Pemerintahan ili iit! ii!r
i::
KineriaInstansi Akuntabllitas Analisis Padang : KasusKabupaten Femerintah Parianran ') H. SvnHnUDDIN ") Gunt Besarpada FE-UAlPengajar keuangan Negara pada Program PascaSariana Unand Padang
1. Pendahuluan Meningkatkan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Daerah kepada masyarakat adalah merupakan alasan utama perubahan sistem pemerintahan daerah dari UU 5/7974 menjadi UU 22/7999. Peranan DPRD sebagaibadan perwakiian rakyat di daerah akan sangatmenentukan keberhasilanpencapaiantujuan tersebut(Syahruddin dan werry' 200D' Oleh karena itu, UU 22/1999 memberikan peranan yang besar sekali kepada lembaga ini untuk mendapatkan peluang bagi pelaksanaan fungsinya yaitu untuk meningkatkan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah Daerah terhadap masyarakat (Ps. 16, Ps. 22 dan Uraian Penjelasanbutir 4). Mendahului cita-cita tersebut, pemerintah telah menerbitkan inpres 7 /7999 yang memberikan kewenangan kepada LAN/BPKP untuk menyiapkan pedoman pelaksanaan akuntabilitas tersebut. LAN/BPKP telah berhasil menyiapkan 5 (lima) modul untuk pelaksanaanAkuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah yang sering dikenal dengan istilah LAKIP (Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah).Pedoman Penyusunan LAKIP itu sendiri diatur pada modul 5. Tetapi yang menarik bagi kita adalah metode pengukuran Kinerja lnstansi Pemerintah yang dijelaskan dalam modul 3. Tulisan ini bertujuan untuk membahas metode pengukuran kinerja yang ada pada modul 3 dan metode pelaksanaannya.KabupatenPadangPariamanadalah salahsatu daerah yang dijadikan sebagaiuji-coba pelaksanaanmodul tersebut.Hasil uji-coba adalah LPJ Kepala Daerah tahun anggaran 2001.Ada beberapamacam laporan Kepala Daerah untuk tahun anggaran tersebut,namun yang dijadikan sebagaiacuan adalah buku III (LPJKepala Daerah tahun 2001: laporan akuntabilitas kinerja). Oleh karena akuntabilitas terkait pada perencanaandan penganggaran,maka analisisini dikaitkan dengan Ilmu Keuangan Negara (Public Finance)dan Ilmu PerencanaanPembangunanEkonomi serta Ilmu tentang Analisis Proyek Pernerintah.
l{o. 3VApril - Juni ZOOI- 49 Per€ncanaan Pembangunan
-:til
it:.:.
Pemerintahan indikator kinerja untuk tingkat sub-kegiatanatau lebih rendah dan kedua, penggunaan konsep bobot untuk mengetahui kinerja kegiatan atau kelompok yang lebih besar. Prosedur perhitungan terlihat pada tabel berikut:
Tabel 1. Struktur PenentuanKinerjaInstansiPemerintah: Kasus KabupatenPadangPariaman Satuan Yang Dinilai
Frekuensi
Metode
1.
Visi
I
cKl
2.
Misi
5
Bobot
1
Sasaran
4.
5eU3!s!
16
_Br!ot
5.
Program
36
Bobot
o.
Kegiatan
120
Bobot
7.
Sub Keoiatan
156
REA/RENX 1OO%
Catatan: REA = Realisasi REN = Rencana CKI = CapaianKerjaInstitusi Sumber:LPJ KepalaDaerahKab. PadangPariamanTA.2001(Bukulll), Lamp3 hal.2 Capaian IK sub-kegiatan (proyek) dihitung dengan membandingkan realisasi (REA) dengan rencana (Ren) dikalikan dengan70O7o.Jika realisasi sama dengan rencana maka CIK adalah "100%. Sebagaicontoh diambil "program peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan" seperti terlihat pada Lampiran I. Program ini terbagi pada beberapa kegiatan dan kegiatan terbagi kepada subkegiatan. Salah satu sub-kegiatan adalah "rehabilitasi SLTP". Ada dua bangunan sekolah yang direhabiliiasi yaitu SLTP No. 4 Pariaman dan SLTP No. 2 Sungai Limau. Evaluasi Kinerja Sub-kegiatan "rehabilitasi SLTP" didasarkan pada lima butir evaluasi (oleh LAN/BPKP disebut sebagai indikator) yaitu: input, output, outcome,benefit dan impact. Yang dibandingkan adalah Realisasi dengan Rencana.Misalnya untuk input ada dua dasar penilaian yaitu dana dan sarana. Rencanadana adalah Rp 35 juta dan realisasinyajuga R.p 35 juta. |adi berarti capaiannya adalah 700%. Sedangkan untuk sarana digunakan ukuran paket. Realisasi sama besarnya dengan rencana/ sehingga capai.annya100%.Oleh karena input terdiri dari dua komponen, maka masing-masing komponen diberi bobot dan akhirnya diperoleh capaian input yaitu 10070. Selanjutnya, evaluasi benefitdidasarkan kepada peningkatan proses belajar mengajar. Sedangkansatuan hitung adalah %. Rencanapeningkatan prosesbelajar mengajar di dua SLTP tersebut adalah 75%..Sedanskanrealisasinya adalah 60%.ladi berarti capaian indikator benet'itadalah807a (607o:75% x 100%). Evaluasi impact didasarkan pada usia gedung dengan menggunakan satuan hitung %. Rencana257o dan realisasitidak diketahui, sehingga,capaian juga tidak dapat dihitung. Pengertian benefityang digunakan ini sangat jauh berbeda dengan benefityang dijelaskan dalam Analisis Proyek atau dalam Ilmu Keuangan Negara. Yang diartikan dengan benefitdalam ilmu-ihnu ini adaiah manfaat yang diperoleh oleh masyarakat yang terkait dengan penggunaan fasilitas yang disediakan oleh pemerintah. Ada dua bentuk manfaat yaitu, pqlarna yang berwujud dan kedua yang tidak berwujud. Kemudian, keduannya dibedakan pula menjadi yang dapat dihitung dengan uang dan tidak dapat dihitung dengan uang (lihat Masgrave, 1,973:hal. 747-746untuk teori dan hal. 170-197untuk contoh). Ada dua kelompok masyarakat yang terkait dengan penyediaan fasilitas pelayanan dalam bidang pendidikan tersebut yaitu, pertama anak-anak umur sekolah (dalam hal ini adalah umur 1315 tahun) yang disebut sebagaipengguna fasilitas pelayanan dan kedua kelompok masyarakat lain
PenncanaanPembangunan No,3VApril - JuniZOOS- 5 1
I
t!:,'
Pemerintahan ,:.i.iffi
ifii:
