"ANALISA ATAS PENERAPAN BALANCED SCORECARD PADA SISTEM PENILAIAN KINERJA PEGAWAI DI DIREKTORAT INFORMASI KEPABEANAN DAN CUKAI (DIKC)" Tagara Primadista Rachmadi A. Triono FAKULTAS EKONOMI PROGRAM STUDI MANAJEMEN KEKHUSUSAN BISNIS ABSTRAK Skripsi ini membahas mengenai efek dari penerapan sistem pengukuran kinerja dengan metode balanced scorecard terkait apakah ada perubahan perilaku dan pencapaian kinerja pegawai yang cukup signifikan setelah dilakukan pengukuran kinerja dengan menggunakan metode balanced scorecard.
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dan kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Variabel yang digunakan dalam penelitian kuantitatif yaitu Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3), Nilai Kinerja Pegawai (NKP) dan Kategori Pegawai. Sedangkan untuk penelitian kualitatif digunakan metode in-depth interview untuk pengumpulan data dan metode rich picture untuk pembahasan. Hasil penelitian kuantitatif dan kualitatif menunjukkan bahwa terdapat peningkatan atas pencapaian kinerja pegawai dan perubahan perilaku yang cukup signifikan setelah diterapkan sistem pengukuran kinerja dengan metode balanced scorecard. Kata kunci : Sektor Publik; Balanced Scorecard
ABSTRACT This study discusses the effects of the implementation of performance measurement systems associated with the balanced scorecard method related to whether there is a significant change in behaviour and employee achievement after the implementation. This research employed quantitative and qualitative study with descriptive approach. The variables used in the quantitative study are Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3), Nilai Kinerja Pegawai (NKP) and Employee Category. As for the qualitative study, in-depth interview method is used for gathering data and rich picture method is used for discussion. The results of quantitative and qualitative research shows that there is an increased on employee achievement and significant positive change in behaviour after the implementation of performance measurement systems associated with the balanced scorecard method Keywords : Public Sector; Balanced Scorecard
1 Analisa atas..., Tagara Primadista, FE UI, 2013
PENDAHULUAN Kepemerintahan yang baik (good governance) merupakan salah satu isu yang paling mengemuka saat ini yang ditandai dengan adanya perubahan paradigma dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan. Terwujudnya good governance ditandai dengan adanya transparansi, akuntabilitas, efisiensi dan efektivitas dalam penyelenggaraan pemerintahan untuk dapat mencapai tujuan yang ditetapkan. Setiap organisasi baik organisasi pemerintah maupun swasta memiliki tujuan yang hendak dicapai. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan strategi yang dijabarkan dalam bentuk program-program. Untuk mengukur sejauh mana tingkat keberhasilan yang dicapai dibutuhkan suatu sistem pengukuran kinerja. Sistem pengukuran kinerja sektor publik adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajer publik menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial dan non finansial. Pengukuran kinerja sektor publik juga merupakan elemen penting dalam proses akuntabilitas publik. Pengukuran kinerja penting bagi manajemen dan masyarakat dalam menilai kinerja organisasi sektor publik. Bagi manajemen, pengukuran kinerja tersebut merupakan bagian integral dari sistem pengendalian manajemen, sedangkan bagi pihak luar pengukuran kinerja bermanfaat untuk memonitor dan menilai pencapaian kinerja organisasi sektor publik. Pengukuran kinerja yang dulu digunakan oleh pada Kementerian Keuangan adalah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1979 tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil
yaitu dengan evaluasi tahunan yang dituangkan dalam
Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3). Akan tetapi evaluasi tersebut dirasa kurang efektif, efisien dan obyektif karena hal-hal yang dinilai terlalu normatif dan sulit untuk dikuantifikasi. Kemudian sejalan dengan tuntutan Reformasi Birokrasi maka Kementerian Keuangan mengubah metode pengukuran kinerja dengan menggunakan balanced scorecard. Keputusan tersebut dituangkan pada KMK 454/KMK.01/2011 tentang Pengelolaan Kinerja di Lingkungan Kementerian Keuangan. Dimana kemudian dikenal istilah Capaian Kinerja Pegawai dan Nilai Perilaku yang kemudian digabungkan menjadi Nilai Kinerja Pegawai. Konsep pengukuran kinerja yang lebih komprehensif yaitu konsep balanced scorecard memungkinkan untuk diterapkan dalam pengukuran kinerja individu dalam organisasi sektor publik. Balanced scorecard merupakan seperangkat ukuran yang memandang entitas secara 2 Analisa atas..., Tagara Primadista, FE UI, 2013
komprehensif, yang tidak hanya mengukur aspek keuangan semata namun juga mencantumkan ukuran-ukuran operasional lain seperti ukuran kepuasan pelanggan, proses bisnis internal, pembelajaran dan pertumbuhan. Selain itu, ukuran-ukuran yang digunakan dalam balanced scorecard dikembangkan dari visi, misi dan strategi organisasi. Penerapan balanced scorecard pada tingkat individu pada instansi pemerintah tentunya memerlukan modifikasi. Dengan penggunaan balanced scorecard ini diharapkan mampu mewujudkan pengukuran kinerja
individu
yang lebih akurat,
komprehensif dan
mencerminkan seluruh proses yang berjalan dalam organisasi. Berdasarkan pemaparan diatas, penulis tertarik untuk melihat dan menganalisa apakah ada perubahan perilaku dan pencapaian kinerja pegawai yang cukup signifikan setelah dilakukan penerapan metode balanced scorecard dalam melakukan evaluasi terhadap pengukuran kinerja individu pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), khususnya Direktorat Informasi Kepabeanan dan Cukai (DIKC). Tujuan penelitian ini juga sejalan dengan langkah yang dijalankan oleh DJBC yang sedang menerapkan secara menyeluruh dan memperkuat sistem pengukuran kinerja sampai dengan tingkat individu dengan pendekatan balanced scorecard dalam rangka Reformasi Birokrasi Kementrian Keuangan yang hingga kini telah mencapai tahap pelaksana. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai pertimbangan bagi pihak-pihak terkait dalam penyempurnaan sistem pengukuran kinerja individu berdasarkan balanced scorecard di
DJBC
pada
umumnya
dan
DIKC
pada
khususnya.
