AFIKSASI DALAM PENERJEMAHAN (Studi Kasus Terjemahan Kitab Kifayatul Akhyar Jilid III Bab Sumpah dan Nazar oleh Achmad Zaidun dan A.Ma`ruf Asrori)
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Adab dan Humaniora Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sastra (S.S)
Oleh: Dwi Mulyani 105024000867
JURUSAN TARJAMAH FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1430 H/2009 M
AFIKSASI DALAM PENERJEMAHAN (Studi Kasus Terjemahan Kitab Kifayatul Akhyar Jilid III Bab Sumpah dan Nazar Oleh Achmad Zaidun dan A. Ma`ruf Asrori)
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Adab dan Humaniora Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sastra (S.S.)
Oleh:
DWI MULYANI NIM: 105024000867
Di Bawah Bimbingan
Drs.H.AHMAD SYATIBI, MA NIP. 150 228 407
JURUSAN TARJAMAH FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1430 H/ 2009 M
ABSTRAK Dwi Mulyani JUDUL: AFIKSASI DALAM PENERJEMAHAN (Studi Kasus Terjemahan Kitab Kifayatul Akhyar Jilid III Bab Sumpah dan Nazar Oleh Achmad Zaidun dan A.Ma`ruf Asrori) Setiap bahasa memiliki sistem yang arbitrer (semena-mena), maksudnya aturan yang ada pada setiap bahasa itu tidak berdasarkan pada logika dan hasil musyawarah. Sebagai contoh dalam BA, tidak ada alasan logis mengapa fa’il harus marfu’ dan maf’ul bih harus manshub. Menurut system morfologinya, bahasa-bahasa di dunia dibagi dalam tiga golongan, yaitu (1) bahasa isolasi, (2) bahasa aglutinasi, (3) bahasa fleksi. Bahasa Arab termasuk bahasa fleksi. Hal ini disebabkan bahasa arab memiliki sistem morfologi yang sangat kompleks dan juga satu kata bahasa Arab bisa memiliki sejumlah satuan arti. Selain itu, dalam pembentukan kata bahasa Arab pasti ada perubahan vokal yang mengikuti pembentukan kata tersebut. Hal ini jarang sekali ditemukan pada bahasa lain. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan morfem bebas dan morfem terikat yang terdapat dalam kata kerja bahasa Arab. Rancangan penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik dokumenter, karena data yang diambil bersumber dari tulisan. Langkah-langkah yang dilakukun adalah membaca dengan teliti sumber data beberapa buku al-amsilah tasrifiyah; menandai data dan memasukannya kedalam instrumen pemandu berdasarkan klasifikasi data yang terdapat dalam instrumen pemandu; mengklasifikasikan morfem bebas dan morfem terikat yang terdapat dalam kata kerja kala lampau, kala kini atau nanti, dan kata keja perintah. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa morfem bebas yang terdapat dalam kata kerja kala lampau, kala kini atau nanti serta kata kerja perintah adalah morfem dasar dari kata kerja tersebut. Morfem dasar ini berasal dari morfem akarnya. Morfem akarnya yaitu (ل-ع- )فuntuk fi`il tsulatsi dan (ل-ل-ع- )فuntuk fi`il ruba`i. sedangkan morfem dasarnya yaitu morfem akar tersebut dengan ditambah vokal. Secara umum morfem terikat yang terdapat dalam kata keja kala lampau, kala kini atau nanti serta kata kerja perintah ada beberapa yang sama.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah Swt yang telah memberikan rahmat dan hidayah serta kekuatan kepada Penulis, sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Salawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw, juga kepada seluruh keluarga dan para sahabatnya. Hari berganti begitu cepat. Tidak terasa tugas akhir yang selama ini menjadi tanggung jawab besar bagi Penulis telah terlalui. Harapan yang Penulis tunggutunggupun telah datang. Puas atau tidak, inilah hasil dari tekad dan usaha seorang manusia yang berambisi besar, namun tidak punya kemampuan dan kekuatan untuk menjalani segala cita-cita. Keberhasilan Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini adalah berkat bimbingan, bantuan, dorongan dan saran-saran dari berbagai pihak. Tanpa partisipasi mereka upaya maksimal Penulis tidak ada artinya. Oleh karena itu, Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Civitas academica UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, terutama kepada Prof. Dr. Komarudin Hidayat, MA., Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Dr. Abdul Chaer, MA., Dekan Fakultas Adab dan Humaniora; Drs Ikhwan Azizi, MA., Ketua jurusan tarjamah serta sekertaris urusan tarjamah Ahmad Saekhudin, M.Ag. Terimakasih yang tak terhingga pula kepada Drs.H.A.Syatibi, MA yang telah meluangan waktnya untuk membaca, mengoreksi, memberikan referensi serta berbagai
advice yang sangat berguna dalam proses penyusunan skripsi ini. Semoga Allah senantiasa memberikan pahala kebaikan kepada Bapak. Kepada jajaran Dosen Tarjamah Bpk Syarif Hidayatullah, M.Hum, Bpk Irfan Abubakar, MA, Bpk Ismakun Ilyas, MA, Ibu Karlina Helmanita, M.Ag, Bpk Dr. Syukron Kamil, MA, dan lainnya. Terimakasih yang tak terhingga. Semoga ilmu yang Penulis dapatkan menjadi manfaat dikemudian hari. Penghormatan serta salam cinta Penulis haturkan kepada kedua orangtua Penulis, Ayahanda Syarifuddin dan Ibunda Jahrotun yang selalu mendoakan anak-anaknya. Kepada kakak dan adik-adik Penulis ka`Iis, Tia dan Icha terimakasih atas dukungannya. Kepada teman-teman seperjuangan jurusan Tarjamah angkatan `05 Lina, Aida, Zainab, Yufi, Tami, Ade, Leli, Rya, Agus, Hasbi, Musa, Yudi, Fauzi, Yusa, Hilman, Asep, Rahmat dan Deni thanks a lot of for your spirit and your halping. Teruntuk anakanak kosan Irakian Devi, Ayu, Lia, Nining terimakasih atas bantuan dan motifasinya. Semoga skripsi yang masih jauh dari sempurna ini dapat bermanfaat bagi semuanya. Saran serta kritik konstruktif sangan Penulis butuhkan untuk interpretasi yang lebih baik lagi. Jakarta, 14 Oktober 2009
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i PERNYATAAN............................................................................................... ii PENGESAHAN PEMBIMBING...................................................................... iii PENGESAHAN PANITIA UJIAN................................................................... iv KATA PENGANTAR...................................................................................... v DAFTAR ISI.................................................................................................... vii PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN............................................... ix ABSTRAK....................................................................................................... xii BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1 A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah .......................................... 8 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................... 8 D.Tinjauan Pustaka ......................................................................... 9 E. Metodologi Penelitian................................................................. 9 F. Sistematika Penulisan ................................................................. 10 BAB II KERANGKA TEORI ................................................................... 11 A. Pengertian Penerjemahan ........................................................... 11 1. Definisi Penerjemahan........................................................... 11 2. Metode Penerjemahan ........................................................... 12 3. Problematika Penerjemahan................................................... 14 B. Afiksasi Dalam Bahasa Arab dan Bahasa Indonesia.................... 16
BAB III
1. Pengertian Afiksasi.............................................................. 1.1 Pengertian Afiksasi Dalam Bahasa Arab........................ 1.2 Pengertian Afiksasi Dalam Bahasa Indonesia................. 2. Jenis Afiksasi ...................................................................... 2.1 Jenis Afiksasi Dalam Bahasa Arab................................. 2.2 Jenis Afiksasi Dalam Bahasa Indonesia ......................... C. Wawasan Tentang Morfologi...................................................... 1. Pengertian Morfologi............................................................ 2. Ruang Lingkup Morfologi ................................................... 3. Proses Morfologis................................................................ 4. Klasifikasi Morfem Dalam Morfologi.................................. KITAB KIFAYATUL AKHYAR DAN TERJEMAHANNYA... A. Sekilas Tentang Kitab Kifayatul Akhyar .........................................
16 16 17 18 18 23 25 25 27 28 29 32 32
B. Biografi Penulis dan Karya-karyanya .............................................. 32
C. Biografi Penerjemah dan Karya-karyanya ....................................... 35 BAB IV ANALISIS AFIKSASI DALAM TERJEMAHAN KIFAYATUL AKHYAR ...................................................................................... 38 A..................................................................................................... Proses Afiksasi dan Wazan-wazan yang Terdapat Dalam Terjemahan Kitab Kifayatul Akhyar.................................................................................................. 38 B. Pengertian Sumpah dan Nazar......................................................... 39 BAB V
PENUTUP ..................................................................................... 49 A. Kesimpulan ............................................................................... 49 B. Rekomendasi ............................................................................ 51 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 52
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Suatu kebudayaan tidak lahir dari kekosongan. Ia didahului oleh kebudayaan-kebudayaan lain yang menjadi unsur pembentuknya. Kebudayaan suatu bangsa selalu merupakan ikhtisar dari kebudayaan sebelumnya atau seleksi dari berbagai kebudayan lain. Dengan demikian kebudayaan dapat dipandang sebagai proses memberi dan menerima (Majid, 1997:2). Proses diatas terjadi dan berkembang melalui berbagai sarana, diantaranya penerjemahan. Catatan sejarah menegaskan bahwa peradaban Islam pertama-tama berkembang melalui penerjemahan karya-karya lama Yunani, Persia, India dan Mesir dalam bidang eksakta dan kedokteran. Kegiatan ini dimulai pada masa pemerintahan Khalifah Abu Ja`far Al-Mansur (137-159H/754-775M), seorang dinasti Abbasiah. Pada masa tersebut Khalifah Al-Ma`mun mengantarkan umat Islam ke masa keemasan (Majid, 1997: 98-99). Pada gilirannya bangsa Eropa menyerap dan menyeleksi kebudayaan Islam juga melalui kegiatan penerjemahan. Menurut Newmark (1988:7) sekolah toledolah yang telah berjasa mentransfer kebudayaan Arab dan Yunani melalui kegiatan penerjemahan.1
1
Syihabuddin, Teori dan Praktek Penerjemahan Arab Indonesia, (Jakarta: Deppennas, 2006), h.1
Terjemahan juga sebagai bentuk kegiatan manusia dibidang bahasa sudah lama menjadi profesi orang-orang yang mahir berbahasa asing. Terjemahan lisan pernah memainkan peranan penting pada periode, ketika zaman dahulu berlangsung kontakkontak pertama antaretnis yang bahasanya berlainan. Berkat karya terjemahan (tulisan) kita mengenal sejarah peradaban manusia, misalnya sejarah peradaban dari zaman Mesopotamia pusat peradaban bangsa summer, salah satu peradaban paling tua di dunia. Tanpa karya terjemahan kita tidak mungkin mengetahui fakta-fakta sejarah terkenal, yakni terbentuknya imperium raksasa yang didiami oleh bangsa-bangsa multietnis dan multilingual, seperti kerajaan romawi dulu. Kendati profesi Penerjemah merupakan salah satu profesi yang paling tua, namun bersamaan dengan itu sepanjang sejarah profesi Penerjemah yang berabad-abad lamanya itu, belum pernah tercatat tentang adanya kegiatan penerjemahan dalam skala yang begitu besar seperti dalam beberapa dasawarsa terakhir ini. Setiap tahun karya terjemahan diterbitkan dalam jumlah yang besar dan jumlahnya terus meningkat dalam gerak maju geometris. Sebagian besar dari jumlah ini adalah terjemahan susastra yang memberi kemungkinan kepada kita untuk mengenal karya-karya sastra klasik ciptaan pujanggapujangga berskala dunia. Sulit dibayangkan, seberapa jauh tingkat perkembangan pengetahuan kita seandainya tidak ada karya terjemahan. Sebenarnya para Ilmuan bahasa sudah lama sampai pada kesimpulan, bahwa terjemahan bisa menjadi obyek linguistik deskriptif.2
2
Linguistik deskriptif: bidang linguistik yang menyelidiki system bahasa pada waktu tertentu.
