ALOKASI OPTIMAL PEMANFAATAN DAN NILAI LAND RENT SUMBERDAYA TAMBAK DI KECAMATAN TANAH MERAH KABUPATEN INDRAGIRI HILIR PROVINSI RIAU
DWI SUSHANTY
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini, saya menyatakan bahwa Tesis Alokasi Optimal Pemanfaatan dan Nilai Land Rent Sumberdaya Tambak di Kecamatan Tanah Merah Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau, adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada Perguruan Tinggi mana pun. Sumber Informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Tesis ini.
Bogor, April 2008 Dwi Sushanty C451050071
ABSTRACT DWI SUSHANTI. Optimal allocation of utilization and land rent value of pond resource in Tanah Merah Subdistrict, Indragiri Hilir Regency, Riau Province. Under the direction of MOCH. PRIHATNA SOBARI and SUHARNO. The aims of this research are to analyse the optimal allocation rate of resources utilization of pond culture, to estimate and to analyse land rent value of prawn pond culture and to estimate affect of change in exogeneous variable on the land rent value. Finding of the research shows that economic value of prawn pond culture of 92 ha in Tanjung Pasir Village, is estimated to be Rp163.862.746,11 per year and a total of 76 ha in Tanjung Baru Village is Rp6.191.627,23 per year. Based on Ricardian land rent concept, Tanjung Baru Village has land rent value of Rp1.560.182,00 per ha, while Tanjung Pasir Village has about Rp1.065.431,00 per ha. Multiple regression model, applied for this research indicates that there is a corelation between land rent value and productivity factors and distance. The model has also shows that factor productivity has a positive correlation to the land rent value, while distance has a negative correlation to the land rent value. It is also indicated that Tanjung Baru Village has reached almost an optimal condition. The finding of sentivity analysis shows that the increase of oil price and urea fertilize reduced the value of land rent and the magnitude of change in the value of land rent be affected by the factor of fertility rate and the distance of the pond location from the existing local spot market. Key Words: Resources allocation, exploitation of pond’s land, land rent, optimalizing, fertility and distance.
RINGKASAN DWI SUSHANTY. Alokasi Optimal Pemanfaatan dan Nilai Land Rent Sumberdaya Tambak di Kecamatan Tanah Merah Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau. Dibimbing oleh MOCH. PRIHATNA SOBARI dan SUHARNO. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis tingkat alokasi optimal dari penggunaan sumberdaya pada pemanfaatan lahan tambak, menghitung dan menganalisis nilai land rent pemanfaatan lahan tambak udang dan menghitung besarnya pengaruh perubahan variabel eksogen terhadap perubahan nilai land rent. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Desa Tanjung Pasir seluas 92 ha, memiliki nilai ekonomi pemanfaatan lahan tambak udang windu lebih besar yaitu Rp163.862.746,11 dibandingkan dengan Desa Tanjung Baru yang luasnya 76 ha memiliki nilai Rp6.191.627,23. Berdasarkan konsep Ricardian land rent, Desa Tanjung Baru memiliki nilai land rent lebih tinggi yaitu Rp1.560.182,00 per ha dibandingkan dengan Desa Tanjung Pasir memiliki nilai land rent sebesar Rp1.065.431,00 per ha. Melalui analisis regresi berganda, diperoleh persamaan yang menyatakan hubungan antara nilai land rent dengan faktor produktivitas dan jarak. Persamaan tersebut menunjukkan bahwa produktivitas memiliki pengaruh positif terhadap nilai land rent, sementara jarak memiliki pengaruh negatif terhadap nilai land rent. Perubahan nilai land rent untuk Desa Tanjung Pasir disebut perubahan satu-satuan produktivitas adalah sebesar Rp27.557,47 per kg dan perubahan nilai land rent yang diakibatkan perubahan satu-satuan jarak adalah sebesar Rp4.710,53 per km. Perubahan nilai land rent di Desa Tanjung Baru, disebut perubahan satu-satuan produktivitas adalah sebesar Rp54.703,39 per kg, serta yang diakibatkan perubahan satu-satuan jarak adalah sebesar Rp165.745,99 per km. Hasil analisis optimalisasi kegiatan budidaya tambak udang menunjukkan bahwa Desa Tanjung Baru lebih mendekati kondisi optimal. Desa Tanjung Baru memiliki selisih nilai land rent yaitu Rp1.703.473,00 per ha, sementara Desa Tanjung Pasir memiliki selisih nilai land rent sebesar Rp2.589.659,00 per ha. Hasil analisis sensitivitas menunjukkan bahwa kenaikan harga BBM dan harga pupuk urea mengurangi nilai land rent, yang besar perubahannya dipengaruhi oleh kesuburan dan jarak lokasi tambak ke pusat pasar. Perubahan nilai land rent sebesar 2010 % atau mengalami penurunan sebesar Rp1.014.938,00 per ha untuk Desa Tanjung Pasir dan Desa Tanjung Baru terjadi perubahan nilai land rent sebesar 1,47 % atau mengalami penurunan sebesar Rp22.666,28 per ha. Kata Kunci: Alokasi sumberdaya, pemanfaatan lahan tambak, land rent, optimalisasi, kesuburan dan jarak
@ Hak Cipta milik IPB, Tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
ALOKASI OPTIMAL PEMANFAATAN DAN NILAI LAND RENT SUMBERDAYA TAMBAK DI KECAMATAN TANAH MERAH KABUPATEN INDRAGIRI HILIR PROVINSI RIAU
DWI SUSHANTY
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Megister Sains pada Program Studi Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
Judul Tesis
:
Alokasi Optimal Pemanfaatan dan Nilai Land Rent Sumberdaya Tambak di Kecamatan Tanah Merah Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau
Nama
:
Dwi Sushanty
Nrp
:
C451050071
Program Studi
:
Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika (ESK)
Disetujui Komisi Pembimbing
Ir. Moch Prihatna Sobari, MS Ketua
Dr. Ir. Suharno, M.Adev Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika,
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir.H. Tridoyo Kusumastanto, MS.
Prof. Dr.Ir.Khairil Anwar Notodipuro, MS.
Tanggal Ujian : 12 Mei 2008
Tanggal Lulus :
PRAKATA Syukur alhamdulillah kehadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya, sehingga tesis ini berhasil diselesaikan.
Judul tesis adalah Alokasi Optimal
Pemanfaatan dan Nilai Land Rent Sumberdaya Tambak di Kecamatan Tanah Merah Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau. Tesis ini berisi informasi tentang alokasi penggunaan sumberdaya yang optimal dari usaha tambak, dan nilai surplus pemanfaatan lahan tambak udang yang dapat diterima oleh pemilik lahan tambak udang di kawasan pesisir Kabupaten Indragiri Hilir. Hasil penelitian ini dapat direkomendasikan sebagai bahan masukan dalam mempertimbangkan kebijakan pengelolaan kawasan pesisir yang diterapkan dalam pemanfaatan lahan tambak. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ir. Moch. Prihatna Sobari, MS dan Dr. Ir. Suharno, M.Adev selaku Komisi Pembimbing atas kesedian dan curahan waktu yang diberikan dalam membimbing dan memberikan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
Terima kasih juga penulis ucapkan kepada
Ir. Hj. Iis Diatin, MM selaku penguji luar komisi dan Prof. Dr. Ir. H. Tridoyo Kusumastanto, MS selaku ketua Program Studi Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika (ESK), staf pengajar dan staf tata usaha di Program Studi ESK, serta kepada rekan-rekan mahasiswa Program Studi Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika (khususnya ESK IV dan III) yang telah memberikan saran dan masukan, sehingga dapat memperkaya tesis ini. Teriring hormat dan sayang, penulis sampaikan kepada ibunda Maskanah dan ayahanda Rasiman, kak Eka dan bang Adek, Dedi dan Nunik, Agus dan Iyah, si kecil calvin dan wiw, aa Maman, atas doa yang selalu mengalir dan kasih sayang serta dukungannya, yang selalu menjadi sumber inspirasi bagi penulis, seluruh keluarga besar yang ada di Tembilahan, Riau, terimakasih dorongan dan bantuan kepada penulis baik secara moril dan materil. Terima kasih juga kepada keluarga besar Politeknik Pertanian Tembilahan, Bapak Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten INHIL, Kepala Bappeda Kabupaten INHIL, Kepala BPS Kabupaten INHIL, Pak Satiman dan teman-teman
selaku responden dalam penelitian ini. Terima kasih atas kesedian dan waktu yang diberikan kepada penulis. Terima kasih kepada Ferawati maedar (ESK), Leni, Tri, Dona (SPL), Vita, Yeni dan Teh Fitri (TIP), Sinta (S1 BDP), Vina (S1 SEI), Eka (S1 FKH), dan teman-teman di Wisma Melati atas dukungan dan bantuan selama penulis berada di IPB. Semoga Allah SWT memberikan balasan yang setimpal atas semua bantuan yang telah diberikan, amin. Akhir kata, semoga tesis ini dapat memberi manfaat bagi pembangunan perikanan umumnya
serta pemerintah daerah khususnya dalam pemanfaatan
sumberdaya perikanan untuk kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan. Bogor, Mei 2008
Dwi Sushanty
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tembilahan, Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau pada tanggal 23 Januari 1976 dari pasangan ayahanda Rasiman
dan ibunda
Maskanah. Penulis merupakan putri kedua dari empat bersaudara. Pendidikan Dasar sampai dengan SLTA ditamatkan di tempat kelahiran. Pendidikan S1 diselesaikan di Universitas Riau – Pekanbaru, pada Program Studi Sosial Ekonomi Perikanan dan lulus pada tahun 2000. Setelah tamat penulis bekerja sebagai Tenaga Honor Guru di SMA PGRI Tembilahan dan pada tahun 2003 penulis lulus sebagai Dosen Tetap di Politeknik Pertanian Tembilahan Kabupaten Indragiri Hilir dan masih aktif sampai sekarang. Tahun 2005 penulis mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan dan memilih program studi Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika (ESK) pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB). Pada bulan Desember tahun 2007 penulis menikah dengan Salman, ST dan pada bulan Mei tahun 2008 penulis menyelesaikan pendidikan pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB).
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL …. ………………………………………………….
xii
DAFTAR GAMBAR
………………………………………………….
xiv
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………...
xvi
I. PENDAHULUAN …………………………………………………. 1.1. Latar Belakang ………………………………………………... 1.2. Perumusan Masalah …………………………………………... 1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ……………………………...
1 1 3 4
II. TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………… 2.1. Pertambakan Udang di Kawasan Pesisir ………………………... 2.2. Surplus Konsumen ……………………………………………. 2.3. Optimasi Pemanfaatan Lahan Budidaya Tambak Udang ……… 2.4. Produktivitas …………………………………………………... 2.5. Sewa Lahan (Land Rent) ……………………………………… 2.6. Biaya …………………………………………………………... 2.7. Harga …………………………………………………………… 2.8. Biaya Transportasi ……………………………………………...
5 5 6 7 8 9 12 13 14
III. KERANGKA PENELITIAN ………………………………………..
16
IV. METODOLOGI PENELITIAN .…………………………………….. 4.1. Metode Penelitian ………………………………………………. 4.2. Jenis dan Sumber Data ………………………………………….. 4.3. Metode Pengambilan Sampel …………………………………… 4.4. Metode Analisis Data …………………………………………… 4.4.1. Analisis Permintaan dan Nilai dari Lahan Tambak ……… 4.4.2. Analisis Optimalisasi……………………………………… 4.4.3. Analisis Land Rent ……………………………………… 4.4.4. Analisis Sensitivitas Nilai Land Rent …………………… 4.5. Batasan Penelitian ………………………………………………. 4.6. Tempat dan Waktu Penelitian……………………………………..
18 18 18 19 20 20 21 21 24 25 26
V. PROFIL LOKASI PENELITIAN …………………………………. 5.1. Kondisi Geofisik Kecamatan Tanah Merah ……………………… 5.2. Pemanfaatan Lahan ……………………………………………... 5.3. Kondisi Demografi Kecamatan Tanah Merah …………………... 5.4. Kondisi Sosial Kecamatan Tanah Merah ………………………... 5.4.1. Pendidikan ………………………………………………... 5.4.2. Kesehatan ………………………………………………… 5.4.3. Agama …………………………………………………….
27 27 28 30 30 30 31 32
Halaman 5.5. Kondisi Perekonomian Kecamatan Tanah Merah …………..
32
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………….. 6.1. Sarana Input Produksi ……………………………………… 6.1.1. Lahan Tambak ………………………………………. 6.1.2. Peralatan Kegiatan budidaya ………………………… 6.1.3. Benih …………………………………………………. 6.1.4. Tenaga Kerja ………………………………………… 6.1.5. Sarana Produksi Lainnya …………………………….. 6.1.6. Modal Investasi ……………………………………… 6.2. Kegiatan Produksi …………………………………………... 6.2.1. Masa Persiapan ………………………………………. 6.2.2. Masa Pemeliharaan …………………………………... 6.2.3. Masa Pemanenan …………………………………….. 6.3. Hasil Produksi dan Pemasaran ……………………………….. 6.3.1. Hasil Produksi ………………………………………... 6.3.2. Pemasaran Hasil Produksi ……………………………. 6.4. Analisis Permintaan dan Nilai dari Lahan Tambak …………. 6.5. Analisis Nilai Land Rent …………………………………….. 6.5.1. Produktivitas Lahan …………………………………… 6.5.2. Biaya Produksi ………………………………………… 6.5.3. Biaya Transportasi …………………………………….. 6.5.4. Land rent Berdasarkan Kesuburan dan Jarak Lokasi Tambak ke Pusat Pasar ………………………………... 6.6. Optimalisasi Nilai Land Rent ………………………………... 6.7. Analisis Sensitivitas Nilai Land Rent ………………………… 6.8. Implikasi Kebijakan …………………………………………..
36 36 36 37 39 40 41 41 42 42 43 43 43 43 44 44 51 52 53 57
VII. KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………… 7.1. Kesimpulan …………………………………………………… 7.2. Saran …………………………………………………………..
77 77 78
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………......
80
LAMPIRAN ……………………………………………………………..
84
58 64 69 75
DAFTAR TABEL Halaman 1. Jenis Data dan Sumber Mendapatkannya
………………..
19
2. Luas Areal Pemanfaatan Lahan di Kecamatan Tanah Merah Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 ……………..
28
3. Lahan Potensial Pengembangan Budidaya Tambak di Kabupaten Indragiri Hilir ………………………………….
29
4. Jumlah Penduduk dan Sex Ratio Penduduk dalam Kecamatan Tanah Merah Tahun 2005 …………………….
30
5. Jumlah Sekolah, Murid dan Guru pada Tingkat Sekolah di Kecamatan Tanah Merah ………………………………….
31
6. Jenis dan Jumlah Sarana Kesehatan yang Terdapat di Kecamatan Tanah Merah …………………………………..
32
7. PDRB Kabupaten Indragiri Hilir Atas Dasar Harga Konstan Menurut Sektor Tahun 2003-2006……………………………
33
8. Distribusi persentase PDRB Kabupaten Indragiri Hilir Atas Dasar Harga Konstan Menurut Sektor tahun 2003-2006…….
34
9. Harga Lahan Tambak di Masing-Masing Unit Analisis………
37
10.Peralatan dalam Kegiatan Budidaya Tambak Udang di Masing- Masing Unit Analisis ……………………………….
38
11.Padat Tebar Per Ha dan Harga Benih Udang Windu di Masing-Masing Unit Analisis ………………………………..
40
12.Jumlah Tenaga Kerja Pada Kegiatan Budidaya Tambak Udang di Masing-Masing Unit Analisis ……………………...
40
13.Dosis Penggunaan Pupuk di Masing-Masing Unit Analisis ….
41
14.Rata-Rata Jumlah Modal Investasi Usaha Kegiatan Budidaya Tambak Udang Windu di Masing-Masing Unit Analisis ……..
42
15.Hasil Pendugaan Koefisien Regresi dengan Metode Kuadrat Terkecil Usaha Tambak Udang di Desa Tanjung Pasir Tahun 2007 …………………………………………………...
45
Halaman 16. Hasil Pendugaan Koefisien Regresi dengan Metode Kuadrat Terkecil Usaha Tambak Udang di Desa Tanjung Baru Tahun 2007 …………………………………………………..
48
17. Nilai Produktivitas Rata-Rata Lahan Tambak Udang di Masing-Masing Unit Analisis ………………………………..
53
18. Biaya Tenaga Kerja Kegiatan Budidaya Tambak Udang Windu di Masing-Masing Unit Analisis ……………………...
54
19. Total Biaya Tenaga Kerja Per ha Per Siklus Produksi Kegiatan Budidaya Udang Windu di Masing - Masing Unit Analisis ……………………………………………….
54
20. Biaya Sarana Produksi Kegiatan Budidaya Tambak Udang Windu di Masing-Masing Unit Analisis ……………………
55
21. Total Biaya Sarana Produksi Per ha Per Siklus Produksi Budidaya Udang Windu di Masing-Masing Unit Analisis........
56
22. Total Biaya Produksi Budidaya Tambak Udang Windu di Masing-Masing Unit Analisis ……………………………..
57
23. Biaya Transportasi dari Masing - Masing Unit Analisis ke Pedagang Pengumpul ……………………………………
58
24. Nilai Land Rent Berdasarkan Faktor Kesuburan dan Jarak Lokasi Tambak ……………………………………………
58
25. Nilai Output, Input dan Rente Optimal Kegiatan Budidaya Tambak Tambak Udang Windu di Desa Tanjung Pasir ……
65
26. Nilai Output, Input dan Rente Optimal Kegiatan Budidaya Tambak Tambak Udang Windu di Desa Tanjung Baru ……
66
27. Biaya Produksi Optimal Kegiatan Budidaya Udang Windu di Masing-Masing Unit Analisis ……………………………….
67
28. Nilai Land Rent Optimal Kegiatan Budidaya Udang Windu di Masing-Masing Unit Analisis ………………………………
68
29. Perbandingan Nilai Land Rent Aktual dengan Land Rent Optimal …………………………………………………….
68
Halaman 30. Perubahan Nilai Land Rent Berdasarkan Faktor Kesuburan dan Jarak Tambak ke Pusat Pasar Akibat Adanya Kenaikan Harga BBM dan Pupuk Urea Tahun 2007 ………………….
70
31. Persentase Perubahan Nilai Land Rent dengan Adanya Kenaikan Harga BBM dan Pupuk Urea Tahun 2007 ……….
70
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Penggunaan dari Nilai Produk dan Kurva Biaya untuk Ilustrasi Konsep “Land Rent” yang Merupakan Surplus Ekonomi Setelah Pembayaran Biaya Produksi …………………………
10
2. Pengaruh Biaya Transportasi Produk dari Berbagai Lokasi ke Pasar terhadap Land Rent ……………………………………
11
3. Kerangka Penelitian ……………………………………………
17
4. Diagram Kerangka Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nilai Land Rent ………………………………………………..
22
5. PDRB Kabupaten Indragiri Hilir Atas Dasar Harga Konstan Menurut Sektor Tahun 2003-2006 …………………………….
34
6. Distribusi persentase PDRB Kabupaten Indragiri Hilir Atas Dasar Konstan Menurut Sektor tahun 2006 …………………….
34
7. Laju PDRB Kabupaten Indragiri Hilir Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2004-2006…………………………………………………
35
8. Sungai-Sungai yang Menjadi Sumber Air Tawar Bagi Kegiatan Budidaya Tambak di Kecamatan Tanah Merah ……………….
36
9. Kondisi Tambak Udang Windu di Kecamatan Tanah Merah …..
37
10. Salah satu contoh Rumah Jaga Tambak Udang Windu di Kecamatan Tanah Merah ………………………………………
39
11. Kurva Permintaan Lahan Tambak Udang Windu dari Hubungan Antara Harga Lahan dan Luas Lahan di Desa Tanjung Pasir …..
47
12. Kurva Permintaan Lahan Tambak Udang Windu dari Hubungan Antara Harga Lahan dan Luas Lahan di Desa Tanjung Baru …..
51
13. Produktivitas Lahan Tambak Udang Windu di Masing-Masing Unit Analisis ……………………………………………………
53
14. Biaya Tenaga Kerja per Ha per Siklus Produksi Kegiatan Budidaya Udang Windu di Lokasi Penelitian ............................
55
15. Total Biaya Sarana Produksi Per Ha Per Siklus Produksi Budidaya Udang Windu di Masing-masing Unit Analisis ……...
56
Halaman 16. Nilai Land rent Pemanfaatan Lahan Tambak untuk Kegiatan Budidaya Udang Windu ………………………………………..
59
17. Hubungan Antara Nilai Land Rent dengan Produktivitas Lahan di Desa Tanjung Pasir ………………………………….
60
18. Bid Rent Schedulle Lahan Tambak Udang Windu di Desa Tanjung Pasir ………………………………………………….
61
19. Hubungan Antara Nilai Land Rent dengan Produktivitas Lahan di Desa Tanjung Baru ………………………………..
63
20. Bid Rent Schedulle Lahan Tambak Udang Windu di Desa Tanjung Baru …………………………………………………
63
21. Hubungan Nilai Land Rent dengan Variabel Produktivitas Setelah Adanya Kenaikan Harga BBM dan Harga Pupuk Urea dan Sebelum Adanya Kenaikan Harga BBM dan Harga Pupuk Urea Desa Tanjung Pasir ………………………
71
22. Bid Rent Schedulle Lahan Tambak Udang Windu Setelah Terjadi Kenaikan Harga BBM dan Harga Pupuk dan Sebelum Adanya Kenaikan Harga BBM dan Harga Pupuk Urea Desa Tanjung Pasir ………………………………………………..
72
23. Hubungan Nilai Land Rent dengan Variabel Produktivitas Setelah Adanya Kenaikan Harga BBM dan Harga Pupuk Urea dan Sebelum Adanya Kenaikan Harga BBM dan Harga Pupuk Urea Desa Tanjung Baru ……………………………..
73
24. Bid Rent Schedulle Lahan Tambak Udang Windu Setelah Terjadi Kenaikan Harga BBM dan Harga Pupuk dan Sebelum Adanya Kenaikan Harga BBM dan Harga Pupuk Urea Desa Tanjung Baru ……………………………………
73
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Peta Wilayah Kecamatan Tanah Merah
………………………
85
2. Gambar Lokasi Penelitian ..........................................................
86
3. Analisis Regresi Permintaan Lahan Tambak Udang Windu di Desa Tanjung Pasir ………………………………………….
87
4. Output MAPEL 9,5 untuk Plot Grafik Permintaan dan Nilai Pemanfaatan Lahan Tambak Udang Windu di Desa Tanjung Pasir Tahun 2007 ………………………………………………………
88
5. Analisis Regresi Permintaan Lahan Tambak Udang Windu di Desa Tanjung Baru …………………………………………….
89
6. Output MAPEL 9,5 untuk Plot Grafik Permintaan dan Nilai Pemanfaatan Lahan Tambak Udang Windu di Desa Tanjung Baru Tahun 2007………………………………………………………...
90
7. Analisis Regresi Nilai Land Rent dengan Faktor Kesuburan dan Jarak Lokasi Tambak Udang Windu di Desa Tanjung Pasir……...
91
8. Output MAPEL 9,5 untuk Plot Grafik Hubungan Nilai Land Rent dengan Kesuburan dan Jarak Lokasi Tambak Udang Windu di Desa Tanjung Pasir………………………………………………..
92
9. Analisis Regresi Nilai Land Rent dengan Faktor Kesuburan dan Jarak Lokasi Tambak Udang Windu di Desa Tanjung Baru………
94
10.Output MAPEL 9,5 untuk Plot Grafik Hubungan Nilai Land Rent dengan Kesuburan dan Jarak Lokasi Tambak Udang Windu di Desa Tanjung Baru………………………………………………..
95
11. Data Karakteristik Output dan Input Kegiatan Budidaya Tambak Udang Windu di Desa Tanjung Pasir…………………………….
97
12. Output MAPEL 9,5 Untuk Analisis Optimalisasi Nilai Land Rent di Desa Tanjung Pasir…………………………………………….
102
13. Data Karakteristik Output dan Input Kegiatan Budidaya Tambak Udang Windu di Desa Tanjung Baru……………………………..
104
14. Output MAPEL 9,5 Untuk Analisis Optimalisasi Nilai Land Rent di Desa Tanjung Baru……………………………………………..
109
Halaman 15. Analisis Regresi Nilai Land Rent dengan Faktor Kesuburan dan Jarak Lokasi Tambak Ke Pusat Pasar Setelah kenaikan harga BBM di Desa Tanjung Pasir ……………………………
111
16. Output MAPEL 9,5 untuk Plot Grafik Hubungan Nilai Land Rent dengan Kesuburan dan Jarak Lokasi Tambak Udang Windu Setelah Terjadi Kenaikan Harga Pupuk dan Harga BBM di Desa Tanjung Pasir …………………………………………
112
16. Analisis Regresi Nilai Land Rent dengan Faktor Kesuburan dan Jarak Lokasi Tambak Ke Pusat Pasar Setelah kenaikan harga BBM di Desa Tanjung Baru…………………………………….
