AFATISME PENGELOLAAN KEUANGAN SEKOLAH Oleh : WIRTA
PENGANTAR Tata kelola (governance) tidak dapat dilepaskan dari prinsip-prinsip dasar penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good govermance), karena Good governance merupakan elemen penting untuk menjamin kesejahteraan nasional (national prosperity). Prinsip dasar tersebut diantaranya prinsip transparansi dan prinsip akuntabilitas. Kedua prinsip tersebut tercantum juga dalam Undang-undang nomor 28 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme yakni : “Asas-asas umum pemerintahan negara yang baik, salah satunya asas transparansi dan asas akuntabilitas”. Transparansi adalah proses keterbukaan untuk menyampaikan aktivitas yang dilakukan sehingga pihak luar termasuk masyarakat lokal, pelaku usaha, maupun instansi pemerintah lain dapat mengawasi dan memperhatikan aktivitas tersebut, dalam hal ini aktivitas kegiatan pengelolaan
keuangan
sekolah
yang
bersumber
dari
BOS
pusat. Sedangkan akuntabilitas adalah mekanisme tanggung-gugat antara pembuat kebijakan dengan stakeholder yang dilayani. Adanya mekanisme akuntabilitas memberikan kesempatan kepada stakeholder untuk meminta penjelasan dan pertanggungjawaban apabila terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan konsesus dalam pelaksanaan tata kelola. Dengan prinsip akuntabilitas ini pihak tertanggung dalam hal ini sekolah wajib menyusun laporan pertanggungjawaban (LPJ) BOS. Kedua prinsip tersebut tepat digunakan dalam pengelolaan atau tata kelola keuangan sekolah. Tata kelola keuangan sekolah yang baik, menurut Mark Bevir (2011: 359) adalah “Tata kelola yang tansparan dan akuntabel dan dapat diukur dari Indikator akses kepada keadilan (access to justice) yang dikategorikan sebagai bagian dari mekanisme akuntabilitas”. Tata kelola keuangan sekolah merupakan bagian tak terpisahkan dari manajemen sekolah. Afatisme Pengelolaan Keuangan Sekolah
1 | 16
Manajemen sekolah dasar merupakan proses di mana kepala sekolah dasar selaku administrator bersama guru berusaha mengelola sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan sekolah dasar secara efisien. Bila dikaji secara saksama, terdapat makna tersirat berkenaan dengan konsep manajemen sekolah dasar tersebut, yakni penyelenggaraan proses pendidikan
di
satuan
pendidikan
sekolah
dasar
bertujuan
untuk
menghasilkan lulusan yang beriman dan bertakwa pada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, mengembanggkan potensi peserta didik agar jadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab dan demokratiif, dan mengikuti pendidikan yang lebh lanjut. (Satori Djam’an, 2010: 5). Substansi tata kelola keuangan sekolah atau manajemen keuangan sekolah saling berkait dan berpengaruh pada pembentukan karakter sekolah dasar dalam memberikan pelayanan kepada peserta didik sehingga tercipta sekolah dasar berkualitas. Disamping itu manajemen keuangan
merupakan
salah
satu gugusan
substansi
administrasi
pendidikan yang secara khusus menangani tugas-tugas yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan yang dimiliki dan digunakan di sekolah dasar. Nurkholis (2011: 9-10), mengatakan bahwa : “Manajemen keuangan sekolah diartikan sebagai keseluruhan proses pemerolehan dan pendayagunaan keuangan sekolah secara tertib, efektif, efisien, dan dapat dipertanggungjawabkan dalam rangka memperlancar pencapaian tujuan institusional pendidikan”. Berdasarkan pendapat di atas, ada dua hal yang perlu digarisbawahi berkaitan dengan manajemen keuangan di sekolah dasar, yakni: (1) Manajemen
keuangan
itu
merupakan
keseluruhan
proses
upaya
memperoleh dan mendayagunakan semua dana sekolah termasuk dana BOS. Dengan demikian, paling tidak ada dua kegiatan besar dalam manajemen keuangan di sekolah dasar. Pertama, mencari sebanyak mungkin sumber-sumber keuangan dan berusaha semaksimal mungkin untuk mendanai proses kegiatan lembaga pendidikan dari sumber-sumber keuangan tersebut. Kedua, menggunakan semua dana yang tersedia atau Afatisme Pengelolaan Keuangan Sekolah
