PERBANDINGAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIK PESERTA DIDIK ANTARA YANG MENGGUNAKAN MODEL DISCOVERY LEARNING (DL) DAN PROBLEM BASIC LEARNING (PBL) (Penelitian terhadap Peserta Didik Kelas XI MIPA SMA Negeri 7 Tasikmalaya)
Ai Fitri Romdona e-mail:
[email protected]
Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Siliwangi Tasikmalaya Jl. Siliwangi No. 24 Tasikmalaya
ABSTRAK AI FITRI ROMDONA. 2015. Perbandingan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik Peserta Didik Antara yang Menggunakan Model Discovery Learning (DL) dan Problem Based Learning (PBL) (Penelitian terhadap Peserta Didik Kelas XI MIPA SMA N 7 Tasikmalaya Tahun Pelajaran 2014/2015). Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Siliwangi Tasikmalaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik antara yang menggunakan model Discovery Learning (DL) dan Problem Based Learning (PBL). Selain itu untuk mengetahui motivasi belajar peserta didik terhadap pembelajaran matematika yang menggunakan model dengan pendekatan scientific . Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen. Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh peserta didik kelas XI MIPA SMA Negeri 7 Tasikmalaya Tahun Pelajaran 2014/2015 yang berjumlah 121 orang. Sampel dalam penelitian ini diperoleh dengan cara random menurut kelas dan terpilih kelas XI MIPA 2 berjumlah 31 orang sebagai kelas eksperimen I yang menggunakan model Discovery Learning (DL) dan kelas XI MIPA 1 berjumlah 30 orang sebagai kelas eksperimen II yang menggunakan model Problem Based Learning (PBL). Instrument yang digunakan dalam penelitian ini yaitu soal tes kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik dan angket motivasi belajar peserta didik yang diberikan pada kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II untuk melihat perbandingan kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik dan motivasi belajar peserta didik yang menggunakan
model pembelajaran dengan pendekatan scientific. Teknik analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis dengan uji perbedaan dua rata-rata dan menghitung rataan angket motivasi belajar peserta didik. Berdasarkan hasil penelitian, pengolahan, analisis data dan pengujian hipotesis diperoleh simpulan bahwa kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik yang menggunakan model Problem Based Lerning (PBL) lebih baik dibandingkan dengan model Discovery Learning (DL). Motivasi belajar peserta didik dengan menggunakan model Problem Based Lerning (PBL) menunjukan kriteria tinggi dan motivasi belajar peserta didik menggunakan model Discovery Learning (DL) juga menunjukan kriteria tinggi.
Kata Kunci: Berpikir Kreatif Matematik, Model Discovery Learning (DL), Model Problem Based Learning (PBL), Motivasi Belajar Peserta Didik.
ABSTRAC
AI FITRI ROMDONA . 2015. Comparison of Mathematical Creative Thinking Ability of Students Between the Use Model Discovery Learning ( DL ) and Problem Based Learning ( PBL ) ( Research on Class XI Mathematics Students SMA N 7 Tasikmalaya academic year 2014/2015 ) . Faculty of Mathematics Education Study Program Teaching and Education University Siliwangi Tasikmalaya This study aimed to compare the creative thinking abilities of learners between the mathematical models using Discovery Learning (DL) and Problem Based Learning (PBL). In addition to knowing the motivation of learners towards learning mathematics that uses models with a scientific approach. The method used in this study is the experimental method. The population in this study are all students of class XI SMAN 7 Tasikmalaya Mathematics Academic Year 2014/2015, amounting to 121 people. The sample in this study was obtained by randomly chosen according to the class and class XI Mathematics 2 amounted to 31 people as the first experimental class that uses the model of Discovery Learning (DL) and XI Mathematics 1 amounted to 30 people as a class II experiment using model Problem Based Learning ( PBL). Instrument used in this research that tests the ability to think creatively about mathematical learners and learners motivation questionnaire given to the experimental class I and class II experiments to
compare the creative thinking abilities mathematical learners and learning motivation of learners who use the learning model scientific approach. The data analysis technique used to test the hypothesis with two different test average and calculate the average learner motivation questionnaire. Based on the results of the research, processing, data analysis and hypothesis testing research concluded that the creative thinking abilities of learners who use the mathematical model of Problem Based lerning (PBL) is better than the model of Discovery Learning (DL). Motivation of learners by using model Problem Based lerning (PBL) showed high criteria and motivation of learners using the model of Discovery Learning (DL) also showed high criteria.
