1
ANALISIS AKSES KREDIT DAN PENGARUHNYA TERHADAP USAHATANI TOMAT DAN KENTANG: Studi Kasus di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara
ROESKANI SINAGA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
2
SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan bahwa dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis saya yang berjudul : ANALISIS AKSES KREDIT DAN PENGARUHNYA TERHADAP USAHATANI TOMAT DAN KENTANG: Studi Kasus di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara Merupakan gagasan atau hasil penelitian tesis saya sendiri dengan arahan Komisi Pembimbing, kecuali dengan jelas ditunjukkan sumbernya. Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Juli 2011
Roeskani Sinaga NRP. H353080061
3
ABSTRACT ROESKANI SINAGA. Analysis of Credit Access and its Effect of Tomato and Potato Crops Farming: The Case in Simalungun District, North Sumatra. (PARULIAN HUTAGAOL as a Chairman and RATNA WINANDI as a Member of the Advisory Committee) The District of Simalungun is one of main producing area of vegetables in the Province of North Sumatra. One of main problem that local farmers face in operating their vegetable farm is the lack of access to capital market. Accordingly, local farmers depend on a variety of credit sources which implement different terms of credit contract. Presently, local farmers can obtain credit from four credit sources, namely: (a) bank, (b) merchants, (c) credit union, and (d) agricultural input supplier. This study aims at investigating impact of different sources of credit on efficiency, profitability and income distribution of tomato and potato farms. For this purpose, the study used stochastic frontier analysis to analyze the level of technical efficiency of tomatoes and potatoes farm. The results showed that farmers were not yet technically efficient in farming. The difference credit access does not provide technical differences in the efficiency of tomato and potato farming. But the differences access to credit gives a different effect for farm income and Private Cost Ratio on the total cost. Tomato farmers whose incomes and Revenue Cost Ratio of total costs higher are farmers who access credit from the Credit Union (2.39) and stores (2.21). Potato farmer whose incomes and Revenue Cost Ratio of total costs higher are farmers who access credit from banks (1.50) and merchant (1.24). The difference access to credit gives a different effect for income distribution of tomato and potato farms. The largest portion advantage enjoyed by tenants is that access to credit from banks (60.69 percent) and Credit Union (60.26) to farm tomatoes. While the portion of potato farming greatest advantage enjoyed by tenants is that access to credit from banks (44.56 percent) and merchants (32.11 percent). Key words: credit access, credit union, bank, merchants, efficiency
4
RINGKASAN ROESKANI SINAGA. Analisis Akses Kredit dan Pengaruhnya terhadap Usahatani Tomat dan Kentang: Studi Kasus di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara (M. PARULIAN HUTAGAOL sebagai ketua, dan RATNA WINANDI sebagai anggota komisi pembimbing) beberapa peranan strategis, yaitu: (1) sumber bahan makanan bergizi bagi masyarakat yang kaya akan vitamin dan mineral, (2) sumber pendapatan dan kesempatan kerja, serta kesempatan berusaha, (3) bahan baku agroindustri, dan (4) sebagai komoditas potensial ekspor yang merupakan sumber devisa negara. Melalui usahatani sayuran diharapkan dapat meningkatkan pendapatan petani terutama di daerah pedesaan. Salah satu kawasan penghasil sayuran di Indonesia adalah Sumatera Utara. Sebagai salah satu kabupaten penghasil sayuran di propinsi Sumatera Utara adalah Kabupaten Simalungun khususnya untuk tanaman sayuran jenis tomat dan kentang. Skala usahatani tomat dan kentang di Kabupaten Simalungun adalah beragam, ada skala kecil dan besar. Untuk melakukan usahatani memerlukan modal besar. Faktor modal penting karena usahatani memerlukan input yang berasal dari luar sektor pertanian, seperti pupuk kimia, pestisida, bibit dan tehnologi, maka faktor modal mempengaruhi tingkat produktivitas usahatani. Petani di Kabupaten Simalungun selama ini masih menghadapi berbagai masalah dalam melakukan usahataninya. Masalah yang paling utama adalah terbatasnya modal usahatani. Untuk mendukung usahataninya petani dapat mengakses kredit dari perbankan, tetapi tidak semua petani dapat mengakses kredit dari perbankan karena adanya persyaratan agunan. Aksesibilitas petani terhadap kredit formal masih sangat terbatas, terutama bagi petani-petani yang status lahannya bukan lahan milik sendiri. Petani lebih banyak mengakses kredit non formal, karena tidak memerlukan persyaratan yang rumit, misalnya keharusan adanya agunan dan proses penyaluran kredit dapat dilakukan dengan cepat, tepat waktu, ongkos transaksi tidak mahal dan jumlahnya sesuai dengan kebutuhan. Petani yang dapat mengakses kredit formal (misalnya: bank) adalah petani yang memiliki agunan dan bertani dalam skala besar. Sementara, petani kecil akan mengakses kredit dari lembaga keuangan non formal yang tersedia disekitarnya. Setiap sumber kredit yang tingkat suku bunga dan peraturannya berbeda diduga akan mengakibatkan perbedaan efisiensi usahatani dan distribusi pendapatan usahatani. Bagi petani didaerah pedesaan tinggi rendahnya bunga bukan hanya faktor penentu, tetapi biaya transaksi yang harus dibayar oleh peminjam. Semakin tinggi transaksi akan menyebabkan biaya kredit secara total akan semakin tinggi. Dengan demikian, alasan utama petani kurang akses ke lembaga formal adalah keuntungan dengan tingkat bunga rendah tidak sebanding dengan banyaknya waktu dan biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan kredit. Untuk menjawab permasalahan diatas maka dilakukan penelitian untuk menganalisis pengaruh perbedaan akses kredit terhadap usahatani tomat dan kentang di kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menganalisis tingkat efesiensi usahatani sayuran tomat dan kentang, (2) menganalisis pengaruh perbedaan akses kredit terhadap efisiensi usahatani sayuran tomat dan kentang,
5
(3) mengetahui pengaruh akses kredit terhadap pendapatan dan distribusi pendapatan usahatani sayuran tomat dan kentang, dan (4) mendeskripsikan karakteristik kredit yang tepat untuk petani sayuran di Kabupaten Simalungun. Penelitian ini menggunakan analisis stochastic frontier untuk menganalisis tingkat efisiensi teknis usahatani sayuran tomat dan kentang. Dari hasil analisis faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap tingkat efisiensi teknis petani sayuran tomat adalah luas lahan, jumlah benih, pestisida cair dan jumlah tenaga kerja. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat efisiensi usahatani sayuran kentang adalah luas lahan, jumlah benih, pupuk kimia, pupuk organik, pestisida padat, pestisida cair dan jumlah tenaga kerja. Perbedaan akses kredit tidak memberikan perbedaan efisiensi teknis usahatani tomat dan kentang. Petani tomat belum efisien secara teknis dalam melakukan usahataninya (rata-rata efisiensi teknis 0.704), dengan demikian petani tomat dalam jangka pendek dapat meningkatkan produksi usahataninya sebesar 30 persen dengan meningkatkan keterampilan, pengalaman, dan akses kredit dari Credit Union atau toko sarana produksi pertanian). Sedangkan petani kentang juga belum efisien secara teknis dalam melakukan usahataninya (rata-rata efisiensi teknis 0.49), artinya petani kentang dalam jangka pendek dapat meningkatkan produksinya sebesar 51 persen dengan meningkatkan keterampilan, pengalaman, dan akses kredit ke bank atau Credit Union. Perbedaan akses kredit memberikan pengaruh yang berbeda bagi pendapatan usahatani dan Rasio Penerimaan dan Biaya atas biaya total. Petani tomat yang pendapatannya dan Rasio Penerimaan dan Biaya atas biaya total yang lebih tinggi adalah petani yang mengakses kredit dari Credit Union (2.39) dan toko (2.21). petani kentang yang pendapatan dan Rasio Penerimaan dan Biaya atas biaya total yang lebih tinggi adalah petani yang mangakses kredit dari bank (1.50) dan pedagang (1.24). Perbedaan akses kredit memberikan pengaruh yang berbeda pada distribusi pendapatan yang tidak hanya memberikan keuntungan untuk petani saja. Porsi keuntungan yang paling besar dinikmati penggarap adalah yang akses kreditnya dari bank (60.69 persen) dan Credit Union (60.26 persen) untuk usahatani tomat. Sedangkan usahatani kentang porsi keuntungan yang paling besar dinikmati penggarap adalah yang akses kreditnya dari bank (44.56 persen) dan pedagang (32.11 persen). Berdasarkan analisis pendapatan usahatani, efisiensi teknis dan distribusi pendapatan dapat disimpulkan bahwa perbedaan jenis usahatani mempengaruhi karakteristik kredit yang cocok dengan petani. Kredit yang tepat untuk petani tomat adalah kredit yang berasal dari Credit Union dan toko sarana produksi pertanian, karena kredit ini dapat memberikan modal cair maupun bentuk input usahatani secara cepat. Modal yang dibutuhkan selama perawatan adalah modal untuk pembelian obat-obat pestisida. Kredit yang tepat untuk petani kentang adalah kredit dari bank dan pedagang, karena pada awal penanaman modal sangat diperlukan dan butuh lahan yang luas untuk berusahatani. Untuk lokasi penelitian kredit dari lembaga non formal (Credit Union), pedagang sayur, dan toko sarana produksi pertanian) tidak selamanya menguras atau menekan petani karena ada kerjasama yang salaing menguntungkan. Dengan demikian sumber akses kredit dari lembaga non formal berpeluang untuk membantu petani dalam mengatasi keterbatasan modal usahatani.
6
@ Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian Bogor 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin Institut Pertanian Bogor
7
ANALISIS AKSES KREDIT DAN PENGARUHNYA TERHADAP USAHATANI TOMAT DAN KENTANG: Studi Kasus di Kabupaten Simalungun,Sumatera Utara
ROESKANI SINAGA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
8
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Anna Fariyanti, MS Penguji Wakil Mayor Ilmu Ekonomi dan Pimpinan Sidang : Prof. Dr. Ir. Wilson H Limbong.
9
Judul Tesis
: Analisis Akses Kredit dan Pengaruhnya terhadap Usahatani Tomat dan Kentang: Studi Kasus di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara Nama Mahasiswa : Roeskani Sinaga NRP : H353080061 Program Studi : Ilmu Ekonomi Pertanian
Menyetujui 1. Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Parulian Hutagaol, MS Ketua
Dr. Ir. Ratna Winandi, MS Anggota
Mengetahui
2. Koordinator Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian
Prof. Dr. Ir. Bonar M Sinaga, MA
Tanggal Ujian : 18 April 2011
3. Dekan Sekolah Pascasarjana - IPB
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Tanggal Lulus :
10
PRAKATA Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karunia, petunjuk dan kemurahan-Nya, sehingga karya ilmiah dengan judul: "Analisis Akses Kredit dan Pengaruhnya terhadap Usahatani Tomat dan Kentang: Studi Kasus di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara", dapat diselesaikan. Selama penulisan karya ilmiah ini penulis mendapat banyak dukungan dan bantuan dari berbagai pihak.
Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih
kepada Bapak Dr. Ir. Parulian Hutagaol, MS dan Ibu Dr.Ir. Ratna Winandi, MS selaku komisi pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, saran, masukan, dukungan dan nasehat kepada penulis hingga tesis ini dapat diselesaikan. Selain itu penulis juga menyampaikan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr.Ir.Bonar M. Sinaga, MA selaku Koordinator Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian dan seluruh staf pengajar yang telah memberikan bimbingan dan pembelajaran selama menempuh kuliah di Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian. 2. Dr. Ir. Anna Fariyanti, MS selaku penguji luar komisi pembimbing pada Ujian Tesis dan : Prof. Dr. Ir. Wilson H Limbong selaku penguji Wakil Mayor Ilmu Ekonomi dan Pimpinan Sidang yang telah memberikan masukan untuk penyempurnaan tesis ini. 3. Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Simalungun dan para pengawai Dinas Pertanian Kabupaten Simalungun yang telah membantu selama penelitian dan memberikan informasi untuk mendukung penulisan tesis ini. 4. Kepala Penyuluh Pertanian Lapangan Kecamatan Silimahuta, Kecamatan Purba, Kecamatan Dolog Silau, Kecamatan Pamatang Silimahuta dan pihak-
11
pihak lain terutama responden yang namanya tidak dapat saya sebutkan satupersatu, yang telah banyak memberikan bantuan berupa informasi dan sumbangan saran selama penelitian dan penulisan tesis ini. 5. Bank Rakyat Indonesia, Bank Perkreditan Rakyat, Credit Union Hatirongga, Credit Union pembaharuan GKPS, toko sarana produksi pertanian, dan pedagang sayur-mayur di Kabupaten Simalungun, terimakasi atas bantuan informasi dan sumbangan saran untuk penulisan tesis ini. 6. Teman-teman Ilmu Ekonomi Pertanian angkatan 2008 (Mbk Corry, Mbk Tress, Mbk Nurul, Mbk Ida, Mbk Retno, Bang Liston, Thato, Andrew, Mas Rozy dan Mas Gonang), terimakasih atas kebersamaan dan dukungan semangatnya selama perkuliahan dan dalam penyelesaian tesis ini. 7. Teman-teman Ilmu Ekonomi Pertanian S3 2008 dan S2 2009 (Bu Hapsah, Bu Wiwik, Bu Dewi, Bu Zednita, Pak Ahmad, Mbk Lala, Mbk Fitri, Mbk Hastuti, dan Ito Bismar), terimakasih atas bimbingan dan semangatnya selama ini. 8. Seluruh staf pada Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian (Mbak Ruby, Mbak Yani, Pak Husein dan Bu Kokom) yang selalu membantu dan meluangkan waktunya untuk urusan administrasi, terimakasih atas bantuannya selama penulis kuliah di Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian. 9. Teman-teman Gita Swara Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (K Jems, Cerria, K Adel, Bu Delly, K Onni, Dika, dan teman-teman lainnya yang namanya tidak dapat saya sebutkan), terimakasih atas kebersamaan, doa dan dukungan semangat selama ini. 10. Teman-teman kost Perwira No. 4 (Bude Endang, Bibi, Mbk Prima, Risa dan Cici), terimakasih atas dukungannya selama ini.
12
Rasa terima kasih yang tak terkira penulis sampaikan kepada kedua orangtua penulis, Bapak Jatiaman Sinaga dan Ibu Paima br Saragi atas dukungan spiritual dan material serta doa yang tak henti-hentinya dan kepada keluarga Juslin Sitio terimaksih atas bantuannya selama penelitian sampai penulisan tesis ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada adik-adik tercinta, Juliana dan risdon atas semua motivasi dan pengorbanan yang diberikan. Besar harapan saya bahwa penelitian itu dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di sektor pertanian, khususnya untuk petani kentang dan tomat di Kabupaten Simalungun. Akhirnya penulis tetap menyadari bahwa karya ilmiah ini tidak luput dari kekurangan, namun demikian penulis berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Bogor, Juli 2011
Roeskani Sinaga
13
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pematang Purba, Kabupaten Simalungun pada tanggal 20 Juli 1985. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Jatiaman Sinaga dan Ibu Paima Saragi. Penulis menempuh pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri Pematang Purba diselesaikan pada tahun 1998, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP Negeri 1 Purba pada tahun 2001, dan Sekolah Menengah Umum di SMU Negeri 1 Raya pada tahun 2004. Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Riau pada Tahun 2004 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru. Gelar Sarjana Pertanian diperoleh pada dan pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan program S2 di Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Departemen Ekonomi Sumberdaya Lingkungan, Institut Pertanian Bogor.
i
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ..................................................................................... iv DAFTAR GAMBAR ................................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................
vii
I. PENDAHULUAN ....................................................................................
1
1.1. Latar Belakang ....................................................................................
1
1.2. Perumusan Masalah ............................................................................
6
1.3. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ..........................................
10
1.4. Ruang Lingkup Penelitian...................................................................
11
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................
13
2.1. Pengertian Kredit ................................................................................
13
2.2. Pentingnya Kredit dalam Mendukung Usahatani ...............................
15
2.3. Lembaga Keuangan dan Sumber Permodalan Usahatani di pedesaan ..........................................................................................
20
2.4. Perkembangan Perkreditan Pertanian ................................................
22
2.5. Aksessibilitas Petani terhadap Kredit di Pedesaan .............................
24
2.6. Kerangka Teori ...................................................................................
27
2.6.1. Konsep Efisiensi ...................................................................
27
2.6.2. Metode Pengukuran Efisiensi ...............................................
33
2.7. Distribusi Pendapatan Usahatani Sayuran ..........................................
37
2.8. Gambaran Umum Usahatani Hortikultura ..........................................
39
2.9. Studi Mengenai Aksessibilitas Kredit .................................................
40
III. KERANGKA BERPIKIR ..........................................................................
43
3.1. Kerangka Konseptual ..........................................................................
43
3.2. Hipotesis .............................................................................................
51
IV. METODOLOGI PENELITIAN ................................................................
53
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ..............................................................
53
4.2. Metode Penarikan Contoh...................................................................
53
4.3. Jenis dan Sumber Data ........................................................................
55
ii
4.4. Metode Analisis ..................................................................................
55
4.4.1. Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier ......................
55
4.4.2. Analisis Efisiensi Teknis dan Inefisiensi Teknis ..................
58
4.4.3. Analisis Usahatani ................................................................
62
4.4.3.1. Analisis Pendapatan Usahatani ................................
62
4.4.3.2. Analisis Rasio Penerimaan dan Biaya .....................
64
4.4.3.3. Distribusi Pendapatan Usahatani Sayuran Kentang dan Tomat ..................................................................
64
V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN ....................................
67
5.1. Luas Wilayah dan Geografis ...............................................................
67
5.2. Jenis Tanah dan Penggunaan Lahan ...................................................
67
5.3. Kependudukan, Perekonomian, Sosial dan Budaya............................
69
5.4. Sarana dan Prasarana Penunjang.........................................................
72
VI. KERAGAAN USAHATANI TOMAT DAN KENTANG DI DAERAH PENELITIAN............................................................................
73
6.1. Karakteristik Lembaga Perkreditan ...................................................
73
6.2. Karakteristik Petani Responden .........................................................
78
6.2.1. Umur Petani Responden .........................................................
78
6.2.2. Pendidikan Formal Petani Responden ....................................
80
6.2.3. Pengalaman Usahatani dan Keanggotaan Kelompok Tani Responden ................................................................................
82
6.2.4.
Luas Lahan yang Dikuasai dan Status Kepemilikan Lahan .....
85
6.3. Analisis Rata-Rata Pendapatan Usahatani dan Rasio Penerimaan dan Biaya ...........................................................................................
88
6.3.1.
Analisis Usahatani Tomat .......................................................
88
6.3.2. Analisis Usahatani Kentang .....................................................
90
VII. ANALISIS EFISIENSI DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN USAHATANI TOMAT DAN KENTANG ................................................
93
7.1. Analisis Model Empiris Fungsi Produksi Stochastic Frontier Usahatani Tomat ..................................................................................
93
7.2. Analisis Model Empiris Fungsi Produksi Stochastic Frontier Usahatani Kentang ...............................................................................
96
7.3. Pengaruh Perbedaan Akses Kredit terhadap Efisiensi Teknis ............ 100 7.3.1. Pengaruh Perbedaan Akses Kredit terhadap Sebaran
iii
Efisiensi Teknis Usahatani Tomat .............................................. 100 7.3.2. Pengaruh Perbedaan Akses Kredit Sebaran Efisiensi Teknis Usahatani Kentang ....................................................................... 104 7.3.3. Faktor-Faktor Inefisiensi Teknis Usahatani Tomat dan Kentang 107 7.4. Distribusi Pendapatan Usahatani ........................................................ 114 VIII. KESIMPULAN .......................................................................................... 117 8.1. Kesimpulan ......................................................................................... 117 8.2. Saran ................................................................................................... 118 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 121 LAMPIRAN .............................................................................................. 127
iv
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.
Tenaga Kerja di Sub Sektor Hortikultura Tahun 2003 – 2006 ..............
2
2.
Produktivitas Tanaman Kentang, Kubis, Wortel, Cabe dan Tomat di Sumatera Utara ...................................................................................
4
3.
Peta Penggunaan Lahan di Kabupaten Simalungun Tahun 2006 ...........
69
4.
Jumlah Penduduk dan Rumahtangga Petani Tanaman Pangan dan Hortikultura, Jumlah Petani dan Angkatan Kerja di Kabupaten Simalungun Tahun 2004 – 2007 .................................................................................. 70
5.
Karakteristik Lembaga Perkreditan di Lokasi Penelitian ......................
75
6.
Distribusi Umur Petani Contoh Berdasarkan Sumber Akses Kredit .....
78
7.
Distribusi Pendidikan Formal Petani Contoh Berdasarkan Sumber Akses Kredit di Kabupaten Simalungun............................................................. 81
8.
Distribusi Pengalaman Usahatani dan Keanggotaan Kelompok Tani Petani Contoh .................................................................................
83
Distribusi Luas Lahan yang di Kuasai dan Status Kepemilikan Lahan........................................................................................................
86
Analisis Rata-Rata Pendapatan Usahatani Tomat di Daerah Penelitian dari Berbagai Sumber Akses Kredit per Hektar ......................................
89
Analisis Rata-Rata Pendapatan Usahatani Kentang di Daerah Penelitian dari Berbagai Sumber Akses Kredit per Hektar ......................................
91
Parameter Fungsi Produksi Stochastic Frontier Usahatani Tomat dengan Metode Maximum Likelihood Estimaties ....................................
94
Parameter Fungsi Produksi Stochastic Frontier Usahatani Kentang dengan Metode Maximum Likelihood Estimaties ....................................
97
9.
10.
11.
12.
13.
14.
Akses Kredit dan Sebaran Efisiensi Teknis Petani Tomat ..................... 100
15.
Hasil Analisis Pengujian-t untuk Pengujian Beda Rata-Rata antar Dua Kredit Usahatani Tomat ................................................................... 102
16.
Hasil Analisis Chi-Square Test Efisiensi Teknis Usahatani Tomat ........ 103
v
17.
Akses Kredit dan Sebaran Efisiensi Teknis Petani Kentang................... 104
18.
Hasil Analisis Pengujian-t untuk Pengujian Beda Rata-Rata Antar Dua Kredit Usahatani Tomat ................................................................... 105
19.
Hasil Analisis Chi-Square Test Efisiensi Teknis Usahatani Kentang..... 107
20.
Parameter Efek Inefisiensi Teknis Fungsi Produksi Stochastic Frontier Usahatani Tomat........................................................................ 108
21.
Parameter Efek Inefisiensi Teknis Fungsi Produksi Stochastic Frontier Usahatani Kentang .................................................................... 110
vi
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1.
Konsep Efisiensi Berorientasi pada Sisi Input ........................................
29
2.
Konsep Efisiensi Teknis dan Efisiensi Alokatif Orientasi output ..........
31
3.
Perbedaan Produksi Batas dengan Produksi Rata-Rata ..........................
33
4.
Fungsi Produksi .....................................................................................
46
5.
Hubungan Penggunaan Input X dengan Nilai Produk Marjinal .............
47
6.
Kerangka Konseptual ..............................................................................
51
7.
Kerangka Pengambilan Petani Contoh Kentang dan Tomat...................
54
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1.
Konsumsi Perkapita Sayuran di Indonesia Tahun 2003-2008 ............. 127
2.
Konsumsi Perkapita Buah-buahan di Indonesia Tahun 2003-2008 ..... 128
3.
Metode Perhitungan “Factor Share dan Earner Share” ...................... 129
4.
Luas Cakupan Wilayah berdasarkan Ketinggian Tempat dari Permukaan Laut di Kabupaten Simalungun ........................................ 130
5.
Data Petani Contoh Petani Tomat di Kabupaten Simalungun ............. 131
6.
Data Petani Contoh Petani Kentang di Kabupaten Simalungun .......... 137
7.
Analisis Rata-Rata Pendapatan Usahatani Tomat di Lokasi Penelitian dari Berbagai Sumber Akses Kredit per Hektar .................................. 143
8.
Analisis Rata-Rata Pendapatan Usahatani Kentang di Lokasi Penelitian dari Berbagai Sumber Akses Kredit per Hektar .................................. 144
9.
Persentase Penggunaan Input Usahatani Tomat pada setiap Akses Kredit (Analisis Usahatani Tomat) ...................................................... 145
10.
Persentase Penggunaan Input Usahatani Tomat pada setiap Akses Kredit (Analisis Usahatani Kentang) ................................................... 146
11.
Distribusi Pendapatan Usahatani Tomat .............................................. 147
12.
Distribusi Pendapatan Usahatani Kentang ........................................... 148
13.
Rata-Rata Efisiensi Teknis Usahatani Tomat ...................................... 149
14.
Rata-Rata Efisiensi Teknis Usahatani Kentang ................................... 149
15.
Rata-Rata Efisiensi Ekonomis Usahatani Kentang .............................. 150
16.
Rata-Rata Efisiensi Alokatif Usahatani Kentang ................................. 150
17.
Analis R/C atas Biaya total Usahatani Sayuran ................................... 151
18.
Factor Share dan Earner Share” Usahatani Tomat di Kabupaten Simalungun ......................................................................................... 151
viii
19.
“Factor Share dan Earner Share” Usahatani Kentang di Kabupaten Simalungun .......................................................................................... 152
20.
Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Usahatani Kentang ........................ 153
21.
Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Usahatani Kentang ...................... 156
22.
Pengujian Beda Rata-Rata Dua Sampel ............................................... 159
1
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah
satu
tujuan
pembangunan
pertanian
di
Indonesia
adalah
pengembangan hortikultura untuk meningkatkan pendapatan petani kecil. Petani kecil yang dimaksud dalam pengembangan hortikultura adalah petani berlahan sempit atau petani gurem dengan banyak kelemahan, yaitu: lemah pengetahuan dan keterampilan, lemah modal, lemah teknologi, lemah atau kurang akses kredit, dan kurangnya perhatian pemerintah terhadap mereka. Semua kelemahan ini menyebabkan usaha mereka sulit berkembang dan belum mampu menghasilkan pendapatan yang layak bagi mereka. Johnson dan Mellor (1961) mengidentifikasi paling tidak ada 5 (lima) peran sektor pertanian dalam pembagunan ekonomi. Sektor pertanian sebagai penyedia tenaga kerja dan lapangan kerja terbesar, karena sektor pertanian merupakan salah satu sumber pertumbuhan ekonomi. Sektor pertanian sebagai penyedia pangan dan bahan baku untuk sektor industri dan jasa. Sektor pertanian menyediakan pasar bagi produk-produk sektor industri karena jumlah penduduk pedesaan yang sangat banyak dan terus meningkat. Sektor pertanian sebagai penghasil devisa dan tidak kalah penting dengan sektor lainnya. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang efektif untuk mengurangi kemiskinan di wilayah pedesaan melalui peningkatan pendapatan mereka yang bekerja di sektor pertanian, karena selama ini kemiskinan sebagian besar berada di sektor pertanian. Menurut Departemen Pertanian (2009) tantangan pembangunan pertanian Indonesia ke depan adalah meningkatkan produktivitas dan nilai tambah produk pertanian. Salah satu komoditas pertanian yang potensial dan mempunyai nilai
2
ekonomi untuk dikembangkan adalah komoditas hortikultura. Konsumsi perkapita sayur-sayuran di Indonesia pada tahun 2003 sampai 2008 berturut-turut adalah 34.52 kg per tahun, 33.49 kg per tahun, 35.33 kg per tahun, 33.78 kg per tahun, 39.39 kg per tahun dan 35.64 kg per tahun seperti yang terlihat dalam Lampiran 1. Angka tersebut jauh dibawah standar FAO untuk konsumsi sayur-sayuran, dimana tingkat konsumsi sayur-sayuran minimal adalah 73 kilogram per kapita per tahun. Saat ini standar tersebut bahkan sudah diperbaharui menjadi 91.25 kilogram per kapita per tahun. Rendahnya tingkat konsumsi sayur masyarakat disebabkan berbagai faktor yaitu kurangnya pemahaman terhadap manfaat dan fungsi sayuran dalam mendukung kebutuhan pangan dan gizi keluarga. Tabel 1. Tenaga Kerja di Sub Sektor Hortikultura Tahun 2003-2008 (1 000 Jiwa) Tahun No Kel. Komoditas 2003 1
Buah-buahan
2
Sayuran
3
Tanaman Hias
4
Tanaman Biofarma Total
2004
2005
2006
2007
2008
466
587
607
739
898
902
2 254
2 337
2 272
3 002
2 838
2 843
1.4
2.0
1 .5
0.8
0.8
0.9
15
16
20 931
31 283
34 628
32
2 736
2 943
2 902
3 773
3 771
3 778
Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura, 2010. Pengembangan usahatani hortikultura diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi kemiskinan terutama petani miskin pelaku usahatani hortikultura. Selain itu peningkatan kesejahteraan dapat dicapai melalui pengurangan pengangguran, karena usahatani hortikultura dari tahun ketahun mengalami peningkatan penyerapan tenaga kerja. Penyerapan tenaga kerja pada usahatani hortikultura pada tahun 2003 sampai 2008 mengalami
3
peningkatan menurut kelompok komoditasnya adalah sebesar 93.28 persen (komoditas buah-buahan), 26.14 persen (sayuran), 121.48 persen (tanaman biofarma), sedangkan untuk tanaman hias penyerapan tenaga kerja mengalami penurunan sebesar 34.65 persen seperti yang terlihat pada Tabel 1. Komoditas hortikultura, khususnya sayuran dan buah-buahan mempunyai beberapa peranan strategis, yaitu: (1) sumber bahan makanan bergizi bagi masyarakat yang kaya akan vitamin dan mineral, (2) sumber pendapatan dan kesempatan kerja, serta kesempatan berusaha, (3) bahan baku agroindustri, (4) sebagai komoditas potensial ekspor yang merupakan sumber devisa negara, dan (5) pasar bagi sektor non pertanian. Melalui usahatani hortikultura diharapkan dapat meningkatkan pendapatan petani terutama didaerah pedesaan. Walaupun usahatani hortikultura sangat potensial untuk dikembangkan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat, usahatani hortikultura memiliki kendala. Adapun kendala dasarnya menurut Hastuti (2004) yaitu: (1) pemanfaatan potensi sumberdaya yang kurang diberdayakan, (2) belum sepenuhnya dalam menerapkan teknik budidaya yang baik (penggunaan benih unggul bermutu, penerapan teknologi budidaya, berusahatani yang aman konsumsi, dan yang lainnya), (3) kelembagaan petani belum kuat, (4) terbatasnya modal usahatani, dan (5) penanganan pasca panen. Faktor modal penting karena usahatani memerlukan input yang berasal dari luar sektor pertanian, seperti pupuk kimia, pestisida, bibit dan tehnologi. Dengan demikian faktor modal mempengaruhi tingkat produktivitas usahatani. Petani memerlukan kredit sebagai tambahan modal usahataninya dan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sebelum panen. Untuk menutupi kekurangan modal usahanya, para petani pada umumnya
4
mengajukan pinjaman ke lembaga pembiayaan disekitar tempat tinggal mereka, baik secara formal maupun non formal.
Kredit formal dapat berupa kredit
program dan kredit komersial. Tabel 2. Produktivitas Tanaman Kentang, Kubis, Wortel, Cabe dan Tomat di Sumatera Utara (Ton/Ha) Tahun Jenis Tanaman 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Kentang
21.1
19.17
16.67
16.97
16.03
16.24
Kubis
22.61
25.58
28.76
25.37
26.78
26.69
Wortel
25.82
19.91
23.18
23.1
22.72
21.66
2.87
7.41
7.82
8.04
8.53
8.57
Tomat 23.16 20.42 20.6 21.34 18.91 Sumber : Badan Pusat Statistik Indonesia dari berbagai Tahun, diolah.
18.83
Cabe
Salah satu kawasan penghasil kamoditas sayuran adalah Sumatera Utara. Propinsi Sumatera Utara berpotensial sebagai penghasil komodititas sayuran. Produktivitas tanaman sayuran kentang, kubis, wortel, cabe dan tomat di Sumatera Utara mengalami peningkatan kecuali produktivitas kentang dan tomat seperti yang terlihat pada Tabel 2. Salah satu faktor yang mempengaruhi produktivitas adalah modal usahatani. Modal penting karena input usahatani berasal dari luar usahatani seperti pupuk, pestisida, tenaga kerja dan lain lainnya. Soekartawi (1989) menyatakan salah satu yang mempengaruhi produktivitas adalah faktor alam atau tanah (tingkat kesuburan tanah, tofografi, dll), faktor modal dan faktor tenaga kerja. Petani sayuran pada umumnya memiliki modal yang kecil untuk mengembangkan usahanya. Sedangkan input yang digunakan untuk usahatani sayuran berasal dari luar sektor usahatani tersebut, seperti: pupuk, pestisida dan bibit unggul yang harganya mahal.
5
Kabupaten Simalungun merupakan salah satu kabupaten penghasil sayuran khususnya tomat dan kentang di Sumatera Utara. Menurut data Badan Pusat Statistik Propinsi Sumatera Utara tahun 2006 daerah yang merupakan sentra tanaman sayuran komoditi cabe dihasilkan oleh Kabupaten Karo, Simalungun, Tapanuli Selatan dan Deli Serdang yang mengkontribusi cabe sebesar 59.04 persen (produksinya mengalami penurunan karena pada tahun 2004 daerah ini menghasilkan 90.74 persen) dari total produksi. Untuk komoditi kentang Kabupaten Simalungun dan Karo menghasilkan sebesar 96.78 persen dari total produksi kentang di Sumatera Utara. Begitu juga untuk komoditi tomat Kabupaten Karo dan Simalungun menghasilkan 94.26 persen dari total produksi tomat di Sumatera Utara. Produksi wortel terbesar dihasilkan oleh Kabupaten Karo dan Simalungun yang menghasilkan
sebesar 94.26 persen dari total
produksi wortel. Produksi kubis di Sumatera Utara dikontribusi oleh Kabupaten Karo dan Simalungun sebesar 92.21 persen dari total produksi kubis. Produktivitas usahatani tomat dan kentang mengalami penurunan. Menurunnya produktivitas tomat dan kentang di duga dipengaruhi oleh penggunaan dan pengelolaan input usahatani tersebut. Ini diduga karena penggunaan input yang tidak tepat terutama kualitas dan kuantitas. Pengadaan input dipengaruhi oleh berapa besar modal yang dimiliki oleh petani. Maka untuk melakukan usahatani memerlukan modal. Soekartawi (1989) menyatakan faktorfaktor yang mempengaruhi produktivitas adalah faktor alam atau tanah (tingkat kesuburan tanah dan tofografi), faktor modal dan faktor tenaga kerja. Faktor modal itu penting karena input yang digunakan untuk usahatani sayuran berasal
6
dari luar sektor usahatani tersebut, seperti: pupuk, pestisida dan bibit unggul yang harganya mahal. Modal untuk berusahatani dapat berasal dari modal sendiri (dari petani sendiri jika petani memiliki kemampuan finansial sendiri) dan dari kredit (jika petani tidak memiliki modal sendiri). Keberadaan kredit dibutuhkan oleh petani untuk tujuan produksi, pengeluaran sehari-hari sebelum hasil panen terjual dan pertemuan sosial lainnya. Masalah utama dalam penyediaan kredit ke petani kecil adalah adanya jurang pemisah antara penyaluran dengan penerimaan kredit. Banyak lembaga pemodalan dengan berbagai skim kreditnya ditawarkan kepada petani, tetapi pada kenyataannya hanya diakses oleh kelompok masyarakat tertentu sedangkan petani kecil yang berlahan sempit atau tidak memiliki lahan tetap tidak dapat mengaksesnya. Terbatasnya akses petani pada kredit dari lembaga formal, mendorong petani mengakses kredit dari lembaga non formal yang berada di sekitarnya. Kredit yang diakses petani berbeda-beda, maka perlu dibuktikan apakah dengan sumber kredit yang berbeda memberikan efek efisiensi usahatani, pendapatan usahatani dan distribusi pendapatan yang berbeda kepada petani. Untuk membuktikannya maka dilakukan penelitian tentang menganalisis perbedaan akses kredit terhadap usahatani sayuran di Kabupaten Simalungun. Diduga dengan perbedaan akses menyebabkan perbedaan dalam hal efisiensi usahatani dan distribusi pendapatan.
