65
Analisis Biaya Unit Pelayanan Otopsi dengan Metode Distribusi Ganda Nily Sulistyorini, Bendrong Moediarso Dept./Inst. Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal FK Unair – RSUD Dr. Soetomo Surabaya
Abstrak Sebagai organisasi publik, rumah sakit diharapkan mampu memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu kepada masyarakat. Disatu sisi RS dituntut agar dapat memberikan pelayanan yang cepat dan bermutu, disisi lain tarif yang dikenakan harus dapat dijangkau masyarakat pada umumnya. Masalah biaya pelayanan ini menjadi sesuatu yang sangat krusial sehingga mendorong seluruh elemen yang berkepentingan, untuk menghitung secara riil berapa biaya pelayanan yang dibutuhkan. Tarif yang terlalu tinggi akan membuat konsumen merasa dirugikan dan mencari alternatif lain atau pindah ke rumah sakit lain. Untuk itulah diperlukan suatu analisis biaya pelayanan. Analisis biaya melalui perhitungan biaya per unit ini (unit cost) dapat dipergunakan rumah sakit sebagai dasar pengukuran kinerja, sebagai dasar penyusunan anggaran dan subsidi, alat negosiasi pembiayaan kepada stakeholder terkait dan dapat pula dijadikan acuan dalam mengusulkan tarif pelayanan rumah sakit yang baru dan terjangkau masyarakat. Akan dibahas tentang besar biaya satuan (unit cost) dan tingkat pemulihan tarif yang berlaku terhadap biaya satuan (cost recovery rate) pada unit pelayanan otopsi di Instalasi Kedokteran Forensik dan Medikolegal RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Metode perhitungan analisis biaya satuan yang digunakan adalah metode distribusi ganda (double distribution). Dari hasil perhitungan didapatkan biaya satuan (unit cost) untuk pelayanan otopsi pada tahun 2011 sebesar Rp 1.369.587,00, dengan CRR (cost recovery rate) sebesar 48,26%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa unit pelayanan otopsi Instalasi Kedokteran Forensik dan Medikolegal RSUD Dr. Soetomo Surabaya merupakan unit cost center dimana masih memerlukan subsidi untuk menjalankan pelayanannya. Kata kunci: analisis biaya satuan, unit pelayanan otopsi
Pendahuluan Sebagai organisasi publik, rumah sakit diharapkan mampu memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu kepada masyarakat. RSUD Dr. Soetomo sebagai Badan Layanan Umum (BLU) penyelenggara layanan kesehatan juga menghadapi tantangan serupa dalam melayani masyarakat. Disatu sisi RS dituntut agar dapat memberikan pelayanan yang cepat dan bermutu, disisi lain tarif yang dikenakan harus dapat dijangkau masyarakat pada umumnya. Dalam rangka inilah, sesuai PP No.23/2005 tentang BLU dari Departemen Keuangan dan Permendagri No.61/2007 tentang BLUD, manajemen rumah sakit dituntut untuk senantiasa meningkatkan efisiensi dan efektifitas pengelolaan sumber daya yang dimilikinya termasuk sumber daya keuangan yang tidak terlepas dari biaya pelayanan rumah sakit itu sendiri. Masalah biaya pelayanan ini menjadi sesuatu yang sangat krusial sehingga mendorong seluruh elemen yang berkepentingan, untuk menghitung secara riil berapa biaya pelayanan yang dibutuhkan.
Instalasi Kedokteran Forensik dan Medikolegal sebagai salah satu unit kerja di RSUD Dr. Soetomo diharapkan dapat mendukung peningkatan efisiensi dan efektifitas manajemen keuangan RS dengan menerapkan analisis biaya dalam setiap pelayanan. Akan dibahas tentang analisis biaya pada pelayanan otopsi pada tahun 2011. Pada tahun 2011 terjadi kenaikan biaya otopsi, yang semula Rp 250.000,00 menjadi Rp 575.000,00. Bila melihat dari data yang ada, jumlah otopsi kian tahun kian menurun. Bisa jadi kenaikan tarif tersebut menjadi salah satu penyebabnya. Tarif yang terlalu tinggi akan membuat konsumen merasa dirugikan dan mencari alternatif lain atau pindah ke rumah sakit lain. Untuk itulah diperlukan suatu analisis biaya pelayanan. Analisis biaya melalui perhitungan biaya per unit ini (unit cost) dapat dipergunakan rumah sakit sebagai dasar pengukuran kinerja, sebagai dasar penyusunan anggaran dan subsidi, alat negosiasi pembiayaan kepada stakeholder terkait dan dapat pula dijadikan acuan dalam mengusulkan tarif pelayanan rumah sakit yang baru dan terjangkau masyarakat.
