BAB IV ANALISIS URGENSI PENDIDIKAN AGAMA PADA USIA REMAJA MENURUT PANDANGAN Prof. Dr. ZAKIAH DARADJAT (PERSPEKTIF PSIKOLOGI ISLAM)
Kita semua tahu dalam hal ini Prof. Dr. Zakiah Daradjat lebih menitikberatkan kajian pada ilmu jiwa
(psikologi) agama dan kesehatan mental.
Prof. Dr. Zakiah Daradjat merupakan orang yang pertama memperkenalkan psikologi agama di lingkunagn pendidikan tinggi agama Islam. Prof. Dr. Zakiah Daradjat tidak mensosialisasikannya lewat karya-karyanya, akan tetapi lewat kegiatan mengajar di berbagai perguruan tinggi Islam sebagai dosen, dan juga lewat media elektronik sebagai seorang mubalighah. Prof. Dr. Zakiah Daradjat juga mempraktekkan keahliannya dengan membuka praktek konsultasi psikologi di rumahnya. Psikologi Islami dalam pandangan Prof. Dr. Zakiah Daradjat bukan bagaimana menciptakan konsep psikologi Islam yang secara epistimologi benarbenar berbeda dengan konsep psikologi sekuler, melainkan hanya berusaha memberikan dimensi etis spiritual dalam melakukan praktek-praktek psikologi. Dengan kata lain, Prof. Dr. Zakiah Daradjat tidak melakukan rekonstruksi terhadap landasan epistimologi psikologi sekuler, tetapi hanya menempatkan Islam sebagai faktor komplementer bagi proses terbentuknya manusia modern yang sehat jasmani dan rohani. Prof. Dr. Zakiah Daradjat tidak menempatkan Al Qur’an
sebagai landasan teoritis dan pragmatis sebagai landasan psikologi
Islam.1 Dengan demikian Prof. Dr. Zakiah Daradjat hanya bekerja pada level aksiologis ; dimensi spiritual menjadi salah satu basis fundamental psikologi 1
Mastuhu, “ Pendidikan Islam dan Kesehatan Mental” dalam Perkembangan Psikologi Agama dsn Pendidikan Islam di Indonesia : 70 Tahun Prof. Dr. Zakiah Daradjat”,, (Jakarta: Diterbitkan kerjasama Pusat Penelitian IAIN Syarif Hidayatullah denagn Logos Wacana Ilmu, 1999) , hlm. 109.
60
modern. Bagi Prof. Dr. Zakiah Daradjat, sehat itu meliputi segi fisik, mental (spiritual) dan sosial, semua segi tersebut saling berkait dan mempengaruhi satu sama lain. Di sini jelas terjadi sinergi antara agama (Islam) dengan psikologi.2 Prof. Dr. Zakiah Daradjat memberi perhatian terhadap pendidikan pada remaja dengan menggambarkan bahwa pada remaja terdapat harapan tetapi juga tantangan, dengan memahami mereka serta menguasai kiat-kiat untuk memberdayakan mereka mengatasi masalah-masalahnya, sekaligus kita diajak untuk bukan saja memahami mereka akan tetapi berfikir untuk memaksimalkan potensi-potensi yang ada pada mereka. Dalam kaitannya dengan dunia pendidikan Prof. Dr. Zakiah Daradjat membagi masa remaja menjadi dua bagian yaitu : pertama, remaja awal (13-16 tahun). Remaja awal ini yang ditandai dengan pertumbuhan jasmani yang cepat dan disertai pula dengan pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan remaja yang mulai dapat
memahami dan menyimpulkan dari hal-hal yang
abstrak. Pertumbuhan jasmani yang cepat dan berjalan tidak serasi mengakibatkan ketidakseimbangan gerak, sehingga remaja sering menjatuhkan barang yang dipegangnya, bukan karena kurang hati-hati akan tetapi tidak seimbangnya pertumbuhan otot. Akibatnya pertumbuhan jasmani yang cepat dan tidak serasi itu mengakibatkan pertumbuhan kejiwaan. Kondisi kejiwaan remaja menjadi goncang, emosi labil, dan peka terhadap rangsangan dari luar. Ibarat masa remaja seperti dalam jembatan goyang, bisa saja remaja jatuh ke jurang yang curam dan terbawa arus yang deras. Di sinilah pentingnya pendidikan agama bagi remaja. Agama akan menjadi pembimbing, pengendali dan pengontrol segala tingkah laku remaja. Sebab hanya agamalah yang dapat mengendalikan dan mengarahkan manusia ke jalan yang baik.3
2
3
Ibid., hlm. 109-110. Zakiah Daradjat, Remaja Harapan dan Tantangan, (Jakarta: Ruhama, 1995),
hlm. 67.