114
17. Output MAPEL 9,5 untuk Plot Grafik Hubungan Nilai Land Rent dengan Kesuburan dan Jarak Lokasi Tambak Udang Windu Setelah Terjadi Kenaikan Harga Pupuk dan Harga BBM di Desa Tanjung Baru…………………………………………….
115
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir dan lautan memainkan peran yang penting sebagai sumber penghidupan bagi penduduk Indonesia. Diperkirakan kedua wilayah ini akan menjadi tumpuan bagi pembangunan bangsa Indonesia di masa depan. Hal ini disebabkan sebagian besar wilayah Indonesia merupakan wilayah pesisir dan laut yang memiliki berbagai sumberdaya alam serta jasa lingkungan yang beragam. Ada beberapa sumberdaya alam pesisir yang dapat dikelola dan dikembangkan, diantaranya sumberdaya perikanan yang mencakup sumberdaya perikanan tangkap dan perikanan budidaya.
Perikanan budidaya meliputi
budidaya payau, pantai dan laut. Dengan semakin menurunnya produksi yang dihasilkan oleh perikanan tangkap, maka usaha pemanfaatan lahan tambak, khususnya budidaya air payau (tambak udang) diharapkan mampu menopang target produksi nasional perikanan. Pengembangan pemanfaatan lahan tambak selain untuk meningkatkan pendapatan masyarakat pesisir, diharapkan juga oleh pemerintah mampu menjadi sektor pengumpul devisa negara dalam jumlah besar karena udang merupakan komoditas perikanan yang sangat diminati oleh negara-negara maju, seperti Amerika Serikat dan Jepang. Kusumastanto T (2002) mengatakan, berdasarkan dokumen Protekan 2003, bahwa budidaya tambak udang merupakan target utama dalam perolehan devisa dari ekspor komoditas hasil budidaya. Riau, dengan luas 329.867,6 km2 yang terdiri atas 3.214 pulau, merupakan provinsi yang memiliki wilayah pesisir dan lautan terluas di Indonesia. Lebih dari setengah wilayahnya (71,34%) merupakan wilayah pesisir dan lautan yang dapat dikembangkan untuk kegiatan perikanan. Kabupaten Indragiri Hilir merupakan bagian dari Provinsi Riau, yang sebagian besar wilayahnya merupakan kawasan pesisir. Dari 17 kecamatan yang ada 11 diantaranya adalah wilayah pesisir. Kecamatan Tanah Merah merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di Kabupaten Indragiri Hilir, juga merupakan kawasan pesisir.
Salah satu kegiatan perikanan yang mulai berkembang dan dijadikan andalan di masa depan oleh Kabupaten Indragiri Hilir adalah kegiatan budidaya air payau, berupa pertambakan udang. Pemanfaatan lahan tambak udang ini dapat menggantikan peran perikanan tangkap yang diperkirakan telah melampaui jumlah tangkapan yang diperbolehkan, di Pantai Timur Sumatera khususnya di perairan pesisir Kabupaten Indragiri Hilir. Pengembangan pemanfaatan lahan tambak dipusatkan di Kecamatan Tanah Merah, Desa Tanjung Pasir dan Desa Tanjung Baru. Hal ini didukung dengan lingkungan perairan yang spesifik, letaknya berada pada kawasan pesisir Kabupaten Indragiri Hilir.
Dengan
pengelolaan secara optimal dan lestari, potensi lahan tambak di Kecamatan Tanah Merah diharapkan memberikan kontribusi produksi yang memadai sesuai dengan daya dukung kawasan tersebut. Dalam laporan Dinas Perikanan Kabupaten Indragiri Hilir (2001) bahwa luas areal pertambakan mencapai 31.600 ha. Dengan sumberdaya pertambakan yang cukup besar memberi harapan bagi masyarakat pesisir untuk memperbaiki kondisi perekonomian masyarakat pesisir melalui pemanfaatan tambak udang. Komoditas dari berbagai jenis udang (windu, merguiensis/indicus, vaname dan rostris) hasil budidaya di tambak pada umumnya mempunyai pasar yang cukup besar. Ini terlihat permintaan pasar (lokal dan internasional) dari tahun ke tahun meningkat, menurut data statistik tahun 2003 peningkatan per tahunnya sekitar 2-3% (Adiwidjaya D et al. 2004). Kegiatan usaha perikanan tambak di wilayah pesisir Kabupaten Indragiri Hilir dipengaruhi oleh banyaknya permintaan pasar atas komoditas perikanan yang dibudidayakan dan tingkat keuntungan yang diperoleh dari mengusahakan kegiatan tersebut, aspek pemasaran udang juga turut mendukung berkembangnya usaha tambak udang, dengan titik sentral pasarnya berada di Desa Tanjung Baru. Kegiatan usaha perikanan tambak di Kecamatan Tanah Merah menggunakan sistem tradisional dan semi intensif. Pemanfaatan yang masih rendah dengan sumberdaya pertambakan yang cukup besar memberi harapan bagi masyarakat pesisir untuk memperbaiki kondisi perekonomian masyarakat pesisir melalui usaha tambak udang di kawasan pesisir Kabupaten Indragiri Hilir. Pemilik lahan tentunya mengharapkan nilai surplus yang maksimal dari setiap jenis kegiatan pemanfaatan lahan yang dilakukan.
Upaya untuk mencapai manfaat maksimum jangka panjang dapat dilakukan apabila pemanfaatan lahan tambak dapat dialokasikan secara optimal.
Oleh
karena itu, perlu kiranya dilakukan suatu kajian tentang alokasi optimal pemanfaatan dan nilai land rent sumberdaya tambak di Kecamatan Tanah Merah.
1. 2. Perumusan Masalah Konflik kepentingan penggunaan sumberdaya perikanan di antara nelayan karena terjadinya tangkap lebih (over fishing) khususnya di perairan pesisir Kabupaten Indragiri Hilir, menyebabkan nelayan tidak lagi sepenuhnya mengusahakan penangkapan di laut. Kondisi ini menstimulir berkembangnya kegiatan pemanfaatan lahan tambak, khususnya budidaya air payau berupa pertambakan udang yang diusahakan secara pribadi mau pun skala perusahaan. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, kegiatan pemanfaatan lahan tambak di wilayah pesisir Kabupaten Indragiri Hilir dipengaruhi oleh banyaknya permintaan pasar atas komoditas perikanan yang dibudidayakan dan tingkat keuntungan yang diperoleh dari mengusahakan kegiatan tersebut, aspek pemasaran udang juga turut mendukung berkembangnya usaha tambak udang. Pemanfaatan yang masih rendah dengan sumberdaya pertambakan yang cukup besar memberi harapan bagi masyarakat pesisir untuk memperbaiki kondisi perekonomian masyarakat pesisir melalui usaha tambak udang di kawasan pesisir Kabupaten Indragiri Hilir. Berdasarkan latar belakang permasalahan yang ada di daerah penelitian, maka perumusan masalah dapat dikemukakan sebagai berikut: Bagaimana alokasi penggunaan sumberdaya yang optimal dari usaha tambak?, berapakah nilai surplus pemanfaatan lahan tambak udang yang dapat diterima oleh pemilik lahan di kawasan tersebut?, dan faktor apa lagi yang akan berpengaruh terhadap nilai pemanfaatan lahan tambak udang di kawasan pesisir Kabupaten Indragiri Hilir selain produktivitas?, serta bagaimana implikasi kebijakan pengelolaan kawasan pesisir yang diterapkan dalam pemanfaatan lahan tambak?
1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: (1).Menentukan tingkat alokasi optimal dari penggunaan sumberdaya pada pemanfaatan lahan tambak; (2).Menghitung nilai surplus pemanfaatan lahan tambak udang yang diterima pemilik lahan; (3).Menghitung nilai land rent pemanfaatan lahan tambak udang; (4).Menghitung besarnya pengaruh perubahan variabel eksogen terhadap perubahan nilai land rent; (5).Melihat implikasi kebijakan dalam pengelolaan kawasan pesisir untuk pemanfaatan lahan tambak. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan informasi dan bahan masukan bagi pengembangan kegiatan perikanan tambak di perairan pesisir Kabupaten Indragiri Hilir. Kegiatan pemanfaatan lahan tambak di kawasan tersebut diharapkan dapat memberikan nilai pemanfaatan yang optimal dalam konteks pembangunan berkelanjutan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pertambakan Udang di Kawasan pesisir Kawasan
pesisir
Indonesia
memiliki
ekosistem yang cocok
bagi
pengembangan kegiatan budidaya udang di tambak air payau. Pengoperasian tambak udang biasanya dikembangkan di daerah pasang surut.
Di kawasan
tersebut tersedia air setinggi 0,8-1,5 m selama periode rata-rata pasang tinggi, yang dapat digunakan untuk budidaya udang dan untuk pengeringan secara sempurna pada saat diperlukan (BPPT 1995). Pertambakan yang dibangun di kawasan pesisir difungsikan untuk pemeliharan (budidaya) udang. Harris E (1997) mendefinisikan budidaya udang sebagai kegiatan membesarkan benih udang (nener) menjadi udang marketable size (size 30), selama labih kurang 4 bulan masa pemeliharaan. Selama masa pemeliharaan, setiap ekor udang bila mendapat pakan dan air yang baik, akan tumbuh dengan cepat guna memproduksi daging udang. Di Indonesia, budidaya udang di tambak dikategorikan pada tiga sistem produksi, yaitu sistem ekstensif, semi intensif dan intensif. Effendi I (1998) menambahkan, pada tambak intensif padat penebarannya di atas 100.000 ekor per ha, menggunakan benur dari harchery dengan pergantian air 3-4 hari sekali. Padat penebaran yang tinggi membutuhkan pakan dalam jumlah besar. Kegiatan budidaya udang di Kecamatan Tanah Merah Kabupaten Indragiri Hilir menerapkan sistem semi intensif dengan padat penebaran cukup tinggi, menggunakan kincir dan pakan buatan atau pellet. Dalam kondisi demikian, beban bahan organik tambak menjadi tinggi. Bahan organik berasal dari ekskresi udang, sisa pakan dan bangkai organisme yang mengendap di dasar tambak. Untuk menanggulangi hal tersebut, pada tambak semi intensif dilakukan pengaerasian dan pergantian air yang cukup, baik kuantitas maupun frekuensinya. Upaya tersebut dilakukan guna mempertahankan kualitas air bagi kelangsungan hidup dan pertumbuhan optimum organisme target. Untuk mempertahankan agar kualitas air tetap optimum bagi organisme budidaya, di tambak intensif seluas 1 ha dibutuhkan air sebanyak 29-39 liter per detik. Jumlah tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tambak semi intensif dan ekstensif.
Salah satu faktor penting yang menentukan keberhasilan pertambakan udang adalah ketepatan pemilihan lokasi.
Kekeliruan pemilihan lokasi akan
menyebabkan membengkaknya kebutuhan modal, tingginya biaya operasi, rendahnya produksi dan munculnya masalah lingkungan.
Pengalaman
membuktikan bahwa lokasi pertambakan, teknologi yang diterapkan dan pola sebaran tambak di suatu kawasan pantai akan berdampak luas terhadap mutu lingkungan, stabilitas produksi tambak dan keuntungan ekonomi usaha pertambakan (BPPT 1995). Dengan demikian, keputusan yang diambil untuk memilih lahan yang sesuai untuk pertambakan harus mempertimbangkan aspek ekologi, ekonomi dan sosial. Kesesuaian lahan (land suitability) merupakan kecocokan (adaptability) suatu lahan untuk tujuan penggunaan tertentu, melalui penentuan nilai (kelas) lahan serta pola tata guna tanah yang dihubungkan dengan potensi wilayahnya, sehingga dapat diusahakan penggunaan lahan yang lebih terarah berikut usaha pemeliharaan kelestariannya (Hardjowigeno S dan Widiatmaka 2001). Lahan untuk usaha pertambakan harus memenuhi persyaratan biologis, teknis, sosial ekonomi dan hygienis, karena kesesuaian lahan pertambakan akan sangat menentukan produktivitas tambak. Beberapa hal yang harus diperhatikan secara ekologis guna keberhasilan usaha pertambakan yaitu: pasokan air, topografi, tipe tanah, vegetasi (Rabanal HR et al. 1976).
2.2. Surplus Konsumen Satu hal penting yang mendasar dari aspek ekonomi sumber daya alam adalah bagaimana ekstraksi sumber daya alam tersebut dapat memberikan manfaat atau kesejahteraan kepada masyarakat secara keseluruhan.
Surplus juga
merupakan manfaat ekonomi yang tidak lain adalah selisih antara manfaat kotor (gross benefit) dan biaya yang dikeluarkan masyarakat untuk mengekstraksi sumberdaya alam (Fauzi A 2004). Surplus konsumen (consumer’s surplus atau disingkat CS) sama dengan manfaat yang diperoleh masyarakat dari mengkonsumsi sumberdaya alam dikurangi dengan jumlah yang dibayarkan untuk mengkonsumsi barang tersebut. Edward 1991 diacu dalam Fauzi A 2004, menyatakan bahwa konsep surplus
konsumen ini merupakan konsep yang penuh misteri dalam ilmu ekonomi, karena tidak seperti halnya surplus yang lain, surplus konsumen lebih bersifat intangible, namun demikian konsep ini terlalu penting untuk diabaikan karena dapat mengukur keinginan membayar dari masyarakat terhadap barang atau dalam kasus ini barang yang dihasilkan dari sumberdaya alam.
2.3. Optimasi Pemanfaatan Lahan Tambak Menurut Fauzi A (2004), lahan atau tanah termasuk kedalam jenis sumberdaya yang dapat diperbaharui, namun memiliki titik kritis yang berarti jika titik kritis kapasitas maksimum regenerasinya telah terlampaui, sumberdaya ini dapat berubah menjadi sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui. Jika menurut kegunaan akhirnya, sumberdaya lahan diklasifikasikan kedalam jenis sumberdaya material non-metalik. Odum EP (1959) mengatakan bahwa jika populasi manusia di suatu daerah memanfaatkan lahan dengan tidak bijaksana, maka dampaknya akan berpengaruh kepada populasi manusia tersebut, tetapi pada saat populasi meningkat secara cepat, maka yang akan menderita akibat pemanfaatan lahan yang tidak rasional adalah orang-orang yang terkena dampak pada lokasi lahan tersebut dimanfaatkan, pada akhirnya setiap orang harus membayar untuk perbaikkannya atau setiap orang sama sekali kehilangan manfaat dari nilai ekonomi lahannya. Agar nilai lahan tetap bisa dipertahankan, maka diperlukan perencanaan pemanfaatan lahan yang baik dan sesuai dengan nilai fungsional lahan. Optimasi pemanfaatan lahan untuk budidaya tambak udang merupakan usaha memperoleh nilai hasil yang paling menguntungkan dengan adanya keterbatasan lahan tambak. Pada dasarnya optimasi adalah suatu persoalan untuk membuat nilai suatu fungsi beberapa variabel menjadi maksimum atau minimum dengan memperhatikan pembatasan-pembatasan yang ada.
Pada umumnya
pembatasan tersebut meliputi tenaga kerja (SDM), uang (modal), input (teknis), serta waktu dan ruang (Supranto J 1983). Untuk menghitung kombinasi yang optimum dari sumber-sumber yang terbatas tersebut, maka digunakan teknik program linear (Welch dan Commer 1983 dalam Suryadi K dan MA Ramdhani 2000).
Secara matematis, model baku program linear dapat dirumuskan apabila memenuhi tiga unsur berikut (Budiharsono 2001): (1). Ada Fungsi Tujuan Tujuan yang diinginkan bersifat memaksimumkan seperti keuntungan, penerimaan, produksi atau meminimumkan seperti biaya, yang harus dinyatakan dengan jelas dan tegas sebagai fungsi tujuan. n Z = ∑ Cj Xj untuk j = 1, 2,...n j=1 (2). Ada Kendala (syarat ikatan) Setiap sumberdaya yang ada bersifat terbatas dan keterbatasan tersebut merupakan kendala (constraint) atau syarat ikatan dalam mencari kombinasi terbaik dari alternatif pemecahan permasalahan yang ada. n Z = ∑ aij Xj ≤ atau ≥ bi, untuk i = 1, 2,...n j=1 (3). Syarat Non-negatif Nilai peubah keputusan harus positif atau disebut dengan syarat non-negatif Xj ≥ 0 dimana : Cj = Koefisien peubah pengambilan keputusan Xj = Peubah pengambilan keputusan aij = Koefisien teknologi peubah pengambilan keputusan dalam kendala data ke-i bi = Sumberdaya yang ada atau nilai sebelah kanan kendala ke-i
2.4. Produktivitas Dalam penelitian dan literatur, produktivitas sering diartikan sebagai produksi yang dihasilkan persatuan luas dari suatu komoditas yang diusahakan petani. Untuk dapat menjelaskan produksi yang dihasilkan dari suatu usahatani, diperlukan hubungan antara faktor produksi (input) dan produk (output). Hubungan antara input dan output ini disebut “faktor relationship” (Soekartawi 1990). Selanjutnya hubungan tersebut dapat dituliskan sebagai berikut: Y = f(X1, X2, X3 ,…,Xn)
Dimana Y dapat dikatakan sebagai output produksi yang nilainya dipengaruhi oleh X, sementara X merupakan faktor produksi atau input yang nilainya mempengaruhi nilai output yang dihasilkan dalam proses produksi. Yotopoulos PA dan JL Lawrence (1974) menyatakan, bahwa produksi dapat digambarkan sebagai upaya untuk memaksimumkan keuntungan dengan kendala ketersediaan teknologi, sumberdaya yang dimiliki, dan harga dari input variabel. Selanjutnya produksi usaha tani dirumuskan sebagai fungsi dari tenaga kerja, modal dan tanah. Dalam kajian wilayah, sistem produksi pertanian sangat ditentukan oleh produk tertentu (spesifik) yang diminta oleh pasar dan untuk menyalurkan produk yang diminta tersebut sangat dibatasi oleh jarak. Dalam hal ini pertukaran produk antar wilayah dibatasi oleh jarak (Benu FL 1996).
2.5. Sewa Lahan (Land Rent) Menurut Ricardo sewa lahan (land rent), adalah surplus ekonomi suatu lahan yang dapat dibedakan atas (i) surplus yang selalu tetap (rent as an unearned increment), definisi ini memberikan kesan bahwa sewa lahan adalah surplus yang selalu tetap atau mendapat hasil tanpa berusaha (windfall return), yang diperoleh akibat pemilikan lahan, dan (ii) surplus sebagai hasil dari investasi (rent as return on investment), dalam pengertian ini lahan dipandang sebagai faktor produksi. Kebanyakan investor, pemilik dan penggarap, menggunakan pengertian kedua ini. Selanjutnya dikatakan, land rent dapat dibedakan atas teori sewa Ricardian (Ricardian Rent), dan sewa ekonomi (Economic Rent atau Locational Rent). Teori sewa Ricardian, merupakan teori sewa lahan yang mempertimbangkan faktor kesuburan lahan. Lahan yang subur akan memiliki nilai land rent yang lebih tinggi dibandingkan dengan lahan yang kurang subur.
Pendekatan ini
terutama banyak digunakan pada wilayah pertanian yang umumnya berada di pedesaan, sedangkan sewa ekonomi mempertimbangkan lokasi atau jarak relatif dari suatu lahan pertanian dengan pusat pasar. Lahan dengan land rent yang tinggi akan berada di dekat pusat pasar. Kondisi tersebut berkaitan erat dengan rendahnya biaya pengangkutan atau biaya perjalanan, yang dibutuhkan untuk menempuh jarak dari lokasi produksi ke lokasi pemasaran (Barlowe R 1978).
Krause JH dan Brorsen WB (1995), dalam penelitiannya tentang dampak dari resiko nilai land rent pada lahan pertanian menyatakan bahwa, land rent adalah fungsi dari penerimaan, biaya produksi, dan resiko.
Hasil penelitian
tersebut menunjukkan bahwa tingginya resiko penggunaan lahan akan mengakibatkan menurunnya nilai land rent dan sebaliknya. Selanjutnya Renkow M (1993), dalam penelitiannya tentang harga lahan (land prices), sewa lahan (land rent), dan perubahan teknologi menyatakan, bahwa adopsi teknologi di bidang pertanian mempunyai pengaruh yang positif terhadap nilai land rent. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa harapan perolehan keuntungan secara nyata akan mempengaruhi peningkatan harga lahan. Rustiadi et al. (2003) juga menyampaikan bahwa rente lahan (land rent) secara sederhana didefinisikan sebagai surplus ekonomi, yaitu pendapatan bersih atau benefit yang diterima suatu bidang lahan tiap meter persegi, tiap tahun akibat dilakukannya suatu kegiatan pada bidang lahan tersebut. Pendapatan bersih atau benefit ini berasal dari total penerimaan dikurangi dengan total biaya produksi yang dikeluarkan.
Peninjauan biaya tergantung kepada yang melihatnya dan
karena itu terbagai menjadi (1) Analisis finansial, yaitu peninjauan biaya yang dilihat dari segi pengelola usaha; (2) Analisis Ekonomi, yaitu peninjauan biaya yang dilihat dari sudut pandang masyarakat secara keseluruhan (sosial). Suparmoko (1997), menunjukkan penggunaan nilai produk dan kurva biaya untuk ilustrasi land rent yang merupakan surplus ekonomi setelah pembayaran biaya produksi, seperti terlihat pada Gambar 1. Land Rent
MC AC
L
P
Harga
MR=AR
M R N
S Output
Sumber: Suparmoko (1997)
Gambar 1. Penggunaan dari Nilai Produk dan Kurva Biaya untuk Ilustrasi Konsep “Land Rent” yang Merupakan Surplus Ekonomi Setelah Pembayaran Biaya Produksi
Berdasarkan Gambar 1, total nilai produksi yang dihasilkan digambarkan oleh segi empat LNSP dengan total biaya dari variabel input yang ditunjukkan oleh segi empat MNSR dan menghasilkan land rent atau economic rent seluas LMRP. Surplus sebagai investasi memandang tanah sebagai faktor produksi. Surplus ekonomi sumberdaya lahan dapat dilihat dari surplus ekonomi karena kesuburan tanahnya dan lokasi ekonomi. Pengaruh biaya transportasi kaitannya dengan perpindahan produk dari berbagai lokasi ke pasar terhadap sewa lahan digambarkan pada Gambar 2. Dalam gambar tersebut, dilukiskan bahwa semakin jauh jarak lokasi lahan dari pasar akan menyebabkan semakin tingginya biaya transportasi. Misalnya pada jarak 0 km (tepat di pusat pasar), biaya transportasi nol dan biaya total sebesar OC pada Gambar 2(a) dan pada jarak OK km biaya total menjadi KT, karena biaya transportasi meningkat menjadi UT. Kemudian jika harga barang yang diangkut setinggi OP, maka pada jarak OK tidak lagi terdapat land rent, sedangkan pada jarak 0, besarnya land rent adalah CP. Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa land rent mempunyai hubungan terbalik dengan jarak lokasi lahan dengan pasar seperti yang dilukiskan pada Gambar 2(b). Rp
Rp T
P Land Rent Biaya Transportasi
Land Rent
C U
O
K Jarak Ke Pasar (a)
L
M
Jarak Ke Pasar (b)
Sumber: Suparmoko (1997)
Gambar 2. Pengaruh Biaya Transportasi Produk dari Berbagai Lokasi ke Pasar terhadap Land Rent
Dalam teori Von Thunen’s diasumsikan bahwa secara fisik lahan adalah homogen (Greenhut ML 1956), pengaruh lokasi dipisahkan dengan faktor-faktor lainnya, namun pada kenyataannya ada faktor-faktor selain lokasi yang
berpengaruh terhadap penentuan penggunaan lahan. Ely dan Wehrwein (1964) menyatakan bahwa land rent selain dipengaruhi oleh lokasi juga ditentukan oleh perbedaan tanah, iklim, topografi dan faktor fisik lainnya.