2 | 16
diperoleh semata-mata untuk kepentingan penyelenggaraan pendidikan di sekolah dasar. (2) Penggunaan semua dana sekolah dasar harus efektif, dan efisien. Selain itu penggunaan semua dana sekolah dasar harus tertib, dan mudah dipertanggungjawabkan kepada semua pihak yang terkait berdasarkan asas transparansi dan asas akuntabilitas. Tujuan manajemen keuangan di sekolah dasar menurut Syaodih Nana (2011; 47), adalah untuk
“Mengatur sedemikian rupa sehingga
semua upaya pemerolehan dana dari berbagai sumber dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya”. Selanjutnya Syaodih Nana (2011) menyatakan bahwa: “Terdapat beberapa prinsip yang perlu dipegang teguh dalam manajemen keuangan di sekolah dasar, yaitu : (1) Dana pendidikan (BOS) yang tersedia harus dimanfaatkan sekolah secara efektif dan efisien. Efektif berarti semua dana yang ada digunakan semata-mata untuk pengelolaan penyelenggaraan pendidikan sekolah dasar. Sedangkan efisien berarti dana yang tersedia, berapapun banyaknya, harus didayagunakan sehemat mungkin. Agar memenuhi kedua prinsip tersebut, maka dianjurkan agar setiap pendayagunaan dana selalu didahului dengan kegiatan perencanaan anggaran; (2) Semua manajemen keuangan di sekolah dasar hendaknya didasarkan pada peraturan perundangundangan keuangan yang berlaku, sehingga dapat dipertanggungjawabkan; dan (3) Pelaksanaan manajemen keuangan di sekolah dasar merupakan tanggung jawab kepala sekolah dasar. Namun pelaksanaannya dapat melibatkan guru-guru sekolah dasar”. Sumber dana utama yang diperoleh sekolah dasar berupa dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) pusat. Program BOS merupakan implementasi dari undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 34 ayat 2 yang menyebutkan bahwa: “Pemerintah pusat dan daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang sekolah dasar tanpa memungut biaya”. Konsekuensi dari amanat undang-undang tersebut adalah pemerintah pusat dan daerah wajib memberikan layanan pendidikan bagi seluruh peserta didik pada tingkat pendidikan dasar dengan menjamin tidak terbebani oleh biaya pendidikan. Biaya pendidikan merupakan salah satu komponen masukan
Afatisme Pengelolaan Keuangan Sekolah
3 | 16
intrumen (instrumental input) yang berperan penting dalam memberikan pelayanan efektif dan menjadikan sekolah yang berkualitas. MASALAH Sejak digulirkannya Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) pada bulan Juli tahun 2005 sampai sekarang, dalam perkembangannya mengalami peningkatan biaya satuan dan juga perubahan mekanisme penyaluran. Awalnya biaya satuan untuk siswa sekolah dasar dari Rp.600.000 / siswa/ pertahun sekarang naik menjadi Rp.800.000 /siswa / pertahun dan penyaluran dana BOS dilakukan dengan mekanisme transfer ke provinsi yang selanjutnya ditransfer ke rekening sekolah secara langsung dalam bentuk hibah. Seiring peningkatan satuan biaya dan perubahan mekanisme penyaluran dana BOS, serta berdasarkan hasil penelitian beberapa pakar, diantaranya oleh Abdurokhman (2008). Evaluasi Pengelolaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Sekolah Dasar Gugus Santi Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas. Hasil penelitian diantaranya menunjukkan bahwa: “program tahunan dan RAPBS belum begitu sinkron dengan program sekolah, dan sumber daya manusia masih kurang karena belum ada staf tata usaha di sekolah dasar”. Disamping itu berdasarkan pengalaman, penglihatan, pendengaran, dan terlibat di dalamnya sebagai bendahara sekolah dengan membandingkan hasil penelaahan perundangundangan terkait penggunaan dan pelaporan dana BOS terdapat ketidaksinkronan sehingga diduga terdapat modus penyalahgunaan atau penyimpangan dana BOS pusat yang memunculkan masalah pada tataran implementasi di lapangan. Masalah tersebut diantaranya sebagai berikut : 1. Perencanan keuangan sekolah berupa penyusunan RKAS tidak melibatkan komite sekolah bahkan guru-guru hanya menandatangani saja hasil RKAS, karena tidak adanya rapat antara kepala sekolah, dewan guru, dan komite sekolah, sehingga penyusunan RKAS tidak Afatisme Pengelolaan Keuangan Sekolah