Keywords: Creative Thinking Mathematics, Model Discovery Learning (DL), Model Problem Based Learning (PBL), Learning Motivation of Students.
PENDAHULUAN Ilmu pengetahuan berkembang seiring dengan teknologi yang semakin maju. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi ini mengakibatkan adanya tuntutan bagi setiap negara untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Indonesia sebagai negara berkembang memiliki jumlah Sumber Daya Manusia yang melimpah. SDM ini perlu ditingkatkan kualitasnya untuk menghadapi persaingan, agar tidak tertinggal dari negara lain dan dapat bersaing secara kompetetif di era globalisasi yang memerlukan SDM yang memiliki pemikiran logis, sistematis, kritis dan kreatif. Menjawab berbagai permasalahan dalam pendidikan, di tahun 2013 berkembang kurikulum baru yang diberinamah kurikulum 2013. Kurikulum 2013 sebagai kurikulum lanjutan dari kurikulum sebelumnya dikembangkan dengan harapan mampu menjawab setiap tantangan internal maupun eksternal dalam dunia pendidikan. Dengan menekankan pada dimensi pedagogik modern, kurikulum 2013 mengamanatkan pendekatan scientific (pendekatan ilmiah) untuk diterapkan dalam pembelajaran. Berdasarkan tuntunan dalam kurikulum 2013 matematika harus dapat mendorong kemampuan berpikir kreatif dan bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu menurut kurikulum 2013 pun matematika sangat strategis dalam mengembangkan siswa untuk berpikir logis, analistis, kritis, detail, runtun, runut, dan sistematika, dan juga berpikir alternatif, kreatif, dan inovatif. Kemampuan berpikir kreatif dalam matematika
sangat diperlukan karena kemampuan berpikir kreatif mampu mendorong seseorang terampil memecahkan masalah dalam matematika dan menemukan alternatif-alternatif pemecahan yang bervariasi. Namun pada kenyataanya, kemampuan berpikir kreatif peserta didik masih tergolong minim. Berdasarkan hasil penelitian Ratnaningsih, Nani (2007) tentang kemampuan aspek berpikir kreatif pada beberapa Sekolah Menengah Atas kategori sedang di Kota Tasikmalaya, menunjukan rata-rata nilai keseluruhan pada angka 48, sedangkan nilai Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) berkisar pada angka 52 atau hanya sekitar 45% dari skor ideal pada Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) yang telah ditentukan. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Rosliana, Priasti (2011:118) di SMA N 1 Kota Tasikmalaya kelas XI, bahwa persentasi kemampuan berpikir kreatif peserta didik masih kurang, khususnya pada aspek fluency yang baru mencapai 60% pada kelas eksperimen dan 52% pada kelas kontrol. Peserta didik umumnya belum mampu mengemukakan berbagai macam rencana atau mengemukakan rencana tapi kurang jelas. Kesulitan ini disebabakan karena peserta didik kurang dibiasakan menyampaikan ide atau rencana dalam memecahkan masalah. Melihat kurangnya perhatian terhadap kemampuan berpikir kreatif dalam pembelajaran matematika, maka perlu adanya perhatian lebih terhadap kemampuan tersebut dengan proses pembelajaran yang dilaksanakan harus menumbuh kembangkan kemampuan
berpikir
kreatif
sehingga
mampu
mengembangkan
kemampuan
kreativitasnya, salah satu bentuk perhatian yang dapat dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran. Oleh karena itu, peneliti mencoba untuk menerapkan dan membandingkan lebih baik mana antara menggunakan model Discovery Learning (DL) dan Problem Based Learning (PBL) terhadap kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik. Hal ini, dimaksudkan agar selama proses pembelajaran berlangsung, siswa yang kurang mampu menemukan alternatif-alternatif pemecahan yang bervariasi dapat menemukan jawaban yang bervariasi dengan mandiri. Sehingga diharapkan kesulitan yang dihadapi bisa diminimalisir bahkan siswa dapat dengan mandiri memecahkan masalah dengan jawaban yang bervariasi dan berperan aktif dalam proses pembelajaran. Kemampuan berpikir kreatif matematik adalah kemampuan yang diperoleh dari suatu kegiatan atau pelatihan dimana akan menghasilkan ide-ide baru atau gagasan baru untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Indikator berpikir kreatif yaitu kemampuan
