ADVOKASIA F E B R U A R I
2 0 1 6
Matikan Rokok Anda Pajak Rokok Untuk KTR YPI Luncurkan Buku Paparan asap rokok infeksi paruparu anak BPS: Kemiskinan Berkurang Bila Konsumsi Rokok Dikurangi RS Malahati dan Donbosco Canangkan KTR Jalan Panjang Tanpa Asap di KTR
2
"Matikan rokok, sebelum rokok mematikanmu", slogan ini mungkin terdengar sedikit hiperbola, tapi bila Anda sadari, slogan tersebut memang benar adanya. Karena Hidup sehat dan hidup di lingkungan yang sehat merupakan idaman semua orang. Namun kita sadari tidak mudah mewujudkan keadaan tersebut. Upaya untuk hidup sehat harus diupayakan oleh setiap orang, tidak akan optimal jika dilaksanakan sebagian kecil dari masyarakat. Masalah yang bukan hanya menjadi masalah kesehatan diri sendiri tetapi juga mengganggu kesehatan orang lain adalah kebiasaan merokok, apalagi merokok yang dilakukan di sembarang tempat seperti di tempat-tempat umum atau di tempat bermain anak. Asap tembakau mengandung lebih dari 7000 bahan kimia, ratusan diantaranya beracun dan memiliki dampak negatif pada organ tubuh manusia. Selain itu, asap tembakau juga berisi 69 bahan karsinogenik yang dapat menyebabkan kanker. Merokok 10 batang atau kurang dalam sehari, dapat menurunkan tingkat harapan hidup Anda selama rata-rata 5 tahun dan meningkatkan risiko kanker paru-paru hingga 20 kali. Merokok juga dapat meningkatkan risiko kematian sebanyak lebih dari 2,5 kali lipat akibat penyakit jantung iskemik. Asap rokok juga dapat menyebabkan penyakit arteri jantung koroner, kanker paruparu, reproduksi, stroke dan iritasi hidung. Orang yang terpapar asap rokok selama 30 menit juga akan memengaruhi kualitas paru A DV OK ASIA
-paru Anda. Jadi, mulai sekarang Anda harus mulai dapat menjaga diri sendiri dari paparan asap rokok. Memang konsekuensi bagi para perokok mungkin saja tidak langsung terlihat atau terasa, tetapi ketika mereka sudah memasuki usia lanjut, bahaya penyakit yang berhubungan dengan rokok atau tembakau mengintai. Konsekuensi bagi para perokok pemula juga akan berdampak terhadap kemajuan bangsa ini ke depannya. Bayangkan jika para generasi yang sedang tumbuh sudah mulai merokok di usia muda, kemungkinan besar pada saat memasuki usia produktif sekitar usia 30-40 tahun, mereka bisa terserang penyakit yang membahayakan hidup mereka. Hal ini t ent unya a k a n menurunkan produktivitas mereka, dan juga membuat be ba n mental bagi keluarga ataupun kerabat yang merawat mereka. Untuk itu Kemenkes sangat konsen terhadap masalah pengendalian tembakau terutama pada generasi muda. Sudah sering kita melihat anakanak berseragam sekolah menghisap rokok dengan bangga dan
tanpa beban. Mereka dengan mudahnya mendapatkan rokok karena terjual bebas dimana saja. Inilah salah satu penyebab jumlah perokok di Indonesia terus meningkat dari tahun ketahun. Tak terkecuali jumlah perokok usia muda. Berdasarkan Pusat Data dan Informasi, Kemenkes 2015 menunjukan perilaku merokok di Indonesia tidak banyak perubahan, jika dilihat rata-rata jumlah batang rokok yang dihisap perharu pada tahun 2007 rata-rata 12 batang per hari, sedangkan pada tahun 2013 ratarata jumlah batang rokok yang dihisap 12,3 batang per hari. Apabila dilaku-
kan konversi ke dalam jumlah penduduk absolute, dan kemudian dilakukan penghit ungan asumsi harga rokok kretek isi 12 batang senilai Rp. 12.500,- bisa mencapai 605 miliar
P AGE
ADV OK ASIA
Jika dalam sehari saja perokok di Indonesia bisa menghabiskan uang sekitar 605 milar, maka berapa banyak yang dihabiskan dalam jagka waktu sebulan atau bahkan setahun ? Kondisi yang memprihatinkan ini sudah berlangsung bertahun-tahun di negara kita. Seandainya saja dana tersebut tidak digunakan untuk membeli rokok, melainkan untuk kebutuhan lain yang lebih bermanfaat dan tidak menimbulkan dampak negative bagi kesehatan Kebiasaan merokok sudah meluas di hampir semua kelompok masyarakat di Indonesia dan cenderung meningkat, terutama di kalangan anak dan remaja sebagai akibat gencarnya promosi rokok di berbagai media massa. Hal ini memberi makna bahwa masalah merokok telah menjadi semakin serius, mengingat merokok berisiko menimbulkan berbagai penyakit atau gangguan kesehatan yang dapat terjadi baik pada perokok itu sendiri maupun orang lain di sekitarnya yang tidak merokok (perokok pasif). Riset Kesehatan Dasar 2013 Kementerian Kesehatan RI juga menyatakan perilaku merokok penduduk usia 15 tahun ke atas masih belum terjadi penurunan dari 20072013, bahkan cenderung mengalami peningkatan dari 34,2% pada 2007 menjadi 36,2% pada 2013. Selain itu, data riset tersebut juga menunjukkan bahwa pada 2013, sebanyak 64,9% warga
