ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN Studi Kasus
DAS BRANTAS
DIREKTORAT KEHUTANAN DAN KONSERVASI SUMBER DAYA AIR BAPPENAS
DIREKTORAT KEHUTANAN DAN KONSERVASI SUMBER DAYA AIR DESEMBER 2012
KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
KATA PENGANTAR Pada Kajian Analisa Perubahan Penggunaan Lahan di Ekosistem DAS dalam Menunjang Ketahanan Air dan Ketahanan Pangan ini, wilayah yang dikaji adalah DAS Brantas. DAS Brantas merupakan salah satu lumbung pangan nasional. Laporan kajian ini berisikan pendahuluan, metode penelitian, gambaran umum wilayah, analisa dan pembahasan, serta kesimpulan dan indikasi program. Adapun analisa yang dilakukan adalah analisa perubahan penggunaan lahan, analisa erosi dan sedimentasi, analisa dampak perubahan penggunaan lahan terhadap ketahanan air dan pangan, analisa proyeksi penduduk, analisa produksi padi, analisa keseimbangan produksi-konsumsi, analisa daya dukung lahan, analisa jumlah penduduk optimal, analisa hidrologi dan debit limpasan, analisa ketersediaan air, analisa kebutuhan air, analisa neraca air, analisa kebijakan, analisa kondisi DAS, dan analisa SWOT dan kelembagaan. Tim penyusun mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan laporan ini. Semoga yang dihasilkan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan. Jakarta, Desember 2012
i
KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
DAFTAR KOSAKATA (GLOSSARY) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah bidang lahan pertanian yang ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan secara konsisten guna menghasilkan pangan pokok bagi kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan nasional.
Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah lahan potensial yang dilindungi pemanfaatannya agar kesesuaian dan ketersediaannya tetap terkendali untuk dimanfaatkan sebagai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan pada masa yang akan datang.
Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau.
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG
Tata Ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
Struktur Ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarkis memiliki hubungan fungsional.
Pola Ruang adalah distribusi peruntukkan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukkan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukkan ruang untuk fungsi budidaya.
Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang.
Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya.
Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional. ii
KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budi daya.
Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan.
Kawasan budi daya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan. Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.
Kawasan agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu atau lebih pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian dan pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fungsional dan hierarki keruangan satuan sistem permukiman dan sistem agrobisnis.
Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.
Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR
Air adalah semua air yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut yang berada di darat.
Sumber daya air adalah air, sumber air, dan daya air yang terkandung di dalamnya.
Pengelolaan sumber daya air adalah upaya merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air
Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 km2.
iii
KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Konservasi sumber daya air adalah upaya memelihara keberadaan serta keberlanjutan keadaan, sifat, dan fungsi sumber daya air agar senantiasa tersedia dalam kuantitas dan kualitas yang memadai untuk memenuhi kebutuhan makhluk hidup, baik pada waktu sekarang maupun yang akan datang.
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI
Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disebut DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.
Pengelolaan DAS adalah upaya manusia dalam mengatur hubungan timbal balik antara sumberdaya alam dengan manusia di dalam DAS dan segala aktivitasnya, agar terwujud kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatnya
kemanfaatan
sumberdaya
alam
bagi
manusia
secara
berkelanjutan.
Klasifikasi DAS adalah pengkategorian DAS berdasarkan kondisi lahan serta kualitas, kuantitas, dan kontinuitas air, sosial ekonomi, investasi bangunan air dan pemanfaatan ruang wilayah
DAS yang dipulihkan daya dukungnya adalah DAS yang kondisi lahan serta kualitas, kuantitas dan kontinuitas air, sosial ekonomi, investasi bangunan air dan pemanfaatan ruang wilayah tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
DAS yang dipertahankan daya dukungnya adalah DAS yang kondisi lahan, kualitas, kuantitas dan kontinuitas air, sosial ekonomi, investasi bangunan air dan pemanfaatan ruang wilayah berfungsi sebagaimana mestinya.
Daya Dukung DAS adalah kemampuan DAS untuk mewujudkan kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatnya kemanfaatan sumberdaya alam bagi manusia dan makhluk hidup lainnya secara berkelanjutan.
Instansi Terkait adalah kementerian/lembaga pemerintahan non kementerian, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota yang berkepentingan dengan pengelolaan DAS.
iv
KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ................................................................................................. i DAFTAR KOSAKATA (GLOSSARY) ........................................................................ ii DAFTAR ISI .............................................................................................................. v DAFTAR TABEL ........................................................................................................ ix DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... xiv BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. I-1 1.1 LATAR BELAKANG .............................................................................................................I-1 1.2 TUJUAN DAN SASARAN ..................................................................................................I-5 1.3 RUANG LINGKUP ..............................................................................................................I-6 1.3.1 RUANG LINGKUP WILAYAH ................................................................................I-6 1.3.2 RUANG LINGKUP MATERI ....................................................................................I-6 1.3.3 BATASAN PENELITIAN............................................................................................I-7 1.4 METODOLOGI ...................................................................................................................I-7 1.5 HASIL YANG DIHARAPKAN.............................................................................................I-8 1.6 KERANGKA PEMIKIRAN ...................................................................................................I-8 1.7 SISTEMATIKA PEMBAHASAN...........................................................................................I-9 BAB II METODOLOGI PENELITIAN ........................................................................... II-1 2.1 GARIS BESAR METODOLOGI ........................................................................................ II-1 2.2 KERANGKA ANALISIS ...................................................................................................... II-1 2.3 METODOLOGI PEKERJAAN ............................................................................................ II-5 2.3.1 METODE PENGUMPULAN DATA ................................................................... II-5 2.3.2 METODE PENGOLAHAN DATA ..................................................................... II-8 2.3.3 METODE ANALISIS DATA ................................................................................ II-9 2.4 JADWAL RENCANA KERJA............................................................................................. II-53 BAB III GAMBARAN UMUM .................................................................................... III-1 3.1 GAMBARAN UMUM DAS BRANTAS ............................................................................. III-1 3.2 KONDISI FISIK DAS BRANTAS........................................................................................ III-7 3.2.1 KONDISI MORFOLOGI DAS .......................................................................... III-7 3.2.2 KONDISI FISIOGRAFI DAS ............................................................................. III-8 3.2.3 KONDISI TOPOGRAFI DAN KEMIRINGAN LERENG DAS BRANTAS ...... III-8 3.2.4 KONDISI JARINGAN SUNGAI ....................................................................... III-10 3.2.5 ORIENTASI DAS ................................................................................................ III-11 3.2.6 KONDISI TANAH .............................................................................................. III-11 3.2.7 KONDISI IKLIM .................................................................................................. III-12 3.2.8 KONDISI DEBIT SUNGAI ................................................................................. III-13 3.2.9 KONDISI KUALITAS AIR SUNGAI DI DAS BRANTAS .................................. III-14 3.2.10 KONDISI PENGGUNAAN LAHAN ................................................................. III-15 v
KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
3.2.11 KONDISI DAS BRANTAS BERDASARKAN HULU-TENGAH-HILIR ............. III-16 3.3 ISU KETERSEDIAAN AIR DI INDONESIA ........................................................................ III-24 3.4 ISU TERKAIT POTENSI DAN ALIH FUNGSI LAHAN SAWAH .................................... III-27 3.5 ISU TERKAIT KETAHANAN PANGAN ............................................................................ III-29 3.6 ISU TERKAIT PRODUKSI, KEBUTUHAN DAN KETAHANAN PANGAN BERAS ........ III-31 3.7 ISU TERKAIT DAYA DUKUNG LAHAN PERTANIAN .................................................... III-33 3.8 POTENSI DAS BRANTAS.................................................................................................. III-34 3.9 PERMASALAHAN DAS BRANTAS ................................................................................... III-35 3.10 GAMBARAN DAN KEBIJAKAN TERKAIT DAS BERDASARKAN RTRW MASING-MASING WILAYAH YANG TERMASUK DAS BRANTAS .............. III-41 3.11 PROGRAM TERKAIT DAS BRANTAS YANG DILAKSANAKAN JASA TIRTA............ III-89 3.11.1 PENGERUKAN SEDIMENTASI ......................................................................... III-90 3.11.2 KEGIATAN PENANAMAN VEGETASI ............................................................ III-91 3.11.3 PEMBIBITAN (LABORATORIUM KULTUR JARINGAN) ................................ III-91 3.11.4 PENYULUHAN DALAM KEGIATAN JKPKA ................................................... III-91 BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN .................................................................... IV-1 4.1 PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN .......................................................................... IV-1 4.2 ANALISIS EROSI DAN SEDIMENTASI............................................................................. IV-12 4.3 DAMPAK PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAS TERHADAP KETAHANAN AIR DAN PANGAN ............................................................. IV-44 4.4 PROYEKSI PENDUDUK ..................................................................................................... IV-51 4.5 ANALISIS PRODUKSI PADI .............................................................................................. IV-54 4.6 ANALISIS KESEIMBANGAN PRODUKSI-KONSUMSI .................................................. IV-58 4.7 ANALISIS DAYA DUKUNG LAHAN ................................................................................ IV-62 4.8 ANALISIS JUMLAH PENDUDUK OPTIMUM .................................................................. IV-63 4.9 ANALISIS HIDROLOGI DAN DEBIT LIMPASAN............................................................ IV-64 4.10 ANALISIS KETERSEDIAAN AIR......................................................................................... IV-80 4.11 ANALISIS KEBUTUHAN AIR ............................................................................................. IV-94 4.12 ANALISIS NERACA AIR ................................................................................................. IV-106 4.13 ANALISIS KEBIJAKAN.................................................................................................... IV-118 4.13.1 UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN ...................................................................................... IV-119 4.13.2 UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG................................................................................. IV-121 4.13.3 UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBERDAYA AIR .................................................................................... IV-124 4.13.4 UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOK AGRARIA ............................... IV-126 4.13.5 PP NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAS ..... IV-126 4.13.6 PP NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG................................................................................. IV-128
vi
KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
4.13.7 PP NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL ................................................... IV-129 4.13.8 PP NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH, PEMERINTAH DAERAH PROVINSI DAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN/KOTA ........... IV-129 4.13.9 PP NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI ............................ IV-130 4.13.10 PP NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG PERUM JASA TIRTA .......... IV-130 4.13.11 PERPRES NOMOR 33 TAHUN 2011 TENTANG KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR .......... IV-131 4.13.12 INSTRUKSI PRESIDEN NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGAMANAN PRODUKSI BERAS NASIONAL DALAM MENGHADAPI KONDISI IKLIM EKSTRIM ............................................. IV-131 4.13.13 INSTRUKSI PRESIDEN NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG FOKUS PROGRAM EKONOMI TAHUN 2008 - 2009 ...................... IV-131 4.13.14 PERMEN NOMOR P.12/MENHUT-II/2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR P.32/MENHUT-II/2009 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA TEKNIK REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (RTK RHL-DAS) .................. IV-133 4.13.15 PERMEN NOMOR P.43/MENHUT-II/2011 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR P.4/MENHUT-II/2009 TENTANG PENYELESAIAN HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI SEMENTARA ......... IV-135 4.13.16 PERMEN NOMOR P.42/MENHUT-II/2009 TENTANG POLA UMUM, KRITERIA, DAN STANDAR PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU .................................................... IV-135 4.13.17 PERMEN NOMOR P.39/MENHUT-II/2009 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN DAS TERPADU .............. IV-136 4.13.18 SK.328/MENHUT-II/2009 TENTANG PENETAPAN DAERAH ALIRAN SUNGAI PRIORITAS DALAM RANGKA RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH TAHUN 2010-2014 ....... IV-138 4.13.19 MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (MP3EI) ............................................................ IV-138 4.13.20 SISTEM PERENCANAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI ..................................................................................................... IV-140 4.13.21 RTRW PROVINSI JAWA TIMUR ............................................................ IV-141 4.13.22 ARAHAN PEMANFAATAN RUANG DAS BRANTAS SAMPAI TAHUN 2020 ............................................................................................ IV-143 4.13.23 RENCANA DAN STRATEGI PENGELOLAAN DAS BRANTAS TERPADU PROVINSI JAWA TIMUR ....................................................... IV-147 4.13.24 KEBIJAKAN LAIN TERKAIT ALIH GUNA LAHAN PERTANIAN ........... IV-152 4.13.25 PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (PHBM) ............. IV-155 4.14 ANALISIS KONDISI DAS ............................................................................................... IV-158
vii
KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
4.15 ANALISIS SWOT DAN KELEMBAGAAN .................................................................... IV-159 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ............................................................. V-1 5.1 KESIMPULAN ..................................................................................................................... V-1 5.2 REKOMENDASI .................................................................................................................. V-3 5.3 INDIKASI PROGRAM........................................................................................................ V-9 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. xv LAMPIRAN DAFTAR KOSAKATA (GLOSSARY) ...................................................... xix
viii
KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 Tabel 2. 2 Tabel 2. 3 Tabel 2. 4 Tabel 2. 5 Tabel 2. 6 Tabel 2. 7 Tabel 2. 8 Tabel 2. 9 Tabel 2. 10 Tabel 2. 11 Tabel 2. 12 Tabel 2. 13 Tabel 2. 14 Tabel 2. 15 Tabel 2. 16 Tabel 2. 17 Tabel 2. 18 Tabel 2. 19 Tabel 2. 20 Tabel 2. 21 Tabel 2. 22 Tabel 2. 23 Tabel 3. 1 Tabel 3. 2 Tabel 3. 3 Tabel 3. 4 Tabel 3. 5 Tabel 3. 6 Tabel 3. 7 Tabel 3. 8 Tabel 3. 9 Tabel 3. 10 Tabel 3. 11 Tabel 3. 12 Tabel 3. 13
Jenis Data dan Sumber Data ......................................................................... II-7 Nilai Faktor K (Erodibilitas Tanah) Beberapa Jenis Tanah di Indonesia ....................................................................................................... II-13 Penilaian Kelas Kemiringan Lereng (LS) ...................................................... II-14 Penilaian Kelas CP ........................................................................................... II-14 Kriteria Tingkat Bahaya Erosi (TBE) .............................................................. II-15 Pemilihan Metode Penentuan Curah Hujan Berdasarkan Jumlah Pos Penakar Hujan. ................................................................................................. II-27 Pemilihan Metode Penentuan Curah Hujan Berdasarkan Luas DAS ....... II-27 Pemilihan Metode Penentuan Curah Hujan Berdasarkan Topografi ..... II-27 Besarnya Keandalan Debit untuk Berbagai Keperluan ........................... II-28 Tampungan Waduk Utama di Pulau Jawa ................................................. II-31 Standar Kebutuhan Air Bersih ........................................................................ II-35 Rata-Rata Kebutuhan Air Ternak per Hari ................................................. II-38 Kebutuhan Air Minum Untuk 1000 Ekor Ayam per Hari ........................... II-38 Standar Kebutuhan Air Untuk Berbagai Jenis Ternak ............................... II-38 Skala Kerentanan/Sensitivitas Lahan Terhadap Erosi .............................. II-47 Klasifikasi tipologi tingkat kerentanan ........................................................ II-47 Tipologi/Kerentanan Penduduk Terhadap Lahan ..................................... II-48 Tipologi Ekonomi DAS ..................................................................................... II-48 Tipologi Pasokan Air Banjir ............................................................................ II-49 Skala Sensitivitas Kewilayahan Pengelolaan DAS .................................... II-49 Tipologi Pengelolaan DAS ............................................................................. II-50 Matriks Analisis SWOT ................................................................................... II-51 Jadwal Pelaksanaan Kajian .......................................................................... II-53 Luas DAS Brantas ............................................................................................. III-2 Pembagian Sub DAS di DAS Brantas........................................................... III-4 Wilayah DAS Brantas ..................................................................................... III-5 Daerah Pengaliran Wilayah Sungai Brantas yang Termasuk Wilayah Kerja Jasa Tirta ............................................................................... III-6 Bentuk (Shape) DAS Brantas .......................................................................... III-8 Kemiringan Lereng di DAS Brantas .............................................................. III-9 Jaringan Sungai (Drainage Network) DAS Brantas .................................. III-10 Orientasi DAS Brantas ................................................................................... III-11 Kedalaman Solum Tanah DAS Brantas ........................................................ III-12 Keadaan Debit Sungai DAS Brantas ............................................................ III-13 Tipe Penggunaan Lahan di DAS Brantas Tahun 2012.............................. III-16 Ketersediaan Sumberdaya Air Primer di Indonesia.................................. III-26 Indeks Ketersediaan Sumberdaya Air per Kapita di Indonesia ............. III-26
ix
KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Tabel 3. 14 Keseimbangan Produksi dan Kebutuhan Pangan Beras Tahun 2001 - 2004 (ton) ................................................................................ III-32 Tabel 3. 15 Kualitas Air DAS Brantas ................................................................................ III-39 Tabel 3. 16 Lahan Kritis DAS Brantas di Luar Kawasan Hutan Jawa Timur (Ha) ............................................................................................... III-40 Tabel 3. 17 Kerentanan Kekritisan Lahan Wilayah Brantas Bagian Hilir ................... III-41 Tabel 3. 18 Rencana Luas Penggunaan Tanah di Kabupaten Malang ....................... III-43 Tabel 3. 19 Rencana Luas Penggunaan Tanah Kab. Blitar Tahun 2008-2028 ......... III-46 Tabel 3. 20 Rencana Pola Ruang Kawasan Lindung Kabupaten Tulungagung ......... III-48 Tabel 3. 21 Rencana Pola Ruang Kawasan Budidaya Kabupaten Tulungagung ................................................................................ III-48 Tabel 3. 22 Rencana Pola Ruang Kabupaten Trenggalek............................................. III-52 Tabel 3. 23 Rencana Pola Ruang Kabupaten Kediri ...................................................... III-55 Tabel 3. 24 Rencana Pola Ruang Kabupaten Trenggalek Tahun 2030...................... III-57 Tabel 3. 25 Rencana Pola Ruang Kabupaten Gresik ..................................................... III-59 Tabel 3. 26 Rencana Luas Penggunaan Tanah di Kabupaten Ponorogo .................... III-65 Tabel 3. 27 Rencana Pola Ruang Kabupaten Jombang................................................. III-68 Tabel 3. 28 Rencana Pola Ruang Kabupaten Mojokerto Tahun 2032 ........................ III-70 Tabel 3. 29 Rencana Penggunaan Lahan Kabupaten Sidoarjo Tahun 2009 - 2029 ......................................................................................... III-73 Tabel 3. 30 Rencana Pola Ruang Kabupaten Pasuruan ................................................. III-75 Tabel 3. 31 Sempadan sungai untuk Sungai-Sungai di Kota Mojokerto..................... III-77 Tabel 3. 32 Rencana Penggunaan Lahan Kota Blitar ..................................................... III-80 Tabel 4. 1 Tipe Penggunaan Lahan di DAS Brantas Tahun 2006.............................. IV-3 Tabel 4. 2 Tipe Penggunaan Lahan di DAS Brantas Tahun 2012.............................. IV-5 Tabel 4.3 Hasil Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2006 – Tahun 2012 ........................................................................................ IV-8 Tabel 4. 4 Ringkasan Perubahan Penggunaan Lahan di DAS Brantas ..................... IV-10 Tabel 4.5 Indeks Faktor Erodibilitas Tanah (K) ............................................................. IV-13 Tabel 4.6 Sebaran Jenis Tanah di Wilayah Studi ....................................................... IV-14 Tabel 4. 7 Kelas Permeabilitas Tanah ............................................................................. IV-15 Tabel 4. 8 Sebaran Permeabilitas Tanah di DAS Brantas .......................................... IV-16 Tabel 4.9 Kemiringan Lereng di DAS Brantas .............................................................. IV-17 Tabel 4.10 Indeks Kemiringan Lereng di DAS Brantas .................................................. IV-18 Tabel 4. 11 Nilai Faktor CP di DAS Brantas ..................................................................... IV-20 Tabel 4.12 Klasifikasi Kelas Bahaya Erosi ....................................................................... IV-21 Tabel 4.13 Kelas Erosi Di DAS Brantas............................................................................. IV-22 Tabel 4. 14 Prediksi Erosi Di DAS Brantas ........................................................................ IV-25 Tabel 4.15 Indeks Erosivitas Hujan (R) Stasiun Banaran ................................................ IV-28 Tabel 4.16 Indeks Erosivitas Hujan (R) Stasiun Bantaran............................................... IV-28 Tabel 4.17 Indeks Erosivitas Hujan (R) Stasiun Bendungan ........................................... IV-28 Tabel 4.18 Indeks Erosivitas Hujan (R) Stasiun Besuki .................................................... IV-29 Tabel 4.19 Indeks Erosivitas Hujan (R) Stasiun Blimbing ................................................ IV-29 Tabel 4.20 Indeks Erosivitas Hujan (R) Stasiun Bogokidul ............................................. IV-29
x
KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Tabel 4.21 Tabel 4.22 Tabel 4.23 Tabel 4.24 Tabel 4.25 Tabel 4.26 Tabel 4.27 Tabel 4.28 Tabel 4.29 Tabel 4.30 Tabel 4.31 Tabel 4.32 Tabel 4.33 Tabel 4.34 Tabel 4.35 Tabel 4.36 Tabel 4.37 Tabel 4.38 Tabel 4.39 Tabel 4.40 Tabel 4.41 Tabel 4.42 Tabel 4.43 Tabel 4.44 Tabel 4.45 Tabel 4.46 Tabel 4.47 Tabel 4.48 Tabel 4.49 Tabel 4.50 Tabel 4.51 Tabel 4.52 Tabel 4.53 Tabel 4.54 Tabel 4.55 Tabel 4.56 Tabel 4.57 Tabel 4.58 Tabel 4.59 Tabel 4.60 Tabel 4. 61 Tabel 4. 62 Tabel 4.63
Indeks Erosivitas Hujan (R) Stasiun Campur Darat ..................................... IV-30 Indeks Erosivitas Hujan (R) Stasiun Dampit .................................................. IV-30 Indeks Erosivitas Hujan (R) Stasiun Dau ........................................................ IV-30 Indeks Erosivitas Hujan (R) Stasiun Doko ...................................................... IV-31 Indeks Erosivitas Hujan (R) Stasiun Gedeg .................................................. IV-31 Indeks Erosivitas Hujan (R) Stasiun Gondanglegi ....................................... IV-31 Indeks Erosivitas Hujan (R) Stasiun Gunung Sari ......................................... IV-32 Indeks Erosivitas Hujan (R) Stasiun Kali Dawir ............................................ IV-32 Indeks Erosivitas Hujan (R) Stasiun Kampak ................................................ IV-32 Erosivitas Hujan (R) Stasiun Kediri ................................................................. IV-33 Indeks Erosivitas Hujan (R) Stasiun Kedungsongko ..................................... IV-33 Indeks Erosivitas Hujan (R) Stasiun Kertosono ............................................. IV-33 Indeks Erosivitas Hujan (R) Stasiun Klampok ............................................... IV-34 Indeks Erosivitas Hujan (R) Stasiun Lodoyo .................................................. IV-34 Indeks Erosivitas Hujan (R) Stasiun Mojosari ................................................ IV-34 Indeks Erosivitas Hujan (R) Stasiun Pacet ..................................................... IV-35 Indeks Erosivitas Hujan (R) Stasiun Pagerwojo............................................ IV-35 Indeks Erosivitas Hujan (R) Stasiun Poncokusumo ........................................ IV-35 Indeks Erosivitas Hujan (R) Stasiun Porong .................................................. IV-36 Indeks Erosivitas Hujan (R) Stasiun Pujon ...................................................... IV-36 Indeks Erosivitas Hujan (R) Stasiun Rejoso.................................................... IV-36 Indeks Erosivitas Hujan (R) Stasiun Ringinrejo ............................................. IV-37 Indeks Erosivitas Hujan (R) Stasiun Sawahan .............................................. IV-37 Indeks Erosivitas Hujan (R) Stasiun Siman .................................................... IV-37 Indeks Erosivitas Hujan (R) Stasiun Sumber Pucung .................................... IV-38 Indeks Erosivitas Hujan (R) Stasiun Sumber Ringin...................................... IV-38 Indeks Erosivitas Hujan (R) Stasiun Tampung ............................................... IV-38 Indeks Erosivitas Hujan (R) Stasiun Tangkilsari ............................................ IV-39 Indeks Erosivitas Hujan (R) Stasiun Tanjung ................................................. IV-39 Indeks Erosivitas Hujan (R) Stasiun Tugu ....................................................... IV-39 Indeks Erosivitas Hujan (R) Stasiun Tumpang ............................................... IV-40 Erosivitas Hujan (R) Stasiun Wates ................................................................ IV-40 Indeks Erosivitas Hujan (R) Stasiun Wlingi ................................................... IV-40 Indeks Erosivitas Hujan (R) Stasiun Wonosalam.......................................... IV-41 Jumlah Penduduk di Kawasan Brantas (Jiwa) ............................................ IV-52 Prosentase Pertumbuhan Penduduk .............................................................. IV-52 Luas Areal Panen Tanaman Padi di Kawasan Brantas (Ton) ................... IV-54 Produksi Padi di Kawasan Brantas (Ton) ..................................................... IV-56 Produksi Beras di Kawasan Brantas (Ton) ................................................... IV-58 Konsumsi Beras di Kawasan DAS Brantas (Ton) ......................................... IV-59 Produksi dan Konsumsi Beras serta Jumlah Penduduk .............................. IV-59 Keseimbangan Produksi-Konsumsi ................................................................ IV-60 Prediksi Keseimbangan Produksi - Konsumsi Tahun 2016 ........................ IV-62
xi
KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Tabel 4. 64 Klasifikasi Tingkat Daya Dukung Lahan Pertanian per Kabupaten/Kota di Kawasan DAS Brantas di Tahun 2006 dan Tahun 2011 ............................................................................................... IV-62 Tabel 4. 65 Perhitungan Jumlah Penduduk Optimal Tahun 2006 dan Tahun 2011 ............................................................................................... IV-64 Tabel 4.66 Tabel Data Stasiun Hujan ............................................................................... IV-65 Tabel 4.67 Daerah Pengaruh Stasiun Hujan di DAS Brantas ....................................... IV-66 Tabel 4.68 Curah Hujan Maksimum Harian Rerata Daerah DAS Brantas ................. IV-67 Tabel 4.69 Perhitungan Distribusi Log Pearson Tipe III.................................................. IV-68 Tabel 4.70 Perhitungan Hujan Rancangan dengan Berbagai Kala Ulang................ IV-69 Tabel 4.71 Rekapitulasi Curah Hujan untuk masing-masing Kelas .............................. IV-71 Tabel 4.72 Perhitungan Uji Chi-Square ............................................................................ IV-71 Tabel 4.73 Kesimpulan Hasil Uji Chi-Square ................................................................... IV-72 Tabel 4.74 Uji Smirnov Kolmogorof .................................................................................. IV-73 Tabel 4.75 Keputusan Uji Smirnov Kolmogorof............................................................... IV-73 Tabel 4.76 Koefisien C DAS Brantas ................................................................................. IV-74 Tabel 4. 77 Perhitungan Koefisien Tampungan (Cs) ...................................................... IV-76 Tabel 4. 78 Perhitungan Intensitas Hujan (I) ...................................................................... IV-77 Tabel 4. 79 Rekapitulasi Jumlah Debit Limpasan DAS Brantas..................................... IV-78 Tabel 4.80 Ketersediaan Air Hujan di DAS Brantas ...................................................... IV-82 Tabel 4.81 Perhitungan Debit DAS Brantas Tahun 1999 .............................................. IV-85 Tabel 4.82 Perhitungan Debit DAS Brantas Tahun 2000 .............................................. IV-85 Tabel 4.83 Perhitungan Debit DAS Brantas Tahun 2001 .............................................. IV-86 Tabel 4.84 Perhitungan Debit DAS Brantas Tahun 2002 .............................................. IV-86 Tabel 4.85 Perhitungan Debit DAS Brantas Tahun 2003 .............................................. IV-87 Tabel 4.86 Perhitungan Debit DAS Brantas Tahun 2004 .............................................. IV-87 Tabel 4.87 Perhitungan Debit DAS Brantas Tahun 2005 .............................................. IV-88 Tabel 4.88 Perhitungan Debit DAS Brantas Tahun 2006 .............................................. IV-88 Tabel 4.89 Perhitungan Debit DAS Brantas Tahun 2007 .............................................. IV-89 Tabel 4.90 Perhitungan Debit DAS Brantas Tahun 2008 .............................................. IV-89 Tabel 4.91 Perhitungan Debit Andalan DAS Brantas dengan Metode Basio Month........................................................................................ IV-89 Tabel 4.92 Volume Ketersediaan Air Sungai di DAS Brantas...................................... IV-90 Tabel 4.93 Ketersediaan Mata air ................................................................................... IV-91 Tabel 4.94 Ketersediaan Air Tampungan DAS Brantas ................................................ IV-92 Tabel 4.95 Potensi Air Tanah di DAS Brantas ................................................................. IV-94 Tabel 4.96 Kebutuhan Air Domestik di DAS Brantas Tahun 2006 .............................. IV-95 Tabel 4.97 Kebutuhan Air Domestik di DAS Brantas Tahun 2007 .............................. IV-95 Tabel 4.98 Kebutuhan Air Domestik di DAS Brantas Tahun 2008 .............................. IV-96 Tabel 4.99 Kebutuhan Air Domestik di DAS Brantas Tahun 2009 .............................. IV-96 Tabel 4.100 Kebutuhan Air Domestik di DAS Brantas Tahun 2010 ............................... IV-97 Tabel 4.101 Kebutuhan Air irigasi di DAS Brantas ........................................................... IV-98 Tabel 4.102 Kebutuhan Air Perikanan di DAS Brantas .................................................. IV-100
xii
KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Tabel 4.103 Jenis Usaha Peternakan Menurut Wilayah Administratif DAS Brantas .................................................................................................... IV-102 Tabel 4.104 Kebutuhan Air Peternakan per Bulan DAS Brantas ................................. IV-103 Tabel 4.105 Proporsi Kebutuhan Air Pertanian di DAS Brantas .................................. IV-104 Tabel 4.106 Kebutuhan Air Sektor Industri ....................................................................... IV-105 Tabel 4.107 Proporsi Total Ketersediaan Air di DAS Brantas...................................... IV-106 Tabel 4.108 Proporsi Ketersediaan Air di DAS Brantas Tahun 2015 ......................... IV-107 Tabel 4.109 Proporsi Total Kebutuhan Air di DAS Brantas ........................................... IV-108 Tabel 4.110 Proporsi Total Kebutuhan Air di DAS Brantas Tahun 2015 .................... IV-109 Tabel 4.111 Neraca Air di DAS Brantas Tahun 2015 ................................................... IV-110 Tabel 4.112 Neraca Air di DAS Brantas Tahun 2015 Pada Musim Penghujan ........ IV-111 Tabel 4.113 Neraca Air di DAS Brantas Tahun 2015 Pada Musim Kemarau .......... IV-112 Tabel 4. 114 Rencana Pola Penggunaan Lahan Provinsi Jawa Timur ......................... IV-142 Tabel 4. 115 Kebijakan Terkait Alih Guna Lahan Pertanian ........................................ IV-147 Tabel 4. 116 Matriks Tinjauan Kebijakan ......................................................................... IV-149 Tabel 4. 117 Hubungan Perubahan Penggunaan Lahan dengan Kebijakan RTRW Kabupaten- Kota Terkait dan Implikasinya .............. IV-151 Tabel 4.118 Inventarisasi Beberapa Aset Utama Wilayah Sungai, Permasalahan dan Usulan Pola Pengelolaan SDA .................................. IV-156 Tabel 4.119 Pola Pengelolaan DAS .................................................................................. IV-158 Tabel 4.120 Faktor pada SWOT Kajian DAS Brantas .................................................. IV-160 Tabel 4.121 Analisis SWOT Kajian DAS Brantas ............................................................ IV-161 Tabel 4.122 Pemangku Kepentingan................................................................................. IV-165 Tabel 4. 123 Fungsi Kelembagaan .................................................................................... IV-166 Tabel 5.1 Indikasi Program .............................................................................................. V-10
xiii
KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Gambar 2. 1 Gambar 2. 2 Gambar 2. 3 Gambar 2. 4 Gambar 2. 5 Gambar 2. 6 Gambar 2. 7 Gambar 2. 8 Gambar 2. 9 Gambar 2. 10 Gambar 2. 11 Gambar 2. 12 Gambar 3. 1 Gambar 3. 2 Gambar 3. 3 Gambar 3. 4 Gambar 3. 5 Gambar 3. 6 Gambar 3. 7 Gambar 3. 8 Gambar 3. 9 Gambar 3. 10 Gambar 3. 11 Gambar 3. 12 Gambar 3. 13 Gambar 3. 14 Gambar 3. 15 Gambar 3. 16 Gambar 3. 17 Gambar 3. 18 Gambar 3. 19
Kerangka Pemikiran ......................................................................................... I -8 Kerangka Analisis Kajian Secara Umum ...................................................... II-2 Alur Kajian Mengenai Keruangan dengan Sistem Informasi Geografis ......................................................................................... II-3 Alur Kajian Mengenai Ketahanan Pangan .................................................. II-4 Alur Kajian Mengenai Tata Ruang ................................................................ II-4 Alur Kajian Mengenai Ketahanan Air ........................................................... II-5 Langkah-langkah Identifikasi Perubahan Penggunaan Lahan ................. II-11 Poligon Thiessen ................................................................................................ II-26 Isohyet ................................................................................................................. II-27 Illustrasi Daerah Tangkapan dan Buangan Pada Suatu DAS .................. II-31 Akuifer Bebas dab Akuifer Terkekang ......................................................... II-32 Siklus Hidrologi.................................................................................................. II-42 Pihak Terkait Pengelolaan/ Pemanfaatan DAS ......................................... II-52 Orientasi DAS Brantas ..................................................................................... III-1 Batas DAS Brantas Berdasarkan DEM .......................................................... III-2 Peta Administrasi DAS Brantas ...................................................................... III-3 Pembagian Sub DAS Brantas ......................................................................... III-5 Peta Sub DAS Brantas Hulu ............................................................................ III-6 Wilayah Kerja Perusahaan Jasa Tirta WS. Kali Brantas dan WS. Bengawasan Solo .................................................................................... III-7 Fisiografi DAS Brantas ..................................................................................... III-8 Peta Kemiringan Lereng di DAS Brantas ..................................................... III-10 Peta Jenis Tanah di DAS Brantas................................................................... III-12 Fluktuasi Skor STORET Tahun 2003-2011 di DAS Brantas ...................... III-15 Tanaman semusim di hulu Brantas Brantas Kota Batu ................................ III-17 Kondisi lahan dan sistem pertanian di hulu Brantas di Kota Batu yang memotong kontur (sekitar arboretrum) ....................... III-17 Kondisi pemukiman di hulu Brantas di Kota Batu (sekitar arboretrum) ......................................................................................... III-18 Kondisi Arboretrum Brantas di Batu Jawa Timur ........................................ III-18 Titik Pantau Kualitas Sungai Brantas Bagian Hulu di Jembatan Pendem Kota Batu ......................................................................... III-19 Kondisi Sungai Brantas Bagian Hulu di Jembatan Pendem Kota Batu ............................................................................................ III-20 Tubuh Bendungan Wonorejo di DAS Brantas Tengah ............................... III-20 Tampungan Air Bendungan Wonorejo di DAS Brantas Tengah .............. III-21 Kondisi Pertanian beririgasi di Kabupaten Tulungagung DAS Brantas Tengah ........................................................................................ III-22
xiv
KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Gambar 3. 20 Kondisi Sungai Bendung Gerak Mrican/Waru Turi di Kediri DAS Brantas Tengah ............................................................................ III-22 Gambar 3. 21 Bendung Gerak Mrican/Waru Turi di Kediri DAS Brantas Tengah ................................................................................................. III-23 Gambar 3. 22 Kondisi Outlet Kalimas Tanjung Perak Surabaya di DAS Brantas Hilir ....................................................................................................... III-24 Gambar 3. 23 Indeks Air per Kapita....................................................................................... III-27 Gambar 3. 24 DAS Brantas Malang........................................................................................ III-35 Gambar 3. 25 Peta Penggunaan Lahan DAS Brantas.......................................................... III-36 Gambar 3. 26 Lahan Kritis di Luar Kawasan Hutan di Wilayah DAS Brantas ................ III-41 Gambar 3. 27 Peta Rencana Pola Ruang Kabupaten Malang .......................................... III-44 Gambar 3. 28 Peta Rencana Pola Ruang Kabupaten Tulungagung ................................. III-49 Gambar 3. 29 Rencana Pola Ruang Kabupaten Trenggalek ............................................. III-51 Gambar 3. 30 Rencana Pola Ruang Kabupaten Kediri ....................................................... III-54 Gambar 3. 31 Rencana Pola Ruang Kabupaten Nganjuk ................................................... III-57 Gambar 3. 32 Rencana Pola Ruang Kabupaten Gresik ...................................................... III-60 Gambar 3. 33 Rencana Penggunaan Lahan Kabupaten Ponorogo .................................. III-66 Gambar 3. 34 Rencana Pola Ruang Kabupaten Jombang ................................................. III-68 Gambar 3. 35 Rencana Pola Ruang Kabupaten Mojokerto ............................................... III-71 Gambar 3. 36 Rencana Pola Ruang Kabupaten Pasuruan ................................................. III-76 Gambar 3. 37 Rencana Pola Ruang Kota Mojokerto ........................................................... III-79 Gambar 3. 38 Rencana Pola Ruang Kota Blitar .................................................................... III-81 Gambar 3. 39 Rencana Pola Ruang Kota Malang ............................................................... III-84 Gambar 3. 40 Rencana Penggunaan Lahan Kota Kediri .................................................... III-88 Gambar 3. 41 Konsep Pengembangan Wilayah Sungai Kali Brantas ............................. III-90 Gambar 4.1 Penggunaan Lahan Tahun 2006 DAS Brantas ............................................ IV-4 Gambar 4. 2 Kondisi Pertanian beririgasi di Kabupaten Tulungagung DAS Brantas Tengah ........................................................................................ IV-6 Gambar 4.3 Penggunaan Lahan Tahun 2012 DAS Brantas ............................................ IV-7 Gambar 4. 4 Peta Perubahan Lahan Sawah menjadi Permukiman di DAS Brantas .................................................................................................. IV-11 Gambar 4.5 Peta Sebaran Jenis Tanah DAS Brantas ...................................................... IV-13 Gambar 4.6 Peta Nilai Indeks Erodibilitas Tanah DAS Brantas ..................................... IV-14 Gambar 4.7 Peta Kemiringan Lereng DAS Brantas .......................................................... IV-17 Gambar 4.8 Peta Nilai Indeks Panjang dan Kemiringan Lereng (LS) DAS Brantas ....................................................................................................... IV-18 Gambar 4.9 Peta Penggunaan Lahan di DAS Brantas ..................................................... IV-19 Gambar 4.10 Peta Indeks Faktor CP di DAS Brantas ......................................................... IV-20 Gambar 4.11 Peta Erosi di DAS Brantas ............................................................................... IV-23 Gambar 4. 12 Peta Prediksi Erosi di DAS Brantas tahun 2015 ......................................... IV-26 Gambar 4.13 Peta Indeks Erosivitas Hujan (R) DAS Brantas ............................................. IV-42 Gambar 4.14 Jumlah Penduduk di DAS Brantas .................................................................. IV-52 Gambar 4.15 Prediksi Jumlah Penduduk ............................................................................... IV-53 Gambar 4.16 Luas Areal Panen Tanaman Padi ................................................................... IV-55
xv
KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Gambar 4.17 Gambar 4.18 Gambar 4.19 Gambar 4. 20 Gambar 4.21 Gambar 4.22 Gambar 4. 23 Gambar 4. 24 Gambar 4. 25 Gambar 4. 26 Gambar 4. 27 Gambar 4.28 Gambar 4.29 Gambar 4.30 Gambar 4.31 Gambar 4.32 Gambar 4.33 Gambar 4.34 Gambar 4.35 Gambar 4.36 Gambar 4.37 Gambar 4.38 Gambar 4.39 Gambar 4.40 Gambar 4.41 Gambar 4.42 Gambar 4.43 Gambar 4.44 Gambar 4.45 Gambar 4.46 Gambar 4. 47 Gambar 4. 48 Gambar 4. 49 Gambar 4. 50 Gambar 4. 51
Produksi Padi ..................................................................................................... IV-56 Prediksi Produksi Padi ..................................................................................... IV-57 Keseimbangan Produksi - Konsumsi............................................................... IV-61 Hubungan antara Kepadatan Penduduk dengan Daya Dukung Lahan ......................................................................................... IV-63 Poligon Thiessen DAS Brantas ........................................................................ IV-66 Grafik CH Rancangan ..................................................................................... IV-69 Peta Sebaran Debit Limpasan Permukaan Kala Ulang 1.01 Tahun DAS Brantas ........................................................................................... IV-79 Peta Sebaran Debit Limpasan Permukaan Kala Ulang 2 Tahun DAS Brantas ....................................................................................................... IV-79 Peta Sebaran Debit Limpasan Permukaan Kala Ulang 5 Tahun DAS Brantas ....................................................................................................... IV-80 Peta Sebaran Debit Limpasan Permukaan Kala Ulang 10 Tahun DAS Brantas ....................................................................................................... IV-80 Peta Sebaran Debit Limpasan Permukaan Kala Ulang 25 Tahun DAS Brantas ....................................................................................................... IV-81 Ketersediaan Air Hujan di DAS Brantas ....................................................... IV-82 Debit Andalan Sungai Brantas ....................................................................... IV-90 Grafik Ketersediaan Air dari Mata Air ....................................................... IV-91 Peta Cekungan Air Tanah (CAT) Jawa Timur .............................................. IV-92 Peta Potensi Air Tanah Di DAS Kali Brantas ............................................... IV-93 Kebutuhan Air Perikanan di DAS Brantas .................................................... IV-99 Kebutuhan Air Peternakan di DAS Brantas............................................... IV-101 Kebutuhan Air Pertanian di DAS Brantas .................................................. IV-104 Proporsi Kebutuhan Air Sektor Pertanian di DAS Brantas ..................... IV-104 Total Ketersediaan Air di DAS Brantas ..................................................... IV-106 Proporsi Ketersediaan Air Total di DAS Brantas ..................................... IV-107 Total Ketersediaan Air di DAS Brantas (Tahun 2015) ........................... IV-107 Proporsi Ketersediaan Air Total di DAS Brantas (Tahun 2015) ........... IV-108 Total Kebutuhan Air di DAS Brantas .......................................................... IV-108 Proporsi Kebutuhan Air Total di DAS Brantas .......................................... IV-109 Total Kebutuhan Air di DAS Brantas (Tahun 2015) ................................. IV-109 Proporsi Kebutuhan Air Total di DAS Brantas (Tahun 2015) ................ IV-110 Neraca Air di DAS Brantas (Tahun 2015) ................................................ IV-111 Proporsi Kebutuhan & Ketersediaan Air Total di DAS Brantas Tahun 2015..................................................................................................... IV-111 Neraca Air di DAS Brantas Tahun 2015 Pada Musim Penghujan........ IV-112 Proporsi Kebutuhan dan Ketersediaan Air Total di DAS Brantas Tahun 2015 Pada Musim Penghujan .................................. IV-112 Neraca Air di DAS Brantas Tahun 2015 Pada Musim Kemarau .......... IV-112 Proporsi Kebutuhan dan Ketersediaan Air Total di DAS Brantas Tahun 2015 Pada Musim Kemarau .................................... IV-113 Pengelolaan DAS (Watershed Management).......................................... IV-118
xvi
KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Gambar 4. 52 Gambar 4. 53 Gambar 4. 54 Gambar 4. 55 Gambar 4. 56 Gambar 4.57
Kedudukan dan Lingkup Pengendalian ..................................................... IV-123 Peraturan Zonasi dalam Pengendalian Pemanfaatan Ruang ............... IV-124 Peta Koridor Jawa ........................................................................................ IV-139 Sistem Pengelolaan DAS .............................................................................. IV-140 Proses Perencanaan Pengelolaan DAS Tingkat Provinsi ........................ IV-141 Kolaboratif Multistakeholder dalam Kepentingan DAS ......................... IV-164
xvii
1 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1
LATAR BELAKANG Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan dataran yang secara hidrologis memiliki
posisi penting dan menjadi tempat sumber daya alam serta kegiatan sosial-ekonomi perkotaan dan perdesaan. Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan (UU No. 7 tahun 2004 tentang Sumberdaya Air). Menurut Asdak (2002), Daerah Aliran Sungai adalah daerah yang dibatasi oleh punggungpunggung bukit dimana air hujan yang jatuh di daerah tersebut dialirkan melalui sungaisungai kecil kemudian ke sungai utama. Ekosistem DAS bagian hulu merupakan tangkapan air utama dan pengatur aliran. Ekosistem DAS bagian tengah sebagai daerah distributor dan pengatur air. Sedangkan ekosistem DAS bagian hilir merupakan pemakai air. Setiap ekosistem di dalam DAS memiliki komponen hidup dan tidak hidup yang saling berinteraksi Secara hidrologis DAS memiliki karakteristik khusus yang berhubungan dengan unsur utamanya yaitu jenis tanah, tata guna lahan, topografi, kemiringan dan panjang lereng. DAS merupakan ekosistem, dimana unsur organisme dan lingkungan biofisik berinteraksi secara dinamis dan di dalamnya terdapat keseimbangan inflow dan outflow dari material dan energi. Perubahan tata guna lahan di sekitar Daerah Aliran Sungai akan memberikan dampak yang besar terhadap ekosistem DAS yang berpengaruh pula pada kondisi sosial ekonomi. Potensi air permukaan per tahun ratarata 12 miliar m3. Potensi yang termanfaatkan sebesar 2,6-3,0 miliar m3 per tahun. Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), Daerah Aliran Sungai dinyatakan sebagai bagian yang penting terkait dengan fungsi hidrologi untuk mendukung pengembangan wilayah. Daerah Aliran Sungai merupakan wilayah yang paling tepat bagi pembangunan tempat bertemunya kepentingan nasional dengan kepentingan setempat. Pengelolaan DAS adalah bentuk pengembangan wilayah yang
I-1
1 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
menempatkan DAS sebagai suatu unit pengelolaan sumber daya alam untuk mencapai tujuan peningkatan produksi pertanian dan kehutanan yang optimum dan berkelanjutan. Namun, DAS yang merupakan satu sistem ekologi, dalam perkembangannya saat ini mengalami banyak kerusakan dan penurunan kualitas lingkungan. Manusia sebagai komponen aktif dan pengelola lingkungan akan menentukan pola dan corak penggunaan lahan pada suatu wilayah. Penggunaan lahan merupakan hasil akhir dari setiap bentuk campur tangan kegiatan (intervensi) manusia terhadap lahan di permukaan bumi yang bersifat dinamis dan berfungsi untuk memenuhi kebutuhan hidup baik material maupun spiritual (Arsyad, 1989). Secara umum penggunaan lahan di Indonesia merupakan akibat nyata dari suatu proses yang lama dari adanya interaksi yang tetap, adanya keseimbangan, serta keadaan dinamis antara aktifitas-aktifitas penduduk di atas lahan dan keterbatasan-keterbatasan di dalam lingkungan tempat hidupnya. Di dalam DAS terdapat bermacam-macam penggunaan lahan, antara lain hutan, pertanian lahan kering, persawahan, permukiman, kawasan industri, perkebunan dan lain sebagainya. Kondisi hidrologi DAS dapat terpengaruh akibat terjadinya perubahan penggunaan lahan, selain itu kualitas air DAS yang melewati daerah perkotaan juga dipengaruhi
oleh
perkembangan
kota/perubahan
penggunaan
lahan
seperti
perkembangan industri dan perkembangan pemukiman di wilayah DAS (Irianto, 2004). Perubahan penggunaan lahan adalah bertambahnya suatu penggunaan lahan dari satu sisi penggunaan ke penggunaan yang lainnya diikuti dengan berkurangnya tipe penggunaan lahan yang lain dari suatu waktu ke waktu berikutnya, atau berubahnya fungsi suatu lahan pada kurun waktu yang berbeda. Perubahan penggunaan lahan dapat mempengaruhi sistem ekologi setempat diantaranya pencemaran air, polusi udara, perubahan iklim lokal, berkurangnya keanekaragaman hayati, dinamika aliran nitrat, serta fluktuasi pelepasan dan penyerapan CO2 (Canadell, 2002). Tekanan terhadap lahan yang semakin lama semakin tinggi tersebut akan berdampak pada seluruh komponen lingkungan baik fisik, biotik dan abiotik juga pada manusia. Perubahan lingkungan ini sering merupakan akibat pemanfaatan sumberdaya alam sudah melampaui daya dukung lingkungan. Dalam jangka pendek, perubahan penggunaan lahan terlihat rasional secara ekonomis dikarenakan banyak nilai dan manfaat langsung yang diperoleh, namun pada sisi lain banyak manfaat dari perlindungan lingkungan yang tidak dihitung dalam pengambilan kebijakan untuk merubah penggunaan lahan. Hal ini memberikan gambaran bahwa keinginan manusia
I-2
1 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
untuk memperbaiki kehidupan ekonomi tidak berarti manusia boleh mengorbankan kelestarian lingkungan. Proses perubahan penggunaan lahan selain menghasilkan manfaat yang dapat dinikmati oleh masyarakat juga tidak lepas dari resiko terjadinya kerusakan lahan akibat erosi, pencemaran lingkungan, banjir, kekeringan dan lainnya. Perubahan penggunaan lahan di Daerah Aliran Sungai yang menyebabkan kerusakan pada ekosistem DAS dapat berupa penggundulan hutan yang digantikan dengan permukaan kedap berupa atap perumahan, jalan-jalan, tempat parkir, bandara, dan sebagainya. Perubahan penggunaan di ekosistem DAS mengakibatkan menurunnya debit minimum harian dan meningkatnya debit maksimum harian karena rendahnya kapasitas DAS menginfiltrasikan air hujan. Erosi sendiri akan menyebabkan terjadinya pendangkalan waduk, penurunan kapasitas saluran irigasi, dan dapat mengganggu sistem pembangkit tenaga listrik. Erosi yang tinggi, banjir pada musim penghujan dan kekeringan pada musim kemarau tidak hanya menimbulkan dampak negatif pada aspek bio-fisik sumberdaya alam dan lingkungan tetapi juga berdampak pada aspek sosial ekonomi masyarakat. Erosi, banjir dan kekeringan dapat menurunkan kualitas dan kuantitas sumberdaya alam. Produksi pertanian, perikanan dan penggunaan sumberdaya alam yang berkaitan dengan air akan menurun. DAS merupakan satu kesatuan ekosistem yang terintegrasi dan tidak mengenal batas wilayah administrasi. Oleh sebab itu, dalam pengelolaannya tidak bisa hanya melihat pembagian administrasi saja, ini akan menyebabkan kerugian pada wilayah lainnya. Sebagai contoh, masyarakat yang melakukan budidaya pada lahan-lahan yang mempunyai kelerengan yang cukup tinggi tanpa melakukan teknik konservasi, dapat mengakibatkan lahan menjadi rusak di daerah hulu dan mengakibatkan banjir di daerah hilir. Potensi dan persoalan yang ada tidak dapat diselesaikan oleh satu pihak saja tetapi perlu disikapi bersama-sama secara lintas sektor dan lintas wilayah. Posisi yang penting dan unik karakteristik dari DAS ini perlu untuk diwadahi dan diantisipasi dalam suatu penataan ruang yang terintegrasi dan komprehensif. Rencana tata ruang DAS yang lintas wilayah merupakan panduan bagi RTRW provinsi, kabupaten maupun kota sebagai dasar untuk pengembangan wilayah di provinsi, kabupaten maupun kota. Keberadaan rencana tata ruang DAS menjadi suatu yang penting dan diharapkan dapat menjadi landasan dalam mengatasi dampak negatif dari pembangunan terhadap supply air dalam menunjang ketahanan pangan dan air di kawasan tersebut.
I-3
1 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Selain
itu,
rencana
tata
ruang
DAS
merupakan dasar pemanfaatan dan pengendalian lahan sehingga secara langsung dapat mengurangi bencana dan sekaligus menjadi pengikat dalam kerja sama pengelolaan DAS. Tata ruang yang selama ini membedakan ruang atas dua kawasan, yaitu kawasan lindung dan kawasan budidaya, harus ditempatkan dalam suatu DAS. Pemerintah Daerah membuat tata ruang mikro sebagai penjabaran lebih lanjut dari kawasan lindung dan
Pengaruh perubahan tata guna lahan dalam suatu DAS berdampak pada kemampuan DAS untuk meregulasi air khususnya dalam menunjang kebijakan ketahanan pangan. Penataan kawasan DAS seharusnya memperhatikanprinsip keseimbangan antara sosial-ekonomi dan lingkungan; berbasis ekologi dan geologi, peran dan posisi kawasan, serta mempertimbangkan tekanan terhadap ekosistem DAS akibat dinamika perkembangan penduduk dan aktivitas ekonominya.
kawasan budidaya dalam kesatuan DAS. Pemerintah Indonesia telah menetapkan target pembangunan tahun 2014 guna mengurangi tingkat kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui program antara lain ketahanan pangan dan air.Terkait dengan hal ini, sebagai langkah awal untuk menjawab kebutuhan tersebut perlu dilakukan suatu “Kajian Analisa Perubahan Penggunaan Lahan Ekosistem DAS dalam Menunjang Ketahanan Air dan Ketahanan Pangan”. Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan bagi rumah tangga yang tercermin tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Isu ketahanan pangan saat ini menjadi topik pembahasan utama pada forum-forum dunia. Hal ini disebabkan penduduk dunia yang telah mencapai 7 milyar jiwa dan diperkirakan akan meningkat hingga 9 milyar jiwa pada tahun 2045. Untuk memenuhi kebutuhan pangan tersebut, diperlukan peningkatan produksi pangan 60 % dari kebutuhan saat ini. Daerah Aliran Sungai mempunyai peran strategi dan vital dalam kehidupan masyarakat, ketahanan pangan dan energi. Aliran-aliran sungai yang terdapat dalam DAS dapat dimanfaatkan sebagai penyedia air baku untuk berbagai kebutuhan seperti sumber tenaga pada PLTA, PDAM, irigasi, industri dan lain sebagainya. Kondisi pertanian sangat bergantung pada ketersediaan air yang berasal dari aliran sungai. Jika kondisi DAS menurun (debit air sungai), musim kemarau akan sangat menyulitkan para petani dan mempengaruhi hasil panen petani. Keberhasilan pengelolaan DAS berdampak terhadap ketahanan pangan di masa mendatang. Saat ini luas areal irigasi tanaman padi di Indonesia berjumlah ± 7,2 juta hektar dan sebagian besar ada pada hilir DAS, banyak areal pertanian yang subur dikonversi menjadi bangunan atau infrastuktur yang mengurangi lahan pangan
I-4
1 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
produktif dan menurunkan fungsi hidrologis DAS. Terjadinya banjir akibat pengelolaan DAS yang tidak optimal akan menyebabkan daya tampung waduk irigasi berkurangkarena sedimentasi, dan pada musim hujan cenderung banjir sehingga arealareal irigasi pada hilir DAS akan tergenang yang pada gilirannya menurunkan produksi beras nasional. Di samping itu kekeringan pada musim kemarau menyebabkan areal irigasi yang dapat dialiri berkurang sehingga produksi padi berkurang. Dengan semakin mahalnya energi minyak bumi, maka diperlukan energi alternatif berupa energi yang bisa diperbaharui seperti kayu bakar, bio-disel, pembangkit listrik tenaga air (PLTA). Dengan bertambahnya penduduk dan berkembangnya kegiatan ekonomi, maka kebutuhan air untuk berbagai kepentingan seperti air baku, pertanian, perindustrian dan PLTA akan semakin besar. Karena itu pengelolaan DAS dimasa yang akan datang seharusnya bisa mendukung ketersediaan pangan, air dan energi alternatif tersebut baik melalui manajemen kawasan lindung maupun kawasan budidaya. Ketahanan air dan ketahanan pangan merupakan bagian dari isu pembangunan yang perlu diantisipasi dengan meningkatnya laju pertumbuhan penduduk dan laju kebutuhan terhadap lahan dan air. Penataan ruang DAS menjadi bagian yang penting dalam memenuhi kebutuhan tersebut, serta mengendalikan potensi permasalahan yang mungkin terjadi akibat penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang DAS. Untuk itu, kajian ini berfokus untuk mengkaji dampak perubahan penggunaan lahan dalam DAS akibat adanya perubahan kehidupan sosial ekonomi masyarakat terhadap ketahanan air dan pangan yang kemudian menjadi masukan bagi kebijakan dan strategi pengelolaan DAS. 1.2
TUJUAN DAN SASARAN Tujuan dari kajian ini adalah untuk menganalisa dampak perubahan
penggunaan lahan pada suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) terhadap ketahanan air dan ketahanan pangan. Adapun sasaran kajian ini adalah antara lain: a) mengidentifikasi Penggunaan Lahan eksisting di Kawasan DAS; b) melakukan analisis dampak perubahan penggunaan lahan melalui simulasi prediksi trend perubahan lahan pada kawasan DAS terhadap sumber daya air dan penyediaan pangan;
I-5
1 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
c) memberikan rekomendasi pengendalian perubahan penggunaan lahan paling optimal untuk mendukung ketahanan air dan ketahanan pangan sebagai bagian dari pengelolaan DAS terpadu. 1.3
RUANG LINGKUP Ruang lingkup dalam kajian “Kajian Analisa Perubahan Penggunaan Lahan
Ekosistem DAS dalam Menunjang Ketahanan Air dan Ketahanan Pangan” terdiri atas ruang lingkup wilayah dan ruang lingkup materi, serta batasan penelitian. 1.3.1 Ruang Lingkup Wilayah Wilayah kajian dibatasi untuk satu Daerah Aliran Sungai yaitu DAS Brantas, Jawa Timur. DAS Brantas dipilih sebagai wilayah kajian mengingat DAS Brantas merupakan salah satu lumbung padi nasional. Selain itu, wilayah hilir DAS Brantas merupakan wilayah strategis nasional yang memiliki kompleksitas permasalahan tekanan penduduk yang tinggi terhadap DAS dan berpengaruh pada meningkatnya frekuensi bencana dari tahun ke tahun. Wilayah kajian terpilih diharapkan dapat memberikan gambaran terhadap wilayah ekosistem DAS lain yang mempunyai karakteristik dan permasalahan yang serupa. 1.3.2 Ruang Lingkup Materi Lingkup materi dalam kajian ini dibatasi pada penelitian DAS melalui: a) Identifikasi penggunaan lahan eksisting pada DAS Brantas pada tahun terakhir; b) Analisa trend/kecenderungan perubahan penggunaan lahan pada DAS Brantas pada 5 tahun terakhir; c) Perhitungan besarnya erosi, sedimentasi, debit air, tingkat kelolosan tanah terhadap air serta produksi pangan dan tingkat kebutuhan/permintaannya oleh penduduk dalam satu DAS dengan data terakhir; d) Prediksi 5 tahun ke depan nilai erosi, sedimentasi, debit air, tingkat kelolosan tanah terhadap air serta produksi pangan dalam satu DAS berdasarkan tren perubahan penggunaan lahan; e) Analisa korelasi erosi, sedimentasi dan debit air terhadap produksi pangan yang dihasilkan dalam 1 DAS; f) Analisa pola hubungan secara ekonomi antara pertambahan penduduk, ketersediaan pangan dan pola ruang dalam konteks 1 DAS;
I-6
1 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
g) Penyiapan kebijakan, strategi, dan program yang paling optimal untuk mendukung penataan ruang berbasis DAS yang lebih baik dalam kaitannya dengan penggunaan lahan. 1.3.3 Batasan Penelitian Berikut adalah batasan-batasan yang digunakan dalam penelitian ini: 1.
Ketahanan pangan yang dimaksud adalah dibatasi untuk bahan pangan dari jenis tanaman padi.
2.
Kebutuhan air yang dihitung adalah dibatasi berdasarkan pengambilan air yang dilakukan dengan izin instansi yang berwenang
3.
Prediksi erosi dibatasi dihitung dengan asumsi kegiatan konservasi tanah yang dilakukan hanya berdasarkan rencana Teknik Lapangan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah (RTL-RKLT) yang dilakukan oleh BPDAS Brantas, sehingga kegiatan konservasi yang dilakukan masyarakat diabaikan.
4.
Prediksi jumlah penduduk dibatasi diasumsikan tidak adanya faktor bencana yang akan mengurangi jumlah penduduk maupun migrasi.
5.
Perhitungan analisa produksi-konsumsi dibatasi dengan mengabaikan impor beras dari luar wilayah DAS Brantas
1.4
METODOLOGI Metode penyusunan kajian dilakukan melalui pengumpulan, pengolahan secara
primer dan sekunder, serta kaji literatur pada universitas, lembaga penelitian, lembaga pemerintah/non pemerintah yang terkait. Analisa perhitungan menggunakan pemodelan spasial berdasarkan perhitungan analisis hidrologi, geologi, pertanian dan tata ruang. Dalam proses pengumpulan data juga akan dilakukan pertemuan dengan instansi/mitra kerja di daerah dengan melakukan kunjungan lokasi di daerah dalam forum Focus Group Discussion (FGD) untuk menggali informasi langsung data-data terkini, permasalahan dan kendala di lapangan serta untuk memperoleh feedback terhadap capaian yang telah didapatkan. Selanjutnya, untuk memadukan arah, penyelarasan analisis dan penyelesaian pelaksanaan kajian dilakukan kegiatan pertemuan seluruh anggota, tenaga ahli dan tenaga pendukung lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan kajian dalam suatu pertemuan konsinyiring di daerah agar lebih dapat terkonsentrasi dan terfokus dalam pembahasan hasil-hasil pelaksanaan kajian.
I-7
1 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
1.5
HASIL YANG DIHARAPKAN Berikut adalah hasil yang diharapkan dari kajian ini: a) Keluaran (output) yang diharapkan dari kajian ini adalah sebuah kajian mengenai analisa spasial penggunaan lahan di ekosistem DAS. b) Hasil (outcome) yang diharapkan adalah terciptanya suatu kerangka perencanaan pengelolaan DAS dalam rangka menunjang ketahanan air dan ketahanan pangan yang berkelanjutan.
1.6
KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka pemikiran Kajian Analisa Perubahan Penggunaan Lahan di Ekosistem
DAS dalam Menunjang Ketahanan Air dan Ketahanan Pangan, dapat dijelaskan pada skema berikut: Latar Belakang Perubahan tata guna lahan memberikan dampak yang besar terhadap kerusakan ekosistem DAS yaitu kemampuan DAS untuk meregulasi air secara berkelanjutan, khususnya dalam menunjang kebijakan ketahanan pangan sehingga berpengaruh pada kondisi sosial ekonomi. Terkait dengan hal ini, perlu dilakukan suatu Kajian Analisa Perubahan Penggunaan Lahan Ekosistem DAS dalam Menunjang Ketahanan Air dan Ketahanan Pangan.
Tujuan dan Sasaran Tujuan Menganalisa dampak perubahan penggunaan lahan pada suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) terhadap ketahanan air dan ketahanan pangan. Sasaran a) mengidentifikasi Penggunaan Lahan eksisting di Kawasan DAS; b) melakukan analisis dampak perubahan penggunaan lahan melalui simulasi prediksi trend perubahan lahan pada kawasan DAS terhadap sumber daya air dan penyediaan pangan; c) memberikan rekomendasi pengendalian perubahan penggunaan lahan paling optimal untuk mendukung ketahanan air dan ketahanan pangan sebagai bagian dari pengelolaan DAS terpadu.
PENGUMPULAN DATA
KOMPILASI DATA
KAJIAN DAN ANALISA
KAJIAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Gambar 1. 1 Kerangka Pemikiran
I-8
1 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
1.7
SISTEMATIKA PEMBAHASAN Sistematika pembahasan laporan Kajian Analisa Perubahan Penggunaan Lahan
di Ekosistem DAS dalam Menunjang Ketahanan Air dan Ketahanan Pangan, terdiri dari 5 (lima) bab yang dapat diuraikan sebagai berikut: Bab I Pendahuluan Bab ini berisi tentang latar belakang, tujuan dan sasaran, ruang lingkup, metodologi, hasil yang diharapkan, kerangka pemikiran serta sistematika pembahasan dalam laporan Kajian Analisa Perubahan Penggunaan Lahan di Ekosistem DAS dalam Menunjang Ketahanan Air dan Ketahanan Pangan. Bab II Metodologi Penelitian Bab ini menguraikan pendekatan dan metodologi pekerjaan yang digunakan, meliputi metode pengumpulan data, metode analisis data, jenis dan sumber data, dan waktu penelitian. Bab III Gambaran Umum Bab ini menguraikan mengenai gambaran umum wilayah studi yang meliputi kondisi wilayah geografis dan administratif wilayah perencanaan. Bab IV Analisa Dan Pembahasan Bab ini menguraikan analisa dan pembahasan sesuai dengan metodologi pekerjaan yang dijelaskan pada bab II. Dalam penelitian ini, analisa dan pembahasan yang dilakukan adalah analisis perubawhan penggunaan lahan, analisis erosi dan sedimentasi, analisis dampak perubahan penggunaan lahan terhadap ketahanan air dan pangan, analisis proyeksi penduduk, analisa produksi padi, keseimbangan produksi dan konsumsi, analisa daya dukung lahan, analisa jumlah penduduk optimal, analisis hidrologi dan debit limpasan, analisis ketersediaan air, analisis kebutuhan air, analisis neraca air, analisis kebijakan, analisis kondisi DAS, dan analisis SWOT dan kelembagaan. Bab V Kesimpulan Dan Rekomendasi Bab ini menguraikan kesimpulan dari analisa dan pembahasan yang dilakukan, dan kemudian menguraikan rekomendasi yang sesuai dengan hasil kajian analisa perubahan penggunaan lahan di ekosistem DAS dalam menunjang ketahanan air dan ketahanan pangan.
I-9
2 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
BAB II METODE PENELITIAN 2.1
GARIS BESAR METODOLOGI Dalam upaya mencapai tujuan studi digunakan metode analisis deskriptif
kualitatif dan kuantitatif. Metode ini dapat diartikan sebagai usaha mendeskripsikan berbagai fakta dan mengemukakan gejala yang ada untuk kemudian pada tahap berikutnya dapat dilakukan suatu analisis berdasarkan berbagai penilaian yang telah diidentifikasi (Labouitz & Hagedorn,1990:49-54). Metode penyusunan kajian dilakukan melalui pengumpulan, pengolahan secara primer dan sekunder, serta kaji literatur pada universitas, lembaga penelitian, lembaga pemerintah/non pemerintah yang terkait. Dalam analisis keruangan dapat dikumpulkan data lokasi yang terdiri dari data bidang dan titik. Data bidang misalnya berupa luas distribusi curah hujan, luas kawasan berdasarkan perbedaan kemiringan lereng, luas kawasan berdasarkan perbedaan jenis tanah dan luas kawasan potensi rawan bencana. Sedang data titik dapat berupa titik yang mewakili sebaran ketersediaan prasarana permukiman penduduk. Dalam proses pengumpulan data juga akan dilakukan pertemuan dengan instansi/mitra kerja di daerah dengan melakukan kunjungan lokasi di daerah dalam forum Focus Group Discussion (FGD) untuk menggali informasi langsung data-data terkini, permasalahan dan kendala di lapangan serta untuk memperoleh feedback terhadap capaian yang telah didapatkan. 2.2
KERANGKA ANALISIS Dalam kajian ini dilakukan beberapa
tahapan analisis dengan memperhatikan faktor fisik kawasan DAS Brantas (hidrologi, geologi, topografi, dan lain-lain), penggunaan lahan eksisting, dan faktor kependudukan. Output dari tiap analisis akan dijadikan sebagai indikator input untuk menganalisis perubahan penggunaan
Pendekatan studi yang digunakan adalah pendekatan pemodelan spasial berdasarkan perhitungan analisis. hidrologi, geologi, pertanian dan tata ruang. Hasil penelitian berupa kajian analisa perubahan penggunaan lahan di ekosistem DAS dalam menunjang ketahanan air dan ketahanan pangan.
lahan di ekosistem DAS Brantas.
II-1
2 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Gambar 2. 1 Kerangka Analisis Kajian Secara Umum
II-2
2 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Gambar 2. 2 Alur Kajian Mengenai Keruangan dengan Sistem Informasi Geografis II-3
2 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Gambar 2. 3 Alur Kajian Mengenai Ketahanan Pangan Kajian Analisa Perubahan Penggunaan Lahan Di Ekosistem DAS Dalam Menunjang Ketahanan Air Dan Ketahanan Pangan
Identifikasi Potensi dan Permasalahan penggunaan lahan di ekosistem DAS
Kajian kebijakan dan strategi terkait pengelolaan DAS
UU No. 26 Tahun 2007
Kajian Analisa Perubahan Penggunaan Lahan di Ekosistem DAS Brantas
Kondisi Sosial Kependudukan
PP No. 26 Tahun 2008
Instruksi Presiden No. 5 Tahun 2008
Analisis Kondisi Fisik dan Identifikasi Kondisi DAS Brantas
Analisis Kesesuaian Penggunaan Lahan DAS Brantas
Kondisi Fisik DAS Brantas dan Kependudukan; Distribusi spasial kondisi fisik DAS Brantas
Kawasan fungsi lindung dan budidaya DAS Brantas; Perubahan penggunaan lahan
Analisis Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Fisik
SK.328/ Menhut-II/2009
UU No.7 Tahun 2004
Penggunaan lahan eksisting
Kebijakan Terkait Lainnya
Perekonomian Kondisi Fisik DAS Brantas
Distribusi spasial daya dukung lingkungan fisik dan distribusi kawasan ambang batas daya tampung lahan
Kajian Analisa Perubahan Penggunaan Lahan di Ekosistem DAS Dalam Menunjang Ketahanan Air dan Ketahanan Pangan
Kesimpulan dan Rekomendasi
Gambar 2. 4 Alur Kajian Mengenai Tata Ruang
II-4
2 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Mulai
Kabupaten/Kota Dalam Angka
Data Monografi
Data Daerah Irigasi, Data Industri, Data Peternakan & Perikanan Darat
Peta Guna Lahan Time Series
Data Debit
Data Mata Air, Data Air Tampungan
Peta Kontur, Peta Jaringan Sungai, Peta DAS Digital
DEM (Model Grid)
Data Hujan & Peta Sebaran Stasiun Hujan
Peta Jenis & Solum Tanah
Data Sedimen Terangkut & Tabel SDR
Faktor K
Sedimen
Peta Administrasi, Peta RTRW
Tidak Uji Konsistensi
Model DAS Analisis Kebutuhan Air: 1. Kebutuhan Air Penduduk 2. Kebutuhan Air Industri 3. Kebutuhan Air Peternakan 4. Kebutuhan Air Perikanan 5. Kebutuhan Air Penggelontoran 6. Kebutuhan Air Irigasi
Analisis Ketersediaan Air: 1. Ketersediaan Air Sungai 2. Ketersediaan Air Tampungan 3. Ketersediaan Mata Air
Kebutuhan Air Total
Ketersediaan Air Total
Peta & Karakteristik DAS Brantas
Faktor CP & Koefisien C
Faktor L&S, Koef. CS & Intensitas Hujan
Curah Hujan Rerata Daerah
Indeks Erosivitas Hujan (R)
Laju Erosi, Sedimen, Debit Limpasan
Analisis Neraca Air (Surplus / Defisit)
Dilanjutkan TA GIS Analisa erosi, sedimentasi & bencana tianjuan secara geologi
Prediksi Kebutuhan Air dan Ketersediaan Air (Neraca Air) Selama 5 Tahun kedepan oleh TA Pertanian
Prediksi Debit 5 Tahun kedepan
- Prediksi Curah Hujan 5 Tahun kedepan oleh TA SDA - Prediksi Erosi, Sedimen, Limpasan & Banjir oleh TA GIS - Prediksi Perubahan Penggunaan Lahan oleh TA Planologi
Prediksi nilai besarnya produksi pangan serta tingkat kebutuhan/ permintaannya oleh TA Pertanian
Rekomendasi Kebijakan rekomendasi pengendalian perubahan penggunaan lahan paling optimal untuk mendukung ketahanan air dan ketahanan pangan oleh TA Planologi
Kesimpulan dan Saran
Selesai
Gambar 2. 5 Alur Kajian Mengenai Ketahanan Air
2.3
METODOLOGI PEKERJAAN Metode yang digunakan dalam pekerjaan ini terkait dengan metode
pengumpulan data, pengolahan data, dan juga metode analisis data. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat berikut ini: 2.3.1 Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan untuk mendapatkan semua informasi yang terkait dengan kajian “Analisa Perubahan Penggunaan Lahan di Ekosistem DAS dalam
II-5
2 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Menunjang Ketahanan Air dan Ketahanan Pangan”. Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Survei Primer/Observasi Lapangan Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari lapangan (ground check), meliputi:
kondisi penggunaan lahan pada masa sekarang
foto dokumentasi hasil observasi langsung ke lapangan
koordinat hasil checking lapangan
sebaran permukiman dan jalan
pemetaan lokasi pengecekan
Survei Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh dari Instansi Pemerintah yang terkait dengan kajian ini, yang meliputi peta (Dinas Kehutanan), data statistik, curah hujan, topografi, kependudukan (Badan Pusat Statistik), data pengelolaan DAS Brantas (Jasa Tirta), data lainnya terkait DAS Brantas (Badan Besar Wilayah Sungai Brantas dan Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Brantas Jawa Timur), data peruntukan lahan (Badan Pertanahan), data lingkungan (BLH), data pengairan (Dinas Pengairan), data rencana tata ruang wilayah Provinsi, kabupaten, kecamatan, data tata guna hutan dan data pendukung lainnya (Bappeda), serta data produksi, kebutuhan, dan ketahanan pangan (Kantor Ketahanan Pangan). Focus Group Discussion Focus Group Discussion (FGD) adalah diskusi dengan peserta terbatas yang berasal dari satu kelompok tertentu dan dengan topik bahasan diskusi tertentu pula. Tujuan dari metode FGD ini adalah untuk menambah dan memperdalam informasi, membangun kesepakatan/komitmen, mengklarifikasi informasi yang kurang pada basis data dan juga bisa dipakai untuk memperoleh opini-opini yang berbeda mengenai halhal yang berkaitan dengan kajian ini. Dalam FGD ini dikumpulkan berbagai stakeholder mulai dari instansi-instansi (Bappeda Provinsi, Bappeda Kabupaten, Dinas Kehutanan, BBWS, BPDAS, Badan Pertanahan, BLH, Jasa Tirta, Kantor Ketahanan Pangan, Dinas Pengairan) atau stakeholder lain yang terkait.
II-6
2 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Langkah-langkah FGD, antara lain: 1.
Lakukan diskusi dengan satu topik tertentu
2.
Tentukan target peserta dan diskusikan dengan warga komunitas tersebut kriteria-kriteria target peserta
3.
Setelah menentukan kriteria-kriteria yang terkait, lalu identifikasi siapa-siapa yang akan mewakili masing-masing kelompok kriteria tersebut.
4.
Rencanakan penjadwalan waktu pelaksanaan FGD
5.
Buat desain pedoman FGD - Pedoman terdiri dari daftar pertanyaan untuk menjadi bahan fasilitator untuk memancing diskusi pada FGD - Pedoman bagi fasilitator untuk mendorong kebebasan berekspresi, tergalinya informasi secara mendalam dari peserta - Buat pertanyaan-pertanyaa simple dengan jawaban tertutup - Pedoman harus detail - Pedoman harus menyediakan pertanyaan-pertanyaan terbuka untuk topik khusus yang didisukusikan - Siapkan fasilitator dan pencatat proses Tabel 2. 1 Jenis Data dan Sumber Data RINCIAN DATA
TAHUN
FISIK GEOGRAFIS Data dan Peta Topografi Data dan Peta Hidrologi Data dan Peta Geologi Data dan Peta Batas Administrasi Data dan Peta Jenis Tanah Data dan Peta WS, DAS dan Sub-Das
2011 2011 2011 2011 2011 2011
Data dan Peta Jaringan Sungai dan Anak Sungai
2011
Data dan Peta Penggunaan Lahan Data dan Peta Status Lahan Data dan Peta Sebaran Penduduk Data dan Peta Kebijakan/Program terkait Pengelolaan DAS Data dan Peta Iklim/Curah Hujan Dan data terkait lainnya SOSIAL KEPENDUDUKAN Jumlah Penduduk di Ekosistem DAS Kepadatan Penduduk di Ekosistem DAS Pertumbuhan Penduduk di Ekosistem DAS Jumlah penduduk berdasarkan Matapencaharian di Ekosistem DAS Karakteristik budaya Masyarakat di Ekosistem DAS Dan data terkait lainnya
2007-2011 2007-2011 2007-2011 2007-2011
SUMBER
2007-2011
BPS/Bappeda/ dll BPS/Bappeda/ dll BPS/Bappeda/ dll BPS/Bappeda/ dll BPS/Bappeda/ dll BBWS/BPDAS/Jasa Tirta/ Bappeda/ Dinas Pengairan/ dll BBWS/BPDAS/Jasa Tirta/ Bappeda/ Dinas Pengairan/ dll BPS/Bappeda/ Badan Pertanahan/ dll Bappeda/ Badan Pertanahan/ dll BPS/Bappeda/ dll BBWS/BPDAS/Jasa Tirta/ Bappeda/ Dinas Pengairan/ dll BMG/BPS/Bappeda/ dll
2007-2011 2007-2011 2007-2011 2007-2011
BPS/ dll BPS/ dll BPS/ dll FGD/ BPS/ dll
2011
FGD/ BPS/ dll
II-7
2 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
RINCIAN DATA PERTANIAN DAN PERKEBUNAN Luas lahan sawah di Ekosistem DAS
TAHUN
SUMBER
2006-2011 BPS/ Dinas Pertanian dan Perkebunan/ Bappeda/ Badan Pertanahan/ dll Luas penggunaan tanah di Ekosistem DAS 2006 dan BPS/ Dinas Pertanian dan Perkebunan/ Bappeda/ 2012 dll Luas panen, hasil per hektar dan produksi tanaman 2006-2011 BPS/ Dinas Pertanian dan Perkebunan/ Bappeda/ bahan makanan, buah dan sayuran di Ekosistem DAS dll Produksi tanaman padi di Ekosistem DAS 2006-2011 BPS/ Dinas Pertanian dan Perkebunan/ Bappeda/ dll Luas panen padi di Ekosistem DAS 2006-2011 BPS/ Dinas Pertanian dan Perkebunan/ Bappeda/ dll Produksi padi di Ekosistem DAS 2006-2011 BPS/ Dinas Pertanian dan Perkebunan/ Bappeda/ dll KEHUTANAN Luas kawasan hutan & perairan di Ekosistem DAS 2007-2011 BPS/ Dinas Kehutanan/ Bappeda/ dll Produksi kayu menurut jenisnya di Ekosistem DAS 2007-2011 BPS/ Dinas Kehutanan/ Bappeda/ dll Dan data terkait lainnya PENGAIRAN Laporan Kondisi Sungai dan Anak Sungai 2007-2011 BLH/ dll Program Terkait DAS Brantas 2007-2011 BLH/ dll Data terkait potensi dan sarana prasarna SDA 2007-2011 BBWS/ dll Jumlah, kapasitas dan sebaran prasarana bangunan 2007-2011 Dinas Pengairan/ dll air di ekosistem DAS Data terkait kapasitas kesediaan sumberdaya air, 2007-2011 Dinas Pengairan/ dll proyeksi kebutuhan, dan cadangannya Data terkait hidrologi dan debit limpasan 2007-2011 Dinas Pengairan/ dll Data terkait erosi dan sedimen 2007-2011 Dinas Pengairan/ dll Dan data terkait lainnya GUNA LAHAN LAINNYA Jumlah industri di Ekosistem DAS 2007-2011 BPS/ Bappeda/ dll Jumlah kegiatan, produksi dan nilai produksi hasil 2007-2011 BPS/ Bappeda/ dll pertambangan di Ekosistem DAS HUKUM DAN KELEMBAGAAN RTRW Provinsi Terakhir Bappeda/ dll RTRW Kabupaten Terakhir Bappeda/ dll Profil, Statistik, Kebijakan DAS Brantas 2007-2011 BPDAS/ BBWS/ Jasa Tirta Bappeda/ dll Dan data terkait lainnya
2.3.2 Metode Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan untuk mengidentifikasi pola penggunaan lahan eksisting di kawasan DAS Brantas dan melakukan analisis dampak perubahan penggunaan lahan melalui simulasi prediksi trend perubahan lahan pada kawasan DAS terhadap sumber daya air dan penyediaan pangan. Dengan demikian dapat diberikan rekomendasi pengendalian perubahan penggunaan lahan paling optimal untuk mendukung ketahanan air dan ketahanan pangan sebagai bagian dari pengelolaan DAS terpadu. Digitasi, edit, overlay, dalam pembuatan peta dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak (Software) Sistem Informasi Geografis (GIS) extention spasial analisis, untuk peta sebagai berikut:
II-8
2 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Peta Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas
Peta Isoeroden DAS Brantas
Peta Topografi DAS Brantas
Peta Jenis Tanah (USDA) DAS Brantas
Peta Penggunaan Lahan DAS Brantas Faktual dan Time Series untuk mengetahui pola penggunaan lahan DAS Brantas.
Peta Satuan Lahan DAS Brantas
Peta Tingkat Bahaya DAS Brantas
Peta Jaringan/Sebaran Sungai dan Anak Sungai DAS Brantas
Peta Sebaran Penduduk
Peta Kebijakan Terkait DAS, dari data faktual dan rencana yang sudah ditetapkan (tata guna lahan/RTRW Jawa Timur dan kabupaten/kota terkait)
2.3.3 Metode Analisis Data Dari matriks sebelumnya, maka dapat diketahui kajian dan analisis yang digunakan dalam pekerjaan ini adalah sebagai berikut: a. Perubahan Penggunaan Lahan b. Analisis Erosi dan Sedimen c. Dampak Perubahan Penggunaan Lahan DAS Terhadap Ketahanan Air dan Pangan d. Analisis Kesesuaian Lahan, Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Fisik DAS Brantas e. Proyeksi Penduduk f. Analisis Produksi Padi g. Analisis Keseimbangan Produksi-Konsumsi h. Analisis Hidrologi dan Debit Limpasan i.
Analisis Ketersediaan Air
j.
Analisis Kebutuhan Air
k. Analisis Neraca Air l.
Analisis Kebijakan
m. Analisis Kondisi DAS n. Analisis SWOT dan Kelembagaan
II-9
2 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
A.
ANALISIS PENGGUNAAN LAHAN Dalam hal analisis kesesuaian penggunan lahan, perlu dikaji dokumen penataan
ruang yaitu RTRW untuk wilayah-wilayah yang termasuk ke dalam batas wilayah administrasi DAS. Hal yang perlu dikaji adalah mengenai gambaran terkait kondisi DAS yang ada dan bagaimana arahan kebijakan untuk pengendalian pemanfaatan ruang di DAS. Penggunaan lahan eksisting akan diperbandingkan dengan penggunaan lahan sesuai rencana yang tertuang di RTRW, sesuai dengan Kepmen Kimpraswil No.327/KPTS/M/2002 Lampiran VI tentang Pedoman Peninjauan Kembali Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan. Untuk melihat penyimpangan yang terjadi, dinilai berdasarkan luasan penyimpangan penambahan atau pengurangan guna lahan pada kondisi eksisting dibandingkan dengan yang ada di rencana dikalikan 100%. Rumus Simpangan Guna Lahan: Keterangan: Pgl : Penyimpangan guna lahan Rgl : Luas rencana guna lahan Fgl : Luas eksisting guna lahan
Selain itu, metode yang juga digunakan dalam kajian ini adalah metode overlay (tumpang tindih) dan analizing spasial dengan menggunakan teknologi Sistem Informasi Geografi dan menggunakan analisis data dari Peta Citra Satelit. Data yang digunakan adalah data hasil crossing (tabulasi silang) antara data penggunaan lahan selama 5 tahun terakhir, data landform, dan data administrasi kabupaten/kota. Crossing data dilakukan pada peta/data penggunaan lahan tahun awal dan tahun awal (5 tahun terakhir) sehingga memperlihatkan sebaran, jenis, dan luas perubahan penggunaan lahan yang terjadi selama 5 tahun di wilayah administrasi DAS Brantas. Selanjutnya dilakukan tumpang tindih dengan peta/data administrasi kabupaten/kota sehingga diketahui intensitas perubahan dan trend/kecenderungan yang terjadi pada setiap wilayah administrasi di kawasan DAS Brantas. Langkah terakhir yang dilakukan adalah menumpangtindihkan dengan peta/data landform sehingga diketahui untuk suatu jenis penggunaan lahan dalam wilayah administrasi berada pada relief dan lereng tertentu. Dari hasil crossing empat komponen itu diperoleh sebaran perubahan masing-masing penggunaan lahan pada unit-unit lahan. Dari data tumpang tindih tersebut diperoleh tiga tabel secara terpisah. Penyusunan data dibuat berdasarkan tahapan analisis dan formulasi model yang digunakan. Selanjutnya ditinjau pula dengan kebijakan dan
II-10
2 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
peraturan terkait yang ada, sehingga dapat diketahui bagaimana pola perubahan penggunaan lahan dan bagaimana kesesuaiannya. Analisa prediksi perubahan penggunaan lahan sawah 5 tahun ke depan, menggunakan model linier (MS Excel 2007): Y
=
a + bX
Keterangan: Y = X = a,b =
indeks perubahan penggunaan sawah variable waktu konstanta MULAI
Data Perubahan Penggunaan Lahan (PL) Lampau & Kini
Tidak Ada
Peta PL Lampau & Peta PL Kini
Citra Landsat TM Multi Temporal
Tidak Ada
Ada
Ada SELESAI
Tidak Ada
Plot Lokasi Pada Wilayah DAS
Overlay kedua peta tersebut
Ada
Identifikasi Perubahan PL
Overlay kedua peta
Klasifikasi untuk menghasilkan Landcover
Lakukan Pemrosesan Citra
Identifikasi Perubahan PL
Overlay kedua peta
Klasifikasi untuk menghasilkan Landcover
Lakukan Pemrosesan Citra
Overlay kedua peta
Klasifikasi untuk menghasilkan Landcover
Citra SPOT XS Multi Temporal Tidak Ada
Identifikasi Perubahan PL
Lakukan Pemrosesan Citra
Citra NOAA Multi Temporal Tidak Ada
Identifikasi Perubahan PL
Overlay kedua peta
Klasifikasi untuk menghasilkan Landcover
Lakukan Pemrosesan Citra
Citra Landsat TM (B3, B4) Tidak Ada
Identifikasi Perubahan PL
Overlay kedua peta
Klasifikasi untuk menghasilkan Landcover
Lakukan Pemrosesan Citra
Citra SPOT XS (B3, B4) Tidak Ada
Identifikasi Perubahan PL
Overlay kedua peta
Klasifikasi untuk menghasilkan Landcover
Lakukan Pemrosesan Citra
Citra NOAA (K1, K2)
Gambar 2. 6 Langkah-langkah Identifikasi Perubahan Penggunaan Lahan
B.
ANALISIS EROSI DAN SEDIMENTASI Untuk penentuan sedimen digunakan data sedimen terangkut dibagi dengan nilai
Sediment Delivery Ratio (SDR) berdasarkan luas DAS. Erosi merupakan salah satu proses dalam DAS yang terjadi akibat dari pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan lahan. Erosi mengakibatkan menipisnya lapisan tanah di DAS bagian hulu dan tengah (yang bagian hulu biasanya merupakan kawasan lindung). Erosi juga merupakan salah satu indikasi untuk menentukan kekritisan suatu DAS. Akibat lain dari erosi adalah nenurunnya kemampuan tanah untuk meresapkan air (infiltrasi) dan meningkatnya limpasan air permukaan (run-off). Aliran permukaan yang berlebihan akan mengakibatkan banjir II-11
2 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
dan pengendapan sedimen di daerah tengah dan hilir. Hal ini akan berdampak bukan hanya terhadap daerah sekitar tapi juga akan merugikan masyarakat. Besarnya erosi dan sedimentasi dari tahun ke tahun akan semakin bertambah apabila tidak dilakukan pengendalian ataupun pencegahan. Jumlah Tanah Yang Hilang Perkiraan besarnya erosi yang terjadi di suatu DAS dapat menggunakan model USLE (Universal Soil Loss Equation). Model ini telah lama dikembangkan oleh USDA (United States Department of Agriculutre) dan banyak dipakai secara praktis untuk mengestimasi besarnya erosi permukaan tahunan suatu kawasan. Faktor yang digunakan meliputi faktor erosivitas hujan, faktor erodibilitas tanah, faktor kemiringan dan panjang lereng, jenis penutup lahan, dan faktor pengolahan tanah. Rumus yang digunakan untuk menghitung tingkat erosi (jumlah tanah yang hilang) adalah (Wischmeier dan Smith, 1965, 1978 dalam Sitanala Arsyad, 1989) : A R . K . LS . C . P
dimana : A = R = K = LS = C = P =
jumlah tanah hilang (ton/Ha/tahun). indeks erosivitas curah hujan tahunan rata-rata. indeks erodibilitas tanah. indeks panjang dan kemiringan lereng. indeks pengelolaan tanaman. indeks pengolahan lahan.
Cara penentuan indeks-indeks tersebut adalah sebagai berikut : 1) Indeks Erosivitas Curah Hujan (R) Indeks erosivitas curah hujan (R) diperkirakan dengan menggunakan rumus empiris Bols (1978) (hanya berlaku di Pulau Jawa). Rm 6,119 . Rainm1,21 . Daysm0,47 . Max Pm0,53 dimana : Rm (Rain)m (Days)m (Max P)m R
= = = = = =
erosivitas curah hujan bulanan rata-rata (EI30); jumlah curah hujan bulanan rata-rata (dalam cm); jumlah hari hujan bulanan rata-rata pada bulan tertentu; curah hujan harian rata-rata maksimal pada bulan tertentu (cm); erosivitas curah hujan tahunan rata-rata Rm selama 12 bulan.
2) Indeks Erodibilitas Tanah (K) Erodibilitas tanah adalah laju erosi tanah per indeks erosi hujan untuk suatu tanah dalam petak percobaan baku dengan panjang 22,1 m dan terletak pada
II-12
2 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
kemiringan 9% tanpa tanaman. Indeks erodibilitas tanah ditentukan dengan menggunakan rumus Wischmeier et.al (1971) dalam Chay Asdak (2002) : K
2,713 . M1,14 . 10 4 . 12 a 3,25 . b 2 2,5 . c 3 100
dimana : M = a = b = c =
(% debu + % pasir sangat halus) (100 - % lempung). bahan organik tanah (% C x 1,724). kode struktur tanah. kode permeabilitas tanah.
Nilai erodibilitas tanah atau nilai kepekaan tanah (K) untuk beberapa jenis tanah yang ada di Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 2. 2 Nilai Faktor K (Erodibilitas Tanah) Beberapa Jenis Tanah di Indonesia Jenis Tanah
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Nilai K
Aluvial Andosol Brown Forest Glei Grumusaol Latosol Litosol Mediteran Organosol Podsol Merah Regosol
0,29 0,28 0,28 0,29 0,16 0,26 0,13 0,16 0,29 0,20 0,31
Sumber : Otto Soemarwoto, Analisis Dampak Lingkungan
3) Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng (LS) Faktor panjang lereng merupakan nisbah antara besarnya erosi dari tanah dengan suatu panjang lereng tertentu terhadap besar erosi dari tanah dengan panjang lereng 22,1 m di bawah keadaan tertentu yang identik. Faktor kemiringan lereng adalah nisbah antara besarnya erosi yang terjadi dari suatu lahan dengan kemiringan tertentu terhadap kemiringan lereng 9% di bawah keadaan identik. Faktor panjang dan kemiringan lereng dapat diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Schwab et.al, 1981 dalam Chay Asdak, 2002) : X LS 22,1
dimana: LS = X = s =
0 ,6
. 0,065 0,045 . s 0,0065 . s 2
indeks faktor panjang dan kemiringan lereng. panjang lereng erosi. kemiringan lereng erosi (%).
II-13
2 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Untuk mempermudah penentuan nilai faktor panjang dan kemiringan lereng (LS), Departemen Kehutanan (1988) telah mengeluarkan nilai LS yang didasarkan pada kelas lereng seperti yang diberikan pada tabel berikut ini. Tabel 2. 3 Penilaian Kelas Kemiringan Lereng (LS) Kemiringan Lereng (%)
Penilaian
0–5 0,25 5 – 15 1,20 15 – 35 4,25 35 – 50 9.50 > 50 12,00 Sumber: Lampiran Juknis SSOP Banjir dan Tanah Longsor, 2011
Tabel 2. 4 Penilaian Kelas CP
4) Indeks Pengelolaan Tanaman (C) Indeks pengelolaan tanaman (C) dapat diartikan sebagai ratio tanah yang tererosi pada suatu jenis tanah dengan vegetasi penutup tertentu. Nilai indeks pengelolaan tanaman dapat ditentukan dengan menggunakan tabel nilai penutupan lahan berdasarkan jenis penggunaan lahan dan vegetasi penutup. 5) Indeks Pengelolaan Lahan (P)
Sumber: Lampiran Juknis SSOP Banjir dan Tanah Longsor, 2011
Indeks Pengelolaan Lahan adalah rasio antara tanah yang tererosi pada suatu jenis pengelolaan lahan terhadap tanah yang tererosi pada lahan yang sama tanpa praktek konservasi tanah apapun. Tindak pengelolaan lahan pada suatu wilayah ditentukan berdasarkan peta penggunaan lahan dan pengamatan langsung di lapangan. Perhitungan Erosi Perhitungan besarnya tanah yang hilang (erosi) dengan metode USLE dapat dilakukan secara manual dengan mengalikan kelima faktor pada rumus USLE. Berdasarkan perhitungan tersebut maka tingkat bahaya erosi suatu kawasan dapat dipetakan. Adapun kriteria tingkat bahaya erosi dapat dilihat pada tabel berikut ini:
II-14
2 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Tabel 2. 5 Kriteria Tingkat Bahaya Erosi (TBE) Erosi (ton/Ha/tahun) Solum Tanah I II (cm) (<15) (15 - 60) Dalam (> 90) Sangat ringan Ringan Sedang (60 – 90) Ringan Sedang Dangkal (30 – 60) Sedang Berat Sangat Dangkal (<30) Berat Sangat Berat Sumber : Departemen Kehutanan, 1988
III (60 - 180) Sedang Berat Sangat Berat Sangat Berat
IV (180 - 480) Berat Sangat Berat Sangat Berat Sangat Berat
V (> 480) Sangat Berat Sangat Berat Sangat Berat Sangat Berat
Tingkat bahaya erosi ditetapkan atas dasar kelas erosi dan solum (ketebalan) tanah. Sebagai contoh, apabila jumlah tanah hilang (erosi) suatu kawasan antara 15 60 ton/Ha/tahun dengan kedalaman tanah lebih besar dari 90 cm maka tingkat bahaya erosi termasuk ke dalam kelas yang ringan. Tanah yang terkelupas karena proses erosi akan terbawa oleh aliran air menuju kawasan yang lebih rendah. Besar kecilnya tanah yang terbawa aliran air sangat tergantung pada karakteristik DAS. Makin rapat penutupan lahan, makin baik sistem konservasi lahan, maka kadar tanah yang terbawa aliran biasanya menjadi makin kecil. Oleh karena itu konservasi tanah perlu dilakukan untuk mengurangi besarnya erosi yang terjadi dan mengurangi besar sedimen yang masuk ke dalam sungai dengan merubah nilai faktor pengelolaan tanaman (C) dan nilai faktor pengelolaan lahan (P) menjadi lebih kecil. Perubahan nilai faktor pengelolaan tanaman (C) dapat dilakukan dengan merubah jenis tanaman yang telah ada dengan tanaman baru yang mempunyai nilai faktor C lebih rendah dan disesuaikan dengan kemampuan dari lahan itu sendiri. Perubahan nilai faktor pengelolaan lahan (P) dapat dilakukan dengan memperbaiki pengelolaan lahan yang telah ada seperti pembuatan teras, guludan dan penaman sejajar garis kontur. C.
DAMPAK PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERKAIT KETAHANAN AIR DAN PANGAN Penggunaan lahan suatu wilayah sifatnya tidak permanen. Suatu lahan memiliki
kemampuan yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai tujuan. Dengan adanya kemampuan lahan yang dapat diterapkan untuk berbagai tujuan inilah suatu lahan tidak terbatas penggunaannya pada suatu tujuan tertentu saja. Bentuk penggunaan lahan dapat berubah sejalan dengan perkembangan kebutuhan dan kebudayaan manusia. Perubahan pola pemanfaatan lahan ini akan memunculkan suatu fenomena dimana satu pemanfaatan lahan dikorbankan untuk pemanfaatan lainnya. Misalnya pemanfaatan lahan yang pada awalnya sebagai lahan pertanian berubah sebagai
II-15
2 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
lahan permukiman. Dalam hal ini dikatakan lahan pertanian dikorbankan untuk pemanfaatan lainnya yaitu sebagai lahan permukiman. Bentuk penggunaan lahan terjadi dalam dua bentuk yaitu perubahan dengan perluasan atas suatu penggunaan tertentu dan perubahan tanpa perluasan untuk penggunaan tertentu. Perubahan penggunaan lahan pada suatu lokasi dapat terjadi dengan berubahnya penggunaan lahan tersebut dari suatu penggunaan tertentu ke penggunaan lainnya. Perluasan penggunaan lahan untuk tujuan tertentu sering terjadi di daerah pinggiran atau pedesaan dimana lahan masih "tersedia" dalam jumlah yang luas. Sedangkan perubahan tanpa perluasan wilayah sering disebut dengan pemadatan, dan terjadi pada wilayah perkotaan atau daerah-daerah tertentu dengan adanya faktor-faktor pembatas. Pemadatan terjadi atas suatu penggunaan tertentu. Perubahan penggunaan lahan diartikan sebagai suatu proses perubahan dari penggunaan lahan sebelumnya ke penggunaan lahan lain yang dapat bersifat permanen maupun sementara, dan merupakan bentuk konsekuensi logis adanya pertumbuhan dan transformasi perubahan struktur sosial ekonomi masyarakat yang sedang berkembang. Apabila penggunaan lahan untuk sawah berubah menjadi pemukiman atau industri maka perubahan penggunaan lahan ini bersifat permanen dan tidak dapat kembali (irreversible), tetapi jika beralih guna menjadi perkebunan biasanya bersifat sementara. Perubahan penggunaan lahan pertanian berkaitan erat dengan perubahan orientasi ekonomi, sosial, budaya dan politik masyarakat. Perubahan penggunaan lahan pertanian ke nonpertanian bukanlah semata-mata fenomena fisik berkurangnya luasan lahan, melainkan merupakan fenomena dinamis yang menyangkut aspek-aspek kehidupan manusia, karena secara agregat berkaitan erat dengan perubahan orientasi ekonomi, sosial budaya dan politik masyarakat (Winoto et al. 1996). Informasi perubahan lahan pada suatu wilayah tertentu sangat penting artinya dalam perencanaan wilayah tersebut dimasa yang akan datang. Informasi penggunaan lahan dapat memberikan penjelasan pada pengguna tentang apa yang harus dilakukan terhadap lahan tersebut untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Disamping itu, angka "kecepatan" perubahan lahan pertanian ke arah lahan pemukiman merupakan gambaran umum perbaikan taraf hidup dan kemampuan daya beli.
II-16
2 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
D.
ANALISIS PROYEKSI PENDUDUK Analisis ini ditujukan untuk mengetahui jumlah kemungkinan penduduk beberapa
tahun ke depan, yaitu dengan analisis menggunakan data sekunder kependudukan time series 5 tahun terakhir. Jumlah penduduk yang digunakan adalah jumlah penduduk di wilayah-wilayah tertentu, yang termasuk ke dalam batas DAS. Model pertumbuhan linear menggambarkan tingkat pertumbuhan populasi yang akan terus menerus meningkat dari angka awal. Tingkat populasi yang naik-turun secara proporsional dalam periode tertentu, pada akhirnya akan menjadi konstan sehingga tipe pertumbuhan ini dapat sebagai karakteristik dari fakta kenaikan maupun penurunan penduduk yang sama setiap tahunnya (ataupun bulan dan sebagainya). Proyeksi penduduk adalah menghitung jumlah kemungkinan penduduk beberapa tahun ke depan, dengan mencari: a.
Pertumbuhan Penduduk : =
jumlah penduduk (tahun n) - jumlah penduduk (tahun n-1) x 100 jumlah penduduk (tahun n-1)
b.
Jumlah penduduk tahun yang dicari adalah dengan menggunakan rumus Geometrik, yaitu: =
Pn = Po (1+r)t
Keterangan :
Po Pn R t
: jumlah penduduk tahun dasar : jumlah penduduk tahun yang dicari : tingkat pertumbuhan penduduk : selisih tahun dasar dengan tahun yang dicari
Contoh:
Prediksi jumlah penduduk tahun 2015
= 780.394(1+0,0025)5 = 788.198 jiwa
E.
ANALISIS PRODUKSI PADI Analisa ini dilakukan untuk mengetahui kecenderungan produksi dan konsumsi
berkaitan dengan luasan lahan sawah yang ada. Oleh karena itu, analisis ini dilakukan dengan menggunakan model linier berdasarkan waktu.
II-17
2 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Analisa ini dilakukan dengan model linier berdasarkan waktu meliputi produksi, konsumsi dan luas sawah, dengan persamaan (MS Excel 2007): Y
= a + Bx
Keterangan: Y = X = a,b =
F.
variabel yang dicari trendnya variabel waktu konstanta
ANALISIS KESEIMBANGAN PRODUKSI-KONSUMSI Analisis ini ditujukan untuk mengidentifikasi kesimbangan antara produksi dan
konsumsi, dalam kaitannya terhadap ketahanan pangan. Pertama, dilihat terlebih dahulu besarnya pola konsumsi/kebutuhan terhadap padi sehingga dapat diprediksi jumlah kebutuhan padi di masa yang akan datang. Kedua, dilihat besarnya pola produksi padi, sehingga dapat diprediksi pula jumlah produksi padi di masa yang akan datang. Dari kedua data tersebut, maka dapat diketahui keseimbangan antara produksi dan konsumsi dalam 5 tahun yang akan datang. Dengan mengetahui besarnya produksi pangan yang dihasilkan, maka dapat diketahui daya produksi DAS tersebut. Analisa keseimbangan Produksi-Konsumsi: Produksi Padi × Koreksi Penyusutan menjadi Beras Jumlah Penduduk × Kebutuhan Beras berdasar Gizi Nilai perbandingan produksi dengan konsumsi beras (p:k) > 1 berarti terjadi surplus beras dan situasi ini yang senantiasa selalu diharapkan; apabila nilai (p:k) = 1 berarti terjadi keseimbangan; dan (p:k) < 1 berarti defisit. Contoh: Langkah 1. Menyusun data Jumlah Penduduk Kabupaten X (Jiwa) Kabupaten X
2006 64.206
Jumlah Penduduk (Jiwa) 2007 2008 64.729 65.113
2009 65.420
2010 65.696
Langkah 2. Menyusun Jumlah Produksi Beras Kabupaten X (Ton GKG) Kabupaten X
2006 18.275
Jumlah Produksi Beras (Ton GKG) 2007 2008 2009 23.274 22.907 18.974
2010 21.537
II-18
2 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Langkah 3. Menghitung Berat Bersih Beras (rendemen 62,74% dari bobot gabah berat kering giling (GKG) Kabupaten X
2006 10.051,25
Jumlah Produksi Beras (Ton) 2007 2008 2009 12.800,70 12.598,85 10.435,70
2010 11.845,35
Langkah 4. Menghitung Besar konsumsi beras Kabupaten X (Ton) Kabupaten X
2006 7.030,56
Konsumsi beras (Ton) 2007 2008 7.087,83 7.129,87
2009 7.163,49
2010 7.193,71
Langkah 5. Menghitung Keseimbangan Produksi - Konsumsi Kabupaten X
2006 1,4
Keseimbangan Produksi-Konsumsi 2007 2008 2009 1,8 1,8 1,5
2010 1,6
Selanjutnya, analisa prediksi produksi beras 5 tahun ke depan, menggunakan model linier (MS Excel 2007): Y
= a + bX
Keterangan: Y = X = a,b =
G.
indeks produksi variable waktu konstanta
ANALISIS DAYA DUKUNG DAN DAYA TAMPUNG LINGKUNGAN Analisis ini ditujukan untuk mengidentifikasi daya dukung dan daya tampung
lingkungan DAS Brantas sesuai dengan kondisi fisik wilayahnya, sehingga dapat diketahui bagaimana distribusi spasial daya dukung lingkungan dan distribusi kawasan ambang batas daya tampung lahan. Pendekatan analisis yang digunakan adalah pemodelan spasial berdasarkan perhitungan analisis kondisi fisik DAS seperti curah hujan, geologi, dan topografi. Kondisi fisik merupakan salah satu faktor yang penting dalam mendukung pengembangan suatu perkotaan. Kodisi fisik dapat dikelompokkan menjadi 3 bagian yaitu:
Fisik dengan limitasi (daya dukung rendah) pengembangan; suatu kondisi fisik yang tidak dapat dikembangkan untuk suatu kegiatan.
Fisik dengan kendala (daya dukung sedang) pengembangan; suatu kondisi fisik yang dapat dikembangkan untuk suatu kegiatan akan tetapi terdapat berbagai kendala.
II-19
2 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Fisik dengan kemungkinan (daya dukung tinggi) pengembangan; suatu kondisi fisik yang dapat dikembangkan untuk suatu kegiatan tanpa ada kendala. Apabila Daya Dukung Wilayah adalah jumlah orang yang dapat didukung oleh
wilayah tersebut untuk hidup layak maka jumlah kebutuhan setiap orang adalah kebutuhan untuk hidup layak. Dengan demikian Daya Dukung Lahan adalah total ketersediaan produksi dibagi dengan kebutuhan hidup layak setiap orang. Kebutuhan Hidup Layak adalah kebutuhan fisik minimum (KFM) ditambah kebutuhan pendidikan, kegiatan Sosial, kesehatan, pakaian, asuransi dan tabungan. Untuk daerah-daerah yang sebagian besar penduduknya hidup dari sektor pertanian, daya dukung dihitung dari produksi bahan makanan. Segi perhitungannya dapat dihitung dari Kebutuhan Fisik Minimum (KFM) yang didasarkan atas kebutuhan kalori per orang per hari yaitu 2600 kalori per orang perhari. Konversi Kg bahan makanan pokok ke kalori: a. 1 Kg beras = 3.600 Kalori b. 1 Kg Jagung = 3.610 Kalori c.
1 Kg Ubi Kayu = 1.460 Kalori
d. 1 Kg Ubi Jalar = 1.230 Kalori e.
1 Kg Kacang Tanah = 4.520 kalori Untuk menentukan tingkat daya dukung lahan pertanian digunakan rumus
matematika dari konsep gabungan atas teori Odum, Christeiler, Ebenezer Howard dan Issard yaitu: σ =
X K
Keterangan: σ : Tingkat daya dukung lahan pertanian X : Luas panen tanaman pangan per kapita K : Luas lahan untuk swasembada pangan
X=
Luas Panen (Ha) Jumlah Penduduk (jiwa)
K=
Kebutuhan Fisik Minimum (KFM) Produksi Tanaman Pangan (Ha/Thn)
II-20
2 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Klasifikasi : 1.
Kelas I : σ > 2,47: Wilayah yang mampu swasembada pangan dan mampu memberikan kehidupan yang layak bagi penduduknya.
2.
Kelas II 1 ≤ σ ≤ 2,7: Wilayah yang mampu swasembada pangan tetapi belum mampu memberikan kehidupan yang layak bagi penduduknya.
3.
Kelas III σ < 1: Wilayah yang belum mampu swasembada pangan.
Contoh: Langkah 1 : Data Produksi Tanaman Pangan (Beras, Jagung, U. Kayu, U. Jalar, K. Tanah) Tahun 2010
Langkah 2 : Masing-masing komoditas dikonversi ke kalori
Langkah 3 : Menghitung Daya Dukung Lahan Tahun 2010
II-21
2 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
H.
ANALISIS JUMLAH PENDUDUK OPTIMAL Rumus : JPO = Daya Dukung Lahan x Jumlah Penduduk
Apabila jumlah penduduk optimal yang diperoleh lebih kecil dari jumlah penduduk yang terdata, maka diperlukan tambahan luas panen yang dapat mendukung penduduk tersebut. Selain tambahan luas panen, dapat juga dilakukan dengan cara peningkatan produksi tanaman pangan melalui usaha intensifikasi untuk mendukung penduduk tersebut. Contoh: Menghitung Jumlah Penduduk Optimal:
I.
ANALISIS HIDROLOGI DAN DEBIT LIMPASAN Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa yang diperlukan adalah besaran hujan
yang terjadi di seluruh Daerah Aliran Sungai (DAS) yang menjadi wilayah kajian. Jadi tidak hanya besaran hujan yang terjadi di satu stasiun penakar hujan. Metode yang digunakan dalam menentukan debit limpasan adalah Metode Rasional Modifikasi. J.
ANALISIS KETERSEDIAAN AIR Analisis ketersediaan air dilakukan untuk mengetahui debit air yang mungkin
dimanfaatkan dalam suatu wilayah untuk memenuhi kebutuhan air pada wilayah yang bersangkutan.
Ketersediaan Air Sungai Ketersediaan debit andalan air permukaan (aliran sungai) di seluruh wilayah
DAS diduga dengan menggunakan Persamaan Distribusi Weilbull dengan tahapan : 1) Mengurutkan data debit dari yang terkecil hingga terbesar. 2) Menghitung nilai peluang kejadian. 3) Menghitung nilai rerata debit yang terjadi pada setiap bulannya. 4) Mencari nilai debit yang terjadi pada setiap bulannya dengan peluang 70%, 80% dan 90%. Apabila tidak terdapat nilai tersebut, maka dihitung
II-22
2 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
dengan cara interpolasi, sehingga didapatkan nilai keandalan debit sungai 70%, 80% dan 90%.
Ketersediaan Air Tampungan Tahapan penentuan ketersediaan air dari tampungan adalah
1)
Melakukan inventarisasi data tampungan air.
2)
Menghitung total tampungan masing-masing tampungan air.
Ketersediaan Mata Air Tahapan penentuan ketersediaan air dari mata air adalah : 1) Menentukan batas administrasi dalam DAS Brantas, dengan satuan terkecil kecamatan. Batas administrasi ini diperoleh dengan meng-overlay Peta DAS dan Peta administrasi. 2) Menghitung volume ketersediaan mata air dari data ketersediaan mata air, yang bersesuaian dengan wilayah administrasi yang masuk ke dalam DAS Brantas. 3) Menghitung total ketersediaan mata air yang ada di DAS Brantas dari total masing-masing daerah administrasi.
Ketersediaan Air Keseluruhan Ketersediaan air total dapat diperoleh dengan menjumlahkan ketersediaan air
dari berbagai penyediaan meliputi ketersediaan air sungai, air tampungan, dan mata air dalam m3/dt atau m3. Menurut Notodihardjo (1989) permasalahan pertambahan penduduk yang berkembang dengan cepat tanpa disertai distribusi geografis yang merata, kebutuhan akan pangan tanpa bisa mengurangi kecenderungan konsumsi akan beras, dan peningkatan kesempatan kerja utamanya dalam bidang pertanian dan industri yang mengakibatkan lonjakan kebutuhan air untuk kedua bidang tersebut, adalah tiga permasalahan pokok yang menyebabkan ketidakseimbangan antara persediaan dan permintaan (supply and demand) akan air. Ketersediaan air yang akan ditinjau di dalam penelitian ini dapat dikategorikan menjadi: 1.