mengajukan masalah/pertanyaan dan jawaban secara tepat, kemudian memberikan jawaban dengan beberapa cara, kemampuan memberikan jawaban dengan bahasa sendiri dan cara sendiri kemampuan menjelaskan jawaban dengan terinci. Indikator kemampuan berpikir kreatif yang digunakan untuk mengukur kreativitas peserta didik dalam pembelajaran dengan membandingkan antara menggunakan model Discovery Learning (DL) dan Problem Based Learning (PBL) antara lain kelancaran, keluwesan, keaslian, dan elaborasi. Kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik dapat dilihat dari hasil tes kemampuan berpikir kreatif matematik Pendekatan Scientific adalah pendekatan pembelajaran yang berbasis ilmiah. Pendekatan ini menekankan tiga ranah yaitu sikap, pengetahuan dan keterampilan. Suatu pembelajaran yang menggunakan pendekatan ilmiah harus berdasarkan kaidah-kaidah ilmiah. Dengan demikian proses pembelajaran harus dipandu oleh nilai-nilai, prinsipprinsip atau kriteria ilmiah. Pendekatan scientific yang dicanangkan oleh kurikulum 2013 sebagai jembatan menuju dimensi pedagogik modern ini mempunyai lima langkah dalam pelaksanaannya. Langkah-langkah yang harus ditempuh untuk menjadikan pembelajaran berbasis pada pendekatan scientific (pendekatan ilmiah) adalah mengamati fakta (matematika),
menanya
(perwujudan
dari
berpikir
divergen),
menalar
(menentukan/menemukan solusi selanjutnya), mencoba dan Menyimpulkan (mengaitkan dengan konsep lain). Model pembelajaran Discovery Learning (DL) adalah model pembelajaran yang menuntut peserta didik untuk berpikir mandiri dalam menemukan prinsip atau konsep umum dengan bimbingan dan petunjuk dari guru. Prosedur pembelajaran discovery learning ialah stimulation, problem statement, data collection, data processing, verification, dan generalization. Model Problem Based Learning (PBL) merupakan sebuah model pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar. Langkah-langkah operasional pada model problem based learning adalah konsep dasar, pendefinisian masalah, pembelajaran mandiri, pertukaran pengetahuan dan penilaian. Kelebihan model Discovery Learning (DL) diantaranya adalah;
Dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah (problem solving)
Dapat meningkatkan motivasi.
Mendorong keterlibatan keaktifan siswa.
Siswa aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Sebab ia berpikir dan menggunakan kemampuan untuk menemukan hasil akhir. Menimbulakan rasa puas bagi siswa. Kepuasan batin ini
mendorong ingin melakukan penemuan lagi sehingga minat belajarnya meningkat
Siswa akan dapat mentransfer pengetahuannya keberbagai konteks.
Melatih siswa belajar mandiri
Kekurangan model Discovery Learning (DL) diantaranya adalah;
Guru merasa gagal mendeteksi masalah dan adanya kesalah fahaman antara guru dengan siswa.
Menyita waktu banyak.
Guru dituntut mengubah kebiasaan mengajar yang umumnya sebagai pemberi informasi menjadi fasilitator, motivator, dan pembimbing siswa dalam belajar.
Menyita pekerjaan guru.
Tidak semua siswa mampu melakukan penemuan.
Tidak berlaku untuk semua topik.
Kelebihan model Problem Based Learning (PBL) diantaranya adalah;
Menantang kemampuan peserta didik serta memberi memberi kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi peserta didik.
Meningkatkan aktivitas pembelajaran peserta didik.
Membantu peserta didik bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.
Merangsang perkembangan kemajuan berfikir peserta didik untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi secara tepat.
Kekurangan Model Problem Based Learning (PBL) diantaranya adalah;
Memerlukan waktu yang panjang dibandingkan dengan model pembelajaran yang lain.