yang masih menghisap rokok adalah berjenis kelamin laki-laki dan sisanya sebesar 2,1% adalah p e r e m p u a n . Di samping itu, juga ditemukan bahwa 1,4% perokok masih berumur 10-14 tahun, dan sebanyak 9,9% perokok pada kelompok tidak bekerja. Sedangkan rata jumlah batang rokok yang dihisap adalah sekitar 12,3% batang. Bahkan, yang lebih mencengangkan lagi, menurut penelitian terbaru dari Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME), sebuah organisasi riset global di Universitas Washington, jumlah pria perokok di Indonesia meningkat dan menempati peringkat kedua di dunia dengan 57% di bawah Timor Leste 61%. Dan bawah Indonesia ada Laos (51,3%), China (45,1%) Kamboja (42,1%). Data periode 1980-2012 memperlihatkan bahwa, meskipun sejumlah negara memperlihatkan penurunan rasio, angka prevalensi kebiasaan merokok di Indonesia justru mengalami peningkatan.
Dari penelitian yang bertajuk „Smoking Prevalence and Cigarette Consumption in 187 Countries, 1980-2012‟ t er sebut , menye but kan bahwa saat ini diperkirakan terdapat sebanyak 52 juta orang merokok di seluruh Indonesia. Persentase dari populasi yang merokok – atau juga dikenal dengan prevalensi itu – memperlihatkan penurunan, akan tetapi jumlah penikmat rokok di seluruh dunia telah meningkat seiring peningkatan jumlah penduduk. Dalam riset yang juga telah dipublikasikan dalam Journal of The American Medical Association, Januari 2014 itu, menunjukkan bahwa Indonesia merupakan salah satu dari 12 negara yang menyumbangkan angka sebanyak 40% dari total jumlah perokok dunia.
3
4
Jumlah pria perokok di Indonesia telah meningkat sebanyak dua kali lipat sejak 1980, dan prevalensi pria perokok di Indonesia tercatat sebagai kedua tertinggi di dunia, hal ini merupakan fakta menyedihkan yang dapat memberikan dampak negatif pada kondisi kesehatan serta biaya kesehatan di Indonesia. Secara global, prevalensi merokok berdasarkan usia sudah menunjukkan penurunan sebanyak 42% di kalangan wanita, dan 25% di kalangan pria, antara 1980 dan 2012.Empat negara – Kanada, Islandia, Meksiko dan Norwegia – telah memangkas
angka prevalensi di negaranya hingga separuhnya sejak 1980. Di Indonesia, prevalensi merokok sangat bervariasi antara pria dan wanita. Pada 2012, 57% pria Indonesia digolongkan sebagai perokok aktif, dan tercatat sebagai kedua tertinggi di dunia. Wanita Indonesia, memperlihatkan prevalensi merokok sebanyak 3,6%. Angka yang sangat kecil dibandingkan para pria perokok. Secara global, meskipun prevalensi memperlihatkan penurunan, pertumbuhan
Kebiasaan merokok sudah meluas di hampir semua kelompok masyarakat di Indonesia dan cenderung meningkat, terutama di kalangan anak dan remaja sebagai akibat gencarnya promosi rokok di berbagai media massa. Hal ini memberi makna bahwa masalah merokok telah menjadi semakin serius, mengingat merokok berisiko menimbulkan berbagai penyakit atau gangguan kesehatan yang dapat terjadi baik pada perokok itu sendiri maupun orang lain di sekitarnya yang tidak merokok (perokok pasif). Oleh karena itu perlu dilakukan langkah-langkah pengamanan rokok bagi keseADV OK ASIA
hatan, diantaranya melalui penetapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Penetapan KTR ini bertujuan untuk melindungi masyarakat terhadap ancaman gangguan kesehatan karena lingkungan tercemar asap rokok. Penetapan KTR ini perlu diselenggarakan di fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan serta menjadi kewajiban
populasi yang substansial di seluruh dunia antara 1980 dan 2012 menyumbangkan sebesar 41% pada jumlah pria perokok harian dan 7% pada jumlah wanita perokok. Lebih dari 50% pria di beberapa negara, termasuk Indonesia, Rusia, Armenia dan Timor Leste merokok setiap hari. Sementara prevalensi merokok pada wanita di atas 25% di Austria, Cili, Perancis dan Yunani.