Hal ini juga
menyebabkan perbedaan dalam intensitas penggunaan, produksi, pendapatan dan sewa.
Tiap luasan lahan dipengaruhi oleh dua hal tersebut yaitu lokasi dan
produktivitas, land rent adalah hasil gabungan kedua-duanya. Perbedaan lahan dalam kaitannya dengan perbedaan kesuburan atau lokasi bukanlah penyebab land rent, namun semata menjelaskan mengapa satu bidang lahan memberikan hasil yang lebih banyak dibanding yang lainnya.
2.6. Biaya Biaya untuk menghasilkan suatu produk, akan didasarkan pada pengeluaran yang dibebankan di dalam menghasilkan suatu jumlah hasil produksi tertentu dalam suatu periode waktu tertentu. Tanpa pengkhususan jumlah dan periode waktu tersebut, setiap petunjuk terhadap harga tidaklah berarti (Bishop CE dan WD Toussaint 1979). Tohir KA (1982) menyatakan, bahwa biaya produksi perorangan adalah semua pengeluaran dalam hal jasa-jasa, dan barang-barang yang dibutuhkan guna melaksanakan usaha.
Selanjutnya dikatakan, bahwa tingginya biaya produksi
(biaya produksi marjinal) mempunyai kecenderungan (tendensi) terhadap peningkatan harga produk. Prijosoebroto S (1991) menyatakan bahwa dalam usaha perikanan tambak diperlukan biaya produksi yang terdiri atas modal kerja, biaya benih, biaya pakan, dan biaya tenaga kerja.
Selanjutnya Gohong G (1993), menyatakan bahwa
penggunaan input produksi akan banyak menentukan produksi total usahatani, apabila input tersebut dapat dipergunakan secara efektif dan efisien. Beberapa jenis input produksi tersebut adalah tenaga kerja, pemakaian benih, pemakaian pupuk, dan pemakaian pestisida serta obat-obatan.
Untuk mendapatkan
keuntungan maksimal diperlukan penggunaan input produksi yang optimum. Biaya dalam proses produksi dapat dibedakan menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah berkenaan dengan penggunaan aset tetap, seperti mesin. Biaya ini adalah dalam bentuk depresiasi. Suatu ciri depresiasi adalah
bahwa depresiasi merupakan biaya yang diperhitungan tetapi tidak dikeluarkan, melainkan masuk dalam cadangan perusahaan. Biaya variabel adalah merupakan pengeluaran bagi bahan mentah dan tenaga. Berbeda dengan biaya tetap yang tidak dipengaruhi oleh volume produksi, biaya variabel sejalan dengan volume produksi (Djojodipuro M 1991). Biaya-biaya variabel adalah biaya-biaya karena pertambahan input-input variabel. Biaya tersebut akan dibebankan hanya apabila produksi itu berlangsung, dan jumlah dari biaya-biaya ini akan tergantung macam input yang digunakan. Didalam membuat keputusan-keputusan produksi, yang digunakan untuk memaksimumkan penerimaan bersih adalah jumlah input variabel. Biaya tetap ditambah dengan biaya variabel adalah biaya total. Biaya total penting dalam memperhitungkan penerimaan bersih, karena penerimaan bersih sama dengan penerimaan total dikurangi biaya total. Dalam jangka panjang, jika penerimaan total tidak lebih besar dari biaya total, produsen tidak akan berproduksi (Bishop CE dan WD Toussaint 1979).
2.7. Harga Casler DS (1988) menyatakan bahwa masalah perekonomian yang terpenting adalah masalah harga, yang dimaksud dengan harga adalah tinggi nilai barang dan jasa diukur dengan uang.
Masalah sewa tanah (land rent) pada
dasarnya adalah masalah perihal harga. Harga memberikan rangsangan pada para produsen untuk menghasilkan barang-barang yang permintaannya sangat besar dan menggunakan sumbersumber yang paling banyak jumlahnya.
Apabila harga beberapa barang
meningkat para produsen didorong untuk menghasilkan barang tersebut. Para produsen barang-barang yang harganya meningkat juga akan memperoleh tambahan sumber-sumber guna memperluas produksi. Sistem penentuan harga mengalokasikan
sumber-sumber
pada
penggunaan
yang
paling
banyak
permintaannya (Bishop CE dan WD Toussaint 1979). Fungsi harga terutama adalah untuk menghasilkan keseimbangan yang diperlukan antara permintaan dan penawaran. Jika kenaikan harga tidak berhasil meningkatkan output atau mengurangi permintaan maka kenaikan harga dianggap
berbahaya.
Kebijaksanaan harga hendaknya ditujukan pada fleksibilitas
mengendalikan permintaan, mengalokasikan kembali sumber-sumber produksi dan mengarahkan kembali output ke arah yang dikehendaki (Jhingan ML 1996).
2.8. Biaya Transportasi Harga input angkutan adalah biaya yang dikeluarkan oleh seorang pengusaha untuk memindahkan satu satuan berat barang sejauh satu satuan jarak. Harga yang ditentukan oleh produsen didasarkan atas biaya produksi dan kondisi permintaan yang dihadapi pada berbagai tempat. Kondisi permintaan mencakup elastisitas permintaan dan biaya angkutan untuk menyerahkan barang yang akan dijual.
Perbedaan biaya angkutan (transpor) dapat mengakibatkan perbedaan
harga yang cukup besar antara daerah yang satu dengan daerah yang lain (Djojodipuro M 1991). Struktur biaya transportasi sangat berhubungan erat dengan jarak, dengan kata lain setiap penambahan satu satuan unit jarak akan mengakibatkan tambahan biaya transportasi.
Dalam kenyataannya, biaya transportasi sangat jarang
berhubungan dengan jarak. Bahkan seringkali terdapat pengurangan biaya per unit barang seiring dengan bertambahnya jarak (Dicken P dan PE Lloyd 1990 diacu dalam Sobari MP, T Kusumastanto, SDE Kaunang 2006). Segi lain yang perlu mendapat perhatian adalah bahwa angkutan sebagai input diadakan dan habis pada waktu dipergunakan.
Angkutan tidak dapat
disimpan, yang dapat disimpan adalah jasa yang dapat dipergunakan sebagai angkutan. Seorang pekerja yang membantu orang lain untuk mengangkut barang pada dasarnya merupakan himpunan jasa angkutan. Demikian halnya suatu truk, truk juga merupakan himpunan jasa, yang apabila dikombinasikan dengan tenaga dan alam (jalan dan bensin) dapat menghasilkan angkutan.
Berdasarkan hal
tersebut maka jasa angkutan dapat dikategorikan sebagai input tidak langsung. Suatu proses produksi memerlukan tenaga ditempat tertentu, barang modal ditempat tertentu, manajemen ditempat tertentu dan juga input angkutan untuk membawa segalanya tersebut ke tempat tadi dan hasil akhirnya ke pasar. Angkutan dalam hal ini mempunyai fungsi sama dengan input lainnya. Dengan memberi perhatian kepada input ini secara wajar, akan makin disadari segi spasial
proses produksi. Angkutan tidak perlu dipandang sebagai faktor produksi, akan tetapi angkutan mempunyai peranan penting dalam produksi mau pun konsumsi (Djojodipuro M 1991).
III. KERANGKA PENELITIAN Sumberdaya lahan adalah salah satu faktor utama yang sangat penting untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan (sustainable).
Lahan adalah
komponen dasar dari sistem sumberdaya alam dari setiap negara. Sumberdaya alam merupakan basis bagi pembangunan ekonomi berkelanjutan di sebagian besar negara, terutama negara-negara berkembang di Asia dimana pertanian masih sebagai sumber penting dalam perekonomian. Penelitian mengenai “Alokasi Optimal Pemanfaatan dan Nilai Land Rent Sumberdaya Tambak di Kecamatan Tanah Merah” pada kawasan pesisir Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau ini, bermula dengan adanya suatu luasan lahan pesisir Kabupaten Indragiri Hilir yang ditetapkan menjadi lahan tambak sebagai bentuk pemanfaatannya, dengan sistem tradisional di Desa Tanjung Baru dan semi intensif di Desa Tanjung Pasir. Komoditas unggulan perikanan tambak Kabupaten Indrairi Hilir adalah udang. Dalam
penelitian
ini
dilakukan
analisis
permintaan
lahan
yang
pemecahannya didasari dengan tehnik EOP (Effect on Production), juga dilakukan analisis
nilai
land
rent
yang
didasari
oleh
teori
Ricardian,
yang
mempertimbangkan faktor kesuburan lahan dan jarak lokasi tambak ke pusat pasar, dalam penelitian ini jarak Desa Tanjung Pasir dan Desa Tanjung Baru ke pedagang pengumpul. Analisis nilai land rent dimulai dengan mengidentifikasi variabel-veriabel yang mempengaruhi nilai land rent, yaitu variabel endogen. Variabel-variabel jumlah produksi, harga, biaya produksi, dan biaya transportasi di masing-masing unit analisis digolongkan menjadi variabel endogen.
Analisis
dilakukan baik secara kualitatif dan kuantitatif. Kemudian dilakukan analisis optimalisasi
variabel
endogen
memaksimumkan nilai rente.
dengan
membangun
fungsi
tujuan
Hasil dari analisis ini kemudian dibandingkan
dengan kondisi aktual untuk mengetahui tingkat optimal pemanfaatan lahan tambak di masing-masing unit analisis. Selanjutnya dilakukan analisis sensitivitas yang bertujuan untuk melihat adanya pengaruh faktor eksogen terhadap besarnya perubahan nilai pemanfaatan lahan (land rent) tambak di lokasi penelitian. Kerangka penelitian ini digambarkan pada Gambar 3.
Wilayah Pesisir Kabupaten Indragiri Hilir
Sumberdaya Perikanan di Kecamatan Tanah Merah
Pemanfaatan Lahan tambak
Pemanfaatan
Permintaan dan Nilai Ekonomi Lahan Tambak
Analisis Faktor Endogen - Produktivitas - Harga Komoditas - Biaya Produksi - Biaya Transportasi
Tradisional (Desa Tanjung Baru)
Semi Intensif (Desa Tanjung Pasir)
Economic Rent
Optimal Lahan
Land Rent
Implikasi Kebijakan Mikro dan Makro
Gambar 3. Kerangka Penelitian
Analisis Faktor Eksogen - Kebijakan Kenaikan Harga BBM - Kebijakan kenaikan Harga Pupuk
IV. METODE PENELITIAN 4.1. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitin ini adalah studi kasus. Studi kasus adalah penelitian tentang status subjek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas (Maxfield M 1930 dalam Nazir M 1988). Menurut Sevilla CG et al. (1993), metode studi kasus adalah penelitian yang terinci tentang suatu unit analisis selama kurun waktu tertentu. Studi kasus menyelidiki secara lebih mendalam dan menyeluruh terhadap lingkungan dari waktu lampau dan keadaan sekarang dari lingkungan subjek. Unit analisis dalam penelitian ini adalah dua desa di Kecamatan Tanah Merah pada kawasan pesisir Kabupaten Indragiri Hilir, yaitu Desa Tanjung Pasir dan Desa Tanjung Baru, dimana pengembangan kegiatan perikanan tambak udang adalah merupakan bentuk pemanfaatan lahan pesisir. Pendekatan kasus digunakan dalam penelitian ini, karena penulis/ peneliti yakin bahwa kasus yang dipilih mampu memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat serta karakter-karakter yang khas dari unit kajian penelitian ini, sehingga dari sifat-sifat khas di atas bisa ditarik informasi yang bersifat umum, yaitu kawasan pesisir Kabupaten Indragiri Hilir.
4.2. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data cross section, yaitu data tentang peristiwa dalam satu tahun berjalan. Menurut sumbernya, datadata tersebut terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari pengamatan lapang, wawancara dan diskusi kelompok dengan responden yang terdiri atas para pelaku usaha perikanan tambak atau pemilik lahan, aparat pemerintah dan kelompok masyarakat lainnya.
Wawancara yang dilakukan
berkaitan dengan penggalian informasi mengenai kegiatan perikanan tambak yang dilakukan. Data sekunder diperoleh dari dinas dan instansi terkait berupa data instansional dan kepustakaan ilmiah lainnya, diantaranya kondisi biofisik, demografi, skala usaha, kebijakan pemerintah dan ekonomi wilayah. Tabel 1
menyajikan jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian ini beserta sumber mendapatkannya.
Tabel 1. Jenis Data dan Sumber Mendapatkannya No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Jenis Data Sarana / Input Produksi a. Kuantitas b. Harga Output Produksi a. Jumlah b. Harga Biaya Produksi a. Jumlah b. Harga Sistem/ Teknologi Produksi Biaya Transportasi a. Jarak b. Ongkos Angkut Kondisi Umum Kawasan Kondisi Umum Perikanan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Sumber Primer
Sekunder
Petambak Petambak/Cek harga Petambak Petambak/Cek harga Petambak Petambak/Cek harga Petambak Petambak/Pembeli Petambak Petambak Pemda Dinas Perikanan Bappeda
4.3. Metode Pengambilan Data Data diambil dari jumlah populasi pembudidaya tambak (sensus) yang ada di lokasi penelitian. Untuk Desa Tanjung Pasir sebanyak 42 pembudidaya tambak dan 33 pembudidaya tambak di Desa Tanjung Baru. Hasil dari pengambilan data ini digunakan untuk mendeskripsikan profil dan karakteristik produksi budidaya udang di daerah pesisir Kabupaten Indragiri Hilir. Lokasi penelitian dipilih secara purposive sampling, dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Tanah Merah merupakan kawasan yang dipilih untuk pengembangan kegiatan perikanan tambak di pesisir Kabupaten Indragiri Hilir. Dua desa yaitu Desa Tanjung Pasir dan Desa Tanjung Baru menjadi unit analisis dimana setiap analisis yang dilakukan dalam penelitian ini, dilakukan terhadap dua titik unit analisis tersebut.
4.4. Metode Analisis Data Analisis data dilakukan dengan cara mengolah data yang didapat untuk mencapai tujuan yang dibangun dalam penelitian ini. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mencari alokasi optimal dan nilai land rent pemanfaatan lahan tambak sebagai sarana produksi dalam budidaya udang dan untuk itu dilakukan beberapa analisis.
Alat analisis yang akan digunakan, yaitu (1). Analisis
Permintaan dan Nilai dari Lahan Tambak; (2). Metode Optimalisasi; (3). Analisis Land Rent; (4). Analisis Sensitivitas Nilai Land Rent.
4.4.1. Analisis Permintaan dan Nilai dari Lahan Tambak Analisis ini dilakukan untuk mengetahui dan menganalisis permintaan dan nilai lahan tambak yang digunakan untuk budidaya udang. Secara matematis dapat ditulis: Q = f (Px, X1,… X5) Dimana: Q = Jumlah sumberdaya lahan yang dipakai (m2) P = Sewa lahan /harga lahan (Rp per m2) X1 = Umur responden (tahun) X2 = Pendidikan X3 = Pendapatan (Rp per Ha) X4 = Jumlah anggota keluarga (orang) X5 = Pengalaman usaha (tahun) Dalam konteks ini, hubungan antara harga (Px) diasumsikan negatif terhadap permintaan lahan (Adrianto L 2006). Analisis permintaan dapat diselesaikan dengan menggunakan teknik regresi berganda dengan cara melogaritmakan persamaan menjadi sebagai berikut: ln Q = a + b0ln Px + b1ln X1 + b2ln X2 + b3ln X3+ b4ln X4+ b5ln X5 Persamaan di atas dapat disederhanakan dengan mentransformasi menjadi:
(
)
ln Q = (a + b1 ln X 1 + b2 ln X 2 + b3 ln X 3 + b4 ln X 4 + b5 ln X 5 ) + b0 ln Px ln Q = a + b0 ln Px atau
Q = α Px b0 Untuk menghitung berapa jumlah surplus konsumen atau berapa jumlah
yang diterima oleh petambak udang karena adanya perubahan permintaan lahan tambak, maka secara matematis dapat ditulis:
q1
CS L = ∫ Px(Q ) q0
NEK = CS L .Px dimana: CSL = Surplus Konsumen NEK = Nilai Ekonomi
4.4.2. Analisis Optimalisasi
Analisis optimalisasi nilai land rent dilakukan untuk mengetahui dan menganalisi nilai pemanfaatan lahan tambak yang digunakan untuk budidaya udang pada kondisi optimal. Secara matematis dapat ditulis: Max Π = yp -
n
∑
pnqn – wl
i =1
s.t: f (y, q, l) =0
dimana: Π =Nilai manfaat penggunaan lahan tambak udang (Rp per Ha) y =Jumlah produksi udang (Kg per Ha) p =Harga udang (Rp per Kg) pn=Harga input ke-n (Rp per unit) qn=Variabel input ke-n (unit) w =Upah tenaga kerja (Rp per HOK) l =Jumlah tenaga kerja (HOK) Dalam perhitungan nilai optimal dari output, input dan tenaga kerja dipecahkan secara numerik dengan perangkat lunak MAPLE 9.5.
4.4.3. Analisis land rent
Tujuan pertama dilakukannya penelitian ini adalah untuk mencari solusi nilai pemanfaatan sumberdaya lahan tambak pesisir Kabupaten Indragiri Hilir yang dimanfaatkan sebagai sarana produksi dalam kegiatan produksi budidaya udang. Analisis yang dibanguan untuk tujuan ini mengacu pada nilai land rent yang secara sederhana didefinisikan sebagai pengembalian ekonomi dari lahan yang dapat bertambah atau akan bertambah akibat penggunaannya dalam proses produksi, Barlowe R (1978). Nilai land rent tersebut menggambarkan harga atau nilai ekonomi lahan yang didapat sebagai hasil dari investasi, dimana lahan dipandang sebagai faktor produksi dalam kegiatan perikanan tambak. Konsep
yang digunakan adalah Ricardian Land Rent dimana nilai land rent dilihat dari faktor kesuburan dan jarak lokasi tambak dengan pusat pasar. Konsep tersebut menggambarkan bahwa pada dasarnya nilai land rent ditentukan oleh nilai produktivitas, harga, biaya produksi dan biaya transportasi, sebagaimana dilihat pada Gambar 4.
PRODUKTIVITAS
HARGA KOMODITAS
LAND RENT
BIAYA TRANSPORTASI
TOTAL BIAYA
Gambar 4. Diagram Kerangka Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai Land Rent
Berdasarkan Gambar 4 dapat diketahui bahwa nilai land rent merupakan fungsi dari nilai produksi, harga komoditas, biaya produksi dan biaya transportasi yang dipengaruhi oleh jarak lokasi tambak ke pusat pasar.
Secara matematis
digambarkan sebagaimana persamaan berikut:
Πi = y i (p i – t i x – C i /yi) …………………………………………………. (4.1) dimana: Πi = Land rent dari komoditas udang di wilayah ke-i (Rp per ha) y i = Produktivitas udang di wilayah ke-i (kg per ha) p i = Harga komoditas udang di wilayah ke-i (Rp per kg) C i = Total biaya produksi komoditas udang di wilayah ke-i (Rp per kg) t i = Biaya transportasi untuk komoditas udang di wilayah ke-i (Rp per kg per km) x = Jarak wilayah ke-i ke pusat pasar (km) i = unit analisis (kawasan pesisir Kabupaten Indragiri Hilir) a) Produktivitas diartikan sebagai produksi yang dihasilkan persatuan luas komoditas perikanan tambak yang diusahakan oleh petani tambak. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut: y i = Q i /L i ………………………………………………………………
dimana: y i = Produktivitas udang di wilayah ke-i (kg per ha) Q i = Total produksi komoditas udang di wilayah ke-i (kg)
(4.2)
Li = Luasan lahan yang digunkan untuk memproduksi komoditas udang di wilayah ke-i ( ha) i = Unit analisis
b) Biaya produksi adalah penjumlahan dari biaya tenaga kerja dan biaya sarana produksi kegiatan perikanan tambak. Secara matematis dapat ditulis: Ci = Z+ c1 +c2+c3 +…+cn ………………………………………………..
(4.3)
dimana: Ci = Biaya produksi dari komoditas udang wilayah ke-i (Rp per ha) Z = Biaya tenaga kerja (Rp per ha) c1 s/d cn = Biaya sarana produksi ke-1 s/d ke-n (Rp per ha) Biaya tenaga kerja adalah perkalian jumlah tenaga kerja dengan upah tenaga kerja. Dalam perikanan tambak biaya tenaga kerja biasanya dibedakan pada saat masa persiapan, masa pemeliharaan dan masa panen, sehingga biaya tenaga kerja juga merupakan penjumlahan dari keseluruhan biaya tenaga kerja yang dikeluarkan dalam masa produksi. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut: Z =w1l1 + w2l2+ w3l3 ………………………………………………………. (4.4)
dimana: Z = Biaya tenaga kerja (Rp per ha) w1=Upah tenaga kerja pada masa persiapan (Rp per HOK) l1 =Jumlah tenaga kerja pada masa persiapan (HOK) w2=Upah tenaga kerja pada masa pemeliharaan (Rp per HOK) l2 =Jumlah tenaga kerja pada masa pemeliharaan (HOK) w3=Upah tenaga kerja pada masa pemanenan (Rp per HOK) l3 = Jumlah tenaga kerja pada masa pemanenen (HOK) Biaya sarana produksi merupakan perkalian antara jumlah sarana produksi yang digunakan dengan harga sarana produksi tersebut, sehingga secara matematis total biaya sarana produksi dapat ditulis: C = q1p1 +q2p2 +q3p3 +q4p4 +q5p5 + …+ q9p9
…………………………........................
dimana: C =Biaya sarana produksi budidaya udang (Rp per Ha) q1=Jumlah benih (Ekor per Ha) p1=Harga benih (Rp per Kg) q2=Jumlah urea (Kg per Ha) p2=Harga urea (Rp per Kg) q3=Jumlah TSP (Rp per Kg) p3=Harga TSP (Rp per Kg) q4 =Jumlah obat pembasmi hama (liter per Ha) p4 =Harga obat pembasmi hama (Rp per Ha) q5 =Jumlah pakan (Kg per Ha)
(4.5)
p5 =Harga pakan (Rp per Kg) q6= Jumlah kapur p6= Harga kapur q7= Jumlah saponin p7= Harga saponin q8= Jumlah kaporit p8= Harga kaporit q9= Jumlah BBM / Operasional genset p9= Harga BBM
c) Komponen biaya transportasi yang digunakan dalam persamaan nilai land rent adalah biaya transportasi per kg per km hasil perikanan tambak yang didapat melalui persamaan ti = T i /Q i x i
…………………………………………………………….
(4.6)
dimana: ti =Biaya transportasi untuk komoditas udang di wilayah ke-i (Rp per kg) T i =Total biaya transportasi yang dikeluarkan untuk mengangkut udang di wilayah ke-i ke pusat pasar (Rp) Q i =Total produksi komoditas udang di wilayah ke-i (kg) x i =Unit analisis d) Harga yang digunakan dalam persamaan nilai land rent merupakan harga yang ditetapkan oleh mekanisme pasar dan diasumsikan bahwa petani tidak bisa menentukan harga. Dalam identifikasi nilai land rent dilakukan analisis kualitatif dan kuantitatif terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi nilai land rent. Analisis kualitatif dilakukan melalui studi literatur dan pengamatan lapang untuk mendeskripsikan karakter dari faktor-faktor yang mempengaruhi nilai land rent pada masingmasing unit analisis.
Analisis
kuantitatif dilakukan melalui teknik statistik
sederhana. Sebagaimana teori Ricardian land rent yang melihat nilai land rent dari faktor kesuburan dan jarak, maka melalui analisis regresi berganda didapat suatu persamaan regresi yang menyatakan hubungan antara nilai land rent dengan faktor kesuburan dan jarak lokasi tambak ke pusat pasar.
4.4.4. Analisis Sensitivitas Nilai Land Rent
Analisis sensitivitas nilai land rent adalah analisis lanjutan dalam penelitian ini yang ditujukan untuk melihat seberapa besar pengaruh faktor eksogen terhadap perubahan nilai land rent. Asumsi yang dibangun didasarkan pada situasi saat ini,
yaitu terjadi kenaikan harga BBM, yang berpengaruh terhadap biaya transportasi yang menjadi variabel endogen dalam penentuan nilai land rent. Dengan analisis ini akan dilihat seberapa besar pengaruh jarak terhadap perubahan nilai land rent karena adanya perubahan biaya transportasi yang diakibatkan oleh kenaikan harga BBM, dan seberapa besar pengaruh kesuburan terhadap perubahan nilai land rent karena adanya perubahan harga pupuk yang diakibatkan oleh kenaikan harga pupuk.
