Efektif Jurnal Bisnis dan Ekonomi
Desember 2012
Vol. 3, No. 2, Desember 2012, 101 - 110
Henry Sarnowo
101
ANALISIS BELANJA DAERAH PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2010 Henry Sarnowo Fakultas Ekonomi Universitas Janabadra Yogyakarta ABSTRACT The aim of this research is to measure the effect of Local Revenue (PAD), the General Allocation Fund (GAF), and Gross Regional Domestic Product (GRDP) of the provinces in Indonesia Expenditure. In addition to knowing the difference between Expenditure (BD) provinces in Eastern Indonesia and Expenditure (BD) province in Indonesian West Region used a dummy variable. The results of this study are revenue (PAD) obtained Provinces in the study period did not affect the Provincial Expenditure in Indonesia. In addition, the Expenditure in eastern Indonesia and the Expenditure in the West Region Indonesia, on average, there was no difference. General Allocation Fund (GAF) received by the Provincial and Regional Gross Domestic Product (GDP) during the period of research has a positive effect of Provincial Expenditure in Indonesia Keywords: Expenditures, PAD, DAU, GDP, Dummy Variable. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Menurut Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, kewenangan pemerintahan daerah adalah menyelenggarakan seluruh fungsi pemerintahan, kecuali dalam bidang politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, dan agama, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah. Penyelenggaraan pemerintahan di daerah dilaksanakan berdasarkan pada asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Pemerintahan daerah yang dimaksud adalah pemerintahan daerah propinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota. Untuk membiayai pelaksanaan fungsi pemerintahan, Pemerintah Daerah mempunyai sumber-sumber penerimaan daerah yang tercantum dalam Undang-undang nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, yaitu Pendapatan Daerah dan Pembiayaan. Pendapatan Daerah terdiri atas Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan,
dan Lain-lain Pendapatan. Pembiayaan terdiri atas Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Daerah, Penerimaan Pinjaman Daerah, Dana Cadangan Daerah, dan Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan. Adanya kewenangan Pemerintah Daerah, khususnya Pemerintah Daerah Propinsi untuk menyelenggarakan hampir seluruh fungsi pemerintahan menyebabkan kebutuhan dana yang besar untuk mendanai Belanja Daerah. Menurut Undang-undang nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Belanja Daerah diklasifikasikan menjadi 10 (sepuluh) jenis, yaitu Belanja Pegawai, Barang dan Jasa, Modal, Belanja Bunga, Belanja Subsidi, Belanja Hibah, Belanja Bantuan Sosial, Belanja Bagi Hasil, Belanja Bantuan Keuangan, dan Belanja tak Terduga. Belanja Daerah diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban Daerah. Perlindungan dan peningkatan kualitas kehidupan masyarakat diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, penyediaan fasilitas pelayanan
102
Efektif Jurnal Bisnis dan Ekonomi
Desember 2012
kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak, serta mengembangkan sistem jaminan sosial (Kaho, 2012).
Belanja Daerah (BD) provinsi di Kawasan Barat Indonesia.
Belanja Daerah setiap provinsi mempunyai besaran yang berbeda-beda. Sebagai ibukota negara, Provinsi DKI Jakarta menempati urutan pertama dalam jumlah Belanja Daerah, yaitu sebesar Rp24.285.347.454.000,00, sedangkan daerah dengan jumlah Belanja Daerah paling kecil adalah Provinsi Gorontalo, yaitu sebesar Rp568.217.886.558,00.
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 1. Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses, di mana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber dayasumber daya yang ada, dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut (Arsyad, 1999). Untuk melaksanakan pembangunan ekonomi daerah diperlukan perencanaan agar dapat berhasil. Melalui perencanaan pembangunan ekonomi daerah, suatu daerah dilihat sebagai suatu unit ekonomi (economic entity) yang di dalamnya terdapat berbagai unsur yang berinteraksi satu dengan yang lain.