asasi bagi kita semua terutama para pimpinan/ penentu kebijakan di tempat tersebut untuk mewujudkannya. Langkah ini sangat penting bagi Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota yang belum menerbitkan regulasi Kawasan Tanpa Rokok (KTR) demi melindungi masyarakat dari ancaman gangguan kesehatan akibat lingkungan yang tercemar asap rokok untuk segera mengambil langkah untuk menerbitkannya suatu regulasi Perda Kawasan Tanpa Rokok dan Perda ini nantinya juga sebagai dasar hukum untuk pembuatan aturan-aturan yang ada di bawahnya.
5 Pemerintah telah menetapkan dan mengupayakan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) untuk melindungi seluruh masyarakat dari bahaya asap rokok melalui undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 115 ayat (1) dan Pemerintah Daerah Wajib menetapkan dan menerapkan KTR diwilayah sesuai Pasal 115 (2). Undang-Undang No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) mengatur kebijakan dalam hal sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai pelaksanaan pemerintah daerah terutama pengaturan pembagian dan penggunaan pajak rokok sebagai salah satu jenis pajak daerah. Adapun besaran tarif pajak rokok adalah sebesar 10% (sepuluh persen) dari cukai rokok. Pajak rokok adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh instansi pemerintah pusat yang kemudian disetor ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) provinsi secara proporsional berdasarkan jumlah penduduk. Dana pajak rokok ini akan masuk ke RKUD Provinsi sebagai APBD provinsi dan akan ditransferkan ke Kabupaten/ Kota. Pasal 94 ayat (1) butir C UU No. 28 tahun 2009 ini mengatur bahwa 70% (tujuh puluh persen) hasil penerimaan pajak rokok diserahkan kepada kabupaten/kota dan 30% (tiga puluh persen) diserahkan kepada provinsi. Dalam pasal 31 UU No. 28 tahun 2009 diatur bahwa penerimaan pajak rokok, baik bagian provinsi maupun bagian kabupaten/kota, dialokasikan paling sedikit 50% (lima puluh persen) untuk mendanai pelayanan kesehatan dan penegakan hu-
kum oleh aparat yang berwenang. Pengertian pelayanan kesehatan dan penegakkan hukum yang dimaksud dalam pasal 31 tersebut tertuang dalam aturan penjelas Undang- Undang ini bahwa “pelayanan kesehatan masyarakat, antara lain: kegiatan memasyarakatkan tentang bahaya merokok dan iklan layanan masyarakat mengenai bahaya merokok, pembangunan/ pengadaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana unit pelayanan kesehatan, serta penyediaan sarana umum yang memadai bagi perokok (smoking area)”. Sedang penegakkan hukum yang dimaksud dalam aturan penjelas Undang-Undang adalah “penegakkan hukum sesuai dengan kewenangan Pemerintah Daerah, yang dapat dikerjasamakan dengan pihak/instansi lain, antara lain: pemberantasan peredaran rokok ilegal dan penegakkan aturan mengenai larangan merokok sesuai dengan peraturan perundang-undangan.” Tambahan dana APBD untuk kesehatan yang bersumber dari penerimaan pajak rokok ini bersifat “On Top” (tidak mengurangi alokasi APBD untuk kesehatan yang telah ada selama ini). Adapun besaran dana pajak rokok yang akan diterima oleh masing-masing daerah terlampir dalam lampiran Panduan Umum Penggunaan Dana Pajak Rokok untuk upaya pencegahan dan pengendalian konsumsi rokok dan produk lainnya. Dari kumpulan regulasi diatas semestinya persoalan anggaran dalam Implementasi regulasi Kawasan Tanpa Rokok yang selama ini menjadi kendala diberbagai daerah sudah tidak lagi menjadi persoalan. Namun realitanya masih banyak sekali persoalan-persoalan yang ditemukan ketika regulasi tersebut
akan dilaksanakan. Menurut hasil analisis survey yang dilakukan Yayasan Pusaka Indonesia tentang Akses Penggunaan Pajak Rokok untuk Implementasi Kawasan Tanpa Rokok, regulasi Pajak Rokok belum tersosialisasikan keseluruh jajaran SKPD, sehingga SKPD tidak mengetahui tentang keberadaan anggaran yang bersumber dari Pajak Rokok tersebut. Dikarenakan regulai ini belum tersosialisasi dengan baik, sehingga dalam penyusunan rencana kegitan APBD, SKPD terkait tidak memasukan kegiatankegiatan yang dapat mendukung pembuatan dan pelaksanaan Perda KTR. Selain persoalan sosialisasi Pajak Rokok yang masih belum baik, persoalan lainnya adalah SKPD tidak mengetahui program apa yang dapat dilakukan dengan memanfaatkan dana Pajak Rokok. Hal ini perlu menjadi perhatian khusus Pemerintah Kota/kabupaten untuk memaksimalkan penggunaan Pajak Rokok untuk penerapan Kawasan Tanpa Rokok.
