SISTEM KETERSEDIAAN PANGAN DAERAH DENGAN ANALISA WILAYAH LUMBUNG PANGAN BERBASIS TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Tri Yulistyawati Evelina dan Subari Program Studi Teknik Informatika Sekolah Tinggi Informatika & Komputer Indonesia
[email protected] ,
[email protected] Abstrak Penelitian bertujuan membangun sistem ketahanan pangan daerah dengan analisa wilayah lumbung pangan berbasis teknologi sistem informasi geografis. Secara khusus penelitian bertujuan: (1) membangun database wilayah lumbung pangan; (2) membangun sistem informasi ketersediaan pangan daerah; (3) memberikan informasi pelaksanaan identifikasi, inventarisasi pemantauan permasalahan ketahanan pangan sehingga akan membantu menyusun kebijakan dalam rangka pembinaan, pengelolaan, distribusi, ketersediaan dan cadangan pangan, (4) pelatihan pemanfaatan sistem ketahanan pangan daerah guna menujang kinerja lembaga pemerintah.Instansi mitra dalam penelitian ini adalah Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan di bawah naungan Pemerintah Kabupaten Malang. Langkah-langkah penelitian diawali kajian literatur, perencanaan dan penyusunan model sistem, verifikasi model, ujicoba lapangan, evaluasi dan pengembangan serta hasil implementasi. Target luaran yang akan dihasilkan: (1) diperoleh data dasar potensi pangan di wilayah lumbung pangan; (2) diperoleh data pendukung kondisi Kab. Malang; (3) dibangun sistem ketahanan pangan daerah dengan analisa lumbung pangan berbasis teknologi informasi geografis; (4) dapat diujicoba dan dievaluasi aplikasi yang dibangun; (5) disusun modul sistem ketahanan pangan daerah dengan analisa wilayah lumbung pangan berbasis teknologi informasi geografis yang dapat digunakan bagi pelaksanaan lapangan yang membutuhkan pelatihan dan pendampingan. Kata kunci:
Sistem Ketahanan Pangan Daerah dengan analisa Wilayah Lumbung Pangan berbasis Teknologi Informasi Geografis
1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Ketersediaan pangan merupakan subsistem dari sistem ketahanan pangan. Ketersediaan Pangan adalah ketersediaan pangan secara fisik di suatu wilayah dari segala sumber, baik itu produksi pangan domestik, perdagangan pangan dan bantuan pangan. Ketersediaan pangan ditentukan oleh produksi pangan di wilayah tersebut, perdagangan pangan melalui mekanisme pasar di wilayah tersebut, stok yang dimiliki oleh pedagang dan cadangan pemerintah, dan bantuan pangan dari pemerintah atau organisasi lainnya. Produksi pangan tergantung pada berbagai faktor seperti iklim, jenis tanah, curah hujan, irigasi, komponen produksi pertanian yang digunakan, dan bahkan insentif bagi para petani untuk menghasilkan tanaman pangan. Kabupaten Malang merupakan salah satu Kabupaten di Jawa Timur yang menjadi salah satu fokus dalam daerah penyedia pangan. Dengan luas wilayah 3.534,86 Km2 atau 353.48 Ha, program prioritas dalam pembangunan “MADEP MANTEP” adalah peningkatan produksi dan ketahanan pangan dalam rangka memacu pertumbuhan ekonomi dan menjamin ketahanan pangan masyarakat. Program tersebut diimplementasikan dengan menjadikan Kabupaten Malang menjadi wilayah lumbung pangan. Terdapat 7 jenis pangan yang menjadi perhatian, yaitu: padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kedelai, kacang hijau, ikan, daging, susu dan telur. Lumbung Pangan adalah Lembaga Milik Masyarakat
Desa yang bergerak di bidang Penyimpanan, Pendistribusian, Pengolahan dan Perdagangan bahan pangan yang dibentuk dan dikelola masyarakat. Lumbung pangan yang dibentuk dengan mengumpulkan sejumlah gabah dimasa panen dan kemudian disimpan di suatu bangunan lumbung sampai musim paceklik tiba. Peranan lumbung pangan yang dibentuk ini adalah berfungsi sebagai (a) Menampung surplus produksi pangan pedesaan pada saat panen; (b) Melayani kebutuhan pangan pedesaan saat paceklik; (c) Melakukan simulasi pemupukan modal melalui iuran dalam bentuk bahan; (d) pangan maupun bentuk tunai, (e) Membantu petani yang kesulitan modal usaha dengan cara menyediakan; (f) alternatif kredit mikro bagi anggotanya sehingga terhindar dari praktek bank harian atau para pengijon; (g) Menghindarkan petani dari kerugian penjualan dini (tunda jual). Apabila dicermati lumbung pangan sangat penting peranannya bagi ketersediaan pangan dan bagi petani. Pemerintah melalui Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan (BKP3) berusaha untuk melakukan identifikasi, inventarisasi dan pemantauan permasalahan ketahanan pangan. Perkiraan jumlah produksi pada lumbung pangan umumnya masih dilakukan dengan cara konvensional yaitu melalui survei lapangan. Cara konvensional ini membutuhkan biaya tinggi dan waktu yang lama, apabila dibandingkan dengan menggunakan teknologi sistem informasi geografis. Survei kondisi lahan dengan mempergunakan teknologi informasi selain