1.2. Rumusan Masalah Petani tomat dan kentang di Kabupaten Simalungun masih menghadapi berbagai masalah dalam melakukan usahataninya. Masalah yang paling utama
7
adalah terbatasnya modal usahatani. Maka untuk mendukung usahataninya petani dapat mengakses kredit dari perbankan, tetapi tidak semua petani dapat mengakses kredit dari perbankan karena adanya persyaratan agunan. Petani yang dapat mengakses kredit dari bank adalah petani yang memiliki agunan dan berusahatani dalam skala besar. Sedangkan petani kecil akan mengakses kredit dari lembaga keuangan non formal yang tersedia disekitarnya. Petani yang mengakses kredit dari lembaga keuangan non-formal disekitarnya merasa bahwa lembaga ini mengerti akan kebutuhan oleh petani. Setiap sumber kredit berbeda tingkat suku bunga dan peraturannya, maka akan mengakibatkan perbedaan efesiensi usahatani dan distribusi pendapatan usahatani. Tetapi bagi petani didaerah pedesaan tinggi rendahnya bunga bukan hanya faktor penentu, tetapi juga biaya transaksi yang harus dibayar oleh peminjam. Semakin tinggi transaksi akan menyebabkan biaya kredit secara total akan semakin tinggi. Akses petani terhadap sumber kredit dari bank masih rendah. Rendahnya akses kredit petani terhadap lembaga keuangan formal diduga karena status kepemilikan lahan. Petani di Simalungun kepemilikan lahannya kebanyakan adalah warisan keluarga. Sehingga lahan tidak bisa digunakan sebagai agunan untuk mengajukan kredit ke perbankan. Selain itu masalah utama petani kecil tidak mampu mengakses kredit dari lembaga keuangan formal adalah sistem pengembaliannya yang bersifat bulanan, sedangkan hasil produk pertanian bersifat musiman. Petani tidak mengakses kredit kelembaga formal walaupun tingkat suku bungannya rendah karena total biaya yang dikeluarkan cukup besar yaitu untuk cost transaction, sehingga bunga yang kecil tidak dapat menjadi kompensasi terhadap biaya-biaya yang lain yang relatif besar. Maka petani pedesaan membutuhkan sumber kredit yang mudah, murah, cepat dan tepat. Artinya tidak terlalu banyak persyaratan yang diperlukan untuk meminjam,
8
tersedia pada saat diperlukan dan sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan. Persyaratan-persyaratan itu belum bisa di penuhi oleh lembaga keuangan formal maka petani kecil cenderung meminjam kredit dari lembaga-lembaga keuangan non-formal yang berada disekitarnnya. Hastuti (2006) menyatakan aksesibilitas petani terhadap sumber-sumber permodalan masih sangat terbatas, terutama bagi petani-petani yang menguasai lahan sempit yang merupakan komunitas terbesar dari masyarakat pedesaan. Petani banyak mengakses kredit non formal dari pada kredit formal, karena kredit non formal tidak memerlukan persyaratan yang rumit, misalnya keharusan adanya agunan dan proses penyaluran kredit dapat dilakukan dengan cepat, dekat, tepat waktu dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan. Dengan demikian tidak jarang ditemui bahwa kekurangan modal atau biaya merupakan kendala yang menjadi penghambat bagi petani dalam mengelola dan mengembangkan usahataninya (Nurmanaf et al., 2006). Di Kabupaten Simalungun ada beberapa lembaga keuangan non formal yang banyak di akses petani adalah: (1) pedagang dimana memiliki modal dan adanya perjanjian tidak tertulis dengan petani, dimana hasil usahatani petani dijual kepada pedagang tersebut, (2) toko sarana produksi pertanian yang menjual alatalat pertanian, obat-obatan, benih dan pestisida, dan (3) Credit Union. Maka diduga dari akses kredit yang berbeda akan memberikan dampak efisiensi usahatani sayuran dan distribusi pendapatan usahatani sayuran yang berbeda bagi petani. Sumber kredit di Kabupaten Simalungun berasal dari lembaga keuangan formal (bank umum yaitu Bank Rakyat Inodnesia dan Bank Sumut) dan dari lembaga keuangan non formal (Credit Union), pedagang, dan pengusaha saprotan (hasil analisis di lokasi penelitian 2010). Akses petani kepada perbankan untuk
9
mendapatkan kredit tidak mudah, petani kecil sering tidak mampu memberi agunan yang cukup memadai, sementara pihak bank menuntut agunan yang bernilai tinggi. Perbankan masih menganggap sektor pertanian sangat beresiko sehingga menerapkan prinsip kehati-hatian, seleksi nasabah yang ketat dan diberlakukan persyaratan harus memiliki agunan. Sementara di pihak petani adanya agunan dirasakan cukup memberatkan, apalagi agunan dalam bentuk sertifikat tanah, juga prosedur administrasi yang rumit dan memerlukan waktu yang cukup lama. Akibatnya saat petani membutuhkan dana yang sifatnya segera untuk membeli sarana produksi tidak tersedia. Selain itu sebagian besar petani beranggapan bahwa mekanisme pembayaran kredit harus dilakukan bulanan. Maka petani mengakses kredit yang bersifat non formal yang tersedia di lapangan, seperti pedagang input dan pedagang sayur juga para pelepas uang. Sumbersumber ini ”sangat mengerti” kondisi dan kebutuhan para petani. diberikan tanpa agunan dengan prosedur yang sederhana.
Pinjaman
Realisasi dilakukan
dengan cepat, dekat, tepat waktu dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan para petani, walaupun harus membayar dengan tingkat suku bunga tinggi. Salah satu alasan utama petani kurang akses ke lembaga formal adalah keuntungan tingkat bunga rendah yang diberikan dikalahkan oleh lebih banyaknya waktu dan biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan kredit. Disamping itu, lembaga non-formal juga memberikan beberapa keuntungan: (1) relatif tidak ada biaya transaksi, (2) frekuensi berhubungan lebih cepat antara 1-3 kali, dan (3) lama pengurusan kredit antara 1-3 hari. Pedagang sarana produksi pertanian dan pedagang sayuran menetapkan suku bunga rendah, karena mereka mengutamakan hubungan kerjasama dalam pemasaran dan keberlanjutan usahatani. Perbedaan akses kredit dapat memberikan perbedaan pendapatan usahatani dan efisiensi usahatani. Jika ada petani yang dapat mengakses kredit dari lembaga
10
keuangan formal tentu akan dapat membeli input usahatani dari toko sarana produksi pertanian yang lebih murah dan menjual hasil usahataninya kepedagang yang harganya lebih mahal, sedangkan jika ada petani yang meminjam modal dari pedagang maka dia harus menjual hasil usahataninya kepada pedagang tersebut dengan harga yang ditekan. Perbedaan akses akan mempengaruhi perbedaan jumlah input, harga input dan harga output usahatani yang digunakan dan dihasilkan oleh petani. Selain dilihat dari efisiensi usahatani juga perlu dilihat dari distribusi pendapatan usahatani. Bisa saja efisiensi tetapi pembagian (proporsi) keuntungan masing-masing pelaku usahatani malah menekan petani (penggarap). Berdasarkan latar belakang permasalahan tesebut, maka dapat dirumuskan beberapa masalah yang akan diteliti yaitu: 1. Bagaimana pengaruh perbedaan sumber akses kredit terhadap efisiensi teknis, pendapatan, dan distribusi pendapatan usahatani tomat dan kentang di Kabupaten Simalungun? 2. Kebijakan apakah yang harus dilakukan oleh pemerintah setempat untuk meningkatkan akses petani terhadap modal usahatani tomat dan kentang? 1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian Berdasarkan permasalahan di atas maka penelitian ini bertujuan untuk : 1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi efesiensi teknis usahatani tomat dan kentang. 2. Menganalisis pengaruh akses kredit terhadap efisiensi teknis usahatani tomat dan kentang. 3. Mengetahui pengaruh akses kredit terhadap pendapatan usahatani tomat dan kentang. 4. Mengetahui pengaruh akses kredit terhadap distribusi pendapatan usahatani.
11
5. Mendeskripsikan kebijakan yang tepat untuk petani kentang dan tomat dalam mengakses kredit untuk meningkatkan meningkatkan pendapatan petani dan meningkatkan kesejahteraan petani di Kabupaten Simalungun. Manfaat hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pemikiran bagi pembuat kebijakan dan pengambil keputusan untuk memberikan pinjaman kredit maupun arah pembangunan pertanian di Kabupaten Simalungun. Terutama bagi para pembuat kebijakan dan para pengambil keputusan dalam memberikan pinjaman kredit maupun arah pembangunan industri kecil beserta kelembagaan tataniaga, khususnya pengolahan sayur yang akan berinvestasi di Kabupaten Simalungun.
1.4. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini menggunakan data cross section yang di laksanakan pada salah satu wilayah sentra penghasil kentang dan tomat di Provinsi Sumatera Utara yaitu di Kabupaten Simalungun. Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai maka penelitian ini terbatas pada petani yang mengakses kredit dari bank, pedagang, Credit Union dan toko sarana produksi pertanian yang menggunakannya untuk usahatani kentang ataupun tomat. Tingkat pendapatan usahatani dihitung dalam jangka waktu satu kali musim tanam dan sesuai dengan jenis komoditas yang di usahakan. Studi ini menganalisis karakteristik kredit yang ada dilokasi penelitian, faktor-faktor efisiensi, inefisiensi, dan distribusi pendapatan usahatani kentang dan tomat. Data-data yang dikumpulkan mencakup karakteristik tumahtangga petani (umur, pendidikan, pengalaman, status kepemilikan lahan, usahatani kentang ataupun tomat dalam bentuk input dan output (per persil), jumlah tenaga kerja, dan pendapatan dari usahatani kentang dan tomat. Bentuk fungsi produksi
12
yang digunakan adalah fungsi produksi Cobb-Douglas. Fungsi produksi ini dipilih karena pertimbangan, yaitu: (1) lebih sederhana, (2) bersifat homogen, sehingga dapat digunakan untuk menurunkan fungsi biaya dari fungsi produksi, dan (3) jarang menimbulkan masalah multicollinearity.
13
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Kredit Istilah kredit berasal dari bahasa Yunani yaitu credere yang berarti kepercayaan (truth atau faith), oleh karena itu dasar dari kredit adalah kepercayaan. Arti percaya dari pemberi kredit adalah ia percaya kepada penerima kredit bahwa kredit yang disalurkannya pasti akan dikembalikan sesuai dengan perjanjian. Sedangkan bagi penerima kredit merupakan penerimaan kepercayaan sehingga mempunyai kewajiban untuk membayar sesuai dengan jangka waktu. Seseorang atau suatu badan yang memberikan kredit (kreditur) percaya bahwa penerima kredit (debitur) di masa mendatang akan sanggup memenuhi segala sesuatu yang telah dijanjikan yang berupa uang, jasa atau barang (Suyatno et al., 2007). Pengertian kredit menurut Undang-undang Perbankan Nomor 10 tahun 1998 adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Sedangkan pengertian bank menurut Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 adalah usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak (Bank Indonesia, 2002). Di Indonesia sistem perbankan yang berlaku pada saat ini ada dua macam (dual system), yaitu sistem konvensional bank masih menerapkan sistem bunga dan sistem syariah menitik beratkan pada
14
bagi hasil sebagai padanan kredit pada bank konvensional sehingga pada bank syariah dikenal dengan aktivitas pembiayaan (Suyatno et al., 2007). Pengertian kredit diatas dapat dijelaskan bahwa kredit adalah pemberian pinjaman (kredit) dalam jangka waktu tertentu yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Nasabah menyelesaikan pinjamannya kepada perusahaan sebagai pemberi pinjaman (kreditur), dengan cara mengembalikan uang pinjaman dan membawa sewa modalnya berdasarkan ketentuan yang berlaku. Manusia memerlukan kredit karena manusia adalah homo economicus dan setiap manusia selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan manusia beraneka ragam
sesuai
dengan
harkatnya
yang
selalu
meningkat,
sedangkan
kemampuannya untuk mencapai sesuatu yang diinginkan terbatas. Hal ini menyebabkan manusia memerlukan bantuan untuk memenuhi hasrat dan citacitanya, dalam hal ini ia berusaha. Maka untuk meningkatkan usahanya atau untuk meningkatkan daya guna suatu barang, manusia sangat memerlukan bantuan dalam bentuk permodalan. Bantuan pada lembaga keuangan bank maupun non perbankan disebut kredit. Dalam
memberikan
kredit,
lembaga
keuangan
khususnya
bank
mempunyai kriteria penilaian terhadap nasabah. Suyatno et al. (2007) menjelaskan beberapa unsur-unsur kredit adalah: 1. Kepercayaan Yaitu suatu keyakinan pemberi kredit bahwa kredit yang diberikan (berupa uang, barang atau jasa) akan benar-benar diterima kembali dimasa tertentu dimasa yang akan datang. Kepercayaan ini diberikan oleh bank, sebelumnya sudah dilakukan penelitian penyelidikan tentang nasabah baik secara internal
15
maupun eksternal. Penelitian dan penyelidikan tentang kondisi masa lalu dan sekarang terhadap nasabah pemohon kredit. 2. Kesepakatan Disamping unsur percaya didalam kredit juga mengandung unsur kesepakatan antara pemberi kredit dengan penerima kredit. Kesepakatan ini dituangkan dalam suatu perjanjian dan masing-masing pihak menandatangani hak dan kewajibannya. 3. Jangka Waktu Setiap kredit yang diberikan memiliki jangka waktu tertentu, jangka waktu ini mencakup masa pengembalian kredit yang telah disepakati. Jangka waktu tersebut bisa berbentuk jangka pendek, jangka menengah atau jangka panjang. 4. Risiko Adanya suatu tenggang waktu pengembalian akan menyebabkan suatu resiko tidak tertagihnya/macet pemberian kredit. Semakin panjang suatu kredit semakin besar risikonya demikian pula sebaliknya. Risiko ini menjadi tanggungan bank, baik risiko yang disengaja oleh nasabah yang lalai, maupun oleh risiko yang tidak disengaja. Misalnya terjadi bencana alam atau bangkrutnya usaha nasabah tanpa ada unsur kesengajaan lainnya. 5. Balas Jasa Merupakan keuntungan atas pemberian suatu kredit atau jasa tersebut yang kita kenal dengana nama bunga.
2.2. Pentingnya Kredit dalam Mendukung Usahatani Kredit sangat dibutuhkan untuk melaksanakan pembagunan. Kredit memiliki fungsi dan tujuan yaitu:
16
1. Mencari keuntungan Yaitu bertujuan untuk memperoleh hasil dari pemberian kredit tersebut. Hal tersebut terutama dalam bentuk bunga yang diterima oleh bank sebagai balas jasa dan biaya administrasi kredit yang dibebankan kepada nasabah. Keuntungan ini penting untuk kelangsungan hidup lembaga keuangan tersebut. Jika lembaga keuangan terus menerus rugi, maka besar kemungkinan lembaga keuangan tersebut akan dilikuidasi atau dibubarkan. 2. Membantu usaha nasabah Tujuan lainnya adalah untuk membantu usaha nasabah yang memerlukan dana, baik dana investasi maupun dana untuk modal kerja. Dengan dana tersebut, maka pihak debitur dapat mengembangkan dan memperluaskan usahanya. 3. Membantu pemerintah Bagi pemerintah semakin banyak kredit yang disalurkan oleh pihak perbankan, maka semakin baik, mengingat semakin banyak kredit berarti adanya peningkatan pembangunan di berbagai sektor. Keuntungan bagi pemerintah dengan menyebarnya pemberian kredit adalah: a. Penerimaan pajak, dari keuntungan yang diperoleh nasabah dan bank. b. Membuka kesempatan kerja, dalam hal ini untuk kredit pembangunan usaha baru atau perluasan usaha akan membutuhkan tenaga kerja baru sehingga dapat menyerap tenaga kerja yang masih menganggur. c. Meningkatkan jumlah barang dan jasa, jelas sekali bahwa sebagian besar kredit yang disalurkan akan dapat meningkatkan jumlah barang dan jasa yang beredar di masyarakat.
17
d. Menghemat
devisa
negara,
terutama
untuk
produk-produk
yang
sebelumnya diimpor dan apabila sudah dapat diproduksi di dalam negeri dengan fasilitas kredit yang ada jelas akan dapat menghemat devisa negara. e. Meningkatkan devisa negara, apabila produk dari kredit yang dibiayai untuk keperluan ekspor. Pemerintah ada menyalurkan kredit untuk membantu petani.
Pusat
Pembiayaan Pertanian (2009) menyatakan bahwa untuk sektor pertanian penyaluran kredit bertujuan untuk: (1) meningkatkan akses kredit/pembiayaan petani, kelompok tani dan gabungan kelompok tani kepada lembaga keuangan perbankan, (2) mempercepat pertumbuhan sektor riil (tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan), (3) mendukung program ketahanan pangan dan program-program lain yang ada di Departemen Pertanian, dan (4) dalam rangka penanggulangan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja di sektor pertanian. Pemberian kredit melalui perbankan merupakan intervensi pemerintah bagi dunia usaha agar roda perekonomian terus berjalan. Menurut Ellis (1992), bahwa pemberian kredit merupakan salah satu bentuk intervensi pemerintah yang cukup populer untuk sektor pertanian di negara berkembang dengan tujuan: (1) mengatasi kendala kritis yang menghambat produktivitas pertanian, misalnya untuk pembelian sarana produksi, (2) mempercepat proses adopsi teknologi oleh petani, (3) membantu petani kecil mengatasi ketidak mampuan mereka untuk meminjam modal dari sumber keuangan informal dan komersial, dan (4) untuk pemerataan.
18
Pembangunan ekonomi mempunyai tiga komponen penting yaitu: pertumbuhan ekonomi, perubahan struktur dan pengurangan jumlah kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi dapat kita ditunjukkan melalui peningkatan produksi (output). Peningkatan produksi hanya dapat dicapai melaui penambahan input dan pengelolaan sumberdaya secara efisien maupun penggunaan teknologi baru. Penambahan input dan adopsi teknologi baru yang dapat meningkatkan output berarti harus meningkatkan penggunaan modal. Modal yang digunakan dapat bersumber dari modal sendiri atau dari modal pinjaman (kredit). Kredit sangat berperan penting dalam pembangunan pertanian Indonesia. Hastuti (2004), pentingnya kredit terkait dengan tipologi petani yang sebagian besar merupakan petani kecil dengan penguasaan lahan yang sempit sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan pemupukan modal. Untuk melakukan pemupukan modal usahatani, salah satu caranya adalah akses terhadap kredit. Peningkatan akses terhadap kredit akan meningkatkan kemampuan petani membeli sarana produksi dan menggunakan teknologi produksi sehingga dapat dicapai peningkatan efisiensi usahatani (Hazarika dan Alwang, 2003). Dapat disimpulkan bahwa kredit merupakan salah satu pendukung utama pengembangan adopsi teknologi usahatani yang akhirnya diharapkan dapat meningkatkan produktivitas, nilai tambah dan pendapatan usahatani. Syukur et al. (1990) selain meningkatkan adopsi terhadap teknologi, kredit untuk sektor pertanian seperti Bimas, kredit intensifikasi dan Kredit Usaha Tani (KUT), kredit juga berfungsi efektif sebagai perangkat introduksi. Hubungan adopsi teknologi dengan kredit adalah dengan adanya akses petani terhadap sumber kredit maka diharapkan petani dapat mengalokasikan kredit yang didapatnya untuk mengadopsi teknologi
19
baru yang dapat meningkatkan produktivitas usahataninya. Kita ketahui bahwa untuk mengadopsi teknologi baru umumnya membutuhkan modal yang besar, maka dengan adanya akses petani terhadap kredit petani dapat mengadopsi teknologi yang sesuai dengan kebutuhan petani. Maka dapat disimpulkan bahwa kredit usahatani itu penting dan pemberian kredit usahatani harus dilaksanakan dengan efisien sehingga kredit tersedia dan mudah di dapatkan oleh petani. Petani yang dapat mengelola kredit dengan baik, akan dapat mengembalikan kredit tepat waktu. Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa keberadaan kredit dapat meningkatkan efisiensi usahatani. Peningkatan efisiensi dapat diukur dari produksi, produktivitas dan pendapatan petani yang meningkat. Pentingnya pembiayaan berupa kredit dalam rangka peningkatan produksi, produktivitas dan pendapatan ushatani telah dibuktikan oleh beberapa peneliti. Tetapi seperti yang ketahui bahwa sumber kredit dipedesaan beraneka ragam, ada yang berasal dari lembaga keuangan formal (Bank Komersil/Cabang, Bank Komersil/Unit, BPR/BPRS, Koperasi, Pengadaian, Bank Kredit/Desa/LKDP, dan Bantuan BUMN) dan lembaga keuangan non formal (kios sarana produksi pertanian, pengolah hasil pertanian, pedagang hasil pertanian, pelepas uang, Bank Keliling/harian, famili/tetangga dan lainnya) (Hastuti dan Supadi, 2001). Simatupang dan Rachmat (1989) mendukung bahwa permasalahan utama dalam usahatani adalah masalah modal, modal menjadi kendala karena petani semakin kesulitan dalam mengelola usahataninya karena harga input terutama harga pupuk terus mengalami kenaikan. Nizar (2004) menyatakan bahwa kredit usahatani masih sangat diperlukan sebagai tambahan modal kerja petani dalam
20
melaksanakan usahatani terutama kebutuhan pupuk dan bibit, namun dalam pelaksanaannya masih terdapat kendala-kendala yang dihadapi oleh pihak-pihak yang terlibat dalam proses penyaluran dan pengembalian kredit. Maka dengan demikian kredit sangat berperan sebagai pelancar pembangunan pedesaan dan meningkatkan produktivitas dan pendapatan usahatani.
2.3. Lembaga Keuangan dan Sumber Permodalan Usahatani di Pedesaan Lembaga keuangan adalah semua badan yang kegiatannya di bidang keuangan, secara langsung maupun tidak langsung, menghimpun dana dan menyalurkannya kepada masyarakat, terutama untuk membiaya investasi perusahaan-perusahaan (SK Menteri Keuangan Nomor Kep-38/MKIV.I/72). Secara umum lembaga keuangan berfungsi sebagai penerima dan penyalur dana bagi nasabah. Salah satu bentuk penyaluran dana adalah kredit. Menurut Basit (1997) dalam Sariwulan (2000) menyatakan peran kredit merupakan kebutuhan penting bagi nasabah, dan juga menjadi pengerak utama perkembangan lembaga keuangan. Anwar (1993) memilah struktur lembaga keuangan pedesaan atas tiga jenis yaitu: 1. Lembaga keuangan formal pedesaan. Lembaga keuangan formal merupakan lembaga keuangan yang diatur oleh aturan perundang-undangan dan diawasi oleh pemerintah. Tipe lembaga keuangan ini mengharuskan adanya collateral atau agunan dalam kontrak pinjaman untuk mengurangi terjadinya risiko yang lebih besar. Yang termasuk kedalam jenis lembaga keuangan formal adalah: (1) Bank Rakyat Indonesia Unit Desa (BRI Udes), salah satu bentuk kredit yang diberikan adalah Kredit Usaha Kecil (KUK), (2) Perkreditan Koperasi, koperasi yang melayani
21
kegiatan simpan-pinjam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang pada umumnya masih belum bankable, adapun jenis perkreditan koperasi adalah KUD (Koperasi Unit Desa), Koperasi Simpan Pinjam, Koperasi Karyawan, Koperasi Pengawai Negeri, Koperasi Fungsional Angakatan Bersenjata, dan lainnya, dan (3) Perkreditan Pola Perkebunan Inti Rakyat (PIR). 2. Lembaga Keuangan Semi formal Lembaga keuangan semi formal adalah lembaga keuangan yang dalam operasionalnya berdasarkan suatu keputusan pemerintah tertentu dan masih menggunakan pranata adat setempat yang berlaku. Dalam sistem kontrak pinjaman antara borrower dan lender tidak mengharuskan adanya collateral atau agunan melainkan didasarkan pada kepercayaan (Trust) antara kedua belah pihak. Contohnya adalah: (1) Bank Pasar yaitu lembaga keuangan yang berupa lumbung desa dan bank desa, (2) Bank Perkreditan Kecamatan, (3) Koperasi Simpan Pinjam (KOSIPA), (4) Bank Syariah, dan (5) Koperasi Kredit (Credit Union). 3. Lembaga Keuangan Informal Lembaga keuangan ini dalam operasionalisasinya tidak diawasi oleh pemerintah dan meliputi para pelepas uang professional (rentenir), kerabat keluarga dan sahabat terdekat, para pedagang atau petani kaya. Sistem kontrak pinjamnya tidak menggunakan collateral atau agunan sebagai jaminan akan tetapi semata-mata berdasarkan rasa saling percaya (trust). Pasar Kredit Formal dikelola, diatur, diawasi pengaturannya oleh pemerintah dan institusi perundang-undangan. Pasar modal formal mensyaratkan adanya agunan (collateral). Pasar kredit semi formal adalah lembaga keuangan
22
yang mendapat ijin resmi dari pemerintah, tetapi beroperasinya masih memanfaatkan adat kebiasaan dan tata nilai masyarakat pedesaan. Pasar kredit informal umumnya tidak di awasi oleh pemerintah, tidak mengharuskan adanya agunan, hanya atas dasar kepercayaan (trust) antara peminjam (borrowers) dan yang meminjamkan (lenders), misalnya rentenir. Disamping pembagian berdasarkan formal, semi formal dan nonformal, menurut Anwar (1998) lembaga keuangan di pedesaan secara garis besarnya dibagi dua kelompok, yaitu: (1) sistem perbankan yang memiliki dan dikendalikan oleh Bank Indonesia (BI), dan (2) sistem perbankan dimiliki oleh organisasi masyarakat pedesaan. Supriatna (2008) menginformasikan bahwa sudah banyak lembaga yang menyediakan
kredit
di
tingkat
desa,
berdasarkan
organisasinya
dapat
dikelompokan ke dalam tiga bagian, adalah: (1) lembaga kredit informal terdiri atas Bank keliling dikenal dengan nama lokal ”Bank jongkok”, pedagang hasil pertanian, pelepas uang, pedagang sarana produksi dan penggilingan padi, (2) lembaga kredit formal terdiri atas Koperasi Unit Desa (KUD), Bank Perkreditan Rakyat (BPR), BRI Unit Desa dan lembaga pegadaian, dan (3) kredit program pemerintah terdiri atas Usaha Pelayanan Kredit Desa (UPKD) dana APBD dan Kredit Ketahanan Pangan (KKP) dana APBN.
2.4. Perkembangan Kredit Pertanian Pada tahun 1959 sejak pendirian Padi Sentra yang menangani masalah penyuluhan, penyaluran dan pemberian kredit, pemerintah Indonesia mulai memperkenalkan kredit program bagi petani. Kredit yang diperkenalkan pemerintah tersebut bertujuan untuk pembelian saranan produksi dan uang untuk
23
biaya hidup (cost of living). Prosedur pencarian kredit tersebut sebenarnya mudah, hanya memerlukan agunan berupa lahan sawah atau jaminan produksi padi yang akan dipanen. Karena kredit memerlukan agunan lahan sawah atau jaminan produksi yang akan di panen, petani menjadi sulit untuk menyediakan agunan tersebut sehingga kredit sulit diakses oleh petani. Pada tahun 1966 bersaman dengan diluncurkannya program Bimbingan Massal (Bimas), pemerintah membenahi sistem kelembagan perkreditan untuk mendukung program intensifikasi padi. penyaluran kredit pada waktu itu menjadi tanggung jawab BNI unit II (sekarang adalah BRI). Penyaluran kredit dilakukan melalui Koperasi Produksi Petani (Koperta). Kredit yang diberikan dalam bentuk sarana produksi dengan agunan usahatani padi yang sedang diusahakan. Permasalahan yang muncul adalah pengajuan kredit yang tidak sederhanan, sering terjadi keterlambatan kredit dan keterjangkauan lokasi unit pelayanan masih terbatas. Selanjutnya pada tahun 1969 diganti dengan Bimas gotong royong. Pada saat itu kredit usahatani diberikan dengan sistem bagi hasil, yaitu 1/6 produksi kotor diperuntukkan untuk pembayaran kredit. Sistem kredit ini juga mengalami masalah, yaitu keterlambatan penyaluran sarana produksi, paket kredit yang tidak sesuai dengan kebutuhan petani dan cara pembayaran kredit yang masih rancau. Pada tahun 1970 pemerintah menyempurnakan program Bimas gotong royong menjadi Bimas yang disempurnakan. Dengan penyempurnaan ini, kredit program intensifikasi salurkan melalui BRI Unit Desa, sedangkan pengadaan dan penyaluran sarana produksi dilaksanakan melalui BUUD/KUD (Badan Usaha Unit Desa/Koperasi Unit Desa). Kredit ini diberikan pada petani pemilik atau penggarap dengan jaminan berupa barang bergerak atau usahataninya. Pada tahun
24
1982 penyaluran kredit ini tidak hanya melalui BRI Unit Desa, tetapi bisa juga melalui KUD. Dengan demikian akses petani pada kredit program intensifikasi menjadi lebih baik. Yang menjadi masalah adalah semakin membesarnya tunggakan kredit. Pada tahun 1985 pemerintah menghentikan
Kredit Bimas, dan
menggantinya dengan Kredit Usahatani (KUT). Pada prinsipnya KUT ini hampir sama dengan Kredit Bimas namun KUT mencakup lebih banyak komoditas, yaitu, padi, palawija dan hortikultura. Petani yang tergabung di dalam kelompok tani dapat akses kepada KUT dengan membuat Rencana Defenitif Kebutuhan Kelompok (RDKK). Petani membuat RDKK sesuai dengan paket teknologi anjuran dengan mendapatkan bimbingan dari Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL). Di dalam perjalanan KUT mengalami berbagai perubahan sesuai dengan perkembangan ekonomi dan kebijakan pemerintah. Pada saat Indonesia mulai dilanda krisis pada tahun 1998 dan kemarau panjang (el nino) yang menyebabkan dampak negatif pada pertanian. Beberapa perbankan juga menyediakan kredit bagi petani. Tetapi akses petani terhadap kredit yang berasal dari perbankan hanya sedikit. Itu disebabkan karena perbankan mengharuskan adanya agunan.
2.5. Aksessibilitas Petani terhadap Kredit di Pedesaan Syukur et al. (1990) menyatakan bahwa peran kredit sebagai pelancar pembangunan pertanian adalah: (1) membantu petani kecil dalam mengatasi keterbatasan modal dengan bunga yang relatif ringan, (2) mengurangi ketergantungan petani dengan pedagang perantara dan pelepas uang, dengan demikian berperan dalam memperbaiki struktur dan pola pemasaran hasil
25
pertanian, (3) mekanisme transfer pendapatan diantara masyarakat untuk mendorong pemerataan, dan (4) insentif bagi petani untuk meningkatkan produksi usahatani. Tetapi nyatanya masih banyak petani yang tidak dapat mengakses kredit dari lembaga keuangan formal yang memiliki tingkat suku bunga yang rendah. Faktor-faktor yang mempengaruhi akses petani terhadap sumber kredit terdiri dari tiga macam, yaitu: (1) faktor yang berasal dari dalam diri petani itu sendiri, (2) faktor penunjang, dan (3) faktor ekonomi. Ketiga faktor tersebut akan terintegrasi dengan sendirinya sehingga pada akhirnya akan mempengaruhi akses petani terhadap sumber kredit. Faktor yang berasal dari diri petani di bagi menjadi beberapa aspek, yaitu: umur petani, tingkat pendidikan petani, jumlah anggota keluarga, pengalaman berusahatani, keikutsertaan dalam kepengurusan kelompok tani dan resiko kegagalam usahatani. Sedangkan faktor ekonomi terdiri dari: skala usahatani, kepemilikan lahan dan rasio pendapatan usahatani. Mosher (1966) mengatakan ada beberapa hal yang akan diperhitungkan petani dalam mengambil kredit atau tidak. Ini perlu dilakukan oleh petani sebagai bahan pertimbangan agar mereka tidak terjerumus kedalam masalah yaitu dengan: (1) menaksir besarnya hasil yang akan diperoleh pada saat panen, (2) menaksir harga pasar produknya, (3) biaya untuk mengusahakan pinjaman (kredit), (4) sanksi, (5) tingkat kesulitan dalam memperoleh kredit, dan (6) ketepatan waktu dalam penyaluran kredit. Mayrowani, et al. (1998) menyatakan bahwa berdasarkan hasil penelitian yang menggunakan model logit, bahwa intercept, umur kepala keluarga, jumlah anggota rumahtangga, pengeluaran rumahtangga,
26
rasio pendapatan usahatani terhadap total pendapatan, resiko kegagalan menjadi faktor yang berpengaruh terhadap aksessibilitas petani. Di daerah pedesaan ada berbagai bentuk sumber lembaga pembiayaan yang dapat melayani masyarakat, baik yang bersifat formal maupun non formal. Lembaga yang bersifat formal antara lain Bank BRI, BPR, Koperasi, Pegadaian. BKD/LDKP, dan sebagainya. Sedang lembaga pembiayaan non formal antara lain kios saprotan, pedagang hasil pertanian, pelepas uang/rentenir, bank keliling, dan sebagainya. Kredit di pedesaan melibatkan dua kelompok yaitu petani atau masyarakat sebagai debitor, dan lembaga pembiayaan baik formal maupun non formal sebagai kreditor. Kedua kelompok tersebut tentu berbeda kepentingan dan tujuan terhadap perkreditan, sehingga dapat menimbulkan konflik pandangan. Konflik pandangan ini terjadi antara lembaga perkreditan pemerintah dengan masyarakat petani di pedesaan. Oleh karena itu di daerah pedesaan muncul berbagai bentuk kelembagaan pembiayaan non formal, yang terbentuk sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Sumber kredit nonformal lebih bersifat fleksibel, tanpa prosedur berbelit, saling mengenal, dan berhubungan erat. Pinjaman tidak diawasi dengan ketat, petani bebas menggunakan kreditnya, juga kreditor mengetahui betul kelayakan kredit petani serta bersedia memberi pinjaman kapan, dimana, dan berapa saja petani minta. Kredit formal tidak fleksibel, prosedur berbelit, ke dua belah pihak tidak saling mengenal dengan baik, memerlukan waktu relatif lama baik untuk mengambil maupun membayar kredit. Seringkali debitor harus mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk mengurusnya, sehingga bunga yang berlaku menjadi tinggi (Hastuti dan Supadi, 2001).
27
2.6. Kerangka Teori 2.6.1. Konsep Efisiensi Efisiensi merupakan perbandingan output dengan input yang digunakan dalam suatu proses produksi. Secara umum konsep efisiensi didekati dari dua sisi alokasi penggunaan input dan output yang dihasilkan. Menurut Lau dan Yotopaulus (1971) konsep efisiensi pada dasarnya mencakup tiga pengertian, yaitu efisiensi teknis, efisiensi alokatif (harga) serta efisiensi ekonomis. Efisiensi teknis mencerminkan kemampuan petani untuk memperoleh output maksimal dari sejumlah input tertentu. Seorang petani dikatakan efisien secara teknis dari petani lainnya jika petani tersebut dapat menghasilkan output lebih besar pada tingkat penggunaan teknologi produksi yang sama. Petani yang menggunakan input lebih kecil pada tingkat teknologi yang sama, juga dikatakan lebih efisien dari petani lain, jika menghasilkan output yang sama besarnya. Maka konsep efisiensi teknis merupakan suatu konsep yang bersifat relatif. Efisiensi alokatif mencerminkan kemampuan petani untuk menggunakan input dengan dosis/syarat yang optimal pada masing-masing tingkat harga input dan teknologi yang dimiliki sehingga produksi dan pendapatan yang diperoleh maksimal, karena pada dasarnya tujuan petani dalam mengelola usahataninya adalah untuk meningkatkan produksi dan pendapatan. Tingkat produksi dan pendapatan
usahatani
sangat
ditentukan
oleh
efisiensi
petani
dalam
mengalokasikan sumberdaya yang dimilikinya kedalam berbagai alternatif aktivasi produksi. Efisiensi ekonomis adalah kombinasi antara efisiensi teknis dan efisiensi alokatif. Tujuan utama petani sayuran dalam mengelola usahataninya adalah untuk mencapai keuntungan maksimal. Produksi dan keuntungan maksimal yang belum
28
tercapai akibat adanya potensi yang tidak tereksploitasi dapat diartikan sebagai inefisiensi dalam usahatani. Kemungkinan seorang petani tidak dapat mencapai tujuan maksimalnya adalah sesuatu yang bersifat umum. Dengan kata lain, inefisiensi sebenarnya bagian yang tidak terlepaskan dari suatu usahatani. Dalam mengelola usahatani, petani mungkin saja melakukan penyimpangan yang menimbulkan konsekuensi dalam usahataninya. Penyimpangan-penyimpangan tersebut biasanya terkait erat dengan sifat manajerial petani. Adanya banyak faktor yang mempengruhi tidak tercapainya efisiensi (terjadi inefisiensi). Penentu sumber dari inefisiensi ini tidak hanya memberikan informasi tentang sumbersumber potensial yang inefisien, tapi juga saran terhadap kebijakan untuk meningkatkan atau dihilangkan untuk mencapai tingkat efisiensi total. Efisiensi teknis dianggap sebagai kemampuan untuk berproduksi pada isoquant batas. Sebaliknya inefisiensi teknis mengacu pada penyimpangan dari isoquant frontier. Sedangkan efisiensi alokatif mengacu pada kemampuan untuk memproduksi pada tingkat output tertentu dengan menggunakan rasio input pada biaya
yang
minimum.