Dilihat dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Propinsi Kalimantan Barat menempati urutan pertama dalam jumlah PAD, yaitu sebesar Rp63.054.027.087.169,00, sedangkan daerah dengan jumlah PAD paling kecil adalah Provinsi Maluku, yaitu sebesar Rp73.454.872.755,00. 2. Perumusan Masalah Memperhatikan latar belakang tersebut di muka, maka perumusan masalah yang berkaitan dengan belanja daerah provinsi dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya dapat dibentuk menjadi pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Seberapa besar pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) terhadap Belanja Daerah provinsi di Indonesia? 2. Apakah ada perbedaan antara Belanja Daerah (BD) provinsi di Kawasan Timur Indonesia dan Belanja Daerah (BD) provinsi di Kawasan Barat Indonesia? 3. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin penelitian ini adalah:
dicapai
dalam
1. Mengetahui besarnya pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) terhadap Belanja Daerah provinsi di Indonesia; 2. Mengetahui adanya perbedaan antara Belanja Daerah (BD) provinsi di Kawasan Timur Indonesia dan
Terdapat 3 (tiga) unsur dasar perencanaan pembangunan ekonomi daerah jika dikaitkan dengan hubungan pusat dan daerah (Kuncoro, 2012). a. Perencanaan pembangunan ekonomi daerah yang realistis memerlukan pemahaman tentang hubungan antara daerah dengan lingkungan nasional, di mana daerah tersebut merupakan bagian darinya, keterkaitan secara mendasar antara keduanya, dan konsekuensi akhir dari interaksi tersebut. b. Sesuatu yang tampaknya baik secara nasional belum tentu baik untuk daerah. Sebaliknya, yang baik untuk daerah belum tentu baik secara nasional. c. Perangkat kelembagaan yang tersedia untuk pembangunan daerah biasanya sangat berbeda pada tingkat daerah dengan yang tersedia pada tingkat pusat. Selain itu, derajat pengendalian kebijakan sangat berbeda pada dua tingkat tersebut. Oleh karena itu, perencanaan daerah
Desember 2012
Henry Sarnowo
yang efektif harus dapat membedakan apa yang seyogianya dilakukan dan apa yang dapat dilakukan dengan menggunakan sumberdayasumberdaya pembangunan sebaik mungkin yang benar-benar dapat dicapai, dan mengambil manfaat dari informasi lengkap yang tersedia pada tingkat daerah karena kedekatan perencananya dengan obyek perencanaan. 2. Strategi Pembangunan Ekonomi Daerah Menurut Sjafrizal (2008), ada beberapa strategi yang perlu dilakukan untuk meningkatkan pembangunan ekonomi daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota. a. Strategi Berbasis Keunggulan Kompetitif Daerah b. Pengembangan Komoditi Unggulan c. Peningkatan Kemampuan Teknologi Daerah d. Peningkatan Kualitas Sumberdaya Manusia Daerah e. Pengembangan Kewirausahaan Daerah f. Pengembangan Kawasan Ekonomi Terpadu g. Peningkatan Kerjasama Ekonomi antar Daerah h. Pembangunan Ekonomi Kota i. Pengembangan Ekonomi Desa 3. Strategi Pembangunan Seimbang Strategi pembangunan seimbang diartikan sebagai pembangunan berbagai jenis industri secara bersamaan sehingga industri tersebut saling menciptakan pasar bagi yang lain. Selain itu dapat juga diartikan sebagai keseimbangan pembangunan di berbagai sektor (Arsyad, 1999). Menurut Abipraja, pembangunan seimbang dalam hubungannya dengan pembangunan daerah adalah pembangunan yang dilaksanakan secara merata di berbagai daerah sehingga setiap daerah mencapai tingkat laju pembangunan yang sama (Wardana, 2007). 4. Konsep Desentralisasi Untuk mendefinisikan
desentralisasi
103
tidaklah mudah, karena menyangkut berbagai aspek, terutama aspek fiskal, politik, administrasi, dan pembangunan ekonomi. Desentralisasi akan diwujudkan dalam pelimpahan kewenangan kepada pemerintahan pada tingkat yang lebih rendah (Sidik, 2002). Dalam proses pembangunan di suatu negara sering ditemukan berbagai permasalahan yang sangat kompleks. Pembangunan ekonomi secara keseluruhan yang dijabarkan dalam pembangunan daerah akan terancam kesinambungannnya apabila basis ekonomi daerah sangat dipengaruhi oleh fluktuasi ekonomi makro. Namun demikian bukan berarti setiap daerah harus benar-benar swadaya, tetapi yang terpenting adalah agar pembangunan harus kritis dan peka dalam mencermati suatu masalah yang dapat menimbulkan risiko yang berlebihan (Carrol and Stanfield, 2001). Dengan demikian tidak semua kewenangan pemerintah pusat dilimpahkan kepada pemerintah daerah. Dorongan desentralisasi yang terjadi terutama di negara-negara sedang berkembang, dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain latar belakang atau pengalaman suatu negara, peranannya dalam globalisasi