Manakala peserta didik tidak memiliki minat atau tidak memiliki kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka akan merasa enggan untuk mencoba Pada proses pembelajaran, motivasi merupakan aspek yang tidak kalah pentingnya
dalam proses pembelajaran. Karena motivasi dapat mempengaruhi hasil belajar peserta
didik. Menurut Sanjaya, Wina (2006:28) “Sering terjadi siswa yang kurang berprestasi bukan disebabkan oleh kemampuanya yang kurang, tetapi dikarenakan tidak adanya motivasi untuk belajar sehingga ia tidak berusaha untuk mengarahkan segala kemampuanya”. Keberhasilan belajar peserta didik tidak akan optimal apabila tidak adanya suatu dukungan bagi peserta didik. Dengan demikian erat hubunganya motivasi dengan kemampuan atau prestasi peserta didik. Motivasi belajar diperoleh dari hasil penyebaran angket skala motivasi belajar. Penelitian yang dilaporkan oleh Anwar, Erni Herawati (2014), Universitas Siliwangi dengan judul “ Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap Kemampuan Berfikir Kreatif Matematik Peserta Didik (Penelitian terhadap Peserta Didik kelas VII SMP Negeri 5 Ciamis) ”. Hasil penelitian menyimpulkan adanya pengaruh positif penggunaan model pembelajaran berbasis masalah terhadap kemampuan berfikir kreatif matematik peserta didik dan motivasi belajar peserta didik dikategorikan tinggi. Penelitian Khoiri, Wafik (2013), Universitas Malang dengan judul “Implementasi Model Problem Based Learning Berbantuan Multimedia untuk meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik Peserta Didik Kelas VII SMP Negeri 4 Kudus Pada Materi Segitiga”. Hasil penelitian menunjukan bahwa peningkatan kemampuan berpikir kreatif Matematik peserta didik menggunakan model pembelajaran berbasis masalah berbantuan multimedia lebih baik daripada hasil peningkatan kemampuan berfikir kreatif peserta didik yang menggunakan pembelajaran ekspostori. Penelitian Nugroho, Indra Adi (2012), Universitas Semarang dengan judul, “Keefektifan Pendekatan Problem Based Learning Berbantuan CD Pembelajaran terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik”, Studi terhadap Peserta Didik Kelas VII SMPN 2 Kedungwuni Tahun 2011/2012). Hasil penelitian menunjukan bahwa kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik yang mendapatkan pembelajaran konvensional, dan rata-rata kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik pada materi segi empat dengan pendekatan Problem Based Learning berbantuan CD pembelajaran mencapai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimum).
METODOLOGI PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen, karena penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik terhadap penggunaan model Discovery Learning (DL) dan Problem Based Learning (PBL). Selain itu juga mengetahu motivasi belajar peserta didik selama mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model Discovery Learning (DL) dan model Problem Based Learning (PBL). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas XI MIPA SMA Negeri 7 Tasikmalaya tahun pelajaran 2014/2015. Dua kelas diambil secara acak dari sampel, kelas eksperimen I menggunakan model Discovery Learning (DL) dan kelas eksperimen II menggunakan model Problem Based Learning (PBL). Terpilih kelas XI MIPA 2 dengan jumlah peserta didik sebanyak 31 orang sebagai kelas eksperimen I dan XI MIPA 1 dengan jumlah peserta didik sebanyak 30 orang sebagai kelas eksperimen II. Tekhnik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini yaitu soal tes kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik dan angket skala motivasi belajar yang diberikan di akhir setelah semua proses pembelajaran selesai. Soal tes kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik antara yang menggunakan model Discovery Learning (DL) dan model Problem Based Learning (PBL). Angket skala motivasi belajar digunakan untuk mengetahui motivasi belajar peserta didik selama pembelajaran matematika dengan menggunakan model Discovery Learning (DL) dan model Problem Based Learning (PBL).
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik di kelas eksperimen I diperoleh skor terkecil yaitu 7, skor terbesar yaitu 17 dan rentangnya 10. Sehingga diperoleh banyak kelas interval 6 dan panjang kelas 2. Skor rata-rata kemampuan berpikir kreatif peserta didik adalah 12 dan standar deviasi 2,67. Hasil penelitian kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik di kelas eksperimen II diperoleh skor terkecil yaitu 11, skor terbesar yaitu 19 dan rentangnya 8. Sehingga diperoleh banyak kelas interval 5 dan panjang kelas 2. Skor rata-rata kemampuan berpikir kreatif peserta didik adalah 15,3 dan standar deviasi 2,41.