waktu perolehan informasinya cepat dan murah, juga cakupan wilayah surveinya luas dan informasinya dapat diperoleh lebih berkesinambungan. Namun mengingat kompleksitas sistem distribusi pangan daerah, perlu dibangun kembali sistem kelembagaan lumbung pangan secara integral dan sinergitas. Sistem yang akan dikembangkan adalah berbasis kemitraan dan pemberdayaan yang berguna dalam menghimpun data ketersediaan, baik data spasial dan data atribut yang menggunakan sistem database secara komputerisasi. Data Elektronik ini perlu dikembangkan ke dalam Sistem Ketersediaan Pangan dengan analisa wilayah lumbung pangan dengan tujuan dapat membangun sistem informasi geografis yang menjangkau seluruh pusat produksi pangan di wilayah kabupaten Malang dan membangun sistem informasi ketersediaan pangan yang bisa mengelola dan menampilkan data spasial melalui internet dalam bentuk webgis. 1.2. Permasalahan Berdasarkan latar belakang diatas, maka dirumuskan masalah yaitu : a. Bagaimanakah membangun sistem database wilayah lumbung pangan yang menjangkau seluruh pusat produksi pangan di wilayah Kabupaten Malang? b. Bagaimanakah membangun sistem informasi ketersediaan pangan daerah dengan analisa wilayah lumbung pangan berbasis teknologi informasi geografis? c. Bagaimanakah pelaksanaan identifikasi, inventarisasi pemantauan permasalahan ketahanan pangan menggunakan sistem informasi ketersediaan pangan daerah dengan analisa wilayah lumbung pangan berbasis teknologi informasi geografis guna membantu dalam menyusun kebijakan dalam rangka pembinaan, pengelolaan, distribusi, ketersediaan dan cadangan pangan? d. Pelatihan pemanfaatan sistem ketahanan pangan daerah dengan analisa wilayah lumbung pangan berbasis teknologi informasi geografis guna menunjang kinerja pelaksana kelembagaan pemerintah baik di BKP3 dan dinas Pertanian 1.3. Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah: a. Identifikasi data-data yang dibutuhkan dalam membangun database wilayah lumbung pangan di Kabupaten Malang. b. Membangun sistem informasi ketersediaan pangan daerah dengan analisa wilayah lumbung pangan berbasis teknologi informasi geografis c. Memberikan data informasi pelaksanaan identifikasi, inventarisasi pemantauan permasalahan ketahanan pangan menggunakan sistem informasi ketersediaan pangan daerah guna membantu dalam menyusun kebijakan dalam
rangka pembinaan, pengelolaan, distribusi, ketersediaan dan cadangan pangan d. Pelatihan pemanfaatan sistem ketahanan pangan daerah guna menunjang pelaksanaan kinerja kelembagaan pemerintah baik di BKP3 dan dinas Pertanian. 1.4. Urgensi Penelitian a. Sistem Ketersediaan Pangan Daerah dengan analisa wilayah lumbung pangan berbasis Teknologi Informasi Geografis yang akan yang akan dibangun dan diujicobakan, sebagai upaya membangun database wilayah lumbung pangan di Kabupaten Malang. Harapannya, dengan sistem yang akan dibangun dan diujicobakan akan meringankan beban pemerintah khususnya BKP3 dibawah pemerintah kabupaten Malang untuk menghimpun informasi mengenai keberadaan lumbung pangan di daerah yang penting peranannya untuk penyimpanan, pengolahan dan pendistribusian pangan manakala diperlukan di masa bukan panen. b. Melalui sistem ketahanan pangan daerah yang akan dibangun akan mengatasi permasalahan dalam pengelolaan lumbung pangan, misalnya: Menghimpun data ketersediaan pangan pada wilayah lumbung pangan di seluruh pusat produksi di kabupaten Malang Terbangunnya sistem kelembagaan lumbung pangan secara integral dan sinergitas, sehingga akan lebih memperkuat koordinasi diantara elemen- elemen organisasi Pada umumnya lumbung pangan belum memiliki sistem organisasi dan sistem adminitrasi yang kuat, sehingga dengan sistem yang terintegrasi akan lebih membantu kinerja para pengurus lumbung pangan Kemampuan pengurus untuk membuka komunikasi dengan pihak luar masih terbatas, sehingga mengakibatkan terbatasnya akses informasi yang dibutuhkan Memberikan informasi kepada anggota melalui pengurus di wilayah lumbung pangan mengenai informasi produksi pangan sehingga akan menghindarkan petani dari kerugian penjualan dini (tunda jual), melayani kebutuhan pangan pedesaan saat paceklik/bukan masa panen, simpan pinjam dan sebagainya. Dalam rangka pengaturan dan pembinaan anggota di wilayah Lumbung pangan di daerah, peran perangkat lainnya misalnya pengurus kelompok tani, pengurus lumbung pangan menjadi lebih nampak atau lebih berperan. c. Dengan dibangunnya Sistem Ketahanan Pangan Daerah dengan analisa wilayah Lumbung Pangan ini akan dapat digunakan sebagai model percontohan bagi wilayah-wilayah lain di Indonesia yang mempunyai wilayah lumbung
d.
