Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi X Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Agustus 2009
ANALISA ORDER FULFILLMENT PROCESS BERDASARKAN KONSEP FMEA DAN LEAN THINKING (Studi Kasus : PT. Nisso Bahari Surabaya) Marcy Lolita Pattiapon1, Suparno2, I Nyoman Pujawan3 Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya email:
[email protected],
[email protected],
[email protected]
ABSTRAK Tujuan akhir suatu perusahaan adalah untuk menyenangkan pelanggan dan memperoleh keuntungan serta market share. Hal ini umum diketahui bahwa perusahaan harus meyakinkan kualitas produknya, pengiriman tepat waktu dan biaya kompetitif dalam rangka survive di pasar global yang terbaru. PT. Nisso Bahari merupakan salah satu perusahaan manufaktur job shop yang bergerak dalam pembuatan tanki aquarium. Agar bisa tetap bertahan dalam bidang bisnis ini dan dapat dipercaya oleh konsumen maka perusahaan perlu memperbaiki pelayanan yang terbaik bagi konsumen. Penelitian ini menggunakan konsep lean thinking untuk mengeliminasi segala bentuk aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah (non value added). Pembuatan Big Picture Mapping sebagai langkah awal dilakukan untuk memberikan gambaran terhadap value stream dari proses pemenuhan order perusahaan. Kemudian dilakukan waste workshop untuk mengidentifikasikan jenis waste. Tools yang digunakan untuk menganalisa waste tersebut adalah (FMEA) dan root cause analysis (RCA). Melakukan analisa dengan menggunakan FMEA dan RCA terhadap waste yang terjadi untuk memperpendek lead time sehingga dapat menekan biaya. Improvement yang direkomendasikan dengan menggunakan pendekatan streamlining adalah ValueAdded Assessment (VAA) dan eliminasi proses yang non value added. Berdasarkan hasil simulasi maka skenario perbaikan yang dipilih adalah skenario 3 dengan total waktu tunggu 30955.7714 menit dengan peningkatan output rata-rata jumlah aquarium sebanyak 6872 buah Kata kunci : Supply chain management, lean thinking, failure modes and effect analysis, root cause analysis, business process management, simulation.
PENDAHULUAN Tujuan akhir suatu perusahaan adalah untuk menyenangkan pelanggan dan memperoleh keuntungan serta market share. Hal ini merupakan sesuatu yang umum diketahui bahwa perusahaan harus meyakinkan kualitas produknya, pengiriman tepat waktu dan biaya kompetitif dalam rangka survive di pasar global yang terbaru. . Untuk meyakinkan kualitas produk tinggi, kebanyakan perusahaan menetapkan dan menerapkan sistem kualitas didalam lokasi mereka sendiri dan sementara itu, mereka memerlukan para supplier untuk melakukan hal yang sama. Namun sayangnya, sistem kualitas tidak mungkin cukup efisien untuk mengurangi biaya pemeriksaan, defect, rework dan lain-lain (Teng et al., 2006). Memperpendek lead time dan memusatkan perhatian untuk memfleksibelkan jalur produksi, maka akan diperoleh kualitas yang lebih tinggi, respon terhadap konsumen lebih cepat, produktivitas lebih tinggi, dan pemanfaatan peralatan dan ruangan yang lebih baik (Liker, 2006).