Sebaliknya
inefisiensi
alokatif
mangacu
pada
penyimpangan dari rasio input pada biaya minimum. Secara umum konsep efisiensi didekati dari dua sisi pendekatan yaitu sisi alokasi penggunaan input dan dari sisi output yang dihasilkan seperti yang terlihat pada Gambar 1. Pendekatan dari dua sisi dikemukakan oleh Farrell (1957), membutuhkan ketersediaan informasi harga input dan sebuah kurva isoquant yang menunjukkan kombinasi input yang digunakan untuk menghasilkan output secara maksimal. Pendekatan dari sisi output merupakan pendekatan yang digunakan untuk melihat
29
sejauh mana jumlah output secara proporsional dapat ditingkatkan tanpa mengubah jumlah input yang digunakan. X1/Y
X0 P
IS
B R B’
IS’ P’
X2/Y 0 Sumber: Farrel (1957) Gambar 1. Konsep Efisiensi Berorientasi pada Sisi Input Secara umum konsep efisiensi didekati dari dua sisi pendekatan yaitu sisi alokasi penggunaan input dan dari sisi output yang dihasilkan. Pendekatan dari dua sisi dikemukakan oleh Farrell (1957), membutuhkan ketersediaan informasi harga input dan sebuah kurva isoquant yang menunjukkan kombinasi input yang digunakan untuk menghasilkan output secara maksimal. Pendekatan dari sisi output merupakan pendekatan yang digunakan untuk melihat sejauh mana jumlah output secara proporsional dapat ditingkatkan tanpa mengubah jumlah input yang digunakan. Gambar 1 perusahaan atau produsen di asumsikan memproduksi output (Y) dengan menggunakan dua jeni input yaitu (X 1 dan X 2 ) dan IS merupakan kurva isoquant frontier untuk menghasilkan output maksimal Y, X 0 menunjukkan
30
kombinasi input observasi yang inefisien untuk menghasilkan sejumlah output yang sama. Di sepanjang lintasan 0X 0 terdapat dua kombinasi input yaitu R dan B. pada B menunjukkan kombinasi input
yang efisien secara teknis karena
terletak pada isoquant frontier tetapi secara alokatif belum efisien karena biaya yang digunakan masih dapat diminumkan yaitu pada B’. pada R menunjukkan kombinasi input yang inefisien secara teknis, namun berada pada garis isocost yang berarti berada pada kombinasi harga input yang efisien. Jarak antara R dan B menjelaskan bahwa biaya yang diminimalkan jika petani atau perusahaan ingin berproduksi pada titik B’ yang merupakan tempat kombinasi penggunaan input yang efisien secara teknis dan alokatif (efisien secara ekonomis). Berdasarkan konsep yang dijelaskan diatas, ukuran efisiensi teknis dirumuskan: ......................................................................................... (2.1) Konsep efisiensi Farrell (1957) ini dikembangkan oleh Kopp dan Diewert (1982) dalam Taylor et al. (1986) menjadi konsep efisiensi dual yang diperoleh dari penurunan fungsi dual. Kopp dan Diewert menetapkan P’ sebagai vektor dari harga-harga input yang digunakan (isocost PP’). Untuk memproduksi Y (output observasi) dengan kombinasi input observasi yang inefisien (X 0 ) dikeluarkan biaya adalah P.X 0 , sedangkan biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi Y dengan kombinasi input yang efisien secara teknis B adalah P.B. Maka efisiensi teknis dapat juga diukur dengan menggunakan rumus: ......................................................................................... (2.2) Pengukuran efisiensi teknis dari sisi input meruapakan rasio dari input atau biaya batas (frontier) terhadap input atau biaya observasi. Bentuk umum dari
31
ukuran efisiensi teknis oleh observasi ke-i pada waktu ke-t didefinisikan sebagai berikut (Coelli, 1996): .............................................................................
(2.3)
dimana nilai TE antara 0 ≤ TE ≤ 1. Y2/X1
D
C
Z B
B’
A
D’ 0
Z’
Y1/X1
Sumber : Coelli et al., 1998 Gambar 2. Konsep Efisiensi Teknis dan Alokatif Orientasi Output Coelli et al. (1998) pengertian konsep efisiensi dapat melalui pendekatan output, diilustrasikan menggunakan Kurva Kemungkinan Produksi (KKP) pada Gambar 2. Simbol ZZ’ adalah kurva kemungkinan produksi. Titik A menunjukkan petani ada dalam kondisi inefisien. Garis AB menggambarkan kondisi inefisiensi secara teknis. Dengan kondisi tersebut, maka pendekatan efisiensi teknis didefenisikan: ........................................................................................
(2.4)
Membahas tentang efisiensi tidak terlepas dari konsep utama teori ekonomi produksi yaitu fungsi produksi. Fungsi produksi merupakan hubungan
32
teknis antara faktor produksi atau input dengan keluaran produksi atau output. Fungsi produksi digunakan untuk menentukan output maksimum yang dapat dihasilkan dari penggunaan sejumlah input. Secara matematis bentuk umum fungsi produksi dapat dirumuskan: Y = f (X 1 , X 2 , …, X n ) ......................................................................
(2.5)
Dimana Y merupakan jumlah produksi yang dihasilkan atau output dari penggunaan masukan input, sedangkan X 1 , X 2 , …, X n merupakan faktor-faktor produksi atau input yang digunakan untuk menghasilkan output. Model fungsi produksi seperti ini belum dapat menerangkan hubungan output dan input secara kuantitatif. Untuk itu fungsi produksi harus dinyatakan dalam bentuk yang spesifik sesuai dengan sifat hubungan input-output dari proses produksi yang bersangkutan. Beberapa karakteristik fungsi produksi yaitu : 1. Fungsi produksi merupakan fungsi kontinu (bukan diskrit) atau limit mendekati nol. 2. Fungsi produksi bernilai tunggal (single value) yaitu setiap input berpasangan dengan setiap output tertentu. 3. Turunan pertama dan kedua bersifat kontinyu, nilai yang dipakai positif atau Q = f (X 1 ), dimana Q dan X 1 > 0. 4. Fungsi produksi cembung (convect) dengan titik nol. Asumsi dasar yang dibangun fungsi produksi yaitu, pengusaha berusaha mencari keuntungan sebesar-besarnya dengan memaksimumkan output dan mengoptimumkan penggunaan faktor produksi.
2.6.2. Metode Pengukuran Efisiensi Masalah efisiensi ada dua konsep fungsi produksi yang perlu diperjelas perbedaannya. Kedua fungsi produksi tersebut adalah fungsi produksi batas
33
(frontier production function) dan fungsi produksi rata-rata (average production function). Pada Gambar 3 dapat dilihat perbedaan fungsi produksi batas dengan fungsi produksi rata-rata. Y (Output)
Y (Output)
X (Input) a. Produksi Batas
X (Input) b. Produksi Rata-rata
Sumber : King (1980) Gambar 3. Kurva Perbedaan Produksi Batas dengan Produksi Rata-rata Fungsi produksi adalah menggambarkan hubungan antara input dan output yang menunjukkan suatu sumberdaya (input) dapat diubah sehingga menghasilkan suatu produk tertentu. Pengertian produksi batas tidak jauh beda dengan pengertian fungsi produksi sendiri, yaitu produksi batas merupakan suatu fungsi yang menunjukkan kemungkinan produksi tertinggi yang dapat dicapai oleh petani dengan menggunakan faktor produksi tertentu pada tingkat teknologi tertentu. Maka fungsi produksi batas (frontier) dapat menunjukkan tingkat produksi potensial yang mungkin dicapai oleh petani dengan menajemen yang baik. Produksi frontier ini digambarkan dengan menghubungkan titik output maksimum untuk setiap tingkat penggunaan input.
34
Berdasarkan pengertian produksi batas dan Gambar 3a dapat dikatakan bahwa usahatani yang berproduksi disepanjang kurva berarti telah berproduksi secara efisien. Karena untuk sejumlah kombinasi input tertentu dapat diperoleh dari jumlah output yang maksimum, artinya pada kondisi tersebut penggunaan input sudah optimal. Sedangkan untuk pengertian produksi rata-rata pada Gambar 3b, usahatani yang berproduksi disepanjang kurva belum tentu yang paling efisien karena kemungkinan usahatani yang mampu berproduksi diatas kurva atau lebih besar dari produksi rata-ratanya. Metode pengukuran efisiensi antara produksi batas dan produksi rata-rata juga berbeda. Metode pengukuran efisiensi untuk produksi batas (frontier) secara umum dapat dilakukan dengan menggunakan 2 pendekatan (Chen et al., 2003 dalam Jasila, 2009) yaitu: 1. Non parametric piece wise linier technology. Contoh pengukuran pada pendekatan ini adalah DEA (Data Envelopment Analysis). Pendekatan ini mudah terkena kesalahan dalam pengukuran (measurement error). 2. Parametric function contohnya stochastic frontier. Model ini membiarkan adanya sifat acak (noise) dari hubungan antar input didalam produksi. Oleh karena itu, hasil yang diperoleh lebih “robust” di dalam mengukur kesalahan pengukuran, seperti misalnya kondisi iklim dan faktor pengganggu lainnya. Metode pengukuran efisiensi untuk produksi rata-rata sebagian besar menggunakan metode ekonometrika, terutama metode Ordinary Least Squares (OLS). Pengukuran efisiensi melalui pendekatan produksi rata-rata hanya dapat mengidentifikasi perubahan teknologi dan skala usaha (Simatupang, 1996), perubahan efisiensi teknis tidak dapat diidentifikasi. Disamping itu, perubahan
35
teknologi yang diperoleh dari pendugaan fungsi produksi rata-rata tidak dapat memisahkan perubahan teknologi murni dengan random shock. Maka dengan demikian dari kedua metode diatas, dipilih metode frontier untuk digunakan dalam penelitian ini. Atas dasar kelebihan dan keterbatasan masing-masing metode pengukuran yang disesuaikan dengan tujuan penelitian yang telah ditetapkan. Model fungsi produksi stochastic frontier secara umum: ........................................................
(2.5)
Stochastic frontier disebut juga “composed error model” karena error term terdiri dari dua unsur, yaitu: i = 1, …, n variabel Є i = spesifik error term dari observasi ke-i v i = ukuran kesalahan dan faktor-faktor diluar control petani (eksternal) seperti iklim, hama, dan penyakit yang disebut sebagai gangguan statistik (statistical noise) u i = one side disturbance yang berfungsi untuk menangkap efek inefisiensi Persamaan fungsi produk stochastic frontier secara ringkas ditulis: ..............................................................
(2.6)
dimana: Y it X it β it v it u it
= produksi yang dihasilkan petani-i pada waktu-t = vektor masukan yang digunakan petani-i pada waktu-t = vektor parameter yang akan diestimasi = variabel acak yang berkaitan dengan faktor-faktor eksternal (iklim, hama) = variabel acak non negatif dan diasumsikan mempengaruhi tingkat inefisiensi teknis dan berkaitan dengan faktor-faktor internal.
Komponen galat (error) yang sifatnya internal (dapat dikendalikan petani) dan lazimnya berkaitan dengan kapabilitas manajerial petani dalam mengelola usahataninya, direfleksikan oleh u i . Komponen ini sebarannya asimetris (one sided) yakni u i ≥ 0. Jika proses berlangsung efisien (sempurna) maka keluaran
36
yang dihasilkan berimpit dengan potensi maksimalnya, yaitu u i = 0. Sebaliknya jika u i > 0 berarti produksi berada di bawah potensi maksimumnya. Daryanto (2000), mengunggkapkan bahwa ada dua pendekatan alternative untuk menguji sumber-sumber dari efisiensi teknis. Pendekatan pertama adalah prosedur dua tahap. Tahap pertama menyangkut pendugaan terhadap skor efisiensi (efek inefisiensi) bagi individu perusahaan. Tahap kedua menyangkut pendugaan model regresi dan skor efisiensi yang diasumsikan mempengaruhi efek inefisiensi. Pendekatan kedua adalah prosedur satu tahap dan efek inefisiensinya dalam stochastic frontier dimodelkan dalam bentuk variabel yang dianggap relevan dalam menjelaskan inefisiensi di dalam proses produksi. Menurut Coelli et al. (1998), prosedur dua tahap menimbulkan kontradiksi dengan asumsi yang dikemukakan dalam model stochastic frontier. Pada tahap pertama u i diasumsikan terdistribusi secara identik, namun pada tahap kedua u i dugaan dibolehkan menjadi fungsi dari variabel penjelas dan inefisiensi. Coelli mengatasinya dengan mengukur parameter dari fungsi produksi stochastic frontier dan model inefisiensi teknis secara simultan dan efek inefisiensi teknis bersifat stochastic.
2.7. Distribusi Pendapatan Usahatani Sayuran Analisis distribusi pendapatan dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu: (1) analisis distribusi pendapatan personal, untuk mengukur distribusi pendapatan di antara individu-individu dalam suatu masyarakat, dan (2) analisis distribusi pendapatan fungsional, yang mengukur distribusi pendapatan antara faktor-faktor produksi dalam suatu proses produksi (Soejono, 1977 dalam Hutagaol, 1985).
37
1. Distribusi Pendapatan Personal atau Institusional Distribusi pendapatan personal atau institusional adalah merupakan ukuran yang paling umum digunakan oleh para ekonom. Ukuran ini hanya berkaitan dengan masing-masing individu atau satu kelompok masyarakat dan jumlah penghasilan yang mereka terima. Besarnya pendapatan personal yang diterima oleh masing-masing individu atau kelompok masyarakat, sangat tergantung dari kepemilikan faktor produksi. Individu dapat memberikan jasa tenaga kerja, keterampilan (manajemen), dan modal yang dimilikinya dalam suatu proses produksi. Imbalan terhadap digunakannya faktor produksi milik individu atau kelompok masyarakat irulah yang diterima sebagai pendapatan personal. Imbalan yang diterima oleh setiap individu atau kelompok masyarakat, dapat berupa : (1) upah atau gaji, sebagai balas jasa atas penggunaan faktor produksi dalam suatu proses produksi, (2) laba, deviden, bunga, sewa, dan lain sebagainya, atas imbalan penggunaan modal atau kapital, dan (3) pendapatan lain, atas imbalan yang dibayarkan untuk kepemilikan faktor produksi lainnya. Selanjutnya Todaro (2000), menggunakan Kurva Lorenz dan Koefisien Gini untuk mengukur distribusi pendapatan. Kurva Lorenz dapat menjelaskan distribusi pendapatan secara grafis, sedangkan Koefisien Gini mengukur ketimpangan pendapatan yang terjadi dengan melihat hubungan antara jumlah penduduk dengan distribusi pendapatan dalam bentuk persentase komulatif. 2. Distribusi Pendapatan Fungsional Distribusi pendapatan fungsional ini menjelaskan distribusi pendapatan yang diterima oleh masing-masing faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi. Besarnya kecilnya pendapatan ini tergantung dari seberapa besar
38
atau seberapa banyak faktor produksi yang digunakan, selain juga ditentukan oleh faktor harga faktor produksi. Dalam melakukan analisis distribusi pendapatan fungsional ini, produksi total dibagi habis dalam faktor produksi yang digunakan. Ada dua faktor produksi yang digunakan yaitu modal dan tenaga kerja. Perubahan dalam pemakaian faktor produksi akan menyebabkan perubahan dalam distribusi pendapatan faktorial atau fungsional. Selanjutnya, pendapatan yang diterimakan kepada masing-masing faktor produksi tersebut akan diterima oleh pemilik faktor produksi. Pengukuran distribusi pendapatan fungsional dapat dilakukan dengan metode akuntansi dan dengan menggunakan fungsi produksi guna memperoleh andil faktor (factor share) dari setiap faktor produksi yang digunakan. Metode akuntansi dalam menghitung andil faktor setiap masukan (faktor produksi) memerlukan data mengenai jumlah faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi dan balas jasa yang diterima oleh setiap faktor tersebut. Dalam perhitungannya, nilai produksi dialokasikan kepada setiap faktor produksi sebagai balas jasa dari penggunaan faktor produksi tersebut. Balas jasa terhadap faktor produksi ini, merupakan pendapatan dari masing-masing faktor tersebut, atau yang disebut sebagai pendapatan faktorial. 2.8. Gambaran Umum Usahatani Sayuran Dalam pertemuan nasional hortikultura tahun 2001 (BP2HP, 2001) dikemukakan empat skenario pengembangan model usaha hortikultura yaitu; (1) Usaha perorangan, (2) usaha patungan, (3) usaha koperasi, dan (4) kerjasama atau kemitraan usaha. Selanjutnya dalam pedoman pengembangan kawasan agribisnis hortikuktura, Direktorat Pengembangan Usaha Hortikultura (2002) melengkapi
39
dan menyempurnakan menjadi lima model pengembangan yaitu: (1) model manajemen, (2) model contract farming, (3) model kemitraan petani-pengusaha, (4) koperasi agribisnis hortikultura, dan (5) jejaring usaha agribisnis hortikultura (Saptana et al., 2006). Arah kebijakan dalam rangka meningkatkan pengembangan agribisnis tanaman pangan dan hortikultura oleh Pemerintah Propinsi Sumatera Utara (2005) diarahkan untuk: (1) meningkatkan akses dan optimalisasi sumberdaya lahan dan air bagi komoditi komersial, (2) peningkatan akses terhadap modal, (3) peningkatan akses terhadap sarana dan prasarana, (4) meningkatkan penyediaan dan akses terhadap teknologi, (5) revitalisasi penyuluhan, (6) meningkatkan produksi dan produktifitas tanaman hortikultura dan pangan, (7) meningkatkan akses terhadap pasar, (8) menumbuhkan usaha agribisnis/agroindustri, dan (9) peningkatan/perbaikan data statistik tanaman pangan dan hortikultura.
2.9. Studi Mengenai Aksessibilitas Kredit Dalam Supriatna (2008) melakukan penelitian tentang aksessibilitas petani kecil pada sumber kredit di tingkat desa untuk studi kasus petani padi di Nusa Tenggara Barat mengatakan kredit sudah menjadi bagian hidup dan ekonomi usahatani petani kecil, bila kredit tidak tersedia tingkat produksi dan pendapatan usahatani akan turun drastis. Pada hasil penelitiannya menunjukkan bahwa 80 persen petani didaerah tersebut disamping menggunakan modal sendiri juga melakukan pinjaman kredit dan hanya 20 persen menggunakan modal sendiri. Lembaga kredit yang paling banyak diakses oleh petani berturut-turut adalah pedagang saprotan (20 persen), Penggilingan padi (20 persen), Unit Pelayanan Kredit Desa (UPKD) (16 persen), pelepas uang (4 persen). Akses petani terhadap
40
lembaga keuangan formal masih kurang, dikarenakan petani tidak memiliki agunan sertifikat tanah, selain itu petani juga tidak memenuhi syarat cara pembayaran. Cara pembayaran adalah bulanan, ini tidak sesuai dengan karakteristik usahatani yang penerimaannya musiman. Akibatnya akses petani terhadap lembaga keuangan formal masih kurang. Dari hasil penelitian Hastuti dan Supadi (2001) mengenai aksessibilitas masyarakat terhadap kelembagaan pembiayaan pertanian di pedesaan, hasil penelitian menunjukkan bahwa aksessibilitas masyarakat tani pada kelembagaan pembiayaan formal relatif tinggi, disebabkan karena adanya program-program pemerintah seperti KUT (Kredit Usaha Tani), KKP (Kredit Ketahanan Pangan) dan sebagainya. Meskipun berbagai kebijakan telah dilakukan oleh pemerintah untuk memperbaiki sistem penyaluran pembiayaan pertanian, namun sejarah membuktikan bahwa program pemerintah di bidang pembiayaan pertanian sering mengalami kegagalan, karena lemahnya peranan lembaga-lembaga pelaksana. Oleh karena itu tingkat pengembaliannya relatif rendah. Hal ini disebabkan karena sering terjadinya komunikasi yang tidak sama antara pemerintah dengan masyarakat tani. Di satu pihak pemerintah sebagai kreditor mewajibkan setiap bantuan harus dikembalikan, namun di pihak lain masyarakat tani sebagai debitor sebagian besar menganggap bahwa bantuan pemerintah bersifat “bantuan” yang tidak perlu dikembalikan. Terjadi kecenderungan program bantuan pemerintah yang bersifat masal dan tidak selektif justru menghancurkan usahatani masyarakat pedesaan, karena terjadi over produksi dan penurunan harga-harga produk pertanian. Disamping itu banyak kesalahan tehnis yang bukan di pihak petani, namun dipihak pelaksana. Hal ini berarti bahwa berbagai kebijaksanaan yang dilakukan oleh pemerintah
41
untuk meningkatkan aksessibilitas masyarakat terhadap lembaga perkreditan belum dapat memenuhi sasarannya dengan tepat. Bahkan sebagian masyarakat masih mempunyai persepsi bahwa meminjam kredit ke bank komersial merupakan hal yang sulit dilakukan. Menurut Hastuti dan Supadi (2001) menyatakan pada umumnya lembagalembaga pembiayaan formal lebih dapat diakses oleh pegawai, pengusaha, pedagang, dan bukan petani. Petani banyak mengakses kredit dari lembaga pembiayaan non formal seperti pedagang output, pedagang input, pelepas uang, tetangga/famili/rekanan. Hal ini disebabkan karena prosedur yang cepat, sesuai dengan kebutuhan dan sederhana. Selain itu dalam hubungannya dengan lembaga pembiayaan non formal tidak ditemukan sangsi kemungkinan hilangnya satusatunya aset yang sangat penting bagi mereka, yaitu tanah. Modal utama hanyalah berupa kejujuran dan kepercayaan diantara ke dua belah pihak. Sebagian besar masyarakat merasakan bahwa meminjam ke lembaga pembiayaan formal relatif sulit, karena prosedur yang rumit, mahal, dan sebagian besar masyarakat tidak mempunyai agunan berupa sertifikat tanah sebagai jaminan. Padahal untuk meminjam ke lembaga formal, agunan merupakan salah satu syarat yang tidak dapat ditawar. Mohamed (2003) meneliti tentang akses petani pada kredit formal dan non formal di Zanzibar, menyatakan bahwa usia, jenis kelamin, pendidikan, tingkat pendapatan, dan tingkat kesadaran pada ketersediaan kredit adalah faktorfaktor yang mempengaruh aksesibilitas kredit oleh petani di Zanzibar. Dan hasil penelitiannya menyatakan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara pengguna kredit formal dan penggunan kredit non formal. Lensink et al. (2008) meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi akses kredit formal di Delta Mekong, Vietnam, menyatakan bahwa kredit formal
42
tidak berfungsi dengan baik, dan akibatnya akses terhadap kredit formal terbatas. Dari hasil penelitian tersebut, literature masih belum jelas alasan kurangnya akses kredit formal. Tetapi hasil penelitian dari Lensink et al. (2008) menunjukkan bahwa penggunaan kredit formal akan meningkat jika sipeminjam/petani memiliki hak milik tanah, berumur muda dan memiliki tingkat pendidikan yang bagus. Petani pada umumnya tidak mempermasalahkan besarnya bunga pinjaman, namun lebih mementingkan tingkat pelayanan. Cara pengembalian kredit sebaiknya musiman atau tahunan, sesuai dengan siklus produksi petani. Prosedur penyaluran kredit sebaiknya dibuat lebih cepat relatif sederhana, sesuai dengan kemampuan petani.
43
III.
KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Konseptual Kerangka konseptual yang dibangun pada penelitian ini didasari adanya anggapan bahwa rendahnya produktivitas yang dicapai petani tomat dan kentang diduga disebabkan oleh rendahnya tingkat kepemilikan modal petani untuk membeli input produksi yang akhirnya menyebabkan penggunaan input kurang optimal, sehingga produktivitas menurun. Modal merupakan salah satu faktor produksi yang dapat berasal dari milik sendiri atau dari kredit. Modal yang berasal dari luar usahatani biasanya merupakan kredit. Dari pernyataan di atas dapat dihubungkan bahwa pengadaan faktor input di duga di pengaruhi akses kredit. Karena jika sumber kredit berbeda maka ongkos transaksi dari setiap sumber kredit tersebut berbeda juga. Perbedaan ongkos transaksi dan tingkat suku bunga akan mempengaruhi jumlah kredit yang dapat digunakan petani sebagai modal untuk memperoleh input usahatani. Kredit merupakan suatu alat untuk menciptakan modal, maka kredit dapat dihubungkan dengan tambahan modal seperti pembelian pupuk, benih, pompa air atau membeli input lainnya untuk tujuan produksi usahatani pada waktu yang diperlukan. Karena itu pendugaan akses kredit dapat diukur melalui pendekatan fungsi produksi. Dasar pemikirannya yaitu akses kredit (dalam konteks hubungan input-output) akan menambah likuiditas perusahaan penerima kredit. Perusahaan dapat meningkatkan penggunaan input atau bahkan disertai perubahan rasio modal (capital) dengan tenaga kerja (labor). Fungsi produksi adalah suatu fungsi yang menggambarkan hubungan (teknis) antara input yang digunakan dengan output yang dihasilkan dalam suatu proses produksi. Input produksi tediri dari
44
input variabel dan input tetap. Secara matematis, fungsi produksi dapat dirumuskan: Q
= f(X 1 ,…, X n ; Z i ,…, Z m ) .............................................. (3.1)
dimana : Q X 1 ,…,X n Z i ,…,Z m
= Jumlah output yang dihasilkan = input variabel = input tetap
Jika petani mempunyai bentuk fungsi produksi Q = (X 1 ,X 2 ) dan harga persatuan produk yang dihasilkan adalah P, maka total penerimaan sebesar: P keterangan: Q X 1 ,X 2
= f (X 1 , X 2 , …) ............................................................. (3.2) = jumlah output yang dihasilkan = input variabel
Sedangkan biaya total yang dikeluarkan sebesar: C
= H 1 X 1 + H 2 X 2 + B ...................................................... (3.3)
Dimana H 1 dan H 2 adalah harga persatuan input dari X 1 dan X 2 , dan B adalah biaya tetap. Keuntungan diperoleh dari penerimaan dikurangi dengan biaya totalnya, secara matematis dapat dituliskan: π
= P f(X 1 ,X 2 ) - H 1 X 1 - H 2 X 2 – B .................................... 3.(4)
dalam memaksimumkan keuntungan (π), berdasarkan first order condition yaitu turunan partial dari keuntungan (π) masing-masing terhadap input X 1 dan X 2 , diperoleh: Maka PF 1 H 1 : .................................................................................... (3.5) maka PF 2 H 2 :
45
.................................................................................... (3.6) Produk Marjinal input X 1 (PMx 1 ) ......................................................................... (3.7) Produk Marjinal input X 2 (PMx 2 ) ........................................................................ (3.8) Secara umum maka dapat dinyatakan bahwa dalam keadaan seimbang diperoleh PF 1 = H 1 , dimana P adalah harga persatuan output, F 1 adalah produk marjinal penggunaan input X 1 dan keuntungan maksimum tercapai atau tingkat penggunaan input optimal jika untuk masing-masing input yang digunakan diperoleh harga per satuan masing-masing input sama dengan nilai produk marjinal masing-masing input. Nilai Produk Marjinal (NPM) dari suatu input adalah tingkat penambahan penerimaan petani dengan bertambahnya penggunaan input sebanyak satu-satuan. Gambar 4, menggambarkan fungsi produksi suatu output (diasumsikan Y). Jika produsen menggunakan input sebesar X 1 ”, maka perusahaan akan menghasilkan out sebesar Y0. Sedangkan jika perusahaan menggunakan input sebesar X 1 ’, maka output yang dihasilkan adalah sebesar Y1. Dari keterangan tersebut dapat dijelaskan bahwa output suatu perusahaan atau petani dipengaruhi oleh berapa besar input yang digunakan. Sedangkan pengadaan input berkaitan dengan modal yang dimiliki oleh perusahaan atau petani. Sumber model ada dari modal sendiri dan kredit. Kredit dapat berupa kredit formal dan kredit non formal. Perbedaan akses kredit ini akan mengakibatkan perbedaan tingkat suku bunga dari pinjaman dan biaya transaksi (cost transaction).
46
Produk Total (Y)
Y0 TP Y’
Input (X) 0 X1’ X1’’ Sumber: Soekartawi, 1989. Gambar 4. Fungsi Produksi Apabila tersedianya input produksi diperoleh dengan pinjaman, maka harga persatuan input tersebut menjadi H (1+λ), dimana λ adalah ongkos per satuan pinjaman termasuk bunga. Penggunaan sumber produksi yang optimal dengan nilai yang semakin besar, maka produk total dan penerimaan bersih usahatani akan menjadi lebih rendah. Implikasi dari keadaan keseimbangan ini pada alokasi penggunaan sumber produksi pertanian akan berpengaruh pada produk total dan nilai produk marjinal dari input X 1 . Pada Gambar 4, apabila tidak kendala finansial, pengetahuan dan resiko dapat menggunakan input X 1 sebanyak X 1 0 dengan harapan akan mencapai tingkat produk total Y0. Adanya kendala finansial, pengetahuan dan resiko dapat menggeser kedudukan penggunaan input X 1 dan output Y, misalnya ada kendala finansial, dengan
47
pengetahuan dan resiko tetap, maka penggunaan input X 1 bergeser ke X 1 ’ dan produk total sebesar Y’. Pergeseran tersebut disebabkan adanya tambahan biaya untuk memperoleh input X 1 yaitu sebagai biaya kredit efektif yang dikeluarkan sebagai ongkos peminjaman dan pembayaran tingkat bunga sebesar λ. Maka harga per satuan input menjadi H 1 (1+λ). Semakin besar biaya kredit tersebut semakin kecil penggunaan input X 1 , dan akan berakibat pada rendahnya produk total yang diperoleh. Adanya perbedaan sumber kredit dengan ongkos-ongkos kredit, prosedur pengambilan dan tingkat bunga yang berbeda, dapat menyebabkan perbedaan penggunaan input X 1 dengan harga yang berbeda dan produk total yang berbeda juga. Harga input
C H1(1+λ)
B
H1(1+r)
A
H1
MVP Input (X)
X1’
X1”
X10
Gambar 5. Hubungan Penggunaan Input X dengan Nilai Produk Marjinal Gambar 5, menunjukkan hubungan pengaruh adanya kredit input produksi yang digunakan dengan Nilai Produk Marjinal (MVP). Pada Gambar 5, menunjukkan pada titik C, B, dan A masing-masing nilai produk marjinal
48
penggunaan input X 1 pada penggunaan optimal input X 1 sebesar X 1 ’, X 1 ’’ dan X 1 0 dengan harga persatuan berturut-turut H 1 (1+λ), H 1 (1+r) dan H 1 dari input X1. Adanya tambahan modal dapat menggunakan input secara optimal yang menguntungkan. Perubahan input X 1 dari X 1 ’ ke X 1 ” masih lebih rendah dari pada kredit perorangan. Prinsip yang digunakan untuk memperoleh keuntungan maksimum dalam penggunaan modal adalah sama dengan prinsip dalam menentukan beberapa banyak input yang harus digunakan dalam proses produksi. Keuntungan akan mencapai maksimum apabila nilai produk marjinal sama dengan biaya input marjinalnya. Pengertian efisiensi sangat relatif, dapat diartikan sebagai uapaya penggunaan input yang sekecil-kecilnya untuk mendapatkan produksi yang sebesar-besarnya. Efisiensi akan tercapai apabila petani mampu membuat suatu upaya jika Nilai Produk Marjinal (MVP) untuk suatu input sama dengan harga input (P) tersebut atau dapat ditulis dengan (Soekartawi, 1989): atau
...............................................................
(3.1)
Dalam banyak kenyataan MVP x tidak selalu sama dengan P x yang sering terjadi adalah: 1.
artinya penggunaan input X belum efisien. Untuk mencapai efisien,
input X perlu ditambahkan. 2. artinya penggunaan input X tidak efisien. Untuk menjadi efisien, maka penggunaan input X perlu dikurangi. Penjelasan tentang penggunaan input X sesuai dengan Gambar 5. Karena penggunaan input ditentukan oleh berapa besar modal yang dimiliki petani dan biaya apa saja yang dikeluarkan petani untuk menyediakan modal tersebut. Seperti yang diuraikan dalam pendahuluan bahwa sumber permodalan petani dapat dari petani itu sendiri dan dapat juga dari luar dalam bentuk kredit. Bagi petani kaya atau besar, pada umumnya memiliki modal likwid yang sewaktu-
49
waktu dapat diuangkan untuk memenuhi usahataninya, dan bahkan ada yang dipinjamkan untuk petani kecil. Modal yang berasal dari luar petani dapat bersumber dari lembaga perkreditan formal dan lembaga perkreditan non-formal. Hubungan Gambar 4 dan Gambar 5 adalah hubungan antara penggunaan faktor input dan hubungannya dengan output yang dihasilkan. Gambar 5 menjelaskan hubungan antara harga input dengan jumlah penggunaan input, dimana penggunaan input dipengaruhi oleh berapa besar modal yang di miliki oleh petani untuk pengadaan input. Modal dapat berasal dari petani sendiri dan kredit. Jika modal berasal dari kredit maka akan menambah biaya yang dikeluarkan oleh petani berupa bunga kredit dan ongkos transaksi. Adanya bunga dan ongkos transaksi akan menaikkan harga input. Maka hubungan Gambar 4 dan Gambar 5 dapat dijelaskan. Lembaga perkreditan formal menyalurkan kreditnya kepada peminjam uang yang diatur oleh undang-undang dan diatur juga oleh pemerintah. Lembagalembaga tersebut adalah bank Swasta, bank Negara, dan Koperasi yang terdaftar. Lembaga perkreditan non-formal umumnya tidak diawasi oleh pemerintah dan meliputi antara lain pelepas uang, pedagang, sahabat, keluarga, dan toko sarana produksi pertanian. Untuk mengakses kredit dari lembaga keuangan formal mengharuskan adanya agunan, sedangkan jika mengakses kredit dari lembaga keuangan non formal tidak mengharuskan adanya agunan, melainkan didasarkan lebih kepada kepercayaan antara peminjam dan pemilik uang yang meminjamkan. Masyarakat pedesaan merasakan manfaat adanya sumber kredit non formal, karena lembaga ini selalu siap menyediakan kredit kepada petani. Pilihan petani terhadap salah satu sumber kredit berhubungan erat dengan karakteristik, sikap dan nilai dari petani serta lingkungan hidupnya maupun karakteristik dari lembaga perkreditan. Karakteristik dari petani meliputi total luas lahan, jenis usahatani, pendapatan diluar usahatani, umur petani, tingkat
50
pendidikan dan lamanya berusahatani. Karakteristik lembaga perkreditan meliputi tingkat suku bunga, agunan, dan tingkat kemudahan dalam memberikan kredit baik yang menyangkut prosedur maupun waktu. Dalam berbagai hasil penelitian menyatakan kredit formal banyak dimanfaat oleh golongan petani yang mempunyai lahan luas dan status kepemilikannya adalah milik sendiri, sebaliknya kredit non formal banyak dimanfaatkan oleh golongan petani yang status kepemilikan lahan bukan milik sendiri. Menurut Mubyarto (1987), penduduk pedesaan membutuhkan sumber keuangan yang murah, mudah, cepat dan tepat. Bagi petani, tinggi rendahnya bunga bukan merupakan faktor penentu. Prosedur yang terlalu panjang serta proses pengambilan kredit yang terlalu lama akan meningkatkan biaya-biaya yang dikeluarkan sehingga total biaya kredit akan semakin tinggi. Bagi petani, tinggi rendahnya bunga bukan merupakan faktor penentu. Murah atau mahalnya kredit tidak hanya ditentukan oleh besarnya bunga nominal, tetapi juga oleh biaya transaksi yang harus dibayar oleh peminjam. Semakin tinggi biaya transaksi akan menyebabkan biaya kredit secara total akan semakin tinggi. Untuk lebih jelasnya kerangka pemikiran konseptual disajikan pada Gambar 6. Usahatani kentang dan tomat mengalami permasalahan yaitu faktor modal. Modal dapat berasal dari modal sendiri dan dari luar (yaitu kredit). Kredit ada dua yaitu dari lembaga formal dan lembaga non formal. Dengan secara tidak langsung jenis kredit akan mempengaruhi berapa besar input usahatani yang digunakan. Dan penggunaan jumlah input akan mempengaruhi efisiensi usahatani, pendapatan usahatani dan distribusi pendapatan usahatani. Selain dari faktor input usahatani, yang mempengaruhi keberhasilan dari usahatani adalah faktor eksternal yaitu umur petani, pengalaman berusahatani, pendidikan, dan lain-lainnya. Dari hasil analisis usahatani, efisiensi teknis dan distribusi pendapatan, diharapkan aka nada saran kebijakan kredit yang tepat bagi petani tomat dan kentang.
51
Usahatani Kentang dan Tomat
Modal/Pembiayaan (terbatas)
Kredit
Lembaga keuangan formal (terbatas)
Lembaga keuangan non formal
Faktor input produksi
Produktivitas usahatani
Umur, pendidikan, pengalaman, dll
Analisis efisiensi produksi: - Stochastic frontier (efisiensi teknis) - Inefisiensi teknis
Pengaruh Akses kredit: - Analisis pendapatan Usahatani - Distribusi pendapatan Usahatani
Kebijakan yang perlu dilakukan pemerintah untuk meningkatkan akses petani pada kredit
52
Gambar 6. Kerangka Konseptual 3.2.Hipotesis Merujuk pada rumusan permasalahan, tinjauan teori, dan uraian kerangka konseptual di atas maka dapat diformulasikan hipotesis: 1. Faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap tingkat efisiensi teknis usahatani sayuran adalah luas lahan yang digarap, pupuk kimia, pupuk organik, pestisida cair, pestisida padat dan tenaga kerja. 2. Jenis usahatani yang dilakukan diduga akan mempengaruhi kredit yang akan di diakses. 3. Petani yang mengakses kredit dari lembaga keuangan non formal diduga lebih efisien dalam mengelola usahataninya dibandingkan petani yang akses kreditnya dari lembaga keuangan formal.