4 | 16
sesuai dengan kebutuhan sekolah dan tidaknya penentuan skala prioritas, ditambah dengan pelaporan RKAS ke tingkat Kabupaten hanya menyerahkan satu lembar yakni lembar pengesahannya saja; 2. Pengelolaan dan penggunaan dana BOS tidak sesuai dengan juklak Permendikbud nomor 16 tahun 2016 dan peraturan menteri tahun sebelumnya terkait juklak BOS , diantaranya : a) Pengambilan dana BOS tidak dilakukan oleh bendahara BOS melainkan oleh kepala sekolah; b) Penggunaan dana BOS digunakan untuk komponen 13 yakni belanja lain, padahal komponen 1 sampai 12 ada yang kosong, artinya komonen 1 sampai 12 belum terpenuhi c) Kegiatan yang sudah jelas dilarang menggunakan dana BOS seperti: kegiatan studi banding, tur studi (karya wisata) dan sejenisnya; 3. Pelaporan keuangan atau disebut Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) yang dibuat setiap triwulan mestinya dibuat secara transparan dan akuntabel, dengan dipajang di papan pengumuman sekolah dan diumumkan kepada pihak orang tua siswa tidak dilaksanakan bahkan laporan dibuatkan pihak luar sekolah. Mereka beranggapan kecurangan dibuat untuk kebaikan adalah halal. Mereka beranggapan sah-sah saja membuat laporan palsu yang penting uang tersebut digunakan untuk kepentingan bersama, sehingga ada pelesetan LPJ adalah laporan purapura jujur. 4. Monitoring dan evaluasi yang dilaksanakan tim manajemen BOS kabupaten setiap semester sekali tidak konsiten melaksanakannya sesuai peraturan yang ada, setiap sekolah ketika pelaksanaan monitoring diharuskan mengeluarkan sejumlah uang. 5. Pengawasan yang dilakukan pihak internal tidak efektif dan konsisten melaksanakan
aturan
apalagi
pengawasan
eksternal
seperti
pengawasan masyarakat tidak ada sama sekali. 6. Sampai tulisan ini dibuat mereka
yang
diduga
Afatisme Pengelolaan Keuangan Sekolah
tidak ada sanksi hukum yang tegas bagi melakukan
modus
pelanggaran
atau 5 | 16
penyimpangan. Sayangnya korupsi di tingkat sekolah seringkali dibiarkan oleh aparat penegak hukum. Sebab, konon jumlahnya tergolong kecil sedangkan para aparat sedang berupaya menjaring para koruptor kakap. Memang sudah kacau balau negeri ini. jika koruptorkoruptor kelas teri dibiarkan, maka sama saja dia sedang dibiaran untuk berlatih korupsi. Dan bagaimana jika dianalogikan, sepuluh teri sama dengan satu kakap. Dan bukankah biasanya, korupsi di sekolah sangat merugikan negeri ini dalam jangka panjang, karena sekolah sebagai pencetak generasi penerus bangsa Munculnya permasalahan tersebut yang diduga sebagai modus penyalahgunaan atau penyimpangan pengelolaan keuangan sekolah berupa dana BOS pusat sebagaimana dipaparkan di atas, diperoleh penulis berdasarkan dua jenis sumber yakni sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer adalah hasil yang diperoleh penulis berdasarkan hasil panca indera dan terlibat langsung di dalamnya sebagai bendahara sekolah berupa fakta nyata dengan membandingkan peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan nomor 16 tahun 2016 dan peraturan sebelumnya. Sedangkan sumber sekunder adalah hasil penelitian beberapa pakar dan hasil tinjauan pustaka. Modus tersebut sudah lama terjadi dan pihak berwenang seolah-olah tutup mata atau mungkin ini yang disebut dengan istilah “lingkaran setan”. Dalam kesempatan ini, penulis bukan untuk mencari kambing hitam, tetapi bermaksud untuk mencari solusi atas permasalahan tersebut sehingga dapat meminimalisir atau meniadakan praktek-praktek penyalahgunaan atau penyimpangan dana tersebut.
