JENDELA
Media Menjadi
Sarana Komunikasi
A
lhamdulillahirobbil ‘alamin,. Washolatu wasssalamuala asyrofil ambiya’iwalmursalin, wa a’al alihi wash habihi rosulillahi ajma’in,..amma ba’du Puji Syukur kehadirat Allah SWT , yang telah mencurahkan Rahmat dan Karunia-Nya kepada kita semuanya, dan atas Rahman dan Rahim-Nya juga sehingga kami mampu menerbitkan BULETIN sederhana ini. Sholawaat dan Salam tak lupa pula kita kirimkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, yang sengaja Allah utus kepermukaan bumi ini untuk memperbaiki akhlaq manusia dari akhlaq jahil menjadi akhlaqul karimah. Kami menghaturkan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah bersedia membantu baik materil, maupun nonmaterial, sumbangsih pemikiran, masukan-masukan demi untuk terwujudnya BULETIN ini. Dan kami juga memohon maaf kepada semua pihak atas keterbatasan ilmu, pengalaman dan keahlian yang kami miliki sehingga masih banyak terdapat kelemahankelemahan terhadap Buletin ini, untuk itu saran dan masukkan sangat kami harapkan demi perkembangan dan kemajuan Tabloid ini dimasa yang akan datang. “Melalui media menjadikan sarana koordinasi dan memberikan informasi kepada seluruh halayak umum khususnya seluruh SKPD yang ada di Provinsi Banten, dengan menerbitkan buletin yang dibuat oleh Inspektorat Provinsi Banten adalah wahana untuk memberikan informasi maupun menambah wawasan kepada para pembacanya. Terahkir kepada staf redaksi teruslah berkreasi, dengan dedikasi tinggi demi menyuguhkan hal-hal terbaik yang bisa kita lakukan, semoga jerih payah yang telah diberikan menjadi amal ibadah dan ilmu yang bermanfaat. Hanya kepada Allahlah kita berserah diri dan memohon Syafaat Baginda Muhammad SAW diyaumil akhir nanti. Wassalam,.. REDAKSI !
2
PENGAWASAN EDISI 02/Th 2016
Pelindung H. Rano Karno, SIP Gubernur Banten Penasehat Drs. H Ranta Soeharta, MM (Sekretaris Daerah Provinsi Banten) Penanggung Jawab Drs. H Takro Jaka Rooseno (Inspektur Provinsi Banten) Pemimpin Umum Drs. Sugiyono, MM (Sekretaris Inspektorat Provinsi Banten) Pemimpin Redaksi Agus Haryanto, S.Sos, M.Si Redaktur Pelaksana Husen Fadilah, SE (Kasubag Keuangan) Redaktur Drs. H Badrudin, MSi (Kasubag Program, Evaluasi & Pelaporan) Elda Supriatna, S.Sos., M.Si M. Iqbal, S.Sos
Staf Redaksi Ade Agus Purnama, S. Sos, M.Si Ade Hendarman Novi Junaidi, SP Farid Wazdi, SE Sirkulasi Ahmad Haelani, SE Syamlawi Afrian Permana Alamat Redaksi/Tata Usaha Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B) Palima Kota Serang Tlp. (0254) 7039946 Fax. (0254) 267041
DAFTAR ISI
Inspektur Provinsi Banten Drs. H Takro Jaka Rooseno sedang berbincang - bincang usai acara Sertijab Kepala BPKP Banten.
4 LAPORAN UTAMA Satgas Terintegrasi Anti Korupsi
8 RAGAM Rumusan Action Plan Implementasi Pencegahan Korupsi Terintegrasi di Pemprov Banten Rapat Koordinasi Pengawasan di Kab Belitung Dampingi Pokja Kabupaten/Kota KPK Kumpulkan Sekda Se-Banten Sertijab Kepala BPKP Banten Rapat Tindak Lanjut Hasil Temuan BPK RI Opini WDP Pemprov Banten
22 NUANSA Kesimpulan Rapat JFA Koordinasi Klarifikasi Pengelolaan BMD Rapat Koordinasi Bahas Penyerapan Anggaran Rapat Koordinasi Komisi Kode Etik AAIPI
29 PROFIL “Kita Berharap Tahun Depan Pemprov Banten Naik WTP” Sinergi Antara Pekerjaan dan Olahraga
32 ARTIKEL Pengendalian Grafitikasi Program Kerja Pengawasan Merupakan Kunci Efektif Pelaksanaan Pengawasan
45 PUISI Dibalik Seruan Pahlawan
46 LENSA
PENGAWASAN EDISI 02/Th 2016s
3
LAPUT
Satgas Terintegrasi
Anti Korupsi G
ubernur Banten, Rano Karno, mengeluarkan Keputusan Nomor : 703.05/Kep.232/Huk/2016 tanggal 28 April 2016 tentang Rencana Aksi Program Pemberantasan Korupsi Terintegrasi Pemerintah Provinsi Banten Tahun 2016 dan Satgas Pelaksana Rencana Aksi. SK Gubernur Banten ini dimaksudkan untuk mencegah dan memberantas korupsi secara integrasi di lingkungan Pemprov Banten. Selanjutnya, wewenang untuk melaksanakan program pemberantasan korupsi tersebut, dibentuklah Satuan Tugas (Satgas). Satuan Tugas memiliki fungsi melaksanakan aksi program pemberantasan korupsi terintegrasi yang telah ditetapkan. Pelaksanaan rencana aksi harus dapat di selesaikan sesuai dengan target yang telah ditetapkan dan menyampaikan laporan tertulis kepada Gubernur dan KPK atas pelaksanaan rencana aksi program pemberantasan korupsi terintegrasi. Susunan pengurus Satuan Tugas (Satgas) Rencana Aksi Program Pemberantasan Korupsi Terintegrasi, antara lain Gubernur Banten sebagai pengarah, Sekda Banten sebagai Ketua, Asda I sebagai Wakil Ketua I, Asda II sebagai Wakil Ketua II, Asda III sebagi Wakil Ketua III dan Inspektur Banten sebagai Sekretaris. Sedangkan sebagai anggota, antara lain : Kepala Bappeda,
4
PENGAWASAN EDISI 02/Th 2016
LAPUT
Kepala DPPKD, Kepala BKD, Kepala BKPMPT, Kepala Dinas Dishubkominfo dan Sekretaris DPRD Banten. Sementara untuk Kelompok Kerja (Pokja) dibagi dalam empat bidang, yaitu : Pertama, Pokja Pengelolaan APBD, diketuai Kepala DPPKD, dengan anggota, antara lain : Sekretaris Bappeda, Irbawil I Inspektorat Banten, Kabid Anggaran DPPKD, Kabag Keuangan Sekretariat DPRD, Kabag Perundanganundangan Biro Hukum dan Sekretaris Dishubkominfo. Kedua, Pokja Pengadaan Barang dan Jasa yang diketuai Kepala Biro Ekbang, dengan anggota, antara lain : Kabid Perekonomian Bappeda, Irbanwil II Inspektorat Banten, Kabag Pengelolaan Aset dan Kekayaan Daerah Biro Perlengkapan, Kabag Bantuan Hukum Biro Hukum, Kabag Administrasi Pelaksanaan Pembangunan dan Kabag Pelaksanaan Pengendalian Pembangunan Biro Ekadpem. Ketiga, Pokja Perizinan yang diketuai Kepala BKPMPT, dengan anggota, antara lain : Kabid Pengembangan Sumber Daya Aparatur BKD, Kabid
Pengkajian Dampak dan Penegakkan Hukmum Lingkungan BLHD, Kabid Pelayanan Terpadu Penanaman Modal BKPMPT, Irbanwil III Inspektorat Banten, Kabag Kajian Hukum Biro Hukum dan Kabid Kominfo Dishubkominfo. Dan keempat, Pokja Pengawasan dan Pembinaan SDM yang diketuai Inspekutur Banten, dengan anggota, antara lain : Kepala Badiklat, Kepala Biro Hukum, Kepala Biro Organisasi, Sekretaris BKD, Irbanwil IV Inspektorat Banten, Kabag Analisa Jabatan Biro Organisasi dan Kabag Hukum Sekretariat DPRD. Menindaklanjuti SK Gubernur Banten tersebut, pada Selasa (3/5), bertempat di Ruang Rapat Inspektorat Banten, Sekda Banten Ranta Suharta memimpin rapat, didampingi Inspektur Provinsi Banten Tjakro Jaka Roseno sebagai moderator, berkenaan dengan pembahasan perihal SK Gubernur Banten tersebut. Para peserta dalam rapat tersebut, antara lain : Assiten Daerah Administrasi Umum, Kepala BKD, Kepala DPPKD, Kepala BKPMPT, Kepala
PENGAWASAN EDISI 02/Th 2016
5
LAPUT
DISHUBKOMINFO, Kepala Biro Hukum, Kepala Biro Organisasi, Kepala Biro Perlengkapan dan Aset, Sekretaris DPRD, Kabag Administrasi Pembangunan pada Biro Ekbang mewakili Kepala Biro Ekbang, Sekretaris Bapeda, Irbanwil II dan pejabat eselon III dan IV, serta para pelaksana terkait. Dalam rapat tersebut, ada dua pembahasan terkait dengan terbitnya Keputusan Gubernur nomor : 703.05/
6
PENGAWASAN EDISI 02/Th 2016
Kep.232/Huk/2016 tentang Rencana Aksi Program Pemberantasan Korupsi Terintegrasi Pemerintah Provinsi Banten Tahun 2016 dan Satgas Pelaksana Rencana Aksi, yaitu pembahasan umum dan pembahasan rencana aksi. Dalam pembahasan umum, dihasilkan keputusan bahwa masing-masing Pokja sebagaimana yang tercantum dalam SK Gubernur Banten tersebut, segera membuat perencana untuk melaksanakan program pemberantasan korupsi. Sedangkan yang terkait dengan penataan asset dan pembenahan sistem pada DPRD Banten dilakukan secara terpisah. Sementera untuk pembahasan rencana aksi, dihasilkan butir-butir keputusan, sebagai berikut : 1. Masing-masing Pokja menyampaikan secara teknis rencana aksi dan ukuran keberhasilannya disertai target pencapainnya. Kepala DPPKD dalam rangka menindaklanjuti permasalahan pengelolaan APBD, khususnya mengenai kebijakan anggaran, agar persoalan TPP didiskusikan terlebih dahulu. 2. Berkenaan dengan sistem e-planning dan SIMDA, akan dikordinasikan dengan BPKP.
LAPUT
3. Agenda rencana aksi yang menjadi leading sektor BAPPEDA akan diselesaikan pada waktunya, untuk menunjang integrasi sistem aplikasi e-panning, ebudgeting dan SIMDA, DISHUBKOMINFO akan melaksanakan rencana aksi sesuai target yang direncanakan, namun terkait pemasangan fiber optik untuk jangka panjang akan dibahas lebih lanjut, kemudian dalam waktu dekat akan melakukan penertiban antena yang dipasang di SKPD. 4. Kepala Biro Perlengkapan dan Aset, agar menghindari ketergantungan kepada BPKP atas pengelolaan SIMDA 5. Sekretaris DPRD, agar dapat diagendakan rapat konsultasi dengan DPRD terkait rencana aksi ini agar seluruh program pemberantasan korupsi terintegrasi dapat terealisasi. 6. Sebanyak 91 SOP sedang disusun dan dalam tahap finalisasi. 7. Koreksi terhadap rencana aksi untuk menyusun Keputusan Gubernur tentang pemberian insentif kepada petugas PPTSP. 8. Tindak lanjut rencana aksi terkait non-PNS dimungkinkan membutuhkan waktu dalam penyelesaiannya.
9. Pada bulan Juni 2016 akan diselesaikan Pergub terkait analisan jabatan, kompetensi teknis dan kompetensi manajerial. Agar draft Pergub segera disampaikan ke Biro Hukum secepatnya, karena batas waktu pembuatan kebijakan Gubernur sampai dengan akhir Juni 2016. -TIM
PENGAWASAN EDISI 02/Th 2016
7
RAGAM
Rumusan Action Plan
Implementasi Pencegahan Korupsi Terintegrasi di Pemprov Banten
D
alam rangka pencegahan korupsi terintegrasi di Provinsi Banten dan sebagai tindak lanjut komitmen bersama antara Gubernur Banten, Ketua DPRD Provinsi Banten, Bupati/Walikota dan Ketua DPRD Kab/Kota se-Provinsi Banten, telah ditandatangani pada tanggal 12 April 2016 lalu bersama Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan, di Aula Pendopo Gubernuran di Kawasan Pusat Peperintahan Provinsi Banten (KP3B). Event besar ini dilaksanakan secara estafet oleh Pemerintah Provinsi Banten bersama KPK-RI dan menggandeng Kepala BPKP Perwakilan Banten yang secara khusus menjadi mentor, sekaligus nara sumber pada acara tersebut. Acara ini dihadiri dan dibuka langung oleh Sekda Banten H. Drs. Ranta Soeharta MM, beserta peserta yang hadir adalah Sekretaris Daerah, Inspektur, Kepala Bappeda dan Kepala Dinas Pengelolaan Daerah Kabupaten/Kota seProvinsi Banten.