53
IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di wilayah Kabupaten Simalungun. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara purposive sampling dan stratified random sampling dengan pertimbangan bahwa wilayah tersebut merupakan sentra produksi sayuran di Propinsi Sumatera Utara dan ada petani yang menggunakan modal atau pembiayaan usahataninya dari lembaga keuangan formal dan non formal. Selanjutnya dipilih 4 kecamatan yaitu Kecamatan Purba, Kecamatan Pamatang Silimahuta, Kecamatan Dolog Silau, dan Kecamatan Silimakuta. Pemilihan kecamatan dilakukan secara sengaja (purposive sampling) dengan pertimbangan kecamatan tersebut sebagai penghasil sayuran tomat dan kentang. Pelaksanaan penelitian dilapangan dilakukan selama 2 bulan yakni bulan Juni dan Juli 2010. 4.2. Metode Penarikan Contoh Petani yang menjadi contoh dalam penelitian ini terdiri dari petani tomat dan kentang yang mengakses kredit dari lembaga keuangan formal maupun non formal. Penarikan contoh dilakukan secara sengaja yaitu petani yang mengakses kredit formal dan non formal. Petani contoh diambil sebanyak 60 petani kentang dan 65 petani tomat, maka total petani contoh 125. Petani contoh yang dipilih selanjutnya dikelompokkan berdasarkan strata sumber akses kredit. 125 petani contoh yang dipilih adalah petani yang mengakses kredit dari bank sebanyak 37 petani (17 petani kentang dan 18 petani tomat), dari pedagang 31 petani (17 petani kentang dan 14 petani tomat), dari toko saranan produksi pertanian 34 petani (15 petani kentang dan 19 petani tomat), dan credit union 23 petani (12 petani kentang
54
dan 11 petani tomat). Selanjutnya ditelusuri jalur-jalur akses kreditnya dari sumber pemberi kredit seperti yang terlihat pada Gambar 7.
Petani Kentang Contoh 60 orang
Kecamatan Silimahuta 30 orang
a = 9 orang
b =7 orang
c = 6 orang
Kecamatan Pamatang Silimahuta 20 orang
d = 8 orang
a =10 orang
b =7 orang
c = 6 orang
d = 7 orang
Petani Tomat 65 orang
Kecamatan Silimahuta 20orang
Kecamatan Purba 27 orang
a =8 orang
b=5 orang
c=6 orang
d=8 orang
a=5 orang
b=6 orang
c=2 orang
Kecamatan Dolog Silau 18 Orang
d=7 orang
a =5 orang
b=6 orang
Strata Akses Kredit Keterangan: Strata akses kredit yaitu: (a) dari bank, (b) dari pedagang, (c) dari Credit Union, dan (d) dari sarana produksi pertanian Gambar 7. Kerangka Pengambilan Petani Contoh Kentang dan Tomat
c=3 orang
d=4 orang
54
55
55
4.3.Jenis dan Sumber Data Data yang diperlukan untuk penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer untuk memperoleh informasi mengenai aspek kreditur dan debitur diperoleh melalui wawancara dengan petani contoh yang telah ditentukan dengan menggunakan daftar pertanyaan terstruktur yang telah dipersiapkan sebelumnya. Data primer yang diambil adalah data karakteristik petani dan usahatani sayuran kentang dan tomat pada satu musim yaitu musim hujan tahun 2009. Data yang diambil meliputi luas pengusaan lahan, penggunaan input (benih, pupuk anorganik, pupuk organik, pestisida padat, pestisida cair, tenaga kerja dan input lainnya), harga input, harga output, penerimaan usahatani sayuran dan permasalahan yang dihadapi petani. Untuk mendukung penelitian ini diperlukan data
sekunder.
Data
sekunder
diperoleh
dari
lembaga-lembaga
yang
mempengaruhi langsung dengan pengembangan hortikultura, yakni: (1) Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Kabupaten Simalungun, (2) Bank umum dan lembaga keuangan non-formal di lokasi penelitian, (3) Biro Pusat Statistik Kabupaten Simalungun, dan (4) Kantor Dinas Pertanian Kabupaten Simalungun.
4.4.
Metode Analisis
4.4.1. Analisis Fungsi Produksi Usahatani Tomat dan Kentang Untuk menduga hubungan variabel terikat dan menganalisis pengaruh akses petani pada sumber kredit dan faktor lainnya terhadap produksi tomat dan kentang digunakan model fungsi Cobb-Douglas. Pemilihan variabel produksi yang diikutsertakan dalam model penduga didasarkan pada teori ekonomi dan hasil-hasil penelitian yang ada. Untuk mengukur tingkat efisiensi usahatani sayuran menggunakan alat analisis produksi stochastic frontier dan fungsi biaya
56
dual. Analisis produksi stochastic frontier digunakan untuk mengukur efisiensi teknis usahatani hortikultura dari sisi output. Sedangkan fungsi biaya dual digunakan untuk mengukur efisiensi alokatif dan ekonomis. Bentuk fungsi produksi yang biasa digunakan dalam penelitian empiris adalah fungsi produksi translog dan Cobb-Douglas. Dalam penelitian ini fungsi produksi yang digunakan adalah fungsi produksi stochastic frontier CobbDouglas. Pilihan terhadap bentuk fungsi produksi diambil berdasarkan alasan: 1. Fungsi produksi Cobb-Douglas bersifat homogen sehingga dapat digunakan untuk menurunkan fungsi biaya dari fungsi produksi (ini sesuai dengan persyaratan pengukuran efisiensi batas). 2. Fungsi produksi Cobb-Douglas lebih sederhana. 3. Jarang menimbulkan masalah multikolinier. Faktor-faktor yang secara langsung mempengaruhi kwalitas produk yang dihasilkan adalah faktor-faktor produksi yang digunakan. Usahatani hortikultura diasumsikan dipengaruhi oleh faktor-faktor produksi antara lain: luas lahan, pupuk, bibit, tenaga kerja dan akses terhadap kredit (Saptana et al., 2006). Pada tanaman hortikultura biasanya petani menggunakan pupuk organik dan pupuk kimia majemuk. Maka pupuk yang dominan digunakan oleh petani hortikultura pupuk urea dan majemuk sedangkan selain faktor itu dianggap berpengaruh secara tidak langsung terhadap produksi hortikultura khususnya dalam penelitian ini. Fungsi produksi untuk usahatani kentang dan tomat di Kabupaten Simalungun
diasumsikan
mempunyai
bentuk
Cobb-Douglas
yang
ditransformasikan ke dalam bentuk linier logaritma natural: lnY 1 = lnβ 0 + β 1 lnX 11 + β 2 lnX 21 + β 3 lnX 31 + β 4 lnX 41 +β 5 lnX 51 + β 6 lnX 61 + β 7 lnX 71 + (ν i – υ i1 )............................................................... (4.1) lnY 2 = lnγ 0 + γ 1 lnX 12 + γ 2 lnX 22 + γ 3 lnX 32 + γ 4 lnX 42 +γ 5 lnX 52 + γ 6 lnX 62 + γ 7 lnX 72 + (ν i2 – υ i2 )............................................................... (4.2)
57
dimana: Y1 X 11 X 21 X 31 X 41 X 51 X 61 X 71 β0 β1
= hasil produksi kentang (kg) = luas lahan yang digarap untuk kentang (ha) = benih yang digunakan untuk kentang (Kg) = jumlah pupuk kimia yang digunakan untuk kentang (kg) = jumlah pupuk organik yang digunakan untuk kentang (kg) = jumlah pestisida cair yang digunakan untuk kentang (liter) = jumlah pestisida padat yang digunakan untuk kentang (Kg) = jumlah tenaga kerja yang digunakan untuk kentang (HOK) = intersep = parameter koefisien dugaan luas lahan yang digarap untuk kentang β2 = parameter koefisien dugaan jumlah benih digunakan untuk kentang β3 = parameter koefisien dugaan jumlah pupuk kimia yang digunakan untuk kentang β4 = parameter koefisien dugaan jumlah pupuk organik yang digunakan untuk kentang β5 = parameter koefisien dugaan jumlah pestisida cair yang digunakan untuk kentang = parameter koefisien dugaan jumlah pestisida padat yang digarap β6 untuk kentang β7 = parameter koefisien dugaan jumlah tenaga kerja yang digunakan untuk kentang ν i1 – υ i1 = error term (efek inefisiensi teknis dalam model fungsi produksi kentang) = hasil produksi tomat (kg) Y2 X 12 = luas lahan yang digarap untuk tomat (ha) X 22 = benih yang digunakan untuk tomat (Rp) X 32 = jumlah pupuk kimia yang digunakan untuk tomat (kg) X 42 = jumlah pupuk organik yang digunakan untuk tomat (kg) X 52 = jumlah pestisida cair yang digunakan untuk tomat (liter) X 62 = jumlah pestisida padat yang digunakan untuk tomat (Kg) X 72 = jumlah tenaga kerja yang digunakan untuk tomat (HOK) γ0 = intersep γ1 = parameter koefisien dugaan luas lahan yang digarap untuk tomat γ2 = parameter koefisien dugaan jumlah benih digunakan untuk tomat γ3 = parameter koefisien dugaan jumlah pupuk kimia yang digunakan untuk tomat γ4 = parameter koefisien dugaan jumlah pupuk organik yang digunakan untuk tomat γ5 = parameter koefisien dugaan jumlah pestisida cair yang digunakan untuk tomat γ6 = parameter koefisien dugaan jumlah pestisida padat yang digarap untuk tomat γ7 = parameter koefisien dugaan jumlah tenaga kerja yang digunakan untuk tomat
58
ν i2 – υ i2 = error term (efek inefisiensi teknis dalam model fungsi produksi tomat) νi = variabel acak yang berkaitan dengan faktor-faktor eksternal (iklim, hama/penyakit dan kesalahan pemodelan) sebarannya simetris dan menyebar normal μi = variabel acak non negatif dan diasumsikan mempengaruhi tingkat inefisiensi teknis dan berkaitan denga faktor-faktor internal, sebarannya bersifat setengah normal Tanda parameter yang diharapkan: β 1 , β 2 , β 3 , β 4 , β 5 , β 6 , β 7 , γ 1 , γ 2 , γ 3 , γ 4 , γ5, γ 6, γ
7
> 0, dengan kata lain hasil pendugaan fungsi produksi stochastic
frontier diatas, diharapkan memberikan nilai parameter dugaan yang positif. Jika diperoleh parameter dugaan yang bertanda negatif dan merupakan bilangan pecahan, maka fungsi produksi dugaan tidak dapat digunakan untuk menurunkan fungsi biaya dual, sehingga efisiensi alokatif tidak dapat diukur. Nilai parameter koefisien dugaan positif berarti dengan meningkatkan input akan meningkatkan produksi kentang dan tomat.
4.4.2.
Analisis Efisiensi Teknis dan Inefisiensi Teknis Analisis efisiensi khususnya efisiensi teknis dilakukan dengan dua
pendekatan yaitu pendekatan output (indeks efisiensi timmer) dan pendekatan input (indeks efisiensi kopp). Kedua indeks efisiensi ini menghasilkan nilai efisiensi teknis yang sama jika skala usaha petani adalah konstan. Efisiensi teknis pada setiap petani ke-I dari sisi ouput , diperoleh melalui output observasi terhadap output stochastic frontiernya. Efisiensi teknis dapat diukur dengan menggunakan rumus: ......................................................................... dimana: TE
= efisiensi teknis = output observasi = output batas (frontier)
(4.3)
59
atau persamaan efisiensi teknis dapat juga ditulis: i = 1, 2, …, n
..........................
(4.4)
dimana: = efisiensi teknis petani ke-i = nilai harapan dari u i dengan syarat e i Nilai efisiensi teknis antara ≤0 TE ≤ 1. Nilai efisiensi teknis tersebut berhubungan terbalik dengan nilai efek inefisiensi teknis dan hanya digunakan untuk fungsi yang memiliki jumlah output dan input tertentu (cross section data). di dalam perangkat lunak frontier diperoleh dengan
Nilai
menggunakan persamaan: ............................................
(4.5)
Metode inefisiensi teknis yang digunakan dalam penelitian ini mengacu kepada model efek inefisiensi teknis yang dikembangkan oleh Coelli dan Battese. Variabel ui yang digunakan untuk mengukur efek inefisiensi teknis, diasumsikan bebas dan distribusinya terpotong normal dengan N(μi, σ2). Untuk menentukan nilai parameter distribusi (µ i ) efek inefisiensi teknis dinyatakan: u i1 = δ 0 + δ 1 Z 11 + δ 2 Z 21 + δ 3 Z 31 + δ 4 Z 41 + δ 5 Z 51 + δ 6 Z 61 + δ 7 Z 71 + δ 8 Z 81 + δ 9 Z 91 .......................................................................... (4.6) u i2 = σ 0 + σ 1 Z 12 + σ 2 Z 22 + σ 3 Z 32 + σ 4 Z 42 + σ 5 Z 52 + σ 6 Z 62 + σ 7 Z 72 + σ 8 Z 82 + σ 9 Z 92 ......................................................................... (4.7) Tanda parameter yang diharapkan adalah : δ 1, δ 2, δ 3, δ 4, δ 5, δ 6, δ 7 , δ 8, δ 9 < 0 dan σ 1, σ 2, σ 3, σ 4, σ 5, σ 6, σ 7 , σ 8, σ 9 < 0. dimana : u i1 δ0 Z 11 Z 21 Z 31
= efek inefisiensi teknis usahatani kentang = konstanta = umur petani kentang (tahun) = tingkat pendidikan formal petani kentang (tahun) = pengalaman petani kentang (tahun)
60
Z 41 = dummy kepemilikan lahan petani kentang (1= milik sendiri, 0= jika sewa/sakap) Z 51 = dummy kelompok tani petani kentang (1= ikut kelompok tani dan 0=lainnya) Z 61 = dummy akses petani kentang dari kredit bank (1=bank dan 0= lainnya) Z 71 = dummy akses petani kentang pada kredit pedagang dan pemilik modal (1= Pedagang dan pemilik modal dan 0 = lainnya) Z 81 = dummy akses petani kentang pada kredit Credit union (1= Credit Union dan 0= lainnya) Z 91 = dummy akses petani kentang pada kredit dari saprotan (1= saprotan dan 0= lainnya) δ 1 = koefisien umur petani kentang (tahun) δ 2 = koefisien tingkat pendidikan formal petani kentang (tahun) δ 3 = koefisien pengalaman petani kentang (tahun) δ 4 = koefisien dummy kepemilikan lahan petani kentang (1= milik dan sendiri, 0= jika sewa/sakap) δ 5 = koefisien dummy kelompok tani kentang (1= ikut kelompok tani dan 0 = lainnya) δ 6 = koefisien dummy akses petani kentang pada kredit bank (1= bank dan 0 = lainnya) δ 7 = koefisien dummy akses petani kentang pada kredit pedagang dan pemilik modal (1= Pedagang dan pemilik modal dan 0 = lainnya) δ 8 = koefisien dummy akses petani kentang pada kredit Credit union (1= Credit Union dan 0 = lainnya) δ 9 = koefisien dummy akses petani kentang pada kredit dari saprotan (1=saprotan dan 0 = lainnya) u i2 = efek inefisiensi teknis usahatani tomat σ 0 = konstanta Z 12 = umur petani tomat (tahun) Z 22 = tingkat pendidikan formal petani tomat (tahun) Z 32 = pengalaman petani tomat (tahun) Z 42 = dummy kepemilikan lahan petani tomat (1= milik sendiri, 0= jika sewa/sakap) Z 52 = dummy kelompok tani petani tomat (1= ikut kelompok tani dan 0=lainnya) Z 62 = dummy akses petani tomat pada kredit bank (1= bank dan 0 = lainnya) Z 72 = dummy akses petani tomat pada kredit pedagang dan pemilik modal (1= Pedagang dan pemilik modal dan 0 = lainnya) Z 82 = dummy akses petani tomat pada kredit Credit union (1= Credit union dan 0 = lainnya) Z 92 = dummy akses petani tomat pada kredit dari saprotan (1= saprotan dan 0= lainnya) σ 1 = koefisien umur petani tomat (tahun) σ 2 = koefisien tingkat pendidikan formal petani tomat (tahun)
61
σ3 σ4 σ5 σ6 σ7 σ8 σ9
= koefisien pengalaman petani tomat (tahun) = koefisien dummy kepemilikan lahan petani tomat (1= milik dan sendiri, 0= jika sewa/sakap) = koefisien dummy kelompok tani petani tomat (1= ikut kelompok tani dan 0= lainnya) = koefisien dummy akses petani tomat pada kredit bank (1= bank dan 0= lainnya) = koefisien dummy akses petani tomat pada kredit pedagang dan pemilik modal (1= Pedagang dan pemilik modal dan 0= lainnya) = koefisien dummy akses petani tomat pada kredit Credit union (1= Credit union dan 0= lainnya) = koefisien dummy akses petani tomat pada kredit dari saprotan (1=saprotan dan 0= lainnya)
Pendugaan parameter fungsi produksi dan fungsi inefisiensi dilakukan secara simultan dengan program Frontier 4.1. Pengujian parameter stochastic frontier dilakukan dengan dua tahap. Tahap pertama menggunakan metode OLS, yaitu digunakan untuk menduga parameter teknologi dan input-input produksi (β m dan γ m ) dan tahap kedua menggunakan metode Maximum Likelihood Estimaties (MLE) untuk menduga keseluruhan parameter faktor produksi (β m dan γ m ), intersep (β 0 dan σ 0 ), dan variant dari kedua komponen kesalahan v i dan u i (σv2 dan σu2) pada α 1 persen, 5 persen dan 10 persen. Sedangkan kriteria uji yang digunakan untuk hipotesis yang menyatakan bahwa semua petani telah melakukan usahatani sayuran secara efisien, adalah uji generalized likehood ratio satu arah, dengan persamaan uji: .................
(4.8)
L(H 0 ) dan L(H 1 ) masing-masing adalah nilai fungsi likelihood dari hipotesis nol (H 0 ) dan Hipotesis alternatif (H 1 ). H0 H1
= =
62
Jika
maka
sehingga H 0 : γ = δ 0 = δ 1 = ……..δ 5 = 0, maka
efek inefisiensi teknis tidak ada dalam model fungsi produksi atau dengan kata lain petani dalam melakukan usahatani sayuran efisien. Jika hipotesis ini diterima maka model fungsi produksi rata-rata sudah cukup mewakili data empiris. Kriteria uji: LR galat > LR galat <
retriksi ,
maka tolak H 0 , retriksi maka terima H 0
Hasil pengolahan program frontier 4.1 menurut jondrow, et al (1982), akan memberikan nilai perkiraan variant dalam bentuk parameterisasi: = variant dari distribusi normal = variant dari u i = variant dari v i Parameter dari variant ini dapat digunakan untuk mencari nilai γ, yaitu atau Nilai parameter γ merupakan kontribusi dari efisiensi teknis di dalam efek residual total (ε). Nilai parameter γ berkisar antara 0 ≤ γ ≤ 1. 4.4.3. Analisis Usahatani Salah satu indikator keberhasilan petani adalah meningkatkan pendapatan melalui usahatani yang mereka lakukan. Dalam analisis ini digunakan dua indikator yaitu:
4.4.3.1. Analisis Pendapatan Usahatani Analisis pendapatan usahatani terdiri dari dua bagian, yaitu keadaan penerimaan dan keadaan pengeluaran selama usahatani dijalankan selama jangka
63
waktu yang ditetapkan. Penerimaan yang diperoleh dari produk total dikalikan dengan harga penjualan di tingkat petani. Atau dapat dilihat pada persamaan: ............................................................ (4.23) dimana: π Ri Xi TFC
= keuntungan produksi per musim tanam (Rp) = harga faktor produksi tidak tetap per musim tanam (Rp) = jumlah faktor produksi tidak tetap per musim tanam (Rp) = biaya tetap total per musim tanam (Rp)
Penerimaan usahatani merupakan nilai produksi yang diperoleh oleh produk total dikalikan dengan harga jual di tingkat petani. Jumlah produksi total disini menggambarkan hasil penjualan produk yang akan dijual, juga hasil penjualan produk sampingan. Pengeluaran atau biaya usahatani adalah nilai penggunaan sarana produksi dan nilai-nilai yang mungkin diperoleh dengan membeli, sehingga pengeluaran atau biayanya berbentuk tunai tetapi ada pula sarana produksi yang digunakan itu berasal dari hasil usahatani sendiri, sehingga pada keadaan demikian pengeluaran atau biaya itu merupakan nilai yang diperhitungkan. Biaya tunai merupakan pengeluaran tunai usahatani yang dilakukan oleh petani sendiri. Pengeluaran tunai usahatani secara umum meliputi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya untuk sarana produksi yang dipakai dalam proses produksi yang tidak langsung mempengaruhi jumlah produksi dan sifat penggunaannya tidak habis terpakai dalam satu kali proses produksi. Biaya tetap ini sendiri dapat berupa pajak, air, dan biaya penggunaan traktor. Sedangkan biaya variabel adalah biaya untuk sarana produksi yang dipakai dalam penggunaannya habis terpakai dalam satu kali proses produksi. Biaya yang diperhitungkan adalah pengeluaran untuk memakai input milik sendiri dan pembayaran upah tenaga kerja dalam keluarga berdasarkan tingkat upah yang berlaku.
64
4.4.3.2. Analisis Rasio Penerimaan dan Biaya Analisis pendapatan usahatani selalu disertai dengan pengukuran efisiensi pendapatan usahatani. Untuk mengetahui efisiensi suatu usahatani terhadap penggunaan satu unit input dapat digambarkan oleh nilai rasio penerimaan dan biaya yang merupakan perbandingan antara penerimaan kotor yang diterima usahatani dari setiap rupiah yang dikeluarkan dalam proses produksi atau yang biasa dikenal dengan analisis imbangan penerimaan dan biaya atau analisis R/C rasio. Perhitungan R/C dapat dirumuskan:
................................................................................................. (4.25) keterangan: Y Py BT BD
= total produksi = harga produk = biaya tunai = biaya diperhitungkan
Bila nilai R/C rasio >1 menunjukkan bahwa pendapatan yang dihasilkan dari usahatani hortikultura lebih besar dari biaya yang dikeluarkan dengan kata lain usahatani sayuran menguntungkan, dan sebaliknya.
4.4.4. Distribusi Pendapatan Usahatani Sayuran Kentang dan Tomat Untuk mengetahui pengaruh akses kredit terhadap distribusi pendapatan usahatani, maka dilakukan dengan cara membandingkan keadaan distribusi pendapatan usahatani yang mengakses kredit pada lembaga keuangan formal (bank), dan usahatani yang mengakses kredit dari lembaga keuangan non formal. Dalam penelitian ini, lembaga keuangan non formal diasumsikan adalah: (1) pedagang sayur-sayuran yang memberikan kredit pada petani dengan perjanjian hasil panen harus dijual kepada pedagang tersebut, disini si pedagang
65
bisa memonopoli harga beli sayur-sayuran, (2) Credit Union, dan (3) pedagang Saprotan. Pengaruh akses pada kredit ditelaah dari perubahan distribusi pendapatan yang terjadi pada masing-masing usahatani dengan akses pada kredit yang berbeda. Distribusi pendapatan dapat dilihat dari dua aspek, yaitu: (1) distribusi pendapatan absolute (absolute share), dan (2) distribusi pendapatan relatif (relative share). Aspek pertama. Bagian pendapatan untuk input (factor share) atau pemilik input (earner share) diukur dalam nilai absolutnya. Aspek kedua bagian pendapatan untuk input (factor share) diukur dalam nilai relatifnya. Metode perhitungan distribusi pendapatan usahatani dapat dilakukan dengan uji beda menurut kelompok yang sudah dibagi berdasarkan akses kredit seperti yang terlihat pada Lampiran 3. Diharapkan hasil analisis data dari analisis frontier dan analisis usahatani dapat menjawab semua permasalahan penelitian ini.
66
67
V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Luas Wilayah, Letak Geografis dan Iklim Kabupaten Simalungun terletak antara 2.36° – 3.18° LU dan 98.32° – 99.35° BT, berada pada ketinggian 20 – 1 400 m diatas permukaan laut. Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Karo, sebelah timur dengan Kabupaten Asahan, sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Serdang Bedagai dan sebelah selatan dengan Kabupaten Toba Samosir. Luas wilayah Kabupaten Simalungun adalah 4 386.6 Km2 atau 6.12 persen dari luas Propinsi Sumatera Utara dan terdiri dari 31 kecamatan, 22 kelurahan, dan 329 desa dengan ketinggian tempat (altitude) antara 20 – 1 400 mdpl (Lampiran 4). Keadaan iklim Kabupaten Simalungun bertemperatur sedang dan suhu tertinggi terdapat pada bulan Juli dengan rata-rata 26.4°C. Rata – rata suhu udara tertinggi pertahun adalah 29.3°C dan terendah 20.6°C. Kelembapan udara ratarata perbulan 84.2 persen dengan kelembapan tertinggi terjadi pada bulan Desember yaitu 87.42 persen dengan penguapan rata-rata 3.35mm/hari. Dalam satu tahun rata-rata terdapat 16 hari curah hujan dengan hari hujan tertinggi terdapat pada bulan September dan Oktober sebanyak 22 hari hujan, kemudian bulan Maret sebanyak 21 hari curah hujan. Curah hujan terbanyak terdapat pada bulan September sebesar 574 mm (Badan Pusat Statistik, 2009).
5.2. Jenis Tanah dan Penggunaannya Jenis tanah yang terdapat di Kabupaten Simalungun terdiri dari jenis podsolik merah kuning 72 485 Ha (16.25 persen), podsolik coklat kekuningan regosol 63 255 Ha (14.43 persen), latosol 11 254 Ha (2.57 persen), andosol coklat
68
2 868 Ha (0.65 persen), podsolik coklat kekuningan 164 781 Ha (33.46 persen), podsolik kuning regosol 23 988 Ha (5.47 persen), podsolik 112 287 Ha (25.60 persen) dan latosol coklat 5 703 Ha (1.30 persen). Jenis tanah berdasarkan besar kecilnya ukuran butir-butir tanah tekstur tanah di Kabupaten Simalungun dapat diklasifikasikan atas 3 kelompok (Dinas pertanian simalungun, 2008): 1. Tanah bertekstur halus
: 53 604 Ha (12.22 persen)
2. Tanah bertekstur sedang : 317 809 Ha (72.45 persen) 3. Tanah bertekstur kasar
: 67 247 Ha (15.33 persen)
Jumlah
: 438 660 Ha
Lahan yang tersedia bagi usahatani tanaman hortikultura di Kabupaten Simalungun terdiri dari lahan sawah serta lahan kering yang berupa lahan tegalan/kebun, ladang/huma. Lahan yang sementara diusahakan dan lahan pekarangan juga merupakan potensi lahan yang dapat dimanfaatkan bagi peningkatan dan pengembangan produksi tanaman pangan dan hortikultura. Potensi lahan di kabupaten Simalungun masih tersedia cukup luas, tetapi pemanfaatan lahan-lahan tersebut masih kurang dimanfaatkan dengan usahatani tanaman pangan dan hortikultura secara optimal. Masih ada lahan sawah yang belum diusahatani yang merupakan lahan tidur terdapat di Kecamatan Dolog Silau, Ujung Padang dan yang terluas di Kecamatan Bandar Masilam (Dinas Pertanian Simalungun, 2008). Dari hasil wawancara dengan penyuluh di Kabupaten Simalungun kualitas tanah di lokasi penelitian mengalami penurunan, akibat penggunaan pupuk kimia yang berlebih sehingga tanah menjadi lebih keras. Secara umum jenis tanah yang dikelola untuk
69
usahatani hortikultura termasuk sayuran adalah jenis tanah podsolik merah kuning (PMK). Perkembangan jenis penggunaan lahan selama lima tahun terakhir disajikan pada Tabel 3. Kawasan lahan kering menempati lebih dari setengah luas wilayah Kabupeten Simalungun yakni mencapai 262 180 hektar atau 59.77 persen dari keseluruhan luas wilayah Kabupaten Simalungun. Tabel 3. Peta Penggunaan Lahan di Kabupaten Simalungun Tahun 2006 Persentase (%)
No
Jenis Penggunaan
Luas (Ha)
1
Lahan sawah
43 934
10.02
2
Lahan kering
262 180
59.77
- Tegal/kebun/ ladang/huma
103 351
23.56
- Sementara tidak diusahakan
18 823
4.29
139 990
31.91
80 743
18.41
-
-
381
0.09
- Perkebunan 3
Hutan
4
Lebak belum diusahakan
5
Tambak/kolam/tebat/empang
6
Pemukiman/pekarangan/lainnya
21 412
4.88
7
pengembalaan/lainnya
30 010
6.84
438 660
100.00
Jumlah Sumber : Dinas Pertanian Simalungun, 2008. 5.3. Kependuduk, Perekonomian, Sosial dan Budaya
Berdasarkan hasil Registrasi Penduduk oleh Badan Pusat Statistik Kabupaten Simalungun dalam Simalungun dalam Angka 2008, jumlah penduduk Kabupaten Simalungun adalah 846 329 jiwa yang terdiri dari 423 747 jiwa lakilaki dan 422 582 jiwa perempuan dengan perbandingan penduduk laki-laki dan perempuan (sex ratio) sebesar 100.3 dan kepadatan penduduknya sebesar 192.9 jiwa/km². Luas wilayah terbesar berada di Kecamatan Raya dengan luas 335.60 Km² dan wilayah terkecil di Kecamatan Haranggaol Horison 34.50 Km². Jumlah
70
penduduk terbesar berada di Kecamatan Bandar dengan 66 739 jiwa dan terkecil berada di Kecamatan Haranggaol Horison dengan jumlah penduduk 5 789 jiwa. Selama periode 4 tahun terakhir terlihat bahwa jumlah rumahtangga petani pangan dan hortikultura terjadi peningkatan dengan bertambahnya penduduk dan semakin banyak penduduk yang berusaha di sektor pertanian mengingat potensi tebesar di Kabupaten Simalungun adalah di sektor pertanian seperti yang terlihat pada Tabel 4. Tabel 4. Jumlah Penduduk dan Rumahtangga Petani Tanaman Pangan dan Hortikultura, Jumlah Petani dan Angkatan Kerja di Kabupaten Simalungun Tahun 2004 – 2007 (Jiwa) No 1 2 3 4 5
Uraian
2004
Jumlah penduduk
823 109 831 664 842 476 846 329 191 425 194 314 196 452 -
Jumlah rumahtangga Jumlah rumahtangga petani Jumlah petani TPH
2005
2006
2007
12 528 171 103 576 176 582 165 588 838 12 425
Angkatan kerja
339 234 342 760 - Mancari pekerjaan 70 609 71 343 Sumber: Dinas Pertanian Simalungun, 2007. - Bekerja
-
Salah satu indikator keberhasilan kinerja pembangunan sosial ekonomi suatu pemerintahan adalah tingkat Indeks Pembangunan Manusia (IPM)/ Human Development Index (HDI) yang diukur dari angka harapan hidup, tingkat melek hurup dan standar hidup layak. Pada tahun 2007 angka IPM Kabupaten Simalungun sebesar 72.09 lebih tinggi dibanding tahun 2006 (71.82) atau naik 0.27. Berada pada urutan 15 dari 26 kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Utara. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Simalungun tahun 2009 adalah sebesar Rp 9 221 triliun, naik sebesar Rp 809 Milyar dibanding tahun
71
2008 yaitu sebesar Rp 8 412 triliun (angka perbaikan) atau meningkat sebesar 9.52 persen. Sedangkan laju pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan tahun 2009 sebesar 4.67 persen (Badan Pusat Statistik Kabupaten Simalungun, 2010). Faktor utama pendorong laju pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Simalungun adalah
sektor
pertanian
khususnya
sub
sektor
perkebunan
yang
laju
pertumbuhannya mencapai 5.56 persen. Kontribusi sektor pertanian adalah yang terbesar mencapai 54.57 persen kemudian disusul oleh sektor industri 17.26 persen dan sektor jasa-jasa sebesar 11.68 persen. PDRB per kapita Kabupaten Simalungun tahun 2008 yaitu sebesar Rp 9 860 juta, pada tahun 2009 meningkat menjadi Rp 10 724 juta, atau naik sebesar 8.75 persen. Dari data PDRB terlihat bahwa pertanian merupakan penyokong utama perekonomian Kabupaten Simalungun. Persentase rata-rata pengeluaran perkapita dalam sebulan di Kabupaten Simalungun menurut susenas 2006 untuk makanan sebesar 65.89 persen dan non makanan sebesar 34.11 persen. Dibandingkan susenas 2004 untuk makanan (70.36 persen) dan non makanan (29.64 persen), maka rata-rata pengeluaran untuk makanan mengalami penurunan, namun untuk non makanan mengalami peningkatan. Angka ini menunjukkan bahwa konsumsi masyarakat di Simalungun untuk memenuhi pangan 1.9 kali lebih tinggi dari kebutuhan non pangan. Ratarata pengeluaran perkapita penduduk berkisar antara Rp 150 000 - Rp 300 000, dimana 24.61 persen penduduk berada pada rata-rata pengeluaran Rp 150 000 Rp 199 999 dan 36.90 persen penduduk dengan tingkat pengeluaran antara Rp 200 000 - Rp 300 000.
72
5.4. Sarana dan Prasarana Penunjang Sarana dan prasarana penunjang penting untuk memperlancar berbagai kegiatan ekonomi ataupun non-ekonomi berupa fisik maupun non-fisik. Secara umum sarana dan prasarana transportasi yang ada di Kabupaten Simalungun belum memadai dengan baik, karena masih ada jalan yang rusak dan jalan beberapa kedesa terpencil belum lancar. Maka dengan demikian arus lalu lintas sarana produksi dan hasil-hasil pertanian belum bisa di katakan berjalan lancar dengan biaya yang cukup rendah. Penunjang kegiatan pertanian lainnya seperti isntitusi perbenihan belum dapat memenuhi kebutuhan sesuai dengan kebutuhan petani. Khusus untuk sayuran jenis cabe, tomat, kubis, kentang dan wortel, petani setempat membeli bibit dari kios-kios setempat dan jenis benihnya adalah jenis benih yang bukan hasil tangkaran dari balai benih setempat. Dengan demikian untuk memperoleh benih petani harus mengeluarkan biaya yang tinggi. Untuk pemasaran hasil pertanian, petani menjualnya kepada pedagang sayur setempat. Ada juga pedagang sayur yang datang dari kota yang berbeda yang mengambil hasil produk pertanian di lokasi penelitian. Tempat penjualan produk pertanian secara langsung di lokasi penelitian di sebut “Pajak” dan itu jauh dari lokasi pertanian, selain jauh “pajak” hanya buka sekali dalam seminggu. Sehingga petani harus menjual hasil pertaniannya kepada pedagang setempat. Tetapi pedagang di lokasi penelitian cukup banyak, sehingga dari harga juga pedagang saling bersaing.
73
VI. KERAGAAN USAHATANI KENTANG DAN TOMAT DI DAERAH PENELITIAN
6.1. Karakteristik Lembaga Perkreditan Keberhasilan usahatani kentang dan tomat di lokasi penelitian dan harapan petani bagi peningkatan kesejahteraan hidup petani, tetapi usahatani kentang dan tomat memiliki beberapa kendala. Kendala-kendala tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu kendala internal dari diri petani dan kendala eksternal seperti: kurangnya informasi harga, serta lemahnya sistem dan kelembagaan yang ada. Sisi internal, kendala yang ditemui berkaitan dengan cara dan manajemen usahatani yang dilakukan. Sebagaimana tergambar pada teknik usahatani yang dilakukan oleh petani, umumnya petani di lokasi penelitian terlalu boros dalam penggunaan sumberdaya yang mereka miliki (Lampiran 7 dan Lampiran 8). Dari hasil penelitian rata-rata penggunaan pupuk kimia untuk usahatani petani contoh adalah berkisar 3 ton per hektar sedangkan rekomendasi dari dinas setempat untuk penggunaan pupuk kimia adalah 1.1 ton per hektar untuk usahatani kentang. Demikian juga penggunaan pestisida padat dan cair selalu lebih tinggi dari rekomendasi. Pada waktu-waktu tertentu petani menggunakan pestisida yang berlebih yaitu pada saat musim hujan. Akibat dari penggunaan pupuk kimia dan pestisida yang berlebih akan meningkatkan biaya produksi, merusak ekosistem dan tidak sesuai dengan program pengendalian hama terpadu dan Go Organic yang telah disosialisasikan pemerintah. Sisi eksternal, kendala yang ditemui telihat pada kurangnya informasi harga dan pasar yang diterima oleh petani, lemahnya kelembagaan kredit yang dapat mendukung modal petani, serta lemahnya posisi tawar menawar petani.