oleh kemamPuannya untuk menwujudkan visi yang telah ditentukan sebelumnya. Tulisan ini tidak akan membahas secararinci visi kabupaten Padang Pariaman, tetapi mencoba memperlihatkan proses pencapaian visi dengan menggunakan dasar penilaian (capaian) sub-kegiatan.seperti telah dikemukakan diatas, Setelah masing-masing butir penilaian pada sub-kegiatan dilakukan (Lampiranl), maka fugas berikutnya adalah menentukan hasil penilaian (capaian) satu sub-kegiatan. Setiap butir yang dinilai (input, output, outcome,benefitdan lmpact) diberi bobot berdasarkan kepentingannya. Ada dua sub-kegiatan yang diambil sebagai contoh penggunaan sistem pembobotan yaitu Pe4ama sub-kegiatan "Rehabilitasi SLTP" dan kedua sub-kegiatan "Peningkatan fasilitas Sarana Tabel2. Besarnya Bobot Kinerja Kebijakan Kabupaten Padang Pariaman2001 (%) Misi
Kebijakan
1,
1 . Meningkatkan kualitasSDM masyarakat 2 . Meningkatkan kualitasSDM aparatur .r. Pengembangan kesehatandan kesejahteraan nasional masyarakat
Bobot
1 . PemberdayaanekonomikerakyatanmelaluiUKM dan koperasi 2 . Meningkatkan kemampuankeuangandaerah 3. Pembangunankonsepperencanaanpartisipatif 4. Mewujudkanterbentuknyapemerintahannagari peluangusahabagi Mendorongdan memberikan perkembangan ekonomidaerah peternakan, perikanan, Pengembangan usahapertanian, pasar kehutananyang berorientasi 7. Pengembangan sumberdayaalam,pesisirdan lautan 8. Pengembangan objekwisatadan kegiatanpariwisata 9 . Peningkatanpenyediaansaranadan prasarana Bobot Misi2
3.
o
20
Bobot Misi 1 2.
6
5 5
53
1 . Peningkatan disiplin dankesadaran masyarakat danaparatur
7
Pemerintah BobotMisi 3 4,
7
1. Meningkatkan sinergiantaradatadanfaktauntukpelayanan pelaksanaan 2. Meingkatkan keefektifan dan keefisienan pembangunan
12
Bobot Misi4
5.
5 7
pendidikan 1 . Mendorongpengembangan agama,adatdan budaya Bobot Misi 5
100
Jumlah Bobot Misi
Sumber:
LPJ KepalaDaerahKabupatenPadangPariamanTahun2001,bukulll, hal35.
Pemb ngunanNo.3UApril- JuniZOOS- 5 3 Perencanaan
Pemerintahan l,'r' penentuan kinerja kelompok. Tidak ada pola yang jelas yang dapat diterapkan agar memberikan makna penilaian yang sama antara satu instansi dengan instansi lain, atau antara safu daerah otonom dengan daerah otonom lain. Besar kecilnya bobot untuk satu butir yang dinilai hanya ditentukan oleh kepentipgan butir yang bersangkutan dalam kelompoknya (lihat LPJ Bupati Padang Pariaman buku III). Implementasi dari pendekatan ini terlihat jelas jika dibandingkan CIKSK (1) dengan CIKSK (2) pada Lampiran 1. Kabupaten Padang Pariaman (tabel t) mempunyai 16 kebijakan,5 misi dan satu visi. Kinerja visi diperoleh dengan pemberian bobot bagi setiap kebijakan yang ada atas CIKK (Capaian Indikator Kebijakan). Besarnya bobot untuk setiap kebijakan terlihat pada tabel 2 berikut. Kebijakan mempunyai bobot yang hampir sdrna yaitu sekitar 5 - 8Vo,sedangkan bobot misi berbeda besar satu sama lainnya. Misi 1 diberikan bobot 207o,misi 2 diberikan bobot 53%,misi3 diberikan bobot 7Vo,misi 4 mempunyai bobot 12Vodan, misi 5 mempunyai bobot B%. Perbedaan ini lebih banyak dipengaruhi oleh jumlah kebijakan yang ada pada satu misi dibandingkan dengan pentingnya misi. Jika digunakan ketentuan yang dibuat oleh LAN /BPI
4. Analisis Pengukuran Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Konsep Indikator Kinerja Kesalahan dalam pedoman yang disusun terjadi saat mengoperasionalkan konsep indikator kinerja. LAN/BPKP gagal dalam menterjemahkan indikator kinerja kedalam program/ kegiatan dan sub-kegiatan. Ini jelas sekali terlihat pada Modul 3 dengan judul "pengukuran kinerja instansi pemerintah". LAN/BPKP sudah sangat tahu dengan syarat-syarat indikator kinerja dan mereka juga dapat mengemukakan contbh yang benar (Modul 3, hal 10 -1i). Pengertian mereka tentang indikator kinerja ini sudah sama dengan konsep Bappenas (baca: Propenas tahun 2000-2004hal VII. 11 dan Gostkowski, "1976hal 1.17- 119). Operasionalisasi konsep indikator kinerja menjadi lain. Yang dianggap indikator kinerja dalam operasionalnya adalah kinerja sub-kegiatan atau kinerja proyek yaltu input, output, otttcome,benefit dan impact. Bedanya dalam evaluasi proyek atau evaluasi pengeluaran berdasarkan Ilmu Keuangan Negara, yang diperhitungkan hanya input yang didefinisikan dengan cosf dan benefitsaja. Maka ratio. fadi berarti yang dievaluasi berdasarkan pedoman (modul) muncullah konsep B/C (benet'tt-cost) (= sub kegiatan) bukan instansi pemerintah sebagaimana diharapkan. Dari tersebut adalah proyek evaluasi sub-kegiatan dihasilkan evaluasi visi dengan menggunakan bobot. Jadi berarti yang dilakukan adalah penjumlahan evaluasi sub-kegiatan dengan menggunakan (= penjumlahan evaluasi sub - kegiatan), bukan evaluasi kinerja instansi pemerintah seperti bobot yang diharapkan. Evaluasi instansi pemerintah ditentukan oleh indikator kinerja instansi tersebut. Departemen Pendidikan Nasional membawahi jenjang pendidikan SLTP dan SLTA. Keberhasilan Departemen ini akan ditentukan oleh besar kecilnya jumlah anak-anak umur sekolah (SLTP atau SLTA) yang tertampung pada sekolah-sekolahyang ada, baik negeri maupun swasta. Untuk SLTP misalnya akan ditentukan oleh juinlah akan umur 13-15tahun yang bersekolah untuk tahun tertentu (katakan untuk tahun 2001). Angka ini biasanya disebut sebagai APN4 (Angka Partisipasi Murni) untuk jejang pendidikan SLTP. Jika APM tahun 2001 lebih besar dibandingkan APM tahun 2000, maka berarti kinerja instansi tersebut adalah baik dan sebaliknya jika tidak, naik atau turun.