e.
f.
g.
pangan sebagai penyedia cadangan pangan daerah khususnya di masa bukan panen. Pemanfaatan lain dalam pengembangan lebih lanjut dari sistem Ketahanan Pangan Daerah ini tidak hanya dapat mengatasi masalah-masalah petani saja, namun juga dapat dikembangkan misalnya: Untuk mengatasi masalah wilayah rawan pangan Kecukupan Pangan Masalah bencana alam Masalah sosial lainnya Melalui sistem ketahanan pangan daerah yang akan dibangun dan diujicobakan memungkinkan meningkatnya peran lembaga-lembaga pemerintah yang lain, seperti Dinas Pertanian, Dinas Perkebunan dan dinas pemerintah lainnya. Pihak perguruan tinggi sebagai lembaga ilmiah yang dituntut untuk menemukan aplikasi-aplikasi terbaru untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dengan penelitian ini dapat menjadi salah satu lapangan penelitian yang implementasinya untuk peningkatan mutu pelayanan pemerintah daerah khususnya dan para petani pada umumnya, dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah untuk dikembangkan lebih lanjut oleh pemerintah lain yang mempunyai fokus wilayah yang sama. Adanya sistem ketahanan pangan daerah yang dibangun dan diujicobakan, para pengurus akan lebih terbuka dengan informasi yang ada, sehingga lebih produktif dan mandiri, sesuai dengan harapannya.
1.3 Target Luaran • Diperoleh data dasar potensi pangan di wilayah lumbung pangan yang berkaitan dengan kebutuhan penyusunan sistem ketahanan pangan daerah • Dapat diperoleh data pendukung mengenai kondisi Kabupaten Malang seperti iklim, jenis tanah, curah hujan, irigasi, komponen produksi pertanian yang digunakan • Dapat dibangun sistem ketahanan pangan daerah dengan analisa wilayah lumbung pangan berbasis teknologi informasi geografis sehingga dapat diujicobakan dalam melakukan identifikasi, inventarisasi dan pemantauan mengenai permasalahan ketahanan pangan. • Dapat dilakukan ujicoba dan evaluasi mengenai aplikasi yang dibangun apakah telah sesuai dengan kebutuhan BKP3 Kabupaten Malang dalam rangka pengaturan dan pembinaan, pengelolaan, distribusi, ketersediaan dan cadangan pangan. 1.4 Lingkup Penelitian • Dalam penelitian ini akan dibatasi pada pembuatan perangkat lunak untuk tempat-tempat lumbung pangan berdasarkan ketersediaan data pada instansi terkait studi kasus di Kabupaten Malang. • Penelitian tidak mengerjakan aspek perangkat keras, seperti proses konfigurasi server yang sesungguhnya pada layanan hosting, pemesanan
•
•
domain, sistem akan diimplementasikan pada server lokal (localhost). Untuk pengujian penelitian ini akan digunakan beberapa contoh kasus request user yang dikondisikan mendekati ideal sesuai dengan kenyataan data yang ada diamana data tersebut sudah diolah dalam perangkat lunak. Perangkat lunak berupa aplikasi GIS (Geographics Information System) ini menggunakan teknologi WebGIS.
2. Tinjauan Pustaka 2.1 Pengertian WebGIS Web-based GIS (WebGIS) adalah Sistem Informasi Geografis (SIG) yang terdistribusi dalam suatu jaringan komputer untuk mengintegrasikan dan menyebarluaskan informasi geografi secara visual pada World Wide Web. WebGIS dibandingkan dengan GIS yang berbasis dekstop menawarkan beberapa keuntungan seperti efisiensi biaya, efisiensi beban kerja sumber daya manusia untuk instalasi, pemeliharaan dan dukungan teknis, pemangkasan kurva pembelajaran untuk pengguna akhir dan keunggulan dalam hal integrasi data spasial dan data non spasial menggunakan DBMS (Databese Management System). Objek geo spasial terdiri dari informasi data spasial dan data non spasial. Informasi spasial dapat divisualisasikan dengan mengkonversi data non spasial yang ditampilkan secara dinamis di halaman HTML. Gambaran proses request data yang standar pada WebGIS dapat dijelasakan sebagai berikut, database mengirimkan request data ke PHP, hasil respon dari request berupa format data dikirimkan kembali melalui browser. Untuk menerima data spasial dan non spasial dari DBMS dibutuhkan sebuah teknik yang mampu mengkomunikasikan antara client dan database pada server. Teknik seperti ini sudah tersedia di PHP, ASP, ASP.net, atau JSP. Pemilihan tekniknya disesuaikan dengan web server yang digunakan. Contoh pemanfaatan WebGIS ketika terjadi tsunami di Aceh bukti kehebatannya baru dapat kita analisa jika sudah ditampilkan kedalam bentuk peta. 2.3 Leaflet Leaflet adalah aplikasi open-source yang menggunakan JavaScript modern untuk peta yang interaktif. Aplikasi ini dikembangkan oleh Vladimir Agafonkin dari CloudMade dengan tim kontributor khusus. Beratnya hanya sekitar 27 KB kode JS gzip.