74
Di lokasi penelitian yang menjadi kendala adalah pasar untuk produk pertanian dan modal untuk usahatani. Hasil wawancara dengan petani di daerah penelitian, petani yang dapat melakukan akses kredit ke bank adalah petani yang memiliki agunan, sehingga petani yang tidak memiliki agunan tidak dapat meminjam ke bank atau kelembaga keuangan formal lainnya. Bank merupakan lembaga keuangan formal yang diatur oleh aturan dan perundang-undangan dan diawasi oleh pemerintah. Tipe lembaga keuangan ini mengharuskan adanya collateral atau agunan dalam kontrak pinjaman untuk mengurangi terjadinya resiko yang lebih besar. Bank yang memberikan kredit di lokasi penelitian adalah bank BRI (Bank Rakyat Indonesia). Petani yang mengakses kredit dari bank umum pada umumnya adalah petani besar. Bank memberikan pinjaman kepada petani dengan mengenakan bunga 2 persen perbulan dan tergantung pada jenis kredit yang diajukan. Untuk mendapatkan kredit dari bank, petani harus memiliki agunan dan cara pengembaliannya adalah angsuran per bulan. Dengan adanya syarat harus ada agunan membuat petani kecil atau petani yang tidak punya lahan tidak dapat mengakses kredit ke perbankan setempat. Selain itu ciri hasil usahatani yang sifatnya musiman membuat petani kecil atau yang tidak punya lahan tidak dapat mengakses kredit ke perbankan. Kredit informal adalah jenis kredit yang dari lembaga keuangan dimana dalam operasionalisasinya tidak diawasi oleh pemerintah dan meliputi antara lain para pelepas uang professional (rentenir), kerabat keluarga dan sahabat terdekat, para pedagang atau petani kaya dan sistem kontrak pinjamnya tidak menggunakan collateral atau agunan sebagai jaminan akan tetapi semata-mata berdasarkan rasa saling percaya (trust).
75
Tabel 5. Karakteristik Lembaga Perkreditan di Lokasi Penelitian Sumber kredit Credit Pedagang Union Tidak ada Ada, tetapi dapat benda bergerak
No
Persyarat an
1
Agunan
Harus ada berupa: sertifikat tanah atau bagunan
2
Bunga
2 persen per bulan dan tergantung jenis kredit
Tidak ada
2 persen per bulan
Harga input yang dibeli ditokonya dinaikkan 10 persen
3
Bentuk kredit
Uang tunai
Input pertanian
Uang tunai
Input pertanian
4
Cara pengembalian kredit
Dicicil perbulan, dengan uang tunai
Bayar panen, dengan hasil panen di jual pada pedagang
Dicicil, tergantung jenis pinjaman, bisa dicicil per triwulan dan per enam bulan
Bayar panen, dimana petani bebas menjual produksi karena toko hanya menerima dalam bentuk uang tunai dan harga input pertanian yang diambil oleh petani dikenakan harga pada saat pembayaran tetapi jika harga tidak mengalami kenaikan atau harga turun maka si toko akan menaikkan harga inputnya 10 persen dari harga awal
5
Penjuala n produk pertanian
Petani bebas menjual
Petani harus menjual ke pedagang dengan harga Rp 200,dibawah harga di daerah tersebut
Petani bebas menjual
Petani menjual
Bank
Toko sarana produksi pertanian Tidak ada
bebas
76
Tabel 5 menunjukkan ada 4 akses kredit yaitu bank, pedagang, Credit Union (CU) dan toko sarana produksi pertanian (saprotan). Dari 4 akses kredit dapat dibagi menjadi dua lembaga keuangan yaitu formal (Bank) dan informa (Credit Union, pedagang dan toko sarana produksi pertanian). Di lokasi penelitian adapun sumber kredit yang dari pedagang didapatkan dengan modal kepercayaan, dimana syaratnya hasil dari usahatani petani harus dijual kepada pedagang tersebut. Pedagang bisa dikategorikan sebagai mitra petani, dimana pemotongan harga tidak berbeda jauh dari harga pasar. Tapi dengan bekerja sama dengan pedagang, petani mendapatkan beberapa keuntungan yaitu: (1) dalam hal panen raya, jika tejadi panen raya petani tidak bigung bagaimana menjual produknya, karena pedagang wajib membeli hasil pertaniannya, dan
(2) jika gagal panen
bukan hanya petani yang menanggung, sipedagang akan tetap memberikan modal kembali untuk berusahatani, tujuannya adalah agar modal usahatani sebelumnya bisa kembali. Sistem kontrak petani dengan pedagang adalah ada yang sistem bagi hasil dan ada juga sistem yang tidak bagi hasil. Jika sistem bagi hasil sipetani hanya memberikan tenaganya dimana sipedagang sudah menyediakan lahan, modal untuk usahatani. Pembagian hasilnya tergantung kesepakatan antar kedua belah pihak. Credit Union adalah lembaga keuangan semi formal yang dalam operasionalnya berdasarkan suatu keputusan pemerintah. Dalam sistem kontrak pinjaman antara borrower dan lender tidak mengharuskan adanya collateral atau agunan tetapi dapat berupa Surat Keterangan Kendaraan Bermotor (SKKB) beroda dua atau beroda empat dan didasarkan pada kepercayaan (Trust) antara kedua belah pihak. Credit Union dibentuk oleh masyarakat setempat,
77
peraturannya hampir sama dengan bank yang membedakan adalah tata cara dan syarat untuk mengajukan kredit. Pada Credit Union tidak membutuhkan agunan tetapi besarnya pinjaman berdasarkan berapa lama dia sudah menjadi anggota Credit Union tersebut. Tingkat suku bunga Credit Union adalah 2 persen per bulan sama dengan bank, dan cara pengembaliannya adalah angsuran perbulan. Banyak petani yang melakukan pinjaman kepada Credit Union karena persyaratan mengajukan pinjaman sangat mudah. Dan itu merupakan keuntungan bagi petani yang mengakses kredit kepada Credit Union. Sumber kredit dari toko sarana produksi pertanian hampir sama dengan pinjaman dari pedagang dimana dalam operasionalisasinya tidak diawasi oleh pemerintah dan meliputi antara lain para pelepas uang professional (rentenir), kerabat keluarga dan sahabat terdekat, para pedagang atau petani kaya. Sistem kontrak pinjamnya tidak menggunakan collateral atau agunan sebagai jaminan akan tetapi berdasarkan rasa saling percaya (trust). Di lokasi penelitian adapun kredit yang dari toko sarana produksi pertanian didapatkan dengan modal kepercayaan. Di lokasi penelitian, toko memberikan pinjaman modal dalam bentuk input untuk produk pertanian dan sistem pengembaliannya adalah sistem bayar panen. Barang yang diangkat petani dibayar pada saat panen. Dan harga input yang akan dibayar petani jika terjadi kenaikan harga pada jenis input yang diambil petani maka sipetani akan membayar sesuai dengan harga input pada saat pembayaran. Tetapi jika harga input tetap maka toko akan menaikkan harga 10 persen dari harga awal. Jika di hitung, umur dari hasil produk pertanian setempat adalah rata-rata 6 bulan, maka dengan demikian bunga dari pinjaman petani perbulan
78
adalah 1.67 persen. Tingkat bunga pinjaman dari toko lebih rendah di bandingkan bank, toko tetap bisa menjalankan usahanya. Karena yang dijual bukan hanya pupuk ataupun benih tetapi toko juga menjual alat-alat untuk usahatani yaitu cangkul, grobak sorong, pompa dan lain sebagainya. Petani yang mengakses kredit dari toko mendapatkan beberapa keuntungan, salah satunya yaitu jika gagal panen bukan hanya petani yang menanggung, sitoko akan tetap memberikan modal kembali untuk berusahatani, tujuannya adalah agar modal usahatani sebelumnya bisa kembali. Sistem kontrak petani dengan toko adalah hanya modal kepercayaan dan kekeluargaan.
6.2. Karakteristik Petani Contoh 6.2.1. Sebaran Umur Petani Contoh Tabel 6. Distribusi Umur Petani Contoh Berdasarkan Sumber Akses di Kabupaten Simalungun
No
Umur petani contoh
1 21 – 25 2 26 – 30 3 31 – 35 4 36 – 40 41 – 45 5 46 – 50 6 7 ≥ 51 Jumlah
Jumlah dan persentase petani contoh berdasarkan akses kredit Bank Pedagang Credit Union Toko Jumlah Persenta- Jumlah Persenta- Jumlah Persenta- Jumlah Persenta(Orang) se (%) (Orang) se (%) (Orang) se (%) (Orang) se (%)
2 5 9 10 4 7 0 37
5.41 0 13.51 6 24.32 11 27.03 4 10.81 6 18.92 3 01 100 31
3.33 0 19.35 1 35.48 3 12.90 5 19.35 9 9.68 4 3.23 1 100 23
01 4.35 5 13.04 6 21.74 11 39.13 3 17.39 5 4.35 3 100 34
2.94 14.71 17.65 32.35 8.82 14.71 8.82 100
Faktor usia, sangat mempengaruhi kinerja petani dalam berusahatani. Dengan tingkat usia yang relatif muda (produktif), petani mampu bekerja lebih optimal di bandingkan dengan petani yang berusia relatif lebih tua. Petani yang lebih muda umumnya memiliki keberanian yang lebih tinggi dalam menangung risiko kegagalan akibat menggunakan suatu inovasi yang baru. Tabel 6
79
menjelaskan bahwa petani contoh yang mengakses kredit dari pedagang dan toko lebih banyak petani yang lebih muda di bandingkan dengan petani yang mangakses kredit dari Credit Union dan bank. Petani contoh yang mengakses kredit dari Bank untuk usahatani tomat dan kentang di daerah penelitian dilakukan oleh petani yang umur petani berada pada kelompok usia produktif atau aktif secara ekonomis (16 – 55 tahun). Empat orang diantara petani contoh adalah wanita yang bertindak sebagai menejer sekaligus pelaksana usahataninya. Persentase kelompok usia yang terbanyak dari seluruh petani contohyang sumber modalnya pinjaman dari bank berada pada kelompok usia 31 – 45 tahun dengan jumlah persentase 62.16 persen. Petani contoh yang mengakses kredit dari pedagang untuk usahatani kentang dan tomat di daerah penelitian dilakukan oleh petani yang umumya berada pada kelompok usia produktif atau aktif secara ekonomis (16 – 55 tahun). Untuk petani yang mengakses kredit dari pedagang pada umumnya melakukan perjanjian, dimana hasil dari usahatani petani harus dijual kepada pedagang. Pada sistem usahatani yang mengakses kredit dari pedagang, yang menjadi menejer adalah pedagang dan petani. Maka petani contoh sebelum melakukan usahatani harus meminta pendapat dari pedagang. Persentase kelompok usia yang terbanyak dari seluruh petani contoh yang sumber modalnya pinjaman dari pedagang berada pada kelompok usia 26 – 45 tahun dengan jumlah persentase 87.08 persen. Petani contoh yang bekerja sama dengan pedagang, umumnya masih muda dan pendidikanya tidak terlalu tinggi. Dimana petani melakukan kerjasama dengan pedagang selain kurang pengalaman dalam berusahatani juga berbagi resiko jika gagal panen.
80
Umur petani contoh yang mengakses kredit dari Credit Union berada pada kelompok usia produktif atau aktif secara ekonomis (16 – 55 tahun). Untuk petani contoh yang mengakses kredit dari Credit Union pada umumy berusia lebih dari 36 tahun, dimana distribusi umur petani contoh yang berusia lebih dari 36 tahun adalah 19 orang (82.61 persen). Petani contoh yang mengakses kredit dari toko sarana produksi pertanian untuk usahatani kentang dan tomat di daerah penelitian dilakukan oleh petani yang umumya berada pada kelompok usia produktif atau aktif secara ekonomis (16 – 55 tahun). Untuk petani contoh yang mengakses kredit dari toko sarana pertanian pada umumnya melakukan perjanjian sistem pembayaran barang yang diambil adalah bon. Sarana produksi pertanian yang diambil dibayar setelah panen, tetapi harga barang tersebut dinaikan 10 persen dari harga awal. Persentase kelompok usia yang terbanyak dari seluruh petani contoh yang sumber modalnya pinjaman dari pedagang berada pada kelompok usia 26 – 50 tahun dengan jumlah persentase 88.24 persen. Petani contoh yang bekerja sama dengan toko, umumnya dari yang masih muda dan pendidikanya tidak terlalu tinggi sampai pada yang tua. Petani contoh melakukan kerjasama dengan toko selain kurang pengalaman dalam berusahatani juga berbagi risiko jika gagal panen. Jika gagal panen dari pihak toko masih tetap membiayai usahataninya, agar modal yang gagal tersebut dapat dikembalikan oleh petani contoh. Dari distribusi umur petani contoh dapat dikatakan bahwa perbedaan karakteristik kredit akan mempengaruhi kelompok usia petani yang akan mengakses kredit ke lembaga kredit tersebut. Dimana kelompok petani yang umurnya lebih muda kebanyakan mengakses kredit dari pedagang dan toko. Itu
81
karena pedagang dan toko mampu memberikan modal dalam skala besar tetapi membutuhkan tenaga yang besar juga. Sedangkan kredit dari Credit Union kebanyakan diakses oleh petani yang umurnya di pertengahan.
6.2.2. Pendidikan Formal Petani Contoh Tabel 7. Distribusi Pendidikan Formal Petani Contoh Berdasarkan Sumber Akses Kredit di Kabupaten Simalungun
No
Tingkat pendidikan
Jumlah dan persentase petani contoh berdasarkan akses kredit Credit Union Bank Pedagang Toko (Orang) Jumlah Persenta Jumlah Persenta Jumlah Persenta- Jumlah Persenta (Orang) -se (%) (Orang) -se (%) (Orang) se (%) (Orang) -se (%)
1
Tidak sekolah 0 (0 tahun) 2 SD (1 – 6 2 tahun) 3 SLTP (7 – 9 1 tahun) 4 SMU (10 – 12 28 tahun) 5 Diploma/Sarja 6 na( >12 tahun) Jumlah 37
00
00
00
0
5.41 2
6.45 2
8.70 3
8.82
2.70 10
32.26 4
17.39 5
14.71
75.68 19
61.29 17
73.19 26
76.47
16.22 0 100 31
00
00
100 23
100 34
0 100
Selain faktor usia, pendidikan memerankan peranan penting dalam meningkatkan kecakapan, menentukan pilihan dan mengatasi suatu persoalan yang dihadapi seseorang di dalam berusahatani. Dalam berusahatani tingkat pendidikan mempengaruhi kemampuan petani untuk menjalankan aktivitas usahataninya. Lamanya pendidikan formal adalah jumlah waktu (tahun) yang dihabiskan oleh petani untuk menempuh pendidikan formalnya. Semakin lama waktu yang dihabiskan petani untuk menempuh pendidikan diduga semakin mendorong petani untuk meningkatkan usahataninya melalui proses produksi, pengelolaan penggunaan input dan kemampuan dalam mengambil keputusan
82
untuk memilih usahatani dan sumber modal. Distribusi pendidikan formal petani berdasarkan sumber akses kredit selengkapnya ada di Tabel 7. Petani contoh yang sumber modalnya pinjaman dari bank umumnya memiliki tingkat pendidikan yang tinggi. Lama pendidikan petani contoh berkisar 12 tahun, dengan tingkat tertinggi Sarjana dan terendah Sekolah Dasar. Persentase terbesar dari lama pendidikan petani terdapat pada kelompok 9 – 12 tahun, dan ada juga sarjana 6 orang atau 16.22 persen. Distribusi tingkat pendidikan petani contoh yang mengakses kredit dari pedagang adalah SMP dan SMA (93.55 persen). Tingkat pendidikan petani contoh yang mengakses kredit dari bank lebih tinggi di bandingkan dengan petani contoh yang mengakses kredit dari pedagang. Distribusi tingkat pendidikan petani contoh yang mengakses kredit dari Credit Union adalah SMP dan SMA (91.30 persen). Tingkat pendidikan petani contoh yang mengakses kredit dari bank lebih tinggi di bandingkan dengan petani contoh yang mengakses kredit dari Credit Union. Distribusi tingkat pendidikan petani contoh yang mengakses kredit dari toko sarana poduksi pertanian adalah SMP dan SMA (91.18 persen). Tingkat pendidikan petani contoh yang mengakses kredit dari bank lebih tinggi di bandingkan dengan petani contoh yang mengakses kredit dari toko. Maka petani contoh yang pendidikannya lebih tinggi kebanyakan petani contoh yang mengakses kredit dari bank.
6.2.3. Pengalaman Usahatani dan Keanggotaan Kelompok Tani Petani Contoh Rata-rata pengalaman usahatani petani contoh dalam berusahatani sudah banyak yang lebih dari 2 tahun seperti yang terlihat pada Tabel 8. Hal ini dimungkinkan karena petani di daerah tersebut adalah sebagian penduduk asli,
83
mereka lahir dan dibesarkan didaerah tersebut. Kebanyakan pendatang yang datang untuk mencari nafkah melalui buruhtani dan kemudian melakukan kerjasama dengan beberapa pemilik modal seperti pedagang maupun toko. Setelah mengumpulkan modal yang cukup petani tersebut akan memulai usahataninya dengan modal sendiri dan kembali ke kampung halamannya. Tabel 8. Distribusi Pengalaman Usahatani dan Keanggotaan Kelompok Tani Petani Contoh
No
Pengalaman usahatani
Jumlah dan persentase petani contoh berdasarkan akses kredit Bank Pedagang Credit Union Toko (Orang) Jumlah Persenta Jumlah Persenta- Jumlah Persenta Jumlah Persenta (Orang) -se (%) (Orang) se (%) (Orang) -se (%) (Orang) -se (%)
1 0 – 5 tahun 24 64.86 17 2 6 – 10 tahun 12 32.44 10 3 11 – 15 tahun 0 0.00 2 4 16 – 20 tahun 1 2.70 0 5 21 – 25 tahun 0 0.00 2 6 > 25 tahun 0 0.00 0 Jumlah 37 100 31 No Keanggotaan kelompok tani
54.85 12 32.25 4 6.45 2 0.00 4 6.45 1 0.00 0 100 23
52.17 23 17.39 11 8.70 0 17.39 0 4.35 0 0.00 0 100 34
67.65 32.35 0.00 0.00 0.00 0.00 100
1 2
Anggota Bukan anggota Jumlah
Ditinjau
4 33
10.81 12 89.19 19
38.71 16 61.29 7
69.57 14 30.43 20
41.18 58.82
37
100 31
100 23
100 34
100
dari
pengalaman,
pada
umumnya
petani
contoh
yang
menggunakan modalnya dari bank memiliki pengalaman berusahatani kentang dan tomat selama kurang dari 10 tahun (97.30 persen). Hal ini menunjukkan bahwa petani sudah memiliki pengalaman dalam berusahatani kentang dan tomat. Untuk petani contoh yang sumber modalnya pinjaman dari bank hanya sedikit yang bergabung dengan kelompok tani (yang bergabung dengan kelompok tani 4 orang = 10.81 persen, sedangkan yang tidak 33 orang = 89.19 persen). Kelompok tani merupakan wadah bagi petani kentang dan tomat untuk berbagi pengetahuan,
84
pengalaman, keterampilan serta merencanakan aktivitas usahatani di antara mereka. Pengalaman berusahatani dari petani contoh yang mengakses kredit dari pedagang (< 10 tahun adalah 27 orang atau 87.00 persen) lebih sedikit di bandingkan dengan petani contoh yang mengakses kredit dari bank. Distribusi keanggotaan kelompok tani petani contoh yang memiliki akses kredit pada pedagang sebanyak 12 orang atau 38.71 persen adalah anggota kelompok tani. Petani contoh merasa bahwa kelompok tani merupakan wadah bagi petani untuk berbagi pengalaman, pengetahuan, keterampilan serta merencanakan aktivitas usahatani antara mereka. Dengan demikian keberadaan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) menjadi hal yang sangat penting untuk keberlangsungan kelompok tani. Pengalaman berusahatani dari petani contoh yang mengakses kredit dari Credit Union (< 10 tahun adalah 16 orang atau 69.56 persen) lebih sedikit di bandingkan dengan petani contoh yang mengakses kredit dari bank. Tetapi petani contoh yang mengakses kredit dari Credit Union yang memiliki pengalaman yang lama ada sekitar 21.74 persen berusia lebih dari 47 tahun. Distribusi keanggotaan kelompok tani petani contoh yang memiliki akses kredit pada Credit Union sebanyak 16 orang atau 69.57 persen adalah anggota kelompok tani. Petani contoh merasa bahwa kelompok tani merupakan wadah bagi petani contoh untuk berbagi pengalaman, pengetahuan, keterampilan serta merencanakan aktivitas usahatani di antara mereka. Dengan demikian keberadaan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) menjadi hal yang sangat penting untuk keberlangsungan kelompok tani. Pengalaman usahatani 0 – 5 tahun dari petani contohsetiap akses kredit
85
persentasenya sama. Sedangkan keanggotaan kelompok tani setiap akses kredit beda. Artinya pengalaman usahatani tidak ada hubungannya dengan keanggotaan kelompok tani. Pengalaman berusahatani dari petani contoh yang mengakses kredit dari toko (< 10 tahun adalah 34 orang atau 100 persen) hampir sama dengan dengan petani contoh yang mengakses kredit dari bank. Distribusi keanggotaan kelompok tani petani contoh yang memiliki akses kredit pada toko sarana produksi pertanian sebanyak 14 orang atau 41.18 persen adalah anggota kelompok tani. Petani contoh merasa bahwa kelompok tani merupakan wadah bagi petani contoh untuk berbagi pengalaman, pengetahuan, keterampilan serta merencanakan aktivitas usahatani antara mereka. Dengan demikian keberadaan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) menjadi hal yang sangat pentin untuk keberlangsungan kelompok tani. Tetapi petani contohyang tidak masuk kelompok tani menyatakan bahwa petani contohdapat meminta penjelasan dari pemilik toko bagaimana dalam menjalankan usahatani kentang dan tomat di lokasi penelitian. Ini merupakan kelebihan mengakses kredit dari toko, karena pemilik toko sarana produksi pertanian selalu menanyakan apa yang akan ditanam, dan jika dia memiliki pengetahuan ataupun pengalaman tentang usahatani maka pemilik toko akan berbagi dan memberikan masukan jenis bibit apa yang cocok ditanam, apa pestisidan dan apa pupuk yang harus digunakan serta dosisnya. Tujuan dari pemilik toko berbagai pengalaman dan memberikan rekomendasi mulai dari input dan dosisnya adalah supaya petani berhasil menjalankan usahataninya dan modal yang dipinjamkan dapat dikembalikan serta kerjasama dapat berjalan seterusnya. Hasil kerja sama seperti itu akan saling menguntungkan antara kreditor dan debitur. Kreditur dapat
86
menjalankan usaha karena ada perputaran modal dan pinjaman kembali, sedangkan debitur dapat menjalankan usahataninya.
6.2.4. Luas Lahan yang di Kuasai dan Status Kepemilikan Lahan Hampir semua petani petani contoh menggarap sendiri lahan miliknya. Kecuali petani yang mengakses kredit dari pedagang seperti yang terlihat pada Tabel 9. Berdasarkan hasil survei, rata-rata luas lahan yang digunakan untuk usahatani kentang dan tomat oleh petani contoh yang sumber modalnya dari bank adalah 1.17 hektar, dengan luas lahan minimum untuk usahatani sayuran 0.12 hektar dan luas lahan maksimal 3 hektar. Tetapi rata-rata luas lahan yang dikuasai oleh petani contoh yang sumber modalnya dari bank adalah lebih dari 2 hektar sekitar 21 orang (56.78 persen) dan status kepemilkan lahan adalah 37 orang milik sendiri (100.00 persen). Tabel 9. Distribusi Luas Lahan yang di Kuasai dan Status Kepemilikan Lahan Jumlah dan persentase petani contoh berdasarkan akses kredit No
Luas lahan Bank Pedagang Credit Union Toko yang dikuasai Jumlah Persen- Jumlah Persen- Jumlah Persen- Jumlah Persen(Ha) (Orang) tase (%) (Orang) tase (%) (Orang) tase (%) (Orang) tase (%)
1
0.00 – 0.49
2
5.40 5
16.13 1
4.34 2
5.88
2
0.50 – 0.99
0
0.00 4
12.90 0
05
14.70
3
1.00 – 1.49
4
10.80 14
45.16 14
60.86 14
41.17
4
1.50 – 1.99
10
27.02 4
12.90 6
26.08 0
0.00
5
≥ 2.00
21
56.78 4
12.90 2
Jumlah
37
100 31
100 23
8.72 13 100
38.25
34
100
No
Status Kepemilikan Lahan
1
Sendiri
34
100 13
41.93 23
100 32
94.12
2
Sewa
0
0.00 18
58.07 0
0.00 2
5.88
34
100 31
Jumlah
100 23
100
34
100
87
Jika status kepemilikan lahan adalah milik sendiri, ini merupakan peluang bagi petani contoh untuk mengakses kredit dari bank karena adanya agunan yaitu lahan miliknya sendiri. Berdasarkan hasil survei, rata-rata luas lahan yang digunakan untuk usahatani kentang dan tomat oleh petani contohyang sumber modalnya dari pedagang adalah 1 hektar, dengan luas lahan minimum untuk usahatani sayuran 0.12 hektar dan luas lahan maksimal 1.5 hektar. Sedangkan distribusi luas lahan yang dikuasai oleh petani contoh yang sumber modalnya dari pedagang yang paling banyak sekitar 23 orang berada pada luas lahan 0.50 – 1.49 hektar (74.19 persen). Status kepemilkan lahan adalah 13 orang milik sendiri (41.93 persen). Berdasarkan hasil survei, rata-rata luas lahan yang digunakan untuk usahatani sayuran oleh petani contoh yang sumber modalnya dari Credit Union adalah 0.48 hektar, dengan luas lahan minimum untuk usahatani sayuran 0.16 hektar dan luas lahan maksimal 3.00 hektar. Distribusi luas lahan yang dikuasai oleh petani contoh yang sumber modalnya dari Credit Union yang paling banyak sekitar 15 orang berada pada luas lahan 1.00 – 1.99 hektar (65.21 persen). Status kepemilikan lahan adalah 23 orang milik sendiri (100 persen). Berdasarkan hasil survei, rata-rata luas lahan yang digunakan untuk usahatani sayuran oleh petani contoh yang sumber modalnya dari toko adalah 0.63 hektar, dengan luas lahan minimum untuk usahatani sayuran 0.12 hektar dan luas lahan maksimal 1.64 hektar. Distribusi luas lahan yang dikuasai oleh petani contoh yang sumber modalnya dari toko sarana produksi pertanian yang paling banyak sekitar 21 orang berada pada luas lahan 0.49 – 1.49 (61.76 persen). Status kepemilikan lahan adalah 32 orang milik sendiri (94.12 persen).
88
Tabel 9 menunjukkan bahwa persentase yang paling besar atas luas lahan yang dikuasai dan status kepemilikan lahan adalah petani contoh yang mengakses kredit dari bank. Artinya status kepemilikan lahan dan luas lahan yang dikuasai mempengaruhi keputusan petani dalam mengambil keputusan akses kredit. Jika petani memiliki status kepemilikan lahan maka petani kemungkinan akan memilih mengakses kredit dari bank, karena lahan pertanian dapat dijadikan sebagai angunan untuk mendapatkan kredit dari bank. Begitu juga sebaliknya, jika petani hanya berstatus sebagai penggarap/penyakap maka petani akan lebih cenderung memilih mengakses kredit dari pedagang ataupun toko. Di lokasi penelitian ada juga pedagang dan toko yang menyediakan lahan untuk digarap oleh petani, sewa dari lahan tersebut dibayar pada saat panen. Jika lahan dari pedagang atapun toko, maka selama usahatani belum menghasilkan petani hanya mengorbankan tenaganya.
6.3. Analisis Rata-Rata Pendapatan Penerimaan dan Biaya
Usahatani
dan
Analisis
Rasio
Analisis pendapatan petani contoh sayuran menggambarkan secara sederhana bagaimana tingkat kelayakan ushatani kentang dan tomat di daerah penelitian.
6.3.1. Analisis Usahatani Tomat Tujuan utama petani dalam berusaha tani adalah mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Berdasarkan Lampiran 7 dapat diketahui hasil analisis pendapatan usahatani tomat di lokasi penelitian. Analisis ini dilakukan untuk menganalisis berapa keuntungan dan biaya untuk usahatani tomat perhektar.
89
Tabel 10. Analisis Rata-Rata Pendapatan Usahatani Tomat di Lokasi Penelitian dari Berbagai Sumber Akses Kredit per Hektar (1 000 Rupiah) Petani yang akses kredit dari bank
Petani yang akses kredit dari pedagang
Petani yang akses kredit dari Credit Union
Petani yang akses kredit dari toko
Penerimaan Pengeluaran A. Biaya tunai B. Biaya di perhitungkan C. Biaya total
111 165
108 664
111 543
110 247
42 901
39 251
32 778
38 442
8 220
9 666
13 952
11 404
5 112
48 917
46 731
49 847
D. Pendapatan atas biaya tunai
68 264
69 413
78 765
71 805
E. Pendapatan atas biaya total
60 044
59 746
64 812
60 400
F. R/C atas biaya total
2.17
2.22
2.39
2.21
Keterangan
Dari hasil analisis usahatani produksi tomat yang paling tinggi adalah produksi tomat dari petani yang mengakses kredit dari pedagang (46.38 ton/ha). Tetapi tingkat keuntungan atas biaya total yang paling tinggi diperoleh oleh petani yang mengakses kredit dari Credit Union yaitu RP 64.81 juta. Adanya perbedaan itu disebabkan oleh adanya perbedaan harga output dari usahatani tomat. Petani yang mengakses kredit dari pedagang harus menjual hasil ushataninya pada pedagang, sedangkan petani yang mengakses kredit dari bank, Credit Union dan toko bebas menjual hasil usahataninya. Nilai rasio dari penerimaan petani terhadap biaya total yang dikeluarkan petani untuk semua akses kredit lebih besar dari 1. Hasil analisis petani pada usahatani tomat menyatakan bahwa R/C atas biaya tunai yang paling besar dilakukan oleh petani yang mengakses kredit pada Credit Union yaitu 2.39 dan pedagang (2.22), hal ini menunjukkan besarnya penerimaan usahatani yang diperoleh petani untuk setiap rupiah biaya yang dikeluarkan. Petani yang
90
mengakses kredit dari Credit Union, komponen biaya yang terbesar adalah biaya untuk pupuk (28.87 persen) dan tenaga kerja dalam keluarga (28.49 persen). Petani yang mengakses dari bank, komponen biaya yang terbesar adalah pupuk (29.40 persen) dan pestisida (18.63 persen). Petani yang mengakses kredit dari pedagang , komponen biaya yang terbesar adalah pupuk (26.69 persen) dan pestisida (26.51 persen). Petani yang mengakses kredit dari toko, komponen biaya terbesar adalah pupuk (30.67 persen) dan pestisida (22.11 persen). Keempat sumber kredit itu memberikan pengaruh yang berbeda dalam penggunaan faktor input (Lampiran 9). Petani yang mengakses kredit dari bank, pedagang maupun toko menggunakan input yang berlebihan. Gambaran komponen biaya tersebut menunjukkan bahwa usahatani kentang dan tomat merupakan usahatani yang sangat membutuhkan modal (sekitar 60 juta rupiah). 6.3.2. Analisis Usahatani Kentang Pada Lampiran 8 ditemukan bahwa nilai rasio dari penerimaan petani contohterhadap biaya total yang dikeluarkan rata-rata lebih dari satu dari setiap petani contohdari berbagai akses sumber modal. Produksi usahatani kentang yang paling besar adalah produksi dari petani yang mengakses kredit dari bank (17.09 ton/ha). Analisis uasahatani dilakukan untuk menganalisis berapa keuntungan dan biaya untuk usahatani kentang dalam luasan 1 Ha. tingkat keuntungan yang paling tinggi diperoleh oleh petani yang mengakses kredit dari bank yaitu Rp 16.06 juta. Sedangkan pendapatan usahatani kentang yang mangakses kredit dari sumber lainnya berada di bawah dari Rp 10 juta. Adanya perbedaan itu tidak sisebabkan oleh adanya perbedaan komponen biaya, tetapi perbedaan dari pengalaman usahatani dari petani tersebut.
91
Tabel 11. Analisis Rata-Rata Pendapatan Usahatani Kentang di Lokasi Penelitian dari Berbagai Sumber Akses Kredit per Hektar (1 000 Rupiah) Keterangan
Petani yang akses kredit dari bank
Petani yang akses kredit dari pedagang
Petani yang akses kredit dari Credit union
Petani yang akses kredit dari toko
Penerimaan Pengeluaran A. Biaya tunai
48 044
42 883
37 010
35 426
26 990
26 651
21 215
22 024
B. Biaya di perhitungkan C. Biaya total
4 987 31 977
6 916 33 567
9 326 30 541
6 697 28 722
D. Pendapatan atas biaya tunai
21 053
16 231
15 795
13 401
E. Pendapatan atas biaya total
16 066
9 315
6 469
6 703
1.50
1.28
1.21
1.23
F. R/C atas biaya total
Nilai rasio dari penerimaan petani terhadap biaya total yang dikeluarkan petani untuk semua akses kredit lebih besar dari 1. Hasil analisis petani pada usahatani kentang menyatakan bahwa R/C atas biaya tunai yang paling besar dilakukan oleh petani yang mengakses kredit pada bank yaitu 1.50 dan pedagang (1.28), hal ini menunjukkan besarnya penerimaan usahatani yang diperoleh petani untuk setiap rupiah biaya yang dikeluarkan. Tingginya R/C atas biaya tunai petani yang mengakses kredit dari bank adalah karena untuk usahatani kentang memerlukan lahan yang luas untuk berusahatani. Pada persiapan lahan dan penanaman membutuhkan modal yang besar, sedangkan pada tahap pemeliharaan tidak membutuhkan modal tunai yang cepat dibandingkan dengan usahatani tomat. Ini berhubungan denga karakteristik sumber kredit. Karena kredit dari bank hanya dapat di akses dalam jangka waktu tertentu, jika kita butuh uang tunai dalam waktu cepat kredit tidak bisa langsung keluar karena ada persyaratan yang
92
harus di penuhi. Maka dari hasil penelitian R/C atas biaya tunai untuk usahatani kentang yang paling tinggi adalah petani yang akses kreditnya dari bank. Petani yang mengakses kredit dari bank, pedagang, Credit Union dan toko komponen biaya yang terbesar adalah biaya untuk pupuk dan tenaga kerja. Keempat sumber kredit itu memberikan pengaruh yang berbeda dalam penggunaan faktor input seperti yang terlihat pada Lampiran 10. Gambaran komponen biaya tersebut menunjukkan bahwa usahatani kentang dan tomat merupakan usahatani yang sangat membutuhkan modal (sekitar Rp 10 juta).
93
VII. ANALISIS EFISIENSI DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN USAHATANI TOMAT DAN KENTANG Bab ini akan membahas hasil analisis pendugaan fungsi produksi stochastic
frontier
dan
analisis
efisiensi
tekni,
faktor-faktor
yang
mempengaruhinya inefisiensi teknis petani sayuran di daerah penelitian, dan distribusi pendapatan usahatani tomat dan kentang. Analisis dilakukan dengan menggunakan dua usahatani tomat dan kentang fungsi produksi stochastic frontier yang berbeda.