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi X Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Agustus 2009
Tahap-tahap dalam order fulfillment process meliputi permintaan order, penerimaan pesanan melalui administrasi, perencanaan produksi, rencana produksi menjadi jadwal produksi, dilakukan pemesanan bahan baku, penerimaan material atau komponen oleh bagian gudang, melakukan proses produksi, distribusi melakukan pengiriman barang, pelanggan menerima produk yang dipesan (Pujawan, 2005). Waste merupakan segala sesuatu yang menambah waktu dan biaya pembuatan sebuah produk namun tidak menambah nilai pada produk yang dilihat dari sudut pandang konsumen (Liker, 2006), oleh karena itu perlu dieliminasi. FMEA adalah metode yang secara kualitatif untuk mengidentifikasi ragam kegagalan dan dampaknya secara kuantitatif dapat dihitung ragam kegagalan dengan prioritas tertinggi yang memerlukan tindakan perbaikan dengan segera. Dalam kasus ini tempat penelitian adalah sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang pembuatan tanki aquarium. Faktor yang menjadi perhatian perusahaan yang harus diperbaiki saat ini adalah ketidak tepatan waktu pengiriman produk ke konsumen, ini dikarenakan banyaknya waste yaitu kerja yang tidak memberikan nilai tambah tetapi menambah biaya bagi perusahaan. Dengan demikian maka pada penelitian ini pokok permasalahan yang dibahas adalah mengenai lean thinking dan failure modes and effect analysis sebagai dasar untuk memperbaiki kondisi pada order fulfillment process sehingga dapat meminimalkan waste serta kegagalan potensial yang pada akhirnya dapat menekan biaya serta mampu memenuhi permintaan konsumen tepat waktu, dapat meningkatkan produktivitas dan pendapatan perusahaan dan dapat memberikan kepuasan pada konsumen. METODE Supply Chain Management Istilah supply chain pertama kali dikemukakan oleh Oliver dan Weber pada tahun 1982. Supply chain merupakan jaringan fisik, yakni perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam memasok bahan baku, memproduksi barang, maupun mengirimkannya ke pemakai akhir. Supply Chain Management adalah metode, alat atau pendekatan pengelolaannya. Supply chain management adalah istilah yang digunakan untuk menguraikan manajemen dari aliran material, informasi dan dana keseluruh supply chain, dari para supplier, produsen komponen, assemblers, distribusi dan akhirnya ke konsumen (http://mba.tuck.dartmouth.edu). Lean Thinking Lean adalah suatu upaya terus menerus untuk menghilangkan pemborosan (waste) dan meningkatkan nilai tambah (value added) produk (barang atau jasa) agar memberikan nilai kepada pelanggan. Jadi lean thinking merupakan pendekatan sistematis yang bertujuan untuk mengidentifikasikan serta mengurangi atau menghilangkan waste. Waste dapat didefinisikan sebagai segala aktivitas kerja yang tidak memberikan nilai tambah dalam proses transformasi input menjadi output sepanjang value stream. Failure Modes and effects Analysis (FMEA) FMEA adalah sistem untuk meneliti suatu proses, perancangan terhadap produk atau sistem jasa/layanan untuk mengidentifikasi adanya kegagalan potensial, kemudian bertindak untuk menetralkan atau memperkecil resiko dari kegagalan (http://www.sixsigmazone.com).
ISBN : 978-979-99735-8-0 A-10-2
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi X Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Agustus 2009
Menentukan Nilai Severity (S), Occorence (O), Detection (D), dan Risk Priority Number (RPN) Severity Severity merupakan penilaian seberapa buruk atau serius pengaruh dari bentuk kegagalan yang ada. Severity menggunakan penilaian dari skala 1 (tanpa pengaruh) sampai dengan skala 10 (pengaruh bahaya besar). Occurence Occurence merupakan frekuansi dari penyebab kegagalan secara spesifik dari suatu proses yang terjadi dan menghasilkan bentuk kegagalan. Occurence menggunakan bentuk penilaian dengan skala dari 1 (hampir tidak pernah) sampai dengan 10 (hampir sering). Detection Detection merupakan pengukuran terhadap kemampuan mendeteksi atau mengontrol kegagalan yang dapat terjadi. Detection menggunakan penilaian dengan skala dari 1 sampai 10. Risk Priority Number Risk Priority Number merupakan produk matematis dari tingkat keparahan, tingkat keseringan atau kemungkinan terjadinya penyebab akan menimbulkan kegagalan yang berhubungan dengan