6
YPI Luncurkan Buku Problematika Penyaluran Dan Pengunaan Pajak Rokok & DBHCHT Yayasan Pusaka Indonesia (YPI) meluncurkan buku Problematika Penyaluran dan Pengunaan Pajak ROkok dan DBHCHT di Sumatera Utara. Buku berupa hasil penelitian ini bertujuan Untuk mengetahui secara lebih dalam strategi yang dilakukan Pemerintah Propinsi Sumatera Utara dan Pemerintahan Kota Medan terkait pengelolaan dan pembagian Dana Pajak Rokok dan DBH CHT t e rh a d a p k eg i at an - ke gi a t an pembangunan daerah Kota Medan dan melihat kendala dan upaya yang dilakukan Dinas Kesehatan Kota Medan dalam mengakses dan mengoptimalkan Dana Pajak Rokok dan DBH CHT, selain itu buku ini mengupas gambaran program yang akan disusun oleh Pemerintah Kota Medan dan Pemerintah Propinsi Sumatera Utara, dalam memaksimalkan penggunaan dana Pajak Rokok dan DBH CHT bagi pembangunan masyarakat Kota Medan di Tahun Anggaran 2015. Dari hasil peneletian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa pertama Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah menerbitkan 3 regulasi; Pertama, Peraturan Gubernur Sumatera Utara No. 12 tahun 2010 tentang Pedoman Pengelolaan DBHCHT di Provinsi Sumatera Utara; Kedua, Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara No.12 tahun 2013 tentang Pajak Rokok; dan Ketiga, Peraturan Gubernur Sumatera Utara No.15 Tahun 2014 sebagai Peraturan Petunjuk Pelaksanaan Perda No.12 Tahun 2013 tentang Pajak Rokok. Namun regulasi tersebut disusun sebatas memenuhi syarat formal disalurkannya Pajak Rokok dari pemerintah pusat ke provinsi, dan masih belum dapat menjawab berbagai kebutuhan tata laksana penyaluran pajak rokok ke kabupaten/kota. Di dalam Perda dan Pergub diatas disebutkan 2 institusi yan g bert an ggun gjawab terh adap pemanfaatan kedua dana tersebut, yaitu Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
ADV OK ASIA
(Bappeda) Provinsi Sumatera Utara bertanggung jawab melakukan supervisi penggunaan DBHCHT, sedangkan Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Provinsi Sumatera Utara ditunjuk untuk melakukan rekonsiliasi data dan menetapkan pembagian Dana Pajak Rokok secara triwulan ke kabupaten/kota. Kedua Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau yang diterima Provinsi Sumatera Utara TA. 2014 sebesar Rp.18.724.362.205,-, dan dana tersebut telah disalurkan kepada SKPD terkait di level Provinsi maupun Kota Medan. Total Pajak Rokok yang diterima Provinsi Sumatera Utara TA. 2014 sebesar Rp.394.510.284.650,-, dan berdasarkan Keputu san Gu bernu r Sumatera Utara No.184.44/506/KPTS/2014, Dispenda Provinsi Sumatera Utara telah melaksanakan tugasnya membagihasilkan Pajak Rokok tersebut sesuai dengan formula yang telah ditetapkan Kementerian Keuangan RI. Provinsi Sumatera Utara mendapat porsi sebesar Rp.126.230.706.367,- (sebesar 30 % dari total dana pajak rokok yang diterima), dan porsi pembagian untuk Kota Medan sebesar Rp.32.556.154.879,-. (berdasarkan potensi jumlah penduduk). Hasil penelitian menemukan fakta bahwa Pemko Medan belum ada menerima transfer dana pajak rokok dari Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Dispenda Provinsi Sumatera Utara sesuai dengan tupoksinya hanya berwenang menetapkan jumlah bagi hasil pajak rokok, sedangkan untuk realisasi pencairan dan pentransferan dana dari RKUD Provinsi ke RKUD Kabupaten/Kota, wewenangnya ada di Biro Keuangan Provinsi Sumatera Utara, yang tidak bersedia memberikan konfirmasi dalam penelitian ini sehingga Peneliti tidak bisa mendapat gambaran tentang kendala dalam penyaluran alokasi pajak rokok ke kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara. Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara dan Dinas Kesehatan Kota Medan telah melaksanakan program dengan menggunakan dana DBHCHT di TA.2014, namun untuk kegiatan yang akan menggunakan dana pajak rokok masih belum dilakukan karena memang belum ada pencairan dana pajak rokok yang dilakukan. Dari beberapa narasumber dan data yang diperoleh peneliti menyimpulkan
7
ADV OK ASIA
bahwa hambatan birokrasi dan kurangnya pengetahuan serta pemahaman SDM tentang kebijakan penggunaan dana pajak rokok menjadi faktor tidak terimplementasikannya pajak rokok sesuai dengan peruntukkannya di Provinsi Sumatera Utara maupun di Kota Medan. Kebijakan Kementerian Keuangan Nomor. 102/PMK.07/PMK/2015 yang memuat batas waktu maksimal yang harus diperhatikan oleh Kuasa Pengguna Anggaran di level provinsi/kabupaten/kota dalam menetapkan, menyalurkan serta menyusun laporan kepada Kementerian Keuangan akan mengatasi kendala yang ada selama ini. Ketiga Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan Pemerintah Kota Medan masih belum mempunyai kerangka kerja yang sinergi dan koordinatif dalam mengoptimalkan dana pajak rokok dan DBHCHT terhadap pembangunan kesehatan masyarakat. Program pelayanan kesehatan yang selama ini dilakukan lebih menitik beratkan pada upaya rehabilitatif (pengobatan) terhadap orang yang sakit, semantara kebijakan pemanfaatan dana pajak rokok lebih diprioritaskan kepada kegiatan yang sifatnya promotif preventif, dan pemberdayaan masyarakat untuk terlibat aktif dalam program-program pencegahan timbulnya penyakit. Ada tiga rekomendasi untuk menjawab temuan-temuan dilapangan pertama Pemerintah Provinsi Sumatera Utara perlu membuat regulasi (berupa Perda, Pergub/ Perwal) yang lebih khusus mengatur penyaluran dan pemanfaatan dana pajak rokok untuk kesehatan sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 21 A ayat (6) Permenkeu No.102 / PMK.07 /2015 . Regulasi yang disusun tersebut hendaknya memuat tentang komponen dan tata cara penyaluran, model evaluasi dan monitoring pemanfaatan dana pajak rokok, bentuk pelibatan dan syarat-syarat yang harus dipenuhi jika akan dilakukan kerjasama dengan LSM atau lembaga masyarakat lainnya. Kedua Sosialiasi regulasi lagi ke daerah kabupaten/kota, sehingga pemerintah kabupaten/kota dapat bertindak aktif guna mengakses hak mereka atas dana pajak rokok yang masuk ke RKUD Provinsi
Sumatera Utara. Supervisi dari pemerintah pusat ke pemerintah provinsi/kabupaten/kota tetap diperlukan agar minimal 50 % dana pajak rokok yang diterima dapat benar-benar digunakan untuk pembangunan kesehatan masyarakat dan penegakan hukum kebijakan KTR. Dan terakhir adalah evaluasi terhadap program dan kegiatan yang selama ini telah dilakukan dan bertujuan untuk mengendalikan dampak tembakau khususnya rokok. Hasil evaluasi tersebut selanjutnya dimanfaatkan dalam menyusun grand design program optimalisasi pajak rokok dengan melibatkan SKPD terkait, dunia usaha dan pihak swasta, termasuk LSM dan kaum profesional yang memiliki kapasitas dan keperdulian terhadap upaya melindungi generasi muda dari bahaya rokok. Improvisasi, inovasi dan konsistensi pemerintah dibutuhkan dalam menjaga dan memperbaiki kebijakan baik dilevel kolal maupun nasi onal , sehingga u paya perlindungan dan penyelamatan kaum muda dari bahaya rokok dapat lebih maksimal.