7.1. Analisis Model Empiris Fungsi Produksi Stochastic Frontier untuk Usahatani Tomat Pengujian terhadap Variance Inflation Factor (VIF) dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui penyebab dari temuan tersebut. Hasil pengujian VIF untuk fungsi produksi usahatani tomat menunjukkan bahwa variabel luas lahan, jumlah benih, penggunaan pupuk kimia, penggunaan pupuk organik, penggunaan pestisida cair, penggunaan pestisida padat dan jumlah tenaga kerja tidak terlalu tinggi. Berdasarkan hasil pengujian multikolinier terhadap masing-masing variabel bebas, maka tidak berpengaruh nyatanya variabel pupuk kimia, pupuk organik dan pestisida padat terhadap produksi tomat di lokasi penelitian karena kontribusi variabel tersebut sangat sedikit dan dapat diabaikan terhadap produksi sayuran di lokasi penelitian. Di lokasi penelitian ini penggunaan pestida yang banyak disebabkan oleh karena didaerah tersebut curah hujannya tinggi. Petani contoh dalam hal menggunakan pestisida padat dan pupuk kimia melebihi jumlah dari anjuran Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) setempat. Dengan penggunakan
94
pupuk kimia yang berlebih, tapi penggunaan pupuk organik yang sedikit tidak memberikan efek apa-apa kepada tanaman. Jadi jika hujan tidak turun selama 3 hari tanah langsung keras karena penggunaan pupuk kimia yang berlebih. Tabel 12. Parameter Fungsi Produksi Stochastic Frontier Usahatani Tomat Hasil dengan Metode Maximum Likelihood Estimated Variabel Input
Peluang
Parameter
Koefisien
β0
7.861
Luas lahan (X 1 )
β1
0.325
3.202****
Jumlah benih (X 2 )
β2
0.248
3.018****
Jumlah pupuk kimia (X 3 )
β3
-0.006
-0.258
Jumlah pupuk organik (X 4 )
β4
-0.003
-0.273
Jumlah pestisida cair (X 5 )
β5
0.154
3.444****
Jumlah pestisida padat (X 6 )
β6
0.004
0.067
Jumlah tenaga kerja (X 7 )
β7
0.376
4.150****
Log - Likelihood OLS
-14.680
Log - Likelihood MLE
-2.450
Sigma-square γ
0.061 0.030 24.460
LR
(t-Rasio) 16.646
4.134**** 0.126
Keterangan: **** nyata pada α = 1 persen *** nyata pada α = 5 persen ** nyata pada α = 10 persen * nyata pada α = 20 persen Tabel 12 menampilkan hasil pendugaan fungsi produksi stochastic frontier usahatani tomat yang menggunakan tujuh variabel penjelas. Hasil pendugaan menggambarkan kinerja dari petani contoh pada tingkat jenis usahatani yang ada. Pendugaan ini dilakukan dengan metode Maximum Likelihood Estimated (MLE). Variabel-variabel yang nyata berpengaruh terhadap produksi batas petani contoh ditemukan sama dengan yang diperoleh pada fungsi produksi rata-rata usahatani
95
tomat. Variabel luas lahan (X 1 ), benih (X 2 ), penggunaan pestisida cair (X 5 ), dan penggunaan tenaga kerja (X 7 ) pada fungsi rata-rata dan batas ditemukan berpengaruh nyata. Tanda koefisien parameter pada Tabel 12 ada yang negatif (tidak sesuai dengan harapan), artinya jika ada penambahan input pupuk kimia (X 3 ) atau pupuk organik (X 4 ) akan menurunkan produksi. Tetapi faktor input pupuk kimia dan pupuk organik tidak berpengaruh secara nyata. Sedangkan tanda koefisien parameter yang positif adalah variabel luas lahan (X 1 ), benih (X 2 ), penggunaan pestisida cair (X 5 ), dan penggunaan tenaga kerja (X 7 ) dan ditemukan berpengaruh nyata. Hasil pendugaan pada Tabel 12 menunjukkan bahwa elastisitas produksi batas dari luas lahan (X 1 ) bernilai 0.325. Angka ini ditemukan nyata berbeda dari nol pada α = 1 persen. Penambahan luas lahan (X 1 ) sebesar 10 persen akan meningkatkan tambahan produksi batas petani contoh sebesar 3.25 persen pada kondisi input-input lainya tetap. Elastisitas produksi batas dari variabel jumlah benih (X 2 ) bernilai 0.248 dan berbeda nyata dari nol pada α = 1 persen. Penambahan penggunaan jumlah benih (X 2 ) sebesar 10 persen akan meningkatkan tambahan produksi batas petani contoh sebesar 2.48 persen pada kondisi input-input lainya tetap. Elastisitas produksi batas dari variabel pestisida cair (X 5 ) bernilai 0.154 dan berbeda nyata dari nol pada α = 1 persen. Penambahan penggunaan pestisida cair (X 5 ) sebesar 10 persen akan meningkatkan tambahan produksi batas petani contoh sebesar 1.54 persen pada kondisi input-input lainya tetap. Petani tomat masih bisa meningkatkan penggunaan pestisida cair untuk meningkatkan produksinya. Pestisida cair di gunakan untuk membasmi lalat buah dan insektisida lainnya. Tanaman tomat sangat rentan dengan insektisida, jika tidak dilakukan penyemprotan yang rutin maka tanaman tomat akan langsung terkena penyakit,
96
terutama pada musim penghujan. Jika musim penghujan, petani akan melakukan penyemprotan pestisida padat dan cair rata-rata 1 kali dalam 2 hari. Maka usahatani tomat memerlukan modal yang besar pada saat pemeliharaannya. Elastisitas produksi batas dari variabel tenaga kerja (X 7 ) bernilai 0.376 dan berbeda nyata dari nol pada α = 1 persen. Penambahan penggunaan tenaga kerja (X 7 ) sebesar 10 persen akan meningkatkan tambahan produksi batas petani contoh sebesar 3.76 persen pada kondisi input-input lainya tetap. Hasil analisis ini juga menunjukkan bahwa petani masih rasional menambah penggunaan tenaga kerja untuk meningkatkan produksinya, karena pada kenyataannya usahatani tomat merupakan usaha yang membutuhkan banyak tenaga kerja terutama pada saat pemeliharaan dan pemanenan. Pada Tabel 12 menjelaskan varian dan parameter γ model efek inefisiensi teknis fungsi produksi stochastic frontier. Parameter γ dugaan merupakan rasio dari varian efisiensi teknis (μ i ) terhadap varian total produksi (ε i ). Nilai γ petani petani contoh adalah 0.03, taraf kepercanyaan tidak berpengaruh secara nyata. Ini menunjukkan bahwa 3 persen dari variabel galat di dalam fungsi produksi menggambarkan efisiensi teknis petani atau 3 persen dari variasi hasil diantara petani contoh disebabkan oleh perbedaan dari efisiensi teknis dan sisanya 97 persen disebabkan oleh efek-efek stochastic seperti iklim, cuaca, serangan hama, penyakit dan kesalahan pemodelan. 7.2. Analisis Model Empiris Fungsi Produksi Stochastic Frontier Usahatani Kentang Pengujian terhadap Variance Inflation Factor (VIF) dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui penyebab dari temuan tersebut. Hasil pengujian VIF menunjukkan bahwa variabel luas lahan (X 1 ), jumlah benih (X 2 ), penggunaan
97
pupuk kimia (X 3 ), penggunaan pupuk organik (X 4 ), penggunaan pestisida cair (X 5 ), penggunaan pestisida padat (X 6 ), jumlah tenaga kerja (X 7 ) dan dummi akses kredit (X 8 ) tidak terlalu tinggi. Tabel 13. Parameter Fungsi Produksi Stochastic Frontier Usahatani Kentang Hasil dengan Metode Maximum Likelihood Estimated Variabel Input
Peluang
Parameter
Koefisien
γ0
6.331
4.187
Luas lahan (X 1 )
γ1
0.345
16.412****
Jumlah benih (X 2 )
γ2
0.178
4.558****
Jumlah pupuk kimia (X 3 )
γ3
0.122
1.860***
Jumlah pupuk organik (X 4 )
γ4
0.100
1.934***
Jumlah pestisida cair (X 5 )
γ5
0.060
3.655****
Jumlah pestisida padat (X 6 )
γ6
0.059
1.275*
Jumlah tenaga kerja (X 7 )
γ7
0.240
2.901****
Log - Likelihood OLS
-5.200
Log - Likelihood MLE
5.860
Sigma-square
0.050
γ
1.000 22.120
LR
(t-Rasio)
5.973 **** 112
Keterangan: **** nyata pada α = 1 persen *** nyata pada α = 5 persen ** nyata pada α = 10 persen * nyata pada α = 20 persen Berdasarkan hasil pengujian multikolinier terhadap masing-masing variabel bebas, maka tidak berpengaruh nyatanya variabel pestisida cair dan pestisida padat terhadap produksi kentang di lokasi penelitian karena kontribusi variabel tersebut sangat sedikit dan dapat diabaikan terhadap produksi sayuran di
98
lokasi penelitian. Itu dapat dibuktikan dengan proporsi modal untuk penggunaan pestisida untuk usahatani kentang adalah lebih kecil (pada Lampiran 8). Tabel 13 menampilkan hasil pendugaan fungsi produksi stochastic frontier usahatani kentang yang menggunakan tujuh variabel penjelas. Hasil pendugaan menggambarkan kinerja dari petani. Pendugaan ini dilakukan dengan metode Maximum
Likelihood
Estimated
(MLE).
Variabel-variabel
yang
nyata
berpengaruh terhadap produksi batas petani contoh ditemukan berbeda dengan yang diperoleh pada fungsi produksi rata-rata usahatani kentang. Variabel luas lahan (X 1 ), jumlah benih (X 2 ), penggunaan pupuk kimia (X 3 ), pupuk organik (X 4 ), pestisida cair (X 5 ), pestisida padat (X 6 ) dan tenaga kerja (X 7 ) pada fungsi rata-rata ditemukan berpengaruh nyata. Hasil pendugaan pada Tabel 13 menunjukkan bahwa elastisitas produksi batas dari luas lahan (X 1 ) bernilai 0.345. Angka ini ditemukan nyata berbeda dari nol pada α = 1 persen. Penambahan luas lahan (X 1 ) sebesar 10 persen akan meningkatkan tambahan produksi batas petani contoh sebesar 3.45 persen pada kondisi input-input lainya tetap. Untuk elastisitas produksi batas dari jumlah benih (X 2 ) bernilai 0.178. Angka ini ditemukan nyata berbeda d ari n o l p ada α = 1 persen. Penambahan jumlah benih (X 2 ) sebesar 10 persen akan meningkatkan tambahan produksi batas petani contoh sebesar 1.78 persen pada kondisi inputinput lainya tetap. Elastisitas produksi batas dari pupuk kimia (X 3 ) bernilai 0.122. Angka ini ditemukan nyata berbeda dari nol pada α = 5 persen. Penambahan pupuk kimia (X 3 ) sebesar 10 persen akan meningkatkan tambahan produksi batas petani contoh sebesar 1.22 persen pada kondisi input-input lainya tetap. Hasil pendugaan pada Tabel 13 menunjukkan bahwa elastisitas produksi batas dari
99
pupuk organik (X 4 ) bernilai 0.100. Angka ini ditemukan nyata berbeda dari nol pada α = 5 persen. Penambahan pupuk organik (X 4 ) sebesar 10 persen akan meningkatkan tambahan produksi batas petani contoh sebesar 1.00 persen pada kondisi input-input lainya tetap. Elastisitas produksi batas dari variabel pestisida cair (X 5 ) bernilai 0.060 dan berbeda nyata dari nol pada α = 10 persen. Penambahan penggunaan pestisida cair (X 5 ) sebesar 10 persen akan meningkatkan tambahan produksi batas petani contoh sebesar 0.60 persen pada kondisi input-input lainya tetap. Elastisitas produksi batas dari variabel pestisida padat (X 6 ) bernilai 0.059 dan berbeda nyata dari nol pada α = 20 persen. Penambahan penggunaan pestisida padat (X 6 ) sebesar 10 persen akan meningkatkan tambahan produksi batas petani contoh sebesar 0.59 persen pada kondisi input-input lainya tetap. Elastisitas produksi batas dari variabel tenaga kerja (X 7 ) bernilai 0.240 dan berbeda nyata dari nol p ad a α = 1 persen. Penambahan penggunaan tenaga kerja (X 7 ) sebesar 10 persen akan meningkatkan tambahan produksi batas petani contoh sebesar 2.40 persen pada kondisi input-input lainya tetap. Pada Tabel 13 menjelaskan varian dan parameter γ model efek inefisiensi teknis fungsi produksi stochastic frontier. Parameter γ dugaan merupakan rasio dari varian efisiensi teknis (μ i ) terhadap varian total produksi (ε i ). Nilai γ petani petani contoh adalah 1.00, tidak berpengaruh secara nyata. Ini menunjukkan bahwa 100 persen dari variabel galat di dalam fungsi produksi menggambarkan efisiensi teknis petani atau 100 persen dari variasi hasil diantara petani contoh
100
disebabkan oleh perbedaan dari efisiensi teknis. Tetapi tidak berpengaruh secara nyata. 7.3.
Pengaruh Perbedaan Akses Kredit terhadap Efisiensi Teknis
7.3.1. Pengaruh Perbedaan Akses Kredit terhadap Sebaran Efisiensi Teknis Usahatani Tomat Efisiensi teknis dianalisis dengan menggunakan model fungsi produksi stochastic frontier dan pendekatan analisis dari sisi input. Berdasarkan nilai ratarata efisiensi teknis usahatani tomat dapat dikemukan bahwa secara rata-rata petani contoh masih memiliki kesempatan untuk memperoleh hasil potensial yang lebih tinggi mencapai hasil maksimal seperti yang diperoleh petani paling efisien secara teknis. Tabel 14. Akses Kredit dan Sebaran Efisiensi Teknis Usahatani Tomat Sumber Akses Kredit Sebaran Bank Pedagang Credit Union Toko efisiensi teknis Indeks Persen- Indeks Persen- Indeks Persen- Indeks Persenpetani (Jumlah) tase(%) (Jumlah) tase(%) (Jumlah) tase(%) (Jumlah) tase(%) 0 ≤ 0.3 0 00 00 00 0 > 0.3 ≤ 0.4 0 00 00 00 0 > 0.4 ≤ 0.5 0 00 00 00 0 > 0.5 ≤ 0.6 4 6.15 4 6.15 4 6.15 3 4.62 > 0.6 ≤ 0.7 6 9.23 4 6.15 1 1.54 7 10.77 > 0.7 ≤ 0.8 5 7.69 2 3.08 0 04 6.15 > 0.8 ≤ 0.9 1 1.54 3 4.62 1 1.54 2 3.08 > 0.9 ≤ 1.0 2 3.08 4 6.15 5 7.69 3 4.62 Rata-Rata 0.700 0.765 0.769 0.730 Minimum 0.538 0.600 0.511 0.564 Maksimum 0.985 0.995 0.976 0.9494
Pada Tabel 14 menunjukkan perbedaan efisiensi teknis petani tomat berdasarkan jenis sumber akses kredit. Petani yang lebih efisien secara teknis dalam melaksanakan usahataninya adalah berada pada 1.00. Dengan demikian bagi petani yang belum efisien secara teknis masih ada peluang untuk dioptimalkan penggunaan faktor inputnya agar usahataninya lebih efisien. Rata-
101
rata efesiensi teknis usahatani tomat adalah petani yang mengakses kredit dari bank (0.700), pedagang (0.765), credit union (0.769) dan toko sarana produksi pertanian (0.730). Artinya petani dalam jangka pendek secara rata-rata petani tomat didaerah penelitian berpeluang untuk meningkatkan produksi sebesar 30 persen (petani yang mengakses kredit dari bank), 23.5 persen (petani yang mengakses kredit dari pedagang), 23.1 persen (petani yang mengakses kredit dari credit union), dan 27 persen (petani yang mengakses kredit dari toko) dengan menerapkan keterampilan dan teknik budidaya yang digunakan oleh petani paling efisien secara teknis dan penggunaan faktor input, faktor input yang mempengaruhi produksi usahatani tomat adalah luas lahan, jumlah benih , jumlah pestisida cair dan jumlah tenaga kerja. Dengan meningkatkan akses kredit akan berpeluang untuk meningkatkan efesiensi usahatani tomat, itu dapat tercapai jika modal petani memadai. Hasil analisis efisiensi teknis usahatani menunjukkan hasil rata-rata efisiensi teknisnya hampir sama untuk semua sumber akses kredit. Maka perlu dilakukan pengujian beda rata-rata dua sampel. Pengujian-t beda rata-rata dua sampel yang independen untuk pengujian parametrik dapat berupa pengujian-Z atau pengujian-t. Pengujian-Z (Z-test) digunakan untuk sampel besar (lebih dari 30 observasi) atau untuk sampel kecil tetapi terdistribusi normal dengan varian populasi. Hasil dari pengujian-t beda rata-rata dua sampel maka di peroleh hasil bahwa pengujian-t untuk menentukan perbedaan signifikan secara statistik antara nilai rata-rata distribusi efisiensi teknis usahatani tomat dengan uji berpasangan. Dari Tabel 15 menunjukkan bahwa rata-rata efisiensi petani bank dengan pedagang tidak dapat dikatakan berbeda nyata, karena t-hitung (-0.043) lebih kecil
102
dari t-tabel (1.31) pada α sebesar 20 persen. Efisiensi teknis petani bank dengan Credit Union juga tidak dapat dikatakan berbeda nyata, karena t-hitung
(-
0.049) lebih kecil dari t-tabel (1.330) pada α sebesar 20 persen. Efisiensi teknis petani bank dengan toko juga tidak dapat dikatakan berbeda nyata, karena t-hitung (-0.024) lebih kecil dari t-tabel (1.310) pada α sebesar 20 persen. Efisiensi teknis petani pedagang dengan Credit Union juga tidak dapat dikatakan berbeda nyata, karena t-hitung (-0.004) lebih kecil dari t-tabel (1.325) pada α sebesar 20 persen. Efisiensi teknis petani pedagang dengan toko juga tidak dapat dikatakan berbeda nyata, karena t-hitung (0.033) lebih kecil dari t-tabel (1.310) pada
α sebesar
20 persen. Efisiensi teknis petani Credit Union dengan toko juga tidak dapat dikatakan berbeda nyata, karena t-hitung (0.039) lebih kecil dari
t-tabel
(1.330) pada α sebesar 20 persen. Tabel 15. Hasil Analisis Pengujian-t untuk Pengujian Beda Rata-Rata antar Dua Kredit Usahatani Tomat
Keterangan
Nilai rata-rata sampel ke-1 Nilai rata-rata sampel ke-2 Deviasi standar sampel ke-1(S1) Deviasi standar sampel ke-2(S2) Varian dari sampel gabungan(Sp2) t-hitung t-tabel (α = 20 persen)
Uji beda berpasangan Bank Bank Bank dengan dengan dengan Credit Pedagang Toko union
Pedagang dengan Credit union
Pedagang dengan Toko
Credit union dengan Toko
0.704
0.704
0.704
0.765
0.765
0.769
0.765
0.769
0.730
0.769
0.730
0.730
0.365
0.365
0.365
0.382
0.382
0.438
0.382
0.438
0.350
0.438
0.350
0.350
0.482 -0.043
0.512 -0.049
0.358 -0.024
0.404 -0.004
0.365 0.033
0.384 0.039
1.310
1.330
1.310
1.325
1.310
1.330
103
Maka dapat rata-rata efisiensi teknis usahatani tomat tidak berbeda dari setiap sumber akses kredit, atau sumber akses kredit tidak menunjukkan perbedaan efisiensi teknis. Bisa saja secara efisiensi teknis tidak berbeda nyata, tetapi di analisis dari aspek kemudahan petani dalam mengakses kredit dan keuntungan usahatani tomat yang paling menguntungkan adalah petani yang mengakses kredit dari Credit Union (karena R/C ratio atas biaya total lebih tinggi). Untuk menguji apakah efisiensi teknis usahatani tomat berhubungan dengan sumber akses kredit maka dilakukan pengujian Kai-Kuadrat (chi-square test) untuk beda rata-rata. Sebaran efisiensi teknis usahatani tomat didistribusikan dalam 2 sebaran yaitu sebaran yang efisien secara teknis (0.70 – 1.00) dan belum efisien (≤ 0.70), atau dapat dilihat pada Tabel 16. Dari hasil analisis diperoleh χ 2 hitung = 12.06 lebih besar dari χ2 tabel (11.34) pada taraf kepercayaan α = 10 persen. Artinya bahwa tingkat efisiensi teknis dipengaruhi oleh sumber akses kredit. Tabel 16. Hasil Analisis Chi-Square Test Efisiensi Teknis Usahatani Tomat Sebaran Sumber Akses Kredit efisiensi Bank Pedagang Credit union Toko teknis petani Indeks Persen- Indeks Persen- Indeks Persen- Indeks Persen(Jumlah) tase(%) (Jumlah) tase(%) (Jumlah) tase(%) (Jumlah) tase(%) 0 ≤ 0.70 10 15.38 8 12.31 5 7.69 10 15.38 0.7 - 1.0 8 12.31 9 13.85 6 9.23 9 13.85 Rata-Rata 0.700 0.765 0.769 0.730 Minimum 0.538 0.600 0.511 0.564 Maksimum 0.985 0.995 0.976 0.949 Chi square test tabel α = 10% (χ2) 11.34 Chi square test hitung α = 10% (χ2) 12.06
7.3.2. Pengaruh Perbedaan Akses Kredit terhadap Sebaran Efisiensi Teknis Usahatani Kentang Efisiensi teknis dianalisis dengan menggunakan model fungsi produksi stochastic frontier dan pendekatan analisis dari sisi input. Berdasarkan nilai rata-
104
rata efisiensi teknis usahatani kentang dapat dikemukan bahwa secara rata-rata petani contoh masih memiliki kesempatan untuk memperoleh hasil potensial yang lebih tinggi mencapai hasil maksimal seperti yang diperoleh petani paling efisien secara teknis. Tabel 17. Akses Kredit dan Sebaran Efisiensi Teknis Usahatani Kentang Sebaran efisiensi teknis petani 0 ≤ 0.3 > 0.3 ≤ 0.4 > 0.4 ≤ 0.5 > 0.5 ≤ 0.6 > 0.6 ≤ 0.7 > 0.7 ≤ 0.8 > 0.8 ≤ 0.9 > 0.9 ≤ 1.0 Rata-Rata Minimum Maksimum
Sumber Akses Kredit Bank
Pedagang
Credit union
Toko
Indeks Persen- Indeks Persen- Indeks Persen- Indeks Persen(Jumlah) tase(%) (Jumlah) tase(%) (Jumlah) tase(%) (Jumlah) tase(%) 1 1.67 2 3.33 4 6.67 5 8.33 7 11.67 3 5.00 5 8.33 6 10.00 7 11.67 7 11.67 2 3.33 3 5.00 3 5.00 0 0.00 1 1.67 1 1.67 0 0.00 1 1.67 0 0.00 0 0.00 0 0.00 1 1.67 0 0.00 0 0.00 1 1.67 0 0.00 0 0.00 0 0.00 0 0.00 0 0.00 0 0.00 0 0.00 0.438 0.446 0.362 0.364 0.268 0.253 0.221 0.237 0.808 0.739 0.573 0.606
Pada Tabel 17 menunjukkan perbedaan efisiensi teknis petani kentang berdasarkan jenis sumber akses kredit. Petani yang lebih efisien secara teknis dalam melaksanakan usahataninya adalah berada pada 1.00. Dengan demikian bagi petani yang belum efisien secara teknis masih ada peluang untuk dioptimalkan penggunaan faktor inputnya agar usahataninya lebih efisien. Ratarata efesiensi teknis usahatani kentang adalah petani yang mengakses kredit dari bank (0.438), pedagang (0.446), credit union (0.362) dan toko sarana produksi pertanian (0.364). Petani dalam jangka pendek secara rata-rata petani kentang didaerah penelitian berpeluang untuk meningkatkan produksi sebesar 56.2 persen (petani
105
yang mengakses kredit dari bank), 55.4 persen (petani yang mengakses kredit dari pedagang), 63.8 persen (petani yang mengakses kredit dari credit union), dan 63.6 persen (petani yang mengakses kredit dari toko) dengan menerapkan keterampilan dan teknik budidaya yang digunakan oleh petani paling efisien secara teknis dan penggunaan faktor input, faktor input yang mempengaruhi produksi usahatani tomat adalah luas lahan, jumlah benih , jumlah pestisida cair dan jumlah tenaga kerja. Meningkatkan akses kredit akan berpeluang untuk meningkatkan efesiensi usahatani tomat, itu dapat tercapai jika modal petani memadai. Tabel 17 menunjukkan bahwa efisiensi teknis yang paling tinggi adalah efisiensi teknis rata-rata petani yang mengakses kredit dari bank dan pedagang. Tetapi usahatani kentang di lokasi penelitian secara teknis belum efisien karena semua rata-rata efisiensi teknis dari semua akses kredit adalah < 0.50. Tabel 18. Hasil Analisis Pengujian-t untuk Pengujian Beda Rata-Rata antar Dua Kredit Usahatani Kentang
keterangan
Nilai rata-rata sampel ke-1 Nilai rata-rata sampel ke-2 Deviasi standar sampel ke-1(S1) Deviasi standar sampel ke-2(S2) Varian dari sampel gabungan(Sp2) t-hitung t-tabel (α = 20 persen)
Uji beda berpasangan Bank Bank Bank dengan dengan dengan Credit Pedagang Toko union
Pedagang dengan Credit union
Credit Pedagang union dengan dengan Toko Toko
0.438
0.438
0.438
0.446
0.446
0.362
0.446
0.362
0.364
0.362
0.364
0.364
0.347
0.347
0.347
0.360
0.360
0.303
0.360
0.303
0.313
0.303
0.313
0.313
0.353
0.331
0.332
0.335
0.337
0.309
-0.008
0.084
0.076
0.098
0.090
-0.002
1.313
1.318
1.310
1.318
1.318
1.318
106
Hasil analisis efisiensi teknis usahatani menunjukkan hasil rata-rata efisiensi teknisnya hampir sama untuk semua sumber akses kredit. Artinya akses kredit tidak menimbulkan perbedaan efisiensi teknis usahatani kentang. Maka perlu dilakukan pengujian beda rata-rata dua sampel. Pengujian-t beda rata-rata dua sampel yang independen untuk pengujian parametrik dapat berupa pengujianZ atau pengujian-t. Pengujian-Z (Z-test) digunakan untuk sampel besar (lebih dari 30 observasi) atau untuk sampel kecil tetapi terdistribusi normal dengan varian populasi. Hasil dari pengujian-t beda rata-rata dua sampel maka di peroleh hasil bahwa pengujian-t untuk menentukan perbedaan signifikan secara statistik antara nilai rata-rata distribusi efisiensi teknis usahatani kentang dengan uji berpasangan. Dari Tabel 18 menunjukkan bahwa rata-rata efisiensi petani bank dengan pedagang tidak dapat dikatakan berbeda nyata, karena t-hitung (-0.008) lebih kecil dari t-tabel (1.313) pada α sebesar 20 persen. Efisiensi teknis petani bank dengan Credit Union juga tidak dapat dikatakan berbeda nyata, karena t-hitung (0.084) lebih kecil dari t-tabel (1.318) pada α sebesar 20 persen. Efisiensi teknis petani bank dengan toko juga tidak dapat dikatakan berbeda nyata, karena t-hitung (0.076) lebih kecil dari t-tabel (1.310) pada α sebesar 20 persen. Efisiensi teknis petani pedagang dengan Credit Union juga tidak dapat dikatakan berbeda nyata, karena t-hitung (0.019) lebih kecil dari t-tabel (1.318) pada α sebesar 20 persen. Efisiensi teknis petani pedagang dengan toko juga tidak dapat dikatakan berbeda nyata, karena t-hitung (0.090) lebih kecil dari t-tabel (1.318) pada α sebesar 20 persen. Efisiensi teknis petani Credit Union dengan toko juga tidak dapat dikatakan berbeda nyata, karena t-hitung (-0.002) lebih kecil dari t-tabel (1.318) pada α sebesar 20 persen. Maka dapat rata-rata efisiensi teknis usahatani kentang tidak berbeda dari setiap sumber akses kredit, atau sumber akses kredit tidak menunjukkan
107
perbedaan efisiensi teknis. Bisa saja secara efisiensi teknis tidak berbeda nyata, tetapi di analisis dari aspek kemudahan petani dalam mengakses kredit dan keuntungan usahatani kentang yang paling menguntungkan adalah petani yang mengakses kredit dari bank(karena R/C ratio atas biaya total lebih tinggi). Tabel 19. Hasil Analisis Chi-Square Test Efisiensi Teknis Usahatani Kentang Sebaran efisiensi teknis petani
Sumber Akses Kredit Bank
Pedagang
Credit union
Toko
Indeks Persen- Indeks Persen- Indeks Persen- Indeks Persen(Jumlah) tase(%) (Jumlah) tase(%) (Jumlah) tase(%) (Jumlah) tase(%)
0 ≤ 0.70 18 0.7 - 1.0 1 Rata-Rata 0.438 Minimum 0.268 Maksimum 0.808
30.00 13 1.67 1
0.446 0.253 0.739 2 Chi square test tabel α = 10% (χ ) Chi square test hitung α = 10% (χ2)
21.67 12 1.67 0 0.362 0.221 0.573 11.34 17.96
20.00 15 0.00 0
25.00 0.00 0.364 0.237 0.606
Untuk menguji apakah efisiensi teknis usahatani kentang berhubungan dengan sumber akses kredit maka dilakukan pengujian Kai-Kuadrat (chi-square test) untuk beda rata-rata. Sebaran efisiensi teknis usahatani kentang di bagi dalam 2 sebaran yaitu sebaran yang efisien secara teknis (0.70 – 1.00) dan belum efisien (≤ 0.70), atau dapat dilihat pada Tabel 19. Dari hasil analisis diperoleh χ2 hitung = 17.96 lebih besar dari χ2 tabel (11.34) pada taraf kepercayaan α = 10 persen. Artinya bahwa tingkat efisiensi teknis dipengaruhi oleh sumber akses kredit.
7.3.3. Faktor-faktor Inefisiensi Teknis Usahatani Tomat dan Kentang Berikut ini menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat efisiensi teknis petani contoh dengan menggunakan model efek inefisiensi teknis dari fungsi produksi stochastic frontier untuk usahatani tomat dan kentang. Hasil pendugaan model efek inefisiensi teknis diuraikan pada Tabel 20 dan Tabel 21.
108
Tabel 20 menunjukkan bahwa variabel yang mengurangi inefisiensi usahatani tomat adalah adalah pendidikan (tidak berpengaruh secara nyata), dummi status kepemilikan lahan (berpengaruh secara nyata pada α = 5 persen ), dummi kelompok tani (berpengaruh secara nyata pada α = 1 persen), dan dummi akses kredit dari pedagang (tidak berpengaruh secara nyata). Sedangkan variabel yang meningkatkan inefisiensi teknis adalah umur (berpengaruh secara nyata pada α=10 persen), pengalaman usahatani (tidak berpengaruh secara nyata), dummi akses kredit dari bank (tidak berpengaruh secara nyata), dummi akses kredit dari credit union (tidak berpengaruh secara nyata), dan akses kredit dari toko sarana produksi pertanian (tidak berpengaruh secara nyata). Tabel 20. Parameter Efek Inefisiensi Teknis Fungsi Produksi Stochastic Frontier Usahatani Tomat Variabel Konstanta Umur Pendidikan Pengalaman usahatani Dummi status kepemilikan lahan Dummi kelompok usahatani Dummi akses kredit dari bank Dummi akses kredit dari pedagang Dummi akses kredit dari credit union Dummi akses kredit dari toko sarana produksi pertanian Sigma LR Keterangan: **** nyata pada α = 1 persen *** nyata pada α = 5 persen ** nyata pada α = 10 persen * nyata pada α = 20 persen
Parameter δ0 δ1 δ2 δ3 δ4
Koefisien 0.121 0.016 001 0.005
T hitung 0.192 1.891** -0.057 0.369
δ5 δ6
375 444 0.075
157*** 013**** 0.156
δ7
164
355
δ8 δ9
0.129 0.081 0.061
0.268 0.171 134 24.46
109
Hasil pendugaan model efek inefisiensi teknis pada Tabel 20 menunjukkan bahwa faktor-faktor yang nyata berpengaruh dalam menjelaskan inefisiensi teknis di dalam proses produksi usahatani tomat adalah variabel umur, dummi kepemilikan lahan, dan dummy kelompok usahatani. Hasil pendugaan model efek inefisiensi teknis pada untuk usahatani tomat menunjukkan bahwa faktor-faktor yang nyata berpengaruh dalam menjelaskan inefisiensi teknis di dalam proses produksi petani contoh adalah pada α = 10 persen variabel umur dengan tanda parameter positif (sesuai dengan harapan), α = 5 persen variabel dummi kepemilikan lahan dengan tanda parameter negatif (sesuai dengan harapan), dan α = 1 persen variabel dummi kelompok tani dengan tanda parameter negatif (sesuai dengan harapan). Sedangkan variabel pendidikan, pengalaman usahatani dan sumber akses kredit tidak berpengaruh nyata terhadap inefisiensi usahatani. Tanda parameter akses kredit dari pedagang adalah negatif, yang berarti mengurangi inefisiensi usahatani (tetapi tidak berpengaruh nyata). Tanda parameter akses kredit dari bank, Credit Union dan toko adalah positif yang berarti meningkatkan inefisiensi (tetapi tidak berpengaruh nyata). Hasil pendugaan model efek inefisiensi usahatani tomat variabel dummi akses kredit dari pedagang menguragi inefisiensi, karena untuk usahatani tomat selama usahatani berjalan sampai panen tetap memerlukan modal yang besar. Modal yang diperlukan sepanjang usahatani adalah modal tunai untuk membeli input dari luar usahatani, karena usahatani tomat memerlukan pemeliharaan berupa penyemprotan hampir setiap 1 kali dalam 2 hari. Dari hasil studi lapangan untuk usahatani tomat, sumber akses kredit yang cocok adalah akses kredit dari pedagang atau toko atau credit union. Dari sumber akses tersebut, petani dapat
110
mengakses kredit setiap butuh modal ataupun butuh input pertanian. Berbeda dengan bank, jika kita mengakses kredit dari bank akan membutuhkan proses yang panjang agar dana yang kita pinjam keluar atau tidak tepat waktu. Tabel 21. Parameter Efek Inefisiensi Teknis Fungsi Produksi Stochastic Frontier Usahatani Kentang Variabel
Parameter
Konstanta
α0
33
748
Umur
α1
01
287
Pendidikan
α2
44
775**
Pengalaman usahatani
α3
16
229***
Dummy status kepemilikan lahan Dummy kelompok usahatani
α4
57
390***
α5
83
961
Dummy akses kredit dari bank
α6
38
329
Dummy akses kredit dari pedagang Dummy akses kredit dari credit union Dummy akses kredit dari toko sarana produksi pertanian Sigma
α7
10
022
α8
43
855
α9
23
582
44
582
LR Keterangan: **** nyata pada α = 1 persen *** nyata pada α = 5 persen ** nyata pada α = 10 persen * nyata pada α = 20 persen
Koefisien
T hitung
22.187
Hasil pendugaan model efek inefisiensi teknis pada usahatani kentang (Tabel 21) menunjukkan faktor-faktor yang nyata berpengaruh dalam menjelaskan inefisiensi teknis di dalam proses produksi adalah variabel pendidikan (α = 10 persen, dengan tanda parameter positif tidak sesuai dengan harapan), pengalaman usahatani (α = 5 persen, dengan tanda parameter negatif sesuai dengan harapan),
111
dummi status kepemilikan lahan (α = 5 persen, dengan tanda parameter negatif sesuai dengan harapan). Tanda parameter variabel umur positif (sesuai dengan harapan) tetapi tidak berpengaruh secara nyata. Sedangkan variabel akses kredit dari bank, toko, pedagang dan Credit Union bertanda positif (tidak sesuai dengan harapan) dan tidak berpengaruh secara nyata. Untuk usahatani tomat sumber akses kredit yang cocok adalah akses kredit dari bank. Ini sesuai dengan hasil analisis R/C ratio dimana R/C ratio yang paling tinggi adalah petani yang akses kreditnya dari bank. Usahatani kentang berbeda dengan usahatani tomat. Pada awal persiapan lahan, bibit dan penanam usahatani kentang dan tomat membutuhkan modal yang besar juga tetapi pada tahap pemeliharaan kebutuhan modal usahatani kentang tidak sebesar usahatani tomat. Selain itu untuk melakukan usahatani kentang memerlukan lahan yang luas. Hasil studi dilapangan petani yang banyak melakukan usahatani kentang adalah petani yang memiliki status lahan sendiri dan sumber modal adalah kredit dari bank. Faktor umur disertakan kedalam model efek inefisiensi teknis dengan dugaan berpengaruh negatif terhadap inefisiensi teknis petani. Umur nyata terhadap inefsiensi teknis petani tomat (Tabel 20). Usia berpengaruh positif pada itu sesuai dengan parameter dugaan. Semakin tua usia petani, semakin tidak inefisien petani secara teknis. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut, seiring dengan peningkatan usia petani, kemampuan bekerja yang dimiliki, daya juang dalam berusaha, keinginan untuk menanggung resiko, dan keinginan untuk menerapkan inovasi-inovasi baru juga semakin berkurang, akibatnya berdampak terhadap penurunan efisien kerja dari petani tersebut. Selain itu untuk usahatani tomat, hasil wawancara dari lokasi penelitian usahatani ini termasuk ushatani
112
yang membutuhkan perawatan dan tenaga kerja yang lebih, sehingga petani yang melakukan usahatani tomat adalah petani yang termasuk muda. Petani yang memiliki pengalaman usahatani yang lama pada umumnya yang berusia sudah tua, itu disebabkan karena dalam berusaha tani kentang memiliki banyak resiko. Erwidodo (1992) berpendapat, petani yang berusia tua bisa jadi lebih baik dari petani yang muda, karena mereka memiliki pengalaman yang lebih banyak dan keterampilan yang lebih baik, tetapi mereka lebih tradisional dan lebih lemah dalam berusaha. Petani dapat menanam jenis sayuran yang berbeda pada setiap musim tanam berdasarkan kemampuan modal dan keterampilan yang dimiliki, sehingga usia petani tidak secara menyeluruh menggambarkan pengalaman dan tingkat keterampilan petani tersebut dalam menanam jenis sayuran tertentu. Faktor pendidikan adalah lamanya pendidikan yang dihabiskan oleh petani untuk menjalani masa pendidikan formalnya. Semakin lama pendidikan formalnya diduga semakin mendorong petani untuk efisien dalam proses produksi dan penggunaan alokasi faktor produksi. Lama pendidikan berpengaruh negatif terhadap tingkat inefisiensi petani sayuran, tetapi dari hasil penelitian pendidikan menambah inefisiensi usahatani kentang. Itu menunjukkan bahwa teknologi yang digunakan petani didaerah penelitian tidak dipengaruhi tingkat pendidikan oleh petani tersebut. Maka petani kentang di lokasi penelitian masih menggunakan cara berusahatani tradisional dalam melakukan usahataninya. Faktor kepemilikan lahan mempengaruhi inefisiensi usahatani kentang dan tomat bertanda negatif. Karena jika status kepemilikan lahan adalah sewa akan meningkatkan inefisiensi usaha tani. Sedangkan jika status kepemilikan
113
lahan petani adalah milik sendiri maka usahatani akan mengurangi inefisien karena tidak perlu membayar sewa. Dummi kelompok usahatani dalam model dengan dugaan berhubungan negatif dengan tingkay inefisiensi teknis petani tomat. Tetapi untuk usahatani kentang tidak berpengaruh nyata. Pada usahatani tomat menunjukkan bahwa partisipasi dalam kelompok tani akan meningkatkan efisiensi penggunaan inputnya dengan asumsi petani yang aktif dalam kelompok taninya akan dapat: (1) meningkatkan pengetahuan melalui pendidikan non formal, (2) meningkatkan kemampuan manejerialnya, dan (3) meningkatkan aksessibilitas terhadap tehnologi dan inovasi baru. Pada usahatani tomat seperti yang terlihat pada Tabel 20 sumber akses kredit dari pedagang bertanda parameter negatif tanda parameter negatif sesuai dengan harapan) tetapi tidak berpengaruh nyata, sedangkan sumber akses kredit dari bank, Credit Union dan toko bertanda parameter positif (tidak sesusi dengan harapan) dan tidak berpengaruh secara nyata. Hasil analisis efek inefisiensi menunjukkan bahwa sumber akses kredit dari pedagang, toko dan Credit Union tidak mempengaruhi efek inefisiensi tetapi petani sangat memberikan respon positif terhadap akses kredit dari sumbersumber tersebut, karena selain agunan tidak ada dan mengaksesnya mudah, dalam menjalankan usahatani ada hal berbagi resiko. Dimana jika gagal panen si pemilik modal seperti pedagang dan toko kembali memberikan modal dengan mempertimbangkan apa penyebab gagalnya panen. Jika masih layak untuk di beri pinjaman modal maka akan diberikan kembali dan sistem pengembalian kredit adalah sistem bayar panen. Selain itu petani tomat lebih menyukai sumber akses
114
kredit dari toko dan pedagang karena modal untuk berusahatani tomat sangat besar. Penggunaan input seperti pestisida dan pupuk di pakai sepanjang umur produksi. Karena ke kontinuan dari pada faktor input itu membuat petani lebih memilih mengakses kredit dari toko dan pedagang, itu disebabkan karena toko dan pedagang mampu menyediakan modal untuk usahatani tomat.