4.5. Batasan Penelitian
1) Optimalisasi pemanfaatan lahan untuk budidaya tambak merupakan usaha untuk memperoleh nilai hasil yang paling menguntungkan dengan adanya keterbatasan lahan tambak. 2) Land Rent dalam satuan Rp per ha, adalah nilai surplus lahan tambak yang didapat dari pemanfaatannya sebagi sarana produksi budidaya udang. 3) Penelitian menggunakan konsep Ricardian Land Rent yaitu dalam penentuannya dipengaruhi oleh beberapa faktor kesuburan lahan tambak dan jarak lokasi tambak dari pusat pasar. 4) Studi dilakukan di Kacamatan Tanah Merah Kabupaten Indragiri Hilir. 5) Kesuburan ditentukan dari nilai produktivitas lahan dalam satuan kg per ha, dengan anggapan bahwa semakin tinggi nilai produktivitas, semakin tinggi pula tingkat kesuburan. 6) Jarak dengan satuan km, adalah jarak lokasi budidaya ke pusat pasar, dalam penelitian ini jarak lokasi tambak ke pedagang pengumpul. 7) Biaya tenaga kerja dalam satuan Rp per ha, adalah jumlah tenaga kerja dalam satuan HOK dikalikan dengan total upah yang harus diterima. 8) Biaya sarana produksi dalam satuan Rp per ha, adalah jumlah seluruh sarana produksi yang dibutuhkan dikalikan dengan harganya. 9) Biaya transportasi dalam satuan Rp per km, adalah biaya yang dikeluarkan untuk membawa hasil produksi udang dari tempat produksi ke pusat pasar. 10) Harga udang adalah harga riil udang di tingkat petambak pada saat penelitian.
4.6. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Kecamatan Tanah Merah Kabupaten Indragiri Hilir. Daerah yang diteliti adalah tambak penghasil udang windu di Desa Tanjung Pasir dan Desa Tanjung Baru. Penelitian dimulai akhir Bulan April sampai dengan Bulan Mei 2007.
V. PROFIL LOKASI PENELITIAN 5.1. Kondisi Geofisik Kecamatan Tanah Merah
Kecamatan Tanah Merah merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Indragiri Hilir yang memiliki 10 desa dengan luas wilayah 721,56 km2. Jarak Kecamatan Tanah Merah ke Kabupaten Indragiri Hilir sekitar 53 Km. Secara Geografis daerah ini terletak pada posisi 103o12’46,85” BT – 103o31’57,39” BT dan 0o21’46,85” BT – 0o36’2,64” BT dengan batas wilayah sebagai berikut : - Sebelah Utara dengan Kecamatan Kuala Indragiri. - Sebelah Selatan dengan Kecamatan Reteh. - Sebelah Timur dengan Kabupaten Kepulauan Riau. - Sebelah Barat dengan Kecamatan Enok. Keadaan alam sebagian besar terdiri atas tanah gambut dan tanah endapan sungai yang dialiri oleh sungai-sungai dan parit-parit yang sekaligus merupakan sarana lalu lintas utama bagi penduduk. Transportasi yang dominan adalah transportasi air, yaitu melalui sungai-sungai dan parit-parit sebagai penghubung antar desa, antar kecamatan dan Ibukota Kabupaten serta mempunyai nilai ekonomis penting dalam roda perekonomian maupun pemerintahan. Secara topografi, tinggi pusat pemerintah wilayah Kecamatan Tanah Merah dari permukaan laut adalah 1 – 4 meter. Terdapat banyaknya tumbuhtumbuhan di tepi-tepi sungai dan muara parit-parit seperti pohan nipah. Wilayah Kecamatan Tanah Merah merupakan daerah berhutan rawa-rawa dan beriklim tropis yang dipengaruhi oleh musim kemarau dan musim hujan. Kedua musim ini sangat dominan pengaruhnya kepada kehidupan masyarakat. Pada musim kemarau panjang kegiatan para petani agak menurun, disamping timbulnya beberapa penyakit, sedangkan pada musim penghujan selain menyuburkan tanah pertanian juga air hujan merupakan kebutuhan pokok masyarakat sebagai sumber air bersih. Jumlah hari hujan yang tertinggi pada Bulan Oktober 2005 yaitu 13 hari, sedangkan angka yang terendah pada Bulan Mei 2005 yaitu satu hari (Tanah Merah Dalam Angka 2005).
5.2. Pemanfaatan Lahan
Berdasarkan jenis tanahnya, lahan yang ada di kawasan pesisir terdiri dari jenis organosol dan gley humus dari bahan induk aluvial dan bersifat hidromorf yang sering disebut tanah gambut. Jenis tanah ini berasal dari akumulasi humus hutan yang melapuk pada permukaan tanah, sedangkan berdasarkan tekstur tanahnya termasuk dalam klasifikasi tekstur halus (liat). Pemanfaatan lahan di Kecamatan Tanah Merah pada tahun 2005 seperti terdapat pada Tabel 2 yang didominasi oleh hutan negara mencapai 33.294 ha (46,14%) dan perkebunan 26.398.5 ha (36,59%). Sebagian besar lahan perkebunan daerah ini merupakan tanaman kelapa dalam dan kelapa hibrida serta merupakan mata pencaharian utama masyarakat di daerah ini. Tabel 2. No. 1. 2.
3.
Luas Areal Pemanfaatan Lahan di Kecamatan Tanah Merah Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 Pemanfaatan Lahan Luas Areal Ha % Luas Tanah Sawah 0,21 - Sawah pasang surut 150,00 Luas Lahan Kering 1,70 1.228,00 - Pekarangan 1,50 1.082,00 - Tegalan/kebun 46,14 33.294,00 - Hutan negara 36,59 26.398,50 - Perkebunan 13,36 9.639,00 - Lain-lain Lahan Lainnya 0,12 85,00 - Rawa-rawa 0,39 279,50 - Tambak Jumlah
72.156,00
100,00
Sumber : Kecamatan Tanah Merah dalam Angka Tahun 2005
Pemanfaatan lahan di Kabupaten Indragiri Hilir tercermin dari penggunaan lahan di kawasan tersebut yang pada umumnya didominasi oleh perkebunan kelapa, sedangkan untuk kawasan pantainya didominasi oleh hutan mangrove yang membujur di sepanjang pantai. Lahan potensial untuk pengembangan budidaya tambak di Kabupaten Indragiri Hilir tersedia sekitar 31.600 ha, dimana 18.600 ha diantaranya terdapat pada lahan kritis bekas perkebunan kelapa rakyat, dan 13.000 ha merupakan areal hutan
mangrove. Data mengenai lahan potensial pengembangan budidaya tambak di Kabupaten Indragiri Hilir disajikan dalam Tabel 3. Tabel 3. Lahan Potensial Pengembangan Budidaya Tambak di Kabupaten Indragiri Hilir. Luas Lahan Potensial (ha) No. Kecamatan Areal Hutan Mangrove Areal Lahan Kritis 1. Tanah Merah 1.000 8.800 2. Mandah 2.150 1.600 3. Kateman 2.100 2.500 4. Reteh 3.000 2.200 5. Kuala Indragiri 3.500 2.200 6. Enok 200 600 7. Pulau Burung 800 450 8. Gaung 250 250 Jumlah 13.000 18.600 Sumber : Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Inhil Tahun 2003
Potensi lahan kritis yang terdapat di Kecamatan Tanah Merah merupakan yang terluas dibandingkan dengan kecamatan lainnya yaitu mencapai 8.800 ha. Sampai dengan tahun 2005, telah dimanfaatkan seluas 279 ha untuk usaha perikanan tambak oleh masyarakat yang terdapat di 6 desa yaitu Desa Tanjung Baru, Tanjung Pasir, Kuala Enok, Selat Nama, Tekulai Hilir dan Tanah Merah. Luas lahan tambak di Desa Tanjung Baru yang sudah diolah seluas 76 ha dan di Desa Tanjung Pasir seluas 92 ha. Produksi di bidang perikanan meliputi perikanan tangkap dan perikanan budidaya (tambak). Budidaya tambak di beberapa desa cukup berkembang dimana sebagian besar memanfaatkan lahan kritis bekas perkebunan kelapa rakyat yang terlantar dan tidak produktif lagi. Pengembangan budidaya air payau (tambak) di Kabupaten Indragiri Hilir, mendapat respon positif sebagian besar masyarakat. Secara bertahap merubah mata pencaharian yang sebelumnya sebagai petani kebun atau pun nelayan menjadi pembudidaya tambak. Perkembangan budidaya tambak di Kecamatan Tanah Merah cukup menggembirakan dan merupakan usaha masyarakat lokal yang dikelola secara tradisional dan semi intensif.
5.3. Kondisi Demografi Kecamatan Tanah Merah
Penduduk Kecamatan Tanah Merah tahun 2005, tercatat sebanyak 34.013 jiwa dengan sex ratio 108,07 dengan kepadatan penduduk sebanyak 47 jiwa per kilometer persegi. Penduduk laki-laki berjumlah 17.666 jiwa dan perempuan 16.347 jiwa. Dengan demikian
Kecamatan Tanah Merah masih dapat
dikategorikan sebagai daerah yang penduduknya masih jarang.
Tabel 4
menyajikan data jumlah penduduk dan sex ratio penduduk di Kecamatan Tanah Merah. Jumlah Penduduk dan Sex Ratio Penduduk dalam Kecamatan Tanah Merah Tahun 2005 Banyaknya Penduduk (jiwa) Desa/ Sex Ratio Kelurahan Laki-Laki Perempuan Jumlah Sungai Nyiur 806 665 1.471 121 Selat Nama 213 181 394 118 Kuala Enok 3.344 2.771 6.115 121 Sungai Laut 1.455 1.297 2.752 112 Tanjung Pasir 1.771 1.671 3.442 106 Tanah Merah 7.614 7.384 14.998 103 Tanjung Baru 1.181 1.060 2.241 111 Tekulai Hulu 336 330 666 102 Tekulai Hilir 622 669 1.291 93 Tekulai Bugis 324 319 643 101 JUMLAH 17.666 16.347 34.013 1.088
Tabel 4. No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Sumber : Kecamatan Tanah Merah Dalam Angka Tahun 2005
Pemukiman penduduk menyebar dan membentuk suatu kelompok pada beberapa bagian. Pembentukan kelompok pemukiman pada umumnya mengikuti aliran sungai dan muara-muara sungai serta di kuala parit.
5.4. Kondisi Sosial Kecamatan Tanah Merah 5.4.1. Pendidikan
Sarana pendidikan di Kecamatan Tanah Merah sampai dengan tahun 2006 secara kuantitas sudah cukup banyak. Hal ini dibuktikan dari jumlah sekolah di masing-masing tingkatan.
Data mengenai jumlah sekolah, jumlah murid dan
jumlah guru pada tingkat sekolah disajikan dalam Tabel 5.
Tabel 5. Jumlah Sekolah, Murid dan Guru pada Tingkat Sekolah di Kecamatan Tanah Merah No.
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Tingkat Sekolah
Sekolah Dasar (SD) Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Sekolah Menengah Umum (SMU) Madrasah Ibtidaiyah Madrasah Tsanawiyah Madrasah Aliyah Jumlah
Jumlah Sekolah (Unit)
Jumlah Murid (Jiwa)
Jumlah Guru (Jiwa)
Rasio Murid terhadap Guru
21
3.713
208
17,85
6
1.017
90
11,30
1 3 4 2
652 695 332 144
27 28 46 29
24,15 24,82 7,22 4,96
37
6.553
428
90,30
Sumber : Indragiri Hilir Dalam Angka Tahun 2006
Tabel 5 memberikan informasi bahwa rasio murid terhadap guru pada tingkat SD sebesar 17,85, SLTP sebesar 11,30, SMU sebesar 24,15. Pada tingkat Madrasah Ibtidaiyah rasio murid terhadap guru sebesar 24,82, Madrasah Tsanawiyah 7,22 serta Madrasah Aliyah sebesar 4,96. Persentase jumlah penduduk yang telah mengikuti pendidikan formal di Kecamatan Tanah Merah tercermin dari
jumlah penduduk yang mengikuti
pendidikan di Kabupaten Indragiri Hilir baru mencapai 8,56%, dengan proporsi terbesar berada pada tingkatan Sekolah Dasar. Angka ini menunjukkan rendahnya kesadaran masyarakat untuk mengikuti pendidikan atau bersekolah, terutama masyarakat Suku Laut yang sebagian besar anak-anaknya tidak pernah mengenyam pendidikan sama sekali, meski pun begitu terdapat beberapa orang yang telah melanjutkan pendidikan hingga ke perguruan tinggi.
5.4.2. Kesehatan
Pembangunan pelayanan kesehatan yang berkualitas ditujukan untuk meningkatkan mutu lingkungan hidup masyarakat, sehingga mencapai kualitas hidup dan sumberdaya manusia yang prima.
Penunjang aspek kesehatan
masyarakat di Kecamata Tanah Merah telah memiliki berbagai sarana kesehatan. Pada tahun 2005 terdapat 2 buah puskesmas, 1 buah puskesmas RI, 10 buah puskesdes dan 5 buah puskesmas pembantu, sedangkan jumlah para medis sebanyak 27 orang yang terdiri dari 2 dokter umum, 1 dokter gigi, 5 bidan dan 19
perawat. Tabel 6 menampilkan data jenis dan jumlah sarana kesehatan yang terdapat di Kecamatan Tanah Merah. Tabel 6. Jenis dan Jumlah Sarana Kesehatan yang Terdapat di Kecamatan Tanah Merah No.
Jenis
Jumlah (Buah)
1.
Puskesmas
2
2.
Puskesmas RI (Rawat Inap)
1
3.
Puskesdes
4.
Pustu (Puskesmas Pembantu)
10 5
Sumber: Tanah Merah Dalam Angka 2005
5.4.3. Agama
Secara domografis, masyarakat Kecamatan Tanah Merah adalah masyarakat yang sangat intens dengan nuansa cultural religius islami, bahkan sampai pada tingkat fanatisme.
Islam adalah agama mayoritas masyarakat
Kecamatan Tanah Merah, tanpa menafikan keberadaan agama minoritas lainnya. Penduduk Kecamatan Tanah Merah mayoritas adalah pemeluk Agama Islam (sekitar 96,11%) sisanya adalah Agama Kristen dan Budha. Rumah Ibadah di daerah ini terdiri atas masjid sebanyak 22 buah dan surau/musholla 17 buah yang tersebar pada 10 desa.
5.5. Kondisi Perekonomian Kecamatan Tanah Merah
Masyarakat Kecamatan Tanah Merah sebagian besar mempunyai mata pencaharian di sektor pertanian yang dalam arti luas, mata pencaharian penduduk di sini berkaitan erat dengan lingkungan fisik daerah yang dikelilingi oleh sungai dan terletak di tepi pantai. Kondisi semacam ini merupakan hal yang wajar jika penduduk setempat menjadikan sungai dan laut sebagai sumber mata pencaharian dan sarana transportasi. Tingkat pendapatan masyarakat Kecamatan Tanah Merah tercermin dari pendapatan per kapita Kabupaten Indragiri Hilir tahun 2006, yang secara nominal atas dasar harga konstan sekitar Rp5.023.440,89 juta. Lapangan usaha yang memberikan kontribusi terbesar dalam memberikan penghasilan kepada
masyarakat yaitu pertanian dalam arti luas, industri pengolahan, perdagangan, hotel dan restoran, serta jasa-jasa. Sebagian besar masyarakat masih sangat tergantung pada pendapatan dari usaha perkebunan yang terlihat dari luasnya lahan perkebunan mencapai 26.398,50 ha (36,59%) dari luas wilayah Kecamatan Tanah Merah. Oleh karena itu dengan merosotnya harga produksi perkebunan, khususnya kelapa sangat dirasakan pengaruhnya terhadap perkembangan wilayah tersebut, terutama dalam kaitannya dengan pertumbuhan perekonomian masyarakat. Angka PDRB Kabupaten Indragiri Hilir tahun 2003-2006 atas dasar harga konstan menurut lapangan usaha terjadi kenaikan. Dari Rp4.654.045,18 juta pada tahun 2005 meningkat menjadi Rp5.023.440,89 juta pada tahun 2006, yang berarti besarnya pertumbuhan ekonomi Kabupaten Indragiri Hilir pada tahun 2006 sebesar 7,94 %. Tabel 7 menunjukkan PDRB Kabupaten Indragiri Hilir atas dasar harga konstan menurut sektor tahun 2003-2006 dan diilustrasikan pada Gambar 5. Distribusi persentase PDRB Menurut Sektor tahun 2003-2006 ditunjukkan pada Tabel 8 dan diilustrasikan pada Gambar 6, serta laju PDRB diilustrasikan pada Gambar 7. Tabel 7. No. 1.
PDRB Kabupaten Indragiri Hilir Atas Dasar Harga Konstan Menurut Sektor Tahun 2003-2006 Sektor
Pertanian, Peternakan, Perikanan, Perkebunan dan Kehutanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa
2003 2.032.037.15
Tahun (dalam Juta) 2004 2005 2.170.468,00 2.307.155,69
2006 2.446.624,56
25.097,28 659.068,84 3.950,59 166.547,01 583.823,34 119.512,08 62.146,18
27.758,31 720.121,46 4.132,88 176.444,53 632.664,71 129.739,15 67.949,35
29.257,62 770.523,33 4.296,24 187.433,16 698.386,40 138.801,01 75.088,98
31.586,11 839.968,38 4.499,89 203.080,25 775.462,77 150.624,04 85.195,25
383.708,05
418.994,52
443.102,74
486.399,64
Jumlah 4.035.890,53 Sumber : Indragiri Hilir Dalam Angka Tahun 2006
4.348.272,91
4.654.045,18
5.023.440,89
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
2500000
PDRB
2000000 1500000
2003 2004
1000000
2005 2006
500000 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
Tahun
Gambar 5. PDRB Kabupaten Indragiri Hilir Atas Dasar Harga Konstan Menurut Sektor Tahun 2003-2006 Tabel 8. Distribusi persentase PDRB Kabupaten Indragiri Hilir Atas Dasar Harga Konstan Menurut Sektor tahun 2003-2006 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Sektor
2003 50,35 0,62 16,33 0,10 4,13 14,47 2,96 1,53 9,51
Pertanian, Peternakan, Perikanan, Perkebunan dan Kehutanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa
Jumlah 100,00 Sumber : Indragiri Hilir Dalam Angka Tahun 2006
Tahun 2004 49,92 0,62 16,56 0,10 4,06 14,55 2,98 1,56 9,63 100,00
2005 49,57 0,63 16,56 0,09 4,03 15,01 2,98 1,61 9,52
2006 48,70 0,63 16,72 0,09 4,04 15,44 3,00 1,70 9,68
100,00
100,00
1 1,7% 3,00%
2
9,68%
15,44%
3 48,7%
4 5 6
4,04% 0,09% 16,72%
7 0,63%
8 9
Gambar 6. Distribusi persentase PDRB Kabupaten Indragiri Hilir Atas Dasar Harga Konstan Menurut Sektor tahun 2006
Tahun 5.023.340,89
Laju PDRB (Rp)
5200000 5000000 4.653.945,18
4800000 4600000
4.348.172,91
4400000
Tahun
4200000 4000000
1
2
3
2004
2005
2006
Gambar 7. Laju PDRB Kabupaten Indragiri Hilir Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2004-2006
VI.
HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1. Sarana Input Produksi
Kegiatan budidaya udang di lokasi penelitian memiliki karakteristik yang berbeda antara satu unit analisis dengan unit analisis yang lainnya. Berikut adalah deskripsi mengenai sarana yang digunakan dalam kegiatan budidaya tambak udang di lokasi penelitian.
6.1.1. Lahan Tambak
Pengembangan budidaya perikanan di Kecamatan Tanah Merah terdiri atas budidaya air payau (tambak). Tambak merupakan sarana yang digunakan sebagai tempat budidaya udang Windu di Kecamatan Tanah Merah. Ada pun sistem budidaya udang yang dilakukan, yaitu tradisional dan semi intensif. Usaha budidaya tambak yang dikembangkan di Kecamatan Tanah Merah oleh masyarakat merupakan usaha bertahap. Masyarakat merubah mata pencaharian yang sebelumnya petani kebun atau pun nelayan menjadi pembudidaya tambak. Kepemilikan lahan tambak di Kecamatan Tanah Merah rata-rata dibeli sendiri oleh pembudidaya tambak yang sebagian besar memanfaatkan lahan kritis bekas perkebunan kelapa rakyat yang terlantar dan tidak produktif lagi. Areal pertambakan pada Kecamatan Tanah Merah, baik di Desa Tanjung Baru maupun di Desa Tanjung Pasir, mendapatkan pemasokan air tawar dari sungai Indragiri dan anak-anak Sungai Indragiri.
Gambar 8 menunjukkan
beberapa sungai yang menjadi sumber air tawar bagi kegiatan budidaya tambak Udang Kecamatan Tanah Merah.
Gambar 8. Sungai-sungai yang Menjadi Sumber Air Tawar Bagi Kegiatan Budidaya Tambak di Kecamatan Tanah Merah
Rata-rata luasan lahan yang diusahakan oleh masyarakat di masing-masing unit analisis yaitu di Desa Tanjung Pasir 2,2 ha, dengan luas lahan terkecil adalah 0,4 ha dan luas lahan terbesar adalah 4 ha. Di Desa Tanjung Baru luas lahan ratarata adalah 2,3 ha, dengan luas lahan terkecil adalah 1,8 ha dan luas lahan terbesar adalah 3 ha.
Gambar 9 adalah keadaan tambak udang di Kecamatan Tanah
Merah, Desa Tanjung Pasir (a) dan Desa Tanjung Baru (b).
(a) Desa Tanjung Pasir
(b) Desa Tanjung Baru
Gambar 9. Kondisi Tambak Udang Windu di Kecamatan Tanah Merah
Sebagaimana dijelaskan di atas, rata-rata kepemilikan lahan tambak di masing-masing unit analisis adalah milik sendiri. Harga lahan tambak di masingmasing
unit
analisis
berkisar
antara
Rp1.250.000,00
sampai
dengan
Rp4.000.000,00 per ha di Desa Tanjung Pasir dan Rp750.000,00 sampai dengan Rp2.000.000,00 per ha di Desa Tanjung Baru. Data mengenai harga lahan di masing-masing unit analisis disajikan dalam Tabel 9.
Tabel 9. Harga Lahan Tambak di Masing-Masing Unit Analisis No.
Desa
1. 2.
Desa Tanjung Pasir Desa Tanjung Baru
Harga Lahan (Rp per ha) Kisaran Rata-Rata 1.250.000,00 – 4.000.000,00 2.461.904,76 750.000,00 – 2.000.000,00 1.248.485,00
Sumber: Diolah dari data primer,2007
6.1.2. Peralatan Kegiatan Budidaya
Beberapa jenis alat yang digunakan dalam kegiatan budidaya tambak udang windu, antara lain jaring, togok, serok untuk memanen hasil tambak; pompa air, untuk mensupply air dari sungai; fiber, keranjang; genset
untuk
penerangan; dan bangunan yang terletak di areal tambak sebagai rumah jaga.
Tidak semua jenis peralatan tersebut digunakan di masing-masing unit analisis, Tabel 10 menunjukkan penggunaan peralatan budidaya tambak udang di masingmasing unit analisis.