8
PENGAWASAN EDISI 02/Th 2016
RAGAM
Dalam kesempatan ini Sekda Banten mengharapkan kegiatan ini berjalan secara estafet dan efisien dalam menindak lanjuti komitmen bersama yang sudah dibuat. Sekda Banten sangat berkepentingan untuk merealisasikan amanat tersebut, untuk itu perlu action plan dari seluruh elemen yang ada di Pemerintahan Provinsi Banten. Dalam Kesempatan ini Tim KPK-RI menegaskan, bahwa action plan dalam implementasi pencega han Korupsi Terintegrasi di wilayah yuridksi Pemerintahan Provinsi Banten wajib segera disusun guna memetakan risk area corruption yang ada di wilayah masing - masing stake holder Kabupaten/Kota se-Provinsi Banten. Seluruh Sekda yang hadir merumuskan bersama matriks action plan yang diambil dari Matriks “action plan” Pemprov Banten, dengan supervisi oleh KPK. Diketahui dan dijadwalkan bahwa bulan Juni ini seluruh “action plan” sudah selesai disusun oleh seluruh Kabupaten/ Kota dan diterima oleh KPK-RI yang selanjutnya akan dirumuskan bersama-sama. Semangat berubah dalam rangka Good Governance dan Clean Governance ditunjukkan oleh seluruh pemangku jabatan dan pimpinan di Pemerintahan Provinsi Banten, ini menunjukkan sudah langsung bergerak dibidang implementasi dari amant Komitmen Bersama antara Gubernur Banten beserta Kab/Kota dan Pimpinan Dewan baik DPRD Provinsi dan Kab/Kota se-Provisni Banten.
Sementara itu pada acara rapat pencegahaan korupsi bersama Sekda se-Banten, yang diselenggarakan di ruang rapat Gedung Inspektorat, Rabu (8/6). Tentang pengelolaan anggaran yang dilakukan pemerintah daerah (Pemda) sering kali mendapat intervensi dari pihak luar, baik parpol, pengusaha, maupun legislatif. Akibatnya, Sistem penganggaran menjadi tidak sehat sehingga rawan terjadi penyalah gunaan anggaran dan tindak pidana korupsi. “Intervensi dari pihak luar, khususnya legislatif memang tidak selalu berkonotasi negatif. Sebagai wakil rakyat, hal yang wajar jika anggota DPRD memperjuangkan aspirasi daerah pemilihannya. Namun, bila intervensi tersebut di luar program yang telah ditetapkan pemda melalui musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang). Itu yang menimbulkan persoalaan, sehingga pemda harus tegas,” kata koordinator supervisi dan pencegahan KPK Asep Rahmat Suwandha, saat memimpin rapat bersama itu. Asep Rahmat Suwandha mengatakan, KPK akan mengawal proses pengelolaan anggaran oleh pemda mulai dari perencanaan hingga implementasi nya.dengan demikian, lokasi dan penggunaan anggaran sesuai dengan kebutuhan dan rencana pembangunan daerah. “KPK juga melakukan pengamatan terhadap pengadaan barang dan jasa. Jadi sistem (e-catalog, e-budgeting dan e-procurement)
PENGAWASAN EDISI 02/Th 2016
9
RAGAM
boleh di install. Tapi kita akan diberi tahu oleh pemda di titik mana yang kira-kira kritis dan kita boleh dating untuk rapat pengadaan barang jasa.jadi,ada beberapa model pengawalan yang di adakan KPK. Ikut rapat yang kira-kira penting, melihat prosesnya secara langsung atau menandatangani MOU (momerandum of understanding) atau sejenis nya,” jelasnya . Asep Rahmat Suwandha menjelaskan, tujuh permasalahan utama di Provinsi Banten, antara lain: intervensi masih kuat dari pihak luar dalam pengelolaan anggaran daerah yang meliputi perencanaan, kegiatan dan penganggaran, pengadaan barang/jasa, alokasi bansos dan bantuan keuangan. Belum ada komitmen untuk memperbaiki sistem dan prosedur yang memandai dan transparan. Serta masih maraknya perilaku korupsi dan sikap primisif. “Pengendalian dan pengawasan yang kurang efektif, buruknya tata kelola pemerintahan, sistem perencanaan penganggaran dan kegiatan belum terintegrasi menjadi tantangan daerah untuk segera di carikan solusinya,” jelasnya. Ia melanjutkan, KPK telah menekankan agar permasalahanpermasalahan tersebut segera ditindaklanjuti dalam rencana aksi yang terencana dan terarah. “Segera melaksanakan tata kelola pemerintah yang baik. Mulai dari pengguanaan teknologi informasi, pengelolaan SDM, penerapan tunjangan perbaikan penghasilan, pengawasan dan pengendalian,” ujarnya. Sementara itu, Sekda Banten Ranta Soeharta mengatakan, pembahasaan rencana aksi untuk mewujudkan tata klola pemerintahaan, yang bersih merupakan tindak lanjut dari kegiatan supervise yang selama ini di lakukan KPK kepada Pemprov Banten. “Sekda delapan kabupaten kota juga hadir sehingga rencana aksi
10
PENGAWASAN EDISI 02/Th 2016
pemprov dapat menjadi percontohan untuk rencana aksi di kabupaten kota,”katanya. Berdasarkan paparan KPK, kata Sekda Banten, persoalan Sumber Daya Manusia (SDM) yang paling disoroti. KPK sudah punya gambaran besarnya, seluruh persoalan SDM akan dibina juga. Makanya, ini yang hadirkan jajaran atas birokrasi, Sekda sebagai Ketua TAPD, Kepala BAPPEDA yang menyusun perancanaan dan DPPKD yang mengurus pendapatan daerah nya. “KPK meminta komitmen seluruh kepala daerah dan sekda untuk memberantas korupsi. Sampai kapan pun komitmen itu harus dipegang. KPK sudah mengidentifikasikan masalah per kabupaten/kota. Rencana aksi kita jadi contohlah, karena kita lebih dulu,” katanya. Terkait pengelolaan anggaran, KPK mengingatkan seluruh pemerintah di daerah Provinsi Banten agar tidak berpatokan pada hasil opini BPK . “Jadi, kata KPK bukan pada persoalan dapat WTP atau WDP, itu hanya kewajiban untuk mempertanggungjawabkan persoalan keuangan. Belum tentu WTP kemudian tidak ada KKN, ini yang oleh KPK ingatkan. Bahwa kita jangan berpegang pada opini itu. Akan tetapi, bagaimana kepala daerah dan Sekda itu betul-betul kommit memberantas korupsi,” tegasnya. Berkaitan dengan evaluasi anggaran sebagai mana arahan KPK, menurut Ratna, sudah dijalankan. Salah satunya dengan memangkas kegiatan-kegiatan yang dianggap boros. “Kita sudah jalan, sudah mulai SKPD masing-msing. Sekarang gak ada lagi honor-honor yang tidak efisien. Perjalanan dinas kita pangkas, tidak ada lagi yang gak jelas,” katanya.-Tim
RAGAM
PENGAWASAN EDISI 02/Th 2016
11
RAGAM
APIP harus memiliki kapabilitas yang memadai, baik dari aspek kelembagaan, proses bisnis/tata kelola pengawasan, maupun SDM menuju APIP yang efektif.
12
PENGAWASAN EDISI 02/Th 2016
Dalam sambutannya Bupati Belitung berpesan, pertemuan ini merupakan momentum untuk meningkatkan sinergitas dengan Pemerintah Provinsi Banten, khususnya dengan Pemerintah Kota Tangerang Selatan diberbagai bidang, terutama bidang pengawasan, dan updating system informasi. Sasaran Menghimpun potensi dan pengalaman lapangan APIP dalam satu kegiatan, Membangun kerjasama berdasarkan pengalaman keberhasilan dalam menangani permasalahan-permasalahan dalam konteks pembinaan dan pengawasan. Tujuan Rapat Koordinasi Pengawasan bertujuan untuk saling bersinergi dan berbagi ilmu, pengalaman dalam menangani permasalahan pengawasan. Diharapkan kedepan APIP Inspektorat Provinsi Banten dan Kabupaten/Kota mampu secara professional dalam mengidentifikasi dan memetakan persoalan-persoalan pembinaan dan Pengawasan.
RAGAM
PENGAWASAN EDISI 02/Th 2016
13
RAGAM
Rapat kordinasi ini dipimpin oleh Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dan dihadiri Deputi Pencegahan Korupsi KPK Pahala Nainggolan, Sekda Banten Ranta Suharta, Kepala BPKP Perwakilan Banten. Dalam rapat ini, masing-masing Pokja Kabupaten/Kota se-Provinsi Banten mempresentasikan materi Rencana Aksi dalam Program Pemberantasan Korupsi Terintegrasi. Kemudian materi dari masing-masing Pokja Kabupaten/Kota tersebut ditanggapi oleh Pokja Provinsi Banten. Dari materi materi Rencana Aksi dalam Program Pemberantasan Korupsi Terintegrasi yang disampaikan oleh Pokja masing-masing Kabupaten/ Kota tersebut, dinilai oleh Pokja Provinsi Banten telah sesuai dengan komitmen bersama di antara Kepala Daerah dan Ketua DPRD se-Provinsi Banten yang telah ditandatangani bersama. Dari pembahasan dalam rapat kordinasi tersebut, disimpulkan, bahwa ada beberapa rencana aksi yang diperlukan perbaikan, yaitu memperhatikan hubungan antara permasalahan dengan rencana aksi yang disusun, ukuran keberhasilan jelas dan
14
PENGAWASAN EDISI 02/Th 2016
dapat diukur termasuk kuantitasnya, memantapkan prioritas kegiatan dan quick win hingga dengan B12 tahun 2016. Sementara yang perlu menjadi perhatian khusus dalam penyusunan rencana aksi Program Pemberantasan Korupsi Terintegrasi tingkat Kabupaten/ Kota se-Provinsi Banten, meliputi : Integrasi sitem informasi, probity audit pada proses pengadaan barang dan jasa, perencanaan pembangunan, manajemen asset, kinerja dan remunerasi SDM, independensi ULP dan e-katalog daerah dan Dana desa.
RAGAM
PENGAWASAN EDISI 02/Th 2016
15
RAGAM
Kepala BPKP Banten Rizal Sihite yang kini berusia 60 tahun digantikan Arif Tri Hardiyanto yang sebelumnya menjabat kepala BPKP perwakilan Sulawesi Tenggara. Serah terima jabatan (Sertijab) kepala BPKP Perwakilan Banten disaksikan Gubernur Rano Karno, Sekda Banten Ranta Soeharta, kepala BPK Banten Yusnadewi, jajaran pejabat Pemprov Banten serta unsur forum komunikasi pimpinan daerah di pendopo Gubernur, jum’at (3/6). Usai melakukan sertijab,Rizal Sihite memberikan saran dan arahan kepada kepala BPKP Banten yang baru terkait
16
PENGAWASAN EDISI 02/Th 2016
tantangan dan hambatan dalam menjalankan tugasnya.”Saya bersyukur memasuki pensiun tapi meninggalkan meja kerja dengan sedikit lega, soalnya Pemrov Banten tahun ini meraih opini WDP dari BPK. Semoga tahun depan BPK Banten bisa membantu pemprov Banten untuk meraih opini WTP, “ kata Rizal. Dikatakannya,selama kepemimpinannya BPKP Banten telah mendampingi, membina, dan membimbing PNS Pemprov Banten terkait pengelolaan keuangan daerah di masing-masing SKPD. Meskipun hasilnya belum menggembirakan dalam dua tahun terakhir mengalami kemajuan yang cukup signifikan. “Memang masih ada banyak kelemahan mulai dari kekurangan tenaga akuntan, SDM yang pas-pasan serta belum semua SKPD memahami sistem akuntansi dalam menyusun laporan keuangan.Tapi, SDM yang ada sudah diberikan bekal melalui pelatihan secara bertahap dan hasilnya cukup lumayan,” katanya. Kedepan koordinasi dan kerjasama BPKP Banten dengan Pemprov harus lebih baik. Sehingga pengelolaann anggaran daerah lebih transparan dalam pembangunan sesuai rencana yang telah disusun pemprov. “Perlu ada komitmen tinggi dari kedua belah pihak untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan melayani.Dengan begitu, pengelolaan keuangan lebih transparan dan bisa di akses oleh public,” ungkapnya. Kepala BPKP Banten yang baru Arif Tri Hardiyanto mengaku, sudah mendapat penjelasan singkat dari kepala BPKP sebelumnya tekait kondisi pengelolaan keuangan daerah di
RAGAM
provinsi Banten menurutnya, berdasarkan informasi awal dan pengalamannya di Sulawei Tenggara, dirinya bersama jajaran BPKP yang ada siap bekerja 24 jam mengawasi pengelolaan keuangan Pemprov Banten, dengan melakukan pendidikan dan pembinaan terhadap para aparatur. “Di sisa tahun ini,saya akan fokus mencegah adanya dana siluman yang masuk dalam struktur keuangan daerah, apalagi menjelang APBD Perubahan 2016 dibahas bersama DPRD dan Pemrov Banten,” ungkapnya. Secara umum, lanjut Arif, persoalan pengawasan keuangan dan pembangunan daerah ada di dua hal, yaitu sistem dan sumber daya manusianya.”sistemnya harus baik, dan aparaturnya juga harus baik pula. Bila salah satunya kurang baik, hasilnya juga tidak akan baik,”jelasnya. Arif berjanji, akan melanjutkan program dan kerjasama BPKP Banten dengan Pemprov seperti yang sudah disepakati oleh pimpinan BPKP sebelumnya. Pihaknya akan mendorong agar pengelolaan keuangan di Banten tansparan dan dapat dipertanggungjawabkan.” Banyak hal yang perlu kita dorong, masalah kapabilitas, transparansi,dan kalo perlu upgrade sistem aplikasi ebudgeting,”katanya. Arif bersyukur dirinya mendapat warisan dari pimpinan BPKP sebelumnya prestasi yang cukup baik. Opini WDP yang diraih Pemprov Banten menjadi jalan pembuka menuju Banten yang lebih transparan pengelolaan anggarannya. “Opini WDP sudah pasti masih banyak temuan, baik masalah keuangan maupun aset. Tapi, dua tahun sebelumnya Banten diganjar disclaimer oleh BPK maka WDP menjadi modal yang sangat bagus,” katanya.