Ketersediaan air hujan,
2.
Ketersediaan air sungai,
3.
Ketersediaan air dari mata air
4.
Tampungan permukaan, yang dibedakan atas :
Tampungan alami : danau/telaga.
II-23
2 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
5.
Tampungan buatan : waduk/embung.
Potensi ketersediaan air tanah. Yang terdiri atas :
a)
Potensi ketersediaan air tanah bebas,
Potensi ketersediaan air tanah tertekan
Ketersediaan Air Hujan Ketersediaan air hujan yang dimaksud adalah volume air hujan rata-rata
tahunan pada DAS Brantas yang dihitung guna mengetahui berapa sebenarnya volume air rata-rata tahunan yang diterima sistem hidrologi pada DAS Brantas. Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air adalah curah hujan rata-rata di seluruh daerah yang bersangkutan, bukan curah hujan pada suatu titk tertentu. Curah hujan ini disebut sebagai curah hujan daerah dan dinyatakan dalam mm (Sosrodarsono, 1980 :27) Mengingat hujan sangat bervariasi terhadap tempat (space), maka untuk kawasan yang luas, satu alat penakar hujan belum dapat menggambarkan hujan wilayah tersebut. Dalam hal ini diperlukan hujan kawasan yang diperoleh dari harga rata-rata curah hujan beberapa stasiun penakar hujan yang ada didalam dan/atau di sekitar kawasan tersebut. Ada tiga macam cara yang umum dipakai dalam menghitung hujan rata-rata kawasan (Suripin, 2004 : 26) : 1.
Metode rata-rata hitung (rata-rata aljabar) Merupakan metode yang paling sederhana dalam perhitungan hujan kawasan
karena di dasarkan pada asumsi bahwa semua penakar hujan mempunyai pengaruh yang setara. Cara ini cocok untuk kawasan dengan topografi rata atau datar, alat penakar tersebar merata/ hampir merata, dan harga individual curah hujan tidak terlalu jauh dari harga rata-ratanya. Curah hujan rerata daerah diperoleh dari persamaan: n
P P2 P3 ... Pn P 1 n
P i 1
i
n
dimana P1, P2, …., Pn merupakan curah hujan yang tercatat di pos penakar hujan 1, 2, 3, …, n dan n adalah banyaknya pos penakar hujan.
II-24
2 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
2.
Metode Poligon Thiessen Metode ini dikenal sebagai metode rata-rata timbang (weighted mean). Cara ini
memberikan proporsi luasan daerah pengaruh pos penakar hujan untuk mengakomodasi ketidakseragaman jarak sehingga hasil Metode Poligon Thiessen ini lebih akurat dibandingkan dengan Metode Rata-rata Hitung. Daerah pengaruh dibentuk dengan menggambarkan garis-garis sumbu tegak lurus terhadap garis penghubung antar dua pos penakar hujan terdekat. Diasumsikan bahwa variasi hujan antara pos yang satu dengan yang lainnya adalah linier dan bahwa sebaran pos dianggap mewakili kawasan terdekat. Prosedur penerapan metode sebagai berikut : a.
Lokasi pos penakar hujan diplot pada peta DAS dan antar pos penakar dibuat garis lurus penghubung.
b.
Tarik garis tegak lurus ditengah-tengah tiap garis penghubung sedemikian rupa hingga membentuk Poligon Thiessen. Semua titik dalam satu poligon akan mempunyai jarak terdekat dengan pos penakar yang ada di dalamnya dibandingkan dengan jarak terhadap pos lainnya. Selanjutnya, curah hujan pada pos tersebut dianggap representasi hujan pada kawasan dalam poligon yang bersangkutan
c.
Luas areal pada tiap-tiap poligon dapat diukur dengan planimeter dan luas total DAS (A) dapat diketahui dengan menjumlahkan semua luasan poligon.
d.
Curah hujan rerata DAS dapat dihitung dengan persamaan berikut: n
Pi. Ai P1 A1 P2 A2 ... Pn An i 1 P n A1 A2 ... An Ai i 1
dimana P1, P2, …., Pn merupakan curah hujan yang tercatat di pos penakar hujan 1, 2, …,. A1, A2, … An adalah luas areal poligon 1, 2, …, n. Dan n adalah banyaknya pos penakar hujan.
II-25
2 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Sumber : Suripin, 2004 : 28
Gambar 2. 7 Poligon Thiessen
3.
Metode Isohyet Isohyet adalah kontur yang menghubungkan titik-titik dengan ketebalan hujan
yang sama dimana dua garis isohyet tidak pernah saling berpotongan. Metode ini merupakan metode yang paling akurat untuk menentukan curah hujan rerata daerah, namun diperlukan keahlian dan pengalaman. Pada metode ini dapat mengkoreksi asumsi Metode Poligon Thiessen dimana tiap-tiap pos penakar mencatat kedalaman yang sama untuk daerah sekitarnya. Hal itu disebabkan pada metode ini memperhitungkan secara aktual pengaruh tiap-tiap pos penakar hujan. Langkah-langkah dengan menggunakan metode ini sebagai berikut : a.
Plot data kedalaman air hujan untuk tiap-tiap pos penakar hujan.
b.
Gambar kontur kedalaman air hujan denagn menghubungkan titik-titik yang mempunyai kedalaman air yang sama. Interval isohyet yang umum dipakai adalah 10 mm.
c.
Hitung luas area antar dua garis isohyet dengan menggunakan planimeter. Kalikan masing-masing luas areal dengan rata-rata hujan antara dua isohyet yang berdekatan. Hitung curah hujan rerata DAS dengan persamaan sebagai berikut :
d.
A1 ( P=
P2 + P3 P1 + P2 ) + A2 ( ) + ... + An 2 2
1
(
Pn1 + Pn ) 2
A1 + A2 + ... + An-1
II-26
2 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Sumber: Suripin, 2004 : 28
Gambar 2. 8 Isohyet
Terlepas dari kelebihan dan kekurangan ketiga metode tersebut, pemilihan metode yang cocok dipakai dalam perhitungan curah hujan rerata daerah dapat dilihat pada tabel berikut dengan mempertimbangkan beberapa faktor sebagai berikut: a.
Jaring-jaring pos penakar hujan
Tabel 2. 6 Pemilihan Metode Penentuan Curah Hujan Berdasarkan Jumlah Pos Penakar Hujan. Jumlah Pos Penakar Hujan Cukup Terbatas Tunggal Sumber: Suripin, 2004 :31
Metode Isohyet, poligon Thiessen, atau Rata-rata Hitung Rata-rata Hitung atau poligon Thiessen Hujan Titik
b. Luas DAS Tabel 2. 7 Pemilihan Metode Penentuan Curah Hujan Berdasarkan Luas DAS Luas DAS DAS besar (> 5000 km2) DAS sedang (500 s/d 5000 km2) DAS kecil (< 500 km2) Sumber : Suripin, 2004 :31
Metode Isohyet Poligon Thiessen Rata-rata hitung
c. Topografi DAS Tabel 2. 8 Pemilihan Metode Penentuan Curah Hujan Berdasarkan Topografi Topografi Pegunungan Dataran Berbukit dan tidak beraturan Sumber : Suripin, 2004 :32
Metode Rata-rata hitung Poligon Thiessen Isohyet
Dengan melihat kondisi yang ada di lapangan dan mengacu pada beberapa pertimbangan di atas, bahwa terdapat jumlah stasiun hujan yang cukup, ukuran DAS antara 500 – 5.000 km2, dan mayoritas topografi DAS adalah dataran maka dapat digunakan metode Poligon Thiessen untuk menentukan curah hujan rata-rata DAS Brantas. II-27
2 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
b)
Ketersediaan Aliran Sungai Sungai adalah tempat-tempat atau wadah-wadah serta jaringan pengaliran air
mulai dari mata air sampai muara dengan dibatasi kanan dan kirinya serta sepanjang pengalirannya oleh garis sempadan (PP RI No. 35 Tahun 1991 pasal 1 ayat 184). Ketersediaan air sungai yang dimaksud adalah volume air yang senantiasa dapat digunakan dari sungai-sungai yang mengalir pada daerah Aliran Sungai Madiun. Menurut Soemarto (1993) penentuan debit andalan atau yang di dalam istilah penelitian ilmiah dinyatakan sebagai peluang disamainya atau terlampauinya besaran debit tertentu dalam suatu pekerjaan biasanya dicari terlebih dahulu guna penentuan debit perencanaan yang diharapkan tersedia di sungai. Peluang terjadinya debit tersebut dapat dicari dengan membuat terlebih dahulu garis durasi untuk debit-debit yang disamai atau dilampaui. Setelah itu baru ditetapkan frekuensi kejadian yang didalamnya terdapat paling sedikit satu kegagalan. Menurut pengamatan, besarnya debit andalan yang diambil untuk penyelesaian optimum penggunaan air di beberapa macam pekerjaan adalah: Tabel 2. 9 Besarnya Keandalan Debit untuk Berbagai Keperluan Kebutuhan Air Minum Air Irigasi Air Irigasi Daerah beriklim setengah lembab Daerah beriklim kering Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Sumber : Soemarto, 1993 : 137
Peluang (%) 99 95-98 70-85 80-95 85-90
Untuk mengetahui ketersediaan air di sungai diperlukan data yang cukup panjang dan handal, sehingga informasi keragaman debit terhadap waktu dan kejadian debit rendah dan tinggi dapat tercakup dan mewakili kejadian-kejadian tersebut. Dengan data cukup panjang dapat digunakan analisis statistika untuk mengetahui gambaran umum secara kuantitatif besaran jumlah air (Mulyantari dan Adidarma, 2003). Beberapa metode yang digunakan dalam analisis distribusi peluang adalah: 1.
Metode Kalifornia. Dengan metode ini, peluang keandalan (Xm) dihitung dengan rumus:
P(Xm) =
m , atau N
T(Xm) =
N m
II-28
2 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
2.
Metode Hazen. Dalam metode Hazen (Hazen or Forster Method, 1930 dalam Soewarno, 1995:
114), peluang dari Xm dihitung dengan rumus: P(Xm) =
2 m 1 , atau 2N
T(Xm) =
2N 2 m 1
Metode Bernard dan Bos-Levenbeach. Besarnya peluang pada metode ini dirumuskan sebagai berikut:
P(Xm) =
3.
m 0,3 , atau N 0,4
T(Xm) =
N 0,4 m 0,3
Metode Weilbull. Rumusan peluang yang diberikan adalah:
P(Xm) =
N 1 m , atau T(Xm) = m N 1
Metode Lainnya.
Metode Blom :
3 m 8 P(Xm) = N 0,25
Metode Turkey :
P(Xm) =
3m 1 3N 1
Metode Gringorten :
P(Xm) =
m 0,44 N 0,12
Dengan:
= Kumpulan nilai/debit yang diharapkan terjadi dengan keandalan tertentu. Xm = X x adalah kumpulan nilai X yang besar atau sama dengan suatu nilai x tertentu. Xm = X x adalah kumpulan nilai X yang lebih kecil atau sama dengan nilai x tertentu. P(Xm) = Peluan terjadinya kumpulan nilai/debit yang diharapkan selama periode pengamatan. N = Jumlah pengamatan dari variat X/data debit. m = Nomor urut kejadian, atau peringkat kejadian. T(Xm) = Periode ulang dari kejadian Xm sesuai dengan sifat kumpulan nilai yang diharapkan (Xm). Untuk Xm
Xm = X Xm = X
x, maka m adalah nomor urut kejadian dengan urutan variat dari besar ke kecil. Untuk
x, maka m adalah nomor urut kejadian dengan urutan variat dari kecil ke besar.
II-29
2 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Dari beberapa metode untuk melakukan analisis dengan distribusi normal diatas, yang akan digunakan dalam penelitian adalah Metode Weilbull. Penggunaan metode ini didasarkan dengan pertimbangan bahwa metode ini sering digunakan untuk analisis peluang dan penentuan periode peluang karena dapat digunakan untuk sekelompok data tahunan atau partial. c)
Ketersediaan Air Dari Mata Air Menurut UU No. 11 Tahun 1974 pasal 1 ayat 3, mata air adalah tempat-tempat
atau wadah-wadah air, baik yang terdapat diatas, maupun di bawah permukaan tanah. Ketersediaan air mata air merupakan salah satu komponen dalam skema neraca air DAS seperti dalam gambar 2.3, dimana ketersediaannya dapat diduga dengan prinsip keseimbangan sistem air di suatu DAS. Keberadaan mata air ini sangat dipengaruhi oleh kondisi lahan dan vegetasi (tumbuhan) yang ada di daerah tangkapan airnya. Kondisi semacam ini memungkinkan keberadaan suatu air sumber dari tahun ke tahun mengalami perubahan baik besaran debit maupun lokasinya. Kapasitas mata air (sumber) di wilayah Jawa Timur umumnya dikategorikan kecil atau lebih kecil dari 1.000 liter/detik sedangkan jumlahnya relatif banyak yaitu 3.543 buah dengan potensi air sebesar 18.167,739 juta m3 per tahun (Dinas PU Pengairan Provinsi Jawa Timur, 2004) d)
Ketersediaan Tampungan Air Tampungan air yang dimaksud disini adalah tampungan air permukaan baik
yang alami maupun buatan. Yang termasuk tampungan alami adalah danau atau telaga dan rawa, sedangkan tampungan buatan adalah waduk atau bendungan. Waduk adalah wadah air yang terbentuk sebagai akibat dibangunnya bangunan sungai,
dalam
hal
ini
bangunan
bendungan,
dan
berbentuk
pelebaran
alur/badan/palung sungai (PP RI No. 35 Tahun 1991 dan Peraturan Menteri PU No. 39/PRI/1989 pasal 1 ayat 184) Inventarisasi tampungan air tawar di permukaan tanah telah dilakukan sejak lama, bahkan sudah didapatkan tabulasi yang sangat rinci. Tabel 3.7 memberikan informasi tentang keberadaan tampungan alami air tawar di Pulau Jawa (Sunaryo, Walujo S, dan Harnanto, 2005 : 25-26).
II-30
2 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Tabel 2. 10 Tampungan Waduk Utama di Pulau Jawa Provinsi
Nama Waduk
Nama Sungai Tinggi (m)
Jawa Barat
Jawa Tengah
Jawa Timur
Darma Jatiluhur Saguling Cirata Sempor Wonogiri Garung Wadaslintang Mrica Kedungombo Sermo Selorejo Karangkates Lahor
Cisanggarung Citarum Citarum Citarum Jatinegara Bengawan Solo Menjer Bedegolan Serayu Serang Ngrancah Konto Brantas Lahor
Tampungan Volume (106m3) 36 40 96 2.970 98 982 125 2.165 49 52 32 736 36 27 121 443 110 165 66 723 52 52 46 62 98 343 74 37
Sumber : Data ICOLD, 1986 (diperbarui dan diolah ulang) dalam Sunaryo, Walujo S, dan Harnanto, 2005 : 27-28.
e)
Potensi Ketersediaan Air tanah Air tanah adalah air yang bergerak dalam tanah yang terdapat di dalam
ruang-ruang antara butir-butir tanah yang membentuk itu dan di dalam retak-retak dari batuan. Yang terdahulu disebut air lapisan dan yang terakhir disebut air celah (fissure water) (Sosrodarsono, 1976 : 93). Air tanah mengalir dari daerah yang lebih tinggi menuju ke daerah yang lebih rendah dan dengan akhir perjalanannya menuju ke lautan proses aliran air tanah dalam bentuk sederhana (Kodoatie, 2005 : 95).
Sumber : Kodoatie, 2005 : 95
Gambar 2. 9 Illustrasi Daerah Tangkapan dan Buangan Pada Suatu DAS
Disiplin ilmu yang berkaitan dengan ketrsediaan air tanah adalah Hidrogeologi. Secar definitif hidrogeologi merupakan suatu studi dari interaksi antara kerja kerangka batuan dan air tanah (Kodoatie, 1996 : 7). Pengetahuan hidrogeologi suatu daerah akan memberikan pemahaman tentang sumberdaya air tanah yang paling tidak mencakup empat batasan yakni, ruang atau wadah, jumlah, mutu dan sumberdaya air itu sendiri. Pengetahuan hidrogeologi juga dapat melakukan kuantifikasi sumberdaya
II-31
2 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
air tanah di suatu cekungan, dan bahkan dapat memberikan ramalan jumlah air tanah pada suatu kurun tertentu dalam berbagai cara pengambilan. Yang tidak kalah pengetahuan hidrogeologi dapat memberikan gambaran mutu sumberdaya air tanah yang tersimpan atau melalui suatu wadah tertentu. Dalam UU sumber Daya Air daerah aliran tanah disebut cekungan air tanah (CAT) yang didefinisikan sebagai suatu wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung (Kodoatie, 2005 : 36). Menurut Danaryanto dkk, 2004 dalam Kodoatie (2005 : 36) CAT di Indonesia secara umum dibedakan menjadi dua yaitu CAT Bebas (unconfined aquifer) dan CAT Tertekan (confined aquifer). CAT ini tersebar di seluruh wilayah Indonesia dengan total besarnya potensi masing-masing CAT adalah (Kodoatie, 2005 : 36):
CAT Bebas: Potensi 1.165.971 juta m3/tahun
CAT Tertekan: Potensi 35.325 juta m3/tahun Beberapa definisi dan pengertian tentang air tanah diatas dapat diilustrasikan
dalam gambar sebagai berikut:
Sumber : Todd, 1959 dalam Kodoatie, 2005 : 95
Gambar 2. 10 Akuifer Bebas dab Akuifer Terkekang
K.
ANALISIS KEBUTUHAN AIR Kebutuhan air dikelompokkan menjadi kebutuhan air untuk keperluan domestik
dan non domestik, industri, peternakan, perikanan darat dan pemeliharaan sungai/penggelontoran serta kebutuhan air irigasi.
Kebutuhan Air Domestik dan Non Domestik Kebutuhan air untuk keperluan rumah tangga (domestik) dan perkotaan (non
domestik) dilakukan dengan tahapan:
II-32
2 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
a.
Mengacu pada ketentuan Dirjen Cipta Karya tentang kebutuhan air bersih rumah tangga per orang per hari menurut kategori wilayah.
b.
Kebutuhan air dihitung berdasarkan jumlah penduduk tiap kecamatan berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS).
c.
Menetapkan standar kebutuhan air domestik.
d.
menetapkan standar kebutuhan air non domestik.
e.
Menghitung besarnya kebutuhan air domestik dan non domestik.
Kebutuhan Air Industri Untuk menentukan kebutuhan air industri dilakukan dengan tahapan:
a.
Asumsi prosentase jumlah penduduk terhadap kebutuhan air industri.
b.
Menentukan kebutuhan air industri per tenaga kerja.
c.
Menentukan prosentase layanan rata-rata (pasokan air umum) ke industri.
d.
Menghitung kebutuhan air industri.
Kebutuhan Air Untuk Peternakan dan Perikanan Darat Kebutuhan air untuk peternakan didasarkan pada jenis ternak, ikan dan
jumlahnya yang dibudidayakan. Tahapan perhitungan kebutuhan untuk peternakan dan perikanan.
a.
Menentukan batasan administrasi dengan satuan terkecil kecamatan.
b.
Menghitung jumlah ternak dan perikanan.
c.
Menetapkan standar kebutuhan air untuk tiap jenis ternak dan ikan.
d.
Menghitung kebutuhan air peternakan dan perikanan.
Kebutuhan Air untuk Pemeliharaan Sungai/Penggelontoran Kebutuhan air untuk pemeliharaan sungai diperkirakan berdasarkan jumlah
penduduk yang diperoleh dari buku Kabupaten/Kota Dalam Angka yang berisi jumlah penduduk per kecamatan. Adapun tahapan perhitungan meliputi: a.
Menghitung jumlah penduduk beserta perkembangannya.
b.
Menentukan kebutuhan air pemeliharaan sungai/penggelontoran per kapita serta proyeksinya.
c.
Perhitungan kebutuhan air untuk pemeliharaan sungai /penggelontoran.
Kebutuhan Air Untuk Irigasi Untuk menentukan kebutuhan air irigasi dilakukan dengan tahapan : a.
Menghitung luas baku sawah yang ada di 15 Kabupaten dan yang termasuk wilayah DAS Brantas.
II-33
2 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
b.
Menghitung kebutuhan air irigasi berdasarkan pola tata tanam yang ada saat ini dengan interval 10 harian.
c.
Menghitung total kebutuhan air irigasi.
Kebutuhan Air Keseluruhan Kebutuhan air total diperoleh dengan menjumlahkan kebutuhan air dari
berbagai peruntukan (kebutuhan air domestik dan non domestik, industri, peternakan, pemeliharaan sungai/ penggelontoran dan irigasi ) dinyatakan dalam m3/dt atau m3.
Qtotal Qdomestik,nondomestik Qindustri Q peternakan&perikanan Q pemel.sungai Qirigasi Proyeksi Kebutuhan Air Proyeksi kebutuhan air diperkirakan sampai 5 tahun kedepan. Komponen kebutuhan air yang akan diproyeksikan adalah jumlah penduduk (sebagai fungsi kebutuhan air domestik), jumlah ternak (sebagai fungsi kebutuhan air peternakan). Perhitungan proyeksi kebutuhan air untuk penduduk dan peternakan adalah: a.
Dari hasil jumlah penduduk dan jumlah ternak pada saat ini diketahui total jumlah yang ada di 15 wilayah kabupaten dan kota.
b.
Menentukan angka pertumbuhan dengan persamaan laju pertumbuhan geometri.
c.
Dari hasil proyeksi didapatkan jumlah penduduk dan jumlah ternak serta perikanan di masa mendatang, untuk menghitung kebutuhan air domestik.
d.
Untuk kebutuhan air industri didasarkan pada asumsi prosentase jumlah penduduk terhadap kebutuhan air industri dengan peningkatan sebesar 0,5% setiap tahunnya.
a)
Kebutuhan Air Rumah Domestik Menurut Linsley (1986) kebutuhan air untuk keperluan domestik digunakan di
tempat-tempat hunian pribadi, rumah-rumah apartemen, dan sebagainya untuk minum, mandi, penyiraman taman, saniter, dantujuan-tujuan yang lain. Kebutuhan domestik akan air berbeda-beda dari satu kota ke kota yang lain, dipengaruhi : 1.
Iklim Kebutuhan air disaat cuaca atau suhu yang tinggi cenderung meningkat dibanding kebutuhan air ketika cuaca atau suhu relatif lebih rendah.
II-34
2 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
2.
Karakteristik Penduduk Penduduk yang berkarakter secara ekonomi kuat atau kaya maka penggunaan airnya jauh lebih besar dibandingkan dengan orang-orang yang kurang mampu secara ekonomi.
3.
Permasalahan Lingkungan Hidup Peningkatan permasalahan lingkungan hidup akhir-akhir ini mengakibatkan adanya
penemuan-penemuan
alat
baru
yang
membuat
penghematan
penggunaan air sehingga jumlah kebutuhan akan air juga berubah. 4.
Harga Air Dengan naiknya harga pemakaian air maka mendorong orang-orang untuk melakukan penghematan air.
5.
Kualitas Air Peningkatan kualitas air mendorong orang untuk meningkatkan pemakian airnya, tetapi sebaliknya penurunan kualitas air yang terjadi mengakibatkan keengganan orang untuk memakai air. Kebutuhan air per orang per hari disesuaikan dengan dimana orang tersebut
tinggal. Dalam setiap kategori kota tertentu orang mempunyai kebutuhan akan air yang berbeda satu sama lain yaitu: Tabel 2. 11 Standar Kebutuhan Air Bersih Kategori Kota Kota Metropolitan Kota Besar Kota Sedang Kota Kecil Desa Sumber: DPU Cipta Karya, 1984
Kebutuhan Air Bersih (liter/orang/hari) 150-200 120-150 90-120 60-90 40-60
Sedangkan untuk melakukan analisis kebutuhan air domestik yang akan datang, diperlukan suatu proyeksi penduduk sesuai dengan rentang waktu yang diinginkan. Proyeksi penduduk dilakukan dengan rumus pendekatan yaitu: 1.
Pertumbuhan Geometri (Geometric Rate of Growth) Perkiraan laju pertumbuhan geometri diasumsikan mengikuti deret geometris
dengan rasio pertumbuhan adalah sama untuk setiap tahun. Rumus dari rasio pertumbuhan geometri adalah (Muliakusuma, 2000 : 254): Pn = P0 . (1+r)n dimana: Pn = jumlah penduduk pada tahun ke n (jiwa) P0 = jumlah penduduk pada awal tahun (jiwa)
II-35
2 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
r n
= angka pertumbuhan penduduk (%) = interval waktu (tahun)
2.
Pertumbuhan Eksponensial (Exponential Rate of Growth) Perkiraan laju pertumbuhan eksponensial diasumsikan pertambahan penduduk
secara terus menerus setiap hari dengan angka pertumbuhan konstan. Perhitungannya menggunakan rumus sebagai berikut (Muliakusuma, 2000 : 254): Pn = P0 . ern dimana: Pn P0 r n e
= jumlah penduduk pada tahun ke n (jiwa) = jumlah penduduk pada awal tahun (jiwa) = angka pertumbuhan penduduk (%) = interval waktu (tahun) = bilangan logaritma natural (2,718281828)
3.
Pertumbuhan Aritmatik (Arithmetic Rate of Growth) Perkiraan laju pertumbuhan aritmatik dinyatakan:
Pn = P0 . (1 + r.n) dimana : Pn = jumlah penduduk pada tahun ke n (jiwa) P0 = jumlah penduduk pada awal tahun (jiwa) r = angka pertumbuhan penduduk (%) n = interval waktu (tahun)
4.
Metode Komponen (Component of Method) Ketiga rumus pertumbuhan penduduk sebelumnya baik digunakan untuk proyeksi
penduduk dalam jangka waktu yang relatif pendek. Sedangkan untuk proyeksi penduduk dalam jangka waktu yang lebih panjang (lebih dari lima tahun) dapat digunakan metode komponen yang mencakup determinan-determinan pertumbuhan penduduk. Persamaan dari metode ini adalah : Pn = P0 + B – D + I – E dimana : Pn= jumlah penduduk pada tahun ke n (jiwa) P0= jumlah penduduk pada awal tahun (jiwa) B= Kelahiran (jiwa) D= Kematian (jiwa) I= Imigrasi (jiwa) E= Emigrasi (jiwa)
Dari keempat rumus tersebut yang signifikan untuk digunakan dalam proyeksi dengan jangka waktu yang panjang adalah metode komponen, karena metode ini mempunyai kebaikan yaitu memperhatikan perubahan tiap-tiap komponen dalam pertumbuhan penduduk yaitu fertilitas (kelahiran), mortalitas (kematian), dan migrasi.
II-36
2 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Metode tersebut merupakan metode yang diacu oleh Badan Pusat Statistik dan UNDP (Badan dalam PBB yang menangani masalah kependudukan). Namun demikian untuk mengetahui angka migrasi dalam analisis pertumbuhan penduduk pada tingkat kabupaten atau di bawahnua sangat sulit, sehingga dalam penelitian ini proyeksi jumlah pendudukdilakukan dengan metode geometri yang mengasumsikan rasio pertumbuhan penduduk adalah sama untuk setiap tahun. b)
Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan air irigasi adalah sejumlah air yang umumnya diambil dari sungai
atau waduk dan dialirkan melalui sistem jaringan irigasi, guna menjaga keseimbangan jumlah air di lahan pertanian. Keseimbangan jumlah air yang masuk dan keluar dari suatu lahan pertanian adalah sebagai berikut (Suhardjono, 1994 : 6) :
Jumlah air yang masuk pada suatu lahan pertanian berupa air irigasi (IR) dan air hujan (R)
Sedangkan air yang keluar merupakan sejumlah air yang dibutuhkan bagi pertumbuhan tanaman (ET), air bagi persemaian dan pengolahan tanah (Pd), maupun sejumlah air yang merembes karena perkolasi dan infiltrasi (P dan I) Di samping faktor hujan (R) serta faktor lainnya (Pd, P, dan I), kebutuhan air
tanaman (ET) merupakan faktor yang penting yang mempengaruhi besarnya kebutuhan air irigasi (IR). Makin besar ET makin besar pula IR. Sehingga salah satu usaha untuk memperkecil kebutuhan air irigasi adalah memperkecil kebutuhan air tanaman. Kebutuhan air tanaman adalah sejumlah air yang dibutuhkan untuk mengganti air yang hilang akibat penguapan. Air dapat menguap melalui permukaan air maupun melalui bagian tubuh tanaman. Kebutuhan air tanaman (ET) tergantung dari besarnya evapotranspirasi dikalikan dengan faktor koefisien tanaman. c)
Kebutuhan Air Peternakan Kebutuhan air untuk peternakan didasarkan pada jenis dan jumlah ternak yang
ada. Untuk keperluan air ternak, berikut disajikan kebutuhannya sesuai dengan jenis ternak.
II-37
2 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Tabel 2. 12 Rata-Rata Kebutuhan Air Ternak per Hari No.
Jenis Ternak
1. 2.
Sapi potong yang sedang tumbuh Semua sapi: Yang sedang mengandung Yang sedang menyusui 3. Domba : Yang sedang tumbuh Induk yang sedang mengandung: - Kandungan s/d 3 bulan - Kandungan s/d 4 bulan - Kandungan s/d 5 bulan Induk yang menyusui - 8 minggu I - 8 minggu II 4. Babi: Yang sedang tumbuh Induk babi : - Yang tidak mengandung - Yang sedang mengandung - Yang sedang menyusui Sumber : Tillman dkk, 1986 : 45
21-27 (lebih dari 27)
Kebutuhan Air (Liter per kg bahan kering yang dimakan) 4,7
21-27 (lebih dari 27) 21-27 (lebih dari 27)
7,1-8,3 (+ 0,87 lt/kg susu)
Lebih dari 20
3
Lebih dari 20 Lebih dari 20 Lebih dari 20
4,5 5,4 6,6
Lebih dari 20 Lebih dari 20
4,5 3,8
Lebih dari 20
2,1
Lebih dari 20 Lebih dari 20 Lebih dari 20
2,1 2,5 3,1
Temperatur
Tabel 2. 13 Kebutuhan Air Minum Untuk 1000 Ekor Ayam per Hari No.
Umur (minggu)
10 1. 1 30 2. 2 50 3. 3 80 4. 4 106 Sumber : North, 1986 dalam Rasyaf, 1987 : 90
Kebutuhan Air Minum (liter) Temperatur Kandang (oC) 21,1 38 76 61 117 95 186 125 246
32,2
Tabel 2. 14 Standar Kebutuhan Air Untuk Berbagai Jenis Ternak No Jenis Ternak Standar Kebutuhan Air (liter/ekor/hari) 1 Sapi1) 40,00 2 Ayam Buras2) 0,14 3 Ayam Ras Petelur3) 0,18 4 Kambing Ettawa4) 3,33 5 Itik5) 0,14 6 Babi6) 5,14 7 Kelinci 0,16 Sumber: 1) Santosa (2004), 2) Rukmana (2003), 3)Sudaryani dan Santosa (2003), 4) Setiawan dan Tanius (2005),5) Sirregar (1996), 6) AAK (1974), 7)AAK (1975)
d)
Kebutuhan Air Perikanan/Tambak (Qperikanan) Ada dua kegiatan budidaya ikan yaitu budidaya ikan air tawar dan bududaya
ikan air payau (tambak). Pengembangbiakan ikan air tawar biasanya dilakukan di sawah-sawah bersamaan dengan tanaman yang ada didalamnya, misalnya padi. Jenis budidaya ikan yang demikian tidaklah diusahakan secara besar-besaran dan kebutuhan airnya yang diperlukan relatif sedikit karena tidak ada faktor salinitas.
II-38
2 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Karena faktor inilah kebutuhan airnya untuk sementara waktu tidak diperhitungkan. Lain halnya dengan budidaya ikan air payau (tambak), dimana pengontrolan salinitas harus dilakukan secara intensif sehingga perkembangbiakan ikan bisa tumbuh cepat. Untuk keperluan ini kebutuhan air tawar sangat diperlukan (Dinas PU Pengairan Provinsi Jawa Timur, 2004). Kebutuhan air sangat dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain : 1.
Salinitas optimum yang diperlukan,
2.
Evapotranspirasi di daerah/tambak,
3.
Rembesan yang terjadi,
4.
Curah hujan yang jatuh ke tambak. Dari faktor-faktor tersebut diatas, keberadaan budidaya tambak ikan air
payau dapat dibagi menjadi dua golongan, yakni tambak tradisional dan tambak teknis (Dinas PU Pengairan Provinsi Jawa Timur, 2004).
Tambak
tradisional:
Sistem
pemenuhan
dan
penggelontoran
airnya
memanfaatkan pasang surut air laut sehingga kebutuhan air yang harus diperhitungkan kecil dan tidak diperhitungkan.
Tambak teknis: Biasanya membutuhkan rata-rata kedalaman sampai 0,4 m dengan dua kali tanam dalam satu tahun. Kebutuhan air yang diperlukan ratarata sebanyak 9,33 liter/detik/ha, sesuai dengan kebutuhan air untuk udang (Hadie, 2002 : 48). Adapun kebutuhan air untuk tambak semi intensif sebesar 3,9 liter/detik/ha dan
untuk tambak intensif 5,9 liter/detik/ha (Puslitbang Pengairan, 1995). Untuk budidaya ikan airtawar dalam hal ini adalah kolam, mempunyai pengertian teknis yaitu suatu perairan buatan yang luasnya terbatas, sengaja dibuat manusia dan mudah dikuasai. Mudah dikuasai disini berarti mudah diisi air, mudah dikeringkan, dan mudah diatur menurut kehendak kita. Jika ditinjau dari sumber airnya, maka kolam dapat dibedakan menjadi 4 macam yaitu: 1.
Kolam Tadah Hujan
2.
Kolam Mata Air
3.
Kolam Berpengairan Setengah Teknis
4.
Kolam Berpengairan Teknis
II-39
2 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Sedangkan secara kuantitas, maka air yang diberikan harus mampu mengairi seluruh areal perkolaman sehingga bididaya ikan tidak tersendat-sendat dan kolam bisa dipergunakan sebagaimana mestinya. Debit air yang baik untuk kolam tidak kurang dari 10-15 lt/detik/ha. Yang perlu digaris bawahi bahwa kebutuhan air yang dipergunakan untuk budidaya ikan di kolam bukanlah kebutuhan air yang konsumtif tapi hanya sebagai media ikan untuk hidup (Susanto, 2005). e)
Kebutuhan Air Industri (Qindustri) Industri didefinisikan sebagai kegiatan yang menghasilkan produk, termasuk
pertambangan dan pembangkit tenaga listrik. Kebutuhan air untuk kegiatan masingmasing dapat dijelaskan dalam uraian sebagai berikut (Dinas PU Pengairan Provinsi Jawa Timur, 2004): 1.
Kebutuhan air untuk industri berat dan ringan Banyak faktor yang mempengaruhi kebutuhan air untuk kegiatan industri,
diantaranya adalah jenis industri dan jumlah tenaga yang dipekerjakan. Semua faktor tersebut biasanya bervariasi dan sangat dipengaruhi oleh permintaan pasar. Keadaan ini memungkinkan adanya perubahan-perubahan pada jenis, macam, lokasi industri, dan sebagainya. Dengan kata lain data kawasan industri cenderung berubah-ubah dan tidak lengkap sehingga kebutuhan airnya sulit ditentukan dengan tepat. Untuk pendekatan, kebutuhan air industri diperhitungkan dengan mengkorelasikan kebutuhan air dengan luas daerah industri. Pendekatan ini kelihatannya memadai, kebutuhan air industri di Jawa Timur bervariasi antara 0,4 s/d 11 liter/detik/ha dan rata-rata 0,7 liter/detik/ha. 2.
Kebutuhan air untuk pertambangan dan pembangkit tenaga listrik Kebutuhan air untuk kegiatan pertambangan khususnya di provinsi Jawa Timut
masih relatif kecil sekali, kalau dibandingkan kegiatan lainnya seperti industri ataupun irigasi. Dengan alasan ini kebutuhan untuk sektor pertambangan untuk sementara waktu diabaikan. Untuk pembangkit listrik tenaga air, pada prinsipnya tidak membutuhkan tenaga kuantitas air, tetapi membutuhkan tenaga potensialnya. Dari hal ini, volume air yang tidak mengalami pengurangan, sehingga kebutuhan air untuk sektor ini tidak diperhitungkan.
II-40
2 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
L.
ANALISIS NERACA AIR Neraca air merupakan gambaran umum mengenai kondisi ketersediaan air dan
pemanfaatannya di suatu daerah. Dengan membandingkan kebutuhan air dan ketersediaan air setiap bulannya akan mendapatkan gambaran potensi ketersediaan air yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan saat ini maupun yang akan datang. Analisis neraca air dilakukan dengan tahapan: a.
Penghitungan ketersediaan air pada masing-masing daerah aliran sungai (DAS) yang akan melayani kabupaten/kota tertentu.
b.
Penghitungan kebutuhan air pada kabupaten /kota tertentu, termasuk proyeksinya hingga lima tahun kedepan.
c.
Penghitungan keseimbangan air antara ketersediaan dan kebutuhan air di suatu kabupaten/kota tertentu dengan DAS yang melayaninya. Daerah kajian yang ditetapkan adalah DAS Brantas, Provinsi Jawa Timur.
Penetapan tersebut sebagai wilayah kajian dikarenakan DAS tersebut dianggap cocok dengan ruang lingkup kajian mengingat DAS Brantas merupakan salah satu lumbung padi nasional. Selain itu, wilayah hilir DAS Brantas merupakan wilayah strategis nasional yang memiliki kompleksitas permasalahan tekanan penduduk yang tinggi terhadap DAS dan berpengaruh pada meningkatnya frekuensi bencana dari tahun ke tahun.Wilayah kajian terpilih diharapkan dapat memberikan gambaran terhadap wilayah ekosistem DAS lain yang mempunyai karakteristik dan permasalahan yang serupa. Dalam siklus hidrologi, terdapat hubungan antara masukan air total dengan keluaran air total yang dapat terjadi pada suatu DAS tertentu. Hubungan itu umumnya disebut dengan neraca air. Menurut Dinas PU Pengairan Provinsi Jawa Timur (2004) neraca air adalah gambaran potensi dan pemanfaatan sumberdaya air dalam periode tertentu. Dari neraca air ini dapat diketahui potensi sumberdaya air yang masih belum dimanfaatkan dengan optimal.
II-41
2 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Sumber: Hydrologic Engineering Center Gambar 2. 11 Siklus Hidrologi
Secara kuantitatif, neraca air menggambarkan prinsip bahwa selama periode waktu tertentu masukan air total sama dengan keluaran air total ditambah dengan perubahan air cadangan (change in storage). Nilai perubahan air cadangan ini dapat bertanda positif atau negatif (Soewarno, 2000). Konsep neraca air pada dasarnya menunjukkan keseimbangan antara jumlah air yang masuk ke, yang tersedia di, dan yang keluar dari sistem (sub sistem) tertentu. Secara umum persamaan neraca air dirumuskan dengan (Sri Harto Br., 2000) I
= O ± ΔS
dengan : I = masukan (inflow) O = keluaran (outflow)
Yang dimaksud dengan masukan adalah semua air yang masuk ke dalam sistem, sedangkan keluaran adalah semua air yang keluar dari sistem. Perubahan tampungan adalah perbedaan antara jumlah semua kandungan air (dalam berbagai sub sistem) dalam satu unit waktu yang ditinjau, yaitu antara waktu terjadinya masukan dan waktu terjadinya keluaran. Persamaan ini tidak dapat dipisahkan dari konsep dasar yang lainnya (siklus hidrologi) karena pada hakikatnya, masukan ke dalam sub sistem yang ada, adalah keluaran dari sub sistem yang lain dalam siklus tersebut (Sri Harto, 2000). Neraca air merupakan hubungan antara masukan air total dan keluaran air total yang terjadi pada suatu DAS yang didalamnya terkandung komponen-komponen seperti debit aliran sungai, curah hujan, evapotranspirasi, perkolasi, kelembaban tanah, dan periode waktu.
II-42
2 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Secara teoritis neraca air lahan dapat dirumuskan dengan (Baumgartner dan Reichel, 1975 : 15): P=E+D+R +U Dalam kurun waktu yang lama dapat disumsikan tampungan dan penggunaan konsumtif adalah tetap dan fluktuasinya tidak signifikan. Persamaan di atas dapat disederhanakan menjadi: P=E+D dimana : P= Presipitasi/curah hujan (mm/tahun) E= evaporasi (mm/tahun) D= Debit (m3/detik) R= Tampungan (m3) U= Kebutuhan untuk konsumsi air (m3/detik)
Semakin
besar
evapotranspirasi,
semakin
kecil
debit
aliran
sungai.
Evapotranspirasi dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain iklim dan jenis vegetasi. Iklim tidak dapat dimodifikasi oleh manusia, sehingga faktor jenis vegetasi inilah yang menjadi perhatian dalam pengelolaan sumberdaya air (Asdak, 2002). Teknik neraca air sebagai salah satu subjek utama dalam hidrologi, merupakan suatu cara untuk mendapatkan jawaban penting atas permasalahan praktis hidrologi, yaitu dalam hal evaluasi kuantitatif sumberdaya air wilayah, serta perubahan akibat intervensi kegiatan manusia. Informasi neraca air lahan dan waduk untuk suatu selang waktu tertentu diperlukan untuk operasional pengelolaan air waduk dan untuk tujuan prakiraan hidrologi dalam pengelolaan air umumnya. Perhitungan neraca air wilayah juga penting untuk perbandingan potensi sumberdaya air suatu wilayah dengan wilayah lainnya (Pawitan, 2000). M.
ANALISA KEBIJAKAN Pengelolaan DAS tidak akan terlepas dari kebijakan-kebijakan yang dihasilkan
dari seluruh tingkatan pemerintahan. Kebijakan yang akan dianalisis terkait dengan kajian ini adalah sebagai berikut:
Undang-undang No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Undang-undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air
Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
II-43
2 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
PP No. 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan DAS
PP No. 12 Tahun 2012 tentang Insentif Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
PP No. 1 Tahun 2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
PP No. 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang
PP No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
PP No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintah
Daerah
Provinsi
dan
Pemerintah
Daerah
Kabupaten/Kota
PP No. 20 Tahun 2006 tentang Irigasi
PP No. 5 Tahun 1990 tentang Perum Jasa Tirta
Perpres Nomor 33 Tahun 2011 tentang Kebijakan Nasional Pengelolaan Sumber Daya Air
Keppres Nomor 33 Tahun 1990 tentang Penggunaan Tanah Bagi Pembangunan Kawasan Industri
Keppres Nomor 53 Tahun 1989 tentang Kawasan Industri
Instruksi Presiden No.5 Tahun 2011 tentang Pengamanan Produksi Beras Nasional dalam Menghadapi Kondisi Iklim Ekstrim
Instruksi Presiden no. 5 Tahun 2008 tentang Fokus Program Ekonomi Tahun 20082009
Permen No. P.12/Menhut-II/2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.32/Menhut-II/2009 Tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan dan Lahan Daerah Aliran Sungai (Rtk Rhl-DAS)
Permen No. P.43/Menhut-II/2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.4/Menhut-II/2009 tentang Penyelesaian Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri Sementara
Permen No. P.42/Menhut-II/2009 tentang Pola Umum, Kriteria, dan Standar Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu
Permen No. P.39/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan DAS Terpadu
Kepmen Kimpraswil No.327/KPTS/M/2002 Lampiran VI Tentang Pedoman Peninjauan Kembali Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
II-44
2 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Lampiran Keputusan Direktur Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial No. P.7/DAS-V/2011 tentang Petunjuk Teknis Sistem Standar Operasi Prosedur (SSOP) Penanggulangan Banjir dan Tanah Longsor
SK.328/Menhut-II/2009 tentang Penetapan Daerah Aliran Sungai Prioritas dalam Rangka Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahun 2010-2014
SE/KBAPPENAS 5334/MK/9/1994 tentang Pelarangan Konversi Lahan Sawah Irigasi Teknis Untuk Non Pertanian
SE MENDAGRI 474/4263/SJ/ 1994 tentang Mempertahankan Sawah Irigasi Teknis untuk mendukung Swasembada Pangan
SE MNA/KBPN 460‐1594/1996 tentang Mencegah Konversi dan Irigasi Teknis Menjadi Tanah Kering
SE MNA/KBPN 5417/MK/10/1994 tentang Efisiensi Pemanfaatan Lahan Bagi Pembangunan Perumahan
SE MNA/KBPN 5335/MK/1994 tentang Penyusunan RTRW Dati II Melarang Konversi Lahan Sawah Irigasi Teknis Untuk Non Pertanian
SE MNA/KBPN 410‐1851/1994 tentang Pencegahan Penggunaan Tanah Sawah Beririgasi Teknis untuk Penggunaan Non Pertanian Melalui Penyusunan RTR
SE MNA/KBPN 410‐2261/1994 tentang Izin Lokasi Tidak Boleh Mengkonversi Sawah Irigasi Teknis (SIT)
Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI)
RTRW Provinsi Jawa Timur
Rencana dan Strategi Pengelolaan DAS Brantas Terpadu Provinsi Jawa Timur
RTRW Kabupaten/Kota yang Termasuk DAS Brantas
N.
ANALISIS KONDISI DAS Analisis ini terkait dengan analisis kondisi fisik seperti batas DAS, luas DAS,
geologi, hidrologi, topografi, jenis tanah, curah hujan, potensi air tanah, rawan bencana, dan gerakan tanah. 1) Penentuan Batas DAS dengan AVSWAT 2000
Pengolahan DEM Pengolahan DEM dalam studi ini bertujuan untuk mendapatkan representasi
topologi bumi dalam bentuk DEM berformat grid/cell atau juga bisa disebut grid elevasi yang selanjutnya akan digunakan dalam
pemodelan DAS dan analisa
II-45
2 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
kemiringan lereng (grid kemiringan lereng). DEM berformat grid bisa diperoleh dari proses korversi topologi bumi dengan data dasar peta topografi digital yang diperoleh dari BAKOSURTANAL. Kualitas grid elevasi yang dihasilkan akan sangat ditentukan oleh skala peta topografi dan skala grid yang digunakan. Dengan pertimbangan kemampuan komputer, skala grid yang digunakan dalam studi ini adalah 25 m x 25 m atau 1 cell mewakili luasan sebesar 25 m x 25 m dipermukaan bumi. Adapun langakah-langkah dalam pengolahan DEM adalah sebagai berikut: a) Mempersiapkan peta topografi digital yang mencakup daerah studi dalam format CAD. b) Mengekspot polyline kontur peta topografi tersebut ke dalam format file program ArcView dengan atribut elevasi masing-masing garis kontur. c)
Membangkitkan DEM dalam bentuk 3 dimensi dengan format TIN (Triangular Irregular Network).
d) Konversi DEM dari format TIN ke dalam format Grid skala cell 25 m x 25 m. 2) Pemodelan DAS Dengan bentuk cell-nya yang teratur, DEM berformat grid memiliki kelebihan kemudahan dalam penerapan rumus. Sehingga dengan penerapan algoritma tertentu pengguna dapat menentukan arah aliran setiap cell-nya atau bahkan untuk memodelkan suatu DAS dari suatu peta topologi bumi DEM berformat grid. Model DAS dalam studi ini digunakan sebagai model dasar dengan menggunakan Model SWAT selain parameter lain yang di-input dalam sistem database SWAT. Pemodelan DAS dilakukan dengan menganalisa arah aliran dan akumulasi aliran yang diterima setiap cell. Adapun langkah-langkah dalam memodelkan DAS adalah sebagai berikut: a) Mempersiapkan peta topologi bumi dalam bentuk DEM berformat grid dengan skala 25 m x 25 m. b) Identifikasi cell-cell yang mengalami depresi aliran (Sink). c)
Melakukan manipulasi sink (Fill sink) yang terdapat dengan menaikan elevasi cell tersebut.
d) Membangkitkan grid arah aliran (flow direction) e) Menghitung akumulasi aliran yang diterima setiap cell dari grid arah aliran. f)
Membangkitkan jaringan sungai sintetik berdasarkan grid akumulasi aliran dengan menggunakan jaringan sungai digitasi sebagai mask (pendekatan).
II-46
2 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
g) Melakukan identifikasi titik outlet DAS utama dan sub-sub DAS pada jaringan sungai. h)
Melakukan delinisiasi DAS sehingga didapatkan peta batas DAS dan Sub DAS beserta parameter fisiknya.
3) Tipologi DAS (Paimin, et al. - Kementerian Kehutanan, P3KR, 2012) Dalam perencanaan pengelolaan DAS, perlu memperhatikan pedoman, di mana untuk menilai kerentananan pengelolaan tingkat DAS dipertimbangkan hal-hal berikut ini: a) Tingkat kerentanan lahan Tabel 2. 15 Skala Kerentanan/Sensitivitas Lahan Terhadap Erosi
Sumber: Paimin, et al. - Kementerian Kehutanan, P3KR, 2012
Tipologi atau Kerentanan lahan terhadap degradasi terhadap erosi dapat diklasifikasi seperti tabel berikut: Tabel 2. 16 Klasifikasi tipologi tingkat kerentanan
Sumber: Paimin, et al. - Kementerian Kehutanan, P3KR, 2012
b) Tingkat kerentanan sosial ekonomi Kondisi sosial ekonomi yang mengancam kelestarian sumberdaya alam, hutan, tanah, dan air adalah besarnya tekanan penduduk terhadap lahan serta kemampuan ekonomi masyarakat yang sangat terbatas atau rendah. Tekanan penduduk terhadap lahan dicerminkan oleh parameter kepadatan penduduk dan struktur ekonomi daerah,
II-47
2 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
sedangkan kemampuan ekonomi wilayahnya ditunjukkan oleh pendapatan dan tingkat pertumbuhan ekonomi. Tabel 2. 17 Tipologi/Kerentanan Penduduk Terhadap Lahan
Keterangan: Angka dalam kurung ( ) menunjukkan nilai skor pada setiap parameter Sumber: Paimin, et al. - Kementerian Kehutanan, P3KR, 2012 Tabel 2. 18 Tipologi Ekonomi DAS
Keterangan: SK= Standar Kemiskinan Angka tebal dalam kurung ( ) menunjukkan nilai skor pada setiap parameter Sumber: Paimin, et al. - Kementerian Kehutanan, P3KR, 20122
Formulasi tipologi sosial ekonomi DAS disusun sebagai hasil sintesis interaksi kondisi tekanan penduduk dan kondisi ekonomi DAS, sehingga nilainya merupakan nilai rata-rata dari nilai formulasi tekanan penduduk dan nilai ekonomi DAS. Selanjutnya, tipologi daerah tangkapan air hujan atau tipologi DTA (catchment area) merupakan interaksi tipologi lahan dan tipologi sosial ekonomi. Nilai kerentanan daerah tangkapan air merupakan nilai rata-rata dari nilai tipologi lahan dan nilai tipologi sosial ekonomi, dan tingkat kerentanannya seperti pada tabel klasifikasi tipologi tingkat kerentanan. c)
Tingkat kerentanan banjir Banjir merupakan manifestasi dari air hujan yang diproses oleh lahan pada
daerah tangkapan air menjadi aliran/limpasan permukaan. Dengan demikian berdasarkan sistem tata air DAS, Potensi Banjir merupakan interaksi dari Tipologi Lahan dan hujan.
II-48
2 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Tabel 2. 19 Tipologi Pasokan Air Banjir
Sumber: Paimin, et al. - Kementerian Kehutanan, P3KR, 2012
Tipologi DAS mencerminkan kondisi suatu DAS baik dari kondisi daerah tangkapan airnya maupun kondisi banjirnya. Tipologi DAS diperoleh dari hasil interaksi antara tipologi DTA dan tipologi banjir. Nilai kerentanan DAS merupakan nilai rata-rata tipologi DTA dan nilai tipologi banjir, yang klasifikasinya seperti pada tabel klasifikasi tipologi tingkat kerentanan. d) Koordinasi pengelolaan yang harus dibangun dalam satuan DAS berkenaan permasalahan (sebab-akibat) lintas wilayah administrasi Tabel 2. 20 Skala Sensitivitas Kewilayahan Pengelolaan DAS
Sumber: Paimin, et al. - Kementerian Kehutanan, P3KR, 2012
Berdasarkan tabel di atas, maka dapat diklasifikasi Tipologi Kewilayahan Pengelolaan DAS menjadi (1) Tinggi (skala 4 dan 5), (2) Sedang (skala 3), dan (3) Rendah (skala 1 dan 2). Memperhatikan kerentanan kewilayahan demikian maka sistem pengelolaan tingkat DAS yang kompatibel lebih mudah disetarakan dengan wilayah provinsi dominan. Sedangkan kewilayahan DAS yang lintas provinsi secara tegas pengelolaannya dipandu oleh pemerintah Pusat atau kerjasama antar provinsi. Tipologi Pengelolaan DAS merupakan manifestasi dari Tipologi DAS dengan Tipologi Kewilayahan, yang tipologinya seperti pada tabel klasifikasi tipologi tingkat kerentanan.
II-49
2 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Tabel 2. 21 Tipologi Pengelolaan DAS
Sumber: Paimin, et al. - Kementerian Kehutanan, P3KR, 2012
Dalam analisis ada kemungkinan Tipologi DAS termasuk kategori “tinggi” tetapi karena Tipologi Kewilayahannya “rendah” sehingga Tipologi Pengelolaannya menjadi “sedang”, artinya bahwa DAS tersebut “rentan” tetapi pengelolaannya tidak sulit. Dengan mengacu pada hasil karakterisasi DAS yang menunjukkan kerentanan dan potensi, maka kemudian dapat menjadi masukan untuk program dan usulan kegiatan pengelolaannya. Oleh karena wilayah DAS berada dalam wilayah provinsi atau lintas kabupaten dan lintas provinsi, maka usulan kegiatan pengelolaan bersifat indikatif dan penyelenggaraannya bersifat koordinatif. Koordinasi dimaksudkan agar kegiatan antar Bagian DAS yang saling mempengaruhi dalam satuan wilayah DAS memiliki sasaran yang lebih terarah. O.
ANALISIS SWOT DAN KELEMBAGAAN Analisa pengembangan kawasan potensial yang memiliki aspek ekonomi di
Kabupaten Hulu Sungai Tengah selanjutnya dilakukan dengan menggunakan metode analisa SWOT. SWOT secara harfiah merupakan akronim yang terdiri dari konsep kata: -
S (Strength) Diartikan kekuatan, merupakan suatu keadaan atau kondisi yang ada dan dimiliki yang dianggap hal yang sudah baik.
-
W (Weakness) Diartikan kelemahan atau masalah, merupakan suatu keadaan atau kondisi yang dianggap memiliki kelemahan atau masalah.
-
O (Opportunity) Diartikan kesempatan atau peluang, merupakan suatu keadaan atau kondisi yang ada atau yang akan terjadi di dalam atau di sekitar daerah yang dianggap berpeluang untuk digunakan bagi pengembangan potensi.
II-50
2 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
-
T (Threat) Diartikan ancaman atau hambatan, merupakan suatu kondisi atau keadaan yang ada atau akan terjadi di dalam atau di sekitar daerah yang dianggap dapat menghambat atau mengancam pengembangan potensi. Potensi
merupakan
faktor-faktor
yang
berpengaruh
kuat
terhadap
pengembangan ekonomi di masing-masing wilayah studi. Sedangkan permasalahan adalah faktor yang berpengaruh lemah terhadap pengembangan ekonomi di masingmasing wilayah studi. Peluang merupakan situasi paling diinginkan. Sebaliknya tantangan/ancaman merupakan situasi yang paling tidak diinginkan. Masing-masing komponen pengamatan dalam analisis SWOT ini dapat dilihat secara terpisah ataupun digabungkan dalam matriks (2x2). Contoh matriks tersebut dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2. 22 Matriks Analisis SWOT
Threaten Opportunity
External Factor
Strength
Internal Factor Weakness
SO
WO
ST
WT
Dari hasil analisis SWOT akan dihasilkan beberapa strategi, antara lain: 1.
Strategi SO, yang digunakan untuk memperkuat potensi untuk memperoleh peluang yang tersedia dalam lingkungan eksternal.
2.
Strategi WO, bertujuan untuk memperbaiki kelemahan internal dengan memanfaatkan peluang dan Iingkungan eksternal.
3.
Strategl ST, bertujuan untuk memperkecil dampak yang akan terjadi dari lingkungan eksternal.
4.
Strategi WT, bertujuan untuk memperkuat dalam usaha untuk memperkecil kelemahan internal dan mengurangi tantangan ekstemal. Untuk analisis kelembagaan, perlu diidentifikasi terlebih dahulu berbagai
stakeholder atau pihak yang berkepentingan terhadap Daerah Aliran Sungai. Untuk lebih jelasnya, berikut diidentifikasi beberapa pihak yang memiliki kepentingan terhadap DAS seperti pada gambar berikut ini:
II-51
2 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Beberapa Pihak yang Berkepentingan Terhadap DAS Masyarakat
Swasta
Petani
Unsur Legislatif dan Yudikatif
Lembaga Donor
Kantor Ketahanan Pangan
LSM
Dep/Dinas Kehutanan
Lembaga Penelitian
Departemen PU
Perguruan Tinggi
DAS
Bappenas Departemen ESDM
Pemerintah Kabupaten/ Kota
Dep/Dinas Pertanian Pemerintah Provinsi Badan Lingkungan Hidup
Dep/Dinas Perikanan dan Kelautan
Badan Pertanahan
Dep/Dinas Pengairan
Dinas Pariwisata
Departemen Kesehatan
BPDAS Brantas
BBWS Brantas
Jasa Tirta
Gambar 2. 12 Pihak Terkait Pengelolaan/ Pemanfaatan DAS
Sundawati dan Sanudin (2009) mengelompokkan stakeholder berdasarkan kemanfaatan terhadap program/kegiatan, yaitu sebagai berikut:
pemangku kepentingan primer (utama)
pemangku kepentingan sekunder (pendukung)
pemangku kepentingan kunci Pemangku kepentingan utama memiliki kaitan kepentingan secara langsung atau
memperoleh manfaat dan terkena dampak langsung dari suatu kebijakan, program, dan proyek. Pemangku kepentingan pendukung adalah pemangku kepentingan yang tidak memiliki kaitan kepentingan secara langsung terhadap suatu kebijakan, program, dan proyek, tetapi memiliki kepedulian dan keprihatinan sehingga mereka turut bersuara dan berpengaruh terhadap sikap masyarakat dan keputusan legal pemerintah. Pemangku kepentingan kunci merupakan pemangku kepentingan yang memiliki kewenangan secara legal dalam hal pengambilan keputusan. Selanjutnya dapat diidentifikasi fungsi dari masing-masing pihak terkait dengan pengelolaan atau pemanfaat DAS.
II-52
2 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
2.4
JADWAL RENCANA KERJA Tabel 2. 23 Jadwal Pelaksanaan Kajian
No I 1 2 3 4 5 II 1 2 3 III 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 IV V 1 2 3
Kegiatan
Bulan 1
2
3
4
5
6
7
8
Persiapan dan Pemantapan Metodologi/ Pendekatan Pekerjaan Mobilisasi Tim Penajaman Pendekatan Pelaksanaan Pekerjaan Penajaman Metodologi dan Rencana Kerja Penyiapan Instrumen Survei Studi Literatur/ Studi Referensi Pengumpulan dan Pengolahan Data Survei Instansi dan Diskusi Survei Lapangan Kompilasi Data Kajian dan Analisis Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Analisis Erosi dan Sedimentasi Dampak Perubahan Penggunaan Lahan DAS Proyeksi Penduduk Analisis Produksi Padi Analisis Keseimbangan Produksi-Konsumsi Analisis Daya Dukung Lahan Analisis Jumlah Penduduk Optimum Analisis Hidrologi dan Debit Limpasan Analisis Ketersediaan Air Analisis Kebutuhan Air Analisis Neraca Air Analisis Kebijakan Analisis Kondisi DAS Analisis SWOT dan Kelembagaan Perumusan Rekomendasi Pengumpulan Laporan Laporan Ringkasan Eksekutif Laporan Bulanan
II-53
2 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
II-54
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI 3.1
GAMBARAN UMUM DAS BRANTAS Wilayah Sungai Brantas merupakan wilayah sungai strategis nasional dan
menjadi kewenangan Pemerintah Pusat berdasarkan Permen PU No. 11A Tahun 2006. Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas merupakan satu sungai terpanjang dan terpenting di Jawa Timur, di samping DAS tengah dan hilir Bengawan Solo. Induk sungai dari DAS ini yakni Sungai Brantas bermata air di Jurang Kuali, Cangar, lereng selatan kompleks pegunungan vulkanis yang sudah tidak aktif lagi. Sungai Brantas bermata air di Desa Sumber Brantas (Kota Batu). Dari tempat tersebut, Sungai Brantas mengalir ke Malang, Blitar, Tulungagung, Kediri, Jombang, dan Mojokerto. Di Kabupaten Mojokerto sungai ini bercabang dua menjadi Kali Mas (ke arah Surabaya) dan Kali Porong (ke arah Porong, Kabupaten Sidoarjo). Mengingat struktur geologi yang dilaluinya maka Sungai Brantas termasuk sungai komposit.
Gambar 3. 1 Orientasi DAS Brantas
Secara geografik DAS Brantas terletak pada 115017’0’’ hingga 118019’0’’ Bujur Timur dan 7055’30’’ hingga 7057’30’’ Lintang Selatan. Penentuan batas DAS dilakukan dengan menggunakan Peta DEM, dimana batas DAS ditentukan dari punggung-punggung bukit aliran sungai yang masuk ke dalam sungai utama yaitu sungai Brantas. Luas DAS Brantas adalah seluas 12.150,30 km2.
III-1
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Gambar 3. 2 Batas DAS Brantas Berdasarkan DEM
Dari gambar di atas, maka dapat diketahui wilayah administrasi yang masuk ke dalam DAS Brantas adalah sebanyak 13 kabupaten dan 6 kota, yaitu sebagai berikut: Tabel 3. 1 Luas DAS Brantas No
Kabupaten/ Kota
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
BLITAR GRESIK JOMBANG KEDIRI KOTA BATU KOTA BLITAR KOTA KEDIRI KOTA MALANG KOTA MOJOKERTO KOTA SURABAYA MADIUN MALANG MOJOKERTO NGANJUK PASURUAN PONOROGO SIDOARJO TRENGGALEK TULUNGAGUNG
Luas Kabupaten/ kota (km2) 1753 1238 1114 1522 202 33 69 110 20 331 1011 3457 974 1284 1487 1487 719 1245 1151 JUMLAH
Persentase Luas Yang Masuk DAS Brantas (%) 0,74 0,10 0,97 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 0,62 0,15 0,66 0,91 1,00 0,32 0,04 1,00 0,52 0,83
Luas Kabupaten/Kota yang Masuk DAS Brantas (km2) 1.305,76 128,68 1.080,58 1.522,00 202,00 33,00 69,00 110,00 20,00 205,22 151,65 2.296,61 886,34 1.284,00 472,87 62,75 719,00 645,52 955,33 12.150,30
Sumber: BPS Provinsi Jawa Timur, Hasil Analisis GIS
III-2
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Gambar 3. 3 Peta Administrasi DAS Brantas
III-3
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Berdasarkan Peta Topografi Skala 1:250 000 yang dikeluarkan oleh Bakosurtanal tahun 2000, dan berdasarkan hasil analisis GIS DAS Brantas dibagi menjadi 34 Sub DAS, pembagian Sub DAS tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 3. 2 Pembagian Sub DAS di DAS Brantas NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
SUB DAS K.Abad K.Bandung K.Bangkok K.Beng K.Brantas K.Corah K.Dermo K.Dondong K.Ewoh K.Gagang K.Gelondong K.Gembulu K.Jabon K.Jari K.Jilu K.Kedung K.Konto K.Kuntulan K.Lahar K.Lahargendok K.Lemon K.Lesti K.Manis K.Mas K.Metro K.Nganto K.Ngobo K.Ngrowo K.Pandansari K.Tiko K.Tresmabaru K.Watudakon K.Widas nn 25
LUAS (HA) PERSENTASE (%) 3,907.55 0.32 1,487.53 0.12 16,963.92 1.40 15,718.22 1.29 222,719.88 18.33 8,899.11 0.73 12,804.97 1.05 13,399.75 1.10 1,865.65 0.15 6,182.96 0.51 3,630.92 0.30 48,347.39 3.98 7,063.82 0.58 4,602.97 0.38 54,751.66 4.51 14,897.84 1.23 54,807.40 4.51 31,392.04 2.58 6,533.23 0.54 11,983.29 0.99 14,127.98 1.16 62,025.26 5.10 13,963.43 1.15 125,106.93 10.30 16,524.27 1.36 76,458.55 6.29 18,055.23 1.49 147,242.61 12.12 8,138.19 0.67 10,083.92 0.83 9,476.14 0.78 4,496.13 0.37 149,152.23 12.28 18,219.42 1.50 1,215,030.39 100.00
Sumber: Bappenas, 2012
III-4
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Gambar 3. 4 Pembagian Sub DAS Brantas Tabel 3. 3 Wilayah DAS Brantas DAS Brantas Utara Selatan Hulu
Sub DAS 1. Rejoso Ds 2. Welang 3. Gedongan Diodo 4. Pasiraman Ds 5. Barek Glidik Ds 6. Ambang 7. Lesti 8. Melamon
DAS Brantas Tengah
Hilir
Sub DAS 1. Lahar 2. Ngowo Ngasinan 3. Widas 4. Konto 5. Bluwek 6. Brangkal 7. Maspo
Yang termasuk dalam wilayah DAS Brantas Hulu adalah DAS Ambang (Sungai Amprong dan Bango), DAS Melamon (Sungai Metro, Lahor dan Lemon) dan DAS Lesti (Sungai Lesti). Ketiga cabang sungai utama tersebut terbagi ke dalam anak sungai kecilkecil sebanyak 157 anak sungai. Bentuk percabangan sungai dan drainase wilayah sangat rapat, terutama di daerah hulu sungai Amprong dan sungai Sumber Brantas.
III-5
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Gambar 3. 5 Peta Sub DAS Brantas Hulu Tabel 3. 4 Daerah Pengaliran Wilayah Sungai Brantas yang Termasuk Wilayah Kerja Jasa Tirta No.
Nama Sungai
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
K. Brantas K. Amprong K. Lesti K. Metro K. Lahor K. Bambang K. Lekso K. Semut K. Jari K. Putih K. Ewuh K. Dawir K. Parit Agung K. Parit Raya K. Ngrowo K. Ngasinan K. Tawing K. Tugu K. Bodeng K. Song
Panjang Sungai (km) 320 31,7 69,5 39,2 27,4 20,6 18,8 21,4 12,5 19,2 18,9 47,4 54,8 15,6 10,8 32,1 15 18 20 21,5
No 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
Nama Sungai K. Badak K. Serinjing K. Konto K. Kedak K. Widas K. Kedungsuko K. Ulo K. Kuncir K. Bening K. Beng K. Watudakon K. Brankal K. Sadar K. Kambing K. Porong K. Marmoyo K. Surabaya K. Kedurus K. Wonokromo K. Mas
Panjang Sungai (km) 20 35,5 86,2 14,1 129 23,8 12,6 52,7 9 20 24,1 53,5 26,2 13 62,5 43,5 39,7 13,2 12,3 13,2
Sumber: Jasa Tirta I
III-6
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Sumber: Jasa Tirta I Gambar 3. 6 Wilayah Kerja Perusahaan Jasa Tirta WS. Kali Brantas dan WS. Bengawasan Solo
Panjang sungai utama 320 km mengalir melingkari sebuah gunung berapi yang masih aktif yaitu Gunung Kelud. Curah hujan rata-rata mencapai 2.000 mm per tahun dan jumlah tersebut sekitar 85% jatuh pada musim hujan. Potensi air permukaan per tahun rata-rata 12 miliar m3. Potensi yang termanfaatkan sebesar 2,6-3,0 miliar m3 per tahun. Sungai Brantas sebagai sungai induk pada DAS Brantas dibangun/melalui dua bendungan di wilayah Kabupaten Malang yaitu bendungan Sengguruh dan bendungan Karangkates. Kedua bendungan ini memiliki fungsi yang strategis. 3.2
KONDISI FISIK DAS BRANTAS Kondisi fisik DAS Brantas berikut ini tediri atas kondisi morfologi DAS, kondisi
fisiografi, kondisi lereng, kondisi jaringan sungai, kondisi tanah, kondisi iklim dan kondisi kualitas air sungai di DAS Brantas. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat berikut ini: 3.2.1 Kondisi Morfologi DAS Tinjauan bentuk DAS Brantas secara keseluruhan hasil deliniasi catchment area menginformasikan bentuknya mendekati agak bulat. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel berikut ini:
III-7
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN Tabel 3. 5 Bentuk (Shape) DAS Brantas No I. 1 2 3 II. 1 2 3 4 III. 1 2 3
DAS / Sub DAS BRANTAS BAGIAN HULU Ambang Lesti Melamon BRANTAS BAGIAN TENGAH Ngrowo Ngasinan Lahar Widas Konto BRANTAS BAGIAN HILIR Bluwek Brangkal Maspo DAS BRANTAS
Luas ( km2 ) 2.381,48 1.016,75 583,84 780,89 6.062,90 1.451,98 2.587,96 1.515,32 507,64 3.441,21 214,82 960,97 2.265,42 11.885,59
Panjang Sungai Utama ( km )
Faktor Bentuk
61,40 57,00 47,00
0,27 0,18 0,35
47,50 38,00 69,33 79,95
0,64 1,79 0,32 0,08
42,84 51,40 96,25 329,63
0,12 0,36 0,71 0,11
Bentuk Sub DAS/ DAS Agak Bulat Agak Lonjong Lonjong Agak Lonjong Bulat Agak Bulat Bulat Agak Lonjong Lonjong Agak Lonjong Lonjong Agak Lonjong Agak Bulat Agak Bulat
Sumber Data : Hasil Analisa BPDAS Brantas’07
3.2.2 Kondisi Fisiografi DAS DAS Brantas dibagi 5 (lima) unit fisiografi, yaitu: Lajur Daratan Alluvial, Lajur Perbukitan Kendeng, Lajur Dataran Tengah Lajur Gunung Api Kuarter dan Lajur Pegunungan Selatan. 3.2.3 Kondisi Topografi dan Kemiringan Lereng DAS Brantas Wilayah DAS Brantas mempunyai topografi yang bervariasi dari datar, bergelombang, berbukit dan bergunung dengan ketinggian diatas permukaan air laut antara 0 m sampai 3.675 m. Topografi bergunung berada di bagian timur yaitu di hulu S. Brantas.
Gambar 3. 7 Fisiografi DAS Brantas
Kemiringan lereng DAS Brantas umumnya didominasi oleh lereng dengan kemiringan antara 0 – 2 % yang menempati wilayah seluas 578.399,17 Ha atau seluas 47,6%. Secara umum kemiringan DAS Brantas disajikan dalam tabel berikut ini.
III-8
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN Tabel 3. 6 Kemiringan Lereng di DAS Brantas NO
SUB DAS
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
K.Abad K.Bandung K.Bangkok K.Beng K.Brantas K.Corah K.Dermo K.Dondong K.Ewoh K.Gagang K.Gelondong K.Gembulu K.Jabon K.Jari K.Jilu K.Kedung K.Konto K.Kuntulan K.Lahar K.Lahargendok K.Lemon K.Lesti K.Manis K.Mas K.Metro K.Nganto K.Ngobo K.Ngrowo K.Pandansari K.Tiko K.Tresmabaru K.Watudakon K.Widas nn 25 TOTAL PERSENTASE (%)
<2% 2,962.94 1,487.53 3,488.73 866.49 131,655.98 7,138.92 10,024.53 13,120.63 1,861.50 4,686.53 3,412.18 5,421.70 6,771.54 2,275.49 21,014.41 10,035.01 15,335.34 18,398.68 6,220.86 10,729.80 3,168.30 19,435.81 1,808.53 92,102.92 7,221.30 31,119.05 13,174.44 52,074.77 325.10 1,164.50 9,476.14 4,496.13 64,436.14 1,487.23 578,399.17 47.60
2-8%
195.47 560.10 2,089.89
17,359.96
KEMIRINGAN LERENG (HA) 9 - 15 % 15 - 25 % 25 - 40 943.48
30,495.60
5,795.72
4,778.08
696.97
7,801.70
8,806.20 8,854.46 8,972.45
1,436.39
303.44
2,620.46
20,639.92 59,672.65 4.91
61,734.15 5.08
5,694.49 13,453.16 25,756.34 743.90 2,567.82 278.99 4.14 1,245.15 218.72 9,690.00 291.13 963.77 9,414.36 4,182.68 16,883.96 2,114.74 312.37 1,200.19 3,271.13 19,306.17 7,475.83 18,246.07 6,777.19 14,855.81 4,062.79 19,694.70 2,207.64 5,934.02
40,923.06 2,646.46 241,360.26 19.86
3.21 8,195.05
40 - 60 1.13 7,582.02 838.48 24,243.54 1,016.29 212.63
> 60
283.59
0.13 251.28 0.03
291.44 155.75 0.85
0.35 5,903.38
7,036.89 0.84
21,587.90 1.78
10,080.00 1.15 1,363.72 19,447.24 680.15 22,296.66 2,224.21 52.45 7,688.55 14,477.07 3,840.99 2,525.79 20,074.85 818.00 65,387.93 5,604.61 2,886.98
23,153.10 14,085.73 250,834.53 20.64
97.58
837.73
124.41 98.42
1,441.72 0.12
TOATAL 3,907.55 1,487.53 16,963.92 15,718.22 222,719.98 8,899.11 12,804.97 13,399.75 1,865.65 6,182.96 3,630.92 48,347.39 7,063.82 4,602.97 54,751.65 14,897.85 54,807.40 31,392.04 6,533.23 11,983.29 14,127.98 62,025.26 13,963.43 125,106.83 16,524.27 76,458.55 18,055.23 147,242.61 8,138.19 10,083.92 9,476.14 4,496.13 149,152.23 18,219.41 1,215,030.39 100.00
Sumber: Bappenas, 2012
DAS Brantas berbentuk trapesium dengan jumlah sub DAS sebanyak 32 buah. Morfologi sungai Kali Brantas mulai sungai di pegunungan, sungai di daerah transisi, sampai sungai di pedataran atau daerah pasang surut, mempunyai perubahan morfologi. Secara keseluruhan kemiringan lereng di DAS Brantas dapat diklasifikasikan ke dalam kelas kemiringan sebagai berikut ≤8%, 8–15%, 16-25%, 26–45% dan ≥45%. Morfologi sungai di daerah pegunungan memiliki tebing sungai yang tinggi dengan kemiringan dasar sungai besar (curam), untuk daerah transisi/tengah mempunyai kemiringan dasar agak lebar dengan tebing sungai agak rendah, sedangkan di daerah pedataran mempunyai kemiringan dasar yang landai serta tebing sungai yang rendah.
III-9
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Gambar 3. 8 Peta Kemiringan Lereng di DAS Brantas
3.2.4 Kondisi Jaringan Sungai Struktur sungai atau susunan sungai di dalam DAS merupakan karakteristik fisik yang penting setiap drainage basin karena susunan sungai/ jaringan sungai merupakan anatomi formasi sungai yang ada di dalam DAS dengan berbagai sifatnya. Bentuk jaringan sungai mempengaruhi efisiensi sistem drainage dan karakteristik hidrologis suatu DAS, yang kemudian nantinya dapat menjadi salah satu faktor yang dipakai sebagai pertimbangan dalam pengelolaan DAS guna mengetahui kondisi tanah dan permukaan DAS khususnya perilaku tenaga erosif yang ada. Tabel 3. 7 Jaringan Sungai (Drainage Network) DAS Brantas No
DAS / Sub DAS
Luas (ha) Ordo 1
I. 1 2 3 II. 1 2 3 4 III. 1 2 3
BRANTAS BAGIAN HULU 238.148 Ambang 101.675 Lesti 58.384 Melamon 78.089 BRANTAS BAG. TENGAH 606.290 Ngrowo Ngasinan 145.198 Lahar 258.796 Widas 151.532 Konto 50.764 BRANTAS BAGIAN HILIR 344.121 Bluwek 21.482 Brangkal 96.097 Maspo 226.542 DAS BRANTAS 1.188.559 Sumber Data : Hasil Analisa BPDAS Brantas’07
234,90 61,40 57,00 116,50 921,68 47,50 716,90 77,33 79,95 243,38 42,84 51,40 149,14 1.399,96
Panjang Sungai ( km ) Ordo 2 Ordo 3 Ordo 4 460,91 73,56 131,00 256,35 688,09 325,51 116,13 151,97 94,48 136,20 29,70 43,85 62,65 1.285,20
289,75 91,00 64,00 134,75 310,61 144,00 40,53 105,20 20,88 233,03 8,64 91,85 132,54 833,39
91,69 54,00 12,00 25,69 52,05 52,05 36,00 30,50 5,50 179,74
Ordo 5 27,77 23,00 4,77 48,50 48,50 79,93 79,93 156,20
Total Panjang Sungai (km) 1.105,02 302,96 264,00 538,06 2.020,93 517,01 873,56 435,05 195,31 728,53 81,18 297,52 349,83 3.854,48
III-10
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
3.2.5 Orientasi DAS Orientasi DAS (Aspect) atau Muka DAS (Faces) berpengaruh terhadap jumlah air yang tersedia didasarkan atas faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti transpirasi, evaporasi dan lain-lain. Orientasi DAS Brantas adalah sangat unik mulai dari Brantas Bagian Hulu mengarah ke selatan lalu ke tenggara kembali ke selatan terus ke barat daya, selanjutnya pada Brantas Bagian Tengah mulai ke barat berbelok ke timur laut dan pada Brantas Bagian Hilir mengarah ke timur. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat berikut ini: Tabel 3. 8 Orientasi DAS Brantas No
DAS / Sub DAS
I.
BRANTAS BAGIAN HULU
1 2 3 II.
Ambang Lesti Melamon BRANTAS BAGIAN TENGAH
1 2 3 4 III. 1 2 3
Ngrowo Ngasinan Lahar Widas Konto BRANTAS BAGIAN HILIR Bluwek Brangkal Maspo DAS BRANTAS
Luas ( km2 ) 2.381,48 1.016,75 583,84 780,89 6.062,90 1.451,98 2.587,96 1.515,32 507,64 3.441,21 214,82 960,97 2.265,42 11.885,59
Azimuth dan Arah DAS / Sub DAS 174°
Selatan, 133° Tenggara, 182° Selatan dan 281° Barat Daya 217° Barat Daya 269° Barat 243° Barat Daya 275° Barat, 32° Timur Laut dan 39° Timur Laut 58° Timur Laut 349° Utara 65° Timur Laut 256° Barat dan 334° Barat Laut 91° Timur dan 70° Timur 131° Tenggara 30° Timur Laut 62° Timur Laut Mulai 174° Selatan, 133° Tenggara, 182° Selatan, 281° Barat Daya, 275° Barat, 32° Timur Laut, 39° Timur Laut, 91° Timur sampai 70° Timur
Sumber: Hasil Analisa BPDAS Brantas’10
3.2.6 Kondisi Tanah Jenis tanah yang terdapat di DAS Brantas antara lain yaitu tanah alluvial, andosol, latosol, litosol, mediteran, grumusol, dan regosol. Sedangkan kedalaman solum tanah di masing-masing Sub DAS tertera pada tabel berikut ini:
III-11
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN Tabel 3. 9 Kedalaman Solum Tanah DAS Brantas No
DAS / Sub DAS
Luas (ha)
Kedalaman / Solum Tanah ( ha ) Sangat Dangkal ( < 30 cm )
I.
BRANTAS 238.148,00 BAG. HULU 1 Ambang 101.675,00 2 Lesti 58.384,00 3 Melamon 78.089,00 II. BRANTAS BAG. 606.290,00 TENGAH 1 Ngrowo Ngasinan 145.198,00 2 Lahar 258.796,00 3 Widas 151.532,00 4 Konto 50.764,00 III. BRANTAS 344.121,00 BAG. HILIR 1 Bluwek 21.482,00 2 Brangkal 96.097,00 3 Maspo 226.542,00 DAS BRANTAS 1.188.559,00 Sumber Data : Hasil Analisa BPDAS Brantas’07
Dangkal (30 - 60 cm)
Sedang (60 - 90 cm)
Dalam ( > 90 cm)
1.585,77
3.188,84
24.139,54
209.233,85
991,00 594,8 35.590,56
414,88 1.182,00 1.592,0 59.694,49
9.084,68 6.214,00 8.840,9 102.379,27
92.175,44 49.997,00 67.061,4 408.625,68
11.112,00 5.387,56 19.091,00 11.491,14
33.409,30 19.474,19 6.786,00 25,00 28.706,64
41.151,75 19.613,52 40.243,00 1.371,00 28.116,56
59.524,95 214.320,73 85.412,00 49.368,00 275.806,66
6.646,54 4.844,60 48.667,47
6.948,08 2.706,81 19.051,75 91.589,97
2.089,06 6.551,33 19.476,17 154.635,37
5.798,32 86.838,86 183.169,48 893.666,19
Gambar 3. 9 Peta Jenis Tanah di DAS Brantas
3.2.7 Kondisi Iklim Secara kuantitas, nilai curah hujan tahunan rerata di sekitar DAS Sumber Brantas dan sekitarnya sesuai yang tercatat pada stasiun penakar adalah relatif besar. Sepanjang periode 30 tahun terakhir (1975 – 2004), curah hujan rerata tahunan pada daerah studi sebesar 1,876.70mm dengan nilai terkecil sebesar 1,009.9 mm yang
III-12
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
terjadi pada tahun 2004 dan terbesar sebesar 3,060.7 mm yang terjadi pada tahun 1992. Bulan kering biasa terjadi pada bulan Mei sampai dengan Oktober, sedangkan bulan basah biasa terjadi antara awal bulan November sampai dengan April. Curah hujanrerata bulanan terbesar adalah 398.98mm pada bulan Januari dan terkecil sebesar 10.98 mm pada bulan Agustus. Dari hasil pencatatan pada Stasiun Tlekung selama 5 (lima) tahun terakhir (1996–2000), diperoleh nilai suhu udara rerata bulanan minimum sebesar 22.80oC yang terjadi pada bulanJanuari dan maksimum sebesar 25.12oC yang terjadi pada bulan Mei. Kelembaban udara relatif tahunan rata-rata sebesar 85.33%. Kelembapan udara maksimum sebesar 88.60% terjadi pada bulan April dan minimum sebesar 81.20% yang terjadi pada bulan Februari. 3.2.8 Kondisi Debit Sungai Keadaan debit sungai yang ada pada DAS Brantas yang terbesar terdapat pada Sungai Ngrowo 1.771 m3/detik sedangkan debit sungai minimum paling kecil pada Sungai Lahor 0,43 m3/detik. Adapun debit sungai pada Sungai Brantas sendiri yang diambil dari Stasiun Perning diketahui bahwa debit maksimum 486 m3/detik dan debit minimum 112 m3/ detik dengan rata-rata sebesar 254 m3/detik, sedangkan di hulu debit maksimum 1.582 m3/detik (Stasiun Gondang). Tabel 3. 10 Keadaan Debit Sungai DAS Brantas No
DAS / Sub DAS
Sungai Utama
I. BRANTAS BAG. HULU 1 Ambang - Brantas ( Sta. Gadang ) 2 Lesti - Lesti 3 Melamon - Metro - Lahor II. BRANTAS BAG. TENGAH 1 Ngrowo Ngasinan - Ngrowo - Ngasinan 2 Lahar - Lekso - Jimbe - Bladak 3 Widas - Widas 4 Konto - Konto III. BRANTAS BAG. HILIR 1 Bluwek - Beng 2 Brangkal - Brangkal 3 Maspo - Sadar - Mas - Porong DAS BRANTAS Brantas ( Sta. Perning ) Sumber: Perum Jasa Tirta I dan Dinas Pengairan’06
Debit Sungai ( m3 / detik ) Maks. Min. RataRata
Koefisien Rejim Sungai (KRS)
1.582,00 1.485,00 14,07 4,74
20,00 10,00 5,03 0,48
60,00 43,10 9,79 2,07
79,10 158,50 2,80 9,87
1.771,00 1.667,00 357,73 528,00 46,41 218,00 46,75
63,00 16,00 3,39 23,00 0,71 2,00 0,59
60,00 42,00 18,56 25,50 2,56 5,39 3,38
28,11 104,19 105,52 22,96 65,36 109,00 79,24
32,66 640,00 pm pm 1.487,00 86,00
2,50 3,00 Pm pm 12,00 112,00
7,58 32,47 pm pm 366,10 254,00
13,06 213,33 pm pm 123,92 4,34
III-13
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
3.2.9 Kondisi Kualitas Air Sungai di DAS Brantas Berdasarkan Laporan Pemantauan Kualitas Air DAS Tahun 2011 oleh BLH Provinsi Jawa Timur, pemantauan kualitas air sungai di Provinsi Jawa Timur tahun 2011 yang dilaksanakan di DAS Brantas terdiri atas 30 titik sampling yang meliputi Kali Brantas 11 titik, Kali Surabaya 8 titik, Kali Porong 3 titik, Kali Tengah 3 titik, Kali Mas 3 titik dan kali Wonokromo 2 titik dengan frekuensi pemantauan 5 kali dalam setahun. Dari 29 parameter kualitas air yang diuji, terdapat 14 (empat belas) parameter yang cenderung tidak memenuhi baku mutu kualitas air kelas I, diantaranya adalah: DO, BOD5, COD, TSS, Phosphat Total (PO4-P), Nitrit (NO2-N), Besi, Flourida, Mangan, Seng, Krom Heksavalen, Deterjen (MBAS). Fecal Coli dan Total Coli. Hal ini mengindikasikan adanya cemaran limbah domestik, industri dan pertanian. Rata-rata konsentrasi DO di DAS Brantas (Kali Brantas dan Kali Surabaya) sebesar 6,58 mg/l masih memenuhi baku mutu kelas II tetapi tidak memenuhi baku kelas I. Konsentrasi parameter DO di Kali Brantas sebesar 7,77 mg/l masih memenuhi baku mutu Kelas I sedangkan parameter DO di Kali Surabaya sebesar 5,38 mg/l tidak memenuhi baku mutu Kelas I tetapi masih memenuhi baku mutu Kelas II. Rata-rata konsentrasi di DAS Brantas (Kali Brantas dan Kali Surabaya) untuk parameter BOD sebesar 5,54 mg/l dan parameter TSS sebesar 89,62 mg/l tidak memenuhi baku mutu kelas I dan baku mutu kelas II. Sedangkan rata-rata konsentrasi parameter COD sebesar 13,45 mg/l di DAS Brantas (Kali Brantas dan Kali Surabaya) tidak memenuhi baku mutu kelas I dan baku mutu kelas II. Dari hasil perhitungan STORET Tahun 2011 dengan menggunakan metode penilaian kualitas air DAS Brantas dibandingkan dengan baku mutu Kelas II menunjukkan bahwa Kali Brantas cenderung tercemar sedang, sedangkan Kali Surabaya cenderung tercemar berat. Kondisi kualitas Kali Tengah yang cenderung tercemar berat berpotensi terhadap kualitas Kali Surabaya. Sedangkan hasil perhitungan STORET Tahun 2011 untuk Kali Porong, Kali Mas, dan Kali Wonokromo yang berada di bagian hilir aliran DAS Brantas keseluruhan cenderung tercemar berat.
III-14
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Fluktuasi Skore STORET Tahun 2003 s/d 2011 di DAS Brantas 2003
2004
2005
2006
2007
2010
2011
0 -100 -200 Jembatan Pendem Jembatan Mekikis/Kertosono Jembatan Canggu Muara Kali Tengah / J. Bambe Bend. Gunungsari Jembatan Porong
Bendung Mrican Jembatan Ploso Cangkir Tambangan/J. Cangkir Intake PDAM Karangpilang Intake PDAM Ngagel
Sumber: Laporan Pemantauan Kualitas Air DAS Brantas, BLH Prov. Jawa Timur
Gambar 3. 10 Fluktuasi Skor STORET Tahun 2003-2011 di DAS Brantas
Kondisi kualitas DAS Brantas dari hulu sampai dengan hilir memerlukan perhatian serius, baik terkait dengan pengelolaan air limbah industri, domestik maupun pertanian serta tata guna lahan, karena parameter yang terlampaui menunjukkan adanya cemaran dari sumber pencemar industri, domestik dan pertanian. Dikarenakan pada DAS hulu sampai hilir tingkat BOD melebihi ambang batas, maka diperlukan upaya yang tidak hanya terbatas pada pengelolaan limbah domestik masyarakat yang tinggal di bantaran sungai, melainkan juga pengelolaan limbah domestik dari seluruh kawasan perumahan yang pada akhirnya mengalirkan air limbah domestik ke sungai baik secara langsung maupun melalui saluran drainase. Kali Tengah memiliki nilai COD yang mencolok karena tidak memenuhi baku mutu kelas II mengindikasikan adanya cemaran organik dari industri, untuk itu pengendalian cemaran industri di segmen ini perlu mendapatkan penanganan serius. 3.2.10 Kondisi Penggunaan Lahan Pengggunaan lahan paling dominan di DAS Brantas adalah sawah dan kebun. Hal ini menunjukkan bahwa mata pencaharaian penduduk di sekitar DAS Brantas adalah petani dan DAS Brantas merupakan salah satu lumbung padi nasional. Penggunaan lahan sawah seluas 387,584.62 ha atau seluas 32,20% dari seluruh luas DAS. Luas kebun di DAS Brantas kurang lebih 247,492.60 ha atau seluas 20,37% dari seluruh luas DAS. Sedangkan luas penggunaan lahan hutan hanya menempati wilayah 85,569.84 ha atau seluas 7,04% dari seluruh luas DAS. Penggunaan lahan permukiman menempati wilayah seluas 199,436.92 ha atau seluas 16,41% dari seluruh luas DAS.
III-15
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Penggunaan lahan permukiman tersebar merata di seluruh DAS dan cenderung mengalami peningkatan. Kondisi penggunaan lahan di DAS Brantas tahun 2012 berdasarkan hasil analisis GIS dari Citra Satelit Landsat-7 (LAPAN):
Path/Row 118/065 tgl. 15 Juni 2012 dan 28 Mei 2011,
Path/Row 118/066 tgl. 27 Maret 2012 dan 28 Mei 2011
Path/Row 119/065 tgl. 19 April 2012 dan 21 Mei 2012
Path/Row 119/066 tgl. 6 Juni 2012 dan 3 April 2012 Tabel 3. 11 Tipe Penggunaan Lahan di DAS Brantas Tahun 2012 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Tipe Penggunaan Lahan Pemukiman Rawa/Hutan Rawa Empang Pabrik/Bangunan Bandar Udara/Pelabuhan Penggaraman Sungai Pasir Danau/Bendungan Tanah Kosong/Padang Rumput Semak Belukar Sawah Irigasi Sawah Tadah Hujan Hutan Kebun Ladang JUMLAH Sumber: Bappenas, 2012
Luas (Ha) 199436,92 3117,32 24274,78 2782,62 608,48 150,89 518,9 190,65 2815,87 12328,95 62307,96 312108,54 75476,08 85569,84 247492,6 185849,98 1215030,39
Prosentase (%) 16,41 0,26 2 0,23 0,05 0,01 0,04 0,02 0,23 1,01 5,13 25,69 6,21 7,04 20,37 15,3 100
3.2.11 Kondisi DAS Brantas Berdasarkan Hulu-Tengah-Hilir A.
DAS Brantas Hulu
1)
Kondisi Tutupan Lahan Lahan pertanian di sekitar kawasan Arboretum Sumber Brantas lebih banyak
terletak pada lereng bukit. Hal tersebut menyebabkan kawasan arboretum Sumber Brantas sangat rawan mengalami tanah longsor.
III-16
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Sumber: Pengamatan Langsung (19 November 2012)
Gambar 3. 11 Tanaman semusim di hulu Brantas Brantas Kota Batu
Sumber: Pengamatan Langsung (19 November 2012)
Gambar 3. 12 Kondisi lahan dan sistem pertanian di hulu Brantas di Kota Batu yang memotong kontur (sekitar arboretrum)
Daerah hulu Sungai Brantas merupakan wilayah yang kepadatan penduduknya sangat tinggi. Rata-rata pertumbuhan penduduk setiap tahun didominasi oleh petani maupun buruh tani. Banyaknya penduduk yang bekerja di bidang pertanian menyebabkan banyak dilakukan pembukaan lahan menjadi lahan pertanian di sekitar wilayah Arboretum Sumber Brantas. Selain memanfaatkan lahan di sekitar Arboretum Sumber Brantas sebagai lahan pertanian, masyarakat juga mengambil air dari mata air Sumber Brantas untuk irigasi lahan.
III-17
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Sumber : Pengamatan Langsung (19 November 2012)
Gambar 3. 13 Kondisi pemukiman di hulu Brantas di Kota Batu (sekitar arboretrum)
2)
Kondisi Mata Air Dalam rangka mengambil kebijakan terkait penggunaan air di hulu diperlukan
observasi lapangan kondisi mata air/arboretrum di DAS tersebut. Kegiatan ini dilakukan dengan mendata maupun pengamatan langsung sumber–sumber air yang masih memiliki tingkat produktivitas yang baik yang dapat menunjang kebutuhan air di daerah tersebut.
Sumber : Pengamatan Langsung (19 November 2012)
Gambar 3. 14 Kondisi Arboretrum Brantas di Batu Jawa Timur
Arboretum Sumber Brantas terletak lebih kurang 18 km sebelah utara kota Batu dan merupakan lokasi salah satu mata air Kali Brantas yang selanjutnya mengalir melalui kota Malang, Blitar, Kediri, Jombang, Mojokerto, Surabaya dan bermuara di selat Madura. Arboretrum ini dijaga dan dikelola oleh Perum Jasa Tirta I dalam rangka untuk melestarikan mata air Kali Brantas, mengkoleksi berbagai jenis pepohonan dalam bentuk
arboretum,
menyediakan
fasilitas
penelitian
dan
pendidikan
serta
menyelenggarakan rekreasi edukatif. Secara garis besar kondisi sumber–sumber air yang ada di DAS Brantas telah dikelola oleh penduduk setempat maupun oleh instansi
III-18
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
walaupun pemanfaatanya masih belum maksimal. Penggunaanya di antara lain adalah untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan irigasi untuk kebun maupun sawah yang ada disekitarnya. Berdasarkan informasi lapangan dari pengelola arboretrum, dulu Sumber Brantas memiliki debit air 12 liter/detik pada tahun 1997. Namun debit air yang dihasilkan Sumber Brantas terus mengalami penurunan sampai saat ini hanya 2,5 liter/detik. Selain itu pada tahun 2007 pada 20 tahun yang lalu tumpahan air yang ada di Sumber Brantas mencapai 20 cm, sementara saat ini kurang dari 5 cm. Hal tersebut disebabkan oleh adanya tanah longsor di sekitar mata air Sumber Brantas dan mengakibatkan hilangnya vegetasi pelindung. Perum Jasa Tirta I mengelola dan menjaga sumber brantas, termasuk melarang/tidak memberi ijin pemanfaatan sumbersumber brantas untuk dieksploitasi sebagai air minum kemasan dalam rangka melindungi ketersediaan air yang akan masuk ke DAS Brantas. 3)
Kondisi Sungai Titik ini menjadi dijadikan sebagai titik pantau karena mewakili daerah hulu DAS
Brantas. Pada titik ini sudah terdapat pos on-line water quality control. Namun kondisinya tanpa penjagaan dan sudah tidak berfungsi. Secara visual, kondisi sungai di hulu sangat baik, namun untuk kualitas airnya tidak dapat diketahui mengingat sensor water quality control sudah hilang. Selain itu hal-hal yang perlu diperhatikan di titik ini adalah penempatan sensor. Jarak antara pos dengan titik penempatan sensor cukup jauh.
Sumber : Pengamatan Langsung (19 November 2012)
Gambar 3. 15 Titik Pantau Kualitas Sungai Brantas Bagian Hulu di Jembatan Pendem Kota Batu
III-19
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Sumber: Pengamatan Langsung (19 November 2012)
Gambar 3. 16 Kondisi Sungai Brantas Bagian Hulu di Jembatan Pendem Kota Batu
B.
DAS Brantas Tengah
1)
Kondisi Bendungan Bendungan Wonorejo berada di hilir pertemuan sungai Kali Gondang dengan
Kali Wangi, sekitar 16 km barat kota Tulungagung. Bendungan ini terletak di wilayah Desa Wonorejo, Kecamatan Pagerwojo. Dalam rangka menjamin keberlanjutan pemeliharaan dan pemanfaatannya, bendungan
dilengkapi dengan fasilitas yang
baik. Pemberian fasilitas juga dibarengi dengan reboisasi yang dilakukan secara berkala dan terus-menerus untuk menciptakan suasana yang rindang. Penanaman bibit yang dilakukan hingga kini telah dari Perum Jasa Tirta dan dari Perhutani dengan dibantu lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) setempat. Namun berdasarkan hasil diskusi dengan pengelola bendungan (Perum Jasa Tirta I), terjadi kendala yaitu belum adanya kerjasama dengan BPDAS Kementerian Kehutanan untuk kegiatan penghijauan di sekitar waduk. Oleh karena itu, Jasa Tirta I melakukan sendiri kegiatan penanaman tanaman keras di sekitar waduk untuk melindungi waduk dari ancaman sedimentasi maupun untuk menjaga ketersediaan air.
Sumber : Pengamatan Langsung (20 November 2012)
Gambar 3. 17 Tubuh Bendungan Wonorejo di DAS Brantas Tengah
III-20
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Bendungan Wonorejo Tulungagung di Brantas Tengah dikelola oleh Perum Jasa Tirta. Berdasarkan hasil diskusi dengan pengelola Bendungan tersebut, diketahui bahwa luas daerah genangan Bendungan Wonorejo mencapai 3,85 km2 yang dapat dimanfaatkan secara optimal dan multifungsi. Selain menambah penyediaan air baku untuk Kota Surabaya dan sekitarnya sebesar 8,02 m3/detik secara terus-menerus pada musim kemarau, juga berfungsi sebagai pembangkit tenaga listrik sebesar 6.020 MW. Bahkan, berfungsi vital sebagai pengendali banjir untuk daerah Tulungagung. Fungsi ekstra berikutnya adalah sebagai pengembangan budidaya ikan darat untuk menunjang perekonomian petani ikan setempat serta sebagai objek wisata.
Sumber: Pengamatan Langsung (20 November 2012
Gambar 3. 18 Tampungan Air Bendungan Wonorejo di DAS Brantas Tengah
2)
Kondisi Lahan Pertanian Irigasi Lahan pertanian di Brantas Tengah terutama Kabupaten Tulungagung terus
mengalami penyusutan, sehingga memicu kekhawatiran akan terjadinya instabilitas ketahanan pangan daerah tersebut. Hampir setiap tahun lahan pertanian beralih fungsi menjadi permukiman ataupun bangunan pabrik. Hal ini ditambah dengan tidak adanya prosedur baku yang mengatur proses perubahan fungsi lahan pertanian serta rendahnya kesadaran warga/petani untuk proaktif mengoordinasikan status lahan pertaniannya.
III-21
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Sumber : Pengamatan Langsung (20 November 2012)
Gambar 3. 19 Kondisi Pertanian beririgasi di Kabupaten Tulungagung DAS Brantas Tengah
3)
Kondisi Sungai Kondisi sungai di Brantas tengah tepatnya dilokasi Bendung Gerak Mrican/
Waru Turi pada umumnya sangat baik. Adanya eceng gondok dari cabang-cabang sungai brantas dapat dibuang dan dikendalikan melalui bendung Waru Turi sehingga kualitas air tetap terjaga. Berdasarkan diskusi dengan pengelola Bendung Gerak Waru Turi, disampaikan bahwa secara umum sarana dan prasarana pengairan dan pengendalian banjir di Brantas Tengah berfungsi dengan baik, sehingga peringatan dini banjir dapat optimal.
Sumber : Pengamatan Langsung (20 November 2012)
Gambar 3. 20 Kondisi Sungai Bendung Gerak Mrican/Waru Turi di Kediri DAS Brantas Tengah
III-22
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Sumber : Pengamatan Langsung (20 November 2012)
Gambar 3. 21 Bendung Gerak Mrican/Waru Turi di Kediri DAS Brantas Tengah
C.
DAS Brantas Hilir Sungai utama yang berada di Kota Surabaya berasal dari Kali Brantas yang
mengalir melalui Kota Mojokerto. Di kota ini Kali Brantas terbagi menjadi dua yakni Kali Porong dan Kali Surabaya yang dimensinya lebih kecil. Di Wonokromo Kali Surabaya terpecah menjadi dua anak sungai yaitu Kali Mas dan Kali Wonokromo. Kali Mas mengalir ke arah pantai utara melewati tengah kota, sedangkan Kali Wonokromo ke arah pantai timur dan bermuara di selat Madura. Secara administratif, terdapat 8 kecamatan yang dilalui oleh Kali Mas, yang meliputi Kecamatan Wonokromo, Kecamatan Tegalsari, Kecamatan Gubeng, Kecamatan Genteng, Kecamatan Bubutan, Kecamatan Pabean Cantikan, Kecamatan Krembangan, dan Kecamatan Semampir. Wilayah Kelurahan yang dilalui oleh Kalimas sebanyak 15 Kelurahan, yang meliputi Kelurahan Ngagel, Kelurahan Darmo, Kelurahan Keputran, Kelurahan Gubeng, Kelurahan Pacarkeling, Kelurahan Genteng, Kelurahan Embong Kaliasin, Kelurahan Ketabang, Kelurahan Alon-alon Contong, Kelurahan Bongkaran, Kelurahan Krembangan Utara, Kelurahan Nyamplungan, Kelurahan Perak Utara, Kelurahan Krembangan Selatan dan Kelurahan Ujung. Kalimas mengalir ke arah utara Kota Surabaya dari Pintu Air Ngagel sampai kawasan Tanjung Perak memiliki bentuk sungai yang meliuk dan sebagian melurus, khususnya di bagian utara. Lebar penampang permukaan sungai bervariasi antara 2035 m. Bagian terlebar terdapat di Kelurahan Ngagel dengan lebar sungai sekitar 35 meter yaitu di dekat pintu air. Di daerah ini kondisi air termasuk paling bersih sehingga di sini air sungai banyak dimanfaatkan oleh warga sekitar sungai untuk mandi dan cuci (aktivitas MCK). Untuk lebar sungai tersempit terdapat di Kelurahan Bongkaran yaitu di dekat Jl. Karet dan Jl. Coklat dengan lebar sekitar 20 meter. Outlet atau pembuangan
III-23
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
akhir sungai Brantas salah satunya juga terletak di Kalimas tepatnya di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Outlet ini berupa muara yang menghubungkan antara sungai Brantas dengan laut di Surabaya. Kondisi outlet terawat dengan sangat baik karena digunakan juga sebagai sarana transportasi sungai ke laut.
Sumber : Pengamatan Langsung (21 November 2012)
Gambar 3. 22 Kondisi Outlet Kalimas Tanjung Perak Surabaya di DAS Brantas Hilir
3.3
ISU KETERSEDIAAN AIR DI INDONESIA Fluktuasi ketersediaan air yang cukup besar ketika musim penghujan dan musim
kemarau menimbulkan permasalahan serius di beberapa wilayah termasuk beberapa daerah yang ada dalam lingkup DAS di Pulau Jawa. Ketersediaan air di permukaan tanah maupun di dalam tanah ditentukan oleh besarnya curah hujan yang jatuh, kondisi fisik DAS, dan sifat hidrolis dari jaringan sungai atau akuifer di dalam DAS tersebut. Rusaknya daerah tangkapan hujan menyebabkan kemampuan suatu DAS untuk “menyimpan” air di musim hujan dan melepaskannya di musim kemarau sebagai base flow dengan sendirinya akan menurun. Dengan demikian, debit sungai pada musim kemarau akan menjadi kecil dan mengakibatkan keterbatasan air untuk memenuhi berbagai kebutuhan. Fenomena seperti itulah yang lazim disebut kekeringan (Sunaryo, Walujo S, dan Harnanto 2005 : 40-41). Lebih lanjut Sunaryo, Walujo S, dan Harnanto (2005) DAS yang rusak di Indonesia kian bertambah sehingga kemampuan menyimpan dan melepaskan air menurun. Tahun 1980-an hanya ada 22 DAS yang kondisinya kritis, tahun 1990-an meningkat menjadi 36 DAS, dan tahun 1998 terdeteksi bahwa dari 470 DAS di Indonesia, 62 diantaranya dalam kondisi kritis. Memasuki tahun 2000-an ada 69 DAS yang rusak, paling banyak terjadi di Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Di Jawa Barat dari 40 DAS, 19 DAS dalam kondisi kritis. Dari jumlah itu, 13 DAS diantaranya dikategorikan dalam kondisi sangat kritis (DAS Cisadane, Ciliwung,
III-24
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Citarum, Kali Bekasi, Pegadungan, Ciherang, Cilamaya, Cipunagara, Kali Sewu, Cipanas, Pangkalan, Ciwaringin, dan Cimanggung), 2 kritis (Cilalanang dan Cimanuk), dan 4 agak kritis (Bangka Deres, Citanduy, Ciletuk, dan Cimandiri). Di Jawa Tengah beberapa DAS yang rusak antara lain DAS Pemali, Comal Jragung, Tuntang, SerangLusi-Juana (Jratunseluna), Bengawan Solo, Merawu, dan Serayu. Di Jawa Timur, beberapa DAS yang rusak antara lain DAS Brantas Hulu, DAS Konto, dan DAS Madiun. Dampak lain karena fluktuasi ketersediaan air yang besar di musim penghujan adalah terjadinya bencana banjir dan tanah longsor. Potensi banjir di Indonesia sebesar 49% dengan perkiraan korban jiwa 1,58%. Sedangkan potensi tanah longsor adalah 33% dengan perkiraan korban jiwa 0,66%. Banjir dapat terjadi karena penurunan daya tampung (threshold value) di sungai, saluran drainase, atau pembuang air yang disebabkan sedimentasi dan adanya kerusakan tanggul dan prasarana pengairan lainnya. Selain itu, banjir dapat pula terjadi karena adanya peningkatan limpasan permukaan. Daerah yang terpengaruh oleh banjir di Indonesia relatif luas. Diperhitungkan ada 1,96 juta ha luasan banjir di negeri ini. Informasi ketersediaan air memerlukan data pemantauan jumlah atau debit aliran air permukaan dan air tanah. Namun ketersediaan data nasional masih jauh dari memadai untuk dapat digunakan sebagai bahan kajian. Oleh karena itu informasi ketersediaan air diperoleh dari data sumberdaya air primer yaitu curah hujan, mengingat data tersebut jauh lebih lengkap dibanding data sumberdaya air sekunder dan tersier, baik cakupan wilayah maupun jangka waktu pengukurannya. Mengingat belum tersedianya data yang lengkap mengenai besarnya aliran air minimum, maka perhitungan kapasitas sumberdaya air diperkirakan 10% dari aliran tahun rata-rata. Pendekatan ini masih sangat kasar sehingga hanya digunakan untuk keperluan perhitungan neraca air secara nasional. Cara perhitungan yang lebih rinci dapat dilakukan berdasarkan data yang lebih teliti pada masing-masing SWS (Satuan Wilayah Sungai) (Dewan Riset Nasional, 1994 : 27-31).
III-25
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN Tabel 3. 12 Ketersediaan Sumberdaya Air Primer di Indonesia No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27.
Provinsi DI. Aceh Sumut Sumbar Riau Jambi Sumsel Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jabar Jateng DIY Jatim Bali NTB NTT Timor-Timur Kalbar Kalteng Kalsel Kaltim Sulut Sulteng Sulsel Sultra Maluku Irian jaya
Luas (km2) 57.037 72.561 41.612 96.346 48.518 101.118 20.876 33.345 65 46.352 34.531 3.212 48.267 5.655 19.740 46.100 14.799 147.872 154.831 36.079 196.291 27.193 61.629 62.884 35.372 78.180 413.95
Curah Hujan (mm/th) 2.708 2.633 3.479 2.509 2.760 2.654 3.692 2.560 1.800 2.954 2.816 2.047 2.105 2.111 1.774 1.750 2.013 3.431 3.200 2.523 2.849 2.596 2.499 2.591 2.205 2.509 3.33
Aliran Permukaan 1.526 1.455 2.250 1.338 1.574 1.474 2.450 1.387 672 1.756 1.627 904 959 964 647 625 872 2.205 1.988 1.352 1.658 1.421 1.329 1.415 1.053 1.339 2.117
Jumlah ketersediaan (106m3/th) 87.024 105.558 93.643 128.953 76.385 149.087 51.150 46.238 440 81.413 56.188 2.903 46.277 5.454 12.774 28.798 12.907 326.083 307.826 48.766 325.380 38.630 81.907 89.005 37.240 104.660 876.30
Jumlah ketersediaan 106m3/bln (10% rata-rata) 725 880 780 1.075 637 1.242 426 385 4 678 468 24 386 45 106 240 108 2.717 2.565 4.6 2.712 322 683 742 310 872 7.80
Sumber : Direktorat Bina Marga Pengairan , Direktorat Jenderal Pengairan, Departemen Pekerjaan Umum, 1991 dalam Dewan Riset Nasional, 1994 : 30.
Apabila jumlah ketersediaan sumberdaya air primer rata-rata tahunan pada suatu provinsi dibagi dengan jumlah penduduk pada provinsi tersebut (Indeks Ketersediaan Sumberdaya Air), maka penduduk Jakarta paling menderita kekurangan air, yaitu hanya 0,15 m3/kapita/hari sedangkan penduduk Irian Jaya yang paling banyak memiliki sumberdaya air yaitu 1480 m/kapita/hari. Terlihat pula bahwa pulau Jawa dan Bali termasuk daerah yang kekurangan sumberdaya air. Tabel 3. 13 Indeks Ketersediaan Sumberdaya Air per Kapita di Indonesia m3 No. aliran/kapita/hari 1. DI. Aceh 71 14. 2. Sumut 29 15. 3. Sumbar 65 16. 4. Riau 109 17. 5. Jambi 105 18. 6. Sumsel 66 19. 7. Bengkulu 120 20. 8. Lampung 21 21. 9. DKI Jakarta 0,15 22. 10 Jabar 6,4 23. 11. Jateng 5,5 24. 12. DIY 2,8 25. 13. Jatim 4,0 26. Sumber : Direktorat Bina Marga Pengairan , Direktorat Umum, 1991 dalam Dewan Riset Nasional, 1994 : 30. No.