7.4. Distribusi Pendapatan Usahatani Tomat dan Kentang Pada Lampiran 11 dan Lampiran 12 disajikan data mengenai distribusi pendapatan usahatani tomat dan kentang. Data pada Lampiran tersebut menunjukkan bahwa perbedaan sumber kredit pada usahatani yang sama mengakibatkan terjadinya perubahan dalam distribusi usahatani. Pada 11 memperlihatkan bahwa produktivitas lahan dalam usahatani tomat lebih tinggi jika mengkases kredit dari pedagang dibandingkan dari pada bank, credit union dan toko. Sedangkan pada Lampiran 12 produktivitas usahatani kentang yang lebih tinggi adalah pada petani yang mengakses kredit dari bank. Secara absolut perbedaan akses mengakibatkan perbedaan output maupun penggunaan input dari usahatani kentang dan tomat. Untuk usahatani kentang biaya yang paling tinggi adalah biaya petani yang mengaskes kredit dari pedagang (Rp 21 981 906,-/Ha). Karena petani yang mengakses kredit dari pedagang kebanyakan adalah petani yang tidak memiliki lahan, sehingga petani harus mengeluarkan sewa lahan untuk berusahatani. Sedangkan untuk usahatani tomat biaya yang paling tinggi adalah biaya petani yang mengakses kredit pedagang dan toko sarana produksi pertanian. Tingginya biaya itu karena penggunaan dari pada pestisida dan pupuk kimia yang berlebih.
115
Distribusi pendapatan pada usahatani tomat dengan sumber akses kredit yang berbeda memberikan hasil yang berbeda. Relative share dari penggarap adalah 60.69 persen (akses dari bank), 58.11 persen (akses dari pedagang), 60.26 persen (akses dari Credit Union) dan 56.67 persen (akses dari toko sarana produksi pertanian). Relatif share untuk tenaga upahan adalah 6.09 persen (akses dari bank), 3.72 persen (akses dari pedagang), 0.79 persen (akses dari Credit Union) dan 2.04 persen (akses dari toko sarana produksi pertanian). Relatif share untuk input langsung adalah 31.88 persen (akses dari bank), 32.67 persen (akses dari pedagang), 27.82 persen (akses dari Credit Union) dan 49.57 persen (akses dari toko sarana produksi pertanian). Dengan demikian dapat disimpulkan untuk meningkatkan pendapatan petani, kebijakan dinas setempat dapat mengambil solusi yang melibatkan pedagang, Credit Union dan toko. Hasil relatif share itu dapat dilihat adanya peluang peningkatan pendapatan bagi penggarap, pengelola faktor input dan tenaga upahan (buruh tani). Distribusi pendapatan pada usahatani kentang dengan sumber akses kredit yang berbeda memberikan hasil yang berbeda. Relatif share dari penggarap adalah 44.56 persen (akses dari bank), 32.11 persen (akses dari pedagang), 21.28 persen (akses dari Credit Union) dan 18.03 persen (akses dari toko sarana produksi pertanian). Relatif share untuk tenaga upahan adalah 9.32 persen (akses dari bank), 18.14 persen (akses dari pedagang), 1.69 persen (akses dari Credit Union) dan 9.84 persen (akses dari toko sarana produksi pertanian). Relatif share untuk input langsung adalah 45.24 persen (akses dari bank), 51.26 persen (akses dari pedagang), 53.95 persen (akses dari Credit Union) dan 23.99 persen (akses dari toko sarana produksi pertanian). Dengan demikian dapat disimpulkan untuk
116
meningkatkan pendapatan petani, kebijakan dinas setempat dapat mengambil solusi yang melibatkan pedagang, Credit Union dan toko. Hasil relatif share itu dapat dilihat adanya peluang peningkatan pendapatan bagi penggarap, pengelola faktor input dan tenaga upahan (buruh tani).
117
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap tingkat efisiensi teknis usahatani tomat adalah luas lahan, jumlah benih, pestisida cair dan jumlah tenaga kerja. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat efisiensi usahatani kentang adalah luas lahan, jumlah benih, pupuk kimia, pupuk organik, pestisida padat, pestisida cair dan jumlah tenaga kerja. 2. Perbedaan akses kredit tidak memberikan perbedaan efisiensi teknis usahatani tomat dan kentang. Petani tomat belum efisien secara teknis dalam melakukan usahataninya (rata-rata efisiensi teknis 0.704), dengan demikian petani tomat dalam jangka pendek dapat meningkatkan produksi usahataninya sebesar 30 persen dengan meningkatkan keterampilan, pengalaman, dan akses kredit dari Credit union atau toko sarana produksi pertanian). Sedangkan petani kentang juga belum efisien secara teknis dalam melakukan usahataninya (rata-rata efisiensi teknis 0.49), artinya petani kentang dalam jangka pendek dapat meningkatkan produksinya sebesar 51 persen dengan meningkatkan keterampilan, pengalaman, dan akses kredit ke bank atau Credit union. 3. Perbedaan akses kredit memberikan pengaruh yang berbeda bagi pendapatan usahatani dan R/C atas biaya. Petani tomat yang pendapatannya dan R/C atas biaya total yang lebih tinggi adalah petani yang mengakses kredit dari Credit union (2.39) dan toko (2.21) karena petani memerlukan modal tunai sepanjang berusahatani. Petani kentang yang pendapatan dan R/C atas biaya total yang lebih tinggi adalah petani yang mangakses kredit dari bank (1.50) dan pedagang (1.24).
118
4. Perbedaan akses kredit memberikan pengaruh yang berbeda pada distribusi pendapatan yang tidak hanya memberikan keuntungan untuk petani saja. Porsi keuntungan yang paling besar dinikmati penggarap adalah yang akses kreditnya dari bank (60.69 persen) dan Credit union (60.26 persen) untuk usahatani tomat. Sedangkan usahatani kentang porsi keuntungan yang paling besar dinikmati penggarap adalah yang akses kreditnya dari bank (44.56 persen) dan pedagang (32.11 persen). 5. Karakteristik kredit yang tepat bagi petani sayuran adalah kredit yang persyaratan mudah, tepat waktu, tingkat suku bunga rendah, jumlahnya sesuai dengan kebutuhan petani dan pengembalian modal adalah bayar panen. Akses kredit dari lembaga keuangan informal dapat diperbaharui menjadi lembaga keuangan yang ramah akan petani karena tidak selamanya lembaga keuangan informal memeras petani karena antara petani dan kreditor besifat saling menguntungkan dan membutuhkan. 8.2. Saran Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini, maka dikemukan saran-saran dan implikasi kebijakam sebagai berikut: 1. Efisiensi teknis usahatani sayuran dipengaruhi oleh umur, pendidikan, pengalaman usahatani dan sumber akses kredit. Maka disarankan kepada petani di daerah penelitian untuk saling berbagi pengetahuan, pengalaman dan keterampilan yang dimiliki sehingga usahatani yang dijalankan dapat lebih optimal. 2. Kredit yang meningkatkan pendapatan dan R/C ratio usahatani tomat adalah kredit dari credit union, dan toko sarana produksi, sedangkan untuk usahatani kentang bank dan pedagang. Maka disarankan bagi pemerintah setempat untuk memberdayakan kredit yang ada agar petani sayuran dapat mengakses kredit
119
dengan lebih mudah dengan bunga yang lebih rendah. Dan jika ada penyaluran bantuan dapat dilakukan melalui kredit yang kebanyakan diakses petani dan menguntungkan petani, tetapi perlu pengawasan pemerintah setempat dari segi harga input dan output petani. 3. Diharapkan bagi pemerinah setempat, untuk mempertimbangkan kredit dari Credit union dan toko untuk membantu petani. Dengan cara menyokong sumber kredit tersebut dari segi pembiayaan, tetapi perlu juga pengawasan dan kontrol dari pemerintah setempat. Saran untuk penelitian lanjutan adalah mengkaji bagaimana pemasaran dari sayuran tomat dan kentang. Dalam penelitian ini belum dibahas bagaimana sistem pemasarannya. Karena dengan adanya perbedaan sumber kredit maka penjualan hasil produk dan sistem pemasarannya akan berbeda.
120
DAFTAR PUSTAKA Anwar, A. 1993. Studi Tentang Prospek Perkreditan Koperasi. Tesis Magister Sains. Program Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. . 1998. Beberapa Aspek dari Analisis Ekonomi Biaya-Biaya Transaksi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Bank Indonesia, 2002. Peraturan Kebijakan Perbankan. Bank Indonesia, Jakarta. Basit, A. 1997. Kelayakan Pemberian Kredit Usahatani Konservasi oleh Bank Perkreditan Rakyat. Pusat Studi Pembangunan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Badan Pusat Statistik. 2003a. Survei Pendapatan Petani Sensus Pertanian 2003. Badan Pusat Statistik Propinsi Sumatera Utara, Medan. http://sumut.bps.go.id [12 Februari 2010]. . 2003b. Statistik Sayur-Sayuran Sumatera Utara Tahun 2003. Badan Pusat Statistik Propinsi Sumatera Utara, Medan. http://sumut.bps.go.id [12 Februari 2010]. . 2004. Sumatera Utara dalam Angka 2004. Badan Pusat Statistik Propinsi Sumatera Utara, Medan. . 2005. Simalungun dalam Angka 2005. Badan Pusat Statistik Kabupaten Simalungun, Pematang Siantar. . 2007. Simalungun dalam Angka 2007. Badan Pusat Statistik Kabupaten Simalungun, Pematang Siantar. . 2008a. Simalungun dalam Angka 2008. Badan Pusat Statistik Kabupaten Simalungun, Pematang Siantar.
. 2008b. Sumatera Utara dalam Angka 2008. Badan Pusat Statistik Propinsi Sumatera Utara, Medan. . 2009. Simalungun dalam Angka 2009. Badan Pusat Statistik Kabupaten Simalungun, Pematang Siantar. . 2010a. Simalungun dalam Angka 2010. Badan Pusat Statistik Kabupaten Simalungun, Pematang Siantar. . 2010b. Penduduk 15 Tahun Keatas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama Tahun 1982 dan 2009. Badan Pusat Statistik, Jakarta.
121
Bishop, C.E. and W. D. Toussaint. 1985. Introduction to Agricultural Economic Analysis. John Whisley and Sons, Inc., New York. Chen, A. Z., W. E. Huffman and S. Rozella. 2003. Technical Efficiency of Chinese Grain Production: A Stochastic Production Frontier Approach. Paper Presented in American Agricultural Economics Assocition Annual Meeting, 27 – 30 July 2003, Montreal. Coelli, T., D.S.P. Rao and G.E. Battese. 1998. An Introduction to Efficiency and Productivity Analysis. Kluwer Academic Publisher, Boston. Daryanto, H. K. S. 2000. Analysis of the Technical Efficiencies of Rice Production in West Java Province, Indonesia: A Stochastic Frontier Production Function Approach. Ph. D. Thesis. University of New England, Armidale. , G. E. Battese and E. M. Fleming, 2001. Technical Effisiencies of Rice Farmers Under Different Irrigation System and Cropping Season in West Java. Jurnal of Agricultural and Resource Sosio-Economics, 14(3): 59-90. Debertin, D. L. 1986. Agricultural Production Economics. Macmillan Publishing Company, New York. Dinas Pertanian Simalungun. 2008. Laporan Tahunan 2007. Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Simalungun, Pematang Raya. Direktorat Jenderal Hortikultura. 2008. Membangun Hortikultura Berdasarkan Enam Pilar Pengembangan. Direktorat Jenderal Hortikultura, Departemen Pertanian, Jakarta. www.hortikultura.deptan.go.id [25 November 2009]. . 2010. Statistik Rumahtangga Petani. Direktorat Jenderal Hortikultura, Departemen Pertanian, Jakarta. Ellis, F. 1992. Agricultural Policies in Developing Countries. Cambridge University Press, Cambridge. Erwidodo. 1992. Stochastic Production Frontier and Panel Data. Measuring Economic Efficiency on Rice Farm in West Java. Journal Agroekonomi, 11 (1): 19 – 36. Farrell, M. J. 1957. The Measurement of Productive Efficiency. Journal of Royal Statistic Society, Series A: 253-290. http://www.aae.wisc.edu. [12 Maret 2010].
122
Hastuti, E. L. dan Supadi. 2001. Aksessibilitas Masyarakat terhadap Kelembagaan Pembiayaan Pertanian di Pedesaan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Departemen Pertanian, Bogor. . 2004. Aksessibilitas terhadap Kelembagaan Pembiayaan Pertanian di Pedesaan. Icaserd Working Paper No. 57. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Departemen Pertanian, Bogor. . 2006. Kajian Sistem Pembiayaan Mikro Pertanian. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Departemen Pertanian, Bogor.
Hazarika, G. And J. Alwang. 2003. Access to Credit, Plot Size and Cost Inefficiency Among, Smollholder Tobacco Cultivators in Malawi. Agricultural Economics, 29(1): 99-109. Hutagaol, M. P. 1985. Analisis Manfaat Biaya Proyek Irigasi Pompa pada Sawah Tadah Hujan dan Pengaruhnya terhadap Distribusi Pendapatan Usahatani. Tesis Magister Sains. Program Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Jasila, I. 2009. Pengaruh Kredit Ketahanan Pangan terhadap Efisiensi Usahatani Tebu di Kabupaten Situbondo Propinsi Jawa Timur. Tesis Magister Sains. Program Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Jogiyanto. 2008. Metodologi Penelitian Sistem Informasi: Pedoman dan Contoh Melakukan Penelitian di Bidang Sistem Tehnologi Informasi. C.V. Andi Offset, Yogyakarta. Jondrow, J., C. K. Lovell, I. S. Materov and P. Schmidt. 1982. On Estimation of Technical Inefficiency in the Stochastic Frontier Production Function Model. Journal of Econometrics, 19 (2-3) : 233-238. Johnson, B. F. and J.W. Mellor. 1961. The Role of Agriculture in Economics Development. American Economic Review, 51 (4): 566-593. King, R. A. 1980. The Frontier Production Function: A Tool for Improved Decision Making. Journal of North-eastern Agricultural Economic Council 9(1980):1-10. Kopp, R. J. and W. E. Diewert. 1982. The Decomposition of Frontier Cost Function Deviations into Measure of Technical and Allocative Efficiency. Journal of Econometrics, 54(5): 1243 – 1248. Lau, L. J. And P. A. Yotopoulus. 1971. A Test for Relative Efficiency and Application to Indian Agriculture. American Economic Review, 61 (1): 94 – 109. http://fullgene.com [30 Januari 2010].
123
Lensink, R., N. V. Ngan dan L. K. Ninh. 2008. Determinants of Farming Households’ Access to Formal Credit in the Mekong Delta, Vietnam. Final Report for NPT-Part B4-Paper9. http://www.rug.nl [12 Januari 2011]. Mayrowani , H. S, K, Dermoredjo, Wahida, B. Prasetyo, dan D. K, Swastika. 1998. Kajian Ketersediaan dan Pemanfaatan Skim Kredit untuk menunjang agribisnis di Pedesaan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor. Mohamed, K. 2003. Access to Formal and Quasi-Formal Credit by Smallholder Farmers and Artisanal Fishermen: A Case of Zanzibar. Research Report No.03.6. Ministry of Agriculture, Natural Resources, Environment and Cooperation, Zanzibar, Tanzania. http://www.repoa.or.tz [30 Agustus 2010]. Mosher, A. T. 1966. Getting Agriculture Moving: Essentials for Development modernization. Frederick A. Praeger Inc., New York. Mubiyarto. 1973. Pengantar Ekonomi Pertanian. Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial. PT. Repro International, Jakarta. Nizar, R. 2004. Analisis Permintaan dan Pengembalian Kredit Usahatani oleh Rumahtangga Petani Padi di Sumatera Barat. Tesis Magister Sains. Program Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Nugroho, T. W. 2006. Dampak Kebijakan Pembangunan Pertanian terhadap Pengentasan Kemiskinan di Indonesia. Tesis Magister Sains. Program Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Nurmanaf, R., E. L. Hastuti, Ashari, S. Friyatno dan W. Budi. 2006. Analisis Sistem Pembiayaan Mikro dalam Mendukung Usaha Pertanian di Perdesaan. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Bogor. Ogundari, K. and S. O. Ojo. 2006. An Examination of Technical, Economic and Allocative Efficiency of Small Farmer: The Case Study of Cassava Farmers in Osu State Nigeria. Journal of Central European Agriculture, 7 (3): 423 – 432. Pemerintah Popinsi Sumatera Utara. 2005. Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Propinsi Sumatera Utara. Tahun 2006-2010. Pemerintah Propinsi Sumatera Utara, Medan. Pusat Pembiayaan Pertanian. 2009. Laporan Realisasi Penyaluran Kredit Program 2008 Pusat Pembiayaan Pertanian, Jakarta.
124
Saptana, E. L. Hastuti, K. S. Indraningsih, Ashari, S. Priyatno, Sunarsih dan V. Darwis. 2006. Pengembangan Kelembangaan Kemitraan Usahatani Hortikultura di Sumatera Utara, Jawa Barat dan Bali. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Departemen Pertananian, Bogor. Sariwulan, R. T. 2000. Perkreditan Perdesaan dan Dampaknya terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kecil: Studi Kasus Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Tesis Magister Sains. Program Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Simatupang, P. and M. Rachmat. 1989. Expenditure Constraint of Javanese Rice Farming in Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, Bogor. . 1996. Konsep dan Pengukuran Produktifitas Total Faktor Produksi. Makalah Seminar Nasional ”Peningkatan Produktifitas Pertanian”, 6 – 7 Agustus 1996, Jakarta. . 2000. Kelayakan Pertanian sebagai Sektor Andalan Pembagunan Ekonomi Nasional. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departement Pertanian, Bogor. Soekartawi. 1989. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian Teori dan Aplikasi. CV. Rajawali, Jakarta. Sumaryanto. 2001. Estimasi Tingkat Efisiensi Usahatani Padi dengan Fungsi Produksi Frontier Stochastic. Jurnal Agroekonomi, 19 (1): 65-84. Supadi dan Sumedi. 2004. Tinjauan Umum Kebijakan Kredit Pertanian. Icaserd Working Paper No. 25. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Departemen Pertanian, Jakarta. Supriatna, A. 2008. Aksesibilitas Petani Kecil pada Sumber Kredit Pertanian di Tingkat Desa: Studi Kasus Petani Padi di Nusa Tenggara Barat. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Bogor, Bogor. http://ejournal.unud.ac.id [1 April 2010]. Susilowati, S. H. 2007. Dampak Kebijakan Ekonomi di Sektor Agroindustri terhadap Distribusi Pendapatan dan Kemiskinan di Indonesia. Disertasi Doktor. Program Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Suyatno, T., Chalik, H.A. Sukada, M. Ananda, dan Marala, D.,T. 2007. Dasardasar Perkreditan. Edisi Keempat. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Perbanas, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Syukur, M., Sumaryanto, C. Muslim dan C. A. Rasahan. 1990. Pola Pelayanan Kredit untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah di Pedesaan Jawa Barat. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Departemen Pertanian, Bogor.
125
Taylor, T. G., H. E. Drummond, and A. T. Gomes. 1986. Agricultural Credit Program and Production Efficiency: Analysis of Traditional Farming in Southeastern Minas Gerais, Brazil. American Journal of Agricultural Economics, 68 (1): 100 – 117. Todaro, M. P. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jilid 1 Edisi Keenam. Terjemahan, Penerbit Erlangga, Jakarta. Wagistina, S. 2002. Analisis Keragaan Lembaga Keuangan Syariah terhadap Kinerja Perekonomian Pedesaan: Studi Kasus di Kecamatan Leuwiliang dan Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor. Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
126
LAMPIRAN
127
Lampiran 1. Konsumsi Perkapita Sayuran di Indonesia Periode 2003-2008 (Kg/Th) KONSUMSI PERKAPITA NO KOMODITAS 2003
2004
2005
2006
2007
2008
1
Bawang Merah
2.22
2.19
2.21
2.08
3.01
2.74
2
Bawang Putih
1.13
1.15
1.21
1.09
1.51
1.71
3
Kentang
1.61
1.82
1.92
1.66
2.08
2.03
4
Kol/Kubis
1.87
2.03
2.03
1.82
1.87
1.92
5
Petsai/Sawi
0.47
0.47
0.78
0.47
0.73
0.88
6
Wortel
0.62
0.73
1.09
0.94
1.14
1.14
7
Cabe Besar
1.35
1.36
1.51
1.38
1.47
1.54
8
Cabe Rawit
1.20
1.14
1.16
1.16
1.51
1.44
9
Cabe Hijau
0.23
0.24
0.24
0.23
0.3
0.27
10
Tomat
1.52
1.52
1.34
1.17
2.09
2.23
11
Terung
2.86
2.55
2.55
2.65
3.48
2.92
12
Buncis
0.99
0.94
0.94
0.94
0.88
0.94
13
Ketimun
2.18
1.92
1.92
1.98
2.08
2.08
14
Labu Siam
0.73
0.83
0.94
1.09
1.46
1.46
15
Kangkung
5.04
4.52
4.94
4.99
4.94
4.78
16
Bayam
4.78
4.42
4.78
4.37
4.47
0.94
17
Kacang Panjang
3.74
3.43
3.69
4.00
3.8
3.8
18
Kacang Merah
19
Jamur
0.04
0.05
0.05
0.04
0.07
0.06
20
Sayuran lainnya
1.92
2.18
2.03
1.72
2.5
2.76
34.52
33.49
35.33
33.78
39.39
35.64
Total Sayuran Sumber
-
-
-
-
-
-
: Susenus BPS dalam Direktorat Jenderal Hortikultura, 2010.
128
Lampiran 2. Konsumsi Perkapita Buah-buahan di Indonesia Periode 2003-2008 (Kg/Th) KONSUMSI PERKAPITA No
KOMODITAS 2003
2004
2005
2006
2007
2008
1
Alpukat
0.21
0.21
0.1
0.36
0.78
0.52
2
Belimbing
0.05
0.05
0.05
0.05
0.1
0.05
3
Duku
0.73
0.62
0.1
0.52
4.42
0.94
4
Durian
1.56
0.94
0.21
0.78
1.92
1.61
5
Jambu
0.21
0.16
0.21
0.21
0.42
0.47
6
Jeruk
2.44
2.7
6.14
3.07
3.85
3.59
7
Mangga
3.12
1.04
0.26
0.16
0.36
0.26
8
Nangka/Cempedak
0.68
0.52
0.26
0.31
0.21
0.16
9
Nenas
0.47
0.52
0.47
0.42
0.31
0.31
10
Pepaya
2.44
2.34
3.28
2.03
1.61
1.98
11
Pisang
7.96
7.59
8.89
7.54
7.8
8.37
12
Rambutan
5.72
6.66
0.26
5.1
5.98
8.74
13
Salak
1.04
1.61
1.04
1.09
1.09
1.61
14
Sawo
0.1
0.1
0.16
0.1
0.1
0.16
15
Melon
0.47
0.26
0.47
0.16
0.36
0.16
16
Semangka
1.09
0.78
1.87
0.68
1.4
0.83
17
Kedondong
0.05
0.1
0.05
0.1
0.21
0.21
18
Apel
0.52
0.52
0.78
0.52
1.14
1.04
19
Tomat Buah
0.16
0.16
0.21
0.1
0.31
0.31
20
Buah lainnya
0.42
0.31
0.36
0.26
1.66
0.62
Total Buah-Buahan
29.44
27.19
25.17
23.56
34.06
31.92
Sumber
: Susenus BPS dalam Direktorat Jenderal Hortikultura, 2010
127
Lampiran 3. Metode Perhitungan “Factor Share dan Earner Share” Output Share
A. Factor Share 1. Input langsung (TC) 2. Tenaga kerja penanaman (T1) a. Dalam keluarga (T1a) b. Luar keluarga (T1b) 3. Tenaga kerja pemeliharaan (T2) a. Dalam keluarga (T2a) b. Luar keluarga (T2b) 4. Tenaga kerja panen (T3) a. Dalam keluarga (T3a) b. Luar keluarga (T3b) 5. Lahan (TL) 6. Manajemen (R) Total output B. Earner Share 1. Input langsung (TC) 2. Tenaga kerja upahan 3. Pemilik lahan 4. Penggarap Total ouput Total value added
Value Added Share
Absolut Share (Kg)
Relative Share (%)
Relative Share (%)
TC T1 T1a T1b T2
TC/Q x 100 T1/Q x 100 T1a/Q x 100 T1b/Q x 100 T2/Q x 100
T1/V x 100 T1a/V x 100 T1b/V x 100 T2/V x 100
T2a T2b T3 T3a T3b TL R Q
T2a/Q x 100 T2b/Q x 100 T3/Q x 100 T3a/Q x 100 T3b/Q x 100 TL/Q x 100 R/Q x 100 Q/Q x 100
T2a/V x 100 T2b/V x 100 T3/V x 100 T3a/V x 100 T3b/V x 100 TL/V x 100 R/V x 100 -
TC (T1a + T2a) TL (Q-TC-T1a-T2a-TL) Q
TC/Q x 100 (T1a + T2a)/Q x 100 TL/Q x 100 (Q-TC-T1a-T2a-TL)/Q x 100 Q/Q x 100
TC/V x 100 (T1a + T2a)/V x 100 TL/V x 100 (Q-TC-T1a-T2a-TL)/V x 100 -
(Q-TC)=V
V/V x 100
Sumber: Hutagaol (1985) 129
130
Lampiran 4. Luas Cakupan Wilayah berdasarkan Ketinggian Tempat dari Permukaan Laut di Kabupaten Simalungun Luas wilayah berdasarkan ketinggian tempat No
Kecamatan 0-500 mdpl
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Silimakuta Purba H.Horison Dolok Pardamean Sidamanik Pem. Sidamanik Gs. Bolon Tanah Jawa Hatonduan Dolok Panribuan Jorlang Hataran Panei Pan. Panei Raya Dolok Silau Silau Kahean Raya Kahean Tapian Dolog Dlk. Batu Nanggar Siantar Gunung Malela Gunung Maligas Hutabayu Raja JM. Bah Jambi Pem. Bandar Bandar Huluan Bandar Bandar Masilam Bosar Maligas Ujung Padang Pem. Silimakuta
Jumlah
21 395 7 120 15 613 17 372 1 980 825 350 2 000 2 050 4 360 21 475 19 650 12 610 11 690 6 846 10 897 5 852 10 918 9 772 9 500 10 235 29 440 22 350 -
244 300
500–1,000 mdpl
1,000 mdpl
350 1 045 355 1 025 6 975 3 600 1 150 -
7 400 16 155 3 095 8 920 1 381 8 919 11 150
6 820
7 750 17 200 3 450 9 945 8 356 12 519 12 300 21 395 27 580 15 613 7 372 15 430 9 225 7 230 8 220 33 560 28 845 22 050 22625 12 610 11 690 7 911 10 897 5 852 10 918 9 772 9 500 10 235 29 440 22 350 6 820
101 470
438 660
11 480
-
8 980 -
10 260 7 200 6 880 6 085 22 880 9 340 575 2 625 1 065 -
92 890
Luas (hektar)
3 190 1 200 135 8 630 15 145 350 -
Sumber: Laporan Tahunan Pemerintah Kabupaten Simalungun, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura, 2008.