dunia, kemunduran dalam pembangunan ekonomi, tuntutan terhadap perubahan tingkat pelayanan masyarakat, tanda-tanda adanya disintegrasi, dan respon terhadap kegagalan yang banyak dialami oleh pemerintah sentralistik dalam memberikan pelayanan yang efektif kepada masyarakat (Sidik, 2002). Pendapat yang mendukung desentralisasi mengatakan bahwa pelayanan publik yang paling efisien diselenggarakan oleh wilayah yang memiliki pengawasan geografis yang minimum, dengan alasan (Sidik, 2002): a. pemerintah daerah sangat menghayati kebutuhan masyarakatnya; b. keputusan pemerintah daerah sangat responsif terhadap kebutuhan masyarakat, sehingga mendorong pemerintah daerah untuk melakukan efisiensi dalam penggunaan dana yang berasal dari masyarakat; c. persaingan antar daerah dalam memberikan pelayanan kepada masya-
104
Efektif Jurnal Bisnis dan Ekonomi
rakat akan mendorong pemerintah daerah untuk meningkatkan inovasi. 5. Teori Pengeluaran Pemerintah Secara makro teori mengenai pengeluaran pemerintah dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) golongan (Mangkusubroto, 1996). a. Model Pembangunan tentang Perkembangan Pengeluaran Pemerintah Model yang dikembangkan oleh Rostow dan Musgrave ini menghubungkan antara perkembangan pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap pembangunan ekonomi yang terdiri atas tahap awal, tahap menengah, dan tahap lanjut. Model ini didasarkan pada pengamatan terhadap proses pembangunan yang dialami oleh banyak negara. Pada tahap awal, persentase investasi pemerintah terhadap total investasi besar, karena pemerintah harus menyediakan berbagai macam prasarana. Pada tahap menengah, investasi swasta semakin besar, namun demikian investasi pemerintah tetap dibutuhkan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar dapat tinggal landas. Pada tahap lanjut, aktivitas pemerintah beralih dari penyediaan prasarana ke pengeluaran untuk aktivitas sosial. b. Hukum Wagner Wagner mengemukakan suatu teori mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah yang didasarkan pada pengamatan di negara Eropa, Amerika Serikat, dan Jepang pada abad ke-19. Di samping itu pandangan Wagner didasarkan pada suatu teori yang disebut organic theory of the state (teori organis mengenai pemerintah), dan tidak didasarkan pada teori mengenai pemilihan barang-barang publik. Adapun hukum Wagner tersebut dinyatakan sebagai berikut. Dalam suatu perekonomian, apabila pendapatan perkapita meningkat, secara relatif pengeluaran pemerintah pun
Desember 2012
akan meningkat. Dalam hal ini Wagner menjelaskan bahwa peranan pemerintah yang semakin meningkat disebabkan oleh pemerintah yang harus mengatur hubungan yang muncul dalam masyarakat. c. Teori Peacock dan Wiseman Teori Peacock dan Wiseman didasarkan pada suatu pandangan bahwa pemerintah selalu berusaha memperbesar pengeluarannya, sedangkan masyarakat tidak senang membayar pajak yang semakin besar, yang digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang semakin besar tersebut. Teori ini juga didasarkan pada suatu pandangan bahwa masyarakat mempunyai tingkat toleransi pajak, yaitu tingkat kesediaan masyarakat untuk membayar pajak yang dibutuhkan pemerintah untuk membiayai pengeluarannya. Tingkat toleransi ini merupakan kendala bagi pemerintah untuk menaikkan pajak secara semena-mena, namun demikian Peacock dan Wiseman tidak menyebutkan besarnya tingkat toleransi tersebut. Adapun teori Peacock dan Wiseman dinyatakan sebagai berikut: perkembangan ekonomi menyebabkan pemungutan pajak semakin meningkat, meskipun tarif pajak tidak berubah, dan meningkatnya penerimaan pajak menyebabkan pengeluaran pemerintah juga semakin meningkat. 6. Model Pengeluaran Pemerintah Daerah a. Model Median-voter Pemikiran mengenai permintaan masyarakat terhadap pelayanan p e m e r i n t a h diangkat dari model median-voter. Dalam model tersebut pengeluaran pemerintah dipengaruhi oleh pendapatan, pajak, dan populasi penduduk, yang dirumuskan sebagai berikut (Fisher, 1996). E = a + bY + cP + dN + eD + u di mana: E = pengeluaran pemerintah; Y = pendapatan;
(1)
Desember 2012
Henry Sarnowo
105
7. Kajian Penelitian Sebelumnya di Beberapa Negara a. Amerika Serikat Penelitian di Amerika Serikat ini menggunakan 2 (dua) negara bagian (state) sebagai daerah penelitian, yaitu Georgia, yang terdiri atas 158 county, dan New York, yang terdiri atas 57 county. Variabel yang digunakan adalah expenditures per capita sebagai dependent variable, serta population density, percent school aged children, dan per capita personal income sebagai independent variabel (Bahl and Wallace, 2001).