Dengan meningkatnya hubungan antar bangsa kebutuhan akan profesi Penerjemah dirasakan sekali dan kebutuhan ini lebih dirasakan lagi ketika masyarakat komunitas Internasional mendirikan perserikatan Bangsa-bangsa sebagai badan dunia. Penerjemah menjalankan peranan penting dalam ikut serta melaksanakan hubungan Internasional. Peran serta Penerjemah bisa juga dilihat dalam negosiasi dwipihak antar negara yang membicarakan hubungan-hubungan politik, ekonomi, budaya dll. Dengan demikian Penerjemah membantu orang-orang yang bahasa ibu mereka berlainan, agar dapat mengatasi apa yang dsebut “rintangan bahasa” (language barrier).3 Penerjemahan merupakan kegiatan mengalihkan secara tertulis pesan dari teks suatu bahasa kedalam teks bahasa lain. Dalam hal ini teks yang diterjemahkan disebut teks sumber (Tsu) dan bahasanya disebut bahasa sumber (Bsu), sedangkan teks yang disusun oleh Penerjemah disebut teks sasaran (Tsa) dan bahasanya disebut bahasa sasaran (Bsa).4 Secara teoretis penerjemahan merupakan suatu proses satu arah, yakni dari Bsu ke Bsa. Jadi terjemahan adalah suatu “reproduksi”, yakni hasil upaya mereproduksi pesan kedalam bahasa lain.5 Terjemahan kifayatul akhyar merupakan salah satu kitab fikih, didalam kitab tersebut terdapat bermacam-macam hukum Islam yang dilengkapi dengan dalil al-Quran dan hadist. Arti kata fikih ini menurut bahasa Arab ialah paham atau pengertian. Menurut istilah ialah ilmu untuk mengetahui hukum-hukum syara yang pada perbuatan anggota, 3
Salihin Moentaha, Bahasa dan Terjemahan, (Jakarta: Kesaint Blanc, 2006), h.9 Benny Hoedoro Hoed, Penerjemahan dan Kebudayaan, (Jakarta: Pustaka Jaya, 2006), Cet 1, h.23 5 Ibid, h.39
4
diambil dari dalil-dalilnya yang terinci. Tujuan mengetahui ilmu fikih ini untuk mendapat keridhaan Allah Swt yang menjadi jalan kebahagiaan dunia dan akhirat. Fikih ini diambil dari Al-quran, hadist, ijma` dan qias.6 Jika ditelaah lebih lanjut pada buku terjemahan kifayatul akhyar ini terdapat bermacam-macam afiksasi yang dapat Penulis analisis. Kata merupakan satu masalah yang sering dihadapi oleh para linguis dalam linguistik. Tampaknya hal ini menggelikan pula karena para pemakai bahasa yang awam dengan mudah membentuk kalimat-kalimat dengan kata dan dapat pula memisahmisahkan kalimat mereka atas kata-kata pula. Juga orang cerdik pandai ataupun yang telah bersekolah dapat menuliskan kalimat-kalimat mereka dan dapat dengan mudah dan jelas memisahkan kata-kata antar sesamanya dalam tulisan mereka itu. Tentu saja ada problem lain yang tidak dilihat dan diketahui oleh para pemakai bahasa itu. Dalam skripsi ini penulis akan mengemukakan lebih lanjut mengenai pengertian morfologi dan bagianbagiannya. Morfologi merupakan tataran ilmu bahasa yang disebut tata bahasa atau gramatika. Ia merupakan studi gramatikal struktur intern kata, karena itu morfologi sering disebut pula tata kata atau tata bentuk. Sebagai satuan fungsional dalam morfologi, morfem ini merupakan satuan gramatikal terkecil yang mempunyai makna.7
6 7
Sulaiman Rasjid, Fikih Islam (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2006), Cet 39, h.12 Abdul Chaer, Linguistik Umum (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), Cet.2, h.146
Salah satu contoh proses morfologis ialah pengimbuhan atau afiksasi (penambahan afiks). Penambahan afiks dapat dilakukan didepan, ditengah, dibelakang atau didepan dan belakang morfem dasar. Afiks yang ditambahkan didepan disebut prefiks, yang ditengah disebut infiks, yang dibelakang disebut sufiks, yang didepan dan belakang disebut konfiks dan afiks lainnya yang akan dijelaskan dibab selanjutnya. 8 Dari segi penempatannya terdapat bermacam-macam afiks termasuk yang tertera diatas, tetapi disini Penulis akan meneliti lebih spesifik lagi yaitu kepada prefiks, infiks, sufiks dan konfiks. Pada contoh teks ini yaitu Syekh Abu Syuja Berkata:
! وﺝ$% " # ! و یز أن ی, و ب ا أو ا ا أر . اﻝ('ی Artinya: “Barangsiapa meminum khamar atau minuman yang memabukkan, dihad empat puluh kali dera, dan boleh lebih hingga mencapai delapan puluh kali dengan cara takzir”. Kata meminum dalam teks terjemahan diatas merupakan prefiks, karena kata me tidak bisa berdiri sendiri dan termasuk morfem terikat. Kata minum termasuk morfem bebas karena dapat berdiri sendiri pada tuturan langsung.
Dalam bahasa Arab kata
ََ َب
termasuk morfem bebas, karena dapat berdiri
sendiri pada tuturan langsung. Tetapi kata tersebut bukan merupakan prefiks seperti pada teks BSa, karena tidak ada tambahan huruf pada (awalan) prefiks.
8
Kushartanti, Dkk, Pesona Bahasa, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005), h.151
Pada contoh teks berikut Allah berfirman:
&'&() !"# $% /01#2()
.
&*+ ,- 34#
ِArtinya: Dan diantara mereka ada orang yang Telah berikrar kepada Allah: "Sesungguhnya jika Allah memberikan sebahagian karunia-Nya kepada kami, Pastilah kami akan bersedekah dan Pastilah kami termasuk orang-orang yang saleh.” (Q.S at-Taubah:75)
Pada kata
َََه%
dalam surah at-Taubah:75 merupakan infiks, karena huruf alif
yang berada di tengah kata tersebut tidak bisa berdiri sendiri dan termasuk morfem terikat. Sedangkan kata
ََ.َ%
bisa berdiri sendiri pada tuturan langsung dan termasuk
morfem bebas. Dalam Bsa yang artinya berikrar merupakan bentuk afiks, karena terdapat awalan ber pada kata berikrar. Kata ber termasuk morfem terikat karena tidak bisa berdiri sendiri, sedangkan kata ikrar termasuk morfem bebas karena bisa berdiri sendiri pada tuturan langsung.
Pada kata
!/0 pada ayat diatas merupakan bentuk sufiks, karena ada tambahan
1 diakhir kata dan termasuk morfem terikat karena tidak bisa berdiri sendiri pada tuturan langsung. Kata
2/0
termasuk morfem bebas, karena bisa berdiri sendiri pada tuturan
langsung. Dalam bahasa sasaran yang artinya karunia-Nya itu bukan merupakan bentuk sufiks, karena kata Nya kembali kepada Allah dan bukan morfem terikat, tetapi ia bisa berdiri sendiri pada tuturan langsung. Dalam skripsi ini penulis hanya akan memfokuskan analisis pada hasil terjemahan (Bsa) bukan pada teks asli (Bsu). Namun tidak menutup kemungkinan penulis juga akan menghubungkan afiksasi dalam terjemahannya (Bsa) dengan afiksasi dalam Bsu. Adanya permasalahan-permasalahan mengenai terjemahan kifayatul akhyar, Penulis tertarik untuk mengkaji lebih spesifik lagi. Dengan ini penulis mengangkat judul: AFIKSASI DALAM PENERJEMAHAN (Studi Kasus Terjemahan Kitab Kifayatu Akhyar Jilid III Bab Sumpah Dan Nazar Oleh Achmad Zaidun dan A.Ma`ruf Asrori) B. Pembatasan dan Perumusan Masalah Dalam skripsi ini, penulis mengkhususkan untuk membahas analisis afiksasi dalam terjemahan kifayatul akhyar. Agar penelitian ini menjadi terstruktur dan tidak meluas, dalam arti lebih spesifik pada judul yang akan dibahas, maka penulis merumuskan dan membatasi penelitian ini sebagai berikut: 1. Apa ukurannya untuk mengetahui terjemahan kifayatul akhyar ini sudah tepat atau belum? 2. Apakah terjemahan yang belum tepat harus sesuai antara afiks Bsu dan afiks Bsa?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Berdasarkan latar belakang di atas, tujuan penelitian ini adalah : a. Untuk mengetahui ukuran dari terjemahan kifayatul akhyar ini sudah tepat atau belum. b. Untuk mengetahui apakah terjemahan yang belum tepat harus sesuai antara afiks Bsu dan afiks Bsa. Manfaat dari penelitian ini adalah bahwa Penulis ingin menginformasikan tentang analisis afiksasi dalam terjemahan kifayatul akhyar, mulai dari prefiks, infiks dan sufiks. D. Tinjauan Pustaka Penelitian yang sudah ada membahas tentang “Afiksasi Dalam Bahasa Arab ke Bahasa Indonesia” . Sedangkan penelitian yang ingin Penulis lakukan yaitu tentang: AFIKSASI DALAM PENERJEMAHAN (Studi Kasus Terjemahan Kitab Kifayatul Akhyar Jilid III Bab Sumpah dan Nazar oleh Achmad Zaidun dan A.Ma`ruf Asrori) Sumber-sumber data yang penulis dapatkan yaitu berdasarkan buku-buku yang berkaitan dengan morfologi, pusrtaka library dan juga berdasarkan pengalaman belajar Penulis di jurusan Tarjamah. E. Metode Penelitian Dalam penelitian ini Penulis menggunakan metode eksploratif, yaitu dengan cara mengumpulkan data. Terkait dengan masalah yang diteliti, setelah itu Penulis mendeskripsikan masalah tersebut sesuai dengan data yang ada, sehingga dapat mencapai maksud dan tujuan penelitian.