8
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Paparan asap rokok terbukti memengaruhi asupan gizi anak dan balita sejak dari dalam kandungan, kata ahli gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Diah Mulyawati Utari. "Paparan asap rokok akan menyebabkan paru-paru anak terinfeksi. Infeksi tersebut akan mengurangi nafsu makan anak sehingga asupan gizinya kurang," kata Diah dalam Seminar "Gizi Kurang, Kemiskinan dan Konsumsi Rokok" di Jakarta, Selasa (23/2). Diah mengatakan Indonesia saat ini sudah berada pada darurat gizi. Salah satunya adalah meningkatnya gizi
A DV OK ASIA
kurang pada anak-anak dan balita. Kondisi tersebut diperparah oleh fakta lebih dari setengah populasi balita di Indonesia terpapar asap rokok. Sebanyak tujuh dari 10 anak usia 13 tahun hingga 15 tahun terpapar asap rokok dan lebih dari setengah perokok pasif adalah kelompok rentan, yaitu balita dan perempuan. "Penelitian yang dilakukan Semba di Indonesia sepanjang 1999 hingga 2003 yang menyurvei 175 ribu keluarga miskin di perkotaan Indonesia menunjukkan tiga dari lima kepala keluarga adalah perokok aktif," ujarnya. Menurut penelitian terse-
but, perilaku merokok kepala rumah tangga memiliki hubungan bermakna terhadap gizi buruk balita. Belanja rokok telah menggeser kebutuhan makanan bergizi untuk tumbuh kembang balita. "Padahal, risiko kematian balita keluarga perokok mencapai 14 persen di perkotaan dan 24 persen di perdesaan. Bahkan, satu dari lima kasus kematian balita berhubungan dengan perilaku merokok orang tua," katanya. Seminar "Gizi Kurang, Kemiskinan dan Konsumsi Rokok" diselenggarakan Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Jakarta Sumber :http://www.republika.co.id/ berita/gaya-hidup/info-sehat/16/02/23/ o2zwmw366-paparan-asap-rokok-
9
ADV OK ASIA
BPS: Kemiskinan Berkurang Bila Konsumsi Rokok Dikurangi
Jakarta, CNN Indonesia -- Angka kemiskinan di Indonesia bisa berkurang bila konsumsi tembakau dikendalikan dan orang miskin tidak lagi merokok. "Bila uang untuk membeli rokok digunakan memenuhi gizi keluarga, rumah tangga miskin bisa lebih sejahtera," kata Kepala Subdit Statistik Kerawanan Sosial Badan Pusat Statistik Ahmad Avenzora, di Jakarta, Selasa (23/2/2016) seperti dilaporkan A n t a r a . Ahmad mengatakan bahwa konsep kemiskinan yang digunakan BPS adalah ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan buk a n m a k a n a n . Kebutuhan dasar makanan ditentukan sebesar 2.100 kilokalori per kapita per hari berdasarkan 52 jenis komoditas makanan dan minuman serta tembakau. Kebutuhan dasar bukan makanan ditetap-
kan berdasarkan 51 jenis komoditas di perkotaan dan 47 jenis komoditas di perdesaan. "Tembakau dan rokok sama sekali tidak memiliki nilai kalori sehingga tidak menyumbang apa pun dalam mengangkat rumah tangga miskin dari garis kemiskinan. Tentu sangat berbeda bila uang untuk membeli rokok digunakan untuk membeli telur," tuturnya. Ahmad mengatakan bahwa rokok kretek filter berada pada posisi kedua sebagai komoditas yang memberi pengaruh besar terhadap garis kemiskinan. Berdasarkan survei BPS pada bulan September 2015, rokok kretek filter menyumbang kemiskinan 8,08 persen di perkotaan dan 7,68 persen di perdesaan. (yul). Sumber :http:// www. c nni ndone si a.c om/ nasional/20160223170156-20-112983/bps-kemiskinanberkurang-bila-konsumsi-rokok-dikurangi/
10
sebagai pilot project dapat memberi contoh kepada kawasankawasan lain yang yang termasuk dilarang merokok di kawasan-kawasan lainnya, Ungkap Usma Polita
Dua wilayah Kawasan T a n p a R o kok (KTR), Rumah Sakit Malahayati dan sekolah St. Thomas I Yayasan Don Bosco Medan mencanangkan dan menjadi pilot p ro je ct Ka wa san Tanpa Rokok di Kota Medan. Pencanangan sebagai KTR dilakukan deng an me re s mi k an plang KTR yang dilakukan W alikota Medan yang diwakili oleh Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan Dr. Usma Polita dan Ketua B ada n Pe ngu r us Yayasan Pusaka Indonesia Fatwa Fadillah, SH. Kita berharap dengan ditunjukan Rumah Sakit Malahayati dan Yayasan Don Bosco A DV OK ASIA
Fatwa Fadillah menambahkan sebenarnya ada tujuh Kawasan Tanpa Rokok yang diamanatkan Perda Kota Medan No. 3 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok yakni sarana kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat bermain anak, tempat ibadah, tempat kerja, angkutan umum, dan tempat umum yang tertutup. Untuk menyukseskan program kawasan tanpa rokok ini, Fatwa meminta peran serta masyarakat untuk dapat berpartisipasi memberitahukan petugas atas pelanggaran yang dilakukan para penyelenggara dan penanggungjawab kawasan tanpa rokok. “Bagi yang bertanggungjawab kawasan tanpa rokok untuk memasang tanda peringatan larangan merokok,” kata dia. Sementara Koordinator Pengendalian
Tembakau Yayasan Pusaka Indonesia OK Syahputra Harianda me mi nta pa ra penanggungjawab kawasan itu juga dapat memberikan teguran kepada para perokok yang melanggar aturan di kawasan tersebut. OK Syahputra juga menyebutkan, kawasan tanpa rokok juga dilarang untuk melakukan kegiatan seperti menjual rokok, menyelenggarakan iklan rokok, mempromosikan rokok, dan merokok. “Warga diharapkan memberikan peringatan kepada setiap orang yang melanggar,” ujarnya. Selain memasang plang kawasan Tanpa rokok di dua lokasi percontohan, Yayasan Pusaka Indonesia juga memberikan seribu stiker dan poster dan standing benner kepada tujuh Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Kota Medan.