P = pajak; N = jumlah penduduk; D = kepadatan penduduk. b. Model Pindyck-Rubinfeld Pindyck-Rubinfeld telah mengembangkan model pengeluaran pemerintah daerah di Amerika Serikat dengan model persamaan sebagai berikut (Gujarati, 1995). EXP = β1 + β2AID + β3INC + β4POP + mi (2) di mana: EXP = pengeluaran pemerintah; AID = sumbangan; INC = pendapatan; POP = jumlah penduduk.
b. Rusia Penelitian di Rusia ini meliputi 77 daerah. Variabel yang digunakan adalah per capita expenditures sebagai dependent variable, serta per capita GRP, percent of population under working age, percent of pensioners, dan percent of poor farmers sebagai independent variable (Bahl and Wallace, 2001).
Tabel 1. Hasil Regresi dengan OLS di Negara Bagian Georgia dan New York, menurut County, 1992
Constant
Population density
Percent school aged children
Per capita personal income
R2
Georgia Expenditure per capita
2.82
0.057
0.887
0.776
(-1.04)
(1.41)
(2.58)
(2.91)
4.57
-0.001
-0.041
0.364
(-0.02)
(-0.14)
(2.32)
0.16
New York Expenditure per capita
(2.40) Sumber: Bahl and Wallace, 2001.
0.22
Tabel 2. Hasil Regresi dengan OLS di 77 Daerah di Rusia, 1998 Constant Per Expenditures
Per capita GRP capita
Sumber: lihat Tabel 2.1.
Percent population
of
age
under working
R2 0.67
-10.95
0.85
1.22
(-10.52)
(12.21)
(5.32)
106
Efektif Jurnal Bisnis dan Ekonomi
c. Cina Penelitian di Cina ini dilakukan di Provinsi Jiangsu, yang terdiri atas 64 county dan 11 city (kota). Variabel yang digunakan adalah per capita expenditure sebagai dependent variable, serta per capita GDP, dan dummy variable (D=1 untuk kota) sebagai independent variable ( Bahl and Wallace, 2001).
Tabel 3. Hasil Regresi dengan OLS di Provinsi Jiangsu, 1995 Constant
Per capita GDP
Per capita Expenditure
Dummy variable
0.38
R2 0.86
0. 57 (12.76)
(8.66)
Sumber: lihat tabel 2.1.
d. Korea Penelitian di Korea menggunakan data time-series dengan kurun waktu 1981-1998. Variabel yang digunakan adalah rasio antara pengeluaran pemerintah daerah dengan GDP (LE) sebagai dependent variable, dan ukuran desentralisasi fiskal, yang ditunjukkan oleh rasio antara pengeluaran pemerintah daerah dengan total pengeluaran pemerintah (DEC) sebagai independent variable, serta real per capita disposable income (INCOME) dan population (POP) sebagai control variable (Kwon, 2002).
Tabel 4. Hasil Regresi dengan OLS di Korea, 1981-1998 Intercept LE -1.983 (-2.129)
DEC
INCOME
POP
Adjusted R2
0.27
7 . 4 0 8 E - 1.550E- 0.885 07 08
(0.430)
(1.207)
(0.603)
Sumber: Kwon, 2002.