Secara teknis, penulisan ini berdasarkan pada buku pedoman penulisan karya ilmiah, skripsi, tesis dan disertasi UIN Syarif Hidayatullah 2007, terjemahan kifayatul akhyar, tata bahasa baku bahasa Indonesia edisi ketiga, kajian morfologi dan tasrifan istilahiyah. F. Sistematika Penulisan Agar penulisan dapat terarah dan sistematis, maka langkah yang ditempuh Penulis yaitu: Bab I merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II merupakan kerangka teori tentang pengertian penerjemahan yang memuat definisi penerjemahan, metode penerjemahan, problematika penerjemahan. Kemudian juga tentang afiksasi dalam bahasa Arab dan Bahasa Indonesia yang memuat pengertian afiksasi dalam bahasa Arab dan bahasa Indonesia, jenis-jenis afiksasi dalam bahasa Arab dan bahasa Indonesia. Kemudian tentang wawasan morfologi yang memuat pengertian morfologi, ruang lingkup morfologi, proses morfologis, dan klasifikasi morfem dalam morfologi. Bab III merupakan kitab kifayatul akhyar dan terjemahannya yang terdiri dari sekilas tentang
kitab
kifyatul
akhyar,
biografi
Penulis
dan
karya-karyanya,
biografi
penerjemahan dan karya-karyanya. Bab IV merupakan analisis afiksasi dalam terjemahan kifayatul akhyar yang terdiri dari proses afiksasi dalam terjemahan kifayatul akhyar dan wazan-wazan yang terdapat dalam kitab kifayatul akhyar. Bab V merupakan penutup yang terdiri dari kesimpulan dan rekomendasi.
BAB II KERANGKA TEORI
A. Pengertian Penerjemahan 1. Definisi Penerjemahan Dalam literatur linguistik, teori terjemahan sering disebut juga ilmu terjemahan. Ada dua pengertian yang menyangkut kata `terjemahan`. Pertama, terjemahan sebagai proses kegiatan manusia dibidang bahasa (analisis) yang hasilnya merupakan teks terjemahan (sintesis). Kedua, terjemahan hanya sebagai hasil saja dari proses kegiatan manusia itu. Proses terjemahan merupakan transformasi teks dari satu bahasa ke teks bahasa lain tanpa mengubah isi teks asli. Jadi terjemahan adalah jenis transformasi antarbahasa yang berbeda dengan jenis transformasi intrabahasa, yakni transformasi yang terjadi didalam bahasa itu sendiri. Penerjemahan selama ini didefinisikan melalui berbagai cara dengan latar belakang teori dan pendekatan yang berbeda. Disini akan dijelaskan beberapa definisi sebagai landasan untuk memasuki pembahasan. Penerjemahan merupakan upaya mengalihkan pesan dari satu bahasa ke bahasa yang lain.9 Definisi lain mengatakan penerjemahan adalah penggantian materi tekstual dalam suatu bahasa dengan materi tekstual yang sepadan dalam bahasa lain. 10 Didalam buku pedoman bagi penerjemah
menjelaskan bahwa definisi
menerjemahkan makna suatu teks kedalam bahasa lain sesuai dengan yang dimaksudkan
9
frans sayogi, Penerjemahan Bahasa Inggris Kedalam Bahasa Indonesia, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN, 2008), h. 7 10 Zuhridin Suryawinata Dan Sugeng Hariyanto, Translation Bahasa Teori Dan Penuntun Praktis Menerjemahkan, (Yogyakarta: Kanisius 2000), h. 11
pengarang. 11 Jika dilihat lebih jauh lagi maka beberapa definisi ini dapat disimpulkan bahwa penerjemahan merupakan upaya mengganti teks bahasa sumber dengan teks yang sepadan dalam bahasa sasaran. Secara lebih sederhana, definisi penerjemahan itu ialah memindahkan suatu amanat dari bahasa sumber kedalam bahasa sasaran dengan mengungkapkan maknanya, kemudian mengungkapkan gaya bahasanya. 12
2. Metode Penerjemahan Dalam menerjemahkan seorang Penerjemah menggunakan metode, yaitu cara yang digunakan Penerjemah dalam menerjemahkan sebuah nas secara keseluruhan mulai dari awal hingga akhir. Disini terdapat delapan metode penerjemahan, empat diantaranya yang memberi tekanan kepada Bsu, dan empat lagi yang memberi tekanan kepada Bsa. Yang memberi tekanan kepada Bsu diantaranya: 1) Penerjemahan Kata Demi Kata Penerjemahan jenis ini biasanya bersifat interlinier, yakni kata-kata Bsa langsung diletakkan dibawah versi Bsu. Kata-kata dalam Bsu diterjemahkan diluar konteks dan kata-kata yang bersifat cultural dipindahkan apa adanya.
2) Penerjemahan Harfiah Pada penerjemahan ini struktur gramatikal Bsu dicarikan padanannya yang terdekat dalam Bsa, tetapi penerjemahan leksikalnya dilakukan terpisah dari konteks.
11 12
Rohayah Mahali, Pedoman Bagi Penerjemah, (Jakarta: Grasindo, 2000), h. 5 A. Widyamarta, Seni Menerjemahkan, (Yogyakarta: Kanisius, 1989), h. 11
3) Penerjemahan Setia Penerjemahan ini menekankan pada makna kontekstual Bsu dan memindahkan katakata cultural serta berusaha mempertahankan gramatika dan leksikon teks Bsu kedalamnya, karena ada upaya untuk benar-benar setia pada maksud pengarang. Dalam teks Bsu ini masih terasa kaku. 4) Penerjemahan Semantik Perbedaan antara penerjemahan setia dan semantic adalah bahwa metode penerjemahan setia lebih kaku dan tidak berkompromi dengan kaidah, sedangkan metode penerjemahan semantic lebih luwes. Disamping empat macam metode penerjemahan yang penekanannya pada Bsu, terdapat juga empat macam metode yang penekanannya pada Bsa. Diantaranya: 5) Saduran Metode ini merupakan bentuk penerjemahan paling bebas. Jenis metode ini dipakai dalam penerjemahan drama atau puisi dimana tema, karakter dan plot dipertahankan. Tetapi dalam penerjemahannya terjadi peralihan budaya Bsu ke budaya Bsa, dan teks aslinya ditulis kembali serta diadaptasikan kedalam Bsa.
6) Penerjemahan Bebas Metode ini merupakan penerjemahan yang mengutamakan isi dan mengorbankan bentuk teks Bsu. Metode ini berbentuk suatu parafrase yang dapat lebih pendek atau lebih panjang dari teks aslinya dan biasa dipakai dikalangan media massa. 7) Penerjemahan Idiomatik
Metode ini bertujuan mereproduksi pesan dalam teks Bsu, tetapi sering dengan menggunakan kesan keakraban dan ungkapan idiomatik yang tidak didapati pada versi aslinya. Dengan demikian banyak terjadi distorsi nuansa makna. 8) Penerjemahan Komunikatif Metode ini berusaha mereproduksi makna kontekstual yang sedemikian rupa sehingga, baik aspek kebahasaan maupun aspek isinya langsung dapat dimengerti oleh pembaca. Metode ini juga memperhatikan prinsip-prinsip komunikasi yaitu khalayak, pembaca dan tujuan penerjemahan.13
3. Problematika Penerjemahan Dalam menerjemahkan terdapat berbagai macam problematika, diantaranya: 1). Masalah Interferensi Dalam Terjemahan Secara sosiolinguistik masalah penerjemahan bermula dari adanya kontak bahasa yang
terjadi pada
diri Dwibahasawan.
Dalam
menerjemahkan
teks
seorang
Dwibahasawan mengidentifikasikan unsur-unsur linguistik antar dua bahasa, bahasa Arab dan bahasa Indonesia, sehingga terjadilah gejala interferensi. Ada beberapa bentuk gejala interferensi yang menyebabkan terjemahan tidak gramatis, diantaranya: a. Terjemahan yang tidak gramatis karena kesalahan urutan kata atau kelompok kata dalam kalimat atau klausa. b. Terjemahan yang tidak gramatis karena mengandung unsur yang tidak perlu.
13
Moch Syarif Hidayatullah, Diktat Teori dan Permasalahan Penerjemahan Arab Indonesia, (Jakarta, 2006), h.22
c. Kategori terjemahan yang tidak gramatis. Hal ini disebabkan oleh kerumitan struktur teks sumber. d. Terjemahan yang kurang tepat karena menggunakan kata yang tidak lazim dalam bahasa Indonesia. 2). Masalah Teoretis Kegiatan
penerjemahan
merupakan
kegiatan
yang
melibatkan
berbagai
kemampuan secara bersamaan. Diantara kemampuan itu ialah penguasaan dua bahasa, kemampuan teoretis, pengetahuan mengenai berbagai hal dan intuisi. Kesulitan tersebut semakin kompleks tatkala Penerjemah tidak menemukan cara untuk mengatasi masalahnya, dengan maksud Penerjemah kurang menguasai teori terjemah. Teori ini sangat diperlukan dalam proses reproduksi pesan bahasa sumber didalam bahasa penerima dengan padanan yang paling wajar dan paling dekat, baik dari segi arti maupun gaya. 3). Masalah Kosakata Kebudayaan dan Metafora Secara teoretis yang dimaksud kosakata kebudayaan ialah ungkapan yang menggambarkan tradisi, kebiasaan, norma dan budaya yang berlaku dikalangan penutur bahasa sumber. Cara menerjemahkan kosakata seperti itu adalah dengan mencari padanannya didalam bahasa sumber, bukan menerjemahkannya secara harfiah. Masalah lain yang sering dihadapi oleh seorang Penerjemah ialah menyangkut penerjemahan metafora dengan segala jenisnya. Pengasosiaan kata yang satu dengan kata yang lain sering menimbulkan kejanggalan jika diterjemahakan secara harfiah. 4). Masalah Transliterasi
Kesulitan transliterasi nama-nama asing disebabkan tiadanya aturan yang konsisten yang dapat dijadikan pegangan, karena transliterasi ini didasarkan atas simakan orang Arab, bukan atas tulisan (transkripsi). Huruf G misalnya, kadang ditransliterasi menjadi ghin atau jim tanpa dapat dipastikan kapan G menjadi jim atau menjadi ghin. Misalnya Jhon Gerard ditransliterasi menjadi
ﺝ ارد ﺝن.
5). Masalah Tanda Baca Naskah bahasa Arab klasik jarang sekali menggunakan tanda baca, sehingga pembaca pemula sulit membedakan antara kata-kata sebagai uraian dan kata-kata sebagai judul buku, nama orang atau nama geografi. Kelengkapan tanda baca dan tiadanya perbedaan huruf membuat penerjemahan bahasa Arab lebih sulit daripada penerjemahan bahasa lain yang ditulis dengan huruf latin.14
B. Afiksasi Dalam Bahasa Arab dan Bahasa Indonesia 1.Pengertian Afiksasi 1.1 Pengertian Afiksasi Dalam Bahasa Arab Afiksasi dalam bahasa Arab disebut fi`il mazid menjadi 2 jenis yakni fi`il tsulatsi mazid
( اﻝ 'ی24اﻝ.) . Fi`il mazid terbagi
( اﻝ 'ی$#67 اﻝ24 ) اﻝdan fi`il ruba`y mazid
( اﻝ 'ی$% اﻝ24)اﻝ. Fi`il tsulatsi mazid yaitu kalimat fi`il yang terdiri dari tiga (3) huruf asli dan ditambah dengan huruf tambahan. Huruf tambahan itu adakalanya satu (1) huruf, sehingga keseluruhan jumlah hurufnya ada empat (4), adakalanya dua (2) huruf, 14
Syihabuddin, Teori Dan Praktik Penerjemahan Arab-Indonesia, (Jakarta: Depdiknas, 2002), h.151
sehingga keseluruhan jumlah hurufnya lima (5), dan adakalanya tiga (3) huruf, sehingga keseluruhan jumlah hurufnya enam (6). Contoh:
َ8َ4ْ"َ أdari fi`il tsulatsy mujarrod: َ8َ4َ" َ ﺕَ َرَكdari fi`il tsulatsy mujarrod: ََ َك َ َ4ْ<َ(ْ إِﺱdari fi`il tsulatsy mujarrod َ َ4َ? Telah dikemukakan bahwa fi`il tsulatsy mazid berasal dari fi`il tsulatsy mujarrod yang diberi huruf tambahan dan diikutkan pada wazan tertentu yang diinginkan. 15 Fi`il ruba`y mazid yaitu kalimat fi`il yang terdiri dari 4 (empat) huruf asli dan ditambah dengan huruf tambahan. Contoh:
َﺕَ'َﻝ'َل
dari fi`il ruba`y mujarrad:
َزَﻝ'َل.