Provinsi
m3 aliran/kapita/hari Bali 5,5 NTB 11 Timor-Timur 48 Kalbar 279 Kalteng 610 Kalsel 52 Kaltim 481 Sulut 43 Sulteng 134 Sulsel 35 Sultra 77 Maluku 157 Irian jaya 1488 Jenderal Pengairan, Departemen Pekerjaan Provinsi
III-26
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Sumber: Direktorat Bina Marga Pengairan , Direktorat Jenderal Pengairan, Departemen Pekerjaan Umum, 1991 dalam Dewan Riset Nasional, 1994 : 30
Gambar 3. 23 Indeks Air per Kapita
3.4
ISU TERKAIT POTENSI DAN ALIH FUNGSI LAHAN SAWAH Di Indonesia areal lahan sawah yang beririgasi mempunyai posisi yang sangat
strategis. Sebagian besar produksi padi dihasilkan dari areal yang strategis ini, yang diperkirakan mencapai 6,7 juta hektar. Apabila areal ini berkurang dalam jumlah besar, akan mempunyai dampak buruk terhadap produksi beras nasional (Berita Indonesia, 2007). Areal padi sawah memiliki peranan penting untuk menentukan keamanan pangan. Lebih dari 90% beras yang dikonsumsi di Indonesia adalah produksi sendiri dan sekitar 95% dari produksi ini dihasilkan dari lahan sawah (Ginting, 2005). Hamparan lahan sawah memiliki berbagai peran yang sangat strategis. Ditinjau dari segi ekologi dapat sebagai media hidup hewan air tawar, penghasil O2, untuk konservasi tanah dan air, mencegah atau mengurangi terjadinya banjir. Lahan sawah dapat juga sebagai obyek agrowisata. Potensi ini sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup manusia. Cepatnya proses pembangunan mempunyai implikasi terhadap peningkatan pemanfaatan lahan subur, tidak terkecuali lahan sawah. Banyak lahan sawah di Indonesia yang sudah beralih fungsi. Ada yang digunakan untuk perumahan, perkantoran, industri, pariwisata, transportasi dan juga untuk pemanfaatan lainnya. Alih fungsi lahan sawah ini dari tahun ke tahun terus meningkat dan dikhawatirkan dalam jangka waktu yang lama dapat mengancam ketahanan pangan beras. Di Indonesia dari tahun 2005 diperkirakan terjadi alih fungsi lahan sawah beririgasi 42,40 % (Salama,
III-27
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
2010). Parahnya alih fungsi lahan ini bersifat permanen, artinya setelah lahan sawah beralih fungsi tidak dapat dikembalikan lagi menjadi lahan sawah seperti semula. Di sisi lain pencetakan sawah baru sangat sedikit, biayanya mahal dan perlu waktu yang lama. Luas lahan sawah di Indonesia jauh lebih sedikit dibanding lahan kering. Akan tetapi meskipun luasnya jauh lebih sedikit, namun kontribusinya terhadap produksi beras jauh lebih besar. Lahan sawah yang ada di Indonesia hanya 7,78 juta hektar (BPS Indonesia, 2002) dan untuk lahan kering mencapai 87,16 juta hektar (Utomo, 2002). Adanya alih fungsi lahan dari lahan sawah ke yang bukan sawah berakibat banyak hal yang sangat berharga hilang bagi negara, seperi penurunan lahan subur, adanya peningkatan investasi di bidang infrastruktur untuk irigasi, hilangnya kesempatan kerja bagi petani yang kehilangan sawahnya, pengurangan areal tanaman pangan dan dampak lebih lanjut mengancam keamanan sistem pangan nasional. Data Kementerian Pertanian menunjukkan bahwa dari tahun 1982 sampai tahun 1985 dan dari tahun 1998 sampai tahun 1999 diperkirakan terjadi alih fungsi lahan sawah ke non padi atau areal pertanian mencapai 246.000 ha. Konversi ini diperuntukkan untuk perumahan 30%, industri 7%, lahan kering 20%, perkebunan 25%, kolam 3% dan penggunaan lainnya 15%. Dalam periode 5 tahun seperti yang disebutkan diatas jelas ditunjukkan bahwa laju konversi hampir 50.000 ha per tahunnya. Sangat disayangkan, sebagian besar lahan sawah yang mengalami alih fungsi lahan sekitar 90% terjadi di Jawa (Jawa Barat, Yogyakarta dan Jawa Timur) yang diperkirakan 60% dari produksi padi nasional (Suprapto, 2000). Selanjutnya disebutkan pula bahwa untuk menutupi atau mengganti lahan subur yang hilang di Jawa dengan mengembangkan lahan baru di luar Jawa, ternyata tidak mudah. Tambahan pula terkait dengan masalah biaya, dan kebanyakan lahan yang ada di luar Jawa tidak seproduktif tanah atau lahan yang ada di Jawa. Di Pulau Jawa, wilayah dimana lahan sawah beririgasi teknis dan semi teknis yang sangat produktif berlokasi, sebagian besar alih fungsi adalah ke penggunaan non pertanian (58,7% menjadi perumahan, dan 21,8% menjadi kawasan industri, perkantoran, pertokoan, dan sebagainya). Di Luar Pulau Jawa, proporsi lahan sawah yang beralih fungsi menjadi perumahan adalah sekitar 16,1%, sedangkan yang beralih fungsi menjadi lahan pertanian non sawah sekitar 49% (Depertemen PU, 2008). Menurut Lestari (2005), proses terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan non pertanian disebabkan oleh beberapa faktor. Ada tiga faktor penting yang menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan sawah, yaitu:
III-28
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
a.
Faktor Eksternal: merupakan faktor yang disebabkan oleh adanya dinamika pertumbuhan perkotaan, demografi maupun ekonomi.
b.
Faktor Internal: faktor ini lebih melihat sisi yang disebabkan oleh kondisi sosial ekonomi rumah tangga pertanian pengguna lahan.
c.
Faktor Kebijakan: yaitu aspek regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun daerah yang berkaitan dengan perubahan fungsi lahan pertanian. Secara empiris menurut Winoto (2005) ditambahkan bahwa lahan pertanian
yang paling rentan terhadap alih fungsi lahan adalah sawah. Hal ini disebabkan oleh : (1) kepadatan penduduk di pedesaan yang mempunyai agroekosistem dominan sawah pada umumnya jauh lebih tinggi dibandingkan agroekosistem lahan kering, sehingga tekanan penduduk atas lahan juga lebih inggi; (2) daerah pesawahan banyak yang lokasinya berdekatan dengan daerah perkotaan; (3) akibat pola pembangunan di masa sebelumnya, infrastruktur wilayah pesawahan pada umumnya lebih baik dari pada wilayah lahan kering; dan (4) pembangunan sarana dan prasarana perumahan (real estate), kawasan industri, dan sebagainya cenderung berlangsung cepat di wilayah bertopografi datar, dimana pada wilayah dengan topografi datar ekosistem pertaniannya dominan areal persawahan. 3.5
ISU TERKAIT KETAHANAN PANGAN Dari perspektif sejarah istilah ketahanan pangan (food security) dalam
kebijakan pangan dunia pertama kali digunakan tahun 1971 oleh PBB untuk membebaskan dunia terutama negara-negara berkembang dari krisis produksi dan suply makanan pokok. Jadi dapat dikatakan bahwa munculnya ketahanan pangan karena terjadi krisis pangan dan kelaparan. Fokus ketahanan pada masa itu menitikberatkan pada pemenuhan kebutuhan pokok dan membebaskan daerah dari krisis pangan yang nampak pada definisi ketahanan pangan oleh PBB sebagai berikut: "food security is availability to avoid acute food shortage in the even of wide spread coop vailure or other disaster" (Syarif, Hidayat, Hardinsyah dan Sumali, 1999). Selanjutnya definisi tersebut disempurnakan pada International Conference of Nutrition 1992 yang disepakati oleh pimpinan negara anggota PBB sebagai berikut : Ketahanan pangan adalah tersedianya pangan yang memenuhi kebutuhan setiap orang baik dalam jumlah dan mutu pada setip saat untuk hidup sehat, aktif dan produktif. Di Indonesia, secara formal dalam dokumen perencanaan pembangunan nasional, istilah kebijakan dan program ketahanan pangan di adop sejak 1992 (Repelita VI) yang definisi formalnya dicantumkan dalam Undang-undang No. 7 Tahun 1996 tentang
III-29
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Pangan, pasal 1 angka 17 menyatakan bahwa "Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau". Pengembangan ketahanan pangan mempunyai perspektif pembangunan yang sangat mendasar karena (Maleha dan Susanto): 1.
akses terhadap pangan dengan gizi seimbang merupakan hak yang paling azasi bagi manusia;
2.
keberhasilan dalam pengembangan kualitas sumber daya manusia sangat ditentukan oleh keberhasilan pemenuhan kecukupan konsumsi pangan dan gizi; dan
3.
ketahanan pangan merupakan basis atau pilar utama dalam mewujudkan ketahanan ekonomi dan ketahanan nasional yang berkelanjutan. Dapat dikatakan ketahanan pangan merupakan konsentrasi untuk mewujudkan
akses setiap individu untuk memperoleh pangan yang bergizi. Dalam ketahanan pangan terdapat 3 (tiga) komponen penting pembentukan ketahanan pangan yaitu: produksi dan ketersediaan pangan, jaminan akses terhadap pangan, serta mutu dan keamanan pangan. Berdasarkan definisi ketahanan pangan dalam UU RI No. 7 tahun 1996 yang mengadopsi FAO (Food Association Organization), didapat 4 komponen yang harus dipenuhi untuk mencapai kondisi ketahan pangan yaitu : 1.
kecukupan ketersediaan pangan;
2.
stabilitas ketersediaan pangan;
3.
fluktuasi dari musim ke musim atau dari tahun ke tahun;
4.
aksesibilitas/keterjangkauan terhadap pangan serta; dan
5.
kualitas/keamanan pangan. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik
yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman. Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia untuk dapat mempertahankan hidup dan karenanya kecukupan pangan bagi setiap orang setiap waktu merupakan hak azasi yang layak dipenuhi. Berdasar kenyataan tersebut masalah pemenuhan kebutuhan pangan bagi seluruh penduduk setiap saat di suatu wilayah menjadi sasaran utama kebijakan pangan bagi pemerintahan suatu negara.
III-30
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Oleh karena itu kebijakan (pemantapan) ketahanan pangan menjadi isu sentral dalam pembangunan serta merupakan fokus utama dalam pembangunan pertanian. Peningkatan kebutuhan pangan seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan peningkatan kesempatan kerja bagi penduduk guna memperoleh pendapatan yang layak agar akses terhadap pangan merupakan dua komponen utama dalam perwujudan ketahanan pangan. Kebijakan pemantapan ketahanan pangan dalam hal ini termasuk di dalamnya adalah terwujudnya stabilitas pangan nasional. Permasalahan utama dalam mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia saat ini terkait dengan adanya fakta bahwa pertumbuhan permintaan pangan yang lebih cepat dari pertumbuhan penyediaannya. Permintaan yang meningkat cepat tersebut merupakan resultante dari peningkatan jumlah penduduk, pertumbuhan ekonomi, peningkatan daya beli masyarakat dan perubahan selera. Sementara itu kapasitas produksi pangan nasional pertumbuhannya lambat bahkan stagnan disebabkan oleh adanya kompetisi dalam pemanfaatan sumberdaya lahan dan air serta stagnannya pertumbuhan produktivitas lahan dan tenaga kerja pertanian. Ketidakseimbangan pertumbuhan permintaan dan pertumbuhan kapasitas produksi nasional tersebut mengakibatkan adanya kecenderungan meningkatnya penyediaan pangan nasional yang berasal dari impor. Ketergantungan terhadap pangan impor ini terkait dengan upaya mewujudkan stabilitas penyediaan pangan nasional. Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi. Penduduk Indonesia pada tahun 2011 diperkirakan mencapai 241 juta jiwa. Pada tahun 2011, data BPS menunjukkan bahwa tingkat konsumsi beras mencapai 139kg/kapita lebih tinggi dibanding dengan Malaysia dan Thailand yang hanya berkisar 65kg - 70kg perkapita pertahun. Beras sebagai makanan pokok utama masyarakat Indonesia sejak tahun 1950 semakin tidak tergantikan meski roda energi diversifikasi konsumsi sudah lama digulirkan, hal ini terlihat bahwa pada tahun 1950 Konsumsi beras nasional sebagai sumber karbohidrat baru sekitar 53% Bandingkan dengan tahun 2011 yang telah mencapai sekitar 95%. 3.6
ISU TERKAIT PRODUKSI, KEBUTUHAN DAN KETAHANAN PANGAN BERAS Mengingat beras merupakan kebutuhan makanan pokok yang sangat vital di
Indonesia, maka beras itu harus selalu ada dan harus mencukupi setiap saat dari waktu ke waktu. Pangan khususnya beras tidak boleh kurang. Kekurangan pangan
III-31
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
berpengaruh pada gizi buruk, kesehatan, sekaligus menurunkan kualitas sumberdaya manusia. Dampak serius lain yang ditimbulkan apabila terjadi kekurangan pangan adalah terganggunnya stabilitas politik, ekonomi, keamanan dan ketergantungan pada negara lain. Oleh karena itu Indonesia wajib dan harus memiliki ketahanan maupun kedaulatan pangan secara berkelanjutan, bahkan harus mampu sebagai negara donor pengekspor beras. Masalah yang dihadapi ke depan adalah merupakan ironi, negara harus mampu meningkatkan produksi untuk bisa menyediakan pangan beras secara berkecukupan dan berkelanjutan, namun di sisi lain alih fungsi lahan sawah terus berlangsung dan semakin meningkat yang dengan sendirinya mengurangi penyediaan beras. Produksi atau persediaan beras merupakan sumber utama untuk kebutuhan dan terpenuhinya kebutuhan menunjukkan tingkat ketahanan pangan beras itu sendiri. Apabila persediaan lebih rendah dari kebutuhan maka ketahanan lemah, untuk menutupi kebutuhan harus ada impor. Apabila persediaan sama dengan kebutuhan ketahanan pangan khususnya beras masih dalam kondisi berimbang atau pas-pasan, belum stabil sehingga impor masih perlu dilakukan. Apabila persediaan melebihi dari kebutuhan, apalagi surplusnya itu banyak dan berkelanjutan misalnya sampai bisa mengekspor beras, berarti ketahanan pangan beras mantap dan kuat. Sebenarnya situasi ini yang diinginkan oleh negara. Indonesia terkait dengan ketahanan pangan beras situasinya belum mantap, impor beras masih sangat sering dilakukan. Sebagai gambaran mengenai keseimbangan antara produksi dan kebutuhan beras di Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 3. 14 Keseimbangan Produksi dan Kebutuhan Pangan Beras Tahun 2001 - 2004
(ton) No 1 2 3 4
Tahun 2001 2002 2003 2004
Produksi yang tersedia 30.283.326 30.586.159 30.892.021 31.200.941
Kebutuhan 32.771.264 33.073.152 33.372.463 33.669.384
Defisit 2.487.920 2.486.993 2.480.442 2.468.443
Sumber: Departemen Pertanian (2002)
Selama empat tahun dari tahun 2001-2004 terjadi defisit beras. Hal ini berarti untuk memenuhi kebutuhan mau tidak mau harus dilakukan impor paling tidak sejumlah defisit untuk setiap tahun yang bersangkutan. Dari sumber lain juga didapatkan bahwa pada tahun berikutnya yaitu tahun 2005 masih terjadi impor beras 16 ribu ton, tahun 2006 impor 150 ribu ton dan tahun 2007 mencapai 500 ribu ton. Pada tahun 2008 tidak terjadi impor dan pada tahun 2009 sudah memancangkan bendera swasembada beras (Anon, 2011). Namun pada tahun 2010 kembali terjadi impor beras sebanyak
III-32
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
1,2 juta ton dan pada tahun 2011 diperkirakan impor meningkat deproyeksikan menjadi 1,75 juta ton. Sejumlah Lembaga Internasional menyatakan Indonesia akan menjadi importir beras ke empat terbesar di dunia. 3.7
ISU TERKAIT DAYA DUKUNG LAHAN PERTANIAN Suatu program pengelolaan DAS seringkali tidak dapat dilaksanakan dengan
baik karena berbenturan dengan kepentingan sepihak penggunaan lahan. Penggunaan lahan (land use) diartikan sebagai setiap bentuk intervensi (campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik material maupun spiritual (Arsyad, 2006). Kebutuhan akan ruang seperti untuk tempat tinggal, keinginan untuk meningkatkan produksi pangan, serta kepentingan-kepentingan subyektif lain seperti peningkatan pendapatan daerah melalui industri, peningkatan sarana jalan untuk transportasi, mengakibatkan terjadinya alih fungsi lahan hutan ke lahan pertanian dan non pertanian. Perubahan penggunaan lahan akan memberikan dampak penting terhadap berbagai aktivitas kehidupan manusia tidak hanya kelestarian lingkungan hidup tetapi juga terhadap daya dukung alam dalam menopang pertambahan penduduk dan peningkatan produksi pangan. Penggunaan lahan erat kaitannya dengan luas penutupan lahan sehingga perubahan yang terjadi akan memberikan pengaruh yang nyata terhadap keadaan hidrologis suatu DAS. Irianto (2003) mengatakan bahwa laju pertumbuhan penduduk yang masih tinggi dan terkonsentrasi pada wilayah tertentu menyebabkan alih fungsi lahan pertanian (cultivated land) ke lahan bukan pertanian (non cultivated land) seperti permukaan jalan sulit sekali dikendalikan, bahkan banyak ditemukan penggunaan lahan melampaui daya dukungnya. Pembabatan hutan, budidaya tanaman pangan pada lahan berlereng terjal tanpa konservasi tanah dan air yang memadai merupakan beberapa ilustrasi penyebab rusaknya sistem hidrologi DAS. Kerusakan tersebut ditandai dengan menurunnya kemampuan DAS dalam menyerap, menyimpan, dan mendistribusikan air hujan pada musim hujan. Akibatnya, tambahan cadangan air tanah (recharging) pada musim hujan sangat terbatas sehingga pasokan air pada musim kemarau menjadi rendah. Berdasarkan penelitian, alih fungsi lahan pertanian/betonisasi berdampak terhadap: 1) penurunan volume air hujan yang dapat diserap tanah dari 15 persen sampai dibawah 9 persen, 2) peningkatan volume aliran permukaan dari sekitar 30 persen menjadi 40-60 persen, 3) kecepatan aliran permukaan dari kurang 0,7 meter
III-33
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
per detik menjadi lebih dari 1,2 meter per detik (Irianto, 2003). Rendahnya penambahan air tanah (recharge) melalui infiltrasi pada musim hujan akan menyebabkan menurunnya pasokan air di musim kemarau, sementara itu kebutuhan air irigasi pada musim kemarau justru meningkat. Dampaknya, selain menurunnya luas daerah layanan irigasi, juga menurunnya intensitas tanam bahkan sering diikuti meningkatnya risiko kekeringan. Kondisi demikian akan berdampak terhadap penurunan produksi pangan secara nasional. Kelas kemampuan adalah kelompok unit lahan yang memiliki tingkat pembatas dan penghambat (degree of limitation) yang sama jika digunakan untuk pertanian yang umum. Metode kemampuan lahan digunakan untuk mengetahui kesesuaian lahan bagi penggunaan pertanian, lahan yang seharusnya dilindungi dan lahan yang dapat digunakan untuk pemanfaatan lainnya. Klasifikasi yang digunakan dalam metode ini menggunakan sistem klasifikasi yang dikembangkan oleh Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA). Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) sistem klasifikasi kemampuan lahan USDA sebenarnya sangat praktis untuk digunakan di Indonesia karena sangat sederhana, hanya memerlukan data tentang sifat-sifat fisik/morfologi tanah dan lahan yang dapat diamati di lapangan, tanpa memerlukan data tentang sifat-sifat kimia tanah yang harus dianalisis di laboratorium. Pengelompokan kemampuan tanah disusun dengan tujuan: (1) Membantu pemilik tanah dan pengguna lainnya dalam menginterpretasi peta tanah, (2) Memperkenalkan pengguna terhadap kedalaman informasi yang terdapat pada peta tanah dan (3) Membangun kemungkinan penggunaan tanah secara umum berdasarkan potensi, batasan penggunaan dan kendala pengelolaannya. 3.8
POTENSI DAS BRANTAS
Brantas mempunyai peran yang cukup besar dalam menunjang Provinsi Jawa Timur sebagai lumbung pangan nasional, mengingat 60% produksi padi berasal dari areal persawahan di sepanjang aliran sungai ini. Produksi padi di WS Brantas pada tahun 2004 sebesar 2,2 juta ton, lebih besar dari kebutuhan penduduk sebesar 1,33 juta ton (tahun 2005). Dari proyeksi kebutuhan beras dan realisasi produksinya, maka tahun 2030 diharapkan kebutuhan pangan jenis beras masih dapat dipenuhi dan mengalami surplus. Apabila persediaan lebih rendah daripada kebutuhan, maka menandakan ketahanan pangan yang lemah.
Dari isu-isu yang telah dibahas pada subab sebelumnya, maka dapat diketahui bahwa DAS Brantas memiliki peran yang cukup besar, terutama untuk wilayah Provinsi Jawa Timur. Berikut adalah beberapa potensi yang dimiliki oleh DAS Brantas:
III-34
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Dapat memenuhi kebutuhan air terutama pada musim kemarau dan memenuhi kebutuhan air penduduk pada masa yang akan datang
Potensi pesisir (hilir) dimanfaatkan langsung oleh para petani yang bertempat tinggal di kawasan
Menunjang ketahanan air dan ketahanan pangan.
pembangkit listrik tenaga mini (PLTM) dan pembangkit listrik tenaga air (PLTA)
Berpotensi untuk mendukung pengembangan sektor unggulan seperti pertanian, perkebunan, dan sebagainya.
3.9
PERMASALAHAN DAS BRANTAS Sejalan
perkembangan
dengan dan
pertumbuhan
jumlah penduduk, maka berbagai tatanan kehidupan berubah dengan cepat
mengikuti
perkembangan
peningkatan kebutuhan masyarakat.
Sumber: http://www.flickr.com/photos/agipk/5329289286/ (diakses tanggal 27 Juni 2012) Gambar 3. 24 DAS Brantas Malang
Salah satu dari dampak tersebut adalah pola pemanfaatan sumber daya alam yang berada di sekitar masyarakat. Perkembangan penduduk dan permukiman akan mendesak pola penggunaan lahan sehingga terjadi alih fungsi lahan pada Daerah Aliran sungai sehingga mengakibatkan penurunan kualias DAS. Penurunan kualitas DAS disebabkan, antara lain oleh:
Tekanan penduduk yang meningkat, pembangunan industri, permukiman, sampah, dan limbah industri
Rendahnya kapasitas institusi yang tugasnya mencegah dan merehabilitasi kerusakan sumber daya
Kegagalan pasar
Kebijakan yang belum berpihak kepada pelestarian sumber daya alam
Koordinasi yang belum optimal antar stakeholder terkait
Kesadaran dan partisipasi berbagai pihak termasuk sebagian masyarakat yang masih kurang dalam konteks pemanfaatan dan pelestarian SDA. Penyebaran penduduk yang tidak merata antar daerah dan kabupaten/kota
yang pada umumnya penyebaran penduduk lebih terkonsentrasi pada bagian hilir DAS dan sungai-sungai besar. Fenomena lain adalah mobilisasi penduduk yang mencari lahan-lahan yang relatif lebih subur, sehingga banyak masyarakat dari bagian hilir
III-35
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
yang menggarap lahan di kawasan hutan atau pada lahan dengan elevasi yang lebih tinggi. Persoalan ini juga terjadi di sekitar DAS Brantas, yaitu tingkat pertambahan penduduk berkembang pesat, ditambah lagi dengan faktor kemiskinan penduduk, dan sebagian hak pengelolaan DAS juga diberikan kepada masyarakat, sehingga mengakibatkan semakin meningkatnya perubahan penggunaan lahan yang pada umumnya
kurang
memperhatikan
faktor
konservasi
tanah
dan
air
dalam
pengelolaannya. Pemanfaatan potensi DAS Brantas baik sumber daya lahan maupun sumberdaya
air
yang
tidak
mengindahkan
kaidah-kaidah
konservasi
akan
mengakibatkan degradasi di hulu, tengah dan hilir DAS Brantas.
Sumber: Kementerian Kehutanan Gambar 3. 25 Peta Penggunaan Lahan DAS Brantas
Berdasarkan gambar di atas kawasan hutan di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) Brantas melintasi 16 kabupaten/kota mecakup 1,5 juta Ha. Sesuai dengan ketetapan UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang, idealnya dari total hutan di DAS minimal 30 persen adalah hutan lindung atau sekitar 450 ribu hektar di DAS Brantas. Namun kenyataannya saat ini, luas hutan lindung yang terdapat di DAS Brantas adalah seluas 60 ribu hektare. Fenomena berkurangnya luas hutan di DAS Brantas tampak dari perubahan luas hutan tahun 1972 adalah 2.790 km² turun menjadi 2.641 km² tahun 1985 dan akhirnya menjadi 1.308 km² pada tahun 2004. Perubahan yang cukup drastis ini disebabkan
III-36
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
tekanan kependudukan mengingat DAS Brantas memiliki populasi yang cukup besar. Tekanan ini menyebabkan intensifikasi pengambilan hasil hutan, khususnya kayu yang mendorong konversi lahan (BBWS Brantas, 2006). Hal di atas terjadi karena berbagai sebab yang sangat kompleks antara lain: (i) praktik penebangan liar dan konversi lahan; (ii) tata kelola kehutanan masih menemui kendala koordinasi; (iii) penegakan hukum terhadap pembalakan liar (illegal logging) masih harus ditingkatkan; (iv) rendahnya kapasitas pengelola kehutanan, (v) belum berkembangnya pemanfaatan hasil hutan non-kayu dan jasa-jasa lingkungan. Hal ini disebabkan oleh buruknya pemanfaatan dan pengelolaan kawasan hutan yang dilakukan di masa lalu yang melupakan aspek sosial, ekonomi, ekologi dan lain sebagainya. Kesadaran masyarakat dalam upaya konservasi hutan dan lahan belum membudaya, hanya berorientasi pada kepentingan jangka pendek sehingga menimbulkan degradasi sumber daya hutan dan lahan serta menurunnya kualitas lingkungan. Berkurangnya hutan lindung khususnya di DAS Brantas Hulu menyebabkan banyak sumber mata air yang tidak berproduksi lagi. Jumlah mata air di DAS Brantas yang diperkirakan terdapat sebanyak 1.577 mata air, pada saat ini hanya tersisa sekitar 50%-nya saja. Hal ini terlihat jelas di Kota Batu hanya tersisa 57 mata air yaitu dari awalnya terdapat sebanyak 118 mata air. Bahkan, jika musim kemarau datang, sumber yang menghasilkan air terbesar hanya tersisa tiga saja sehingga mengakibatkan penurunan hasil produksi para petani. Tidak optimalnya kondisi DAS Brantas antara lain disebabkan tidak adanya adanya keterpaduan antar sektor dan antar wilayah dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan DAS tersebut. Salah satu penyebab terjadinya alih fungsi lahan atau berkurangnya kelestarian DAS tersebut adalah karena tuntutan ekonomi masyarakat (kemiskinan). Kualitas sumber daya manusia yang rendah pada masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan akan mempengaruhi kemampuan dalam mengelola sumber daya alam dan lingkungan hidup. Akibat kerusakan hutan di daerah hulu yang sulit diperbaiki dan memerlukan waktu lama untuk pemulihannya, mengakibatkan Waduk Sengguruh dan Waduk Sutami mengalami sedimentasi. Setelah berfungsi, Waduk Sengguruh menangkap sejumlah besar sedimen, sehingga kapasitas tampungan airnya semakin menyusut. Karena Waduk Sengguruh sudah tidak dapat menampung sedimen lagi, maka sebagian besar sedimen terbawa kembali ke Waduk Sutami (PJT I, 2005). Selain itu, oleh karena keterbatasan dana pengelolaan banyak prasarana pengairan yang telah selesai dibangun menjadi tidak terawat sehingga kondisinya
III-37
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
memprihatinkan
dan
memerlukan
rehabilitasi
dengan
biaya
cukup
besar.
Penyelenggaraan Operasi dan Pemeliharaan memerlukan biaya yang besar. Biaya untuk kegiatan tersebut tiap tahunnya berkisar 0,6-1,9% dari nilai investasi yang ditanamkan (CIDA, 1993). Sehingga, bila kaidah ini diterapkan pada prasarana pengairan di DAS Brantas, maka besar biaya O&P yang diperlukan adalah sebesar Rp 114,38 miliar/tahun (2006). Sumber pencemar dominan yang mencemari sungai Kali Brantas dikategorikan menjadi dua, yaitu sumber pencemar terpusat (point source polluter) dan tersebar (non point source polluter). Sumber pencemar tersebut adalah yaitu limbah industri, limbah domestik, dan limbah pertanian. Terdapat sekitar 483 perusahaan/industri di sepanjang DAS Brantas yang memanfaatkan air sebagai penunjang kegiatan produksinya serta sebagai tempat pembuangan limbah cair. Selain itu, terjadi peningkatan volume penambangan pasir liar di DAS Brantas Tengah. Aktivitas pengerukan ini sangat mudah ditemukan di DAS Brantas, yaitu hampir di setiap jarak 500 meter dapat ditemukan aktivitas pengerukan pasir, mulai dari menggunakan alat mekanik sampai dengan penyelam. Eksploitasi pengambilan pasir di DAS Brantas ini tiap tahunnya mencapai 1,6 juta meter kubik, sedangkan umumnya kapasitas pasir di sungai ini hanya sebanyak 450 ribu meter kubik saja tiap tahunnya. Akibatnya, dasar sungai terus bergerus dan beberapa tanggul sungai menjadi rusak, dan berdampak pada sejumlah bangunan yang berada di sekitar lokasi DAS Brantas terancam longsor. Pada DAS Brantas Hilir, sumber pencemar yang menonjol adalah limbah domestik. Sekitar 50% sumber pencemar berasal dari limbah domestik ini. Tingginya pencemaran DAS Brantas ditandai dengan adanya indikator BOD yang seharusnya 2 mg/l, pada Desember 2011 terdapat rata-rata 4,41 mg/l, sedangkan COD yang seharusnya 10 mg/l, terdapat rata-rata 15,47 mg/l. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel berikut ini:
III-38
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN Tabel 3. 15 Kualitas Air DAS Brantas Lokasi DAS Brantas Hulu
Parameter (mg/l) BOD COD DAS Brantas Tengah BOD COD DAS Brantas Hilir BOD COD Rata-rata BOD COD Sumber: Profil Relawan Pengabdi Lingkungan 2011
2010 4,6 12,1 4,54 15,4 6,21 26,33 5,12 17,94
2011 3,96 10,71 3,89 12,39 5,38 23,3 4,41 15,47
Dari berbagai permasalahan-permasalahan yang dipaparkan di atas, maka poin-poin penting persoalan yang dihadapi DAS Brantas, antara lain sebagai berikut:
Lemahnya koordinasi dan kapasitas kelembagaan dalam pengelolaan DAS Brantas. Pengelolaan DAS Brantas yang melintasi beberapa wilayah administrasi yang berbeda memerlukan koordinasi dan keterpaduan kebijakan pengelolaan dari hulu-hilir, sehingga kebijakan yang dilaksanakan tidak bersifat ego sektoral dan ego wilayah masing-masing.
Alih fungsi lahan, yaitu dari peruntukkan untuk tanaman pangan, menjadi kehutanan. Hal ini terjadi karena adanya keinginan untuk mendapatkan hasil/komoditi yang lebih tinggi nilai ekonominya, yaitu kayu hasil kehutanan, dibandingkan dengan tanaman pangan hasil pertanian.
Kegiatan budidaya pertanian yang dilakukan belum memperhatikan aspek pembangunan berkelanjutan yaitu pembangunan untuk memenuhi kebutuhan hidup saat ini tanpa merusak atau menurunkan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Strategi pembangunan pertanian secara berkelanjutan harus mencakup aspek-aspek kebijakan di sektor pertanian, diversifikasi program dan usaha tani, penggunaan bibit unggul, penggunaan pupuk secara tepat, perencanaan dan pengelolaan lahan yang memperhatikan aspek konservasi tanah dan air, pemanfaatan sumberdaya air secara efisien, pembangunan infrastruktur pendukung dan peningkatan keterampilan petani dan kelembagaan.
Sistem tanam yang dilakukan masyarakat pada umumnya adalah tanaman semusiman. Hal ini dapat disiasati dengan penerapan sistem agroforestry yaitu suatu sistem pertanaman campuran antara tanaman semusim dengan tanaman tahunan berkayu (pohon), dalam suatu tapak yang sama dan dapat dikombinasikan dengan kegiatan peternakan atau perikanan.
Kegiatan yang bertujuan untuk peningkatan produksi pertanian semata berupa penggunaan input produksi seperti pupuk dan pestisida yang berlebihan dan
III-39
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
mengabaikan kelestarian lingkungan menyebabkan terjadinyan pencemaran dan ketidakseimbangan sistem lingkungan secara keseluruhan dalam menopang kehidupan manusia. Hal ini lebih diperparah dengan penegakan hukum yang masih lemah, diskriminatif dan kurangnya pemahaman masyarakat tentang fungsi kawasan.
Rendahnya kualitas sumber daya masyarakat dan partisipasi dalam menjaga lingkungan yang kurang. Hak pengelolaan hutan oleh masyarakat cenderung berujung pada timbulnya berbagai masalah di DAS, seperti masih berkutatnya pada masalah kemanan hutan seperti penebangan liar, perambahan kawasan hutan oleh masyarakat menjadi lahan garapan, pengambilan hasil hutan non kayu secara illegal, perburuan satwa dan kebakaran hutan. Data spasial lahan kritis dapat diketahui melalui parameter penentu kekritisan
lahan. Parameter penentu kekritisan lahan berdasarkan SK Dirjen RRL No. 041/Kpts/V/1998 meliputi:
kondisi tutupan vegetasi
kemiringan lereng
tingkat bahaya erosi dan singkapan batuan (outcrop)
kondisi pengelolaan (manajemen) Tabel 3. 16 Lahan Kritis DAS Brantas di Luar Kawasan Hutan Jawa Timur (Ha)
Lahan Kritis Luar Kawasan Hutan (Ha) 2007 2008 2009 2010 2011 1 blitar 11400.00 11400.00 10651.00 9485.00 10651.00 2 gresik 3750.00 287,59 287,36 290,21 3 jombang 4650.00 2044,58 1433.00 1194,63 660,92 4 kediri 1650.00 1650.00 10314.00 9889.00 6497.00 5 kota batu 1710.00 141.00 138.00 250.00 6 kota blitar 7 kota kediri 200.00 200.00 8 kota malang 43.00 43.00 9 kota mojokerto 10 kota surabaya 0,11 11 madiun 14500.00 14500.00 230,28 1131.00 1806.00 12 malang 22265.00 15445.00 15091.00 5042,24 1254.00 13 mojokerto 2250.00 2250.00 3203.00 3180,97 11834.00 14 nganjuk 550.00 9170,11 1633.00 1588,61 1633.00 15 pasuruan 27250.00 27250.00 25125,59 23123,18 4653,89 16 ponorogo 950.00 950.00 8549,46 8504,6 8391,73 17 sidoarjo 18 trenggalek 10550.00 8752,5 11143,41 8600.00 8752,5 19 tulungagung 3065.00 1600.00 2540.00 1629,34 2540.00 TOTAL 104540 95012,19 90585,44 84036,93 59214,25 Keterangan: Data Lahan Kritis yg disajikan meliputi kriteria Kritis dan Sangat Kritis Sumber: Dinas/ Instansi yang membidangi Kehutanan Kabupaten/ Kota se-Jawa Timur dan UPT Departemen Kehutanan Jawa Timur Tahun 2007-2011 No
Kabupaten
Wilayah (km2) 1753 1238 1114 1522 202 33 69 110 20 331 1011 3457 974 1284 1487 1487 719 1245 1151
III-40
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN Tabel 3. 17 Kerentanan Kekritisan Lahan Wilayah Brantas Bagian Hilir No.
Sub DAS
Luas Wilayah (Ha)
1 2 3 Brantas Bagian Hilir 344.121,00 1 Bluwek 21.482,00 2 Brangkal 96.097,00 3 Maspo 226.542,00 Sumber Data : Hasil Analisa BPDAS Brantas’07
Kekritisan Lahan (Ha) Kawasan Kawasan Kawasan Pemukiman Lahan Milik Hutan Perkotaan 4 5 6 16.381,00 18.180,00 7.413,86 653,00 697,00 6.166,00 3.498,86 16.381,00 11.361,00 3.218,00
Jumlah (Ha)
7 41.974,86 1.350,00 9.664,86 30.960,00
Sumber: Statistik BPDAS Brantas, 2007
Gambar 3. 26 Lahan Kritis di Luar Kawasan Hutan di Wilayah DAS Brantas
3.10
GAMBARAN DAN KEBIJAKAN TERKAIT DAS BERDASARKAN RTRW MASING-MASING WILAYAH YANG TERMASUK DAS BRANTAS Wilayah yang termasuk ke dalam DAS Brantas adalah Kabupaten Malang,
Kabupaten Blitar, Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Kediri, Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Jombang, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Gresik, Kabupaten Madiun, Kabupaten Ponorogo, Kota Mojokerto, Kota Blitar, Kota Malang, Kota Batu, Kota Kediri dan Kota Surabaya. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat berikut ini: 3.10.1 RTRW KABUPATEN MALANG TAHUN 2010-2029 Pengembangan kawasan lindung ini juga merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan fungsi pelestarian DAS Brantas Hulu. Hal ini dilakukan mengingat sebagian besar kawasan lindung merupakan area yang termasuk dalam aliran Sungai: Brantas, Metro, Amprong, Bango, dan sungai lainnya. Pelestarian ini memiliki arti yang sangat penting dalam menjaga kualitas air sungai, ketersediaan air sungai, serta
III-41
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
pelestarian berbagai flora dan fauna sepanjang DAS termasuk peningkatan produktivitas lahan. Adapun penetapan lokasi pelestarian dari DAS Brantas adalah sebesar 30% dari luas DAS pada lokasi (Kota Batu), Kecamatan Dau, (Kota Malang), Kecamatan Pakishaji, Kecamatan Kepanjen, Kecamatan Kromengan, Kecamatan Kalipare, (Kabupaten Blitar). Sistem jaringan sumber daya air utama Kabupaten Malang adalah Daerah Aliran Sungai Brantas yaitu sebagai Wilayah Sungai Strategis Nasional. Kawasan rawan banjir di Kabupaten Malang, salah satunya meliputi kawasan sekitar DAS Brantas. Arahan upaya penanganan/pengelolaan kawasan rawan banjir yang dilakukan meliputi: 1. Melestarikan kawasan lindung dan kawasan hulu sungai; 2. Pembuatan sumur resapan di kawasan perkotaan dan perdesaan, kawasan pertanian yang dilengkapi dengan embung, bendung maupun cek dam, dan pembuatan bendungan baru; serta 3. Membuat saluran pembuangan yang terkoneksi dengan baik pada jaringan primer, sekunder maupun tersier, serta tidak menyatukan fungsi irigasi untuk drainase. Adapun kawasan sempadan sungai di Kabupaten Malang adalah: 1. Perlindungan pada sungai besar di luar kawasan permukiman ditetapkan minimum 100 meter kiri-kanan sungai. Termasuk sungai besar di Kabupaten Malang ini antara lain adalah : Sungai Brantas, Sungai Lesti, Sungai Metro, Kali Genteng, Kali Sumber Bulus, Kali Rejo dan Kali Manjing; 2. Perlindungan terhadap anak sungai- anak sungai diluar permukiman ditetapkan minimum 50 meter. Termasuk pada wilayah ini adalah seluruh anak Sungai Lesti dan Anak Sungai Brantas, anak-anak sungai dari Sungai Brantas dan Sungai Lesti ini hampir ada pada setiap kecamatan di Kabupaten Malang; serta 3. Pada sungai besar dan anak sungai yang melewati kawasan permukiman ditetapkan minimum 15 meter. Kawasan ini hampir setiap kecamatan, bahkan pada sekitar aliran sungai ini banyak yang digunakan untuk keperluan seharihari oleh masyarakat setempat. Selain itu, dalam RTRW Kabupaten Malang, DAS Brantas menjadi salah satu kawasan strategis yang ditetapkan untuk upaya penyelamatan lingkungan hidup dari segi kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan. Rencana pengembangan pada kawasan ini adalah dengan melakukan pengamanan terhadap kawasan atau
III-42
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
melindungi tempat serta ruang di sekitarnya. Kelestarian pada kawasan ini harus tetap dijaga dengan adanya larangan pengadaan alih fungsi, kecuali untuk kepentingan fungsi lindung tersebut. Hutan produksi di Kabupaten Malang juga merupakan bagian dari upaya pelestarian DAS Brantas Hulu. Untuk meningkatkan kualitas tata air di DAS Brantas ini, maka hutan produksi yang ada harus diperluas melalui pengembangan tanaman keras dengan tegakan tinggi yang memiliki fungsi sebagai hutan. Secara keseluruhan hutan produksi di Kabupaten Malang direncanakan memiliki area seluas 45.239,90 Ha atau 13,51 % dari luas Kabupaten. Berdasarkan kebutuhan hutan di Jawa Timur yang harus diemban oleh Kabupaten Malang adalah sekitar 37 %. Secara keseluruhan hutan lindung direncanakan tetap dipertahankan seluas 39.889,70 Ha, dengan hutan produksi seluas 45.239,90 Ha, sehingga secara keseluruhan luas hutan di Kabupaten Malang direncanakan seluas 108.597,30 Ha atau 32,44 % dari luas kabupaten. Tabel 3. 18 Rencana Luas Penggunaan Tanah di Kabupaten Malang No Jenis Penggunaan Kawasan Lindung 1 Lindung bawahan 2 Lindung setempat Kawasan Budidaya 1 Kawasan hutan produksi 2 Kawasan pertanian 3 Kawasan perkebunan 4 Kawasan lahan kering (Ladang/Tegalan) 5 Kawasan perikanan 6 Kawasan pemukiman - Kaw. Pemukiman Perdesaan - Kaw. Permukiman Perkotaan 7 Kawasan Industri Jumlah Sumber: RTRW Kabupaten Malang
Luas (Ha)
Prosentase Dari Luas Kabupaten Malang (%)
58.522,10 7.990,30
17,48 2,39
45.239,90 57.490,90 54.834,18 45.432,85
13,51 17,17 16,38 13,57
122,75
0,04 0 7,16 11,04 1,25 100
23.980,10 36.973,92 4.200,00 334.787,00
III-43
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Sumber: RTRW Kabupaten Malang Gambar 3. 27 Peta Rencana Pola Ruang Kabupaten Malang
III-44
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
3.10.2 RTRW KABUPATEN BLITAR TAHUN 2008-2028 Kawasan pertanian lahan basah cenderung didominasi pada wilayah utara Sungai Brantas. Mengingat wilayah tersebut merupakan kawasan yang subur dan potensial serta didukung dengan sistem irigasi yang baik. Kawasan-kawasan yang potensial untuk dikembangkan sebagai kawasan pertanian lahan basah yaitu di Kecamatan Sidodadi, Srengat, Udanawu dan wilayah Blitar utara lainnya. Kawasan pertanian lahan kering didominasi pada wilayah Blitar Selatan (selatan Sungai Brantas). Mengingat wilayah Blitar selatan selain kondisi topografinya bergelombang dan berbukit
juga
cukup sulit untuk memenuhi kebutuhan air irigasi dan kondisi tanahnya
kurang subur. Kawasan-kawasan tersebut meliputi Kecamatan Wates, Kecamatan, Kecamatan Bakung, Kecamatan Wonotirto dan Kecamatan Panggungrejo. Kawasan sekitar DAS Brantas merupakan kawasan rawan bencana banjir yaitu meliputi Kecamatan Selorejo, Kecamatan Kesamben, Kecamatan Binangun, Kecamatan Selopuro, Kecamatan
Talun,
Kecamatan
Panggungrejo,
Kecamatan
Sutojayan,
Kecamatan Kanigoro, Kecamatan Kademangan, Kecamatan Sanankulon, Kecamatan Srengat dan Kecamatan Wonodadi. Adapun penyebab terjadinya bahaya banjir ini adalah:
Akibat meluapnya DAS Brantas pada saat musim penghujan.
Pada sisi kanan-kiri DAS Brantas tidak terdapat tanggul untuk mengantisipasi luapan air.
Sistem drainase di sekitar DAS Brantas tidak mampu menampung air permukaan akibat hujan.
Semakin berkurangnya kawasan-kawasan yang berfungsi sebagai kawasan resapan air, sehingga pada saat musim hujan sebagian besar menjadi air permukaan. Begitu pula sebaliknya jika musim kemarau kekurangan air.
Pada sisi lain, khususnya di Kota Blitar pada saat musim penghujan sering terjadi banjir dan genangan, sehingga wilayah yang berada di pinggiran kota yang dilewati saluran drainase primer terkena dampaknya Berdasarkan permasalahan diatas, maka guna mengantisipasi bahaya banjir
dan genangan periodik, perlu adanya upaya-upaya penanganan/pengelolaan sebagai berikut:
Pelestarian dan pengelolaan DAS Brantas secara lintas wilayah.
Pembuatan tanggul pada kawasan DAS Brantas, dengan prioritas pada kawasan dataran dan rawan banjir.
III-45
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Mengoptimalkan fungsi kawasan lindung dan kawasan resapan air.
Melakukan koordinasi dalam hal pengelolaan dan pengembangan drainase dengan Kota Blitar. Sempadan sungai berjarak 100 (seratus) meter dari kiri kanan sungai besar
berupa sungai Brantas terdapat di kecamatan: 1.
Kecamatan Nglegok (sempadan sungai seluas 317,8 ha)
2.
Kecamatan Wlingi (sempadan sungai seluas 93,8 ha)
3.
Kecamatan Udanawu (Sempadan sungai seluas 105 ha) Untuk lebih jelasnya, berikut adalah tabel rencana luas penggunaan tanah Kab.
Blitar Tahun 2008-2028: Tabel 3. 19 Rencana Luas Penggunaan Tanah Kab. Blitar Tahun 2008-2028 No
Jenis Penggunaan Tanah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Hutan Lindung Hutan Produksi Konservasi Sungai Konservasi Mata Air Konservasi Pantai Konservasi Bendungan Permukiman Perkebunan Kebun Campur Tegal Sawah Irigasi Sawah Tadah Hujan Semak Lahan Kosong Tambak Kolam Lain-Lain Jumlah
Luas (Ha) 5796,41 18545,48 3815,1 3893,6 1148,7 343,08 34856 13788 18659,91 25176,95 20186,02 6205,45 346,46 204,84 44 90 5779 158879
Prosentase dari luas wilayah Kabupaten Blitar (%) 3,65 11,67 2,4 2,45 0,72 0,22 21,94 8,68 11,74 15,85 12,71 3,91 0,22 0,13 0,03 0,06 3,64 100
Sumber: RTRW Kab. Blitar
3.10.3 PENYUSUNAN RTRW KABUPATEN TULUNGAGUNG TAHUN 2011-2031 Kabupaten Tulungagung termasuk dalam DAS Brantas yaitu dimana terdapat sungai-sungai kecil yang bermuara di Kali Brantas. Berikut adalah penjabaran mengenai DAS Brantas yang terdapat di Kabupaten Tulungagung:
Sub DAS Ngrowo-Ngasinsan Sub DAS ini menempati bagian tengah Kabupaten Tulungagung dengan pola aliran sungai yaitu Sungai Ngrowo/Parit Agung/Parit Raya sebagai sungai orde I beserta anak percabangan sungainya baik sebagai percabangan sungai Orde
III-46
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
II, Orde III dan Orde IV. Anak-anak percabangan sungai tersebut antara lain: Sungai Kalidawir, Sungai Ngasinan, Sungai Song, Sungai Klantur, Sungai Babaan, Sungai Wudu, Sungai Gondang, Sungai Bajalpicisan, Sungai Keboireng dan lain sebagainya.
Sub DAS Lahar Sub DAS ini menempati bagian Utara Kabupaten Tulungagung dengan pola aliran sungai utama yaitu Sungai Brantas sebagai Sungai Orde I beserta anakanak percabangannya sebagai Orde II, Orde III dan seterusnya. Anak-anak percabangan sungai yang dimaksud antara lain: Sungai Catut, Sungai Boto dan lain sebagainya. Potensi air yang ada di Sungai Brantas dikelola secara optimal melalui PLTA
Tulungagung - Unit Pembangkitan Brantas. PLTA ini didesain dengan dengan tipe turbin Francis vertikal dengan daya maksimum terpasang sebesar 2 X 18 MW. PLTA ini dioperasikan dengan menerapkan pola seasonal run of river. Energi tahunan rata-rata yang dihasilkan kurang lebih mencapai 184 GWh. Sejak beroperasi pertama kali pada tahun 1993, PLTA Tulungagung sudah memiliki peran sebagai pendukung utama jaringan listrik 70 kV di daerah Jawa Timur bagian selatan, yang meliputi wilayah Tulungagung, Trenggalek, Ponorogo, dan Pacitan. Berdasarkan RTRW Nasional, kawasan strategis nasional di Kabupaten Tulungagung adalah Wilayah Sungai (WS) Brantas. Hal ini menandakan bahwa pengendalian terhadap pengembangan di sekitar Sungai Brantas (WS dan DAS Brantas) harus diperhatikan. Pada kawasan sekitar Sungai Brantas itu sendiri, yaitu di kecamatan Rejotangan, Kecamatan Ngunut, Kecamatan Sumbergempol, Kecamatan Kedungwaru, Kecamatan Ngantru dan Kecamatan Karangrejo, terdapat kegiatan pertambangan pasir kali. Kawasan Sempadan Sungai Brantas di Kabupaten Tulungagung yang memiliki kedalaman lebih dari 3 meter ditetapkan sebagai berikut:
Sungai yang tidak bertanggul, garis sempadan sungai ditetapkan sekurangkurangnya 15 (lima belas) meter dihitung dari tepi sungai.
Sungai yang bertanggul yang berada di kawasan permukiman sempadan sungai ditetapkan sekurang-kurangnya 5 (lima) meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul.
III-47
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN Tabel 3. 20 Rencana Pola Ruang Kawasan Lindung Kabupaten Tulungagung No
Pola Ruang Wilayah
1. 2.
Kawasan Hutan Lindung Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya (kawasan resapan air) 3. Kawasan perlindungan setempat: a. Sempadan Pantai b. Sempadan Sungai c. Kawasan sekitar telaga atau waduk d. Kawasan sekitar mata air e. RTH f. Kawasan perlindungan setempat lainnya 1) Sempadan Rel Kereta Api 2) Sempadan SUTET 4. Kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya: a. Kawasan pantai berhutan bakau b. Taman wisata alam dan taman wisata alam laut 5. Kawasan rawan bencana alam Kawasan rawan tanah longsor Kawasan rawan gelombang pasang dan kawasan rawan banjir Kawasan rawan bencana alam lainnya 6. Kawasan lindung geologi: a. Kawasan rawan gempa bumi b. Kawasan perlindungan terhadap air tanah (Kars) Sumber: RTRW Kabupaten Tulungagung
Luas (Ha) 2010 2011-2015 2016-2020 2021-2025 2026-2031 8.642,8 8.642,8 8.642,8 8.642,8 8.642,80 12.334,37
12.334,37
12.334,37
12.334,37
12.334,37
582 662,39 429,5 854,78 218,404
582 662,39 429,5 854,78 954,70
582 662,39 429,5 854,78 1264,06
582 662,39 429,5 854,78 1.580,07
582 662,39 429,5 854,78 1.896,08
72,83 194,54
72,83 194,54
72,83 194,54
72,83 194,54
72,83 194,54
18
18
18
18
18
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
12.334,37
12.334,37
12.334,37
12.334,37
12.334,37
Tabel 3. 21 Rencana Pola Ruang Kawasan Budidaya Kabupaten Tulungagung No 1 2 3
Pola Ruang Wilayah Kawasan Hutan Produksi Kawasan Hutan Rakyat Kawasan Peruntukan Pertanian a. Peruntukan Pertanian Lahan Basah b. Peruntukan Pertanian lahan Kering c. Peruntukan Peruntukan Hortikultura d. Kawasan Peruntukan Perkebunan e. Kawasan Peternakan f. LPPB 5 Kawasan Peruntukan Perikanan a. Peruntukan Perikanan Tangkap b. Peruntukan Budi daya Perikanan 6 Kawasan Peruntukan Pertambangan 7 Kawasan Peruntukan Industri 8 Kawasan Peruntukan Pariwisata 9 Kawasan Peruntukan Permukiman a. Peruntukan Permukiman Perkotaan b. Peruntukan Permukiman Perdesaan 10 Kawasan Peruntukan lainnya a. Kawasan Perdagangan dan Jasa b. Kawasan Pesisir c. Kawasan Pertahanan Keamanan Sumber: RTRW Kabupaten Tulungagung
Luasan Tahun 2031 (Ha) 31.725,10 5.880,00 24.343,00 9.896,19 4.482,00 8.516,21 20.000,00 250,00 8.448,10 15.033,30 -
III-48
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Sumber: RTRW Kabupaten Tulungagung
Gambar 3. 28 Peta Rencana Pola Ruang Kabupaten Tulungagung III-49
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
3.10.4 PENYUSUNAN RTRW KABUPATEN TRENGGALEK TAHUN 2011-2031 Pada umumnya Kabupaten Trenggalek memiliki 2 Daerah Aliran Sungai (DAS) utama yaitu DAS yang arah alirannya menuju ke Kali Brantas dan DAS yang arah alirannya bermuara ke Samudera Hindia. Undang-Undang No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang mengamanatkan tutupan lahan di DAS sebesar 30% sebaiknya diperuntukkan sebagai kawasan lindung dalam rangka memberikan keseimbangan tata air di daerah hulu sampai hilir. Berdasarkan arah alirannya DAS-DAS yang ada di Kabupaten Trenggalek dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) arah aliran: 1)
DAS yang arah alirannya menuju ke Kali Brantas DAS Brantas merupakan daerah aliran sungai utama di Provinsi Jawa Timur,
termasuk di dalamnya adalah sebagian wilayah Kabupaten Trenggalek. DAS di Kabupaten Trenggalek yang mengalir ke arah sungai Brantas diantaranya: a) DAS Kali Bagong, meliputi wilayah Kecamatan Bendungan b) DAS Kali Ngasinan, meliputi wilayah Kecamatan Durenan, Kota, sebagian kecil Karangan bagian Timur laut c) DAS Kali Tawing, meliputi wilayah Kecamatan Gandusari, Pogalan, sebagian besar Kampak, Dongko bagian Timur, dan sebagian Watulimo bagian Utara d) DAS Kali Pinggir, meliputi wilayah Kecamatan Tugu, sebagian kecil Kecamatan Karangan bagian Barat Laut e) DAS Kali Dawuhan, meliputi Kecamatan Trenggalek f) DAS Kali Jati meliputi Kecamatan Suruh dan Kecamatan Karangan g) DAS Kali Mujing meliputi Kecamatan Durenan h) DAS Kali Ngeongan meliputi Kecamatan Suruh dan Kecamatan Karangan i) 2)
DAS Kali Ngepeh, meliputi Kecamatan Suruh dan Kecamatan Tugu DAS yang arah alirannya menuju ke arah pantai selatan Sungai-sungai di bagian Selatan Kabupaten Trenggalek yang mengalir ke pantai
selatan Jawa antara lain: a) DAS Kali Cengkrang Ngemplak, meliputi wilayah Kecamatan Watulimo, sebagian kecil Kecamatan Kampak bagian Tenggara b) DAS Kali Tumpaknongko, meliputi wilayah Kecamatan Munjungan c) DAS Kali Gede/Gedangan Konang, meliputi wilayah Kecamatan Dongko, Panggul dan Pule
III-50
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Permasalahan banjir di Trenggalek sangat terkait dengan keberadaan DAS yang ada di Kabupaten Trenggalek. Sungai Ngasinan mengalir dari arah barat menuju timur melalui beberapa kecamatan. Sungai Ngasinan termasuk dalam wilayah DAS Brantas, di mana wilayah DAS Brantas di Kabupaten Trenggalek terbagi menjadi sub DAS Ngrowo Ngasinan yang meliputi beberapa sub-sub DAS. Selain itu, kecepatan limpasan dan kondisi kerusakan DAS akibat beralih fungsi hutan primer maupun sekunder menjadi hutan produksi. Proses sedimentasi tersebut terakumulasi pada aliran sungai Ngasinan yang menyebabkan berkurangnya kapasitas aliran serta proses pendangkalan sungai. Aliran air dari anak-anak sungai terakumulasi di kali ngasinan sehingga bila terjadi curah hujan dengan intensitas tinggi dan merata di seluruh DAS, maka banjir di wilayah tersebut tidak dapat dihindari. Hal ini juga disertai dengan kondisi topografi di sekitar bantaran kali ngasinan yang sangat datar sehingga secara hidrologis merupakan wilayah yang sangat rawan terhadap bencana banjir. Dengan kondisi tersebut, maka kawasan perlindungan setempat sekitar sempadan sungai terdiri atas sungai di kawasan bukan permukiman sekurangkurangnya 100 meter dan anak sungai sekurang-kurangnya 50 meter, dan direncanakan secara merata di seluruh wilayah Kabupaten Trenggalek.
Sumber: RTRW Kabupaten Trenggalek
Gambar 3. 29 Rencana Pola Ruang Kabupaten Trenggalek III-51
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Tabel 3. 22 Rencana Pola Ruang Kabupaten Trenggalek Rencana Kawasan Budidaya No
Hutan Kecamatan Hutan produksiproduksi terbatas tetap
Hutan Rakyat
LP2B
1
Bendungan
1.855,56
3.081,80
256,54
86,10
110,37
519,93
2
Dongko
1.967,94
4.465,50
426,16
1.993,86
1.804,55
1.733,63
3
Durenan
1.258,47
105,97
197,49
1.333,00
161,23
368,44
4
Gandusari
527,24
105,40
99,76
1.560,41
161,39
5
Kampak
2.135,40
1.007,09
197,93
212,12
6
Karangan
459,09
419,40
42,35
7
Munjungan
1.946,34
854,37
996,11
8
Panggul
2.185,40
1.039,93
9
Pogalan
662,67
10
Pule
11
Suruh
12
Rencana Kawasan Lindung Permukiman
Hutan Lindung
Sempadan Mata Air
1.592,99
467,72
75,35
627,77
4.188,27 169,19
1.307,51
1.669,58 37,67
224,90
1.077,41
408,05
50,23
174,26
454,28
1.080,98
476,13
1.760,74
73,65
426,21
1.108,39
134,1
1.857,43
945,02
1.191,63
668,31
3.503,92
808,66
2.845,09
298,37
21,79
1.465,64
166,68
164,79
1.352,77
1.679,48
1.928,89
730,83
1.699,69
2.077,26
1.705,29
1.445,27
792,72
1.481,32
295,32
1.245,89
197,48
1.039,07
677,59
Trenggalek
1.521,73
1.250,66
1.114,94
327,86
277,24
13
Tugu
917,43
1.196,47
322,99
1.760,15
151,88
941,78
14
Watulimo
4.568,11 22.477,57
3.610,68 20.854,85
260,78 1.183,40 4.516,34 20.777,3
410,74 7.571,01
912,00 12.804,28
Jumlah
Perkebunan
Tegalan
Industri
20,78
21,57 88,63
3,70 10,67 145,35
Semp. Waduk
Karst
Semp. Sungai
Semp. Pantai
1.093,37
27,28
72,89
2.143,72
99,42
135,61
44
161,47
1.431,29
65,8
268,18
162,25
1.448,01
89,03
130,42
Mangrove RTH
37,67
50,71
88,71
462,87
175,81
123,06
69,89
562,22 25
375,45 238,14
838,13
195,17
2.639,70
95,64
195,7
80,7
0,02
25,12
247,51
39,77
263,23
328,86
62,79
45
58,84
186,61
142,26
658,22
67,38
102,05
162,18
94,47
325,91
6,25
120,44
106,38
145,11
6,25
1.001,75 15,82 11.119,96 962,33
1.219,90
40,54
62,79
1.143,33
130,31
175,81
1.442,44 15.377,34
19,7 210,2 7.863,28 1.582,32
467,36 60,61 1225,28 130,61
Sumber: RTRW Kabupaten Trenggalek
III-52
297,98 2783,75
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
3.10.5 RTRW KABUPATEN KEDIRI 2003-2010 Sistem prasarana pengairan terdiri atas sistem jaringan pengairan dan wilayah pelayanan prasarana pengairan. Sistem jaringan pengairan meliputi: a.
Sungai Brantas dan anak sungai Brantas yang menjadi bagian dari Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas
b.
sumber air baku air minum dan irigasi Waduk Siman dan Embung Joho
c.
cekungan air tanah wilayah Brantas yang berpotensi ketersediaan air tanah dengan jumlah aliran air tanah bebas (Q1) sebesar 3.672 juta m3/th dan jumlah air tanah tertekan (Q2) sebesar 175 juta m3/th. Kawasan strategis provinsi yang ada di Kabupaten Kediri adalah kawasan
strategis berdasarkan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup, yang diarahkan di Kawasan Penyangga DAS Brantas. Kawasan yang diprioritaskan dalam upaya meningkatkan fungsi kawasan di Kabupaten Kediri ditetapkan pada:
Kawasan rawan bencana gunung berapi berada di lereng Gunung Kelud dan Gunung Wilis
Kawasan rawan banjir berada di Kecamatan Kecamatan Kras, Ngadiluwih, Gampengrejo, Papar dan Purwoasri, yang rawan tergenang luapan Sungai Brantas dan Kali Konto Sebagai salah satu kabupaten yang dilalui oleh Sungai Brantas, di mana
wilayah Sungai Brantas merupakan wilayah sungai strategis nasional, maka kegiatan penggunaan lahan di Kabupaten Kediri diarahkan sebagai berikut: 1.
Penetapan perlindungan sungai besar dan anak sungai yang melewati kawasan permukiman ditetapkan minimum 15 meter.
2.
Pembatasan penggunaan lahan untuk kegiatan budidaya, sebaiknya dialihkan (sepanjang memungkinkan), pada pengembangan fungsi tanaman lindung.
III-53
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Sumber: RTRW Kabupaten Kediri Gambar 3. 30 Rencana Pola Ruang Kabupaten Kediri
III-54
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Tabel 3. 23 Rencana Pola Ruang Kabupaten Kediri No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
Kecamatan
Hutan Produksi 4,210.86 1,675.48
Mojo Semen Ngadiluwih Kras Ringinrejo Kandat Wates Ngancar 1,280.37 Piosoklaten 201.63 Gurah Puncu 741.67 Kepung 3,887.05 Kandangan 437.02 Pare Badas 557.64 Kunjang Plemahan Purwoasri Papar Pagu Kayenkidul Gampengrejo Ngasem Banyakan Grogol 745.18 Tarokan Jumlah 13,736.90 Sumber : Penetapan Rencana
Hutan Rakyat
1.00
157.00
30.00 188.00
Kawasan Budidaya (Ha) Pertanian Perkebunan Lahan Basah Lahan Kering 1,510.00 1,969.00 382.00 1,474.00 1,325.00 1,104.00 1,152.00 1,787.00 767.00 632.00 1,797.00 1,585.00 1,441.00 2,365.00 3,194.00 917.00 2,713.00 2,959.00 2,094.00 1,221.00 3,306.00 2,525.00 761.00 413.00 1,006.00 1,829.00 2,252.00 1,907.72 368.00 1,842.00 777.00 1,689.00 960.43 2,211.00 122.00 2,339.00 59.00 3,503.00 315.00 2,567.00 802.88 2,468.00 364.00 1,710.00 286.00 2,365.00 406.00 974.00 54.00 1,254.00 139.00 1,166.00 3,809.00 5.00 1,552.00 413.00 1,361.00 2,405.00 8,849.00 45,659.00 30,166.03
Permukiman Perdesaan Perkotaan 742.61 407.39 392.85 207.15 834.71 1,018.29 939.82 820.18 1,120.66 629.34 823.36 1,003.64 1,492.07 526.93 726.36 384.64 774.51 525.49 1,005.19 640.81 821.12 278.88 820.91 441.09 600.00 245.20 140.71 1,536.29 258.61 579.39 302.59 225.00 510.00 357.81 503.94 313.06 321.02 366.98 143.00 286.01 406.40 295.00 99.17 172.83 60.54 519.46 407.86 737.14 369.29 279.71 281.31 368.69 14,898.63 13,166.39
Industri
69.08 304.59
99.39 70.20
308.53 113.68 31.19 40.81 69.29 38.30 313.16 134.62 14.80 84.69 1,692.31
Jumlah 9,221.86 5,074.48 4,109.00 4,383.08 4,179.00 5,158.59 7,578.00 8,980.37 8,222.02 5,002.20 5,089.67 9,676.77 4,058.22 4,634.96 3,842.32 2,956.78 4,726.62 4,186.88 3,589.29 2,425.01 3,510.70 1,613.16 2,107.62 6,125.00 3,403.97 4,500.69 128,356.25
Cagar Alam
12.00 7.00
19.00
Kawasan Lindung (Ha) Cagar Hutan Lindung Budaya Lindung Setempat 920.10 131.04 2,890.40 77.12 76.00 97.92 59.00 37.41 80.00 362.30 62.33 610.00 26.98 80.80 1.00 1,623.60 98.83 1.00 706.80 173.42 10.10 98.68 1.00 85.04 78.68 41.22 61.38 63.12 32.71 1.00 59.99 1.50 45.80 33.84 104.38 1,068.60 61.40 1.00 45.03 110.50 108.81 6.50 8,302.40 1,920.96
Jumlah 1,051.14 2,967.52 76.00 97.92 59.00 37.41 80.00 424.63 636.98 80.80 1,735.43 888.22 108.78 86.04 78.68 41.22 61.38 63.12 32.71 60.99 47.30 33.84 104.38 1,130.00 46.03 219.31 10,248.86
Sumber: RTRW Kabupaten Kediri
III-55
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
3.10.6 RTRW KABUPATEN NGANJUK TAHUN 2010-2030 Wilayah Kabupaten Nganjuk dilalui oleh DAS Brantas (kategori sungai besar) dan sungai Widas, Rejoso, Senggowar, Tretes, Puh Salak, Kedung Galih, Logo, Konang, Tunggak, Kuncir Kanan, Bodor, Sumber Kemiri, Sumber Doko, Beng. Pada DAS Brantas, terdapat kawasan pertanian holtikultura, yaitu tersebar di Kecamatan Prambon, Kecamatan Patianrowo dan Kecamatan Ngronggot. Wilayah pengembangan kawasan pertanian hortikultura seluas kurang lebih 3.784 Ha. Selain itu, DAS Brantas di Kabupaten Nganjuk ini juga termasuk ke dalam kawasan rawan banjir. Kawasan rawan bencana banjir, meliputi wilayah Kecamatan Prambon, Kecamatan Ngronggot, Kecamatan Kertosono, Kecamatan Tanjunganom, Kecamatan Pace, Kecamatan Nganjuk, Kecamatan Lengkong, Kecamatan Gondang, Kecamatan Sukomoro dan Kecamatan Jatikalen. Adapun penyebab terjadinya bahaya banjir ini adalah:
Akibat meluapnya DAS Brantas pada saat musim penghujan.
Pada sisi kanan-kiri DAS Brantas tidak terdapat tanggul untuk mengantisipasi luapan air.
Sistem drainase di sekitar DAS Brantas tidak mampu menampung air permukaan akibat hujan.
Semakin berkurangnya kawasan-kawasan yang berfungsi sebagai kawasan resapan air hal ini karena terjadinya penebangan secara liar, sehingga pada saat musim hujan sebagian besar menjadi air permukaan. Begitu pula sebaliknya jikan musim kemarau kekurangan air.
Pada sisi lain, khususnya di Kabupaten Nganjuk pada saat musim penghujan sering terjadi banjir dan genangan, sehingga wilayah yang berada di pinggiran kota yang dilewati saluran drainase primer terkena dampaknya. Sehingga guna mengantisipasi bahaya banjir dan genangan periodik, maka
diarahkan:
Pelestarian dan pengelolaan DAS Brantas secara lintas wilayah.
Pembuatan tanggul pada kawasan DAS Brantas, dengan prioritas pada kawasan dataran dan rawan banjir.
Mengoptimalkan fungsi kawasan lindung dan kawasan resapan air.
Melakukan koordinasi dalam hal pengelolaan dan pengembangan drainase dengan Kabupaten Nganjuk
III-56
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Dari kondisi di atas, maka perlindungan terhadap daerah aliran sungai dan kawasan sempadan sungai di Kabupaten Nganjuk adalah sebagai berikut:
Perlindungan pada sungai besar di luar kawasan permukiman ditetapkan minimum 100 meter untuk Sungai Brantas.
Perlindungan pada anak sungai ditetapkan minimum 50 meter. Sungai-sungai yang termasuk dalam kawasan ini adalah sungai yang terdapat di 39 Sungai. Tabel 3. 24 Rencana Pola Ruang Kabupaten Trenggalek Tahun 2030
Sumber: RTRW Kabupaten Nganjuk
Sumber: RTRW Kabupaten Nganjuk
Gambar 3. 31 Rencana Pola Ruang Kabupaten Nganjuk
III-57
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
3.10.7 RTRW KABUPATEN GRESIK TAHUN 2010-2030 Zona pemanfaatan DAS dilakukan dengan membagi tipologi DAS berdasarkan tipologinya. Sungai Lintas Kabupaten yang ada di Kabupaten Gresik adalah K. Surabaya (Orde 1) dan K. Tengah (Orde 2) (Surabaya, Gresik) yang merupakan bagian dari DAS Brantas. Selain itu juga terdapat K. Lamong (Orde 1) dengan wilayah pelayanan Gresik dan Lamongan yang merupakan bagian dari DAS Bengawan Solo. Pengembangan zona pesisir utara sebagai daerah industri mulai dari Kab Tuban, Lamongan, Gresik dan Bangkalan telah direkomendasikan tidak hanya dalam rencana ruang Provinsi
Jatim,
tetapi juga dalam
rencana ruang nasional.
Pengembangan industri terutama industri berat diusulkan untuk dialokasikan di zona pesisir utara, sehingga lahan subur di DAS Brantas dan Bengawan Solo tidak terganggu oleh kegiatan industri. Hal ini juga merupakan strategi pembangunan terhadap area yang kurang berkembang di pantura. Selain itu, pada DAS juga diperlukan penyelesaian konflik–konflik dengan kepentingan pertambangan. Arahan pengelolaan kawasan sempadan sungai antara lain:
Pengembalian fungsi sempadan sungai dengan melakukan penertiban kegiatan budidaya yang ada dengan tetap memperhatikan kondisi sosial ekonomi penduduk yang terkena kebijaksanaan.
Pencegahan pengembangan kegiatan budidaya di kawasan sempadan sungai yang dapat mengganggu atau merusak kualitas air, kondisi fisik dan dasar sungai dan pantai.
Pembatasan dan melarang mengadakan alih fungsi lindung yang menyebabkan kerusakan kualitas sungai.
Pembatasan dan melarang menggunakan lahan secara langsung untuk bangunan sepanjang sempadan sungai yang tidak memiliki kaitan dengan pelestarian atau pengelolaan sungai.
Melakukan re-orientasi pembangunan dengan menjadikan sungai sebagai bagian dari latar depan pada kawasan permukiman perdesaan dan perkotaan.
Penetapan wilayah sungai sebagai salah satu bagian dari wisata perairan dan transportasi sesuai karakter masing-masing. Mengenai ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan sempadan sungai
adalah sebagai berikut:
Pada kawasan sempadan sungai yang belum dibangun, pendirian bangunan tidak diijinkan (IMB tidak diberikan) III-58
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Pada kawasan sempadan sungai yang belum terbangun, masih diperbolehkan kegiatan pertanian dalam skala kecil dengan jenis tanaman yang diijinkan
Kegiatan yang memperkuat fungsi perlindungan kawasan sempadan sungai tetap boleh dilaksanakan tapi dengan pengendalian agar tidak mengubah fungsi kegiatannya di masa mendatang
Kegiatan budidaya seperti permukiman, perdagangan dan jasa, pariwisata, diperbolehkan dengan syarat-syarat tertentu
Kegiatan yang berkaitan dengan pehubungan, seperti dermaga, pelabuhan, atau kegiatan perikanan lain, dapat terus dilakukan
Kegiatan lain yang tidak memanfaatkan ruang secara luas, seperti pemasangan iklan/reklame, kabel/tiang listrik, beton dermaga, atau kegiatan lain yang sejenis, khususnya yang menjadi pelengkap kegiatan pariwisata diperbolehkan Kegiatan atau bentuk bangunan yang secara sengaja dan jelas menghambat arah dan intensitas aliran air sama sekali tidak diperbolehkan. Tabel 3. 25 Rencana Pola Ruang Kabupaten Gresik KAWASAN LINDUNG : No. Rencana Pola Ruang 1 Kawasan Rawan Bencana Banjir 2 Kawasan Pantai Berhutan Bakau 3 Kawasan Terumbu Karang 4 Blok Rimba Suaka Marga Satwa 5 Kawasan Resapan Air 6 Kawasan Cagar Alam Jumlah I KAWASAN BUDIDAYA : No. Rencana Pola Ruang 1 Kawasan Permukiman 2 Kawasan Pertanian Lahan Basah 3 Kawasan Perikanan Budidaya 4 Kawasan Hortikultura 5 Kawasan Industri 6 Kawasan Perdagangan, Jasa, dan Fasum 7 Kawasan Perkebunan 8 Kawasan Hutan Produksi 9 Kawasan Pertambangan 10 Kawasan Pariwisata 11 Kawasan lainnya * Jumlah II Jumlah Total Sumber: RTRW Kabupaten Gresik
Luas (Ha) 9608,8 406 5387 3831,6 1156,77 740,00 21130,17
(%)
Luas (Ha) 25953,39 26614,74 17399 99991 12112,59 6458,32 3471 1017 284,65 82,85 45012,99 97994,83 119925
(%) 21,78% 22,34% 14,6% 0,08% 10,16% 5,42% 2,91% 0,85% 0,23% 0,06% 3,77% 85,74% 100 %
8,06% 0,34% 4,52% 3,21% 0,97% 0,62% 17,72%
III-59
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Sumber: RTRW Kabupaten Gresik
Gambar 3. 32 Rencana Pola Ruang Kabupaten Gresik
III-60
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
3.10.8 PERDA RTRW KABUPATEN MADIUN TAHUN 2009-2029 Strategi untuk pelestarian dan pemantapan fungsi lindung pada kawasan sempadan sungai dari bahaya kerusakan ekologi adalah dengan: a. membatasi kegiatan yang tidak berkaitan dengan perlindungan sempadan sungai yang dapat mengganggu atau merusak kualitas air, kondisi fisik sungai dan alirannya b. menetapkan dan/atau menegaskan batas lapangan kawasan perlindungan sempadan sungai c.
mengawasi dan mengamankan bantaran sungai untuk menghindari adanya aktivitas pendirian bangunan kecuali untuk bangunan inspeksi
d. mengamankan daerah hulu dari erosi akibat terkikisnya lapisan tanah oleh air hujan, sehingga dapat dicegah terjadinya sedimentasi di sungai, dengan cara menghindari kegiatan pembukaan lahan pada musim hujan dan diupayakan pembangunannya mengikuti kontur alam, mempertahankan tatanan yang telah ada, menghindari aliran permukaan terbuka yang memotong kontur serta penghijauan pada daerah kritis Untuk strategi pengembangan upaya pencegahan dan penanganan kawasan rawan banjir adalah meliputi: a.
mengidentifikasi dan menetapkan zonasi daerah rawan bencana dan pengaturan penggunaan lahan
b. memberdayakan masyarakat dalam hal tata ruang dan pola pembudidayaan dataran rawan banjir dan DAS hulu, menghindari terjadinya penyempitan dan pendangkalan alur sungai akibat adanya sampah padat termasuk bangunan, hunian liar dan tanaman di bantaran sungai c.
menyediakan jalur-jalur evakuasi bencana dengan menyiapkan peta daerah rawan banjir dilengkapi dengan rute pengungsian, lokasi pengungsian sementara, dan lokasi pos pengamat debit banjir/ketinggian muka air banjir di sungai penyebab banjir
d. mengendalikan banjir dengan pembangunan infrastruktur (membuat tanggul baru atau mempertinggi tanggul yang sudah ada, normalisasi sungai, membuat bangunan-bangunan proteksi tebing pada tempat yang rawan longsor, pemasangan pompa banjir pada wilayah dengan intensitas banjir tinggi) e.
mengonservasi tanah dan air di daerah aliran sungai (DAS) hulu untuk menekan besarnya aliran permukaan dan mengendalikan besarnya debit puncak banjir
III-61
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
serta pengendalian erosi untuk mengurangi pendangkalan/sedimentasi di dasar sungai (terasering, bangunan terjun, dam penahan, dam pengendalian sedimen, penghijauan dan reboisasi serta pembuatan sumur resapan) f.
menata
ruang
dan
merekayasa
di
DAS
hulu
sehingga
pembudidayaan/pendayagunaan lahan tidak merusak kondisi hidrologi DAS dan mengantisipasi terjadinya bencana banjir dengan program percepatan rehabilitasi hutan dan lahan g. menegakkan hukum dalam mentaati ketentuan menyangkut tata ruang dan pola pembudidayaan dataran banjir dan DAS hulu, menghindari terjadinya penyempitan dan pendangkalan alur sungai akibat adanya sampah padat termasuk bangunan, hunian liar dan tanaman di bantaran sungai h.
menetapkan sempadan sungai yang didukung oleh penegakan hukum
i.
memberikan penyuluhan dan pendidikan kepada masyarakat lewat berbagai media menyangkut berbagai aspek dalam rangka meningkatkan kepedulian dan partisipasinya. Ketentuan umum peraturan zonasi pola ruang untuk kawasan lindung dan
kawasan budidaya disusun dengan memperhatikan: a.
pemanfaatan ruang untuk kegiatan pendidikan dan penelitian tanpa merubah bentang alam;
b.
ketentuan pelarangan pemanfaatan ruang yang membahayakan keselamatan umum;
c.
pembatasan pemanfaatan ruang di sekitar kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan rawan bencana alam; dan
d.
pembatasan pemanfaatan ruang yang menurunkan kualitas fungsi lingkungan. Sedangkan peraturan zonasi yang terkait yaitu untuk kawasan rawan banjir
disusun dengan memperhatikan ketentuan sebagai berikut: a. penetapan batas dataran banjir b. diijinkan untuk kegiatan budidaya (pertanian, perkebunan, permukiman, transportasi, perikanan, perdagangan dan jasa, fasilitas umum) dengan tetap memperhatikan sistem drainase yang memadai, pembuatan sumur resapan, membuang sampah pada tempat yang telah disediakan, pembuatan tanggul pada sungai yang berpotensi rawan banjir, pemasangan pompa pada pertemuan anak-anak sungai dengan Kali Madiun
III-62
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
c.
pemanfaatan sempadan sungai sebagai kawasan hijau
d. penentuan lokasi dan jalur evakuasi dari permukiman penduduk 3.10.9 RTRW KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2010 Daerah rawan longsor di Kabupaten Ponorogo yaitu wilayah perbukitan dan Daerah Aliran Sungai. Bentuk penanggulangan terhadap terjadinya bencana longsor adalah: 1.
Pencegahan yaitu segala upaya dan kegiatan yang dilakukan untuk meniadakan sebagian atau seluruh akibat bencana.
2.
Mitigasi, yaitu upaya dan kegiatan yang dilakukan untuk mengurangi atau memperkecil ancaman bencana. Mitigasi dibedakan atas 3 (tiga) tahapan yaitu: a.
Tahap sebelum bencana, yaitu kegiatan peringatan dini, penyebaran informasi dan penyuluhan tentang bahaya longsor yang akan terjadi pada suatu daerah rawan bencana longsor;
b.
Saat bencana, yaitu dengan memberikan pertolongan berupa pemeriksaan longsor dan membentuk satuan tugas khusus dalam menanggulangi bencana longsor; serta
c.
Sesudah bencana, yaitu pemulihan-perbaikan sarana prasarana dasar, rehabilitasi dan rekonstruksi daerah yang terkena bencana longsor.
Mengingat di Kabupaten Ponorogo banyak alih fungsi lahan lindung yang memiliki kemampuan mendukung perlindungan kawasan maka diperlukan pengelolaan bersama antara pemerintah atau PTP dengan masyarakat baik dalam mengelola hutan maupun perkebunan. Selanjutnya dilakukan pemilihan komoditas yang memiliki nilai ekonomi tinggi dari sisi hasil buah seperti durian, kopi, bunga seperti cengkeh, dan getahnya seperti karet dan pinus. Selanjutnya pada daearah aliran sungai yang umumnya memiliki kontur tajam atau terjal juga merupakan kawasan yang mudah terkena longsor. Untuk ini diperlukan pengelolaan DAS dengan membuat terasering dan penanaman tanaman keras produktif bersama masyarakat. Mengingat kawasan sepanjang DAS ini sekaligus merupakan kawasan penyangga untuk mencegah pendangkalan waduk yang disebabkan oleh longsor dan erosi, maka upaya penamanam vegetasi yang berkayu dengan tegakan tinggi juga harus diikuti oleh pengembangan tutupan tanah atau ground cover yang juga memiliki fungsi ekonomi seperti rumput gajah yang dapat digunakan untuk pakan ternak.
III-63
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Sedangkan upaya penanganan/pengelolaan kawasan rawan banjir di Kabupaten Ponorogo, meliputi:
Pelestarian dan pengelolaan Daerah Aliran Sungai secara lintas wilayah yaitu sungai Asin, cemer, Keyang, Gendol, Sungai Sungkur dan Galok
Pembuatan sudetan di Kecamatan Sampung, Kecamatan Bedegan, Kecamatan Jambon,
Kecamatan
Slahung,
Kecamatan
Bungkal,
Kecamatan
Sooko,
Kecamatan Pulung, Kecamatan Jenangan dan Kecamatan Ngrayun
Pembuatan sumur resapan di kawasan perkotaan dan perdesaan, kawasan pertanian yang dilengkapi dengan embung, bendung maupun cek dam, pembuatan bendungan baru
Membuat saluran pembuangan yang terkoneksi dengan baik pada jaringan primer, sekunder maupun tersier, serta tidak menyatukan fungsi irigasi untuk drainase
Pembuatan tanggul pada kawasan Daerah Aliran Sungai dengan prioritas pada kawasan dataran dan rawan banjir
Mengoptimalkan fungsi kawasan lindung dan kawasan resapan air
Melakukan koordinasi dalam hal pengelolaan dan pengembangan drainase dengan wilayah lain
Menghindari kawasan yang rawan terhadap bencana alam gunung api, gempa bumi, bencana geologi, banjir, longsor dan bencana alam lainnya sebagai kawasan terbangun
Pengembangan peringatan dini dari kemungkinan adanya bencana alam Kawasan sempadan sungai mempunyai manfaat penting untuk melestarikan
fungsi sungai sebagai berikut: a.
Terletak pada seluruh kecamatan yang dilewati oleh 16 sungai besar dan kecil antara lain Sungai Asin, Sungai Gendol, Sungai Cemer, Sungai Keyang, Sungai Sungkur, Sungai Galok, Sungai Gonggang, Sungai Nglorok Atas, Sungai Bedingin, Sungai Nambang, Sungai Slahung, Sungai Mayong, Sungai Pelem, Munggu, Sungai Domas, Sungai Ireng dan Sungai Pucang, seluas 644.2 Ha.
b.
Upaya penanganan/pengelolaan kawasan sempadan sungai, melalui:
Pembatasan kegiatan yang tidak berkaitan dengan perlindungan setempat
III-64
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Kawasan
perlindungan
setempat
sepanjang
sungai
dibatasi
untuk
kepentingan pariwisata dan mengupayakan sungai sebagai latar belakang kawasan fungsional
Perlindungan pada sungai besar di luar kawasan permukiman ditetapkan minimum 100 meter kiri-kanan sungai
Bangunan sepanjang sempadan sungai yang tidak memiliki kaitan dengan pelestarian atau pengolahan sungai dilarang untuk didirikan
Sungai yang melintasi kawasan perdesaan dan kawasan perkotaan dilakukan re-orientasi pembangunan menghadap ke arah sungai
Sempadan sungai yang memiliki luasan yang cukup luas dapat diperuntukkan untuk kawasan wisata melalui penataan kawasan tepian sungai
Sungai yang memiliki arus deras dijadikan salah satu bagian dari wisata alam-petualangan seperti arung jeram, out bond, dan kepramukaan
Sungai yang arusnya lemah dan bukan sungai yang menyebabkan timbulnya banjir dapat digunakan untuk pariwisata
Perlindungan terhadap anak-anak sungai diluar permukiman ditetapkan minimum 50 meter. Pada sungai besar dan anak sungai yang melewati kawasan permukiman ditetapkan minimum 15 meter. Kawasan ini hampir setiap kecamatan, bahkan pada sekitar aliran sungai ini banyak yang digunakan untuk keperluan sehari-hari oleh masyarakat setempat Tabel 3. 26 Rencana Luas Penggunaan Tanah di Kabupaten Ponorogo No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Jenis Penggunaan tanah
Luas (Ha)
Danau/Waduk/S.Besar 1.707 Hutan Lindung 16.895 Hutan Produksi 29.966,5 Perikanan 402,64 Kebun 23.359,06 Tegalan 6.579,8 Sawah Irigasi 27.118 Sawah Tadah Hujan 9.561 Pemukiman Perdesaan 10.196,5 Pemukiman Perkotaan 11.392,5 Total 137178 Sumber: RTRW Kabupaten Ponorogo
Persentase Dari Luas Wilayah Kabupaten Ponorogo (%) 1,2 12,3 21,8 0,3 17,2 4,8 19,8 6,9 7,4 8,3 100
III-65
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Sumber: RTRW Kabupaten Ponorogo
Gambar 3. 33 Rencana Penggunaan Lahan Kabupaten Ponorogo
Sedangkan sebagai tahapan pengendalian pemanfaatan ruang, peraturan zonasi pada kawasan sempadan sungai meliputi:
Penentuan kawasan sempadan bagi perlindungan DAS dan zonasi pemanfaatan DAS berdasarkan daya dukung lingkungannya terutama untuk daerah tangkapannya
Penentuan kawasan sempadan sungai bagi perlindungan DAS yaitu sekurangkurangnya 100 meter di kiri kanan sungai besar, dan 50 meter di kiri kanan anak sungai yang berada di luar permukiman
Pengelolaan zona pemanfaatan DAS dilakukan dengan membagi tipologi DAS. Berdasarkan tipologinya, DAS terbagi menjadi daerah hulu sungai, daerah sepanjang aliran sungai, daerah irigasi, daerah perkotaan dan industri, serta daerah muara sungai
Kegiatan yang mampu melindungi atau memperkuat tebing sungai atau saluran dari kelongsoran, kegiatan yang tidak memperlambat jalannya arus air, kecuali memang sengaja bermaksud untuk memperlambat laju arus air seperti pembuatan cek dam atau krib, atau dam, atau pembelok arus air sungai
KDB yang diijinkan 10%, KLB 10%, KDH 90% III-66
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Sempadan sungai besar di luar kawasan permukiman adalah 100 meter, sedangkan sempadan anak-anak sungai sebesar 50 meter, sempadan sungai dan anak sungai yang melewati permukiman minimal 15 meter
3.10.10 RTRW KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2009-2029 Kawasan pertanian lahan kering di Kabupaten Jombang di bagian utara Kali Brantas dan di Kecamatan Bareng dan sekitarnya memiliki potensi khususnya komoditas perkebunan. Sedangkan untuk kegiatan pertambangan batuan berupa pasir terdapat di sepanjang Sungai Brantas, yaitu di Kecamatan Bandarkedungmulyo, Megaluh, Perak, Plandaan, Ploso, Ngusikan dan Kudu. Di dalam kegiatan penambangan perlu pengawasan dari pemerintah daerah, agar dalam kegiatannya tidak merusak lingkungan, utamanya pengalian batu kali/batu belah dan pasir agar tidak menyebabkan erosi, tidak merubah batas sungai, pengikisan sungai dan tidak mengganggu kegiatan yang lainnya. Kawasan Sungai Brantas di Kabupaten Jombang merupakan daerah aliran sungai
lintas
provinsi
dan
merupakan
Kawasan
Strategis
Nasional
(KSN).
Pengembangan Kawasan Strategis Cepat Tumbuh di perkotaan Bandar Kedungmulyo dan Perak Kabupaten Jombang merupakan Kawasan Strategis Kabupaten (KSK), salah satunya dikarenakan adanya konservasi cekungan sungai brantas. Rencana pengembangan pada kawasan Sungai Brantas ini adalah dengan melakukan pengamanan terhadap kawasan atau melindungi tempat serta ruang di sekitarnya. Kawasan ini dijadikan sebagai penyedia sumber daya air dan menyimpan berbagai kehidupan flora dan fauna tertentu dan juga memiliki fungsi penyelamat lingkungan hidup dengan berbagai fungsinya sebagai kawasan lindung. Penentuan kawasan sempadan sungai bagi perlindungan Sungai Brantas ditentukan dengan lebar sempadan 100 meter untuk bagian sungai tidak bertanggul luar kawasan perkotaan, dan 30 meter untuk kawasan perkotaan, serta 5 meter untuk luar kawasan perkotaan. Arahan kegiatan daerah sepanjang aliran sungai antara lain:
Pengembangan irigasi
Pembangunan sarana dan prasarana pengembangan sumber daya air (pengendalian banjir, pengendalian sedimen, pengembangan suplai air bersih perkotaan, pencegahan pencemaran, peningkatan kualitas air baku)
Membatasi dan melarang mengadakan alih fungsi lindung yang menyebabkan kerusakan kualitas air sungai III-67
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Membatasi
dan
menggunakan
melarang
lahan
Tabel 3. 27 Rencana Pola Ruang Kabupaten Jombang
secara
langsung untuk bangunan sepanjang sempadan
sungai
yang
tidak
memiliki kaitan dengan pelestarian atau pengelolaan sungai
Sungai
yang
permukiman
melintasi ataupun
kawasan kawasan
perdesaan dan perkotaan dilakukan re-orientasi pembangunan dengan menjadikan sungai sebagai bagian dari latar depan
Sempadan sungai yang areanya masih luas dapat digunakan untuk pariwisata
melalui
kawasan tepian sungai
penataan Sumber: RTRW Kabupaten Jombang
Sumber: RTRW Kabupaten Jombang
Gambar 3. 34 Rencana Pola Ruang Kabupaten Jombang
III-68
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Beberapa ketentuan umum peraturan zonasi terkait dengan daerah aliran sungai di Kab. Jombang adalah tidak diperbolehkannya penempatan lokasi industri yang berdekatan dengan daerah aliran sungai dan dapat mencemari sungai, dan juga diperbolehkannya pengembangkan daerah wisata air di sekitar lingkungan sungai Brantas. Sedangkan untuk peraturan zonasi zona pengendalian tepat di sepanjang sungai brantas adalah sebagai berikut: a. Untuk memantapkan pengaturan pemanfaatan ruang DPS Brantas maka harus dilakukan secara serasi, terpadu dan berimbang meliputi sumber daya alam, sumber daya buatan, sumber daya manusia dan aktifitasnya. b. Pengelolaan DPS Brantas secara terpadu antara lain melalui : 1) Pengendalian pencemaran sumber-sumber air dan badan air DAS Brantas yang ditimbulkan oleh limbah domestik, industri dan residu pertanian. 2) Reboisasi lahan rusak di dalam kawasan hutan, terutama hutan produksi yang bertujuan untuk mengendalikan besarnya erosi dan sedimentasi pada Kali Brantas. 3) Penghapusan penambangan bahan galian C (pasir dan batu kali). 4) Pengendalian ketersediaan, alokasi dan distribusi air baku untuk irigasi, industri, permukiman dan keperluan lainnya. 5) Pembangunan dan rehabilitasi serta operasi dan pemeliharaan terhadap sarana dan prasarana pengairan. 6) Peningkatan kualitas sumberdaya manusia di segala strata baik masyarakat maupun di aparatur pemerintah. 7) Pengendalian banjir sepanjang Kali Brantas yang berfungsi untuk mencegah daya rusak air. 8) Meningkatkan kinerja pengelolaan sumber daya air Kali Brantas yang berfungsi untuk mencegah daya rusak air. 9) Pengembangan mekanisme kerjasama lintas kabupaten/kota dalam pelestarian dan pengelolaan DPS Brantas. 3.10.11 RTRW KABUPATEN MOJOKERTO TAHUN 2012-2032 Pada Kabupaten Mojokerto, sungai Brantas dijadikan sebagai salah satu daerah tujuan wisata, yaitu yang terdapat di Kecamatan Jenis. Jenis wisata yang dimaksud adalah wisata air.
III-69
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Secara keseluruhan kawasan lindung harus diupayakan untuk tidak dilakukan alih fungsi sebagai kawasan budidaya. Dalam konteks ini diharapkan pengembangan atau pemanfaatan ruang perlu diserasikan dengan kemampuan dan daya dukung wilayah. Untuk menjamin aspek kelestarian sumberdaya alam yang ada, maka perlu dirumuskan kebijaksanaan-kebijaksanaan untuk pengelolaan kawasan secara keseluruhan. Di dalamnya termasuk upaya-upaya penetapan (atau pemantapan), pelestarian, dan pengendalian pemanfaatan kawasan lindung dalam konteks pembangunan yang berkelanjutan. Dalam kaitan ini sasaran yang dituju dengan ditetapkannya kawasan lindung adalah: a.
Meningkatkan fungsi lindung terhadap tanah, air, iklim, tumbuhan dan satwa, serta nilai sejarah dan budaya;
b.
Mencegah terjadinya erosi, bencana banjir, sedimentasi, dan menjaga fungsi hidrologis tanah untuk menjamin ketersediaan air tanah, unsur hara, dan air permukaan; dan
c.
Mempertahankan kondisi ekosistem tertentu dan keragaman hayati. Kawasan sempadan sungai termasuk ke dalam kawasan lindung setempat.
Sempadan sungai di wilayah perencanaan tersebar hampir di seluruh wilayah kabupaten. Salah satunya adalah S. Brantas. Sedangkan kawasan yang memberikan perlindungan air tanah, meliputi: a.
Daerah Imbuhan Air Tanah untuk CAT Brantas dengan luas 84.434 Ha
b.
Daerah Imbuhan Air Tanah untuk CAT Pasuruan dengan luas 6228 Ha Tabel 3. 28 Rencana Pola Ruang Kabupaten Mojokerto Tahun 2032 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Jenis Pola Ruang
Hortikultura Industri SUTET Kawasan Resapan Air LP2B Perkebunan Permukiman Perdesaan Permukiman Perkotaan Pertanian RTH Perkotaan Sempadan Sungai Hutan Produksi Taman Hutan Raya Hutan Lindung Kawasan Rawan Banjir Kawasan Rawan Longsor Total Sumber: RTRW Kabupaten Mojokerto
Luas (Ha) 1.212,840 10.974,657 4.350,100 633,049 20.243,575 466,876 6.530,641 9.984,677 3.278,934 2.947,562 1.316,968 3.137,910 5.579,298 827,948 16,043 8,868 71.509,947
Persentase Terhadap Luas Kab (%) 1,696 15,347 6,083 0,885 28,309 0,653 9,132 13,963 4,585 4,122 1,842 4,388 7,802 1,158 0,022 0,012 100,000
III-70
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Sumber: RTRW Kabupaten Mojokerto Gambar 3. 35 Rencana Pola Ruang Kabupaten Mojokerto
III-71
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
3.10.12 RTRW KABUPATEN SIDOARJO TAHUN 2009-2029 Penggunaan lahan terbesar Kabupaten Sidoarjo adalah pertanian/sawah yang luasnya mencapai 23.139 Ha. Tingginya penggunaan lahan pertanian tersebut disebabkan Kabupaten Sidoarjo merupakan daerah delta yang sangat subur. Aktivitas pertanian di Kabupaten Sidoarjo selain untuk tanaman padi juga untuk menanam tebu, sayuran/palawija, serta buah-buahan. Penggunaan lahan budidaya terbesar kedua setelah
pertanian/sawah
adalah
permukiman
dengan
luas
19037,987
Ha.
Perkembangan permukiman di Kabupaten Sidoarjo terjadi tidak merata, beberapa kawasan tumbuh relatif cepat sedangkan kawasan lainnya relatif lambat. Pertumbuhan permukiman yang terjadi dengan cepat antara lain berada di Kecamatan Sidoarjo, Kecamatan Taman, Kecamatan Waru dan Kecamatan Sedati, sebagai akibat dari adanya kegiatan industri dan Bandara Juanda. Aktivitas ekonomi sektor industri juga memanfaatkan lahan yang cukup besar di Kabupaten Sidoarjo, yaitu seluas 1253,371 Ha, dimana lokasinya tersebar di seluruh Kecamatan. Lokasi industri yang berupa kawasan/mengelompok terdapat pada Kawasan industri Berbek dan kawasan industri Tambak Sawah di Kecamatan Waru, kawasan industri di Kecamatan Gedangan, dan Kecamatan Jabon. Sedangkan aktivitas industri non kawasan lokasinya tersebar di setiap Kecamatan. Untuk Industri kecil nonformal/ kerajinan rakyat, lokasinya paling banyak terdapat di Kecamatan Waru, Kecamatan Taman, dan Kecamatan Sidoarjo. Pembangunan Industri yang memiliki beban polutan berat tidak diperkenankan pada daerah hulu pada DAS atau wilayah Barat Sidoarjo. Sungai - sungai utama yang mengalir sepanjang musim dengan lembah umumnya berbentuk U antara lain: Kali Brantas dan K. Porong yang mengalirke arah timur dan bermuara di Selat Madura. Pola aliran sungai yang terbentuk padadataran ini adalah pola aliran Sub dendritik. Sedangkan kanal (sebagai saluran induk) terdapat sebagai saluran induk Mangetan, Pelayaran, Lengkong, Kemlaten, dan Porong. Daerah aliran sungai-sungai dan kanal- kanal ini termasuk pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas. Penggunaan lahan untuk kawasan lindung berupa sempadan sungai terdapat pada Sungai Magetan, Sungai Porong, Kali Butung, Sungai Brantas, dan Sungai Mas. Sedangkan penggunaan lahan untuk perlindungan hutan bakau terdapat di pantai Timur Sidoarjo, dengan luas 1.038,25 Ha.
III-72
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Sedangkan kawasan sempadan sungai di Kabupaten Sidoarjo diarahkan pada: a. Sungai-sungai yang memerlukan perlindungan dalam bentuk sempadan sungai dengan lebar 50-100 m antara lain adalah Kali Porong, Kali Brantas, Kali Mas b. Sempadan sungai untuk Saluran Mangetan Kanal ditetapkan 5–15 meter mengikuti kondisi kepadatan lingkungan, untuk Kali Sidokare ditetapkan 15 meter c.
Ketentuan perlindungan untuk sempadan sungai adalah sebagai berikut: 1) Sedapat mungkin meminimalkan pemanfaatan sempadan sungai untuk kegiatan budidaya, sungai besar di luar kawasan permukiman sekurangkurangnya 50 meter pada kiri kanan sungai sedangkan untuk sungai di sekitar kawasan permukiman sekurang-kurangnya 10-15 meter 2) Diharapkan jalan yang terdapat di sepanjang sungai tidak hanya berfungsi sebagai jalan pemeliharaan sungai tetapi dapat difungsikan juga untuk jalan umum 3) Memfungsikan sungai sebagai tempat rekreasi air seperti, tempat pemacingan, wisata perahu dan lain-lain 4) Memanfaatkan kawasan sempadan sungai sebagai ruang terbuka hijau dengan partisipasi aktif penduduk 5) Pengaturan sempadan sungai dengan prinsip sungai sebagai arah orientasi. Tabel 3. 29 Rencana Penggunaan Lahan Kabupaten Sidoarjo Tahun 2009 - 2029
Sumber : RTRW Kab. Sidoarjo
III-73
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Indikasi program sektor kehutanan pada pemanfaatan Rencana Tata ruang Wilayah Kabupaten Sidoarjo, terdiri dari: a. Program peningkatan dan pelestarian hutan mangrove b. Program pengembangan hutan di Daerah Aliran Sungai (DAS) seluas 30% dari areal DAS. 3.10.13 RTRW KABUPATEN PASURUAN TAHUN 2009-2029 Arahan rencana pengembangan sistem jaringan prasarana pengairan salah satunya adalah dengan melakukan perlindungan terhadap daerah aliran air, baik itu saluran irigasi, serta Daerah Aliran Sungai maupun sub DAS. Hal ini ditujukan untuk menjamin aliran air dapat berfungsi normal serta kapasitas tampung yang ada dapat optimal guna menghindari terjadinya luapan air sehingga genangan dan banjir dapat terjadi melalui review terhadap tata guna tanah pada sempadan air maupun review terhadap penanganan one river one manajemen, antara Pemerintah Daerah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat sesuai kewenangannya masing-masing. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya di kabupaten ini meliputi: a. Kawasan hutan lindung b. Kawasan resapan air Kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud meliputi kawasan hutan lindung milik negara yang dikelola oleh PT. Perhutani yang terletak di Wilayah Kabupaten Pasuruan adalah seluas 7.225,30 Ha yang terletak menyebar di Kecamatan Prigen, Kecamatan Gempol, Kecamatan Tosari, Kecamatan Tutur, Kecamatan Puspo, Kecamatan Lumbang, serta Kecamatan Pasrepan. Pada kawasan lindung yang ada di perkotaan baik kawasan lindung berupa ruang terbuka, misalnya lindung setempat, diarahkan untuk tidak dilakukan alih fungsi lindung tetapi dapat digunakan untuk kepentingan lain selama masih menunjang fungsi lindung seperti wisata alam, jogging track tepi sungai dengan ditata secara menarik. Pada kawasan lindung berupa bangunan, harus tetap dilakukan upaya konservasi, dan dapat dilakukan nilai tambah misalnya dengan melakukan revitalisasi, rehabilitas, dan sebagainya.
III-74
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Terkait dengan Rencana Kawasan Pertanian lahan basah (sawah), sawah beririgasi teknis harus dipertahankan luasannya. Hal ini dilakukan untuk mendukung Provinsi Jawa Timur sebagai lumbung padi nasional sehingga perubahan fungsi peruntukan lahan pertanian khususnya pertanian lahan basah menjadi kegiatan lain perlu dihindari. Perubahan fungsi sawah ini hanya diijinkan pada kawasan perkotaan dengan perubahan maksimum 50% dan sebelum dilakukan perubahan atau alih fungsi harus sudah dilakukan peningkatan fungsi irigasi setengah teknis atau sederhana menjadi teknis dua kali luas sawah yang akan dialihfungsikan dalam pelayanan irigasi yang sama. Selain itu, pada kawasan perdesaan alih fungsi sawah diijinkan hanya pada sepanjang jalan utama (arteri, kolektor, lokal primer), dengan besaran perubahan maksimum 20% dari luasan sawah yang ada, dan harus dilakukan peningkatan irigasi setengah teknis atau sederhana menjadi irigasi teknis, setidaknya dua kali luasan area yang akan diubah dalam pelayanan irigasi yang sama. Tabel 3. 30 Rencana Pola Ruang Kabupaten Pasuruan No.
Jenis Pola Ruang*) KAWASAN LINDUNG 1. Kawasan H. Lindung 2. Kawasan Cagar Alam 3. Kawasan Berhutan Bakau (Mangrove) 4. Kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru 5. Kawasan Taman Hutan Raya (TAHURA) 6. Taman Wisata Alam (TWA) 7. Kawasan Cagar Budaya & Ilmu Pengetahuan Sub Total KAWASAN BUDIDAYA 1. Kawasan H. Produksi 2. Kawasan Pertanian Lahan Basah 3. Kawasan Pertanian Lahan Kering 4. Kawasan Peruntukan Industri 5. Kawasan Permukiman 6. Kawasan Militer 7. Kawasan IPTEK 8. Danau/Sbr Mata Air 9. Kawasan Perkebunan 10. Kawasan Peruntukan Budidaya Air Payau 11. Kawasan PLTGU Sub Total KAWASAN LAINNYA 1. Ruang Terbuka Hijau (RTH) Perkotaan TOTAL Sumber: RTRW Kabupaten Pasuruan
Luas (Ha)
Prosentase
7.225,30 50,40 411,00 4.642,52 5.894,30 206,10 100,00 18.529,62
4,90 % 0,03 % 0,28 % 3,15 % 4,00 % 0,14 % 0,07 % 12,57 %
14.663,40 29.413,21 26.595,51 6.200,00 33.517,82 1.800,00 140,00 200,00 6.500,00 4.000,00 116,00 123.145,94
9,95 % 19,95 % 18,04 % 4,21 % 22,74 % 1,22 % 0,09 % 0,14 % 4,41 % 2,71 % 0,08 % 83,54 %
5.725,94 147.401,50
3,88% 100,00 %
III-75
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Sumber: RTRW Kabupaten Pasuruan Gambar 3. 36 Rencana Pola Ruang Kabupaten Pasuruan
III-76
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
3.10.14 RTRW KOTA MOJOKERTO TAHUN 2007-2027 DAS Brantas yang merupakan DAS lintas wilayah juga terdapat di Kota Mojokerto. Untuk penetapan sempadan sungai di DAS Brantas dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 3. 31 Sempadan sungai untuk Sungai-Sungai di Kota Mojokerto NO NAMA SUNGAI 1. DAS Sungai Brantas 2. DAS Sungai Brangkal 3. DAS Sungai Sadar 4. DAS Sungai Cemporak 5. DAS Sungai Ngrayung Sumber: RTRW Kota Mojokerto
SEMPADAN SUNGAI 25 15 15 15 15
Pemanfaatan daerah sempadan sungai yang diijinkan, adalah:
Untuk budidaya pertanian, dengan jenis tanaman yang diijinkan.
Untuk pemasangan papan reklame, papan penyuluhan dan peringatan serta rambu-rambu rentangan.
Untuk pemasangan rentangan kabel listrik, kabel telepon dan pipa air minum,
Untuk pondasi, pemancangan tiang jalan dan jembatan
Untuk pembangunan prasarana air Adapun rencana pengelolaan untuk penataan kawasan sungai adalah sebagai
berikut: a.
Untuk menghindari berkembangnya pemanfaatan lahan terbangun disepanjang sungai yang ada di Kota Mojokerto, perlu adanya batas fisik di lapangan tentang garis sempadan terutama disepanjang sungai yang belum ada bangunan sesuai dengan ketetapan yang telah ada.
b.
Perlindungan sekitar sungai atau sebagai sempadan
sungai dilarang
mengadakan alih fungsi lindung yang menyebabkan kerusakan kualitas air sungai; c.
Perlu adanya sosialisasi kepada masyarakat tentang penetapan garis sempadan sungai, fungsi dan manfaat dari garis sempadan tersebut.
d.
Di dalam mengeluarkan ijin bangunan perlu mengacu pada garis sempadan yang telah ditetapkan, jika terjadi pelanggaran perlu adanya sanksi hukum yang tegas
e.
Perlu adanya pemantauan dan pengendalian terhadap bangunan di sepanjang sungai yang ada yang dapat dilakukan bersama-sama antara dinas dan instansi yang terkait dengan masyarakat
III-77
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
f.
Pemanfaatan ruang terbuka hijau di sepanjang sungai dapat dimanfaatkan untuk pembuatan taman, jogging track, dsb, sehingga kondisi di sepanjang sungai/saluran tersebut dapat lebih terawat dan memiliki estetika, salah satunya adalah Sungai Brantas.
Hal ini dimaksudkan karena selain berfungsi untuk
melindungi juga dapat memberikan kontribusi bagi pelestarian lingkungan kota yang lebih asri. g.
Bangunan sepanjang sempadan sungai yang tidak memiliki kaitan dengan pelestarian atau pengelolaan sungai dilarang untuk didirikan
h.
Sungai yang melintasi kawasan permukiman ataupun kawasan pusat kota dan perkotaan dilakukan re-orientasi pembangunan dengan menjadikan sungai sebagai bagian dari latar depan.
i.
Untuk kawasan sempadan yang kondisinya masih baik (tidak ada pengguna lahan terbangun) maka dilakukan pelarangan akitivitas lahan terbangun sepanjang sungai tersebut. RTH sempadan kawasan sungai adalah ruang terbuka hijau yang memiliki fungsi
sebagai pengaman terhadap longsornya tanah di daerah aliran sungai (DAS), dan berfungsi sebagai daerah resapan air. Rencana pengembangan RTH sempadan sungai untuk kawasan kota ditempatkan pada sepanjang kanan kiri daerah aliran sungai yang melintas di wilayah Kota Mojokerto, seperti DAS Brantas, sesuai dengan sempadan sungai yang telah ditetapkan, dengan lebar antara 30-50 m dari tepi sungai. Adanya pemanfaatan pada daerah sempadan sungai dapat difungsikan sebagai ruang terbuka hijau dengan pembuatan taman, jalan, dan sebagainya, sehingga kondisi sungai dapat terjaga dan terawat dengan baik.
III-78
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Sumber: RTRW Kota Mojokerto
Gambar 3. 37 Rencana Pola Ruang Kota Mojokerto
III-79
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
3.10.15 RTRW KOTA BLITAR TAHUN 2010-2031 Sungai yang melewati Kota Blitar adalah Sungai Lahar dengan panjang ± 7,84 km. Hulu Sungai Lahar berada di Gunung Kelud menuju ke Sungai Brantas. Selain Sungai Lahar, ada beberapa sungai-sungai kecil/anak sungai lain, baik yang berasal dari limpahan mata air ataupun sungai alami lainnya. Dari bentuk topografi Kota Blitar, maka arah aliran air akan menuju ke arah selatan. Dalam konteks pengendalian pada DAS di Kota Blitar, RTH bantaran sungai adalah ruang terbuka hijau yang memiliki fungsi sebagai pengaman terhadap longsornya tanah di daerah aliran sungai (DAS), dan berfungsi sebagai daerah resapan air. Pengembangan RTH bantaran sungai untuk kawasan kota ditempatkan pada sepanjang kanan kiri daerah aliran sungai yang melintas di wilayah Kota Blitar, sesuai dengan sempadan sungai yang telah ditetapkan, dengan lebar sempadan antara 3050 m dari tepi sungai. Dalam penentuan sempadan sungai, Kota Blitar harus memperhatikan beberapa kebijakan terkait, di antaranya:
Dalam RTRW Provinsi Jawa Timur menetapkan kawasan sempadan sungai sebagai kawasan lindung setempat yang harus diupayakan untuk tidak dilakukan alih fungsi untuk kawasan budidaya.
Kawasan sempadan sungai adalah kawasan sepanjang kanan-kiri sungai, termasuk sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer yang mempunyai manfaat penting untuk melestarikan fungsi sungai. Perlindungan terhadap sempadan sungai dilakukan untuk melindungi sungai dari kegiatan manusia yang dapat mengganggu dan merusak kualitas air sungai, kondisi fisik pinggir dan dasar sungai serta mengamankan aliran sungai. Berikut adalah rencana penggunaan lahan Kota Blitar: Tabel 3. 32 Rencana Penggunaan Lahan Kota Blitar No.
Rencana Penggunaan Lahan (Kawasan Budidaya)
Kawasan Pertanian a. Sawah Irigasi b. Pertanian Lahan Kering/Kebun Campuran/Tegalan 2. Kawasan Permukiman 3. Kawasan Industri 4. Lain-lain Total Luas Wilayah Sumber : RTRWP 2005-2020
Luas (Ha)
1.
515,32 535,74 1.330,00 199,94 676,75 3.257,75
III-80
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Sumber: RTRW Kota Blitar
Gambar 3. 38 Rencana Pola Ruang Kota Blitar
III-81
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
3.10.16 RTRW KOTA MALANG TAHUN 2010-2030 Kondisi DAS Brantas di Kota Malang, berdasarkan kemiringan lerengnya diperoleh hanya dua klasifikasi kemampuan lahan morfologi, yaitu daerah yang mempunyai klasifikasi kelerengan 30 % sampai 60 % dan daerah klasifikasi kelerengan lebih besar dari 60 %. Kondisi DAS Brantas yang membelah Kota Malang ini mempunyai karakteristik kelerengan yang curam dan ketinggian sungai mencapai 12-30 meter, membentuk suatu tebing. Berdasarkan pengamatan kondisi fisik wilayah secara visual, diperoleh gambaran umum bahwa kondisi fisik permukiman di kawasan tersebut sangat padat. Banyak rumah/bangunan yang dibangun tepat di tepi/bibir tebing sungai, dengan atau tanpa tanggul penahan tebing. Keadaan ini sangat membahayakan keselamatan penduduk, terutama bila tiba musim hujan, karena sering terjadi banjir yang diikuti dengan erosi/pengikikisan dinding sungai hingga mengakibatkan longsornya tebing sungai. Kawasan kumuh yang ada di Kota Malang banyak berada di sekitar kawasan DAS Brantas dan sempadan KA dimana mempunyai kondisi lingkungan yang relatif kurang baik. Hal tersebut disebabkan semakin banyaknya pendirian rumah yang dibangun masyarakat dan tidak disertai penataan, sehingga menambah permasalahan seperti sistem jaringan jalan, sistem drainase, pelayanan air bersih fasilitas penunjang, serta menambah beban pencemaran di DAS Brantas. Perlu adanya penataan kawasan kumuh yang ada di kawasan DAS Brantas melalui program P3KT yang merupakan rumusan akan kebutuhan pembangunan prasarana yang mendukung kehidupan kota atau berfungsinya kota. Dengan kondisi di atas, maka prospek penataan permukiman lingkungan di kawasan DAS Brantas antara lain adalah sebagai berikut: a.
