AKTIVITAS KELOMPOK LUMBUNG PANGAN DAN PETUGAS LAPANG KAITANNYA DENGAN KEBERHASILAN PENGEMBANGAN LUMBUNG PANGAN Fitri Yuroh, H. Djoni dan Adam Saepudin. ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk: mengetahui aktivitas kelompok lumbung pangan, aktivitas Petugas Lapang, keberhasilan pengembangan lumbung pangan, dan menganalisis hubungan antara aktivitas kelompok lumbung pangan dan aktivitas petugas lapang dengan keberhasilan pengembangan lumbung pangan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus pada Kelompok Lumbung Pangan Jambesari di Desa Sidaharja Kecamatan Pamarican Kabupaten Ciamis, jumlah anggota 25 orang sebagai responden. Pengujian hipotesis yang diajukan secara serempak (simultan) adalah dengan menggunakan uji Koefisien Konkordans KendallW dan untuk menguji hipotesis secara parsial menggunakan uji Korelasi Rank Spearman. Penelitian dilakukan dari bulan November 2014 - bulan Pebruari 2015. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh simpulan sebagai berikut : (1) aktivitas Kelompok Lumbung Pangan berada pada kategori tinggi (2) aktivitas Petugas Lapang berada pada kategori tinggi (3) Keberhasilan pengembangan kelompok lumbung pangan secara keseluruhan berada pada kategori tinggi (berhasil). (4) Hubungan secara parsial, nilai koefisien Korelasi Rank Spearman antara aktivitas kelompok lumbung pangan dengan keberhasilan pengembangan lumbung pangan berkorelasi negatif. Hubungan secara parsial, nilai koefisien Korelasi Rank Spearman antara petugas lapang dengan keberhasilan pengembangan lumbung pangan) hubungan lemah sekali. 5. Hubungan secara simultan, nilai koefisien Kendall’s W sebesar 1,000. Hal ini berarti bahwa terdapat hubungan positif antara aktivitas kelompok lumbung pangan dan petugas lapang dengan keberhasilan pengembangan lumbung pangan mempunyai keeratan hubungan sebesar 100 persen. Aktivitas kelompok lumbung pangan, aktivitas petugas lapang, maupun keberhasilan pengembangan lumbung pangan berada dalam klasifikasi tinggi. Namun fakta menunjukkan bahwa baik antara aktivitas kelompok lumbung pangan dengan keberhasilan pengembangan lumbung pangan maupun antara aktivitas petugas lapang dengan keberhasilan pengembangan lumbung pangan tidak ada hubungan. Fenomena ini menunjukkan bahwa untuk mencapai keberhasilan pengembangan lumbung pangan, kelompok lumbung pangan tidak tergantung (mandiri) kepada petugas lapang. Fenomena lain menunjukkan bahwa terjadi sinergi jika aktivitas kelompok lumbung pangan dan aktivitas petugas lapang bekerja secara bersama-sama untuk mencapai keberhasilan pengembangan lumbung pangan. Hal ini menerangkan bahwa untuk mencapai keberhasilan suatu kegiatan, diperlukan aktivitas secara kontinu, harmonis, dan sinergi.
ABSTRACT FITRI YUROH. 2015. Activity Group Food Barn and Field Officers Relation to Successful Development of Food Barn. Under the guidance of H. DJONI and ADAM SAEPUDIN. This study aims to: determine barns group activity, activity Field Officer, the successful development of barns, and analyze the relationship between activity groups and activities barns field officers with the successful development of the food basket. The method used in this research is a case study on a group of Jambesari Food Barn in the Village District of Pamarican Sidaharja Kudat district, the number of 25 members as respondents. Testing the hypothesis proposed simultaneously (simultaneous) is to use the test-W Kendall coefficient of concordance and to test the hypothesis partially using Spearman Rank Correlation test. The study was conducted from November 2014 - February 2015. Based on the results obtained the following conclusions: (1) Food Barn group activity at the high category (2) activity Field Officer at the high category (3) The successful development of the group as a whole barns at the high category (successfully). (4) Relationship partially, Spearman Rank Correlation coefficient between barns group activity with the successful development of the food basket negatively correlated. Partial relationship, Spearman Rank Correlation coefficient between field officers with the successful development of barns) weak relationship. 5. Relationship simultaneously, Kendall's W coefficient of 1.000. This means that there is a positive correlation between the activity of groups of barns and field staff with the successful development of the relationship barns have 100 percent. Activity groups barns, field staff activities, as well as the successful development of barns are in a high classification. But the fact remains that both the activity group with the successful development of barns and barns between field staff activities with the successful development of barns there is no relationship. This phenomenon shows that to achieve successful development of barns, barns group is not dependent (independent) to the field officers. Another phenomenon indicates that synergy occurs when a group activity barns and activity field officers working together to achieve a successful development of the food basket. It is explained that in order to achieve the success of an activity requires continuous activity, harmony, and synergy. I. PENDAHULUAN Pembangunan pertanian yang berkelanjutan merupakan suatu kegiatan pemberdayaan masyarakat yang mutlak dilakukan dalam upaya pemenuhan kebutuhan pangan, memperluas lapangan kerja, pengentasan masyarakat dari kemiskinan. Dalam upaya mendukung pencapaian program pembangunan pertanian tersebut, Kementerian Pertanian telah menetapkan 4 (empat) sukses pembangunan pertanian yaitu : (1) swasembada dan swasembada berkelanjutan; (2) diversifikasi pangan; (3) nilai tambah, daya saing, dan ekspor, dan (4) peningkatan kesejahteraan petani (Kedi Suradisastra, 2008). Empat sukses tersebut didukung oleh Undang-undang No.18 Tahun 2012 tentang Pangan, bahwa untuk mewujudkan kedaulatan pangan, kemandirian pangan, dan ketahanan pangan, pemerintah berkewajiban memfasilitasi cadangan pangan masyarakat. Salah satunya adalah melalui fasilitas pengembangan lumbung pangan masyarakat sebagai upaya mengimplementasikan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang Ketahanan Pangan yang mensyaratkan, bahwa setiap kecamatan minimal terdapat 2 (dua) lumbung pangan yang dikelola masyarakat dengan isi lumbung minimal 5 (lima) ton.