61
Pendidikan agama pada remaja awal harus dapat membantu mengatasi berbagai masalah dan gejolak kejiwaan yang timbul akibat pertumbuhan dan perkembangan cepat yang terjadi pada dirinya. Apabila remaja berhasil memahami dirinya, peran-perannya dan makna hidup beragama, maka ia akan menemui jati dirinya, dalam arti
akan memiliki kepribadian yang sehat.
Sebaliknya remaja yang gagal maka ia akan mengalami kebingungan atau kekacauan. Suasana kebingungan ini akan berakibat kurang baik bagi remaja dan cenderung kurang dapat menyesuaikan dirinya baik dengan dirinya sendiri maupun orang lain. Keluarga mempunyai peran penting dalam menciptakan ketentraman batin bagi remaja. Sebab rasa aman adalah yang paling pokok dan penting bagi remaja. Kedua, remaja akhir (16-21 tahun) remaja akhir ini ditandai dengan perkembangan jiwa sosial dan kepribadian.4 Sikapnya mulai kritis dikarenakan sikap, kebiasaan dan pola perlakuan yang sedang dimapankan, dan ada atau tidaknya kemampuan itu menjadi penentu apakah remaja yang bersangkutan dapat menjadi dewasa atau tidak. Penerimaan dan penghargaan secara baik orang-orang sekitar terhadap remaja, mendasari adanya pribadi yang utuh, sehat, citra diri positif, dan adanya rasa percaya diri pada remaja. Begitu juga suasana keluarga dapat mempengaruhi remaja dalam mencapai kedewasaan dan mempengaruhi pula sikap-sikap dan tindakan mereka. Dalam perspektif psikologi Islam, pendidikan agama penting bagi remaja, karena : 1. Kurangnya pemahaman para remaja terhadap nilai-nilai ajaran Islam. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Oleh karena itu terjadi perubahan dan goncangan kejiwaan pada remaja. Oleh karena itu terjadi perubahan dan kegoncangan kejiwaan pada remaja. Guna mendapatkan hasil pendidikan agama Islam yang berhasil dan berdayaguna, maka Pendidikan Agama Islam yang diberikan kepada remaja harus memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan remaja. 4
Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1995), hlm. 92.
62
Ajaran Islam yang membawa obat kejiwaan dan ketentraman batin tidak mudah diterima oleh remaja bila disajikan dengan cara yang tidak sesuai dengan perkembangan jiwa remaja. Agama dapat berfungsi menjadi pengendali sikap, pengendali perbuatan dan perkataan, apabila agama itu masuk terjalin ke dalam kepribadian remaja, karena kepribadian itu yang menggerakkan remaja bertindak dan berperilaku.5 Untuk memperoleh keyakinan agama yang kokoh, kemauan dan kemampuan untuk taat melaksanakan ibadah serta kemampuan dan kemauan untuk mengendalikan diri dalam bersikap, bertingkah laku dan berbicara sesuai dengan ketentuan agama diperlukan pendidikan agama yang dapat memahami secara tepat dan dapat dirasakan bahwa agama itu merupakan kebutuhan jiwa yang pokok bagi para remaja. Hukum
dan
ketentuan
agama
yang
disampaikan
tanpa
mengindahkan perkembangan jiwa agama yang dilalui oleh para remaja, akan menyebabkannya merasa tidak mampu atau kurang merasa memahami apa yang sedang dijalaninya sehingga kecenderungan untuk mengikuti ketentuan agama akan berkurang karena remaja berhubungan dengan perasaan yang sedang goncang. Pendidikan agama bagi remaja harus mampu menumbuhkan perkembangan iman pada diri remaja, serta dapat menjelaskan manfaat ajaran Islam dalam kehidupan nyata, sehingga remaja merasakan bahwa iman, ibadah, dan akhlak merupakan kebutuhan jiwanya, bukan hanya jiwanya saja tetapi juga kewajiban kepada Allah semata. Maka dari itu remaja memerlukan pengertian yang mendalam tentang kebutuhan, bakat kapasitas diri, sikap perkembangan dan tuntutan masa remaja yang dilaluinya, dan dia ingin mengetahui bagaimana bergaul dengan lawan jenisnya. Hal tersebut dapat dicapai melalui bimbingan orang dewasa tanpa ancaman atau tekanan. Remaja membutuhkan kebebasan dan latihan dalam menghadapi persoalan dan tanggung jawab, serta membuat keputusan dan memperoleh penghasilan dan berbagai 5
Zakiah Daradjat, Remaja Harapan dan Tantangan, op. cit., hlm. 72.