Hal ini dibangun secara efisien dengan mengambil keuntungan dari HTML5 dan CSS3 pada browser modern. Fokusnya adalah pada kegunaan, kinerja, ukuran kecil dukungan, A-grade browser dan API sederhana dengan konvensi di atas konfigurasi. Kode OOP berbasis perpustakaan ini dirancang untuk menjadi modular, extensible dan sangat mudah dipahami. Fitur-fitur dari leaflet diantaranya adalah: a. layer peta mendukung untuk : • Lapisan Vektor seperti : polylines dan poligon. • Lapisan GeoJSON. b. Fitur Visual: • Zoom animasi. • Tampilan Lebih Halus. • Animasi Poup. c. Kontrol Peta: • Zoom Peta. • Pemindah Layer. • Skala • Atribut. 2.4 Studi Pemantauan Daerah Rawan Pangan Berbasis Inderaja Satelit dan Sistem Informasi Geografis (SIG) Studi Pemantauan Daerah Rawan Pangan Berbasis Inderaja Satelit dan Sistem Informasi Geografis (SIG) pernah dilakukan oleh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Pada kuartal pertama (Januari-April) tahun 2002 dengan menggunakan metode yang dikembangkan dari hasilhasil penelitian yang telah dilakukan selama beberapa tahun terakhir. Kajian difokuskan terhadap Pulau Jawa mengingat bahwa sampai saat ini Pulau Jawa masih menjadi salah satu sentra produksi padi yang penting di Indonesia. Perkiraan Potensi Daerah Rawan Pangan secara sederhana didasarkan pada Rasio Produksi dan Kebutuhan beras di suatu daerah. Analisis dilakukan terhadap daerah di Pulau Jawa pada Kuartal pertama (Januari – April) tahun 2002. Hasil kajian tersebut digunakan oleh pemerintah di tingkat pusat maupun daerah untuk mengantisipasi keadaan rawan pangan sedini mungkin dan mengambil tindakan yang berkaitan dengan pengadaan pangan. Perkiraan produksi padi umumnya masih dilakukan dengan cara konvensional yaitu melalui survei lapangan. Cara konvensional ini membutuhkan biaya tinggi dan waktu yang lama, apabila dibandingkan dengan teknologi penginderaan jauh. Survei kondisi lahan dengan mempergunakan teknologi satelit penginderaan jauh selain waktu
perolehan informasinya cepat dan murah, juga cakupan wilayah surveinya luas dan informasinya dapat diperoleh lebih berkesinambungan. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan, bahwa teknologi penginderaan jauh dapat digunakan untuk memberikan informasi secara dini tentang perkiraan luas panen dan tingkat produktifitas padi. Selanjutnya dengan menerapkan sistem informasi geografis (SIG), informasi tersebut dapat diintegrasikan ke dalam model deteksi rawan pangan. 2.5 Roadmap Penelitian Salah satu indikator terbangunnya ketahanan pangan adalah tidak adanya indikasi kerawanan dan kasus rawan pangan. Salah satu aspek penting dalam pencapaian tersebut adalah ketersediaan cadangan pangan masyarakat dan kemampuannya dalam mendayagunakan sumber pangan yang ada. Penelitian yang akan dilakukan adalah memetakan lumbung pangan yang ada di Kabupaten Malang. Sehingga bisa diketahui dengan cepat ketersediaan pangan di daerah abupatan Malang, sehingga bisa mencegah secara dini kerawanan pangan. 2.6 Keberlanjutan & Penerapan Hasil Kegiatan Adanya sistem Ketahanan Pangan Daerah yang dapat digunakan untuk memetakan secara detail lumbung pangan yang ada di Kabupaten Malang dan kondisi yang paling mutakhir dari lumbung tersebut. Mempercepat pengaksesan data lumbung pangan oleh pihak-pihak yang berkepentingan (pemerintah, petani, masyarakat), khususnya dalam penanganan daerah rawan pangan. Salah satu bentuk layanan pemerintah terhadap masyarakat yang ingin mengetahui ketersediaan cadangan pangan masyarakat dan kemampuannya dalam mendayagunakan sumber pangan yang ada 3. Metode Penelitian 3.1 Kerangka Pemikiran Pada penelitian ini, sesuai dengan judul penelitian maka digunakan pendekatan “research and development” . Artinya, antara tujuan dengan metode yang digunakan ada garis kesesuaian, agar masalah yang sedang diselesaikan berjalan dengan baik sesuai aturan yang ada. Pendekatan pelaksanaan pekerjaan menggunakan metodologi penelitian dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan kualitatif dilaksanakan untuk merumuskan indikator rawan pangan yang relevan dengan wilayah yang dikaji. Pendekatan kualitatif digunakan sebagai pembanding dan memperjelas data kuantitatif yang ada dengan memakai strategi studi kasus. Strategi studi kasus dipilih karena kekhasan masalah, selain
kemampuannya dalam menjelaskan fenomena sosial secara lebih mendalam (Cresswel, 1994; Babie 2004 dalam Sitorus,1999). Kerangka penelitian digambarkan sebagai berikut:
membuat interpolasi peta pada hasil pemetaan wilayah ketersediaan pangan daerah Kabupaten Malang. Siklus keempat, meliputi: (1) uji lapangan operasional (operational field testing), uji validasi model pemetaan wilayah ketersediaan pangan daerah. (2) Memonitor kesesuaian hasil pemetaan dan nilai faktor-faktor yang mempengaruhi ratio angka kerawanan pangan serta menanalisa hasil impelemntasi terhadap tujuan institusi pemerintah yang terkait dengan penelitian ini.