Program Pengembangan lumbung pangan masyarakat merupakan salah satu program yang bertujuan mengurangi kemiskinan. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Barat (2010) jumlah penduduk di Jawa Barat sekitar 43,1 juta jiwa, dari jumlah tersebut sebanyak 4.716 juta jiwa atau 10,93 persen berada pada katagori miskin, sedangkan tahun 2009 sekitar 42,0 juta jiwa, dari jumlah tersebut sebanyak 4.852 juta jiwa atau 11,57 persen penduduk miskin. Selama periode 2009-2010 telah terjadi menurunan kemiskinan sebabnyak 0,36 persen. Permasalahan mendasar yang dihadapi petani adalah kurangnya akses kepada sumber permodalan, pasar, dan teknologi, serta organisasi tani (kelembagaan tani) yang masih lemah. Untuk itu, program Pengembangan lumbung pangan masyarakat sebagai upaya penanggulangan kemiskinan merupakan bagian dari pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang provinsi Jawa Barat dan berada dalam kelompok program pemberdayaan masyarakat. Lumbung pangan adalah salah satu bentuk kelembagaan cadangan pangan yang dibentuk oleh masyarakat desa/kota atau pemerintah yang bertujuan untuk pengembangan penyediaan cadangan pangan bagi masyarakat di semua tingkat wilayah yang dikelola secara berkelompok. Kelompok Lumbung Pangan adalah lembaga yang dibentuk dan dikelola oleh masyarakat yang bergerak dalam pengembangan cadangan pangan meliputi bidang penyimpanan, pendistribusian, pengolahan, pengemasan, dan tataniaga bahan pangan (Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Badan Ketahanan Pangan Daerah, 2013). Upaya memaksimalkan agar pencapaian Program Kelembagaan Lumbung Pangan tersebut berhasil, diperlukan adanya peningkatan kapasitas sumberdaya manusia, salah satu upaya tersebut melalui kegiatan pembinaan bagi Kelompok Lumbung Pangan. Dengan demikian pelaksanaan program tersebut diharapkan Kelompok Lumbung Pangan dapat menjadi kelembagaan ekonomi yang dimiliki dan dikelola petani. Hal di atas sejalan dengan Mubyarto (1989) menyatakan, bahwa percepatan pembangunan pertanian memerlukan peran penyuluh pertanian sebagai pendamping. Dalam melaksanakan perannya, penyuluh pertanian bertindak sebagai fasilitator agar gabungan kelompok tani (Gapoktan) mampu mengambil keputusan sendiri, dengan jalan membantu : 1) mengidentifikasi potensi wilayah; 2) mengidentifikasi dan menganalisa pasar; 3) mengidentifikasi potensi usaha; 4) mengidentifikasi dan memecahkan permasalahan dan 5) pengambilan keputusan di tingkat kelompok dan gabungan kelompok tani. Hal ini sesuai dengan pola dasar Kelembagaan Kelompok Lumbung Pangan yaitu mengembangkan usaha ekonomi produktif petani, pembinaan diperankan sebagai pendampingan dalam melaksanakan program tersebut sesuai dengan potensi usaha ekonomi produktif di perdesaan. Dengan demikian agar segala aktivitas sebagai pendampingan berjalan secara produktif, efektif, dan efisien, maka perlu didukung oleh pengurus dan seluruh anggota kelompok. Selain itu, partisipasi anggota dalam pengelolaan program merupakan indikator keberhasilan pelaksanaannya (Syahyuti, 2007). Masalah ini akan menjadi titik awal dan mendorong untuk dilaksanakannya penelitian terkait pengembangan lumbung pangan, dalam hal ini apakah masyarakat siap bergabung dalam kegiatan Kelompok Lumbung Pangan dengan mendapatkan pembinaan dari Petugas Lapang dalam upaya mencapai Keberhasilan kegiatan pengembangan lumbung pangan. II.
METODOLOGI PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus pada Kelompok Lumbung Pangan Jambesari di Desa Sidaharja Kecamatan Pamarican Kabupaten Ciamis, jumlah anggota 25 orang sebagai responden.
Pengukuran nilai ketiga variabel merupakan hasil penjumlahan seluruh nilai indikatornya. Tingkat variabel Aktivitas Kelompok Lumbung Pangan (Y) diklasifikasikan seperti Tabel 1 Tabel 1. Klasifikasi dan Skor tiap Variabel Klasifikasi /Skor Variabel Rendah Sedang Tinggi Aktivitas Kelompok Lumbung Pangan 18,0 – 29,9 30,0 – 41,9 42,0 – 54,0 Aktivitas Petugas Lapang 15,0 – 24,9 25,0 – 34,9 35,0 – 45,0 Keberhasilan Pengembangan Lumbung Pangan
12,0 – 19,9
20,0 – 27,9
28,0 – 36,0
Pengujian hipotesis yang diajukan secara serempak (simultan) adalah dengan menggunakan uji Koefisien Konkordans Kendall-W S W= 1/12k2 (N3 – N) Keterangan : W = Korelasi Kendall-W S = Jumlah kuadrat simpangan Rj, diperoleh dengan menggunakan rumus :
Rj ∑ Rj N k = Banyaknya variabel yang dirank N = Banyaknya objek atau ulangan untuk setiap variabel 2
Sementara untuk pengujian secara parsial hubungan antara berbagai variabel yang diteliti, akan dilaksanakan dengan menggunakan Korelasi Rank Spearman dengan rumus : a. Jika terdapat sedikit rank kembar atau tidak sama sekali N
6
di
2
i=1 rs =1 N3 – N
Keterangan : rs = Korelasi Rank Spearman 2 di = Perbedaan antara jumlah rank X dan rank Y N = Jumlah responden atau populasi b. Jika cukup banyak rank kembar X2+Y2 - di2 rs
= 2
( X2) ( Y2)
Keterangan : Nilai X2+Y2 diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut : t3–t 2 3 X = (N – N) / 12 - Tx Tx =
12 t –t 3
Y2 = (N3 – N) / 12 - Ty
Ty = 12
Keterangan : T = Faktor koreksi t = Banyaknya kembar data di = Perbedaan antara rank X dan Y Untuk sampel besar apabila N > 10 penentuan signifikansi rs diuji dengan : n–2 thit =
Rs
1 – (rs)2
Penelitian dilakukan dari bulan November 2014 - bulan Pebruari 2015.