Bagi kawasan permukiman yang berada di wilayah sempadan sungai 15 meter dan dinyatakan sebagai daerah yang rawan bencana (daerah berbahaya), maka tidak ada pilihan lain dalam program penataan permukiman ini selain memindahkan penduduk ke daerah yang lebih aman, seperti halnya dengan usaha-usaha yang telah ditempuh oleh Pemda saat ini dengan memberikan alternatif pemindahannya ke lokasi RSS di kawasan Buring atau ke lokasi Rumah Susun. Lokasi permukiman yang telah ditinggalkan oleh penduduk harus segera diadakan penataan kembali, sesuai dengan tata guna lahan yang baru. Adapun alternatif-alternatif yang dapat dikembangkan, antara lain:
III-82
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Lokasi bekas permukiman tersebut dibersihkan dari bangunan-bangunan fisik, ditata kembali sebagai daerah hijau atau daerah konservasi sungai (hutan kota).
Lokasi bekas permukiman tersebut dikembangkan dengan daerah sekitarnya sebagai kawasan peremajaan kota (meningkatkan vitalitas yang ada).
Lokasi tersebut dikembangkan sebagai daerah rekreasi dan daerah hijau kota (taman kota), khususnya bagi daerah yang kelerengannya minimal 30 %.
b.
Bagi kawasan permukiman yang berada di luar sempadan sungai lebih besar dari 15 meter (sesuai dengan peraturan yang berlaku Perda Jatim No.11 tahun 1991 tentang Penetapan Kawasan Lindung Propinsi Jatim) dengan kondisi lingkungan fisik yang belum baik, tak teratur, tingkat kepadatan yang tinggi, prasarana yang kurang memadai dan lain sebagainya, dapat diterapkan konsep penataan lingkungan permukiman/peremajaan lingkungan permukiman dengan pola membangun tanpa menggusur (sesuai INPRES No. 5, 1990). Kriteria yang ditetapkan di dalam konsep peremajaan lingkungan ini adalah sebagai berikut:
Menata arah bukaan tiap-tiap unit rumah kearah sungai agar memperoleh arah pandangan yang lebih baik, dan melengkapinya dengan prasarana jalan inspeksi yang membatasi lokasi bangunan rumah dengan daerah sempadan sungai.
Mengurangi/membatasi tingkat kepadatan unit bangunan rumah, agar diperoleh tingkat kepadatan bangunan yang ideal bagi suatu lingkungan permukiman yang sehat, disamping juga mengupayakan peningkatan kualitas fiisk bangunan rumahnya secara berangsur-angsur dengan sistem koperasi gotong royong.
Melindungi bantaran tepi sungai dengan pola penghijauan tanaman lindung dan tanaman hias. Gerakan penghijauan dan kebersihan disini merupakan usaha untuk memperbaiki kualitas lingkungan, serta secara simultan memperkuat kegiatan masyarakat, interaksi sosial dan mendorong tuimbuhnya industri kecil.
Seluruh rangkaian kegiatan peremajaan ini disarankan dilakukan berdasarkan partisipasi warga masyarakat setempat sehingga masyarakat ikut membantu memelihara daerah pengaliran sungai serta melarang kebiasaan membuang kotoran/sampah di sungai.
III-83
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
c.
Bagi kawasan permukiman yang berada di wilayah luar dari sempadan sungai 15 meter, dengan kondisi fisik lingkungan yang sudah baik, maka konsep yang diterapkan disini adalah meningkatkan kualitas lingkungan permukimannya dengan pola penghijauan kota, juga meningkatkan kesadaran masyarakat akan makna dan fungsi dari daerah pengaliran sungai sebagai daerah konservasi. Dalam hal ini penghijauan tetap dipilih sebagai entry point menuju kegiatan yang lebih luas dan kompleks, seperti manajemen sampah, sanitasi, perbaikan lingkungan, dan akhirnya pada pengembangan, pemeliharaan dan pengawasan kualitas lingkungan sungai (Program Prokasih).
Sumber: RTRW Kota Malang
Gambar 3. 39 Rencana Pola Ruang Kota Malang III-84
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
3.10.17 RTRW KOTA BATU TAHUN 2010-2030 Hampir seluruh wilayah Kota Batu masuk dalam Daerah Aliran Sungai Brantas, oleh karena itu Sungai Brantas merupakan sungai utama yang mempengaruhi ekosistem yang ada. Selain itu, juga terdapat anak-anak sungai yang turut memberikan kontribusi terhadap lingkungan tata air. Hampir seluruh sungai di Kota Batu tidak bertanggul. Luasan sempadan sungai yang terdapat di Kota Batu seluas 1.596 Ha. Bantaran sungai harus bebas dari bangunan kecuali untuk bangunan inspeksi. Adapun ketentuanketentuan sempadan sungai yang merupakan daerah aliran sungai yang bebas dari kawasan terbangun, antara lain: a. Sungai besar di luar kawasan permukiman memiliki sempadan 100 meter di kanan-kiri badannsungai meliputi sungai Brantas b. Sungai besar di dalam kawasan permukiman memiliki sempadan 15 meter di kanan-kiri badan sungai meliputi Sungai Brantas c.
Sungai kecil di luar kawasan permukiman memiliki sempadan 50 meter di kanankiri badan sungai meliputi Kali Lanang, Kali Mewek, Kali Ampo, Kali Braholo, dan Kali Brugan
d. Sungai kecil di dalam kawasan permukiman memiliki sempadan 10 meter di kanan-kiri badan sungai meliputi Kali Klumprit, Kali Mranak, Kali Brugan, Kali Curah Krikil, Kali Ampo, Kali Braholo, Kali Sumpil, Kali Sumbergunung, Kali Junggo, Kali Kasin, Kali Pucung, Kali Ngujung dan Kali Kungkuk. Kawasan pelestarian alam dan cagar budaya dilakukan melalui perlidungan kawasan cagar budaya dan reboisasi kawasan arboretrum hulu sungai Brantas yang rusak. Potensi air permukaan yang ada di Kota Batu yang merupakan sistem jaringan sumber daya air regional adalah Sungai Brantas. Arboretrum di Desa Sumber Brantas merupakan lokasi hulunya sungai Brantas yang pengembangan kedepannya harus di konservasi dan merupakan Kawasan Strategis Nasional. Arboretum Sumber Brantas terletak lebih kurang 18 km sebelah utara Kota Batu tepatnya di Desa Sumber Brantas, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu; dan merupakan lokasi salah satu mata air Kali Brantas yang selanjutnya mengalir melalui kota Malang, Blitar, Kediri, Jombang, Mojokerto, Surabaya dan bermuara di selat Madura. Arboretum Sumber Brantas terletak di sebelah
timur kaki
Gunung
Anjasmoro.
Tujuan
pengembangan taman wisata alam arboretum adalah untuk: a.
Melestarikan mata air Kali Brantas
b.
Mengkoleksi berbagai jenis pepohonan dalam bentuk arboretum
III-85
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
c.
Menyediakan fasilitas penelitian dan pendidikan
d.
Menyelenggarakan rekreasi edukatif Dari kondisi-kondisi di atas, maka rencana penataan sungai Brantas yaitu:
a.
Penetapan sempadan sungai 100 meter kanan-kiri badan sungai di luar kawasan permukiman, serta sempadan Sungai Brantas di dalam kawasan permukiman memiliki sempadan 15 meter di kanan-kiri badan sungai.
b.
Pemanfaatan Arboretrum sebagai sumber sungai Brantas untuk kegiatan pengusahaan pariwisata alam dengan persyaratan sebagai berikut:
Luas kawasan yang dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana pariwisata alam maksimun 10% dari luas blok pemanfaatan taman hutan raya, dan blok pemanfaatan taman wisata alam yang bersangkutan.
c.
Tidak mengubah bentang alam yang ada
Pemanfaatan aliran Sungai Brantas untuk melayani irigasi pertanian, pengendali banjir, kegiatan pariwisata dan sumber pembangkit energi
d.
Perencanaan dan pengendalian penggunaan tanah kawasan terbangun, terutama untuk perumahan yang tidak berada di dalam kawasan konservasi sempadan sungai.
e.
Diperlukan perencanaan pengembangan secara bersama dengan wilayah sekitar (Kota Malang, Kab. Malang) mengingat DAS Brantas dan pemanfaatan sumber daya air hanya dapat dilakukan dengan one sistem, one management dan one planning.
3.10.18 PERDA NO. 1 TAHUN 2012 TENTANG RTRW KOTA KEDIRI 2011-2030 Kota Kediri ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) yang berfungsi untuk mendorong sistem kota-perkotaan sebagai pusat pelayanan sekunder dan pengembangan/peningkatan fungsi revitalisasi dan percepatan pengembangan kota pusat pertumbuhan Nasional. Kawasan Kediri-Tulungagung-Blitar merupakan kawasan andalan dengan sektor unggulan pertanian, perkebunan, perikanan, industri dan pariwisata, memiliki pengembangan jaringan jalan kolektor primer antar PKW, dan pengembangan WS DAS Brantas sebagai Konservasi SDA, Pendayagunaan SDA dan Pengendalian Daya Rusak Air Sebagai pusat pelayanan jasa pemerintahan, pertanian, industri dan pariwisata. Kali Brantas, Kali Kedak, dan Kali Kresek diarahkan sebagai saluran utama drainase kota.
III-86
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Kawasan sempadan Sungai Brantas menjadi salah satu kawasan strategis yang ditetapkan sebagai kawasan perlindungan. Luas keseluruhan sempadan sungai di Kota Kediri adalah 101,15 ha yang terbagi menjadi 3 kecamatan. Sempadan sungai dibedakan menurut jenis sungai yaitu sungai besar, sungai kecil maupun sungai musiman.
Kecamatan Mojoroto memiliki sempadan sungai keseluruhan seluas 53,30 ha yang terdapat pada Kelurahan Bandar Kidul, Bandar Lor, Banjarmlati, Bujel, Dermo, Gayam, Lirboyo, Mojoroto, Mrican, Ngampel, Pojok, dan Kelurahan Sukorame.
Kecamatan Kota memiliki sempadan sungai keseluruhan seluas 23,67 ha yang terdapat
di
kampungdalem,
Kelurahan
Balowerti,
Manisrenggo,
Banjaran,
Ngadirejo,
Dandangan,
Ngronggo,
Pakelan,
Kaliombo, Pocanan,
Rejomulyo, Ringinanom, dan Kelurahan Semampir.
Kecamatan Pesantren memiliki sempadan sungai keseluruhan seluas 25,18 ha yang terdapat di Keurahan Banaran, Bangsal, Bawang, Betet, Burengan, Jamsaren, Ketami, Ngletih, pakunden, Pesantren, Tempurejo dan Tosaren. Pengelolaan kawasan sempadan sungai antara lain dilakukan dengan:
Perlindungan sekitar sungai atau sebagai sempadan
sungai dilarang
mengadakan alih fungsi lindung yang menyebabkan kerusakan kualitas air sungai
Bangunan sepanjang sempadan sungai yang tidak memiliki kaitan dengan pelestarian atau pengelolaan sungai dilarang untuk didirikan
Sungai yang melintasi kawasan permukiman ataupun kawasan pusat kota dan perkotaan dilakukan re-orientasi pembangunan dengan menjadikan sungai sebagai bagian dari latar depan
Sempadan sungai yang areanya masih luas dapat digunakan untuk pariwisata melalui penataan kawasan tepian sungai
Untuk kawasan sempadan yang kondisinya masih baik (tidak ada pengguna lahan terbangun) maka dilakukan pelarangan akitifitas lahan terbangun sepanjang sungai tersebut
Untuk kawasan sempadan yang telah digunakan sebagai lahan terbangun perlu dibatasi pengembangannya
Sempadan sungai sebaiknya difungsikan untuk kawasan penghijauan, selain berfungsi untuk melindungi juga dapat memberikan kontribusi bagi pelestarian lingkungan kota yang lebih asri III-87
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Sumber: RTRW Kota Kediri Gambar 3. 40 Rencana Penggunaan Lahan Kota Kediri
Perwujudan kawasan peruntukkan lain salah satunya adalah dalam bentuk pembatasan kegiatan penggalian pasir di Sepanjang Sungai Brantas.
Kawasan
pertambangan berupa pertambangan mineral secara manual untuk keperluan masyarakat kota meliputi: a. penambangan mineral di sungai Brantas KSU Bojong Makmur di Kelurahan Semampir b. penambangan mineral KSU Baito Suro di Kelurahan Mrican 3.10.19 RTRW KOTA SURABAYA TAHUN 2013 Kawasan Sempadan Sungai, adalah kawasan di sekitar daerah aliran sungai yang berfungsi untuk melindungi sungai dari kegiatan yang dapat mengganggu atau merusak bantaran/tanggul sungai, kualitas air sungai, dasar sungai, mengamankan aliran sungai dan mencegah terjadinya bahaya banjir. Kota Surabaya dilalui beberapa sungai yang mengalir menuju ke selat Madura, antara lain Sungai Brantas. DAS Brantas terletak di bagian Selatan Barat Daya dari Surabaya/GKS. Kali Brantas di bagian hilir terpecah menjadi dua sungai membentuk suatu delta yang dikenal sebagai Delta Brantas. Dua sungai tersebut adalah Kali Porong di sebelah selatan dan Kali Surabaya di sebelah utara. Kali Surabaya
III-88
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
merupakan sumber air yang cukup penting bagi kota Surabaya dan sekitarnya. Air dari Kali Surabaya digunakan untuk berbagai keperluan seperti irigasi, air minum, air industri dan penggelontoran. Kali Surabaya di daerah Wonokromo kembali terpecah menjadi dua yaitu Kali Mas yang membelah kota Surabaya serta Kali Wonokromo. (Sumber: http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Master-15568-3107205714-Chapter1.pdf, diakses tanggal 22 Juni 2012)
Produksi kelimpahan gula dan tembakau dari Lembah Brantas telah menyebabkan lahirnya lembaga ekonomi modern, seperti bank, asuransi, dan eksporimpor perusahaan. Aktivitas potensial dan ekonomi yang tinggi di kota membuat pendatang asing lebih tertarik untuk memulai bisnis atau bekerja, dan kemudian menetap di Kota Surabaya. (Sumber: http://www.surabaya.go.id/profilkota/index.php?id=81, diakses tanggal 22 Juni 2012)
Hunian liar merupakan rumah kumuh yang dibangun di atas tanah yang tidak diperuntukkan untuk bangunan (misalnya daerah bantaran sungai). Lokasi hunian liar di Kota Surabaya di antaranya terdapat di bantaran sungai Kalimas, daerah Benowo dan Rungkut yang didominasi oleh perindustrian. Perumahan kumuh di daerah slum, penanganan dilakukan dengan memberikan stimulan pada masyarakat dalam upaya perbaikan lingkungan jika kawasan itu berpotensi untuk kawasan komersial. Disamping itu juga dilakukan secara persuasif dan bertahap dengan berorientasi pada upaya resettlement bagi masyarakat setempat untuk perumahan kumuh pada kawasan bantaran sungai atau saluran, tepi rel kereta api dan tempat-tempat yang belum termanfaatkan lainnya. Pengamanan daerah aliran sungai di Surabaya adalah terkait dengan Sungai Surabaya, dan Sungai Kali Mas. Sungai-sungai yang mengalir mempunyai fungsi yang cukup penting antara lain sebagai air baku bagi PDAM, penyalur banjir dan pengisi air tanah. Mengingat fungsinya tersebut maka perlu untuk dipertahankan kondisi fisiknya. Dengan demikian sempadan sungai harus bebas dari permukiman sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung bahwa untuk sungai di kawasan permukiman sempadan sungai diperkirakan cukup dibangun jalan inspeksi berkisar 10 sampai dengan 15 meter. 3.11
PROGRAM TERKAIT DAS BRANTAS YANG DILAKSANAKAN JASA TIRTA Dalam melakukan sebagian tugas pengelolaan sumber daya air (SDA) yang
meliputi pemeliharaan prasarana SDA, Perum Jasa Tirta I berpedoman pada konsepsi pengembangan wilayah sungai yang telah disusun, yaitu sebagai berikut:
III-89
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Sumber:http://www.jasatirta1.co.id/wilker.php?subaction=showfull&id=1335365364&archive=&start_from=&ucat=6& (diakses tanggal 27 Juni 2012)
Gambar 3. 41 Konsep Pengembangan Wilayah Sungai Kali Brantas
Wilayah Sungai Brantas memiliki 5 Waduk Tahunan yaitu Waduk Sutami, Waduk Lahor, Waduk Wonorejo, Waduk Selorejo dan Waduk Bening. Ketersediaan air di Wilayah Sungai Kali Brantas sangat dipengaruhi oleh kondisi tampungan air di Waduk waduk tersebut. Berikut adalah program terkait DAS Brantas yang dilakukan oleh Jasa Tirta: (sumber: http://www.jasatirta1.co.id, diakses tanggal 27 Juni 2012) 3.11.1 Pengerukan Sedimentasi Akibat sedimentasi pada Waduk Sengguruh dan Sutami, tampungan efektif kedua waduk tersebut dapat semakin berkurang. Bila berlarut, fungsi Waduk Sengguruh dan khususnya Waduk Sutami sebagai pengendali pasokan air DAS Brantas untuk pengendalian banjir, pembangkitan energi, irigasi, air baku industri/domestik dan lain lain akan terganggu. Hal ini dapat mengancam pertumbuhan ekonomi di DAS Brantas, bahkan Provinsi Jawa Timur. Demikian pula kondisi Waduk Selorejo, Wlingi, Lodoyo dan Wonorejo. Perubahan tata guna lahan pada daerah tangkapan air menyebabkan terjadi sedimentasi lebih cepat dari rencana. Saat ini kapasitas tampungan Waduk Selorejo sebesar 339,59 juta m3 (63,5% dari kapasitas tampungan awal; data pengukuran tahun 2009), Waduk Wlingi sebesar 4,49 juta m3 (18,7% dari kapasitas tampungan awal; data pengukuran tahun 2010), Waduk Lodoyo sebesar 2,66 juta m3 (51,2% dari kapasitas tampungan awal; data pengukuran tahun 2010), dan Waduk Wonorejo sebesar 109,62 juta m3 (89,8% dari kapasitas tampungan awal; data pengukuran tahun 2008).
III-90
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
3.11.2 Kegiatan Penanaman Vegetasi Pertambahan jumlah penduduk berserta perkembangan aktifitas didalamnya turut mendorong terjadinya penurunan luasan hutan serta peningkatan luasan tanah yang berpotensi menimbulkan erosi dan sedimentasi. Kerusakan hutan dan lahan juga menyebabkan peningkatan jumlah DAS kritis di Indonesia yang pada akhirnya akan mempengaruhi ketahanan pangan nasional. Sesuai data dari Dinas Kehutanan Prop. Jawa Timur (2007) untuk DAS Brantas luas lahan kritis aktual di luar kawasan hutan (Prioritas 1) adalah 86.320 ha. PJT I melakukan kerjasama dengan instansi pemerintah yaitu Dinas Kehutanan Kabupaten Malang, Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Mojokerto, Badan Lingkungan Hidup Kabupaten/Kota dan instansi lainnya. Dengan institusi pendidikan dan LSM diantaranya adalah Unibraw Malang, Universitas Muhammadiyah, Universitas Negeri Malang dan perguruan tinggi lainnya. Selama kurun waktu 2011 PJT I telah melakukan kegiatan penghijauan dengan penanaman sebanyak 1.377.728 bibit yang dilakukan baik internal PJT I maupun kerja sama dengan pihak eksternal. 3.11.3 Pembibitan (Laboratorium Kultur Jaringan) Laboratorium KulturJaringan, kebun bibit dan tanaman botani merupakan sarana yang dimiliki Perum Jasa Tirta I untuk penyediaan bibit dalam rangka pelestarian daerah aliran sungai dan sekaligus fasilitas edukasi lingkungan bagi kalangan pelajar. LKJ dan kebun bibit berada di Jalan Bendungan Sengguruh Malang No.32 dengan luas area sekitar 6.000 m2. LKJ berfungsi untuk memproduksi bibit dalam jumlah besar dengan menerapkan proses bioteknologi pada lingkungan aseptik, selanjutnya untuk mengembangkan aspek pendidikan lingkungan sejak usia dini, pada tahun 2005 dibuka Taman Botani. Untuk Tanaman Botani berada pada tanah seluas 1.000 m2 dan berlokasi di jalan Bendungan Wonogiri Malang. 3.11.4 Penyuluhan dalam Kegiatan JKPKA PJT I melakukan pendekatan pengelolaan lingkungan dengan mengajak para pendidik untuk mengajarkan pendidikan lingkungan di kalangan siswa melalui kegiatan Jaring jaring Komunikasi Pemantauan Kualitas Air (JKPKA) yang terbentuk pada tanggal 24 Juni 2007. Pada awalnya JKPKA terdiri dari 28 SMU di DAS Kali Brantas. Pada tahun 2011 anggota JKPKA untuk DAS Kali Brantas telah mencapai 85 SMU.
III-91
3 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Kegiatan JKPKA adalah sebagai berikut:
Pelatihan Guru dalam rangka mengintegrasikan materi pendidikan lingkungan hidup pada mata pelajaran di sekolah.
Wisata Bloassement yang dilakukan di sekolah-sekolah anggota JKPKA.
Menyusun Lembar Kegiatan Siswa (LKS) yaitu petunjuk kegiatan yang berisi langkah langkah dalam melakukan pemantauan kualitas air untuk mata pelajaran biologi, kimia, ekonomi dan geografi.
Mengadakan lomba pelestarian SDA seperti lomba KTI, Pemantauan kualitas air, lomba poster, lomba fotografi lingkungan, lomba kreasi lingkungan, lomba maskot JKPKA dll.
Kegiatan Temu Ilmiah yaitu pertemuan rutin untuk membahas program dari kegiatan JKPKA.
Kegiatan penghijauan di sekolah dan di sekitar lingkungan sekolah.
Kegiatan Perkemahan Tirta Bhakti (PEKERTI)
III-92
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, analisa dan pembahasan yang dilakukan adalah analisis perubahan penggunaan lahan, analisis erosi dan sedimen, analisis dampak perubahan penggunaan lahan terhadap ketahanan air dan pangan, analisis proyeksi penduduk, analisis produksi padi, analisis keseimbangan produksi dan konsumsi, analisis daya dukung lahan, analisis jumlah penduduk optimal, analisis hidrologi dan debit limpasan, analisis ketersediaan air, analisis kebutuhan air, analisis neraca air, analisis kebijakan, analisis kondisi DAS, dan analisis SWOT dan kelembagaan. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat berikut ini: 4.1
Perubahan Penggunaan Lahan Analisis Perubahan Penggunaan Lahan di DAS Brantas dimaksudkan untuk
perubahan kemampuan DAS untuk meregulasi air secara berkelanjutan, khususnya dalam menunjang kebijakan ketahanan pangan. Tujuan analisa perubahan penggunaan lahan dalam pekerjaan ini adalah untuk mengetahui dampak dari perubahn penggunaan lahan terhadap ketahanan air dan pangan yang kemudian menjadi masukan bagi kebijakan dan strategi pengelolaan DAS. Metode yang digunakan dalam analisis ini adalah Overlay Peta Penggunaan Lahan minimla 5 tahun sebelumnya dengan Peta Penggunaan Lahan saat ini. Data yang tersedia untuk analisis perubahan penggunaan lahan adalah data liputan lahan tahun 2006 hasil interpretasi dari Citra Aster (Peta Penggunaan Lahan Tahun 2006, BAPPENAS) dan data liputan lahan tahun 2012 (Peta Pengunaan Lahan Tahun 2012) hasil dari interpretasi citra Landsat-7, LAPAN. Proses analisis dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak GIS dengan program Arc View 3.3. A.
Penggunaan Lahan/Liputan Lahan Tahun 2006 Wilayah DAS Brantas dengan luas 1.215.030,39 ha mempunyai penggunaan
lahan yang sebagian besar sawah, kebun, dan ladang seluas 811.897,65 ha atau 66,82% dari seluruh luas DAS. Sedangkan sisanya terbagi menjadi berbagai penggunaan lahan seperti hutan, permukiman, pabrik, empang dan lain-lain.
IV-1
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Tipe penggunaan lahan terutama pada kawasan budidaya tanaman di DAS Brantas pada umumnya tidak mutlak sebagaimana disajikan pada tabel di bawah ini, tetapi cenderung berubah-ubah sesuai dengan musim dan tujuan produksi yang ingin dicapai, sehingga pada musim tertentu luas lahan untuk sayuran cenderung besar. Keadaan liputan lahan umumnya sangat berkaitan erat dengan bentuk penggunaan lahan dan zona agroklimat, dengan demikian maka keadaan liputan lahan di DAS Brantas Tahun 2006 berdasarkan hasil analisis Citra Aster Tahun 2006 (BAPPENAS, 2012) dapat digambarkan menjadi urutan sebagai berikut: -
Sawah Secara umum lahan sawah tahun 2006 seluas 32,25% dari seluruh luas DAS
Brantas yang terdiri dari sawah irigasi seluas 315.136,84 ha atau seluas 25,94% dari luas DAS dan sawah tadah hujan seluas 76.685,85 ha atau 6,31 % dari luas DAS. Penggunaan lahan sawah tersebar di daerah dataran aluvial disekitar Kabupaten Malang, Kabupaten Blitar, Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Kediri, Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Jombang, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Sidoarjo, dan Kabupaten Pasuruhan. -
Ladang/Tegalan Liputan lahan ladang/tegalan secara umum memiliki liputan tanaman jagung,
kacang-kacangan, tembakao, ketela pohon dan sayur-sayuran yang umumnya ditanam secara tumpangsari.Luas ladang/tegalan di DAS Brantas kurang lebih 181.270,97 ha atau seluas 14,92% dari seluruh luas DAS. Lahan ladang/tegalan dengan liputan lahan jenis sayuran terdapat di daerah-daerah yang tinggi yang penyebarannya terdapat di Kota Batu, Kabupaten Malang, Kabupaten Kediri, Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Trenggalek sebagian kecil di Kabupaten Mojokerto dan Kabupaten Pasuruhan. -
Kebun Liputan lahan kebun terdiri atas tanaman semusim, kayu-kayuan,buah-buahan
dan tanaman tahunan lainnya seperti Kelapa, Mangga, Albizia dan lain sebagainya. Liputan lahan kebun di DAS Brantas penyebarannya merata di seluruh wilayah Kabupaten/Kota dengan luasan kurang lebih 238.804,00 ha atau seluas 19,65% dari seluruh luas DAS. -
Hutan Liputan lahan hutan pada kawasan hutan lindung didominasi oleh kayu rimba
dengan kerapatan cukup tinggi. Kemudian pada kawasan hutan produksi didominasi oleh jenis kayu berdaun lebar yaitu Jati, Rasamala, Mahoni. Liputan lahan hutan di DAS
IV-2
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Brantas hanya menempati wilayah seluas 89.758,37 ha atau seluas 7,39% dari seluruh luas DAS. Sehingga bila disimpulkan, secara umum penggunaan lahan di DAS Brantas Tahun 2006 dapat dilihat pada tabel dan gambar berikut ini: Tabel 4. 1 Tipe Penggunaan Lahan di DAS Brantas Tahun 2006 No Tipe Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase (%) 1 Pemukiman 198.219,14 16,31 2 Rawa/Hutan Rawa 1.915,75 0,16 3 Empang 23.620,15 1,94 4 Pabrik/Bangunan 2.156,85 0,18 5 Bandar Udara/Pelabuhan 303,25 0,02 6 Penggaraman 153,17 0,01 7 Sungai 543,94 0,04 8 Pasir 252,79 0,02 9 Danau/Bendungan 2.998,42 0,25 10 Tanah Kosong/Padang Rumput 14.757,31 1,21 11 Semak Belukar 68.453,61 5,63 12 Sawah Irigasi 315.136,84 25,94 13 Sawah Tadah Hujan 76.685,85 6,31 14 Hutan 89.758,37 7,39 15 Kebun 238.804 19,65 16 Ladang 181.270,97 14,92 JUMLAH 1.215.030,39 100 Sumber: Peta Penggunaan Lahan DAS Brantas Tahun 2006, Bappenas
IV-3
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Gambar 4.1 Penggunaan Lahan Tahun 2006 DAS Brantas IV-4
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
B.
PENGGUNAAN LAHAN/LIPUTAN LAHAN TAHUN 2012 Gambaran umum penggunaan lahan tahun 2012 di DAS Brantas berdasarkan
hasil analisis GIS dari Citra Satelit Landsat-7 (LAPAN): -
Path/Row 118/065 tgl. 15 Juni 2012 dan 28 Mei 2011
-
Path/Row 118/066 tgl. 27 Maret 2012 dan 28 Mei 2011
-
Path/Row 119/065 tgl. 19 April 2012 dan 21 Mei 2012
-
Path/Row 119/066 tgl. 6 Juni 2012 dan 3 April 2012 Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 4. 2 Tipe Penggunaan Lahan di DAS Brantas Tahun 2012 No Tipe Penggunaan Lahan 1 Pemukiman 2 Rawa/Hutan Rawa 3 Empang 4 Pabrik/Bangunan 5 Bandar Udara/Pelabuhan 6 Penggaraman 7 Sungai 8 Pasir 9 Danau/Bendungan 10 Tanah Kosong/Padang Rumput 11 Semak Belukar 12 Sawah Irigasi 13 Sawah Tadah Hujan 14 Hutan 15 Kebun 16 Ladang JUMLAH Sumber: Hasil Analisis, Bappenas, 2012
Luas (Ha) 199.436,92 3.117,32 24.274,78 2.782,62 608,48 150,89 518,9 190,65 2.815,87 12.328,95 62.307,96 312.108,54 75.476,08 85.569,84 247.492,6 185.849,98 1.215.030,39
Prosentase (%) 16,41 0,26 2 0,23 0,05 0,01 0,04 0,02 0,23 1,01 5,13 25,69 6,21 7,04 20,37 15,3 100
Seperti halnya tahun 2006 penggunaan lahan tahun 2012 pada umumnya masih didominasi oleh sawah, kebun dan ladang seluas 820.927,19 ha atau 67,56 % dari seluruh luas DAS. Sedangkan sisanya terbagi menjadi berbagai penggunaan lahan seperti hutan, rawa, permukiman, pabrik, empang dan lain-lain. -
Sawah Secara umum lahan sawah memiliki liputan yang dominan di DAS Brantas yaitu
seluas 31,90% yang terdiri dari 25,69% sawah beririgasi dan 6,21% sawah tadah hujan. Liputan lahan sawah tersebar di daerah dataran alluvial disekitar Kabupaten Malang, Kabupaten Blitar, Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Kediri, Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Jombang, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Sidoarjo, dan Kabupaten Pasuruhan.
IV-5
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Gambar 4. 2 Kondisi Pertanian beririgasi di Kabupaten Tulungagung DAS Brantas Tengah Sumber: Pengamatan Langsung (20 November 2012)
-
Ladang Liputan lahan ladang secara umum terdiri dari tanaman jagung, kacang-
kacangan, ketela pohon dan sayur-sayuran yang umumnya ditanam secara tumpangsari. Lahan ladang dengan liputan lahan jenis sayuran terdapat di daerahdaerah yang tinggi yang penyebarannya terdapat di Kota Batu, Kabupaten Malang, Kabupaten Kediri, Kabupaten Tulungagung, dan Kabupaten Trenggalek sebagian kecil di Kabupaten Mojokerto dan Kabupaten Pasuruhan. Luas ladang tahun 2012 mengalami peningkatan dibandingkan dengan luas ladang tahun 2006 menjadi 185.849,98 ha atau 15,30% dari luas DAS. -
Kebun Liputan lahan kebun terdiri atas tanaman semusim, kayu-kayuan,buah-buahan
dan tanaman tahunan lainnya seperti Kelapa, Mangga, Albizia dan lain sebagainya. Liputan lahan kebun di DAS Brantas penyebarannya merata di seluruh wilayah Kabupaten/Kota dengan prosentase luasan sebesar 20,37% dari seluruh luas DAS atau seluas 247,492.60 ha . -
Hutan Liputan Lahan hutan pada kawasan hutan lindung didominasi oleh kayu rimba
dengan kerapatan cukup tinggi.Kemudian pada kawasan hutan produksi didominasi oleh jenis kayu berdaun lebar yaitu Jati, Rasamala, Mahoni. Liputan lahan hutan di DAS Brantas menempati wilayah seluas 85.569,84 ha atau seluas 7,04% dari seluruh luas DAS. Luas tersebut sangat kecil dibaningkan dengan luas lahan sawah yang menempati wilayah tersebut. Secara umum penggunaan lahan di DAS Brantas tahun 2012 dapat dilihat pada gambar berikut ini:
IV-6
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Gambar 4.3 Penggunaan Lahan Tahun 2012 DAS Brantas IV-7
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
C.
PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN/LIPUTAN LAHAN TAHUN 2006-2012 DI DAS BRANTAS Hasil overlay Peta Penggunaan Lahan tahun 2006 dengan Peta Penggunaan
Lahan Tahun 2012 menunjukkan adanya perubahan penggunaan di DAS Brantas. Beberapa penggunaan mengalami penambahan luas dan beberapa penggunaan mengalami penurunan luasan. Penggunaan lahan yang mengalami penambahan luas antara lain permukiman, kebun, rawa, empang, pabrik/bangunan. Sedangkan penggunaan lahan yang mengalami penurunan luasan adalah sawah, hutan, semak belukar, tanah kosong/padang rumput.Secara umum perubahan penggunaan lahan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 4.3 Hasil Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2006 – Tahun 2012 No
Tipe Penggunaan Lahan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Pemukiman Rawa/Hutan Rawa Empang Pabrik/Bangunan Bandar Udara/Pelabuhan Penggaraman Sungai Pasir Danau/Bendungan Tanah Kosong/Padang Rumput Semak Belukar Sawah Irigasi Sawah Tadah Hujan Hutan Kebun Ladang JUMLAH Sumber: Hasil Analisis, Bappenas, 2012
Tahun 2006 198.219,14 1.915,75 23.620,15 2.156,85 303,25 153,17 543,94 252,79 2.998,42 14.757,31 68.453,61 315.136,84 76.685,85 89.758,37 238.804.00 181.270,97 1.215.030,39
Luas (Ha) Tahun 2012 199.436,92 3.117,32 24.274,78 2.782,62 608,48 150,89 518,9 190,65 2.815,87 12.328,95 62.307,96 312.108,54 75.476,08 85.569,84 247.492,6 185.849,98 1.215.030,39
Perubahan 1.217,78 1.201,57 654,63 625,77 305,22 -2,27 -25,04 -62,14 -182,54 -2.428,36 -6.145,65 -3.028,3 -1.209,77 -4.188,54 8.688,6 4.579,01
Berdasarkan hasil analisis GIS tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: -
Sawah Secara umum luas lahan sawah irigasi di DAS Brantas dari tahun 2006 hingga
tahun 2012 mengalami penurunan seluas 3.028,30 ha sedangkan lahan sawah tadah hujan mengalami penurunan seluas 1.209,77 ha. Penurunan luas lahan sawah di DAS Brantas pada umumnya berubah menjadi permukiman ataupun pabrik/bangunan. Perubahan penggunaan lahan dari sawah menjadi permukiman tersebut tersebar di Kota Surabaya, Kabupaten Malang, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Pasuruhan dan Kabupaten Blitar.
IV-8
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
-
Hutan Luas hutan di DAS Brantas tahun 2006 sampai tahun 2012 berkurang seluas
4.188,54 ha. Perubahan liputan lahan hutan tersebut tersebar di Kabupaten Tulungaggung, Kabupaten Trenggalek berubah menjadi ladang dan sebagian kecil di Kabupaten Blitar dan Kabupaten Malang berubah menjadi kebun. -
Kebun Luas liputan lahan kebun mengalami peningkatan dari tahun 2006 sampai tahun
2012 seluas 8,688.60 ha. Peningkatan luas lahan kebun di DAS Brantas tersebar di Kabupaten Kediri, Kabupaten Malang, Kabupaten Blitar, kabupaten Pasuruhan, dan Kabupaten Jombang. Pada umumnya penambahan luas kebun tersbut perubahan dari liputan lahan semak belukar, kebun dan sebagian kecil dari hutan. -
Ladang Luas ladang di DAS Brantas mengalami peningkatan seluas 4.579,01 ha.
Perubahan penggunana lahan ladang pada umumnya berasal dari pengolahan semak belukar yang diusahakan oleh penduduk setempat menjadi ladang seperti yang terjadi di Kabupaten Jombang, Kabupaten Malang,dan Kota Batu, sedangkan sebagian kecil dari hutan menjadi ladang terjadi di Kabupaten Tulungagung dan Kabupaten Trenggalek. -
Permukiman Seiring dengan penambahan jumlah penduduk yang meningkat setiap tahun
maka kebutuhan akan tempat tinggal juga semakin meningkat, demikian halnya dengan kondisi liputan lahan di DAS Brantas. Luas liputan lahan di DAS Brantas dari tahun 2006 hingga tahun 2012 mengalami peningkatans seluas 1.217,78 ha. Penambahan lahan permukiman di tahun 2012 tersebar merata di seluruh Kabupaten/Kota di DAS Brantas. Perubahan tersebut pada umumnya berasal dari lahan sawah irigasi seperti yang terjadi di Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Pasuruhan, Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Blitar dan Kabupaten Kediri, sedangkan beberapa daerah berasal dari ladang dan tanah kosong yang dibangun menjadi permukiman terjadi di Kota Surabaya, Kota Malang dan Kabupaten Malang. Dari hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa pada umumnya di DAS Brantas terjadi pengurangan lahan sawah menjadi permukiman dan pengurangan hutan menjadi kebun. Ringkasan dari hasil analisis tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini:
IV-9
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Tabel 4. 4 Ringkasan Perubahan Penggunaan Lahan di DAS Brantas Tahun 2006 198.219,14
Luas (Ha) Tahun 2012 199.436,92
Perubahan
1
Tipe Penggunaan Lahan Pemukiman
1.217,78
Peningkatan luas lahan permukiman di DAS Brantas dari lahan sawah, lahan kosong dan kebun
2
Sawah Irigasi
315.136,84
312.108,54
-3.028,3
3
Sawah Tadah Hujan
76.685,85
75.476,08
-1.209,77
4
Hutan
89.758,37
85.569,84
-4.188,54
5
Kebun
238.804,00
247.492,6
8.688,6
6
Ladang
181.270,97
185.849,98
4.579,01
Penurunan luas lahan sawah rigasi menjadi permukiman ataupun pabrik/bangunan Penurunan luas lahan sawah tadah hujan menjadi permukiman ataupun pabrik/bangunan Penurunan luas hutan menjadi ladang dan sebagian kecil menjadi kebun Peningkatan luas lahan kebun dari penggunaan semak belukar dan sebagian kecil dari hutan. Peningkatan luas ladang dari semak belukar danhutan
No
Keterangan
Lokasi Kabupaten Sidoarjo, Pasuruhan, Tulungagung, Blitar dan Kediri Kota Surabaya, Malang dan Kabupaten Malang Kota Surabaya, Malang, Sidoarjo, Pasuruhan dan Blitar Kota Surabaya, Malang, Sidoarjo, Pasuruhan dan Blitar Kabupaten Tulungagung, Trenggalek, Blitar dan Malang Kabupaten Kediri, Malang, Blitar, Pasuruhan, dan Jombang. Kabupaten Jombang, Malang, Kota Batu, Kabupaten Tulungagung dan Trenggalek.
Sumber: Hasil Analisis, Bappenas, 2012
Dalam konteks tata ruang, perubahan liputan lahan/penggunaan lahan di ekosistem DAS ini dapat disebabkan oleh ketidaktetapan RTRW sebagai peraturan yang mengatur ruang wilayah kabupaten/kota bersangkutan. RTRW seharusnya menjadi variabel tetap yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam pengendalian pemanfaatan ruang, sedangkan pada kenyataannya RTRW justru menyesuaikan mengikuti keadaan (bersifat adjustment). Kebijakan RTRW yang terus berubah menyebabkan tidak adanya pengendalian yang ketat yang dapat dijadikan sebagai pedoman. Hal inilah yang kemudian menyebabkan terus terjadinya perubahan penggunaan lahan di ekosistem DAS.
IV-10
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Gambar 4. 4 Peta Perubahan Lahan Sawah menjadi Permukiman di DAS Brantas
IV-11
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
4.2
Analisis Erosi dan Sedimentasi
4.2.1 Analisis Laju Erosi dengan Metode USLE (Universal Soil Loss Equation) Dari beberapa metode untuk memprakirakan besarnya erosi permukaan, metode Universal Soil Loss Equation (USLE) yang dikembangkan oleh Wischmeir dan Smith (1978) adalah metode yang paling umum digunakan untuk memperkirakan besarnya erosi. USLE memungkinkan prediksi laju erosi rata-rata lahan tertentu pada suatu kemiringan dengan pola hujan tertentu untuk setiap macam jenis tanah dan penerapan pengelolaan lahan. USLE dirancang untuk memprediksi erosi jangka panjang dari erosi lembar (sheet erosion) dan erosi alur di bawah kondisi tertentu. Persamaan tersebut dapat juga untuk memprediksi erosi pada lahan-lahan non pertanian tetapi tidak dapat untuk memprediksi pengendapan dan tidak memperhitungkan hasil sedimen dari erosi parit, tebing sungai, dan dasar sungai (Suripin, 2002 : 69). 4.2.2 Analisa Indeks Erodibilitas Tanah (K) dan Kelolosan Tanah Terhadap Air Erodibilitas merupakan ketidaksanggupan tanah untuk menahan pukulan butirbutir hujan.Tanah yang mudah tererosi pada saat dipukul oleh butir-butir hujan.Tanah yang mudah tererosi pada saat dipukul oleh butir-butir hujan mempunyai erodibilitas tinggi, artinya semakin tinggi nilai erodibilitas tanah maka semakin mudah tanah itu tererosi. Indeks erodibilitas disebut juga indeks kepekaan erosi tanah yang didefinisikan sebagai laju kehilangan tanah tahunan dalam satuan berat persatuan luas tanah per indeks erosivitas hujan. Nilai erodibilitasi tanah (K) bisa ditentukan dari kondisi jenis di kawasan studi, berdasarkan data yang diperoleh jenis tanah tanah di DAS Brantas terbagi atas beberapa jenis tanah yaitu Aluvial, Litosol, Regosol, Andosol, Grumusol, Mediteran Coklat Kemerahan, dan Latosol. Jenis tanah yang mendominasi wilayah studi adalah jenis tanah Aluvial dengan luas areal 356.562,48 hektar atau 29,35% dari seluruh luas kawasan studi.
IV-12
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Tabel 4.5 Indeks Faktor Erodibilitas Tanah (K) No
Jenis Tanah
Nilai K
1. Aluvial 0,29 2. Andosol 0,28 3. Brown Forest 0,28 4. Gle 0,29 5. Grumusaol 0,16 6. Latosol 0,26 7. Litosol 0,13 8. Mediteran 0,16 9. Organosol 0,29 10. Podsol Merah 0,20 11. Regosol 0,31 Sumber: Hasil Perhitungan dari Peta Jenis Tanah di DAS Brantas, Bappenas, 2012
Sumber: Hasil Analisis, Bappenas, 2012
Gambar 4.5 Peta Sebaran Jenis Tanah DAS Brantas
IV-13
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Tabel 4.6 Sebaran Jenis Tanah di Wilayah Studi NO 1 2
JENIS TANAH Aluvial Litosol
3
Regosol
4
Andosol
5 6
Brown forest soil Grumusol
7 8
Mediteran Latosol
BAHAN INDUK
FISIOGRAFI
Endapan liat dan pasir Campuran batu kapur dan napal Abu/pasir volkan intermedier Abu/pasir dan tuf volkan intermedier Tuf volkan intermedier
Dataran Bukit lipatan
356562,48 96703,31
29,35 7,96
0,29 0,13
Volkan
304154,38
25,03
0,31
Volkan
106739,49
8,78
0,28
Volkan
6583,78
0,54
0,28
Tuf volkan intermedier/basis Batu kapur Tuf dan batuan volkan masam, intermedier
Bukit lipatan
29281,36
2,41
0,16
125566,88 189438,73
10,33 15,59
0,16 0,26
1.215.030,39
100
Bukit lipatan Volkan, bukit lipatan, intrusi
TOTAL Sumber: Otto Soemarwoto, Analisis Dampak Lingkungan
LUAS (HA)
PROSENTASE
INDEKS
Hasil analisis erodibilitas tanah di DAS Brantas berdasarkan tabel tersebut di atas sebagai gambaran data dilihat padat gambar berikut ini:
Sumber: Hasil Analisis, Bappenas, 2012
Gambar 4.6 Peta Nilai Indeks Erodibilitas Tanah DAS Brantas
Kelolosan tanah terhadap air atau disebut dengan permeabilitas tanah adalah kemampuan tanah dalam meloloskan air. Permeabilitas tanah umumnya diukur sehubungan dengan laju aliran air melalui tanah dalam waktu dan umumnya dinyatakan
IV-14
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
dalam cm/jam (Foth,1994). Tanah dengan permeabilitas tinggi dapat menaikan laju infiltrasi sehingga menurunkan laju air larian. Faktor-faktor yang mempengaruhi permeabilitas tanah adalah tekstur, struktur, porositas, viskositas, dan gravitasi. a.
Tekstur tekstur sangat mempengaruhi permeabilitas tanah. Hal ini dikarenakan permeabilitas itu adalah melewati tekstur tanah. Misalnya tanah yang bertekstur pasir akan mudah melewatkan air dalam tanah
b.
Struktur Struktur juga mempengaruhi permebilitas. Semakin banyak ruang antar struktur, maka semakin cepat juga permeabilitas dalam tanah tersebut. Misalnya tanah yang berstruktur lempeng akan sulit di tembus oleh air daru pada berstruktur remah
c.
Porositas Porositas atau ruang pori adalah rongga antar tanah yang biasanya diisi air atau udara. Pori sangat menentukan sekali dalam permeabilitas tanah, semakin besar pori dalam tanah tersebut, maka semakin cepat pula permeabilitas tanah tersebut
d.
Viskositas Viskositas sama juga dengan kekentalan air, semakin kental air tersebut, maka semakin sulit juga air untuk menembus tanah tersebut
e.
Gravitasi Gaya gravitasi atau gaya tarik bumi juga sangat menentukan permeabilitas tanah, karena permeabilitas adalah gaya yang masuk ke tanah menrut gaya gravitasi. Sitorus dkk, 1980 membagi kelas permeabilitas tanah kedalam 7 kelas yaitu
sangat lambat sampai sangat cepat. Pembagian kelas permeabilitas tanah menurut Sitorus, dkk dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 4. 7 Kelas Permeabilitas Tanah No Kelas 1 Sangat Lambat 2 Lambat 3 Agak Lambat 4 Sedang 5 Agak cepat 6 Cepat 7 Sangat Cepat Sumber: Sitorus, dkk, 1980
Permeabilitas (cm/jam) <0,125 0,125-0,5 0,5-2,0 2,0-6,25 6,25-12,5 12,5-25,0 >25,0
IV-15
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Berdasarkan tabel tersebut di atas gambaran umum kelolosan tanah terhadap air di DAS Brantas pada umumnya agak lambat. Haltersbut menunjukkan bahwa tanah di DAS Brantas mempunyai kemampuan meloloskan air kedalam tanah agak lambat kurang lebih 0,5 – 2,0 cm/jam, sehingga air hujan yang turun sebagian akan menjadi limpasan dan genangan. Kelolosan air di DAS Brantas atau permeabilitas tanah dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 4. 8 Sebaran Permeabilitas Tanah di DAS Brantas KELAS PERMEABILITAS TANAH (Ha) NO
SUB DAS
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Rejoso Pasiraman Ngrowo-Ngasinan Lesti Melamon Ambang Gedongan Dlodo Barek Glidik Widas Lahar Brangkal Welang Konto Bluwek Maspo
Cepat
Sedang sampai Cepat
12,391 524 3,151 18,020 13,021 31,297 5,744 8,909 135,891 12,596 17,465 12,580 26,097 297,686
-
Sedang
Sedang sampai Lambat
14,277 47,207 66,119 7,106 18,949 1,903 67,525 82,789 21,832 16,914 4,866 418 6,321 11,192 11,845 379,263
-
Lambat 12,899 2,226 44,286 748 4,372 119 586 83,981 7,913 6,392 14,512 2,924 5,964 44,632 231,554
Agak Lambat 23,802 932 31,642 32,510 41,747 68,475 19,496 28,751 36,810 98,078 72,243 35,063 28,939 4,326 143,968 666,782
Sumber : Statistik BPDAS Brantas Tahun 2006
4.2.3 Analisa Indeks Kemiringan dan Panjang Lereng (LS) Berdasarkan penelitian proses erosi dapat terjadi pada lahan dengan kemiringan lebih beser dari 2%. Derajat kemiringan lereng sangat penting, karena kecepatan air dan kemampuan untuk memecah/melepas dan mengangkut partikelpartikel tanah tersebut akan bertambah secara eksponential dari sudut kemiringan. Karakteristik lereng akan sangat mempengaruhi besarnya erosi yang terjadi, hal ini terkait dengan energi yang menyebabkan terjadinya erosi itu sendiri. Karakteristik
lereng yang dimaksud adalah
panjang dan
kemiringan
lereng.Panjang lereng berpengaruh kepada energi untuk terjadinya erosi. Panjang lereng ini akan mempengaruhi volume limpasan permukaan sehingga mempengaruhi kemampuan untuk mengerosi tanah.Kemiringan lereng berpengaruh pada kecepatan dan volume limpasan permukaan. Semakin tinggi kemiringan lereng akan semakin cepat laju limpasan permukaan yang terjadi. Semakin tinggi kemiringan lereng maka waktu
IV-16
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
untuk infiltrasi air kedalam tanah semakin sedikit, dengan demikian volume erosi menjadi lebih beser. Kemiringan lereng DAS Brantas pada umumnya didominasi oleh interval kemiringan antara 0 – 2%, hal ini menggambarkan kondisi topografi di DAS Brantas pada umumnya landai. Kondisi kemiringan lereng di DAS Brantas secara umum dapat dilihat pada tabel berikut ini dan penyebarannya dapat dilihat pada gambar berikut ini: Tabel 4.9 Kemiringan Lereng di DAS Brantas No 1 2 3 4 5 6 7
Kemiringan Lereng Luas (km2) Prosentase (%) 0 - 2% 5.855,81 48,19 2-8% 600,99 4,95 9 - 15 % 625,46 5,15 15 - 25 % 2.443,67 20,11 25 - 40 % 71,06 0,58 40 - 60 % 2.538,70 28,89 > 60 % 14,60 0,12 TOTAL 12.150,30 100 Sumber: Hasil Perhitungan dari Peta Kemiringan Lereng di DAS Brantas, Bappenas, 2012
Indeks LS 0,4 0,4 1,4 3,1 6,8 9,5 12,0
Sumber: Hasil Analisis, Bappenas, 2012
Gambar 4.7 Peta Kemiringan Lereng DAS Brantas
Dari tabel pengelompokan kemiringan lereng tersebut di peroleh nilai indeks panjang dan kemiringan lereng (LS) di DAS Brantas. Sebagai gambaran penilaian
IV-17
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
indeks panjang dan kemiringan lereng di DAS Brantas dapat dilihat pada tabel berikut dan gambar berikut ini. Tabel 4.10 Indeks Kemiringan Lereng di DAS Brantas No 1 2 3 4 5 6 7
Kemiringan Lereng 0 - 2% 2-8% 9 - 15 % 15 - 25 % 25 - 40 % 40 - 60 % > 60 % TOTAL
Luas (km2) 5.855,81 600,99 625,46 2.443,67 71,06 2.538,70 14,60 12.150,30
Prosentase (%) 48,19 4,95 5,15 20,11 0,58 28,89 0,12 100
Indeks LS 0,4 0,4 1,4 3,1 6,8 9,5 12,0
Sumber : Hasil Perhitungan dari Peta Kemiringan Lereng di DAS Brantas, Bappenas, 2012
Sumber: Hasil Analisis, Bappenas, 2012
Gambar 4.8 Peta Nilai Indeks Panjang dan Kemiringan Lereng (LS) DAS Brantas
4.2.4 Analisa Indeks Faktor Tanaman dan Faktor Pengelolaan (CP) Faktor tanaman (C) adalah perbandingan erosi dari lahan yang ditanami suatu jenis tanaman dengan erosi dari plot control. Kemampuan tanaman untuk menutup tanah dalam menekan laju erosi akan mempengaruhi besar kecilnya faktor tanaman. Faktor pengelolaan (P) adalah perbandingan erosi dari lahan/tanah yang disertai pengelolaan dengan besarnya erosi dari lahan dari tanah tanpa pengelolaan.
IV-18
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Dalam perhitungan selanjutnya faktor tanaman (C) dan faktor pengelolaan (P) disatukan atau dikalikan langsung sehingga menjadi faktor CP. Nilai CP ini dapat dari peta tata guna lahan dari daerah studi yang dimaksud. Berdasarkan data Peta Rupa Bumi Digital Indonesia dan hasil Interpretasi Citra Lansat TM7 Tahun 2012, Penggunaan Lahan di kawasan studi diklasifikasikan menjadi beberapa kelas, diantaranya hutan, lahan terbuka, permukiman, perkebunan, sawah, semak/belukar, tegalan/ladang. Untuk lebih jelasnya sebaran penggunaan lahan di DAS Brantas dapat dilihat pada tabel dan gambar berikut ini:
Sumber: Hasil Analisis, Bappenas, 2012
Gambar 4.9 Peta Penggunaan Lahan di DAS Brantas
Dalam penentuan indeks pengeolaan tanaman diperoleh dari peta penggunaan lahan. Kemudian dari peta pengguna lahan disetarakan dengan nilai indeks pengelolaan tanaman yang dikeluarkan oleh Kementerian Kehutanan dalam Lampiran Juknis SSOP Banjir dan Tanah Longsor, nilai indeks pengelolaan tanaman dapat dilihat pada tabel dan gambar berikut ini:
IV-19
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Tabel 4. 11 Nilai Faktor CP di DAS Brantas No Tipe Penggunaan Lahan Luas (Ha) Prosentase (%) 1 Pemukiman 199.436,92 16,41 2 Rawa/Hutan Rawa 3.117,32 0,26 3 Empang 24.274,78 2 4 Pabrik/Bangunan 2.782,62 0,23 5 Bandar Udara/Pelabuhan 608,48 0,05 6 Penggaraman 150,89 0,01 7 Sungai 518,90 0,04 8 Pasir 190,65 0,02 9 Danau/Bendungan 2.815,87 0,23 10 Tanah Kosong/Padang Rumput 12.328,95 1,01 11 Semak Belukar 62.307,96 5,13 12 Sawah Irigasi 312.108,54 25,69 13 Sawah Tadah Hujan 75.476,08 6,21 14 Hutan 85.569,84 7,04 15 Kebun 247.492,60 20,37 16 Ladang 185.849,98 15,3 JUMLAH 1.215.030,39 100 Sumber: Hasil Analisis dan Lampiran Juknis SSOP Banjir dan Tanah Longsor
Indeks CP 1,00 0,01 0,001 1,00 1,00 1,00 0,001 1,00 0,001 0,02 0,1 0,02 0,05 0,001 0,3 0,28
Sumber: Hasil Analisis, Bappenas, 2012
Gambar 4.10 Peta Indeks Faktor CP di DAS Brantas
4.2.5 Erosi di DAS Brantas Hasil analisis erosi di DAS Brantas dengan cara menumpang tindihkan keempat faktor erosi tersebut diatas, yaitu faktor erosivitas hujan (R), erodibilitas tanah (K), panjang dan kemiringan lereng (LS), dan indeks pengelolaan tanaman (CP). Proses tumpang tindih peta-peta tersebut diatas dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak atau program Arc View. Hasil tumpang tindih diketahui nilai rata-rata tingkat erosi IV-20
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
tanah di DAS Brantas kemudian dikelompokan sesuai dengan klasifikasi tingkat bahaya erosi dari Pedoman Penyusunan Rencana Teknik Lapangan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Daerah Aliran Sungai. Tabel 4.12 Klasifikasi Kelas Bahaya Erosi No Kelas Bahaya Erosi (ton/ha/thn) 1 Kelas I 0 – 15 ton/ha/tahun (sangat ringan) 2 Kelas II 15 – 60 ton/ha/tahun (ringan) 3 Kelas III 60 – 180 ton/ha/tahun (sedang) 4 Kelas IV 180 – 480 ton/ha/tahun (kritis) 5 Kelas V >480 ton/ha/tahun (sangat keritis) Sumber:Pedoman Penyusunan Rencana Teknik Lapangan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Daerah
Berdasarkan hasil analisis tersebut diketahui bahwa laju erosi rata-rata di DAS Brantas sebesar 11,81 ton/ha/tahun atau sebesar 14.349.508,91 ton/tahun. Hardjowigeno (1992) memberikan batasan kriteria bahwa nilai toleransi erosi yang normal hanya sebesar 2,5–12,5 ton/ha/tahun. Berdasarkan data tersebut diatas dapat dinyatakan bahwa nilai erosi di DAS Brantas masih dalam batas normal namun demikian perlu perhatian agar erosi tidak semakin meningkat. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa di bagian hulu DAS Brantas pada umumnya memiliki potensi erosi yang sangat tinggi terutama pada wilayah Kabupaten Blitar, Kabupaten Malang, Kota Batu dan Kota Malang khususnya pada daerah-daerah hulu Sub DAS Jari, Sub DAS Bangkok, Sub DAS Lemon, Sub DAS Manis, Sub DAS Pandansari dan Sub DAS Tiko. Daerah yang mempunyai potensi erosi tinggi merupakan daerah dataran tinggi yang didominasi oleh lahan-lahan pertanian terutama hortikultura yang sangat mendukung terjadinya peningkatan laju erosi. Untuk menekan semakin tingginya laju erosi yang terjadi di daerah-daerah tersebut perlu mendapat perhatian dengan penanganan yang tepat. Upaya yang dapat dilakukan untuk menekan besarnya laju erosi antara lain berupa penerapan agroteknologi di suatu daerah yang mengalami erosi.Agroteknologi yang dipilih disesuaikan dengan kondisi wilayah, terutama jenis penggunaan lahan dan kemiringan lereng. Dengan adanya penerapan agroteknologi diharapkan dapat menurunkan besarnya laju erosi yang terjadi.
IV-21
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Tabel 4.13 Kelas Erosi Di DAS Brantas KELAS EROSI (HA) Kelas I Kelas II Kelas III 1 K.Abad 2,884.50 866.55 49.01 2 K.Bandung 957.02 530.51 3 K.Bangkok 7,758.80 2,132.18 3,856.02 4 K.Beng 2,552.00 12,055.29 1,106.97 5 K.Brantas 119,660.92 65,213.25 27,781.11 6 K.Corah 5,647.57 2,109.46 110.69 7 K.Dermo 5,529.32 4,813.40 2,201.40 8 K.Dondong 7,184.55 5,942.40 210.50 9 K.Ewoh 1,141.76 723.22 0.65 10 K.Gagang 3,066.74 1,912.79 320.47 11 K.Gelondong 2,262.21 1,308.84 25.10 12 K.Gembulu 25,588.63 11,218.87 7,477.46 13 K.Jabon 4,448.72 2,335.44 166.30 14 K.Jari 1,453.96 980.63 94.02 15 K.Jilu 25,084.19 7,272.69 13,925.30 16 K.Kedung 8,471.45 3,374.49 2,427.90 17 K.Konto 26,220.18 7,535.96 9,446.23 18 K.Kuntulan 20,933.02 5,988.74 2,983.36 19 K.Lahar 3,536.70 2,693.33 33.66 20 K.Lahargendok 6,156.82 4,721.31 910.49 21 K.Lemon 5,509.87 1,424.13 1,259.90 22 K.Lesti 16,811.41 17,644.05 21,535.99 23 K.Manis 4,786.28 2,262.93 3,446.33 24 K.Mas 84,585.51 38,010.64 1,923.66 25 K.Metro 7,452.79 3,869.13 3,286.20 26 K.Nganto 42,032.85 15,551.89 11,941.58 27 K.Ngobo 10,173.44 4,135.80 3,334.19 28 K.Ngrowo 64,568.01 41,593.32 22,329.19 29 K.Pandansari 2,501.56 1,629.25 1,861.18 30 K.Tiko 3,310.49 899.00 2,895.96 31 K.Tresmabaru 6,019.79 3,456.35 32 K.Watudakon 4,057.03 439.10 33 K.Widas 88,086.78 27,285.64 25,005.87 34 nn 25 4,300.28 3,629.88 5,190.97 Total 624,466.04 305,755.86 178,801.00 Prosentase (%) 51.27 25.10 14.68
NO
Sub DAS
Sumber: Hasil Analisis, Bappenas, 2012
Kelas IV Kelas V 102.06 5.43 2,772.70 444.22 3.96 9,453.64 610.96 1,001.29 30.11 260.85 62.30 0.02 867.72 15.23 30.10 4.68 3,991.88 70.57 113.37 1,483.74 590.63 8,329.73 139.74 624.01 10,909.49 695.55 1,380.97 105.95 266.48 3.07 194.67 2,421.79 3,512.30 5,430.44 603.35 1,958.96 1,508.92 587.12 1,781.84 134.31 6,751.79 180.44 411.79 0.00 16,195.68 2,556.41 1,993.47 152.73 806.97 2,171.50 8,147.89 626.04 4,582.40 515.89 93,981.91 14,916.34 7.72 1.22
Grand Total 3,907.55 1,487.53 16,963.92 15,718.22 222,719.88 8,899.11 12,804.97 13,399.75 1,865.65 6,182.96 3,630.92 48,347.39 7,063.82 4,602.97 54,751.66 14,897.84 54,807.40 31,392.04 6,533.23 11,983.29 14,127.98 62,025.26 13,963.43 125,106.93 16,524.27 76,458.55 18,055.23 147,242.61 8,138.19 10,083.92 9,476.14 4,496.13 149,152.23 18,219.42 1,215,030.39 100.00
IV-22
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Sumber: Hasil Analisis, Bappenas, 2012
Gambar 4.11 Peta Erosi di DAS Brantas
IV-23
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
4.2.6 Prediksi Erosi di DAS Brantas Prediksi besarnya laju erosi di DAS Brantas pada tahun 2015 dapat dihitung dengan mempertimbangkan konservasi yang telah dilakukan selama 5 tahun kedepan. Konservasi tersebut diharapkan dapat merubah pola tata guna lahan sesuai dengan peruntukannya, sehingga dapat menurunkan besarnya erosi yang terjadi di DAS Brantas. Rencana konservasi tanah yang dilakukan di DAS Brantas selama 5 tahun ke depan dapat dilihat dari Rencana Teknik Lapangan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah (RTL-RLKT) yang dilakukan oleh BPDAS Brantas. RTL-RLKT adalah rencana yang memuat arahan pengembangan lahan dengan menggunakan teknik konservasi tanah yang sesuai dengan keadaan lahan berdasarkan tingkat bahaya erosi yang telah disusun. Berdasarkan kondisi tersebut diatas maka teknik konservasi yang diterapkan di DAS Brantas antaralain adalah pengelolaan hutan rakyat, pemanfaatan lahan dibawah tegakan, reboisasi, penghijauan, sabuk hijau, hutan kota, dam pengendali (DPi), dam penahan (DPn), sumur resapan, pelembahan dan gully plug. Upaya rehabilitasi dan konservasi tanah yang dilakukan tersebut diatas dapat menekan atau mengurangi terjadinya erosi dan sedimentasi yang terjadi di DAS Brantas. Dari hasil perhitungan di DAS Brantas besarnya laju erosi pada lahan sebelum adanya upaya rehabilitasi lahan dan konservasi tanah adalah sebesar 11,81 ton/ha/tahun, sedangkan setelah mendapat perlakuan upaya rehabilitasi lahan dan konservasi tanah seperti dalam arahan RTL-RLKT tersebut diatas laju erosi di DAS Brantas menurun menjadi 9,89 ton/ha/tahun atau setara dengan 3.440.088,35 ton/tahun. Hasil analisis prediksi erosi di DAS Brantas pada tahun 2015 dapat dilihat pada tabel berikut ini:
IV-24
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Tabel 4. 14 Prediksi Erosi Di DAS Brantas NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
Sub DAS
K.Abad K.Bandung K.Bangkok K.Beng K.Brantas K.Corah K.Dermo K.Dondong K.Ewoh K.Gagang K.Gelondong K.Gembulu K.Jabon K.Jari K.Jilu K.Kedung K.Konto K.Kuntulan K.Lahar K.Lahargendok K.Lemon K.Lesti K.Manis K.Mas K.Metro K.Nganto K.Ngobo K.Ngrowo K.Pandansari K.Tiko K.Tresmabaru K.Watudakon K.Widas nn 25 Total Prosentase (%)
Kelas I
KELAS EROSI (HA) Kelas II Kelas III
Kelas IV
3,019.19 971.06 9,714.72 2,768.28 138,990.55 5,688.53 7,857.21 8,391.96 1,297.25 3,742.89 2,447.71 28,390.52 4,834.20 1,668.47 31,272.24 8,678.07 29,969.86 23,122.37 3,543.47 8,397.77 6,071.29 25,495.99 4,919.68 84,718.88 8,264.28 44,969.52 11,775.05 81,782.91 3,076.02 3,393.78 6,518.67 4,057.03 94,405.90 6,269.61 710,938.22 58.37
780.95 516.46 2,059.31 12,745.20 59,031.44 2,558.10 2,702.16 4,734.99 568.38 1,705.09 1,123.34 11,222.95 1,952.65 1,743.09 11,666.70 3,385.25 8,429.77 4,801.81 2,693.33 2,628.53 2,392.48 10,963.85 4,174.46 39,207.35 6,033.28 14,207.29 2,958.41 31,949.89 2,109.72 2,171.58 2,957.47 439.10 32,305.27 4,001.32 293,065.48 24.06
8.99 2,709.62 3.96 6,193.01 32.37 107.60 59.21 0.02 85.44 33.49 3,418.32 5.76 668.51 3,678.37 611.88 9,040.36 1,486.92 3.07 64.56 3,824.17 3,587.84 2,526.53 587.12 460.98 6,932.23 224.01 14,883.21 1,603.62 2,878.85 6,002.87 1,721.66 74,322.53 6.10
Sumber: Hasil Analisis, Bappenas, 2012
98.42 2,480.27 200.78 18,504.88 620.11 2,138.00 213.59 649.54 26.38 5,315.61 271.21 522.89 8,134.34 2,222.65 7,367.41 1,980.95 293.36 892.43 1,840.04 21,977.57 2,342.76 593.58 1,765.73 10,349.50 3,097.76 18,626.60 1,348.83 1,639.72 16,438.19 6,226.82 139,594.92 11.46
Grand Total 3,907.55 1,487.53 16,963.92 15,718.22 222,719.88 8,899.11 12,804.97 13,399.75 1,865.65 6,182.96 3,630.92 48,347.39 7,063.82 4,602.97 54,751.66 14,897.84 54,807.40 31,392.04 6,533.23 11,983.29 14,127.98 62,025.26 13,963.43 125,106.93 16,524.27 76,458.55 18,055.23 147,242.61 8,138.19 10,083.92 9,476.14 4,496.13 149,152.23 18,219.42 1,215,030.39 100.00
IV-25
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Gambar 4. 12 Peta Prediksi Erosi di DAS Brantas tahun 2015
IV-26
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
4.2.7 Analisa Indeks Erosivitas (R) A.
Indeks Erosivitas Metode Bols Erosivitas merupakan kemampuan hujan dalam mengikis lapisan permukaan
tanah sehingga menimbulkan erosi. Untuk menghitung indeks erosivitas membutuhkan data curah hujan yang diperoleh dari stasiun pencatatan hujan. Perhitungan indeks erosivitas pada studi ini menggunakan persamaan yang dikemukakan oleh Bols (1978) dalam Asdak 2004 sebagai berikut: R = 6,12 (RAIN)1,21 (DAYS)-0,47 (MAXP)0,53 dengan: R RAIN DAYS MAXP
= Erosivitas hujan rata-rata tahunan = Curah hujan tahunan (cm) = Jumlah hari hujan per tahun (hari) = Curah hujan maksimum rerata dalam 24 jam per bulan untuk kurun waktu satu tahun (cm)
Contoh Perhitungan: 1.
Menghitung indeks erosivitas hujan pada tahun 1999 Stasiun Banaran adalah
sebagai berikut : -
Curah hujan tahunan (RAIN) = 1.759 mm = 175,9 cm
-
Jumlah hari hujan pertahun (DAYS) = 100 hari
-
Curah hujan maksimum rata-rata harian (24 jam) perbulan untuk kurun waktu satu tahun (MAXP) =
90 = 7,50 mm = 0,750 cm 12
Dengan demikian : R = 6,12 (RAIN)1,21 (DAYS)-0,47 (MAXP)0,53 R = 6,12 (175,9)1,21 (100)-0,47 (0,750)0,53 R = 310,441
2.
Menghitung indeks erosivitas hujan tahunan rerata pada Stasiun Lasiana adalah
sebagai berikut: -
R tahun 1999 = 310,441
-
R tahun 2000 = 434,864
-
Dan seterusnya sampai dengan tahun 2008 lalu dihitung rerata tahunannya R= =
Rtahun.1999s.d .2008 10
2904,778 10
= 290,478
IV-27
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Perhitungan indeks erosivitas hujan selengkapnya disajikan pada tabel-tabel berikut: Tabel 4.15 Indeks Erosivitas Hujan (R) Stasiun Banaran Tahun
RAIN (mm) [2] 1759 2120 2009 1296 1477 1627 1434 1424 1414 1274
RAIN (cm) [3] 175.90 212.00 200.90 129.60 147.70 162.70 143.40 142.40 141.40 127.40
DAYS (hari) [4] 100 85 90 70 93 84 92 94 87 72
[1] 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Total EI30 tahunan = Total EI30 / 10 =
MAXP (cm) [5] 0.750 0.800 0.633 0.825 0.817 0.817 0.800 0.733 0.533 0.667
EI30 [6] 310.441 434.864 350.701 267.007 271.941 320.847 260.886 244.606 212.786 230.697 2904.778 290.478
Sumber : Hasil Analisis, Bappenas, 2012 Tabel 4.16 Indeks Erosivitas Hujan (R) Stasiun Bantaran Tahun
RAIN (mm) [2] 3493 3587 3667 3139 3072 3329 4283 2805 3526 2978
RAIN (cm) [3] 349.30 358.70 366.70 313.90 307.20 332.90 428.30 280.50 352.60 297.80
DAYS (hari) [4] 137 128 152 131 129 129 136 119 129 103
[1] 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Total EI30 tahunan = Total EI30 / 10 =
MAXP (cm) [5] 0.875 1.092 1.217 0.883 1.067 1.192 0.975 0.867 1.425 0.883
EI30 [6] 665.556 797.403 799.222 600.302 650.536 760.047 904.995 542.785 895.213 631.219 7247.278 724.728
Sumber : Hasil Analisis, Bappenas, 2012 Tabel 4.17 Indeks Erosivitas Hujan (R) Stasiun Bendungan Tahun
RAIN (mm) [2] 3433 3222 3071 2732 2652 1724 2312 2142 3080 3166
RAIN (cm) [3] 343.30 322.20 307.10 273.20 265.20 172.40 231.20 214.20 308.00 316.60
DAYS (hari) [4] 130 133 108 105 95 88 127 110 121 133
[1] 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Total EI30 tahunan = Total EI30 / 10 =
MAXP (cm) [5] 1.092 1.017 0.917 1.000 0.950 0.817 0.500 1.617 1.192 1.142
EI30 [6] 750.598 662.355 653.216 601.471 592.202 336.649 311.835 564.179 713.071 689.222 5874.798 587.480
Sumber : Hasil Analisis, Bappenas, 2012
IV-28
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Tabel 4.18 Indeks Erosivitas Hujan (R) Stasiun Besuki Tahun
RAIN (mm) [2] 2606 2530 3079 1871 2536 1987 1818 2316 1967 1485
RAIN (cm) [3] 260.60 253.00 307.90 187.10 253.60 198.70 181.80 231.60 196.70 148.50
DAYS (hari) [4] 92 95 110 60 77 69 49 75 72 66
[1] 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Total EI30 tahunan = Total EI30 / 10 =
MAXP (cm) [5] 0.617 0.708 1.242 0.758 0.850 0.750 1.042 0.617 0.958 0.542
EI30 [6] 468.982 479.340 762.028 428.671 584.498 429.008 538.544 447.885 472.476 259.490 4870.923 487.092
Sumber : Hasil Analisis, Bappenas, 2012
Tabel 4.19 Indeks Erosivitas Hujan (R) Stasiun Blimbing Tahun
RAIN (mm) [2] 1822 2021 1262 988 1438 1087 1279 1755 1366 2299
RAIN (cm) [3] 182.20 202.10 126.20 98.80 143.80 108.70 127.90 175.50 136.60 229.90
DAYS (hari) [4] 101 100 59 55 56 52 54 55 48 61
[1] 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Total EI30 tahunan = Total EI30 / 10 =
MAXP (cm) [5] 0.900 0.892 0.592 0.875 0.808 0.875 0.625 0.875 1.042 1.408
EI30 [6] 354.885 402.279 235.392 222.277 333.026 256.251 256.790 445.722 384.705 755.922 3647.251 364.725
Sumber : Hasil Analisis, Bappenas, 2012
Tabel 4.20 Indeks Erosivitas Hujan (R) Stasiun Bogokidul Tahun
RAIN (mm) [2] 1707 1932 1262 1054 1699 1562 1411 1494 1571 2766
RAIN (cm) [3] 170.70 193.20 126.20 105.40 169.90 156.20 141.10 149.40 157.10 276.60
DAYS (hari) [4] 91 87 70 71 78 60 76 61 82 120
[1] 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Total EI30 tahunan = Total EI30 / 10 =
MAXP (cm) [5] 0.558 0.775 0.842 0.517 0.708 0.558 0.542 0.575 0.575 0.700
EI30 [6] 268.038 377.986 261.283 161.433 324.950 293.258 228.137 280.000 258.635 475.065 2928.785 292.878
Sumber : Hasil Analisis, Bappenas, 2012
IV-29
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Tabel 4.21 Indeks Erosivitas Hujan (R) Stasiun Campur Darat Tahun
RAIN (mm) [2] 1567 1586 2070 1457 1582 1672 1887 1225 1450 1364
RAIN (cm) [3] 156.70 158.60 207.00 145.70 158.20 167.20 188.70 122.50 145.00 136.40
DAYS (hari) [4] 88 79 90 69 89 88 94 91 103 102
[1] 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Total EI30 tahunan = Total EI30 / 10 =
MAXP (cm) [5] 0.783 1.242 1.608 0.875 0.667 0.867 1.108 0.650 0.592 1.192
EI30 [6] 293.387 399.226 593.695 319.530 271.197 334.692 427.439 194.276 213.858 288.351 3335.651 333.565
Sumber : Hasil Analisis, Bappenas, 2012
Tabel 4.22 Indeks Erosivitas Hujan (R) Stasiun Dampit Tahun
RAIN (mm) [2] 1819 1924 1763 1830 1921 1850 2510 1662 2127 2193
RAIN (cm) [3] 181.90 192.40 176.30 183.00 192.10 185.00 251.00 166.20 212.70 219.30
DAYS (hari) [4] 98 122 92 98 107 92 107 79 78 85
[1] 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Total EI30 tahunan = Total EI30 / 10 =
MAXP (cm) [5] 1.242 0.883 0.700 1.242 0.817 1.392 1.208 0.883 1.142 0.975
EI30 [6] 425.543 343.226 312.304 428.661 349.816 475.214 594.275 353.225 548.302 502.748 4333.314 433.331
Sumber : Hasil Analisis, Bappenas, 2012n
Tabel 4.23 Indeks Erosivitas Hujan (R) Stasiun Dau Tahun
RAIN (mm) [2] 2200 1867 1727 1720 1429 1834 1578 1528 1682 1582
RAIN (cm) [3] 220.00 186.70 172.70 172.00 142.90 183.40 157.80 152.80 168.20 158.20
DAYS (hari) [4] 122 116 112 85 86 117 99 86 87 100
[1] 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Total EI30 tahunan = Total EI30 / 10 =
MAXP (cm) [5] 0.892 0.825 0.792 0.783 0.875 0.633 0.558 0.625 0.783 0.917
EI30 [6] 405.720 326.993 296.037 333.870 281.170 277.329 234.166 255.467 321.395 303.419 3035.564 303.556
Sumber : Hasil Analisis, Bappenas, 2012
IV-30
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Tabel 4.24 Indeks Erosivitas Hujan (R) Stasiun Doko Tahun
RAIN (mm) [2] 2582 3313 3533 2464 1977 2725 2258 2172 2477 2270
RAIN (cm) [3] 258.20 331.30 353.30 246.40 197.70 272.50 225.80 217.20 247.70 227.00
DAYS (hari) [4] 137 135 148 107 110 89 111 107 118 128
[1] 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Total EI30 tahunan = Total EI30 / 10 =
MAXP (cm) [5] 0.675 0.800 0.783 0.783 0.717 0.767 0.733 0.975 0.742 1.008
EI30 [6] 402.687 599.675 613.754 462.642 333.750 563.899 395.099 445.560 431.899 439.447 4688.412 468.841
Sumber : Hasil Analisis, Bappenas, 2012 Tabel 4.25 Indeks Erosivitas Hujan (R) Stasiun Gedeg Tahun
RAIN (mm) [2] 892 1765 1974 1370 1944 2051 1367 0 1606 1794
RAIN (cm) [3] 89.20 176.50 197.40 137.00 194.40 205.10 136.70 0.00 160.60 179.40
DAYS (hari) [4] 57 95 99 89 103 105 85 0 97 110
[1] 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Total EI30 tahunan = Total EI30 / 10 =
MAXP (cm) [5] 0.733 0.625 1.233 0.667 0.633 0.992 0.675 0.000 0.767 0.758
EI30 [6] 175.969 290.188 465.933 227.832 316.130 423.171 233.757 0.000 285.372 305.665 2724.017 272.402
Sumber : Hasil Analisis, Bappenas, 2012 Tabel 4.26 Indeks Erosivitas Hujan (R) Stasiun Gondanglegi Tahun
RAIN (mm) [2] 1834 2153 1893 2223 1633 1965 1975 1675 2717 1998
RAIN (cm) [3] 183.40 215.30 189.30 222.30 163.30 196.50 197.50 167.50 271.70 199.80
DAYS (hari) [4] 72 98 93 97 55 63 75 79 92 92
[1] 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Total EI30 tahunan = Total EI30 / 10 =
MAXP (cm) [5] 0.800 0.708 0.600 1.958 1.750 1.467 1.633 0.608 1.683 0.667
EI30 [6] 394.736 388.491 312.289 692.830 588.183 628.848 616.468 293.053 836.552 354.195 5105.644 510.564
Sumber : Hasil Analisis, Bappenas, 2012
IV-31
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Tabel 4.27 Indeks Erosivitas Hujan (R) Stasiun Gunung Sari Tahun
RAIN (mm) [2] 0 785 2483 1781 1759 1856 3295 0 1873 1934
RAIN (cm) [3] 0.00 78.50 248.30 178.05 175.90 185.60 329.50 0.00 187.30 193.40
DAYS (hari) [4] 0 35 95 86 94 95 114 0 82 82
[1] 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Total EI30 tahunan = Total EI30 / 10 =
MAXP (cm) [5] 0.000 0.700 0.750 0.942 0.817 0.858 0.950 0.000 0.800 0.675
EI30 [6] 0.000 185.354 482.879 381.421 334.326 364.410 706.501 0.000 380.716 361.947 3197.555 319.755
Sumber : Hasil Analisis, Bappenas, 2012
Tabel 4.28 Indeks Erosivitas Hujan (R) Stasiun Kali Dawir Tahun
RAIN (mm) [2] 1069 553 1759 1693 1484 1260 1492 951 951 1097
RAIN (cm) [3] 106.90 55.30 175.90 169.30 148.40 126.00 149.20 95.10 95.10 109.70
DAYS (hari) [4] 55 31 85 67 91 64 96 90 90 99
[1] 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Total EI30 tahunan = Total EI30 / 10 =
MAXP (cm) [5] 0.758 0.958 0.975 1.483 0.767 1.050 0.975 0.583 0.583 0.692
EI30 [6] 226.802 151.528 384.919 512.975 267.303 305.665 297.670 135.775 135.775 168.743 2587.153 258.715
Sumber : Hasil Analisis, Bappenas, 2012
Tabel 4.29 Indeks Erosivitas Hujan (R) Stasiun Kampak Tahun
RAIN (mm) [2] 1918 2078 2145 1846 2131 2016 2088 1364 2254 1869
RAIN (cm) [3] 191.80 207.80 214.50 184.60 213.10 201.60 208.80 136.40 225.40 186.90
DAYS (hari) [4] 90 136 152 157 167 152 183 140 166 168
[1] 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Total EI30 tahunan = Total EI30 / 10 =
MAXP (cm) [5] 0.958 1.142 0.592 1.208 0.842 1.658 0.733 0.358 1.383 0.467
EI30 [6] 412.265 409.560 285.731 341.555 326.326 455.798 283.544 131.896 454.887 203.564 3305.126 330.513
Sumber : Hasil Analisis, Bappenas, 2012
IV-32
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Tabel 4.30 Erosivitas Hujan (R) Stasiun Kediri Tahun
RAIN (mm) [2] 2342 2101 1516 1379 2262 1752 1361 1854 1453 1784
RAIN (cm) [3] 234.20 210.10 151.60 137.90 226.20 175.20 136.10 185.40 145.30 178.40
DAYS (hari) [4] 92 107 85 87 110 103 72 114 115 108
[1] 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Total EI30 tahunan = Total EI30 / 10 =
MAXP (cm) [5] 0.858 0.875 0.933 0.625 0.892 0.883 0.825 0.933 0.817 0.758
EI30 [6] 490.363 404.303 314.197 224.385 440.715 332.030 279.551 348.841 241.073 306.255 3381.713 338.171
Sumber : Hasil Analisis, Bappenas, 2012
Tabel 4.31 Indeks Erosivitas Hujan (R) Stasiun Kedungsongko Tahun
RAIN (mm) [2] 1448 2077 1194 0 0 96 54 0 0 0
RAIN (cm) [3] 144.80 207.70 119.40 0.00 0.00 9.60 5.40 0.00 0.00 0.00
DAYS (hari) [4] 78 75 57 0 0 7 5 0 0 0
[1] 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Total EI30 tahunan = Total EI30 / 10 =
MAXP (cm) [5] 0.675 0.817 0.750 0.000 0.000 0.233 0.183 0.000 0.000 0.000
EI30 [6] 261.055 455.043 253.472 0.000 0.000 17.506 9.011 0.000 0.000 0.000 996.087 99.609
Sumber : Hasil Analisis, Bappenas, 2012n
Tabel 4.32 Indeks Erosivitas Hujan (R) Stasiun Kertosono Tahun
RAIN (mm) [2] 805 746 763 665 1717 1139 1405 1490 1950 1930
RAIN (cm) [3] 80.50 74.60 76.30 66.50 171.70 113.90 140.50 149.00 195.00 193.00
DAYS (hari) [4] 58 37 49 43 71 54 47 54 64 65
[1] 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Total EI30 tahunan = Total EI30 / 10 =
MAXP (cm) [5] 0.358 0.650 0.917 0.625 0.783 0.483 0.758 0.775 0.908 1.008
EI30 [6] 105.752 163.242 175.949 129.565 362.833 194.935 340.211 345.961 480.640 497.812 2796.900 279.690
Sumber : Hasil Analisis, Bappenas, 2012
IV-33
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Tabel 4.33 Indeks Erosivitas Hujan (R) Stasiun Klampok Tahun
RAIN (mm) [2] 1607 1925 1932 1480 1811 1641 1690 1434 2149 1426
RAIN (cm) [3] 160.70 192.50 193.20 148.00 181.10 164.10 169.00 143.40 214.90 142.60
DAYS (hari) [4] 116 110 117 83 107 82 110 92 108 105
[1] 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Total EI30 tahunan = Total EI30 / 10 =
MAXP (cm) [5] 0.850 0.833 0.900 0.883 0.925 2.792 0.792 0.592 0.992 0.717
EI30 [6] 277.005 349.830 355.342 299.837 347.762 625.970 290.847 222.607 441.839 229.706 3440.745 344.074
Sumber : Hasil Analisis, Bappenas, 2012
Tabel 4.34 Indeks Erosivitas Hujan (R) Stasiun Lodoyo Tahun
RAIN (mm) [2] 971 854 1365 1513 1489 2212 1693 1140 1743 1304
RAIN (cm) [3] 97.10 85.40 136.50 151.30 148.90 221.20 169.30 114.00 174.30 130.40
DAYS (hari) [4] 69 54 70 53 69 53 86 71 81 98
[1] 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Total EI30 tahunan = Total EI30 / 10 =
MAXP (cm) [5] 0.458 0.575 0.675 0.842 0.700 2.917 0.792 0.583 0.808 0.775
EI30 [6] 139.114 150.698 255.837 371.349 291.718 1130.938 327.541 189.220 352.909 221.929 3431.252 343.125
Sumber : Hasil Analisis, Bappenas, 2012
Tabel 4.35 Indeks Erosivitas Hujan (R) Stasiun Mojosari Tahun
RAIN (mm) [2] 1594 2232 1429 2000 1912 1721 2004 0 1314 1911
RAIN (cm) [3] 159.40 223.20 142.90 200.00 191.20 172.10 200.40 0.00 131.40 191.10
DAYS (hari) [4] 78 87 74 63 84 63 76 0 63 79
[1] 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Total EI30 tahunan = Total EI30 / 10 =
MAXP (cm) [5] 1.158 0.817 0.708 0.817 0.708 0.625 0.792 0.000 0.817 0.750
EI30 [6] 389.599 462.757 270.168 472.146 361.975 341.945 425.997 0.000 283.888 383.790 3392.265 339.226
Sumber : Hasil Analisis, Bappenas, 2012
IV-34
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Tabel 4.36 Indeks Erosivitas Hujan (R) Stasiun Pacet Tahun
RAIN (mm) [2] 2852 2385 1847 2144 2152 2415 2265 0 2393 2202
RAIN (cm) [3] 285.20 238.50 184.70 214.40 215.20 241.50 226.50 0.00 239.30 220.20
DAYS (hari) [4] 111 101 70 68 93 83 94 0 89 104
[1] 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Total EI30 tahunan = Total EI30 / 10 =
MAXP (cm) [5] 0.817 0.875 0.808 1.067 0.767 1.875 0.792 0.000 0.908 0.725
EI30 [6] 554.778 484.470 405.684 570.069 414.949 806.025 446.723 0.000 526.752 392.913 4602.363 460.236
Sumber : Hasil Analisis, Bappenas, 2012
Tabel 4.37 Indeks Erosivitas Hujan (R) Stasiun Pagerwojo Tahun
RAIN (mm) [2] 2148 2311 2424 2335 2347 1990 2064 1623 2127 2313
RAIN (cm) [3] 214.80 231.10 242.40 233.50 234.70 199.00 206.40 162.30 212.70 231.30
DAYS (hari) [4] 100 88 85 77 92 86 78 70 66 99
[1] 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Total EI30 tahunan = Total EI30 / 10 =
MAXP (cm) [5] 0.583 0.808 0.817 1.083 0.850 0.875 1.017 0.608 0.792 0.675
EI30 [6] 346.454 477.474 517.059 600.847 489.115 419.890 497.413 298.716 489.527 411.131 4547.626 454.763
Sumber : Hasil Analisis, Bappenas, 2012
Tabel 4.38 Indeks Erosivitas Hujan (R) Stasiun Poncokusumo Tahun
RAIN (mm) [2] 2603 3554 3554 2694 2453 2735 2168 2063 1790 1911
RAIN (cm) [3] 260.30 355.40 355.40 269.40 245.30 273.50 216.80 206.30 179.00 191.10
DAYS (hari) [4] 124 135 135 121 120 113 115 118 101 134
[1] 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Total EI30 tahunan = Total EI30 / 10 =
MAXP (cm) [5] 0.692 0.592 0.592 0.758 0.517 0.717 0.467 0.467 1.258 1.250
EI30 [6] 431.841 557.101 557.101 478.033 350.123 488.173 291.592 271.247 414.314 390.854 4230.377 423.038
Sumber : Hasil Analisis, Bappenas, 2012
IV-35
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Tabel 4.39 Indeks Erosivitas Hujan (R) Stasiun Porong Tahun
RAIN (mm) [2] 1645 1980 1418 1054 1782 1581 1569 0 975 1370
RAIN (cm) [3] 164.50 198.00 141.75 105.35 178.15 158.10 156.90 0.00 97.50 137.00
DAYS (hari) [4] 56 76 71 55 83 87 54 0 64 88
[1] 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Total EI30 tahunan = Total EI30 / 10 =
MAXP (cm) [5] 0.917 1.108 0.525 0.433 0.817 1.100 0.792 0.000 0.583 0.642
EI30 [6] 418.735 501.110 233.068 166.007 360.143 356.474 372.442 0.000 164.478 224.496 2796.953 279.695
Sumber : Hasil Analisis, Bappenas, 2012
Tabel 4.40 Indeks Erosivitas Hujan (R) Stasiun Pujon Tahun
RAIN (mm) [2] 2755 3554 2514 2094 1994 2386 1630 1910 2372 2375
RAIN (cm) [3] 275.50 355.40 251.40 209.40 199.40 238.60 163.00 191.00 237.20 237.50
DAYS (hari) [4] 143 135 120 93 93 121 101 94 110 119
[1] 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Total EI30 tahunan = Total EI30 / 10 =
MAXP (cm) [5] 1.042 0.592 0.492 0.792 0.650 1.242 0.575 1.158 1.517 1.208
EI30 [6] 536.246 557.101 351.406 408.278 346.880 534.867 245.006 443.941 617.266 528.482 4569.472 456.947
Sumber : Hasil Analisis, Bappenas, 2012
Tabel 4.41 Indeks Erosivitas Hujan (R) Stasiun Rejoso Tahun
RAIN (mm) [2] 1914 1964 1544 1693 1545 1788 1750 1732 1684 1868
RAIN (cm) [3] 191.40 196.40 154.40 169.30 154.50 178.80 175.00 173.20 168.40 186.80
DAYS (hari) [4] 82 85 53 72 62 75 73 76 71 85
[1] 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Total EI30 tahunan = Total EI30 / 10 =
MAXP (cm) [5] 0.708 0.767 0.783 0.792 0.783 0.575 0.700 0.675 0.917 0.792
EI30 [6] 366.597 387.644 366.473 356.321 340.483 315.576 345.387 328.299 384.953 371.028 3562.761 356.276
Sumber : Hasil Analisis, Bappenas, 2012
IV-36
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Tabel 4.42 Indeks Erosivitas Hujan (R) Stasiun Ringinrejo Tahun
RAIN (mm) [2] 1415 1624 1828 1317 1519 1728 1218 1880 1880 1692
RAIN (cm) [3] 141.50 162.40 182.80 131.70 151.90 172.80 121.80 188.00 188.00 169.20
DAYS (hari) [4] 82 89 96 90 91 92 57 70 70 85
[1] 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Total EI30 tahunan = Total EI30 / 10 =
MAXP (cm) [5] 0.692 0.642 0.650 0.700 0.708 0.617 0.600 0.967 0.967 0.767
EI30 [6] 251.122 274.368 307.560 221.671 263.746 285.152 230.899 455.370 455.370 323.617 3068.877 306.888
Sumber : Hasil Analisis, Bappenas, 2012
Tabel 4.43 Indeks Erosivitas Hujan (R) Stasiun Sawahan Tahun
RAIN (mm) [2] 2219 2451 1475 2487 2114 2013 2382 2007 2379 2793
RAIN (cm) [3] 221.90 245.10 147.50 248.70 211.40 201.30 238.20 200.70 237.90 279.30
DAYS (hari) [4] 103 125 68 92 108 106 122 116 104 122
[1] 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Total EI30 tahunan = Total EI30 / 10 =
MAXP (cm) [5] 0.725 0.800 0.800 1.350 0.900 0.817 1.292 0.858 0.975 1.033
EI30 [6] 398.410 431.783 311.533 669.212 411.596 371.857 542.860 364.431 504.239 585.367 4591.287 459.129
Sumber : Hasil Analisis, Bappenas, 2012
Tabel 4.44 Indeks Erosivitas Hujan (R) Stasiun Siman Tahun
RAIN (mm) [2] 2263 1720 1069 1499 1914 2318 1488 1431 2061 1023
RAIN (cm) [3] 226.30 172.00 106.90 149.90 191.40 231.80 148.80 143.10 206.10 102.30
DAYS (hari) [4] 111 105 60 73 91 90 90 85 91 74
[1] 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Total EI30 tahunan = Total EI30 / 10 =
MAXP (cm) [5] 1.025 0.600 0.542 0.625 0.517 1.250 0.783 0.758 1.792 0.525
EI30 [6] 472.456 262.524 182.336 269.770 295.580 596.344 272.651 262.677 621.808 153.967 3390.113 339.011
Sumber : Hasil Analisis, Bappenas, 2012
IV-37
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Tabel 4.45 Indeks Erosivitas Hujan (R) Stasiun Sumber Pucung Tahun
RAIN (mm) [2] 1544 1858 1772 1951 1790 1991 1842 1643 1813 1785
RAIN (cm) [3] 154.40 185.80 177.20 195.10 179.00 199.10 184.20 164.30 181.30 178.50
DAYS (hari) [4] 112 112 104 91 100 93 109 109 105 97
[1] 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Total EI30 tahunan = Total EI30 / 10 =
MAXP (cm) [5] 0.667 0.775 0.583 1.342 1.317 1.025 0.525 0.625 0.875 0.750
EI30 [6] 236.145 319.844 269.382 499.732 426.314 439.983 261.222 249.293 341.234 320.602 3363.752 336.375
Sumber : Hasil Analisis, Bappenas, 2012
Tabel 4.46 Indeks Erosivitas Hujan (R) Stasiun Sumber Ringin Tahun
RAIN (mm) [2] 1307 1171 2001 1855 1888 1952 2044 2257 2370 1621
RAIN (cm) [3] 130.70 117.10 200.10 185.50 188.80 195.20 204.40 225.70 237.00 162.10
DAYS (hari) [4] 68 45 68 64 75 70 91 88 87 97
[1] 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Total EI30 tahunan = Total EI30 / 10 =
MAXP (cm) [5] 0.833 0.775 0.792 0.800 1.075 1.083 0.650 0.875 1.067 0.792
EI30 [6] 274.936 281.743 448.244 423.195 468.447 506.011 361.143 483.747 572.680 293.516 4113.663 411.366
Sumber : Hasil Analisis, Bappenas, 2012
Tabel 4.47 Indeks Erosivitas Hujan (R) Stasiun Tampung Tahun
RAIN (mm) [2] 1238 1909 2312 917 1277 1772 1238 0 883 1294
RAIN (cm) [3] 123.80 190.94 231.22 91.70 127.70 177.20 123.80 0.00 88.30 129.40
DAYS (hari) [4] 110 177 172 44 72 82 56 0 61 64
[1] 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Total EI30 tahunan = Total EI30 / 10 =
MAXP (cm) [5] 0.667 0.500 0.476 0.792 0.583 0.767 0.825 0.000 0.633 0.000
EI30 [6] 182.272 211.334 263.261 214.164 215.662 348.117 280.788 0.000 155.830 3.167 1874.596 187.460
Sumber : Hasil Analisis, Bappenas, 2012
IV-38
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Tabel 4.48 Indeks Erosivitas Hujan (R) Stasiun Tangkilsari Tahun
RAIN (mm) [2] 2256 2268 1934 2145 2060 1551 1720 1692 1675 1277
RAIN (cm) [3] 225.60 226.80 193.40 214.50 206.00 155.10 172.00 169.20 167.50 127.70
DAYS (hari) [4] 95 108 87 110 105 93 101 123 89 64
[1] 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Total EI30 tahunan = Total EI30 / 10 =
MAXP (cm) [5] 0.750 0.567 0.783 0.858 0.775 0.717 0.792 0.617 1.042 0.600
EI30 [6] 429.947 351.376 380.595 405.062 373.682 269.369 309.379 242.228 367.517 231.449 3360.604 336.060
Sumber : Hasil Analisis, Bappenas, 2012
Tabel 4.49 Indeks Erosivitas Hujan (R) Stasiun Tanjung Tahun
RAIN (mm) [2] 529 1018 650 230 839 1526 1557 1530 1085 1165
RAIN (cm) [3] 52.90 101.80 65.00 23.00 83.90 152.60 155.70 153.00 108.50 116.50
DAYS (hari) [4] 25 40 25 14 46 49 49 46 41 33
[1] 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Total EI30 tahunan = Total EI30 / 10 =
MAXP (cm) [5] 0.483 0.442 0.550 0.442 0.642 0.725 0.708 0.883 0.658 0.833
EI30 [6] 110.937 187.071 152.379 50.791 168.599 360.039 364.430 412.911 246.393 336.958 2390.508 239.051
Sumber : Hasil Analisis, Bappenas, 2012
Tabel 4.50 Indeks Erosivitas Hujan (R) Stasiun Tugu Tahun
RAIN (mm) [2] 1866 2210 2024 1082 2178 1744 1820 1554 2200 1961
RAIN (cm) [3] 186.60 221.00 202.40 108.20 217.80 174.40 182.00 155.40 220.00 196.10
DAYS (hari) [4] 101 115 85 50 90 80 78 86 117 123
[1] 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Total EI30 tahunan = Total EI30 / 10 =
MAXP (cm) [5] 0.600 0.933 0.658 0.600 0.917 0.817 1.000 0.883 1.333 0.625
EI30 [6] 295.130 429.742 371.073 212.875 469.765 357.161 423.423 312.779 511.390 291.668 3675.006 367.501
Sumber : Hasil Analisis, Bappenas, 2012
IV-39
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Tabel 4.51 Indeks Erosivitas Hujan (R) Stasiun Tumpang Tahun
RAIN (mm) [2] 2426 2238 2025 2162 1618 1751 1950 2247 2157 1959
RAIN (cm) [3] 242.60 223.80 202.50 216.20 161.80 175.10 195.00 224.70 215.70 195.90
DAYS (hari) [4] 145 122 127 122 124 103 120 105 101 113
[1] 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Total EI30 tahunan = Total EI30 / 10 =
MAXP (cm) [5] 0.758 0.750 0.633 0.850 0.650 0.833 0.525 0.733 1.142 1.208
EI30 [6] 386.457 378.189 300.758 387.374 234.998 321.785 267.414 403.252 493.390 428.949 3602.565 360.257
Sumber : Hasil Analisis, Bappenas, 2012
Tabel 4.52 Erosivitas Hujan (R) Stasiun Wates Tahun
RAIN (mm) [2] 2332 2025 2495 2107 1928 1691 1632 1875 2009 1895
RAIN (cm) [3] 233.20 202.50 249.50 210.70 192.80 169.10 163.20 187.50 200.90 189.50
DAYS (hari) [4] 77 80 82 83 84 76 57 78 66 81
[1] 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Total EI30 tahunan = Total EI30 / 10 =
MAXP (cm) [5] 0.775 0.992 1.217 0.933 0.617 0.867 0.942 1.158 1.167 1.025
EI30 [6] 503.009 474.007 671.716 473.407 339.941 363.720 417.128 474.251 560.195 442.470 4719.844 471.984
Sumber : Hasil Analisis, Bappenas, 2012
Tabel 4.53 Indeks Erosivitas Hujan (R) Stasiun Wlingi Tahun
RAIN (mm) [2] 2335 2465 2718 2547 1912 2563 2538 2258 2778 2227
RAIN (cm) [3] 233.50 246.50 271.80 254.70 191.20 256.30 253.80 225.80 277.80 222.70
DAYS (hari) [4] 112 143 148 110 129 122 146 120 121 137
[1] 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Total EI30 tahunan = Total EI30 / 10 =
MAXP (cm) [5] 0.592 0.917 0.608 0.892 0.600 0.817 1.108 1.375 0.817 0.608
EI30 [6] 365.981 438.192 391.121 508.824 270.676 466.097 496.722 529.975 515.864 318.730 4302.183 430.218
Sumber : Hasil Analisis, Bappenas, 2012
IV-40
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Tabel 4.54 Indeks Erosivitas Hujan (R) Stasiun Wonosalam Tahun
RAIN (mm) [2] 2105 2122 2718 2210 1608 1955 2538 1864 2000 1391
RAIN (cm) [3] 210.50 212.20 271.80 221.00 160.80 195.50 253.80 186.40 200.00 139.10
DAYS (hari) [4] 103 110 99 85 63 72 146 86 77 72
[1] 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Total EI30 tahunan = Total EI30 / 10 =
MAXP (cm) [5] 0.900 0.475 0.792 0.950 0.975 0.933 1.108 0.750 2.008 0.833
EI30 [6] 418.780 292.880 543.574 500.585 397.944 462.512 496.722 357.701 689.164 288.552 4448.414 444.841
Sumber : Hasil Analisis, Bappenas, 2012 Keterangan : [1] : Tahun [2] : Hasil perhitungan curah hujan tahunan [3] : [2] / 10 [4] : Jumlah hari hujan rerata pertahun [5] : Curah hujan maksimum rata-rata harian (24 jam) perbulan untuk kurun waktu satu tahun [6] : 6,12 [3]1,21 [4]-0,47 [5]0,53
B.
Penggambaran Peta Indeks Erosivitas Metode Bols Penggambaran peta indeks erosivitas metode Bols dengan cara menambahkan
data atribut indeks erosivitas (R) hasil perhitungan pada sub bab sebelumnya kepada peta poligon thiessen. Penggambaran Poligon Thiessen dilakukan dengan menginputkan masing-masing koordinat stasiun hujan ke dalam tabel pada Software ArcView GIS 3.3 untuk mendapatkan peta sebaran stasiun hujan. Setelah itu dilakukan pembuatan poligon thiessen dengan mengaktifkan extension spatial analyst dengan batasan daerah pengaruh adalah peta DAS Brantas hasil dari pembangkitan DEM. Adapun hasil dari penggambaran peta indeks erosivitas metode Bols disajikan pada gambar berikut:
IV-41
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Sumber: Hasil Analisis, Bappenas, 2012
Gambar 4.13 Peta Indeks Erosivitas Hujan (R) DAS Brantas
4.2.8 Sedimentasi di DAS Brantas Erosi dan Sedimentasi merupakan proses terlepasnya butiran tanah dari induknya di suatu tempat dan terangkutnya material tersebut oleh gerakan air atau angin kemudian diikuti dengan pengendapan material yang terdapat di tempat lain (Suripin, 2002). Terjadinya erosi dan sedimentasi menurut Suripin (2002) tergantung dari beberapa faktor yaitu karakteristik hujan, kemiringan lereng, tanaman penutup dan kemampuan tanah untuk menyerap dan melepas air ke dalam lapisan tanah dangkal, dampak dari erosi tanah dapat menyebabkan sedimentasi di sungai sehingga dapat mengurangi daya tampung sungai. Sejumlah bahan erosi yang terangkut secara penuh dari sumbernya hingga mencapai titik control dinamakan hasil sedimen (sediment yield). Hasil sedimen tersebut dinyatakan dalam satuan berat (ton) atau satuan volume (m3) dan juga merupakan fungsi luas daerah pengaliran. Dapat juga dikatakan hasil sedimen adalah besarnya sedimen yang berasal dari erosi yang terjadi di daerah tangkapan air yang diukur pada periode waktu dan tempat tertentu (Asdak C., 2007). Dalam memperkirakan besarnya hasil sedimen dari Daerah Aliran Sungai Brantas dilakukan dengan menggunakan perhitungan nisbah pelepasan sedimen (Sediment Delivery Ratio/SDR). SDR atau Nisbah Pelepasan Sedimen merupakan rasio sedimen terangkut dari keseluruhan material erosi tanah yang merupakan fungsi dari luas area. Perhitungan besarnya SDR dianggap penting dalam menentukan prakiraan yang realistis besarnya hasil sedimen total berdasarkan perhitungan erosi total yang IV-42
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
berlangsung di daerah tangkapan air. Besarnya perkiraan hasil sedimen menurut Asdak C (2007) dapat ditentukan berdasarkan persamaan sebagai berikut: Y = E (SDR) Ws di mana: Y = Hasil sedimen per satuan luas E = Jumlah Erosi Ws = Luas Daerah Aliran Sungai SDR = Nisbah Pelepasan Sedimen
DAS Brantas berdasarkan perkiraan metode USLE didapatkannilai erosi yaitu sebesar 11,81 ton/ha/tahun atau sebesar 14.349.508,91 ton/tahun dengan luas DAS Brantas 1.215.030,39 ha atau 12.150,30 km2, dan besarnya nisbah pelepasan sedimen (SDR) sebesar 0,29 sehingga hasil sedimen yang terjadi di DAS Brantas adalah sebesar 4.107.931,59 ton/tahun. Besarnya sedimentasi yang terjadi di DAS Brantas sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor erosi yaitu tingkat curah hujan yang terjadi, faktor tanah, faktor panjang dan kelerengan lereng yang merupakan faktor alam dan faktor pengelolaan tanaman dan konservasi lahan yang merupakan faktor manusianya. Besarnya sedimentasi juga sangat dipengaruhi oleh peningkatan jumlah penduduk dimana kondisi tersebut akan berakibat terjadinya perubahan tata guna lahan yaitu penambahan areal pemukiman serta pembukaan lahan untuk pemenuhan kebutuhannya, sehingga akan meningkatkan nilai C dan P. Dengan adanya program-program konservasi dan rehabilitasi tanah yang di lakukan oleh instansi terkait akan dapat menurunkan besarnya sedimen yang terjadi di DAS Brantas. Dari hasil perhitungan prediksi erosi tahun 2015 dengan adanya perlakuan konservasi tanah maka besarnya sedimen yang terjadi di DAS Brantas diharapkan akan menurun menjadi 3.440.088,35 ton/tahun. Gambaran erosi dan sedimentasi serta prediksi erosi dan sedimentasi tahun 2015 di tiap Sub DAS di DAS Brantas dapat dilihat pada tabel berikut ini:
IV-43
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Tabel 4.13.Erosi dan Sedimentasi di masing-masing Sub DAS No
Sub DAS
1 K.Abad 2 K. Bandung 3 K. Bangkok 4 K.Beng 5 K.Brantas 6 K.Corah 7 K.Dermo 8 K.Dondong 9 K.Ewoh 10 K.Gagang 11 K.Gelondong 12 K.Gembulu 13 K.Jabon 14 K.Jari 15 K.Jilu 16 K.Kedung 17 K.Konto 18 K.Kuntulan 19 K.Lahar 20 K.Lahargendok 21 K.Lemon 22 K.Letsi 23 K.Manis 24 K.Mas 25 K.Metro 26 K.Nganto 27 K.Ngabo 28 K.Ngrowo 29 K.Pandansari 30 K.Tiko 31 K.Tresmabaru 32 K.Watudakon 33 K.Widas 34 nn25 DAS BRANTAS
Luas (Ha) 3,907.55 1,487.53 16,963.92 15,718.22 222,719.88 8,899.11 12,804.97 13,399.75 1,865.65 6,182.96 3,630.92 48,347.39 7,063.82 4,602.97 54,751.66 14,897.84 54,807.40 31,392.04 6,533.23 11,983.29 14,127.98 62,025.26 13,963.43 125,106.93 16,524.27 76,458.55 18,055.23 147,242.61 8,138.19 10,083.92 9,476.14 4,496.13 149,152.23 18,219.42 1,215,030.39
EROSI Saat ini ton/ha/th ton/tahun 20.93 81,783.00 18.95 28,186.00 122.52 2,078,436.00 33.90 532,844.00 38.90 8,663,578.00 43.36 385,902.00 40.85 523,089.00 22.96 307,604.00 19.75 36,850.00 53.21 328,991.00 24.05 87,327.00 54.30 2,625,073.00 23.04 162,745.00 175.43 807,487.00 75.77 4,148,727.00 39.20 583,944.00 96.03 5,263,262.00 34.79 1,092,071.00 30.38 198,466.00 29.14 349,239.00 214.67 3,032,866.00 79.10 4,906,109.00 145.25 2,028,194.00 14.60 1,826,169.00 61.72 1,019,900.00 59.56 4,553,565.00 36.24 654,293.00 79.15 11,653,728.00 126.69 1,031,040.00 185.71 1,872,706.00 15.95 151,121.00 4.52 20,303.00 48.33 7,207,990.00 137.09 2,497,679.00 11.81 14,349,508.91
Prediksi Erosi (2015) ton/ha/th ton/tahun 17.94 70,108.00 17.94 26,682.00 94.86 1,609,251.00 22.78 357,986.00 30.75 6,848,967.00 25.98 231,225.00 30.27 387,594.00 21.57 289,083.00 19.25 35,912.00 35.59 220,032.00 22.60 82,070.00 39.74 1,921,529.00 19.81 139,955.00 108.00 497,119.00 50.19 2,748,142.00 32.28 480,859.00 69.16 3,790,666.00 26.31 825,846.00 26.49 173,079.00 23.40 280,424.00 146.67 2,072,093.00 60.56 3,756,491.00 110.02 1,536,288.00 13.07 1,635,243.00 46.61 770,119.00 43.00 3,287,485.00 25.14 453,929.00 60.41 8,894,493.00 96.27 783,429.00 137.08 1,382,342.00 15.32 145,168.00 4.22 18,952.00 34.47 5,140,585.00 98.66 1,797,574.00 9.89 12,016,650.56
SDR 0.34 0.37 0.31 0.25 0.30 0.33 0.28 0.30 0.33 0.31 0.35 0.31 0.32 0.32 0.29 0.30 0.28 0.26 0.32 0.26 0.31 0.29 0.33 0.27 0.34 0.27 0.28 0.32 0.34 0.32 0.31 0.26 0.22 0.32 0.29
Sedimen saat ini ton/tahun 28,053.26 10,307.47 651,300.71 132,173.47 2,617,180.70 128,924.50 148,393.80 92,158.93 12,337.00 102,812.66 30,341.93 806,103.19 52,242.60 260,947.99 1,187,242.54 173,505.06 1,490,982.48 282,011.52 63,103.18 90,310.36 925,759.57 1,418,406.62 665,644.76 499,525.47 347,672.54 1,217,337.08 184,220.95 3,731,629.39 346,466.07 592,575.68 47,144.09 5,372.55 1,558,888.32 798,956.66 4,107,931.59
Sedimentasi 2015 ton/tahun 24,048.50 9,757.47 504,276.45 88,799.45 2,069,004.77 77,249.06 109,955.57 86,609.99 12,022.96 68,761.99 28,515.37 590,060.03 44,926.81 160,649.28 786,436.68 142,875.81 1,073,823.91 213,262.77 55,031.27 72,515.36 632,490.83 1,086,040.22 504,203.28 447,300.07 262,524.98 878,866.86 127,807.01 2,848,097.32 263,259.98 437,411.03 45,286.97 5,015.05 1,111,765.96 575,007.33 3,440,088.35
Sumber: Hasil Analisis, Bappenas, 2012
4.3
Dampak Perubahan Penggunaan Lahan DAS Terhadap Ketahanan Air dan Pangan Hutan merupakan salah satu bagian dari DAS yang berfungsi sebagai pelindung
mata air dan sebagai daerah tangkapan air.Beberapa penyebab rusaknya hutan yaitu penebangan komersial, kebakaran hutan, dan pembukaan hutan untuk aktivitas usaha tani. Kerusakan hutan yang terjadi merupakan awal penyebab terjadinya suatu bencana alam, yaitu bencana banjir, longsor, kekeringan, serta pemanasan global yang berujung pada perubahan iklim. Kebijakan-kebijakan dalam pengelolaan hutan seperti halnya aturan tentang larangan eksploitasi hutan, UU tentang pokok-pokok pengelolaan lingkungan dan peraturan pemerintah tentang pengelolaan hutan lindung yang mengatur tata cara penebangan dan keharusan menanam kembali pohon yang ditebang, telah diberlakukan untuk mengatasi dan mencegah bencana-bencana alam agar tidak terjadi. Namun beberapa aturan menjadi sia-sia, jika dihadapkan pada persaingan antar manusia yang berebut sejengkal ruang untuk dapat bertahan hidup.