Pembangunan No.3VApril - JuniZOOf - 5 5 Percncanaan
ffi
Pemerintahan
KineriaInstansi Akuntabllitas Analisis Padang : KasusKabupaten Pemerintah Parianian
ll.
rill
i:
') H. SvnHnuDDIN keuanganNegarapadaProgram ") Guru BesarpadaFE-IJAlPengaiar PascaSarianaUnandPadang
1. Pendahuluan Meningkatkan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Daerah kepada masyarakat adalah merupakan alasan utama perubahan sistem pemerintahan daerah dari UU 5/1974 menjadi UU 22/7gg9. Peranan DPRD sebagaibadan perwakiian rakyat di daerah akan sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan tersebut (Syahruddin dan Werry, 2002). Oleh karena itu, UU 22/7999 memberikan peranan yang besar sekali kepada lembaga ini untuk mendapatkan peluang bagi pelaksanaan fungsinya yaitu untuk meningkatkan Akuntabilitas ki.ne4a Pemerintah Daerah terhadap masyarakat (Ps. 16, Ps' 22 dan Uraian Penjelasanbutir 4). Mendahului cita-cita tersebut, pemerintah telah menerbitkan inpres 7 /1,999 yang memberikan kewenangan kepada LAN/BPKP untuk menyiapkan pedoman pelaksanaan akuntabilitas tersebut. LAN/BPKP telah berhasil menyiapkan 5 (lima) modul untuk pelaksanaanAkuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah yang sering dikenal dengan istilah Lazup (Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah).Pedoman penyusunan LAKIP itu sendiri diutnt pada modul 5. Tetapi yang menarik bagi kita adalah metode pengukuran Kinerja lnstansi Pemerintah yang dijelaskan dalam modul 3. Tulisan ini bertujuan untuk membahas metode pengukuran kinerja yang ada pada modul 3 dan metode pelaksanaannya.KabupatenPadangPariamanadalah salahsatu daerah yang dijadikan sebagaiuji-coba pelaksanaanmodul tersebut.Hasil uji-coba adalah LPJ k"putu Daerah tahun anggaran 2001.Ada beberapamacam laporan Kepala Daerah untuk tahun anggaran tersebut,namun yang clijadikansebagaiacuan adalah buku III (LP] Kepala Daerah tahun 2001: laporan akuntabilitas kinerja). Oleh karena akuntabilitas terkait pada perencanaandan penganggaran,maka analisisini dikaitkan dengan Ilmu Keuangan Negara (Public Finance) dan llmu PerencanaanPembangunan Ekonomi serta Ilmu tentang Analisis Proyek Pernerintah.
No.3UApril -Juni zOos - 49 Pembangunan Perencanaan
i,
l;!
Pemerintahan 2, PengukuranKineriaKineriaInstansiPemerintah IK (indikator kinerja) dijadikan sebagai dasar Pengukuran Kinerja Instansi Pemerintah. Modul 3 menjelaskan tentang fungsi, syarat-syarat, yang diikuti dengan, contoh dan kemudian dijelaskan rancangannya untuk implementasi. Ada 6 (enam) syarat-syarat IK yaitu: (1) spesifik dan jelas, (2) dapat diukur, (3) relevan, (4) dapat dicapai, (5) cukup fleksibel, dan (6) efektif. Ketentuan ini mirip dengan konsep SMART (specific, measurable,attainnable, releaant, dan time t'rarne) dalam Ilmu Kebijaksanaan Publik yang pada dasarnya sudah dikenal banyak dalam penyusunan Renstra (Rencana Strategis) suatu daerah. Butir yang mcnonjol adalah "dapat diukur". Ada empat kelompok contoh yang dikemukakan. Kita ambil contoh dalam bidang pendidikan/ pengembangan sumber daya manusia yaitu : r
Jumiah anak usia sekolah yang tertampung di SD.
r
Rasio dosen yang berpendidikan
.
Minat murid SD yang menyenangi pelajararan bahasa indonesia.