pengaruh, dan kemampuan untuk mendeteksi kegagalan sebelum terjadi. Untuk mendapatkan nilai RPN, dapat ditunjukkan pada persamaan berikut: R = S x O x D ........................................................................... (1) Bussines Process Management Business Process Management adalah sejumlah aktivitas yang saling berhubungan, yang dapat mengubah input menjadi output yang menambah nilai dalam pandangan konsumen (Al-Mudimigh, 2007), misalnya pemenuhan order yang menjangkau semua fungsi organisasi yang dimulai dari customer order sampai final delivery. Busines process management rata-rata digunakan perusahaan untuk mengarahkan dan memperbaiki proses untuk mencapai sasaran. Sreamlining merupakan tools dasar yang akan membantu perubahan di dalam suatu proses. Prinsip streamlining adalah mengeliminasi waste, yang mendorong kearah improvement dan kualitas. Dengan menggunakan pendekatan streamlining maka akan memperlancar aliran, mencapai tujuan dengan usaha yang minimum. Model dan Simulasi Model Model adalah representasi dari suatu sistem dalam kehidupan nyata yang menjadi fokus perhatian dan menjadi pokok permasalahan. Jenis-jenis model model matematik merupakan pemodelan yang dibentuk dari persamaan dan simbol dengan persamaan matematik untuk menggambarkan suatu sistem dan model fisik merupakan pemodelan berdasarkan representasi sistem dalam bentuk visual berdasarkan spesifikasi kondisi nyata dengan model. Simulasi Simulasi didefenisikan sebagai sekumpulan metode dan aplikasi untuk menirukan atau merepresentasikan perilaku dari suatu sistem nyata, yang biasanya dilakukan pada komputer dengan menggunakan perangkat lunak tertentu (Law dan Kelton, 1991). Salah satu jenis arena yaitu Arena 5.0 adalah software yang dapat digunakan untuk membuat modul dan menganalisa proses bisnis dan order fulfillment process perusahaan secara lengkap. Verivikasi dan Validasi Verifikasi merupakan proses untuk meyakinkan bahwa implementasi komputer dari model adalah bebas error. Verifikasi digunakan untuk mentransformasikan model
ISBN : 978-979-99735-8-0 A-10-3
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi X Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Agustus 2009
simulasi dan program komputer apakah telah sesuai dengan model konseptual. validasi merupakan proses untuk meyakinkan bahwa model dan data benar-benar mampu mewakili aspek-aspek penting dari sistem secara tepat dan akurat. Comparing System Fungsi pertama dari uji statistik dalam membandingkan sistem yang ada. Dalam hal ini yang dibandingkan adalah hasil output model dengan data hasil amatan di lapangan. Fungsi kedua dari uji statistik adalah untuk membandingkan alternatifalternatif skenario perbaikan yang telah direncanakan. Berikut ini beberapa metode yang dapat digunakan untuk membandingkan beberapa desain yaitu : Metode Welch Confidence Interval Hipotesa yang digunakan adalah : H 0 : 1 2 0
H 1 : 1 2 0 Welch Confidence Interval untuk level significant adalah : P ( x 1 x 2 ) hw 1 2 ( x 1 x 2 ) hw 1 ................................................. (2) Dimana x1 dan x 2 merupakan sampel estimasi populasi 1 dan 2 ; hw merupakan half-widht interval kepercayan dan dapat dihitung dengan : s12 s 22 hw t df , / 2 n1 n2 ..................................................................................................(3) 2 s12 / n1 s 22 / n2 df 2 s12 n1 n1 1 s 22 n2 (n2 1) ……………….(4) Df diestimasikan dengan: Paired – t Confidence Interval Rataan dan standar deviasi :
x(1 2) j
s
j 1
n
x
n
n
x (1 2 )
j 1
.................. (5)
(1 2 ) j
x (1 2 )
2
n 1
.................. (6)
HASIL DAN DISKUSI Identifikasi Waste Berdasarkan ranking tertinggi tersebut maka akan dipilih 3 diantara 7 waste untuk dilakukan perbaikan. Tabel 1 merupakan pembobotan tipe waste untuk dilakukan improve atau perbaikan. Tabel 1. Tipe Waste Terbobot Pada Proses Pemenuhan Order No 1 2 3 4 5 6 7
Waste Defect Waiting Unnecessary motion Unnecessary inventory Excessive transportation Inapropriate processing Overproduction
Rata-rata 4.53 3.69 3.38 3.15 3.08 2.84 2.61
Rangking 1 2 3 4 5 6 7
Identifikasi Elemen-elemen FMEA Untuk perhitungan severity, occurrence dan detection dapat dilihat pada tabel 2. Kemudian berdasarkan tabel tersebut dapat dibuatkan diagram Pareto Risk Priority Number (RPN) yang dapat menunjukan waste yang potensial.