Tabel 10. Peralatan dalam Kegiatan Budidaya Tambak Udang di MasingMasing Unit Analisis Desa
Jenis
Jumlah
Tanjung Pasir
1.Rumah Jaga 2.Togok 3.Serok 4.Jaring 5.Fiber 6.Keranjang 7.Pompa 8.Genset
Tanjung Baru
1.Rumah Jaga 2.Togok 3.Serok 4.Jaring 5.Fiber 6.Keranjang
4.000.000,00 300.000,00 75.000,00 500.000,00 800.000,00 150.000,00 2.000.000,00 3.000.000,00
Umur Teknis (Tahun) 8 5 3 5 7 3 8 8
B.Operasional/ B.Pemeliharaan (Rp Per Thn) 500.000,00 60.000,00 25.000,00 100.000,00 114.285,70 50.000,00 250.000,00 1.235.631,00/375.000,00
3.500.000,00 250.000,00 75.000,00 500.000,00 700.000,00 200.000,00
9 5 3 6 7 3
388.888,90 50.000,00 25.000,00 83.333,33 100.000,00 66.666,67
Satuan
Harga (Rp)
4 x3 1 4 1 2 5 1 1
M2 Buah Buah Unit Buah Buah Unit Unit
4 x3 1 4 1 1 6
M2 Buah Buah Unit Buah Buah
Sumber: Diolah dari Data Primer, 2007
Tabel 10 memberikan informasi bahwa para petambak disemua unit analisis memiliki bangunan sebagai rumah jaga yang rata-rata luasnya adalah 12 m2 atau 4m x 3m. Biaya yang dikeluarkan untuk membangun rumah jaga tersebut di masing-masing unit analisis tidak sama. mengeluarkan
biaya
rata-rata
untuk
membangun
Desa Tanjung Pasir, rumah
jaga
sebesar
Rp4.000.000,00 dengan biaya pemeliharaan Rp500.000,00 per tahunnya, di Desa Tanjung Baru, rata-rata biaya yang dikeluarkan Rp3.500.000,00, dengan biaya pemeliharaan Rp388.888,90 per tahun. Umur teknis bangunan berkisar antara 8 sampai dengan 9 tahun. Gambar 10 merupakan salah satu contoh rumah jaga milik salah satu responden di Desa Tanjung Baru.
Petambak
di lokasi penelitian rata-rata
membuat rumah jaga berbahan dasar kayu, untuk menghemat biaya yang dikeluarkan.
Gambar 10. Salah Satu Contoh Rumah Jaga di Tambak Udang Windu di Kecamatan Tanah Merah
Sarana penerangan di malam hari pada areal tambak menggunakan genset. Biaya operasional genset dalam satu siklus produksi rata-rata adalah sebesar Rp1.238.631,00 dan biaya pemeliharaannya per tahun berkisar
Rp375.000,00.
Petambak di Desa Tanjung Baru tidak menggunakan pompa untuk supply air, dan hanya mengandalkan pasang surut.
Petambak di Desa Tanjung Pasir,
menggunakan pompa untuk supply air, walau pun ada sebagian petambak yang tidak menggunakannya. Biaya pemeliharaan pompa untuk 1 tahunnya sekitar Rp250.000,00. Peralatan lain yang digunakan dalam budidaya tambak udang di lokasi penelitian adalah keranjang, fiber, jaring, togok, serok yang digunakan saat pemanenan udang.
6.1.3. Benih
Benih udang windu yang digunakan oleh pembudidaya di Kecamatan Tanah Merah berasal dari luar Kabupaten Indragiri Hilir, yaitu dari daerah Jambi dan Lampung. Petambak di masing-masing unit analisis menggunakan benih udang windu rata-rata dengan ukuran Post Larva (PL) 11-15 dengan harga berkisar antara Rp 45,00 sampai dengan Rp 80,00 per ekor. Padat tebar benur udang windu untuk 1 ha di masing-masing unit analisis cukup beragam, tergantung dari modal yang dimiliki oleh petambak. Tabel 11 menjelaskan mengenai padat tebar benur dalam 1 ha lahan tambak dan harga beli benur di masing-masing unit analisis.
Tabel 11. Padat Tebar Per ha dan Harga Benih Udang Windu di MasingMasing Unit Analisis Tahun 2007 Padat Tebar (ekor per ha) Harga (Rp per ekor) Desa Kisaran Rata-Rata Kisaran Rata-Rata
Tanjung Pasir
30.000 – 57.000
45.321,43
45,00 – 80,00
57,38
Tanjung Baru
10.000 – 25.000
18.787,88
45,00 – 60,00
51,51
Sumber: Diolah dari Data Primer, 2007
6.1.4. Tenaga Kerja
Dalam kegiatan budidaya tambak udang windu, jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan dibagi dalam tiga tahapan yaitu masa persiapan, masa pemeliharaan dan masa panen. Pada masa persiapan di Desa Tanjung Pasir rata-rata dibutuhkan antara 2 sampai dengan 4 orang dengan masa kerja berkisar antara 4 sampai dengan 6 hari, di Desa Tanjung Baru dibutuhkan antara 3 sampai dengan 5 orang dengan masa kerja berkisar antara 5 sampai dengan 8 hari.
Pada masa
pemeliharaan di Desa Tanjung Pasir dan Desa Tanjung Baru rata-rata dibutuhkan 1 sampai dengan 2 orang untuk menjaga dan mengawasi kegiatan budidaya. Pada masa panen di Desa Tanjung Pasir rata-rata dibutuhkan tenaga kerja berkisar antara 2 sampai dengan 6 orang, sementara di Desa Tanjung Baru rata-rata dibutuhkan 3 sampai dengan 5 orang. Tabel 12 menampilkan data kebutuhan tenaga kerja dalam kegiatan budidaya udang windu di masing-masing unit analisis.
Tabel 12. Jumlah Tenaga Kerja Pada Kegiatan Budidaya Tambak Udang di Masing-Masing Unit Analisis Tahun 2007 Masa Masa Masa Luas Persiapan/TK1 Pemeliharaan/TK2 Panen/TK3 Desa Lahan (orang) (orang) (orang) (ha) Tanjung 0,4 – 4 2–4 1–2 2–6 Pasir Tanjung 1,8 – 3 3–5 1–2 3–5 Baru Sumber: Diolah dari Data Primer, 2007
Rata-rata jam kerja yang digunakan untuk masing-masing jenis pekerjaan pada masing-masing unit analisis yaitu 39,22 jam kerja untuk TK1, 36,63 jam kerja untuk TK2, 11,32 jam kerja untuk TK3 di Desa Tanjung Pasir, di Desa
Tanjung Baru 71,69 jam kerja untuk TK1, 36,16 jam kerja untuk TK2, 13,14 jam kerja untuk TK3. Upah yang diberikan untuk setiap pekerja di masing-masing unit analisis, yaitu Rp3.750,00 per jam di Desa Tanjung Pasir dan Rp2.500,00 per jam untuk Desa Tanjung Baru.
6.1.5. Sarana Produksi Lainnya
Sarana pendukung lainnya dalam budidaya tambak udang windu di Desa Tanjung Pasir dan Desa Tanjung Baru antara lain adalah pupuk, pakan, dan obatobatan.
Pupuk digunakan untuk menyuburkan lahan tambak dan memicu
pertumbuhan pakan alami di perairan. Di lokasi penelitian umumnya digunakan pupuk urea dan TSP. Untuk menaikkan pH air, petambak menebarkan kapur ke tambak dengan rata-rata pemakaian 45,38 kg per ha untuk Desa Tanjung Pasir dan 39,42 kg per ha di Desa Tanjung Baru, juga digunakan kaporit untuk menetralisir air dengan rata-rata pemakaian 11,16 kg per ha di Desa Tanjung Pasir, 8,99 kg per ha di Desa Tanjung Baru. Tabel 13 menampilkan data penggunaan pupuk di masing-masing unit analisis. Penggunaan pupuk di Desa Tanjung Pasir dengan luas lahan berkisar antara 0,4 – 4 ha adalah berkisar antara 75 – 155 kg, sementara di Desa Tanjung Baru dengan luasan lahan berkisar antara 1,8 – 3 ha pupuk yang digunakan berkisar antara 75 -125 kg.
Tabel 13. Dosis Penggunaan Pupuk di Masing-Masing Unit Analisis Desa
Luas Lahan (ha)
Urea (kg)
TSP (kg)
Tanjung Pasir
0,4 – 4
75 – 155
75 – 100
Tanjung Baru
1,8 – 3
75 – 125
30 – 40
Sumber: Diolah dari Data Primer, 2007
6.1.6. Modal Investasi
Modal merupakan hal penting dalam memulai usaha, termasuk kegiatan usaha dalam budidaya udang windu. Modal usaha dalam kegiatan budidaya udang windu di lokasi penelitian adalah pembelian lahan tambak, peralatan budidaya dan biaya oprasional kegiatan budidaya tambak udang. Umumnya petambak di Kecamatan Tanah Merah baik di Desa Tanjung Pasir mau pun di Desa Tanjung Baru memiliki modal yang berasal dari dana pribadi dan ada juga yang mendapat
pinjaman modal dari Bank Riau melalui dana Pemerintah Provinsi Riau. Pembayaran dilakukan setelah panen. Tabel 14 menampilkan data mengenai ratarata jumlah modal yang dikeluarkan oleh petambak untuk memulai usaha budidaya Udang Windu.
Tabel 14. Rata-Rata Jumlah Modal Investasi Usaha Kegiatan Budidaya Tambak Udang Windu di Masing-Masing Unit Analisis Desa Jumlah Modal (Rp)
Tanjung Pasir
14.761.190,00
Tanjung Baru
7.187.374,00
Sumber: Diolah dari Data Primer, 2007
6.2. Kegiatan Produksi
Kegiatan budidaya Udang Windu di masing-masing unit analisis satu siklusnya rata-rata berlangsung selama 4 bulan, yang terdiri atas masa persiapan, masa pemeliharaan, dan masa pemanenan. Dalam satu tahun petambak dapat melakukan kegiatan usaha budidaya sebanyak 2 - 3 siklus.
6.2.1. Masa Persiapan
Kegiatan yang dilakukan dalam masa persiapan tambak udang memakan waktu kurang lebih 4 – 8 hari. Kegiatan yang dilakukan pada masa persiapan antara lain adalah sebagai berikut: a).
Membersihkan lahan tambak, menyingkirkan lumpur-lumpur hitam dan mengeringkan lahan selama beberapa hari. Kegiatan ini bertujuan untuk menjaga kualitas tanah agar tidak bermasalah pada saat kegiatan pemeliharaan, juga untuk mematikan hama atau mikro organisme pengganggu bagi kegiatan budidaya udang windu. Salah satu cara yang digunakan oleh petambak di lokasi penelitian dengan menggunakan obatobatan pembasmi hama dan kapur.
b).
Setelah lahan tambak diolah, kemudian diberi pupuk yang bertujuan untuk menyuburkan lahan agar dapat menunjang pertumbuhan pakan alami. Jenis pupuk yang digunakan adalah Urea dan TSP. Rata-rata urea yang digunakan
sebanyak 48,06 kg dan 40,84 kg TSP di Desa Tanjung Pasir, 42,12 kg urea dan 15,64 kg TSP di Desa Tanjung Baru untuk 1 ha lahan Tambak. c).
Setelah lahan siap digunakan, kemudian setiap petakan tambak di isi air setinggi 30 – 40 cm, selanjutnya benih siap untuk ditebar.
6.2.2. Masa Pemeliharaan
Masa pemeliharaan dimulai sejak benur ditebar dalam petakan tambak, pemeliharaan ini berlangsung selama kurang lebih 4 sampai dengan 6 bulan. Petambak di Kecamatan Tanah Merah menggunakan sistem tradisional plus dan semi intensif. Desa Tanjung Pasir menggunakan sistem semi intensif dengan padat penebaran berkisar 45.321 ekor per ha, dengan Survival Rate (SR) sebesar 66,5%. Di Desa Tanjung Baru menggunakan sistem tradisional plus dengan padat penebaran berkisar 18.787 ekor per ha dengan Survival Rate (SR) sebesar 31,6%. Petambak di daerah ini tidak hanya mengandalkan pakan alami tetapi juga menggunakan pakan tambahan berupa pellet.
Pemberian pakan tambahan
biasanya dilakukan dua kali dalam sehari, yaitu di waktu pagi dan sore. Pakan yang diberikan berdasarkan hasil sampling dari bobot udang tiap minggu. Proses pergantian air dilakukan satu kali dalam satu minggu yaitu di waktu pagi atau sore hari, tergantung kondisi perairan tambak.
6.2.3. Masa Pemanenan
Masa pemanenan adalah akhir dari 1 siklus kegiatan budidaya udang windu. Selama kurang lebih 4 bulan udang sudah siap dipanen, dengan ukuran size standar 30. Pemanenan biasa menggunakan jaring, togok atau serok yang
dilakukan secara total.
Petambak di lokasi penelitian biasanya melakukan
pemanenan di waktu pagi hari dengan persiapan pada malam harinya. Proses pemanenan dimulai dari pembuangan air ke luar tambak.
6.3. Hasil Produksi dan Pemasaran 6.3.1. Hasil Produksi
Hasil produksi kegiatan budidaya tambak udang windu di lokasi penelitian pada umumnya tidak selalu sama dari satu siklus dengan siklus berikutnya. Hal
ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, yaitu kondisi lahan dan air, kualitas benih dan ketersediaan pakan alami di perairan tambak. Rata-rata dalam satu siklus hasil produksi tambak di Desa Tanjung Pasir bisa mencapai 266,83 kg per siklus dengan hasil produksi tertinggi 465 kg dan terendah 80 kg per siklus. Untuk Desa Tanjung Baru rata-rata satu siklus produksi mencapai 198 kg per siklus dengan hasil produksi tertinggi 250 kg dan terendah sebanyak 100 kg per siklus.
6.3.2. Pemasaran Hasil Produksi
Sistem pemasaran di lokasi penelitian yaitu petambak langsung menjual hasil produksinya ke pedagang pengumpul yang berada di Desa Tanjung Baru. Jarak dari tambak udang ke pedagang pengumpul rata-rata 1 km sampai dengan 4 km. Umumnya pembudidaya mengangkut hasil panennya dengan menggunakan perahu motor. Alat transportasi tersebut rata-rata memiliki kapasitas 1.000 kg. Biaya transportasi yang dikeluarkan dalam kegiatan pemasaran hasil produksi udang windu di Desa Tanjung Pasir adalah sebesar Rp15.000,00 sampai dengan Rp30.000,00, sedangkan di Desa Tanjung Baru sebesar Rp25.000,00 sampai dengan Rp40.000,00.
Harga jual udang windu tergantung ukuran sizenya.
Ukuran size udang windu di lokasi penelitian antara size 30 sampai dengan size 20, dengan harga rata-rata Rp60.982,00 per kg dimana harga tertinggi Rp65.000,00 per kg dan harga terendah Rp54.000,00 per kg untuk Desa Tanjung Pasir. Harga rata-rata di Desa Tanjung Baru Rp54.242,00 per kg dengan harga tertinggi Rp60.000,00 per kg dan harga terendah Rp45.000,00 per kg.
6.4. Analisis Permintaan dan Nilai dari Lahan Tambak
Analisis permintaan digunakan untuk menghitung atau mengestimasi perubahan surplus konsumen dan produsen yang terkait dengan perubahan sumberdaya yang diminta. Hasil analisis regresi berganda terhadap variabel yang diduga berpengaruh pada permintaan lahan tambak di Kecamatan Tanah Merah, Desa Tanjung Pasir dan Desa Tanjung Baru, antara lain harga lahan tambak (Px), umur (X1), pendidikan (X2), pendapatan (X3), jumlah anggota Keluarga (X4) dan pengalaman usaha (X5).
Berdasarkan hasil analisis menggunakan model kuadrat terkecil (Ordinary Least Square) diperoleh nilai koefisien regresi dari variabel yang diduga
berpengaruh terhadap permintaan lahan tambak.
Secara lengkap data hasil
pendugaan koefisien regresi dengan metode OLS untuk Desa Tanjung Pasir disajikan pada Tabel 15.
Tabel 15. Hasil Pendugaan Koefisien Regresi dengan Metode Kuadrat Terkecil Usaha Tambak Udang di Desa Tanjung Pasir Tahun 2007 No. Peubah Koefisien Regresi 1. -1.20613 Intercept 2. Px (Harga lahan) -0.0679 3. X1 (Umur responden) 0.089058 4. X2 (Pendidikan) 0.000296 5. X3 (Pendapatan) 1.228058** 6. X4 (Jumlah anggota Keluarga) -0.02583 7. X5 (Pengalaman usaha) 0.006665 Sumber: Diolah dari Data Primer, 2007
Keterangan : R Square (r2) Adjusted R Square Standar Error F hitung
= 0,97304 = 0,968422 = 0,119742 = 210,5624
** = nyata pada selang kepercayaan = 99%
Besarnya nilai R Square tersebut menunjukkan bahwa permintaan lahan dipengaruhi oleh variabel-variabel input tersebut sebesar 97%, sedangkan sisanya sebesar 3% dipengaruhi oleh variabel-variabel lain yang tidak dihitung. Berdasarkan hasil metode OLS diperoleh nilai Adjusted R Square sebesar 0,96, hal ini berarti apabila ditambahkan lagi variabel lain maka nilai R Square nya menjadi 96%. Berdasarkan nilai F hitung diperoleh nilai sebesar 210,5624. Apabila nilai F
tabel
adalah 2,34, maka nilai F
hitung
lebih besar daripada nilai F
tabel
pada taraf
kepercayaan sebesar 95% yang artinya faktor input secara serentak berpengaruh nyata terhadap output atau permintaan lahan. Nilai t
hitung
untuk variabel harga lahan (Px) adalah -0,4918 dengan nilai
peluang 0,6258. Apabila nilai t daripada nilai t
tabel
tabel
adalah 1,70, maka nilai t
hitung
lebih kecil
pada taraf kepercayaan sebesar 95%. Hal ini berarti bahwa
variabel tersebut berpengaruh tidak nyata terhadap permintaan lahan yang dihasilkan.
Nilai t hitung untuk variabel umur petambak (X1) adalah 0,6539 dengan nilai peluang 0,5174. Apabila daripada nilai t
tabel
nilai t
tabel
adalah 1,70, maka nilai t
hitung
lebih kecil
pada taraf kepercayaan sebesar 95%. Hal ini berarti bahwa
variabel tersebut berpengaruh tidak nyata terhadap permintaan lahan yang dihasilkan. Nilai t
hitung
untuk variabel pendidikan petambak (X2) adalah 0,00707
dengan nilai peluang 0,99439. Apabila nilai t tabel adalah 1,70, maka nilai t hitung lebih kecil daripada nilai t tabel pada taraf kepercayaan sebesar 95%. Hal ini berarti bahwa variabel tersebut berpengaruh tidak nyata terhadap permintaan lahan yang dihasilkan. Nilai t
hitung
untuk variabel pendapatan petambak (X3) adalah 13,3366
dengan nilai peluang 2,7722. Apabila nilai t
tabel
adalah 1,70, maka nilai t
hitung
lebih besar daripada nilai t tabel pada taraf kepercayaan sebesar 95%. Hal ini berarti bahwa variabel tersebut berpengaruh nyata terhadap permintaan lahan yang dihasilkan. Nilai t
hitung
untuk variabel jumlah anggota keluarga petambak (X4) adalah
-0,5434 dengan nilai peluang 0,5902. Apabila nilai t tabel adalah 1,70, maka nilai t hitung lebih kecil daripada nilai t tabel pada taraf kepercayaan sebesar 95%. Hal ini berarti bahwa variabel tersebut berpengaruh tidak nyata terhadap permintaan lahan yang dihasilkan. Nilai t hitung untuk variabel pengalaman usaha petambak (X5) adalah 0,1186 dengan nilai peluang 0,9062. Apabila nilai t
tabel
adalah 1,70, maka nilai t
hitung
lebih kecil daripada nilai t tabel pada taraf kepercayaan sebesar 95%. Hal ini berarti bahwa variabel tersebut berpengaruh tidak nyata terhadap permintaan lahan yang dihasilkan. Berdasarkan analisis OLS diperoleh nilai koefisien regresi
dengan
persamaan linear sebagai berikut: ln Q = -1,20613 – 0,0679lnPx + 0,089058ln X1 + 0,000296 ln X2 + 1,228058 ln X3 – 0,02583 ln X4 + 0,006665 ln X5 …………………………
(6.1)
Persamaan (6.1) disederhanakan lagi, dengan mentraspormasikan variabel X1 sampai dengan X5 yang dirata-ratakan ke persamaan (6.2), karena sesuai
dengan teori permintaan lahan dipengaruhi oleh harga lahan itu sendiri, sehingga persamaan (6.1) menjadi: atau
ln Q = 0.670917-0.0679lnPx ………………………….
(6.2)
Q = 1.956029Px-0.0679 ……………………………...
(6.3)
19545,89121 ........................................................ Q14,72689937
(6.4)
Px =
atau
Berdasarkan persamaan (6.3), terlihat bahwa nilai elastisitas permintaan terhadap lahan tambak di Desa Tanjung Pasir sebesar – 0,0679. Nilai tersebut berarti bahwa setiap terjadi kenaikan nilai harga lahan sebesar satu rupiah, akan menurunkan permintaan lahan sebesar 0,0679 ha.
Dari hasil tersebut dapat
disimpulkan bahwa permintaan terhadap lahan di Desa Tanjung Pasir tidak elastis. Dengan menggunakan program Maple 9,5 dapat disajikan kurva permintaan lahan, nilai surplus konsumen dari permintaan lahan dan nilai ekonomi untuk total pemanfaatan lahan tambak udang di Desa Tanjung Pasir yang terdapat pada Lampiran 3. Kurva permintaan lahan tambak udang windu di Desa
Harga Lahan (Rp/Ha)
Tanjung Pasir disajikan pada Gambar 11.
Luas Lahan (Ha)
Gambar 11. Kurva Permintaan Lahan Tambak Udang Windu dari Hubungan Antara Harga Lahan dan Luas Lahan di Desa Tanjung Pasir. Sumber : Diolah dari data primer, 2007
Gambar 11 memberikan informasi tentang konsumen surplus dari permintaan terhadap lahan tambak udang windu di Desa Tanjung Pasir, dengan persamaan sebagai berikut:
q2
CS = ∫ Px(Q)dq
....................................................................
(6.5)
q1
4
atau CS =
19545,89121 = 66,56 14 , 72689937 Q 1.25
∫
Konsumen surplus dari permintaan terhadap lahan tambak udang windu di Desa Tanjung Pasir adalah sebesar 66,56, berarti setiap petambak yang ada di Desa Tanjung Pasir bersedia mengolah lahan tambak sampai dengan 66,56 ha, sehingga jumlah permintaan lahan tambak untuk seluruh responden adalah 2.795,52 ha, sedangkan nilai ekonomi pemanfaatan lahan tambak udang di Desa Tanjung Pasir didapatkan dari perkalian antara jumlah pemanfaatan lahan dengan rata-rata harga lahan tambak. Harga rata-rata lahan tambak di Desa Tanjung Pasir adalah Rp2.461.904,76 per ha, sehingga didapatkan nilai ekonomi pemanfaatan lahan tambak udang windu di Desa Tanjung Pasir sebesar Rp163.862.746,11. Berdasarkan hasil analisis menggunakan model kuadrat terkecil (OLS) diperoleh nilai koefisien regresi dari variabel yang diduga berpengaruh terhadap permintaan lahan tambak. Untuk Desa Tanjung Baru, secara lengkap data hasil pendugaan koefisien regresi dengan metode OLS disajikan pada Tabel 16.