ADV OK ASIA
11
Jalan Panjang Tanpa Asap di Kawasan Tanpa Rokok... MEDAN, KOMPAS.com - Dahi Noval mengernyit. Lama dia terdiam. “Tak tau aku, belum pernah dengar,” jawab Noval yang bekerja sebuah produk rokok impor di Kota Medan, beberapa waktu lalu. Usai dijelaskan tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR), laki-laki berkulit putih dan ramah senyum itu terlihat makin tak mengerti. “Mungkin ini peraturan baru, ya... Aku tak tau soal ini. Tapi kami punya aturan menjual rokok di mana saja, dan harus kepada orang di atas 18 tahun. Memangnya di mana kawasan itu?” tanya dia. Berdasarkan penjelasan dari Koordinator Pengendalian Tembakau Yayasan Pusaka Indonesia (YPI) OK Syahputra Harianda, ada tujuh KTR di Kota Medan. Hal ini sesuai Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2014. Tujuh kawasan tersebut adalah fasilitas kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat umum, tempat kerja, tempat bermain anak, tempat ibadah, dan angkutan umum. “Selama ini memang akses untuk selling ke kantor-kantor dinas terbatas. Tergantung izin setempat. Kalau pun boleh paling seputaran kantin. Makanya kami jarang masuk, karena pasti ada larangan untuk izin mobile selling SPG (sales promotion girl),” ujar Noval kemudian. Noval lalu menegaskan, mereka tak akan menjual rokok kepada anak di bawah umur 18 tahun, perempuan hamil, dan pelajar berseragam. Namun, kalau larangan berjualan di tujuh KTR Kota Medan, dia masih menganggap barang baru. “Tak ada sosialisasi kali, ya? Makanya kami-kami ini tidak tau. Kalau bisa jualan di kantor pemerintahan, kami tak pernah lihat ada pemberitahuan soal KTR atau dilarang berjualan dan sanksi hukumnya. Selama ini bentuk larangannya cuma pemberitahuan lewat mulut saja,” ungkap Noval yang mengaku sudah hampir dua tahun bergabung di perusahaan rokok asal Amerika itu. Kenyataan Ada peraturan, namun bagaimana dengan penerapannya? Di Kantor Dinas Pendidikan Sumatera Utara misalnya. Saat memasuki kantor para pendidik ini, warung kecil yang menjual berbagai jenis rokok sudah terlihat jelas. Gedung yang berada di persimpangan Jalan Tengku Cik Ditiro Nomor 1 D Medan dan Jalan RA Kartini itu memang dikelilingi warung-warung dan rumah makan. Di lokasi ini juga terdapat SMA Negeri 1 Medan. Tak heran jika di lokasi itu warung-warung terbilang padat pengunjung. Tak susah membeli rokok, semua merek ada. Terang-terangan mereka menjualnya. Bahkan, sebuah warung kopi yang berada tepat di seberang pintu masuk, ada seorang perempuan yang sudah tahunan berdagang di situ. Dia memang tidak memajang rokok di etalasenya. Dia menyimpannya di dalam plastik atau kotak bekas minuman. Pembelinya tak lain adalah para pegawai yang bekerja di Dinas Pendidikan Sumut. Mereka biasa terlihat menyulut rokok ditemani kopi dan asik bermain catur. Tak jarang pula mereka yang hanya mengobrol dengan koleganya, padahal masih ada di jam kerja. Masuk ke koperasi milik instansi itu, memang tak ada rokok yang terlihat dijual. Namun ketika ditanya, apakah ada rokok di koperasi itu? “Mau rokok apa? Semua ada,” kata seorang laki-laki dengan nada ramah. Dia lalu membuka lemari kabinet yang ternyata isinya adalah aneka produk rokok. Di kantin kantor itu pun tak berbeda. Di sudut ruangan terlihat seorang bapak asik menghisap rokok. Ibu yang duduk di meja dekatnya juga terlihat tak risih dengan asap yang terbang. Kepala Dinas Pendidikan Sumatera Utara yang dimintai komentar terkait KTR di instansi yang dipimpinnya, langsung menjawab "salah sambung". Kembali dicoba dengan mengirim pesan singkat, tapi tak juga ada balasan.