TINJAUAN TEORITIS Sebelum membahas mengenai pengukuran kinerja maka terlebih dahulu harus mengetahui definisi kinerja itu sendiri. Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKP 2000,
7-8) memberikan definisi kinerja sebagai berikut: Kinerja dapat diartikan prestasi yang dapat dicapai organisasi dalam suatu periode tertentu. Prestasi yang dimaksud adalah efektivitas operasional organisasi baik dari segi manajerial maupun ekonomis operasional kinerja merupakan gambaran mengenai sejauh mana keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi instansi. Kinerja hanya bisa diketahui jika individu atau organisasi mempunyai
kriteria
keberhasilan yang ditetapkan. Kriteria tersebut berupa tujuan-tujuan atau target-target tertentu yang hendak dicapai. Tanpa ada tujuan atau target, kinerja seseorang atau organisasi tidak mungkin dapat diketahui karena tidak ada tolak ukurnya. 3 Analisa atas..., Tagara Primadista, FE UI, 2013
Definisi pengukuran kinerja menurut LAN (2003, 5) yaitu: Proses sistematis dan berkesinambungan untuk menilai keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan program, kebijakan, sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam mewujudkan visi, misi, dan strategi instansi pemerintah. Tujuan utama dilakukannya suatu pengukuran kinerja adalah untuk mengevaluasi kegiatan atau program yang dilakukan dalam mencapai tujuan organisasi. Dengan adanya pengukuran kinerja pada suatu organisasi tentunya akan memberikan manfaat yang berarti bagi perkembangan oranisasi di masa mendatang. Diharapkan pola kerja dan pelaksanaan kegiatan organisasi dapat berjalan lebih efisien dan efektif dalam mewujudkan tujuan organisasi. Menurut Sony Yuwono, Edy Sukarno dan M Ichsan (2002, 28-29) mengutip Wahjudi Prakarsa dalam bukunya “Balanced
Scorecard:
Pemandu
Kinerja
di
Lingkungan
Turbulen” suatu pengukuran kinerja yang efektif paling tidak harus memiliki syaratsyarat sebagai berikut: 1. Didasarkan pada masing-masing aktivitas dan karakteristik organisasi itu sendiri sesuai perspektif pelanggan. 2. Evaluasi atas berbagai aktivitas, menggunakan ukuran-ukuran kinerja yang customer-validated. 3. Sesuai
dengan
seluruh
aspek
kinerja
aktivitas
yang
mempengaruhi
pelanggan, sehingga menghasilkan penilaian yang komprehensif. 4. Memberikan umpan balik untuk membantu seluruh anggota organisasi mengenali masalah-masalah yang ada kemungkinan perbaikan. Fokus pengukuran organisasi sektor publik berbeda dengan sektor swasta. Sektor swasta berfokus pada perspektif finansial sedangkan sektor publik berfokus pada pelanggan, karena tujuan utama organisasi sektor publik adalah pemenuhan kebutuhan masayarakat sebagai pengguna atau pelanggan atas jasa layanan atau produk yang dihasilkan. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1979 tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil adalah metode yang digunakan sebelum KMK 454/KMK.01/2011 tentang Pengelolaan Kinerja di Lingkungan Kementerian Keuangan untuk melakukan penilaian secara periodik pelaksanaan pekerjaan seorang Pegawai Negeri Sipil di Kementerian Keuangan. Tujuan penilaian kinerja disini adalah untuk mengetahui 4 Analisa atas..., Tagara Primadista, FE UI, 2013
keberhasilan atau ketidak berhasilan seorang Pegawai Negeri Sipil, dan untuk mengetahui kekurangan-kekurangan dan kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dalam melaksanakan tugasnya. Hasil penilaian kinerja digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pembinaan Pegawai Negeri Sipil, antara lain pengangkatan, kenaikan pangkat, pengangkatan dalam jabatan, pendidikan dan pelatihan, serta pemberian penghargaan. Dalam aturan ini unsur-unsur yang dinilai dalam melaksanakan penilaian pelaksanaan pekerjaan adalah kesetiaan, prestasi kerja, tanggungjawab, ketaatan, kejujuran, kerjasama, prakarsa dan kepemimpinan. KMK 454/KMK.01/2011 tentang Pengelolaan Kinerja di Lingkungan Kementerian Keuangan merupakan standar pengukuran kinerja individu yang berlaku saat ini bagi seluruh pegawai pada Kementerian Keuangan. Dasar dari Peraturan Menteri Keuangan ini adalah seluruh unit pada Kementerian Keuangan diwajibkan untuk memiliki Pengelolaan Kinerja yang meliputi dimensi Pengelolaan Kinerja Organisasi dan Pengelolaan Kinerja Pegawai. Pengelolaan Kinerja tersebut bertujuan untuk meningkatkan kinerja setiap unit dalam Kementerian Keuangan melalui Penilaian Kinerja Organisasi dan Penilaian Kinerja Pegawai. Balanced scorecard
dikembangkan
sebagai
sistem
pengukuran
kinerja
yang