Gambar 1 Siklus penelitian pengembangan model Sistem Ketersediaan Pangan Daerah Siklus pertama, studi pendahuluan sistem ketersediaan pangan daerah dengan analisa wilayah lumbung pangan berbasis teknologi WebGIS terdiri dari: (1) penelitian dan pengumpulan informasi (research and information collecting) teori, hasil studi dan informasi yang relevan dengan masalah pemetaan daerah rawan pangan. Mencakup assessment kebutuhan, kajian pustaka, studi penelitian berskala kecil, penyiapan laporan, pertimbangan nilai yang berlaku dilokasi penelitian pedesaan di Kabupaten Malang. (2) perencanaan (planning), tahap ini mencakup pendefinisian ketrampilan yang dipelajari, merumuskan dan mengurutkan tujuan, mengidentifikasi kegiatan pelatihan, ujia validasi berskala kecil, (3) mengembangakan analisa awal mencakup penyiapan model implementasi sistem pemetaan lumbung pangan untuk tiap wilayah beserta data spasial dan non spasial yang dibutuhkan, serta yang mempengaruhi factor-faktor rawan pangan. Siklus kedua, pemetaan wilayah rawan pangan dilakukan dengan mendigitasi semua titik yang berkaitan dengan analisa dari faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya rawan pangan. Menentukan titik utama untuk lokasi lumbung pangan masyarakat, pengumpulan dan analisa data individu, observasi, dokumentasi dan pencitraan lokasi baik dari digitasi vektor tiap kecamatan dalam Kabupaten Malang maupun hasil remote sensing (citra satelit). Siklus ketiga, hasil dari pemetaan dan digitasi wilayah ketersediaan pangan daerah Kabupaten Malang sesuai uraian pada siklus kedua, maka dilakukan perencanaan sistem yang akan dibangun dengan menggunakan teknologi WebGIS, mempersiapkan layer-layer pendukung faktor yang mempengaruhi rasio rawan pangan bagi suatu daerah. Membuat area penanda untuk klasifikasi rasio rawan pangan yang nilai rasio sudah didapatkan dan
Gambar 2 Tahapan pelaksanaan penelitian pengembangan Model Sistem Ketersediaan Pangan Daerah 3.2 Teknik dan Instrument Penelitian Data yang dikumpulkan dari lapangan dikelompokkan menjadi empat bagian, studi pendahuluan, pengembangan, ujicoba terbatas, dan ujicoba lapangan operasional. Setiap tahapan penelitian yang dilakukan mempunyai teknik pengumpulan data yang sesuai dengan tujuan yang dibuat dalam penelitian. Tahap satu studi pendahuluan dilakukan persiapan, survey pendalaman, analisis kebutuhan. Untuk ini dipilih teknik wawancara, observasi, studi dokumentasi dan kajian pustaka. Kerja operasional; ketiga alat ukur tersebut digunakan secara fleksibel tergantung kondisi dilapangan. Sukmadinata (2006: 165) mengatakan, penelitian dan pengembangan diawali dengan adanya kebutuhan, permasalahan yang membutuhkan pemecahan dengan menggunakan suatu produk tertentu. Tahap kedua menyusun perencanaan model sistem ketersediaan wilayah pangan daerah. Dengan mengacu pada hasil studi pendahuluan, maka dilakukan pembuatan rancangbangun (prototype) model Sistem Ketersediaan Pangan Daerah melalui pendekatan analisa wilayah lumbung pangan masyarakat. Analisa dalam perancangan ini meliputi faktor-faktor penentu dalam rasio rawan pangan antara lain: (1) Konsumsi pangan terhadap ketersediaan bersih per kapita per hari, (2) Penduduk hidup di bawah garis kemiskinan, (3) Akses terhadap jalan, (4) Akses terhadap listrik, (5) Angka harapan hidup, (6) berat badan balita, (7) Angka kematian bayi, (8) Akses ke air bersih, (9) akses ke puskesmas dan (10) Jumlah perempuan buta huruf.