III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Identitas Responden 1). Umur Petani Responden Hasil penelitian memperlihatkan bahwa umur petani responden berada pada usia produktif, hal ini sejalan dengan pendapat Said Rusli (1984) yang menyatakan, bahwa penduduk usia produktif adalah penduduk yang berumur 15 sampai dengan 64 tahun. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Umur Petani Responden Anggota Kelompok Lumbung Pangan Jambesari No Kelompok Umur Jumlah Persentase (tahun) (Orang) (%) 1 35 - 44 5 20,0 2 45 – 54 19 76,0 3 55 – 64 1 4,0 Jumlah 25 100,0 Sumber : Profil Kelompok Lumbung Pangan Jambesari , Tahun 2013 Tabel 2. menunjukkan bahwa seluruh responden termasuk dalam kriteria usia produktif. Fadholi Hernanto (1989) menyatakan, bahwa umur berhubungan langsung dengan kemampuan fisik dan responsnya terhadap inovasi baru. Petani berusia muda relatif lebih baik kekuatan fisiknya dibandingkan dengan petani yang sudah berusia lanjut. Begitu pula dalam hal menerima inovasi baru petani yang berusia muda lebih optimis dan responsif. 2). Tingkat Pendidikan Responden Pendidikan baik berupa pendidikan formal maupun non formal merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi penerapan teknologi atau dengan kata lain pendidikan memiliki peran penting terhadap kemajuan suatu kegiatan, karena pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi seseorang untuk menerima hal yang baru agar dapat dengan mudah menerimanya serta akan mempengaruhi pola pikir petani untuk mengembangkan kegiatannya ke arah yang lebih maju (Fadholi Hernanto, 1989). Tingkat pendidikan responden dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Tingkat Pendidikan Petani Responden Anggota Kelompok Lumbung Pangan Jambesari No Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase (orang) (%) 1 SD / SR 11 44,0 2 SLTP 6 24,0 3 SLTA 5 20,0 4 Akademi/PT 3 12,0 Jumlah 25 100,0 Sumber : Profil Kelompok Lumbung Pangan Jambesari , Tahun 2013 Responden lebih memerlukan bentuk pendidikan non formal daripada pendidikan formal untuk menambah pengetahuan baik melalui penyuluhan, pelatihan, dan pembinaan yang berkaitan langsung dengan kegiatan usaha pengembangan inovasi baru (Lumbung Pangan). Pendidikan akan mempengaruhi terhadap pola pikir petani, seperti halnya dinyatakan oleh Mosher (1985), bahwa kemampuan petani dan keputusan-keputusan yang diambilnya dalam pelaksanaan usaha begitu menentukan kecepatan pembangunan pertanian, yang mana dengan lebih tingginya tingkat pendidikan maka pengetahuan, kecakapan, dan cara berpikir seseorang akan lebih maju lagi untuk meningkatkan peroduktivitas usahanya. 3). Pengalaman Berusaha Responden Pengalaman berusaha berpengaruh terhadap keterampilan seseorang dalam menjalankan usahanya. Hal ini didasarkan pada asumsi, bahwa semakin lama pengalaman seseorang dalam pengelolaan usahanya, diharapkan dapat semakin cepat dan tanggap dalam memecahkan suatu permasalahan yang dihadapi dengan harapan lain usaha yang dijalankan relatif cepat berkembang (Fadholi Hernanto, 1989). Pengalaman berusaha responden dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Pengalaman Berusaha Petani Responden Anggota Kelompok Lumbung Pangan Jambesari Pengalaman Berusaha Jumlah Persentase No (tahun) (orang) (%) 1 1–2 1 4,0 2 3–4 2 8,0 3 >5 22 88,0 Jumlah 25 100,0 Sumber : Kelompok Lumbung Pangan Jambesari , Tahun 2013 Melihat pengalaman tersebut dapat dikatakan, bahwa responden relatif lama dalam menjalankan usahanya. Pengalaman berusaha ini secara tidak langsung sangat bermanfaat bagi petani anggota untuk menambah pengetahuan dan keterampilan dalam menjalankan usaha pengelolaan Lumbung Pangan. 4). Jumlah Tanggungan Keluarga Jumlah tanggungan keluarga merupakan sumber tenaga kerja dalam melaksanakan kegiatan usaha. Soehardjo dan Dahlan Patong (1984) mengemukakan bahwa tanggungan keluarga dapat merupakan penunjang usaha yang sedang dilaksanakan, akan tetapi di sisi lain dapat juga menjadi beban keluarga yang hanya mengandalkan hasil usaha yang tidak ditunjang oleh tenaga kerja yang produktif. Secara umum jumlah anggota keluarga mempengaruhi besarnya pengeluaran untuk kebutuhan hidup. Semakin besar jumlah anggota keluarga, biaya yang dikeluarkan untuk kebutuhan sehari – hari semakin banyak. Petani sebagai sebagai kepala rumah tangga memiliki tanggung jawab terhadap keluarganya. Hal tersebut akan menimbulkan keinginan
petani untuk memenuhi kebutuhan keluarganya dengan mengikuti dan melaksanakan program yang dilaksanakan oleh Kelompok Lumbung Pangan Jambesari dengan baik. Tabel 5. Jumlah Tanggungan Keluarga Petani Anggota Kelompok Lumbung Pangan Jambesari Tanggungan Keluarga Petani Jumlah Petani Persentase No (orang) (orang) (%) 1 1–2 3 12,0 2 3–4 18 72,0 3 >5 4 16,0 Jumlah 25 100,0 Sumber : Kelompok Lumbung Pangan Jambesari , Tahun 2013 2. Aktivitas Kelompok Lumbung Pangan dan Petugas Lapang Hasil penelitian tentang variabel Aktivitas Kelompok Lumbung Pangan pada Kelompok Lumbung Pangan Jambesari disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Variabel Aktivitas Kelompok Lumbung Pangan Skor Skor NT Subvariabel Indikator Kategori Ideal Diperoleh (%) 1. Variabel 1). Penyimpanan 12 11,6 Tinggi 96,7 Aktivitas 2). Pengolahan 12 9,9 Tinggi 82,5 Kelompok 3). Pengemasan 12 11,2 Tinggi 93,3 