memungkinkan para eksekutif memandang perusahaan dari berbagai perspektif secara simultan. Kaplan dan Norton (2000, 22) mendefinisikan balanced scorecard sebagai berikut: Balanced scorecard memberi para eksekutif kerangka kerja yang komprehensif untuk menterjemahkan visi dan strategi perusahaan ke dalam seperangkat ukuran kinerja yang terpadu…yang tersusun ke dalam empat perspektif: finansial, pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa balanced scorecard merupakan suatu sistem manajemen, pengukuran, dan pengendalian yang secara cepat, tepat, dan komprehensif dapat memberikan pemahaman kepada manajer tentang performa bisnis. Pengukuran kinerja tersebut memandang unit bisnis dari empat perspektif, yaitu perspektif keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, serta proses pembelajaran dan pertumbuhan. Melalui mekanisme sebab akibat, perspektif keuangan menjadi tolok ukur utama yang dijelaskan oleh tolok ukur operasional pada tiga perpektif lainnya sebagai driver (lead indicator). Kaplan dan Norton sebagaimana dikutip oleh Vincent Gasperz (2002, 38) memperkenalkan empat perspektif yang berbeda dari suatu aktivitas perusahaan yang dapat dievaluasi oleh manajemen sebagai berikut:
5 Analisa atas..., Tagara Primadista, FE UI, 2013
1. Perspektif finansial, “Bagaimana kita memuaskan pemegang saham?”. 2. Perspektif pelanggan, “Bagaimana kita memuaskan pelanggan?”. 3. Perspektif proses bisnis internal, “Apa proses-proses yang seyogynya diunggulkan untuk mencapai kesuksesan perusahaan?”. 4. Perspektif
pembelajaran
mempertahankan
dan
pertumbuhan,
keberlangsungan
kemampuan
“Bagaimana terhadap
kita
akan
perubahan
dan
peningkatan?”. Menurut Vincent Gasperz (2002, 73) terdapat dua jenis pengukuran dalam balanced scorecard yaitu: ukuran hasil utama atau lag indicator dan faktor-faktor pendorong kinerja atau lead indicator. Semua program balanced scorecard menggunakan ukuran-ukuran generik tertentu, misalnya perspektif finansial menggunakan ukuran generik ROI dan EVA, untuk perspektif pelanggan digunakan ukuran generik kepuasan dan retensi pelanggan, perspektif bisnis internal dengan ukuran generik kualitas dan waktu tanggap, sedangkan perspektif pertumbuhan dan pembelajaran dengan ukuran generik kepuasan karyawan dan ketersediaan sistem informasi. Konsep pengukuran kinerja sangatlah berbeda antara sektor publik dan sektor swasta, perbedaan tersebut antara lain : 1. Penciptaan nilai atau hasil Dalam sektor publik nilai atau hasil yang ingin dicapai bukanlah bersifat keuntungan finansial tetapi terpenuhinya kebutuhan publik melalui layananlayanan yang disediakan oleh pemerintah. Perhatian utama adalah pada terpenuhinya ekspektasi publik atas layanan yang diharapkan dari pemerintah. 2. Alokasi sumber daya Alokasi sumber daya adalah masalah yang cukup krusial dalam sektor publik karena dibandingkan dengan sektor swasta, sektor publik memiliki keterbatasan yang lebih besar terkait dengan sumber daya. Sumber daya pada sektor publik dibatasi oleh anggaran yang telah ditetapkan. Layanan kepada publik tetap harus diberikan dan tersedia walaupun sumber daya yang ada terbatas dan tidak dapat ditambah secara fleksibel. 3. Akuntabilitas dan kepercayaan Isu paling penting dalam sektor publik adalah akuntabilitas dan kepercayaan karena pemerintah dapat berjalan jika ada kepercayaan dari publik yang 6 Analisa atas..., Tagara Primadista, FE UI, 2013
mendirikannya. Jika tidak ada kepercayaan dari publik maka pemerintah tidak dapat memberikan layanan yang maksimal bagi publik, sedangkan kepercayaan tersebut berasal dari akuntabilitas pemerintah. METODE PENELITIAN Analisa data dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu: analisa kuantitatif dan analisa kualitatif. Analisa kuantitatif dalam penelitian ini menggunakan analisa deskriptif Kolmogorov-Smirnov, uji normalitas Paired T-Test untuk data yang berdistribusi normal dan uji Wilcoxon Signed Rank Test untuk data yang berdistribusi tidak normal menggunakan program SPSS. Sedangkan analisa kualitatif dalam penelitian ini menggunakan metode rich picture atas hasil in-depth interview. Responden dalam penelitian ini adalah pegawai pada Direktorat Informasi Kepabeanan dan Cukai (DIKC) yang dibagi menjadi tiga kategori, yaitu: Eselon, Fungsional dan Pelaksana. Penelitian ini akan melihat apakah ada perbedaan hasil yang signifikan dari tiaptiap kategori. Hipotesis Penelitian H1 : Ada hubungan antara pencapaian kinerja pegawai kategori eselon dengan pengukuran kinerja menggunakan metode balanced scorecard. H2 : Ada hubungan antara pencapaian kinerja pegawai kategori fungsional dengan pengukuran kinerja menggunakan metode balanced scorecard. H3 : Ada hubungan antara pencapaian kinerja pegawai kategori pelaksana dengan pengukuran kinerja menggunakan metode balanced scorecard. H4 : Ada hubungan antara pencapaian kinerja pegawai secara keseluruhan dengan pengukuran kinerja menggunakan metode balanced scorecard.