Arif mengaku, dirinya sempat mendapat masukan dari kepala BPK Banten bahwa lapran keuangan Pemprov Banten tahun anggaran 2015 sudah memenuhi empat kriteria utama, dengan sistemnya relative sudah terpasang dan sudah bagus. Tinggal menjalankan dan ketaatan terhadap peraturan yang harus terus didorong,”ungkapnya. Sebelumnya, Gubernur Rano Karno dalam sambutannya mengatakan, peran BPKP sangat penting dalam melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap aparatur pemerintah dan memperbaiki pengelolaan keuangan daerah.Salah satu kontribusi BPKP Banten, yaitu ikut mengantarkan opini Pemrov Banten dari disclaimer ke WDP. “Selama kepemimpinan pak Rizal, BPKP dan Pemprov Banten telah menjalin kerjasama. Salah satu bentuk kerjasamanya, yaitu melakukan pendampingan penyelesaian asset, penyusunan dan review laporan keuangan, serta pembinaan aparatur pada bidang pengelolaan keuangan,” katanya. Selain itu, BPKP juga telah memberikan transfer pengetahuan kepada apartur pemerintah dalam rangka pengelolaan keuangan yang baik dan penyelesaian barang milik daerah, baik saat pelatihan maupun praktik di lapangan.”kami akui SDM masih lemah di Pemprov Banten, bahkan akuntan pun masih kekurangan.tapi, kehadiran BPKP mampu menjadi solusi bagi pengelolaan keuangan Pemprov Banten,”ungkapnya.-Tim
PENGAWASAN EDISI 02/Th 2016
17
RAGAM
Rapat Tindak Lanjut Hasil Temuan Badan Pemeriksa Keuangan RI
Salah satu kegiatan Pembinaan dan Pengawasan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah tindak lanjut atas rekomendasi yang diberikan oleh BPK di dalam setiap jenis laporan hasil pemeriksaan(LHP) yang ditujukan kepada auditi. Sebagaiana diatur dalam Peraturan Badan
18
PENGAWASAN EDISI 02/Th 2016
Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2010 Bab III Pasal 3 yang menyebutkan bahwa Pejabat wajib menindaklanjuti rekomendasi dalam hasil pemeriksaan. Tindak lanjut yang dimaksud adalah berupa jawaban atau penjelasan atas pelaksanaan tindak lanjut yang dilampiri dengan dokumen bukti dan disampaikan kepada BPK paling lambat 60(enam puluh)hari setelah laporan hasil pemeriksaan diterima. Untuk mengetahui sampai sejauh mana tindak lanjut telah dilaksanakan oleh auditi maka diperlukan suatu unit pemantau yang memiliki tugas pokok dan fungsi yang mengelola tindak lanjut, dan SKPD yang memiliki tugas pokok dan fungsi tersebut adalah Inspektorat Provinsi Banten sebagaimana telah diatur dalam Perda nomor 3 Tahun 2012 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Provinsi Banten Rapat dilaksanakan di Ruang rapat Gedung Inspektorat Provinsi Banten, pada tanggal 27 Juli 2016, Rapat dipimpin oleh Sekretaris Daerah Provinsi Banten, Drs. H. Ranta Soeharta, MM dihadiri oleh Asisten Daerah I yang membidangi Tata Praja H. Anwar Mas’ud, SH, M.Si, Asisten
RAGAM Daerah III yang membidangi Adminstrasi Umum H. Ir. Widodo Hadi, dan Para Pejabat dilingkungan Provinsi Banten, dalam sambutannya Sekda Provinsi Banten mengharapkan semuan temuan-temuan yang terkait dengan tidaklanjut hasil pemeriksaan Badan Pemeriksaan Keuangan agar segera diselesaikan. Dalam laporannya Inspektur mengatakan “Tindaklanjut BPK ini dimaksudkan untuk melengkapai temuan temuan administrasi SKPD yang masih tersisa yang telah disampaikan sebelumnya kemasing- masing SKPD berupa kekurangan dari hasil teguran, sangsi dan dokumen penghubung lainya. Harapan Inspektur Provinsi Banten Drs. H. Jaka Rooseno agar SKPD yang terkait dengan temuan BPK segera melengkapai dokumen-dokumen yang sudah diselesaikan tetapi belum disampaikan untuk dibahas dengan Tim BPK, paling lambat pada akhir bulan juli. Rapat koordinasi dilaksanakan untuk menegaskan bahwa pemerintah provinsi Banten serius untuk
menyelesaikan tindaklanjut hasil pemeriksaan atas LKPD dan Belanja Pemerintah Provinsi Banten tahun 2015. Untuk menindak lanjuti dari kegiatan rapat koordinasi yang diselenggarakan sebelumnya, dilaksanakan rapat koordinasi lanjutan dengan mengundang para SKPD yang ada di Provinsi Banten. Meski mendapatkan Opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) atas laporan Hasil pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Tahun 2015, Pemprov Banten, tidak tinggal diam dengan menindaklanjutinya.
Serangkaian rapat pembahasaan tindaklanjut pun di gelar (16/6), sekda Banten Ratna Soeharta mengumpulkan para kepala dinas untuk mendorong agar segera menyelesaikan teman-teman BPK RI. Para kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD) inipun seolah ‘dipecut’ untuk segera menyelesaikan temuan dalam waktu 60 hari. Mereka wajib memberikan laporan perkembangan penanganan temuan BPK kepada sekda. “setiap SKPD harus segera mengerjakan rencana aksi yang telah mereka susun. Dikatakannya, sebagian besar temuan BPK adalah persoalan administrative. Mulai dari pencatatan asset ganda hingga tunggakan dan pengembalian pembayaran berlebih. “bendanya ada satu, tapi dokumennya bisa sampai empat. Aset mobil juga seperti mobil Setwan Banten. Ada mobil tercatat sebagai asset Setwan, tapi barangnya ada di dinas lain. Ternyata mobil itu sudah tidak ada di dinas tersebut. Ini memang masalah SDM,” Papar Ranta.
PENGAWASAN EDISI 02/Th 2016
19
RAGAM
20
PENGAWASAN EDISI 02/Th 2016
RAGAM Opini Laporan Keuangan yang diberikan oleh BPK juga mempertimbangkan materialitas penyajian akun, antar komponen keuangan dan keseluruhan informasi Laporan Keuangan. Hal yang dikecualikan dalam opini BPK terhadap LKPD Pemerintah Provinsi Banten Tahun 2015 diantaranya : 1. Belanja Barang dan Jasa Tahun 2015, diantaranya anggaran Belanja Uang Saku non PNS yang digunakan untuk Belanja Pegawai Honorarium non PNS. Realisasi Belanja Barang dan Jasa yang pembayarannya dengan Uang Persediaan dipertanggungjawabkan tidak sesuai dengan pengeluaran uang yang sesungguhnya. Realisasi Belanbja Promosi dan Publikasi terdapat kelebihan pembayaran yang telah diungkapkan dalam Laporan BPK Nomor 63/LHP/XVIII.SRG/ 12/2015 tanggal 29 Desember 2015. 2. Aset Pralatan dan Mesin, diantaranya terdapat kendaraan bermotor dinas yang dikuasai pihak ketiga dan yang tidak dapat ditelusuri. BPK tidak memungkinkan menerapkan prosedur pemeriksaan karena ketidak cukupan catatan akuntansi. 3. Akumulais Penyusutan Aset Tetap per 31 Desember 2015 diantaranya terdapat nilai penyusutan untuk Aset Gedung dan Bangunan serta Jalan, Irigasi dan Jaringan Belum diyakini kewajarannya. Dokumen dan catatan yang tersedia tidak memungkinkan BPK untuk menerpakan prosedur pemeriksaan yang memadai. Untuk itu, secara khusus pengelolaan yang harus segera diperbaiki diantaranya : 1. Penganggaran belanja barang digunakan sesuai peruntukan dan ketentuan; membangun, dan menjaga lingkungan pengendalian yang sehat sehingga tercipta SDM yang berintegritas tinggi di semua lini. 2. Mengelola asset kendaraan sesuai ketentuan dan mengamankan dari risiko hilang. 3. Memeberikan perhatian terhadap pengelolaan asset tetap, pencataan yang benar serta pengarsipan memadai. BPK mengapresiasi pengelolaan asset dan keuangan yang telah ditunjukan oleh Pemerintah Provinsi Banten.Hal ini tentunya menjadi momentum untuk tetap terus melanjutkan peningkatan kapasitas sumber daya manusia, system penganggaran, system pengelolaan asset dan system akuntansinya. Pemeriksaan Laporan Keuangan bertujuan untuk memberikan opini tentang kewajaran penyajian laporan keuangan. Opini ini merupakan pernyataan professional pemeriksa mengenai kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan. Menurut peraturan perundangan, kriteria yang digunakan untuk member opini terhadap kewajaran Laporan Keuangan adalah ; (a) kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan; (b)
efektifitas system pengendalian internal; (c) penerapan Standar Akuntansi Pemerintah. (d) pengungkapan yang cukup. Pemeriksaan keuangan tidak dimaksudkan untuk mengungkap adanya fraud (penyimpangan) dalam pengelolaan keuangan. Meski demikian, jika pemeriksa menemukan adanya penyimpangan, kecurangan atau pelanggaran terhadap ketentuan perundang-undangan, khususnya yang berdampak adanya potensi dan indikasi kerugian negara, maka hal ini harus diungkap dalam LHP. Dalam batas tertentu terkait materialitasnya, hal ini mungkin mempengaruhi opini atau mungkin juga tidak mempengaruhi opini atas kewajaran LK secara keseluruhan. Dengan demikian opini yang diberikan oleh pemeriksa, termasuk opini WTP merupakan pernyataan professional pemeriksa mengenai ”kewajaran” laporan keuangan bukan merupakan ”jaminan” tidaka danyan fraud yang ditemui atau pun kemungkinan timbulnya fraud dikemudian hari. Menanggapi hal itu, Ketua DPRD Provinsi Banten, Asep Rahmatullah menyambut baik dan mengaku akan mengawasi tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan BPK yang dilakukan SKPD di lingkungan Pemerintah Provinsi Banten melalui Komisi-Komisi di DPRD. “Dengan diraihnya opini WDP, kami Pimpinan dan Anggota DPRD Provinsi Banten memberikan apresiasi terhadap kinerja Pemerintah Provinsi Banten atas diraihnya penilaian opini wajar dengan pengecualian (WDP) untuk Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) memberikan apresiasi terhadap kinerja Pemerintah Provinsi Banten karena pengelolaan keuangan lebih baik dari tahun sebelumnya,” ucapnya. -Tim
PENGAWASAN EDISI 02/Th 2016
21
NUANSA
Kesimpulan Rapat JFA
R
apat Forum Komunikasi Jabatan Fungsional Auditor (JFA) telah dilaksanakan selama dua hari di Gedung BPKP Pusat, 31 Mei - 1 Juni 2016, dihadiri oleh perwakilan APIP Pusat dan daerah. Forum Komunikasi ini dilaksanakan dalam rangka menyamakan pemahaman pelaksanaan pembinaan JFA di lingkungan BPKP dan APIP baik pusat maupun daerah serta pengembangan Sistem Informasi Managemen (SIM) pembinaan JFA untuk meningkatkan mutu pelayanan JFA. Sesuai perkembangan terbaru profesi Auditor Intern menurut The IIA, Auditor Intern memberikan layanan assurance, layanan pemebrian saran (advissory services) yang harus dilakukan secara pro aktif, baik diminta atau tidak diminta, dan insight sebagai katalisator, tidak melebur dengan
22
PENGAWASAN EDISI 02/Th 2016
NUANSA
organisasi akan tetapi dapat merubah menuju perbaikan organisasi. Jabatan Auditor Intern menghadapi berbagai tantangan dari segi jumlah yang belum mencukupi, kompetensi masih kurang, hasil audit belum memberikan perrbaikan pada organisasi, dan dalam pembinaan karir belum searah dengan kinerja organisasi. Untuk meningkatkan pembinaan JFA, BPKP sedang mengembangkan sistem informasi jabatan Auditor Berkualitas berbasis teknologi, yang disebut SIBIJAK. Sistem yang mengintegrasikan berbagai aplikasi di Pusbin JFA dan Pusdiklat Wsa BPKP. Sebagai bagian dari SIBIJAK, saat ini sedang dikembangkan desain SIBIJAK dan data base auditor.serta sedang dikembangkan pelaksanaan Ujian Sertifiksai Auditor berbasis komputer. Dengan aplikasi ini diharapkan Sertifikasi JFA dapat dilaksan akan dengan cepat. Sebagai masukan dari Kementerian PAN dan Badan Kepegawaian Nasional (BKN), bahwa dalam mengembangkan SIBIJAK harus mempertimbangkan antisipasi perubahan ketentuan Jabatan Fungsional di UU ASN dan turunannya. Di mana perubahan ketentuan tersebut, antara lain : Jabatan Terampil dipisahkan dengan Jabatan Ahli, tidak ada pembebasan sementara karena
tidak memenuhi angka kredit, penilaian angka kredit menggunakan SKP dan penilaian angka kredit dilakukan oleh atasan langsung. Dalam hal ini, Badan Kepegawaian Nasional memberikan masukan untuk data awal auditor dalam database Auditor dapat menggunakan data dari PUPNS. Dari hasil rapat JFA tersebut, menghasilkan kesimpulan, sebagai berikut : Pertama, Terhadap ketentuan JFA yang sudah jelas namun belum dipahami, pembinaan JFA akan dilakukan dengan menyusun permaslahan dan jawaban dalam himpunan Tanya jawab JFA dan mengintesifkan sosialisasi, misalnya mengenai penulisan karya ilmiah, penugasan yang bersamaan waktu, pengelompokan diklat yang masuk dalam unsure pendiidikan,pengembangan profesi dan penunjang. Kedua, Terhadap ketentuan yang masih menimbulkan multi tafsir, seperti pengakuan angka kredit peningkatan pendidikan sekolah, akan dibuat Surat Edaran. Ketiga, Untuk aturan yang belum ada, akan disusun Peraturan baru atau merevisi peraturan yang ada, antara lain mengenai latar belakang pendidikan, pengangkatan perpindahan kedalam jabatan Auditor, panduan penerapan asssesment bagi JFA, analisis dan uraian jabatan auditor.