Lumbung 4). Pendistribusian 9 8,5 Tinggi 94,4 Pangan (X) 5). Tataniaga bahan 9 7,9 Tinggi 87,8 pangan Jumlah Skor 54 49,1 Tinggi 90,9 Variabel X 2. Variabel 1). Pembinaan 12 11,0 Tinggi Aktivitas 2). Monitoring 15 13,8 Tinggi Petugas 3). Penguatan dana Lapang (Y) untuk pembangunan renovasi lumbung 9 7,1 Tinggi pangan 4) Pengisian gabah atau beras dalam pelaksanaan pengembangan 9 9,0 Tinggi lumbung pangan Jumlah skor Variabel (Y) 45 40,8 Tinggi 90,7 Tabel 6. memperlihatkan bahwa Aktivitas Kelompok Lumbung Pangan Jambesari berada pada kategori tinggi dengan skor rata-rata yang diperoleh sebesar 49,1 dari nilai harapan sebesar 54,0 dengan Nilai Tertimbang 90,9 persen. Persentase indikator dari variabel Aktivitas Kelompok Lumbung Pangan berada pada kategori tinggi yang berasal dari kelima indikatornya. Hasil penelitian menjelaskan, bahwa petani anggota Kelompok Lumbung Pangan Jambesari dalam melakukan usahanya berorientasi kepada pengembangan kegiatan usaha (ditunjukkan oleh indikator mulai dari penyimpanan, pengolahan, pengemasan yang memiliki kategori tinggi) dan berupaya untuk meningkatkan pendapatan bagi kebutuhan
keluarga petani (ditunjukkan oleh indikator pendistribusian dan tataniaga bahan pangan yang memiliki kategori tinggi). Berawal dari hal itu petani dituntut untuk dapat melakukan usaha budidaya padi sawah. Baik secara langsung atau tidak langsung kegiatan tersebut untuk mempertahankan kelestarian lahan sawah dan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Berdasarkan paparan dari petani anggota Kelompok Lumbung Pangan Jambesari , tujuan yang hendak dicapai kelompok dimaksud, yaitu : 1) Meningkatkan tanggungjawab petani dan pihak yang berkepentingan terhadap keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya Lumbung Pangan. 2) Menyelaraskan kegiatan pengelolaan sumberdaya lahan sawah dengan kegiatan pembangunan wilayah (Sektor pertanian tanaman pangan) sesuai dengan kondisi dan dinamika sosial masyarakat desa. 3) Meningkatkan mutu sumberdaya lahan sawah sesuai dengan karakteristik wilayah. 4) Meningkatkan pendapatan petani serta pihak yang berkepentingan (Lumbung Pangan) secara simultan. Pencapaian tujuan dimaksud tentu menghendaki adanya hak dan kewajiban dari masing-masing pihak (kelompok tani, gapoktan, lumbung pangan, dan petugas lapang). Hak dan kewajiban petugas lapang meliputi : memfasilitasi kelompok tani dalam proses penyusunan rencana, monitoring, dan evaluasi; memberikan kontribusi faktor produksi; mempersiapkan sistem, struktur, dan budaya yang kondusif; serta bekerjasama dengan pihak yang berkepentingan (pasar dan pengusaha agribisnis gabah/beras) dalam rangka mendorong proses optimalisasi dan berkembangnya kegiatan, sedangkan hak dan kewajiban Kelompok Lumbung Pangan meliputi: menyusun rencana, melaksanakan monitoring, dan evaluasi secara bersama-sama anggota; mendapatkan manfaat dari hasil kegiatan usaha yang disesuaikan dengan nilai proporsi faktor produksi yang dikontribusikannya; serta memperoleh dukungan masyarakat desa dalam perlindungan sumberdaya lahan untuk keberlanjutan fungsi dan manfaatnya. Petani anggota Kelompok Lumbung Pangan Jambesari menjelaskan lebih lanjut, bahwa kegiatan usaha mendasarkan pada prinsip kerja partisipatif, bukan top down approach, dibuat bersama dengan Dinas Pertanian Kabupaten Ciamis, serta disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing anggota kelompoknya. Umumnya faktor-faktor aktivitas Kelompok Lumbung Pangan Jambesari telah secara baik dilaksanakan (berkategori tinggi). Petani mampu mencari dan memilih informasi disebabkan oleh umur petani responden dalam usia produktif, mempunyai keberanian dalam mengambil risiko dalam mengadopsi inovasi teknologi, hubungan petani dengan petugas lapang baik dan kerap mengikuti pelatihan meski petani tidak sepenuhnya terbuka dalam mengungkapkan masalahnya kepada petugas lapang, sikap terhadap perubahan, motivasi berkarya bersifat inovatif, aspiratif. Kelompok Lumbung Pangan di pedesaan yang diupayakan dalam rangka pemberdayaan kelompok, selama ini telah memotivasi petani anggota dalam memberi sesuatu sumbangan/kontribusi berupa keberadaan faktor-faktor sosial ekonomi yang dimilikinya untuk usaha mencapai tujuan kelompok yang sangat berarti, memanfaatkan kreativitas secara total dalam menyumbangkan pendapat dalam rapat-rapat anggota. Petani memiliki rasa tanggung-jawab dalam kegiatan usaha, keterlibatan mental dan emosionalnya yang sudah terpacu, terjadi pelibatan ego serta bukan hanya terlibat tugas yang bersifat keterlibatan secara jasmaniah, tetapi sebagai anggota memiliki rasa sense of belonging dengan keberadaan Kelompok Tani (Davis dan Newstrom, 1996). Hamijoyo (1978) menjelaskan, bahwa peranan faktor-faktor aktivitas petani yang dimiliki berkaitan dengan pemberdayaan yang menimbulkan adopsi inovasi dan menunjukkan adanya suatu aktivitas, sedangkan aktivitas itu sendiri dalam pelaksanaannya