HIPOTESIS Berdasarkan permasalahan tersebut di muka, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Desember 2012
secara signifikan berpengaruh positif terhadap Belanja Daerah (BD) provinsi di Indonesia; 2. ada perbedaan antara Belanja Daerah (BD) propinsi di Kawasan Timur Indonesia dan Belanja Daerah (BD) provinsi di Kawasan Barat Indonesia. METODE PENELITIAN 1. Variabel Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas dependent variable dan independent variable. Sebagai dependent variable adalah Belanja Daerah (BD), sedangkan sebagai independent variable adalah a. Pendapatan Asli Daerah (PAD); b. Dana Alokasi Umum (DAU); c. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB); d. Dummy variable (DM). 2. Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data cross section pada tahun 2010, data sekunder yang diperoleh dari Direktorat Jenderal Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (www.djkd.depdagri.go.id) dan Badan Pusat Statistik (www.bps.go.id). 3. Alat Analisis dan Model Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi berganda dengan persamaan modelnya sebagai berikut BD = a0 + a1PAD + a2DAU + a3PDRB + a5DM + u (3) di mana: BD : Belanja Daerah (Rp); PAD : Pendapatan Asli Daerah (Rp); DAU : Dana Alokasi Umum (Rp); PDRB : Produk Domestik Regional Bruto (Rp); DM : dummy variable. di mana DM = 1 jika daerah provinsi berada di Kawasan Barat Indonesia, dan DM = 0 jika daerah provinsi berada di Kawasan Timur Indonesia;
Desember 2012
Henry Sarnowo
: konstanta; a0 a1,2,3,4,5 : koefisien independent
variable; u : error terms.
4. Uji Statistik dan Uji Asumsi Klasik Uji Statistik terdiri atas uji t, uji F, dan koefisien determinasi (R2), sedangkan uji asumsi klasik terdiri atas uji multikolinieritas, uji autokorelasi, dan uji heteroskedastisitas. ANALISIS DAN PEMBAHASAN 1. Definisi Operasional a. Belanja Daerah (BD) adalah semua kewajiban Daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan; b. Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang diperoleh Daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan; c. Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang bersumber dari pendapatan
107 Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi; d. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah Produk Domestik Regional Bruto Provinsi di Indonesia; dan e. Dummy variable (DM) adalah variabel di mana DM = 1 jika daerah propinsi berada di Kawasan Barat Indonesia, dan DM = 0 jika daerah provinsi berada di Kawasan Timur Indonesia.
2. Hasil Uji Regresi Regresi hanya dilakukan terhadap data dari 31 provinsi di Indonesia, karena dari 2 provinsi lainnya terdapat data outlier, sehingga data tersebut tidak digunakan. Hasil regresi dengan variabel dependen BD dan variabel independen PAD, DAU, PDRB, dan DM terlihat dalam Tabel 5 berikut.
Tabel 5. Hasil Regresi Ordinary Least Squares (OLS) Dependent Variable: BD Method: Least Squares Date: 11/22/12 Time: 21:29 Sample: 1 31 Included observations: 31 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
-2.30E+11
9.25E+11
-0.248347
0.8058
PAD
-0.007279
0.023407
-0.310990
0.7583
DAU
2.653169
1.500827
1.767805
0.0888
PDRB
0.014220
0.004885
2.910683
0.0073
DM
9.85E+11
5.92E+11
1.664503
0.1080
R-squared
0.669520
Mean dependent var
2.67E+12
Adjusted R-squared
0.618677
S.D. dependent var
2.27E+12
S.E. of regression
1.40E+12
Akaike info criterion
58.92119
Sum squared resid
5.10E+25
Schwarz criterion
59.15248
Log likelihood
-908.2784
F-statistic
13.16834
Durbin-Watson stat
1.555261
Prob(F-statistic)
0.000005
Sumber: Hasil olah data dengan E-Views
108
3. Uji Statistik a. Koefisien determinasi (R2) Dari hasil regresi diperoleh R2 sebesar 0,6695. Artinya 66,95% variasi dalam variabel dependen (BD) dapat dijelaskan oleh variabel independen dalam model tersebut, sedangkan sisanya (33,05%) dijelaskan oleh variabel independen lain di luar model. b. Uji t Hasil regresi tersebut di atas menunjukkan bahwa angka t-statistik untuk variabel PAD dan DM tidak signifikan karena angka probabilitas (prob.) lebih dari a (pada a = 0,05), yaitu sebesar 0,7583 dan 0,1080. Angka t-statistik untuk variabel DAU dan PDRB signifikan karena angka probabilitas (prob.) kurang dari a, yaitu sebesar 0,0888 (pada a = 0,10) dan 0,0073 (pada a = 0,05). Artinya pengujian t dikatakan tidak signifikan secara statistik untuk variabel PAD dan DM, sedangkan pengujian t dikatakan signifikan secara statistik untuk variabel DAU dan PDRB. c. Uji F Hasil regresi tersebut di muka menunjukkan angka F-statistik signifikan karena angka probabilitas (prob.) kurang dari a (pada a = 0,05), yaitu sebesar 0,000005. Artinya pengujian F dikatakan signifikan secara statistik untuk semua variabel. 4. Uji Asumsi Klasik a. Uji Multikolinearitas Korelasi antar variabel independen yang terlihat dalam Tabel 6 menunjukkan bahwa angka korelasinya kurang dari 0,8 (rule of tumbs 0,8) maka dikatakan tidak ada multikolinieritas.