Jurnal Kedokteran Forensik Indonesia, Vol. 14 No. 3, Juli – September 2012
66 Metode Double Distribution adalah salah satu metode analisis biaya yang paling sering digunakan, dengan cara membagi biaya dari unit penunjang ke unit produksi. Metode ini dapat digunakan untuk menganalisis biaya operasional rumah sakit sehingga didapatkan gambaran realistic biaya yang diperlukan untuk dijadikan bahan informasi dalam menetapkan besar tarif satuan unit pelayanan suatu rumah sakit. Tulisan ini bertujuan menganalisis biaya pelayanan otopsi di Instalasi Kedokteran Forensik dan Medikolegal tahun 2011 dengan metode Double Distribution agar dijadikan pedoman dalam penentuan biaya satuan unit kamar jenazah di rumah sakit. Kajian Pustaka Pengertian Biaya Untuk menghasilkan biaya suatu produk (output) diperlukan sejumlah input. Biaya adalah nilai dari sejumlah input (faktor produksi) yang dipakai untuk menghasilkan suatu produk. Output atau produk bisa berupa barang atau jasa pelayanan kesehatan. Untuk menghasilkan pelayanan kesehatan di rumah sakit, misalnya diperlukan sejumlah input yang antara lain berupa obat, alat kedokteran, tenaga medis maupun non medis, listrik, gedung dan sebagainya. Jenis Biaya Biaya dikelompokkan berdasarkan kriteriakriteria untuk keperluan analisis biaya. Klasifikasi biaya berdasarkan beberapa kriteria antara lain:
c. Biaya semi variable (semi variable cost) Biaya semi variable adalah biaya yang mengandung biaya tetap, tetapi juga mengandung biaya tidak tetap. Contoh biaya semi variable adalah biaya insentif yaitu penerimaan selain gaji, yang besar kecilnya tergantung banyak sedikitnya jumlah pelayanan yang diberikan. d. Biaya total (total cost) Biaya total adalah jumlah dari biaya tetap dan biaya variabel. 2. Berdasarkan Lama Penggunaan a. Biaya investasi (invesment cost) Biaya investasi adalah biaya yang kegunaannya dapat berlangsung dalam waktu yang relative lama. Biasanya batas waktu untuk biaya investasi ditetapkan lebih dari satu tahun. Batas satu tahun ditetapkan atas dasar kebiasaan bahwa anggaran biasanya direncanakan dan direalisir untuk satu tahun. Biaya investasi ini biasanya berhubungan dengan pembangunan atau pengembangan infrastruktur fisik dan kapasitas produksi. Misalnya pembangunan gedung, kendaraan alat - alat kedokteran dsb. Karena perhitungan biaya biasanya dilakukan untuk kurun waktu setahun, maka biaya investasi dihitung disetahunkan dan disebut Annualized Investment Cost atau Annualized Fixed Cost dengan memasukkan nilai inflasi, masa pakai dan umur pakai barang (umur ekonomis,life time ) Annualized Fixed Cost ( AFC ) =
1. Berdasarkan pada Perubahan Jumlah Produk (Output) a. Biaya tetap (fixed cost) Biaya tetap adalah biaya yang secara relatif tidak dipengaruhi oleh besarnya jumlah produksi. Biaya ini harus tetap dikeluarkan terlepas dari persoalan apakah pelayanan diberikan atau tidak. Contoh biaya tetap adalah biaya menyewa gedung, biaya mebelair,dll. b. Biaya variabel (variable cost) Biaya variabel adalah biaya yang besarnya dipengaruhi oleh banyaknya output/produksi. Contoh yang termasuk dalam biaya variable adalah biaya obat, biaya alat, biaya bahan habis pakai, dimana besarnya akan berbeda bila jumlah pasien sedikitdibandingkan dengan jumlah pasien yang banyak. Karena biasanya besar volume produksi direncanakan secara rutin, maka biaya variable ini juga disebut biaya rutin.