131
Lampiran 5. Data Petani Contoh Petani Tomat di Kabupaten Simalungun
Obsv
Produksi (Y2)
Luas Lahan (X12)
Benih (X22)
Jumlah pupuk kimia (X32)
Jumlah pupuk organik (X42)
Jumlah Pestisida cair (X52)
1
1 500
0.04
0.91
146.49
50
1.00
2
1 500
0.08
0.74
152.00
50
0.50
3
2 500
0.08
0.91
191.00
100
1.00
4
1 500
0.08
0.63
200.00
50
2.00
5
6 160
0.08
1.49
480.91
100
9.09
6
2 500
0.08
1.43
111.43
0
1.26
7
2 600
0.08
1.71
244.57
25
1.53
8
3 750
0.10
0.74
90.91
25
3.57
9
6 500
0.12
2.86
265.97
150
1.57
10
7 100
0.12
2.51
273.26
200
4.03
11
4 500
0.12
1.43
198.33
150
1.00
12
12 000
0.12
2.29
486.32
0
14.00
13
8 000
0.12
0.74
113.00
0
1.00
14
3 500
0.12
0.86
17.33
50
2.20
15
6 000
0.12
1.76
146.43
150
13.16
16
3 000
0.16
1.26
204.55
200
1.00
17
9 000
0.16
2.06
352.22
200
2.96
18
5 000
0.16
1.26
199.14
100
1.00
19
5 000
0.16
1.26
444.00
200
7.16
20
9 900
0.16
2.06
61.67
110
16.85
21
4 000
0.16
1.26
50.00
50
0.50
22
4 000
0.16
1.26
250.00
100
3.20
23
12 000
0.20
3.43
366.28
400
19.29
24
12 000
0.20
2.97
365.00
100
12.57
25
8 000
0.20
0.74
134.38
150
6.95
26
12 000
0.20
4.29
326.04
75
3.63
27
12 000
0.20
0.43
343.00
75
3.89
28
7 500
0.20
10.00
98.67
500
1.00
29
6 750
0.20
2.23
128.85
100
2.79
30
7 500
0.20
1.49
285.71
60
6.67
132
Lampiran 5. Lanjutan Produksi Obsv (Y2) 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65
18 000 10 000 7 000 6 000 20 000 16 000 8 400 10 500 10 000 18 000 18 000 15 000 10 000 18 000 9 000 4 000 31 500 15 000 10 000 7 500 15 000 24 000 15 000 30 000 10 500 24 500 40 000 20 000 28 000 19 000 30 000 56 000 42 000 40 000 75 000
Luas Lahan (X12)
Benih (X22) 0.24 0.24 0.24 0.24 0.24 0.24 0.24 0.28 0.28 0.28 0.30 0.32 0.32 0.32 0.36 0.36 0.40 0.40 0.40 0.40 0.40 0.40 0.40 0.48 0.52 0.56 0.60 0.60 0.64 0.72 0.80 1.00 1.00 1.28 2.00
4.29 2.57 3.09 1.37 5.14 1.49 0.69 2.14 2.51 2.74 3.43 3.77 3.43 3.94 2.57 1.29 11.89 5.71 5.71 2.51 2.60 4.57 4.80 2.29 7.14 7.14 8.57 8.00 3.43 4.57 9.20 6.86 13.14 8.57 10.97
Jumlah pupuk kimia (X32) 546.51 126.92 148.49 276.98 1006.67 1209.60 510.00 194.29 425.22 645.00 322.58 77.23 372.68 83.88 0.00 192.74 975.92 575.83 490.00 575.83 386.84 430.11 307.40 556.80 722.73 633.33 1864.00 1552.50 938.83 1401.79 2674.29 1757.78 3476.10 1864.00 3512.00
Jumlah pupuk organik (X42) 400 300 500 250 500 300 200 0 305 600 225 150 400 200 180 60 600 500 500 500 300 300 100 500 550 500 1 000 250 800 0 1 500 2 800 1 600 1 000 2 000
Jumlah Pestisida cair (X52) 4.09 29.57 12.49 4.56 14.67 13.19 15.38 4.93 2.05 15.61 4.99 4.90 6.94 18.53 0.50 1.33 9.83 10.12 1.00 4.00 69.03 10.23 12.66 12.00 10.53 14.83 32.33 6.55 19.01 10.00 100.00 112.63 203.14 25.53 29.87
133
Lampiran 5. Lanjutan Jumlah Jumlah Umur pestisida Obsv tenaga petani padat kerja (X72) (Z12) (X62) 1 3.25 13 2 3.92 23
Pendidikan formal petani (Z22)
Pengalaman petani (Z32)
28
12
2
42
12
1
3
4.58
20
36
12
1
4
7.00
22
42
12
1
5
20.50
49
35
6
3
6
4.43
22
29
17
2
7
6.08
40
47
12
3
8
10.77
35
45
12
5
9
30.78
83
32
12
4
10
12.92
63
32
12
4
11
12.24
42
29
9
2
12
16.83
67
36
9
22
13
3.67
97
35
12
1
14
5.00
34
42
12
15
15
13.12
39
46
12
2
16
4.53
41
39
12
8
17
39.33
110
30
12
2
18
9.00
24
37
12
1
19
20.00
68
46
12
19
20
20.00
87
43
9
20
21
4.40
37
34
12
3
22
6.60
29
38
12
2
23
102.20
70
35
12
2
24
8.23
100
31
12
5
25
15.90
61
42
12
7
26
6.05
59
38
12
7
27
6.65
42
40
9
6
28
68.41
31
42
12
5
29
15.67
71
40
9
6
30
18.18
66
49
12
10
134
Lampiran 5. Lanjutan
Obsv 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65
Jumlah pestisida padat (X62) 22.40 15.08 29.25 20.40 64.00 4.90 28.91 17.86 14.75 41.55 27.12 85.60 17.75 38.85 120.00 59.64 169.01 20.67 13.00 22.86 30.02 72.34 34.64 15.35 25.35 50.00 174.55 121.00 30.60 30.50 400.00 224.77 440.00 128.00 142.36
Pendidikan formal petani (Z22)
Jumlah Umur tenaga petani kerja (X72) (Z12) 107 84 11 56 108 98 47 63 84 101 98 74 75 127 96 50 337 107 115 106 240 177 99 146 107 163 287 143 159 247 357 452 522 343 682
27 30 43 42 25 42 40 29 21 33 48 49 32 52 31 36 48 42 38 39 42 41 55 38 48 27 46 37 34 33 35 35 32 39 49
16 6 9 12 12 12 17 17 12 12 9 9 12 9 12 12 12 12 12 12 12 12 6 12 12 9 9 17 17 12 12 12 9 12 12
Pengalaman petani (Z32) 2 3 3 3 1 10 10 2 1 8 10 10 4 10 5 2 6 5 4 2 10 10 10 6 10 5 4 10 2 6 1 5 10 5 5
135
Lampiran 5. Lanjutan
Obsv
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Dummy kepemilika n lahan petani (Z42)
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1
Dummy akses petani pada Bank (Z62)
Dummy kelompok tani petani (Z52)
0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 1 1
0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Dummy akses petani pada pedagang (Z72)
Dummy akses petani pada Credit Union (Z82)
Dummy akses petani pada saprotan(Z92 )
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0
0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0
1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1
136
Lampiran 5. Lanjutan
Obsv
31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65
Dummy akses petani pada Credit Union (Z82)
Dummy akses petani pada pedagang (Z72)
Dummy kepemilikan lahan petani (Z42)
Dummy kelompok tani petani (Z52)
Dummy akses petani pada Bank (Z62)
1 0
0 0
1 0
0 1
0 0
0 0
1 1 1 1
0 1 0 1
0 0 0 0
1 0 0 0
0 1 0 0
0 0 1 1
1 1 1 1
1 0 0 0
0 1 1 0
0 0 0 0
0 0 0 0
1 0 0 1
0 1 1 1
1 1 1 1
0 0 0 0
1 1 1 0
0 0 0 0
0 0 0 1
1 1 1 1
0 0 0 0
1 0 1 1
0 0 0 0
0 0 0 0
0 1 0 0
1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 0 1 0 1 1
0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
1 1 1 0 0 1 1 0 0 0 1 0 0 1 0 1 1
0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 1 0 1 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 1 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0
Dummy akses petani pada saprotan(Z92)
137
Lampiran 6. Data Petani Contoh Petani Kentang di Kabupaten Simalungun
Produksi Obsv (Y1)
Luas Lahan (X11)
Benih (X21)
Jumlah pupuk kimia (X31)
Jumlah pupuk organik (X41)
Jumlah Pestisida cair (X51)
1 2 3 4 5 6 7 8
6 000 600 700 1 800 1 200 1 000 1 200 1 000
0.20 0.04 0.04 0.08 0.08 0.08 0.08 0.08
68.75 25.00 50.00 75.00 30.00 50.00 50.00 30.00
227.32 86.67 260.31 93.11 154.72 233.33 118.75 214.62
300 20 30 10 40 50 40 50
3.12 0.78 1.81 3.33 0.50 2.00 1.00 0.20
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
1 000 1 000 800 1 500 1 000 2 000 2 400 1 200 1 700 1200 2 500 3 500 2 500 2 500 2 500 2 500 3 000 4 800 2 000 3 500 3 200 10 000
0.08 0.08 0.08 0.12 0.12 0.16 0.16 0.16 0.16 0.16 0.20 0.20 0.20 0.20 0.20 0.20 0.20 0.24 0.24 0.28 0.30 0.32
62.50 62.50 62.50 75.00 75.00 125.00 50.00 90.00 150.00 75.00 125.00 112.50 125.00 187.50 75.00 93.75 131.25 300.00 150.00 281.25 300.00 1 000.00
41.52 41.52 193.00 249.47 91.82 344.55 268.18 135.00 209.72 232.22 352.22 438.33 338.75 151.33 362.00 435.00 380.00 575.00 200.00 308.75 243.64 882.85
30 30 50 60 20 100 80 50 30 50 100 150 100 140 100 100 50 120 110 175 50 200
2.00 2.00 2.00 2.00 3.28 1.00 2.00 0.20 0.50 0.00 2.70 3.88 1.00 2.00 2.00 1.00 1.00 5.56 2.53 6.73 0.25 14.00
138
Lampiran 6. Lanjutan
Produksi Obsv (Y1)
Luas Lahan (X11)
Benih (X21)
Jumlah pupuk kimia (X31)
Jumlah pupuk organik (X41)
Jumlah Pestisida cair (X51)
31
2 500
0.32
250.00
300.00
200
2.69
32
7 500
0.32
218.75
1 053.33
100
12.29
33
7 500
0.32
350.00
171.17
150
0.60
34
8 000
0.40
687.50
944.64
100
3.80
35
8 000
0.40
187.50
731.82
180
2.78
36
5 000
0.40
250.00
1 228.00
200
10.93
37
3 000
0.40
312.50
505.26
100
0.50
38
4 900
0.40
240.00
360.19
116
2.00
39
5 000
0.40
550.00
754.76
150
19.65
40
4 000
0.40
125.00
320.00
100
2.40
41
7 500
0.48
975.00
750.00
100
1.73
42
10 800
0.48
250.00
940.00
200
6.24
43
6 500
0.48
781.25
750.00
100
2.00
44
3 900
0.50
487.50
482.73
200
3.00
45
7 800
0.60
237.50
798.26
250
8.20
46
10 500
0.60
375.00
974.00
250
7.47
47
9 200
0.60
375.00
1 276.00
300
3.40
48
5 000
0.60
375.00
605.00
150
6.69
49
11 100
0.60
437.50
1 330.75
500
6.33
50
11 000
0.68
625.00
1 018.42
200
20.00
51
18 000
0.72
600.00
1 323.86
360
4.54
52
10 000
0.72
625.00
897.50
200
1.00
53
12 000
0.80
350.00
1 744.00
400
8.00
54
10 000
0.80
412.50
330.00
950
3.13
55
15 000
1.00
500.00
1 362.50
1 000
4.22
56
15 000
1.00
400.00
280.00
1 000
2.00
57
20 000
1.00
600.00
1 053.33
750
2.50
58
18 000
1.20
937.50
1 373.33
1 500
35.05
59
35 000
2.00
1 500.00
3 220.00
1 500
68.42
60
30 000
2.00
1 562.50
2 148.57
1 700
78.57
139
Lampiran 6. Lanjutan
Obsv
Jumlah Jumlah pestisida tenaga padat (X61) kerja (X71)
Pengalaman Pendidikan usahatani(Z31 formal (Z21) )
Umur (Z11)
1
4.29
63
50
9
20
2
4.09
11
29
17
2
3
2.00
12
29
18
0.5
4
13.69
28
40
6
10
5
5.00
19
27
9
5
6
3.67
24
42
12
5
7
4.33
22
35
12
5
8
8.08
25
46
12
19
9
11.12
17
30
12
5
10
11.12
18
54
6
20
11
0.50
22
28
12
1
12
5.62
28
34
12
1
13
4.76
19
37
12
6
14
9.67
47
37
12
1
15
9.50
43
29
9
2
16
2.00
15
60
9
15
17
6.27
17
36
12
2
18
0.00
20
33
6
8
19
12.91
43
39
12
7
20
12.64
49
29
6
7
21
6.33
53
45
12
10
22
13.82
50
38
12
3
23
11.91
53
42
12
3
24
10.00
43
38
12
2
25
3.25
55
31
12
5
26
24.55
65
34
17
2
27
5.50
62
40
12
0
28
12.23
61
38
9
10
29
15.00
32
31
12
5
30
30.33
92
32
12
4
140
Lampiran 6. Lanjutan
Obsv
Jumlah pestisida padat (X61)
Jumlah Umur tenaga kentang kerja (X71) (Z11)
Pendidikan formal (Z21)
Pengalaman (Z31)
31
10.00
61
41
12
5
32
3.00
81
50
12
25
33
15.82
135
52
9
5
34
13.05
95
38
12
6
35
11.47
107
21
12
0
36
62.18
78
36
12
0
37
20.00
60
45
12
22
38
10.00
35
31
12
6
39
50.00
55
37
17
5
40
15.36
74
38
6
5
41
10.00
80
26
12
1
42
26.15
139
48
12
5
43
10.00
44
43
12
4
44
13.25
67
46
12
5
45
27.06
160
29
17
2
46
23.54
124
49
12
5
47
53.18
162
39
12
5
48
28.80
69
40
9
3
49
43.91
55
33
12
8
50
46.00
59
33
12
6
51
40.00
56
48
6
12
52
27.00
127
45
12
10
53
7.80
113
42
12
5
54
26.05
180
49
12
8
55
39.42
283
33
12
6
56
42.70
207
42
12
10
57
32.21
90
56
12
13
58
80.00
76
35
12
10
59
90.77
306
35
12
5
60
160.00
53
32
9
1
141
Lampiran 6. Lanjutan
Obs v
Dummy kepemilika n lahan (Z41)
Dummy kelompo k tani (Z51)
Dummy akses pada Bank (Z61)
Dummy akses pada pedagan g (Z71)
Dummy akses pada Credit Union (Z81)
Dummy akses pada saprotan(Z91 )
1
1
0
1
0
0
0
2
1
0
0
0
0
1
3
1
0
0
0
0
1
4
1
0
1
0
0
0
5
0
0
0
1
0
0
6
1
0
0
0
1
0
7
1
1
0
0
1
0
8
1
0
0
0
1
0
9
1
1
0
0
1
0
10
1
1
0
0
1
0
11
1
0
0
0
0
1
12
1
0
0
0
0
1
13
1
1
0
0
0
1
14
1
0
0
1
0
0
15
0
0
0
1
0
0
16
1
1
0
0
1
0
17
1
0
0
0
0
1
18
1
1
0
0
0
1
19
1
0
1
0
0
0
20
1
1
1
0
0
0
21
1
0
0
1
0
0
22
0
1
0
1
0
0
23
1
1
0
0
1
0
24
1
0
0
0
0
1
25
1
1
0
0
0
1
26
1
0
1
0
0
0
27
1
1
0
0
1
0
28
1
1
0
0
1
0
29
1
0
1
0
0
0
30
1
1
0
1
0
0
142
Lampiran 6. Lanjutan
Obs v
31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60
Dummy kepemilika n lahan (Z41) 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0
Dummy akses pada Bank (Z61)
Dummy kelompo k tani (Z51) 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 0 0 1 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0
0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 1 1 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 1 0
Dummy akses pada pedagan g (Z71) 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 1 1 0 1
Dummy akses pada Credit Union (Z81)
Dummy akses pada saprotan(Z91 )
1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 1 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 1 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
130 143
Lampiran 7. Analisis Rata-Rata Pendapatan Usahatani Tomat di Daerah Penelitian dari Berbagai Sumber Akses Kredit per Hektar Petani Yang Akses Kredit Dari Bank Jumlah Fisik Produksi (Kg) Penerimaan
Nilai Rupiah
Persent ase
41,888
Petani Yang Akses Kredit Dari pedagang Jumlah Fisik
Nilai Rupiah
Petani Yang Akses Kredit Dari CU
Persent ase
46,380 111,165,700.04
Jumlah Fisik
Nilai Rupiah
Persent ase
43,610 108,664,737.65
Petani Yang Akses Kredit Dari Toko Jumlah Fisik
Nilai Rupiah
Persent ase
42,192 111,543,939.39
110,247,493.73
Pengeluaran A. Biaya Tunai 1. Benih
2,024,339.01
3.96
1,944,995.59
3.98
1,757,575.76
3.76
2,434,414.16
4.88
15,030,099.52
29.40
13,056,330.48
26.69
13,491,628.79
28.87
15,287,676.35
30.67
3. Pestisida Cair (liter)
2,607,012.73
5.10
3,931,507.77
8.04
2,161,287.88
4.62
2,756,805.03
5.53
4. Pestisida Padat (Kg)
6,916,520.46
13.53
9,036,800.60
18.47
5,099,621.21
10.91
8,263,848.81
16.58
5. Ajir, Tali dan Mulsa
8,859,394.32
17.33
6,678,666.01
13.65
8,518,750.00
-
7,486,474.52
15.02
6,725,071.64
13.16
4,125,200.62
8.43
636,363.64
1.36
1,495,258.98
3.00
2. Pupuk (Kg)
6. Tenaga Kerja Luar Keluarga (HOK) 7. Sewa, Mesin dan Biaya Lainnya Total Biaya Tunai
738,888.89
1.45
477,777.78
0.98
1,113,636.36
2.38
717,731.83
1.44
42,901,326.58
83.92
39,251,278.84
80.24
32,778,863.64
70.14
38,442,209.69
77.12
B. Biaya Di Perhitungkan 1. Tenaga Kerja Dalam Keluarga (HOK) 2. Sewa Lahan Total Biaya Di Perhitungkan C. Biaya Total D. Pendapatan Atas Biaya Tunai E. Pendapatan Atas Biaya Total
-
-
-
7,636,848.16
14.94
9,156,192.13
18.72
13,314,015.15
28.49
10,868,013.78
21.80
583,333.33
1.14
510,339.51
1.04
638,636.36
1.37
536,842.11
1.08
8,220,181.50
16.08
9,666,531.64
19.76
13,952,651.52
29.86
11,404,855.89
22.88
51,121,508.08
100.00
48,917,810.47
100.00
46,731,515.15
100.00
49,847,065.58
100.00
68,264,373.46
69,413,458.82
78,765,075.76
71,805,284.04
60,044,191.96
59,746,927.18
64,812,424.24
60,400,428.15
F. R/C Atas Biaya Tunai
2.59
2.77
3.40
2.87
G. R/C Atas Biaya Total
2.17
2.22
2.39
2.21
144
131
Lampiran 8. Analisis Rata-Rata Pendapatan Usahatani Kentang di Daerah Penelitian dari Berbagai Sumber Akses Kredit per Hektar Petani Yang Akses Kredit Dari Bank
Produksi (Kg) Penerimaan
Jumlah Fisik 17,086
Nilai Rupiah
Persent ase
48,044,298.25
Petani Yang Akses Kredit Dari pedagang Jumlah Fisik 15,944
Persent ase
Nilai Rupiah
42,883,298.32
Petani Yang Akses Kredit Dari CU Jumlah Fisik 12,581
Nilai Rupiah
Persent ase
37,010,416.67
Petani Yang Akses Kredit Dari Toko Jumlah Fisik 12,864
Nilai Rupiah
Persent ase
35,426,225.49
Pengeluaran A. Biaya Tunai 1. Benih
6,034,649.12
11.80
7,474,317.23
15.28
5,391,575.73
11.54
5,728,431.37
11.49
11,030,833.33
21.58
10,195,919.41
20.84
10,563,012.57
22.60
10,664,178.92
21.39
3. Pestisida Cair (liter)
1,125,526.32
2.20
964,362.16
1.97
947,755.46
2.03
1,011,360.29
2.03
4. Pestisida Padat (Kg)
3,542,688.60
6.93
3,347,307.71
6.84
3,063,690.48
6.56
2,808,198.53
5.63
2. Pupuk (Kg)
5. Ajir, Tali dan Mulsa 6. Tenaga Kerja Luar Keluarga (HOK) 7. Sewa, Mesin dan Biaya Lainnya Total Biaya Tunai B. Biaya Di Perhitungkan 1. Tenaga Kerja Dalam Keluarga (HOK) 2. Sewa Lahan Total Biaya Di Perhitungkan C. Biaya Total D. Pendapatan Atas Biaya Tunai E. Pendapatan Atas Biaya Total
4,559,473.68
8.92
3,999,939.31
8.18
624,173.28
1.34
1,237,058.82
2.48
697,368.42
1.36
669,642.86
1.37
625,000.00
1.34
575,482.35
1.15
26,990,539.47
52.80
26,651,488.68
54.48
21,215,207.51
45.40
22,024,710.29
44.18
-
-
-
4,389,473.68
8.59
6,313,692.81
12.91
8,726,091.27
18.67
6,209,607.84
12.46
597,894.74
1.17
602,678.57
1.23
600,000.00
1.28
488,235.29
0.98
4,987,368.42
9.76
6,916,371.38
14.14
9,326,091.27
19.96
6,697,843.14
13.44
31,977,907.89
62.55
33,567,860.06
68.62
30,541,298.78
65.35
28,722,553.43
57.62
21,053,758.77
16,231,809.64
15,795,209.16
13,401,515.20
16,066,390.35
9,315,438.26
6,469,117.89
6,703,672.06
F. R/C Atas Biaya Tunai
1.78
1.61
1.74
1.61
G. R/C Atas Biaya Total
1.50
1.28
1.21
1.23
132 145
Lampiran 9. Persentase Penggunaan Input Usahatani Tomat pada setiap Akses Kredit (Analisis Usahatani Tomat) 35.00% 30.00% 25.00% 20.00% petani bank 15.00%
petani Pedagang Petani CU
10.00%
Petani Toko
5.00% 0.00% 1. Benih
2. Pupuk (Kg) 3. Pestisida Cair (liter)
4. Pestisida Padat (Kg)
5. Ajir, Tali dan Mulsa
6. Tenaga Kerja Luar Keluarga (HOK)
7. 8.Tenaga 9.Sewa Lahan Sewa, Mesin Kerja Dalam dan Biaya Keluarga Lainnya (HOK)
133 146
Lampiran 10. Persentase Penggunaan Input Usahatani Kentang pada setiap Akses Kredit (Analisis Usahatani Kentang) 40.00% Petani Yang Akses Kredit Dari Bank
35.00% 30.00%
Petani Yang Akses Kredit Dari pedagang
25.00% 20.00%
Petani Yang Akses Kredit Dari CU
15.00%
Petani Yang Akses Kredit Dari Toko
10.00% 5.00% 0.00% 1. Benih
2. Pupuk (Kg) 3. Pestisida Cair (liter)
4. Pestisida Padat (Kg)
5. Ajir, Tali dan Mulsa
6. Tenaga Kerja Luar Keluarga (HOK)
7. 8.Tenaga 9.Sewa Lahan Sewa, Mesin Kerja Dalam dan Biaya Keluarga Lainnya (HOK)
147
Lampiran 11. Distribusi Pendapatan Usahatani Tomat Petani Yang Akses Kredit Dari Bank Added Output Share Absolut Share Relative Relatif (Kg) Share (%) Share (%) A. Factor Share 1.Input langsung (TC) 2.Tenaga kerja penanaman (T1) a. Dalam keluarga (T1a) b. Luar keluarga (T1b) 3.Tenaga kerja pemeliharaan (T2) a. Dalam keluarga (T2a) b. Luar keluarga (T2b) 4.Tenaga kerja panen (T3) a. Dalam keluarga (T3a) b. Luar keluarga (T3b) 5.Lahan (TL) 6.Manajemen (R) Total output B. Earner Share 1.Input langsung (TC) 2.Tenaga kerja upahan 3.Pemilik lahan 4.Penggarap Total ouput Total value added
35,437,366.05
31.88%
-
36,686,435.76
32.67%
-
704,089.24
0.63%
0.93%
878,897.06
0.78%
1.16%
414,198.02
0.37%
0.55%
711,462.42
0.63%
0.94%
289,891.22
0.26%
0.38%
167,434.64
0.15%
0.22%
10,215,635.11
9.19%
13.49%
9,323,378.27
8.30%
12.33%
5,589,596.88
5.03%
7.38%
5,985,044.93
5.33%
7.92%
4,626,038.23
4.16%
6.11%
3,338,333.33
2.97%
4.42%
3,527,290.52
3.17%
4.66%
3,785,375.82
3.37%
5.01%
1,676,022.84
1.51%
2.21%
3,117,401.96
2.78%
4.12%
1,851,267.68
1.67%
2.44%
667,973.86
0.59%
0.88%
583,333.33
0.52%
0.77%
540,359.48
0.48%
0.71%
62,619,970.68
56.33%
82.69%
30,212,857.49
26.90%
39.96%
111,165,700.04
100.00%
112,299,428.10
100.00%
148.52%
35,437,366.05
31.88%
46.80%
36,686,435.76
32.67%
48.52%
6,767,197.13
6.09%
8.94%
4,173,741.83
3.72%
5.52%
583,333.33
0.52%
0.77%
540,359.48
0.48%
0.71%
67,465,182.91
60.69%
89.09%
65,258,723.55
58.11%
86.31%
111,165,700.04
100.00%
-
112,299,428.10
100.00%
75,728,333.99
100.00%
Petani Yang Akses Kredit Dari CU Value Added Share Output Share Relatif Absolut Share Relative Share (%) Share (%) (Kg) A. Factor Share 1.Input langsung (TC) 2.Tenaga kerja penanaman (T1) a. Dalam keluarga (T1a) b. Luar keluarga (T1b) 3.Tenaga kerja pemeliharaan (T2) a. Dalam keluarga (T2a) b. Luar keluarga (T2b) 4.Tenaga kerja panen (T3) a. Dalam keluarga (T3a) b. Luar keluarga (T3b) 5.Lahan (TL) 6.Manajemen (R) Total output B. Earner Share 1.Input langsung (TC) 2.Tenaga kerja upahan 3.Pemilik lahan 4.Penggarap Total ouput Total value added
Petani Yang Akses Kredit Dari pedagang Added Output Share Relatif Absolut Share Relative Share (%) Share (%) (Kg)
31,028,863.64 1,132,575.76 1,132,575.76 9,212,878.79 8,712,878.79 500,000.00 2,950,378.79 2,814,015.15 136,363.64 638,636.36 61,327,973.48 111,543,939.39
27.82% 1.02% 1.02% 0.00% 8.26% 7.81% 0.45% 2.65% 2.52% 0.12% 0.57% 54.98% 100.00%
31,028,863.64 27.82% 636,363.64 0.57% 638,636.36 0.57% 67,216,969.70 60.26% 111,543,939.39 100.00% 80,515,075.76
1.41% 1.41% 0.00% 11.44% 10.82% 0.62% 3.66% 3.50% 0.17% 0.79% 76.17% 138.54%
38.54% 0.79% 0.79% 83.48% 100.00%
75,612,992.34
100.00%
Petani Yang Akses Kredit Dari Toko Value Added Share Output Share Absolut Share Relative Relatif Share (%) Share (%) (Kg) 36,539,218.88 974,446.53 899,007.94 75,438.60 8,017,199.25 7,318,180.87 699,018.38 3,175,720.55 2,446,146.62 729,573.93 563,157.89 61,222,453.16 110,247,493.73
33.14% 0.88% 0.82% 0.07% 7.27% 6.64% 0.63% 2.88% 2.22% 0.66% 0.51% 55.53% 100.00%
36,539,218.88 33.14% 1,504,030.91 1.36% 563,157.89 0.51% 62,481,781.54 56.67% 110,247,493.73 100.00% 73,708,274.85
1.32% 1.22% 0.10% 10.88% 9.93% 0.95% 4.31% 3.32% 0.99% 0.76% 83.06% 149.57%
49.57% 2.04% 0.76% 84.77% 100.00%
148
Lampiran 12. Distribusi Pendapatan Usahatani Kentang Petani Yang Akses Kredit Dari Bank Added Output Share Absolut Share (Kg) A. Factor Share 1.Input langsung (TC) 2.Tenaga kerja penanaman (T1) a. Dalam keluarga (T1a) b. Luar keluarga (T1b) 3.Tenaga kerja pemeliharaan (T2) a. Dalam keluarga (T2a) b. Luar keluarga (T2b) 4.Tenaga kerja panen (T3) a. Dalam keluarga (T3a) b. Luar keluarga (T3b) 5.Lahan (TL) 6.Manajemen (R) Total output B. Earner Share 1.Input langsung (TC) 2.Tenaga kerja upahan 3.Pemilik lahan 4.Penggarap Total ouput Total value added
Relative Relatif Share (%) Share (%)
B. Earner Share 1.Input langsung (TC) 2.Tenaga kerja upahan 3.Pemilik lahan 4.Penggarap Total ouput Total value added
Absolut Share (Kg)
Relative Relatif Share (%) Share (%)
21,733,697.37
45.24%
-
21,981,906.51
51.26%
-
963,157.89
2.00%
3.66%
1,107,539.68
2.58%
5.30%
450,877.19
0.94%
1.71%
594,187.68
1.39%
2.84%
512,280.70
1.07%
1.95%
513,352.01
1.20%
2.46%
5,840,701.75
12.16%
22.20%
6,958,183.94
16.23%
33.29%
3,391,403.51
7.06%
12.89%
5,147,390.29
12.00%
24.63%
2,449,298.25
5.10%
9.31%
1,810,793.65
4.22%
8.66%
2,006,491.23
4.18%
7.63%
2,253,384.69
5.25%
10.78% 3.76%
489,298.25
1.02%
1.86%
785,924.37
1.83%
1,517,192.98
3.16%
5.77%
1,467,460.32
3.42%
7.02%
569,473.68
1.19%
2.16%
602,678.57
1.41%
2.88%
17,201,438.60
35.80%
65.38%
48,044,298.25
100.00%
21,733,697.37
45.24%
4,478,771.93
9.32%
569,473.68
8,754,921.45
20.42%
41.89%
42,883,298.32
100.00%
205.17%
82.60%
21,981,906.51
51.26%
105.17%
17.02%
3,791,605.98
8.84%
18.14%
1.19%
2.16%
602,678.57
1.41%
2.88%
21,409,548.25
44.56%
81.37%
13,771,210.90
32.11%
65.89%
48,044,298.25
100.00%
-
42,883,298.32
100.00%
26,310,600.88
100.00%
Petani Yang Akses Kredit Dari CU Value Added Share Output Share Absolut Share Relative Relatif (Kg) Share (%) Share (%) A. Factor Share 1.Input langsung (TC) 2.Tenaga kerja penanaman (T1) a. Dalam keluarga (T1a) b. Luar keluarga (T1b) 3.Tenaga kerja pemeliharaan (T2) a. Dalam keluarga (T2a) b. Luar keluarga (T2b) 4.Tenaga kerja panen (T3) a. Dalam keluarga (T3a) b. Luar keluarga (T3b) 5.Lahan (TL) 6.Manajemen (R) Total output
Petani Yang Akses Kredit Dari pedagang Added Output Share
19,966,034.23 1,192,361.11 1,074,305.56 118,055.56 6,176,504.63 6,130,208.33 46,296.30 1,835,565.48 1,375,744.05 459,821.43 588,078.70 7,812,287.78 37,010,416.67
53.95% 3.22% 2.90% 0.32% 16.69% 16.56% 0.13% 4.96% 3.72% 1.24% 1.59% 21.11% 100.00%
19,966,034.23 53.95% 624,173.28 1.69% 588,078.70 1.59% 7,876,045.80 21.28% 37,010,416.67 100.00% 17,044,382.44
20,901,391.81
7.00% 6.30% 0.69% 36.24% 35.97% 0.27% 10.77% 8.07% 2.70% 3.45% 45.83% 217.14%
21,475,429.69 1,086,041.67 797,291.67 288,750.00 5,068,125.00 4,710,312.50 357,812.50 1,632,187.50 964,375.00 667,812.50 602,075.00 5,864,810.42 34,827,864.58
117.14% 3.66% 3.45% 46.21%
21,475,429.69 61.66% 1,314,375.00 3.77% 602,075.00 1.73% 6,278,380.73 18.03% 34,827,864.58 100.00% 13,352,434.90
100.00%
100.00%
Petani Yang Akses Kredit Dari Toko Value Added Share Output Share Absolut Share Relative Relatif (Kg) Share (%) Share (%) 61.66% 3.12% 2.29% 0.83% 14.55% 13.52% 1.03% 4.69% 2.77% 1.92% 1.73% 16.84% 100.00%
8.13% 5.97% 2.16% 37.96% 35.28% 2.68% 12.22% 7.22% 5.00% 4.51% 43.92% 260.84%
160.84% 9.84% 4.51% 47.02% 100.00%
149
Lampiran 13. Rata-Rata Efisiensi Teknis Usahatani Tomat
0.8 0.7 0.6 0.5 0.4
Rata-rata Efisiensi Teknis Usahatani Tomat
0.3
Standar Deviasi
0.2 0.1 0 Petani Bank
Petani Pedagang
Petani CU
Petani Toko
Lampiran 14. Rata-Rata Efisiensi teknis Usahatani Kentang
0.45 0.4 0.35 0.3 0.25
Rata-rata Efisiensi Teknis Usahatani Kentang
0.2
Standar Deviasi
0.15 0.1 0.05 0 Petani Bank
Petani Pedagang
Petani CU
Petani Toko
150
Lampiran 15. Rata-Rata Efisiensi Ekonomis Usahatani Tomat
0.2 0.18 0.16 0.14 0.12
Rata-rata Efisiensi Ekonomis Usahatani Kentang
0.1 0.08
Standar Deviasi
0.06 0.04 0.02 0 Petani Bank
Petani Petani CU Pedagang
Petani Toko
Lampiran 16. Rata-Rata Efisiensi Alokatif Usahatani Tomat
0.6 0.5 0.4 Rata-rata Efisiensi Alokatif Usahatani Kentang
0.3
Standar Deviasi 0.2 0.1 0 Petani Bank
Petani Pedagang
Petani CU
Petani Toko
151
Lampiran 17. Analis R/C atas Biaya total Usahatani Sayuran 2.50 2.00 1.50
Usahatani Kentang (R/C)
1.00 0.50
Usahatani Tomat (R/C)
-
Lampiran 18. “Factor Share dan Earner Share” Usahatani Tomat di Kabupaten Simalungun
70.00% 60.00% 50.00% Petani Yang Akses Kredit Dari Bank
40.00%
Petani Yang Akses Kredit Dari pedagang
30.00%
Petani Yang Akses Kredit Dari CU
20.00%
Petani Yang Akses Kredit Dari Toko
10.00% 0.00% 1.Input langsung (TC)
2.Tenaga kerja upahan
3.Pemilik lahan
4.Penggarap
152
Lampiran 19. “Factor Share dan Earner Share” Usahatani Kentang di Kabupaten Simalungun
70.00% 60.00% Petani Yang Akses Kredit Dari Bank
50.00% 40.00%
Petani Yang Akses Kredit Dari pedagang
30.00% 20.00%
Petani Yang Akses Kredit Dari CU
10.00% 0.00% 1.Input langsung (TC)
2.Tenaga kerja upahan
3.Pemilik lahan
4.Penggarap
Petani Yang Akses Kredit Dari Toko
153
Lampiran 20. Hasil Analisis Pendugaan Fungsi Produksi Usahatani Tomat Output from the program FRONTIER (Version 4.1c) instruction file = terminal data file = tomat.dta
Tech. Eff. Effects Frontier (see B&C 1993) The model is a production function The dependent variable is logged
the ols estimates are :
beta 0 beta 1 beta 2 beta 3 beta 4 beta 5 beta 6 beta 7 sigma-squared
coefficient 0.77032925E+01 0.34261155E+00 0.17871479E+00 - 0.10962337E -01 - 0.55965635E -02 0.16230094E+00 - 0.20465739E -01 0.38101750E+00 0.10489027E+00
standard-error 0.55631610E+00 0.11144641E+00 0.87099198E -01 0.26717959E -01 0.12880990E -01 0.47733220E -01 0.65330653E -01 0.98127426E -01
t-ratio 0.13846970E+02 0.30742269E+01 0.20518534E+01 - 0.41029845E+00 - 0.43448241E+00 0.34001675E+01 - 0.31326395E+00 0.38828849E+01
log likelihood function = -0.14680265E+02 the final mle estimates are :
beta 0 beta 1 beta 2 beta 3 beta 4 beta 5 beta 6 beta 7 delta 0 delta 1 delta 2 delta 3 delta 4 delta 5 delta 6 delta 7 delta 8
coefficient
standard-error
t-ratio
0.78605911E+01 0.32459401E+00 0.24824316E+00 -0.62609836E-02 -0.32298190E-02 0.15380734E+00 0.42214389E-02 0.37635762E+00 0.12068475E+00 0.15857714E-01 -0.14820831E-02 0.45319352E-02 -0.37509688E+00 -0.44393701E+00 0.75206686E-01 - 0.16405022E+00 0.12862432E+00
0.47221958E+00 0.10136164E+00 0.82258053E-01 0.24226259E-01 0.11840277E-01 0.44661560E-01 0.62982565E-01 0.90678507E-01 0.62849724E+00 0.83857571E-02 0.26187510E-01 0.12286856E-01 0.17389399E+00 0.11061639E+00 0.48358987E+00 0.46200331E+00 0.47980558E+00
0.16646051E+02 0.32023359E+01 0.30178585E+01 - 0.25843790E+00 -0.27278238E+00 0.34438418E+01 0.67025515E-01 0.41504611E+01 0.19202114E+00 0.18910295E+01 -0.56595038E-01 0.36884419E+00 - 0.21570433E+01 - 0.40133025E+01 0.15551750E+00 - 0.35508451E+00 0.26807591E+00
154
delta 9 0.80903966E-01 sigma-squared 0.61364915E-01 gamma 0.30428286E-01 log likelihood function LR test of the one-sided error technical efficiency estimates :
firm year 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
eff.-est. 0.76698137E+00 0.58801420E+00 0.65290104E+00 0.58523410E+00 0.96839178E+00 0.75848871E+00 0.56462406E+00 0.58446062E+00 0.98597897E+00 0.72197723E+00 0.66671744E+00 0.84965545E+00 0.97594957E+00 0.85789234E+00 0.62273815E+00 0.62922698E+00 0.65896906E+00 0.86217057E+00 0.51144075E+00 0.53617304E+00 0.69965456E+00 0.65714517E+00 0.60963074E+00 0.91738662E+00 0.99066981E+00 0.94558185E+00 0.93939725E+00 0.61329247E+00 0.94670335E+00 0.82609330E+00 0.80017608E+00 0.64384963E+00 0.77329536E+00 0.90118195E+00 0.81603069E+00 0.92863518E+00 0.94941715E+00
0.47438353E+00 0.14842804E-01 0.24243709E+00
= -0.24497462E+01 = 0.24461037E+02
0.17054548E+00 0.41343208E+01 0.12551003E+00
155
38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
0.77014798E+00 0.86805730E+00 0.70006659E+00 0.74608554E+00 0.97951518E+00 0.99470556E+00 0.78713821E+00 0.72882218E+00 0.67045243E+00 0.55866795E+00 0.61296621E+00 0.65321161E+00 0.64365653E+00 0.59221869E+00 0.82909949E+00 0.74513066E+00 0.97274866E+00 0.53850659E+00 0.67595995E+00 0.57676048E+00 0.64916955E+00 0.71514646E+00 0.60969771E+00 0.60061459E+00 0.68395284E+00 0.60060533E+00 0.64041448E+00 0.55158055E+00
mean efficiency = 0.73848040E+00
156
Lampiran 21. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Usahatani Kentang
Output from the program FRONTIER (Version 4.1c) instruction file = terminal data file = kentang.dta
Tech. Eff. Effects Frontier (see B&C 1993) The model is a production function The dependent variable is logged
the ols estimates are : coefficient beta 0 beta 1 beta 2 beta 3 beta 4 beta 5 beta 6 beta 7 sigma-squared
0.53826534E+01 0.38930062E+00 0.14242868E+00 0.15225454E+00 0.11088592E+00 0.37086398E-01 0.75002980E-01 0.24132112E+00 0.80340916E-01
standard-error 0.99770822E+00 0.15660865E+00 0.90137066E-01 0.74596220E-01 0.80519100E-01 0.42398638E-01 0.54865533E-01 0.88248809E-01
t-ratio 0.53950176E+01 0.24858181E+01 0.15801345E+01 0.20410490E+01 0.13771381E+01 0.87470730E+00 0.13670327E+01 0.27345539E+01
log likelihood function = -0.51989977E+01
the final mle estimates are : coefficient beta 0 beta 1 beta 2 beta 3 beta 4 beta 5 beta 6 beta 7 delta 0 delta 1 delta 2 delta 3 delta 4 delta 5
0.63311048E+01 0.34513490E+00 0.17802237E+00 0.12229190E+00 0.99865696E-01 0.59685427E-01 0.59301874E-01 0.24047938E+00 0.73255527E+00 0.14294637E-02 0.23053978E-01 - 0.15565088E-01 - 0.25662023E+00 0.82874211E-01
standard-error
t-ratio
0.15121277E+01 0.41868851E+01 0.21028931E-01 0.16412384E+02 0.39059714E-01 0.45576978E+01 0.65737032E-01 0.18603197E+01 0.51637342E-01 0.19339821E+01\ 0.16331757E-01 0.36545625E+01 0.46494631E-01 0.12754564E+01 0.82886413E-01 0.29013124E+01 0.41903069E+00 0.17482139E+01 0.49793787E-02 0.28707671E+00 0.12988996E-01 0.17748853E+01 0.69826596E-02 - 0.22291059E+01 0.10739069E+00 - 0.23895948E+01 0.86202741E-01 0.96138719E+00
157
delta 6 0.13822651E+00 delta 7 0.95492842E-02 delta 8 0.34272679E+00 delta 9 0.24447426E+00 sigma-squared 0.48073092E-01 gamma 0.99999999E+00 log likelihood function LR test of the one-sided error technical efficiency estimates :
firm year 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
0.42038856E+00 0.43804392E+00 0.40105228E+00 0.42036770E+00 0.80484495E-02 0.89015831E+01
= 0.58603085E+01 = 0.22118613E+02
eff.-est. 0.80816635E+00 0.41196535E+00 0.34661577E+00 0.57971773E+00 0.48583417E+00 0.30476730E+00 0.42800927E+00 0.36558346E+00 0.38726053E+00 0.38197389E+00 0.27560482E+00 0.33837619E+00 0.30620590E+00 0.30360246E+00 0.44369505E+00 0.36919349E+00 0.40881316E+00 0.31523171E+00 0.33165909E+00 0.42004310E+00 0.35076151E+00 0.32351055E+00 0.35216806E+00 0.36647592E+00 0.45464079E+00 0.39500077E+00 0.24761343E+00 0.30034016E+00 0.43426117E+00 0.46619612E+00 0.22143398E+00 0.57291575E+00 0.60640813E+00 0.44240272E+00
0.32880654E+00 0.21799833E-01 0.85456887E+00 0.58157241E+00 0.59729630E+01 0.11233957E+00
158
35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
0.54125065E+00 0.26847787E+00 0.25328905E+00 0.48623686E+00 0.27113717E+00 0.36973041E+00 0.41778380E+00 0.53302735E+00 0.43109138E+00 0.23699289E+00 0.34061797E+00 0.44473207E+00 0.34669803E+00 0.27052467E+00 0.48619960E+00 0.44890757E+00 0.73908739E+00 0.41707708E+00 0.45015774E+00 0.36063382E+00 0.34800344E+00 0.49299230E+00 0.65614733E+00 0.38998403E+00 0.35943446E+00 0.46398411E+00
mean efficiency = 0.40617745E+00
159
Lampiran 22. Pengujian Beda Rata-Rata Dua Sampel Pengujian-t beda rata-rata dua sampel yang independen untuk pengujian parametric dapat berupa pengujian-Z atau pengujian-t. Pengujian-Z (Z-test) digunakan untuk sampel besar (lebih dari 30 observasi) atau untuk sampel kecil tetapi terdistribusi normal dengan varian populasi yang diketahui dengan rumus sebagai berikut:
Untuk sampel yang kecil yang populasinya berdistribusi normal dan diasumsikan keduanya mempunyai varian yang sama, maka rumus dari pengujian-t adalah sebagai berikut:
Dengan
Dimana:
μ1 μ2 S1 S2 n1 n2
= nilai rata-rata sampel ke-1 = nilai rata-rata sampel ke-2 = nilai rata-rata populasi sampel ke-1 = nilai rata-rata populasi sampel ke-2 = deviasi standar sampel ke-1 = deviasi standar sampel ke-2 = varian dari sampel gabungan = jumlah observasi di dalam sampel ke-1 = jumlah observasi di dalam sampel ke-2