S-2 di PTN
Ada dua angka (rasio) yang sering dipakai untuk contoh pertama, baik untuk jenjang pendidikan SD, SLTP ataup.un untuk SLTA, yaitu APM (Angka Partisipasi Murni) dan APK (Angka Partisipasi Kasar). Salah satu dari angka ini (APM atau APK) dapat dijadikan sebagai alat ukur kinerja instansi pemerintah, disini tentu departemen yang mengurus jenjang pendidikan tersebut. Semakin tinggi APM, akan semakin baik kinerja instansi tersebut. Sedangkan APM tertinggi adalah 100. Angka ini menunjukkan semua anak umur sekolah sudah bersekolah. Untuk jenjang pendidikan SD berarti semua anak yang berumur 7-72 tahun sudah bersekolah. Arti yang lebih jauh adalah, ketentuan tentang wajib belajar umur 7-72 tahun sudah tercapai. Operasional dari konsep pengukuran IK disebut sebagai rancangan IK. Ada lima indikator kinerja yang diukur yaitu : (1) input, (2) otttput, (3) outcome, (4) benefit, dan (5) impact. Dengan menggunakan uraian dari setiap butir indikator ini, nampaknya penulis modul mengalami kesulitan dalarn membedakan IK instansi pemerintah dengan II( kegiatan (proyek). Kesulitan ini terlihat jelas dalam menterjemahkan indikator-iridikator tersebut kedalam bentuk operasional. Ada dua indikator yar\g mempunyai hubungan kuat dengan Ilmu Keuangan Negara dan Analisis Proyek yaitu ittput dan benefit. Dalam Ilmu Keuangan Negara (lihat: Masgrave, 7973: ck.6) kedua indikator ini dikategorikan sebugiai cosf (ongkos) dan benefit (manfaat). Pengertian ini mirip juga dengan cosf dan benefit dalam Analisis Proyek. Pengertian cosf dalam konsep LAN/BPKB dengan cosf dalam Ilmu Keuangan Negara/Analisis Proyek kelihatannya adalah mirip (tidak sepenuhnya sama). Tetapi, pengertian benelit berbeda jauh. Untuk menjelaskan perbedaan secara rinci, marilah kita amati kasus Kabupaten Padang Pariaman
3. Akuntabilitas KineriaInstansiPemerintah: KasusKabupaten PadangPariaman * Pengukuran Kineria Sub-kegiatan Penyusunan Akuntabilitas Kinerja dimulai dari penentuan visi, misi, sasaran,kebijaksanaan, program, kegiatan dan sub-Kegiatan.Program,kegiatan dan sub kegiatanada dalam APBD kabupaten Padang Pariaman tahun anggaran 2001. Oleh karena itu kita tidak akan membahas pengertianpengertiannya. Pembahasanlebih diarahkan kepada proses sampai pada penentuan kinerja Kepala Daerah (pencapaianvisi). Dengan menggunakan konsep LAN/BPKP, Capaian Kinerja Kepala Daerah adalah 85,97o. Laporan itu menyimpulkan Kinerja Bupati Padang Pariaman adalah "balk" (buku III, hal. 51). Angka ini diperoleh dengan menggunakan dua konsep utama yaitu pertama. konsep tentang evaluasi
5 0 - p"r"n""n"an Pembangunan No.3VApril - Juni2003
Pemerintahan indikator kinerja untuk tingkat sub-kegiatan atau lebih rendah dan kedua. penggunaan konsep bobot untuk mengetahui kinerja kegiatan atau kelompok yang lebih besar. Prosedur perhitungan terlihat pada tabel berikut:
Tabel 1. Struktur PenentuanKinerjaInstansi Pemerintah: Kasus KabupatenPadangPariaman Satuan Yang Dinilai 1.
Visi
4 1
Misi
Frekuensi
Metode
cKl
I
Bobot
Sasaran
4.
Kebijakan
16
Bobot
6
Program
36
fomt
6.
Kegiatan
120
Bobot
7.
Sub Kegiatan
156
REA/RENX 1OO%
Catatan: REA = Realisasi REN = Rencana CKI= CapaianKerjalnstitusi Sumber:LPJ KepalaDaerahKab. PadangPariamanTA.2001(Bukulll), Lamp3 hal.2 Capaian IK sub-kegiatan (proyek) dihitung dengan membandingkan realisasi (REA) dengan rencana (Ren) dikalikan dengan7007o.Jika realisasi sama dengan rencana maka CIK adalah 7007o. Sebagaicontoh diambil "prograrn peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan" seperti terlihat pada Lampiran I. Program ini terbagi pada beberapa kegiatan dan kegiatan terbagi kepada subkegiatan. Salah satu sub-kegiatan adalah "rehabilitasi SLTP". Ada dua bangunan sekolah yang direhabilitasi yaitu SLTP No. 4 Pariaman dan SLTP No. 2 Sungai Limau. Evaluasi Kinerja Sub-kegiatan "rehabilitasi SLTP" didasarkan pada lima butir evaluasi (oleh LAN/BPKP disebut sebagai indikator) yaitu: input, output, oLttcome,benefit dan impact. Yang dibandingkan adalah Realisasi dengan Rencana.Misalnya untuk input ada dua dasar penilaian yaitu dana dan sarana. Rencanadana adalah Rp 35 juta dan realisasinyajuga Rp 35 juta. jadi berarti capaiannya adalah 700%.Sedangkan untuk sarana digunakan ukuran paket. Realisasi sama besarnya dengan rencana, sehingga capaiannya 7OO7o. Oleh karena input terdiri dari dua komponen, maka masing-masing komponen diberi bobot dan akhirnya diperoleh capaian input yaltu "100%. Selanjutnya, evaluasi benefitdidasarkan kepada peningkatan proses belajar mengajar. Sedangkansatuan hitung adalah 7o.Rencanapeningkatan prosesbelajar mengajar di dua SLTP tersebut adalah 75%..Sedangkanrealisasinya adalah 60%. Jadi berarti capaian indikator benet'itadalah 80% (60% : 75% x 700%).Evaluasi impact didasarkan pada usia gedung dengan menggunakan satuan hitung %. Rencana 25Vo dan realisasi tidak diketahui, sehingga, capaian juga tidak dapat dihitung. Pengertian benefityang