IIC i t L
= Innitialized Investment Cost ( harga beli ) = laju inflasi = masa pakai = perkiraan masa pakai ( life time )
b. Biaya pemeliharaan (routinal cost) Biaya pemeliharaan adalah biaya yang fungsinya untuk mempertahankan atau memperpanjang kapasitas barang investasi. Contoh biaya pemeliharaan gedung, biaya pemeliharaan alat medik, biaya pemeliharaan alat non medic. Biaya pemeliharaan lazimnya direncanakan dan diselenggarakan tiap tahun. Pengeluaran biaya untuk biaya operasional dan biaya pemeliharaan dikeluarkan secara berulang-ulang, maka seringkali disebut sebagai biaya berulang (recurrent cost).
Jurnal Kedokteran Forensik Indonesia, Vol. 14 No. 3, Juli – September 2012
67 c. Biaya operasional Biaya operasional (operational cost) adalah biaya yang diperlukan untuk melaksanakan, memfungsikan atau mengoperasikan barang investasi. Termasuk dalam klasifikasi ini adalah gaji, biaya obat, biaya makan, biaya alat tulis kantor biaya umum seperti listrik, air, telepon, perjalanan dan lain-lain. Biaya operasional ini memiliki sifat habis pakai dalam kurun waktu yang relatif singkat atau kurang dari satu tahun. Antara biaya operasional dan biaya pemeliharaan dalam praktek sering disatukan menjadi biaya operasional dan pemeliharaan (Operational and Maintainance Cost). 3. Berdasarkan Fungsinya dalam Proses Produksi a. Biaya langsung Biaya langsung adalah biaya yang berkaitan langsung dengan pelayanan atau biaya yang ditetapkan pada unit-unit yang berkaitan dengan pelayanan (unit produksi), misalnya gaji dokter, biaya obat, biaya reagen, biaya bahan medis habis pakai. b. Biaya tidak langsung Biaya tidak langsung adalah biaya yang digunakan secara tidak langsung demi kelancaran pelayanan , misalnya biaya alat tulis , administrasi, transportasi dsb. 4. Biaya berdasarkan biaya satuan Biaya satuan adalah biaya yang dihitung untuk satu satuan produk pelayanan yang diperoleh dengan cara membagi biaya total dengan jumlah produk. Rumusnya : Unit cost ( Uc) = Total cost ( Tc) Jumlah produk Biaya satuan dipengaruhi oleh besarnya biaya total, mencerminkan bagaimana tinggi rendahnya fungsi produksi di RS serta tingkat investasinya. Biaya total adalah jumlah total biaya tetap (fixed cost ) dan total biaya tidak tetap (variablel cost ). Analisis Biaya Analisis biaya adalah suatu kegiatan menghitung biaya untuk berbagai jenis pelayanan yang ditawarkan, baik secara total maupun perpelayanan per klien dengan cara menghitung seluruh biaya pada seluruh unit yang ada dimana biaya yang terdapat pada unit yang tidak menghasilkan produk (pusat biaya)
didistribusikan kepada unit-unit yang menghasilkan produk dan menghasilkan pendapatan (pusat pendapatan). Tujuan analisis biaya adalah a) Mendapatkan gambaran mengenai unit/bagian yang merupakan Pusat Biaya (cost center) serta Pusat Pendapatan (Revenue center) b) Mendapatkan gambaran biaya pada tiap unit tersebut, baik biaya tetap ( fixed cost) atau biaya investasi yang disetahunkan maupun biaya tidak tetap (Variable cost) atau biaya operasional dan pemeliharaan c) Mendapatkan gambaran biaya satuan pelayanan di sarana pelayanan kesehatan d) Mendapatkan gambaran tarif dengan menggunakan Break Even Point d). Mendapatkan gambaran dan peramalan pendapatan sarana pelayanan kesehatan Manfaat analisis biaya yaitu: a) Pricing. Informasi biaya satuan sangat penting dalam penentuan kebijaksanaan tarif rumah sakit. Dengan diketahuinya biaya satuan (Unit cost), dapat diketahui apakah tarif sekarang merugi, break even, atau menguntungkan. Dan juga dapat diketahui berapa besar subsidi yang dapat diberikan pada unit pelayanan tersebut misalnya subsidi pada pelayanan kelas III rumah sakit. b) Budgeting/Planning. Informasi jumlah biaya (total cost) dari suatu unit produksi dan biaya satuan (Unit cost) dari tiap-tiap output rumah sakit, sangat penting untuk alokasi anggaran dan untuk perencanaan anggaran. c) Budgetary control Hasil analisis biaya dapat dimanfaatkan untuk memonitor dan mengendalikan kegiatan operasional rumah sakit. Misalnya mengidentifikasi pusat-pusat biaya yang strategis dalam upaya efisiensi rumah sakit d) Evaluasi dan Pertanggung Jawaban. Analisis biaya bermanfaat untuk menilai performance keuangan RS secara keseluruhan, sekaligus sebagai pertanggungan jawaban kepada pihakpihak berkepentingan. Agar analisis biaya dapat dilakukan dengan baik dan berjalan dengan efisien, diperlukan langkahlangkah sebagai berikut: a. Pilih satuan waktu Satuan waktu untuk perhitungan biaya, biasanya tahun anggaran yang telah berjalan dan datanya tersedia dan lengkap.
