AMANDA GITA
FOUR OF US
Penerbit AG Workshop
FOUR OF US Oleh: Amanda Gita Copyright © 2014 by Amanda Gita
Penerbit AG Workshop
[email protected]
Desain Sampul: Pictures by Google and design by AG Workshop
Diterbitkan melalui: www.nulisbuku.com
2
Untuk tiga sahabat superku: Rizka, Michelle dan Intan yang menginspirasi kisah kecil ini.
3
1 Terasa bahagia saat aku berhasil menggapai impian dengan tanganku sendiri, tapi terasa luar bisa saat aku berhasil melakukannya bersama tiga sahabatku. “NEW YORK CITY!!”
Empat
teriakan bahagia itu meramaikan pelataran bandara John F Kennedy. Seketika puluhan pasang mata memelototi sumber suara yang ternyata adalah empat orang cewek. Mereka menggeret-geret koper besar sambil loncat-loncat sejak keluar dari gerbang kedatangan. “Akhirnya sampe juga!” Adel loncat-loncat sambil tepuk tangan. “Kita beneran berdiri di New York!” Sekarang dia loncat-loncat berdua Mel, masmas di sebelah mereka─yang mirip Bruno Mars─cuma bisa mangap kebingungan. Riley menggeret koper gede berwarna pink mencoloknya, mungkin bisa beneran nyolok mata orang karena dia menggeretnya sambil loncat-loncat. “Semuanya diem!”katanya. “Gue mau narik napas
4
perdana dulu!” Lalu dia menarik napas sampe hidungnya kempot. “Aduh, rempong banget sih kalian, kita udah SMA harusnya lebih kalem,” Indy cuma bisa garukgaruk jidat. “Aduh! Adel, lo nyikut pipi gue! Riley, awas koper lo ngegelinding! Mel, bandara gempa nih kena loncatan lo!” Tapi Mel maupun Adel masih loncat-loncatan. Mereka emang begitu, kalau disatuin bisa serame konser dangdut pantura. Well, sekarang kita kenalan dulu yuk karena tak kenal maka tak cucok.. First, Adela Gita. Bernama kondang Adel, termuda tapi bukan yang terimut, berbadan tinggi dan berambut lurus panjang. Terkadang songong, disebut queen of negative thinking sama Mel, tapi dia sering punya ide-ide ajaib. Red admirer, jago ekting apalagi kalau mepet dan ahli masak. Next, Riley Amalia. Sebut saja Riley, rambutnya keriting sebahu dengan kulit sawo matang memesona. Dia lincah banget dan senang loncatloncat. Terkadang menyepelekan masalah tapi tabah menghadapi segala dilema dan merupakan pecinta yang tangguh. Crazy for Pink, benci laba-laba, jago dance dan pintar soal fashion. Next, Meylin Putri. Dunia menyebutnya Mel, gembil seksi dan bermata sipit. Enggak tau kenapa suka nari-nari sendiri bahkan di tempat umum. Suka warna kuning, gokil, cuek tapi pemberi saran yang
5
bijak. Lebih milih ngegadoin garem daripada makan wortel, pemain gitar handal dan bersuara emas. Last but really not least, Indira Dwi. Terlahir untuk dipanggil Indy, matanya cokelat terang dan bersenyum manis. Cinta banget sama warna biru, suka memendam rasa sebal tapi ketawanya heboh dan hasratnya untuk belajar paling tinggi di antara yang lain. Mengutuk cicak, disiplin dan tau banyak tentang perbintangan. Sekarang kita kembali ke bandara.. “Oke, sekarang kita mesti kemana?”tanya Mel. “Gue laper.” Adel melotot enggak nyatai. “Laper?! Mel, lo udah abisin seperempat kilo permen gula asem punya gue, masih laper juga?” Adel sampai melotot. “Jangan-jangan jok pesawat tadi lo gigitin juga.” “Hampir,” Mel manyun. “Gara-gara ngomogin jok pesawat gue jadi pengen makan soto.” Semua mata pun tertuju padanya. “Setengah pikiran Mel pasti ketinggalan di langit,”kata Riley. “Di sini tuh tukang soto menjelma jadi penjual risotto,” Dia lalu ngeluarin wafer dari tas selempangnya. “Makan ini dulu nanti kita cari makan siang, kebetulan bentar lagi jam dua belas.” Lalu semuanya hening, sama-sama berusaha mengingat harus melakukan apa setelah sampai bandara. Kemarin penanggung jawab mereka, Lana Melrosse, udah ngejelasin tapi sekarang mereka 6