1.2 Pengertian Afiksasi Dalam Bahasa Indonesia Kata merupakan satu masalah yang sering dihadapi oleh para Linguis dalam linguistik. Karena para pemakai bahasa yang awam dengan mudah membentuk kalimatkalimat dengan kata dan dapat memisah-misahkan kalimat mereka atas kata-kata pula. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai hal ini, terlebih dahulu Penulis akan menjelaskan pengertian afiksasi. afiksasi adalah proses pembentukan kata dengan membubuhkan afiks atau imbuhan pada bentuk dasar, baik bentuk dasar tunggal maupun kompleks. Misalnya, pembubuhan afiks atau imbuhan meN- pada bentuk dasar jual menjadi menjual, tari menjadi menari, peluk menjadi memeluk. Cara pembentukan kata dengan afiks tersebut tergolong cara
15
A.h Akrom Fahmi, Ilmu Nahwu dan Sharaf 2 (Tata Bahasa Arab Praktis dan Aplikatif), (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), Cet.2, h.2
yang sangat produktif dalam pembentukan kata pada bahasa Indonesia mengingat bahasa Indonesia menganut sistem aglutinatif (menempel).16 Dilihat dari bentuk dasar tunggal, seperti contoh: makan (secara deskriptif) adalah sebuah kata karena ia tidak dapat dipisahkan lagi atas bagian yang lebih kecil yang bermakna. makanan pun sebuah kata karena jika dipisahkan makan dapat berdiri sendiri dan bermakna, tetapi –an tidak dapat berdiri sendiri (bermakna). Keuletan dapat dipisahkan atas ulet dan ke-an, ulet dapat berdiri sendiri, sedangkan ke-an tidak dapat berdiri sendiri.17
2. Jenis Afiksasi 2.1 Jenis Afiksasi Dalam Bahasa Arab Sebagaimana telah dijelaskan, bahwa fi`il tsulatsy mazid berasal dari fi`il tsulatsy mujarrad, dimana perubahan itu mengakibatkan berubah artinya. Untuk mengubah fi`il tsulatsy mujarrad menjadi fi`il tsulatsy mazid haruslah mengikuti wazan-wazan tertentu.18 Fi`il tsulatsy mazid terbagi manjadi tiga macam, yaitu: a. Fi`il tsulatsy mazid bi harfin wahid
(! @ ف وا0 اﻝ 'ی$#67 اﻝ24)اﻝ
Yaitu kalimat fi`il yang terdiri dari tiga huruf asli dan satu huruf tambahan. b. Fi`il tsulatsy mazid bi harfain
(0 @ !0 اﻝ 'ی$#67 اﻝ24)اﻝ
Yaitu kalimat fi`il yang terdiri dari tiga huruf asli dan dua huruf tambahan. c. Fi`il tsulatsy mazid bi tsalatsati ahruf
16
( أ وفA#67 !0 اﻝ 'ی$#67 اﻝ24)اﻝ
Ida Bagus Putrayasa, Kajian Morfologi (Bentuk Derivasional Dan Infleksional), (Bandung: Refika Aditama, 2008), Cet.1, h.2 17 Jos Daniel Parera, Morfologi, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1988), Cet.1, h.2 18 Fi`il: kategori kata yang menunjukkan pada perbuatan yang dibatasi oleh dimensi ruang dan waktu melalui proses morfologis tertentu.
Yaitu kalimat fi`il yang terdiri dari tiga huruf asli dan tiga huruf tambahan. 19 Berikut ini akan dijelaskan wazan masing-masing dari tiga macam fi`il tsulatsy mazid tersebut. a. Fi`il tsulatsy mazid bi harfin wahid memiliki tiga wazan, yaitu:
َ2Bَ0 huruf tambahannya: huruf `ain yang pertama. َ2َْ0َأ
huruf tambahannya: huruf hamzah sebelum fa`fi`il.
َ2َ%َ0 huruf tambahannya: huruf alif setelah fa`fil. b. Fi`il tsulatsy mazid bi harfain memiliki lima wazan, yaitu:
َ2َ%َ4َﺕ
huruf tambahannya: huruf ta` sebelum fa`fi`il dan huruf alif setelah fa`fi`il.
َ2Bَ4َﺕ
huruf tambahannya: huruf ta` sebelum fa`fi`il dan huruf `ain yang pertama pada `ain fi`il.
َ2ََ(ْ0ِإ
huruf tambahannya: huruf hamzah sebelum fa`fi`il dan huruf ta` setelah fa`fi`il.
َ2ََ4ْ"ِ إhuruf tambahannya: huruf hamzah dan huruf nun sebelum fa`fi`il. B2َْ0ِإ
huruf tambahannya: huruf hamzah sebelum fa`fi`il dan huruf lam yang pertama pada lam fi`il.
c. Fi`il tsulatsy mazid bi tsalatsati ahruf memiliki empat wazan, yaitu:
َ2َْ4َ(ْ إِﺱhuruf tambahannya: huruf hamzah, sin dan ta` sebelum fa`fi`il. 19
Ah. Akrom Fahmi, Ilmu Nahwu dan Sharaf 2 (Tata Bahasa Arab Praktis dan Aplikatif), (Jakarta: Raja Grafindo persada, 2000), Cet. 2, h.2
َ2َ%َْْ0ِإ
huruf tambahannya: huruf hamzah sebelum fa`fi`il serta huruf
waw dan `ain setelah `ain fi`il.
Bَْل0ِإ
huruf tambahannya: huruf hamzah sebelum fa`fi`il, huruf alif dan huruf lam yang pertama setelah `ain fi`il.
َلBَْ0ِإ
huruf tambahannya: huruf hamzah sebelum fa`fi`il da dua huruf waw setelah `ain fi`il.
Dilihat dari segi jumlah huruf tambahannya, fi`il ruba`y mazid terbagi menjadi 2 macam yaitu: a. Fi`il ruba`y mazid bi harfin wahid
! @ ف وا0 اﻝ 'ی$% اﻝ24اﻝ
yaitu kalimat fi`il yang terdiri dari 4 huruf asli dan 1 huruf tambahan, sehingga keseluruhan jumlah hurufnya ada 5. b. Fi`il ruba`y mazid bi harfain
(0 @ اﻝ 'ی$% اﻝ24)اﻝ
yaitu
kalimat fi`il yang terdiri dari 4 huruf asli dan 2 huruf tambahan, sehingga keseluruhan jumlah hurufnya 6. Berikut ini akan dijelaskan masing-masing wazan dari dua macam fi`il ruba`y mazid tersebut. a. Fi`il ruba`y mazid bi harfin wahid 1) Satu wazan asli, yaitu: َ2ََْ4َ ﺕhuruf tambahannya huruf ta`. Wazan ini berasal dari fi`il ruba`y mujarrad َ2ََْ0. 2) Lima wazan yang disamakan dengan wazan َ2ََْ4َﺕ, yaitu:
َ2َ%َْ4َﺕ
huruf tambahannya huruf ta`. Wazan ini berasal dari fi`il ruba`y mujarrad َ2َ%َْ0.
َ2ََْ4َﺕ
huruf tambahannya huruf ta`. Wazan ini berasal dari fi`il ruba`y mujarrad َ2ََْ0.
َََْل4َﺕ
huruf tambahannya huruf ta`. Wazan ini berasal dari fi`il ruba`y mujarrad َََْل0 .
َ2ََْ4َﺕ
huruf tambahannya huruf ta`. Wazan ini berasal dari fi`il ruba`y mujarrad َ2ََْ0.
$ََْ4َﺕ
huruf tambahannya huruf ta`. Wazan ini berasal dari fi`il ruba`y mujarrad $ََْ0.
b. Fi`il ruba`y mazid bi harfain 1) Memiliki satu wazan asli yaitu:
B2ََْ0إ
huruf tambahannya: huruf hamzah dan huruf
lam yang kedua. Wazan ini berasal dari fi`il ruba`y mujarrad َ2ََْ0 . 2) Dua wazan yang disamakan dengan wazan B2ََْ0 إ. a)
َ2َْCَْ0إ
huruf tambahannya: huruf
hamzah dan nun. Wazan ini
berasal dari fi`il ruba`y mujarrad َ2َCَْ0. b)
$َْCَْ0إ
huruf tambahannya: huruf hamzah dan nun. Wazan ini berasal
dari fi`il ruba`y mujarrad $ََْ0 .
2.2 Jenis Afiksasi Dalam Bahasa Indonesia Dalam bahasa Indonesia dikenal berbagai jenis afiks yang diklasifikasikan atas: a) prefiks, yaitu afiks yang diletakkan didepan dasar, contoh: me-, di-, ber-, ke-, ter-, pe-, per-, se-.
b) infiks, yaitu afiks yang diletakkan ditengah dasar, contoh: -el-, -er-, -em-, dan –in. c) sufiks, yaitu afiks yang diletakkan dibelakang dasar, contoh: -an, -kan, -i,. d) simulfiks, yaitu aks yang dimanifestasikan dengan ciri-ciri segmental yang dileburkan pada dasar. Dalam bahasa Indonesia simulfiks dimanifestasikan dengan nasalisasi dari fonem pertama suatu bentuk dasar, dan fungsinya ialah membentuk verba atau memverbalkan nomina, ajektiva atau kelas kata lain. Contoh berikut terdapat dalam bahasa Indonesia non-standar: kopi – ngopi, soto – nyoto, sate – nyate, kebut – ngebut. e) konfiks, yaitu afiks yang terdiri dari dua unsur, satu didepan bentuk dasar dan satu dibelakang bentuk dasar dan berfungsi sebagai satu morfem terbagi. Konfiks harus dibedakan dari kombinasi afiks. Satu morfem dengan satu makna gramatikal. Dalam bahasa Indonesia konfiks ke-an, pe-an, per-an, dan ber-an terlihat dalam: (1) keadaan: dasarnya adalah ada. Kita tidak mengenal bentuk *adaan atau *keada; jadi ke-an disini merupakan konfiks. (2) pengiriman: kita jumpai konfiks pe-an. Juga kita temukan bentuk pengirim dan kirim-an, jadi pe-an dalam pengiriman mempunyai makna gramatikal tersendiri. (3) persahabatan: per-an adalah sebuah konfiks. Sahabat adalah bentuk dasarnya, sedangkan bentuk *persahabat dan *sahabatan tidak ditemukan, jadi bentuk per-an mempunyai makna gramatikal tersendiri.