ISBN : 978-979-99735-8-0 A-10-4
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi X Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Agustus 2009 Tabel 2 Nilai Severity, Occurrence, Detection dan Risk Priority Number (RPN)
2.b 2.c 3.a 3.b 3.c 3. d
Defect
1.g 1.h 1.i 1.j 1.k 1.m 2.a
Waiting
1.f
Waste
Unnecessary Motion
No. 1.a 1.b 1.c 1.d 1.e
Potential Failure Mode Kaca hasil proses annealing yang cacat Pemasangan kaca yang tidak tepat Pemasangan busa yang tidak tepat Kaca dalam proses bending yang cacat/pecah Pillar yang rusak Pemasangan pillar yang tidak tepat pada aquarium Bingkai yang rusak Pengembalian produk dari konsumen Silicon kering atau rusak pada aquarium Kaca dalam proses cutting retak/pecah Kerusakan mesin Kaca hasil proses edging retak/cacat Perbaikan mesin yang tertunda Banyak produk setengah jadi yang menunggu proses lebih lanjut Pengiriman informasi kepada supplier yang tertunda Perpindahan operator saat melakukan aktivitas produksi Lingkungan kerja yang tidak nyaman Pengerjaan material tanpa menggunakan alat pelindung Penataan material, produk setengah jadi dan produk jadi yang tidak ergonomis
Severity 6 7 7 9 8
Occurrence 7 4 4 7 4
Detection 5 4 4 5 5
RPN 210 112 112 315 160
7
4
4
128
8 4 7 8 8 8 9
4 2 4 4 7 7 6
5 3 4 5 6 5 7
160 24 112 160 336 280 378
9
7
5
315
2
3
4
24
5
7
5
175
8
7
4
315
9
7
6
378
8
7
5
280
Perbaikan Proses Berdasarkan prinsip streamlining maka didalam melakukan perbaikan dapat diringkas sebagai berikut : Mengeliminasi (eliminate) Value-Added Assessment (VAA) Merancang ulang proses yang telah ada maka penekanannya adalah mengeliminasi semua kegiatan yang tidak memberikan nilai tambah sehingga proses bisnis dapat berjalan lancar. Gambar 1 menunjukkan aliran bisnis proses pada PT. Nisso Bahari Surabaya.
Gambar 1. Aliran Bisnis Proses pada PT. Nisso Bahari Surabaya
ISBN : 978-979-99735-8-0 A-10-5
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi X Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Agustus 2009
Simulasi Tabel 3. menjelaskan tentang ringkasan output perbandingan model simulasi existing dengan model skenario untuk output jumlah aquarium. Tabel tersebut menunjukkan nilai interval kepercayaan (Confidence interval) untuk masing-masing perbandingan rata-rata berdasarkan output software SPSS 11.5 sehingga dapat disimpulkan model yang lebih baik dari pasangannya berdasarkan interval kepercayaan 95%. Sedangkan tabel 5.3 menjelaskan tentang ringkasan output perbandingan model simulasi existing dengan model skenario untuk total waktu tunggu berdasarkan interval kepercayaan 95%. Tabel 3. Perbandingan Output Jumlah Tanki Aquarium Tipe NS 106 Simulasi Model Existing dengan Skenario
Pair 1 Pair 2 Pair 3 Pair 4 Pair 5 Pair 6
Skenario 1 Model existing Skenario 2 Model existing Skenario 3 Model existing Skenario 2 Skenario 1 Skenario 3 Skenario 1 Skenario 3 Skenario 2
Paired Samples Statistics Mean N Std. Deviation 6121.4286 7 26.72612 6114.2857 7 24.39750 6857.1429 7 18.89822 6114.2857 7 24.39750 6871.4286 7 39.33979 6114.2857 7 24.39750 6857.1429 7 18.89822 6121.4286 7 26.72612 6871.4286 7 39.33979 6121.4286 7 26.72612 6871.4286 7 39.33979 6857.1429 7 18.89822
Std. Error Mean 10.10153 9.22139 7.14286 9.22139 14.86904 9.22139 7.14286 10.10153 14.86904 10.10153 14.86904 7.14286
Paired Samples Test Paired Differences
Pair 1 Pair 2 Pair 3 Pair 4 Pair 5 Pair 6
Skenario 1 - Model existing Skenario 2 - Model existing Skenario 3 - Model existing Skenario 2 - Skenario 1 Skenario 3 - Skenario 1 Skenario 3 - Skenario 2
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper
7.1429