PENGAWASAN EDISI 02/Th 2016
23
NUANSA
Koordinasi Klarifikasi Pengelolaan BMD
I
nspektorat Banten menggelar rapat kordinasi dengan seluruh SKPD di lingkungan Pemprov Banten, di Ruang Rapat Gedung Inspektorat Banten lantai III, Kamis (4/8). Rapat dipimpin Irbanwil III Yan Jungjung ST MPA, sebagai tindak lanjut Hasil Laporan BPK tentang kendaraan dinas/barang milik daerah (BMD) yang tidak dapat ditelusuri keberadaannya. Sementara dari gelar kendaraan yang dilakukan Biro Perlengkapan dan Aset Daerah Setda Pemprov Banten diketahui, bahwa kendaraan tidak dapat dihadirkan dalan gelar kendaraan tersebut, alasannya adalah masih dalam perbaikan di bengkel. Dalam sambutannya Irbanwil III berpesan dan berharap, masing-masing SKPD dapat bekerjasama
24
PENGAWASAN EDISI 02/Th 2016
dalam menyelesaikan tindak lanjut LHP BPK, agar Tim Pemeriksa dapat membuat rekomendasi dan menyampaikan data yang benar, yang akan dilaporkan ke BPK. Sedangkan itu Ketua Tim Pemerikasa Yan Rizal Adha mempertegas pernyataan Irbanwil III, bahwa tujuan rapat ini adalah sebagai tindak lanjut dari LHP BPK Perwakilan Banten atas temuan keberadaan kendaraan dinas yang tidak dapat ditelusuri. Sementara itu Kasubag Pendistribusian Biro Perlengkapan dan Aset menerangkan, pihaknya telah menanyakan pada masing-masing SKPD mengenai kondisi terakhir keberadaan kendaraan dinas. Mengenai kendaraan dinas SKPD berdasarkan LHP BPK, menurutnya, keberadaannya sudah dapat
NUANSA
ditelusuri dan sudah dinyatakan selesai. Tetapi hanya pencatatan data kendaraan tersebut masih tercantum pada LHP BPK, sehingga masih jadi temuan BPK. “Memang masih ada kendaraan dinas yang statusnya belum dapat ditelusuri keberadaannya, namun kita terus berusaha menelurinya,” ujarnya. Sedangkan pengendali teknis Agustia Duha ST M.Ak menekankan pada peserta yang hadir dalam rapat kordinasi ini, agar ikut membantu mensukseskan LHP BPK dalam menghadapi Laporan Keungan Pemprov Banten 2016. “Karena opini WDP yang sekarang sudah diraih, akan sia-sia dan dapat menjadi masalah ke depannya,” katanya. Berdasarkan hasil rapat kordinasi perihal LHP BPK tentang kendaraan dinas ini, dapat disimpulkan, antara lain : Masih terdapat kendaraan dinas yang masuk dalam kategori proses penelusuran, terdapat kendaran dinas
yang pencatatannya tidak sesuai antara yang dicatat SIMDA dan kondisi real pada masing-masing SKPD. -Tim
PENGAWASAN EDISI 02/Th 2016
25
NUANSA
Rapat Koordinasi :
Bahas Penyerapan Anggaran
I
nspektorat Provinsi Banten menggelar rapat kordinasi penyelenggaran SPIP dalam rangka reviu penyerapan anggaran di lingkungan Pemerintah Provinsi Banten, di Ruang Rapat Lantai III Inspektorat Banten, Senin (18/7). Pertemuan ini membahas permasalahan mengenai minimnya penyerapan anggaran di pemerintahan daerah, kementerian dan lembaga, yang kerap kali dituding sebagai buruknya kinerja birokrasi. Rapat dihadiri Kepala Perwakilan BPKP Provinsi Banten, Inspektur Provinsi Banten, dan Inspektorat Kabupaten /Kota. Penyerapan anggaran memang penting untuk mendorong terciptanya multiplier effect terhadap ekonomi. Tetapi sejatinya, kinerja birokrasi tidak bisa diukur sematamata dengan penyerapan anggaran. Rendahnya
26
PENGAWASAN EDISI 02/Th 2016
penyerapan anggaran 2015 dalam belanja barang dan modal berdampak pada lambatnya pertumbuhan ekonomi nasional. Untuk mengantisipasinya, tahun 2016 ini, pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk mempercepat belanja pemerintah terkait penyerapan anggaran. Percepatan penyerapan anggaran diharapkan dapat menjaga momentum pertumbuhan ekonomi tinggi, yang ditunjukan dengan tingginya kepercayaan dan minat investasi, serta nilai tukar rupiah yang stabil. Badan Pengawasan Keuangandan Pembangunan (BPKP) sebagai lead sektor pengawasan intern pemerintah mengkordinasikan APIP untuk melakukan pengawasan terhadap penyerapan anggaran anggaran di daerah. Peran early warning APIP diharap mampu
NUANSA
melanjutkan secara berkesinambungan melalui pengawasan penyerapan anggaran. Hal ini yang mendorong BPKP, sebagi lead sektor untuk terus berkesinambungan melakukan koordinasi dengan APIP di daerah. Dalam paparannya, Kepala Perwakilan BPKP Provinsi Banten menekankan pentingnya target penyerapan anggaran salah satu fungsinya adalah untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Di mana setiap tahun pemerintah mentargetkan tingkat pertumbuhan ekonomi tertentu. Salah satu unsur pertumbuhan adalah government spending APBN dari tahun ket ahun selalu naik untuk mengejar target pertumbuhan tertentu. Diharapkan dalam pelaksanaannya berjalan secara optimal. “Contohnya dalam APBN hampir 2000 trilyun, kalau di gunakan semuanya (spending) tentu akan berdampak terhadap kontibusi pertumbuhan (growth) ekonomi yang diinginkan,” ujarnya. Dalam kenyataannya pada tahun 2015, data dari Tim Evaluasi Penyerapan Realisasi Anggaran (TEPRA), per Desember 2015 belanja Barang Realisasinya hanya 79 % dan belanja modal 58 %. Penyerapan realisasi aggaran rendah berakibat terhadap rendahnya target pertumbuhan ekonomi dan peyerapan tenaga kerja sehingga taraf hidup dan kesejahteraan masyarakatakan
rendah pula. “Tidak ada alasan penyerapan anggaran terlambat maupun tidak terserap,” tegas Kepala BPKP Provinsi Banten. Ia menambahkan, bisa dipahami bahwa penyerapan anggaran tetap menjadi indikator penting bagi kinerja birokrasi, karena peranannya terhadap pertumbuhan ekonomi. “Seharusnya dengan sudah terpolanya persoalan - persoalan yang mengakibatkan rendahnya penyerapan, bisa diperoleh solusi yang memuaskan sehingga tingkat penyerapan anggaran tinggi dan tepat sasaran,” tandasnya.