Berdasarkan data hasil penelitian, terlihat bahwa rata-rata kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik yang menngunakan model Discovery Learning (DL) yaitu 12 lebih kecil dari rata-rata kemampuan berpikir kreatif matematik yang menngunakan model Problem Based Learning (PBL). Selain itu, dapat dikatakan bahwa model Problem Based Learning (PBL) lebih baik dari pada model Discovery Learning (DL). Untuk melihat perbedaanya signifikan atau tidak dilanjutkan dengan uji statistik menggunakan uji perbedaan dua rata-rata atau uji-t. Uji persyaratan analisis berkaitan dengan syarat-syarat dalam pengujian hipotesis. Uji normalitas distribusi kelas eksperimen I menghasilkan nilai chi kuadrat 2 2 yaitu 3,69. Dengan 𝜒ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 3,69 < 𝜒𝑑𝑎𝑓𝑡𝑎𝑟 = 11,33 sampel berasal dari populasi
yang berdistribusi normal. Uji normalitas distribusi kelas eksperimen II menghasilkan 2 2 nilai chi kuadrat yaitu 3,69. Dengan 𝜒ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 3,55 < 𝜒𝑑𝑎𝑓𝑡𝑎𝑟 = 9,2 sampel berasal
dari populasi yang berdistribusi normal. Uji homogenitas varians diperoleh 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 1,23. Dengan 𝑑𝑏1 = 30, 𝑑𝑏2 = 29 dan taraf nyata diperoleh dari 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 1,23 < 𝐹𝑑𝑎𝑓𝑡𝑎𝑟 = 2,41, kedua varians homogen. Uji hipotesis menggunakan uji perbedaan dua rata-rata yaitu diperoleh 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = −1,98. Ternyata pada 𝑎 = 1%, 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = −1,98 < 𝑡𝑑𝑎𝑓𝑡𝑎𝑟 = 2,39 , artinya kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik yang menggunakan model Problem Based Learning (PBL) lebih baik daripa kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik yang menggunakan model Discovery Learning (DL). Motivasi belajar peserta didik dalam pembelajaran dengan menggunakan model Discovery Learning (DL) melalui pendekatan scientific adalah adanya dorongan untuk belajar sesuatu dengan mengembangkan sikap, pengetahuan dan keterampilan untuk menyelsaikan permasalahan. Penyebaran skala motivasi belajar dilaksanakan setelah pelaksanaan tes kemampuan berpikir kreatif matematik, tepatnya setelah seluruh pembelajaran selesai dilaksanakan. Skala motivasi belajar tersebut terdiri dari 20 pernyataan yang didalamnya terdapat pernyataan positif dan pernyataan negatif. Berdasarkan hasil penelitian yang didapat dan juga dari hasil pengujian statistik bahwa kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik pada materi aturan pencacahan kelas eksperimen I bernilai rata-rata 12. Sedangkan nilai rata-rata kelas eksperimen II adalah 15,3. Hal tersebut menunjukan bahwa rata-rata kemampuan berpikir
kreatif matematik kelas eksperimen II diatas rata-rata dari kemampuan berpikir kreatif matematik kelas eksperimen I. Berdasarkan sistem PAP skor kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik kelas eksperimen I disajikan dalam skala lima yaitu, 7 orang memperoleh nilai A, 11 orang memperoleh nilai B, 11 orang memperoleh nilai C, 2 orang memperoleh nilai D dan tidak ada yang memperoleh nilai E. Penilaian skor kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik kelas eksperimen II disajikan dalam skala lima yaitu, 18 orang memperoleh nilai A, 11 orang memperoleh nilai B, 1 orang memperoleh nilai C, dan tidak ada yang memperoleh nilai D maupun E. Hasil skala motivasi
belajar peserta didik kelas eksperimen I menunjukan
motivasi belajar yang tinggi, hail ini ditunjukan dengan rata-rata indikator motivasi belajar peserta didik memenuhi kriteria tinggi. Serta dari hasil perolehan dan pengolahan data skala motivasi belajar diperoleh rata-rata kelas yaitu 64,71 > 60. Sehingga dapat disimpulkan bahwa motivasi peserta didik selama mengikuti pembelajaran matematika dengan menggunakan model Discovery Learning (DL) termasuk pada kriteria tinggi. Rata-rata indikator motivasi belajar peserta didik pada kelas eksperimen II memenuhi kriteria tinggi. Serta dari hasil perolehan dan pengolahan data skala motivasi belajar diperoleh rata-rata kelas yaitu 64,6 > 60. Sehingga dapat disimpulkan bahwa motivasi peserta didik selama mengikuti pembelajaran matematika dengan menggunakan model