Tahap ketiga ujicoba dan implementasi model Sistem Ketersediaan Pangan Daerah secara operasional. Ujicoba ini dilakukan beberapa kali dan tergantung dari kesesuaian antara kajian teori dan kondisi lapangan. Pada tahap ujicoba alat ukur diperluas, sering dilakukan dan digunakan serta dianalisis sesuai kebutuhan, dilakukan juga uji validasi dan reliabilitas alat ukur. Tahap keempat ujicoba lapangan operasional atau uji validasi model Sistem Ketersediaan Pangan Daerah, pada tahap ini digunakan alat ukur yang sama dengan tahap ujicoba. Pada tahapan ini juga telah diterbitkan modul-modul hasil analisa dan penggunaan sistemketersediaan pangan daerah, serta pelatihan untuk staf-staf pada instansi terkait. 3.3 Subjek dan Lokasi Penelitian a. Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah (1) lokasi dan data penunjang untuk pemetaan lumbung pangan masyarakat yang berada disemua kecamatan dalam Kabupaten Malang, (2) faktor-faktor data penentu rasio nilai daerah rawan pangan, sesuai dengan penjelasan dari tahapan enelitian pada tahap kedua. (3) data-data penunjang lainnya, mulai dari komoditas pertanian, iklim, bentuk tanah, kepadatan penduduk, dan lainnya. b. Lokasi Penelitian Lokasi pelaksanaan pekerjaan adalah di semua kecamatan, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Waktu pelaksanaan kegiatan dilaksanakan selama 1 tahun. 3.4 Populasi dan Sampel Penelitian Dilihat dari sumbernya, data dasar yang digunakan sebagai berikut :
Data Sekunder Data ini merupakan data yang telah dikumpulkan dan sajikan oleh pihak lain. Adapun data sekunder yang akan digunakan dalam studi ini adalah data time series lima tahun terakhir, yaitu: a. Data padi menurut kecamatan di seluruh kabupaten: 1. Intensitas tanam padi per tahun 2. Luas tanaman padi per tahun/per tanam 3. Luas tanaman padi yang rusak per tahun 4. Luas panen padi per tahun 5. Jumlah produksi padi per tahun 6. Rata-rata harga gabah per tahun 7. Luas lahan pertanian yang menganggur/tidak digarap b. Data palawija (non padi) menurut kecamatan di seluruh kabupaten: 1. Intensitas tanam per tahun
2. Luas tanaman per tahun/per tanam 3. Luas tanaman yang rusak per tahun 4. Luas panen per tahun 5. Jumlah produksi per tahun 6. Rata-rata harga per tahun 7. Jumlah ternak c. Data kesehatan/gizi penduduk menurut kecamatan di seluruh kabupaten: 1. Prevalensi balita kurang energi protein 2. Angka kelahiran dan jumlah ibu 3. Angka kematian bayi waktu lahir (IMR) 4. Umur harapan hidup anak usia 1 tahun 5. Jumlah anak kurang gizi 6. Jumlah penduduk yang dapat mengakses air bersih 7. Jumlah penduduk menurut jarak tempat tinggal dengan puskesmas 8. Wanita yang buta huruf d. Data sosial ekonomi penduduk menurut kecamatan di seluruh kabupaten: Jumlah penduduk/kepala keluarga miskin (keluarga pra sejahtera dan keluarga sejahtera I) e. Data pendukung lainnya 1. Angka kejahatan (pencurian) 2. Pola konsumsi pangan (peralihan dari pangan pokok ke lainnya) 3. Mobilitas tenaga kerja lokal ke daerah lain 4. Frekuensi jual beli ternak
Sumber Data Data-data sekunder yang disebutkan dimuka dikumpulkan dari berbagai sumber resmi, yaitu: BKP3, BPS, Bappeda, Dinas Pertanian, BKKBN, Dinas Kesehatan.
Data Primer Data ini merupakan data yang diperoleh langsung dari obyek studi. Adapun data primer yang digunakan dalam studi ini diantaranya meliputi: kondisi visual lapangan, informasi masyarakat langsung, pendapat dan pandangan dari pemerintah daerah Kabupaten Malang. 4. Pembahasan Dalam penelitian ini pada langkah awal setelah data didapatkan maka dihasilkan rancangan dari sistem yang akan dibuat berdasarkan pada pola desain arsitektur sistem yang ditentukan, arsitektur ini memiliki beberapa blok proses yang dijelaskan sebagai berikut:
4.1 Arsitektur Sistem
• Pada blok Web Server, hasil inputan diatas akan dimanajemen pada bagian ini untuk mengklasifikasikan antara data atribut dan data spasial. Beberapa proses yang dilakukan adalah: o
Menyimpan data atribut pada database termasuk dokumentasi dan detail lumbung pangan tiap wilayah.
o
Mengklasifikasikan layer untuk tiap data atribut instansi yang berkaitan.
o
Menyimpan semua data spasial mulai koordinat, zona wilayah tempat tempat lumbung pangan serta data pendukung didalamnya ke dalam database spasial sesuai layer untuk tiap masingmasing wilayah.
o
Merelasikan data komoditas, lumbung dengan tiap-tiap wilayah yang ada.