IV-44
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Lahan sawah merupakan lahan pertanian untuk pangan pokok utama penduduk di Indonesia. Secara empiris perubahan penggunaan lahan sawah menurut Iqbal dan Sumaryanto(2007) disebabkan oleh: (1) kepadatan penduduk di pedesaan yang mempunyai agroekosistem dominan, sawah pada umumnya jauh lebih tinggi dibandingkan agroekosistem lahan kering, sehingga tekanan penduduk atas lahan juga lebih tinggi; (2) lahan pesawahan banyak yang lokasinya berdekatan dengan daerah perkotaan; (3) akibat pola pembangunan di masa sebelumnya, infrastruktur wilayah pesawahan pada umumnya lebih baik dari pada wilayah lahan kering; dan
(4)
pembangunan prasarana dan sarana pemukiman, atau industri, dan sebagainya cenderung berlangsung cepat di wilayah bertopografi datar, (di Pulau Jawa) ekosistem pertaniannya dominan areal persawahan. Berdasarkan hasil analisa perubahan penggunaan lahan yang telah dilakukan oleh tenaga ahli SIG, dapat diketahui perubahan penggunaan lahan yang terjadi pada penggunaan lahan sawah dan hutan sebagai basis ketahanan air dan pangan. Lahan sawah irigasi di DAS Brantas dari tahun 2006 hingga tahun 2012 mengalami penurunan seluas 3.028,30 ha sedangkan lahan sawah tadah hujan mengalami penurunan seluas 1.209,77 ha. Penurunan luas lahan sawah di DAS Brantas pada umumnya berubah menjadi permukiman ataupun pabrik/bangunan. Sedangkan luas hutan di DAS Brantas tahun 2006 sampai tahun 2012 berkurang seluas 4.188,54 ha. Berkurangnya lahan sawah akan berdampak langsung terhadap kebutuhan pangan, ditambah lagi persoalan pertumbuhan penduduk yang mengalami peningkatan tiap tahunnya. Selain itu, alih fungsi lahan sawah menjadi permukiman ataupun pabrik/bangunanakan berdampak pada persoalan baru yaitu bertambahnya daerah kedap air yang menyebabkan terjadinya limpasan yang besar hingga genangan atau banjir. Bertambahnya pabrik juga akan berdampak pada menurunnya kualitas air apabila tidak terdapat IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) yang baik. Lahan hutan yang berfungsi sebagai daerah tangkapan air berubah menjadi ladang secara tidak langsung akan berdampak pada tingginya tingkat sedimentasi di lahan dan sungai sehingga dapat menyebabkan terjadinya pendangkalan di Waduk. Selain itu, dengan berkurangnya luas hutan sebagai daerah tangkapan air utama pada Daerah Aliran Sungai (DAS) akan menurunkan jumlah sumber air (spring water). Menurut Diskominfo Provinsi Jatim (2010), jumlah sumber air yang tersebar di seluruh kabupaten di Propinsi Jawa Timur sekitar 3.389 buah dan 47 buah diantaranya telah mengalami kerusakan seperti penurunan kuantitas air, padahal semula terdapat 111 buah sumber
IV-45
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
air yang mengaliri mata air Sumber Brantas. Kerusakan ini disebabkan oleh degradasi lahan seperti peningkatan alih fungsi lahan hutan menjadi pertanian dan terjadinya deforestasi akibat perambahan hutan menuju penggundulan hutan oleh masyarakat sendiri (http://id.kominfojatim.com,2010). Laju pertumbuhan penduduk di negeri ini tampaknya sudah berada pada kondisi "Lampu Kuning". Pasalnya prediksi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) sejak beberapa tahun lalu, yang menyatakan ledakan jumlah penduduk, kian terbukti. Hal tersebut bisa terlihat pada perkembangan jumlah penduduk Indonesia tahun 1600-2010 lalu. Ledakan tersebut sudah mulai terasa sejak awal abad 19 di mana jumlah penduduk mengalami pertumbuhan dua kali lipat, dari 18,3 juta menjadi 40,2 juta. Kian pesat pada awal abad 20, di mana dalam seratus tahun jumlah penduduk Indonesia meningkat drastis lima kali lipat, menjadi 205,8. Bahkan dalam periode 2000-2010 angkanya berlipat menjadi 237,8 juta atau 32 juta dalam satu dasawarsa. Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan perkembangan struktur perekonomian, kebutuhan lahan untuk kegiatan non pertanian cenderung terus meningkat. Kecenderungan tersebut menyebabkan alih fungsi lahan pertanian sulit dihindari. Pertumbuhan penduduk Indonesia saat ini mencapai 1,49 persen. Dengan pertumbuhan tetap saja, hal itu akan membawa konsekuensi kebutuhan beras Indonesia pada 2035 mencapai 47,84 juta ton. Untuk memenuhi kebutuhan beras itu, diperlukan penambahan 5,3 juta hektar sawah baru dari 13 juta hektar sawah yang ada sekarang. Tingginya jumlah dan kepadatan penduduk membuat lingkungan mengalami tekanan hebat. Lahan yang ada tidak mampu menyediakan segala kebutuhan penduduk di atasnya. A.
Potensi Dampak Alih Fungsi Lahan Keberadaan lahan sawah memberi manfaat yang sangat luas secara ekonomi,
sosial, dan lingkungan. Oleh karena itu, hilangnya lahan sawah akibat dialihfungsikan ke penggunaan nonpertanian akan mengurangi manfaat tersebut. Dalam kelompok besar, manfaat lahan sawah dapat dibagi menjadi dua kategori. Pertama, nilai penggunaan yang biasa pula disebut sebagai use values atau personal use values. Manfaat ini dihasilkan dari kegiatan usaha tani yang dilakukan di lahan sawah. Kedua, manfaat bawaan atau intrinsic values, yaitu berbagai manfaat yang tercipta dengan sendirinya walaupun bukan merupakan tujuan dari kegiatan usaha tani yang dilakukan oleh pemilik lahan. Contohnya adalah dipertahankannya keragaman biologis atau
IV-46
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
spesies tertentu, yang pada saat ini belum diketahui manfaatnya tetapi di masa yang akan datang mungkin akan sangat berguna. Kategori manfaat pertama (use values) lebih lanjut dapat dibedakan atas manfaat langsung dan tidak langsung. Manfaat langsung yang diperoleh dari kegiatan usaha tani di lahan sawah dibagi menjadi dua, yaitu: a.
Output yang dapat dipasarkan dan nilainya dapat terukur secara empiris, atau disebut pula sebagai marketed output atau priced benefit. Yang termasuk ke dalam jenis manfaat ini adalah berbagai produk yang dihasilkan dari kegiatan usaha tani di lahan sawah, termasuk daun, jerami dan kayu yang dapat dimanfaatkan sebagai biomassa. Jenis manfaat ini bersifat individual, artinya secara legal manfaat tersebut hanya dapat dinikmati oleh para pemilik lahan.
b.
Manfaat yang nilainya tidak terukur secara empiris atau unpriced benefit. Jenis manfaat ini tidak hanya dapat dinikmati oleh pemilik lahan tetapi juga oleh masyarakat luas atau bersifat komunal. Beberapa contohnya adalah tersedianya bahan pangan, sarana rekreasi, sarana bagi berkembangnya budaya pedesaan, dan lapangan kerja di pedesaan. Manfaat tidak langsung umumnya terkait dengan lingkungan, antara lain (1)
mencegah terjadinya banjir, (2) sebagai pengendali keseimbangan tata air, (3) mencegah terjadinya erosi, (4) mengurangi pencemaran lingkungan yang berasal dari limbah rumah tangga, dan (5) mencegah pencemaran udara yang berasal dari gas buangan. Jenis manfaat tersebut bersifat komunal dengan lingkup lebih luas dan dapat bersifat lintas daerah. Misalnya, banjir yang sering terjadi di wilayah Jakarta dapat disebabkan oleh berkurangnya lahan sawah di wilayah Bogor dan Cianjur. Berbagai hasil penelitian Badan Litbang Pertanian menunjukkan bahwa seluruh manfaat lahan sawah tersebut di atas bernilai sekitar Rp 37,5 juta-Rp 39,6 juta per hektar per tahun. Dengan luas alih fungsi sawah sekitar 188.000 hektar per tahun maka nilai manfaat yang hilang akibat alih fungsi lahan sawah mencapai Rp 8,67 triliun per tahun atau setara dengan 3,05% APBN tahun 2000-2002. Lebih dari 60% nilai manfaat tersebut bukan merupakan priced benefit, artinya, sebagian besar manfaat yang hilang akibat alih fungsi lahan sawah merupakan manfaat yang dapat dinikmati oleh masyarakat luas. B.
Imbas Alih Fungsi Lahan terhadap Masalah Pangan Salah satu dampak alih fungsi lahan sawah yang sering menjadi sorotan
masyarakat luas adalah terganggunya ketahanan pangan. Dalam kaitan ini dampak
IV-47
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
alih fungsi lahan sawah terhadap masalah pangan lebih merugikan dibanding dampak faktor lainnya seperti kekeringan, banjir, dan serangan hama/penyakit. Pada peristiwa kekeringan, banjir, dan serangan hama/penyakit, masalah pangan yang ditimbulkan bersifat temporer, artinya masalah pangan hanya muncul ketika peristiwa tersebut terjadi. Namun pada peristiwa alih fungsi lahan, masalah pangan yang ditimbulkan bersifat permanen atau tetap akan terasa dalam jangka panjang meskipun alih fungsi lahan sudah tidak terjadi lagi. Sebagai gambaran, jika pada tahun T terjadi kekeringan atau serangan hama sehingga produksi beras mengalami penurunan dan pemerintah harus mengimpor beras sebesar M1 untuk memenuhi kebutuhan beras di dalam negeri, seandainya pada tahun berikutnya (T2 ... Tn) tidak terjadi lagi kasus kekeringan atau serangan hama maka impor beras pada tahun berikutnya tidak diperlukan lagi karena produksi beras dalam negeri dapat segera dipulihkan pada kondisi semula. Namun pada kasus alih fungsi lahan, impor beras sebesar M1 per tahun masih tetap diperlukan pada tahun-tahun berikutnya karena produksi beras tidak dapat dipulihkan dengan cepat pada kondisi semula. Hal ini dapat terjadi karena: (1) alih fungsi lahan sawah terutama untuk kegiatan nonpertanian bersifat irreversible atau tidak akan berubah kembali menjadi lahan sawah, dan (2) upaya pencetakan sawah baru dalam rangka pemulihan produksi pangan pada kondisi semula membutuhkan jangka waktu cukup panjang yaitu 5-15 tahun agar lahan sawah yang baru dibangun dapat berproduksi secara optimal. Dampak alih fungsi lahan yang bersifat permanen menyebabkan masalah pangan akibat alih fungsi lahan selama periode tertentu (T1 ... Tn) merupakan akumulasi dampak alih fungsi selama periode tersebut. Dengan kata lain, dalam analisis jangka panjang dampak alih fungsi lahan bersifat kumulatif. Namun sifat dampak alih fungsi lahan tersebut sering kali kurang disadari dan perkiraan dampak alih fungsi lahan sering diasumsikan bersifat temporer, bukan permanen, sehingga dampaknya terhadap masalah pangan terkesan kecil. Misalnya, selama 1981-1999 luas alih fungsi lahan sawah ke penggunaan nonpertanian diperkirakan sebesar 1,63 juta hektar atau ratarata sekitar 86.000 hektar per tahun. Jika diasumsikan dampak alih fungsi lahan bersifat temporer maka peluang produksi padi sawah yang hilang akibat alih fungsi hanya sekitar 0,47 juta ton per tahun atau 1,27% produksi padi sawah nasional. Namun, jika dampak alih fungsi lahan tersebut dianggap bersifat permanen maka peluang produksi padi sawah yang hilang mencapai 6,01 juta ton per tahun atau 15% total produksi padi sawah.
IV-48
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Widjanarko, dkk (2006) alih fungsi lahan sawah dapat menimbulkan dampak negatif yang kurang menguntungkan, antara lain: a.
Berkurangnya luas sawah yang mengakibatkan turunnya produksi padi, yang mengganggu
tercapainya
swasembada
pangan
serta
mengakibatkan
bergesernya lapangan kerja dari sektor pertanian ke nonpertanian. Apabila tenaga
kerja
tidak
terserap
seluruhnya
akan
meningkatkan
angka
pengangguran. b.
Investasi pemerintah dalam pengadaan sarana dan prasarana pengairan menjadi tidak optimal pemanfaatannya.
c.
Kegagalan investor dalam melaksanakan pembangunan perumahan maupun industri, sebagai dampak krisis ekonomi, atau karena kesalahan perhitungan mengakibatkan tidak termanfaatkannya tanah yang telah diperoleh, sehingga meningkatkan luas lahan tidur yang pada gilirannya juga menimbulkan konflik sosial seperti penjarahan lahan. Alih fungsi lahan sawah ke penggunaan nonpertanian umumnya bersifat menular.
Konsekuensinya, sekali alih fungsi lahan terjadi di suatu lokasi maka luas lahan yang dialihfungsikan di lokasi tersebut akan semakin luas. Akibatnya dampak alih fungsi lahan terhadap masalah pangan dalam periode tertentu bersifat progresif atau semakin besar. C.
Revitalisasi Kebijakan dalam Mengatasi Alih Fungsi Lahan Dalam upaya mengatasi alih fungsi lahan sawah, pemerintah hanya
mengandalkan pendekatan yuridis yang bersifat larangan. Sedikitnya ada sembilan peraturan yang ditujukan untuk melarang alih fungsi lahan sawah. Namun peraturanperaturan tersebut terkesan tumpul karena: (1) adanya kelemahan pada peraturan itu sendiri terutama yang terkait dengan masalah kekuatan hukum, sanksi pelanggaran, dan akurasi objek lahan yang dilarang dialihfungsikan, (2) walaupun sangat dibutuhkan untuk mendukung implementasi pendekatan yuridis, penegakan supremasi hukum dewasa ini masih sangat lemah, (3) pelaksanaan pemerintahan otonomi menyebabkan peraturan-peraturan yang diterbitkan secara sentralistis kurang memiliki kekuatan hukum, dan (4) peraturan-peraturan tersebut terkesan bertentangan dengan fenomena alih fungsi lahan yang tidak mungkin dihindari selama pertumbuhan ekonomi masih merupakan tujuan pembangunan.
IV-49
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Pada dasarnya alih fungsi lahan sawah sulit dicegah selama kebijakan pembangunan ditujukan untuk mengejar pertumbuhan ekonomi. Namun demikian alih fungsi lahan akan menimbulkan dampak yang sangat merugikan bagi ketahanan pangan, lingkungan, kesempatan kerja, dan masalah sosial lainnya. Oleh karena itu, kebijakan pemerintah dalam mengatasi masalah alih fungsi lahan seyogianya lebih diarahkan untuk meminimalkan berbagai dampak negatif yang ditimbulkan. Sampai batas tertentu alih fungsi lahan dapat dilakukan selama dampak negatif yang ditimbulkan dapat ditekan dan dinetralisir. Implementasi kebijakan tersebut dapat ditempuh melalui tiga strategi yang dilaksanakan secara simultan yaitu: a.
Memperkecil peluang terjadinya alih fungsi lahan dengan mengurangi intensitas faktor yang dapat mendorong terjadinya alih fungsi lahan. Strategi ini dapat diwujudkan dalam beberapa upaya yaitu: (i) menekan laju pertumbuhan penduduk, (ii) realokasi penduduk untuk mengurangi tekanan terhadap lahan pertanian terutama di kawasan pertanian produktif, (iii) mengembangkan pajak progresif pada lahan nonpertanian untuk mengurangi permintaan lahan yang berlebihan dan tidak efisien, dan (iv) menerapkan prinsip "hemat lahan" dalam mengembangkan kegiatan nonpertanian.
b.
Mengendalikan kegiatan alih fungsi lahan dalam rangka menekan potensi dampak negatif yang ditimbulkan. Strategi ini dapat dilaksanakan melalui beberapa upaya yaitu: (i) mencadangkan kawasan pangan yang dilindungi dari proses alih fungsi lahan, (ii) membatasi luas lahan yang dapat dialihfungsikan di setiap daerah berdasarkan konsep kemandirian pangan, (iii) membatasi alih fungsi pada lahan yang memiliki produktivitas pangan, daya serap tenaga kerja, dan fungsi lingkungan tinggi, (iv) memberlakukan biaya alih fungsi lahan yang bersifat progresif kepada investor pelaku alih fungsi lahan, dan (v) membatasi alih fungsi lahan untuk kegiatan nonpertanian yang memiliki daya serap tenaga kerja rendah dan berpotensi tinggi menimbulkan masalah lingkungan.
c.
Menanggulangi atau menetralisir dampak negatif alih fungsi lahan. Strategi ini dapat ditempuh dengan: (i) membangun dan merehabilitasi jaringan irigasi, (ii) melakukan perluasan lahan sawah dengan luasan sebanding dengan kapasitas produksi pangan dan penyerapan tenaga kerja pertanian yang hilang akibat alih fungsi lahan, dan (iii) mengembangkan kegiatan nonpertanian sebanyak mungkin untuk menyerap tenaga kerja lokal.
IV-50
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Implementasi ketiga strategi tersebut secara simultan membutuhkan penanganan lintas sektor dan lintas daerah. Dalam rangka sinkronisasi kebijakan diperlukan koordinasi antarsektor terkait dan antardaerah. Namun pengalaman menunjukkan bahwa koordinasi tersebut sangat sulit dilaksanakan. Oleh karena itu agar kebijakan yang ditempuh dapat diimplementasikan secara konsisten, perlu dibentuk suatu lembaga yang memiliki otoritas penuh dalam menangani masalah alih fungsi lahan. Lembaga tersebut harus bersifat sentralistis untuk menghindari alih fungsi lahan yang sering kali mendapat dukungan birokrasi daerah demi mengejar Pendapatan Asli Daerah (PAD). Lembaga tersebut juga harus dibentuk berdasarkan landasan hukum yang cukup kuat (undang-undang atau kepres) dan mendapat dukungan politis agar kewenangannya tidak diragukan. Sehubungan dengan itu, dalam rangka pengendalian alih fungsi tanah pertanian kebijakan prioritas yang diusulkan oleh BPN-RI adalah sebagai berikut (Isa, I., 2006): a.
Menyusun peraturan perundang-undangan tentang ketentuan perlindungan tanah produktif, baik dalam bentuk Peraturan Presiden, Peraturan Pemerintah maupun Undang-undang.
b.
Menetapkan zonasi tanah-tanah pertanian yang dilindungi, misalnya sawah perlindungan abadi, sawah konversi terbatas, dan sawah konversi, dalam bentuk Keputusan Presiden.
c.
Menetapkan bentuk insentif dan disinsentif terhadap pemilik tanah dan Pemerintah Daerah setempat.
d.
Mengintegrasikan ketiga ketentuan tersebut dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Provinsi dan Kabupaten/Kota.
e.
Membentuk Komisi Pengendali Tanah Sawah baik di tingkat nasional, provinsi maupun kabupaten/kota, dengan keputusan kepala daerah yang bersangkutan.
4.4
Proyeksi Penduduk Dapat dilihat pada tabel dan gambar berikut ini, bahwa jumlah penduduk di
kawasan DAS Brantas dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan yang berakibat kepadatan populasi semakin meningkat. Dengan meningkatnya kepadatan populasi maka akan berpengaruh pada daya dukung lingkungan.
IV-51
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Tabel 4.55 Jumlah Penduduk di Kawasan Brantas (Jiwa) No
Kabupaten/Kota
A Kabupaten 1 Blitar 2 Gresik 3 Jombang 4 Kediri 5 Madiun 6 Malang 7 Mojokerto 8 Nganjuk 9 Pasuruan 10 Ponorogo 11 Sidoarjo 12 Trenggalek 13 Tulungagung B Kota 1 Batu 2 Blitar 3 Kediri 4 Malang 5 Mojokerto 6 Surabaya Total DAS Brantas
Jumlah Penduduk (Jiwa) 2008 2009
2006
2007
930.428 108.819 1.130.748 1.445.695 103.031 1.570.168 852.177 991.003 465.772 35.439 1.480.578 356.714 832.330
930.994 115.681 1.138.837 1.453.619 103.430 1.585.072 861.967 997.458 469.332 35.652 1.514.750 357.488 846.780
932.240 116.165 1.303.057 1.460.213 115.442 1.593.094 915.941 1.000.132 470.900 35.837 1.801.187 410.369 850.778
172.328 128.990 241.436 807.543 114.088 1.726.202 13.493.489
173.295 132.107 248.751 812.209 115.519 1.754.322 13.647.264
184.110 133.306 284.938 816.637 116.355 1.799.554 14.340.257
2010
2011
933.364 122.351 1.307.753 1.475.815 115.566 1.600.705 974.227 1.002.530 472.117 35.973 1.964.761 414.422 855.669
934.345 123.768 1.375.302 1.499.768 115.681 1.615.054 990.655 1.017.030 483.990 36.153 2.018.239 418.643 861.016
935.327 127.854 1.446.340 1.513.616 119.211 1.626.478 1.028.945 1.023.655 488.675 36.333 2.184.851 436.451 868.353
206.980 139.471 297.961 820.857 119.500 1.837.412 14.697.434
208.366 140.574 319.958 842.413 120.064 1.876.065 14.997.083
218.729 143.645 343.579 851.397 121.611 1.915.532 15.430.582
Jumlah Penduduk (jiwa) 16.000.000 15.500.000 15.000.000 14.500.000
Jumlah Penduduk (jiwa)
14.000.000 13.500.000 13.000.000 12.500.000 2006
2007
2008
2009
2010
2011
Sumber: Hasil Analisis, Bappenas, 2012
Gambar 4.14 Jumlah Penduduk di DAS Brantas Tabel 4.56 Prosentase Pertumbuhan Penduduk Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Jumlah Penduduk
13.493.489 13.647.264 14.340.257 14.697.434 14.997.083 15.430.582 Rata-rata pertumbuhan per tahun Sumber: Hasil Analisis, Bappenas, 2012
%-tase Pertumbuhan Penduduk 1,14 5,08 2,49 2,04 2,89 2,27
IV-52
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Dari data tersebut di atas, maka prediksi jumlah penduduk di kawasan DAS Brantas untuk tahun 2016 bisa diperoleh dengan menggunakan persamaan regresi linier, yang hasil selengkapnya sebagai berikut: Tahun Jumlah Penduduk (Jiwa) 2006 13.493.489 2007 13.647.264 2008 14.340.257 2009 14.697.434 2010 14.997.083 2011 15.430.582 Rata-rata 2008,5 14.434.351 Sumber: Hasil Analisis, Bappenas, 2012
Persamaan Regresi: Y = -794.250.729 + 402.631X r = 0,99 r2 = 0,98 ANOVA df SS Regression 1 2,83696E+12 Residual 4 54976333105 Total 5 2,89194E+12 Sumber: Hasil Analisis, Bappenas, 2012
MS 2,84E+12 1,37E+10
F 206,4132
Significance F 0,000136389
Prediksi Jumlah Penduduk Tahun 2016 : Ŷ = Y + b1 (x - X) Ŷ = 14.434.351 + 402.631 (2016 - 2008.5) Ŷ = 17.454.084 jiwa Jumlah Penduduk (Jiwa) 20.000.000 15.000.000
y = 40263x - 8E+08 R² = 0.981
10.000.000 5.000.000 0 2004 2006 2008 2010 2012 2014 2016 2018 Sumber: Hasil Analisis, Bappenas, 2012
Gambar 4.15 Prediksi Jumlah Penduduk IV-53
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa prediksi jumlah penduduk di kawasan Brantas pada tahun 2016 diperkirakan berjumlah 17.454.084 jiwa. 4.5
Analisis Produksi Padi Lahan sawah merupakan sumber utama bahan pangan secara nasional.
Penyusutan lahan sawah sangat berpengaruh terhadap menurunnya produksi dan stok pangan setiap tahunnya. Informasi yang penting dalam kaitannya dengan suplai pangan adalah produksi padi, jumlah dan pertambahan penduduk, serta kebutuhan pangan (beras) per kapita di suatu daerah. Produksi padi ditentukan oleh produktivitas dan luas panen. Kondisi produksi dapat diamati di lapangan atau dari analisis peta dan data pertanian, sedangkan data kependudukan dan kebutuhan beras dapat diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan instansi lainnya. Berdasarkan data yang berhasil dihimpun, besarnya luas panen dan tingkat produksi tanaman padi di daerah DAS Brantas, dan perkembangannya dalam beberapa tahun terakhir disajikan pada tabel dan gambar berikut: Tabel 4.57 Luas Areal Panen Tanaman Padi di Kawasan Brantas (Ton) No
Kabupaten/Kota
A Kabupaten 1 Blitar 2 Gresik 3 Jombang 4 Kediri 5 Madiun 6 Malang 7 Mojokerto 8 Nganjuk 9 Pasuruan 10 Ponorogo 11 Sidoarjo 12 Trenggalek 13 Tulungagung B Kota 1 Batu 2 Blitar 3 Kediri 4 Malang 5 Mojokerto 6 Surabaya Total DAS Brantas
2006
LUAS AREAL PANEN TANAMAN PADI (Ha) 2007 2008 2009 2010
2011
35.787 5.355 59.838 56.767 8.923 44.821 40.607 69.393 23.215 2.192 28.500 12.351 33.763
33.085 5.043 61.329 54.966 9.302 39.911 38.547 70.869 25.948 2.377 29.779 12.005 31.905
32.247 5.053 64.462 53.544 9.525 41.225 42.060 72.023 25.193 2.448 29.103 13.206 34.901
33.268 5.552 67.270 54.811 10.733 43.787 43.236 73.942 28.379 2.445 32.421 13.918 36.944
38.988 5.311 70.407 55.342 10.345 43.013 45.355 78.786 28.025 2.511 31.274 16.537 39.257
43.031 5.282 68.911 53.597 10.727 43.963 42.380 76.407 28.430 2.442 28.779 13.941 39.207
1.012 1.871 1.574 2.279 889 898 430.035
1.119 1.654 1.293 2.217 901 956 423.206
1.006 1.568 1.377 2.101 932 931 432.905
1.206 1.581 1.660 2.129 885 1.603 455.770
1.310 2.125 2.126 2.016 970 1.476 475.174
1.040 2.336 2.577 2.035 970 1.670 467.725
IV-54
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Luas Areal Panen Tanaman Padi (Ha) 480.000 460.000 440.000
Luas Areal Panen Tanaman Padi (Ha)
420.000 400.000 380.000 2006
2007
2008
2009
2010
2011
Sumber: Hasil Analisis, Bappenas, 2012
Gambar 4.16 Luas Areal Panen Tanaman Padi
Luas areal panen tanaman padi adalah jumlah seluruh lahan yang dapat memproduksi padi. Areal panen yang memadai merupakan salah satu syarat untuk terjaminnya produksi beras yang mencukupi. Peningkatan luas areal panen padi secara tidak langsung akan meningkatkan produksi padi. Luas areal panen tanaman padi menjadi faktor yang sangat berpengaruh terhadap besarnya produksi padi, komponen ini sangat dipengaruhi oleh kondisi alam yang terjadi pada suatu musim tanam. Apabila kondisi alam bersahabat dalam artian tidak terjadi kekeringan maupun kebanjiran, maka dapat diharapkan terjadi peningkatan dalam luas areal panen padi, sehingga berpengaruh terhadap produksi beras. Dari gambar di atas terlihat bahwa sejak tahun 2007 hingga tahun 2010 luas areal panen tanaman padi di kawasan DAS Brantas cenderung mengalami kenaikan, yang kemudian mengalami penurunan di tahun 2011. Penurunan ini kemungkinan dipengaruhi oleh cuaca yang kurang ideal sehingga menyebabkan bencana kekeringan atau pun banjir, serta pengalihan fungsi lahan dari pertanian menjadi industri maupun perumahan.
IV-55
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Tabel 4.58 Produksi Padi di Kawasan Brantas (Ton) No
Kabupaten/ Kota 2006 2007 A Kabupaten 1 Blitar 194.169 161.141 2 Gresik 30.244 29.167 3 Jombang 317.393 346.928 4 Kediri 315.512 324.358 5 Madiun 49.335 52.607 6 Malang 242.500 218.079 7 Mojokerto 234.932 226.476 8 Nganjuk 370.851 391.992 9 Pasuruan 134.107 150.745 10 Ponorogo 13.733 14.027 11 Sidoarjo 156.974 176.172 12 Trenggalek 60.670 55.334 13 Tulungagung 183.710 174.248 B Kota 1 Batu 5.132 6.140 2 Blitar 10.160 8.966 3 Kediri 7.462 7.501 4 Malang 10.350 11.170 5 Mojokerto 4.736 4.577 6 Surabaya 4.538 4.595 Total DAS 2.346.508 2.364.223 Brantas Sumber: Hasil Analisis, Bappenas, 2012
PRODUKSI PADI (Ton) 2008 2009
2010
2011
188.902 30.165 396.881 304.154 59.797 274.821 262.304 437.901 156.017 15.929 175.867 71.086 217.384
184.907 34.283 405.401 310.289 64.289 283.386 275.353 406.668 181.655 15.199 201.815 76.570 224.861
232.580 33.086 450.060 314.594 61.364 268.993 281.807 429.348 183.897 15.926 187.963 85.979 225.484
241.817 27.232 369.394 300.889 59.972 293.693 251.434 411.107 187.435 12.024 157.883 77.157 221.326
6.766 10.257 9.435 9.953 4.474 5.052 2.637.145
6.623 10.001 11.454 12.365 4.445 9.151 2.718.715
7.037 12.429 13.890 11.087 4.785 7.962 2.828.271
5.250 8.474 15.040 11.523 4.683 8.134 2.664.467
Produksi Padi (Ton) 3.000.000 2.500.000 2.000.000 1.500.000
Produksi Padi (Ton)
1.000.000 500.000 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Sumber: Hasil Analisis, Bappenas, 2012
Gambar 4.17 Produksi Padi
Hasil analisis yang dilakukan terhadap produksi padi, yang merupakan barometer perkembangan pertanian, memperlihatkan trend pertumbuhan produksi padi selama enam tahun dari tahun 2006 sampai 2011 selalu bervariasi. Pada tahun 2006 sampai 2010 pertumbuhan mengalami peningkatan, namun pada tahun 2011 mangalami penurunan. Penurunan produksi ini disertai dengan penurunan luas lahan sawah.
IV-56
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Untuk mengetahui prediksi produksi padi tahun 2016 maka digunakan persamaan ragresi linier yang hasil selengkapnya adalah sebagai berikut: Tahun Produksi Padi (Ton) 2006 2.346.508 2007 2.364.223 2008 2.637.145 2009 2.718.715 2010 2.828.271 2011 2.664.467 Rata-Rata 2008,5 2.593.222 Sumber: Hasil Analisis, Bappenas, 2012
Persamaan Regresi : Y = -173.208.430 + 87.529X r = 0,84 r2 = 0,70 ANOVA df SS Regression 1 1,34073E+11 Residual 4 57237268155 Total 5 1,9131E+11 Sumber: Hasil Analisis, Bappenas, 2012
MS 1,34E+11 1,43E+10
F 9,369607
Significance F 0,037622439
Prediksi Produksi Padi Tahun 2016: Ŷ = Y + b1 (x - X) Ŷ = 2.593.222 + 87.529 (2016 - 2008,5) Ŷ = 3.249.690 ton.
Produksi Padi (Ton) 3.500.000 3.000.000 2.500.000 2.000.000
y = 87529x - 2E+08 R² = 0,7008
1.500.000 1.000.000 500.000 0 2004 2006 2008 2010 2012 2014 2016 2018 Sumber: Hasil Analisis, Bappenas, 2012
Gambar 4.18 Prediksi Produksi Padi
IV-57
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
4.6
Analisis Keseimbangan Produksi-Konsumsi Produksi beras merupakan perkalian antara produksi padi dengan faktor
konversi atau rendemen. Hal ini karena pada saat padi diolah menjadi beras, terdapat beberapa hal yang harus dilewati, yaitu terkait dengan pengeringan/penjemuran padi untuk menghilangkan kadar air yang terdapat pada padi hingga penggilingan padi yaitu proses menjadi beras. Untuk kajian ini digunakan rendemen 62,74%.
Tabel 4.59 Produksi Beras di Kawasan Brantas (Ton) No
Kabupaten/Kota 2006
A Kabupaten 1 Blitar 2 Gresik 3 Jombang 4 Kediri 5 Madiun 6 Malang 7 Mojokerto 8 Nganjuk 9 Pasuruan 10 Ponorogo 11 Sidoarjo 12 Trenggalek 13 Tulungagung B Kota 1 Batu 2 Blitar 3 Kediri 4 Malang 5 Mojokerto 6 Surabaya Total DAS Brantas
2007
Produksi Beras (Ton) 2008 2009
2010
2011
121.822 18.975 199.132 197.952 30.953 152.145 147.396 232.672 84.139 8.616 98.485 38.064 115.260
101.100 18.299 217.663 203.502 33.006 136.823 142.091 245.936 94.577 8.801 110.530 34.717 109.323
118.517 18.926 249.003 190.826 37.517 172.423 164.570 274.739 97.885 9.994 110.339 44.599 136.387
116.011 21.509 254.349 194.675 40.335 177.796 172.756 255.144 113.970 9.536 126.619 48.040 141.078
145.921 20.758 282.368 197.376 38.500 168.766 176.806 269.373 115.377 9.992 117.928 53.943 141.469
151.716 17.085 231.758 188.778 37.626 184.263 157.750 257.929 117.597 7.544 99.056 48.408 138.860
3.220 6.374 4.682 6.494 2.971 2.847 1.472.199
3.852 5.625 4.706 7.008 2.872 2.883 1.483.314
4.245 6.435 5.920 6.245 2.807 3.170 1.654.545
4.155 6.275 7.186 7.758 2.789 5.741 1.705.722
4.415 7.798 8.715 6.956 3.002 4.995 1.774.457
3.294 5.317 9.436 7.230 2.938 5.103 1.671.687
IV-58
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Tabel 4.60 Konsumsi Beras di Kawasan DAS Brantas (Ton) No
Kabupaten/ Kota A Kabupaten 1 Blitar 2 Gresik 3 Jombang 4 Kediri 5 Madiun 6 Malang 7 Mojokerto 8 Nganjuk 9 Pasuruan 10 Ponorogo 11 Sidoarjo 12 Trenggalek 13 Tulungagung B Kota 1 Batu 2 Blitar 3 Kediri 4 Malang 5 Mojokerto 6 Surabaya Total DAS Brantas
2006
2007
Konsumsi Beras (Ton) 2008 2009
2010
2011
129.469 15.142 157.344 201.168 14.337 218.489 118.58 137.898 64.812 4.931 206.022 49.637 115.819
129.548 16.098 158.469 202.271 14.392 220.563 119.943 138.796 65.308 4.961 210.777 49.744 117.829
129.721 16.164 181.32 203.189 16.064 221.679 127.453 139.168 65.526 4.987 250.635 57.103 118.386
129.878 17.025 181.974 205.36 16.081 222.738 135.738 139.502 65.695 5.006 273.396 57.667 119.066
130.014 17.222 191.373 208.693 16.097 224.735 137.85 141.52 67.347 5.031 280.838 58.254 119.81
130.151 17.791 201.258 210.62 16.588 226.324 143.178 142.442 67.999 5.056 304.022 60.732 120.831
23.979 17.949 33.596 112.37 15.857 240.201 1.877.619
24.112 18.383 34.614 113.019 16.074 244.144 1.899.017
25.619 18.55 39.649 113.635 16.191 250.408 1.995.447
28.801 19.407 41.461 114.222 16.628 256.676 2.045.148
28.994 19.561 44.522 117.222 16.707 261.054 2.086.844
30.436 19.988 47.809 118.472 16.922 266.546 2.147.165
Tingginya konsumsi beras selain akibat dari rendahnya produksi beras juga karena adanya peningkatan jumlah penduduk. Dengan tingkat konsumsi sebesar 139,15 kg per kapita per tahun dan jumlah penduduk di kawasan DAS Brantas yang semakin meningkat setiap tahunnya, maka dengan bertambahnya jumlah penduduk secara tidak langsung akan mempengaruhi pada peningkatan konsumsi beras. Namun demikian padi yang dihasilkan produksinya masih fluktuatif, tidak menunjukkan kestabilannya. Lebih jelasnya perkembangan produksi dan konsumsi beras di kawasan DAS Brantas disajikan dalam tabel berikut ini: Tabel 4. 61 Produksi dan Konsumsi Beras serta Jumlah Penduduk Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Produksi Beras (Ton) 1.472.199 1.483.314 1.654.545 1.705.722 1.774.457 1.671.687
Konsumsi Beras (Ton) 1.877.619 1.899.017 1.995.447 2.045.148 2.086.844 2.147.165
Jumlah Penduduk (Jiwa) 13.493.489 13.647.264 14.340.257 14.697.434 14.997.083 15.430.582
IV-59
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Berdasarkan tabel di atas, konsumsi beras penduduk di kawasan DAS Brantas meningkat dari tahun ke tahun, dan hal ini akan berdampak pada keseimbangan produksi - konsumsi padi. Disamping dipengaruhi kedua faktor di atas, perubahan penggunaan lahan sawah ke non sawah yang terjadi juga akan berpengaruh pada keseimbangan produksi - konsumsi padi karena lahan sebagai tempat bercocok tanam padi luasnya berkurang sehingga produksi padi yang dihasilkan akan menurun. Analisis keseimbangan produksi - konsumsi dihitung dengan menggunakan rumus: Produksi padi × Koreksi penyusutan menjadi beras Jumlah penduduk × Kebutuhan beras berdasar gizi
Hasil perhitungan keseimbangan produksi-konsumsi di kawasan DAS Brantas tahun 2006-2011 selengkapnya dapat dilihat pada tabel dan gambar berikut ini: Tabel 4. 62 Keseimbangan Produksi-Konsumsi No
Kabupaten/ Kota 2006 A Kabupaten 1 Blitar 0,94 2 Gresik 1,25 3 Jombang 1,27 4 Kediri 0,98 5 Madiun 2,16 6 Malang 0,70 7 Mojokerto 1,24 8 Nganjuk 1,69 9 Pasuruan 1,30 10 Ponorogo 1,75 11 Sidoarjo 0,48 12 Trenggalek 0,77 13 Tulungagung 1,00 B Kota 1 Batu 0,13 2 Blitar 0,36 3 Kediri 0,14 4 Malang 0,06 5 Mojokerto 0,19 6 Surabaya 0,01 Total DAS Brantas 0,78 Sumber: Hasil Analisis, Bappenas, 2012
Keseimbangan Produksi-Konsumsi 2007 2008 2009 2010
2011
0,78 1,14 1,37 1,01 2,29 0,62 1,18 1,77 1,45 1,77 0,52 0,70 0,93
0,91 1,17 1,37 0,94 2,34 0,78 1,29 1,97 1,49 2,00 0,44 0,78 1,15
0,89 1,26 1,40 0,95 2,51 0,80 1,27 1,83 1,73 1,91 0,46 0,83 1,18
1,12 1,21 1,48 0,95 2,39 0,75 1,28 1,90 1,71 1,99 0,42 0,93 1,18
1,17 0,96 1,15 0,90 2,27 0,81 1,10 1,81 1,73 1,49 0,33 0,80 1,15
0,16 0,31 0,14 0,06 0,18 0,01 0,78
0,17 0,35 0,15 0,05 0,17 0,01 0,83
0,14 0,32 0,17 0,07 0,17 0,02 0,83
0,15 0,40 0,20 0,06 0,18 0,02 0,85
0,11 0,27 0,20 0,06 0,17 0,02 0,78
IV-60
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Keseimbangan Produksi - Konsumsi 1,06 1,04 1,02 1 0,98 0,96 0,94 0,92 0,9 2006
2007
2008
2009
2010
2011
Sumber: Hasil Analisis, Bappenas, 2012
Gambar 4.19 Keseimbangan Produksi - Konsumsi
Tabel dan gambar di atas adalah perbandingan antara produksi dan konsumsi yang terjadi hasilnya disebut dengan tingkat keseimbangan produksi. Apabila hasilnya kurang dari 1 (satu) maka disebut belum mencapai titik seimbang dan bahkan bisa dikatakan mengalami minus produksi dan jika hasilnya lebih dari 1 (satu) maka kawasan tersebut terjadi surplus produksi padi. Secara umum di kawasan DAS Brantas dalam kurun waktu tahun 2006-2011 tidak terjadi keseimbangan produksi - konsumsi bahan makanan pokok beras, atau bisa dikatakan mengalami minus beras. Hal ini dikarenakan jumlah konsumsi beras lebih besar dibandingkan dengan produksi padi yang dihasilkan. Tingginya jumlah konsumsi beras tersebut sebagai akibat dari semakin meningkatnya pertumbuhan jumlah penduduk di kawasan DAS Brantas, sehingga konsumsi beras yang tinggi ini tidak diimbangi dengan produksi padi yang mencukupi maka terjadilah kondisi minus beras. di samping itu tidak terjadinya keseimbangan produksi - konsumsi bahan makanan pokok beras dikarenakan tingginya perubahan penggunaan lahan sawah ke non-sawah yang berakibat menurunnya produksi padi yang dihasilkan. Oleh karena itu untuk memenuhi persediaan beras di kawasan DAS Brantas perlu didukung oleh daerah lain (impor). Untuk 5 tahun mendatang (tahun 2016), besaran nilai prediksi keseimbangan produksi-konsumsi adalah sebagai berikut:
IV-61
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Tabel 4.63 Prediksi Keseimbangan Produksi - Konsumsi Tahun 2016 Tahun
Jumlah Penduduk Konsumsi Beras (jiwa) (ton/thn) 2016 17.454.084 2.428.736 Sumber: Hasil Analisis, Bappenas, 2012
Produksi Padi Ton GKG Konversi Beras 3.249.690 2.038.856
Keseimbangan 0,84
Kawasan DAS Brantas untuk kurun waktu 5 (lima) tahun mendatang (tahun 2016) diprediksi akan tetap dalam keadaan yang sama, yakni tetap dalam kondisi minus atau tetap mengalami kekurangan beras seperti yang terjadi di tahun 2006 - 2011. Hal ini dikarenakan jumlah produksi padi yang dihasilkan tidak mampu mencukupi kebutuhan konsumsi bahan pangan bagi penduduknya, yang mau tidak mau kawasan DAS Brantas harus mendatangkan beras dari daerah lain demi tetap tercukupinya kebutuhan akan konsumsi beras di wilayahnya. Selain itu kekurangan beras yang terjadi di kawasan DAS Brantas disebabkan oleh perubahan penggunaan lahan sawah ke non-sawah yang berakibat pada turunnya jumlah produksi padi yang ada. Untuk itu, dalam kerangka ketahanan pangan di kawasan DAS Brantas atas dasar kemampuan produksi, maka sebelum regulasi impor beras dilakukan perlu kiranya diambil langkah-langkah sebagai berikut: 1) Menekan laju alih fungsi sawah ke non-sawah; 2) Produktivitas tanaman ditingkatkan melalui perbaikan teknik budidaya; 3) Mengendalikan laju pertumbuhan penduduk; dan 4) Melaksanakan program keanekaragaman pangan (diversifikasi pangan). 4.7
Analisis Daya Dukung Lahan Berdasarkan klasifikasi tingkat daya dukung lahan pertanian, dari 19
Kabupaten/Kota yang berada di kawasan DAS Brantas secara keseluruhan masuk dalam kategori kelas III yaitu wilayah yang belum mampu swasembada pangan. Meskipun terjadi peningkatan produksi hasil pertanian di tahun 2011 terbukti daya dukung lahan belum mampu juga mengimbangi kenaikan jumlah penduduk, sehingga tingkat daya dukung lahan juga tidak mengalami peningkatan yang signifikan, yang pada akhirnya belum mampu mempengaruhi tingkat swasembada pangan di beberapa kabupaten/kota di kawasan DAS Brantas. Tabel 4. 64 Klasifikasi Tingkat Daya Dukung Lahan Pertanian per Kabupaten/Kota di Kawasan DAS Brantas di Tahun 2006 dan Tahun 2011 Kelas I II III
Daya Dukung Lahan Pertanian σ > 2,47 1 ≤ σ ≤ 2,7 σ<1 Jumlah
Jumlah Kabupaten/Kota 19 19
Kabupaten/Kota
19 (13 Kabupaten dan 6 Kota)
IV-62
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Menurut Mustari, et al. (2005) daya dukung lahan sangat erat kaitannya dengan kepadatan penduduk. Berdasarkan kisaran daya dukung lahan tersebut maka hampir seluruh kabupaten/kota yang berada di kawasan DAS Brantas kepadatan penduduknya telah melampaui daya dukung lahannya. Bahkan kabupaten/kota yang tergabung dalam kelompok ini (kota Surabaya, kota Malang, kota Mojokerto, kota Kediri, kota Blitar dan kabupaten Sidoarjo) menunjukkan bahwa wilayah-wilayah tersebut sudah terlalu padat penduduknya dibandingkan dengan lahan yang tersedia untuk kegiatan pertanian. Kondisi seperti ini sangat rawan terjadinya kerusakan lingkungan sebagai dampak dari tekanan penduduk.
100,00 90,00 80,00 70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00
Kepadatan Penduduk
Gambar 4. 20 Hubungan antara Kepadatan Penduduk dengan Daya Dukung Lahan
Salah satu faktor yang berpengaruh besar dan juga sangat dipengaruhi oleh pembangunan adalah faktor sumberdaya alam dan daya dukung lingkungan, yang sebenarnya merupakan sumberdaya lahan. Sumber daya alam dan daya dukung lingkungan ini salah satunya adalah lingkungan fisik yang merupakan tempat dilaksanakannya pembangunan. Dari kenyataan tersebut diperlukan adanya keserasian antara pembangunan yang dilakukan dengan daya dukung fisik. Untuk mencapai keserasian tersebut, hal yang perlu dilakukan adalah mengetahui kemampuan daya dukung lingkungan fisik. Dengan diketahuinya daya dukung lingkungan fisik, maka dapat ditentukan juga kegiatan pembangunan yang sesuai dengan daya dukung tadi. 4.8
Analisis Jumlah Penduduk Optimum Berdasarkan angka daya dukung lahan pertanian dan jumlah penduduk, maka
bisa diperoleh jumlah penduduk optimal yang dapat didukung oleh lahan pertanian IV-63
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
untuk tahun 2006 dan 2011. Dari hasil perhitungan, nilai Jumlah Penduduk Optimal lebih kecil dibandingkan jumlah penduduk yang terdata. Apabila jumlah penduduk optimal yang diperoleh lebih kecil dari jumlah penduduk yang terdata, maka diperlukan tambahan luas panen yang dapat mendukung penduduk tersebut. Selain tambahan luas panen, dapat juga dilakukan dengan cara peningkatan produksi tanaman pangan meialui usaha intensifikasi untuk mendukung penduduk tersebut. Ini berarti kawasan DAS Brantas daya dukung lahan pertaniannya belum mampu memenuhi kebutuhan pangan di daerahnya, sehingga diperlukan tambahan luas panen atau meningkatkan jumlah produksi pertaniannya. Tabel 4. 65 Perhitungan Jumlah Penduduk Optimal Tahun 2006 dan Tahun 2011 Jumlah Penduduk Tahun 2006 (Jiwa) 13.493.489
4.9
Daya Dukung Lahan Tahun 2006 0,05905
Jumlah Penduduk Tahun 2011 (Jiwa) 15.430.582
Daya Dukung Lahan Tahun 2006 0,05630
JPO 2006
JPO 2011
796.791
868.742
Analisis Hidrologi dan Debit Limpasan Berikut ini adalah analisis hidrologi dan debit limpasan DAS Brantas:
4.9.1. Analisis Hidrologi A. Data Curah Hujan Data hujan yang dipergunakan dalam analisa hidrologi dan perhitungan indeks erosivitas hujan, diambil dari 40 stasiun penakar hujan. Data hujan yang digunakan dalam analisa tersebut meliputi data curah hujan harian dengan periode pengamatan tahun 1999 sampai dengan tahun 2008. Data curah hujan yang digunakan selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:
IV-64
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Tabel 4.66 Tabel 4.1. Data Stasiun Hujan
Tabel Data Stasiun Hujan
No. Stasiun Hujan Desa 1 Banaran Babatan 2 Bantaran Bantaran Semen 3 Bendungan Suren Lor 4 Besuki Besuki 5 Blimbing Blimbing 6 Bogokidul Mejono 7 Campur Darat Campurdarat 8 Dampit Dampit 9 Dau Sengkaling 10 Doko Doko 11 Gedeg Gedeg 12 Gondanglegi Banjarejo 13 Gunung Sari Gunung Sari 14 Kali Dawir Kali Dawir 15 Kampak Sawah 16 Kediri Mojoroto 17 Kedungsoko Tanjungan 18 Kertosono Kertosono 19 Klampok Dawuhan 20 Lodoyo Jegu 21 Mojosari Seduri 22 Pacet Sajen 23 Pager Wojo Pagerwojo 24 Poncokusumo Poncokusumo 25 Porong Porong 26 Pujon Pujon 27 Rejoso Rejoso 28 Ringinrejo Selodono 29 Sawahan Sawahan 30 Siman Seluis 31 Sumber Pucung Karang Kates 32 Sumber Ringin Sumber Ringin 33 Tampung Tampung 34 Tangkilsari Tangkilsari 35 Tanjung Tanjungwa 36 Tugu Duren 37 Tumpang Tumpang 38 Wates Tunge 39 Wlingi Wlingi 40 Wonosalam Wonosalam Sumber : Dinas Prov. Provinsi Jawa Timur Sumber: DinasPengairan Pengairan Jawa
B.
Kecamatan Pace Gandusari Bendungan Bandung Gudo Plemahan Campurdarat Dampit Sengkaling Doko Gedeg Gondanglegi Karang Pilang Kali Dawir Kampak Mojoroto Tanjungano Kertosono Kademangan Sutojayan Mojosari Pacet Bandung Poncokusumo Porong Pujon Rejoso Keras Sawahan Kepung Krng.Kates Sanankulon Puri Wajak Kabuh Tugu Tumpang Wates Wlingi Wonosalam
Kabupaten/Kota Nganjuk Blitar Trenggalek Tulungagung Jombang Kediri Tulungagung Malang Malang Blitar Mojokerto Malang Surabaya Tulungagung Trenggalek Kota Kediri Nganjuk Nganjuk Blitar Blitar Mojokerto Mojokerto Tulungagung Malang Sidoarjo Malang Nganjuk Kediri Nganjuk Kediri Malang Blitar Mojokerto Malang Jombang Trenggalek Malang Kediri Blitar Jombang
Timur
Curah Hujan Rerata Daerah Penentuan curah hujan rerata daerah menggunakan metode Poligon Thiessen.
Penggambaran Poligon Thiessen dilakukan dengan menginputkan masing-masing koordinat stasiun hujan kedalam table pada Software ArcView GIS 3.3 untuk mendapatkan peta sebaran stasiun hujan. Setelah itu dilakukan pembuatan poligon thiessen dengan mengaktifkan extension spatial analyst dengan batasan daerah pengaruh adalah peta DAS Brantas. Berdasarkan pembagian luas pengaruh masingmasing stasiun penakar hujan diperoleh hasil sebagai berikut:
IV-65
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Sumber: Hasil Analisis, Bappenas, 2012
Gambar 4.21 Poligon Thiessen DAS Brantas Tabel 4.67 Daerah Pengaruh Stasiun Hujan di DAS Brantas Tabel 4.2. Daerah Pengaruh Stasiun Hujan di DAS Brantas No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
Stasiun Hujan
Banaran Bantaran Bendungan Besuki Blimbing Bogokidul Campur Darat Dampit Dau Doko Gedeg Gondanglegi Gunung Sari Kali Dawir Kampak Kediri Kedungsoko Kertosono Klampok Lodoyo Mojosari Pacet Pagerwojo Poncokusumo Porong Pujon Rejoso Ringinrejo Sawahan Siman Sumber Pucung Sumber Ringin Tampung Tangkilsari Tanjung Tugu Tumpang Wates Wlingi Wonosalam Jumlah Sumber : Hasil Analisa
Luas Daerah Pengaruh (Ha) 265.975 324.052 162.290 102.451 354.674 278.349 208.481 280.488 392.172 201.710 410.264 243.332 496.233 191.979 245.172 346.282 163.816 250.746 294.626 247.771 362.688 400.138 349.575 277.600 712.626 333.204 481.905 269.434 384.789 326.237 351.829 242.918 251.320 250.457 415.917 290.401 290.003 290.200 125.898 282.302 12150.304
Koefisien Thiessen 0.02 0.03 0.01 0.01 0.03 0.02 0.02 0.02 0.03 0.02 0.03 0.02 0.04 0.02 0.02 0.03 0.01 0.02 0.02 0.02 0.03 0.03 0.03 0.02 0.06 0.03 0.04 0.02 0.03 0.03 0.03 0.02 0.02 0.02 0.03 0.02 0.02 0.02 0.01 0.02 1.00
Sumber: Hasil Analisis, Bappenas, 2012
IV-66
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Tabel 4.68 Curah Hujan Maksimum Harian Rerata Daerah DAS Brantas No Tahun CH Rerata 1 1999 90.451 2 2000 95.004 3 2001 92.077 4 2002 102.223 5 2003 96.213 6 2004 121.474 7 2005 96.603 8 2006 72.266 9 2007 116.110 10 2008 98.604 Sumber: Hasil Analisis, Bappenas, 2012
C.
Curah Hujan Rancangan Curah hujan rancangan adalah curah hujan terbesar yang mungkin terjadi di
suatu daerah dengan peluang tertentu. Dalam studi ini, metode analisis hujan rancangan yang digunakan adalah metode Log Pearson Tipe III. Langkah-langkah perhitungannya sebagai berikut : 1.
Mengubah data curah hujan harian maksimum tahunan dalam bentuk logaritma (sebelumnya data curah hujan telah diurutkan dari kecil ke besar).
2.
Menghitung peluang empiris (P) dalam % dengan rumus Weibull (Soewarno, 1995 : 114):
m 1 x100% = 9,09 x 100 % = 10 1 n 1
P (%) = 3.
Menghitung harga rata-rata ( LogX ) dengan rumus : n
LogX
LogXi i 1
n
dengan :
LogX
= logaritma hujan rata-rata
n = banyaknya data
LogX 4.
72,27 1,86 10
Menghitung harga simpangan baku/ standar deviasi (dalam log) dengan rumus: n
S
S
( LogXi LogX )
2
i 1
n 1
0,0341 9
S = 0,06 IV-67
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
5.
Menghitung koefisien kepencengan (dalam log) dengan rumus :
n
Cs
Cs
n LogXi LogX
3
i 1
n 1n 2S 3
(0,000816) 72(0,06) 3
Cs = - 0,49 Untuk perhitungan Distribusi Log Pearson Tipe III dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.69 Perhitungan Distribusi Log Pearson Tipe III No. Tahun Xi (mm) 1 2006 72,27 2 1999 90,45 3 2001 92,08 4 2000 95,00 5 2003 96,21 6 2005 96,60 7 2008 98,60 8 2002 102,22 9 2007 116,11 10 2004 121,47 Jumlah 981,03 Rerata 98,10 Stand. Dev 11,50 Koef. Kemencengan (Cs)
P (%) 9,09 18,18 27,27 36,36 45,45 54,55 63,64 72,73 81,82 90,91
Log Xi 1,86 1,96 1,96 1,98 1,98 1,98 1,99 2,01 2,06 2,08 19,88 1,99 0,06 -0,49
2 3 Log Xi-Log X (Log Xi-Log X) (Log Xi-Log X) -0,13 0,016612 -0,002141 -0,03 0,000987 -0,000031 -0,02 0,000561 -0,000013 -0,01 0,000102 -0,000001 0,00 0,000021 0,000000 0,00 0,000008 0,000000 0,01 0,000037 0,000000 0,02 0,000472 0,000010 0,08 0,005936 0,000457 0,10 0,009343 0,000903 0,034078 -0,000816
Sumber: Hasil Analisis, Bappenas, 2012
6.
Menghitung logaritma curah hujan rancangan dengan periode ulang tertentu (nilai ekstrim) dengan rumus : Log X = LogX K . (S.LogX ) dengan : Log X =
logaritma besarnya curah hujan untuk periode ulang T tahun
LogX =
rata-rata dari logaritma curah hujan
K
faktor sifat distribusi Log Person Tipe III yang merupakan fungsi
=
koefisien
kemencengan
(Cs)
terhadap
kala
ulang
atau
probabilitas (P). Harga K bergantung pada nilai Cs positif atau negatif. Penentuan harga K dilakukan dengan cara interpolasi. S
=
simpangan baku (standar deviasi)
IV-68
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Log X = LogX K . (S.LogX ) Misal kala ulang 1.01 Tahun = 1,99 + ((-2,676) x 0,06) = 1,82 7.
Mencari antilog dari Log X untuk mendapatkan curah hujan rancangan dengan kala ulang tertentu: Antilog dari log X (1,82) = 66,55 mm Adapun
perhitungan
hujan
rancangan
dengan
berbagai
kala
ulang
selengkapnya disajikan pada tabel berikut: 4.70 Perhitungan Hujan Rancangan dengan Berbagai KalaHujan Ulang No Tr Tabel R rata-rata Std Deviasi Kemencengan Peluang K Curah Rancangan No (tahun) Tr R rata-rata Std (log) Deviasi Kemencengan Peluang K Curah (Log) (Cs) (%) LogHujan Rancangan mm [1] (tahun) [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9] (Log) (log) (Cs) (%) Log mm [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9] 1 1.01 1.99 0.06 -0.49 99 -2.676 1.82 66.55 1 1.01 99 -2.676 1.82 66.55 2 2 1.99 0.06 -0.49 50 0.081 1.99 98.35 2 2 50 0.081 1.99 98.35 3 5 1.99 0.06 -0.49 20 0.856 2.04 109.77 3 5 20 0.856 2.04 109.77 4 10 1.99 0.06 -0.49 10 1.218 2.06 115.55 4 10 10 1.218 2.06 115.55 5 25 1.99 0.06 -0.49 4 1.572 2.08 121.50 5 25 4 1.572 2.08 121.50 6 50 1.99 0.06 -0.49 2 1.785 2.10 125.21 6 50 2 1.785 2.10 125.21 7 100 1.99 0.06 -0.49 1 1.965 2.11 128.46 8 1000 1.99 0.06 -0.49 0.1 2.418 2.14 136.96 7 100 1 1.965 2.11 128.46 8 1000 1.99 0.06 -0.49 0.1 2.418 2.14 136.96 Sumber : Hasil Analisa Sumber Hasil : HasilAnalisis, Analisa Bappenas, 2012 Sumber: Keterangan : Keterangan [1] = Nomor : [6] = (1/Tr)*100 [1] = Kala Nomor [6] = tabel (1/Tr)*100 [2] Ulang [7] faktor sifat distribusi log person III [2] = (SlogXi)/n Kala Ulang [7] = tabel faktor distribusi logatau person [3] berdasarkan nilaisifat Cs dan peluang kalaIIIulang 0,5 [4] [3] = ((S(LogXi-LogX))/(n-1)) (SlogXi)/n berdasarkan nilai Cs dan peluang atau kala ulang [8] = LogX + K.SLogX 0,5 3 [4] = (n.S(LogXi-LogX) ((S(LogXi-LogX))/(n-1)) [5] )/((n-1)(n-2)(SLogX)3) [8] = antilog LogX +dari K.SLogX [9] LogX 3 [5] = (n.S(LogXi-LogX) )/((n-1)(n-2)(SLogX)3) [9] = antilog dari LogX
Sumber: Hasil Analisis, Bappenas, 2012
Gambar 4.22 Grafik CH Rancangan
IV-69
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
D.
Uji Kesesuaian Distribusi Frekuensi Uji kesesuaian distribusi dimaksudkan untuk mengetahui apakah distribusi yang
dipilih dapat digunakan atau tidak, untuk serangkaian data yang tersedia. Dalam studi ini, untuk keperluan analisis uji kesesuaian distribusi digunakan dua metode statistik, yaitu Uji Chi Square dan Uji Smirnov Kolmogorov. 1)
Uji Chi Square Uji Chi Square dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan distribusi
peluang yang telah dipilih dapat mewakili dari distribusi statistik sampel data yang dianalisis.Pengambilan keputusan uji ini menggunakan parameter 2 .Parameter 2 dapat dihitung dengan rumus (Soewarno, 1995 :194) : G
Oi Ei 2
i l
Ei
2 h
dengan :
h2 = parameter Chi Square terhitung G = jumlah sub grup Oi = jumlah nilai pengamatan pada sub grup ke i Ei
= jumlah nilai teoritis pada sub grup ke i
Adapun langkah-langkah perhitungan dari uji Chi Square adalah sebagai berikut 1.
Urutkan data pengamatan (dari besar ke kecil atau sebaliknya).
2.
Kelompokkan data menjadi G sub grup dengan persamaan Struges : kelas = 1 + 3,322 log n = 1 + 3,322. Log 10 = 4,322 ≈ 4 Maka data dibagi menjadi 4 sub grup Sehingga interval untuk masing-masing kelas = 25 %
3.
Jumlahkan data pengamatan sebesar Oi tiap-tiap subgrup
4.
Menghitung frekuensi teoritis Ei Ei =
data 10 = = 2,5 kelas 4
5.
Tiap-tiap subgrup hitung nilai :
Oi Ei 2 Ei
=
1 2,52 2.5
= 0,9
IV-70
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
6. 7.
Menghitung jumlah
2hitung =
G
Oi Ei 2
i l
Ei
= 3,6
Tentukan derajat kebebasan dk = G - R - 1 = 4 - 2 - 1 = 1 dengan R = 2 (Nilai parameter untuk Chi Square)
8.
Menentukan 2tabel berdasarkan Tabel Nilai 2 Kritis untuk Uji Chi Square, dengan derajat kepercayaan () dan derajat kebebasan (dk).
2tabel = 3,841
= 5 % dan dk = 1 9.
Menyimpulkan hasil perhitungan :
2hit<2tabel maka distribusi terpenuhi Adapun perhitungan selengkapnya disajikan pada tabel berikut: Tabel 4.71 Rekapitulasi Curah Hujan untuk masing-masing Kelas No.
P Xrerata St.Dev Kemencengan (%) (log) (log) (Cs) 1 25 1.99 0.06 -0.49 2 50 1.99 0.06 -0.49 3 75 1.99 0.06 -0.49 Sumber: Hasil Analisis, Bappenas, 2012
Pr (%) 75 50 25
K (tabel) -0.661 0.081 0.727
Curah Hujan Rancangan Log mm 1.947 88.545 1.993 98.354 2.033 107.781
Log X = LogX K . S log X Log X = 1,99 + (K* 0,06) Nilai K dicari berdasarkan Tabel Faktor Sifat
Distribusi Log Person Tipe III
Dengan Cs Negatif menurut nilai peluang. Tabel 4.72 Perhitungan Uji Chi-Square No 1 2 3 4
Batas Kelas
Kelas I II III IV
(%) 0 - 25 25 - 50 50 - 75 75 ~
(mm) 0 - 88.545 88.545 - 98.354 98.354 - 107.781 107.781 ~
Frekuensi Teoritis (Ej) 2.5 2.5 2.5 2.5 Jumlah
Frekuensi Pengamat (Oj) 1 5 2 2 10
X2Hit (mm) 0.9 2.5 0.1 0.1 3.6
Sumber: Hasil Analisis, Bappenas, 2012
Nilai X2 Kritis untuk α (derajat kepercayaan) 1% = 6,635 dan 5% = 3,841, sehingga untuk Uji Chi-Square dapat disimpulkan pada tabel berikut:
IV-71
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Tabel 4.73 Kesimpulan Hasil Uji Chi-Square X2tabel X2hit α 1% 6.635 3.6 X2hit <X2tabel 5% 3.841 3.6 X2hit <X2tabel Sumber: Hasil Analisis, Bappenas, 2012
2)
Keterangan Distribusi dapat diterima Distribusi dapat diterima
Uji Smirnov Kolmogorof Uji Smirnov Kolmogorov digunakan untuk membandingkan peluang yang paling
maksimum antara distribusi empiris dan distribusi teoritis yang disebut maks. Langkahlangkah perhitungan uji Smirnov Kolmogorov adalah sebagai berikut : 1.
Data diurutkan dari kecil ke besar
2.
Menghitung peluang empiris (Pe) dengan rumus Weibull (Soewarno, 1995 : 114): Pe =
3.
m 1 = = 0,091 n 1 10 1
Menghitung peluang teoritis (Pt) dengan rumus : Pt = 1 - Pr Untuk mencari nilai Pr (probabilitas yang terjadi) diinterpolasi dari Tabel Sifat Distribusi Log Pearson Tipe III (Cs Negatif). Maka Pt
= 1 - 0,964 = 0,036
4.
Menghitung simpangan maksimum (maks) dengan rumus : = Pt Pe = 0,036 0,091 = 0,055
5.
Menentukan nilai tabel berdasarkan derajat kepercayaan () pada Nilai Kritis untuk Uji Smirnov-Kolmogorof.
6.
Menyimpulkan hasil perhitungan, yaitu apabila maks<tabel maka distribusi teoritis yang digunakan untuk menentukan persamaan distribusi dapat diterima, dan apabila maks>tabel maka distribusi teoritis yang digunakan untuk menentukan persamaan distribusi tidak dapat diterima. Perhitungan Uji Smirnov Kolmogorof dapat dilihat pada tabel berikut:
IV-72
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Tabel 4.74 Uji Smirnov Kolmogorof No Xi (mm) Log Xi [1] [2] [3] 1 72.27 1.859 2 90.45 1.956 3 92.08 1.964 4 95.00 1.978 5 96.21 1.983 6 96.60 1.985 7 98.60 1.994 8 102.22 2.010 9 116.11 2.065 10 121.47 2.084 Jumlah 19.878 Rerata(LogX) 1.988 Std. Dev(SLogX) 0.062 Cs -0.486 Sumber : Hasil Analisa Sumber: Hasil Analisis, Bappenas, 2012 Keterangan :
Pe [4] 0.091 0.182 0.273 0.364 0.455 0.545 0.636 0.727 0.818 0.909
K [5] -2.095 -0.511 -0.385 -0.164 -0.075 -0.046 0.099 0.353 1.252 1.571
Pr [6] 0.964 0.699 0.657 0.582 0.552 0.543 0.493 0.395 0.094 0.040
Pt [7] 0.036 0.301 0.343 0.418 0.448 0.457 0.507 0.605 0.906 0.960 ∆ max =
Δ ІPt-PeІ [8] 0.055 0.119 0.070 0.054 0.007 0.088 0.129 0.122 0.088 0.051 0.129
[1] = Nomor [2] = Data [3] = Log Xi
[5] = (Log Xi - LogXi )/ S LogXi [6] = Probabilitas yang terjadi (interpolasi nilai Cs dan K) [7] = 1 - [6]
[4] = [1]/(n+1)
[8] = [7] - [4]
Dari perhitungan didapat max = 0,129, berdasarkan tabel Nilai Δ kritis untuk Uji Smirnov Kolmogorof didapat kritis (dengan N = 10) maka keputusan Uji Smirnov Kolmogorof ditabelkan sebagai berikut: Tabel 4.75 Keputusan Uji Smirnov Kolmogorof α Δkritis Δmax 0.05 0.41 0.129 0.01 0.49 0.129 Sumber: Hasil Analisis, Bappenas, 2012
Keterangan Distribusi dapat diterima Distribusi dapat diterima
Dari hasil perhitungan yang ditabelkan diatas maka Δkritis>Δmax maka distribusi yang digunakan dapat diterima. 4.9.2. Analisis Debit Limpasan A.
Penentuan Koefisien Pengaliran Nilai koefisien pengaliran (C) yang besar menunjukkan jumlah limpasan
permukaan yang terjadi pada lahan tersebut besar, dengan kata lain kondisi tata air dan penggunaan lahan pada lahan tersebut rusak. Sebaliknya nilai koefisien pengaliran yang kecil menunjukkan jumlah limpasan permukaan yang terjadi pada lahan tersebut kecil, dengan kata lain jumlah air yang meresap ke dalam tanah dan memberikan kontribusi (recharge) air tanah besar. Dalam studi ini, besarnya nilai koefisien pengaliran
IV-73
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
berdasarkan kondisi penggunaan lahan eksisting pada DAS Brantas dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.76 Koefisien C DAS Tabel Koefisien C (Limpasan) DAS Brantas No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Tataguna Lahan Permukiman Rawa/Hutan Rawa Empang Pabrik/Bangunan Bandar Udara/Pelabuhan Penggaraman Sungai Pasir Danau/Bendungan Tanah Kosong/Padang Rumput Semak Belukar Sawah Irigasi Sawah Tadah Hujan Hutan Kebun Ladang
Koef C 0.60 0.13 0.00 0.60 0.10 0.05 0.00 0.05 0.00 0.15 0.15 0.25 0.25 0.05 0.10 0.25 Jumlah
Brantas Luas (m2)
199436.920 3117.320 24274.780 2782.620 608.480 150.890 518.900 190.650 2815.870 12328.950 62307.960 312108.540 75476.080 85569.840 247492.600 185849.980 1215030.380
Prosentase (%) 16.41 0.26 2.00 0.23 0.05 0.01 0.04 0.02 0.23 1.01 5.13 25.69 6.21 7.04 20.37 15.30 100
Sumber : Hasil Sumber: HasilAnalisa Analisis, Bappenas, 2012
B.
Penentuan Waktu Konsentrasi (Tc), Koefisien Tampungan (Cs) dan Intensitas Hujan (I) Metode Rasional Modifikasi merupakan pengembangan dari Metode Rasional,
di mana waktu konsentrasi curah hujan yang terjadi lebih lama. Metode Rasional Modifikasi mempertimbangkan pengaruh tampungan (Cs) dalam memperkirakan debit limpasan. Berikut ini merupakan contoh perhitungan Waktu Konsentrasi (Tc), Koefisien Tampungan (Cs) dan Intensitas Hujan (I) pada Sub-sub Kali Ngrowo. Data-data: Slope lahan
= 0,1350
Panjang lereng = 26.832,20 m Slope sungai = 0,01110 Panjang sungai = 737,50m Angka kekasaran manning (n)
= 0,025
R24 kala ulang 1,01 tahun
= 66,550 mm
R24 kala ulang 2 tahun
= 98,354 mm
R24 kala ulang 5 tahun
= 109,772 mm
R24 kala ulang 10 tahun
= 115,552 mm
R24 kala ulang 25 tahun
= 121,501 mm
IV-74
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
maka : 1. Menghitung To (Overland flow time)
2 n 1 To = x3,28 xLx x = S 60 3
2 0,025 1 x x3,28 x 26.832,20 x 0,135 60 3
To = 66,547 jam 2. Menghitung v (kecepatanaliran) v = 4,918(S)1/2 v = 4,918 (0,01110)1/2 = 0,442 m/dt 3. Menghitung Td (Drain flow time) Td =
L 737,50 = 3600v 3600 * 0,442
Td = 41,743 jam 4. MenghitungTc (Waktukonsentrasi) Tc = To + Td Tc = 66.547 + 41.743 = 108,290 jam 5. Menghitung Cs (Koefisientampungan) Cs =
2Tc 2 * 108,290 = 2Tc Td 2 * 108,290 41,743
Cs = 0,838 6. Menghitung intensitas hujan metode Mononobe R 24 a) I = 24 24 Tc
2/3
, dengan R24 untuk kala ulang 1,01 th = 66,550 mm
66,550 24 I= 24 108,290
R 24 b) I = 24 24 Tc I=
c) I =
= 1,016mm/jam
2/3
, dengan R24 untuk kala ulang 2 th = 98,354 mm
98,354 24 24 108,290
R24 24 24 Tc
2/3
2/3
= 1,501 mm/jam
2/3
, dengan R24 untuk kala ulang 5 th = 109,772 mm
IV-75
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
109,772 24 I= 24 108,290
R 24 d) I = 24 24 Tc
I=
e) I =
= 1,675 mm/jam
2/3
, dengan R24 untuk kala ulang 10 th = 115,552 mm
115,552 24 24 108,290
R24 24 24 Tc
2/3
2/3
= 1,763 mm/jam
2/3
, dengan R24 untuk kala ulang 25 th = 121,501 mm
121,501 24 I= 24 108,290
2/3
= 1,854 mm/jam
Besarnya Koefisien Tampungan (Cs) dan Intensitas Hujan (I) ditambahkan pada data atribut peta Sub-Sub DAS Brantas. Hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4. 77 Perhitungan Koefisien Tampungan (Cs)
Tabel Perhitungan Koefisien Tampungan (Cs)
Panjang Kemiringan Angka Kekasaran Overland Panjang Lereng Lahan Manning flow Time Sungai No. Sub-sub DAS [L sungai] [L] [S] [n] [To] (m) (jam) (m) 1 K. Ngrowo 26832.200 0.135 0.025 66.547 66456.776 2 K. Pandansari 5823.190 0.218 0.025 11.354 16573.330 3 K. Widas 31340.360 0.083 0.025 98.920 83664.485 4 nn 25 6081.430 0.265 0.025 10.762 20220.117 5 K. Brantas 8062.500 0.074 0.025 26.919 539400.118 6 K. Beng 8993.180 0.064 0.025 32.445 32108.117 7 K. Mas 7000.610 0.027 0.025 39.143 101761.866 8 K. Kuntulan 8306.940 0.038 0.025 38.750 16168.228 9 K. Bangkok 4643.230 0.094 0.025 13.807 20694.675 10 K. Gembulu 10787.040 0.149 0.025 25.430 21844.111 11 K. Nganto 16253.850 0.127 0.025 41.629 20475.108 12 K. Manis 3726.300 0.146 0.025 8.895 22034.246 13 K. Metro 5566.670 0.141 0.025 13.523 16714.814 14 K. Watudakon 1123.580 0.004 0.025 15.271 18561.605 15 K. Tiko 1208.240 0.187 0.025 2.546 23033.534 16 K. Lemon 3656.210 0.211 0.025 7.256 26665.726 17 K. Ewoh 2363.190 0.205 0.025 4.756 11000.015 18 K. Konto 6663.420 0.153 0.025 15.506 70872.927 19 K. Jari 2711.900 0.222 0.025 5.248 16876.888 20 K. Gagang 1877.550 0.089 0.025 5.741 20333.122 21 K. Abad 1196.800 0.060 0.025 4.445 21473.210 22 K. Gelondong 1323.340 0.071 0.025 4.531 14697.259 23 K. Bandung 1013.170 0.071 0.025 3.469 7706.272 24 K. Corah 1960.660 0.065 0.025 6.987 27623.016 25 K. Lahar 1930.380 0.059 0.025 7.234 17113.307 26 K. Jabon 1382.830 0.046 0.025 5.860 22738.840 27 K. Tresmabaru 2371.750 0.028 0.025 13.007 22933.974 28 K. Dondong 2365.510 0.079 0.025 7.676 31440.671 29 K. Lahargendok 1238.040 0.066 0.025 4.400 32424.423 30 K. Ngobo 4790.530 0.066 0.025 16.943 27439.795 31 K. Dermo 2349.880 0.041 0.025 10.624 24036.083 32 K. Kedung 1543.600 0.063 0.025 5.608 15779.341 33 K. Jilu 5563.840 0.163 0.025 12.568 29783.542 34 K. Lesti 4467.880 0.134 0.025 11.124 54341.747 Sumber : Hasil Perhitungan
Slope Sungai [S sungai] 0.011 0.079 0.001 0.051 0.003 0.004 0.001 0.001 0.041 0.029 0.000 0.031 0.005 0.001 0.022 0.044 0.012 0.025 0.021 0.036 0.024 0.017 0.009 0.024 0.014 0.008 0.005 0.013 0.019 0.023 0.028 0.004 0.023 0.018
Kecepatan Aliran [v] (m/det) 0.442 1.181 0.126 0.945 0.235 0.275 0.147 0.117 0.854 0.714 0.073 0.742 0.304 0.154 0.626 0.881 0.459 0.663 0.605 0.796 0.645 0.554 0.397 0.644 0.488 0.368 0.294 0.481 0.571 0.634 0.703 0.277 0.632 0.566
Drain Waktu Koefisien flow Time Konsentrasi Tampungan [Td] [Tc] [Cs) (jam) (jam) 41.743 108.290 0.838 3.897 15.251 0.887 184.900 283.819 0.754 5.942 16.704 0.849 638.116 665.035 0.676 32.466 64.911 0.800 192.122 231.265 0.707 38.476 77.226 0.801 6.732 20.539 0.859 8.503 33.933 0.889 77.545 119.174 0.755 8.254 17.149 0.806 15.286 28.809 0.790 33.466 48.737 0.744 10.218 12.764 0.714 8.406 15.661 0.788 6.663 11.420 0.774 29.685 45.191 0.753 7.755 13.002 0.770 7.095 12.836 0.783 9.254 13.699 0.748 7.365 11.896 0.764 5.399 8.868 0.767 11.915 18.902 0.760 9.741 16.975 0.777 17.151 23.011 0.729 21.667 34.674 0.762 18.163 25.839 0.740 15.772 20.172 0.719 12.031 28.974 0.828 9.491 20.115 0.809 15.818 21.426 0.730 13.091 25.659 0.797 26.674 37.797 0.739
Sumber: Hasil Analisis, Bappenas, 2012
IV-76
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Tabel 4. 78 Perhitungan Intensitas Hujan (I)
Tabel Perhitungan Intensitas Hujan (I)
Waktu R24 R24 Konsentrasi No. Sub-sub DAS [Tc] (1.01 Tahun) (2 Tahun) (jam) (mm) (mm) 1 K. Ngrowo 108.290 66.550 98.354 2 K. Pandansari 15.251 66.550 98.354 3 K. Widas 283.819 66.550 98.354 4 nn 25 16.704 66.550 98.354 5 K. Brantas 665.035 66.550 98.354 6 K. Beng 64.911 66.550 98.354 7 K. Mas 231.265 66.550 98.354 8 K. Kuntulan 77.226 66.550 98.354 9 K. Bangkok 20.539 66.550 98.354 10 K. Gembulu 33.933 66.550 98.354 11 K. Nganto 119.174 66.550 98.354 12 K. Manis 17.149 66.550 98.354 13 K. Metro 28.809 66.550 98.354 14 K. Watudakon 48.737 66.550 98.354 15 K. Tiko 12.764 66.550 98.354 16 K. Lemon 15.661 66.550 98.354 17 K. Ewoh 11.420 66.550 98.354 18 K. Konto 45.191 66.550 98.354 19 K. Jari 13.002 66.550 98.354 20 K. Gagang 12.836 66.550 98.354 21 K. Abad 13.699 66.550 98.354 22 K. Gelondong 11.896 66.550 98.354 23 K. Bandung 8.868 66.550 98.354 24 K. Corah 18.902 66.550 98.354 25 K. Lahar 16.975 66.550 98.354 26 K. Jabon 23.011 66.550 98.354 27 K. Tresmabaru 34.674 66.550 98.354 28 K. Dondong 25.839 66.550 98.354 29 K. Lahargendok 20.172 66.550 98.354 30 K. Ngobo 28.974 66.550 98.354 31 K. Dermo 20.115 66.550 98.354 32 K. Kedung 21.426 66.550 98.354 33 K. Jilu 25.659 66.550 98.354 34 K. Lesti 37.797 66.550 98.354 Sumber : Hasil Perhitungan
Intensitas Intensitas Hujan Hujan (5 Tahun) (10 Tahun) (25 Tahun) 1.01 Tahun 2 Tahun (mm) (mm) (mm) (mm/jam) (mm/jam) 109.772 115.552 121.501 1.016 1.501 109.772 115.552 121.501 3.752 5.544 109.772 115.552 121.501 0.534 0.790 109.772 115.552 121.501 3.531 5.218 109.772 115.552 121.501 0.303 0.448 109.772 115.552 121.501 1.428 2.111 109.772 115.552 121.501 0.612 0.905 109.772 115.552 121.501 1.272 1.880 109.772 115.552 121.501 3.076 4.546 109.772 115.552 121.501 2.201 3.253 109.772 115.552 121.501 0.953 1.408 109.772 115.552 121.501 3.469 5.127 109.772 115.552 121.501 2.455 3.628 109.772 115.552 121.501 1.729 2.556 109.772 115.552 121.501 4.224 6.243 109.772 115.552 121.501 3.686 5.447 109.772 115.552 121.501 4.550 6.724 109.772 115.552 121.501 1.818 2.688 109.772 115.552 121.501 4.173 6.167 109.772 115.552 121.501 4.208 6.220 109.772 115.552 121.501 4.030 5.956 109.772 115.552 121.501 4.427 6.543 109.772 115.552 121.501 5.385 7.959 109.772 115.552 121.501 3.251 4.805 109.772 115.552 121.501 3.493 5.162 109.772 115.552 121.501 2.852 4.215 109.772 115.552 121.501 2.170 3.207 109.772 115.552 121.501 2.640 3.901 109.772 115.552 121.501 3.113 4.601 109.772 115.552 121.501 2.446 3.615 109.772 115.552 121.501 3.119 4.610 109.772 115.552 121.501 2.991 4.420 109.772 115.552 121.501 2.652 3.919 109.772 115.552 121.501 2.048 3.027 R24
R24
R24
Intensitas Hujan 5 Tahun (mm/jam) 1.675 6.188 0.881 5.824 0.499 2.356 1.010 2.099 5.074 3.631 1.571 5.723 4.050 2.852 6.968 6.079 7.504 3.000 6.882 6.942 6.647 7.303 8.883 5.363 5.762 4.704 3.579 4.354 5.136 4.034 5.145 4.933 4.374 3.379
Intensitas Hujan 10 Tahun (mm/jam) 1.763 6.514 0.928 6.130 0.526 2.480 1.063 2.209 5.341 3.822 1.654 6.024 4.263 3.002 7.335 6.400 7.900 3.157 7.245 7.307 6.997 7.687 9.350 5.645 6.065 4.952 3.767 4.583 5.406 4.247 5.416 5.193 4.605 3.557
Intensitas Hujan 25 Tahun (mm/jam) 1.854 6.849 0.975 6.446 0.553 2.608 1.118 2.323 5.616 4.019 1.739 6.334 4.482 3.157 7.712 6.729 8.306 3.320 7.618 7.683 7.357 8.083 9.832 5.936 6.377 5.207 3.961 4.819 5.684 4.465 5.695 5.460 4.842 3.740
Sumber: Hasil Analisis, Bappenas, 2012
C.
Analisis dan Penggambaran Peta Debit Limpasan Penentuan besarnya debit limpasan metode rasional modifikasi dengan analisa
spasial tumpang susun (overlay) menggunakan perangkat lunak Arc GIS 9.3. Data-data yang digunakan adalah Peta Sub-Sub DAS Brantas (Koef CS dan I), peta penggunaan lahan (Koefisien C). Rumus yang digunakan berdasarkan persamaan debit limpasan rasional modifikasi yaitu: Q = 0,278. Cs. C. I. A Contoh perhitungannya sebagai berikut : Pada Sub DAS Kali Ngrowo dengan data - data :
Luas lahan untuk Sub DAS Kali Ngrowo Danau/Bendungan
= 0,817552Km2, Koef C = 0,00
Empang
= 0,014374Km2, Koef C = 0,00
Hutan
= 234,365372Km2, Koef C = 0,05
Kebun
= 193,219787Km2, Koef C = 0,10
Ladang
= 209,451566Km2, Koef C = 0,25
Permukiman
= 250,01295Km2, Koef C = 0,60
Penggaraman
= 0,0000 Km2, Koef C = 0,05
Sawah Irigasi
= 273,178336Km2, Koef C = 0,25 IV-77
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Sawah Tadah Hujan
= 106,756564Km2, Koef C = 0,25
Semak Belukar
= 188,003353Km2, Koef C = 0,15
Tanah Kosong/P. Rumput
= 16,365985Km2, Koef C = 0,15
Koefisien tampungan (Cs) = 0,8384
Nilai C rata-rata didapatkan = 0,24387 Perhitungan debit limpasan permukaan (Q1,01) pada lokasi Sub DAS Kali Ngrowo
adalah sebagai berikut : Q1,01 = 0, 278 x 0,8384 x 0,24387 x 1,0156 x 1.472,185839 Q1,01 = 84,984082 m3/detik Hasil overlay sebaran debit limpasan dengan kondisi penggunaan lahan eksisiting di DAS Brantas disajikan dalam gambar dan untuk rekapitulasi hasil perhitungan debit limpasan permukaan disajikan pada tabel berikut ini: Tabel 4. 79 Rekapitulasi Jumlah Debit Tabel Rekapitulasi Jumlah Debit Limpasan DAS Brantas No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
Sub-sub DAS K. Ngrowo K. Pandansari K. Widas nn 25 K. Brantas K. Beng K. Mas K. Kuntulan K. Bangkok K. Gembulu K. Nganto K. Manis K. Metro K. Watudakon K. Tiko K. Lemon K. Ewoh K. Konto K. Jari K. Gagang K. Abad K. Gelondong K. Bandung K. Corah K. Lahar K. Jabon K. Tresmabaru K. Dondong K. Lahargendok K. Ngobo K. Dermo K. Kedung K. Jilu K. Lesti
Luas Sub-sub DAS (Ha) 147242.61 8138.19 149152.23 18219.42 222719.88 15718.22 125106.93 31392.04 16963.92 48347.39 76458.55 13963.43 16524.27 4496.13 10083.92 14127.98 1865.65 54807.40 4602.97 6182.96 3907.55 3630.92 1487.53 8899.11 6533.23 7063.82 9476.14 13399.75 11983.29 18055.23 12804.97 14897.84 54751.66 62025.25
Limpasan DAS Brantas
Q Q Kala Ulang Kala Ulang 1.01 Tahun 2 Tahun (m3/detik) (m3/detik) 84.984 16.483 39.423 33.969 34.768 6.661 39.724 20.700 29.738 69.136 35.454 24.095 20.971 4.376 16.643 21.251 6.339 43.033 11.218 16.833 9.582 11.358 5.934 16.629 17.825 13.287 14.916 26.187 22.641 27.008 26.283 25.973 73.922 59.521
125.598 24.360 58.263 50.203 51.384 9.845 58.708 30.592 43.950 102.176 52.397 35.610 30.992 6.468 24.597 31.407 9.369 63.598 16.579 24.878 14.161 16.786 8.770 24.576 26.344 19.637 22.044 38.702 33.460 39.916 38.844 38.386 109.249 87.966
Q Kala Ulang 5 Tahun (m3/detik) 140.179 27.188 65.027 56.031 57.350 10.988 65.524 34.144 49.052 114.038 58.480 39.744 34.590 7.219 27.452 35.054 10.457 70.981 18.504 27.766 15.804 18.734 9.788 27.429 29.402 21.917 24.603 43.195 37.345 44.550 43.354 42.842 121.932 98.178
Q Kala Ulang 10 Tahun (m3/detik) 147.561 28.620 68.452 58.982 60.370 11.566 68.974 35.942 51.635 120.043 61.560 41.837 36.412 7.599 28.898 36.899 11.007 74.719 19.479 29.228 16.637 19.721 10.304 28.874 30.951 23.071 25.899 45.469 39.312 46.896 45.636 45.098 128.353 103.348
Q Kala Ulang 25 Tahun (m3/detik) 155.157 30.094 71.976 62.018 63.478 12.162 72.525 37.792 54.293 126.223 64.729 43.991 38.286 7.990 30.386 38.799 11.574 78.565 20.481 30.732 17.493 20.736 10.834 30.360 32.544 24.259 27.232 47.810 41.335 49.310 47.986 47.420 134.961 108.668
Sumber : Analisa Spasial Spasial, Bappenas, 2012 Sumber: Hasil Analisis
IV-78
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Sumber: Hasil Analisis, Bappenas, 2012
Gambar 4. 23 Peta Sebaran Debit Limpasan Permukaan Kala Ulang 1.01 Tahun DAS Brantas
Sumber: Hasil Analisis, Bappenas, 2012
Gambar 4. 24 Peta Sebaran Debit Limpasan Permukaan Kala Ulang 2 Tahun DAS Brantas
IV-79
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Sumber: Hasil Analisis, Bappenas, 2012
Gambar 4. 25 Peta Sebaran Debit Limpasan Permukaan Kala Ulang 5 Tahun DAS Brantas
Sumber: Hasil Analisis, Bappenas, 2012
Gambar 4. 26 Peta Sebaran Debit Limpasan Permukaan Kala Ulang 10 Tahun DAS Brantas
IV-80
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Sumber: Hasil Analisis, Bappenas, 2012
Gambar 4. 27 Peta Sebaran Debit Limpasan Permukaan Kala Ulang 25 Tahun DAS Brantas
4.10
Analisis Ketersediaan Air Ketersediaan air dalam kajian ini dibedakan menjadi 5 komponen yaitu
ketersediaan air hujan, ketersediaan air sungai, ketersediaan mata air, ketersediaan air tampungan, dan ketersediaan potensi air tanah melalui cekungan air tanah. Dalam penelitian ini, ketersediaan air di DAS Brantas mempunyai cakupan wilayah administratif yang meliputi 13 kabupaten yaitu : Blitar, Gresik, Jombang, Kediri, Brantas, Malang, Mojokerto, Nganjuk, Pasuruan, Ponorogo, Sidoarjo, Trenggalek, Tulungagung dan 6 kotamadya yaitu Batu, Blitar, Kediri, Malang, Mojokerto, Surabaya, dengan luas DAS Brantas 12.150,304 km2. Analisis ketersediaan air ini ditujukan untuk mengetahui kuantitas ketersediaan air di DAS Brantas dari berbagai komponen ketersediaan yang ada. Untuk melakukan analisis keandalan berbagai komponen ketersediaan tersebut dibutuhkan data runtut waktu (time series) yang panjang sehingga didapatkan keandalan dengan berbagai peluang. Analisis peluang dilakukan dengan Metode Weilbull. 4.10.1. Ketersediaan Air Hujan Ketersediaan air hujan dihitung sebagai volume curah hujan rerata daerah bulanan yang dihitung dengan Metode Poligon Thiessen. Dalam analisis rata-rata ini digunakan 40 stasiun hujan yang tersebar di DAS Brantas. Pemilihan stasiun ini didasarkan pada kesesuaian kelengkapan data antara satu stasiun dengan stasiun lainnya dan proporsi sebaran stasiun hujan yang ada di DAS Brantas. Dari analisis
IV-81
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
peluang maka dapat dikatakan peluang disamainya atau terlampauinya besaran curah hujan. Dari hasil perhitungan dari curah hujan rerata daerah bulanan, didapatkan total ketersediaan hujan rata-rata di DAS Brantas sebesar 1801,91 mm atau setara dengan 21893,79 juta m3/tahun. Ketersediaan air hujan terbesar terdapat pada bulan Maret sebesar 324,73 mm atau setara dengan 3945,56 juta m3/bulan dan terendah pada bulan Agustus sebesar 2,88 mm atau setara dengan 35 juta m3/bulan. Tabel 4.80 Ketersediaan Air Hujan di DAS Brantas No
Peluang
JAN FEB MAR APR 1 9.09 5440.01 4247.99 5173.53 3089.12 2 18.18 4372.08 4144.27 4976.44 3060.39 3 27.27 4103.96 3888.70 4302.36 2977.56 4 36.36 4023.79 3844.07 3972.96 2834.35 5 45.45 3503.78 3563.39 3840.46 2787.41 6 54.55 3493.29 3449.34 3712.44 2568.87 7 63.64 3458.90 3362.72 3679.62 2483.15 8 72.73 3067.50 3259.47 3639.43 1661.96 9 81.82 3028.24 2737.01 3564.33 1169.96 10 90.91 1550.23 2330.63 2594.06 908.90 Rerata 3604.18 3482.76 3945.56 2354.17 Peluang : 80 % 3036.093 2841.505 3579.353 1268.356 Sumber : Hasil Perhitungan
Ketersediaan Air Hujan (Juta m3) MEI JUN JUL AGS 1578.25 1430.68 638.30 97.16 1454.45 1124.56 185.86 62.34 1336.46 655.63 169.95 51.81 1323.81 400.80 153.49 51.73 912.21 273.20 109.76 45.33 864.78 250.30 95.10 28.18 846.61 203.64 11.58 5.10 786.31 83.11 11.44 4.66 629.26 49.84 9.62 3.22 243.60 28.91 0.49 0.50 997.57 450.07 138.56 35.00 660.671 56.494 9.987 3.510
SEP 364.06 212.46 118.38 105.97 70.65 68.19 25.28 19.29 16.50 0.49 100.13 17.061
OKT 2619.06 2087.68 1465.83 1178.13 1163.32 664.43 483.85 84.88 73.27 36.37 985.68 75.591
NOV DES 3689.18 5607.54 3478.94 4816.87 3424.09 4622.48 3242.64 3436.56 2372.65 3371.02 2359.54 3169.63 2045.03 2762.83 1631.49 2750.02 988.68 2199.82 370.22 1661.84 2360.25 3439.86 1117.241 2309.857
Tahunan 33974.88 29976.34 27117.22 24568.31 22013.17 20724.09 19368.31 16999.57 14469.76 9726.25 21893.79 14975.719
Sumber: Hasil Analisis, Bappenas, 2012
Ketersediaan Air Hujan di DAS Brantas 4500 4000 3500 3000 2500 2000
1500 1000 500 0 JAN
FEB
MAR
APR
MEI
JUN Rerata
JUL
AGS
SEP
OKT
NOV
DES
Peluang : 80 %
Sumber: Hasil Analisis, Bappenas, 2012
Gambar 4.28 Ketersediaan Air Hujan di DAS Brantas
4.10.2. Ketersediaan Air Sungai Sungai adalah alur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa jaringan pengaliran air beserta air di dalamnya, mulai dari hulu sampai muara, dengan dibatasi kanan dan kiri oleh garis sempadan (Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 Pasal 1 Ayat 1). Ketersediaan air sungai yang dimaksud adalah volume air yang senantiasa dapat digunakan dari sungai-sungai yang mengalir pada Daerah Aliran Sungai Brantas.
IV-82
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Pada kajian ini ketersediaan air sungai dihitung dengan menggunakan metode FJ. Mock. Adapun Parameter perhitungan F.J. Mock untuk DAS Brantas beserta contoh perhitungan pada bulan Januari periode I Tahun 1999 antara lain:
Luas Catchment Area
Soil Moisture Capacity (SMC) = 70 mm (kapasitas kelembaban tanah)
Koefisien Infiltrasi (I)
Faktor resesi aliran air tanah (k) = 0,91
= 12.150,304 Km2 = 0,23
1.
Curah hujan (P)
= 91,25 mm/hari
2.
Jumlah hari hujan (n)
= 4,55 hari (rerata)
3.
Jumlah hari (H)
= 10 hari
4.
Evapotranspirasi (Ep)
= 3,56 mm/hari
5.
Ep perbulan
= H x Ep = (3) x (4) = 10 x 3,56 = 35,63 mm/periode
6.
F. Lahan/vegetasi (m%)
= 40%
7.
E
= = = 9,58 mm/periode
8.
Et
= Ep - E = 35,63 – 9,58 = 26,05 mm/periode
9.
WS
= P – Et = 91,25 – 26,05 = 65,20 mm/periode
10.
Infiltrasi (I)
= WS . Ci = (9) x 0,23 = 65,20 x 0,23 = 15 mm/periode
11.
0,5 . (1+k) . I
= 0,5 . [1+0,91] . (10) = 0,5 x (1+0,91) x 15 = 14,32 mm/periode
IV-83
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
12.
k .Vn-1
= 0,91 x 78,47 = 71,41 mm/periode
13.
Volume Tampungan (Vn)
= (0,5 x (1+k) x I) + (k x Vn-1) = (11) + (12) = 14,32 + 71,41 = 85,73 mm/periode
14.
Perubahan Volume (Vn’)
= Vn – Vn-1 = 85,73 – 78,47 = 7,26 mm/periode
15.
Aliran dasar (BF)
= I – Vn’ = (10) – (14) = 15 – (7,26) = 7,74 mm/periode
16.
Aliran Langsung
= WS – I = (9) – (10) = 65,20 – 15,00 = 50,21 mm/periode
17.
Aliran Sungai
= aliran dasar + aliran langsung = (15) + (16) = 7,74 + 50,21 = 57,94 mm/periode
18.