Hipotesis Statistik H11 : 7 Analisa atas..., Tagara Primadista, FE UI, 2013
Tidak ada hubungan antara pencapaian kinerja pegawai kategori eselon dengan pengukuran kinerja menggunakan metode balanced scorecard. H12 : Ada hubungan antara pencapaian kinerja pegawai kategori eselon dengan pengukuran kinerja menggunakan metode balanced scorecard.
H21 : Tidak ada hubungan antara pencapaian kinerja pegawai kategori fungsional dengan pengukuran kinerja menggunakan metode balanced scorecard. H22: Ada hubungan antara pencapaian kinerja pegawai kategori fungsional dengan pengukuran kinerja menggunakan metode balanced scorecard.
H31 : Tidak ada hubungan antara pencapaian kinerja pegawai kategori pelaksana dengan pengukuran kinerja menggunakan metode balanced scorecard. H32 : Ada hubungan antara pencapaian kinerja pegawai kategori pelaksana dengan pengukuran kinerja menggunakan metode balanced scorecard.
H41 : Tidak ada hubungan antara pencapaian kinerja pegawai secara keseluruhan dengan pengukuran kinerja menggunakan metode balanced scorecard. H42 : Ada hubungan antara pencapaian kinerja pegawai secara keseluruhan dengan pengukuran kinerja menggunakan metode balanced scorecard. Metode Pengumpulan Data Penelitian ini memiliki dua jenis data, yaitu: data primer dan data sekunder. Dengan penjelasan sebagai berikut :
8 Analisa atas..., Tagara Primadista, FE UI, 2013
1. Data sekunder; digunakan untuk mendapatkan gambaran tambahan atau pelengkap. Sumber dari data sekunder, antara lain diperoleh dari jurnal, buku, artikel majalah, internet, dokumen kantor, dan hasil penelitian pihak lain. 2. Data primer; data yang diperoleh langsung dari responden melalui hasil in-depth interview secara tertulis. Populasi, Ukuran dan Metode Pengambilan Sampel Populasi sekaligus sampel untuk analisa kuantitatif dari penelitian ini adalah seluruh pegawai pada DIKC. Sedangkan penentuan sampel untuk analisa kualitatif dilakukan pada responden yang bersedia meluangkan waktu untuk melakukan in-depth interview. Berdasarkan pertimbangan di atas untuk analisa kualitatif ditetapkan sampel sebanyak lima belas pegawai sebagai responden. Sedangkan dalam menentukan sampel untuk analisa kualitatif digunakan judgement sampling, yaitu responden yang dipilih harus dapat mewakili atau termasuk dalam salah satu kategori yang telah ditetapkan yaitu eselon, fungsional dan pelaksana. Sistematika Pertanyaan dalam In-Depth Interview
Gambar 3-1. Gambar Kerangka Umum Pengelolaan Kinerja Pegawai KMK 454/KMK.01/2011 tentang Pengelolaan Kinerja di Lingkungan Kementerian Keuangan
Selain memotret proses, pertanyaan dalam kuisioner bertujuan untuk mengetahui apakah pegawai merasakan adanya perubahan perilaku yang signifikan setelah dilakukan penilaian
9 Analisa atas..., Tagara Primadista, FE UI, 2013
kinerja pegawai dengan metode balanced scorecard. Pertanyaan yang diajukan sebagai berikut : 1. Menurut anda Penilaian Pegawai itu beranalogi positif atau negatif ? 2. Pada awal tahun anda diminta menetapkan Indikator Kinerja Utama. Bagaimana anda menetapkan Indikator Kinerja Utama tersebut ? Pertimbangan apa yang anda gunakan ? 3. Apakah pada saat menentukan Indikator Kinerja Utama anda mengalami kekhawatiran bahwa tidak dapat memenuhi target yang anda tetapkan sendiri ? Jika iya, bagaimana anda mengatasi hal tersebut ? 4. Selama waktu berjalan, anda dapat melakukan konsultasi kepada atasan langsung mengenai pencapaian kinerja anda. Apakah anda pernah melakukan hal tersebut ? Jika pernah, kenapa anda melakukan hal tersebut ? 5. Anda diberikan hak untuk melakukan perubahan atas Indikator Kinerja Utama yang anda tetapkan. Apakah anda pernah mendiskusikan hal tersebut dengan atasan langsung anda ? Jika iya, bagaimana tanggapan atasan langsung anda atas hal tersebut ? 6. Pada Penilaian Pegawai kita dikenal adanya peer review dari lingkungan sekitar, dimana anda diminta memilih rekan kerja yang akan menilai anda. Bagaimana anda memilih rekan kerja tersebut ? Pertimbangan apa yang anda gunakan ? 7. Apa yang anda rasakan ketika menerima Nilai Kinerja Pegawai sebagai nilai Penilaian Pegawai ? Apakah anda merasa puas dengan nilai yang anda dapatkan ? 8. Dalam Penilaian Pegawai ada kesempatan untuk melakukan keberatan atas nilai yang anda dapatkan. Apakah anda pernah melakukan hal tersebut ? Jika iya, kenapa anda melakukan hal tersebut ? dan apakah keberatan anda diterima oleh atasan ? 9. Apakah menurut anda ada perubahan perilaku yang signifikan setelah dilakukan Penilaian Pegawai dengan metode balanced scorecard ?