63
fasilitas, karena semua itu diperlukan untuk persiapan diri dan memperdalam pemahaman terhadap peran yang akan dimainkannya
di
kemudian hari. Untuk itu perlunya pengertian dan keterbukaan hati orang tua untuk mendengar segala keluh kesah remaja dalam menghadapi segala persoalan yang belum pernah ditemui.6 Kematangan emosional orang tua sangat mempengaruhi keadaan perkembangan remaja. Keadaan dan kematangan emosional orang tua mempengaruhi serta menentukan taraf pemuasan kebutuhan-kebutuhan psikologis yang penting pada remaja. Dan taraf pemuasan psikologis itu akan mempengaruhi dan menentukan proses pendewasaan remaja dalam pemahaman terhadap nilai-nilai ajaran agama yang diterima.
2. Kuatnya arus plularisme moral dan agama yang terjadi di zaman sekarang ini. Bila remaja tidak berpegang teguh kepada pokok ajaran agama Islam, maka keberadaan remaja akan terseret ke dalam hiruk pikuknya moral masyarakat. Pendidikan Islam di Indonesia dewasa ini mendapat sorotan dari masyarakat. Sebagian pengamat pendidikan menyimpulkan terdapat krisis di negara
kita baik dalam bidang ekonomi, politik maupun bidang
pendidikan yang melanda masyarakat Indonesia secara berkepanjangan, disebabkan terutama oleh krisis moral yang menandakan bahwa Pendidikan Agama Islam telah gagal dalam membina masyarakat, khususnya masyarakat peserta didik, untuk menjadi insan yang beriman dan bertaqwa yang dapat mencegah masyarakat dari praktek-praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme yang didorong oleh sikap hidup konsumeristik, materialistik dan hedonistik.7 Di sini Islam tidak lagi dijadikan sebagai Way of Life, pandangan yang menyertai kehidupan umat Islam. Sebagian besar umat Islam 6
Ibid., hlm. 146.
7
Zamachsjari Dhofier, Pendidikan Islam, Demokratisasi dan Masyarakat Madani, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000), hlm. 146.
64
memahami Islam secara legal formalistik. Ukuran Islam tidak dapat dilihat dari pelaksanaan simbol-simbol ritual. Mereka belum memposisikan Islam sebagai sebuah sistem yang mengatur sesuatu kehidupan manusia. Maraknya pelaksanaan simbol-simbol keIslaman, meskipun bukan suatu nilai-nilai ajaran Islam secara utuh sangat kental dalam kehidupan masyarakat muslim. Masalah dan tantangan moral suatu bangsa semakin besar seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Remaja yang diharapkan sebagai tunas bangsa, kemana dan bagaimana negara ini nantinya, adalah tergantung bagaimana remaja sekarang dididik.