(4) bertolongan: ber-an merupakan konfiks, tetapi ber-an dalam berpajangan bukan konfiks, karena proses pembentukan yang berbeda, tetapi konbinasi afiks. Proses ber-an dalam berpajangan ialah ber+pajangan, sedangkan dalam bertolongan prosesnya ialah ber-an+tolong. Ber- mengandung makna `mempunyai`, sedangkan ber-an mengandung makna `resiprokal`. f) superfiks atau suprafiks, yaitu afiks yang dimanifestasikan dengan ciri-ciri suprasegmental atau afiks yang berhubungan dengan morfem suprasegmental. Afiks ini tidak ada dalam bahasa Indonesia. g) interfiks, yaitu jenis infiks yang muncul diantara dua unsur. Dalam bahasa Indonesia interfiks terdapat pada kata-kata bentukan baru, misalnya interfiks –ndan –o- pada gabungan Indonesia dan logi menjadi indonesianologi; Jawa dan logi menjadi jawanologi. h) transfiks, yaitu jenis infiks yang menyebabkan dasar menjadi terbagi. Bentuk ini terdapat dalam bahasa-bahasa Afro-Asiatika, antara lain dalam bahasa Arab; misalnya akar ktb dapat diberi transfiks a-a, i-a, a-i, dsb. Menjadi katab `ia menulis`, kitab `buku`, katib `penulis` dsb. i) kombinasi afiks, yaitu kombinasi dari dua afiks atau lebih yang bergabung dengan dasar. Afiks ini bukan jenis afiks yang khusus, dan hanya merupakan gabungan beberapa afiks yang mempunyai bentuk dan makna gramatikal tersendiri, muncul secara bersama pada bentuk dasar, tetapi berasal dari proses yang berlainan. Contoh: (1) memperkatakan: sebuah bentuk dasar dengan kombinasi tiga afiks, dua prefiks dan satu sufiks.
(2) Mempercayakan: sebuah bentuk dasar dengan kombinasi dua afiks, satu prefiks, dan satu sufiks.
C. Wawasan Tentang Morfologi 1. Pengertian Morfologi Morfologi adalah cabang ilmu bahasa yang mengkaji aspek kebahasaan yang berupa kata dan bagian-bagiannya. Dengan kata lain, morfologi membahas pembentukan kata. Morfologi juga merupakan tataran diatas fonologi, karena objek kajian morfologi yaitu kata dan bagian-bagiannya diatas tataran bunyi sebagai objek kajian fonologi (fonetik dan fonemik). Morfologi juga dijelaskan sebagai bidang linguistik yang mempelajari morfem dan kombinasinya. Satuan kebahasaan dalam tataran morfologi berupa bentuk-bentuk kebahasaan terkecil yang lazim disebut morf dan abstraksinya disebut morfem. Konsep morf dan morfem mirip dengan konsep fon dan fonem. Bedanya fon dan fonem dalam lingkup bunyi sedangkan morf dan morfem dalam lingkup bentuk. Adapun kemiripannya, morf merupakan satuan bentuk terkecil yan bersifat konkrit, sedangkan morfem merupakan abstraksi dari morf . konsep morf dan morfem dapat dijelaskan melalui satuan-satuan berikut ini: -mencangkul
-menggarap
-memukul
-menyuruh
-melapor Pada satuan tersebut tampak bentuk-bentuk yang beda diawal verba, yaitu bentuk /men-/, /mem-/, /me-/, /meng-/, /meny-/. Bentuk-bentuk tersebut merupakan bentuk yang konkrit dan mempunyai satu makna, yaitu `melakukan sesuatu`. Bentuk-bentuk yang
demikian itulah yang disebut morf. Pada dasarnya kelima bentuk tadi merupakan perwujudan dari morfem (meN-). Dengan kata lain kelima morf tersebut diabstraksikan dalam morfem (meN-). Menurut Hasanain (1984) mengemukakan bahwa morf dan morfem dalam (BA) bahasa Arab sepadan dengan as-shighat dan al-wazn. Makna yang terkandung atau yang ditunjukkan itulah morfem, sedangkan shighat yang mengikuti al-wazn itulah morf. Contoh kata
Dآﺕ
merupakan morf dengan morfem
2%0
yang bermakna `al-
musyarakah`. Kemudian dikemukakan juga bahwa dalam BA terdapat alomorf (beberapa morf) yang merupakan realisasi dari satu morfem tertentu. Jadi morfologi itu merupakan subsistem linguistik yang mengkaji proses yang mengolah leksem menjadi kata. Leksem meupakan input sedangkan kata merupakan output. Kata merupakan satuan gramatikal terkecil yang dapat berdiri sendiri dan dapat diujarkan sebagai bentuk bebas. Kata bisa terbentuk dari satu morfem bebas, misalnya: rumah, pasar. Kata juga bisa terbentuk dari gabungan morfem bebas dan morfem terikat. Misalnya kata
ن
terbentuk dari morfem bebas
F
dan morfem terikat
-)
(ون.20 2. Ruang Lingkup Morfologi Ruang lingkup pembahasan morfologi bahasa Arab yaitu isim yang mutamakkin (yang dapat di i`rab) dan fi`il yang dapat ditasrif, keduanya dalam keadaan sendirian (terisah dari rangkaian kalimat). Maka morfologi bahasa Arab tidak membicarakan isim-
20
Imam Asrori, Sintaksis Bahasa Arab (Frasa-Klausa-Kalimat), (Malang: Misykat , 2004), Cet.1, h.24
isim mabni, fi`il-fi`il jamid (fi`il yang tidak bisa ditasrif) dan huruf-huruf kata dalam bahasa Arab ada tiga, yaitu: isim, fi`il dan huruf.21 Ruang lingkup pembahasan morfologi bahasa Indonesia terdiri dari: a) Kata benda (nomina). b) Kata kerja (verba). c) Kata sifat (adjektiva). d) Kata tugas.22 3. Proses Morfologis Proses morfologis dibagi menjadi empat macam, diantaranya: a. Pengimbuhan atau afiksasi. Penambahan afiks dapat dilakukan didepan yang disebut prefiks, ditengah yang disebut infiks, dibelakang yang disebut sufiks. Contohnya: Prefiks
berkata
Infiks
gerigi
Sufiks
tulisan
b. Reduplikasi atau perulangan. Hal itu dapat bersifat penuh atau sebagian dan dapat pula disertai perubah fonologis. Contohnya: - anak-anak - gunung-gunung - berturut-turut c. Perubahan intern atau modifikasi intern. Hal itu terjadi dalam morfem dasar yang berkerangka tetap. Contoh dalam bahasa Arab dari kerangka 21
Abdul Mu`In, Analisis Kontrastif Bahsa Arab Dan Bahasa Indonesia (Telaah Terhadap Fonetik dan Morfologi), (Jakarta:Pustaka Al-Husna Baru, 2004), Cet.1, h.88 22 Ibid, h.100
atau akar kata *ktb `tulis` dapat dibentuk beberapa kata dengan varian masing-masing, seperti: katab `menulis (lampau)`, yaktubu `menulis (sedang)`, uktub `tulislah (perintah)`, kita:b `buku`, kita:bah `tulisan`, ka:tib `penulis`, dll. d. Pemajemukan atau komposisi. Komposisi itu yang membentuk satu kata dari dua (atau lebih dari dua) morfem dasar. Contohnya: barangkali, hulubalang, peribahasa, masing-masing dianggap sebagai satu kata, maka semuanya merupakan hasil pemajemukan.23
4. Klasifikasi Morfem Dalam Morfologi Morfologi mengenal unsur dasar atau satuan terkecil dalam wilayah pengamatannya. Satuan gramatikal terkecil itu disebut morfem.24 Morfem-morfem dalam setiap bahasa dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria. Diantaranya: a) Morfem Bebas dan Morfem Terikat Morfem bebas ini ialah morfem yang tanpa kehadiran morfem lain dapat muncul dalam pertuturan. Misalnya makan, rumah, termasuk morfem bebas. Yang dimaksud morfem terikat ialah morfem yang tanpa digabung dulu dengan morfem lain tidak dapat muncul dalam pertuturan. Semua afiks dalam bahasa Indonesia adalah morfem terikat. b) Morfem Utuh dan Morfem Terbagi Pembedaan morfem utuh dan morfem terbagi berdasarkan bentuk formal yang dimiliki morfem tersebut. Semua morfem dasar bebas termasuk morfem utuh, seperti: meja, kursi.morfem terbagi adalah sebuah morfem yang terdiri dari dua buah bagian yang 23
Kushartanti Dkk, Pesona Bahasa (Langkah Awal Memahami Linguistik), (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005), h.152 24 Ibid, h.145
terpisah. Misalnya kata kesatuan terdapat satu morfem utuh, yaitu satu dan satu morfem terbagi, yakni (ke-/-an). c) Morfem Segmental dan Suprasegmental Morfem segmental adalah morfem yang dibentuk oleh fonem-fonem segmental, seperti morfem (lihat) dan (lah), (sikat) dan (ber). Jadi semua morfem yang berwujud bunyi adalah morfem segmental. Morfem suprasegmental adalah morfem yang dibentuk oleh unsur-unsur suprasegmental seperi tekanan, nada, durasi dsb. d) Morfem Beralomorf Zero Morfem ini yang salah satu alomorfnya tidak berwujud bunyi segmental maupun berupa prosodi (unsur suprasegmental) melainkan berupa `kekosongan`. e) Morfem Bermakna Leksikal dan Morfem Tidak Bermakna Leksikal Yang dimaksud morfem bermakna leksikal adalah morfem-morfem yang secara inheren telah memiliki makna pada dirinya sendiri, tanpa perlu berproses terlebih dulu dengan morfem lain. Misalnya morfem-morfem seperti kuda, pergi, lari adalah morfem bermakna leksikal. Morfem-morfem seperti ini dengan sendirinya sudah dapat digunakan secara bebas, dan mempunyai kedudukan yng otonm didalam pertuturan. Morfem tak bermakna leksikal sebaliknya, ia tidak mempunyai makna apa-apa pada dirinya sndiri. Morfem ini baru nmempunyai makna dalam gabungannya dengan morfem laindalam suatu proses morfologi. Yang dimaksud dengan morfem tak bermakna leksikal adalah morfem-morfem afiks, seperti: (ber-), (me-) dan (ter-). f) Morfem Dasar, Bentuk Dasar, Pangkal (Stem) Dan Akar (Root) Morfem dasar ini terbagi menjadi dua bagian yaitu morfem bebas dan morfem terikat. Sebuah morfem dasar dapat menjadi sebuah bentuk dasar dalam suau proses
morfologi. Bentuk dasar ini dapat berupa morfem tunggal, tetapi dapat juga berupa gabungan morfem. Misalnya kata berbicara yang terdiri dari morfem ber- dan bicara, maka bicara adalah menjadi bentuk dasar dari kata berbicara itu yang juga berupa morfem dasar. Istilah pangkal digunakan untuk menyebut bentuk dasar dalam proses infleksi. Akar (root) digunakan untuk menyebut bentuk yang tidak dapat dianalisis lebih jauh lagi. Artinya akar itu adalah bentuk yang tersisa setelah semua afiksnya, baik afiks infleksional maupun afiks derivasionalnya ditanggalkan. 25
25
Abdul Chaer, Linguistik Umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), Cet.2, h.160
BAB III KITAB KIFAYATUL AKHYAR DAN TERJEMAHANNYA
A. Sekilas Tentang Kitab Kifayatul Akhyar Buku kifayatul akhyar merupakan buku fikih ringkas namun sudah dilengkapi dalil-dalil yang cukup.26 Kitab tersebut juga merupakan salah satu buku tua ilmu fikih yang melengkapi semua liku-liku permasalahannya, pernah dulu dipegang sebagai buku teks atau buku pegangan pelajar-pelajar agama di merata dunia Islam. Buku tersebut disusun oleh Al-Qadhi Abu Syuja Ahmad bin Al-husain ibn Ahmad Al-Isfahani, kemudian disyarahkan oleh tokoh terkenal yaitu Imam Taqiyuddin Abubakar Alhusaini. Pada masa ini buku ini digunakan oleh orang-orang yang ingin mempelajari seluk beluk syariat Islam.27
B. Biografi Penulis dan Karya-karyanya Imam Taqiyuddin Abubakar Al-Husaini (752 – 829) Kifayatul akhyar merupakan sebuah kitab fikih mazhab Syafi`i yang amat masyhur. Ia telah berulang kali dicetak dan tersebar ke segenap penjuru dunia Islam. Pengarangnya adalah Imam Abu Bakar bin Muhammad bin `Abdul Mu`Min bin Hariz bin Mu`Alla bin Musa bin Hariz bin Sa`id bin Dawud bin Qaasim bin `Ali bin `Alawi bin Naasyib bin Jawhar bin `Ali bin Abi Al-Qaasim bin Saalim bin `Abdullah bin `Umar bin Musa bin Yahya bin `Ali al-Ashghar bin Muhammad At-Taqiy bin Hasan Al-`Askari bin `Ali al-`Askari bin Muhammad al-Jawaad bin `Ali ar-Ridha bin Musa al-Kaadhzim bin
26 27
Ustsarwat.Com Muslimedia.Com.