PEMBAHASAN Analisa dan Pembahasan Kuantitatif Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Penelitian deskriptif dapat diartikan sebagai proses pemecahan masalah yang diselidiki dengan melukiskan keadaan subjek dan objek penelititan pada saat sekarang berdasarkan fakta dan interpretasi yang tepat. 10 Analisa atas..., Tagara Primadista, FE UI, 2013
Uji Statistik Deskriptif Tabel 4-1. Tabel Analisa Deskriptif DP3
Golongan
NKP
min
max
Mean
SD
min
max
mean
SD
Eselon
81.50
84.50
90.3367
3.74930
85.77
95.36
83.1411
.73151
Fungsional
78.14
81.97
85.0653
2.24037
81.65
87.86
79.1805
1.08889
Pelaksana
79.14
86.57
86.3129
3.39192
82.16
93.86
81.3759
1.39101
Dari Tabel 4-1. tersebut, dapat diketahui bahwa nilai rata-rata (mean) DP3 pada Eselon, Fungsional, dan Pelaksana lebih tinggi daripada nilai NKP masing-masing. Begitu juga dengan nilai standard deviasi (SD) dari DP3 lebih tinggi daripada NKP. Hal ini berarti nilainilai yang ada dalam DP3 sebarannya lebih luas dari pada nilai-nilai dalam NKP. Uji Normalitas 1.
Uji Normalitas terhadap Kategori Tabel 4-2. Tabel Uji Normalitas Per Kategori
Golongan
Uji K-S (p)
Interpretasi
DP3
NKP
Eselon
.378
.725
Distribusi normal
Fungsional
.186
.133
Distribusi normal
Pelaksana
.131
.062
Distribusi normal
Tabel 4-2. menjelaskan bahwa berdasarkan uji normalitas K-S yang dilakukan terhadap data yang dibagi perkategori, dapat disimpulkan bahwa data DP3 dan NKP untuk tiap kategori berdistribusi normal. Hal ini dibuktikan melalui nilai signifikansi > 0.05 yang menyatakan bahwa data DP3 dan NKP untuk tiap kategori berdistribusi normal. 2.
Uji Normalitas terhadap Keseluruhan Data Tabel 4-3. Tabel Uji Normalitas Keseluruhan Data One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test DataDP3
N Normal Parameters
a,b
DataNKP
86
86
Mean
81.2603
86.8797
Std. Deviation
1.78169
3.71824
Most Extreme
Absolute
.139
.169
Differences
Positive
.075
.169
Negative
-.139
-.097
11 Analisa atas..., Tagara Primadista, FE UI, 2013
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)
1.287
1.564
.073
.015
Tabel 4-3. menjelaskan bahwa berdasarkan uji normalitas yang dilakukan terhadap keseluruhan data tanpa dibagi dalam kategori dapat disimpulkan bahwa data DP3 berdistribusi normal sedangkan data NKP tidak berdistribusi normal. Hal ini dibuktikan melalui nilai signifikansi DP3 > 0.05 yang menyatakan bahwa data DP3 berdistribusi normal dan nilai signifikansi NKP < 0.05 yang menyatakan bahwa data NKP berdistribusi tidak normal. Sehingga untuk analisa kedua variabel tersebut harus digunakan “Npar test” 2 related sample. Uji NPar Test 1. Uji NPar Test untuk tiap Kategori a. Eselon Tabel 4-4. Tabel T-Test Kategori Eselon Paired Samples Test Paired Differences 95% Confidence Eselon
Mean
SD
Std. Error
Interval of the
Mean
Difference Lower
Upper
5.39450
8.99661
Sig. (2-tailed)
NKP Nilai
-
7.19556
3.62176
.85366
.000
DP3
Tabel 4 menjelaskan bahwa berdasarkan uji T-test atas kategori eselon dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan signifikan antara nilai DP3 dengan nilai NKP pada tingkat eselon. Hal ini dibuktikan melalui nilai signifikansi < 0.05 yang menyatakan bahwa ada perbedaan signifikan. H11 : α ≥ 0.05 H12 : α < 0.05 (terbukti) Kesimpulan : Ada hubungan antara pencapaian kinerja pegawai kategori eselon dengan pengukuran kinerja menggunakan metode balanced scorecard. b. Fungsional
12 Analisa atas..., Tagara Primadista, FE UI, 2013
Tabel 4-5. Tabel T-Test Kategori Fungsional Paired Samples Test Paired Differences 95% Confidence Fungsional
Interval of the Difference
Std. Error Mean Nilai
NKP
SD
5.88474
Mean
2.17951
.50001
Lower
Upper
4.83425
6.93523
Sig. (2-tailed) .000
DP3
Tabel 4-5. menjelaskan bahwa berdasarkan uji T-test atas kategori fungsional dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan signifikan antara nilai DP3 dengan nilai NKP pada tingkat fungsional. Hal ini dibuktikan melalui nilai signifikansi < 0.05 yang menyatakan bahwa ada perbedaan signifikan. H21 : α ≥ 0.05 H22 : α < 0.05 (terbukti) Kesimpulan : Ada hubungan antara pencapaian kinerja pegawai kategori fungsional dengan pengukuran kinerja menggunakan metode balanced scorecard. c. Pelaksana Tabel 4-6. Tabel T-Test Kategori Pelaksana Paired Samples Test Paired Differences Pelaksana
Std. Error Mean
Nilai
NKP -
4.93694
SD 3.58804
Mean .51258
95% CI Lower
Upper
3.90633
5.96754
Sig. (2-tailed) .000
DP3
Tabel 4-6. menjelaskan bahwa berdasarkan uji T-test atas kategori pelaksana dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan signifikan antara nilai DP3 dengan nilai NKP pada tingkat pelaksana. Hal ini dibuktikan melalui nilai signifikansi < 0.05 yang menyatakan bahwa ada perbedaan signifikan. H31 : α ≥ 0.05 H32 : α < 0.05 (terbukti) 13 Analisa atas..., Tagara Primadista, FE UI, 2013
Kesimpulan : Ada hubungan antara pencapaian kinerja pegawai kategori pelaksana dengan pengukuran kinerja menggunakan metode balanced scorecard.