PENGAWASAN EDISI 02/Th 2016
27
NUANSA
Rapat Kordinasi
Komisi Kode Etik AAIPI
R
apat koordinasi triwulan ketiga Komisi Kode Etik Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia (AAIPI) Tingkat Provinsi Banten periode 2015 – 2018 diselenggarakan di Aula Ruang Rapat Inspektorat Banten Lantai III, Senin (22/ 8). Acara ini merupakan tindak lanjut dari hasil rapat kordinasi triwulan kedua, yang diselenggarakan pada 18 Mei 2016 lalu, di Inspektorat Jenderal Kementerian Perhubungan. Agenda rapat koordinasi berupa penyampaian progres masing-masing Tim (terdapat 4 Tim), mengingat telah disusun dan disepakatinya progres. Dalam rapat ini hadir Sekretaris Komite Kode Etik AAIPI Pusat Ir Heri Sudarmaji DEA - yang mewakili Ketua Dr Cris Kuntadi CA CPA QIA , FCMA CGMA (yang juga Inspektur Jenderal Kementerian Perhubungan RI), Inspektur Provinsi Banten, anggota pengurus Tim Komite Kode Etik dan Inspektur Pembantu Wilayah di lingkungan Inspektorat Provinsi Banten. Dalam Rapat Kerja Triwulan ke -3 Komite Kode etik memiliki harapan akan Kapabilitas APIP, yaitu : Target RPJM 2015-2019 kapabilitas APIP Level 3 (integrated) sebanyak 85%. dengan kondisi pada tahun 2014 berada pada level 1, Menerapkan praktik profesional audit internal secara seragam dan selaras sepenuhnya dengan
28
PENGAWASAN EDISI 02/Th 2016
standar audit, Melakukan Performance Audit/Value For Money Audit yang dapat meningkatkan kinerja (ekonomis, efesiensi, dan efektifitas) serta memberikan advisory service untuk perbaikan Govermance Process, risk management, dan control organisasi K/L/P dimana APIP berada, Melakukan compliance auditing untuk memberikan keyakinan memdai atas ketaatan pada ketentuan, mampu mencegah, mendeteksi, dan menangkal tindak pidana pelanggaran terhadap ketentuan. Dalam kesempatan ini rapat tersebut, masing-masing memaparkan berbagai progres yang telah disepakati sebelumnya. Penjelasan, sebagai berikut : TIM 1 menyampaikan Update Progress : Pemberlakuan standar audit, kode etik, dan pedoman telah sejawat AAIPI dan Draft Pedoman Perilaku, TIM 2 menyampaikan progress Pedoman dan SOP pemantauan Penerapan Kepatuhan, TIM 3 Progres Prosedur penanganan dan mekanisme hubungan pemberian sangsi antara AAIPI dengan sangsi internal, dan Tim 4 Progress SOP dan Flowchart pembentukan Majelis Kode Etik Pusat, SOP dan Flowchart pemeriksaan oleh Majelis Kode Etik, (MKE) dan uraian Tugas, Kewajiban, dan wewenang Majelis Kode Etik. - TIM
PROFIL
PENGAWASAN EDISI 02/Th 2016
29
PROFIL Opini Laporan Keuangan yang diberikanoleh BPK juga mempertimbangkan materialitas penyajian akun, antar komponen keuangan dan keseluruhan informasi Laporan Keuangan. Hal yang dikecualikan dalam opini BPK terhadap LKPD Pemerintah Provinsi Banten Tahun 2015 adalah : Belanja Barang dan Jasa Tahun 2015, diantaranya anggaran Belanja Uang Saku non PNS yang digunakan untuk Belanja Pegawai Honorarium non PNS, Aset Pralatan dan Mesin, diantaranya terdapat kendaraan bermotor dinas yang dikuasai pihak ketiga dan yang tidak dapat ditelusuri. BPK tidak memungkinkan menerapkan prosedur pemeriksaan karena ketidak cukupan catatan akuntansi dan akumulasi Penyusutan Aset Tetap per 31 Desember 2015 diantaranya terdapat nilai penyusutan untuk Aset Gedung dan Bangunan serta Jalan, Irigasi dan Jaringan Belum diyakini kewajarannya. Dokumen dan catatan yang tersedia tidak memungkinkan BPK untuk menerpakan prosedur pemeriksaan yang memadai. BPK mengapresiasi pengelolaan asset dan keuangan yang telah ditunjukan oleh Pemerintah Provinsi Banten. Hal ini tentunya menjadi momentum untuk tetap terus melanjutkan peningkatan kapasitas sumber daya manusia, system penganggaran, system pengelolaan asset dan system akuntansinya. Pemeriksaan Laporan Keuangan bertujuan untuk memberikan opini tentang kewajaran penyajian laporan keuangan. Opini ini merupakan pernyataan professional pemeriksa mengenai kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan. Menurut peraturan perundangan, kriteria yang digunakan untuk member opini terhadap kewajaran Laporan Keuangan adalah ; (a) kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan; (b) efektifitas system pengendalian internal; (c) penerapan Standar Akuntansi Pemerintah. (d) pengungkapan yang cukup. Pemeriksaan keuangan tidak dimaksudkan untuk mengungkap adanya fraud (penyimpangan) dalam pengelolaan keuangan. Meski demikian, jika pemeriksa menemukan adanya penyimpangan, kecurangan atau pelanggaran terhadap ketentuan perundang-
30
PENGAWASAN EDISI 02/Th 2016
undangan, khususnya yang berdampak adanya potensi dan indikasi kerugian negara, maka hal ini harus diungkap dalam LHP. Dalam batas tertentu terkait materialitasnya, hal ini mungkin mempengaruhi opini atau mungkin juga tidak mempengaruhi opini atas kewajaran LK secara keseluruhan. Dengan demikian opini yang diberikan oleh pemeriksa, termasuk opini WTP merupakan pernyataan professional pemeriksa mengenai ”kewajaran” laporan keuangan bukan merupakan ”jaminan” tidak adanya fraud yang ditemui atau pun kemungkinan timbulnya fraud dikemudian hari. Suksesi peningkatan opini BPK_RI atas LKPD Provinsi Banten tahun 2015 ini memang tidak lepas dari tangan dingin Gubernur Banten H Rano Karno dan Sekda Banten H Ranta Soeharta, serta Inspektur Provinsi Banten H Tjakro Jaka Rooseno selaku leading sector dalam mengkoordinasikan setiap SKPD untuk berbenah kearah yang lebih baik. “Pelan tapi pasti, tahun depan kita targetkan naik tingkat jadi WTP. Mengingat tahun ini kita sudah WDP, jadi tahapannya tinggal satu tingkat yaitu WTP, “ ungkapnya. Demi harapan meraih WTP itu, lanjut Inspektur Provinsi Banten ini, Pemprov Banten membentuk Rencana Aksi Program Pemberantasan Korupsi Terintegrasi Pemerintah Provinsi Banten Tahun 2016 dan Satgas Pelaksana Rencana Aksi, yang tertuang dalam Keputusan Gubernur Banten Nomor : 703.05/Kep.232/Huk/ 2016 tanggal 28 April 2016. “Ini menunjukkan keseriusan Pemprov Banten dalam memberantas korupsi demi mencapai WTP,” ujarnya. H Jaka mengungkapkan, dirinya dan semua staf Inspektorat Banten akan berusaha dan bekerja semaksimal dan profesional mungkin untuk mengharumkan dan menjaga nama baik Provinsi Banten. Serta berbuat yang lebih baik lagi untuk kemaslahatan Provinsi Banten. “Semoga kita semua selalu diberikan kesehatan oleh Allah SWT. Sehingga kita selaku bawahan dapat mem-back up bapak Gubernur dan Sekda, dalam mensuskseskan program untuk kemaslahatan masyarakat Banten,” ujarnya. (TIM)
PROFIL
PENGAWASAN EDISI 02/Th 2016
31
PROFIL rutinitas dan pekerjaan kantor harus diseimbangkan dengan olahraga” antara volume pekerjaan dan tenaga fungsional saat ini memang belum seimbang sehingga beban kerja auditor, P2UPD, dan Audiwan kita sangatlah berat, akan tetapi kita tetap harus semangat dan optimis, mengingat sesuai arahan pimpinan kita Bapak Gubernur Banten H. Rano Karno S.IP, Sekretaris Daerah dan Inspektur H.T. Jaka Rooseno bahwa tahun depan kita harus bisa mengantarkan opini LKPD Provinsi Banten dari WDP ke WTP”, ujarnya. Pria yang mengawali karir PNS nya sebagai auditor ini juga menghimbau kepada seluruh SKPD mitranya agar tidak segan melakukan konsultasi dan koordinasi dalam melaksanakan program dan kegiatan guna mencegah
Olahraga yang menjadi hobinya adalah seni beladiri Persaudaraan Setia Hati Teratai dan Bulutangkis karena dengan melakukan olahraga itulah yang dirasa dapat mengurangi rasa lelah yang ditimbulkan akibat rutinitas dalam pekerjaan”. Pekerjaan kita yang padat dan juga menguras tenaga, waktu dan pikiran, harus disinergikan dengan olahraga, terlepas dari olah raga apapun, namun yang dirasa cocok bagi saya adalah Bulutangkis dan Seni beladiri sebagai salah satu upaya untuk menghilangkan rasa penat serta menurunkan tingkat stress yang saya alami, “ ujarnya. H. Kukuh juga mengungkapkan dirinya tiada hentinya menghimbau dan mengajak kepada semua auditor dan para stafnya agar selalu menjaga kondisi fisik dan kesehatan, sebab dengan padatnya
32
PENGAWASAN EDISI 02/Th 2016
adanya kesalahan dalam proses pelaksanaan baik administrasi maupun pertanggungjawaban keuangan daerah”, kita lebih kedepankan pencegahan, sehingga persoalan bisa terdeteksi sedini mungkin. Selain itu juga menghimbau kepada seluruh SKPD untuk dapat menjalin koordinasi yang sebaik mungkin dengan para pemeriksa internal, eksternal maupun APH,serta tidak segan-segan berkonsultasi maupun berkoordinasi dalam menjalankan program dan kegiatan demi kemaslahatan masyarakat Banten, sesuai himbauan pimpinan kita, “ ungkapnya.
ARTIKEL
Pengendalian Gratifikasi Dilingkungan Pemerintah Provinsi Banten Oleh. Drs. H. Bahrudin, M.Si (Kasubag Program Evaluasi dan Pelaporan Inspektorat Provinsi Banten)
I. Pendahuluan Pengendalian gratifikasi merupakan bagian dari kegiatan pencegahan dan pemberantasan korupsi pada penyelenggaraan pemerintahan daerah Provinsi Banten dengan tujuan terciptanya pemerintahan yang bersih, transparan, akuntabel dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Dalam kurun waktu kurang lebih 2 tahun semenjak pembentukan Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG) pemerintah Provinsi Banten, berdasarkan keputusan gubernur Banten nomor 707.05/Kep.591-Huk/2014, tanggal 22 Desember 2014, kegiatan pengendalian telah dilakukan oleh tim UPG walaupun hasilnya belum optimal 2.1. Gratifikasi Adalah pemberian dalam arti luas, yakni uang, barang, rabat(discounnt), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma dan fasilitas lainnya, baik yang diterima didalam negeri maupun luar negeri, yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik 2.2. Pengendalian Gratifikasi Adalah serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk mengendalikan penerimaan gratifikasi melalui peningkatan pemahaman dan kesadaran pelaporan gratifikasi secara transparan dan akuntabel sesuai peraturan perundang-undangan. 2.3. Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG) Adalah unit kerja yang bertanggungjawab untuk pelaksanaan pengendalian gratifikasi dilingkungan pemerintah Provinsi Banten. 2.4. Pemberi Adalah orang perseorangan, sekelompok orang, badan hukum dan/atau lembaga yang memberikan gratifikasi dilingkungan pemerintah Provinsi Banten. 2.5. Formulir Pelaporan Gratifikasi
Adalah lembar isian yang ditetapkan oleh KPK dalam bentuk elektronik atau non elektronik untuk melaporkan penerimaan gratifikasi 2.6. Pelapor Gratifikasi Adalah pejabat atau pegawai yang menerima gratifikasi dan mengisi formulir pelaporan gratifikasi, sesuai prosedur yang kemudian melaporkannya kepada KPKk melalui UPG 2.7. Laporan Gratifikasi Adalah dokumen yang berisi informasi lengkap penerimaan gratifikasi yang dituangkan dalam formulir pelaporan gratifikasi oleh pelapor gratifikasi. III. Perkembangan Pelaksanaan Pengendalian Gratifikasi diprovinsi Banten sampai dengan smester I tahun 2016
PENGAWASAN EDISI 02/Th 2016
33
ARTIKEL
Pemerintah Provinsi Banten telah melaksanakan kegiatan sosialisasi pengendalian gratifikasi di lingkungan pemerintah Provinsi Banten. Materi pengendalian gratifikasi telah menjadi muatan dalam materi diklat penggerak tunas integritas yang diselenggarakan oleh badan diklat Provinsi Banten sebanyak 7 angkatan pada tahun 2015 dan 2016, dan disisipkan disela-sela acara tertentu pada saat anggota - anggota tim UPG menjadi narasumber pada kegiatan - kegiatan lain, sehingga sampai dengan saat ini jumlah yang telah menerima sosialisasi pengendalian gratifikasi mencapai kurang lebih 300 orang. Jumlah ini sangat kecil ( 0.18 %) apabila dibandingkan dengan jumlah seluruh pegawai Pemprov Banten yang jumlahnya mencapai kurang lebih 10.689 orang (PNS 4.386 orang, TKS 6.689 orang,data BKD per mei 2016). Selain itu telah dipasang juga spanduk-spanduk bertuliskan pesan anti korupsi dan gratifikasi walaupun tidak banyak dan sewaktu-waktu. IV. Permasalahan pengendalian gratifikasi di Provinsi Banten. Dari hasil monitoring dan evaluasi atas rencana pengendalian gratifikasi yang telah dilaksanakan oleh kpk bersama-sama dengan tim UPG Provinsi Banten pada bulan mei 2016 teridentifikasi bahwa permasalahan-permasalahan yang terkait dengan pelaksanaan pengendalian gratifikasi di Provinsi Banten diantaranya adalah: 1. Belum terdapatnya laporan gratifikasi yang disampaikan oleh UPG Provinsi Banten kepada KPK 2. Tim UPG provinsi belum optimal melakukan sosialisasi pengendalian gratifikasi, ruang lingkupnya masih sangat terbatas dan insidentil 3. Masih sangat sedikitnya perangkat-perangkat sosialisasi/ diseminasi anti gratifikasi / pengendalian gratifikasi pada SKPD -
34
PENGAWASAN EDISI 02/Th 2016
SKPD khususnya SKPD yang menyelenggarakan pelayanan publik di Provinsi Banten seperti spanduk, banner, buku saku dan lain-lain 4. Perlunya pengkinian Pergub nomor 47 tahun 2014 tentang pengendalian gratifikasi agar selaras dengan pengendalian gratifikasi KPK tahun 2015. V. Upaya - upaya Pemecahan Masalah Tindak lanjut dari hasil korsupgah program pencegahan korupsi terintegrasi yang dilakukan oleh KPK dan BPKP dengan pemerintah Provinsi Banten, pemerintah kabupaten/ kota, DPRD Provinsi, DPRD kabupaten kota, Sekretaris Daerah Provinsi dan Sekretaris daerah
ARTIKEL kabupaten kota, inspektur Provinsi Banten dan para inspektur kabupaten/kota serta gubernur dan bupati/walikota se Provinsi Banten telah menghasilkan nota kesepakatan dalam hal upaya-upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi terintegrasi baik dilingkungan pemerintah provinsi banten maupun pada pemerintah kabupaten/kota yang dituangkan dalam dokumen nota kesepakatan dan rencana aksi pencegahan dan pemberantasan korupsi terintegrasi Provinsi Banten dan kabupaten atau kota. Untuk menjawab persoalan-persoalan khususnya yang terkait dengan pengendalian gratifikasi dan umumnya program pemberantasan korupsi di Provinsi Banten, maka pemerintah Provinsi Banten telah membuat rencana aksi pencegahan dan pemberantasan korupsi terintegrasi pemerintah Provinsi Banten yang telah ditetapkan dengan surat keputusan gubernur nomor : 703.05/kep.232-huk/2016, tanggal 28 april 2016, dan dalam rangka melaksanakan salah satu rencana aksi tersebut maka pemerintah Provinsi Banten telah membuat: No
Kegiatan
1. Peraturan gubernur banten nomor 58 tahun 2016 tanggal 30 juni 2016, tentang pedoman pengendalian gratifikasi dilingkungan pemerintah Provinsi Banten sebagai upaya pengkinian atau revisi pergub yang telah ada disesuaikan dengan peraturan KPK tahun 2015, 2. Intruksi Gubernur Banten nomor 3 tahun 2016 tanggal 12 juli 2016, tentang pengendalian gratifikasi, 3. Surat edaran Gubernur Banten nomor :700/3762-Inspektorat/ 2016, tentang aturan pengendalian gratifikasi. Peraturan-peraturan tersebut telah kami sebarkan keseluruh SKPD Provinsi serta kabupaten/kota untuk dijadikan pedoman atau acuan dalam pengendalian gratifikasi dilingkungan kerjanya masingmasing. VI. Program kegiatan pengendalian gratifikasi Provinsi Banten tahun 2016.