• Pada blok filter didalam proses Leaflet, tiap data atribut dan spasial yang telah diproses pada blok sebelumnya akan diproses lebih lanjut untuk mendeteksi kesesuaian dengan penentuan posisi dan pembuatan map marker pada basemap yang aktif. Untuk blok ini terdapat tiga proses utama yang bisa dijabarkan sebagai berikut: Gambar 3 Arsitektur WebGIS Wilayah Lumbung Pangan • Input sistem berupa pendataan atribut dan data spasial dari layer lumbung pangan. Beberapa kriteria berikut perlu diakomodasi supaya sistem berjalan optimal: o
Super Administrator membuat data identifikasi user untuk Administrator dari masing-masing instansi atau tempat.
o
Super Administrator memasukkan master data template untuk Identitas instansi, kecamatan sebagai pembagian zona wilayah, komoditas pertanian, master data lumnbung pangan, dan koordinat dimana instansi berada.
o
Administrator yang memasukkan data konten berupa kelengkapan dari data-data pendukung lumbung pangan termasuk didalamnya komoditas yang selalu berubah-ubah baik nilai dan jenisnya.
o
Administrator mampu memodifikasi data-data dari departemen terkait, termasuk memodifikasi data spasial jika secara geografis terjadi perubahan.
Gambar 4 Blok Diagram Proses pada Leaflet Klasifikasi basemap layers dan object layers berguna untuk menetapkan layer peta utama (basemap) yang harus diambil dari map server, dimana klasifikasi ini akan menentukan peta utama apa saja yang akan disediakan dalam layer basemap. Terdapat 7 pilihan layer peta induk antara lain (Google Roadmap, Google Satellite, Google Hybrid, Mapnik yang akan mengaktifkan OpenStreetMap, MapQuest, Cloudemade, dan bing map). Selanjutnya menentukan multiple choice bagi layer objek yang ada. Aktivasi map server, map marker dan hyperlink marker berguna untuk mengambil peta utama yang terpilih dari map server kemudian menentukan perbesaran dan skala tampilan awal peta tersebut (zoom), dan penempatan zona wilayah awal sesuai koordinat yang dibaca dari database spasial. Setelah
ditetapkan property dari peta utama (basemap), selanjutnya membaca filter layer objek yang aktif, mengambil nama objek dan foto objek, serta menetapkan hyperlink objek tersebut. Sedangkan pada database spasial bagian ini akan membaca koordinat posisi masing-masing instansi, selanjutnya mengklasifikasikan marker untuk layer objek yang aktif untuk dikaitkan posisi objeknya pada peta utama. Bagian ini juga yang akan membuat visualisasi layanan kesehatan apa saja yang akan ditampilkan ke peta utama sesuai dari user (client). Representasi data spasial pada basemap yang aktif berguna untuk menyiapkan pada frame leaflet peta utama terpilih beserta data marker hasil blok sebelumnya yang selanjutnya hasil set pada frame leaflet ini akan dikirimkan kembali pada web server untuk ditampilkan pada halaman web user yang merequest (client). • Pada blok Client ini, melakukan request alamat web dari webgis layanan kesehatan ini, kemudian memilih jenis request pada halaman web berupa zona wilayah yang ingin ditampilkan (wilayah Kecamatan dan Kelurahan), pilihan peta utama (7 layer basemap), objek lumbung pangan yang perlu ditampilkan. • Output dari sistem adalah: o
Representasi data atribut dan data spasial untuk peta utama yang aktif dan layer objek terpilih.
o
Data identifikasi masing-masing tempat lumbung pangan beserta informasi apa saja yang terdapat didalamnya.
o
Data keberadaan posisi objek secara geografis dan info pendukungnya yang berkaitan dengan wilayah dan komoditas pertanian.
o
Data hasil pemilihan zona yang direpresentasikan dalam bentuk peta wilayah menurut Kecamatan dan Kelurahan.
o
Data detail hasil pemilihan sub pelayanan kesehatan yang akan otomatis melakukan filter pilihan dari layer objek yang memenuhi kondisi dari pilihan user.