Di
sinilah letak betapa urgen pendidikan agama Islam bagi remaja, sebab hanya agamalah yang dapat mengendalikan manusia dan mengarahkannya kepada perbuatan baik, saling menolong dan membantu untuk mencapai kehidupan yang baik bagi semua manusia.8 Pendidikan Islam sangat berperan penting dalam pembinaan dan pengembangan moralitas bangsa, namun sesungguhnya pendidikan agama Islam itu merupakan salah satu komponen dari seluruh aspek pendidikan. Remaja sebagai kelompok minoritas yang mempunyai warna tersendiri yang sulit dijamah orang tua, saat ini dihadapkan oleh persoalan yang sangat pelik, yaitu pentingnya pembinaan agama bagi remaja. Biasanya kemerosotan moral disertai oleh sikap menjauh dari agama. Nilai-nilai moral yang tidak didasarkan kepada agama akan terus berubahubah itu akan menimbulkan kegoncangan pula, karena menyebabkan orang hidup tanpa pegangan yang pasti. Nilai yang tetap dan tidak tetap adalah nilai-nilai ajaran agama karena nilai agama itu absolut dan berlaku sepanjang zaman, tidak dipengaruhi oleh waktu, tempat, dan keadaan. Oleh karena itu, maka orang yang kuat keyakinan beragamanyalah yang mampu mempertahankan nilai-nilai ajaran agama yang absolut itu dalam kehidupannya sehari-hari dalam masyarakat serta dapat mempertahankan ketenangan jiwanya. 8
Zakiah Daradjat, Remaja Harapan dan Tantangan, op. cit., hlm. 67.
65
Islam sebagai agama dan sekaligus sebagai sistem peradaban mengisyaratkan pentingnya pendidikan.
Isyarat ini terjelaskan dari
berbagai muatan dalam konsep ajarannya. Pembinaan pendidikan agama bagi remaja merupakan salah satu bentuk betapa pentingnya pendidikan akhlak dalam kehidupan manusia. Bagaimanapun Islam telah dengan jelas menjunjung tinggi nilai-nilai ajaran dalam Islam, sebagaimana telah dicontohkan dalam perilaku kehidupan Nabi Muhammad SAW. Dalam konteks pendidikan agama, Islam menempatkan remaja dalam posisi yang sangat penting. Karena tugas suci ini termasuk fardlu ‘ain bagi setiap orang tua, maka dosa besar bagi mereka yang tidak memperhatikan pembinaan dan pendidikan agama mereka.9 Nabi Muhammad SAW sebagai guru terbesar dalam Islam mengingatkan anak muda maka tidak termasuk dalam golongannya. Pendidikam agama mengatur kehidupan manusia agar seimbang antara dunia dan akherat.
Pembinaan agama bagi remaja tidak harus
mengorbankan kepentingan jasmani untuk rohani maupun sebaliknya. Pendidikan agama memberi kebebasan manusia untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akherat. Dalam usaha yang dilakukan secara sadar oleh manusia, pasti tidak lepas dari tujuan, demikian pula dengan halnya pandangan psikologi agama terhadap pembinaan agama bagi remaja di sini dapat dilakukan antara lain : 1. Pendidikan Agama Bagi Remaja di Keluarga. Sebuah keluarga merupakan sebuah kelompok terkecil dari sebuah kelompok masyarakat yang besar dan luas, dimana keluarga sebagai pijakan pertama bagi seorang anak manusia untuk melangkah ke kehidupan yang lebih luas dan beragam. Sebagai peran utama dalam sebuah keluarga, sudah pasti adalah ayah dan ibu, yang dijadikan
sebagai
figur/sosok
9
panutan
bagi
semua
anaknya.
Abdurrohman Mas’ud, “Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan dalam Islam”, dalam Ismail SM, et.al.,(ed), “Paradigma Pendidikan Islam”, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), hlm. 6.
66
Sebab pertama kali anak hadir dan mengisi dunia ini. Yang pertama kali dan akrab dengan dirinya adalah keluarga terutama ayah dan ibu. Dalam sebuah keluarga, pendidikan dasar seseorang dapat dilaksanakan oleh orang tua secara lebih intensif. Orang tua harus memiliki dan menyediakan waktu, yaitu pendidikan mengenai pengetahuan agama khususnya masalah tauhid, akhlak dan fikih dalam tingkat yang sederhana sesuai dengan pemahaman anak atau juga bagi remaja. Pendidikan dan ilmu adalah tanggung jawab besar yang dipikul oleh kedua orang tua, sedangkan pendidikan kemasyarakatan adalah tanggung jawab umum yang dipikul oleh lembaga pendidikan. Seperti sekolah, dan universitas.