Sasaran dan Target
Waktu
1
WORKSHOP PEMETAAN TITIK 8 SEKDA DAN INSPEKTUR KABUPATEN KOTA,SKPD RAWAN KORUPSI DAN GRATIFIKASI PELAYANAN PUBLIK PROVINSI BANTEN,PEJABAT STRUKTURAL DAN FUNGSIONAL INSPEKTORAT PROVINSI BANTEN DAN TIM UPG PROVINSI BANTEN 90 0RANG
SEPTEMBER 2016
2
SOSIALISASI PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMER 58 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENGENDALIAN GRATIFIKASI DAN PERATURAN PENDUKUNGNYA
ALUMNUS DIKLAT KOMITE INTEGRITAS PADA MASING-MASING SKPD,PEJABAT STRUKTURAL DAN FUNGSIONAL INSPEKTORAT PROVINSI BANTEN,INTANSI VERTIKAL LINGKUP PROVINSI BANTEN 90 ORANG
SETEMBER 2016
3
DESIMINASI IFORMASI TERKAIT MASYARAKAT UMUM/PENGUNJUNG/PENGGUNA SEPTEMBER-DESEMBER GRATIFIKASI MELALUI JASA LAYANAN 2016 SPANDUK,BARNER,STIKER DAN MEDIA LAINNYA TERUTAMA PADA SKPD PELAYANAN PUBLIK
4
TURUT SERTA SEBAGAI PESERTA MASYARAKAT UMUM EXPO ANTI KORUPSI TK NASIONAL YANG DISELENGGARAKAN OLEH KPK
VI. Penutup Demikian ulasan singkat yang penulis dapat sampaikan semoga informasi ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya, dengan harapan bahwa informasi ini
DESEMBER 2016
sangatlah penting bagi kita dalam rangka prospek alih informasi dan teknologi pengendalian gratifikasi di Provinsi Banten. Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
PENGAWASAN EDISI 02/Th 2016
35
ARTIKEL
Program Kerja Pengawasan Merupakan Kunci Efektif Pelaksanaan Pengawasan Oleh : Agustia Duha, ST, M.Ak (Pengawas Pemerintahan Madya)
S
udah kita ketahui bersama bahwa RAPBD merupakan rencana anggaran pemerintah daerah yang dalamnya mencakup tiga komponen, yakni pendapatan, belanja dan pembiayaan. Selisih pendapatan dengan belanja disebut surplus atau defisit, yang memiliki makna bahwa pemerintah daerah boleh merencanakan pengeluaran untuk belanja yang tidak sama persis dengan jumlah pendapatannya. Di sisi lain, rencana anggaran yang telah ditetapkan sebelum tahun anggaran berjalan, sangat dimungkinkan tidak dapat dilaksanakan atau tidak teralisasi, yang disebut dengan silfa, yang akan menjadi pendapatan pada aanggran berikutnya. Dalam anggaran berbasis kinerja, APBD harus direncanakan dengan menetapkan terlebih dahulu target kinerja yang ingin dicapai atau Money follows functions sekarang berubah menjadi Money follows programs,
36
PENGAWASAN EDISI 02/Th 2016
sehingga jika tidak ada program tentu tidak ada target yang hendak dicapai, maka tidak ada anggaran atau alokasi dana dalam APBD. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 dan perubahannya tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, Kepala Daerah (Bupati/Walikota) selaku pemegang kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan juga bertindak sebagai pemegang kekuasaan dalam pengelolaan keuangan daerah. Selanjutnya kekuasaan tersebut dilimpahkan kepada Kepala Satuan Kerja Pengelolaan Keuangan Daerah selaku pejabat pengelola keuangan daerah dan dilaksanakan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah itu sendiri sebagai pengguna anggaran/barang daerah di bawah koordinasi dari Sekretaris Daerah. Pemisahan pelaksanaan APBD ini akan memberikan penjelasan dalam pembagian wewenang dan tanggungjawab terlaksananya mekanisme keseimbangan dan pengawasan dalam pelaksanaan anggaran daerah (check and balances) serta untuk mendorong upaya peningkatan profesionalisme dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, maka dana yang tersedia dalam APBD harus dimanfaatkan dengan sebaik mungkin untuk dapat menghasilkan peningkatan pelayanan dan kesejahteraan yang maksimal bagi kepentingan masyarakat. Mensikapi persoalan tersebut, sudah tentu pengawasan atas pengelolaan APBD sejalan dengan tuntutan reformasi birokrasi, maka perubahan tersebut tentunya harus menyiapkan pola pengawasan yang efektif yang diawali dengan penyusunan program perencanaan pengawasan yang baik. Standar atau norma pengawasan, kode etik, dan petunjuk pelaksanaan dalam bentuk SOP tidaklah cukup, perangkat itu semua hanya akan menjadi buku sejarah yang dibaca sewaktu-waktu dibutuhkan.
ARTIKEL
Timbul pertanyaan, apakah kualitas hasil pengawasan dapat terjamin dengan banyaknya peraturan ? Karena pada kenyataannya, bahwa APIP sering mengandalkan intuisinya sebagai pengawas internal dibandingkan harus mengandalkan atau mematuhi peraturan yang telah dibuat. APIP cenderung terlalu percaya diri dan kadang lupa dengan ketentuan yang harus dipegang dalam memainkan perannya sebagai pengawas internal. Akibatnya, ini mendorong munculnya para pengawas yang mengaudit dengan improvisasi sesukanya tanpa pijakan yang jelas dan seolah yakin bahwa dia telah mengikuti intuisi yang dipercaya. Dalam banyak kasus, bahwa dengan improvisasi sesukanya ini dapat mengurangi penjaminan keandalan prosedur audit yang dijalankan. Penulis pernah menysusn tesis, bahwa kualitas audit ditentukan oleh banyak hal, antara lain kompetensi dan independensi. Tidaklah mudah menetapkan seberapa besar seorang pengawas memiliki kompetensi, karena jarang sekali ketika sudah memasuki dunia Pegawai Negeri Sipil (PNS), banyak mereka para pengawas yang sudah ditetapkan menjadi pejabat pengawas eksodus ke unit kerja lain. Disamping itu, kualitas pendidikan secara formal untuk pengawas dirasa masih kurang memadai untuk menunjang kompetensinya. Hasil penelitian lain menyatakan bahwa secara bukti empiris pengalaman akan mempengaruhi kemampuan cara kerja pengawas dalam mengetahui kekeliruan. Sisi lain, pelatihan yang dilakukan akan meningkatkan keahlian dalam melakukan audit. Sehingga indikator kompetensi ini sangalah luas harus mengambil
darai berbagai aspek yang diperlukan untuk mengembangkan suatu kualitas audit. Hasil penelitian tentang independensi menunjukkan bahwa auditor dalam mengambil keputusannya dipengaruhi oleh dorongan untuk mempertahankan citra auditnya. Penelitian lain menyebutkan bahwa, indpendesi sangat dipengaruhi oleh nilai integritas dan objektivitas. Integritas menunjukan bahwa auditor dituntut untuk jujur dengan keilmuanya sehingga dia mampu menemukan persoaalan yang terjadi, dan tidak boleh pura-pura tidak tahu atau tidak mengerti persoalan yang sedang dihadapinya. Sedangkan objektivitas menunjukan bahwa auditor menemukan sesuatu yang dianggap telah terjadi kekeliruan maka harus menyampaikan apa adanya tanpa ditutup-tutupi. Secara mudah nilai objektivitas dapat dilihat dari susunan laporan dan rekomendasi yang dibuat. Dalam beberapa kasus dan pengalaman penulis selama ini, ternyata independensi tidaklah mudah diterapakan, sebab ini tidak lepas dari pengaruh budaya masyarakat atau organisas sebagai bagian dari lingkungan pengendalian terhadap pribadi auditor itu sendiri yang akan mempengaruhi sikap independensinya, artinya tidak semua auditor mampu menjalankanya. Intervensi pimpinan yang menjadi auditan sering tidak mau diungkap sehubungan ada kepentingan di dalamnya, atau adanya kedekatan sehingga mempengaruhi independensinya. Dalam Kode Etik APIP, yang diatur dengan tegas di dalam PermenPAN Nomor: PER/04/M.PAN/03/2008, bahwa
PENGAWASAN EDISI 02/Th 2016
37
ARTIKEL
Integritas, kepribadian yang harus dimiliki oleh auditor yang dilandasi oleh unsur jujur, berani, bijaksana, dan tanggung jawab untuk membangun kepercayaan guna memberikan dasar bagi pengambilan keputusan yang andal. Objektivitas, menjunjung tinggi ketidakberpihakkan profesional dalam mengumpulkan, mengevaluasi, dan memproses data/informasi auditi. Membuat penilaian seimbang atas semua situasi yang relevan dan tidak dipengaruhi oleh kepentingan sendiri, atau orang lain dalam mengambil keputusan. Baik integritas maupun objektivitas merupakan bagian dari independensi. Adapun Kompetensi, lebih kepada pengetahuan, keahlian, pengalaman, dan keterampilan yang diperlukan untuk melaksanakan tugas.
38
PENGAWASAN EDISI 02/Th 2016
Kondisi ini pernah penulias tanyakan kepada salah seorang Tim dari KPK ketika melakukan audiensi dengan teman-teman APIP di Inspektorat. Pertanyaannya, “bagaimana menghindari adanya hubungan yang dapat mengurangi independensi dalam melaksnakan tugas pengawasan?”. Tim KPK menjawab, “sebaiknya penugasan harus dilihat seberapa besar hubungan antara Tim Pengawas dengan auditas, dan hindari adanya kedekatan sebab akan mengurangi tingkat independensi. Lebih lanjut, bahwa sebaikanya menolak tugas pemeriksaan ketika diketahui bahwa seorang auditor tahu dan kenal baik dengan auditan”. Persoalannya, apakah semudah itu menolak penugasan dari pimpinan, sebab budaya kita tidak mengenal adanya menolak, selalu ada kata “siap” dan masih rasa sungkan untuk menyatakan tidak siap ketika adanya penugasan. Kemudian sudahkah pimpinan akan menerima alasan penolakan itu. Menurut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segagai hasil konferensi mengenai Pemberdayaan Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) untuk mendorong peningkatan pengawasan internal yang memadai di lingkungan pemerintahan, inilah salah kendala yang dihadapi oleh APIP, maka untuk itu APIP perlu terus ditingkatkan peranannya. (www.antikorupsi.org.com) PP Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian internal Pasal 47 menyebutkan bahwa pimpinan instansi/ lembaga pemerintah bertanggung jawab atas efektivitas
ARTIKEL
penyelenggaraan sistem pengendalian internal di lingkungan masing-masing. Atas dasar itu di masing-masing lembaga mempunyai satuan kerja yang bertugas untuk mengawasi dan menjamin pelaksanaan operasional instansi agar sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pengawasan Intern, adalah seluruh proses kegiatan audit, reviu, evaluasi, pemantauan dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai, bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolok ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien, untuk kepentingan pimpinan dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih (good and clean governance).