PEMBAHASAN DAN SOLUSI A. Pembahasan Pengelolaan atau tata kelola berasal dari kata manajemen atau administrasi. Hal tersebut seperti yang dikemukakan oleh Sobry Sutikno (2012: 67) “Management diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi manajemen atau pengelolaan”. Dalam beberapa konteks keduanya Afatisme Pengelolaan Keuangan Sekolah
6 | 16
mempunyai persamaan arti, dengan kandungan makna to control yang artinya mengatur dan mengurus. Oleh karena itu, manajemen diartikan sebagai
proses
merencanakan,
mengorganisasi,
memimpin,
dan
mengendalikan upaya organisasi dengan segala aspeknya agar tujuan organisasi tercapai secara baik, transparan, dan akuntabel. Berbicara tentang tata kelola keuangan sekolah, Mulyono (2010: 157) mengemukakan bahwa : “Keberhasilan sekolah dalam menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas juga tidak terlepas dari perencanaan anggaran pendidikan yang mantap serta pengalokasian dana pendidikan yang tepat sasaran dan efektif”. Lebih lanjut, Mulyono (2010:157-158) mengatakan : “Tujuan utama pengelolaan dana pendidikan keuangan sekolah adalah untuk menjamin agar dana yang tersedia dipergunakan untuk kegiatan penyelenggaran proses pendidikan di sekolah”. Sementara itu Nanang Fattah (2006: 47) menyatakan bahwa : “Dalam pengertian umum keuangan, kegiatan pembiayaan meliputi tiga hal, yaitu: (1) penyusunan anggaran (budgeting), (2) pembukuan (accounting), dan (3) pemeriksaan (auditing)”. Dalam pengelolaan keuangan sekolah berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 48 tahun 2008 pasal 59 tentang pengelolaan pendanaan pendidikan disebutkan beberapa prinsip yang harus diperhatikan oleh pihak sekolah, UPTD Pendidikan Kecamatan dan Dinas Pendidikan Kabupaten, antara lain : 1. Prinsip keadilan ; Prinsip keadilan dilakukan dengan memberikan akses pelayanan pendidikan yang seluas-luasnya dan merata kepada peserta didik, tanpa membedakan latar belakang suku, ras, agama, jenis kelamin, dan kemampuan atau status sosial ekonomi. 2. Prinsip efisiensi ; Prinsip ekonomi dilakukan dengan mengoptimalkan akses, mutu, relevansi, dan daya saing pelayanan pendidikan. 3. Prinsip transparansi ; Prinsip transparansi dilakukan dengan memenuhi asas kepatutan dan tata kelola yang baik oleh pemerintah, pemerintah daerah, penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat, dan Afatisme Pengelolaan Keuangan Sekolah
7 | 16
satuan pendidikan sehingga: (i)Dapat diaudit atas dasar standar audit yang berlaku, dan menghasilkan opini audit wajar tanpa perkecualian; dan (ii) Dapat dipertanggungjawabkan secara transparan kepada pemangku kepentingan pendidikan. 4. Prinsip akuntabilitas publik ; Prinsip akuntabilitas publik dilakukan dengan memberikan pertanggungjawaban atas kegiatan yang dijalankan oleh penyelenggara atau satuan pendidikan kepada pemangku kepentingan
pendidikan
sesuai
dengan
peraturan
perundang-
undangan.Terdapat tiga syarat utama agar dapat tercipta akuntabilitas publik menurut Mulyasa, (2006) yaitu: (i)Adanya transparansi dari penyelenggara pendidikan dalam hal masukan dan keikutsertaan mereka pada berbagai komponen sekolah; (ii) danya standar kinerja sekolah dalam hal pelaksanaan tugas, fungsi, dan wewenang; (iii)Adanya partisipasi untuk saling menciptakan suasana sekolah yang kondusif dalam bentuk pelayanan pendidikan dengan prosedur yang mudah, biaya yang murah, dan proses yang cepat. Dalam pengelolaan dana BOS, ke-empat prinsip tersebut digunakan. Pengelolaan dana BOS menggunakan prinsip keadilan, dalam arti semua siswa dari golongan kaya maupun miskin merasakan adanya dana BOS pada sekolah penerima dana BOS. Prinsip efisiensi digunakan karena dalam pengadaan barang/ jasa menggunakan dana BOS, sekolah harus memperhatikan kewajaran harga barang dan ketersediaan barang. Dalam implementasi MBS di sekolah, pengelolaan dana BOS menggunakan prinsip transparansi dan akuntabilitas, yang mana pelaporan dana BOS harus diketahui dan dipertanggungjawabkan kepada Pemerintah dan masyarakat.