Jurnal Kedokteran Forensik Indonesia, Vol. 14 No. 3, Juli – September 2012
68 b. Identifikasi pusat biaya pelayanan unit produksi dan pendukung Pusat biaya yang dimaksud adalah unit-unit yang ada dalam RS yang menyediakan pelayanan atau menyediakan pendukung pelayanan sesuai struktur organisasi c. Tersedianya informasi mengenai output Dalam kurun waktu yang dipilih, identifikasi semua output yang ada di RS, baik pasien umum atau pasien askes. d. Perhitungan biaya satuan Ada tiga komponen biaya satuan, yaitu - Biaya satuan actual Biaya satuan diperoleh dari suatu hasil perhitungan berdasarkan atas pengeluaran nyata untuk menghasilkan produk pada suatu kurun waktu tertentu, disebut biaya satuan actual. - Biaya satuan normative Biaya satuan yang secara normative dihitung untuk menghasilkan suatu jenis pelayanan kesehatan menurut standar baku disebut biaya satuan normative. Besarnya biaya satuan normative ini terlepas dari apakah pelayanan tersebut dipergunakan pasien atau tidak. Dalam menghitung biaya satuan normative, semua biaya di unit produksi tertentu diklasifikasikan kembali menjadi biaya tetap dan biaya variable. Biaya normative dapat dihitung dengan menggunaan rumus : UC = (TFC/kapasitas + TVC/output) UC : unit cost TFC : Total Fixed Cost (biaya tetap total) TVC : Total Variabel Cost (biaya variable total)
Unit produksi yang biaya satuannya dihitung dengan menggunakan biaya satuan normative juga disebut dengan unit produk homogen, misalnya unit rawat jalan dan unit rawat inap. - Biaya satuan produk heterogen Produk heterogen adalah beberapa produk yang berasal satu cost center. Perhitungannya dilakukan dengan teknik pembobotan yang dikenal dengan istilah Relative Value Unit (RVU). Unit produk heterogen nisalnya unit kamar operasi, unit laboratorium, unit radiologi, unit rehabilitasi medis, dan unit kamar jenazah. e. Perhitungan Relative Value Unit (RVU) Dasar pembobotannya adalah biaya medis habis pakai dan bahan habis pakai ( variable cost ). f. Metode analisis biaya
Ada beberapa macam proses pendistribusian dari pusat biaya ke pusat pendapatan, yaitu: a. Simple Distribution Method Sesuai dengan namanya, tehnik ini sangat sederhana, yaitu melakukan distribusi biaya-biaya yang dikeluarkan di pusat biaya penunjang, langsung ke berbagai pusat biaya produksi. Distribusi ini dilakukan satu persatu dari masingmasing pusat biaya penunjang. Tujuan distribusi dari suatu unit penunjang tertentu unit-unit produksi yang relevan, yaitu yang secara fungsional diketahui mendapat dukungan dari unit penunjang tertentu tersebut. Kelebihan cara adalah kesederhanaannya sehingga mudah dilakukan. Namun kelemahannya adalah asumsi bahwa dukungan fungsional hanya terjadi antara unit penunjang dengan unit penunjang bisa juga terjadi transfer jasa, misalnya direksi yang mengawasi unit dapur, unit dapur yang memberi makan kepada direksi dan staff tata usaha dan lain-lain. b. Step Down Method Untuk mengatasi kelemahan simple distribution method tersebut, dikembangkan metode distribusi anak tangga. Dalam metode ini, dilakukan distribusi biaya unit penunjang kepada unit penunjang lain dan unit produksi. Caranya, distribusi biaya dilakukan secara berturut-turut, dimulai dengan unit penunjang yang biasanya terbesar. Biaya unit penunjang tersebut didistribusikan ke unit-unit lain (penunjang dan produksi yang relevan). Setelah selesai dilanjutkan dengan distribusi biaya dari unit penunjang lain yang biayanya nomor dua terbesar. Proses ini terus dilakukan sampai semua biaya dari