Tetapi tidak berarti orang tua bisa
meninggalkan tanggung jawabnya secara mutlak. Tanggung jawab itu ada pada mereka berdua sejak awal hingga akhir.10 Pemikiran sosial dalam Islam setuju dengan pemikiran sosial modern yang mengatakan bahwa keluarga itu adalah unit utama dan institusi pertama dalam masyarakat dimana hubungan-hubungan yang terdapat di dalamnya sebagian besar bersifat hubungan langsung. Di situlah terbentuknya tahap-tahap awal proses kemasyarakatan, dan melalui interaksi dengannya ia memperoleh pengetahuan, ketrampilan, minat, nilai-nilai, emosi dan sikapnya dalam hidup dan dengan itu ia memperoleh ketentraman dan ketenangan. Masa remaja adalah masa “stress and strain” (masa kegoncangan dan kebimbangan) akibatnya para remaja melakukan penolakanpenolakan pada kebiasaan di rumah, sekolah, dan mengasingkan diri dari kehidupan umum, membentuk kelompok hanya untuk “gengnya”. Bahkan mereka bersikap sentimental, mudah tergoncang dan bingung. Mereka menganggap bahwa dirinya sudah berubah, mereka hidup
10
Husain Mazhairi, Pintar Mendidik Anak : Panduan Lengkap Bagi Orang Tua, Guru dan Masyarakat Berdasarkan Ajaran Islam, (Jakarta: PT. Lentera Basritama, 1999), hlm. 219.
67
dalam dunia yang lain. Pribadi mereka bersifat plastis. Disamping itu timbul dan berkembang minat pada pekerjaan. Keluarga mempunyai fungsi penting dalam menciptakan ketentraman batin remaja. Bila dia merasa adanya kehangatan, kasih sayang dan ketentraman ibu bapaknya terhadap dirinya, maka jiwanya akan tentram. Sebaliknya remaja dapat pula menderita dan terdorong untuk menantang dan berkelakuan tidak adil, apabila orang tua tidak sayang kepadanya dan tidak mengerti apa yang sedang dialaminya. Sesungguhnya keadaan keluarga yang diinginkan oleh remaja adalah sebagai berikut : a. Orang tua yang telah mencapai kedewasaan emosional serta sadar akan falsafah hidupnya. b. Orang tua yang dapat menghargai milik dan bertanggung jawab terhadap kesejahteraan keluarga. c. Suasana keluarga yang diliputi oleh suasana ramah tamah serta bijaksana. d. Suasana keluarga yang dijiwai oleh kecintaan keluarga. Keluarga yang baik bagi remaja adalah keluarga yang tidak saja memberi dan membangun kesadaran remaja sebagai insan yang dikasihi, tetapi juga melatih remaja untuk supaya dapat mencapai status dewasa dengan mengikut sertakan remaja dengan kegiatan keluarga. Pencapaian perkembangan kepribadian dan adjustmen sosial pada remaja lebih berhubungan dengan dan dipengaruhi oleh keadaan dan taraf pemuasan kebutuhan psikologis yang penting dalam keluarga daripada keadaan taraf sosio-ekonomis keluarga, besar keluarga kerapihan dan keteraturan rumah dan kecermatan orang tua. Pada akhirnya dapat ditegaskan bahwa suasana keluarga dapat mempengaruhi
remaja
dalam
mencapai
kedewasaan
dan
mempengaruhi pula sikap-sikap dan tindakan-tindakan mereka. Untuk itu, pendidikan agama dalam keluarga bagi remaja awal adalah
68
penciptaan suasana keluarga yang sejuk dan damai bagi pertumbuhan dan perkembangan
remaja, serta penyelesaian dalam berbagai
kegoncangan yang mengiringnya. Dan pendidikan agama bagi remaja akhir, selain penciptaan suasana yang kondusif, hendaknya membantu remaja dalam pengembangan rasa harga diri dan percaya diri pada diri remaja.
