(Aku Melihatnya & Dia Melihatku)
JUBAH HITAM PART 1
Tahun 1993, sebuah cerita tentang kelahiranku. Tentunya, kedua orangtuaku menjadi saksi bagaimana aku lahir. Saat aku masih dalam kandungan, ayah, dan ibu tinggal di Desa Cigombong, Bogor. Lokasinya sangat dekat sekali dengan Lido. Rumah yang tidak begitu luas, bangunannya hanya beralaskan batu-bata merah. Tidak banyak ruangan, hanya ada satu kamar tidur, ruang tamu, dan satu kamar mandi di belakang. Konon ceritanya, di bagian kamar mandi rumahku adalah sebuah kuburan sepasang kekasih yang mati dan dikubur berdekatan. Aku tidak tahu persis tentang kematian sepasang kekasih itu. Setiap aku tanya tidak pernah ada yang berani menceritakan. Karena kabarnya kalau ada yang berani bercerita, hidupnya akan menjadi sial. Kamar tidur ibuku bersebelahan tembok dengan kamar mandi dan tentunya suara tetesan air ke bak sangat terdengar jelas setiap malam saat suasana begitu hening. Merasakan kejadian-kejadian aneh sudah tidak asing lagi buat ibuku. Setiap malam saat tertidur, di balik tembok terdengar suara gaduh banyak orang meminta tolong, terdengar lirih menyayat telinga ibuku. Dan saat pagi hari tiba-tiba di ruang tamu terdengar seperti ada suara sepasang kekasih sedang mengobrol. Ibuku sudah terbiasa dengan hal semacam itu.
Sekitar bulan Maret 1993 atau tepat saat ibuku mengandungku dalam usia empat bulan, sore hari setelah acara pengajian di rumahku selesai, ibuku masuk ke kamar mandi hanya untuk mencuci muka dan tangannya setelah membereskan ruangan seusai pengajian. Di dekat bak terdapat cermin berbentuk lingkaran dengan dilapisi kayu bermotif batik di sisinya. Cermin itu pemberian nenekku. Saat ibu sedang mencuci muka, lampu kamar mandi kedip-kedip, menyala, mati dan terus saja begitu. Ibuku mengabaikan, pikirnya mungkin sudah rusak. Selesai membasuh muka tiba-tiba di balik cermin ada seorang perempuan menatapnya tajam, wajahnya hancur, terdapat luka dan darah yang mengalir di pipinya, rambutnya pun teruntai berantakan. Sontak ibuku menjerit... TOLONGGGGGG... ASTAGAAAA....TOLONGGGGG... Ayahku berlari ke arah kamar mandi dan melihat ibuku sudah dalam keadaan tidak sadarkan diri.
PART 2
Empat puluh hari setelah kelahiranku. Aku masih menjadi bayi sangat mungil, mataku masih belum terbuka lebar untuk melihat dunia. Setiap malam, ibuku selalu ditemani kakak di rumah karena ayahku bekerja di daerah Tangerang dan hanya pulang setiap malam minggu. Malam jum’at tiba-tiba hujan lebat menghiasi kota Bogor. Kakakku sudah tidur lelap di kamarnya. Aku masih dalam gendongan ibuku di kamar. Ibuku berusaha menidurkanku tapi sia-sia. Setiap kali aku melihat ke arah atap kamar, aku justru
menangis histeris. Semakin malam tangisanku tak berhenti-henti, namun air mataku tak mengalir. Ibuku semakin mengkhawatirkanku. Terus saja, aku menangis selama tujuh hari. Aku menangis histeris saat aku melihat ke atap kamar ibuku. Kakakku tidak mengerti dengan apa yang terjadi padaku dulu, dia hanya membantu menenangkanku saja dengan mengajakku bercanda. Tetap sia-sia. Mataku hanya bisa melihat ke arah atas kamar ibuku. Karena terlalu mengkhawatirkan kondisiku, ibuku meminta bantuan para tetangga dan juga seorang aki atau sebutan ‘orang pintar’ di daerah Cigombong, Bogor. Ada seorang tetangga yang menggendongku mencoba menenangkan. Ibuku hanya duduk di dekat aki yang sedang menatapku. “Ibu, silakan buatkan kopi hitam…” ucap Aki dengan suara parau. “Kenapa kopi, ki?” tanya ibuku heran. Bagaimana tidak heran. Seorang bayi yang usianya baru empat puluh hari dengan mata yang belum sepenuhnya terbuka lebar tiba-tiba disuruh meminum kopi hitam. “Buatkan saja, Bu.” sergah Aki berusaha meyakinkan. Ibuku bergegas membuatkan kopi hitam sesuai permintaan Aki dan benar saja saat itu aku meminum kopi hitam disuapin dengan ibuku seperti orang kehausan. Habis dengan sangat cepat tanpa menangis. Ibuku dan semua tetangga tercenung melihat aku meminum kopi hitam. Selesai meminum kopi, aku tidak lagi menangis dan langsung tertidur pulas selama satu minggu. Sekarang, kisah itu baru aku tahu setelah aku dewasa saat ini. Dulu rumahku yang di Bogor itu hanya dikelilingi oleh kebun sangat jauh dengan perumahan. Sebelah
rumahku adalah kuburan-kuburan dan persis di kamar mandi adalah kuburan seorang sepasang kekasih yang dikubur berdekatan. Dan saat aku bayi dulu ada seorang nenek berambut putih sangat menyukaiku akhirnya nenek itu terus mengikutiku ke mana pun aku pergi. Kata Aki, nenek itu akan terus melindungiku. Ibuku menjadi khawatir akan keadaanku, akhirnya ibuku meminta ayahku untuk pindah rumah ke wilayah Cirebon dekat rumah nenekku dan sampai saat ini aku tetap baik-baik saja di rumahku di wilayah Cirebon. Hanya di rumahku yang baik-baik saja, tidak dengan sekitar rumahku.