Selain
itu,
pengelolaan
BOS
melibatkan
partisipasi
masyarakat baik dalam perencanaan maupun dalam pengawasannya (Depdiknas, 2010:4). Menurut Mulyono (2010:150) di dalam penyusunan RAPBS dilaksanakan dengan melibatkan beberapa unsur diantaranya: (1) kepala sekolah dibantu para wakilnya yang ditetapkan oleh kebijakan sekolah, (2) orang tua murid dalam wadah komite sekolah, (3) Dinas Afatisme Pengelolaan Keuangan Sekolah
8 | 16
Pendidikan Kabupaten/ Kota, dan (4) Pemerintah Kota/ Kabupaten setempat. Langkah-langkah penyusunan RKAS sekolah menurut Muhaimin, dkk (2010: 359), antara lain: (a) Menginventarisasi rencana yang akan dilaksanakan;
(b)
Menyusun
rencana
berdasarkan
skala
prioritas
pelaksanaannya; (c) Menentukan program kerja dan rincian program; (d) Menetapkan
kebutuhan
untuk
pelaksanaan
rincian
program;
(e)
Menghitung dana yang dibutuhkan; dan (f) Menentukan sumber dana untuk membiayai rencana. Muhaimin juga mengungkapkan bahwa dalam menyusun Rencana Anggaran Sekolah, ada empat langkah yang harus dilakukan, antara lain: (a) Menyusun rencana biaya; (b) Menyusun rencana biaya dan pendapatan; (c) Menyesuaikan rencana dengan sumber pendanaan; dan (d) Menyusun rencana anggaran Sekolah. Bila dalam pelaksanaan kegiatannya, jumlah yang direalisasikan bisa terjadi tidak sama dengan anggarannya, bisa kurang ataupun lebih dari jumlah yang telah dianggarkan sebelumnya. Apabila dalam pelaksanaan tersebut ada perbedaan dengan rencana anggarannya, maka anggaran dapat dilakukan anggaran perubahan. Selanjutnya Muhaimin, dkk (2010:360) yang menyatakan bahwa : “Anggaran bersifat luwes, artinya apabila dalam perjalanan pelaksanaan kegiatan ternyata harus dilakukan penyesuaian kegiatan, maka anggaran dapat direvisi dengan menempuh prosedur tertentu”. Sejalan dengan pendapat Muhaimin, Mulyono (2010:149) mengungkapkan bahwa ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan keuangan sekolah atau anggaran belanja sekolah, yaitu: (a) Mengganti beberapa peraturan dan prosedur yang tidak efektif sesuai dengan perkembangan kebutuhan masyarakat akan pendidikan; (b) Melakukan perbaikan terhadap peraturan dan input lain yang relevan dengan merancang pengembangan sistem secara efektif; (c) Melakukan pengawasan dan penilaian terhadap proses dan hasil secara terus menerus dan berkesinambungan sebagai bahan perencanaan tahap berikutnya.
Afatisme Pengelolaan Keuangan Sekolah
9 | 16
Untuk mewujudkan transparansi, maka ada pemisahan antara pemegang keuangan dan petugas belanja barang. Dalam pembelanjaan barang dilakukan oleh tim yang ditunjuk kepala sekolah. Barang-barang yang sudah dibeli perlu dicek dan dicatat oleh petugas penerima barang, baik berupa barang modal maupun barang habis pakai (Depdiknas, 2010: 81) Dalam penggunaan dana BOS, harus didasarkan pada kesepakatan dan keputusan bersama antara Tim Manajemen BOS Sekolah, Dewan Guru, dan Komite Sekolah. Berdasarkan salinan lampiran I Permendikbud nomor 16 tahun 2016, Jenis kegiatan yang dibiayai oleh BOS meliputi: pengembangan perpustakaan, penerimaan siswa baru, pembelajaran dan ekstrakurikuler, ulangan dan ujian, pembelian bahan habis pakai, langganan daya dan jasa, perawatan sekolah, pembayaran honorarium bulanan, pengembangan profesi guru dan tenaga kependidikan, membantu siswa miskin, pembiayaan pengelolaan sekolah, pembelian dan perawatan perangkat komputer, dan biaya Lainnya, bila kedua belas komponen telah terpenuhi. Selanjutnya pada Bab II salinan lampiran permendikbud tersebut di atas, disebutkan bahwa : Penyusunan RKAS harus melibatkan dewan guru dan komite sekolah yang didasarkan pada hasil evaluasi diri sekolah dalam suatu rapat yang dituangkan secara tertulis dalam berita acara rapat dengan memperhatikan pertimbangan atau masukan dewan guru dan komite sekolah sebagai wujud pelaksanaan manajemen berbasis sekolah (MBS). Pada Bab III Organisasi Pelaksana, disebutkan bahwa tugas dan tanggungjawab tim manajemen BOS sekolah, salah satunya penyusunan RKAS harus memperhatikan skala prioritas kebutuhan sekolah dan menginformasikan rekapitulasi penerimaan dan penggunaan dana BOS secara tertulis kepada orang tua murid minimal 2 kali dalam setahun pada saat penerimaa rapor; Bab IV Prosedur Pelaksana pemberian dana BOS, disebutkan bahwa pengambilan dana BOS dilakukan oleh bendahara sekolah atas persetujuan kepala sekolah; bukan oleh kepala sekolah; Bab V Penggunaan Dana BOS, penggunaan dana BOS harus didasarkan pada Afatisme Pengelolaan Keuangan Sekolah