2. Pelaksanaan Pendidikan Agama Bagi Remaja di Sekolah. Pendidikan agama di sekolah bukanlah pendidikan yang diberikan oleh guru agama saja, akan tetapi mencakup seluruh isi pendidikan yang diberikan pada guru, segala peraturan yang berlaku di sekolah dan seluruh suasana dan tindakan yang tercermin dalam tindakan staf pendidikan, pegawai, dan alat yang dipakai.11 Tugas guru agama sangat berat, karena disamping membentuk pribadi peserta didik iapun harus memperbaiki mana yang kurang baik pada mereka, karena anak didik datang ke sekolah telah membawa berbagai nilai dan pengalaman keagamaan yang diperoleh dari orang tuanya masing-masing. Ada yang sudah baik, tetapi ada yang kurang, bahkan mungkin ada yang tidak baik sama sekali, sesuai dengan keadaan orang tuanya masing-masing. Pendidikan
agama
di
sekolah-sekolah
hendaknya
dapat
membantu proses pembinaan agama para remaja, sehingga para remaja mampu menghadapi perubahan cepat yang sedang dialaminya. Oleh karena itu, materi pendidikan agama dan metode yang dipakai oleh guru hendaknya cocok dengan keadaan jiwa dan mental remaja yang sedang bertumbuh cepat dan mengalami perubahan-perubahan dan timbulnya pengalaman baru yang aneh dan sukar dipahamimya.12
11
Zakiah Daradjat, Membina Nilai-nilai Moral di Indonesia, (Jakarta: Bulan Bintang, 1971), hlm. 88-89. 12
Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental, (Jakarta: Haji Masagung, 1988), hlm. 128.
69
Seorang yang akan mengalami
berhadapan dengan remaja yang sedang
perubahan-perubahan
dan
timbulnya
pengalaman
kegoncangan jiwa maka ia harus mengerti timbulnya pengalaman kegoncangan jiwa, maka ia harus mengerti betul tentang keadaan remaja itu. Karena dia hanya bertugas memberi pelajaran dalam arti membekali anak didik dengan pengetahuan agama, akan tetapi ia bertugas membina jiwa anak didik yang sedang mengalami berbagai perubahan dan goncangan itu, serta membekali mereka degan pengetahuan agama yang mereka butuhkan. Materi pendidikan agama juga menjadi tanggung jawab guru dalam memilih yang tepat dapat menjawab tantangan jiwa para remaja itu sendiri. Sudah barang tentu tidak semua pelajaran agama yang diberikan itu, hanya untuk menjawab segi-segi yang menurut perhitungan dapat menarik minat mereka. Misalanya masalah ibadah sosial dan soal-soal yang berhubungan dengan masyarakat telah mulai menarik perhatian mereka, maka hal-hal yang menyangkut masalah hukum pergaulan, bahwa sopan santun dan akhlak sangat menarik bagi remaja, apabila dia merasa bahwa mengetahui hukum dan peraturan itu adalah untuk kepentingan dan manfaat dirinya disamping kepentingan sosial. Pelajaran-pelajaran di sekolah dapat dijadikan alat dalam membangun kesehatan mental dan mempunyai daya tahan penyembuh dalam usahan guru membantu membangun kesehatan mental remaja. Bahasa dapat digunakan sebagai suatu media untuk psikoterapi, kesusastraan sebagai suatu pelajaran untuk membantu penyelidikan hidup para remaja. Guru agama yang bijaksana dan mengerti perkembangan perasaan remaja yang tidak menentu dapat menggugahnya kepada para petunjuk agama tentang pertumbuhan dan perkembangan seseorang yang sedang memasuki masa puber.