34.50328
13.04101
-24.7674
39.0531
.548
6
.604
742.8571
34.50328
13.04101
710.9469
774.7674
56.963
6
.000
757.1429
53.45225
20.20305
707.7078
806.5779
37.477
6
.000
735.7143 750.0000 14.2857
37.79645 50.00000 47.55949
14.28571 18.89822 17.97580
700.7584 703.7577 -29.6995
770.6702 796.2423 58.2709
51.500 39.686 .795
6 6 6
.000 .000 .457
t
df
Sig. (2tailed)
Tabel 4. Perbandingan Output Rata-Rata Total Waktu Tunggu Simulasi Model Existing Dengan Skenario
Pair 1 Pair 2 Pair 3 Pair 4 Pair 5 Pair 6
Model existing Skenario 1 Model existing Skenario 2 Model existing Skenario 3 Skenario 1 Skenario 2 Skenario 1 Skenario 3 Skenario 2 Skenario 3
Paired Samples Statistics Mean N Std. Deviation 67568.6640 7 48.22197 63645.3914 7 81.91266 67568.6640 7 48.22197 53699.3144 7 56.72810 67568.6640 7 48.22197 30955.7714 7 25.97213 63645.3914 7 81.91266 53699.3144 7 56.72810 63645.3914 7 81.91266 30955.7714 7 25.97213 53699.3144 7 56.72810 30955.7714 7 25.97213
ISBN : 978-979-99735-8-0 A-10-6
Std. Error Mean 18.22619 30.96008 18.22619 21.44121 18.22619 9.81654 30.96008 21.44121 30.96008 9.81654 21.44121 9.81654
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi X Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Agustus 2009 Paired Samples Test
Mean Pair 1 Pair 2 Pair 3 Pair 4 Pair 5 Pair 6
Model existing Skenario 1 Model existing Skenario 2 Model existing Skenario 3 Skenario 1 Skenario 2 Skenario 1 Skenario 3 Skenario 2 Skenario 3
-
Paired Differences 95% Confidence Interval of the Difference Std. Std. Error Deviation Mean Lower Upper
t
df
Sig. (2tailed)
3923.2726
102.91336
38.8976
3828.0936
4018.4516
100.862
6
.000
13869.3496
55.75824
21.0746
13817.7818
13920.9173
658.106
6
.000
36612.8926
60.80170
22.9808
36556.6604
36669.1248
1593.189
6
.000
9946.0770
81.12105
30.6608
9871.0525
10021.1015
324.390
6
.000
32689.6200
79.41860
30.0174
32616.1700
32763.0700
1089.022
6
.000
22743.5430
52.93106
20.0060
22694.5899
22792.4961
1136.833
6
.000
PEMBAHASAN Analisa Penyebab Waste Berdasarkan kuesioner dan hasil pengamatan lapangan, maka dilakukan analisa terjadinya waste pada proses pemenuhan order pada PT. Nisso Bahari. a. Defect dengan bobot 4.53 adalah waste yang diakibatkan oleh beberapa faktor yang dikelompokkan dalam 4 bagian yaitu : Manusia, mesin, metode, materia, yang disajikan pada Gambar 2
Gambar 2. Cause and effect diagram untuk waste defect
b. Waiting dengan bobot 3,69. Penyebab waste yang diakibatkan oleh beberapa faktor, yang disajikan pada Gambar 3
Gambar 3. Cause and effect diagram untuk waste Waiting
c. Unnecessary motion dengan bobot 3, 83. Penyebab waste yang diakibatkan oleh beberapa faktor, seperti yang disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4. Cause and effect diagram untuk waste Unnecessary Motion
ISBN : 978-979-99735-8-0 A-10-7
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi X Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Agustus 2009
Analisa FMEA (Failure Mode Effect and Analysis) Berdasarkan tabel penilaian FMEA (Failure mode Effect and Analysis) maka diperoleh nilai risk priority number untuk tiap waste potensial dari perkalian antara nilai severity, occurrence dan detection. Defect Hasil perhitungan risk priority number (RPN) untuk waste defect tertinggi adalah kerusakan mesin dengan nilai risk priority number yaitu sebesar 336 atau 15.8 %. Waste defect yang kedua adalah kaca dalam proses bending yang rusak atau pecah dengan nilai risk priority number sebesar 315 atau 14.8 %. Waste defect yang ketiga diikuti oleh kaca dalam proses edging yang rusak dengan nilai risk priority number sebesar 280 atau 13.2 %. Gambar 5 Risk Priority Number Waste Defect 100 2000