Maka sejalan dengan itu, fungsi pengawas internal menurut BPK-RI adalah bewrsifat membantu pimpinan instansi/lembaga dalam penyelenggaraan pemerintahan dibidang : 1. Pengawasan pelaksanaan kegiatan yang dilaksanakan baik yang sudah selesai maupun on going; 2. Evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas, fungsi evaluasi tersebut termasuk dalam pengujian secara berkala laporan yang dihasilkan oleh masing-masing perangkat daerah; 3. Pembinaan dan perbaikan pelaksanaan kegiatankegiatan reguler yang dilaksanakan; 4. Membantu tercapainya good corporate governance. Sehingga hasil kerja dari APIP diharapkan dapat dijadikan acuan perumusan kebijakan ke depan dan yang sedang berjalan. Dan mengingat pentingnya tugas dan fungsi APIP tersebut maka keterlibatannya dalam memantau, menilai, mengevaluasi, mengaudit dan mereviu pelaksanaan kegiatan, baik keuangan, operasional dan fisik dari awal sampai akhir mutlak diperlukan. Menurut Standar Profesional Audit Internal, bahwa lingkup pekerjaan Audit Internal meliputi pengujian dan evaluasi terhadap kecukupan dan keefektifan sistem pengendalian internal yang dimiliki oleh organisasi dan kualitas pelaksanaan tanggung jawab yang diberikan (Hiro Tugiman, 1997: 41-52). Audit tersebut haruslah meliputi 1. Meninjau keandalan (reliabilitas dan integritas) berbagai informasi finansial dan pelaksanaan pekerjaan atau
PENGAWASAN EDISI 02/Th 2016
39
ARTIKEL
operasi, serta berbagai cara yang dipergunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, mengklasifikasi, dan melaporkan informasi; 2. Meninjau sistem yang telah ditetapkan untuk memastikan kesesuaiannya dengan berbagai kebijakan, rencana, prosedur, ketentuan perundangundangan dan peraturan yang dimiliki, akibat yang penting terhadap berbagai peke~aan atau operasi dan Iaporan serta harus menentukan terhadap belbagai peke~aan atau operasi dan laporan, serta harus menentukan apakah organisasi telah memenuhi atau melaksanakan hal-hal tersebut; 3. Meninjau berbagai alat atau cara yang digunakan untuk melindungi harta dan bila dipandang perlu, memverifikasi keberadaan dari suatu harta atau aktiva; 4. Menilai keekonomisan dan efisien penggunaan sumber daya yang ada; 5. Menilai pekerjaan, operasi, atau program untuk menilai apakah hasil yang dicapai telah sesuai dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan, dan apakah pekerjaan, operasi, atau program tersebut telah dilaksanakan sesuai dengan rencana. Beberapa Permasalahan yang terjadi : Berdasarkan hasil telaahan penulis dan masukan dari berbagai informasi, terdapat beberapa permasalahan yang ditemui ketika APIP Inspektorat melakukan pemeriksaan pembelanjaan dan pertanggungjawaban APBD, antara lain:
40
PENGAWASAN EDISI 02/Th 2016
Pertama, Lemahnya sistem pengendalian internal yang dilakukan oleh masing-masing SKPD dalam melaksankan fungsi organisasi dan pengelolaan APBD. Hal ini terlihat, banyak oenugasan yang tumpang tinding antara PA/KPA, PPK, Kordinasi PPTK, PPTK, Panitia Penerima Hasil Pekerjaan, Panitia Pemeriksa Barang, dan masih banyak jabatan lainnya. Pemeranan dimasing-masing jabatan tersebut hanya bersifat menggugurkan kewajiban saja. Keterkaitan ini sulit untuk mengendalikan sebuah organisasi, disisi lain pimpinan tidak pernah melakukan evaluasi atas penaksanaanya. . Kedua, Struktur belanja pada APBD yang lebih banyak mengakomodir belanja pegawai, tidak sebanding dengan keutuhanya, sementara pebalanja publik sangat minim, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa telah terjadi kesalahan penganggaran. Ketiga, Penyalahgunaan aset, yang terjadi karena ketidaktertiban mulai dari proses pencatatan, pembiayaan, dan pelaporan sehingga tidak dapat diketahui track record aset tersebut. Kelemahan yang sering terjadi adalah aset tidak dicatat di buku inventaris atau tercatat di buku inventaris tetapi tidak pernah di-update mengenai keberadaan, kondisi, dan lokasi aset tersebut. Selain itu, secara akuntansi belum dilakukan pencatatan aset sesuai Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), di antaranya saat pembelian tidak dibukukan dalam buku besar dan buku pembantu serta tidak dilakukan penyusutan. Kadangkala aset yang tercatat tidak diketahui sumber dananya, baik yang didanai dari
ARTIKEL APBN/APBD, hibah, sumbangan, maupun sitaan, dan sebagainya. Tidak tercatatnya aset, baik dalam buku inventaris maupun secara akuntansi serta tidak jelas dalam segi pembiayaannya, mengakibatkan pelaporan aset dalam neraca tidak akurat. Hal ini kadang menjadi permasalahan di SKPD, untuk perhitungan harga perolehan biasanya dihitung di bagian keuangan atau akuntansi. Tentunya setelah dihitung harga perolehan, maka pengurus barang segera mengganti harga aset tersebut dari harga yangg sesuai kontrak ke harga perolehan. Beberapa SKPD kadang tidak ada komunikasi antara Bagian Keuangan/Akuntansi dengan Pengurus Barang. Tentu saja ketika APIP masuk akan membandingkan data neraca dengan rincian barang. Keempat, Masih ditemukannya kesalahan dan ketidakpatuhan dalam penggunaan uanga, antara lain kekurangan vlume pekerjaan dan kemahalan harga satuan, dan adanya belanja fiktif. Kelima, Pengelolaan dana hibah bansos tidak tepat sasaran, terkadang di dalamnya masih banyak para pejabat kita bagian dari penerima hibah itu sendiri. Hibah hanya sebagai alat untuk menarik anggaran tanpa memperhitungkan kegunaannya. Keenam, Pelaksanaan pengadaan barang/jasa yang selalu menjadi persoalan, antara lain tidak tepatnya waktu pelaksanan lelang sehinga banyak anggaran yang tidak terserap. Adanya indikasi para pegawai yang mengatur siapa yang jadi pemenang lelang. lemahnya dalam pembuatan perencanaan (DED), sehingga tidak heran ketika pelaksanaan berlangsung banyak kegiatan tidak sesuai dengan rencana awal, namun dengan seenaknya SKPD tanpa adanya addeendum kontrak dan justifikasi teknis memberikan kebebasan kepada pihak ketiga untuk melaksakan kegiatan tersebut. Ketujuh, Setiap pemeliharaan terkait dengan anggaran untuk pemeliharaan. Belanja pemeliharaan ternyata salah satu objek belanja yang paling sering difiktifkan pertanggungjawabannya. Jika dicermati dalam Laporan Realisasi Anggaran (LRA), atau dalam Perhitungan APBD, biasanya anggaran belanja pemeliharaan terealisasi 100%. Habis tak bersisa. Yang menarik, berdasarkan penelitian di negara-negara berkembang, terutama di Afrika dan Amerika Latin (IMF, 2007 dan World Bank, 2008; dikutip Peduli Bangsa, 2008) fenomena ghost expenditures merupakan hal yang biasa. Artinya, alokasi untuk pemeliharaan selalu dianggarkan secara incremental meskipun banyak aset yang sudah tidak berfungsi atau
hilang. hal ini terjadi karena tidak adanya transparansi dalam penghapusan dan pemindahtanganan aset-aset. Kedelapan, Pengadaan yang tidak dilaksanakan oleh bagian atau sub bagian yang berwenang melaksanakan sesuai tupoksinya. Berdasarkan fenomena yang terjadi uang untuk pelaksanaan kegiatan dikuasai pada PPTK. Seharusnya uang untuk pelaksanaan kegiatan dipegang oleh bendahara pengeluaran meskipun yang bertanggungjawab untuk pengendalian atas pelaksanaan pekerjaan ada di tangan PPTK. Hal ini bermakna bahwa meskipun PPTK bertanggungjawab atas kesuksesan pelaksanaan kegiatan, PPTK tidak memegang uang (karena ada pada wewenang di bendahara). Kesembilan, Ketidakjelasan pertanggungjawaban dan pelaksana perjalanan dinas. Perjalanan dinas hanya untuk menggugurkan keawajiban namun tidak pernah dilakuka evaluasi . Kesepuluh, Pembelian ATK dan barang persediaan lainya diluar batas kewajaran oleh SKPD. Dalam satu kasus, pnegadaan ATK pada satu SKPD sama dengan nilainya toko mini market. Kesebelas, Tidak melaksanakan proses akuntansi, tetapi menghasilkan laporan keuangan. Sudah menjadi kelaziman saat ini bahwa SKPD dipandang tidak perlu menyelenggarakan proses akuntansi (menjurnal, memposting, menyesuaikan, menutup, dan menyusun laporan keuangan) secara manual, karena telah ada software atau program yang membantu. Sekali dilakukan entry data, maka laporan keuangan langsung jadi. Apakah akuntansi sama dengan software di komputer?. Kedua belas, Kelemahan sistem penetapan honor berdasarkan kegiatan, karena tidak ditetapkan pemberian
PENGAWASAN EDISI 02/Th 2016
41
ARTIKEL penghasilan tambahan berdasarkan beban kerja secara adil. Ketiga belas, Jumlah persediaan yang tidak realistis pada akhir tahun anggaran, dan sebagainya. Hal-hal tersebut di atas merupakan aspek-aspek yang harus diawasi, artinya pengawasan tidak hanya bernuansa dilaksanakan setelah pelaksanaan kegiatan, tetapi juga dimulai ketika perencanaan penganggaran. Namun terdapat persoalan, sudahkan semua pimpinan SKPD mau digandeng/didampingi oleh para APIP, mereka masih mengganggap bahwa dengan adanya pengawasan yang dimulai dari perencanaan maka akan mengganggu aktivitas meraka, ini artinya ada apa sebenarnya dalam DPA mereka, tentu ada hala yang patut kita uji, ada yang tidak beres dalam setiap penganggaranya. Disisi lain, adanya kejenuhan dari instansi untuk diperiksa, banyaknya kegiatan pemeriksaan sedikit banyak membuat aktivitas pelayanan dan operasional menjadi terganggu. Banyak waktu yang tersita untuk menjawab dan menjelaskan berbagai permasalahan yang terjadi. Fungsi pengawas menjadi pemeriksa membuat pemahaman terhadap masalah yang terjadi menjadi kurang, parsial sehingga tidak menyeluruh. Pengawasan dilakukan tujuannya bukan evaluasi untuk perbaikan proses yang sedang berlangsung tapi lebih kepada evaluasi untuk mencari kesalahan atas kegiatan. Kondisi yang diharapkan : Dalam Kabinet Kerja menganut sistem anggaran yang berbasis pada Money follows programs, setiap usulan program dan kegiatan serta anggarannya perlu dinilai kewajarannya. Dalam kaitan itu, perlu ditetapkan Standar Satuan Harga (SSH) dan Standar Harga Satuan Barang/ Jasa (SHSBJ) dan pedoman lainnya sebagai dasar yang digunakan untuk menganalisis kewajaran beban kerja atau biaya setiap program dan kegiatan yang dilaksanakan dalam satu tahun anggaran dengan mengacu pada prinsip APBD, yaitu 3E, efektif, efisien, dan ekonomis. Berikut ini beberapa hal yang harus dilakukan : Pertama, Di awal penyusunan APBD harus ditetapkan target kinerja yang terukur yang minimal harus diwujudkan oleh tiap SKPD untuk tahun anggaran yang direncanakan, dan plafon anggaran belanja yang disediakan untuk tiap SKPD tersebut. Target kinerja yang terukur, mengindikasikan kinerja harus ditetapkan secara tepat karena akan benar-benar dipakai untuk menilai prestasi SKPD secara efektifitas Sedangkan plafon anggaran belanja sebagai alat untuk mengukur tingkat ekonomis dan efisiensi kerja SKPD yang bersangkutan. Plafon anggaran belanja ini harus benar-benar menjadi batas anggaran tertinggi,
42
PENGAWASAN EDISI 02/Th 2016