4.2 Fitur-Fitur Perangkat Lunak Berikut akan dijabarkan lebih lanjut mengenai macam-macam fitur yang akan didukung oleh perangkat lunak:
•
User Interface yang user-friendly
Halaman web didesain sedemikian rupa yang terlihat sangat mudah sekali untuk bisa dibaca dan interaksi user dipandu dengan navigasi yang sangat membantu untuk memilih atau melakukan request secara dinamis pada hasil halaman webgis. • Pencarian POI (Point of Interest) Fitur ini berguna untuk mencari pengelompokkan jenis objek tempat objek, zona wilayah dalam lingkup Kecamatan dan Kelurahan. Hasil filter akan ditampilkan berdasarkan area didalam kecamatan dan kelurahan yang dicari. • Pemilihan Layer Peta Utama (Basemap layers) Fitur ini berguna untuk menentukan peta utama yang akan diaktifkan, menvisualkan peta baik dalam bentuk vector 2D maupun citra satellite (remote sensing). Masing-masing peta utama memeiliki kelebihan dan kekurangan dari sisi detail informasi geografis, dan ini menjadikan keleluasaan user untuk bisa menyesuaikan pilihan peta utama mana yang tepat dan mudah dibaca. • Pemilihan Layer objek (Object layers) Fitur ini untuk mengaktifkan dan menonaktifkan map marker dari masing-masing tempat. • Navigasi dan Info Peta Fitur ini untuk mengatur visualisasi peta dan informasi didalamnya. Beberapa navigasi dan informasi didalamnya antara lain adalah: o Tile Layers, sebuah label yang menampilkan informasi layer peta utama yang aktif. o Attribution, Informasi label masing-masing objek dan beberapa objek pendukung lain berupa label POI (point of interest) disekitar objek utama. o Zoom in/out, untuk mengatur skala penampakan peta diperbesar atau diperkecil. o Markers, icon penanda dari masing-masing objek o Popups, menu interaktif yang terdapat pada masing-masing markers yang akan menampilkan dialog berupa foto dan nama objek. Dalam fitur ini user bisa melihat detail objek tersebut dengan cara mengklik hyperlink dari nama objek yang ada. o Layer switcher, pilihan kategori layer yang terdiri dari pemilihan layer peta utama (basemap layers) dan layer lumbung pangan (object layers). o Scale, informasi skala peta yang sedang ditampilkan. • Halaman detail tempat layanan kesehatan Fitur ini untuk menampilkan detail informasi data atribut dan spesifikasi data spasial dari masing-masing objek lumbung pangan. •
Halaman detail objek
Fitur ini untuk menampilkan informasi dokumentasi dari objek lumbung pangan. •
dan
Gambaran dari Layout WebGIS Wilayah Lumbung Pangan di Kabupaten Malang, adalah sebagai berikut:
Gambar 7 Tampilan Utama WebGIS
Gambar 5 Halaman Utama pembuka web
Gambar 8 Tampilan pemilihan layer sumber peta Gambar 6 Halaman Galeri Lumbung Pangan
5. Kesimpulan Dan Saran 5.1 Kesimpulan Dari pembahasan pada bab-bab sebelumnya dari penelitian ini, maka dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain sebagai berikut ini : •
Dengan adanya sistem informasi geografis wilayah lumbung pangan di Kabupaten Malang bebasis webgis ini maka masyarakat lebih mudah mencari informasi tentang letak dan dan informasi sarana yang disediakan dari tempat pelayanan kesehatan tersebut.
•
Membantu pemerintahan Kabupaten Malang dalam memantau daerah rawan pengan dari area ketersediaan lumbung pangan dan komoditas yang ada.
•
Pihak Dinas terkait sendiri akan terbantukan dalam menginformasikan tentang letak dan keberadaan lumbung pangan yang ada.
•
Sistem ini akan memberikan informasi tidak hanya data teks dan gambar, namun representasi objek pada peta geografis sesuai keadaan sebenarnya sehingga sangat memungkinkan untuk mendapatkan data dengan tingkat kebenaran mendekati ideal.
5.2
Saran Adapun saran untuk pengembangan lebih lanjut dari sistem informasi geografis wilayah lumbung pangan di Kabupaten Malang berbasis webgis ini adalah penambahan fitur yang lebih dinamis melibatkan semua elemen dalam khususnya bidang pertanian, social dan kemasyarakatan untuk bisa langsung terlibat dan ikut andil dalam memberikan perubahan data yang ada pada sistem ini. 6. Daftar Pustaka [1] Dewan Ketahanan Pangan. 2006. Kebijakan Umum Ketahanan Pangan 2006-2009. Jakarta [2] Rachman, H.P.S, dkk.. 2004. Manajemen Ketahanan Pangan Era Otonomi Daerah danPerum Bulog. Laporan Hasil Penelitian. Puslitbang Sosek Pertanian, Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian. [3] Rachman, H.P.S, A. Purwoto, dan G.S. Hardono 2005. Kebijakan Pengelolaan Cadangan Pangan Pada Era Otonomi Daerah Dan Perum Bulog. Forum Penelitian Agro Ekonomi. Volume 23 No. 2, Desember 2005 : 73 – 83 [4] Pusat Pengembangan Pemanfaatan dan Teknologi Penginderaan Jauh – LAPAN, 2002, Pemantauan Daerah Rawan Pangan di Pulau Java untuk/dan Alarm Bencana Alam pada Kuartal Pertama (Januari-April) Tahun 2002, LAPAN [5] Simatupang, P. 2006. Kerangka Dasar Kebijakan Ketahanan Pangan Nasional. Makalah disajikan pada Kongres Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI), Manado 18 – 20 Juni 2006. [6] Henny Pramoedyo, et. al., 2010, Indikator dan Pemetaan Daerah Rawan Pangan di Kabupaten Ponorogo, Universitas Brawijaya Malang [7] Jabal Tarik Ibrahim, et al, 2009, Analisis Ketahanan Pangan di Jawa Timur (The Food Security Analysis in East Java), Disajikan Pada Workshop Ketahanan Pangan 2009
[8] Alamgir, M. and P. Arora. 1991. Providing Food Security For All. New York University Press for the International Fund for Agricultural Development (IFAD), Rome.