60 1000 40
Percent
Count
80
20
0
0 rsk Ms n
Waste
sk Kc r
bn dn
di
g
Ka c a
e d gi di
tk ng r Ka c a
di
a n ne
al c
acat gk Bi n
ai r
us a k a Ka c
ng utt i di c
pc h
Pi l l
sk ar r Ps n
t dk g kc
t pt Ps n
g
t pt t kd pi l
Ps n
g bs
t pt t dk
Si l
c kr
ta ng a
qu pd a rsk
u
a uk Pr od a l i kmb
Count
336
Percent Cum %
1 5 .8
1 4 .8
1 3 .2
9 .9
7 .5
7 .5
7 .5
6 .0
6 .0
5 .3
5 .3
1 .1
1 5 .8
3 0 .6
4 3 .8
5 3 .7
6 1 .2
6 8 .8
7 6 .3
8 2 .3
8 8 .3
9 3 .6
9 8 .9
1 0 0 .0
315
280
210
160
160
160
128
128
112
112
24
Gambar 5. Diagram pareto nilai risk priority number untuk waste defect
Waiting Hasil perhitungan RPN waste waiting terlihat pada gambar 6 maka diperoleh nilai risk priority number tertinggi adalah pada perbaikan mesin yang tertunda dengan nilai risk priority number sebesar 378 atau 52.7 %. Waste waiting yang kedua diikuti oleh banyak produk yang menunggu proses lebih lanjut dengan nilai risk priority number sebesar 315 atau 43.9 %. Kemudian diikuti dengan waste waiting yang ketiga adalah keterlambatan pengiriman informasi kepada supplier dengan nilai risk priority number sebesar 24 atau 3.3 %. Risk Priority Number Waste Waiting 100
700 600
80
60
400 300
40
Perc ent
Count
500
200 20 100 0
Defect
0
P
er
ba
ik
an
m
s
n
tu di
nd
a
Pr
od
uk
s
et
ng
h
jd
t
un
u gg
pr
os In
fo te
un rt
Count Percent
378 52.7
315 43.9
24 3.3
Cum %
52.7
96.7
100.0
da
Gambar 6. Diagram pareto nilai risk priority number untuk waste waiting
Unnecessary Motion Hasil perhitungan RPN waste unnecessary motion terlihat pada gambar 7 maka diketahui bahwa nilai risk priority number tertinggi ada pada waste unnecessary motion pengerjaan material tanpa menggunakan alat pelindung dengan nilai risk priority number sebesar 378 atau 32.9 %. Kemudian diikuti oleh waste unnecessary motion yang kedua yaitu lingkungan kerja yang tidak nyaman dengan nilai risk priority number
ISBN : 978-979-99735-8-0 A-10-8
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi X Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Agustus 2009
sebesar 315 atau 27.4 %. Waste unnecessary motion terbesar ketiga adalah penataan material, produk setengah jadi dan produk jadi yang tidak ergonomis dengan nilai risk priority number sebesar 280 atau 24.4 %. Risk Priority Number Waste Unnecessary Motion 1200
100
1000 80
60 600 40
Percent
Count
800
400 20
200 0
0
Was te Td k
Count Percent Cum %
gg me n
nk an
pe l
ng i n du
Li ng
378 32.9 32.9
r ja k ke
an nya m t dk Pe na
315 27.4 60.4
ta a n
ak e tid
s om i r g on
280 24.4 84.8
rt Ope
a or
be
dah r pi n
175 15.2 100.0
Gambar 7. Diagram pareto nilai risk priority number untuk waste unnecessary motion
Analisa Dampak Terjadinya Waste Tabel FMEA untuk mengetahui dampak atau efek dari potential failure mode berdasarkan tiga nilai RPN (risk priority number) tertinggi. Tabel 5.1 menunjukkan FMEA berdasarkan nilai risk priority number tertinggi dari waste yang teridentifikasi. Tabel 5. FMEA berdasarkan nilai risk priority number tertinggi dari waste yang teridentifikasi
1
Waste Defect
No.
Potential failure mode Kerusakan mesin
Kaca hasil proses bending cacat/pecah
Penyebab waste 1. 2. 3. 4. 1. 2.
2 Defect
3. 4. Kaca hasil proses edging retak/cacat
3.
1. 2. 3. 4.
Perbaikan mesin yang tertunda
2.
Waiting
1.
1.
2.
3.
Unnecessary Motion
3.
Banyak produk setengah jadi yang menunggu proses lebih lanjut
1. 2. 3. 1. 2. 3. 4.
Pengiriman informasi kepada supplier yang tertunda
1.
Pengerjaan material tanpa menggunakan alat pelindung
1. 2.
Lingkungan kerja yang tidak nyaman
1.