tergantung pada partisipasi itu sendiri. Ada dua bentuk adopsi inovasi, yaitu : (1) adopsi inovasi aktif, yaitu mengajak orang lain untuk memperoleh jangkauan dan meningkatkan hasil dari kegiatan yang dilaksanakan, karena berhasilnya kegiatan yang dirasakan oleh masyarakat sebagai keberhasilan masyarakat itu sendiri, dan (2) adopsi inovasi pasif, yaitu tidak menolak atas suatu program pembangunan. Kegiatan usaha merupakan bentuk adopsi inovasi aktif yang dilakukan oleh masyarakat dan akan membawa perubahan secara bertahap untuk mencapai tujuan bersama yang diharapkan. Kegiatan kelompok bergantung pada keadaan sosial ekonomi petani dan berdampak pada adopsi inovasi dalam melaksanakan kerja kelompok yang didasarkan pada alasan dengan partisipasi lebih banyak hasil kerja yang dapat dicapai, pelayanan diberikan dengan biaya yang lebih efisien, di samping lebih menyadarkan petani akan pentingnya membangun masyarakat berdasarkan kekuatan sendiri (mandiri) (White, 1981) . Koentjaraningrat (1988) menyatakan, bahwa aktivitas yang dimaksud adalah adopsi inovasi yang melibatkan masyarakat dengan melihat aspek-aspek sosial ekonominya dalam pembangunan sebenarnya menyangkut dua tipe yang pada prinsipnya berbeda, ialah a) adopsi inovasi diarahkan untuk aktivitas bersama dalam program pembangunan yang khusus, dan b) adopsi inovasi sebagai kegiatan individu di luar aktivitas bersama dalam pembangunan. Tipe pertama, seperti halnya kegiatan dimaksud, masyarakat pedesaan diajak dan dipersuasi oleh wakil dari dinas terkait atau pamong desa, untuk beraktivitas dan menyumbangkan tenaga atau hartanya kepada program pembangunan khusus tadi yang biasanya bersifat fisik. Tipe kedua tidak ada program bersama yang khusus tetapi ada program pembangunan, biasanya yang tidak bersifat fisik dan memerlukan peran serta masyarakat berdasarkan kemauan mereka sendiri. Aktivitas kelompok lumbung pangan dilaksanakan berdasarkan metoda partisipatori, yakni merupakan cara untuk mengembangkan sumberdaya manusia (petani), agar mandiri dan mampu memecahkan permasalahan teknologinya sendiri. Menjadikan petugas lapang sebagai mitra kerja dalam mengembangkan kegiatannya yang dimulai dari perencanaan sampai kepada pelaksanaan kegiatan. Kelompok lumbung pangan merupakan wadah bagi petani untuk aktif menguasai dan mempraktikkan proses penciptaan ilmu pengetahuan atau secara khusus untuk meningkatkan aspek kemampuan, pengalaman, dan kemandirian petani dalam merencanakan dan melaksanakan teknologi yang bersifat spesifik lokalita. 3. Keberhasilan Pengembangan Lumbung Pangan Hasil analisis setiap indikator tentang Keberhasilan Pengembangan Lumbung Pangan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 7. Keberhasilan pengembangan kelompok lumbung pangan secara keseluruhan berada pada kategori tinggi (berhasil) dengan nilai skor yang diperoleh sebesar 32,8 dari nilai ideal 36,0 dengan nilai tertimbang sebesar 91,1 persen. Hal ini berarti bahwa keberhasilan usaha tersebut berada pada kategori tinggi karena telah mencapai 91,1 persen dari 100,0 persen nilai keseluruhan. Hal ini menunjukkan bahwa petani anggota kelompok lumbung pangan telah berhasil mengembangkan lumbung pangan. Tabel 7. Variabel Keberhasilan Pengembangan Lumbung Pangan Nilai Nilai Nilai No Indikator Kategori Ideal Diperoleh Tertimbang (%) 1 Input 9 8,6 Tinggi 95,6 2 Output 12 11,0 Tinggi 91,7 3 Outcome 6 5,4 Tinggi 90,0 4 Benefit 6 5,4 Tinggi 90,0 5 Impact 3 2,4 Tinggi 80,0 Nilai Seluruh Indikator 36 32,8 Tinggi 91,1 (Variabel Y)
Sumber : Data Hasil Olahan Primer Tabel 7 memperlihatkan bahwa skor yang diperoleh dari seluruh indikator (Input, Output, Outcome, Benefit, dan Impact) dari variabel Keberhasilan pengembangan kelompok lumbung pangan telah berhasil dilaksanakan. Oleh karena itu pada dasarnya petani anggota tersebut telah melaksanakan aktivitas sesuai anjuran. Petani anggota mengemukakan, bahwa kemampuan mengelola lumbung pangan berawal dari upaya pembinaan dan pelayanan (fasilitas) yang diberikan oleh Petugas Lapang Dinas Pertanian Kabupaten Ciamis kepada Kelompok lumbung pangan. Kegiatan ini tercermin dalam kegiatan memberikan informasi, sarana produksi (cadangan pangan), informasi pasar, dan pengembangan usaha. Petugas Lapang bertindak pula sebagai motivator, yakni menggugah perhatian anggota, membangkitkan keinginan, keyakinan, dan menggerakkan anggota kelompok untuk melakukan aktivitas lumbung pangan. Dinas Pertanian pun bertindak sebagai dinamisator tercermin dari upayanya berinteraksi dengan anggota kelompok, membangun terjadinya interaksi antar anggota dan melibatkan semua anggota dalam setiap proses pengembangan lumbung pangan. Bahasan di atas sejalan dengan pendapat Arintadisastra (2001), bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi aktivitas petani, yakni : (1) Adanya interest, hadiah, keuntungan dari kegiatan, dan motivasi dari luar (motivator), (2) menyadari bahwa kegiatan yang dilakukan bermanfaat, (3) sesuai dengan kemauan dan kemampuannya, (4) mudah dicoba dengan hambatan yang tidak berarti, dan (5) dapat diterapkan secara berkelanjutan dan lingkungan hidup terjaga. Sebaliknya, penghambat aktivitas petani meliputi : (1) kurang adanya komunikasi yang dapat menyebarluaskan informasi tentang pembangunan dari pemerintah sebagai tugas kepada masyarakat, rendahnya tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakat yang menyebabkan kurang kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi dalam menerima dan menyebarluaskan informasi mengenai pembangunan, demikian pula dalam hal perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pemanfaatan hasil pembangunan, (2) Kemiskinan dan rendahnya penghasilan