Gedung DPRD Di Gedung DPRD Sumatera Utara, gedung mewah yang pendingin udaranya tidak terasa. Di depan kamar mandi di gedung itu pun, masih ada pegawai yang dengan asiknya menghisap rokok. Beberapa anggota dewan yang melewati mereka, pun tidak ada yang menegur. Seperti tak melihat bungkusbungkus rokok yang tergeletak di lantai atau asap rokok yang menebarkan aroma khas. Malah, seorang wakil rakyat yang hari itu tampil cantik dengan rok merah, sempat terlibat dalam percakapan di dekat lokasi itu. Namuan, di sepanjang obrolan dia tak terlihat risih dengan bau dan sampah rokok di dekatnya. Kantor DPRD tentu merupakan salah satu tempat kerja yang ditetapkan sebagai salah satu KTR, apalagi ruang dan gedungnya dilengkapi dengan fasilitas AC, artinya daerah di mana orang tidak diperbolehkan merokok. “Kami telah menyurati Badan Kehormatan DPRD Sumatera Utara untuk memberikan sanksi dan teguran keras dan meminta maaf kepada seluruh masyarakat bila ada anggota dewan yang kedapatan merokok,” kata Koordinator Pengendalian Tembakau YPI OK Syahputra Harianda. Menurut dia, kebijakan itu merupakan upaya kritik terhadap anggota dewan yang mempunyai fungsi dalam membuat peraturan daerah dan tata tertib. Diharapkan hal itu dapat memberi rasa nyaman bagi orang di sekeliling. “Seorang politisi dan wakil rakyat yang baik, harus taat hukum dan peraturan terkait KTR. Bukan sebaliknya, malah mempertontonkan sikap melanggar hukum dan peraturan yang dibuat sendiri,” kata laki-laki yang akrab dipanggil Putra ini. Sebelumnya, Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan Usma Polita mengaku akan menindak para perokok yang merokok di tujuh kawasan tanpa rokok. Sanksi akan diberikan secara bertahap. Pertama, teguran hingga tiga kali. Lalu jika teguran tidak mempan maka akan diberikan sanksi administratif. "Kita akan perkuat Satpol PP untuk bisa menindak tegas" kata Usma Polita. Menurut Usma, Perda KTR merupakan amanah UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Pasal 115 ayat 2 disebutkan, pemerintah daerah wajib menetapkan KTR di wilayahnya. Sanksi yang dijatuhkan terhadap pelanggaran KTR ada dua yakni sanksi administratif dan pidana. Sanksi administratif antara lain teguran, memerintahkan orang atau badan tersebut meninggalkan KTR. ''Kami juga bisa menghentikan kegiatan usaha di KTR atau pencabutan izin usaha,'' kata Usma. Peradaban Kepala Seksi P2P Dinkes Kota Medan Pocut Fatimah Fitri pernah mengatakan, di dalam kandungan rokok terdapat candu, kalau sudah mencoba, sulit untuk melepaskannya. “Jangan sekali-kali mencoba untuk merokok karena asap rokok mengandung lebih dari 4.000 bahan kimia toksik dan 43 bahan penyebab kanker,” ungkap Pocut. Sebagai lembaga yang menaruh perhatian kepada perlindungan anak dan perempuan, YPI berharap Negara tidak membenturkan hak hidup sehat manusia dan perlindungan anak dengan kapitalisme industri rokok. “Kami tidak akan mampu berjuang sendiri. Membebaskan Indonesia khususnya Kota Medan dari asap rokok adalah target panjang yang semua pihak harus berperan," kata dia. "Tapi minimal dengan menghormati hak-hak warga yang tidak merokok dan merokok di tempat yang disediakan adalah bentuk peradaban masyarakat yang bisa diatur dalam aturan yang sudah disepakati,” tegas Pocut. Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen (LAPK) membeberkan data, saat ini tak kurang dari 80 juta masyarakat Indonesia adalah perokok. Artinya, 30 persen dari total populasi adalah perokok. Dua dari tiga laki-laki di Indonesia adalah perokok aktif, dan pertumbuhan konsumsi rokok di kalangan di kalangan remaja dan anak-anak menempati capaian tercepat di dunia, 14 persen per tahun. Sayangnya, di Indonesia masalah pengendalian bahaya rokok, secara operasional hanya diatur melalui Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan, dan turunan peraturan lainnya. (http://regional.kompas.com/read/2015/04/24/13012161)