Tabel 6. Hasil Uji Multikolinieritas PAD PAD
1.000000
DAU
0.179995
PDRB
0.063777
DM
Desember 2012
Efektif Jurnal Bisnis dan Ekonomi
DAU 0.179995
PDRB
DM
0.063777
-0.131421
1.000000
0.658084
0.658084
1.000000
-0.131421 0.011468
0.396529
Sumber: lihat Tabel 4.1.
0.011468 0.396529 1.000000
b. Uji Autokorelasi Hasil uji Breusch-Godfrey dalam tabel 7 menunjukkan bahwa angka Obs*R-squared secara statistik tidak signifikan karena probabilitas lebih dari a (dengan a = 0,05). Hal ini menunjukkan tidak adanya autokorelasi.
Tabel 7. Hasil Uji Breusch-Godfrey F-statistic
0.391208
O b s * R - 0.978714 squared
Probability Probability
0.680473 0.613020
Sumber: lihat tabel 4.1.
c. Uji Heteroskedastisitas Hasil uji White dalam tabel 8 menunjukkan bahwa angka Obs*R-squared secara statistik tidak signifikan karena probabilitas lebih dari a (dengan a = 0,05). Hal ini menunjukkan tidak adanya heteroskedastisitas.
Tabel 8. Hasil Uji White F-statistic
0.404900
Probability
0.947882
Obs*Rsquared
7.329188
Probability
0.884400
Sumber: lihat Tabel 4.1.
Interpretasi Hasil Regresi Berdasarkan hasil regresi tersebut di muka dapat diinterpretasikan pengaruh variabel-variabel independen terhadap variabel dependen sebagai berikut
a. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan Asli Daerah tidak berpengaruh terhadap Belanja Daerah. Hasil ini menunjukkan bahwa kenaikan Pendapatan Asli Daerah provinsi tidak diikuti kenaikan Belanja Daerah provinsi di Indonesia. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis yang diajukan.
b. Dana Alokasi Umum (DAU) Dana Alokasi Umum berpengaruh positif terhadap Belanja Daerah. Hal ini sesuai dengan hipotesis yang diajukan. Nilai koefisien regresi variabel DAU sebesar 2,653169 mempunyai arti bahwa setiap kenaikan DAU sebesar Rp1.000.000,00 akan menyebabkan kenaikan Belanja Daerah sebesar Rp2.653.169,00. Hal
Desember 2012
Henry Sarnowo
ini menunjukkan bahwa kenaikan pemberian DAU kepada provinsi akan menaikkan Belanja Daerah propinsi di Indonesia. c. Produk Domestik Regional Bruto per Kapita (PDRB) Produk Domestik Regional Bruto berpengaruh positif terhadap Belanja Daerah propinsi di Indonesia. Hal ini sesuai dengan hipotesis yang diajukan. Nilai koefisien regresi variabel PDRB sebesar 0,014220 mempunyai arti bahwa setiap kenaikan PDRB sebesar Rp1.000.000,00 akan menyebabkan kenaikan Belanja Daerah sebesar Rp14.220,00. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan PDRB provinsi akan menaikkan Belanja Daerah provinsi di Indonesia. d. Dummy Variable (DM) Dummy Variable tidak berpengaruh terhadap Belanja Daerah provinsi di Indonesia. Hasil ini menunjukkan bahwa antara Belanja Daerah di Kawasan Timur Indonesia dengan Belanja Daerah di Kawasan Barat Indonesia secara rata-rata tidak ada perbedaan. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis yang diajukan.
109 Alokasi Umum (DAU) sebagai salah satu sumber Pendapatan Daerah yang digunakan untuk Belanja Daerah. b. Meskipun Pendapatan Asli Daerah (PAD) tidak berpengaruh terhadap Belanja Daerah, Pemerintah Provinsi di Indonesia perlu selalu meningkatkan PAD karena merupakan sumber utama Pendapatan Daerah.