Debit Andalan
= (17) x Cacthment area x 1000 Jumlah hari x 24 jam/hari x 3600 dt/jam = 57,94 x 12.150,304x 1000 10 x 24 x 3600 = 814,853 m3/detik
Untuk perhitungan selanjutnya ditampilkan dalam tabel di bawah ini:
IV-84
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Tabel 4.81 Perhitungan Debit DAS Brantas Tahun 1999 Tabel 5.48. Perhitungan Debit DAS Brantas Tahun 1999 dengan Metode F.J. Mock Luas Daerah Aliran (Das) Soil Moisture Capacity (SMC) Koefisien Infiltrasi (I) Faktor Resesi Aliran air tanah (k)
2 12150.30391 km 70 mm 0.23 0.91
Bulan NO
URAIAN
JAN II 112.72 5.56
III 127.20 6.77
I 65.18 4.74
PEB II 63.70 3.81
III 62.94 3.57
I 94.24 3.94
MAR II 107.22 4.79
III 91.89 4.52
I 80.21 3.95
APR II 145.67 5.07
III 19.18 1.14
I 44.83 2.23
MEI II 23.73 1.41
III 1.12 0.07
I 12.30 0.43
JUN II 0.61 0.07
III 7.69 0.44
I 13.23 0.62
JUL II 0.23 0.04
III 1.84 0.18
I
III 2.12 0.17
0.33 0.03
SEP II 0.46 0.07
III 7.93 0.44
I
0.55 0.09
AGS II 1.59 0.13
I
mm/hari hari
I 91.25 4.55
7.44 0.38
OKT II 41.82 2.30
III 47.70 2.34
I 79.93 3.65
NOP II 105.51 5.21
III 100.89 4.48
I 61.90 3.28
DES II 68.82 3.43
III 130.15 5.77
Satuan
1 2
Curah Hujan (P), [data] Hari hujan (n), [data]
3 4 5 6 7 8
Evapotranspirasi Terbatas (Et) Jumlah hari per bulan, [data] Evapotranspirasi (Eto)/hr, [Data] Evapotranspirasi (Eto)/bln, [3 x 4] Permukaan Lahan yang Terbuka (m) E Evapotranspirasi Terbatas (Et) = Eto - E
hari mm/hari mm/periode % mm/periode mm/periode
10.00 3.56 35.63 40.00 9.58 26.05
10.00 3.56 35.63 40.00 8.86 26.77
11.00 3.56 39.19 40.00 8.80 30.39
10.00 4.28 42.77 40.00 11.35 31.42
10.00 4.28 42.77 40.00 12.14 30.63
8.00 4.28 34.21 40.00 9.87 24.34
10.00 3.52 35.16 40.00 9.89 25.28
10.00 3.52 35.16 40.00 9.29 25.87
11.00 3.52 38.68 40.00 10.43 28.25
10.00 3.90 38.99 40.00 10.96 28.03
10.00 3.90 38.99 40.00 10.08 28.91
10.00 3.90 38.99 40.00 13.14 25.84
10.00 3.64 36.42 40.00 11.49 24.93
10.00 3.64 36.42 40.00 12.09 24.34
11.00 3.64 40.07 40.00 14.37 25.70
10.00 4.24 42.37 40.00 14.89 27.48
10.00 4.24 42.37 40.00 15.19 27.18
10.00 4.24 42.37 40.00 14.88 27.49
10.00 3.97 39.68 40.00 13.80 25.88
10.00 3.97 39.68 40.00 14.25 25.43
11.00 3.97 43.65 40.00 15.55 28.09
10.00 4.35 43.47 40.00 15.57 27.90
10.00 4.35 43.47 40.00 15.54 27.93
11.00 4.35 47.81 40.00 17.05 30.76
10.00 4.93 49.33 40.00 17.73 31.60
10.00 4.93 49.33 40.00 17.68 31.64
10.00 4.93 49.33 40.00 17.33 32.00
10.00 5.35 53.46 40.00 18.84 34.62
10.00 5.35 53.46 40.00 16.78 36.68
11.00 5.35 58.81 40.00 18.42 40.39
10.00 5.62 56.20 40.00 16.12 40.07
10.00 5.62 56.20 40.00 14.38 41.82
10.00 5.62 56.20 40.00 15.19 41.00
10.00 3.27 32.74 40.00 9.64 23.10
10.00 3.27 32.74 40.00 9.54 23.20
11.00 3.27 36.01 40.00 8.81 27.20
9 10 11 12
Keseimbangan Air P - Et Kandungan Air Tanah (SMS) Kapasitas Kelembaban Tanah (SMC) Kelebihan Air (WS)
mm/periode mm/periode mm/periode mm/periode
65.20 0.00 70.00 65.20
85.95 0.00 70.00 85.95
96.81 0.00 70.00 96.81
33.76 0.00 70.00 33.76
33.07 0.00 70.00 33.07
38.60 0.00 70.00 38.60
68.97 0.00 70.00 68.97
81.35 0.00 70.00 81.35
63.64 0.00 70.00 63.64
52.18 0.00 70.00 52.18
116.76 0.00 70.00 116.76
-6.66 -6.66 63.34 0.00
19.90 6.66 70.00 13.24
-0.61 -0.61 69.39 0.00
-24.58 -24.58 44.81 0.00
-15.18 -15.18 29.63 0.00
-26.57 -26.57 3.06 0.00
-19.79 -3.06 0.00 0.00
-12.65 0.00 0.00 0.00
-25.20 0.00 0.00 0.00
-26.26 0.00 0.00 0.00
-27.35 0.00 0.00 0.00
-26.34 0.00 0.00 0.00
-28.64 0.00 0.00 0.00
-31.27 0.00 0.00 0.00
-31.18 0.00 0.00 0.00
-24.08 0.00 0.00 0.00
-27.18 0.00 0.00 0.00
5.14 0.00 0.00 5.14
7.31 0.00 0.00 7.31
39.85 0.00 0.00 39.85
63.69 0.00 0.00 63.69
59.89 0.00 0.00 59.89
38.80 0.00 0.00 38.80
45.62 0.00 0.00 45.62
102.95 0.00 0.00 102.95
mm/periode
15.00 14.32 71.41 85.73 7.26 7.74 50.21 57.94
19.77 18.88 78.02 96.90 11.16 8.61 66.18 74.79
22.27 21.26 88.18 109.44 12.54 9.72 74.54 84.26
7.76 7.41 99.59 107.01 -2.43 10.20 25.99 36.19
7.61 7.26 97.37 104.64 -2.37 9.97 25.46 35.44
8.88 8.48 95.22 103.70 -0.94 9.82 29.72 39.54
15.86 15.15 94.37 109.51 5.82 10.05 53.10 63.15
18.71 17.87 99.66 117.53 8.01 10.70 62.64 73.34
14.64 13.98 106.95 120.93 3.40 11.24 49.00 60.24
12.00 11.46 110.04 121.51 0.58 11.42 40.18 51.60
26.85 25.65 110.57 136.22 14.71 12.14 89.91 102.05
0.00 0.00 123.96 123.96 -12.26 12.26 0.00 12.26
3.05 2.91 112.80 115.71 -8.25 11.29 10.19 21.49
0.00 0.00 105.29 105.29 -10.41 10.41 0.00 10.41
0.00 0.00 95.82 95.82 -9.48 9.48 0.00 9.48
0.00 0.00 87.19 87.19 -8.62 8.62 0.00 8.62
0.00 0.00 79.35 79.35 -7.85 7.85 0.00 7.85
0.00 0.00 72.21 72.21 -7.14 7.14 0.00 7.14
0.00 0.00 65.71 65.71 -6.50 6.50 0.00 6.50
0.00 0.00 59.79 59.79 -5.91 5.91 0.00 5.91
0.00 0.00 54.41 54.41 -5.38 5.38 0.00 5.38
0.00 0.00 49.52 49.52 -4.90 4.90 0.00 4.90
0.00 0.00 45.06 45.06 -4.46 4.46 0.00 4.46
0.00 0.00 41.00 41.00 -4.06 4.06 0.00 4.06
0.00 0.00 37.31 37.31 -3.69 3.69 0.00 3.69
0.00 0.00 33.95 33.95 -3.36 3.36 0.00 3.36
0.00 0.00 30.90 30.90 -3.06 3.06 0.00 3.06
0.00 0.00 28.12 28.12 -2.78 2.78 0.00 2.78
1.18 1.13 25.59 26.72 -1.40 2.58 3.96 6.54
1.68 1.60 24.31 25.92 -0.80 2.48 5.63 8.11
9.17 8.75 23.58 32.34 6.42 2.75 30.69 33.43
14.65 13.99 29.43 43.42 11.08 3.57 49.04 52.61
13.77 13.15 39.51 52.66 9.25 4.53 46.11 50.64
8.92 8.52 47.92 56.45 3.78 5.14 29.88 35.02
10.49 10.02 51.37 61.39 4.94 5.55 35.13 40.68
23.68 22.61 55.86 78.47 17.09 6.59 79.27 85.86
814.853 1051.746 1077.258
508.965
498.345
695.050
888.067 1031.336
770.097
725.653 1435.103
172.403
302.177
146.447
121.152
121.273
110.358
100.426
91.388
83.163
68.798
68.867
62.669
51.845
51.896
47.226
42.975
39.108
92.038
103.626
470.165
739.860
712.144
492.431
Aliran dan Penyimpanan Air Tanah Infiltrasi ( I ), {[12] x i} 0,5 x (1 + k) x I k x V(n-1) Tampungan (Vn) Perubahan Volume Tampungan (Vn) Aliran Dasar Aliran Langsung Aliran / Debit sungai (mm/10hr) 3 21 Debit Andalan (m /dt) Sumber : Hasil Perhitungan 13 14 15 16 17 18 19 20
mm/periode mm/periode mm/periode mm/periode mm/periode m3/detik
Tabel 4.82 Perhitungan Debit DAS Brantas Tahun 2000
Tabel 5.49. Perhitungan Debit DAS Brantas Tahun 2000 dengan Metode F.J. Mock Luas Daerah Aliran (Das) Soil Moisture Capacity (SMC) Koefisien Infiltrasi (I) Faktor Resesi Aliran air tanah (k)
572.061 1097.685
2 12150.30391 km 70 mm 0.23 0.91
Bulan NO
URAIAN
JAN II 85.27 3.99
III 112.18 6.02
I 113.14 6.23
PEB II 69.69 3.57
III 101.05 4.07
I 90.24 4.63
MAR II 104.46 4.30
III 159.40 6.09
I 84.45 4.40
APR II 115.08 4.58
III 54.71 3.07
I 49.91 2.31
MEI II 49.19 2.73
III 30.79 1.53
I 17.63 1.18
JUN II 13.46 0.92
III 1.89 0.14
I
III 6.42 0.36
III 7.76 0.30
1.69 0.18
SEP II 2.12 0.21
III 5.94 0.39
I
0.01 0.01
AGS II 0.22 0.06
I
0.00 0.00
JUL II 1.41 0.11
I
mm/hari hari
I 87.23 4.74
5.68 0.37
OKT II 96.46 3.71
III 113.42 4.22
I 80.55 3.81
NOP II 113.96 5.15
III 109.12 5.43
I 13.54 0.65
DES II 94.89 5.04
III 28.35 1.66
Satuan
1 2
Curah Hujan (P), [data] Hari hujan (n), [data]
3 4 5 6 7 8
Evapotranspirasi Terbatas (Et) Jumlah hari per bulan, [data] Evapotranspirasi (Eto)/hr, [Data] Evapotranspirasi (Eto)/bln, [3 x 4] Permukaan Lahan yang Terbuka (m) E Evapotranspirasi Terbatas (Et) = Eto - E
hari mm/hari mm/periode % mm/periode mm/periode
10.00 3.56 35.63 40.00 9.45 26.18
10.00 3.56 35.63 40.00 9.99 25.64
11.00 3.56 39.19 40.00 9.39 29.80
10.00 4.28 42.77 40.00 10.07 32.70
10.00 4.28 42.77 40.00 12.34 30.42
8.00 4.28 34.21 40.00 9.53 24.68
10.00 3.52 35.16 40.00 9.41 25.76
10.00 3.52 35.16 40.00 9.63 25.53
11.00 3.52 38.68 40.00 9.21 29.47
10.00 3.90 38.99 40.00 10.60 28.38
10.00 3.90 38.99 40.00 10.46 28.52
10.00 3.90 38.99 40.00 11.64 27.34
10.00 3.64 36.42 40.00 11.43 25.00
10.00 3.64 36.42 40.00 11.12 25.30
11.00 3.64 40.07 40.00 13.20 26.87
10.00 4.24 42.37 40.00 14.25 28.12
10.00 4.24 42.37 40.00 14.47 27.89
10.00 4.24 42.37 40.00 15.13 27.24
10.00 3.97 39.68 40.00 14.28 25.39
10.00 3.97 39.68 40.00 14.19 25.48
11.00 3.97 43.65 40.00 15.39 28.25
10.00 4.35 43.47 40.00 15.64 27.83
10.00 4.35 43.47 40.00 15.60 27.87
11.00 4.35 47.81 40.00 16.93 30.89
10.00 4.93 49.33 40.00 17.58 31.75
10.00 4.93 49.33 40.00 17.55 31.78
10.00 4.93 49.33 40.00 17.37 31.95
10.00 5.35 53.46 40.00 18.85 34.61
10.00 5.35 53.46 40.00 15.28 38.18
11.00 5.35 58.81 40.00 16.21 42.60
10.00 5.62 56.20 40.00 15.95 40.25
10.00 5.62 56.20 40.00 14.44 41.75
10.00 5.62 56.20 40.00 14.13 42.07
10.00 3.27 32.74 40.00 11.36 21.38
10.00 3.27 32.74 40.00 8.49 24.25
11.00 3.27 36.01 40.00 11.77 24.24
9 10 11 12
Keseimbangan Air P - Et Kandungan Air Tanah (SMS) Kapasitas Kelembaban Tanah (SMC) Kelebihan Air (WS)
mm/periode mm/periode mm/periode mm/periode
61.04 0.00 70.00 61.04
59.63 0.00 70.00 59.63
82.37 0.00 70.00 82.37
80.44 0.00 70.00 80.44
39.27 0.00 70.00 39.27
76.37 0.00 70.00 76.37
64.48 0.00 70.00 64.48
78.93 0.00 70.00 78.93
129.93 0.00 70.00 129.93
56.06 0.00 70.00 56.06
86.56 0.00 70.00 86.56
27.37 0.00 70.00 27.37
24.92 0.00 70.00 24.92
23.89 0.00 70.00 23.89
3.93 0.00 70.00 3.93
-10.49 -10.49 59.51 0.00
-14.43 -14.43 45.08 0.00
-25.35 -25.35 19.74 0.00
-25.39 -19.74 0.00 0.00
-24.08 0.00 0.00 0.00
-21.83 0.00 0.00 0.00
-27.82 0.00 0.00 0.00
-27.65 0.00 0.00 0.00
-23.12 0.00 0.00 0.00
-30.07 0.00 0.00 0.00
-29.66 0.00 0.00 0.00
-26.02 0.00 0.00 0.00
-28.94 0.00 0.00 0.00
58.28 0.00 0.00 58.28
70.83 0.00 0.00 70.83
40.30 0.00 0.00 40.30
72.20 0.00 0.00 72.20
67.05 0.00 0.00 67.05
-7.84 0.00 0.00 0.00
70.64 0.00 0.00 70.64
4.10 0.00 0.00 4.10
mm/periode
14.04 13.41 67.22 80.63 6.76 7.28 47.00 54.28
13.71 13.10 73.38 86.47 5.84 7.87 45.91 53.79
18.95 18.09 78.69 96.78 10.31 8.64 63.43 72.06
18.50 17.67 88.07 105.74 8.96 9.54 61.94 71.49
9.03 8.63 96.23 104.85 -0.89 9.92 30.24 40.16
17.57 16.78 95.42 112.19 7.34 10.23 58.81 69.03
14.83 14.16 102.09 116.26 4.07 10.76 49.65 60.41
18.15 17.34 105.79 123.13 6.87 11.28 60.77 72.05
29.88 28.54 112.05 140.59 17.46 12.43 100.05 112.47
12.89 12.31 127.93 140.25 -0.34 13.23 43.17 56.40
19.91 19.01 127.63 146.64 6.39 13.52 66.65 80.17
6.29 6.01 133.44 139.45 -7.19 13.48 21.07 34.55
5.73 5.47 126.90 132.37 -7.08 12.81 19.19 31.99
5.49 5.25 120.46 125.71 -6.67 12.16 18.39 30.55
0.90 0.86 114.39 115.26 -10.45 11.35 3.02 14.38
0.00 0.00 104.88 104.88 -10.37 10.37 0.00 10.37
0.00 0.00 95.44 95.44 -9.44 9.44 0.00 9.44
0.00 0.00 86.85 86.85 -8.59 8.59 0.00 8.59
0.00 0.00 79.04 79.04 -7.82 7.82 0.00 7.82
0.00 0.00 71.92 71.92 -7.11 7.11 0.00 7.11
0.00 0.00 65.45 65.45 -6.47 6.47 0.00 6.47
0.00 0.00 59.56 59.56 -5.89 5.89 0.00 5.89
0.00 0.00 54.20 54.20 -5.36 5.36 0.00 5.36
0.00 0.00 49.32 49.32 -4.88 4.88 0.00 4.88
0.00 0.00 44.88 44.88 -4.44 4.44 0.00 4.44
0.00 0.00 40.84 40.84 -4.04 4.04 0.00 4.04
0.00 0.00 37.17 37.17 -3.68 3.68 0.00 3.68
0.00 0.00 33.82 33.82 -3.35 3.35 0.00 3.35
13.40 12.80 30.78 43.58 9.76 3.65 44.87 48.52
16.29 15.56 39.66 55.21 11.63 4.66 54.54 59.19
9.27 8.85 50.24 59.10 3.88 5.39 31.03 36.42
16.61 15.86 53.78 69.64 10.54 6.07 55.60 61.66
15.42 14.73 63.37 78.10 8.46 6.96 51.63 58.59
0.00 0.00 71.07 71.07 -7.03 7.03 0.00 7.03
16.25 15.52 64.67 80.19 9.12 7.13 54.39 61.52
0.94 0.90 72.97 73.87 -6.32 7.26 3.16 10.42
763.399
756.427
793.149 1127.399
485.939
449.923
429.658
183.830
145.875
132.747
120.799
109.928
100.034
82.755
82.838
75.383
62.362
62.424
56.806
51.694
47.041
682.329
756.720
512.128
867.160
823.985
98.846
865.141
133.195
Aliran dan Penyimpanan Air Tanah Infiltrasi ( I ), {[12] x i} 0,5 x (1 + k) x I k x V(n-1) Tampungan (Vn) Perubahan Volume Tampungan (Vn) Aliran Dasar Aliran Langsung Aliran / Debit sungai (mm/10hr) 3 21 Debit Andalan (m /dt) Sumber : Hasil Perhitungan 13 14 15 16 17 18 19 20
mm/periode mm/periode mm/periode mm/periode mm/periode m3/detik
921.290 1005.288
564.789 1213.521
849.564 1013.277 1437.919
IV-85
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Tabel 4.83 Perhitungan Debit DAS Brantas Tahun 2001
Tabel 5.50. Perhitungan Debit DAS Brantas Tahun 2001 dengan Metode F.J. Mock Luas Daerah Aliran (Das) Soil Moisture Capacity (SMC) Koefisien Infiltrasi (I) Faktor Resesi Aliran air tanah (k)
2
12150.30391 km 70 mm 0.23 0.91
Bulan NO
URAIAN
I 137.98 5.70
JAN II 58.63 3.59
III 141.15 6.16
I 146.34 6.43
PEB II 81.27 4.70
III 40.66 1.97
I 75.80 3.37
MAR II 105.57 4.29
III 145.62 6.04
I 118.47 5.09
APR II 65.47 3.48
III 27.48 1.46
I 45.13 2.08
MEI II 6.27 0.37
III 13.32 0.77
I 73.04 3.36
JUN II 43.27 2.27
III 1.44 0.07
I
III 5.41 0.38
0.77 0.03
AGS II 0.34 0.08
III 2.61 0.08
I
0.31 0.08
JUL II 8.27 0.72
I
mm/hari hari
1.02 0.18
SEP II 2.93 0.18
III 1.86 0.29
I 39.28 2.41
OKT II 27.90 1.66
III 104.64 4.45
I 48.97 2.61
NOP II 110.57 4.21
III 35.73 2.26
I 63.69 2.93
DES II 50.08 2.46
III 67.27 3.51
Satuan
1 2
Curah Hujan (P), [data] Hari hujan (n), [data]
3 4 5 6 7 8
Evapotranspirasi Terbatas (Et) Jumlah hari per bulan, [data] Evapotranspirasi (Eto)/hr, [Data] Evapotranspirasi (Eto)/bln, [3 x 4] Permukaan Lahan yang Terbuka (m) E Evapotranspirasi Terbatas (Et) = Eto - E
hari mm/hari mm/periode % mm/periode mm/periode
10.00 3.56 35.63 40.00 8.76 26.87
10.00 3.56 35.63 40.00 10.27 25.36
11.00 3.56 39.19 40.00 9.28 29.91
10.00 4.28 42.77 40.00 9.90 32.87
10.00 4.28 42.77 40.00 11.38 31.39
8.00 4.28 34.21 40.00 10.97 23.24
10.00 3.52 35.16 40.00 10.29 24.88
10.00 3.52 35.16 40.00 9.64 25.52
11.00 3.52 38.68 40.00 9.25 29.43
10.00 3.90 38.99 40.00 10.07 28.92
10.00 3.90 38.99 40.00 11.32 27.67
10.00 3.90 38.99 40.00 12.89 26.09
10.00 3.64 36.42 40.00 11.59 24.83
10.00 3.64 36.42 40.00 12.84 23.58
11.00 3.64 40.07 40.00 13.81 26.26
10.00 4.24 42.37 40.00 12.41 29.96
10.00 4.24 42.37 40.00 13.33 29.04
10.00 4.24 42.37 40.00 15.19 27.17
10.00 3.97 39.68 40.00 14.22 25.46
10.00 3.97 39.68 40.00 13.71 25.97
11.00 3.97 43.65 40.00 15.38 28.26
10.00 4.35 43.47 40.00 15.62 27.85
10.00 4.35 43.47 40.00 15.57 27.89
11.00 4.35 47.81 40.00 17.14 30.68
10.00 4.93 49.33 40.00 17.58 31.75
10.00 4.93 49.33 40.00 17.58 31.75
10.00 4.93 49.33 40.00 17.47 31.86
10.00 5.35 53.46 40.00 16.67 36.79
10.00 5.35 53.46 40.00 17.48 35.99
11.00 5.35 58.81 40.00 15.94 42.87
10.00 5.62 56.20 40.00 17.29 38.90
10.00 5.62 56.20 40.00 15.50 40.69
10.00 5.62 56.20 40.00 17.69 38.50
10.00 3.27 32.74 40.00 9.87 22.87
10.00 3.27 32.74 40.00 10.17 22.57
11.00 3.27 36.01 40.00 10.44 25.58
9 10 11 12
Keseimbangan Air P - Et Kandungan Air Tanah (SMS) Kapasitas Kelembaban Tanah (SMC) Kelebihan Air (WS)
mm/periode mm/periode mm/periode mm/periode
111.12 0.00 70.00 111.12
33.27 0.00 70.00 33.27
111.24 0.00 70.00 111.24
113.47 0.00 70.00 113.47
49.87 0.00 70.00 49.87
17.41 0.00 70.00 17.41
50.92 0.00 70.00 50.92
80.04 0.00 70.00 80.04
116.19 0.00 70.00 116.19
89.55 0.00 70.00 89.55
37.80 0.00 70.00 37.80
1.39 0.00 70.00 1.39
20.30 0.00 70.00 20.30
-17.31 -17.31 52.69 0.00
-12.94 -12.94 39.75 0.00
43.08 30.25 70.00 12.82
14.23 0.00 70.00 14.23
-25.74 -25.74 44.26 0.00
-25.15 -25.15 19.11 0.00
-17.70 -17.70 1.42 0.00
-22.86 -1.42 0.00 0.00
-27.07 0.00 0.00 0.00
-27.55 0.00 0.00 0.00
-28.06 0.00 0.00 0.00
-30.72 0.00 0.00 0.00
-28.82 0.00 0.00 0.00
-30.00 0.00 0.00 0.00
2.48 0.00 0.00 2.48
-8.08 0.00 0.00 0.00
61.77 0.00 0.00 61.77
10.07 0.00 0.00 10.07
69.88 0.00 0.00 69.88
-2.77 0.00 0.00 0.00
40.83 0.00 0.00 40.83
27.52 0.00 0.00 27.52
41.70 0.00 0.00 41.70
mm/periode
25.56 24.41 51.05 75.46 19.36 6.20 85.56 91.76
7.65 7.31 68.67 75.97 0.52 7.14 25.62 32.76
25.58 24.43 69.14 93.57 17.60 7.99 85.65 93.64
26.10 24.92 85.15 110.07 16.50 9.60 87.37 96.97
11.47 10.96 100.17 111.12 1.05 10.42 38.40 48.83
4.00 3.82 101.12 104.94 -6.18 10.18 13.41 23.59
11.71 11.18 95.50 106.68 1.74 9.97 39.21 49.18
18.41 17.58 97.08 114.66 7.98 10.43 61.63 72.06
26.72 25.52 104.34 129.87 15.20 11.52 89.47 100.99
20.60 19.67 118.18 137.85 7.98 12.61 68.96 81.57
8.69 8.30 125.44 133.75 -4.10 12.80 29.11 41.91
0.32 0.31 121.71 122.01 -11.73 12.05 1.07 13.12
4.67 4.46 111.03 115.49 -6.52 11.19 15.63 26.82
0.00 0.00 105.10 105.10 -10.39 10.39 0.00 10.39
0.00 0.00 95.64 95.64 -9.46 9.46 0.00 9.46
2.95 2.82 87.03 89.85 -5.79 8.74 9.87 18.61
3.27 3.13 81.76 84.89 -4.96 8.23 10.96 19.19
0.00 0.00 77.25 77.25 -7.64 7.64 0.00 7.64
0.00 0.00 70.30 70.30 -6.95 6.95 0.00 6.95
0.00 0.00 63.97 63.97 -6.33 6.33 0.00 6.33
0.00 0.00 58.21 58.21 -5.76 5.76 0.00 5.76
0.00 0.00 52.97 52.97 -5.24 5.24 0.00 5.24
0.00 0.00 48.20 48.20 -4.77 4.77 0.00 4.77
0.00 0.00 43.87 43.87 -4.34 4.34 0.00 4.34
0.00 0.00 39.92 39.92 -3.95 3.95 0.00 3.95
0.00 0.00 36.33 36.33 -3.59 3.59 0.00 3.59
0.00 0.00 33.06 33.06 -3.27 3.27 0.00 3.27
0.57 0.55 30.08 30.63 -2.43 3.00 1.91 4.91
0.00 0.00 27.87 27.87 -2.76 2.76 0.00 2.76
14.21 13.57 25.36 38.93 11.06 3.15 47.57 50.71
2.32 2.21 35.43 37.64 -1.29 3.61 7.75 11.36
16.07 15.35 34.25 49.60 11.96 4.11 53.81 57.92
0.00 0.00 45.14 45.14 -4.46 4.46 0.00 4.46
9.39 8.97 41.07 50.04 4.91 4.48 31.44 35.92
6.33 6.04 45.54 51.58 1.54 4.79 21.19 25.98
9.59 9.16 46.94 56.10 4.52 5.07 32.11 37.18
460.650 1197.159 1363.626
686.638
414.662
691.597 1013.430 1291.122 1147.108
589.324
184.516
377.187
146.172
120.924
261.762
269.902
107.438
97.769
88.969
73.602
73.676
67.045
55.464
55.520
50.523
45.976
69.095
38.763
648.339
159.767
814.504
62.777
505.143
365.307
475.344
Aliran dan Penyimpanan Air Tanah Infiltrasi ( I ), {[12] x i} 0,5 x (1 + k) x I k x V(n-1) Tampungan (Vn) Perubahan Volume Tampungan (Vn) Aliran Dasar Aliran Langsung Aliran / Debit sungai (mm/10hr) 3 21 Debit Andalan (m /dt) Sumber : Hasil Perhitungan 13 14 15 16 17 18 19 20
mm/periode mm/periode mm/periode mm/periode mm/periode m3/detik
1290.400
Tabel 4.84 Perhitungan Debit DAS Brantas Tahun 2002
Tabel 5.51. Perhitungan Debit DAS Brantas Tahun 2002 dengan Metode F.J. Mock Luas Daerah Aliran (Das) Soil Moisture Capacity (SMC) Koefisien Infiltrasi (I) Faktor Resesi Aliran air tanah (k)
2
12150.30391 km 70 mm 0.23 0.91
Bulan NO
I 90.25 4.69
JAN II 98.96 4.44
III 258.52 8.38
I 129.53 5.73
PEB II 112.50 5.58
III 74.35 3.71
I 62.64 3.48
MAR II 111.23 4.85
III 125.67 5.36
I 97.67 4.24
APR II 81.03 3.89
III 25.67 1.44
I 15.49 1.08
MEI II 32.56 1.33
III 3.74 0.40
I
III 0.12 0.02
III 0.58 0.16
III 0.00 0.00
0.00 0.00
SEP II 0.94 0.11
III 1.14 0.19
I
0.00 0.00
AGS II 0.27 0.06
I
0.00 0.00
JUL II 0.37 0.07
I
2.44 0.28
JUN II 1.55 0.20
I
mm/hari hari
1.26 0.12
OKT II 1.19 0.11
III 3.59 0.38
I 22.84 1.50
NOP II 22.71 1.73
III 35.82 2.20
I 47.60 3.04
DES II 73.99 3.61
III 155.86 6.29
Evapotranspirasi Terbatas (Et) Jumlah hari per bulan, [data] Evapotranspirasi (Eto)/hr, [Data] Evapotranspirasi (Eto)/bln, [3 x 4] Permukaan Lahan yang Terbuka (m) E Evapotranspirasi Terbatas (Et) = Eto - E
hari mm/hari mm/periode % mm/periode mm/periode
10.00 3.56 35.63 40.00 9.49 26.15
10.00 3.56 35.63 40.00 9.66 25.97
11.00 3.56 39.19 40.00 7.54 31.65
10.00 4.28 42.77 40.00 10.50 32.27
10.00 4.28 42.77 40.00 10.62 32.14
8.00 4.28 34.21 40.00 9.78 24.44
10.00 3.52 35.16 40.00 10.21 24.95
10.00 3.52 35.16 40.00 9.25 25.92
11.00 3.52 38.68 40.00 9.78 28.90
10.00 3.90 38.99 40.00 10.73 28.26
10.00 3.90 38.99 40.00 11.00 27.98
10.00 3.90 38.99 40.00 12.91 26.08
10.00 3.64 36.42 40.00 12.33 24.10
10.00 3.64 36.42 40.00 12.15 24.28
11.00 3.64 40.07 40.00 14.10 25.97
10.00 4.24 42.37 40.00 15.01 27.35
10.00 4.24 42.37 40.00 15.08 27.29
10.00 4.24 42.37 40.00 15.24 27.13
10.00 3.97 39.68 40.00 14.28 25.39
10.00 3.97 39.68 40.00 14.23 25.45
11.00 3.97 43.65 40.00 15.58 28.07
10.00 4.35 43.47 40.00 15.65 27.82
10.00 4.35 43.47 40.00 15.59 27.87
11.00 4.35 47.81 40.00 17.21 30.60
10.00 4.93 49.33 40.00 17.76 31.57
10.00 4.93 49.33 40.00 17.65 31.68
10.00 4.93 49.33 40.00 17.57 31.76
10.00 5.35 53.46 40.00 19.12 34.34
10.00 5.35 53.46 40.00 19.13 34.33
11.00 5.35 58.81 40.00 20.72 38.09
10.00 5.62 56.20 40.00 18.55 37.65
10.00 5.62 56.20 40.00 18.29 37.91
10.00 5.62 56.20 40.00 17.76 38.44
10.00 3.27 32.74 40.00 9.79 22.94
10.00 3.27 32.74 40.00 9.42 23.31
11.00 3.27 36.01 40.00 8.44 27.57
Keseimbangan Air P - Et Kandungan Air Tanah (SMS) Kapasitas Kelembaban Tanah (SMC) Kelebihan Air (WS)
mm/periode mm/periode mm/periode mm/periode
64.10 0.00 70.00 64.10
72.99 0.00 70.00 72.99
226.87 0.00 70.00 226.87
97.27 0.00 70.00 97.27
80.35 0.00 70.00 80.35
49.91 0.00 70.00 49.91
37.69 0.00 70.00 37.69
85.31 0.00 70.00 85.31
96.76 0.00 70.00 96.76
69.41 0.00 70.00 69.41
53.04 0.00 70.00 53.04
-0.40 -0.40 69.60 0.00
-8.61 -8.61 60.99 0.00
8.28 8.28 69.27 0.00
-22.23 -22.23 47.04 0.00
-24.92 -24.92 22.13 0.00
-25.74 -22.13 0.00 0.00
-27.01 0.00 0.00 0.00
-25.39 0.00 0.00 0.00
-25.08 0.00 0.00 0.00
-27.49 0.00 0.00 0.00
-27.82 0.00 0.00 0.00
-27.61 0.00 0.00 0.00
-30.60 0.00 0.00 0.00
-31.57 0.00 0.00 0.00
-30.74 0.00 0.00 0.00
-30.62 0.00 0.00 0.00
-33.09 0.00 0.00 0.00
-33.14 0.00 0.00 0.00
-34.50 0.00 0.00 0.00
-14.81 0.00 0.00 0.00
-15.19 0.00 0.00 0.00
-2.62 0.00 0.00 0.00
24.66 0.00 0.00 24.66
50.67 0.00 0.00 50.67
128.29 0.00 0.00 128.29
mm/periode
14.74 14.08 51.57 65.65 8.98 5.76 49.36 55.12
16.79 16.03 59.74 75.78 10.12 6.66 56.20 62.87
52.18 49.83 68.96 118.79 43.01 9.17 174.69 183.85
22.37 21.36 108.10 129.46 10.67 11.70 74.89 86.59
18.48 17.65 117.81 135.46 6.00 12.48 61.87 74.36
11.48 10.96 123.27 134.23 -1.23 12.71 38.43 51.14
8.67 8.28 122.15 130.43 -3.80 12.47 29.02 41.49
19.62 18.74 118.69 137.43 7.00 12.62 65.69 78.31
22.26 21.25 125.06 146.31 8.89 13.37 74.51 87.88
15.96 15.25 133.15 148.39 2.08 13.89 53.45 67.33
12.20 11.65 135.04 146.69 -1.70 13.90 40.84 54.75
0.00 0.00 133.49 133.49 -13.20 13.20 0.00 13.20
0.00 0.00 121.47 121.47 -12.01 12.01 0.00 12.01
0.00 0.00 110.54 110.54 -10.93 10.93 0.00 10.93
0.00 0.00 100.59 100.59 -9.95 9.95 0.00 9.95
0.00 0.00 91.54 91.54 -9.05 9.05 0.00 9.05
0.00 0.00 83.30 83.30 -8.24 8.24 0.00 8.24
0.00 0.00 75.80 75.80 -7.50 7.50 0.00 7.50
0.00 0.00 68.98 68.98 -6.82 6.82 0.00 6.82
0.00 0.00 62.77 62.77 -6.21 6.21 0.00 6.21
0.00 0.00 57.12 57.12 -5.65 5.65 0.00 5.65
0.00 0.00 51.98 51.98 -5.14 5.14 0.00 5.14
0.00 0.00 47.30 47.30 -4.68 4.68 0.00 4.68
0.00 0.00 43.05 43.05 -4.26 4.26 0.00 4.26
0.00 0.00 39.17 39.17 -3.87 3.87 0.00 3.87
0.00 0.00 35.65 35.65 -3.53 3.53 0.00 3.53
0.00 0.00 32.44 32.44 -3.21 3.21 0.00 3.21
0.00 0.00 29.52 29.52 -2.92 2.92 0.00 2.92
0.00 0.00 26.86 26.86 -2.66 2.66 0.00 2.66
0.00 0.00 24.44 24.44 -2.42 2.42 0.00 2.42
0.00 0.00 22.24 22.24 -2.20 2.20 0.00 2.20
0.00 0.00 20.24 20.24 -2.00 2.00 0.00 2.00
0.00 0.00 18.42 18.42 -1.82 1.82 0.00 1.82
5.67 5.42 16.76 22.18 3.76 1.91 18.98 20.90
11.65 11.13 20.18 31.31 9.13 2.52 39.02 41.54
29.51 28.18 28.49 56.67 25.36 4.15 98.78 102.93
884.094 2350.466 1217.725 1045.647
898.951
583.509 1101.278 1123.479
946.909
769.903
185.656
168.947
153.742
127.186
127.314
115.855
105.428
95.940
87.305
72.225
72.298
65.791
54.427
54.481
49.578
45.116
41.056
37.361
30.907
30.938
28.154
25.620
293.883
URAIAN
1 2
Curah Hujan (P), [data] Hari hujan (n), [data]
3 4 5 6 7 8
9 10 11 12
Aliran dan Penyimpanan Air Tanah Infiltrasi ( I ), {[12] x i} 0,5 x (1 + k) x I k x V(n-1) Tampungan (Vn) Perubahan Volume Tampungan (Vn) Aliran Dasar Aliran Langsung Aliran / Debit sungai (mm/10hr) 3 21 Debit Andalan (m /dt) Sumber : Hasil Perhitungan 13 14 15 16 17 18 19 20
Satuan
mm/periode mm/periode mm/periode mm/periode mm/periode m3/detik
775.161
584.140 1315.845
IV-86
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Tabel 4.85 Perhitungan Debit DAS Brantas Tahun 2003 Tabel 5.52. Perhitungan Debit DAS Brantas Tahun 2003 dengan Metode F.J. Mock Luas Daerah Aliran (Das) Soil Moisture Capacity (SMC) Koefisien Infiltrasi (I) Faktor Resesi Aliran air tanah (k)
2 12150.30391 km 70 mm 0.23 0.91
Bulan NO
I 129.67 5.50
JAN II 29.31 2.15
III 200.85 8.52
I 134.84 6.62
PEB II 148.63 6.71
III 66.14 4.24
I 153.69 6.96
MAR II 106.75 4.35
III 45.11 2.55
I 48.90 2.60
APR II 11.64 1.10
III 14.27 0.92
I 64.93 3.90
MEI II 38.11 1.24
III 6.95 0.54
I
III 4.96 0.28
III 0.79 0.15
0.00 0.00
AGS II 0.00 0.00
III 0.04 0.04
I
0.00 0.00
JUL II 0.00 0.00
I
6.06 0.56
JUN II 11.47 0.87
I
mm/hari hari
0.16 0.03
SEP II 1.30 0.15
III 4.14 0.37
I 18.27 1.31
OKT II 3.80 0.30
III 17.75 1.23
I 22.18 1.50
NOP II 114.55 4.55
III 130.15 5.43
I 149.67 6.45
DES II 51.32 3.72
III 81.85 4.65
Evapotranspirasi Terbatas (Et) Jumlah hari per bulan, [data] Evapotranspirasi (Eto)/hr, [Data] Evapotranspirasi (Eto)/bln, [3 x 4] Permukaan Lahan yang Terbuka (m) E Evapotranspirasi Terbatas (Et) = Eto - E
hari mm/hari mm/periode % mm/periode mm/periode
10.00 3.56 35.63 40.00 8.91 26.72
10.00 3.56 35.63 40.00 11.29 24.34
11.00 3.56 39.19 40.00 7.43 31.76
10.00 4.28 42.77 40.00 9.74 33.03
10.00 4.28 42.77 40.00 9.65 33.11
8.00 4.28 34.21 40.00 9.42 24.80
10.00 3.52 35.16 40.00 7.76 27.40
10.00 3.52 35.16 40.00 9.60 25.57
11.00 3.52 38.68 40.00 11.95 26.73
10.00 3.90 38.99 40.00 12.01 26.98
10.00 3.90 38.99 40.00 13.18 25.81
10.00 3.90 38.99 40.00 13.32 25.67
10.00 3.64 36.42 40.00 10.28 26.15
10.00 3.64 36.42 40.00 12.21 24.22
11.00 3.64 40.07 40.00 13.99 26.07
10.00 4.24 42.37 40.00 14.77 27.59
10.00 4.24 42.37 40.00 14.52 27.85
10.00 4.24 42.37 40.00 15.02 27.35
10.00 3.97 39.68 40.00 14.28 25.39
10.00 3.97 39.68 40.00 14.28 25.39
11.00 3.97 43.65 40.00 15.58 28.07
10.00 4.35 43.47 40.00 15.65 27.82
10.00 4.35 43.47 40.00 15.65 27.82
11.00 4.35 47.81 40.00 17.17 30.64
10.00 4.93 49.33 40.00 17.73 31.60
10.00 4.93 49.33 40.00 17.61 31.72
10.00 4.93 49.33 40.00 17.39 31.93
10.00 5.35 53.46 40.00 17.85 35.61
10.00 5.35 53.46 40.00 18.92 34.54
11.00 5.35 58.81 40.00 19.72 39.09
10.00 5.62 56.20 40.00 18.55 37.65
10.00 5.62 56.20 40.00 15.11 41.08
10.00 5.62 56.20 40.00 14.12 42.07
10.00 3.27 32.74 40.00 7.56 25.18
10.00 3.27 32.74 40.00 9.35 23.39
11.00 3.27 36.01 40.00 9.62 26.39
Keseimbangan Air P - Et Kandungan Air Tanah (SMS) Kapasitas Kelembaban Tanah (SMC) Kelebihan Air (WS)
mm/periode mm/periode mm/periode mm/periode
102.95 0.00 70.00 102.95
4.98 0.00 70.00 4.98
169.08 0.00 70.00 169.08
101.81 0.00 70.00 101.81
115.52 0.00 70.00 115.52
41.35 0.00 70.00 41.35
126.29 0.00 70.00 126.29
81.18 0.00 70.00 81.18
18.38 0.00 70.00 18.38
21.92 0.00 70.00 21.92
-14.17 -14.17 55.83 0.00
-11.40 -11.40 44.42 0.00
38.78 25.58 70.00 13.21
13.89 0.00 70.00 13.89
-19.12 -19.12 50.88 0.00
-21.53 -21.53 29.34 0.00
-16.39 -16.39 12.96 0.00
-22.39 -12.96 0.00 0.00
-25.39 0.00 0.00 0.00
-25.39 0.00 0.00 0.00
-27.28 0.00 0.00 0.00
-27.82 0.00 0.00 0.00
-27.82 0.00 0.00 0.00
-30.60 0.00 0.00 0.00
-31.44 0.00 0.00 0.00
-30.41 0.00 0.00 0.00
-27.79 0.00 0.00 0.00
-17.34 0.00 0.00 0.00
-30.73 0.00 0.00 0.00
-21.34 0.00 0.00 0.00
-15.47 0.00 0.00 0.00
73.46 0.00 0.00 73.46
88.08 0.00 0.00 88.08
124.49 0.00 0.00 124.49
27.93 0.00 0.00 27.93
55.46 0.00 0.00 55.46
mm/periode
23.68 22.61 71.65 94.26 15.53 8.15 79.27 87.42
1.14 1.09 85.78 86.87 -7.39 8.53 3.83 12.37
38.89 37.14 79.05 116.19 29.32 9.57 130.19 139.76
23.42 22.36 105.73 128.10 11.91 11.51 78.40 89.91
26.57 25.37 116.57 141.94 13.85 12.72 88.95 101.67
9.51 9.08 129.17 138.25 -3.69 13.20 31.84 45.04
29.05 27.74 125.81 153.55 15.30 13.75 97.24 110.99
18.67 17.83 139.73 157.56 4.01 14.66 62.51 77.17
4.23 4.04 143.38 147.41 -10.14 14.37 14.15 28.52
5.04 4.82 134.15 138.96 -8.45 13.49 16.88 30.38
0.00 0.00 126.46 126.46 -12.51 12.51 0.00 12.51
0.00 0.00 115.08 115.08 -11.38 11.38 0.00 11.38
3.04 2.90 104.72 107.62 -7.46 10.49 10.17 20.66
3.20 3.05 97.93 100.99 -6.63 9.83 10.70 20.53
0.00 0.00 91.90 91.90 -9.09 9.09 0.00 9.09
0.00 0.00 83.63 83.63 -8.27 8.27 0.00 8.27
0.00 0.00 76.10 76.10 -7.53 7.53 0.00 7.53
0.00 0.00 69.25 69.25 -6.85 6.85 0.00 6.85
0.00 0.00 63.02 63.02 -6.23 6.23 0.00 6.23
0.00 0.00 57.35 57.35 -5.67 5.67 0.00 5.67
0.00 0.00 52.19 52.19 -5.16 5.16 0.00 5.16
0.00 0.00 47.49 47.49 -4.70 4.70 0.00 4.70
0.00 0.00 43.21 43.21 -4.27 4.27 0.00 4.27
0.00 0.00 39.33 39.33 -3.89 3.89 0.00 3.89
0.00 0.00 35.79 35.79 -3.54 3.54 0.00 3.54
0.00 0.00 32.57 32.57 -3.22 3.22 0.00 3.22
0.00 0.00 29.63 29.63 -2.93 2.93 0.00 2.93
0.00 0.00 26.97 26.97 -2.67 2.67 0.00 2.67
0.00 0.00 24.54 24.54 -2.43 2.43 0.00 2.43
0.00 0.00 22.33 22.33 -2.21 2.21 0.00 2.21
0.00 0.00 20.32 20.32 -2.01 2.01 0.00 2.01
16.90 16.14 18.49 34.63 14.31 2.59 56.57 59.16
20.26 19.35 31.51 50.86 16.23 4.03 67.82 71.85
28.63 27.35 46.28 73.63 22.77 5.87 95.86 101.73
6.42 6.13 67.00 73.13 -0.49 6.92 21.51 28.42
12.75 12.18 66.55 78.73 5.60 7.16 42.70 49.86
791.756 1560.842 1085.193
364.657
427.164
175.879
160.050
290.587
288.683
116.194
116.310
105.842
96.316
87.648
79.759
65.983
66.049
60.104
49.723
49.772
45.293
41.217
37.507
34.131
28.236
28.264
831.905 1010.363 1430.564
399.681
637.396
URAIAN
1 2
Curah Hujan (P), [data] Hari hujan (n), [data]
3 4 5 6 7 8
9 10 11 12
Aliran dan Penyimpanan Air Tanah Infiltrasi ( I ), {[12] x i} 0,5 x (1 + k) x I k x V(n-1) Tampungan (Vn) Perubahan Volume Tampungan (Vn) Aliran Dasar Aliran Langsung Aliran / Debit sungai (mm/10hr) 3 21 Debit Andalan (m /dt) Sumber : Hasil Perhitungan 13 14 15 16 17 18 19 20
Satuan
mm/periode mm/periode mm/periode mm/periode mm/periode m3/detik
1229.397
173.903 1786.780 1264.359 1429.830
Tabel 4.86 Perhitungan Debit DAS Brantas Tahun 2004
Tabel 5.53. Perhitungan Debit DAS Brantas Tahun 2004 dengan Metode F.J. Mock Luas Daerah Aliran (Das) Soil Moisture Capacity (SMC) Koefisien Infiltrasi (I) Faktor Resesi Aliran air tanah (k)
2 12150.30391 km 70 mm 0.23 0.91
Bulan NO
I 67.78 3.52
JAN II 85.70 4.21
III 134.89 6.55
I 104.96 4.46
PEB II 82.30 5.07
III 153.82 6.02
I 169.67 7.09
MAR II 158.30 5.46
III 81.60 4.15
I 39.46 2.43
APR II 25.99 1.59
III 30.83 1.81
I 16.61 0.93
MEI II 25.52 1.40
III 66.83 3.06
I
III 0.18 0.08
III 0.00 0.00
III 0.26 0.06
0.89 0.06
SEP II 15.72 0.82
III 0.88 0.15
I
0.12 0.06
AGS II 0.00 0.00
I
2.03 0.24
JUL II 7.00 0.58
I
5.42 0.51
JUN II 11.16 0.73
I
mm/hari hari
0.00 0.00
OKT II 1.67 0.11
III 5.32 0.57
I 27.92 1.99
NOP II 12.51 0.89
III 153.76 6.59
I 167.93 5.15
DES II 61.10 3.35
III 151.41 6.50
Evapotranspirasi Terbatas (Et) Jumlah hari per bulan, [data] Evapotranspirasi (Eto)/hr, [Data] Evapotranspirasi (Eto)/bln, [3 x 4] Permukaan Lahan yang Terbuka (m) E Evapotranspirasi Terbatas (Et) = Eto - E
hari mm/hari mm/periode % mm/periode mm/periode
10.00 3.56 35.63 40.00 10.32 25.31
10.00 3.56 35.63 40.00 9.83 25.80
11.00 3.56 39.19 40.00 8.97 30.22
10.00 4.28 42.77 40.00 11.58 31.18
10.00 4.28 42.77 40.00 11.06 31.71
8.00 4.28 34.21 40.00 8.20 26.01
10.00 3.52 35.16 40.00 7.67 27.49
10.00 3.52 35.16 40.00 8.82 26.34
11.00 3.52 38.68 40.00 10.72 27.96
10.00 3.90 38.99 40.00 12.14 26.85
10.00 3.90 38.99 40.00 12.80 26.19
10.00 3.90 38.99 40.00 12.62 26.36
10.00 3.64 36.42 40.00 12.44 23.99
10.00 3.64 36.42 40.00 12.10 24.33
11.00 3.64 40.07 40.00 11.97 28.09
10.00 4.24 42.37 40.00 14.82 27.55
10.00 4.24 42.37 40.00 14.63 27.73
10.00 4.24 42.37 40.00 15.18 27.18
10.00 3.97 39.68 40.00 14.09 25.59
10.00 3.97 39.68 40.00 13.82 25.85
11.00 3.97 43.65 40.00 15.71 27.93
10.00 4.35 43.47 40.00 15.60 27.87
10.00 4.35 43.47 40.00 15.65 27.82
11.00 4.35 47.81 40.00 17.15 30.66
10.00 4.93 49.33 40.00 17.70 31.63
10.00 4.93 49.33 40.00 16.95 32.37
10.00 4.93 49.33 40.00 17.61 31.72
10.00 5.35 53.46 40.00 19.25 34.22
10.00 5.35 53.46 40.00 19.13 34.33
11.00 5.35 58.81 40.00 20.50 38.31
10.00 5.62 56.20 40.00 17.99 38.21
10.00 5.62 56.20 40.00 19.23 36.97
10.00 5.62 56.20 40.00 12.83 43.37
10.00 3.27 32.74 40.00 8.41 24.33
10.00 3.27 32.74 40.00 9.59 23.15
11.00 3.27 36.01 40.00 8.28 27.73
Keseimbangan Air P - Et Kandungan Air Tanah (SMS) Kapasitas Kelembaban Tanah (SMC) Kelebihan Air (WS)
mm/periode mm/periode mm/periode mm/periode
42.47 0.00 70.00 42.47
59.89 0.00 70.00 59.89
104.67 0.00 70.00 104.67
73.78 0.00 70.00 73.78
50.59 0.00 70.00 50.59
127.81 0.00 70.00 127.81
142.18 0.00 70.00 142.18
131.95 0.00 70.00 131.95
53.64 0.00 70.00 53.64
12.62 0.00 70.00 12.62
-0.20 -0.20 69.80 0.00
4.47 0.20 70.00 4.27
-7.38 -7.38 62.62 0.00
1.19 1.19 63.81 0.00
38.74 6.19 70.00 32.54
-22.13 -22.13 47.87 0.00
-16.57 -16.57 31.30 0.00
-27.00 -27.00 4.30 0.00
-23.55 -4.30 0.00 0.00
-18.85 0.00 0.00 0.00
-27.93 0.00 0.00 0.00
-27.75 0.00 0.00 0.00
-27.82 0.00 0.00 0.00
-30.40 0.00 0.00 0.00
-30.73 0.00 0.00 0.00
-16.66 0.00 0.00 0.00
-30.84 0.00 0.00 0.00
-34.22 0.00 0.00 0.00
-32.66 0.00 0.00 0.00
-32.99 0.00 0.00 0.00
-10.29 0.00 0.00 0.00
-24.45 0.00 0.00 0.00
110.40 0.00 0.00 110.40
143.60 0.00 0.00 143.60
37.96 0.00 0.00 37.96
123.68 0.00 0.00 123.68
mm/periode
9.77 9.33 85.15 94.48 0.91 8.86 32.70 41.56
13.78 13.16 85.97 99.13 4.65 9.12 46.12 55.24
24.08 22.99 90.21 113.20 14.07 10.01 80.60 90.60
16.97 16.20 103.01 119.22 6.02 10.95 56.81 67.76
11.64 11.11 108.49 119.60 0.38 11.25 38.96 50.21
29.40 28.07 108.84 136.91 17.31 12.09 98.41 110.50
32.70 31.23 124.59 155.82 18.91 13.79 109.48 123.27
30.35 28.98 141.79 170.78 14.96 15.39 101.60 116.99
12.34 11.78 155.41 167.19 -3.59 15.93 41.30 57.23
2.90 2.77 152.14 154.91 -12.28 15.18 9.71 24.89
0.00 0.00 140.97 140.97 -13.94 13.94 0.00 13.94
0.98 0.94 128.28 129.22 -11.75 12.73 3.29 16.02
0.00 0.00 117.59 117.59 -11.63 11.63 0.00 11.63
0.00 0.00 107.01 107.01 -10.58 10.58 0.00 10.58
7.48 7.15 97.38 104.53 -2.48 9.97 25.06 35.02
0.00 0.00 95.12 95.12 -9.41 9.41 0.00 9.41
0.00 0.00 86.56 86.56 -8.56 8.56 0.00 8.56
0.00 0.00 78.77 78.77 -7.79 7.79 0.00 7.79
0.00 0.00 71.68 71.68 -7.09 7.09 0.00 7.09
0.00 0.00 65.23 65.23 -6.45 6.45 0.00 6.45
0.00 0.00 59.36 59.36 -5.87 5.87 0.00 5.87
0.00 0.00 54.01 54.01 -5.34 5.34 0.00 5.34
0.00 0.00 49.15 49.15 -4.86 4.86 0.00 4.86
0.00 0.00 44.73 44.73 -4.42 4.42 0.00 4.42
0.00 0.00 40.70 40.70 -4.03 4.03 0.00 4.03
0.00 0.00 37.04 37.04 -3.66 3.66 0.00 3.66
0.00 0.00 33.71 33.71 -3.33 3.33 0.00 3.33
0.00 0.00 30.67 30.67 -3.03 3.03 0.00 3.03
0.00 0.00 27.91 27.91 -2.76 2.76 0.00 2.76
0.00 0.00 25.40 25.40 -2.51 2.51 0.00 2.51
0.00 0.00 23.11 23.11 -2.29 2.29 0.00 2.29
0.00 0.00 21.03 21.03 -2.08 2.08 0.00 2.08
25.39 24.25 19.14 43.39 22.36 3.04 85.01 88.04
33.03 31.54 39.48 71.03 27.64 5.39 110.57 115.97
8.73 8.34 64.63 72.97 1.94 6.79 29.23 36.01
28.45 27.17 66.40 93.57 20.60 7.85 95.24 103.08
776.826 1158.320
952.875
706.080 1942.449 1733.571 1645.271
731.621
350.049
196.067
225.257
163.550
148.830
447.771
132.293
120.387
109.552
99.692
90.720
75.050
75.125
68.364
56.556
56.612
51.517
46.881
42.661
38.822
32.116
32.148
URAIAN
1 2
Curah Hujan (P), [data] Hari hujan (n), [data]
3 4 5 6 7 8
9 10 11 12
Aliran dan Penyimpanan Air Tanah Infiltrasi ( I ), {[12] x i} 0,5 x (1 + k) x I k x V(n-1) Tampungan (Vn) Perubahan Volume Tampungan (Vn) Aliran Dasar Aliran Langsung Aliran / Debit sungai (mm/10hr) 3 21 Debit Andalan (m /dt) Sumber : Hasil Perhitungan 13 14 15 16 17 18 19 20
Satuan
mm/periode mm/periode mm/periode mm/periode mm/periode m3/detik
584.448
29.255 1238.106 1630.806
506.423 1317.855
IV-87
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN Tabel 4.87 Perhitungan Debit DAS Brantas Tahun 2005
Tabel 5.54. Perhitungan Debit DAS Brantas Tahun 2005 dengan Metode F.J. Mock Luas Daerah Aliran (Das) Soil Moisture Capacity (SMC) Koefisien Infiltrasi (I) Faktor Resesi Aliran air tanah (k)
2 12150.30391 km 70 mm 0.23 0.91
Bulan NO
I 62.56 2.88
JAN II 90.57 4.19
III 96.10 4.94
I 46.24 2.82
PEB II 131.91 5.35
III 98.62 4.48
I 135.60 5.10
MAR II 76.46 3.20
III 90.78 4.51
I 121.96 5.81
APR II 94.47 4.41
III 12.98 0.88
I 19.05 0.99
MEI II 0.29 0.04
III 0.71 0.12
I
III 58.14 3.03
I 26.61 1.49
JUL II 25.74 1.38
III 0.18 0.08
III 1.19 0.14
1.21 0.11
SEP II 10.06 0.63
III 18.69 1.30
I
1.59 0.11
AGS II 2.35 0.19
I
8.66 0.41
JUN II 25.75 1.34
I
mm/hari hari
0.08 0.04
OKT II 55.76 2.88
III 39.91 2.37
I 11.24 0.72
NOP II 38.86 1.86
III 84.18 3.71
I 127.26 5.52
DES II 130.44 5.89
III 138.74 6.54
Evapotranspirasi Terbatas (Et) Jumlah hari per bulan, [data] Evapotranspirasi (Eto)/hr, [Data] Evapotranspirasi (Eto)/bln, [3 x 4] Permukaan Lahan yang Terbuka (m) E Evapotranspirasi Terbatas (Et) = Eto - E
hari mm/hari mm/periode % mm/periode mm/periode
10.00 3.56 35.63 40.00 10.77 24.86
10.00 3.56 35.63 40.00 9.84 25.79
11.00 3.56 39.19 40.00 10.24 28.96
10.00 4.28 42.77 40.00 12.98 29.78
10.00 4.28 42.77 40.00 10.82 31.95
8.00 4.28 34.21 40.00 9.25 24.96
10.00 3.52 35.16 40.00 9.07 26.09
10.00 3.52 35.16 40.00 10.41 24.76
11.00 3.52 38.68 40.00 10.44 28.24
10.00 3.90 38.99 40.00 9.51 29.48
10.00 3.90 38.99 40.00 10.60 28.39
10.00 3.90 38.99 40.00 13.35 25.64
10.00 3.64 36.42 40.00 12.39 24.03
10.00 3.64 36.42 40.00 13.08 23.34
11.00 3.64 40.07 40.00 14.33 25.74
10.00 4.24 42.37 40.00 14.91 27.46
10.00 4.24 42.37 40.00 14.12 28.25
10.00 4.24 42.37 40.00 12.69 29.68
10.00 3.97 39.68 40.00 13.10 26.58
10.00 3.97 39.68 40.00 13.19 26.49
11.00 3.97 43.65 40.00 15.64 28.00
10.00 4.35 43.47 40.00 15.55 27.91
10.00 4.35 43.47 40.00 15.49 27.98
11.00 4.35 47.81 40.00 17.08 30.73
10.00 4.93 49.33 40.00 17.65 31.68
10.00 4.93 49.33 40.00 17.13 32.19
10.00 4.93 49.33 40.00 16.48 32.85
10.00 5.35 53.46 40.00 19.20 34.26
10.00 5.35 53.46 40.00 16.17 37.29
11.00 5.35 58.81 40.00 18.39 40.42
10.00 5.62 56.20 40.00 19.42 36.77
10.00 5.62 56.20 40.00 18.14 38.06
10.00 5.62 56.20 40.00 16.06 40.13
10.00 3.27 32.74 40.00 8.17 24.56
10.00 3.27 32.74 40.00 7.93 24.81
11.00 3.27 36.01 40.00 8.25 27.76
Keseimbangan Air P - Et Kandungan Air Tanah (SMS) Kapasitas Kelembaban Tanah (SMC) Kelebihan Air (WS)
mm/periode mm/periode mm/periode mm/periode
37.70 0.00 70.00 37.70
64.79 0.00 70.00 64.79
67.14 0.00 70.00 67.14
16.45 0.00 70.00 16.45
99.96 0.00 70.00 99.96
73.66 0.00 70.00 73.66
109.50 0.00 70.00 109.50
51.70 0.00 70.00 51.70
62.54 0.00 70.00 62.54
92.48 0.00 70.00 92.48
66.08 0.00 70.00 66.08
-12.66 -12.66 57.34 0.00
-4.98 -4.98 52.36 0.00
-23.06 -23.06 29.31 0.00
-25.03 -25.03 4.28 0.00
-18.80 -4.28 0.00 0.00
-2.50 0.00 0.00 0.00
28.46 28.46 28.46 0.00
0.03 0.03 28.49 0.00
-0.74 -0.74 27.74 0.00
-27.82 -27.74 0.00 0.00
-26.32 0.00 0.00 0.00
-25.63 0.00 0.00 0.00
-29.54 0.00 0.00 0.00
-30.46 0.00 0.00 0.00
-22.13 0.00 0.00 0.00
-14.16 0.00 0.00 0.00
-34.18 0.00 0.00 0.00
18.46 0.00 0.00 18.46
-0.51 0.00 0.00 0.00
-25.54 0.00 0.00 0.00
0.80 0.00 0.00 0.80
44.05 0.00 0.00 44.05
102.70 0.00 0.00 102.70
105.64 0.00 0.00 105.64
110.98 0.00 0.00 110.98
mm/periode
8.67 8.28 79.19 87.47 0.45 8.22 29.03 37.25
14.90 14.23 79.59 93.82 6.36 8.54 49.89 58.43
15.44 14.75 85.38 100.13 6.30 9.14 51.70 60.84
3.78 3.61 91.12 94.73 -5.40 9.18 12.67 21.85
22.99 21.96 86.20 108.16 13.43 9.56 76.97 86.53
16.94 16.18 98.43 114.60 6.44 10.50 56.72 67.21
25.19 24.05 104.29 128.34 13.74 11.45 84.32 95.76
11.89 11.36 116.79 128.15 -0.19 12.09 39.81 51.90
14.38 13.74 116.62 130.35 2.20 12.18 48.16 60.34
21.27 20.31 118.62 138.93 8.58 12.69 71.21 83.90
15.20 14.52 126.43 140.94 2.01 13.19 50.88 64.07
0.00 0.00 128.26 128.26 -12.68 12.68 0.00 12.68
0.00 0.00 116.72 116.72 -11.54 11.54 0.00 11.54
0.00 0.00 106.21 106.21 -10.50 10.50 0.00 10.50
0.00 0.00 96.65 96.65 -9.56 9.56 0.00 9.56
0.00 0.00 87.95 87.95 -8.70 8.70 0.00 8.70
0.00 0.00 80.04 80.04 -7.92 7.92 0.00 7.92
0.00 0.00 72.83 72.83 -7.20 7.20 0.00 7.20
0.00 0.00 66.28 66.28 -6.56 6.56 0.00 6.56
0.00 0.00 60.31 60.31 -5.97 5.97 0.00 5.97
0.00 0.00 54.89 54.89 -5.43 5.43 0.00 5.43
0.00 0.00 49.95 49.95 -4.94 4.94 0.00 4.94
0.00 0.00 45.45 45.45 -4.50 4.50 0.00 4.50
0.00 0.00 41.36 41.36 -4.09 4.09 0.00 4.09
0.00 0.00 37.64 37.64 -3.72 3.72 0.00 3.72
0.00 0.00 34.25 34.25 -3.39 3.39 0.00 3.39
0.00 0.00 31.17 31.17 -3.08 3.08 0.00 3.08
0.00 0.00 28.36 28.36 -2.81 2.81 0.00 2.81
4.25 4.06 25.81 29.87 1.50 2.74 14.22 16.96
0.00 0.00 27.18 27.18 -2.69 2.69 0.00 2.69
0.00 0.00 24.73 24.73 -2.45 2.45 0.00 2.45
0.18 0.18 22.51 22.68 -2.05 2.23 0.61 2.85
10.13 9.68 20.64 30.32 7.63 2.50 33.92 36.42
23.62 22.56 27.59 50.14 19.83 3.79 79.08 82.87
24.30 23.20 45.63 68.83 18.69 5.61 81.34 86.95
25.53 24.38 62.64 87.02 18.18 7.34 85.46 92.80
523.850
821.666
777.769
307.274 1216.865 1181.491 1346.723
729.844
771.377 1179.805
901.028
178.387
162.332
147.722
122.206
122.329
111.319
101.300
92.183
83.887
69.397
69.467
63.215
52.296
52.348
47.637
43.349
39.448
238.528
34.364
34.398
40.065
URAIAN
1 2
Curah Hujan (P), [data] Hari hujan (n), [data]
3 4 5 6 7 8
9 10 11 12
Aliran dan Penyimpanan Air Tanah Infiltrasi ( I ), {[12] x i} 0,5 x (1 + k) x I k x V(n-1) Tampungan (Vn) Perubahan Volume Tampungan (Vn) Aliran Dasar Aliran Langsung Aliran / Debit sungai (mm/10hr) 3 21 Debit Andalan (m /dt) Sumber : Hasil Perhitungan 13 14 15 16 17 18 19 20
Satuan
mm/periode mm/periode mm/periode mm/periode mm/periode m3/detik
Tabel 4.88 Perhitungan Debit DAS Brantas Tahun 2006
Tabel 5.55. Perhitungan Debit DAS Brantas Tahun 2006 dengan Metode F.J. Mock Luas Daerah Aliran (Das) Soil Moisture Capacity (SMC) Koefisien Infiltrasi (I) Faktor Resesi Aliran air tanah (k)
512.110 1165.355 1222.704 1186.390
2 12150.30391 km 70 mm 0.23 0.91
Bulan NO
URAIAN
JAN II 63.34 3.74
III 84.13 5.07
I 76.20 4.19
PEB II 93.57 4.14
III 55.49 3.60
I 55.16 3.17
MAR II 81.13 3.66
III 77.21 4.22
I 69.04 3.84
APR II 130.36 5.34
III 33.87 1.99
I 59.91 3.34
MEI II 6.91 0.59
III 52.88 3.24
I
mm/hari hari
I 140.04 4.97
Satuan
III 1.20 0.10
I
III 0.33 0.03
III 0.00 0.00
III 0.00 0.00
2.02 0.16
OKT II 0.97 0.19
III 0.00 0.00
I
0.00 0.00
SEP II 0.04 0.02
I
0.08 0.04
AGS II 0.34 0.05
I
0.18 0.08
JUL II 0.43 0.07
I
0.95 0.12
JUN II 0.23 0.05
9.39 0.67
NOP II 4.97 0.60
III 16.11 0.91
I 30.68 1.89
DES II 53.92 3.09
III 141.74 5.46
1 2
Curah Hujan (P), [data] Hari hujan (n), [data]
3 4 5 6 7 8
Evapotranspirasi Terbatas (Et) Jumlah hari per bulan, [data] Evapotranspirasi (Eto)/hr, [Data] Evapotranspirasi (Eto)/bln, [3 x 4] Permukaan Lahan yang Terbuka (m) E Evapotranspirasi Terbatas (Et) = Eto - E
hari mm/hari mm/periode % mm/periode mm/periode
10.00 3.56 35.63 40.00 9.28 26.35
10.00 3.56 35.63 40.00 10.16 25.47
11.00 3.56 39.19 40.00 10.14 29.06
10.00 4.28 42.77 40.00 11.81 30.95
10.00 4.28 42.77 40.00 11.85 30.92
8.00 4.28 34.21 40.00 9.85 24.36
10.00 3.52 35.16 40.00 10.43 24.73
10.00 3.52 35.16 40.00 10.08 25.08
11.00 3.52 38.68 40.00 10.66 28.02
10.00 3.90 38.99 40.00 11.04 27.94
10.00 3.90 38.99 40.00 9.87 29.11
10.00 3.90 38.99 40.00 12.48 26.50
10.00 3.64 36.42 40.00 10.68 25.75
10.00 3.64 36.42 40.00 12.68 23.74
11.00 3.64 40.07 40.00 11.82 28.24
10.00 4.24 42.37 40.00 15.15 27.21
10.00 4.24 42.37 40.00 15.21 27.16
10.00 4.24 42.37 40.00 15.17 27.20
10.00 3.97 39.68 40.00 14.22 25.46
10.00 3.97 39.68 40.00 14.23 25.45
11.00 3.97 43.65 40.00 15.69 27.96
10.00 4.35 43.47 40.00 15.61 27.85
10.00 4.35 43.47 40.00 15.60 27.86
11.00 4.35 47.81 40.00 17.21 30.60
10.00 4.93 49.33 40.00 17.76 31.57
10.00 4.93 49.33 40.00 17.74 31.59
10.00 4.93 49.33 40.00 17.76 31.57
10.00 5.35 53.46 40.00 19.07 34.39
10.00 5.35 53.46 40.00 19.05 34.41
11.00 5.35 58.81 40.00 21.17 37.64
10.00 5.62 56.20 40.00 19.48 36.72
10.00 5.62 56.20 40.00 19.55 36.64
10.00 5.62 56.20 40.00 19.21 36.98
10.00 3.27 32.74 40.00 10.55 22.19
10.00 3.27 32.74 40.00 9.76 22.98
11.00 3.27 36.01 40.00 9.03 26.98
9 10 11 12
Keseimbangan Air P - Et Kandungan Air Tanah (SMS) Kapasitas Kelembaban Tanah (SMC) Kelebihan Air (WS)
mm/periode mm/periode mm/periode mm/periode
113.69 0.00 70.00 113.69
37.88 0.00 70.00 37.88
55.07 0.00 70.00 55.07
45.25 0.00 70.00 45.25
62.65 0.00 70.00 62.65
31.13 0.00 70.00 31.13
30.43 0.00 70.00 30.43
56.05 0.00 70.00 56.05
49.19 0.00 70.00 49.19
41.10 0.00 70.00 41.10
101.25 0.00 70.00 101.25
7.36 0.00 70.00 7.36
34.16 0.00 70.00 34.16
-16.83 -16.83 53.17 0.00
24.64 16.83 70.00 7.81
-26.26 -26.26 43.74 0.00
-26.93 -26.93 16.80 0.00
-26.00 -16.80 0.00 0.00
-25.28 0.00 0.00 0.00
-25.02 0.00 0.00 0.00
-27.63 0.00 0.00 0.00
-27.77 0.00 0.00 0.00
-27.53 0.00 0.00 0.00
-30.60 0.00 0.00 0.00
-31.57 0.00 0.00 0.00
-31.55 0.00 0.00 0.00
-31.57 0.00 0.00 0.00
-32.37 0.00 0.00 0.00
-33.44 0.00 0.00 0.00
-37.64 0.00 0.00 0.00
-27.33 0.00 0.00 0.00
-31.67 0.00 0.00 0.00
-20.87 0.00 0.00 0.00
8.49 0.00 0.00 8.49
30.94 0.00 0.00 30.94
114.75 0.00 0.00 114.75
mm/periode
26.15 24.97 40.17 65.14 21.00 5.15 87.54 92.69
8.71 8.32 59.28 67.60 2.46 6.25 29.16 35.42
12.67 12.10 61.51 73.61 6.01 6.65 42.40 49.06
10.41 9.94 66.99 76.92 3.31 7.09 34.84 41.94
14.41 13.76 70.00 83.76 6.84 7.57 48.24 55.81
7.16 6.84 76.22 83.06 -0.70 7.86 23.97 31.83
7.00 6.68 75.59 82.27 -0.79 7.79 23.43 31.22
12.89 12.31 74.87 87.18 4.91 7.98 43.16 51.14
11.31 10.80 79.33 90.13 2.96 8.35 37.87 46.23
9.45 9.03 82.02 91.05 0.92 8.54 31.65 40.18
23.29 22.24 82.86 105.10 14.05 9.24 77.96 87.21
1.69 1.62 95.64 97.25 -7.84 9.53 5.67 15.20
7.86 7.50 88.50 96.00 -1.25 9.11 26.30 35.41
0.00 0.00 87.36 87.36 -8.64 8.64 0.00 8.64
1.80 1.72 79.50 81.22 -6.15 7.94 6.02 13.96
0.00 0.00 73.91 73.91 -7.31 7.31 0.00 7.31
0.00 0.00 67.26 67.26 -6.65 6.65 0.00 6.65
0.00 0.00 61.20 61.20 -6.05 6.05 0.00 6.05
0.00 0.00 55.69 55.69 -5.51 5.51 0.00 5.51
0.00 0.00 50.68 50.68 -5.01 5.01 0.00 5.01
0.00 0.00 46.12 46.12 -4.56 4.56 0.00 4.56
0.00 0.00 41.97 41.97 -4.15 4.15 0.00 4.15
0.00 0.00 38.19 38.19 -3.78 3.78 0.00 3.78
0.00 0.00 34.76 34.76 -3.44 3.44 0.00 3.44
0.00 0.00 31.63 31.63 -3.13 3.13 0.00 3.13
0.00 0.00 28.78 28.78 -2.85 2.85 0.00 2.85
0.00 0.00 26.19 26.19 -2.59 2.59 0.00 2.59
0.00 0.00 23.83 23.83 -2.36 2.36 0.00 2.36
0.00 0.00 21.69 21.69 -2.15 2.15 0.00 2.15
0.00 0.00 19.74 19.74 -1.95 1.95 0.00 1.95
0.00 0.00 17.96 17.96 -1.78 1.78 0.00 1.78
0.00 0.00 16.34 16.34 -1.62 1.62 0.00 1.62
0.00 0.00 14.87 14.87 -1.47 1.47 0.00 1.47
1.95 1.87 13.53 15.40 0.53 1.43 6.54 7.97
7.12 6.80 14.01 20.81 5.41 1.71 23.82 25.53
26.39 25.21 18.94 44.14 23.33 3.06 88.36 91.42
1303.479
498.091
627.166
589.732
784.880
559.582
439.024
719.194
591.011
565.101 1226.358
213.797
497.973
121.508
178.476
102.793
93.542
85.123
77.462
70.490
58.315
58.373
53.120
43.944
43.988
40.029
36.427
33.148
30.165
24.955
24.980
22.731
20.686
112.035
Aliran dan Penyimpanan Air Tanah Infiltrasi ( I ), {[12] x i} 0,5 x (1 + k) x I k x V(n-1) Tampungan (Vn) Perubahan Volume Tampungan (Vn) Aliran Dasar Aliran Langsung Aliran / Debit sungai (mm/10hr) 3 21 Debit Andalan (m /dt) Sumber : Hasil Perhitungan 13 14 15 16 17 18 19 20
mm/periode mm/periode mm/periode mm/periode mm/periode m3/detik
359.015 1168.772
IV-88
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN Tabel 5.56. Perhitungan Debit DAS Brantas Tahun 2007 dengan Metode F.J. Mock 2 12150.30391 km 70 mm 0.23 0.91
Luas Daerah Aliran (Das) Soil Moisture Capacity (SMC) Koefisien Infiltrasi (I) Faktor Resesi Aliran air tanah (k)
Tabel 4.89 Perhitungan Debit DAS Brantas Tahun 2007 Bulan I 16.31 1.01
JAN II 38.82 1.95
III 72.45 3.83
I 136.01 5.26
PEB II 85.56 4.55
III 98.48 4.81
I 59.83 4.27
MAR II 86.56 4.04
III 169.68 6.02
I 74.92 4.14
APR II 111.85 5.33
III 65.10 3.60
I 10.11 0.71
MEI II 29.45 2.05
III 31.61 1.77
I 29.50 1.76
JUN II 3.10 0.46
III 21.36 1.17
I
III 0.73 0.02
III 0.84 0.13
1.05 0.13
SEP II 0.26 0.05
III 0.05 0.02
I
0.12 0.08
AGS II 1.36 0.28
I
7.04 0.23
JUL II 4.87 0.54
I
mm/hari hari
3.62 0.26
OKT II 4.10 0.31
III 46.97 2.05
I 131.51 5.39
NOP II 21.68 1.43
III 15.12 0.82
I 133.85 5.76
DES II 116.22 5.74
III 211.44 6.31
Evapotranspirasi Terbatas (Et) Jumlah hari per bulan, [data] Evapotranspirasi (Eto)/hr, [Data] Evapotranspirasi (Eto)/bln, [3 x 4] Permukaan Lahan yang Terbuka (m) E Evapotranspirasi Terbatas (Et) = Eto - E
hari mm/hari mm/periode % mm/periode mm/periode
10.00 3.56 35.63 40.00 12.11 23.52
10.00 3.56 35.63 40.00 11.44 24.19
11.00 3.56 39.19 40.00 11.11 28.09
10.00 4.28 42.77 40.00 10.90 31.87
10.00 4.28 42.77 40.00 11.51 31.26
8.00 4.28 34.21 40.00 9.03 25.19
10.00 3.52 35.16 40.00 9.66 25.51
10.00 3.52 35.16 40.00 9.82 25.35
11.00 3.52 38.68 40.00 9.27 29.41
10.00 3.90 38.99 40.00 10.81 28.18
10.00 3.90 38.99 40.00 9.88 29.11
10.00 3.90 38.99 40.00 11.23 27.76
10.00 3.64 36.42 40.00 12.60 23.83
10.00 3.64 36.42 40.00 11.62 24.81
11.00 3.64 40.07 40.00 13.01 27.06
10.00 4.24 42.37 40.00 13.76 28.61
10.00 4.24 42.37 40.00 14.86 27.51
10.00 4.24 42.37 40.00 14.26 28.11
10.00 3.97 39.68 40.00 14.10 25.57
10.00 3.97 39.68 40.00 13.85 25.83
11.00 3.97 43.65 40.00 15.70 27.95
10.00 4.35 43.47 40.00 15.58 27.89
10.00 4.35 43.47 40.00 15.40 28.07
11.00 4.35 47.81 40.00 17.09 30.72
10.00 4.93 49.33 40.00 17.63 31.69
10.00 4.93 49.33 40.00 17.71 31.62
10.00 4.93 49.33 40.00 17.73 31.59
10.00 5.35 53.46 40.00 18.97 34.49
10.00 5.35 53.46 40.00 18.92 34.55
11.00 5.35 58.81 40.00 18.76 40.05
10.00 5.62 56.20 40.00 14.17 42.02
10.00 5.62 56.20 40.00 18.62 37.57
10.00 5.62 56.20 40.00 19.30 36.89
10.00 3.27 32.74 40.00 8.01 24.73
10.00 3.27 32.74 40.00 8.02 24.71
11.00 3.27 36.01 40.00 8.42 27.59
Keseimbangan Air P - Et Kandungan Air Tanah (SMS) Kapasitas Kelembaban Tanah (SMC) Kelebihan Air (WS)
mm/periode mm/periode mm/periode mm/periode
-7.21 -7.21 62.79 0.00
14.63 7.21 70.00 7.42
44.37 0.00 70.00 44.37
104.14 0.00 70.00 104.14
54.30 0.00 70.00 54.30
73.30 0.00 70.00 73.30
34.33 0.00 70.00 34.33
61.22 0.00 70.00 61.22
140.27 0.00 70.00 140.27
46.74 0.00 70.00 46.74
82.74 0.00 70.00 82.74
37.34 0.00 70.00 37.34
-13.71 -13.71 56.29 0.00
4.65 4.65 60.93 0.00
4.55 4.55 65.48 0.00
0.89 0.89 66.37 0.00
-24.40 -24.40 41.97 0.00
-6.75 -6.75 35.22 0.00
-18.54 -18.54 16.68 0.00
-20.96 -16.68 0.00 0.00
-27.22 0.00 0.00 0.00
-27.77 0.00 0.00 0.00
-26.71 0.00 0.00 0.00
-29.88 0.00 0.00 0.00
-30.65 0.00 0.00 0.00
-31.36 0.00 0.00 0.00
-31.55 0.00 0.00 0.00
-30.87 0.00 0.00 0.00
-30.45 0.00 0.00 0.00
6.91 0.00 0.00 6.91
89.49 0.00 0.00 89.49
-15.90 0.00 0.00 0.00
-21.77 0.00 0.00 0.00
109.13 0.00 0.00 109.13
91.51 0.00 0.00 91.51
183.85 0.00 0.00 183.85
12.49 11.93 96.09 108.02 2.42 10.07 41.81 51.88
16.86 16.10 98.30 114.40 6.38 10.48 56.44 66.92
7.90 7.54 104.10 111.64 -2.76 10.65 26.43 37.08
14.08 13.45 101.59 115.04 3.40 10.68 47.14 57.82
32.26 30.81 104.68 135.50 20.46 11.81 108.01 119.81
10.75 10.27 123.30 133.57 -1.93 12.68 35.99 48.67
19.03 18.17 121.55 139.72 6.15 12.88 63.71 76.59
8.59 8.20 127.15 135.35 -4.37 12.96 28.75 41.71
0.00 0.00 123.17 123.17 -12.18 12.18 0.00 12.18
0.00 0.00 112.08 112.08 -11.08 11.08 0.00 11.08
0.00 0.00 101.99 101.99 -10.09 10.09 0.00 10.09
0.00 0.00 92.81 92.81 -9.18 9.18 0.00 9.18
0.00 0.00 84.46 84.46 -8.35 8.35 0.00 8.35
0.00 0.00 76.86 76.86 -7.60 7.60 0.00 7.60
0.00 0.00 69.94 69.94 -6.92 6.92 0.00 6.92
0.00 0.00 63.65 63.65 -6.29 6.29 0.00 6.29
0.00 0.00 57.92 57.92 -5.73 5.73 0.00 5.73
0.00 0.00 52.71 52.71 -5.21 5.21 0.00 5.21
0.00 0.00 47.96 47.96 -4.74 4.74 0.00 4.74
0.00 0.00 43.65 43.65 -4.32 4.32 0.00 4.32
0.00 0.00 39.72 39.72 -3.93 3.93 0.00 3.93
0.00 0.00 36.14 36.14 -3.57 3.57 0.00 3.57
0.00 0.00 32.89 32.89 -3.25 3.25 0.00 3.25
0.00 0.00 29.93 29.93 -2.96 2.96 0.00 2.96
0.00 0.00 27.24 27.24 -2.69 2.69 0.00 2.69
1.59 1.52 24.79 26.30 -0.93 2.52 5.32 7.85
20.58 19.66 23.94 43.59 17.29 3.29 68.91 72.20
0.00 0.00 39.67 39.67 -3.92 3.92 0.00 3.92
0.00 0.00 36.10 36.10 -3.57 3.57 0.00 3.57
25.10 23.97 32.85 56.82 20.72 4.38 84.03 88.41
21.05 20.10 51.71 71.81 14.99 6.06 70.46 76.52
42.29 40.38 65.34 105.73 33.92 8.37 141.57 149.93
729.554 1176.347
521.487
684.429 1077.059
586.602
171.303
155.886
128.960
129.089
117.471
106.899
97.278
88.523
73.233
73.306
66.708
55.186
55.241
50.269
45.745
41.628
37.882
100.316 1015.345
55.174
NO
URAIAN
1 2
Curah Hujan (P), [data] Hari hujan (n), [data]
3 4 5 6 7 8
9 10 11 12
Satuan
Aliran dan Penyimpanan Air Tanah Infiltrasi ( I ), {[12] x i} mm/periode 0.00 1.71 10.20 23.95 0,5 x (1 + k) x I 0.00 1.63 9.74 22.87 k x V(n-1) 96.21 87.55 81.16 82.72 Tampungan (Vn) 96.21 89.18 90.90 105.59 mm/periode Perubahan Volume Tampungan (Vn) -9.52 -7.03 1.72 14.69 mm/periode Aliran Dasar 9.52 8.74 8.49 9.26 mm/periode Aliran Langsung 0.00 5.72 34.16 80.19 mm/periode Aliran / Debit sungai (mm/10hr) 9.52 14.45 42.65 89.44 mm/periode 3 21 Debit Andalan (m /dt) 133.813 203.235 545.214 1257.836 m3/detik Sumber : Hasil Perhitungan Debit DAS Brantas Tahun 2008 dengan Metode F.J. Mock Tabel 5.57. Perhitungan 13 14 15 16 17 18 19 20
813.072 1531.740
Tabel 4.90 Perhitungan Debit DAS Brantas Tahun 2008
2 12150.30391 km 70 mm 0.23 0.91
Luas Daerah Aliran (Das) Soil Moisture Capacity (SMC) Koefisien Infiltrasi (I) Faktor Resesi Aliran air tanah (k)
50.208 1243.240 1076.087 1916.797
Bulan I 101.93 5.07
JAN II 50.82 2.90
III 99.71 4.76
I 136.84 6.41
PEB II 52.78 4.11
III 103.66 5.20
I 166.39 6.62
MAR II 109.65 5.56
III 149.76 5.28
I 80.51 4.23
APR II 30.74 1.83
III 25.54 1.73
I 53.55 3.24
MEI II 13.23 0.86
III 8.30 0.68
I
III 0.95 0.09
III 0.00 0.00
0.00 0.00
AGS II 2.56 0.31
III 1.70 0.15
I
0.00 0.00
JUL II 0.04 0.04
I
0.21 0.06
JUN II 5.69 0.43
I
mm/hari hari
1.28 0.13
SEP II 0.26 0.05
III 0.04 0.02
I 32.49 1.85
OKT II 25.06 1.51
III 63.09 3.00
I 93.87 4.78
NOP II 111.16 5.38
III 76.78 4.92
I 61.59 2.92
DES II 104.04 5.52
III 61.76 3.83
Evapotranspirasi Terbatas (Et) Jumlah hari per bulan, [data] Evapotranspirasi (Eto)/hr, [Data] Evapotranspirasi (Eto)/bln, [3 x 4] Permukaan Lahan yang Terbuka (m) E Evapotranspirasi Terbatas (Et) = Eto - E
hari mm/hari mm/periode % mm/periode mm/periode
10.00 3.56 35.63 40.00 9.21 26.42
10.00 3.56 35.63 40.00 10.76 24.87
11.00 3.56 39.19 40.00 10.38 28.81
10.00 4.28 42.77 40.00 9.91 32.85
10.00 4.28 42.77 40.00 11.88 30.88
8.00 4.28 34.21 40.00 8.76 25.45
10.00 3.52 35.16 40.00 8.00 27.16
10.00 3.52 35.16 40.00 8.75 26.42
11.00 3.52 38.68 40.00 9.84 28.84
10.00 3.90 38.99 40.00 10.74 28.25
10.00 3.90 38.99 40.00 12.61 26.38
10.00 3.90 38.99 40.00 12.68 26.30
10.00 3.64 36.42 40.00 10.75 25.67
10.00 3.64 36.42 40.00 12.48 23.94
11.00 3.64 40.07 40.00 13.88 26.19
10.00 4.24 42.37 40.00 15.20 27.17
10.00 4.24 42.37 40.00 14.89 27.48
10.00 4.24 42.37 40.00 15.18 27.19
10.00 3.97 39.68 40.00 14.28 25.39
10.00 3.97 39.68 40.00 14.25 25.43
11.00 3.97 43.65 40.00 15.71 27.93
10.00 4.35 43.47 40.00 15.65 27.82
10.00 4.35 43.47 40.00 15.38 28.09
11.00 4.35 47.81 40.00 17.06 30.75
10.00 4.93 49.33 40.00 17.63 31.70
10.00 4.93 49.33 40.00 17.71 31.62
10.00 4.93 49.33 40.00 17.74 31.59
10.00 5.35 53.46 40.00 17.26 36.20
10.00 5.35 53.46 40.00 17.63 35.83
11.00 5.35 58.81 40.00 17.64 41.17
10.00 5.62 56.20 40.00 14.86 41.33
10.00 5.62 56.20 40.00 14.18 42.01
10.00 5.62 56.20 40.00 14.70 41.50
10.00 3.27 32.74 40.00 9.88 22.86
10.00 3.27 32.74 40.00 8.17 24.57
11.00 3.27 36.01 40.00 10.21 25.81
Keseimbangan Air P - Et Kandungan Air Tanah (SMS) Kapasitas Kelembaban Tanah (SMC) Kelebihan Air (WS)
mm/periode mm/periode mm/periode mm/periode
75.51 0.00 70.00 75.51
25.95 0.00 70.00 25.95
70.90 0.00 70.00 70.90
103.98 0.00 70.00 103.98
21.90 0.00 70.00 21.90
78.20 0.00 70.00 78.20
139.23 0.00 70.00 139.23
83.24 0.00 70.00 83.24
120.92 0.00 70.00 120.92
52.26 0.00 70.00 52.26
4.36 0.00 70.00 4.36
-0.76 -0.76 69.24 0.00
27.87 0.76 70.00 27.11
-10.71 -10.71 59.29 0.00
-17.88 -17.88 41.40 0.00
-26.96 -26.96 14.44 0.00
-21.79 -14.44 0.00 0.00
-26.24 0.00 0.00 0.00
-25.39 0.00 0.00 0.00
-25.39 0.00 0.00 0.00
-27.93 0.00 0.00 0.00
-27.82 0.00 0.00 0.00
-25.53 0.00 0.00 0.00
-29.05 0.00 0.00 0.00
-30.42 0.00 0.00 0.00
-31.36 0.00 0.00 0.00
-31.55 0.00 0.00 0.00
-3.71 0.00 0.00 0.00
-10.77 0.00 0.00 0.00
21.92 0.00 0.00 21.92
52.54 0.00 0.00 52.54
69.14 0.00 0.00 69.14
35.28 0.00 0.00 35.28
38.72 0.00 0.00 38.72
79.47 0.00 0.00 79.47
35.95 0.00 0.00 35.95
mm/periode
17.37 16.59 64.09 80.68 10.25 7.12 58.14 65.26
5.97 5.70 73.42 79.12 -1.56 7.53 19.98 27.51
16.31 15.57 72.00 87.57 8.45 7.85 54.59 62.45
23.92 22.84 79.69 102.53 14.96 8.96 80.07 89.03
5.04 4.81 93.30 98.11 -4.42 9.45 16.86 26.32
17.99 17.18 89.28 106.46 8.35 9.64 60.22 69.86
32.02 30.58 96.88 127.46 21.00 11.02 107.20 118.23
19.14 18.28 115.99 134.27 6.81 12.33 64.09 76.42
27.81 26.56 122.19 148.75 14.48 13.34 93.11 106.44
12.02 11.48 135.36 146.84 -1.91 13.93 40.24 54.17
1.00 0.96 133.62 134.58 -12.26 13.26 3.35 16.61
0.00 0.00 122.47 122.47 -12.11 12.11 0.00 12.11
6.24 5.95 111.44 117.40 -5.07 11.30 20.87 32.18
0.00 0.00 106.83 106.83 -10.57 10.57 0.00 10.57
0.00 0.00 97.22 97.22 -9.61 9.61 0.00 9.61
0.00 0.00 88.47 88.47 -8.75 8.75 0.00 8.75
0.00 0.00 80.51 80.51 -7.96 7.96 0.00 7.96
0.00 0.00 73.26 73.26 -7.25 7.25 0.00 7.25
0.00 0.00 66.67 66.67 -6.59 6.59 0.00 6.59
0.00 0.00 60.67 60.67 -6.00 6.00 0.00 6.00
0.00 0.00 55.21 55.21 -5.46 5.46 0.00 5.46
0.00 0.00 50.24 50.24 -4.97 4.97 0.00 4.97
0.00 0.00 45.72 45.72 -4.52 4.52 0.00 4.52
0.00 0.00 41.60 41.60 -4.11 4.11 0.00 4.11
0.00 0.00 37.86 37.86 -3.74 3.74 0.00 3.74
0.00 0.00 34.45 34.45 -3.41 3.41 0.00 3.41
0.00 0.00 31.35 31.35 -3.10 3.10 0.00 3.10
0.00 0.00 28.53 28.53 -2.82 2.82 0.00 2.82
0.00 0.00 25.96 25.96 -2.57 2.57 0.00 2.57
5.04 4.82 23.62 28.44 2.48 2.56 16.88 19.44
12.08 11.54 25.88 37.42 8.98 3.10 40.46 43.56
15.90 15.19 34.05 49.24 11.82 4.08 53.24 57.33
8.11 7.75 44.81 52.56 3.32 4.80 27.17 31.96
8.91 8.51 47.83 56.33 3.78 5.13 29.82 34.95
18.28 17.46 51.26 68.72 12.39 5.89 61.20 67.09
8.27 7.90 62.54 70.43 1.71 6.56 27.68 34.24
917.784
386.930
370.122 1227.986 1662.599 1074.743 1360.799
761.719
233.645
170.330
452.496
148.587
122.922
123.045
111.971
101.893
92.723
84.378
69.803
69.873
63.585
52.602
52.654
47.916
43.603
39.679
36.108
248.570
612.558
806.154
449.474
491.482
943.451
437.735
NO
URAIAN
1 2
Curah Hujan (P), [data] Hari hujan (n), [data]
3 4 5 6 7 8
9 10 11 12
Satuan
Aliran dan Penyimpanan Air Tanah Infiltrasi ( I ), {[12] x i} 0,5 x (1 + k) x I k x V(n-1) Tampungan (Vn) Perubahan Volume Tampungan (Vn) Aliran Dasar Aliran Langsung Aliran / Debit sungai (mm/10hr) 3 21 Debit Andalan (m /dt) Sumber : Hasil Perhitungan 13 14 15 16 17 18 19 20
mm/periode mm/periode mm/periode mm/periode mm/periode m3/detik
798.328 1251.951
Tabel 4.91 Perhitungan Debit Andalan DAS Brantas dengan Metode Basio Month
Tabel 4.58. Perhitungan Debit Andalan DAS Brantas dengan Metode Basic Month
DebitM (m3/detik) No
Probabilitas
III
I
JULI II
III
I
AGUSTUS II
III
I
SEPTEMBER II
III
I
OKTOBER II
1
9.0909
1303.479 1051.746 2350.466 1363.626 1429.830 1942.449 888.067 1031.336 770.097
725.653 1435.103 586.602
302.177
146.447
121.152
121.273
110.358
100.426
109.928
100.034
82.755
82.838
75.383
62.362
62.424
56.806
51.694
69.095
682.329
756.720 1015.345 867.160 1238.106 1630.806 1222.704 506.639
2
18.1818
1290.400 884.094 1786.780 1264.359 1216.865 1227.986 1733.571 1645.271 1531.740 1179.805 1226.358 485.939
497.973
429.658
447.771
261.762
269.902
120.799
99.692
90.720
75.050
75.125
68.364
56.556
56.612
51.517
46.881
47.041
238.528
648.339
612.558
831.905 1010.363 1430.564 1076.087 465.602
3
27.2727
1229.397 821.666 1197.159 1257.836 1045.647 1213.521 1662.599 1101.278 1437.919 1147.108 1127.399 225.257
452.496
288.683
183.830
145.875
132.747
109.552
97.769
88.969
73.602
73.676
67.045
55.464
55.520
50.523
45.976
42.661
92.038
248.570
512.128
814.504
823.985 1243.240 943.451
451.713
4
36.3636
917.784
776.826 1158.320 1251.951 784.880 1181.491 1560.842 1085.193 1360.799 946.909 1077.059 213.797
449.923
155.886
178.476
132.293
120.387
107.438
97.278
88.523
73.233
73.306
66.708
55.186
55.241
50.269
45.745
41.628
38.822
103.626
470.165
806.154
712.144 1165.355 865.141
442.356
5
45.4545
814.853
756.427 1077.258 1217.725 729.554 1176.347 1346.723 1074.743 1291.122 793.149
901.028
185.656
377.187
153.742
128.960
129.089
117.471
106.899
95.940
87.305
72.225
72.298
65.791
54.427
54.481
49.578
45.116
41.056
38.763
100.316
159.767
739.860
512.110
505.143
584.140
425.310
6
54.5455
775.161
498.091
921.290 1005.288 706.080
898.951
849.564 1013.430 1123.479 761.719
769.903
184.516
290.587
148.830
127.186
127.314
115.855
105.428
92.723
84.378
69.803
69.873
63.585
52.602
52.654
47.916
43.603
39.679
37.882
34.364
34.398
55.174
449.474
492.431
572.061
416.115
7
63.6364
763.399
460.650
798.328
952.875
686.638
791.756
691.597 1013.277 771.377
684.429
589.324
178.387
171.303
148.587
122.922
123.045
111.971
101.893
92.183
83.887
69.397
69.467
63.215
52.296
52.348
47.637
43.349
39.448
37.361
32.116
32.148
40.065
62.777
491.482
506.423
410.313
8
72.7273
584.448
386.930
777.769
589.732
564.789
695.050
583.509
813.072
731.621
565.101
233.645
172.403
168.947
147.722
122.206
122.329
111.319
101.300
91.388
83.163
68.798
68.867
62.669
51.845
51.896
47.226
42.975
39.108
36.108
30.907
30.938
29.255
50.208
293.883
399.681
410.013
9
81.8182
523.850
203.235
627.166
508.965
498.345
559.582
521.487
729.844
591.011
427.164
196.067
170.330
163.550
146.172
120.924
116.310
105.842
96.316
87.648
79.759
65.983
66.049
60.104
49.723
49.772
45.293
41.217
37.507
34.131
28.236
28.264
28.154
25.620
112.035
365.307
408.439
10
90.9091
133.813
173.903
545.214
307.274
370.122
414.662
439.024
719.194
364.657
350.049
175.879
160.050
162.332
121.508
116.194
102.793
93.542
85.123
77.462
70.490
58.315
58.373
53.120
43.944
43.988
40.029
36.427
33.148
30.165
24.955
24.980
22.731
20.686
98.846
359.015
294.477
Rata-rata
833.658
601.357 1123.975 971.963
803.275 1010.180 1027.698 1022.664 997.382
758.109
773.177
256.294
303.648
188.724
166.962
138.208
128.939
103.518
94.201
85.723
70.916
70.987
64.598
53.440
53.494
48.679
44.298
43.037
126.613
200.815
292.069
423.496
490.547
746.378
689.401
423.098
Q80
535.969
239.974
511.633
454.752
203.583
170.745
164.629
146.482
121.181
117.514
106.937
97.313
88.396
80.440
66.546
66.613
60.617
50.147
50.197
45.680
41.568
37.827
34.527
28.770
28.799
28.374
30.538
148.405
372.182
408.754
I
JANUARI II
III
657.287
I
525.118
FEBRUARI II
III
586.676
I
533.892
MARET II
746.490
III
619.133
I
APRIL II
III
I
MEI II
III
I
JUNI II
III
I
NOPEMBER II
III
I
DESEMBER II
III
Sumber : hasil perhitungan
IV-89
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Grafik Debit Andalan (Q80) Sungai Brantas 800.00 700.00 600.00
Debit (m3/detik)
500.00 400.00 300.00 200.00 100.00 0.00 I II III I II III I II III I II III I II III I II III I II III I II III I II III I II III I II III I II III Jan
Feb
Mar
Apr
May
Jun
Jul
Aug
Sep
Oct
Nov
Dec
Periode 10 Harian
Sumber: Hasil Analisis, Bappenas, 2012
Gambar 4.29 Debit Andalan Sungai Brantas Tabel 4.92 Ketersediaan Air Sungai diBrantas DAS Brantas TabelVolume 4.59. Volume Ketersediaan Air Sungai di DAS Debit (m3/detik)
Volume m3
I
10
535.969
463077543.87
II
10
239.974
207337639.85
III
11
657.287
624685380.31
I
10
525.118
453702293.49
II
10
511.633
442051317.57
III
8
586.676
405510250.28
I
10
533.892
461282312.43
II
10
746.490
644967126.32
III
11
619.133
588424341.28
I
10
454.752
392905500.45
II
10
203.583
175895488.24
III
10
170.745
147523285.21
I
10
164.629
142239679.89
II
10
146.482
126560404.00
III
11
121.181
115169967.64
I
10
117.514
101531810.86
II
10
106.937
92393947.88
III
10
97.313
84078492.57
I
10
88.396
76373974.23
II
10
80.440
69500316.55
III
11
66.546
63245288.06
I
10
66.613
57553212.14
II
10
60.617
52373423.05
III
11
50.147
47659814.97
I
10
50.197
43370431.62
II
10
45.680
39467092.78
III
10
41.568
35915054.43
I
10
37.827
32682699.53
II
10
34.527
29831090.93
III
11
28.770
27343285.94
I
10
28.799
24882390.21
II
10
28.374
24515171.87
III
10
30.538
26384496.88
I
10
148.405
128221626.74
II
10
372.182
321565289.77
III
11
408.754
388479756.04
227.99
198852811.05
Periode
Jan
Feb
Mar
Apr
May
Jun
Jul
Aug
Sep
Oct
Nov
Dec
Jumlah Hari
Bulan
Rata-rata
Sumber : Hasil Perhitungan Sumber: Hasil Analisis, Bappenas, 2012
IV-90
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
4.10.3. Ketersediaan Air dari Mata Air Berdasarkan data yang didapat dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Timur tercatat terdapat 1.597 mata air yang terkelola dan tersebar di semua kabupaten di DAS Brantas. Pemanfaatan mata air tersebut yang paling banyak adalah untuk irigasi dan selanjutnya juga digunakan untuk sumber air bersih oleh penduduk sekitar dan PDAM setempat. Secara lebih rinci jumlah mata air dan volume ketersediaan mata air disajikan sebagai berikut: Tabel 4.93 Ketersediaan Mata air
Tabel 5.50. Ketersediaan Mata Air di DAS Brantas No
Wilayah Sungai PSAW Kabupaten/Kota
Jumlah Mata Air
Debit Rata-Rata Tahun
I 1 2 3 4 II 1 2 3 III 1 2 3
(m3/detik)
Bango Gedangan Kab/Kota Malang dan Batu 487 Kab/Blitar 162 Tulungagung 76 Trenggalek 321 Puncu Selodono Kediri 323 Nganjuk 112 Jombang 73 Butung Petinggian Sidoarjo 5 Mojokerto 38 Surabaya 0 Jumlah 1597 Sumber: Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Prov. Jatim
76
74.86128
Januari 9.8 4.45 0.96 0.01
Maret
23.70816 10.76544 2.322432 0.024192
0.01 1.98 0 27.95
0.026784 5.303232 0 74.86128
74.86128
0.024192 4.790016 0 67.61664
April
26.24832 11.91888 2.571264 0.026784
8.27 22.150368 20.006784 22.150368 1.49 3.990816 3.604608 3.990816 0.98 2.624832 2.370816 2.624832
74 Volume (juta m3)
26.24832 11.91888 2.571264 0.026784
Pebruari
25.4016 11.5344 2.48832 0.02592
26.24832 11.91888 2.571264 0.026784
21.43584 22.150368 3.86208 3.990816 2.54016 2.624832
0.026784 5.303232 0 74.86128
0.02592 5.13216 0 72.4464
74.86128 72.4464
Ketersediaan Mata Air (Juta m3) Mei Juni Juli Agustus September Oktober
0.026784 5.303232 0 74.86128
74.86128
25.4016 11.5344 2.48832 0.02592
26.24832 11.91888 2.571264 0.026784
26.24832 11.91888 2.571264 0.026784
21.43584 22.150368 22.150368 3.86208 3.990816 3.990816 2.54016 2.624832 2.624832 0.02592 5.13216 0 72.4464
0.026784 5.303232 0 74.86128
0.026784 5.303232 0 74.86128
74.86128
72.4464
25.4016 11.5344 2.48832 0.02592
26.24832 11.91888 2.571264 0.026784
21.43584 22.150368 3.86208 3.990816 2.54016 2.624832 0.02592 5.13216 0 72.4464
Volume Tahun Nopember Desember 25.4016 11.5344 2.48832 0.02592
309.0528 140.3352 30.27456 0.31536
21.43584 22.150368 3.86208 3.990816 2.54016 2.624832
260.80272 46.98864 30.90528
0.026784 5.303232 0 74.86128
0.02592 5.13216 0 72.4464
74.86128 72.4464
(juta m3)
26.24832 11.91888 2.571264 0.026784
0.026784 5.303232 0 74.86128
0.31536 62.44128 0 881.4312
74.86128 72.4464
72 70 67.61664
68 66 64 62 Januari
Pebruari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
Nopember
Desember
Bulan
Sumber: Hasil Analisis, Bappenas, 2012
Gambar 4.30 Grafik Ketersediaan Air dari Mata Air
4.10.4. Ketersediaan Air dari Tampungan Di wilayah DAS Brantas terdapat 8 buah Tampungan yang mempunyai total tampungan pada saat ini sebesar 319,51 juta m3. Volume tampungan efektif terbesar dimiliki oleh Waduk Sutami di Kabupaten Malang sebesar 133,89 juta m3 dan volume tampungan efektif terkecil adalah Waduk Sengguruh sebesar 0,58 juta m3. Tabulasi ketersediaan tampungan air di DAS Brantas dapat dilihat pada tabel berikut:
IV-91
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Tabel 4.94 Ketersediaan Air Tampungan DAS Brantas Kondisi Awal Tahun Efektif (juta m3) Kotor (juta m3) 1 Sengguruh 1988 2.50 22 2 Sutami 1972 253.00 343 3 Lahor 1977 29.40 36 4 Wlingi 1977 5.20 24 5 Lodoyo 1980 5.00 5 6 Selorejo 1970 50.10 62 7 Bening 1981 28.40 33 8 Wonorejo 2000 106.00 122 Jumlah 479.60 Sumber: Perum Jasa Tirta 1 No
Waduk
Kondisi Saat Ini Tahun Efektif (juta m3) Kotor (juta m3) 2011 0.58 1.04 2011 133.89 157.17 2011 24.43 29.03 2011 2.00 4.42 2011 2.29 2.64 2011 36.41 38.11 2007 22.82 24.88 2011 97.09 107.24 319.51
4.10.5. Ketersediaan Air Tanah Volume potensi ketersediaan air tanah di DAS Brantas diduga dengan menggunakan Peta Cekungan Air tanah (CAT) lembar Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan skala 1:250.000. Peta CAT ini adalah hasil kompilasi dari beberapa peta yaitu: Peta Topografi skala 1:250.000 yang memuat batas administrasi, Peta Hidrogeologi skala 1:250.000 yang digunakan sebagai pertimbangan aspek Hidrogeologi, Peta Cekungan Air tanah skala 1:100.000 sebagai penentuan batas cekungan air tanah, dan Peta Geologi skala 1:100.000 sebagai dasar pertimbangan dari aspek geologi dalam penetapan batas cekungan air tanah serta penafsiran litologi akuifer utama dalam suatu cekungan air tanah. Peta Cekungan Air Tanah yang masuk ke dalam DAS Brantas didapatkan dengan meng-overlay Peta Cekungan Air tanah Lembar Jawa Tengah dan Jawa Timur ke dalam Peta DAS Brantas. Peta Cekungan Air tanah DAS Brantas yang menunjukkan potensi ketersediaan air tanah di DAS Brantas dapat dilihat berikut ini:
Sumber: Hasil Analisis, Bappenas, 2012
Gambar 4.31 Peta Cekungan Air Tanah (CAT) Jawa Timur
IV-92
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Sumber: Hasil Analisis, Bappenas, 2012
Gambar 4.32 Peta Potensi Air Tanah Di DAS Kali Brantas Keterangan: Akuifer produktif tinggi dengan penyebaran luas (Akuifer dengan keterusan dan kisaran kedalaman muka air tanah sangat beragam, debit sumur umumnya lebih dari 5 l/d). Akuifer produktif sedang, dengan penyebaran luas (Akuifer dengan keterusan sangat beragam; kedalaman muka air tanah bebas umumnya dalam; debit sumur umumnya kurang dari 5 l/d). Setempat, akuifer produktif dengan penyebaran setempat (Akuifer dengan keterusan sangat beragam, umumnya air tanah tidak dimanfaatkan karena dalamnya muka air tanah setempat, mata air berdebit kecil dapat diturap). Akuifer Produktif tinggi sampai sedang (Aliran air tanah terbatas pada zona celahan, rekahan dan saluran pelarutan, debit sumur dan mata air beragam dalam kisaran yang sangat besar). Akuifer produktif kecil dengan sebaran setempat (Umumnya keterusan sangat rendah; lokasi air tanah setempat dalam jumlah terbatas dapat diperoleh pada daerah lembah atau zona pelapukan dari batuan padu). Daerah air tanah langka.
IV-93
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
4.95DAS Potensi Air Tanah di DAS Brantas Tabel 5.52. PotensiTabel Airtanah Brantas Jumlah AT (juta m3/th) AT Bebas AT Tertekan Ngawi - Ponorogo 1547 66 61 Surabaya - Lamongan 843 37 62 Panceng 27 41 64 Brantas 3674 175 65 Bulukawang 163 0 66 Sumberbening 338 0 67 Pasuruan 628 43 68 TOTAL 7220 362 Sumber: Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Prov. Jatim No. CAT
CAT
Jumlah (juta m3/th) 1613 880 68 3849 163 338 671 7582
Dari gambar dan tabel diatas maka dapat diketahui ada 7 cekungan air tanah yang masuk ke dalam DAS Brantas dengan total ketersediaan air tanah bebas sebesar 7220 juta m3/tahun dan air tanah tertekan sebesar 362 juta m3/tahun. 4.11
Analisis Kebutuhan Air Analisis kebutuhan air di DAS Brantas dibagi menjadi 3 golongan yaitu:
Kebutuhan air domestik, kebutuhan air untuk pertanian, dan kebutuhan air untuk industri. Analisis kebutuhan air juga dilakukan berdasarkan wilayah administratif sampai tingkat kecamatan yang masuk kedalam DAS Brantas. Seperti juga sudah dijelaskan pada batasan penelitian bahwa kebutuhan air yang akan dihitung berdasarkan pengambilan air yang dilakukan adalah pengambilan air dengan ijin dari instansi terkait/berwenang. Pengambilan air tanpa ijin yang digunakan untuk berbagai kebutuhan tidak akan dilakukan analisis karena keberadaan dan datanya sulit untuk dideteksi dan diperoleh. 4.11.1 Kebutuhan Air Domestik Kebutuhan air domestik dihitung berdasarkan jumlah penduduk yang ada di DAS Brantas dan standar kebutuhan air yang diberikan oleh oleh DPU Cipta Karya (1984) untuk ukuran kota sedang. Data jumlah penduduk masing-masing wilayah administratif yang masuk ke dalam DAS Brantas didapatkan dari Badan Pusat Statistik (BPS) masing-masing kabupaten/kotamadya.
Berdasarkan
perhitungan,
dengan
jumlah
penduduk
14.997.083 jiwa, DAS Brantas memiliki tingkat kebutuhan air domestik sebesar 917 juta m3/tahun. Kebutuhan air domestik terbesar terdapat di Kota Surabaya dengan tingkat kebutuhan sebesar 139 juta m3/tahun.
IV-94
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN Tabel 5.53. Kebutuhan Air Domestik di DAS Brantas Tahun 2006 No
Kabupaten/Kota
A
Kabupaten Blitar Gresik Jombang Kediri Madiun Malang Mojokerto Nganjuk Pasuruan Ponorogo Sidoarjo Trenggalek Tulungagung Kota Batu Blitar Kediri Malang Mojokerto Surabaya Total
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 B 1 2 3 4 5 6
Jumlah Penduduk (orang)
A 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 B 1 2 3 4 5 6
Januari
Pebruari
Maret
April
Kebutuhan Air Domestik (Juta m3) Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember
930,428 108,819 1,130,748 1,445,695 103,031 1,570,168 852,177 991,003 465,772 35,439 1,480,578 356,714 832,330
146 100 158 177 100 184 141 149 118 92 179 113 140
4.21 0.34 5.54 7.93 0.32 8.96 3.72 4.58 1.70 0.10 8.22 1.25 3.61
3.80 0.30 5.00 7.16 0.29 8.09 3.36 4.13 1.54 0.09 7.42 1.13 3.26
4.21 0.34 5.54 7.93 0.32 8.96 3.72 4.58 1.70 0.10 8.22 1.25 3.61
4.08 0.33 5.36 7.68 0.31 8.67 3.60 4.43 1.65 0.10 7.95 1.21 3.50
4.21 0.34 5.54 7.93 0.32 8.96 3.72 4.58 1.70 0.10 8.22 1.25 3.61
4.08 0.33 5.36 7.68 0.31 8.67 3.60 4.43 1.65 0.10 7.95 1.21 3.50
4.21 0.34 5.54 7.93 0.32 8.96 3.72 4.58 1.70 0.10 8.22 1.25 3.61
4.21 0.34 5.54 7.93 0.32 8.96 3.72 4.58 1.70 0.10 8.22 1.25 3.61
4.08 0.33 5.36 7.68 0.31 8.67 3.60 4.43 1.65 0.10 7.95 1.21 3.50
4.21 0.34 5.54 7.93 0.32 8.96 3.72 4.58 1.70 0.10 8.22 1.25 3.61
4.08 0.33 5.36 7.68 0.31 8.67 3.60 4.43 1.65 0.10 7.95 1.21 3.50
4.21 0.34 5.54 7.93 0.32 8.96 3.72 4.58 1.70 0.10 8.22 1.25 3.61
172,328 128,990 241,436 807,543 114,088 1,726,202 13,493,489
104 101 107 138 101 194 2,542
0.56 0.40 0.80 3.45 0.36 10.38 66
0.50 0.36 0.72 3.12 0.32 9.38 60
0.56 0.40 0.80 3.45 0.36 10.38 66
0.54 0.39 0.78 3.34 0.35 10.05 64
0.56 0.40 0.80 3.45 0.36 10.38 66
0.54 0.39 0.78 3.34 0.35 10.05 64
0.56 0.40 0.80 3.45 0.36 10.38 66
0.56 0.40 0.80 3.45 0.36 10.38 66
0.54 0.39 0.78 3.34 0.35 10.05 64
0.56 0.40 0.80 3.45 0.36 10.38 66
0.54 0.39 0.78 3.34 0.35 10.05 64
0.56 0.40 0.80 3.45 0.36 10.38 66
Tabel 5.54. Kebutuhan Air Domestik di DAS Brantas Tahun 2007 No
Tabel 4.96 Kebutuhan Air Domestik di DAS Brantas Tahun 2006
Standar Kebutuhan Air (liter/orang/hari)
Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk (orang) Kabupaten Blitar 930,994 Gresik 115,681 Jombang 1,138,837 Kediri 1,453,619 Madiun 103,430 Malang 1,585,072 Mojokerto 861,967 Nganjuk 997,458 Pasuruan 469,332 Ponorogo 35,652 Sidoarjo 1,514,750 Trenggalek 357,488 Tulungagung 846,780 Kota Batu 173,295 Blitar 132,107 Kediri 248,751 Malang 812,209 Mojokerto 115,519 Surabaya 1,754,322 Total 13,647,264
Tabel 4.97 Kebutuhan Air Domestik di DAS Brantas Tahun 2007
Standar Kebutuhan Air (liter/orang/hari)
Januari
Pebruari
Maret
April
Kebutuhan Air Domestik (Juta m3) Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember
146 101 158 177 100 185 142 150 118 92 181 113 141
4.21 0.36 5.58 7.98 0.32 9.09 3.79 4.64 1.72 0.10 8.50 1.25 3.70
3.81 0.33 5.04 7.20 0.29 8.21 3.43 4.19 1.55 0.09 7.68 1.13 3.34
4.21 0.36 5.58 7.98 0.32 9.09 3.79 4.64 1.72 0.10 8.50 1.25 3.70
4.08 0.35 5.40 7.72 0.31 8.80 3.67 4.49 1.66 0.10 8.23 1.21 3.58
4.21 0.36 5.58 7.98 0.32 9.09 3.79 4.64 1.72 0.10 8.50 1.25 3.70
4.08 0.35 5.40 7.72 0.31 8.80 3.67 4.49 1.66 0.10 8.23 1.21 3.58
4.21 0.36 5.58 7.98 0.32 9.09 3.79 4.64 1.72 0.10 8.50 1.25 3.70
4.21 0.36 5.58 7.98 0.32 9.09 3.79 4.64 1.72 0.10 8.50 1.25 3.70
4.08 0.35 5.40 7.72 0.31 8.80 3.67 4.49 1.66 0.10 8.23 1.21 3.58
4.21 0.36 5.58 7.98 0.32 9.09 3.79 4.64 1.72 0.10 8.50 1.25 3.70
4.08 0.35 5.40 7.72 0.31 8.80 3.67 4.49 1.66 0.10 8.23 1.21 3.58
4.21 0.36 5.58 7.98 0.32 9.09 3.79 4.64 1.72 0.10 8.50 1.25 3.70
104 102 107 139 101 195 2,552
0.56 0.42 0.83 3.50 0.36 10.60 68
0.50 0.38 0.75 3.16 0.33 9.58 61
0.56 0.42 0.83 3.50 0.36 10.60 68
0.54 0.40 0.80 3.39 0.35 10.26 65
0.56 0.42 0.83 3.50 0.36 10.60 68
0.54 0.40 0.80 3.39 0.35 10.26 65
0.56 0.42 0.83 3.50 0.36 10.60 68
0.56 0.42 0.83 3.50 0.36 10.60 68
0.54 0.40 0.80 3.39 0.35 10.26 65
0.56 0.42 0.83 3.50 0.36 10.60 68
0.54 0.40 0.80 3.39 0.35 10.26 65
0.56 0.42 0.83 3.50 0.36 10.60 68
IV-95
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN Tabel 5.55. Kebutuhan Air Domestik di DAS Brantas Tahun 2008 No
Kabupaten/Kota
A
Kabupaten Blitar Gresik Jombang Kediri Madiun Malang Mojokerto Nganjuk Pasuruan Ponorogo Sidoarjo Trenggalek Tulungagung Kota Batu Blitar Kediri Malang Mojokerto Surabaya Total
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 B 1 2 3 4 5 6
Jumlah Penduduk (orang)
A 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 B 1 2 3 4 5 6
Kabupaten/Kota Kabupaten Blitar Gresik Jombang Kediri Madiun Malang Mojokerto Nganjuk Pasuruan Ponorogo Sidoarjo Trenggalek Tulungagung Kota Batu Blitar Kediri Malang Mojokerto Surabaya Total
Januari
Pebruari
Maret
April
Kebutuhan Air Domestik (Juta m3) Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember
932,240 116,165 1,303,057 1,460,213 115,442 1,593,094 915,941 1,000,132 470,900 35,837 1,801,187 410,369 850,778
146 101 168 178 101 186 145 150 119 92 198 116 141
4.22 0.36 6.79 8.06 0.36 9.19 4.12 4.65 1.74 0.10 11.06 1.48 3.72
3.81 0.33 6.13 7.28 0.33 8.30 3.72 4.20 1.57 0.09 9.99 1.33 3.36
4.22 0.36 6.79 8.06 0.36 9.19 4.12 4.65 1.74 0.10 11.06 1.48 3.72
4.08 0.35 6.57 7.80 0.35 8.89 3.98 4.50 1.68 0.10 10.70 1.43 3.60
4.22 0.36 6.79 8.06 0.36 9.19 4.12 4.65 1.74 0.10 11.06 1.48 3.72
4.08 0.35 6.57 7.80 0.35 8.89 3.98 4.50 1.68 0.10 10.70 1.43 3.60
4.22 0.36 6.79 8.06 0.36 9.19 4.12 4.65 1.74 0.10 11.06 1.48 3.72
4.22 0.36 6.79 8.06 0.36 9.19 4.12 4.65 1.74 0.10 11.06 1.48 3.72
4.08 0.35 6.57 7.80 0.35 8.89 3.98 4.50 1.68 0.10 10.70 1.43 3.60
4.22 0.36 6.79 8.06 0.36 9.19 4.12 4.65 1.74 0.10 11.06 1.48 3.72
4.08 0.35 6.57 7.80 0.35 8.89 3.98 4.50 1.68 0.10 10.70 1.43 3.60
4.22 0.36 6.79 8.06 0.36 9.19 4.12 4.65 1.74 0.10 11.06 1.48 3.72
184,110 133,306 284,938 816,637 116,355 1,799,554 14,340,257
104 102 109 139 101 198 2,594
0.59 0.42 0.96 3.52 0.36 11.05 73
0.54 0.38 0.87 3.18 0.33 9.98 66
0.59 0.42 0.96 3.52 0.36 11.05 73
0.57 0.41 0.93 3.41 0.35 10.69 70
0.59 0.42 0.96 3.52 0.36 11.05 73
0.57 0.41 0.93 3.41 0.35 10.69 70
0.59 0.42 0.96 3.52 0.36 11.05 73
0.59 0.42 0.96 3.52 0.36 11.05 73
0.57 0.41 0.93 3.41 0.35 10.69 70
0.59 0.42 0.96 3.52 0.36 11.05 73
0.57 0.41 0.93 3.41 0.35 10.69 70
0.59 0.42 0.96 3.52 0.36 11.05 73
Tabel 5.56. Kebutuhan Air Domestik di DAS Brantas Tahun 2009 No
Tabel 4.98 Kebutuhan Air Domestik di DAS Brantas Tahun 2008
Standar Kebutuhan Air (liter/orang/hari)
Jumlah Penduduk (orang)
Tabel 4.99 Kebutuhan Air Domestik di DAS Brantas Tahun 2009
Standar Kebutuhan Air (liter/orang/hari)
Januari
Pebruari
Maret
April
Kebutuhan Air Domestik (Juta m3) Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember
933,364 122,351 1,307,753 1,475,815 115,566 1,600,705 974,227 1,002,530 472,117 35,973 1,964,761 414,422 855,669
146 101 168 179 101 186 148 150 119 92 208 116 141
4.22 0.38 6.81 8.19 0.36 9.23 4.47 4.66 1.74 0.10 12.67 1.49 3.74
3.82 0.35 6.15 7.40 0.00 8.34 4.04 4.21 1.57 0.09 11.44 1.35 3.38
4.22 0.38 6.81 8.19 0.00 9.23 4.47 4.66 1.74 0.10 12.67 1.49 3.74
4.09 0.37 6.59 7.93 0.00 8.93 4.33 4.51 1.69 0.10 12.26 1.44 3.62
4.22 0.38 6.81 8.19 0.00 9.23 4.47 4.66 1.74 0.10 12.67 1.49 3.74
4.09 0.37 6.59 7.93 0.00 8.93 4.33 4.51 1.69 0.10 12.26 1.44 3.62
4.22 0.38 6.81 8.19 0.00 9.23 4.47 4.66 1.74 0.10 12.67 1.49 3.74
4.22 0.38 6.81 8.19 0.00 9.23 4.47 4.66 1.74 0.10 12.67 1.49 3.74
4.09 0.37 6.59 7.93 0.00 8.93 4.33 4.51 1.69 0.10 12.26 1.44 3.62
4.22 0.38 6.81 8.19 0.00 9.23 4.47 4.66 1.74 0.10 12.67 1.49 3.74
4.09 0.37 6.59 7.93 0.00 8.93 4.33 4.51 1.69 0.10 12.26 1.44 3.62
4.22 0.38 6.81 8.19 0.00 9.23 4.47 4.66 1.74 0.10 12.67 1.49 3.74
206,980 139,471 297,961 820,857 119,500 1,837,412 14,697,434
105 102 110 139 101 200 2,612
0.67 0.44 1.02 3.54 0.37 11.39 76
0.61 0.40 0.92 3.19 0.34 10.29 68
0.67 0.44 1.02 3.54 0.37 11.39 75
0.65 0.43 0.98 3.42 0.36 11.02 73
0.67 0.44 1.02 3.54 0.37 11.39 75
0.65 0.43 0.98 3.42 0.36 11.02 73
0.67 0.44 1.02 3.54 0.37 11.39 75
0.67 0.44 1.02 3.54 0.37 11.39 75
0.65 0.43 0.98 3.42 0.36 11.02 73
0.67 0.44 1.02 3.54 0.37 11.39 75
0.65 0.43 0.98 3.42 0.36 11.02 73
0.67 0.44 1.02 3.54 0.37 11.39 75
IV-96
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Tabel 5.57. Kebutuhan Air Domestik di DAS Brantas Tahun 2010 No A 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 B 1 2 3 4 5 6
Kabupaten/Kota Kabupaten Blitar Gresik Jombang Kediri Madiun Malang Mojokerto Nganjuk Pasuruan Ponorogo Sidoarjo Trenggalek Tulungagung Kota Batu Blitar Kediri Malang Mojokerto Surabaya Total
Jumlah Penduduk (orang)
Tabel 4.100 Kebutuhan Air Domestik di DAS Brantas Tahun 2010
Standar Kebutuhan Air (liter/orang/hari)
Januari
Pebruari
Maret
April
Kebutuhan Air Domestik (Juta m3) Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember
934,345 123,768 1,375,302 1,499,768 115,681 1,615,054 990,655 1,017,030 483,990 36,153 2,018,239 418,643 861,016
146 101 173 180 101 187 149 151 119 92 211 116 142
4.23 0.39 7.38 8.37 0.36 9.36 4.58 4.76 1.79 0.10 13.20 1.51 3.79
3.82 0.35 6.66 7.56 0.33 8.46 4.13 4.30 1.61 0.09 11.92 1.36 3.42
4.23 0.39 7.38 8.37 0.36 9.36 4.58 4.76 1.79 0.10 13.20 1.51 3.79
4.09 0.38 7.14 8.10 0.35 9.06 4.43 4.61 1.73 0.10 12.78 1.46 3.67
4.23 0.39 7.38 8.37 0.36 9.36 4.58 4.76 1.79 0.10 13.20 1.51 3.79
4.09 0.38 7.14 8.10 0.35 9.06 4.43 4.61 1.73 0.10 12.78 1.46 3.67
4.23 0.39 7.38 8.37 0.36 9.36 4.58 4.76 1.79 0.10 13.20 1.51 3.79
4.23 0.39 7.38 8.37 0.36 9.36 4.58 4.76 1.79 0.10 13.20 1.51 3.79
4.09 0.38 7.14 8.10 0.35 9.06 4.43 4.61 1.73 0.10 12.78 1.46 3.67
4.23 0.39 7.38 8.37 0.36 9.36 4.58 4.76 1.79 0.10 13.20 1.51 3.79
4.09 0.38 7.14 8.10 0.35 9.06 4.43 4.61 1.73 0.10 12.78 1.46 3.67
4.23 0.39 7.38 8.37 0.36 9.36 4.58 4.76 1.79 0.10 13.20 1.51 3.79
208,366 140,574 319,958 842,413 120,064 1,876,065 14,997,083
105 102 111 141 101 203 2,631
0.68 0.44 1.10 3.68 0.38 11.81 78
0.61 0.40 0.99 3.33 0.34 10.66 70
0.68 0.44 1.10 3.68 0.38 11.81 78
0.66 0.43 1.07 3.56 0.36 11.43 75
0.68 0.44 1.10 3.68 0.38 11.81 78
0.66 0.43 1.07 3.56 0.36 11.43 75
0.68 0.44 1.10 3.68 0.38 11.81 78
0.68 0.44 1.10 3.68 0.38 11.81 78
0.66 0.43 1.07 3.56 0.36 11.43 75
0.68 0.44 1.10 3.68 0.38 11.81 78
0.66 0.43 1.07 3.56 0.36 11.43 75
0.68 0.44 1.10 3.68 0.38 11.81 78
Sumber: Hasil Analisis, Bappenas, 2012
IV-97
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
4.11.2 Kebutuhan Air Pertanian Dalam kajian ini besarnya kebutuhan air untuk pertanian diperhitungkan sebagai jumlah dari kebutuhan air untuk irigasi, kebutuhan air untuk perikanan, dan kebutuhan air untuk peternakan. Kebutuhan air untuk irigasi banyak dipengaruhi oleh besarnya evapotranspirasi, curah hujan, penggantian lapisan genangan, kebutuhan air untuk penyiapan lahan, pola tata tanam, perkolasi, dan efesiensi irigasi. Kebutuhan air untuk perikanan ditentukan oleh jenis budidaya perikanan yang dikembangkan dan luasan area yang digunakan. Sedangkan kebutuhan air untuk peternakan ditentukan oleh jenis ternak yang ada dan standar konsumtif kebutuhan air untuk ternak tersebut sesuai dengan jenisnya. A.