Problem Based Learning (PBL) termasuk pada kriteria tinggi. Selain dari nilai rata-rata, dari hasil uji hipotesis melalui uji perbedaan dua ratarata diperoleh data bahwa untuk 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < 𝑡𝑑𝑎𝑓𝑡𝑎𝑟 maka 𝐻𝑜 diterima dan 𝐻1 ditolak. Artinya kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik yang menggunakan model Problem Based Learning (PBL) lebih baik daripa kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik yang menggunakan model Discovery Learning (DL). Pembelajaran yang dilaksanakan pada kelas eksperimen I yaitu model Discovery Learning (DL). Proses pembelajaran pada penelitian ini yaitu Guru memulai dengan menyampaikan tujuan pembelajaran untuk memotivasi peserta didik sekaligus mempersiapkan peserta didik untuk menerima materi pelajaran. Peserta didik dibentuk kelompok secara homogen berdasarkan gaya belajar masing-masing peserta didik yang diperoleh melalui data hasil psikotes dari BK yaitu, visual, kinestetik dan verbal. Kemudian Guru menyampaikan topik materi yang akan dipelajari pada pertemuan
tersebut. Kemudian Guru membagikan bahan ajar dan LKPD berupa permasalahan untuk didiskusikan dan dikerjakan oleh peserta didik secara berkelompok. Peserta didik diberi stimulasi/pemberian rangsangan untuk menimbulkan kebingungan agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri dengan mengamati fakta yang disajikan oleh guru pada power point di depan kelas, dalam proses mengamati pembelajaran menjadi lebih bermakna (meaningfull learning). Pada tahap ini peserta didik terlihat penasaran pada tayangan didepan kelas dan antusias untuk mengumpulkan informasi terkait materi. Tahap selanjutnya adalah tahap menanya, setelah peserta didik mengamati objek yang disediakan guru, proses bertanya dapat dilakukan untuk mengidentifikasi masalah sebanyak mungkin yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan menjadi hipotesis. Pada tahap ini peserta didik terlihat sibuk berdiskusi dengan teman satu kelompoknya untuk menidentifikasi masalah dalam bahan ajar, mereka yang tidak mengerti kerap kali bertanya pada kelompok lain dan langsung kepada guru. Tahap yang ketiga adalah tahap menalar, penalaran adalah proses berpikir yang logis dan sistematis atas fakta-fakta empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Pada tahap ini Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis. Pada tahap ini perwakilan kelompok menyelesaikan masalah-malasah yang ada di bahan ajar lalu menyimpulkan konsep dari permasalahan tersebut, kelompok lain boleh menambahkan atau mengoreksi jawaban dari kelompok lain. Tahap yang keempat adalah tahap mencoba, pada tahap ini peserta didik mulai mencoba menerapkan ide yang telah dikumpulkan lewat tahap-tahap sebelumnya dengan cara mengolah data dan informasi tersebut. Pada tahap ini peserta didik mengerjakan LKPD secara berkelompok, mereka menyelesaiakan permasalahan-permasalahan dengan berbekal
informasi
atau
konsep
materi
yang
telah
di
dapat
pada
tahap
sebelumnya.Pengolahan data berfungsi sebagai pembentukan konsep dan generalisasi materi pembelajaran. Tahap yang terakhir yaitu tahap membuat jejaring, pada tahap membuat jejaring, peserta didik membuat suatu kesimpulan dari materi yang telah dipelajari atau mengaitkan konsep materi dengan matematika itu sendiri yang sebelumnya telah di tinjau ulang kebenaran hipotesisnya. Membuat jejaring juga mempunyai makna mengaitkan konsep materi dengan konteks nyata. Pada tahap ini peserta didik diajak
bersama-sama menyimpulkan materi yang telah dipelajari, kemudian Guru memberikan tugas individu untuk diselesaikan di rumah. Guru menghimbau peserta didik mempelajari dahulu materi di pertemuan yang akan datangProses belajar di kelas eksperimen I yang menggunakan model Discovery Learning (DL) berlangsung lancar dan kondusif. Peserta sangat antusias belajar berkelompok dan belajar menggunakan bahan ajar. Mereka lebih leluasa berinteraksi dengan teman-temannya dan tentunya dengan guru. Sesuai dengan model pembelajaran yang digunakan, proses pembelajaran lebih terarah dan membuat mereka berpikir kreatif dalam menyelesaikan permasalahan. Namun kendala yang di jumpai pada pembelajaran ini adalah pemahamn peserta didik setiap