masyarakat yang memakan waktu dan tenaga untuk berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan, (3) Sikap sosial yang terbentuk dan membudaya seperti paternalistic dan feodalisme menyebabkan warga masyarakat selalu pasrah dan senantiasa siap sedia dengan apa-apa yang dikemukakan oleh pemerintahan desa sehingga partisipasi yang bersifat langsung dan terancam menjadi berkurang, dan (4) Belum jelasnya tujuan dan manfaat dari kegiatan pembangunan bagi masyarakat, sehingga masyarakat tidak tahu dan kurang memahami tujuan dan manfaat pembangunan tersebut (Arintadisastra,2001). Pelembagaan aktivitas dalam pengembangan kelompok lumbung pangan sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas lahan sawah dan kelestarian lingkungan di masa datang (Purnawan, 2005). Sumintaredja (2001) menyatakan, bahwa partisipasi petani dalam aktivitas tersebut, adalah hasil dari proses belajar dan bekerja yang sistematik, berkelanjutan, dan terprogram dalam sistem interaksi antara petani dengan aparatur pemerintah (petugas lapang) sebagai fasilitator atau pemandunya dan bertindak selaku mitra. Prinsip pendekatan pada dasarnya disesuaikan dan dikembangkan untuk kegiatan perencanaan, pengorganisasian, dan penerapan kegiatan baru, yang menempatkan petani sebagai pusat pengembangan masa depan. Hal ini ditunjukkan dengan indikator-indikator yang berada dalam klasifikasi tinggi (berhasil dalam pengembangan lumbung pangan). Secara umum kelompok lumbung pangan telah melakukan aktivitas sebuah organisasi sosial kemasyarakatan, khususnya mengayomi dan mengakomodasi seluruh kepentingan anggota masyarakat dalam melaksanakan dan mengelola kegiatan usaha lumbung pangan. Kekuatan kelompok tercermin dari praktik di lapangan yang menjadikan kelompok sebagai tempat
bertanya, tempat meminta nasehat, dan tempat meminta saran-saran. Integritas kelompok tercermin dari perilaku kelompok menjaga konsistensi kebijakan yang telah diambil dengan aplikasinya dan rasa memiliki terhadap kelompok dibanding dengan kepentingan individualnya. Berdasarkan hal di atas dapat dinyatakan, bahwa pelaksanaan inovasi usaha pengembangan lumbung pangan sebagai bagian peran kelompok berkaitan dengan penyusunan rencana kelompok, peranan dalam penyebaran informasi, peranan dalam mengorganisir kegiatan kelompok, peranan dalam mengendalikan kegiatan kelompok, peranan dalam melakukan hubungan kerjasama dengan berbagai pihak yang terkait dengan kegiatan/usaha kelompok dan peranan dalam forum-forum komunikasi di tingkat desa. 4. Analisis Hubungan antara Aktivitas Kelompok Lumbung Pangan dan Petugas Lapang dengan Keberhasilan Pengembangan Lumbung Pangan Analisis pada bagian ini bertujuan untuk menguji hipotesis apakah terdapat hubungan antara Aktivitas Kelompok Lumbung Pangan dan Petugas Lapang dengan Keberhasilan Pengembangan Lumbung Pangan baik secara parsial maupun secara serempak (simultan). Upaya untuk mempermudah peneliti dalam melakukan analisis dibantu dengan program SPSS for Widows 16. Seberapa besar hubungan antara Aktivitas Kelompok Lumbung Pangan dan Petugas Lapang pada Kelompok Lumbung Pangan Jambesari dengan Keberhasilan Pengembangan Lumbung Pangan, dilakukan analisis parsial yaitu dengan menggunakan analisis korelasi Rank Spearman. Pengujian hipotesis dilakukan dengan membandingkan nilai t hitung dengan nilai t tabel pada derajat bebas (db) = N-2 dengan level of significant sebesar 95 persen. Sehingga untuk mengetahui besarnya hubungan tersebut dapat diketahui dengan melihat peluang. Apabila nilai peluang lebih kecil dari 0,05 atau lima (5) persen maka dapat dikatakan signifikan atau berkorelasi positif. Tetapi, apabila nilai peluang lebih besar dari 0,05 atau lima (5) persen maka dapat dikatakan non signifikan atau berkorelasi negatif. Hasil analisis Koefisien Korelasi Rank Spearman dapat dilihat pada Lampiran 1. Nilai Koefisien Korelasi Rank Spearman antara aktivitas kelompok lumbung pangan pada Kelompok Lumbung Pangan Jambesari dengan keberhasilan pengembangan lumbung pangan sebesar –0,121 (non signifikan atau berkorelasi negatif). Hal ini berarti bahwa tidak ada hubungan antara aktivitas kelompok lumbung pangan pada Kelompok Lumbung Pangan Jambesari dengan keberhasilan pengembangan lumbung pangan. Aktivitas kelompok lebih bersifat nir laba (keberhasilan program bukan berdasarkan aspek benefit tapi dampak programnya). Nilai Koefisien Korelasi Rank Spearman antara petugas lapang dengan keberhasilan pengembangan lumbung pangan sebesar 0,018 (non signifikan). Hal ini berarti bahwa besarnya hubungan antara petugas lapang dengan keberhasilan pengembangan lumbung pangan lemah sekali. Alasannya dilokasi menunjukkan, bahwa aktivitas petugas lapang tidak hanya terfokus pada pembinaan, monitoring, pemberian dana, dan pengisian gabah saja, tetapi dipusatkan juga pada indikator outcome dan impact, serta kurang mengacu pada indikator input dan benefit. Tetapi fakta menunjukkan bahwa baik antara aktivitas kelompok lumbung pangan dengan keberhasilan pengembangan lumbung pangan maupun antara aktivitas petugas lapang dengan keberhasilan pengembangan lumbung pangan tidak ada hubungan. Fenomena ini menunjukkan bahwa untuk mencapai keberhasilan pengembangan lumbung pangan, kelompok lumbung pangan tidak tergantung (mandiri) kepada petugas lapang.