unit penunjang habis didistribusikan ke unit produksi. Perlu dicatat dalam metode ini biaya yang didistribusikan dari unit penunjang kedua, ketiga, keempat dan seterusnya mengandung dua elemen biaya yaitu asli unit penunjang yang bersangkutan ditambah biaya yang ia terima dari unit penunjang lain. Kelebihan metode ini adalah sudah dilakukannya distribusi dari unit penunjang ke unit penunjang lain. Namun distribusi ini sebetulnya belum sempurna, karena distribusi tersebut hanya terjadi satu arah, seakan-akan fungsi tunjang menunjang antara sesama unit penunjang hanya terjadi sepihak. Padahal dalam kenyataan, bisa saja hubungan tersebut timbal balik. Misalnya bagian umum melakukan pemeliharaan alat-alat dapur dan sebaliknya dapur memberi makanan staff bagian umum.
Jurnal Kedokteran Forensik Indonesia, Vol. 14 No. 3, Juli – September 2012
69 c. Double Distribution Method Dalam metode ini, pada tahap pertama dilakukan distribusi biaya yang dikeluarkan di unit penunjang lain dan unit produksi. Hasilnya sebagian unit penunjang sudah didistribusikan ke unit produksi, akan tetapi sebagian masih berada di unit penunjang. Artinya, ada biaya yang tertinggal di unit penunjang, yaitu biaya yang diterimanya dari unit penunjang lain. Biaya yang masih berada di unit penunjang ini dalam tahap selanjutnya didistribusikan ke unit produksi, sehingga tidak ada lagi biaya yang tersisa di unit penunjang. Karena metode ini dilakukan dua kali distribusi biaya, maka metode ini dinamakan metode distribusi ganda. Kelebihan meode ini sudah dilakukan distribusi dari unit penunjang ke unit penunjang lain, dan sudah terjadi hubungan timbal balik antara unit penunjang dengan unit penunjang lain secara fungsional. Metode ini merupakan metode yang terpilih unuk analisis biaya puskesmas maupun rumah sakit di Indonesia. d. Multiple Distribution Method Dalam metode ini, distribusi biaya dilakukan secara lengkap, yaitu antara sesame unit penunjang, dari unit penunjang ke unit produksi, dan antara sesama unit produksi. Tentu saja distribusi antara unit tersebut dilakukan kalau memang ada hubungan fungsional antar keduanya. Jadi dapat dikatakan bahwa multiple distribution method pada dasarnya adalah double distribution method plus alokasi antara sesama unit produksi. Perhitungan sulit dilakukan oleh karena diperlukan catatan hubungan kerja antara unit-unit produksi yang sangat banyak. Dalam praktek tehnik ini sangat jarang dilakukan. Sejauh ini yang lazim dipergunakan adalah double distribution method. Perhitungan biaya satuan pelayanan otopsi Dalam melakukan analisis biaya, langkah awal yang harus dilakukan adalah penelusuran atas biaya-biaya yang keluar yang berhubungan dengan pelayanan otopsi, antara lain biaya unit pelayanan dan biaya dari unit penunjang pelayanan. Unit penunjang yang terkait langsung dengan kegiatan pelayanan otopsi adalah administrasi, keuangan, pemeliharaan sarana dan laundry. Penelusuran biaya sesuai dengan tahun aggaran yang sudah berjalan yaitu tahun anggaran 2011 (Januari-Desember). a. Perhitungan biaya tetap Biaya tetap terdiri dari gaji dan investasi. Jumlah pegawai yang terkait dengan pelayanan