digunakan ini sangat jauh berbeda dengan benefityang dijelaskan dalam Analisis Proyek atau dalam Ilmu Keuangan Negara. Yang diartikan dengan benefitdalam ilmu-ilmu ini adalah manfaat yang diperoleh oleh masyarakat yang terkait dengan penggunaan fasilitas yang disediakan oleh pemerintah. Ada dua bentuk manfaat yaitu, petialla yang berwujud dan kedua yang tidak berwujud. Kemudian, keduannya dibedakan pula menjadi yang dapat dihitung dengan uang dan tidak dapat dihitung dengan uang (lihat Masgrave, 1973: hal. 141-746untuk teori dan hal. 170-79"1untukcontoh). Ada dua kelompok masyarakat yang terkait dengan penyediaan fasilitas pelayanan dalam bidang pendidikan tersebut yaitu, pertama anak-anak umur sekolah (dalam hal ini adalah umur 1315 tahun) yang disebut sebagaipengguna fasilitas pelayanan dan kedua kelompok masyarakat lain
No.rVApdl - luni 2003 - 5 1 Perencanaan Pembangunan
Pemerintahan yang terpengaruh sebagai akibat adanya fasilitas pelayanan tersebut. Rehabilitasi hanya dapat menghasilkan sebagian kecil manfaat kedua dan manfaat itu hanya bersifat sementara, yaitu pelaksanaanrehabilitasi.Sedangkanmanfaat pertama tidak akan ada perubahan, sebabjumlah siswa yang tertampung tidak mengalami perubahan. Peningkatan proses belajar mengajar bertujuan untuk mernperbaiki kualitas hasil proses belajar mengajar. Dia akan berpengaruh positif terhadap peningkatan pendapatan anak didik. Fertanyaan yang muncul adalah: apakah mungkin pendapatan anak setelahmelalui proses belajar mengajar tersebut meningkat 75% setelah gedung SLTP direhabilitasi? Luar biasa kalau itu bisa terjadi. Sekali lagi luar biasa. Apalagi kalau dihubungkan dengan perkiraan realisasinya. Mungkin juga pengertian benefitoleh LAN/BPKP berbeda sama sekali dengan ilmu-ilmu yang telah disebutkan diatas. Jika benar berbeda, maka instansi pemerintah itu harus dapat mempertanggungjawabkannya kepada para akademisi (terutama yang ada di Perguruan Tinggi) secaraakademik bahwa konsep itu adalah benar. Jika tidak, maka berarti LAN/BPKP tidak dapat menghayati makna UU 22/7999 yaitu meningkatkan pertanggungjawaban eksekutif kepada masyarakat.Eksekutif disini berarti LAN/BPKP dan masyarakatadalah akademisi yang merupakan bahagian dari keseluruhan masyarakat yang ada di Indonesia. *Pengukuran Kinerja Instansi Pemerintah Kinerja instansi pemerintah (dalam hal ini adalah kinerja Bupati Padang Pariaman) ditentukan Lampiran 1. PerkiraanCapaian Kinerja Sub-kegiatan Sub-kegiatan
Satuan
Ren
Rea (f/")
Capaian {m
Bobot Capaian
Nilai
Mutudan ProgramPeningkatan pemerataan Pendidikan Saranadan KegiatanPeningkatan Dasar PrasaranaPendidikan danMenengah SLTP Sub - Kegiatan:rehabilitasi - No.4Pariaman - No.2 SungaiLimau EvaluasiKinena v Dana
y_qqenq
le!€t
I ___ -r _ __]pq__-_,n_____-*199___
yJgfeleqtyaFUelgqt_qQqgr__!9199_ __
Sub- Jumlah
100
2 _
2
1q0
100
100
2
2
100
100
100
,__7.5 -
60
80 __l@___!p
Outcome
v_Tetse$plye,tslg1gqn Be_lqgg, _ _[slas_ _lgrggi ke!utuhan Benefit
y P1999!Ae@1arrye1g_qgr _ _ __7. fgni1g[gt _
y_l4gmpep_an.iqn g U_Q ia
%
25
100
Gedung Sumber:LPJKepalaDaerahKab.PadangPariamanTA.2001(Bukulll), Lamp3 hal.2
5 2 - p",.n""n"an Pembangunan No.3UApril -tuni 2003
Pemerintahan ,;.:ii
oleh kemampuannya untuk menwujudkan visi yang telah ditentukan sebelumnya. Tulisan ini tidak akan membahas secararinci visi kabupaten Padang Pariaman, tetapi mencoba memperlihatkan proses pencapaian visi dengan menggunakan dasar penilaian (capaian) sub-kegiatan-seperti telah dikemukakan diatas. Setelah masing-masing butir penilaian pada sub-kegiatan dilakukan (Lampiranl), maka tugas berikutnya adalah menentukan hasil penilaian (capaian) satu sub-kegiatan. Setiap butir yang dinilai (input, output, outcome,benefitdan lmpact) diberi bobot berdasarkan kepentingannya. Ada dua sub-kegiatan yang diambil sebagai contoh penggunaan sistem pembobotan yaitu pcr,tarrQa sub-kegiatan "Rehabilitasi SLTP" dan kedua sub-kegiatan "Peningkatan fasilitas Sarana Tabel2. Besarnya Bobot Kinerja Kebijakan Kabupaten Padang Pariarnan2OO1(%\ Bobot
Misi
Kebijakan
1.
1 . Meningkatkan kualitasSDM masyarakat kualitasSDM aparatur 2 . Meningkatkan nasional .t. Pengembangan kesehatandan kesejahteraan masyarakat
20
Bobot Misi 1 2.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
ekonomikerakyatanmelaluiUKMdan koperasi Pemberdayaan Meningkatkan kemampuankeuangandaerah partisipatif konsepperencanaan Pembangunan Mewujudkanterbentuknyapemerintahannagari peluangusahabagi Mendorongdan memberikan perkembangan ekonomidaerah peternakan, perikanan, Pengembangan usahapeftanian, kehutananyang berorientasipasar sumberdayaalam,pesisirdan lautan Pengembangan objekwisatadan kegiatanpariwisata Pengembangan Peningkatanpenyediaansaranadan prasarana
dan aparatur disiplindan kesadaranmasyarakat 1. Peningkatan Pemerintah
7
sinergiantaradatadanfaktauntukpelayanan Meningkatkan 2. Meingkatkankeefektifandan keefisienanpelaksanaan pembangunan I
t.