mendadak blank. Kebetulan tak ada satu pun dari empat cewek asal Bogor ini yang tau seluk beluk New York, jadi takut naik taksi. Tapi kemudian mata Adel tertuju pada sesuatu. Ada bapak-bapak memegang papan besar bertuliskan sesuatu di atasnya, dia teriak-teriak sambil memperhatikan dengan seksama orang-orang yang lewat. “ADEL! RILEY! MEL! INDY! From Indonesia!”teriaknya. “Tolong ke sumber suara!” Dia kelihatan lelah. Seketika mereka menghampirinya dan beliau panik saat dikepung empat cewek asing. “Itu nama kami,”kata Indy. “Apa anda guide yang akan mengantar kami ke rumah?” Well, bapak itu mungkin udah empat puluh tahunan. Pendek dan agak gemuk, berambut gondrong licin dikucir kuda dengan kumisnya yang tebal mirip gagang telepon. Awalnya mereka berempat mengira dia maling atau mafia tapi ia terlihat sangat bersahabat setelah tersenyum. “Oh, kalian, Welcome to the The Big Apple!”katanya dengan bahasa Inggris berlogat Meksiko lalu ia menebarkan glitter emas dari sakunya. “I am so proud to meet you! My name is Pepito Baragusta Ian Sisto Rodríguez! supir yang akan mengantar kalian kemanapun dan bersedia melalui rintangan seberat apapun. Saya jago masak dan bisa jadi teman curhat juga,” Ia membungkuk 7
hormat. “Tapi maaf, Lana berhalangan hadir sekarang tapi dia sangat senang kalian sudah sampai!” “Itu nama atau judul telenovela?”bisik Mel, tapi Indy segera menyikutnya. Mereka berempat tertawa kecil karena enggak nyangka mendapat supir yang kece badai begitu. “Thank you, Pepito! Very nice to meet you.”kata mereka berempat serempak. “Nah, sekarang kita langsung ke mobil saja, kalian harus segera melihat rumah baru kalian!” Pepito berbalik lalu melangkah, cara jalannya mengingatkan mereka pada kurcaci di kartun-kartun. “Aku enggak akan lewat tol supaya kalian bisa memandangi kota New York. You will love it!” Tak lama kemudian mereka udah duduk anteng di mobil. Pepito membawa mobil minibus silver dari Lana untuk mereka karena Lana tau empat cewek ini butuh ruang luas. Ada pengharum mobil berwarna pink digantung di spion dalam, untung Indy segera menahan Riley, kalau enggak, pasti pengharumnya udah ditarik. “Ladies and Gentlemen, welcome to Fifth Avenue!”kata Pepito sambil membukakan jendela. “Di sebelah kiri kita ada gerai Gucci lalu di sebrangnya ada Prada, kalian bisa beli oleh-oleh di sana kalau mau. Lalu ada kedai cupcakes, demi Tuhan itu wajib banget dicoba!”
8
Mereka berempat melihat keluar jendela sambil ketawa-ketawa sendiri. Sangking senengnya Adel sampai reflek nyubit kedua pipi Mel, Mel cuma bisa teriak sambil merem hingga mata sipitnya tinggal segaris. Dari balik kaca depan gerai Gucci mereka berempat melihat rak-rak berisi tas serta sepatu asli Gucci, enggak kebayang deh gimana caranya mereka bisa belanja di sana. Lima belas menit kemudian mereka melewati sebuah gedung pencakar langit dengan ujung atasnya yang runcing mirip suntikan, ribuan kaca jendelanya nampak memantulkan cahaya matahari siang. “Empire State Building!” Riley teriak pas banget di sebelah kuping Indy. “Ya ampun, ini tuh mimpi bukan sih?!” Ia segera menarik kamera dari leher Indy dengan brutal untuk memotret gedungnya. “Taksinya bagus banget warna kuning,”kata Mel. “I want to have one!” “I wanna see Times Square!”teriak Adel. Indy yang biasanya tenang sekarang ikutan heboh. “Pepito, ayo kita ke patung Liberty!” Dia meluk Riley erat-erat dari belakang. Pepito cengengesan sejenak. “Tenang saja, kalian bisa berkeliling kok saat malam Sabtu, saya siap menjadi guide!”katanya. “Sekarang kita harus ke rumah dulu.” Kemudian mereka berempat menatap satu sama lain sambil nyengir-nyengir. “This is gonna be awesome!” 9