individu berbeda, karena model pembelajaran ini mengharuskan peserta didik menemuka sendiri konsep materi yang di pelajari, peserta didik yang kurang dalam berpikir kreatif sulit untuk menerima informasi-informasi dan lama untuk memahami permasalahan-permasalahan yang disajikan. Tahap –tahap dalam model ini terlalu pajang sehingga terkadang menyita waktu. Pembelajaran yang dilaksanakan pada kelas Eksperimen II yaitu melalui model Problem Based Learning (PBL). Proses pembelajaran pada penelitian ini yaitu guru memulai dengan menyampaikan tujuan pembelajaran untuk memotivasi peserta didik sekaligus mempersiapkan peserta didik untuk menerima materi pelajaran. Kemudian Guru membagi peserta didik kedalam 4 kelompok secara acak. Kemudian Guru membagikan bahan ajar dan LKPD berupa permasalahan untuk didiskusikan dan dikerjakan oleh peserta didik secara berkelompok. Tahap pertama pada model problem based learning yaitu orientasi siswa pada masalah berkaitan dengan proses mengamati peserta didik mampu menagamati masalah yang diberikan oleh guru baik itu masalah pada kehidupan nyata atau objek matematika yang abstrak. Kemudian proses mengorganisasikan siswa untuk belajar pada problem based learning berkaitan dengan proses menanya, peserta didik mampu bekerja dalam kelompok kecil kemudian menanyakan masalah yang diberikan oleh guru. Tahap membimbing penyelididkan individu dan kelompok pada model problem based learning berkaitan dengan tahap menalar pada pendekatan scientific, pada tahap ini guru membebimbing peserta didik dalam menalar permasalahan yang diberikan dan mengumpulkan informasi yang sesuai. Selanjutnya fase mengembangkan dan menyajikan hasil karya berkaitan dengan tahap mencoba, peserta didik menyajikan hasil
diskusi masalah kemudian mencoba mengerjakan soal-soal terkait permasalahan tersebut. Kemudian terakhir fase menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah berkaitan dengan tahap membentuk jejaring/menyimpulkan, pada tahap ini peserta didik menyajikan hasil diskusi kemudian guru melakukan evaluasi dan secara bersama-sama menyimpulkan. Proses belajar di kelas eksperimen II yang menggunakan model Problem Based Learning (PBL) berlangsung lancar dan cukup kondusif, peserta didik dapat di arahkan untuk melaksanakan tahap-tahap dalam pembelajaran ini. Peserta didik lebih mudah memahami konsep materi melaui permasalahan-permasalahan yang disajikan secara kontekstual. Kendala dalam pembelajaran pada kelas eksperimen II adalah kurangnya konsentrasi beberapa peserta didik dikarenakan jam pelajaran berada pada jam ke 5 – 8 menunjukan hari sudah siang, sehingga pada tahap membimbing penyelidikan individu dan kelompok guru harus ekstra menjelaskan konsep materi kepada peserta didik. Menurut (Sardiman, 2010: 85) motivasi memiliki tiga fungsi, yaitu: Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak dalam setiap tingkah laku, menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai, dan menyelesaikan perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dijalankan yang serasi guna mencapai tujuan itu dengan mengesampingkan perbuatanperbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan. Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan danya motivasi dalam diri manusia selama proses belajar mengajar adalah penting untuk mencapai tingkat keberhasilan belajarnya. Adanya intensitas motivasi dalam diri siswa, akan sangat menentukan pencapaian prestasi belajar siswa. Hal tersebut mempengaruhi motivasi belajar peserta didik pada pembelajaran matematika yang menggunakan model Discovery Learning (DL) di kelas eksperimen I memperoleh rata-rata 64,7 dan Problem Based Learning (PBL) di kelas eksperimen II memperoleh rata-rata 64,6, keduanya termasuk kedalam kriteria tinggi.
SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pengolahan data, dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik yang menggunakan model Problem Based Learning (PBL) lebih baik dari kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik yang menggunakan model Discovery Learning (DL). 2. Motivasi belajar peserta didik selama mengikuti pembelajaran yang menggunakan model Discovery Learning (DL) dan Problem Based Learning (PBL) berkriteria tinggi.