10 | 16
kesepakatan dan keputusan bersama antara tim manajemen BOS sekolah, dewan guru dan komite sekolah sesuai RKAS dan penggunaannya terdiri atas 12 komponen pembiayaan. Belanja lainnya dapat digunakan bila komponen 1- 12 terpenuhi. Selanjutnya dana BOS dilarang dipergunakan untuk kegiatan-kegiatan misalnya studi tour, studi banding, dan sejenisnya; Bab VI Monitoring dan Supervisi, yang dilakukan oleh tim monitoring Kabupaten sebagai responden adalah sekolah (kepala sekolah, bendahara BOS, dan guru), dan peserta didik dan atau orang tua peserta didik; Bab VIII Pengawasan, Pemeriksaan dan Sanksi belum konsisten, transparan, akuntabel, serta masih lemah dalam pemberian sanksi. Dana sekolah yang bersumber dari pemerintah berupa dana BOS, sesuai Pasal 1 Undang-undang nomor 15 tahun 2004 dijelaskan bahwa ; “Tanggung Jawab Keuangan Negara merupakan kewajiban Pemerintah untuk melaksanakan pengelolaan keuangan negara secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, dan transparan, dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan”. Berdasarkan undang-undang tersebut timbul pertanyaan: Dalam dimensi manakah pihak sekolah sebagai pengelola dana BOS melakukan penyalahgunaan atau penyimpangan, karena masing-masing dimensi menuntut
pertanggungjawaban?.
Menjadi
ironi
bila
pemerintah
mengembor-gemborkan penegakkan supermasi hukum. Mungkin peserta didik sebagai penyandang dana BOS telah melaksanakan amanah dengan nyata sekalipun belum memenuhi akuntabilitas finansial.
Apakah
pemerintah tidak khawatir dengan fenomena beberapa sekolah yang “ketakutan” untuk menerima dana BOS. Karena faktanya di sekolah terpencil atau madrasah, hanya ada seorang kepala sekolah dan seorang tenaga terampil yang merangkap tugas guru. Yang dari sisi jumlah personil saja tidak memadai, bagaimana pula dengan pengembangan sumber daya manusia untuk kegiatan pengelolaan dana BOS. Terlepas
mengaku
atau
tidaknya
telah
melakukan
modus
penyimpangan karena merupakan lingkaran setan, dimana bawahan tidak berani membangkang atasan, atasan tidak sanggup mengabaikan Afatisme Pengelolaan Keuangan Sekolah
11 | 16
kebijakan penguasa. Pertanyaannya adalah mengapa kesalahan tersebut bisa terjadi, apakah kesengajaan, ketidaktahuan, atau motif lain yang sampai sekarang belum terungkap?. Namun penyimpangan tersebut terlepas dari kekeliruan sistem atau kekeliruan mengimplementasikan kebijakan karena kualitas sumber daya manusianya atau faktor kesengajan dengan
alasan
supaya
penyusunan
RKAS
dan
laporan
pertanggungjawaban atau laporan keuangan lainnya seragam, serempak sehingga tepat waktu. Karena bila tidak demikian akan menghambat laporan ke level tinggi. Bila terlambat laporan, maka akan memperlambat pencairan dana berikutnya. Bila merujuk pada Undang-undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara
Pasal
21
ayat
1
menerangkan
bahwa
“Pembayaran atas beban APBN/APBD tidak boleh dilakukan sebelum barang/jasa diterima”. Dampak yang terjadi akibat implementasi undangundang tersebut dalam prakteknya, dana BOS baru dicairkan oleh Pengguna/Kuasa Pengguna Anggaran setelah pihak sekolah menyiapkan seluruh bukti-bukti pengeluaran sesuai Rencana Kerja Anggaran Sekolah (RKAS). Ini artinya, sebelum dana BOS diterima oleh pihak sekolah, harus sudah terdapat pengeluaran/bukti pengeluaran. Alur pelaporan keuangan penulis gambarkan seperti bagan 1 di bawah ini, untuk menunjukkan dampak penyimpangan dana BOS terhadap penyajian laporan keuangan Bagan1. Alur Pelaporan Keuangan