2. Uji NPar Test untuk keseluruhan data Tabel 7. Wilcoxon Signed Ranks Test Tabel 4-7. Tabel Wilcoxon Signed Ranks Test Keseluruhan Data (1) Ranks N DataNKP - DataDP3 Negative Ranks Positive Ranks
Keterangan:
Mean Rank
Sum of Ranks
*
9.00
9.00
**
43.91
3732.00
1 85
***
Ties
0
Total
86
* DataNKP < DataDP3 ** DataNKP > DataDP3 *** DataNKP = DataDP3
Tabel 4-7. menunjukkan bahwa terdapat satu sampel yang memiliki nilai NKP lebih kecil daripada nilai DP3, dan 85 sampel memiliki nilai NKP lebih besar daripada nilai DP3. Tabel 4-8. Tabel Wilcoxon Signed Ranks Test Keseluruhan Data (2) Test Statistics
b
DataNKP DataDP3 a
Z
-8.016
Asymp. Sig. (2-
.000
tailed) Keterangan : a. Based on negative ranks. b. Wilcoxon Signed Ranks Test
Tabel 4-8. menjelaskan bahwa berdasarkan uji Wilcoxon Signed Ranks atas keseluruhan data tanpa kategorisasi dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan signifikan antara nilai DP3 dengan nilai NKP. Hal ini dibuktikan melalui nilai signifikansi antara DP3 dengan NKP sebesar 0.00 < 0.05 yang menyatakan bahwa ada perbedaan yang signifikan. H41 : α ≥ 0.05 H42 : α < 0.05 (terbukti) Kesimpulan :
14 Analisa atas..., Tagara Primadista, FE UI, 2013
Ada hubungan antara pencapaian kinerja pegawai secara keseluruhan dengan pengukuran kinerja menggunakan metode balanced scorecard. 4.1 Analisa dan Pembahasan Kualitatif 4.1.1 Rich Picture Diagram
Rich picture tersebut menjelaskan mengenai pihak, proses dan konflik yang muncul dalam proses pengukuran kinerja dengan penjelasan sebagai berikut : 1. Pihak Dalam penilaian kinerja tersebut ada beberapa pihak yang terkait yaitu pegawai yang dinilai, atasan pegawai yang dinilai dan pegawai penilai. a. Pegawai yang dinilai
15 Analisa atas..., Tagara Primadista, FE UI, 2013
Berkewajiban untuk menentukan target tahunan yang akan dicapai dan mencapai target yang telah ditetapkan sendiri tersebut. b. Atasan pegawai yang dinilai Atasan berkewajiban untuk memberikan bimbingan dan konsultasi jika diminta diminta oleh bawahan. c. Pegawai penilai Dipilih oleh pegawai yang akan dinilai dan wajib untuk memberikan penilaian secara obyektif. 2. Proses Proses penilaian kinerja dimulai dari penetapan kontrak kinerja, bimbingan dan konsultasi, pemilihan evaluator dan penetapan nilai kinerja pegawai. 3. Konflik Konflik yang muncul disini baik konflik I maupun konflik II karena pegawai dengan kinerja tinggi tidak diperbolehkan membuat target yang terlalu tinggi atau diatas rata-rata pegawai lainnya. Padahal dalam kenyataannya pekerjaan yang dilakukan memang jauh diatas pegawai lainnya. Hal ini mengakibatkan pegawai dengan kinerja tinggi tidak mendapatkan pengakuan formal atas prestasi yang dicapai dan tidak mendapatkan insentif finansial dari pencapaian kinerja. 4.1.2 Pembahasan Kualitatif Hasil analisa kualitatif dari in-depth interview yang dilakukan secara umum menyatakan bahwa penggunaan metode balanced scorecard meningkatkan kinerja pegawai. Sebagaian besar responden melihat proses penilaian pegawai sebagai sesuatu yang positif walaupun ada satu dua yang melihat sebaliknya. Bagi responden yang memiliki kinerja rendah sampai rata-rata beranggapan bahwa dengan adanya penetapan target, kerja mereka menjadi lebih terarah dan terukur. Sedangkan untuk responden yang memiliki kinerja tinggi beranggapan bahwa proses penilaian kinerja adalah sesuatu yang membuang-buang waktu dan berkonotasi negatif. Hal lain yang menimbulkan konotasi negatif adalah karena pada sektor publik, pencapaian kinerja tidak dapat langsung dihubungkan dengan kompensasi finansial yang didapatkan jika mencapai target tertentu. Ini disebabkan karena sektor publik memiliki sistem penganggaran yang kaku sehingga pencapaian kinerja tidak dapat langsung dikaitkan dengan kompensasi finansial. Dalam menetapkan Indikator Kinerja Utama yang menjadi dasar perhitungan Capaian Kinerja Pegawai, sebagaian besar responden membuat target yang cenderung aman dan yakin 16 Analisa atas..., Tagara Primadista, FE UI, 2013