12
Bobot Misi4 5.
5 5
7
Bobot Misi 3 4.
7
53
Bobot Misi2 3.
8 5
pendidikan agama,adatdan 1 . Mendorongpengembangan budaya Bobot Misi5
100
Jumlah Bobot Misi
Sumber:
LPJ KepalaDaerahKabupatenPadangPariamanTahun2001,bukulll, hal35.
Pembrngunan No,3UApril - JuniZOOS- 5 3 Per€ncanaan
Pemerintahan dan Prasarana Pendidikan Dasar" (lihat Lampiran 2). Untuk sub-kegiatan pertama, bobotnya adalah 20,35,30,1.5dan - masing-masingnya untuk input, output, ox.ltcome,benefit dan impact (jumlah bobot adalah 100). Sedangkan untuk sub-kegiatan kedua diberikan bobot dengan distribusi yang sedikit berbeda yaltu: 20, 30,25,25 dan - rnasing-masingnya untuk input, outpttt, olttcome, benefit dan impact. Capaian IK sub - kegiatan (CIKSK) dihitung dengan menggunakan bobot tersebut. CIKSK subkegiatan Rehabilitasi SLTP adalah 97Vo dan untuk sub-kegiatan Peningkatan fasilitas Sarana dan Prasararia Pendidikan dasar adalah 100 7o (Lampiran 2). Langkah berikutnya adalah mengukur kinerja kegiatan, program, kegiatan, misi dan akhirnya visi. Pengukuran dilakukan secara bertingkat dan dimulai pada bahagian ya.rg paling rendah dengan menggunakan sistem bobot (lihat Tabel 1). Secara tidak langsung, kegiatan adalah merupakan kumpulan dari sub-kegiatan, sedangkan kumpulan kegiatan disebut sebagai program dan seterusnya sampai pada tingkatan yang paling tinggi yaitu visi (modul 4) Ditinjau dari segi Ilmu Perencanaan Pembangunan Ekonomi, urutan berfikir tersebut adalah benar. Yang menjadi persoalan adalah metode pemberian bobot untuk setiap butir yang dinilai bagi
Lampiran 2. Evaluasi Kinerja Sub-Kegiatan
Program
Mutudan ProgramPeningkatan Pendidikan Pemerataan Saranadan KegiatanPeningkatan Dasardan PrasaranaPendidikan Menengah Sub-Kegiatan . RehabSLTP - SLTP4 Pariaman SLTP2. Sei.Limau
crKsK(%)
Kelompok Indikator Kinerja
Capaian Kelompok lK Yo*l
Bobot(%)
Input
100
20
20
Output
100
35
35
Outcome
100
30
30
Benefit
80
15
12
100
97
lmpact
cr KSK( 1) - Peningkatan fasilitassaranadan prasaranapendidikandasar - Pengem& revitalSlD/Ml
Input
100
20
- Rehab.MINLambangTanah
Output
100
30
Outcome
100
30 ;ZJ
100
; zc
%
100
100
- Rehabtotal SD 07 A. M RehaptotalSD 11 Dur D - Pengad/Penggantian Mobifer
Benefit
25
lmpact SD/MI
crKSK(2) Catatan : CIKSK= Capaian Indikator Kinerja Sub-Kegiatan. ./ diambildarikolomterakhirlampiran 1 (NilaiCapaian)
Sumber:LPJ KepalaDaerahKab PadangPariamanTahun2001(Bukulll). Lampiran4, hal.1
5 4 - p"r"n""n"an Pembangunan No.3VApril - luni 2003
I ,
Remerintahan :,,
penentuan kinerja kelompok. Tidak ada pola yang jelas yang dapat diterapkan agar memberikan makna penilaian yang sama antara satu instansi dengan instansi lain, atau antara safu daerah otonom dengan daerah otonom lain. Besar kecilnya bobot untuk satu butir yang dinilai hanya ditentukan oleh kepentilgan butir yang bersangkutan dalam kelompoknya (lihat LPJ Bupati Padang Pariaman buku III). Implementasi dari pendekatan ini terlihat jelas jika dibandingkan CIKSK (1) dengan CIKSK (2) pada Larnpiran 1. Kabupaten Padang Pariaman (tabel 1) mempunyai 16 kebijakan,5 misi dan satu visi. Kinerja visi diperoleh dengan pemberian bobot bagi setiap kebijakan yang ada atas CIKK (Capaian Indikator Kebijakan). Besarnya bobot untuk setiap kebijakan terlihat pada tabel 2 berikut. Kebijakan mempunyai bobot yang hampir sdma yaitu sekitar 5 - 8Vo,sedangkan bobot misi berbeda besar satu sama lainnya. Misi 1 diberikan bobot 207o,rnisi 2 diberikan bobot 53Vo,rnisi3 diberikan bobot 77o, rnisi 4 mempunyai bobot 72Vodan, misi 5 mempunyai bobot B%. Perbedaan ini lebih banyak dipengaruhi oleh jumlah kebijakan yang ada pada satu misi dibandingkan dengan pentingnya misi. Jika digunakan ketentuan yang dibuat oleh LAN /BPKP, maka berarti misi 2 hampir delapan kali pentingnya dibandingkan dengan misi 3. Betulkah didalam kenyataannya seperti itu ? Hanya penrrlis laporan yang tahu jawabannya. Pada pihak lain, penulis laporan sangat memahami pedoman yang ada. Tidak ada penyimpangan berarti. Tetapi peluang untuk menyimpang terbuka lebar pada saat pembobotan. fJnsur subjektivitas mudah sekali masuk, sebab tidak ada standar yang dapat digunakan sebagai dasar pembobotan, kecuali rasa kepenfingan dan rasa kepentingan itu bisa berbeda satu orang (aparatur) dengan orang (aparatur) Iain.