Ja`far ash-Shoodiq bin Muhammad al-Baaqir bin Zainal `Abidin `Ali bin al-Husain bin `Ali bin `Abi Tholib at-Taqiy al-Husaini al-Hisni. Beliau yang lebih dikenal sebagai Imam At-Taqiy. Taqiyuddin al-Hishni adalah seorang ulama besar dan ahli sufi bermazhab syafi`i serta berpegang pada i`tiqad Imam Abul Hasan `Ali Al-Asyari. Seorang yang zahid dan senantiasa menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran tanpa takut kepada siapapun hingga para pemerintah dan penguasa. Beliau dilahirkan pada tahun 752H di kota al-Hishn di negri Syam kemudian berpindah ke kota dimasq dimana beliau meneruskan pengajiannya. Diantara gurugurunya ialah: 1. Syaikh Abul `Abbas Najmuddin Ahmad bi `Utsman bin `Isa al-Jaabi. 2. Syaikh Syamsuddin Muhammad bin Sulaiman ashSharkhadi. 3. Syaikh Syarafuddin Mahmud bin Muhammad bin Ahmad al-Bakri. 4. Syaikh Syihaabuddin Ahmad bin Sholeh az-Zuhri. 5. Syaikh Badruddin Muhammad bin Ahmad bin `Isa. 6. Syaikh Syarafuddin `Isa bin `Utsman bin `Isa al-Ghazi. 7. Syaikh Shadruddin Sulaiman bin Yusuf al- Yaasufi. Beliau juga mempunyai karya-karya besar dan bernilai tinggi diberbagai lapangan. Diantaranya: 1. Daf`u Syubahi Man Syabbaha Wa Tamarrada Wa Nasaba Dzalika Ila Asy-Sayyid AlJalil Al-Imam Ahmad
2. Syarah Asmaullah Al-Husna 3. At-Tafsir 4. Syarah Shohih Muslim (3 Jilid) 5. Syarah Al-Arbain An-Nawawi 6. Ta`liq Ahadits Al-Ihya 7. Syarah Tanbih (5 Jilid) 8. Kifayatul Akhyar 9. Syarah An-Nihayah 10. Talkhish Al-Muhimmat (2 Jlid) 11. Syarah Al-Hidayah 12. Adab Al-Akl Wa Asy-Syarab 13. Kitab Al-Qawaa`Id 14. Tanbihus Saalik 15. Qami`un Nufus 16. Siyarus Saalik 17. Siyarush Sholihaat 18. Al-Asbaabul Muhlkaat 19. Ahwal Al-Qubur 20. Al-Mawlid Ia terkenal bukan saja karena ketinggian ilmunya, bahkan karena kewaliannya. Berbagai karamah telah berlaku pada beliau. Diantaranya pernah diceritakan bahwa sewaktu para mujahidin berperang di Cyprus, maka beliau telah dilihat berjuang bersamasama para mujahid tersebut sehingga mereka memperoleh kemenangan. Apabila para
pejuang tersebut menceritakan hal itu kepada murid-murid beliau, maka murid-murid tersebut menyatakan bahwa beliau senantiasa bersama mereka di Dimasq dan tidak pergi kemana-mana. Begitu juga beliau sering dijumpai berada di Makkah dan Madinah mengerjakan haji sedangkan pada masa yang sama beliau tetap berada di Dimasq. Beberapa keramatnya telah disebut oleh syaikh yusuf bin ismail an-nabhani dalam “jaami` karaamaatil awliya`” juz 1 hlm. 621-622. beliau wafat pada tahun 829H dan dikebumikan di Dimasq.28
C. Biografi Penerjemah dan Karya-karyanya Achmad Zaidun Achmad zaidun adalah seorang dosen bahasa Arab di Fakultas Adab IAIN Surabaya. Ia lahir di Gresik, 19 juni 1958. Tahun 1970 ia menamatkan pendidikannya pada MI Nurul Falah Banjar Sari Manyar, Gresik. Kemudian masuk MTS Yasmu Maya Gresik. Tahun 1976 ia melanjutkan pendidikannya di PGA. Beliau meraih gelar sarjana muda di Fakultas Adab IAIN Surabaya pada tahun 1980 dan meraih gelar sarjana lengkap jurusan bahasa dan sastra Arab tahun 1986 di IAIN Surabaya. Adapun buku-buku hasil terjemahannya antara lain yaitu: Tasri` al-qulub wa Tasri` al-huruf, Mukhtashar shahih al-bukhari, Mukhtashar shahih al-Muslim, al-Mizan al-Kubra, Kifayah al-Akhyar, arba`u Rasail fi shalati wa al-jama`ah dan terjemahan Bidayah al-mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid. A.Ma`ruf Asrori Achmad ma`ruf asrori adalah seorang penerjemah kifayatul akhyar jilid III. Beliau lahir di daerah Magelang Jawa Tengah pada tanggal 2 agustus 1962. beliau juga 28
http: //bahrusshofa.blogspot.com/2007/07/imam-taqiyuddin-al-hishni.html
seorang putra dari pasangan H. Asrori bin Achmad dan Hj. Ma`munatun binti Cholil Harun yang beristrikan Khusnul Khotimah binti H. Muhammad Zaini. Beliau juga memiliki dua anak perempuan yang bernama Lina Juhaidah dan Shofia el-Mashfufah. Beliau bertempat tinggal di jalan jemur Wonosari Gg. Lebar no.85 Wonocolo Surabaya, tepat dibelakang kampus IAIN Sunan Ampel. Kini beliau menjadi pengurus lajnah al-Ta`lif Wan Nasyr Nahdlatul Ulama (LTN NU) Jawa-Timur sebagai wakil ketua. Beliau pernah belajar di SD “Raudlatuth Thullab” sebuah pesantren yang diasuh oleh
orangtuanya
sendiri di daerah
Wonosari Tempuran-Magelang,
kemudian
melanjutkan tingkat Mts di pesantren Berjan-Purwoerejo, dan aliyahnya di pesantren Lirboyo-Kediri. Kemudian melanjutkan pendidikannya ke IAIN Sunan Ampel. Semasa belajar alumni fakultas Adab IAIN Sunan Ampel ini pernah merintis mading “hidayah” dan majalah “misykat” pesantren Lirboyo Kediri, juga majalah “Qimah” dan tabloid “solidaritas” di IAIN Sunan Ampel. Beliau juga aktif di berbagai organisasi diantaranya: IPNU, senat mahasiswa, PMII, pers pesantren, dan pers mahasiswa.29 Sampai saat ini beliau telah memiliki 50 karya yang terdiri dari buku-buku yang diterjemahkan dan buku-buku yang dikarang olehnya sendiri. Diantaranya adalah:
29
•
Qomi`uth Thughyan
•
Etika Bermasyarakat
•
Etika Belajar Bagi Penuntut Ilmu (Terjemah Ta`limul Muta`allim)
•
Tradisi Islami
•
Terjemahan Kifayatul Akhyar Jilid III
M. Afnan Chafidh, a. Ma`ruf Asrori, Tradisi Islami, (Surabaya: Khalista, 2008), Cet. 3, H. 245
•
Berkhitan-Aqiqah-Qurban
•
Merawat Cinta Kasih Suami Istri
•
Etika Jima` Posisi dan Variasinya
BAB IV ANALISIS AFIKSASI DALAM TERJEMAHAN KIFAYATUL AKHYAR
Sebelum beralih kepada analisis, terlebih dahulu Penulis akan menjelaskan mengenai beberapa hal diantaranya: A. Proses afiksasi Proses afiksasi ini merupakan satu proses paling umum didalam bahasa. Proses afiksasi ini terjadi apabila sebuah morfem terikat dibubuhkan atau dilekatkan pada sebuah morfem bebas secara urutan lurus. Berdasarkan posisi morfem terikat terhadap morfem bebas tersebut, proses afiksasi dapat dibedakan atas (1) pembubuhan depan (2) pembubuhan tengah (3) pembubuhan akhir dan (4) pembubuhan terbagi. Pembubuhan depan dinamakan prefiks, pembubuhan sisipan dinamakan infiks, pembubuhan akhir dinamakan sufiks dan pembubuhan terbagi dinamakan konfiks.30 a) Pembubuhan depan dengan morfem terikat depan seperti: per-, di-, ke-, me-, dan sebagainya. b) Pembubuhan tengah dengan morfem terikat tengah seperti: -er-, -em-, dan -el-. c) Pembubuhan akhir dengan morfem terikat akhir seperti: -kan, -i, -an, dan sebagainya. d) Pembubuhan terbagi dengan morfem terikat terbagi seperti: ke-an, per-an, ke-i, ber-an. B. Pengertian Sumpah dan Nazar
30
Jos Daniel Parera, Morfologi, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1988), Cet.1, h.36
Sumpah menurut Imam Rafi`i an Imam Nawawi ialah menyatakan suatu persoalan atau mengokohkannya dengan menyebut Allah Ta`ala atau salah satu sifat-sifatnya. Sebagian Ulama mengatakan sumpah ialah mengokohkan apa yang mungkin bertentangan. Sedangkan pengertian yang lebih jelas bahwa sumpah ialah sesuatu yang berkaitan dengan pelanggaran, penolakan atau penguatan berita/pernyataan.31 Menurut bahasa nazar artinya menjanjikan kebaikan atau keburukan. Sebagian Ulama memberikan definisi nazar ialah mewajibkan suatu ibadah yang asalnya tidak wajib. Nazar ada dua macam, diantaranya: a. Nazar yang digantungkan atas terlaksananya sesuatu, yaitu mewajibkan sesuatu ibadah sebagai imbangan adanya perolehan nikmat atau terhindarnya bencana, misalnya seseorang mengatakan: ”kalau Allah menyembuhkan penyakitku atau memberikan anak dan sebagainya, maka wajib atasku memerdekakan budak, berpuasa atau salat karena Allah. ”Jika apa yang dinazarkan itu tercapai, maka ia wajib melaksanakan apa yang telah ia wajibkan atas dirinya. Demikian pula kalau seseorang mengucapkan nazar tersebut dengan berisi kalimat ”wajib atasku” walaupun tanpa kalimat ”karena Allah” menurut pendapat yang shahih. b. Nazar dengan mewajibkan suatu ibadah tanpa digantungkan atas terlaksananya sesuatu, misalnay seseorang mengatakan: ”wajib atasku mengerjakan salat, berpuasa atau memerdekakan budak karena Allah. Analisis ke-1 Allah Swt berfirman:
31
Al-Imam Taqiyuddin Abubakar Alhusaini, Terjemahan Kifayatul Akhyar 3, (Surabaya: Bina Ilmu, 1997), Cet.1, H.272
<
7 89⌧;
C ,- ☺; " ☺ #@
AB#/
56
+=?2#@
FE 89⌧;
1,
K . ☺;J9 GHI Artinya: “Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksudkan untuk bersumpah, tetapi Allah menghukum kamu disebabkan sumpahsumpahmu yang kamu sengaja”.32 (Q.S al-maidah:89) Proses afiksasi Dalam teks Bsa menghukum termasuk bentuk prefiks. Imbuhan me ialah morfem terikat karena tidak bisa berdiri sendiri dan hukum termasuk morfem bebas karena bisa berdiri sendiri pada tuturan langsung. Dalam teks Bsu kata
GاHی
termasuk bentuk prefiks.