dapat dipenuhi dengan mudah. Hanya sedikit responden yang menyatakan bahwa target yang dibuat memang menantang mereka untuk bekerja lebih keras dan cerdas. Dari hasil analisa diketahui bahwa semua responden menyatakan bahwa mereka yakin dapat memenuhi target yang mereka tetapkan sendiri. Disini dapat dinyatakan bahwa sampai saat ini sebagian besar responden hanya memiliki tujuan pemenuhan formalitas belaka dan belum berkeinginan untuk mencapai target yang benar-benar menantang. Terkait dengan konsultasi kepada atasan langsung mengenai pencapaian kinerja pada suatu waktu tertentu, sebagian besar responden menyatakan bahwa pernah melakukan konsultasi dan atasan langsung memberikan respon yang positif serta berusaha membantu responden. Hal ini disebabkan karena pencapaian kinerja bawahan akan secara langsung mempengaruhi pencapaian kinerja atasan. Selain konsultasi atas pencapaian kinerja, sebagian kecil responden melakukan konsultasi atas perubahan (pengurangan) Indikator Kinerja Utama. Untuk hal ini, perubahan hanya dapat dilakukan jika memang ada kondisi yang memaksa.. Untuk memilih Evaluator dalam penentuan Nilai Perilaku, seluruh responden menyatakan bahwa akan memilih pegawai yang dikenal baik dan pernah bekerja sama dalam satu unit kerja atau satu tim kerja. Hal ini disebabkan karena ada kekhawatiran bahwa jika memilih evaluator yang tidak terlalu dikenal maka penilaian yang diberikan akan kurang positif atau penilaiannya akan bias. Disini nampak bahwa faktor subyektivitas dalam penilaian Nilai Perilaku masih sangat subyektif, sehingga responden merasa perlu untuk memilih evaluator yang dia percaya akan memberikan penilaian positif. Dalam melihat dan mempresepsikan Nilai Kinerja Pegawai yang diraih, sebagian besar responden merasa puas dengan apa yang telah dicapai, namun merasa bahwa yang mereka capai adalah sesuatu yang biasa saja dan tidak istimewa karena hanya dilihat sebagai pekerjaan rutin dan hanya untuk memenuhi formalitas belaka. Sedangkan sebagian kecil merasa tidak puas karena apa yang ada dalam Indikator Kinerja Utama tidak merefleksikan apa yang sebenarnya mereka kerjakan. Target yang ditetapkan hanya moderat atau pekerjaan rutin, sedangkan yang mereka capai jauh lebih besar dan banyak daripada yang tertulis. Hampir seluruh responden menyatakan bahwa ada perubahan perilaku yang signifikan setelah penerapan metode balanced scorecard. Karena paling tidak responden mempunyai kewajiban secara formal untuk mencapai target capaian kinerja yang telah ditetapkan dengan jelas pada awal tahun. Sehingga tidak ada responden yang sama sekali tidak mengerti atau jelas mengenai apa yang harus mereka kerjakan dan capai dalam setahun. Walaupun sebagian besar responden juga menyatakan bahwa mereka hanya merasa proses penilaian kinerja 17 Analisa atas..., Tagara Primadista, FE UI, 2013
tersebut sebagai formalitas belaka dan belum benar-benar masuk pada tujuan utama untuk mengingkatkan kinerja. Sebagian kecil dari responden yang memang memiliki kinerja tinggi tidak melihat adanya perubahan perilaku yang signifikan pada diri mereka, karena mereka telah memiliki kinerja yang tinggi sebelum adanya penilaian kinerja dengan metode balanced scorecard. KESIMPULAN 1. Pengukuran kinerja pegawai dengan metode balanced scorecard
meningkatkan
capaian kinerja pegawai secara signifikan. Hal ini dapat dilihat dari analisa statistik deskriptif yang menunjukkan bahwa nilai rata-rata data penilaian kinerja dengan balanced scorecard yaitu Nilai Kinerja Pegawai (NKP) = 86.8797 lebih tinggi dari nilai rata-rata Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) = 81.2603. Dengan adanya penerapan balanced scorecard dapat dikatakan bahwa kinerja pegawai mengingkat sebesar 6%. 2. Pengukuran kinerja pegawai dengan metode balanced scorecard merubah perilaku pegawai menjadi lebih positif terhadap pekerjaan yang dilakukan. Hal ini dapat dilihat dari hasil in-depth interview yang menyatakan bahwa setelah dilakukan pengukuran kinerja dengan metode balanced scorecard, pegawai menjadi lebih positif dalam memandang pekerjaan yang dilakukan karena merasa pekerjaan mereka menjadi lebih terarah, terukur dan jelas perhitungan reward serta punishmentnya. 3. Adanya perubahan yang signifikan atas pencapaian kinerja pegawai yang didukung oleh analisa kuantitatif. Uji statistik menunjukkan bahwa ada perubahan yang cukup signifikan atas data Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) dan Nilai Kinerja Pegawai (NKP), dinyatakan dengan terbuktinya H1 : α < 0.05 baik untuk uji signifikansi yang dibagi perkategori (Eselon, Fungsional dan Pelaksana) maupun keseluruhan data. Hal ini berarti bahwa penilaian kinerja dengan metode balanced scorecard yang dituangkan dalam Nilai Kinerja Pegawai (NKP) memberikan efek positif atas kinerja pegawai. 4. Adanya perubahan yang cukup signifikan atas perilaku pegawai yang didukung oleh analisa kualitatif. Analisa kualitatif menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki persepsi positif atas pengukuran kinerja dengan metode balanced scorecard. Selain itu sebagian besar responden juga menyatakan bahwa dengan adanya pengukuran kinerja dengan metode balanced scorecard membuat mereka lebih terarah dan fokus dalam melaksanakan tugas karena mereka memiliki target yang ditetapkan sendiri dan harus dicapai. 18 Analisa atas..., Tagara Primadista, FE UI, 2013