4. Analisis Pengukuran Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Konsep Indikator Kinerja Kesalahan dalam pedoman yang d.isusun terjadi saat mengoperasionalkan konsep indikator kinerja. LAN/BPKP gagal dalam menterjemahkan indikator kinerja kedalam program/ kegiatan dan sub-kegiatan. Ini jelas sekali terlihat pada Modul 3 dengan judul "pengukuran kinerja instansi pemerintah". LAN/BPKP sudah sangat tahu dengan syarat-syarat indikator kinerja dan mereka juga dapat mengemukakan contbh yang benar (Modul 3, hal 10 -11). Pengertian mereka tentang indikator kinerja ini sudah sama dengan konsep Bappenas (baca: Propenas tahun 2000-2004hal VII. 11 dan Gostkowski, 1976 hal. 1.17- 119). Operasionalisasi konsep indikator kinerja menjadi lain. Yang dianggap indikator kinerja dalam benefit operasionalnya adalah kinerja sub-kegiatan atau kinerja proyek yaitu input, output, oLttcome, dan impact. pedanya dalam evaluasi proyek atau evaluasi pengeluaran berdasarkan Ilmu Keuangan Negara, yang diperhitungkan hanya input yang didefinisikan dengan cosf dan benefitsaja. Maka ratio. fadi berarti yang dievaluasi berdasarkan pedoman (modul) muncullah konsep B/C (beneftt-cost) (= sub kegiatan) bukan instansi pemerintah sebagaimana diharapkan. Dari tersebut adalah proyek evaluasi sub-kegiatan dihasilkan evaluasi visi dengan menggunakan bobot. Jadi berarti yang dilakukan adalah penjumlahan evaluasi sub-kegiatan dengan menggunakan (= penjumlahan evaluasi sub - kegiatan), bukan evaluasi kinerja instansi pemerintah seperti bobot yang diharapkan. Evaluasi instansi pemerintah ditentukan oleh indikator kinerja instansi tersebut. Departemen Pendidikan Nasional membawahi jenjang pendidikan SLTP dan SLTA. Keberhasilan Departemen ini akan ditentukan oleh besar kecilnya jumlah anak-anak umur sekolah (SLTP atau SLTA) yang tertampung pada sekolah-sekolahyang ada, baik negeri maupun swasta. Untuk SLTP misalnya akan ditentukan oleh juinlah akan uryrur 13-15tahun yang bersekolah untuk tahun tertentu (katakan untuk tahun 2001). Angka ini biasanya disebut sebagai API\4 (Angka Partisipasi Murni) untuk jejang pendidikan SLTP. Jika APM tahun 2001 lebih besar dibandingkan APM tahun 2000, maka berarti kinerja instansi tersebut adalah baik dan sebaliknya jika tidak, naik atau turun.
Pembangunan Perencanaan No.3VAprit - Juni200g - 5 5
:...S
Pemerintahan * Pendekatan Bobot Seperti telah dikemukakan diatas, bobot clidasarkan pada kepentingan satu butir yang dievaluasi terhadap butir lainnya dalam satu kelompok yang dievaluasi kinerjanya. Ada hubungan positif antara besarnya bobot untuk satu butir yang dinilai dengan pentingnya peranan butir tersebut dalam kelompoknya. Kepentingan iiri lebih bersifat kualitatif dari pada kuantitatif. Ada dua kelemahan yang mungkin muncul dari sistem pembobotan ini. Pertama adalah kesulitan untuk membandingkan hasil evaluasi kinerja satu instansi/daerah dengan instansi /daerah lainnya. Misalnya, hasil penilaian terhadap kinerja Kabupaten Padang Pariaman adalah 85,9Vo sedangkan Kabupaten Kerinci di Propinsi Jambi mempunyai nllai 9OVo.Dapatkah kita menyimpulkan bahwa kinerja Bupati Kerinci lebih baik dari Bupati Padang Pariaman ? Sava sebagai akademisi, atau masyarakat akademisi akan menjawab tidak. Sekali lagi pasti tidak, sebab kedua angka evaluasi dihasilkan oleh metode yang belum tentu sama (bobot yang didasarkan pada penilaian kuantitatifl. Tetapi jika yang dibandingkan adalah indikator kinerja instansi pemerintah seperti APM, jawabannya adalah "ya".llka APM jenjang pendidikan SLTP di Kabupaten Padang Pariaman (misalnya 75%) adalah lebih besar dari APM Kabupaten Kerinci (misalnya 737o), maka berarti instansi yang bertanggung jawab dengan pengelolaan pendidikan tersebut lebih baik yang di Pariaman dibandingkan dengan di Kerinci. Alasannya, APM mempunyai pengertian yang sudah baku. Siapapun yang menggunakan angka ini, rumusnya pasti sama. Kelemahan kedua adalah kemungkinan membandingkan angka yang diperoleh untuk dua periode waktu pada satu daerah/instansi pemerintah. Kabupaten Padang Pariaman menghasilkan arrgka 85,9o/otahun 2001. Misalkan dalam tahun 2002 diperoleh angka 90%. Apakah dapat dikatakan ada peningkatan kinerja kepala daerahnya ? Jawabannya kembali sama seperti yang telah dikemukakan sebelumnya yaitu "belurn tentu". Alasannya adalah kedua angka itu mungkin dihitung tim yang berbeda yang dapat berakibat pada perbedaan penafsiran tentang kepentingan butir-butir yang dinilai. Kelemahan konsep kualitatif adalah tidak dapat diperbandingkan satu sama lain. Terakhii, untuk apakah angka hasil evaluasi kinerja instansi pemerintah itu digunakan ? Apakah angka itu akan dapat memberikan cerminan akuntabilitas kinerja Bupati Padang Pariaman ? Jawaban saya sebagai bahagian dari masyarakat akademisi yang juga merupakan bahagian dan keseluruhan masyarakat adalah "trdak" . Angka evaluasi ini hanya mampu berdiri sendiri, dan belum tentur pula dapat menjelaskan kinerja pemerintah dalam bidang keuangan yang sesungguhnva. Perlu kajian ulang terhadap pedoman yang ada jika ingin mengetahui tingkat akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Penulis modul diminta memahami Perencanaan Pembangunan Ekonomi dan Metode Penyusunan Anggaran Atas Dasar Kinerja (performance- budgeting). Performance bttdgeting dimulai dari penentuan IK, kemudian diikuti oleh penetapan sasaran (target) yang disebut juga sebagai kebijaksanaan. Berdasarkan target ditentukan program dan seterusnya kegiatan dan sub-kegiatan dan terakhir anggaranl. Anggaran dipengaruhi oleh besarnya target semakin besar target akan semakin besar pula anggaran yang perlu disediakan.