Tabel 16. Hasil Pendugaan Koefisien Regresi dengan Metode Kuadrat Terkecil Usaha Tambak Udang di Desa Tanjung Baru Tahun 2007 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Peubah Intercept Px (Harga lahan) X1 (Umur responden) X2 (Pendidikan) X3 (Pendapatan) X4 (Jumlah anggota keluarga) X5 (Pengalaman usaha)
Koefisien Regresi 0.262129 -0.51532 0.18976 -0.03516 0.26842** -0.04768 -0.13484
Sumber: Diolah dari Data Primer, 2007 Keterangan : R Square (r2) = 0.691014 Adjusted R Square = 0.619709 Standar Error = 0.108865 F hitung = 9.691029
** = nyata pada selang kepercayaan = 99%
Besarnya nilai R Square tersebut menunjukkan bahwa permintaan lahan dipengaruhi oleh variable-variabel input tersebut sebesar 69% sedangkan sisanya sebesar 31% dipengaruhi oleh variabel-variabel lain yang tidak dihitung. Berdasarkan hasil metode OLS diperoleh nilai Adjusted R Square sebesar 0,62,
hal ini berarti apabila ditambahkan lagi variabel lain, maka nilai R Square nya menjadi 62%. Berdasarkan nilai F hitung diperoleh nilai sebesar 9,691029. Apabila nilai F
tabel
adalah 3,47 maka nilai F
hitung
lebih besar daripada nilai F
tabel
pada taraf
kepercayaan sebesar 95% yang artinya faktor input secara serentak berpengaruh nyata terhadap output atau permintaan lahan. Nilai t
hitung
untuk variabel harga lahan (Px) adalah -6,58362 dengan nilai
peluang 0,00000006. Apabila kecil daripada nilai t
tabel
nilai t
tabel
adalah 1,71, maka nilai t
hitung
lebih
pada taraf kepercayaan sebesar 95%. Hal ini berarti
bahwa variabel tersebut berpengaruh tidak nyata terhadap permintaan lahan yang dihasilkan. Nilai t
untuk variabel umur petambak (X1) adalah 0,924779 dengan
hitung
nilai peluang 0,363585. Apabila nilai t tabel adalah 1,71, maka nilai t hitung lebih kecil daripada nilai t
tabel
pada taraf kepercayaan sebesar 95%. Hal ini berarti
bahwa variabel tersebut berpengaruh tidak nyata terhadap permintaan lahan yang dihasilkan. Nilai t
hitung
untuk variabel pendidikan petambak (X2) adalah -0,67813
dengan nilai peluang 0,503677. Apabila nilai t tabel adalah 1,71, maka nilai t hitung lebih kecil daripada nilai t tabel pada taraf kepercayaan sebesar 95%. Hal ini berarti bahwa variabel tersebut berpengaruh tidak nyata terhadap permintaan lahan yang dihasilkan. Nilai t hitung untuk variabel pendapatan petambak (X3) adalah 2,601885 dengan nilai peluang 0,015104. Apabila nilai t tabel adalah 1,71, maka nilai t hitung lebih kecil daripada nilai t tabel pada taraf kepercayaan sebesar 95%. Hal ini berarti bahwa variabel tersebut berpengaruh nyata terhadap permintaan lahan yang dihasilkan. Nilai t
hitung
untuk variabel jumlah anggota keluarga petambak (X4) adalah
-0,56446 dengan nilai peluang 0,577277. Apabila nilai t tabel adalah 1,71, maka nilai t
hitung
lebih kecil daripada nilai t
tabel
pada taraf kepercayaan sebesar 95%.
Hal ini berarti bahwa variabel tersebut berpengaruh tidak nyata terhadap permintaan lahan yang dihasilkan.
Nilai t
hitung
untuk variabel pengalaman usaha petambak (X5) adalah
-1,77363 dengan nilai peluang 0,08784. Apabila nilai t nilai t
hitung
lebih kecil daripada nilai t
tabel
tabel
adalah 1,71, maka
pada taraf kepercayaan sebesar 95%.
Hal ini berarti bahwa variabel tersebut berpengaruh tidak nyata terhadap permintaan lahan yang dihasilkan. Berdasarkan analisis OLS diperoleh nilai koefisien regresi
dengan
persamaan linear sebagai berikut: ln Q = 0.262129 -0.51532 lnPx + 0.18976 ln X1 - 0.03516ln X2 + 0.2684lnX3 -0.04768 lnX4 -0.13484ln X5 ………………………… (6.6) Persamaan (6.6) disederhanakan lagi, dengan mentraspormasikan variabel X1 sampai dengan X5 yang dirata-ratakan ke persamaan (6.7), karena sesuai dengan teori permintaan lahan dipengaruhi oleh harga lahan itu sendiri, sehingga persamaan (6.6) menjadi: ln Q = 0.915255-0.51532 lnPx ………………………….
(6.7)
Q = 2.497413 Px -0.51532 ……………………………...
(6.8)
5,906723430 ........................................................ Q 1,940541799
(6.9)
atau
atau
Px =
Berdasarkan persamaan (6.8), terlihat bahwa nilai elastisitas permintaan terhadap lahan tambak di Desa Tanjung Baru sebesar –0,51532. Nilai tersebut berarti bahwa setiap terjadi kenaikan nilai harga lahan sebesar satu rupiah, akan menurunkan permintaan lahan sebesar 0,51532 ha. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa permintaan terhadap lahan di Desa Tanjung Baru lebih elastis dibandingkan dengan elastisitas di Desa Tanjung Pasir. Dengan menggunakan program Maple 9,5 dapat disajikan kurva permintaan lahan, nilai surplus konsumen dari permintaan lahan dan nilai ekonomi untuk total pemanfaatan lahan tambak udang di Desa Tanjung Baru yang terdapat pada Lampiran 5. Kurva permintaan lahan tambak udang windu di Desa Tanjung Baru disajikan pada Gambar 12.
Harga Lahan (Rp/ha)
Luas Lahan (ha)
Gambar 12. Kurva Permintaan Lahan Tambak Udang Windu dari Hubungan Antara Harga Lahan dan Luas Lahan di Desa Tanjung Baru. Sumber : Diolah dari data primer, 2007
Pada Gambar 12 memberikan informasi tentang konsumen surplus dari permintaan terhadap lahan tambak udang windu di Desa Tanjung Baru, dengan persamaan sebagai berikut: q2
CS = ∫ Px(Q)dq
....................................................................
(6.10)
q1
2
atau CS =
5,906723430 = 4,96 1, 940541799 0 , 75 Q
∫
Konsumen surplus dari permintaan terhadap lahan tambak udang windu di Desa Tanjung Baru adalah sebesar 4,96, dimana artinya setiap pembudidaya yang ada di Desa Tanjung Baru bersedia mengolah lahan sampai 4,96 ha, sehingga jumlah permintaan lahan tambak untuk seluruh responden adalah 163,68 ha, sedangkan nilai ekonomi pemanfaatan lahan tambak udang di Desa Tanjung Baru didapatkan dari perkalian antara jumlah pemanfaatan lahan dengan rata-rata harga lahan tambak. Harga rata-rata lahan tambak di Desa Tanjung Baru adalah Rp1.248.484,85 per ha, sehingga didapatkan nilai ekonomi pemanfaatan lahan tambak udang windu di Desa Tanjung Baru sebesar Rp6.191.627,23.
6. 5. Analisis Nilai Land Rent
Dalam penelitian ini, nilai land rent yang dimaksudkan adalah nilai surplus suatu bidang lahan yang didapat dari penggunaan lahan tersebut untuk kegiatan ekonomi tertentu, yaitu untuk kegiatan budidaya udang windu. Teori
Ricardian land rent menyatakan bahwa rente ekonomi dari sebidang lahan ditentukan oleh kesuburan dan jarak lahan ke pusat pasar, dimana dalam penelitian ini dilakukan pembahasan mengenai faktor kesuburan dan faktor jarak lahan di Desa Tanjung Pasir dan Desa Tanjung Baru ke pedagang pengumpul yang berada di Desa Tanjung Baru.
6.5.1. Produktivitas Lahan
Produktivitas diartikan sebagai jumlah produksi per satuan luas. Produktivitas digunakan sebagai indikator tingkat kesuburan lahan, dimana jika tingkat produktivitas suatu lahan labih tinggi dibandingkan dengan lahan yang lain, maka dapat dikatakan bahwa lahan tersebut memiliki tingkat kesuburan yang lebih tinggi. Dengan demikian surplus produksi dari lahan tersebut dengan lahan yang lain itu dinamakan sebagai land rent. Hasil dari pengolahan data penelitian, memberikan informasi bahwa produktivitas rata-rata tambak udang windu di Desa Tanjung Pasir adalah sebesar 133,16 kg per ha dengan luas lahan rata-rata 2,2 ha dan produksi rata-rata sebesar 266,83 kg. Menurut data responden dari luasan yang paling besar yaitu 4 ha menghasilkan produksi 465 kg per siklus produksi, sehingga produktivitasnya adalah 116,25 kg per ha dan yang paling rendah dengan luasan sebesar 0,4 ha menghasilkan produksi 80 kg per siklus produksi, sehingga produktivitasnya adalah 200 kg per ha. Sementara di Desa Tanjung Baru, produktivitas rata-rata adalah sebesar 87,76 kg per ha dengan luas lahan rata-rata 2,3 ha dan produksi rata-rata sebesar 198 kg. Menurut data responden dari luasan yang paling besar yaitu 3 ha menghasilkan produksi 250 kg per siklus produksi, sehingga produktivitasnya adalah 83,33 kg per ha dan yang paling rendah dengan luasan sebesar 1.8 ha menghasilkan produksi 100 kg per siklus produksi, sehingga produktivitasnya adalah 55,55 kg per ha. Tabel 17 menyajikan nilai produktivitas rata-rata lahan tambak di masing-masing unit analisis dan diilustrasikan pada Gambar 13.
Tabel 17. Nilai Produktivitas Lahan Tambak Udang di Masing-Masing Unit Analisis Desa
Luas Lahan Rata-rata(ha) 2,2 2,3
Tanjung Pasir Tanjung Baru
Produksi Rata-rata (kg) 266,83 198,00
Produktivitas (kg/ha) Kisaran Rata-rata 116,25-200,00 133,16 55,55-83,33 87,76
Sumber : Diolah dari data primer, 2007
133,16
Produktivitas (kg/ha)
140 87,76
120 100 80 60 40 20 0
1 Tanjung Pasir
2 Tanjung Baru
Gambar 13.Produktivitas Lahan Tambak Udang Windu di Masing-Masing Unit Analisis
6.5.2. Biaya Produksi
Biaya produksi dalam kegiatan budidaya tambak udang terdiri atas biaya tenaga kerja dan biaya sarana produksi. 1). Biaya Tenaga Kerja
Biaya tenaga kerja merupakan perkalian dari jumlah tenaga kerja dengan upah tenaga kerja. Biaya tenaga kerja budidaya tambak udang di Kecamatan Tanah Merah dibedakan dalam tiga bagian yaitu masa persiapan, masa pemeliharaan dan masa pemanenan.
Total biaya tenaga kerja merupakan
penjumlahan dari keseluruhan biaya tenaga kerja yang dikeluarkan dalam masa produksi. Data mengenai biaya tenaga kerja untuk kegiatan budidaya udang di masing-masing unit analisis terlihat dalam Tabel 18.
Tabel 18. Biaya Tenaga Kerja Kegiatan Budidaya Tambak Udang Windu di Masing-Masing Unit Analisis Kegiatan 1. Persiapan 2. Pemeliharaan 3. Pemanenan
1. Persiapan 2. Pemeliharaan 3. Pemanenan
Satuan HOK HOK HOK Total Biaya
HOK HOK HOK Total Biaya Sumber : Diolah dari data primer, 2007
Besaran
Biaya Satuan (Rp)
Total Biaya (Rp)
Desa Tanjung Pasir 39.22 36.63 11.32
30.000,00 30.000,00 30.000,00
1.176.674,00 1.098.920,00 339.525,00 2.615.119,00
Desa Tanjung Baru 71.69 36.16 13.14
20.000,00 20.000,00 20.000,00
1.433.903,00 723.259,00 262.812,00 2.419.974,00
Tabel 18 menunjukkan biaya tenaga kerja per 1 ha luasan lahan tambak. Dari data tersebut diketahui bahwa rata-rata total biaya tenaga kerja di Desa Tanjung Pasir yaitu Rp2.615.119,00 per ha per siklusnya yang terdiri atas masa persiapan sebesar Rp1.176.674,00, masa pemeliharaan sebesar Rp1.098.920,00, dan masa pemanenan sebesar Rp339.525,00. Untuk Desa Tanjung Baru rata-rata total biaya tenaga kerja sebesar Rp2.419.974,00 per Ha per siklusnya yang terdiri atas masa persiapan sebesar Rp1.433.903,00, masa pemeliharaan sebesar Rp723.259,00, dan masa pemanenan sebesar Rp262.812,00. Nilai rata-rata output per input per ha di Desa Tanjung Pasir dan Desa Tanjung Baru berbeda, hal ini disebabkan luas lahan tambak per ha di Desa Tanjung Baru lebih besar sehingga tenaga kerja dan waktu yang dibutuhkan juga lebih banyak. Tabel 19 menampilkan total biaya tenaga kerja per ha per siklus produksi kegiatan budidaya udang windu di masing-masing unit analisis dan diilustrasikan pada Gambar 14.
Tabel 19. Total Biaya Tenaga Kerja Per ha Per Siklus Produksi Kegiatan Budidaya Udang Windu di Masing-Masing Unit Analisis Desa Biaya Tenaga Kerja (Rp/ha)
Desa Tanjung Pasir Desa Tanjung Baru Sumber : Diolah dari data primer, 2007
2.615.119,00 2.419.974,00
2.615.199 Biaya Tenaga Kerja (Rp/Ha)
2650000 2600000 2550000 2.419.974
2500000 2450000 2400000 2350000 2300000
1
2
Tanjung Pasir
Tanjung Baru
Gambar 14. Biaya Tenaga Kerja per ha per Siklus Produksi Kegiatan Budidaya Udang Windu di Lokasi Penelitian
2). Biaya Input Produksi
Biaya input produksi kegiatan budidaya udang windu antara lain terdiri atas biaya pembelian benih (benur), pupuk urea, TSP, obat-obatan, pakan, kapur, saponin, kaporit, biaya operasional genset dan pompa.
Hasil penelitian
memberikan informasi bahwa biaya sarana produksi budidaya udang windu di masing-masing unit analisis berbeda.
Tabel 20 menginformasikan jenis dan
besarnya biaya sarana produksi di lokasi penelitian.
Tabel 20. Biaya Sarana Produksi Kegiatan Budidaya Tambak Udang Windu di Masing-Masing Unit Analisis Biaya sarana produksi
Satuan
Besaran
Biaya Satuan (Rp)
Total Biaya (Rp)
1. Benih 2. Urea 3. TSP 4. Obat 5. Pakan 6. Kapur 7. Saponin 8. Kaporit 9. Oprasional genset Total
Ekor Kg Kg Liter Kg Kg Kg Kg Liter
Desa Tanjung Pasir 23.245,14 48,06 40,84 2,40 56,55 45,38 22,72 11,15 115,33
65,36 2.500,00 3.000,00 29.845,24 10.940.48 1.700,12 4.545,24 10.297,62 5.119,05
1.519.236,00 120.140,39 122.527,00 71.551,22 618.739,46 77.166,31 103.249,55 114.875,17 590.404,20 3.337.889,20
1. Benih 2. Urea 3. TSP 4. Obat 5. Pakan 6. Kapur 7. Saponin 8. Kaporit
Ekor Kg Kg Liter Kg Kg Kg Kg
Desa Tanjung Baru 8.147,18 42,12 15,64 1,31 21,94 39,42 18,90 8,99
51,52 2.500,00 3.000,00 30.000,00 11.000,00 1.700,00 4.000,00 10.000,00
419.702,94 105.289,09 46.911,96 39.421,81 241.392,90 67.017,08 75.584,76 89.881,73 1.085.202,00
Total
Sumber : Diolah dari data primer, 2007
Tabel 20 menjelaskan biaya input produksi per 1 ha luasan lahan tambak dalam satu siklus produksi. Dari data tersebut diketahui bahwa total biaya input produksi budidaya tambak di Desa Tanjung Pasir yaitu Rp3.337.889,20 per ha per siklus produksi, sementara di Desa Tanjung Baru total biaya input produksi mencapai Rp1.085.202,00 per ha per siklus produksi. Nilai rata-rata output per input per ha di Desa Tanjung Pasir lebih besar dari pada di Desa Tanjung Baru, hal ini disebabkan di Desa Tanjung Pasir menggunakan sistem semi intensif, sehingga membutuhkan sarana produksi lebih banyak dibandingkan dengan Desa Tanjung Baru. Apabila dibandingkan dengan Desa Tanjung Pasir, total biaya input produksi di Desa Tanjung Baru nilainya juga lebih kecil. Hal ini disebabkan kegiatan budidaya udang windu di Desa Tanjung Baru bersifat tradisional, tidak menggunakan sarana genset, sehingga dalam struktur biaya tidak terdapat biaya oprasional genset. Tabel 21 menampilkan data total biaya input produksi per ha per siklus produksi dan diilustrasikan pada Gambar 15.
Tabel 21. Total Biaya Sarana Produksi Per ha Per Siklus Produksi Budidaya Udang Windu di Masing-Masing Unit Analisis Desa Biaya Sarana Produksi (Rp/ha) Tanjung Pasir 3.337.889,20 Tanjung Baru 1.085.202,00 Sumber : Diolah dari data primer, 2007
Biaya Sarana Produksi (Rp/Ha)
3.337.889,2 3500000 3000000 2500000 2000000
1.085.202
1500000 1000000 500000 0
1 Tanjung Pasir
2 Tanjung Baru
Gambar 15. Total Biaya Sarana Produksi Per ha Per Siklus Produksi Budidaya Udang Windu di Masing-masing Unit Analisis
Berdasarkan hasil analisis struktur biaya tenaga kerja dan biaya sarana produksi di atas, dapat diketahui besarnya biaya produksi kegiatan budidaya Udang Windu di masing-masing unit analisis. Biaya produksi per ha per siklus kegiatan budidaya tambak udang windu di lokasi penelitian pada umumnya diatas Rp3.000.000,00. Total biaya di Desa Tanjung Pasir sebesar Rp5.953.008,00 per ha per siklus, dan di Desa Tanjung Baru sebesar Rp3.505.176,00 per ha per siklus. Besarnya biaya produksi kegiatan budidaya Udang Windu di masing-masing unit analisis terlihat pada Tabel 22.
Tabel 22. Total Biaya Produksi Budidaya Tambak Udang Windu di MasingMasing Unit Analisis Desa Biaya Tenaga Biaya Sarana Total Biaya Kerja (Rp) Produksi (Rp) Produksi (Rp) Tanjung Pasir 2.615.119,00 3.337.889,20 5.953.008,00 Tanjung Baru 2.419.974,00 1.085.202,00 3.505.176,00 Sumber : Diolah dari data primer, 2007
6.5.3. Biaya Transportasi
Dalam analisis nilai land rent, faktor jarak lokasi lahan tambak dinilai akan mempengaruhi besarnya biaya transportasi yang harus dikeluarkan, sehingga akan berpengaruh terhadap besarnya nilai land rent dari pemanfaatan lahan tersebut.
Hasil penelitian mendapatkan bahwa petambak di lokasi penelitian
umumnya memasarkan hasil produksinya ke pedagang pengumpul yang berada di Tanjung Baru yang nantinya akan di bawa ke daerah Moro Kabupaten Tanjung Balai Karimun Provinsi Kepulauan Riau, yang seterusnya akan di ekspor ke Negara Singapura. Jarak rata-rata dari tambak di lokasi penelitian ke pedagang pengumpul adalah 2,3 km untuk Desa Tanjung Pasir, dan 3,4 km untuk Desa Tanjung Baru. Untuk mengangkut hasil produksi dari tambak ke pedagang pengumpul, petambak menggunakan perahu motor dengan kapasitas maksimal adalah 1.000 kg atau 1 ton.
Biaya yang dilekuarkan untuk satu kali pengangkutan adalah antara
Rp15.000,00 sampai dengan Rp30.000,00 untuk biaya pengangkutan dari Desa Tanjung Pasir dan Rp25.000,00 sampai dengan Rp40.000,00 untuk biaya pengangkutan dari Desa Tanjung Baru.
Jarak berbanding lurus dengan biaya transportasi dalam arti semakin jauh jarak lokasi dari pusat pasar, maka semakin besar pula biaya transportasi yang dikeluarkan. Dari data hasil penelitian tersebut di atas, dapat dibuktikan bahwa faktor jarak berbanding lurus terhadap besarnya biaya transportasi.
Data
mengenai besarnya biaya transportasi untuk mengangkut udang windu ke pedagang pengumpul dari masing-masing unit analisis terdapat pada Tabel 23.
Tabel 23.
Biaya Transportasi dari Masing-Masing Unit Analisis ke Pedagang Pengumpul
Unit Analisis
Jarak (km)
Tanjung Pasir Tanjung Baru
Ongkos Ratarata(Rp)
2,3 3,4
24.285,71 32.606,06
Produksi Rata-Rata (kg) 266,83 198,00
Biaya Transportasi Rp/kg/km 40,24 48,56
Sumber : Diolah dari data primer, 2007
Tabel 23 menjelaskan bahwa jarak rata-rata dari tambak di Desa Tanjung Pasir ke pedagang pengumpul yaitu sebesar 2,3 km dengan ongkos rata-rata yang dikeluarkan oleh petambak sebesar Rp24.285,71 dan biaya transportasi rata-rata Rp40,24 per kg per km. Sementara di Desa Tanjung Baru jarak rata-rata ke pedagang pengumpul yaitu 3,4 km dengan ongkos rata-rata sebesar Rp32.606,06 dan biaya transportasi rata-rata Rp48,56 per kg per km.
6.5.4. Land Rent Berdasarkan Kesuburan dan Jarak Lokasi Tambak Ke Pusat Pasar
Konsep Ricardian Land Rent dibangun berdasarkan faktor kesuburan lahan dan jarak lokasi produksi terhadap pasar.
Data variabel-variabel dalam
perhitungan land rent dan nilai land rent yang dihasilkan di masing-masing unit analisis ditampilkan pada Tabel 24.
Tabel 24. Nilai Land Rent Berdasarkan Faktor Kesuburan dan Jarak Lokasi Tambak
133.1618
Biaya Tenaga Kerja (Rp/ha) 2.615.119,00
Biaya Sarana Produksi (Rp/ha) 3.337.889,20
60.982,00
87.7596
2.419.974,00
1.085.202,00
54.242,00
Desa
Produktivitas (kg/ha)
Tanjung Pasir Tanjung Baru
Sumber : Diolah dari data primer, 2007
Harga (Rp/kg)
40,24
Jarak Ke Pasar (km) 2,3
1.065.431,00
48,56
3,4
1.560.182,00
Biaya Transportasi (Rp/kg/km)
Rente (Rp/ha)
Analisis land rent dilakukan terhadap dua titik analisis yaitu Desa Tanjung Pasir dan Desa Tanjung Baru. Berdasarkan Tabel 23, nilai land rent berdasarkan lahan tambak untuk kegiatan budidaya udang windu di Desa Tanjung Pasir adalah Rp1.065.431,00 sementara di Desa Tanjung Baru adalah Rp1.560.182,00. Dalam penelitian Sobari et al. 2006, wilayah yang memiliki tingkat produktivitas yang tinggi, karena sumberdaya yang dimanfaatkan sebagai sarana dalam kegiatan tambak memiliki kualitas yang baik terutama dalam hal kualitas lahan dan air. Gambar 16 merupakan ilustrasi land rent di dua titik analisis tersebut. 1.560.182 1600000 1.065.431
Rent (Rp/Ha)
1400000 1200000 1000000 800000 600000 400000 200000 0 1
2
Tanjung Pasir
Tanjung Baru
Gambar 16. Nilai Land rent Pemanfaatan Lahan Tambak untuk Kegiatan Budidaya Udang Windu
1). Nilai Land Rent Pemanfaatan Lahan Tambak di Desa Tanjung Pasir
Untuk melihat seberapa besar nilai land rent dipengaruhi oleh faktor kesuburan dan jarak lokasi tambak udang di Desa Tanjung Pasir ke pusat pasar yaitu
pedagang
pengumpul,
maka dilakukan
analisis regresi
berganda
(Lampiran 6). Analisis tersebut dilakukan terhadap data land rent, produktivitas, dan jarak dari setiap tambak yang dimiliki oleh responden di Desa Tanjung Pasir, dengan tingkat kepercayaan 95%. Sebagaimana terlihat dalam data Lampiran 6, output analisis regresi menghasilkan nilai R2 sebesar 0,73 yang artinya bahwa 73% nilai land rent dipengaruhi oleh tingkat produktivitas dan jarak lokasi tambak ke pusat pasar, sehingga dapat dikatakan bahwa model regresi dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan antara nilai land rent dengan faktor kesuburan dan jarak lokasi tambak ke pusat pasar, sedangkan 27% lagi dijelaskan oleh variabel lain yang tidak digunakan. Nilai F hitung yaitu sebesar 53,26 dan nilai
F
tabel
4,08, sehingga Ho ditolak, artinya bahwa nilai land rent signifikan atau
berhubungan dengan produktivitas dan jarak lokasi ke pusat pasar. Koefisien regresi yang dihasilkan membentuk persamaan regresi antara nilai lend rent dengan faktor kesuburan dan jarak lokasi ke pusat pasar yang secara matematis ditulis sebagai berikut: π = - 2.593.518,04 + 27.557,47 X1 – 4.710,53 X2 ………
(6.11)
dimana π adalah nilai land rent; X1 variabel produktivitas; dan X2 variabel jarak. Persamaan
tersebut
menggambarkan
bahwa
nilai
produktvitas
berhubungan secara positif dengan nilai land rent yang artinya semakin besar nilai produktivitas, maka semakin tinggi pula nilai pemanfaatan lahan tambak udang windu tersebut, besar satu-satuan produktivitas adalah sebesar Rp 27.557,47 per kg. Persamaan tersebut juga menggambarkan bahwa jarak lokasi tambak ke pusat pasar berhubungan secara negatif dengan besarnya nilai land rent. Ada pun perubahan nilai land rent yang diakibatkan perubahan satu-satuan jarak adalah sebesar Rp 4.710,53 per km. Untuk mengilustrasikan hubungan antara nilai land rent dengan faktor kesuburan dan nilai land rent dengan jarak lokasi tambak ke pusat pasar, digunakan perangkat lunak Maple 9,5 seperti tampak dalam Lampiran 7 yang memplotkan variabel-variabel tersebut, sehingga dihasilkan grafik seperti yang
Rent (Rp/ha)
tampak pada Gambar 17 dan Gambar 18.