SARAN 1. Perlu dibuat metode penetapan kontrak kinerja yang lebih sesuai dan proporsional untuk seluruh pegawai tanpa memandang tingkat kinerja. Salah satu hasil analisa atas in-depth interview menunjukkan bahwa pegawai dengan kinerja tinggi dilarang oleh atasan untuk membuat target kinerja yang lebih tinggi dari rata-rata pegawai di unitnya. Hal tersebut membuat pegawai dengan kinerja tinggi tidak dapat menunjukkan secara formal bahwa memang kinerjanya diatas rata-rata pegawai lain. 2. Perlu ada peningkatan fungsi konsultasi dan bimbingan agar jarak pencapaian kinerja pegawai dengan kinerja rata-rata dan kinerja tinggi tidak semakin jauh. Atasan berkewajiban untuk memberikan motivasi dan bantuan kepada bawahan agar pegawai dengan kinerja rendah sampai dengan rata-rata dapat meningkatkan kinerja dan tidak semakin tertinggal dengan pegawai dengan kinerja tinggi. 3. Perlu perbaikan pada sistem pengukuran kinerja untuk memastikan bahwa pencapaian target dari pegawai bukan hanya untuk memenuhi formalitas belaka tetapi memang untuk meningkatkan kinerja. Hasil in-depth interview menunjukkan bahwa sebagian besar responden hanya melihat sistem pengukuran kinerja hanya sebagai formalitas belaka. 4. Perlu dilakukan sosialisasi lebih lanjut kepada pegawai sehingga ketika menjadi evaluator dan memberi nilai dalam penilaian peer review dapat lebih obyektif dan menghindari subyektifitas. Subyektifitas yang terungkap dari hasil in-depth interview menjadi salah satu hal yang dirasakan oleh responden. 5. Perlu dibuat sebuah metode yang dapat menghubungkan antara pencapaian kinerja dengan insentif finansial agar pegawai menjadi lebih terpacu untuk meningkatkan kinerja. Hal ini bukan tidak mungkin dilakukan dalam sektor publik, walaupun dalam sektor publik memang ada batasan yang berupa anggaran. 6. Diusulkan agar untuk tingkatan grade (tingkat penggajian) tidak hanya bertingkat secara vertikal dengan skala 1 sampai dengan dua puluh empat seperti saat ini, namun juga dapat ditambahkan skala horisontal seperti 10a, 10b, 10c dan seterusnya. Hal ini agar pegawai yang tidak lagi bisa naik grade secara vertikal tetap mendapatkan insentif yang sesuai atas kenaikan kinerja yang dicapai.
19 Analisa atas..., Tagara Primadista, FE UI, 2013
KEPUSTAKAAN Anthony, Robert N.dan Vijay Govindrajan. (2000), Management Control System. Edisi
ke-
10. Illinois: McGraw-Hill & Irwin. 2000 Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. (2000), Pengukuran Kinerja: Suatu Tinjauan Pada Instansi Pemerintah. Jakarta : BPKP. 2000 Gaspersz, Vincent. (2002) Sistem Manajemen Kinerja Terintegrasi : Balanced dengan Six Sigma untuk Organisasi Bisnis dan Pemerintah.
Jakarta:
Scorecard PT. Gramedia
Pustaka Utama. 2002 Ghozali, Imam. (2006), Aplikasi Analisis Multivariat dengan Program SPSS.
Semarang :
Badan Penerbit Universitas Diponegoro. 2006 Kaplan, Robert S. dan David P. Norton. (2000), Balanced Scorecard : Menerapkan Strategi menjadi Aksi. Penerjemah Peter R. Yosi Pasla. Jakarta: Erlangga. 2000 Keputusan Menteri Keuangan 454/KMK.01/2011 tentang Pengelolaan Kinerja di Lingkungan Kementerian Keuangan Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia. (2003), Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Instansi Pemerintah. Jakarta: LAN. 2003 Mahsun, Mohammad. (2006), Pengukuran Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: BPFE UGM. 2006 Mulyadi. (2001), Balanced Scorecard : Alat Manajemen Kontemporer untuk Pelipat Ganda Kinerja Keuangan Perusahaan. Jakarta: Salemba Empat. 2001 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1979 tentang Penilaian Pelaksanaan
Pekerjaan
Pegawai Negeri Sipil Universitas Indonesia (2008). Pedoman Teknis Penulisan Tugas Akhir Mahasiswa. Yuwono, Sony, Edy Sukarno dan Muhammad Ichsan. (2002), Petunjuk Praktis Penyusunan Balanced Scorecard Menuju Organisasi yang Berfokus pada Strategi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 2002
20 Analisa atas..., Tagara Primadista, FE UI, 2013