Pengujian secara simultan yaitu dengan menggunakan uji Koefisien Konkordans Kendall-W antara aktivitas kelompok lumbung pangan dan petugas lapang dengan keberhasilan pengembangan lumbung pangan hubungannya kuat sekali. Hasil analisis Kendall’s Coefficient Concordance dapat dilihat pada Lampiran 1. Nilai Koefisien Kendall’s W sebesar 1,000. Hal ini berarti bahwa terdapat hubungan antara aktivitas kelompok lumbung pangan dan petugas lapang dengan keberhasilan pengembangan lumbung pangan, yaitu dengan keeratan hubungan sebesar 100 persen. Fenomena ini menunjukkan bahwa terjadi sinergi aktivitas kelompok lumbung pangan dan aktivitas petugas lapang bekerja secara bersama-sama untuk mencapai keberhasilan pengembangan lumbung pangan. Hal ini menerangkan bahwa untuk mencapai keberhasilan suatu kegiatan, diperlukan aktivitas secara kontinu, harmonis, dan sinergi. Hasil penelitian di atas sejalan dengan apa yang dikemukan oleh Kementerian Pertanian (2010) yang menyatakan, bahwa penerapan inovasi teknologi dalam Program Pembangunan Pertanian, peranan lembaga internal (kelompok di pedesaan) dibutuhkan dalam upaya untuk meningkatkan kapasitas faktor-faktor sosial ekonomi masyarakat, baik secara individu maupun berkelompok, dalam memecahkan berbagai persoalan terkait upaya peningkatan kualitas hidup, kemandirian dan kesejahteraannya dalam rangka peningkatan pendapatan petani. Hasil penelitian di atas sependapat dengan Yukl (2001) yang menyebutkan, bahwa efektivitas peranan lembaga internal (kelompok tani) berdasarkan kontribusinya kepada kualitas proses manajemen kelompok, dirasakan manfaatnya oleh anggota. kemampuan peranan lembaga internal dalam peningkatan kohesivitas anggota, kerjasama anggota, motivasi anggota, penyelesaian masalah, pengambilan keputusan, dan mendamaikan konflik antar anggota, serta pada penerapan inovasi teknologi. Pada tahap ini kelompok ditunjukkan oleh adanya perubahan pola pikir, aktivitas, dan perbaikan usaha kelompok. Kemandirian tingkat kelompok memerlukan dukungan program lintas sektor untuk pembangunan wilayah perdesaan dan pembangunan sarana prasarana perdesaan. Tingkat kemandirian dicapai dengan berfungsinya organisasi yang dibangun secara partisipatif oleh masyarakat dan difasilitasi pemerintah sesuai kebutuhan masyarakat serta efektifnya kepemimpinan dalam organisasi. Lebih rinci dikemukakan Kementerian Pertanian (2010) bahwa evaluasi kemandirian sebagai dampak partisipasi masyarakat, mencakup: (a) pengembangan kelembagaan masyarakat; (b) pemberdayaan kelompok; (c) dukungan pengembangan sarana dan prasarana perdesaan; (d) komitmen pembinaan dan pendanaan daerah; (e) pemantapan sistem agribisnis; (f) pengentasan kemiskinan; (g) kemandirian desa; dan (h) keberlanjutan program desa mandiri. IV. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diajukan simpulan sebagai berikut : 1) Aktivitas Kelompok Lumbung Pangan Jambesari berada pada kategori tinggi dengan skor rata-rata yang diperoleh sebesar 49,1 dari nilai harapan sebesar 54,0 dengan Nilai Tertimbang 90,9 persen. Persentase indikator dari variabel Aktivitas Kelompok Lumbung Pangan berada pada kategori tinggi yang berasal dari kelima indikatornya (ditunjukkan oleh indikator penyimpanan, pengolahan, pengemasan yang memiliki kategori tinggi) serta berupaya untuk meningkatkan pendapatan bagi kebutuhan keluarga petani (ditunjukkan oleh indikator pendistribusian dan tataniaga bahan pangan yang memiliki kategori tinggi).