5. Catatan Akhir Berdasarkan analisa diatas, Kabupaten Padang Pariarnan telah berhasil menilai tingkat akuntabilitas instansi pemerintahnya. Hasil penilaian adalah "baik" berdasarkan pedoman pelaksanaan Inpress 7 /7999 yang disusun oleh LAN/BPKP. Predikat "baik" tersebut diperoleh dengan menjumlahkan hasil penilaian sub-kegiatan dengan menggunakan sistem pembobotan. Perlu diberikan penghargaan atas keberhasilan tersebut. Penjumlahan evaluasi kinerja sub-kegiatan menjadi evaluasi kegiatan, program dan seterusnya sampai pada evaluasi visi dengan menggunakan sistem pembobotan tidak akan dapat menjelaskan 1) Lihat: TargetPembangunanKesehatan2010 oleh DepartemenKesehatanR.l. (Kompas,5 November2002)
5 6 - p",.n.unuanPembangunan No.3UApril -luni 2003
I
I *
Pemerintahan
,'
akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (dalam hal ini adalah Bupati Padang Pariaman). Dia hanya dapat menjelaskan kinerja semua sub-kegiatan yang ada pada tahun anggaran tertentu dengan anggapan konsep input, output, outcome, benefit dan impact diterjemahkan secara benar sesuai dengan acuan yang berlaku umum, antara lain adalah evaluasi proyek (lihat SK Meneg. Perencanaan Pembangunan Nasional No.195/KET /72/7996 tanggal2 Desember 1996). Kesalahan yang besar terjadi pada saat menterjemahkan pengertian outcorne,benefit, dan impact. Terakhir, evaluasi kinerja instansi pemerintah yang dihasilkan dengan sistein (metode) yang ada tersebut tidak akan dapat dibandingkan satu sama lainnya, baik antar instansi pemerintah maupun antar waktu pada satu instansi pemerintah tertentu. Perbandingan itu tidak akan menghasilkan makna (arti) apa-apa, sebab sistem pembobotan didasarkan pada pendekatan kualitatif. Kemungkinan masuknya uJlsu.r subjektivitas sangat besar dalam proses penilaian hasil evaluasi kinerja instansi pemerintah. Sehingga hasil evaluasi ini tidak akan dapat menjelaskan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah kepada masyarakat, minimal kepada masyarakat akademisi, sebagaimana diharapkan oleh UU 22/7999. Disamping itu, faktor efisiensi sama sekali tidak terlihat dalam sistem evaluasi tersebut. Oleh karena itu, penilaian kinerja instansi pemerintah harus didasarkan kepada indikator kinerja (tugas pokok) instansi pemerintah yang bersangkutan. Indikator kinerja satu instansi tidak pernah sama dengan instansi pemerintah lainnya, kecuali jika yang diartikan dengan instansi pernerintah itu adalah pemerintah daerah dan penjumlahan semua capaian indikator kinerja instansi pemerintah belum tentu sama dengan capaian indikator kinerja pemerintah daerah. Faktor efisiensi dalam pelaksanaan kegiatan atau program akan dapat diperlihatkan secara tegas. Dia harus dimulai dari kebijaksanaan penyusunan anggaran daerah yaitu dengan melaksanakan konsep anggaran yang disusun berdasarkan pendekatan kinerja (performance budgeting) dengan benar sesuai PP 105/2000 dan Kepmendagri No. 29 /2002
Daftar Pustaka 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Adler, H.A. (1980).EvaluasiEkonomi Proyek-proyekPengangkutan.UI-Press,Jakarta Gosikowski, Zygment (1976).The Use of SocioeconomicIndicator in Development Planning. The UnescoPress. Appendix. pp 777-779 Gray, Clive etc. (1993).PengantarEvaluasi Proyek. (Edisi kedua). Gramedia PustakaUtama, ]akarta. Harian Kompas,5 November 202,hal70 Ihingan (1992).Ekonomi Pembaneunandan Perencanaan.Diterjemahkan oleh D.Guritno. CV Rajawali,Jakarta. Pembangunan,/KetuaBappenas.No.195/KET/12/1996tanggal2Desember Kepmen.Menteri NegaraPerencanaan tentang Evaluasi Kine4a Proyek Pembangunan. LAN/BPKP (2000).Modul SosialisasiSistemakuntabilitas Kine4a Instansi Pemcrintah (modul 1 s/d 5). Jakarta Masgrave,R.A dan P.BMasgrave (1973).Public Finance: In Theory and Practice.Mc Graw-Hill Kogakusha,Ltd. Tokyo. Miskan, E.J.Q976).Elementsof Cost-BenefitAnalysis.GeorgeAllen and lJnwin, Ltd. Londoh. Propenas2000-2004 Susanti,Hera dkk. (...)Indikator-Indikator Makroekonomi. LP-FEUI bekerja sama dengan LPEM-UI, Jakarta. Syahruddin dan Werry. DT (2002).PerananDPRD Untuk MencapaiTujuan Desentralisasidan PerspektifDaerah Tentang PelaksanaanDesentralisasi.Laporan penelitian PSK-Unand.Bekerjasamadengan IRIS.
13. UU22/1999
Perencanaan Pembangunan No.3VApdt - tuni ZOOI- 57