ي
termasuk morfem terikat,
sedangkan GJ termasuk morfem dasar karena bisa berdiri sendiri pada tuturan langsung. Dari Segi Wazan Kata ُGَِاHُ یberasal dari fi`il tsulatsi mujarrad yaitu ُGُْLی
- َGََأ
mengikuti wazan
24 ی-20yang artinya `mengambil`. Kemudian kata ini diubah dengan kata ُGَِاHُ ی-َGَJ yang diambil dari fi`il tsulatsi mazid dengan wazan ُ2ِ%َ4ُ ی- َ2َ%َ0 jika diterjemahkan pada teks diatas yakni `menghukum`. Kedua kata ini antara Bsu dan Bsanya memiliki kesesuaian makna yang berarti berubahnya afiks pada terjemahan ayat ini sudah tepat.
32
Ibid, h.272
Analisis ke-2 Allah berfirman:
L MNO PQ
/'
C ☺; "
S
56
V⌧8#2'
XY?Z ["
L#I R#@ ☺ U
… _1.J B#/ C \]2 . Artinya: ”Sesungguhnya orang-orang yang menukar janji Allah dan sumpahsumpah mereka dengan harta yang sedikit, mereka tidak mendapat bagian (pahala) di akhirat”.33 (Q.S Ali-Imran:77) Proses Afiksasi Dalam teks Bsa menukar termasuk bentuk prefiks, imbuhan me merupakan morfem terikat dan tukar termasuk kedalam morfem bebas karena bisa berdiri sendiri pada tuturan langsung. Dalam teks Bsu kata morfem utuh yaitu
اْ(َ َي
َْ(َ ُوْنNَی
termasuk bentuk konfiks, karena terdapat satu
dan satu morfem terbagi yakni (ون
/ )ي.
Dari Segi Wazan Pada ayat ini terdapat kata maskulin jama`
Fه
33
Ibid, h. 272
yang berbentuk fi`il mudhari berjenis
yang ditandai dengan huruf ya` sebelum fa` fi`il. Wau dan nun
setelah lam fi`il, mengikuti wazan mengikuti wazan
َْ(َ ُوْنNَی
َ2ََ(ْ0ا
َن4ی
. fi`il madi dari kata kerja ini yaitu
ا( َي
yang artinya membeli. Kedua kata ini antara Bsu dan Bsa
memiliki kesesuaian makna yang berarti berubahnya afiks pada terjemahan ayat ini sudah tepat. Analisis ke-3
` C , ☺; " KA+aF⌧b c `
(٨٩ :ةQ )اﻝ..... Artinya : ”dan jagalah sumpahmu.” 34(Q.S Al-maaidah:89) Proses Afiksasi Dalam teks Bsa jagalah termasuk bentuk sufiks, imbuhan lah termasuk morfem terikat dan jaga merupakan morfem bebas karena bisa berdiri sendiri pada tuturan langsung. Dalam teks Bsu kata
ُاUَ4ْا
termasuk bentuk konfiks, karena terdapat satu
morfem utuh yaitu V4 dan satu morfem terbagi yakni(وْا/
)ا
Dari Segi Wazan Pada ayat disini terdapat kata ْاU4 اyang merupakan fi`il amr berasal dari fi`il tsulatsi mujarrad yaitu menjaga.35 Kata ْاU4ا mengikuti wazan
ُVَ4ْ@َ ی-
َVِ4َ
mengikuti wazan
ini mengikuti wazan
ْا0ا
ُ2َْ4َ ی-2َِ0
yang artinya
yang artinya jagalah.
ْا0ا
ْ2َْ0 اyang kemudian diberi tambahan waw dan alif yang menandakan
perubahan dhomir
Fه
sehingga bentuk wazannya menjadi
ْا0ا
. Jadi kedua kata ini
memiliki kesesuaian makna antara Bsu dan Bsanya. 34
Ibid, h. 273 A.W Munawwir, Al-munawwir Arab – Indonesia (Surabaya: Pustaka Progressif, 2002), Cet.25, h. 225 35
Analisis ke-4 Nabi Saw bersabda:
(F 1ٍ )رواAَِYَْ ِ$0 َْرGَ" َW Artinya: “tidak sah nazar melakukan kemaksiatan”. 36 Proses Afiksasi Dalam teks Bsa nazar termasuk morfem dasar bebas karena bisa berdiri sendiri pada tuturan langsung. Kata
َْرGَ"
berasal dari fi`il tsulatsi mujarrad
ََرGَ"
yakni morfem
dasar bebas karena tidak ada huruf tambahan.
Dari Segi Wazan Dalam teks Bsu kata mengikuti wazan
ً6َْ0
َْرGَ"
merupakan sigah dari masdar gairu mim yang
jika diterjemahkan yaitu `nazar`.37 Perubahan afiks pada
terjemahan ini sudah tepat, karena disini kata
َْرGَ"
sudah sesuai yaitu diterjemahkan
dengan `nazar`.
Analisis ke-5 Syekh Abu Syuja` berkata:
.ُ!َ.َ ًْ وََ أCَ ََ أْ َبُ ﻝWَُ ﻝَ@ْ ً و2ُآJ َW :ِ!ِ ﺕَ ْكِ ُ َحٍ آَ]َْﻝ$ََ% ُْرGBCَ یَْ'َمُ اﻝWَو
36
Al-Imam Taqiyuddin Abubakar Alhusaini, Terjemahan Kifayatul Akhyar III, (Surabaya: Bina Ilmu, 1997), Cet.1, h.292 37 A.W Munawwir, Al-Munawwir Arab-Indonesia (Surabaya: Pustaka Progressif, 2002), Cet.25, h.
Artinya: “Bernazar menghindari perkara yang mubah, tidak wajib dilaksanakan, seperti ucapan seseorang: “Aku tidak akan makan daging, tidak akan minum susu, dan sebagainya”.38 d
Ketahuilah bahwa perbuatan mubah yang tidak ada dorongan didalam alQuran dan Hadis untuk melakukan, seperti makan, tidur, berdiri dan duduk, baik dalam bentuk kalimat negatif seperti: ”Aku tidak akan makan begini atau mengenakan pakaian begini, dan sebagainya”, maka nazar yang seperti ini tidak wajib dilaksanakan, karena tidak ada nilai ibadah didalamnya.
Proses Afiksasi Dalam teks Bsa minum termasuk morfem dasar bebas karena bisa berdiri sendiri pada tuturan langsung. Sedangkan dalam teks Bsu kata
ُأَْ َب
merupakan bentuk
prefiks, karena ada penambahan huruf alif didepan.
Dari Segi Wazan Kata
ُأَْ َب
ini mengikuti wazan
yang berasal dari fi`il tsulatsi mujarrad
ُ2َْ4ََ – ی2َِ0
ُ2َْ0أ
diterjemahkan menjadi `saya minum`
ُْ َبNَ ی- ََ ِب
yang artinya `minum`. Kata
ُأَْ َب
mengikuti wazan
ini terdapat penambahan imbuhan
أ
didepan. Jadi afiks pada terjemahan ini sudah tepat karena memiliki kesesuaian makna antara Bsu dan Bsanya.
38
Al-Imam Taqiyuddin Abubakar Alhusaini, Terjemahan Kifayatul Akhyar III, Surabaya: Bina Ilmu, 1997), Cet.1, h. 293
Analisis ke-6 Berdasarkan hadist:
ُا أG ه:َ]َل0 ُ!C% َلLََ0 ِaْ N اﻝ$ِ0 ً ِQَ` ً6َُ رَأي رَﺝFّْ! وَﺱ% !ّ اﻝ$ّ! ﺹB"أ :م6ّة واﻝ6! ﺹ% ََ]َل0 ,َُْمYََ و یFBََ(ََ یW وB2ِUَ(ََْ یWَ یَ]َُْ وWَرَ أنْ یَ]ُمَ وGَ" َ2Qإﺱُ َا .ُ!ََ ﺹBFِ(ُْ وﻝَ]ُْْ وﻝFََّْ(َْ0 ُ1ُْ ُو (1 ?ري وc اﻝ1) روا Artinya: ”bahwasannya Nabi SAW pernah melihat seorang laki-laki berdiri diterik matahari, beliau menanyakan tentang orang tersebut, lalu ada seorang sahabat yang menjawab: ”Laki-laki ini adalah Abu Israil yang bernazar berdiri, tidak duduk, tidak berteduh, tidak berbicara dan terus berpuasa”. Maka Rasulullah SAW bersabda: ”perintahkan kepadanya agar berbicara, duduk, dan tetap menyempurnakan puasanya”.39 (H.R Bukhari, dll). e Proses Afiksasi Dalam teks Bsa kata berdiri merupakan bentuk afiksasi yang terdiri dari ber termasuk morfem terikat karena bisa berdiri sendiri pada tuturan langsung, sedangkan diri termasuk morfem bebas karena bisa berdiri pada tuturan langsung. Dalam teks Bsu kata
ً ِQَ` termasuk bentuk infiks, karena kata ً Q`
ُ`م ی]م
dan ada penambahan huruf ditengah yaitu hamzah setelah alif.