Kebutuhan Air Irigasi Besarnya kebutuhan air irigasi permukaan diduga berdasarkan data sekunder
kebutuhan air irigasi dari Dinas Pengairan masing-masing kabupaten yang memperhitungkan pola tata tanam dan besarnya alokasi air konsumtif untuk areal irigasi/baku sawah yang bersangkutan. Irigasi permukaan mempunyai baku sawah seluas 310.085 hektar. Tabel 4.101 Kebutuhan Air irigasi di DAS Brantas
Tabel 5.58. Perhitungan Volume Kebutuhan Air Irigasi Bulan
Periode
Jumlah Hari
January
I II III I II III I II III I II III I II III I II III I II III I II III I II III I II III I II III I II III
10 10 11 10 10 8 10 10 11 10 10 10 10 10 11 10 10 10 10 10 11 10 10 11 10 10 10 10 10 11 10 10 10 10 10 11
February
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember Jumlah
Kebutuhan Air lt/detik/ha 1.053 0.657 0.204 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 1.016 0.223 0.475 0.987 0.836 0.936 0.952 1.044 0.579 0.786 0.508 0.429 0.406 0.485 0.521 0.572 0.321 0.429 0.696 1.281 1.386 0.546 1.627 1.417 0.000 0.000 0.000 0.698
Rata-rata
Luas Area (ha) 310,085 310,085 310,085 310,085 310,085 310,085 310,085 310,085 310,085 310,085 310,085 310,085 310,085 310,085 310,085 310,085 310,085 310,085 310,085 310,085 310,085 310,085 310,085 310,085 310,085 310,085 310,085 310,085 310,085 310,085 310,085 310,085 310,085 310,085 310,085 310,085 310,085
Debit Kebutuhan Air (m3/detik) (lt/detik) 326453.035 326.453 203578.763 203.579 63147.188 63.147 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 315142.484 315.142 69140.273 69.140 147310.399 147.310 306076.150 306.076 259380.178 259.380 290392.766 290.393 295145.944 295.146 323882.954 323.883 179678.617 179.679 243742.324 243.742 157576.786 157.577 132979.161 132.979 125813.080 125.813 150335.785 150.336 161438.901 161.439 177388.759 177.389 99483.188 99.483 133092.981 133.093 215752.118 215.752 397081.818 397.082 429850.128 429.850 169353.158 169.353 504401.747 504.402 439402.333 439.402 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 216343.70 6317.021 216.34
Volume m3 282055422.221 175892051.455 60015087.307 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 272283106.105 59737195.499 127276184.847 264449793.616 224104474.049 275989285.129 255006095.961 279834872.463 155242325.231 210593367.699 136146342.982 126383394.984 108702501.197 129890118.004 153431531.349 153263887.764 85953474.137 114992335.339 186409829.709 343078690.440 408529561.676 146321128.507 435803109.573 379643615.588 0.000 0.000 0.000 5551028782.831 154195243.97
Sumber : Hasil Perhitungan Sumber: Hasil Analisis, Bappenas, 2012
IV-98
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
B.
Kebutuhan Air Perikanan Sesuai dengan data yang didapat dari Badan Pusat statistik (BPS) masing-
masing kabupaten/kotamadya serta peninjauan langsung di lokasi penelitian, diketahui berbagai sektor usaha perikanan yang ada di wilayah DAS Brantas yaitu perikanan kolam dan perikanan perairan umum. Perikanan perairan umum terdiri dari berbagai usaha perikanan seperti perikanan waduk, keramba, sungai, cekdam, sawah, dan telaga. Jenis usaha perikanan yang diperhitungkan dalam analisis adalah perikanan kolam karena unit usaha perikanan ini mempunyai kebutuhan air yang konsumtif sebagai media hidup jika dibandingkan dengan usaha perikanan perairan umum lainnya. Menurut Susanto (2005) untuk usaha perikanan kolam, selain mutu air harus baik jumlahnya pun harus cukup untuk mengairi seluruh areal kolam. Jika jumlah air tidak mencukupi maka tidak seluruh areal kolam bisa dimanfaatkan sesuai fungsinya. Debit air yang harus dipenuhi untuk kebutuhan air perikanan di kolam adalah antara 10-15 liter/detik/hektar. Besarnya kebutuhan air untuk kolam didapatkan berdasarkan alokasi kebutuhan debit dikalikan dengan luasan kolam perikanan. Data luas areal perikanan kolam didapatkan dari Badan Pusat Statistik (BPS) masing-masing kabupaten/kotamadya. Dari perhitungan didapatkan kebutuhan air untuk perikanan di DAS Brantas adalah sebesar 1.924 juta m3/tahun. Untuk Kabupaten yang memiliki kebutuhan air untuk perikanan terbesar adalah Kabupaten Gresik sebesar 1.192 juta m3/tahun dengan luas areal kolam 32.666 ha. Besarnya kebutuhan air untuk kolam ini memerlukan alokasi khusus, seperti sudah dijelaskan sebelumnya. Alokasi pemakaian air untuk kolam ini tidak habis terpakai, namun air yang keluar dari kolam akan dialirkan kembali ke sungai. Kebutuhan Air Perikanan
200.00 180.00
163.41
Volume (juta m3)
160.00
163.41
158.14
163.41
158.14
Maret
April
Mei
Juni
147.60
163.41
163.41
158.14
163.41
158.14
163.41
Juli
Agustus
September
Oktober
Nopember
Desember
140.00 120.00 100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00
Januari
Pebruari
Axis Title
Sumber: Hasil Analisis, Bappenas, 2012 Gambar 4.33 Kebutuhan Air Perikanan di DAS Brantas
IV-99
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Tabel 5.59. Jenis Usaha Perikanan Menurut Wialayah Administratif DAS Brantas No.
Daerah
Kabupaten 1 Blitar 2 Gresik 3 Jombang 4 Kediri 5 Madiun 6 Malang 7 Mojokerto 8 Nganjuk 9 Pasuruan 10 Ponorogo 11 Sidoarjo 12 Trenggalek 13 Tulungagung B Kota 1 Batu 2 Blitar 3 Kediri 4 Malang 5 Mojokerto 6 Surabaya Sumber: Hasil Perhitungan Sumber: Hasil Analisis,
Luas Kolam (Ha)
Kebutuhan Air Pembilasan mm/hari/ha
Tabel 4.102 Kebutuhan Air Perikanan di DAS Brantas
Januari
Pebruari
Maret
April
Mei
Kebutuhan Air Perikanan (Juta m3) Juni Juli Agustus
September
Oktober
Nopember Desember
Jumlah
A
181.91 32666.97 58.35 220.01 76.57 122.08 4.33 106.83 76.57 31.1 15567 16.77 165.88
10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
0.56 101.27 0.18 0.68 0.24 0.38 0.01 0.33 0.24 0.10 48.26 0.05 0.51
0.51 91.47 0.16 0.62 0.21 0.34 0.01 0.30 0.21 0.09 43.59 0.05 0.46
0.56 101.27 0.18 0.68 0.24 0.38 0.01 0.33 0.24 0.10 48.26 0.05 0.51
0.55 98.00 0.18 0.66 0.23 0.37 0.01 0.32 0.23 0.09 46.70 0.05 0.50
0.56 101.27 0.18 0.68 0.24 0.38 0.01 0.33 0.24 0.10 48.26 0.05 0.51
0.55 98.00 0.18 0.66 0.23 0.37 0.01 0.32 0.23 0.09 46.70 0.05 0.50
0.56 101.27 0.18 0.68 0.24 0.38 0.01 0.33 0.24 0.10 48.26 0.05 0.51
0.56 101.27 0.18 0.68 0.24 0.38 0.01 0.33 0.24 0.10 48.26 0.05 0.51
0.55 98.00 0.18 0.66 0.23 0.37 0.01 0.32 0.23 0.09 46.70 0.05 0.50
0.56 101.27 0.18 0.68 0.24 0.38 0.01 0.33 0.24 0.10 48.26 0.05 0.51
0.55 98.00 0.18 0.66 0.23 0.37 0.01 0.32 0.23 0.09 46.70 0.05 0.50
0.56 101.27 0.18 0.68 0.24 0.38 0.01 0.33 0.24 0.10 48.26 0.05 0.51
2.28 3.21 17.4 1.03 12.57 3381.68
10 10 10 10 10 10
0.01 0.01 0.05 0.00 0.04 10.48
0.01 0.01 0.05 0.00 0.04 9.47
0.01 0.01 0.05 0.00 0.04 10.48
0.01 0.01 0.05 0.00 0.04 10.15
0.01 0.01 0.05 0.00 0.04 10.48
0.01 0.01 0.05 0.00 0.04 10.15
0.01 0.01 0.05 0.00 0.04 10.48
0.01 0.01 0.05 0.00 0.04 10.48
0.01 0.01 0.05 0.00 0.04 10.15
0.01 0.01 0.05 0.00 0.04 10.48
0.01 0.01 0.05 0.00 0.04 10.15
0.01 0.01 0.05 0.00 0.04 10.48
6.64 1192.34 2.13 8.03 2.79 4.46 0.16 3.90 2.79 1.14 568.20 0.61 6.05 0.00 0.08 0.12 0.64 0.04 0.46 123.43
Bappenas, 2012
IV-100
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
C.
Kebutuhan Air Peternakan Kebutuhan air untuk peternakan diduga berdasarkan jenis dan jumlah ternak
yang ada di DAS Brantas dikalikan dengan standar kebutuhan air untuk masing-masing ternak. Besarnya standar kebutuhan air untuk masing-masing ternak didapatkan dari studi literatur. Jenis usaha ternak yang ada di DAS Brantas adalah sapi perah, sapi potong, kerbau, kuda, domba, kambing, babi, ayam buras, ayam pedaging, ayam petelur, itik, dan entog. Untuk menentukan standar kebutuhan air sesuai dengan jenis ternak yang berdasarkan pada literatur yang telah didapatkan diatas maka jenis usaha ternak sapi perah, sapi potong, kerbau, dan kuda dikelompokkan dan diasumsikan mempunyai kebutuhan air yang sama dengan usaha ternak sapi. Jenis usaha ayam buras, ayam pedaging, ayam petelur, itik, dan entog diaumsikan memiliki kebutuhan air yang sama dengan ayam buras. Sedangkan untuk jenis usaha kambing dan domba diasumsikan mempunyai kebutuhan air yang sama dengan kambing. Kebutuhan Air Peternakan
5.00
Volume (juta m3)
4.00 3.00 2.00
1.968462
1.777966
1.968462
1.904963
1.968462
1.904963
1.968462
1.968462
1.904963
1.968462
1.904963
1.968462
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
Nopember
Desember
1.00 0.00
Januari
Pebruari
Axis Title
Sumber: Hasil Analisis, Bappenas, 2012
Gambar 4.34 Kebutuhan Air Peternakan di DAS Brantas
IV-101
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Tabel 4.103 Jenis Usaha Peternakan Menurut Wilayah Administratif DAS Brantas Tabel 5.60. Kebutuhan Air Peternakan Menurut Wilayah Administratif DAS Brantas No. A 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 B 1 2 3 4 5 6
Kuda Keb.Air (m3/tahun)
Daerah Kabupaten Blitar Gresik Jombang Kediri Madiun Malang Mojokerto Nganjuk Pasuruan Ponorogo Sidoarjo Trenggalek Tulungagung Kota Batu Blitar Kediri Malang Mojokerto Surabaya
Jumlah
Sapi Potong Keb.Air (m3/tahun)
Jumlah
Sapi Perah Keb.Air (m3/tahun)
Jumlah
0.74 0.10 0.97 1.00 0.15 0.66 0.91 1.00 0.32 0.04 1.00 0.52 0.83
76 14 10 193 24 318 152 99 209 4 133 18 21
1112.81 207.32 141.62 2817.8 350.4 4644.55 2218.76 1445.4 3050.82 55.48 1941.8 258.128 302.95
107,145 6,075 88,748 123,954 6,685 97,591 63,255 195,997 34,518 2,560 11,572 16,110 82,864
1564311 88690.6 1295724 1809728 97603.9 1424827 923523 2861556 503964 37373.1 168951 235200 1209813
14,805 59 4,084 10,744 19 47,256 2,469 105 18,798 76 2,533 3,002 20,421
216156 857.02 59622 156862 275.94 689938 36044.9 1533 274447 1110.18 36981.8 43836.2 298151
1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 0.62
36 4 8 40 7
525.6 58.4 116.8 584 102.2 0
3,687 3,850 4,487 2,786 310 226
53830.2 56210 65510.2 40675.6 4526 3303.98
10,350 284 156 166 16 389
151110 4146.4 2277.6 2423.6 233.6 5675.6
-
Kerbau Keb.Air (m3/tahun)
Jumlah
Kambing Keb.Air (m3/tahun)
Jumlah
Domba Keb.Air (m3/tahun)
Jumlah
Babi Jumlah
Keb.Air (m3/tahun)
Ayam Buras Keb.Air (m3/tahun)
Jumlah
Ayam Pedaging Keb.Air (m3/tahun)
Jumlah
Ayam Petelur Keb.Air (m3/tahun)
Jumlah
Itik Jumlah
Entog Keb.Air (m3/tahun)
Jumlah
Keb.Air (m3/tahun)
6,007 18 291 828 169 1,075 1,987 1,636 177 3 1,166 603 639
87706.9 267.18 4248.6 12088.8 2472.51 15697 29016.6 23885.6 2588.29 50.808 17023.6 8799.13 9330.86
86,428 6,948 118,535 132,405 7,045 118,917 156,796 147,589 30,813 3,448 34,276 114,036 101,525
157732 12680.6 216326 241639 12856.7 217024 286152 269350 56233.4 6291.87 62553.7 208116 185283
2,838 2,008 32,864 25,315 1,895 17,390 18,164 51,936 10,086 495 17,291 6,992 9,421
5179.17 3664.24 59976.1 46199.9 3459.11 31737.4 33148.6 94783.2 18407.7 904.178 31556.1 12760.3 17192.4
1,303 14 1,511 33 1,572 670 146 8 2,427
2853.88 0 29.7402 3309.09 72.5985 3442.94 1466.77 319.74 0 0 0 17.082 5314.95
1,509,200 53,657 1,322,621 1,089,087 116,559 728,753 600,756 1,159,676 253,408 16,005 420,363 170,689 1,579,646
330515 11750.9 289654 238510 25526.4 159597 131565 253969 55496.4 3505.1 92059.5 37380.9 345942
330,515 11,751 289,654 238,510 25,526 159,597 131,565 253,969 55,496 3,505 92,059 37,381 345,942
72382.8 2573.44 63434.2 52233.7 5590.28 34951.7 28812.8 55619.2 12153.7 767.616 20161 8186.41 75761.4
6,830,215 8,183 790,147 3,038,817 14,187 734,171 172,647 140,652 169,904 4,138 8,370 72,063 2,033,214
1495817 1792.08 173042 665501 3106.92 160784 37809.7 30802.8 37209 906.134 1833.03 15781.8 445274
510,223 2,535 165,368 144,696 3,529 66,577 224,886 61,415 30,454 784 271,212 48,664 405,213
111739 555.077 36215.5 31688.4 772.829 14580.3 49249.9 13449.9 6669.51 171.6 59395.4 10657.3 88741.7
53,058.00 1312.2 60871.38 54387 2383.35 22803.66 56179.76 29207 5814.4 0 27487 28725.84 54904.5
11619.7 287.372 13330.8 11910.8 521.954 4994 12303.4 6396.33 1273.35 0 6019.65 6290.96 12024.1
26
379.6 0 452.6 2890.8 700.8 298.716
5,089 5,571 2,383 1,273 2,125 3,684
9287.43 10167.1 4348.98 2323.23 3878.13 6723.37
4,783 310 629 210 463 300
8728.98 565.75 1147.93 383.25 844.975 547.646
24 142 15 43 -
52.56 310.98 0 32.85 94.17 0
47,509 35,564 64,414 166,085 11,751 18,292
10404.5 7788.52 14106.7 36372.6 2573.47 4006.05
10,404 7,789 14,107 36,373 2,573 4,006
2278.58 1705.69 3089.36 7965.6 563.59 877.326
73,369 192,205 1,898 36,506 185
16067.8 42092.9 415.662 7994.81 0 40.4624
1,699 6,690 2,228 7,191 3,518 3,425
372.081 1465.11 487.932 1574.83 770.442 750.049
5842 1798 1094 491 456 1105.46
1279.4 393.762 239.586 107.529 99.864 242.096
31 198 48 20
Sumber: Hasil Analisis, Bappenas, 2012
IV-102
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Tabel 4.104 Kebutuhan Air Peternakan per Bulan DAS Brantas
Tabel 5.61. Kebutuhan Air Peternakan Perbulan DAS Brantas No.
Daerah
Maret
April
Kebutuhan Air Peternakan (Juta m3) Mei Juni Juli Agustus
September
Oktober
Nopember
Desember
Jumlah
Januari
Pebruari
0.344578 0.010474 0.187847 0.277937 0.012961 0.234599 0.133454 0.306867 0.082510 0.004343 0.042336 0.049879 0.228732
0.311231 0.009461 0.169668 0.251040 0.011707 0.211896 0.120539 0.277170 0.074526 0.003923 0.038239 0.045052 0.206596
0.344578 0.010474 0.187847 0.277937 0.012961 0.234599 0.133454 0.306867 0.082510 0.004343 0.042336 0.049879 0.228732
0.333462 0.010136 0.181787 0.268972 0.012543 0.227032 0.129149 0.296968 0.079849 0.004203 0.040971 0.048270 0.221353
0.344578 0.010474 0.187847 0.277937 0.012961 0.234599 0.133454 0.306867 0.082510 0.004343 0.042336 0.049879 0.228732
0.333462 0.010136 0.181787 0.268972 0.012543 0.227032 0.129149 0.296968 0.079849 0.004203 0.040971 0.048270 0.221353
0.344578 0.010474 0.187847 0.277937 0.012961 0.234599 0.133454 0.306867 0.082510 0.004343 0.042336 0.049879 0.228732
0.344578 0.010474 0.187847 0.277937 0.012961 0.234599 0.133454 0.306867 0.082510 0.004343 0.042336 0.049879 0.228732
0.333462 0.010136 0.181787 0.268972 0.012543 0.227032 0.129149 0.296968 0.079849 0.004203 0.040971 0.048270 0.221353
0.344578 0.010474 0.187847 0.277937 0.012961 0.234599 0.133454 0.306867 0.082510 0.004343 0.042336 0.049879 0.228732
0.333462 0.010136 0.181787 0.268972 0.012543 0.227032 0.129149 0.296968 0.079849 0.004203 0.040971 0.048270 0.221353
0.344578 0.010474 0.187847 0.277937 0.012961 0.234599 0.133454 0.306867 0.082510 0.004343 0.042336 0.049879 0.228732
0.021600 0.010608 0.007830 0.008776 0.001222 0.001908 1.968462
0.019509 0.009582 0.007072 0.007927 0.001104 0.001723 1.777966
0.021600 0.010608 0.007830 0.008776 0.001222 0.001908 1.968462
0.020903 0.010266 0.007578 0.008493 0.001183 0.001846 1.904963
0.021600 0.010608 0.007830 0.008776 0.001222 0.001908 1.968462
0.020903 0.010266 0.007578 0.008493 0.001183 0.001846 1.904963
0.021600 0.010608 0.007830 0.008776 0.001222 0.001908 1.968462
0.021600 0.010608 0.007830 0.008776 0.001222 0.001908 1.968462
0.020903 0.010266 0.007578 0.008493 0.001183 0.001846 1.904963
0.021600 0.010608 0.007830 0.008776 0.001222 0.001908 1.968462
0.020903 0.010266 0.007578 0.008493 0.001183 0.001846 1.904963
0.021600 0.254317 0.010608 0.124905 0.007830 0.092193 0.008776 0.103329 0.001222 0.014387 0.001908 0.022465 1.968462 23.177052
A
Kabupaten Blitar Gresik Jombang Kediri Madiun Malang Mojokerto Nganjuk Pasuruan Ponorogo Sidoarjo Trenggalek Tulungagung Kota Batu Blitar Kediri Malang Mojokerto Surabaya Jumlah Sumber: Hasil Perhitungan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 B 1 2 3 4 5 6
Jenis Ternak
Kebutuhan Air (lt/ekor/hari)
Sapi/Kerbau/Kuda
40
Kambing/Domba
5
Babi Unggas
4.057124 0.123326 2.211745 3.272489 0.152610 2.762218 1.571312 3.613110 0.971493 0.051136 0.498477 0.587284 2.693131
6 0.6
Sumber: Technical Report National Water Resources Policy tahun 1992 dalam SNI, 2002
IV-103
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
D.
Total Kebutuhan Air Pertanian Dari ketiga jenis sektor pertanian yang telah diperhitungkan sebelumnya yaitu
irigasi, perikanan, dan peternakan maka dapat diketahui total kebutuhan air untuk pertanian yang ada di DAS Brantas sebesar 7.498,21 juta m3/tahun. Proporsi total kebutuhan air untuk pertanian di DAS Brantas masing-masing kabupaten dapat dilihat dalam tabel dan gambar berikut ini: Tabel 4.105 Proporsi Tabel 5.62. Proporsi Kebutuhan Air Pertanian di DAS Brantas No.
Peruntukan
1 Irigasi 2 Perikanan 3 Peternakan Jumlah
Januari
Pebruari
Maret
Kebutuhan Air Pertanian di DAS Brantas Kebutuhan Air Pertanian(Juta m3) Mei Juni Juli Agustus
April
September
Oktober
Nopember Desember
Jumlah
517.96 163.41 1.97
0.00 147.60 1.78
0.00 163.41 1.97
459.30 158.14 1.90
764.54 163.41 1.97
690.08 158.14 1.90
473.12 163.41 1.97
392.02 163.41 1.97
354.21 158.14 1.90
938.02 163.41 1.97
961.77 158.14 1.90
0.00 163.41 1.97
5551.03 1924.01 23.18
683.34
149.37
165.38
619.34
929.92
850.13
638.50
557.40
514.25
1103.40
1121.81
165.38
7,498.21
Sumber : Hasil Perhitungan Sumber: Hasil Analisis, Bappenas, 2012
1200
Volume (juta m3)
1000 800 600 400 200
0
Bulan Qpertanian
Qirigasi
Qperikanan
Qpeternakan
Sumber: Hasil Analisis, Bappenas, 2012
Gambar 4.35 Kebutuhan Air Pertanian di DAS Brantas
6000
5551.03
5500 5000
Volume (juta m3)
4500 4000 3500 3000 2500 1924.01
2000 1500 1000 500
23.18
0 Kebutuhan Air Pertanian(Juta m3)
Kebutuhan Air Irigasi
Kebutuhan Air Perikanan
Kebutuhan Air Peternakan
Sumber: Hasil Analisis, Bappenas, 2012
Gambar 4.36 Proporsi Kebutuhan Air Sektor Pertanian di DAS Brantas
IV-104
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
4.11.3 Kebutuhan Air Industri Besarnya kebutuhan air irigasi mencakup penggunaan Air Bawah Tanah (ABT) dan Air Permukaan (AP) dari berbagai sektor industri dan jasa seperti pabrik gula, pabrik makanan dan minuman, perhotelan, rumah makan dan lain-lain. Penggunaan kebutuhan air untuk industri ini dipengaruhi oleh berbagai komponen seperti proses industri, pendinginan, penggelontoran limbah, dan tenaga kerjanya. Semua faktorfaktor tersebut bervariasi sehingga memungkinkan adanya perubahan-perubahan pada jenis, macam, lokasi maupun jumlah tenaga kerja dalam industri tersebut sehingga faktor-faktor tersebut cenderung berubah setiap saat. Tetapi berdasarkan analisis data dan investigasi yang dilakukan ke Dinas Pendapatan Tingkat I Jawa Timur sebagai institusi yang berwenang untuk memberikan ijin pengambilan ABT dan AP didapatkan informasi bahwa setiap bulan fluktuasi yang ditimbulkan oleh penggunaan air untuk industri tersebut tidak terlalu besar. Pengambilan air untuk kebutuhan air industri yang akan dianalisis mencakup industri besar dan industri kecil menengah yang ada di DAS Brantas. Data yang digunakan adalah data sekunder terekam oleh instansi yang terkait atau dengan kata lain yang telah mempunyai perijinan dan tidak memperhitungkan pengambilan air secara ilegal. Total kebutuhan air untuk industri di DAS Brantas adalah sebesar 1,888 juta m3/tahun Tabel 4.106 Kebutuhan Air Sektor Industri
Tabel 5.63. Kebutuhan Air Sektor Industri No A 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 B 1 2 3 4 5 6
Kabupaten/Kota Kabupaten Blitar Gresik Jombang Kediri Madiun Malang Mojokerto Nganjuk Pasuruan Ponorogo Sidoarjo Trenggalek Tulungagung Kota Batu Blitar Kediri Malang Mojokerto Surabaya Total
3
(m /hari)
0 1755.5 210 495 0 557 578 175 0 0 350 0 501 0 0 297 50 0 636 5604.5
Januari
Februari
Maret
April
Mei
0 0.054421 0.00651 0.015345 0 0.017267 0.017918 0.005425 0 0 0.01085 0 0.015531 0 0 0 0.009207 0.00155 0 0.019716 0.17374
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0.054421 0.00651 0.015345 0 0.017267 0.017918 0.005425 0 0 0.01085 0 0.015531 0 0 0 0.009207 0.00155 0 0.019716 0.17374
0 0.052665 0.0063 0.01485 0 0.01671 0.01734 0.00525 0 0 0.0105 0 0.01503 0 0 0 0.00891 0.0015 0 0.01908 0.168135
0 0.054421 0.00651 0.015345 0 0.017267 0.017918 0.005425 0 0 0.01085 0 0.015531 0 0 0 0.009207 0.00155 0 0.019716 0.17374
Debit (juta m3) Juni Juli 0 0.052665 0.0063 0.01485 0 0.01671 0.01734 0.00525 0 0 0.0105 0 0.01503 0 0 0 0.00891 0.0015 0 0.01908 0.168135
0 0.054421 0.00651 0.015345 0 0.017267 0.017918 0.005425 0 0 0.01085 0 0.015531 0 0 0 0.009207 0.00155 0 0.019716 0.17374
Agustus
September
Oktober
November
Desember
0 0.054421 0.00651 0.015345 0 0.017267 0.017918 0.005425 0 0 0.01085 0 0.015531 0 0 0 0.009207 0.00155 0 0.019716 0.17374
0 0.052665 0.0063 0.01485 0 0.01671 0.01734 0.00525 0 0 0.0105 0 0.01503 0 0 0 0.00891 0.0015 0 0.01908 0.168135
0 0.054421 0.00651 0.015345 0 0.017267 0.017918 0.005425 0 0 0.01085 0 0.015531 0 0 0 0.009207 0.00155 0 0.019716 0.17374
0 0.052665 0.0063 0.01485 0 0.01671 0.01734 0.00525 0 0 0.0105 0 0.01503 0 0 0 0.00891 0.0015 0 0.01908 0.168135
0 0.054421 0.00651 0.015345 0 0.017267 0.017918 0.005425 0 0 0.01085 0 0.015531 0 0 0 0.009207 0.00155 0 0.019716 0.17374
Total (m3)
0.5916035 0.07077 0.166815 0 0.187709 0.194786 0.058975 0 0 0.11795 0 0.168837 0 0 0 0.100089 0.01685 0 0.214332 1.888717
Sumber : Hasil Perhitungan Sumber: Hasil Analisis, Bappenas, 2012
IV-105
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
4.12
Analisis Neraca Air
4.12.1 Total Ketersediaan Air dan Proyeksinya Ketersediaan air yang merupakan bagian dari fenomena alam, sering sulit untuk diatur dan diprediksi dengan akurat.Hal ini karena ketersediaan air mengandung unsur variabilitas ruang (spatial variability) dan variabilitas waktu (temporal variability) yang sangat tinggi.Oleh karena itu, analisis kuantitatif dan kualitatif harus dilakukan secermat mungkin agar dapat dihasilkan informasi yang akurat untuk perencanaan dan pengelolaan sumberdaya air. Untuk analisis ketersediaan air permukaan, yang akan digunakan sebagai acuan adalah debit andalan (dependable flow). Debit andalan adalah suatu besaran debit pada suatu titik kontrol (titik tinjau) di suatu sungai di mana debit tersebut merupakan gabungan antara limpasan langsung dan aliran dasar. Debit ini mencerminkan suatu angka yang dapat diharapkan terjadi pada titik kontrol yang terkait dengan waktu dan nilai keandalan. Total ketersediaan air yang ada di DAS Brantas yang dibagi kedalam limabagian yaitu: air hujan, air sungai, mata air, air tampungan dan air tanah adalah sebesar 30.917,36 juta m3/tahun. Rincian dan proporsi total kebutuhan air di DAS Brantas dapat dilihat pada tabel dan gambar berikut: Tabel 4.107 Proporsi Total Ketersediaan Air di DAS Brantas
Tabel 5.64. Proporsi Total Ketersediaan Air di DAS Brantas No. 1 2 3 4 5
Ketersediaan
Januari
Pebruari
Maret
April
Mei
Total Ketersediaan Air(Juta m3) Juni Juli Agustus
September
Oktober
Nopember Desember
Jumlah
Air Hujan Air Sungai Air dari Mata Air Air Tampungan Air Tanah
3036.09 1295.10 74.86 26.63 631.83
2841.51 1301.26 67.62 26.63 631.83
3579.35 1694.67 74.86 26.63 631.83
1268.36 716.32 72.45 26.63 631.83
660.67 383.97 74.86 26.63 631.83
56.49 278.00 72.45 26.63 631.83
9.99 209.12 74.86 26.63 631.83
3.51 157.59 74.86 26.63 631.83
17.06 118.75 72.45 26.63 631.83
75.59 89.86 74.86 26.63 631.83
1117.24 75.78 72.45 26.63 631.83
2309.86 838.27 74.86 26.63 631.83
14975.719 7158.701 881.431 319.510 7582.000
Jumlah
5064.51
4868.85
6007.35
2715.59
1777.96
1065.40
952.43
894.42
866.72
898.77
1923.93
3881.44
30,917.362
Sumber : Hasil Perhitungan Sumber: Hasil Analisis, Bappenas, 2012
7000
Volume (juta m3)
6000 5000 4000 3000 2000 1000 0
Bulan QTotal
Air Hujan
Air Sungai
Air dari Mata Air
Air Tampungan
Air Tanah
Sumber: Hasil Analisis, Bappenas, 2012
Gambar 4.37 Total Ketersediaan Air di DAS Brantas IV-106
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
20000
14975.719
Volume (juta m3)
15000
10000 7582.000
7158.701 5000 881.431
319.510
0 Total Ketersediaan Air(Juta m3) Air Hujan
Air Sungai
Air dari Mata Air
Air Tampungan
Air Tanah
Sumber: Hasil Analisis, Bappenas, 2012
Gambar 4.38 Proporsi Ketersediaan Air Total di DAS Brantas
Proyeksi ketersediaan air di DAS Brantas pada tahun 2015 yang akan datang dilakukan dengan dasar asumsi besarnya laju perubahan penggunaan lahan Kawasan resapan air (hutan) berbanding terbalik dengan perubahan ketersediaan air untuk air permukaan, mata air dan air tampungan. Hal tersebut dikarenakan tutupan lahan hutan sangat mempengaruhi keseimbangan daur hidrologi. Tabel 5.65. Proporsi Total Ketersediaan Air di DAS Brantas (Tahun 2015) Tabel 4.108 Proporsi Ketersediaan No. 1 2 3 4 5
Ketersediaan
Januari
Pebruari
Air di DAS Brantas Tahun 2015
Maret
April
Total Ketersediaan Air(Juta m3) Mei Juni Juli Agustus
September
Oktober
Nopember Desember
Jumlah
Air Hujan Air Sungai Air dari Mata Air Air Tampungan Air Tanah
3025.63 1290.64 74.60 26.53 629.66
2831.71 1296.78 67.38 26.53 629.66
3567.01 1688.83 74.60 26.53 629.66
1263.98 713.85 72.20 26.53 629.66
658.39 382.65 74.60 26.53 629.66
56.30 277.05 72.20 26.53 629.66
9.95 208.40 74.60 26.53 629.66
3.50 157.04 74.60 26.53 629.66
17.00 118.34 72.20 26.53 629.66
75.33 89.55 74.60 26.53 629.66
1113.39 75.52 72.20 26.53 629.66
2301.89 835.38 74.60 26.53 629.66
14924.094 7134.023 878.393 318.409 7555.863
Jumlah
5047.06
4852.06
5986.64
2706.22
1771.83
1061.73
949.14
891.33
863.73
895.67
1917.30
3868.06
30,810.781
Sumber : Hasil Perhitungan Sumber: Hasil Analisis, Bappenas, 2012
7000
Volume (juta m3)
6000 5000 4000 3000 2000 1000 0
Bulan QTotal
Air Hujan
Air Sungai
Air dari Mata Air
Air Tampungan
Air Tanah
Sumber: Hasil Analisis, Bappenas, 2012
Gambar 4.39 Total Ketersediaan Air di DAS Brantas (Tahun 2015)
IV-107
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
20000
Volume (juta m3)
15000
14975.719
10000 7582.000
7158.701 5000 881.431
319.510
0 Total Ketersediaan Air(Juta m3) Air Hujan
Air Sungai
Air dari Mata Air
Air Tampungan
Air Tanah
Sumber: Hasil Analisis, Bappenas, 2012
Gambar 4.40 Proporsi Ketersediaan Air Total di DAS Brantas (Tahun 2015)
4.12.2 Total Kebutuhan Air dan Proyeksinya Total kebutuhan air yang ada di DAS Brantas yang dibagi kedalam tiga sektor yaitu : domestik, pertanian, dan industri adalah sebesar 8.417, 26 juta m3/tahun. Rincian dan proporsi total kebutuhan air di DAS Brantas dapat dilihat pada tabel dan gambar berikut: Tabel 4.109 Proporsi Total Kebutuhan Air di DAS Brantas
Tabel 5.66. Proporsi Total Kebutuhan Air di DAS Brantas No.
Peruntukan
1 Domestik 2 Pertanian 3 Industri Jumlah
Januari
Pebruari
Maret
April
Mei
Total Kebutuhan Air(Juta m3) Juni Juli Agustus
September
Oktober
Nopember Desember
Jumlah
77.90 683.34 0.17
70.36 149.37 0.00
77.90 165.38 0.17
75.38 619.34 0.17
77.90 929.92 0.17
75.38 850.13 0.17
77.90 638.50 0.17
77.90 557.40 0.17
75.38 514.25 0.17
77.90 1103.40 0.17
75.38 1121.81 0.17
77.90 165.38 0.17
917.16 7498.21 1.89
761.41
219.73
243.45
694.89
1007.99
925.68
716.57
635.47
589.80
1181.46
1197.36
243.45
8,417.26
Sumber : Hasil Perhitungan Sumber: Hasil Analisis, Bappenas, 2012
1400
Volume (juta m3)
1200 1000 800 600 400 200 0
Bulan QTotal
QDomestiki
QPertanian
QIndustri
Sumber: Hasil Analisis, Bappenas, 2012
Gambar 4.41 Total Kebutuhan Air di DAS Brantas
IV-108
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
9000 8000
7498.21
Volume (juta m3)
7000 6000 5000 4000 3000 2000 917.16
1000
1.89
0 Total Kebutuhan Air(Juta m3)
Kebutuhan Air Domestik
Kebutuhan Air Pertanian
Kebutuhan Air Industri
Sumber: Hasil Analisis, Bappenas, 2012
Gambar 4.42 Proporsi Kebutuhan Air Total di DAS Brantas
Proyeksi kebutuhan air di DAS Brantas pada tahun 2015 yang akan datang dilakukan dengan dasar asumsi besarnya laju angka pertumbuhan penduduk sesuai dengan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), pertambahan dan penyusutan lahan pertanian disesuaikan berdasarkan nilai rata-rata pertumbuhan dan penyusutan dari BPS, kebutuhan air untuk perikanan dan peternakan dianggap tetap, dan pertumbuhan industri tetap. Tabel 4.110 Proporsi Total Kebutuhan Tabel 5.67. Proporsi Total Kebutuhan Air di DAS Brantas (Tahun 2015) No.
Peruntukan
1 Domestik 2 Pertanian 3 Industri Jumlah
Januari
Pebruari
Maret
April
Air di DAS Brantas Tahun 2015
Total Kebutuhan Air(Juta m3) Mei Juni Juli Agustus
September
Oktober
Nopember Desember
Jumlah
93.44 693.20 0.17
84.39 149.37 0.00
93.44 165.38 0.17
90.42 628.08 0.17
93.44 944.47 0.17
90.42 863.26 0.17
93.44 647.51 0.17
93.44 564.86 0.17
90.42 520.99 0.17
93.44 1121.25 0.17
90.42 1140.12 0.17
93.44 165.38 0.17
1100.14 7603.88 1.89
786.81
233.77
258.99
718.67
1038.08
953.85
741.12
658.47
611.59
1214.86
1230.71
258.99
8,705.91
Sumber : Hasil Perhitungan
Sumber: Hasil Analisis, Bappenas, 2012
1400
Volume (juta m3)
1200 1000 800 600 400 200 0
Bulan QTotal
QDomestiki
QPertanian
QIndustri
Sumber: Hasil Analisis, Bappenas, 2012
Gambar 4.43 Total Kebutuhan Air di DAS Brantas (Tahun 2015)
IV-109
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
9000 7603.88
8000
Volume (juta m3)
7000 6000 5000 4000 3000 2000 1100.14 1000 1.89
0 Total Kebutuhan Air(Juta m3)
Kebutuhan Air Domestik
Kebutuhan Air Pertanian
Kebutuhan Air Industri
Sumber: Hasil Analisis, Bappenas, 2012
Gambar 4.44 Proporsi Kebutuhan Air Total di DAS Brantas (Tahun 2015)
4.12.3 Neraca Air Sepanjang Satu Tahun Konsep neraca air pada dasarnya menunjukkan keseimbangan antara jumlah air yang masuk ke, yang tersedia di, dan yang keluar dari sistem (sub sistem) tertentu. Secara umum persamaan neraca air dirumuskan dengan (Sri Harto Br., 2000) = O ± ΔS
I
dengan : I = masukan (inflow) O = keluaran (outflow) Melalui persamaan tersebut diatas, neraca air di DAS Brantas pada tahun 2015 dapat dilihat pada tabel dan gambar berikut: Tabel 4.111 Neraca Air di DAS Brantas Tahun 2015
Tabel 5.68. Neraca Air DAS Brantas (Tahun 2015) No.
Neraca Air
1 Ketersediaan Air 2 Kebutuhan Air Neraca Air
Januari
Pebruari
Maret
April
Mei
Neraca Air(Juta m3) Juni Juli
Agustus
September
Oktober
Nopember Desember
Jumlah
5047.06 786.81
4852.06 233.77
5986.64 258.99
2706.22 718.67
1771.83 1038.08
1061.73 953.85
949.14 741.12
891.33 658.47
863.73 611.59
895.67 1214.86
1917.30 1230.71
3868.06 258.99
30810.78 8705.91
4260.25
4618.29
5727.65
1987.55
733.75
107.88
208.03
232.86
252.15
-319.19
686.59
3609.08
22,104.87
Sumber : Hasil Perhitungan Sumber: Hasil Analisis, Bappenas, 2012
IV-110
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
7000 6000
Volume (juta m3)
5000 4000 3000
2000 1000
0 -1000
Bulan Neraca Air
Ketersediaan Air
Kebutuhan Air
Sumber: Hasil Analisis, Bappenas, 2012
Gambar 4.45 Neraca Air di DAS Brantas (Tahun 2015)
35000 30810.78
30000
Volume (juta m3)
25000 20000 15000 8705.91
10000 5000 0 Neraca Air(Juta m3)
Ketersediaan Air
Kebutuhan Air
Sumber: Hasil Analisis, Bappenas, 2012
Gambar 4.46 Proporsi Kebutuhan & Ketersediaan Air Total di DAS Brantas Tahun 2015
4.12.4 Neraca Air di Musim Penghujan dan Musim Kemarau Berdasarkan historikal data hujan sebelum terjadinya perubahan iklim, pada DAS Brantas musim penghujan terjadi pada Bulan Oktober hingga Bulan Maret sedangkan
untuk
musim
kemarau
terjadi
pada
Bulan
April
hingga
Bulan
September.Setelah terjadinya perubahan iklim maka musim penghujan bergeser dari bulan November hingga bulan April dan musim kemarau terjadi pada Bulan Mei hingga Bulan Oktober (Dinas PU Pengairan Jawa Timur, 2010).Berikut ini neraca air untuk musim kemarau dan penghujan pada DAS Brantas. 4.112 Neraca Air Tahun di DAS Brantas 2015 Pada Musim Penghujan Tabel 5.69.Tabel Neraca Air DAS Brantas 2015 Pada Tahun Musim Penghujan No.
Neraca Air
1 Ketersediaan Air 2 Kebutuhan Air Neraca Air
Januari
Pebruari
Neraca Air(Juta m3) Maret April
Nopember Desember
Jumlah
5047.06 786.81
4852.06 233.77
5986.64 258.99
2706.22 718.67
1917.30 1230.71
3868.06 258.99
24377.34 3487.94
4260.25
4618.29
5727.65
1987.55
686.59
3609.08
20,889.40
Sumber : Hasil Perhitungan
IV-111
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
7000 6000
Volume (juta m3)
5000 4000 3000 2000 1000 0
Bulan Neraca Air
Ketersediaan Air
Kebutuhan Air
Gambar 4. 47 Neraca Air di DAS Brantas Tahun 2015 Pada Musim Penghujan
24377.34
25000
Volume (juta m3)
20000
15000
10000
5000
3487.94
0 Neraca Air(Juta m3)
Ketersediaan Air
Kebutuhan Air
Gambar 4. 48 Proporsi Kebutuhan dan Ketersediaan Air Total di DAS Brantas Tahun 2015 Pada Musim Penghujan Tabel 4.113 Neraca Air di DAS2015 Brantas Pada Musim Kemarau Tabel 5.70. Neraca Air DAS Brantas Tahun PadaTahun Musim2015 Kemarau No.
Neraca Air
Mei
1 Ketersediaan Air 2 Kebutuhan Air Neraca Air
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
Jumlah
1771.83 1038.08
1061.73 953.85
949.14 741.12
891.33 658.47
863.73 611.59
895.67 1214.86
6433.44 5217.98
733.75
107.88
208.03
232.86
252.15
-319.19
1,215.47
Sumber : Hasil Perhitungan
2000
Volume (juta m3)
1500
1000
500
0
-500
Bulan Neraca Air
Ketersediaan Air
Kebutuhan Air
Gambar 4. 49 Neraca Air di DAS Brantas Tahun 2015 Pada Musim Kemarau
IV-112
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
10000
Volume (juta m3)
8000 6433.44 6000
5217.98
4000
2000
0 Neraca Air(Juta m3)
Ketersediaan Air
Kebutuhan Air
Gambar 4. 50 Proporsi Kebutuhan dan Ketersediaan Air Total di DAS Brantas Tahun 2015 Pada Musim Kemarau
Berdasarkan hasil analisa neraca air, secara keseluruhan selama setahun neraca air mengalami surplus.Apabila neraca air dibuat perperiode musim maka pada musim hujan tidak terjadi kekurangan air (defisit). Akan tetapi, pada musim kemarau terjadi defisit air sebesar 319,19 juta m3pada Bulan Oktober. Fenomena yang terjadi di DAS Brantas yaitu, pada musim hujan jumlah ketersediaan air sangat melimpah, tetapi pada musim kemarau sangat terbatas menggambarkan perlu adanya optimalisasi Pola Operasi Waduk dan Alokasi Air (POWAA) yang ada di DAS Brantas pada masing-masing musim. Dengan demikian terdapat dua POWAA dalam setahun yaitu POWAA pada musim penghujan dan POWAA pada musim kemarau. POWAA ini disusun oleh instansi pemerintah selaku pengelola alokasi air di DAS Brantas yaitu Dinas PU Pengairan Propinsi Jawa Timur, Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Brantas, dan Perum Jasa Tirta I. Adapun waduk yang terdapat di DAS Brantas yaitu Waduk Sengguruh, Waduk Sutami/Karangkates, Waduk Wlingi, Waduk Lodoyo, Waduk Wonorejo, Waduk Bening, dan Waduk Selorejo. Selain itu diperlukan pembuatan waduk atau embungbaru yang berfungsi menampung air terutama selama musim penghujan.
IV-113
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
4.12.5 Rekomendasi Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Air di DAS Brantas A.
Kebijakan Pada Tingkat Makro Untuk merumuskan kebijakan dari tata ruang Daerah Aliran Sungai (DAS) pada
tingkat makro, maka diperlukan pemahaman tentang konsep umum pengelolaan Sumber Daya Air (SDA). Pola pengelolaan sumber daya air merupakan kerangka dasar dalam merencanakan, melaksanakan, memantau dan mengevaluasi kegiatan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air dan pengendalian daya rusak air pada setiap DAS dengan prinsip keterpaduan. Dalam menyusun pola pengelolaan, maka perlu ditetapkan arah kebijakan, strategi dan program untuk pengembangan sumber daya air. Konsep umum pengelolaan SDA yaitu: 1.
Keterpaduan Pengelolaan Sumber Daya Air Keterpaduan dalam pengelolaan SDA pada DAS secara praktis diwujudkan
dalam integrasi (perpaduan) dari segi sistem alam dan sosial, air dan lahan, air permukaan dan air tanah, kuantitas dan kualitas air, maupun hulu dan hilir.
Keterpaduan dan interaksi antara sistem alam dan sistem sosial
a) sistem alamiah, dengan faktor yang paling penting adalah ketersediaan sumber daya air baik kuantitas maupun kualitasnya. b) sistem sosial, dengan faktor-faktor determinannya adalah penggunaan sumber daya air, produksi limbah dan pencemaran sumber daya air.
Keterpaduan pengelolaan air dan pengelolaan lahan Gagasan pengintegrasian pengelolaan air dan lahan didasarkan pada kenyataan siklus hidrologi. Pengembangan penggunaan tanah dan vegetasi penutup
mempengaruhi
distribusi
fisik
dan
kualitas
air
serta
harus
dipertimbangkan dalam keseluruhan perencanaan SDA.
Keterpaduan pengelolaan air permukaan dan air tanah Siklus hidrologi juga menjadi dasar diperlukannya integrasi antara pengelolaan air permukaan dan air tanah. Meluasnya penggunaan bahan kimia untuk pertanian dan pencemaran air permukaan oleh limbah industri dan domestik menjadi ancaman terhadap kualitas air tanah.
Keterpaduan aspek kuantitas dan kualitas air Pengelola SDA berkewajiban untuk mengembangkan kuantitas air yang memadai dengan kualitas yang memenuhi persyaratan.
IV-114
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Keterpaduan kepentingan hulu-hilir Pendekatan integratif pengelolaan SDA mengharuskan pengelola untuk mengidentifikasi konflik kepentingan antara stakeholders di bagian hulu dan hilir.
2.
Kewenangan Pengelolaan Sumber Daya Air Kewenangan pengelolaan SDA ditentukan berdasarkan batasan satuan wilayah
Daerah Aliran Sungai (untuk air permukaan) dan cekungan air tanah (untuk air tanah). Pembagian ini didasarkan kondisi topografis dari sungai tersebut yang dikaitkan dengan batas-batas administrasi pemerintahan. Oleh karena DAS Brantas dipandang sebagai kawasan strategis nasional, maka pengelolaan sumber daya air ini berada di dalam kewenangan Pemerintah Pusat. Pembagian wewenang antara Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten atau Kota mengacu kepada UU No. 7 Tahun 2004 tentang sumber daya air dan Keppres No. 12 Tahun 2012 tentang Penetapan Wilayah Sungai. 3.
Perumusan Visi dan misi Pengelolaan Sumber Daya Air Adapun misi yang diusulkan untuk pola pengelolaan SDA adalah:
Melakukan
konservasi
sumber
daya
air
sehingga
dapat
dicapai
pendayagunaan sumber daya air yang optimal sekaligus diperoleh pengendalian daya rusak air yang maksimal.
Mengembangkan potensi air yang ada beserta aspek kelembagaan dan pembiayaannya demi tercapainya tata kelola sumber daya air yang lebih berhasil guna.
Meningkatkan partisipasi seluruh pemangku kepentingan dalam mengelola sumber daya air yang ditopang dengan data dan informasi yang memadai.
4.
Arah Kebijakan Arah kebijakan pengembangan sumber daya air adalah sebagai berikut:
Memperhatikan keserasian antara konservasi dan pendayagunaan, antara hulu dan hilir, antara pemanfaatan air permukaan dan air tanah, antara kebutuhan (demand) dan pasokan (supply) serta antara pemenuhan kepentingan jangka pendek dan kepentingan jangka panjang.
Pengendalian daya rusak air terutama dalam hal penanggulangan banjir mengutamakan pendekatan non-konstruksi melalui konservasi sumber daya air dan pengelolaan daerah aliran sungai dengan memperhatikan keterpaduan
dengan
tata
ruang
wilayah.
Peningkatan
partisipasi IV-115
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
masyarakat dan kemitraan di antara pemangku kepentingan terus diupayakan tidak hanya pada saat kejadian banjir, tetapi juga pada tahap pencegahan serta pemulihan pasca bencana.
Pengembangan dan pengelolaan sumber daya air memerlukan penataan kelembagaan melalui pengaturan kewenangan dan tanggung jawab masing-masing pemangku kepentingan. Institusi Dewan Sumber Daya Air perlu
segera
dibentuk
dan
diperkuat,
selain
sebagai
instrumen
kelembagaan yang mengendalikan berbagai potensi konflik air, juga untuk memantapkan mekanisme koordinasi antar institusi pemerintah dan antara institusi pemerintah dengan institusi masyarakat. 5.
Strategi Strategi merupakan arahan secara konsep agar serangkaian kegiatan atau usaha
dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Strategi dalam Pola Pengelolaan Sumber Daya Air ini diarahkan pada dua cakupan umum, yaitu:
Pengelolaan sumber daya air untuk tujuan konservasi sumber daya air dan pengendalian daya rusak secara terpadu dan menyeluruh guna mencapai manfaat yang optimal dalam memenuhi hajat hidup dan kehidupan rakyat.
Pengelolaan sumber daya air dilaksanakan dalam pola tata ruang yang serasi dan terkoordinasi dengan sektor lainnya sehingga diperoleh manfaat yang optimal dan menjamin fungsi kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup.
Untuk memenuhi tujuan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air DAS Brantas, maka penajaman strategi yang diidentifikasi dalam studi ini mencakup:
Pengelolaan sumber daya di DAS Brantas harus mengindahkan 3 (tiga) aspek pengelolaan sumber daya air, yakni: konservasi, pendayagunaan dan pengendalian daya rusak air.
Orientasi pola pengelolaan harus memperhatikan kewilayahan (zoning) dari suatu DAS, yang mencakup daerah hulu, tengah dan hilir, beserta keragaman kondisinya.
Memakai rentang waktu jangka pendek, menengah dan panjang.
Penyusunan pola harus menekankan pada: (i) pengendalian banjir di induk aliran (mainstream) Sungai Brantas; (ii) keberadaan gunung api aktif yaitu Gunung Kelud dan Semeru; (iii) kekeringan; (iv) pasokan air untuk pemanfaat-pemanfaat
IV-116
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
utama; (v) degradasi lingkungan perairan; dan (vi) tingginya derajat erosi dan sedimentasi. B.
Kebijakan Pada Tingkat Operasional Permasalahan-permasalahan dan tantangan yang timbul dalam pengelolaan
SDA di DAS Brantas telah diperoleh berdasarkan hasil analisis kajian yaitu: a.
Hasil analisis neraca air sepanjang tahun menunjukkan nilai surplus, akan tetapi jika analisis neraca air dibuat perperiode musim maka akan terjadi defisit air pada musim kemarau di tambah tren penurunan ketersediaan air pada tiap tahunnya.
b.
Alih fungsi lahan sawah yang berubah menjadi permukiman ataupun pabrik (industri) menimbulkan berkurangnya pasokan pangan disamping permasalahan peningkatan kebutuhan akan pangan akibat pertumbuhan penduduk.
c.
Alih fungsi hutan yang terlihat dari pengurangan luas hutan dari tahun 2006 2012 menjadi ladang dapat menyebabkan terjadinya erosi dan sedimentasi. Selain itu, pendangkalan di waduk-waduk akan terjadi disamping kondisi DAS Brantas yang sebagian besar wilayahnya merupakan daerah yang rawan erosi dan sedimentasi, karena berada pada kemiringan lereng yang curam dan berada di areal gunung berapi aktif yaitu Gunung Kelud dan Gunung Semeru.Berkurangnya luas hutan juga berdampak pada berkurangnya sumber air (spring water) di DAS Brantas.
d.
DAS Brantas mempunyai potensi yang besar bagi pengembangan sektor unggulan khususnya bidang industri, perdagangan jasa, pariwisata, pertanian dan perkebunan. Selain itu, pertumbuhan pada sektor industri dan pertumbuhan jumlah penduduk yang ada di DAS Brantas mengalami pertumbuhan pesat dari tahun ke tahun. Potensi tersebut jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan permasalahan lingkungan dalam arahan pemanfaatan ruang pada masa yang akan datang, karena terganggunya kawasan lindung dan kawasan pelestarian alam akibat perkembangan penduduk dan aktivitasnya serta kurangnya kesadaran masyarakat akan fungsi dari masing-masing kawasan lindung.
e.
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui potensi air tanah yang ada di DAS Brantas cukup besar dan belum banyak dimanfaatkan.
IV-117
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
4.13
Analisis Kebijakan DAS adalah daerah tangkapan air atau catchment atau watershed. DAS juga
didefinisikan sebagai sebidang lahan yang menampung air hujan dan mengalirkannya menuju parit, sungai, dan akhirnya bermuara ke sungai atau laut. Batas DAS adalah punggung perbukitan yang membagi satu DAS dengan DAS lainnya. Ekosistem DAS bagian hulu merupakan tangkapan air utama dan pengatur aliran. Ekosistem DAS bagian tengah sebagai daerah distributor dan pengatur air. Sedangkan ekosistem DAS bagian hilir merupakan pemakai air. Setiap ekosistem di dalam DAS memiliki komponen hidup dan tidak hidup yang saling berinteraksi. Pengelolaan DAS antara lain bertujuan untuk:
Mengkonservasi tanah pada lahan pertanian
Memanen/ menyimpan kelebihan air pada musim hujan dan memanfaatkannya pada musim kemarau
Memacu usahatani berkelanjutan dan menstabilkan hasil panen melalui pengelolaan sistem pertanian
Memperbaiki keseimbangan ekologi (hubungan tata air hulu dan hilir, kualitas air, kualitas dan kemampuan lahan, dan keanekaragaman hayati).
Pengelolaan DAS atau Watershed Management merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memperbaiki keadaan lahan dan ketersediaan air secara terintegrasi di dalam suatu DAS. Pendekatan komprehensif pengelolaan DAS secara terpadu menuntut suatu manajemen terbuka yang menjamin keberlangsungan proses koordinasi antara lembaga terkait.
Sumber: http://www.isprs.org/caravan/documents/Watershed_Lao.pdf (diakses tanggal 27 Juni 2012) Gambar 4. 51 Pengelolaan DAS (Watershed Management)
Landasan hukum pengelolaan DAS terpadu sudah berupa Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pasal 33 ayat (3) menyebutkan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang
IV-118
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Dalam kaitan ini, pengelolaan DAS sebagai ekosistem pada hakikatnya ditujukan untuk memperoleh manfaat dari sumberdaya alam terutama hutan, lahan dan air untuk kesejahteraan rakyat sekaligus menjaga kelestarian DAS itu sendiri. Menurut PP Nomor 20 tahun 2006 tentang irigasi, dinyatakan bahwa fungsi irigasi adalah untuk mendukung produktivitas pertanian dalam rangka ketahanan pangan nasional dan kesejahteraan masyarakat khususnya kepada para petani. Terlebih lagi untuk mensukseskan program pemerintah Indonesia, dalam mengejar target surplus beras 10 juta ton pada tahun 2014 perlu didukung dengan berbagai upaya antara lain peningkatan supply air baku untuk pertanian dengan pembangunan bendung. Water Resources and Irrigation Sector Management Program (WISMP) II merupakan salah satu program pemerintah untuk meningkatkan produksi hasil pertanian melalui penyempurnaan sistem pengaturan, pengelolaan kelembagaan, keberlanjutan fiskal, pengelolaan dan kinerja dalam pengelolaan sumber daya air. Dan pengelolaannya sesuai dengan kebijakan yang tertuang dalam UU Nomor 7 tahun 2004 tentang SDA dan fasilitas untuk meningkatkan produktivitas fisik dan ekonomi pertanian. Program ini merupakan lanjutan program WISMP I yang telah berakhir pada bulan Desember 2010. Peraturan Pemerintah No 37 Tahun 2012 sudah mengatur tentang pengelolaan DAS terpadu dimana yang dimaksud dengan Pengelolaan DAS adalah upaya manusia dalam mengatur hubungan timbal balik antara sumberdaya alam dengan manusia di dalam DAS dan segala aktivitasnya, agar terwujud kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatnya kemanfaatan sumberdaya alam bagi manusia secara berkelanjutan. 4.13.1 UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Sejalan dengan itu, upaya membangun ketahanan dan kedaulatan pangan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat adalah hal yang sangat penting
untuk
direalisasikan.
Dalam
rangka
pembangunan
pertanian
yang
berkelanjutan, lahan merupakan sumber daya pokok dalam usaha pertanian, terutama
IV-119
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
pada kondisi yang sebagian besar bidang usahanya masih bergantung pada pola pertanian berbasis lahan. Alih fungsi lahan pertanian merupakan ancaman terhadap pencapaian ketahanan dan kedaulatan pangan. Alih fungsi lahan mempunyai implikasi yang serius terhadap produksi pangan, lingkungan fisik, serta kesejahteraan masyarakat pertanian dan perdesaan yang kehidupannya bergantung pada lahannya. Alih fungsi lahan-lahan pertanian
subur
selama
ini
kurang
diimbangi
oleh
upaya-upaya
terpadu
mengembangkan lahan pertanian melalui pencetakan lahan pertanian baru yang potensial. Di sisi lain, alih fungsi lahan pertanian pangan menyebabkan makin sempitnya luas lahan yang diusahakan dan sering berdampak pada menurunnya tingkat kesejahteraan petani. Oleh karena itu, pengendalian alih fungsi lahan pertanian pangan melalui perlindungan lahan pertanian pangan merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan ketahanan dan kedaulatan pangan, dalam rangka meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan petani dan masyarakat pada umumnya. Ancaman terhadap ketahanan pangan telah mengakibatkan Indonesia harus sering mengimpor produk-produk pangan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Dalam keadaan jumlah penduduk yang masih terus meningkat jumlahnya, ancamanancaman terhadap produksi pangan telah memunculkan kerisauan akan terjadi keadaan rawan pangan pada masa yang akan datang. Akibatnya dalam waktu yang akan datang Indonesia membutuhkan tambahan ketersediaan pangan dan lahan pangan. Perencanaan Lahan pertanian pangan yang sudah ada dan lahan cadangan didasarkan atas kriteria sebagai berikut: a. kesesuaian lahan b. ketersediaan infrastruktur c.
penggunaan lahan
d. potensi teknis lahan e.
luasan kesatuan hamparan lahan
Penetapan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dilakukan dengan penetapan:
Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan;
IV-120
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan di dalam dan di luar Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan; dan
Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan di dalam dan di luar Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Penetapan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan pada wilayah kota menjadi
dasar peraturan zonasi untuk pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kota. Pengembangan Pengalihan fungsi lahan nonpertanian pangan menjadi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dilakukan terhadap Tanah Telantar dan tanah bekas kawasan hutan yang belum diberikan hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Tanah Telantar dapat dialihfungsikan menjadi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan apabila: a. tanah tersebut telah diberikan hak atas tanahnya, tetapi sebagian atau seluruhnya tidak diusahakan, tidak dipergunakan, dan tidak dimanfaatkan sesuai dengan sifat dan tujuan pemberian hak b. tanah tersebut selama 3 (tiga) tahun atau lebih tidak dimanfaatkan sejak tanggal pemberian hak diterbitkan Tanah bekas kawasan hutan dapat dialihfungsikan menjadi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan apabila: a. tanah tersebut telah diberikan dasar penguasaan atas tanah, tetapi sebagian atau seluruhnya tidak dimanfaatkan sesuai dengan izin/keputusan/surat dari yang berwenang dan tidak ditindaklanjuti dengan permohonan hak atas tanah. b. tanah tersebut selama 1 (satu) tahun atau lebih tidak dimanfaatkan sesuai dengan izin/keputusan/surat dari yang berwenang. 4.13.2 UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dalam UU No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, disebutkan bahwa perencanaan penggunaan ruang/wilayah berdasarkan fungsi lindung & budidaya, daya dukung dan daya tampung kawasan, keterpaduan, keterkaitan, keseimbangan, dan keserasian antar sektor. Maka dari itu, setiap wilayah harus selalu memperhatikan aspek sumber daya alam dan lingkungan hidup, seperti ditetapkan pada pasal 3 yaitu bahwa penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dengan terwujudnya:
IV-121
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
a.
keharmonisan antara lingkungan alami dan buatan
b.
keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan
c.
sumber daya manusia
perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang. Sementara
pasal
6
ayat
(1)
mempertegas
bahwa
penataan
ruang
diselenggarakan dengan juga memperhatikan potensi khusus sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan serta kondisi ekonomi, sosial, budaya, politik, hukum, pertahanan keamanan, lingkungan hidup serta ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai suatu kesatuan. Pelaksanaan Penataan Ruang Penatagunaan
tanah,
penatagunaan
air,
penatagunaan
udara,
dan
penatagunaan sumber daya alam lain meliputi penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah, air, udara, dan sumber daya alam lain yang berwujud konsolidasi pemanfaatan tanah, air, udara, dan sumber daya alam lain, melalui pengaturan yang terkait dengan pemanfaatan tanah, air, udara, dan sumber daya alam lain sebagai satu kesatuan sistem untuk kepentingan masyarakat secara adil. Dalam penatagunaan air, dikembangkan pola pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) yang melibatkan 2 (dua) atau lebih wilayah administrasi provinsi dan kabupaten/kota serta untuk menghindari konflik antardaerah hulu dan hilir. Pada pasal 17 memuat bahwa proporsi kawasan hutan paling sedikit 30% dari luas daerah aliran sungai (DAS) yang dimaksudkan untuk menjaga kelestarian lingkungan. Penetapan proporsi luas kawasan hutan terhadap luas daerah aliran sungai dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan tata air, karena sebagian besar wilayah Indonesia mempunyai curah dan intensitas hujan yang tinggi, serta mempunyai konfigurasi daratan yang bergelombang, berbukit dan bergunung yang peka akan gangguan keseimbangan tata air seperti banjir, erosi, sedimentasi, serta kekurangan air. Distribusi luas kawasan hutan disesuaikan dengan kondisi daerah aliran sungai yang, antara lain, meliputi morfologi, jenis batuan, serta bentuk pengaliran sungai dan anak sungai. Dengan demikian kawasan hutan tidak harus terdistribusi secara merata pada setiap wilayah administrasi yang ada di dalam daerah aliran sungai. Pasal 28 sampai dengan pasal 30 memuat bahwa proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota minimal 30% di mana proporsi ruang terbuka hijau publik pada
IV-122
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
wilayah kota minimal 10%. Sedangkan pasal 48 memuat bahwa penataan ruang kawasan perdesaan diarahkan antara lain, untuk: a.
pertahanan kualitas lingkungan setempat dan wilayah yang didukungnya;
b.
konservasi sumber daya alam; dan
c.
pertahanan kawasan lahan abadi pertanian pangan untuk ketahahan pangan Pengendalian Pemanfaatan Ruang dilakukan melalui penetapan peraturan
zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar 4. 52 Kedudukan dan Lingkup Pengendalian
Peraturan Zonasi merupakan perangkat utama dalam pengendalian karena perizinan, insentif & disinsentif, dan sanksi harus didasarkan pada Peraturan Zonasi. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada gambar berikut:
IV-123
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Gambar 4. 53 Peraturan Zonasi dalam Pengendalian Pemanfaatan Ruang
4.13.3 UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBERDAYA AIR Berdasarkan UU Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumberdaya Air, yang dimaksud dengan wilayah sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 km2. Sedangkan yang dimaksud dengan Daerah Aliran Sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 yang telah mengalami perubahan dari Undang-Undang Nomor 11 tahun 1974 sebelumnya tentang Sumber Daya Air menyediakan sebuah sistem yang lebih terdesentralisasi. Undang-undang ini juga mengatur prinsip pembayaran bagi penerima manfaat, biaya pengelolaan air dan hakhak dasar air dan keberadaan Perusahaan Umum sebagai pengelola sumber daya air secara komersial di sebuah DAS. Sejak tahun 2004 Indonesia telah mengadopsi konsep terpadu pengelolaan SDA dengan diterbitkannya undang-undang tentang SDA sejalan dengan proses tumbuh desentralisasi dan otonomi daerah. Hukum jelas mengatur tentang pengelolaan SDA berdasarkan DAS, pemisahan kekuasaan pemerintah (pusat, provinsi, kota) dan juga penekanan pada partisipasi dan kemitraan publik dan bisnis dalam pengelolaan SDA.
IV-124
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Pendayagunaan Sumberdaya Air Pendayagunaan sumber daya air dilakukan melalui kegiatan penatagunaan, penyediaan, penggunaan, pengembangan, dan pengusahaan sumber daya air dengan mengacu pada pola pengelolaan sumber daya air yang ditetapkan pada setiap wilayah sungai. Pendayagunaan sumber daya air ditujukan untuk memanfaatkan sumber daya air secara berkelanjutan dengan mengutamakan pemenuhan kebutuhan pokok kehidupan masyarakat secara adil. Pengembangan sumber daya air diselenggarakan berdasarkan rencana pengelolaan sumber daya air dan rencana tata ruang wilayah yang telah ditetapkan dengan mempertimbangkan: a. daya dukung sumber daya air b. kekhasan dan aspirasi daerah serta masyarakat setempat c.
kemampuan pembiayaan
d. kelestarian keanekaragaman hayati dalam sumber air Perencanaan UU Sumber Daya Air diharapkan membantu menyadarkan masyarakat akan pentingnya sumber daya air untuk dikelola secara utuh dan terpadu dengan memperhatikan kelestarian lingkungan bagi kemakmuran rakyat. Yang dimaksud dengan pengelolaan sumber daya air secara menyeluruh adalah mencakup semua bidang pengelolaan yang meliputi konservasi, pendayagunaan, dan pengendalian daya rusak air, serta meliputi satu sistem wilayah pengelolaan secara utuh yang mencakup semua proses perencanaan, pelaksanaan, serta pemantauan dan evaluasi. Setiap orang atau badan usaha dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan terjadinya daya rusak air. Pertambahan jumlah penduduk dapat menyebabkan degradasi pada DAS dan kapasitas lingkungan yang disebabkan oleh pengalihan dalam penggunaan lahan serta mengabaikan tata ruang yang sudah direncanakan sebelumnya. Jika hal ini terus terjadi maka air akan menjadi barang yang langka di muka bumi ini. Pengembangan sumber daya air pada wilayah sungai ditujukan untuk peningkatan kemanfaatan fungsi sumber daya air guna memenuhi kebutuhan air baku untuk rumah tangga, pertanian dan untuk berbagai keperluan lainnya. Khusus untuk pemenuhan kebutuhan air baku untuk pertanian dilakukan dengan pengembangan sistem irigasi. Untuk itu pengelolaan SDA harus memperhatikan keserasian antara konservasi dan pendayagunaan, hulu dan hilir, pemanfaatan air permukaan dan air tanah demand supply, serta kepentingan jangka pendek dan jangka panjang.
IV-125
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
4.13.4 UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOK AGRARIA Hak-Hak Atas Tanah, Air Dan Ruang Angkasa, Serta Pendaftaran Tanah Menurut UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, hak-hak atas tanah adalah memberi wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan, demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang yang ada di atasnya, sekedar untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah tersebut. Hak-hak atas tanah terdiri atas hak milik, hak guna-usaha, hak gunabangunan, hak pakai, hak sewa, hak membuka tanah, hak memungut-hasil hutan, dan hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas. Sedangkan hak-hak atas air dan ruang angkasa terdiri atas hak guna air, hak pemeliharaan dan penangkapan ikan, dan hak guna ruang angkasa. Dalam hal ini, diperlukan adanya ketentuan tentang batas minimum luas tanah yang harus dimiliki oleh seorang tani, untuk mendapatkan penghasilan yang cukup untuk hidup layak bagi diri sendiri dan keluarganya. Selain itu, juga diperlukan adanya ketentuan mengenai batas maksimum luas tanah yang boleh dipunyai dengan hak milik, agar dapat dicegah kepemilikan tanah oleh golongan-golongan tertentu saja. Kepemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui batas tidak dipekenankan, karena hal yang demikian itu adalah merugikan kepentingan umum. 4.13.5 PP NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAS Berdasarkan PP No. 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan DAS, Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disingkat dengan DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. Ketentuan Umum Pengelolaan DAS adalah upaya manusia dalam mengatur hubungan timbal balik antara sumberdaya alam dengan manusia di dalam DAS dan segala aktivitasnya, agar terwujud kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatnya kemanfaatan sumberdaya
alam
bagi
manusia
secara
berkelanjutan.
Pengelolaan
DAS
diselenggarakan melalui tahapan sebagai berikut:
IV-126
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
a.
Perencanaan
b.
Pelaksanaan
c.
Peran serta dan pemberdayaan masyarakat
d.
Pendanaan
e.
Monitoring dan evaluasi
f.
Pembinaan dan pengawasan
g.
Pendayagunaan sistem informasi pengelolaan DAS
Perencanaan Perencanaan yang dilakukan adalah dengan tahapan kegiatan sebagai berikut: a. inventarisasi DAS b. penyusunan Rencana Pengelolaan DAS c.
penetapan Rencana Pengelolaan DAS Rencana Pengelolaan DAS disusun secara terpadu dan disepakati oleh para
pihak sebagai dasar dalam penyusunan rencana pembangunan sektor dan rencana pembangunan wilayah pada setiap provinsi dan kabupaten/kota. Pelaksanaan Pelaksanaan kegiatan Pengelolaan DAS yang akan dipulihkan daya dukungnya meliputi: a. optimalisasi penggunaan lahan sesuai dengan fungsi dan Daya Dukung wilayah b. penerapan teknik konservasi tanah dan air dilakukan dalam rangka pemeliharaan kelangsungan daerah tangkapan air, menjaga kualitas, kuantitas, kontinuitas dan distribusi air c.
pengelolaan vegetasi dilakukan dalam rangka pelestarian keanekaragaman hayati, peningkatan produktivitas lahan, restorasi ekosistem, rehabilitasi dan reklamasi lahan
d.
peningkatan kepedulian dan peran serta Instansi terkait dalam pengelolaan DAS
d. pengembangan kelembagaan Pengelolaan DAS untuk meningkatkan koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergi lintas sektor dan wilayah administrasi. Sedangkan pelaksanaan kegiatan Pengelolaan DAS yang dipertahankan daya dukungnya meliputi: a. menjaga dan memelihara produktivitas dan keutuhan ekosistem dalam DAS secara berkelanjutan
IV-127
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
b. bimbingan teknis dan fasilitasi dalam rangka penerapan teknik konservasi tanah dan air demi kelangsungan daerah tangkapan air, untuk menjaga kualitas, kuantitas, kontinuitas dan distribusi air c.
peningkatan koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergi antar sektor dan wilayah administrasi dalam rangka mempertahankan kelestarian vegetasi, keanekaragaman hayati dan produktivitas lahan
d. peningkatan kapasitas kelembagaan Pengelolaan DAS untuk meningkatkan koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergi lintas sektor dan wilayah administrasi. Peran Serta dan Pemberdayaan Masyarakat Untuk membantu dalam mendukung keterpaduan penyelenggaraan Pengelolaan DAS diperlukan forum koordinasi Pengelolaan DAS pada berbagai tingkat wilayah administrasi dan/atau daerah aliran sungai. Dalam pengelolaan DAS, peran serta masyarakat secara perorangan dapat berupa: a. menjaga, memelihara dan menikmati kualitas lingkungan hidup yang dihasilkan ekosistem DAS b. mendapatkan dan memberikan informasi, saran dan pertimbangan dalam pengelolaan DAS c.
mendapatkan pelatihan dan penyuluhan yang berkaitan dengan pengelolaan DAS.
4.13.6 PP NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG Peraturan zonasi merupakan ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang (pasal 1, angka 16). Sedangkan pengaturan zonasi merupakan ketentuan tentang persyaratan pemanfaatan ruang sektoral dan ketentuan persyaratan pemanfaatan ruang untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang (pasal 1, angka 15). RTRW Kota dengan skala 1:10.000 dan RTRW Kabupaten dengan skala 1:100.000 belum operasional sehingga sulit dijadikan rujukan untuk pengendalian. RDTRK pada skala 1:5000 sudah lebih rinci (mengatur guna lahan, intensitas bangunan, tata masa, prasaran lingkungan), tetapi juga kurang operasional sebagai rujukan
IV-128
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
pengendalian pembangunan karena tidak disertai dengan aturan yang lengkap. Sehingga diperlukan peraturan zonasi untuk melengkapinya agar lebih operasional. 4.13.7 PP NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL Sistem Jaringan Sumberdaya Air merupakan sistem sumber daya air pada setiap wilayah sungai dan cekungan air tanah. Wilayah sungai yang ditetapkan dalam RTRWN adalah sistem jaringan sumber daya air pada wilayah sungai yang merupakan kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 km2 (dua ribu kilo meter persegi), yang terdiri atas: a. wilayah sungai lintas negara, yaitu wilayah sungai yang: melayani kawasan perbatasan negara atau melintasi batas negara. b. wilayah sungai lintas provinsi yaitu wilayah sungai yang melintasi dua atau lebih provinsi. c.
wilayah sungai strategis nasional, yaitu wilayah sungai yang:
melayani kawasan strategis nasional, pkn, atau kawasan andalan;
melayani paling sedikit 1 (satu) daerah irigasi yang luasnya lebih besar atau sama dengan 10.000 (sepuluh ribu) hektar; dan/atau
memiliki dampak negatif akibat daya rusak air terhadap pertumbuhan ekonomi yang mengakibatkan tingkat kerugian ekonomi paling sedikit 1% (satu persen) dari produk domestik regional bruto (PDRB) provinsi. Pengembangan jaringan sumber daya air (wilayah sungai) diarahkan dalam
rangka meningkatkan ketahanan pangan nasional serta memenuhi kebutuhan air baku dan bersih pada kawasan perkotaan (PKN dan PKW). 4.13.8 PP
NOMOR
38
TAHUN
2007
TENTANG
PEMBAGIAN
URUSAN
PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH, PEMERINTAH DAERAH PROVINSI DAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN/KOTA Menurut PP Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara
Pemerintah,
Pemerintah
Daerah
Provinsi
dan
Pemerintah
Daerah
Kabupaten/Kota, Pemerintah mempunyai kewenangan menetapkan pola umum, kriteria, prosedur dan standar pengelolaan DAS penyusunan rencana DAS Terpadu dan penetapan urutan DAS prioritas. Pemerintah Provinsi berwenang menyelenggarakan
IV-129
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
pengelolaan DAS lintas kabupaten/kota. Sedangkan Pemerintah Kabupaten/kota menyelenggarakan pengelolaan DAS skala kabupaten/kota. 4.13.9 PP NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI Menurut PP Nomor 20 tahun 2006 tentang irigasi, dinyatakan bahwa fungsi irigasi adalah untuk mendukung produktivitas pertanian dalam rangka ketahanan pangan nasional dan kesejahteraan masyarakat khususnya kepada para petani. Terlebih lagi untuk menyukseskan program pemerintah Indonesia, dalam mengejar target surplus beras 10 juta ton pada tahun 2014 program perlu didukung dengan upaya antara lain peningkatan supply air baku untuk pertanian dengan pembangunan bendung. Alih Fungsi Lahan Beririgasi Untuk menjamin kelestarian fungsi dan manfaat jaringan irigasi, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya mengupayakan ketersediaan lahan beririgasi dan/atau mengendalikan alih fungsi lahan beririgasi di daerahnya. Alih fungsi lahan beririgasi tidak dapat dilakukan kecuali terdapat: a. perubahan rencana tata ruang wilayah b. bencana alam yang mengakibatkan hilangnya fungsi lahan dan jaringan irigasi Pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya mengupayakan penggantian lahan beririgasi beserta jaringannya yang diakibatkan oleh perubahan rencana tata ruang wilayah, dan bertanggung jawab melakukan penataan ulang sistem irigasi dalam hal sebagian jaringan irigasi beralih fungsi, atau sebagian lahan beririgasi beralih fungsi. Badan usaha, badan sosial, atau instansi yang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan alih fungsi lahan beririgasi yang melanggar rencana tata ruang wilayah wajib mengganti lahan beririgasi beserta jaringannya. 4.13.10 PP NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG PERUM JASA TIRTA Berdasarkan PP No. 5/1990 tentang Perum Jasa Tirta, didirikan sebuah perusahaan negara yang dikenal dengan nama Perum Jasa Tirta I, pada tahun 1990 oleh Pemerintah Pusat untuk mengelola Sungai Brantas dan 39 anak sungainya. Perseroan memiliki kewajiban untuk mengelola aliran Sungai Brantas dan memiliki kewenangan untuk mengumpulkan uang dari penerima manfaat (industri, perusahaan air minum dan listrik/perusahaan listrik). Tujuan perusahaan adalah turut membangun ekonomi nasional dengan berperan serta melaksanakan program pembangunan
IV-130
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
nasional di dalam bidang pengelolaan air dan sumber-sumber air. Sementara itu bagi petani bebas dari kewajiban untuk membayar kontribusi. PP tersebut kemudian diamandemen dengan PP No. 93/1999 dan Keputusan Presiden Nomor 129 Tahun 2000 yang menetapkan bahwa kewenangannya ditambah dengan pengelolaan cekungan DAS Bengawan Solo. 4.13.11 PERPRES NOMOR 33 TAHUN 2011 TENTANG KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR Dengan total potensi air Indonesia sebesar 3221 milyar m3, maka pengelolaan sumber daya air untuk peningkatan ketersediaan air baku bagi domestik, pertanian dan industri secara berkelanjutan serta mengurangi tingkat resiko akibat daya rusak air antara lain ditujukan untuk upaya menjaga dan meningkatkan ketahanan air yang dipengaruhi oleh ketersediaan sumber daya air, pola distribusi sumber daya air dan pola pemanfaatan sumber daya air dan upaya penyediaan air baku untuk mendukung pemenuhan kebutuhan bagi permukiman (perkotaan dan domestik), khususnya penyediaan air baku untuk air minum. Untuk itu sesuai dengan Perpres Nomor 33 tahun 2011 tentang Kebijakan Nasional Pengelolaan SDA, strategi penyediaan air baku diantaranya dengan meningkatkan pembangunan tampungan-tampungan air sebagai sumber air baku dan optimalisasi sumber air baku yang ada dengan melakukan operasi dan pemeliharaan dan pengendalian pemanfaatan air tanah untuk pemenuhan kebutuhan air baku sejalan dengan upaya peningkatan penyediaan air baku dari air permukaan. 4.13.12 INSTRUKSI PRESIDEN NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGAMANAN PRODUKSI BERAS NASIONAL DALAM MENGHADAPI KONDISI IKLIM EKSTRIM Melalui instruksi ini, presiden menginstruksikan kepada 15 menteri, BMKG, BPN, Kapolri, Gubernur, Bupati/Walikota di seluruh Indonesia untuk melakukan respon cepat atas kondisi pangan nasional. Hal ini dilakukan dalam rangka pengamanan produksi beras nasional dalam menghadapi kondisi iklim ekstrim. 4.13.13 INSTRUKSI PRESIDEN NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG FOKUS PROGRAM EKONOMI TAHUN 2008 - 2009 Kementerian Kehutanan saat ini sudah melakukan kerja sama dengan berbagai pihak terkait dengan pengelolaan daerah aliran sungai yang juga menghasilkan "Kerangka Kerja Pengelolaan Daerah Aliran Sungai di Indonesia". Kerangka kerja ini IV-131
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
adalah atas amanah instruksi Presiden
No. 5 tahun 2008 tentang Fokus Program
ekonomi tahun 2008-2009, tentang strategi pengelolaan DAS serta upaya-upaya pokok yang dapat dilakukan 20 tahun mendatang oleh kementerian dan instansi pemerintah terkait. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat berikut ini: Kerangka Kerja Pengelolaan Daerah Aliran Sungai di Indonesia Tantangan pengelolaan DAS salah satunya adalah terkait ketahanan pangan, energi, dan air. Keberhasilan Pengelolaan DAS berdampak terhadap ketahanan pangan di masa mendatang. Saat ini luas areal irigasi tanaman padi di Indonesia berjumlah ± 7,2 juta hektar dan sebagian besar ada pada hilir DAS, banyak areal pertanian yang subur dikonversi menjadi bangunan atau infrastuktur yang mengurangi lahan pangan produktif dan menurunkan fungsi hidrologis DAS. Terjadinya banjir akibat pengelolaan DAS yang tidak optimal akan menyebabkan daya tampung waduk irigasi berkurang karena sedimentasi, dan pada musim hujan cenderung banjir sehingga arealareal irigasi pada hilir DAS akan tergenang yang pada gilirannya menurunkan produksi beras nasional. Di samping itu kekeringan pada musim kemarau menyebabkan areal irigasi yang dapat dialiri berkurang sehingga produksi padi berkurang. Dengan bertambahnya penduduk dan berkembangnya kegiatan ekonomi, maka kebutuhan air untuk berbagai kepentingan seperti air baku, pertanian, perindustrian dan PLTA akan semakin besar. Karena itu pengelolaan DAS dimasa yang akan datang seharusnya bisa mendukung ketersediaan pangan, air dan energi alternatif tersebut baik melalui manajemen kawasan lindung maupun kawasan budidaya. Apabila tujuan pengelolaan DAS tersebut tercapai dengan baik maka kinerja pengelolaan DAS dapat dinilai dan diukur secara kuantitatif sehingga dapat dipahami oleh semua pihak. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu banyak kegiatan yang dilakukan di dalam DAS, namun secara garis besar ruang lingkup kegiatan pengelolaan DAS meliputi: a) Penatagunaan lahan (land use planning) untuk memenuhi berbagai kebutuhan barang dan jasa serta kelestarian lingkungan. b) Penerapan konservasi sumberdaya air untuk menekan daya rusak air dan untuk memproduksi air (water yield) melalui optimalisasi penggunaan lahan. c)
Pengelolaan lahan dan vegetasi di dalam dan luar kawasan hutan (pemanfaatan, rehabilitasi, restorasi, reklamasi dan konservasi).
IV-132
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
d) Pembangunan dan pengelolaan sumberdaya buatan terutama yang terkait dengan konservasi tanah dan air. e) Pemberdayaan masyarakat dan pengembangan kelembagaan pengelolaan DAS. 4.13.14 PERMEN NOMOR P.12/MENHUT-II/2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR P.32/MENHUT-II/2009 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA TEKNIK REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (RTk RHL-DAS) Peraturan menteri berikut merupakan perubahan kedua atas peraturan menteri kehutanan nomor P.32/MENHUT-II/2009 tentang tata cara penyusunan rencana teknik rehabilitasi hutan dan lahan Daerah Aliran Sungai (RTk RHL-DAS). Sasaran lokasi penyusunan RTk RHL-DAS pada kawasan bergambut berfungsi lindung dan budi daya adalah kawasan bergambut kritis pada wilayah DAS/Sub DAS prioritas baik, di dalam kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan. Penyusunan RTK RHL-DAS pada Kawasan Bergambut Berfungsi Lindung dan Budidaya Apabila pada wilayah DAS/Sub DAS prioritas yang bersangkutan belum tersedia peta sebaran kawasan bergambut kritis baik berfungsi lindung maupun budi daya atau belum diketahui tingkat kekritisan kawasan bergambutnya, maka harus dilakukan identifikasi tingkat kekritisan kawasan bergambut terlebih dahulu untuk kemudian dibuat petanya. Kriteria dalam penentuan tingkat kekritisan kawasan bergambut berfungsi lindung dan budidaya adalah sebagai berikut:
kerapatan tajuk/penutupan lahan/kerapatan Normalized Difference Vegetation Index (NDVI)
terjadinya penggenangan pada lahan kawasan bergambut/indeks kebasahan (wetness index)
pembagian subsiden/penurunan tanah gambut (Low land/depression) Selanjutnya memperhatikan hierarki perencanaan yang telah ditetapkan dan
mempertimbangkan sifat unik/khusus dari eksosistem kawasan bergambut maka RTk RHL-DAS pada kawasan bergambut berfungsi lindung dan budi daya perlu dibuat dengan tetap memperhatikan DAS sebagai satuan unit manajemen.
IV-133
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Penyusunan RTk RHL-DAS pada kawasan bergambut berfungsi lindung dan budi daya dengan pendekatan sebagai berikut: a) RTk RHL-DAS pada kawasan bergambut berfungsi lindung dan budi daya disusun dengan mengkaji aspek biofisik, aspek kelembagaan, dan aspek sosial, ekonomi dan budaya termasuk teknologi dan para pihak sebagai pelaku rehabilitasi. b) Satuan wilayah perencanaan RTk RHL-DAS pada kawasan bergambut berfungsi lindung dan budi daya adalah wilayah kerja Balai Pengelolaan DAS (BPDAS) se Indonesia. c)
RTk RHL-DAS pada kawasan bergambut berfungsi lindung dan budi daya merujuk kepada :
Rencana kehutanan tingkat nasional
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
Rencana pengelolaan DAS terpadu
Rencana pengelolaan sumberdaya air
d) Rujukan lainnya yang telah di susun dan dapat digunakan adalah rencana rehabilitasi hutan dan lahan lima tahun. e) Keluaran RTk RHL-DAS pada kawasan bergambut berfungsi lindung dan budi daya adalah:
Rencana Pemulihan Hutan dan Lahan
Rencana Pengembangan Sumberdaya Air
Rencana Pengembangan Kelembagaan Rencana pengendalian erosi dan sedimentasi (sebagaimana amanat PP Nomor
76 Tahun 2008) tidak perlu dikaji dalam RTk RHL-DAS pada kawasan bergambut berfungsi lindung dan budi daya karena pada kawasan dimaksud tingkat bahaya erosi minimal sehingga fokus rehabilitasi adalah upaya pengelolaan genangan air. Terkait hal ini berarti rencana pengembangan sumberdaya air lebih diutamakan agar dapat mendukung kegiatan rehabilitasi pada kawasan bergambut berfungsi lindung dan budidaya.
IV-134
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
4.13.15 PERMEN NOMOR P.43/MENHUT-II/2011 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR P.4/MENHUT-II/2009 TENTANG PENYELESAIAN HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI SEMENTARA Peraturan ini merupakan Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.4/Menhut-II/2009 Tentang Penyelesaian Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri Sementara. Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri Sementara yang selanjutnya disebut HPHTI-S adalah hak sementara yang diberikan kepada perusahaan swasta dan atau perusahaan pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) Tanaman Industri, baik Pola Transmigrasi maupun swasta murni dan BUMN yang mendapat penunjukan untuk melaksanakan pembangunan hutan tanaman industri dari Menteri Kehutanan. 4.13.16 PERMEN NOMOR P.42/MENHUT-II/2009 TENTANG POLA UMUM, KRITERIA, DAN STANDAR PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU Pengelolaan DAS Terpadu mencakup proses perumusan tujuan bersama pengelolaan sumberdaya dalam DAS, sinkronisasi program sektoral dalam mencapai tujuan bersama, pemantauan dan evaluasi pelaksanaan dan pencapaian hasil program sektoral terhadap tujuan bersama pengelolaan DAS dengan mempertimbangkan aspek bio-fisik, klimatik, sosial, politik, ekonomi, dan kelembagaan yang bekerja dalam DAS tersebut.
Pengelolaan
tersebut
direncanakan,
dilaksanakan,
dan
dikendalikan
berdasarkan kesepakatan bersama melalui suatu mekanisme partisipasi dan adaptasi terhadap lingkungan biofisik dan sosial ekonomi setempat. Dengan demikian, makna hakiki dari keterpaduan dalam pengelolaan DAS adalah upaya mengsinkronkan program-program sektoral dan kerangka kerja kelembagaan yang berbeda, dan lintas wilayah administrasi pemerintahan dalam satu DAS. Dengan mekanisme pengelolaan sumberdaya antar sektor, antar wilayah administrasi pemerintahan dan antar kelembagaan sebagai satu kesatuan ini, maka selain tujuan masing-masing sektor, tujuan bersama pengelolaan DAS juga dapat tercapai. Prinsip, Tujuan, Ruang Lingkup dan Landasan Hukum Pengelolaan DAS Terpadu Prinsip-prinsip yang harus menjadi dasar acuan dalam pengelolaan DAS terpadu adalah sebagai berikut: a.
Pengelolaan DAS dilakukan dengan memperlakukan DAS sebagai satu kesatuan ekosistem dari hulu sampai hilir, satu perencanaan dan satu sistem pengelolaan.
IV-135
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
b) Pengelolaan DAS terpadu melibatkan multipihak, koordinatif, menyeluruh dan berkelanjutan c)
Pengelolaan DAS bersifat adaptif terhadap perubahan kondisi yang dinamis dan sesuai dengan karakteristik DAS.
d) Pengelolaan DAS dilaksanakan dengan pembagian tugas dan fungsi, beban biaya dan manfaat antar multipihak secara adil e) Pengelolaaan DAS berdasarkan akuntabilitas para pemangku kepentingan Pengelolaan DAS salah satunya bertujuan agar lahan sebagai salah satu unsur ekosistem DAS dan faktor produksi harus dapat menghasilkan produk barang dan jasa yang diinginkan dalam batas daya dukung dan daya tampung yang ada sehingga kapasitas produksi dapat mendukung kehidupan manusia yang dinamis saat ini dan generasi yang akan datang. Hutan dan lahan yang telah rusak (kritis) kondisinya harus direhabilitasi sehingga fungsinya bisa pulih dan meningkat. Mengenai keterkaitannya dengan ketahanan air dan ketahanan pangan, neraca air dalam suatu DAS menggambarkan hubungan individual unsur-unsur hidrologis yang meliputi asupan (input) hujan, penyimpanan (storage) di permukaan, dalam tanah dan akifer, pengurangan dalam bentuk intersepsi, evapotranspirasi dan luaran (ouput) dalam bentuk total aliran sungai (aliran permukaan, aliran dalam tanah dan aliran akifer). Daur hidrologi tersebut sangat dipengaruhi oleh pola penggunaan lahan. Pengelolaan DAS mensyaratkan penggunaan lahan yang rasional dan proporsional yang ditumbuhi vegetasi yang memadai yang akan meningkatkan resapan air ke dalam tanah dan mengurangi aliran permukaan dan sedimentasi sehingga fluktuasi debit aliran sungai akan relatif kecil dan merata sepanjang tahun (water yield mencukupi kebutuhan) dengan kualitas yang baik. 4.13.17 PERMEN NOMOR P.39/MENHUT-II/2009 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN DAS TERPADU Berdasarkan Permen No P.39/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan DAS Terpadu disebutkan bahwa pengelolaan DAS terpadu merupakan upaya pengelolaan sumberdaya yang menyangkut banyak pihak. Masyarakat merupakan unsur pelaku utama, sedangkan pemerintah sebagai unsur pemegang otoritas kebijakan, fasilitator dan pengawas yang direpresentasikan oleh instansi-instansi sektoral pusat dan daerah yang terkait dengan pengelolaan DAS.
IV-136
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Prinsip Keterpaduan Pengelolaan DAS Stakeholder
pemerintah
yang
dapat
berperan
aktif
dalam
kegiatan
pengelolaan DAS antara lain :
Departemen Kehutanan
Departemen Pekerjaan Umum
Departemen Dalam Negeri
Departemen Pertanian
Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM)
Departemen Perikanan dan Kelautan
Departemen Kesehatan dan Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) Departemen kehutanan berperan dalam penatagunaan hutan, pengelolaan
kawasan konservasi dan rehabilitasi DAS. Departemen Pekerjaan Umum berperan dalam pengelolaan sumberdaya air dan tata ruang. Departemen Dalam Negeri berperan dalam pemberdayaan masyarakat di tingkat daerah. Departemen Pertanian berperan dalam pembinaan masyarakat dalam pemanfaatan lahan pertanian dan irigasi. Departemen ESDM berperan dalam pengaturan air tanah, rehabilitasi/ reklamasi kawasan tambang. Departemen Perikanan dan Kelautan berperan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan, sedangkan KLH dan Departemen Kesehatan berperan dalam pengendalian kualitas lingkungan. Pemerintah daerah provinsi berperan sebagai koordinator/fasilitator/regulator/supervisor untuk pengelolaan DAS yang lingtas kabupaten/kota, sedangkan pemerintah kabupaten/kota beserta instansi teknis terkait di dalamnya berperan sebagai koordinator/fasilitator/regulator/ supervisor pengelolaan DAS di wilayah kabupaten/kota serta dapat berperan sebagai pelaksana dalam kegiatan-kegiatan tertentu. Pihak-pihak lain yang mendukung keberhasilan pengelolaan DAS antara lain unsur legislatif, yudikatif, perguruan tinggi lembaga penelitian, LSM dan lembaga donor. Oleh karena itu diperlukan koordinasi dengan mendasarkan pada hubungan fungsi melalui pendekatan keterpaduan. Dengan demikian dalam pelaksanaan pengelolaan DAS diperlukan ada kejelasan wewenang dan tanggung jawab setiap pihak (siapa, mengerjakan apa, bilamana, dimana, dan bagaimana).
IV-137
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
4.13.18 SK.328/MENHUT-II/2009 TENTANG PENETAPAN DAERAH ALIRAN SUNGAI PRIORITAS
DALAM
RANGKA
RENCANA
PEMBANGUNAN
JANGKA
MENENGAH TAHUN 2010-2014 SK ini berisikan tentang Penetapan Daerah Aliran Sungai (DAS) Prioritas Dalam Rangka Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahun 2010-2014. Untuk penyelamatan DAS diperlukan intervensi pemerintah yang menyangkut aspek kebijakan, kelembagaan, pola dan teknis pengelolaan dan penganggaran. Secara nasional pengelolaan DAS telah diarusutamakan (mainstreaming) ke dalam kebijakan dan program dalam RPJM (2010-2014). Karena itu para pihak terkait dengan program ini harus menjabarkan dalam bentuk kegiatan dengan fokus DAS prioritas yang jelas dengan sistem pendukung data, informasi dan penganggaran yang harus memadai. Pendekatan teknis harus dikombinasikan dengan aspek ekonomi sosial budaya dan lingkungan.
Sangat
penting
menentukan
indikator
keberhasilan
dari
setiap
kegiatan/program di setiap DAS prioritas. DAS Brantas ditetapkan menjadi salah satu dari 108 daerah aliran sungai prioritas dalam rangka RPJM Tahun 2010–2014. 4.13.19 MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (MP3EI) Ketahanan pangan merupakan prasyarat penting mendukung keberhasilan pembangunan Indonesia, dengan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
Ketahanan pangan memperhatikan dimensi konsumsi dan produksi
Pangan tersedia secara mencukupi dan merata bagi seluruh rakyat Indonesia untuk memenuhi kebutuhan hidup yang sehat dan produktif
Upaya diversifikasi konsumsi pangan terjadi jika pendapatan masyarakat meningkat dan produk pangan dihargai sesuai dengan nilai ekonominya
Diversifikasi produksi pangan terutama tepung-tepungan, disesuaikan dengan potensi produksi pangan daerah
Pembangunan sentra produksi pangan baru berskala ekonomi luas di Luar Jawa
Peningkatan produktivitas melalui peningkatan kegiatan penelitan dan pengembangan khususnya untuk bibit maupun teknologi pasca panen Sedangkan kebijakan terkait penyediaan air bersih tidak terfokus pada
pembangunan infrastruktur, namun juga harus memperhatikan beberapa prinsip sebagai berikut:
IV-138
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Pemerintah memastikan ketersediaan dan akses terhadap air bagi seluruh penduduk
Penyediaan air bersih memperhatikan kelestarian lingkungan sumber air untuk menjaga keberlanjutannya
Pengembangan hutan tanaman harus dilanjutkan guna memastikan peningkatan luas hutan untuk keberlanjutan ketersediaan air
Kabupaten/Kota memiliki luasan hutan sebagai persentase tertentu dari luas wilayahnya
Sumber: MP3EI Gambar 4. 54 Peta Koridor Jawa
Koridor Ekonomi Jawa memiliki tema pembangunan sebagai “Pendorong Industri dan Jasa Nasional”. Selain itu, strategi khusus Koridor Ekonomi Jawa adalah mengembangkan industri yang mendukung pelestarian daya dukung air dan lingkungan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penataan penggunaan lahan di Jawa merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan, mengingat pengembangan industri diseimbangkan dengan pelestarian air dan lingkungan. Salah satu program dalam MP3EI yaitu masterplan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia di koridor Jawa yaitu Pembangunan Umbulan Water Supply- 4000 l/s yang terdapat di Jawa Timur, dan pembangunan intake dan saluran air baku Mojokerto 100 liter/det-BBWS Brantas. Hal ini merupakan upaya yang dilakukan untuk mendukung program ketahanan pangan dan air. Berkaitan dengan kebutuhan pangan, pemerintah telah mencanangkan program ketahanan pangan atau swasembada berkelanjutan dengan target produksi pada tahun 2014 sebesar 81,7 juta IV-139
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
ton GKG atau surplus 10 juta ton beras. Dengan adanya laju perubahan pemanfaatan lahan pertanian yang kurang terkendali, maka penambahan luas lahan pertanian akan menghadapi banyak kendala. Maka salah satu cara yang paling rasional mengoptimalkan produktivitas lahan yang ada dengan dukungan operasi dan pemeliharaan prasarana irigasi/rawa/tambak. 4.13.20 SISTEM PERENCANAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI Sistem Perencanaan Pengelolaan DAS ini diterbitkan oleh Kementerian Kehutanan,
Badan
Penelitian
dan
Pengembangan Kehutanan, Pusat Penelitian dan
Pengembangan
Konservasi
dan
Rehabilitasi. Pengelolaan DAS merupakan suatu usaha yang terus berjalan, karena faktor alam maupun faktor buatan manusia selalu ada dan berubah setiap waktu (Sheng, 1986 dan 1990). Pertambahan penduduk
mengakibatkan
peningkatan
penyediaan kebutuhan pangan, termasuk air, dan papan.
Sumber: P3KR, 2012 Gambar 4. 55 Sistem Pengelolaan DAS
Sementara itu lapangan kerja masih terbatas sehingga jumlah masyarakat petani semakin bertambah dan belum bisa beranjak dari lapangan kerja pertanian. Dengan demikian pemilikan dan luas lahan garapan semakin sempit, sehingga tekanan penduduk terhadap lahan untuk pertanian semakin berat. Tekanan berat tercermin dari pemanfaatan lahan yang melampaui batas kemampuannya serta penyerobotan lahan non pertanian. Konversi lahan mengakibatkan perubahan neraca air DAS baik secara spasial maupun temporal. Pengelolaan DAS bukan hanya hubungan antar biofisik, tetapi juga merupakan pertalian dengan faktor ekonomi dan kelembagaan. Dengan demikian perencanaan pengelolaan DAS perlu mengintegrasikan faktor-faktor biofisik, sosial ekonomi dan kelembagaan untuk mencapai kelestarian berbagai macam penggunaan lahan di dalam DAS yang secara teknis aman dan tepat, secara lingkungan sehat, secara ekonomi layak, dan secara sosial dapat diterima masyarakat (Brooks, et al., 1990).
IV-140
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Sesuai dengan peraturan perundangan maka penyelenggaraan perencanaan pengelolaan DAS lintas kabupaten dilaksanakan oleh Tim yang berada di bawah koordinasi Bappeda provinsi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Sumber: P3KR, 2012
Gambar 4. 56 Proses Perencanaan Pengelolaan DAS Tingkat Provinsi
4.13.21 RTRW PROVINSI JAWA TIMUR Berdasarkan perkembangan rencana pola penggunaan lahan, kawasan resapan air tersebar di Kecamatan Asembagus, Prajekan di Kabupaten Situbondo, Kecamatan Jenggawah, Tanggul Kabupaten Jember, Kecamatan Singojuruh, Purwoharjo Kabupaten Banyuwangi, Kecamatan Bumiaji Kota Batu, Kecamatan Gondanglegi, Kalipare Kabupaten Malang, Kecamatan Bakung, Binangun Kabupaten Blitar, Kecamatan Plosoklaten Kabupaten Kediri, Kecamatan Mojowarno Kabupaten Jombang, Kecamatan Pule, Kampak, Pagerwojo Kabupaten Trenggalek, Kecamatan Sudimoro, Arjosari Kabupaten Pacitan, Kecamatan Mlarak Kabupaten Ponorogo, Kecamatan Plaosan, Poncol Kabupaten Magetan, Kecamatan Ngawi Kabupaten Ngawi Kecamatan Ngaraho, Kedungadem, Temayang Kabupaten Bojonegoro, Kecamatan Montong, Kesiman, Rengel, Widang Kabupaten Tuban Kecamatan Solokuro, Modo Kabupaten Lamongan, Kecamatan Pacet, Trowulan Kabupaten Mojokerto, dan Kecamatan Pasrepan, Purwodadi Kabupaten Pasuruan. Pengendalian kawasan lindung di Kawasan Bromo-Tengger-Semeru, dan kawasan G.Kawi-G.Arjuno-G.Welirang-G.Kelud diarahkan kepada kegiatan reboisasi, yaitu dikembalikan ke hutan lindung dengan konservasi tanah dan air, sebagai perlindungan tata air bawahnya, terutama sungai, mata air, waduk dan badan air lainnya, serta menjaga ekosistem kawasan. Kawasan ini dipertahankan untuk menjaga
IV-141
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
kestabilan lahan dengan terasering dan pengendalian bencana alam tanah longsor, banjir, dan erosi. Kawasan perlindungan setempat untuk cadangan sumberdaya air salah satunya adalah Wilayah Sungai Brantas dengan total potensi air 32.428,786 juta m3, sisa air belum dimanfaatkan 14.724,394 juta m3. Pemanfaatan hanya mencapai 55%, dan irigasi mencapai 50% dari total pemanfaatan. Tabel 4. 114 Rencana Pola Penggunaan Lahan Provinsi Jawa Timur A. A.1. A.1.1 A.1.2 A.2. A.2.1 A.2.2 A.2.3. A.4. A.4.1 A.4.3 B. B.1 B.2. B.2.1 B.2.2. B.2.3
B.3 B.3.2 B.4. B.4.2 B.7 B.8 -
EKSISTING (Ha) Kawasan Lindung Kawasan Suaka Alam Cagar alam 10.947,90 Suaka Marga Satwa 18.008,60 Kawasan Pelestarian Alam Taman Nasional 175.994,80 Taman Hutan Raya 27.868,30 Taman Wisata Alam 297,50 Kawasan Perlindungan Bawahan Hutan lindung 315.503,30 Kaw. Resapan air Kawasan Budi Daya Kawasan Hutan Produksi 812.953,40 Kawasan Pertanian Sawah Irigasi 991.678,00 sawah tadah hujan 249.805,00 Pertanian lahan 1.205.455,89 kering/tegalan/kebun campur Kawasan Perikanan Perikanan Tambak 73.760,58 Kawasan Perkebunan Perkebunan Tanaman Tahunan 158.194,22 Kawasan Permukiman 571.338,41 Kawasan Industri 7.403,80 Rawa / Danau/Waduk 9.583,90 lain-lain 84.221,07 4.713.014,67
A A.1. A.1.1 A.1.2 A.2. A.2.1 A.2.2 A.2.3. A.4. A.4.1 A.4.3 B. B.1 B.2. B.2.1 B.2.2. B.2.3
RENCANA (Ha) Kawasan Lindung Kawasan Suaka Alam Cagar alam Suaka Marga Satwa Kawasan Pelestarian Alam Taman Nasional Taman Hutan Raya Taman Wisata Alam Kawasan Perlindungan Bawahan Hutan lindung Kaw. Resapan air Kawasan Budi Daya Kawasan Hutan Produksi Kawasan Pertanian Sawah Irigasi Sawah Tadah hujan Pertanian lahan kering
B.3 B.3.2 B.4. B.4.2 B.7 B.8
Kawasan Perikanan Perikanan Tambak Kawasan Perkebunan Perkebunan Tanaman Tahunan Kawasan Permukiman Kawasan Industri
10.947,90 18.008,60 178.291,30 27.868,30 297,50 567.123,33 499.979,97 561.335,37 991.678,00 568.298,57
39.111,34 544.952,03 660.885,00 44.237,46
4.713.014,67
Sumber: RTRW Provinsi Jawa Timur Keterangan: - Kawasan Lindung= 1,302,516 ha atau 27,6 % - Hutan Produksi= 561.335,37 ha atau 11,9% - Total Kawasan Hutan Menurut Rencana= 1,863,385.1 ha atau 39.5 %
Di wilayah Brantas ketersediaaan air permukaan sebagai sumber air baku cukup besar hanya perlu dipikirkan upaya menjaga keberlanjutannya mengingat masuknya limbah yang cukup besar. Pemanfaatan sumber air baku untuk PDAM di Jawa Timur adalah sebagai berikut:
PDAM Lamongan di Babat Kali Bengawan Solo sebesar 190 l/detik
PT. Petro Kimia telah memanfaatkan Bengawan Solo sebesar 400 l/det
Kali Brantas, Sidoarjo sebesar 30 l/det di Kanal Mangetan, PDAM Mojokerto 250 l/det sebelum percabangan kali Surabaya dan dam Lengkong
Kali Sampean dimanfaatkan PDAM Situbondo sebesar 17 l/det
Kali Dinoyo dimanfaatkan PDAM Jember 10 l/det.
IV-142
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
PDAM di Surabaya dan sekitarnya yang mengambil air baku dari kali brantas memperoleh tambahan air baku sebesar 2,4 m3/detik dari beroperasinya dam Wonorejo di Kali Gondang sebelah barat Tulungagung. Dam Beng merupakan usulan pengembangan selanjutnya sesudah dam Wonorejo. Rencana bangunan diperuntukan untuk air bersih, irigasi dan PLTA. Kapasitas penyimpanan dam beng sebesar 147 juta m3 dapat menambah debit sungai brantas saat kemarau dengan debit 9,5 m3/det. Dam kedung warak terletak di anak sungai Widas mempunyai efektif penyimpanan 54 juta m3, direncanakan akan bisa menambah debit Sungai Brantas sebesar 3,5 m3/det pada musim kemarau. Pembangunan ini direncanakan untuk penambahan sumber air baku penyediaan air bersih dan irigasi. Selain itu, untuk pemenuhan air baku air bersih baik domestik maupun industri dari air permukaan, terutama air Sungai Brantas, yang juga perlu mendapat perhatian adalah fluktuasi kekeruhan yang sangat besar antara musim hujan dan kemarau, pencemaran oleh limbah industri maupun domestik yang hampir terjadi merata. 4.13.22 ARAHAN PEMANFAATAN RUANG DAS BRANTAS SAMPAI TAHUN 2020 Pola
pemanfaatan
ruang
DAS
Brantas
diarahkan
untuk
menciptakan
keseimbangan antara fungsi kawasan sebagai kawasan lindung dan kawasan budidaya (BBWS Brantas, 2006). Arahan pemanfaatan ruang DAS Brantas terdiri dari: 1.
Kawasan Lindung Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. Kawasan lindung di DAS Brantas terdiri dari: a.
Kawasan suaka alam yang meliputi kawasan cagar alam dan suaka margasatwa.
b.
Kawasan pelestarian alam yang meliputi taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam.
c.
Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.
d.
Kawasan perlindungan bawahan yang terdiri dari Hutan Lindung, Kawasan Resapan Air dan Kawasan Karst.
e.
Kawasan Perlindungan Setempat yang terdiri dari Kawasan Sekitar Mata Air, Kawasan Sekitar Waduk/Danau, Kawasan Sekitar Rawa, Sempadan Sungai & Sempadan Pantai.
IV-143
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
f.
Kawasan rawan bencana alam yang meliputi kawasan rawan letusan gunung berapi, kawasan rawan banjir, kawasan rawan gempa, gerakan tanah & tanah longsor.
2.
Kawasan Budidaya Kawasan budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama
untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya buatan. Kawasan Budidaya di DAS Brantas meliputi beberapa jenis pemanfaatan, antara lain: a.
Kawasan Hutan Produksi
b.
Kawasan Pertanian
c.
Kawasan Perikanan
d.
Kawasan Perkebunan
e.
Kawasan Peternakan
f.
Kawasan Pariwisata
g.
Kawasan Permukiman
h.
Kawasan Industri
i.
Kawasan Pertambangan
j.
Kawasan Perdagangan Arahan pemanfaatan lahan serta arah kecenderungan pemanfaatan lahan di
DAS Brantas terdiri dari arahan pemanfaatan lahan bagi Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya, dimana masih dipertahankan luasan hutan lindung, bahkan beberapa alih fungsi lahan pada hutan lindung diarahkan untuk dikembalikan ke fungsi semula. 4.13.23 RENCANA
DAN
STRATEGI
PENGELOLAAN DAS
BRANTAS
TERPADU
PROVINSI JAWA TIMUR A.
Program/Kegiatan Pengendalian Tata Air DAS Strategi pencapaian dalam pengendalian tata air DAS antara lain dengan
melaksanakan program kegiatan : 1.