otopsi adalah 22 pegawai. Terdiri dari 11 dokter spesialis forensik, 1 dokter gigi forensik, 1 apoteker, 6 teknisi otopsi. Jumlah gaji pegawai untuk pelayanan otopsi adalah Rp 47,668,100 ,00. Sedangkan jumlah gaji pegawai pada unit penunjang administrasi adalah Rp 5,840,800,00 pada unit penunjang keuangan adalah Rp 5,398,300, pada unit penunjang pemeliharaan sarana adalah Rp 3,264,700,00 dan pada unit penunjang laundry adalah Rp 3,450,900,00. Biaya investasi yang didapat adalah harga barang disetahunkan (AIC) dari biaya investasi total sebesar Rp. 2,851,543,00. b. Perhitungan biaya variable Biaya variable merupakan semua biaya yang dikeluarkan untuk ongkos pelayanan yang besrnya tidak tergantung pada hasil pelayanan (jumlah pasien). Biaya variable pada unit pelayanan otopsi terdiri dari biaya bahan habis pakai dan biaya operasional pemeliharaan. Besar biaya habis pakai selama tahun 2011 pada unit pelayanan otopsi adalah sebesar Rp 3,946,000,00, pada unit penunjang administrasi adalah Rp 9,741,000,00 pada unit penunjang keuangan adalah Rp 7,350,000,00 pada unit penunjang pemeliharaan sarana adalah Rp 468,000,00 dan pada unit penunjang laundry adalah Rp 768,000,00. Biaya operasional dan pemeliharaan selama tahun 2011 pada unit pelayanan otopsi adalah sebesar Rp 26,071,750,00, pada unit penunjang administrasi adalah Rp 23,837,039,00 pada unit penunjang keuangan adalah Rp 19,835,033,00 pada unit penunjang pemeliharaan sarana adalah Rp 13,253,033 ,00 dan pada unit penunjang laundry adalah Rp 12,953,033 ,00 c. Perhitungan biaya total Biaya total merupakan hasil penjumlahan semua biaya termasuk biaya tetap, biaya operasional dan biaya pemeliharaan. Dasar perhitungan metode distribusi ganda Perhitungan biaya satuan (unit cost) dengan metode distribusi ganda dengan memperhatikan pembobotan sebagai berikut: a. Untuk perhitungan alokasi biaya gaji, dasar pembobotan yang digunakan adalah jumlah pegawai b. Untuk perhitungan alokasi biaya investasi, dasar pembobotan yang digunakan adalah luas lantai
Jurnal Kedokteran Forensik Indonesia, Vol. 14 No. 3, Juli – September 2012
70 c. Untuk perhitungan alokasi biaya operasional dan pemeliharaan, dasar pembobotan yang digunakan adalah luas lantai d. Untuk perhitungan alokasi biaya bahan medis habis pakai, digunakan metode simple distribution yaitu unit produksi dianggap sebagai pusat biaya. Hal ini dilakukan karena penggunaan bahan medis murni untuk pasien dan unit penunjang tidak menggunakan bahan tersebut. Analisis biaya satuan unit pelayanan otopsi Metode yang digunakan untuk perhitungan adalah metode distribusi ganda dengan langkahlangkah sebagai berikut: a. Pengumpulan biaya tetap yang terdiri dari investasi dan biaya gaji b. Pengumpulan biaya variable yang terdiri dari biaya bahan medis habis pakai, biaya non medis habis pakai, dan biaya operasioanal dan pemeliharaan c. Mengidentifikasi seluruh biaya total yaitu dengan cara menjumlahkan biaya tetap dengan biaya variable d. Menghitung jumlah tenaga dan jumlah pemakaian bahan yang akan dijadikan dasar penghitungan analisa biaya e. Untuk distribusi pertama, distribusikan biaya total dari masing-masing unit penunjang ke unit penunjang lainnya f. Untuk distribusi kedua, bagi habis biaya dari masing-masing unit penunjang sehingga diperoleh biaya total unit pelayanan otopsi g. Membuat rekapitulasi hasil distribusi ganda ke dalam matriks Spread Sheet antara lain: 1) Spreed Sheet gaji 2) Spreed Sheet investasi 3) Spreed Sheet operasional dan pemeliharaan 4) Spreed Sheet bahan medis habis pakai 5) Spreed Sheet total h. Membuat tabel rekap biaya total (total cost) dan biaya satuan (unit cost) unit pelayanan otopsi i. Menghitung biaya satuan yaitu biaya total dari komponen biaya pada unit pelayanan dibagi total output unit pelayanan Secara terperinci sebagai berikut: 1. Spread Sheet gaj 2. Spread Sheet investasi Biaya investasi unit pelayanan otopsi meliputi biaya investasi gedung, alat medis dan alat non medis. Biaya investasi ditentukan dengan menggunakan harga sebuah barang kemudian disetahunkan