Produktivitas (kg/ha) Gambar 17. Hubungan Antara Nilai Land Rent dengan Produktivitas Lahan di Desa Tanjung Pasir
Gambar 17 menampilkan hubungan antara nilai
land rent dengan
produktivitas. Dalam menggambarkan hubungan tersebut, variabel jarak nilainya dianggap tetap, sehingga Gambar 17 dibangun berdasarkan persamaan:
π = 2.604.172,81 + 27.557,47 X1 (Lampiran 7), artinya jika produktivitas udang windu sama dengan 0 kg, maka nilai rent yang akan diperoleh adalah sebesar Rp2.604.172,81 dan setiap terjadi perubahan 1 kg produktivitas udang windu,
Rent (Rp/ha)
akan merubah nilai land rent sebesar Rp27.557,47.
Jarak (km)
Gambar 18. Bid Rent Schedulle Lahan Tambak Udang Windu di Desa Tanjung Pasir Sumber : Diolah dari data primer, 2007
Gambar 18 menghubungkan antara besarnya nilai land rent dengan jarak lokasi tambak ke pusat pasar. Dalam ilmu ekonomi sumberdaya lahan dikenal dengan nama bid rent schedule. Untuk menggambarkan hubungan antara nilai land rent dengan jarak, variabel produktivitas dianggap tetap, sehingga Gambar 18 dibangun berdasarkan persamaan:
π =
618.444,86 -
4.710,53 X2
(Lampiran 7), diartikan bahwa jika lokasi tambak berjarak 0 Km dari pusat pasar, maka nilai land rent yang akan diperoleh adalah sebesar Rp618.444,86 dan setiap terjadi perubahan satu-satuan jarak akan merubah nilai land rent sebesar Rp4.710,53. Tanda negatif pada koefisien jarak berarti adanya hubungan negative antara nilai rent dengan variabel jarak, artinya semakin jauh jarak lokasi tambak dari pusat pasar, maka semakin kecil nilai rent yang akan diperoleh. Dari Gambar 18 tersebut diketahui bahwa sampai jarak 130 Km dari pusat pasar, kegiatan usaha tambak udang windu ini masih memberikan nilai pemanfaatan lahan yang positif.
2). Nilai Land Rent Pemanfaatan Lahan Tambak di Desa Tanjung Baru
Untuk melihat seberapa besar nilai land rent dipengaruhi oleh faktor kesuburan dan jarak lokasi tambak udang di Desa Tanjung Baru ke pusat pasar
yaitu
pedagang
pengumpul,
maka dilakukan
analisis regresi
berganda
(Lampiran 8). Analisis tersebut dilakukan terhadap data land rent, produktivitas, dan jarak dari setiap tambak yang dimiliki oleh responden di Desa Tanjung Baru, dengan tingkat kepercayaan 95%. Sebagaimana terlihat dalam data Lampiran 8, output analisis regresi menghasilkan nilai R2 sebesar 0,80 yang artinya bahwa 80% nilai land rent dipengaruhi oleh tingkat produktivitas dan jarak lokasi tambak ke pusat pasar, sehingga dapat dikatakan bahwa model regresi dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan antara nilai land rent dengan faktor kesuburan dan jarak lokasi tambak ke pusat pasar, sedangkan 20% lagi dijelaskan oleh variabel lain yang tidak digunakan. Nilai F hitung yaitu sebesar 61,41 dan nilai F
tabel
4,17, sehingga Ho ditolak, artinya bahwa nilai land rent signifikan atau
berhubungan dengan produktivitas dan jarak lokasi ke pusat pasar. Koefisien regresi yang dihasilkan membentuk persamaan regresi antara nilai lend rent dengan faktor kesuburan dan jarak lokasi ke pusat pasar yang secara matematis ditulis sebagai berikut: π = - 2.678.541,02 + 54.703,39 X1 – 165.745,99 X2 ………
(6.12)
dimana π adalah nilai land rent; X1 variabel produktivitas; dan X2 variabel jarak. Persamaan
tersebut
menggambarkan
bahwa
nilai
produktvitas
berhubungan secara positif dengan nilai land rent yang artinya semakin besar nilai produktivitas, maka semakin tinggi pula nilai pemanfaatan lahan tambak udang windu tersebut, besar satu-satuan produktivitas adalah sebesar Rp54.703,39 per kg. Persamaan tersebut juga menggambarkan bahwa jarak lokasi tambak ke pusat pasar berhubungan secara negative dengan besarnya nilai land rent. Ada pun perubahan nilai land rent yang diakibatkan perubahan satu-satuan jarak adalah sebesar Rp165.745,99 per km. Untuk mengilustrasikan hubungan antara nilai land rent dengan faktor kesuburan dan nilai land rent dengan jarak lokasi tambak ke pusat pasar, digunakan perangkat lunak Maple 9,5 seperti tampak dalam Lampiran 9 yang memplotkan variabel-variabel tersebut, sehingga dihasilkan grafik seperti yang tampak pada Gambar 19 dan Gambar 20.
Rent (Rp/ha)
Produktivitas (kg/ha)
Gambar 19. Hubungan Antara Nilai Land Rent dengan Produktivitas Lahan di Desa Tanjung Baru
Gambar 19 menampilkan hubungan antara nilai
land rent dengan
produktivitas. Dalam menggambarkan hubungan tersebut, variabel jarak nilainya dianggap tetap, sehingga Gambar 19 dibangun berdasarkan persamaan: π = 3.240.570,60 + 54.703,39 X1 (Lampiran 9), artinya jika produktivitas udang windu sama dengan 0 kg, maka nilai rent yang akan diperoleh adalah sebesar Rp3.240.570,60 dan setiap terjadi perubahan 1 kg produktivitas udang windu,
Rent (Rp/ha)
akan merubah nilai land rent sebesar Rp54.703,39.
Jarak (km)
Gambar 20. Bid Rent Schedulle Lahan Tambak Udang Windu di Desa Tanjung Baru Sumber : Diolah dari data primer, 2007
Gambar 20 menghubungkan antara besarnya nilai land rent dengan jarak lokasi tambak ke pusat pasar. Dalam ilmu ekonomi sumberdaya lahan dikenal dengan nama bid rent schedule. Untuk menggambarkan hubungan antara nilai land rent dengan jarak, variabel produktivitas dianggap tetap, sehingga Gambar 20 dibangun berdasarkan persamaan: π =
2.018.330,45 – 165.745,99 X2
(Lampiran 9), diartikan bahwa jika lokasi tambak berjarak 0 Km dari pusat pasar, maka nilai land rent yang akan diperoleh adalah sebesar Rp2.018.330,45 dan setiap terjadi perubahan satu-satuan jarak akan merubah nilai land rent sebesar Rp165.745,99. Tanda negatif pada koefisien jarak berarti adanya hubungan negative antara nilai rent dengan variabel jarak, artinya semakin jauh jarak lokasi tambak dari pusat pasar, maka semakin kecil nilai rent yang akan diperoleh. Dari Gambar 20 tersebut diketahui bahwa sampai jarak 12 km dari pusat pasar, kegiatan usaha tambak udang windu ini masih memberikan nilai pemanfaatan lahan yang positif.
6.6. Optimalisasi Nilai Land Rent
Nilai land rent yang didapat dari analisis di atas merupakan nilai land rent pada kondisi aktual kegiatan budidaya tambak udang windu di lokasi penelitian. Dalam penelitian ini akan dilakukan analisis optimalisasi nilai land rent. Untuk lebih mengefisienkan kegiatan pemanfaatan lahan di lokasi penelitian, sebaiknya kegiatan budidaya tambak udang dilakukan dalam kondisi optimal. Analisis ini dilakukan di dua unit analisis, dengan membangun fungsi tujuan
yaitu
memaksimalkan nilai rente yang merupakan fungsi dari produktivitas, pupuk, benih, obat, pakan, kapur, saponin, kaporit dan tenaga kerja. Berikut adalah hasil analisis optimalisasi di masing-masing unit analisis yang di run dengan menggunakan perangkat lunak MAPLE 9.5. 1). Desa Tanjung Pasir
Data dasar dalam analisis optimalisasi di Desa Tanjung Pasir, terdapat pada Lampiran 11. Berdasarkan data pada Lampiran 11 tersebut, secara matematis fungsi tujuan dituliskan sebagai berikut: Max π = 60982,14y-65,36q1-2500q2-3000q3-29845,24q4-10940,48q5-1700,12q64545,24q7-10297,62q8-3750l1-3750l2-3750l3 Dengan Kendala: • y≤116,55; q1≤23245,14;q2≤48,06; q3≤40,84; q4≤2,40; q5≤56,55; q6≤45,39; q7≤22,72; q8≤11,15; l1≤39,22; l2≤36,63; l3≤11,32 • 199,43y-q1=0; 0,41y-q2=0;0,35y-q3=0; 0,02y-q4=0; 0,49y-q5=0; 0,39y-q6=0; 0,19y-q7=0; 0,10y-q8=0; 0,34y-l1=0; 0,31y-l2=0; 0,10y-l3=0
• 65,36q1 + 2500q2 + 3000q3 + 29845,24q4 + 10940,48q5 + 1700,12q6 + 4545,24q7 + 10297,62q8 + 3750l1 + 3750l2 + 3750l3 ≤ 241149900 dimana: y : : q1 : q2 : q3 : q4 q5 : : q6 : q7 : q8 : l1 l2 : l3 :
Produksi Udang Windu Benih Urea TSP Obat-obatan Pakan Kapur Saponin Kaporit Tenaga kerja pada masa persiapan Tenaga kerja pada masa pemeliharaan Tenaga kerja pada masa pemanenan
Ada pun nilai output dan input serta rente optimal yang didapat dari hasil analisis tersebut, terdapat dalam Tabel 25. Nilai rente yang didapat dalam analisis tersebut adalah nilai rente optimal tanpa memasukkan biaya transportasi.
Tabel 25. No. 1. 2. 3. 4. 5. 7. 6. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Nilai Output, Input dan Rente Optimal Kegiatan Budidaya Tambak Tambak Udang Windu di Desa Tanjung Pasir
Jenis Output dan Input Produksi Udang Windu (kg per ha) Benih (Ekor per ha) Urea (kg per ha) TSP (kg per ha) Obat-obatan (Liter per ha) Pakan (kg per ha) Kapur (kg per ha) Saponin (kg per ha) Kaporit (kg per ha) Tenaga Kerja pada masa persiapan (HOK) Tenaga Kerja pada masa pemeliharaan (HOK) Tenaga Kerja pada masa pemanenan (HOK) Rente (Rp per ha)
Nilai Optimal 116,55 23.245,14 48,06 40,84 2,40 56,55 45,39 22,72 11,15 39,22 36,63 11,32 4.033.403,35
Sumber : Diolah dari data primer, 2007
2). Desa Tanjung Baru
Data dasar dalam analisis optimalisasi di Desa Tanjung Pasir, terdapat pada Lampiran 13.
Berdasarkan data pada Lampiran 13 tersebut, secara
matematis fungsi tujuan dituliskan sebagai berikut:
Max π = 54242,42y-51,51q1-2500q2-3000q3-30000q4-11000q5-1700q6-4000q710000q8-2500l1-2500l2-2500l3 Dengan Kendala: • y≤85,86;
q1≤8147,17; q2≤442,12; q3≤15,64; q4≤1,31; q5≤21,94; q6≤39,42;
q7≤18,90; q8≤8,99; l1≤71,70; l2≤36,16; l3≤13,14 • 94,89y-q1=0; 0,49y-q2=0; 0,18y-q3=0; 0,02y-q4=0; 0,26y-q5=0; 0,46y-q6=0; 0,22y-q7=0; 0,10y-q8=0; 0,84y-l1=0; 0,42y-l2=0; 0,15y-l3=0 • 51,51q1 + 2500q2 + 3000q3 + 30000q4 + 11000q5 + 1700q6 + 4000q7 + 10000q8 + 2500l1 + 2500l2 + 2500l3 ≤ 105.794.500 dimana: y : : q1 : q2 : q3 : q4 q5 : : q6 : q7 : q8 : l1 l2 : l3 :
Produksi Udang Windu Benih Urea TSP Obat-obatan Pakan Kapur Saponin Kaporit Tenaga kerja pada masa persiapan Tenaga kerja pada masa pemeliharaan Tenaga kerja pada masa pemanenan
Ada pun nilai output dan input serta rente optimal yang didapat dari hasil analisis tersebut, terdapat dalam Tabel 26. Sama halnya dengan analisis di Desa Tanjung Pasir, nilai rente yang didapat dalam analisis optimal di Desa Tanjung Baru adalah nilai rente optimal tanpa memasukkan biaya transportasi.
Tabel 26.
Nilai Output, Input dan Rente Optimal Kegiatan Budidaya Tambak Tambak Udang Windu di Desa Tanjung Baru
No. Jenis Output dan Input 1. Produksi Udang Windu (kg per ha) 2. Benih (Ekor per ha) 3. Urea (kg per ha) 4. TSP (kg per ha) 5. Obat-obatan (Liter per ha) 6. Pakan (kg per ha) 7. Kapur (kg per ha) 8. Saponin (kg per ha) 9. Kaporit (kg per ha) 10. Tenaga Kerja pada masa persiapan (HOK) 11. Tenaga Kerja pada masa pemeliharaan (HOK) 12. Tenaga Kerja pada masa pemanenan (HOK) 13. Rente (Rp per ha) Sumber : Diolah dari data primer, 2007
Nilai Optimal 85,86 8147,17 42,12 15,64 1,31 21,99 39,42 18,90 8,99 71,70 36,16 13,14 3.269.593,98
Nilai optimal dari masing-masing komponen input kegiatan budidaya udang di masing-masing unit analisis membentuk biaya produksi optimal di dua unit analisis tersebut. Tabel 27 menunjukkan biaya produksi optimal kegiatan budidaya tambak udang windu di lokasi penelitian.
Tabel 27. Biaya Produksi Optimal Kegiatan Budidaya Udang Windu di Masing-Masing Unit Analisis Biaya Sarana Produksi
Satuan
Besaran
Biaya Satuan (Rp/Jam)
Total Biaya
1. Tenaga Kerja 2. Tenaga Kerja 3. Tenaga Kerja 4. Benih 5. Urea 6. TSP 7. Obat-obatan 8. Pakan 9. Kapur 10.Saponin 11.Kaporit 12.Oprasional Genset Total
HOK HOK HOK Ekor kg kg Liter kg kg kg kg Liter
Desa Tanjung Pasir 39,22 36,63 11,32 23.245,14 48,06 40,84 2,40 56,55 45,39 22,72 11,15 115,33
3.750,00 3.750,00 3.750,00 65,36 2500,00 3000,00 29845.24 10940.48 1700.119 4545.238 10297.62 5119.04
147.075,00 137.362,50 42.450,00 1.519.302,00 120.150,00 122.520,00 7.162.858,00 618.684,10 77.168,40 103.267,80 114.818,50 590.378,90 10.756.035,00
1. Tenaga Kerja 2. Tenaga Kerja 3. Tenaga Kerja 4. Benih 5. Urea 6. TSP 7. Obat-obatan 8. Pakan 9. Kapur 10.Saponin 11.Kaporit Total
HOK HOK HOK Ekor kg kg Liter kg kg kg kg
Desa Tanjung Baru 71,70 36,16 13,14 8147,17 42,12 15,64 1,31 21,99 39,42 18,90 8,99
2.500,00 2.500,00 2.500,00 51.52 2.500,00 3.000,00 30.000,00 11.000,00 1700,00 4000,00 10.000,00
179.250,00 91.500,00 32.850,00 419.742,20 105.300,00 46.920,00 39.300,00 241.890,00 67.014,00 75.600,00 89.900,00 1.389.266,00
Sumber : Diolah dari data primer, 2007
Dari Tabel 27 menampilkan total biaya produksi optimal di Desa Tanjung Pasir yaitu sebesar Rp10.756.035,00, di Desa Tanjung Baru sebesar Rp1.389.266,00. Data biaya produksi optimal dan jumlah produksi optimal yang dihasilkan dari analisis optimalisasi tersebut membentuk nilai land rent optimal di masing-masing unit analisis seperti tampak pada Tabel 28.
Tabel 28. Nilai Land Rent Optimal Kegiatan Budidaya Udang Windu di Masing-Masing Unit Analisis Produktivitas (kg/ha)
Desa
Biaya Produksi (Rp/ha)
Tanjung Pasir 116,55 10.756.035,00 Tanjung Baru 85,86 1.389.266,00 Sumber : Diolah dari data primer, 2007
Biaya Transportasi (Rp/kg/km)
Harga (Rp/kg) 60.982,00 54.242,00
40,24 48,56
Jarak Ke Pasar (km) 2,3 3,4
Rente (Rp/ha) 3.655.090,04 3.263.655,49
Data Tabel 28 menampilkan nilai land rent optimal di Desa Tanjung Pasir yaitu Rp3.655.090,04 dan di Desa Tanjung Baru Rp3.263.655,49. Jika dibandingkan dengan nilai land rent dalam kondisi aktual, perbedaannya untuk Desa Tanjung Pasir nyata, sedang untuk Desa Tanjung Baru perbedaannya tidak terlalu jauh, seperti tampak pada Tabel 29.
Tabel 29. Perbandingan Nilai Land Rent Aktual dengan Land Rent Optimal Desa Tanjung Pasir
Land Rent Aktual
Lend Rent Optimal
Selisish
1.065.431,00
3.655.090,04
2.589.659,00
1.560.182,00 Sumber : Diolah dari data primer, 2007
3.263.655,49
1.703.473,00
Tanjung Baru
Data Tabel 29 memberikan penjelasan bahwa Desa Tanjung Baru memiliki selisih nilai land rent yaitu Rp1.703.473,00, sementara Desa Tanjung Pasir memiliki selisih nilai land rent sebesar Rp2.589.659,00. Dapat dikatakan bahwa kegiatan aktual budidaya Udang Windu di Desa Tanjung Baru mendekati kondisi optimal. Selain dilihat dari selisih nilai land rent juga dapat dilihat dari perbandingan nilai-nilai input produksi pada Tabel 27 yang merupakan nilai optimal dengan nilai input produksi pada Tabel 18 dan Tabel 20 yang merupakan nilai aktual, dimana besaran nilai-nilai tersebut tidak jauh berbeda. Kegiatan budidaya Udang Windu di Desa Tanjung Baru masih menggunakan teknologi tradisional, sehingga kondisi aktual kegiatan tersebut hampir mendekati kondisi optimal, namun bukan berarti nilai pemanfaatan lahan untuk kegiatan budidaya udang di Desa Tanjung Baru sudah efisien dan mencapai nilai maksimal.
Berdasarkan karakteristik usaha budidaya udang windu di
masing-masing unit analisis bahwa kegiatan budidaya tersebut masih dapat ditingkatkan untuk mendapat nilai pemanfaatan lahan yang lebih maksimal, salah
satunya dengan mengadopsi teknologi semi intensif atau bahkan intensif. Hal ini harus dipertimbangkan lebih lanjut karena setiap teknologi yang diadopsi harus didukung oleh kondisi sumberdaya alam yang ada di Desa Tanjung Baru tersebut.
6.7. Analisis Sensitivitas Nilai Land Rent
Analisis sensitivitas dalam penelitian ini bertujuan untuk melihat seberapa besar pengaruh faktor eksogen terhadap perubahan nilai land rent. Asumsi yang dibangun didasarkan pada isu yang sedang berlangsung pada saat penelitian yaitu kenaikan harga pupuk urea dan kenaikan harga BBM. Dengan analisis ini akan dilihat seberapa besar pengaruh kesuburan terhadap perubahan nilai land rent karena adanya perubahan harga pupuk urea yang diakibatkan dari berkurangnya subsidi terhadap harga pupuk urea tersebut. Selain itu, dapat juga dilihat seberapa besar pengaruh jarak terhadap perubahan nilai lend rent karena adanya perubahan biaya transportasi yang diakibatkan oleh kenaikan harga BBM. Berdasarkan
kenaikan
harga
pupuk
sekitar
9%
(http:
//www.tempointeraktif.com/hg/ekbis/2005/10/22/brk,20051022-68389,id.html) terjadi kenaikan harga rata-rata pupuk urea sebesar Rp 225,00. Harga pupuk dianggap sebagai variabel eksogen yang mempengaruhi nilai biaya produksi sebagai faktor endogen dalam perhitungan land rent. Selain kenaikan pupuk urea, kenaikan harga BBM juga, mengakibatkan kenaikan
biaya
transportasi
sekitar
19%
(http://www.pertamina.com/
index.php?option=comcontent&task=view&id=1617&Itemid=33).
Kenaikan harga
BBM dianggap sebagai variabel eksogen yang mempengaruhi nilai land rent, dalam hal ini variabel endogen lainnya seperti tingkat produktivitas, biaya produksi dan harga dianggap tetap. Analisis sensitivitas ini dilihat dari kenaikan harga BBM dan harga pupuk urea secara bersamaan. Tabel 30 dan Tabel 31 menjelaskan perubahan nilai land rent akibat kenaikan harga BBM dan kenaikan harga pupuk urea secara bersamaan. Dengan adanya kenaikan BBM dan kenaikan harga pupuk urea secara bersamaan, maka hal ini berpengaruh terhadap besarnya nilai land rent sebagaimana terlihat pada Tabel 30 dan Tabel 31.
Kedua tabel tersebut memberikan informasi terjadi perubahan nilai land rent sebesar 2010 % atau mengalami penurunan sebesar Rp1.014.938,00 per ha untuk Desa Tanjung Pasir dan Desa Tanjung Baru terjadi perubahan nilai land rent sebesar 1,47 % atau mengalami penurunan sebesar Rp22.666,28 per ha. Persentase penurunan yang besar di Desa Tanjung Pasir disebabkan oleh penggunaan BBM yang lebih banyak, digunakan untuk operasional genset penggerak kincir karena Desa Tanjung Pasir menggunakan sistem budidaya semi intensif.
Tabel 30. Perubahan Nilai Land Rent Berdasarkan Faktor Kesuburan dan Jarak Tambak ke Pusat Pasar Akibat Adanya Kenaikan Harga BBM dan Pupuk Urea Tahun 2007
Tanjung Pasir
133,16
8.086.648,00
60.982,14
106,71
Jarak Ke Pasar (km) 2,3
Tanjung Baru
87,76
3.227.746,00
54.242,42
59,54
3,4
Desa
Produtivitas (kg/ha)
Biaya Produksi (Rp/ha)
Harga (Rp/ha)
Biaya Transportasi (Rp/kg/km)
Rente (Rp/ha) 50.492,30 1.537.515,00
Sumber : Diolah dari data primer, 2007
Tabel 31. Persentase Perubahan Nilai Land Rent dengan Adanya Kenaikan Harga BBM dan Pupuk Urea Tahun 2007 Desa
Jarak ke Pasar (km)
Rent Sebelum BBM dan Pupuk Naik (Rp/ha)
Rent Sesudah BBM dan Pupuk Naik (Rp/ha)
Penurunan Nilai Land Rent (Rp/ha)
Persentase Penurunan (%)
Tanjung Pasir
2,3
1.065.431,00
50.492,30
1.014.938,00
2010,05
Tanjung Baru
3,4
1.560.182,00
1.537.515,00
22.666,28
1,47
Sumber : Diolah dari data primer, 2007
Dengan menggunakan teknik perangkat lunak yang sama seperti yang dilakukan pada analisis regresi berganda nilai land rent dengan faktor kesuburan dan jarak lokasi tambak ke pusat pasar sebelum adanya kenaikan harga BBM, dihasilkan output regresi berganda untuk Desa Tanjung Pasir yang terdapat pada Lampiran 14. Berdasarkan hasil analisis tersebut, fungsi hubungan antara nilai land rent dengan faktor kesuburan dan jarak dengan adanya kenaikan harga BBM dan kenaikan harga pupuk urea berubah menjadi:
π = - 6.064.874,47+ 45.931,31 X1 – 45.057,71 X2 Fungsi tersebut menjelaskan bahwa dengan terjadinya kenaikan harga BBM dan harga pupuk urea, nilai parameter berubah menjadi Rp6.064.874,47 sedangkan koefisien produktivitas berubah menjadi 45.931,31 dan koefisien jarak berubah menjadi Rp45.057,71. Gambar 21 dan Gambar 22 merupakan ilustrasi hubungan antara nilai land rent dengan variabel produktivitas dan jarak, setelah adanya kenaikan harga BBM dan harga pupuk urea dengan sebelum adanya kenaikan
Rent (Rp/ha)
harga BBM dan harga pupuk urea di Desa Tanjung Pasir.