SARAN Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian, peneliti menyerankan hal-hal sebagai berikut : 1. Bagi kepala sekolah diharapkan agar memberikan dukungan dan motivasi kepada guru untuk menerapkan model Discovery Learning (DL) dan Problem Based Learning (PBL). 2. Guru dan calon guru hendaknya selalu berimprovisasi menggunakan model pembelajaran inovatif, yang memberikan pengalaman belajar bermakna bagi peserta didik sehingga peserta didik senang belajar matematika, salah satu inovasi yang dapat digunakan yaitu dengan menggunakan model Discovery Learning (DL) dan Problem Based Learning (PBL) dengan bahan ajar dan LKPD yang dibuat langsung oleh guru yang bersangkutan agar sesuai dengan tujuan pembelajaran yang diharapkan. 3. Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik menerapkan model Discovery Learning (DL) dan Problem Based Learning (PBL), hasil penelitian ini bisa dijadikan acuan untuk melakukan penelitian yang lebih baik pada materi pelajaran yang lainnya.
DAFTAR PUSTAKA Anwar, Erni Hearani (2014). Pengaruh Penggunaan Model Pembeljaran Berbasis Masalah terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Peserta Didik (Penelitian terhadap Peserta Didik Kelas VII SMP Negeri 5 Ciamis). Skripsi FKIP Universitas Siliwangi, Tasikmalaya : Tidak diterbitkan. Arikunto, Suharsimi. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Praktik. Jakarta : Rineka Cipta. Budiningsih, Asri. (2005). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : PT. Rineka Cipta Illahi, Mohammad Takdir. (2012). Pembelajaran Discovery Strategy & Mental Vocational Skill. Yogyakarta : DIVA Perss. Kemendikbud .(2013). Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 SMA/MA dan SMK/MAK Matematika. Kemendikbud : Tidak Diterbitkan. Khoiri, Wafik. (2013). Implementasi Model Problem Based Learning Berbantuan Multimedia untuk meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik Peserta Didik Kelas VII SMP Negeri 4 Kudus Pada Materi Segitiga. Skripsi FKIP Universitas Malang. Malang : Tidak diterbitkan. Nugroho, Indra Adi. (2012). Keefektifan Pendekatan Problem Based Learning Berbantuan CD Pembelajaran terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik. Skripsi FKIP Universitas Semarang. Semarang: Tidak diterbitkan. Ratnaningsih, Nani. (2007). Pengaruh Pembelajaran Konstektual terhadap Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematik serta Kemandirian Belajar Siswa Sekolah Menengah Atas. Disertasi UPI. Tidak Diterbitkan. Riduwan (2011). Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula. Bandung: Alfabeta. Rosliana, Priasti. (2011). Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran problem Based Learning Terhadap kemampuan Berpikir Kreatif Matematik Peserta Didik (Penelitian terhadap Peserta Didik Kelas XI SMA Negeri 1 Tasikmalaya Tahun Ajaran 2010/2011). Skripsi Unsil Tasikmalaya. Tidak Dipublikasikan. Ruseffendi, E.T (2010) Dasar-dasar Penelitian Pendidikan Dan Bidang Non-Eksakta Lainya. Bandung: Tarsito Sanjaya, Wina (2006) Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Bandung: Kencana Sudjana. (2005). Metoda Statistika. Bandung : Tarsito. Somantri, Ating dan Sambas Ali Muhidin. (2011). Aplikasi Statistika dalam Penelitian. Bandung : CV Pustaka Setia.
Suprihatiningrum, Jamil (2013). Strategi Pembelajaran Teori dan Aplikasi. Yogyakarta : AR-RUZZ MEDIA Sumarmo, Utari (2014). Kumpulan Makalah Berpikir Dan Disposisi Matematik Serta Pembelajaranya. Bandung : FPMIPA-UPI Sumarmo,U. (2013), Berpikir dan Disposisi Matematik serta Pembelajarannya. Bandung: Jurdik Matematika FPMIPA UPI. Suprijono, Agus. (2009). Cooperative Learning Teori & Aplikasi Paikem. Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR. Trianto,. (2011). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Ed ke-4. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Wardani, Sri. (2009). “Pembelajaran Inkuiri model Silver untuk Mengembangkan Kreativitas dan Kemampuan Pemecahan Masalah matematik siswa Sekolah Menengah Atas”. Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Indonesia: Tidak Diterbitkan. Widaningsih, Dedeh. (2011). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Diktat Kuliah. Tasikmalaya : Tidak dipublikasikan. Widaningsih, Dedeh. (2011). Perencanaan Pembelajaran Matematika. Bandung : Rizqi Press. Widaningsih, Dedeh. (2011). Telaah Kurikulum Matematika Sekolah. Diktat Kuliah. Tasikmalaya : Tidak dipublikasikan.