(annualized investment cost) dengan memperhitungkan penyusutan dan umur barang. Kesulitan yang dihadapi dalam menghitung biaya penyusutan investasi antara lain system pengarsipan yang belum tertata dengan baik sehingga menyulitkan dalam mencari datadata yang diperlukan dan masa hidup barang tertentu belum ada standar yang baku. 3. Spreed Sheet operasional dan pemeliharaan Biaya operasional unit pelayanan otopsi meliputi alat tulis kantor, biaya listrik, biaya telepon, biaya air dan pembiayaan umum lainnya untuk keperluan rumah tangga. Biaya pemeliharaan meliputi biaya pemeliharaan gedung, alat medis dan alat non medis. 4. Spread Sheet bahan medis habis pakai Alokasi bahan medis habis pakai menggunakan metode simple distribution karena komponen biaya tersebut tidak dialokasikan untuk unit penunjang. 5. Spread Sheet total Berdasarkan perhitungan dengan metode distrbusi ganda dari tiap komponen biaya yang tercermin dari empat spread sheet tersebut di atas, kemudian direkapitulasi menjadi satu buah rekap spread sheet dan rekap biaya satuan (unit cost). Berdasarkan rekapitulasi dari keempat spread sheet tersebut di atas, maka didapatkan biaya satuan unit pelayanan otopsi seperti pada tabel berikut ini: Tabel Biaya satuan (unit cost) unit pelayanan otopsi
Data Dasar
unit cost Otopsi (Rp)
Jumlah personil luas lantai Jumlah pasien HASIL SPREAD SHEET 1. Spreed sheet gaji 2. Spread sheet inventaris (AIC) 3. Spreed sheet operasional 4. Spread sheet bahan medis habis pakai HASIL TOTAL SPREAD SHEET 1. Total Cost 2. Total Cost tanpa AIC 3. Total Cost tanpa AIC+gaji
847,627 187,624 1,338,739 30,848 2,404,838 2,217,214 1,369,587
Biaya satuan unit pelayanan otopsi adalah sebesar Rp 1.369.587,00 sedangkan tarif yang berlaku di RSUD Dr.Soetomo adalah Rp
Jurnal Kedokteran Forensik Indonesia, Vol. 14 No. 3, Juli – September 2012
71 661.000,00 sehingga terjadi selisih sebesar Rp 708.587,00. Subsidi yang diberikan kepada pasien untuk satu kali pelayanan adalah sebesar Rp 708.587,00 subsidi tersebut bisa berupa bahanbahan medis, alat medis dan non medis, gedung tempat pelayanan dan tenaga pemberi pelayanan. Dari hasil perhitungan biaya satuan (unit cost) sebesar Rp 1.369.587,00 dan tarif yang diberlakukan sebesar Rp 661.000,00 maka didapatkan CRR (Cost Recovery Rate) sebesar 48,26%. CRR adalah nilai dalam persen yang menunjukkan seberapa besar kemampuan rumah sakit menutup biayanya dibandingkan dengan penerimaan dari retribusi pasien. Dapat disimpulkan bahwa unit pelayanan otopsi merupakan cost center unit dimana unit pelayanan tersebut masih memerlukan subsidi untuk menjalankan pelayanannya. Secara umum unit cost tidak selalu sama dengan tarif. Hal ini dipengaruhi oleh perkiraan jumlah produk yang akan terjual setahun, makin banyak produk yang dijual kemungkinan tarif yang diberlakukan makin rendah. Adapun faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam penyusunan tarif adalah : 1. Biaya satuan Informasi biaya satuan adalah informasi yang menggambarkan besarnya biaya pelayanan per pasien. Informasi ini merupakan informasi pertama yang digunakan untuk menetapkan tarif, dimana juga dapat dimanfaatkan untuk menilai skala ekonomis produk yang dihasilkan. Suatu proses produksi dikatakan telah memanfaatkan sepenuhnya skala ekonomis yang dimiliki, bila tidak lagi dimungkinkan untuk menurunkan biaya satuan tersebut. Secara teoritis, semakin besar output semakin rendah biaya satuan, sampai batas tertentu, karena bila tingkat pelayanan terus ditingkatkan maka dibutuhkan faktor input. 