Restorasi/reklamasi/konservasi pada hutan konservasi 32.000 ha
2.
Restorasi/reklamasi/konservasi pada hutan lindung 68.072 ha
3.
Restorasi/reklamasi/konservasi pada hutan produksi 137.9622 ha
4.
Pengkayaan tanaman pada kawasan budidaya tanaman tahunan yang belum sesuai, baik yang berada pada kebun maupun perkebunan sebesar 83.441 ha,
IV-144
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
dengan melokasikan rencana pengkayaan tanaman pada areal yang diperlukan. 5.
Penghijauan lingkungan yang tersebar seluas 276.877 ha pada wilayah pemukiman/pekarangan dan lain sebagainya.
6.
Pengendalian daya rusak air diarahkan kepada: a. Pengendalian erosi dan sedimentasi diarahkan kepada: 1) Penyempurnaan teras dan saluran pembuangan air seluas 58.540 ha; penyempurnaan teras dan saluran pembuangan air (PTSPA) tersebut bentuk dan jenis terasnya disesuaikan dengan kondisi biogeofisik dan sosio-kultural. 2) Strem bank protection/perlindungan kanan-kiri sungai sebanyak 85 unit yang diarahkan pada areal meandering dan kedalaman tebing sungai >3 m; baik yang berada di hulu hingga hilir DAS Brantas. 3) Pembuatan dam pengendali 100 unit, yang mana sasarannya adalah pada alur-alur sungai dengan daerah tangkapan <250 ha yang fungsi utamanya menampung sedimentasi dan air. 4) Pembuatan dam penahan 695 unit dengan sasaran alur-alur sungai dengan daerah tangkapan <30 ha yang berfungsi menampung sedimen dan tetap lolos air. 5) Pembuatan gully plug 1.313 unit; sasaran lokasi pada alur-alur sungai dengan daerah tangkapan <5 ha yang berfungsi sebagai sediment trap pada alur-alur sungai dan bersifat lolos air. 6) Restorasi daerah sempadan sungai. 7) Rehabilitasi konstruksi tebing sungai dan tangggul-tanggul. 8) Inventarisasi tambang dan reklamasi bekas tambang. 9) Pembangunan sediment trap/sabo dam dengan tinggi >5 m yang berfungsi sebagai pengendali sedimen di sungai. 10) Pembangunan kantong pasir yang berfungsi sebagai penampung kelebihan sedimen terutama pada zona gunung Kelud. b.
Program/kegiatan pengembangan dan pelestarian sumber daya air 1) Pengembangan dan pembangunan waduk untuk mengendalikan banjir. 2) Pengerukan sedimen pada waduk. 3) Rehabilitasi bangunan waduk dan bendungan.
IV-145
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
4) Pelestarian sumber mata air 1.245 unit/buah dengan merehabilitasi daerah radius 200 m sebagai fungsi perlindungan dan rehabilitasi catchment area sumber mata air. 5) Pembuatan sumur resapan/biopori sebanyak 1.053 buah/96.955 buah pada wilayah pemukiman dan fasilitas umum. 6) Membangun embung sebagai percontohan untuk pemenuhan air dalam lahan budidaya pertanian pada lahan kering sebanyak 36 unit. 7) Pembuatan rorak/saluran buntu sebanyak 1.733.921 buah yang berfungsi menampung air, menampung sedimen, mengurangi aliran permukaan dan meresapkan air kedalam tanah dengansasaran lokasi yang mempunyai kelas lereng 8–25%. B.
Program/Kegiatan Pengembangan Kondisi Lahan yang Produktif Sesuai Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan DAS Secara Berkelanjutan Upaya pemulihan hutan dan lahan merupakan pemulihan kembali fungsi hutan
dan lahan sehingga dapat mendukung sistem penyangga kehidupan. Pada DAS Brantas upaya pemulihan hutan dan lahan pada saat ini menjadi prioritas untuk ditangani karena masih besarnya luasan lahan kritis dengan klasifikasi “Agak Kritis” sampai dengan “Sangat Kritis” pada kawasan hutan dan lahan di DAS Brantas sebesar 70.891,30 ha. Kegiatan utama di dalam rencana pemulihan hutan dan lahan diarahkan kepada kegiatan-kegiatan vegetatif baik diluar hutan maupun didalam hutan. Di dalam rencana pemulihan hutan dan lahan dengan kegiatan vegetatif pada prinsipnya terbagi pertama kegiatan reboisasi dan atau pengkayaan tanaman pada kawasan hutan baik hutan lindung, hutan konservasi maupun hutan produksi, kedua kegiatan penghijauan dan atau pengkayaan tanaman pada kawasan lindung di luar hutan maupun kawasan budidaya. 1) Sasaran Rencana pemulihan hutan dan lahan pada DAS Brantas terdiri dari: a) Kawasan Hutan Lindung 3.311,00 ha b) Kawasan Hutan Konservasi 3.495,00 ha c)
Kawasan Hutan Produksi 5.320,30 ha
d) Kawasan Lindung Diluar Hutan 4.958,00 ha e) Kawasan Budidaya 53.807,00 ha
IV-146
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
2) Penatagunaan lahan (land use planning) yang diarahkan untuk memenuhi berbagai kebutuhan barang dan jasa serta kelestarian lingkungan yang sesuai dengan karakteristik DAS dan pemantapan lahan budidaya pengembangan pangan pada kawasan budidaya pertanian yang berdasarkan kesesuaian lahan dalam pengembangan komoditas tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan
peternakan
berdasarkan
kesesuaian
lahan
dan
agropedoklimat.
Pengelolaan penggunaan lahan produktif sesuai dengan daya dukung lahan (land capability), kesesuaian lahan (land suitability) dan memperhatikan keanekaragaman jenis serta kemampuan penggunaan lahan (KPL), pengelolaan lahan dan vegetasi didalam maupun diluar hutan meliputi pemanfaatan, restorasi, reklamasi dan konservasi. 4.13.24 KEBIJAKAN LAIN TERKAIT ALIH GUNA LAHAN PERTANIAN Sampai dengan pertengahan dasawarsa 80-an, masalah alih fungsi lahan sawah belum menjadi isu kebijakan yang penting. Isu kebijakan mengenai perlunya pengendalian alih fungsi lahan sawah baru mengemuka sejak akhir dasawarsa 80‐an ketika defisit beras mulai terasa, yang hanya berselang sekitar 3 tahun setelah swasembada beras tercapai. Selanjutnya, sejumlah regulasi yang ditujukan untuk mengendalikan alih fungsi lahan sawah dikeluarkan oleh pemerintah. Sebagai gambaran, berikut terdapat beberapa kebijakan terkait dengan pengendalian alih fungsi lahan: Tabel 4. 115 Kebijakan Terkait Alih Guna Lahan Pertanian Peraturan/ No. Perundangan 1 PP Nomor 12/2012 Tentang Insentif Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
2
3
PP Nomor 1/2011 Tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Kepres Nomor 33/1990 Tentang Penggunaan Tanah
Secara Garis besar Isi (terkait dengan Alih Guna Lahan Pertanian) Pemberian Insentif perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan bertujuan untuk: a. mendorong perwujudan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang telah ditetapkan; b. meningkatkan upaya pengendalian alih fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan; c. meningkatkan pemberdayaan, pendapatan, dan kesejahteraan bagi Petani; d. memberikan kepastian hak atas tanah bagi Petani; dan e. meningkatkan kemitraan semua pemangku kepentingan dalam rangka pemanfaatan, pengembangan, dan perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan sesuai dengan tata ruang Penetapan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan menjadi Kawasan Strategis Nasional.
Pelarangan Pemberian Izin Perubahan Fungsi Lahan Basah dan Pengairan Beririgasi Bagi Pembangunan Kawasan Industri: Pemberian izin pembebasan tanah untuk industri harus dilakukan dengan pertimbangan tidak akan mengurangi
IV-147
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
No.
Peraturan/ Perundangan Bagi Pembangunan Kawasan Industri
4
Kepres Nomor 53/1989 Tentang Kawasan Industri
5
SE/KBAPPENAS 5334/MK/9/1994 SE MENDAGRI 474/4263/SJ/ 1994 SE MNA/KBPN 460‐ 1594/1996
6 7
8
SE MNA/KBPN 5417/MK/10/199 4
9
SE MNA/KBPN 5335/MK/1994
10
SE MNA/KBPN 410‐1851/1994
11
Secara Garis besar Isi (terkait dengan Alih Guna Lahan Pertanian) areal tanah pertanian dan tidak boleh di kawasan pertanian tanaman pangan lahan basah berupa sawah dengan pengairan irigasi serta lahan yang dicadangkan untuk usahatani irigasi. Pembangunan kawasan industri, tidak boleh alih fungsi SIT/Tanah Pertanian Subur: Pembangunan kawasan industri tidak mengurangi areal tanah pertanian dan tidak dilakukan di atas tanah yang mempunyai fungsi utama untuk melindungi sumberdaya alam dan warisan budaya. Pelarangan Alih Fungsi Lahan Sawah Irigasi Teknis Untuk Non Pertanian Mempertahankan Sawah Irigasi Teknis untuk mendukung Swasembada Pangan. Mencegah Alih Fungsi Tanah Sawah dan Irigasi Teknis menjadi Tanah Kering: Perubahan sawah irigasi teknis ke tanah kering dalam sepuluh tahun terakhir diperkirakan lebih dari 500 000 Ha, melalui cara menutup saluran irigasi. Untuk hal tersebut di atas diminta kepada Gubernur / Bupati / Walikota untuk memberi petunjuk: a. Tidak menutup saluran irigasi. b. Tidak mengeringkan sawah irigasi menjadi tanah kering. c. Tidak menimbun sawah untuk membangun. d. Banyak sawah irigasi yang sudah menjadi tanah kering, agar dikembalikan lagi seperti semula. e. Gubernur dapat memberikan petunjuk pada Bagpro/Walikota agar meninjau kembali dan merevisi RTRW Dati II Efisiensi Pemanfaatan Lahan Bagi Pembangunan Perumahan: Pada prinsipnya perubahan penggunaan tanah pertanian/sawah beririgasi teknis untuk keperluan selain pertanian tidak diizinkan. Untuk peningkatan efisiensi pemanfaatan lahan, pembangunan perumahan baru diarahkan ke lahan yang telah mempunyai izin lokasi dan ke lokasi di luar lahan beririgasi teknis. Penyusunan RTRW Dati II Melarang Alih Fungsi Lahan Sawah Irigasi Teknis untuk Non Pertanian BKTRN pada prinsipnya tidak mengizinkan perubahan penggunaan sawah beririgasi teknis untuk penggunaan diluar pertanian, dan kesepakatan tersebut telah dilaporkan kepada Presiden. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) di beberapa Daerah Tingkat II perlu disempurnakan, karena di dalamnya tercantum rencana penggunaan lahan sawah beririgasi teknis untuk penggunaan bukan pertanian. Pencegahan Penggunaan Tanah Sawah Beririgasi Teknis untuk Penggunaan Non Pertanian Melalui Penyusunan RTR: Dalam menyusun RTRW Dati I maupun Dati II, agar tidak memperuntukkan tanah sawah beririgasi teknis guna penggunaan non pertanian, kecuali terpaksa atas pertimbangan-pertimbangan tertentu dengan terlebih dahulu dikonsultasikan kepada Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional. Izin lokasi tidak boleh mengalihfungsikan sawah irigasi teknis (SIT)
SE MNA/KBPN 410‐2261/1994 Sumber: Hasil Analisis, Bappenas 2012
IV-148
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Tabel 4. 116 Matriks Tinjauan Kebijakan PRINT A3
IV-149
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
IV-150
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Tabel 4. 117 Hubungan Perubahan Penggunaan Lahan dengan Kebijakan RTRW KabupatenKota Terkait dan Implikasinya No 1
Tipe Penggunaan Lahan Pemukiman
Perubahan (Ha)
Lokasi
1,217.78
Kabupaten Sidoarjo, Pasuruan, Tulungagung, Blitar dan Kediri Kota Surabaya, Malang dan Kabupaten Malang
Kota Surabaya, Malang, Sidoarjo, Pasuruan dan Blitar Kota Surabaya, Malang, Sidoarjo, Pasuruan dan Blitar
2
Sawah Irigasi
-3,028.30
3
Sawah Tadah Hujan
-1,209.77
4
Hutan
-4,188.54
5
Kebun
8,688.60
6
Ladang
4,579.01
Kabupaten Tulungagung, Trenggalek, Blitar dan Malang
Kabupaten Kediri, Malang, Blitar, Pasuruan, dan Jombang. Kabupaten Jombang, Malang, Kota Batu, Kabupaten Tulungagung dan Trenggalek.
Korelasi/Hubungan dengan RTRW
Implikasi Terhadap Isu yang Dibahas
Pada RTRW disebutkan bahwa penggunaan lahan untuk fungsi budidaya sebaiknya dialihkan (sepanjang memungkinkan) pada fungsi lindung. Mengingat pertumbuhan penduduk yang cenderung terus mengalami peningkatan, maka menahan besarnya laju perubahan penggunaan lahan menjadi permukiman merupakan suatu tantangan besar bagi pembangunan. Pada RTRW, disebutkan bahwa untuk mendukung Provinsi Jawa Timur sebagai lumbung padi nasional, perubahan fungsi peruntukan lahan pertanian menjadi kegiatan lain perlu dihindari. Namun pada kenyataannya, terjadi perubahan luas lahan sawah irigasi dan sawah tadah hujan menjadi peruntukkan lain yaitu permukiman ataupun bangunan lainnya. Pada RTRW disebutkan bahwa sebesar 30% dari luas DAS diperuntukkan untuk lokasi pelestarian berupa hutan. Sedangkan pada kenyataannya luas hutan tahun 2006 saja hanya mencapai 7,38%. Dan pada kondisi eksisting justru berkurang karena terjadi lagi perubahan hutan menjadi ladang dan kebun. Pada RTRW disebutkan bahwa sebesar 30% dari luas DAS diperuntukkan untuk lokasi pelestarian berupa hutan. Perubahan guna lahan yang menyebabkan penurunan luasan hutan dapat berpotensi menimbulkan erosi dan sedimentasi.
Perubahan penggunaan lahan untuk permukiman dapat terus terjadi sehingga menyebabkan rentannya ketahanan pangan sebagai akibat dari berkurangnya lahan sawah. Oleh karena itu, diperlukan ketegasan dalam implementasi RTRW dan menerapkan prinsip hemat lahan terutama dengan memperhatikan lahan pertanian berkelanjutan. Khusus untuk lahan sawah irigasi, bila dilakukan perubahan harus diiringi dengan peningkatan fungsi irigasi setengah teknis pada lahan lainnya menjadi teknis dalam pelayanan irigasi yang sama.
Kondisi ini berimplikasi pada terganggunya keseimbangan tata air sehingga menyebabkan banjir, berpengaruh pada kecepatan limpasan dan kondisi kerusakan DAS
Perubahan guna lahan kebun dan ladang yang terjadi dari guna lahan hutan dapat berdampak negatif pada lingkungan. Kerusakan hutan menyebabkan peningkatan jumlah DAS kritis di Indonesia yang pada akhirnya akan mempengaruhi ketahanan air dan ketahanan pangan nasional. Sedangkan perubahan guna lahan kebun dan ladang dari semak belukar pada dasarnya dapat membawa pengaruh baik untuk membantu penyerapan air masuk ke dalam tanah.
Sumber: Hasil Analisis, BAPPENAS, 2012
IV-151
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
4.13.25 PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (PHBM) Perum Perhutani menyempurnakan sistem pengelolaan sumberdaya hutan dengan lahirnya Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). Sistem PHBM ini dilaksanakan dengan jiwa bersama, berdaya, dan berbagi yang meliputi pemanfaatan lahan/ruang, waktu, dan hasil dalam pengelolaan sumberdaya hutan dengan prinsip saling menguntungkan, memperkuat dan mendukung serta kesadaran akan tanggung
Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat adalah sistem pengelolaan sumberdaya hutan dengan pola kolaborasi yang bersinergi antara Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan atau para pihak yang berkepentingan dalam upaya mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan yang optimal dan peningkatan IPM yang bersifat fleksibel, partisipatif dan akomodatif.
jawab sosial. Terdapat 2 organisasi dalam PHBM, yaitu LMDH dan FK PHBM. Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) merupakan suatu lembaga yang dibentuk oleh masyarakat desa hutan dalam rangka kerjasama pengelolaan sumberdaya hutan dengan sistem PHBM. LMDH memiliki hak kelola di petak hutan pangkuan di wilayah desa dimana LMDH itu berada, bekerjasama dengan Perum Perhutani dan mendapat bagi hasil dari kerjasama tersebut. Sedangkan Forum Komunikasi PHBM (FK PHBM) merupakan salah satu lembaga pendukung dalam pelaksanaan PHBM, yang dibentuk disetiap tingkat pemerintahan, mulai dari Pemerintah Desa, Pemerintah Kecamatan, Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Provinsi. Secara hukum FK bertanggung jawab kepada Pemerintah di tingkat mana FK tersebut dibentuk. Para pihak lain yang ikut terlibat berperan mendorong proses optimalisasi serta berkembangnya PHBM dapat dilihat berikut ini:
Pemerintah Daerah dilibatkan dalam sistem PHBM, sebagai pemegang kekuasaan atas wilayah administrasi dan tata kehidupan sosial masyarakat desa hutan. Peran Pemerintah Daerah adalah mensinergikan program pembangunan wilayah dengan pelaksanaan PHBM.
Lembaga Swadaya Masyarakat berperan dalam pemberdayaan masyarakat, sehingga masyarakat mampu mengatasi segala persoalan dalam dirinya. LSM diharapkan bisa melakukan transfer pengetahuan dan teknologi pada masyarakat untuk mempercepat terjadinya perubahan sosial untuk mewujudkan kelestarian hutan dan kesejahteraan masyarakat.
Lembaga Ekonomi Masyarakat, berperan dalam mengembangkan usaha untuk peningkatan ekonomi masyarakat. Persoalan ekonomi merupakan hal yang
IV-152
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
penting untuk diperhatikan, karena hal ini mempunyai pengaruh yang cukup kuat terhadap keberhasilan pengelolaan sumberdaya hutan.
Lembaga Sosial Masyarakat, berperan dalam menumbuhkan kesadaran dan mendukung kehidupan sosial masyarakat sekitar hutan menjadi lebih kualitas. Lembaga Sosial Masyarakat berupa perkumpulan sosial di masyarakat, baik yang terbentuk secara alami maupun terbentuk karena program dari pihak di luar masyarakat.
Usaha Swasta berperan dalam menumbuhkan jiwa kewirausahaan, yang memiliki prinsip usaha untuk pemupukan modal. Keterlibatan pihak ini dalam PHBM akan mendukung kemajuan masyarakat dalam mengembangkan potensi alam dan potensi sumberdaya manusia untuk meningkatkan kehidupan ekonomi masyarakat sekitar hutan.
Lembaga Pendidikan memiliki peran dalam usaha pengembangan sumberdaya manusia, melakukan kajian dan transfer ilmu, pengetahuan dan teknologi pada masyarakat desa hutan, sehingga memiliki pengetahuan yang cukup dalam keterlibatannya pada PHBM.
Lembaga Donor, berperan untuk memberikan dukungan dana kepada masyarakat desa hutan dalam usaha keterlibatannya di PHBM. Kerjasama dengan Lembaga Donor akan menjadikan masyarakat dan Perum Perhutani memiliki kesempatan untuk mengoptimalkan berbagai potensi sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang dimilikinya. PHBM dilaksanakan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Perubahan pola pikir pada semua jajaran Perum Perhutani dari birokratis, sentralistik, kaku, menjadi fasilitator, fleksibel, akomodatif. b. Perencanaan partisipatif dan fleksibel sesuai dengan karakteristik wilayah. c.
Fleksibel, akomodatif, partisipatif dan kesadaran akan tanggung jawab sosial.
d. Keterbukaan, kebersamaan, saling memahami dan pembelajaran bersama. e.
Bersinergi dan terintegrasi dengan program-program Pemerintah Daerah.
f.
Pendekatan dan kerjasama kelembagaan dengan hak dan kewajiban yang jelas.
g. Peningkatan kesejahteraan masyarakat desa hutan. h.
Pemberdayaan masyarakat desa hutan secara berkesinambungan.
IV-153
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
i.
Mengembangkan dan meningkatkan usaha produktif menuju masyarakat mandiri dan hutan lestari.
j.
Supervisi, monitoring, evaluasi dan pelaporan bersama para pihak. Pelaksanaan PHBM di bidang pengelolaan hutan, meliputi program-program
sebagai berikut: a. Bidang Perencanaan
Penyusunan Perencanaan Petak Hutan Pangkuan secara partisipatif dengan melibatkan semua pihak terkait. Perencanaan meliputi rencana kelola wilayah hutan, rencana sosial, rencana kelembagaan, peningkatan sumberdaya manusia, peningkatan usaha ekonomi produktif masyarakat sekitar hutan.
Perencanaan disusun oleh LMDH, Perum Perhutani dan para pihak yang berkepentingan dengan pendekatan desa melalui kajian sumberdaya yang ada di masing-masing desa.
b. Bidang Pembinaan Sumberdaya Hutan
Persemaian, tanaman dan pemeliharaan dikerjasamakan dengan LMDH.
Pengkaderan mandor sebagai penyuluh PHBM PLUS.
Pembuatan pusat informasi dan komunikasi PHBM.
Pelatihan-pelatihan usaha produktif dan kewirausahaan untuk LMDH.
Pemberdayaan terhadap LMDH bersama dengan para pihak.
Mengaktifkan pola FGD (Focus Group Discussion = Diskusi Kelompok Terarah).
c.
Pembentukan site learning (lokasi pembelajaran) untuk PHBM.
Bidang Produksi
Alokasi bagi hasil untuk produksi kayu dan non-kayu, wisata, galian C, sampah, air, dan lainnya.
Pertisipasi LMDH dalam pengamanan hasil tebangan dan pengangkutan kayu dari hutan ke Tempat Penimbunan Kayu (TPK).
d. Bidang Pemasaran dan Industri
Pembentukan warung kayu untuk mempermudah masyarakat desa hutan dalam memperoleh kayu.
Membantu pasokan kayu untuk industri kecil yang dimiliki oleh LMDH.
Membantu teknologi bagi industri LMDH.
IV-154
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
e.
Membantu pengembangan pemasaran bagi industri LMDH.
Bidang Keamanan
LMDH berperan aktif dalam menjaga keamanan hutan.
LMDH bersama Perhutani melaksanakan patroli harian untuk mengatasi keamanan dan pengamanan hutan.
f.
Bidang Keuangan
Biaya PHBM PLUS minimal 10 % dari Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan.
Pendapatan perusahaan dari bagi hasil kegiatan PHBM di luar usaha pokok dikembalikan untuk mendukung kegiatan PHBM PLUS.
Memfasilitasi LMDH dalam memperoleh sumber modal dari pihak ketiga.
Memberikan bimbingan kepada LMDH dalam pengelolaan administrasi dan pemanfaatan keuangan.
g. Bidang Sumberdaya Manusia (Perhutani)
Penyiapan petugas PHBM yang proporsional dengan kualitas yang memadai.
Pembentukan Kelompok Kerja (Pokja) di tingkat Pusat, Unit dan KPH dengan melakukan pertemuan dan aktifitas yang intensif.
Pembangunan dan pengembangan training centre (pusat pelatihan) PHBM PLUS untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dengan metode partisipatif
yang
berbasis
community
development
(pembangunan
masyarakat). Kegiatan berbagi dalam PHBM ditujukan untuk meningkatkan nilai dan keberlanjutan fungsi serta manfaat sumberdaya hutan. Nilai dan proporsi berbagi dalam PHBM ditetapkan sesuai dengan nilai dan proporsi masukan faktor produksi yang dikontribusikan oleh masing-masing pihak. Ketentuan mengenai nilai dan proporsi berbagi dituangkan dalam perjanjian PHBM antara Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan atau Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan dengan pihak yang berkepentingan. (Sumber: http://www.cifor.org/lpf/docs/java/LPF_Flyer_PHBM.pdf, diakses tanggal 21 Juni 2012)
4.14
Analisis Kondisi DAS Berbicara tentang DAS tidak dapat terlepas dalam kaitannya dengan WS,
karena DAS merupakan bagian dari WS atau Wilayah Sungai. Berikut adalah
IV-155
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
inventarisasi aset utama wilayah sungai, permasalahan, dan usulan pola pengelolaan SDA: Tabel 4.118 Inventarisasi Beberapa Aset Utama Wilayah Sungai, Permasalahan dan Usulan Pola Pengelolaan SDA No
5
Aset WS
1
Hutan
2
Daerah Irigasi
3
Bendung dan Waduk Bening
4
Bendungan dan Waduk Sengguruh
Bendungan dan Waduk Sutami
Deskripsi Luas hutan di WS Kali Brantas adalah 1.097,29 km2 yang tersebar di 22% di DAS Brantas bagian hulu, 1,7 % di DAS Brantas bagian tengah, 27% di Sub DAS NgrowoNgasinan, 9,9% di Sub DAS Konto, 2,9% di Sub DAS Widas, 15% di DAS Brantas bagian hilir, 10,5% di DAS Kondang Merak, 2,3% di DAS Ringin Bandulan, dan 7,8% di DAS Tengah Luas total DI DAS Brantas 137.759 ha. Luas WS Kali Brantas 142.346 ha.
Bendungan T: 36 m, Tamp. Efektif: 28.4 juta m3, PLTA (0,65 MW), I/R (9.120 Ha), Umur ekonomis 50 tahun Bendungan T: 33 m, Tamp. Efektif: 2,5 juta m3, PLTA (14,4 MW), Umur ekonomis 50 tahun
Bendungan T: 100 m, Tamp. Efektif: 253 juta m3, PLTA (165 MW), I/R (34.000 ha), Pengendalian banjir (1.490 m3/s)
Permasalahan
Dampak
Usulan Pola Pengelolaan - Mencegah terjadinya pengurangan luas hutan lebih lanjut - Menambah fungsi hutan minimal 10% dari keadaan saat ini dengan melakukan penghijauan/rebo isasi
Berkurangnya luas hutan khususnya yang terbesar adalah di DAS Brantas bagian tengah sebesar 55,35%, di Sub DAS NgrowoNgasinan sebesar 13,6% dan di Sub DAS Konto berkurang sebesar 10,2% dari kondisi semula pada tahun 2004. Di Sub DAS lainnya luasnya hutan berkurang di bawah 10%
- Banjr - Tanah Longsor - Berkurangnya pasokan air tanah di hulu
- Kerusakan jaringan - Pengambilan air secara illegal dengan pompa seperti di Kediri -Efisiensi penggunaan air rendah - DI terkonsentrasi menjadi permukiman, industri, dan lainnya PLTM tidak beroperasi karena tampungan air terbatas
- Bagian hilir dari sistem jaringan irigasi tidak kebagian air - Pemakaian air sangat boros - Pengurangan wilayah DI
- Berkuranganya tampungan efektif menjadi 36,4% (pada tahun 2005) dari kondisi semula - Sedimentasi yang masuk ke waduk sangat tinggi
- Penurunan kapasitas pembangkitan - Terganggunya operasional PLTA
- Pengerukan sedimen di waduk - Pengendalian masuknya sampah dan eceng gondok di waduk
- Eutrofikasi di waduk - Berkurangnya tampungan efektif menjadi 57,7% dari kondisi semula (pada tahun 2004) akibat sedimentasi
- Banyak ikan mati dan bau busuk yang mengganggu - Pelayanan air ke pemanfaat kurang optimal
- Pengendalian pencemaran - Pengerukan di hulu waduk - Penataan greenbelt
Produksi listrik berkurang
- Pemeliharaan jaringan irigasi - Penertiban pengambilan air - Pengenakan dan implementasi sistem pertanian hemat air - Peningkatan peran petani dalam HIPPA - Penetapan lahan pertanian abadi Menambah tampungan waduk
Aspek
Prioritas
Konserv asi
- Menengah - Panjang
Penday agunaa n sumber daya
- Mendesak - Menengah
Penday agunaa n sumber daya air Penday agunaa n sumber daya air dan pengen dalian daya rusak air Penday agunaa n sumber daya air dan pengen dalian daya
Panjang
Mendesak
- Mendesak - Menengah
IV-156
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
No
Aset WS
Deskripsi
Permasalahan
Dampak
Usulan Pola Pengelolaan
Aspek
Prioritas
rusak air 6
Bendungan dan Waduk Lahor
Bendungan T: 74 m, Tamp. Efektif: 29,4 juta m3
- Berkurangnya tampungan efektif menjadi 85.2% dari kondisi semula (pada tahun 2002)
- Suplai air ke waduk sutami berkurang - Penurunan kemampuan pengendalian banjir
- Penataan greenbelt
7
Sungai Kali Brantas
Tanggul 16.388 m, parapet 6.600 m, lindungan tebing 117.959 m, panjang sungai 111 km
- Terdapatnya degradasi dasar sungai - Rusaknya bendungan
- Penertiban penambang pasir liar dan penegakan hukum - Perbaikan tebing longsor
8
Kali Surabaya
Panjang sungai 53,4 m, Lindungan tebing 1.630 m
- Terdapatnya sedimentasi - Pencemaran air - Banyaknya sampah
9
Kali Mas
Panjang sungai 11,37 km, lindungan tebing 6.760 m, parapet 2.400 m
- Sedimentasi - Pencemaran air dan banyak sampah
- Mempengaruhi sistem pemberian air untuk kepentingan irigasi daerah pertanian Warujayeng dan Turi Tunggorono - Bahaya banjir - Mempengaruhi suplai air minum dan air industri bagi kota Surabaya dan sekitarnya - Bahaya banjir - Mempengaruhi suplai air untuk kepentingan penggelontoran sedimen di sungai Mempengaruhi fungsi dari K.Mas sebagai drainase utama Kota Surabaya dan penggelontoran kota ke laut
10
Kali Widas
Sedimentasi
11
Kali Parit Agung
Panjang sungai 18 km, lebar dasar 25 m, tinggi 0,75-2 m, kapasitas maksimum 7,42 m3/detik Panjang saluran 24,4 km, lebar dasar 7-29 m, bentuk trapesium, kemiringan tepi saluran air 1:21:3,5 kapasitas maksimum 486 m3/detik
Sedimentasi
Mempengaruhi fungsi sebagai pengendali banjir dan pengembangan daerah irigasi - Mempengaruhi fungsi sebagai pengendali banjir dan masalah penggenangan air di Kota Tulungagung - Menghambat tujuan untuk memperbesar kapasitas
Penday agunaa n sumber daya air dan pengen dalian daya rusak air Pengen dalian daya rusak air
Mendesak
- Pengerukan sedimen - Mengurangi tingkat pencemaran sampah - Pengendalian pencemaran dengan memberikan kesadaan
Pengen dalian daya rusak air
Mendesak
- Pengerukan sedimen - Mengurangi tingkat pencemaran sampah - Pengendalian pencemaran melalui pembuatan IPAL Pengerukan sedimentasi
Pengen dalian daya rusak air
Mendesak
Pengen dalian daya rusak air
Menengah
Pengerukan sedimen
Pengen dalian daya rusak air
Menengah
Mendesak
IV-157
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
No
Aset WS
Deskripsi
Permasalahan
Usulan Pola Pengelolaan
Dampak
Aspek
Prioritas
Perbaikan tanggul
Pengen dalian daya rusak air
Mendesak
Diupayakan pembuatan groundsill
Pengen dalian daya rusak air
Mendesak
pengaliran Kali Ngrowo menjadi 60 m3/detik 12
Kali Dawir
Panjang 19,1 km
Gerusan air/scouring
13
Kali Konto
Panjang kali konto 70 km
Sayap sebelah kanan dan kiri gantung dan badan check dam dam (buffle concrete) hanyut karena gerusan air sehubungan dengan banjir
- Longsornya tanggul Kali Dawir Membahayakan penduduk sekitar bila terjadi banjir Degradasi dasar sungai
Sumber: Inventarisasi Aset Utama Wilayah Sungai, Permasalahan dan Usulan Pola Pengelolaan SDA
Sedangkan berikut ini adalah kondisi dan permasalahan dalam pola pengelolaan DAS dan beberapa skenario penanggulangan yang diarahkan: Tabel 4.119 Pola Pengelolaan DAS Aspek Perencanaan
Permasalahan a. Belum integratif, masih bersifat sektoral b. Proses penyusunannya kurang partisipatif. c. Tidak memiliki kekuatan hukum
Kelembagaan
Belum ada pembagian tugas dan fungsi kerja yang jelas dalam pengelolaan DAS a. Pelaksanaan di lapangan cenderung egosektoral. b. Kebijakan seringkali lebih mengarah pada kepentingan ekonomi c. Konservasi DAS masih menjadi tanggungjawah pemerintah a. Kebijakan tata ruang terkait pengendalian pemanfaatan ruang yang berubah mengikuti kondisi eksisting b. Pengawasan dan penertiban belum melibatkan masyarakat. c. Penertiban terhadap pelanggaran peraturan kurang dilaksanakan secara konsisten Publikasi data dan informasi tentang DAS masih terbatas.
Pelaksanaan
Pengendalian
Sistem Informasi Manajemen DAS (SIM DAS) Partisipasi Para Pihak/ Masyarakat
a. Keterlibatan masyarakat masih belum optimal. b. Pembagian peran, hak dan kewajiban para pihak belum jelas. Sumber: Hasil Analisis, Bappenas 2012
Skenario Penanggulangan a. Perencanaan dilakukan secara terpadu, dan memiliki tujuan bersama yang telah disepakati. b. Proses penyusunan rencana dilaksanakan secara partisipatif. c. Mempunyai kekuatan hukum. Kapasitas lembaga ditingkatkan dengan memperjelas tugas dan fungsi kerja lembaga tersebut. a. Kegiatan Pengelolaan DAS dilaksanakan secara terpadu b. Adanya komitmen Pemerintah dalam mengelola dan melestarikan DAS. c. Konservasi dan rehabilitasi DAS melibatkan seluruh pihak (Pemerintah, Swasta dan Masyarakat) a. Kebijakan tata ruang yang tegas dengan sanksi insentif dan disinsentif b. Pengawasan melibatkan masyarakat c. Penegakan hukum bisa berjalan dengan baik
Publikasi data dan informasi untuk setiap DAS tersedia secara lengkap. a. Terwujudnya partisipasi masyarakat pada berbagai tahapan penyelenggaraan pengelolaan DAS b. Terbangunnya kemitraan antar beberapa pihak yang memiliki kepentingan terhadap DAS
IV-158
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
4.15
Analisis SWOT dan Kelembagaan
A.
Analisis SWOT Analisis SWOT merupakan salah satu teknik untuk menginterpretasikan suatu wilayah
perencanaan, khususnya pada kondisi yang sangat kompleks dimana faktor eksternal dan internal mempunyai peranan yang saling berhubungan dan sama pentingnya. SWOT dapat dijabarkan menjadi strength (S), weakness (W), opportunity (O), threat (T). Strength
dan
weakness adalah faktor internal (dari dalam wilayah) sedangkan opportunity dan threat adalah faktor eksternal (dari luar wilayah). Berikut ini dijabarkan tentang pengertian dari masingmasing faktor tersebut:
S (strength/ kekuatan/ potensi) Keadaan yang dianggap sebagai kekuatan atau potensi dalam pengembangan wilayah perencanaan.
W (weakness/ kelemahan/ masalah) Keadaan yang dianggap sebagai kelemahan atau masalah dalam pengembangan wilayah perencanaan.
O (opportunity/ kesempatan/ peluang) Keadaan yang diartikan sebagai kesempatan dalam pengembangan Desa dengan menyelesaikan permasalahan di wilayah perencanaan terlebih dahulu.
T (threat/ ancaman/ hambatan) Keadaan yang berupa ancaman atau hambatan dari tiap sektor dan dianggap dapat menghambat perkembangan wilayah perencanaan
IV-159
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Tabel 4.120 Faktor pada SWOT Kajian DAS Brantas Faktor Internal
Strength DAS Brantas dapat memenuhi kebutuhan air pada musim kemarau dan masa yang akan datang Potensi pesisir (hilir) dimanfaatkan oleh para petani Potensi air dikelola secara optimal melalui PLTA Berpotensi untuk mendukung pengembangan sektor dan komoditas unggulan
Weakness Alih fungsi lahan terus terjadi dan menyebabkan berkurangnya luas hutan dan lahan pertanian pada DAS yang kemudian menyebabkan rentannya ketahanan air dan ketahanan pangan. Kebijakan yang dihasilkan seringkali mengabaikan aspek pembangunan berkelanjutan dan mementingkan kepentingan ekonomi. Rendahnya kesadaran dan partisipasi masyarakat dan lemahnya koordinasi dan fungsi kelembagaan Belum terpadunya kebijakan antar sektor dan antar wilayah dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan DAS
Faktor Eksternal Opportunity Threat Lahan kosong di sekitar daerah DAS Terdapat ancaman bencana erosi/ dapat dimanfaatkan untuk longsor di daerah DAS akibat penghijauan dalam rangka penurunan luasan hutan dan menunjang potensi DAS peningkatan luasan tanah non pertanian. Sektor-sektor yang berkembang di DAS seperti pertanian, perkebunan, Rawan terjadinya banjir di dan sebagainya, dapat menjadi kawasan DAS pada musim hujan sektor unggulan yang potensial Pertumbuhan penduduk berkembang pesat dan sebagian Kawasan pertanian dan perkebunan berpeluang untuk dijadikan objek penduduk masih dipengaruhi oleh agrowisata faktor kemiskinan Potensi air yang berlimpah memiliki Sebagian hak pengelolaan DAS sumberdaya air yang dapat diberikan kepada masyarakat dimanfaatkan untuk keperluan sehingga berpotensi semakin pembangkit listrik meningkatnya perubahan penggunaan lahan
Sumber: Hasil Analisis, Bappenas 2012
IV-160
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Tabel 4.121 Analisis SWOT Kajian DAS Brantas
Opportunity
Faktor Eksternal
Lahan kosong di sekitar daerah DAS dapat dimanfaatkan untuk penghijauan dalam rangka menunjang potensi DAS Sektor-sektor yang berkembang di DAS seperti pertanian, perkebunan, dan sebagainya, dapat menjadi sektor unggulan yang potensial Kawasan pertanian dan perkebunan berpeluang untuk dijadikan objek agrowisata Potensi air yang berlimpah memiliki sumberdaya air yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembangkit listrik
Faktor Internal Strength Weakness DAS Brantas dapat memenuhi kebutuhan air Alih fungsi lahan terus terjadi dan menyebabkan pada musim kemarau dan masa yang akan berkurangnya luas hutan dan lahan pertanian datang pada DAS yang kemudian menyebabkan rentannya ketahanan air dan ketahanan pangan. Potensi pesisir (hilir) dimanfaatkan oleh para petani Kebijakan yang dihasilkan seringkali mengabaikan aspek pembangunan berkelanjutan dan Potensi air dikelola secara optimal melalui PLTA mementingkan kepentingan ekonomi. Berpotensi untuk mendukung pengembangan Rendahnya kesadaran dan partisipasi masyarakat sektor dan komoditas unggulan dan lemahnya koordinasi dan fungsi kelembagaan Belum terpadunya kebijakan antar sektor dan antar wilayah dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan DAS Strategi SO Strategi WO Kebutuhan air dapat dipenuhi dengan menjaga Lahan kosong dapat segera dimanfaatkan untuk kuantitas dan kualitas air pada DAS kegiatan-kegiatan sektor unggulan yang sesuai untuk mencegah penggunaan lahan untuk kawasan Dengan meningkatkan ketersediaan air, potensi terbangun air dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembangkit listrik. Penggunaan lahan pada DAS juga dapat berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai obyek Untuk menekan laju perubahan penggunaan agrowisata sehingga dapat membantu lahan yang merusak DAS, lahan kosong yang meningkatkan pendapatan daerah tanpa merusak sesuai untuk kebutuhan pertanian di hilir DAS kelestarian DAS. dapat dimanfaatkan oleh para petani dan sekaligus berfungsi untuk menjaga ketahanan Perlu disepakati dengan jelas sektor-sektor yang pangan. dapat dikembangkan pada lahan DAS dan kelembagaan untuk pengelolaan DAS, disertai Ketahanan air dan ketahanan pangan pada dengan batasan hak dan kewajiban serta DAS dapat ditingkatkan juga dengan mekanisme koordinasi. mengembangkan sektor-sektor unggulan yang potensial dan tidak merusak kelestarian DAS Partisipasi masyarakat dapat ditingkatkan dengan mengikutsertakan masyarakat dalam pemanfaatan DAS untuk kepentingan konservasi
IV-161
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Threat
Terdapat ancaman bencana erosi/ longsor di daerah DAS akibat penurunan luasan hutan dan peningkatan luasan tanah non pertanian. Rawan terjadinya banjir di kawasan DAS pada musim hujan Pertumbuhan penduduk berkembang pesat dan sebagian penduduk masih dipengaruhi oleh faktor kemiskinan Sebagian hak pengelolaan DAS diberikan kepada masyarakat sehingga berpotensi semakin meningkatnya perubahan penggunaan lahan
Strategi ST Potensi air yang berlimpah dimanfaatkan untuk kepentingan lain yang menguntungkan seperti untuk pembangkit listrik, sehingga dapat mengurangi resiko banjir Peningkatan ekonomi penduduk di DAS dapat dilakukan dengan mengoptimalkan lahan yang dapat digunakan untuk pengembangan sektor unggulan. Penguatan fungsi petani dan perluasan lahan untuk kegiatan pertanian pada hilir DAS untuk mengurangi penggunaan lahan yang dapat merusak DAS Penambahan luasan lahan hijau seperti pertanian dan kehutanan untuk meningkatkan ketersediaan air dalam rangka menjaga ketahanan air
Strategi WT Menekan laju erosi dengan mencegah alih fungsi lahan pertanian ke lahan non pertanian Diperlukan peraturan yang memiliki kekuatan hukum yang mengatur perubahan penggunaan lahan dan diperlukan kebijakan terkait distribusi jumlah penduduk dan pengembangan sektor unggulan pada DAS Masyarakat perlu diikutsertakan dalam pengelolaan DAS, sehingga kesadaran masyarakat akan lingkungan dapat bertambah Diperlukan kebijakan yang mengatur pembagian hak dan kewajiban yang jelas dan tegas dari masing-masing stakeholder yang berkepentingan terhadap DAS
Sumber: Hasil Analisis, Bappenas 2012
IV-162
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
B.
Analisis Kelembagaan Pengelolaan DAS terpadu mensyaratkan keterpaduan antara sektor, multi
disiplin dan keterpaduan wilayah (hulu sampai hilir). Beragamnya stakeholders yang terlibat dan berbagai kepentingan yang berbeda menjadi tantangan tersendiri dalam pengelolaan DAS terpadu, oleh karena itu diperlukan suatu kelembagaan untuk mengatur perilaku seluruh stakeholder agar bersepakat untuk bersama-sama mewujudkan pengelolaan DAS secara berkelanjutan. Saat ini ada beberapa lembaga yang sudah dirintis dalam pengelolaan DAS, baik yang dibentuk oleh institusi pemerintah maupun non pemerintah/LSM, namun lembaga yang ada tersebut tidak seluruhnya telah mencapai hasil yang diharapkan. Dalam hal ini, perlu diidentifikasi terlebih dahulu berbagai pihak yang terkait dalam pengelolaan, pemanfaatan, pengendalian DAS, untuk selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan pemangku kepentingan dan fungsi kelembagaan. Dengan demikian, nantinya dapat dihasilkan berbagai rekomendasi untuk meningkatkan kinerja kelembagaan dan koordinasi antar stakeholder dalam pengelolaan, pemanfaatan dan pengendalian DAS. 1) Identifikasi Stakeholder DAS dalam kenyataannya dikelola dan dimanfaatkan oleh banyak pihak (multistakeholders). Pihak-pihak tersebut adalah: a. Lembaga pemerintah: Unsur Legislatif, Yudikatif, Badan Ketahanan Pangan, Departemen Kehutanan, Departemen PU, Bappenas, Departemen ESDM, Departemen/Dinas Pertanian, Departemen/Dinas Perikanan dan Kelautan, Departemen/Dinas Pengairan/Sumber Daya Air, Departemen Kesehatan, Badan Lingkungan
Hidup, Badan
Pertanahan,
Pemerintah Provinsi,
Pemerintah
Kabupaten/Kota, Dinas Pariwisata, BPDAS Brantas, BBWS Brantas b. BUMN/BUMD: PLN, PDAM, Perum Perhutani, Perum Jasa Tirta c.
Lembaga non pemerintah: Swasta, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Lembaga Donor, Lembaga Penelitian, Perguruan Tinggi
d. Pihak lainnya: Masyarakat, Petani, Nelayan, Penambang Pasir Masing-masing pihak mempunyai kepentingan yang berbeda. Sehingga terkadang menghasilkan kebijakan yang tidak sinkron antara satu sama lain. Dengan demikian, diperlukan kejelasan fungsi dari masing-masing stakeholder yang ada. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada gambar berikut ini:
IV-163
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
LEMBAGA PEMERINTAH
REGULATOR
DEVELOPER
SWASTA PROYEK PEMERINTAH PEKERJAAN BUMN/BUMD
KOORDINASI
BPDAS BBWS PJT MASYARAKAT
OPERATOR
USER/PUBLIK
LSM PERGURUAN TINGGI LEMBAGA PENELITIAN PIHAK LAINNYA
Sumber: Hasil Analisis, Bappenas 2012
Gambar 4.57 Kolaboratif Multistakeholder dalam Kepentingan DAS
2) Klasifikasi Pemangku Kepentingan Sundawati dan Sanudin (2009) mengelompokkan stakeholder berdasarkan kemanfaatan terhadap program/kegiatan, yaitu sebagai berikut:
pemangku kepentingan primer (utama)
pemangku kepentingan sekunder (pendukung)
pemangku kepentingan kunci Dengan demikian, bila dikelompokan berdasarkan klasifikasi di atas, maka
stakeholder yang berkepentingan terhadap DAS dikelompokkan sebagai berikut:
IV-164
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Tabel 4.122 Pemangku Kepentingan No 1
Pemangku Kepentingan Pemangku Kepentingan Primer (Utama)
2 Pemangku Kepentingan Sekunder 3 Pemangku Kepentingan Kunci Sumber: Hasil Analisis, Bappenas, 2012
Pihak Terkait/Stakeholder Badan Lingkungan Hidup Badan Pertanahan Badan Ketahanan Pangan Departemen PU Bappenas Departemen ESDM Departemen/Dinas Pertanian Departemen/Dinas Perikanan dan Kelautan Departemen Kehutanan Dinas Pariwisata PLN PDAM Swasta LSM Lembaga Donor Lembaga Penelitian Perguruan Tinggi Penambang Pasir Petani Nelayan BPDAS Brantas BBWS Brantas Legislatif dan Yudikatif Pemerintah Provinsi Pemerintah Kabupaten/Kota Masyarakat Perum Jasa Tirta Perum Perhutani
3) Analisis Fungsi Kelembagaan Untuk mengatur dan mengarahkan perilaku stakeholders yang terlibat dalam pengelolaan DAS perlu suatu kelembagaan. Menurut Soekanto (1999), fungsi kelembagaan adalah: 1) sebagai pedoman bagi masyarakat untuk bertingkah laku, 2) menjaga keutuhan masyarakat dan 3) sebagai sistem pengendalian sosial (social control), artinya sistem pengawasan dari masyarakat terhadap tingkah laku anggotanya. Berikut ini fungsi kelembagaan/stakeholder yang memiliki kepentingan terhadap DAS:
IV-165
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Tabel 4. 123 Fungsi Kelembagaan No 1
Pihak Terkait/Stakeholder Legislatif dan Yudikatif
2
Badan Ketahanan Pangan
3
Departemen Kehutanan
4
Departemen PU
5
Bappenas
6
Departemen ESDM
7
Departemen/Dinas Pertanian
8 9
Departemen/Dinas Perikanan dan Kelautan Badan Lingkungan Hidup
10
Badan Pertanahan
11
Pemerintah Provinsi
12
Pemerintah Kabupaten/Kota
13
Dinas Pariwisata
14
BPDAS Brantas
15
BBWS Brantas
16 17
PLN PDAM
18
Perum Perhutani
19
Perum Jasa Tirta
20 21
Swasta LSM
22
Lembaga Donor
23 24
Lembaga Penelitian Perguruan Tinggi
25 26
Masyarakat Petani
27
Nelayan
28 Penambang Pasir Sumber: Hasil Analisis, Bappenas, 2012
Fungsi Kelembagaan/Pihak Terkait Kepentingan Terhadap DAS Mengawasi dan menindaklanjuti penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan pemanfaatan, pengelolaan, pengendalian DAS. Mengatur kebijakan terkait ketahanan dan keamanan pangan dengan meninjau kebutuhan pangan dan kesediaan pangan pada sumberdaya di DAS. Mengelola lahan kehutanan untuk fungsi tertentu dengan mengatur prosentase kebutuhan minimal lahan kehutanan pada suatu DAS. Membangun berbagai sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk pembangunan pada lahan DAS Melakukan penelitian-penelitian terhadap DAS sebagai landasan dalam menyusun arahan perencanaan pembangunan. Melakukan tinjauan terhadap potensi-potensi energi dan mineral dari sumberdaya yang ada pada lahan DAS, sebagai landasan dalam menyusun perencanaan sektoral terkait. Mengelola lahan-lahan pertanian yang ada pada suatu DAS dalam rangka menjaga keberlanjutan pangan Mengelola perairan pada DAS untuk kepentingan sektor perikanan dan kelautan Melakukan penelitian-penelitian terhadap DAS sebagai landasan dalam menyusun arahan perencanaan pembangunan. Mengelola tanah yang terdapat pada lahan DAS sesuai dengan kesesuaian lahan, perizinan terkait kepemilikan dan peruntukkan lahan. Menyusun rencana-rencana terkait DAS dengan memperhatikan keterpaduan rencana di daerah Menyusun rencana terkait DAS dengan memperhatikan pembangunan berkelanjutan Menyusun rencana terkait untuk kepentingan pariwisata pada lahan DAS Melakukan tinjauan terhadap aspek-aspek pada DAS, dan menyusun profil statistik DAS dan rencana terkait DAS Melakukan tinjauan terhadap aspek-aspek pada WS dan menyusun rencana terkait WS Mengelola sumberdaya air untuk meningkatkan produksi listrik Mengelola sumberdaya air untuk meningkatkan produksi air bersih Mengidentifikasi lahan-lahan kritis dan mengelola lahan kehutanan pada DAS Mengelola WS dan DAS dengan menyusun perencanaan dan melaksanakan program-program terkait DAS Memanfaatkan sumberdaya DAS untuk kepentingan tertentu Melakukan penelitian dan melaksanakan program-program terkait DAS Melakukan penelitian dan melaksanakan program-program terkait DAS Melakukan penelitian terkait DAS Melakukan penelitian dan melaksanakan program-program terkait DAS Memanfaatkan sumberdaya DAS untuk memenuhi kebutuhan hidup Memanfaatkan sumberdaya DAS untuk kepentingan sektor pertanian dan perkebunan Memanfaatkan sumberdaya DAS untuk kepentingan sektor perikanan Melakukan penambangan pasir pada lahan DAS
IV-166
5 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
BAB V KESIMPULAN DAN INDIKASI PROGRAM 5.1
Kesimpulan Berikut adalah beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari Kajian Analisa
Perubahan Penggunaan Lahan di Ekosistem DAS dalam Menunjang Ketahanan Air dan Ketahanan Pangan: a.
Terdapat perubahan penggunaan lahan di DAS Brantas tahun 2006-2012 yaitu dari lahan sawah menjadi permukiman terutama di Kota Surabaya, Kabupaten Malang, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Pasuruan dan Kabupaten Blitar seluas kurang lebih 3.028,30 Ha. Perubahan dari hutan menjadi ladang dan kebun seluas 4.188,54 Ha di Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Blitar dan Kabupaten Malang.
b.
Kemampuan tanah di DAS Brantas dalam meloloskan air (permeabilitas tanah) pada umumnya lambat - agak lambat kurang lebih 0,5 – 2,0 cm/jam, sehingga air hujan yang turun sebagian akan menjadi limpasan permukaan.
c.
Besarnya erosi yang terjadi di DAS Brantas berdasarkan hasil analisis mencapai 11,81 ton/ha/tahun atau sebesar 14.349.508,91ton/tahun. Berdasarkan kriteria nilai toleransi erosi yang dikeluarkan oleh Hardjowigeno (1992) erosi tersebut masih dalam batas yang normal (2,5 – 12,5 ton/ha/tahun). Sub DAS yang mengalami erosi tinggi adalah Sub DAS Jari, Sub DAS Bangkok, Sub DAS Lemon, Sub DAS Manis, Sub DAS Pandansari dan Sub DAS Tiko.
d.
Hasil analisis sedimentasi yang terjadi di DAS Brantas dengan nilai nisbah pelepasan sedimen (SDR) 0,29 adalah sebesar 4.107.931,59 ton/tahun.
e.
Ketersediaan air hujan rata-rata di DAS Brantas adalah sebesar 21.893,79 juta m3/tahun. Ketersediaan debit aliran sungai pada sungai utama yaitu sebesar 7.158,701 juta m3/tahun. Jumlah tampungan permukaan yang ada di DAS Brantas adalah 8 buah tampungan permukaan buatan. Delapan tampungan permukaan tersebut mempunyai kapasitas total sebesar 319,510 juta m3. Di DAS
V-1
5 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Brantas terdapat 7 cekungan air tanah dengan total potensi sebesar 7.582,000 juta m3/tahun. Sedangkan total ketersediaan mata air (spring water) yang ada di DAS Brantas berjumlah 1.597 buah dengan volume 881,431 juta m3/tahun. Besarnya ketersediaan air total di DAS Brantas adalah 30.917,362 juta m3/tahun, dengan proyeksi ketersediaan air total untuk tahun 2015 adalah 30.810,781 juta m3/tahun. f.
DAS Brantas dengan jumlah penduduk 14.997.083 jiwa memiliki tingkat kebutuhan air domestik sebesar 917,16 juta m3/tahun. Besarnya kebutuhan air di sektor pertanian yang meliputi kebutuhan air untuk irigasi, peternakan, dan perikanan adalah sebesar 7.498,21 juta m3/tahun. Jumlah industri yang ada di DAS Brantas adalah 53 industri besar dengan total kebutuhan air diduga sebesar 1,89 juta m3/tahun. Besarnya kebutuhan air total yang ada di DAS Brantas adalah 8.417,26 juta m3/tahun, dengan proyeksi kebutuhan air total untuk tahun 2015 adalah 8.705,91 juta m3/tahun.
g. Proyeksi kebutuhan air di DAS Brantas sampai dengan tahun 2015 yang diakomodasikan dengan neraca ketersediaan dan kebutuhan air, memberikan hasil bahwa jumlah air yang tersedia mengalami surplus untuk memenuhi kebutuhan air pada tahun tersebut dengan selisih sebesar 22.104,87 juta m3/tahun. Hal tersebut dikarenakan ketersedian air hujan dan air tanah yang melimpah pada DAS Brantas dan hasil analisis neraca air untuk setahun. Apabila analisis neraca air dibuat per periode musim maka akan terjadi defisit air pada musim kemarau di tambah tren penurunan ketersediaan air pada tiap tahunnya serta terlihat trend penurunan ketersediaan air dari tahun 2012 - 2015 yaitu sebesar 106,581 juta m3. h. Jumlah air yang tersedia di keseluruhan DAS Brantas mengalami surplus untuk memenuhi kebutuhan air pada tahun 2015 dengan selisih sebesar 22.104,87 juta m3/tahun. Pada musim penghujan, terjadi surplus air sebesar 20.889,40 juta m3/tahun yaitu pada bulan Januari, Februari, Maret, April dan Desember. Sedangkan secara umum pada musim kemarau masih terjadi surplus air namun dengan selisih yang lebih kecil yaitu sebesar 1.215,47 juta m3/tahun yaitu pada bulan Mei, Juni, Juli, Agustus, September dan Oktober. Untuk bulan Oktober terjadi defisit air antara kebutuhan dan ketersediaan sebesar 319,19 juta m3. i.
Jumlah total produksi padi di kawasan DAS Brantas dalam kurun waktu tahun 2006 - 2011 menunjukkan trend pertumbuhan yang bervariasi. Pada tahun
V-2
5 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
2006 sampai 2010 pertumbuhan mengalami peningkatan dan mangalami penurunan pada tahun 2011, sedangkan konsumsi beras penduduknya menunjukkan trend pertumbuhan yang selalu meningkat dari tahun ke tahun. j.
Laju pertumbuhan penduduk yang terus berlangsung di kawasan DAS Brantas berpengaruh pada tingginya alih fungsi lahan dalam hal ini adalah lahan sawah. Sejak tahun 2006 - 2012 telah terjadi alih fungsi lahan sawah irigasi seluas 3.028,28 Ha dan sawah tadah hujan seluas 1.209,77 Ha.
k. Secara umum di kawasan DAS Brantas pada kurun waktu tahun 2006 - 2011 tidak terjadi keseimbangan produksi - konsumsi bahan makanan pokok beras. l.
Diprediksikan pada tahun 2016 nilai keseimbangan produksi - konsumsi bahan pangan pokok beras tetap dalam kondisi minus atau tetap mengalami kekurangan beras, yaitu sebesar 0,84.
m. Daya dukung lahan pertanian mengalami penurunan. Skor daya dukung lahan secara keseluruhan di tahun 2006 dan 2011 berada dikisaran 0,05. n. Dalam konteks tata ruang, perubahan penggunaan lahan di ekosistem DAS ini dapat disebabkan oleh ketidaktetapan RTRW sebagai peraturan yang mengatur ruang wilayah kabupaten/kota bersangkutan. RTRW seharusnya menjadi variabel tetap yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam pengendalian pemanfaatan ruang, sedangkan pada kenyataannya RTRW justru menyesuaikan mengikuti keadaan (bersifat adjustment). Selain itu, masih terdapat kabupaten/kota yang belum menjadikan DAS Brantas sebagai main concern dalam perencanaan tata ruangnya. o. Diperlukan perencanaan, pengelolaan dan pengendalian terhadap DAS, dengan mempertimbangkan berbagai aspek di dalamnya secara integratif dan komprehensif.
5.2
Rekomendasi Dari kesimpulan mengenai hasil kajian di atas, maka secara umum berikut
disampaikan beberapa rekomendasi yang dapat dilaksanakan: a.
Pengelolaan DAS untuk ke depannya mengacu kepada Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2012 untuk menjaga keseimbangan lahan dan air yang terintegrasi dan membentuk suatu ekosistem DAS yang utuh.
b.
Perlu pengendalian perubahan penggunaan lahan sawah irigasi menjadi permukiman terutama di daerah-daerah padat penduduk, melalui penyusunan
V-3
5 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
peraturan yang mengatur tentang batasan-batasan penggunaan lahan dalam bentuk peraturan zonasi untuk menjaga keseimbangan antara lahan terbangun dan tidak terbangun. Untuk itu, perlu dilakukan pemetaan potensi lahan yang bisa dikembangkan menjadi lahan sawah di DAS Brantas yang sesuai dengan kriteria penggunaan lahan sawah tanpa mengurangi luas hutan. c.
Kebijakan pengendalian alih fungsi lahan pertanian harus benar-benar terintegrasi dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang tegas dan konsisten. Harmonisasi penataan ruang dengan pengelolaan DAS sangat diperlukan sebagai antisipasi dari perubahan iklim yang terjadi sehingga penyusunan RTRW sebagai Peraturan Daerah (Perda) haruslah mengacu pada prinsip konservasi tanah dan air.
d.
Selain kebijakan zonasi atau batasan pemanfaatan lahan tertentu, diperlukan juga berbagai macam kebijakan dalam kaitannya dengan pengambilan air untuk usaha industri dan pengolahan air limbah untuk menjaga kualitas air yang menjadi buangannya.
e.
Perlu dilakukan konservasi secara agronomis dengan menggunakan vegetasi penutup. Perlunya diaktifkan dan digalakkan kegiatan penyuluhan kepada masyarakat oleh pemerintah (DAS Brantas seperti Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Brantas (Kemen PU), Perum Jasa Tirta I, BP DAS Brantas (Kemenhut), dan Dinas PU Pengairan Provinsi Jawa Timur sehingga dapat meningkatkan peran serta masyarakat dalam upaya konservasi tanah dan air, misalnya dengan penanaman hutan kembali atau reboisasi, Program GNKPA dan lain-lain.
f.
Pembangunan
masyarakat
pedesaan/petani
perlu
diarahkan
kepada
penciptaan sektor pertanian sebagai lapangan usaha yang menarik, sehingga alih fungsi lahan pertanian ke non-pertanian dapat dicegah secara alamiah. Pemerintah memberikan penjaminan harga untuk produk pertanian. g.
Besarnya laju erosi dan sedimentasi menyebabkan berkurangnya kapasitas tampungan waduk. Untuk itu perlu dibangun bangunan pengendali sedimen misalnya sabo dam atau check dam yang lebih banyak khususnya di daerah hulu yang memiliki tingkat erosi lahan yang tinggi.
V-4
5 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
h.
Untuk mengatasi defisit air di musim kemarau diperlukan penyusunan Pola Operasi Waduk dan Alokasi Air (POWAA) yang ada di DAS Brantas pada masing-masing musim, yaitu POWAA pada musim penghujan dan POWAA pada musim kemarau. POWAA ini disusun oleh instansi pemerintah selaku pengelola alokasi air di DAS Brantas yaitu Dinas PU Pengairan Provinsi Jawa Timur, Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Brantas, dan Perum Jasa Tirta I. Pembagian alokasi air dengan melihat sebaran Daerah Irigasi (DI) pada DAS Brantas baik di tingkat pusat, provinsi maupun kabupaten.
i.
Proyek Pengembangan Air tanah (P2AT) Brantas serta Dinas Pengairan masingmasing kabupaten disarankan untuk melakukan pengembangan potensi air tanah lebih lanjut guna menunjang pemenuhan kebutuhan air pada masa yang akan datang di DAS Brantas.
j.
Pembuatan Sistem Informasi Manajemen DAS terkait sumber daya tanah dan sumber daya air yang akurat dengan pembaharuan secara periodik yang mencakup seluruh informasi terkait. Hal ini sangat diperlukan untuk menyusun dan menentukan kebijakan dalam pengelolaan DAS pada saat ini maupun pada masa yang akan datang.
k.
Dalam pengelolaan DAS diperlukan pembagian tugas dan wewenang yang jelas. Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Pusat dalam koordinasinya harus mengacu pada prinsip “One Watershed, One Management, One Plan”. DAS Brantas bukan merupakan DAS lintas provinsi sehingga seharusnya Pemerintah Provinsi bisa menjadi leading sector dalam melakukan koordinasi berkala di daerah yang dilintasi oleh DAS Brantas. Hal ini perlu dilakukan agar proses perencanaan, pengembangan dan pengelolaan sumber daya air dapat berjalan utuh, seiring dan searah dalam semua tingkat tahapan dan pelaksanaan. Sebagai langkah awal, koordinasi diupayakan dengan mengadakan forum dialog internal terkait dengan isu-isu lingkungan yang sedang menjadi tren di DAS Brantas yang melibatkan stakeholder hulu, tengah dan hilir DAS.
l.
Diperlukan pengendalian dalam pengelolaan DAS dengan membatasi hak-hak pengelolaan/pemanfaatan/dan sebagainya melalui transfer of development rights atau property rights oleh pemerintah, untuk membagi hak-hak mana saja yang diperkenankan kepada masyarakat terkait keikutsertaannya dalam pengelolaan DAS.
V-5
5 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
m. Disarankan untuk menyusun Peraturan Daerah Rencana Pengelolaan DAS Terpadu yang selaras dengan tata ruang dan difasilitasi oleh Bappeda provinsi Jawa Timur. Tim penyusun Perda melibatkan unsur-unsur dari Forum DAS, Balai Pengelolaan DAS, Balai Besar Wilayah Sungai, Perum Jasa Tirta, Perum Perhutani, SKPD terkait di provinsi dan kabupaten/kota, serta perwakilan masyarakat. n.
Pada
setiap
rencana
kawasan
terbangun
dengan
fungsi
perumahan,
perdagangan-jasa, industri, dan berbagai peruntukan lainnya, maka harus ditetapkan besaran dan/atau luasan ruang setiap zona dan fungsi utama zona tersebut. o.
Pada setiap kawasan perkotaan harus mengupayakan untuk mengefisienkan fungsi ruang untuk kawasan terbangun melalui arahan bangunan vertikal sesuai kondisi masing-masing ibukota kecamatan dengan tetap menjaga harmonisasi intensitas ruang yang ada
p.
Pada lahan pertanian yang telah ditetapkan sebagai lahan pangan abadi harus tetap dilindungi dan tidak dilakukan alih fungsi
q.
Perubahan fungsi sawah ini hanya diijinkan pada kawasan perkotaan dengan perubahan maksimum 50% dan sebelum dilakukan perubahan atau alih fungsi harus sudah dilakukan peningkatan fungsi irigasi setengah teknis atau sederhana menjadi teknis dua kali luas sawah yang akan dialihfungsikan dalam pelayanan irigasi yang sama. Selain itu, pada kawasan perdesaan alih fungsi sawah diijinkan hanya pada sepanjang jalan utama (arteri, kolektor, lokal primer), dengan besaran perubahan maksimum 20% dari luasan sawah yang ada, dan harus dilakukan peningkatan irigasi setengah teknis atau sederhana menjadi irigasi teknis, setidaknya dua kali luasan area yang akan diubah dalam pelayanan irigasi yang sama.
r.
Penambahan fungsi tertentu pada suatu zona tidak dilakukan untuk fungsi yang bertentangan, misalnya permukiman dengan industri polutan
s.
Kawasan yang telah ditetapkan sebagai bagian dari RTH harus tetap dilindungi sesuai dengan fungsi RTH masing-masing, dan tidak dilakukan alih fungsi.
V-6
5 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
t.
Kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan terbuka hijau tetapi bukan sebagai bagian dari RTH di kawasan perkotaan (misalnya tegalan di tengah kawasan perkotaan) pada dasarnya boleh dilakukan alih fungsi untuk kawasan terbangun dengan catatan komposisi atau perbandingan antara kawasan terbangun dan tidak terbangun masih sesuai dengan rencana tata ruang kawasan pada kabupaten dan kota masing-masing.
u.
Di dalam kawasan perlindungan setempat (kawasan sempadan sungai), dilarang melakukan kegiatan budidaya, kecuali bangunan yang dimaksudkan untuk pengelolaan badan air dan/atau pemanfaatan air. kegiatan terbangun tersebut dilakukan paling sedikit 5 meter dari kaki tanggul sebelah luar (untuk sungai bertanggul) dan 50-100 meter dari tepi sungai (untuk sungai tidak bertanggul). Dan kepentingan lain selama masih menunjang fungsi lindung seperti wisata alam, jogging track tepi sungai dengan ditata secara menarik.
v.
Dengan tetap memperhatikan fungsi lindung kawasan yang bersangkutan, di dalam kawasan lindung dapat dilakukan penelitian eksplorasi mineral dan air tanah, serta kegiatan lain seperti: pariwisata dan lain-lain yang berkaitan dengan pencegahan bencana alam.
w. Kegiatan budidaya yang sudah ada di kawasan lindung dikenakan ketentuanketentuan yang berlaku sebagimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. x.
Untuk menjamin kesesuaian pengembangan kegiatan dengan rencana yang ada, setiap kegiatan perlu mendapatkan ijin kesesuaian lokasi dari instansi yang bersangkutan, sehingga diperlukan ketegasan dan komitmen yang kuat dari pemerintah yang bersangkutan untuk menjaga lingkungan dalam rangka ketahanan air dan ketahanan pangan.
y.
Diperlukan penyusunan Peraturan Daerah tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan pada daerah-daerah yang termasuk ke dalam bagian DAS, agar pengendalian terhadap alih fungsi lahan pertanian pangan berkelanjutan di DAS Brantas menjadi lebih terkontrol dengan mekanisme pengendalian yang lebih jelas, dan keberlanjutan lahan pertanian pangan menjadi lebih terjamin. Sebagai contoh, pada Perda Provinsi DI Yogyakarta Nomor 10 Tahun 2011 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, memuat beberapa hal penting, seperti:
V-7
5 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Pemerintah Daerah melalui Dinas menyusun Program Kegiatan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan pada kawasan, lahan dan cadangan lahan pertanian pangan berkelanjutan
Pemerintah Daerah menetapkan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dalam Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah Daerah
Pemerintah Daerah melakukan pengembangan terhadap Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan melalui optimasi lahan pangan yaitu intensifikasi, ekstensifikasi, dan diversifikasi lahan pertanian tanaman pangan
Pemerintah Daerah mengembangkan cadangan lahan pertanian pangan berkelanjutan terhadap lahan marginal, lahan terlantar, dan lahan di bawah tegakan tanaman tahunan
Setiap pemilik lahan pertanian pangan berkelanjutan berkewajiban memanfaatkan lahan untuk kepentingan pertanian pangan
Pemerintah Daerah dan Pemerintah Kabupaten secara bersama-sama menjaga konservasi lahan dan air
Pemerintah
Daerah
dan/atau
Pemerintah
Kabupaten
berkewajiban
melakukan pembinaan kepada setiap orang yang terikat dengan pemanfaatan lahan pertanian pangan berkelanjutan
Pengendalian Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dilakukan secara terkoordinasi antara Pemerintah Daerah dan Pemerintah Kabupaten
Pengendalian Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dilakukan melalui insentif pengendalian alih fungsi.
Larangan
alihfungsi
dikecualikan
terhadap
pengalihfungsian
lahan
pertanian pangan berkelanjutan oleh Pemerintah Daerah dalam rangka pengadaan tanah untuk kepentingan umum atau bencana alam
Apabila lahan pertanian pangan berkelanjutan yang dimiliki petani hanya satu-satunya dan akan digunakan untuk rumah tinggal maka hanya boleh dialihfungsikan paling banyak 300 m2.
V-8
5 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Pengadaan
tanah
untuk
kepentingan
umum
yang
mengakibatkan
beralihfungsinya lahan pertanian pangan berkelanjutan harus memenuhi persyaratan memiliki kajian kelayakan strategis, mempunyai rencana alih fungsi lahan, pembebasan kepemilikan hak atas tanah, dan ketersediaan lahan pengganti terhadap Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang dialihfungsikan
Pengalihfungsian lahan pertanian pangan berkelanjutan terhadap lahan yang dimiliki oleh masyarakat wajib diberikan kompensasi
Pemerintah Daerah melakukan pengawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan
Pemerintah Daerah berkewajiban melindungi dan memberdayakan petani, kelompok petani, koperasi petani dan asosiasi petani
Masyarakat berperan serta dalam perlindungan Kawasan dan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dengan difasilitasi oleh pemerintah baik pusat maupun daerah.
5.3
Indikasi Program Garis besar mengenai program-program yang terkait dengan kajian ini yang
perlu diprioritaskan dapat dilihat pada tabel berikut ini:
V-9
5 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN Tabel 5. 1 Indikasi Program No. 1.
Aspek Perencanaan
Arahan Menyusun terkait
Menyusun zonasi
Program
peraturan
rencana
Menyusun rencana DAS yang mempertimbangkan lintas sektoral dan lintas
Menyusun peraturan perundangundangan tentang ketentuan perlindungan tanah produktif, baik dalam bentuk Peraturan Presiden, Peraturan Pemerintah maupun Undang-undang. Pembentukan SOP dan komisi pengendalian pengelolaan DAS Brantas Menetapkan zonasi tanah-tanah pertanian yang dilindungi, misalnya sawah perlindungan abadi, sawah konversi terbatas, dan sawah konversi. Pemanfaatan suatu wilayah direncanakan dengan mempertimbangkan kesesuaian dan kemampuan lahan yang ada sehingga lahan tersebut dapat secara berkelanjutan menjadi sumber penghidupan masyarakat tanpa merusak lingkungan. Menjaga konsistensi dan kontinuitas implementasi RTRW sebagai dokumen yang memuat pedoman dalam pengendalian pemanfaatan ruang. Mengintegrasikan rencana-rencana dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Tahapan/ Prioritas Pelaksanaan I II III IV √
Tingkat nasional
Pelaksana (Penanggunjawab Kegiatan) Pemerintah Pusat
Tingkat nasional
Pemerintah Pusat
√
Tingkat Provinsi Tingkat kabupaten/ kota
Pemerintah Daerah
√
Tingkat nasional Tingkat Provinsi Tingkat kabupaten/ kota
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
√
Tingkat Provinsi Tingkat kabupaten/ kota
Pemerintah Daerah
√
Tingkat nasional Tingkat Provinsi Tingkat kabupaten/ kota
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
√
Lokasi
V-10
5 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN No.
2.
Aspek
Kelembagaan
Arahan
Program
Lokasi
batas administrasi secara terpadu
Penyusunan rencana DAS harus mengacu kepada PP Nomor 37 Tahun 2012
Tingkat nasional Tingkat Provinsi Tingkat kabupaten/ kota Tingkat nasional Tingkat Provinsi Tingkat kabupaten/ kota Tingkat nasional Tingkat Provinsi Tingkat kabupaten/ kota Tingkat nasional Tingkat Provinsi Tingkat kabupaten/ kota Tingkat nasional Tingkat Provinsi Tingkat kabupaten/ kota
Penguatan dan Peningkatan kapasitas SDM kelembagaan
Membentuk organisasi/kelembagaan Peningkatan komitmen kelembagaan
3.
Pelaksanaan
Memperkecil peluang terjadinya alih fungsi lahan dengan
Penyusunan kebijakan terkait pengambilan air dan kebijakan terkait pembuangan air limbah pada DAS Peningkatan kapasitas kelembagaan terkait Optimalisasi fungsi/kinerja forum DAS Brantas sebagai fasilitator dan dinamisator pengelolaan DAS Brantas Penyusunan alur mekanisme yang jelas dalam hal koordinasi antar lembaga. Koordinasi didasarkan pada prinsip One Watershed, One Management, One Plan Membentuk Komisi Pengendali Tanah Sawah dengan keputusan kepala daerah yang bersangkutan Meningkatkan komitmen pemerintah dalam mengelola dan melestarikan DAS dengan tidak mengarahkan rencana-rencana yang dihasilkan hanya untuk kepentingan ekonomi Menekan laju pertumbuhan penduduk untuk mencegah peningkatan tren perubahaan penggunaan lahan.
Pelaksana (Penanggunjawab Kegiatan) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
Tahapan/ Prioritas Pelaksanaan I II III IV √
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
√
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
√
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
√
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
Tingkat nasional Tingkat Provinsi Tingkat kabupaten/ kota Tingkat nasional Tingkat Provinsi Tingkat kabupaten/ kota
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
DAS Brantas
Pemerintah Daerah
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
√
√
√
√
V-11
5 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN No.
Aspek
Arahan
Program
mengurangi intensitas faktor yang dapat mendorong terjadinya alih fungsi lahan
Realokasi penduduk untuk mengurangi tekanan terhadap lahan pertanian terutama di kawasan pertanian produktif. Menerapkan prinsip "hemat lahan" dalam mengembangkan kegiatan nonpertanian Peningkatan swabina petani pedesaan dan pendamping komunitas petani untuk penguatan fungsi petani pada hilir DAS. Membangun dan merehabilitasi jaringan/prasarana terkait sumberdaya air seperti waduk atau embung yang berfungsi menampung air terutama selama musim penghujan Melakukan perluasan lahan sawah dengan luasan sebanding dengan kapasitas produksi pangan dan penyerapan tenaga kerja pertanian yang hilang akibat alih fungsi lahan Mengarahkan terwujudnya kondisi lahan yang produktif dengan memanfaatkan lahan kosong untuk kegiatan sektor unggulan sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan DAS secara berkelanjutan Pengembangan Desa Mandiri berbasis produk unggulan Pengembangan model DAS mikro untuk peningkatan produktivitas lahan dan konservasi DAS
Mencegah dan menetralisir dampak negatif alih fungsi lahan
Lokasi DAS Brantas
Pelaksana (Penanggunjawab Kegiatan) Pemerintah Daerah
Tahapan/ Prioritas Pelaksanaan I II III IV √
DAS Brantas
Pemerintah Daerah
Tingkat kota
Pemerintah Daerah
√
DAS Brantas
Pemerintah Daerah
√
DAS Brantas
Pemerintah Daerah
√
DAS Brantas
Pemerintah Daerah
√
DAS Brantas
Pemerintah Daerah Pemerintah Daerah
√
kabupaten/
Tingkat Provinsi Tingkat kabupaten/ kota
√
√
V-12
5 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN No.
Aspek
Arahan
Program
Menjaga keseimbangan ketersediaan dan kebutuhan air untuk menjaga ketahanan air
Menjaga kualitas dan kuantitas air dengan pemantauan kualitas air yang komprehensif dan berkesinambungan Memanfaatkan sumberdaya air untuk kegiatan yang memiliki manfaat dalam jangka waktu panjang seperti untuk pembangkit listrik Pengembangan potensi air tanah lebih lanjut guna menunjang pemenuhan kebutuhan air irigasi di DAS Brantas Meningkatkan kekuatan hukum, menetapkan bentuk insentif dan disinsentif terhadap pemilik tanah dan pemerintah daerah. Memberlakukan biaya alih fungsi lahan yang bersifat pajak progresif kepada pelaku alih fungsi lahan untuk mengurangi permintaan lahan yang berlebihan dan tidak efisien. Membatasi luas lahan yang dapat dialihfungsikan di setiap daerah berdasarkan konsep kemandirian pangan Mencadangkan kawasan pangan yang dilindungi dari proses alih fungsi lahan Penyusunan Peraturan Daerah tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan untuk daerah-daerah yang termasuk ke dalam DAS Brantas
Proyek Pengembangan Air Tanah (P2AT) 4.
Pengendalian
Pengendalian perubahan penggunaan lahan
Lokasi DAS Brantas
Pelaksana (Penanggunjawab Kegiatan) Pemerintah Daerah
DAS Brantas
Pemerintah Daerah
Tingkat kota
Pemerintah Daerah
kabupaten/
Tahapan/ Prioritas Pelaksanaan I II III IV √
√
√
Tingkat nasional Tingkat Provinsi Tingkat kabupaten/ kota Tingkat nasional Tingkat Provinsi Tingkat kabupaten/ kota
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
√
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
√
Tingkat nasional Tingkat Provinsi Tingkat kabupaten/ kota DAS Brantas
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Pemerintah Daerah
√
Tingkat Provinsi Tingkat kabupaten/ kota
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
√
√
V-13
5 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN No.
Aspek
Arahan
Pengendalian laju erosi
5.
6.
Sistem Informasi Manajemen DAS (SIM DAS)
Partisipasi Para Pihak/ Masyarakat
Program
Lokasi
Pemerintah perlu mengadakan transfer of development right atau property right untuk membagi secara jelas dan tepat hak-hak mana saja yang diperkenankan kepada masyarakat terkait keikutsertaannya dalam pengelolaan DAS Pengendalian laju erosi melalui upaya RLKT terutama di daerahdaerah dataran tinggi yang dibudidayakan oleh masyarakat setempat
Monitoring dan Evaluasi
Lokakarya monitoring dan evaluasi yang dilakukan secara berkala/tiap tahun
Pegembangan dan pengoperasian SIM DAS
Menyajikan data aktual terkait DAS
Pegembangan dan pengoperasian Sistem Peringatan Dini Bencana Konservasi dan rehabilitasi DAS melibatkan seluruh pihak
Memberikan peringatan dini kepada masyarakat di DAS sesuai dengan tingkat kerentanan bencana Masyarakat tidak hanya dijadikan sebagai objek pembangunan, melainkan juga subjek pembangunan. Partisipasi dapat dimulai dari hal-hal kecil seperti mengembangkan bank sampah untuk daur ulang, melakukan konservasi secara agronomis (reboisasi).
dan
informasi
DAS Brantas
Pelaksana (Penanggunjawab Kegiatan) Pemerintah Daerah
Tahapan/ Prioritas Pelaksanaan I II III IV √
DAS Brantas terutama Sub DAS S. Brantas, S.Konto, S.Lemon, S. Tiko, S.Jari, S. Jilu, S. Letsi, S. Metro dan S. Ngrowo Tingkat nasional Tingkat Provinsi Tingkat kabupaten/ kota Tingkat nasional Tingkat Provinsi Tingkat kabupaten/ kota DAS Brantas
Pemerintah Daerah
√
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
√
DAS Brantas
Pemerintah Daerah Masyarakat
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
√
Pemerintah Daerah
√ √ dan
V-14
5 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN No.
Aspek
Arahan
Pelestarian nilai-nilai budaya lokal yang terkait dengan perlindungan sumberdaya air dan tanah DAS Brantas Sumber: Hasil Rencana, Bappenas, 2012
Program
Lokasi
Membentuk kelompok atau organisasi hijau yang memiliki kegiatan dengan tujuan untuk mempertahankan penggunaan lahan. Meningkatkan kemitraan dengan pihak yang memiliki kepentingan terhadap DAS
Tingkat nasional Tingkat Provinsi Tingkat kabupaten/ kota Tingkat nasional Tingkat Provinsi Tingkat kabupaten/ kota Tingkat nasional Tingkat Provinsi Tingkat kabupaten/ kota
Kegiatan rutin berdimensi sosial budaya lokal, seperti selamatan bumi, karnaval hasil bumi, dan sebagainya
Pelaksana (Penanggunjawab Kegiatan) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Swasta, Masyarakat Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Swasta, Masyarakat Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Swasta, Masyarakat
Tahapan/ Prioritas Pelaksanaan I II III IV √
√
√
V-15
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN Tabel 4.116 Matriks Tinjauan Kebijakan No 1
2
Kebijakan Undang-Undang No. 41 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang
3
Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 Tentang Sumberdaya Air
4
Tinjauan Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Alih fungsi lahan pertanian merupakan ancaman terhadap pencapaian ketahanan dan kedaulatan pangan Penetapan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan pada wilayah kota menjadi dasar peraturan zonasi untuk pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kota. Pengalihan fungsi lahan nonpertanian pangan menjadi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dilakukan terhadap Tanah Telantar dan tanah bekas kawasan hutan yang belum diberikan hak atas tanah. Dalam penatagunaan air, dikembangkan pola pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) yang melibatkan 2 (dua) atau lebih wilayah administrasi provinsi dan kabupaten/kota serta untuk menghindari konflik antardaerah hulu dan hilir. Pada pasal 17 memuat bahwa proporsi kawasan hutan paling sedikit 30% dari luas daerah aliran sungai (DAS) yang dimaksudkan untuk menjaga kelestarian lingkungan. Pasal 28 sampai dengan pasal 30 memuat bahwa proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota minimal 30% di mana proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota minimal 10%. Pendayagunaan sumber daya air dilakukan melalui kegiatan penatagunaan, penyediaan, penggunaan, pengembangan, dan pengusahaan sumber daya air dengan mengacu pada pola pengelolaan sumber daya air yang ditetapkan pada setiap wilayah sungai. Pengelolaan sumber daya air secara menyeluruh adalah mencakup semua bidang pengelolaan yang meliputi konservasi, pendayagunaan, dan pengendalian daya rusak air, serta meliputi satu sistem wilayah pengelolaan secara utuh yang mencakup semua proses perencanaan, pelaksanaan, serta pemantauan dan evaluasi. Hukum jelas mengatur tentang pengelolaan SDA berdasarkan DAS, pemisahan kekuasaan pemerintah (pusat, provinsi, kota) dan juga penekanan pada partisipasi dan kemitraan publik dan bisnis dalam pengelolaan SDA. Diperlukan adanya ketentuan tentang batas minimum luas tanah yang harus dimiliki oleh seorang tani, untuk mendapatkan penghasilan yang cukup untuk hidup layak. Diperlukan adanya ketentuan mengenai batas maksimum luas tanah yang boleh dipunyai dengan hak milik, agar dapat dicegah kepemilikan tanah oleh golongan-golongan tertentu saja.
Undang-Undang No. 5 Tahun 1960
5
PP No. 37 Tahun 2012
6
PP No. 15 Tahun 2010
7
PP No. 26 Tahun 2008
Pengelolaan DAS adalah upaya manusia dalam mengatur hubungan timbal balik antara sumberdaya alam dengan manusia di dalam DAS dan segala aktivitasnya, agar terwujud kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatnya kemanfaatan sumberdaya alam bagi manusia secara berkelanjutan Kegiatan Pengelolaan DAS dilaksanakan pada DAS yang akan dipulihkan daya dukungnya dan DAS yang akan dipertahankan daya dukungnya Untuk membantu dalam mendukung keterpaduan penyelenggaraan Pengelolaan DAS diperlukan forum koordinasi Pengelolaan DAS pada berbagai tingkat wilayah administrasi dan/atau daerah aliran sungai, dan juga adanya peran serta masyarakat. Peraturan zonasi merupakan ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang. Pengaturan zonasi merupakan ketentuan tentang persyaratan pemanfaatan ruang sektoral dan ketentuan persyaratan pemanfaatan ruang untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang. Sistem Jaringan Sumberdaya Air merupakan sistem sumber daya air pada setiap wilayah sungai dan cekungan air tanah Wilayah sungai terdiri atas wilayah sungai lintas negara, lintas provinsi, dan strategis nasional Pengembangan jaringan sumber daya air (wilayah sungai) diarahkan dalam rangka meningkatkan ketahanan pangan nasional serta memenuhi kebutuhan air baku dan bersih pada kawasan perkotaan (PKN dan PKW).
8
PP No. 38 Tahun 2007
9
PP No. 20 Tahun 2006
10
PP No. 5 Tahun 1990
11
PERPRES No. 33 Tahun 2011
Pemerintah mempunyai kewenangan menetapkan pola umum, kriteria, prosedur dan standar pengelolaan DAS penyusunan rencana DAS Terpadu dan penetapan urutan DAS prioritas Pemerintah Propinsi berwenang menyelenggarakan pengelolaan DAS lintas kabupaten/kota Pemerintah Kabupaten/kota menyelenggarakan pengelolaan DAS skala kabupaten/kota Fungsi irigasi adalah untuk mendukung produktivitas pertanian dalam rangka ketahanan pangan nasional dan kesejahteraan masyarakat khususnya kepada para petani. Alih fungsi lahan beririgasi tidak dapat dilakukan kecuali terdapat perubahan rencana tata ruang wilayah, dan bencana alam yang mengakibatkan hilangnya fungsi lahan dan jaringan irigasi. Pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya mengupayakan penggantian lahan beririgasi beserta jaringannya yang diakibatkan oleh perubahan rencana tata ruang wilayah, dan melakukan penataan ulang sistem irigasi Didirikan sebuah perusahaan negara yang dikenal dengan nama Perum Jasa Tirta I, pada tahun 1990 oleh Pemerintah Pusat untuk mengelola Sungai Brantas dan 39 anak sungainya Tujuan Perusahaan adalah turut membangun ekonomi nasional dengan berperan serta melaksanakan program pembangunan nasional di dalam bidang pengelolaan air dan sumber-sumber air Strategi penyediaan air baku diantaranya dengan meningkatkan pembangunan tampungan air sebagai sumber air baku dan optimalisasi sumber air baku yang ada dengan melakukan operasi dan pemeliharaan dan pengendalian pemanfaatan air tanah untuk pemenuhan kebutuhan air baku dan penyediaan air baku dari air permukaan
Implikasi Terhadap Isu yang Dibahas Alih fungsi lahan mempunyai implikasi yang serius terhadap produksi pangan, lingkungan fisik, serta kesejahteraan masyarakat yang kehidupannya bergantung pada lahannya, karena alih fungsi lahan ini menyebabkan makin sempitnya luas lahan yang diusahakan. Oleh karena itu, diperlukan upaya penetapan lahan pertanian berkelanjutan dengan dasar zonasi untuk pemanfaatan ruang khususnya di DAS dan pengembangan pengalihan fungsi lahan non pertanian pangan menjadi lahan pertanian pangan berkelanjutan. Penetapan proporsi kawasan hutan terhadap luas DAS ini dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan tata air. Luas hutan yang kurang dari 30% dari luas DAS akan dapat mengakibatkan gangguan banjir, erosi, sedimentasi, serta kekurangan air. Dalam distribusi luasannya, kawasan hutan perlu disesuaikan dengan kondisi fisik DAS yang ada, atau tidak harus terdistribusi secara merata di tiap wilayah administrasi yang terdapat di dalam DAS. Namun dalam hal pemanfaatan ruang ini, diperlukan pengendalian pemanfaatan ruang, yaitu melalui peraturan zonasi, perizinan, insentif/disinsentif dan pengenaan sanksi. Pengembangan sumber daya air pada wilayah sungai ditujukan untuk peningkatan pemanfaatan fungsi sumber daya air, di mana diselenggarakan berdasarkan rencana pengelolaan sumber daya air dan rencana tata ruang wilayah. Dalam hal ini, terlihat bahwa terjadi pemisahan kekuasaan pemerintah antardaerah dalam pengelolaan SDA, sehingga memungkinkan terjadinya ketimpangan kebijakan antardaerah. Oleh karena itu, pengelolaan sumber daya air tetap perlu dilakukan secara menyeluruh dan meliputi satu sistem wilayah pengelolaan secara utuh, sehingga perlu dikelola oleh tingkatan yang lebih tinggi yaitu provinsi dan kemudian oleh pusat. DAS umumnya merupakan kawasan lindung setempat, yang mana dikelola untuk kepentingan bersama dan lingkungan, sehingga hak atas tanah di ekosistem DAS seharusnya tidak dimiliki oleh golongan tertentu untuk keperluan lain di luar kepentingan bersama dan lingkungan, yang dapat menyebabkan perubahan guna lahan yang tidak sebagaimana mestinya. Oleh sebab itu, dalam mengatur hak atas tanah khususnya di DAS, perlu pembatasan luas lahan minimum dan maksimum yang dapat dimiliki. Pengelolaan DAS merupakan upaya yang sangat penting sebagai akibat terjadinya penurunan kualitas lingkungan DAS-DAS di Indonesia. Rencana pengelolaan DAS perlu disusun secara terpadu dan disepakati oleh para pihak sebagai dasar penyusunan rencana pembangunan wilayah pada setiap provinsi dan kabupaten/kota. Optimalisasi penggunaan lahan sesuai dengan fungsi dan daya dukungnya dapat membantu mengembalikan daya dukung DAS dalam rangka konservasi tanah dan air, demi kelangsungan daerah tangkapan air dan produktivitas lahan. Peraturan zonasi sangat dibutuhkan dalam pengelolaan DAS untuk mengendalikan perubahan penggunaan lahan yang berdampak buruk bagi ekosistem DAS. Peraturan zonasi ini menentukan persyaratan pemanfaatan ruang untuk setiap blok/zona di dalamnya. Dengan adanya peraturan zonasi, pengendalian pemanfaatan penggunaan lahan di ekosistem DAS dapat lebih operasional. KSN dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi harus memiliki kriteria berfungsi untuk mempertahankan tingkat produksi pangan nasional dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional. Brantas menjadi salah satu wilayah sungai strategis nasional, yang juga merupakan potensi lumbung padi nasional. Namun pada kenyataannya, padi yang dihasilkan dalam jumlah sedikit. Sehingga untuk ke depannya, diperlukan langkah-langkah yang harus dilakukan dalam mencukupi kebutuhan air untuk kebutuhan pangan, yaitu menjaga, mengamankan dan merawat atau konservasi lingkungan dan bangunan dengan baik. Tiap pemerintah daerah memiliki kewenangannya masing-masing tergantung pada pengelolaan DAS untuk skala kabupaten/kota atau untuk lintas kabupaten/kota. Perubahan penggunaan lahan yang terjadi di ekosistem DAS dalam rangka pengelolaan DAS menjadi tanggungjawab dan diatur oleh kebijakan dalam tata ruang wilayah di mana DAS tersebut berada. Perubahan pada rencana tata ruang wilayah dapat mengakibatkan alih fungsi lahan yang beririgasi. Sedangkan dalam hal ini, pengembangan lahan beririgasi sangat penting dalam rangka ketahanan pangan nasional. Oleh sebab itu, bila terjadi alih fungsi lahan beririgasi maka diwajibkan penggantian lahan beririgasi beserta jaringannya.
Perum Jasa Tirta I memiliki kewenangan untuk mengelola DAS Brantas. Sehingga perusahaan ini mengadakan berbagai macam kegiatan untuk pengelolaan DAS, sehingga DAS dapat menjadi lebih optimal daya dukungnya dalam rangka ketahanan air dan pangan. Kegiatan dilakukan melalui program pembangunan di dalam bidang pengelolaan air dan sumber-sumber air. Indonesia memiliki total potensi air dalam jumlah yang besar, sehingga pengelolaan sumber daya air menjadi hal yang mutlak diperlukan. Pengelolaan sumber daya air untuk peningkatan ketersediaan air baku bagi domestik, pertanian dan industri secara berkelanjutan serta mengurangi tingkat resiko akibat
IV-149
4 KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN No 12 13
Kebijakan Instruksi Presiden No. 5 Tahun 2011 Instruksi Presiden No. 5 Tahun 2008
14
PERMEN No. P.12/MenhutII/2012
15
PERMEN No. P.43/MenhutII/2011
16
PERMEN No. P.42/MenhutII/2009
17
PERMEN No. P.39/MenhutII/2009
18
SK.328/MenhutII/2009
19
MP3EI
20
Sistem Perencanaan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai RTRW Provinsi Jawa Timur
21
22
23
Arahan Pemanfaatan Ruang DAS Brantas Rencana dan Strategi Pengelolaan DAS Brantas Terpadu Jatim
Tinjauan Presiden menginstruksikan kepada 15 menteri, BMKG, BPN, Kapolri, Gubernur, Bupati/Walikota di seluruh Indonesia untuk melakukan respon cepat atas kondisi pangan nasional. Hal ini dilakukan dalam rangka pengamanan produksi beras nasional dalam menghadapi kondisi iklim ekstrim Dihasilkan Kerangka Kerja Pengelolaan Daerah Aliran Sungai di Indonesia atas amanah instruksi Presiden No. 5 tahun 2008 tentang Fokus Program ekonomi tahun 2008-2009. Dalam kerangka kerja Pengelolaan DAS tersebut, disebutkan bahwa tantangan pengelolaan DAS salah satunya adalah terkait ketahanan pangan, energi, dan air Kegiatan pengelolaan DAS meliputi penatagunaan lahan (land use planning), penerapan konservasi sumberdaya air, pengelolaan lahan dan vegetasi di dalam dan luar kawasan hutan, pembangunan dan pengelolaan sumberdaya buatan, pemberdayaan masyarakat dan pengembangan kelembagaan pengelolaan DAS. Kriteria dalam penentuan tingkat kekritisan kawasan bergambut berfungsi lindung dan budidaya adalah kerapatan tajuk, terjadinya penggenangan pada lahan kawasan bergambut, dan pembagian subsiden. Memperhatikan hierarki perencanaan yang telah ditetapkan dan mempertimbangkan sifat unik/khusus dari eksosistem kawasan bergambut maka RTk RHL-DAS pada kawasan bergambut berfungsi lindung dan budi daya perlu dibuat dengan tetap memperhatikan DAS sebagai satuan unit manajemen RTk RHL-DAS pada kawasan bergambut berfungsi lindung dan budidaya merujuk kepada Rencana kehutanan tingkat nasional, Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Rencana pengelolaan DAS terpadu, dan Rencana pengelolaan sumberdaya air Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri Sementara yang selanjutnya disebut HPHTI-S adalah hak sementara yang diberikan kepada perusahaan swasta dan atau perusahaan pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) Tanaman Industri, baik Pola Transmigrasi maupun swasta murni dan BUMN yang mendapat penunjukan untuk melaksanakan pembangunan hutan tanaman industri dari Menteri Kehutanan. Pengelolaan DAS salah satunya bertujuan agar lahan sebagai salah satu unsur ekosistem DAS dan faktor produksi harus dapat menghasilkan produk barang dan jasa yang diinginkan dalam batas daya dukung dan daya tampung Pengelolaan DAS mensyaratkan penggunaan lahan yang rasional dan proporsional yang ditumbuhi vegetasi yang memadai yang akan meningkatkan resapan air ke dalam tanah dan mengurangi aliran permukaan dan sedimentasi sehingga fluktuasi debit aliran sungai akan relatif kecil dan merata sepanjang tahun. Stakeholder pemerintah yang dapat berperan aktif dalam kegiatan pengelolaan DAS antara lain Departemen Kehutanan, Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Dalam Negeri, Departemen Pertanian, Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM), Departemen Perikanan dan Kelautan, dan Departemen Kesehatan dan Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) Pihak-pihak lain yang mendukung keberhasilan pengelolaan DAS antara lain unsur legislatif, yudikatif, perguruan tinggi lembaga penelitian, LSM dan lembaga donor. DAS Brantas ditetapkan menjadi salah satu daerah aliran sungai prioritas dalam rangka RPJM Tahun 2010–2014. Untuk penyelamatan DAS diperlukan intervensi pemerintah yang menyangkut aspek kebijakan, kelembagaan, pola dan teknis pengelolaan dan penganggaran Koridor Ekonomi Jawa memiliki tema pembangunan sebagai “Pendorong Industri dan Jasa Nasional”. Selain itu, strategi khusus Koridor Ekonomi Jawa adalah mengembangkan industri yang mendukung pelestarian daya dukung air dan lingkungan. Salah satu program dalam MP3EI yaitu masterplan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia di koridor Jawa yaitu Pembangunan Umbulan Water Supply-4000 l/s yang terdapat di Jawa Timur, dan pembangunan intake dan saluran air baku Mojokerto 100 liter/det-BBWS Brantas. Pertambahan penduduk mengakibatkan peningkatan penyediaan kebutuhan pangan, termasuk air, dan papan. Konversi lahan mengakibatkan perubahan neraca air DAS baik secara spasial maupun temporal. Pengelolaan DAS bukan hanya hubungan antar biofisik, tetapi juga merupakan pertalian dengan faktor ekonomi dan kelembagaan. Sesuai dengan peraturan perundangan maka penyelenggaraan perencanaan pengelolaan DAS lintas kabupaten dilaksanakan oleh Tim yang berada di bawah koordinasi Bappeda provinsi Kawasan perlindungan setempat untuk cadangan sumberdaya air salah satunya adalah Wilayah Sungai Brantas dengan total potensi air 32.428,786 juta m3, sisa air belum dimanfaatkan 14.724,394 juta m3. Di wilayah Brantas ketersediaaan air permukaan sebagai sumber air baku cukup besar perlu dipikirkan upaya menjaga keberlanjutannya mengingat masuknya limbah yang cukup besar Pola pemanfaatan ruang DAS Brantas diarahkan untuk menciptakan keseimbangan antara fungsi kawasan sebagai kawasan lindung dan kawasan budidaya. Arahan pemanfaatan lahan serta arah kecenderungan pemanfaatan lahan di DAS Brantas masih mempertahankan luasan hutan lindung, bahkan beberapa alih fungsi lahan pada hutan lindung diarahkan untuk dikembalikan ke fungsi semula Pada DAS Brantas upaya pemulihan hutan dan lahan pada saat ini menjadi prioritas untuk ditangani karena masih besarnya luasan lahan kritis dengan klasifikasi “Agak Kritis” sampai “Sangat Kritis” pada kawasan hutan dan lahan di DAS Brantas sebesar 70.891,30 ha. Pengelolaan penggunaan lahan produktif sesuai dengan daya dukung lahan (land capability), kesesuaian lahan (land suitability) dan memperhatikan keanekaragaman jenis serta kemampuan penggunaan lahan (KPL), pengelolaan lahan dan vegetasi didalam maupun diluar hutan meliputi pemanfaatan, restorasi, reklamasi dan konservasi
Implikasi Terhadap Isu yang Dibahas daya rusak air antara lain ditujukan untuk upaya menjaga dan meningkatkan ketahanan air. Ketahanan pangan merupakan faktor yang memiliki tingkat urgensi yang sangat tinggi, karena berkaitan dengan keberlanjutan cadangan pangan untuk masa yang akan datang. Sehingga merupakan hal yang sangat penting untuk menjaga ketahanan pangan, yaitu salah satunya dapat melalui pengelolaan DAS. Keberhasilan pengelolaan DAS berdampak terhadap ketahanan pangan di masa mendatang. Pengelolaan DAS melalui penatagunaan lahan dapat memenuhi berbagai kebutuhan barang dan jasa serta kelestarian lingkungan, dan yang melalui penerapan konservasi sumberdaya air dapat menekan daya rusak air dan memproduksi air melalui penggunaan lahan.
Sasaran RTk RHL-DAS pada kawasan bergambut berfungsi lindung dan budidaya adalah kawasan bergambut kritis pada wilayah DAS/Sub DAS prioritas baik, di dalam maupun di luar kawasan hutan. Rehabilitasi kawasan bergambut berfungsi lindung dan budidaya merupakan bagian dari pengelolaan ekosistem kawasan bergambut yang ditempatkan pada kerangka DAS sebagai unit manajemen, yang dapat merehabilitasi lahan kritis dan meningkatkan produktivitas lahan. Hak penguasaan hutan tanaman industri berada di bawah BUMN. Alih fungsi lahan hutan yang terjadi umumnya didasari karena dilakukannya penggantian dari tanaman pangan menjadi hutan, karena produksi kayu bernilai lebih tinggi. Pengelolaan DAS salah satunya bertujuan agar lahan harus dapat menghasilkan produk barang dan jasa yang diinginkan dalam batas daya dukung dan daya tampung yang ada, sehingga kapasitas produksi dapat mendukung kehidupan manusia yang dinamis untuk saat ini dan generasi yang akan datang. Dengan adanya keterpaduan dalam pengelolaan DAS, maka dapat disinkronkan program-program sektoral, kerangka kerja kelembagaan yang berbeda, dan lintas wilayah administrasi dalam satu DAS. Pengelolaan DAS terpadu dapat dilakukan dengan kerjasama dari berbagai macam pihak yang berkepentingan. Dalam hal ni, masing-masing pihak dapat mengambil langkah-langkah yang diperlukan, sesuai tugas, fungsi dan kewenangannya. Pengelolaan sumberdaya air dan tata ruang menjadi peran Departemen Pekerjaan Umum. Sedangkan pembinaan dalam pemanfaatan lahan pertanian dan irigasi menjadi peran Departemen Pertanian. DAS Brantas merupakan salah satu lumbung padi nasional dan memiliki potensi air dalam jumlah yang cukup besar. Dikarenakan DAS Brantas merupakan salah satu DAS prioritas dalam rangka RPJM Tahun 2010-2014, maka sudah semestinya diperlukan upaya penyelamatan pada DAS. Hal ini dapat diawali dengan menentukan indikator keberhasilan dari program yang dilakukan pada DAS. Dengan adanya laju perubahan pemanfaatan lahan pertanian yang kurang terkendali, maka penambahan luas lahan pertanian akan menghadapi banyak kendala. Maka salah satu cara yang paling rasional mengoptimalkan produktivitas lahan yang ada dengan dukungan operasi dan pemeliharaan prasarana irigasi/rawa/tambak. Pertambahan penduduk mengakibatkan peningkatan penyediaan kebutuhan pangan, termasuk air, dan papan. Sedangkan konversi lahan mengakibatkan perubahan neraca air DAS. Oleh sebab itu, melalui pengelolaan DAS, diintegrasikan faktor-faktor biofisik, sosial ekonomi dan kelembagaan sehingga dapat tercapainya kelestarian berbagai macam penggunaan lahan di dalam DAS. Kawasan lindung eksisting di Provinsi Jawa Timur adalah seluas 548.620,4 Ha, sedangkan untuk rencananya adalah seluas 1.302.516 Ha. Perubahan disebabkan adanya rencana alokasi penambahan luasan taman nasional, hutan lindung dan kawasan resapan air. Wilayah Sungai Brantas menjadi salah satu kawasan perlindungan setempat untuk cadangan sumberdaya air. Kebijakan ini diharapkan dapat menunjang keberadaan DAS Brantas untuk ketahanan air dan ketahanan pangan. Arahan pemanfaatan lahan serta arah kecenderungan pemanfaatan lahan di DAS Brantas terdiri dari arahan pemanfaatan lahan bagi kawasan lindung dan kawasan budidaya, dimana masih dipertahankan luasan hutan lindung, bahkan beberapa alih fungsi lahan pada hutan lindung diarahkan untuk dikembalikan ke fungsi semula. Strategi pencapaian terkait pengendalian tata air DAS dan program pengembangan kondisi lahan yang produktif sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan DAS secara berkelanjutan ini diharapkan mampu meningkatkan peran DAS dalam menunjang ketahanan air dan ketahanan pangan. Untuk itu, penatagunaan lahan dalam pengembangan komoditas tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan harus didasarkan dengan kesesuaian lahan dan agropedoklimat.
IV-150
KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
DAFTAR PUSTAKA ___Undang-Undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan ___Undang-Undang No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan ___Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang ___Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air ___Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria ___PP No. 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan DAS ___PP No. 12 Tahun 2012 tentang Insentif Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan ___PP No. 38 Tahun 2011 tentang Sungai ___PP No. 1 Tahun 2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan ___PP No. 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang ___PP No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional ___PP No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota ___PP No. 20 Tahun 2006 tentang Irigasi ___PP No. 5 Tahun 1990 tentang Perum Jasa Tirta ___Perpres Nomor 33 Tahun 2011 tentang Kebijakan Nasional Pengelolaan Sumber Daya Air ___Keppres Nomor 33 Tahun 1990 tentang Penggunaan Tanah Bagi Pembangunan Kawasan Industri ___Keppres Nomor 53 Tahun 1989 tentang Kawasan Industri ___Instruksi Presiden No. 5 Tahun 2011 tentang Pengamanan Produksi Beras Nasional dalam Menghadapi Kondisi Iklim Ekstrim ___Instruksi Presiden No. 5 Tahun 2008 tentang Fokus Program Ekonomi Tahun 20082009 ___Permenhut No. P.12/Menhut-II/2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.32/Menhut-II/2009 Tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan dan Lahan Daerah Aliran Sungai (Rtk Rhl-DAS)
KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
___Permenhut No. P.43/Menhut-II/2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.4/Menhut-II/2009 tentang Penyelesaian Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri Sementara ___Permenhut No. P.42/Menhut-II/2009 tentang Pola Umum, Kriteria, dan Standar Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu ___Permenhut No. P.39/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan DAS Terpadu ___Kepmen Kimpraswil No.327/KPTS/M/2002 Lampiran VI Tentang Pedoman Peninjauan Kembali Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten ___Lampiran Keputusan Direktur Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial No. P.7/DAS-V/2011 tentang Petunjuk Teknis Sistem Standar Operasi Prosedur (SSOP) Penanggulangan Banjir dan Tanah Longsor ___SK.328/Menhut-II/2009 tentang Penetapan Daerah Aliran Sungai Prioritas dalam Rangka Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahun 2010-2014 ___SE/KBAPPENAS 5334/MK/9/1994 tentang Pelarangan Konversi Lahan Sawah Irigasi Teknis Untuk Non Pertanian ___SE MENDAGRI 474/4263/SJ/ 1994 tentang Mempertahankan Sawah Irigasi Teknis untuk mendukung Swasembada Pangan ___SE MNA/KBPN 460‐1594/1996 tentang Mencegah Konversi dan Irigasi Teknis Menjadi Tanah Kering ___SE MNA/KBPN 5417/MK/10/1994 tentang Efisiensi Pemanfaatan Lahan Bagi Pembangunan Perumahan ___SE MNA/KBPN 5335/MK/1994 tentang Penyusunan RTRW Dati II Melarang Konversi Lahan Sawah Irigasi Teknis Untuk Non Pertanian ___SE MNA/KBPN 410‐1851/1994 tentang Pencegahan Penggunaan Tanah Sawah Beririgasi Teknis untuk Penggunaan Non Pertanian Melalui Penyusunan RTR ___SE MNA/KBPN 410‐2261/1994 tentang Izin Lokasi Tidak Boleh Mengkonversi Sawah Irigasi Teknis (SIT) ___Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) ___RTRW Provinsi Jawa Timur ___Rencana dan Strategi Pengelolaan DAS Brantas Terpadu Provinsi Jawa Timur ___RTRW Kabupaten/Kota yang Termasuk DAS Brantas
KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Anonim, 2010. Jawa Timur dalam Angka 2012. Badan Pusat Statistik Jawa Timur, Surabaya. Arsyad S., 2000, Konservasi Tanah dan Air , Penerbit IPB, Bogor. Asdak, C. (2002). Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (edisi kedua). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. BBWS. Arahan Pemanfaatan Ruang DAS Brantas Sampai Tahun 2020. BLH Provinsi Jawa Timur. 2011. Profil Relawan Pengabdi Lingkungan. BPDAS. 2007. Statistik BPDAS Brantas Tahun 2007. Departemen Kehutanan, Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial, Balai Pengelolaan DAS Cimanuk Citanduy. 2007. Penyusunan Rencana RHL Pada Satuan Mikro DAS/DTA di Wilayah Sub DAS Cimanuk Hulu. Bandung Departemen Permukiman dan Pengembangan Wilayah. 2000.
Studi Identifikasi
Program Konservasi dalam rangka Penyusunan SOP Sumber Daya Air. Jakarta Iqbal, M. dan Sumaryanto. 2007. Strategi pengendalian alih fungsi lahan pertanian bertumpu pada partisipasi masyarakat. Analisis Kebijakan Pertanian, Volume 5 No. 2: 167-182. Kodoatie, R.J. dan R. Sjarief. (2005). Pengelolaan Sumberdaya Air Terpadu. Yogyakarta: Andi. Linsley, R.K. dan J.B. Franzini. (1986). Teknik Sumber Daya Air Jilid 2. Jakarta: Erlangga. Paimin, et al. 2012. Sistem Perencanaan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi. ISBN 978-60299218-2-3. Pemerintah Republik Indonesia. (2005). Undang-Undang RI No. 7 Tahun 2004 Tentang Sumberdaya Air Beserta Penjelasannya. Yogyakarta: Pustaka Widyatama. Soemarto, CD. 1993. Hidrologi Teknik. Surabaya: Usaha Nasional. Soewarno. 2002. Analisis Debit Banjir dan Debit Minimum. Bandung: Puslitbang Sumber Daya Air Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah. Soewarno. 2000. Hidrologi Operasional (Jilid Kesatu). Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. Soewarno.
1995.
HidrologiAplikasi
Metode
Statistik
untuk
Analisa
Data
Jilid II. Bandung: Nova. Sosrodarsono, S. dan K. Takeda. 1987. Hidrologi Untuk Pengairan. Jakarta: PT. Pradnya Paramita. Sri Harto Br. 2000. Hidrologi (Teori, Masalah, Penyelesaian). Jakarta: Nafiri Offset. Paramita.
KAJIAN ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN
Suhardjono. 1994. Kebutuhan Air Tanaman. Malang: ITN Malang Press. Suripin. 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. Yogyakarta: Andi. Pustaka Internet: http://perumahanmalang.wordpress.com/2011/04/24/rtrw-kota-malang-2010-2030,(diakses pada tanggal 5 Juli 2012) http://www.flickr.com/photos/agipk/5329289286/ (diakses tanggal 27 Juni 2012) http://www.jasatirta1.co.id/wilker.php?subaction=showfull&id=1335365364&archive=&start_fro m=&ucat=6& (diakses tanggal 27 Juni 2012) http://www.jasatirta1.co.id (diakses tanggal 27 Juni 2012) http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Master-15568-3107205714-Chapter1.pdf, (diakses tanggal 22 Juni 2012) http://www.surabaya.go.id/profilkota/index.php?id=81, (diakses tanggal 22 Juni 2012) http://www.cifor.org/lpf/docs/java/LPF_Flyer_PHBM.pdf (diakses tanggal 21 Juni 2012) http://id.kominfojatim.com, 2010