Bagan tersebut di atas, bila diihtisarkan adalah bila terjadi penyimpangan/temuan seperti di atas maka berakibat tertundanya Afatisme Pengelolaan Keuangan Sekolah
12 | 16
pencairan dana BOS berikutnya. Ini artinya, akan terjadi penumpukan realisasi di akhir tahun, yang berdampak pelaporan/pertanggungjawaban tidak akuntabel. B. Solusi Alternatif pemecahan masalah tersebut di atas, adalah sebagai berikut: 1. Memberikan pelatihan atau seminar atau sejenisnya kepada kepala sekolah dasar dan bendahara sekolah tentang implementasi BOS dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan tata kelola keuangan sekolah. Diharapkan dengan pelatihan mereka memahami tata kelola keuangan sekolah mulai dari perencanaan, pengalokasian, pemanfaatan
dana,
pembukuan
keuangan,
pemeriksaan
dan
pengawasan, pertanggungjawaban dan pelaporan dengan baik. Seperti contoh kepala sekolah dasar sebagai manajer berfungsi sebagai Otorisator
dan
pembayaran.
dilimpahi
Namun,
fungsi Ordonator untuk
tidak
dibenarkan
memerintahkan
melaksanakan
fungsi
bendaharawan karena berkewajiban melakukan pengawasan ke dalam. Sedangkan bendaharawan dilimpahi fungsi Ordonator untuk menguji hak atas pembayaran. Pengawasan dilakukan untuk mencegah penyimpangan keuangan dan mengoreksi kekeliruan pencatatan yang mungkin terjadi. Hal-hal demikian belum dipahami oleh kepala sekolah dan bendahara BOS sekolah. 2. Memberikan pelatihan atau seminar kepada komite sekolah dan salah satu aparat desa atau tokoh masyarakat yang bukan dari tenaga guru tentang pengelolaan keuangan sekolah yang bersumber dari pemerintah berupa program BOS. Diharapkan bila mereka tahu dan memahami tata kelola keuangan BOS mereka akan proaktif ikut mengawai penggunaan dana BOS yang dikelola sekolah. 3. Sanksi tegas bila ada celah penyimpangan sesuai hukum yang berlaku, baik sanksi administrasi ataupun sanksi perdata/pidana, sehingga
Afatisme Pengelolaan Keuangan Sekolah
13 | 16
mereka baik pihak sekolah, atasan langsung kepala sekolah dan petugas monev menjadi takut dan jera. Menurut Nanang Fattah (2006:67) mengungkapkan bahwa proses pengawasan dapat melihat ada tidaknya penyimpangan, yaitu : (a) Pemeriksaan yang ditujukan pada bukti-bukti dokumen asli, penerimaan, dan pengeluaran serta saldo akhir yang dicocokan dengan temuan hasil audit; (b) Bila terdapat penyimpangan, dapat dilanjutkan dengan penyusutan, sebaliknya bila tidak ada penyimpangan, dilakukan pembinaan ke arah yang lebih baik. 4. Laksanakan monev dengan baik, jujur, bertanggungjawab, konsisten pada tugas. Untuk menghasilkan pelaksana monev seperti itu pihak tim manajemen BOS Kabupaten hendaknya memilih tim monev yang sudah terbukti kafabilitas, integritas, dan kejujurannya. Tim Manajemen BOS Kabupaten ketika melakukan monev mengundang pihak eksternal seperti kepolisian atau kejaksaan atau melakukan tanya jawab dengan komite sekolah dan tokoh masyarakat lokal sekitar sekolah. Dengan cara itu pengawasan yang dilaksanakan pihak internal maupun pengawasan masyarakat akan efektif. Hal ini sesuai dengan fungsi pengendalian yang dilakukan oleh pimpinan atau atasan langsung, sebagai upaya korektif dan antisipatif terhadap pelaksanaan tugas pengelola. 5. Aplikasi pelaporan keuangan BOS yang selama ini digunakan yakni Alpeka BOS, pihak sekolah hanya diwajibkan untuk lapor BOS K-7b saja, hendaknya semua komponen BOS termasuk RKAS di upload, sehingga memudahkan dalam melakukan audit. Bila ditemukan ketidakcocokan dalam pelaporan segera lakukan tindakan baik secara administrasi maupun hukum. 6. Perlu dibuatkan kebijakan yang berpihak kepada sekolah. Selama ini pihak sekolah menjadi korban kebijakan atasannya, bila kepala sekolah tidak patuh pada atasan dikatakan melanggar disiplin dan akan “dikucilkan”.