Dari segi wazan
39
merupakan fi`il tsulatsi mazid dari
Ibid, h. 294
Kata
ً Q`
mengikuti wazan
ini mengikuti wazan
20
6%0 yang berasal dari fi`il tsulatsi mujarrad `م
yang diterjemahkan `berdiri`. Jadi berubahnya afiks pada
terjemahan ini antara Bsu dan Bsa sudah tepat karena memiliki kesamaan makna antara keduanya.
e Proses Afiksasi Dalam teks Bsa duduk merupakan morfem dasar bebas karena ia dapat berdiri sendiri pada tuturan langsung. Dalam teks Bsu kata َُْ] یmerupakan bentuk afiksasi yang termasuk bentuk prefiks, karena ada tambahan huruf yaa` didepan. Dari Segi Wazan Kata
َُْ]َی
ini mengikuti wazan َ2ُْ4 یyang merupakan fi`il tsulatsi mujarrad dari
`
karena ada penambahan huruf ya` dan harokat sukun sehingga menjadi
`
ini mengikuti wazan 20 .
] ی. Kata
e Proses Afiksasi Dalam teks Bsa kata berteduh merupakan bentuk afiksasi yang terdiri dari ber yaitu bentuk morfem terikat karena tidak bisa berdiri sendiri pada tuturan langsung. Sedangkan teduh merupakan morfem bebas karena bisa berdiri sendiri pada tuturan langsung.Dalam teks Bsu kata tambahan didepan yaitu
B2ِUَ(ْی
(ت-س-)ي.
merupakan bentuk prefiks karena ada 3 huruf
Dari Segi Wazan Kata
َ2َْ4َ(ْاﺱ
B2ِUَ(ْی
berasal dari fi`il tsulatsi mazid
ّ2Uَ(ْ – یB2َUَ(ْإﺱ
yaitu fi`il dengan tambahan 3 huruf yakni
(ت-س-)أ
mengikuti wazan
.40 Kata
B2ِUَ(ْی
jika
diterjemahkan `berteduh`. Analisis ke-7 Hadist Uqbah berbunyi sebagai berikut:
(F 1 )روا.ٍِْ َرَةُ یB4َْرِ آGَCرَةُ اﻝB4َآ Artinya: ”Kafarat nazar sama dengan kafarat sumpah”. Proses Afiksasi Dalam teks Bsa sumpah merupakan morfem dasar bebas karena bisa berdiri sendiri pada tuturan langsung, sedangkan dalam teks Bsu kata
ْ ی
merupakan bentuk
infiks karena terdapat huruf ya` ditengah. Dari Segi Wazan Kata ِْ یmerupakan bentuk infiks karena berasal dari fi`il tsulatsi mujarrad mengikuti wazan
َ2ََ0
. kata
ِْ َی
mengikuti wazan
ٌ20
. dalam teks diatas
ی
ی
diterjemahkan dengan `sumpah`, sedangkan menurut kamus al-Munawwir kata yamiin diterjemahkan dengan `kekuatan`. Jika kata
40
أی ن
diterjemahkan dengan `sumpah`. Jadi
Fadil, Dkk, Tasrifan Istilahian, (Jakarta: Depag, 1965), h.28
berubahnya afiks pada terjemahan ini sudah tepat, karena memiliki kesamaan makna antara keduanya yakni Bsu dan Bsa.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Terjemahan yang berkualitas ialah yang mudah dipahami oleh pembaca, yaitu yang memiliki tingkat keterpahaman yang tinggi. Kualitas terjemahan ini bersifat intrinsik dan ekstrinsik. Kualitas intrinsik bertalian dengan ketepatan, kejelasan, dan kewajaran nas. Ketepatan berkaitan dengan kesesuaian amanat terjemahan dengan amanat nas sumber. Kejelasan berkaitan dengan struktur bahasa, pemakaian ejaan, diksi, panjang kalimat. Kewajaran berkaitan dengan kelancaran serta kealamiahan terjemahan. Kualitas intrinsik ini dapat diukur dengan penerjemahan ulang. Adapun kualitas ekstrinsik ini berkaitan dengan berbagai pandangan pembaca umumdari berbagai lapisan masyarakatterhadap sebuah nas terjemahan. Menurut pembaca, terjemahan yang berkualitas ialah yang kalimatnya tidak rumit, memperhatikan ejaan, menggunakan kosakata yang lazim dipakai dan ada penjelasan istilah. Dari penelitian yang dianalisis pada bab IV Penulis memberi kesimpulan bahwa salah satu ukuran untuk mengetahui suatu terjemahan itu sudah tepat atau belum bisa juga dilihat dari segi perubahan afiksasinya (proses morfologis). Begitu juga suatu terjemahan itu tidak harus sesuai dengan afiks Bsanya, meskipun penambahan afiks ini dapat merubah makna tapi semua itu disesuaikan menurut Bsunya. Penulis menganalisis bahwa proses pembubuhan afiks dalam terjemahan kifayatul akhyar III ini sudah tepat diantara Bsu dan Bsa, karena penerjemah kifayatul akhyar III ini menggunakan metode penerjemahan harfiah, yakni struktur gramatikal Bsu dicarikan
padanannya yang terdekat dalam Bsa, tetapi penerjemahan leksikalnya dilakukan terpisah dari konteks. . Jenis-jenis afiks yang hadir dalam terjemahan kifayatul akhyar 3 ini: prefiks, infiks, sufiks dan konfiks. Begitu juga didalam bahasa Arab, pembentukan kata baru ini dapat melalui proses afiksasi yaitu dengan cara penambahan huruf pada kata dasar, dan kata kerja yang sudah mendapat huruf-huruf tambahan disebut fi`il mazid. Fi`il tsulatsi mazid terbagi menjadi tiga macam: fi`il tsulatsi mazid bi harfin wahid
2%0 ,2ْ0 أ,2ّ0
, fi`il tsulatsi mazid bi harfain
fi`il tsulatsi mazid bi tsalatsati ahruf ّل0إ
ّ20 إ,24" إ,2(0 إ,2ّ4 ﺕ,2%4ﺕ
,ّل0 إ,2%0 إ,24( إﺱ. Sebagaimana yang
telah dijelaskan sebelumnya, bahwa fi`il mazid adalah kata kerja dasar yang mendapat huruf-huruf tambahan. Dari penambahan huruf ini bentuknya dapat berubah, dan dari pengubahan bentuk ini dapat mempengaruhi penerjemahannya kedalam bahasa Indonesia atau dengan kata lain maknanya ada yang dapat berubah dan ada yang tetap pada makna asalnya. Hal ini dapat dilihat dari salah satu manfaat masing-masing wazan itu sendiri. Wazan-wazan yang hadir dalam terjemahan kifayatul akhyar 3 adalah:
,20أ
24( إﺱ,2(0 إ,2%0 . keempat wazan ini termasuk fi`il tsulatsi mazid. B. Rekomendasi Penelitian yang penulis lakukan ini masih perlu diperbaiki dan dilanjutkan oleh peneliti lainnya, karena dalam penelitian ini belum semua masalah tentang afiksasi dikaji, karena tidak semua objek dikaji dalam terjemahan kifayatul akhyar 3 ini.
Tidak dapat terelakkan lagi, pengetahuan tentang kaidah bahasa Arab dan bahasa Indonesia menjadi prasyarat penting bagi penerjemah dalam menerjemahkan kedua bahasa tersebut. Dalam menerjemahkan teks-teks bahasa sumber ke bahasa sasaran, seorang penerjemah dituntut sebisa mungkin menyusun kata-kata yang dapat dipahami oleh pembaca dengan memperhatikan kaidah-kaidah yang ada pada kedua bahasa tersebut. Sebagaimana yang telah dikemukakan diatas, bahwa seorang Penerjemah dituntut untuk menguasai kaidah-kaidah bahasa Arab dan bahasa Indonesia, terutama dalam menerjemahkan afiksasi, dia harus menguasai ilmu Saraf dan Morfologi. Selain menguasai dua kaidah tersebut, hendaknya seorang penerjemah mengoleksi kamuskamus yang spesifik dan proporsional diikuti dengan banyak-banyak latihan menerjemahkan. Jika seorang penerjemah menemui kesulitan yang tidak dapat dipecahkan, penting kiranya bertanya kepada ahlinya untuk menghindari kesalahan menerjemahkan materi tersebut. Artinya, hal ini dilakukan untuk menjaga amanat Penulis bahasa sumber.
DAFTAR PUSTAKA
Fadil, Dkk. Tasrifan Istilahian. Jakarta: Depag, 1965 Putrayasa, Ida Bagus. Kajian Morfologi: Bentuk Derivasional dan Infleksional. Bandung: Revika Aditama, 2008. Cet.I Rasjid, Sulaiman. Fiqih Islam. Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2006. Cet. 39 Hoedoro, Hoed Benny. Penerjemahan dan Kebudayaan . Jakarta: Pustaka Jaya, 2006. Cet.I Taqiyuddin, Al-Imam Abubakar. Terjemahan Kifayatul Akhyar 3. Surabaya: Bina Ilmu, 1997 Syihabuddin. Teori dan Praktet Penerjemahan Arab Indonesia. Jakarta: Depdiknas, 2006 Moentaha, Salihin. Bahasa dan Terjemahan. Jakarta, Kesaint Blanc, 2006 Chaer, Abdul. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta, 2003 Kushartanti, Dkk. Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005. Cet. II Sayogi, Frans. Penerjemahan Bahasa Inggris Kedalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Lembaga Penelitia UIN, 2008 Suryawinata, Zuhridin, Hariyanto, Sugeng. Translation Bahasa Teori dan Penuntun Praktis Menerjemahkan. Yogyakarta: Kanisius, 2000 Mahali, Rohayah. Pedoman Bagi Penerjemah. Jakarta: Grasindo, 2000 Widyamarta. Seni Menerjemahkan. Yogyakarta: Kanisius, 1989 Kridalaksana, Harimurti. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993. Cet. III
Syarief, Moch, Hidayatullah. Diktat Teori Permasalahan dan Penerjemahan Arab Indonesia. Jakarta, 2006 Syihabuddin. Teori dan Praktek Penerjemahan Arab Indonesia. Jakarta: Depdiknas, 2002 Fahmi, Akrom. Ilmu Nahwu dan Saraf 2 (Tata Bahasa Arab Praktis dan Aplikatif). Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002. Cet. II Parera, Jos, Daniel. Morfologi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1988. Cet. I Asrori, Imam. Sintaksis Bahasa Arab (Frasa-Klausa-Kalimat). Malang:Misykat, 2004. Cet. I Mu`in, Abdul. Analisis Kontrastif Bahasa Arab dan Bahasa Indonesia (Telaah Terhadap Fonetik dan Morfologi). Jakarta: Pustaka Al-Husna Baru, 2004. Cet. I Hafidh, Afnan, Asrori, Ma`ruf. Tradisi Islami. Surabaya: Khalista, 2008. Cet. III Internet Ustsarwat. Com Muslimedia. Com Http://bahrussofa.blogspot.com/2007/07/Imam-Taqiyuddin-al-Hishni.html Via Telp A. Ma`ruf Asrori Wawancara Lewat telp 21/07/2009 Kamus-kamus Aw, Munawwir. Kamus Arab Indonesia. Surabaya: Pustaka Progressif, 2002