2) Aktivitas Petugas Lapang untuk Kelompok Lumbung Pangan Jambesari berada pada kategori tinggi dengan skor rata-rata yang diperoleh sebesar 40,8 dari nilai harapan sebesar 45,0 dengan Nilai Tertimbang 90,7 persen. Persentase indikator dari variabel Aktivitas Petugas Lapang berada pada kategori tinggi yang berasal dari keempat indikatornya (ditunjukkan oleh indikator pembinaan, monitoring, penguatan dana untuk pembangunan renovasi lumbung pangan, pengisian gabah atau beras dalam pelaksanaan pengembangan lumbung pangan (ditunjukkan oleh yang memiliki kategori tinggi). 3) Keberhasilan pengembangan kelompok lumbung pangan secara keseluruhan berada pada kategori tinggi (berhasil) dengan nilai skor yang diperoleh sebesar 32,8 dari nilai ideal 36,0 dengan nilai tertimbang sebesar 91,1 persen. Hal ini berarti bahwa keberhasilan usaha tersebut berada pada kategori tinggi karena telah mencapai 91,1 persen dari 100,0 persen nilai keseluruhan. Hal ini menunjukkan bahwa petani anggota kelompok lumbung pangan telah berhasil mengembangkan lumbung pangan, skor yang diperoleh dari seluruh indikator (Input, Output, Outcome, Benefit, dan Impact) dari variabel Keberhasilan pengembangan kelompok lumbung pangan telah berhasil dilaksanakan. Oleh karena itu pada dasarnya petani anggota tersebut telah melaksanakan aktivitas sesuai anjuran. 4). a. Hubungan secara parsial, nilai koefisien Korelasi Rank Spearman antara aktivitas kelompok lumbung pangan pada Kelompok Lumbung Pangan Jambesari dengan keberhasilan pengembangan lumbung pangan sebesar –0,121 (non signifikan atau berkorelasi negatif). Hal ini berarti bahwa tidak ada hubungan antara aktivitas kelompok lumbung pangan pada Kelompok Lumbung Pangan Jambesari dengan keberhasilan pengembangan lumbung pangan. b. Hubungan secara parsial, nilai koefisien Korelasi Rank Spearman antara petugas lapang dengan keberhasilan pengembangan lumbung pangan sebesar 0,018 (non signifikan). Hal ini berarti bahwa besarnya hubungan antara petugas lapang dengan keberhasilan pengembangan lumbung pangan lemah sekali. 5) Hubungan secara simultan, nilai koefisien Kendall’s W sebesar 1,000. Hal ini berarti bahwa terdapat hubungan positif antara aktivitas kelompok lumbung pangan dan petugas lapang dengan keberhasilan pengembangan lumbung pangan mempunyai keeratan hubungan sebesar 100 persen. a. Aktivitas kelompok lumbung pangan, aktivitas petugas lapang, maupun keberhasilan pengembangan lumbung pangan berada dalam klasifikasi tinggi. Tetapi fakta menunjukkan bahwa baik antara aktivitas kelompok lumbung pangan dengan keberhasilan pengembangan lumbung pangan maupun antara aktivitas petugas lapang dengan keberhasilan pengembangan lumbung pangan tidak ada hubungan. Fenomena ini menunjukkan bahwa untuk mencapai keberhasilan pengembangan lumbung pangan, kelompok lumbung pangan tidak tergantung (mandiri) kepada petugas lapang. b. Fenomena lain menunjukkan bahwa terjadi sinergi jika aktivitas kelompok lumbung pangan dan aktivitas petugas lapang bekerja secara bersama-sama untuk mencapai keberhasilan pengembangan lumbung pangan. Hal ini menerangkan bahwa untuk mencapai keberhasilan suatu kegiatan, diperlukan aktivitas secara kontinu, harmonis, dan sinergi. Saran Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diajukan saran sebagai berikut : 1) Kelompok lumbung pangan perlu mengolah beras menjadi beras berkualitas (bebas gabah, beras pecah, butiran, dan kotoran) untuk meningkatkan pendapatannya. 2) Kelompok lumbung pangan perlu meningkatkan tataniaga bahan pangan (beras) untuk meningkatkan pendapatannya.
3) Petugas lapang perlu membuat laporan perkembangan pelaksanaan kegiatan lumbung pangan untuk keberhasilan pengembangan lumbung pangan. 4) Petugas lapang perlu menyaksikan pengesahkan RUK yang disusun untuk memfasilitasi kebutuhan lumbung pangan. DAFTAR PUSTAKA Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan, Kehutanan, dan Ketahanan Pangan Kabupaten Ciamis. 2013. Juknis Pengembangan Lumbung Pangan Desa Tahun 2014. Ciamis. BPS Provinsi Jawa Barat. 2010. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik. Jakarta. Davis, J. dan Newstrom K. 2005. Pendidikan Pertanian untuk Petani. Jurnal Eksistensia Volume 3 Tahun II Februari 2005. Pusat Penyuluhan Departemen Pertanian, Jakarta. Djoni. 2008. Metodologi Penelitian Sosial Ekonomi. Kasus Kelembagaan Kelompok Tani Pelaku Usahatani Terpadu di Jawa Barat (Kajian Perspektif Sosiologis). Program Pascasarjana Program Studi Ekonomi Pertanian Universitas Siliwangi Tasikmalaya. Hamijoyo, S., 1978. Kepemimpinan Adopsi lnovasi untuk Pembangunan Masyarakat. Fak. Pertanian Unila. Lampung. Kedi Suradisastra. 2008. Strategi Pemberdayaan Kelembagaan Petani. Pusat Analisa Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor. Jurnal Forum Penelitian Agro Ekonomi, Volume 26 No 2 Desember 2008. Kementerian Pertanian. 2010. Pedoman Penumbuhan, Pengembangan Kelompoktani, dan Kelembagaan Petani. Jakarta. Koentjaraningrat. 1988. Masyarakat Desa di Indonesia Masa Ini. BPFE UI. Jakarta. Mosher, AT. 1985. Getting Agriculture Moving. Disandur oleh Krisnandhi, S dan Bahrin Samat. Menggerakkan dan Membangun Pertanian. CV. Jasaguna, Jakarta. Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian, Penerbit Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), Jakarta. Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Badan Ketahanan Pangan Daerah. 2013. Juklak Lumbung Pangan Masyarakat (LPM) Provinsi Jawa Barat APBD Tahun 2013. Bandung. Said Rusli. 1984. Pengantar Ilmu Kependudukan. LP3ES, Jakarta. Siegel, S. 1990. Statistik Non Parametrik. Gramedia. Jakarta. Soekartawi. 1988. Prinsip Dasar Dasar Ekonomi Pertanian. PT. Grafindo Persada, Jakarta. Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. CV. Alfabeta. Bandung. Soehardjo. A. dan Dahlan Patong. 1984. Sendi-sendi Ilmu Usahatani. LEPNAS. Ujung Pandang. Syahyuti. 2007. Kebijakan Pengembangan Gabungan Kelompok Tani (GAPOKTAN) Sebagai Kelembagaan Ekonomi di Pedesaan. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi. Bogor. White, A. 1981. Sekolah Lapangan untuk Pemberdayaan Petani Kecil. Field Indonesia, Jakarta. Yukl, Gary. 2001. Kepemimpinan dalam Organisasi (terj), Prenrtice Hall, Inc. New jersey.