2.
2. Penataan material, produk setengah jadi dan produk jadi yang tidak ergonomis
1. 2.
Kurangnya perawatan dan pemeriksaan. Umur pakai mesin Tidak ada tenaga ahli Sparepart tidak tersedia Rantai atas lepas dari kereta pada mesin bending. Kurangnya perawatan dan pemeriksaan mesin. Ketidaktelitian operator saat melakukan inspeksi Kurangnya skill yang dimiliki oleh operator. Penyimpanan material yang terlalu lama Kualitas material yang kurang baik. Kurangnya skill yang dimiliki oleh operator Ketidaktelitian operator saat melakukan inspeksi Tidak tersedianya tenaga ahli Sparepart tidak tersedia Perawatan tidak rutin Aktivitas sebelumnya yang tertunda Kerusakan mesin Keterbatasan mesin Perencanaan operasional yang kurang baik. Menunggu persetujuan purchase order oleh pimpinan PT. X Kebijakan bersama antar kedua perusahaan Keterbatasan peralatan pengaman. Kesadaran operator untuk menggunakan peralatan pengaman. Material defect ada dimana-mana dalam area produksi. Kurangnya ventilasi udara dan fan dalam area produksi. Tidak ada gudang untuk menyimpan material, dan produk jadi. Keterbatasan area produksi.
ISBN : 978-979-99735-8-0 A-10-9
Efek 1. Terganggunya aliran fisik 2. Pemenuhan order tidak waktu
RPN tepat
1. Terganggunya aliran fisik pada area bending 2. Penggantian material yang rusak 3. Material cacat lolos diproses berikutnya
1. Penggantian material yang rusak 2. Terganggunya aliran fisik pada area bending 3. Material cacat lolos diproses berikutnya 1. Terganggunya aliran fisik 2. Pemenuhan order tidak tepat waktu 1. Terganggunya aliran fisik 2. Penumpukan produk setengah jadi pada area produksi yang dapat membahayakan keselamatan operator 1. Penumpukan material di area produksi 2. Pemesanan material dalam jumlah yang besar 2. Sering terjadi kecelakaan kerja ringan. 3. Terhirupnya debu kaca yang bisa menimbulkan penyakit. 1. Ketidaknyamanan operator saat melakukan aktivitas 2. Dapat membahayakan operator 1. Dapat membahayakan keselamatan operator 2. Ketidaknyamanan operator saat melakukan aktivitas
336
315
280
378
315
24
378
224
280
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi X Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Agustus 2009
Analisa Hasil simulasi Analisa Validasi Model Validasi model simulasi dilakukan dengan membandingkan rata-rata output model simulasi yang dibuat berdasarkan model konseptual hasil perbandingan dengan menggunakan software SPSS 11.5 maka dapat disimpulkan terima Ho yang berarti bahwa antara real system dan model existing simulasi yang dibuat tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Analisa Peningkatan Jumlah Output Aquarium Dari hasil running simulasi maka dapat diketahui peningkatan output terjadi pada semua skenario. Peningkatan output rata-rata jumlah aquarium skenario yaitu sebesar 6143 buah dari output rata-rata jumlah existing. Untuk skenario 2 dengan adanya penambahan operator dan mesin bending pada proses bending glass front maka dapat meningkatkan output rata-rata jumlah aquarium menjadi 6865 buah. Sedangkan untuk skenario 3 dapat meningkatkan output rata-rata jumlah aquarium menjadi 6872 buah dari output rata-rata jumlah aquarium model existing sebelumnya. Analisa Perbandingan Model Existing dengan Skenario Bila dilihat dari output rata-rata total waktu tunggu untuk skenario 1 adalah 63645.3914 menit sedangkan model existing adalah 67568.6635 menit. Jadi dapat disimpulkan bahwa perbandingan dari segi output total waktu tunggu terdapat perbedaan yang signifikan maka skenario 1 adalah yang terbaik untuk total waktu tunggu proses. Bila dilihat dari output total waktu tunggu untuk skenario 2 adalah 53699.3144 sedangkan model existing adalah 67568.6640 menit. Jadi dapat disimpulkan bahwa perbandingan dari segi output jumlah aquarium maupun output total waktu tunggu maka skenario 2 adalah yang terbaik. Nilai signifikan untuk perbandingan total waktu tunggu