DAFTAR PUSTAKA Adisasmita, Rahardjo, 2011. Pembiayaan Pembangunan Daerah. Edisi Pertama. Graha Ilmu. Yogyakarta. Lincolin, 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah. BPFE, Yogyakarta.
Arsyad,
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan a. Besarnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang diperoleh Daerah Provinsi pada periode penelitian tidak mempengaruhi besarnya Belanja Daerah Provinsi di Indonesia. Di samping itu antara Belanja Daerah di Kawasan Timur Indonesia dengan Belanja Daerah di Kawasan Barat Indonesia secara rata-rata tidak ada perbedaan. b. Dana Alokasi Umum (DAU) yang diterima oleh Daerah Provinsi pada periode penelitian mendorong kenaikan Belanja Daerah Provinsi di Indonesia. Di samping itu besarnya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) mempengaruhi besarnya Belanja Daerah Provinsi di Indonesia. Saran a. Pemerintah Provinsi di Indonesia perlu selalu mengajukan Dana
Bahl,
Roy
and Wallace, Sally. 2001. “Fiscal Decentralization: The Provincial-Local Dimension”. Public Finance in Developing and Transition Countries: A Conference in Honor of Richard Bird Conference Papers. April 3. Georgia State University, Atlanta, Georgia.
Carrol, Michael C. and Stanfield, James R. 2001.“Sustainable Regional Economic Development”. Journal of Economic Issues. Vol. XXXV, No. 2. Davey, K.J., 1988. Pembiayaan Pemerintah Daerah. UI-Press. Jakarta. Devas,
Nick, dkk., 1989. Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia. UI-Press. Jakarta.
Elmi, Bachrul, 2002. Keuangan Pemerintah Daerah Otonom di Indonesia. UIPress. Jakarta. Fisher, Ronald C. 1996. State and Local Public Finance. 2nd edition. Irwin, Chicago. Gujarati,
Damodar N. 1995. Basic Econometrics. 3rd edition. McGraw-Hill, Singapore.
110
Efektif Jurnal Bisnis dan Ekonomi
Kaho, Josef Riwu, 2012. Analisis Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia, PolGov, Yogyakarta. Kwon, Osung. 2002. “The Effect of Fiscal Decentralization on Public Spending: The Korean Case”. 13th Annual Conference on Public Budgeting and Financial Management. Januari. Washington, DC. Kuncoro,
Mudrajad, 2012. Perencanaan Daerah, Bagaimana Membangun Ekonomi Lokal, Kota dan Kawasan. Salemba Empat. Jakarta.
Mangkoesoebroto, Guritno.1996. Ekonomi Publik. Edisi ke-3. BPFE, Yogyakarta. Musgrave, Richard A. and Peggy A. Musgrave. 1989. Public Finance in Theory and Practice. 5th edition. McGraw-Hill Inc., New York. Nachrowi, D. N. dan Hardius Usman, 2005. Penggunaan Teknik Ekonometri. Edisi Revisi. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta Reksohadiprodjo, Sukanto. 2001. Ekonomika Publik. Edisi Pertama. BPFE, Yogyakarta. Saragih, Juli Panglima, 2003. Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah dalam Otonomi. Penerbit Ghalia Indonesia. Jakarta. Sidik,
Machfud. 2002. “Kebijakan, Implementasi dan Pandangan ke Depan Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah”. Seminar Nasional: Menciptakan Good Governance demi Mendukung Otonomi Daerah dan Desentralisasi Fiskal. 20 April, Yogyakarta.
Sjafrizal, 2008. Ekonomi Regional, Teori dan Aplikasi. Baduose Media. Padang.
Desember 2012
Wardana, I Made. 2007. Analisis Strategi Pembangunan Provinsi Bali Menuju Balance Growth. Buletin Studi Ekonomi. Volume 12, Nomor 2. Wei, Yehua. 1998. “Economic Reforms and Regional Development in Coastal China”. Journal of Contemporary Asia, Vol. 28, No. 4. Widodo,
Tri. 2006. Perencanaan Pembangunan: Aplikasi Komputer (Era Otonomi Daerah). UPP STIM YKPN. Yogyakarta.
Winarno,
Wing Wahyu. 2007. Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan E-Views. UPP STIM YKPN. UPP STIM YKPN. Yogyakarta
www.bps.go.id www.djkd.depdagri.go.id