Produktivitas (kg/ha) Gambar 21. Hubungan Nilai Land Rent dengan Variabel Produktivitas Setelah Adanya Kenaikan Harga BBM dan Harga Pupuk Urea dan Sebelum Adanya Kenaikan Harga BBM dan Harga Pupuk Urea Desa Tanjung Pasir Gambar 21 menampilkan hubungan antara nilai land rent dengan produktivitas setelah adanya kenaikan harga BBM dan harga pupuk urea dengan sebelum adanya kenaikan harga BBM dan harga pupuk urea.
Dalam
menggambarkan hubungan tersebut variable jarak dianggap tetap, sehingga Gambar 21 dibangun berdasarkan persamaan : π = - 6.166.790,71 + 45.931,31 X1 (Lamapiran 15), yang artinya jika produktivitas udang windu sama dengan 0 Kg, maka nilai land rent yang akan diperoleh adalah sebesar -(Rp6. 166.790,71) dan setiap terjadi perubahan 1 Kg produktivitas udang windu, akan merubah nilai land rent sebesar Rp45.931,31.
Melalui analisis gambar tersebut dapat diketahui
bahwa nilai pemanfaatan lahan atau land rent di Desa Tanjung Pasir akan bernilai positif atau lebih besar dari nol jika nilai produktivitas udang windu mencapai lebih dari 135 kg per ha.
Rent (Rp/ha)
Jarak (km) Gambar 22. Bid Rent Schedulle Lahan Tambak Udang Windu Setelah Terjadi Kenaikan Harga BBM dan Harga Pupuk dan Sebelum Adanya Kenaikan Harga BBM dan Harga Pupuk Urea Desa Tanjung Pasir Gambar 22 adalah Bid Rent Schedulle kegiatan tambak udang windu di Desa Tanjung Pasir setelah adanya kenaikan harga BBM dan harga pupuk urea. Dalam menggambarkan hubungan antara nilai rent dengan jarak, veriabel produktivitas dianggap tetap, sehingga Gambar 22 dibangun berdasarkan persamaan : π = -711.346,74 - 45.057,71 X2 (Lampiran 15), yang artinya jika lokasi tambak berjarak 0 Km dari pasar, maka nilai rent yang akan diperoleh adalah sebesar –(Rp711.346,74) dan setiap terjadi perubahan satu-satuan jarak akan merubah nilai land rent sebesar Rp45.057,71. Melalui analisis gambar tersebut diketahui bahwa kegiatan budidaya tambak udang windu di Desa Tanjung Pasir tidak memberikan nilai pemanfaatan lahan yang positif. Sementara di Desa Tanjung Baru, dihasilkan output regresi berganda yang terdapat pada Lampiran 16. Berdasarkan hasil analisis tersebut, fungsi hubungan antara nilai land rent dengan faktor kesuburan dan jarak dengan adanya kenaikan harga BBM dan kenaikan harga pupuk urea berubah menjadi: π = - 2.697.887 + 54.686,63 X1 – 166.291 X2 Fungsi tersebut menjelaskan bahwa dengan terjadinya kenaikan harga BBM dan harga pupuk urea, nilai parameter berubah menjadi Rp2.697.887 sedangkan koefisien produktivitas berubah menjadi 54.686,63 dan koefisien jarak berubah menjadi Rp166.291. Gambar 23 dan Gambar 24 merupakan ilustrasi hubungan antara nilai land rent dengan variabel produktivitas dan jarak, setelah adanya kenaikan harga BBM dan harga pupuk urea dengan sebelum adanya kenaikan harga BBM dan harga pupuk urea di Desa Tanjung Baru.
Rent (Rp/ha)
Produktivitas (kg/ha)
Gambar 23. Hubungan Nilai Land Rent dengan Variabel Produktivitas Setelah Adanya Kenaikan Harga BBM dan Harga Pupuk Urea dan Sebelum Adanya Kenaikan Harga BBM dan Harga Pupuk Urea Desa Tanjung Baru Gambar 23 menampilkan hubungan antara nilai land rent dengan produktivitas setelah adanya kenaikan harga BBM dan harga pupuk urea dengan sebelum adanya kenaikan harga BBM dan harga pupuk urea.
Dalam
menggambarkan hubungan tersebut variable jarak dianggap tetap, sehingga Gambar 23 dibangun berdasarkan persamaan : π = - 3.261.766,56 + 54.686,63 X1 (Lamapiran 17), yang artinya jika produktivitas udang windu sama dengan 0 kg, maka nilai land rent yang akan diperoleh adalah sebesar – (Rp3.261.766,56) dan setiap terjadi perubahan 1 kg produktivitas udang windu,akan merubah nilai land rent sebesar Rp54.686,63.
Melalui analisis gambar tersebut dapat diketahui
bahwa nilai pemanfaatan lahan atau land rent di Desa Tanjung Baru akan bernilai positif atau lebih besar dari nol jika nilai produktivitas udang windu mencapai
Rent (Rp/ha)
lebih dari 60 kg per ha.
Jarak (km)
Gambar 24. Bid Rent Schedulle Lahan Tambak Udang Windu Setelah Terjadi Kenaikan Harga BBM dan Harga Pupuk dan Sebelum Adanya Kenaikan Harga BBM dan Harga Pupuk Urea Desa Tanjung Baru
Gambar 24 adalah Bid Rent Schedulle kegiatan tambak udang windu di Desa Tanjung Baru setelah adanya kenaikan harga BBM dan harga pupuk urea. Dalam menggambarkan hubungan antara nilai rent dengan jarak, veriabel produktivitas dianggap tetap, sehingga Gambar 24 dibangun berdasarkan persamaan : π = 1.997.545,59 – 166.291,45 X2 (Lampiran 17), yang artinya jika lokasi tambak berjarak 0 Km dari pasar, maka nilai rent yang akan diperoleh adalah sebesar Rp1.997.545,59 dan setiap terjadi perubahan satu-satuan jarak akan merubah nilai land rent sebesar Rp166.291,45. Melalui analisis gambar tersebut diketahui bahwa sampai dengan jarak 12 km dari pusat pasar, kegiatan budidaya tambak udang windu di Desa Tanjung Baru masih memberikan nilai pemanfaatan lahan yang positif. Kenaikan harga BBM sangat berpengaruh terhadap hubungan antara nilai land rent dengan jarak lokasi tambak ke pusat pasar, di Desa Tanjung Pasir sebelumnya kegiatan budidaya tambak udang windu masih memberikan nilai positif untuk pemanfaatan lahan tambak sampai dengan jarak 130 km dari pusat pasar, namun dengan adanya kenaikan harga BBM kegiatan budidaya tambak udang windu tidak memberikan nilai pemanfaatan yang positif lagi, hal ini dapat dilihat pada grafik bid rent schedull Gambar 22. Berdasarkan data dan Gambar 21, kenaikan harga BBM tidak terlalu mempengaruhi hubungan antara nilai land rent dengan produktivitas. Sebelumnya kegiatan budidaya udang windu di Desa Tanjung Pasir akan memberikan nilai pemanfaatan yang positif jika nilai produktivitas lebih dari 100 kg, namun dengan adanya kenaikan harga BBM kegiatan budidaya udang windu akan memberikan nilai positif jika produktivitas lebih dari 135 kg. Kenaikan harga BBM di Desa Tanjung Baru kurang berpengaruh terhadap hubungan antara nilai land rent dengan jarak lokasi tambak ke pusat pasar. Sebelumnya kegiatan budidaya tambak udang windu memberikan nilai positif untuk pemanfaatan lahan tambak sampai dengan jarak 12 km dari pusat pasar, dengan adanya kenaikan harga BBM kegiatan budidaya tambak udang windu masih memberikan nilai pemanfaatan yang positif, hal ini dapat dilihat pada grafik bid rent schedull Gambar 24. Berdasarkan data dan Gambar 23, kenaikan harga BBM tidak terlalu mempengaruhi hubungan antara nilai land rent dengan
produktivitas. Sebelumnya kegiatan budidaya udang windu di Desa Tanjung Baru memberikan nilai pemanfaatan yang positif jika nilai produktivitas lebih dari 60 kg, dengan adanya kenaikan harga BBM kegiatan budidaya udang windu masih memberikan nilai positif jika produktivitas lebih dari 61 kg. Dari hasil analisis sensitivitas ini, disimpulkan bahwa dengan kenaikan harga BBM, terjadi penurunan nilai land rent
dan penurunan tingkat
kesejahteraan masyarakat di Kecamatan Tanah Merah khususnya para petambak di lokasi penelitian.
6.8. Implikasi Kebijakan
Implikasi kebijakan berdasarkan hasil analisis land rent pemanfaatan lahan tambak di Kecamatan Tanah Merah Kabupaten Indragiri Hilir ini antara lain adalah bahwa faktor kesuburan dan jarak lokasi tambak ke pusat pasar, kegiatan budidaya tambak udang windu di Kecamatan Tanah Merah layak untuk dilakukan dan dikembangkan, karena masih memberikan nilai pemanfaatan lahan (land rent) yang positif.
Berdasarkan
karakteristik usahanya, kegiatan budidaya udang
windu yang saat ini dilakukan oleh petambak di Kecamatan Tanah Merah sudah mendekati kondisi optimal, sehingga untuk menghasilkan nilai pemanfaatan lahan yang lebih maksimal diperlukan adanya adopsi teknologi seperti sistem semi intensif atau intensif. Hal ini memerlukan suatu analisis dan penelitian lebih lanjut mengenai teknologi yang sesuai dengan kondisi fisik, biologi, kimia dan sosial ekonomi wilayah, sehingga arah kebijakan pemanfaatan lahan tambak udang windu di Kecamatan Tanah Merah dapat ditetapkan secara efektif dan efisien. Hasil analisis sensitivitas menunjukkan bahwa Desa Tanjung Pasir sangat sensitif dibandingkan Desa Tanjung Baru.
Diketahui bahwa setelah adanya
kenaikan harga pupuk dan harga BBM, kegiatan budidaya tambak udang windu di Desa Tanjung Baru masih memberikan nilai pemanfaatan lahan yang positif. Hasil penelitian juga memperlihatkan adanya hubungan antara besarnya nilai land rent dengan faktor kesuburan dan jarak lokasi tambak ke pusat pasat pasar. Kedua faktor tersebut dapat digunakan oleh pemerintah sebagai instrument kebijakan untuk meningkatkan nilai land rent, sehingga meningkatkan
kesejahteraan petani tambak di Kecamatan Tanah Merah. Kebijakan yang perlu diambil oleh pemerintah untuk mencapai nilai land rent maksimal antara lain: 1) Meningkatkan produktivitas lahan, dapat dilakukan dengan menjaga kualitas sumberdaya lahan dan air dari kemungkinan adanya dampak negative yang timbul akibat aktivitas hulu.
Upaya lain yang dapat dilakukan adalah melakukan
pembinaan terhadap pembudidaya tambak, khususnya menyangkut masalah teknis produksi budidaya udang windu seperti konstruksi tambak, pemilihan benih dan pemberian pakan.
2) Peningkatan aksesibilitas kawasan tambak dapat
menurunkan biaya transportasi, distribusi hasil produksi kegiatan budidaya udang windu, sehingga dapat meningkatkan pendapatan petambak di Kecamatan Tanah Merah.
VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan
1.(a)
Kurva permintaan lahan tambak di Desa Tanjung Pasir mengikuti persamaan Q = 1.956029Px-0.0679 , dengan nilai elastisitas permintaan terhadap lahan tambak di Desa Tanjung Pasir sebesar – 0,0679. Berarti permintaan terhadap lahan tambak di Desa Tanjung Pasir tidak elastis. Permintaan terhadap lahan tambak udang windu di Desa Tanjung Pasir adalah sebesar 66,56 ha per petambak atau seluruh responden adalah 2.795,52 ha. Nilai ekonomi pemanfaatan lahan tambak udang windu di Desa Tanjung Pasir sebesar Rp163.862.746,11.
(b) Kurva permintaan lahan tambak di Desa Tanjung Baru mengikuti persamaan Q = 2.497413 Px
-0.51532
, dengan nilai elastisitas permintaan
terhadap lahan tambak di Desa Tanjung Baru sebesar –0,51532. Berarti Permintaan terhadap lahan tambak di Desa Tanjung Baru elastis. Permintaan terhadap lahan tambak udang windu di Desa Tanjung Baru adalah sebesar 4,96 per petambak atau seluruh responden adalah 163,68 ha. Nilai ekonomi pemanfaatan lahan tambak udang windu di Desa Tanjung Baru sebesar Rp6.191.627,23. 2. (a) Tingkat produktivitas rata-rata lahan tambak udang windu di Desa Tanjung Pasir adalah 133,16 kg per ha dengan luas lahan rata-rata 2,2 ha dan produksi rata-rata sebesar 266,83 kg. Sementara Tingkat produktivitas rata-rata lahan tambak udang windu di Desa Tanjung Baru adalah 87,76 kg per ha dengan luas lahan rata-rata 2,3 ha dan produksi rata-rata sebesar 198 kg. (b) Total biaya tenaga kerja di Desa Tanjung Pasir untuk mengolah per ha luasan lahan tambak udang windu yaitu Rp2.615.119,00, dan Total biaya tenaga kerja di Desa Tanjung Baru untuk mengolah per ha luasan lahan tambak udang windu yaitu Rp2.419.974,00. (c) Total biaya sarana produksi per ha budidaya tambak di Desa Tanjung Pasir yaitu Rp3.337.889,20. sementara di Desa Tanjung Baru total biaya sarana produksi mencapai Rp1.085.202,00 per ha per siklus produksi.
(d) Biaya transportasi untuk membawa hasil produksi udang ke pedagang pengumpul dari Desa Tanjung Pasir adalah Rp 40,24 per kg per km. Sementara dari Desa Tanjung Baru sebesar Rp 48,56 per kg per km. (e) Nilai land rent lahan tambak yang dimanfaatkan untuk kegiatan produksi budidaya udang windu berdasarkan factor kesuburan dan jarak lokasi tambak ke pusat pasar di Desa Tanjung Pasir adalah Rp 1.065.431,00 per ha dan di Desa Tanjung Baru sebesar Rp 1.560.182,00 per ha. 3. Analisis optimalisasi nilai land rent memberikan gambaran bahwa dengan karakteristik usaha di masing-masing unit analisis, kegiatan aktual budidaya udang windu di Desa Tanjung Baru lebih mendekati kondisi optimal. 4. (a) Pengaruh perubahan faktor eksogen terjadi dengan adanya kenaikan harga BBM 19% dan harga pupuk 9% terhadap perubahan nilai land rent di Desa Tanjung Pasir mengakibatkan berubahnya biaya transportasi menjadi Rp 106,71 per kg per km dan biaya sarana produksi Rp8.086.648,00. Nilai land rent yang disebabkan oleh perubahan biaya transportasi dan biaya sarana produksi akibat kenaikan harga BBM dan kenaikan harga pupuk urea mengalami penurunan sebesar 2010% atau Rp1.014.938 per ha dengan nilai land rent sebesar Rp50.492,00 per ha. (b) Pengaruh perubahan faktor eksogen terjadi dengan adanya kenaikan harga BBM 19% dan harga pupuk 9% terhadap perubahan nilai land rent di Desa Tanjung Baru mengakibatkan berubahnya biaya transportasi menjadi Rp 59,54 per kg per km dan biaya sarana produksi Rp3.227.746,00. Nilai land rent yang disebabkan oleh perubahan biaya transportasi dan biaya sarana produksi akibat kenaikan harga BBM dan kenaikan harga pupuk urea mengalami penurunan sebesar 1,47% atau Rp 22.666,28 per ha dengan nilai land rent sebesar Rp 1.537.515 per ha.
7.2. Saran
1). Perlunya dukungan pemerintah daerah dan instansi terkait, khususnya dalam penyediaan modal usaha, sarana produksi, pemasaran serta pembangunan infrastruktur pendukung lainnya (jalan, air bersih, penerangan dan pelabuhan).
2). Guna mempercepat proses pengembangan usaha budidaya udang windu, diharapkan
agar
pemerintah
daerah
dapat
menarik
investor
untuk
menanamkan modalnya pada usaha tersebut. Hal ini dapat dilakukan melalui promosi potensi daerah serta kemudahan dalam proses perizinan 3). Perlu penelitian lanjutan mengenai kemungkinan adanya peningkatan teknologi intensif pada kegiatan budidaya udang windu di Kecamatan Tanah Merah dalam rangka meningkatkan nilai pemanfaatan lahan tambak di lokasi penelitian dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA Adiwidjaya D, I K Ariawan, Supito dan E Sutikno. 2004. Pengembangan Budidaya Udang di Indonesia. Makalah pada Lintas Teknis UPT di Bandung tanggal 4-7 Oktober 2004. Jepara. Departemen Kelautan dan Perikanan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau (Tidak Diterbitkan). Adrianto L. 2006. Sinopsis Pengenalan Konsep dan Metodelogi Valuasi Ekonomi Sumberdaya Pesisir dan Laut. Bogor: Pusat Kajian sumberdaya Pesisir dan Laut – Institut Pertanian Bogor. Anonimous. 2007. Harga BBM Tahun 2003-2007. http://www.pertamina.com/ index.php?option=comcontent&task=view&id=1617&Itemid=33 [tanggal 6 Maret 2008]. __________. 2007. Harga Pupuk Urea Tahun 2003-2007. http://www. tempointeraktif.com/hg/ekbis/2005/10/22/brk,20051022-68389,id.html [tanggal 13 Maret 2008]. [BPS] Badan Pusat Statistik Indragiri Hilir. 2005. Kecamatan Tanah Merah Dalam Angka Tahun 2005. Tidak Diterbitkan. Bappeda Indragiri Hilir. 2006. Indragiri Hilir Dalam Angka Tahun 2006. Tidak Diterbitkan. Barlowe R. 1978. Land Resource Economy. 3rd Edition. New Jersey. Prentice Hall Inc. Benu FL. 1996. Analisis Struktur Produksi, Konsumsi dan Perdagangan Beras di Provinsi Nusa Tenggara Timur [Tesis]. Bogor. Program Pasca Sarjana IPB. 161 hal. Bishop CE dan WD Toussaint. 1979. Pengantar Analisa Ekonomi Pertanian. Penterjemah: Wisnuadji, Harsojono dan Suparmoko. Jakarta. Mutiara. 315 hal [BPPT] Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. 1995. Pengembangan Prototipe Wilayah Pesisir dan Marin: Laporan Akhir Pelaksanaan Proyek MREP Jawa Timur dan Lombok Tahun 1994/1995 (Tidak Diterbitkan). Jakarta. BPPT. Budiharsono S. 2001. Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan. Jakarta. PT Pradnya Paramita. 159 hal. Casler DS. 1988. Ateoritical Contex for Shift and Share Analysis. Meadville. Departement of Economics. Allegheny College.
Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indragiri Hilir. 2001. Potensi Sumberdaya Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indragiri Hilir (Tidak Diterbitkan). Tembilahan. Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indragiri Hilir. Djojodidipuro M. 1991. Teori Lokasi. Jakarta. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI. 239 hal. Effendi I. 1998. Faktor-faktor Eksternal yang Mengancam Kelestarian Produktivitas Tambak. [Makalah] Bogor. PKSPL-IPB (Tidak Diterbitkan). Ely dan Wehrwein. 1964. Land Economics. Madison. Wiconsin Press. 496 hal.
The University of
Fauzi A. 2004. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan: Teori dan Aplikasi. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama. Gohong G. 1993. Tingkat Pendapatan dan Tingkat Kesejahteraan Petani serta Faktor-faktor yang Mempengaruhinya pada Daerah Opsus Simpei Karuhei di Kabupaten Kapuas Provinsi Kalimantan Tengah [Tesis]. Bogor. Program Pascasarjana IPB. 179 hal. Greenhut ML. 1956. Plant Location in Theory and Practise the Economic of Space. North Carolina . The University of North Carolina Press. Hardjowigeno S, Widiatmaka. 2001. Kesesuaian Lahan dan Perncanaan Tataguna Tanah. [Makalah] Bogor. Fakultas Pertanian IPB (Tidak Diterbitkan). 381 hal. Hartwic JM and ND Olewiler. 1986. The Economic of Natural Resource Use. New York. Harper & Row Publishers. Harris E.1997. Perencanaan dan Pengelolaan Pembangunan Budidaya Pesisir Berwawasan Lingkungan yang Berkelanjutan. Makalah pada Pelatihan Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisisr Secara Terpadu, 23 Juni-2 Agustus 1997. Bogor. PKSPL-IPB (Tidak Diterbitkan). Jhingan ML. 1996. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta. Rajawali Press. Krause JH and WB Brorsen. 1995. The Effect of Risk on The Rental Value of Agricultural Land. Review of Agricultural Economiecs 17 (1995): 71-76. North Central Administrative Committee. Kusumastanto, T. 2002. Reposisi “Ocean Policy” dalam Pembangunan Ekonomi Indonesia di era Otonomi Daerah. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Bidang Ilmu Kebijakan Ekonomi Perikanan dan Kelautan. Bogor. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. 134 hal.
Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2003. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Indragiri Hilir. Tembilahan. Nazir M. 1988. Metode Penelitian. Jakarta. Ghalia Indonesia. Odnum EP. 1959. Fundamental of Ecology. Philadelphia. WB Sounders. Onchan T. 1993. Land Use, Conservation and Sustainable Land Management in Asia. Di dalam: Rural Land Use in Asia and the Pacific. Report of an APO Symposium 29th September – 6th October, 1992. Tokyo, Japan. Asian Productivity Organization. Prijosoebroto S. 1991. Efisiensi Ekonomis dan Pendapatan Pengusaha Peserta Intensifikasi Tambak Studi Kasus di Kecamatan Sedati Kabupaten Sidoarjo [Tesis]. Bogor. Program Pascasarjana IPB. 106 hal. Rabanal HR, Esquerra RS, Nopomuceno MN. 1976. Studies on The Rate of Growth of Milkist or Bangos (Chanos chanos Forskal) under Cultivation I. Rate of Growth of the Fry and Fingerlings in Fish Pond Nurseries. Proc. Indo-Pasific. Fish. Coun 3(II). Renkow M. 1993. Land Prices, Land Rents, and Technological Change: Evidence From Pakistan. World Development Vol.21. Pergamon Press Ltd. Great Britain. Rustiadi et al. 2003. Perencanaan Pengembangan Wilayah (Konsep Dasar dan Teori). [Makalah] Bogor. Program Pasca Sarjana IPB. Sevilla CG, JA Ochave, TG Punsalan, BP Regala dan GG Uriate. 1993. Pengantar Metode Penelitian. Penterjemah: Tuwu A, A Syah. Jakarta. Penerbit Universitas Indonesia. Sobari MP, T Kusumastanto, SDE Kaunang. 2006. Analisis Land Rent Pemanfaatan Lahan Tambak di Pesisir Kabupaten Serang Propinsi Banten. Jurnal Mangrove dan Pesisir Vol.VI No.3. Hal 40-51. Soekartiwi 1990. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Jakarta. UI Press. 253 hal. Suparmoko. 1997. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan (Suatu Pendekatan Teoritis). Yogyakarta. BPFE. 568 hal. Supranto J. 1983. Linear Programming. Jakarta. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. 350 hal. Suryadi K dan MA Ramdhani. 2000. Sistem Pendukung Keputusan. Bandung. PT Remaja Rosdakarya. 195 hal.
Tohir KA. 1982. Ekonomi Selayan Pandang. Bandung. Sumur. Yotopoulus PA and JL Lawrence. 1974. On Modeling The Agriculture Sector in Developing Economies an Intereated Approach of Micro and Macro Economics. California. Stanford University, Stanford.