Afatisme Pengelolaan Keuangan Sekolah
14 | 16
KESIMPULAN DAN HARAPAN PENULIS A. Kesimpulan Alternatif pemecahan masalah atau solusi sebagaimana dipaparkan di atas dapat terlaksana dengan baik atau tidak?. Hal ini memunculkan sikap afatisme terhadap alternatif pemecahan di atas. Munculnya sikap afatisme tersebut dikarenakan beberapa hal : (1)Melaksanakan pelatihan bagi kepala sekolah, bendahara BOS sekolah, komite sekolah, dan tokoh masyarakat memerlukan sumber dana yang besar; (2) Budaya korupsi, kolusi sudah mengakar sejak lama dan menjadi sebuah lingkaran setan; dan (3) kebijakan selalu berpihak pada penguasa atau pejabat dekat penguasa. Dengan demikian penulis menyimpulkan bahwa berbagai modus penyimpangan tersebut di atas, AFATIS terlaksana dengan baik, tegas dan nyata. Sehingga pengelolaan keuangan sekolah yang baik, transparan dan akuntabel jauh dari kata terlaksana. Implikasinya pelayanan kepada peserta didik terganggu dan kualitas pendidikan menurun. Mudah-mudahan hanya sikap penulis. B. Harapan Penulis Dalam kesempatan ini penulis berharap : 1. Berbagai alternatif pemecahan masalah atau solusi tersebut di atas dapat terlaksana dengan baik dan menghasilkan perubahan-perubahan nyata dalam pengelolaan keuangan sekolah berupa dana BOS pusat. 2. Dengan munculnya aplikasi pengelolaan dana BOS diluar alpeka BOS yakni SISKO (Sistem Informasi Sekolah), meminimalisir penyimpangan atau penyalahgunaan dana BOS 3. Adanya sikap dan niat baik dari pengambil kebijakan lokal untuk memberikan sanksi tegas dan berat dan tanpa pandang bulu kepada penyalahgunaan dana BOS.
Afatisme Pengelolaan Keuangan Sekolah
15 | 16
DAFTAR PUSTAKA
Abdurokhman, 2008. Evaluasi Pengelolaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Sekolah Dasar Gugus Santi Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas Depdiknas, 2010. Buku Panduan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Untuk Pendidikan Gratis dalam Rangka Wajib Belajar 9 Tahun yang Bermutu Mark Bevir, 2011. “Good Governance”, Encyclopedia of Governance Muhaimin, dkk. 2010. Manajemen Keuangan: Konsep Strategi, dan Implementasi. Bandung: Alfabeta Mulyasa, 2006. Manajemen Berbasis Sekolah: Konsep, Strategi, dan Implementasi. Bandung: Remaja Rosdakarya Mulyono, 2010. Pengelolaan Keuangan dan Penggunaan Sumber Dana. Bahan Diklat Manajemen Berbasis Sekolah. Provinsi Jawa Barat Nanang Fattah, 2006. Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda Karya. Nana Syaodih Sukmadinata, 2011, Modul Kuliah Pasca Sarjana. tidak diterbitkan, khusus kalangan sendiri. Nurkholis, 2011. Manajemen Berbasis Sekolah: Teori, Model, dan Aplikasi. Grasindo: Jakarta Satori, Djam’an. 2010. Problematika Manajemen Keuangan Sekolah Dasar. Bandung: Ilmu Cahaya Hati. Sobry Sutikno, 2012. Manajemen Pendidikan: Langkah Praktis Mewujudkan Lembaga Pendidikan yang Unggul . Lombok: Holistica
Peraturan Perundang-undangan : Undang-undang No. 28 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Undang-undang No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara Undang-undang No.15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara Peraturan Pemerintah No. 48 tahun 2008 tentang Pendanaan pendidikan Salinan lampiran I Permendikbud No.16 tahun 2016 tentang Perubahan Permendikbud No.80 tahun 2015 tentang Juknis Penggunaan dan Pertanggungjawaban dana BOS
Afatisme Pengelolaan Keuangan Sekolah
16 | 16