adalah 0 yang artinya tolak Ho. Untuk output total waktu tunggu proses untuk skenario 3 adalah 30955.7714 sedangkan model existing adalah 67568.6640. Jadi dapat disimpulkan bahwa perbandingan dari segi output jumlah aquarium maupun output waktu tunggu maka skenario 3 adalah yang terbaik. Untuk output total waktu tunggu proses untuk skenario 2 adalah 53699.3144 sedangkan skenario 1 adalah 63645.3914. Jadi dapat disimpulkan bahwa perbandingan dari segi output waktu tunggu maka skenario 2 adalah yang terbaik. Untuk nilai signifikan untuk perbandingan total waktu tunggu adalah 0 yang artinya tolak Ho. Untuk output total waktu tunggu proses untuk skenario 3 adalah 30955.7714 sedangkan skenario 1 adalah 63645.3914. Jadi dapat disimpulkan bahwa perbandingan dari segi output waktu tunggu maka skenario 3 adalah yang terbaik. Untuk nilai signifikan perbandingan total waktu tunggu adalah nol yang artinya tolak Ho. Bila dilihat dari output rata-rata total waktu tunggu untuk skenario 3 adalah 30955.7714 sedangkan skenario 2 adalah 53699.3144. Jadi dapat disimpulkan bahwa perbandingan dari segi sedangkan output total waktu tunggu terdapat perbedaan yang signifikan maka skenario 3 adalah yang terbaik untuk total waktu tunggu proses. KESIMPULAN Berdasarkan Waste Defect dengan bobot 4.53 yang disebabkan karena cacat atau kerusakan yang terjadi pada produk dalam proses, kerusakan mesin, kesalahan yang disebabkan oleh manusia dan kualitas material yang jelek.
ISBN : 978-979-99735-8-0 A-10-10
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi X Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Agustus 2009
Waiting dengan bobot 3.69 yang disebabkan karena perbaikan mesin yang tertunda, banyak produk setengah jadi yang menunggu proses lebih lanjut dan keterlambatan pengiriman informasi kepada supplier. Unnecessary motion dengan bobot 3.38 yang disebabkan karena lingkungan kerja yang tidak nyaman, pemindahan dan pengerjaan material dan penataan material. 2. Berdasarkan risk priority number (RPN) Kerusakan mesin dengan risk priority number 336 atau 15.8%. Perbaikan mesin yang tertunda dengan risk priority number 378 atau 52.7%. Pengerjaan material tanpa menggunakan alat pelindung dengan risk priority number 378 atau 35.7%. 3. Untuk meminimalkan waktu proses pemenuhan order tanki aquarium tipe NS 106 maka dilakukan perbaikan dengan pendekatan streamlining dengan Value-added Assessment dan eliminasi proses yang non value added. 4. Berdasarkan model simulasi yang dibuat maka rekomendasi perbaikan yang dipilih adalah skenario 3. Skenario 3 dipilih berdasarkan pertimbangan : Output jumlah aquarium lebih meningkat. Total waktu tunggu dalam proses menjadi berkurang. DAFTAR PUSTAKA Al-Mudimigh A. S. (2007), The role and impact of business process management in enterprise systems implementation. Business Process Management Journal. Vol. 13 No. 6, pp. 866-874 Amamiyah, D. (2007), Evaluasi Dan Perbaikan Sistem Order Fulfillment Process Dengan Pendekatan Lean Manufacturing (Studi Kasus : PT. Filtrona Indonesia). Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya. Hines, P. dan Rich, N. (1997), The seven value stream mapping tools. International Journal of Operations & Production Management, Vol. 17 No. 1, pp. 46-64. Liker, J. K. (2006), The Toyota Way. Erlangga, Jakarta. Kelton, W. David, Sadowski Randal, P. dan Sadowski Deborah, A. (2002), Simulation With ARENA, Second Edition, McGraw-Hill Companies, Inc. Pujawan, I Nyoman., (2005), Supply Chain Management. Guna Widya, Surabaya. Teng, S., Ho, S., Shumar, D. dan Liu, P. (2006), Implementing FMEA in a collaborative supply chain environment. International Journal of Quality & Reliability Management Vol. 23 No. 2, pp. 179-196. http://mba.tuck.dartmouth.edu/pages/faculty/dave.pyke/case_study/supply_chain http://www.sixsigmazone.com/assets/article_FMEA_IN_SOFWARE_PROJECTS
ISBN : 978-979-99735-8-0 A-10-11