2. Tingkat kemampuan masyarakat Tingkat kemampuan masyarakat diukur dengan cara melihat ATP (Ability to Pay) serta WTP (Willingness to Pay) masyarakat. Bila masyarakat mempunyai kemampuan membayar rendah dan tingkat utilisasi selama ini rendah, maka sulit bagi sarana kesehatan untuk menaikkan tarif, apalagi lokasi tidak mendukung (misalnya di daerah terpencil). Setiap penyesuaian tarif, juga harus memperhitungkan seberapa besar kelompok masyarakat yang kemungkinan tidak akan mampu membeli pelayanan kesehatan yang menjadi haknya. Tapi bagaimanapun juga, upaya mobilisasi dana tidak boleh
mengganggu aksesibilitas pelayanan kesehatan. Sebaliknya bila masyarakat masih memiliki consumer surplus maka diharapkan kenaikan tarif dengan mempertimbangkan berapa kemampuan dan kemauan membayar masyarakat. 3. Tarif pelayanan pesaing yang setara Meskipun telah menghitung biaya satuan dan tingkat kemampuan masyarakat, sarana kesehatan perlu juga membandingkan tarif pelayanan pesaing yang setara. Sebagai contoh pelayanan otopsi di RS Saiful Anwar pada tahun 2011 sebesar Rp 500.000,00. Kesimpulan 1. Analisis biaya adalah suatu kegiatan menghitung biaya untuk berbagai jenis pelayanan yang ditawarkan, baik secara total maupun perpelayanan per klien dengan cara menghitung seluruh biaya pada seluruh unit yang ada dimana biaya yang terdapat pada unit yang tidak menghasilkan produk (pusat biaya) didistribusikan kepada unit-unit yang menghasilkan produk dan menghasilkan pendapatan (pusat pendapatan). 2. Manfaat analisis biaya adalah dapat dipergunakan rumah sakit sebagai dasar pengukuran kinerja, sebagai dasar penyusunan anggaran dan subsidi, alat negosiasi pembiayaan kepada stakeholder terkait dan dapat pula dijadikan acuan dalam mengusulkan tarif pelayanan rumah sakit yang baru dan terjangkau masyarakat. 3. Perhitungan biaya satuan dengan metode distribusi ganda untuk pelayanan otopsi sebesar Rp 1.369.587,00 sedangkan tarif yang berlaku adalah Rp 661.000,00, dengan CRR sebesar 48,26%. 4. Dari perhitungan unit cost, unit pelayanan otopsi merupakan unit cost center yang masih memerlukan subsidi untuk menjalankan pelayanannya. Daftar Pustaka Gondodiputro, S. Penghitungan Unit Cost di Pelayanan Kesehatan Primer. Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung. Sadiyanto. Analisis Biaya Pelayanan Rawat Jalan, Operasi dan Refraksi di Balai Pengobatan Mata “Kamandaka” Purwokerto Kabupaten Banyumas Tahun 2001. Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang. 2002.
Jurnal Kedokteran Forensik Indonesia, Vol. 14 No. 3, Juli – September 2012
72 Pranata, Yohan. Analisis Biaya Satuan Pelayanan di Unit Hemodialisis Rumah Sakit Umum Methodist Medan tahun 2006. Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara Medan. 2008 Suryana, Agus. Aplikasi Simulasi Biaya Operasional Rumah Sakit Umum Daerah Di Propinsi Lampung Dengan Metode Double Distribution Dalam Upaya Membantu Menyiapkan Pola Tarif Pelayanan Rumah Sakit Swadana Yang Terjangkau Oleh
Masyarakat. Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2006. Djuhaeni, H. Jasa Pelaksana Pelayanan Di Rumah Sakit Umum Daerah (Teori Dan Praktis ). http://repository.unpad.ac.id/bitstream/hand le/123456789/1373/jasa_pelaksana_pelayan an_di_rs_umum_daerah.pdf?sequence=3 Tanggal 2 Maret 2012
Jurnal Kedokteran Forensik Indonesia, Vol. 14 No. 3, Juli – September 2012