70
Maka dari itu guru agama yang ideal adalah bisa menunaikan dua fungsi sekaligus yaitu sebagai guru dan sebagai dokter jiwa yang dapat membekali remaja dengan pengetahuan agama serta dapat membina kepribadian para remaja menjadi orang muslim yang dikehendaki oleh agama Islam. Dewasa ini metode hukuman yang diberikan pada remaja dirasakan sebagai sesuatu yang tidak efektif lagi bahkan lebih jauh dari itu dapat menimbulkan rasa dendam sepanjang masa, usaha yang dipandang
bermanfaat
bagi
kehidupan
remaja
adalah
usaha
menjelaskan tentang pelanggaran dan mencari penyelesaian. Untuk itu seorang guru agama harus mengetahui berbagai masalah yang berkaitan dengan metodik dan psikologik. Dua dapat menjadikan agama sebagai kebutuhan pokok yang disenangi oleh setiap anak didik karena materi pendidikan yang diperoleh itu selalu memberikan jawaban terhadap kebutuha jiwa remaja yang sedang berkembang dan disajikan dengan cara dan metode yang mudah dan menyenangkan. Maka guru agama mampu menolong anak didik kepada kebenaran dan mendorongnya untuk dapat merasakan bahwa Allah SWT Maha Mengetahui dan Maha Penyayang. Dalam hal ini guru agama berfungsi sekaligus sebagai konsultan kejiwaan bagi peserta didik. Bidang studi agama yang berkaitan dengan akidah, ibadah, dan akhlak dapat dijelaskan makna dan manfaatnya bagi dirinya yang sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan serta keadaan kejiwaaan yang sedang mengalami kegoncangan.13 Guru adalah contoh idola bagi remaja mereka akan menerima dan menyerap sikap dan perilaku guru tampa disadari oleh guru. Apabila guru mampu memahmi anak didik serta memperlakukan mereka dengan kasih sayang maka gurulah yang menjadi tumpuhan harapan dan tempat mengeluh bagi anak didik terutama mereka yang 13
Zakiah Daradjat, Remaja Harapan dan Tantangan, op. cit., hlm. 81.
71
tidak memperoleh kasih sayang dari keluarganya, maka hendaknya pada setiap sekolah ada ruang yang tersendiri untuk mengadakan pembinaan dan konseling. 3. Pelaksanaan Pendidikan Agama Bagi Remaja di Masyarakat. Masa remaja yang merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan jasmani yang cepat, kesadaran akan adanya perubahan jasmaniah ini menyebabkan mereka tidak tahu pasti tentang status sosialnya mereka terikat pada masa kanak-kanak dan ingin lepas dari masa tersebut. Masa ramaja ini merupakan media “social learning” dimana masa remaja berangsur untuk dapat memahami kehidupan sosial yang dewasa. “social learning” terjadi selama masa perkembangan, namun masa kini perkembangan sosial lebih didasari oleh adanya tekanantekanan sosial yang menyebabkan mereka lebh memahami secara mendalam. Dengan demikian kelompok remaja tersebut harus dibina dan diatur dengan cra yang sehat dan baik yang sesuai dengan ajaran agama sehingga dapat menciptakan lingkungan masyarakat bagi remaja yang baik dan membina mental mereka. Untuk membantu para remaja dalam menghadapi gejolak dan goncangan jiwanya perlu adanya grup-grup kelompok yang teratur misalnya Karangtaruna, kelompok pencinta alam dan lain-lain. Dalam setiap kegiatan kemasyarakatan hendaknya remaja diikutsertakan dalam kegiatan tersebut. Sebab remaja akan merasa dianggap dan dihargai jika mereka ikut berperan dalam kegiatan tersebut dan sebaliknya remaja akan merasa tersisih dari masyarakat jika merasa tidak diikut sertakan dalam kegiatan tersebut. Contoh : Disebuah perkampungan A sedang dimulai pembangunan masjid, sebagai tempat ibadah untuk mesyarakat tempat, pembangunan masjid tersebut sebenarnya telah dimulai sejak beberapa bulan yang lalu namun berjalan tersendat-sendat.
72
Setelah diadakan penelitian ternyata dalam pembangunan masjid tersebut tidak mengikut sertakan para remaja setempat semua posisi dalam struktur pembangunan masjid tersebut diduduki oleh para kaum tua. Kemudian penulis (Prof. Dr. Zakiah Daradjat) mengajukan usul untuk
mengikutsertakan
para
remaja
dalam
kegiatan
dalam
pembangunan masjid tersebut setelah dalam kegiatan rapat dibentuklah struktur pembangunan masjid tersebut dengan mengikutsertakan para remaja. Dengan ikut berpartisipasinya remaja di tempat pembangunan masjid dapat berjalan dengan lancar dan hanya beberapa bulan kemudian pembangunan masjid dapat diselesaikan. Dari contoh di atas jelas terlihat bahwa remaja akan merasa dihargai dan merasa menjadi bagian dari masyarakat bila masyarakat tersebut mengiut sertakan mereka dalam kegiatan kemasyarakatan.
73