangkan Kecamatan Routa dan Kecamatan Unaaha memiliki permasalahan sosial yang tidak terlalu besar terhadap 5 variabel. 5.2 Saran Dalam skripsi ini hanya terbatas pada pembahasan mengenai metode Biplot dengan data sederhana. Pemetaan untuk penyandang masalah kesejahteraan sosial juga dapat dilakukan dengan menggunakan teknik pemetaan lainnya guna mencari keefektifan kinerja pemetaan secara grafik. Teknik lainnya seperti gabungan antara analisis cluster dengan anaisis bipot, dan gabungan antara analisis faktor dengan analisis bipot
DAFTAR PUSTAKA Afiadin. 2011. Pengertian Anak Terlantar dan Lanjut Usia Serta Landasan Hukumnya. http://afiadin.blogspot.com. diakses 23 Mei 2015 Anton, H. 1987. Aljabar Linear Elementer. Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga. Anton, H., Terjemahan Pantur Silaban 1997, Aljabar Linier Elementer, Erlangga, Jakarta. Imron, C. Dan Didik, S., 2007, Modul Aljabar Matriks, Departemen Pendidikan Nasional, Surabaya. Bronson, R. 1989. Theory and Problem of Matrix Operation. New York: Mcgraw- Hill. Ekawati, E. 2013. Pengertian Tuna Daksa. http://erniekawati.blogspot.com. diakses 23 Mei 2015 Fitriani, N. 2014. Makalah Tuna daksa. http://nfitriani.blogspot.com. diakses 23 Mei 2015. Gabriel, K.R. 1971. The Biplot Graphic Display of Matrices with Application to Principal Componen Analysis. Jarussalem., Gower,J.C and Hand,D.J. 1996, Biplots (Monographs on Statistics and Applied Probability 54).First Edition. Chapman & Hall. Hidayat, A. 2014. Pengertian Anak Tuna Grahita Dalam Pendidikan. http://arishidayat89.blogspot.com. diakses 23 Mei 2015 Jollife, I.T. 1986. Principal Component Analysis. New York: Springer Verlas. Kadir, S. 2007. Panti Werdha Sebuah Pilihan. http://subhankadir.wordpress.com. Diakses 23 Mei 2015. Kusumawati, R. 2009. Aljabar Linear dan matriks. Malang: UIN.
Kotler, P. 1997. Manajemen Pemasaran, Analisis Perencanaan, Implementasi dan Kontrol. Edisi Bahasa Indonesia Jilid I. Jakarta : Pearson Education Asia. PT Prenhalindo Leon,S..,1999. Aljabar Linier dan Aplikasinya. Edisi Kelima. Jakarta :Erlangga Malawat, F. 2012. Kesejahteraan Lanjut Usia.http://faramadina. blogspot.com. diakses 25 Agustus 2015. Mattjik, A.A., M Sumertajaya, H. Wijayanto, Indahwati, A. Kurnia B. Sartono. 2004. Modul Teori Pelatihan Analisis Multivariat. Departemen Statistika FMIPA IPB. Bogor. Mattjik, A.A., dan M Sumertajaya. 2011. Sidik Peubah Ganda dengan Menggunakan SAS. Bogor: IPB Press. Pratiwi, C. 2014. Makalah Tuna Rungu SLB. http://zien9.blogspot. Com. diakses 25 Agustus 2015. Siswadi dan Suharjo B. 1998. Analisis Eksplorasi Data Peubah Ganda. Bogor: Jurusan Matematika FMIPA IPB. Sugiarti. 2014. Keterbelakangan Mental Dan Pendidikan Dengan Individu Khusus. http://makalahugi.blogspot.com.diakses 23 Mei 2015