yang tidak akan (pernah) didekati oleh SKPD, karena bila mendekati angka plafon belanja tersebut, maka tingkat ekonomis dan efisiensi SKPD akan menurun. Kedua, Perlunya pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja. Sering keliru mengartikan bahwa dengan penyerapan anggaran sebesar 100% sudah pasti SKPD tersebut telah melaksanakan programnya secara tepat, sehingga setiap SKPD dengan berbagai upaya merealisasikan anggaranya. Pandangan seperti ini bertentangan dengan pronsip efektif, efisien, dan ekonomis sehingga substansi target kinerja cenderung menghabiskan anggaran semata tanpa melihat capaian programnya. Pandangan APIP harus mampu mendeteksi sejauh mana anggaran tersebut telah teurukur, secara sederahana bagaiamna setiap SKPD mampu melaksanakan angarannya dengan biaya rendah namun bernilai baik, karena plafon anggaran bernilai tinggi, artinya sebetulnya masih ada nilai anggaran lebih yang dapat diselamatakan. Untuk mensinkronkan pencapaian prestasi dengan target yang telah ditetapkan ini diperlukan penilaian dari APIP Inspektorat sehingga inspektorat dapat memberikan kontribusi yang maksimal bagi pencapaian visi dan misi daerah. Hasil penelaahan dan pengalaman Penulis jika mengacu pada konsep di atas, nyatanya tidak semua APIP mampu menjawab permasalahan diatas. Namun, kesimpulan ini tidak juga dijadikan dasar dan belum sepenuhnya diterima atau
ARTIKEL masih bersifat prematur kalau lah APIP kurang maksimal berkontribusi bagi institusi pengawasan internal pemerintah dalam kasus tersebut. Hal ini dapat dibuktikan ketika APIP diberikan tugas lain diluar Pemeriksaan Reguler, disana telah difokuskan pola pemeriksaan yang spesifik atau tematik, contoh dalam pemeriksaan Audit Tujuan Tetretu (ATT) atas pembayaran kewajiban kepada Pihak Ketiga pada beberapa SKPD, antara lain Dinas Sumber Daya Air Permukiman, Dinas Bina Marga Tata Ruang, dan Biro Perlengkapan Aset, nyatanya para APIP Inspektorat mampu menyelamatkan uang daerah yang tidak layak dibayarkan kepada Pihak Ketiga karena kekurangan volume pekerjaan, dan sangsi lainnya. Penulis dapat mengambil kesimpulan sementara, bahwa jika lemahnya APIP dalam mengungkapkan berbagai kasus yang terjadi, semua berawal dari lemahnya perencanaan pengawasan. Perencanaan adalah awal dari suatu manajemen, terlebih dalam manajemen pengawasan, salah satu contoh perencanaan adalah adanya PKPT. Apa yang terjadi ketika para APIP saat bertugas tidak dipersiapkan dengan program kerja pemeriksaan, seperti seorang penerjun bebas. Penulis menggarisbawahi bahwa tidaklah terlalu berlebihan jika dalam inovasi perencanaan pengawasan belum menjadi suatu strategi yang patut menjadi perhatian bagi semua APIP dan Pimpinan sebagai skala prioritas bagi instansi pengawasan internal pemerintah. Inovasi dalam perencanaan pengawasan akan memeberikan nilai positif dan dibutuhkan bagi kepentingan pemerintahan daerah. Sudah kita ketahui bersama, kesan APIP menjadi watch dog masih terlihat dan hanya menimbulkan rasa takut bagi si auditan dan sekaligus tidak cukup mampu mendudukan APIP sebagai pendukung bagi Pemerintah khususnya pemerintah daerah. Melihat dinamika sosial yang berkembang saat ini, kiranya perlu ada satu paradigma atau pergeseran sikap dan pemikiran APIP untuk mengubah karakter ini, sehingga profesi pengawasan internal pemerintah dapat dipandang sebagai kebutuhan seperti layaknya yang telah berjalan pada sektor korporat saat ini. Menyikapi fenomena yang terjadi saat ini dimana fungsi pengawasan kelihatannya sibuk dengan dunianya sendiri dan belum mampu memenuhi harapan masyarakat luas, maka kiranya APIP perlu melakukan pembaharuan dan inovasi pada metode kerja, teknik, prosedur kerja dan pengendalian mutu hasil pengawasannya. Pengembangan yang berkelanjutan harus dilakukan secara terus menerus dengan cara mengelola pengetahuan dan pengalaman, sumber daya manusia serta teknologi sehingga APIP mampu membuat inovasi dan
terobosan dalam membantu Pemerintah untuk memberantas korupsi, mengamankan pelaksanaan pembangunan dan lain lain. Dalam lingkungan kehidupan kenegaraan dan persaingan perekonomian dunia yang sangat dinamis dewasa ini maka pengimplementasian konsep learning organization, yaitu suatu konsep yang selalu menuntut adanya perubahan dan adaptasi terhadap lingkungan, menjadi sangat penting jika suatu organisasi pengawasan internal pemerintah ingin dapat bertahan dan bertumbuh (Popper & Lipshitz, 2000 sebagaimana dikutip Bastian, 2006). Tidak ada kata terlambat jika ingin berubah menjadi lebih baik. Pengimplementasian konsep learning organization dan Knowledge Management dalam organisasi pemerintah khususnya pada sektor pengawasan internal dapat digunakan sebagai salah satu alternatif pengembangan organisasi dan pemupukan inovasi sehingga peranan sektor pengawasan di masa yang akan datang dapat semakin lebih baik. Penulis optimis, dalam arti yang sesungguhnya kita selaku APIP sebenarnya mampu memberikan bukti bahwa dengan kompetensi, pengalaman, pengetahuan dan perangkat yang ada akan mampu melahirkan pemikiranpemikiran yang berasal dari para APIP dengan inovasi yang cukup memadai dan dapat dibanggakan bagi Inspektorat. Namun akan pesimis, manakala upaya inovasi dari para APIP jika tidak didorong dengan anggaran dan sarana yang memadai, hanya akan melemahkan fungsi pengawasan yang menjadi salah satu pilar dalam aktivitas manajemen pemerintahan sebagimana yang diharapkan. Semua pembaca telah mengetahui, bahwa fungsi pengawasan merupakan salah satu fungsi manajemen yang
PENGAWASAN EDISI 02/Th 2016
43
ARTIKEL sangat penting artinya bagi pimpinan baik itu sektor privat/ perusahaan mupun di sektor publik atau pemerintahan. Dalam suatu organisasi mengenal fungsi manajemen dengan istilah POAC (Planning, Organizing, Actuating, Controling). Fungsi manajemen tersebut meliputi fungsi-fungsi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan kegiatan dan pengawasan, maka fungsi pengawasan yang seharusnya memberikan feed back (umpan balik). Fungsionalisasi manajemen APBD yang baik secara subtansial tergantung pada sifat pengawasan yang dijalankan, sehingga timbul tantangan bagi para APIP dalam mensikapi pemerintahan daerah, yaitu : 1. Bagaimana APBD telah sesuai dengan skala prioritas pembangunan dan memiliki tujuan yang jelas bagi kesejahteraan masayarakat, termasuk memastikan agar sumber daya yang digunakan sesuai dengan ketentuan kebijakan dan batas-batas pengeluaran; 2. Bagaimana sistem manajemen yang dibuat bagi setiap SKPD berorientasi pada kinerja dan pemberian pelayanan. Menurut Soegijanto dan Hoesada (2005) bahwa Sebagai instrumen kebijakan, APBD menduduki posisi sentral dalam upaya pengembangan kapabilitas dan efektivitas pemerintah daerah. APBD digunakan sebagai alat untuk menentukan besarnya pendapatan dan pengeluaran, membantu pengambilan keputusan dan perencanaan pembangunan, otorisasi pengeluaran di masa-masa yang akan datang, sumber pengembangan ukuran-ukuran standar untuk evaluasi kinerja, alat untuk memotivasi para pegawai, dan alat koordinasi bagi semua aktivitas dari berbagai unit kerja. Dengan demikian pengelolaan APBD merupakan salah satu unsur dalam organisasi Pemerintah Daerah dalam menggerakan aktifitas pembangunan dan fungsi manajemen. Untuk untuk itu perlu masukan dari unsur pengawasan merupakan yang salah satu bagian penting dan menunjang yang tercakup didalamnya, antara lain evaluasi, reviu, audit, monitoring, dan pengawasan lainnya yang diatur oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Atas permasalaham tersebut, terdapat beberapa rekomendasi sebagai berikut : 1. Perlu dibangun komitmen yang kuat diantara semua pimpinan SKPD, bahwa unsur pengawasan menjadi bagian yang sangat penting bagi pengelolaan APBD; 2. Perlunya koordinasi baik langsung maupun tidak langsung antara APIP inspektorat dengan SKPD, dan antara APIP dengan BPK/BPKP/Kementrian/Lemaga terkait dalam efektifitas kegiatan pengewasan atas pengleolaan APBD; 3. Sistem pengendalian internal merupakan prasyarat bagi penyelenggaraan pemerintahan daerah, salah satu unsurnya adalah fungsi audit internal, yang menjadi
44
PENGAWASAN EDISI 02/Th 2016
4.
5.
6.
7.
pertimbangan penting dalam menentukan keluasan dan kedalaman ruang lingkup pekerjaan audit; Anggaran pengawasan harus berbasis pada PKPT dengan indikator kinerja secara jelas yang disusun secara bersama-sama dalam rangka pelakanaan pengawasan yang efektif. Pengawasan tidak hanya terbatas pada audit saja, tetapi juga banyak melakukan pendampingan, dan fungsi pelayanan lainnya seperti konsultansi dalam rangka peningkatan kinerja instansi pemerintah daerah sesuai dengan tuntutan paradigma APIP yang dikehendaki pada saat ini; Pengawasan internal lebih dititikberatkan pada : a. Pengendalian internal dengan memperhatikan pemeriksaan fungsi, yaitu menilai apakah prinsip akuntansi benar-benar telah dilaksanakan; b. Pemeriksaan atas urusan peyelenggaraan pemerintahan daerah sebagai hakeket dari pembangunan itu sendiri, yaitu menguji apakah anggaran yang tersedia betul-betul dapat dinikmati manfaatnya bagi kesejahteraan masayarakat; c. Menentukan apakah pelaksanaan sesuai dengan rencana dan prosedur yang telah ditetapkan, dan apakah hal tersebut telah diperbaiki atau tidak; d. Mengamankan asset daerah, melalui pencegahan, penyelesaian, dan penilaian pelaporan secara kontinyu; e. Melaporkan secara objektif apa yang diketahui kepada manajemen disertai rekomendasi perbaikan; f. Pemeriksaan secara tematik dan mendeteksi persoalan masa depan. Tidak kalah pentingnya adalah untuk menunjang kapabilitas APIP, maka perlunya pelatihan bagi para APIP untuk meningkatkan keahlianya sesuai dengan kebutuhannya, melalui PKS, bintek, loka karya, simposium, loka karya, dan kegiatan penunjang lainnya.
Sumber Bacaan : Hiro Tugirren, 1997. Standar Profesional Audit Intemal. Penerbi Kanisius. Yogyakarta. International Federation of Accountants, Study 13, Governance in the Public Sector: A Governing Body Perspective, 2001, http://www.ifac.org Soegijanto dan Hoesada, 2005. Menyambut Era Baru Akuntansi Pemerintahan (PP 24/2005). http://ikaptkdk.com/ arpan (Down Load Tanggal 21 Juni 2008, Search Engine Yahoo.Com).
PUISI
Dibalik Seruan Pahlawan Kabut, Dalam kenangan pergolakan bumi pertiwi Mendung, Pertandakah hujan deras Membanjiri asa yang haus kemerdekaan Dia dan semua yang ada menunggu keputusan sakral Serbu.... Merdeka atau mati.. Allahu Akbar Titahmu terdengar kian merasuk dalam jiwa Dalam serbuan bambu runcing menyatu Kau teruskan bunyi-bunyi ayat suci Kau teriakan semangat juang demi negeri Kau relakan terkasih menahan terpaan belati Untuk ibu pertiwi.. Kini kau lihat, Merah hitam tanah kelahiranmu Pertumpahan darah para penjajah keji Gemelutmu tak kunjung sia Lindungan-Nya selalu dihatimu Untuk kemerdekaan Indonesia abadi.. Oleh : Zshara Aurora (In Net)
PENGAWASAN EDISI 02/Th 2016
45
LENSA
46
PENGAWASAN EDISI 02/Th 2016